Date post: | 02-Jan-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | srikandiujung |
View: | 36 times |
Download: | 0 times |
JETri, Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
ANALISIS PERFORMANSI IMPLEMENTASI
COMBAT DI SPV PURWAKARTA
M. Ainur Rofiq
Motorola Radio Performance - PT. Telkomsel
Abstract
One of way to solve coverage problem for the time being is place a combat as new site.
Before and after implemented, Compact Mobile Base Station (Combat) need to analyze
performance using simulation software and the the reality of data in the field. This journal
will describe analyze performance in the SPV Purwakarta Factory area, which known as
being area coverage problems. Place combat in SPV area with BTS Ciseureuh as BTS far
end and use the RFS celwafe 90 antenna so the performance of signal quality will be
appropriate as standard well established
Keynote: coverage, signal strength, line of sight
1. Pendahuluan
Saat ini percaturan bisnis telekomunikasi antar Operator GSM
semakin kompetitif dalam meraih pangsa pasar di Indonesia. Oleh karena
itu para operator selalu melakukan inovasi teknologi, penerapan feature -
feature dan teknologi terbaru bahkan penurunan tarif demi meraih dan
memuaskan para pelanggannya.
Sebagaimana diketahui sampai dengan bulan Juni 2003 pengguna
jasa teknologi GSM mencapai sekitar 69,8 %, dimana jumlah pelanggan
GSM di dunia kurang lebih berjumlah 704,5 juta dengan sekitar 36,9 % dari
total pelanggan GSM di dunia, berada di Asia Pasifik (Tim Divisi NMO,
2001: 23-30).
Sejak resmi berdiri 26 Mei 1995 Telkomsel mendapat izin untuk
memberikan jasa telekomunikasi selular GSM, di tahun 2003 ini
pertumbuhan pelanggan Telkomsel sangat pesat. Pertumbuhan rata – rata
setiap bulan sekitar 300.000 pelanggan.
Saat ini jumlah pelanggan mencapai lebih dari 9 juta yang dilayani
oleh sekitar 4.600 BTS, 150 BSC dan 50 MSC. Kondisi tersebut
menyebabkan banyak terjadi keluhan-keluhan, diantaranya tidak ada sinyal
(blank spot), sinyal sangat lemah, sulit membuat panggilan, kualitas suara
yang buruk (suara putus-putus), dan terputus panggilan saat hubungan
pembicaraan berlangsung (drop call).
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
50
Untuk saat ini sudah terjadi perubahan menuju ke arah yang lebih
baik terlihat dari jumlah pelanggan Telkomsel sekarang ini mencapai
sekitar lebih dari 12 juta pelanggan.
2. Perumusan Masalah
Dalam era globalisasi dan persaingan, kualitas sinyal antar operator
sangatlah menentukan keberhasilan mendapatkan pangsa pasar
telekomunikasi selular GSM di Indonesia. Berbagai cara ditempuh para
operator GSM untuk mengetahui tingkat kualitas layanan yang telah
diberikan oleh jaringan kepada pelanggannya.
Daerah SPV Purwakarta sekitarnya merupakan salah satu daerah
yang bermasalah dengan tingkat kualitas layanan. Berdasarkan data
customer complain yang didapat ternyata yang terjadi dalam daerah tersebut
adalah masalah coverage sehingga permasalah yang dapat dirumuskan
adalah bagaimana merencanakan site baru di dalam network existing, agar
masalah coverage ini dapat teratasi.
3. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan analisis dan perhitungan awal dengan
menggunakan teori GSM. Setelah itu dilakukan pengukuran dilapangan
dengan menggunakan measurement tool yaitu Tems investigation, tool
planet dan site master.
4. Hasil Pengamatan Drive Test
Pada analisis awal, terlebih dahulu perlu dilakukan pengukuran di
lapangan untuk mengetahui kemungkinan – kemungkinan BTS menserving
di lokasi tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan program optimalisasi.
Dalam melakukan optimalisasi radio frekuensi, pekerjaan drivetest
wajib dilakukan sebab dengan drive test dapat diketahui secara nyata apa
yang dirasakan oleh masyarakat pengguna jasa telekomunikasi yang di
sediakan oleh operator GSM dalam hal ini mengenai kualitas sinyal yang
dihasilkan.
Untuk mendukung analisis digunakan bantuan software Map Info
untuk melihat apakah lokasi tersebut di serving oleh BTS existing yang
mana (gambar 1.)(Manual, 2003: 3-30).
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
51
Lokasi Pabrik SPV
Purwakarta
Gambar 1. Peta lokasi pabrik SPV Purwakarta
Analisis selanjutnya adalah memastikan penyebab permasalahan
dan mencari solusi bagaimana caranya menyelesaikan masalah tersebut.
Berdasarkan data/informasi di lapangan dan prinsip dasar optimalisasi
jaringan dalam melakukan troubleshooting permasalahan yang berkaitan
dengan kualitas sinyal, maka diperlukan pengukuran baik dari sisi
subscriber maupun network.
Dengan menggunakan alat ukur TEMS Investigasi, maka dilakukan
investigasi apakah benar kondisi di pabrik SPV Purwakarta dan sekitarnya
kualitas sinyal sangat jelek, sering putus – putus dan susah melakukan call.
Untuk menganalisis hasil pengukuran kualitas sinyal dan coverage akhirnya
pada tanggal 11 Desember 2003 dilakukan drivetest ke lokasi sekaligus
melakukan survey sitac dengan GPS. Dari hasil pengambilan data
dilapangan ini, analisis mengacu pada nilai parameter drive test pada tabel 1
sebagai berikut:
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
52
Tabel 1. Parameter Drive test
No. Parameter Drive test Good Fair Bad
1. RxLevel -33 s.d. –60 -85 s.d. -80 -85 s.d. -110
2. RxQuality 0 s.d. 4 5 6 s.d. 7
3. SQI 18 s.d. 38 10 s.d. 18 -20 s.d. 10
4. FER 0 s.d. 3 4 s.d. 7 8 s.d. 100
Parameter drive test ini sudah menjadi kesempatan bersama oleh
team optimalisasi Telkomsel dengan vendor sebagai alat ukur kinerja dan
kualitas jaringan Telkomsel.
Dari analisis hasil drive test (gambar 2. pada halaman berikut ini)
bisa di deskripsikan sebagai berikut (Manual, 2000: 110-113):
1. Line Chart menjelaskan bahwa sering terjadinya handover pingpong
dan handover failure.
2. Map menjelaskan route drive test yang dilalui oleh mobil dream reacer
dan route tersebut disebut mainroad.
3. Current Channel menjelaskan BTS yang serving di route tersebut.
4. Serving dan Neighbouring menjelaskan beberapa BTS neighbour yang
dominan serving.
5. Radio Parameter menjelaskan nilai parameter drivetest seperti
RxLevel, RxQuality, FER, SQI, TA, C/I dan RL Timeout Counter.
6. C/I menjelaskan penggunaan frekuensi hopping pada saat terjadinya
komunikasi.
Hasil analisis drive test keseluruhan menunjukkan bahwa kualitas
sinyal di area SPV Purwakarta dan sekitarnya sangat jelek. Hal ini bisa di
buktikan dengan nilai Rx Level diatas –95 dan Rx Quality antara 6 sampai
7 akibatnya subcriber susah melakukan call, kalaupun bisa pasti akan
terjadi komunikasi yang putus – putus dan tidak jelas, dan hal ini di tandai
dengan bar yang ada di handphone yang sering drop.
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
53
Berdasarkan analisis drive test maka terbukti bahwa yang menjadi
permasalahan utama adalah coverage area. Oleh karena itu salah satu cara
sementara yang tercepat dan efisien adalah dengan mengimplementasikan
Compact Mobile Base Station (Combat) yang dapat dianggap sebagai site
baru. Agar posisi Combat dapat mengahasilkan performansi jaringan yang
optimal maka terlebih dahulu dilakukan survey lapangan.
Gambar 2. Layout Pengukuran Drive Test Mainroad
Ciseureuh-Kerawang Timur
2
1
3
4
5
6
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
54
5. Hasil Pengukuran Survey Sitac Dan Transmisi ”Line of Sight”
Dalam melakukan survey sitac digunakan alat GPS kemudian
melakukan pengukuran dan mengambil beberapa titik yang rencananya
akan di letakkan Combat, beberapa titik longitude dan latitude yang di
peroleh dari pengukuran GPS sebagai berikut:
a. Survey Sitac
Survey sitac ini di lakukan bersamaan dengan drive test pada
tanggal 11 Desember 2003.
Dari hasil survey sitac ada empat alternatif titik (tabel 2.) yang
memungkinkan akan di lakukan penempatan Combat, setelah peneliti
melakukan analisis di pilih satu titik dari keempatnya untuk penempatan
Combat yang membutuhkan lahan kurang lebih 7 x 7 meter.
Berdasarkan analisis sitac maka titik yang ketiga dipilih dan
disepakati bersama oleh pihak manajemen pabrik SPV dengan Telkomsel
yang akan digunakan untuk penempatan Combat, maka dari titik tersebut
prediksi letak BTS Combat di compile ke dalam map info untuk
mempermudah dalam menganalisa.
Tabel 2.Hasil survey sitac di SPV Purwakarta
Survey Longitude Latitude
Survey titik pertama 107 26’ 48.6’’ E 06 28’ 23.7’’ S
Survey titik kedua 107 24’ 00.8’’ E 06 29’ 42.3’’ S
Survey titik ketiga 107 24’ 00.8’’ E 06 29’ 36.6’’ S
Survey titik keempat 107 23’48.8’’ E 06 29’ 44.1’’ S
b. Survey Transmisi “Line of Sight”
Survey transmisi atau lebih dikenal dengan line of sight ini
dilakukan pada tanggal 15 Desember 2003. Ada beberapa alternatif BTS
neighbour yang akan dipasang microwave sebagai far end untuk mengarah
ke Combat SPV Purwakarta yang telah ditentukan yaitu:
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
55
1. Alternatif pertama yaitu BTS Cimumput.
2. Alternatif kedua BTS Sadang.
3. Alternatif ketiga BTS Ciseureuh.
BTS Cimumput ini letaknya sangat dekat dengan pabrik SPV
namun mengalami kesulitan karena tidak di ijinkan untuk menempatkan
microwave di tower BTS Cimumput karena microwave link dan antena
yang sudah banyak terpasang di tower BTS.
Kemudian dilakukan survey line of sight transmisi pada alternatif
kedua yaitu pada dari BTS Sadang. Dengan menggunakan teropong dilihat
patokan cerobong yang ada di pabrik SPV, ternyata hasilnya tidak terlihat
dengan jelas, sehingga perlu dilakukan survey transmisi alternatif yang
terakhir.
Dari ketiga survey transmisi yang telah dilakukan terhadap BTS
neighbour yang merupakan BTS terdekat dengan lokasi pabrik dan line of
sight, maka diputuskan BTS Ciseureuh sebagai BTS far end. Untuk
meyakinkan data tersebut maka juga dilakukan data prediksi line of sight
dari tool Planet dengan mengacu pada teori difraksi dan pathloss pada
GSM (gambar 3. seperti pada halaman berikut ini).
Untuk meyakinkan data hasil survey dilapangan juga dilakukan
perhitungan line of sight berdasarkan aplikasi rumus pathloss (Theodore,
1997: 116-122).
Rumus Free Space Loss adalah sebagai berikut:
Afs = 92,4 + 20logd + 20logf (1)
Apabila:
d adalah nilai jarak (km) = 6,54 km
f adalah frekuensi (GHz) = 7 GHz
Rec. Thresh old 10-3
= Lthresh = -88 dB
Rec. Thresh old 10-6
= Lthresh = -84 dB
Antena gain = Gantena = 30,5 dBi
Standar output power untuk microwave tipe 7 GHz = 21 dBm
Maka:
Afs = 92,4 + 20 log 6,54 + 20 log 7
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
56
Afs = 92,4 + 20 x 0, 815577 + 20 x 0,845098
Afs = 32,45 + 16,31154 + 16,90196
Afs = 125,6135 125,6 dB
Gambar 3. Survey transmisi atau line of sight dari BTS Ciseureuh ke BTS
Combat.
Dalam melakukan penelitian dicoba untuk mencari perhitungan link budget
terhadap microwave, sebagai berikut:
Lrx = Ltx + 2Gant – 2Afeeder – Afs (2)
M = Lrx – L thesh (3)
Alternatif 3
survey transmisi dari Ciseureuh
(6.54 km dan 115 degree)
BTS
Ciseureuh
TTTTT
Combat
SPV
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
57
Keterangan:
Lrx = received power (dBm)
Ltx = transmitted power (dBm)
L thesh = received threshd (dBm)
M = margin
Gant = antenna gain
A feeder = feede cable loss
M 310 = Lrx – Lthresh = -125,6 – (-88) = 37,6 dB
M 610 = Lrx – Lthresh = -125,6 – (-84) = 41,6 dB
Maka:
Lrx = Ltx + 2Gant – 2Afeeder – Afs
= 21 + 2x30,5 – 2x3 – 125,6
=21 + 61 – 6 –125,6
= -49,6 dB
Berdasarkan perhitungan rumus di peroleh nilai link budget adalah –49,6
dB.
c. Analisis Penggunaan Tower, Microwave Link Dan Antena
Menurut spesifikasi yang tertera menyatakan bahwa tinggi tower
terbatas maksimal sekitar 36 meter. Berdasarkan hasil survey transmisi
dapat diukur jarak antara Combat SPV dengan BTS Ciseureuh sekitar 6.54
km, dengan keterbatasan tinggi tower maka langkah selanjutnya adalah
menganalisa tipe microwave dan antena yang akan di gunakan.
Rencana antena yang digunakan untuk combat menggunakan
antena sektorais yang terdiri dari tiga sektor. Area pabrik SPV Purwakarta
merupakan area rural artinya area tersebut masih jarang tercover oleh BTS.
Sehingga jarak antar BTS jauh – jauh, maka tipe antena yang sebenarnya
cocok digunakan di area ini adalah tipe Jaybeam 120º, tetapi karena tipe
antena tersebut tidak ada, serta keterbatasan desain tower dari antena
combat yang akan dipasang di SPV maka jenis/tipe antenanya diganti
antena jenis RFS Celwave 90º. Dalam penentuan microwave link digunakan
merk ericsson sebanyak 1 Hub 7/33 GHz –7/37 GHz. Tipe ini bisa
mencapai jarak tembus sekitar 5 sampai 20 km. Untuk standar pengukuran
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
58
nilai receive level perpedoman pada nilai threshold – 83 dBm dan nilai
margin –35 dBm sehingga untuk total nilai Receive level yang di terima
dari lawannya harus sekitar – 48 dBm
Pemasangan instalasi Microwave dan antena di tower Combat ini
berlangsung pada tanggal 24 Desember 2003 dan dilanjutkan pengukuran
nilai input level pada tanggal 29 Desember 2004.
Sedangkan pengukuran nilai input receive level di BTS Ciseureuh
pada awalnya sekitar – 58,7 dB setelah dilakukan pointing maka perubahan
nilai input level pada tombol input level measurement di modul MMU
berubah menjadi – 46 dBm Begitu juga dengan pengukuran di Combat SPV
nilai input receive level dari – 60 dBm menjadi – 48,5 dBm.
Dari hasil pengukuran di atas di dapat hasil nilai input receive level
tidak optimal sehingga perlu dilakukan pointing lagi yang pada akhirnya
mendapatkan nilai input level di Ciseureuh menjadi – 42,5 dBm dan di
Combat – 44,5 dBm
6. Analisis Data Prediksi Coverage Dengan Tool Planet
Dalam melakukan pengukuran untuk menentukan arah orientasi
dan tilting antena maka digunakan tool Planet sebagai alat bantu untuk
menganalisis agar mendapatkan coverage dan penetrasi sinyal secara
optimal. Prinsip ini juga berkaitan dengan model propagasi yang akan
digunakan.
Prediksi coverage ini sangat penting dilakukan dengan tujuan
mengefisienkan dan mengefektifkan waktu dalam melakukan perubahan
orientasi dan tilting antena dilapangan sehingga tidak perlu melakukan
perubahan yang berulang - ulang. Tool planet wajib di gunakan dalam
mendesain suatu sel baru untuk mengetahui perkiraan coverage.
Berdasarkan analisis gambar 4.a. dan gambar 4.b. pada halaman
berikut ini terlihat bahwa jangkauan coverage untuk sektor 1 hanya
mengcover sekitar 1.632 km.
Hal ini disebabkan karena terhalang oleh bukit dan pepohonan yang
tinggi – tinggi. Data yang diperoleh dari simulasi software berdasarkan dari
data –data mentah yang dimasukkan ke dalam tool planet kemudian di
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
59
ekstraks dan simulasikan untuk melihat gambaran prediksi jangkauan dan
level sinyal yang nantinya akan di peroleh. Dari analisis sektor 2 (gambar
4.b.) terlihat bahwa perkiraan jangkauan yang nantinya akan di peroleh
sekitar 2,484 km dari Combat SPV Purwakarta.
(a) (b)
Gambar 4. (a). Prediksi jangkauan &coverage sektor 1.Terrain up to 1,63
km with azimuth 42,6. (b). prediksi jangkauan & coverage sektor 2.Terrain
up to 2.4 km with azimuth 145.5
Berdasarkan simulasi pengukuran dari tool planet maka sektor 3
(gambar 5. pada halaman berikut ini) sanggup untuk menserving sinyal
sampai sekitar 3,380 km. Melihat kondisi secara real di lapangan sangatlah
berbeda dengan kondisi data secara teoritis.
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
60
Gambar 5. prediksi jangkauan & coverage planet sektor 3 dan prediksi
coverage dari semua sektor (Sector 3 .Terrain up to 3.380 km with azimuth
279.5 degree)
7. Analisis Frekuensi Plan Combat SPV Purwakarta
Dalam melakukan penelitian untuk mengalokasikan frekuensi plan
di Combat SPV ini ada dua cara yang dikerjakan antara lain pertama
melakukan prediksi frekuensi dari data base tool Planet dan melakukan
drive test dengan frekuensi scanning.
a. Analisis Frekuensi Plan Dengan Tool Planet
Dalam mendesain perencanaan suatu cell di perlukan juga analisis
perencanaan frekuensi yang akan di gunakan untuk BCCH per sektor di
BTS tersebut. Berdasarkan proses prediksi frekuensi dari tool Planet ada
beberapa frekuensi yang memungkinkan digunakan, sesuai dengan
pembagian alokasi frekuensi GSM yang digunakan oleh Telkomsel di
jelaskan di lampiran G.
Ada beberapa faktor yang harus di perhatikan dalam perkiraan
penentuan alokasi frekuensi pada BTS baru. diantaranya tinggi antena dan
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
61
kontur tanah. Prinsip dasar dalam mengalokasikan frekuensi Cell baru pada
prinsipnya tidak boleh terjadi interference baik co-channel maupun
adjacent.
Gambar 6. di bawah ini terlihat bahwa sektor 1 menggunakan
BCCH 57, sektor 2 BCCH 51 dan sektor 3 BCCH 64. Penggunaan alokasi
frekuensi untuk BCCH ini sudah ditentukan nilainnya sesuai dengan standar
perencanaan dari Team Planning Telkomsel yaitu untuk BCCH antara 51 –
68, untuk Frekuensi Hopping antara 70 – 87 dan sebagai Guard Band 69.
Gambar 6.alokasi frekuensi di Combat SPV dan Frekuensi scanning analisis
awal
b. Analisis Frekuensi Plan Dengan Frekuensi Scanning
Frekuensi scanning dilakukan pada saat handset pada posisi idle
mode, kemudian berjalan ke beberapa titik untuk mendapatkan
kemungkinan – kemungkinan frekuensi yang akan digunakan. Seiring
dengan merencanakan frekuensi mana yang akan di gunakan dilakukan
pembuatan database untuk di load ke BSC, sesuai dengan tipe perangkat
yang digunakan di lapangan. Hasil frekuensi scanning di peroleh sekaligus
pada waktu melakukan drive test seluruh route yang ada di area SPV
tersebut, dan data ini real sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
62
8. Analisis Model Propagasi
Setelah dilakukan perencanaan frekuensi maka selanjutnya
dilakukan perhitungan untuk mengetahui seberapa jauh jangkauan yang
direncanakan dalam mengimplementasikan combat SPV Purwakarta
berdasarkan persamaan model rugi propagasi Y Okumura-M Hatta dapat
diketahui cell radius, yaitu sebagai berikut:
PL = 69,55 + 26,16 x logfc – 13,82 x log hb
+ (44,9 – 6,55 x loghb) logR - a(hm) (4)
Keterangan:
PL = loss propagasi atau pathloss EIRP
fc = frequency carrier (MHz)
hm = factor koreksi untuk tinggi antenna handphone (meter)
hb = tinggi antenna handphone (meter) = 36 m
R = Radius Cell (Km)
Berdasarkan rumus di atas maka Radius Cell pada combat SPV:
R = log 10-1
)log55,69,44(
)(log82,13log16,2655,69
b
mbc
h
hahfPL
= log 10-1
)35log55,69,44(
5,136log82,13900log16,2655,69EIRP
= log 10-1
)54406,155,69,44(
5,15563,182,139542,216,2655,69
x
xxEIRP
= log 10-1
786,34
823772,123EIRP
= log
786,34
823772,1231,50
10
1
R = 4,999810268 km 5 km
Nilai EIRP diperoleh 50,1 berdasarkan simulasi software di bawah ini
(gambar 7. pada halaman berikut ini).
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
63
Gambar 7 Hasil Perhitungan EIRP Berdasarkan Simulasi
Berdasarkan dari perhitungan di atas maka dapat di simpulkan
bahwa radius jangkauan dari antena per sektor sekitar 5 km untuk
memperoleh kualitas sinyal yang kuat. Permasalahan ini bisa di lihat
dengan gambar 8 pada halaman berikut ini.
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
64
SEKTOR 3
Gambar 8. Simulasi untuk jangkauan per sektor
9. Analisis Dan Hasil Pengukuran Data Setelah Combat On_Air
Setelah semua persiapan telah dilakukan maka akhirnya pada
tanggal 31 Desember 2004 Combat SPV Purwakarta dapat di operasikan.
Dan hasilnya dapat menjawab solusi mengenai kualitas sinyal di area
tersebut. Namun setelah on-air guna menjaga performansi kualitas sinyal
yang terus – menerus maka masih diperlukan pengukuran dan analisis yang
tajam.
a. Pengukuran DriveTest Troubleshooting
Pengukuran dan analisis dengan drive test troubleshooting dilakukan
pada tanggal 2 Januari 2004 setelah Combat on-air. Ternyata timbul
permasalahan baru (gambar 9.), diantaranya swap feeder, adjacent dan co-
channel frekuensi yang berakibat handover yang tidak teratur alias handover
pingpong sehingga kualitas suara yang di rasakan oleh pelanggan sangat
jelek. Identifikasi permasalahaan ini di temukan pada saat mobil dream
reacer berada pada posisi sektor 3 tetapi kenyataannya handphone di
serving oleh sektor 1.
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
65
Gambar 9. Hasil drive test troubleshooting menunjukkan permasalahan
yang terjadi
Ternyata penyebab terjadinya permasalahan antena sector adalah
swaap feeder. Untuk memperbaiki kondisi tersebut maka dilakukan
perubahan sambungan instalasi kabel superplex ke arah antena. Hal tersebut
harus segera dilakukan perbaikan, agar tidak menyebabkan degradasi
performansi. Selain itu juga ditemukan permasalahan adjacent dan co-
channel sehingga yang mengakibatkan nilai SDRFloss sangat jelek (gambar
10.).
Peneliti pada posisi sektor 3 tetapi di serving oleh sektor 1 hal terbukti
adanya permasalahan yang perlu di analisis
Nilai Rx level jauh lebih bagus setelah di
instal Combat di lokasi tersebut
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
66
Adjacent dan co-channel
Gambar 10. Hasil drive test troubleshooting menunjukkan adjacent
b. Perubahan posisi antena dan frekuensi
Posisi antena di Combat SPV perlu dilakukan perubahan baik tilting
maupun orientasi dengan tujuan untuk mendapatkan penetrasi sinyal yang
kuat dan mendapatkan traffic yang paling maksimal mengingat lokasi
pabrik tersebut di kelilingi oleh bukit dan pohon – pohon yang tinggi, selain
itu juga peneliti melakukan perubahan frekuensi untuk menghindari
adjacent dan co-channel. Untuk perubahan antena dan frekuensi bisa di lihat
di gambar 11. pada halaman berikut ini.
Setelah dilakukan perubahan arah orientasi dan tilting antena sesuai
dengan data yang tertera Tabel 6. pada halaman berikut ini, maka hasil
penetrasi sinyal dan prediksi coverage yang di hasilkan jauh lebih bagus di
bandingkan dengan prediksi analisis awal.
M. Ainur Rofiq, Analisis Performansi Implementasi Combat Di SPV Purwakarta
67
Gambar 11. Hasil prediksi coverage setelah perubahan arah antena semua
sektor dan hasil return frekuensi area Combat SPV Purwakarta
Tabel 6. Analisis awal prediksi coverage
Sektor Tinggi Antena Orientasi Tilt Tipe Antena
Sektor 1 36 110 2 APX909014-T0
Sektor 2 36 200 2 APX909014-T0
Sektor 3 36 330 2 APX909014-T0
Untuk meningkatkan nilai SDRFLoss yang jelek yang disebabkan karena
terjadinya adjacent dan co-channel maka dilakukan retune frekuensi
kembali pada tanggal 5 Januari 2004 dan sekaligus melakukan penambahan
neighbour untuk BTS Combat SPV Purwakarta.
JETri, Tahun Volume 3, Nomor 2, Februari 2004, Halaman 49 - 68, ISSN 1412-0372
68
10. Kesimpulan
1. Hasil analisis dan pengukuran performansi kualitas jaringan sekitar
Combat SPV Purwakarta menunjukkan nilai kekuatan sinyal (RX
Level) yang lebih kuat
2. Analisis hasil pengukuran performansi kualitas Combat SPV dan
sekitarnya menunjukkan kualitas sinyal yang lebih baik
3. Persiapan ancillaries , analisis RF, perhitungan Sitac dan survey
transmisi secara matang sangat diperlukan di dalam
mengimplementasikan Combat
4. Setelah melakukan swap feeder, retune frekuensi dan penambahan
neighbour serta perubahan settingan database maka didapat nilai
parameter performansi yang lebih baik
Daftar Pustaka
1. Tim Divisi NMO, Network Operation Annual Report Year 2001,
PT. Telkomsel, 2001.
2. Theodore S Rappaport. 1997. Wireless Communication Principles
& Practice, Printice Hall.
3. n. n. 2003. Manual Book for map info version 7. 2003
4. n. n. 2000. Manual book for TEMS Investigation 3.2.4 copy right
2000, Ericsson Radio System AB.