Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
65
EMPLOYEE ENGAGEMENT DAN MILLENIALS INDONESIA
Aris Setiyani, Setyo Riyanto, Djumarno dan Lenny Ch Nawangsari Program Doktoral Pascasarjana Universitas Mercubuana
[email protected],[email protected],[email protected],
Abstrak. Di era perubahan global ini, dimana generasi millenial mulai memasuki dunia
kerja, makin banyak pekerja diseluruh dunia yang merasa tidak betah untuk tetap tinggal
di pekerjaan-nya yang sekarang. Bahkan dalam survey yang dilakukan oleh TNS
Employee Insights, sebuah lembaga survey di United States , menyatakan bahwa hanya
14,3 % pekerja yang full engage terhadap perusahaan, 29.7 % yang engage dan sisanya
tidak mau terlibat dalam organisasi. Survey juga mencatat sekitar 45% responden yang
menyatakan mereka tidak puas dengan pekerjaan mereka. Tingkat ketidakpuasan
karyawan akan berpengaruh negative terhadap perilaku dan rasa betah karyawan dalam
suatu perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dari 3 variabel yaitu kompensasi,
waktu kerja yang flexible dan brand perusahaan, mana yang paling berpengaruh terhadap
keterlibatan karyawan (employee engagement) untuk tetap tinggal dan terlibat dalam
mewujudkan cita-cita organisasi. Penelitian ini dilakukan terhadap responden millennial
yang minimal sudah bekerja selama 1 tahun di berbagai industri baik industri manufaktur
maupun servis di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan jawa Timur juga Jabodetabek,
Indonesia. Jumlah sample yang terkumpul dan dilakukan perhitungan sebanyak 285
responden. Perhitungan data dilakukan menggunakan software SEM-AMOS. Dari hasil
analisa data didapatkan bahwa kompensasi, waktu kerja yang flexibel dan brand
perusahaan mempunyai pengaruh terhadap motivasi karyawan dan keterlibatan
karyawan, dan motivasi karyawan mempunyai efek memediasi hubungan antara
kompensasi, waktu kerja yang fleksibel dan bran perusahaan terhadap keterlibatan
karyawan.
Kata Kunci: Keterlibatan Karyawan, Motivasi Karyawan, Kompensasi, Waktu Kerja
Yang Fleksibel, Brand Perusahaan, SEM-AMOS.
Abstract. In this era of global change, where the millennial generation has begun to enter
the workforce, more and more workers around the world are feeling uneasy about staying
in their current jobs. Even in a survey conducted by TNS Employee Insights, a survey
agency in the United States, stated that only 14.3% of workers were fully engaged with
the company, 29.7% were involved and the rest did not want to be involved in the
organization. The survey also noted about 45% of respondents who stated they were not
satisfied with their work. The level of employee dissatisfaction will negatively affect the
behavior and feelings of employees in a company. This study aims to look at the 3
variables, namely compensation, flexible working hour and company branding, which is
the most influential on employee engagement to stay and be involved in realizing the
ideals of the organization. This research was conducted on millennial respondents who
had worked for at least 1 year in various industries both manufacturing and service
industries in the area of West Java, Central Java and East Java as well as Jabodetabek,
Indonesia. The number of samples collected and calculated were 285 respondents. Data
calculation is done using SEM-AMOS software. From the analysis of the data it was
found that compensation, flexible working hour and company branding have an
influence on employee motivation and employee engagement, and employee motivation
has the effect of mediating the relationship between compensation, flexible working hour
and company branding on employee engagement.
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
66
Keywords: Employee Engagement, Employee Motivation, Compensation, Flexible
Working Hour, Employer Branding
PENDAHULUAN
Keterlibatan karyawan adalah ukuran berapa banyak energi yang dirasakan orang di
tempat kerja dan sejauh mana perasaan mereka bersemangat untuk sama-sama
berkontribusi mensukseskan tujuan organisasi. Definisi ini mencakup tiga dimensi antara
lain ingin tetap bersama organisasi dan merasa bersemangat menjalankan misi
organisasi, termotivasi untuk membantu organisasi supaya berhasil dan merasa
bersemangat untuk selalu datang untuk bekerja. Berikut ini adalah hasil survey employee
engagement “2017 Trends in Global Employee Engagement” yang di rilis oleh Aon
Hewitt tahun 2017.
Gambar 1. Engagement Score di Global dan Asia Pasifik
Dalam gambar diatas terlihat bahwa pada peningkatan Engagement Score untuk
wilayah Asia Pacific cenderung naik, meskipun di tahun 2014 dan 2016 mengalami
penurunan. Hal ini menggambarkan bahwa grafik Engagement Score masih bersifat
fluktuatif sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut faktor apa yang menyebabkan
turun naiknya Engagement Score. Apakah dengan munculnya generasi Y Millenials yang
mulai banyak masuk ke dunia kerja menjadi salah satu penyebab dan bagaimana para
praktisi Human Resource menyikapi-nya, merupakan hal yang harus dianalisa lebih
dalam.
KAJIAN TEORI
Generasi Millenial. William Strauss dan Neil Howe secara luas mengenalkan
Millennials untuk Generasi Y. Generasi Y digambarkan sebagai generasi yang lahir
antara tahun 1982 dan 2004 namun banyak juga yang berpendapat berbeda seperti di
bawah ini :
1. (Noble, Haytko & Phillips,Z (2009) dalam Petra (2016)) menyatakan Y terdiri dari
orang yang lahir antara tahun 1977-2000
2. (Bednall, Valos, Adam & McLeod, (2012) dalam Petra, (2016)). Menyatakan bahwa
interval kelahiran generasi Y adalah tahun 1980-1994
Pengetahuan mereka tentang dunia digital jauh lebih besar daripada orang tua
mereka. Menurut Wong & Chin (2016), Ini memungkinkan mereka untuk dengan mudah
menyesuaikan dunia yang serba cepat dengan akses langsung ke informasi. Generasi Y
dibesarkan di lingkungan dengan kebebasan dan pilihan, karena kemajuan teknologi,
mereka lebih terdidik. Bandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka bisa menjadi
generasi paling produktif karena mereka diarahkan dengan teknologi yang mengubah
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
67
kehidupan sehari-hari mereka. Karakteristik Gen memberi kesan bahwa mereka
menginginkan keseimbangan kehidupan-kerja. Mereka membutuhkan lingkungan kerja
yang santai dan fleksibel (Brown et al., 2015) Generasi Y lebih mudah beradaptasi,
efisien, dan inovatif dan mereka adalah pelajar yang cepat sehingga mudah sekali
mengikuti perkembangan jaman. Mereka lebih suka bekerja untuk organisasi dimanat
mereka dapat bekerja dengan teknologi, komunikasi email dan media sosial (Zarim dan
Zaki, 2015).
Generasi Y akan mencari organisasi yang menawarkan gaji yang sangat baik
(Brown et al., 2015). Mereka juga mencari organisasi di mana terdapat peralatan kerja
berbasis Teknologi dan Fasilitas yang diperbarui, birokrasi yang dirampingkan, peluang
perjalanan yang menantang (Zarim dan Zaki, 2015).
Beberapa tantangan telah diidentifikasi oleh para periset mengenai karyawan generasi Y
yang mungkin menghambat keterlibatan mereka terutama mengenai kesetiaan mereka
terhadap organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan Stewart, (2016) menyatakan bahwa
temuan menunjukkan millenials (juga dikenal sebagai Generasi Y, atau Gen Y) sebagai
satu-satunya kelompok generasi yang tidak secara konseptual menghubungkan komitmen
organisasional dengan budaya tempat kerja.
Keterlibatan Karyawan (Employee Engagement). Keterlibatan karyawan merupakan
konsep yang relatif baru di bidang akademis tetapi telah banyak dipromosikan oleh
banyak perusahaan konsultan dan dilakukan penelitian terkait faktor yang
mempengaruhinya. Para akademisi dan praktisi di bidang HRM cenderung setuju bahwa
konsep dasar keterlibatan karyawan dapat membantu menjelaskan perilaku karyawan
tersebut di tempat kerja. Karyawan dapat terlibat secara kognitif, emosional, dan atau
berperilaku dengan mengacu pada kepercayaan karyawan tentang atasan mereka, dan
budaya tempat kerja mereka. Mereka secara kognitif terlibat saat mereka menyadari misi
dan peran mereka di lingkungan kerja mereka. Keterlibatan emosional adalah bagaimana
karyawan bersikap kepada organisasinya, pemimpin mereka dan rekan kerja mereka.
Mereka akan terlibat secara emosional saat mereka membentuk hubungan
Menurut (Muthike, 2017), Keterlibatan karyawan dapat didefinisikan sebagai
kesediaan karyawan untuk bekerja ekstra, percaya pada organisasi dan apa yang mereka
perjuangkan dalam upaya untuk membantu keberhasilan organisasi. Perusahaan secara
global tidak dapat menemukan kecocokan antara laba, produktivitas, dan keterlibatan
karyawan di kantor. Oleh karena itu beberapa pemimpin perusahaan global mencoba
menyelaraskan strategi organisasi dengan strategi talent dalam organisasi, (Lazonick,
2014)
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mann dan Harter (2016),
menyatakan bahwa dengan mengikutsertakan atau melibatkan pekerja, dengan membuat
mereka berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, membuat tempat kerja lebih mandiri
dan dengan memberdayakan pekerja (Empowerment) , akan didapatkan hasil yang
mengarah kepada kebaikan organisasi.
Dimensi employee engagement banyak diteliti oleh berbagai peneliti. Dalam jurnal
yang ditulis oleh Das & Mishra (2014), di jelaskan tentang penelitian yang dilakukan oleh
Saks (2006), dimana Saks mengemukakan penelitian yang dilakukan oleh Kahn’s (1990)
dan Maslach et al.’s (2001), menunjukkan kondisi psikologis atau anteseden yang
diperlukan untuk menciptakan lingkungan keterlibatan karyawan, tidak sepenuhnya
mampu menjelaskan mengapa individu akan menanggapi kondisi ini dengan berbagai
tingkat keterlibatan. , Alasan teoritis yang lebih kuat untuk menjelaskan keterlibatan
karyawan bisa dijelaskan dari social exchange theory yang di gagas oleh Saks meliputi
Work engagement or Job engagement measures, dan organization engagement.
Menurut Das & Mishra (2014), Work Engagement atau Job engagement mengukur 3
dimensi dari keterlibatan karyawan yaitu :
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
68
1. Vigor (Semangat), dinyatakan dengan energi dan daya tahan yang dimiliki oleh
seorang pekerja dalam menangani pekerjaan-nya meskipun keseharaian-nya terkadang
ada rasa kebosanan.
2. Dedication (Dedikasi), diartikan sebagai bangga terhadap pekerjaan-nya dan yakin
bahwa yang dilakukan karyawan tersebut mempunyai impact yang significant
3. Absorption (Penyerapan) diartikan sebagai seorang pekerja terbawa dalam pekerjaan-
nya.
Motivasi Karyawan ( Employee Motivation). Motivasi karyawan dapat didefinisikan
sebagai lingkungan bisnis yang menghubungkan kepentingan dan kebutuhan karyawan
dalam organisasi dan mempengaruhi kepuasan karyawan. Satu salah satu tantangan
paling penting dalam kegiatan manajerial adalah menyamakan kebutuhan organisasi dan
kebutuhan karyawan, karena ketidaksesuaian pasti mengarah ke gangguan hubungan
antara manajer dan karyawan.
Menurutu Bozovic &Bozovic (2019), menyatakan bahwa Motivasi dapat
didefinisikan sebagai kekuatan pendorong internal itu memasok kekuatan pendorong
untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan selain itu juga ada pengaruh positif dan
signifikan antara motivasi kerja terhadap kepuasan karyawan. Semakin besar motivasi-
nya maka nilai kepuasan karyawan semakin bertambah. Motivasi adalah salah satu faktor
penting dalam manajemen sumber daya manusia, dan pengaruhnya dapat dilihat dalam
banyak penelitian. Motivasi berdampak pada arah, intensitas, dan kegigihan seseorang
dari perilaku yang dimaksud, yang dapat menghasilkan hasil yang luar biasa bila
dilakukan dengan benar, (McShane & Glinow 2017)
Dalam Hierarki Kebutuhan Maslow , model kebutuhan manusia digambarkan
dalam bentuk piramida. Ini diterapkan dalam psikologi maupun dalam bisnis, dan
membantu memahami apa yang memotivasi orang. Piramida memiliki lima kebutuhan,
dan menurut Teori Maslow, seseorang tidak merasakan kebutuhan di atas kecuali
kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Kebutuhan dan urutannya dapat dilihat di
Gambar 2
Gambar 2. Hirarki kebutuhan menurut Maslow
Teori Maslow menjelaskan perilaku manusia dimana yang menjadi sumber terkuat
motivasi adalah kebutuhan tingkat yang lebih rendah, dan setelah dipenuhi, kebutuhan
pada tingkat selanjutnya menjadi motivator utama. Pengecualian dalam hierarki adalah
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
69
aktualisasi diri, karena kebutuhan untuk itu akan terus berkembang setelah terpenuhi,
dan karena itu dikenal juga sebagai kebutuhan pertumbuhan., (McShane & Glinow 2017)
Kompensasi (Compensation). Dengan makin meningkatnya persaingan industri, banyak
perusahaan ingin membuat bagaimana Sumber Daya manusia yang bekerja didalamnya
bisa se-optimal mungkin berkontribusi penuh untuk kemajuan organisasi. Berbagai
program di jalankan oleh divisi Human Resources untuk membuat karyawan terlibat
penuh dalam kegiatan organisasi, di antaranya program retensi karyawan yang
diperhatikan adalah masalah kompensasi dan benefit. Kompensasi karyawan memainkan
peran kunci karena merupakan jantung dari hubungan kerja, menjadi sangat penting bagi
karyawan dan juga pengusaha. Karyawan biasanya bergantung pada upah atau gaji,
untuk memenuhi kebutuhan mereka dan juga membutuhkan keamanan kesehatan. Bagi
pengusaha, keputusan besarnya kompensasi mempengaruhi biaya mereka, namun ini
juga mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk bersaing mendapatkan karyawan di
pasar tenaga kerja
Teori kompensasi menurut Dessler (1997), menyatakan bahwa Kompensasi merupakan
salah satu bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan karena
karyawan tersebut di pekerjakan oleh organisasi. Yang termasuk dimensi dari kompensasi
menurut Dessler antara lain :
1. Kompensasi Finansial : Yang termasuk dalam kompensasi financial antara lain, upah
atau insentif, komisi dan bonus
2. Kompensasi Non financial : yang masuk katagori non financial antara lain tunjangan
kesehatan atau asuransi kesehatan, hiburan, dan semua yang diberikan bukan dalam
bentuk uang.
Dimensi kompensasi bisa juga merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dalam hal ini merujuk ke UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
yaitu:
a. Pasal 88 Ayat (1) berisi: Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b. Pasal 89 Ayat (1) berisi: Upah minimum terdiri atas:
1. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten atau kota;
2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten atau
kota.
c. Pasal 90 ayat (1) berisi : Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89.
Pasal 90 Ayat (2) berisi: Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
d. Pasal 92 Ayat(1) berisi: Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan
Memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompensasi. Pasal 92
Ayat (2) berisi:Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala Dengan
memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas.
e. Pasal 94 berisi: Dalam komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap
Maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap.
Waktu Kerja Yang Flexibel (Flexible Working Hour). Flexible Working Hour pertama
kali di perkenalkan oleh Herr Hillert tada tahun 1967, di Jerman dengan nama Flexible
Working Time (FWT). Setelah di coba dengan program FWT, perusahaan melaporkan
adanya penghematan sekitar 40.000 dolar per bulan, produktivitas meningkat, tingkat
absensi ketidakhadiran menurun dan juga melaporkan kesulitan saat merekrut karyawan
baru. Kemudian pada tahun 1973, program flexible time ini sudah mulai banyak
digunakan di hampir sebagian besar perusahaan di jerman, dan bahkan mulai menyebar
ke beberapa Negara di Eropa
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
70
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Abid & Barech (2017), menyatakan bahw
Jam kerja yang fleksibel bisa dilakukandengan kesepakatan yang menguntungkan secara
timbal balik antara karyawan dan manajemen, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas karyawan dan profitabilitas organisasi yang lebih tinggi. Tingkat kebutuhan
sosial dan ekonomi yang makin tinggi menjadikan suami dan istri harus bekerja. Seorang
istri yang harusnya bertugas di rumah, tetapi karena kendala kebutuhan yang semakin
meningkat maka harus ikut mencari nafkah. Jadi supaya keseimbangan kehidupan kerja
dan untuk menjaga kehidupan keluarga yang sehat, jam kerja yang fleksibel yang
memungkinkan bagi aktivitas dalam suatu organisasi dan sama-sama dapat diterima oleh
karyawan maupun manajemen, bisa dilakukan. Strategi fleksibel waktu kerja ini jika
dilakukan dengan perencanaan yang baik, dan didukung oleh system serta integritas
karyawan, maka bisa dijalankan.Melalui fleksibilitas, ini memungkinkan karyawan untuk
membuat perubahan sesuai dengan keadaan. Fleksibilitas waktu kerja ini selain bisa
meingkatkan kepuasan kerja, efisiensi dalam pekerjaan, meningkatkan kinerja,
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi ketidakhadiran juga bisa untuk mengurangi
biaya lembur organisasi
Hashim, Ullah & Khan (2017), juga melakukan penelitian tentang fleksibilitas
waktu memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mencairkan kehidupan kerja dan
konflik kehidupan keluarga. Dibandingkan dengan hari ini, organisasi-organisasi berada
di bawah tekanan konstan untuk menghasilkan barang dan jasa, kualitas yang tepat
dengan harga yang tepat, dan ketika pelanggan menginginkannya. Itu artinya itu cara-cara
kerja baru harus ditemukan untuk memanfaatkan staf dan sumber daya lain sebaik-
baiknya. Bentuk kerja fleksibel dapat membantu organisasi untuk meningkatkan layanan
pelanggan oleh karyawan yang puas.
Dalam pemaparan Hellert (2012), ada 3 dimensi dari working time yang akan menjadi
acuan dalam penelitian antara lain :
1. Durasi Working Time
Durasi time yang dilakukan penelitian meliputi kerja part time atau paruh waktu,
adanya sharing pekerjaan dengan rekan (job sharing) supaya pekerjaan cepat selesai
dan mengenai pekerjaan tambahan atau extra work
2. Position Working Time
Posisi jam kerja yang fleksibel akan di lakukan penelitian apakah mempunyai
pengaruh terhadap pekerja atau tidak. Posisi waktu kerja tetap mengacu pada
peraturan kerja yaitu 8 jam per hari, hanya waktu masuk dan waktu pulang nya saja
yang dibuat fleksibel
3. Spreading Working Time
Merupakan penyebaran waktu kerja dalam satu minggu atau sebulan. Biasanya ini
disesuaian dengan jenis pekerjaan karyawan atau disesuaikan dengan order yang
diterima oleh perusahaan.
Brand Perusahaan (Employer Branding). Hewitt (2015), melakukan survey pada 153
negara di dunia terkait katagori untuk the best employer. Dalam surveynya digunakan 4
atribut untuk melakukan penilaian antara lain : High employee engagement, Compeling
employer brand, effective leadership, dan High Performance Culture. Katagori high
employer brand mempunyai ciri-ciri antara lain terkenal dan mempunyai reputasi yang
baik di pasar, orang-orang yang bergabung pada perusahaan tersebut mmperoleh apa
yang menjadi ekspektasi mereka sebelum direkrut, dan mereka memiliki karyawan yang
bangga terhadap organisasi mereka. Organisasi yang mampu melibatkan karyawannya
dengan memaksimalkan kontribusi mereka, akan mendapatkan reputasi sebagai tempat
yang baik untuk bekerja.
Employer branding menurut Ambler dan Barrow (1996) berfokus pada paket manfaat
fungsional, ekonomi dan psikologis yang diberikan oleh perusahaan untuk karyawannya.
Kemudian berkembang pada tahun 2005, Berthon et al melakukan analisa tentang
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
71
dimensi dari employer branding yang hasil penelitian-nya di perkuat oleh Alniacik
(2012). Dimensi employer branding yang dilakukan analisis dalam penelitian ini,
mengacu pada dimensi yang pernah di uji oleh Berthon (2005) dan Alniacik (2012),
namun tidak semua indikator digunakan. Penulis memilih beberapa indokator dari yang
sudah di ujikan yaitu bisa di jabarkan sebagai berikut :
1. Social Value : mengambil 2 indikator yaitu adanya kesempatan peningkatan karir dan
apakah perusahaan memiliki reputasi yang baik dilingkungan masyarakat dan market
pada umumnya.
2. Market Value : 2 indikator yang diambil adalah apakah perusahaan mengasilkan
produk dan jasa yang inovatif dan apakah perusahaan memproduksi produk dan jasa
yang memiliki kualitas yang baik
3. (Economic Value) atau Nilai Ekonomi : mengambil indikator apakah karyawan
mendapatkan gaji dasar dan kompensasi diatas rata-rata dibandingkan dengan
perusahaan lain.
4. (Application Value) Atau nilai manfaat : indikator yang di analisis adalah apakah
organisasi terlibat dalam aktivitas sosial atau tidak
5. Working Environment : apakah perusahaan mempunyai lingkungan kerja yang baik
dan menyenangkan atau tidak
Dimensi ini akan diuji hubungan-nya dengan peningkatan motivasi dan keterlibatan
karyawan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Responden dalam penelitian ini
akan diambil dari semua jenis industri di Pulau Jawa karena komposisi penduduk
terbanyak dan komposisi generasi Y millenials terbanyak ada di Pulau Jawa, sehingga hal
ini bisa mewakili suara generasi Y millenilas di Indonesia. . Metode sampling
menggunakan purposive random sampling dimana sample memang sengaja di pilih
dengan usia tertentu yaitu usia 18-35 tahun yang di identifikasikan sebagai generasi Y
millennial. Dan di ambil random artinya di ambil sampling dari seluruh wilayah Pulau
Jawa , tidak diambil secara keseluruhan. Jumlah sample mengacu kepada pandangan Hair
et al (2010) dimana jumlah sample sebanyak 5 – 10 kali jumlah indicator. Penentuan
jumlah sampling ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
jumlah sampel yang dibutuhkan paling sedikit 5 kali jumlah variabel indikator
(Ferdinand, 2014). Sample yang sudah terkumpul kemudian di lakukan analsa statistic
dengan menggunakan software SEM-AMOS. Structural equation modelling (SEM)
digunakan untuk memodelkan hubungan yang komplek antara variabel yang diamati
secara langsung dan tidak langsung (laten). SEM adalah kerangka kerja yang melibatkan
secara bersamaan dalam memecahkan sistem persamaan linear dan mencakup teknik lain
seperti regresi, analisis faktor, analisis jalur, dan pemodelan kurva pertumbuhan laten.
Baru-baru ini, SEM telah berhasil menganalisis sifat-sifat genetik yang kompleks karena
dapat digunakan untuk menganalisis hubungan dengan lebih baik antara variabel
berkorelasi
Hipotesis :
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1:,Ada pengaruh dari kompensasi terhadap motivasi karyawan
H2: Ada pengaruh dari kompensasi terhadap keterlibatan karyawan
H3:,Ada pengaruh dari wktu kerja yang flexible terhadap motivasi karyawan
H4: Ada pengaruh dari waktu kerja yang flexible terhadap keterlibatan karyawan
H5:,Ada pengaruh dari brand perusahaan terhadap motivasi karyawn
H6: Ada pengaruh dari brand perusahaan terhadap keterlibatan karyawan
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
72
H7:,Ada pengaruh dari motivasi karyawan terhadap keterlibatan karyawan
H8:,Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara kompensasi terhadap
keterlibatan karyawan
H9:,Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara waktu kerja yang flexible
terhadap keterlibatan karyawan
H10: Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara brand perusahaan terhadap
keterlibatan karyawan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah framework dari 3 variable yaitu kompensasi (compensation), Waktu kerja
yang fleksibel (Flexible working hour) dan brand perusahaan (Employer Branding), yang
diujikan apakah ketiganya mempunyai hubungan dengan motivasi karyawan (employee
motivation) sebagai intervening variable dan keterlibatan karyawan (employee
engagement) sebagai independent variable.
Framework awal sebelum pengolahan data adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Framework penelitian sebelum perhitungan
Dan berikut adalah hasil pengolahan data dengan software SEM-AMOS :
Gambar 4. Framework setelah perhitungan dengan goodness of fit model
Dari hasil perhitungan di atas , setelah kita delete indikator dengan loading factor di
bawah 0.7, maka di dapatkan struktur yang fit dimana terlihat nilai Probability 0.073
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
73
(>0.05), dan RMSEA 0.022 (standard 0.02 – 0.08). Karena memenuhi syarat tersebut
maka goodness of fit sudah tercapai.
Berikut adalah hasil output analisa dengan framework yang sudah fit di atas :
Estimate
S.
E. C.R. P Label
Employee_Motivation <--- Compensation ,459 ,069 6,687 *** Par_20
Employee_Motivation <--- Employeer_Branding ,249 ,071 3,490 *** Par_21
Employee_Motivation <--- Flexihours ,557 ,062 8,973 *** Par_22
Employee_Engagement <--- Compensation ,215 ,051 4,220 *** Par_23
Employee_Engagement <--- Employeer_Branding ,091 ,050 1,833 ,067 Par_24
Employee_Engagement <--- Flexihours ,124 ,048 2,589 ,010 Par_25
Employee_Engagement <--- Employee_Motivation ,727 ,051 14,343 *** Par_26
Sobel Tes :
Hasil sobel tes berikut untuk melihat apakah motivasi karyawan bisa memdiasi hubungan
antara kompensasi dan keterlibatan karyawan.
Hasil dari sobel tes menunjukan bahwa nilai p-value didapat nilai 0.000 < 0.05 dan t
statistic 6.3259> 1.96 yang artinya motivasi karyawan sangat significant bisa memediasi
antara kompensasi dan keterlibatan karyawan.
Dibawah ini adalah hasil sobel tes untuk melihat apakah motivasi karyawan dapat
memediasi pengaruh antara brand perusahaan dan keterlibatan karyawan
Hasil dari sobel tes menunjukan bahwa nilai p-value didapat nilai 0.0010 < 0.05 dan t
statistic 3.284 > 1.96 yang artinya motivasi karyawan sangat significant bisa memediasi
antara brand perusahaan dan keterlibatan karyawan
Dibawah ini adalah hasil sobel tes untuk melihat apakah motivasi karyawan dapat
memdiasi pengaruh antara waktu kerja yang fleksibel (Flexible Working Hour) terhadap
keterlibatan karyawan (employee engagement)
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
74
Hasil dari sobel tes menunjukan bahwa nilai p-value didapat nilai 0.0000 < 0.05 dan t
statistic 7.4812 > 1.96 yang artinya motivasi karyawan sangat significant bisa memediasi
antara waktu kerja yang flexible dan keterlibatan karyawan
Dengan demikian rangkuman dari hasil sobel tes adalah sebagai berikut :
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Variable Correlance P Value Result
Kompensasi
(COMP) COMP-EM-EE 0.000000
Kompensasi mempunyai efek
memediasi
Brand Perusahaan
(EB) EB–EM-EE 0.001020
Kompensasi mempunyai efek
memediasi
Waktu Kerja Yang
Fleksibel (FWH) FWH-EM-EE 0.000000
Kompensasi mempunyai efek
memediasi
Dari hasil pengujian tersebut dapat di simpulkan bahwa hipotesis dari penelitian ini
adalah bahwa semua hipotesa dalam penelitian bisa di terima dengan rincian sebagai
berikut :
No Hipotesis P Value Result
1 Ada pengaruh dari kompensasi terhadap motivasi karyawan **** Accepted
2 Ada pengaruh dari kompensasi terhadap keterlibatan karyawan **** Accepted
3 Ada pengaruh dari waktu kerja yang flexible terhadap motivasi
karyawan
**** Accepted
4 Ada pengaruh dari waktu kerja yang flexible terhadap
keterlibatan karyawan
0,010 Accepted
5 Ada pengaruh dari brand perusahaan terhadap motivasi karyawan **** Accepted
6 Ada pengaruh dari brand perusahaan terhadap keterlibatan
karyawan
0,067 Accepted
7 Ada pengaruh dari motivasi karyawan terhadap keterlibatan
karyawan
**** Accepted
8 Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara
kompensasi terhadap keterlibatan karyawan
0.0000 Accepted
9 Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara waktu
kerja yang flexible terhadap keterlibatan karyawan
0.0000 Accepted
10 Motivasi karyawan mempunyai efek memediasi antara brand
perusahaan terhadap keterlibatan karyawan
0.0010 Accepted
Pembahasan. Jika dilihat dari hasil analisa menggunakan SEM AMOS, terlihat bahwa :
1. Hubungan antara kompensasi ke motivasi karyawan sebesar 0.49 lebih besar
dibandingkan hubungan antara kompensasi ke keterlibatan karyawan (Employee
engagement). Hal ini menunjukan bahwa kompensasi mempunyai hubungan yang
lebih baik atau lebih berpengaruh untuk memotivasi karyawan, dibandingkan
hubungan langsung kea rah keterlibatan karyawan. Dengan demikian semakin besar
kompensasi maka akan semakin besar motivasi karyawan
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
75
2. Hubungan antara employer branding (brand perusahaan) juga memiliki nilai yang
lebih besar yaitu 0.22 dibandingkan hubungan antara brand perusahaan ke arah
employee engagement (keterlibatan karyawan) yang hanya sebesar 0.09,
3. Hubungan antara waktu kerja yang fleksibel (Flexible working hour) memiliki nilai
0.55, lebih besar dibandingkan dengan nilai hubungan antara waktu kerja yang
flexible ke arah keterlibatan karyawan. Dengan demikian flexible working hour juga
lebih lebih mensupport motivasi karyawan disbanding efek langsung ke keterlibatan
karyawan
4. Diantara ketiga variable tersebut, waktu kerja yg flexible mempunyai nilai tertinggi
dibandingkan kompensasi dan brand perusahaan. Ini cukup menarik karena nilainya
bisa lebih tinggi dari kompensasi. Ini merupakan fenomena yang cukup unik karena
ada pergeseran paradigm untuk kaum millennial yang diteliti dimana waktu kerja yang
flexible lebih mempengaruhi motivasi kerja mereka dibandingkan dengan kompensasi
yang dari beberapa penelitian selalu menjadi faktor nomer satu yang dipertimbangkan
oleh para pekerja.
Dari fenomena ini, maka perlu dipertimbangankan untuk industri baik di manufaktur
maupun jasa bahwa salah satu upaya untuk meretain atau memaintain generasi millennial
adalah dengan penerapan waktu kerja yang fleksibel yang akan membuat mereka nyaman
bekerja di perusahaan sehingga mereka akan terlibat penuh dalam pengembangan
organisasi.
PENUTUP
Dari hasil perhitungan statistic yang diperoleh dari 285 responden millennial yang di
ambil sample dari wilayah jawa barat, jawa tengah dan jawa timur serta jabodetabek,
didapatkan hasil bahwa kompensasi, waktu kerja yang flexible mempunyai pengaruh
yang positif dan significant terhadap employee engagement. Selain itu, motivasi
karyawan juga merupakan mediator hubungan antara ketiganya terhadap employee
engagement (Keterlibatan karyawan)
DAFTAR RUJUKAN
Abid, S., & Barech, D. K. The Impact Of Flexible Working Hours on The Employees
Performance.
Alnıaçık, E., & Alnıaçık, Ü. (2012). Identifying dimensions of attractiveness in employer
branding: effects of age, gender, and current employment status. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, 58, 1336-1343.
Bozovic, J., & Bozovic, I. (2019). Research and Improvement of Employee Motivation in
Mining Companies: A Case Study of “Ibarski Rudnici”, Serbia. International
Review of Management and Marketing, 9(2), 1-11.
Brown, E. A., Thomas, N. J., and Bosselman, R. H. (2015), “Are they leaving or staying:
A qualitative analysis of turnover issues for Generation Y hospitality employees
with a hospitality education”, International Journal of Hospitality Management,
Vol. 46, pp.130137
Das, S. P., & Mishra, P. (2014). Employee Engagement: Developing a Conceptual
Framework. The International Journal of Business & Management, 2(6), 224
Hashim, M., Ullah, M., & Khan, D. M. A. (2017). Impact of time flexibility on
employees’
performance: A study of teaching faculty in government colleges of management
sciences Peshawar. City University Research Journal, 206-212.
Hewitt, A. (2015). Aon Hewitt's model of employee engagement. Research Brief.
Jerome, N. 2013. Application of the Maslow’s Hierarchy of Need Theory; Impacts and
Implications on
Setiyani et all., Hal. 65-76 Jurnal JDM, Vol. 2 No.01 April 2019
76
Organizational Culture, Human Resource and Employee’s Performance.
International Journal of Business and Management Invention, Volume 2 Issue 3,
41-42
Lazonick, W. (2014). Profits without prosperity. Harvard Business Review, 92(9), 46-55.
Mann, A., & Harter, J. (2016). The worldwide employee engagement crisis. Gallup
Business Journal, 7.
McShane, S., & Glinow, M. A. V. (2017). Organizational behavior. McGraw-Hill
Education.
Muthike, C. (2016). The Impact of Employee Engagement on Organization Performance:
A Case of Pact, Nairobi (Doctoral dissertation, United States International
University-Africa).
Stewart, J. S., Oliver, E. G., Cravens, K. S., & Oishi, S. (2017). Managing millennials:
Embracing generational differences. Business Horizons, 60(1), 45-54.
Zarim, Z. A., and Zaki, H. O. (2015), “Creating a Sense of Belonging for Gen Y at the
Workplace”, International Journal for Innovation Education and Research, Vol. 3,
No. 5, pp. 39-45.