SINTESIS DAN KARAKTERISASI CARBOXYMETHYL CELLULOSE(CMC) DARI MIKROSELULOSA KULIT SINGKONG
(Tesis)
Oleh
ENDAH WAHYUNINGSIH
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) FROM MIKROCELLULOSE OF CASSAVA PEEL
By
Endah Wahyuningsih
In this study the synthesis and characterization of carboxymethyl cellulose (CMC)from cassava peel with alkalization and etherification method was carried out..Microsellulose was obtained by hydrolyzing α-cellulose from cassava peel usingH2SO4 with concentrations of 45 %, 47 %, and 49 %. Optimum microcellose sizewas obtained at 49 % H2SO4 concentration, which was 0.45 - 2.42 µm with apercentage of 11.3 % through PSA analysis. The NaOH concentration used inCMC synthesis is 25 %. The analysis used included the determination ofsubstitution degrees, DTG / DTA / TGA, FTIR, SEM, and XRD. The value of thesubstitution degree obtained is 0.27. TGA decomposition thermograms at atemperature of 150 – 320 oC of 19.60 % indicate as CMC compounds. DTAthermograms show that CMC compounds have endothermic properties at 140 oCand exothermic properties at 260 oC. FTIR uptake at wave number 1605 cm-1
shows the absorption of carbonyl which is bound to cellulose. The results of SEManalysis indicate that the CMC has a tenuous surface morphology. DiffractogramXRD, CMC produced has a peak of 2θ = 20o which is weak.
Keywords : Cassava Peel, α-Cellulose, Carboxymethyl Cellulose.
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI CARBOXY METHYL CELLULOSE(CMC) DARI MIKROSELULOSA KULIT SINGKONG
Oleh
Endah Wahyuningsih
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis dan karakterisasi karboksimetilselulosa (CMC) dari mikroselulosa kulit singkong dengan metode alkalisasi daneterifikasi. Mikroselulosa diperoleh dengan menghidrolisis α-selulosa dari kulitsingkong menggunakan H2SO4 dengan konsentrasi 45 %, 47 %, dan 49 %. Ukuranmikroselulosa optimum diperoleh pada konsentrasi H2SO4 49 % yaitu 0,45 – 2,42µm dengan persentase 11,3 % melalui analisis PSA. Konsentrasi NaOH yangdigunakan dalam sintesis CMC yakni sebesar 25 %. Analisis yang digunakanmeliputi penentuan derajat subtitusi, DTG/DTA/TGA, FTIR, SEM, dan XRD.Nilai derajat subtitusi yang diperoleh sebesar 0,27. Termogram dekomposisi TGApada suhu 150 – 320 oC sebesar 19,60 % mengindikasikan senyawa CMC.Termogram DTA menunjukkan bahwa senyawa CMC memiliki sifat endotermpada suhu 140 oC dan sifat eksoterm pada suhu 260 oC. Serapan FTIR padabilangan gelombang 1605 cm-1 menunjukkan serapan karbonil yang terikat padaselulosa. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa CMC tersebut memilikimorfologi permukaan yang renggang. Difraktogram XRD, CMC yang dihasilkanmemiliki puncak 2θ = 20o yang lemah.
Kata Kunci : Kulit Singkong, α-Selulosa, Karboksimetil Selulosa.
SINTESIS DAN KARATERISASI CARBOXYMETHYL CELLULOSE(CMC) DARI MIKROSELULOSA KULIT SINGKONG
Oleh
Endah Wahyuningsih
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwosari, 9 Juni 1986 yang merupakan putri dari pasangan
Bapak Sukiman dan Ibu Siti Rusmini (Alm). Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Purwosari
pada tahun 1998, pendidikan tingkat menengah pertama di SLTP Negeri 3
Metro pada tahun 2001, dan pendidikan menengah atas pada tahun 2004 di
SMU Negeri 1 Metro. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
dan berhasil menyelesaikan S1 pada tahun 2009. Pada tahun 2014 penulis
melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 2 Magister Kimia FMIPA
Universitas Lampung.
Pada tahun 2010, penulis diangkat menjadi PNS dan ditempatkan di SMA
Negeri 2 Metro sebagai guru kimia dan pada tahun 2016 dipindah tugaskan ke
SMA Negeri 1 Metro hingga sekarang. Pada tahun 2015 penulis
melangsungkan pernikahan dengan Budi Utomo, S.Pd.
Motto
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat (QS. Al Mujadilah : 11)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Al Insyirah : 5)
Selalu bersyukur dan berfikir positif kunci kebahagiaan
dalam hidup
PERSEMBAHAN
Dengan rahmat Allah SWT, kupersembahkan karya kecil yang penuhmakna ini kepada :
Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan Doa, bimbingan, dandorongan. Syukur Alhamdulillah akhirnya saya dapat mewujudkan
harapan Ibu meski sekarang beliau telah tiada.
Suamiku Budi Utomo, S.Pd tercinta.
Segenap keluarga besarku (mas Benny Yudiantoro, Uni Meldia EvikaFikri, Mas Dani Singgih Rumantio, Mbak Diana Wati, Desta
Lesmana dan Diah Ayu Yulita Utami serta keponakan-keponakantersayang) yang selalu mendoakan keberhasilanku.
Segenap keluarga besar SMA Negeri 1 Metro
Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. dan Bapak/Ibu DosenJurusan Kimia yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan
selama saya menempuh pendidikan di Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tesis dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose (CMC)
dari Mikroselulosa Kulit Singkong” adalah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Kimia di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Pembimbing Pertama,
pembimbing Akademik sekaligus Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Lampung atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, bantuan,
semangat, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini.
2. Ibu Dr. Noviany, M.Si., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan
memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian
tesis ini.
3. Bapak Dr. Agung Abadi Kiswandono, M.Sc., selaku Penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis sehingga tesis ini
terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc., selaku Ketua Program Studi
Magister Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah sabar memberikan
informasi dan layanan akademik kepada mahasiswa Megister Kimia.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Kimia FMIPA Universitas Lampung
atas seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan.
6. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FMIPA Universitas Lampung atas
bantuannya yang diberikan.
7. Teman-teman di grup lignocellulose Research, Ridho Nahrowi, Yepi
Triapriani, Tiara Dewi Astuti, Dona Mailani Pangestika, Aulia Pertiwi Tri
Yuda, Siti, Halimah, Clodina, Dhia Hawari, Nella Merliani, dan yang lainnya
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan dan
semangatnya.
8. Teman-teman Magister Kimia angkatan 2014 Bapak Basuki Rachmad, Hapin
Afriyani, Hernawan, Hiasinta Rini Utari, Ibu Iis Holilah, Putri Amalia, Ratu
Dwi Gustia Rasyidi, Ibu Rahmawaty, Ibu Romiyati, Mbak Tini Silvia Sakti
dan Mbak Yuli Anita Dwi Wahyuni untuk persaudaraan, kebersamaan, cerita
dan kenangan yang indah selama kuliah.
9. Keluarga SMA Negeri 1 Metro, Ibu Dra. Purwaningsih (Kepala Sekolah),
Ibu Sri Murwatiningsih, Bapak Hartanto, Bapak Kaswanto, Bapak Ismadi,
Ibu Endang Setyawati, Ibu Eka Yuli Sari Asmawati, Ibu Sri Suprapti, Ibu
Hurustiati dan seluruh jajaran dewan guru dan staf yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, untuk motivasi dan dukungan yang diberikan sehingga
penulis kembali bersemangat menyelesaikan tesis ini.
10. Steven, Arif Cahyo Imawan, dan Eko Setio Wibowo atas bantuannya dalam
mengolah hasil penelitian.
11. Eva Melania, Muhammad Sandi Nugraha, Mentari, Enggal Alfrian, dan
Indah Amalia atas dukungan dan semangatnya, semoga apa yang kalian
cita-citakan dapat terwujud.
12. Luckty Giyan Sukarno dan Vitantina Lumbanraja atas persahabatan selama
ini, baik disaat suka maupun duka.
13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak tidak langsung
dalam melaksanakan dan menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah SWT
melimpahkan rahmat atas bantuan yang telah diberikan dan semoga hasil
penelitian ini bermanfaat.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga tesis yang sedehana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Juli 2019Penulis,
Endah Wahyuningsih
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iv
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3C. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
A. Kulit Singkong ....................................................................................... 51. Pemanfaatan Kulit Singkong ............................................................ 52. Komponen Kulit Singkong .............................................................. 8
B. Mikroselulosa ......................................................................................... 161. Sintesis Mikroselulosa ..................................................................... 162. Analisis Particle Size Analyzer (PSA) Mikroselulosa .................... 193. Kegunaan Mikroselulosa ................................................................. 22
C. Karboksimetil Selulosa .......................................................................... 241. Identifikasi Karboksimetil Selulosa ................................................ 242. Sintesis Karboksimetil Selulosa ...................................................... 263. Kegunaan Karboksimetil Selulosa .................................................. 27
D. Karakterisasi Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dari Kulit Singkong .. 291. Spektroskopi Infra Merah (IR) ......................................................... 292. SEM (Scanning Electron Microscope) ............................................ 323. XRD (X-Ray Diffraction) ................................................................. 34
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 35
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 35B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 35C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 36
1. Peparasi Sampel ............................................................................... 362. Isolasi α-Selulosa dari Kulit Singkong ............................................. 36
ii
3. Penentuan Kadar α-Selulosa Menggunakan Metode Uji SNI0444:2009 ......................................................................................... 37
4. Pembuatan Mikroselulosa dari α-Selulosa dengan Metode HidrolisisAsam ................................................................................................ 39
5. Analisis Particle Size Analyzer (PSA) Mikroselulosa ..................... 396. Pembuatan Karboksimetil Selulosa (CMC) dari Mikroselulosa ...... 407. Penentuan Derajat Subtitusi Karboksimetil Selulosa........................ 408. Analisis DTG/DTA/TGA Karboksimetil Selulosa ......................... 429. Analisis FTIR Karboksimetil Selulosa ............................................. 4210. Analisis SEM Karboksimetil Selulosa ............................................ 4211. Analisis XRD Karboksimetil Selulosa ............................................ 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 44
A. Preparasi Sampel .................................................................................... 44B. Isolasi α-Selulosa ................................................................................... 45C. Penentuan Kadar α-Selulosa .................................................................. 47D. Sintesis Mikroselulosa ............................................................................ 47E. Analisis Particle Size Analysis Mikroselulosa ....................................... 48F. Sintesis Karboksimetil Selulosa dari Mikroselulosa .............................. 50G. Penentuan Derajat Subtitusi Karboksimetil Selulosa ............................. 52H. Analisis DTG/DTA/TGA Karboksimetil Selulosa ................................ 53I. Analisis FTIR Karboksimetil Selulosa ................................................... 56J. Analisis SEM Karboksimetil Selulosa ................................................... 59K. Analisis XRD Karboksimetil Selulosa ................................................... 60
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 62
A. Simpulan ................................................................................................ 62B. Saran ....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63
LAMPIRAN ...................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kulit singkong ........................................................................... 8
2. Aplikasi karboksimetil selulosa di dalam industri ..................................... 28
3. Serapan inframerah senyawa CMC ............................................................. 32
4. Kadar α-selulosa .......................................................................................... 47
5. Nilai termogram TGA CMC ....................................................................... 55
6. Perbedaan serapan FTIR α-selulosa dengan CMC ..................................... 57
7. Perbandingan serapan FTIR CMC hasil penelitian dengan referensi ......... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur molekul selulosa …….................................................................... 9
2. Ikatan hidrogen intra dan antar molekul selulosa ....................................... 11
3. Model fibril struktur supramolekul selulosa ............................................... 12
4. Reaksi degradasi selulosa ............................................................................ 13
5. Reaksi lignin oleh H2O2 .............................................................................. 14
6. Struktur hemiselulosa................................................................................... 15
7. Mekanisme hidrolisis asam ......................................................................... 17
8. Hidrolisis asam dapat menghubungkan bagian amorf dari selulosa ........... 18
9. Mekanisme pembentukan mikroselulosa dengan ultrasonikasi ................... 19
10. Alat PSA (Particle Size Analyzer) Fritsch Analysette 22 ........................... 21
11. Struktur CMC .............................................................................................. 25
12. Reaksi pembentukan CMC ......................................................................... 27
13. Mekanisme kerja spektroskopi IR .............................................................. 31
14. Skema alat Scanning Electron Microscope ................................................ 33
15. Serbuk kulit singkong hasil preparasi sampel ............................................. 44
16. Kulit singkong setelah pulping dan bleaching ............................................ 45
17. Skema reaksi isolasi α-selulosa ................................................................... 46
18. Hasil analisis PSA konsentrasi H2SO4 45%, 47%, dan 49% ...................... 49
v
19. Mekanisme reaksi pembuatan CMC ........................................................... 51
20. Senyawa CMC hasil penelitian ................................................................... 52
21. Termogram CMC ........................................................................................ 54
22. Spektra inframerah α-selulosa dan CMC ................................................... 56
23. Hasil analisis SEM ...................................................................................... 60
24. Difaktogram XRD dari CMC standard dan CMC hasil Penelitian ............. 61
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan mendasar setiap manusia. Berdasarkan sensus
penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sekitar 237 juta jiwa dimana
Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan jumlah penduduk
terbesar. Dengan angka sebesar itu, tidak heran jika industri pangan mengalami
perkembangan yang cukup pesat.
Perkembangan gaya hidup masyarakat membuat produk pangan saat ini dituntut
tidak hanya memenuhi kuantitas yang dibutuhkan namun juga memenuhi kualitas
yang diinginkan konsumen. Guna meningkatkan kualitas ini, berbagai zat aditif
ditambahkan dalam proses produksi. Salah satu zat aditif yang lazim digunakan
adalah karboksimetil selulosa, yang juga dikenal sebagai CMC (carboxymethyl
cellulose).
CMC merupakan senyawa turunan selulosa. CMC memiliki struktur linear,
berantai panjang, tidak larut dalam air, dan polisakarida anionik yang diturunkan
dari selulosa (Hong, 2013). Saat ini CMC telah banyak digunakan dan bahkan
memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi. CMC secara luas
digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatan kertas, tekstil,
2
serta bangunan. Pemanfaatannya yang sangat luas, mudah digunakan, serta
harganya yang tidak mahal membuat CMC menjadi salah satu zat aditif yang
diminati.
Selulosa sebagai bahan baku utama pembuatan CMC adalah senyawa organik
yang paling umum. Sekitar 33% dari semua materi tanaman adalah selulosa.
Limbah pertanian merupakan sumber selulosa yang belum dimanfaatkan secara
optimal, salah satunya yaitu kulit singkong. Selama ini kulit singkong
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Namun karena kandungan sianida kulit
singkong masih tinggi, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Kulit singkong mengandung beberapa komponen yang penting, antara lain
selulosa 37,9 %, hemiselulosa 37 %, dan lignin 7,5 % (Aripin et al., 2013). Oleh
karena itu kulit singkong dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan CMC.
Proses pembuatan CMC terdiri dari dua tahap yaitu alkalisasi, dan eterifikasi.
Nahrowi, 2015 telah melakukan penelitian konversi penelitian α-selulosa menjadi
karboksimetil selulosa dari tandan kosong sawit (TKS) dengan metode alkalisasi
dan esterifikasi. Variasi yang dilakukan yaitu konsentrasi NaOH 15-30%. Nilai
derajat subtitusi (DS) optimum diperoleh pada konsentrasi NaOH 25% yakni
sebesar 0,25.
Derajat subtitusi dan berat molekul merupakan parameter daya guna CMC.
Derajat subtitusi CMC adalah jumlah rata-rata gugus hidroksil dalam struktur
selulosa yang disubtitusi oleh karboksimetil dan gugus natrium karboksimetil
pada C-2, C-3 dan C-6. Semakin tinggi DS akan menunjukkan kompatibilitasnya
3
dengan komponen lain seperti garam atau pelarut lainnya dan berpengaruh pada
viskositas (Eriningsih et al., 2011)
Pada penelitian ini selulosa yang dihasilkan dari kulit singkong diubah menjadi
mikroselulosa dengan harapan dapat meningkatkan nilai DS CMC. Arup, 2011
melaporkan sintesis mikroselulosa dilakukan dalam empat tahap, yaitu hidrolisis
asam, sentrifus, ultrasonikasi, dan freezer drying. Asam yang digunakan adalah
asam sulfat dengan berbagai variasi konsentrasi asam, yaitu 45%, 47%, dan 49%.
Setelah didapatkan mikroselulosa, dilakukan analisis kualitatif menggunakan PSA
(Particle Size Analyzer). Mikroselulosa yang diperoleh kemudian digunakan
dalam sintesi CMC. Mengacu pada penelitian Nahrowi (2015), sintesis CMC
dilakukan dalam dua tahap, yaitu, alkalisasi, dan eterifikasi dengan konsentrasi
NaOH saat alkalisasi yaitu 25%. Selanjutnya, CMC yang telah diperoleh
dilakukan analisis kualitatif menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red),
TGA (Thermo Gravimetric Analysis), SEM (Scanning Electron Microscope), dan
XRD (X-Ray Diffraction).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengisolasi α-selulosa dari kulit singkong dengan metode delignifikasi.
2. Menentukan konsentrasi optimum H2SO4 yang digunakan pada pembuatan α-
selulosa menjadi mikroselulosa.
3. Mensintesis dan mengkarakterisasi CMC dari kulit singkong.
4
C. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan diharapkan adalah :
1. Mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah kulit
singkong.
2. Menjadikan limbah kulit singkong sebagai bahan baku pembuatan CMC.
3. Memberikan informasi mengenai pembuatan CMC dari kulit singkong
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kulit Singkong
1. Pemanfaatan Kulit Singkong
Singkong (Manihot Esculenta Cranz) merupakan salah satu bahan makanan
pokok di Indonesia. Lampung merupakan daerah penghasil singkong terbesar di
Indonesia. Salah satu industri yang menggunakan bahan baku singkong adalah
industri tapioka. Setiap memproduksi satu ton singkong dihasilkan limbah berupa
kulit singkong sebanyak 300 kg dan ampas (onggok) 80 kg (Muryani et al., 2012).
Dengan besarnya limbah kulit singkong, maka limbah tersebut harus
dimanfaatkan agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Beberapa contoh pemanfaatan limbah kulit singkong yaitu :
a. Pakan ternak
Kulit singkong dapat dijadikan sebagai pakan ternak karena kandungan
karbohidrat yang tinggi sehingga dapat mempermudah petani menghasilkan
hewan ternak yang gemuk. Namun di sisi lain kandungan sianida kulit singkong
masih tinggi sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Berikut
6
beberapa proses pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan
sianida pada kulit singkong :
1) Perendaman : dilakukan dengan cara memasukkan kulit singkong yang sudah
dipotong kecil-kecil ke dalam ember yang kemudian diisi air sampai kulit
singkong terendam dan dibiarkan semalaman (16 jam).
2) Pengukusan : dilakukan dengan membersihkan kulit singkong dari tanah yang
melekat (dicuci) kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dikukus dalam
panci yang ada saranganya yang berisi air dan didihkan selama 15 menit.
3) Dicampur dengan urea 3% BK: Kulit singkong dicuci kemudian dipotong
kecil-kecil selanjutnya dicampur dengan urea dengan konsentrasi 3% dari
berat kering. Kemudian campuran terbut dimasukkan ke dalam plastik
disimpan dalam kondisi kedap udara selama 1 minggu.
4) Fermentasi : dilakukan dengan cara kulit singkong yang sudah dicuci
kemudian diiris kecil-kecil yang selanjutnya dikukus dalam panci yang berisi
air mendidih selama 15 menit, setelah itu diangkat kemudian ditebar dalam
nampan sampai dingin. Setelah dingin kulit singkong ini diinokulasi dengan
menggunakan kapang Trichoderma reesei, kemudian ditutup dengan nampan
diatasnya dan dibiarkan selama 4 hari (Hanifah et al., 2010).
b. Kompos
Umumnya, limbah kulit singkong hanya dibiarkan membusuk begitu saja.
Padahal, jika dimanfaatkan, limbah kulit singkong ini dapat dijadikan sebagai
kompos atau pupuk organik. Pupuk kompos merupakan pupuk yang ramah
lingkungan dan menjadi salah satu nutrisi yang dapat membantu pertumbuhan
7
tanaman dan mampu menjadi pembasmi hama pada tumbuhan. Penggunaan
pupuk kompos limbah kulit singkong, memiliki banyak keuntungan diantaranya
adalah mengurangi permasalahan limbah dan meningkatkan nilai jual dari kulit
singkong itu sendiri karena digunakan sebagai pupuk (Akanbi et.al., 2007).
c. Bio energi
Kulit singkong merupakan salah satu limbah pertanian yang memiliki kandungan
pati cukup tinggi. Proses pembuatan bioetanol dapat dibedakan berdasarkan zat
pembantu yang dipergunakan, yaitu Hidrolisa asam dan Hidrolisa enzime. Saat ini
dibandingkan hidrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat), hidrolisa enzime
lebih banyak dikembangkan. Proses pembuatan bioetanol dengan hidrolisa enzim,
mula-mula pati kulit singkong akan dikonversi menjadi gula melalui liquefaction
(pemecahan menjadi gula kompleks) dan sakarifikasi (pemecahan gula kompleks
menjadi gula sederhana) dengan penambahan Aspergilus niger dan terbentuk
glukosa. Glukosa yang dihasilkan difermentasi denga ragi Saccharomyces
cerevisiae. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol, air, dan protein.
Kemudian dilakukan destilasi untuk mendapatkan etanol (Rahmawati, 2010).
d. Karbon aktif
Kulit singkong mengandung unsur karbon yang cukup tinggi sebesar 59,31%
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai karbon aktif. Pemanfaatan kulit singkong
sebagai karbon aktif dapat meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit singkong
sekaligus sebagai alternatif pengurangan logam berat pada lingkungan perairan.
Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan dua tahap, yaitu proses aktivasi dan
karbonisasi. Proses aktivasi dilakukan dengan merendam kulit singkong kering
8
menggunakan larutan NaOH selama satu jam. Kulit singkong yang telah melalui
tahap aktivasi kemudian dikarbonisasi pada suhu 300oC, 400oC, 500oC dan 600oC
selama 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 4 jam. Selanjutnya karbon aktif dinetralkan
menggunakan HCl dan dicuci menggunakan aquades sampai pH netral dan
dikeringkan di dalam oven selama 3 jam pada suhu 110oC (Maulinda et al., 2015).
2. Komponen Kulit Singkong
Kulit singkong mengandung beberapa komponen, seperti holoselulosa, selulosa,
hemiselulosa, dan lignin dalam jumlah yang banyak. Komposisi kulit singkong
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kulit singkong
Komposisi Kadar (%)
Selulosa 37,9
Hemiselulosa 37,0
Lignin 7,5
Sumber : Aripin et al., (2013)
a. Selulosa
1) Sifat-sifat selulosa
Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan
oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat
kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia
9
maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida
lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel
tumbuhan (Holtzapple et.al,. 2003).
Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit
keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa
adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel
tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari
jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi
untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan
jaringan (Janes, et al., 1996; Judoamidjojo, et al., 1989; Fessenden dan
Fessenden, 1982). Struktur molekul selulosa disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur selulosa (Harmsen et al., 2010).
Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu
berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pektin, hemiselulosa, dan
xilan. Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut
sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses
fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan
10
glikosidik sehingga sulit diuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat
diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu
menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti
bakteri dan fungi (Sukumaran et al., 2008).
Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan
melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß-
1,4- glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk
fibril- fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan
dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang
dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat
kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat
dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan
tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian
selulosa berlangsung sangat lambat (Fan et al., 2005).
Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderungannya membentuk
ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk antara : (1)
gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang terdapat
pada unit glukosa terdekat, (2) gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada C6 unit
glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara gugus
hidroksil C6 dan atom O pada C3 di sepanjang sumbu b seperti terdapat pada
Gambar 2 (Heinze et al., 1999)
11
Gambar 2. Ikatan hidrogen intra dan antar molekul selulosa.
Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang terbentuk, maka
struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Di
samping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur
yang akan membentuk daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing
density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah
packing density maka selulosa akan berbentuk amorf. Derajat kristalinitas selulosa
dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa
akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin
akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan
bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat
seperti pada Gambar 3.
12
Gambar 3. Model fibril struktur supramolekul selulosa.
2) Isolasi Selulosa
Isolasi ini dimaksudkan untuk memisahkan selulosa dari lignin atau senyawa-
senyawa lain. Pada penelitian ini selulosa akan diisolasi dari kulit singkong
dengan cara pulping dan bleaching.
Proses pulping pada prinsipnya merupakan proses pemisahan selulosa dari lignin
dan hemiselulosa yang mengelilingi dan mengikatnya. Pada proses pulping NaOH
sebagai alkali kuat akan mengubah monosakarida maupun gugus-gugus ujung
dalam polisakarida menjadi berbagai asam karboksilat. Polisakarida dengan ikatan
1,4 glikosida dan hemiselulosa akan terdegradasi dengan mekanisme pemutusan
ikatan dari ujung ke ujung. Bagian rantai selulosa yang tersisa dari proses ini
adalah senyawa yang disebut α-selulosa (pulp). Mekanisme reaksi yang terjadi
pada polimer selulosa disajikan pada Gambar 4.
13
Sisa kromofor ini dapat juga dihilangkan dengan oksidasi pada OH sekunder
Gambar 4. Reaksi degradasi selulosa.
14
Produk pulp yang dihasilkan umumnya berwarna putih, namun bila berwarna
coklat kemungkinan masih ada sisa lignin hasil depolimerisasi. Sisa kromofor ini
dapat dihilangkan dengan proses bleaching (pemutihan).
Proses bleaching bertujuan agar kemurnian selulosa menjadi lebih baik tanpa
terjadi banyak pemutusan rantai selulosanya. Proses bleaching akan membuat
warna pulp menjadi lebih cerah atau putih. Pada proses ini digunakan hidrogen
peroksida (H2O2) yang mempunyai kemampuan melepaskan oksigen yang cukup
kuat dan mudah larut dalam air. Hidrogen peroksida mengoksidasi unit non-
fenolik lignin melalui pelepasan satu elektron dan membentuk radikal kation yang
kemudian terurai secara kimiawi. Unit non-fenolik merupakan penyusun sekitar
90% struktur lignin. Hidrogen peroksida dapat memutus ikatan Cα - Cβ molekul
lignin dan mampu membuka cincin lignin dan reaksi lain. Mekanisme reaksi
proses bleaching menggunakan hidrogen peroksida terdapat dalam Gambar 5.
(Othmer, 1992).
Gambar 5. Reaksi lignin oleh H2O2.
15
b. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan berat molekul kecil berantai pendek
bila dibandingkan dengan selulosa dan banyak ditemukan pada kayu lunak.
Hemiselulosa disusun oleh pentosan (C5H8O4) separti xylosa, arabinosa dan
heksosan (C6H10O5) seperti manosa, glukosa, galaktosa. Pentosan terdapat pada
kayu keras, sedangkan heksosan terdapat pada kayu lunak (Maga, 1987). Struktur
hemiselulosa disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur hemiselulosa (Harmsen et l., 2010).
Hemiselulosa pada suhu rendah tidak larut dalam air. Prose hidrolisis
hemiselulosa dilakukan pada suhu yang lebih rendah daripada selulosa yang mana
kelarutannya akan terus bertambah seiring dengan naiknya suhu (Harmsen et al.,
2010).
16
Hemiselulosa dapat mengalami reaksi oksidasi menjadi senyawa keto dan aldo
dan dapat membentuk adisi pada gugus hidroksil. Hemiselulosa akan mengalami
reaksi oksidasi dan degradasi terlebih dahulu daripada selulosa, karena rantai
molekul hemiselulosa lebih pendek dan bercabang (Fengel dan Wenger, 1995).
B. Mikroselulosa
Partikel mikroselulosa merupakan material jenis baru yang mengalami perubahan,
perubahan ini berupa peningkatan kristalinitas, luas permukaan, peningkatan
dispersi dan biodegradasi. Dengan adanya perubahan dari selulosa menjadi
mikroselulosa menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari selulosa dapat
dimanfaatkan sebagai filler penguat polimer, aditif untuk produksi biodegradable,
penguat membran, pengental untuk dispersi, dan media pembawa obat (Ioelovich,
2012).
1. Sintesis Mikroselulosa
Penelitian tentang mikroselulosa sudah banyak dilakukan dengan metode
penelitian yang berbeda–beda. Salah satunya yaitu metode yang telah dilakukan
oleh Arup Mandal (2011). Sintesis mikroselulosa dari α-selulosa terdiri dari empat
tahap, yaitu hidrolisis asam, sentrifuse, ultrasonikasi, dan freezer drying. Pada
tahap hidrolisis asam, α-selulosa ditambah H2SO4 dan dibantu oleh proses
pemanasan selama 5 jam dengan suhu 50oC sambil diaduk. Mekanisme hidrolisis
asam secara reaksi kimia dapat dilihat pada Gambar 7.
17
Gambar 7. Mekanisme hidrolisis asam (Yue, et al, 2007).
Lalu larutan hasil hidrolisis asam ditambah akudes, hal ini bertujuan untuk
memberhentikan reaksi berlebih yang terjadi saat proses hidrolisis asam. Proses
hidrolisis asam bertujuan untuk menghilangkan bagian amorf dari rantai selulosa
sehingga isolasi kristal selulosa dapat dilakukan (Isdin, 2010). Berdasarkan
fasenya polimer dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Amorf merupakan polimer yang
tersusun tidak teratur dan memiliki suhu transition glass (Tg). Contoh fase amorf
yaitu karet dan polietena yang ada pada kehidupan sehari-hari, Kristalin
merupakan polimer yang mempunyai susunan rantai yang teratur dan memiliki
titik leleh. Contohnya pati, selulosa, dan lain-lain (Stevano, 2013).
Pembuatan mikroselulosa oleh hidrolisa asam terjadi pada temperatur yang cukup
tinggi dan berada pada media asam dalam waktu yang cukup lama. Akibat dari
keadaan menyebabkan terjadinya reaksi yaitu selulosa terhidrolisa menjadi
selulosa dengan berat molekul yang rendah. Keaktifan asam pekat untuk
menghidrolisis selulosa berbeda-beda. Untuk keaktifan yang sangat tinggi dimiliki
oleh asam oksalat. Asam nitrat, asam sulfat dan asam klorin adalah asam yang
18
aktif, sedangkan asam-asam organik merupakan asam asam yang tidak aktif.
Asam sulfat yang pekat (75%) akan menyebabkan selulosa berbentuk gelatin,
asam nitrat pekat akan menyebabkan selulosa membentuk ester sedangkan asam
fosfat pada temperatur rendah akan menyebabkan sedikit berpengaruh pada
selulosa (Solechudin and Wibisono, 2002). Gambaran secara fisik hidrolisis asam
dapat menghilangkan bagian amorf dari selulosa dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hidrolisis Asam Dapat Menghilangkan Bagian Amorf dari Selulosa(Isdin, 2010).
Tahap sentrifuse, tahap ini dilakukan untuk memisahkan antara endapan dengan
larutan berdasarkan perbedaaan berat molekul. Tahap selanjutnya yaitu
ultrasonikasi yang bertujuan untuk menurunkan ukuran mikroselulosa dengan
bantunan gelombang ultrasonik. Mekanisme pembentukan mikroselulosa dengan
ultrasonikasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Tahap yang terakhir yaitu freeze drying yang digunakan untuk memisahkan
mikroselulosa dari sisa akuades. Freeze drying atau liofilisasi adalah suatu cara
pengeringan tanpa pemanasan. Cara ini cocok untuk sampel yang sensitif terhadap
panas serta sampel yang mudah teroksidasi dalam keadaan panas. Langkah
19
pertama dalam freeze drying yaitu dengan membekukan sampel, yang kemudian
di vakum untuk menghilangkan kandungan air dalam sampel (Settle, 1997).
Gambar 9. Mekanisme Pembentukan Mikroselulosa dengan Ultrasonikasi(Li et al, 2012).
2. Analisis Particel Size Analyzer (PSA) Mikroselulosa
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengetahui ukuran dari suatu
partikel antara lain metode ayakan (Sieve analyses), laser diffraction (LAS),
metode sedimentasi, analisa gambar (mikrografi), electronical sensing zone, dan
electron microscope. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa
gambar. Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode olografi.
Sieve analysis (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sangat sering digunakan
dalam bidang mikromeritik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan
teknologi partikel kecil.
20
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang mengarah ke era
nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan metode laser diffraction (LAS).
Metode ini dinilai lebih akurat bila dibandingkan dengan metode analisa gambar
maupun metode ayakan (sieve analysis), terutama untuk sampel-sampel dalam
orde nanometer maupun submikron. Metode ini menjadi prinsip dasar dalam
instrumen Particle Size Analyzer (PSA). Prinsip dari Laser Diffraction sendiri
ialah ketika partikel-partikel melewati berkas sinar laser dan cahaya dihamburkan
oleh partikel-partikel tersebut dikumpulkan melebihi rentang sudut yang
berhadapan langsung. Distribusi dari intensitas yang dihamburkan ini yang akan
dianalisis oleh komputer sebagai hasil distribusi ukuran partikel (Lusi, 2016).
Dalam pengukuran partikel menggunakan PSA, terdapat dua buah metode yaitu :
1) Metode basah (Wet Dispersion Unit)
Metode basah menggunakan media pendispersi untuk mendispersikan sampel
uji.
2) Metode Kering (Dry Dispersion Unit)
Metode kering menggunakan udara atau aliran udara yang berfungsi untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik
digunakan untuk ukuran yang kasar, dimana hubungan antar partikel lemah dan
kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode
basah. Metode basah dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering
(Susanti, 2013), ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa
gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer yang cenderung
21
memiliki aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke
dalam media sehingga partikel tidak saling aglomerasi. Dengan demikian, ukuran
partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil
pengukuran ditampilkan dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat
diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Melalui analisis
Particle Size Analyzer (PSA) diharapkan distribusi ukuran nanopartikel yang
dihasilkan berada pada rentang nanometer dengan keseragaman ukuran yang baik.
Gambar 10. Alat PSA (Particel Size Analyzer) Fritsch Analysette 22.
Keunggulan PSA (Particel Size Analyzer) sebagai alat pengukuran partikel, yaitu:
a. Akurat dan mudah digunakan, pengukuran partikel dengan PSA lebih akurat
daripada pengukuran dengan SEM dan TEM. Karena pengukuran partikel
dengan PSA, sampel didispersikan ke dalam media sehingga ukuran yang
dihasilkan adalah ukuran single particle.
b. Hasil yang didapat dalam bentuk distribusi, sehingga menggambarkan kondisi
sampel keseluruhan.
c. Rentang pengukuran dengan PSA dari 0,6 nanometer sampai 7 mikrometer
(Rusli, 2011).
22
3. Kegunaan Mikroselulosa
Partikel mikroselulosa adalah material jenis baru dari selulosa yang ditandai
dengan adanya peningkatan kristalinitas, aspek rasio, luas permukaan, dan
peningkatan kemampuan dispersi serta biodegradasi. Adanya kemampuan ini,
partikel mikroselulosa dapat digunakan sebagai filler penguat polimer, aditif
untuk produk-produk biodegredable, penguat membran, pengental untuk dispersi,
dan media pembawa obat serta implan (Ioelovich, 2012).
Mikroselulosa dapat dimodifikasi menjadi berbagai macam produk, seperti :
a. Biomedical
Mikrokomposit dibuat lapis demi lapis (Layer-By-Layer) dengan
polidialildimetilamonium klorida (PDDA) menghasilkan komposit berlapis yang
dapat digunakan dibidang biomedical (Podsaidlo et al, 2005). Mikrokomposit
dibuat dari campuran antara mikroselulosa dengan kopolimer polyvinyl alcohol
dan polyvinyl acetate, hasil menunjukkan semakin banyak filler (bahan pengisi
mikroselulosa) yang terdapat dalam lembaran polimer dapat meningkatkan sifat
termal dan derajat kristalinitas pada saat polimer kering (Rohani et all, 2008).
b. Material Biokompatibel
Mikroselulosa ditambah dengan polyelectolyte multilayer (PEM) yang kemudian
lembaran yang memiliki sifat mekanik dan optic yang baik (Cranston dan Gray,
2006).
23
c. Katalis dan Katalis Pendukung
Template komposit dibuat dari mikroselulosa untuk titania berpori. Material
titania memiliki luas permukaan yang tinggi (170-200 m2/g) yang dapat
digunakan sebagai katalis, dan pndukung katalis (Shin dan Exarhos, 2007).
d. Polimer Komposit
Mikrokomposit dibuat dari poliurenta dengan fraksi rendah selulosa,
menghasilkan polimer komposit yang mengalami peningkatan kekuatan tarik, dan
modulus young (Pie et al, 2011).
e. Biomaterial dalam bidang pangan
Mikroselulosa ditambahkan kedalam larutan 1-(2-hidroksietil)-3-metil-
imidazolinium klorida ([HeMIM]Cl) yang mengandung matrik selulosa yang
kemudian membentuk lembaran komposit. Lembaran komposit ini mengalami
peningkatan sifat mekanik (kekuatantarik), stabilitas termal dan ramah lingkungan
(Ma et al, 2011). Mikroselulosa dicampur dengan kitosa untuk menghasilkan
mikrokomposit, penambahan mikroselulosa mengakibatkan naiknya nilai
kekuatan tarik (tensile strength) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengepakan
makanan (Khan et all, 2012).
f. Perangkat Sensor Gas
Shopsowitz et all (2011) membuat karbon mesoporous kiral nematik yang
merupakan hasil turunan dari mikroselulosa yang dikomposit dengan lembaran
SiO2. Karbon mesoporous memiliki peran penting dalam perangkat elektronik
contohnya perangakat sensor gas.
24
g. Bahan aktif anti racun
Asam polilaktik (PLA) ditambah dengan mikroselulosa sehingga menghasilkan
mikrokomposit yang berguna untuk bahan aktif anti racun. Penambahan
mikroselulosa memperkuat sifat barrier pada hasil polimer komposit (Fortunati et
al., 2012).
C. Karboksimetil Selulosa
Senyawa CMC pertama kali ditemukan pada tahun 1918 dan diproduksi secara
komersil pada tahun 1920 di Jerman. Sejak saat itu, pengembangan secara
signifikan dalam teknologi proses, kualitas produk, dan efisiensi produksi dibuat.
Sejarah produksi CMC pada skala industri termasuk komentar tentang
pengembangan kedepan dari turunan penting selulosa ini telah dipublikasikan.
Saat ini, CMC dengan kualitas yang berbeda digunakan di berbagai industri dan
kehidupan manusia (Heinze, 2005).
1. Identifikasi Karboksimetil Selulosa
Senyawa CMC merupakan senyawa turunan selulosa yang paling penting, yang
memiliki kepentingan yang sangat besar dalam industri dan kehidupan kita sehari-
hari. Senyawa ini memiliki struktur yang linear, berantai panjang, tidak larut
dalam air, dan polisakarida anionik yang diturunkan dari selulosa (Hong, 2013).
Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Gambar 11. Struktur CMC (Hong, 2013).
Dalam molekul CMC, salah satu gugus OH dieterifikasi dengan gugus
karboksimetil dan derajat subtitusi menunjukkan jumlah rata-rata gugus
karboksimetil per unit anhidroglukosa. Derajat subtitusi ini merupakan parameter
CMC yang penting, contohnya untuk menentukan kelarutannya di dalam air. Nilai
derajat subtitusi maksimum secara teori untuk CMC adalah 3, tetapi rata-rata nilai
derajat subtitusi sebenarnya adalah 0,4-1,5. Semakin tinggi nilai derajat subtitusi,
maka kelarutan CMC dalam air akan meningkat. Nilai derajat subtitusi untuk
kelarutan CMC yang baik sebesar 0,6. Senyawa CMC yang memiliki nilai derajat
subtitusi kurang dari 0,2 akan mempertahankan karakter fiber atau berserat dan
tidak larut di dalam air (Aambjornsson et al., 2013). Kelarutan CMC juga
dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, terjadi ikatan hidrogen intermolekular
antargugus karboksimetil yang tidak terurai. Ikatan hidrogen ini sangat kuat dan
keras untuk diputus. Oleh karena itu CMC akan mengendap pada pH 3 untuk
nilai derajat subtitusi 0,3-0,5. Sedangkan CMC yang memiliki nilai derajar
subtitusi 0,7-0,9 akan mengendap pada pH kurang dari 1 (Hong, 2013).
26
2. Sintesis Karboksimetil Selulosa
Telah banyak penelitian yang mensintesis CMC. Selain itu, metode yang mereka
gunakan juga berbeda-beda. Sebagai contoh sintesis CMC yang dilakukan oleh
Krishnaiah et al., (2009). Sintesis CMC dari selulosa terdiri dari dua tahap, yaitu
alkalisasi dan eterifikasi. Pada tahap alkalisasi, serbuk selulosa dilarutkan dalam
isopropanol dan ditambah larutan NaOH 17,5%. Setelah itu diaduk pada suhu
30oC selama satu jam. Pada tahap eterifikasi, larutan dari tahap alkalisasi
ditambah padatan sodium monocholoroacetate (SCMA) dan dipanaskan pada
suhu 50oC selama dua jam.
Pada tahap alkalisasi, serat selulosa akan mengembang, yang menyebabkan
struktur kristalin selulosa akan berubah dan meningkatkan kemampuan kimia
masuk ke dalam serat. Selain itu, fase cair ( campuran alkohol-air) sebagai agen
solvasi, melarutkan NaOH dan mendistribusikannya ke gugus hidroksil selulosa
membentuk alkil selulosa. Larutan NaOH akan menembus ke struktur kristal
selulosa, kemudian mensolvasi gugus hidroksil yang membuatnya siap untuk
reaksi eterifikasi dengan cara memutus ikatan hidrogen.
Alkil selulosa yang dihasilkan sangat reaktif terhadap MCA membentuk eter
CMC. NaOH secara spontan akan bereaksi dengan MCA yang membentuk dua
produk, yaitu natrium glikolat dan natrium klorida. Selain itu, NaOH digunakan
juga untuk menjaga pH basa selama reaksi berlangsung. Jika reaksi berlangsung
pada pH asam, akan terjadi eterifikasi internal dan menyebabkan cross-link pada
27
molekul CMC (Hong, 2013). Reaksi pembentukkan CMC dapat dilihat pada
Gambar 12.
RselulosaOH + NaOH + H2O → RselulosaOH:NaOH
RselulosaOH:NaOH + ClCH2COO-Na+ → RselulosaOCH2COONa
Gambar 12. Reaksi pembentukan CMC (Saputra, 2014).
Laju reaksi alkalisasi dalam etanol lebih rendah daripada dalam isopropanol
karena NaOH mudah larut dalam etanol. Penggunaan etanol selama tahap
alkalisasi akan menghasilkan sistem NaOH-air-etanol yang homogen. Sedangkan
pada penggunaan isopropanol akan terjadi sistem homogen dan membentuk
lapisan mengelilingi serat yang mengandung NaOH konsentrasi tinggi-fase air.
Hal ini disebabkan karena kelarutan NaOH dalam pelarut nonpolar kecil. Oleh
karena itu hanya sedikit ion Na+ dan ion OH- yang akan masuk ke dalam
isporopanol dan pada konsentrasi NaOH tinggi lebih suka di sekeliling area
selulosa, yang menghasilkan dekristalisasi secara signifikan dan mmengubah
bentuk polimer selulosa menjadi Na-selulosa (Hong, 2013).
3. Kegunaan Karboksimetil Selulosa
Senyawa Karboksimetil selulosa telah banyak digunakan dalam bidang industri
dan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh senyawa ini digunakan dalam bidang
28
makanan, farmasi, detergen, dan kosmetik. Aplikasi CMC dalam industri
disajikan pada table 2.
Tabel 2. Aplikasi CMC di Dalam Industri
Industri Penggunaan Fungsi
Pangan
Makanan beku
Topping makanan
Minuman, sirup
Makanan yang dipanggang
Makanan hewan
Menghambat pertumbuhan kristal es
Pengental
Pengental, pemberi rasa
Pengikat air, peliat adonan
Pengikat air, pengental, pengekstrusi
Farmasi
Tablet
Obat pencahar
Obat salep, lotion
Pengikat, pembantu pembutiran
Pengikat air
Penstabil, pengental, pembentuk film
Kosmetik
Pasta gigi
Gigi palsu
Produk jel
Pengental, pensuspensi
Perekat
Pembentuk jel, pembentuk film
Produk
kertas
Aditif
Pelapis ukuran
Pengikat, peningkat kekuatan
Pengikat air, pengental
Perekat Perekat pelapis dinding
Tembakau
Pengikat air
Pengikat, pembentuk film
Keramik Pelapis
Batang pengelas
Pengikat
Pengikat, pengental, pelumas
Deterjen Sabun cuci Anti redeposisi
Tekstil Pelengkung Pengukur besar film, perekat
Sumber : Othmer, 1992
29
D. Karakterisasi Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dari Kulit Singkong
1. Spektroskopi Infra Merah (IR)
Spekroskopi IR adalah sebuah metode analisis instrumentasi pada senyawa kimia
yang menggunakan radiasi sinar infra merah. Spektroskopi IR berguna untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa organik. Bila suatu
senyawa diradiasi menggunakan sinar inframerah, maka sebagian sinar akan
diserap oleh senyawa, sedangkan yang lainnya akan diteruskan. Serapan ini
diakibatkan karena molekul senyawa organik mempunyai ikatan yang dapat
bervibrasi. Vibrasi molekul dapat dialami oleh semua senyawa organik, namun
ada beberapa yang tidak terdeteksi oleh spektrometri IR.
Cahaya terdiri dari berbagai frekuensi elektromagnetik yang berkesinambungan
yang berbeda. Radiasi inframerah adalah salah satu bagian dari spektrum
elektromagnetik yang terletak antara cahaya tampak dan gelombang mikro.
Rentang panjang gelombang inframmerah yang digunakan untuk tujuan analisis
adalah 2,5x10 -6m sampai dengan 16x10 -6m. Satuan yang digunakan dalam
spektroskopi inframerah adalah mikrometer dan bilangan gelombang. Namun para
ahli kimia lebih banyak menggunakan satuan bilangan gelombang yaitu cm -1.
Nilai 2,5-16 μ sama dengan 4000-625 cm-1 (Samsiah, 2009).
Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu
gugus fungsi spesifik. Dasar Spektroskopi IR dikemukakan oleh Hooke dan
didasarkan atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang
digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak
30
pada gambar disamping ini. Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak
keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik.
Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu :
- Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain.
- Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan
- Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.
Bila ikatan bergetar, maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara periodik
berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaiknya. Jumlah energi total
adalah sebanding dengan frekuensi vibrasi dan tetapan gaya (k) dari pegas dan
massa (m1) dan (m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar
infra merah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi (Winarno dan
Fardiaz, 1980 dalam Dwi, 2013). Mekanisme kerja Spektroskopi IR disajikan
pada Gambar 13.
Adapun proses instrumen analisis sampelnya meliputi :
1. The source: energi inframerah yang dipancarkan dari sebuah benda hitam
menyala. Balok ini melewati melalui logam yang mengontrol jumlah energi
yang diberikan kepada sampel.
2. Interoferometer: sinar memasuki interferometer “spectra encoding” mengambil
tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar dari interferogram.
3. Sampel: sinar memasuki kompartemen sampel dimana diteruskan melalui
cermin dari permukaan sampel yang tergantung pada jenis analisis.
4. Detektor: sinar akhirnya lolos ke detektor untuk pengukuran akhir. Detektor ini
digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram khusus.
31
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red
adalah Tetra Glycerine Sulphate (TGS) atau Mercury Cadmium Telluride
(MCT). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih
baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak
dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang
diterima dari radiasi inframerah.
5. Komputer: sinyal diukur secara digital dan dikirim ke komputer untuk diolah
oleh Fourier Transformation berada. Spektrum disajikan untuk interpretasi
lebih lanjut.
Gambar 13. Mekanisme kerja spektroskopi IR (Dwi, 2013).
Menurut Sri (2012), prinsip kerja spektroskopi IR adalah adanya interaksi energi
dengan materi. Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa
kompleks yang ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan
menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan
32
adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat
memancarkan infrared.
Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar infrared tidak cukup
kuat untuk menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada
molekul senyawa yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau
molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang
menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula.
Tabel 3. Serapan inframerah senyawa CMC
Ikatan Bilangan Gelombang (cm-1)
-OH 3400
-CH2- (streching) 2900
-CH2- (bending) 1425
-C=O 1720
Sumber : Gendy et al., (2010)
2. SEM (Scanning Electron Microscope)
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis mikroskop elektron
yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan
dari material yang dianalisis. Fungsi SEM adalah dengan memindai terfokus
balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi
molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi
jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron
terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih
33
yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada
dalam sampel dianalisis. Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut :
a. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan
anoda.
b. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
c. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
d. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (Sri, 2001).
Skema alat Scanning Electron Microscope dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Skema alat Scanning Electron Microscope (Ayyad, 2011).
34
Beberapa keunggulan SEM, yaitu :
a. Kemampuan untuk menggambarkan area yang besar secara komparatif dari
spesimen.
b. Kemampuan untuk menggambarkan materi bulk, dan berbagai mode analitikal
yang tersedia untuk mengukur komposisi dan sifat dasar dari spesimen
(Marlina, 2007).
3. XRD (X-Ray Diffraction)
XRD merupakan salah satu metode karakteristik material yang paling sering
digunakan. XDR digunakan untuk mengedentifikasi fasa kristalin dalam material
dengan menentukan parameter struktur kisi dan untuk mendapatkan ukuran
partikel. Prinsip dasar dari XRD adalah mendifraksi cahaya melalui celah kristal,
difraksi cahaya oleh kristal atau kisi-kisi mampu terjadi pada saat difraksi berasal
dari radius yang mempunyai panjang gelombang dan jarak antar atom sebesar 1
angstrom. Radiasi yang digunakan dalam bentuk sinar-X, elektron dan neutron.
Sinar-X adalah proton dengan energi tinggi yang mempunyai panjang gelombang
0,5 sampai 2,5 angstrom. Ketika sinar-X berinteraksi dengan material, maka
sebagian sinar-X akan diabsorbsi, ditransmisikan, dan sisanya dihamburkan
terdifraksi. Hamburan inilah yang dideteksi oleh XRD (Callister, 2009).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan
Desember 2017 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis FTIR
(Fourier Transform Infra Red), dan SEM (Scanning Electron Microscope)
dilakukan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, analisis PSA (Particle Size
Analyzer) dilakukan di Universitas Padjajaran Bandung, analisis XRD (X-Ray
Diffraction) dilakukan di LIPI Tanjung Bintang, Lampung dan analisis TGA
(Thermo Gravimetric Analysis) dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan
Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas beker, erlenmeyer,
corong pemisah, pipet tetes, gelas ukur, oven, refluks, kertas saring, neraca
analitik, pengaduk, gunting, blender, penangas, saringan, , stopwatch, statif, buret,
batang pengaduk, hot plat stirrer, thermometer, lemari asam, sentrifuse,
36
ultrasonikasi, freezer-drying, FTIR (Fourier Transform Infra Red), PSA (Particle
Size Analyzer), TGA (Thermo Gravimetric Analysis), SEM (Scanning Electron
Microscope), dan XRD (X-Ray Diffraction). Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah kulit singkong, larutan HNO3, NaNO2, larutan NaOH, larutan
Na2SO3, larutan NaOCl, H2O2, isopropil alkohol, etanol absolut, natrium
monokloro asetat (NaMCA), larutan K2Cr2O7, indikator ferroin, larutan ferro
ammonium sulfat, larutan H2SO4, indikator universal, alumunium foil, dan
akuades.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel
Sampel yang diambil dari industri keripik dan tape singkong di Kota Metro. Kulit
singkong yang sudah dipisahkan dari kulit ari, dicuci dengan air bersih kemudian
di blender sampai halus. Kulit singkong yang telah diblender kemudian dicuci
dengan air bersih sampai filtratnya bening dan dikeringkan dengan oven pada
suhu 60 oC.
2. Isolasi α-Selulosa dari Kulit Singkong
Sebanyak 75 g serbuk kulit singkong dimasukkan ke dalam gelas beaker,
kemudian ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan
di atas hot plate pada suhu 90 oC selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas
37
dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya di refluks dengan 750 mL larutan yang
mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50 oC selama 1 jam.
Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan
pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih
selama 0,5 jam. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai pH filtrat netral.
Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan
NaOH 17,5% pada suhu 80 oC selama 0,5 jam. Kemudian disaring, dicuci hingga
filtrat netral dan diputihan dengan H2O2 10% pada suhu kamar selama 1 jam.
Selanjutnya disaring dan ampas dioven dengan suhu 60 0C selama 1 jam.
3. Penentuan Kadar α-selulosa Menggunakan Metode Uji SNI 0444 :2009.
Timbang sampel sebanyak 1,5 ± 0,1 g kemudian masukkan ke dalam gelas piala
tinggi 300 mL dan tambahkan 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%,
sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25 oC ± 0,2 oC. Catat waktu pada saat
larutan natrium hidroksida ditambahkan. Aduk pulp dengan alat sampai
terdispersi sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp
selama proses pengadukan. Ketika pulp telah terdispersi, angkat pengaduk dan
bersihkan pulp yang menempel pada ujung batang pengaduk.
Cuci pengaduk dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, tambahkan ke
dalam gelas piala, sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah
100 mL. Aduk suspensi pulp dengan batang pengaduk dan simpan dalam
penangas 25 oC ± 0,2 oC. Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan
natrium hidroksida, tambahkan 100 mL akuades suhu 25 oC ± 0,2 oC pada
38
suspensi pulp dan aduk segera dengan batang pengaduk. Simpan gelas piala dalam
penangas untuk 30 menit berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya
sekitar 60 menit ± 5 menit. Setelah 60 menit, aduk suspensi dengan batang
pengaduk dan tuangkan ke dalam corong masir.
Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian kumpulkan filtrat sekitar
100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau dicuci
dengan akuades dan jaga agar tidak ada gelembung yang melewati pulp pada saat
menyaring. Pipet filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5 N ke dalam
labu 250 mL. Tambahkan dengan hati-hati 50 mL asam sulfat pekat dengan
menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan pada
suhu 125 oC sampai 135 oC kemudian tambahkan 50 mL aquades dan dinginkan
pada suhu ruangan.
Tambahkan 2 - 4 tetes indikator ferroin dan titrasi dengan larutan ferro
ammonium sulfat (FAS) 0,1 N sampai berwarna ungu. Pada kelarutan pulp tinggi
(kandungan selulosa alfa rendah), titrasi balik dikromat kurang dari 10 mL,
volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan penambahan asam sulfat menjadi 30
mL. Lakukan titrasi blanko dengan mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan
natrium hidroksida 17,5% dan 12,5 mL akuades. Hasil analisis ditentukan
menggunakan rumus berikut :
X = 100 -, ( ) × ×× ............................. (1)
39
Dimana :
X = α-selulosa, dinyatakan dalam persen (%);
V1 = volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V2 = volume titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL);
N = normalitas larutan ferro ammonium sulfat;
A = volume filtrat pulp yang dianalisa, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W = berat kering oven contoh uji pulp, dinyatakan dalam gram (g).
4. Pembuatan Mikroselulosa dari α-Selulosa dengan Metode Hidrolisis
Asam
Sebanyak 5 gram sampel, dimasukkan kedalam labu bundar 1000 mL, ditambah
100 mL H2SO4 dengan variasi konsentrasi yaitu 45%, 47%, dan 49%, (v/v)
direfluks selama 40 menit dengan suhu 50 oC sambil diaduk, setelah itu
tambahkan 100 mL akuades dan didinginkan. Kemudian disentrifuse 9000 rpm
selama 15 menit, dicuci dengan akuades sambil disentrifuse. Setelah itu suspensi
koloid diultrasonikasi selama 5 menit dalam ice bath dan difreeze-drying.
5. Analisis Particle Size Analyzer (PSA) Mikroselulosa
Mikroselulosa kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan PSA untuk
mengetahui distribusi ukuran partikelnya. Sejumlah sampel mikroselulosa
dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi air pada Wet Dispersion Unit
hingga indikator menunjukkan angka 10 - 12 (berwarna hijau).
40
6. Pembuatan Karboksimetil Selulosa (CMC) dari Mikroselulosa
Proses pembuatan karboksimetil selulosa dari α-selulosa mengacu pada penelitian
Hong (2013). Langkah pertama, 5 gram α-selulosa dimasukkan ke dalam gelas
beker dan ditambahkan 150 mL isopropil alkohol. Selanjutnya larutan sampel
diaduk menggunakan magnetic stirer sambil ditambahkan 15 mL NaOH dengan
konsentrasi 25 % dan diaduk kembali selama satu jam pada suhu ruang. Proses
karboksimetilasi dilakukan dengan cara larutan diatas ditambahkan 6 gram
padatan sodium monokloroasetat (SMCA) dan diaduk selama 1,5 jam. Kemudian
sampel yang sudah tercampur dibungkus dengan alumunium foil dan dipanaskan
dalam oven pada suhu 60 oC selama 3,5 jam. Setelah itu, sampel direndam ke
dalam 100 mL metanol selama satu malam. Pada hari berikutnya, sampel
dinetralkan dengan asam asetat 90% hingga pH netral dan disaring. Tahap
terakhir rendemen dicuci dengan etanol sebanyak tiga kali dengan cara
merendamnya ke dalam 50 mL etanol selama 10 menit lalu dicuci lagi dengan 100
mL metanol absolut. Tahap berikutnya, CMC dikeringkan dalam oven pada suhu
60 oC hingga diperoleh berat konstan.
7. Penentuan Derajat Subtitusi Karboksimetil Selulosa
Penentuan derajat subtitusi mengacu pada penelitian Hong (2013). Langkah
pertama, 4 gram CMC dilarutkan ke dalam 75 mL etanol 95 % dan ditambahkan 5
mL asam nitrat 2 M. Selanjutnya, larutan tersebut dididihkan sambil diaduk
selama 10 menit. Kemudian sampel dicuci dengan 20 mL etanol 80 % pada suhu
41
60 oC sebanyak lima kali dan dicuci kembali dengan metanol anhidrat. Kemudian
sampel disaring dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 3,5 jam
dan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit.
Tahap berikutnya 0,5 CMC kering dilarutkan ke dalam 100 mL air destilasi dan
diaduk. Lalu ditambahkan 25 mL larutan NaOH 0,3 M dan dididihkan selama 15
menit. Setelah itu ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan HCl 0,3
M. Penentuan derajat subtitusi dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah
ini.
%CM = [ ]× × , ×(Hong, 2013) ........................ (2)
DS = ×[ ( × )] (Hong, 2013) ..................................... (3)
Keterangan :
DS = derajat subtitusi;
%CM = kandungan karboksimetil;
V0 = volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
Vn = volume titrasi sampel, dinyatakan dalam mililiter (mL);
M = molaritas HCl;
m = berat sampel, dinyatakan dalam gram (g).
42
8. Analisis DTG/DTA/TGA Karboksimetil Selulosa
Analisis DTA/TGA digunakan untuk menentukan stabilitas CMC. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan gas nitrogen dengan laju alir 20 mL min-1 dan
sampel dipanaskan pada suhu 30 - 800 oC dengan kecepatan pemanasan 20 oC
min-1.
9. Analisis FTIR Karboksimetil Selulosa
Analisis FTIR dilakukan dengan cara 0,2 mg CMC dicampur dengan 2 mg kalium
bromida dan dibentuk menjadi pellet transparan. Selanjutnya pellet dimasukkan
ke dalam alat FTIR dengan panjang gelombang 4000 - 400 cm-1.
10. Analisis SEM Karboksimetil Selulosa
Analisis SEM dilakukan dengan cara sampel dibekukan diatas permukaan
alumuniun hingga kering. Selanjutnya dipercikkan emas ke dalam sampel selama
30 detik dengan alat polaron. Kemudian hasil ditampilkan dengan stereoscan.
11. Analisis XRD Karboksimetil Selulosa
Analisis XRD digunakan untuk menentukan % kristalinitas dan juga ukuran
kristal seperti yang diterangkan oleh Mohkami and Talaepour (2011). Nilai %
kristalinitas ditentukan dengan rumus :
43
(I002-Iam/I002) x 100 % .................................... (4)
sedangkan ukuran kristal ditentukan dengan rumus :
Dhkl = kλ/(Bhkl cos Ѳ) ......................................... (5)
Keterangan :
I002 = intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ѳ antara 22o dan 23o
Iam = intensitas maksimum puncak kristal pada 2 Ѳ antara 18o dan 19o
Dhlk = ukuran kristal
k = konstanta Scherrer (0,84)
λ = panjang gelombang X-Ray
Bhkl = refleksi hkl yang diukur pada 2 Ѳ
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Adapun simpulan pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Hasil isolasi α-selulosa dari kulit singkong dengan metode delignifikasi
diperoleh kadar α-selulosa 92,33%.
2. Hasil optimum untuk mendapatkan mikroselulosa terdapat pada konsentrasi
H2SO4 49%, ditunjukkan dari analisis PSA.
3. Pada penelitian ini CMC dari kulit singkong telah berhasil disintesis dan
dikarakterisasi dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red), TGA (Thermo
Gravimetric Analysis), SEM (Scanning Electron Microscope), dan XRD (X-
Ray Diffraction).
B. Saran
Adapun saran untuk penelitian berikutnya adalah :
1. Dilakukan pembuatan CMC dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya untuk meningkatkan nilai derajat subtitusi.
2. Memodifikasi CMC agar lebih bermanfaat bagi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Aambjornsson, H. A., K. Schenzel., and U. Germgard. 2013. CarboxymethylCellulose Produced at Different Mercerization Condition andCaracterized by NIR FT Raman Spectroscopy in Combination withMultivariate Analytical Methods. Bioresources.com. 8. 1918-1932.
Akanbi, W.B.., T.A. Adebayo., O.A. Togun., A.S. Adeyeye., and O.A. Olaniran.2007. The Use of Compost Extract as Foliar Spray Nutrient Source andBotanical Insecticide in Telfairia occidentalis. World Journal of AgriculturalSciences. 3(5) : 642-652.
Aripin, A.M., Angzzas, S.M.K., Zawawi, D., and M.Z.Z.M. Hatta. 2013. Cassavapeels for alternative fibre in pulp and paper industry : chemical properties andmorphology characterization. International Journal of IntegratedEngineering, 5(1):30-33.
Arup, Mandal., Isolation of nanocellulose from waste sugarcane bagasse (SCB)and its characterization. Carbohydrate Polymers, 2011, 86, 1291-1299
Ariyandi, Nono. 2006. Pembuatan Nanosfer Berbasis Biodegradable Polilaktatdengan Metode Sonofikasi. Skripsi. Institusi Pertanian Bogor. Bogor
Ayyad, O. D. 2011. Novel Strategies The Synthesis of Metal Nanoparticle andNanostructure (Tesis).Universitas de Barcelona. Barcelona.
Callister, William. D, Jr. 2009. Materials Science and Engineering anIntroduction 7th Edition. John Willey and Son, Inc.: Salk Lake City, Utah.
Cranston, E. D.; Derek G., Morphological and Optical Characterization ofPolyelectrolyte Multilayers Incorporating Nanocrystalline Cellulose.Biomacromolecules, 2006, 7, 2522-2530
Dwi, Winarto. 2013. Spektroskopi Inframerah.http://ilmukimia.org201307spektroskopi-inframerah-ir.html. Diakses pada18 November 2015.
64
Eriningsih, R., R. Yuliana., and T. Mutia. 2011. Pembuatan KarboksimetilSelulosa dari Limbah Tongkol Jagung untuk Pengental pada ProsesPencapan Tekstil. Balai Besar Tekstil. Bandung.
Fan, L.T., Young-Hyun Lee., and M.M. Gharpuray. 2005. The Nature ofLignocellulosic and Their Pretreatment for Enzymatic Hydrolysis. Adv.Bichem. Eng. 23:158-187.
Fatimah, Tati. 2016. Pemanfaatan Sellulosa dari Tandan Kosong Sawit untukSintesis dan Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose (CMC). FMIPA UNILA.Bandar Lampung
Fengel, D. dan G.Wegener. (1995). Kayu, Kimia, Ultrastruktur,. Reaksi-reaksi. edisi 1, Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Fortunati, E.; Peltzer, M.; Armentano, I.; Torre, L.; Jiménez, A.; Kenny, J. M.,Effects of modified cellulose nanocrystals on the barrier and migrationproperties of PLA nano-biocomposites. Carbohydrate Polymers, 2012, 90,948-956
Gendy, A. A. E., A. M. Ade., H. A. Youssef., and A. M. Nada. 2010.Carboximethyllated Cellulose Hydrogel; Sorption Behavior andCharacterization. Nature and Science. 8. 8.
Hanifah, V. W., D. Yulistiani., and S.A.A. Asmarasari. 2010. OptimalisasiPemanfaatan Limbah Kulit Singkong Menjadi Pakan Ternak Dalam RangkaMemberdayakan Pelaku Usaha Enye-enye. Seminar Nasional TeknologiPeternakan dan Veteriner. 550-556.
Harmsen, P. F. H., W. J. J. Huijgen., L. M. B. Lopez., and R. R. C. Bakker. 2010.Literature Review of Physical and Cemical Pretreatment Processes ForLignocellulosic Biomass. Food & Biodased Research. 10. 013.
Heinze, T., Pfeiffer, K. 1999. Studies on The Synthesis and Characterizationof Carboxymethy Cellulose. Die Angewandte Makromolekulare Chemie.266(4638):37-45.
Holtzapple, M.T. (2003). Hemicelluloses. In Encyclopedia of Food Sciences andNutrition. pp. 3060-3071. Academic Press.
Hong, K. M. 2013. Preparation and Characterization of Carboxymethyl Cellulosefrom Sugarcane Bagasse. (S). Departement of Cemical Science. Faculty ofScience. Universiti Tunku Abdul Rahman. Malaysia.
Huang, L.J., Y. Yang., Y. Y. Cai., M. Liu., T. Xu., G. Z. Nong., and S. F. Wang.2014. Preparation of Superabsorbent Resin from carboxymethyl CelluloseGrafted with Acrylic Acid by Low-temperature Plasma Treatment.Bioresources.com. 9. 2.
65
Ioelovich,M., 2012. Optimal Conditions for Isolation of Nanocrystalline CelluloseParticles. Nanocrystals and Nanotechnology, 2(2), 9-13.
Isdin, O., Nanoscience in nature: cellulose nanocrystals. Surg, 2010, 3(2)Jahanshahi dan Babaei. 2008. Protein Nanoparticle: A Unique System as Drug
Delivery Vehicles. J. Biotechnology. 7: 4926-4934.
Janes, R.L. 1969. The Chemistry of Wood and Fibers. New York : Mc Graw HillBook Co.& Mc Donald(ed). Pulp and Paper Manufacture. Vol 1.
Judoamidjojo, M.R, E. Gumbira S., dan L.B. Hartoto. 1989. Biokonversi. Bogor :Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar UniversitasBioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Khan, A.; Ruhul, A. K.; Stephane, S.; Canh, L. T.; Bernard, R.; Jean, B.; Gregory,C.; Victor, T.; Musa R. K.; Monique L., Mechanical and barrier properties ofnanocrystalline cellulose reinforced chitosan based nanocomposite films.Carbohydrate Polymers, 2012, 90, 1601–1608.
Krishnaiah, D., A. Bono., P. H. Ying., C. L. Muei., and R. Sarbatly. 2009.Synthesis and Characterization of Carboxymethyl Cellulose from PalmKernel Cake. Advances in Natural and Applied Sciences. 3. 5-11.
Lee, H. V., S. B. A. Hamid., and S. K. Zain. 2014. Convertion of LignocellulosicBiomass to Nanocellulose : Structure and Chemical Process. The ScientificWorld Journal. 2014. 20.
Li, W.; Yue, J.; Liu, S., Preparation of nanocrystalline cellulose via ultrasoundand its reinforcement capability for poly(vinyl alcohol) composites.Ultrasonics Sonochemistr,2012, 19, 479-485
Ma, H.; Zhou, B.; Li, H. S.; Li, Y. Q.; Ou, S. Y., Green composite films composedof nanocrystalline cellulose and a cellulose matrix regenerated fromfunctionalized ionic liquid solution. Carbohydrate Polymers, 2011, 84, 383–389
Maga. Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. BocaRaton. Florida.
Marlina, L. 2007. Sintesis Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) untuk Aplikasi SebagaiTinta Pengaman (Skripsi). FMIPA ITB. Bandung.
Maulinda, L., Nasrul, ZA., and Dara, N.S. (2015). Pemanfaatan Kulit Singkongsebagai Bahan Baku Karbon Aktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. 4(2) : 11-19.
66
Muryani.,S. Suharni., Sulastri., W. Sugesti. (2012). Pemanfaatan Limbah PadatTapioka sebagai Industri Rumah Tangga Perdesaan. Jurnal Kelitbangan. 01 :63-72
Nahrowi, Ridho. 2015. Konversi Selulosa Menjadi Karboksimetil Selulosa dariTandan Kosong Sawit. FMIPA UNILA. Bandar Lampung.
Najafpour, G.D., H. D. Heydarzadeh., and A. A. Nazari-Moghaddam. 2009.Catalyst-Free Conversion of Alkali Cellulose to Fine CarboxymethylCellulose at Mild Conditions. World Applied Sciences Journal. 6. 564-569.
Nisa, D. dan W. D. R. P.. 2014. Pemanfaatan Selulosa dari Kulit Buah Kakao(Teobroma Cacao L.) sebagai Bahan Baku CMC (CarboxymethylCellulose). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2. 34-42.
Othmer, K. (1992). Encyclopedia of Chemical Technology. 2 nd Edition Vol 4,John Wiley and Sons.
Patraini, C. G. 2014. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan KosongSawit (TKS). (S). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Podsiadlo, P.; Seok, Y. C.; Bongsup, S.; Jungwoo, L.; Meghan, C.; Nicholas, A.K., Molecularly Engineered Nanocomposites: Layer-by-Layer Assembly ofCellulose Nanocrystals. Biomacromolecules, 2005, 6, 2914-2918
Rahmawati, A. (2010). Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu (Manihot utilissimaPohl.) dan Kulit Nanas (Ananas comosus L.) Pada produksi BioetanolMenggunakan Aspergilus niger (Skripsi). Universitas Sebelas Maret.Surakarta.
Roohani, M.; Youssef, H.; Naceur, M. B.; Ghanbar E.; Ali, N. K.; Alain D.,Cellulose whiskers reinforced polyvinyl alcohol copolymers Nanocomposites.European Polymer Journal, 2008, 44, 2489–2498
Rusli, P. R. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Titanium DioksidaFasa Anatase dengan Metode Sol Gel (Skripsi). Universitas Negeri Medan.Medan.
Sadeghi, M., N. Ghasemi., and F. Soliemani. 2012. Graft CopolymerizationMethacrylamide monomer onto Carboxymethyl Cellulose inHomogeneous Solution and Optimization of Effective Parameters. WorldApplied Sciennce Journal. 16.1.
Saputra, A. H., L. Qadhayna., dan B. Pitaloka. 2014. Synthesis andCharacterization of Carboxymethyl Cellulose (CMC) from Water
67
Hyacinth using Ethanol-Isobutyl Alcohol Mixture as the Solvents.International Journal of Chemical Engineering and Applications. 5. 1.
Settle, Frank A. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for AnalyticalChemistry.Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Hal. 25-30;247-252;309-311;481-485.
Shin, Y.; Exarhos, G. J., Template synthesis of porous titania using cellulosenanocrystals. Materials Letters, 2007, 61, 2594–2597
Shopsowitz, K. E.; Wadood, Y. H.; Mark J. M., Chiral Nematic MesoporousCarbon Derived From Nanocrystalline Cellulose. Angewandte ChemieInternational Edition, 2011, 50, 10991 –10995
Solechudin dan Wibisono. 2002. Buku kerja praktek. PT Kertas LeccesPersero, Probolinggo.
Sri, B. 2012. Spektrofotometer IR. http://bandiyahsriaprillia-fst09.web.unair.ac.idartikel_detail-48339-Umum-Spektrofotometer-IR.html.Diakses pada 18 November 2015.
Stevano, R. (2013). Karakterisasi Plastik Biodegradable dari Campuran Kitosandan Polivinil Alkohol Menggunakan Metode Tanpa Pelarut (Skripsi).Universitas Lampung. Lampung.
Sukumaran, R.K. 2008. Cellulase Production Using Biomassa Feed Stock nd itsApplication in Lignocellulosa Saccharification for Bioethanol Production.Renewable Energy. 30. 1-4.
Susanti, L. 2013. Mengetahui Ukuran Partikel dengan Particle Size Analyzer(PSA). http://nanoherbal-technology.com/mengetahui-ukuran-partikeldengan-particle-size-analyzer-psa. Diakses pada tanggal 10 November 2015 pukul20.30 WIB.
Taghizadeh, M. T., and N. Sabouri. 2013. Thermal Degraadation Behavior of:Polyvinyl Alcohol/Starch/Carboxymethyl Cellulose/Claynanocomposites. Universal Journal of Chemistry. 1. 2.
Triastuti, W.A., dan Sumarno. 2010. Pembuatan Mikropartikel Komposit ActivePharmateutical Ingredients (API)-Polimer Menggunakan KarbondioksidaSuperkritis. (Tesis). Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.Gramedia. Jakarta.
Yue, Y. 2007. A Comparative Study of Cellulose I and II Fibers andNanocrystals. Louisiana : Heilongjiang Institute of Science and Technology.