SKRINING, ISOLASI, DAN UJI SENYAWA BIOAKTIF DARI SPONGE
TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa DAN Staphylococcus
aureus RESISTEN ANTIBIOTIK
(Skripsi)
Oleh
BERLIANA ANASTASIA PURBA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
SCREENING, ISOLATION, AND BIOACTIVE COMPOUND ASSAY OFSPONGE AGAINST BACTERIAL Pseudomonas aeruginosa AND
Staphylococcus aureus ANTIBIOTICS RESISTANT
By
Berliana Anastasia Purba
In this research has been conducted regarding potential bioactive compound ofsponge against resistant bacteria. The processes including screening, isolation andbioactive assay. Screening process has been done use sponge extracts against theability of bacteria inhibitor, and the isolation of bioactive compound includingseveral stages of chromatography. Then, bioactivity assay has been done againstPseudomonas aeruginosa resistant of Chloramphenichol and Staphylococcusaureusresistant of Amoxycilin. Based on the screening result, sponge 09A1A06contains bioactive compound that have inhibite bacterial growth. Analysis usingUPLC qTOF MS against isolate B19K17 showed the peak of m/z 801 which havefragmentations paterns at m/z 383 and m/z 192. This is indicated that B19K17 is apeptide compound. Based on bioactivity assay obtained the value of MIC is 12.5g for Pseudomonas aeruginosa and 6.25 g for Staphylococcus aureus.Information obtained that sponge 09A1A06 contains peptide compounds that havethe potential to be antibacterial against resistant bacteria
Key word : Sponge, peptide, antibacterial.
.
ABSTRAK
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI SENYAWA BIOAKTIF DARI SPONGETERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa DAN Staphylococcus
aureus RESISTEN ANTIBIOTIK
Oleh
Berliana Anastasia Purba
Telah dilakukan kajian mengenai potensi senyawa bioaktif sponge terhadapbakteri resisten. Penelitian dilakukan melalui tahapan skrining, isolasi dan ujisenyawa bioaktivitas. Proses skrining dilakukan menggunakan ekstrak spongeterhadap kemampuan daya hambat bakteri, dan isolasi metabolit bioaktif melaluibeberapa tahap kromatografi. Selanjutnya, uji bioaktivitas dilakukan terhadapbakteri Pseudomonas aeruginosa resisten kloramfenikol dan Staphylococcusaureus resisten amoxicillin. Berdasarkan hasil skrining, sponge 09A1A06mengandung senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Ujimenggunakan UPLC qTOF MS terhadap isolat B19K17 memperlihatkan nilai m/z801 dengan pola fragmentasi m/z 383 dan m/z 192. Data ini mengindikasikanbahwa B19K17 merupakan senyawa peptida. Pada uji bioaktivitas diperoleh nilaiMinimum Inhibitor Concentration (MIC) 12,5 g untuk Pseudomonas aeruginosadan 6,25 g untuk Staphylococcus aureus. Informasi yang diperoleh bahwasponge 09A1A06 mengandung senyawa peptida yang berpotensi sebagaiantibakteri terhadap bakteri resisten
Keyword : Sponge, Peptida, Antibakteri
SKRINING, ISOLASI, DAN UJI SENYAWA BIOAKTIF DARI SPONGE
TERHADAP BAKTERI Pseudomonas aeruginosa DAN Staphylococcus
aureus RESISTEN ANTIBIOTIK
Oleh
BERLIANA ANASTASIA PURBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Berliana Anastasia Purba
dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1995.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Drs. Antonius Purba dan Ibu Ns.
Romauli Napitupulu, S.Kep. Penulis menyelesaikan
pendidikan di SD Negeri Mekarsari 01 pada tahun 2008
melanjutkan di SMP Negeri 3 Tambun Selatan lulus pada tahun 2011, selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Tambun Selatan lulus pada
tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia,
Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama
menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia
Dasar semester ganjil 2016/2017, Kimia Organik 1 semester genap 2016/2017,
dan Kimia Organik 2 semester genap 2017/2018. Penulis juga mengikuti aktivitas
organisasi, dimulai dengan menjadi Kader Muda Himaki (KAMI) dan Anggota
UKM Katolik Universitas Lampung pada tahun 2012, kemudian terpilih menjadi
anggota Bidang Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi (KPO) Himpunan
Mahasiswa Kimia (Himaki) FMIPA Unila periode 2014/2015, anggota Bidang
Divisi III (Hubungan Eksternal dan Pengabdian Masyarakat) UKM Katolik Unila.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pulau Sebesi, Kecamatan
Rajabasa, Lampung Selatan pada Juli-September 2017. Penulis menyelesaikan
kerja praktik dengan judul Identifikasi Spikula dan uji KLT sebagai Tahap Awal
Karakterisasi Sponge pada tahun 2018 di Laboratorium UPT LTSIT Universitas
Lampung.
MOTTO
Roma 12:12“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam
kesesakkan, dan bertekunlah dalam doa”
Filipi 4:13“Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan padaku”
Matius 6:33“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dankebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu”
Mama“Sukses karena doa dan perjuangan”
Papa“Tetap bekerja keras demi hari esok yang lebih baik
dalam bimbingan Tuhan”
“Tidak penting kamu seberapa lambat, asalkan kamutidak berhenti berjuang”
“Peace, Love, and Joyfull”
Dengan mengucapGod is good all the time, all the time God is good
Ayahanda dan Ibundaku tercinta yang tak pernah mengeluh berpeluh tenaga,berlelah pikiran, berlimang kata-kata, dan menengadahkan tangan serayaberdo’a, untuk anak yang kalian percaya akan menjadi “sesuatu” nantiya,
maka aku tidak akan mengecewakan kasih sayang kalian yang tak ternilai.Melalui Karya kecil ini, anandamu mengucapkan terimakasih atas
segalanya.
Adik laki-laki tersayang serta Seluruh keluarga besar yang selalumendoakan keberhasilanku
Dengan segala rasa hormat kepada bapak Andi Setiawan, M.Sc,.Ph.D, ibu Dr. Nurhasanah, M.Si,. S.Si. dan ibu Dr. Dian Herasari,M.Si,. S.Si serta seluruh Dosen Pengajar yang telah membimbing dan
mendidikku sampai menyelesaikan pendidikan sarjana.
Sahabat dan seluruh teman-temanku yang telah memberikan semangat,kebahagiaan dan pelajaran hidup
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Segala puji dan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan segala bentuk
rahmat dan nikmat-Nya, sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Skrining, Isolasi, dan Uji Resisten Senyawa Bioaktif
dari Sponge Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus Resisten Antibiotik” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Teriring do’a yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Kedua orang tua Penulis, Papa Antonius dan Mama Romauli yang telah
memberikan segala usaha dan do’a, cinta dan kasih, dukungan moral dan
spiritual yang sampai saat ini tak pernah berhenti. Papa Mama terima kasih
atas segala kasih sayang yang tak terhingga untuk penulis. Semoga Tuhan
selalu memberikan kesehatan, rezeki dan kebahagiaan dunia dan akhirat
kepada kalian.
2. Adikku Rio Binoto Daniel Purba yang akan menjadi S.Hut (Sarjana
Kehutanan) yang selalu menemani selama berkuliah di Lampung.
3. Keluarga Besar Purba dan Keluarga Besar Napitupulu yang mendoakan
kesuksesan Penulis..
4. Bapak Andi Setiawan, M.Sc,. Ph.D selaku pembimbing I atas segala kebaikan,
ilmu, motivasi, kritik, saran, kesabaran dan bimbingan sehinggapenulis bisa
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Atas semua yang telah
beliau berikan, semoga Tuhan senantiasa memberikan keberkahan atas semua
yang beliau berikan.
5. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Si,. S.Si, selaku pembimbing II atas segala saran,
nasehat, kesabaran, keikhlasan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat kepada
penulis dalam perencanaan dan penyelesaian penelitian serta skripsi ini.
Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkah-Nya dan membalas semuanya
dengan kebaikan.
6. Ibu Dr. Dian Herasari, M.Si,. S.Si., selaku pembahas atas segala bimbingan,
kritik, saran, dan ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Tuhan
memberikan keberkahan atas semua yang sudah diberikan.
7. Ibu Prof. Tati Suhartati, selaku pembimbing akademik, penulis mengucapkan
terimakasih banyak atas bimbingan, perhatian, nasehat, motivasi, dan
kesabaran dalam membimbing penulis terkait permasalahan akademik selama
masa perkuliahan ini.
8. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila yang telah memberi banyak masukan dan saran.
9. Bapak Drs. Suratman, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Matematika danIlmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung beserta jajarannya.
10. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila atas seluruh
ilmu,bimbingan, perhatian dan pengalaman yang telah diberikan sehingga
penulisdapat menyelesaikan studi ini dengan baik berkat ilmu yang telah
diberikan,serta terimakasih kepada staff administrasi Jurusan Kimia FMIPA
Unila yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan persyaratan
administrasi selama kuliah. Semoga Tuhan senantiasa membalas kebaikan-
kebaikan bapak dan ibu.
11. Bapak, Ibu staff UPT LTSIT Universitas Lampung yang membantu Penulis
selama menjalankan penelitian di Laboratorium.
12. Sahabatku “Sister from Another Moms” Fransisca Clodina Dacasta, Edith
Hendri Purnami, Elisabeth Yulinda Ari Puspita, dan Gabriella Setia Wulandari
yang selalu menemani dan membantu Penulis selama berkuliah Kimia di
Lampung, menjadi orang yang selalu mengingatkan Penulis akan hal baik,
memberi banyak pelajaran untuk proses hidup yang lebih baik. Terimakasih
atas kesabaran, ketulusan, dan kebersamaannya selama ini, semoga kita
semuanya diberi kesuksesan.
13. Maria Regina Caeli yang selalu hadir sebagai sahabat bertumbuh dalam iman
kepada Tuhan Yesus. Terimakasih atas sharing rohani yang selalu diberikan.
14. Keluarga besar Kimia 2014 FMIPA Universitas Lampung atas persahabatan,
kebersamaan, keceriaan, dan kesedihannya selama masa kuliah.
15. Teman-teman satu penelitian dan satu bimbingan Fendi Setiawan, Dicky
Sildianto, Rahma Hanifa, Erien Ratna Putri, dan Fitri Octavianica.
Terimakasih atas bantuan, doa, dan kebersamaan selama ini, semoga semua
diberi kesuksesan dunia dan akhirat.
16. Adik-adik satu bimbingan Rossy, Fitri, Oklis, Jevi dan Jatmiko atas canda
tawa selama penelitian sehingga kehidupan dilab tetap menyenangkan. Sukses
untuk kalian.
17. Organisasi-organisasi baik didalam kampus maupun luar kampus yang telah
memberikan pelajaran dan pengalaman yang tidak Penulis dapatkan selama
kuliah Kimia.
18. Almamater tercinta Universitas Lampung.
19. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas
segala ketulusan, bantuan, dan doa. Semoga kebaikan yang sudah diberikan
selama ini mendapat balasan dari Tuhan.
Bandar Lampung, 6 Agustus 2019Penulis,
Berliana Anastasia Purba
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................. vii
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang ........................................................................................ 1B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3C. Manfaat Penelitian................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Sponge .................................................................................................. ... 5
1. Deskripsi Sponge................................................................................ 52. Habitat Sponge.................................................................................... 53. Siklus Hidup Sponge.......................................................................... 6
B. Senyawa Metabolit Sekunder Sponge ..................................................... 7
C. Aktivitas Antibakteri ...................................................................... ……. 11
D. Resisten Mikroba .................................................................................... 14
E. Staphylococcus aureus............................................................................. 15
F. Pseudomonas aueruginosa....................................................................... 16
G. Isolasi Senyawa Bioaktif......................................................................... 181. Ekstraksi............................................................................................ 18
a. Maserasi...................................................................................... 18b. Partisi (Ekstraksi Cair-Cair)........................................................ 19
2. Kromatografi..................................................................................... 19a.Kromatografi Lapis Tipis.............................................................. 20b. Medium Presure Chromatography Liquid (MPLC)................... 22
iv
H. Spektroskopi............................................................................................ 241. Liquid Chromatography Mass Spectroscopy(LC-MS).................... 25
III. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat .................................................................................. 27
B. Alat dan Bahan ........................................................................................ 27
C. Prosedur Penelitian.................................................................................. 281. Biomaterial. ....................................................................................... 282. Maserasi ............................................................................................ 283. Partisi Ekstraksi Cair-Cair................................................................. 284. Uji Bioaktivitas ................................................................................. 29
a. Uji Resisten Bakteri................................................................... 29b. Skrining Sponge Aktif Antibakteri............................................. 30c. Uji Aktivitas Antibakteri............................................................ 30d. Minimum Inhibibitor Concentration (MIC)................................ 31
5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)...................................................... 326. Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis......................... 327. Medium Pressure Liquid Chromatography (MPLC)....................... 338. Karakterisasi Senyawa dengan Mass Spectroscopy........................ 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................A. Sponge.................................................................................................. 34B. Uji Resisten Antibiotik.......................................................................... 34C. Uji KLT dan Uji Bioaktivitas Ekstrak Sponge....................................... 36D. Isolasi dan Pemurnian........................................................................... 39
a. Partisi......................................................................................... 39b. Kromatografi Kolom dan MPLC................................................ 41c. Karakterisasi menggunakan LC-MS........................................... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Standard Zona Hambat Beberapa Antibiotik ................................................ ..15
2. Penggolongan Kromatografi Berdasarkan Fase Diam dan Fase Gerak ........ ..19
3. Perbedaan Beberapa Teknik Kromatografi Kolom Preparatif...................... 23
4. Hasil Uji Aktivitas Bakteri Terhadap Antibiotik........................................... 34
5. Hasil Uji KLT Ekstrak Kasar Sponge........................................................... 36
6. Hasil Uji Skrining Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Sponge................... 38
7. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Partisi 09A1A06.......................................... 40
8. Hasil Uji KLT Fraksinasi BFAm2................................................................. 47
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Hidup Sponge ..................................................................................... 7
2. Kelompok Senyawa Alkaloid ....................................................................... 9
3. Senyawa Alkaloid Yang Berhasil Diisolasi.................................................. 10
4. Skema Alat Medium Pressure Liquid Chromatography............................. 24
5. Hasil Uji Resisten Bakteri Terhadap Antibiotik.......................................... 34
6. Uji Skrining Bioaktivitas Ekstrak Sponge.................................................. 36
7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak Kasar Sponge............................ 37
8. Kromatografi Lapis Tipis Hasil Partisi...................................................... 39
9. Proses Pemisahan Menggunakan Kolom Silika Terbuka............................ 41
10. Hasil KLT Fraksinasi Kromatografi Kolom................................................ 42
11. Kromatogram MPLC B1901...................................................................... 43
12. KLT Fraksinasi MPLC............................................................................... 44
13. Uji Antibakteri Fraksinasi MPLC............................................................... 45
14. Proses Pemisahan Fraksi B1901M2 menggunakan Kolom Silika............... 46
15. KLT Kromatografi Kolom Silika BB1901M2............................................ 47
16. Uji Antibakteri Fraksi B1901M27 dan B1901M28..................................... 49
17. KLT Kromatogarfi Kolom Terbuka Silika Fraksi B19K17......................... 50
vi
18. Uji Antibakteri Fraksi B19K17...................................................................... 51
19. Kromatogram LC-MS Fraksi B19K17........................................................... 52
20. Spektrum LC-MS Fraksi B19K17................................................................ 52
21. Theopapuamide B.......................................................................................... 53
22. KLT Fraksi B19K17...................................................................................... 53
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perkembangan resistensi terhadap antimikroba dan munculnya patogen
multi-resisten telah menjadi perhatian para ilmuwan didunia. Hal ini telah menjadi
permasalahan yang sangat penting untuk diselesaikan. Bakteri multi drug resistant
adalah bakteri yang resisten terhadap dua atau lebih golongan antibiotik. Infeksi
yang disebabkan oleh bakteri resisten dikaitkan dengan angka perawatan rumah
sakit yang lebih tinggi, masa perawatan rumah sakit yang lebih lama, serta tingkat
kesakitan dan kematian yang lebih tinggi (Sastroasmoro, 2005). Penanganan
bakteri patogen multi-resisten di dalam bidang kesehatan serta pemanfaatan
senyawa antibiotik baru yang ramah lingkungan telah menjadi pertimbangan yang
sangat penting dan harus segera ditangani secara multi disiplin dan serius (Hunt
and Vincent, 2006).
Karakteristik perairan Indonesia yang sangat spesifik, menghasilkan
keanekaragaman hayati dengan berbagai jenis biota laut yang tinggi, seperti ikan,
rumput laut, terumbu karang serta berbagai vegetasi laut lainnya (Lemhannas,
2013). Sebagian wilayah di Indonesia, merupakan pusat keanekaragaman biota
laut dunia dalam wilayah Coral Triangle, dengan area terumbu karang terluas di
2
dunia yaitu 12-15% dan sebanyak 16% terumbu karang dunia berada di Indonesia.
(Jompa, 2009; Burke et al., 2012). Potensi ini mempunyai banyak sekali manfaat
bagi kehidupan manusia diantaranya bermanfaat dalam hal ekologi, sumber
pangan, bahkan obat-obatan. Oleh sebab itu peningkatan potensi secara maksimal
perlu dilakukan, termasuk pengkajian terhadap biota laut yang paling banyak
diteliti saat ini, yaitu sponge.
Sponge saat ini telah menjadi perhatian utama dalam berbagai riset mengenai
senyawa bioaktif antibakteri yang dikandungnya (Undap et al., 2017). Senyawa-
senyawa ini memiliki aktivitas farmakologis seperti antitumor, antiinflamasi,
antivirus, antibakteri, antijamur, antimalaria. Beberapa tahun terakhir telah
ditemukan senyawa-senyawa dari sponge ( Blunt et al., 2015). Sponge memiliki
potensi senyawa bioaktif terbesar di antara invertebrata laut lainnya
(Ginting et al., 2010). Berbagai substansi bioaktif telah berhasil ditemukan seperti
antibakteri dari sponge yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh
bakteri.
Bergman and Feeney (1990) menyatakan bahwa metabolit sekunder yang
terdapat pada sponge sebagian besar mengandung alkaloid, terpenoid dan steroid.
Hasil terbaru melaporkan bahwa ekstrak alkaloid yang berasal dari sponge
diketahui memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri (Huang et al., 2010).
Tilvi et al. (2004) berhasil mengisolasi beberapa senyawa dari sponge
Psammaplysilla purpurea. Beberapa senyawa yang berhasil diidentifikasi dan
diketahui bioaktivitasnya antara lain 16-debromoaplisamin-4, purpuramin, dan
purpurealidin B menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli,
3
Staphylococcus aureus, dan Vibrio cholera. Arai et al.(2009) berhasil mengisolasi
senyawa alkaloid halyclonacylamine A dan B dari sponge Haliclona sp.,
menunjukan aktivitas antibakteri terhadap Mycobacterium smegmatis dan M.
bovis Bacille de Calmette et Guerin (BCG). Selanjutnya, Arai et al.(2014)
melaporkan bahwa senyawa A gelasin B, C, dan D yang diisolasi dari sponge
Agelas mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri Mycobacterium tuberculosis...
Namun pengujian senyawa metabolit sekunder dari sponge terhadap bakteri yang
resisten belum banyak dilaporkan. Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa
senyawa metabolit sekunder sponge berpotensi sebagai antibakteri oleh karena itu
pada penelitian ini dilakukan skrining, isolasi senyawa biaktif dari sponge dan uji
aktivitas terhadap bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotik.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini sebagai berikut :
1. Melakukan skrining senyawa bioaktif dari sponge
2. Mengisolasi senyawa bioaktif dari sponge
3. Menguji resisten anti bakteri dari sponge
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai potensi
senyawa metabolit sekunder dari sponge sebagai senyawa antibakteri. Serta
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
kimia untuk diaplikasikan dalam bidang farmasi dan kedokteran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sponge
1. Deskripsi Sponge
Sponge merupakan hewan dari filum porifera berpori yang hidup di laut mulai
dari daerah perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 5500 meter, hidupnya
selalu melekat pada substrat dan tidak dapat berpindah tempat secara bebas
(Soest, 1986). Setiap sponge tidak selalu memiliki kandungan metabolit sekunder
yang sama dengan sponge lainnya. Proses terjadinya pembentukan metabolit
sekunder di dalam struktur sponge sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya
(Bregman and Feeney, 1990).
2. Habitat Sponge
Menurut Becerro et al. (2003), habitat sponge dimulai pada kedalaman 2 meter
sampai 3000 meter. Perbedaan kedalaman dapat mengakibatkan perbedaan
struktur dan komposisi dari sponge tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan
intensitas cahaya, densitas dan tingkat adaptasi terhadap lingkungan sekitar
(Pawlik, 1999; Burns et al, 2003).
5
3. Siklus Hidup Sponge
Menurut Edwards (2010), perkembangbiakan Porifera dapat dilakukan secara
vegetatif dan generatif (Gambar 1). Perkembangbiakan secara vegetatif dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Pembentukan tunas.
Tunas yang terbentuk memisahkan diri dari induknya kemudian terbentuk
individu baru.
2. Gemmulae (butir benih).
Gemmulae adalah sejumlah sel mesenkim yang berkelompok dan berbentuk
seperti bola yang dilapisi kitin serta diperkuat spikula. Gemmulae terbentuk jika
keadaan lingkungan sedang tidak menguntungkan atau menjelang musim dingin
di dalam tubuh Porifera yang hidup di air tawar (Famili Spongilidae). Ketika
keadaan lingkungan membaik, gemmulae akan terbentuk menjadi individu baru.
Gemmulae hanya dimiliki oleh porifera air tawar. Proses pembentukan gemmulae
adalah sebagai berikut :
- Arkeost mengumpulkan nutrient dengan memfagosit sel lain untuk
dikumpulkan dalam rongga tubuh.
- Sel tertentu kemudian mengelilingi secret kumpulan tersebut dan
membungkusnya. Terbentuklah kumpulan/cluster dan kapsul yang
mengelilingi.
Pada kondisi yang tepat gemmulae menetas dan sel-sel di dalamnya keluar dan
berdiferensiasi membentuk spons baru. Sedangkan perkembangbiakan generatif
berlangsung secara anisogami, yaitu dengan peleburan gamet jantan (mikrogamet)
6
dengan gamet betina (makrogamet). Peleburan ini menghasilkan zigot yang
kemudian berkembang menjadi larva bersilia.
Gambar 1. Siklus Hidup SpongeSumber : Edwards, 2010.
B. Senyawa Metabolit Sekunder pada Sponge
Senyawa metabolit sekunder dari beberapa sponge terbukti mengandung senyawa-
senyawa aktif sebagai lead compound dalam pengembangan obat antibiotik,
antikanker, antivirus dan Iain-lain. Hal ini membuktikan bahwa sponge sangat
potensial dalam pengembangan industri farmasi, mengingat senyawa-senyawa
7
aktif yang dihasilkan mempunyai perbedaan dengan senyawa yang dihasilkan
oleh tumbuh-tumbuhan darat yang selama ini merupakan sumber utama bahan
obat-obatan (Murniasih, 2003). Sebagian besar senyawa metabolit sekunder yang
ditemukan pada sponge merupakan golongan terpenoid, steroid, dan alkaloid.
1. Senyawa Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang dapat
dihasilkan oleh organisme, termasuk sponge. Senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan
ditemukan dalam bentuk yang beragam antar organisme satu dan organisme
lainnya. Senyawa metabolit sekunder, biasanya digunakan organisme untuk
berinteraksi dengan lingkungannya. Pada umumnya, senyawa metabolit sekunder
yang telah diisolasi memiliki aktivitas biologi terhadap suatu sel atau
mikroorganisme. Sifat biologis ini, dapat menghambat bahkan membunuh sel atau
mikroorganisme dengan merusak sistem metabolisme di dalam tubuh (Wink,
1999).
Alkaloid adalah golongan senyawa organik yang memiliki kerangka dasar dan
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen. Sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Secara keseluruhan, alkaloid bersifat
sangat beracun, tetapi ada pula yang dapat digunakan dalam pengobatan dengan
jumlah yang sangat kecil. Alkaloid biasanya memiliki struktur komplek dan
memiliki keaktivan fisiologis tertentu. Alkaloid pada umumnya ditemukan dalam
8
bentuk padatan, berwarna, kristalin dan tidak volatil. Sebagian alkaloid larut
dalam air, namun adapula alkaloid larut dalam etanol, eter, kloroform dan pelarut
lainnya (Saxena, 2007).
Klasifikasi alkaloid secara dasar dapat dibagi menjadi beberapa kelompok seperti
tercantum pada Gambar 2, diantaranya kelompok alkaloid feniletilamin seperti 2-
feniletilamin (1) dan meskalin (2), alkaloid pirolidin, alkaloid piridin seperti
nikotin (3) dan anabasin (4), alkaloid piperidin seperti piperin (5), alkaloid
quinolin seperti cusparin (6), alkaloid isoquinolin seperti anhalamin (7), alkaloid
penantren, alkaloid imidazol, alkaloid indol seperti bufotenin (8) dan kelompok
alkaloid terpen dan steroid. Perlu dicatat bahwa, beberapa alkaloid yang berbeda
diperoleh dari organisme yang sama sering memiliki struktur kimia yang mirip
dan kesamaan sifat kimia. Alkaloid tidak memiliki penamaan tata nama yang
sistematis, biasanya hanya menambahkan “in” diakhir penamaan senyawa (Popl,
1990; Saxena, 2007).
Gambar 2. Kelompok senyawa alkaloid, (1) 2-feniletilamin, (2) meskalin, (3)nikotin, (4) anabasin, (5) piperin, (6) cusparin, (7) anhalamin, (8) bufotenin (Popl,
1990)
9
Beberapa senyawa alkaloid yang mengandung nitrogen heterosiklik juga banyak
ditemukan pada sponge laut. Senyawa alkaloid diterpen, agelasine B (9), C (10)
dan agelasine D (11) dari sponge genus Agelas (Arai et al., 2014), diidentifikasi
sebagai anti-dorman mikobakteri. Selain itu beberapa senyawa antibakteri,
alkaloid dysidionid A (12) dari sponge Dysidea sp. diidentifikasi sebagai
antibakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin (Jiao et al.,
2014), cyclic bis-1,3-dialkilpiridium (13) dari spons Haliclona sp. (Lee et al.,
2012) dan senyawa alkaloid cyclostellettamines A (14) dari spons Pachychalina
sp. (Oliviera et al., 2006) sebagai antibakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Beberapa senyawa alkaloid yang berhasil diisolasi dari sponge
dan memiliki aktivitas antibakteri terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3.Beberapa jenis senyawa alkaloid yang berhasil diisolasi dari spongedan memiliki aktivitas antibakteri, (9) agelasine, B (10) agelasine C, (11)agelasine D, (12) dysidionid A, (13) cyclic bis-1,3- dialkilpiridium, (14)
cyclostellettamines A (Arai et al., 2014; Jiao et al., 2014; Lee et al.; Oliviera etal., 2006)
10
C. Aktivitas Antibakteri
Antimikroba meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral
(Ganiswarna, 1995). Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian
pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit
dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan
mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo,
1971).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan ada yang
dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal
sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM).
Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakterisida bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswarna,
1995).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
11
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Pada bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu
suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain (Pelczar dan Chan, 1988).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode disc diffusion test atau uji
difusi dalam media agar (Bauer et al., 1966). Metode ini dilakukan dengan
mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya
respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam
ekstrak. Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan.
Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode
lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu
membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah
dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang
diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi,
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di
sekeliling lubang.
Selain metode disc diffusion test atau uji difusiterdapat metode lainnya yaitu
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Metode ini biasanya digunakan untuk
menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sampel antibakteri terhadap
bakteri uji. Metode difusi ini dilakukan dengan mencampurkan zat antibakteri
dengan media yang kemudian diinokulasidengan bakteri. Pengamatannya dengan
melihat ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri (Haddadin et al., 2010).
12
Berdasarkan media yang digunakan dalam percobaan, metode ini dibagi menjadi
dua yaitu penipisan lempeng agar dan pengenceran tabung. Pada penipisan
lempeng agar, zat antibakteri yang akan diuji dilarutkan lebih dahulu dalam air
suling steril atau dalam pelarut steril lain yang sesuai. Kemudian dilakukan
dengan pengenceran secara serial dengan kelipatan dua sampai kadar terkecil
yang dikehendaki. Hasil pengenceran dicampur dengan medium agar yang telah
dicairkan kemudian didinginkan pada suhu 45 oC-50 oC. Setelah itu dituang
kedalam cawan petri steril, dibiarkan dingin dan membeku, lalu diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 30 menit.
Pada setiap cawan petri diinokulasikan dengan suspensi bakteri yang mengandung
kira-kira 105 sampai 106 sel bakteri/ml. Untuk setiap seri pengenceran digunakan
kontrol negatif. KHM yaitu konsentrasi terkecil dari obat yang menghambat
pertumbuhan bakteri, sehingga tabung kaldu dengan konsentrasi sampel
antibakteri tersebut kelihatan jernih dan tidak memperlihatkan pertumbuhan
bakteri bila dibandingkan dengan kontrol (Brooks et al., 2013). Pada pengenceran
tabung, zat antibakteri dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian
diencerkan dengan kaldu berturut-turut pada tabung-tabung yang disusun dalam
satu deret terkecil yang dikehendaki, dengan metode Kerby Bauwer yang
dimodifikasi. Setiap tabung yang berisi 1 ml campuran dengan berbagai kadar
tersebut diinokulasikan dengan suspensi kuman yang mengandung kira-kira
105sampai 106sel bakteri/ml dan diinkubasi selama 18 sampai 24 jam pada suhu
37oC . Sebagai kontrol gunakan paling sedikit satu tabung cair dengan inokulum
13
bakteri tersebut. Kedua cara diatas biasanya digunakan dalam penentuan Kadar
Hambat Minimal (KHM) (Haddadin et al., 2010).
D. Resistensi Mikroba
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba
oleh antimikroba. Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas
mikroba terhadap antimikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik.
Berdasarkan lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosomal dan
resistensi ekstrakromosomal. Resisten Kromosomal berkembang dari mutasi
sekuen nukleotida kromosom bakteri yang berakibat pada sintesisn protein atau
makromolekul lain yang cukup berbeda dari sifat aslinya yang mempengaruhi
aktivitas antibakteri, sedangkan resisten ektra kromosomal merupakan resisten
yang dapat dipindahkan diebabkan adanya kemampuan bakteri dalam sistem
transfer genetik untuk menukarkan mengakumulasi gen resisten.
Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak awal resisten terhadap suatu
antimikroba (resistensi alamiah). Contohnya bakteri gram negatif yang resisten
terhadap penisilin G (Ganiswarna, 1995). Mikroba yang semula peka terhadap
antimikroba, dapat berubah sifat genetiknya menjadi tidak atau kurang peka.
Perubahan sifat genetik terjadi karena bakteri memperoleh elemen genetik yang
membawa sifat resisten; keadaan ini dikenal sebagai resistensi didapat (acquired
resistance). Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi
yang dipindahkan (transferred resistance), dapat pula terjadi akibat adanya mutasi
14
genetik spontan atau akibat rangsang antimikroba (induced resistance)
(Ganiswarna, 1995). Untuk mengetahui suatu bakteri telah resisten terhadap
antibiotik tertentu, maka dilakukan pengujian menggunakan metode dan standar
Baurer et al. (1966). Standar zona hambat beberapa antibiotik yang menunjukkan
suatu bakteri bersifat resisten atau sensitif terhadap antibiotik disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Standar Zona Hambat Beberapa Antibiotik
Antibiotik DosisDiameter ZonaHambat (mm)
Resesten Intermediet Sensitif
Ampisilin
Kepalostin
Kloramfenikol
Kolistin
Metisilin
Neomisin
Streotomisin
Tetrasiklin
Vankomisin
10 μg
30 μg
30 μg
10 μg
5μg
30 μg
10 μg
30 μg
30 μg
≤ 20
≤ 14
≤ 12
≤ 8
≤ 9
≤ 12
≤ 11
≤ 14
≤ 9
21 -28
15-17
13-17
9-10
10-13
13-16
12-14
15-18
10-11
≥ 29
≥ 18
≥ 18
≥ 11
≥ 14
≥ 17
≥ 15
≥19
≥12
(Baurer et al., 1966)
E. Staphylococcus aureus
Menurut Ferianto (2012) klarifikasi Staphylococcus aureus sebagai berikut :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Microcceae
Genus : Staphylococcus
15
Spesies : Staphylococcus aureus
S. aureus merupakan bakteri berbentuk bulat dengan diameter 0,8-1 mikron,
bergerombol menyerupai untaian anggur, gram positif, non motil, tidak
membentuk spora, beberapa strain yang langsung diambil dari penderita
membentuk semacam kapsul, koloni berwarna kuning emas, hemolisis pada blood
agar, dapat tumbuh dalam media dengan konsentrasi NaCl hingga 15% (pada
media MSA berwarna kuning) (Tyasningsihdkk., 2010).
S. aureus tumbuh pada suhu 6,5 ºC-46 ºC dan pada pH 4,2-9,3. Koloni tumbuh
dalam waktu 24 jam dengan diameter mencapai 4 mm. S. aureus membentuk
pigmen lipochrom yang menyebabkan koloni tampak berwarna kuning keemasan
dan kuning jeruk. S. aureus pada media Mannitol Salt Agar (MSA) akan terlihat
sebagai pertumbuhan koloni berwarna kuning (Dewi, 2013).
Protein A termasuk dalam komponen permukaan pada kebanyakan S. aureus yang
virulen. Mikro kapsul polisakarida pada beberapa galur S. aureus yang berfungsi
sebagai anti fagosit yang mempunyai kemampuan mencegah bakteri dari respon
peradangan. Pada permukaan sel S. aureus juga terdapat pigmen karoten yang
memberi warna orange atau kuning (Dewi, 2013).
16
F. Pseudomonas aeruginosa
Sistematika Pseudomonas aeruginosa (Toyofoku, 2011)yaitu:
Divisi :Bacteria
Sub Divisi : Proteobacteria
Kelas : GammaProteobacteria
Bangsa :Pseudomonadales
Suku :Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Spesies : Pseudomonasaeruginosa
P. aeruginosa adalah bakteri gram negatif aerobobligat, berkapsul, mempunyai
flagella polar sehingga bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-1,0 μm. Bakteri ini
tidak menghasilkan spora dan tidak dapat menfermentasikan karbohidrat
(Toyofoku, 2011). P. aeruginosa merupakan bakteri oportunis yaitu bakteri yang
menyebabkan infeksihanya pada orang yang keadaan imunnya menurun .P.
aeruginosa memproduksi alginat yang menginfeksi paru-paru dari penderita cystic
fibrosis dan mengakibatkan masalah pernapasan yang serius (Govan, 1988). P.
aeruginosa juga dapat membentuk biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis
untuk mengurangi keefektifan mekanisme system imun inang sehingga dapat
mempertahankan hidup lebih lama (Gould & Brooker.2003).
P. aeruginosa digolongkan kedalam true Pseudomonas, termasuk di dalamnya P.
fluorescens dan P. putida, karena mengandung pigmen larut air yang dapat
17
berfluoresens, dan pada P. aeruginosa berwarna hijau kebiruan. Fluoresensi hijau
kebiruan yang ditimbulkan ini merupakan perpaduan bermacam pigmen.
Fluoresensi kuning kehijauan muncul karena adanya pyoverdine dan warna hijau
kebiruan yang terlihat jelas dibawah UV 366 nm oleh adanya pyocyanin.
Selainitu, P. aeruginosa juga mengandung pyorubin yang berwana merah.
Memproduksi katalase, oksidase, dan ammonia dari arginin (Pelczar, 1988).
G. Isolasi Senyawa Bioaktif
1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen atau senyawa aktif pada suatu
simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi didasarkan pada
distribusi senyawa yang terlarut (Khopkar, 2002). Menurut Harborne (1984)
bahwa metode ekstraksi yang umum digunakan maserasi, sokletasi, refluks, dan
ekstraksi cair-cair (partisi). Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu metode ekstraksi maserasi dan ekstraksi cair-cair (partisi).
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan perendaman sampel menggunakan
pelarut organik pada suhu ruang. Metode ekstraksi ini sangat menguntungkan
dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena struktur senyawa dari
suatu sampel tidak mudah rusak. Prinsip metode maserasi didasarkan bahwa
sampel yang direndam dengan menggunakan pelarut organik akan terjadi
18
pemecahan dinding dan membran sel akibat dari perbedaan tekanan yang terdapat
di luar dan di dalam sel sehingga metabolit sekunder yang terkandung di dalam
sitoplasma akan terlarut kedalam pelarut organik (Harborne, 1996).
b. Partisi (ekstraksi cair-cair)
Ekstraksi cair-cair merupakan metode ekstraksi yang didasarkan pada sifat
kelarutan komponen target dan distribusinya dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur. Senyawa polar akan terbawa dalam pelarut polar, senyawa semipolar
akan terbawa dalam pelarut semipolar, dan senyawa nonpolar akan terbawa dalam
pelarut nonpolar (Khopkar, 2002)
2. Kromatografi
Kromatografi merupakan metode pemisahan komponen pada suatu sampel yang
didasarkan atas perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam
campuran. Pemisahan dengan metode kromatografi dilakukan dengan cara
memanfaatkan sifat-sifat fisik dari sampel, seperti kelarutan, adsorbsi, keatsirian,
dan kepolaran. Kelarutan merupakan kecenderungan molekul untuk melarutkan
dalam cairan. Adsorbsi penjerapan adalah kecenderungan molekul untuk melekat
pada permukaan serbuk halus (Johnson dan Stevenson, 1991).
Tabel 2. Pengolongan Kromatografi berdasarkan Fase Diam dan Fase Gerak
Fasa Diam Fasa Gerak Sistem Kromatografi
Padat Cair Cair -bsorpsi
Padat Gas Gas-Absorpsi
Cair Cair Cair-Partisi
19
Cair Gas Gas-Partisi
(Johnson dan Stevenson, 1991).
Pada sistem kromatografi, pemilihan eluen (fase gerak) merupakan faktor yang
sangat penting dalam mengisolasi senyawa organik. Berikut ini adalah urutan
eluen pada kromatografi berdasarkan tingkat kepolarannya menurut Gritter et al.
(1991):
Air
Metanol
Asetonitrin
Etanol
n-proponol
Aseton
Etilasetat
Kloroform
Toluene
Benzene
Karbontetraklorida
Sikloheksana
n-heksana
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fisiokimia yang terdiri
atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga pelat gelas,
Kepolaran Meningkat
20
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan di dalam bejana
tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang
tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Pendeteksian suatu senyawa alkaloid dalam teknik KLT dapat dilakukan dengan
metode visualisasi menggunakan pereaksi spesifik. Pereaksi yang umum
digunakan adalah dragendorff dan serium sulfat. Pereaksi dragendorff digunakan
untuk mengetahui kandungan senyawa alkaloid (N tersier) dalam campuran yang
ditandai dengan timbulnya noda merah jingga pada kromatogram KLT.
Sedangkan serium sulfat digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa
organik dalam sampel dengan ditandai timbulnya noda berwarna coklat kehitaman
(Jóźwiak and Waksmundzka, 2007). KLT banyak digunakan dalam pengisolasian
senyawa bahan alam. Data KLT memberikan informasi seperti komponen di
dalam sampel dan tingkat kepolaran komponen dalam suatu senyawa. KLT juga
digunakan untuk memilih komposisi eluen yang memberikan pola pemisahan
yang paling baik pada kolom kromatografi.
Distribusi senyawa-senyawa pada sampel, dihitung dengan membandingkan jarak
elusi yang ditempuh senyawa dengan jarak yang ditempuh eluen yang digunakan
dan disebut sebagai Rf (Retention factor), yang secara sistemtis dinyatakan
sebagai berikut:
21
Rf = Jarak yang ditempuh senyawa
Jarak yang ditempuh pelarut
Menurut Sarker et al. (2006), ada dua faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada
kromatografi lapis tipis, yaitu penjerap dan pelarut yang digunakan. Pada
kromatografi jerapan dimana penjerapnya adalah silika gel, senyawa polar akan
memiliki afinitas besar terhadap penjerap, dan bermigrasi lambat ke atas tidak
seperti halnya pelarut.
Untuk pemisahan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase
gerak akan menentukan kecepatan migrasi senyawa yang juga berarti menentukan
nilai Rf. Silika gel dapat membentuk ikatan hidrogen dipermukaannya karena
pada permukaannya terikat gugus hidroksi. Oleh karena itu silika gel bersifat
sangat polar sementara itu fase gerak yang digunakan sifatnya non polar, maka
saat campuran dimasukkan senyawa-senyawa yang semakin polar akan semakin
lama tertahan di fase stasioner dan senyawa-senyawa yang kurang polar/semakin
tidak polar akan terbawa keluar lebih cepat.
b. Medium-Pressure Liquid Chromatography (MPLC)
Medium-Pressure Liquid Chromatography (MPLC) merupakan salah satu dari
berbagai jenis teknik kromatografi kolom preparatif yang digunakan untuk
memisahkan campuran senyawa organik. MPLC saat ini telah dikembangkan dan
dikombinasikan dengan berbagai kromatografi preparatif umum lainnya seperti
kolom kromatografi, flash kromatografi, Low Pressure Liquid Chromatography
22
(LPLC), ataupun High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perbedaan
antara tekanan rendah, tekanan sedang, dan tekanan tinggi pada kromatografi cair
didasarkan pada rentang tekanan yang digunakan pada teknik kromatografi
tersebut. Tabel 3 memperlihatkan perbedaan antara teknik MPLC dengan
kromatografi preparatif lainnya.
Tabel 3.Perbedaan Beberapa Teknik Kromatografi Kolom Preparatif
MetodeTekanan
(bar)Laju Air
(mL )Jumlah sample
(g)
Kolom Kromatografi
FlashKkromatografi
LPLC
MPLC
HPLC
1 atm
1-2
1-5
5-20
>20
1-5
2-10
1-4
3-16
2-20
0,01-100
0,01-100
1-5
0,05-100
0,01-1
(Hostettmann and C Terreaux. 2010)
MPLC memungkinkan untuk pemurnian senyawa dengan jumlah yang besar dan
dapat digunakan dalam waktu yang singkat. Selain itu ukuran partikel yang kecil
dengan tekanan mampu memisahkan senyawa dengan lebih baik dan fase diam
yang berupa padatan dapat digunakan kembali (Hostettmann and C. Terreaux,
2010). Skema peralatan MPLC disajikan pada Gambar 4.
23
Gambar 4. Skema Alat MPLC
H. Spektroskopi
Karakterisasi senyawa bioaktif dapat dianalisis dengan menggunakan teknik
spektroskopi. Spektroskopi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari tentang
interaksi antara energi cahaya dan materi. Beberapa keuntungan dari penggunaan
metode spektroskopi adalah jumlah zat yang diperlukan untuk analisis relatif kecil
dan waktu pengerjaannya cepat (Silverstein et al., 2005). Spektoskopi yang umum
digunakan untuk analisis senyawa yaitu Liquid Chromatograph-tandem Mass
Spectrometry(LC-MS/MS)
1. Liquid Chromatograph-tandem Mass Spectrometry(LC-MS/MS)
Sejak tahun 1970-an, instrumen Gas Chromatography–Mass Spectrometry
(GC-MS) telah populer dalam penelitian di bidang ilmu pengetahuan kimia
dan bidang terkait lainnya. Namun, pengetahuan akan teknik ionisasi yang
Pelarut
Pompa
Katup
Injektor
Limbah
Pre-kolom
Detektor ReduktorKolom
Pengumpul
Fraksi
24
lebih spesifik seperti ionisasi tekanan atmosfer (atmospheric pressure
ionization/API) dan metode analisis ion lainnya yang lebih unggul membuat
sebagian besar ilmuan sepakat untuk menggunakan spektrometri massa yang
lebih spesifik (MichaelMichaelV; ChristophS, 2008)
Liquid Chromatograph-tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS) merupakan
satu-satunya teknik kromatografi cair dengan detektor spektrometer massa.
Penggunaan LC-MS/MS untuk penelitian bio-analisis dimulai pada akhir 1980-
an(BowersLD, 1989) (Covey TR dkk, 1986). Kelebihan dari teknologi LC-
MS/MS meliputi(MichaelMichaelV; ChristophS, 2008)
a. Spesifitas.Hasil analisis yang khas dan spesifik diperoleh dari
penggunaan spectrometer massa sebagi detektor.
b. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Berbeda dengan GC-
MS sebagai spectrometer massa “klasik” , penerapan LC-MS/MS tidak
terbatas untuk molekul volatile (biasanya dengan berat molekul
dibawah 500 Da). Mampu mengukur analit yang sangat polar, selain itu
persiapan sampel cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.
c. Fleksibilitas.Pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan
tingkat fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.
d. Kaya Informasi sejumlah data kuantitatif maupun kualitatif dapat
diperoleh. Hal ini disebabkan seleksi ion yang sangat cepat dengan
banyak parameter.
25
Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan
memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio
fragmentasi. Dua komponen kunci dalam proses ini adalah sumber
ion(ion source) yang akan menghasilkan ion, dan analisis massa
(massanalyzer) yang menseleksi ion. Sistem LC-MS/MS umumnya
menggunakan beberapa jenis ion source dan mass analyzer yang dapat
disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisa. Masing-
masing ion source dan mass analyzer memiliki kelebihan dan kekurangan
sehingga harus disesuaikan dengan jenis informasi yang dibutuhkan
(Agilent T, 2001).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukanpada bulan Juni 2018 – Maret 2019 di UPT
Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas, mesin pemutar
vakum rotavator BUCHI, satu set perlengkapan mikrobiologi, autoclave
TOMY/SX-300, Laminar Air Flow ESCO, inkubator Memert, satu set
perlengkapan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan plat aluminium silika gel
60 F254 (Merck) dan C18, satu set perlengkapan kromatografi kolom, lampu UV,
Spektrofotometer UV-Vis cary 100, dan Medium Pressure Liquid
Chromatography (MPLC) BUCHI, Liquid Chromathography Mass Spectro
(LC-MS)
Bahan biomaterial terdiri dari spesimen sponge dan spesimen bakteri. Pelarut
yang digunakan untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang telah
27
didestilasi sedangkan untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis
(p.a). Bahan kimia yang dipakai yaitu etil asetatt, metanol, etanol, akuades, n-
heksana, diklorometana, media Nutrien Agar (NA), kloramfenikol, amoxicillin,
amoniak, isopropanol, pereaksi Dragendorff, dan serium (IV) sulfat.
C. Prosedur Penelitian
1. Biomaterial
Pada penelitian ini digunakan tujuh jenis sponge dengan kode MO4G70,
09A1A06, 02C16, MO2C25, MO3F62, MO3F02, dan 16D21. Ketujuh jenis
sponge tersebut bersumber dari Perairan Kupang. Bakteri diperoleh dari koleksi
Laboratorium Mikrobiologi RS PGI Cikini, Jakarta Pusat.
2. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan merendam sampel sponge dalam pelarut metanol
selama 3 x 24 jam (Aoki et al., 2006), kemudian dipekatkan dengan mesin
pemutar vakum rotary evaporator pada temperature 40°C dan tekanan 122 Pa
sehingga diperoleh ekstrak kasar sponge. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam
wadah tertutup lalu disimpan pada tempat yang bersih dan kering hingga
mendapat perlakuan lebih lanjut.
3. Partisi (ekstraksi cair-cair)
Ekstrak metanol sponge dilarutkan dalam larutan partisi air:etil asetat:butanol
(4:3:3) dalam corong pisah. Larutan dikocok beberapa kali dan didiamkan hingga
28
terbentuk dua fasa. Masing-masing fasa dipisahkan sehingga diperoleh tiga fraksi,
yaitu fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi butanol. Ketiga fraksi tersebut
dipekatkan menggunakan mesin vakum rotary evaporator hingga diperoleh
ekstrak pekat.
4. Uji Bioaktivitas
Uji bioaktivitas terdiri dari empat tahap, yaitu uji resistensi, skrining sponge aktif
antibakteri, uji aktivitas antibakteri, dan MIC (Minimum Inhibitor Concentration)
senyawa hasil isolasi. Keempat uji ini dilakukan dengan menggunakan metode
Bauer et al (1966).
a. Uji Resistensi Bakteri
Untuk menguji resistensi bakteri Staphylococcus aureus dilakukan pengujian
menggunakan kontrol positif amoxicilin sedangkan Pseudomonas aureginosa
menggunakan kontrol positif kloramfenikol dalam media agar. Media Nutrien
Agar (NA) disterilkan terlebih dahulu dalam autoclave bersamaan dengan tabung
reaksi, dan petri dish selama 20 menit pada suhu 121ºC. Media NA yang telah
steril kemudian dituang ke petri dish dan didiamkan beberapa saat hingga media
NA membentuk semi padat lalu digoreskan bakteri uji, Kloramfenikol dengan
dosis 12,5 µg, 25 µg, 50 µg, dan 100 µg dimasukkan ke dalam cincin yang
berbeda di atas media NA yang telah diinokulasi bakteri. Kultur dimasukkan
kedalam inkubator selama ± 18 jam pada suhu 37ºC dan diamati zona hambat
yang dihasilkan. Bakteri bersifat resisten terhadap kloramfenikol jika zona hambat
yang dihasilkan ≤ 12 mm (Bauer et al., 1966).
29
b. Skrining Sponge Aktif Antibakteri
Skrining dilakukan untuk menguji dan memilih spesimen sponge yang paling
aktif. Media NA yang telah steril dituangkan ke tabung reaksi dan diinokulasikan
kedua bakteri resisten. Inokulum bakteri pada tabung reaksi diambil 50 µL ke
petri dish dan didiamkan beberapa saat hingga membentuk semi padat. Metanol
12.5% digunakan sebagai kontrol negatif dan kloramfenikol dan amoxicillin
sebagai kontrol positif dengan dosis 50 µg. Masing-masing sampel uji
dimasukkan ke dalam cincin yang berbeda. Dosis untuk masing-masing ekstrak
metanol dari tujuh jenis sponge adalah 100 µg. Kultur dimasukkan kedalam
inkubator selama ± 18 jam pada suhu 37ºC dan diamati zona hambat yang
dihasilkan.
c. Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada fraksi hasil partisi dan senyawa isolat.
Pada tahap ini, untuk mendifusikan sampel uji digunakan petri dish whatman
no.41 berdiameter 6 mm. Pengujian bioaktivitas fraksi hasil partisi dan senyawa
isolat, digunakan pelarut MeOH 12,5% sebagai kontrol negatif dan kloramfenikol
50 µg sebagai kontrol positif. Sebanyak 2 ml dari masing-masing fraksi diuapkan
kemudian dilarutkan kembali dengan pelarut terkait untuk mendapatkan dosis
total 50 µg (fraksi hasil partisi), 25 µg dan 50 µg (senyawa isolat). Semua sampel
uji disuntikkan menggunakan mikropipet pada petri dish yang berbeda sebanyak
10 µl. Disamping itu, sebanyak 1 ose bakteri resisten S. aureus diambil dari
biakan lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang mengandung 5 ml NaCl
0,9%. Kekeruhan suspensi dibandingkan dengan larutan standar McFarland 0,5.
30
Cotton steril dicelupkan dalam suspensi dan ditiriskan dipinggir-pinggir tabung
lalu dioleskan pada media NA kering. Petri dish kering yang telah mengandung
sampel uji diletakkan di atas kultur. Kultur dimasukkan kedalam inkubator selama
± 18 jam pada suhu 37ºC dan diamati zona hambat yang dihasilkan dengan
menggunakan mistar.
d. MIC (Minimum Inhibitor Concentration)
Minimum Inhibitor Concentration dilakukan untuk melihat konsentrasi terendah
dari sampel yang mampu mematikan bakteri. Media TSB (Tryptic Soy Broth)
yang telah steril dituangkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml. Kemudian
diambil 1 koloni bakteri kultur dimasukkan kedalam tabung reaksi dan diinkubasi
selama 4 jam sebagai inokulum. Setelah 4 jam, tuang TSB kedalam tabung reaksi
lainnya sebanyak 5 ml, diambil 200-300 µL inokulum kemudian dilakukan di
standard dengan Mc Farland. Inokulum yang sudah di standard dengan Mc
Farland, diambil 150 µL lalu masukkan kedalam tabung reaksi yang berisi TSB
14,85 ml. Selanjutnya dilakukan persiapan uji sampel.
96 well plate yang sudah disterilkan dengan alkohol 96% dimasukkan 100 µL
TSB. Kontrol positif, kontrol negatif, dan sampel dimasukkan kedalam plate
kemudian di dilusi. Setelah itu masukkan 100 µL bakteri yang sudah disiapkan
sebelumnya, wrapping plate lalu dimasukkan kedalam inkubator selama ± 18 jam
pada suhu 37ºC. Setelah 18 jam, tambahkan resazurin 0,002% sebanyak 30 µL.
Dimasukkan kembali kedalam inkubator selama 4 jam. Amati perubahan warna
yang terjadi.
31
5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak sponge ditotolkan pada plat KLT-silika yang kemudian dielusi dengan
campuran pelarut organik. Elusi dilakukan dalam wadah tertutup. Kromatogram
yang dihasilkan diamati dan dihitung nilai Rf. Untuk menganalisis komponen
senyawa alkaloid dalam sampel ekstrak sponge, dilakukan uji kualitatif dengan
menggunakan pereaksi uji spesifik visualisasi KLT. Zat visualisasi yang
digunakan adalah pereaksi Dragendorff dan serium sulfat. Pereaksi Dragendorff
digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa alkaloid (N tersier) dalam
campuran yang ditandai dengan timbulnya noda merah jingga pada kromatogram
KLT. Sedangkan serium sulfat digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa
organik dalam sampel dengan ditandai timbulnya noda berwarna coklat
kehitaman.
6. Fraksinasi Menggunakan Kromatografi Kolom
Ekstrak kasar sponge difraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom.
Kolom kromatografi dibuat dengan silika gel sebagai fasa diam, dan dielusi
menggunakan pelarut yang disesuaikan dengan hasil uji pada KLT. Fraksi-fraksi
yang diperoleh dianalisis kembali dengan KLT dan diulangi hingga diperoleh
komponen yang murni. Fraksi yang menunjukkan uji positif alkaloid dan
memiliki aktivitas antibakteri selanjutnya dimurnikan dengan MPLC..
32
7. Pemurnian dengan Medium Pressure Liquid Chromatography (MPLC)
MPLC digunakan untuk memurnikan senyawa dari fraksi hasil pemisahan
sebelumnya pada kromatografi kolom. Sampel disuntikkan pada sistem pelarut
metanol, kemudian dipompa dengan tekanan 5-20 mbar melewati kolom (RP-18)
dengan laju alir 25 ml/menit. Detektor yang digunakan adalah detektor UV λ220
nm, λ254nm . Hasil pemurnian/pemisahan puncak yang muncul dikumpulkan
menggunakan tabung reaksi kemudian diuji bioaktivitasnya dan dikaraterisasi
dengan Mass Spectroscopy (MS).
8. Karakterisasi Senyawa dengan Mass Spectroscopy (MS)
Sampel yang sudah murni dianalisis dengan UPLC qTOF Mass Spectroscopy
(MS). Mass Spectroscopy digunakan untuk mengetahui karakteristik berat
molekulnya (g/mol) dan pola pemecahan (fragmentasi) dari suatu molekul target,
serta untuk mengetahui formula molekul (Silverstein et al., 2005).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Tujuh jenis sponge yang digunakan mampu menghambat pertumbuhan bakteri
2. Sponge dengan kode MO3F62, 09A1A06, dan MO2C25 memiliki komponen
senyawa alkaloid.
3. Sponge 09A1A06 mengandung senyawa peptida yang memiliki aktivitas
sebagai antibakteri.
4. Senyawa antibakteri B19K17 yang berhasil diisolasi dari sponge 09A1A06
merupakan senyawa peptida berat molekul m/z 801 dengan pola fragmentasi
m/z 383 dan m/z 192 dengan formula molekul C17H11N7O5
5. Senyawa B19K17 memperlihatkan kemampuan daya hambat terhadap bakteri
resisten gram positif (Staphylococcus aureus) dengan nilai MIC 6,25g
sedangkan pada bakteri gram negatif (Pseudomonas aureginosa) 12,5g.
57
B. Saran
Berdarkan kesimpulan diatas beberapa hal yang dapat ditindak lanjuti antara
lain kajian lebih lanjut terkait analisis struktur B19K17 menggunakan 1D, 2D
NMR serta melakukan kajian mekanisme kerja senyawa peptida terkait tentang
selektifitas protein target.
DAFTAR PUSTAKA
Agilent Technologies. Agilent LC-MS Primer. 2001.U.S.A5988- 2045EN
Angka, S.L. dan Suhartono, M.T. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Aoki, S., D. Kong, H. Suna, Y. Sowa, T. Sakai, A. Setiawan and M. Kobayashi.2006. Aaptamine, a Spongean Alkaloid, Activates p21 promotor in a p53-independent Manner. BBRC. 342. 101-106.
Arai, M., Ishida, S., Setiawan, A. and Kobayashi, M. 2009. Haliclonacyclamines,Tetracyclic Alkylpiperidine Alkaloids, as Anti-Dormant MycobacterialSubstances from a Marine Sponge of Haliclona sp. Chemical &Pharmaceutical Bulletin. 57(10): 1136-1138.
Arai, M. Han, C. Kobayashi, M. 2014. Aaptamines, Marine Spongean Alkaloids,as Anti-Dormant Mycobacterial Substances. J. Natural Medicines,68(2):372.
Arai, M., Yamano, Y. and Kobayashi, M. 2014. Identification of the TargetProtein of Agelasine D, a Marine Sponge Diterpene Alkaloid, as an anti-dormant mycobacterial substance. J. Chem. BioChem, 15(1): 177.
Ariyanti, D.S., Hadi, T.A., Fajarningsih, N.D., Blanchfield, J.T., Bernhardt, P.V.and Garson, M.J. 2014. Acanthocyclamine A from the Indonesian MarineSponge Acanthostrongylophora ingens. Australian J. Chem, 67:1205-1210.
Bauer, A. W., Kirby, W. M. M., Sherris, J. C., and Turck, M. 1966. AntibioticSusceptibility Testing by a Standardized Single Disk Method.American.Journal of Clinical Pathology. 45. 493–496.
Bergman, W. and Fenney, R.J. 1990. Contribution to the Study of MarineSponges, the Nucleosides of Sponges. J. Org. Chem, 16: 981-987.
Blunt, J.W et al. 2015. Marine Natural Products. Nat. Prod. Rep. 32.DOI : 10.1039/c4np00144c. pp. 116– 211
60
Bowers L.D. 1989. High-PerformanceLiquid Chromatography/MassSpectrometry: State of the Art for the Drug Analysis Laboratory.ClinChem.;35:1282– 7.
Brooks, G. F., K. C. Caroll, J. Butel, S. A. Morse, and T. Mietzner. 2013.MedicalMicrobiology, Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Microbiology.McGraw-Hill.New York.Hlm. 279-829.
Brunel JM, Lieutaud A, Lome V, Pagès J-M, Bolla J-M. 2013. PolyaminoGeranic Derivatives as New Chemosensitizers to Combat AntibioticResistant Gram-Negative Bacteria. Bioorg Med Chem.; 21(5):1174–1179
Burke L., K. Reytar, M. Spalding dan A. Perry. 2012. Menengok KembaliTerumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. WorldResources Institute. Diterjemahkan oleh Wiyanto Suroso.
Burns, E., Ifrach, I., Carmeli, S., Pawlik J.R. and Ilan, M. 2003. Comparison ofanti-predatory defenses of Red Sea and Caribbean sponges. I. Chemicaldefense. Marine Ecology-Progress Series, 252:105-114.
Christian, Gary D. 1994. Analytical Chemistry. Fifth Edition. University ofWashington. John Wiley & Sons, USA.
Covey TR, Lee ED, Henion JD. 1986. Marine of Drugs in BiologicalSamples. Anal Chem;58:2453–60.
Creswell, J. Cliford, O. A. Runquist, dan M. M. Campbell. 1982. AnalisisSpektrum Senyawa Organik. ITB. Bandung
Dewi, K.A. 2013.Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureusterhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa (PE)Penderita Mastitis di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta. JurnalSains Veteriner 31:2. 140-141.
Ebada, S.S. Linh, M.H., Longeon, A., Voogd, N.J., Durieu, E., Meijer, L.,Kondracki, M.B., Singab, A.N., Muller, W.E.G. and Proksch, P. 2014.Dispacamide E and other bioactive bromopryrrole alkaloids from twoIndonesian marine sponge of the genus Stylissa. Nat. Prod. Research, 2014.
Edwards, G. L. 2010. Biology. Barron’s Educational Series, Inc.
Fatisa Y. 2013. Daya Antibakteri Estrak Kulit Dan Biji Buah Pulasan (Nepheliummutabile) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara inVitro. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. JurnalPeternakan. Riau.
61
Ferianto, A. 2012 Pola Resistensi Saphylococcus aureus yang Diisolasi dariMastitis pada Sapi Perah di Wilayah Kerja KUD Argo Puro KrucilProbolinggo Terhadap Antibiotika. Fakultas Kedokteran HewanAirlangga. Surabaya.
Ganiswarna S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed. 4. UI-Fakultas Kedokteran.Jakarta.
Ginting, E. L et al. 2010. Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Kasar Bakteri yangBerasosiasi dengan Sponge Acanthostrongylophora sp. Jurnal Perikanandan Kelautan Tropis. ISSN: 2302-6081. 6(3):160-163.
Gritter, R.J., J. M. Bobbitt, and A. E. Schwarting. 1985. Introduction toChromatography. Holden-Day INC. Oakland. USA.
Gould, D. & Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Hlm252.Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Govan, H., Nichols, P.V., Tafea, H. 1988. Giant clam resource investigations inSolomonIislands. In: Copland, J.W. Lucas, J.S. (eds). Giant Clams in Asiaand the Pacific. ACIAR Monograph No.9.p: 54-57
Haddadin, R. N. S., S. Saleh, I. S. I. Al-Adham, T. E. J. Buultjens, , and P. J.Collier. 2010.The Effect of Subminimal Inhibitory Concentrations ofAntibiotics On Virulence Factors Expressed by StaphylococcusaureusBiofilms.Journal of Applied Microbiology. 108(4). Hlm.1281–1291.
Harborne J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.ITB. Bandung.
Heftmann E (ed) (2004) Chromatography, 6th edn. Fundamentals andApplications of Chromatography and Related Differential MigrationMethods. Part A: fundamentals and techniques. Part B: applications. JChromatography Library. vols 69A and 69B. Elsevier, Amsterdam
Hostettmann, K. and C. Terreaux. 2000. Medium-Pressure LiquidChromatography. Academic Press. University of Lausanne.
Huang, R.M., Ma. W., Jun-De.D., Xue-Feng.Z., Xu, T., Lee, K.J., Yang, X., Shi-Hai, X and Liu, Y. 2010. A New 1,4-Diazepine from South China SeaMarine Sponge Callyspongia Species. Molecules Journal, 15: 871-877.
Hunt, B., and A.C.J. Vincent. 2006. Scale and Sustainability of MarineBioprospecting for Pharmaceuticals. Ambio. 35(2):57-64.
62
Jiao H. W., J. Li, Q. Liu, T. Xu, G. Shi, H. Yu, F. Yang, B. Han, M. Li and H.Lin. 2014. Dysidionid A, an Unusual Meroterpenoid with Anti-MRSAActivity from the South China Sea Sponge Dysidea sp. Marine Drugs. 19.P:18025-18032.
Johnson E.L. dan Stevenson. 1991. Dasar-dasar Kromatografi Cair.Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung. Hal:50-55
Jompa, J. 2009. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Terumbu KarangIndonesia: CTI dan COREMAP. Makassar.
Jóźwiak, G. W. and M. Waksmundzka – Hajnos. 2007. Preparative-LayerChromatography of an Extract of Alkaloids from Fumaria officinalis. ActaChromatographica. 18. 207-218.
Khopkar S.M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh A.Saptorahardjo. Universitas Indonesia. Jakarta. Hal:84-311.
Kim HB, et al. 2004. Vitro Activities of 28 Antimicrobial Agents AgainstStaphylococcus aureus Isolates from Tertiary-Care Hospitals in Korea:A Nationwide Survey. Antimicrob Agents Chemother.;48:1124–7.
Kobayashi, M dan Rachmaniar, R. 1999. Overview of Marine Natural ProductChemistry. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98.Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 23 – 32. Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia Jakarta
.Lemhannas. 2013. Pemanfaatan Sumber Daya Laut Guna Meningkatkan
Perekonomian Rakyat Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan EkonomiNasional. Jurnal Kajian Lemhannas. Jakarta. Edisi 16. Hal:4-5.
Lee Y., K. H. Jang, J. Jeon, W. Yang, C. J. Sim, K. Oh and J. Shin. 2012. CyclicBis-1,3-Dialkylpyridiniums from The Sponge Haliclona sp. Marine Drugs.10. P:2126-2137.
Mazel, D., Pochet, S., and Marliere, P. (1994) EMBO J. 13, 914–923.
McBride, J.; Ingram, P.R.; Henriquez, F.L.; Roberts, C.W. 2005. Development ofColorimetric Microtiter Plate Assay for Assessment of AntimicrobialsAgainst Acanthamoeba. J. Clin. Microbiol, 43, 629–634.
McLafferty, F.W.; Tureˇcek, F. 1993. Interpretation of Mass Spectra, 4th ed.;University Science Books: Sausalito, CA, USA.
63
Mbah, J.A., Ngemenya, M.N., Abawah, A.L., Babiaka, S.B., Nubed, L.N.,Nyongbela, K.D., Lemuh, N.D. and Efange, S. M. 2012. Bioassay-guidedDiscovery of Antibacterial Agents: in vitroSscreening of PeperomiaVulcanica, Peperomia Fernandopoioana and Scleria Striatinux. JournalAnnals Of Clinical Microbiology And Antimicrobials, 11:10.
Michael Vogeser, Christoph Seger. A Decade of HPLC-MS/MS in theRoutine Clinical Laboratory-Goals for Futher Development. ClinicalBiochemistry Rev 2008; 41;649-662.
Murniasih, Tutik. 2003. Metabolit Sekunder dari Sponge Sebagai Bahan Obat-Obatan. Oseana. 28. 27-33.
Niessen, W.M.A.; Correa, R.A. 2017. Fragmentation of even-electron ions. InInterpretation of MS-MS Mass Spectra of Drugs and Pesticides. 1st ed.;Desiderio, M., Loo, J.A., Eds.; John Wiley & Sons, Inc.: Hoboken, NJ,USA,pp. 71–128.
Nobrega, J.D.A dan Orlando, F. 1994. Flow Injection SpectrophotometricDetermination of Aspartame in Dietrary Product Journal Analisi. Vol 119hal 2101-2104.
Owen, Tony. 2000. Fundamentals of modern UV-Visible Spectroscopy. AgilentTechnology. Germany.
Rampersad, S.N. 2012. Multiple Applications of Alamar Blue as an Indicator ofMetabolic Function and Celluar Health in Cell Viability Bioassays. J.Sensors. 12347-12360
Reis, R.S.; Ivan, N., Jr.; Lourenço, S.L.S.; Fonseca, L.S.; Lourenço, M.C.S. 2004.Comparisonof Flow Cytometric and Alamar Blue tests with theProportional Method for Testing Susceptibility of MycobacteriumTuberculosis to Rifampin and Isoniazid. J. Clin. Microbiol,42, 2247–2248.
Page, A.B.; Page, A.M.; Noel, C. 1993. A new Fluorimetric Assay forCytotoxicity Measurements in Vitro. Int. J. Oncol, 3, 473–476.
Pages, J.M., James, C.O. & Winterhalter. 2008. The Porin and PermeatingAntibiotic : A Selective Diffusion Barrier in Gram-Negative. MacmillanPublisher Limited.
Pawlik, J.R. 1999. Predation on Caribbean sponges: The Importance of ChemicalDefenses. Memoirs of the Queensland Museum 44: 426
Pelczar M.J. dan Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan olehHadioetomo. UI-Press. Jakarta
64
Popl. 1990. Chomatographic Analysis of Alkaloids. CRC Press. P:664.
Prayoga E. 2013. Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran terhadap Pertumbuhan BakteriStaphylococcus aureus. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Skripsi. Jakarta.
Pronzato, R., Bavestrello, G., Cerrano, C., Magnino, G., Manconi, R., Pantelis, J.,Sara, A. and Sidri, M. 1999. Sponge Farming in the Mediterranian Sea:New Perspectives. Memoir of the Queensland Museum, 44: 485 - 491.
Sastroasmoro, S. 2005. Using Cyprofloxantin in Indonesia. Indonesia. 1-28 hlm.
Saxena P. B. 2007. Chemistry of Alkaloids. Discovery Publishing House. P:338
Silverstein, R. M., F.X. Webster, and D.J. Kiemle. 2005. SpectrometricIdentification of Organic Compounds Seventh Edition. John Wiley & Sons,Inc. New York.
Skoor, D. A., West, D. M., and Holler, F. J. 1993. Analytical Chemistry anIntroduction. Sixth Edition. Saunders College Publishing, USA
Soediro, I.S. 1999. Produk Alam Hayati Bahari dan Prospek Pemanfaatannya diBidang Kesehatan dan Kosmetika. Prosidings Seminar BioteknologiKelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 41 – 52. LembagaIlmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, 1999.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. InstitutTeknologi Bandung. Bandung
Sudjadi. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta.Hlm. 283.
Thurman, E.M.; Ferrer, I.; Pozo, O.J.; Sancho, J.V. 2007. Hernandez, F. The evenElectron rule in Electrospray Mass Spectra of Pesticides. Rapid Commun.Mass Spectrom., 21, 3855–3868.
Tilvi S., C. Rodrigues, C. G. Naik, P. S. Parameswaran and S. Wahidhulla. 2004.New Bromotyrosine Alkaloids from the Marine Sponge Psammaplysillapurpurea. Tetrahedron. 60. 10207–10215.
Toyofuku, M., Hiroo, U., dan Nobuhiko, N. 2011.Social Behaviours underAnaerobic Conditions in Pseudomonas aeruginosa.HindawiPublishing Corporation International. Journal of Microbiology. Vol. 2012.Page 7.
65
Tyasningsih, W., Ratih, R., Erni, R.S.I., Suryanie.,Hasutji, E.N., Sri, C.,danDidik,H. 2010. Buku Ajar Penyakit Infeksius I. Airlangga UniversityPress:Surabaya
Undap, N.I.Jet al. 2017. Aktivitas Antibakteri Spons Agelas tubulata danPhyllospongia sp. dari Perairan Pantai Malalayang Manado TerhadapPertumbuhan Beberapa Strain Bakteri. Jurnal Ilmu dan ManagemenPerairan. ISSN: 2337-5000. 5 (1).
Yajko, D.M.; Madej, J.J.; Lancaster, M.V.; Sanders, C.A.; Cawthon, V.L.; Gee,B.;Babst, A.; Hadley, W.K. 1995.Colorimetric Method for DeterminingMICs of Antimicrobial Agents for Mycobacterium Tuberculosis. J. Clin.Microbiol, 33, 2324–2327.
Yamaguchi, H.; Uchida, K.; Nagino, K.; Matsunaga, T. 2002.Use fulness of aColorimetric Method for Testing Antifungal Drug Susceptibilities ofAspergillus Species to Voriconazole. J. Infect. Chemother, 8, 374–377
Wink, M. 1999. Functions of Plant Secondary Metabolites and Their Exploitationin Biotechnology. Taylor and Francis. P:1-3.
Zabransky, R.J.; Dinuzzo, A.R.; Woods, G.L. 1995. Detection of VancomycinResistance in Enterococci by the Alamar MIC System. J. Clin.Microbiol,33, 791–793. 4