Date post: | 12-Aug-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | selli-novita-belinda |
View: | 38 times |
Download: | 0 times |
Scenario c blok 17
A woman attends a routine antenatal appointment. She is 37 years old and this is
her fourth pregnancy. She has three children, all spontaneous vaginal deliveries at
term. Her third child was born by vaginal delivery after induction of labour for
posterm and the delivery was complicated by a postpartum haemorrage (PPH)
requiring a 4 unit blood transfusion. Now her third children was 3 years old.
Based on ultrasound examination, she is now 32 weeks of gestation. She is
reffered by midwife to doctor (public health centre) with possibility of breech
presentation.
She complains of malaise and dizzy, Due to her economic condition, she admits
that during her pregnancy she only eats some food that she can afford to buy. She
feels generally tired and attributes this to caring for her children. She reports good
fetal movement (more than 10 per day).
You act as the doctor in public health centre and be pleased to analyse this case.
In the examination findings:
Height = 150 cm; Weight 45 kg; Blood pressure = 126/73 mmHg; Pulse = 92 x/m;
RR = 22 x/m
Palpebral conjunctival looked pale
Outer examination : hard parts are palpabled in the right side of mother’s
abdomen and small parts are palpable in the left side of mother’s abdomen
Haemoglobin 7.8 g/dL
Mean cell volume 68 fL
Mean corpuscular hemoglobin concentration28 g/dL
Serum iron level 32 µg/dL
Total iron binding capacity 510 mg/dL
White cell count 11.200/L
Platelets 237.000/L
Urinalysis Negative
Blood group A negative
No atypical antibodies detected
I. Klarifikasi istilah
a. PPH: Perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dengan pengeluaran darah
lebih dari 500cc
b. Posterm: Pemanjangan masa kehamilan lebih dari 42 minggu
c. Breech presentation: Bagian terbawah dari janin adalah bokong dengan
petunjuknya adalah sakrum
d. Induction of labour: kelahiran yang di bantu dengan tindakan atau obat
II. Identifikasi masalah
a. Seorang ibu 37 thn G4P3A0 dirujuk bidan ke dokter dengan kemungkinan
adanya kehamilan 32 minggu dengan presentasi bokong
b. Pergerakan janin normal(lebih dari 10 kali/hari)
c. Ibu mengeluh malaise dan pusing
d. Riwayat kehamilan sebelumnya :
- Ketiga anaknya lahir spontan dengan anak ketiga lahir dengan di
induksi karena post term dan memiliki komplikasi pendarahan setelah
melahirkan sehingga membutuhkan 4 kantong transfusi darah.
- Anak ketiganya sekarang berumur 3 tahun
e. Dia hanya makan seadanya karena kondisi ekonomi
f. Ibu merasa lelah sehingga berpengaruh dalam mengasuh ketiga anaknya
g. Pemeriksaan fisik
h. Pemeriksaan laboratorium
III. Analisis masalah
1. Bagaimana deskripsi janin dengan presentasi bokong?
Jawab :
Presentasi bokong ialah letak janin dengan bagain terendahnya adalah
bokong, kaki atau kombinasi keduanya. Klasifikasi presentasi bokong;
a. Presentasi bokong murni (frank breech) (60-70%). Pada
presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau
kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya
dapat diraba bokong.
b. Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-
10%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong
dapat diraba kaki.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
( incomplete or footling ) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki
tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong,
sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki
bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
- Footling breech salah satu atau kedua kaki dijumpai dulu,
dengan bokong pada posisi yang tinggi. Ini jarang tetapi relatif
umum pada janin premature.
- Kneeling breech janin dalam posisi lutut, dengan salah satu
atau kedua kaki ekstensi di pinggul dan fleksi di lutut. Ini
sangat jarang.
2. Apa penyebab janin mengalami persentasi bokong ?
Jawab :
Etiologi dari presentasi bokong tidak diketahui dengan pasti, tetapi ada
beberapa faktor resiko terjadinya presentasi bokong:
- Faktor ibu:
o Panggul sempit
o Multiparitas : ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai
risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia
dibanding yang paritas rendah
o Tumor jalan lahir
o Usia ibu : Penelitian juga menunjukkan hubungan usia ibu
dengan presentasi bokong. Proporsi sekitar 3,66 % pada
usia 35- 40 tahun dan akan meningkat menjadi 4,57 % pada
usia diatas 40 tahun
- Faktor janin/ alat pengiring:
o Janin kecil/ prematur
o Janin besar
o Hamil ganda
o Kelahiran (hidramnion, hidrosefalus/anensefalus
o Letak plasenta diatas/ dibawah (plasenta previa
- Faktor uterus
o Uterus yang lembek (grande multipara)
o Kelainan uterus (misal uterus bikornus)
Letak sungsang habitual mungkin disebabkan oleh:
- faktor turunan,
- kecendrungan individual.
3. Apa hubungan umur ibu dan kehamilan ke 4 dengan kondisi sekarang ?
Jawab :
ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih
besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah
( Djamilus dan Herlina, 2008), multipara juga merupakan factor
predisposisi terjadinya malpresentasi seperti adanya presentasi bokong
(Cunningham,2010). Penelitian juga menunjukkan hubungan usia ibu
dengan presentasi bokong. Proporsi sekitar 3,66 % pada usia 35- 40
tahun dan akan meningkat menjadi 4,57 % pada usia diatas 40 tahun
(Jolly dkk, 2000). Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat
mempengaruhi timbulnya anemia yaitu semakin rendah usia ibu hamil
(< 20 tahun) maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al
(1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
kecenderungan semakin tua umur ibu hamil (dan > 35 tahun) maka
presentasi anemia semakin besar karena terjadi kemunduran dan
penurunan daya tahan tubuh serta timbulnya berbagai penyakit pada
usia ini.
4. Apa hubungan riwayat postterm dan PPH dengan kondisi sekarang ?
Jawab :
Ada hubungan antara kehamilan janin presentasi bokong dengan riwayat
PPH baik yang disebabkan oleh uterine rupture dan abnormal
placentation. Pada ruptur uterus menyebabkan placenta terplantasi tidak
pada tempat fisiologisnya sehingga membuat presentasi janin menjadi
breech presentation. Selain itu adanya riwayat PPH ditambah dengan
asupan ibu yang kurang (baik kualitas maupun kuantitas) akan
memperberat resiko adanya anemia.
5. Apa penyebab dari malaise,dizzy dan lelah yang dialami ibu ?
Jawab :
Malaise, dizzy, dan lelah yang dialami Ibu merupakan ciri dari anemia.
Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan lab yang menunjukan
penunurunan jumlah Hb, MCV, serum iron, dan TIBC. Anemia pada
masa kehamilan sebenarnya terjadi secara fisiologis, namun pada kasus
yang asupan nutrisinnya inadekuat ini memperparah anemia yang sudah
terjadi. kondisi anemia mengakibatkan perfusi O2 dan nutrisi menurun,
hal ini yang menyebabkan timbulnya malaise dan dizzy Anemia pada Ibu
adalah anemia defisiensi besi. Anemia pada kehamilan terjadi pada 1/3
wanita hamil, dan yang paling banyak terjadi di trimester III dan 95%
kasus adalah karena defisiensi zat besi.
Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah
sebagai berikut:
Kurang gizi( malnutrisi)
Kurang zat besi dalam diet
Malabsorpsi
Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan
lain-lain
Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria
dan lain-lain.
Menurut Winkjosastro (2005) anemia pada ibu hamil 62% berupa
Anemia Defisiensi Besi (ADB). Etiologi anemia defisiensi besi pada
kehamilan, yaitu :
1. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah
2. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma
3. Kurangnya zat besi dalam makanan
4. Kebutuhan zat besi meningkat
5. Gangguan pencernaan dan absorbsi
6. Bagaimana kebutuhan gizi untuk ibu hamil ?
Jawab :
7. Bagaimana hubungan makan seadanya dengan kondisi ibu dan janin ?
Jawab :
Hubungan ibu makan seadanya dengan kondisi ibu adalah jika ibu
mengkonsumsi nutrisi yang seadanya/kurang memungkinkan ibu akan
mengalami malnutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, karbohidrat, dan
nutrisi lain yang akan berakibat pada kesehatan ibu dan janin. Jika
kualitasnya tidak baik dan kuantitasnya pun kurang maka akan
berpengaruh besar dalam pertumbuhan janin yang akan menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat atau bahkan dapat menyebabkan kematian
janin dalam kandungan. Pengaruh defisiensi terhadap ibu dapat
mempengaruhi pembentukan energy sehingga dapat menyebabkan
kelelahan. Defisiensi nutrient seperti zat besi, folat, protein dapat
menyebabkan anemia yang paling sering terjadi saat kehamilan.
8. Apa indikasi dari kelahiran yang di induksi ?
Jawab ;
1) Indikasi Ibu
a) Berdasarkan penyakit yang di derita:
(a) Penyakit ginjal
(b) Penyakit jantung
(c) Penyakit hipertensi
(d) Diabetes Melitus
(e) Keganasan Payudara dan porsio
b) Komplikasi kehamilan
(a) Pre-eklamsi
(b) Eklamsi
c) Berdasarkan kondisi fisik
(a). Rupture membrane dengan chorioamnitis
(b). Rupture membrane tapi belum inpartu
2) Indikasi Janin
a) Kehamilan lewat waktu
b) Plasenta previa
c) Solusio plasenta
d) Kematian intrauterin
e) Kematian berulang dalam rahim
f) Kelainan kongenital
g) Ketuban pecah dini
9. Apa penyebab dari PPH ?
Jawab :
Postpartum hemorrhage merupakan perdarahan pasca persalinan yang
melebihi perdarahan normal (nifas) yakni > 500 ml. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum adalah :
- Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
- Hipotoni sampai atonia uteri
Akibat anastesi
Distensi berlebihan (gemeli, makrosomia, hidramnion)
Partus lama, partus kasep
Partus persipitatus / partus terlalu cepat
Persalinan karena induksi oksitoksin
Multiparitas
Korioamnionitis
Pernah atonia uteri sebelumnya
- Sisa plasenta
Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
Plasenta susenturiata
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
- Perdarahan karena robekan
- Episiotomi yang melebar
- Robekan pada perineum, vagina, dan serviks
- Ruptur eteri
- Gangguan koagulasi
- Misal pada kasus trombofilia, sindrom HELLP, preeklampsia,
solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan emboli air
ketuban.
10. Apa interpretasi pemeriksaan fisik ?
Jawab :
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
TB 150 cm; BB 45 kg BMI = 20 kg/m2 Malnutrisi
Tekanan darah 126/73
mmHg
N 120/80 mmHg Cenderung normal ;
normo tensi
Nadi 92x/min 60-100 x/min Normal
Nafas 22x/min 16-24x/min Normal
Konjunctiva palpebra
pucat
Adanya tanda- tanda
anemia
Pemeriksaan luar
Bagian keras teraba
pada sisi kanan
abdomen ibu dan
bagian yang terkecil
teraba pada sisi kiri
abdomen ibu
Bagian punggung bayi
berada pada kanan
abdomen ibu
sedangkan ekstremitas
bayi berada pada sisi
kiri abdomen
11. Apa interpretasi pemeriksaan laboratorium ?
Jawab :
Variabel
Pemeriksaan Kasus
Nilai Normal
pada Ibu
Hamil
Interpretasi
Hb 7,8 g/dl 12-15 g/dl Anemia jika Hb < 11
g/dl.
Ket : mengganggu
tumbuh kembang, lahir
dengan anemia,
gangguan persalinan
dan postpartum
MCV 68 80 - 94 fl Anemia microcytic
MCHC 28 32-37 % anemia hipokromik
Iron serum 32 ug/dl 37-145 mg% Rendah
TIBC 510 mg/dl300-360 mg
%
Tinggi, menunjukan
terjadinya defisiensi
besi
White cell
count11.200/L
5.000 –
16.000Normal
Platelets 237.000/L150.000 –
400.000/LNormal
Urinalysis Negatif
Blood group A negatif
12. Apa DD dari kasus ini ?
Jawab :
Anemia
Defisiensi
Besi
Anemia
Akibat
Penyakit
Keronik
Trait
Thalasemia
Anemia
Sideroblastik
MCV ↓ ↓ / normal ↓ ↓ /normal
MCHC ↓ ↓ / normal ↓ ↓ /normal
Besi serum ↓ ↓ Normal Normal
TIBC ↑ ↓ Normal/↑ Normal/↑
13. Apa pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menagakkan
diagnosis?
Jawab :
Auskultasi
Denyut jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah
sedikit diatas umbilikus, sedangkan bila ada engagement kepala
janin, denyut jantung janin terdengar dibawah umbilikus.
USG untuk mengetahui rincian presentasi janin (presentasi
bokong jenis apa) serta menentukan keadaan janin dalam kandungan
untuk mengetahui jika adanya kemungkinan kehamilan possterm
karena sudah adanya riwayat postterm sebelumnya.
Tanda-tanda kehamilan lewat waktu yang mulai membahayakan
janin:
- Stadium I: Kulit bayi mulai kering, rapuh, dan mudah
mengelupas .
- Stadium II: Gejala seperti stadium I ditambah warna
kehijauan pada kulit.
- Stadium III: Terdapat warna kekuningan pada kuku, kulit,
dan tali pusat bayi.
Pemeriksaan dalam
Setelah ketuban pecah teraba cakrum, kedua tuberalitas iskit, dan
anus, bila teraba bagian kecil bedakan apakah kaki atau tangan
(FKUI, Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi 3, 1999)
Pemeriksaan foto rongen
Bayangan kepala difundus. (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH,
Sinopsis Obsetri jilid 1 edisi 2, 1998)
14. Apa WD dan bagaimana cara penegakannya ?
Jawab :
A. Penegakan diagnosis malpresentasi (presentasi bokong)
a. pemeriksaan luar :
Leopold I : adanya teraba fundus dengan bagian keras dan bulat
(kepala)
Leopold II : teraba bagian punggung (biggest part ) pada satu sisi
abdomen dan bagian terkecil (smallest part) pada sisi yang
berlawanan
Leopold III : breech movable diatas PAP
Leopold IV : breech terasa dibawah simfisis
b. pemeriksaan vagina
Pada posisi frank teraba tuberositas ischium, sacrum, dan anus.
c. USG
Pemeriksaan USG merupakan yang terbaik untuk menentukan
malpresentasi
d. imaging technique
Sering digunakan untuk melihat bagaimana gambaran pelvis ibu
pada perencanaan kelahiran pervaginam
B. Penegakan diagnosis anemia
a. Anamnesis
a). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
i. Kebutuhan besi meningkat secara fisiologis
terutama pada masa kehamilan
ii. Kurangnya besi yang diserap karena asupan
besi dari makanan tidak adekuat malabsorpsi
besi
iii. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna
(tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)\
b). Keluhan : Pucat, lemah, lesu, gejala pika
b. Pemeriksaan fisis
a) anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan
limphadenopati
b) stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c) ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa
pembesaran jantung
c. Pemeriksaan penunjang
a) Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC) menurun
b) Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c) Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat ,
saturasi menurun
d) Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte
Porphyrin (FEP) meningkat
e) Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
15. Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus ini?
Jawab ;
Faktor resiko anemia pada kehamilan dapat dilihat pada jawaban no. 5
Factor resiko presentasi bokong sama seperti lihat jawaban no. 2
16. Bagaimana epidemiologi dari kasus ini ?
Jawab :
Anemia
WHO : 35-75% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di
negara maju mengalami anemia. Proporsi kasus dengan jarak antar
kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar 41% yang berarti ibu hamil yang
memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun beresiko 2,82 kali
mengalami perdarahan pasca persalinan.
Presentasi Bokong
Presentasi bokong biasanya ditemukan kira-kira 3-4% kelahiran bayi
tunggal. Pada tahun 1990-an ditemukan sekitar 3,5% diantara 136.256
bayi tunggal yang lahir di AS. Di Belanda, GreenHill melaporkan 2,3%
jumlah kasus persalinan dengan presentasi bokong. Di RS Hasan Sadikin
Bandung sebesar 4,6%, dan di RSUP H. AdamMalik/ RSUD Dr.
Pirngadi Medan ditemukan 4,4% kasus presentasi bokong.
17. Apa manifestasi klinik dari kasus ini?
Jawab :
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi
besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala
penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia
bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat
berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan
epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah,
disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
18. Bagaimana patofisiologi kasus ini ?
Jawab :
Malnutrisi
Asupan Fe ↓
Absorbsi Fe ↓ Ibu Hamil multiparitas
Defisiensi Fe Kehilangan Fe↑ presentasi bokong
Sintesis Hb ↓ ↓
Transpor O2 ke jaringan ↓ ↓
Malaise dan Dizzy
19. Apa tatalaksana presentasi bokong dan anemia ?
Jawab :
Untuk presentasi bokong : karena belum masa inpartu dan kehamilan
diatas 36 minggu bisa dilakukan version dengan cara external cephalic
version
Cara : setiap tangan meraba atau memegang fetal pole dan bokong
dinaikkan dari pelvis ibu dan ditempatkan secara lateral. Bokong
kemudian diputar menuju fundus sedangkan kepala diputar menuju
pelvis. Jika putaran ini tidak berhasil lakukan putaran balik sehingga
posisi janin kembali seerti semula. Jika putaran berhasil pada
pemeriksaan Leopold kepala teraba diatas simfisis.
Version dihentikan jika ada ketidaknyamanan, detak jantung janin yang
abnormal dan persinten, atau beberapa kali gagal melakukan version
Untuk persalinan dilihat beberapa komponen yang harus dilakukan untuk
melihat apakah termasuk dalam persyaratan untuk melakukan persalinan
secara Caesar atau vaginam. Dalam kasus ini sebaiknya tidak
dilakukan persalinan pervaginam karena adannya riwayat PPH
sebelumnya.
Tatalaksana anemia dapat diberikan fero sulfat oral 200 mg/hari dan
dilanjutkan 3 bulan setelah anemia teratasi. Jika ibu tidak dapat
mentolerir pemberian oral atau terdapat kontraindikasi dapat diberikan
secara parenteral.
Diberikan transfuse darah PRC atau whole blood (Cunningham, 2010 )
20. Apa komplikasi anemia ke ibu dan bayi dan komplikasi presentasi
bokong ?
Jawab :
- Anemia
Komplikasi pada ibu : Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang,
plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa
intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan
intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
Komplikasi pada janin : premature, apgar score rendah, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intra partum sampai dengan
kematian
- Komplikasi Presentasi Bokong
Pada janin :
- Prolaps tali pusat
- Trauma pada bayi akibat tangan mengalami ekstensi, kepala
mengalami ekstensi, pembukaan serviks belum lengkap, dan
disproporsi sefalo pelvik
- Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat,
pelepasan plasenta, dan kepala macet
- Perlukaan/trauma pada organ abdomen atau pada leher
- Patah tulang leher
Pada ibu :
- Pelepasan plasenta
- Perlukaan vagina atau serviks dan endometritis
21. Apa prognosis kasus ini?
Jawab :
Ibu
Vitam : dubia et malam
Fungsionam: bonam
Janin
Vitam: dubia et malam
Fungsionam: dubia et malam
22. Bagaiman tindakan preventif untuk kasus ini?
Jawab :
pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan
cara:
a. meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
b. mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena
harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya.
Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi
besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan
zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak
25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi
sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber
vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan
rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat
penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ;
Masrizal, 2007).
c. Untuk mencegah anemia selama hamil ibu harus mengkonsumsi zat
besi elemental 60mg/hari ( DeCherney, 2007)
Pencegahan anemia pada masa kehamilan didasarkan pada asupan
nutrisi yang baik / cukup dari segi kualitas dan kuantitas.
1. Makan makanan yang tinggi kandungan zat besi, seperti sayuran
berdaun hijau, daging merah, sereal, telur, dan kacang tanah, dapat
membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang
diperlukan untuk berfungsi dengan baik. Pastikan tubuh
mendapatkan setidaknya 27mg zat besi setiap hari.
2. Konsumsi makanan yang kaya vitamin C bersamaan dengan zat
besi akan meningkatkan penyerapan besi.
3. Hindari konsumsi susu, protein kedelai, kuning telur, kopi dan teh
saat makan makanan kaya zat besi. Hal ini dikarenakan makanan
tsb akan menghalangi penyerapan zat besi.
4. Antasida dan beberapa obat lain yang mengandung kalsium juga
menghalangi penyerapan zat besi.
23. Apa KDU kasus ini ?
Jawab :
III. Hipotesis
Ibu 37 tahun G4P3A0 dengan kehamilan 32 minggu presentasi bokong
disertai Anemia dengan riwayat PPH dan defisiensi nutrisi.
IV. Kerangka konsep
V. Sistesis
PRESENTASI BOKONG
presentasi bokong / letak sungsang terjadi ketika bokong janin lebih dulu
memasuki rongga panggul. Istilah breech (bokong) mungkin berasal dari kata
yang sama dengan britches, yang menggambarkan kain untuk menutupi
selangkangan dan paha. Untuk alasan tertentu presentasi bokong umumnya
terjadi jauh sebelum aterm. Namun yang paling sering terjadi, sebelum proses
persalinan dimulai, janin berputar spontan sehingga presentasinya menjadi
presentasi kepala. Sebagian besar selama kehamilan, fetus (janin) yang sedang
berkembang sangat bebas untuk bergerak di dalam uterus (rahim). Antara umur
kehamilan 32-36 minggu, fetus bertambah besar sehingga pergerakannya
terbatas. Sangat sulit bagi fetus untuk turn over, jadi apapun posisi yang
dicapai pada saat ini biasanya sama dengan posisi saat persalinan akan dimulai.
Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari mereka berada
37 Th. Multipara
Anemia
Defisiensi nutrisi
PPH
kelelahan
Malaise
dizzy
Presentasi bokong
dalam posisi sungsang. Kejadian presentasi bokong / letak sungsang sekitar 3-
4% dari persalinan yang ada. Terjadinya letak sungsang erkurang seiring
dengan pertambahan usia kehamilan,dimana letak sungsang terjadi sekitar 20%
pada persalinan minggu ke 28, 7% pada persalinan minggu ke 32, dan menurun
3-4% pada persalinan dengan kehamilan aterm.
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Manipulasi secara manual dalam jalan
lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Pada janin, mortalitas tiga kali
lebih besar dibandingkan dengan presentasi verteks, hal ini disebabkan karena
setelah sebagian janin lahir maka uterus akan berkontraksi yang berakibat pada
gangguan sirkulasi uteroplasenta, janin akan bernafas, dan terjadilah aspirasi
air ketuban, mekonium, lendir dan darah.
DEFINISI
Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan
lainnya.
ETIOLOGI
Menjelang kehamilan aterm, kavum uteri telah mempersiapkan janin pada
letak longitudinal dngan presentasi puncak kepala. FaKtor-faktor predisposisi
untuk presentasi bokong di luar usia gestasi adalah relaksasi uterus yang
disebabkan oleh multiparitas, janin multiple, hidramnion, oligohidramnion,
hidrosefalus, anensefalus, riwayat presentasi bokong, anomali uterus dan
berbagai tumor dalam panggul.
Fianu dan Vaclavinkova (1978) menunjukkan hasil USG yang menyatakan
bahwa terdapat prevalensi presentasi bokong yang jauh lebih tinggi pada
implantasi plasenta di daerah kornu fundus uteri (73%) dibandingkan dengan
presentasi puncak kepala (5%). Frekuensi presentasi bokong meningkat pada
plasenta previa, meskipun hanya sedikit kasus presentasi bokong yang
berhubungan dengan plasenta previa. Tidak terdapat korelasi kuat antara
presentasi bokong dengan panggul sempit.
Prevalensi
Letak sungsang terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada. Terjadinya letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang
terjadi pada 25% dari persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28
minggu, terjadi pada 7% persalinan yang terjadi pada minggu ke 32 dan terjadi
pada 1-3% persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm.2,3 Sebagai contoh,
3,5 persen dari 136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 di
Parkland Hospital merupakan letak sungsang.
PATOFISIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah
air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak
dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam
presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah
air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih
kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam
presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari
mereka berada dalam posisi sungsang.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni:
• Presentasi bokong (frank breech) (50-70%). Pada presentasi bokong
akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga
ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada
pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
• Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%). Pada
presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki.
• Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete
or footling ) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna
hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain
terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu
atau dua kaki.
DIAGNOSIS
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan
luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat,
yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin
teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak
dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan
bahwa kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya yang terdahulu, karena
terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih
tinggi daripada umbilikus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan
pemeriksaan luar tidak dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,
uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air ketuban, maka diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam.
Apabila masih ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. ( Magnetic Resonance
Imaging ). Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang
ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat
diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit,
sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan
jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan.
Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-
kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti
dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke
dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke
dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada
presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong,
sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki
di samping bokong.
PENATALAKSANAAN DALAM KEHAMILAN
Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang
dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak
sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi
luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan
antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke-34
belum perlu dilakukan, karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar
sendiri, sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar sulit untuk berhasil karena
janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif berkurang. 6
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan
denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun, bokong harus
dikeluarkan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan
meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu bagian bawah untuk
mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari panggul,
usaha untuk melakukan versi luar tidak ada gunanya. Setelah bokong keluar
dari panggul, bokong ditahan dengan satu tangan, sedang tangan yang lain
mendorong kepala ke bawah sedemikian rupa, sehingga fleksi tubuh
bertambah.
Selanjutnya kedua tangan bekerjasama untuk melaksanakan putaran
janin untuk menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi
berhasil denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada
keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk ke rongga panggul. Versi
luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan
paksaan. Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban terlalu sedikit,
karena usaha tersebut tidak akan berhasil.
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah:
1) Panggul sempit
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena
meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan
seksio sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi
luar harus diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan
dilakukan partus percobaan.
2) Perdarahan antepartum
Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan, karena
dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta.
3) Hipertensi
Pada penderita hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio
plasenta
4) Hamil kembar
Pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi
usaha versi luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada
dalam satu kantong amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan
saling melilit
5) Plasenta previa.
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding
perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan
narkosis untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan
narkosis ringan versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap
dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit
ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat
mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak
melakukan versi luar dengan menggunakan narkosis.
Versi
Versi atau pemutaran, merupakan tindakan untuk mengubah presentasi janin
secara artifisial, baik melalui penggantian kutub yang satu dengan lainnya pada
letak longitudinal, atau konversi letak oblik atau letak lintang menjadi letak
longitudinal. Tergantung pada bagian presentasi janin (kepala atau bokong),
dapat dilakukan versi sephalik atau podalik. Jenis versi ini juga diberi nama
menurut metode yang dipakai. Jadi, versi luar merupakan tindakan manipulasi
yang dilakukan lewat dinding abdomen ; sementara pada versi dalam, seluruh
tangan operator dimasukkan ke dalam kavum uteri.
A. Versi Sefalik Luar
Tujuan prosedur ini adalah untuk mengubah presentasi yang kurang
menguntungkan menjadi presentasi verteks atau presentasi belakang kepala.
Indikasi
Jika presentasi bokong atau bahu (letak lintang) didiagnosis pada minggu-
minggu terakhir kehamilan, pengubahannya menjadi presentasi verteks dapat
dicoba lewat manuver luar asalkan tidak terdapat disproporsi nyata antara besar
janin dan ukuran panggul. Versi sefalik dianggap oleh sebagian dokter
kebidanan sebagai teknik yang sering berhasil baik dengan morbiditas yang
kecil, sehingga harus dicoba untuk menghindari peningkatan angka mortalitas
yang menyertai persalinan sungsang. Jika letak janin melintang, perubahan
presentasi tersebut merupakan satu-satunya alternatif bagi tindakan seksio
sesarea, kecuali bila janin itu berukuran sangat kecil dan biasanya belum
viabel.
Menurut Fortunato dkk. (1998), versi sefalik luar lebih besar
kemungkinannya untuk berhasil jika:
1) Bagian presentasi belum turun ke dalam panggul;
(2) Cairan ketuban masih terdapat dalam jumlah yang normal;
(3) Posisi punggung bayi tidak menghadap ke belakang;
(4) Pasien tidak gemuk.
Denyut jantung janin harus dimonitor terus-menerus, sehingga dokter bisa
mendengar suara denyut jantung tersebut selama melakukan tindakan. Jangan
menggunakan anestesi, karena akan mengakibatkan pemakaian tenaga yang
tidak semestinya. Dalam stadium awal persalinan, sebelum ketuban pecah,
berlaku inidikasi yang sama. Indikasi tersebut kemudian bisa diperluas sampai
pada letak bayi yang tidak stabil biasanya masih bisa berubah secara spontan
menjadi letak longitudinal ketika proses persalinan berlangsung. Akan tetapi
versi sefalik luar jarang berhasil kalau serviks sudah mengadakan dilatasi
penuh atau kalau ketuban sudah pecah.
B. Versi Podalik Dalam
Perasat ini terdiri dari pemutaran janin oleh dokter kebidanan yang
memasukkan tangannya ke dalam rongga rahim, menangkap salah satu atau
kedua kaki janin, dan menariknya keluar lewat serviks, sementara bagian atas
badan janin didorong ke arah yang berlawanan secara trans abdomen. Tindakan
ini kemudian diikuti oleh ekstraksi bokong.
Indikasi
Kecuali pada persalinan bayi kedua dalam kehamilan kembar, hanya ada
beberapa indikasi untuk dilakukannya versi podalik dalam. Terkadang prosedur
ini bisa dibenarkan kalau serviks sudah berdilatasi penuh, ketuban masih utuh
dan janin yang berada dalam letak lintang berukuran kecil dan atau sudah mati.
Kemungkinan trauma yang serius pada janin dan ibu pada waktu dilakukan
versi podalik dalam dari suatu presentasi kepala.
MANAGEMEN DALAM PERSALINAN
Jenis pimpinan persalinan sungsang :
1. Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Persalinan spontan (spontaneous breech).
Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini
lazim disebut cara Bracht.
b) Manual aid (partial breech axtraction; assisted breech delivery).
Janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan
sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c) Ekstraksi sungsang (total breech extraction).
Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
2. Persalinan per abdominam ( seksio sesarea)
Anemia Defisiensi Besi (ADB)
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi
untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin
(Hb) berkurang.
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk
patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam
pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin
B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C,
riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein.
Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan
berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki kelainan
bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya. 1,2
PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin
(Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan
eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada
biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.3
ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal
dari :
- Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir
identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan
kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling
sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling
sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering
karena menormetrorhagia.1
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%
penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil
dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain
kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia
mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%, pada anak
sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita
sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak
berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya
konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di
sekolah.3
PATOGENESIS
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan
zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan
zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut
iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer
sehingga disebut iron deficiency anemia.1
Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom
anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila
kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva
dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati
bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda
anemia akan jelas.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi,
tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
Pemeriksaan
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain: A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan,
yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit,
MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi
yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.
Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-
rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin
dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom <
27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah
konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan
menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,
sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan
darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas
distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif
baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat
klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk
mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV
rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan
eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP
naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya
dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap
variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi
walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat
besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan
besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.
Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor,
pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan
ukuran mutlak status besi yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
7. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi
serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal
dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio
besi serum dengan kemampuan
mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke
sumsum tulang.
Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai
besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat
menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada
studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh
transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan
kekurangan zat besi.
Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat
secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai
dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat
spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan
besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi,
tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian
range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin.
Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang
menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria
meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai
usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai
meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini
mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita
hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi
kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan
mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay
(RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).
B. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian
pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.
ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN KEHAMILAN
Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai
hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua (Centers for Disease
Control, 1998). Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian
hemodilusi (Cunningham, 2007).
Menurut Tarumingkeng (2003) dalam Kusumah (2009), anemia adalah salah
satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia yang dialami oleh sekitar 51
% ibu hamil. Sebagian besar anemia pada ibu hamil adalah anemia defisiensi
besi. WHO (1992) dalam Abel (1998) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu
hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat
seiring dengan pertambahan usia kehamilan.
Fisiologi Kehamilan
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah
merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi (Abdulmuthalib,
2009).
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan
pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh
(Sadler, 1988). Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan
sedikit karena peningkatan produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak
terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal
trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen
yang diperlukan (Wiknjosastro, 2009). Akibatnya kebutuhan zat besi semakin
meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan rentan untuk
terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.
Konsentrasi Hemoglobin Pada kehamilan
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda dengan wanita
yang tidak hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses
hemodilusi atau pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit.
Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke-37. Hemodilusi berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran
uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek negatif penurunan venous
return saat posisi terlentang (supine), dan melindungi ibu dari efek negatif
kehilangan darah saat proses melahirkan (Cunningham, 2007).
Patogenesis Perubahan Nilai Hemoglobin Pada Kehamilan
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara lain adalah oleh
karena peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat
terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran
uterus, sehingga terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume
plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam
proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi
(Abdulmuthalib, 2009). Volume plasma meningkat 45-65 % dimulai pada
trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 yaitu meningkat
sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal tiga
bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti
laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron.
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut
Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai
ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai ke-22 ketika
titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang
terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin
sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah
batas “normal”, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika
kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 %
(Abdulmuthalib, 2009).
Adapun perubahan pertama yang terjadi selama perkembangan kekurangan
besi adalah deplesi cadangan zat besi. Cadangan besi wanita dewasa
mengandung 2 gram, sekitar 60-70 % berada dalam sel darah merah yang
bersirkulasi, dan 10- 30 % adalah besi cadangan yang terutama terletak
didalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Deplesi cadangan besi kemudian
diikuti dengan menurunnya besi serum dan peningkatan TIBC, sehingga
anemia berkembang (Bakta, 2006).
Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk
mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi
dan mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.
2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg.
3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg.
4. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.
Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg besi perhari dibutuhkan untuk
laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien
hamil dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi (Riswan, 2003).
Kelainan Akibat Anemia Defisiensi Pada Kehamilan
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil mempunyai dampak buruk, baik
pada ibunya maupun terhadap janinnya. Ibu hamil dengan anemia berat lebih
memungkinkan terjadinya partus prematur dan memiliki bayi dengan berat
badan lahir rendah serta dapat meningkatkan kematian perinatal. Menurut
WHO 40% kematian ibu-ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
pada kehamilan. Menurut Allen (2000) kematian ibu terkait anemia lebih
dikarenakan perdarahan dan diagnosa yang terlambat daripada efek dari
kondisi prenatal yang anemia. Menurut Hidayat (1994) dalam Riswan (2003)
disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan
mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan
kematian perinatal. Merchan dan Agarwal (1991) dalam Riswan (2003)
melaporkan bahwa hasil persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia
defisiensi besi adalah 12-28 % angka kematian janin, 30 % kematian perinatal,
dan 7-10 % angka kematian neonatal.
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita
hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup, dan
dengan diagnosa yang cepat serta penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat
diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang lebih baik.
DIAGNOSIS ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM KEHAMILAN
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan metode
pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para peneliti telah
menyetujui bahwa diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan
sumsum tulang
Daftar pustaka
1. Cunnigham, F. Gary dkk. 2010. William’s Obstetrics 23rd edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc
2. Decherney, Alan F. dkk. 2007. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology, Tenth Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
3. Reece, Albert H. dkk. 2007. Clinical Obstetrics : The Fetus & Mother.
Blackwell Publishing Ltd
4. Jolly, M. dkk. 2000. The risk associated in pregnancy in woman aged
35 years or older. Human reproduction vol 15. No.11 pp.2433-2437
diunduh dari http://humrep.oxfordjournals.org pada tanggal 5 Maret
2013
5. Shertzer,Julli. 2009. Nutritional Needs of Pregnancy and
Breastfeeding. Diunduh dari http://ohioline.osu.edu pada tanggal 5
Maret 2013
6. Wiknjosastro, 2005, Ilmu Kebidanan edisi ketiga Cetakan ke 7 ,Jakarta
; EGC
7. Djamilus, Herlina, 2008, Faktor Risiko Kejadian Anemia Ibu Hamil Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bogor, Artikel , Available from :
http://www. motekar.tk
8. Konsil kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter.
Jakarta : Perpustakaan nasional
9. Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, DSOG, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan KB, 1998
10. Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obsetri jilid 1 edisi 2, 1998)
11. Manuaba, Ida bagus Gde, (1998), Ilmu kebidanan, Penyakit
Kandungan, & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Jakarta :
EGC
12. Moore, Hacker, (2001), Esensial Obstetri & Ginekologi, Jakarta :
Hipokrates.
13. Prawirohardjo, Sarwono, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta : YBPSP