+ All Categories
Home > Documents > Skrip Si

Skrip Si

Date post: 27-Oct-2015
Category:
Upload: riomas19
View: 34 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
64
SCIENCE STUDY NURSING PROGRAM HEALTH SCIENCES UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE BATAM Thesis, September 2013 Name: Riomas Suartini S NPM: 51109079 Diet relationship with Genesis Dyspepsia in the Work Area Health Center Botania Belian Village District Batam City in 2013 xii + 40 Pages, 7 tables, 1 Scheme, Appendix 7. ABSTRACT Dyspepsia or indigestion is a term that is often used for patients to explain a number of symptoms that are commonly perceived as upper abdominal disorders and is often accompanied by food intake. Dyspepsia may occur associated with diseases of the gastrointestinal tract or pathological conditions in other organ systems. From the data pre-incident surveys of dyspepsia is most influenced by diet. This study aims to determine the relationship of diet to the incidence of dyspepsia. Design The design of this study with cross sectional analytic. The samples in this study were 50 respondents. Consecutive sampling technique is sampling the samples were taken within a time frame set by the researchers until the sample size is met. The research was conducted on 1 July to 31 July 2013 in the city of Batam Botania Health Center in 2013. Data were collected using questionnaires. Data were analyzed using univariate to determine the frequency of each outcome variable and bivariate computerized using 1
Transcript
Page 1: Skrip Si

SCIENCE STUDY NURSING PROGRAM

HEALTH SCIENCES UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE BATAM

Thesis, September 2013

Name: Riomas Suartini S

NPM: 51109079

Diet relationship with Genesis Dyspepsia in the Work Area Health Center Botania Belian Village District Batam City in 2013

xii + 40 Pages, 7 tables, 1 Scheme, Appendix 7.

ABSTRACT

Dyspepsia or indigestion is a term that is often used for patients to explain a number of symptoms that are commonly perceived as upper abdominal disorders and is often accompanied by food intake. Dyspepsia may occur associated with diseases of the gastrointestinal tract or pathological conditions in other organ systems. From the data pre-incident surveys of dyspepsia is most influenced by diet. This study aims to determine the relationship of diet to the incidence of dyspepsia. Design The design of this study with cross sectional analytic. The samples in this study were 50 respondents. Consecutive sampling technique is sampling the samples were taken within a time frame set by the researchers until the sample size is met. The research was conducted on 1 July to 31 July 2013 in the city of Batam Botania Health Center in 2013. Data were collected using questionnaires. Data were analyzed using univariate to determine the frequency of each outcome variable and bivariate computerized using Chi-square test. The results showed no significant relationship between the diet and the incidence of dyspepsia, evidenced by the results of 0,000 p value <0.05 means that Ho is rejected and no association with the incidence of dyspepsia diet. Health workers are advised to provide clearer information through health education about eating right.

Keywords: Diet, Genesis Dyspepsia

Reading list: 22 (2001 - 2012)

1

Page 2: Skrip Si

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BATAMSKRIPSI, September 2013

Nama : Riomas Suartini SNPM : 51109079

Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Dispepsia di Wilayah Kerja Puskesmas Botania Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota Tahun 2013

xii + 40 Halaman, 7 tabel, 1 Skema, 7 Lampiran.

ABSTRAK

Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk pasien untuk menjelaskan sejumlah gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan perut bagian atas dan sering disertai dengan asupan makanan. Dispepsia dapat terjadi berkaitan dengan penyakit pada traktus gastrointestinal atau keadaan patologik pada sistem organ lainnya. Dari data pre-survei kebanyakan kejadian dispepsia tersebut dipengaruhi oleh pola makan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia. Desain penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 responden. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling yaitu Sampel diambil dalam satu kurun waktu yang telah ditetapkan oleh peneliti sampai jumlah sampel terpenuhi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 Juli – 31 Juli 2013 di Puskesmas Botania Kota Batam Tahun 2013. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisa secara univariat untuk menentukan hasil frekuensi setiap variabel dan bivariat dengan komputerisasi menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan signifikan antara pola makan dengan kejadian dispepsia, dibuktikan dengan hasil p value 0,000< 0,05 artinya Ho ditolak dan ada hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia. Disarankan kepada petugas kesehatan memberikan informasi yang lebih jelas melalui penyuluhan kesehatan tentang pola makan yang benar.

Kata kunci : Pola Makan, Kejadian DispepsiaDaftar bacaan : 22 (2001- 2012 )

2

Page 3: Skrip Si

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dispepsia adalah rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di sekitar ulu hati. Pasien dengan

dispepsia ini biasanya datang dengan keluhan lain seperti kembung, cepat kenyang,

nafsu makan berkurang dan sering bersendawa juga sering muncul (Nurheti, 2009).

Menurut data yang didapat Kasus dispepsia di dunia mencapai  13-40% dari total

populasi setiap tahun. Hasil studi menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Utara, dan

Oseania prevalensi dispepsia bervariasi antara 3% hingga 40%. Dispepsia merupakan

kumpulan gejala yang ditemukan dimasyarakat dunia. Pasien dispepsia merupakan

30% pasien yang berobat pada dokter umum dan 50% yang berobat pada dokter

gastroenterologis. Kondisi ini dilaporkan terjadi pada kira-kira 25% (13-40%)

populasi setiap tahunnya. Di Amerika serikat dan Negara barat ¼ populasi menderita

sindrom ini, dan ¼ populasi yang menderita dispepsia ini mendapatkan pengobatan.

Jones et al (1989) menyimpulkan bahwa Angka kejadian dispepsia dimasyarakat

tergolong tinggi, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas

tingkat keluhan mencapai 38 % dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa

keluhan dispepsia banyak pada usia muda.

Menurut data dari WHO pada tahun 2007, dispepsia menjadi penyakit yang

menempati urutan ketujuh tertinggi di Yogyakarta dengan proporsi sebesar 5,81%

dan sekitar 5,78% di Jakarta.

3

Page 4: Skrip Si

Sedangkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, dispepsia menjadi

penyakit dengan proporsi terkecil di Riau, yaitu sekitar 6,05%. Dan pada tahun 2012

dispepsia merupakan permasalahan yang terbesar di kota Batam. Dari data yang

didapat dari dinas kesehatan kota batam pada tahun 2012 jumlah kasus dispepsia

4,273 jiwa (Dinkes Prov. Kepri , 2012).

Dan dari data yang di dapat dari dinas kesehatan kota batam peneliti menemukan

bahwa data terbanyak untuk kasus dispepsia berada di puskesmas Botania Lokasi ini

merupakan tempat yang banyak terjadinya masalah dispepsia pada tahun 2012

sebanyak 802 orang. Oleh karena itu peneliti melakukan tempat penelitian di

puskesmas botania. Dan dari hasil data yang didapat di puskesmas Botania bahwa

kasus dispepsia merupakan kasus 10 besar masalah kesehatan yang terdapat di

tempat tersebut. Pada saat pre survei pada bulan maret tahun 2013 didapatkan

penderita dispepsia sebanyak 74 orang yang mengalami dispepsia bulan april

sebanyak 73 orang yang mengalami dispepsia dan didapatkan pasien baru sebanyak

51 orang dan pasien lama sebanyak 22 orang sedangkan pada bulan mei sebanyak 36

orang yang mengalami masalah dispepsia dan didapatkan pasien baru sebanyak 26

orang dan pasien lama sebanyak 21 orang, dan dari survey terhadap orang yang

mengalami masalah dispepsia yang sudah ditanya kebanyakan mereka mengatakan

bahwa pemicu dari dispepsia adalah pola makan mereka dan hasil survei dengan tim

kesehatan di puskesmas Botania mengatakan bahwa dispepsia tersebut dipengaruhi

oleh pola makan. Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat

apakah ada hubungan pola makan dengan dispepsia tersebut.

4

Page 5: Skrip Si

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek

praktis sehari-hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek umum dan 60%

pada praktek gastroenterologis merupakan kasus dispepsia. Istilah dispepsia mulai

gencar digunakan pada tahun 80an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan

gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,

muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh diperut, sendawa, rasa panas yang

menjalar ke dada. Sindrom ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit

lambung.

Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami

seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30%

orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data negara barat

didapatkan prevalensinya sekitar 7-41%, tetapi hanya 10-20% yang mencari

pertolongan medis. Angka insiden ini diperkirakan 1-8% (Djojoningrat, 2006).

Surya Sugani dan Lucia Priandarini (2010) menyatakan bahwa Dispepsia adalah

kumpulan gejala yang diakibatkan oleh kelainan saluran makanan bagian atas.

Gangguan pencernaan ini sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan

gejala yang banyak dialami orang pada saat tertentu. Ada orang yang mengalami

gangguan ini sehabis mengkonsumsi makanan atau minuman tertentu, sementara

yang lainnya mengalami saat berada pada kondisi psikologis tertentu.

Keluhan yang menandainya adalah nyeri pada perut atas, perih, mual yang kadang-

kadang disertai muntah, rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia (tidak

nafsu makan), kembung, dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut.

5

Page 6: Skrip Si

Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk pasien untuk

menjelaskan sejumlah gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan perut

bagian atas dan sering disertai dengan asupan makanan (Harrison, 2000).

Haryani Sulistioningsih (2011) menyatakan bahwa Pola makan yang tidak teratur

menjadi masalah yang sering timbul yang menyebabkan terjadinya dispepsia.

Banyaknya aktifitas dilakukan menyebabkan pola makan menjadi terganggu.

Dispepsia menjadi salah satu masalah pada manusia karena kebanyakan orang tidak

menyadari bahwa pola makan yang tidak teratur akan menyebabkan masalah pada

gastroinstestinal mereka.

Banyak orang menganggap bahwa masalah itu hanya hal yang tidak penting sehingga

banyak yang tidak langsung menanganinya padahal jika dibiarkan begitu saja akan

menyebabkan masalah yang besar bagi sistem gastrointestinal. Pada penelitian

terdahulu telah dilakukan penelitian oleh Annisa (2009) dengan judul hubungan

ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia remaja Perempuan Di SMA Plus

Al- Azhar Medan. Peneliti memperoleh data jumlah responden yang pola makannya

tidak teratur yaitu 39 orang (53,4% ). Angka kejadian sindroma dispepsia dari

keseluruhan responden yaitu 47 orang (64,4 % ). Dari hasil penelitian disimpulkan

bahwa besarnya angka kejadian sindroma dispepsia di SMA Plus Al Azhar Medan

ternyata sesuai dengan pola makan remaja perempuan yang tidak teratur.

Ririn Fitri (2013) dengan judul deskripsi Pola Makan Pada Penderita dispepsia pada

mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri

6

Page 7: Skrip Si

Padang. Peneliti memperoleh data mahasiswa yang mengalami dispepsia sebanyak

39 orang. Berdasarkan keteraturan makan responden 38,5% jarang makan teratur,

33% jarang sarapan, 59,0% selalu makan dua kali sehari, 51,3% tidak pernah makan

tepat waktu, 46,1% selalu terlambat makan dan 51,3% selalu makan tunggu lapar

dulu.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pola makan dengan angka kejadian dispepsia di

wilayah kerja puskesmas botania kelurahan belian kecamatan batam kota?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada hubungan antara pola makan dengan angka kejadian

dispepsia di wilayah kerja puskesmas botania kelurahan belian kecamatan

batam kota.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pola makan di wilayah kerja puskesmas botania kelurahan

belian kecamatan batam kota.

b. Kejadian dispepsia di wilayah kerja puskesmas botania kelurahan belian

kecamatan batam kota.

c. Hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia di wilayah kerja

puskesmas botania.

7

Page 8: Skrip Si

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pelayanan kesehatan Puskesmas Botania

Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi perawat di puskesmas untuk dapat

melakukan penyuluhan tentang pola makan yang menjadi penyebab

dispepsia.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan Universitas Batam

Menambah wawasan ilmu pengetahuan pada institusi pendidikan tentang

hubungan antara pola makan kejadian dispepsia di Puskesmas Botania Tahun

2013.

1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang penyebab

dispepsia dengan menggunakan fakor – faktor yang lain.

8

Page 9: Skrip Si

BAB IITINJUAN PUSTAKA

2.1 Dispepsia

2.1.1 Pengertian dispepsia

Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk pasien

untuk menjelaskan sejumlah gejala yang umumnya dirasakan sebagai

gangguan perut bagian atas dan sering disertai dengan asupan makanan.

Dispepsia dapat terjadi berkaitan dengan penyakit pada traktus gastrointestinal

atau keadaan patologik pada sistem organ lainnya (Harrison, 2000).

Dispepsia merupakan kumpulan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak

enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami

kekambuhan (Arif mansjoer, dkk, 2001).

Dispepsia adalah rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di sekitar ulu hati. Pasien

dengan dispepsia ini biasanya datang dengan keluhan mual sampai muntah.

Selain itu, keluhan-keluhan lain seperti kembung, cepat kenyang, nafsu makan

berkurang dan sering sendawa sering juga muncul (Nurheti Yuliarti,2009).

Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas

atau dada bagian bawah. (Pierce Dan Neil, 2006). Dalam konsensus Roma II

tahun 2000 disepakati bahwa dispepsia adalah rasa sakit atau

ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas. Dispepsia adalah

kumpulan beberapa sindrom (gejala) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak

nyaman di epigastrum, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,

9

Page 10: Skrip Si

rasa perut penuh, sendawa, dan rasa panas yang menjalar di dada (Djojoningrat,

2006).

2.1.2 Faktor Penyebab Dispepsia (Djojoningrat, 2006)

1. Sekresi asam lambung, kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya

mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun

dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal, Diduga adanya

peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan

rasa tidak enak diperut.

2. Helicobacter Pilory (Hp), pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya

dipahami dan dimengerti. Dari beberapa laporan kekerapan Hp pada

dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak bermakna dengan angka

kekerapan. Hp pada kelompok orang sehat, mulai ada kecenderungan untuk

melakukan eradikasi Hp pada dispepsia fungsional dengan Hp positif yang

gagal dengan pengobatan konservatif baku.

3. Dismotilitas Gastrointestinal, berbagai studi melaporkan bahwa pada

dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya

hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), tapi harus dimengerti bahwa

proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks,

sehingga ganguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal

tersebut.

4. Ambang rangsang persepsi, dinding usus mempunyai berbagai reseptor,

termasuk reseptor kimiawi, mekanik. Berdasarkan studi kasus dispepsia ini

mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon digaster dan

duodenum.

10

Page 11: Skrip Si

5. Disfungsi autonom, disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam

hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya

neuropati vagal juga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal

lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan akomodasi

lambung dan rasa cepat kenyang.

6. Aktivitas miolektrik lambung, adanya disritmia mioletrik lambung pada

pemeriksaan elektrogastrografi terjadi pada kasus dispepsia.

7. Hormonal, penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan

motilitas antroduodenal.

8. Pola makan, adanya pola makan yang tidak baik dan intoleransi makanan

lebih sering terjadi pada kasus dispepsia.

9. Psikologis, adanya stres dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal.

2.1.3 Tanda Dan Gejala Dispepsia

Tanda dan gejala dispepsia ada 2 bagian yaitu :

a. Tanda dan gejala dispepsia menurut Harrison (2000) adalah:

1. Nyeri epigastrik dan rasa tidak enak pada bagian atas abdomen.

2. Rasa penuh setelah makan (sendawa atau aerofagia).

3. Faltulensi atau keadaan penuh gas pada perut.

4. Mual, Muntah dan Heartburn atau pirosis merupakan rasa hangat atau

terbakar yang letaknya substernal atau diatas epigastrium dengan

penjalaran ke bagian leher dan kadang-kadang ke daerah leher.

5. Kehilangan nafsu makan.

6. Berat badan menurun.

b. Tanda dan gejala dispesia menurut Arif Mansjoer et al, (2001) adalah :

1. Nyeri epigastrik dan rasa tidak enak pada bagian atas abdomen.

2. Rasa penuh setelah makan, sendawa dan flatulensi (gas).

11

Page 12: Skrip Si

3. Mual dan muntah, heartburn.

2.1.4 Patologi dan Penyebab Dispepsia (Arif Mansjoer et al, 2001)

a. Penyakit esofagus, lambung dan duodenum termasuk gastritis, ulkus

peptikum, hiatus hernia, esofagritis refluks, dan karsinoma gaster.

b. Penyakit sistem bilier dan pankreas meliputi kolesistitis, kolelitiasis, dan

pankreatitis.

c. Gangguan lain seperti gagal jantung, uremia dan diabetes.

d. Mungkin disebabkan makanan yang mengiritasi mukosa lambung (kafein,

alkohol, makanan yang sulit di cerna, mentimun) atau coklat dan makanan

lain yang menimbulkan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.

e. Faktor mekanik seperti makan terlalu banyak, makan dengan cepat dan

kesalahan mengunyah mungkin menyebabkan timbulnya gejala-gejala.

f. Penyebab iatrogenik antara lain salisilat, obat antiinflamasi nonsteroid,

steroid dan lain-lain.

g. Dispepsia psikogenik berkaitan dengan ansietas, mudah tersinggung dan

ketegangan.

2.1.5 Pendekatan Diagnostik Pada Pasien Dispepsia

Anamnesis riwayat medis yang cermat harus mencakup penilaian terhadap

kesehatan umum pasien, termasuk kelainan-kelainan ekstraintestinal yang

menyebabkan terjadinya dispepsia. Riwayat diet yang perlu diteliti dinyatakan

dan pasien diminta untuk membuat catatan harian mengenai makanan yang

dimakannya bisa memberikan informasi yang penting (Harrison,2000).

Untuk menegakkan diagnosa diperlukan data dan pemeriksaan penunjang untuk

melihat adanya kelainan organik atau struktural, Adanya keluhan tambahan

12

Page 13: Skrip Si

yang mengancam misalnya penurunan berat badan, anemia, kesulitan menelan,

perdarahan, dan lain-lainnya mengindikasi agar dilakukannya eksplorasi

diagnostik secepatnya. Selain radiologi, pemeriksaan yang biasa dilakukan

adalah pemeriksaan laboratorium, endoskopi, manometri esofago-gastro-

duodenum, dan waktu pengosongan lambung (Djojoningrat, 2006).

2.1.6 Pengobatan dan Pencegahan dispepsia

Pengobatan dan pencegahan dispepsia yaitu :

a.Pengobatan yang dilakukan menurut Arif Mansjoer et al, (2001) adalah :

1. Hindari makanan yang merangsang atau tidak dapat dicerna.

2. Hentikan merokok, kurangi alkohol dan cokelat.

3. Kebiasaan makan teratur dengan makan sedikit-sedikit dan sering, duduk

atau berjalan- jalan setelah makan. Pada saat berbaring kepala dinaikkan.

4. Pemberian antacid secara intensif untuk 2 minggu pertama. Kemudian

kurangi berangsur angsur untuk mengendalikan gejala.

5. Obat kolinergik menolong pada sejumlah penderita dengan esofagitis

peptik.

6. Obat H2-receptor blocker menolong pada penderita tertentu.

7. Hilangkan ansietas dan rasa tegang.

8. Pembedahan penting pada kasus –kasus yang refrakter.

b. Pencegahan pada kasus dispepsia menurut Nurheti Yuliarti (2009), adalah :

1. Menurut para penelitian, makan dalam jumlah kecil tapi sering serta

memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung seperti nasi,

jagung, dan roti akan menormalkan produksi asam lambung, kurangilah

makanan yang dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang pedas,

asam, digoreng dan belemak.

13

Page 14: Skrip Si

2. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol Tingginya

konsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang lambung, bahkan

menyebabkan lapisan dalam lambung terkelupas sehingga menyebabkan

peradangan dan perdarahan di lambung.

3. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh

karena itu, orang yang merokok juga akan meningkatkan resiko kanker

lambung.

4. Ganti obat penghilang rasa sakit. Jika memungkinkan, jangan gunakan

obat penghilang rasa sakit dari golongan NSAIDs seperti aspirin,

ibuprofen, dan naproxen. Obat-obatan tersebut dapat mengiritasi lambung.

5. Berkonsultasilah dengan dokter. Jika anda menemui gejala tersebut

berkonsultasilah untuk mendapatkan solusi terbaik.

6. Peliharalah berat badan. Problem saluran pencernaan seperti rasa terbakar

di lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang

mengalami kelebihan berat badan (obesitas).

7. Memperbanyak olahraga. Olahraga aerobik dapat meningkatkan detak

jantung yang dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga mendorong

isi perut dilepaskan dengan mudah.

2.2 Pola Makan

2.2.1 Pengertian Pola Makan

Hariyani Sulistyoningsih (2011) menjelaskan bahwa “Pola makan adalah

berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah

bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu”. Sedangkan menurut Sri

14

Page 15: Skrip Si

Handajani dalam Haryani sulistyoningsih (2011) menyatakan bahwa pola

makan adalah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam

memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan

pilihan makanan.

Pola makan yang baik selalu mengacu pada gizi seimbang yaitu terpenuhinya

semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan yang seimbang. Terdapat 6 unsur zat

gizi yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral

dan air. Karbohidrat, protein, dan lemak merupakan zat gizi makro sebagai

sumber energi.

Sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur

kelancaran metabolisme tubuh. Kebutuhan zat metabolisme tubuh hanya dapat

terpenuhi dengan pola makan yang bervariasi dan beragam, sebab tidak ada

satupun bahan makanan yang mengandung makro dan mikro nutrien secara

lengkap.

Maka, semakin beragam, semakin bervariasi, dan semakin lengkap jenis

makanan yang diperoleh maka semakin lengkaplah perolehan zat gizi untuk

memenuhi kebutuhan yang optimal.

Banyak orang mengatakan bahwa sehat berawal dari makanan. Terdapat

beberapa tips sehat yaitu : ( Prita Muliarini, 2010)

a. Makanlah aneka ragam makanan.

b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

15

Page 16: Skrip Si

c. Biasakan makan pagi.

d. Minum air putih yang cukup.

e. Lakukan aktifitas fisik setiap hari.

f. Jangan minum-minuman beralkohol.

g. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

h. Bacalah label makanan yang dikemas.

Ada 2 hal yang terkandung dalam pola makan yang sehat yaitu makanan yang

sehat dan pola makannya. Makanan yang sehat yaitu makanan yang

didalamnya terkandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Terlambat

makan karena kesibukan adalah hal yang menjadi faktor yang menyebabkan

banyak orang yang mengalami keluhan pada saluran pecernaan. Keluhan ini

bermuara pada 2 zat yaitu asam lambung dan gas saluran pencernaan. Asam

lambung merupakan cairan yang dihasilkan oleh lambung, bersifat sangat

mengiritasi (merangsang), fungsi utamanya adalah untuk membunuh kuman

yang masuk kedalam lambung bersama makanan. Produksi asam lambung

berlangsung secara terus menerus setiap hari, dan produksinya meningkat pada

malam hari hingga dini hari serta setelah makan (Aep S,2009).

2.2.2 Pola Makan Dan Kebiasaan Makan

a. Pola makan

Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi

untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Pola

makan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kebiasaan, kesenangan,

budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan sebagainya. Sejak

16

Page 17: Skrip Si

zaman dahulu kala, makanan selain untuk kekuatan atau pertumbuhan,

memenuhi rasa lapar, dan selera (Soegeng dan Ranti, 2004).

b. Kebiasaan makan

Makan diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk

kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,

pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu

bentuk pemenuhan atau pemuasan rasa lapar (Soegeng dan Ranti, 2004).

2.2.3 Perhatikan Pola Makan

Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bagi tubuh, harus mengkonsumsi

berbagai sumber makanan secara bervariasi. Tidak ada satupun jenis makanan

yang dapat menyediakan semua zat gizi yang diperlukan tubuh.

Mengkonsumsi berbagai jenis makanan sekaligus dapat memaksimalkan

manfaat dari suatu makanan.

Mengatur pola makan, yang biasa disebut dengan diet sangat penting bagi

kesehatan. Dalam kehidupan sehari-hari diet diartikan sebagai puasa atau

pengurangan porsi makan. Padahal, arti diet yang benar adalah kombinasi

makanan dan minuman di dalam hidangan yang dikonsumsi sehari-hari.

Agar tetap sehat tubuh manusia memerlukan berbagai zat gizi, zat gizi tersebut

adalah karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Selain zat gizi tubuh

juga membutuhkan serat dan juga air sebagai vital kehidupan.

17

Page 18: Skrip Si

a. Sarapan, makan siang, dan makan malam tetap harus terdiri dari sumber

karbohidrat (nasi, kentang, roti), sumber protein (ayam, ikan, tahu, tempe),

sayuran, dan buah.

b. Cara memasaknya sebaiknya ditumis, dipanggang, dipepes, disup atau direbus,

kurangi makanan yang terlalu banyak digoreng ataupun bersantal kental.

Piramida makanan yang mengatur komposisi makanan yaitu :

a. Makananan pokok sumber karbohidrat, seperti padi-padian, pasta, dan serealia

dikonsumsi dalam jumlah paling banyak.

b. Diatas karbohidrat adalah buah dan sayur. Konsumsi sayuran yang dianjurkan

adalah tiga sampai lima bagian, sedangkan buah-buahan dua sampai empat

bagian.

c. Pada tingkatan ketiga adalah kelompok makanan yang merupakan sumber

protein. Termasuk didalamnya susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan,

daging, ikan dan unggas, jumlah anjuran yang dikonsumsi lebih sedikit dari

pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Untuk susu dan hasil olahannya cukup

dua sampai tiga bagian. Demikian juga kacang-kacangan dan hasil olahan

lainnya.

d. Pada tingkatan yang teratas adalah kelompok minyak dan gula. Pada tingkatan

ini jumlah yang dikonsumsi adalah yang paling sedikit dibandingkan ketiga

jenis makanan yang lain.

(Nurhetti Yulianti, 2009 ).

2.2.4 Syarat- Syarat Makanan Sehat

Irianto dan Waluyo (2004) menyatakan bahwa Apabila kita makan, makanan

pertama kali dicerna di dalam mulut, dengan cara dikunyah. Makanan yang

sehat adalah makanan yang higienis serta banyak mengandung gizi. Makanan

18

Page 19: Skrip Si

higienis yaitu makanan yang tidak mengandung kuman penyakit dan tidak

bersifat meracuni tubuh serta lezat rasanya.

a.Syarat-syarat makanan sehat menurut Irianto dan Waluyo (2004) adalah

sebagai berikut :

1. Harus cukup mengandung kalori.

2. Protein yang dikonsumsi harus mengandung kesepuluh asam amino utama

yaitu lisin, triptopan, penilalanin, leusin, isoleusin, threonin, metionin,

valin, dan arginin.

3. Harus cukup mengandung vitamin.

4. Harus cukup mengandung garam mineral dan air.

5. Perbandingan yang baik antara sumber karbohidrat, protein dan lemak.

b. Selain syarat tersebut, menurut Irianto dan Waluyo (2004) agar memberikan

kesehatan bagi tubuh sebaiknya :

1. Mudah dicerna oleh alat pencernaan.

2. Bersih, tidak mengandung bibit penyakit, karena hal ini tentu akan

membahayakan kesehatan tubuh serta tidak bersifat racun bagi tubuh.

3. Jumlah yang cukup dan tidak berlebihan.

4. Tidak terlalu panas pada saat disantap. Makanan yang terlalu panas

disajikan, mungkin saja dapat merusak gigi dan mengunyah pun tidak

dapat sempurna.

5. Bentuk menarik dan rasanya enak.

2.2.5 Pola makan seimbang (Savitri Sayogo, 2008)

Pola makan seimbang mempunyai ciri sebagai berikut :

a. Memberi energi dalam jumlah cukup, sesuai kebutuhan tubuh.

19

Page 20: Skrip Si

b. Memberikan protein dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan tubuh untuk

mekanisme pertahanan tubuh, perbaikan, dan pemeliharaan jaringan.

c. Memberikan lemak dalam jumlah cukup untuk suplai kebutuhan tubuh akan

asam lemak esensial.

d. Menyediakan vitamin dan mineral dalam jumlah cukup.

2.2.6 Pedoman Umum Gizi Seimbang Dari Direktorat Gizi Masyarakat

Direktorat gizi masyarakat RI dalam Sunita Almatzier (2009) menyebutkan

ada 13 pesan dasar yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman

praktis untuk mengatur makanan sehari-hari. Ketiga belas pesan tersebut

yaitu :

a. Makanlah aneka ragam makanan.

b. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan gizi.

c. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

d. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan

energi.

e. Gunakan garam beryodium.

f. Makanlah makanan sumber zat besi.

g. Berikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sampai berumur enam bulan.

h. Biasakan makan pagi.

i. Minumlah air bersih aman dalam jumlah yang secukupnya.

j. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.

k. Hindari minuman beralkohol.

l. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.

m.Bacalah label pada makanan yang dikemas.

20

Page 21: Skrip Si

2.1.7 Jadwal Makan Yang Benar

Jadwal makan yang benar terbagi dua yaitu :

a. Jadwal makan yang benar menurut Persagi (2000) adalah :

Tabel 1. Jadwal makan yang benar

b. Jadwal makan yang

benar menurut

Sediaoetama

(2004) adalah :

1. Makan pagi dimulai dari : 06.00 -07.00.

2. Makan siang dimulai dari : 13.00-14.00.

3. Makan malam dimulai dari : 20.00.

Tabel 2. Jenis Makanan Yang Harus Dihindari Atau Dikurangi Untuk Mencegah Dispepsia

Orang sehat Penderita penyakit dispepsia

Makanan yangharus

dikurangi

Makanan yang harus dihindari

Makanan yangharus dikurangi

Makanan yang harus dihindari

a. Sayuran yang banyak menghasilkan gas, seperti sawi, kol, kembang kol

b. Buah-buahan yang seratnya terlalu kasar, seperti kedongdong

c. Minuman yang mengandung soda

d. Makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung, seperti kopi, anggur, buah

a. Rokokb. Minuman

beralkohol

a. Ikan,daging kambing

b. daging ayam, c. daging sapid. Tempee. Empingf. Kacangg. Oncomh. Brokolii. bayam,

kangkungj. kol, taugek. Cokelatl. Kejum. kedongdong

a. ketan, jagungb. bir c. wiskid. anggur e. tape, dan tuakf. Seafood khususnya

udang, kerang, remis, tiram, dan kepiting

g. Makanan kaleng seperti sarden, kornet

h. Buah-buahan yang mengandung alkohol seperti

i. nangka, durian serta yang mengandung lemak tinggi seperti alpukat

j. Rokokk. Kopil. cuka, cabai, asam dan

21

Waktu Makan07.00 – 08.00 Makan pagi

10.00 Selingan13.00 -14.00 Makan siang

17.00 Selingan19.00 Makan malam

Page 22: Skrip Si

masame. Makanan yang

sulit dicerna, seperti kue tart atau keju

f. Makanan yang merusak dinding lambung seperti cuka, makanan yang terlalu pedas, merica, dan bumbu lain yang merangsang lambung

g. Makanan yang dapat melemahkan klep kerongkongan bawah seperti cokelat, makanan dengan kadar lemak tinggi, gorengan

h. Beberapa jenis karbohidrat yang sulit dicerna seperti beras ketan, mi, bihun, jagung, ubi, singkong

merica.

Sumber: Nurheti Yuliarti, 2009

2.3 Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia

Pada sebagian orang, jenis makanan tertentu tampaknya berhubungan dengan gejala

dispepsia. Sebagian makanan ditolerir dengan baik karena konsistensinya. Makanan

tertentu mungkin tidak ditolerir dengan baik karena pencernaan atau absorbsi

intestinal yang terganggu, seperti makanan berlemak pada pasien penyakit pankreas

22

Page 23: Skrip Si

dan saluran balier. Nutrien-nutrien tertentu dapat menyebabkan efek sistemik yang

intensif akibat defek biokimiawi pada pasien sehingga membuat substansi tersebut

berbahaya, seperti intoleransi galaktosa pada orang-orang yang memiliki

galaktosemia. Pengaruh sefalik, sekresi asam lambung interdingestif atau basal

dapat dipertimbangkan untuk menjadi tahap sekresi. Tahap ini berhubungan dengan

makan, mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira

pukul 7 pagi ( Harrison, 2000 ).

2.4 Penelitian Terkait

a. Annisa (2009) dengan judul hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma

Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus Al- Azhar Medan. Peneliti

memperoleh data jumlah responden yang pola makannya tidak teratur yaitu 39

orang (53,4% ). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan responden

yaitu 47 orang (64,4 % ). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa besarnya angka

kejadian sindroma dispepsia di SMA Plus Al Azhar Medan ternyata sesuai dengan

pola makan remaja perempuan yang tidak teratur.

b. Ririn Fitri (2013) dengan judul deskripsi Pola Makan Pada Penderita dyspepsia

Pada Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas

Negeri Padang. Peneliti memperoleh data mahasiswa yang mengalami dyspepsia

sebanyak 39 orang. Berdasarkan keteraturan makan responden 38,5% jarang

makan teratur, 33% jarang sarapan, 59,0% selalu makan dua kali sehari, 51,3%

tidak pernah makan tepat waktu, 46,1% selalu terlambat makan dan 51,3% selalu

makan tunggu lapar dulu.

23

Page 24: Skrip Si

2.5 Skema Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Dispepsia

24

Faktor – faktor penyebab dispepsia

1. Sekresi asam lambung

2. Helicobacter Pylori (Hp)

3. Dismotilisasi Gastrointestinal

4. Ambang rangsang persepsi

5. Disfungsi autonom

6. Aktifitas mioelektrik lambung

7. Hormonal

8. Pola makan

9. Psikologis

Sumber : Djojoningrat, (2006)

Dispepsia

Page 25: Skrip Si

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melaui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2005).

3.2 Hipotesis Penelitian

Menurut Aziz (2007) Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan

peneliti yang telah dirumuskan.

Ho: Tidak Ada Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia Di

Puskesmas Botania Kecamatan Batam Kota Tahun 2013.

Ha: Ada Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia Di

Puskesmas Botania Kecamatan Batam Kota Tahun 2013.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran ciri yang dimiliki oleh anggota- anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain

(Notoadmojo,2005).

Adapun variabel dalam penelitian ini, variabel independen adalah pola makan

sedangkan variabel dependen adalah kejadian dispepsia.

3.4 Defenisi Operasional

Tabel 3 Defenisi Operasional Pola Makan Dan Kejadian Dispepsia

25

Pola Makan Kejadian Dispepsia

Page 26: Skrip Si

Variabel Defenisi

operasional

Cara ukur Alat ukur Skala

ukur

Kategori

Pola

makan

Suatu kebiasaan

yang dilakukan

oleh manusia

untuk

memenuhi

kebutuhan akan

makan meliputi

jenis makanan,

frekuensi dan

porsi.

Memberikan

pertanyaan

Kuisioner Nominal 1 = jawaban ya.

Untuk pola

makan baik jika

> mean (51-

100%)

0 = jawaban

tidak

untuk pola

makan tidak

baik < mean (0-

50%)

Kejadian

Dispepsia

Suatu keadaan

yang dialami

oleh pasien

yang

merupakan

gejala yang

mirip dengan

gastritis.

Dispepsia

dibagi dalam 2

Melihat dari

rekam medik

dan data

diambil dari

rekam medik

Rekam

medik

Nominal 1= penderita

dispesia lama

0= penderita

dispepsia baru

26

Page 27: Skrip Si

kategori yaitu

dispepsia lama,

dispepsia yang

dialami sudah

berulang kali,

sedangkan

dispepsia baru,

dispepsia yang

dialami tanpa

ada

pengulangan

dispepsia.

3.5 Desain Penelitian

Rancangan penelitian merupakan petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan

untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian

(Nursalam,2008). Desain yang digunakan oleh peneliti adalah desain survei

analitik dengan pendekatan secara cross sectional, karena ingin mengetahui

hubungan sebab akibat keduanya maka keduanya diukur pada saat yang

bersamaan (Rumengan,2008).

3.6 Populasi Dan Sampel

3.6.1 Populasi

27

Page 28: Skrip Si

Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, sesuatu yang mempunyai

karakteristik tertentu (Rumengan, 2008). Populasi yang digunakan adalah

seluruh penderita dispepsia yang berobat kepuskesmas botania.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi dengan karakteristik yang dianggap

mewakili populasi penelitian (Rumengan, 2008).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

dengan cara consecutive sampling. Sampel diambil dalam satu kurun waktu

yang telah ditetapkan oleh peneliti sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.7 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.7.1 Lokasi

Lokasi penelitian yang akan di lakukan adalah di Puskesmas Botania

Kecamatan Batam Kota.

3.7.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang akan di lakukan pada tanggal 01 sampai 31 Juli

2013.

3.8 Pengumpulan Data

3.8.1 Alat Pengumpulan Data

28

Page 29: Skrip Si

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode survei yaitu dengan

pengumpulan data menggunakan kusioner untuk mendapatkan data berupa

tanggapan atau respon dari sampel penelitian (Rumengan,2008).

Dalam pengambilan data penelitian untuk kategori pola makan

menggunakan 10 pertanyaan. Dimana kategori pertanyaan yang diberikan

adalah “ya” dan “:tidak”, jika responden menjawab “tidak” diberikan

dengan nilai 0 dan jika responden menjawab “ya” diberikan nilai 1.

Pertanyaan 1 sampai 3 merupakan pertanyaan berisikan tentang jenis

makanan yang dikonsumsi, pertanyaan 4 sampai 8 merupakan pertanyaan

yang berisikan frekuensi makan dan 9 sampai 10 merupakan pertanyaan

yang berisikan tentang jumlah makanan yang dikonsumsi.

3.8.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir yang diberikan

kepada responden, dimana responden diminta untuk menjawab kusioner

tersebut dan diambil saat itu juga.

3.9 Pengolahan Data

Pengolahan data adalah proses yang dilakukan setelah data diperoleh. Setelah

melalui tahapan penelitian cleaning, coding, scoring dan entering. maka

pekerjaan berikutnya dari peneliti adalah menyusun data-data tersebut menjadi

sebuah rangkaian yang utuh dan menyeluruh (Rumengan, 2008).

3.9.1 Cleaning

Tahapan ini dilakukan pada saat mengumpulkan data kusioner dari

responden atau ketika memeriksa lembar kusioner. Periksa kembali lembar

29

Page 30: Skrip Si

kusioner apakah ada jawaban responden atau hasil observasi yang ganda

atau belum dijawab, jika ada sampaikan kepada responden untuk diisi atau

diperbaiki jawaban pada kusioner tersebut.

3.9.2 Coding

Tahapan memberikan kode pada jawaban responden sendiri dari :

a. Memberi kode identitas responden untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden dan mempermudah proses penelusuran biodata responden jika

diperlukan.

b. Menetapkan kode untuk skoring jawaban responden atau hasil observasi

yang telah dilakukan. Contoh pada kusioner pola makan diberi kode 1

jika ya dan kode 0 jika tidak.

3.9.3 Scoring

Tahapan ini dilakukan setelah ditetapkan kode jawaban atau hasil observasi

sehingga jawaban responden dan hasil observasi dapat diberikan kode.

3.9.4 Entering

Memasukkan data yang telah di skor kedalam komputer seperti ke dalam

spread sheet program excel atau kedalam program komputerisasi.

3.10 Analisa Data

Analisa data juga sering disebut sebagai uji hipotesis yang terdiri dari beberapa

uji statistik tergantung dari desain penelitian.

3.10.1 Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menganalisa terhadap suatu variabel.

Untuk melihat distribusi frekuensi variabel hubungan pola makan

30

Page 31: Skrip Si

yang tidak teratur dengan kejadian dispepsia di puskesmas botania

pada tahun 2013.

Tabulasi data ini menggunakan skala guttman, pada skala pengukuran

tipe ini akan didapatkan jawaban yaitu: “ya” dan “tidak”. Jawaban

responden berupa penilaian yang diberikan skor tertinggi diberikan

nilai 1 dan skor terendah diberikan nilai 0.

3.10.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat terdiri dari metode statistik deskriptif yang

dipergunakan untuk mengumpulkan data dari dua variabel penelitian

yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Rumengan, 2008).

Dalam hal ini peneliti ingin mengukur hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dalam hal ini adalah hubungan pola

makan dengan kejadian dispepsia dengan menggunakan uji Chi square

(x2). Penelitian taraf signifikan 95% untuk melihat hubungan pola

makan dengan kejadian dispepsia. Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

dan Ha diterima, berarti ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen. Begitu sebaliknya bila p value > 0,05 maka

Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen.

31

Page 32: Skrip Si

Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Waktu/Bulan

Maret April Mei Juni Juli Agustus

01. Pengajuan judul

02. Pembuatan proposal

03. Ujian proposal

04. Surat Izin Penelitian

05. Pengumpulan Data

06. Analisa Data

07. Ujian sidang Skripsi

32

Page 33: Skrip Si

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada Bab ini diuraikan tentang hasil penelitian hubungan pola makan dengan

kejadian dispepsia di puskesmas Botania pada tahun 2013, melalui proses

pengumpulan data dengan menggunakan lembar kuesioner yang dilakukan pada

bulan Juli 2013 yang dilakukan terhadap 50 responden. Penyajian data hasil

penelitian meliputi frekuensi untuk melihat variable independen yaitu pola makan

dengan variable dependen yaitu kejadian dispepsia dengan menggunakan uji chi

square.

4.2 Analisa Data

4.2.1 Analisa Univariat

Analisa univariat pada penelitian ini melihat frekuensi variabel bebas pola

makan dan variabel terikat kejadian dispepsia yang akan disajikan dalam

bentuk tabel.

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pola Makan di Puskesmas

Botania Kelurahan Belian Kecamatan Batam Kota

Pola Makan Frekuensi Persent %Pola makan tidak baik 31 62.0

Pola makan baik 19 38.0Total 50 100.0

Tabel 4.1 Dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden ada 31 (62,0%)

responden yang mengalami pola makan tidak baik, ada 19 (38,0%)

responden yang pola makannya baik di puskesmas Botania kelurahan belian

kecamatan batam kota pada tahun 2013.

33

Page 34: Skrip Si

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Kejadian Dispepsia Yang Baru

Dan Lama Di Puskesmas Botania Kelurahan Belian Kecamatan

Batam Kota

Kejadian Dispepsia Frekuensi Persent %Baru 21 42.0Lama 29 58.0Total 50 100.0

Tabel 4.2 Dapat dijelaskan bahwa dari 50 responden, terdapat 21 (42,0%)

responden yang mengalami dispepsia baru dan terdapat 29 (58,0%)

responden yang dispepsia lama di puskesmas Botania kelurahan belian

kecamatan batam kota pada tahun 2013.

4.2.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan

pola makan dengan kejadian dispepsia di puskesmas Botania kelurahan

belian kecamatan batam kota pada tahun 2013 dengan menggunakan uji chi

square dengan ketetapannya bermakna bila P value < 0,05%, sehingga

diperoleh hasil yang disajikan sebagai berikut :

Tabel 4.3

Hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia di wilayah kerja

puskesmas botania tahun 2013

Pola makan

Kejadian dispepsia Total % P value

OR

lama % Baru %Pola

makan baik

17 34,0 2 4,0 19 100 0,000 13

Pola makan tidak baik

12 24.0 19 38,0 31 100

Total 29 21 50

34

Page 35: Skrip Si

Berdasarkan data tabel diatas menunjukkan bahwa kejadian dispepsia yang

yang lama memiliki pola makan yang baik sebanyak 17 (34,0%) responden

dan pola makan yang baik yang mengalami dispepsia baru sebanyak 2

(4,0%) responden, pada kejadian dispepsia yang lama yang memiliki pola

makan yang tidak baik sebanyak 12 (24,0%) responden dan kejadian

dispepsia baru yang pola makan tidak baik sebanyak 19 (38,0%) responden.

Dari hasil perhitungan Chi-Square didapat nilai P value sebesar 0,000

karena P value < 0,05 berarti Ha diterima, dan nilai OR dapat dijelaskan

bahwa pola makan yang tidak baik berpeluang memunculkan 13 kali

terjadinya kejadian dispepsia dibandingkan dengan pola makan yang baik.

Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pola Makan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan seperti terlihat pada

tabel 4.1 distribusi frekuensi pola makan memiliki 50 orang responden

menunjukkan bahwa sebagian besar pola makan dengan kategori pola

makan tidak baik sebanyak 31 (62,0%) oang responden, dan untuk kategori

pola makan baik sebanyak 19 (38,0%) orang responden. Berdasarkan hasil

penelitian yang didapat bahwa pola makan yang ada di puskesmas botania

pada pasien yang menderita dispepsia baru lebih banyak pola makan yang

35

Page 36: Skrip Si

tidak baik, dan pada pasien dispepsia lama lebih banyak pola makan yang

baik.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh

satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat

tertentu (Hariyani Sulistyoningsih, 2011)

4.3.2 Kejadian Dispepsia

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan seperti terlihat pada

tabel 4.2 distribusi frekuensi kejadian dispepsia yang memiliki 50 orang

responden menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian dispepsia yang

dikategorikan lama sebanyak 29 (58,0%) orang responden, dan untuk

kategori kejadian dispepsia baru sebanyak 21 (42,0%) orang responden.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa kejadian dispepsia yang

lama lebih banyak dari pada kejadian dispepsia yang baru.

Kejadian dispepsia merupakan istilah yang sering digunakan untuk pasien

untuk menjelaskan sejumlah gejala yang umumnya dirasakan sebagai

gangguan perut bagian atas dan sering disertai dengan asupan makanan.

Dispepsia dapat terjadi berkaitan dengan penyakit pada traktus

gastrointestinal atau keadaan patologik pada sistem organ lainnya

(Harrison, 2000).

36

Page 37: Skrip Si

Kejadian Dispepsia ada 2 yaitu dispepsia lama yaitu dispepsia yang dialami

secara berulang oleh pasien, sedangkan dispepsia baru yaitu dispepsia yang

dialami oleh pasien baru tanpa ada pengulangan.

Sesuai teori diatas, dengan adanya pola makan yang tidak baik pada pasien

dispepsia maka perlu diberikan kesadaran dari dalam dirinya untuk

mengubah pola makan yang tidak baik tersebut menjadi pola makan yang

baik agar angka kejadian dispepsia dapat berkurang di puskesmas Botania

Kecamatan Batam Kota Kelurahan Belian pada Tahun 2013.

4.3.3 Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Dispepsia

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat ada hubungan yang signifikan antara

pola makan dengan kejadian dispepsia. Hal ini ditunjukkan berdasarkan

perbandingan probabilitas signifikan dengan (P value 0,000 < 0,05) dengan

nilai OR 13 yaitu pola makan dengan kejadian dispepsia berpeluang 13 kali

ada hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia.

Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan bahwa pada sebagian orang,

jenis makanan tertentu tampaknya berhubungan dengan gejala dispepsia.

Sebagian makanan ditolerir dengan baik karena konsistensinya. Makanan

tertentu mungkin tidak ditolerir dengan baik karena pencernaan atau

absorbsi intestinal yang terganggu, seperti makanan berlemak pada pasien

penyakit pankreas dan saluran balier. Nutrien-nutrien tertentu dapat

menyebabkan efek sistemik yang intensif akibat efek biokimiawi pada

pasien sehingga membuat substansi tersebut berbahaya, seperti intoleransi

galaktosa pada orang-orang yang memiliki galaktosemia. Pengaruh sefalik,

37

Page 38: Skrip Si

sekresi asam lambung interdingestif atau basal dapat dipertimbangkan

untuk menjadi tahap sekresi. Tahap ini berhubungan dengan makan,

mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira

pukul 7 pagi ( Harrison, 2000 ).

Hal ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2009)

dengan judul hubungan ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia

remaja Perempuan Di SMA Plus Al- Azhar Medan. Peneliti memperoleh

data jumlah responden yang pola makannya tidak teratur yaitu 39 orang

(53,4% ). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan responden

yaitu 47 orang (64,4 % ). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa besarnya

angka kejadian sindroma dispepsia di SMA Plus Al Azhar Medan ternyata

sesuai dengan pola makan remaja perempuan yang tidak teratur.

Ririn Fitri (2013) dengan judul deskripsi Pola Makan Pada Penderita

dispepsia pada mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik

Universitas Negeri Padang. Peneliti memperoleh data mahasiswa yang

mengalami dispepsia sebanyak 39 orang. Berdasarkan keteraturan makan

responden 38,5% jarang makan teratur, 33% jarang sarapan, 59,0% selalu

makan dua kali sehari, 51,3% tidak pernah makan tepat waktu, 46,1%

selalu terlambat makan dan 51,3% selalu makan tunggu lapar dulu.

Dari 50 responden yang diteliti ada 31 (62,0%) responden yang mengalami

pola makan yang tidak baik, Sedangkan pola makan yang baik sebanyak 19

(38,0%) responden, terdapat 21 (42,0%) responden yang mengalami

38

Page 39: Skrip Si

dispepsia baru dan terdapat 29 (58,0%) responden yang dispepsia lama.

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola makan

dengan kejadian dispepsia di Puskesmas Botania tahun 2013.

39

Page 40: Skrip Si

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan pola

makan dengan kejadian dispepsia di puskesmas Botania Kelurahan Belian

Kecamatan Batam Kota tahun 2013 yaitu :

5.1.1 Pola makan responden terhadap kejadian dispepsia di Puskesmas

Botania Tahun 2013 adalah lebih dari setengah pola makan tidak baik

sebanyak 31 (62,0%) responden

5.1.2 Kejadian Dispepsia di Puskesmas Botania Tahun 2013 adalah

mayoritasnya mengalami dispepsia lama sebanyak 29 (58,0%)

responden.

5.1.3 Terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan

kejadian dispepsia di puskesmas botania kelurahan Belian kecamatan

Batam kota tahun 2013. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian

didapatkan data analisa pola makan dengan kejadian dispepsia

diperoleh bahwa sebanyak 21 (42,0%) responden yang mengalami

dispepsia baru dan terdapat 29 (58,0%) responden yang dispepsia

lama. Sedangkan responden yang memiliki pola makan yang tidak

baik 31 (62,0%) dan responden yang mengalami pola makan yang

baik 19 (38,0%). Pola makan yang baik. Dan dari hasil analisa dengan

nilai OR=13 artinya pola makan yang tidak baik berpeluang 13 kali

terjadinya kejadian dispepsia.

40

Page 41: Skrip Si

5.2 Saran

5.2.1 Bagi institusi pelayanan kesehatan Puskesmas Botania

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan ataupun

informasi mengenai hubungan pola makan dengan kejadian dispepsia ,

sehingga pasien yang berobat mengetahui tentang pola makan.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan (Universitas Batam)

a. Memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pola makan

dengan kejadian dispepsia.

b. Menambah studi kepustakaan tentang hubungan pola makan dengan

kejadian dispepsia sehingga dapat dijadikan masukan bagi peneliti

selanjutnya.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat meneliti masalah ini

dengan sampel yang lebih luas lagi Dan diharapkan kepada peneliti

selanjutnya untuk dapat meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kejadian dispepsia seperti Sekresi asam lambung, Helicobacter Pylori (Hp),

Dismotilisasi Gastrointestinal, Ambang rangsang persepsi, Disfungsi

autonom, Aktifitas mioelektrik lambung, Hormonal dan psikologis.

41


Recommended