Date post: | 27-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | sandi-danar-cynthia-sari |
View: | 39 times |
Download: | 3 times |
0
REVIEW JURNAL
“Kinetics of Electropolymerization of 1-amino-9,10-anthraquinone”
By Waheed A. Badawi, Khaled M. Ismail, and Shymaa S. Medani
International Journal of Chemical Kinetics 43: 141-146. 2011
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Fisika
Dosen pengampu: Dr. I Wayan Dasna, M.Si, M.Ed
Disusun oleh :
SANDI DANAR CYNTHIA SARI
(Off. B/130311811100)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
Maret 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Anthraquinone adalah jenis senyawa organik aromatis dengan rumus
C14H8O2. Anthraquinone sering disebut juga sebagai anthracenedione atau
dioxoanthracene. Salah satu isomer yang paling sering digunakan adalah 9,10-
anthraquinone, dimana terdapat dua buah gugus fungsi keton pada cincin pusat.
Anthraquinone merupakan kristal padat berwarna kuning, kurang larut dalam ait
tetapi larut dalam senyawa organik panas.
Gambar 1. Struktur senyawa 9,10-anthraquinon
Di alam, anthraquinone terdapat pada tanaman (aloe, cascara sagrada, senna, dan
rhubarb), jamur, lumut, dan serangga sebagai bahan pewarna kuning, oranye,
merah, merah-coklat, atau ungu. Anthraquinone diproduksi secara komersial
dengan beberapa cara termasuk dengan oksidasi antrasena dengan asam kromat,
kondensasi benzena dan anhidrida ftalat, dengan dehidrasi untuk siklisasi, dan
reaksi Diels-Alder diena. Anthraquinone adalah turunan kuinon yang paling
penting dari antrasena karena merupakan bahan induk pewarna dan pigmen. Salah
satu pewarna, alizarin, adalah turunan anthraquinone. Anthraquinone merupakan
bahan awal untuk produksi senyawa pewarna, antioksidan, dan polimerisasi
inhibitor. Turunannya banyak digunakan sebagai perantara untuk pewarna,
pigmen, bahan kimia fotografi, dan cat. Anthraquinone digunakan dalam industri
kertas sebagai katalis untuk meningkatkan hasil produksi pulp dan untuk
meningkatkan kekuatan serat melalui reaksi reduksi selulosa menjadi asam
karboksilat. Dalam penelitian ini digunakan 1-amino-9,10-anthraquinone yang
merupakan produk dari anthraquinone.
2
Gambar 2. Senyawa 1-amino-9,10-anthraquinone
Perkembangan elektroda termodifikasi telah menjadi salah satu bidang
penelitian yang populer, disebabkan oleh aplikasinya dalam bidang teknologi
yang sangat potensial. Elektroda termodifikasi dibuat dengan melapisi logam atau
elektroda semikonduktor dengan film tipis dari polimer elektroaktif. Polimerisasi
elektrokimia (electrochemical polymerization) merupakan metode yang sesuai
untuk pelapisan film karena menghasilkan ketebalan film dan homogenitas yang
baik.
Dewasa ini, penelitian banyak dilakukan untuk polimer organik yang
dihasilkan melalui elektropolimerisasi dari berbagai macam senyawa aromatik
karena potensi aplikasinya yang besar dari polimer yang dihasilkan maupun bahan
elektroda kompositnya. Di antara senyawa polynuclear aromatik, polynuclear
amina yang memiliki satu gugus NH2 seperti 1-amino-9,10-anthraquinone, 5-
amino-2-mercapto-1,3,4-thiadzole, dan N-acetylaniline serta yang memiliki dua
gugus NH2 seperti 1,8-diaminocarbazole dan N-(1-naphthyl) ethylene-diamine
dihydrochloride telah digunakan untuk pembuatan film polimer dilapisi elektroda.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kinetika pada proses
elektropolimerisasi. Penyelidikan orde reaksi sehubungan dengan monomer dan
elektrolit dalam proses elektropolimerisasi merupakan masalah penting di mana ia
memberikan informasi tentang sifat reaksi, struktur kimia, dan cara untuk
memperbaiki beberapa sifat fisik polimer, misalnya konduktivitas listriknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinetika pada proses
elektropolimerisasi dan penentuan orde reaksi terhadap setiap komponen elektrolit
dalam pelarut air maupun bukan air.
3
BAB II
ISI
Dalam penelitian ini, larutan disiapkan menggunakan air dengan 3 kali
penyulingan. Bahan-bahan yang digunakan adalah:
1. Larutan 1-amino-9,10-anthraquinone (yang selanjutnya disebut sebagai AAQ)
digunakan sebagai monomer tanpa pemurnian lebih lanjut
2. Acetonitrile (ACN) sebagai fase gerak untuk instrumen HPLC
3. Asam sulfat, lithium perklorat, dan bahan kimia lainnya sebagai reagen
analitik
A. Persiapan Poly(1-amino-9,10-anthraquinone) dalam medium aqueous dan
non aqueous
Pembentukan Poly(1-amino-9,10-anthraquinone) atau PAAQ dilakukan
dengan potensiodinamis dalam pelarut tidak mengandung air menggunakan 5,0 x
10-3 mol/L AAQ dalam ACN yang mengandung 0,2% H2O dan 0,1 mol/L LiClO4
pada 100 mV/s dan dengan potensiostatis menggunakan 5,0 x 10-3 mol/L AAQ
dalam ACN yang mengandung 0,1 mol/L LiClO4 pada + 1,4 V dalam 25 menit.
Pembentukan dalam pelarut air dilakukan dengan potensiodinamis menggunakan
5,0 x 10-3 mol/L AAQ dan 6,0 mol/L H2SO4 pada 100 mV/s dan beda potensial
antara 0 – 1,3 V pada substrat platina dan dengan potensiostatis menggunakan 5,0
x 10-3 mol/L AAQ dan 6,0 mol/L H2SO4 pada +1,1 V dalam 780 detik.
Gambar 3 merupakan kurva I-t potensiostatis yang dipantau selama
pembentukan AAQ pada elektroda platina. Dalam pelarut yang mengandung air,
diperoleh 3 regime dan dalam pelarut yang tidak mengandung air hanya diperoleh
2 regime.
Regime I, muncul di kedua kurva dan dikaitkan dengan penurunan awal
sesaat dalam arus, yang merupakan karakteristik untuk difusi dan adsorpsi
elektronik dari monomer pada permukaan elektroda. Regime II, yang hanya hanya
muncul pada kurva PAAQ dalam pelarut mengandung air, dikaitkan dengan
nukleasi dan pertumbuhan fase baru pada permukaan elektroda. Regime III,
4
muncul di kedua kurva dan mewakili keadaan setimbang, di mana pertumbuhan
searah film berlangsung.
Gambar 3. (a) kurva I - t gejala transien dipantau selama pembentukan PAAQ dalam pelarut mengandung air pada elektroda Pt pada +1.1 V selama 13 menit; (b) kurva I - t gejala transien dipantau selama pembentukan PAAQ dalam pelarut tidak mengandung air pada elektroda Pt pada 1,4 V selama 25 menit.
B. Kinetika Poly(1-amino-9,10-anthraquinone)
Kinetika dari PAAQ ditentukan dengan asumsi bahwa polimerisasi yang
terjadi memenuhi persamaan reaksi:
M + E → P
Maka, persamaan kinetika dapat dirumuskan sebagai:
r p=d [ W ]
dt=k [ E ]a [ M ]b
dimana:
M = monomer
5
E = elektrolit
P = polimer
rp = laju polimerisasi
W = massa polimer electrogenerated per cm2 permukaan elektroda
a = orde reaksi terhadap elektrolit
b = orde reaksi terhadap monomer
k = tetapan laju reaksi proses polimerisasi
Data elektropolimerisasi memberikan parameter kinetik dengan asumsi
bahwa hanya reaksi transfer muatan yang berlangsung di permukaan elektroda.
Dari sintesis transien I-t, densitas muatan polimerisasi (Q, mC cm-2) dapat
diperoleh dengan integrasi chronoamperograms ketika konsentrasi elektrolit atau
monomer bervariasi. Jika polimer electrogenerated adalah satu-satunya spesies
yang dihasilkan, muatan listrik yang digunakan selama proses elektropolimerisasi
(Q), harus sebanding dengan massa polimer electrogenerated (W).
Q=k W
Sehingga, hubungan antara muatan listrik yang digunakan, konsentrasi elektrolit
dan konsentrasi monomer dapat dinyatakan sebagai:
dQdt
=kd [W ]
dt=kr p=k [ E ]a [ M ]b
Atau dinyatakan dalam bentuk logaritmik sebagai:
logdQdt
=log k+a log [ E ]+b log [ M ]
1. Kinetika pembentukan PAAQ dalam pelarut tidak mengandung air
6
Gambar dibawah menyajikan grafik muatan polimerisasi (Q) lawan waktu (t),
yang kemudian digunakan untuk menentukan orde reaksi yang menghasilkan
grafik linier log dQdt
vs log [konsentrasi] dalam pelarut tidak mengandung air.
Gambar 4. Grafik Q (muatan polimerisasi) vs t (waktu) sebagai fungsi konsentrasi monomer
AAQ pada 1.4V dan grafik linier log dQdt
vs log [AAQ].
Grafik Q vs t pada Gambar 4 di atas diperoleh dari data hasil
elektrogenerasi dari PAAQ dengan konsentrasi AAQ konstan pada 5 x 10 -3
mol/L sebagai fungsi konsentrasi elektrolit LiClO4 pada rentang 0,5 – 1,5
mol/L. potensial yang digunakan adalah + 1,4V dan waktu polimerisasi 2
sampai 1500 detik. Grafik menunjukkan linieritas pada log dQdt
vs log [AAQ]
dengan slope 0,99 yang menyatakan orde reaksi terhadap [AAQ].
7
Gambar 5. Grafik Q (muatan polimerisasi) vs t (waktu) sebagai fungsi konsentrasi LiClO 4
pada 1.4V dan grafik linier log dQdt
vs log [LiClO4].
Grafik Q vs t pada Gambar 5 di atas diperoleh dari data hasil
elektrogenerasi dari PAAQ dan konsentrasi LiClO4 konstan pada 0,1 mol/L
sebagai fungsi konsentrasi monomer pada rentang 0,5 – 1,5 mol/L. potensial
yang digunakan adalah + 1,4V dan waktu polimerisasi 2 sampai 1500 detik.
Grafik menunjukkan linieritas pada log dQdt
vs log [LiClO4] dengan slope
0,056 yang menyatakan orde reaksi terhadap [LiClO4].
8
Gambar 6. Grafik Q (muatan polimerisasi) vs t (waktu) sebagai fungsi konsentrasi air dalam
ACN pada 1.4V dan grafik linier log dQdt
vs log [H2O].
Grafik Q vs t pada Gambar 6 di atas diperoleh dari data hasil
elektrogenerasi PAAQ pada konsentrasi AAQ 5 x 10-3 dan konsentrasi LiClO4
0,1 mol/L sebagai fungsi kandungan air pada rentang 0,004% dan 2,4%.
Potensial yang digunakan adalah + 1,4V dan waktu polimerisasi 2 sampai
1500 detik. Grafik menunjukkan linieritas pada log dQdt
vs log [H2O] dengan
slope 0,056 yang menyatakan orde reaksi terhadap [H2O].
Ketiga grafik diatas menunjukkan linieritas yang baik antara muatan
polimerisasi dan waktu elektrogenerasi. Slope diperoleh dari grafik log dQdt
vs
log [AAQ], [LiClO4], dan [H2O]. Persamaan kinetika laju reaksi polimerisasi
AAQ dalam pelarut tidak mengandung air adalah:
r p=k [ AAQ ]0,999 [ LiClO4 ]0,056 [ H 2 O ]−0,04
Hasil tersebut menunjukkan bahwa laju polimerisasi sama dengan konsentrasi
monomer, yaitu:
9
r p=k [ AAQ ]
2. Kinetika pembentukan PAAQ dalam pelarut mengandung air
Gambar dibawah menyajikan grafik muatan polimerisasi (Q) lawan
waktu (t), yang kemudian digunakan untuk menentukan orde reaksi yang
menghasilkan grafik linier log dQdt
vs log [konsentrasi] dalam pelarut
mengandung air.
Gambar 7. Grafik Q (muatan polimerisasi) vs t (waktu) sebagai fungsi konsentrasi monomer
AAQ pada 1.1V dan grafik linier log dQdt
vs log [AAQ] dengan slope 1,01 yang menyatakan
orde reaksi terhadap [AAQ]
Grafik Q vs t pada Gambar 7 di atas diperoleh dari data hasil
elektrogenerasi dari PAAQ dengan konsentrasi AAQ divariasi pada rentang
(3,5 – 5) x 10-3 mol/L dan konsentrasi H2SO4 konstan pada 6 mol/L. Potensial
yang digunakan adalah + 1,1V dan waktu polimerisasi 2 sampai 1500 detik.
Grafik menunjukkan linieritas pada log dQdt
vs log [AAQ] dengan slope 1,01
yang menyatakan orde reaksi terhadap [AAQ].
10
Gambar 8. Grafik Q (muatan polimerisasi) vs t (waktu) sebagai fungsi konsentrasi asam
sulfat pada 1.1V dan grafik linier log dQdt
vs log [H2SO4] dengan slope -0,66 yang
menyatakan orde reaksi terhadap [H2SO4]
Grafik Q vs t pada Gambar 8 di atas diperoleh dari data hasil
elektrogenerasi dari PAAQ dengan konsentrasi H2SO4 divariasi pada rentang
(5,5 – 6,5) mol/L dan konsentrasi AAQ konstan pada 5 x 10-3 mol/L. Potensial
yang digunakan adalah + 1,1V dan waktu polimerisasi 2 sampai 1500 detik.
Grafik menunjukkan linieritas pada log dQdt
vs log [H2SO4] dengan slope -0,66
yang menyatakan orde reaksi terhadap [H2SO4].
Ketiga grafik diatas menunjukkan linieritas yang baik antara muatan
polimerisasi dan waktu elektrogenerasi. Slope diperoleh dari grafik log dQdt
lawan log [AAQ] dan [H2SO4]. Persamaan kinetika laju reaksi polimerisasi
AAQ dalam pelarut tidak mengandung air adalah:
r p=k [ AAQ ]1,01 [ H 2 S O 4 (aq ) ]−0,66
BAB III
KESIMPULAN
11
1. Proses elektropolimerisasi mengikuti orde reaksi pertama terhadap AAQ
pada pelarut mengandung air maupun pelarut tidak mengandung air
2. Elektrolit LiClO4 dan kandungan air (dalam pelarut tidak mengandung air
mengikuti orde reaksi nol dan elektrolit H2SO4 dalam pelarut tidak
mengandung air menghasilkan orde reaksi negatif, yaitu -0,66.
3. Metode yang digunakan dalam penentuan orde reaksi adalah dengan
membuat grafik hubungan muatan polimerisasi (Q) vs waktu polimerisasi
(t) dari hasilnya kemudian dapat dibuat grafik linier hubungan log dQdt
vs
log [H2SO4], slope yang dihasilkan ditetapkan sebagai orde reaksinya.