+ All Categories
Home > Documents > SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 7 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
218
| IIU ••!!• •••" ' 1D0000177 SOTOP vm RADIISI $KWM$M$W!$ BUKU I PERTANIAN, PETERNAKAN DANBIOLOGI BADAN TENAGA ATOM NASIONAL, JAKARTA, 1998 3
Transcript
Page 1: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

| I I U • • ! ! • • • • " '

1D0000177

SOTOP vm RADIISI

$KWM$M$W!$

BUKU I

PERTANIAN, PETERNAKANDANBIOLOGI

BADAN TENAGA ATOM NASIONAL, JAKARTA, 1998

3

Page 2: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

PLEASE BE AWARE THATALL OF THE MISSING PAGES IN THIS DOCUMENT

WERE ORIGINALLY BLANK

Page 3: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

RISALAH PERTEMUAN ILMIAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGANAPLIKASIISOTOP DAN RADIASI

1997/1998Jakarta, 18-19 Februari 1998

BUKU 1

PERTANIAN, PETERNAKAN,DAN BIOLOGI

BADAN TENAGA ATOM NASIONALPUSAT APLIKASI ISOTOP DAN RADIASIJL. CINERE PASAR JUMAT KOTAK POS 7002 JKSKL JAKARTA 12070; INDONESIATEL. 7690709 - KAWAT/CABLE: JUMATOM - TELEX 47113 CAIRCA IA FAX. 7691607

Page 4: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isdtop dan Radiasi, 1998 -

Penyunting : KPTP PAIR

1. Dr. F. Suhadi, APU2. Ir. Elsje L. Sisworo, MS, APU3. Ir. Munsiah Maha, APU4. Dr. Ir. Moch. Ismachin, APU5. Dra. Nazly Hilmy, PhD., APU6. Dr. Made Sumatra, MS7. Dr. Ir. Mugiono9. Ir. Wandowo

10. Dr. Yanti S. Soebianto

Ketua merangkap AnggotaWakil Ketua merangkap AnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggotaAnggota

PERTEMUAN 1LM1AH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN APLIKASIISOTOP DAN RADIASI (1998 : JAKARTA), Risalah pertemuan ilmiah penelitiandan pengembangan aplikasi isotop dan radiasi, Jakarta, 1 8 - 1 9 Febraari 1998 /Penyunting, F. Suhadi (et al.) - Jakarta : Badan Tenaga Atom Nasional,Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998.2jil. ; 30 cm

Isi Jil. 1. Pertanian, Peternakan, dan Biologi2. Kimia, Lingkungan, Proses Radiasi, dan Industri

ISBN 979-95390-6-4 (no. jil. lengkap)ISBN 979-95390-7-2 <Jil. 1)ISBN 979-95390-8-0 (jil. 2)

1. Isotop - Kongres 1. Judul II. Suhadi, F.

541.388

Alainat : Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasij l . Cinere Pasar JumatKotak Pos 7002 JKSKLJakarta 12070

Page 5: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

PENGANTAR

Sebagaimana pertemuan ilmiah sebelumnya, Pertemuan Iliniah Aplikasi Isotop dan Radiasi

(APISORA) ke-10 yang diselenggarakan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom

Nasional pada tanggal 1 8 - 1 9 Februari 1998 bertujuan untuk menyebarluaskan infonnasi dan hasil

penelitian yang berkaitan dengan aplikasi teknik nuklir dalam bidang Pertanian, Peternakan, Biologi,

Kimia, Lingkungan, Proses Radiasi, dan Industri. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi

yang telah dikembangkan dalam bidang ini dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait

untuk kepentingan masyarakat pada umumnya.

Pertemuan ilmiah kali ini dihadiri oleh 152 orang peserta yang terdiri dari para ilmuwan dan

peneliti, serta wakil-wakil dari berbagai instansi pemerintah (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,

Puslitbang BULOG, Balitbu Solok, Balittas Malang, Balitbio Bogor, Balittro Bogor, Balitpa Sukatnandi,

Balithi Jakarta, dan Depkes), Perguruan Tinggi (UPN Yogyakarta, Univ. Borobudur Jakarta, Univ.

Diponegoro Semarang, Univ. Brawijaya Malang, Univ. Andalas Padang, Univ. Padjadjaran Bandung,

dan IPB Bogor), dan Swasta (PT. Perkasa Sterilindo dan PT. Pfizer Indonesia).

Dalam pertemuan ihniah ini dibahas enam makalah utama yang dibawakan oleh pejabat senior.

Selanjutnya, dibahas sebanyak 51 tnakalah hasil penelitian yang dibagi dalain empat kelompok dan

dipresentasikan secara paralel.

Penerbitan risalah pertemuan ilmiah ini diharapkan dapat menambah sumber informasi dan iJmu

pengetahuan yang berkaitan dengan teknik nuklir bagi pihak yang membutuhkan untuk menunjang

keberhasilan pembangunan di inasa mendatang.

Penyunting,

Page 6: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

DAFTAR ISI

Pengantar : iDaftarlsi iiiLaporan Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah vSainbutan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional vii

MAKALAH UNDANGAN

Program Strategis BATAN dalam Aplikasi Teknik NuklirIYOS R. SUBKY 1

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan HidupRTM. SUTAMIHARDJA 3

Aplikasi Teknik Nuklir dalatn Masalah Pencemaran LingkunganMADESUMATRA 7

Status Iradiasi Pangan Saat ini dan Arah PengembangannyaMUNSIAHMAHA 15

Program Penelitian dan Pengeinbangan Bioteknoiogi di PAIR-BATAN dalain Pelita VIIF. SUHADl 23

Teknologi dan Aplikasi Pemercepat ElektronM. NATSIR 37

MAKALAH PESERTA (PERTANIAN)

Stabilitas daya hasil beberapa galur dan galur mutan kacang hijaui J1{ A.M. RIYANTI SUMANGGONO, MUGIONO, dan LUKMAN HAKJM 47

Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap mutasi klorofil dan variasi genetik sifat agronoini pada\jA \ tanaman kedelai

l ' RIVAIE RATMA dan A.M. RIYANTI SUMANGGONO 51

Evaluasi fosfat alam sebagai sumber hara P pada pola tanam padi-kedelai-kacang hijauX) ' HAVID RASJID, ELSJEL. SISWORO, dan WIDJANGH. SISWORO 55

,,, i Kontribusi pangkasan Gliricidia sepium terhadap produksi dan serapan Njagung manis di tanah\?7^ ultisol

HARYANTO,AFDHALFIRDAUS,danZAHARAA.R 63

f', s Menentukan kemampuan fiksasi N2 legum pohon dengan metode 15NV>' s JOHANNIS WEMAY, SRIHARTISYAUKAT,danELSJEL. SISWORO 69

„ ^ [ Penggunaan teknik nuklir untuk evaluasi efek residu pupuk P terhadap pertumbuhan padi sawah' ^ ' IDAWATI.HAVIDRASJID.HARYANTO.danELSJEL.SISWORO , ; 73N

t g\ os Kemampuan adaptasi inutan ketan padi gogo (Oryza sativa L.) di lahan marginal Batumarta• ITADWIMAHYANI,danM.M.MITROSUHARDJO 81

\?~/\ v> Pengaruhpengeinbaliansisapanenterhadapproduksitanamandankelembapantanahdalam3tahun pada pola tanam tumpang gilirM.M.MITROSUHARDJO 87

ui

Page 7: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

h Pertumbuhan dan kandungan N tanaman sejumlah galur mutan kedelai di lahan masam t c-f1 S. GANDANEGARA,HENDRATNO,HARSOJO,danHISARSIHOMBING l J> 93

•Peinuliaan niutasi pada sorghum (Sorghum bicolor L.) untuk perbaikan tanaman sebagai pakan

it ternak ruminansia ./7SURANTOH : , lh 101

Pengaruh nitrogen dan Bradyrhizobiumjaponicum terhadap pertumbuhan kedelai (Giicine maxI (L.) Merr.) umur dalam dengan metode I5N \^\-

O.S. PADMINI.F. RUMAWAS.H. ASWIDINOOR,danELSJEL. SISWORO ' 107

Pengaruh lapisan Azolla terhadap pertumbuhan, produksi dan efisiensi penggunaan pupuk urea;-, bertanda 15N pada padi sawah <,S\

ETTYHENDRARTI,DIDYSOPANDIE,KOMARUDINIDRIS,danELSJEL.SISWORO Xv 115

Seleksi resistensi mutan pisang ambon kuning terhadap penyakit layu fusarium ,•%V1 ISMIYATISUTARTO, YENY MELDIA, dan JUMJUNIDANG 7 /123

Pengaruh iradiasi dan iiikubasi media tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan jamurlv/ merang (Volvariella volvaceae) r

DARMAWI.danE. SUWADJI ^ 129

MAKALAH PESERTA (PETERNAKAN DAN BIOLOGI)

x Analisis kandungan mineral dalam hijauan pakan ternak dengan menggunakan spektrometri'' pendar sinar-X . /,y

SASANGKA, B.H., J. MELLAWATI, T. TJIPTOSUMIRAT, dan SUHARYONO 137

Pembuatan antigen dari Trypanosoma evansi yang diiradiasi dan kaitannya dengan pembentukan),', antibodi rr- /

SUHARNI SADI dan MUCHSON ARJFIN :... • 141

i: Pembuatan antibodi monoklonal terhadap Salmonella typhimurium dengan teknik hibridomaADRIA P.M. HASIBUAN dan SUHARNI SADl \^\ 147

-, Pengaruh iradiasi sinar gamma pada benih dan komposisi media terhadap regenerasi buku' kotiledon kacang hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)

DAMERIAHUTABARATdanSOERANTO.H \ H 153

, :, Aplikasi formulasi penglepasan terkendali insektisida monokrotofos pada tanaman kedelai r

'• M. SULISTIYATI, ULFA T. SYAHRIR, SOFNIE M.Ch., ALIRAHAYU, dan M. SUMATRA \ i>) 159

165Pembuatan antigen T. evansi dan pengujiannya dengan metode CATT (Card Agglutination Test) , r

" ' M. ARIFIN, IRTISAM, DYAH ESTIKOMA, ERNAWATIYULIA, dan BOKY, J.T V" j

, Regenerasi tanaman dari beberapa sumber eksplan pada mutan kacang tanah1 KUMALADEWI,MASRlZAL,danMUGIONO

Pengaruh pemberian pakan kotoran ayam iradiasi terhadap pertumbuhan dan kandungan logam' ^berat pada ikan mas (C. carpio L.) \

HARSOJO, ANDINI, L.S., SUWIRMA, S., dan R. SINAGA ^ ' 175

Iradiasi jenis khamir lokal dengan neutron cepat untuk seleksi strain baruROSMIARTY A. WAHID, ZURHAN MUKHRI, LUKMAN UMAR, dan IRWANSYAH V 181

/\:-. Studi komparasi transfer nitrogen pada Leguininosa hidup dan mati dengan teknik pelabelan I5N ;" DIDIKWISNUWIDJAJANTO ; 187

IV

Page 8: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi holop dan Radiasi, ] 998

Pemandulan ngengat Helicoverpa armigera (Hubner) (Lepidoptera; Noctuidae) dengan„ r menggunakan radiasi gainma )T7

SUBIYAKTO.WARIDYAHASTATI.danDWIADISUNARTO 195

^ £, Pengaruh transfer isi rumen terhadap laju pertumbuhan sel bakteri dan protozoa ^ -, ^SUHARYONO,WINUGROHO,M.,WIDIAWATI,Y.>danMARIJATI,S f 203

- Studi tentang pengguhaan serum domba pasca vaksinasi Larva tiga (L3) cacing H. contortusy iradiasi pada kelinci ? )

SUKARDnP.,HELMISURYADI,ENDANGPURWATI,GATOTADIWINATA(danIRTISAM 213

l Regenerasi uiutan tanainan pisang ambon kuning dan barangan (Musa spp) berasal dari eksplan ,.''• organ betina dan pucuk ^ 'T

AZRIKUSUMADEWIdanlSHAK 219

Page 9: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi isotop dan Radiasi. 1998

LAPORAN PANITIA PELAKSANAPERTEMUAN ILMIAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

APLIKASIISOTOP DAN RADIASI X PAIR-BATAN DI JAKARTATanggal 18 -19 Februari 1998

Yang terhormat,

Bapak Direktur Jenderal Badan Tenaga AtoinNasional, para Deputi Direktur Jenderal, Kepala PusatAplikasi Isotop dan Radiasi, serta para peserta PertemuanIlmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop danRadiasi yang berbahagia. ,

Pada kesempatan ini perkenankanlali kami selakuPanitia Penyelenggara menyampaikan laporan pelaksanaanPerteinuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi ke 10 yangdiselenggarakan pada tanggal 18-19 Februari 1998.

Sebagaimana perteinuan ilmiah sebelumnya,tujuan utama pertemuan ini ialah untnk menyebarluaskanhasil penelitian yang telah dicapai oleh PAIR agar dapatdimanfaatkan secara maksimal bagi yang menierlukamiya.Selain itu, diharapkan melalui perteinuan ini para penelitidalam dan luar PAIR dapat saling bertukar infonnasi,sehingga dimasa yang akan datang dapat melakukanpenelitian yang lebih baik melalui kerja saina pada jalurformal dan infonnal.

Berbeda dari pertemuan-pertemuan sebelumnya,kali ini kami melaksanakannya dengan segala keterbatasandana. Dalani keadaan krisis keuangan yang dialami olehseniua instansi dan lembaga penelitian, kami masih dapatmelaksanakan pertennian ilmiah ini. Untuk itu kamimengucapkan teriina kasih yang sebesar-besarnya kepadasemua pihak yang telah berupaya mendanai. Dengan inipula kami nienghinibau para peserta untuk dengan penuhantusias mengikuti seluruh persidangan yang ada.

Pada pertemuan kali ini telah terdaftar 132 orang,dengan rincian 60 orang pembawa makalah dan 72 orangpeserta peninjau. Makalah yaiig dipresentasikan terdiri dari6 makalah undangan, dan 54 makalah biasa (sudahtennasuk didalamnya 8 inakalah poster).

Tata cara persidangan, persidangan dibagi atassidang pleno dan sidang kelompok yang masing-masingdilaksanakan pada hari ini dan besok. Sidang kelompok

terdiri dari 4 kelompok, yaitu pertanian, peternakan danbiologi, kimia dan lingkungan, serta proses radiasi danindustri. Presentasi poster diadakan pada esok hari sebelumsidang kelompok, yaitu dari pukul 8.15 sampai denganpukul 9.00. Para peserta diharapkan untuk mengikutiseluruh persidangan. Karena keterbatasan dana, makalahundangan tidak dapat dibagikan. Bagi peserta yangmemerlukan supaya menghubungi panitia.

Bagi para pembawa makalah dan team pemeriksamakalah, kami sangat mengharap pengertiannya supayamenyelesaikan makalah secepat mungkin. Untukmempermudah dan mempercepat penerbitan prosiding,penyerahan makalah lengkap beserta disket paling lambattanggal 8 Mei 1998 harus sudah sanipai ditangan panitia.Bagi peserta dari luar kota, molion diperhatikan, bukan cappos.

Pada akhirnya, sekali lagi panitia mengucapkanbanyak terima kasih kepada semua pihak yang telahbersusah payah mengusahakan terselenggaranya pertemuanini. Panitia juga mohon maaf yang sebesar-besarnya apabilaada kekurangan dan kesalahan baik sengaja maupun tidakdalam pelaksanaan pertemuan ini.

Demikianlah laporan kami, semoga pertemuanilmiah APISORA X ini bermanfaat bagi kita setnua.

Selamat bersidang dan bertukar informasi. Terimakasih.

Jakarta, 18 Februari 1998Ketua Panitia

Pertemuan Iliniah Penelitian danPengembangan Aplikasi Isotop

dan Radiasi X

Dr. YANTI S. SOEBIANTO

vn

Page 10: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pangenibangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

SAMBUTANDIREKTUR JENDERAL

BADAN TENAGA ATOM NASIONAL

AssaJamu 'alaikimi WarahmatuIJahi Wabarakatuh

Para Undangan, Peserta Pertemuan Ilmiah dan Hadirinyang saya hormati.

Alhaindulillah, pagi hari ini kita bersaina-samadapat berkumpul lagi di teinpat ini untuk mengikuti acarapembukaan pertemuan ilmiah "Penelitian danPengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi" yangdiselenggarakan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi(PAIR) - BATAN selama 2 hari, dari tanggal 18 sampaidengan 19 Februari 1998. Pertemuan ilmiah penelitian danpengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi ini sudahmerupakan salah satu acara kegiatan tahunan PAIR.Pertemuan yang sebentar lagi akan resmi dibuka ini adalahmerupakan pertemuan yang kesepuluh kalinya. Padapertemuan-pertemuan yang lalu juga sudah dibahasberbagai hasil penelitian dan pengembangan aplikasi isotopdan radiasi diberbagai bidang. Pada pertemuan ini akandibahas hasil-hasil penelitian dan pengembangan aplikasiisotop dan radiasi dalatn bidang pertanian, peternakan,biologi, kimia, lingkungan, proses radiasi, dan industri.

Hadirin yang saya hormati,

Pertemuan seperti ini sangat penting artinya bagiilmuwan sebagai ajang tukar menukar informasi, berbagaipengalaman untuk memperluas cakrawala serta wawasanmasing-masing. Dengan saling membuka diri, danmengeinukakan "interesf' masing-masing, memungkinkanuntuk terbukanya peluang kerja sama antara satu penelitidengan peneliti lainnya baik dalam satu instansi inaupunberbeda instansi untuk mewiijudkan hasil yang lebih besardan lebih bennanfaat. BATAN melalui Pusat AplikasiIsotop dan Radiasi ditugasi untuk mengembangkan aplikasiisotop dan radiasi diberbagai bidang untuk tujuankesejahteraan umat manusia. Beberapa penelitian danpengembangan ini sudah ada hasilnya dan bahkan sudahada yang dapat diinasyarakatkan baik berupa paketteknologi, produk, infonnasi maupun metodologi. Hasil-hasil tersebut mungkin dapat Saudara ikuti inelaluipemaparan di dalam sidang-sidang kelompok nantinya.

Selain dari hasil tersebut, pengetahuan, keahlian,dan pengalaman yang dimiliki oleh para peneliti sertatersedianya fasilitas penelitian yang makin bertambah baikmerupakan modal yang sangat penting untuk melanjutkankegiatan-kegiatan penelitian untuk mencapai hasil yanglebih baik dimasa mendatang.

Hadirin yang terhormat,

Beberapa bulan belakangan ini negara kita dilandakrisis moneter yang tentunya sangat berpengaruh terhadapkemampuan negara dalam menyediakan dana bagipembangunan. Menurunnya kemampuan ini ditandaidengan adanya penjadwalan kembali beberapa proyekpembangunan dan dampaknya juga dirasakan oleh parapeneliti yang menerima dana penelitian semakin mengecilakibat apresiasi nilai rupiah tersebut. Sudah saatnya parapeneliti meningkatkan kegiatan kemitraan dengan pihakluar sebagai pengguna akhir hasil penelitian ataupundengan mitra dari berbagai instansi terkait sehingga dicapaisinergisme kegiatan. Kita tidak dapat lagi bergantungkepada sumber dana tradisional, yaitu dana yang diperolehmelalui DIP/DIK.

Walaupun begitu saya yakin para peneliti akanmampu menghadapi masalah ini secara bijaksana melaluipenyusunan kembali kegiatan penelitiannya berdasarkanskala prioritas masing-masing.

Hadirin yang saya hormati,

Pada kesempatan ini saya juga inginmenyampaikan penghargaan kepada semua pesertapertemuan iltniah ini, terutama kepada peserta dari luarBATAN yang telah berpartisipasi dalam mensukseskanpertemuan ini. Selamat berseminar, semoga seminar iniberjalan lancar, sukses dan memberikan manfaat imtuk kitasemua.

Akhirnya dengan mengucapkan "Bismillahirroh-manirrohim" pertemuan ilmiah "Penelitian danPengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi" ini secararesmi saya nyatakan dibuka.

Atas perhatian para hadirin saya ucapkan terimakasih.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 18 Februari 1997

DIREKTUR JENDERALBADAN TENAGA ATOM NASIONAL

Ir. M. IYOS R. SUBKJ, M.Sc

IX

Page 11: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PROGRAM STRATEGIS BATAN DALAM APLIKASI TEKNIK NUKLIR

M. Iyos R. Subki

Badan Tenaga Atom Nasional

PENDAHULUAN

Indonesia adalah suatu negara kepulauan yangberada pada posisi yang sangat strategis di daerahkhatulistiwa, yaitu menghubungkan benua Australia danAsia dan samudra Pasifik dan Hindia. Ikliinnya yangmenyenangkan, kekayaan alamnya yang beragam sertajumlah penduduknya yang melebihi 200 juta, menjadikanIndonesia sebagai suatu negara yang mempunyai potensibesar dalani sumber daya inanusia (SDM) dan sumber dayaalain (SDA) untuk berkembang menjadi negara kuat dikawasan Asia-Pasifik.

Menghadapi Era Globalisasi yang akan dimulaipada permulaan abad ke-21, yang ditandai dengan eraperdagangan bebas, investasi bebas serta ketenaga kerjaanbebas, negara-negara yang kurang mampumengembangkan dan memanfaatkan IPTEK untukmengembangkan ekonomi nasionalnya akan menghadapikesulitan untuk bersaing. Pengalaman menunjukkan bahwapada zaman sulit sekarang ini industri yang menggunakanbahan baku iinpor tidak koinpetitif dan sukar bersaingdengan industri yang menggunakan bahan baku lokal.

BATAN adalali lembaga pemerintah yang khususmenangani IPTEK nuklir, yang harus menjawab tantanganbagaimana BATAN melalui IPTEK nuklir dapatmeningkatkan pengabdiannya untuk keselamatan,kesehatan dan kesejahteraan bangsa melalui pemanfaatanpotensi yang dimilikinya. Untuk menunjang program yangkompetitif dan komparatif, mutlak diperlukan suaturumusan VISI BATAN yang realistis berdasarkan tugasdan fungsi BATAN menurut Undang-undang RepublikIndonesia No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran, yangdiikuti oleh ruinusan rencana strategis (Renstra) yanglnemuat sasaran-sasaran jangka panjang serta strategipencapaiannya dengan tahapan-tahapan yang jelas. Renstratersebut dijabarkan dalam bentuk program lima talmnandan program taluman.

Rencana strategis Aplikasi Teknik Nuklir,haruslah dikembangkan berdasarkan skenario yangmenggambarkan keadaan masa sekarang, dan keadaanyang ingin dicapai di masa depan dengan tahapan yangmenjelaskan rencana jangka pendek, menengah danpanjang. Karakterisasi yang dipakai adalah : budaya,sumber daya manusia, iptek dan kesejahteraan. Dalammencapai sasaran yang diinginkan pelaksanaan programharuslah ditunjang dengan jaringan informasi yang luasyang meliputi :• Jaringan informasi intern Organisasi• Jaringan informasi skala Nasional• Jaringan infonnasi skala Internasional

Untuk niemperjelas penjabaran prograin strategisBATAN dalam Aplikasi Teknik Nuklir, dibahas masalah-masalah sebagai berikut :

PENGEMBANGAN KEBIJAKSANAAN APLIKASITEKNIK NUKLIR ABAD-21

Penjelasan mengenai kebijaksanaan AplikasiTeknik Nuklir tersebut terlihat pada Gambar 1, yangmeliputi karakter : Sosial ekonomi budaya (Sosekbud),SDM, Iptek dan Mitra kerja yang diharapkan potensialmenjadi pengguna hasil. Program menetapkan kondisi yangakan dicapai yang didasarkan kepada kondisi karaktersekarang dengan memasukkan parameter yangmempengaruhi seperti Infra Struktur dan Manajemen sertajangka waktu pencapaian.

Lingkungan- Tantangan- Masalah- Peluang

Perjuangan(Rencana + Prograin)

lde

Gambaranmasadepan

- Budaya-SDM- Iptek- Mitra-Ekon

SDMInfrastrukturManajemen

Gambar 1.

KarakterisasiMasa depan dan kondisi sosial, ekonomi serta

budaya (sosekbud) yang diharapkan dijelaskan sebagaiberikut :• Budaya : Waktu, kerja, ilmu, litbang, industri, teamwork• SDM : Kreativitas litbang, inovasi industri,

manajemen, integritas yang tinggi denganimtaq (iman dan taqwa)

• Iptek : Ilmu —•- teknologi -*- industri- produk kualitas tinggi :

inovasi industri —- hasilguna- jasa kualitas tinggi

• Mitra : - industri -«- usaha bersama yang salingmenguntungkan

- leinbaga- hubungan internasional

Sosek ^I > inflasi

Program IptekRumusan prograin Iptek yang akan dikembangkan

harus dicari dari tantangan, masalah dan peluang dengandidukung oleh SDM, infrastruktur dan manajemen sepertiterlihat pada Gambar 2.

Page 12: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembongon Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

•8 y^

i Pt

i <00 \ .

cu \

Gambar 2.

SDM

Iiifrastruktur

Manajemen

Tantangan

Masalah

Peluang

Kita ingin mengembangkan Iptek yang dapatmencapai situasi masa depan yang diharapkan, yaitutercapainya tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Dimensi Iptek Nuklir Abad-21• Landasan Ilmu Dasar (Fisika, Kimia, Biologi,

Infonnatika) yang kuat.• Instnimentasi dan Alat yang canggih seperti : Mesin

pemercepat zarah, Mesin berkas ion, Reaktor plasma.• SDM yang unggul.

PROGRAM JANGKA PENDEK DAN JANGKAPANJANG APLIKASI TEKNIK NUKLIR ABAD-21

Prograin meliputi bidang-bidang sebagai berikut :

Pertanian Berkclanjutan• Mutasi taiiaman pangan, untuk jangka panjang juga

dilakukan untuk tanaman industri dan holtikulturasesuai permintaan pasar. Penelitian biologi molekularmulai diaktifkan.

• Sterile Insect Technique (SIT) dengan radiasi. Tenitainaditekankan untuk menunjang prograin nasional(serangga lokal).

• Peternakan, terutama untuk menunjang programnasional di bidang peteniakan seperti mencari komposisibam makanan tambahan, radiovaksin, inseminasi, dll.

• Pengawetan niakanan sesuai permintaan pasar.Dikembangkan pemakaian Mesin Berkas Elektron disamping sinar gamma.

Memperbaiki Kesehatan Manusia• Biologi radiasi lerapan dan terapi radiasi luilnk berbagai

penyakil (kanker, efek mutagenic, dan carcinogenic dariradiasi dosis rendah dan zat kimia beracun akibat siklusradiasi, dll).

• Kedokteran nuklir untuk diagnostik (fungsi otak danjantung, hipothiroid untuk bayi, biologi molekular, dll).

• Senyawa bertanda untuk kedokteran nuklir danbiomolekul bertanda untuk biologi molekular.

• Sterilisasi radiasi produk kesehatan dan jaringan biologi.• Penelitian nutrisi memakai perunut.• Penelitian lingkungan (penelitian polusi dengan teknik

nuklir dan perunut).

Suplai Air Berkclanjutan• Pendekatan model untuk penelitian : sumber, dinamik,

polusi air tanah.• Pendekatan model penelitian pengaruh air permukaan

dan sedimen.• Pendekatan model untuk intrusi air laut.• Desalinasi air laut dengan reaktor nuklir.

Lingkungan Kelautan yang Bersih dan Aman• Melakukan kajian dan pemantauan aspek pencemaran

bahan radioaktif pada lingkungan kelautan (cleanermarine environment)

• Penelitian ekologi di sekitar lokasi instalasi nuklir daninstalasi pengolahan liinbah radioaktif.

Jasa dan Produk dari Aplikasi Teknik NuklirPertanian, industri, dan kesehatan : Jasa seperti

sterilisasi, pengawetan makanan dan kosmetika denganradiasi, NDT, gauging, dan perunut dalam industri dangeotennal, kedokteran nuklir, analisis bahan, pelapisanpermukaan, shrinkable materials, dll.

Produk seperti : radioisotop, radiofannaka, danbiomolekul bertanda, RIA, IRMA, inutan tanaman,radiovaksin, pakan ternak, peralatan kedokteran nuklir,lateks alam iradiasi, jaringan biologi untuk implantasi(tulang dan amnion).

Jasa konsultasi dan pendidikan.

Aplikasi Isotop dan Radiasi dalam Industri danLingkungan• Proses radiasi untuk produksi material baru,

menggunakan Mesin Berkas Elektron sesuai permintaanpasar, terutama menggunakan indigenous materials.

• Uji tak rusak untuk kendali mutu.• Nucleonic control system untuk peningkatan efisiensi

proses (process control and optimization).• Perunut untuk peningkatan efisiensi proses dan

diagnosis untuk kerja peralatan proses.• Pengolahan limbah dan bahan pencemar non radioaktif

(inembersihkan gas buang industri dan bahan beracunlainnya dengan Mesin Berkas Elektron).

• Teknik nuklir untuk analisis polutan.• Aplikasi isotop untuk pengeinbangan sumber daya alam

(panas bumi dan minyak bumi, dll).

Dokumentasi Kcgiatan dan Penycbarluasan Hasil yangDiperoleh• Semua hasil penelitian harus didokumentasikan dengan

baik menurut sistem terbam.• Penyebarluasan hasil dilaksanakan menurut sistem

infonnasi yang canggih.

KESIMPULAN

Dari uraian Program Strategis Batan dalamAplikasi Teknik Nuklir dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut :• Program haruslah didasarkan pada pemecahan masalah

dengan inemperhatikan kondisi SDM, Infrastruktur dandilaksanakan menurut sisteni nianajeiiien yang baik.

• Tujuan program adalah untuk kesejahteraan masyarakat,yaitu impact sosial-ekonomi dengan memperhatikanlingkungan dan budaya.

• Dalani menyusun dan melaksanakan program, haruslahbertumpu pada U.U. No. 10/1997 tentangKetenaganukliran.

Page 13: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Peneiitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 199$

KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

RTM. Sutainihardja

Staf Ahli Menteri Lingkungan Global, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup

Dalam Repelita I pertumbuhan ekonomi masihsangat bergantung pada penyediaan sumberdaya alain danjasa lingkungan hidup seperti bahan galian, hasil lautan,hutan, lahan subur, keindahan alam, dan sumber daya air.Potensi sumber alam dan lingkungan tersebut masih atnatsedikit yang sudah dikenali. Sementara itu, pertumbuhanekonotni masih memerlukan lebih banyak sumber alam danjasa lingkungan hidup. Oleh karena itu, sasaran petltingdalam pembangunan iingkungan hidup adalahmeningkatnya pengenalan jumlah dan mutu sumber alamserta jasa lingkungan yang tersedia di alam, pengenalantingkat kerusakan, penggunaan, dan kemungkinanpengembangannya. Sasaran ini erat kaitannya denganpengembangan sistem tata guna sumber alam yang lebihadil dan lebili merata. Pengenalan daya dukung lingkunganyang tepat akan membantu pencapaian sasaran penataanruang yang lebih efisien, efektif, dan berwawasanlingkungan. Alokasi kegiatan peinbangunan ke dalamruang yang tepat berdasarkan daya dukung lingkunganakan lebih mudah dilakukan.

Berbagai sumber alam telah digunakan dalampembangunan selama ini. Karena kurang hati-hati dalampemanfaatannya, banyak sumberdaya alam dan lingkunganhidup yang makin menurun jumlah dan mutunya, sehinggamanfaatnya makin berkurang. Sementara itu, di masadepan pembangunan akan makin beranekaragam danmemerlukan dukungan sumber alam dan lingkungan yanglebih beranekaragam pula. Oleh karena itu, diperlukanpemeliharaan sumber alam dan lingkungan hidup yangmasih utuh agar kesempatan bagi pembangunan yang lebihberanekaragam di masa depan tidak berkurang. Dalamhubungan itu, perlu disisihkan sebagian dari ekosisteinalain yang masih utuh dijadikan kavvasan konservasi alam,yang diperlukan sebagai penyediaan plasma nutfah gunapembudidayaannya di masa depan, misalnya denganrekayasa genetik.

Dalam Repelita VI kurang lebih 10 persen dariekosistem alam perlu disisihkan untuk keperluan tersebut,dalam bentuk suaka alam, suaka margasatwa, tamannasional, hutan lindung, dan sebagainya.

Di samping itu, dipelihara pula keanekaragamanhayati yang terdapat di luar kawasan konversi di daerahpedesaan dan lain-lain. Terpeliharanya kawasaii konversi,hutan lindung, keanekaragaman hayati, dan ekosistemkhusus. Wilayah daerah aliran sungai (DAS), terumbukarang dan hutan bakau merupakan sasaran yang pentingbagi pembangunan dan perlindungan lingkungan.

Kemampuan sistem pengelolaan lingkunganhidup menentukan keberhasilan upaya pelestarian fiingsilingkungan. Sistem pengelolaan ini terdiri dari organisasidan tata cara, mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalambentukan ini, juga termasuk institusi dan organisasipemerintah, dunia usalia, dan masyarakat. Pada waktu ini

kerusakan lingkungan hidup sering kali disebabkan olehsistem pengelolaan yang belum efektif dan efisien. Olehkarena itu, sasaran pengelolaan lingkungan hidup lainnyaadalah terbentuknya sistein keletnbagaan yaiig Iebili efisiendan efektif, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, baikdalain lingkungan pemerintah, dunia usaha maupunorganisasi masyarakat. Sasaran ini mencakup pulaterbentuknya kelembagaan dalam sistem pembiayaanlingkungan hidup, organisasi pelaksanaan dan pengawasandan sistem informasi serta komunikasi sosialnya. Dengansistem pengelolaan yang efektif, peran serta masyarakatdalam pembangunan lingkungan hidup akan meningkat.

Kerusakan sumber alam dan pencemaranlingkungan hidup pada umumnya disebabkan oleh kegiatanpembangunan yang kurang memperhatikan daya dukunglingkungan liidup. Limbah industri dan nunah tangga yanglangsung dibuang ke dalam sungai dan sistem perairanalamiah atau ke udara menimbulkan biaya sosial yangmakin besar bagi masyarakat baik dalam bentuk biayauntuk kesehatan, menurunnya produktivitas danpendapatan karena sakit, tidak berfungsinya sungai untukmendukung kegiatan perikanan dan penyediaan air minum,dan sebagainya. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)yang dibuang sembarangan ke dalam lingkungan akanmematikan kemampuan dan fungsi lingkungan hidupdalatn mendukung perikehidupan. Oleh karena itu, sasaranyang penting pula adalah terkendalinya pencemaranperairan dan udara yang disebabkan oleh kegiatanpembangunan atau cara hidup masyarakat.

Diantara berbagai sektor yang menimbulkanpencemaran lingkungan, sasaran pengendalian pencemaranyang terpenting diantaranya adalah sektor perhubungan,energi, pertanaian, pertambangan, dan industri. Dari segilokasi, sasaran pengendalian pencemaran lingkungan hidupyang terpenting adalah daerah padat penduduk dan padatpembangunan, seperti daerah Gresik - Bangkalan -Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo - Lamongan, pantai utaraJawa, Jakarta - Bogor - Tangerang - Bekasi, Bandung Raya,Bagian Timur Kalimantan Timur, Lhok Seuinawe, Medan- Belawan, Ujung Pandang, dan Bali. Sasaran lain adalalipengendalian pencemaran di 101 sungai terpenting diseluruh Indonesia yang sudah mengalaini pencemaranberat.

Meskipun pantai Indonesia terhitung pantai yangterpanjang di dunia, karena kepadatan penduduk danpemanfaatannya tidak merata, beberapa bagian pantai telahmengalaini kerusakan. Sebagian besar terumbu karang danhutan bakau di sepanjang pantai Pulau Jawa, Selat Malaka,dan Bali telah rusak. Daerah pantai ini juga merupakandaerah yang padat pembangunan, baik berupapembangunan pemukiman, industri maupun perhubungan.Dengan demikian, mutu perairan pantai juga mengalamipenurunan sehingga manfaatnya bagi kegiatan budi daya

Page 14: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian don Pengembangan Aplikasi lsotop dan Raiiiasi, 1998-

laut, pariwisata, dan lain-lain menjadi semakin berkurang.Olah karena itu, sasaran pembangunan lingkungan hidupdalam kaitannya dengan daerah pantai ini adalahterkendalinya kerusakan pantai dan terpeliharanya mutudan fungsi kawasan pantai untuk berbagai keperluanpembangunan, terutama bagi keperluan peningkatankesejahteraan penduduk miskin yang banyak terdapat didaerah pantai.

Sebagai akibat penggunaan yang berlebihan tanpaupaya pelestarian fungsinya, banyak lahan subur yang telahberubah menjadi kritis. Di daerah seperti ini lahan tidakdapat memberikan hasil yang meinadai bagi penduduknyasehingga penduduk menjadi Iebih miskin. Tanah kritistersebut dapat ditingkatkan produktivitasnya denganteknologi yang memadai. Rehabilitasi tanah kritis akanmemberikan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagipenduduk yang miskin menjadi sasaran yang penting untukmeningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkanfungsi lingkungan hidup. Sasaran tersebut dikaitkandengan rehabilitasi wilayah DAS. Sekurang-kurangnya 39DAS telah mengalami penurunan mutu dan harusdipulihkan fiingsinya.

KEBUAKSAN AAN PEMB ANGUNAN LEVGKUNGANHIDUP PADA REPELITA VI

Kebijaksanaan pembangunan lingkungan hiduppada Repelita VI meliputi (a) pemilihan lokasipeinbangunan; (b) pengurangan produksi limbah; (c)pengelolaan limbah; (d) petietapan baku mutu lingkungan;(e) pelestarian alam dan rehabilitasi sumber daya alam danlingkungan hidup; dan (f) pengembangan kelembagaan,peran serta masyarakat, dan kemampuan sumber dayamanusia.

a. Pemilihiin Lokasi Pembangunan. Bertambahlajunya pertumbuhan dan kegiatan pembangunan padaRepelita VI menuntut peningkatan efisiensi penggunaansumberdaya alam dan lingkungan. Untuk menghindaripemborosan penggunaan sumberdaya alam dan kerasakanlingkungan, pemilihan lokasi yang tepat untuk setiapkegiatan merupakan pertimbangan utama dan pertamadalam pembangunan.

Pemilihan lokasi peinbangunan didasarkan padakemampuan atau daya dukung lingkungannya, yangmeliputi kemampuan menyediakan bahan baku, menerimadampak yang terjadi dan daya dukung lingkungan tersebut.Kegiatan inventarisasi sumberdaya alam dan lingkunganmerupakaii kegiatan utama yaiig perlu dilakukan. Kegiatanini erat kaitannya dengan penetapan kawasan lindung danpemaiifaatan kawasan budi daya serta penempatan lokasipembangunan yang tepat dalam pola tata ruang nasionaldan daerah.

b. Pengurangan Produksi Limbah. Peningkatanefisiensi produksi dalam bidang industri, pertambangan,transportasi, energi, perumahan, dan lain-lain terusditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangiproduksi limbah yang berupa B3, limbah cair, limbahpadat, dan limbah gas yang langsung dibuang ke

lingkungan alam. Efisiensi produksi tersebut dapatdilakukan melalui pemilihan bahan baku, pengembanganteknologi, pemanfaatan ulang dan lain-lain sehinggaHmbah yang dihasilkan makin berkurang. Di samping itu,dikembangkan pula pengaturan kualitas dan kuantitaslimbah yang dapat dibuang ke media lingkungan hidup.

c. Pengelolaan Limbah. Penyediaan fasilitaspenampungan dan pengelolaan limbah secara terpusat danmemadai akan terus ditingkatkan untuk memberikesempatan bagi para investor untuk mengolah limbahnya.Bagi kegiatan usaha skala kecil penyediaan fasilitaspenampungan dan pengolahan limbah serta pembinaannyayang lebih efektif juga diupayakan peningkatannya.

Pengendalian pencemaran air akan dilaksanakandengan memusatkan perhatian pada sungai dan danau yangmempunyai fungsi strategis dan atau yang telah mengalamidegradasi fungsi. Selain itu, ditingkatkan pula pencegahanintrusi air laut ke dalam air bawah tanah, terutama padakawasan padat pembangunan. Hal itu dilakukan melaluipenataan ruang, pengembangan teknologi, penetapan bakumutu lingkungan dan baku mutu limbah, penerapankebijaksanaan insentif dan disinsentif, serta peran sertamasyarakat.

Sementara itu, pengendalian pencemaran udara diperkotaan dan kawasan industri dikembangkan melaluipenurunan emisi polutan udara dari setiap sumber,pemilihan teknologi yang tepat, pembangunan ruangterbuka hijau, dan taman kota. Di satnping itu, jugadilakukan pengembangan pengelolaan lalu lintas kota yangdapat memperlancar arus kendaraan bermotor danpengembangan sistem angkutan kota yang efisien danefektif. Deinikian pula pemakaian sumber energi yang lebihbersih terus dikembangkan.

Pencegahan pencemaran laut dilakukan melaluipembinaan serta peningkatan pengawasan dan penegakanhukum. Khusus dalam penanggulangan pencemaran olehminyak di laut diusahakan agar perusahaan di bidangperminyakan, pengangkutan, dan pelabuhan mampumenanggulangi dan mencegah terjadinya pencemaran olehininyak. Pengendalian pencemaran laut iiii diarahkan untukmeningkatkan kualitas perairan, terutama pada wilayahstrategis, yaitu wilayah tujuan wisata, kawasan pelabuhandan jalur padat pelayaran, wilayah penambangan lepaspantai, serta wilayah yang secara ekologis peka terhadapkerusakan lingkungan.

Dalam upaya pemeliharaan dan perlindunganlingkungan hidup terus dikembangkan dan ditingkatkankerjasama regional dan internasional. Kerjasama ini,terutama berkaitan dengan masalah lingkungan global,meliputi masalah meningkatnya suhu bumi karenapemakaian bahan bakar fosil yang berlebihan dankebakaran hutan, perubahan iklitn, menipisnya lapisanozon, serta pencemaran di laut lepas.

d. Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Tingkatpencemaran lingkungan suatu daerah dapat ditetapkanberdasarkan kemampuan lingkungan tersebut dalammenerima bahan pencemaran. Kemampuan lingkunganuntuk menerima beban pencemaran tanpa harusmenimbulkan dampak negatif yang berarti dinyatakan

Page 15: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

dalam baku mutu lingkungan. Baku mutu ini selanjutnyadijadikan acuan untuk mengevaluasi dampak dari setiapkegiatan pembangunan terhadap lingkungan. Sesuaidengan sifat dan potensi wilayah yang berbeda-beda, bakumutu lingkungan dari setiap wilayah akan berbeda. Bakumutu lingkungan yang baik merupakan sasaran dalampembangunan lingkungan yang ingin dicapai. Sementaraitu, pencapaian baku mutu limbah merupakan strategibertahap untuk mencapai tujuan baku mutu lingkunganmelalui pengaturan sektoral dan regional. Penetapan bakumutu lingkungan dan baku mutu Iimbah dilanjutkan dandituntaskan dalam Repelita VI, baik pada tingkat nasionalmaupun tingkat propinsi yang belum ada ketetapannya.Penyusunan baku mutu pada tingkat nasional dan bakumutu pada tingkat wilayah atau propinsi dilakukansedemikian rupa, sehingga baku mutu pada tingkat wilayahatau propinsi tidak lebih longgar daripada baku mutu padatingkat nasional.

e. Rehabilitasi dan Pelestarian Sumber DayaAlam dan Lingkungan Hidup. Dalatn rangkamelaksanakan peinbangunan yang pada hakekatnyamerupakan pemaiifaatan suinber daya alam dan lingkunganhidup, masalah terganggunya fungsi kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup tidak dapat dihindarkan.Untuk menjaga agar sumber daya alam dan lingkunganhidup tetap berfiingsi sebagai penyangga kehidupan danmemberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraanmasyarakat, pelestarian, dan rehabilitasi sumber daya alamdan lingkungan hidup terus ditingkatkan.

Rehabilitasi lahan kritis dengan pendekatanpengelolaan DAS terus ditingkatkan dan dilakukan secaralebih terpadu, demikian pula halnya dengan penangananlahan pasca tambajig.

Plasma nutfah yang merupakan bahan bakupenting untuk pembangunan di masa depan, terutama dibidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri,dikembangkan dan dilestarikan bersama denganmempertahankan keanekaragaman biologinya. Pelestarianekosistem alamiah tersebut menduduki prioritas utamadalam penyelamatan plasma nutfah dan fungsi ekosistemlainnya dalam berbagai bentuk seperti kawasan konversi,hutan lindung, dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Pengamanan sumber daya laut dan pesisir yangberupa terunibu karang, ruinput laut, dan hutan bakau dariperusakan dan pemanfaatan yang berlebihan terusditingkatkan untuk mencegah kerusakan sumber daya alamtersebut dan memelihara kelestariannya.

f. Pengembangan Kelembagaan, Peran SertaMasyarakat, dan Kemampuan Sumber Daya Manusia.Kemampuan kelembagaan yang menangani masalahlingkungan hidup ditingkatkan. Pengembangankelembagaan tersebut mencakup peningkatan keinampuanmanajemen aparatur, penyediaan prasarana yang meinadaidalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, danpembentukan kelembagaan pengendalian dampaklingkungan di daerah yang pesat pembangunannya agarmasalah pengendalian dampak lingkungan dapat ditanganidengan lebih baik.

Pengembangan kelembagaan juga meliputipengembangan dan penyempurnaan perangkat hukum,peraturan perundang-undangan, prosedur, dan koordinasiantar sektor dan antar daerah dalam upaya pengelolaansumber alam dan lingkungan hidup. Sejalan denganpengembangan kelembagaan, dilakukan peningkatanketerpaduan penanganan masalah lingkungan kedalamsetiap kegiatan pembangunan baik sektoral maupun daerah,dan kedalam proses pengambilan keputusan. Sektorprioritas yang perlu memasukkan kebijaksanaan yangberkaitan dengan perlindungan fiingsi lingkungan, antaralain adalah keuangan (fiskal dan moneter) ; undustri danpertambangan, pertanian, dan kehutanan; transmigrasi;perhubungan dan pariwisata; pembangunan daerah;pemukiman dan perumahan, perkotaan dan pedesaan;energi; pengembangan dunia usaha; kelautan dankedirgantaraan; kependudukan; serta ilmu pengetahuan danteknologi.

Peran serta masyarakat merupakan salah satusyarat utama bagi kerberhasilan usaha pengendalian danpelestarian lingkungan. Oleh karena itu, akses masyarakatkepada sumber daya alam dan kemudahan memperolehmodal usaha akan ditingkatkan agar dapat memberipeluang yang lebih besar kepada masyarakat dalampengendalian dan pelestarian lingkungan. Akses dankemudahan ini terutama ditujukan kepada pendudukmiskin baik di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan.Di samping itu, didorong pula kerjasama antara Pemerintahdan masyarakat, Pemerintah dan dunia usaha, serta antaramasyarkat dan dunia usaha di dalam pembangunanlingkungan.

Tingkat peran aktif masyarakat berkaitan eratdengan keberadaan, kemampuan dan kualitas organisasisosial daii organisasi kemasyarakatan yang berkecimpungdalam bidang lingkungan hidup serta tingkat pengetahuandan kesadaran masyarakat tentang lingkungan.Sehubungan dengan itu, akan diupayakan untukmeningkatkan keterlibatan organisasi kemayarakatanseperti organisasi keagamaan, adat, profesi, pemuda,wanita, pramuka, dan pelajar, baik fortnal maupun infonnalyang berada di daerab pedesaan dan perkotaan, dalampengelolaan lingkungan hidup dan membina pengetahuanserta kemampuannya, sehingga peran serta lembagamasyarakat akan lebih efektif.

Peningkatan peran serta masyarakat dalampengelolaan lingkungan hidup diarahkan agar menjangkaulapisan yang lebih luas. Oleh karena itu, ketersediaaninformal yang berkenaan dengan kelestarian sumber alamdan lingkungan hidup akan dikembangkan dan diperluassehingga pengetahuan dan kesadaran masyarakat lebihmeningkat. Hal ini dilakukan, baik melalui pelatihan,penerangan, pendidikan dalam dan Iuar sekolah sertapemberian penghargaan, rangsangan dan dorongan kepadamasyarakat.

Secara keseluruhan kemampuan dan kualitassumber daya manusia, baik aparatur pemerintah,masyarakat maupun dunia usaha yang berkecimpung didalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkunganhidup, terus ditingkatkan.

Page 16: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

APLIKASI TEKNIK NUKLIR DALAM MASALAH PENCEMARANLINGKUNGAN

Made Sumatra

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

APLIKASI TEKNIK NUKLIR DALAM MASALAH PENCEMARAN LINGKUNGAN. Radioanalisisdan teknik perunut merupakan dua metode teknik nuklir yang dapat digunakan dalatn masalah pencemaran lingkungan.Dua jenis metode radioanalisis yang sering digunakan adalah analisis aktivasi netron (AAN) dan spektrometri fluoresensisinar-X. Kedua metode ini digunakan untuk analisis logam. Teknik perunut dengan senyawa bertanda radioaktifdigunakan untuk mempelajari nasib suatu bahan pencemar dalam suatu sistem lingkungan. Validasi dari setiap metodeanalisis yang baru dikembangkan sangat penting mengingat masalah pencemaran lingkungan berkaitan erat denganmasalah pelaksanaan hukum.

ABSTRACT

APLICATION OF NUCLEAR TECHNIQUES ON ENVIRONMENTAL POLLUTION PROBLEMSRadioanalysis and tracer technique are the nuclear techniques that can be used on environmental pollution problems.Neutron activation analysis (NAA) and X-ray fluoresence (XRF) spectrometry are the two methods that are usedfrequently on such problems. These methods are used for metal analysis. Tracer technique with radioactive labelledcompounds are used to study the fate of the pollution substances in environmental systems. It is very important tovalidate every new developed analysis method, due to the environmental pollution problem closely related to the lowenforcement.

PENDAHULUAN

Definisi: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruangdengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhikelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusiaserta makhluk hidup lain.Pasal 1, UU No 23 Th. 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (1).

Masalah pencemaran lingkungan dewasa ini sudahmenjadi permasalahan global dan sudah tidak mengenalbatas-batas negara. Penggunaan batubara sebagai sumberenergi di Inggris dapat menimbulkan hujan asam di negara-negara Skandinavia. Kebakaran hutan di Kalimantan danSumatera asapnya selain mencemari udara di lokasikebakaran, juga menimbulkan masalah di negara-negaratetangga kita di Malaysia, Singapura dan bahkan sampaike Thailand bagian selatan. Masalah yang paling hangatdewasa ini adalah pemanasan global dan penipisan lapisanozon di atmosfer. Pemanasan global terutama disebabkanoleh peningkatan kadar CO2 di udara, sebagai hasilpembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi dangas alam), yang mengakibatkan efek rumah kaca. Penipisanlapisan ozon disebabkan oleh penggunaan gas-gas yangbersifat sangat stabil secara besar-besaran dalam industriseperti penggunaan gas kloro-fluorokarbon (freon) dan metilbromida. Gas-gas ini naik ke lapisan atas atmosfer bumisampai mencapai lapisan ozon yang akhirnya bereaksidengan molekul ozon. Para ahli iklim dan kesehatanmenghawatirkan, jika emisi gas CO2 dan gas freon makin

meningkat, dikhawatirkan akan menimbulkan perubahaniklim dengan berbagai konsekuensinya dan peningkatankejadian kanker kulit karena radiasi sinar UV yang sampaike pennukaan bumi makin meningkat. Masalah pemanasanglobal dan penipisan lapisan ozon merupakan isu-isulingkungan global. Di tingkat regional dan lokal isu-isulingkungan lainnya tidak kalah pentingnya karena secaranyata dirasakan akibatnya oleh penghuni wilayah yangbersangkutan. Berbagai aktivitas manusia di bidang industri,perdagangan, transportasi, pertanian dsb. pastimenghasilkan Iimbah yang pada akhirnya akan terbuangke lingkungan dan secara langsung maupun tidak langsungmempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Hal ini telahlama disadari oleh hampir semua pemerintah danmasyarakat di semua negara, baik di negara maju maupundi negara sedang berkembang. Maka di banyak negaradibentuk badan-badan atau lembaga-lembaga perlindunganlingkungan, misalnya Environmental Protection Agency diAmerika Serikat. Untuk Indonesia, Pemerintah menugasiMenteri Negara Lingkungan Hidup untuk mengelolalingkungan hidup di Indonesia. Telah banyak usaha dankegiatan yang dilakukan oleh Kantor Menteri NegaraLingkungan Hidup. Di bidang peraturan dan perundang-undangan telah diterbitkanUndang-undang Nomor 4 Tahun1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok LingkunganHidup yang kemudian diperbarui menjadi Undang-undangNomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup (UU No 23/1997) (1). Selain itu telah puladikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990tentang Pengendalian Pencemaran Air (PP. No. 20/1990),Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang

Page 17: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi holop dan Radiasi, 1998 _

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PP. No. 51/1993)dan Kepulusan Menteri Kependudukan dan LingkunganHidup Nomor KEP-03/Men.KLH/W1993 tentang BakuMutu Limbah Cair (2,3,4).

Dalam lampiran PP. No. 20/90 ditetapkan KadarMaksimum berbagai parameter lingkungan: fisika, kiinia,mikrobiologik dan radioaktivitas untuk air golongan A (airininum), golongan B (air baku air minum), golongan C (airuntuk perikanan dan peternakan) dan golongan D (untukpertanian, perkotaan, industri, pembangkit listrik tenagaair).

Untuk melaksanakan ketentuan dalam lampiranPP. No. 20/1990 tentang kadar maksimum berbagaiparameter, dibutuhkan suatu laboratoriiiin yang mampumalaksanakan analisis parameter-parameter lingkunganyang dimaksud. Prosedur analisis yang diperlukan dapatdiadopsi dari prosedur-prosedur yang telah dipakai secarabakudi negara-negara maju. Namun dalamjangkapanjangalangkah baiknya kalau kita dapat menetapkan metodeanalisis sendiri sesuai dengan kondisi di Indonesia. Setiapmetode baru yang dikembangkan harus diuji validitasnyasehingga memenuhi standar internasional. Hal ini meiner-lukan penelitian dan studi yang dilaksanakan dengankesungguhan hati.

Penceinaran lingkungan oleh bahan kiinia,terutama bahan kimia organik, dalam perjalanannyadipengaruhi oleh berbagai pengaruh alami (udara, sinarmatahari, suhu, rnikroorganisme) akan berubah menjadisenyavva baru. Senyawa baru yang terbentuk boleh jadikiirang beracun atau lebih beracun dibandingkan senyawaasal/induknya. Seringkali mekanisme perubahan strukturkimia yang terjadi sangat kompleks, sehingga dari satusenyawa induk terbentuk lebih dari satu senyawaturunannya. Telah banyak studi yang dilakukan di luarnegeri dan hasil-hasilnya dapat kita pelajari dari literatur.Namun perlu disadari bahwa kondisi lingkungan di luarnegeri tempat studi-studi tersebut dilakukan, sangat berbedadengan kondisi lingkungan di Indonesia. Hal inimenyebabkan perbedaan proses peruraian dan metabolismesehingga meinberikan hasil yang berbeda. Karena itu studiserupa perlu dilakukan di Indonesia. Tujuan uraian dalammakalah ini ialah untuk menjelaskan tentang potensiaplikasi teknik nuklir dalam masalah pencemaranlingkungan, sebagai teknik yang saling melengkapi(complementary) dengan teknik-teknik analisiskonvensional.

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Menurut Pasal 1 butir 12 dari UU. No. 23/1997,pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya ataudimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan /ataukomponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatanmanusia, sehingga kualitasnya turun sainpai ke tingkattertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapatberfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Hampir tidak ada kegiatan manusia yang tidakmenghasilkan limbah dalam berbagai bentuknya (padat,cair, gas). Apabila tidak dikelola dengan baik, sebagianbesar limbah tersebut akan masiik mencemari lingkungan

yang dapat menimbulkan berbagai konsekuensi antara laingangguan kesehatan, dan kerugian ekonomi.

Dasar acuan untuk menentukan suatu komponenlingkungan terceinar atau tidak tercemar adalah baku mutulingkungan yang ditetapkan melalui Peratuan Pemerintah.Pada saat ini Indonesia baru memiliki baku mutu air yangditetapkan melalui PP. No. 20/1990. Dalam PP tersebutdijelaskan bahwa yang dimaksud dengan baku mutu airadalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi ataukomponen lain yang ada atau harus ada dan/atau unsurpencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumberair tertentu sesuai dengan peruntukannya. Makhluk hidup,zat, energi dan komponen lainnya dinamakan parameter-parameteryang bila kadar maksimumnya dilampaui berartiair yang mengandungnya dinyatakan tercemar. Parameter-parameter yang dimaksud teardiri dari:

1. Parameter fisika yang meliputi: bau, jumlah zat padatterlarut, kekeruhan, rasa dan warna.

2. Parameter kimia yang meliputi: pH, logain-logam, anionanorganik, dan senyawa organik.

3. Parameter mikrobiologik yang meliputi: kolifonn tinjadan total koliform.

4. Parameter radioaktivitas yang meliputi: aktivitas alphadan aktivitas beta.

Dalam Pasal 9 dari PP. No. 20/1990 disebutkalibaliwa: Metode analisis untuk setiap baku mutu air dan bakuinutu limbah cair dketapkan oleh Menteri, yang dalam halini adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkunganhidup. Karena sampai saat ini metode yang diinaksud belumditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, sedangkankebutuhan analisis yang berkaitan dengan pelaksanaanAMDAL dan sengketa lingkungan perlu dilakukan, makalaboratorium pelaksana menggunakan metode yangdisesuaikan dengan kondisi dan peralatan yang merekamiliki. Ada beberapa buku acuan (5, 6, 7) yang secarainternasional dijadikan pegangan untuk analisis air dan airlimbah. Metode-metode analisis dalam buku-buku tersebutsemuanya merupakan metode konvensional, dalam arti tidaklnenggunakan teknik nuklir, kecuali untuk analisisradioaktivitas. Analisis logam dilakukan denganspektrometri serapan atom (SSA) sedang senyawa organikdianalisis dengan teknik kromatografi gas (KG) dankromataografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Seperti telah disebutkan dalam uraian sebelumnyabaliwa, senyawa-senyawaorganikdapat termetabolisme danterurai menjadi senyawa lain karena pengaruh keadaanlingkungan. Sebagai contoh: DDT, suatu insektisidaorganoklorin mengalami metabolisme dan peruraian sepertipada gambar 1 (8).

Struktur kimia hasil peruraiannya ditentukanberdasarkan metode-metode spektrometri, NMR-proton danC-13, Infra Merah (IR) Ultra Violet (UV) dan SpektrometriMassa. Pemuraian dari hasil-hasil peruraian dilakukandengan cara-cara kromatografi.

TEKNIK NUKLIR

Teknik Nuklir yang dapat diaplikasikan untukmenangani masalah lingkungan dapat dibagi menjadi dua

Page 18: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

yaitu Teknik Radioanalisis dan Teknik Perunut (TracerTecftnigue) (9).1. Radioanalisis didefinisikan sebagai aplikasi peristiwa-

peristiwa radioaktivitas dalain kimia analitik (9). Salahsatu radioanalisis yang banyak digunakan dalamanalisis sampel yang berasal dari lingkungan adalahanalisis aktivasi netron (AAN). Pelaksanaan AAN terdiridari dua langkah pokok yaitu pertama aktivasi sampeldengan cara penembakan berkas netroii terhadap sainpeldan kedua, studi terhadap sampel yang telali tnenjadiradioaktif. Prinsip reaksi aktivasi dalam AAN adalahreaksi (n, y), inti atom unsur yang ditembak menangkapsatu netron, menjadi unsur radioakatif memancarkansinar y.

Misalnya:

59Co ( n, y) 60Co (E 1173 keV dan 1332 keV)l96Hg ( n, y ) 197Hg (E77keV)

Identifikasi unsur didasarkan pada energi sinar y yangdipancarkan sainpel. Netron yang digunakan dalamNAA adalah netron tennal yang berasal dari reaktoratom. Netron tennal merupakan netron yang mudahditangkap oleh hampir semua inti atom, terutama intiatom logam-logam berat. Maka NAA terutamadigunakan untuk analisis pencemaran logam-logamberat. Selain reaktor atoin, netron dapat pula dihasilkandari generator netron 14 MeV. Dalam hal ini netronyang dihasilkan adalah netron cepat. Generator netronterutama digunakan untuk AAN radionuklida berumurpendek.

Seperti telah disebutkan di atas, langkah ke duadalam AAN setelah sampel menjadi radioaktif adalahmelakukan studi terhadap zat radioaktif tersebut. Halini dilakukan menggunakan analiser saluran ganda(Multi Channel Anallyzer) dengan detektor Nal (Tl) tipelubang atau detektor Ge (Li). Detektor Nal (Tl) memilikiefisiensi pencacahan yang lebih tinggi dibandingkan'dengan detektor Ge (Li), namun Ge (Li) memilikiresolusi yang lebih baik. Hal ini diperlihatkan dalamilustrasi yang diberikan oleh Westennark (10) dalampengukuran NAA sampel hati Phociana phocana Lin.)menggunakan detektor Nal (Tl) dan Ge (Li) (Gambar 2dan3).Pada Gainbar 2 (detektor Nal [Tl]) terlihat puncak pada70 keV yang berasal dari 197Hg. Dengan menggunakandetektor Ge (Li) (Gainbar 3) puncak pada 70 keVterpisah menjadi puncak68keVyangberasaldari sinar-X 197Au dan puncak 77 keV yang berasal dari sinar yI97Hg.Puncak 68 keV berasal dari kontaminasi unsur Au padasampel, dan setelah ditelusuri, Westermarkmenyimpulkan kontaniinasi tersebut berasal dari guntingyang dipakai untuk mempersiapkan sampel. Darikasusini dapat ditarik pelajaran betapa pentingnya kehati-hatian dan kecermatan dalam mempersiapkan sampel.Teknik sampling, alat untuk sampling dan wadahsampel dan alat-alat untuk menangani sainpel perlubenar-benarbebas dari kontaminasi mengingat kepekaan

teknik AAN. Prosedur sampling perlu diikuti dengancermat.

Kepekaan AAN setara dengan SSA untuk hampirsemuaunsur. Disainping itu, AAN mempunyai beberapakeunggulan yaitu (11):• Dapat dipakai untuk menentukan secara serentak

beberapa unsur dalam satu sampel.• Aktivasi dilakukan langsung terhadap sampel tanpa

perlu terlebih dahulu perlakuan dengan reaksi kimiasehingga terhindar dari kontaminasi yang disebabkanoleh pereaksi yang terkontaminasi. Hal ini berlakuuntuk semua jenis matriks sampel seperti tanah, air,jaringan hewan, dan tanaman.

• Perlakuan kitnia setelah aktivasi (pasca iradiasi),misalnya untuk pemisahan unsur-unsur sangatdipennudah dengan kebebasan menggunakan teknikpengemban (carrier technigue).

Disamping keunggulan yang telah disebutkan, perlujuga dikemukakan beberapa keterbatasannya yaitu:• Mengingat AAN berdasarkan sifat-sifat inti atom,

teknik ini tidak memberikan infonnasi tentangstruktur kiinianya. Misalnya merkuri (Hg) sebagaipencemar lingkungan dapat berupa Hg ++, +Hg-CHj;

CH3-Hg-CH3, C^Hj -Hg-C6H5 dsb. Struktur-strukturtersebut tidak dapat diungkapkan dengan AAN.Untuk menentukan struktumya diperlukan teknik-teknik kroinatografi dan spektrometri massa.

• Makin rendah kadarnya dalam sampel, berarti makinrendah cacah yang dihasilkannya, yangmengakibatkan simpangan baku (standard deviatioii)semakin tinggi.

Indonesia memiliki tiga reaktor atom yang dapatdigunakan untuk AAN, masing-masing berlokasi diSerpong, di Bandung dan di Yogyakarta.

Radioanalisis lain yang semakin banyak digunakanuntuk analisis unsur adalah spektrometri fluoresensisinar-X (X-Ray Fluoresence, XRF). Teknik ini tidakmeinerlukan reaktor atom. Sinar X yang dibutuhkandapat berasal dari tabung sinar X atau dari sumberradioaktif seperti 109Cd, 55Fe dan 241Am. Sampel yangdianalisis disinari dengan sinar-X, sehingga terjadieksitasi elektron. Elektron yang tereksitasi akan kembalike keadaan dasar (ground state) sambil memancarkanfluoresensi sinar-X. Identifikasi unsur dilakukanberdasarkan energi fluoresensi yang dipancarkan dankadarnya (kuantitatif) diukur dengan pencacahan.

2. Teknik Perunut

Teknik perunut adalah cara untuk mengikutiperjalanan nasib (fate) suatu senyawa kimia bertandaradioaktif termasuk metabolit dan hasil degradasinyadalam suatu sistem/lingkungan. Dalam masalahlingkungan, teknik ini terutaina digunakan untukmempelajari tingkah laku suatu bahan kiinia beracunyang digunakan untuk tujuan tertentu sehingga langsungmaupun tidak langsung berakibat pada pencemaranlingkungan. Contoh yang jelas adalah aplikasi pestisidauntuk mengendalikan hama tanaman, vektor penyebabpenyakit dan serangga perusak bangunan. Hanya

Page 19: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Apiikasi holop dan Radiasi, 1998-

sebagian kecil pestisida yang diaplikasikan (misalnyadengan penyemprotan atau penebaran), yang mengenaitanaman maupun hama sasaran. Sebagian akanditerbangkan angin ke tempat lain, atau masuk ke dalamair dan tanah. Bagaimana nasib selanjutnya daripestisida tersebut ?. Teknik perunut dengan senyawabertanda radioaktif merupakan satu-satunya cara untukmempelajarinya.

Kita kembali pada contoh peslisida. Pestisida yaiigsecara harfiah diterjemahkan sebagai zat pembunuhhania adalah senyawa kimia (sebagian besar senyawaorganik) yang umumnya dibuat secara sintetis. Jenisbahan aktif pestisida yang telah terdaftar di KomisiPestisida dan diizinkan untuk digunakan di Indonesiasangat banyak ( ± 300 jenis).Semuanya pasti telah dipelajari tingkah lakunya dilingkungan yang dalam hal ini di lingkungan negara-negara produsennya yang beriklim dingin. Keadaanlingkungan di Eropa maupun di Amerika Serikat tentusangat berbeda dengan di Indonesia. Ambil misalnyacontoh daerah gambut yang dibuka untuk pertanian.Tidak satupun negara di dunia yang secara mendalamtelah mempelajari sifat-sifat fisiko-kimia danmikrobiologis daerah gambut. Pembukaan lahanpertanian pasti akan disusul dengan pemakaianpestisida. Kita ambil contoh herbisida 2,4-D, salah satujenis herbisida yang banyak digunakan di Indonesia.Menurut literatur (12) 2,4-D terurai di lingkunganmenjadi berbagai senyawa seperti terlihat pada Gambar4.

Pertanyaannya : Bagaimana sifatnya di daerahgambut ? Apakah tidak terjadi pelindian yai\ginenyebabkan pencemaran air tanah/air sumur ? Hal inidapat dipelajari dengan teknik perunut, menggunakan2,4-D bertanda C-14 radioaktif. Penandaan dapatdilakukan pada gugus aromatis atau gugus asamnyatergantung kebutuhan studi. Perlu juga disadari padasaat ini senyawa bertanda ini perlu diimport dari luarnegeri yang harganya cukup malial. Rata-rata harganya10 US dolar per mikrocurie senyawa bertanda,tergantung sukar tidaknya cara sintesis yang diperlukan.Sintesis 2,4-D dilakukan menurut reaksi kimia (13)(Gambar 5).

Kalau kita inginkan 2,4-D bertanda digugusaromatiknya, niaka kita menggunakan bahan 2,4diklorofenol yang bertanda C-14 pada cincin benzena.Kalau kita ingin 2,4-D yang bertanda di gugus asamnyakita menggunakan asam kloroasetat yang bertanda C-14 pada atom karbon gugus - CH2 -Harga bahan dasar senyawa bertanda tentu lebih inurahdari harga hasil sintesisnya.

Studi tentang 2,4-D hanya salah satu contoh daripenerapan teknik perunut dalam masalah lingkungan.Penerapan teknik ini tentu dapat dilakukan untuksenyawa-senyawa lain tergantung pada permasalahanyang hendak dipecahkan. Perlu diingat bahwa teknikperunut hanya merunut perjalanan senyawa bertandadan hasil degradasi /metaboiitnya yang masihmengandung bagian molekul yang radioaktif. Struktur

kimia hasil degradasi/metabolitnya ditentukan denganteknik kromatografi dan teknik spektrometri.

Salah satu tugas Pusat Produksi Radioisotop(PPR) Batan di Serpong adalah mensintesis senyawa-senyawa bertanda. Pada saat ini PPR baru mensintesissediaan radiofarmaka untuk keperluan rumah-rumah sakit kedokteran nuklir (14). Seyogianya diinasa yang akan datang PPR juga dapat mensintesissenyawa-senyawa bertanda lain untuk keperluanpenelitian.

KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dilakukan dapatdisampaikan kesimpulan :1. Aplikasi teknik nuklir dalam masalah lingkungan

meliputi dua bidang pokok yaitu bidang radioanalisisdan teknik perunut dengan senyawa bertanda radioaktif.Radioanalisis meliputi AAN dan XRF.

2. Penggunaan teknik nuklir bersifat saling melengkapi(coniplementary) dengan teknik-teknik konvensionalseperti SSA dan teknis spektrometri.

3. Kecermatan dan ketelitian dalam mempersiapkansampel parameter lingkungan sangat diperlukan untukmencegah kontaminasi mengingat tingkat kepekaanteknik nuklir sangat tinggi.

4. Masalah pencemaran lingkungan berkaitan erat denganmasalah hukum. Hasil analisis yang bias akibatkontaminasi sampel akan tnembawa konsekuensihukuin.

DAFTAR PUSTAKA

1. ANONIMOUS :Undang-undang Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup.

2. ANONIMOUS Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentangPengendalian Pencemaran air.

3. ANONIMOUS Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Noinor 51 Tahun 1993 tentang AnalisisMegenai Dampak Lingkungan.

4. ANONIMOUS Keputusan Menteri Kependudukan danLingkungan Hidup Nomor KEP-03/Men.KLH/VI/1993 tentang Baku Mutu Limbah Cair.

5. RODIER, J., Analysis ofWater, John Willey & Sons,NewYork(1975).

6. GREENBERG, A.E., TRUSSEL, R.R., CLESCERI,L.S., eds., Standard Methods for the Examinationof Water and Wastewater, 6* ed. Ainerican PublicHealth Association, American Water WorksAssociation, Water Pollution Control Federation,Washington (1985).

10

Page 20: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-PeneUtian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

7. EATON,A.D, CLESCER1,L.S.,GREENBERG, A.E.,eds., Staiidard Method for the Examination of Waterand Wastewater, 19* ed., American Public HealthAssociation, Washington (1995).

8. O'BRIEN, R.D., Insecticides, Action and Metabolisin,Academic Press New York (1967). 67.

9. DAS, H.A., FAANHOF, A., VANDERSLOOT, H.A.,Environmental Radioanalysis, Elsevier, Ainsterdam(1983) 7. •

10. WESTERMARK, T., Activation Analysis of Mercuryin Environmental Studies. Edvance in ActivationAnalysis (LENIHAN, J. M , THOMSON, S. J.,and GUINN, V. P. eds) Vol. 2 , Academic Press,London(1972)60.

11. SCHULZE, W., Activation Analysis: Some BasicPrinciples. Edvance in Activation Analysis,(LENIHAN, J. M. A., THOMSON, S. J. eds) Vol.1, Academic Press, London (1969) 3.

12. AIZAWA, H., Metabolic Maps of Pesticides, AcademicPress, New York (1982) 91.

13. SITTIG, M., ed., Pesticide Manufacturing and ToxicMaterials Control Encyclopedia, Noyes DataCorporation, New Jersey (1980) 229.

14. WANGSAATMADJA, A. H. R., Peran Iptek nuklirdibidang formasi sebagai unsur pendukungpemenuhan kebutuhan dasar manusia, PidatoPengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Farmasi,Pusat Produksi Radioisotop, Batan, Serpong, 30Desember 1997.

CHCI;

D D D

Gainbar 1. Alur metabolisme DDT (8).

11

Page 21: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

100 100

n o m o r s a l u r a n

Gambar2. Sepktrum gamma Hg dari 0,26 g hatiPhocana phocana Lin. Iradiasi denganfluks netron 4 x 1012 n cnr2 dt' selamakurang lebih 25 jam di reaktor nuklirNorwegia JEEPII. Pencacahan dilakukandengan detektor Nal ( Tl ) tipe lubangselama 5 menit. Cacah pada 70 keV 250000cacah. Kadar Hg yang ditemukan dalamsampel : 1570 ng Hg per g sampel.

cacah

< •

Au K

M

77

21S

130 100

nomor saluran

300

Gambar 3. Sampel yang sama seperti pada Gambar 2. Dicacah dengan detektor Ge(Li) selama 5 menit. Puncak 70 keV dari gambar 2 terpisah menjadipuncak 68 keV (sinar-X dari 197Au) sebanyak 33000 cacah dan puncak 77keV(l97Hg) sebanyak 17000 cacah. Cacah total menjadi 50000 cacah, samadengan seperlima cacah yang diperoleh dengan detektor Nal (Tl).

12

Page 22: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

OCH2C02M

OCM2CO2H

OCH2CO2H

OCH2CO2H

OCH2CO2H

Gambar 4. Alur metabolisme 2,4-D.*. Altematif lokasi penandaan C-14 pada melekul 2,4-D.

OCHjCOON» OCHjCOOH

MiOHester

garam amina

CitCl

Gambar 5. Reaksi sintesis 2,4-D*. Alternatif lokasi penandaan C-14 pada pereaksi peinbuatan 2,4-D bertanda Reaksi dapat

diteruskan sampai pembentukan ester atau garain ainina yaitu bentuk-bentuk kimia 2,4-Dyang digunakan dalam fonnulsi.

13

Page 23: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

STATUS IRADIASI PANGAN SAATINI DAN ARAH PENGEMBANGANNYA

Munsiah Maha

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

STATUS IRADIASI PANGAN SAAT INI DAN ARAH PENGEMBANGANNYA. Iradiasi pangan telahditeliti, diuji dan dikaji secara mendalam selama lebih dari 40 tahun, dan saat ini telah memasuki tahap tinggal landasuntuk penggunaan komersial di banyak negara. Sekitar 40 negara telah melegalisasi penggunaannya untuk berbagaijenis atau kelompok pangan, dan sekitar 60 iradiator komersial telah memberikan jasa iradiasi pangan di 29 negara.Codex Alimentarius Commission telah mengeluarkan Standar Umum Pangan Iradiasi pada tahun 1983 dengan batasmaksimum dosis iradiasi rata-rata yang diserap pangan 10 kGy. Pengumuman terbaru yang dikeluarkan WHO padabulan September 1997 menyatakan bahwa batas 10 kGy tersebut seharusnya ditiadakan saja, karena bukti ilmiahmenunjukkan pangan tetap aman dikonsumsi meskipun diiradiasi sampai 75 kGy, asal tidak terjadi perubahan citarasa secara berlebihan, dan mikroba patogen sudah terbunuh. Perkembangan iradiasi pangan di negara tnaju terutamadi Atnerika telah meningkat belakangan ini, dan diharapkan hal ini akan diikuti pula oleh negara-negara lain. DiIndonesia, teknologi ini telah dilegalisasi sejak tahun 1987, dan enam jenis atau kelompok pangan sudah boleh diiradiasiuntuk tujuan komersial. Teknologi iradiasi masih perlu dikembailgkan dan dimasyarakatkan agar dapat dimanfaatkansccara luas, melalui harmonisasi peraturan antarnegara dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Selain itu, teknikiradiasi untuk beberapa keperluan, baik yang menggunakan dosis rendah, sedang maupun tinggi tnasih perlu dimantapkanatau dikembangkan agar penerapannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis.

ABSTRACT

PRESENT STATUS OF FOOD IRRADIATION AND TREND OF ITS DEVELOPMENT. Foodirradiation has been studied, tested and evaluated intensively for more than 40 years, and at present, this technologyhas been taking-off for commercial use ini many countries. Some 40 countries have approved its application forvarious food items on groups of food, and about 60 commercial irradiators have been providing irradiation services forfood in 29 countries. In 1983, Codex Alimentarius Coinmission adopted a Codex General Standard for Irradiated Foodwith average irradiation dose limit not exceeding 10 kGy. The latest WHO press release on September 1997 statedthat the maxitnum 10 kGy limit should not be there, since scientific evidences indicated that food irradiated even upto 75 kGy was safe to be consumed, as long as the sensory quality was acceptable and pathogenic organisms had beenkilled. The development of food irradiation in advanced countries, especially in USA is very significant lately, andhopefully this will be followed by other countries. In Indonesia, application of this technology has been approved since1987, and six items or groups of food have been cleared for commercial irradiation. Further development and introductionof the technology are still needed to widen its application and to increase public awareness through harmonization ofregulations among countries and dissemination of information. In adition, irradiation techniques for some specificpurposes using either low dose, medium or high doses should be established to support eflective, efficient and econpmicalapplicatton.

PENDAHULUAN

Penelitian dan pengembangan teknologi iradiasipangan yang kita kenal saat ini telah mengalami perjalananpanjang selaina lebih dari 40 tahun. Dalain sejarah teknologipangan, belum ada satu pun teknologi lain yang telahmelalui penelitian, pengujian, sorotan, tantangan danperdebatan yang demikian banyak seperti iradiasi. Hal inimengakibatkan tersedianya sejumlah besar publikasi ilmiahtentang iradiasi pangan yang meliputi aspek kimia, fisika,mikrobiologi, toksikologi, gizi, keamanan, fasilitas,teknologi, ekonomi, pengawasan, pengaturan, dansebagainya. Bibliografi tentang iradiasi pangan terutamayang dipublikasi dalatn media internasional telah diterbitkansecara berkala oleh Federal Research Centre for Nutrition,Jerman sejak tahun 1974 sampai sekarang (1). Infonnasidan bukti ilmiah yang telah tersedia, selanjutnya dijadikan

balian pertimbangan oleh para pakar dan pembuat kebijakanuntuk mengesalikan dan merekomendasikan penggunaaniradiasi sebagai salali satu teknologi baru atau alteniatif yangaman dan bermanfaat (2-5).

Berbagai manfaat dapat diperoleh dari penerapaniradiasi pangan, antara lain untuk mengurangi kehilanganpascapanen, meningkatkan keamanan pangan,meningkatkan perdagangan pangan, dan mengurangi polusiatau kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan kimia.Saat ini, teknologi iradiasi telah digunakan secara komersialatau telah berada pada tahap tinggal landas di banyaknegara, namun volutne pangan iradiasi yang diproduksitnasih sangat sedikit bila dibandingkan dengan yangdiproses menggunakan teknologi lain (6). Hal ini disebabkanpenggunaannya belutn meluas akibat masih kurangnyapengetahuan masyarakat, produsen atau industri pangan,dan juga pejabat pemerintah tentang teknologi ini, serta

15

Page 24: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dctn Radiasi, 1998-

hambatan perizinan. Selain itu, berbagai kendala teknismasih perlu diselesaikan agar teknologi iradiasi dapatditerapkan secara lebih efektif, efisien dan ekonomis.

Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkatstatus iradiasi pangan secara global dan statusnya diIndonesia, serta arah pengembangan selanjutnya untukmenyelesaikan berbagai masalah teknis dan non-teknis yangmasih ada.

STATUS IRADIASIPANGAN SECARA GLOBAL

Penggunaan Komersial

Sampai akhir tahun 1996, teknologi iradiasipangan sudah dilegalisasi penggunaannya oleh sekitar 40negara, namun belum semua negara tersebutmemanfaatkannya, karena sebagian belum memiliki fasilitaskomersial (7-9). Pembangunan fasilitas iradiasi khususuntuk pangan saja belum layak secara ekonomi, karenapermintaan pengguna jasa iradiasi masih terbatas.Umumnya, fasilitas iradiasi yang digunakan untukmengiradiasi pangan hingga saat ini, merupakan iradiatorserbaguna yang digunakan pula untuk mengiradiasi produknon-pangan terutama alat-alat kesehatan untuk tujuansterilisasi. Sainpai Juli 1996, baru 29 negara yang metakukaniradiasi pangan secara komersial dengan menggunakan 59iradiator, dan 6 iradiator baru sedang dibangun di beberapanegara. Jumlah perusahaan yang membuat iradiator gammaada 13 buah, dan iradiatorberkas elektron dan sinar X ada15buah(8).

Pada umumnya, fasilitas iradiasi pangan yang telahberoperasi hingga saat ini menggunakan radiasi gamma dariradionuklida Cobalt-60, dan baru beberapa buah yangmenggunakan berkas elektron yaitu di Odessa (Ukrania),di Roskilde dan Glostmp (Denmark), di Vannes (Prancis),di Ames (Amerika), di Yazd (Iran), di Bergamo dan Padoa(Italia) dan Wlochy (Polandia) (7,8,10). Produk pangan yangpaling banyak diiradiasi ialah : rempah, bumbu masak dansayiiran kering, produk beku (udang, paha kodok dan dagingayam), dan unibi-umbian (kentang, bawang bombay danbawang putih). Negara yang paling banyak memberikan iziniradiasi pangan ialah Afrika Selatan yang termasuk pulasebagai salah satu negara yang banyak melakukan iradiasipangan secara komersial.

Pcrkembangan di Ncgara Maiu

Perkembangan iradiasi pangan di Eropa dalambeberapa tahun terakhir ini relatif sedikit bila, dibandingkandengan perkembangan di beberapa negara berkembang,terutama bila dilihat dari jumlah pemberian izin iradiasiuntuk berbagai produk baru. Perkembangan perizinan yangperlu dicatat terjadi di Inggris yang melegalisasi iradiasi10 jenis produk pangan (1991), Kroasia yang melegalisasi34 jenis produk (1994), Prancis yang menambahkan izinkeju cameinbert (1993), Italia yang menambahkan izinrempah, bumbu dan sayuran kering (1996), dan Polandiayang menambahkan izin sayuran kering (1995).Perkembangan di negara inaju yang menonjol terlihat di

Amerika dengan dioperasikannya iradiator khusus panganpertama di Mulbery, Florida pada tahun 1992, lalu disusuldengan dikeluarkannya beberapa peraturan iradiasi panganoleh Departemen Pertanian Amerika, serta persetujuanUSFDA untuk iradiasi daging.

Pada bulan Oktober 1992, Food Safety andInspection Service (FSIS)-USDA mengeluarkan peraturantentang penggunaan iradiasi untuk mengurangi bakteripatogen, misalnya Salmonella, Campylobacter dan Yersiniapada daging ayam (11). Kemudian pada bulan Mei 1996,Animal and Plant Health Inspection Service (APfflS)-USD Amenerbitkan konsep peraturan penerapan iradiasi untukkesehatan tanaman yang berkaitan dengan karantina secaraluas (12). Perkembangan terbaru ialah keluarnya persetujuandari USFDA tentang penggunaan iradiasi untukmenghilangkan patogen dalam daging (daging sapi, babidan kambing) pada tanggal 3 Desember 1997 (13). Petisiuntuk keperluan ini telah diajukan sejak tahun 1994 setelahterjadinyakasus keracunan hamburgeryang tercemarbakteriE. coli 0157.H7 pada awal 1993 yang mengakibatkankematian empat orang anak, sekitar 200 orang harus dirawatdi rumah sakit, dan lebih dari 700 orang lainnya menderitasakit.

Perkembangan di Amerika ini diperkirakan akanmeinpengaruhi pula status iradiasi pangan di baiiyak negaralain, karena selama ini nampaknya setiap negara bersifatmenunggu negara lain terutama negara besar sepertiAmerika untuk menjadi pelopor. Dengan diterapkannyateknologi iradiasi pangan di Amerika yang merupakannegara pengekspor beberapa jenis produk pangan pentingseperti padi-padian, buah-buahan dan daging, dan selainitu Amerika juga mengimpor berbagai produk pangan darinegara lain, seperti produk perikanan, rempah-rempah danbuah tropis, maka tentu di negara lain yang terlibatdiperlukan kesamaan perlakuan pada produk yang akandiekspor atau diimpor agar perdagangan pangan antarnegaradapat tetap berlangsung.

Pada bulan Mei 1996, Environmental ProtectionAgency Amerika (USEPA) telah mengeluarkan peraturanyang melarang penggunaan gas etilen oksida (ETO) untukfumigasi rempah-rempah. Akan tetapi, pelaksanaanperaturan tersebut masih ditangguhkan atas permintaanAsosiasi Perdagangan Rempah Amerika. Masyarakat Eropatelah melarang penggunaan ETO sejak Janiiari 1991, karenaETO berbahaya bagi pekerja, dan dapat metnbentuk senyawaetilen klorohidrin yang berbahaya pada produk yangdifumigasi. Sejak itu, penggunaan iradiasi untukdekontaminasi mikroba pada retnpah-rempah meningkat diEropa (7).

Pengaturan Iradiasi Pangan

Seperti juga teknologi lain, penerapan iradiasihanya akan efektif, efisien dan aman bila dilaksanakansecara tepat dan terkontrol sesuai dengan tata cara yangtelah dibakukan. Standar Umum Pangan Iradiasi serta TataCara Pengoperasian Fasilitas Iradiasi Pangan telah disusundan diterbitkan oleh Codex Alimentarius Commission padatahunl984(14). Standar Codex tersebut direkomendasikanuntuk dijadikan pedoman dalam menyusun peraturan

16

Page 25: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsolop dan Radiasi, 1998

iradiasi pangan di semua negara anggota WHO dan FAO.Tata cara pelaksanaan iradiasi pangan untuk tujuan atauuntuk produk pangan tertentu, misalnya "Pedoman CaraIradiasi yang Baik untuk Menghambat Pertunasan padaUmbi-umbian" telah disusun oleh ICGFI (InternationalConsultative Group on Food Irradiation) (15).

Untuk memudahkan pengawasan fasilitas iradiasiyang meinberikan jasa pelayanan iradiasi pangan, ICGFItelah melakukan inventarisasi fasilitas iradiasi pangan yangberoperasi di berbagai negara (16). Ketentuan yang berlakudi berbagai negara yang telah memiliki peraturan iradiasipangan terayarta sangat beragam, baik jenis pangan yangdiizinkan, niaupun batas dosis yang digunakan. Oleh karenaitu pada tahun 1994, ICGFI mengeluarkan pedoman untukpemberian izin iradiasi secara umum atau berdasarkankelompok (17). Sampai saat ini pedoman tersebut ternyatabelum banyak diikuti, sehingga kemudian diupayakanhannonisasi peraturan iradiasi pangan per kawasan,misalnya kawasan Asia Pasifik. Upaya ini pun beluinberhasil karena banyak negara dalam satu kawasan belummemiliki peraturan atau belum siap untuk menerimateknologi ini.

Sebagai salah satu upaya untuk mendorong danmempercepat pemanfaatan iradiasi pangan di negara-negaraASEAN, pada tanggal 7 - 10 Oktober 1997 di Jakartadiadakan ASEAN Ad-Hoc Working Group Meeting on FoodIrradiation yang diawali dengan dua lokakarya yangmenghasilkan konsep tentang hanuonisasi peraturan, danmodel protokol penggunaan iradiasi untuk perlakuankarantina buah dan sayuran segar, untuk ASEAN. Konseptersebut akan dibahas pada pertemuan tingkat tinggi paraMenteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (SOM-AMAF)taiuin ini.

Berdasarkan ketentuan Codex yangberlaku liinggasaat ini, semua jenis pangan yang diiradiasi sampai dosis10 kGy aman dikonsumsi, dan tidak perlu dilakukan ujitoksikologi lagi. Bulan September 1997 yang lalu WHOmengeluarkan press release yang menyatakan bahwapangan yang diiradiasi lebih dari lOkGy pun amah karenahasil penelitian ilmiah membuktikan paiigan yang diiradiasisampai 75 kGy pun aman, asal cita rasa makanan tidakbanyak berubah, dan mikroba patogen sudah terbunuh. Dariperkembangan ini dapat diduga bahwa Codex dalam waktudekat akan merevisi ketentuan batas dosis maksiinuni 10kGy yang berlaku saat ini.

STATUS IRADIASI PANGAN DIINDONESIA

Teknologi iradiasi pangan yang telah diteliti dandikembangkan di Indonesia sejak 1968, saat ini sudahdigunakan secara komersial, karena izin penggunaannyadari pemerintah sudah ada sejak Desember 1987. Izintersebut berupa Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 826/MENKES/PER/XII/1987 mengenaiMakanan Iradiasi (18). Dalam Permenkes tersebut baru tigakelompok pangan yang diizinkan untuk diiradiasi yaiturempah-rempah, umbi-umbian dan biji-bijian. Kemudianpada bulan Februari 1995, keluar lagi keputusan MenteriKesehatan RI• No. 152/MENKES/SK/II/1995 tentang

perubahan atas lampiran Permenkes No. 826/1997 (19).Pembahan tersebut ialah pada jenis komoditas pangan yangdiizinkan yaitu dari tiga macam menjadi lima macam. Keduajenis komoditas baru yang diizinkan ialah udang dan pahakodbk beku, serta ikan kering. Pada kelompok biji-bijianada perubahan batas dosis maksimum yang diizinkan yaitudari 1 kGy (untuk menghilangkan serangga) menjadi 5 kGy(termasuk untuk menghilangkan bakteri patogen).

Pada bulan November 1996, Direktur JenderalPengawasan Obat dan Makanan, Depkes meinberikan lagipersetujuan penambahan satu jenis pangan baru untukdiiradiasi, yaitu cabe merah segar (20). Dengan demikian,sudah ada enam jenis atau kelompok pangan yang bolehdiiradiasi di Indonesia hingga saat ini. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentangPangan, iradiasi pangan diatur dalam Pasal 14.

Fasilitas iradiasi komersial juga sudah ada satubuali yaitu railik PT. Perkasa Sterilindo (Indogamma) yangsudah dioperasikan sejak tahun 1992 di Cibitung. Fasilitasini sudah mengiradiasi ribuan ton produk pangan setiaptahun. Produk pangan yang diiradiasi antara lain rempah-reinpah, sayuran kering, kakao bubuk, tepung pati, udangbeku, paha kodok beku, dan lain-lain. Jumlah perusahaanpangan yang telah menggunakan jasa iradiasi di fasilitasini sudah sekitar 60 buah.

ARAH PENGEMBANGAN IRADIASIPANGAN

Penelitian dan pengembangan iradiasi panganmasih terus dilakukan baik di negara maju maupun negaraberkembang untuk memperluas penggunaan teknologi inidalain upaya meningkatkan keamanan dan pengamananpangan, serta memperlancar perdagangan global komoditaspangan. Tanpa pengeinbangan lebih lanjut, hasil yang telahdicapai saat ini akan sia-sia, karena belum optimal untukmendiikung proses komersial yang menguntungkan secaraekonomi.

Untuk mencapai keberhasilan seperti yangdiharapkan, maka pengembangan lebih lanjut harusdiarahkan pada harmonisasi peraturan antarnegara,peningkatan pengetahuan masyarakat, dan pemantapanteknik atau prosedur iradiasi untuk tujuan tertentu yangkebutuhannya sudah mendesak.

Upaya harmonisasi peraturan sudah terlihatdimana-mana, dan ICGFI sebagai suatu organisasiinternasional yang bemaung dibawah FAO, WHO dan IAEAsangat besar dukungan dan peranannya dalam kegiatan ini.Upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agarteknologi iradiasi dapat dikenal dan diterima tnasyarakatluas juga sudah banyak dilakukan misalnya denganpenyebaran infonnasi melalui seminar, cerainah, TV, radio,kaset video, film, kunjungan ke perusahaan pangan,pameran dan penjualan atau pembagian secara gratis sampelpangan iradiasi. ICGFI pun sudah menerbitkan satu serilembaran fakta tentang iradiasi pangan untuk bahaninformasi kepada masyarakat (22). Hasil upayapemasyarakatan teknologi iradiasi pangan dirasakan masihkurang karena intensitas penyebaran informasi serta wilayahyang dapat dijangkau inasih sangat terbatas. Oleh karena

17

Page 26: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

itu, kegiatan pemasyarakatan ini perlu lebili ditingkatkandan diperluas wilayah jangkauannya.

Penerapan iradiasi untuk berbagai tujuan khususyang beberapa tahun terakhir ini mulai diminati karenamunculnya berbagai masalah yang belum berhasildipecahkan dengan teknologi lain, masih memerlukanpenelitian lebih lanjut untuk melengkapi data yang telahada. Sebagai contoh, penerapan iradiasi untiik perlakuankarantina buah dan sayuran segar yang telahdirekomendasikan oleh beberapa organisasi regional daninternasional (23). ICGFI telah merekomendasikan dosisgenerik 150 Gy untuk karantina lalatbuah, tetapi menurutUSDA-APHIS, beberapa jenis lalat buah inembutuhkandosis lebih tinggi, yaitu Ceratitis capitata 225 Gy,Bactrocera dorsalis 250 Gy, dan B. cucurbitae 210 Gy.Oleh karena itu USDA-APHIS mengusulkan dosis generik250 Gy untuk lalat buah, dengan perkecualian dapatmenggunakan dosis lebih rendah, asal menunjukkan datahasil penelitian yang dapat diakui oleh APHIS.

Pada penerapan iradiasi dosis sedang, penelitiandan pengembangan yang dilakukan saat ini terutamaditujukan untuk dekontaminasi mikroba patogen dalamproduk pangan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kasuskeracunan makanan yang menimpa banyak orang yangbersmnber dari makanaii yang sama yang terjadi di beberapanegara maju seperti di Amerika pada awal 1993, lalu diJepang dan beberapa negara lain. Di Indonesia sendiri,sepanjang tahun 1997 terjadi banyak kasus keracunanmakanan yang dilaporkan melalui media massa karenamenimpa banyak orang pada saat dan di tempat yang samadan sebagian ada yang meninggal dunia. Berbagai kasustersebut ada yang terjadi di tempat pesta perkawinan, disekolah karena program pemberian makanan tambahan, dipanti asuhan, dan yang terbanyak di tempat kerja setelahkaryawan menyantap jatah makanan yang disediakanperusahaan. Hal ini membuktikan bahwa makanan yangdibuat dalam jumlah besar relatif kurang aman, karenasumber kontaminasi mikroba tidak hanyaberasal dari bahanbaku, tetapi juga dari peralatan, pekerja, dan lingkunganyang kurang bersih. Selain itu cara pemasakan danpenyimpanan yang tidak inemenuhi syarat juga menjadipenyebab keracunan makanan.

Produk daging dan hasil perikanan merupakansumber keracunan yang utama karena secara alami produkdemikian sudah tercemar berbagai jenis mikroba patogendari pakan dan lingkungan hidupnya. Oleh karena itubanyak negara maju telah menganjurkan atau menerapkaniradiasi untuk mendekontaminasinya (9).

Penggunaan iradiasi dosis tinggi untukmensterilkan makanan siap saji agar awet disimpan padasuhu kamar juga mulai diminati untuk dikembangkan (8,24). Salah satu alasan ialah untuk mengurangiketergantungan pada fasilitas ruang pendingin yangdiperkirakan akan semakin inahal dengan adanya laranganpenggunaan senyawa CFC (kloro fluoro karbon) yaitu baliankimia yang digunakan pada alat-alat pendingin, karenasenyawa tersebut dapat merusak lapisan ozon di stratosfer.Selain itu, makanan jadi yang serba praktis dan dapatdibawa-bawa untuk keperluan di luar ruinah, misalnya untiikberlayar, naik gunung, naik haji, berkemah dan operasi tim

SAR perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhantersebut. Makanan seperti ini sudali dikembangkan di AfrikaSelatan, dan sudah ada perusahaan yang dapatmenyediakannyaberdasarkan pesanan, tetapi perlu ada izinkhusus dari instansi terkait (24).

Di PAIR-BATAN, penelitian ke arah ini sudahdimulai dan sudali ada hasil yang menggembirakan, yaitupepes ikan mas yang disterilkan dengan iradiasi dapatdisimpan lebih setahun pada suhu kamar dengan mutu yanghampir tidak berubah selaina penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. ANONYMOUS, Bibliography on Irradiation ofFoods,Bundesforschungsanstalt fur Ernahrung, 39(1995).

2. ANONYMOUS, Wholesomeness of Irradiated Food(Technical Report Series 604), WHO, Geneva(1977).

3. ANONYMOUS, Wholesomeness of Irradiated Food(Technical Report Series 659), WHO, Geneva(1981).

4. ICGFI, Task Force Meeting on the Use of Irradiationto Ensure Hygienic Quality of Food, 14 - 18 July1986, Vienna, WHO, Geneva (1987).

5. ICGFI, Irradiation as a Quarantine Treatment of FreshFruits and Vegetables (A Report of the WorkingGroup, Washington, D.C., 22 - 25 March 1994),ICGFI Document No. 17, Vienna (1994).

6. LOAHARANU, P., Food Irradiation in developingCountries : A practical alternative, IAEA Bulletin36 1 (1994) 30.

7. LOAHARANU, P., Commercial application of andtrade developments in food irradiation, ASEAN/ICGFI Seminar on Food Irradiation, Jakarta(1995).

8. ANONYMOUS, Commercial activities on foodirradiation, Food Irradiation Newsletter 20 1(1996).

9. ANONYMOUS, Clearance of item by country,Supplement to food Irradiation Newsletter 20 2(1996).

10. LEEMHORST, J., "Food irradiation technology-Trendsand progress in its commercial application",Harmonization of Regulations on Food Irradiationin Asia and the Pacific (IAEA-TECDOC-696),IAEA, Vienna(1993).

11. FSIS-USDA, Status of food irradiation activities April1993, Food Irradiation Newsletter, H 2 (1993) 39.

18

Page 27: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi. 1998

12. APHIS-USDA, The application of irradiation tophytosanitary probleins, Federal Register, 16 95(1996).

13. USFDA, lrradiation ofmeatproducts, Federal Register,62 232(1997).

14. CAC, Codex general standard for irradiated foods andrecommended international code of practice for theoperation of irradiation facilities used for thetreatment of foods. CAC XV (1984).

15. ICGFI, Code of good irradiation practice for sproutinhibition of bulb and tuber crops, ICGFIDocument No. 8, Vienna (1991).

16. ICGFI, International inventory of authorized foodirradiation facilities, ICGFI Document No. 2,Vienna(1993).

17. ICGFI, Guidelines for the authorization of foodirradiation generally or byclasses of food, ICGFIDocument No. 15, Vienna(1994).

18. DEPKES RI, Peraturan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 826/MENKES/PER/XII/1987Tentang Makanan Iradiasi (1987).

19. DEPKES RI, Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIndonesia No. 152/MENKES/SK/II/1995 tentangPerubahan Atas Lampiran Peraturan MenteriKesehatan No. 826/MENKES/PER/XII/1987Mengenai Makanan Iradiasi (1995).

20. DEPKES RI., Persetujuan makanan iradiasi No. PO.01.02.3.03110, Direktur Jenderal PengawasanObat dan Makanan (1996).

21. ANONIM, Undang-undang Republik Indonesia Nomor7 Tahun 1996 tentang Pangan, Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99 (1996).

22. ICGFI, Facts about Food irradiation, ICGFI Secretariat,IAEA, Vienna(1991).

23. MUNSIAH, M., Iradiasi sebagai salah satu altematifuntuk perlakuan karantina, Buletin B ATAN TahunXVIII 2 (1997) 1.

24. IAEA, Shelf-stable foods through irradiationprocessing, IAEA-TECDOC-843, IAEA, Vienna(1995).

19

Page 28: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Peneliticm dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 -

DISKUSI

NAZLY HILMY

Dilihat dari sejarah makanan iradiasi, penelitiansudah dimulai sekitar 75 tahun yang lalu, tetapi pemakaiansecara komersial belum banyak jika dibandingkan denganteknologi lain. Bagaimana cara pemasaran terbaik di negaraberkembang seperti Indonesia, agar teknologi ini dapatdipakai secara komersial.

MUNSIAH MAHA

Penelitian secara intensif dan meluas bani dimulaiawal taluin 50-an, jadi sekitar 50 lahun yang lalu. Agarteknologi ini dapat dilerima oleh masyarakat dan dilerapkansecara komersial, perlu penyebarluasan infonnasi secarameluas tentang manfaat dan keamanannya, serta untukmenghilangkan mitos yang menggambarkan bahwa semuahal yang berkaitan dengan radiasi berbahaya. Selain itu,dukungan pemerintah berupa pemberian izin yang lebih luastenitama di negara-negara maju sangat menentukan dalammempercepat penerapan iradiasi secara komersial danmewujudkan terlaksananya perdagangan global panganiradiasi.

SUTJIPTO SUDIRO

Menumt pendapat saya dosis 25 kGy sudah cukupuntuk meinbuat steril makanan. Apakah ada makanan^ahanpangan yang diiradiasi dengan dosis 75 kGy ?

MUNSIAH MAHA

Tidak semua jenis makanan/bahan pangan dapatdisterilkan dengan dosis 25 kGy. Untuk nienentukan dosissterilisasi bahan pangan digunakan dosis 12 D10 Chstridiumbotulinum dalam produk yang akan disterilkan. BesarnyaD |0 tersebut dipengaruhi banyak faktor misalnya suhuiradiasi, ada/tidak adanya O2, kadar air, pH dan sebagainya.Hasil penelitian di Amerika menunjukkan nilai 12 D sporaC. botuiinum dalam beberapa proditk daging yang diiradiasidalani kondisi hampa udara pada suhu -30 °C sekitar 45kGy. Jadi ini merupakan dosis sterilisasi minimum. Adamakanan yang dapat diiradiasi sampai 75 kGy atau bahkanlebih, asal cita rasanya masih tetap baik.

WANDOWO

Apa dasar ilmiahnya pembahan batas dosis iradiasidari 10 kGy menjadi 75 kGy ?

MUNSIAH MAHA

Dasar ihniahnya ialah liasil penelitian yangmenunjukkan balnva makanan yang diiradiasi sampai 75kGy-pun ternyata aman dikonsumsi. Sebenarnya nilai 75kGy itu bukaii batas lnaksimum, karena menurut kesimpulanWHO tidak perlu ada batas lagi. Yang meinbatasi ialah

kemungkinan terjadinya perubahan cita rasa yang tidakdapat diterima oleh konsumen bila suatu jenis makanandiiradiasi. Bila buah inangga misalnya diiradiasi I kGysudah berubah vvarna atau teksturnya, inaka dosismaksimum untuk mangga harus < 1 kGy. Scbaliknyamakanan lain mungkin sampai 50 kGy pun tetap baik, inakadosis maksiinunmya dapat lebih dari 50 kGy.

WIDIATI ADIL

Batas tetap aman unluk dikonsumsi ialah iradiasisampai 75 kGy. Jenis pangan apa saja yang lelah diiradiasi,dan apakah kelompok pangan tersebut tennasuk yang biasadimakan segar atau harus dimasak dulu.

MUNSIAHMAHA

Sekali lagi, batas 75 kGy bukan batas aman tetapisampai dosis tersebut hasil uji tentang keamanan panganiradiasi sudah cukup tersedia. Contoh pangan yangdisterilkan dengan iradiasi dosis tinggi ialali masakan daridaging sapi, ayam, babi dan ikan misalnya, ayam panggang,kari ayam, bistik, sosis dan hamberger. Makanan segarseperti buah-buahan umumnya diiradiasi dengan dosis < 1kGy kecuali arbei dan tomat. Daging segar/bcku biasanyadiiradiasi dengan dosis sedang (< 10 kGy).

RIYANTI

Kriteria apa yang dimaksudkan dengan "aman"untuk pangan iradiasi ? Bagaimana caranya mendapatkanizin (legalisasi) penggunaan iradiasi pada bahan pangan diIndonesia ? Apa dilakukan uji organoleptik dll ?

MUNSIAH MAHA

Aman artinya (idak bcrsifat radioaklif dan tidakmcngandung senyawa berbahaya liasil radiolisis yang dapatmengganggu kesehatan. Permintaan izin dari Depkes sudahada mekanismenya melalui Ditjen POM. Untuk keperluantersebut tentu liarus ada alasan yang jelas serta bukti/datahasil penelitian yang meyakinkan. Uji organoleptikmerupakan data terpenting untuk mengiradiasi suatu produkpangan, karena langsung berkaitan dengan keinungkinanditerimanya produk tersebut oleh konsiunen di pasaran.

SINGGIH SUTRISNO

Bagaimana status leknologi radiasi ikan asin danprospck pengembangannya di Indonesia.

MUNSIAH MAHA

Sudah diteliti, dan sudah ada izin (Clearance) dariDepkes sejak tahun 1995. Prospek pengembangaiuiya cukiipbaik apabila ada pengusaha besar/menengah yang inaumenangani produk ini karena polensi pasar cukup besar,

20

Page 29: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

. Peniililian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

volume produksi cukup tinggi, hanya mutunya yang inasihsangat beragam dan umumnya belum dikemas secara baik.

UMIYATI A.M.

1. Untuk iradiasi cabe segar, apakah sudah dikeluarkanperaturan resmi dari Ditjen POM ?

2. Di Indonesia sudah ada iradiator komersial dan sudahberton-ton produk yang dihasilkan, tetapi di pasaran sayabelum pernah melihat label iradiasi pada produk pangan.Apakah belum dipasarkan di dalani negeri ? Padahalseperti cabe segarbelum diekspor, deinikian pula produklain.

MUNSIAH MAHA

1. Sudah, oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat danMakanan No.P0.01.02.3.03110 tahun 1996.

2. Produk iradiasi yang dihasilkan di Indonesiajuinlahnyarelatif masih sedikit dan umumnya digunakan sebagaibahan baku industri pangan baik di dalam negerimaupun di luar negeri. Iradiasi cabe segar, meskipunsudah ada izin tetapi baru sekali dilakukan uji cobairadiasi dalam skala besar oleh BULOG bekerjasamadengaii Indoganuna. Setelah itu beluin pernali dilakukanlagi karena cabe yang dihasilkan oleh petani ternyatahabis terserap oleh pasar dengan harga yang cukuptinggi, sehingga tidak perlu diiradiasi.

DAVIDSON A. MUIS

1. Di Eropa perkembangan iradiasi pangan baru dimulaitahun 1990, lalutahun 1991 Inggris telah mengeluarkan"Clearance" pangan iradiasi sebanyak 10 buah. DiIndonesia, dari tahun 1988 sampai sekarang baru ada 6jenis/kelompok pangan yang mendapat izin. Mengapademikian dan siapa yang berwenang mengajukanpennintaan izin tersebut ?

2. Pada bulan September 1997, WHO telali mengeluarkanpengumuman bahwa pangan tetap aman dikonsumsimeskipun diiradiasi sainpai 75 kGy. Kategori panganyang bagaimana yang dapat diiradiasi sampai dosistersebut, dan bagaimana dengan pangan yangmempunyai kadar air tinggi (> 14 %).

MUNSIAH MAHA

1. Di beberapa negara Eropa -lainnya, pengembangan danpemberian izin pangan iradiasi sudali dilakukan lebihawal daripada di Inggris. Di Indonesia baru 6 jenis/kelompok pangan yang mendapat izin karena barusekian yang selesai diteliti lalu diajukan ke Depkes.Setiap instansi atau perusahaan yang inembutuhkandapat mengajukan pennintaan izin ke Depkes melaluiprosedur yang sudah ditetapkan, dengan menyertakanalasan serta informasi yang diperlukan untuk bahanpertimbangan.

2. Biasanya inakanan jadi dari daging dapat disterilkandengan dosis tinggi pada kondisi vakum dan suhu sangatrendah. Kadar air tinggi tidak masalah, karena pada suhusangat rendah (dalam CO2 padat) air berada dalamkeadaan beku, sehingga radikal air yang terbentuk akibatradiolisis tidak dapat bergerak atau berinteraksi denganmolekul atau radikal lain.

ROSMIARTY A. WAHID

Bagaiinana pendapat Ibu "forecasting" pemasarandan pengembangan teknologi iradiasi khususnya untukproduksi tanaman pangan di Indonesia sesuai denganperkeinbangan ekonomi di negara kita saat ini, kalaudikaitkan dengan kebutuhan untuk meningkatkan produksitanaman pangan.

MUNSIAH MAHA

Kalau produksi tanaman pangan melimpah di suatutempat, tentu diperlukan suatu teknologi pascapanen yangdapat inembuat produk tersebut lebih awet atau tahandisimpan agar dapat didistribusikan ke daerah lain, dieksporatau disimpan untuk persediaan sampai musim panenberikutnya. Teknologi iradiasi dapat diterapkan untukkeperluan ini pada beberapa koinoditas tertentu, namunperlu dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

ERIZAL

Dalain kondisi krisis ekonomi seperti saat ini, berasmerupakan salah satu komoditas yang sangat penting,harganya terus naik dan sulit didapat karena mungkin terjadipenimbunan. Akibat penimbunan, biasanya beras berbautidak enak. Apakah iradiasi dapat menghilangkan bautersebut sehingga rasa asalnya dapat kembali ?

MUNSIAH MAHA

Tidak. Iradiasi tidak dapat menyulap beras berbauapek menjadi enak ketnbali. Iradiasi pada beras umumnyaditujukan untuk membunuh serangga agar beras awetdisiinpan.

FRIDA

Berdasarkan hasil diskusi, mungkin BATAN bisainembentuk suatu badan atau organ untuk tnelaksanakanpemasaran hasil-hasil pcnelitiannya ke masyarakat luas,bukan hanya ke masyarakat ilmiah.

MUNSIAH MAHA

Terima kasih atas sarannya. Masalah yang utamasaat ini ialah dana.

21

Page 30: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

PROGRAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGIDIPAIR-BATAN DALAM PELITA VII

F. Suhadi

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

Dalam makalah dikemukakan program penelitian bioteknologi di PAIR, khususnya menghadapi Pelita VIIdalam bidang kesehatan, peternakan, dan pertanian yang diharapkan akan memberikan hasil yang bermakna bagiprogram pembangunan pada umumnya.

Dalam bidang kesehatan akan dikembangkan metode diagnosis berbagai pcnyakit infeksi berdasarkan teknikbiologi molekuler, yaitu "Polymerase Chairt Reaction" (PCR). Selain itu masalah diagnosis dini penyakit kankerpayudara perlu mulai ditangani, mengingat penelitian tersebut bcrsifat "top down"; walaupun penyakit kanker payudarasampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya.

Dalam bidang peternakan, khususnya dalatn menunjang produksi dan reproduksi ternak rumtnansia, perludilakukan penelitian yang diarahkan pada pembuatan reagen imunologik, yaitu antibodi progesteron, serta antibodiFSH dan LH khusus untuk temak. Pengujian laboratorium dan lapangan tcrhadap vaksin haemonchiasis dan fascioliasisakan terus dilakukan untuk memperoleh kepastian kemanfaatannya. Studi seleksi mikroba dan protozoa rumen yangefisien secara in vitro juga akan terus dilanjutkan.

Dalam bidang pertanian, kultur jaringan/ sel tanaman inerupakan dasar dari bioteknologi, perlu terusdilakukan, khususnya padajenis tanaman yang mempunyai nilai'ekonomi tinggi. Selain itu perlu mulai dikembangkanpenelitian tanaman hibrid somatik, yang diawali dengan isolasi protoplas, regenerasi tanaman berasal dari protoplas,dan akhirnya fusi antarprotoplas tanaman. Penelitian identifikasi dan karakterisasi gen toleran cekaman kekeringandan aluminiutn pada tanaman padi atau kedelai, dapat terus dilakukan, dengan catatan harus diingat keterbatasanyang ada di lingkungan PAIR saat ini. Kelompok tanah dan pemupukan, selain Rhizobium agar dirintis pula masalahAgrobakterium dan cendawan Mikoriza V.A.

PENDAHULUAN

Bioteknologi melibatkan sejumlah disiptin ihnudan subjek yang luas. Secara umum dapat dikatakan, bahwabioteknologi ialah suatu penerapan biosaihs dan teknologi,yang menyangkut aplikasi organisme hidup atau komponensubselulernya untuk tnenghasilkan prodiik dan jasa, sertapengelolaan lingkungan (1).

Mengingat kondisi perekonomian Indonesiadewasa ini, pendanaan dari pemerintah untuk programpenelitian jelas sangat terbatas. Demikian pula sarana danprasarana penelitian relatif inasih belum mencukupi, sertatenaga peneliti (SDM) sangat terbatas, baik disiplin, strata,maupun jumlahnya. Oleh karena itu perlu kiranya ditelitikembali masaJah program yang berkaitan dengan penelitianbioteknologi. Kajian tersebut diutamakan untukmemfokuskan judul penelitian atau bila mungkin mencaripemikiran terobosan baru yang bermanfaat untukmendukung keberhasilan program penelitian.

Di lain pihak, peneliti dituntut untuk dapatmenghasilkan produk dan jasa yang sangat berguna bagipembangunan. Dalam Renstra Batan revisi 1997dicantumkan, bahwa pada akhir Pelita VII, di bidangpertanian diharapkan telah dapat dilepas varietas serealiadan varietas legum dari hasil mutasi yang didukung olehbioteknologi molekuler, sedangkan di bidang peternakan,yaitu peningkatan produksi dan reproduksi ternak, sertakesehatan ternak (vaksin). Di bidang keseliatan diharapkantelah dapat dimasyarakatkan jasa diagnosis secara biologimolekuler pada beberapa penyakit infeksi penting (2).

Deinikian pula dalam makalah diuraikan masalahpenyakit kanker payudara, pembuatan reagen imunologik,yaitu antibodi progesteron, FSH dan LH dalam rangkamendukung reproduksi ternak, serta pengetnbanganpenelitian tanaman hibrid somatik.

DETEKSIMIKROORGANISME PATOGENDENGAN PCR

Sejak diperkenalkan pertama oleh pakar CetusCorporation, PCR telah berkembang sebagai teknik utamadi dalam banyak laboratorium biologi molekuler. TeknikPCR (Polymerase Chain Reaction) ialah penemuanmutakhir biologi molekuler yang telah memberikan dampakpositif dan luas pada tatacara diagnostik klinis, khususnyadeteksi penyakit infeksi. PCR ialah metode in vitro untukmemperbanyak DNA secara enzimatis denganmenggunakan enzim DNA polimerase dan pritnernukleotida yang melakukan hibridisasi bagian DNA daridua arah yang berlawanan.

1. Bahan yang digunakan dalam reaksi PCR

(a). DNA cetakan yang akan diperbanyak ("template")(b). Primer, yaitu rangkaian pendek oligonukleotida sintetis(c). Bahan DNA (Deoksiribonukleotida trifosfat)

dCTP : deoksicitidin trifosfatdGTP : deoksiguanosin trifosfatdATP : deoksiadenosin trifosfatdTTP : deoksitimidin trifosfat

23

Page 31: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998 ~

(d). Enzini DNA Taq polimerase(e). Larutan bufer yang umumnya mengandung K-klorida,

M -klorida, Tris HCI dan beberapa bahan kimia lain.

2. Prinsip kerja PCR

Metode PCR menggunakan siklus berulang padaprimer oligonukleotida, secara langsung mensintesis DNAuntuk menjalankan replikasi in vitro rangkaian asam nukleattarget. Teknik tersebut didasarkan atas pelipatgandaanfragmen DNA melalui dua primer oligonukleotida secaraenzimatik. Kedua primer tersebut berorientasi pada ujung3'. Dengan siklus denaturasi yang berulang, penempelanprimer pada rantai pasangannya, dan ekstensi primerdenganDNA polimerase akan dihasilkan pembentukan segmenyang akan ditentukan oleh ujung 5'. Berdasarkan produkekstensi setiap primer dapat bertindak sebagai cetakan untukprimer lainnya, hingga pada setiap siklus akan terjadikelipatan dua kali dari fragmen DNA. Dalam beberapa jamdapat diperoleh suatu akumulasi sekuens yang diinginkansampai beberapa juta kali. Biasanya ukuran primer untukpemeriksaan diagnosis ialah sekitar 50 - 1500 basanukleotida.

Dengan menggunakan enzim DNA Taq polimeraseyang bersifat termostabil yang diisolasi dari bakteritermofilik Thermus aquaticus, inaktivasi enziin polimerasepada setiap proses denaturasi dapat dicegah, sehingga tidakperlu ditambahkan enziin baru setiap kali. Berdasarkan sifattersebut, maka dapat dikembangkan metode PCR secaraotomatis, yang mengakibatkan pemakaiannya semakinmeluas (3).

Dalam setiap siklus pada PCR terdiri atas tiga tahap(4), yaitu dilukiskan seperti Gambar 1.(a). Tahap denaturasi, dimana DNA target diinkubasi pada

suhu tinggi hingga untaian target terpisah daninemungkinkan terjadi hibridisasi dengan primeroligonukleotida spesifik.

(b). Tahap penempelan, dimana campuran reaksididinginkan, sehingga memungkinkan primermeneinpel pada rangkaian target pasangannya.

(c). Reaksi ekstensi biasanya terjadi pada suhu sedang,dimana primer diperpanjang pada cetakan DNA olehenzim DNA polimerase.

Ketiga tahap inkubasi tersebut diprogram sebagaisatu siklus termal. Suatu ciri protokol PCR terdiri atas 30 -50 sikJus tennal. Setiap kali siklus selesai secara teori terjadipenggandaan sekuens DNA target. Pada siklus selanjutnyaproduk sekuens "pendek" terakumulasi secara eksponensial(Ganibar 2), dan skema PCR disajikan pada Gambar 3 (5,6).

3. Sasaran program

Memasyarakatkan layanan diagnosis penyakitinfeksi (bakteri dan virus patogen) dengan teknik PCR, yaitubakteri M. tuberculosis, Salmonella sp., E. coli, T. pallidum,dan virus Hepatitis B.

DIAGNOSIS DINIPENYAKIT KANKER PA YUDARA("TOPDOWN")

1. Penyebaran kankcr payudara

Kanker payudara tetap merupakan masalah pentingbaik di negara maju, maupun di negara berkembang.Penyebaran penyakit kanker payudara sangat luas, bersifatumum, dan kasusnya relatif tinggi (sekitar 20%) di antarasemua penyakit kaiiker (7).

Kasus kanker payudara sangat bervariasiantardaerah (negara). Kasus kanker payudara di Eropa,Kanada, Australia, Selandia Baru, dan Amerika sekitar 5-6kali lebih tinggi, bila dibandingkan Asia (Jepang). DiAustralia kasus kanker payudara menunjukkan angka 55,6per 100.000 wanita per tahun (8). Kasus tahunan kankerpayudara di Jepang menunjukkan angka 12,1 - 16,6 per100.000 wanita , dan di Amerika 71,7 per 100.000 wanita(9).

Di Indonesia angka kejadian kanker payudaratahunan belum dapat ditentukan. Berdasarkan data arsipyang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi yangtersebar di seluruh Indonesia, kanker payvidara mendudukiteinpat nomor dua setelah kanker serviks uteri (kaiiker leherrahim) dengan frekuensi relatif sekitar 18,03% (10).

2. Faktor pcnycbab kanker payudara

Kanker payudara ialah penyakit multifaktor yangdisebabkan oleh banyak faktor dalam perkembangannya.Interaksi antara agen spesifik dengan faktor di dalam tubuhdan lingkungan sekitarnya dipercaya sebagai penyebab nyataperkembangan penyakit. Faktor endogen yang didugamemegang peran dalam proses kejadian tumor, ialah faktorhormon estrogen dan progesteron. Namun bagaimanamekanisme kejadiannya belumjelas diketahui. Selain faktorendogen, kemungkinan ada pula pengaruh faktor eksogen.Untuk perkembangan kanker payudara terdapat beberapavariabel bebas, dan faktor penyebabnya cukup banyak.

Faktor tersebut antara lain (11) :(a). Keturunan genetik dalam keluarga(b). Paparan hormonal(c). Penumpukan lemak tubuh(d). Trauma dan paparan langsung lainnya atas jaringan

payudara(e). Pola hidup yang spesifik

3. Pertumbuhan kanker payudara

Kaiiker payudara sebagian besar (95 %) merupakankarsinoma, yang berasal dari epitel duktal laktiferus danduktal terminal. Pertumbuhan tumor dimulai pada duktal,kemudian meluas pada jaringan stroma yang sering disertaipembentukan jaringan ikat padat. Keinudian tumormenyebar ke arah fasia dan membuat perlengketan, sedangke arah kulit menimbulkan kemacetan pembuluh getahbening yang lambat laun dapat terjadi ulserasi (bisul) padakulit.

24

Page 32: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

Karsinoma payudara secara klinik tumbuh laten(tersembunyi) dan bahkan ada yang mengalami regresi. Halini bergantung pada daya tahan tubuh penderita danperangai tumor. Daya tahan tubuh biasanya disponsori olehjaringan limfoid.

Karsinoma payudara biasanya menyebar secaralimfogen. Distribusi penyebaran tergantung pada letaktumor. Sebagian besar tumor mengadakan metastasis padakelenjar getah bening (KGB) melibatkan satu atau lebihkelenjar. Kadang-kadang sel tumor mencapai KGBinfraklavikuler ataupun supraklavikuler tanpa melibatkanKGB di aksila. Metastasis karsinoina ke organ jauh dapatterjadi secara hematogen. Organyang sering terlibatadalahtulang, paru, hati, susunan syaraf pusat, kelenjar tiroid, danginjal (12).

4. KJasifikasi histopatologi kanker payudara

Identifikasi subtipe histopatologi karsinoma/kanker payudara penting karena ada kaitaiinya dengan aspekklinik, yaitu prediksi nietastasis, terapi, dan prognosis (12).Karsinoma payudara dibagi menjadi tiga kelompok, yailukarsinoma noninvasif, karsinoma invasif, dan penyakitpaget.

(a). Karsinoma noninvasif. Massa sel.tumor terdapat hanyapada intraduktal atau intralobularis. Jumlah penderitaterhitung sedikit, hanya 5 % dari seluruh karsinomapayudara. Bentuk yang paling sering ialah karsinomaduktal non-invasif dan karsinoma lobularis in situ.

(b). Karsinoma invasif. Karsinoma invasif dibagi menjadidua subkelompok, yaitu karsinoma duktal invasif, dankarsinoma tipe spesifik. Karsinoina duktal invasifmerupakan jenis terbanyak, yaitu sekitar 80 % darikarsinoma payudara. Massa sel tumor solid, bentuk danbesarnya bervariasi, tersusun berupa sarang-sarangyang dibatasi jaringan ikat. Tipe karsinoma duktalinvasif ialah karsinoma papilotubularis, karsinomasolid-tubularis, dan karsinoma skirus (sekitar 45 %).Karsinoma tipe spesifik cukup banyak, dan yang seringditeinukan ialah karsinoma medularis dan karsinomalobularis.

(c). Karsinoma paget. Tumbuli pada epide'rmis puting susu,meluas padaduktal dibelakangnya, seolah-olah berasaldari duktal, dan jarang ditemukan.

5. Stadium karsinoma payudara

Penentuan' stadium tumor merupakan pedomanuntuk memilih pengobatan yang sesuai dan ikut menentukanprognosis. Stadium karsinoina payudara ditentukanberdasarkan klasifikasi International yang disusun dalamsisteni TNM (Tabel 1).

T : Menunjukkan kondisi tumor priiner, antara laindiameter dan kondisi kulit yang menutupi tumor,

N : Penilaian terhadap kemungkinan adanya inetastasispada kelenjar getah bening (KGB), dan

M : Menggambarkan metastasis pada organ lain, sepertiparu, hati, tulang, dan otak.

Rincian klasifikasi sistem TNM disajikan pada Tabel 2.

6. Penemuan dini kanker payudara

Penemuan dini merupakan upaya penting dalampenanggulangan karsinoma payudara. Adanya benjolanpada payudara merupakan keluhan utama dari penderita.Pada umumnya penderita kanker payudara di Indonesiadatang ke RS atau berkonsultasi pada dokter dalam kondisituinor stadium lanjut, sehingga keinungkinan untukdisembuhkan sangat kecil.

TAMBUNAN (12) membagi tiga macampemeriksaan dini kanker payudara :

(a). Pemeriksaan Payudara Sendiri (SARARI).Peineriksaan diri sendiri dilakukan setiap bulan secarateratur. Apabila teraba nodul atau benjoian segeradikonsultasikan pada dokter untuk pemeriksaan lebihlanjut. Dengan melakukan pemeriksaan diri sendiriSecara teratur kesempatan menemukan tumor dalamukuran kecil lebih luas.

(b). Pemeriksaan payudara secara klinis (SARANJS).Dokter umum merupakan "ujung tombak"penanggulangan kesehatan tnasyarakat, mempunyaikesempatan luas menemukan tumor payudaralebih awal. Kesempatan ini mungkin terwujud,apabila pada wanita yang berusia lebih dari 40tahun atau yang termasuk golongan risiko tinggi,walaupun datang karena penyakit lain, dilakukanpemeriksaan fisik payudara secara klinis (SARANIS)oleh dokter, bidan, atau paramedis wanita terlatih danterampil.

(c). Pemeriksaan mamografi. Mamograf ialah fotopayudara dengan menggunakan peralatan khusus(radiologik). Teknik sederhana dan tidak sakit, tetapibiaya relatif mahal. Mamografi mampu mendeteksikarsinoma payudara ukuran kecil, kurang dari 2 cmbahkan pada tuinor yang tidak teraba. Apabila padaSARARI atau SARANIS teraba modul, pemeriksaandilanjutkan dengan mamografi, terutama pada wanitagolongan risiko tinggi. Pada saat ini untuk deteksikarsinoma dini telah digunakan xeromamografi dengankemampuan diagnosis lebih tajam dan akurasi lebihtinggi.

7. Sasaran Program

Program penelitian diagnosis dini kanker payudarakemungkinan dilakukan pendekatan permasalahanmelalui:

(a). Ekspresi reseptor hormonal, yaitu hormon progesterondan estrogen.

(b). Mencari kemungkinan adanya antigen spesifik untukkanker payudara.

(c). Penentuan kadar antigen karsinoembrionik (CEA)dalam darah penderita.

25

Page 33: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998 ~

PEMBUATAN ANTIBODI PROGESTERON, FSH,DAN LH

1. Pcrmasalahan

Penampilan reproduksi pada ternak mminansiaberkaitan erat dengan perubahan kadar progesteron dalamsirkulasi darah perifer, yang selama ini digunakan sebagaiindikator tunggal. Sebenarnya siklus estrus merapakan suatumekanisme kerjasama yang saling menipengaruhi antarahormon gonadotropin (FSH, LH) dengan hormonprogesteron yang dikendalikan oleh susunan saraf pusatyang akan menimbulkan rangsangan umpan balik pos/neg.

FSH dan LH menstitnulasi produksi progesteronsampai mencapai kadar optimal yang diperlukan untukovulasi, yaitu saat yang paling tepat untuk dilakukaninseminasi buatan. Kegagalan inseminasi buatan karenakeliru menilai kadar progesteron tanpa diketahuinya kadarFSH dan LH pada saat itu.

Penilaian penampilan reproduksi pada ternakjarang dilakukan penetapan kadar FSH dan LH dalam serumdarah perifer. Hal ini karena kit FSH dan LH hewan ternakbelum dapat dibeli dipasaran, dan bila digunakan kit FSHdan LH manusia tidak dapat bereaksi silang dengan hormonternak. Dalam usaha mengatasi kebutuhan kit RIA FSH danLH hewan ternak, inaka perlu dibuat sendiri denganmenggunakan antibodi FSH dan LH yang berasal dari dombadengan perkiraan dapat pula bereaksi silang dengan FSHdan LH sapi dan hewan ruminansia lainnya.

2. Pengertian istilah

Reagen imuiiologik terpenting untiik deteksi secarain vitro ialah antibodi atau antisera spesifik. Antibodi ialahsuatu itnunoglobulin yang meinpunyai kemampuan spesifikuntuk berikatan dengan antigen. Sedangantisera ialah serumyang mengandung antibodi. Imunoglobulin, iaiahsekelompok protein seruin terdiri atas lima kelas, yaitu IgG,IgM, IgA, IgD dan IgE yang terbentuk sebagai efek responimun dan memiliki sifat unuini untuk berkaitan denganantigen spesifiknya. Sedangkan antigen ialah suatii senyawayang mampu menginduksi pembentukan antibodi danmemberikan reaksi spesifik pada antibodi yang dihasilkan.

3. Antibodi tnonoklonal

Pada hakekatnya tubuh hewan mainalia termasukmanusia, bila mendapatkan infeksi benda-benda asing(antigen), misalnya : virus, bakteri, jamur, sel kanker,hormon, toksin, dan sebagainya, akan membentuk antibodiuntuk menghancurkan benda asing tersebut denganberinteraksi secara spesifik. Dalam tubuh, antibodidiproduksi oleh sel limpa, dan setiap sel menghasilkanantibodi spesifik untuk antigen tertentu sehingga dalamsistem imun banyak sekali jenis antibodi yang dapatdiproduksi.

KOHLER dan MELSTEN (13) berhasil melakukanfusi antara sel pembentuk antibodi dari limpa tikus yangtelah imun dengan mieloma, yaitu sel tumor yang dapattumbuh di dalam kultur. Fusi sel menghasilkan sel hibrid

(hibridoma) yang mewarisi sifat kedua induknya, yaitumenghasilkan antibodi seperti induknya dan dapat di kultur.Meskipun sel pembenluk antibodi yang digunakan masihberagam jenisnya, sehingga hibridoma yang terbentukmenghasilkan berbagai lnacam antibodi, tetapi denganleknik pemisahan dan isolasi dapat diperoleh kelompokhibridoma bersifat homogen atau monoklonal (Gambar 4)diainbil dari GODING (14).

4. Sasaran program

(a). Menghasilkan antibodi progesteron, FSH, dan LH.(b). Kit RIA progesteron, serta FSH dan FH khusus untuk

temak.(c). Diharapkan produksi antibodi tersebut adalah

monoklonal.

PEMULIAAN TANAMAN PADI DAN KEDELAI

1. Tujuan penclitian

(a). Karakterisasi secara molekuler galur inutan padi yangbersifat toleran terhadap kekeringan dan atau cekamanaluminium.

(b). Mengetahui mekanisme sifat toleransi terhadapkekeringan dan cekaman alutninium pada tingkatmolekuler pada tanaman padi, sebagai persiapankloning gen.

(c). Mengembangkan kultur jaringan tanaman padi dankedelai yang dikoinbinasikan dengan iradiasi gamina,dalam usaha mendapatkan galur mutan yang bersifattoleran terhadap aluminium dan kekeringan.

2. Lingkup kcgiatan

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya telahdiperoleh indikasi secara in vitro galur mutan padi toleranterhadap kekeringan dan cekainaii aluininium. Dalain mutaiitersebut terjadi pembahan susunan triplet pada rangkaianDNA gcn, sehingga akan terjadi perubahan pola proteindalam upaya tanaman melindungi diri terhadap keadaanekstrein.

Studi mengenai respon keadaan ekstrem tersebutsecara molekuler dapat diikuti melalui perubahan ekspresigen, yaitu berupa pembentukan inRNA dan pola rangkaianpolipetida (protein) yang dihasilkan. Dalam penelitian,teknik yang akan digunakan antara lain analisis inRNA,analisis protein, deteksi DNA polimorfisine dengan metodeRAPD, dan sintesis cDNA dari RNA dengan metode PCR.

Pengembangan kultur jaringan/sel tanainan adalahmerupakan dasar dari bioteknologi, bahkan akanmendukung program (akhir), yaitu kloning gen. Denganteknik kultur jaringan yang dikoinbinasikan denganperlakuan mutagen, baik mutagen kimia maupun mutagenfisik (iradiasi), akan memberikan keragaman genetik yangbermanfaat bagi program pemuliaan.

Selain kultur jaringan tanainan, diusulkan agardapat mulai dikembangkan pula kegiatan hibridisasisoinatik, yaitu melalui fusi protoplas sel tanaman.

26

Page 34: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelilian dan Pengembangan Aplikcvii Isotop dan Radiasi, 1993

3. Sasaran program

Sesuai dengan Renstra Batan, yaitu pada akhirPelita VII telah diperoleh galur mutan padi dan kedelai yangbersifat toleran kekeringan dan atau cekaman aluminiumberdasarkan bioteknologi.

PENGEMBANGAN HIBRIDISASI SOMATIK SELTANAMAN

1. Isolasi protoplas

Padataluin 1960, COCKING (15) mengembangkanmetode isolasi protoplas secara enzimatik yang efisien, danmenghasilkan sejumlah protoplas cukup untuk studi fusi.Enzini yang digunakan ialah selulase berasal dari biakansejenis jamur, untuk menghancurkan dinding sel.

TAKEBE et al. (16) berhasil mengisolasi protoplasmesofil pada tanaman tembakau dengan menggunakandua macam enzim secara bertahap. Enzim maserozimdigunakan untuk memisahkan sel tunggal, kemudiandengan selulase untuk mencerna dinding sel, hinggaprotoplas dibebaskan. Selanjutnya diketahui bahwa keduaenzim tersebut dapat digunakan secarabersama, selain lebihcepat juga dapat mengurangi terjadinya kontaminasi olehmikroba.

Sejak enzini secara komersial telah tersedia dipasaran, maka telah banyak laporan tentang isolasiprotoplas, yaitu dari sel mesofil, jaringan akar, bintil akarpada legum, bagian ujung tunas, umbi akar, daun bunga,mikrospora muda, dan jaringan buah.

Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidupprotoplas antara lain, yaitu sumber materi tanaman,perlakuan enzim, dan kondisi tekanan osmotik. Diagramisolasi protoplas inesofil disajikan pada Gambar 5.

2. Kultur protoplas

Protoplas dapat dikultur pada lempeng agar(Gambar 6), tetapi mediuni cair umumnya menjadi pilihandengan alasan : (a). Protoplas beberapa spesies tidak akanmembelah bila ditanam dalain medium yang mengandungagar, (b). Tekanan osmotik medium dapat dikurangi secaraefektif setelah beberapa hari dalam kultur, (c). Kerapatansel dapat dikurangi, atau sel yang tnenjadi perhatian khususdapat diisolasi.

Selaina 2 - 4 hari dalam kultur, protoplaskehilangan bentuk karakteristiknya, dan menunjukanindikasi pembentukan dinding baru, yang dapat dibuktikansecara langsung dengan pewarnaan, atau dengan teknikmikroskop elektron. Pembentukan dinding baru olehprotoplas dimulai segera setelah enzim dicuci, dan materidinding sel sekitar protoplas mesofil terlihat setelah 8-24jain. Dalam beberapa kasus, protoplas tanpa dinding terlihatlebih dari seminggu, bahkan sampai bulanan.

Faktoryang mempengaruhi pembelahan protoplasdalam kultur antara lain yaitu : nutrisi yang diperlukan,kondisi tekanan osmotik nilai kerapatan protoplas dalamkultur, kondisi penyimpanan, dan materi tanaman.

3. Fusi protoplas

Fusi protoplas pada dasarnya digunakan untukmenghasilkan hibrid somatik atau variasi somaklonal.Pentahapan penting dalatn pembentukan tanaman hibridsomatik, yaitu : isolasi protoplas, fusi protoplas, regenerasidinding sel, fiisi inti, seleksi sel hibrid, regenerasi tanamanyang lengkap, dan karakterisasi tanaman hibrid.

Selaina degradasi dinding sel, beberapa protoplasyang berdekatan dapat mengadakan fusi bersamamembentuk homokarion (fiisi spontan). Hasil fusi secaraspontan tidak mempunyai nilai agronomis penting, tetapiyang diperlukan ialah fiisi protoplas antara sumber yangberbeda.

Mekanisme fusi protoplas diawali denganperlekatan antara meinbran protoplas yang bersentuhan.Dengan larutnya membran pada titik pertemuan, kemudianbagian-bagian penyusun sitoplas bercampur. Akhirnyakedua protoplas sel mengumpul dalam bentuk bulatan yangmengandung inti dari kedua sel induk (dikarion). Inti dalamdikarion mungkin berfusi sebelum, selama, atau setelahmitosis hingga' terbentuk sel hibrid berinti satu (Gambar7).

Hasil fusi menunjukkan bahwa populasi protoplasterdiri atas campuran berbagai macam tipe induknya, yaituhomokarion, heterokarion, dan berbagai kombinasi inti dansitoplas. Heterokarion sebagai suinber hibrid yang potensialdimasa mendatang, hanya menunjukkan sebagian kecil daricampuran hasil fusi tersebut. Seleksi sel hibrid somatikdilakukan dengan cara menggunakan perbedaan alami yangbersifat komplementer, misalnya sifat kepekaan kedua indukterhadap komponen bahan media, temperatur dansebagainya.

4. Sasaran program

Menguasai teknik isolasi protoplas, regenerasiprotoplas, fiisi antar protoplas, regenerasi tanaman hasil fiisiprotoplas, dan karakterisasi tanaman hibrid.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada akhir Pelita VII diharapkan telah dapatdihasilkan :1. Layanan terhadap masyarakat, yaitu diagnosis klinik

pada beberapa penyakit infeksi penting dengan PCR.2. Diperoleh informasi tentang antigen penyebab kanker

payudara. Selain itu juga paparan hormonal, yaitukandungan progesteron dan estrogen penderita kankerpayudara.

3. Kit RIA hormon FSH dan LH untuk ternak, serta kitRIA hormon progesteron.

4. Galur mutan tanaman padi dan kedelai yang toleranterhadap kekeringan dan cekaman aluminium secarabioteknologi.

5. Sesuai Renstra Batan, hasil uji laboratorium danlapangan vaksin haemonchiasis dan fascioliasis harustelah selesai.

27

Page 35: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi. 1998 -

Saran

1. Dalam pengembangan diagnosis penyakit infeksi agardilakukan pula deteksi virus patogen penting denganPCR.

2. Program penelitian diagnosis dini kanker payiidaradiusulkan untuk dibentuk suatu tim dari PSPKR, PAIR,Lab.Patologi UI, dan RS. Darmais.

3. Khusus kit RIA hormon progesteron agar diproduksidengan antibodi monoklonal

4. Studi transfer mikroflora dan protozoa rumen agar terusdilanjutkan. Seleksi jenis mikroflora dan protozoa yangefisien perlu dilakiikan secara in vitro, yaitu isolasi dalambentuk biakan murni, kemudian dibuat/disusunkomposisi campuran sesuai dengan kondisi keadaanrumen.

5. Diharapkan agar mulai dirintis pengembangan fusiproioplas tanaman, yang diawali isolasi dan kulturprotoplas, regenerasi protoplas, dan fiisi prptoplas.

6. Kelompok mikrobiologi lingkungan agar mulai berusahauntuk mendapatkan galur bakteri yang mampumelakukan dekoinposisi limbah dan detoksifikasisenyawa beracun, serta sistem mikrobiologi untukpengelolaan lingkungan.

7. Dalam kelompok tanah dan pemupukan agar mulaidirintis pengembangan rekayasa genetik bakteriRhizobium (penambat nitrogen) pada tanaman budidaya(padi-padian), dan bakteri Agrobakteriiini (mengandungplasmid Ti) yang berfungsi sebagai veklor untukmemasukkan gen asing (baru) yang fungsional padatanaman, serta cendawan Mikoriza V.A., yang mampumembantu tumbuhan menyerap fosfat dari tanah, danunsur mikro lainnya seperti seng dan tembaga.

DAFTAR PUSTAKA

1. SMITH, J.E., Prinsip Bioteknologi, Penerbit PT.Gramedia, Jakarta (1990).

2. BATAN, Konsep Renstra Batan revisi 1997, BPKST,Batan(1997).

3. SAIKI, R.K., D.H. GELFAND, S. STOFFEL, S.J.SCHARF, R. HIGUCHI, G.T. HORN, K.B.MULLIS, and H.A. ERLICH, Primer directedenzymatic amplification of DNA with athennostable DNA polymerase, Sdence 239 (1998)487.

4. KUMAR, R., The technique of polymerase chainreaction, Journal of methods in cell and molecularbiology 1(1989) 133-152.

5. PERSING, D.H., In vitro nucleic acid amplificationtechniques, In : Diagnostic molecularmicrobiology, Persing D.H. et al (eds.), ASM,Washington D.C. (1993) 51-88.

6. SWAMINATHAN, B. and G.M. MATAR, Moleculartyping methods, In. : Diagnostic molecularmicrobiology, Persing D.H. et al (eds), ASM,Washington D.C.(1993) 26-51.

7. GOMPEL, C. and VAN KERKEM, C. The breast. In :Principles and practice of surgical pathology,Silverberg S.G. (ed.), New York, John Wiley &Sons (1983) 245-295.

8. LEONG A.S.Y., and W.A. RAYMOND. Prognosticparameter in breast cancer. Pathology 2_1 (1989)169-175.

9. WATERHOUSE J. A.H., C.S. MUIR, K.SHANMUGARATNAM, and J. POWELL. Cancerincidence in fivecontinents. Lyon, IARC ScientificPublications No. 42 (1982).

10. CORNAINS.,R. MANGUNKUSUMO, I.M. NAZAR,and J. PRIHARTONO. Ten most frequent cancersin Indonesia. Pathology based cancer registry dataof 1988-1989. In : Cancer registry in Indonesia.National registry center, Jakarta Coordinatingboard(1990).

11. PRIHARTONO, J., Y. OHNO, S. BUDININGSIH, S.SUZUKI, S. CORNAIN, N. KUBO, D.TJIDARBUMI, S. WATANABE, G. TJAHJADI,G. SAKAMOTO, I. DARWIS, E. SOETRISNO,and E. SRIROOSTINI. Breast cancer case controlstudy. Med. J. Indonesia 4 (1995) 143-147.

12. TAMBUNAN G.W. Sepuluh jenis kanker terbanyakdi Indonesia, (ed.) M. Handojo, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta (1991).

13. KOHLER, G. and C. MILSTEIN. Continous culturesof fiised cells secreting antibody of predefinedspecificity. Nalure 256 (1975) 495-497.

14. GODING J.W. Monoclonal antibodies : Principles andpractice, 2nd. ed. Acad. Press, London (1988).

15. COCKING E.C. A method for the isolation of plantprotoplasts and vacuoles. Nature 187 (1960) 927-929.

16. TAKEBE, I., Y. OTSUKI, and S. AOKI. Isolation oftabacco mesophyll cells in intact and active state.Plant Cell Physiol. 9 (1968) 115-124.

17. BHOJWANI S.S. and M.K. RAZDAN. Plant tissueculture. Theory andPractice, firsted. Elsevier, NewYork(1983).

28

Page 36: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

„Penelitian dan Pengembattgan Aplikasi Jsotop dan Hadiasi, 1998

B

5 '3 1

3 '5 '

94°

5'-

31-DENATURASI

- 3 1

37

- 5 '

5 ' -

-60°

3 ' -PENEMPELAN

- 3 1

72°

-5 1

EKSTENSIPRIMER

Gambar 1. Satu siklus pada PCR terdiri atas tiga tahap {dikutip dari R. KUMAR, 1989).

Gambar 2. Pembentukan produk sekuens "pendek" pada siklus berikutnya (dikutip dariD.H. PERSING, 1993).

Keterangan :A : Dalam siklus pertama, rangkai ganda DNA sekuens target digunakan sebagai cetakan,

dengan tempat penempelan primer.B : Kedua rangkaian terpisali oleh denaturasi panas, dan dua primer oligonukleotida sintetik

menempel pada sekuens yang dikenalnya masing-masing dalam orientasi 5' -3'C : Catatan, bahwa ujung 3' pada setiap prhner adalah saling berhadapan. Taq polimerase

DNA merintis sintesis pada ujung 3' pada setiap primer.D : Ekstensi priiner melalui sintesis DNA menghasilkan tempat pengikatan primer baru.

Hasil setelah satu putaran sintesis adalah dua kopi asli molekul DNA target. Dalamsiklus kedua, masing-masing pada empat rangkaian DNA (terlihat pada C) menempelpada primer untuk merintis suatu putaran baru pada sintesis DNA.

Di antara delapan produk rangkaian tunggal, dua yang panjangnya ditentukan oleh jarakantara dan tennasuk teinpat penempelan primer; produk pendek tersebut terakumulasi secaraeksponensial dalam siklus berikutnya.

29

Page 37: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Apiikasi Isolop dan Radiasi, 1998-

Taq Polimerase

Amplifikasi

Elektroforesisk

1 2 3ooati

Gambar 3. Skema PCR (t//ter/^ dari D.H. PERSING, 1993).

30

Page 38: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

Tikus imun

Sel pemhentuk antibodi normaloooooooooo

Sel mieloma

Sel mieloma yangtidak difiisi

I Sel limpa yang

IHeterokarion

0000888 ooooo

L Medium HAT

Mati dalam medium HAT J™?™}

/ / \

Mati dalam kullur

Klon dengan pengenccran terbatas \

/JKlonl klon2

!$>«

klon 3 klon 4

Gambar 4. Produksi antibodi monoklonal (dikutip dari J. W. GODING, 1986).

Sel limpa dari tikus imun difiisikan dengan sel mieloma (HGPRT-) menggunakanpolietilen glikol (PEG). Produk fiisi berinti dua diketahui sebagai heterokarion. Padapembelahan berikutnya, fiisi menghasilkan sel hibrid tumbuh dalam medium HAT. Selmieloma tanpa fiisi mati dalam medium HAT, dan sel linipa tanpa fusi dapat hidup hanyabeberapa hari dalam kultur. Hibrid diuji untuk produksi antibodi pada spesifitas yangdiinginkan, dan diklon dengan pengenceran terbatas.

HGPRT : Hipoxantin guanidin posforibosil transferase - (enziin)HAT : Hipoxantin, aminopterin, dan timidin - (niedium)

31

Page 39: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pcnelilian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dart Radiasi, 1998-

Inkubasi 18 jam

Epidermis dibuang

. Permukaan

dann distcrilkan

Polongan daun diapungkan pada

larutan enzim + sUbilizer osmotik

. Protoplas tenggelam pada

dasar cawan petri

Lamtan cnzirn dibuang

. Sentrifugasi . Sentriftigasi

Protoplas dalam

medium pencuci

Dilarulkan datam

kullur

. Dilarutkan dalam

mcdium pencuci

mengandung sukrosa

Pindahkan sedikit

sampel untuk

perhitungan haemositokril

. Protoplas

. Pecahan sel

. Dilarulkan kembali dalam

medium kuttur untuk memberikan

nitai densitas awal yang benar.

Gambar 5. Diagram alir isolasi protoplas mesofilik {dikutip dari S.S. BHOJWANI dan M.K. RAZDAN, 1983).

Protoplas dalam

medium kultur

Satu voiumr proloplas

dalitm nirdium kultur

. Satu volume medium

kultur + 1-2% »gar (40° C)

Protoplas membentuk

dinding ael kemudian

membelah menjadi koloni

Koloni subkultur pada

permukaan medium agar

dcngan mengurangi lekanan

osmotik untuk menghasilkan

kalus.

• - • . • M TT* I ** . ^ V J

. Lempeng pelri dibalikkan

dan diinkubasi pada 2S°C

dengan pencahayann

. Induksi (uius <ian

akar jaringan kalus

Gambar 6. Diagram alir kultur protoplas (dikutip dari S.S. BHOJWANI dan M.K. RAZDANI, 1983).

32

Page 40: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_Penelitian dan Pengcmbangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, ) 998

©0-00 —008

o • «-

Gambar7. Diagram alir urutan keadaan fusi protoplas (dikutip dari S.S.BHOJWANI danMK. RAZDAN, 1983).

A : Dua protoplas terpisahB : Perpaduan pada dua protoplasCD : Fusi membran pada tempat perekatanDF : Pembentukan heterokarion

Tabel 1. Klasifikasi stadiuin kanker payudara (sistemManchester)

Stadium I

Stadium II

Stadium III

Stadium IV

T,aT2a

T.

T o , ,

T

z_z

z

N o , ,

N3

Mo

M o

M,

33

Page 41: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 199S _

Tabel 2. Klasifikasi TNM kanker payudara (dikutip dari G.W.TAMBUNAN, 1991)

TNM

T

T,

T,ab

ab

T3ab

Interpretasi

• Tuinor primer

• Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor

• Ukuran tumor kurang dari 2 cm• Tanpa fiksasi• Dengan fiksasi

• Ukuran tuinor antara 2-5 cm• Tanpa fiksasi• Dengan fiksasi

• Tumor berukuran lebih dari 5 cm• Tanpa fiksasi• Dengan fiksasi

T4 • Tumor telah menunjukkan perluasan ke dalam dindingtoraks atau kulit

a • Dengan fiksasi terhadap dinding toraksb • Disertai edema, ulserasi atau adanya tumor satelit

N

N o

N ,ab

N3

M

M.

M,

• Metastasis pada kelenjar getah bening (KGB)

• Kelenjar getah bening (idak membengkak

• Teraba KGB di ketiak homolateral dan mudah digerakan• Diduga pembengkakan KGB bukan karena metastasis• Diduga pembengkakan karena metastasis

• Teraba pembesaran KGB di ketiak homolateral, namunnielekat satu saina lain ataupun dengan jaringan sekitarnya

• Teraba pembesaran KGB intra atau supraklaviler atauedema lengan homolateral

• Metastasis ke organ jauh

• Tidak ada metastasis pada organ jauh

• Terdapat metastasis pada organ jauh

34

Page 42: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiosi, 1998

DISKUSI

VERLIE

Bagiamana batas keamanan/Safety pcmakian radioisotop di bidang kesehatan, apakah sudah ada penelitianmengeiiai dosis radio isotop yang anian yang masih bolehditerima tubuh manusia ? Apakah ada efek samping daripemakai/pasien ?

F. SUHADI

1. Filosofi proteksi radiasi selain paparan terhadap pekerjaradiasi dan penduduk/populasi, juga paparan medik.Pemakaian radio isotop di bidang kesehatan medikdilakukan sesuai rekomendasi dari ICRP Tingkat dosisradiasi yang ditetapkan IRCP inasih dibawah tingkatdosis yang tidak ada risiko kesehatan manusia. Paparanmedik adalah paparan yang diterima oleh seseorangwaktu menjalani diagnosis atau terapi, dan padaseseorang secara sukarela yang membantu pasien yangsedang menjalani paparan. Pembenaran bagi suatukegiatan yang lneninibulkan paparan radiasi (medik)hanya dapat dibenarkan bila lnemberikan manfaatkepada orang atau masyarakat terpapar lebih besar daripada kerugian yang berkaitan dengan sumber radiasiyang digunakan, yaitu besaraya dosis perorangan, juinlahorang yang diradiasi, dan peluang terkena paparnhendaknya dijaga serendah mungkin. Optimisasiproteksi dimulai dari desain, penggunaan peralatan danprosedur kerja.yang benar. Nilai batas dosis acuan uiitukpaparan pekerja radiasi ialah 50 mSv/wB pertahun untukstokastik dan 500 mSV/100 Cm2 pertahun untuknonstokastik. Sedang pada paparan medik keselamatanradiasi diperoleh dengan menerapkan azas manfaat(justijication) dan azas optimisasi untuk paparanpenduduk/populasi besarnya NBD = 10 % NBD paparanpada pekerja radiasi.

2. Walaupun jelas banyak manfaatnya bagi kesehatanmanusia, potensi bahaya radiasi tidak dapat diabaikan.Apabila dosis berlebihan dampak negatif radiasiterhadap kesehatan nningkin dapat berupa efek soinatikakut, misalnya luka bakar, anetnia, keniadulan, katarak,kaiiker, dan leukemia, serta efek genetik.

SRI MURNl ARDININGSIH

1. Apakah KIT RIA pada hormon FSH, LH, danprogesteron sudah tersedia di PAIR-BATAN ?

2. Seberapa jauh penelitian yang dilakukan denganmenggunakan KIT RIA yang dihasilkan ?

3. Apakah ada kemungkinan dilakukan kerjasamapenelitian untuk penerapan KIT RIA tersebut diatas ?

F. SUHADI

1. KIT RIA honnon FSH, LH daii progesteron kliusus untukternak baru diprograinkan pada Pelita VII. Dulu pernahdihasilkan untuk hormon T3 dan T4 dan telahdiserahkan produksinya pada Pusat Produksi RadioisotopBATAN Serpong.

2. Dengan meinbeli KIT RIA yang ada di pasaran, padasaat ini sudah bersifat rutin, yaitu menerinia sainpel darilab klinis berbagai peraeriksaan hormon untuk manusia,pemeriksaan honnon yang baiiyak dilakukan antara lainfiingsi tiroid (T3 dan T4), hormon reproduksi steroid(testosteron, progesteron, estradiol, estriol, HPL),gonadotropin (FSH, LH, prolaktin), dan "tumor marker"(CEA, AFP, dan PAP).

3. Dapat saja dilakukan kerja sama penelitian yang salingmenguntungkan.

ENTIN DANINGSIH

Sekalipun belum diungkapkan dalam presentasinainun saya tertarik dengan pemyataan terakhir dari abstrakmengenai identifikasi dan karakterisasi gen toleran cekainankekeringan dan aluininium pada padi.1. Sampai sejauh manakah identifikasi dan karakterisasi

gen toleran ini, khususnya pada padi yang telahdilakukan di PAIR ?

2. Apakali hanya Al ? mengapa tidak juga Fe ? Karenapermasalahan pada lahan kering juga dihadapkan padaFe-toxicity ?

F. SUHADI

1. Di lapangan telah ditemukan galur mutan harapantoleran kekeringan pada padi biasa menjadi padi ketan.Analisis molekuler galur mutan tersebut telali dilakukan,yaitu mendeteksi DNA polimorfisme dengan metodeRAPD dan sintesis cDNA dari RNA dengan metodePCR.

2. Dalam percobaan yang dilakukan hanya cekamanaluminium, karena permasalahan untuk lahan inasainadalah aluminiimi.

SUHARYONO

1. Bioteknologi dikaitkan dengan beberapa bidng, yaitukesehatan manusia, peternakan dan pertanian, namunkesehatan yang banyak dibahas dalam presentasi.Bagaimana tentang peternakan, khususnya untuknustrisi ternak. Apakah dalani paper lengkap jugadibahas, bila tidak dibahas saya menyaraiikan agar juduldiganti saja, cukup dengan pengembangan bioteknologidalam bidang kesehatan hewan.

2. Berapa biaya untuk deteksi dini pada beberapa penyakitbila menggunakan metode PCR ?

F. SUHADI

1. Tidak semua judul dibahas dalam makalah, namuntentang peternakan khususnya untuk nutrisi ternak telahdisinggung baik dalain ringkasan, maupun saran-saran.Tujuan utama pograin peternakan adalah peningkatanproduksi dan reproduksi ternak.

2. PadawaktuhargadolarRp.4.000,-per$ 1-,perhitunganharga per sainpel ialah Rp. 150.000,-. Bergantung padanilai kurs dolar terhadap rupiah.

35

Page 43: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

. Penelitian dan Pengenibangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

TEKNOLOGI DAN APLDKASI PEMERCEPAT ELEKTRON

M. Natsir

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

TEKNOLOGI DAN APLIKASI PEMERCEPAT ELEKTRON. Teknologi akselerator elektron(pemercepat elektron) berkembang sangat cepat di beberapa negara maju. Yang diaplikasikan untuk penelitian danpengembangan (R&D) dan berbagai jenis industri secara komersil. Aplikasi akselerator elektron dalam industri tersebutmencakup bidang industri polimer, sterilisasi peralatan kedokteran, tnodifikasi permukaan bahan dan pengelolaanlingkungan. Proses radiasi dengan berkas elektron adalah proses ionisasi radiasi. Dalam rangka penelitian danpengembangan. teknologi proses radiasi untuk demonstrasi ke industri di Indonesia, dua fasilitas akselerator elektronskala pilot telah dibangun di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi - BATAN Jakarta. Akselerator yang pertama mempunyaispesifikasi energi elektron rendah 300 keV, 50 mA tipe EPS-300, yang kedua energi menengah 2 MeV, 10 mA modeldinamitron tipe GJ-2 dengan kemampuan penetrasi elektron masing-masing 0,6 mm dan 12 mm untuk iradiasi dua sisidalam bahan yang kerapatannya 1 g/cm3. Penampang berkas elektron berukuran panjangnya 120 cm dan lebarnya 10cm disajikan di atmosfir untuk keperluan iradiasi sampel atau produk industri. Dosis radiasi pada sampel dapat diaturdengan tepat dengan mengatur arus berkas elektron dan kecepatan konveyor. Kedua fasilitas ini menghasilkan kapasitasproduksi (output) cukup tinggi dan telah digunakan untuk penelitian dan pengembangan dosimetri, pelapisan permukaanpapan kayu, crosslinking polimer, heatshrinkable tube, grafting polimer, degradasi plastik, pengawetan, sterilisasi,dan lain-lain. Faktor-faktor engineering desain proses iradiasi dan tinjauan umum berbagai potensi aplikasi dalamberbagai bidang penelitian dan pengembangan ke industri di Indonesia akan diuraikan secara ringkas.

ABSTRACT

TECHNOLOGY AND APPLICATIONS OF ELECTRON ACCELERATOR. Technology of electronaccelerator have been developed so fast in the advanced countries. It was applied in the research and development(R&D) and comercially in various industries. The industries applying electron acceierator includes polymer industry,sterilization of medical tools, materiai surface modification, and environmental management. The radiation processusing electron beam is an ionization radiation process. Two facilities of electron accelerator have been established inpilot scale at the Center for the Application of Isotope and Radiation CAIR-BATAN, Jakarta, for the R&D of radiationprocess technology and in demonstrating the electron accelerator application in industry in Indonesia. The first has lowenergy specification of 300 keV, 50 tnA, EPS-300 type and the second has medium energy specification of 2 MeV, 10niA dynamitron model of GJ-2 type. Both the electron accelerators have an electron penetration depth capability of 0.6artd 12 mm, respectively, for the double side irradiation in the materials with density of 1 g/cmJ. They also highlycapacity production and the electron beam cross-section of 120 cm length and 10 cm width. The beam will go throughthe attnosphere for irradiation samples or industrial products. The radiation dose can be selected precisely by adjustingthe electron beam current and conveyor speed. Both of these facilities were appfied in tnany aspects R&D, for examplesdosimetry, wood surface coating, cross-linking of polymer, heatshrincable tube, polimer grafting, plastic degradation,tbod preservation, sterilization and so on. Engineering factors of radiation design process and general observation ofelectron accelerator application in R&D for various industries in Indonesia are briefly discussed.

PENDAHULUAN

Teknologi akselerator elektron di beberapa negaramaju seperti Jepang, USA, Rusia dan Europe telahdiaplikasikan dalain berbagai bidang baik untuk penelitiandan pengembangan (R&D) dan komersial dalam industri.Secara umum aplikasi tersebut dapat dikelompokkan dalamtigabidang. Yang pertama digunakan dalam dunia industrimisalnya industri polimer dan sterilisasi peralatankedokteran, dan yang kedua untuk modifikasi bahan sertayang terakhir untuk pengelolaan lingkungan. Teknologiakselerator elektron mempunyai beberapa keunggulan jikadibandingkan dengan teknik konventional baik prosesthermal atau kimia, keunggulan tersebut antara lain adalahmenghasilkan produk unggul, hemat energi, proses

berlangsung pada suhu kamar, ramah lingkungan (tidakmenimbulkan polusi pada lingkungan), proses mudahdikontrol, teknologi aman, output cukup tinggi dankompetitif baik kwantitas maupun kwalitas (proses cepat,mutunya baik) serta biaya produksi lebih murah untukproduksi masal [1].

Dalam pembangunan jangka panjang kedua danera globalisasi akan tumbuh banyak industri di Indonesia.Terobosan teknologi akselerator dalam sektor industritersebut sangat penting artinya karena dapat menghasilkanproduk yang berkualitas unggul, aman dan kompetitifsehingga dapat bersaing di pasar global yang pada gilirannyananti dapat meningkatkan ekonomi nasional. Teknologiakselerator merupakan IPTEK nuklir yang basisnya adalahBadan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Pusat Aplikasi

37

Page 44: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Isotop dan Radiasi - BATAN sedang mengoperasikan duabuah fasilitas akseleratorelektronyaitu akselerator elektronenergi rendah 300 keV, 50 inA tipe EPS-300 dengan dayaniaksimuin 15 kW buatan Jepang dibangun pada tahun1985, dan akselerator elektron energi menengah 2 MeV,10 mA tipe dynamitron model GJ-2 dengan daya maksimum20 kW buatan China dibangun pada akhir tahun 1993 |2].

Kedua akselerator elektron tersebut diatasdioperasikan untuk penelitian dan pengembangan sertaintroduksi ke industri, yang dimanfaatkan oleh lembagapenelitian pemerintah baik Batan maupun luar Batan,universitas, IAEA dan UNDP serta JAERI melalui kerjasama bilateral dan Industri (swasta) dalam berbagai bidangyaitu dosimetri, polimerisasi, sterilisasi, modifikasipermukaan bahan (logam, kayu, keramik, porselin),penelitian limbah industri, dll. Diharapkan mampumenghasilkan produk-produk baru yang berkualitasmisalnya melalui industri polimer yaitu proses ikatan silang(crosslinking) yang terdiri dari kabel tahan panas dan tahantegangan tinggi, film atau pipa tabung plastik yang dapatmengkemt atau mengempes ukurannya bila dipanaskan(heat shrinkable tubes and fihns), plastik busa, vulkanisasikarct alam, pelapisan pennukaan papan kayu, serta graftingpolimer, dll. Aplikasi komersil juga dapat dilakukan padafasilitas tersebut misalnya untuk pelapisan pennukaan bahan(kayu lapis, logam, kerainik, porselin, marmer, dll.) danisolasi kabel.

Beberapa aplikasi yang cukup potensial dilakukanpada kedua akselerator tersebut, misalnya dalam pengelolaanlingkungan yaitu kontrol gas buang industri NOx dan SOxskala laboratorium, degradasi bahan plastik (PE, PP, PVCdan lain-lain), disinfeksi sludge dan sewage, dalam bidangilmu bahan misalnya modifikasi bahan yaitu pelapisanpernuikaan bahan, modifikasi tekstil, dll. dan dalam bidangpangan misalnya sterilisasi, pengawetan makanan dan buah-buahan, dan dalam bidang pertanian misalnya untuk mutasi(efek radiasi berkas elektron pada bagian sel terkecil DNA),mutasi radiasi padi, dan dalam bidang kesehatan misalnyasterilisasi peralatan kesehatan, serta masih banyak bidang-bidang yang lain niasih perlu dikaji, yaitu effek/pengaruhradiasi berkas elektron misalnya dalani bidang peternakan,biologi, kedokteran dan lain-lain yang tidak disebutkancontohnya satu-persatu dalam paper ini.

PAIR-BATAN saat ini menerima kerjasamadengan pihak SWASTA/BUMN untuk alih teknologipolimerisasi radiasi berkas elektron khususnya untukpelapisan permukaan papan kayu dan pembuatan isolasikabel yang tahan panas dan tegangan tinggi [1]. Dalamkertas kerja ini akau diuraikaa deskripsi akselerator elektron,faktor-faktor engineering desain proses iradiasi dan statusaplikasi akselerator elektron baik dalain maupun luar negeriserta tinjauan secara unium berbagai potensi aplikasi dalambidang penelitian dan industri di Indonesia.

DESKRDPSIAKSELERATOR ELEKTRON

Komponen-komponen utania akselerator elektronsecara uinum adalah sumber elektron, sistein vakum, sumberlegangan tinggi, sistem pemokus, tabung pemercepat

elektron, tabung scanning, sistein pengeluaran elektron dariruang vakum ke atmosfir serta sistem konveyor. Gambarkonslruksi dari akselerator elektron 300 keV, 50 niA tipeEPS-300 diberikan pada gambar 1. Tabung pemercepat danscanner dibuat dari stainless steel divakumkan hinggamencapai < 107 Torr dengan menggunakan sistem pompavakum bertingkat, biasanya pompa rotary, pompa cryo-pump, pompa turbomelekuler dan pompa ion. Elektrondipancarkan dari filamen tungsten yang dipanaskan denganaliran listrik AC, diekstrak dengan tegangan ekstraktoryangdipasang pada celah anlara anoda dan katoda dan difokuskanserta diarahkan kedalara celah atati kanal yangmenghasilkan arus berkas elektron dalam range miliAmpere. Kemudian elektron-elektron tersebut difokuskandan dipercepat dalam tabung akselerator oleh teganganpemercepat yang dipasang secara gradient potential padatabung pemercepat, dan elektron-elektron discan(ditayarkan) dengan menggunakan pengaruh medan listrikdan magnit yang dipasang pada leher tabung scanning hornserta diarahkan pada target titanium window foil denganukuran penampang berkas elektron tertentu. Untukkeperluan industri berkas elektron dalam tabung vakumdisajikan ke atmosfir udara luar melalui target titaniumwindow foil tipis 17,5 mikron. Ukuran penampang berkaselektron tersebut umumnya 120 cmm x 10 cm dan dapatdiatur, yang disesuaikan dengan kebutuhan produk industriatau sampel yang akan diiradiasi. Sampel iradiasi atauproduk industri yang diproses diangkut denganmenggunakan sistem konveyor kedalain ruang iradiasi, dosisradiasi yang diterima sampel dapat diberikan dengan tepatdengan mengatur kecepatan konveyor, energi dan arusberkas elektron [2].

FAKTOR-FAKTOR ENGINEERING DESAINPROSESPRODUKSI[3]

Sebelum proses iradiasi dengan berkas elektrondilakukan, kita perlu mengevaluasi 4 faktor desainengineering proses yaitu dosis iradiasi dan kecepatan dosis(laju dosis) yang dibutuhkan, penetrasi berkas elektron(range elektron) dalam bahan, ukuran dan bentuk bahanyang diiradiasi, dan kapasitas produksi yang diperlukan.

1. Range clektron (penetrasi berkas elektron)

Range elektron atau daya tembus elektron dalambahan merupakan suatu faktor penting dan menentukankemampuan aplikasi akselerator tersebut. Semakin besarrange elektron dalam bahan semakin luas bidang aplikasiakselerator elektron dapat dimanfaatkan. Ketika elektronberinteraksi dengan suatu bahan yang diiradiasi, elektronakan kehilangan energi kinetiknya, terutama oleh interaksilistrik dengan elektron atomik. Kemudian elektron tersebutnaik kekeadaan eksitasi, atau lebih sering terlepas dari atominduknya sehingga terbentuknya molekul-molekultereksitasi dan sebagian besar elektron yang terlepasmemiliki energi cukup untiik mengionisasi atoin yaiig beradapada lintasannya, sehingga terbentuknya ion-ion selanjutnyamolekul yang tereksitasi akan terurai menjadi radikal-radikal yang sangat reaktif.

38

Page 45: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

Elektron cepat yang datang dari tabung vakummempunyai energi mula-mula Eo, pertamakali berinteraksidengan titanium window foil dan menembus window foilakan kehilangan energinya dEw, kemudian melewati celahudara ruang iradiasi, akan kehilangan energinyadE^, yangakhirnya berinteraksi dengan bahan dengan energinya E.Dari uraian diatas energi elektron yang mula-mula Eo dapatdiketahui dengan menggunakan persamaan (1):

E = dE + dE. + E (1)

dimana:Eo adalah energi mula-mula yang sesuai dengan tegangan

tinggi pemercepat elektron (MeV)dEw adalah energi hilang dalani titanium window foil

(MeV)dE^ adalah energi hilang dalam udara ruang iradiasi

diantara permukaan titanium foil dan permukaankonveyor (MeV).

Dalam prakteknya energi hilang dalam titaniumwindow foil dan energi dicelah udara biasanya diabaikan,karena Eo » dEw + dEair. Interaksi berkas elektron denganbahan yang diiradiasi, lainbat laun elektron mengalamiperlanibatan sampai akhirnya elektron itu berhenti (stop)dalain bahan yang disebut dengan range elektron (jangkauanelektron atau kedalaman penetrasi).

Elektron berenergi mula-mula Eo memiliki rangedalam bahan tertentu, yang dapat dihitung denganpersamaan :

Eo

EdE/dX (2)

dimana : R range elektron dalam bahan (cm)dE/dX stopping power elektron atau kehilanganenergi (MeV/cm2).

Secara empiris, range elektron atau tebal bahan yang efisiendigunakan dalam pemrosesan iradiasi dua sisi dapatditentukan dengan rumus :

0.8 (gram/cm2.MeV).E (MeV)R = (3)

p (grani/cm3)

dimana : p kerapatan bahan (gram/cm3) dan E energielektron (MeV).

2. Dosis dan Laju Dosis

Satuan dosis dalam proses radiasi adalah Gray(Gy), yaitu energi 1 Joule (Watt.sec) terserap dalam 1 kgbahan. Jika suatu dosis dengan nilai 10 kGy (1 Mrad)berhubungan dengan serapan dari 10 kW.sec/kg. Jadi 1kWatt berkas elektron terserap sempurna pada bahan yangdiiradiasi, setara dengan 1 kg/kGy.secyaitu 3600 kg/kGy.hr.Ini berarti baliwa 1 kWatt berkas elektron dapat meradiasi360 kg bahan pada dosis 10 kGy dalam 1 jam. Perhitungan

secara teoritis ini diperlukan untuk mengetahui faktorkoreksi dan efisiensi proses radiasi. Pengukuran dosis serapbiasanya dilakukan dengan menggunakan dosimeterberbentuk film, seperti Celulosa triasetat, radiochromic yanghasilnya dapat dilihat pada gambar 2.

Untuk satuan kecepatan dosis (laju dosis) seringdigambarkan dalam kGy/sec atau kGy/min. Secara teori totaldosis yang diserap dalam bahan yang diiradiasi adalahperkalian laju dosis (Dr) dengan waktu (t), diberikanberdasarkan persamaan berikut:

D = D x t (3)

dimana D total dosis radiasi (kGy), Dr laju dosis (kGy/min)dan t waktu iradiasi (min). Waktu Iradiasi biasanyaditentukan dengan mengatur kecepatan konveyor dalamruang iradiasi. Dalam aplikasi teknologi akselerator untukindustri, laju dosis pada suatu energi elektron tertentubergantung pada arus berkas elektron dan luas permukaanbahan yang diiradiasi (rapat arus berkas elektron) serta jarakpemisah antara celah window titanium foil denganpermukaan bahan yang diiradiasi, secara matematik dapatdituliskan [4] :

ID = Kx (4)

B x S

dimana:Dr Iaju dosis (kGy/min)I arus berkas elektron (mA)B ukuran lebar berkas elektron (m), pada bahan yang

diiradiasiS ukuran panjang berkas elektron (m), pada bahan yang

diiradiasiK stopping power elektron terhadap bahan (MeV/

grain.cm2).

"Stopping power" K bergantung pada perhitunganenergi elektron mula-mula (Eo) dan kerapatan bahan (p)yang diiradiasi dapat diperoleh dari tabel dalam referensi.Secara praktis pada umumnya laju dosis meningkat sesuaidengan meningkatnya energi elektron dan arus berkaselektron, sertaberkurangnya laju dosis apabila jarak antaracelah window dan bahan yang diiradiasi bertambah jauh.

3. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi bahan yang dapat diprosesdengan menggunakan akselerator elektron energi rendahberkaitan erat dengan parameter berikut yaitu efisiensiradiasi (h), dosis radiasi (D) daii arus berkas elektron. Secarakasar kapaitas produksi dapat dihitung berdasarkan rumusberikut:

I = h x S x D (5)

dimana S kapasitas produksi mVmin. Untuk akseleratorenergi sedang, kapasitas produksi dapat diperkirakanjumlahnya berdasarkan persamaan berikut:

39

Page 46: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998 -

P hS — T/CA v— J U U A (6)

D 100

diinana S kapasitas produksi yang dinyatakan dalam (km/min) dan P daya berkas elektron (kWatt).

STATUS APLIKASIAKSELERATOR ELEKTRON DIINDONESIA

Aplikasi akselerator elektron energi rendah 300 keV, 50mAtipeEPS-300(15k\V).

Fasilitas skala pilot plant untuk proses pengeringanlapisan permukaan (curing of coating) dengan radiasi berkaselektron yang terdiri dari sebuah akselerator elektron energirendah 300 keV, 50 inA, seperangkat peralatan pelapisanpermukaan papan kayu, serta mesin pengerjaan kayudibangun di PAIR-BATAN pada tahun 1985. Energi danarus berkas elektron pada akselerator ini dapat divariasimasing-masing mulai dari energi 150 keV hingga sampaidengan 300 keV dan arus berkas elektron dapat divariasimulai dari 10 mA hingga sampai dengan 50 mA. Denganadanya kemampuan variasi energi elektron, maka teballapisan cairan (poliiner-monumer) pada permukaan papankayu dalam range 60 - 100 \i dapat dikeringkan, karenaelektron dapat menembus tebal lapisan tersebut. Akseleratorelektron energi rendah ini telah diaplikasikan untukpelapisan permukaan papan kayu, permukaan logam, listprofile, inarmer, teraso dan penelitian pengolahan cairanlimbah pestisida dan vulkanisasi latek alam [5].

Aplikasi teknologi pelapisan permukaan papankayii dengan radiasi berkas elektron secara komersil masihada beberapa faktor penghambat, hal ini disebabkan olehkarena belum dapat dioperasikan secara masal (pihakindustri masih mencoba-coba), sehingga menimbulkankesan biaya operasi tinggi, dan mutu bahan baku panel kayukurang memenuhi syarat untuk diproses, serta sarana danprasarana penunjang untuk penanganan kayu masihkonventional. PAIR-BATAN menerima kerja samadenganpihak swasta/BUMN untuk alih teknologi pelapisanpermukaan kayu baik dalam skala besar maupun kecil.

Penggunaan akselerator elektron tipe ini untukpenelitian vulkanisasi latek alain yang dicampur denganmonumer (stirena metil atau metil meta acrylat) telahmenghasilkan produk bani yaitu lein sol sepatu dan leinkayu lapis pada dosis radiasi berkas elektron masing-masing5 kGy (metil meta acrylat) dan 45 kGy (stirena). Lem kayulapis ataupun sol sepatu hasil radiasi berkas elektronmempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan teknikkonventional. Keunggulan yang disebut-sebutkan adalahtidak mengandung gas trimoline (gas beracun terhadapkesehatan manusia) dan lem lnempunyai kestabilan yanglama waktu simpannya. Menurut Marga Utama sebuahperusahaan swasta yaitu P.T. Koja Terramarin telah menarikperhatian tentang hasil penelitian pembuatan lem kayuatauIem sepatu tersebut dan berminat untiik membangun fasilitasiradiator untuk pembuatan lem kayu, kemungkinan kerjasama antara P.T. Koja Terramarin dan BATAN untuk

mendirikan pabrik lem kayu atau sepatu dalam skala industridengan teknik iradiasi berkas elektron. [6].

Aplikasi akselerator elektron energi menengah 2 MeV, 10mA (20 kW).

Akselerator elektron (ipe ini banyak digunakanuntuk penelitian dan pengembangan polimerisasi ikatansilang (crosslinking). Produk-produk yang dihasilkanmelalui industri polimeryaitu proses ikatan silang polimeruntuk bahan isolasi kabel yang terdiri dari kabel tahan panasdan tahan tegangan tinggi, film atau pipa tabung plastikyang dapat mengkerut atau mengempes ukurannya apabiladipanaskan (heat shrinkable tubes and films), plastik busa,vulkanisasi karet, serta grafting polimer. Dosis radiasi yangdiperlukan Untuk membentuk ikatan silang isolasi kabeldengan bahan LDPE biasanya diperlukan dosis radiasi 100- 250 kGy. [5]. Penelitian pengelolaan lingkungan melaluikontrol gas buang industri NOx dan SOx, pemrosesansewage dan sludge, degradasi bahan plastik (PE, PP, PVCdan lain-lain) dapat dilakukan dengan fasilitas ini. Minatpara peneliti untuk menggunakan akselerator jenis ini cukupbanyak, tetapi kadang-kadang macet pengoperasiannyakarena perfonnance mesinnya masih perlu ditingkatkan dansparepart untuk perawatan belum dapat disediakan denganoptimal. Status pemakaian akselerator ini disajikan dalamtabel 1.

Kerja sama penelitian tentang isolasi kabel antaraPAIR-BATAN dengan industri kabel telah dilakukan, tetapiaplikasi secara koinersil sedang disiapkan dan saat ini belumberhasil dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh peralatanpenunjang yang digunakan untuk teknik iradiasi kabelmisalnya alat pengangkut konveyor kabel belum dapatmemenuhi sesuai dengan kebutuhan industri (diameter kabeltertentu tidak dapat divariasi) dan dosimetri berkas elektronuntuk industri kabel dari segi teknisnya masih perludikembangkan.

PROSPEK APLIKASIAKSELERATOR ELEKTRONDIINDONESIA

Aplikasi akselerator clektron dalam industri dibeberapa negara maju berkembang dengan sangat cepatmisalnya di Jepang mulai dimanfaatkan akhir tahun 1950an, yaitu untuk proses ikatan silang (crosslinking) PE isolasikabel (kawat). Proses tersebut menggunakan akseleratorelektron yang mempunyai daya 10-100 kW dengan energiberkas elektron bervariasi dari 0,2 - 3 MeV. Sebagaigambaran beberapa pemakaian akselerator elektron dalamberbagai bidang di negara maju diberikan pada tabel 2 [4].Semua pengembangan aplikasi tersebut telah mencapaitahap yang kompetitifjika dibandingkan dengan teknik lainmisalnya katalis, panas. Keunggulan aplikasi teknologi inidibandingkan dengan metode konventional yaitu kecepatanproduksi, kepraktisan, dan kontrol proses mudah dan aman,dapat memperbaiki sifat fisika bahan, proses tidakmenggunakan pelarut organik, energi bersih tidakmenghasilkan NOx dan SOx, lebih ekonomis untuk produksisecara kontinyu. Juga kompetitif dibandingkan dengan

40

Page 47: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

teknologi proses radiasi gannna, dimana teknologi radiasiberkas elektron lebih unggul dalam beberapa hal yaitu lajudosis radiasi sangat tinggi yang menyebabkan kapasitasproduksi tinggi (output besar), proses iradiasi dapatdihentikan operasinya (lebih aman) serta penetrasi elektronrendah (proses khusus hanya untuk pennukaan).

Indonesia sebagai negara yang paling banyaksumber daya alam dan negara agraris, banyak menghasilkanbahan pangan, bahan mentah yang berasal dari pertanian,perikanan, peternakan maupun perkebunan. Fasilitasakselerator elektron yang ada di PAIR-BATAN cukupmempunyai potensi untuk digunakan dalain memecahkanproblem nasional berbagai bidang tersebut, baik untukpenelitian dan pengembangan ke industri dimasa akandatang. Aplikasi yang potensial antara lain meliputi:

- Ikatan silang untuk isolasi kabel dan wayer- Ikatan silang lapisan plastik, busa dan selang- Modifikasi tekstil- Grafting polimerisasi lapisan tipis, film dan

kertas- Vulkanisasi latek dan karet alam- Sterilisasi peralatan dan produk medis

(kedokteran)- Sterilisasi permukaan dan pasteurisasi- Pengawetan makanan- Perlakuan sainpel padat dan cair, serta

pemorosesan sludge dan sewage- Pengelolaan lingkungan atau kontrol gas buang

industri- Pelapisan permukaanAplikasi yang cukup potensial dalam sektor

industri untuk pengelolaan lingkungan dan ilmu balian jugamemegang peranan penting dimasa datang, karena dapatmenghasilkan produk yang berkualitas unggul, aman dankompetitif sehingga dapat bersaing di pasar globalinternasional. Contoh aplikasi dalam pengelolaanlingkungan yaitu kontrol gas buang industri NOx dan SOxskala laboratorium, degradasi bahan plastik (PE, PP, PVCdan lain-lain), disinfeksi sludge dan sewage. Dalam bidangilmu bahan misalnya modifikasi bahan yaitu pelapisanpermukaan bahan, modifikasi tekstil, dan lain-lain dalambidang pangan misalnya sterilisasi, pengawetaan makanan,buah-buahan. Dalam bidang pertanian misalnya untukmutasi (efek radiasi berkas elektron pada bagian terkecilDNA), mutasi radiasi padi, dan dalam bidang kesehatanmisalnya sterilisasi peralatan kesehatan, serta masih banyakbidang-bidang yang lain yang masih perlu dikaji tentangefek/pengaruh radiasi berkas elektron misalnya dalambidang petemakan, biologi, kedokteran dan lain-lain.

Industri-industri yang dapat memanfaatkanteknologi akselerator di Indonesia meliputi industri kabelmelalui proses ikatan silang polyvinil chlorida (PVC),polyetilene (PE), da'n bahan elastomers, industri alatkesehatan, bahan baku obat, sediaan farmasi, kosmetika,makanan dan pengemas melalui proses sterilisasi ataupasteurisasi. Industri kayu, marmer, plastik, kertas danlogam melalui proses pelapisan peijnukaan. Industri yangmembuat ban radial dan karet melalui proses vulkanisasiradiasi berkas elektron. Salah satu industri besar ban mobilnasional akan menggunakan teknologi dan aplikasi

akselerator elektron untuk membuatban radial. Pabrik banmobil P.T. Gajah Tunggal sedang melaksanakanpembangunan sebuah fasilitas akselerator elektron denganluas gedungnya sekitar 100 m2 dengan spesifikasi energimenengah 500 keV dan arus berkas elektron maksimum150 mA tipe Cockroft Walton, yang dimulai pada bulanMaret 1998. Akselerator tipe ini akan diaplikasikan untukvulkanisasi karet dengan teknik radiasi berkas elektron yangdapat memproduksi baii radial yang mempunyai keunggulanantara lain ikatan silangnya sangat kuat, output (produksi)ban radial dapat mencapai 14.000 ban/hari dan stabilitasterhadap panas cukup baik serta mempunyai ketahanangesekan yang kuat. Teknologi pembuatan ban radial padaprinsipnya cukup praktis yaitu lembaran karet (berbentuksheet) yang bakal dibuat ban ditempel dengan benang nilon,kemudian diiradiasi dengan berkas elektron, akanmenghasilkan ikatan silang antara nilon dan leinbaran karetsangat kuat. Lembaran karet yang telah terteinpel benangnilon tersebut dipakai untuk membuat ban radial untukautomobil.

PENUTUP

Elektron berkecepatan tinggi terserap pada bahan,energi ditransfer untuk mengikat elektron dari atom danmolekul bahan, menaikkan kekeadaan eksitasi yang lebihtinggi menghasilkan ion dan radikal. Ion-ion dan radikalyang terbentuk itu memulai meinbentuk reaksi-reaksi kimiadalam bahan yang tereksitasi, dan melalui reaksi-reaksikimia tersebut sifat fisika dan struktur bahan bisa berubah.

Dua fasilitas pemercepat elektron (akseleratorelektron) energi rendah 300 keV, 540 mA, dan energimenengah 2 MeV, 10 mA sedang dioperasikan di kawasanpusat penelitian tenaga atom Pasar Jumat Pair-Batan, telahdimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan keindustri oleh lembaga penelitian pemerintah baik Batanmaupun luar Batan, universitas, industri (swasta), IAEAdan UNDP serta JAERI melalui kerja sama bilateraldiharapkan mampu memadukan riset, pendidikan, danindustri melalui teknologi akselerator elektron.

Industri yang dapat memanfaatkan teknologiakselerator elektron secara komersil antara lain industrikayu, keramik, marmer, plastik, kertas dan metal melaluiproses pelapisan permukaan ataupun modifikasi bahanindustri kabel melalui proses ikatan silang yaitu "heatshrinkable tube", dan isolasi kabel.

Aplikasi yang cukup potensial untuk dilakukanpada kedua fasilitas akselerator tersebut, misalnya dalampengelolaan lingkungan yaitu kontrol gas buang industriNOx dan SOx skala laboratorium, degradasi bahan plastik(PE, PP, PVC dan lain-lain), disinfeksi sludge dan sewage,dalam bidang ilmu bahan misalnya modifikasi bahan yaitupelapisan permukaan bahan, modifikasi tekstil, dll. dandalam bidang pangan misalnya sterilisasi, pengawetanmakanan, buah-buahan, dan dalam bidang pertanianmisalnya untuk mutasi (efek radiasi berkas elektron padabagian sel terkecil DNA), mutasi radiasi padi, dan dalambidang kesehatan misalnya sterilisasi peralatan kesehatan,serta masih banyak bidang-bidang yang lain inasih perlu

41

Page 48: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998 _

dikaji, yaitu effek/penganih radiasi berkas elektron misalnyadalam bidang peternakan, biologi, kedokteran, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. LEALET, " Instalasi Mesin Berkas Elektron " PusatAplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN

2. NATSIR, M, " Perangkat Mesin Berkas Elektron untukIndustri " Seminar Instrumentasi Nuklir, 11-12Septeinber 1996. SPIN 96 (Prosiding SPIN 96),1996.

3. INDO-USSR SEMINAR ON INDUSTRIALAPPLICATIONS OF ACCELERATORS, Vol. II,November 1-3, 1988.

4. ABRAMYAN, E.A, "Industrial Electron Acceleratorsand Application " Institute for High TemperatureUSSR Academy of Sciences, 1988.

5. LAPORAN TAHUNAN Kelompok MBE, INSTALASIIRADIASI, 1994 s/d 1996 (Tidak dipublikasikan).

6. MARGA UTAMA, (komunikasi pribadi), Januari 1998.

Tabel 1. Status pemakaian akselerator elektron 2 MeV, 10 mA

Tahun

1993199419951996

1997

Jumlah WaktuOperasi(Jam)

39,5296307954

78

Prosentase%

2,518,519,559,6

5

Kondisi Akselerator

Mesin sering macetMesin kadang-kadang macetMesin kadang-kadang macetMesin aktif setelah semi overHaulPompa vakum "Turbo mole-kuLer" rusak

AplikasiUntuk peneliti

Komissioning, dosimetri, polimerisasi,pengikatan silang (crosslinking), heatshrinkable tube, grafting, sterilisasi,pasteurisasi, pengolahan limbah,kondisioning, dan lain-lain.

42

Page 49: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

Tabel 2. Aplikasi Teknik Pemercepat Berkas Elektron di Jepang (Japan Atomic Industrial Forum, July, 1980)

Penggunaan Produk/Hasil Perusahaan atau LaboratoriumKapasitas

Total(kW)

Isolasi kabel (wayer) Sumitomo, Hitachi Fumkawa, Fujikura,Showa Dainich, Yazaki, Taisho, Tokai,Hirakawa, Oki

800

Ikatan silangplastik

Pengeringan cat

Ikatan silang

Sterilisasi,Pengawetanmakanan

Untuk penelitian

Tabung yang dapatmengkerut atau bungkusan

Busa polietilen

Lapisan tipis, lembaran

Lembaran logam,panel kayu

Bagian peralatan mobil

Ban mobil (Ban radial)

Sterilisasi, Pengawetanmakanan

Pabrik kabel, Nitto

Sekisui, Toray

Nitto, Ashokaei, etc.

Shin-Nippon Iron & Steel, MitsubishiRayon, Nippon yushi

Suzuki

Tidak diperlihatkan

Research Laboratories on Foods(Ministry of Agriculture and Foresty)Hirakawa, Oki

JAERI, dan lain-lain

TOTAL

60

140

250

220

150

0.6

200

1820.6

43

Page 50: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dart Pengcntbangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

Filament powcr supply

- Calhode

Accoleration tubc

^ Acceler;iling eloctrodo

-. Eloctron bon/n

Scanning coil

Scanner chamber

Vacuum pump

Irradiated material VVindow foil

Gambar 1. Kontruksi dan blok diagram mesin berkas elektron 300 keV tipe EPS-300(7).

44

Page 51: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsolop dan Radiasi, 1998

t» 3D0 300 400 500 800

Ketebalan bahan dalatn gram/ m *

700

Gambar 2. Prosentase dosis serap dalain bahan (Dosimeter CTA) pada 3 variasi energi180 keV, 230 keV dan 250 keV.

45

Page 52: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

STABILITAS DAYA HASIL BEBERAPA GALUR DAN GALUR MUTANKACANG HIJAU

A.M. Riyanti Sumanggono*, Mugiono*, dan Lukman Hakim*

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN** Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor

ABSTRAK

ID0000147

STABILITAS DAYA HASIL BEBERAPA GALUR DAN GALUR MUTAN KACANG HIJAU. Untukmengetahui stabilitas daya hasil suatu galur perlu dilakukan pengujian daya hasil di beberapa lokasi yang berbeda.Peningkatan hasil yang maksimal bisa dilakukan dengan penanaman pada spesifik lokasi atau musim. Enam galur dandua galur mutan kacang hijau bersama dengan dua varietas unggul Merak dan Walet diuji daya hasilnya di tujuh danlima lokasi yang berbeda masing-masing pada musim kemarau tahun 1995 dan musim hujan tahun 1995/1996. Hasilpengujian meiiunjukkan bahwa rata-rata produksi biji kering setiap hektar dari semua galur yang diuji tidak berbedadengan varietas Merak dan Walet. Produksi biji kering dari semua galur/galur mutan/varietas yang diuji pada musimhujan pada umumnya lebih tinggi dibanding dengan pada musim kemarau. Pada musim hujan galur CR - 879-2-1-2dan varietas Walet mempunyai daya adaptasi lebih baik di lokasi yang kurang subur, sedangkan galur mutan PsJ-19-90 mempunyai daya adaptasi lebih baik di lokasi yang subur. Pada musim kemarau galur VC-1973-A mempunyaidaya adaptasi lebih baik pada lokasi yang kurang subur.

ABSTRACT

POTENTIAL YIELD STABILITY OF SOME MUNGBEANS LINES AND MUTANT LINES.Multilocation yield tests are needed to determine the yield potential and stability of lines in difference locations. Foroptitnizing the yield potential the lines should be planted on the spesific location and season. Six mungbean lines andtwo mungbean mutant lines as well as two mungbean varieties viz. Merak and Walet were tested in seven locationsduring dry season in 1995, and five locations during rainy season in 1995/1996. The result showed that there were nodifference on the yield rate of the mungbean lines and mungbean mutant lines with that of the control plants. In therainy season, mungbean line of No. CR-879-2-1-2 and Walet variety have a good adaptation to less favourable environ-ment, whereas mutant line of No. 19-PsJ-90 has a good adaptation to favourable environment. Mungbean line of No.VC-1973-A has a good adaptation to less favourable environment in dry season.

PENDAHULUAN

Pengujian daya hasil pada berbagai lokasiagroklimat merupakan suatu tahapan dalam programpelepasan suatu varietas baru. Hal ini dimaksudkan untukmengetahui daya hasil suatu galur pada setiap lokasi,serta untuk menganalisis stabilitas daya hasil berdasarkannilai duga interaksi antara genotipa dengan lingkungan.Seperti telah diketahui bahvva interaksi antara genotipadengan lingkungan menyebabkan terjadinya perbedaan hasildari suatu genotipa pada lokasi yang berbeda. Untukmengatasi interaksi antara genotipa dengan lingkunganEBERHART dan RUSSELL (1) telah mengajukan konsepstabilitas dengan tnenggunakan teknik regresi liniair.Varietas unggul diharapkan mempunyai potensi hasil danstabilitas daya hasil tinggi. Untuk meinaksimalkan potensihasil perlu dilakukan penanainan pada spesifik lokasi danmusim.

Kacang hijau seperti kekacangan yang lain,biasanya ditanam di lahan sawah atau di lahan kering.Penanaman di ladang biasanya dilakukan pada musimhujan, sedang pada musim kemarau kacang hijau biasaditanam di lahan sawah pada saat menjelang akhir musimkemarau, karena kacang hijau relatip berumur pendek (2bulan).

Kegiatan pemuliaan mutasi pada kacang hijau diPusat Aplikasi Isotop dan Radiasi telah berhasilmendapatkan beberapa galur mutan yang mempunyai sifat-sifat tnasak serempak, toleran terhadap penyakit bercakcoklat Cercospora dan berdaya hasil tinggi. Beberapa galurmutan harapan telah dipilih dan diuji multilokasi bersamadengan galur-galur kacang hijau yang dihasilkan oleh BalaiPenelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor, gunamengetahui stabilitas dan potensi hasilnya. Pada makalahini akan dilaporkan analisis potensi dan stabilitas daya hasildari 6 galur, 2 galur tnutan dan 2 varietas unggul kacanghijau, di 7 lokasi yang berbeda pada MK tahun 1995 dan di5 lokasi yang berbeda pada tahun MH 1995/1996.

BAHAN DAN METODE

Enam galur kacang hijau, yaitu galur-galur No.VC-3012-B, VC-1973-A, VC-879-2-1-2, VC-2768-A, VR-1586-14-6-B dan VR-1686-3-8-B, dan2 galur mutankacanghijau, yaitu galur mutan No. PsJ-19-90 dan PsJ-21 -90 beserta2 varietas unggul kacang hijau, yaitu varietas Merak danWalet, digunakan sebagai bahan percobaan.

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakanRancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Benih

47

Page 53: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengcmbangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

kacang hijau ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm,2 tanaman setiap lubang pada plot yang berukuran 5 m x 6m atau 4 m x 5 m. Pemupukan dilakukan denganmenggunakan pupuk urea, TSP dan KCI yang diberikanpada saat tanam, masing-masing dengan dosis 50 kg Urea,100 kg TSP dan 50 kg KCl pada musim tanam MK 1995,dan 50 kg Urea, 100 kg TSP dan 100 kg KCl pada musimtanam MH 1995/1996 per hektar. Pada saat pembungaandiberikan lagi pupuk urea dengan dosis 50 kg Urea perhektar. Untuk pengendalian hama tanaman disemprotdengan insektisida Azodrin dosis 2 cc per liter air apabilaada serangan.

Percobaan dilakukan oleh Direktorat BinaPerbenihan, Departemen Pertanian, di 7 lokasi, yaitu diSidoardo, Maluku Tengah, Serang, Mojokerto, Simalungun,Cirebon dan Tenggarong pada MK 1995, dan 5 lokasi, yaitudi Bengkulu, Pasaman, Boloang Mongondow, LampungBarat dan Tapin Selatan pada MH tahun 1995/1996.

Data hasil dihitung dengan menggunakankomputer program MSTAT C, sedang analisis stabilitasdaya hasil dihitung dengan metode EBERHART danRUSSEL. Galur yang meinpunyai koeffisien regresi bisl,dan simpangan regresi Sd=0 dianggap mempunyai stabilitasdaya hasil baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan rata-rata hasil dari setiap lokasi padaMK tahun 1995 di 7 lokasi percobaan menunjukkan bahwahasil tertinggi terdapat di Tenggarong (1,188 ton/ Ha),sedang hasil terendah terdapat di Simalungun (0,449 ton/Ha). Rendahnya hasil di Simalungun diduga karena lahanpercobaannya adalah masam (PMK) (Tabel 1). Pengamatanrata-rata hasil dari setiap lokasi pada MH tahun 1995/1996menunjukkan bahwa hasil tertinggi terdapat di Pasaman(1,624 ton/ Ha), sedang hasil terendah terdapat di LampungBarat (0,482 ton/ Ha). Rendahnya rata-rata hasil di LampungBarat diduga karena lahannya adalah masam dengan jenistanah Podsolik Merah Kuning (PMK) (Tabel 2).Pengamatan rata-rata hasil dari seluruh lokasi percobaanmenunjukkan bahwa hasil percobaan pada MH 1995/1996(1,124 ton/Ha) lebih tinggi dibanding pada MK1995 (0,941ton/ Ha). Rendahnya rata-rata hasil dari semua lokasipercobaan pada MK 1995 mungkin disebabkan olehkekurangan air pada masa pertumbuhannya. Meskipunkacang hijau relatif lebih tahan terhadap kekeringandibanding dengan kekacangan yang lain, tetapi KAY (2)melaporkan bahwa untuk pertumbuhan optimal dibutuhkancurah hujan antara 700 - 900 mm setiap tahun. Pengamatanrata-rata hasil biji kering dari semua galur dan galur mutanyang diamati tidak tampak berbeda dengan varietas kontrol,baik pada MK 1995 maupun pada MH 1995/1996.

Dari analisis stabilitas daya hasil (Tabel 3)menunjukkan bahwa semua galur/mutan yang diamatiadalah stabil, kecuali galur niutan No. PsJ-21-90 tidak stabilpada MK 1995. Pada MH 1995/1996 tampak 3 galuryang

tidak stabil, yaitu galur VC-3012-B, VC-1973-A dan VR-1686-3-8-B, sedang galur/mutan yang lain stabil. Galur CR-879-2-1-2-B, VC-2768-A dan VR-1586-14-6-B serta galurmutan No. PsJ-19-90 adalah stabil baik pada MK 1995maupun pada MH 1995/1996. Galur CR-879-2-1-2-B danVR-1586-14-6-B, serta galur mutan No. PsJ-19-90 jugastabil pada pengujian yang dilakukan pada MK 1994 di 6Iokasi (3). Dilihat dari nilai stabilitas daya hasil, tampakgalur No. VC-1973-A adalah stabil dan mempunyai dayaadaptasi yang lebih baik pada lahan yang kurang subur padaMK 1995. Galur No. CR-879-2-1-2-B dan varietas Waletadalah stabil dan mempunyai daya adaptasi yang lebih baikpada lahan yang kurang subur, sedang galur mutan No. PsJ-19-90 adalah stabil dan mempunyai daya adaptasi yang lebihbaik pada lahan yang subur pada MH 1995/1996.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan, dapat diambilkesimpulan sebagai berikut:1. Pada umumnya produksi biji kering dari semua galur/

galur mutan kacang hijau yang diamati pada musimhujan lebih tinggi dibanding pada musim kemarau.

2. Rata-rata produksi biji kering setiap hektar dari semuagalur/galur mutan kacang hijau yang diuji tidak berbedadengan varietas kontrol.

3. Pada MK 1995 galur No. VC-1973-A merupakan galuryang stabil dan dapat beradaptasi lebih baik pada lahanyang kurang subur.

4. Pada MH 1995/1996 galur No. CR-879-2-1-2-B dangalur mutan No. PsJ-19-90 adalah galur stabil, danmasing-masing dapat beradaptasi lebih baik pada lahanyang kurang subur dan subur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih diucapkan kepada DirektoratBina Perbenihan, Departemen Pertanian, yang telahmelaksanakan percobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. EBERHART, S.A., dan W.A. RUSSEL, 1966. Stabilityparameters for Comparing varieties. Crop Sci. 6 p.36 - 40.

2. KAY, D.E., 1979. Food legumes. TPI Crop and ProductDigest. No. 3, London.

3. SUMANGGONO, A.M.R., 1998. Stabilitas daya hasildan adaptasi beberapa galur dan mutan kacang hijaudi beberapa lokasi. Prosid. Pertemuan IlmiahAPISORA, Jakarta 18-19 Februari 1997. Buku 2,p. 29 - 34.

48

Page 54: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

Tabel 1. Hasil biji kering (ton/ Ha) beberapa galur/galur mutan/varietas kacang hijau, pada pengujiandi 7 lokasi percobaan pada MK 1995

No.

12345678910

Galur

VC-3012-BVC-1973-AVC-879-2-1-2-BVC-2768-AVR-1586-14-6-BVR-1686-3-8-BPsJ-19-90PsJ-21-90Merak (K)Walet (K)Rata-rataBNT 5 %KK (%)

Keterangan : Ll - SidoarjoL2 - MalukuL3 - Serang

Ll

0,8600,8600,9510,8350,8890,8730,8490,8230,9880,8390,8770,0806,45

Tengah

L4 - MojokertoL5 - SimalungunL6 - CirebonL7 - Tenggarong

L2

1,3701,0881,0830,9361,0980,9421,2711,0611,1011,1561,1010,24715,45

tn - Tidak berbeda nyata pada

L3

0,7480,7880,5710,5950,5900,7290,6860,7040,6750,5050,6750,0928,88

taraf5%.

L4

1,1001,2471,1541,4081,1051,4541,0901,0111,1581,0221,1580,1035,87

L5

0,4250,4500,4000,4220,3420,5000,5000,4830,4490,5000,4490,10314,76

L6

1,1381,1361,1971,0200,8371,2961,4501,0461,1351,2461,1350,18911,41

L7

1,2441,1851,4781,3611,5061,2771,2330,8281,1880,6221,1880,0804,81

Rata-rata

0,9840,9650,9760,9420,9101,0101,0100,8510,9410,8410,941tn16,35

Tabel 2. Hasil biji kering (toii/ Ha) beberapa galur/galur mutan/varietas kacang hijau,pada percobaan di 5 lokasi, pada MH tahun 1995/1996

No.

12345678910

Galur/galur mutan Ll L2 1

VC-3012-BVC-1973-AVC-879-2-1-2-BVC-2768-AVR-1568-14-6-BVR-1686-3 -8-B ]PsJ-19-90PsJ-21-90Merak (K)Walet (K)Rata-rata

1,3701,5301,5701,3901,9301,0001,2601,330,460

1,330,417

1,5061,8651,4751,8491,5091,3111,7701,8381,4221,6961,624

B N T 5 % 0,205 0,070 tBNT 1 % (KK (%)

Keterangan : Ll -BengkuluL2 - Pasaman

),277 (0,06 :

L3 - Boloang MongondowL4 - Lampung BaratL5 - Tapin

JS

1,1321,3201,0311,1181,224,317,178

1,421,283

1,0181,204n

),107 tn1.33 9,66

L4

0,5670,4780,5110,4330,4560,4330,4220,4670,5330,5220,482tntn4,47

tn - Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % atau 1 %.

L5

0,8540,8960,9220,8750,9580,9170,8330,8940,8960,8750,892tntn14,88

Rata-rata

1,0861,2181,1021,1331,2150,9961,0931,1901,1191,0881,124tntn20,48

49

Page 55: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998-

Tabel 3. Koefisien regresi (bi) dan simpangan regresi (Sd) beberapagalur/galur mutan kacang hijau, pada pengujian di 7 lokasipada MK 1995 dan 5 lokasi pada MH 1995/1996

No.

12345678910

Galur/galur mutan

VC-3012-BVC-1973-AVC-879-2-1-2-BVC-2758-AVR-1586-14-6-BVR-1686-3 -8-BPsJ-19-90PsJ-21-90Merak (K)Walet (K)

MK

bi

1,0790,9741,2611,1561,1711,1091,1200,660*0,7090,760

1995

Sd

0,0140,0050,0150,0270,0400,0240,0210,0120,0120,041

DISKUSI

A

MK 1995/1996

bi

0,846*1,204*0,9151,1651,1190,698*1,0961,1340,8570,968

..M. RIYANTI S.

Sd

0,0020,0030,0180,1060,0520,0380,0540,0670,0080,091

ALIRAHAYU

1. Mengapa juinlah lokasi musim hujan tidak sama denganjumlah lokasi musim kemarau ?

2. Apa yang terjadi dan sampai seberapa besar penurunanjumlah produksi galur stabil ditanam terbalik, stabil MKditanam MH atau sebaliknya ?

A.M. RIYANTI S.

1. Jumlah percobaan pada MK tidak sama dengan MHkarena percobaan dilakukan oleh Direktorat BinaPerbenihan, kami hanya mengirimkan benihnya saja.Padahal untuk dapat menguji stabilitas daya hasil suatugalur diperlukan banyak percobaan dengan jumlah dannomor galur yang sama.

2. Untuk menentukan galur-galur stabil pada spesifikmusim dan lokasi dengan maksud untuk meningkatkanproduksi secara maksimal.

RIVAIE RATMA

1. Galat gunanya untuk mengetahui kesalahan-kesalahanyang dilakukan pada waktu melaksanakan percobaan.Anda tidak menghitung galat (Rooled). Bagaimana Andadapat menyimpulkan bahwa ada galur yang stabil dantidak.

2. Anda tidak mengetengahkan pengaruh musim (carastatistik). Bagaimana Anda mengusulkan hal tersebut.

1. Dalam percobaan regresi itu galur (error) sudahdimasukkan. Galur yang stabil menurul EBERHARTdan RUSSELL adalah galur yang mempunyai koefisienregresi = 1 dan deviasi regresi = 0.

2. Untuk menentukan galur itu sesuai musim tertentudengan memperhatikan koefisiensi regresi dandeviasinya, misalnya : galur Vc-1973-A dianggap stabildan sesuai untuk MK karena koefisiens regresi sangatmendekati 1 dan deviasinya sangat kecil pada MK.

M. MITROSUHARDJO

1. Produksi kacang hijau pada musim penghujan lebihtinggi daripada musim kemarau. Apakah hal inidisebabkan oleh galur mutan kacang hijau atau olehkarena distribusi curah hujan.?

2. Apa dasar penentun mutan kacang hijau sesuai untukmusim hujan dan musim kemarau ?

A.M. RIYANTI S.

1. Rendahnya produksi kacang hijau pada MK disebabkankarena kekurangan air pada saat pertumbuhannya,karena untuk pertumbuhan yang optimal diperlukancurah hujan antara 700-900 miti pertahun.

2. sama dengan pertanyaan bapak Rivai R.

50

Page 56: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop danRadiasi, 1998

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP MUTASI KLOROFILDAN VARIASI GENETDK SBFAT AGRONOMI PADA TANAMAN KEDELAI

Rivaie Ratma dan A.M. Riyanti Sumanggono

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000148

ABSTRAK

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP MUTASI KLOROFIL DAN VARIASIGENETIK SIFAT AGRONOMI PADA TANAMAN KEDELAI. Benih galur mutan kedelai No 13/PsJ dengankadar air 12 % diiradiasi sinar ganima dengan dosis 0,10; 0,20; 0,30 dan 0,40 kGy masing-masing sebanyak 1500 butirsetiap dosis. Benih yang telah diiradiasi ditanam pada petak berukuran 4m X 5m, dengan jarak tanam 0,20m X 0,40m,dua butir per lubang. dan ditanam sebagai tanaman M-l pada musim hujan MH 1996/1997 di Kebun Percobaan PAIR,Pasar Jumat, Jakarta. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Tanaman M-I dipanensecara individu dan ditanam sebagai tanaman M-2 pada tnusim kemarau MK 1997 di Kebun Percobaan PAIR PasarJumat, Jakarta. Tujuh hari setelah tanam, mutasi klorofil yang terjadi pada tanaman dari masing-masing dosis iradiasidiamati dengan metode Frydenberg dan variasi genetik pada tinggi tanaman, jumlah buku subur dan jumlah polong isidihitung menurut rumus Singh & Chaudhary. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutasi klorofil dan variasi genetiktinggi tanaman dan jumlah polong isi dapat ditingkatkan dengan dosis 0,10 dan 0,20 kGy.

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GAMMA RAYS IRRADIATIOIN ON CHLOROPHYLL MUTATION ANDGENETIC VARIABILITY OF AGRONOMIC CHARACTERS IN SOYBEAN PLANT Seeds of soybean tnutantline No 13/PsJ with 12 % moisture content were irradiated by 0,10; 0,20; 0,30 and 0,40 kGy of gamma rays treatment.Number of irradiated seeds for each treatment was 1500 seeds. Irradiated of seeds were planted in the 4m X 5m plotsize with 0,20m X 0,40tn spacing and two seeds each hole and were planted as M-l plants in the wet season of 1996/1997 at PAIR fleld experiment in Pasar Jumat, Jakarta. The experiment was designed Randotnized Block Design withthree replications. Plants of M-l generation were harvested individually and were planted as known M-2 plants in thenext generation in dry season of 1997 at PAIR field experiment. Seven days after planting the chlorophyll mutation ofplants were recorded by Frydenberg method and the genetic variability of plant height, number of fertile pods andnodes were calculated by Singh & Chaudhary formula. Results of the experiment showed that chlorophyll mutationand genetic variability of plant hieght and number of fertile pods could be improved 0,10 and 0,20 kGy of gamtna raystreattnent.

PENDAHULUAN

Peningkatan variasi genetik dapat dilakukanmelalui cara konvensional dan inkonvensional. Peningkatanmelalui cara inkonvensional dapat dilakukan dengan teknikmutasi antara lain dengan iradiasi gamma 60Co. Perlakuandengan iradiasi gamma atau dengan mutagen fisik dapatmemperbesar keragaman genetik sehingga peluang untukmelakukan seleksi dan mendapatkan sifat-sifat yangdiinginkan kemungkinan besar dapat dicapai (1). Untukmenduga timbulnya mutasi, dapat dilakukan denganmenghitung frekuensi tnutasi klorofil dengan metodaFRYDENBERG (2). Iradiasi sinar gamma 60Co lebih efektifmenimbulkan mutasi bila dibandingkan dengan mutagenkamia karena sinar gamma memiliki energi sangat tinggiyakni 1,33 MeV (3) dan mampu menghasilkan variasispektram yang luas pada generasi M-2 serta M-3 (4).

Penggunaan iradiasi sinar gamma 60Co padapemuliaan tanaman telah menghasilkan banyak mutan yangbermanfaat, antara lain pada species Luctica sativa (L),Phaseolus vulgahs (L), Capsicum annum (L), Pisum sativus(L) dan Ph lunitus (L), sedangkan iradiasi pada tanaman

yang diperbanyak secara vegetativ juga telah dilakukan yaitupada tanaman Apel, Ubi jalar, Chrisan dan Begonia (5).

Tujuan dari penelitian ini adalah untukmempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma 60Co terhadapmutasi klorofil dan variasi genetik sifat agronomi padatanaman kedelai.

BAHAN DAN METODE

Benih galur mutan kedelai No 13/PsJ dengan kadarair 12 % diiradiasi sinar gamma 60Co dengan dosis 0,10;0,20; 0,30 dan 0,40 kGy masing-rriasing sebanyak 1500 butirperdosis di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), PasarJumat, Jakarta. Benih yang sudah diiradiasi dan kontrol(tanpa diiradiasi) ditanam pada petak ukuran 4m X 5m,jarak tanam 0,20m X 0,40m, dua butir per lubang. di KebunPercobaan PAIR pada musim hujan MH 1996/1997 sebagaitanaman M-l. Percobaan menggunakan rancangan acakkelompok dengan tiga ulangan. Tanaman M-l dipanensecara individu dan kemudian ditanam sebagai tanaman M-2 pada musim kemarau MK 1997 di Kebun Percobaan P AIR

51

Page 57: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Pasar Jumat, Jakarta. Tujuh hari setelah tanam, jumlahtanainan yang mengalami mutasi dari masing-masing dosisdiamati dan jumlah mutasi klorofil yang timbul dihitungdengan menggunakan metoda Frydenberg.

Tanaman dipupuk dengan pupuk urea, TSP, KClmasing-masing dengan takaran 50, 90 dan 60 kg per hadan dibenamkan pada waktu tanam dalam larikan yangsudah disiapkan.

Hama diberantas menggunakan Decis dengankonsentrasi 2 ml per liter air dan disemprotkan pada umur10, 20, 30 dan 50 hari setelah tanam.

Variasi genetik (G2), koefisien variasi genetik(KVG) dan heritabilitas (H) dalam arti luas dan sifat tinggitanaman, jumlah buku suburdanjumlah polong isi dihitungdengan menggunakan rumus sebagai berikut (6):

MS -MS

KVG = X 100 %X

H = X 100 %

Keterangan:MSe = Kuadrat tengah galat.MSv = Kuadrat tengah varietas.

= Variasi genetik.= Variasi penotipik.= Koefisien variasi genetik.= Heritabilitas dalam arti luas.= Nilai rata-rata sifat yang diamati.

G2

P2

KVGHX

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pengamatan jumlah tanaman yang termutasidan frekuensi mutasi klorofil pada tanaman M-2 karenairadiasi sinar gamma S0Co dosis 0,10; 0,20; 0,30 dan 0,40kGy disajikan pada Tabel 1. Dari tabel 1 tersebut tampakbahwa tipe inutasi klorofil yang timbul ada dua macam yaknitipe xantha yang berwarna kuning dan tipe albino yangberwarna putih. Mutan dengan tipe xantha dan albino akanmati pada umur± 10 hari setelah tanam. Hal ini dapat terjadikarena tanaman yang mengalami mutasi tipe xantha ataualbino tidak memiliki butir-butir klorofil sehingga tidakdapat melakukan fotosintesis dengan sempurna. Mutasiklorofil yang sulit dideteksi adalah tipe viridis. Karenapercobaan dilakukan di lapang tnaka agak sulit untukmembedakan antara nuitasi klorofil tipe viridis dengantanaman yang kekurangan zat makanan. Tanaman denganmutasi tipe viridis dapat hidup sampai panen karenatanaman tersebut mempunyai butirklorofil. Pada dosis 0,10kGy ada 4 mutan tipe xantha, dan 2 mutan tipe albino sedangpada dosis 0,20 kGy terdapat 5 mutan tipe xantha, dan satumutan tipe albino. Pada dosis 0,30 kGy hanya terdapat

sebanyak satu mutan tipe xantha. Frekuensi mutasi padasetiap 1000 tanman M-2 pada radiasi dengan dosis 0,20kGy adalah 1,11% sedang pada dosis 0,10 kGy adalah 0,92%. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi dengan dosis 0,20kGy cenderung banyak menghasilkan mutan dibandingkandengan dosis radiasi yang lain.

Pengamatan variasi genetik pada beberapa sifatagronomi seperti tinggi tanaman, jumlah buku dan jumlahpolong isi tanaman M-2 dari masing-masing dosis iradiasigamma 60Co disajikan pada Tabel 2. Dari tabel 2 tersebuttampak bahwa dosis 0,10; 0,20 kGy dapat meningkatkanvariasi genetik tinggi tanainan masing-masing sebesar 10,14dan 11,77 sedangkan variasi genetik jumlah polong isi padadosis 0,10; 0,20 dan 0,30 kGy masing-masing sebesar 16,46;18,20 serta 9,95. Dosis 0,40 kGy masing-masing dari tinggitanaman, jumlah buku subur dan jutnlah polong isi relatiflebih kecil meningkatkan variasi genetik dan diduga keduadosis tersebut terlalu tinggi. Selanjutnya pada Tabel 2 jugamenunjukkan bahwa koefisien variasi genetik (KVG) padatanaman M-2 yang diiradiasi dengan dosis 0,10 dan 0,20kGy lebih tinggi daripadayang diiradiasi. Koefisien variasigenetik tertinggi pada sifat tinggi tanaman dan jumlahpolong isi adalah pada dosis 0,20 kGy yakiii masing-masingsebesar 25,51 % dan 31,59 %. Koefisien variasi genetikyang tinggi menunjukkan bahwa variasi relatif suatupopulasi besar sehingga lnemberikan peluang yang lebihbesar untuk melakukan seleksi terhadap suatu sifat. Nilaiheritabilitas dalam arti luas (H) tinggi tanaman M-2 padadosis 0,20 dan 0,10 kGy cukup tinggi sedangkan untukjumlah polong isi yang tinggi adalah dosis 0,20; 0,10 dan0,30 kGy. Nilai heritabilitas dalam arti luas (H) tinggitanaman yang tertinggi yaitu 57,84 % sedang untuk jumlahpolong isi yakni sebesar 66,67 % kemudian diikuti 54,83 %untuk tinggi tanaman dan 62,72 % untuk jumlah polongisi. Variasi genetik buku subur yang diiradiasi lebih tinggidaripada yang tidak diiradiasi (kontrol), tetapi koefisienkeragaman genetik (KVG) yang diiradiasi lebih rendali. Iniberarti peluang untuk melakukan seleksi terhadap sifat bukusubur sengat kecil untuk dapat berhasil. Nilai haritabilitasdalam arti luas (H) dari buku subur sangat kecil yaknidibawah 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruhlingkungan lebih besar daripada pengaruh genetik. Nilaiheritabilitas dalam arti luas (H) pada tinggi tanaman danjumlah polong isi menjadi tinggi karena adanya perlakuaniradiasi sinar'gamma. Heritabilitas dalam arti luas yangtinggi menujukkan bahawa faktor genetik lebih beperandaripada faktor lingkungan. Ini menunjukkan bahwa iradiasisinar gamma dapat meningkatkan variasi genetik tinggitanaman dan jumlah polong isi.

KESIMPULAN

1. Iradiasi sinar gamma dosis 0,10 dan 0,20 kGy dapattneningkatkan mutasi klorofil pada Tanaman kedelai.

2. Iradiasi sinar gamma dosis 0,10 dan 0,20 kGy dapatmeningkatkan variasi genetik, koefisien variasi genetikdan heritabilitas dalam arti luas pada tinggi tanamandan jumlah polong isi tanaman kedelai.

52

Page 58: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelittan dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

DAFTAR PUSTAKA

1. CONGER, B.V. and M.J. CONSTANTIN, TheEffectiviness of Fusion Neutron 14,7 MeV.Moenergetic neutron and 60Co gamma radiation onseedling growth reduction and induction chlorophyllmutation in Barly, Biological Effect of Neutronirradiation, 1AEA, Vienna (1973) 417-432.

2. FRYEDENBERG, O., Some theoritical aspects of thescoring of mutation frequencies after nutagenictreatment of barley seeds. Rad. Bot. 3 (1963) 135-143.

3. BRIGG, R.W. and M.J. CONSTANTIN, RadiationTypes and Radiation Sources. Technique Report

Serries No. 119, Manual on Mutation Breeding,IAEA, Vienna (1977) 18-21.

4. CHAUDARY, A.D. and V.R. DNYANSGAR.,Morphologicall Mutants of Garlyc, Jurnal IndianBotanucal Society 61 (1982) 85-86.

5. YAMAGUCHI, T., Mutation Breeding in VegetableCrops. Breeding of Varieties by Usa of RadiationGamma Field Symposium, No. 21, Instalation ofRadiation Breeding NIAR MAFF. Ohiniyamachi,Ibaraki-ken, Japan (1982) 37-50.

6. SING, R.K and B.D. CHAUDARY., BiometricalMethod in Quantitative Genetic Analysis, KeylaniPublisher, Bombay (1979) 304.

Tabel 1. Jumlah tanaman M-2, tipe mutasi dan frekuensi klorofil mutasi dari masing-masingdosis pada musim kemarau MK 1997 di Kebun Percobaan PAIR, Pasar Jumat,Jakarta

No

1223

Dosis(kG)

0,100,200,300,40

JumlahM-l

650539410150

tanamanM-2

10400662465602400

Tipe mutanXantha

4510

Albino

21.0

Frekuensi mutasi per 1000tanainanM-1 (%)

0,921,110,24

0

Tabel 2. Variasi genetik (G2), koefisien variasi genetik (KVG) dan heritabilitas dalam arti luas (H)pada tinggi tanaman, jumlah buku subur dan jumlah polong isi tanaman M-2 dari masing-masing dosis pada musitn kemarau MK 1997 di Kebun Percobaan PAIR, Pasar JumatJakarta

No

12345

Dosis(kGy)

0 000,100,200,300,40

Tinggi tanamanG2 KVG (%)

0,44 0,9110,14 21,4911,77 25,518,50 6,786,70 4,23

H (%)

54,8357,8442,7132,03

Jumlah buku suburG2

0,896,467,975,153,71

KVG (%) H

2,935,007,123,052,37

(%)

16,2327,4420,4517,13

Jumlah polongG2KVG(%)H

0,5716,4618,209,957,21

2,7328,0831,597,515,67

isi(%)

62,7266,6750,5135,67

53

Page 59: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplilcasi teotop dan Radiasi, 1998-

DISKUSI

SUWIRMA S.

Mohon diterangkan raengapa dipandang perlumenghitung klorofil mutasi, variasi genetik (G2), koefisiensvariasi genetik (KVG), dan heritabilitas dalam arti luas (H)?

RIVAIE RATMA

Pada variasi genetik dan sifat-sifat yang diwariskanada dua hal yang sangat penting untuk diketahui padaM-2:1. Mutasi klorofil (%). Sebanyak 1500 butir benih galur

mntan No. 13/PsJ per dosis dengan kadar air 12 % yangdiiradiasi dengan dosis 0,10; 0,20; 0,30; dan 0,40 kGy,apakah terjadi mutasi klorofil. Bila tidak terjadi mutasiklorofil, maka tidak akan didapatkan mutan, tetapi bilaterjadi mutasi klorofil akan didapatkan beberapa mutanIndikasi terjadinya mutasi dapat diketahui denganmetode FRIDENBERG.Apakah benih galur mutan No. 13/PsJ yang telahdiiradiasi oleh dosis 0,10; 0,20; 0,30; dan 0,40 kGytersebut variasi genetiknya (G2) lebih besar daripadayang tanpa diiradiasi (kontrol). Bila variasi genetiknyalebih besar daripada kontrol, hal ini berarti dosis sinargamma 60C dapat meningkatkan variasi genetik.Selanjutnya, apakah koefisien variasi genetik (KVG)-nya lebih besar. Bila KVG-nya lebih besar ini berartiseleksi terhadap sifat-sifat tertentu cenderung lebihberhasil dan sebaliknya. Faktor lain yang juga sangatpenting adalah heritabilitas dalam arti luas (H). Bila nilaiH di atas 50 %. Ini berarti faktor genetik lebih berperandaripada faktor lingkungan dan sebaliknya. Padapenelitian ini mutasi klorofil dan rata-rata tinggitanaman dapat ditingkatkan oleh dosis 0,10 serta 0,20kGy, sedangkan rata-ratajumlahpolong isi ditingkatkanoleh dosis 0,10; 0,20; dan 0,30 kGy. Bila tidak terjadimutasi klorofil, variasi genetik (G2), koefisien variasigenetik (KVG) dan heritabilitas dalam arti luas (H),maka dilakukan radiasi ulang sampai ditemukan mutanpotensial yang dapat dipromosikan menjadi varietaskedelai baru. Dalam hal ini, banyak terjadi bahwapemulia tanaman yang sampai dengan akhir hayatnyadan atau pensiun tidak pernah mendapatkan mutan

seperti yang diharapkan. Sungguh suatu pekerjaan yangsangat berat untuk dilaksanakan.

SUTARMAN

Apa arti gambar seperti spisol ini ?

RIVAIE RATMA

Gambar ini menimbulkan bentuk kromosonsebelum dan sesudah diiradiasi

E. SUWADJI

Metode siapa yang Anda gunakan untukmenghitung klorofil tnutasi variasi genetik, variasikeragaman genetik dan heritabilitas ?

RIVAIE RATMA

Untuk mutasi klorofil metode FRIDENBERG.Untuk variasi genetik, koefisien genetik, dan heritabilitasdalam arti luas dihitung menurut rumus SING &CHAUDHRY.

SUKARDJI P.

Apa gunanya menghitung mutasi klorofil ?

RIVAIE RATMA

Untuk mengetahui apakah benih yang diiradiasitersebut mengalami mutasi.

M.M. MITROSUHARDJO

Mengapa tinggi tanaman, jumlah buku subur, danjumlah polong isi yang dihitung ?

RIVAIE RATMA

Tinggi tanaman, jumlah buku subur, dan jumlahpolong isi merupakan sifat agronomi dan ada korelasi positifdengan hasil.

54

Page 60: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

EVALUASIFOSFAT ALAM SEBAGAISUMBER HARA P PADAPOLA TANAM PADI-KEDELAI-KACANG HIJAU

Havid Rasjid, Elsye L. Sisworo, dan Widjang H. Sisworo

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

ID0000149

EVALUASIFOSFAT ALAM SEBAGAISUMBER HARA P PADA POLA TANAM PADI-KEDELAI-KACANG HIJAU. Telah dilakukan satu seri percobaan pemupukan P dengan sistem pot pada pola tanam padi -kedelai - kacang hijau dengan menggunakan tanah jenis Podsolik merah kuning asal Batumerta Sumatra Selatan. Tigatakaran FA dari tiga sumber fosfat alam (FA) dan dua takaran TSP sebagai pembanding, dicoba dalam penelitian ini.Percobaan dilaksanakan dalam rancangan acak lengkap dengan empat ulangan. Hasil yang diperoleh menunjukkanbahwa pemupukan dengan FA dapat menaikkan produksi bahan kering tanaman dan, serapan P-total. Pada kedelaidan kacang hijau kenaikannya dapat mencapai 3 kali kontrol. Sumbangan P berasal dari P-FA atau TSP yang ditentukandengan tnenggunakan metode pengenceran isotop 12P, dalam tanaman berkisar antara 26,8 % hingga 89,4 % bergantungpada sumber dan takaran FA. Keefisienan penggunaan FA berkisar antara 0,15 % sampai 1,66 %, pada TSP 1,78 %sampai 20,0 %. Meningkatkan takaran dan sisa pupuk pada seri tanam sebelumnya akan menurunkan keefisienanpenggunaan pupuk oleh tanaman berikutnya (padi > kedelai > kacang hijau).

ABSTRACT

EVALUATION OF PHOSPHATE ROCK AS A P-SOURCE IN THE CROPPING SYSTEM OFUPLAND RICE - SOYBEAN - MUNGBEAN. A seri of pot fertilizer experiments has been carried out in thecropping system of upland rice - soybean - mungbean by using Red Yellow Podsolic soil from Batumerta, SouthSumatra. Three phosphate rock (PR) with 3 different sizes and 2 levels of TSP were used as a check and were appliedin this study. The results showed that fertilization with PR could increase weight of dry plant, % total-P, and total-Puptake. The contrubution of P-derived frotn PR and TSP was determined using the dilution method 32P isotope. Thevalues for P-derived from PR or TSP ranged from 26.8 % to 89.4 %. The efiiciency of PR was from 0.15 % to 1.66 %,and for TSP it ranged from 1.78 % to 20.0 %. Increasing the levels of P-fertilizer either PR or TSP will decrease theP efficiency, where the order for plants are : eflficiency of P upland rice > soybean > mungbean.

PENDAHULUAN

Fosfor (P) adalah unsur hara utama yangdibutuhkan tanaman bersamaNitrogen (N) dan Kalium (K).Untuk menopang pertumbuhan tanaman sehinggamemberikan hasil maksimum, maka dalam lahan harustersedia hara yang cukup, terutama N, P, dan K.

Fosfat alam (FA) merupakan sumber utama untukpembuatan pupuk P (seperti pupuk TSP, SP-36 dan lainsebagainya). Menurut COOK et al. (1), ada tiga tipe depositFA di dunia yaitu : berasal dari gunung berapi, guano, dansedimen. Deposit sedimen merupakan tipe FA yang banyakditemukan (82 %). Produksi konsentrat FA di dunia sampaisaat ini berkisar antara 130 - 150 ton setiap tahun.

Di Indonesia banyak ditemukan deposit F A antaralain di Cilacap, Bojonegoro, Lumajang, Cirebon, dan Ciawi.Dari hasil analisis kandungan P2O5 berkisar antara 17 % -28 %, dan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumberhara P tanaman secara langsung tanpa mengubah bentukkimiawinya (2).

Penggunaan FA secara langsung sebagai pupukdari segi ekonomi acapkali lebih menguntungkan, dibandingdengan pemakaian pupuk kimiawi (buatan). Pada saat inipenggunaan FA secara langsung sebagai sumber unsur hara

P, untuk tanaman tahunan, atau untuk tanaman semusim,sudah mulai banyak digunakan. Menurut RASJID dkk. (3)pemupukan dengan FA dapat menaikkan produksi bahankering dan serapan P-total tanaman jagung sampai 2 kalidari hasil yang diperoleh tanaman tanpa pemupukan P.Sumbangan P berasal dari FA pada tanaman jagung antara25,5 % - 32,4 %, dan keefisienannya berkisar antara2,31 % sampai 3,39 %.

Lahan di Indonesia yang digunakan untukpertanian lahan kering sebagian besar tergolong bereaksimasam, dengan daya fiksasi P kuat, sehingga ketersediaanP untuk tanaman menjadi berkurang (4). Keadaan ini akanbertambah karena pengaruh iklim di daerah tropik yangkuat dapat menurunkan ketersediaan ,P secara alamisehingga penimbunan P yang diakibatkan pemupukanmenjadi rendah. .

Untuk menguji pendayagunakan BA sebagaisumber hara P pada satu pola tanam, telah>'dilakukanpercobaan pola pergiliran tanaman. Tujuan percbbaan untukmendapatkan informasi tentang pemakaian FA sebagaisumber P pada pola tanam padi - kedelai - kaeang hijau.Parameter yang diamati meliputi bobot kering tanaman yangdihasilkan, kadar (%) P-total, sumbangan (%) P berasal daribeberapa macam FA dan TSP, serta efisiensi penggunaan

55

Page 61: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilicm dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

P-FA dan P-TSP oleh tanaman. Untuk mengetahuisumbangan (%) yang berasal dari FA dalam tanaman dankeefisienannya dipakai teknik radioisotop (5). Untukmenghitung sumbangan P berasal dari FA dalam tanamandigunakan metode tidak langsung (indirect methods) sepertiyang dilakukan oleh ZAPATA dan AXMANN (6). Metodeini digunakan karena bila FA ditandai dengan "P, makaFA ini akan mengalami perubahan kimiawi, sehingga tidakdapat dianggap sebagai FA lagi.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan dengaii kantong plastik hitamdi ruinah kaca bidang Pertanian, PAIR BATAN. Tiga kgtanah kering udara jenis Podsolik Merah Kuning berasaldari Batumerta, Sumatra Selatan, yang sudah diayak halus(2 mm) diinasukkan ke dalam wadah plastik liitain. Sebelumpercobaan, contoh tanah diambil secara komposit dankemudian dianalisis kandungan N, P, C-organik dan pH.Hasil analisis disajikan pada Tabel 1.Percobaan dilaksanakan dalam rancangan acak lengkap(RAL) dengan perlakuan seperti dicantuinkan pada Tabel2, diberikan pada seri taiiam padi, kedelai, dan kacang hijau.Pemupukan dasar dengan takaran 300 ing urea dan 150 nigK Cl untuk setiap pot, dan setiap seri tanam, diberikan padasaat tanam dengan cara tabur aduk sedalam 5 cm.Pada setiap pot dari setiap seri tanam ditumbuhkan 2 bijitanaman. Pemberian larutan isotop KH2

32PO4 dilakukanantara 1-2 minggu sebelum tanam sebanyak 225 n.Ci/15 ml/pot. Isotop diberikan dengan cara meneteskan sekikit demisedikit sainbil diaduk rata dengan tanah. Jadwal pelaksanaanpercobaan disajikan pada Tabel 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 4, disajikan bobot kering (BK) tanamanpadi, kedelai dan kacang hijau, yang dipanen masing-masing pada umur 47, 45, dan 40 hari setelah tanam. Padaseri tanam padi, pengaruh pemupukan P, dengan FA ataudengan TSP, tidak sama dalam meningkatkan BK tanamanterutama pemupukan dengan FA-3 dan dan FA-4dibandingkan dengan kontrol (8,80 g/pot). Pada umumnyaBK tanaman padi gogo yang diberi FA maupun TSP ataugabungan keduanya lnenunjukkan nilai yang lebih tinggidaripada kontrol. Perbedaan yang nyata terhadap kontrolhanya ditemukan pada beberapa perlakuan. Hal yang samaditemukan untuk kedelai dan kacang hijau. Berdasarkandata BK padi gogo ini dapat diketahui bahwa pada FA-1dan FA-2 memberikan P yang lebih tersedia digunakan padigogo dibanding FA-3 dan FA-4. Peningkatan BK hanyaditemukan pada pemupukan menggunakan FA-1(MAIDAH-1 = 11,25 g) dan FA-2 (MAIDAH-2 = 11,08 g)dan TSP-b = 10,37 g yang berbeda nyata dengan BK kontrol,sedangkan pemupukan dengan FA-3 (Lamongan = 9,49 g),FA-4 (Bojonegoro = 9,53 g) serta dengan TSP-a (10 kg P/ha = 8,67 g) walaupun tidak berbeda nyata dengan kontrol,tetapi untuk FA-3 dan FA-4 nilai BK masih di atas nilaikontrol. Peningkatan takaran pupuk P juga tidak semua

pupuk melihatkan pengaruh nyata. Keadaan ini dapatdijelaskan dengan hasil analisis nilai P-tanah (Tabel 1), yangmenunjukkan bahwa kandungan P-tanah termasuk moderat(7), sehingga masih cukup tersedia untuk dapat digunakantanainan.Pada seri kedelai dan kacang hijau tampak bahwa antar jenisFA yang digunakan sudah tidak berbeda kemampuannyauntuk meningkatkan BK tanaman, dan juga tidak tampakpeibedaan anlara FA denganTSP. Mungkin untuk tanatnankedelai P-tersedia dari FA atau TSP secara sendiri-sendirimaupun gabungan adalah lebih banyak daripada tanamanpadi gogo. Hal ini diduga karena selain FA, TSP atau FA +TSP yang digunakan oleh kedelai masih ada P-tersedia dariFA, TSP atau FA + TSP yang diberikan pada tanamansebelumnya. Berat bahan kering tanaman yang dihasilkandari perlakuan pemupukan P baik dalain bentuk FA atauTSP meningkat sangat nyata hampir mencapai tiga kali lipatjika dibandingkan dengan tanaman kontrol.(BK tanaman kontrol = 3,17 g, kacang hijau 1,90 g).Sedangkan pemupukan antar FA, tidak begitu jelasperbedaannya. Peningkatan BK ini dimungkinkan karenatersedianya hara dalam tanah yang bisa diambil tanaman.Khusus hara P, dapat diprediksi baliwa dengan dua-tiga kalipemupukan P, maka mungkin sudah mulai cukup tersediauntuk tanaman berikutnya.

Hasil analisis kadar (%) P-total dan serapan Ptanainan disajikan pada Tabel 5. Pada tanaman padi terdapatperbedaan kadar P-total antara tanaman yang tidak dipupukdengan yang dipupuk P. Pemupukan P, dapat meninggikankadar P-total tanaman (0,213 % - 0,257 %) dibandingdengan kadar P tanaman kontrol (0,189 %). Bila dilihatpada serapan P-tanaman, secara umum pemupukan P akanmeningkatkan serapan P-tanaman dan berbeda nyatadibanding dengan serapan P tanaman kontrol.

Kadar P-total tanaman kedelai dan kacang hijaujuga dipengaruhi oleh pemupukan P. Kadar P tanamankontrol (kedelai = 0,201 %, kacang hijau 0,170 %). Apabilamendapat pemupukan P baik dalam bentuk FA atau TSPatau gabungan keduanya akan meningkat (kedelai antara0,205 % sampai 0,259 %, kacang hijau antara 0,212 hingga0,252 %). Hal yang serupa ditemukan juga pada serapan P-tanainan pada kedelai atau kacang hijau. Serapan P-tanamanyang tidak dipupuk P (kedelai = 6,401 P/pot), kacang hijau= 3,343 mg P/pot). Sedangkan pada tanamanyang dipupukP dalam bentuk FA atau TSP ataupun gabungan keduanyaakan meningkat dan berbeda nyata dengan kontrol (kedelaiantara 16,110 mg P sampai 27,499 mg P dan kacang hijauantara 8,742 hingga 14,524 mg P untuk setiap pot).Peningkatan takaran P karena pemberian FA, tidakmempengaruhi kadar P-total, tetapi serapan P-tanaman,terutama seri tanam kacang hijau dapat menaikkan serapanP-total sejalan dengan meningkatnya bobot kering tanaman.

Seperti yang telah diungkapkan pada bahan danmetode, radioisotop 32P diberikan ke dalam tanah sebelumpemupukan dan dilakukan 1-2 minggu sebelum tanam. Halini untuk mencapai keadaan keseimbangan bagi 32P didalain tanah, dan agar 32P tercampur sehomogen tnungkindengan tanah. ZAPATA dan AXMANN (6),mengasumsikan bahwa pada tanaman yang tidak dipupukFA, TSP atau gabungan keduanya, sumber P hanyalah P-

56

Page 62: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

tanah yang sudah ditandai dengan 32P. Sedangkan tanamanyang dipupuk P, sumber P adalah dari P-tanah yang sudahditandai dan P-pupuk. Ini berarti pada tanatnan yangdipupuk P, siunber P-tanah yang sudah ditandai akanterencerkan, sehingga penyerapan P-tanah bertanda 32Pmenjadi lebih rendah daripada tanaman yang tidak dipupukP. Ini akan terlihat dengan lebih tingginya kandungan 32Pdalam tanaman yang tidak dipupuk, yang dinyatakan dalamcacahan per menit (cpm) dibanding dengan tanaman yangmenerima pupuk P. Data mengenai cacahan ini disajikanpada Tabel 6.

Berdasarkan data cpin yang diperoleh, persentaseP-berasal dari FA atau TSP dapat ditentukan. Pada seritanam padi, sumbangan P berasal dari FA-1, FA-2, FA-4,dan TSP dalam tanaman berkisar antara 80,59 % - 89,38%, sedangkan dari FA-3 (Lamongan) antara 39 % - 57 %.Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan P untuk tanamanyang diserap dari FA-3 lebih rendah dibanding dengan FA-1, FA-2, FA-4 dan TSP. Pada seri tanam kedelai, sumbanganP berasal dari pupuk FA dan +TSP berkisar antara 34,63 %- 60,94 % dan dari TSP antara 65,79 % - 84,43 %. Padaseri tanam kacang hijau, sumbangan P dari FA dan +TSP,berkisar antara 26,84 % hingga 75,56 %. Pada seri tanamkedelai dan kacang hijau, tampak bahwa peningkatanpeinberian takaran P akan meningkatkan sumbangan P yangberasal dari pupuk dalam tanaman. Hal ini menunjukkanbahwa bertambahnya kandungan P-pupuk dalam tanamanyang disebabkan oleh residu pemupukan tanamansebelumnya tetapi tidak tersedia untuk tanaman berikutnya.Atau mungkin juga P berasal dari pupuk yangbaru diberikan(FA atau TSP) lebih mudah tersedia untuk tanamandibandingkan P yang ada dalam tanah. Diduga P yang adadalam tanah terikat dalam bentuk senyawayang tidak dapatdiserap oleh tanaman.

Setelah diketahui sumbangan P berasal dari FAatau TSP dalam tanaman, maka dapat dihitung serapan Pberasal dari FA atau TSP dalam tanaman. Pada Tabel 7disajikan serapan P pupuk berasal dari FA ataupun TSP,dan keefisienan penggunaannya oleh tanaman. Padaumumnya serapan P berasal dari FA-1 dan FA-2 dan TSP-b rata-rata lebih tinggi dari FA-3 dan FA-4 dan TSP-a, dalamtanaman padi, kedelai, dan kacang hijau. Meningkatkantakaran pempukan P, pada FA-3 dan FA-4 serta TSP, dapatmenaikkan serapan P dari pupiik dalam tanaman, sedangkanpada FA-1 dan FA-2 tidak jelas pengaruhnya. Hal inimenunjukkan bahwa ketersediaan hara P untuk tanamandalam bentuk FA-1 dan FA-2 dan TSP lebih baik dan stabildibanding dengan FA-3 dan FA-4. Baru pada seri tanamkacang hijau terlihat balnva menambah takaran pemupukanP, serapan P-pupuk dalam tanaman akan meningkat pula,sedangkan pada pemupukan TSP, serapan P-pupuk malahmenurun. Ini menunjukkan residu pemupukan TSP lebihtersedia dibanding FA.

Pada efisiensi penggunaan FAdan TSP, umumnyamemperlihatkan balivva menambah takaran pemupukanakan menurunkan keefisienan penggunaan pupuk tersebutoleh tanaman. Efisiensi penggunaan FA berkisar antara0,44 % hingga 1,66 % pada padi, 0,26 % - 1,02 % olehkedelai, dan 0,17 - 0,55 oleh kacang hijau. Sedangkanefisiensi penggunaan TSP jauh lebih tinggi dibanding FA,

pada tanaman padi antara 7,65 % -10,27 %, pada tanamankedelai 6,86 % - 12,08 % dan pada kacang hijau 0,59 % -1,34 %.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat diambilkesimpulan sebagai berikut:1. Fosfat Alam (FA) dapat digunakan sebagai sumber P

pada pola tanam padi - kedelai - kacang hijau, karenaproduksi bahan kering (BK) yang dihasilkan meningkatdibanding dengan tanaman kontrol (tanpa P). Pada seritanam padi, kenaikan BK belum merata. Akan tetapipada seri tanam kedelai dan kacang hijau, BK yangdihasilkan dapat mencapai 3 kali dari tanaman kontrol(kedelai = 3,17 g dan k hijau = 1,90 g).

2. Pemupukan dengan FA atau TSP, dapat meningkatkankadar (%) P-total tanaman padi, kedelai dan kacanghijau. Kadar P-total padi, kedelai, kacang hijau sebelumdipupuk P < 0,20 %, dan setelah dipupuk > 0,21 %.Sedangkan serapan P-total, berpola sama dengan BKtanaman, di mana pemupukan FA atau TSP akanmeningkatkan serapan P-total tanaman.

3. Sumbangan P berasal dari FA dalam tanaman padi (FA-1,2, 4) dan TSP berkisar antara 80,6 % sampai 89,4 %,sedangkan FA-3 lebih rendah yaitu 39 % - 54 %. Padaseri tanam kedelai dan kacang hijau sumbangan P berasaldari FA atau TSP antara 26,8 % hingga 84,4 %.Umumnya menaikkan takaran P baik dalam bentuk FAmaupun TSP, akan menaikkan pula sumbangan P dariFA atau TSP dalam tanaman. Serapan P berasal dariFA atau TSP dalam tanaman polanya sama denganserapan P-total tanaman.

4. Efisiensi penggunaan FA pada seri tanam padi antara0,44 % - 1,66 %, pada kedelai antara 0,26 % - 1,02 %dan pada kacang hijau 0,15 % - 0,55 %, terlihat adapengaruh penambahan takaran pupuk P yang akanmenurunkan keefisienannya. Di samping itu pangaruhsisa pemupukan dari tanaman sebelumnya, juga dapatmenurunkan keefisienan penggunaan pupuk P olehtanaman (padi > kedelai > kacang hijau).

DAFTAR PUSTAKA

1. COOK, P.J., BANERJEE, D.M., and SOUTHGATE,P.N., The phosphorus resources of Asia and Oceania.Phosphorus Requirements for SustainableAgriculture in Asia and Oceania, IRRI (1989) 89.

2. RASJID, H., SISWORO, E.L., dan SISWORO, W.H.,"Penggunaan fosfat alam sebagai pupuk P padabudidaya padi sawah", Ris. Pert. Ilmiah AplikasiIsotop dan Radiasi, 9 - 1 0 Januari 1996, PAIR,BATAN, Jakarta (1996) 111.

3. RASJID, H., SISWORO, E.L., dan SISWORO, W.H.,"Keefisienan fosfat alam sebagai pupuk P padatanaman jagung", Ris. Pert. Ilmiah Penelitian dan

57

Page 63: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsolop dan Radiasi, 1998 _

Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi PAIR,BATAN, Jakarta, 18 - 19 Februari (1997) 95.

4. PROBET, M.E., Mineral Nutrition of Legumes onTropical and subtropical Soil, CSIRO, Australia(1978) 169.

5. IAJEA, Standard Laboratory Method for Soil, Plant,Fertilizer Material from Field Experiinent, 1AEA,Vienna(1968).

6. ZAPATA, F., and AXMANN, H., "Use radiotracers (MPor 32P) for the agronomic evaluation of phosphaterock sources", Joint FAO/IAEA Division. Soilfertility, Irrigation and Crop Production Section,IAEA, Vienna (1994).

7. STAF PUSAT PENELITIAN TANAH, Term ofReference. Survei Kapabilitas Tanah, PusatPenelitian Tanah, Dep. Pertanian (1983).

Tabel 1. Hasil analisis tanah percobaan (asal Batumerta)

pH (H2O)(KCI)

C-organikN-totalP-total Bray I

PasirDebuLiat

(%)(%)(ppm)

(%)(%)(%)

5,204,20

1,920,1515,20

19,1743,1537,68

Tabel 2. Perlakuan pemupukan P pada pola tanam padi - kedelai - kacang liijau

Perlakuan

No.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.

FA-1FA-2FA-3FA-4TSP

Kode

KontrolFA-1 AFA-IBFA-1 CFA-2 AFA-2BFA-2CFA-3 AFA-3BFA-3CFA-4AFA-4BFA-4CTSP-aTSP-b

: FA asal: FA asal: FA asal: FA asal

Takaran pemupukan

F(FA) +mg P/pot

0150030001500150030001500150030001500150030001500

--

PT MAIDAH (halus)PT MAIDAH (kasar)

P(TSP)mg P/pot

0--

150--

150--

150

150150300

kadar P =kadar P =

Lamongan (halus) kadar PBojonegoro (halus) kadar P =

: asal pasar (Gersik) kadar P

11,11,11,11,20,

P<ialam bentuk FA

P(FA)setara kg P/ha

9628305309

%%%%%

0100200100100200100100200100100200100

-

(iinpor) A =(impor) B =(lokal) C =(lokal)

dan TSP

+ P(TSP)kg P/ha

0

-10--10--10

-101020

100kgP/ha(FA)200kgP/ha(FA)110kgP/ha(FA)10 kg P/ha (FA)

58

Page 64: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

Tabel 3. Jadwal pelaksanaan percobaan

Seri tanam Pemberian isotop Tanam Panen

Padi gogo varietas Danau TempeKedelai varietas TenggerK. Hijau varietas Camar

1 Agustus 19952Nopemberl99520 Maret 1996

8 Agustus 199517Novemberl9951 April 1996

25 September 19952Januari 199610 Mei 1996

Tabel 4. Bobot kering padi, kedelai dan kacang hijau dalam satu polatanam

PerlakuanNo.

1.2.3.4.5.6.7.

00

9.10.11.12.13.14.15.BNT

KK

Sandi

KontrolFA-1 AFA-IBFA-1 CFA-2AFA-2BFA-2CFA-3 AFA-3BFA-3CFA-4 AFA-4BFA-4CTSP-aTSP-b5 %1%(%)

padi gogog/pot

8,80 a12,04 d11,07 cd10,65 bc11,15 cd11,01 cd11,10 cd9,43 ab9,49 ab

10,47 bc9,36 ab

10,40 bc8,85 a8,67 a

10,37 bc1,331,789,08

kedelaig/pot

3,17 a8,24 bcde8,71 bcdef9,93 cdefgh

10,92 gh9,13 cdefg

10,17 defgh8,10 bcd9,15 cdefg

10,26 defgh7,91 bc6,84 b

10,36 efgh11,59 h10,43 fgh2,172,92

16,95

kacang hijaug/pot

1,90 a4,51 bc5,38 bcde6,46 c4,46 bc5,22 bcde4,49 bc4,01 b5,75 bcde6,16 cde4,45 bc5,04 bcde6,31 de4,74 bcde4,58 bcd1,742,33

24,90

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidakberbeda pada BNT 5 %.

Tabel 5. Kadar P-total dan Serapan P-total tanaman padi, kedelai dan kacang hijau dalam satupola tanam

PerlakuanNo.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.BNT

K K

Kode

KontrolFA-1 AFA-IBFA-ICFA-2 AFA-2BFA-2CFA-3 AFA-3BFA-3 CFA-4 AFA-4BFA-4 CTSP-aTSP-b5 %1%(%)

P-to(%)

0,1890,2360,2130,2310,2500,2230,2540,2070,2300,2200,2370,2360,2570,2220,2570,0310,0419,28

padiSerapan P-to(mg P/pot)

16,5228,3923,6123,8027,8624,5427,8019,4721,6523,0422,2724,5625,2819,0526,683,614,8310,65

P-to(%)

0,2010,2050,2360,2200,2390,2590,2160,2000,2460,2070,2120,2180,2260,2370,2360,0250,0348,11

kedelaiSerapan P-to(mg P/pot)

6,40116,84222,15921,93026,18623,61022,16016,11022,47022,92916,77814,95423,57727,49924,3035,9868,01320,42

kacang hijauP-to(%)

0,1700,2120,2280,2140,2430,2520,2060,2140,2120,2130,2210,2230,2220,2490,2390,041

tn12,12

Serapan P-to(mg P/pot)

3,4349,79912,23914,52410,95013,1858,9948,74212,17313,6459,95311,10513,84011,65210,9333,9965,34725,40

59

Page 65: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

Tabel 6. Cacahan per menit (cpm) tiap mg P dan kadar P berasal dari pupuk dalam tanaman padi,kedelai dan kacang hijau dalam satu pola tanain

PerlakuanNo.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.BNT

KK

Kode

KontrolFA-1 AFA-1 BFA-1 CFA-2 AFA-2BFA-2CFA-3 AFA-3BFA-3CFA-4 AFA-4BFA-4CTSP-aTSP-b5 %1%(%)

cpm

20770340127892514220526482566892582773740450833722592444728781495200220,76

padi%P-bdFA/TSP

_

83,6286,5887,9089,3887,2687,6457,0339,8581,9978,2983,7687,5580,5986,144,465,3314,76

cpm

247315821152103910349569751617137311021584119396684538331542218,11

kedelai%P-bdFA/TSP

_

36,0353,4258,0051,1761,3260,5934,6344,4855,4535,8451,7360,9465,7984,4311,1214,8814,32

kacang hijaucpm %P-bdFA/TSP

182718572581751974463558279631336170149568129199537903614039153253121417622,35

53,0668,1571,5575,5669,4456,3926,8461,5947,6129,2747,7850,5223,1316,0910,8414,5115,24

Tabel 7. Serapan P dari FA/TSP dan efisiensi penggunaan FA/TSP dalam tanaman padi, kedelai dan kacang hijaudalam satu pola tanam

PerlakuanNo.

1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.BNT

KK

Kode

KontrolFA-1 AFA-1 BFA-1 CFA-2 AFA-2BFA-2CFA-3 AFA-3 BFA-3 CFA-4 AFA-4BFA-4CTSP-aTSP-b5 %1%(%)

padiSerapan P-pupuk

(mg P/pot)

_

23,6920,4221,8724,8621,4024,5211,0913,0318,9117,4320,5622,1315,4122,953,274,3911,57

Efisiensi(%)

1,580,681,331,660,721,480,740,441,141,170,441,3410,277,650,380,5111,95

kedelaiSerapan P-pupuk

(mg P/pot)

_

6,2211,8212,5015,3114,4413,595,7110,0212,466,057,6914,5818,1120,594,285,72

24,78

Efisiensi(%)

_

0,410,390,761,020,480,820,380,340,750,400,260,8812,086,860,751,01

28,61

kacang hijauSerapan P-pupuk

(mg P/pot)

_

5,508,4010,408,229,275,072,237,556,452,835,007,392,721,782,963,96

34,98

Efisiensi(%)

-0,370,280,630,550,310,310,150,250,390,190,170,451,340,590,190,2631,83

60

Page 66: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

A.M. RIYANTI S.

Apa alasan Anda menggunakan tanah PMK untukpercobaan ini, mengapa misalnya tidak menggunakan tanahyang ada di PAIR supaya percobaan bisa menghematbiaya.

HAVID RASJID

Tanah PMK, adalah salah satu tanah marginaldimana bereaksi masain dengan fiksasi P kuat, sehinggamengurangi ketersediaan P untuk tanam, maka dengan latarbelakang tersebut dipakai tanah jenis tanah PMK.

M. MITROSUHARDJO

Pemupukan dengan fosfat alam dapat menaikanproduksi bahan kering tanainan kedelai dan kacang hijausampai mencapai 3 kali dari kontrol, sedangkan efisiensifosfat alam hanya berkisar antara 0, 15 % sampai 1,66 %.Mengapa deinikian, juga prospek manfaat fosfat alain dalampemupukan ?

HAVID RASJID

1. Pada penelitian ini, efisiensi dihitung dengan carajumlah P yang berasal dari pupuk (FA) dalatn tanamandibagi yang diberikan (disini 100-200 kg P/ha,sedangkan TSP/ hanya 10-20 kg P/lia), sehinga relatifrendah.

2. Prospek manfaat FA cukup baik apalagi dalam kondisisekarang untuk memperoleh pupuk P buatan (TSP. Sp-36) akan membutuhkan biaya tinggi.

SUCIRAHAYU

Pemupukan dengan FA dapat menaikan produksibahan kering tanaman dan serapan total dan FA yang Andagunakan ada 4 macam, yaitu 2 macam FA import dan 2macam FA lokal. Paianj situasi krisis moneter yang tnelandanegara kita, dimainja kita; harus mengurangi pemakaianbahan import dan menggaii /peningkatan bahan lokal.1. Mengapa Anda jtidak membandingkan mana FA yang

lebih baik apakah FA import atau FA lokal ?2. Apabila FA iiMport memberikan hasil yang lebih baik,

barangkali perlu dicari lagi FA lokal yang lain, sehinggananti kita tidak tergantung pada FA import lagi ?

HAVID RASJID

1. Tiap FA diungkapkan hasilnya, diketahui bahwa FAl,dan F2 (import) lebih baik dibandingkan FA3 dan F4akan tersebar secara uji statis tidak berbeda terutamahasil dari tanaman sari kedelai dan kacang hijau.

2. Usaha untuk menggunakan FA (lokal) yang lain telahmasuk dalam perogram penelitian kami yang akandatang.

61

Page 67: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembongan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

KONTRIBUSI PANGKASAN Gliriddia sepium TERHADAP PRODUKSI DANSERAPAN N JAGUNG MANIS DI TANAH ULTISOL

Haryanto*, Afdhal Firdaus* dan Zahara A.R.**

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN•* Universiti Pertanian Malaysia

ID0000150

ABSTRAK

KONTRIBUSI PANGKASAN Gliricldia sepium TERHADAP PRODUKSI DAN SERAPAN NJAGUNG MANIS DITANAH ULTISOL. Sebuah percobaan lapang telah dilakukan di lahan kering Kebun percobaandi Puchong , milik Fakultas Pertanian, UPM dengan tujuan untuk mempelajari kontribusi pangkasan pohon "hedgerow" Gliricidia sepiunt terhadap produksi dan ketersediaan N bagi tanaman jagung manis di tanah Ultisol. Rancanganpercobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Delapan perlakuan yangdicobakan : (Pl) "hedge row" Gliricidia sepitim (GS), pangkasan diambil tidak diberikan ke dalatn petak; (P2)"hedge row" GS dan pangkasannya diberikan ke dalam petak; (P3) "hedge row" GS, + akar, dan pangkasan diambil;(P4) "hedge row" GS, + akar, dan pangkasan diberikan; (P5) kontrol; (P6) tanpa "hedge row" tetapi diberi pangkasanGS; (P7) tanpa "hedge row", + akar, dan tanpa diberi pangkasan GS; (P8) Tanpa "hedge row" tanpa akar dan tanpapangkasan GS. Amonium sulfat bertanda 15N yang memiliki 10,1% atom 15N diaplikasikan pada semua petak mikrodari semua perlakuan dalam percobaan ini dengan takaran 20 kg N/ha. Aplikasi I5N digunakan untuk mempelajarikontribusi pangkasan Gliricidia sepium terhadap ketersediaan N dalam tanah ultisol. Hasil yang diperoleh menunjukkanbahwa pangkasan Gliricidia sepium memberikan kontribusi terhadap ketersediaan N tanah bagi tanaman jagungtnanis antara 23,1 - 59,1% dari N tanah tersedia tanpa pemberian pangkasan dan kontribusinya semakin meningkatdengan adanya bahan organik lain yang lebih sukar terdekomposisi seperti akar yang ada di dalam tanah. Serapan N-total dalam tanamaii jagung manis tertinggi terjadi pada perlakuan (P4), yaitu pemberian pangkasan Gliricidia yangdisertai dengan adanya sisa-sisa akar dalam tanah, yaitu sebesar 106,61 kg N/ha.

ABSTRACT

CONTRIBUTION OF THE PRUNING OF Gliricidia sepium ON PRODUCTION AND N UPTAKEBY SWEET CORN IN ULTISOL. An upland field experiment has been conducted in Puchong Farm ExperimentalStation belonging to Agriculture Faculty, UPM to study contribution of the Gliricidia sepium pruning on sweet cornproduction and N availability in Ultisol. Randotnized Complete Block Design with 4 replications was used in thisexperiment. Eight treatments tested were : (Pl) hedge row of Gliricidia sepium (GS), without pruning application;(P2) hedge row GS with pruning application; (P3) hedge row GS, with root residue and without pruning application;(P4) hedge row GS, with root residue and pruning application; (P5) without hedge row, root residue and pruningapplicatton (Control treatment); (P6) without hedge row, with pruning application; (P7) without hedge row, with rootresidue, and without pruning application; and (P8) without hedge row, with root residue and pruning application. Thecontribution of pruning on the N availability in ultisol was studied by I5N isotope technique. 15N labeled ammoniumsulphate with 10.1% I5N atom was applied to all microplots at 20 kg N/ha. Results obtained in this experimentshowed that the contribution oiGliricidia sepium pruning on the N availability in soil ranges from 23.1 - 59.1% by thecontrol treatment and this contribution increased by the present of root residue in soil. The highest total N-uptake was106.61 kg N/ha obtained by treatment (P8).

PENDAHULUAN

Pada lahan kering, terutama yang meinilikitopografi miring atau bergelombang, permasalahan yangberhubungan dengan produktivitas tanah sangat ditentukanoleh adanya bahan organik. Bahan organik selainmerupakan sumber hara bagi tanainan yang tersedia setelahterjadinya proses mineralisasi juga merupakan bahan yangpenting dalam konservasi tanah. Proses agregasi tanahsaiigat ditentukan oleh bahan organik sehingga tanah tidakmudah terkikis. Salah satu faktor yang sangat berpengaruhterhadap penurunan produktivitas tanah di lahan keringadalah kehilangan lapisan tanah oleh adanya sistembudidaya, terutama pengolahan tanah yang tidak benar (1).

Penanaman pohon "hedge row" (lorong tanaman)pada lalian yang miring sangat banyak memberi keuntunganbaik dari segi konservasi tanah maupun kesuburan tanah.Batang pokok dari pohon yang umumnya leguin, berdirikokoh, bermanfaat untuk menahan erosi dan pangkasandaun yang diberikan ke tanah memberikan sumbangan haraterutama N dan bahan organik yang sangat tinggi. PohonGliricidia sepium banyak digunakan sebagai "hedge row"di lahan kering karena pohon ini termasuk legum yangefektif mengikat N dari udara dan tahan kekeringan.Menurut SITOMPUL dkk (2) pangkasan pohon Gliricidiasepium mengandung N yang tinggi, yaitu berkisar 4 - 5%dan mempunyai perbandingan C/N yang rendah. Di dalamtanah pangkasan ini sangat cepat mengalami proses

63

Page 68: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aptikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

dekomposisi dan mineralisasi. Kecepatan mineralisasi Nbahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lainfaktor yang penting adalah kandungan N bahan organikdan perbandingan C/N (3). Selain itu kandungan lignin danpolifenol juga berperan dalam menentukan kecepatanmineralisasi bahan organik. Bahan organik yangmengandung konsentrasi lignin dan polifenol yang tinggidapat menyebabkan proses mineralisasi N terhambatkecepatannya (4, 5).

Ultisol adalah tanah yang mempunyai banyakpermasalahan dari segi kesuburan tanah. Secara umumtanah yang tennasuk ultisol ini dicirikan dengan miskinunsur hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn. Kandungan Al, Fedan Mn cukup tinggi sehingga sering dapat tneracuntanaman sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman kurangbaik (6). Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa padatanah ini sangat rendali. Ini semua merupakan kendalayangdihadapi dalam budidaya di tanah ultisol. Salah satu carauntuk mengatasi permasalalian ini adalali dengan pemberianbahan organik antara lain dalam bentuk pangkasan pohon"hedge row" Gliricidia sepium.

Kandungan N bahan organik dan perbandinganC/N mempunyai pengaruh yang berbalikan dengankandungan lignin dan polifenol dalam niempengaruhiproses mineralisasi N bahan organik. Berdasarkan hal ini,diduga bahwa dengan mengkombinasikan pangkasanGliricidia sepium dengan residu akar-akar pohon di dalamtanah dapat memperbaiki tingkat sinkronisasi antarapelepasan dengan saat tanaman inembutuhkan N sehinggaserapan N oleh tanaman dapat ditingkatkan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajaripengaruh pemberian pangkasan Gliricidia sepium danresidu akar pohon terhadap produksi dan serapan Ntanaman jagung manis di tanah ultisol.

Pada setiap petak ditanam jagung sebanyak 5 barismengikuti arah baris pohon "hedge row" dengan jarakantarbaris 0,75m dan jarak tanaman dalatn baris 0,25m.

Takaran pupuk P dan K masing-masing adalah 100kg/ha yang diberikan sebagai pupuk dasar pada saat tanam.Sebelum pengolahan tanah dilakukan pengapuran dengantakaran 1 ton/ha/tahun dan diinkubasikan selama 2 minggu.Pupuk N diberikan dalam bentuk pangkasan Gliricidiasepium untuk perlakuan yang mendapatkan pangkasanGlincidia dan dalain bentuk urea untuk perlakuan lainnyamasing-masing dengan takaran 160 kg N/ha.

Pangkasan Gliricidia sepium ("pruning") diberikan2 kali, yaitu masing-masing pada saat 3 dan 6 minggusetelah tanam. Pangkasan pertama diberikan di sampingsalah satu baris tanaman jagung, dan pangkasan keduadiberikan pada sisi yang lain. Bersamaan dengan pemberianpangkasan tersebut dilakukan juga penyiangan danpembumbunan sehingga pangkasan tersebut langsung dapattertutup dengan tanah.

Untuk mempelajari kontribusi N dari pangkasan/bahan organik yang diberikan digunakan isotop "N, yaitudalam bentuk (15NH4)2SO4 (Amoniutn sulfat) yang memiliki10,1% atom 1SN. Semua petak percobaan menerimaamonium sulfat bertanda I5N dalam jumlah yang sama yaitu20 kgN/ha. Amonium sulfat bertanda "N hanyadiaplikasikan pada tanaman jagung pada baris ketiga(ditengah-tengah sepanjang 2 m) sebagai petak isotop.

Untuk meinperoleh parameter kontribusipangkasan Gliricidia sepium pada tanah ultisol inidiiakukan pengamatan terhadap bobot segar dan keringtanatnan jagung manis serta ketersediaan N dalatn tanahyang dinyatakan dalain Nilai A. N-total dalam contohdianalisis dengan nielode Kjeldahl dan ISN dianalisis denganNOI-6PC (7).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di lahan kering KebunPercobaan Puchong milik Fakultas Pertanian, UniversitiPertanian Malaysia pada MP 1996. Keadaan lahan di lokasiyaiig digunakan adalah bergelombang (undulating) dan jenistanahnya tennasuk Typic Paleudult. Suhu udara di lokasiini berkisar antara 20 dan 36°C dan kelembapan udara relatif93%. Rancangan percobaan yang digunakan adalahRancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan.Delapan perlakuan yang dicobakan disajikan pada Tabel 1.

Sistem pertanaman Wanatani denganmempergunakan "hedge row" pohon Gliricidia sepium yangditanam dengan jarak tanam 0,5m dalam baris danmempunyai tanaman utama jagung manis varietas MasMadu diteliti pada lahan tersebut di atas. Yang dimaksudkanpada perlakuan-perlakuan yang menggunakan akar pohon(no. P3, P4, P7, dan P8) adalah sebelum penanamantanaman utaina (jagung) pada petak diantara dua larikanpohon "hedge row" ditanam pohon yang setelah umur 1-2tahun dipotong pada pangkal batangnya kemudian diolesdengan herbisida untuk meinatikan pangkal batang dan akaryang ditinggalkan dalam tanah. Selanjutnya tanah dalampetak tersebut diolah untuk ditanami tanainan jagung manis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serapan N-total oleh Tanaman Jagung. SerapanN-total dalam tongkol, stover, dan tanainan jagung manisyang dipengaruhi oleh pemberian pangkasan Glihcidiasepium pada tanah ultisol disajikan padaTabel 2. Dari tabelini dapat dilihat bahwa serapan N-total dalam tongkol,stover, dan tanaman jagung secara statistik berbeda nyataantarperlakuan yang dicobakan. Serapan N-total dalamtongkol, stover, dan tanaman jagung yang paling tinggidiperoleh pada perlakuan pemberian pangkasan Gliricidiasepium pada lahan dengan residu akar pohon (P4) dan yangpaling rendah diperoleh pada perlakuan hanya dengan residuakar pohon tanpa pemberian pangkasan (P7). Tingginyaserapan N-total dalam tanaman jagung pada perlakuan (P4)disebabkan karena pada perlakuan ini pangkasan Gliricidiasepivm bersinkronisasi dengan residu akar pohon dalamtanah. Pangkasan Gliricidia sepium yang mempunyaikandungan N tinggi dan perbandingan C/N rendah akanterdekomposisi dan termineralisasi dalam waktu singkat.Sebaliknya residu akar pohon yang terdapat dalam tanahmengalami proses dekomposisi dan mineralisasi N padakecepatan lebih rendah tetapi berlangsung dalam waktu yangrelatif lama, sehingga kontribusi N nya walau lebih rendah

64

Page 69: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

tetapi berlangsung dalam waktu yang lebih lama. Denganperkataan lain karena adanya sinkronisasi ini pelepasan Ndalam proses mineralisasi yang merupakan sumber Ntersedia pada saat taiiaman membutuhkan menjadi tinggi.Sebaliknya yang terjadi pada perlakuan (P7), dalam tanahhanya terdapat residu akar yang relatif mengandung Nrendah dan konsentrasi lignin yang tinggi mengakibatkanproses mineralisasi N berlangsung dengan kecepatan sangatrendali. Menurut HANDAYANTO dkk (8) campuranbalianorganik yang berkualitas tinggi dengan yang berkualitasrendah dapat memperbaiki tingkat sinkronisasi antarapelepasan N dengan saat tanaman membutuhkannya.

Dibandingkan dengan kontrol (P5), perlakuan (P7)tidak menunjukkan adanya beda nyata dalam hal serapanN-total tanaman jagung, bahkan perlakuan kontrolmenunjukkan adanya serapan N-total sedikit lebih tinggidaripada perlakuan (P7). Ini menunjukkan bahwa padapferlakuan (P7), di dalam taiiali terjadi persaingan kebutuhanN ahtara tanaman dengan jasad renik di dalam tanah.

Nilai-A dalam Tanah dan Kontribusi PangkasanGliricidia sepiunt terhadap Kctcrsediaan N. KetersediaanN dalam tanah yang diungkapkan dalam bentuk nilai-Amerupakan nilai relatif ketersediaan N bagi tanaman yangdinyatakan dalam satuan kg N/ha setara unit amoniumsulfat. Pada Tabel 3 disajikan nilai-A dalam tanah ultisolyang dipengaruhi oleh pemberian pangkasan Gliricidiasepium dan kontribusi pangkasan Gliricidia sepium terhadapketersediaan N dalam tanah. Dari Tabel 3 dapat dilihatbahwa perlakuan (P8) memberikan nilai-A paling tinggi,yaitu sebesar 126,07 kg N/ha setara unit amonium sulfatdan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan (P4) yaitu104,12 kgN/ha.

Kontribusi pangkasan Gliricidia sepium terhadapketersediaan N dalam tanah dapat dihitung daripenguranagn nilai- A dari setiap perlakuan dengan perlakuankontrol (P5) yang dinyatakan dalam kg N/ha atau dalam%. Dari tabel ini dapat dilihatbahwa kombinasi pangkasanGliricidia sepium dengan residu akar yang terdapat dalamtanah raemberikan kontribusi paling tinggi, yaitu 46,84 kgN/haatau 59,1%. Tingginyakontribusi ini dapatditerangkansebagai berikut. Pangkasan Gliricidia sepium yang sangatcepat termineralisasi, membebaskan N dalam jumlah yangbesar pada waktu yang relatif pendek. Oleh karena di dalamtanah terdapat residu akar dan banyak jasad renik yangsedang mengadakan perbanyakan dibutuhkan N darisekelilingnya. Nitrogen yang dilepaskan proses mineralisasipangkasan Gliricidia tersebut sebagian diserap oleh tanamandan sebagian lainnya dimanfaatkan oleh jasad renik tersebutuiituk sementara waktu (proses imobilisasi) (9). PemanfaatanN oleh jasad renik bersifat sementara karena pada suatusaat jasad renik ini akan segera mati dan tennineralisasisehingga unsur N ini dilepaskan kembali dan dimanfaatkanoleh tanaman jagung. Dengan demikian unsur N hasilmineralisasi pangkasan Gliricidia sepium dapatdimanfaatkan secara efektif. Nilai-A pada perlakuan (P3)dan (P7) lebih rendali daripada kontrol sehinggakontribusinya negatif. Ini menunjukkan bahwa residu akaryang terdapat dalam tanah tidak memberikan kontribusiterhadap ketersediaan N dalam tanah, karena akarmengandung konsentrasi lignin yang tinggi.

Produksi Tanaman Jagung Manis. Produksitanaman jagung manis yang dinyatakan dalam bobot segartongkol, stover, dan tanaman disajikan pada Tabel 4. Daritabel ini dapat dilihat bahwa bobot segar tongkol, stoverdan tanaman jagung inanis paling tinggi diperoleh padaperlakuan (P4). Secara statistik bobot segar tanamanjagungpadaperlakuan (P4) berbeda nyata dengan kontrol. Produksijagung manis pada perlakuan (P4) meningkat sekitar 65%dibandingkan dengan kontrol. Tingginya produksi padaperlakuan (P4) disebabkan oleli adanya serapan N yangtinggi sebagai akibat dari meningkatnya ketersediaan Ndalam tanah oleh adanya kontribusi dari pangkasanGliricidia sepium yang berinteraksi dengan residu akarpohonyang terdapat di dalam tanah. Tanah ultisol, menurutSOEPARDI (6) memiliki ciri khas miskin akan unsur harakhususnya N, maka adanya kontribusi N dari pangkasanGliricidia sepium memberikan tanggapan yang nyata berupapeningkatan produksi tanaman jagung manis.

KESIMPULAN

Dari data hasil penelitian yang telah diperolehdapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.1. Serapan N-total tanainanjagung manis pada tanah ultisol

meningkat oleh adanya pemberian pangkasan Glihcidiasepium. Kontribusi pangkasan Gliricidia sepiumterhadap serapan N-total tanaman jagung manismeningkat oleh adanya interaksi dengan residu akarpohon yang terdapat di dalam tanah.

2. Ketersediaan N dalam tanah ultisol yang dinyatakandengan nilai-A meningkat oleh adanya pemberianpangkasan Gliricidia sepium. Kontribusi pangkasanGliricidia sepium terhadap ketersediaan N dalam tanahini paling tinggi sebesar 59,1%, diperoleh dengan residutersedianya akar pohon yang terdapat dalam tanah.

3. Produksi jagung manis yang dinyatakan dalam bobotsegar juga meningkat oleh adanya pemberian pangkasanGliricidia sepium.

DAFTAR PUSTAKA

1. TATO HENDARTO dan HASIL SEMBIRING,"Aplikasi inulsa hijauan legum penguat teras padatanaman pangan di lahan kering DAS Brantas",Pros. Sem. Hasil Penelitian Pertanian Lahan Keringdan Konversi Tanah di Lahan Sedimen danVulkanik DAS bagian Hulu, P3HTA, (1991) 167.

2. SITOMPUL, S.M., SYEKHFANI, M.S., and VANDERHEIDE, J., Yields of maize arid soybean in ahedgerow intercropping system, Agrivita XV,(1992)69.

3. FRANKENBERGER, W.T. and ABDEL MAGID,H.M., Kineticparametersof nitrogen mineralizationrates of leguminous crops incorporated into soils,Plant and Soil LXXXVII, (1985) 257.

65

Page 70: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pcngemhangan Aplikasi teotop dan Radiasi, 1998-

4. FOX, R.H.,MYERS. R.J., and VALIS, I., Thenitrogen 7.mineralization rate of legume residues in soils asinfluenced by their polyphenol, ligninn andnitrogencontents, PJant and Soil CXXIX, (1990)251. 8.

5. PALM, C.A. and SANCHEZ, P.A., Nitrogen releasefrom the leaves of soine tropical legumes as affectedby their lignin and polyphenolic contents, Soil Biol.Biochem. XXIII, (1991) 83. 9.

6. SOEPARDI, G., Sifat dan Ciri Tanah II, FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor, (1983) 519 p.

FISHER, Instruction Manual for NOI-6PC,Analysen Instrumente GmbH, 149 p.

Fisher

HANDAYANTO, E., CADISH, G., and GILLER, K.E.,Manipulation of quality and mineralization oftropical legume tree prunings by varying nitrogensupply, Plant and Soil CLXXVI, (1995), 49.

ALEXANDER, M., Introduction to soil microbiology,John Wiley & Sons, Inc, New york - London -Sydney, (1967) 472 p.

Tabel 1. Kode dan keterangan perlakuan yang digunakandalam percobaan

Tabel 2. Serapan N-total dalain tongkol, stover dantanaman jagung manis yang dipengaruhi olehpemberian pangkasan Gliricidia sepiunt (kg/ha)

No. KodePerlakuan

Keterangan perlakuan

Pl.

P2.

P3.

P4.

P5.

P6.

P7.

P8.

Lahan ditanaini Gliricidia sepium, pangkasantidak diberikan ke dalain petak, tanpa residuakar pohon

Lahan ditanami Gliricidia sepium danpangkasan diberikan ke dalam petak, tanparesidu akar pohon

Lahan ditanami Gliricidia sepium, denganresidu akar pohon, pangkasan tidak diberikanke dalam petak

Lahan ditanami Gliricidia sepium, denganresidu akar pohon, pangkasan diberikan kedalam petak

Lahan tanpa Gliricidia sepium, tanpa residuakar pohon dan tanpa pemberian pangkasan(kontrol)

Lahan tanpa Gliricidia sepium tetapi dalampetak diberikan pangkasan Gliricidia, tanparesidu akar pohon

Lahan tanpa Gliricidia sepium, tanpapemberian pangkasan dalam petak tetapidengan residu akar pohon

Lahan tanpa Gliricidia sepium, tetapi dalampetak diberikan pangkasan Gliricidia, denganresidu akar pohon

Perlakuan

PlP2P3P4P5P6P7P8

BNTKK (%)

Buah

23,1017,6513,3023,8617,3322,6511,7321,19

9,248

Serapan N-total

Stover

76,8560,6649,8384,7643,5045,8540.3143,53

27,2734

(kg/ha)

Tanaman

99,9578,3183,12106,6180,8268,5052,0464,72

37,3234

Tabel 3. Nilai A tanah Ultisol dan kontribusi pangkasanGliricidia sepium terhadap ketersediaan N padaTanah Ultisol (kg N/ha setara Amoniuin sulfat)

Perlakuan

PlP2P3P4P5P6P7P8

BNTKK (%)

Nilai A

88,87117,0257,79104,1279.2397,5263,17126,07

31,3823

Kontribusi

kg N/ha

9,6437,79

-24,89

018,29

.46,84

%

12,247,7

-31,4

023,1

.59,1

66

Page 71: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, J 998

Tabel 4. Bobot segar tongkol, stover dan tanainan jagungmanis yang dipengaruhi oleh peinberianpangkasan Gliricidia sepium (kg/ha)

Perlakuan

PlP2P3P4P5P6P7P8

BNTKK (%)

Buah

77846636480586765797697241646629

330035

Bobot segar (kg/ha)

Stover

1097789136707117746610716756476850

338329

Tanaman

187611554911512204601240812939981213478

646931

DISKUSI

MUGIONO

Apakah pemberian pengkasan Gliricidia sepiumpada tanainan jagung manisjuga mempunyai pengaruh yangsama terhadap jenis /varietas jagung yang lain seperti jagunghibrida ?

HARYANYO

Sama, karena disini jagung manis hanya sebagaiindikator untuk mengukur parameter serapan N, produksidan ketersediaan N dalam tanah.

perlu dilakukan yang hal ini dapat dikerjasamai denganpeneliti dari pasca panen.

SUCI RAHAYU

Apakah Gliricidia sepium terdapat dan mudahdidapat di Indonesia ?

HARYANTO

Pohon Gliricidia sepium sangat banyak diIndonesia ?

SRI HARTI SYAUKAT

Apakah dilakukan pengamatan terhadap bernas,biji jagung manis ini, karena barangkali jumlah N yang didapat dari pangkasan Gliricidia Sp dan akar tersebut akanmeningkatkan produksi yang mengarah kepada pennintaanPyang seimbang, sehingga mutujagung maiiis akan menjadilebih baik. Bagaimana pengaruhnya terhadap hasil panenyang dikonsumsi segar, seperti besar tongkol jagung,kepadatan isi, dan rasa manisnya ?

HARYANTO

Kami tidak melakukan analisis/uji terhadap apayang Anda sebutkan dimana uji tersebut, adalah mengarahkepada kualitas jagiing manis. Kami kira hal ini memang

M. MITROSUHARDJO

Aplikasi pangkasan dilakukan pada tanamanjagung manis secara ditebarkan di atas permukaan tanahatau ditimbuii tanah. Kalau ditebarkan apakah sudah diperhitungkan penganih suhu dan hujan terhadap kecepatanmineralisasi. Sedangkan kalau ditimbun tanah apakah sudahdipertimbangkan pengaruh imobilisasi hara ?

HARYANTO

Ditiinbun, yaitu dilakukan pada 3 minggu dan 6minggu setelah tanam. Pangkasan Gliricidia sepium iniditimbun sebelah kanan dan kiri baris tanaman jagungbersamaan dengan waktu penyiangan. Hal ini dilakukankarena pengkasan Gliricidia sepium termineralisasi sangatcepat.

67

Page 72: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aptikasi Isotop dan Radiasi, } 998-

ISMIYATISUTARTO HARYANTO

Dari hasil peneletian Anda diperoleh bahwa Kami tidak melakukan pengukuran/analisisperlakuan P4 memberikan serapan N total tertinggi pada kandungan gula atau kadar TSS. Penelitian kami lebihtanaman jagung manis. Bagaiinana pengaruh perlakuan ini mengarah tentang dinamika N dari pangkasan Gliricidiaterhadap produksi / hasil dan kandungan gula atau kadar sepium dalam tanah. Uji/analisis ini perlu diiakukan untukTSS. Apakah ada peningkatan ? melihat kualitas jagung manis.

68

Page 73: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

„Penetitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan fiadiasi, 1998

MENENTUKAN KEMAMPUAN FIKSASI N2 LEGUM POHONDENGAN METODE 15N _ .

Johannis Wemay*, Sriharti Syaukat*, dan Elsje L Sisworo*

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATANID0000151

ABSTRAK

KEMAMPUAN FIKSASI N2 LEGUM POHON DENGAN METODE 1SN. Telah dilakukan satupercobaan lapang lanjutan untuk menentukan kemampuan fiksasi N2-udara berbagai legum pohon. Percobaan inimerupakan percobaan lanjutan yang dirancang menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 uiangan. Setiap ulanganditanami 100 pohon leguni dan non legum. Petak isotop, petak ditnana 15N digunakan ditanami dengan 18 pohonlegum dan 18 pohon non legutn. Jarak tanam yang digunakan adalah Im x lm. Untuk menghitung kemampuan flksasiN2-udara setiap legum pohon dan tanaman standar (Eucalypthus albd) menerima 15N dalatn bentuk Amonium sulfat(AS) dengan persen atom 10,12 sebanyak 12,52g yang diaplikasi tiga kali 11 bulan yang lalu. Data yang diperolehmenunjukkan bahwa persentase N-berasal dari fiksasi (%N-bdF) legum pohon cukup tinggi. Legum pohon pemfiksasiN2-udara dimaksud berturut-turut adalah Leucaena leucocephala, Acacia mangium, Caliandra tetragona, Flemengiacongesta dan Giiricidia sepium, dengan persentase fiksasi-N2-udara antara 62,31% dan 90,68%.

ABSTRACT

DETERMINATION OF N2-FKATION ABILITY OF LEGUME TREES USING THE ISN METHODA sequence field experiment has been conducted for determinating the capability of N2-fixation by several legumetrees. The experiment was designed using a randoinize design with 4 replicates. Each replicate was planted with 100legume trees and 100 non legume trees. The isotope plot, where 15N was applied, was planted with 18 legume treesand 18 non legume trees. The planting distance was lm x lm. For the calculation of N2-fixation each legume andstandard tree (Eucatypllnis alba) was applied with 12.52g in the form of ammonium sulfate with 10.12% 15N. The 15NAS was applied in three splits 11 month earlier. Data obtained from this experiment showed that percentage of Nderived from fixation (%N-dfF) of all legume trees was reasonable high. The legume trees used in this experimentwere, Leucaena leucocephala, Acacia mangium, Caliandra telragona, Flemengia congesta and Gliricidia sepiumwith potential fixation from 62.31% to 90,68%.

PENDAHULUAN

Sumber N berasal dari legum pohon merupakankomponen penting dari masukan yang diberikan secara terusmenerus oleh kebanyakan petani di negara berkembang,yang dikenal dengan "low input sustainable agricultural"yaitu pertanian berkelanjutan dengan masukan rendah (1).Dalam mengantisipasi kenaikan populasi penduduk yangmelebihi produksi pangan, maka lahan hutan yangdieksploitasi untuk lahan produksi pangan semakin luas.Diperkirakan setiap tahun telah terjadi pengurangan lahanhutan sekitar beberapa juta hektar (2). Sebagian besar lahandi daerah tropika menjadi miskin balikan bermasalah hanyadalam beberapa tahun setelah pengalihan fungsi lahan darihutan menjadi lahan pertanian. Keadaan ini semakinmemprihatinkan karena penurunan kesuburan lahan secaraekstrim telah diikuti oleh erosi dan degradasi unsur haradalam tanah. Di lapang penggunaan pohon pemfiksasi-Ndalam sistem "agroforestry" dapat memperbaiki kesuburantanah, menahan erosi dan penggundulan, serta dapatdigunakan sebagai bahan bakar kayu (3,4,5). Keuntunganlain dari fiksasi N-biologis pohon-pohon ini adalahkontribusi yang nyata dalain mengatasi kekurangan N tanah.Selain itu pohon pemfiksasi-N ini dapat digunakan sebagaisumber hehijauan pakan temak.

Melihat berbagai keuntungan yang dapatdisutnbang oleh pohon pemfiksasi N, maka upayamendapatkan informasi yang memadai tentang jenis danketnampuan legum pohon pemfiksasi N2-udara pada kondisilapang serta umur pohon menjadi sangat penting. Denganmengetahui dinamika pertumbuhan legum pohon yang dapatdigunakan untuk berbagai tujuan maka pemberdayaan dilapang diharapkan semakin optimal. Percobaan inimerupakan percobaan lanjutan untuk menentukankemampuan fiksasi-N2 leguin pohon berumur sekitar 1,9tahun dengan metode 15N yang diberikan 11 bulansebelumnya.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan bahan percobaan. Percobaan iniyang merupakan percobaan lanjutan dilakukan di lahanpercobaan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), PasarJiunat, dimulai pada 16 Agustus 1995. Pohon legum padapercobaan ini dipanen pada tanggal 10 Januari 1997. Jenistanah lahan percobaan adalah Latosol dengan beberapa sifatkimiawi sebagai berikut, pHCKp) = 5,4; pH(KCl)= 4,3; C=1,25%; N=0,14%; P2O5(Olsen)=9ppm.

69

Page 74: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Bahan tanaman. Bahan tanaman yang digunakanadalali berbagai pohon legum sebagai berikut, Fl=Gliricidiasepium; F3=Caliandra tetragona ; FA=Fiemengia congesta;F5=Acacia mangium; dan F6=Leucaena leucocephala.Tanainan F2= Sesbania sesban ternyata hanya hidup sampaiberumur sebelum 12 bulan. Cara membibitkan,memindahkan tanaman pohon ke lapang telah dilaporkanpada Simposium APISORA tahun lalu (7). Jenis pohonyaiigdigunakan sebagai tanaman standar untuk menghitungkemampuan fiksasi berbagai pohon legvim tersebut adalahkayu putih (Eucalypthus albd).

Pemupukan 15N, P dan K. Pupuk bertanda 15Nyang digunakan adalah Amonium sulfat (15N-AS) denganpersen atom 10,12. Pupuk AS pertama kali diberikan tigabulan setelah bibit dipindahkan ke lapang. Pemberian keduadan ketiga diberikan dengan selang satu bulan setelahpemberian pertama. Jumlah seluruh pupuk AS yangdiaplikasi berturut-turut pada tanggal 27 Desember 1995,30 Januari 1996 dan 4 Maret 1996 yang diberikan adalah12g AS/pohon sama dengan 2,52g N/pohon. Pupuk P danK diberikan dalam bentiik TSP dan KCI, bersamaan denganpemberian pupuk AS yang pertama. Tiap pohon menerimalOOg TSP dan lOOg KCl. Pemupukan hanya dilakukan satukali.

Analisis contoh tanaman. Setiap bagian pohonlegum yaitu akar, batang, cabang dan daun dianalisis persenN-total (%N-to) dan persen atom ekses (%a.e) secaraterpisah. Persentase N-total (%N-to) ditentukan denganmetode Kyeldahl dan persentase atom ekses (%a.e) untukperhitungan serapan N-berasal dari pupuk (%N-bdp)maupun persen N-berasal dari fiksasi (%N-bdF) ditentukandengan metode yang diterapkan oleh International AtomicEnergy Agency/IAEA (6) dan diukur dengan spektrometeremisi YASCO tipe 151-N.

Rancangan dan Parameter Percobaan. Karenapercobaan ini merupakan percobaan lanjutaii dari percobaansebelumnya (7), maka rancangan percobaannya sama sepertisebelumnya. Satu petak percobaan berukuran lOm x lOmditanami dengan pohon legum dan non legum berjumlah100 pohon dengan jarak tanam lm x lin. Ditengan petakpercobaan diletakan petak isotop diinana I5N-AS diaplikasidengan ukuran petak 6m x 6m. Pada petak isotop ini ditanam18 pohon legum dan 18 pohon non legum. Sekeliling petakisotop digali parit sedalain 2m, yang disisipi denganlembaran plastik kemudian parit tersebut ditutup keinbalidengan tanah. Maksud penyisipan lembaran plastiksekeliling petak isotop adalah untuk mencegah salingmenyeberangnya akar pohon di dalam petak dan di luarpetak isotop (8).

Parameter yang diterapkan dalam percobaan ini adalah,persentase N-total (%N-to), persentase atom ekses (%a.e),persentase N-berasal dari pupuk (%N-bdp), bobot keringberbagai bagian pohon dan berat kering pohon total (akar +batang + cabang + daun).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bila keniampuan fiksasi N2 dihubungkan denganserapan N-total (N-to) pohon legum tampak bahwa

keinampuan fiksasi N2-udara tertinggi tidak harusmeinberikan serapan N-total tertinggi (Tabel 1). Dari nilaiN-fiksasi (%N-bdF) ditemukan legum pohon yangmempunyai kemampuan fiksasi N2-udara tertinggi berturut-turut adalah F6 {Leucena leucocephala), F5 (Acctciamangium), F3 {Caliandra tetragona), F4 {Flemengiacongesta) dan Fl ( Gliricidia sepium) dengan nilai fiksasiantara 90,68% dan 62,31% dimana urutan keinampuanfiksasi ini sama dengan urutan kemampuan fiksasisebelumnya. Dari uji statistik pada persentase N-fiksasi(%N-bdF) terlihat bahwa terdapat perbedaan yang nyataantar legum pohon. Dari kelima legutn pohon yang diujihanya antara F6 dan F5 tidak saling menunjukkan peibedaanyang nyata, akan tetapi baik F6 maupun F5 berbeda nyataterhadap F3, F4 dan F1. Dari penampakkan visual di lapangdiduga bahwa tingginya nilai fiksasi F6 dan F5 mungkindiakibatkan pertumbuhan kedua legum pohon lebih baikdibanding ketiga legum pohon lainnya. Hal ini tainpak padadominasi tajuk yang dapat menangkap sinar matahari.Dengan demikian aktifitas metabolismeakan lebih baikyangpada gilirannya menghasilkan fiksasi N,-udara yangoptimal. Tingginya nilai N fiksasi yang ditunjukkan olehsemua lcginn pohon yang diuji dapat dipahami. Hal inidisebabkan rendahnya pupuk N urea yang diberikan saattanam, dan juga lahan tempat percobaan tergolong padalahan yang kandungan N tanah tidak begitu tinggi. Dengandemikian untuk mencukupi kebutuhan N, semua legumpohon sangat bergantung pada kemampuan menambat N2-udara.

Sedangkan untuk F4 dan Fl (Tabel 1) dengan nilaifiksasi yang lebih rendah tidak berarti bahwa kemampuanmemfiksasi kedua pohon dimaksud lebih rendah. Dalamdua laporan percobaan lapang sebelumnya (7,8) dan satupercobaan ruinah kaca (9), telah ditemukan bahwa kedualegum pohon tersebut memiliki kemampuan fiksasi yangbaik. Dalam kondisi lapang dimana kelima legum pohondicobakan, ternyata sampai pada umur 1,9 tahun setelahtaiiam F3 masih menunjukkan pertumbuhan yang lebih baikdibandingkan F4 dan Fl.

Selanjutnya jika serapan N total (N-to) legutnpohon dihubungkan dengan serapan N berasal dari pupuk(N-bdp) legum pohon (Tabel 2), maka ada beberapa aspekyang perlu mendapat perhatian. Data percobaanmenunjukkan bahwa apabila legum pohon tuinbuh padakeadaan diinana pemberian pupuk N dan kandungan Ntanah lokasi percobaan menjadi faktor pembatas, makasemestinya seinakin tinggi serapan N total (N-to) pohon,maka serapan N berasal dari pupuk (N-bdp) secaraproporsional semakin rendah. Keadaan ini hanyaditampakkan oleh leguni pohon F6 dan F5.

Sedangkan untuk legum pohon F4 dan Fl (Tabel2) secara visual di lapang memiliki pertumbuhan yangkurang dibandingkan pohon lainnya. Data menunjukkanbahwa baik F4 maupun Fl mempunyai serapan N-total yanglebih rendah, akan tetapi serapan N-berasal dari pupuk (N-bdp) yang lebih tinggi. Hal ini memberi indikasi bahwadalam kondisi yang kurang menguntungkan maka pohon-pohon dengan pertumbuhan yang kurang optiinal tidak dapatmemfiksasi N2-udara maksimal.Dalam percobaan ini rendahnya nilai fiksasi F4 dan Fl tidak

70

Page 75: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

berarti kemampuan fiksasi kedua legum pohon diinaksudlebih rendah. Namun dengan beberapa alasan yangdikemukakan sebelunmya, yaitu dalam hal persaingan tajukpohon terhadap sinar matahari, kedua pohon ini tampaknyakurang cepat tuinbuhnya dibandingkan pohon leguinlainnya.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa persen atom ekses(%a.e) dan persen N-berasal dari pupuk (%N-bdp) yahgrendah akan menghasilkan nilai fiksasi yang tinggi. Danbila dihubungkan dengan persentase fiksasi (%N-bdF)legum pohon (Tabel 1), maka legum pohon dengan nilaifiksasi tertinggi berturut-turut adalah F6, F5, F3, F4 danFl. Dalam percobaan ini apabila dilihat per komponentanaman seperti akar, batang, cabang dan daun saja, makapersentase atom ekses (%a.e) dan persentase N-berasal daripupuk (%N- bdp) tidak konsisten. Akan tetapi dalammenghitung nilai fiksasi adalah untuk seluruh tanaman,maka F6 dan F5 memiliki notasi/ angka yang lebih kecil,artinya kedua legum pohon tersebut mempunyai nilai fiksasiyang lebih tinggi. Jika percobaan di lapang tidakmenggunakan tanaman standar, maka dengan mengetahuipersen atom ekses (%a.e) dan persen N-berasal dari pupuk(%N-bdp), maka tinggi rendahnya kemampuan fiksasi antarsesaina pohon leguin dapat diperbandingkan.

Selain untuk tujuan inventarisasi serta adaptasi dilapang, maka penelitian legum pohon pada periode yangcukup panjang masih perlu dilakukan. Dengan demikiandinamika biologis pohon-bakteri pemfiksasi pada uinurtertentu dapat memberikan informasi yang memadai.Dengan demikian akan semakin banyak pilihan di tingkatpetani untuk menggunakan legum pohon yang banyaktersebar di daerah pedesaan sebagai sumber N alternatif.Selain itu dengan telah dilakukannya penelitian ini dapatditunjukkan bahwa penggunaan 15N-AS dengan ekses atomsekitar 10,12% masih dapat terlacak setelah aplikasi pertamayaitu 1,1 tahun sebelum percobaan ini.

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan dapat digunakan dari datapercobaan ini yaitu, legum pohon dengan kemampuanfiksasi N2-udara tertinggi berturut-turut adalah Leucaenaleucocephala, Acacia mangium, Caliandra tetragina,Flemengia congesta dan Gliricidia sepium dengan nilaifiksasi 90,68%, 88,76%, 77,39%, 69,71% dan 62,31%

Lebih rendahnya nilai fiksasi Flemengia congestadan Gliricidia sepium diduga bukan karena pohon-pohonlegum dimaksud lebih rendah kemampuan fiksasi N2-udaranya, tetapi pertumbuhan di lapang yang kurangoptimal

Penggunaan teknik I5N menggunakan 15N-ASdengan ekses atom sekitar 10,12% masih terlacak setelah17 - 18 bulan kemudian.

DAFTARPUSTAKA

1. AWONAIKE, K.O., DANSO,S.K.A., andZAPATA,F.,Biological nitrogen fixation by Gliricidia sepium andAcacia senegal in association with rhizobium andbradyrhizobium strains, Nitrogen Fixing Tree Res.Reports Vol. 10, Joint FAO/IAEA Devition (1992).

2. SANGINGA, N., ZAPATA, F., DANSO, S.K.A., andBOWEN, G.D, 1990, Effect of successive cuting onnodilation and nitrogen fixation of Leucaenaleucocephala_using 15N dilution and the differencemethodes, Plant nutrition physiology andapplications 667 - 674.

3. SOUGOUFARA, B., DANSO, S.K.A., DIEM, G.H., andDOMMERGUES,Y.R, 1990, Estimating N2-fixationand N derived from soil by Casuarina equisetifoliausing labelled 15N fertilizer: Some problems andsolutions, Soil. Biol. Biochem 22 695.

4. BOWEN, G. 1990. Managing Nitrogen Fixation,Forestry Newsletter, Australian Centre forInternational Agricultural Research ForestryProgram (ACIAR) 1-3

5. DANSO, S.K.A., ZAPATA, F., BOWEN, G., andS ANGINGA, N, 1991," Application of' 5N methodsfor measuring nitrogen fixation in trees". StableIsotope in Plant Nutrition, Soil Fertility andEnvironmental Studies (Proc.Symp, Vienna 1-5October 1990) FAO/IAEA, Vienna 155.

6. DANSO, S.K.A., BOWEN, G.D, and SANGINGA, N,1992, Biological nitrogen fixation in trees in agro-ecosystems, Selected publications on nitrogen fixingtrees, Joint FAO/IAEA Devition (1990-1994) 177-192.

7. WEMAY, J., SISWORO, E.L., RASJED, H., SISWORO,W,H., Penentuan tingkatan N-fiksasi beitoagai pohonlegum dengan metode 15N, Aplikasi Isotop danRadiasi (Ris. Simp. Jakarta, 18-19 Pebruari 1997).

8. SISWORO, E.L., The use of 15N to estimate N2-fixationin trees, Report presented at the second workshopFAO/IAEA Regional Project Asia and Pasific on Ntechnique for the production of agroforestry system,28 July - 1 August 1996, Faizalabad, Pakistan.(Unpublish).

9. WEMAY, J., RASJID, H., SISWORO, W.H.,SISWORO, E.L., Penentuan fiksasi-N2 pohon legumdengan metode l5N. Pross. Sem. Nas. Biologi XV,Bandar Lampung 24-26 Juli 1997, PBI-UNILA(1997) 566-569.

71

Page 76: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pcngcmbangan Aplikasi lsolop dan Radiasi, 1998-

Tabel 1. Rata-rata bobot kering, serapan N-total (N-to), serapan N-berasal dari pupuk (N-bdp), serapan N-fiksasi (N-bdF) dan persentase N-berasal dari fiksasi (%N-bdF)berbagai jenis legum dan tanaman standar

Jenis pohon

Fl (Gliricidia sepium)F3 (Caliandra tetragona)F4 (Flemengia congesta)F5 (Acacia mangium)F6 (Leucaena leucocephala)

Eu (Eucalypthus alba) 3003 13,073 650,66

BNT 0501

KKi

bobotkeringg/phn

15165753610

533411046

serapanN-tog/phn

20,59071,9489,09558,747101,999

serapanN-bdpmg/phn

416,70838,10150,78359,93497,81

serapanN-bdFmg/phn

12,7956,266,27

52,0092,67

persenN-bdF

%

62,3177,3969,7188,7690,68

1651,502238,01

31,44

21,39828,99839,01

211,95287,2228,41

24,9734,5337,66

4,976,8814,24

Tabel 2. Persentase N-total (%N-to), persentase atom ekses (%a.e) dan persentase N-berasal daripupuk (%N-bdp) berbagai pohon legum pada umur 1,9 tahun

bagianpohon

Akar

batang

Cabang

Daun

Bobot keringpohon (g)

para-meter

%N-to% a.e

%N-bdp

%N-to% a.e

%N-bdp

%N-to% a.e

%N-bdp

%N-to% a.e

%N-bdp

Fl

1,890,292

2,872

o,960,215

2,135

1,370,063

0,663

3,500,03"0,33"

1511

F3

1,070,34"3,37"

0,740,18"1,80"

1,130,07"0,734

3,120,01'0,11'

5753

F4

1,510,425

3,905

0,980,143

1,453

1,280,225

2,245

2,910,045

0,475

610

F5

0,970,3l3

3,153

0,630,072

0,772

0,980,042

0,482

2,330,012

0,142

5334

F6

0,760,15'1,50'

0,500,06'0,59'

0,650,03'0,33'

3,210,033

0,233

11046

F-hit

******

******

******

******

**

KK (%)

10,0621,0521,54

10,0618,8839,76

16,3337,6837,24

13,5117,5616,95

31,44

Catatan: **=nyatapadaP<0,01; KK=koefisien keragaman%a.e dan %N-bdp 1<3<4<5setiap nilai pada Tabel 2 adalah rata-rata dari 4 ulangan

72

Page 77: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan ApUkasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGGUNAAN TEKNIK NUKLIR UNTUK EVALUASI EFEK RESIDUPUPUK P TERHADAP PERTUMBUHAN PADI SAWAH

Idawati, Havid Rasjid, Haryanto, dan E.L. Sisworo

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000152

ABSTRAK

PENGGUNAAN TEKNIK NUKLIR UNTUK EVALUASI EFEK RESIDU PUPUK P TERHADAPPERTUMBUHAN PADI SAWAH. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pasokan nutrisi sehinggapengamatan terhadap ketersediaan hara P bagi tanaman perlu dilakukan jika pemupukan P berkala diterapkan. Percobaanyang dilakukan bertujuan untuk metnpelajari ketersediaan hara P bagi padi sawah setelah selang dua masa tanamtanpa pemupukan P. Padi varietas IR64 dicoba ditumbuhkan (Tanam IV) pada tanah Pusakanegara yang hanyamemperoleh pupuk P pada tiga masa tanam sebelumnya (Tanam I) dengan takaran: 0 kg P/ha (OP), 120 kg P-FA (120FA), 180 kg P-FA (180 FA), 60 kg P-TSP (60 TSP), dan 90 kg P-TSP (90 TSP). Pupuk N dan K diberikan sebagaipupuk dasar. Isotop 32P digunakan dalam tnetode pengenceran isotop untuk memperoleh informasi tentang ketersediaanhara P bagi tanaman. Ternyata pada Tanam IV ini tanaman mengalami gangguan pertumbuhan yang disebabkan olehkekurangan hara P seperti diekspresikan oleh nilai L residu pupuk P yang sangat rendah yang bahkan tidak mampumemberi kenaikan nilai L tanah yang cukup berarti. Jumlah P berasal dari residu yang ditemukan dalam tanaman padaTanam IV hanya sekitar 3 hingga 11 % dari jumlah P berasal dari pupuk yang ditemukan dalam tanaman pada TanamI. Informasi ini mengisyaratkan bahwa pemupukan P perlu dilakukan kembali setelah selang dua kali masa tanatntanpa pemupukan P karena pada dua masa tanam tersebut tanaman dapat tumbuh dengan baik seperti yang telahdilaporkan sebelumnya. Selain itu, terlihat bahwa residu TSP cenderung lebih potensial daripada residu fosfat alamdalam melepaskan P tersedia. Terlihat pula bahwa tanaman yang mendapat pasokan P tersedia yang lebih banyak dariresidu TSP tersebut cenderung berkemampuan lebih besar dalam mengekstrak P dari dalam tanah daripada tanamanyang mendapat pasokan P tersedia dari residu fosfat alam.

ABSTRACT

THE USE OF NUCLEAR TECHNIQUE FOR EVALUATION OF RESIDUAL EFFECT OF PFERTILIZER ON THE GROWTH OF PADDY. Plant growth is much affected by nutrient supply so that, inpracticing periodic P fertilization, monitoring of available P for plant is necessary. The aim of the conducted experimentwas to study P availability for paddy after two growing seasons without P fertilization. Paddy of IR64 variety wastested to grow on Pusakanegara soil (Planting IV) which had been treated in the three previous growing season(Planting I) with P fertilizers at the rates of 0 kg P/ha (0P), 120 kg P-PR/ha (120 PR), 180 kg P-PR/ha (180 PR),60 kg P-TSP/ha (60 TSP), and 90 kg P-TSP/ha (90 TSP). N and K fertilizers were applied as basal fertilizers. 32P inthe form of KH2

32PO4 was used in isotope dilution method to gain the information of P availability. It was seen thatin this Planting IV paddy was growing poorly caused by P deficiency as expressed by L value of P residue which wasvery low and even giving almost no increase to L value of the soil. The amoimt of P derived from residue found in plantat Planting IV was only about 3 to 11% of P derived from fertilizer found at Planting I. This information gave warningthat P fertilization was again needed after an interval of two growing seasons without P fertilization regarding that 'mthose two growing seasons paddy grown well as previously reported. Furthermore, it seemed that TSP residue had atendency to be more potential than phosphate rock residue in releasing available P. The higher P supply of TSP residuemade paddy grown on soil with TSP residue have higher ability to extract soil P than paddy grown on soil withphosphate residue.

PENDAHULUAN

Pupuk P yang tenirai menjadi hara P tersedia sangatmudah terfiksasi oleh partikel-partikel tanah menjadi bentukyang tidak mobil sehingga sebagian besar hara P dari pupukP yang diberikan tertinggal sebagai residu P yang cukuppotensial untukpasokan P bagi tanamanyang ditanampadamusim tanam berikutnya. Oleh karena itu, pemupukan Pdapat dilakukan secara berkala yaitu selang beberapa kalimasa tanam (1, 2). Hasil penelitian yang dilakukan olehIDAWATI, dkk. (3) dengan menggunakan tanah dariPusakanegara menunjukkan bahwa tanaman padi sawah

dapat tumbuh dan berkembang tanpa mengalami gangguanmeskipun hara P yang diperoleh hanya dari residu P daridua masa tanam sebelumnya.

Keefektifan residu pupuk P dapat dievaluasi denganjalan mengukur kontribusi P yang berasal dari residu Pdalam tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yangmengandung residu pupuk P tersebut. Karena P dalamtanaman merupakan hasil penyerapan P tanah dan P residumaka harus digunakan teknik yang dapat membedakankedua macam P tersebut. Dengan menggunakan 32P sebagaiperunut dalam metode pengenceran isotop, P dafi keduamacam sumber tersebut dapat dievaluasi (4).

73

Page 78: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

Dalam makalah ini dilaporkan hasil percobaanterhadap tanaman padi yang ditanam pada tanah dariPusakanegarayang mengandung residu fosfatalam dan TSPyang diberikan pada tiga masa tanam sebeluinnya tanpapemupukan P kembali. Penggunaan teknik nuklir denganmetode pengenceran isotop 32P diterapkan dalam percobaanini untuk mengevaluasi efek residu fosfat alam dan TSPtersebut.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakanpercobaan pot di Rumah Kaca PAIR-BATAN, Pasar Jumatpada tahun 1995. Percobaan ini merupakan kelanjutan daripercobaan yang hasilnya telah dilaporkan oleh E. L.SISWORO dalam Laporan RC (5) dan IDAWATI, dkkdalam Risalah Pertemuan Ilmiah APISORA 1996. Hasilpercobaan yang telah dilaporkan oleh E. L. SISWOROadalah dari Tanam I, sedangkan yang telah dilaporkan olehIDAWATI, dkk. adalah dari Tanam II dan Tanam III.Sebagian data dalain laporan hasil percobaan Tanam I diolahkembali untuk disajikan sebagai data pembanding dalamevaluasi efek residu pupuk P pada percobaan ini.

Dalam percobaan ini dilakukan penanaman padivarietas IR64 yang keempat (Tanam IV) dengan tanahPusakanegara bekas penanaman padi tiga kali berturut-turut.Pemupukan P hanya dilakukan pada Tanam I, sedangkanpada Tanam II, Tanam III, dan Tanam IV tidak dilakukanpemupukan P. Pemupukan P yang dilakukan pada Tanam Iterdiri dari beberapa takaran pupuk sebagai berikut:

- OP : tidak dipupuk P- 120 FA : dipupuk deiigan 599,89 mgP-FA/lOkgtanah

atau 120kgP-FA/ha- 180 FA : dipupuk dengan 899,89.mgP-FA/lOkgtanah

atau 180kgP-FA/ha- 60TSP : dipupiik dengan 299,89 mgP-TSP/lOkgtanah

atau dengan 60 kg P-TSP/ha- 90TSP : dipupuk dengan 449,89 mgP-TSP/lOkgtanah

atau dengan 90 kg P-TSP/ha

Karena pada Tanam IV tidak dilakukanpeinupukan P inaka untuk Tanam IV sandi perlakuanpemupukan P tersebut merupakan sandi perlakuan residupemupukan P. Percobaan dilakukan dalam pot denganRancangan Acak Lengkap dan diulang 4 kali sehinggajumlah pot percobaan seluruhnya ada 20 buah.

Dalam metode pengenceran isotop untukevaluasi keefektifan sumber P, pada Tanam I dipergunakanTS32P sebagai pupuk standard untuk memperoleh nilaiA tanah dan nilai A pupuk P (6). Pada Tanam IV tanahdilabel dengan menggunakan larutan KH2

32PO4 untukmemperoleh nilai L tanah dan nilai L residu pupuk P (7).Baik nilai A maupun nilai L, keduanya mengekspresikankemampuan suatu sumber hara (P) dalam melepaskan hara(P) tersedia yang dihitung berdasarkan serapan hara tersebutdalam tanaman yang dipakai sebaga^ indikator. Persamaanyang digunakan untuk menghitung nilai A dan nilai Ladalah:

A atau L =S,X

- X

S, dan X adalah aktivitas jenis pupuk standard TS32P danjumlah P dalam pupuk standard (untuk nilai A) atauaktivitas jenis larutan KH2

32PO4 dan jumlali P dalam larutanperunut tersebut (untuk nilai L), S2adalah aktivitas jenis32P yang diteinukan dalam tanaman (8).

Larutan KH232PO4 yang dibutuhkan untuk melabel

tanah dalam percobaan ini harus memiliki kadar P sangatrendah tetapi memiliki radioaktivitas sangat tinggi yangdimaksudkan agar konsentrasi P tersedia dalam tanah yangsudah sangat rendah relatif tidak berubah dan radioaktivitas32P dalam tanaman yang diperoleh cukup besar. Karena itu,untuk keamanan dan kemudahan penggunaannya, tanahyang digunakan dibatasi hanya 2 kg/pot sehingga setiappot hanya membutuhkan 40 ml larutan KH2

32PO4 yangmerapunyai radioaktivitas sebesar 165 uCi. LarutanKH2

32PO4 ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam tanahyang telah dijenuhi air sambil diaduk agar terdistribusimerata. Tanah yang telah diberi isotop 32P tersebut kemudiandiinkubasi selama 2 hari sambil sesekali diaduk agarkehomogenan tanah bertanda 32P dapat dicapai. Selanjutnyatanah ditanami bibit padi varietas IR64 yang berumur 21hari. Pupuk urea dan KCl diberikan sebagai pupuk dasaryang ditakar setara dengan 90 kg N/ha dan 60 kg K2O/ha.Panen dilakukan pada saat tanaman berbunga (kurang lebihpada 40 hari setelah tanam) dengan cara memangkas bagianatas tanaman kira-kira 3 cm di atas permukaan tanah.

Penimbangan bahan kering (BK) dilakukanterhadap hasil panen, lalu dilanjutkan dengan analisis unsurP dengan menggunakan metode pembentukan kompleksfosfor-molibdat-vanadat yang berwarna kuning (9), sertapencacahan aktivitas 32P dengan menggunakan metodeClierenkov. Data hasil analisis tersebut merupakan dasaruntuk menghitung kadar dan jumlah P berasal dari residuP (%Pbdr dan Pbdr), kadar dan jumlah P yang berasal daritanah (%Pbdt dan Pbdt), serta nilai L tanah dan residu P(10).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam Tabel 1 diperlihatkan BK tanaman padaTanam I dan Tanam IV. Perlakuan pemupukan yangberbeda, baik pada Tanam I maupun pada Tanam IV, tidakmemperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap BKtanaman. Tetapi, BK tanaman pada Tanam IV tampak lebihrendah daripada BK tanaman pada Tanam I untuk setiapperlakuan yang serupa. Dari data BK ini tampak bahwapada Tanam IV terjadi gangguan pertumbuhan tanamanpadi.

Data kadar dan serapan P dalam tanaman (mg P/gr tanaman dan mg P/pot) tersaji dalam Tabel 2. Tidakterlihat perbedaan pengaruh terhadap kadar dan serapan Pdalam tanaman yang disebabkan oleh perbedaan perlakuanstatusP, baikpadaTanamlmaupunpadaTanamlV. KadarP tanaman pada kedua masa tanam tersebut, untuk status Pyang setingkat, tidak berbeda nyata sehingga sulit untuk

74

Page 79: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Inotop dan Radiasi, 1998

dijadikan parameter guna mempelajari gangguanpertumbuhan tanaman pada Tanam IV. Tetapi, serapan Poleh tanaman pada Tanam IV nyata lebih rendah daripadayang diperoleh pada Tanam I untuk status Pyang setingkat.Nampaknya, jumlah P tersedia pada Tanam IV sudah tidakdapat mencukupi kebutuhan tanaman sehingga terjadigangguan pertunibuhan tanaman seperti yang ditunjukkanoleh data BK (Tabel 2).

Dengan meninjau data yang diperoleh melaluiteknik nuklir yang disajikan dalam Tabel 3, Tabel 4, danTabel 5 dapat dipelajari kekurangan hara P yang dialamioleh tanaman padi pada Tanam IV. Pada Tabel 3 disajikandata kadar dan serapan P berasal dari pupuk (% Pbdp danPbdp) baik untuk Tanam I maupun untuk Tanam IV (untukTanam IV data tersebut merupakan data kadar dan serapanP berasal dari residu pupuk P yang diberikan ketika TanamI). Pada Tanam I ditemukan sumbangan P dari pupuksejumlah 25,15% hingga 52,33% daritotalP yangadadalam tanaman atau 5,26 hingga 8,92 mg P/pot, sedangkanpada Tanam IV sumbangan P dari residu P yang ditetnukanhanya sejumlah 2,62% hingga 9,79% dari total P dalamtanaman atau 0,16 hingga 1,03 mg P/pot. Serapan P yangberasal dari pupiik dalam tanaman untuk masing-masingperlakuan P menunjukkan ketersediaan P dari sumber Pterkait. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa P tersediadari residu pupuk P sudah sedemikian rendah terbukti dariPbdp yang diperoleh pada Tanam IV yang hanya sekitar 3hingga 11 % dari Pbdp yang diperoleh padaTanam I. PadaTanam I tidak terlihat perbedaan nyata dalain halketersediaan P bagi tanaman yang diakibatkan olehperlakuan status P yang berbeda, tetapi pada Tanam IVterlihat bahwa residu pupuk TSP dapat memasok P tersediayang nyata lebih tinggi daripada residu FA.

P tersedia yang berasal dari tanah juga telahterkuras selama tiga kali masa tanam sebelumnya sepertiyang ditunjukkan oleh data Pbdt pada Tanam IV yang hanyamemberi kontribusi sebesar 50% dari kontribusi Pbdt padaTanain I (terjadi pada perlakuan tanpa pemupukan P). PadaTanam IV, residu TSP yang memberikan P tersedia yangnyata lebih tinggi daripada residu FA menyebabkanpenyerapan P tanah yang cenderung lebih tinggi pula yangakhirnya memberikan BK yang cenderung lebih baikdaripada yang diberikan perlakuan lainnya. Dari gejala initimbul dugaan baliwa jika P tersedia dalam tanah, baik yangberasal dari residu P maupun yang berasal dari tanah, cukupuntuk memenuhi kebutuhan tanaman pada awalpertumbuhan maka akar tanaman akan dapat berkembangdengan baik dan selanjutnya dapat diharapkan akanmampu mengekstrak P yang lebih sukar tersedia dari dalamtanah.

Lemahnya potensi residu pupuk P pada Tanain IVdalam memasok P tersedia dapat dilihat pada Tabel 5 yangmemuat data nilai A untuk Tanam I dan nilai L untukTanam IV yang mengekspresikan daya pasok P dari sumberP terkait. Nilai L residu P pada umumnya sudah sedemikianrendah sehingga tidak niampu memberi kenaikan nilai Ltanah yang cukup berarti. Padahal, pada Tanam Ipemupukan P inampu menaikkan nilai A tanah sebesar 1,5hingga 2,5 kali lipat. Pada Tanam I, nampak seakan-akandaya pasok P dari TSP yang diberikaii lebih rendah daripada

daya pasok P fosfat alam yang diberikan. Sebetulnya, inidisebabkan karena jumlah P yang terkandung dalam jumlahTSP yang diberikan lebih kecil daripada jumlah P yangterkandung dalam jumlah fosfat alamyang diberikan, bukankarena fosfat alam lebih mudah melepaskan P tersedia.Sebaliknya, pada Tanam IV nampak bahwa daya pasokresidu TSP cenderung lebih tinggi. Penjelasan tentangfenomena tersebut adalah sebagai berikut. Kelarutan TSPsudah barang tentu lebih baik daripada kelarutan FA yangmerupakan batuan alam, sehingga TSP tentunya lebihmudah melepaskan P tersedia. Adapun pelepasan P tersediadari FA terjadi dengan mudah pada FA yang telahmengalami pelapukan. Makin lanjut tingkat pelapukan FAmakin mudah pelepasan P tersedia dari FA. Butiran FAyang diaplikasikan sebagai pupuk pada Tanam I tentunyaadalah campuran FA dari berbagai tingkat pelapukan.Dengan demikian, residu FA pada Tanam IV akan terdiridari butiran FA dengan tingkat pelapukan lebih dini yanglebih sukar melepaskan P tersedia. Pelapukan FAmembutuhkan lingkungan asam yang tidak dapat dipenuhipada tanah yang disawahkan yang merupakan linkungannetral atau basa sehingga pelapukan FA menjadi terhambatyang mengakibatkan daya pasok FA menurun.

KESIMPULAN

1. Gangguan pertumbuhan dialami oleh tanaman padipada Tanam IV yang mendapatkan hara P hanya dariresidu pupuk P yang diberikan pada tiga masa tanamsebelumnya.

2. Kekurangan hara P sulit dipelajari dari data kadar Pdalam tanaman. Dengan teknik nuklir dapat diperolehinformasi yang jelas tentang kemainpuan sumber P, baikresidu pupuk P maupun tanah, dalam menyumbang Ptersedia sehingga kekurangan hara P yang menyebabkangangguan pertumbuhan tanaman pada Tanam IV dapatdiketahui.

3. Residu pupuk P pada Tanam IV tidak dapatmeningkatkan nilai L tanah yang menggambarkanbahwa residu pupuk P sudah tidak mampu meningkatkanketersediaan hara P dalam tanah. Namun residu TSPtampak lebih potensial dibandingkan residu fosfat alamdalam hal melepaskan P tersedia.

4. Terlihat bahwa konsentrasi P tersedia dalam tanah yangdapat menyokong pertumbuhan awal tanaman dapatmemberi peluang yang lebih besar bagi tanaman untukmemperoleh P tanah yang lebih banyak.

5. Pada tanah Pusakanegara yang dicobakan, pemupukanP perlu dilakukan kembali setelah selang dua masatanam tanpa pemupukan P agar diperoleh pertumbuhanpadi yang baik.

DAFTARPUSTAKA

1. FAGI, A.M., "Status pengetahuan teknik pemupukanpada padi sawah", Prosiding Lokakarya NasiojjalEfisiensi Pupuk, Cipayung 1987, Pusat PenelitianTanah, Bogor (1988) 37

75 \

Page 80: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitwn dan Pengenibiingan Aplikasi Isotop tfan Radiasi.

3. SRIROCHAYATI, MULYADI, dan SRIADININGSIH,J., "Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahansawah", Pros. Lokakarya Nasional EfisiensiPenggunaan Pupiik V, Cisarua. Pusat PenelitianTanah, Bogor(1990) 107.

2. IDAWATI, HARYANTO, dan HAVID RASJID,"Serapan hara dan perlumbuhan padi savvahsehubungan dengan status unsur P pada lanahPusakanegara", Aplikasi Isotop dan Radiasi (Ris.Pertemuan Ihniah jakarta, 1996). Buku II,Pertanian, BATAN, Jakarta (1996) 103.

4. ZAPATA, F., "Isotope teclinique in soil fertility and plantnutrition studies", Use of Nuclear Techniques inStudies of Soil-Plant Relationships. Training CourseSeries (HARDARSON, ed), No. 2, IAEA, Vienna(1990)61.

5. SISWORO, E.L., "Agronomic evaluation of rockphosphale vs TSP using radioisotope technique onlowland rice", Unpublished Research ConlractReport(1995).

6. SISWORO, W. H., "Pengujian pupuk alain denganteknik isotop", Buletin BATAN, Vol. VI, No. 1,Jakarta(1985)6.

7. KATO, N.. FARDEAU, J. C . and ZAPATA. F.,"Evaluation of the rcsidual effect of P fertilizers onplant P nutrilion using isotopic teclmiques'\ NuclearTechniques in Soil-Plant Studies for SustainableAgriculture and Environmental Preservation (Proc.of a Symposiuin Vicnna, 1994). IAEA, Vienna(1995) 189.

8. MENZEL, R. G„ and SMITH. S. J., "Soil Fertility andPlant Nutrition", Isotopes and Radiation inAgricultural Sciences, Vol. I (L'ANNUNZIATA. M.F. and LEGG, J. O., eds.), Academic Press, London(1984) 1.

9. OLSEN, S.R., and SOMMERS, L.E., "Phosphorous",Methods of Soil Analysis, Part 2. Cheinical andMicrobiological Propcrties (PAGE, A. L. MILLER,R. H„ and KEENEY, D. R., eds.). 2"d ed., No. 9,Madison (1982) 403.

10. IAEA, A guide to the use of nitrogen-15 andradioisotopes in sludies of plant nulrition:Calculations and interpretation of data (IAEATECDOC - 288), IAEA, Vienna (1983)

Tabel 1. Berat kering (BK) tanaman padi bagian atas padaTanam I dan Tanam IV

Perlakuan

0 P120 FA180 FA60 TSP90 TSP

UjiFKK (%)

Tanam

8,978,768,2410,119,86

tn16,33

Berat kering (g/pot)

I Tanam IV

3,343,013,683,764,16

tn18,23

Uji t

*****#****

Catatan :- Data Tanam I adalah hasil olahan kembali data dari

Laporan E. L. Sisworo- tn menunjukkan tidak berbeda nyata- ** menunjukkan beda nyata pada (ingkat kepercayaan

P<0,01

76

Page 81: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiosi, 1998

Tabel 2. Kadar P dan serapan P dalam tanaman padi pada Tanam I dan Tanam IV

Perlakuan

OP120 FA180 FA60TSP90 TSP

UjiFKK (%)

Kadar

Tanam I

2,121,891,822,072,29

tn16,91

P (mgP/g tanaman)

Tanam IV

2,082,072,122,292,54

tn12,47

Ujit

tntntntntn

Tanam

19,0216,1215,0020,9322,58

tn22,67

Serapan P (mgP/pot)

I Tanam IV

6,956,237,808,6110,57

tn31,62

Ujit

**

***

* •

* *

Catatan :- Data Tanam I adalali hasil olahan kembali data dari Laporan E. L. Sisworo- tii menunjukkan tidak berbeda nyata- * menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,05- ** menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,01

Tabel 3. Kadar dan jumlah P dalam tanaman yang berasal daripupuk pada Tanam I dan Tanam IV

Perlakuan

OP120 FA180 FA60TSP90TSP

UjiFKK (%)

Tanam

36,8252,3325,1539,51

tn32,49

%P-bdp

I Tanam IV

2,625,548,819,79

tn53,11

P-bdp

Tanam I

5,947,855,268,92

tn32,28

(mgP/pot)

Tanam IV

0,16b

0,43b

0,76ab

l,03a

*

67,59

Catatan:- Data Tanain I adalah hasil olahan kembali data dari Laporan E. L.

Sisworo.- tn menunjukkan tidak berbeda nyata- * menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,05.- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata.

77

Page 82: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1998-

Tabel 4. Kadar dan jumlah P dalam tanaman yang berasal daritanah pada Tanam I dan Tanam IV

Perlakuan

OP120 FA180 FA60 TSP90TSP

Tanam

70,17"45,20b

34,49b

53,50°'43,20b

%P-bdt

I Tanam IV

100,00a

97,38ab

94,46ab

91,19b

90,2 lb

Tanam

13,357,295,1711,209,75

P-bdt

I Tanam IV

6,956,077,377,859,54

UjiF *KK (%)

**28,03

tn3,35

tn44,73 31,21

Catatan :- Data Tanam I adalah hasil olahan kembali data dari Laporan E. L.

Sisworo.- tn menunjukkan tidak berbeda nyata- * menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,05- ** menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,01- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata.

Tabel 5. Nilai A tanah + pupuk dan nilai A pupuk pada Tanam I, serta nilai L tanah+residupupuk dan nilai L residu pupuk pada Tanam IV

Perlakuan

OP120 FA180 FA60 TSP90TSP

Tanam I

A tanah+pupuk

266,72C

471,33"661,02a

380,22b°500,56ab

A pupuk

_

204,61bc

394,30a

113,49'233,84b

L tanah+res.

43,9645,1646,4448,2448,77

Tanam

ppk

IV

L residu pupuk

_l,20b

2,48ab

4,28a

4,81»

UjiF ** **23,55

tn26,66

*

12,84 51,96

Catatan:- Nilai A dan L merupakan indeks daya pasok P tersedia dari tanah dan pupuk atau residu

pupuk.- Data Tanam 1 adalah hasil olahan kembali dala dari Laporan E. L. Sisworo.- tn menunjukkan tidak berbeda nyata.- * menunjukkan beda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,05- ** menunjukkan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan P<0,01.- angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

78

Page 83: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

OKTAVIA S. PADMINI

Dari hasil percobaan terlihat bahwa residu TSPcenderung lebih potensial daripada residu fosfat alain dalammelepaskan P tersedia. Bagaimana proses/mekanismepelepasan P dari kedua macam pupuk di atas ?

IDAWATI

Fosfat alam adalah batuan alam yang masih belummelapuk. Derajat pelapukan yang lebih tinggi akanmemberikan P- tersedia yang lebih tinggi pula. Fosfat alammembutuhkan lingkungan masam agar reaksi pelepasan Pdapat digeser kearah kanan, Ca3 (PO4)2 *=-+ Ca2+ + Po4

3'.Dalam hal TSP karena kelarutannya cukup tinggi, makalingkungan yang netral relatif tetap dapat melepaskan Pdengan mudah.

E. SUWADJI

Nilai "L" atau larsen/labile value adalah nilaikomparatif dari katersediaan unsur hara tanpa tanaman,dibanding nilai "A". Bagaimana Anda bisamengkonversikannya ke tanaman ?

IDAWATI

Untuk memperoleh Nilai A dan L kedua-duanyadengan memakai tanaman yaiig berfungsi sebagai pengambilhara tersedia.

ETTY HENDRARTI

1. Mengingat pupuk P jenis/ merk TSP tidak ada lagidipasaran, mengapa tidak digunakan Sp-36 yangdigunakan sebagai pengganti TSP ?

2. Mengapa tidak dilakukan analisis jaringan tanamanuntuk mengetahui efek residu P, yang dapat digunakansebagai data pembanding bagi metode isotop 32P ?(supaya hasil penelitian lebih akurat).

IDAWATI

1. Percobaan ini merupakan bagian dari rangkaianpenelitian yang berawal pada kerjasama dengan IAEApada tahun 1995, yang ingin memperoleh informasitentang keefektifan fosfat alam sebagai pupuk. Jadi,disini yang ingin dipelajari adalah fosfat alam yangdibandingkan dengan pupuk P yang umum digunakansaat ini, yaitu TSP.

2. Analisis jaringan tanaman kami lakukan yangmemberikan informasi serapan P dari residu pupuk Pdan serapan P dari sumber P lainnya yang kemudiandigunakan untuk memperkirakan daya pasok sumber-sumber P (menghitung nilai A dan nilai L).

79

Page 84: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengetribangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

KEMAMPUAN ADAPTASIMUTAN KETAN PADIGOGO (Otyza sativa L.) DILAHAN MARGINAL BATUMARTA

Ita Dwimahyani dan M. M. Mitrosuhardjo.

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000153

ABSTRAK

KEMAMPUAN ADAPTASI MUTAN KETAN PADI GOGO {Oryza sativa L.) DI LAHANMARGINAL BATUMARTA. Telah dilakukan percobaan lapang di KP. Batumarta, propinsi Lampung untuk mengujikemampuan adaptasi galur mutan padi gogo (DT.20.11.84) pada lahan marginal. Penelitian lapangan pada tanahsubur juga dilakukan di KP. Ps Jumat, Jakarta dan KP. Citayam, Kabupaten Bogor. Hasil evaluasi sifat agronoini diBatumarta menunjukkan bahwa mutan ketan mampu beradaptasi lebih baik dari pada varietas Danau Tetnpe (tetuanya),hal ini dapat dilihat dari jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai dan berat 1000 butir. Hasilproduksi gabah per ha dari mutan ketan pada lahan marginal lebih tinggi dari pada tetuanya yaitu berturut-turutmencapai 2,34 t/ha dan 1,89 t/ha. Sedangkan produksi gabah kering mutan ketan di KP. Citayam (Bogor) dan KP. Ps.Jumat (Jakarta) lebih rendah dari tetuanya. Hal ini disebabkan karena jumlah anakan produktif dan panjang inalaimutan ketan di lokasi tersebut lebih rendah dari pada tetuanya dibandingkan dengan pertanaman di KP. Batumarta.Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutan ketan mempunyai kemampuan adaptasi yang lebihbaik pada lahan marginal bila dibandingkan dengan tetuanya

ABSTRACT

THE ADAPTABILITY OF UPLAND RICE JK4ATMUTAN (Oryzasativa L.)TO MARGINAL LANDIN BATUiVlARTA. A field experiinent had been conducted at Batumarta, Lampung Province to test the adaptabilityof upland rice waxy mutant (DT.20.11.84) at marginal land. Similar experiments had also been conducted in fertilizesoil at Ps. Jumat, Jakarta and Citayam, Kabupaten Bogor. Agronomic evaluation such as number of tiller, paniclelenght, number of seeds per tiller, and weight of 1000 grains from waxy mutant line, which were cultivated at Batumartashowed adaptability was better than the original variety (Danau Tempe). Grains yield of waxy mutant line per ha atmarginal land (Batumarta) was higher than Danau Tempe i.e. 2,34 and 1,89 toiVha respectively. In addition to grainyield of waxy mutant line at Psr.Jumat, Jakarta and Citayam, Bogor was lower than Danau Tempe. The low of grainyield that waxy mutant compared with the original variety line was caused by number of tiller and panicle lenght ofwaxy mutant line also low. Results of experiment can be concluded that waxy mutant line was favourable growing atmarginal land when compared with the original variety.

PENDAHULUAN

Mutasi buatan dapat memberikan keragamangenetik yang luas, sehingga memungkinkan diperolehvarietasbaru. Disainping itukeragainan genetik yangterjadidapat dijadikan sebagai stok plasma nutfah yang baru.Pemuliaan mutasi sama halnya dengan pemuliaankonvensional yaitu mengandalkan adanya keragamangenetik pada keturunannya yang disebabkan karena mutasidan dilakukan seleksi sesuai dengan karakter yangdiinginkan pada keturunannya tersebut (1). Perlakuaniradiasi gamma pada tanaman padi varietas Danau Tempemengakibatkan beberapa gen yang berbeda dapat termutasipada waktu yang bersamaan, karena mutagen yangdiperlakukan pada jaringan tanaman atau sel akan mengenaisasaraii secara random (2). Keberhasilan aplikasi pemuliaanmutasi untuk niembah padi gogo varietas Danau Tempemenjadi ketan yang ditandai dengan kandungan amilosayang rendah pada biji merupakan suatu terobosan barudalam penyediaan plasma nutfah (3) dan konstitusi genetikdari kandungan amilosa mutan ketan ini telah homozigotpada generasi M6 (4). Mutan ketan pada padi gogo sampai

saat ini sangat langka laporan publikasinya di Indonesia.Penelitian pemuliaan mutasi ini akan dapat membantupenyediaan beras ketan yang tumbuh pada lahan keringterutama untuk Indonesia bagian Timur (5). MenurutDjunainah (6), Danau Tempe yang merupakan tetua darimutan ketan adalah varietas padi gogo yang toleran terhadapkekeringan dan baik untuk padi gogo dataran rendahLampung. Berdasarkan laporan tersebut, penelitian inibertujuan untuk mempelajari kemampuan adaptasi mutanketan padi gogo ini di lahan marginal dengan melihatproduksi hasil dan penampilan agronomis.

BAHAN DAN METODA

Evaluasi sifat agronomis dan analisis statistik.Mutan ketan padi gogo (DT.20.11.84) dan tetuanya (DanauTempe) ditanam secara luas di lahan gogo KP. Batumartapada MH 1996/1997, dengan jarak tanam 40 cm x 10 ctn.Sebagai pembanding ditanam pula di lahan gogo KP. PsJumat dan KP. Citayam. Pengamatan dilakukan pada saattanaman siap panen, dengan parameter pengamatan sifat

81

Page 85: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan ApHkani Jsotop dan Radiasi, 1998-

agrononiis yaiig meliputi; tinggi tanaman, anakaii produktif,panjang inalai, juinlah gabali permalai dan berat 1000 butir.Observasi dilakukan dari sampel yang diambil secara acaksebanyak 10 rumpun untuk empat plot yang berbeda. Datayang diperoleh di analisa menggunakan rancangan AcakLengkap (RAL) dan dengan uji rerata diantara mutan dantetuanya dengan BNT (Beda Nyata Terkecil) pada tingkat5%.

Analisis kandungan amilosa Mutan ketanditandai dengan rendahnya kandungan amilosa pada biji,sehingga pada setiap generasi selalu dilakukan analisiskandungan amilosa pada biji dengan menggunakanspektrofotometer.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mutan ketan berasal dari varietas Danau Tempeyang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 1,5 Grey.Danau Tempe sendiri menurut Djunainah adalah varietaspadi gogo yang toleran terhadap kekeringan dan sesuaiuntuk lahan gogo dataran rendah Lampung.Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadapkeniampuan adaptasi mutan ketan padi gogo pada lahanmarginal dataran rendah KP. Batumarta yaitu lahan gogotanpa pengairan, yang menipunyai tipe tanah podsolikmerah kuning yaiig juga dikenal dengan sebutan Ultisol yangmempunyai kandungan Al-bebas yang cukup tinggi (7)(8).Penanaman dilakukan pada MH 1996/1997 dengan curahhujan yang cukup rendah sepanjang masa tanam (Tabel.l)dimana pada masa vegetatif tanaman curah hujan berkisarantara 420 mm dalain 13 hari hujan dan pada masa generatif113 mm dalam 9 hari hujan.

Selain di KP. Batumarta, mutan ketan ditanamluas di lahan gogo dengan pengairan yang teratur yaitudisiram pada saat tidak turun hujan di KP. Ps. Jumat danKP. Citayam dengan melihat produksi hasil danpenampilan agronomis untuk dibandingkan denganhasil dari penanaman di KP. Batumarta yang sepenuhnyatergantung pada curah hujan. Pengamatan dilakukanpada saat tanaman siap dipanen yaitu antara 110 - 125hari, dengan mengambil 10 rumpun setiap sampel dari 4plot yang berbeda. Pada penelitian ini diamati limakarakter agronomis dari mutan ketan meliputi; tinggitanaman, anakan produktif, panjang malai, jumlah gabahpennalai dan berat 1000 butir. Dari hasil analisis statistiksifat-sifat agronomis niutan ketan, pada sifat tinggitanaman mutan ketan mempunyai tinggi tanaman yangberbeda nyata lebih tinggi dari pada tetuanya, sedangkanantara penanaman di KP. Batumarta maupun lokasilainnya, baik mutan ketan maupun Danau Terapemenunjukkan perbedaan yaitu tinggi tanaman daripenanaman di KP. Batumarta mempunyai tinggi tanamanyang paling rendah.

Pengamatan pada sifat juinlah anakan produktifmutan ketan di KP. PS. Jumat dan di KP. Citayammenunjukkan data yang sama yaitu jumlah anakan produktiflebih tinggi dari pada Danau Tempe walaupun tidakmenunjukkan berbeda nyata (PO.05), sedangkan di KP.Batumarta, jumlah anakan produktif mutan ketan

inenunjukkan perbedaan yang nyata lebih banyak dariDanau Tempe.

Pengainatan pada sifat panjang malai, mutanketanmempunyai panjang malai yang berbeda nyata lebih pendekdari pada tetuanya pada penanaman di KP. Ps. Jumat danKP. Citayam , sebaliknya penanaman di KP. Batumartapanjang malai mutan ketan berbeda nyata lebih panjangdari pada tetuanya.

Pengamatan pada sifat jumlah gabah permalai diKP. Ps. Jumat dan KP. Citayam menunjukkan hasil yangsama, diinana mutan ketan dan tetuanya tidak menunjukkanperbedaan yang nyata. Akan tetapi jumlah gabah permalaidi KP. Batumarta, mutan ketan ("134,3) menunjukkan nilaiyaiig berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan Danau Tempe("101,7)padaP<0.05 = 21,52.

Hasil analisis perhitungan berat 1000 butir, sepertipenelitian penelitian terdahulu di KP. Ps. Jumat, KP.Citayam dan KP. Batumarta mutan ketan tetap lebih rendahdibandingkan dengan Danau Tempe. Akan tetapipengamatan antara ketiga lokasi, di Kp. Batumarta berat1000 butir mutan ketan ("20,51) dan Danau Tempe ("22,33)menunjukkan peningkatan dibandingkan denganpenanaman di dua lokasi lain. Berat 1000 butir berkaitanerat dengan ukuran dan bentuk gabah, mutan ketan danDanau Tempe beradaptasi dengan baik di KP. Batumartadan inenghasilkan panen yang lebih baik, dalain hal iniperbaikan pada ukuran gabali. Sehingga berat 1000 butir diKP. Batumarta meningkat dibandingkan dengan lokasilainnya.

Hasil analisis statistik seluruh sifat agronomisyangdiamati ditiga lokasi penelitian (Tabel 2a dan b), tnutanketan menunjukkan data yang terbaik di KP. Batumarta,meliputi Jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlahgabah permalai dan berat 1000 butir.Analisis data produksi dalam ton per ha (Tabel 3) hasilpanen di KP. Ps. Jumat dan KP. Citayam menunjukkanangka yang tidak berbeda nyata (P<0,05) antara mutan ketandan Danau Tetnpe. Produksi mutan ketan di KP. Psr Jumat3,85 ton/ha dan Danau Tempe 4,0 ton/ha, sedangkanproduksi mutan ketan di KP. Citayam sebesar 2,89 ton/hadan Danau Tempe 3,28 toa/ha. Hasil produksi mutan ketandan Danau Tempe di KP. Citayam sedikit lebih rendah daripada di KP. Ps. Jumat, sebab pada saat penanaman di KP.Citayam ada serangan hama walangsangit. Produksi mutanketan di kedua lokasi tersebut lebih rendah dari pada DanauTempe walaupun dari analisis statistik tidak menunjukkanperbedaan yang nyata, sesuai dengan hasil penelitianterdahulu (3)(5), karena mutan ketan mempunyai ukuranberas yang lebih kecii dari pada Danau Tempe, sehinggaberat 1000 butirnya lebih rendah dari pada tetuanya. Hasilanalisis data produksi di KP. Batumerta menunjukkan dataproduksi mutan ketan (2,34 ton/ha) lebih tinggi daripadaDanau Tempe (1,89 ton/ha) dan secara statistikmenunjukkan nilai yang berbeda nyata. Pada mutan ketanmenunjukkan data produksi yang sangat menarik, karenabertentangan dengan hasil produksi di KP. Ps Jumat danKP. Citayam serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, karenaproduksi mutan ketan di KP. Batumarta lebih tinggidibandingkan dengan Danau Tempe. Pada lahan marginalBatumarta, yang mempunyai tipe tanah podsolik merah

82

Page 86: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

kuning mutan ketan mampu beradaptasi dengan baik.Menurut Darmawijaya tanah podsolik merah kuning ataudisebut dengan tanah ultisol mempunyai kandunganaluminium bebas yang cukup tinggi dan pada masa taiiamcurah hujan cukup rendah, sehingga timbul dugaan bahwamutan ketan mengalami mutasi pada sifat toleransi terhadapkekeringan dan aluminium sehingga mampu beradaptasilebih baik pada lahan gogo podsolik tnerah kuning dari padatetuanya. Untuk mendukung dugaan bahwa mutan ketantoleran terhadap stres kekeringan dan keracunan aluminiumdilakukan pengujian secara in-vitro di laboratoriumdenganmetode seleksi kekeringan menggunakan PolyethyleneGlycole (PEG) pada embrio padi (9) dan metode seleksialuminium hasil modifikasi oleh Kumala Dewi dan Ishak(10). Hasil pengujian secara in-vitro, menunjukkan indikasibahwa mutan ketan mempunyai sifat toleran terhadapkekeringan dan aluminium dilihat dari pemanjangan akarpada proses pengujian. Akan tetapi data secara statistikbelutn dapat ditampilkan dalam makalah ini karena prosespengujian toleransi terhadap kekeringan dan keracunanaluminium masih berlanjut dan belum selesai.

Hasil analisis kandungan amilosa mutan ketanpada generasi lanjut ditiga lokasi penelitian ditampilkanpada tabel 4. Kandungan amilosa mutan ketan dan DanauTempe di KP. Batumarta, KP.PS Jumat dan KP. Citayammenunjukan nilai yang tidak berbeda antara lokasipenelitian, pada mutan ketan berkisar antara 4,72 - 4,77 %sedangkan Danau Tempe antara 26,69 - 26,89 %.Pengainatan perbedaan bentuk dan sifat-sifat agronomisantara mutan ketan dan Danau Tempe berdasarkan susunansifat yang dikemukakan oleh Djunainah dkk.(1993),ditampilkan pada tabel 5.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan;1 Mutan ketan padi gogo di KP. Batuinarta menunjukkan

penampilan sifat agronoinis yang terbaik dibandingkandi KP. Ps. Jumat dan KP. Citayam, terlihat pada sifatjumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabahisi permalai dan berat 1000 butir.

2. Mutan ketan padi gogo di KP. Batumarta menunjukkanhasil produksi lebih tinggi dibandingkan dengan DanauTempe, berbeda dengan hasil produksi di KP. Ps. Jumatdan KP. Citayain.

3. Mutan ketan padi gogo mampu beradaptasi dengan baikdi lahan marginal Batumarta dengan curah hujan yangsedikit.

4. Hasil pengujian kandungan arailosa ditiga lokasi tidakberbeda yaitu kandungan amilosa mutan ketan "4,74%dan Danau Tempe" 26,77 %.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.Enggarwati dkk. dari Batumarta, staf dan teknisi Kelompok

Tanah dan Nutrisi Tanaman serta rekan rekan KelompokPemuliaan Tanaman yang telali membantu pelaksanaanpenelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. SUZUKI, D.J.,GRIFFITHS, A,J,F., MILLER, J.H., andLEWONTIN, R.C., "An Introduction to GeneticAnalysis", W.H. Freeman and co. New York (1980)768.

2. ITA DWIMAHYANI dan ISHAK, "Studi Genetik danEvaluasi Agronomis Mutan Danau Tempe padaGenerasi M3, M4 dan M5", Prosiding SimposiumAPISORA, Jakarta (1994) 93 - 98.

3. ITA DWIMAHYANI, "Analisis Genetik WarnaKaki dan Evaluasi Agronomis Galur Mutan"waxy" Tanaman Padi {Oryza sativa L.)",Prosiding Simposium PERIPIIV, Surabaya (1996)287 - 292.

4. ITA DWIMAHYANI dan ISHAK, "Analisis KeragamanGerietik dan Kandungan Amilosa dari Galur MutanKetan Padi Gogo (Oryza sativa L.) pada GenerasiM6", Prosiding Seminar Nasional Biologi XV,Lampung (1997) 997 - 1001.

5. KUMALA DEWI dan ITA DWIMAHYANI, "Analisakandungan Amilosa Dan Sifat-sifat AgronomisMutan Ketan Padi Gogo (Oryza sativa L.)",Prosiding Simposium PERIPIIV, Surabaya (1996)293 - 296.

6. DJUNAINAH dkk., "Deskripsi Varietas Unggul Padi1943 -1992", Puslitbangtan. Balit. Bangtan. Deptan.(1993) 95.

7. MOH. IHSAN DARMAWIJAYA, "Klasifikasitanah",BPTK Gambung, Bandung, (1980) 1 - 259.

8. WIJAYA-ADHI, I.P.G., "Tinjauan Sifat Kimia Ultisoldalam Kaitannya Dengan Pengapuran dan EfisiensiPemupukan Fosfor", Pusat Penelitian Tanah, Bogor,Konsumsi Upland Working Group AARD-IFDCJointProject(1985).

9. ITA DWMAHYANI dan ISHAK, "Seleksi Kekeringansecara in-vitro dari Embrio mutan padi gogo {Oryzasativa L.) dengan PEG", Risalah Pertemuan IlmiahAPISORA. Batan. Jakarta (1993) 211-216.

10. KUMALA DEWI dan ISHAK, "Seleksi secara in-vitro dan analisis protein dari mutan padi gogo(Oryza sativa L.) toleran aluininium", RisalahPertemuan Ilmiah APISORA ,Batan, Jakarta (1993)203-210.

83

Page 87: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi lsolop dan Radiasi, 1998 -

Tabel 1. Data curah hujan selama masa tanam (Nopember 1996-Januari 1997)

Fase Curah hujan Umur tanaman

Vegetatif 420 mm/13 hh 63hst

GeneratifPengisian biji

22 mm/3 hh93 ram/6 hh

84hst121 hst

Keterangan: hh = hari hujan; hst = hari setelah tanam

Tabel 2a. Analisis statistik beberapa sifat agronomis dari tnutan ketan padi gogo

Genotipe

Mutan ketanDanau Tempe

KK. %BNT. ,05

KP. Batumarta

Tg. tan.

77.069,8

8,985,37

Akn.Prdk.

17,3 *14,5

21,322,76

KP.Ps

Tg. tan

85,172,9

11,937,69

. Jumat

Akn.Prdk.

15,5014,50

17,642,16

KP. Citayam

Tg. tan

95,385,5

3,402,51

Akn.Prdk.

16,2514,50

14,721,85

Tabel 2b.

Genotipe

Mutan ketanDanau Tempe

KK.%BNT.05

Pj.ml.

25,6*24,5

5,061,06

KP. Batumarta

Jini.gb.

134,3 *101,7

25,3421,52

1000 btr

20,51 *22,33

7,931,39

Pj.inl.

24,6524,75

4,030,81

KP. Ps. Jumat

Jml.gb

132,6126,0

17,1918,12

1000 btr

16,8218,27

4,090,59

Pj.ml.

24,4325,0

1,870,38

KP. Citayam

Jml.gb

98,389,8

13,3910,19

1000 btr

17,017,8

9,121,29

Tabel 3. Produksi mutan ketan padi gogo di Kp. Batumarta, Kp. Ps. Jutnatdan Kp. Citayam

Genotipe

Mutan ketanDanau Tempe

KK.%BNT.05

Kp. Batumarta

2,34*1,89

16,130,41

Produksi, ton/ha

Kp. Ps. Jumat

3,854,0

11,950,39

Kp. Citayam

2,893,28

9.580,48

84

Page 88: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Tabel 4. Hasil analisa kandungan amilosa mutan ketan dari tiga lokasipenanaman

Genotipe

Mutan ketan

Danau Tempe

Mutan ketan

Danau Tempe

Mutan ketan

Danau Tempe

Batumarta

rS. JUJllat

Citayaiti

I

4,81

26,78

4,92

26,89

4,70

26,67

Kandungan

II

4,73

26,66

4,77

26,67

4,70

27,12

amilosa (°

III

4,69

26,71

4,62

26,52

4,77

26,89

'o)

X

4,74

26,72

4,77

26,69

4,72

26,89

Tabel 5. Deskripsi mutan ketan padi gogo dan Danau Tempe

Mutan ketan Danau Tempe

No. seleksi Dt.20.11.84

AsalGolongan

Umur tanamanBentuk tanamanTinggi tanainan

Anakan produktifWarna kaki

Warna batangWarna daun telingaWarna lidah daun

Muka daunPosisi daun

Daun benderaBentuk gabahWarna gabahKerontokanKerebahanRasa nasi

Bobot 1000 butir gabahKadar amilosaPotensi hasil

Ketahanan terhadap penyakit

Radiasi Danau Tempe pada dosis 1,5 GreyCere

110-115 hari*tegak

77 - 95 cm("17)banyak

unguungu *

tidak berwarna *tidak berwarna *

kasarmiring *miring

berperut *warnajerami *

sedang *tahan *ketan *

16,82 - 20,51 gr"4,74 % *

2,34 - 3,85 t/ha gabah bersihagak tahan penyakit blast

(Pyricularia oryzae) **

Persilangan IR83/CarreroiiyB981kcere

110- 135haritegak - intermediate

69 - 85 cm("14) sedang

unguungu bergaris

keunguantidak berwarna tetapi tepinya ungu

kasartegak sampai miring

iniring mendatarbulat besar

kuning agak kusamcukup tahancukup tahan

pera17,8 - 22,33 g

" 26,77 %1,89 - 4,00 t/ha gabali bersih

tahan blas daun dan blast leher

Keterangan;* sifat yang berbeda antara mutan ketan dan Danau Tempe.** hasil pengujian di lapangan Ps. Jumat.

85

Page 89: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

DISKUSI

H. RASJID

1. Batumarta, bukan propinsi Lainpung, tapi SumatraSelatan.

2. KP Batumarta, kandungan Al cukup tinggi, berapabatasannya ?

3. Produksi gabah Kp batumarta: 5,2 dan 7,02 ton/hakalaumelihat hasilnya sangat tinggi dibandingkan dengan padisawah. Apakah data ini sama dengan data yangdilaporkan pada lokakarya di Mataram (NTB) ? karenahasilnya hanya ± 2 ton gabah/ha ?

ITA DWIMAHYANI

1. Batumarta di propinsi Sumatra Selatan berbatasandengan Lampung.

2. Kp. Batumarta, kandungan Al tinggi akan disampaikanpada laporan lain.

3. Mengenai data produksi ini berdasarkan perhitunganangka, akan dihitung ketnbali, akan tetapi yang ingindisampaikan adalah bahwa produksi mutan ketan di KPBatumarta lebih tingi daripada "Isogenic Linenya(Danau Tempe). Berbeda dengan data produksi di Kp.Citayam dan Kp. Ps Jum'at dimana mutan ketanmenunjukkan produksi lebih rendah dari"isogenicline"nya.

HARYANTO

Produksi padi gogo mutan ketan > 7 ton/ha, apakahini mungkin dapat dicapai. Bagaimana cara tnendapatkan

konversi produksi per ha, apakali dari rumpun atau dariUbinan ?

ITA DWIMAHYANI

Cara mendapatkan konversi produksi per ha, darirumpun dan komponen hasil, sehingga mendapatkan datahasil yang sangat tinggi. Mengenai data produksi ini akandihitung ulang untuk mendapatkan kepastian nilaiangkanya.

RIVAIE RATMA

Setelah membaca Abstrak Anda, tampaknya judulkurang menggambarkan dengan isi Abstrak, diusulkan agardiubah menjadi, KEMAMPUAN ADAPTASI MUTANKETAN PADI GOGO (Oriza sativa L.) DI LAHAN NONMARGINAL DAN MARGINAL.

ITA DWIMAHYANI

Pengambilan judul tersebut adalah berdasarkanpada sifat daripada Isogenicline dari mutan tersebut yangdisebutkan mempunyai sifat toleran terhadap kekeringandan baik untuk dataran rendah Lampung, sehingga idenyaadalah menguji mutan ketan di lahan marginal Batumartayang letaknya di propinsi Sumatra Selatan befbatasandengan Lampung, sedangkan lokasi yang lain hanya untukmenunjukkan sebagai pembanding saja, apabila mutan ketanditanam di lahan normal.

86

Page 90: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH PENGEMBALIAN SISA PANEN TERHADAP PRODUKSITANAMAN DAN KELEMBAPAN TANAH SELAMA 3 TAHUN

PADA POLA TANAM TUMPANG GILIR

M.M. Mitrosuhardjo

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000154

ABSTRAK

PENGARUH PENGEMBALIAN SISA PANEN TERHADAP PRODUKSI TANAMAN DANKELEMBAPAN TANAH SELAMA 3 TAHUN PADA POLA TANAM TUMPANG GILIR. Telah dilakukanpercobaan lapang di lahan kering Batumarta Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Propinsi Sumatera Selatan padatahun 1994-1997. Percobaah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengembalian sisapanen terhadap produksi tanamandan kelembapan tana'h. Dua sistem pola pergiliran tananian diaplikasikan dalam percobaan ini. Kelembapan tanahdiukur dengan Neutron Probe dan curah hujan dicatat. Sisa panen dikembalikan ke dalam percobaan. Hasil percobaanmenunjukkan bahwa pengembalian sisa panen dapat menaikkan produksi, terutama pada tahun ke tiga bersamaandengan adanya distribusi curah hujan dan keiembapan tanah yang relatif rendah. Kenaikan produksi biji pada tahunke tiga adalah 27,2%, 84,7% dan 28,7% berturut-turut untuk kacang tunggak, padi gogo dan kedelai/jagung.

ABSTRACT

EFFECT OF RETURNING PLANT STOVER ON CROP PRODUCTION AND SOIL MOISTUREDURING THREE YEARS APPLICATIONS IN CROPPING PATTERN. A field experiment has been carriedout on upland soil of Batumarta, Ogan Komering UIu (OKU) district, South Sutnatera Province in 1994-1997. The aimof experiinent is to know the eftect of retuming plant stover on crop production and soil inoisture. Two systetn of croprotation was applied in this experiinent. Soil inoisture was measurcd by Neutron Probe and rainfall data was noted.Platit stover was returned to the experiment area. Result of this experiment showed that returning of plant stover wasable to increase crop production, especially in the 3rd year where the soil moisture and rainfall distribution wererelative low. In the 3rd year experiment the yield increase 27.2%, 84.7%, and 28,7% each for cowpea, upland rice andsoybean/corn.

PENDAHULUAN

Keberhasilan budidaya pertanian di lahan keringsangat tergantung pada curah hujan (1,2). Hal ini disebabkanoleh tidak tersedianya air pengairan. Oleh karena itupelaksanaan budidaya tanaman lahan kering khususnyauntuk tanaman pangan perlu sejalan dengan distribusi curahhujan tahunan. Sehingga dalam memilih jenis tanaman yangakan digunakan harus sesuai agar dapat diperoleh produksiyang diharapkan. Tanaman padi gogo umur genjah sangatbaik dipergunakan pada musimpenghujan, kemudian diikutioleh tanaman kedelai atau jagung pada akhir musimpenghujan, dan sesudah itu dapat digunakan tanatnankacang tunggak atau kacang hijau (3,4). Di samping itupelaksanaan budidaya pertanian lahan kering perlu adanyatindakan pengeriibalian sisa panen. Sisa hasil panen dapatberfimgsi sebagai sumber hara bagi tanaman dan sebagaimulsa untuk menghainbat evaporasi air.Penelitian inibertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman lahankering melalui perbaikan kesuburan tanah dan kelembapanzone perakaran tanaman. Oleh karena itu kelembapan tanahperlu diukur dengan alat ukur yang memadai untuk kondisilapangan tersebut (5). Hasil penelitian membuktikan bahwapengembalian sisa panen dapat menaikkan produksi (2,6).Akumulasi sisa panen dari tahun ke tahun akan dapat

memperbaiki kesuburan fisis, kimia dan hayati tanah (7,8).Hasil dekoinposisi sisa panen akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Disamping itu hasil dekomposisi sisa panen ini juga akan dapatmenjadi bahan perekat antar butir-butir tanah membentukagregat yang lebih besar dan akan meningkatkan daya ikattanah terhadap air. Selebihnya sisa panen akan dapatmenjadi media mikroba tanah yang mampu meningkatkankesuburan tanah.

BAHAN DAN METODE

Suatu percobaan lapang telah dilakukan di tanahUltisol di daerah transmigrasi Batumarta, Kabupaten OganKomering Ulu, Propinsi Suinatera Selatan tahun 1994-1997.Percobaan tersebut menggunakan rancangan acakkelompok, dengan tujuan untuk menguji pengaruh 2 sistempola tanam, dan varietas tanaman, dilakukan dalam 3 bloklokasi atau ulangan. Pola tanam yang digunakan yaitu polaA (pergiliran tanaman kacang tunggak-padi gogo-kedelai)dan pola B (pergiliran tanaman kacang tunggak-padi gogo-jagung). Varietas yang digunakan yaitu varietas unggulNasional dan varietas/galur produksi Batan. Tanamandipupuk dengan N, P, dan K. Takaran pupuk N yang

87

Page 91: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pcnelilian dan l'engembangan Aplikasi Isotop dan Raduisi, 1998-

diberikan 30 kg N/ha untuk tanaman kacang tunggak dankedelai, 60 kg N/ha untuk padi gogo, dan 90 kg N/ha untukjagung. Takaran untuk pupuk P dan K adalah 90 kg P2O5/ha dan 90 kg K2O/ha untuk seinua jenis tanaman. Tanainandipanen dalam kondisi masak atau tua. Sisa panendikembalikan ke lahan di antara baris tanaman musim tanamberikutnya. Kelembapan tanah zone perakaran diukur dalamsubplot perlakuan dan kontrol berukuran (2 m x 2 m).Sebagai alat ukur digunakan Neutron Probe buatan TroxlerType 1255/2601. Curah hujan di catat selama waktupercobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi. Hasil percobaaan lapang dalam tigatahunpelaksanaanpercobaandisajikanpadaTabel 1,2, dan3. Dari Tabel 1 dapat dikemukakan bahwa pemberian sisapanen dapat menaikkan hasil biji kacang tunggak, padigogo, kedelai/jagung dari perlakuan kontrol (tanpapengembalian sisa panen). Adanya kenaikan hasil sudahmiilai terlihat pada pelaksanaan penanaman kedelai ataujagung (akliir musini penghujan) tahun pertama. Akan tetapiadanya kenaikan hasil yang relatif besar baru terlihat padapelaksanaan percobaan tahun ke tiga, yang manapengembalian sisa panen dapat menaikkan hasil biji 27,2%pada tanaman kacang tunggak, 84,7% pada tanaman padigogo, dan 28.7% pada tanaman kedelai/jagung setelahdibandingkan terhadap perlakuan kontrol tanpapengembalian sisa panen. Hasil biji kacang tunggak untukareal pengembalian sisa panen tahun ke satu, ke dua, danke tigaberturut-turut adalah 573,1169,1011 kgbiji kering/ha. Dilihat dari pola tanam (Tabel 2) pengembalian sisapanen juga menaikkan hasil biji. Adanya kenaikan hasilbiji mulai terlihat pada tahun ke dua untuk pola tanain B(kacang tunggak-padi gogo-jagung) sedangkan untuk polatanain A (kacang tunggak-padi gogo-kedelai) baru padatahun ke tiga. Kenaikan hasil biji pola B tahun ke dua sebesar15,9% dan tahun ke tiga adalah 41,6%, sedangkan untukpola A kenaikan hasil biji tahun ke tiga sebesar 42,1%. Hasilbiji untuk pola tanam A tahun ke satu, ke dua, dan ke tigaberturut-turut adalah 3107, 3716, dan 2897 kg biji/ha danuntuk pola tanam B adalah 4279, 6734, dan 6514 kg biji/ha.

Ditinjau dari varietas yang ditanam terutama untuktanaman padi dan kedelai (Tabel 3) pengembalian sisa panenke areal percobaan pengaruhnya baru terlihat mulai padatalnin ke dua. Adanya kenaikan hasil yang relatif besarterlihat pada tahun ke tiga. Penganih pengembalian sisapanen dapat menaikkan hasil gabah kering sampai 111,4%untuk varietas padi gogo Danau Tempe (VI), dan 66,7%untuk varietas/galur Batan (V2). Hasil varietas DanauTempe untuk tahun ke tiga ini sebesar 1353 kg gabah/ha,dan untuk galur Batan 1585 kg gabah/ha untuk areal yangmendapatkan pengembalian sisa panen. Pengaruhpengembalian sisapanenjuga menaikkan hasil biji kedelaicukup besar pada tahun ke tiga yaitu 86,1% untuk varietasWilis (VI) dan 63,6% untuk varietas/galur Batan (V2). Hasilbiji kedelai pada tahun ke tiga ialah 614 kg biji/ha untukvarietas Wilis (VI) dan 864 kg biji/ha untuk varietas/

galur Batan di areal yang mendapatkan pengembalian sisapanen.

Dari hasil-hasil tersebut di atas dapat dikemukakanbahwa galur padi Batan dan galur kedelai Batan tampaklebih tahan terhadap kekeringan daripada varietas padiDanau Tempe dan varietas kedelai Wilis.

Kelembapan Tanah. Hasil pengamatankeletnbapan tanah di zone perakaran tanainan disajikan padaTabel 4. Dari Tabel tersebut dapat dikemukakan bahwakelembapan tanah zone perakaran (0-30 cm) di areal yangmendapatkan pengembalian sisa panen relatip lebih tinggidaripada di areal tanpa pengembalian sisa panen pada saattanam dan panen dilakukan terutama pada tahun ke 2 danke 3. Kelembapan tanah pada tahun ke 3 relatif rendahuntuk areal tanaman padi gogo dan kedelai/jagung (padasaat tanam dan panen). Kelembapan tanah zone perakarantanaman saat tanam padi gogo tahun ke 3 adalah 39,1-40,5%dan saat panen 29,5-30,3% saat panen. Sedangkan untukareal kedelai/jagung tahun ke 3 adalah 29,5-30,3% saattanam dan 31,6-33,4% saat panen.

Bila dikaitkan dengan pencapaian hasil lebih tinggipada areal yang diberi sisa panen daripada kontrol, datakelembapan tanah saat tanam dan panen terlalu minim. Adadata penelitian lain yang telah melakukan pengukurankelembapan tanah setiap minggu dalam jangka waktupercobaan di areal yang diberi mulsa dengan takaran'bertingkat dengan hasil tanpa perbedaan nyata pada saat-saat pengukuran dilakukan (2). Di samping itu sisa panenyang diberikan pada lahan percobaan akan mengalamimineralisasi sehingga tidak terjadi akumulasi sisa panenyang melimpah di lahan percobaan. Bahkan ada penelitianyang membuktikan bahwa sejak 21 hari setelah tanam sudahmulai terjadi mineralisasi jerami (9). Oleh karena itu adanyadata kelembapan tanah akan menjadi lebih bermaknapengaruhnya terhadap hasil panen setelah dikaitkan dengandistribusi curah liujan, terutama curah hujan harian.Sayangnya distribusi curah hujan harian tidak disajikan disini.

Distribusi Curah hujan. Distribusi curah hujanselama percobaan berlangsung disajikan pada Tabel 5. DariTabel tersebut dapat dikemukakan bahwa curah hujan diareal percobaan kacang tunggak tahun ke 1 adalah rendah(57 rani/4 hh dalam 62 hari) atau termasuk keringmenurutOLDEMAN (10), pada areal padi (1384 mm/48 hh dalam118 hari) dan kedelai/jagung (686 mm/23 hh dalam 81 hari)pada taliun ke 2 curah hujan di areal tanaman kacangtunggak adalah 353 mm/16 hh dalam 72 hari dan 485 mm/31 hh dalam 118 hari untiik areal padi gogo, serta 674 mm/22 hli dalam 89 hari areal ke-delai/jagung. Kondisi iklimpada areal kacang tunggak dan padi gogo tahun ke 2 initermasuk kategori lembap (10) dan pada tanaman kedelai/jagung adalah basah (10).

Distribusi curah hujan tahun ke 3 untuk percobaankacang tunggak sebesar 228 inm/8 hh dalam 60 hari, 533mm/23 hh dalam 120 hari untuk padi gogo keduanyatermasiik kategori lembap. Sedangkan untuk kedelai/jagungtaliun ke 3 curah hujan sebesar 792 mm/24 lih dalam 86hari termasuk kategori basah.

Dilihat dari distribusi curah hujan dalam kurunwaktu 3 tahun percobaan ini dapat dikemukakan bahwa

Page 92: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan ApHkasi Isotop dan Radiasi, 1998

distribusi curah hujan terutama pada tahun ke 2 dan ke 3kurang dapat mendukung tercapainya produksi yang relatiftinggi bila tidak diiakukan usaha menghambat evaporasimelalui aplikasi sisa panen.

KESIMPULAN

Dari hasil-hasil percobaan ini dapat disiinpulkansebagai berikut:1. Pengembalian sisa panen dalarn budidaya pertanian

lahan kering dapat menaikkan produksi.2. Pengembalian sisa panen di areal percobaan padi gogo

varietas Danau Tempe dan areal percobaan varietaskedelai Wilis dapat meinpertahankan kemerosotanproduksi pada saat-saat distribusi curah hujan dankelembapan tanah relatif rendah.

3. Kelembapan tanah pada areal percobaan pada musitnpenghujan 1996/1997, percobaan tahun ke 3, relatifrendah.

4. Distribusi curah hujan dalain kurun waktu percobaanpadi gogo tahun pertama sangat tinggi dan untukpercobaan selebihnya pada tahun pertaina kedua danketiga relatif rendah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada BapakDedi Muslih, Ir. Enggawati sebagai pengeloia percobaanlapang. Ucapan yang saina disampaikan kepada Staf, teknisidan analis Kelompok Tanah dan Nutrisi Tanaman PAIRdan kepada siapa saja yang telah berpartisipasi aktif daiampelaksanaan percobaan sampai terwujudnya karya tulis ini.

DAFTARPUSTAKA

1. BARADAS, M.W., dan SUTRISNO, Climate inpactassessment system for Indonesia, WorldMeterological Organozation UNDP, Dept. of Comm.Meterological & Geophisical Agency, Jakarta (1983)29.

2. MITROSUHARDJO, M.M., Studi daya dukungkelembapan tanah dalam budidaya pertanian lahankering dengan teknik nuklir, Makalah PresentasiIlmiah tanggal 4 Februari 1993 di Pusat AplikasiIsotop dan Radiasi, Batan, Jakarta (1992).

3. SOIL RESEARCH CENTER, Draft Progress ReportResult from Field Experiments, 1982/83 through1984/85 (Upland Working Group Consumption, 5Mei 1986) (1986).

4. SISWORO, W.H., MITROSUHARDJO, M.M., RASJED,H., and MYER,Rj.K., The relative roles of N

fixation, fertilizer, residues and soil in supplying Nin multiple croppingsystem in a humid, tropicalupland cropping system, Plant and Soil 121 (1990)73.

5. IAEA, Tracer Manual on Crop and Soils (TechnicalReport Series No. 171), IAEA, Vienna, (1971).

6. FIRDAUS, A. dan MITROSUHARDJO, M.M., UpayaPeningkatan Produksi Kedelai Jagung MelaluiAplikasi Mulsa dan Lembaran Plastik PenutupTanah, APISORA (Ris. Pert. Iliniah Jakarta 1996(9) buku II) PAIR-BATAN, Jakarta (1996) 123.

7. BLACK, C.A., Soil-Plant Relationship, John Wiley &Sons, Inc, Sydney, London, New York (1968).

8. ALEXANDER, M., Intoduction to Soil Microbiology,John Wiley & Sons. Inc. New York, London, Sydney(1967).

9. HARYANTO dan IDAWATI, Pengaruh pemberianjeraini pada serapan N dan pertumbuhan padi,Majalah BATAN, vol. XXIII, No. 3/4 (1990) 32.

10. LAKITAN,B., Dasar-dasar Klimatologi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta (1994) 175.

Tabel 1. Hasil biji/gabah kering

Tahun

Ke 1

Ke2

Ke3

Jenistanaman

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

+ Sp

H a s i

Kontrol

kg/lia

573*'2302967

116925421315

101114692225

4552813869

113922911448

7957951729

1

Kenaikanhasil

. % .

11,3

2,711,04.5

27,284,728,7

Keterangan :+Sp = Areal pengembalian sisa panenKontrol = Areal tanpa pengembalian sisa panen*) = Belum ada perlakuan pengembalian sisa penen

89

Page 93: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Tabel 2

Tahun

Ke 1

Ke2

Ke3

. Hasil biji/gabah kering dilihat dari pola

Percobaan

Pola tanam APola tanam B

Pola tanam APola tanam B

Pola tanam APola tanam B

Keterangan:+Sp

+ Sp

kes

31074279

37166734

28976514

H a s i 1

Kontrol

/ha

37284545

39475812

20394600

= Areal pengembalian sisa panen

tanam

Kenaikanhasil

°/

—15,9

42,141,6

Tabel 3.

Tahun

K e l

Ke2

Ke3

Hasil biji/gabah kering dilihat dari varietas yangdipakai untuk tanaman padi dan kedelai

Percobaan

Padi VIV2

Kedelai VIV2

Padi VIV2

Kedelai VIV2

Padi VIV2

Kedelai VIV2

+ Sp

H a s i l

Kontrol

kg/ha

26251979137334

23182767354—

13531585614864

28132813368456

20582525322—

640951330528

Kenaikan

hasil

12,69,69,9—

111,466,786,163,6

Kontrol = Areal tanpa pengembalian sisa panen Keterangan :VI padi tahun ke 1, 2, 3 = Varietas Danau TempeVI kedelai tahun ke 1, 2, 3 = Varietas WilisV2 padi tahun ke 1 = Varietas Atomita

ke 2 = Varietas Jatiluhurke 3 = Galur Batan

V2 Kedelai tahun ke 1 = Varietas Tengger. ke 2 = tidak ada (diganti Varietas Wilis)ke 3 = Galur Batan

+Sp = Areal pengembalian sisa panenKontrol = Areal tanpa pengembalian sisa panen

Tabel 4. Kelembapan tanah zone perakaran tanainan saat tanam dan panen

Tahun Jenis tanamaiiKelembapan tanah zone perakaran

Saat tanam

Keterangan:+Sp = Areal pengembalian sisa panenKontrol = Areal tanpa pengembalian sisa panen

Saat panen

Sp Kontrol + Sp Kontrol

K e l

Ke2

Ke3

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

Kacang tunggakPadi gogoKedelai/jagung

48,2

43,645,447,3

46,740,530,3

c

47,5

41,042,546,3

46,439,129,5

/o

48,243,6

35,247,346,7

47,130,333,4

47,541,0

34,246,346,4

45,629,531,6

90

Page 94: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

„Penelitian dcm Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Tabel 5. Juinlah curah hujan dan hari hujan dalatn kurun waktu 3 tahun

Tahun percobaan

Tahun Jenis tanaman

Ke 1 Kacang tunggak (62 hari)Padigogo (118 hari)Kedelai/jagung (81 hari)

Ke 2 Kacang tunggak ( 72 hari)Padigogo (118hari)Kedelai/jagung (89 hari)

Ke 3 Kacang tunggak (60 hari)Kedelai/jagung (86 hari)Padigogo (120hari)

Keterangan:Curah hujan dalam satuan mm atau 1/in2

hh = Jumlah hari hujan* = Kering (10)** = lembap (10)*** =basah (10

Curah hujan

... mm...

57*1384***686***

353**485**

674***

228**792***533**

Hari hujan

... hh...

44823

163122

82423

DISKUSI

H . RASJID

1. Apa tujuan Anda dengan 2 pola tanam. Apa yang akananda capai dengan pola A atau B ?

2. Khusus padi (VI)—>2,6—>2,3—>1,3 ton/ha) yangditambali (+) Sp (sisa panen), kelihatan hasilnyamenurun, jadi secara awam tidak perlu diberi sisa panen,karena akan menambah kerja/biaya.

M.M. MITROSUHARDJO

1. Pemakaian 2 pola tanam dengan tujuan untuk mengujikeunggulan 2 pola tanam tersebut. Hasilnya ialahtemyata bahwa kedua pola tanam tersebut sama baiknya.

2. Khusus padi (VI) produksi menurun. Penurunanproduksi bukan hanya pada lahan yang diberi sisa panenbalikan pola lahan yang tidak diberi sisa panen yangpenurunannya lebih tajam. Jadi penambahan sisa panenberperan untuk mencegah,/menghanibat penurunanproduksi sebagai akibat penurunan kelembapan tanahdan curah hujan.

RIVAIE RATMA

Anda melakukan percoban menggunakan varietas/galuryang berbeda pada setiap lahan.

1. Apakah dapat ditarik kesimpulan seperti yang Andalakukan ?

2. Mengapa ada perbedaan kenaikan produksi biji yangberbeda pada setiap tahun dari setiap tanaman (padi gogodengan padi gogo, kedelai dengan kedelai) ?

M.M. MITROSUHARDJO

1. Penggunan varietas/galur yang berbeda pada setiaptanaman hanya digunakan sebagai pembanding terhadapvarietas unggul nasional yang tetap.

2. Adanyaperbedaanproduksibijisetiaptahundapatterjadibahkan diharapkan terjadi sebagai akibat peningkatankesuburan sejalan dengan adanya penambahanpengembalian sisa panen. Di samping itu, kenaikanproduksi pada kondisi yang relatif kering terjadi sebagaiakibat pengaruh sisa panen sebagai mulsa.

91

Page 95: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dart Radiasi, i 998

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN N TANAMAN SEJUMLAH GALURMUTAN KEDELAIDILAHAN MASAM

S. Gandanegara*, Hendratno*, Harsoyo*, dan Hisar Sihombing**

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan* Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet ID0000155

ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN N TANAMAN SEJUMLAH GALUR MUTAN KEDELAIDI LAHAN MASAM. Telah dilakukan dua percobaan lapang untuk menguji inokulan Bradyrhizobium campuranuntuk meningkatkan pertumbuhan, kandungan N tanaman kedelai sebagai tanaman sela karet di Kebun PercobaanBalai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet pada MH 1996/1997. Kapur pada taraf 0,6 t/ha diberikan dipermukaan tanah pada jalur tanam 3 hari sebelum tanam. Cara ini merupakan cara yang diterapkan petani di ProyekPengembangan kedelai di Mesuji, Sumatera Selatan MH 1995/1996. Pada percobaan pertama diuji strain tunggal B-22, TAL 102, dan inokulan campuran (B-22+TAL 102) pada galur mutan kedelai No. 55, 58, 76-A, dan varietas Wilis.Percobaan kedua merupakan uji sejumlah inokulan campuran (B-22+B-28), (B-22+B37), (B-22+FA 3), (B-22+G49),dan (B-22+TAL 102) pada dua galur mutan kedelai No. 55 dan 58. Dilakukan pengamatan pembentukkan bintil akar,pertumbuhan tanaman dan N yang dikandung tanaman pada stadium avval pengisian polong (R5). Jutnlah N yangdifiksasi ditentukan dengan menggunakan metode selisih. Dari penilaian pembentukkan bintil akar tampak bahwagalur mutan No. 58 lebih tanggap terhadap inokulasi dibandingkan dengan galur mutan No. 55, 76-A, dan varietasWilis. Inokulan strain tunggal B-22 dan TAL 102 setara dengan inokulan campuran dalam meningkatkan pertumbuhandan kandungan N tanaman. Pemberian kapur hanya ditabur pada jalur tanam di permukaan tanah kurang mendorongpembentukkan bintil akar yang baik pada lahan dengan kejenuhan Al yang tinggi (68%) pada percobaan ini. Pertumbuhantanaman dan kandungan N tanaman kontrol sangat rendah, dengan bobot 11-16 gr/10 tanaman dan 166 mg N/10tanaman. Inokulasi meningkatkan bobot tanaman hampir dua kali lipat dan kandungan N tanaman menjadi sekitar678-943 mg N/10 tanaman. Namun nilai ini hanya sekitar 60% dari kandungan N jika tanaman mendapatkan kapur 2t/ha. Untuk memperbaiki penampilan pertumbuhan dan produksi dengan budidaya secara ini, perlu dipikirkanpenatnbahan bahan aineliorasi (abu sekam/gergaji kayu) atau bahan organik (pupuk kandang) yang berlimpah tersediadi lokasi.

ABSTRACT

GROWTH AND N YIELD OF SOME SOYBEAN MUTANT LINES IN ACID SOIL. Two fieldexperiments had been conducted at Sembawa Field Exp. Sta. to screen some Bradrhyzobium inoculants on soybeanmu-tant lines with liming rate of 0.6 t/ha similar to the technique used by farmers in soybean pilot plant at Mesuji,South Sumatera (banded at planting row on soil surface) three days prior to planting. The first experiment screenedsingle strains B-22, TAL 102, and mixed inoculants (B-22+TAL 102) on soybean mutant lines No. 55, 58, 76-A, andcv. Wilis. The second experiment screened some mixed inoculants (B-22+B-28), (B-22+B37), (B-22+FA 3), (B-22 +G49), and (B-22+TAL 102) on two soybean mutant lines No. 55 and 58. The soybeans were grown in between twoyear old rubber plants. Nodulation, plant growth were observed at early pod filling (R5), and N yield at this stage weredetennined. Aniount of N derived from fbcation was detennined by N difference method. Result froni two experimentsshowed that soybean mutant line No. 58 was more responsive to inoculation compared to the other mutant lines No.55, 76-A, and cv. Wilis. Banded liming at plant rows on soil surface could not induce good nodulation in the land withhigh Al saturation (68%). Growth and N yield control plant was very low ranging from 11-16 g/10 plants and 678-943mg N/10 plants. Inoculation enhanced plant growth nearly twice, and plant N yield range from 678 to 943 mg N/10plants. This amount was only 60% of the N yield when lime was given at 2 t/ha broadcasted. To enhance good plantgrowth when using this cultural technique, it was suggested to add organic matter or soil amendment found abundantin the area, such as manure, sawdust or rice husk ash.

PENDAHULUAN

Kedelai sebagai tanainan sela karet telah dikenaldan dianjurkan untuk dibudidayakan pada perkebunan karetrakyat (1). Untuk memperbaiki penampilan pertuinbuhantanaman tersebut di lahan perkebunan yang merupakanlahanpodsolik merah kuning (PMK) dibutuhkan pemberiankapur sebelum taiiain. Pemberian kapur dapat meningkatkan

ketersediaan hara P, Ca, dan Mg dan menurunkan hara Aldan Mn yang merupakan racun bagi tanaman (2). Kapurdapat diberikan dengan cara ditabur pada jalur tanatn padakedalaman 5-7 cm atau pada permukaaan beberapa harisebelum tanain. Peinberian kapur dengan kedua caratersebut (3), dan inokulasi Bradyrhizobium yang toleranpada lahan yang tidak dikapur dilaporkan dapatmemperbaiki penampilan pertumbuhan tanainan kedelai

93

Page 96: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pemlitian dan Pengembangan Aptikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

(4,5). Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwakombinasi perlakuan pemberian kapur dan inokulasiBradyrhizobium meningkatkan pertumbuhan tanaman, Ntanaman dan produksi kedelai (6). Selain itu ditemukanbahwa pemberian kapur secara sebar 2 t/ha dapatmeningkatkan produksi bila dikombinasikan dengan kedelaidan inokulan Bradyrhizobium yang serasi (6).

Pada budidaya tanaman kedelai yang dilakukanoleh petani di lahan PMK, produksi kedelai tidak peraahmencapai 1 t/ha yang disebabkan karena pemeliharaantanaman yang kurang intensif dan inokulasi jarangdilakukan. Untuk mengurangi ongkos produksi yangdisebabkan sarana dan ongkos pekerja, pada lokasipengembangan kedelai skala luas di ProyekPengembanganPertanian Rakyat Terpadu (P2RT) Sumatera Selatan, kapurdiberikan secara ditabur pada jalur tanam di permukaantanah (7). Cara pemberian kapur demikian kurang sesuaibagi perakaran dan pertumbuhan tanaman dan produksitinggi tidak bisa diharapkan.

Pada makalah ini dilaporkan seberapa jauhpengaruh cara perlakuan kapur yang umutn digunakanpetani pada uji inokulan Bra-dyrhizobium campuranterhadap pertumbuhan, kadar %N, dan kandungan Ntanaman galur mutan kedelai pada musim hujan (MH) 1996/1997 di lahan podsolik merah kuning Sembawa, SumateraSelatan.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan BalaiPenelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, SumateraSelatan pada MH 1996 /1997. Lokasi percobaan terletakpada 0° 08LS, 104°18'LB dengan ketinggian 10 m di ataspennukaan laut. Lahan yang digimakan adalah bertipologiultisol dengan pH 4,5, %N 0,14 (Kjeldahl), P 0,50 ppm(Bray-II), C-organik 2,07 % dengan nilai kejenuhan Al 68%.

Rancangan percobaan. Percobaan dilaksanakandengan Rancangan Acak Petak Terpisah dengan empatulangan. Pada percobaan pertama inokulan Bradyrhizobiumyang terdiri dari perlakuan tanpa inokulasi, inokulasi denganstrain tunggal B-22, TAL 102, inokulan campuran (B-22+TAL 102) ditempatkan pada petak utama. Pada anakpetak ditempatkan galur mutan kedelai No. 55, 58, 76-A,daii varietas Wilis. Pada percobaan kedua, pada petak utaniaditempatkan inokulan campuran Bradyrhizobium yangterdiri dari perlakuan kontrol, perlakuan inokulasi denganinokulan campuran (B-22+B28), (B-22+B37), (B22+FA 3),dan (B-22+G49). Galur mutan kedelai No. 55 dan 58ditempatkan pada anak petak.

Inokulan Bradyrhizobium. Inokulan campuranyang digunakan merupakan campuran strainBradyrhizobium B-22 dengan strain lain pada komposisi1:1 dan disuntikkan ke gambut steril. Strain dengansingkatan B (Batan), merupakan hasil isolasidari bintil akarsejumlah varietas dan galur mutan kedelai (8). Strain TAL102 merupakan strain yang berasal dari Proyek NifTAL danMircen, Hawaii, Amerika Serikat. Strain FA 3 dan G49merupakan strain yang berasal dari koleksi CIRAD,Montpellier, Perancis.

Plot percobaan berukuran 4 m x 5 m terletak padagawangan antara tanaman karet berusia dua tahun. Kapur(dolomit) diberikan setara dengan 0,6 t/ha ditabur padajalurtanain. Benih kedelai yang telah diinokulasi denganinokulan Bradyrhizobium ditanam dengan jarak 40 cm x15 cm. Pemupukan dasar setara dengan 20 kg N /ha (urea),90 kg P2O5/ha (SP 36), dan 60 kg K p (KCl) diberikan segerasetelah tanam.

Pada stadium awal pengisian polong (R5)dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman dengan caramengamati pembentukkan bintil akar dan bobot tanamandari 10 tanaman sampel. Tanaman bagian atas dipisahmenjadi polong dan stover (batang dan daun). Skoring pem-bentukkan bintil akar dilakukan menurut cara yangdilakukan ACIAR (10) berdasarkan jumlah dan lokasi bintilyang terbentuk pada sistem perakaran.

Bagian tanaman dipisah menjadi polong danstover, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 70°Cselama 2x24 jam. Persentase N (%N) dalam sampel tanamanditentukan dengan metode Kjeldahl dan digunakan untuklnenentukan kandungan N tanaman. Untuk memperolehinfonnasi seberapa jauh pemberian sejumlah kecil kapur(0,6 t/Iia) yang ditabur pada jalur tanam di permukaan tanah(Kl) mempengaruhi pertumbuhan tanaman, %N bagiantanaman, dan kandungan N tanaman, data yang diperolehdibandingkan dengan data percobaan pada pemberian kapursecara sebar merata 2 t/ha (K2) yang dilakukan pada MH1995/1996 di lokasi yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian kapur 0,6 t/ha yang ditabur dipennukaan tanah pada jalur tanam (Kl), tidak mampumerangsang pertumbuhan tanaman kontrol secara optimal,terutama pembentukkan polong. Pada stadium awalpengisian polong (R5), tanaman memiliki bobot yangberkisarantara 11,00 -18,50 g/10 tanaman pada percobaan1, dan antara 14,75 -16,00 g/10 tanaman pada percobaan 2(Tabel 1). Polong memiliki bobot yang sangat rendah, yaituhanya sekitar 1,75-3,00 g/10 tanaman atau 10% dari bobotstover. Selain itu, persentase (%) N bagian tanaman yangrendah menyebabkan kandungan N polong, stover danseluruh tanaman sangat rendah bila dibandingkan dengankandungan N bagian tanainan yang sama pada tanamanyang tnendapatkan kapur 2 t/ha secara sebar (K2) yangdilakukan setahun sebelumnya di lokasi sama. Bobot polong,stover, dan keseluruhan tanaman pada perlakuan K2masing-masing adalah 15,02 - 28,13 g/10 tanaman, 27,38 -34,97 g/10 tanaman, dan 42,30 - 63,10 g/10 tanaman.Polong merupakan bagian tanaman yang sedang aktiftumbuh pada stadium R5, pada K2 memiliki bobot hampir9 kali lipat bobot pada Kl. Pertumbuhan yang baik padaK2 disebabkan karena pH tanah dan ketersediaan haramenjadi lebih tinggi pada pemberian kapur 2 t/ha (7). Kapuryang diberikan di permukaan tanah dalam jumlah sedikit(0,6 t/ha) pada jalur tanam di permukaan mudah hilangtercuci karena hujan sehingga kurang cukup untukmeningkatkan ketersediaan hara daerah perakaran tanaman,menimbulkan kondisi yang kuraiig serasi bagi pembentukan

94

Page 97: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

bintil akar yang terlihat dari nilai skor pada Tabel 3 (9).Selain mempengaruhi pembentukkan bintil akar,kekuraiigserasian daerah perakaran juga mempengarulii %Ndan kandungan N tanaman (Tabel 1) dan lahan masih tetapbersifat masam dengan pH tanah belum mencapai pHoptitnum bagi tanaman kekacangan, yaitu sekitar pH 5,5-6,0. Penghambatan pertumbuhan karena kemasainan tanahumum dijumpai pada kebanyakan tanaman kekacangan,seperti kedelai, alfafa, kacang tanah, yang diikuti olehpengurangan pembentukkan bintil akar (2, 10, 11).

Inokulasi pada kedua percobaan mempengaruhisecara nyata (P<0,01) semua parameter pertumbuhantanaman yang diamati, yaitu bobot bagian tanaman,pembentukkan bintil akar, persentase (%) N dan kandunganN tanaman (Tabel 2). Perbaikan pertumbuhan karenainokulasi dapat dilihat dari peningkatan bobot tanaman,dengan kisaran 35,75-61.75 g/10 tanaman pada percobaan1, dan 30,75-50,50 g/10 tanaman pada percobaan 2 ataukenaikan hampir dua kali lipat dari bobot tanaman kontrolpada kedua percobaan tersebut. Walaupun demikian, bobottanaman tidak niampu inenyamai bobot tanaman padapemberian kapur K2.

Hasil uji F pada percobaan pertama menunjukkantidak ada perbedaan yang nyata pada bobot polong, stover,dan keseluruhan tanaman (Tabel 2). Hal tersebutdisebabkankeempat galur yang diuji, galur mutan No.55, 58, 76-A,dan varietas Wilis meiniliki tanggapan yang serupa terhadapinokulan yang digunakan, yaitu strain tunggal B-22, TAL102, dan campurannya B-22+TAL 102 seperti yang terlihatpada Tabel 3. Kemampuan strain tunggal B-22 dan TAL102 setara dengan kemampuan suatu inokulan campuran(B-22 + B-37) untuk meningkatkan kandungan N tanamandi lahan yang sama telah ditunjukkan pada percobaansebelumnya (6).

Kandungan N tanaman yang diinokulasi hanyasekitar 1000 mg N /10 tanaman atau sama dengankandungan N tanaman kontrol atau hanya 50%kandunganN tanaman yang diinokuiasi pada perlakuan K2 (Tabel 1).Polong tidak mampu memberikan kontribusi yang cukupbagi kandungan N-total tanaman.

Pada uji sejumlah inokulan campuran tampakbahwa galur nuitan No. 58 lebih tanggap terhadap inokulasidaripada galur mutan No. 55 memperkuat data daripercobaan sebelumnya (6). Hasil yang diperoleh daripercobaan ini dan percobaan sebelumnya menunjukkanbahwa galur mutan No. 58 lebih serasi untuk dikembangkandi lahan PMK.

Pada percobaan kedua, tampak bahwa inokulancampuran (B-22+B-28), (B-22+FA-3), dan(B-22+TAL 102)memiliki kecenderungan meningkatkan kandungan Ntanaman dibandingkan dengan inokulan campuran (B-22+B-37) dan (B-22+G-49).

Dari kedua percobaan yang mengadaptasikan carapemberian kapur yang digunakan petani di pilot plantPropinsi Sumatera Selatan tampak bahwa cara ini kurangmampu meningkatkan pertumbuhain dan kandungan Ntanaman. Untuk mencapai kandungan N tanaman yangoptimal ada baiknya bila teknik budidaya tersebutdikombinasikan dengan peinberian bahan organik atauameliorasi lainnya yang tersedia. Percobaan yang dilakukan

di lahan transmigrasi di Rasau Jaya, Kalimantan Baratdengan pemberian kapur 0,25^ang dikombinasikan denganabu kayu gergaji dapat meningkatkan produksi kedelaivarietas Wilis dari 1,5 menjadi 2,9 t/ha (12).

KESIMPULAN

Dari hasil kedua percobaan dapat diajukanbeberapa kesimpulan:1. Dari kedua percobaan yang dilakukan terlihat bahwa

galur mutan No. 58 lebih tanggap terhadap inokulasidibandingkan galur mutan No. 55, 76-A, dan Wilis.

2. Pemberian kapur dalamjumlah sedikit pada permukaantanah pada jalur tanam kurang mendorongpembentukkan bintil akar yang baik pada lahan denganlingkat kesuburan yang rendah seperti yang digunakanuntuk percobaan ini.

3. Strain tunggal B-22 dan TAL 102 mainpu meningkatkanpertumbuhan dan kandungan N tanaman setara dengancampurannya (B-22 + TAL 102). InokulanBradyrhizobium campuran (B-22+B-28), (B-22+FA-3),dan (B-22+G-49) metniliki kecenderungan keefektifanyang paling baik, dibandingkan dengan inokulancampuran (B-22+B-37).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disainpaikan kepada KepalaPair-Batan dan Balai Penelitian Sembawa yangmemungkinkan penelitian ini terlaksana. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh teknisi KelompokTanah dan Nutrisi Tanaman Pair-Batan yang membantukelancaran penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

1. JAHIDIN ROSYID, Pola Usaha Tani, dalam SaptaBina Usahatani Karet Rakyat, 1992, PusatPenelitian Sembawa, AP3I, hal. 49.

2. PYNENBORG, J. W. M , Biological Nitrogen Fixationby lucerne (Medicago sativa L.) in acid soil, Ph.D. Thesis, Agricultural University, Wageningen,The Netherlands, (1991) 112 pp.

3. GANDANEGARA, S., HARSOYO, HENDRATNO,dan SUDRADJAT, A. R.,"Pengaruh TeknikInokulasi terhadap Penampilan Galur MutanKedelai di Lahan Sulfat Masam Karang AgungUlu, Sumatera Selatan", Teknologi Produksi danPengembangan Sistem Usahatani di Lahan Rawa,Kumpulan Hasil Penelitian, Badan LitbangPertanian, Proyek Penelitian dan Pengembangandi Lahan Pasang Surut dan Rawa, SWAMPS-II,(1995) 53.

4. GANDANEGARA, S., HARSOYO, HENDRATNO,danROSYID,M. J., TANJUNG, A., Studies on

95

Page 98: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998~

the Interaction of plant genotypes, Rhizobiumstrains, and liming in soybean grown on acid soil,Atom Indonesia 19 (1993) 8.

5. GANDANEGARA, S., HARSOYO, HENDRATNO,dan SUDRADJAT, A. R., "Pengaruh inokulasiRhizobium terhadap penampilan sejumlah gailurmutan kedelai di lalian pasang surut Karang AgungUlu, Sumatera Selatan", APISORA, (RisalahPertemuan Ilmiah, Jakarta, 1992), Batan, Jakarta,(1993) 175.

6. GANDANEGARA, S., HENDRATNO, HARSOYO,dan HISAR SIHOMBING, Uji inokulanBradyrhizobium pada galur mutan kedelai sebagaitanaman sela karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.)" APISORA, (Risalah Pertemuan Ilmiah,Jakarta 1997), Batan, Jakarta (1998) 51.

7. ROSYID, M. J. Komunikasi pribadi

8. GANDANEGARA, S., HARSOYO, danHENDRATNO, "Keefektifan simbiotik sejumlahstrain Bradyrhizobium pada galur mutan kedelai

9.

di lahan masam", APISORA, (Risalah PertemuanIltniah, Jakarta, 1996), Batan, Jakarta, (1996) 43.

ACIAR, "Methods for Evaluating Nitrogen Fixationin the Field", Hamilton Qld (1989) 76 hal.

10. CLINE, G. R., and KAUL, K., Inhibitory effects ofacidified soil on the soybcm/Bradyrhzobiumsymbiosis, Plant and Soil, 127 (1990) 243.

11. CHONG, K.,WYNNE, J. C , ELKAN, G. H., andSCHNEEWEISS, I. J., Effect of Soil Acidiy andAlutninum content on Rhizobium inoculation,growth, and nitrogen fixation of peanuts and othergrain legumes, Trop. Agric. Trinidad 64 (1984)97.

12. GANDANEGARA, S., HARSOYO, HENDRATNO,dan SUDRADJAT, A.R., The effect ofBradyrhizobium inoculation and rate of sawdustash on the growth, N yield and production ofsoybean in acid sulphate soil in Rasau Jaya, WestKalimantan, (in press).

96

Page 99: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop danRadiasi. 1998

Tabel 1. Kisaran bobot tanatnan, persentase (%) N. dan kandungan N-total tanamanpada pemberian kapur yang berlainan

Carapeinberian

kapur

larika. polong

stovertanaman

b. polongstovertanaman

sebarpolongstovertanaman

larika. polong

stovertanaman

b. polongstovertanaman

sebarpolongstovertanaman

bobot bag. tanaman, persentase N,.. gram/10 tan

1,75 - 3,009,25 -16,2511,00-18,50

1,75 - 2,2512,50 - 14,2514,75 - 16,00

15,02-28,1327,38 - 34,9742,40-63,10

6,75 - 14,7527,75 - 47,0035,75-61,75

5,00 -10,0023,75 - 40,5030,75 - 50,50

28,84 - 39,6530,43 - 53,4653,46 - 91,46

.. %..

Kontrol

1,79 - 2,051,11-1,36

1,79 - 2,091,06 - 1,36

3,32-3,520,95 -1,18

Inokulasi

2,47 - 3,231,54-2,07

2,62 - 3,071,35 - 2,08

3,36-4,511,23 - 1,69

kandungan N,.. mg N/10 tan ..

34- 77104 - 229138 - 270

24- 44136 - 203179 - 228

492- 990300 - 409819-1399

187- 437521 - 828671 - 1265

130- 308368 - 864498-1173

1025 - 1802390- 850

1520 - 2264

Keterangan :larik : tabur di perniukaan pada jalur tanam 0,6 t/ha (Kl)sebaf : sebar merata 2 t/ha (K2)a : percobaan pertamab : percobaan kedua

Tabel 2. Hasil uji F pada kedua percobaan

IG

I x G

IG

IxG

bobot tanamanpol.

* •

tntn

**tntn

sto.

• •

tntn

* •

* *

* *

tan.

**tntn

******

bintil akaibbt. sko.

percobaan 1* •

tntn

**tntn

percobaan 2**tntn

**tntn

pol.

**tntn

**tntn

%sto

***tn

****

tn

,Npol.

**tntn

**tntn

N-totalsto.

**tntn

****

tn

tan

**tntn

*****

Keterangan : tn = tidak nyata* = nyata pada P<0,05 I = Inokulasi** = nyata pada P<0,01 G = Galur mutaii/varietas

97

Page 100: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

Tabel 3. Pertumbuhan bagian tanaman dan kandungan N-total pada awalpengisian polong (percobaan 1)

Sandiperlakuan

InokulasiKontrolB22TAL 102B-22+TAL102

pol

2,389,257,098,57

Bbt. tanamansto

g/lOtan

12,8835,1334,2539,88

tan

15,2544,3841,9448,44

N-totalmg N/10 tan

207874779978

BNT0,05 3,42 6,27 8,94 232

Galur/varietas kedelaiNo. 55No. 58No. 76-AWilis

BNT 0,05K. K., (%)

5,696,637,138,48

Ui

40

26,6931,5630,6333,25

tn29

32,3838,1937,7541,69

tn30

625728700784

tn40

Tabel 4. Pertumbuhan bagian tanaman dan kandungan N total pada awal pengisian polong (percobaan2)

Sandiperlakuan

InokulasiKontrolB-22+B-28B-22+B-37B-22+FA-3B-22+G-49B-22+TAL 102

Nodulasiskoring

0,001,341,421,951,541,60

bbt

07348921046837804

Bobot tanamanpol

g/io

1,388,385,637,886,756,26

stotan

12,6336,6329,7535,3830,6331,38

tan

15,2545,0035,3843,2537,1337,61

N-totalmg N/10 tan

203994678855874700

BNT0.05 0,53 425 3,58 7,07 6,07 297

Galur/vanetas kedelaiNo. 55No. 58

BNT 0,05K. K., (%)

1,081,54

tn21

706731

tn

5,386,71

1,2929

26,5031,83

0,8930

53,6964,31

1,1440

576764

tn

aa;.;r!i;v-^-nj-n "iiilsO •= O

98

Page 101: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

M. MITROSUHARDJO

Penambahan kapur dengan cara tabur menurutpenyaji makalah kurangbaik. Penambahankapuryang idealbagaimana caranya ?

S. GANDANEGARA

Yang dimaksud adalah pemberian kapur sepertiyang dilakukan petani. Pemberian kapur tersebut adalahsecara tabur dalam jumlah sedikit (0,6 t/ha) di permukaantanah pada baris tanaman kurang mendorong pertumbuhantanaman. Pemberian kapur pada baris tanaman padakedalaman 5-7 cm lebih baik daripada cara pertama. Kapurdalam jumlah sedikit terkonsentrasi pada daerah perakarandan dapat menyediakan kondisi yang lebih baik buatpertumbuhan tanaman (pH dan ketersediaan hara daerahperakaran lebih tingi) dari cara pertama. Hara Kalsium danMg yang dibutuhkan oleh tanaman meningkat karenapemberian kapur. Cara pemberian kapur yang ketiga adalahtabur merata pada plot percobaan yang membutuhkantakaran kapuryang lebih tinggi (1-3 t/ha). Cara ini dianggappaling baik, karena baik pH tanah niaupun kefersediaan harayang diperoleh lebih optimal untuk tanaman dibandingkandengan cara pemberian kapur pertama dan kedua.Kekurangannya adalah pada lokasi dimana kapur sangat

sulit diperoleh perlu dilakukan pendekatan tenaga pekerjayang lebih lama untuk pembuatan (larik + pemberian kapur,dan penutupan kembali tanah).

HARYANTO

1. Pemberian kapur 0,5 t/ha berupa unit pH tanah dapatdinaikan dan dalam interval waktu pemberian kapur inidiberikan ?

2. Tujuan pemberian kapur yang dilakukan sebetulnya lebihdiarahkan kepada siapa, tanaman kedelai atauBradyrhizobium ?

S. GANDANEGARA

1. Yang dimaksud 0,5 t/ha pada baris tanaman kedalaman5-7 cm (pada tranparansi), pemberiankapur dengan caratersebut pada percobaan lain di Sembawa, dapatmeningkatkan pH tanah dari 4,85 menjadi 5,82,sedangkan hara Al dari kejenuhan 50 % menjadi takterukur.

2. Tujuan pemberian kapur adalah untuk menyediakankondisi yang serasi untuk pertumbuhan kedelai di lahanmasani. Baik tanainan kedelai maupun Bradyrhizobiummemiliki pH optium 5,5-6,0.

99

Page 102: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pemtitian dan Pengembangan Aptikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PEMULIAAN MUTASI PADA SORGHUM (Sorghum bicolor L.) UNTUKPERBAIKAN TANAMAN SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSLA

Soeranto, H.

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000156

ABSTRAK

PEMULIAAN MUTASIPADA SORGHUM (Sorghum bicolor L.) UNTUK PERBAIKAN TANAMANSEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA. Pemuliaan mutasi dengan iradiasi gamma pada tanaman sorghumditujukan untuk perbaikan kualitas dan produksi tanaman sebagai pakan hijauan ternak ruminansia. Benih sorghumlokal varietas "Keris" dengan kadar air ± 14% diiradiasi dengan sinar gamtna bersumber dari Cobalt-60 dengan dosissampai dengan 0,5 kgy. Tanaman Ml ditumbuhkan di kebun percobaan Pasar Jumat, tanaman M2 dan M3 di kebunCitayam. Pada utnur 40 hari setelah tanam, tanaman M2 dipanen/dipangkas setinggi 20 cm dari permukaan tanah.Dua minggu kemudian pengamatan dilakukan terhadap variabel sifat kemampuan tanaman membentuk tunas baru(variabel tunas). Data produksi hijauan dalam bentuk bobot kering (variabel produksi) dikumpulkan setelah tanamandipanen pada umur 40 hari setelah petnangkasan dan dipanaskan dalam oven 105 °C selama 24 jam. Seleksi tanamandengan intensitas 20% dilakukan terhadap variabel tunas pada sampel tanaman M2. Respons seleksi pada M3 bervariasimulai terendah pada populasi 0,5 kgy (Rs = 0,2116) sampai teringgi pada populasi 0,3 kgy (Rs = 0,8507). Sumbanganfaktor genetik terhadap respons seleksi bervariasi mulai dari 7,25% pada populasi 0,5 kgy sampai 22,35% padapopulasi 0,3 kgy. Seleksi terhadap variabel tunas secara langsung telah metnberikan dampak positif pada peningkatanvariabel produksi di M3.

ABSTRACT

MUTATION BREEDING IN SORGHUM {Sorghum bicolor L.) FOR IMPROVING PLANTS ASRUMINANT FEED. Mutation breeding using gamma irradiation in sorghum was aimed at improving the quality andproduction of sorghum plants as ruminant feed. Seeds of local sorghum variety "Keris" with moisture content of about14% were irradiated with gamma rays from Cobalt-60 source using the dose levels up to 0.5 kgy. The Ml plants weregrown in Pasar Jumat, the M2 and M3 were grown in Citayam experimental station. The M2 plants were harvested 40days after sowing by cutting plants 20 cm above ground surface. Two weeks later observations were done for theability of plants to produce new buds (bud variable). The plants' green products in form of their diy weight (productvariable) were collected 40 days after harvesting and drying process in oven at 105 °C for 24 hours. Plant selectionswith intensity of 20% were done for the bud variable among samples of M2 plants. Selection responses in the M3 werefound to vary from the lowest at 0.5 kgy population (Rs = 0.2116) to the highest at 0.3 kgy population (Rs = 0.8507).The share of genetic factors to selection responses in bud variable varied from 7.25% at 0.5 kgy population to 22.35%at 0.3 kgy population. Selection for bud variable gave directly a positive impact in increasing product variable in theM3.

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia sudah sejak latna mengenaltanaman sorghum (Sorghum bicolor L.), akan tetapikonsumsi sorghum sebagai bahan pangan di Indonesiamasih sangat terbatas. Hal tersebut dikarenakan sebagianbesar rakyat Indonesia masih menggunakan beras sebagaibahan makanan pokok. Selain itu juga dikarenakanpertanaman sorghum di Indonesia masih sangat terbatas.Pemanfaatan sorghum yang paling memungkinkan adalahsebagai pakan ternak ruminansia yaitu baik sebagai pakanhijauan segar atau melalui proses olahan. Sorghum sebagaipakan ternak sangat mungkin dapat dikembangkan diIndonesia karena tanaman ini memiliki daya adaptasi luaspada berbagai jenis lahan (1, 2).

Jenis pakan hijauan yang selama ini banyakdigunakan dalam ransum ternak adalah rumput gajah(Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum

purpuphoides). Sementara itu di banyak negara tanamansorghum umumnya dimanfaatkan secara intensif sebagaipakan temak ruminansia baik dalam bentuk segar {greertchop) maupun bentuk olahan berupa hay, silage, dan pasture(3). Sebagai pakan ternak ruminansia, ketiga jenis tanamantersebut inemiliki banyak keunggulan yang antara laindiukur dari nilai gizi, daya cerna, dan palatabilitasnya.Selain memiliki produksi yang tinggi, tanaman tersebutdapat tumbuh dan berproduksi normal pada lahan-lahanyang kurang subur (lahan marginal) dan toleran terhadapkekeringan (4,5). Olehkarenaitu sorghum sebagai alternatifhijauan pakan ternak perlu diketnbangkan khususnya dalammenunjang program peningkatan produktivitas lahan-lahan marginal. Selain sebagai upaya peinanfaatanlahan tnarginal, budidaya sorghum juga jelas akanmeningkatkankesejahteraan masyarakat melalui penyediaanlapangan kerja dari industri-industri peternakan yangterkait.

101

Page 103: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998 ..

Namun demikian masing-masing tanaman pakanternak tersebut masih memiliki beberapa kelemahan yangperlu diperbaiki mungkin melalui program penelitianpemuliaan tanaman. Pada rumput gajah dan rumput rajamisalnya, selain tekstur permukaan daun yang kasar(berbulu dan gatal) juga rasio batang/daun cepat meningkatdengan bertambahnya umur tanaman dan dibarengi olehmenurunnya nilai nutrisi tanaman (5). Sedangkan sorghummemiliki produksi lebih rendali dan rasio batang/daun lebihtinggi dibanding rumput gajah atau rumput raja. Selain itutanaman sorghum muda cenderung memiliki kandungantanin yang relatif tinggi sehingga palatabilitasnya rendah.Namun demikian kandungan tanin pada daun dan batangakan menurun drastis setelah tanaman berumur 40 hari (5).

Metoda pemuliaan tanaman dengan mutasi induksitelah banyak dilaporkan dapat memperbesar ragam genetiktanaman dalam program pemuliaan tanaman seperti padi,kedelai, kacang hijau, gandum dan lain-lain (6, 7).Dihipotesakan bahwa mutasi induksi dengan iradiasi gammajuga akan dapat meningkatkan ragam genetik sorghum,sehingga melalui proses penelitian selanjutnya akan dapatdihasilkan varietas sorghum yang unggul sebagai pakanternak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruhperlakuan iradiasi gamma terhadap keragaman tanamansorghum di M2 dan respons seleksi pada variabel tunas sertadampaknya pada variabel produksi di M3. Melalui prosesseleksi lanjutan diharapkan dapat dikembangkan varietasmutan sorghum unggul sebagai pakan ternak raininansia.

BAHAN DAN METODA

Bahan tanaman yang digunakan adalah sorghumlokal varietas "Keris". Benih derigan kadar air sekitar 14%diiradiasi dengan sinar gamma yang bersumber dari Cobalt-60. Tingkat perlakuan dosis iradiasi yang digunakan adalah0 (kontrol), 0,1,0,2,0,3,0,4, dan 0,5 kgy, dengan laju dosisrata-rata 39 gy/menit.Tanaman Ml ditanam di kebunpercobaan PAIR-BATAN Pasar Jumat, dan tanaman M2dan M3 di kebun percobaan Citayam. Pada umur satuminggu dilakukan pencabutan tanaman muda (seedling) M2dan M3, sehingga untuk satu lubang tanam tumbuh hanyasatu biji.

Pada umur 40 hari setelah tanam, sampel sebanyak100 tanaman M2 untuk masing-masing perlakuan dosisiradiasi dipangkas setinggi 20 cm dari permukaan tanah.Dua minggu kemudian pengamatan dilakukan terhadapvariabel sifat kemampuan tanaman membentuk tunas baru(variabel tunas). Data produksi hijauan dalam bentuk bobotkering (variabel produksi) dikumpulkan setelah tanamandipaneh pada uniur 40 hari setelah pemangkasan dandipanaskan dalain oven 105 °C selama 24 jam dan ditimbang(grain). Seleksi tanaman M2 dilakukan terhadap variabeltunas pada tanaman sampel menggunakan subprogramSORT dari MSTAT (8). Intensitas seleksi sebesar 20% (±20 tanaman) diberlakukan pada semua populasi M2.Tanaman terseleksi dibiarkan tumbuh membentuk biji yangselanjutnya akan ditanam sebagai tanaman M3.Pengambilan sampel dan pengumpulan data variabel tunasdan variabel produksi pada M3 dilakukan seperti pada M2.

Sidik ragam perlakuan populasi untuk variabel tunas danvariabel produksi pada M2 dan M3 dianalisa dengan F-test(one-way Anova) yaitu subprogram ANOVA-1 dariMSTAT.

Respons seleksi pada M3 ditentukan dengan rumus(9,10,11).

Rs = k. H.

dimana : Rs = Respons seleksik = Indeks seleksiH = Heritabilitas5 = Simpangan baku M2

Indeks seleksi (k) bergantung pada besarnyaintensitas seleksi (p), dan didefinisikan sebagai jarakpenggalan p dari nilai tengah (\i) pada suatu sebaran normal(truncated normal distributiori). Nilai k untuk beberapabesaran p disajikan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Nilai indeks seleksi k untuk beberapa intensitasseleksi p (9).

p(%)

151015202530

X

2,3261,6451,2821,0360,8420,6740,524

k

2,6652,0631,7551,5541,4001,2711,159

Heritabilitas (H) pada rumus di atas ditentukan denganrumus (10) berikut:

H =

dimana : X

y v^Seleksi ^ M2

Nilai tengah populasi M2

= Nilai tengah pupolasi tanamanterseleksi

XM3 = Nilai tengah populasi M3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisa ragam pada M2 terhadap variabeltunas dan variabel produksi menunjukkan tidak adaperbedaan yang nyata di antara populasi tanaman perlakuan(diperoleh nilai p > 0,05). Namun demikian terlihat bahwasimpangan baku (SD) variabel tunas pada populasi tanamanhasil iradiasi secara keseluruhan lebih tinggi dibandingdengan populasi kontrol (Tabel 2). Nilai SD yang lebihtinggi tersebut menggambarkan adanya keragaman variabeltunas yang lebih besar pada populasi tanaman hasil iradiasi.

102

Page 104: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Terlihat bahwa keragaman tertinggi diperoleh pada populasiyang berasal dari iradiasi 0,3 kgy (SD = 0,81). Selanjutnyapada populasi yaiig memiliki keragaman tinggi, diharapkanakan dapat dilakukan seleksi galur-galur mutan tanamanunggul, yaitu tanaman yang mampu memproduksi tunaslebih banyak daripada kontrol.

Intensitas seleksi sebesar 20% pada masing-masingpopulasi M2 telah menghasilkan populasi tanaman terseleksidengan rata-rata variabel tunas seperti terlihat pada Tabel3. Turunan tanatnan terseleksi menghasilkan data M3 yangjuga disajikan dalam Tabel 3. Analisa secara statistikmenunjukkan bahwa variabel tunas pada populasi M3berbeda nyata dibanding kontrol (LSD5%=0,621). Hal itumembuktikan bahwa proses seleksi telah meningkalkankemampuan tanaman membentuk fenotipe tunas pada M3.Pertanyaan yang muncul keinudian adalah seberapa besarperan faktor genetik dalam peningkatan tersebut. Melaluistudi respons seleksi maka pertanyaan tersebut akan dapatterjawab.

Respons seleksi berbanding lurus dengan nilaiheritabilitas, indeks seleksi, dan simpangan baku populasiM2 (9, 10, 11). Hasil perhitungan respons seleksi padamasing-masing populasi disajikan dalam Tabel 4. Terlihatbahwa respons seleksi bervariasi mulai terendah padapopulasi 0,5 kgy (Rs = 0,2116) sampai teringgi pada populasi0,3 kgy (Rs = 0,8507). Rasio Rs terhadap rata-rata populasiM3 lnenggambarkan besaran sumbangan faktor genetikdalani respons seleksi untuk total ekspresi fenotipe variabeltunas pada M3 (10). Sumbangan faktor genetik terhadaprespons seleksi bervariasi mulai 7,25% pada populasi 0,5kgy sampai 22,35% pada populasi 0,3 kgy. Dari hasil inidapat disarankan bahwa dalam penelitian lanjutan, seleksitanaman unggul untuk variabel tunas perlu lebihdikonsentrasikanpada populasi yangberasal dari perlakuandosis iradiasi 0,3 kgy.

Seleksi terhadap variabel tunas dengan intensitas20% telah memberikan danipak pada variabel produksi padaM3. Apabila pada M2 tidak ada perbedaan yang berarti padavariabel produksi maka pada M3 perbedaan nyata terlihatkhususnya antara populasi yang berasal dari iradiasi dengankontrol (Tabel 5). Variabel produksi dengan nilai tertinggijuga diperoleh pada populasi 0,3 kgy, sehingga dapatdisimpulkan bahwa peningkatan variabel tunas padapopulasi tersebut diikuti dengan peningkatan variabelproduksi. Penelitian lanjutan masih diperlukan untukmempelajari apakah peningkatan tersebut secara genetikditurunkan pada generasi berikutnya.

KESIMPULAN

Tanaman sorgluun memiliki potensi dikembangkandi Indonesia sebagai pakan ternak ruminansia. Rendahnyaproduksi hijauan pada varietas Keris berpeluang akan dapatditingkatkan melalui program pemuliaan mutasi denganiradiasi gainma. Perlakuan berbagai level dosis iradiasigamma telah meningkatkan keragaman produksi tunastanaman di M2. Seleksi pada tanaman sampel M2 terhadapvariabel tunas dengan intensitas 20% telah memperbaikiproduksi tunas tanaman di M3. Sejalan dengan itu seleksi

juga memberikan dampak positif pada peningkatan bobotkering hijauan di M3. Respons seleksi tertinggi diperolehpada populasi tanaman berasal dari perlakuan iradiasigainma dosis 0,3 kgy. Pada populasi tersebut seleksi lanjutanperlu dikonsentrasikan untuk mendapatkan galur-galurmutan tanaman ungguJ sebagai pakan ternak.

DAFTAR PUSTAKA

1. RISMUNANDAR. 1986. Sorghum tanaman serbaguna. Penerbit Sinar Baru, Bandung. CetakanKetiga. 63 hai.

2. MUDJISIHONO, R.; SUPRAPTO, Hs. 1987. Budidayadan pengolahan sorgum. Penerbit PenebarSwadaya, Jakarta. Cetakan Pertama. 90 hal. ISBN979-8031-51-2.

3. HOUSE, L. R. 1984. A guide to sorghum breeding.International Crops Research Institute for theSemi-Arid Tropics (ICRISAT). India. 238 pp.

4. DEPTAN. 1995. Hijauan makanan temak. Liptan -Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, BPTPGedong Johor, Medan. Agdex: 400/60, No. 13/1995/1996.

5. IBRAHIM, T.M.; HALOHO, L.; RIYANTO, S.;WINARTO, L.; HUTAGALUNG, L.; AZIS, S.1996. Mengenal jenis hijauan makanan ternak.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.BPTPGedong Johor, Sumatera Utara. Agdex: 120/20. 39 halaman.

6. IAEA. 1977. Manual on mutation breeding. Tech. Rep.Ser. No. 119. Sec. Ed. Joint FAO/IAEA Div. ofAtomic Energy in Food and Agriculture. 287 pp.ISBN 92-0-115077-6.

7. IAEA. 1984. Selection in mutation breeding.Proceedings of a Consultants Meeting Joint FAO/IAEA, Vienna, 21-25 June 1992. ISBN 92-0-111284-X.

8. BRICKER, B. 1989. User's guide to MSTAT, asoftware program for the design, management, andanalysis of agronomic research experiments.Michigan State University.

9. FALCONER, D.S. 1986. Introduction to quantitativegenetics. Longman Sci. Tech. Sec. Ed. ISBN 0-582-44195-1.

10. PHOELMAN, J. M. 1979. Breeding field Crops. AVIPublication.

11. KUCKUCK, H.; KOBABE, G.; WENZEL, G. 1991.Fundamentals of plant breeding. Springer-Verlag.ISBN 3-540-52109-7.

103

Page 105: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

PeneUtian dan Pengembangcm Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998-

Tabel 2. Rata-rata (X) dan simpangan baku (SD) variabel tuiias dan variabelproduksi tanaman pada populasi M2

Populasi hasiliradiasi (kGy)

00,10,20,30,40,5

LSD5%

Variabel

X (tunas)

2,6372,3772,6372,2182,3772,6280,655

Tunas

SD

0,360,420,370,810,690,52

Variabel

x(gr)

81,57575,298114,00362,84881,03576,40055,430

Produksi

SD

36,8743,8049,9140,1322,3632,10

Tabel 3. Data rata-rata variabel tunas untuk populasi tanaman terseleksi( ^ J d l i l n C ^ )

Populasi hasiliradiasi (kGy)

00,10,20,30,40.5

LSD 5%

3,9143,5064,3364,7293,622

Nilai tengah

2,6413,5573,4283,8073,6532,9170,621

populasi

Kenaikan dari XM2

^ e M3 (0/")

15,1749,6429,9971,6453,6811,00

Tabel 4. Heritabilitas (H) variabel tunas dan respons seleksi dalam masing-masing populasitanaman perlakuan iradiasi

Populasi hasil Heritabilitas (H) Respons seleksi (Rs) Rasio Rs terhadapiradiasi (kGy) S xM

00,10,20,30,40,5

0,76770,91020,75020,54250,2907

0,45140,47150,85070,52410,2116

12,6913,7522,3514,357,25

Indeks seleksi k =1,400 untuk intensitas seleksi p = 20%

104

Page 106: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan AplikasiIsolop danRadiasi, 1998

Tabel 5. Data variabel produksi pada generasi M3

Populasi hasil iradiasi (kGy) Rata-rata variabel produksi (gr)

00,10,20,30,40,5

LSD5%

64,01093,842106,244117,897111,60389,44540,152

Gambar 1. Tanaman sorghum unggul sebagai pakan ternak ruminansiamemproduksi banyak tunas setelali dipangkas.

Gambar2. Tanaman terseleksi di M2 dibiarkan tumbuh membentuk biji yangkemudian ditanaman di M3.

105

Page 107: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH NITROGEN DAN Bradyrhizobiumjaponicum TERHADAPPERTUMBUHAN KEDELAI (Glicine max (L.) Merr) UMUR

DALAM DENGAN METODE ISN

O.S. Padmini*, F. Rumawas**, H. Aswidinoor**, dan Elsje L. Sisworo***

* UPN "Veteran" Yogyakarta** Institut Pertanian Bogor, Bogor

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN ID0000157

ABSTRAK

Keberhasilan simbiosis antara kedelai dengan rhizobia berada dalam kondisi tanah yang menguntungkandan galur rhizobium tersebut mampu membentuk bintil akar dan efektif dalam menambat N2 udara. Tujuan percobaanini untuk menentukan pengaruh pupuk nitrogen dan inokulasi Bradyrhizobium japonicum terhadap pertumbuhan danhasil tanaman kedelai dengan metode I5N. Percobaan dilakukan di kebun percobaan Agronomi IPB-Bogor pada tanahInceptisol Darmaga Bogor. Dari hasil percobaan ditunjukkan bahwa petnbentukan bintil tidak terjadi. Hal tersebutdisebabkan oleh adanya peningkatan Mn-dd akibat sterilisasi tanah dengan radiasi sinar gamma. Tanaman kedelaimemperlihatkan gejala keracunan Mn dan klorosis. Berat basah dan berat kering tajuk dan akar tanaman kedelaiberpengaruh nyata lebih baik pada dosis 90 kg N/ha, sebaliknya cenderung lebih rendah pada N-total tajuk dan akardibandingkan dengan berturut-turut dosis 0, 45, dan 135 kg N/ha. Serapan N-bdp tajuk dan akar meningkat dengansemakin meningkatnya dosis pupuk N.

ABSTRACT

The succesfull of symbiosis between soybean and Rhizobia is only possible under favorable soil condition.Only then biological N2 fixation may occur. The objective of this study was to detennine the effect of N-fertilizer andBradyrhizobium japonicum on the growth and yield of late maturing soybean by using 15N. The experiment wasconducted at the Department of Agronomy at Bogor in an Inceptisol from Darmaga. Due to high level of Mn-exchangebleresulted from gamina radiation to sterilize the soil, nodulation failed totally. Soybean plantr showed chlorosis and Mntoxicity symptoms. Soybean were only affected by N-fertilizer levels, 90 kg ha'1, which at this rate gave the highestshoot and root weights, but tended to lower in total N of plant than 0, 45, and 135 kg N/ha, respectivelly. The highernitrogen fertilizer dose, the higher uptake nitrogen derived from fertilizer. Seed were not formed.

PENDAHULUAN

Keberhasilan simbiose antara kedelai denganrhizobia terjadi jika berada dalam kondisi tanah yangmenguntungkan dan galur rhizobium tersebut mampumembentuk bintil akar dan efektif dalam menambat N2

udara. Bradyrhizobiumjaponicum adalah bakteri tanah yangpertuinbuhannya lambat namun efektif dan efisien dalammenambat N2. Tanaman kedelai tidak selamanyamengandalkan N yang berasal dari penambatan N2 secarahayati, karena bintil baru efektif setelah berumur 23 hari(1). Inokulasi B.japonicum secara nyata meningkatkan beratkering bintil, berat kering tajuk dan hasil biji (2). Inokulasibiji secara umum direkomendasikan pada kondisi antaralain : apabila legume yang akan ditanam belum pernahditanam di suatu Iahan atau paling tidak 3 - 4 tahun lebih,lahan belum pernah ditanami, apabila tidak ada bakteriindogenous yang menyebabkan terbentuknya bintil danjika keadaan suhu tanah tersebut ekstrem, sehingga tinggiatau rendah dapat menurunkan populasi rhizobia di dalamtanah (3).

Untuk meningkatkan pertumbuhan kedelaidiperlukan pemupukan nitrogen baik sebagai pemicusebelum bintil mencapai perkembangan yang sanggupmemenuhi kebutuhan N-nya, maupun sebagai pupuk susulanuntuk memenuhi kebutuhan N yang tinggi pada saatpengisian polong (4). Pemberian nitrogen dosis tinggimenurunkan infeksi bakteri melalui buJu akar, jumlah danberat bintil dan sekaligus menghambat enzim nitrogenase(5,6). Sebagiaii besar nitrogenyang diserap tanaman kedelaiadalah dalam bentuk N-NO3" dibandingkan bentuk N-NH4

+.Akumulasi NO3" berpengaruh buruk terhadapmengeritingnya bulu akar, infeksi Rhizobium pada dindingsel dan lambatnya pembentukan bintil akar (7). Kegiatanbintil akar menurun setelah pengisian polong, pada stadiumtersebut akan merupakan sink yang kuat bagi fotosintatdan berkurangnya N karena meningkatnya suplai energi kebintil dapat membatasi hasil (8). Redistribusi N dari bagianvegetatif ke organ reproduktif memainkan peranan pentingdalam hal penuaan daun kedelai yang menghasilkanproteintinggi, sehingga hal tersebut akan menyebabkanmenurunnya aktivitas fisiologis daun (4). Dugaan ini akan

107

Page 108: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

PeneHtian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 -

tnemberi peluang bahwa hasil dapat ditingkatkan dengancara membangun N cadangan di tanaman yangditranslokasikan ke biji tanpa terjadinya pengguguran daun.Menyediakan N cadangan dapat dilakukan denganpemupukan susulan sebelum stadium pembungaan dimanapertumbuhan akar secara fisiologis masih aktif. Untukmemperpanjang masa vegetatif, menanam kedelai umurdalam yang memberikan hasil tinggi merupakan salah satukemungkinan yang perlu dilakukan.

Kemampuan tanaman menggunakan nitrogen yangberasal dari tanah, pupuk, dan udara sangat menarik untukditeliti dalam usaha memperoleh hasil yang maksimum.Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian gunamengetahui dosis optimum dan hubungan antara dosispupuk dengan pertumbuhan kedelai.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di kebun percobaanAgronomi Baranangsiang dan kebun percobaan DarmagaIPB. Bogor dari bulan Aguatus 1996 sampai dengan Februari1997 dengan jenis tanah inceptisol. Percobaanmenggunakan Rancangan Petak-Petak Terpisah dengan 16kombinasi perlakuan dan tiga ulangan. Petak utatna terdiridari 2 taraf faktor Inokulasi, yaitu tanpa dan denganinokulasi Bjaponocum, Anak petak terdiri dari 2 taraf faktorfrekuensi pemupukan, yaitu satu dan dua kali pemupukandan Anak-anak petak terdiri dari 4 taraf faktor Dosis N,yaitu 0, 45, 90, dan 135 kg N/ha. Percobaan pot dilakukandalam rumah plastik dengan luas 6 x 9 m.

Tanah diambil secara komposit pada kedalaman 5- 20 cm dari permukaan tanah. Pengapuran (3 ton/hadolomit) dan pemupukan dasar (90 pp2m P2O5 dan 60 pp2mK2O) diberikan 1,5 bulan sebelum tanam dengan caradicampur merata, kemudian tanah diinkubasi. Setelahkering udara tanah diayak dan ditimbang 8 kg berat keringmutlak, kemudian dimasukkan ke dalam polybag dandikemas ke dalam kardus volume 40 x 40 x 40 cm. Tanahdisterilisasi dengan sinar y pada dosis 50 kGy menggunakanCo-60. Radiasi ini telah mengganggu percobaan, oleh karenaitu ditambah dengan percobaan tambahan.

Percobaan tambahan tentang perubahan sifat-sifatkimia dan biologi tanah pada jenis tanah Andisol, vertisoldan Inceptisol terhadap berbagai dosis radiasi sinar ydilaksanakan di laboratorium Ilmu Tanah pada bulanDesember 1996. Percobaan menggunakan rancanganfaktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan yang ditempatkan secaraacak lengkap. Faktor Jenis tanah terdiri dari 3 taraf, yaituAndisol, Inceptisol, dan Vertisol. FaktorDosis irradiasi sinary terdiri dari 4 taraf, yaitu 0, 30, 40, dan 50 kGy.

Benih kedelai disterilkan dengan larutan H2O2 4%selama 3 menit dan dibilas dengan air steril, kemudianditanam 5 benih per lubang tanam. Inokulasi B. japonicumdiinjeksikan 1 ml melalui lubang tanatn dalatn bentuklarutan YM. Pemupukan nitrogen diberikan melingkar disekitar tanaman pada 10 hari setelah tanam sesuai denganperlakuan. Pada 14 hari setelah tanam dipilih tiga tanamanyang pertumbuhannya baik dan seragam. Untukpengendalian haina dan penyakit dilakukan penyemprotanpestisida setiap 2 minggu sejak tanaman berkecambah.

diamati pada stadiumR (pembentukanpolong)

Pengamatan tneliputi:

1. Tinggi tanaman "*~~2. Bobot basah dan kering

tajuk dan akar tanaman3. Kadar N-total tajuk dan

akar tanaman4. Kadar N-bdp tajuk dan

akartanaman *_5. Kandungan unsur hara makro (P, NO3, dan K)6. Kandungan unsur hara mikro (Mn, Fe, dan Zn)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan secara visual selama percobaanberlangsung metnperlihatkan adanya beberapa kelainan.Pada tanaman umur 18 hari setelah tanam tampak adanyabercak coklat mulai dari permukaan daun univoliat,beberapa hari kemudian diikuti gejala klorosis, yaitu daunmenguning disertai bercak nekrosis. Pada umur 30 harisetelah tanam gejala klorosis tampak pada semua tanatnanpercobaan, dimulai dari daun bagian bawah menuju ke daunbagian atas, kemudian mengering dan rontok, meskipunpertumbuhan daun atas tetap berlangsung. Pertumbuhantanaman tersebut cenderung tua dini, yakni pada 45 harisetelah tanam sudah tnuncul bunga (R,) yang secara normalstadium R, lebih dari 60 hari. Hal ini diduga karena prosesfotosintesa tidak berlangsung normal, sehingga fotosintatyang dihasilkan tidak memenuhi kebutuhan daun untukpertumbuhan.

Stadium pengisian polong tidak terjadi, mengingatpertumbuhan tanaman yang tidak normal, diperkirakantranslokasi fotosintat dan N dari bagian vegetatif ke organreproduktif tidak terjadi. Hal ini terlihat dari hasilpengamatan N tajuk yang sangat tinggi.

Perlakuan inokulasi B. japonicum dan frekuensipemupukan N tidak menunjukkan adanya perbedaan nyataterhadap rata-rata pertumbuhan tanatnan. Inokulasi Bjaponicum pada biji dan lubang tanam tidak berhasil, karenasemua tanaman percobaan baik yang dinokulasi ataupunyang tanpa inokulasi tidak membentukbintil akar, sehinggapenambatan N2 tidak terjadi. Hal tersebutdisebabkan karenatidak tepatnya metode sterilisasi tanah dengan radiasi sinary (Co-60). Tanah yang diradiasi sinar y berpengaruhterhadap perubahan sifat-sifat kimia tanah terutamameningkatkan ketersediaan unsur hara mikro khususnyaZn++, Fe++, dan Mn++ (9). Percobaan tersebut merupakanlanjutan dari percobaan ini, yakni mengenai perubahan sifat-sifat kitnia dan biologi tanah yang diradiasi dengan sinar ydosis 0,30,40, dan 50 kGy. Peningkatan unsur mikro yangsangat mencolok adalah ketersediaan Mn", yaitu dari 25ppm meningkat menjadi 140 ppm. Pada kondisi tersebutketersediaan Mn" sudah tergolong tinggi (10). Perubahanunsur hara mikro Fe dan Zn dan unsur hara makro NO3, Pdan K berada dalam batas toleran terhadap pertumbuhantanaman kedelai. Tanaman kedelai yang ditanam pada tanahyang Mn-tersedianya tinggi akan bersifat toksis yangmenyebabkan tanaman memperlihatkan gejala klorosis dandisertai bercak coklat. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian

108

Page 109: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

(11), yang melaporkan terjadinya pertumbuhan tanamankedelai dan jagung yang buruk pada kelarutan Mn" diatas100 ppm.

Efektivitas dan infektivitas inokulan yangdiberikan tidak merupakan faktor gagalnya peinbentukanbintil akar karena telah dicoba tiga macam inokulan yangefektif antara lain USDA 110, Legin dan RIFCR 3-L17.

Perlakuan dosis pupuk N dan B. japonicum tidakberpengaruh nyata terhadap pengamatan tinggi tanaman(Tabel 1). Telah diterangkan sebelumnya bahwa semuatanaman percobaan secara fisiologis terganggupertumbuhannya akibat keracunan Mn".

Hasil dan analisis hasil pengaruh N tidakberpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dan N-totalakar, tetapi berpengaruh nyata terhadap, bobot kering akartanaman, N-total tajuk, N-bdp dan serapan N-bdpkomponentanaman, sendangkan inokulasi B. japonicum tidakberpengaruh nyata terdapap semua perlakuan akibat tidakterbentuknya bintil akar (Tabel 2 dan 3).

Apabila diuji lebih lanjut dengan DMRT pada taraf5%, perlakuan dosis 90 kg N/ha baik pada panen R dan Rnyata lebih baik terhadap pengamatan bobot kering tajukdibandingkan dengan dosis 0, 45, dan 135 kg N/ha.Pertumbuhan akar kedelai cenderung menurun dengansemakin meningkatnya dosis pupuk N, sementara tanpapemupukan N (0 kg/ha), tidak memperburuk pertumbuhanakar. Untuk melihat hubungan antara dosis N terhadap bobotkering tanaman pada panen R2 diperoleh persamaankuadratik y = 1.01+ 0.00523 x - 0.00037 x2 (R = 57%) danY = 1.35 + 0.0057 x - 0.00003 x2 (R = 48 %), masing-masing untuk perlakuan inokulasi dan non inokulasi B.japonicum.

Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa dosismaksimum bobot kering tajuk tanaman sebesar 70.67 dan94.67 kg N/ha. Berkaitan dengan tanah percobaan yangketersediaan MnH nya tergolong tinggi, tanamanyang lebihbanyak menyerap nitrogen akan menunjukkan pertumbuhantanaman yang lebih buruk, karena terjadi akumulasi N.

Pada panen R dan R baik inokulasi maupun noninokulasi, dosis pupuk N 13 5 kg N/lia menghasilkan serapanN-bdp tajuk paling tinggi. Sebaliknya pada dosis tersebutpertumbuhan tanaman paling buruk. Dosis pupuk 135 kgN/ha nyata lebih baik terhadap pengamatan serapan N-bdptajuk dibandingkan dengan berturut-turut dosis 90, 45, dan0 kg N/ha (Gambar 2).

Tanaman akan menyerap pupuk N lebih banyakdengan semakin banyaknya N yang ditambahkan, meskipundisisi lain pada dosis pupuk N yang terlalu tinggi diberikanpada tanah yang ketersediaan Mn++ nya tinggi akanmemperburuk pertumbuhan tanaman. Untuk melihathubungan antara dosis N dan inokulasi B. japonicumdengan serapan N-bdp tajiik diperoleh persamaan kuadratikY= 1.40 + 0.0051 x (R= 71.1 %) dan Y= 1.24 + 0.0058 x(94.7 %), masing-masing untiik perlakuan inokulasi dannon inokulasi pada panen R,: Y = 1.33 + 0.0042 x (R90.4%) dan y = 1.33 + 0.0036 x (R = 99.7 %), masing-masinguntuk perlakuan inokulasi dan non inokulasi pada panen

Apabila diuji dengan DMRTtaraf 5%, diterangkanbahwa dosis pupuk 135kg N/ha nyata lebih baik terhadap

pengamatan serapan N-bdp akar pada panen R dan Rjdibandingkan dengan berturut-turut dosis 0, 45, dan 90 kgN/ha (Gambar 3).

Untuk melihat hubungan antara dosis N daninokulasi B. japonicum dengan serapan N-bdp akardiperoleh persamaan linier Y = 10.2 + 0.16 x (R = 99.5 %)dan Y = 511.6 + 0.101 x (R = 92.5 %), masing-masinguntuk inokulasi dan non inokulasi pada R . Hubunganantara dosis N dan inokulasi B. japonicum dengan serapanN-bdp akar pada R diperoleh persamaan linier Y = 4.81 +0.126 x(R = 98.4%).

Serapan N-bdp tanaman dinyatakan dalam satuanberat. Nilai serapan pupuk diperoleh dari perkalian kadarN-bdp (%) dengan serapan N-total (mg N/pot). Pada kondisipertumbuhanyang terbatas, akumulasi nitrat rendah, denganpenambahan pupuk N dosis tinggi akumulasi N dapatditingkatkan (Lorenz, 1978). Serapan N-bdp meningkatdengan semakin tingginya dosis pupuk yang ditambahkan.

KESIMPULAN

1. Inokulasi Bradyrhizobium japonicum yang dilakukantidak membentuk bintil akar danfiksasi N2 tidak terjadi.

2. Pertumbuhan tidak normal, yakni tanamanmemperlihatkan gejala klorosis disertai becak nekrosiskarena tanaman keracunan unsur hara Mn" akibat darimetode sterilisasi tanah yang tidak tepat.

3. Perlakuan dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadappengamatan bobot kering tajuk dan akar tanaman.Pemupukan dengan dosis 90 kg N/ha memberikanpertumbuhan yang yang paling baik dibandingkandengan dosis 0, 45, dan 135 kg N/ha. Dosis pupuk Nmaksimum pada pengamatan R2 dan R3 masing-masing70,67 dan 94,67 kg N/ha.

4. Perlakuan dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadappengamatan kandungan N-total tajuk. Dosis 135 kg N/ha nyata berpengaruh paling baik dibandingkan denganberturut-turut dosis 0, 45, dan 90 kg N/ha.

5. Perlakuan dosis pupuk N berpengaruh nyata terhadappengamatan kandungan N-bdp tanaman. N-bdpmeningkat dengan semakin meningkatnya dosis N.

Disamping kesimpulan, ada saran sebagai berikut,metode sterilisasi tanahjenislnceptisol dengan radiasi sinary (Co-60) tidak dilakukan. Radiasi sinar y dengan variasidosis (30,40, dan 50 kGy) disamping berpengaruh terhadapperubahan sifat-sifat biologi tanah, juga berpengaruhterhadap sifat-sifat kimia tanah. Terutama dapatmeningkatkan unsur-unsur hara mikro (Zn, Fe, dan Mntersedia).

DAFTAR PUSTAKA

1. SUPRAPTI, Pengaruh inokulasi Rhizobium terhadappembintilan dan hasil beberapa varietas kedelai,Risalah lokakarya penelitian penambatan nitrogensecara hayati tanaman kacang-kacangan, PusatPengeinbangan Pertanian dan Pusat PenelitianPengembangan Tanaman Pangan, Bogor (1988).

109

Page 110: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radtasi, 1998-

2. VELAGALETI, R.R., and GARY, R. CLIRE, "BiologicalNitrogen Fixation in Legumes and Nitrogen Transferin Crop Plans", In Hand Book of Plant and CropPhysiology, (1995) 303.

3. SOMASEGARAN, P., and HOBEN, H.J., "Hand Bookfor Rhizobia Methods in Legume- RhizobiumTecknology", Springer Verlag (1994).

4. Egli, D.B., LEGGETT, J.E., and DUNCAN, W.G.,Influence of N stress in leaf senescence and Nredistribution in soybean, Agron. J. 70 (1978) 43.

5. MORRIES, D.D., BOONKERD, N., and VASUKAT, Y.,Effects of N-serve on soybean and soil nitrogentransforfations, Plat and Soil 57(1980)31.

6. Eaglesham, A.R.J., Nitrite inhibition of root - nodulesymbiosis in Doubly rooled soybean plants, Crop Sci.29.(1989) 115.

7. ABROL, Y.P., "Nitrogen in Higher Plants", IndianAgricultural Research Institute New Delhi, India,(1990) 492.

8. BEVERLY, R.B., and W.H. JARREL, Cawpea responseto N form, rate and timing of application, Agron. J.76 (1984) 663.

9. KESUMADEWI,A.A.I.,PADMINI,O.S.danISWANDIANAS, Perubahan beberapa sifat biologi dan kimiatanah Andisol, Vertisol dan Inceptisol pada variasidosis iradiasi snar gamma, Risalah pertemuan ilmiahpenelitian dan pengembangan aplikasi isotop danradiasi. Batan. (1997).

10. JONES, Jr, J.B., WOLF, B., and MILLS, H.A..,"Plant Analysis Hand Book". Macro-Micro Publish.,Inc. (1991)213.

11. TOHARISMAN, A., Evaluasi berbagai tnetodesterilisasi tanah dan pengaruh sterilisasi autoklafterhadap beberapa sifat tanah dan pertumbuhantanaman kedelai dan jagung, Fakultas Pertanian IPB-Bogor (1989).

Tabel 1. Tinggi tanaman pada 20, 30,40, dan 50 hari setelah tanam pada pemupukan dan inokulasi B.japonicum

Variabel Non Inokulasi InokulasiUllggl

tanaman

20HST30HST40 HST50HST

No

16.719.323.526.4

N,

15.918.822.925.5

N2

16.619.723.526.5

N3

15.719.323.525.6

N„

16.419.723.926.7

N,

16.319.623.726.3

N2

16.620.223.926.9

N,

16.519.723.526.0

Keterangan : Angka di dalam baris yang sama yang diikuti huruf tidak sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

Tabel 2. Pengaruh dosis N dan Inokulasi B. japonicum terhadap pertumbuhan tanaman pada panen

VariabelPertumbuhan

BK tajuk (g)BK akar (g)N-total TajukN-total AkarN-bdp TajukN-bdp,AkarSrp N-bdp TajukSrp N-bdp Akar

Keterangan : Angka

No

1.080.58 a5.42 a3.58

3.00 c6.14a15.81 c12.64 b

Non Inokulasi

N,

1.060.57 a4.56 b3.20

6.69bc8.29 bc4107 b15.56 b

N2

1.24O.53ab5.53 a2.77

10.39 b13.5 ab56.64 b18.56 ab

N3

1.030.48 b5.81 a3.14

17.78 a17.33 a75.83 a26.81 a

N„

1.07 a0.59ab5.17b3.22

3.17 c5.25 c17.08 b9.71 c

Inokulasi

N,

1.12 ab0.56ab4.77 b3.13

11.27b11.47b75.05 a18.37bc

di dalatn baris yang sama yang diikuti huruf tidak sama berbeda nyata

N2

1.31 a0.56 a4.92 b3.00

16.06ab12.83 b73.48 a24.25 ab

N3

1.02 b0.52ab5.86 a3.20

17.10a18.92 a84.35 a31.77 a

pada uji DMRT 5 %

110

Page 111: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Tabel 3. Pengaruh dosis N dan Inokulasi B. japonicum terhadap pertumbuhan tanaman pada panen R3

VariabelPertimibuhan

BK tajuk (g)BK akar (g)N-total TajukN-total AkarN-bdp TajukN-bdp AkarSrp N-bdp TajukSrp N-bdp Akar

N.

1.450.794.822.50

2.35 c1.83 c

15.97 c3.54 b

Non Inokulasi

N ,

1.460.684.262.49

4.64bc6.64 b

25.42bc11.81 b

1.680.754.712.06

7.48ab7.31 b

42.54ab11.84b

N3

1.480.694.982.40

8.25 a13.33 a68.14 a23.18-a

1.350.81ab4.692.42

2.81 b3.11 b17.52 b5.86 b

Inokulasi

N,

1.350.73 b4.582.29

4.97 b5.05 b

30.73ab8.12b

N2

2.260.84 a4.492.25

8.93 a9.43 a88.73 a23.05 a

N3

1.350.68 b4.812.39

10.03 a10.35 a66.04 a18.92 a

Keterangan : Angka di dalam baris yang sama yang diikuti huruf tidak sama berbeda nyata pada uji DMRT 5 %

1.83 1.6 H

1.41.2 H

10.80.6 H

8 0.40.2 H

0

3

om

45 90 135

Dosis N (kg/ha)

Gambar 1. Hubungan antara dosis pupuk N terhadap bobot kering tanaman padastadium R dan R,

111

Page 112: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

panen R-2 panen R-3

1-01-1

45 90 135

Dosis pupuk N (kg/ha)

?o.

Io.9-zfr(0

2-11.8 -1.6 -1.4 -1.2 -

1 -0.8 -0.6 -0.40.2 H

0

45

1-01-1

90 135

Dosis pupuk N (kg/ha)

Garnbar 2. Hubungan antara dosis pupuk N dan Inokulasi Bjaponicum terhadap serapan N-bdp tajuk pada panendan Rj (mg/pot).

Panen R-2 Panen R-3

35 n

45 90 135Dosis pupuk N (kg/ha)

45 90 135Dosis pupuk N (kg/ha)

Gambar 3. Pengaruh dosis N dan inokulasi B. japonicum terhadap serapan N-bdp akar pada R dan

112

Page 113: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

M. MITROSUHARDJO RIVAIE RATMA

1. Mohon agar dijelaskan hubungan peningkatankandungan Mn-dd dengan kegagalan nodulasi tanamankedelai ?

2. Mengapa tanah diradiasi dan apa latar belakangidenya ?

O.S. PADMINI

1. Pada kandungan Mn-dd yang tinggi (hasil penelitianmencapai 140 pptn) Rhizobium tidak mampu hidup.Rhizobium merupakan bakteri tanah pembentuk bintilakar yang hidup secara simbiotik di dalam bintil akartanaman legume. Jadi nodulasi tidak terjadi.

2. Tanah diiradiasi dengan maksiid untuk mensterilkantanah agar terbebas dari bakteri khususnya bakteriRhizobium, sehingga perlakuan inokulasi dalatnpenelitian ini tainpak bahwa perbedaan pengaruhnyadisebabkan oleh inokulan yang ditambahkan, bukan dariRhizobium alam yang mungkin sudah ada dalam tanahpenelitian.

SUDONO SLAMET

Pada percobaan dikatakan perlakuan inokulasiBradyrhizobium tidak menunjukkan adanya bintil akar,sehingga penambatan tidak terjadi.1. Berapa banyak jumlah sel inokulan yang ditambahkan

pada satuan gram tanah ?2. Kapan dilakukan inokulasi dan hubungannya dengan

persiapan sel Rhizobium yang telah dibuat ?

O.S. PADMINI

1. Jumlahnya 108 - 109 sel/g tanah.2. Inokulasi dilakukan saat pembuatan inokulan dalam

bentuk suspensi selesai, dan dilakukan dengan cara soilinoculation bersamaan dengan penanaman.

1. Meningkatnya kadar Mn oleh adanya pengaruhsterilisasi, menurut Anda bagaimana atau apamekanisme penyebab hal tersebut ?

2. Sterilisasi tanah yang salah akan menghambatpertumbuhan kedelai umur dalam. Mengapa dapatterjadi unsur hara Mn menjadi racun bagi pertumbuhantanaman (reaksi secara kimiawi) dan faktor apa yangmenyebabkan hal itu ?

O.S. PADMINI

Tanah jenis Inceptisol dari Darmaga-Bogor disterisasidengan iradiasi sinar Y pada dosis 50 kGy berpengaruhterhadap sifat kimia tanah, terutama peningkatan Mn-dd sampai pada tingkat racun terhadap pertumbuhantanaman kedelai.Iradiasi sinar Y berbeda-beda untuk setiap jenis tanah.Energi yang didepositkan secara parsial dalain mineralliat menyebabkan proses ionosasi dan eksitasi. Energiyang diambil oleh bahan padatan ini dipindahkan kesubstansi yang terjerap, misalnya air dan menghasilkandekomposisi kimia molekul air yang terjerap, sehingga

2.

meningkatkan H molekuler, e" , H, dan OH radikal.,Dengan adanya e" dimungkinkan terjadi proses reduksi

(penurunan valensi ion) tertentu (dalam hal ini Mn).Dengan demikian Mn yang tadinya tidak tersediamenjadi tersedia:

Reaksi kamia

Mn<+ + e-Mn3+ + e"Mn4+ + 2e"MnO4

2" + 8H+ + 4>

<—

• M n 3 +

• M n 2 +

• M n 2 +

Mn2 + 4H2O

113

Page 114: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop danRadiasi, 1998

PENGARUH LAPISAN AZOLLA TERHADAP PERTUMBUHAN,PRODUKSI DAN EFISIENSIPENGGUNAAN PUPUK UREA

BERTANDA 1SN PADA PADI SAWAH

Etty Hendrarti*, Didy Sopandie*, Komarudin Idris*, dan Elsye L Sisworo** X P £>£?£?©{ j£c*

* Institut Pertanian Bogor** Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi - BATAN

ID0000158ABSTRAK

PENGARUH LAPISAN AZOLLA TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN EFISIENSIPENGGUNAAN PUPUK UREA BERTANDA 1SN PADA PADI SAWAH. Tujuan penelitian ini adalah untukmempetajari pengaruh lapisan Azolla terhadap pertumbuhan, produksi dan efisiensi penggunaan pupuk Urea padapadi sawah dan untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi dan efisiensipenggunaan pupuk Urea yang optimum. Dua faktor perlakuan dengan menggunakan rancangan faktorial dalam acaklengkap dicoba dalain penelitian ini. Faktor pertama adalah penggunaan lapisan Azoila yang terdiri atas dua taraftanpa penggunaan lapisan Azolla (AO) dan dengan lapisan Azolla (Al), sedangkan faktor kedua adalah takaran pupukUrea yang terdiri atas 4 taraf, yaitu 0 kg N/ha (NO), 30 kg N/ha (Nl), 60 kg N/ha (N2) dan 90 kg N/ha (N3). PemberianUrea berlabel 15N dilakukan untuk mengetahui serapan N yang berasal dari pupuk dan efisiensi penggunaan pupukUrea yang terbagi dalam 2 seri percobaan, yaitu pemberian pada 0 HST (Percobaan I) dan pada 30 HST (Percobaan II).Penelitian dilakukan dirumah kaca Fakultas Pertanian IPB dan dilaboratorium PAIR, BATAN. Komponen-komponenpertumbuhan dah produksi yang diamati terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah malai,jumlah gabah/malai, persentase gabah hampa berat kering jerami, dan berat kering gabah/pot. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa penggunaan lapisan Azolla, takaran pupuk Urea dan interaksi keduanya metnperlihatkanpeningkatan semua hasil pengamatan komponen-komponen pertumbuhan dan produksi (kecuali persentase gabahhampa) sampai pada takaran pupuk 60 kg N/ha dan terjadi penurunan kembali pada takaran 90 kg N/ha. Perlakuantakaran pupuk Urea dan interaksi kedua perlakuan inemberikan hasil serapan N yang berasal dari pupuk berbedanyata pada percobaan pemberian Urea berlabel pada 30 HST, tetapi tidak beda nyata pada percobaan pemberian Ureabertabel pada 0 HST dan begitu pula efisiensi penggunaan pupuknya. Kombinasi perlakuan yang terbaik adalahperlakuan penggunaan lapisan Azolla dan takaran pupuk Urea 60 kg N/ha.

ABSTRACT

INFLUENCE OF AN AZOLLA LAYER ON GROWTH, PRODUCTION AND EFFICIENCY USEOF ISN LABELLED UREA FERTILIZER OF LOWLAND RICE. The purpose of this experiment was to studythe effect of an Azolla mat on rice growth, production, precentage of N-total, N derived frotn fertilizer and ureaefficiency. The experiment used a factorial design which consists of 2 factors ; the using of an Azolla mat and the dosesof N fertilizer. The fisrt factor comprised 2 levels, with (Al) and without an Azolla mat (A0). The second factorcomprised 4 levels, 0 (N0), 30 (Nl), 60 (N2) and 90 kg N/ha (N3). Application of 15N labeled Urea done to determinepercentage N-derived from Urea and Urea efficyency, which was devided in 2 experiment series as follows : applicationUrea at planting (Experiment I) and one month after planting (Experiment II). The experiments were caried out in thegreen house of Agricultural Faculty of IPB and continued in the laboratory of BATAN. Paratneters observed wereplant height, number of leaves, number of tillers, number of panicles, number of grains/panicle, dry weight of grain,straw and percentage of empty grain. Result of the experiment showed that an Azolla mat, the doses of N fertilizer andinteraction of both increased all the parameters observed yield, except for percentage of empty grain, up to the dose ofN fertilizer at 60 kg N/ha and decreased at the dose of N fertilizer at 90 kg N/ha. The treattnent of Urea fertilizerdoses resulted in a significant difference on the percentage of N- derived from Urea for both experiment, but not forthe treatment of an Azolla mat and the interaction of both treatment. An Azolla mat, N fertilizer and interaction of bothdid not result in a significantly difference on the percentage of total-N and Urea efficyency. The best treatmentcombination was treatment of an Azolla mat and dose of Urea fertilizer of 60 kg N/ha.

PENDAHULUAN berakibat pada kebutuhan akan pupuk N semakin besar,kesuburan tanah yang semakin rendah akibat pemakaian

Salahsatucarauntukmeningkatkanproduksiberas pupuk N yang terus menerus dalatn takaran yang tinggiadalah menggunakan varietas padi berproduksi tinggi. Pada dan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan yangumumnya varietas-varietas padi tersebut sangat responsif tidak diinginkan. Pada masa sekarang ini, dimanaterhadap kebutuhan akan pupuk N yang tinggi. Hal ini akan pembangunan pertanian berkelanjutan sangat dianjurkan

115

Page 115: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan PengembanganApHkasilsotop danRadiasi, 1998-

untuk dilaksanakan, adalah saat yang tepat untukmemperkenalkan keinbali kepada petani penggunaan pupukhijau termasuk Azolla (1).

Aspek agronomik pada pemakaian Azolla dapatditinjau dari peranan Azolla sebagai sumber N dan sebagaitanaman penutup (2). Peranan Azolla sebagai sumber Ntelah banyak diteliti di berbagai tempat, tetapi penelitianmengenai Azolla sebagai tanaman penutup (lapisan Azolla)masih sangat kurang. Dari beberapa penelitian Azolla yangtelah dilakukan menunjukan bahwa pengunaan lapisanAzollaberpotensi untuk meningkatkan hasil padi. Walaupundemikian, potensi yangdiberikannya masih sangatberagamdiantara hasil-hasil penelitian yang ada. Untuk itu,penelitian ini dilakukan untuk mempelajari potensi lapisanAzolla yang dapat meningkatkan pertumbuhan, produksidan efisiensi penggunaan pupuk N buatan pada padi sawahsecara optimal.

Tujuan percobaan ini adalah :1. Untuk mempelajari pengaruh lapisan Azolla terhadap

pertumbuhan, produksi, serapan N yang berasal daripupuk urea dan efisiensi penggunaan pupuk urea padapadi sawah dengan menggunakan metode isotop.

2. Untuk mengetahui kombinasi perlakuan penggunaanlapisan Azolla dan takaran pupuk urea yang dapatmeningkatkan pertumbuhan, produksi, serapan N yangberasal dari pupuk Urea dan efisiensi penggunaan pupukurea yang optimum.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat. Bahan tanaman yang digunakanadalah padi sawah varietas IR-64 sebanyak 2 bibit/pot.Azolla yang digunakan adalali Azolla microphylla sebanyak200 g bobot segar/m2 atau 14,14 g bobot segar/pot. Tanahsawah yang digunakan sebanyak 12 kg kering udara/pot.Pupuk N yang digunakan adalah urea sebanyak 0 kg N/ha,30 kg N/ha, 60 kg N/ha dan 90 kg N/ha. Jenis pupuk ureayang digunakan adalah jenis pupuk urea biasa dan jenisurea yang bertanda (berlabel) 15N yang digunakan untukmenentukan serapan N yang berasal dari pupuk dan efisiensipenggunaan pupuk urea. Pupuk dasarnya adalah SP-36 danKCl masing-masing setara 250 kg SP 36/ha dan 100 kgKCl/ha. Percobaan ini menggunakan ember-ember plastiksebanyak 64 buah, timbangan miligram, oven, pH-meter,meteran, peralatan penentuan kadar N-total dengan metodeKjeldhal dan analyzer JASCO N-151 untuk analisis 15N.

Metode Percobaan. Percobaan ini menggunakanrancangan faktorial dalam acak lengkap yang terdiri atas 2faktor. Faktor pertaina ialah penggunaan lapisan Azollayang terdiri dari 2 taraf, yaitu tanpa lapisan Azolla (A0)dan dengan lapisan Azolla (Al). Faktor kedua ialah takaranpupuk urea yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : 0 kg N/ha (N0),30 kg N/lia (Nl), 60 kg N/ha (N2) dan 90 kg N/ha (N3).Dengan demikian diperoleh 8 kombinasi perlakuan yangmasing-masing diulang 4 kali, sehingga jumlah satuanpercobaan adalah 32 satuan (pot). Pemberian ureaberlabeldilakukan 2 kali yang terpisah pada 2 seri percobaan, yaitupada percobaan I (0 HST) dan pada percobaan II (30 HST).

Pelaksanaan percobaan dimuiai denganmenganalisis tanah dan menentukan berat kering mutlak.Setelah itu dilumpurkan selama satu bulan. Bibit padi setelahberumur 3 minggu dipindahkan dari persemaian ke ember(pot). Seminggu sebelum peinindahan bibit masing-masingpot yang mendapat perlakuan Al diberi Azolla dandilakukan pengukuran pH air media tumbuh padi sawah.Pengukuran pH dilakukan 3 kali dengan selang waktu 2minggu. Pupuk dasar diberikan pada vvaktu tanam danpupuk urea diberikan sesuai dengan perlakuan. Persentasepenutupan permukaan air oleh lapisan Azolla dipertahankantetap sebesar 80 % sampai panen. Pengukuran N yangberasal dari pupuk pada gabah dan jerami dilakukan setelahpanen. Setiap minggu dilakukan pengamatan semuakomponen pertumbuhan seperti tinggi tanaman, jumlahdaun dan jumlah anakan kecuali berat kering jeratnidilakukan setelah panen. Komponen-komponen produksiseperti junilah malai dilakukan pengamatan setiap minggusampai panen, jumlah gabali/malai, persentase gabah hampadan berat kering gabah/pot dilakukan setelah panen.Pengukuran serapan N yang berasal dari pupuk dan efisiensipenggunaan pupuk dilakukan setelah analisis N-total denganmenggunakan metode isotop 15N di laboratorium PusatAplikasi Isotop dan Radiasi BATAN.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Padi Sawah. Berdasarkan hasil ujiBNJ 0,05 (Tabel 1 dan 2) untuk setiap komponenpertumbuhan diatas, terlihat tinggi tanaman, jumlah daun,jumlah anakan dan berat kering jerami yang terbaik terdapatpada kombinasi perlakuan pada penggunaan lapisan Azolla(Al) dan takaran pupuk urea 60 kg N/ha (N2), baik padapercobaan I maupun percobaan II. Perlakuan A1N2memberikan hasil yang sama atau balikan cenderung lebihtinggi dari perlakuan A1N3. Jadi penggunaan lapisan Azollapada takaran pupuk urea yang lebih tinggi (90 kg N/ha)akan memberikan hasil yang relatif lebih rendahdibandingkan dengan penggunaan lapisan Azolla padatakaran pupuk 60 kg N/ha. Sebelumnya terjadi peningkatanhasil mulai dari perlakuan A1N0 sampai A1N2. Kemudianhasil turun pada perlakuan A1N3. Hal ini disebabkankarenaterjadinya hambatan pada aktivitas enzym asimilasi amoniadan enzym nitrogenase yang berperan dalam fiksasi N2 padaAzolla dengan meningkatnya takaran pupuk Urea yangdiberikan (3).

Terlihat pula hasil pengamatan semua komponenpertumbuhan yang mendapat kombinasi perlakuan AlNlsama dengan atau tidak berbeda nyata dengan yangmendapat kombinasi perlakuan A0N2. Disini tampakseolah-olah penggunaan lapisan Azolla menambah jumlahN hasil fiksasi N2 sebanyak 30 kg N/ha pada perlakuan Nl(30 kg N/ha) menjadi 60 kg N/ha, sehingga memberikanhasil pengamatan yang sama (tidak berbeda nyata) dengankombinasi perlakuan A0N2. Untuk kondisi dimana lapisanAzolla itu dibenamkan, lalu terdekomposisi dan hasilmineralisasinya memberikan sumbangan N pada tanamanpadi, maka penambahan jumlah N sebanyak 30 kg N/ha diatas dapat saja terjadi. Tetapi pada penelitian ini, lapisan

116

Page 116: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penalitian dan Rengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Azolla tidak dibenainkan, melainkan didiamkan sajatumbuh inengainbang di atas pennukaan air meinbentuklapisan yang menutupi permukaan air. Dari beberapapenelitian yang telah dilakukan belum terdapat data darisuatu Iapisan Azolla yang tidak dibenamkan memberikanpenambahan N sampai mencapai 50 %. Menurut LIU et al(4), hanya 4 - 21 % dari hasil fiksasi N2 yang dilepaskan kemedia tuinbuh padi dalam bentuk NH4

+ pada saatberlangsungnya aktivitas fiksasi N2, dan 36 % berdasarkanhasil penelitian SURAHMAN (2). Jadi sumbangan N darilapisan Azolla yang tidak dibenainkan lebih rendah dariyang dibenamkan, sehingga tidak mungkin dapatmenyumbang sebanyak 30 kg N/ha. Diduga yang terjadiadalali suatu lapisan Azolla, disamping dapat menyumbangN untuk tanaman padi meskipun dalam jumlah yang sangatkecil, juga mempunyai manfaat-manfaat lain yang justrulebih menunjang pertumbuhan dan produksi padi sawah itusendiri, seperti yang dinyatakan oleh VLEK, etal (5) bahwalapisan Azolla dapat mengurangi aktivitas volatilisasiamonia di lahan sawah dan sekaligus melakukan aktivitasfiksasi N2 secara serentak.

Menurut WATANABE dan LIU (6), kehilanganamonium karena volatilisasi tergantung pada pH, suhu dankecepatan angin. Dengan adanya lapisan Azolla, kenaikanpH air sawah dapat ditekan, sehingga volatilisasi dapatdikurangi. Hal ini juga terbukti pada hasil pengukuran pHyang dilakukan dalam percobaan ini, (Tabel 3). Terlihatbahwa pemberian Urea tanpa lapisan Azolla cenderungmeningkatkan pH dan pemberian lapisan Azolla cenderungmenurunkan pH ke arah normal.

Produksi Padi Sawah. Berdasarkan Uji BNJ 0,05(Tabel 1 dan 2) terlihat bahwa pemberian lapisan Azollapadaberbagai takaran pupuk Urea lneinberikan hasil setiapkomponen produksi seperti jumiah malai, juinlah gabah/malai dan berat kering gabah/pot yang semakin meningkat,yang dimulai dari takaran pupuk 0 kg N/ha sampai 60 kgN/ha, setelah itu turun kembali pada takaran 90 kg N/ha.Dari tabel-tabel Uji BNJ tersebut terlihat bahwa kombinasiperlakuan yang terbaik untuk semua pengamatan komponenproduksi dari 2 percobaan adalah kombinasi perlakuanpenggunaan lapisan Azolla (Al) dan takaran pupuk Urea60 kg N/ha (N2). Hasil yang serupa dijumpai pada hasilpenelitian MANNA dan SINGH (7) yang melaporkanbahwakenaikan produksi padi sawah terjadi pada kombinasiperlakuan pemberian Azolla dan takaran pupuk Urea 60 kgN/ha dan terjadi penurunan kembali pada koinbinasiperlakuan pernggunaa» lapisan Azolla dan takaran pupukUrea 90 kg N/ha. Menurut SURAHMAN (2), lapisan Azollayang efektif untuk meningkatkan produksi padi sawah padatakaran pupuk Urea antara 40 - 80 kg N/ha. Pada takaranyang lebih tinggi dari itu akan menurunkan produksi danefektifitas Azolla. Penurunan efektifitas Azollamenunjukkan penurunan aktivitas fiksasi N oleh Azbllayang disebabkan oleh penurunan aktivitas enzym asimilasiamonia dan enzym nitrogenaseyang berperan dalam fiksasiN2 dengan semakin meningkatnya takaran pupuk Urea yangdiberikan (3).

Pada penelitian ini diperoleh kenaikan berat keringgabah/pot sekitar 30 - 50 %. Hasil kenaikan ini sedikit

melebihi hasil penelitian VIRGILIUS et al (8), yangmenunjukkan kenaikan sekitar 20 - 40 %. Sedangkan padapenelitian SURAHMAN (2) terjadi kenaikan hasil 32 -38% dibandingkan dengan kontrol. Untuk jumlah gabah/malaihasil penelitian ini menunjukkan kenaikan sekitar 10 %yang hampir mendekati hasil penelitian JAUHARI (9)sebesar 11-49 %. Persentase gabah hampa pada penelitianini mengalami penurunan sekitar 26 % untuk yang diberilapisan Azolla. Penurunan ini cukupbesarjika dibandingkandengan liasil penelitian JAUHARI (9) sebesar 13,15 %.Pemberian lapisan Azolla menurunkan persentase gabahhampa yang dimulai dari takaran pupuk urea 0 kg N/hasampai takaran 60 kg N/ha, selanjutnya naik kembali padatakaran pupuk 90 kg N/ha. Persentase gabah hampa yangterbesar terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa lapisanAzolla (A0) dan takaran pupuk 0 kg N/ha (N0). Jadikehampaan gabah dapat disebabkan oleh kelebihan haradan kekurangan hara nitrogen (10).

Dari pembahasan diatas, ternyata penggunaanlapisan Azolla lebih banyak menguntungkan dari padamerugikan tanaman padi sawah. Kombinasi perlakuanpemberian lapisan Azolla dan takaran pupuk urea sampaibatas-batas tertentu dapat dimanfaatkan untukmeningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padisawah. Menurut SURAHMAN (2), dengan adanya lapisanAzolla akan menyebabkan pH air sawah turun, yang akanmengurangi tenagapendorong volatilisasi amonia, sehinggavolatilisasi menjadi terhambat. Selain itu, aktivitasvolatilisasi juga semakin berkurang dengan terhambatnyakecepatan angin yang tinggi oleh perkembangan tajuk padiyang telah membentuk naungan. Dengan terhambatnyaaktivitas volatilisasi ini maka konsentrasi NH4

+ dalamlapisan air sawah tetap terjaga tinggi, sehingga dapatdipergunakan sepenuhnya untuk tanaman padi sawah. Disamping itu terdapat manfaat-manfaat tambahan darilapisan Azolla, yaitu dapat menghemat air sawah karenadapat menekan evaporasi (11) dan menekan pertumbuhangulma sawah (12).

Scrapan N yang Bcrasal Dari Pupuk (SerapanN-bdp). Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa perlakuanpenggunaan lapisan Azolla dan takaran pupuk urea sertainteraksinya tidak memberikan hasil yang berbeda nyataterhadap serapan N-bdp tanaman pada Percobaan I, tetapiberbeda nyata pada Percobaan II untuk perlakuan takaranpupuk urea dan interaksi kedua perlakuan (Tabel 3). DariTabel 3 juga menunjukkan bahvva serapan N-bdp tidakberbeda pada Percobaan I untuk hampir semua kombinasiperlakuanyang diberikan. Hal ini dapat diterangkan sebagaiberikut, pada saat pemberian pupuk urea yang kedua padaumumnya tanaman telah mencapai jumlah anakan yangmaksimum, mempunyai pertumbuhan daun-daun yanglebat, sehingga membentuk naungan yang dapat mencegahkecepatan angin yang tinggi. Berkurangnya kecepatan anginakan mengurangi pula aktivitas volatilisasi amonia daripermukaan air, sehingga N yang berasal dari pupuk tetapdalam konsentrasi yang tinggi untuk tanaman (6).

Hasil penelitian SISWORO etal (13) menunjulckanpula persentase efisiensi penggunaan pupuk yang tertinggipada pemberian urea yang kedua (30 HST). Efisiensi

117

Page 117: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pencliticm dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

penggunaan pupuk yang tinggi berarti serapan N yangberasal dari pupuk tinggi pula. Hal ini karena akar mampumenyerap N sebanyak-banyaknya dan dapat menekankehilangan N melalui volatilisasi, seperti yang dinyatakanoleh FILLERY et al (12), bahwa penghentian pemberianurea tepat sebeluni pembungaan padi dapat menekanvolatilisasi N, karena akar padi pada saat itu telah hampirmenutupi pennukaan air, sehingga dapat menghambataliran udara (gas) kepermukaan air. Hal-hal tersebutmenyebabkan penyerapan N yang berasal dari pupuk ureapada tanaman tertinggi pada percobaan pemberian ureayangkedua (30 HST). Penyerapan N yang tinggi ini jugadisebabkan oleh karena adanya lapisan Azolla yang mampumempertahankan jumlah N-urea yang diaplikasikan kemedia tumbuh padi sawah tetap tinggi, sehingga turutmendukung terjadinya serapan N yang tinggi padapemberian urea yang kedua (Percobaan II).

Efisiensi Penggunaan Pupuk Urea (EPP Urea).Berdasarkan Tabel 3 (lampiran 2) terlihat bahwa perlakuanpenggunaan lapisan Azolla, takaran pupuk urea danInteraksi keduanya menghasilkan data EPP Urea yang tidakberbeda nyata. Tetapi dari tabel yang saina terlihat bahwaterdapat kecenderungan EPP Urea yang mendapat perlakuanpenggunaan lapisan Azolla relatif lebih tinggi dari tanpamenggunakan lapisan Azolla. Kombinasi perlakuan A1N2mempunyai EPP Urea yang tertinggi, yaitu 47,48 %dibanding dengan kombinasi-kombinasi perlakuan lainnya.Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan lapisan Azollamenambah EPP Urea yang meningkat pada takaran pupuk60 kg N/ha dan menunin pada takaran 90 kg N/ha. Hasilini serupa dengan hasil penelitian SISWOROef a/(14)yangmenunjukkan EPP yang meningkat dari takaran pupuk 30kg N/ha ke 60 kg N/ha dan menunm kembali pada takaran90 kg N/ha. Hasil penelitian ini dibedakan menurut musimtanam. Pada musim penghujan EPP pada takaran 30 kg N/ha dan menggunakan lapisan Azolla tidak berbeda nyatadengan EPP pada takaran 60 kg N/ha dengan tanpa IapisanAzolla. Pada musim kemarau, EPP pada takaran 30 kg N/ha dan menggunakan lapisan Azolla sebesar 18,71 % lebihtinggi dari takaran 60 kg N/ha dan tanpa lapisan Azolla.Sedangkan hasil penelitian di Srilangka menunjukkan EPPsebesar 26 % pada lahan sawah yang lnenggunakan lapisanAzolla dan EPP menjadi lebih besar lagi, 56 %, bilaAzollanya dibenamkan kelahan tersebut (15).

KESIMPULAN

1. Pemberian lapisan Azolla pada media tutnbuh padisawah yang bila dikombinasikan dengan akaran pupukurea hingga batas-batas tertentu dapat dimanfaatkanuntuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, serapanN yang berasal dari pupuk dan efisiensi penggunaanpupuk tanaman padi sawah.

2. Kombinasi perlakuan penggunaan lapisan Azolla dantakaran pupuk Urea 60 kg N/ha adalah yang terbaikuntuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, serapanN yang berasal dari pupuk dan efisiensi penggunaanpupuk pada padi sawah.

3. Penyerapan N yang berasal dari pupuk oleh tanamanpadi terbanyak pada saat pemberian urea yang kedua(30 HST), sehingga memberikan hasil serapan N yangberasal dari pupuk lebih tinggi pula dibandingkandengan pemberian urea yang pertama (0 HST).

4. Penggunaan lapisan Azollayang tidak dibenamkan padamedia tumbuh padi sawah mempunyai peranan yangdapat mempertahankan jumlah pupuk N yang disuplaike media tetap tinggi dan peranan ini lebih berarti daripad fungsinya sebagai sumber nitrogen.

DAFTAR PUSTAKA

1. SISWORO, E.L., Pemanfaatan Azolla dalain budidayapadi sawah untuk menunjang pembangunanpertanian berkelanjutan.Pidato Pengukuhan AhliPeneliti Utama (tidak dipublikasikan), PusatAplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN (1994).

2. SURAHMAN, M., Eficiency of Urea N-Fertilizationas affected by Azolla Utilization in flooded rice,Thesis, Institute of Agronomy in the tropic,Germany (1993).

3. KANNAIYAN, S., M., THANGARAJU, and G.OBLISAMI, Effect of Azolla green manuring onricecrop. Sci. Cult. 49 (7), In W.H. Smith ed. 1987,Azolla Utilization. IRRI. 296p (1983) 217 - 219.

4. LIU, Z.Z., B.H. CHEN, and W. SONG, Preliminarystudies on process of nitrogen excretion by Azolla,Proceedings of the symposium on paddy soils, InW.H. Sinith ed. 1987, Azolla Utilization, IRRI.296p(1980).

5. VLEK, P.L.G., W. FUGGER, and U. BIKKER, Thefate of fertilizer N under Azolla in wetland rice,Paper presented at the 2nd ESA Congres, 23 - 27August, 1992, Univ. Warwich, England (1992).

6. WATANABE, I., and C.C. LIU, Improving nitrogenfixation system and integrating them intosustainable farming, In J.K. Ladha, T. George andB.B. Bohlool (eds), Kluwer Acad. Publ. Dordrecht(1992)58-67.

7. MANNA, A.B., and P.K. SINGH, Rice yields asinfluenced by Azolla N2 fixation and Urea N-fertilization. Plant and Soil, 114 (1989) 63 - 68.

8. VIRGILIUS, H., S. PARTOHARDJONO, dan M.BASTAMAN, Azolla pinnata R. Br. Alternatifsumber hara nitrogen serta pengaruhnya terhadappertumbuhan dan hasil padi, Penelitian Pertanian,1(1) (1981) 5 - 9 .

9. JAUHARI, H., Pengaruh pemberian Azolla dan Moterhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah.Fak. Pertanian, IPB (1982).

118

Page 118: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikaai Isotop dan Radiasi, 1998

10. SUROWINOTO, S., Pemakaian tehnologi maju dalammenaikkan produksi padi sawah, Fak. Pertanian,IPB(1980).

11. VAN HOVE, C, Azolla and its multiple uses vvithemphasis on Afrika. FAO, United Nation (1989)53 pp.

12. BANGUN, P., Salvinia molesta dan Azolla pinnatasebagai 'cover crop' pada budidaya padi sawah,Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, IPB (1986).

13. SISWORO, E.L., H. RASJID, W.H. SISWORO, J.WEMAY, dan A. JAWANAS, Menentukanefisiensi agronomis dan efisiensi fisiologis N-Azolla dan N-Urea pada padi sawah, Disampaikanpada Seminar Biologi Nasional XI, UjungPandang(1993).

14. , , , andHARYANTO, The use of 15N to determine the N-balance of Azolla-N and Urea-N applied to wetlanduse, "Nuclear Methods in Soil. Plant Aspects ofSustainable Agriculture", Proceedings of an FAO/IAEA Regional Seminar for Asia and the Pacific,IAEA(1995) 155-162.

15. FAO/IAEA. Isotope studies on rice fertilization.Technical Reports Series, No. 181, IAEA, Vienna(1978).

16. FILLERY, I.R.P., J.R. SMPSON, and S.K. DEDATA,Influence of field environmental and fertilizermanagement on ammonia loss from flooded rice,Soil Sci. Soc. Am. J. 48 (1984) 189 - 222.

Tabel 1. Pertimibuhan berbagai komponen dan produksi tanainan pada percobaan I

Perlakuan

Dengan lapisan Azolla (A0)Tanpa lapisan Azolla (Al)

0 kg N/ha (N0)30kgN/ha(Nl)60 kg N/ha (N2)90 kg N/ha (N3)

Interaksi :A0N0A0N1A0N2A0N3A1N0AlNlA1N2A1N3

TinggiTanaman(Cm)

113,31 b117.31 a

110.00 c116.25 b119.13 a115.88 b

105.50 e115.00 cd117.50 b115.25 cd114.50 d117.50 b120.75 a116.50 cb

JumlahDaun

62.06 b66.38 a

54.63 c62.50 b69.75 a70.00 a

53.75 e59.00 d65.75 c69.75 b55.50 e66.00 c73.75 a70.25 b

JumlahAnakan

12.69 b13.44 a

11.50 c12.75 b14.25 a13.75 a

11.00 d12.25 c13.50 b14.00 b12.00 c13.25 b15.00 a13.50 b

BK Jerami(gram)(g)

43.4746.90

34.3143.4951.6551.30

31.5442.1049.5750.6737.0844.8853.7351.92

ba

cbaa

dbcdababcdabcaab

JumlahMalai

12.19 b13.56 a

10.38 d12.38 c14.75 a14.00 b

9.75 d11.50 c13.50 b14.00 b11.00 c13.25 b16.00 a14.00 b

JumlahGabahper Malai

130.75 b138.69 a

107.13 d134.38 c151.63 a145.75 b

97.50 e133.50 c144.50 b147.50 b116.75 d135.25 c158.75 a144.00 b

BK Gabahper pot(gram)

50.47 b63.56 a

40.95 c50.21 b68.51 a68.40 a

32.77 f44.03 e59.61 d65.47 c49.12 e56.39 d77.40 a71.33 b

% GabahHampa(%)

12.84 a11.35 b

15.87 a12.71 b9.78 c10.04 c

16.39 a13.19 c11.27 e

10.53 f15.36 b12.23 d8.29 h9.54 g

Angka-angka yang di ikuti oleh huruf dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut BNJ 0,05

119

Page 119: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Tabel 2. Pertumbuhan berbagai komponen dan produksi tananian pada percobaan II

Perlakuan

Dengan lapisan Azolla (AO)Tanpa lapisan Azolla (Al)

0 kg N/ha (NO)30kgN/ha(Nl)60 kg N/ha (N2)90 kg N/ha (N3)

Interaksi :AONOAONlA0N2A0N3A1N0AlNlA1N2A1N3

TinggiTanaman(Cm)

117.00 b120.19 a

113.13 c118.13 b122.00 a121.13 a

109.00 d116.75 c119.50 b122.75 a117.25 c119.50 b124.50 a119.50 b

JumlahDaun

64.38 b68.31 a

54.00 c66.38 b72.88 a72.13. a

50.50 f65.75 d68.75 c72.50 b57.50 e67.00 cd77.00 a71.75 b

JumlahAnakan

12.69 b13.50 a

11.13 c13.00 b14.25 a14.00 a

10.75 e12.50 cd13.50 bc14.00 ab11.50 de13.50 bc15.00 a14.00 ab

BK Jerami(gram)

38.81 b49.52 a

33.70 b40.06 b50.50 a52.41 a

28.46 c31.50 c44.98 ab50.31 ab38.94 bc48.62 ab56.02 a54.51 a

JumlahMalai

12.19 b13.88 a

9.88 c13.25 b14.75 a14.25 a

8.75 f12.50 d13.50 c14.00 bc11.00 e14.00 bc16.00 a14.50 b

JumlahGabahper Malai

135.56 b142.19 a

111.38 d137.63 c157.25 a149.25 b

103.00 e137.75 c149.50 b152.00 b119.75 d137.75 c165.00 a146.50 b

BK Gabahper pot(gram)

46.51 b62.70 a

39.36 b49.22 b65.90 a63.93 a

30.90 g41.66 f51.99 de61.48 bc47.82 ef56.78 cd79.80 a66.38 b

% GabahHampa(%)

12.63 a11.13 b

15.58 a12.57 b9.47 d9.90 c

16.17 a13.10 c10.94 e10.32 f14.99 b12.04 d8.00 h9.47 g

Angka-angka yang di ikuti oleh huruf dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut BNJ 0,05

Tabel 3. Pengukuran pH air media tumbuh padi sawah, Serapan N-bdp tanaman dan EPP Urea

Perlakuan

Dengan lapisan Azolla (Al)Tanpa lapisan Azolla (AO)

0 kg N/ha (NO)30kgN/ha(Nl)60 kg N/ha (N2)90 kg N/ha (N3)

Interaksi :A0N0A0N1A0N2A0N3A1N0AlNlA1N2A1N3

pH air mediatumbuh padi sawah

7.51 a6.45 b

6.50 d7.00 c7.18 b7.25 a

7.20 c7.50 b7.65 a7.70 a5.80 f6.50 e6.70 d6.80 d

Serapan N-bdpPercobaan I

119.85 a121.78 a

...

68.61 a107.01 a184.84 a

—69.88 a91.67 a198.01 a—67.33 a126.34 a171.66 a

tanaman (mg N/pot)Percobaan II

137.77 a146.65 a

69.55 b161.19 a195.90 a

—63.21 c149.59 abc200.52 a.. .75.89 bc172.78 ab191.27 a

EPP Urea(%)

40.27 a43.20 a

43.86 a42.89 a38.46 a

—42.25 a38.30 a40.26 a...45.47 a47.48 a36.66 a

Angka-angka yang di ikuti oleh huruf dan pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut BNJ 0,05N-bdp = N - berasal dari pupukEPP = Efisiensi penggunaan pupuk

120

Page 120: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

HARYANTO

Menurut Anda pembenaman Azolla dibandingdengan pemberian pada permukaan sebagai permadani lebihbaik yang mana dan pertimbangan apa Anda memilih haltersebut ?

ETTYHENDRARTI

Sebenamya antara perngertian permadani Azolla(lapisan Azolla) dan pembenaman Azolla tidak dapatdipisahkan, karena sebelum Azolla itu dibenamkan,terbentuk lapisan Azolla terlebih dahulu, yang kedua konsiditersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadaptanaman padi, tetapi keduanya memberikan pengaruh yangmenguntungkan. Tindakan yang terbaik adalah membiarkanAzolla yang tersebar di atas permukaan air sawah tumbuhmembentuk lapisan, sehingga dapat menghambat volatilisasiyang mengurangi N yang berasal dari pupuk. Dengandemikian jumlah N yang diaplikasikan ke lahan sawah dapatdigunakan sepenuhnya oleh tanaman padi. Selanjutnya padasaat lapisan Azolla tersebut sudah menutupi permukaan airsawah dengan prosentasi penutupan 80%, maka pada saatitu lapisan^zo/Za sebaiknyadibenamkan untuk memperolehN yang berasal dari Azolla, sehingga dapat menambah Nyang berasal dari pupuk untuk tanainan padi. Pada kondisiini lapisan Azolla yang dibenainkan dapat menggantikansebahagian kebutuhan pupuk N yang diaplikasikan kelahansawah, seperti yang telah dibuktikan pada beberapapenelitian, yaitu produksi padi sawah tidak berbeda nyataantara perlakuan dosis pupuk 60 kg N/ha dan tanpa lapisanAzolla dengan perlakukan dosis pupuk 30 kg N/ha dandengan lapisan Azolla. Kalau ingin pula kedua pengertianitu dipisahkan, maka keuntungan yang dapat diperolehsebagai berikut:

1. Permadani/lapisan Azolla :a. Menghambat volatilisasib. Tidak mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga

kerja yang membenainkan Azolla.2. Lapisan Azolla yang dibenainkan :

a. Menambah N yang berasal dari Azolla untuktanaman padi, sehingga dapat mengganti sebahagiankebutuhan puptik N yang diaplikasikan ke lahansawah.

b. Mengeluarkan biaya untuk mambayar tenaga kerjayang membenamkan Azolla.

H. RASJID

1. Kapan Azolla diberikan (sebagai lapisan penutup) ?2. Apakah Azolla diberikan langsung sebagai penutup atau

ditumbuh keinbang lagi sampai tertutup permukaan ?

3. Berapa banyak (g/pat) Azolla diberikan ?4. Saat panen bagaimana Azolla tersebut, apakah masih

tumbuh/mati ? Hal ini sangat mempengaruhiketersediaan N untuk tanaman

5. Takaran pupuk 90 kg N/lia bukanlah takaran yang tinggi.Supra insus 300 kg urea/ha 135 N/ha.

ETTY HENDRARTI

1. Seminggu sebelum pemindahan bibit dan pemberianurea pertama.

2. Azolla tidak diberikan langsung sebagai penutuppermukaan air sawah.

3. 200 g bobot segar/m2 atau 14,14 g bobot segar/pot.4. Saat panen Azolla yang tumbuh tersebar dipermukaan

air sawah sudah mati.5. Memang benar, pada takaran 90 kg N/ha masih dapat

meningkatkan produksi, tetapi hal itu dilakukan padapercobaan di lapangan, sedangkan percobaan inidilakukan di rumah kaca yang hasilnya sudah menurunpada takaran urea 90 kg N/ha.

RIVAIE RATMA

Pada percobaan Anda, pelapisan Azolla akanmenurunkan pH, sehingga anomium dapat diserap olehtanaman padi secara baik.1. Apakah Azolla mengandung zat yang dapat menurunkan

pH dan apa nama zat tesebut ?2. Bagaimanakah mekanisme Azolla dapat menurunkan pH

tanah ?

ETTY HENDRARTI

1. Azolla tidak mengandung zat yang dapat menurunkanpH air media tumbuh padi sawah.

2, Mekanisme Azolla menurunkan pH air media tumbuhpadi sawah:a. Lapisan Azolla yang sudah terbentuk dapat

mengabsorpsi cahaya matahari yang masuk ke dalamair sawah, sehingga mengurangi kebutuhan cahayaunluk fotosintesis Anabaena Azolla (ganggang hijuibiru).

b. Pengurangan cahaya ini semakin bertambah besardengan semakin berkembangnya tajuk tanaman padihingga membentuk naugan yang mengurangiintensitas cahaya matahari yang tnasuk.

c. Penurunan aktifitas fotosintesis pada AnabaenaAzollae tersebut menyebabkan konsumsi CO2 dalamair sawah bekurang, sehingga konsentrasi CO2 danH2CO3 air sawah menjadi tinggi, yang pada ahirayamenyebebkan pH air sawah turun.

121

Page 121: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

SELEKSI RESISTENSIMUTAN PISANG AMBON KUNINGTERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM

Ismiyati Sutarto, Yeni Meldia dan Jumjunidang

Balai Penelitian Tanaman Buah Solok ID0000159

ABSTRAK

SELEKSI RESISTENSI MUTAN PISANG AMBON KUNING TERHADAP PENYAKIT LAYUFUSARIUM. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari terjadinya mutasi pada planlet dan resistensi tanamanpisang Ambon Kuning hasil radiasi terhadap penyakit layu Fusarium. Planlet pisang Ambon Kuning yang berukuran5 cm diradiasi dengan sinar gamma pada dosis 5 - 35 Gy dengan interval 5 Gy, kemudian disubkultur hingga diperolehplanlet M^V . Planlet MjV5 diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapang yang terinfeksi Fusarium oxysporum f.cubense (FOC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa planlet yang diradiasi dengan dosis 20 - 35 Gy tidak dapatbertahan hidup hingga 6 bulan setelah radiasi. Abnormalitas planlet M,V5 hasil radiasi 10 dan 15 Gy ditunjukkanpada tanaman yang berbentuk roset, berdaun kaku dan berwarna hijau tua serta terbentuknya masa halus yang bentuknyamenyerupai kalus. Penampilan tinggi tanaman, jumlah daun dan anakan tanaman M^V^ di lapang cukup beragam.Jumlah tanaman yang mampu bertahah hingga 8 bulan setelah penanaman di lapang adalah 8,7, 15 dan 28, berturut-turut berasal dari planlet yang tidak diradiasi, dan yang diradiasi dengan dosis 5, 10 dan 15 Gy. Satu tahun setelahpenanaman di lapang, hanya 2 tanaman yang berasal dari planlet yang diradiasi dengan dosis 15 Gy dapat bertahan.Dari tanaman tersebut diperoleh 27 planlet dan perlu pengujian lebih lanjut untuk mendapatkan ketahanan yang stabilterhadap FOC.

ABSTRACT

RESISTANCE SELECTION ON MUTANT OF BANANA CV. AMBON KUNING AGAINSTFUSARIUM WILT. This research was conducted in order to study the occurrence of mutation on irradiated plantletsand their resistance of plants of banana cv. Ambon Kuning against Fusarium wilt. Plantlets of banana cv. AmbonKuning sized 5 cm were exposed to gamma rays at the doses 5 - 35 Gy with 5 Gy intervals, then were subcultured forobtained M^Vj plantlets. More over, the plantlets were aclimatized and were planted in the field where the soil wasalready infected by Fusarium oxysporum f.cubense (FOC). The result indicated that irradiated plantlets of the doses20 - 35 Gy were not able to survive up to 6 months after exposing to gamma rays. Abnormalities of M,V5 plantletsoriginated from irradiated plantlets at the doses 10 and 15 Gy were shown on rossette plantlets with rigid and darkgreen leaves, and the fonnation of smooth mass morphologically shaped like callus. The appearance of plant heightand number of suckers of M^V^ plants in the field was quite various The nutnber of survival plants after 8 monthsplanting was 8, 7, 15 and 28, respectively originated from untreated plants and irradiated plantlets at the doses 5, 10and 15 Gy. After one year planting, only 2 plants were able to survive from irradiated plantlet at the dose 15 Gy. Theseplants could produce 27 plantlets obtained from culturing their shoot tips. Further study of these plantlets was neededin order create the stability of their resistance to FOC.

PENDAHULUAN

Pisang (Musa sp.) termasuk salah satu tanamanterpenting yang merupakan sumber karbohidrat bagisebagian besar masyarakat di daerah tropis dan sub tropis.Pada umumnya pisang komersial merupakan buahpartenokarpi yang tidak berbiji, triploiddan steril, sehinggaperbaikan varietas pisang melalui pemuliaan konvensionaldengan cara hibridisasi sulit dilakukan dan memeriukanwaktu yang cukup lama. Hampir semua tanaman pisangkomersial terserang penyakit layu yang disebabkan olehcendawan Fusarium oxysporumf. cubeme (FOC). Hal inimengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitasproduksi pisang di dunia (1).

Serangan penyakit layu diawali dengan penetrasiFOC dari tanah ke dalam jaringan akar, kemudian menyebarke bonggol dan selanjutnya ke seluruh bagian tanaman.

Gejala tanainan yang terserang adalah sebagai berikut;daun yang lebih tua menguning dan terkulai, sehinggahanya daun termuda yang berfiingsi dan batang semumengeluarkan baubusukbila dipotong. FOCdapattersebarluas di pertanaman pisang melalui tanah yang terinfeksi,alat-alat pertanian dan air (2).

Berbagai upaya telah dilakukan untukmengendalikan FOC, baik dengan senyawa kimia maupunsanitasi kebun, namun hasilnya tidak memuaskan.Tampaknya penggunaan varietas yang tahan merupakansalah satu cara yang diharapkan dapat menekan penyakitFOC.

Pada saat ini telah dikenal adanya 4 ras patogenFOC yang diketahui menyebabkan kerusakan tanamanpisang di dunia. Ras 1 ditemukan di pertanaman pisangGross Michel di Amerika tropis serta pada varietas SilkApple dan Lady Finger di Taiwan. Ras 2 ditemukan pada

123

Page 122: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi fsolop dan Radiasi, 1998 _

pisang olahan dan ras 3 ditemukan di Honduras. Ras 4dijumpai di kepulauan Canary, Mindanau (Filipina)Queensland (Australia), Afrika selatan dan Taiwan (3).

Pemuliaan inutasi pada tanaman pisang telahdilakukan di beberapa negara untuk menentukan dosisradiasi sinar gamma yang optimal padajaringan tanamanpisang dengan tujuan untuk mendapatkan varietas pisangyang tahan terhadap penyakit FOC (4). Jawal et al (5)melaporkan bahwa lethal dosis (LD) 50 untuk mata tunaspisang Ambon Kuning yang diradiasi dengan sinar gammaCo-60 adalah 35 Gy. Pada dosis tersebut pertumbuhan matatunas merana. Sedangkan LD 50 pada hasil penelitianradiasi mata tunas pisang yang dilakukan oleh Epp (6)adalah 40 Gy. Menurut Rao (7), radiasi sinar gammadengan dosis 20 Gy dapat menyembuhkan 2 dari lOanakanyang terserang penyakitvinisbunchy top. Radiasi terhadapanakan pisang juga telah dilakukan oleh Broertjes dan VanHarten (8) dan Kao (9), Naniun Donini dan Micke (10)menyarankan untuk menggunakan kultur jaringan sebagaibalian tanainan untuk pemuliaan mutasi pada tanaman yangdiperbanyak secara vegetatif.

Prograin pemuliaan mutasi lebih banyak berhasilbila dilakukan untuk memperbaiki karakter agronomisdaripada peningkatan ketahanan terhadap penyakit, karenasebagian besar karakter ketahanan terhadap penyakitdikendalikan oleh gen dominan yang peluangnya sangatrendah untuk diinduksi dengan perlakuan mutagen.Walaupun deinikian, Smitli etal(l 1) telah menggabungkanmetode persilangan dengan pemuliaan mutasi untukmemperbaiki karakter agronomis dan mendapatkantanaman pisangyang taban terhadap FOC ras 4. Pemuliaanmutasi juga telah dilaksanakan di Taiwan denganmenseleksi keragaman somaklon, dengan pendekatan inidiperoleh tanaman pisang yang tahan terhadap FOC ras 4.Selanjutnya dilakukan seleksi untuk mendapatkan karaktertanaman yang rendah, berbunga lebih awal dan produksibuah lebih tinggi (12).

Teknik perbanyakan secara in-vitro disarankansebagai cara perbanyakan yang efisien dan untuk pemuliaanmutasi pisang, karena ukuran tanamanyang seragam karenaberasal dari sel-sel somatik dan relatif jauh lebih kecil,dengan siklus pertumbuhan yang lebih cepat (13, 14 dan15). Teknik perbanyakan ini juga dapat digunakan untukseleksi langsung dan tak langsung pada pengujian toleransitanaman terhadap salinitas, kekeringan, fitotoksin danherbisida (16).

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajariterjadinya tnutasi pada planlet dan tanaman pisangAmbon Kuning hasil radiasi serta resistensinya terhadappenyakit layu Fusarium.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumPeinuliaan Tanaman PAIR-BATAN Jakarta dan BalaiPenelitian Tanaman Buah Soldk, mulai tahun 1993 -1997.Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalahplanlet pisang Ambon Kuning yang tingginya 5 cm yangditumbuhkan pada media Murashige dan Skoog (MS).

Kemudian planlet tersebut diradiasi dengan sinar gammaCobalt-60 dengan dosis antara 5 - 35 Gy dan interval 5Gy. Setiap dosis terdiri dari 150 planlet. Planlet yang sudahdiradiasi disubkulturkan pada media MS yang ditambahdengan zat pengatur tumbuh BAP 4 ppm dan IAA 2 ppm.Selanjutnya planlet tersebut tetap disubkulturkan hinggadiperoleh planlet M^V... Setelah itu, planlet M,V5

diaklimatisasi dan dipindah ke lapang yang diketahuisudah terinfeksi FOC guna diuji ketahanannya terhadapFOC. Jumlah tanaman M^V^ yang ditanam di lapangsebanyak 50 tanaman setiap dosis radiasi, tingginya 60 - 75cm dan berdaun 4 - 5 .

Pengaruh radiasi terhadap pertumbuhan planletdiamati mengenaijuinlah planlet yang hidup setelah radiasidan abnormalitas planlet M,V5 (penampilan dan warnadaun) serta dilakukan pengamatan mengenai tinggitanaman, jumlah daun jumlah anakan dan jumlali tanamanM^V y ang terserang FOC di lapang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laboratorium Kultur Jaringan. Radiasi sinarganuna Co-60 pada plantlet pisang Ambon Kuning dengandosis 5 - 35 Gy belum memperlihatkan pengaroh yangmematikan saat 2 bulan setelah radiasi. Namun demikian,abnormalitas pertumbuhan plantlet dapat dijumpai 3 bulansetelah radiasi. Semakin tinggi dosis sinar gamma yangdiberikan, semakin lambat pertumbuhan plantlet. Plantletyang tidak diradiasi maupun plantlet yang menerima dosis5 Gy menunjukkan pertumbuhan yang normal (Tabel 1).

Planlet pisang Ambon Kuning yang diradiasi 20 -35 Gy hanya mampu bertahan hidup hingga 3 bulan setelahradiasi, sedangkan planlet yang diradiasi 5 -15 Gy mamputumbuh dan mampu meningkatkan jumlah planlet yangcukup stabil pada 6,9 dan 12 bulah setelah radiasi (Tabel1). Kematian planlet ini dapat disebabkan oleh dosis radiasiyang tinggi. Dosis sinar gamma 20 - 35 Gy sudah merupakandosis lethal 50 % (LD 50) untuk planlet pisang AmbonKuning. Menurut Espino and Pimentel (17) irradiasi dengandosis sinar gamma yang tinggi dapat mematikan jaringan.Planlet pisang Lacatan dan Bungulan mengalami kematiansetelah diradiasi dengan sinar gamma 20 - 50 Gy.

Pada pengamatan planletM^Vj, planlet yang tidakdiradiasi dan yang diradiasi dengan dosis 5 Gy belummemperlihatkan abnormalitas yang nyata, namun dijumpaiplanlet berdaun tebal dengan wama daun yang lebih hijaumasing-masing sebanyak 3,4 % dan 3,2 %. Planlet yangdiradiasi 10 dan 15 Gy berwama hijau tua, berbentuk roset,kaku dan terdapat masa yang halus dan bentuknyamenyerupai kalus masing-masing sebanyak 4,3 % dan 5,3%(Tabel 2) . Menurut Jarret (18), tanaman yang mengalamimutasi memperlihatkan perbedaan morfologi danketahanannya terhadap penyakit.

Kebun Percobaan Balitbu. Planlet M,V5 yangdipindah ke lapang yang sudah terinfeksi FOC menunjukkankeragaman yang cukup tinggi terhadap tinggi tanaman danjumlah daun (Tabel 3). Menurut Roux et al (19), induksimutasi dengan radiasi dapat meningkatkan keragamangenetik.

124

Page 123: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan PengembanganAplikasi laolop dan Radiasi, 1998

Tampaknya, serangan FOC semakin meningkatseiring dengan lainanya tanaman di lapang dari semua dosisradiasi yang diberikan. Di samping itu, ada kecenderunganbahwa semakin tinggi dosis radiasi semakin berkurangpulatanaman yang terserang FOC (Tabel 4). Serangan penyakitbunchy top (Banana Bunchy Top Virus = BBTV) danSigatoka juga dijumpai pada seniua dosis radiasi. Tanamanpisang yang terserang BBTV tidak terserang oleh FOC,sedangkan tanaman yang terserang Sigatoka dapat jugaterserang FOC.

Jumlah tanaman yang mampu bertahan hiduphingga satu tahun setelah penanaman di lapang hanya 2tanaman, yailu tanaman yang berasal dari planlet yangdiradiasi dengan dosis 15 Gy. Tanaman tersebut telahdisubkultur menjadi 27 planlet dan perlu dipelajari lebihlanjut mengenai kestabilan resistensinya terhadap FOC.

Perbanyakan tanaman pisang secara in-vitromerupakan cara yang efisien lebih cepat untuk penangananseleksi mutan. Peluang keberhasilan seleksi dapatditingkatkan dengan penanda biokimia dan indikatorfisiologis. Penelitian yang lebih sistematik diperlukan untukmembandingkan perbedaan yang ditimbulkan akibat variasisomaklon dan mutasi induksi

KESIMPULAN

1. Planlet M,V, yang diradiasi dengan dosis 20 - 35 Gytidak dapatbertahan hingga 6 bulan setelah pelaksanaanradiasi.

2. Abnormalitas planlet M,V5 hasil radiasi 10 dan 15 Gyditunjukkan pada planlet yang berbentuk roset, berdaunkaku dan berwarna hijau tua serta terbentuknya masayang bentuknya menyerupai kalus.

3. Jutnlah tanaman M^Vj yang mampu bertahan hiduphingga satu tahun setelah penanaman di lapang hanya2 tanaman yang berasal dari planJet yang diradiasidengan dosis 15 Gy dan telah disubkultur menjadi 27planlet M,V6.. Perlu dipelajari lebih lanjut untukmengetahui kestabilan resistensinya terhadap FOC.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ploetz, R. C. and E. S. Shepard. 1988. Fusarial wilt ofbanana in South Florida. PlantDisease. 72 (11):994.

2. Samson, J. A. 1980. Tropical fruits. Longman. London.p. 250.

3. Ploetz, R. C. and J, C. Correll. 1988. Vegetatifcoinpatibility aniong races ofFusarium oxyspommf. sp. cubense. Plant Disease. 72 (4) : 325 - 328.

4. Shepperd, K. 1987. Banana breeding : past andpresent. ActaHort. 196 : 37-43.

5. Jawal, M; I. Sutarto dan H. Sunarjono. 1985. Pengaruhradiasi gamma Cobalt-60 terhadap pertumbuhan

mata tunas pisang Ambon Kuning. SimposiumAplikasi Isotop dan Radiasi dalam BidangPertanian dan Biologi. PAIR - BATAN -Jakarta.

6. Epp, M.D. 1986. Somaclonal variation in bananas : Acase study with Fusarium wilt of banana andplantain breeding strategies. Proc. of an Intern.Workshop held at Cairns Australia 13-17 Oct.1986. INIBAP/ACIAR Proc. No. 21 : 140- 150.

7. Rao, D. G. 1981. A short note on bunchy top diseaseof banana. Indian Inst. of Hort. Res. Bangalore.p. 142-143.

8. Broertjes, C and A. M. Van Harten 1978. Applicationof mutation breeding methods in the improvementof vegetatively propagated crops. Elsevier.Amsterdam.

9. Kao, D, L. 1979. Induction mutation of bananas. J.Chinese Soc. Hor. Sci. 25 : 297-306.

10. Donini, B. and A. Micke. 1984. Use of inducedmutations in improvement of vegetativelypropagated crops. Tec. Doc. 305. 1AEA. Vienna.p. 79-88.

11. Smith, M.K, S.D. Hamill, P.W. Langdo and K.G. Pegg.1990. In vitro mutation breeding for developmentof banana with resistance to race 4, Fusarium wilt.In In Vitro Mutation Breeding of Banana andPlantain. lstRes. Coordinated Meeting. 25 May -2 June 1989. Document 312.D2.RC4H. IAEASeibersdorf, Austria.

12. Tang, C.Y. and S.C. Hwang. 1994. Musa mutationbreeding in Taiwan. The improvement ofMusa: aglobal partnership. INIBAB. 219 - 227.

13. Siddiqui, S.H ; A.K.I.A. Khan and Nizamani. 1990.Improvement of banana through in vitro cultureand induced mutations. ln vitro mutation breedingof bananas and plantains. IAEA - Vienna. p 97 -99.

14. Novak, F.J and A. Micke. 1990. Advancement of invitro mutation breeding technology for bananaand plantains. In vitro mutation breeding ofbananas and plantains. IAEA Vienna. p. 56-65.

15. Afza, R; N. Roux; H. Brunner; M. Van Duren and R.Morpurgo. 1994. ln vitro mutation techniques forMusa. The Improvement of Musa: a globalpartnership. INIBAB. p. 207 - 212.

16. Ingram, D.S. and M.V. Mac Donald. 1986. Invitroselection of mutants. In Nuclear techniques and/«Vitro Culture for Plant Improvement. IAEA.Vienna. Austria. p. 241 -258.

125

Page 124: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 _

17. Espino, R.R.C. and R.B. Pimentel. 1992. 19. Roux, N., R. Afza; H. Brunner; R. Morpurgo and M.

18.

Radiosensitivity of in vitro cultured Lacatan,Bungulan and Saba to gamma irradiations. MusaRama. 5 (1): 2.

Jarret, R.L; W. Rodrigues and R.Fernandez. 1984.Evaluation, tissue culture propagation anddissemination of Saba and Pelipita plantains inCosta Rica. Scientia Hort. 25 (2): 137 - 147.

vanDuren. 1994.Complementary approaches tocross-breeding and mutation breeding for Musaimprovement. The improvement and testing Mwsa:a global partnership. INIBAB. 213 - 218.

Tabel 1. Jumlah planlet pisang Ainbon Kuning yang tetap hidup pada 3, 6, 9 dan 12bulan setelah radiasi (Number of banana plantlets at 3, 6, 9 and 12 monthsafter irradiation).

Dosis Radiasi(Irradiation doses)

(Gy)

0(A)5(B)10 (C)15 (D)20 (E)25 (F)30 (G)35 (H)

Jumlah planlet yang

3 bulan (month)

31232427227594967845

hidup (number of survival

6 bulan

423414347351

0000

9 bulan

511482392412

0000

plantlets)

12 bulan

554538468471

0000

Tabel 2. Penampilan abnomalitas planlet M,V5 hasil radiasi (abnormality of irradiated M,V5 Plantlets)

Dosis radiasi (Gy)(Irradiation doses)

Planlet norinal Abnormalitas(Abnormalities)

Keterangan(Remark)

0510

15

(A)(B)(C)

(D)

segar hijausegar hijausegar hijau

segar hijau

hijau tua.daun tebalhijau tua.daun tebalhijau tua, roset, kaku,masa halus seperti kalushijau tua, roset, kaku,masa halus seperti kalus

19 (3,4 %)17 (3,2)20 (4,3 %)(16 roset dan 4 masa halus)25 (5,3 %)(15 roset dan 10 masa halus)

Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun dan anakan pada tanaman M, V5 dilapang, 3 bulansetelah tanam (Plant height, number of leaves and suckers on M^V, plants, 3 months afterplanting)

Dosis radiasi (Gy)irradiation doses)

Tinggi tanatnan (cm)(Plant height)

Jumlah daun(Leaf number)

Jumlah anakan(Number of suckers)

0(A)5(B)10 (C)15 (D)

69,1788,0087,5188 75

±±±±

18,5319,4217,6325,37

12,3013,8212,6111,40

±±±±

1,681,771,942,52

1,562,652,391,82

±±±±

0,691,371,480,77

126

Page 125: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

Tabel 4. Jumlah tanaman pisang yang sehat dan yang terserang penyakit FOC di lapang

Dosis radiasi (Gy) •

0(A)5(B)10 (C)15 (D)

Pengamatan I

Sehat

19a12 b25 c35 d

FOC

31382515

Pengamatan II

Sehat

16 e9f

22 g34 h

FOC

34412816

Pengamatan III

Sehat

8i7j

15 k28 1

FOC

42433522

Keterangan :

Pengamatan I, II dan III dilakukan 6, 7 dan 8 bulan setelah penanaman di lapang.

a. No. 3 A terserang Banana Bunchy Top Virus (BBTV)b. No. 47 B terserang BBTVc. No. 1 C daun hijau tua dan keriputd. No.7 D daun hijau tua dan keriput

No. 9 D daun terserang Sigatokae. No.3 A terserang BBTVf. No. 47 B terserang BBTVg. No. 2 C, 8 C, 16 C, dan 23 C terserang BBTV

No. 1 C daun hijau tua dan keriputh. No. 1 - 5 D, 18 D, 36 D dan 43 D terserang BBTV

No. 7 D daun hijau tua dan keriputNo. 9 D daun terserang Sigatoka

I. No. 3 A terserang BBTVj . No. 14 B, 47 - 49 B terserang BBTV, daun kaku, tebal, klorosis, tangkai daun tegak.k. No. 2 C, 8 C, 16 C dan 23 C terserang BBTV1. No. 7 D daun hijau tua dan keriput

No. 9 D daun terserang SigatokaNo.25 D daun klorosis

127

Page 126: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

DISKUSI

ROSMIANTY A. WAHID

Seleksi resistensi mutan terhadap penyakitdilakukan di lapangan yang terinfeksi. Apakah adapeinikiran untuk seleksi secara in vitro soinacklonal terhadappenyakit layu Fusarium ini ?

ISMIYATI SUTARTO

Seleksi secara in vitro dan variasi somacklonalsudah akan dilaksanakan melalui dana IAEA, sesuai denganTA yang diusulkan untuk tahun 1997/1998.

RIVAIE RATMA

1. Planlet dan bagian apa yang diambil dari pisang ambonkuning tersebut ?

2. Anda mengiradiasi planlet diantaranya dengan dosis 15Gy seperti kita ketahui bahwa planlet banyak sekali/tinggi sekali kadar airnya (menurut materi yang akandiiradiasi). Apakah mungkin terjadi mutasi karenabanyak dihasilkan radikal-radikal berupa bebas .Bagaimana mekanismenya ?

ISMIYATI SUTARTO

1. Yang diradiasi adalah planlet yang berukuran 5 cm.Dengan meradiasi planlet, maka bahan tanainan terlebihsenang dan jumlahnya cukup banyak.

2. Sebelum pelaksanaan penelitian kami telah menentukanLD 50, yaitu 35 rGy. Radikal bebas hanya ada padamedia pertumbuhan (komunikasi pribadi dengan Dr.Ismachin). Media tersebut langsung kami ganti segerasetelah pelaksanaan radiasi untuk mencegah pengaruhradikal bebas terhadap planlet.

E . SUWADJI

Bagaimana cara menentukan keragaman mutasiakibat iradiasi pada pisang secara tidak langsungberhubungan dengan penyakitnya ?

ISMIYATI SUTARTO

Penentuan keragaman dilakukan dengan uji T danpengamatan secara visual. Pengujian resistensi terhadappenyakit dilakukan di lapang yang sudah terinfeksi FOC.

RIYANTI

Apakah tanaman mutan bentuk roset dan bentuklain itu mampu berbuah dan bagaimana reaksinya tanamanmutan tersebut terhadap penyakit FOC ?

ISMIYATI SUTARTO

Tanaman mutan yang abnormal (roset dan lainnya)belum sempat diamati sampai berbuah. Tanaman tersebutrentan terhadap FOC.

128

Page 127: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH IRADIASI DANINKUBASI MEDIA TANDAN KOSONGKELAPA SAWIT TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR MERANG

(VOLVARIELLA VOLVACEAE)

Darmawi dan E. Suwadji

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATANID0000160

ABSTRAK

PENGARUH IRADIASI DAN INKUBASI MEDIA TANDAN KOSONG KELAPA SAWITTERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (VOLVARIELLA VOLVACEAE). Telah dilakukan studipengaruh iradiasi dan inkubasi media tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dalam kantong plastik pada ruang inkubatorpertumbuhan. Perlakuan yang diberikan ialah sterilisasi panas dengan autoklaf dan dengan iradiasi gamma padamedia TKKS. Sterilisasi media TKKS dilakukan pada tekanan 2,0 kg/cm2 selama 40 menit, sedangkan iradiasi dilakukanpada dosis 0, 15, 30, dan 45 kGy. Semua media diinokulasi dengan bibit jamur merang kemudian diinkubasi selama2 dan 4 minggu dalam ruang inkubator pada suhu 28-35 °C dan kelembaban > 80%. Parameter percobaan yang diujiialah kadar lemak dan protein jamur merang dan media TKKS, kadar pati jamur, kadar serat kasar media TKKS danrendemen, dan bobot jamur merang. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi 45 kGy pada mediaTKKS dapat menghasilkan kadar lemak jamur merang sebanyak 0,52%, tetapi semakin lama tnasa inkubasi, semakinturun kadar lemak jamur merang. Perlakuan iradiasi tidak mempengaruhi kadar lemak media TKKS dan perlakuantanpa inkubasi menghasilkan kadar lemak media TKKS tertinggi yakni sebanyak 0,82%. Perlakuan iradiasi daninkubasi pada media TKKS tidak meningkatkan kadar protein jamur merang. Kadar pati jamur merang tertinggidihasilkan pada perlakuan iradiasi 15 kGy sebanyak 3,09% dan 3,13% dengan masa inkubasi 4 minggu. Perlakuaniradiasi 45 kGy menurunkan kadar serat kasar media TKKS hingga 29,29% dan 28,02% dengan perlakuan autoklaf.Perlakuan iradiasi 45 kGy pada media TKKS dapat menghasilkan bobot jamur sebesar 30,92 grain/kantong dan 27,73gratn/kantong dengan inasa inkubasi 2 minggu.

ABSTRACT

EFFECTS OF IRRADIATION AND INCUBATION OF PALM OIL EMPTY FRUIT BUNCHMEDIUM ON THE GROWTH OF RICE MUSHROOM (VOLVARIELLA VOLVACEAE), Study on the effectof irradiation and time of incubation of composted palm oil empty fruit bunch (EFB) were conducted in growthchamber in the plastic bag as growth mediuin. Treatments of experiment were consisted of sterilization of compostedEFB growth tnedium by autoclave heating and gamma irradiation. Autoclave heating were conducted at 2.0 kg/cin2 for40 minutes and gamma irradiation at the dose of 0, 15, 30, and 45 kGy. After sterilization, EFB medium were inoculatedusing mushroom seed of V. volvaceae. Time of incubation ofEFB medium after inoculation was 2 and 4 weeks beforemushroom harvesting. Growth chamber was maintained at 28-35 °C room temperature and humidity > 80%. Parametersof the experiment were determined on mushroom analysis i.e. fat, protein, and starch content and weight of mushroom.Analysis of EFB medium after incubation were determined i.e. total fiber and percentage of rendement. Results of theexperiment showed that dose of 45 kGy effected on mushroom fat content 0.52% which was decreasing regards to thedelay of incubation period. Irradiation treatment did not effect EFB fat content compared to non irradiated EFB(0.82%). Irradiation treatment and incubation on EFB medium were not increasing on mushroom protein content.Mushroom starch content was obtained on the dose of 15 kGy and 4 weeks of incubation period 3.09 and 3.13%respectively. The dose of 45 kGy and autoelave heating were deereasing total flber of EFB mediuin 29.29 and 28.02%respectively. The dose of 45 kGy on EFB medium with 2 weeks of incubation period produced weight of mushroom30.92 and 27.73 g/bag respectively.

PENDAHULUAN

Budidaya jamur merang {Volvariella volvaceae)sudah banyak dilakukan petani atau masyarakat di Indonesiabaik dalam skala kecil maupun skala besar yaitu untukekspor. Penggunaan jamur tersebut sebagai bahan makanantemyata dapat meningkatkan gizi, karena kandungan proteindan nutrisinya cukup tinggi. Budidaya janiur merang dalamskala kecil dapat lnenambah pendapatan keluarga sedangdalam skala besar yaitu untuk ekspor dapat menambahpendapatan negara.

Budidaya jamur merang sangat tergantung padaketersediaan limbah pertanian yakni jerami padi untuk

media tanamnya. Limbah ini banyak tersedia pada saatpanen, namun demikian satu bulan setelah panen sukardidapat sainpai menjelang panen pada musim berikutnya.Salah satu limbah perkebunan yang dapat digunakan untukmedia pertumbuhan jamur merang ialah tandan kosongkelapa sawit (TKKS). Tandan kosong kelapa sawit tersebutkandungan seratnya sangat tinggi. Serat tersebut dapatdimanfaatkan sebagai sumber karbon oleh mikroorganismeatau jamur tertentu sehingga dapat tumbuh danmenghasilkan produk tertentu (1).

Jamuryang dapat dimakan, kualitasnya ditentukanoleh rasa jamur, kadar protein, kadar vitamin dan dayasitnpannya yang cukup tinggi. Kadar leniak dapat

129

Page 128: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengemhangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 _

menambah cita rasa jamur, sedangkan kandungan pati danprotein masing-masing dapat menainbah daya awet jamur,dan nilai gizi jainur (2).

Teknologi iradiasi telah banyak digunakan dalamberbagai bidang untuk kesejahteraan masyarakat, antara lainuntuk proses sterilisasi pada pembuatan niedia tanainjamur(3). Sterilisasi media dan inkubasi niangan merupakantahapan yang perlu dilakukan dalam budidaya jamur.Kegagalan atau menurunnya produksi jarnur seringkaliterjadi karena tahapan tersebut tidak diperhatikan secaraseksama.

Iradiasi pada media TKKS yang digunakan untukmenuinbuhkan jamur kemungkinan dapat meningkatkankadar nutrisi jamur, kadar N, kadar serat kasar, degradasikadar N. Degradasi N dan serat membantu pertumbuhanmiseliuin jamur dalam proses pengomposan, dan akanmenurunkan nisbali C/N (4).

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajaripengaruh iradiasi dan inkubasi kompos tandan kosongkelapa sawit terhadap pertumbuhan jamur inerang.

BAHAN DAN METODE

Tandan kosong kelapa sawit diurai menjadiserabut. Pada serabut tersebut ditainbahkan kapur (2,5%),TSP (0,125%), urea (0,25%), dan dedak (5%), kemudianditaruh dalam wadah yang tertutup rapat dengankelembaban 80%. Setiap 3 hari selaina 2 minggu mediadibalik.

Media hasil pengomposan dimasukkan dalamkantong plastik polietilen yang berukuran 25 x 40 cmmasing-masing sebanyak 200 gram setiap kantong. Mediadisterilkan dengan autoklaf selama 40 menit pada tekanan2,0 kg/cm2 atau diiradiasi dengan dosis 0, 15, 30, dan 45kGy. Setelah itu media diinokulasi dengan bibit jamurmerang {Volvariella volvaceae), dan diinkubasi selama 0(tanpa inkubasi), 2, daii 4 minggu dalam ruangan pada suhu28-35 °C dengan keleinbaban ± 80%.

Seminggu setelah inkubasi, yaitu pada stadiakancing, kantong media dibuka agar jamur dapat tunibuhkeluar.

Panen jamur pertama dilakukan 2 ininggu setelahinokulasi bibit, sedangkan panen kedua dilakukan setelahsisa panen pertama yaitu 4 minggu setelah inokulasi bibit.

Pengamatan pada jamur dilakukan terhadap kadarlemak, protein, pati dan bobot jamur. Pengamatan padamediaTKKS dilakukan terhadap kadar lemak, protein, seratkasar dan persentase rendemen. Kadar lemak diukur denganmenggiinakan metode ekstraksi soxhlet, kadar proteindengan metode Kjeldahl, dan kadar serat kasar denganmetode destruksi (5). Penentuan kadar pati dilakukandengan metode titrasi/luff (6). Persentase rendemen dihitungberdasarkan berat kering tandan kosong kelapa sawitsesudah dan sebelum inkubasi. Penelitian dilakukan dilaboratorium dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)dalam percobaan faktorial dengan 3 ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar lemak jamur merang dan media kompos.Perlakuan iradiasi dengan dosis 45 kGy pada media tandan

kosong kelapa sawit (TKKS) menghasilkan jamurmerang dengan kadar lemak 0,52%, jauh Iebih besar danberbeda nyata pada taraf 5% dengan uji BNT dibandingperlakuan lain (Tabel 1 dan Gambar 1). Pada media komposTKKS yang telah ditumbuhi jamur merang tadi hanya tersisa0,49% lemak. Hal ini berarti jamur inerang dapatmemanfaatkan unsur-unsur penyusun Iemak yang terdapatdalam media itu untuk pertumbuhannya. Iradiasi dengandosis 15 kGy dapat meningkatkan kadar lemak pada mediaTKKS sebesar 0,67%, tetapi belum dapat meningkatkankadar lemak jatnur merang yang tumbuh pada media ini.Kemungkinan lemak yang dihasilkan belum dapatdimanfaatkan untuk pertumbuhannya. Kemungkinan lain,pada media TKKS tumbuh mikroorganisme atau fiingi lainyang memiliki hipa/komponen dengan kadar lemak yangcukup tinggi (5).

Pada Tabel 2 dan Gambar 3 lnenunjukkanbahwa perlakuan inkubasi inedia TKKS selama 2 minggudapat meningkatkan kadar lemak jamur yang ditumbuhkanpada media tersebut, akan tetapi pada inkubasi selama 4minggu kadar lemak akan turun. Kadar lemak yang terdapatdalam media TKKS juga makin berkurang seiring denganlamanya inkubasi. Hal ini menunjukkanbahwa makin lamawaktu inkubasi kadar lemak dalam media makin rendah.Dengan demikian inkubasi selama 4 minggu, dapat merusakinedia pertumbuhan jamur dan lemak yang dikandungdidalamnya, padahal diharapkan perlakuan inkubasi yangoptimal tidak merusak komponen penyusun lemak ataupunprotein.

Selanjutnya dari Tabel 3 tampak adanya interaksiantara perlakuan dosis iradiasi 45 kGy dengan masa inkubasi2 minggu. Hal ini ditunjukkan oleh kadar lemak jamurmerang yang lebih tinggi yaitu sebesar 1,10% jika dibandingperlakuan lain. Kadar lemak jatnur pada perlakuan dosisiradiasi 45 kGy dan masa inkubasi 4 minggu jauh lebihkecil yaitu hanya 0,34% (Tabel 3). Kenyataan inikemungkinan disebabkan bahwa pengaruh masa inkubasiyang terlalu Iama, dapat merusak komponen lemak yangterdapat pada media tumbuh jamur.

Disamping itu iradiasi 45 kGy dapat merubahasain lemak tidak jenuh yang terdapat dalam mediaTKKS menjadi radikal bebas. Radikal bebas ini dengan O2

membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabildan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbonyang lebih pendek oleh radiasi, energi panas maupun enzim(7).

Selanjutnya dari Tabel 4 tampak adanya interaksiantara perlakuan iradiasi 15 kGy dengan perlakuan tanpainkubasi sehingga menyebabkan kadar lemak media menjaditinggi yaitu 0,93%.

Kadar protejn jamur merang dan mediaTKKS.Hasil analisis rata-rata kadar letnak dan protein padajamur dan media disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1terlihat kadar protein jamur dari seinua perlakuan yangdiberikan tidak berbeda sedang kadar protein media padaperlakuan dengan dosis iradiasi 45 kGy berbeda denganperlakuan yang lain. Hal ini berarti perlakuan iradiasi tidakdapat meningkatkan kadar protein pada media TKKS danjuga kadar jamur merang yang tumbuh pada media tersebut.Kenyataan ini sesuai dengan pendapat TAN BIEW SOEN

130

Page 129: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

(8) bahwa iradiasi tidak berpengaruh terhadap protein utuhseperti pada bahan makanan. Meskipun demikian iradiasiyang tinggi pada media dapat menurunkan kadar protein(Tabel 1).

Perlakuan inkubasi pada media TKKS dapatmenurunkan kadar protein dalam media. Jamur merangyang tumbuh pada media TKKS yang diinkubasi tersebutjuga menurun seiiring dengan kadar protein yang terdapatpada media tersebut, walaupun tidak berbeda nyata padataraf 5% dengan uji BNT (Tabel 2 dan Gambar 3). MenurutYUNIARTI (4) dikatakan bahwa semakin lama inkubasi,semakin banyak miselium yang tumbuh dalam media.Miselia tersebut mengkonsumsi protein dari media TKKSuntuk menjalankan aktivitasnya, sehingga kadar proteindalam media berkurang.

Adanya interaksi iradiasi dengan inkubasi dapatmeningkatkan kadar protein jamur merang (Tabel 3),walaupun perlakuan iradiasi ataupun inkubasi secaraterpisah tidak menghasilkan perbedaan kadar protein padajamur merang.

Dari Tabel 4 dapat dilihat adanya interaksi antarairadiasi dengan masa inkubasi dalam meningkatkan kadarprotein media TKKS. Adanya interaksi antara perlakuaniradiasi dan inkubasi, kadar protein media TKKS menjaditinggi yaitu pada perlakuan iradiasi dosis 30 kGy dengantanpa inkubasi.

Kadar pati jamur merang. Dari hasil analisisstatistika menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi sinargamma sampai dengan dosis 45 kGy tidak menunjukkanbeda nyata terhadap kadar pati jamur inerang (Tabel 1),meskipun demikian perlakuan dengan dosis 15 kGycenderung dapat meningkatkan kadar pati jamur (Gambar

D-Demikian pula perlakuan inkubasi media TKKS

selama 4 minggu juga dapat meiiingkatkan kadar pati jamurmerang yang tumbuh pada media sampai sebesar 3,13%,meskipun tidak berbeda nyata jika dibanding denganperlakuan inkubasi selama 2 minggu. Semakin latnaperlakuan inkubasi, semakin banyak nutrisi yang dapatdiserap jamur merang sehingga kadar pati jamur merangjadi meningkat. Enzim selulase dari jamur dapatmenghidrolisa komponen selulosa sehingga dinding seldapat pecah dan menyebabkan selulosa berubah menjadikoinponen yang bersifat lanit seperti selobiosa dan glukosa(2, 9, 10).

Interaksi iradiasi dan inkubasi terhadap kadar patidapat dilihat pada Tabel 3. Adanya interaksi antara iradiasidengan inkubasi selama4 minggu dapat menghasilkan kadarpati lebih 3%, sedangkan interaksi antara radiasi denganinkubasi selama 2 minggu pada umumnya menghasilkankadar pati kurang dari 3%, kecuali interaksi dengan dosisiradiasi 15 kGy. Kadar pati jamur merang dapat meningkathingga 3,09% (Tabel 1).

Kadar serat kasar media TKKS. Perlakuaniradiasi dapat menuruiikan kadar serat kasar yang terdapatdalam media TKKS (Tabel 1 dan Gambar 2). Semakin tinggidosis iradiasi yang diperlakukan pada media TKKS, semakinrendah kadar serat kasarnya. Hal ini menunjukkan bahwairadiasi dapat niemutuskan rantai pada senyawa kompleksyang terdapat dalam media TKKS menjadi senyawa yang

lebih sederhana, seperti pada perlakuan dengan autoklaf(kontrol 1).

Selanjutnya dari Tabel 2 dan Gambar 4, dapatdilihatbahwa semakin lama inkubasi dilakukan pada mediaTKKS, semakin rendah kadar serat kasarnya. Tampaknyaperlakuan iradiasi dan perlakuan inkubasi dapat mengurangikadar serat kasar media TKKS, sehingga TKKS dapatdigunakan sebagai media untuk pertumbuhan jamurmerang.

Interaksi perlakuan iradiasi dan inkubasi terhadapkadar serat kasar media TKKS disajikan pada Tabel 4.Interaksi antara perlakuan autoklaf dengan dosis iradiasi45 kGy dan masa inkubasi 4 minggu dengan iradiasi 45kGy dapat menghasilkan kadar serat kasar paling rendahberturut-turut sebesar 21,04% dan 21,86%. Hal inidisebabkan terjadinya degradasi serat kasar olehmikroorganisme maupun jamur selama pengomposan.Mikroba dan miselia jamur dapat mengeluarkan enzimselulase yang mampu menghidrolisa selulosa menjadisenyawa sederhana seperti glukosa dan gula-gula lainnya(2)-

Bobot jamur merang. Pengaruh iradiasi mediaTKKS terhadap bobot jamur merang disajikan Pada Tabel1 dan Gambar 1. Semakin tinggi dosis iradiasi pada mediaini, semakin meningkat bobot jamur merang yang tumbuhpada media tersebut. Hal ini disebabkan semakin tinggi dosisiradiasi yang diberikan pada media, tnikroba pengganggubanyak yang mati sehingga pertumbuhan jamur tnerangtidak terganggu. Menurut CHANG dan MILES (2)dikatakan bahwa proses sterilisasi media TKKS dapatmencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapatmenghambat tumbuhnya jamur yang diinginkan.

Perlakuan inkubasi media TKKS selama 2 minggudapat menghasilkan bobot jamur sebesar 27,73 gram/kantong, lebih berat dibanding inkubasi selama 4 minggusebesar 5,68 gram/kantong (Tabel 2 dan Gambar 3). Halini disebabkan oleh masa inkubasi 4 minggu merupakansisa panen umur 2 minggu.

Interaksi perlakuan iradiasi dan inkubasi terhadapbobot jamur dapat dilihat pada Tabel 3. Dari tabel tersebuttampak bahwa ada interaksi antara masa inkubasi 2 tninggudengan dosis iradiasi. Perlakuan inkubasi 2 minggu yangdikombinasi dengan iradiasi menunjukkan bobot jamur lebihbaik dan semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikansemakin tinggi bobot jamur yang dihasilkan.

Kadar rendemen media TKKS. Pengaruhiradiasi terhadap rendemen media dapat dilihat pada Tabel1 dan Gambar 2. Rendemen media paling rendah yangdihasilkan adalah pada perlakuan sterilisasi dengan autoklaf(kontrol 1) yaitu sebesar 81,94%, sedangkan yang palingtinggi adalah perlakuan iradiasi iradiasi 0 kGy (kontrol 2)yaitu sebesar 89,14%. Tampaknya perlakuan sterilisasidengan autoklaf menyebabkan rendeman media turun,sedangkan sterilisasi dengan radiasi juga cenderungmenurunkan rendeman.

Pada Tabel 2 dan Gambar 4, dapat dilihat pengaruhmasa inkubasi terhadap kadar rendemen media TKKS.Semakin lama inkubasi, kadar rendemen media tersebutsemakin rendah. Hal ini berarti bahwa perlakuan inkubasisangat baik untuk menurunkan kadar rendemen media

131

Page 130: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi JsoLop dan Radiasi, 1998-

TKKS karena dapat mendegradasi serat kasar yang ada,sehingga terurai menjadi gula dan dapat dimanfaatkan jamuruntuk pertumbuhannya. Sesuai dengan hasil penelitianYUNIARTI (4) bahwa penurunan kadar rendemen mediaTKKS disebabkan serat kasar yang terurai menjadi guladigunakan oleh mikroorganisme dan jamur untukpertumbuhan dan nietabolisinenya.

Interaksi antara perlakuan iradiasi dan inkubasipada media kompos terhadap rendemen media TKKS dapatdilihat pada Tabel 4. Dari tabel tersebut tampak bahwa tidakada interaksi antara perlakuan sterilisasi dengan tanpainkubasi, sedangkan perlakuan sterilisasi dengan masainkubasi menunjukkan adanya interaksi seliingga rendeinanmedia bervariasi. Hasil interaksi yang baik adalah padaperlakuan masa inkubasi 4 minggu dengan autoklaf ataudengan iradiasi dosis 30 kGy, masing-masing dapatmenurunkan rendeman sainpai 66,36% dan 68,02%.

KESIMPULAN

1. Kadar lemak jamur merang meningkat sampai 0,52%bila ditanam pada media TKKS yang diiradiasi dengandosis 45 kGy, tetapi semakin lama masa inkubasi padamedia TKKS seinakin turun kadar lemak jainur merang.Interaksi antara iradiasi 15 kGy dengan tanpa inkubasimeningkatkankadar lemakmediaTKKS sampai 0,93%.

2. Kadar protein jainur nierang yang tumbuh pada mediaTKKS baik yang diiradiasi maupun inkubasi tidakmenunjukkan perbedaan yang berarti, tetapi dapatditingkatkan dengan interaksi iradiasi 15 kGy denganmasa inkubasi 2 minggu hingga 2,85%. Iradiasi gammatidak mempengaruhi kadar protein media TKKS, tetapiperlakuan tanpa inkubasi dapat menghasilkan kadarprotein media TKKS sebanyak 1,99% lebih tinggi.Interaksi iradiasi dengan inkubasi tidak dapatmeningkatkan kadar protein media TKKS.

3. Kadar pati jamur merang tertinggi dihasilkan padaperlakuan iradiasi dengan dosis 15 kGy sebanyak3,09% dan 3,13% dengan niasa inkubasi 4 minggu.Kadar pati januir merang dapat ditingkatkan hingga3,17% dengan interaksi perlakuan autoklaf dan masainkubasi 4 minggu.

4. Semakin tinggi dosis iradiasi, semakin rendah kadarserat kasar media TKKS. Dosis iradiasi 45 kGy danautoklaf dapat menurunkan kadar serat kasar mediaTKKS masing-masing 29,29% dan 28,02%. Sedangkandengaii perlakuaa inkubasi selama 4 minggu, kadar seratyang tersisa pada media TKKS sebanyak 27,67%.

5. Perlakuan iradiasi 45 kGy pada media TKKS dapatmenghasilkan bobot jamur merang tertinggi yaknisebesar 30,92 gram/kantong. Perlakuan inkubasi selama2 minggu pada media TKKS hanya menghasilkan bobotjamur merang sebanyak 27,73 gram/kantong. Interaksiiradiasi 45 kGy dengan masa inkubasi 2 minggu dapatmeningkatkan bobot jamur merang sampai 54,29 grain/kantong.

6. Perlakuan iradiasi tidak mempengaruhi kadar rendemenmedia TKKS. Kadar rendemen paling rendah dihasilkanpada perlakuan autoklaf sebesar 81,94% dan 72,4%dengan perlakuan inkubasi selama 4 minggu. Interaksiperlakuan autoklaf dengan masa inkubasi 4 minggudapat lnenurunkan kadar rendemen media TKKShingga 66,36%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada L. E. D.Retnosari, UNPAS Bandung yang telah membantu analisanutrisi pada percobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. SRI, S., Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan BudidayaPertanian, Fakultas Pertanian, IPBBogor, (1990)376.

2. CHANG, S. T., and MILES, P. G., Edible Mushroomand Their Cultivation. .2-ed. CRC Press Inc.Florida (1989) 235 p.

3. DARMAWI, dan SUWADJI, E., "Pertumbuhan jamurmerang pada beberapa limbah pertanian yangdiiradiasi dengan sinar gamma", Risalah PertemuanIlmiah APISORA, 9-10 Januari, Jakarta (1996) 77-82.

4. YUNIARTI, A., Studi Awal Pemanfataan TandanKosong Kelapa Sawit Sebagai Makanan Temak.Skripsi IPB, Bogor (1994) 67 p.

5. AOAC, Official Methods of Analysis ofThe Associationof Official Agriculture Chemists. Washington DC,(1970) 45 p.

6. MAMAN, S., RUDI, S., dan ENDANG, D., PraktikumKiinia Analisis. Akademi Kimia Analisis, Bogor.(1989) 49 p.

7. WINARNO, Kimia Pangan dan Gizi. edisi ke-1, PT.Gramedia, Jakarta (1989) 76 p.

8. TAN BIEW SOEN, Sterilisasi bahan-bahan hayatidengan radiasi pengion. Majalah Manfaat TenagaAtom No. 5 Tahun II, BATAN, Jakarta (1965) 15p.

9. KAPTI, R. K., dan ENDANG, S. R., Penggunaan enzimselulose dari Trichoderma sp. untuk pemisah patiketela pohon. dalam Mikrobiologi di Indonesia.PAIR, BATAN Jakarta. (1983) 93 p.

10. BRADLEY, AND CHAMPHELL, Cassava; Processingand storage, IDRC, Ottawa, Canada (1982) 183 p.

132

Page 131: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Tabel 1. Pengaruh iradiasi TKKS terhadap kadar lemak dan protein pada jamur merang dan media TKKS,kadar pati dan bobot jamur pada jamiir merang serta kadar serat kasar dan rendemen pada mediaTKKS

Perla-kuan

1-11-21-31-41-5

Lemak

0

Jainur

0,35 b0,31 a0,31 a0,28 a0,52 c

'o)

Media

0,52 a0,54 a0,67 b0,51 a0,49 a

Protein

C

Jamur

2,07 a1,96 a2,75 a2,20 a2,41 a

%)

Media

0,80 b0,91 b0,89 b0,96 b0,68 a

Patijamur

(%)

2,76 a2,73 a3,09 a2,74 a2,81 a

Serat kasarmedia

(%)

28,02 a40,99 c34,44 b30,05 a29,29 a

Bobotjamur

(g/kantong)

5,91 a6,42 b17,47 c22,80 d30,92 e

Rendemenmedia

(%)

81,94 a89,14 d88,69 cd85,65 bc86,32 bc

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada koloin yang sama, berbeda tidak nyatapada taraf 5% dengan uji BNT.

- 1-1 : kontrol, dengan autoklaf pada tekanan 2,0 kg/cm2 selama 40 menit; 1-2 : kontrol, iradiasi0 kGy; 1-3 : iradiasi 15 kGy; 1-4 : iradiasi 30 kGy; dan 1-5 : iradiasi 45 kGy.

Tabel 2. Pengamh inkubasi media TKKS terhadap kadar lemak dan protein pada jamur merang dan mediaTKKS, kadar pati dan bobot jamur pada jamur merang, serta kadar serat kasar dan rendemen padamedia TKKS

Perla-kuan

K-lK-2K-3

Lemak(%)

Jamur

0,48 b0,3 l a

Media

0,82 c0,54 b0,27 a

Protein(%)

Jamur

2,30a2,26 a

Media

0,99 a0,85 a0,80 a

Patijamur

(%)

2,52 a3,13 a

Serat kasarmedia

(%)

37,30 b32,70 b27,67 a

Bobotjamur

(g/kantong)

27,73 b5,68 a

Rendemenmedia

(%)

100,00 c86,65 b72,40 a

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang saina pada kolom yang sama, berbeda tidak nyatapada taraf 5% dengan uji BNT.

- K-l : inkubasi selama 0 minggu (tanpa inkubasi); K-2 : inkubasi selama 2 minggu; K.-3 :inkubasi selama 4 minggu.

133

Page 132: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsolop danRadiasi, 1998.

Tabel 3. Pengaruh interaksi iradiasi dan inkubasi terhadap kadar lemak, protein, pati, danbobot jainur padajamur inerang

Interaksi ira.Dan inkubasi

I,K2

! 3K 2

I4K2

I5K2

I,K,I2K3

I3K3

Leinakjamur(%)

0,51 c0,27 a0,22 a0,30 a1,10 d0,20 a0,34 a

0,40 bc0,25 a0,34 a

Proteinjamur(%)

2,13 b1,75 a2,85 d

.2,40 bc2,35 bc2,01 ab2,17 bc2,65 cd1,99 ab2,48 c

Pati jamur(%)

2,34 a2,29 a3,04 c2,34 a2,59 b3,17 d3,16 d3,14 d3,13 d3,04 c

Bobotjamur(g/kantong)

8,76 c10,37 cd28,39 e36,84 f54,29 g3,07 a2,47 a6,54 b8,76 c

7,55 bc

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama,berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan uji BNT.

- I, : kontrol, dengan autoklaf pada tenakan 2,0 kg/cm2 selama 40 menit; I2 :kontrol, iradiasi 0 kGy; I3: iradiasi 15 kGy;I4 : iradiasi 30 kGy; I5: iradiasi 45 kGy

- K, : inkubasi selama 0 minggu (tanpa inkubasi); K2 : inkubasi selama 2minggu; K3: inkubasi selama 4 minggu

Tabel 4. Pengaruh interaksi iradiasi dengan inkubasi terhadap kadar lemak, protein, seratkasar dan rendemen pada media TKKS

Interaksiiradiasi dan

inkubasi

I,K,

I5K,I,K2

iKI5K2

I,K3

I2K3

I3K3

I!K!

Lemakmedia(%)

0,70 h0,79 i0,93 10,83 jk0,85 k0,51 fg0,53 g0,76 i0,47 f0,45 ef0,35 de0,30 c

0,32 cd0,25 b0,16 a

Proteinmedia

Serat kasartnedia

Rendemenmedia

1,21 b1,32 b1,27 b1,93 c1,23 b

0,92 ab1,12 b1,00 b

0,69 ab0,49 a0,27 a0,28 a0,39 a0,25 a0,33 a

34,82 ef40,35 i39,67 hi33,27 d38,37 g28,18 bc43,37j35,61 f28,69 c27,63 b21,04 a39,24 h28,04 bc28,19 bc21,86 a

100 i100 i100 i100 i100 i

89,54 h79,48 e88,16 fg88,92 gh87,14 f66,36 a77,87 d77,92 d68,02 b71,81 c

Keterangan : - Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama,berbeda tidak nyata pada taraf 5% dengan uji BNT.

- I, : kontrol, dengan autoklaf pada tenakan 2,0 kg/cm2 selama 40 menit; I2:kontrol, iradiasi 0 kGy; I3 : iradiasi 15 kGy; I„: iradiasi 30 kGy; I5: iradiasi45kGy;

- K, : inkubasi selama 0 minggu (tanpa inkubasi); K2 : inkubasi selama 2minggu; K3: inkubasi selama 4 minggu

134

Page 133: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

1Q

Lemak P r o t e i nP a t j B. jamur

Gambar 1. Kadar leinak, protein, pati, dan bobotjamur padajamur merangyang tumbuh pada media TKKS yang diiradiasi sinar gamma(Kontrol 1 = perlakuan autoklaf dengan tekanan 2,0 kg/cmselama 40 menit).

Rendemen

S. kasar

ProteinKontrol

45

Dosis iradiasi (kGy)

Gainbar 2. Kadar lemak, protein, serat kasar, dan rendemen (%)media TKKS yang diiradiasi sinar gamma (Kontrol 1 =perlakuan autoklaf dengan tekanan 2,0 kg/cm selama40 menit).

135

Page 134: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangon Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

Masa inkubasi(Minggu)

Gambar3. Kadar lemak, protein, pati,dan bobot jainur pada jamurmerang yang tumbuh padamedia TKKS yang diinkubasi.

Mawi Inkutes)

Gambar 4. Kadar lemak, protein, serat kasar dan rendemen pada mediaTKKS yang diinkubasi

DISKUSI

RIVAIE RATMA

Anda mengiradiasi media jamur merang dan adakemungkinan bakteri yang mati. Bakteri-bakteri apa sajayang terdapat dalam media jamur merang. Bila ada, bakteriyang mati apakah tidak menghambat pertumuhan jamur ?

DARMAWI

Benar, dengan perlakuan iradiasi pada percobaanini banyak bakteri yang mati. Banyak jenis bakteri yangterdapat pada media ini seperti Coccus, Vibrio dll. Denganmatinya bakteri-bakteri ini tidak menghambat pertumbuhan,justru dengan tidak adanya bakteri dan juga jamur sepertiAspergillus sp dll. akan memberikan pertumbuhan jamurini lebih baik dan tidak ada jasad pengganggu lainnya.

136

Page 135: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

ANALISIS KANDUNGAN MINERAL DALAM HIJAUAN PAKAN TERNAKDENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI PENDAR SINAR-X

Sasangka, B.H., J. Mellawati, T. Tjiptosumirat, dan Suharyono

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAKID0000161

ANALISIS KANDUNGAN MINERAL DALAM HIJAUAN PAKAN TERNAK DENGANMENGGUNAKAN SPEKTROMETRI PENDAR SINAR-X. Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahuikandungan mineral dalam hijauan pakan ternak. Satnpel yang digunakan dalam penelitian ini adalah hijauan yangbiasa dimakan oleh ternak. Sampel yang dianalisis adalah jerami jagung, daun turi, daun singkong, rumput raja,rumput teki, dan alang-alang yang diperoleh di lokasi peternakan sekitar Mataram, Lombok. Sampel yang telah diketahuiberat keringnya kemudian dibuat pelet dengan diameter 3 cm dan tebal 0,1 cm, selanjutnya dianalisis dengan alatspektrofotometer pendar sinar-X, dan sebagai sumber pengeksiasi digunakan 109Cd dan S5Fe. Hasil analisis kuantitatifunsur makro adalah sebagai berikut : Kandungan P terendah terdapat pada alang-aiang dan rumput lapangan, sedanghijauan lain mengandung P sebesar 0,18 - 0,80 %. Kandungan unsur S berkisar antara 0,12 - 0,33 %, unsur K palingrendah terdapat pada daun turi dan daun singkong, yaitu sebesar 2,49 dan 1,28 %, sedang pada daun tersebut konsentrasiCa tinggi, yaitu sebesar 2,13 dan 0,74 %. Hasil analisis kuantitatif unsur inikro adalah sebagai berikut: Kandungan Siberkisar antara 0,34 - 3,24 % dan yang paling rendah pada daun turi, sebaliknya daun turi kandungan Cr paling tinggiyaitu sebesar 104 ppm, sedang tanaman lain tidak terbaca. Pada jerami jagung dan alang-alang unsur Mn tidakterbaca, pakan hijauan lain berkisar antara 65,5 - 178 ppm, sedang unsur Fe terdapat merata pada semua hijauanberkisar antara 330 - 1780 ppm. Unsur Co hanya terdapat pada jerami jagung, sedang pada hijauan lain rendah.Kandungan unsur Cu dan Zn terdapat merata pada semua hijauan, yaitu berkisar antara 4,10 - 6,84 ppm dan 43,30 -73,50 ppm.

ABSTRACT

MINERAL ANALYSIS OFTHE FORAGES AS RUMINANT FEED USINGX-RAY FLUORESCENTSPECTROMETRY (XRF). An experiment was conducted to evaluate tnineral contents of forages as ruminant feed.Samples used in this experiment were maize straw, cassava leaf, leucaena leaf, king grass, teki grass, Imperatacyliandrica and field grass. These samples were collected from several locations of ranches in Mataram, Lombokisland. Samples were measured for dry matter content, and then were formed into pellet in the size of 3 cm 0 and 0,1cm thick, as required by the XRF analysis. Excitation of ""Cd and S5Fe radioisotopes were used as the initial energy forXRF analysis. Result of the analysis of macro elements show that P content was below the detection limit of XRF forImperata cyliandrica and field grass, while for other samples were between 0.18 % and 0.80 %. In all samples Scontent were between 0.12 and 0.33 %. Potassium content in leucaeua and cassava leaves were low ; i.e. 2.49 and 1.28%, respectively, however, the concentration of Ca was high in these samples, i.e. 2.13 and 0.74 %, respectively.Except leucaena leaves, which was found to be the lowest, result of micro elements analysis showed that Si rangedbetween 0.34 and 3.24 %. On the other hand, Cr content in leucaena leaves was the highest, i.e. 104 ppm, as comparedto the other forages which were undetectable. Manganese was also found undetectable in maize straw and field grass,while in other forages ranged between 65.50 and 178 ppm. Iron was found in all forages i.e. 330 - 1780 ppm. Cobaltwas only detected in maize straw, which is 27.6 ppm. All forage samples contained Cu and Zn with an average range4.10 - 6.84 ppm and 43.30 - 73.50 ppm, respectively.

PENDAHULUAN

Kebutuhan ternak potong dari tahun ketahun terusmeningkat seiring dengan kesadaran tnasyarakat akanpentingnya protein hewani untuk pertumbuhan. Di lainpihak untuk mencukupi kebutuhan ternak potong kurangdiimbangi dengan peningkatan populasi ternak. Keadaantersebut apabila berlangsung lama dapat mengakibatkanpopulasi temak makin lnenurun. Penurunan populasi selaindisebabkan oleh faktor ternaknya juga disebabkan oleh faktorpakanyang dikonsumsi. Pasokan ternakpotong untukkota-kota besar, umumnya berasal dari Indonesia bagian timur,dengan kondisi lingkungan yang lebih kering.

Apabila diperhatikan konsumsi ternak rutninansiakhususnya pakan basalnya sebagian besar berupa hijauandengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi (1). Pakanhijauan dapat berasal dari tanaman runiput yang sudahdikultivasi, limbah pertanian, maupun tanaman yangtumbuh secara alami. Kualitas hijauan sangat ditentukanoleh tanah dimana tanaman tumbuh.

Pakan hijauan yang diberikan oleh peternaktradisional umumnya benipa hasil samping pertanian sepertijerami padi, jerami jagung, daun singkong, daun kacangtanah dan hijauan lainyang mudah diperoleh di sekitamya.Jumlah dan macam hijauan yang diberikan setiap harinyaberbeda bergantung dari musimnya.

137

Page 136: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pcnelitian dan Pengembangan Aplilcasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Sebelum pakan hijauan tersebut diberikan padatemak sebaiknya perlu dianalisis terlebih dahulu kandungannutrisinya, sehingga kita dapat dengan mudahmenanibahkan nutrisi apa saja yang perlu untuk melengkapinutrisi yang kurang tersebut, demikian pula denganmineralnya.

Apabila ternak mengkonsumsi pakan dengankandungan mineral yang kurang dari kebutuhan danberlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkankerugian, antara lain berupa rendahnya tingkat produksimaupun reproduksi. Sebagai contoh, rendahnyakandunganbelerang (S) dapat mengurangi kegiatan mikroba rumen,deinikian pula rendahnya kandungan Se dalam pakan dapatmenurankan fertilitas (2).

Metode analisis mineral dalam sainpel tanaman,selain dengan metode konvensional juga denganmenggunakan cara yang lebih maju, yaitu denganmenggunakan teknik nuklir. Spektrometri pendar sinar-Xialah salah satu teknik nuklir yang mulai banyak digunakanoleh beberapa peneliti. Metode analisis tersebut biladibandingkan dengan cara konvensional mempuyaibeberapa keunggulan, antara lain preparasi sampel lebihcepat, tanpa merusak sampel dan hatnpir semua unsurmineral dapat dianalisis serentak (3). Dalam penelitian ini,ingin diketahui seberapabanyak kandungan tnineral dalatnhijauan yang umum diberikan pada temak, sehingga dapatdiperkirakan nutrisi apa saja yang perlu ditambahkan.

BAHAN DAN METODE

Bahan. Pada penelitian ini telah digunakanbeberapa sampel hijauan, yaitu jerami jagung, daun turi,daun singkong, rumput raja, rumput teki, alang-alang, danrumput lapangan. Sampel tersebut adalah hijauan yang biasadiberikan pada hewan peliharaan dan disenangi ternak,diperoleh dari sekitar lokasi peternakan rakyat di Mataram,Lombok.

Metode. Sejumlah 100 gram sampel hijauandikeringkan di oven pada suhu 70 °C selama 48 jam,kemudian digerus dengan ukuran kehalusan 200 mesh,sejumlah 0,30 gram diambil secara acak untuk dibuat peletdengan ukuran diameter 3 cm dan tebal 0,10 cm, denganmenggunakan mesin pelet bertekanan hidrolik 10 toa/cm2.Sebagai standar digunakan Hay (V-10) acuan dari IAEAyang telah bersertifikat, dan perlakuan standar sama denganperlakuan sampel.

Peralatan. Analisis sampel dengan alatspektrometer pendar sinar X, yang telah dilengkapi dengandetektor Si(Li), program pencacah Maestro dan programAX1L QXAS (Quantitative X-ray analysis system) untukanalisis kualitatif dan kuantitatif. Sebagai sumberpengeksitasinya digunakan 109Cd dan 55Fe dengan aktivitassebesar 740 Mbq pada tanggal 30 Agustus 1995.

Teknik Pencacahan Sebelum dilakukanpencacahan alat dikalibrasi terlebih dahulu denganmenggunakan beberapa logam murni dari IAE A, selanjutnyadilakukan pengukuran resolusi alat. Satnpel dan standardicacah dengan meletakkannya di atas permukaan detektor,dengan menggunakan sumber pengeksitasi l09Cd dan 55Fe.

Hasil pencacahan selanjutnya diolah dengan menggunakanprogram AXIL QXAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis spektrometri pendar sinar-X dapatdibagi dalam dua golongan, yaitu mineral makro (P, S, K,Ca) dan mikro (Si, Cr, Mn, Fe, Co, Cu dan Zn). Unsur-unsur tersebut sangat diperlukan oleh ternak untukpertumbuhan normal, dan unsur tersebut dapat diketahuisecara kualitatif berdasarkan energi yang dapat ditangkapdetektor hasil eksitasi sampel oleh I09Cd dan "Fe (Tabel 1).

Tabel 1. Energi unsur mineral inakro dan mikro dalamsampel

Unsur mineral

MakroPSKCa

MikroSiCrMnFeCoCuZn

Energi(keV)

2,0152,3083,3133,691

1,7405,4145,8986,4036,9308,0478,638

Jenis spektra

KaKaKaKa

KaKaKaKaKaKaKa

Tabel 2. Batas deteksi minimum unsur makro dan mikro

Unsur mineral

MakroPSKCa

MikroSiCrMnFeCoCuZn

Konsentrasi

0,203 mg/g25,688 ng/g

0,433 mg/g0,191 mg/g

3,211 mg/g29,546 fig/g13,692 >ig/g35,563 fig/g11,200 ng/g8,041 ng/g

15,953 ng/g

Hasil analisis secara kuantitatif unsur dalamsampel, terlebih dahulu dilakukan penentuan batas deteksiminimum (Minimum Detectable Limit) suatu unsur yang

138

Page 137: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

dapat diukur dengan menggimakan rumus dibawah ini (4),dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 2.

3CTB

Tabel 4. Hasil analisis kandungan unsur makro dalamhijauan

MDL = konsentrasi unsur terkecil yang dapat diukur (g)= standar deviasi cacah latar (Cpd = cacah/detik)

r = cacah standar

Apabila dalain analisis sainpel tidak dapatdideteksi, hal ini ada dua kemungkinaii yaitii sampel tersebutmeinang tidak mengandung unsur yang dikehendaki, atausampel tersebut mengandung unsur tetapi jumlahnya sangatsedikit dan di bawah batas deteksi minimalnya, sehinggaoleh alat tidak terbaca.

Pengujian metode dilakukan dengan caramengukur unsur-unsur dalam beberapa standar acuan, danpada percobaan digunakan standar acuan dari IAEA, yaituhay (V-10) dan SL-1, hasil pengukuran terlihat pada Tabel3.

Tabel 3. Hasil analisis unsur dalam standar acuan IAEA

Kadar unsur

Unsur Hay(V-lO) SL-1

Hasil analisis Sertifikat Hasil analisis Sertifikat

CaPCrCuFeCoBrHgMoNiPbRbSrZn

20,40 mg/g5,37 mg/g5,95 pg/g

13,30 Mg/g216pg/g

tt6 Pg/g

12,60 pg/gtt

2,16 pg/gl .H Mg/g8,03 pg/g

36,10pg/g26,90 pg/g

21,60mg/g2,30 mg/g6,50 Mg/g9,40 Mg/g185 pg/g

0,13 ng/gMg/g

13 Mg/g0,90

1,60 Mg/g7,60 ug/g

40 pg/g24 pg/g

0,26 %788 MS/g111 ug/g

37,30 ug/g61.20 ug/g15.21 ug/g7,43 pg/g

tttt

41,05 pg/g38,20 ng/g

104pg/g78,90 pg/g

236 pg/g

0,25 %8,31 mg/g

104±9ug/g30ug/g

67,40 ug/g19,80 ± 1,50 ug/g6,82 ± 1,73 ug/g

0,13 pg/g1,30 pg/g

44,90 ± 8 pg/g37,70 ± 7,40 pg/g

113±11 Mg/g80pg/g

223 ± HOpg/g

Keterangan :mg/g = ppm% = g/lOOgtt = tidak terdeleksi

Hasil analisis kandungan unsur makro dan mikrodalam hijauan tersebut disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa konsentrasi unsur Kpada daun turi dan daun singkong menunjukkan nilai palingrendah, bila dibanding dengan tanaman lain yaitu sebesar2,49 % dan 1,28 %, sebaliknya unsur Ca terlihat palingtinggi yaitu sebesar 2,13 % dan 0,74 %. Tinggi danrendahnya unsur tersebut dapat disebabkan oleh perbedaanspesies tanaman dan kandungan protein tanaman tersebut.Pendapat tersebut dikemukakan pula oleh FOTH (5) yangmengatakan bahwa spesies tanaman dan kandungan proteinsangat berpengaruh terhadap konsentrasi unsur mineralyang terkandung didalamnya.

Jenis sampel(n= 5)

Jeraini jagvingDaun turiDaun singkongRumput rajaRuinput tekiAlang-alangRuinput lapangan

P(%)

0,260,220,180,360,80

tttt

S(%)

0,120,330,240,140,190,250,12

K(%)

3,012,491,282,796,073,493,33

Ca(%)

0,322,130,740,450,250,420,44

Keterangan : tt = tidak terbaca

Tabel 5. Hasil analisis kandungan unsur mikro dalamhijauan

Jenissampel Si Cr Mn Fe Co Cu Znn = 5 (%) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm) (ppm)

Jeramijagung 1,10 ttDaunturi tt 104Daun singkong 0,34 ttRumput raja 2,00 ttRumput teki 3,09 ttAlang-alang 2,28 ttRumput lapangan 3,24 tt

tt 1050 27,6 4,96 43,30141 423 tt 4,10 48,7065,5 330 tt 3,90 73,50178 1410 tt 6,27 70,0077 342 tt 6,10 58,90tt 698 tt 6,84 60,80

171 1780 tt 4,61 68,30

Pada tanaman leguminosa kandungan N dan K-nya lebih rendah daripada rumput-rumputan, sebaliknyaunsur Ca-nya lebih tinggi (5). Pada daun singkongkemungkinan besar disebabkan oleh tingginya unsur N yangterkandung di dalamnya, yang dibuktikan dari hasil analisisprotein kasarnya (26 - 28,50 %) lebih tinggi daripadarumput-rumputan, yaitu sebesar 5,8 - 8,2 % (6).

Pada Tabel 4 dilukiskan bahwa pada alang-alangdan rumput lapangan konsentrasi unsur P tidak terbaca. Haltersebut bukan berarti kedua tanaman tidak mengandung Psama sekali, tetapi konsentrasinya mungkin dibawah batasdeteksi minimum dari alat. Konsentrasi unsur P tertinggiterdapat pada rumput teki, yaitu sebesar 0,80 %, sedangpada tanaman lain berkisar antara 0,18 dan 0,36 %. UnsurP dalain tanaman biasanya terikat dalam bentuk garam fitat,tenitama dalam biji-bijian. Garam fitat (fitin-fosfor) sangatsulit dicerna oleh ternak monogasthk, karena enzim fitasedi dalam saluran pencernaannya terbatas. Hal tersebuttidakberlaku bagi ternak ruminansia (9, 10). Pada ternakruminansia di dalam rumennya terdapat mikroba yangmampu memecahkan fitin-fosfor, sehingga fosfor yangterkandung dalam tanaman tersebut dapat digunakan olehternak.

Hasil analisis mikro mineral disajikan pada Tabel4. Semua unsur yang terdapat dalam tanaman tersebut sangatdiperlukan oleh ternak untuk pertumbuhannya secaranormal, begitu pula halnya dengan mikroba rumen (1).Mikroba rumen sangat penting bagi ternak ruminansia,karena manipu mencerna serat kasar menjadi produk yang

139

Page 138: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

bermanfaat bagi induk seinangnya. Hasil analisismenunjukkan beberapa tanaman mempunyai kandunganunsur sangat rendah, yaitu Cr, Mn, dan Co.

Menurut McDONALD (1) padang rumput dengankonsentrasi Co kurang dari 0,10 ppm dapat mengakibatkandefisiensi pada ternak doniba dan pedet. Kekurangan Codalam jangka waktu yang lama dapat menurunkankonsentrasi Co dalam hati dan ginjal demikian pulakonsentrasinya dalam cairan ruinen. Apabila konsentrasiCo dalam cairan rumen kurang dari 0,5 ng/ml prosespeinbentukan Vit. B12 oleh mikroba rumen terhambat (7,8). Agar ternak tidak terganggu dalam pembentukan Vit.B12, maka dalam pakannya perlu ditambahkan Co dari luar.

Unsur Cu dan Zn terdapat merata pada semuatanaman, yaitu berkisar antara 3,90 - 6,84 ppm dan 43,30 -73,50 ppm. Kedua unsur tersebut diperlukan oleh temakuntuk pertumbuhaii normalnya

KESIMPULAN

Dari hasil aiialisis dapat disimpulkan bahwa makromineral hainpir terdapat pada semua hijauan, kecuali padaalang-alang dan ruitiput lapangan kandungan P tidak dapatterbaca oleh alat spektrometer pendar sinar-X. KonsentrasiK terendah pada daun turi dan daun singkong, yaitu sebesar2,49 dan 1,28 %, sebaliknya pada hijaun tersebut unsur Ca-nya paling tinggi, yaitu 2,13 dan 0,74 %.

Unsur Co hanya dapat dibaca pada jerami jagung(27,60 ppm), Cr pada daun turi sebesar 104 ppm, Si terdapatpada semua hijauan kecuali daun turi. Unsur Fe, Co, Cu,dan Zn terdapat pada sennia jenis hijauan, kecuali Mn tidakterdapat pada jerami jagung dan alang-alang.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada BapakHendratno selaku Ketua Pelaksana Kerjasama BATAN danPemda NTB, Ibu C. Hendratno dan Kepala Dinas PetemakanPropinsi NTB yang telah meinberikan izin untukpengambilan sampel. Ucapan teriinakasih disampaikan pulakepada UD. Anggar Mas Mandiri, Mataram dan petanipeternakyang telah membaiitu dalain pengumpulan sampel.Kepada Sdr. Ibrahim Gobel, Eddy Irawan Kosasih danSuripto serta Kelompok Kimia Radiasi PAIR-BATAN

diucapkan terima kasih atas bantuannya dalam menganalisissampel.

DAFTAR PUSTAKA

1. REKSOHADIPRODJO, S., Pakan Ternak Gembala,edisi pertama, BPFE, Yogyakarta (1988).

2. McDOWEL, L.R., CONRAD, J.H., ELLIS, G.L., andLOOSLI, J.K. Mineral for grazing ruminant intropical regions, Department of Animal Sciences,Center for Tropical Agriculture, University ofFlorida, Gainesville and the U.S. Agency forInternational Development (1983) 25.

3. ANONYMOUS. Elemental Analysis of BiologicalMaterial, (Tech. Report 197), IAEA, Vienna(1980)231.

4. GRIKEN, R.E.V., and MARKOWICZ, A. A. Handbookof X-ray spectrometry. Methods and techniques,Marcel Dekker Inc New York, Basel, Hongkong(1993) 303.

5. FOTH, F.D., Dasar-dasar Ilmu Tanah, edisi ke-7,Gadjah Mada University Press (1984).

6. ANONYMOUS. Hasil analisis beberapa bahan pakantemak, Kel. Nutrisi dan Repro-duksi Ternak, PAIR-BATAN, Belum diterbitkan.

7. UNDERWOOD, E.J., Trace Elements in Human andAnimal Nutrition, ^'''.ed., Aca-demic Press, NewYork, San Fransisco, London (1977) 132.

8. ANONYMOUS, Mineral Tolerance of DomesticAnimals. National Academic of Scien-ces,Washington, D.C. (1980)154.

9. MAYNARD, L.A., LOOSLI, J.K., HINTZ, H.F. andWARNER, R.G., Aniinal Nutrition, McGraw-HillBook Co, New York (1979) 235.

10. McDONALD, P., EDWARDS, R.A., andGREENHALG, J.F.D., Animal Nutrition,Oliver & Boyd, Edinburgh (1981) 235

140

Page 139: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsolop dan Radiasi, 1998

PEMBUATAN ANTIGEN DARI Trypanosoma evansi YANG DIIRADIASIDAN KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN ANTIBODI

Suharni Sadi dan Muchson Arifin

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

ID0000162

PEMBUATAN ANTIGEN DARI Trypanosoma evansi YANG DHRADIASI DAN KAITANNYADENGAN PEMBENTUKAN ANTIBODI. Pada penelitian ini parasit T. evansi dilemahkan dengan cara iradiasigamma dengan dosis 300 Gy. Sebelum diimunisasi antigen tersebut diikat dengan carrier (Freund's adjuvant). Hewanpercobaan yang dipakai adalah tikus West Star yang beruinur sekitar 3 bulan. Hewan percobaan tersebut dibagi dalam4 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (Kontrol) dimana hewan tidak mendapatperlakuan apapun, Kelompok II (Radiasi) hewan diiradiasi dengan dosis rendah (0,5 Gy), Kelompok IH (Imunisasi)hewan diimunisasi dengan antigen iradiasi, dan Kelompok IV (Imunisasi dan Radiasi) dimana hewan diimunisasi dankemudian diiradiasi dengan dosis rendah (0,5 Gy). Penyuntikan dilakukan secara intraperitoneal dengan volumeantigen iradiasi 0,5-1 ml. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah antibodi poliklonal pada Kelompok I (Kontrol),Kelompok II (Radiasi), Kelompok III (Imunisasi) dan Kelompok IV (Imunisasi dan radiasi) masing-masing 6,34; 5,96;7,56; dan 5,88 mg/ml. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adaiah hewan yang mendapat perlakuanimunisasi, antibodi poliklonalnya lebih tinggi sedikit dari pada perlakuan lainnya. Meskipun antigen telah diiradiasidan diikat dengau carrier lainnya ternyata sifat VAT parasit tidak terpengaruh.

ABSTRACT

ANTIGEN FROM IRRADIATED Trypanosoma evansi AND 1TS CORRELATION WITHANTIBODY FORMING. In this research parasites of T. evansi was weakened by gamma irradiation at the dose of300 Gy. This antigen before being used was coupled/bounded with a carrier (Freund's adjuvant). West Star rats of 3months old were used as treated animal. These animals were divided into 4 groups, each group contained 5 rats. GroupI (Control) was untreated animals, Group II (Radiation) the animals were irradiated with a low dose of 0.5 Gy, Groupm (Immunization) the animals were immunized with irradiated antigen, and Group IV (Immunization and radiation)the animals were immunized and then irradiated with a low dose of 0.5 Gy. Immunization were done by intraperitonealroute with irradiated antigen (0.5-lml). These results were as follows : the polyclonal antibody forming of Group I(Control), Group II (Radiation), Group III (Immunization), and Group IV (Immunization and radiation) were 6.34;5.96; 7.56; and 5.88 mg/ml, respectively. Group III (Immnization) yielded polyclonal antibody a little higer than theother treated animals. Eventhough the antigen was coupled with a carrier, it seemed that it did not influence theparasites variant antigenic types (VAT).

PENDAHULUAN

Trypanosomiasis adalah salah satu penyakit infeksiyang berjangkit secara endemik pada manusia dan jugahewan ternak. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa, parasitsatu sel dari kelas Flagelata, yaitu Trypanosoma sp.Trypanosoma sp. terdapat di beberapa belahan bumi kita,terutama di kawasan Afrika, sebagai penyebab penyakit tidurpada manusia dan juga pada ternak (nagata), dan diIndonesia T. evansi menyebabkan penyakit surra pada hewanternak.

Di Indonesia parasit tersebut tersebar di seluruhpropinsi. Penyakit ini mengakibatkan kerugian ekonomiyang tidak sedikit, baik secara langsung maupun tidaklangsung bagi peternak, yaitu dalam usaha pengadaan bahan

- makanan sumber protein hewani seperti daging, susu, dankeju guna meningkatkan kualitas sumber daya manusiaIndonesia.

} Penyakit tersebut bila tidak ditangani dengan seriusdalam keadaan kronis dapat menyebabkan turunnya

produksi ternak, sedang dalain keadaan akut dapatmenyebabkan kematian hewan temak, dan pada hewanbunting dapat menyebabkan keguguran (1). Umumnya bilasudah terjadi wabah, penyakit tersebut sukar untukdisembuhkan. Selain itu obat-obat anti trypanosomiasisharganya mahal dan sulit pula pemberiannya (2).

Pada penelitian ini akan dibuat antigen terhadapT. evansi dengan cara mengiradiasi parasit tersebut. Selainitu untuk meningkatkan berat molekul antigen, maka perludiikat denga carrier lain. Protein yang dipakai sebagaicarrier, ialah protein yang berasal dari Mycobacteriumtuberculosis dan telah dimatikan dengan pemanasan(Freund's adjuvant).

Seperti diketahui, antigen dengan berat molekulkurang dari 10.000 dalton atau yang disebut hapten, kurangbersifat sebagai immunogen. Hal ini berkaitan denganpembentukan antibodi spesifik. Menurut ROITT (3), bilahewan vertebrata diimunisasi beberapa kali dengan antigen,maka akan terjadi respon imun dari sel pembentuk imun(antibody forming cells), kemudian diikuti dengan

141

Page 140: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dcm Pengembangan Aptikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

pembentukaii antibodi. Bila hewan diimunisasi pertaina kali,yang terjadi adalah respon imun priiner, yaitu mula-muladibentuk imunoglobulin M (IgM) dengan kadar tinggi laludiikuti dengan imunoglobulin G (IgG) dengan kadar rendah.Akaii tetapi bila hewan mendapat imunisasi berikutnya(booster), inaka akan terjadi respon imun sekunder dimanaIgM kadarnya rendah dan IgG kadarnya mulai meningkat(4).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkanantibodi T. evansi, guna mendeteksi secara cepat adanyapenyakit tersebut dengan cara imunogenik yaitu reaksi Ab-Ag.

BAHAN DAN METODE

Bahan Percobaan. Hewan yang dipakai untukpasasi parasit T. evansi ialah mencit Balb-C dan untukpembentukan antibodi spesifik ialah tikus West Star, yanglnasing-masing berumur sekitar 3 bulan. Antigen yangdigunakan pada penelitian ini ialah T. evansi, dan carrieruntuk meningkatkan berat molekul parasit tersebut ialahFreund's adjuvant. Freund's adjuvant ada 2 macam, yaituFreund's adjuvant lengkap dan tidak lengkap. Freund'sadjuvant lengkap, pada setiap ml campuran minyak (parafindan mono oleat mannide) mengandung 1 mgMycobacterium tuberculosis (H37 Ra, ATCC 25177) yangtelah dimatikan secara pemanasan, sedangkan Freund'sadjuvant tidak lengkap, setiap ml-nya hanya mengandung0,85 ml parafin dan 0,15 ml mono oleat mannide.

Hewan percobaan dibagi menjadi 4 kelompok yangmasing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, yaituKelompok 1 (Kontrol), Kelompok II (Radiasi), hewandiiradiasi dengan dosis rendah 0,5 Gy, Kelompok III(Imuiiisasi), hewan diimunisasi dengan antigen iradiasi, danKelompok IV (Imunisasi dan radiasi), hewan diperlakukankombinasi yaitu mula-inula diimunisasi dan kemudiandiiradiasi dengan dosis rendah 0,5 Gy.

Untuk menganalisis antibodi digunakan reagen Stterhadap protein dan albumin, reagen Turk untukmenghitung sel lekosit dan zat warna Giemsa untukmenghitung sel limfosit. Mikroskop, bilik hitung Neubauerdan counter digunakan untuk menghitung sel-sel darah, danspektrofotometer merk Shiniadzu dipakai untukmenganalisis antibodi.

Pembuatan Antigen. Mula-mula parasit diambildari tangki Nitrogen cair (temperatur - 80 °C) dan dibiarkanpada temperatur kamar liingga mencair. Setelah itu diperiksadengan mikroskop, yaitu untuk melihat mobilitasnya dandiamati pula konsentrasinya (+3 atau +4). Selanjutnyadisuntikkaii ke tubuh mencit dengan volume 0,5-1 ml secaraintraperitoneal. Perkembangan parasit diamati setiap haridengan memeriksa darah mencityang diambil dari ekornya.Bila konsentrasi parasit tersebut telah mencapai +3 atau+4, maka darah mencit diambil langsung dari jantungnya.Untuk mencegah supaya darah tersebut tidak cepatmembeku, ke dalani alat suntik dimasukkan larutan EDTA(ethylenediaminetetraacetic acid) atau heparin, kemudianparasit tersebut dicampur dengan larutan bufer fosfat glukosadengan perbandingan sama banyak. Campuran tersebut

dimasukkan ke dalain tabung dengan volume 20 ml dantabuiig tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala yang telahberisi butiran es. Selanjutnya diiradiasi pada sumber radiasi60Co dengan dosis 300 kGy. Antigen hasil iradiasi diamatiaktivitasnya / mobilitasnya dan dihitung jumlahnya. Padapenelitian ini digunakan parasit dengan konsentrasi 5 X106 sel/ml. Antigen iradiasi kemudian dicampur denganFreund's adjuvant dalam tabung alat suntik gelas volume10 ml dan ditekan berulang-ulang (10-20 X), hinggaterbentuk suatu emulsi. Emulsi yang terjadi diuji ikatannya,yaitu bila diteteskan di atas permukaan air dan tetesantersebut tidak pecah, berarti emulsi tersebut telah terjadidengan sempurna. Untuk imunisasi pertama dipakaiFreund's adjuvant lengkap dan untuk tujuan booster dipakaiFreund's adjuvant tidak lengkap.

Imunisasi dan Analisis. Emulsi antigen iradiasikemudian disuntikkan pada tubuh tikus secaraintraperitoneal dengan volume 0,5-1 ml. Pada tikusKelompok IV setelah hewan diimunisasi, 2 hari kemudiandiiradiasi. Analisis I-III dilakukan dengan interval waktu10 hari. Dilakukan analisis berat badan, dan pengamatanterhadap sel lekosit dan sel limfosit. Setelah 30 hariimunisasi pertama, kemudian dilakukan booster. Boosterdilakukan 3X dengan interval waktu 4 hari terhadap booster.Setelah 2 bulan, dilakukan panen serum dengaii mengambildarah langsung dari jantung hewan.

Analisis Antibodi Serum yang diperolehkemudian dianalisis untuk dilihat kadarnya denganmemakai reagen St albumin dan protein, dan diperiksadengan spektrofotometer. Nilai antibodi didapat dengan caramengurangi nilai total protein dengan nilai total albumin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari 2X ulangan percobaan, hasil yang diperolehdapat dilihat pada Gambar 1, yaitu jutnlah sel lekosit;Gambar 2, yaitu pengamatan jumlah sel limfosit; Gambar3, yaitu pengamatan berat badan hewan percobaan; danGambar 4, adalah pembentukan antibodi spesifik. PadaGambar 1, Kelompok I (Kontrol) jumlah sel lekosit terusmeningkat pada analisis I-VII. Hal ini dapat dimengertikarena hewan makin dewasa, sel imun makin matang(mature) dan respon imun makin meningkat. PadaKelompok II (Radiasi) jumlah sel lekosit menurun sedikitpada analisis I, bila dibandingkan pada waktu observasi,tetapi terus meningkat pada analisis berikutnya. MenurutDUPLAN (5) hewan yang mendapat perlakuan iradiasidengan dosis rendah 0,5 Gy pada seluruh tubuhnya, akanmengalami perubahan pada sel darah perifernya yangberlangung selama 1-5 hari, tetapi terjadi recovery padaminggu-minggu selanjutnya sehingga nonnal kembali. PadaKelompok III (Imunisasi) dan Kelompok IV (Imunisasi danradiasi) sel lekosit bervariasi jumlahnya dari analisis I-VII.Hal ini disebabkan karena sel imun hewan kurang mengenalantigen yang disuntikkan (6). Efek iradiasi dosis rendah(0,5 Gy) kurang nyata pada tikus, sehingga tidak sesuaidengan teori DUPLAN (5).

Pada Gambar 2 terlihat pengamatan jumlah sellimfosit. Pada Kelompok I (kontrol), jumlah sel limfositpada

142

Page 141: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

analisis I-VII adalah 66, 67, 68, 69, 70 dan 70%. Jumlah dengan parasit protozoa keadaannya adalah sebagaisel tersebut terus meningkat, karena peristiwanya sama berikut:seperti halnyajumlah sel lekosit, yaitu makin dewasa tikus, Setelah seseorang sembuh dari infeksi protozoa,respon imunnya makin meningkat. Pada Kelompok II parasit tersebut habis terbasmi dan yang bersangkutan(Radiasi)jumlah sel linifosit pada analisis I-VII adalah 65, mendapat warisan berupa kekebalan penuh terhadap67,67,68,68,68, dan 69%. Padakelompok ini pada analisis reinfeksi yang disebut kekebalan steril (sterile immunity).I terjadi sedikit penurunan jumlah sel limfosit, bila Seringkaliparasittersebuttidakterbasmisamasekali, tetapidibandingkan dengan observasi. Hal ini disebabkan karena masih ada beberapa yang lertinggal, walaupun organismepengaruh dosis iradiasi rendah (0,5 Gy) pada seluruh tubuh inangberhasil menahan superinfeksi. Para ahli parasitologitikus menyebabkan pembahan pada sel darah perifer yang menamakan hal ini preimunisasi. Bagaimana tepatnyaberlangsung 1-5 hari, tetapi setelah itu akan terjadi mekanisme imunologik yang bekerja pada preimunisasi inipeningkatan pada minggu berikutnya. Pada Kelotnpok III belum diketahui dengan jelas. Baik antibodi humoral(Imunisasi), jumlah litnfosit pada analisis I-VII adalah 70, ataupun kekebalan perantaraan sel, kedua-duanya jelas71.69,69,65,66, dan 65%. Pada Kelompok IV (Imunisasi mempunyai peranan dalam pertahanan melawan parasitdan radiasi) juinlah limfosit pada analisis I-VII adalah 69, protozoa. Mungkin secara umum dapat dikatakan, bahwa70.69,70,67,67, dan 65%. Terlihat disini pada Kelompok suatu reaksi humoral berkembang bila parasit masuk keIII (Imunisasi) dan Kelompok IV (Imunisasi dan radiasi), peinbuluh darah (ttypanosomiasis).jumlah sel limfosit bervariasi. Hal ini disebabkan sel imun Antibodi yang beredar sering kali berusahatikus kurang tanggap terhadap sel antigen yang telah inemberi perlindungan terhadap bentuk-bentuk melaluidisuntikkan. Menurut PAYNE dkk. (7) parasit T. evansi darah, tetapi parasit-parasit tersebut sangat tanggap.sifatnya VAT (variant antigenic types), yaitu antigennya Walaupun antibodi mengadakan perlindungan, tetapi tidakbervariasi sehingga sukar untuk dikenali oleh sel imun tikus. dapat membersihkan bentuk kista, yang menyebabkan sering

Pada Gambar 3 terlihat hasil pengamatan pada terjadi infeksi subklinis, dan bukan infeksi klinis. Padaberat badan hewan percobaan. Pada Keloinpok I (Kontrol) trypanosomiasis, parasit tersebut terlepas dari pengaruhdari analisis I-VII berat badan tikus adalah 181,68; 190,17; antibodidalamperedarandarah. Hal ini disebabkan parasit193,08; 203,62; 209,62; 220,13; dan 226,27 gram. Pada dapat mengubah susunan antigeniknya. Gambar 5 yangKelompok II (Radiasi) dari analisis I-VII berat hewan dikutipdariROITT(3)melukiskanbagaimanatrypanosomatersebut adalah 167,41; 179,60; 184,71; 187,65; 196,62; melanjulkan infeksinya pada organisme inang, walaupun204,55; dan 215,78 grain. Pada Kelompok III (Imunisasi) telah tampak adanya perlindungan penuh dari antibodi.pembahan berat hewan percobaan dari analisis I-VII adalah Begitn timbul antibodi terhadap bentuk antigen baru, parasit169,89; 181,54; 184,62; 197,26; 204,16; 211,16; dan 229,43 tersebut lolos dengan mengubah diri menjadi bentuk lain,grain. Pada Kelompok IV (Iinunisasi dan radiasi) perubalian dan begitu seterusnya.berat tersebut adalah 169,47; 172,54; 184,95; 195,32;196,50; 206,75; dan 217,56 gram. Bagi ke-4 kelompoktersebut terlihat berat badan hewan percobaan makin KESIMPULANmeningkat pada setiap analisis. Hal ini disebabkan hewanmakin dewasa dan kebutuhan makanannya makin Dari hasil penelitian ini diambil kesimpulan,meningkat, sehingga hewan percobaan tersebut beratnya bahwa antibodi poliklonal spesifik yang terbentuk padamakin bertambah. hewan yang diimunisasi dengan parasit T. evansi nilainya

Pada Gambar 4 terlihat hasil pengamatan terhadap tidak jauh berbeda dengan antibodi pada kontrol (antibodipembentukan antibodi poliklonal setelah hewan percobaan bawaan non spesifik). Meskipun pada penelitian ini antigendiimunisasi. Antibodi yang diliasilkan pada Kelompok I dilemahkan/ diiradiasi dengan dosis 300 kGy, dan diikat(Kontrol), Kelompok II (Radiasi), Kelompok III (Imunisasi) dengan carrier (Freund's adjuvant) sebelum diimunisasikandan Kelompok IV (Inninisasi dan radiasi) masing-masing pada hewan, tetapi ternyata sifat variasi antigen (VAT)adalah 6,34; 5,96; 7,56; dan 5,88 mg/ml. Pada Kontrol, parasit tersebut tidak terpengaruh oleh perlakuan tersebut.antibodi poliklonal yang dihasilkan adalah antibodi bawaan, Pada percobaan ini dosis rendah pada seluruh tubuh tikus,karena hewan tersebuttidak mendapat perlakuan imunisasi. tidak mempengaruhi pembentukan antibodinya.Pada Kelompok II (Radiasi) antibodi yang dihasilkan adalahlebih rendah dari pada Kontrol. Pada Kelompok III(Imunisasi) antibodi poliklonal yang dihasilkan sedikit lebih UCAPAN TERIMA KASIHtinggi daripada Kelompok I (Kontrol). Pada Kelompok IV S d r ^(Imunisasi dan radiasi) antibodi yang dihasilkan lebih ITi . , „ , _, , . , . , , . ....

. . . . , „ , , j ,„ . . . ,, , . TTT Utami dan Samsul Bahn yang telan membantu penehtianrendah danpada Kelompok I (Kontrol) dan Kelompok III . . . . . . , . .,,, • .. „ _ • . , , • , , ,., •• ,. • nu lungga terlaksana dengan baik.(Imurusasi). Seperti diketahui pembentukan antibodi terdiri oo °dari dua periode, yaitu periode laten dan periode produksi.Iradiasi dosis rendah menurut DUPLAN (5) akan DAFTAR PUSTAKAmempengaruhi periode produksi, sehingga antibodipoliklonal yang dihasilkan tinggi hasilnya. Temyata pada 1. ADAM, K.M., PAUL, J., and ZAMAN, V., Medical andpenelitianiniiradiasitersebutkurang/tidak mempengaruhi Veterinary Protozology, Churchill Livingstone,pembentukan antibodi. Menurut ROITT (3) imunisasi Edinberg and London (1971) 60.

143

Page 142: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

2. ADIWINATA, T., dan DACHLAN, A., A brief note onsurra in Indonesia, Elveka Fol. Vet. 3 : (1989) 11.

3. ROITT, I., Essential Immunology, Blackwell ScientificPublications, London, Edinberg, Melbourne, (1973)35.

4. BRATAWIDJAJA, K.E., Imunologi Dasar, FakultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, (1988)60.

5. DUPLAN, J.F., Manual on radiation haetnatology(Technical Reports Series No. 123) IAEA, Vienna,(1971) 135.

6. LUCKINS, A.G., Serological of Trypanosoma evansiusing Immunoassay, dibawakan pada Seminar HasilPenelitian PenyakitParasit Darah pada Ruminansiadi Indonesia, Bogor, 12 Mei (1992) 9.

7. PAYNE, R.C., SUKANTO, I.P., DJAUHARI, D.,PARTOUTOMO, S., WILSON, A.J., JONES, T.W.,BOID, R., and LUCKINS, A.G., Trypanosomaevansi infection in cattle, buffaloes and horses inIndonesia, dibawakan pada SeminarHasil PenelitianPenyakit Darah pada Ruminansi Besar di Indonesia,Bogor, 12 Mei (1992) 12.

20

ElKontrolORadiasi

llmunisasiE3Jmun+rad.

waktu analisisO-T?,f"

Gambar 1. Pengamatan jumlah sel lekosit tikus yang diimunisasi.

JSE

20 -

saKontrol•RAD1ASI•ImunisasiCSImun+rad.

O 2 H ST !£ j£ 7 j TjiWaktuanalisiso- Tjt

Gambar 2. Pengamatan jumlah sel linifosit tikus yang diimunisasi.

144

Page 143: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-.Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

25-j

20-

15-

4)

2 10<u

m

/

/

>

4

0

*

C

*

\

0<

*

«

0

;

: •

-r•

•0

L

••

«

eaKontrol•RadiasiMlmuritsasiE3lmun+rad.

O -T VI"Waktu analisis o- vT,

Gambar 3. Pengamatan berat badan tikus yang diimunisasi.

vr,

o>

| 4P0

2D0-

0 J

•Radiasiilmunisasi

Blmun+rad.

'-±7Waklu analisis selelah 10 minggu

Gambar 4. Pembentukan antibodi tikus yang diiinunisasi.

2o.

...'• ^;-;^r: y Varian B:...'.-Jumlah(ripanosoma

Jumlah dari'tripanosomayang efektif

i

Waktu ( jam)

Gambar 5. Sifat VAT dari 7". evansi dalani induk semang.

145

Page 144: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Hadiasi, 1998~

DISKUSI

MARIA LINA

Pada hasil terlihat percobaan pada kelompok IVantibodi poliklonalnya dari kontrol (kel. I) tanpa imunisasi.Sedangkan pada kelompok IV hewan telah diimunisasi hasildi iradiasi. Apakah tujuan penelitian pada kelompok IV,yaitu iradiasi pada hevvan yang imunisasi ?

SUHARNI SADI

Pada kelompok IV, imunisasi dan iradiasi dengndosis rendah tapi antibodi yang terbentuk lebih rendahdaripada K. Maksud perlakuan kombinasi adalah untukmenaikan produksi antibodi. Seperti diketahui menurutDUPLAN (1971) radiasi dosisi rendah akan mempengaruhiperiode produksi pada peinbentukan antibodi. Tetapinampaknya dosis radiasi ini tidak berpengamh padapembentukan antibodi. Hal ini disebabkan karena sifatparasit adalah VAT, sehingga sel-sel iinun hewan percobaankurang mengenali antigen yang disuntikan, akibatnyaantibodi yang terbentuk kurang baik kurang baik nilainya.Dengan demikian iradiasi dosis rendah juga kurangberpengaruh pada pembentukan antibodi (periode produksi).Sifat VAT parasit tidak terpenganih oleh iradiasi (300 Gy)dan oleh Carrier (Freund's adjuvant).

SUHARYONO

1. Deteksi dini untiik penyakit T. evctnsi dan dicoba denganmenggunakan antibodi. Secara fisologis bagaimanahubungannya dengan penyakit tersebut, dan berapa %keberhasilan dari metode ini untuk medeteksi dini daripenyakit tersebut ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi banyak dansedikitnya produksi antibodi, dalam hewan percobaanapabila penelitian ini berhasil tentu saja akanmemproduksi antibodi tersebut secara banyak ?

SUHARNI SADI

1. Deteksi dini adanya pengaruh yang disebabkan oleh T.Evansi dengan antibodi yang diperoleh adalah secara

imunologik, yaitu reaksi Ab-Ag. Jika memang hewantersebut terjangkit penyakit tersebut maka akan terjadireaksi aglutinasi, yaitu akan terbentuk gumpalan. Dalamhal ini antibodi yang didapat masih jauh dari yangdiharapkan karena nilainya tidak berbeda denganantibodi bawaan dari hewan. Seperti diketahui perasittersebut bersifat VAT, yaitu sukar dikenali sel-sel imunhewan percobaan, biarpun antigen tersebut sudahdiiradiasi (300 Gy) dan diikat dengan Carrier (Freund'sadjuvant). Untuk ini kami akan mencoba memakaiterobosan lain supaya antibodi yang dihasilkan tingginilainya.

2. Pada penelitian ini telah dicoba juga perlakuankombinasi (imunisasi dan iradiasi dosis rendah dimaksudmenaikan nilai antibodi), tetapi masih belum berhasil.Bila hewan diimunisasi beberapa kali, maka responprimer dan pembentukan antibodi akan diperpanjang,sehingga dengan demikian respon imun akan meningkatdan antibodi yang dihasilkan akan tinggi nilainya. Padakelompok imunisasi, imunisasi dilakukan lx dan 30 harikemudian dilakiikan bosteryaiig dilakukan 3 kali denganinterval waktu 10 hari. Nampaknya antibodi yangdihasilkan dari kelompok imunisasi juga tidak jauhberbeda dengan kontrol.

S.M. ADININGSARI

1. Berapa batas ambang Ab polyklonal agar trypanozomatidak membahayakan kesehatan pada mencit ?

2. Pada sapi berapa batas ambangnya agar dapat menjagakemampuan produksi dan hidup layak.

3. Bagaimana sebaiknya penggunaan praktis imunisasipada sapi atau mencit ?

SUHARNI SADI

1. Prinsipnya Ab merupakan reaksi akibat masuknya Agdalain tubuh.

2. Harga ambang yang pasti belum diketahui. Bahayanyaapabila iiifeksi berat.

3. Iinunisasi untuk trypanozoma belum bisa langgengkarena adanya (VAT), akan selalu berubah.

146

Page 145: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

. Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonellatyphimurium DENGAN TEKNIK HIBRIDOMA

Adria P.M. Hasibuan dan Suharni Sadi

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan

ABSTRAK

ID0000163

PEMBUATAN ANTIBODI MONOKLONAL TERHADAP Salmonella typhimurium DENGANTEKNIK HIBRIDOMA. Pada penelitian ini antigen yang dipakai untuk imunisasi adalah S. typhimurium yang telahdimatikan dengan iradiasi gamma yang berasal dari 60Co dengan dosis 2,5 kGy. Hewan percobaan yang dipakai adalahinencit Balb-C yang berumur sekitar 3 bulan. Imunisasi dilakukan dengan cara sub kutan dan dilakukan 2 minggusekali, dengan maksud untuk mendapatkan sel limfosit spesifik. Sel hibridoina diperoleh dengan cara melakukan fusiantara sel limfosit spesiflk dengan sel mieloma. Dari hasil penelitian terbukti bahwa produksi antibodi monoklonalhewan perlakuan (kombinasi imunisasi dan iradiasi dosis rendah) lebih tinggi (5,15 mg/ml) daripada hewankontrol (3,25 mg/ml).

ABSTRACT

PRODUCTION OF MONOCLONAL ANTIBODY AGAINST Salmonella typhimurium BYHYBRIDOMA TECHNIQUE. In this research S.typhimurium killed by irradiation was used as antigen. The antigenwas prepared by exposing the bacteria to gamma rays from 60Co source with the dose of 2.5 kGy. Specific lymphocytecells were obtained by immunizing 3 months old Balb-C mice with the antigen. The itnmunizations were done bysubcutan route with the interval of 2 weeks. The hybridoma cells were made by fusing the specific lymphocytes cellswith the myeloma cells. It was found that the treated animals (immunization + irradiation with a low dose of 1 Gy)yielded monoclonal antibody with higher value (5.15 mg/ml) than the control animals (3.25 ing/tnl).

PENDAHULUAN

S. typhimurium adalah salah satu bakteri patogenpenyebab keracunan yang sering terdapat pada bahanpangan. Sutnbemya adalah bahan pangan hewani dan padawabah diperkirakan lebih dari 70% disebabkan olehS.typhimurium (1). Bilaseseorang memakan makananyangtercemar bakteri tersebut dan kurang baik pengolahannyamaka dapat menimbulkan sakit. Gejala yang ditinibulkannyadapat berupa gastroenteritis dan cepat sekali menyebabkanfatal septicemia (keracunan darah) (2).

Penyakit yang disebabkan Salmonella dinamakansalmonellosis. Penyakit tersebut sebetulnya tergolongzoonosis artinya penyakit diantara hewan, tetapi dapat pulamenular ke manusia (3). Hal ini disebabkan oleh endotoksinyang diproduksinya yang sangat berbahaya. SemuaSahnonella meinbentuk endotoksin yang dikenal dengannaina liposakharida (LPS); dan terdapat di bagian luarmembran sel. Menurut FREEMAN (4), LPS terdiri dari 3bagian yaitu : bagian inti, bagian spesifik dan lipid A.

JARADAT dan ZAWISTOWSKI (5) telahmelakukan percobaan untuk inemproduksi dan melakukankarakterisasi monoklonal antibodi terhadap antigen 0-5 dariSalmonella typhimurium yang difiisikan dengan sel mielomaP3X63-Ag8.

Dahulu, pada pembuatan antibodi monoklonaldianggap tidak perlu menggunakan antigen murni, tetapikemudian ternyata mendapat kesukaran pada waktu

melakukan seleksi hibridoma. Donor limfosit spesifik, danteknik hibridoma merupakan salah satu cara terbaik untukmendapatkan antibodi mono-spesifik atau antibodimonoklonal (6).

Menurut KOHLER dan MILSTEIN (7) teknikhibridoma dilakukan dengan cara menggabungkan selmieloma dengan sel liinfosit spesifik. Sel gabungan tersebutmemiliki sifat gabungan dari kedua sel asalnya, yaitumenghasilkan antibodi spesiflk yang diturunkan dari sellimfosit spesifik dan mempunyai sifat dapat hidup terusmenerus yang didapat dari sel mieloma.

Sel litnfosit spesifik didapat dengan caramengimunisasi mencit Balb-C dengan antigen spesifik, danpada penelitian ini yang dipakai adalah S.typhimurium.Bakteri tersebut sebelumnya diiradiasi gamma dengansumber ^Co dengan dosis 2,5 kGY.

Tujuan pembuatan antibodi monoklonal terhadapS. typhimurium adalahuntukbahanuji/M v/Ywsecaracepat(beberapa jam) tentang adanya pencemaran bakteri tersebutpada bahan pangan. Pemeriksaan dengan metodekonvensional (bakteriologik) membutuhkan waktu yangcukup .laina yaitu sekitar seminggu.

BAHAN DAN METODE

Bahan Percobaan. Pada penelitian ini dipakaimencit Balb-C yang berumur sekitar 3 bulan. Hewanpercobaan tersebut mula-mula diobservasi yaitu dibebaskan

147

Page 146: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pcnelitian dan Pengembangcm Aptikasilsolop dan Radiasi, 1998-

dari pengaruh bakteri Enterobacteriaceae denganmenymitiknya dengan antibiotika. Setelahbebas dari bakteritersebut berdasarkan hasil pemeriksaan serum dan faeces,maka dilakukan penimbaiigan berat badan, dan diadakananalisis darah. Hewan diimunisasi dengan antigen iradiasisecara subkutan. Setelah interval 2 hari, hewan tersebutdiiradiasi dengan dosis rendah 1 Gy. Imunisasi dilakukan2 minggu sekali, dan analisis darah dan penimbangan beratbadan dilakukan setiap minggu. Setelah selesai imunisasi(sekitar 2 bulan) hewan diseksi dan diambil limpanya secaraaseptis. Setelah itu dibuat suspensi linifosit.

Pembuatan Sel Limfosit Spesifik Limpa mencitdipotong-potong dan dicuci dengan larutan Hank yangmengandung antibiotika. Kemudian digerus diatas kasastainless steel steril dan dituangi MEM, lalu diputardenganputaran 1000/menit selama 5 menit. Supernatan yangdidapat dibuang dan endapan selnya dicuci lagi denganMEM dan diputar lagi. Endapan sel kemudian dituangidengan pengliancur eritrosit y ang terdiri dari NH4C1, KHCO3

dan EDTA, dibiarkan selama 1 menit, lalu cairannyadibuang. Endapan sel kemudian dicuci dengan MEM 3Xberturut-turut. Suspensi sel dibuat 2-3 X 10*sel/ml.

Pembuatan Antigen. Suspensi bakteri .$'.typhimurium dengan kepekatan 2X109 sel/ml diiradiasidengan sumber radiasi 60Co dengan dosis 2,5 kGy dan lajudosis 2,5 kGy/jam. Maksud penggunaan dosis tersebutialah untuk mematikan bakteri tersebut. Hal ini dibuktikandengan pemeriksaan TPC (totalplate count) dari percobaandengan 5 X ulangan ternyata tidak ada lagi bakteri yanghidup.

Teknik Hibridoma. Sel mieloma dibiak ulang(passage) terus menerus hingga pertumbuhannya stabil.Setelah pertumbuhannya baik, dibiakkan dalam mediayangmengandung azaguanin 2X berturut-turut. Satu harimenjelang fusi, sel tersebut dibiakkan dalam media yangmengandung merkaptoetanol, lalu dicuci dengan MEM 2Xberturut-turut. Suspensi sel mieloma dibuat 107selAnI dalainmedia RPMI1640. Suspensi mieloma kemudian dicampurdeugan suspensi sel lhnfosit spesifik untuk dilakukan fusi.Perbandingan sel mieloma dan sel limfosit spesifik adalah1 dan 10. Campuran kemudian diputar dengan kecepatan1000 putaran/menit selama 5 menit. Endapan sel yangdidapat diratakan didasar tabung sentrifus, sambildihangatkan pada temperatur 37°C dan dituangi lamtan PEG(polietilen glikol) secara perlahan-lahan sebanyak 0,2-0,3ml. Setelah itu diangkat dari penangas air dan dituangiMEM 10 ml mula-mula perlahan-lalian, kemudian dituangilagi dengan media tersebut secara cepat hingga mencapaivolume 50 ml. Campuran tersebut diputar dengan kecepatan1000 putaraii/menit selama 5 nienit. Suspensi hibridomayang didapat dibuat kepekatan 106sel/inl,dan dimasukkanke dalam multiwell-plate sebanyak 0,1 ml, ditambahkanmedia selektif HAT sebanyak 0,9 ml lalu dieram dalaminkubator CO2 pada temperatur 36°C. Dua hari kemudianmedia diganti dengan media RPMI 1640 yang biasa.Selanjutnya dilakukan seleksi dan cloning.

Analisis Antibodi. Media sel dikumpulkan dandianalisis antibodi yang terbentuk didalamnya denganmenggunakan reagen STalbiunin daii protein, lalu diperiksadengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nni.

Nilai antibodi diperoleh dengan cara mengurangi nilai totalprotein dengan nilai albumin sesuai prosedur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tabel dapat dilihat hasil yang diperoleh. Tabel1 adalah hasil pengamatan berat badan hewan percobaan.Pada Kontrol perubahan berat pada analisis I-Vl berkisarantara 23,25 g dan 27,50 g. Pada hewan perlakuan(imunisasi +iradiasi) perubahan berat pada analisis I-VIberkisar antara 26,25 g dan 29,00 g. Terlihat disini bahwabaik pada pada hewan kontrol maupun pada hewanperlakuan, makin lama berat badan makin bertambah. Halini disebabkan hewan tersebut makin bertambah dewasa.

Tabel 2 adalah hasil pengamatan jumlah lekositpada hewan percobaan. Pada Kontrol, dari analisis I-VIjumlah lekosit berkisar antara 8.875 - 15.125 sel/mm3.Terlihat disini jumlah sel lekosit makin meningkat. Halini disebabkan hewan tersebut makin dewasa hingga selimun makin responsif. Pada hewan perlakuan (imunisasi +iradiasi) pada analisis I terjadi penurunan jumlah sel lekosit,tetapi pada analisis selanjutnya terjadi kenaikan sel lekosit.Seperti diketahui hewan percobaan tersebut mula-muladiimunisasi, lalu setelah interval 2 hari diiradiasi dengandosis rendah (1 Gy). MenurutKOZINETS (8) iradiasi dosisrendah pada seluruh tubuh hewan mempengaruhi darahperifer (stem sel). Dalam waktu 1-5 hari setelah iradiasisel-sel mengalami kerusakan, tetapi setelah itu terjadirecovery (peinulihan), yaitu terjadi proliferasi sehinggajumlah sel meningkat. Antigen yang disuntikkan adalahprotein, dan seperti diketahui protein bersifat protektorterhadap kerusakan sel akibat radiasi. Jadi dengan demikianmasih dapat menghalangi atau tnengurangi kerusakan selakibat radiasi.

Tabel 3 adalah pengamatan terhadap jumlahliinfosit pada hewan percobaan. Pada kontrol, hasil analisisI-VIjuinlah Iimfositberkisarantara63 %dan72 %. Terlihatdengan jelas jumlah sel tersebut makin meningkat. Hal inidisebabkan sel imunnya makin bekerja dengan aktif. Padahewan perlakuan (imunisasi + iradiasi), pada analisis Ijumlah limfosit agak menurun (68 %), tetapi meningkatlagi pada analisis berikutnya. Keadaan tersebut sama halnyadengan jumlah lekosit, yaitu seperti telah diterangkan diatas.

Tabel 4 adalah hasil pengamatan terhadappembentukan antibodi monoklonal pada hewan percobaan.Pada kontrol, antibodi tersebut nilainya adalah 3,25 mg/ml. Pada hewan yang diperlakukan dengan imunisasi daniradiasi antibodi yang dihasilkan adalah 5,15 lng/tnl.Terlihat bahwa antibodi pada hewan kontrol lebih rendahdaripada hewan perlakuan (imunisasi + iradiasi). Padahewan kontrol, antibodi yang terbentuk adalah antibodibawaanatau alami karena hewan kontrol tidak diimunisasi.Pada hewan yang diperlakukan (imunisasi + iradiasi)antibodi yang terbentuk adalah antibodi spesifik. Hal inidisebabkan karena hewan perlakuan diimunisasi denganantigen spesifik (S. typhimurium). Bila hewan diimunisasidengan antigen, berarti benda asing memasuki tubuh hewantersebut dan hal ini menyebabkan respon imun pada selimun pembentuk antibodi (antibody forming cells) yaitu

148

Page 147: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasihotop danRadiasi, 1998

terjadinya sekresi sel imun unluk membentuk antibodi.Menurut MELSTEIN (7) bila hewan diimuiiisasi akan terjadirespon primer, yang akan berlangsung selaina 5- 14 hari.Pada percobaan ini dilakukan imunisasi beberapa kali,maksudnya supaya respon prinier berlangsung lebih lamasehingga antibodi yang terbentiik nilainya lebih tinggi. Padarespon primer yang akan terbentuk miila-mula adalahimunoglobulin M (Ig M) dengan nilai tinggi, sedangimunoglobulin G (Ig G) nilainya masili rendah. Padaimunisasi berikutnya Ig G nilainya inakin meningkat (9).Pada peneiitian ini hewan diberi perlakuan kombinasiimunisasi dan iradiasi dengan maksud agar antibodi yangdiliasilkan tinggi nilainya. Iradiasi dengan dosis rendah akanmenstimulasi sel untukberproliferasi, dan hal ini berkaitandengan pembentukan antibodi (10).

Antibodi lnonoklonal dihasi'lkan dari selhibridoma. Sel hibridoma didapat dengan caramenggabungkan sel limfosit spesifik dengan sel mieloma.Sel limfosit spesifik mempunyai enzim HPRT (hipoksantinfosforibose transferase). Sel mieloma hidupnya baka, atauhidup terus menerus tapi tidak mempunyai enzitn HPRT.Enzim tersebut penting peranannya pada waktu terjadi fusiantara sel liinfosit spesifik dan sel nueloina. Enzim tersebutberfungsi sebagai jalan terbentuknya inetabolisme asamnukleat yang berguna supaya sel hibridoma berkembangtems. Aminoplerin yang terdapat dalam media selektif HATdapat memblokir terjadinya sintesis nukleotid. Sel yangbergabung (hibridoma) tahan terhadap aminopterin,sehingga dengan demikian dapat hidup terus dalam mediaselektif. Hal tersebut terjadi karena sel hibridomamengandung enzim HPRT yang didapat dari sel limfositspesifik. Sebaliknya sel induk yang tidak bergabung (selmjelonia dan sel linifosit spesifik) akan mati dalam mediaselektif tersebut (7).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian iiii terbukti baliwa hewan yangdiperlakukan dengan kombinasi imunisasi (imunisasidengan interval 2 minggu sekali) dan iradiasi menghasilkanantibodi monoklonal spesifik lebih tinggi daripada hewantanpa perlakuan atau kontrol yang antibodinya adalahantibodi bawaan atau alami.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami tujukan pada BagianMikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

yang lelah memberikan Salmonella typhimurium. Terimakasih kami sainpaikan juga pada Sdri. Sri Utami yangmeinbantu penelitian ini hingga berhasil dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. MACKIE and MC CARTNEY, Handbook ofBacteriology, ed. by Robert Cruickshank, E. & S.LIVINGSTONE LTD., Edinburg and London,(1960).

2. MIKAT, D.M., and MIKAT, K.W., A clinician'sDictionary Guide to Bacteria and Fungi, 4dl ed. dist.by ELILILY and Co., Indianapolis, Indiana 46285,USA and PT DARYA-VARIA LABORATIA,Gunung Putri, Bogor, Indonesia, (1980).

3. MURRAY, C.J., Salmonellae in the environment, Rev.Sci. Tech. Off. Int. Epiz., K) 3, (1991) 765.

4. FREEMAN, B.A., Texbook of Microbiology, W.B.SAUNDERS COMPANY, 22nded., Philadelphia,London, Toronto, Mexico City, Rio de Janeiro,Sydney, Tokyo, (1985).

5. JARADAT,Z.W.,andZAWISTOWSKI, J., AppliedandEnvironment Microbiology, Universitas Manitoba,Dept.Food Sci„ Canada, 62 1 (1996).

6. CAMBELL, A.M., Monoclonal Antibody Technology,Elsevier, Amsterdam, New York, Oxford (1987) 4.

7. MILSTEIN, C, Monoclonal Antibodies . Scien. Ann.243 4 (1980).

8. KOZINETS, G., Manual on radiation haemotology(Technical Reports Series no.123) IAEA, Vienna,(1971) 129.

9. ROITT, I.M., Essential Immunology, 4th ed., BlackwellScientific Publication Oxford, (1973).

10. DUPLAN, J.F., Manual on radiation haeinotology(Technical Reports Series no.123 ) IAEA, Vienna,(1971) 135.

149

Page 148: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pcngembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Tabel 1. Hasil pengamatan berat badan hewan percobaan (g)

Sampel

H.KontrolH.Perlakuan*

Observasi

2323,75

I

23,2526,25

II

23,7526,25

Periode analisis

III

26,2528,00

IV

26,2528,00

V

26,2528,75

VI

27,5029,00

*) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi

Tabel 2. Hasil pengamatan jumlah sel lekosit (sel/inm3)

Sampel

H.KontrolH.Perlakuan*

Observasi

85008850

I

88758700

II

99759500

Periode analisis

III IV

11.300 11.40010.950 11.300

1112

V

.875

.875

VI

15.12515.280

.*) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi

Tabel 3. Hasil Pengamatan jumlah sel limfosit (%)**

Sampel

H.KontrolH.Perlakuan*

Observasi

6369

I

6968

II

6969

Periode analisis

III

7171

IV

7171

V

7172

VI

7273

*) Hewan perlakuan = hewan diperlakukan dengan kombinasi imunisasi + iradiasi**) % = 'Jumlah sel limfosit dibandingkan dengan jumlah sel-sel eosinofil, netrofil batang,

netrofil segmen dan monosit.

Tabel 4. Hasil analisis antibodi dalam hewan percobaan

„ . Kadar antibodiS a m p d (mg/ml)

H. Kontrol* 3,25H. Perlakuan** 5,15

*) antibodi bawaan/alami**) antibodi monoklonal spesifik

150

Page 149: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

K. DEWI

1. Bagaimana mekanisme kombinasi imunisasi + iradiasidosis rendah dapat meningkatkan produksi antibodimonoklonal hewan percobaan ?

2. Apakah berarti bahwa kombinasi imunisasi + iradiasidosis rendah meningkatkan imunisasi terhadapSalmonella ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

1. Menurut DUPLAN (1971) pembentukan antibodi terdiridari 2 periode, yaitu periode lain dan periode produksi.Iradiasi dosis rendah akan mempengaruhi periodeproduksi, sehingga antibodi yang terbentuk tingginilainya. Dengan deinikian antibodi spesifik monoklonalyang terbentiik juga tinggi nilainya.

2. Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkanantibodi spesifik monoklonal dengan nilai tinggi. Bilasudah didapat antibodi spesifik monoklonal tersebut,maka akan digunakan untuk deteksi secara cepatdiagnosa secara cepat adanya pencemaran bakteritersebut pada bahan pangan, yaitu secara imunologik-reaksi Ab-Ag.

MARIA LINA

Dari hasil percobaan, antibodi monoklonal padahewan yang mendapat imunisasi + radiasi > tinggi darihewan, kontrol yaitu 5,15 mg/ml dan 3,25 mg/ml.1. Apakah dari hasil tersebut sudah dapat nantinya

diterapkan/digunakan untuk diagnostik karena jikadilihat kenaikan produksinya Abm, tidak terlalu tinggidibanbing dengan kontrol.

2. Apakah ada standar untuk antibodi monoklonal yangdapat digunakan untuk diagnostik adanya kontaminasibakteri S. typhimurium pada makanan dan juga padaspesiinen ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

1. Antibodi spesifik monoklonal yang didapat 5,15 mg/ml.Untuk tujuan deteksi dini, antibodi sfesifik monoklonalyang didapat ini harus diperlakukan dengan cara lain,yaitu untuk meningkatkan kadarnya, misalnya denganpasase berulang-ulang sel hibidoma tersebut, denganmedia yang diberi tambahan glutamic.

2. Bila ada kontaminasi pada bahan makanan, maka satnpeltersebut diperlakukan dulu untuk meningkatkankonsentrasi bakterinya dalam media penyubur. Karenareaksi aglutasi anbibodi monoklonal dengan antigenmembutuhkan konsentrasi antigen tertentu. Bila adapenceinaran, maka akan terjadi reaksi argumentasi, yaituterjadi penggumpalan

HARSOJO

Apakah penelitian ini sudah diaplikasikan karenacara pendeteksiannya memerlukan waktu yang singkat.Kalau beluin diaplikasikan mohon penjelasan ?

ADRIA P.M. HASIBUAN

Penelitian ini dipakai untuk deteksi dini secaracepat adanya pencernaan bakteri .S'. typhimurium pada bahanpangan. Tetapi belum diaplikasikan karena adanyakebijakan, dari pimpinan maka penelitian ini tidak dapatditeruskan/dilanjulkan meskipun sudah ada titik-titik terangpada penelitian ini.

151

Page 150: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA PADA BENIH DAN KOMPOSISIMEDIA TERHADAP REGENERASI BUKU KOTILEDON

KACANG HIJAU (Vigna radiata (L) Wilczek)

Dameria Hutabarat dan Soeranto, H.

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATANID0000164

ABSTRAK

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA PADA BENIH DAN KOMPOSISI MEDIA TERHADAPREGENERASI BUKU KOTILEDON KACANG HIJAU {Vigna radiata (L.) Wilczek). Sudah dilakukan penelitianmengenai pengaruh iradiasi sinar gamma pada benih kacang hijau varietas Walet dan komposisi media terhadapregenerasi pucuk ruas kotiledon. Eksplan berasal dari benih kacang hijau yang diiradiasi sinar gamma dengan dosis10-30 Gy ditanam pada larutan agar 0,7 %. Sehari sesudah tanam kedua kotiledon diambil dan embrio aksisnyadibuang. Eksplan tersebut kemudian dikulturkan pada media regenerasi dengan berbagai komposisi. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa banyaknya pucuk yang teregenerasi dipengaruhi oleh komposisi media dan dosis iradiasi sinargamtna pada benih kacang hijau. Media MURASHIGE dan SKOOG (MS) yang mengandung BAP atau 2-iP ataukinetin masing-masing dengan konsentrasi 3 ppm dapat tnenghasilkan pucuk 100 % dari eksplan yang digunakan,akan tetapi jumlah tertinggi (3pucuk) dihasilkan dengan penambahan BAP. BAP pada konsentrasi 1 ppm sudah dapatmenyebabkan terjadinya regenerasi pucuk buku kotiledon 100 %,sedangkan jumlah pucuk maksimal (4 pucuk) dicapaidengan konsentrasi 5 pptn. Efektifitas BAP pada regenerasi pucuk buku kotiledon dapat dinaikan dengan penambahanAg2SO4 sebanyak 12 ppm. Iradiasi sinar gamma pada dosis 10 dan 20 Gy pada benih kacang hijau dapat meningkatkanregenerasi pucuk buku kotiledon kacang hijau varietas Walet.

ABSTRACT

EFFECTS OF GAMMA-RAYS IRRADIATION TN SEED OF MUNGBEAN (Vigna radiata (L.)Wilczek) COMPOSITION OF MEDIA ON SHOOT REGENERATION OF EXPANTS FROM NODE OFCOTYLEDON. Study the effects of gamma-rays irradiation and compisition of media on shoot regeneration of explantsfroin node of cotyledon of mungbean Walet variety have been conducted. The explants derived of irradiated seeds of10-20 Gy of gamma rays were planted in the 0.7 % agar solution. One day after planting in the agar media the embryoaxis of germinate seeds were removed and the node of cotyledon were cultured in the regeneration media as explants.The results shown that shoot regeneration was influenced by media composition and the doses of gammarays irradiationin seed. In the MURASHIGE and SKOOG medium which contain of BAP or 2-iP or Kinetin with 3 ppm concentraterespectively the explants could produced 100 % of shoots. However, the highest number of produced shoot (3 shoots)was showed 'm the mediuin which contained of BAP. The medium with 1 ppm concentrate of BAP could produced100 % shoot regeneration and tlie maximum number of shoots (4 shoots) per explant was showed in with 5 ppm.concentrate of BAP. Thc eflectivity of BAP for shoot regeneration could be improved by enrichment of 12 ppm Ag2SO4

in the media. Irradiation of 10-20 Gy of gamtna rays on seeds of mungbean Walet variety could improved shootregeneration of explants from node cotyledon.

PENDAHULUAN

Kacang hijau sebagai sumber protein nabatimerupakan tanaman kekacangan yang tahan terhadapkekeringan. Tanainan kacang hijau yang terserangpenyakitvirus dapat menularkan penyakit tersebut melalui biji (1).Adanya penyakit virus pada tanaman kacang hijau dapatmenyebabkan hasil panen rendah dengan kualitas yangkurang bagus. Dengan menggunakan kultur jaringanpemulia tanaman dapat memperoleh tanaman yang bebasvirus, dan dapat lebih baik menyeleksi atau mengisolasitanaman yang sifatnya lebih baik. GULATI dan JAIWAL(1, 2, 3, 4 dan 5) telah banyak melakukan penelitianmengenai regenerasi tanaman yang berasal dari kotiledondan pucuk serta telali melakukan seleksi ketahanan terhadapsalinitas melalui kultur jaringan. Dari hasil penelitiannya

disimpulkan bahwa perbaikan varietas kacang hijau melaluikultur jaringan tidak mudah dilakukan karena regenerasinyasangat sukar.

VENKATA CHALAM, dkk. (6) telah berhasilmelakukan regenerasi kalus pada kacang tanah (Arachishypogaea L.). Kalus berasal dari hipokotii, tunas aksilari,buku kotiledon daun dan etnbrio muda dapat menghasilkanpucuk. Dari berbagai eksplan yang tersebut diatas, bukukotiledon merupakan eksplan penghasil pucuk yangterbanyak. Penelitian pada kacang iris (Cajanus cajan L.)yangdilakukanolehMALLEKARJUNA, dkk. (7), regenerasipucuk hanya didapat dari eksplan kotiledon. Sedangkan darieksplan daun, akar, epikotil dan hipokotil tidak dapatberegenerasi sehingga tidak menghasilkan pucuk. Bukukotiledon merupakan bahan eksplan yang dapatmenghasilkan regenerasi pucuk pada tanaman kekacangan

153

Page 151: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

lainnya, yaitu kacang tunggak (V. unguiculata L. Walp)dan kacang kedelai (Glycine Max L.) (8 dan 9).

Beberapa faktor yang mempengaruhi regenerasipucuk kacang hijau melalui buku kotiledon, antara lain umurkecambah asal kotiledon, cahaya pada waktuperkecainbahan dan varietas yang digunakan (11).

Makalah yang dikemukakan disini melaporkanhasil pengainatan pengaruh sinar gamma dan komposisimedia pada regenerasi pucuk buku kotiledon kacang hijauvarietas Walet.

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian iiii digunakan kacang hijau varietasWalet. Biji direndam selania satu menit dengan ethanol95 %, kemudian direndain selama lima menit dalam larutannatrium hipoklorit 3 % daii dibilas dengan air steril beberapakali. Benih yang sudah suci hama direndam dalam air sterilpada suhu 10 °C selama empat jam, setelah itu benihdikecambahkan di atas larutan agar 0,7 % di dalam botol85 ml, dan ditutup dengan plastik tembus cahaya. Satu harisetelah benih berkecambah, bagian buku kotiledon diambildan ditanam pada media di dalam cawan petri pada suhu23 - 27 °C dengan penyinaran 14 jam sehari. Tiap cawanberisi 7 eksplan. MediaMS (MURASHIGE & SKOOG) (10)yang digunakan ditambahkan tiga macam sitokonin yangberlainan yaitu Kinetin, 2-iP dan BAP masing-masingdengan konsentrasi 3 ppm.

Perlakuan yang lain adalah menambahkan larutanAg2SO4 pada media MS dengan konsentrasi yang berbedayaitu 0, 6, 12, dan 18 mg/liter.

Benih kacang hijau sebelum dikecambahkan padamedia agar diradiasi dengan dosis 10, 20 dan 30 kGy.

Pengamatan juinlah pucuk yang terjadi dilakukan28 liari sesudah eksplan ditanam di cawan petii Rancanganpercobaan adalah acak kelompok dengan menggunakan4 x ulangan pada tiga macam perlakuan yaitu :- pengaruh pada media Ag^SO,,- pengaruh konsentrasi BAP- pengaruh sinar gammaTiga kali ulangan digunakan pada pengaruh berbagaisitokinin. Setiap unit perlakuan menggunakan 7 eksplan.Pengujian perbedaan rata-rata menggunakan Duncan'smultiple Range test pada level 5 % (LITTLE-HILLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Regenerasi pucuk buku kotiledon kacang hijaudipengaruhi oleh jenis sitokininyang digunakan. Media MSyang ditambah dengan Kinetin, 2-iP dan BAP masing-masing dengan konsentrasi 3 ppm dapat meregenerasi bukukotiledon.

Seluruh eksplan yang digunakan dari bagian bukukotiledonnya ditanam dalam media yang diperkaya dengantiga macam sitokinin. Penambahan 2-iP dalam media MSdapat menghasilkan satu pucuk pada setiap eksplan, dandapat membentuk akar. Penambahan kinetin pada mediaMS menghasilkan pucuk pada setiap eksplan lebih banyakbila dibandingkan dengan menggunakan 2-iP, akan tetapi

hanya 57 % dari eksplan yang dapat menghasilkan akar.Pada tnedia MS yang ditambah B AP, juinlah rata-rata pucukdari setiap eksplan lebih tinggi dibanding dengan padamedia MS yang ditambah kinetin atau 2-iP. Jumlah pucukdari setiap eksplan yang dihasilkan pada media MS yangditambah BAP sangat tinggi yaitu 3,05, namun demikianjumlah eksplan yang membentuk akar sangat sedikit yaitu36%.

Pengaruh penambahan BAP pada media MSdengan konsentarasi yang berlainan terhadap jumlahregenerasi pucuk dapat dilihat pada Tabel 2. PenambahanBAP dengan berbagai konsentrasi menunjukkan bahwamakin tinggi konsentrasi BAP yang ditambahkan makinbanyak jumlah rata-rata pucuk yang dihasilkan, akan tetapimakin sedikit jutnlah eksplan yang menghasilkan akar.Penambahan BAP dengan konsentrasi 5 ppm menghasilkanrata-rata jumlah pucuk paling tinggi, yaitu 4, sedang padapenambahan B AP 7 ppm, jumlah rata-rata pucuk menurunbila dibandingkan dengan penambahan BAP 5 ppm. Padapenambahan B AP dengan konsentrasi 7 ppm tidak terdapateksplan yang menghasilkan akar. Hal ini menunjukkanbahwa penambahan BAP dengan konsentrasi 7 ppmmerupakan konsentrasi di atas optimal dan menyebabkankeracunan dalam media. Pada regenerasi daun Begonia,konsentrasi optimal dari B AP yang ditambahkan adalah 40HM(13).

Penambahan BAP pada media MS dengankonsentrasi 1 ppm dapat menghasilkan pucuk rata-rata 2,3dan jumlah tersebut lebih banyakbila dibandingkan denganpenambahan kinetin atau 2-iP dengan konsentrasi 3 ppm.

Pengaruh penambahan Ag SO , pada media MSdengan konsentrasi 6, 12 dan 18 ppm tidak banyakberpengaruh terhadap jumlah rata-rata pucuk yangdihasilkan, akan tetapi menurunkan persentasi eksplan yanglnenghasilkan akar (Tabel 3). Penambahan AgjSO4 dengankonsentrasi 12 ppm. Pada media MS dapat menaikkanjumlah pucuk lebih tinggi jika dibandingkan denganpenambahan 18 ppm. Pada penambahan dengan 18 ppm,jumlah pucuk menurun dibandingkan dengan padakonsentrasi 12 ppm dan tidak berbeda bila dibandingkandengan tanpa penambahan Ag2SO4.

Pada tanaman yang ditumbuhkan secara in vitro,Ag+berftingsi sebagai penghambatpengaruh etilen. Adanyaetilen tersebut akan menghambat regenerasi tanaman (14).Penggunaan auksin atau sitokinin pada media kulturjaringan untuk memacu regenerasi pucuk. MenurutROUSTAN, dkk. (15) regenerasi pucuk dari kotiledonCucumis melo, yang menggunakan media MS + BAP 2,2jiM + NAA 0,54 \i$A dan dengan penambahan AgNO3 antara60 hingga 120 \M, dapat menaikkan regenerasi pucuksampai 100 %. Demikian pula pada regenerasi kotiledonBrassica parachinensis yang menggunakan media MSdengan penambahan 1 ppm NAA dan penambahan AgNO3

4 ppm jumlah pucuk yang dihasilkan naik 79 % (16). Olehkarena dalam penelitian ini tidak tnenggunakan auksin,maka pengaruh Ag+ terhadap regenerasi pucuk tidak terlihatdenganjelas.

Data pengaruh sinar gamma pada benih sebelumdikecambahkan dalam media agar terhadap regenerasipucuk buku kotiledon dapat dilihat pada Tabel 4. Iradiasi

154

Page 152: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi teotop dan Radiasi, 1998

sinar gamtna dengan dosis 10 dan 20 Gy dapat menaikanjumlah rata-rata pucuk dari tiap eksplan, sedang pada dosis30 Gy terjadi penurunan jumlah pucuk meskipun tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata bila dibandingkandengan kontrol. Pada penelitian yang dikemukakan disinidigunakan dosis rendah sinar gamma. Dari hasil yangdidapat disimpulkan bahwa dosis 10 dan 20 Gy merupakandosis stimulasi.

KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan media MS yang ditatnbah dengantiga macam sitokinin yaitu BAP, 2-iP dan kinetinmasing-masing dengan konsentrasi 3 ppm, eksplanyangberasal dari buku kotiledon kacang hijau {V. radiata (L.)Wilczek) dapat beregenerasi dan meinbentuk pucuk.

2. Dengan penambahan BAP 5 ppm pada media MSjumlahpucuk yang dihasilkan dari setiap eksplan tinggi,meskipun prosentase eksplan yang membentuk akarbervariasi. Penambahan Ag^SO^ 12 ppm menaikkanefektivitas BAP.

3. Sinar gamma dosis 10 dan 20 Gy yang diberikan padabiji merupakan dosis stimulasi untuk regenerasi ruaskotiledon kacang hijau.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disainpaikan kepada Dra.Riyanti Sumanggono atas pemberian benih kacang hijauvarietas Walet.

DAFTAR PUSTAKA

1. GULATI, A., P.K. JAIWAL, Culture conditionseffecting plant regeneration from cotyledons ofVigna radiata (L.) Wilczek, Plant Cell Tiss Org.Cult. 23 (1990) 1.

2. GULATI, A., P.K. JAIWAL, ln vitro multiple shootsand plant regeneration froin shoot tips of mungbean(Vigna radiata (L.) Wilczek), Plant Cell Tiss Org.Cult. 29(1992) 199.

3. GULATI, A., P.K. JAIWAL, ln vitro selection of saltresistant Vigna radiata (L.) Wilczek plants byadventitious shoot formation from culturedcotyledon explants, J. Piant Physiol., 142 (1993)99.

4. GULATI, A., P.K. JAIWAL, Selection andcharacterization of manitol-tolerant callus lines ofVigna radiata (L.) Wilczek, Plant Cell Tiss Org.Cult. 34(1993)35.

5. GULATI, A., P.K., JAIWAL, Plant regeneration fromcotyledonary node eksplants of mungbean (Vignaradiata (L.) Wilczek), Plant Cell Rep. 13 (1994)523.

6. VENKATACHALAM, P., A. SUBRAMANIAMPILLAI,N. JAYABALAN, In vitro callus culture and plantregeneration from different explants of groundnut(Arachis hypogaea (L.), PlantBreed. Abstr. 67(5)(1997) 5192.

7. MALLIKARJUNA, M.J.T. REENA, D.C. SASTRI,J.P. MOSS, Somatic embryogenesis in pegeon pea(Cajanus cajan L.), Plant Breed. Abstr. 66 (10)(1966) 10498.

8. GNANAM, A., B. MUTHUKUMAR, M. MAMMEN,K. VELUTHAMBI, Genetic transformation ofcowpea(K unguiculataL. Walp)byA tumefacientsusing cotyledon as explants, Plant Breed. Abstr. 66(8) (1996) 8485.

9. FU YU QING, M. LUCCHIN, E. LUPOTTO, Rapidand efficient regeneration from cotyledonaryexplants of soybean cultivars (Glicine Max L.),PlantBreed. Abstr. 66 (7) (1996) 7265.

10. MURASHIGE, T., F. SKOOG, A revised medium forrapid growth and bio assay with tobacco tissueculture, Physiol. 15 (1962) 473.

11. HUTABARAT, D., Regenerasi ruas kotiledon padabeberapa varietas kacang hijau (Vigna radiata (L.)Wiczek), Simp. Nas. dan Kongres III Peripi,Bandung (1977) 20.

12. LITTLE, T.M. and H.F. JACKSON, Agriculturalexperimentation design and analysis, John Wiley& Sons, Inc. (1978).

13. PURNHAUSER, L., P. MEDGYESY, M. CZAKO, P.J.DIX, L. MARTON, Stimulation of shootregeneration in Triticum aestivum and Nicotianaplumbaginifolia Viv. tissue cultures using theethylene inhibitor AgNO3. Plant Cell Rep. 6 (1987)1.

14. ROUSTAN, J.P., A. LATCHE, J. FALLOT,Enhanchetnent of shoot regeneration fromcotyledonsof Cucumis meloby AgSO3, an inhibitorof ethylene action, Plant Breed. Abstr. 64 (4) (1994)4107.

15. ZHANG FENG, LING DING HOU, Enhanchement ofplant regeneration rate of Brassica parachinensiscultured in vitro, Plant Breed. Abstr. 67 (5) (1997)4966.

155

Page 153: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aptikasi Isolop dan Radiasi, 1998-

Tabel 1. Pengaruhjenis sitokinin yang digunakan dengan konsentrasi3 ppm terhadap regenerasi pucuk buku kotiledon kacang hijau(K radiata (L.) Wiczek) varietas Walet

Eksplan yang Rata-rata Eksplan yang .Media beregenerasi pucuk tiap inembentuk akar

eksplan

MS + Kinetin 100 1,15 a* 57,2MS + 2-iP 100 1,00 b 100,0MS+BAP 100 3,05 c 36,4

Keterangan :* = Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata (BNT

5%= 0,12)

Tabel 2. Pengaruh BAP dengan konsentrasi yang berlainan terhadapregenerasi pucuk dari buku kotiledbn kacang hijau (V. radiata(L.) Wiczek) varietas Walet

KonsentrasiBAP

(mg/L)

1357

Eksplan yangberegenerasi

(%)

100100100100

Rata-ratapucuk tiap

eksplan

2,32 a*2,94 b4,07 d3,52 c

Eksplan yangmembentuk akar

(%)

64,137,610,2

0

Keterangan :* = Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata (BNT

5 % = 0,22)

Tabel 3. Pengaruh penambahan Ag2SO4 dengan konsentrasi yangberlainan pada media MS + B AP 1 ppm pada regenerasi pucukbuku kotiledon kacang hijau (V. radiata (L.) Wiczek) varietasWaletr

KonsentrasiAg2SO4

(mg/L)

061218

Eksplan yangberegenerasi

(%)

100100100100

Rata-ratapucuk tiap

eksplan

2,18 a*2,39 a2,89 b2,39 a

Eksplan yangmembentuk akar

(%)

61,329,427,325,0

Keterangan :* = Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata (BNT

5 % = 0,49)

156

Page 154: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi. 1998

Tabel 3. Pengaruh iradiasi sinargamma benih kacang hijau (V. radiata(L.) Wiczek) varietas Walet yang ditanam pada tnedia MS +BAP 1 pptn terhadap regenerasi pucuk buku kotiledon

Dosissinar gamma

(Gy)

Eksplan yangberegenerasi

Rata-rata pucuktiap eksplan

0102030

100100100100

2,40 a*2,80 b2,76 b2,52 a

Keterangan:* = Nilai yang diikuti oleh huruf yangberbeda, berbeda nyata (BNT

5 % = 0,36)

DISKUSI

K. DEWI

1. Apakah pembentukan pucuk ini melalui tahapanpembentukan kalus. Hormon apa saja yang dipakaidalam media kalus tersebut ?

2. Bagaimana Ag^SO , bisa meningkatkan petnbentukanpucuk ?

DEMERIA HUTABARAT

1. Terbentuknya pucuk tidak melalui stadia kalus.2. Ion Ag menghilangkan pengaruh negatif yang

disebabkan oleh etilen. Etilen dihasilkan oleh jaringandan komposisi media.

ENDANG GATILESTARI

1. Mengapa radiasi digunakan sebagai metode untukmeningkatkan regenerasi. Bagaimana mekanismenya,didalamjaringan dan hubungannya dengan zatpengaturtumbuh yang ada di dalam jaringan tersebut ?

2. Dari hasil penelitian Anda apakah akan dilanjutkandengan pengujian sitologi terdapat jaringan/ sel darieksplan yang diradiasi ?

DEMERIA HUTABARAT

1. Ada beberapa makalah yang meniberikan hasil baluvadosis radiasi mempunyai efek stimulasi pada terjadinyapucuk, hanya saja tidak dijelaskan mekanismenya.

2. Tidak.

IKAM.

1. Dalam latar belakang diulas hubungan kultur jaringandengan virus, apakah dengan kotiledon akan bebasvirus?

2. Mengapa memakai Ag^SO^ apa ada masalah senescencekarena ethylene ?

3. Apa pada kotiledon ada ruas (dalam kesimpulan) ?4. Yang terbaik BA 5 pptn tetapi mengapa untuk kombinasi

dengan AgSo4 dipakai BA lppm ?

DEMERIA HUTABARAT

1. Menunit GULATI dan JAIWAL (5) dijelaskan bahwamelalui kultur jaringan, virus pada kekacangan dapatdihilangkan.

2. Dalam penelitian disini tidak terjadi "senescence"digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Ag+ pada regenerasi ruas kotiledon.

3. Yang dimaksud disini "Cotyledonary node".4. Dipakai dosis BAP terendah yang sudah dapat

menghasilkan pucuk supaya pengaruh Ag+ dapat dilihatlcbihjelas.

157

Page 155: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

APLIKASIFORMULASIPENGLEPASAN TERKENDALIINSEKTISIDAMONOKROTOFOS PADA TANAMAN KEDELAI

M. Sulistyati, Ulfa T. Syahrir, Sofnie M.Ch., Ali Rahayu, dan M. Sumatra

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ABSTRAK

ID0000165

APLIKASI FORMULASI PENGLEPASAN TERKENDALIINSEKTISIDA MONOKROTOFOSPADA TANAMAN KEDELAI. Telah dilakukan pengujian formulasi penglepasan terkendali insekttsida monokrotofos(dimetil-1-metil -2- (metilkarbamoil) vinil fosfat) pada tanaman kedelai varitas Wilis, G-58, G-7, dan G-55 hasiliradiasi. Formulasi ini dibuat dengan menggunakan campuran karbon aktif, tepung kanji, kaolin, dan Na-alginatsebagai penyangga. Pengamatan yang dilakukan adalah tingkat kerusakan tanaman, daun, dan polong akibat lalatbibit, ulat daun, dan hama polong, dan juga berat biji kering. Hasil tnenunjukkan bahwa kerusakan tanaman kedelaiyang diberi formulasi monokrotofos lebih kecil dibandingkan dengan kontrot dan sedikit lebih besar dibandingkandengan tanaman yang dtberi formulasi konvensional. Residu monokrotofos dalam biji kedelai dan tanah tidak terdeteksi.

ABSTRACT

THE APPLICATION OF CONTROLLED RELEASE FORMULATION OF MONOCROTOFOSON SOYBEAN PLANTS. The applications of controlled release formulation of monocrotofos (dimethyl -1-methyl-2-(methylcarbamoyl) vinyl phosphate) on varieties e.i.Wilis irradiated, G-58, G-7, and G-55 were done.These formulationwere made by using activated charcoal, tapioca, kaolin, and Na-alginate as filler tnatrix. The observation were done onthe damage level of plants, leaves, and pods, and also weight of soybean seeds.The results showed that the leveldamage of plants treated with monocrotofos was lower than untreated and was a little higher than conventionalformulation. The residues of monocrotofos in soybean seeds and soil were undetected.

PENDAHULUAN

Dalam rangka meningkatkan hasil pertanianpemerintah telah menganjurkan penggunaan insektisidauntuk mengendalikan hama tanaman. Petani telahmelaksanakan anjuran ini dengan menggunakan insektisidadalam bentuk cairan, serbuk dan granular. Aplikasinyadilakukan dengan cara penyemprotan untuk bentiik cairandan serbuk, sedang bentuk butiran dengan cara penebarandisekeliling tanaman budidaya. Formulasi insektisida dalambentuk konvensioilaJ biasanya cepat terurai dalam air danmudah menguap di udara terbuka, di samping itu petanisering kali menggunakannya secara berulang-ulang dengandosis yang berlebihan. Hal ini dapat mengakibatkankeracunan bagi petani itu sendiri, pencemaran lingkungandan juga kurang efisien. Dengan demikian perlu dibuatformulasi altematif yaitu formulasi formulasi penglepasanterkendali, supaya tidak mengakibatkan keracunan bagipetani, mengurangi pencemaran lingkungan, efektif danefisien. Formulasi penglepasan terkendali dapatdidefinisikan sebagai sistem penyimpanan yang dapatmelepaskan bahan aktif yang dikandungnya secara perlahan-lahan (1).

Pada penelitian ini telah dilakukan pengujianpenglepasan formulasi penglepasan terkendali insektisidamonokrotofos pada tanaman kedelai. Formulasi ini dibentukdengan cara melapisi bahan aktif dengan bahan lain yaitukaolin, karbon aktif dan Na-alginat. Bahan-bahan tersebut

dimaksudkan untuk melindungi bahan aktif insektisidaterhadap degradasi awal sebelum mencapai sasaran, disamping itu bahan-bahan tersebut akan melepaskan bahanaktif insetisida secara terkendali, sehingga keberadaaninsektisida tersebut lebih lama dibandingkan denganformulasi konvensional.

Moriokrotofos mempunyai nama dagang azodrinatau dupon, dipakai untuk meinbasmi ulat penggulung daundan penggerek polong tanaman kedelai. Formulasipenglepasan terkendali monokrotofos ini dibuat berbentukbutiran (granular), diaplikasikan pada tanaman kedeiai didaerah Kuningan, Jawa Barat, dan dilakukan pengamatansesudah tanam yaitu serangan terhadap lalat bibit, daun,dan polong, beserta tingkat kerusakan yang ditimbulkanpada 4 jenis varietas kedelai yang telah diiradiasidibandingkan dengan perlakuan normal dan kontrol.

BAHAN DAN METODE

Bibit kedelai yang digunakan adalah varietas Wilis,G-58, G-7 dan G-55 berasal dari hasil iradiasi dengan dosis20Krad dengan laju dosis 60-80 Gray. Petak tanah yangdigunakan 2x5 m dengan jarak tanam 40x15 cm dan disekelilingnya telah ditanami tanaman border (tanamanpemancing serangan hama).

Perlakuan tanaman kedelai ada 3 variasi yaitupertama perlakuan normal dengan pemberian insektisida

159

Page 156: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 -

klorpirifos, monokrotofos, dan endosulfan, ke dua formulasiterkendali monokrotofos 5%, dan yang ke tiga kontrol, tanpapemberian insektisida. Ulangan masing-masing percobaan3 kali untuk 4 varietas kedelai. Pemberian fonnulasiinonokrotofos dilakukan di lubang yang sama dengan bibitkedelai pada waktu tanam. Percobaan dilakukan di kebunpercobaan Kuningan di Jawa Barat.

Bahan kimia. Monokrotofos yang digunakanberasal dari PT.Krikas-BASF Jakarta, kaolin berasal dariPT Indah Keramik, Tangerang, sedang bahan yang lainaseton, metanol, CaCl2, dan Na-alginat pro analisis buatanFisher.

Peralatan. Alatyang dipakai adalah krotnatografigas merk Shimadzu GC-7A dengaii detektor fotometri nyala(FPD).

Pembuatan formulasi Sebanyak 2 g Na-alginatdilarutkan dengan air sedikit demi sedikit sampai homogenmembentuk 2% jeli. Kemudian campuran yang terdiri darilg tanah 120 mesh.lg karbon aktif, lg tepung tapioka,dan4g kaolin dimasukkan ke dalam larutan tersebut di atas,diaduk sampai homogen, dan akhimya lg monokrotofosdimasukkan ke dalamnya dan diaduk sainpai homogen.Larutan ini dilewatkan corong dan ditampung dalam larutan0,25% CaCl2. Butiran-butiran yang teibentuk dalam larutantersebut disaring, dikeringkan pada suhu kamar. Setelahkering formulasi tersebut siap untuk diaplikasikan.

Penaburan formulasi monokrotofos padatanaman kedelai. Penaburan formulasi monokrotofosdilakukan pada lobang yang sama dengan biji kedelai yangditanam dengan dosis 2 g bahan aktif per 10 mlPengamatandilakukan pada hari ke-20, 35,70, setelah tanam dan padawaktu panen. Pada pengamatan pertama yang diamafiadalah serangan lalat bibit yang menyebabkan kerusakanpertutnbuhan tanaman dan serangan ulat daun, ulat daunmengakibatkan penggulungan daun. Pada pengamatan kedua (35 hari setelah tanam) yang diamati adalah seranganhaina polong, sedang pada hari ke-70 mengamati kerusakanyang ditimbulkan hama polong pada polong yang akanmenjadi buah.Pengamatan terakhir dilakukan pada saatpanen dengan penimbangan biji kedelai kering.

Penentuan residu monokrotofos pada kedelaidan tanah. Biji kedelai kering dijadikan tepung, sebanyak50g diekstrak dengan alat sokJet dengan pelarut diklormetan.Larutan ekstrak diuapkan sampai kering kemudiandimurnikan dengan kromatografi kolom, absorbennyaflorisil dan dielusi dengan diklormetan, kemudiandisuntikkan pada kromatografi gas. Penentuan residumonokrotofos dalam tanah dengan menggunakan tanahkering udara yang sudah halus dengan 80 mesh danselanjutnya dilakukan perlakuan sama dengan perlakuanpada kedelai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan serangan lalat bibit dan ulatdaun pada hari ke-20 setelah tanam pada kedelai varietasWilis, G-58, G-7, dan G-55. Dari tabel terlihat bahwaserangan lalat bibit pada kedelai yang diberi formulasimonokrotofos (Im) lebih kecil dibandingkan dengankedelai

tanpa perlakuan (Io) dan sama dengan perlakuan normal(In). Pada perlakuan normal digunakan 3 macam insektisidakonvensional yaitu endosulfan, monokrotofos, danklorpirifos, pemakaiannya bergantung pada kondisitanaman, serangan hama makin besar penyeinprotan makinsering dilakukan.Dengan demikian formulasi monokrotofosdapat dikatakan sedikit lebih baik penggunaannya daripadafonnulasi konvensional, karena formulasi monokrotofoshanya diberikan sekali selama tanam .Pada tabel 1 jugaterlihat intensitas serangan ulat daun pada ketiga perlakuanmengalami hal yang sama, tanpa pemberian insektisida(Io),pemberian formulasi monokrotofos(Im), maupun denganpemberian 3 macam insektisida (In). Hal itu menunjukkanbahwa serangan ulat daun sangat besar seperti ditunjukkandengan angka 5, serangan sudah mencapai 100%.

Tabel 2 menunjukkan tingkat kerusakan tanamankedelai yang disebabkan oleh lalat bibit dan ulat daun padahari ke-35 setelah tanam. Dari tabel dapat dilihat rata-ratatingkat kerusakan pada kondisi tanpa perlakuan (Io) lebihtingi daripada perlakuan formulasi monokrotofos (Im) danIm jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan normal(In).

Tabel 3 menunjukkan tingkat kerusakan polongyang disebabkan oleh hama polong. Rata-rata kerasakanpolong pada perlakuan formulasi monokrotofos (Im) lebihkecil dibanding dengan tanpa perlakuan (Io) dan lebih besardaripada perlakuan normal (In).

Dari tabel 1,2, dan 3 dapat disimpulkan bahwaserangan hama yang disebabkan oleh lalat bibit, ulat daundan hama polong pada tanaman yang diberi formulasimonokrotofos lebih kecil dibandingkan dengan tanamankontrol (tanpa perlakuan), tetapi sedikit lebih besar biladibandingkan tanaman dengan perlakuan normal, ialahtanaman yang disemprot dengan 3 macain insektisida. Halini disebabkan formulasi monokrotofos penglepasanterkendali dapat melepaskan bahan aktifhya secara perlahan-lahan sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan, tetapiternyata dosisnya belum mencukupi kebutuhan, sedang kanpada perlakuan normal setiap 10 hari tanaman disemprotdengan insektisida . Apabila serangan hama itu besarkemudian dilakukan penyemprotan, maka dapat terlihatserangan hama pada perlakuan normal lebih sedikit biladibandingkan dengan perlakuan formulasi terkendali.

Tabel 4 menunjukkan persentase berat biji kedelaiyang baik dari hasil total berat biji kering yang dipanendari tanaman tanpa perlakuan insektisida (Io), denganformulasi monokrotofos (Im), dan perlakuan normal (In).Pengambilan contoh panen biji kedelai dilakukan denganpengambilan 5 titik di setiap petak. Dari percobaan didapatrata-rata berat biji kedelai kering dengan perlakuanformulasi (Im) lebih tinggi daripada tanpa perlakuan (Io)tetapi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan normal(In). Data tabel 4 berdasarkan tabel 3 yang menunjukkantingkat kerusakan polong pada perlakuan formulasimonokrotofos lebih rendah dibandingkan dengan tanpaperlakuan (Io) dan lebih tinggi bila dibandingkan denganperlakuan normal (In).

Tabel 5 menunjukkan bahwa residu insektisidaklorpirifos, endosulfan, dan monokrotofos dalam biji kedelaitidak terdeteksi baik pada perlakuan normal maupun

160

Page 157: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

perlakuan formulasi monokrotofos juga di dalam tanah. Halini disebabkan karena ketiga insektisida tersebut adalahgolongan organofosfat yang mudah terurai dan mudahmenguap.

Dari hasil tersebut di atas terlihat bahwa perbedaanantara penggunaan formulasi monokrotofos penglepasanterkendali dengan perlakuan nonnal, penggunaan 3 macaminsektisida, klorpirifos, endosulfan, dan monokrotofosbelumnyata. Tetapi apabila ditinjau dari segi ekonomi penggunaanfonnulasi monokrotofos penglepasan terkendali lebihmenguntungkan karena pemberian ke tanaman hanya satukali saja, dan dosisnya tidak berlebihan.

KESIMPULAN

1. Fonnulasi monokrotofos penglepasan terkendali dapatdipakai sebagai insektisida pencegah hama tanamankedelai.

2. Efisiensi peinakaian fonnulasi monokrotofos terhadapserangan lalat bibit, ulat daun, dan hama polong lebihtinggi dibandingkan dengan tanpa perlakuan, tetapi lebihrendah dibandingkan dengan perlakuan normal(penggunaan 3 niacam insektisida : klorpirifos,endosulfan, dan monokrotofos).

3. Dari segi ekonomi penggunaan fonnulasi monokrotofospenglepasan terkendali lebih menguntungkan,peinakaian hanya satu kali dengan dosis anjuran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaSdri.Elida Djabir dan Tim Kebuii Percobaan Kuningan yangtelah membantu melaksanakan penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

1. MEISTER, R.T., ZILENZIGER, A.W., andFITZGERALD, Farm Chemical Handbooks, MeisterPub. (1996).

2. ANONIM, Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan,Departemen Pertanian (1996).

3. KYDONffiUS, A.F., In Controlled Release TechnologiesMethod, Theory and Application, CRC Press, BocaRaton (1980).

4. GAN, J.( HUSSAIN, M., and RATHOR, M.N.,Behaviour of alginat kaolin based controlled releaseformulation of the herbicide thiobencarb insimulated ecosysteins, Pestic.Sci,^ (1994) 265.

Tabel 1. Intensitas serangan pada hari ke-20 setelah tanam

Varietas

Wilis

G-58

G-7

G-55

rata-rata

5,0

4,6

5,0

4,6

4,83±0,20

lalat

tn

4,6

5,0

4,3

5,0

4,75±0,27

bibit

K4,6

5,0

5,0

4,6

4,75±0,20

rata-rata

4,66

4,77

4,77

4,77

4,74±0,05

O

5,0

5,0

5,0

5,0

5,0±0,00

ulat

K5,0

5,0

5,0

5,0

5,0±0,00

daun

n

5,0

5,0

5,0

5,0

5,0±0,00

rata-rata

5,0

5,0

5,0

5,0

5,0±0,00

Keterangan :Io = Kedelai tanpa perlakuan insektisida.Ini - Tanaman kedelai diberi formulasi monokrotofos.In = Tanaman kedelai diberi perlakuan insektisida klorpirifos, endosulfan dan monokrotofos.5 = Serangan 100 %.

161

Page 158: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 _

Tabel 2. Tingkat kerusakan tanaman kedelai karena hamadaun dan lalat bibit hari ke-35 setelah tanam

Tabel 3. Tingkat kerusakan tanaman kedelai karena hamapolong pada hari ke-70 setelah tanam

Varitas

WilisG-58G-7G-55

Rata-rata

26,653,331,641,6

38,2 ±9,17

K

(%)25.048,331,631,6

34,1 ±7,07

n

10,08,313,38,3

9,9 ± 1,67.

Varietas

WilisG-58G-7

G-55Rata-rata

Keterangan:5 = serangan

4,33,03,65,0

3,9 ± 0,67

100%.

m

4,03,63,64,0

3,8 ±0,2

4,03,03,62,6

3,3 ±0,5

Tabel 4. Persentase berat biji kedelai yang baik Tabel 5. Hasil pengukuran kandungan insektisida padacontoh biji kedelai dan tanah pada saat panen

Varitas

WilisG-58G-7G-55

Rata-rata

DWIADI

50,061,042,071,0

56,0 ± 10,9

SUNARTO

m

( % )

56,052,051,072,0

57,8 ± 9,2

n

61,050,054,072,0

59,0 ± 8,3

Insektisida

MonokrotofosEndosulfanKlorpirifosFormulasi monokrotofos

Keterangan:ttd = tak terdeteksi

DISKUSI

MARIA LINA

Biji

K

ttd

kedelai

\

ttdttdttd

T a

K

ttd

n a h

ttdttdttd

1. Tanaman yang terserang lalat bibit biasanya mati apabilayang terserang adalah 100 % berarti tidak ada tanamanhidup, namun pada penelitian ini intensitas kerusakan5 (100 %) masih mampu menghasilkan. Mohonpenjelasan ?

2. Penggunaan formulasi nionokrotofos dikatakanEFISIEN, tapi dalam penelitian ini tidak ada kajiansampai tingkat ekonomi, jadi istilah yang paling tepatadalah EFEKTIF.

M. SULISTYATI

Pada penelitian ini tingkat penyerangannya memang adavaritasyang mengalami intensitas kerusakan 5 (100 %),tetapi ternyata varitas itu masih dapat menghasilkan bijikosong yang baik walaupun relatif kecil.Terima kasih atas sarannya, akan kami perhatikan.

1. Berapa perbandingan biji kedelai yang akan ditanatndengan butiran formulasi ?

2. Berapa estimasi kandungan insektisida dalam tiapbutiran formulasi, karena mungkin ini akan menentukandosis insektisida yang dipakai ?

3. Apakah ada efek samping dari Na alginat dari butiranformulasi pada tanah sendiri maupun tanaman kedelaisendiri ?

M. SULISTYATI

1. Formulasi monokrotofos yang dipasaran 15 %kandungan bahan aktif dengan dosis pemakaian 2 kg/ha jumlah petnakaian fonnulasi terkendali liar sesuaidengan kandungan bahan aktif dalam intektisidapasaran (15% ba dengan dosis 2 kg/ha).

162

Page 159: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

2. Kandungan bahan aktif dalam fonnulasi terkendali yangdidapat sekitar 8 %.

3. Tidak ada efek samping dari Na alginat terhadap tanahdan tanaman kedelai itu tersendiri.

FRIDA

Apa uji yang telah dilakukan untuk memastikanbahwa fonnulasi yang dibuat memang fonnulasi lepasterkendali (lepas dalam waktu lebih latna daripada yangkonvensional) ?

M. SUSTIYATI

Pada mulanya dibuat formulasi monokrotofosterkendali dengan menggunakan insektisida monokrotofosberlabel C-14. Formulasi ini diuji pelepasannya dalam airdan tanah dalam skala laboratorium ternyata mendapatkanformulasi yang pelepasannya bahan aktifnya lebih lamadibandingkan dengan konvensional.

A.N. KUSWADI

1. Hama polong apa yang diamati, karena ada dua jenishama yang menyerang polong yaitu :- Pengisap polong (Riptortus linearis)- Penggerek polong (Etiella zinkenella)

2. Mana istilah yang lebih tepat menurut anda : formulasiterkendali Controlled Release atau Slow Release ?

3. Formulasi yang Anda pakai lainbat melepaskan bahanaktif. Dapatkah tnelindungi tanaman kedelai sampaipanen (± 3 bulan setelah tanam) ?

M. SUSTIYATI

1. Masing-masing hama pengisap polong dan penggerakpolong diamati hanya tingkat kerusakan danpenyerangnnya secara kuantitatif.

2. Controlled Release lebih tepat.3. Pelepasan bahan aktif dari formulasi terkendali

monokrotofos sekitar 60-65 hari.

163

Page 160: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

PEMBUATAN ANTIGEN Trypanosoma evansi DAN PENGUJIANNYA DENGANMETODE CATT (CARD AGGLUTINATION TEST)

M. Arifin*, Irtisam**, Dyah Estikoina**, Ernawati Yulia**, dan Boky, J.T.*

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN** Pusat Veterinaria Farma, Surabaya

ABSTRAK1D0000166

PEMBUATAN ANTIGEN Trypanosoma evansi DAN PENGUJIANNYA DENGAN METODE CATT(CARD AGGLUTINATION TEST). Telah dilakukan percobaan dalam usaha pembuatan antigen (Ag) dari T. evansidengan menggunakan tikus putih dan marmut untuk pengeinbangbiakan dan pembuatan stok parasit, dan pada sapiuntuk membuat serum kebal dan normal. Parasit diiradiasi dengan sinar gamma (60Co) dengan dosis 300 Gy. Penentuantiter antigen dilakukan dengan uji "CATT" terhadap sampel serum sapi lapangan. Hasil yang (liperoleh menunjukkanbahwa antigen mempunyai potensi yang cukup baik dan stabil pada penyimpanan minus 70°C selama lima bulan.

ABSTRACT

MAKING ANTIGEN OF Trypanosoma evansi AND ITS EXAMINATION BY CATT (CARDAGGLUTINATION TEST) METHOD. An experi«nent was carried out for making antigen (Ag) of T. evansi byusing experimental animals rats and guinea pigs for developing parasites,; and in cattle for making immune serum andnormal serum. The parasites were irradiated by gamma rays (60Co) at a dose of 300 Gy. The determination of antigenwas done by using Card Agglutination Test (CATT) to the tield samples serum of cattle. The results obtained showedthat antigen was good enough potently and stable at minus 70°C storage during five months.

PENDAHULUAN

Tripanosomiasis atau surra yang disebabkan olehT. evansi merupakan salah satu penyakit temak yang sudahcukup lama dikenal di Indonesia. Secara ekonomi kerugianyang timbul akibat penyakit tripanosomiasis berupapenurunan produksi dan tenaga kerja, pertumbuhan lambatatau bahkan dapat menyebabkan kematian apabila tidakmendapat pengobatan. Dewasa ini mekanisasi telahberkembang dengan cepat, tetapi di beberapa daerah masihbanyak menggunakan hewan, khususnya sapi, kerbau ataukuda sebagai tenaga kerja dalam mengolah tanah pertanian,atau sebagai tenaga penarik dalam jenis usaha lainnya.Turunnya daya kerja hewan akibat penyakit tersebut jelasmerugikan bagi pemiliknya, karena tidak dapatdimanfaatkan secara maksimal.

Teknik diagnosis tripanosomiasis dalam garisbesarnya dibagi dua. Pertama ialah deteksi atau penemuanparasit di dalam darah penderita/tersangka, dan yang keduaialah deteksi antibodi sebagai akibat adanya infeksi penyakit.Teknik diagnosis yang pertama antara lain dengan preparatnatif, pewarnaan dan diperiksa secara mikroskopis. Teknikkedua misalnya "indirect hemaglutination tesf', "mercuricchloric", dan uji serologi lainnya. Diagnosis dengan caradeteksi parasit dalam darah sering mengalami kesulitanterutama pada sapi dan kerbau yang mempunyai masanegatif cukup panjang, sehingga sulit ditemukan parasitnyadalam darah perifer. Seperti yang dikemukakan olehRUKMANA (1) bahwa terjadinya fase negatif dalam tubuhinduk semang, menyebabkan sulit ditemukan parasit T.

evansi pada saat pemeriksaan darah perifer. Selanjutnya,DARGIE (2) juga menyatakan bahwa diagnosistripanosomiasis tidaklah mudah, karena hewan yangterinfeksi sering mengandung beberapa species parasitdalam darahnya. Hal tersebut menyebabkan pemeriksaansecara mikroskopis yang umum dan banyak digunakan akansulit menemukan agen parasityang dimaksud. Oleh karenaitu, cara yang pertama perlu didukung cara kedua, yaitu ujiserologis untuk mendeteksi kadar antibodi (Ab) dalam serumdarah. Jumlah kadar antibodi dalam darah menunjukkantanggap kebal terhadap infeksi, baik secara alam maupunsecara buatan pada hewan yang bersangkutan. DOYLE (3)menyatakan bahwa antibodi dapat ditemukan dalam darah,walaupun parasitnya sudah tidak ditemukan lagi. MenurutLUCKINS dkk. (4) uji serologi secara ELISA merupakansalah satu altematif yang tepat untuk mendeteksi penyakitpada hewan tersangka.

Banyak macam uji serologi telah dikenal dandigunakan untuk menunjukkan adanya agen penyakit secaratidak langsung. Pada prisipnya uji serologi adalah ikatanreaksi antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab). Bahan lainyang ditambahkan adalah sebagai pelengkap dan bergantungpada jenis uji serologis yang digunakan, dan berfungsibiasanya untuk mempercepat dan memperjelas reaksi yangterjadi. Uji serologis perlu dikembangkan metode diagnostikyang efektif dan efisien untuk kondisi lapangan. "CardAgglutination Test" merupakan uji serologis (directagglutination test) yang cocok dengan kondisi lapangan dantelah digunakan oleh MAGNUS dkk. (5) untuk diagnosissecara serologis T. gambiense, parasit penyebab penyakit

165

Page 161: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 _

tidur di Afrika. Tahun 1992 "Card Agglutination Tesfjuga telah dikembangkan oleh VAN MIERVENNEdan MAGNUS (6) untuk mendeteksi antibodi terhadap T.evansi.

Terkait dengan hal tersebut di atas dan sebagaitindak lanjut dari percobaan terdahulu, maka percobaan inidilakukan untuk pemantapan dan pengujian efektivitasantigen T. evansi dalam mendeteksi antibodi yang terjadipada hewan tersangka/terinfeksi.

BAHAN DAN METODE

Produksi Parasit. Penyediaan parasit yang cukupdankontinu, T. evansi dipasasedandikembangbiakandalamtubuh tikus putih dan mannut. Tikus putih untuk pasaseparasit, sedangkan marmut untuk memperbanyak parasit.Pengambilan parasit dilakukan pada marmut yang sudahterinfeksi berat (positif 4) dengan menggunakan alatsuntik yang dibasahi antikoagulan dan hewan dalamkeadaan terbius. Parasit yang diperoleh siap untuk dibuatantigen.

Pembuatan Antigen. Parasit T. evansi disaringmelalui kolom DEAE-cellulose menggunakan bufer PGBS,sehingga diperoleh parasit yang murni bebas dari darah.Selanjutnya untuk membuat antigen parasit digunakanmetode IRTISAM (7). Parasit yang sudah murni tersebutdilakukan ultrasonikasi dengan "Ultrasonic Discruptor UD200". Suspensi yang diperoleh keinudian dipusing dengankecepatan 2000 putaran per menit selama 15 menit. Setelahdipusing suspensi dipisah dari endapan, dan suspensitersebut merupakan bahan antigen parasit T. evansi,kemudian disimpan pada temperatur minus 80°C.

Pembuatan Hipcrimun Serum. Sapi diinokulasidengan T. evansi yang telah diiradiasi dengan dosis 300Gy. Inokulasi dilakukan sebanyak tiga kali dengan intervalwaktu tiga minggu. Darah diambil pada tninggu pertamadan kedua setelah inokulasi terakhir, untuk diambilserumnya dan disimpan pada temperatur minus 20°C. Serumyang diperoleh tersebut merupakan serum positif.

Serum normal atau serum negatif diambil daridarah sapi yang tidak diinokulasi parasit. Kedua macamserum tersebut diawetkan dengan menambahkan satumiligram sodium azide.

Pengujian Antigcn. Pengujian antigen dilakukandengan lnenggunakan metode "Card Agglutination Test(CATT)"1. Pengujian potensi. Dibuat pengenceran antigen, 1, 'A,

VA, dan i/8 dengan cairan fisiologis. Setiap kalipengenceran antigen, langsung dibuat preparat denganjalan meneteskan satu tetes antigen pada objek gelas.Sampel serum ditambahkan satu tetes, kemudian dengancara yang sama dilakukan pada kontrol serum positifdan serum negatif. Homogenkan campuran antigen danserum dengan batang pengaduk dan disebarkan dalainlingkaran kurang lebih 1 min dari pinggir lingkaran padakartu plastik atau objek gelas. Kartu plastik atau objekgelas digoyang dengan agitator 60 - 70 putaran per meiiitselama 5 nienit. Selain itu, dapat pula dilakukan denganmemegang ujung plastik dengan tangan dan dimiringkan

perlahan-lahan dalatn gerakan memutar, sehinggaterjadi rotasi campuran tersebut selaina 5 menit. Endapangumpalan biru menunjukkan reaksi positif.

2. Pengujian stabilitas. Antigen disimpan terlebih dahuludalam kulkas (5 - 10)°C dan dalamfreezer (minus 70°C),masing masing selama 5 bulan. Kemudian dilakukanpengujian seperti pada point 1 di atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1 menunjukkan cara pembacaan tingkatanreaksi yang terjadi pada uji serologis secara "CATT". Reaksiterjadi apabila antara antigen dan antibodi adalah homolog.Tingkatan reaksi tersebut akan memberikan gambarankonsentrasi atau titer antigen yang digunakan. Konsentrasiantigen telah diketahui, maka antibodi yang diperlukandapat diketahui dari reaksi yang tejadi. Makin tinggitingkatan hasil reaksi serologi, maka kemungkinann makintinggi pula tingkat infeksi yang terjadi. Sebaliknya makinrendah reaksinya, maka makin rendah pula tingkat infeksiyang telali berlangsung. Sebagaimana diketahui bahwaantibodi terbentuk sebagai akibat masuknya agen penyakitke dalam tubuh. Antibodi terbentuk dan mencapaipuncaknya, dan dalam waktu tertentu menurun kembali,akhirnya menghilang dari dalam tubuh apabila tidakterstimulasi lagi oleh zat antigenik berikutnya. Waktutersebut sering diperhatikan dan dimanfaatkan dalamprogram vaksinasi (booster), untuk memperoleh titerantibodi yang lebih tinggi dalam tubuh. Seperti yangdikemukakan oleh DOYLE (3) antibodi masih dapatditemukan dalain darah, walaupun agen parasitnya sudahtidak terlihat lagi.

Antibodi yang terbentuk merupakan reaksi atautanggap kebal terhadap masuknya agen penyakit ke dalamtubuh. Makin tinggi antigen yang berada dalam tubuh,bukan berarti makin tinggi antibodi yang terbentuk. Hal inidisebabkan karena agen penyakit sering mengeluarkan zatatau toksin yang akan merusak organ tubuh. Kematianhewan atau individu yang terkait umumnya disebabkan olehrusaknya organ tubuh. Seperti pada kasus tripanosomiasis,RUKMANA dkk. (8), dan ARTAMA dkk. (9) menyatakan,bahwa T. evansi mengeluarkan toksin yang bisamenyebabkan timbulnya aneinia yang cukup hebat, yangdapat mengakibatkan kematian individu yang bersangkutan.Oleh karena itu, dalam deteksi adanya antibodi dalam tubuh,dan hasilnya positif, maka perlu segera penanganan bagiindividu tersebut.

Dari Tabel 1 disajikan bahwa antigen cukup efektifdan meinpunyai potensi yang cukup baik dalam inendeteksiantibodi dari sampel hewan tersangka. Antigen dengan No.Bact. I, pada pengenceran 1 menunjukkan reaksi positif kuat,dan pada pengenceran 1/2 dan 1/4 masih bereaksi positif.Sedang pada pengenceran 1/8 memberikan hasil yangnegatif. Dengan mempeibaiki fonnula pada antigen No. BactII dan III, ternyata padapengenceran 1/8 memberikan reaksiyang positif. Nampaknya 1/8 merupakan pengencerantertinggi untuk antigen tersebut yang masih mampumemberikan reaksi positif dalam uji serologis secara"CATT".

166

Page 162: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi. 1998

Dalain pembuatan suatu bahan atau reagen yangakan digunakan untuk uji serologis, sebaiknya bahantersebut masih mampu meinberikan reaksi positif padapengenceran setinggi-tingginya. Dengan demikian, makabahan/reagen tersebut akan dapat digunakan untukmendeteksi sampel yang cukup banyak. Dalam percobaanini baru dapat dihasilkan antigen (Ag) dengan pengenceransatu berbanding delapan yang masih mampu memberikanreaksi positif pada uji serologis "CATT". Walaupundemikian nampaknya antigen sudah cukup berpotensisebagai bahan deteksi antibodi dalam uji serologis.

Pada pengujian stabilitas, dengan melakukanpenyimpanan pada temperatur (5 - 10)°C ternyata reaksipositif hanya terjadi pada bulan pertama saja, dan bulanke-dua sampai dengan bulan ke-lima reaksinya adalahnegatif. Penyimpanan pada temperatur minus 70°C selama5 bulan menunjukkan reaksi positif, bahkan makin lamawaktu penyimpanan nampaknya hasilnya makin baik.Seperti halnya pada parasitnya sendiri T. evansi, padapenyimpanan pada temperatur (4 - 8)°C hanya bisa bertahanselama 24 - 48 jani pada media PGBS (Phosphate GlucoseBufffer Saline), tanpa mengurangi potensi imunogeniknya(10 dan 11). Penyimpanan pada temperatur minus (80 -100)°C atau dalam N cair T. evansi dapat bertahan hidupsampai berbulan bulan atau bahkan tahunan, dengan tidakmengurangi potensi imunogeniknya (11 dan 12).

Dalam percobaan ini, uji stabilitas baru dapatdilakukan penyimpanan pada lemperatur minus 70°C,selaina kurang lebih 5 bulan. Walaupun demikiannampaknya antigen (Ag) akan tetap stabil, bila disimpandalam waktu yang relatif lama pada teinperatur yang sangatrendah. Hal ini akan sangat menguntungkan, sebab denganmemiliki stok antigen yang tetap stabil, sevvaktu-waktu dapatdigunakan untuk mendeteksi sanipel dalam jumlah cukupyang mungkin baru diperoleli/terkunipul dari lapangan.Kemudian saat pelaksanaan aplikasi di lapang, sebaiknyaantigen mempunyai stabilitas dalam waktu yang relatif lamapada temperatur kamar. Dalam percobaan ini stabilitas yangefektif hanya bisa bertahan selama satu bulan padateinperatur (5 -10)° C. Hal ini perlu pengkajian lebih lanjut.

KESIMPULAN

Dari hasil yang diperoleh menunjukkan, bahwapembuatan antigen (Ag) T. evansi mempunyai potensi yangcukup baik untuk mendeteksi sampel hewan tersangka/terinfeksi. Perlakuan penyimpanan minus 70°C selamakurang lebih 5 bulan, masih memiliki kestabilan yaiig cukupbaik. Walaupun demikian kiranya perlu dikaji lebih lanjutsampai seberapa jauh lamanya penyimpanan, dan dalamtemperatur berapa agar antigen tetap stabil dan dapatdigunakan sewaktu diperlukan. Untuk pelaksanaan aplikasidi lapang diharapkan antigen (Ag) tetap stabil dalamtemperatur kamar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada kerabat kerja, para teknisi, baik di PAIR

BATAN, Jakarta, maupun di PUSVETMA, Surabaya yangtelah membantu terselenggaranya percobaan ini, sehinggadapat selesai tepat waktu sesiiai dengan yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. RUKMANA, M.P., Metode mikrohematokrit sebagaiteknologi baru diagnosa surra dan relevansikaitannya dengan sosial ekonomi peternakan,DEPDIKBUD, Jakarta (1983).

2. DARGIE, J.D., "Application of radioisotopes techniquesto study of red cells and plasma protein metabolismin helminth disease of sheep", (Proc. Symp. Sos.Par. Vienna, 1989) IAEA, Vienna (1989) 82.

3. DOYLE, J.J., "Antigenic variation in the salivariantrypanosoines", Immunity to Blood Parasites ofAnimals and Man, 93 (1971) 31.

4. LUCKINS, A.G., LLEWELLYN, C , MUNRO, C.D.,and MURRAY, M., "Effect of pathogenictrypanosomes on the mammalian reproductivesystem", Nuclear and Related Techniques inAnimal Production and Health (Proc. Symp.Vienna, 1986) IAEA, Vienna (1986) 235.

5. MAGNUS, E., VERVOORT, T., and VANMEIRVENNE, K, A card agglutination test withstained Trypanosomes (CATT) for serologicaldiagnosis of T. gambiense trypanosomiasis, Am.Soc. Belge Med. Trop. 58 (1987) 169.

6. VAN MEIRVENNE, N., and MAGNUS, E., Instituteof Tropical Medicine Laboratory of Serology,Antwerpen, Belgium, (Production and distributionof kits) (1992).

7. IRTISAM, Komunikasi pribadi (1995).

8. RUKMANA, M.P., DJATI, T , GUNAWAN, G., danASHADI, G., "Perbandingan keganasan T. evansiantara asal daerah di Jawa Barat terhadap kecepatankematian tikus", Seminar Parasitologi Nasional II,(Risalah Pertemuan Ihniah, Jakarta, 1981), Jakarta(1981)887.

9. ARTAMA, W.T., HARIONO, B., danMANGKUWIDJOJO, S., "Perubahan hematologikkelinci yang diinfeksi dengan T. evansr, SeminarParasitologi Nasional II, (Risalah PertemuanIlmiah, Jakarta, 1981), Jakarta (1981) 834.

10. ARIFIN, M., SANTOSO, P., DINARDI, danYUSNETI, "Pengaruh waktu penyimpananterhadap imunogenitas T. evansi iradiasi", (RisalahPertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasidalani Bidang Pertanian, Peternakan, dan BiologiJakarta, 1990) PAIR BATAN, Jakarta (1991) 789.

167

Page 163: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

11. ARIFIN, M , dan SANTOSO, P., "Studi penyiinpanandan kaitannya dengan daya tahan hidup T. evansipada media buatan", Seminar Nasional Peternakandan Veteriner, (Risalah Pertemuan Ilmiah, Bogor1995), LITBANGNAK, Bogor (1995) belum terbit.

12. MURNIHATI, I., ARIFIN, M., SUKARDJI, P., BOKY,J.T., YUSNETI, dan DINARDI, "Studiimunogenitas T. evansi iradiasi yang disimpandalam N2 cair", (Risalali Pertemuan llmiah AplikasiIsotop dan Radiasi dalam Bidang Pertanian,Peternakan, dan Biologi", Jakarta, 1992) PAIRBATAN, Jakarta, (1993) 803.

Tabel 1. Rataan hasil pengujian potensi

P e n g e n c e r a n

1/2 1/4 1/8

IIIIII

Tabel 2. Rataan hasil pengujian stabilitas pada temperatur(5 - 10)° C

B u 1 a nSampel

I II III IV V

1. baik negatif negatif negatif negatif2. baik negatif negatif . negatif negatif3. baik negatif negatif negatif negatif4. baik negatif negatif negatif negatif5. baik negatif negatif negatif negatif

Tabel 3. Rataan hasil pengujian stabilitas pada temperaturminus 70°C

Sampel

1.23.4.5.

I

baik/+4baik/+4baik/+4baik/+4baik/+4

nbaik/+4baik/+4baik/+4baik/+4baik/+4

B u 1 a n

mbaik/+4baik/+4baik/+4baik/+4baik/+4

IV

baik/+6'baik/+6baik/+6baik/+6baik/+6

V

baik/+6baik/+6baik/+6baik/+6baik/+6

168

Page 164: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Gambar 1. Carapembacaantingkatreaksiujiserologi"CATT", (A-C) = (+++). (D-E) = (++),(F-G) = (+), (H) = (+/lemah), dan (I-J) =(- / negatif)

DISKUSI

DADANG S.

Dalam uji CARD Test, reaksi positif dapat terjadidengan terbentuknya endapan bini. Apa yang menyebabkanreaksi endapan biru (mekanismenya) pereaksi apa yangdigunakan ?

MUCHSON ARIFIN

Endapan biru sebagai tanda/bukti bahan reaksitersebut positif/mudah dibaca. Karena disini ditambahkansedikit zat warna met blue. Reaksi yang digunakan adalahreaksi aglutinasi.

MARIA LINA

1. Apakali antigen yang didapat sudah merupakan antigenspesifik ?

2. Mengapa djgunakan kolom DEAE untuk memurnikanantigen, dapatkah digunakan kolom kroinatografilain?

MUCHSON ARIFIN

1. Antigen yang diperoleh dengan cara memecah parasityang bersangkutan dan sifatnya masih belum spesifikbetul.

2. DEAE, berguna untuk mengikat sel-sel darah, sehinggadalam proses penyaringan parasitnya saja yangdiperoleh.

169

Page 165: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi isotop dan Radiasi, 1998

REGENERASI TANAMAN DARI BEBERAPA SUMBER EKSPLANPADA MUTAN KACANG TANAH

Kumala Dewi, Masrizal dan Mugiono

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN ID0000167

ABSTRAK

REGENERASI TANAMAN DARI BEBERAPA SUMBER EKSPLAN PADA MUTAN KACANGTANAH. Kemampuan pembentukan kalus dan regenerasi dari masing-masing eksplan dan genotipe sangat beragam.Untuk itu dilakukan penelitian pembentukan kalus, spot hijau, dan pucuk pada mutan kacang tanah dangan mediaMS. Tiga macam eksplan yang berasal dari pucuk , embrio dan akar dari dua tnutan kacang tanah, A/20/3 dan D/25/3/2, digunakan dalam penelitian ini. Eksplan ditumbuhkan dalam media kalus MS (Murashige & Skoog) selamakurang lebih 14 hari, kemudian kalus yang terbentuk dipindahkan ke media regenerasi. Tujuh hari setelah dipindahkan,diamati pembentukan spot hijau dan pucuk. Digunakan media MS yang dimodifikasi ditambah asam amino, vitamindan hormon . Dari hasil pengamatan pada kedua mutan menunjukkan bahwa kemampuan tertinggi dalam pembentukankalus, spot hijau dan pucuk terdapat pada eksplan yang berasal dari pucuk ; kemudian baru eksplan yang berasal dariembrio. Kemampuan pembentukan kalus yang terendah terdapat pada eksplan yang berasal dari akar, dan tidak terbentukspot hijau maupun pucuk pada kedua mutan tersebut. Kemampuan pembentukan kalus,spot hijau dan pucuk padamutan A/20/3 lebih baik dari pada D/25/3/2.

ABSTRACT

PLANTS REGENERATION DERIVED FROM VARIOUS EXPLANTS ON PEANUT MUTANLINES. The study of calli, greenspot formation and shoot regeneration on peanut tnutan lines has been conducted byMS media. Three exp1ants derived from shoot tips, embryo and seedling root of two mutan lines A/20/3 andD/25/3/2 were used in this experiment. The explants were cultured on modified MS media enriched by vitainines,growth regulator, amino acids for tburthteen days and then the formated calli were transferred on regeneration media.The ability of calli formation and plant regeneration of each explants and genotypes of plants was varied. Greenspotand shoot formation were observed seventh days arter the calli transferred on regeneration media.lt is shown that theability of calli, greenspot and shoot formation of each explants and genotypes was varied. The high ability of calli,greenspot and shoot formation were found in explant derived from shoot tip and embryo.Seedling root explant has lowerability in calli formation, while greenspot and shoot was not formated.The ability of calli, greenspot and shoot formationon A/20/3 mutant line was better than D/25/3/2 mutant line.

PENDAHULUAN

Kultur jaringan adalah suatu cara untukmemperbanyak tanaman dari bagian tanaman itu sendirimenjadi tanaman lengkap dalam kondisi yang aseptik danterkendali (1). Perbanyakan tanaman secara in-vitro dapatdilakukan melalui multiplikasi (perbanyakan) tunas darimata tunas aksilar; pembentukan tunas adventif danpembentukantunas melalui somatikeinbrio adventif. Ketigacara tersebut dapat dilakukan secara langsung yaitupembentukan tanaman melalui jaringan eksplan atau secaratidak langsung yaitu pembentukan tanaman melalui tahapanpembentukan kalus. Pembentukan tanaman melalui kalusmemerlukan beberapa taliapan yaitu tetbentuknya spot hijau,pucuk dan kemudian planlet. Planlet tersebut sebelum dipindahkan ke lapangan memerlukan aklimatisasi terlebihdahulu di laboratorium atau rumah kaca.

Faktor genotipe dan sumber eksplan sangatberpengaruh terhadap pertumbuhan dan mofogenesis kulturjaringan (1,2). Semua bagian tanaman yang masih muda(juvenile) yang keadaan sel-selnya masih aktif membelah,merupakan bagian tanaman yang paling baik untuk sumber

eksplan. Setiap-sel yang diambil dari bagian tanaman yangmasih muda atau yang sudah devvasa mempunyaikarakteristik yang berbeda. Kalus yang berasal dari eksplanjaringan muda pada tanaman Hedora helix, ukuran selnyalebih besar, laju pertumbuhannya tinggi dan lebih mudahmenghasilkan sel-sel baru bila dibandingkan dengan kalusyang berasai dari jaringan dewasa.

Kalus dari jaringan muda lebih mudah membentuktunas adventif, sedang kalus yang berasal dari jaringandewasa lebih banyak membentuk embrio somatik. Pucukyang diambil dari tanaman dewasa mempunyai dayamultiplikasi lambat jika dibandingkan dengan pucuk yangberasal dari tanaman tnuda atau kecambah. Bagian-bagiantanaman seperti pucuk, petal, anter dan batang dari tanamanJasmimum juga rnanipu membentuk kalus, namun hanyayang berasal dari pucuk yang matnpu ber-regenerasi danlnembentuk tunas (1).

Penggunaan bagian tanaman kacang tanah dalampenelitian kultur jaringan belum banyak dilaporkan. Dalatnmakalah ini dilaporkan hasil penelitian pendahuluanpenggunaan bagiah tanaman kacang tatiah dalam kulturjaringan untuk membentuk tanaman baru.

171

Page 166: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

PcneUtian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998-

BAHAN DAN METODA

Sumber eksplan. Dua galur mutan kacang tanahyaitu A/20/3 dan D/2 5/3/2 yang masing-inasing berasal dariradiasi AH-1781-Si dengan dosis 0,20 KGy dan varietasPelanduk yang diradiasi dengan dosis 0,25 KGy digunakandalam penelitian ini. Tiga macam bagian tanaman yaitupucuk kecambah, einbrio, dan ujung akar kecambahdigunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini.

Untuk mendapatkan sumber eksplan dari pucukdan akar kecambah, benih mutan kacang tanah tersebutdisterilkan dengan HgCl2 0,2% selama 15 menit kemudiandibilas dengan air steril sampai bersih, selanjutnyadikecambahkan pada media agar yang sudah disterilkan.Sesudah 5-7 hari pucuk dan akar yang keluar digunakansebagai eksplan. Akar atau pucuk dipotong sepanjang 2-3mm, dan ditumbuhkan di dalam media selama lebih kurang14 hari untuk mendapatkan kalus.

Untuk mendapatkan sumber eksplan yang berasaldari embrio, benih mutan disterilkan dengan HgCl2 selama15 menit kemudian dibilas dengan air steril sampai bersihdan selanjutnya direndam selama lebih kurang 2 jam.Sesudah itu embrio diambil dengan menggunakan scalpeldan ditumbuhkan pada media yang sama seperti eksplanpucuk dan akar yaitu selama 14 hari.

Media pertumbuhan. Kalus yang terbentuk dariketiga sumber eksplan tersebut diinduksi dalam media MSUntuk menginduksi kalus digunakan media MS (3) yangdimodifikasi dengan penambahan honnon 2,4-D 1 mg.L1,glutamin 10 mg.L', agar 7,6 g.L', dan sukrosa 30 g.L'.Sebeluin disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit, pHmedia diatur menjadi 5,8. Sesudah 14 hari diamatipersentase kalus yang terbentuk dan selanjutnya kalus-kalustersebut dipindahkan ke media regenerasi. Media regenerasisama dengan media kalus dengan menambahkan hormonBAP 0,5 mg L1. Spot hijau yang terbentuk diamati limahari sesudah kalus dipindahkan ke media regenerasi,sedangkan pucuk yang terbentuk diamati pada hari keliina belas. Penelitian ini menggunakan rancangan acaklengkap dengan 4 ulangan dan dalam setiap ulangan jumlahsampel yang diamati sebanyak 20. Sebelum dianalisis, dataditransformasi dengan arcsin V(y/100) (4 ).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari analisis sidik ragam (Tabel 1), penganihmutan sangat berbeda nyata pada kalus yang dihasilkan,akan tetapi tidak ada pengaruh kepada spot liijau dan pucuk.Pengaruh eksplan sangat berbeda nyata baik padapembentukan kalus, spot hijau maupun pada pucuk, akantetapi tidak ada pengaruh nyata interaksi antara mutandengan eksplan yang digunakan pada kalus, spot hijau, danpucuk yang terbentuk.

Kalus yang terbentiik dari ke tiga sumber eksplanyang digunakan, mulai terlihat pada hari ke tujuh. Darikedua mutan tersebut terlihat bahwa persentase kalus yangtcrbeiituk dari eksplan pucuk nuitan A/20/3 lebih tinggidari pada mutan D/25/3/2 yaitu masing-masing sebesar69,50 % dan 62,97 % (Tabel 2). Perbedaan ini disebabkankerena pembentukan kalus dipengaruhi oleh genotipe dari

tanaman. Hal yang serupa juga terjadi pada padi gogo (2);dan barley (5). Persentase kalusyangterbentukyangberasaldari eksplan embrio tidak berbeda antara kedua mutan, yaitusebesar 42,68 % pada A/20/3 dan 38,04 % pada D/25/3/2.Jumlah kalus yang lerbentuk yang berasal dari eksplan ujungakar kecambah juga tidak berbeda antara mutan A/20/3dengan mutan D/25/3/2 yaitu masing-masing sebesar23,22%dan20,41%. Walaupun juinlahkalusyang terbentukyang berasal dari embrio dan ujung akar kecambah padakedua mutan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yangnyata, akan tetapi jumlah kalus yang terbentuk padaA/20/3 cenderung lebih tinggi bila dibandingkan denganD/25/3/2 (Tabel 2). Secara keseluruhan tampak bahwajumlah kalus yang terbentuk dari sumber eksplan pucuklebih tinggi jika dibandingkan dengan eksplan dari embrioatau ujung akar. Hal ini mungkin karena pucuk pertumbuhansel-selnya lebih cepat dan selnya lebih aktif membelahsehingga jumlah kalus yang terbentuk lebih banyak,sedangkan sel-sel pada embrio relatif tidak membelahsehingga kalus yang terbentuk lebih sedikit. Eksplan dariakar, ukurannya relatif lebih kecil bila dibandingkan denganyang lain. Eksplan yang ukurannya kecil, apabila dikulturkan pada media, jumlah kalus yang terbentuk relatiflebih sedikit dan ukurannya kecil.

Empat belas hari setelah eksplan ditanam padamedia, kalus yang terbentuk dipindahkan ke inediaregenerasi. Tujuh hari setelah dipindahkan, terbentuk spothijau pada kalus dan dua puluh hari kemudian berkembangmenjadi pucuk. Hal yang serupa juga terjadi pada tanamanpadi gogo (2), dan padi sawah (6,7). Selanjutnya sebagiankalus yang tidak dapat membentuk spot hijau, warnanyaberubah menjadi kecoklatan dan berangsur-angsur mati.Kalus seperti ini adalah kalus non embriogenik yang tidakbisa berkembang menjadi tanaman baru.

Penggunaan cahaya flouresen dari lainpu TL padaruang inkubasi, bertujuan agar sel-sel kalus dapatmembentuk kloroplas. Terbentuknya spot hijau pada kalusmerupakan awal terjadinya morfogenesis. Denganmenambahkan sitokinin dalam medium akan tnendorongpertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman sertameningkatkan pembentukan kloropil pada kalus. Untukmendorong diferensiasi kloroplas dan pembentukan kloropil,kebanyakan tanaman menghendaki pencahayaan yangsingkat. Cahaya flouresen dari lampu TL akan memberikancahaya dengan panjang gelombang yang dibutuhkan untukmorfogenesis.

Spot hijau yang terbentuk dari eksplan pucukkecambah pada mutan A/20/3 sebesar 44,17% dan 40,17%pada D/25/3/2, sedangkan yang berasal dari eksplan embrio,pada A/20/3 hanya sebesar 12,40% dan 7,26 % padaP/25/3/2 (Tabel 2). Seperti halnya dengan jumlah kalusyang terbentuk, persentase jumlah spot hijau yang terbentukpada liuitan A/20/3 lebih tinggi dari pada mutan D/25/3/2.Eksplan dari ujung akarkecambah tidak mampu inembentukspot hijau pada kedua mutan tersebut.

Pembentukan pucuk pada media regenerasi mutankacang tanah mulai terlihat pada hari ke 20. Tunas kecil-kecil muncul dari dalam spoi hijau, lama kelamaanbertambah besar dan akan tnembentuk pucuk. Pada tanamanasparagus didapatkan bahwa kalus yang dipindahkan ke

172

Page 167: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

mediaregenerasi, setelah4 hari kemudianberangsur-angsurberubah menjadi hijau (8). Pada hari ke tujuh, warna kalusmenjadi Iebih hijau karena kloropil pada kalus lebih aktifberdeferensiasi. Pada hari ke lima belas tunas-tunas kecilyang akan menjadi pucuk tumbuh dan muncul dari dalamkalus. Apabila kalus yang sudah membentuk spot hijau inidipindahkan ke media bebas yang hormon tidak membentuktunas kecil, melainkan berangsur-angsur berubah menjadikecoklatan dan selanjutnya secara pelan-pelan akan mati.Hal yang sama juga ditemukan pada asparagus (8). Eksplanpucuk membentuk pucuk sebesar 25,44% pada A/20/3 dan16,35% pada D/25/3/2. Sedangkan eksplan embrio,persentase pembentukan pucuk sebesar 8,37% padaA/20/3 dan 6,63% pada D/25/3/2 (Tabel 2). Eksplan dariujung akar, tidak membentuk pucuk sama sekali untuk keduamutan tersebut. Perbedaan kemampuan membentuk spothijau dan pucuk pada kedua mutan tersebut disebabkankarena perbedaan sumber eksplan. Secara keseluruhan,kecuali persentase pembentukan kalus dari eksplan pucuk,mulan A/20/3 tidak berbeda nyata dengan mutan D/25/3/2dalam pembentukan kalus, spot hijau, dan pucuk, darisumber eksplan yang sama.

6. ISHAK DAN SOERANTO, Pembentukan Kalus danRegenerasi tanaman Mutan Padi (Oryza sativa L.)Var. Atomita 1 dan Atomita 2. Dalam: RisalahPertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi dalamBidang Industri, Pertanian dan Lingkungan.BATAN(1993) 187-192.

7. LILIK HARSANTI DAN ISHAK. Pembentukan SpotHijau dan Regegerasi Pucuk Mutan Padi (Oryzasativa L) Secara In-vitro. Seminar Nasional BiologiXV, Perhimpunan Biologi Indonesia, BandarLampung, (1997) 77-80.

8. ISHAK, Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Pada KalusTerhadap Regenerasi Tanaman Asparagus(Asparagus officinalis L.). Dalain: RisalahPertemuan Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi dalamBidang Industri, Pertanian dan Lingkungan.BATAN(1994).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulanbahwa eksplan yang berasal dari pucuk mempunyaikemampuan lebih baik dalam pembentukan kalus, spot hijaudan pucuk. Pucuk menipakan eksplan yang baik untukmendapatkan tanaman kacang tanah melalui kulturjaringan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada saudariYuliasti, saudara Parno dan kepada semua pihak yang telahmeinbantu hingga terwujudnya tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. NI MADE ARMINI; G.A. WATTIMENA; LIVYWINATA GUNAWAN. Perbanyakan Tanaman.Dalani : Bioteknologi Tanaman. Pusat AntarUniversitas, Bioteknologi IPB (1991) 165-211.

2. ISHAK DAN SOERANTO, Regenerasi galur in-vitromutan padi gogo Sm-128/19 dan MG 4. Zuriat, 5,2

• (1994) 1-7.

3. Murashige, T. AND F. SKOOG. A revised medium forrapid growthand bioassays with tobacco tissuecultures. Physiol. Plant. 15 (1962) 473-497.

4. STEEL, R. G. D. and J. H. TORRIE. Principle andProcedures of Statistics: A Biometrical Approach,2"d edition. Mc Graw Hill Book Co. Inc, NewYork,USA (1980).

5. BREGITZER, P., Plant Regeneration and Callus Typein Barley: Effects of Genotype and Culture Medium.Crop Science, 32 (1992) 1108-1112.

Tabel 1. Analisis sidik ragainjumlah kalus, spot hijau danpucuk yang terbentuk dari berbagai sumbereksplan pada mutan kacang tanah

c , Derajat KTSumber J

bebas Kalus

KTSpot Hijau

KTPucuk

MutanEksplanM x EGalat

12218

130,3873982,512**6,90114,704

52,0383923,957**14,0627,185

75,615905,0"44,60831,126

** Berbeda nyata pada taraf 0,01

Tabel 2. Rata-rata persentase jumlah kalus, spot hijau danpucuk yang terbentuk dari berbagai sumbereksplan pada mutan kacang tanah

Eksplan

PucukPucukEmbrioEmbrioAkarAkar

BNT 0,05KK (%)

Mutan

A/20/3D/25/3/2A/20/3D/25/3/2A/20/3D/25/3/2

Kalus

69,50 a62,97 b42,68 c38,04 c23,22 d20,41 d

5,708,96

Spot Hijau

44,17 a40,17 a12,40 b7,26 bOcOc

7,7529,91

Pucuk

25,44 a16,35 a8,37 b6,63 bOcOc

8,2958,74

Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang samamenunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada uji BNT padataraf 0,05

173

Page 168: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pcnclilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 199S-

DISKUSI

DWI ADI SUNARTO

Notasinya ada yang salah, perlu dikoreksi kembali.

KUMALA DEWI

Terima kasih atas koreksinya.

HARSOJO

Sampai berapa generasi tanaman yang dihasilkanakan sama dengan induknya. Kalau selalu akan = induknya,apakah dapat dibuat generasi baru yang lebih baik daripadainduknya ?

KUMALA DEWI

Kalau tanaman yang dihasilkan berasal darijaringan vegetatif, akan selalu sama dengan induknya.Generasi baru bisa dibuat.

ROSMIARTI A. WAHID

1. Dari ke-tiga eksplan yang digunakan pada penelitianini setelah tahan penanaman kalus yang terinduksi padamedia regenerasi apakah pucuk yang muncul dalambentuk planlet lengkap ?

2. Yang berasal dari eksplan pucuk apakah adakemungkinan munculnya pucuk berasal dari potensimikropropagasi ?

KULAMA DEWl

1. Ya, akan terbentuk planlet lengkap.2. Ada, pada media regenerasi kadang-kadang muncul

pucuk yang berasal dari mikropropagrasi.

SUHARNI SADI

Dapatkah diterangkan mengapa kemampuantertinggi pada pembentukan kalus, spot hijau dan pucukadalah berasal dari pucuk kecambah dibandingkan denganembrio ?

KUMALA DEWI

Pucuk merupakan organ yang aktif membelahsehingga bisa membentuk kalus yang paling banyak, biladibandingkan dengan yang berasal dari embrio.

IKAM.

3.4.

Pada latar belakang dibahas keuntungan k, jar bebasvirus, perbanyakan dll. Apakah penelitian kacang tanahuntuk perbanyakan ? Bila memakai embrio hasilnya(sifat genetik) akan berada dengan pohon induk ?Tujuan radiasi hubungannya dengan penelitian ini ?(berbeda dengan bahasan dalam latar balakang)Apa yang dimaksud dengan spot hijau ?Apa yang dimaksud dengan pucuk apa sama denagntunas terminal ?

KUMALA DEWI

1. Penelitian ini untuk menentukan optimasi regenerasipada tanainan kacang tanah.

2. Radiasi dignnakan untuk menginduksi mutasi padatanaman, sehingga terbentuk mutan, dan inutan inidipakai sebagai bahan penelitian ini.

3. Spot hijau yang dimaksud dalam penelitian ini adalahtitik hijau yang terbentuk pada kalusyang nantinya akanmembentuk tanaman baru atau bisa juga berangsur-angsur menjadi coklat atau mati.

4. Yang dimaksud pucuk dalam hal ini adalah pucuk yangnantinya akan membentuk tanaman bam.

ENDANG GATI LESTARI

1. Apakah yang Anda maksudkan sebagai mutan dalampercobaan tersebut, bagaimana cara mengujiannyabahwa benih tersebut betul-betul mutan ?

2. Alasan Anda menggunakan ke-3 macam ekpla tesebutapa ? Kalau tujuannya untuk perbanyakan vegatatif saja,mengapa menggunakan eksplan embrio ? Apakah adatujuan lain ?

3. Media yang digunakan untuk 3 eksplan tersebut apa saja? Apakah saina ? tentunya untuk peinbentukan tunasmemerlukan tnedia dan zat pengatur tubuh yang berbedauntuk eksplan yang berbeda ?

KUMALA DEWI

1. Yang dimaksud mutan dalam percobaan ini adalahtanaman yang sudah mengalami perubahan-perubahansehingga mempunyai sifat-sifat yang lebih baik daripadainduknya. Benihnya diambil mutan secara langsung.

2. Penggunaan eksplan untuk mengetahui optimasiregenerasi pada kacang tanah.

3. Media yang digunakan untuk ke-3 eksplan tersebut sama.Media untuk kalus dan media untuk regenerasi samayaitu, berasal dari media MS, hanya hormonnya yangberbeda.

174

Page 169: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KOTORAN AYAM IRADIASITERHADAP PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN LOGAM

BERAT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)

Harsojo, Andini, L.S., SUWIRMA, S. dan R. Sinaga

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ID0000168

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KOTORAN AYAM IRADIASITERHADAP PERTUMBUHANDAN KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.). Telah dilakukan penelitianmengenai pelet kotoran ayam iradiasi sebagai pakan tambahan ikan mas yang dipelihara dalam kolam jaring. Pakanyang diberikan ada tiga macam, yaitu pakan A yang mengandung kotoran ayam iradiasi, pakan B yang mengandungkepala udang yang dicampur bahan pakan lainnya, pakan C berupa pakan komersial sebagai kontrol. Pemberian pakandilakukan tiga kali sehari sebanyak 3% dari total berat badai). Kualitas pakan dihitung dari nilai konversi. Kualitas airjuga diukur (pH, suhu, dan kadar oksigen terlarut). Analisis logam berat dalam daging ikan dan air kolam menggunakanalat atomic absorption spectrophoiometer (AAS). Hasi! percobaan menunjukkan bahwa pada minggu ke-10 dan 14pakan A (pelet kotoran ayam iradiasi) menghasilkan nilai konversi paling rendah bila dibandingkan dengan pakan B(pelet kepala udang) dan pakan C (pelet komersial). Hasil analisis logam berat Hg, Pb, dan Cd dalam daging ikan danair kolam berada di bawah ambang batas, kecuali kandungan Fe dari air kolam sebelum dan sesudah percobaanmelewati konsentrasi yang diizinkan untuk kehidupan ikah yaitu 5,92 dan 1,01 ppm. Salmonella tidak ditemukanpada kotoran ayam. Hal ini menunjukkan bahwa limbah kotoran ayam iradiasi dapat dimanfaatkan sebagai pakantambahan dan dapat mengimbangi pelet komersial untuk pemeliharaan ikan mas. Selain itu kualitas air kolam sesuaiuntuk pemeliharaan ikan mas.

ABSTRACT

THE EFFECTS OF IRRADIATED CHICKEN MANURE AS FEED SUPPLEMENT ON THEGROWTH AND HEAVY METALS CONTENT OF COMMON CARP (CYPRINUS CARPIO L.). An experimentwas conducted to study the use of irradiated chicken manure as feed supplement for common carp raised in ponds.There were three compositions i.e composition A consisted of irradiated chicken manure; B consisted of shrimp wastemixed with the other materials; composition C was commercial pellet as a control. The feeding with the amount of 3%from total body weight was given to the fishes three times per day. The quality of food measured with the conversionvalue (amount of feed needed for 1 kg body weight gain) and the quality of water i.e. pH, temperature, and oxygenconcentration were also measured. Determination of heavy metal content in fish meat and water were carried out usingthe atomic absorption spectrometer (AAS). Results of the experiment showed that feed of composition A (irradiatedchicken manure) at lOth and 14th weeks had lowest conversion value than the feed of composition B (mixed withshrimp waste) and feed of composition C (commercial pellet). The content of heavy metals in all fish meat and waterwere under permissible limit, except for Fe content in water before and after experiment were found 5,92 and 1,01ppm which higher than pennissible limit for fish raised. There were no Salmonella found in the chicken manure. Thismeans that irradiated chicken manure can be used safely as feed supplement for fish and has almost the same effectcompared to the commercial feed. The water quality was found suitable for the growth of fish.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ikan erat hubungannya dengan faktormakanan dan kualitas air. Makanan ikan harus mempunyainilai nutrisi yang cukup sehingga dapat memberikankehidupan yang baik bagi ikan dan mempercepatpertumbuhannya. Nilai nutrisi biasanya ditunjukkan olehkomposisi zat makanan seperti kandungan protein, lemak,karbohidrat, vitamin dan mineral.

Seperti diketahui produk daging ayam broilermendominasi konsumsi secara nasional sehinggapemeliharaan ayain broiler terus berkembang. MenurutNINGRUM (1), sistem pemeliharaan ayam dengan caramemadukan antara kandang ayam dengan kolam ikan di

bawahnya yang dikenal dengan longyam tidak dibenarkankarena menimbulkan pencemaran lingkungan. Keadaan iniperlu diantisipasi karena kotoran ayam mengandung nutrisisehingga masih dapatdimanfaatkan sebagai pupuk tanamanalau sebagai pakan tambahan pada ikan. Selain mengandungnutrisi, kotoran ayam juga mengandung bakteri patogenmisalnya Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus, dll(2). Oleh karena itu kotoran ayam yang akan dimanfaatkankembali harus bebas dari bakteri patogen sehingga tidakmencemari lingkungan. Salah satu cara untuk tnendesinfeksikotoran ayam adalah dengan iradiasi gamma. Hasilpenelitian WARDOYO dkk. (3) dinyatakan bahwa kotoranayam mengandung logam berat, oleh karena itu padapenelitian ini akan dianalisis kandungan logam berat dalatn

175

Page 170: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

daging ikan dan air kolani terutaina unsur logam beratberacun Hg, Pb dan Cd.

Menurut hasil penelitian terdahulu (4) kotoranayam iradiasi sebagai pakan tambahan ikan gurame perludicampur dengan bahan pakan lainnya untuk mencapaipertumbuhan ikan yang optimal. Dalam penelitian inidigunakan ikan karper (tombro) Cyprinus carpio L. yangsifatnya omnivora yaitu meinakan semua jenis bahanmakanan. Ikan tersebut merupakan ikan air tawar yangdikenal masyarakat dengan nama ikan mas. Ikan masmerupakan salah satu ikan konsumsi yang telah banyakditeliti di negara-negara maju di Amerika, Eropa, dan Asia.Di Indonesia ikan nias menjadi bahan pemikiran dalampenyusunan strategi pemuliaan ikan (5).

Untuk menilai kualitas air diteliti kadar oksigenyang terlarut dalam air, pH dan suhu. Kualitas pakan dinilaiberdasar nilai konversi yaitu jumlah pakan yang diberikanuntuk menghasilkan 1 kg bobot ikan.

Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkankotoran ayam iradiasi sebagai pakan tambahan ikan masyang dipelihara dalam kolam jaring.

BAHAN DAN TATAKERJA

Bahan. Kotoran ayam umur sehari "day oldchicken" (DOC) diperoleh dari peternakan ayam di Parung,Bogor. Kotoran ayain dikeringkan dengan panas mataharihingga mencapai kadar air + 30%, kemudian diiradiasigamma dengan dosis 6 kGy di iradiator IRP ASENA. Tepungikan, tepiipig kedelai, dedak, vitamin dan mineral dibeli daripasar. >.f.

•< Pembuatan Pakan Ikan. Pakan dibuat dalambentuk pelet. Pelet A mempunyai komposisi denganperbandingan berat sebagai berikut: tepung ikan:tepungkedelai:kotoran ayam:dedak:vitamin/mineral = 30,14:30,14: 19^85 : 19,85 : 2, sedang pelet B mempunyai komposisidengan perbandingan berat tepung ikamtepungkedelai:kepalaudang:dedak:vitamin/inineral = 23,15:12,92: 19,36 : 33,57 : 2. Pelet C adalah pakan komersial tnerkPokphan sebagai kontrol.Ikan mas Cyprinus carpio L. berasal dari petani ikan didaerah Citayam Depok dengan berat rata-rata 107 g perekor. Penelitian ini dilakukan di Citayam, Depok.

Pengukuran pH, Suhu, dan Oksigen Terlarutdalam Air Kolam. pH air diukur dengan menggunakankertas pH buatan Merck dengan kisaran nilai 1-14, suhuair dengan tennonieter, sedang oksigen terlarut diukurdengan menggunakan KIT buatan Aquamerck.

Pemeriksaan Sattnonelta. Pemeriksaan Salmonelladalam kotoran ayam dilakukan dengan cara sebagai berikut:sampel diinkubasi pada media preenrichment, enrichment,selective media dan bila ada bakteri terduga dilanjutkandengan uji biokimiawi kearah Salmonella dan terakhirdengan uji serologi (6).

Pengukuran Kandungan Logam Berat.Kandungan logam berat dalam ikan dan air diukur denganatomic absorption spectrophotometer (AAS) sepertipenelitian terdahulu (3).Kolam dengan ukuran 25 x 20 m digenangi air yang berasal

dari mata air di sekitar kolam. Kemudian dipasang jaringyang berukuran + 1 x 1 x 1 m. Untuk mengatur sirkulasidan ketinggian air dalam kolam dipasang pipa pralon ukuran4 inci. Setiapjaring ditebar + 40 ekor ikan. Pakan diberikantiga macam dengan jumlah ulangan dua kali. Pemberianpakan dilakukan tiga kali sehari sebanyak 3% dari berattotal ikan yang berada dalam setiap jaring.

Penimbangan Berat Ikan. Penimbangandilakukan setiap 2 minggu sekali yaitu pada pagi harisebelum diberi makan.

Pengukuran Konversi Pakan. Dihitung darijumlah berat pakan yang diperlukan untuk menghasilkan 1kg bobot ikan. Perhitungan statistik dari nilai konversipakan dilakukan dengan uji t (7).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan kualitas air selama percobaanmenunjukkan bahwa air kolam tnempunyai pH sekitar 5 -6, suhu 23 - 27° C dan kandungan oksigen terlarut 3 ppm.Kondisi tersebut menurut SURIATNA (8) merupakankondisi yang cocok untuk pertumbuhan ikan mas. Untukhidup normal ikan mas memerlukan suhu optimuin berkisarantara 14 dan 32° C. Di luar kisaran tersebut ikan mas tidakaktif dan pada suhu kurang dari 5° C ikan mas akan berhentimakan. Menurut SARIG dalam SURIATNA (8),pertumbuhan yang normal untuk ikan mas di daerah tropismemerlukan suhu berkisar antara 20 dan 25° C. Selain suhuair, derajat keasaman (pH) air berpengaruh terhadappertumbuhan ikan mas. Toleransi ikan mas terhadapkekurangan oksigen dalam air cukup besar. Pada kadaroksigen 2 ppm, ikan mas akan mati dalam waktu lama,sedangkan pada kadar oksigen 0,5 ppm ikan mas akan matidalam waktu cepat (8).

Kualitas pakan dihitung berdasar nilai konversiyaitu makin kecil nilai konversi kualitas pakan makin baik.Hasil perhitungan nilai konversi pakan ikan pada akhirpercobaan yaitu 14 minggu setelah ditebar dapat dilihat padaTabel 1. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa nilai konversipakan ikan bervariasi antara 1,17 dan 4,05. Pakan Bmenghasilkan nilai konversi paling besar yaitu 4,05,sedangkan pakan A menghasilkan nilai konversi paling kecilyaitu 1,17 dan pakan C nilai konversi 1,41. Hal inimenunjukkan bahwa pakan A yang merupakan campuran

Tabel 1. Konversi pakan ikan mas pada akhir percobaan(14 minggu)

Jenis pakan* Pertambahanberat (g)

Nilai konversi

ABC

135O± 1,15410 ±0,36760 ± 0,36

1,17 ±0,204,05 ± 0,361,41 ±0,51

* A = ikan yang diberi pakan A (pelet kotoran ayam iradiasi)B = ikan yang diberi pakan B (pelet kepala udang)C = ikan yang diberi pakan C (pelet komersial)

176

Page 171: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pertgembangan Aplikasi Isotop dart Radiasi, 1998

dari kotoran ayam iradiasi dengan tepung ikan, tepungkedelai, dedak dan vitamin/inineral menunjukkan liasil yangpaling baik dibandingkan dengan pakan lainnya, walaupunsecara statistik antara nilai konversi jenis pakan A, B danC tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Walaupundemikian, bila dilihat dari nilai konversi, jenis pakan Amerupakan campuran yang paling baik diantara ke tiga jenispakan karena untuk menaikkan bobot ikan sebanyak 1 kghanya metnerlukan 1,17 kg jenis pakan A, sedang untukjenis pakan B memerlukan 4,05 kg,dan untuk jenis pakanC memerlukan sebesar 1,41 kg. Keadaan ini inenunjukkanpula bahwa pakan A banyak mengandung protein yangdiperlukan oleh tubuh ikan. Menurut MUJIMAN (9)pertumbuhan yang baik sangat ditentukan oleh mutu proteinasal dan kandungan asam aininonya. Hasil ini sesuai denganpenelitian terdahulu (4) bahwakotoran ayam iradiasi dapatdimanfaatkan sebagai pakan tambahan ikan gurame, natnunhanis dicampur dengan bahan pakan lainnya.

Selanjutnya hasil perhitungan nilai konversi pakanikan mas yang dipelihara selama 10 minggu disajikan padaTabel 2. Nilai konversi dari tiga jenis pakan A, B, dan Cyang diberikan masing-masing adalah 0,37; 1,41 dan2,02.Pakan A merupakan campuran dari kotoran ayam iradiasidengan bahan tambahan lainnya memberikan nilai konversiyang rendah yaitu 0,37. Hal ini sesuai dengan pengamatanterakhir pada 14 minggu. Akan tetapi berbeda dengan pakanB yaitu campuran kepala udang dengan balian lainnya lebihrendah bila dibandingkan dengan pakan C (pakankomersial). Sampai dengan waktu pengamatan 10 minggu,jenis pakan A memberikan nilai konversi yang paling baikdiantara ke tiga macam jenis pakan diikuti dengan pakan Bdan C, walaupun secara statistik ketiga jenis pakan tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini mungkindisebabkan oleh kualitas protein dan jenis asam amino yangdiperlukan berbeda pada niasa pertumbuhan tertentu. Selain

Tabel 2. Konversi pakan ikan mas selama 10 minggu

Jenis pakan* Pertambahan Nilai konversiberat(g)

ABC

1910 + 0,07510 + 0,10350 + 0,06

0,37 + 0,291,41+0,252,02 + 0,28

* A = ikanyang diberi pakan A (pelet kotoran ayam iradiasi)B = ikan yang diberi pakan B (pelet kepala udang)C = ikan yang diberi pakan C (pelet komersial)

itu mungkin juga disebabkan adanya keseimbangan yangbaik antara protein dan energi yang diperlukan untuktumbuh. Menurut HASTING yang dikutip oleh SUHENDA(8) kandungan energi suatu ransum harus seimbang dengankandungan proteinnya. Dari hasil pengamatan ternyatadalam masing-masing jaring ditemukan 5-10% dari jumlahtotal ikan yang pertunibuhannya lambat karena secara alainikalah bersaing dalam berebut makanan. Menurutpengalaman peternak ikan (komunikasi pribadi), di dalamkolam yang berukuran besar perkembangan ikan yanglambat diperkirakan sekitar 10% dari jumlah total.

Analisis logam berat dalam daging ikan perludilakukau karena kotoran ayam yang mengandung logatnberat dapat terserap di dalam daging ikan. Bila kandunganlogam berat Hg, Cd, dan Pb melebihi konsentrasi yangdiizinkan maka akan menipengaruhi kesehatan manusiayang mengkonsumsinya, karena logam berat tersebut jugaterakumulasi dalam tubuh manusia. Selain itu dalampemanfaatan limbah yang potensial mengandung bahancemaran, perlu dikontrol kualitas air kolani termasukSalmonella dan kandungan logam beratnya.

Hasil analisis kandungan logam berat dalamdaging ikan mas sebelum dan sesudah percobaan dapatdilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis logam berat pada daging ikan massebelum dan setelah percobaan

Contoh

Sebelum percobaanSetelah percobaan

Logam berat (\.

Hg Pb

0,004 tt0,017 1,89

lg/g)

Cd

0,0520,035

tt = tidak terdeteksi

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kandungan raksapada daging ikan mas sebelum percobaan 0,004 ug/g,kandungan kadmium 0,052 ug/g dan kandungan timahhitam tidak terdeteksi. Kandungan raksa, kadmium dantimah hitam dalam daging ikan setelah percobaan masing-masing 0,017; 0,035 dan 1,89 ug/g. Kandungan Hg, Cd,dan Pb tersebut masih di bawah batas kadaryang diizinkan.Kandungan raksa dan timah hitam meningkat setelahpercobaan. Hal ini mungkin disebabkan penyerapan kedualogam tersebut dari pakan akan terakumulasi dalam dagingikan, sedangkan kadmium tidak terakumulasi dalam dagingtetapi terakumulasi dalam ginjal yang kemudian akandieksresikan melalui urine. Oleh karena itu kandungan Cddalam daging ikan berkurang setelah percobaan.

Hasil analisis logam berat Hg dan Pb dalam airkolam disajikan pada Tabel 4. Ternyata Hg dan Pb tidakterdeteksi baik sebelum maupun setelah percobaan. Untuklogain Cd sebelum percobaan tidak terdeteksi tetapi setelahpercobaan terdeteksi yaitu sebesar 0,81 ppb. Konsentrasitersebut masih di bawah konsentrasi yang diizinkan.Kandungan Fe total sebelum dan sesudah percobaan itiasing-masing 5,92 dan 1,01 ppm. Kandungan tersebut melebihikonsentrasi yang diizinkan dalam air yaitu 0,2 ppm. Halini akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan karena Feyang berupa senyawa hidroksida dengan cepat akan menutupinsang dan akhirnya akan mehyebabkan kematian ikan (3).Akan tetapi pada percobaan ini ikan-ikan tersebut masihdapat bertahan untuk hidup. Hal ini menunjukkan bahwaikan tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungankolain percobaan.Kualitas air kolain terhadap kandungan logam berat Hg,Pb dan Cd telah memenuhi syarat untuk perikanan(golongan C). Hal ini didukung oleh sumber air kolatn yangberasal dari mata air di sekitarnya yang jauh dari sumber

177

Page 172: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

cemaran industri. Dari hasil analisis kualitas air setelahpercobaan dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan limbahkotoran ayain iradiasi sebagai pakan ikan tidak mengandunglogam berat yang dapat menceinari lingkungan.

Tabel 4. Kandungan logam berat dalam contoh air kolampercobaan

Contoh

Sebelum percobaanSetelah percobaan

Ambang batas*

Hg(ppb)

tttt

-

Logam berat

Cd(ppb)

tt0,81

10,00

Pb(Ppb)

tttt

30,00

Fe(ppm)

5,921,01

0,20

tt = tidak terdeteksi - = tidak ada data* = dikutip dari WARDOYO dkk (3)

KESIMPULAN

Limbah kotoran ayam iradiasi aman untukdimanfaatkan sebagai pakan ikan karena bebas dari bakteripatogen Salmonella. Pelet kotoran ayain iradiasi lebih baikdaripada pelet koinersial untuk pakan ikan mas dalam kolamjaring. Pemanfaatan limbah kotoran ayam iradiasi tidakmenceniari lingkungan karena kandungan logam beratraksa, kadmium dau timali hitam inasih jauh di bawahkonsentrasi yang diizinkan, kecuali kandungan Fe.

DAFTAR PUSTAKA

1. NINGRUM SUHENDA, Penentuan besamya kebutuhanprotein uiituk pertumbuhan beiiih ikaii mas Cyprinus

carpio L., Bulletin Penelitian Perikanan Darat Th3 no 2 (1982).

2. HARSOJO, ANDINI, L.S., HILMY, N., SUWIRMA,S. and DANIUS, J., Radiation desinfection ofmainire for animal feed supplement, ATOMINDONESIA J i 2 (1989) 13.

3. WARDOYO, S.E., CHOLIK, F., dan AHMADA, U.S.K., Pengaruh limbah logam berat dan pestisidaterhadap sumber daya perikanan di SungaiMahakam (Kalimantan Timur), Bulletin Perikananedisikhusus4(1993) 1.

4. HARSOJO, L. ANDINI, S., SUWIRMA, S„ dan NAZLYHILMY, Pelet kotoran ayam iradiasi sebagai pakantambahan ikan guraini {Osphrommus gouramy),Ris. Pertemuan Ilmiah Apisora, Jakarta 9-10 Januari1996 (1996) 37.

5. AGUS ROCHDIANTO, Budidaya ikan di jaringterapung. Penerbit Swadaya (1991).

6. SRI POERNOMO, Salmonella pada ayam di rumahpotong ayam dan lingkungannya di wilayah Jakartadan sekitarnya. Seminar Nasional TeknologiVeteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewandan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak,BALITVET, Bogor 22 Maret (1994).

7. STEEL, R.G.D. and TORRIE, J.H., Principles andProcedures of Statistics a Biometrical Approach,2nd ed. McGraw-Hill KOGAKUSHA, LTD (1980).

8. SURIATNA SUMARDI, Beberapa pertimbangan dalammemelihara ikan mas di kolara arus deras. MajalahPertanian, 2 (1982-1984) 24.

9. MUJIMAN, A., Makanan ikan, Penerbit Swadaya,Jakarta(1991).

178

Page 173: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelilian dan Pengembangan Aptikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

DISKUSI

S.M. ADININGSARI

1. Sasaran iradiasi pada kotoran ayam adalah bakteripotogan. Bakteri patogan jenis apakah yang menjadisasaran utaina ?

2. Secara ekonotnis sampai berapa jauh keuntungan daripenggunaan, pelet kotoran ayam yang diiradiasi, biladibandingkan dengan pelet komersial, Penggunaannyadi masyarakat luas apakah dapat dehgan mudahdilakukan ?

HARSOJO

1. Bakteri patogan yang tnenjadi sasaran adalahSalmonella, E. coli, dan Staphylococcus. Di masyarakatluas di jabas dikenal dengan LONGY AM, yaitukandangayam letaknya di atas kolam ikan. Hal ini menurut kamidan Nigrum adalah sangat riskan, sebab bila dalamkotoran ayam mengandung bakteri patogan, makapenyebarannya akan dengan cepat meluas dan berbahayabagi lingkungan.

2. Secara ekonomi bila tidak terjadi krisis moneter, hal inicukup baik sebab dilihat dari nilai konversinya kotoranayam iradiasi ini cukup rendah dibandingkan denganpakan lainnya termasuk pakan komersial. Bila kotoranayatn tidak diiradiasi dan bila ada bakteri patogen makalingkungan di sekitarnya akan tercemar bakteri patogen,salah satu keuntungan dari mengiradiasi kotoran ayamini adalah supaya tidak terjadi pencemaran lingkungan.

SUHARYONO

1. Kotoran yang digunakan ayarn dari d/o/c/ istilah d.o.c.adalah anak ayam yang berumur 1 hari, jadi bagaimanamendapatkan kotoran tersebut, dan apa alasan Andamengunakan doc bukan ayam dewasa ?

2. Dari hasil pengamatan tentang logain berat Fe sebelumpercobaan 5,82 ppm, setelah percoban Fe turun 1,1 ppmmohon penjelasan ?

HARSOJO

1. Kotoran tersebut tercampur pakan yang diberikan untukayam, Jadi seluruhnya ini yang dipakai untuk campuranpakan ikan.

2. Fe ini kemungkinan terakumulasi dalam insang ikan,oleh sebab itu kandungan Fe dalam air setelah percobaanlebih kecil daripada sebelutn percobaan. Hal ini terjadijuga pada logam besar Cd sebelum percobaan kandunganCd tak terdeteksi tetapi setelah percobaan kandunganCd nya sebesar 0,81 ppb.

UMIYATI ATMOMARSONO

Kotoran ayam yang Anda pakai dalam penelitianini adalah dari anak ayatn umur sehari. Apa alasannya ?Secara praktis apakah tidak sulit mendapatkan kotoran jenisini?1. Logam berat diukur sebelum percobaan dan setelah

percobaan ini untuk perlakuan yang mana ?2. Fe di air sebelum percobaan 5&2. Apa ada pengaruh

iradiasi pakan dalam penurunan kadar FE ini setelahpercobaan 0,01.

HARSOJO

Sama dengan jawaban untuk Pak Suharyono

SUHARNI SADI

Selain untuk pelet apakah kotoran ayam iradiasitersebut dipakai juga untuk fertilizer (tumbuhan) ?

HARSOJO

Mungkin kotoran ayam ini dapat digunakan untukfertilizer, penulis belum pernah melakukannya.

179

Page 174: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi. 1998

IRADIASIJENIS KHAMIR LOKAL DENGAN NEUTRONCEPAT UNTUK SELEKSISTRAIN BARU

Rosmiarty A. Wahid, Zurhan Mukhri,Lukman Utnar dan Invansyah

Pusat Penelitian Teknik Nuklir, BATANID0000169

ABSTRAK

IRADIASI JENIS KHAMIR LOKAL DENGAN NEUTRON CEPAT UNTUK SELEKSI STRAINBARU. Ragi atau khamir sering digunakan dalam penelitian efek zat karsinogen terhadap sel dan jaringan karenamerupakan jenis eukaryotik yang dapat berfungsi sebagai penghubung informasi perubahan secara molekuler.Penggunaan organisme ini dalam pcngujian sifat mutagenik dalam aplikasi biologi molekuler selalu melibatkan jenisragi temuan baru (strain baru). Pada penelitian ini neutron cepat sebagai mutagen fisika digunakan untuk menginduksikarakter yang sensitif terhadap radiasi pada khamir jenis lokal. Telah dilakukan seleksi koloni khamir yang berasal dariragi tape, tempe, dan oncoin pada media cair dan padat dengan iradiasi dosis 5, 25, SO dan 100 Gy. Pengamatan secaraturbidimetri memberikan gambaran pola radiosensitivitas spesiflk untuk beberapa isolat. Uji penyerapan glukosamenunjukkan pola yang mendukung perbedaan isolat. Telah dapat dipisahkan 6 isolat khamir dari ragi yang diiradiasi.Identifikasi koloni secara mikroskopis menunjukkan ciri spesies Saccharomyces cerevisiae, S. elongisporus, danEndomycopsis mali.

ABSTRACT

IRRADIATION OF SEVERAL LOCAL YEASTS BY FAST NEUTRON FOR THE NEW STRAINSELECTION. Yeast (beaker's yeast) is often used to study carcinogenic elTccts againts the cells atid tissues; couse ofthat eukaryote cells could be performanced to indicate the molecular changes. The use of these microbe as mutagenictester in Biomolecular Application Field is usualy involve of the new specific strains. Fast Neutron Irradiation asphysical mutagen was used through local yeasts of tape, tempe and oncom mixed colonies to prove the radiosensitivitycharacter applied by 5 Gy, 25 Gy, 50 Gy as well as 100 Gy n'.f. dose, respectively. The results shows that there weresix new yeast isolats found for both of radiosensitivily and the glucose absorption patern. The colonies identificationseem as the deftnite species of Saccharomyces cecevisiae, S. elongisporus, and Endomycopsis tnali.

PENDAHULUAN

Perubahan yang terjadi pada sel yang diiradiasiadalah gabungan antara respon sel terhadap radiasi danrespon perubahaii yang terjadi pada sel sekitamya. Di bidangradiobiologi telah diketahui hubungan langsung antarajumlah mikroorganisme yang talian terhadap radiasi dengandosis radiasi yang diteriraa. Dengan radiasi dosis rendahdiharapkan memberikan efisiensi jumlah sel yang terkenadan terpengaruh radiasi.

Mikroorganisme dinyatakan lulus hidup (survival)akibat iradiasi ditandai dengan keinampuan tumbuh sertamemperbanyak diri dan membentuk koloni selama masainkubasi pada medium pertutnbuhan yang sesuai.Radiosensitivitas mikroorganisine bergantung pada fasepertumbuhan saat diiradiasi. Biasanya mikroorganismebersifat radioresisten terutama pada fase vegetatif (Casaret,1968).

Akibat iradiasi sinar pengion terhadap khamirdiharapkan dapat menghasilkan mutan baru sebagai akibatterjadinya perubahan atau hambatan pembentukan pasanganbasa pada DNA dan pada molekul RNA. Di samping itukemungkinan terjadi kerusakan membran sel, inti,tnitokhondria, dan liposoin yang akan menyebabkan

terjadinya gangguan keseimbangan metabolik dan kematiansel (IAEA, 1986).

Penelitian radiosensitivitas ragi telah dilakukanterhadap khamir Saccharomyces cerevisiae strain A3 asalimpor dengan tnengamati perubahan yang terjadi pada polapertumbuhan dan kadar pembentukan glukosa (Rosmiartydkk, 1995).

Dalam penelitian ini dicoba mengamati polaradiosensitivitas ragi spesies lokal yang berasal dari ragikomersial untuk pembuatan tape, tempe, dan oncom.Penggunaan ketiga macam ragi ragi tersebut denganpertitnbangan sifat fermentasinya bervariasi antaraheterofermentasi dan homofermentasi (Rahayu, 1989).Dalam penelitian diharapkan ditemukan isolat dengankarakter radiosensitivitas yang spesifik terhadap neutroncepat dan pola pembentukan glukosa.

BAHAN DAN TATA KERJA

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalahragi murni berasal dari ragi komersial untuk pembuatantape, tempe, dan oncomyang diiradiasi dengan neutron cepatdari USIF (Uranium Shielded Iradiation Fascilities) Reaktor

181

Page 175: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 -

Triga Mark II PPTN dengan dosis 5, 25, 50 dan 100 Gy.Dengan metode apusan suspensi pada permukaan mediaagar, dipisahkan koloni isolat yang berhasil lulus hidup(survive) dari setiap dosis iradiasi dan kontrol.

Media padat dan cair untuk pertumbuhan ragiadalah media Salle (1961) yang terdiri atas 1 g bacto pepton,0,5 g ekstrak ragi, 2 g glukosa, dan 1 g KH2PO4 dan 1,6 gagar per liter air suling (untuk media cair) atau ditambahkan1,6 g agar (untuk media padat) dan diaduk dengan pengadukmagnetik hingga homogen. Sterilisasi media dilakukandalam otoklaf pada suhu 121 °C, tekanan 15 psi. selama 17menit.

Penentuan jenis khamir isolat terpilih berdasarkanjenis yang paling dominan dan diidetifikasi secaramikroskopis.

Penanaman ragi dilakukan secara aseptik dalam"Laininar Air Flow" pada media padat dan media cair.Pengukuran pertumbuhan secara turbidimetri isolat ragiyang telah murni, yaitu dengan jalan dipindalikan sebanyak4 ose ke dalam 50 ml media cair lalu diinkubasi kocokselama 2 x 24 jam dengan kecepatan 60 rpin untuk aktivasi.Selanjutnya 10 % volume yang diaktivasi dipindahkan kemedia cair berikutnya untuk pengukuran laju tumbuh denganspektrofotometer.

Pengukuran secara turbidimetri denganmenggunakan spektrofotoineter merek Hitachi model 200-20 pada panjang gelombang 520 mm selang waktu 1 jam.Pengamatan dilakukan pada fase adaptasi, fase eksponensial,dan fase stasioner, masing-inasing pada jam ke 0, 1,2,3, 4,5, 6, hingga jam ke 24, 25, 26, dan 27 (Rosmiarty dkk.1995). Setiap jenis ragi diiradiasi 0 (kontrol), 25, 50, dan100 Gy.

Sebagai pembanding dilakukan pula pengukurankandungan ragi dengan cara menghitung jumlah sel secaramikroskopis menggunakan bilik hitung tipe "ImprovedNeubauer". Pengamatan dilakukan terhadap jumlah sel yangterdapat dalam bidang pandang preparat mikroskopik pada5 blok representatif hemositometer untuk setiap kultur cair.Jumlah sel per inl suspensi dihitung dengan rumus "KarlHecht" (Anonymus, 1972).

Penentuan penyerapan glukosa isolat khainirberdasarkan Nelson Somogyi, yaitu dengan menentukankadar glukosa standar pada konsentrasi 10, 50, 100, 200,300, 400, hingga 700 \ig per ml. Ke dalam 0,1 ml larutanglukosa dan suspensi ragi yang diuji ditambahkan 1.0larutan Cu-Nelson alkali, dipanaskan dalatn pengangas airmendidih selama 20 menit. Secara serentak didinginkandalain es, dan ke dalam masing-masing tabung ditainbahkan1,0 ml reagen wama arsenomolibdat serta dikocok selang 5menit. Setelah 1 jam ditentukan rapat optik pada panjanggelombang 620 inm. Pengamatan dilakukan pada 1, 5, 24,dan 29 jam setelah inkubasi (Rosmiarti, dkk, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh iradiasi neutron cepat terhadappertumbuhan dilakukan derigan menentukan nilai rapatoptik berdasarkan kekeruhan suspensi ragi. Metodeturbidimetri merupakan penghitungan kerapatan suatu

materi (sel) dalam larutan. Kualitas cahaya yang dilalukanidentik dengan kerapatan materi (sel) yang berada dalamlarutan tersebut (Suriawiria, 1990). Pengamatanpertumbuhan dilakukan pada semua isolat hasil seleksi dankontrol (Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5).

Sebagai pembanding, dilakukan pula penghitunganjumlah sel dengan bilik hitung hemositometer.Penghitungaii dilakukan pada isolat ragi teinpe karena lebihmudah mengamati bentuk sel dari jenis ini (Tabel 4).

Pembentukan glukosa disajikan pada Tabel 6.Kadar pembentukan seperti halnya glukosa pada ragi tapekontrol dan yang diiradiasi mempunyai kesamaan, padakhamir S. cerevisiae strain A3 seperti pada penelitiansebelumnya (Rosmiarti, dkk., 1995).

Hasil pengamatan secara keseluruhan ketiga jeniskhamir menunjukkan variasi waktu untuk setiap phasepertumbuhan, baik antara perlakuan iradiasi dengan kontrol,maupun antara isolat pada setiap perlakuan. Hal inimemberikan gambaran perbedaan respon setiap isolatterhadap dosis iradiasi yang diberikan. Hasil identifikasispesies khamir (Lodder, 1970), ragi tape, ragi tempe, danragi oncom lokal berturut-turut termasuk Saccharomycescerevisiae, Endomycopsis mali, dan S. elongisporus. Hasildiisolasi 2 isolat setiap perlakuan iradiasi dari ketiga jenisragi.

Secarakeseluruhan ragi tapekontrol menunjukkannilai rapat optik lebih rendah hingga jam ke 3. Pada khamirperlakuan radiasi nilai rapat optik lebih tinggi, kecuali padadosis 25 Gy isolat ke 2 yang menunjukkan fase adaptasilebih lama (hingga jam ke-4). Pada isolat 1 dan 2 dari dosisiradiasi 50 Gy nilai rapat optik meningkat dengan cepatniulai jam pertama, sehingga pertumbuhan koloni ragimelaju tanpa melalui fase adaptasi terlebih dahulu (Tabel 1dan 2). Pada pengamatan setelah 24 jam terlihat bahwasemua kelompok sudah lnengalami fase stasioner.Sedangkan lamanya fase eksponensial bervariasi untuksetiap spesies dan isolat yang diamati.

Pada ragi tempe, perlakuan iradiasi ternyatamenghambat pertuinbuhan sel khamir hingga jam ke-5,ditunjukkan oleh lebih rendahnya nilai rapat optik dan lebihdiperpaiijangnya fase adaptasi dibandingkan dengan kontrol.Hal ini diperjelas oleh penghitungan jumlah sel secaramikroskopis (Tabel 3 dan 4). Pertumbuhan sel khamirpadajam selanjutnya lebih tinggi pada isolat perlakuan iradiasidibandingkan kontrol, kecuali pada isolat 1 ragi tetnpe dosis50 Gy.

Pada ragi oncotn perlakuan iradiasi dosis 50 dan100 Gy menghambat pertumbuhan hingga awal fasestasioner, sehingga fase eksponensial berlangsung lebihlaina. Sedangkan pada isolat 1 dosis rendah (25 Gy) ternyatamempunyai karakter berbeda terhadap iradiasi, di manatanpa melalui fase adaptasi dan fase eksponensial yangsangat singkat, sehingga fase stasioner telah tercapai padajam ke-5 setelah masa inkubasi (Tabel 5).

Pembentukan kadar gula ketiga jenis ragimenunjang ciri spesies (Tabel 6). Pada penelitian inipembentukan glukosa diamati mulai perlakuan iradiasi dosisrendah (5 Gy). Ragi tape petnbentukan gula pada dosisrendah adalah paling tinggi. Peningkatan dosismengakibatkan perubahan pola pembentukan gula. Terlihat

182

Page 176: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Pcnelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

penyimpangan pola pembentiikan glukosa pada S. serevisiaeragi tape, apabila dibandingkan dengan pola pembentukanX cerevisisae A3 dari penelitian sebelumnya (Rosmiartydkk. 1995). Ragi tempe bersifat fermentasi negatif(Stanbury,dan Whitaker, 1986). Sedang ragi oncom pada penelitianini .S'. elongispoms ternyata bersifat fermentasi kuat padakontrol telah berubah setelah diberi perlakuan radiasi yangterendah hingga ke dosis tertinggi (5,25,50, dan 100 Gy).Hasil penelitian pada peinbentukan giukosa telah diisolasi6 isolat khamir dengan pola pembentukan glukosa yangberbeda.

KESIMPULAN

1. Telah berhasil diisolasi 6 jenis isolat dari tiga niacamkhamir lokal iradiasi neutron cepat, yaitu dua isolat ragitape (S. cerevisiae), dua isolat ragi tempe (E. mali), dandua isolat ragi oncom (S. etongisporus).

2. Terjadi perubahan pola petnbentukaii glukosa setiapisolat dari karakter fermentasi kuat menjadi fermentasiletnali.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sainpaikan kepadaNindiyastuti dari ITB, Apong Rochayati, Endang Apandi,Usup Ekaputra dan Yeti Suryati dari PPTN yang telahtneinbantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Direction for Use "Assistent"Haemocytometers & Counting Chambers. "KarlHect", Glaswarenfabrik GmbH & Co. KG.

2. Casarett, A.P. Radiation Biology. Prentice-Hall, Inc.Englewood Cliff New Yersey (1968).

3. Anonymous. ln vitro Technology for Mutation Breeding.IAEA, Vienna(1986).

4. Lodder, J. The Yeast : A Taxonomic Study. Ist. Ed.North Holland Pub. Co., Amsterdam, Nederlands(1989).

5. Rahayu, K. Mikrobiologi Pangan. PAU. Pangan dan GiziUGM, Yogyakarta (1989).

6. Rose, H.A. and S. Harrison. The Yeast. Vol. I. BiologyofYeast(1969).

7. Salle, A.J., Fundamental Principles of Bacteriology 5th. Ed. Mc.Graw Hill Book Company, Inc. NewYork(1961).

8. Sastramihardja, I., PengantarRekayasa Mikroba, Jilid I& II, Lab. Mikrobiologi dan Teknologi FermentasiJurusan Teknologi Kitnia, ITB (1985).

9. Stanbury, F. and Whitaker. Principles of FermentationTechnology. pergamon Press. Toronto (1986).

10. Wahid, R.A.., Nurhayati T , Zurhan M., dan LukmanU. Efek Iradiasi Netron Cepat Terhadap LajuTumbuh dan Penyerapan Glukosa KhamirSaccaromyces cerevisiae. Seminar Sain danTeknologi Nuklir, PPTN-BATAN, Bandung (1995).

183

Page 177: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilinn dan Pengembangan Aplikosi Isolop dan Radiasi, IWS-

Tabel l. Pengaruh iradiasi neutron cepat terhadappertumbuhan ragi tape isolat 1

Tabel 4. Pengaruh iradiasi neutron cepat terhadappertumbuhan ragi tempe isolat-2

Interva

WaKli

(Jam)

012345

24252627

Tabel 2.

tl

i

Kontrol

100,099,899,4118,4143,6164,5

190,2191,4192,7195,5

Absorbansi

25 Gy

100,0103,1113,7132,5155,9185,3

322,8333,4334,3339,0

Rerata (%)

50 Gy

100,0131,5179,6233,4281,9307,8

378,5382,7392,4400,3

Pengaruh Iradiasi neutron cepatpertumbuhan ragi tape isolat -2

IntervalWakti(Jam)

012345

24252627

Tabel 3.

I

Kontrol

100,095,6105,5122,8144,6171,8

308,6308,9310,1314,4

Absorbansi

25 Gy

100,073,467,382,3122,8175,6

260,9265,6266,0270,5

Rerata (%)

50 Gy

100,0142,2222,4287,7330,0344,8

353,7354,7358,4264,6

Pengaruh iradiasi neutron cepatpertumbuhan ragi tempe isolat-1

Interval

WoKll

(Jam)

012345

24252627

I

Kontrol

100,0113,2152,3175,3230,0278,2

453,4466,9462,1452,4

Absorbansi

25 Gy

100,070,697,0133,6294,8213,5

798,5858,2827,8840,8

Rerata (%)

50 Gy

100,094,8105,6113,7103,6144,6

179,1179,2180,4169,4

100 Gy

100,0101,8121,1141,7163,2185,2

236,7238,3241,7246,4

terhadap

100 Gy

100,0110,3135,2 '178,9269,7282,3

409,5401,5401,9369,0

terhadap

100 Gy

100,080,797,4109,2125,1153,7

851,1847,4 .859,2860,3

IntervalWaktu(Jam)

012345

2425

27

AbsorbansiRerata

Kontrol

100,0111,3165,7166,0385,1434,8

810,0812,0

670^6

100 Gy

100,0107,0107,4121,9146,6149,4

773,1775,6

790^8

Jumlah isel per ml(X 1000) Rerata

Kontrol

100,090,1165,2199,6188,0143,7

297,4377,0

257,3

Tabel 5. Pengaruh iradiasi neutron cepatpertumbuhan ragi oncom isolat-1 dan

IntervalWaktu(Jam)

ISOLAT-1012345

24252627

rcni AT-2011

2•xJ

45

24252627

Kontrol

100,0107,0138,2190,4224,1240,5

1 /" O C

268,5266,4189,6267,5

100,0110 51 JL yJ^tJ

157,3715 1Zi 1 Jy X

253,2276,6

133,6328,3327,4324,6

Absorbansi

25 Gy

100,0148,0241,2319,5377,9410,4

A A I 1

441,2435,4433,7435,4

--

---

i Rerata (%

50 Gy

100,0110,4134,2153,8193,0225,5

383,7372,0376,9372,0

100,0108 9124,8141,9135,5

-

142,0162,7161,1163,0

100 Gy

100,057,9

205,6230,8257,9230,8

469,1289,7

342,0

terhadapisolat-2

)

100 Gy

100,0169,5245,6302,7356,5372,8

381,8379,3382,6386,0

100,0134 1 'X «-* • ^ X

205,1251 7X i — ' X y I

281,3293,1

304,3303,4300,8302,8

184

Page 178: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelilian dan Pengembangan Aplikasi teotop dan Radiasi, 1998

Tabel 6. Pengaruh iradiasi neutron cepat terhadap penyerapan glukosadan ragi tape, ragi tempe, dan ragi oncoin

IntervalWaktu

(Jain)

RAGITAPE015

2429

RAGI TEMPE0152429

RAGI ONCOM015

2429

Kontrol

100,0116,198,859,046,6

100,0112,6124,894,3146,2

100,0118,881,846,871,6

Absorbansi Rerata

5Gy

100,0119,295,050,242,6

100,0110,9107,494,3156,3

100,0111,870,6194,7165,3

25 Gy

100,0124,2108,3144,7133,5

100,0106,9.134,099,5143,2

100,0122,795,1.196,5178,6

(%)

50 Gy

100,0109,785,2106,165,4

100,097,8105,2114,8140,6

100,0126,282,8

215,0196,5

100 Gy

100,0142,1113,0128,5108,8

100,0122,2118,398,2124,8

100,0126,287,4

200,3159,4

DISKUSI

SUHARYONO

Dalam penelitian ini ditujukan untuk mendapatkanstrain baru dengan cara menggunakan teknologi radiasineutron cepat, tentu saja hasilnya bersifat radioaktif.1. Bagaimana mengatasi masalah tersebut ?2. Parameter yang akan di amati laju pertumbuhan

produktifitas, protein, dan penyelupan glukosa, lalubagaimana caranya mengetahui agar supaya strain barutersebut tidak akan berbahaya terhadap timbulnya hal-hal yang negatif contoh karsiganella dll ?

ROMIARTI A. WAHID

1. Radiasi dilakukan dengan netron cepat dari fasilitasiradiasi untuk bijian dan materi biologi (USIF) dengandosis yang rendah apabila dibandingkan dengan dosisyang dipakai untuk penelitian penulis non biologi ?

2. Strain baru yang dihasilkan tidak berbahaya, karenaradiasi netron cepat pada ragi atau materi biologi lainnyamenggunakan dosis rendah atau fasilitas radiasi materibiologi khusus yang sudah dirancang IAEA

MARIA LINA

Dari 6 isolat khamir yang didapat dari ragi yangdiiradiasi untuk mendapatkan strain mutan/penelitian efekzat karsinogen terhadap sel/jaringan, kriteria apakah yangdipakai ?

ROSMIARTI A. WAHID

Kriteria yag dipergunakan adalah tingkat kepekaanterhadap zatyang diuji. Penelitian ini masih berlanjut, akandipelajari metobalisme zat beracun tertentu pada strain/mutan yang dihasilkan.

185

Page 179: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

STUDI KOMPARASI TRANSFER NITROGEN PADA LEGUMINOSA HIDUPDAN MATI DENGAN TEKNIK PELABELAN y5N

Didik Wisiiu Widjajanto

Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,Fakultas Peternakan UNDIP

ID0000170

ABSTRAK

STUDIKOMPARASITRANSFER NITROGEN PADA LEGUMINOSA HIDUP DAN MATIDENGANTEKNIK PELABELAN " N. Fenetitian tenfang transfer N oleh tanaman leguminosa hidup dan mati ke non-leguminosa telah dilakukan dengan menggunakan teknik pelabelan ls N. Clover merah (Trifolium prasente cv Astra)dikecambahkan selama 38 hari. Kecambah kemudian dipindahkan ke dalam pot penelitian (diameter 12,5 cm), berisi500 g tanah segar. Sebanyak 300 tng benih rumput Ilalian rye (Loiium multiflorum cv Tribune) ditanam secara campurandengan leguminosa dan ditanam secara monokultur. Dua puluh delapan (28) hari setelah pemindahan clover merah, satuhelai daun dibalut dengan kertas tissue, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan sebanyak 1 ml 30 niM(NH4)2SO4 (99 atom% UN) diinjeksikan kedalamnya. Plastik kemudian disegel. Kondisi ini kemudian dibiarkan selama1 tninggu. Perlakuan ini diulang sampai 3 kali. Dua puluh satu (21) hari setelah pelabelan terakhir tanaman dipanendan dianalisis. Parameter yang diamati terdiri dari batang dan akar leguminosa dan rumput (berat kering, N total, dan" N), dan tanah (NOj'-N, " NO3-N, NH/-N," NH^-N,N biomass, " N biomass). Rancangan acak Iengkap digunakanuntuk mendesain penelitian. Perlakuan terdiri dari rumput monokultur (kontrol), rumput + clover merah hidup, rumput+ clover merah mati. Data diolah dengan analisis sidik ragam, sedangkan perbedaan antar perlakuan dilakukan secarabertahap dengan uji T. Penelitian menunjukkan terdapat transfer N oleh clover merah ke rumput tye Italia. KandunganN batang yang ditransfer Clover merah mati lebih tinggi daripada yang ditransfer oleh Clover merah hidup, dansebaliknya untuk kandungan N pada akar.Kala kunci: Leguminosa, Pelabelan '5 N, Transfer Nilrogen

ABSTRACT

The experiment was done in order to evaluate the N transfer frotn the intact and decapitated legumes by usingthe 1S N labeling technique. Seven days after final labeling the above ground biomass from labeled legume species wasremoved and the remaining stalks capped to prevent regrowth. Twenty days after final labeling (Fourteen days aftercapping) the all treatments were sampled and analyzed. The decapitated legumes appeared to transfer rnore percentageN than the intact legumes. Although both decapitated and intact legumes transferred, the transfer of N did not incur adry matter and N yield benefit.Key word: Intact and decapitated legumes, " N labeiing technique, N iransfer

PENDAHULUAN

Dekomposisi bahan organik seperti bintil danjaringan akar tanaman merupakan faktor penting dalampenyediaan N tanah. Penambahan bahan organik,pemotongan batang tanaman atau defoliasi dalam rangkamemperbaiki status nitrogen tanah telah dipraktekanbertahun-tahun. Beberapa faktor seperti kualitas subtrat,suhu, kadar lengas, dan aerasi berpengaruh terhadappelepasan nitrogen dari bahan organik (Paul, 1984; Haynes,1986). Constantinides, et al., (1994) menyatakan bahwapelepasan nitrogen dari bahan organik dipengaruhi olehkomposisi kimia seperti nitrogen, lignin dan polyphenolterlarut. Lignin dan polyphenol dikenal mampu menghambatpertumbuhan mikrobia tanah, selanjutnya peristiwa inimempengaruhi laju pelepasan nutrisi.

Pelepasan nitrogen baik karena penambahan bahanorganik atau pembusukan bintil dan jaringan akar tanamantelah diteliti bertahun-tahun (Simpson, et al, 1965; Ta, et

ai, 1987;Franzluebbers,efa/., 1993;Constantinides,e?a/.,1994). Siinpson, et al., (1965) melaporkan bahwapemotongan batang pada tanaman cloverputih dan lucernemempengaruhi pelepasan nitrogen, nainun demikianperistiwa ini hanya terjadi pada jangka waktu yang pendek.Selanjutnya dilaporkan bahwa pada pemanenan pertamapemindahan nitrogen oleh leguminosa yang telah mati lebihtinggi daripada yang dipindahkan oleh leguminosa hidup.Sedangkan pada pemanenan kedua pemindahan nitrogenoleh tanaman leguminosa tnati menurun dengan cepat,sebaliknya pemindahan nitrogen oleh leguminosa hidupmeningkat. Perontokan bintil akar dan kematian jaringanakar tanaman distimulasi oleh defoliasi.

Simpson, et al, (1965) dan Ta, et al, (1987)raelaporkan bahwa frekuensi defoliasi meningkatkanpemindahan nitrogen dari tanaman leguminosa ke non-leguminosa. Ta, etai, (1987) mencatatbahwadekomposisibintil dan jaringan akar alfalfa yang telah mati memberikankontribusi nitrogen ke rumput timothy. Selanjutnya

187

Page 180: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop danRadiasi, 1998-

dilaporkan bahwa kandungan nitrogen total dari rumputpada pemotongan ketiga alfalfa lebih tinggi daripadapemotongan sebelumnya dan berikutnya. Peristiwa inimuncul dikarenakan peningkatan nitrogen tanah tersediadari dekomposisi bintil dan jaringan akar.

Penelitianbertujuan untuk mengevaluasi pengaruhpemotongan legiuninosa terhadap pemindahan nitrogenoleh leguminosa, Clover merah dan pea, ke rumput rye.Teknik pelabelan 1S N digunakan untuk mendeteksipemindahan nitrogen tersebut.

Pemindahan nitrogen dilakukan baik oleh tanamanleguminosa mati tnaupun hidup. Pada awalnya pemindahannitrogen oleh leguminosa mati akan lebih tinggi daripadaleguminosa hidup, namun kondisi ini akan berbalik padapengamatan yang lebih panjang.

Telah banyak informasi bahwa penggunaanleguminosa pada tanaman campuran tidak selalu mampumemperbaiki status nitrogen tanah, namun demikianleguminosakadang-kadang menekanketersediaan nitrogentanah. Hal ini mungkin terjadi jika leguininosa berperansebagai kompetitor yaiig kuat terhadap kebutuhan nitrogentanah atau jika penambahan bahan organik justrumeningkatkan laju immobilisasi.

Berdasarkan pada alasan tersebut banyak penelitimasih mencoba untuk mencapai hasil yang optimal daripenggunaan leguminosa di dalam memperbaiki statusnitrogen tanali, seperti defoliasi dan pemotongan batangtanaman. Dilaporkan bahwa hal ini mengakibatkanpeningkatan status nitrogen tanah melalui pelapukan bintildan jaringan akar yang telah mati.

Simpson, et al., (1965) mengevaluasi pengaruhfrekuensi defoliasi dan pembunuhan tanaman beberapaleguminosa seperti Clover putih dan Lucerne terhadappeinindahan nitrogen dari beberapa leguminosa di Australia.

repens L., dan Clover subterranean L., ditanam campurdengan rumput Dactylis ghmerata L., Cockfoot var:Brigroles. Pertanaman campuran tersebut ditanam pada 100g tanah yang dicampur dengan 2,6 g CaCOr Sebagai kontrolditanam rumput secara monokultur. Larutan standard tanpanitrogen ditambah pada setiap pot sebanyak tiga kali denganjumlah yang sama.

Sebanyak 134 mg (NH4)2SO4 ditambahkan selamaperkecambahan rumput sampai mencapai establish sebelumdilakukan penananian leguminosa. Ruinput didefoliasi setiap8 minggii. sedangkan leguminosa didefoliasi pada iningguke2,4, dan8.

Simpson, et al., (1965) melaporkan bahwapemindahan nitrogen dipengaruhi oleh frekuensi defoliasidan species Ieguminosa. Selanjutnya dilaporkan bahwaseiring dengan peningkatan frekuensi defoliasi pemindahannitrogen pada tanaman campuran Clover subterranean-rumput dan Z,«cer«e-riunput menurun. Sebaliknyapemindahan nitrogen oleh Clover putih hanya terjadi padadefoliasi 2 mingguan. Peristiwa ini terjadi karena perbedaanpenyimpanan energi pada leguminosa.

Dilaporkan bahwa frekuensi defoliasi yang sering,tanaman membutuhkan energi yang leblH banyak untukmendorong pertumbuhan kembali daripada untukmemindahkan nitrogen. Kompetisi antara leguminosa

dengan rumput juga dipengaruhi oleh laju pemindahannitrogen. Clover subterraman dan Lucerne berkompetisidengan nimput lebih lemahdaripada kompetisi antara Cloverputih dengan rumput. Simpson, etal., (1965)jugamencatatbahwa pembunuhan leguminosa berpengaruh terhadappemindahan nitrogen oleh leguminosa pada rumput. Padapemotongan pertama pemindahan nitrogen oleh Cloverputih dan Lucerne mati lebih tinggi daripada nitrogenyang dipindahkan oleh Clover putih dan Lucerne hidup.Namun demikian pada pemotongan kedua nitrogen yangdipindahan oleh leguminosa mati menurun dengan tajam,dan sebaliknya pemindahan nitrogen oleh leguminosa hidupmeningkat.

Kim, etal., (1993) menemukan bahwa laju fiksasiN2 dan suplai C menurun sampai 10 hari setelah pemotonganbatang leguminosa, kemudian meningkat setelah 24 hari.Dilaporkan bahwa sekitar 80% dari /5N akar ditemukan dibatang. Hal ini mengindikasikan bahwa akumulasi C dan Nmungkin digunakan untuk pertumbuhan ketnbali daripadahilang. Goodman (1988), disisi lain, meinpelajaripemindahan nitrogen oleh Clover ke rumput rye padapadang di dataran rendah dan tinggi. dilaporkan bahwaproduksi hijauan dan kandungan N rumput pada pertanamancampuran Clover-rumput lebih tinggi daripada padapertanaman rumput monokultur.

MATERI DAN METODA

Prosedure Penelitian. Penelitian dilaksanakan dirumah kaca dari bulan Maret - Juni 1995. Suhu udara didalam rumah kaca berkisar antara 11,5°C - 31,5°C. Clovermerali (Trifolium prasente cvAstra) dikecambahkan selama38 hari. Kecambah dipindahkan ke dalam pot penelitian(diameter 12,5 cm), berisi 500 g tanah segar (lolos saring 5mm). Sebanyak 300 mg benih rumput Italian rye (Loliummultiflorum cv Thbune) ditanam secara campuran denganleguminosa dan ditanam secara monokultur.

Penelitian diaturdengan tujuan untuk mengevaluasipengaruh Clover merah mati dan hidup terhadap pemindahannitrogen dengan menggunakan teknik pelabelan "N. Tigaperlakuan terdiri atas rumput monokultur, rumput + Clovermerah hidup, dan rumput + Clover merah mati berturut-turut lima dan enain ulangan dilakukan pada sistemmonokultur dan campuran.

Dua puluh delapan (28) hari setelah pemindahanclover merah, satu helai daun dibalut dengan kertas tissue,kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan sebanyak1 ml 30 mM (NH4)2SO, (99 atom% WN) diinjeksikankedalamnya. Plastik kemudian disegel. Kondisi ini kemudiandibiarkan selama 1 minggu. Perlakuan ini diulang sampai 3kali. Dua puluh satu (21) hari setelah pelabelan terakhirtanaman dipanen dan dianalisis.

Enam pot pada setiap pertanaman campuranleguminosa/rumput dipanen dan diambil sampelnya untukdianalisis, dengan perincian sebagai berikut:• Leguminosa :

batang dan akar (berat kering, N total, dan " N)• Rumput:

batang dan akar (berat kering, N total, dan " N)

188

Page 181: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

• Tanah(NO3--N, " NO/-N, NH/-N, " NH/-N, N biomass, " Nbiomass)

Pada perlakuan peinotongan leguminosa batangdipotong dan dimatikan dengan jalan menutup permukaanbatang yang tertinggal supaya tidak terjadi regrowth.Bersainaan dengan itu, rumput baik pada pertanainanmonokulturdan campurandengan leguminosajuga dipotongdengan ketinggi sekitar 2 cm dari pennukaan tanah. Empatbelas hari kemudian seinua tanaman dipanen.

Kalkulasi N yang dipindahkan dari Leguminosa.N yang dipindahkan dari leguminosa dikalkulasi denganmeodifikasi rumus N^menjadi:

, (mg) = x kandungan N (mg)

N^ : N yang dipindahkan dari leguminosadrc : kandungan " N rumput pada pertanaman campurand^ : kandungan " N nimput pada pertanainan monokulturd , : kandungan " N pada akar leguminosa

Analisis Statistik. Penelitian dirancang denganmengunakan rancangan acak lengkap. Data yang diperolehdianalisis dengan menggunakan sidik ragam, selanjutnyaperbedaan antar perlakuan diuji secara bertahap denganmenggunakan uji T.

HASIL PENELITIAN

Pengaruh Perlakuan tcrhadap Produksi BahanKering dan Rasio Batang : Akar. Produksi bahan keringrumput pada pertananian campuran dengan Ieguminosayang dimatikan lebih tinggi daripada dengan leguminosayang hidup. Walaupun perbedaan tersebut tidak nyataberbeda (P>0,05). Rasio batang : akar monokultur lebihrendah (P<0,01) dibandingkan pada pertanaman campuran.Secara detail tersaji pada Tabel 1.

PengaruhPerlakuanterhadapKonsentrasiNO}~-N," NO,--N, NH/-N," NH4

+-N, N Biomass," N Biomass.Konsentrasi NO3-N tanah tidak terdeteksi pada pertanamanmonokultur, dan campuran. Konsentrasi NH,+-N tanah padapertanaman monokultur tidak berbeda nyata (P>0,05)dibandingkan dengan pada pertanaman campuran.Kandungan " NO3-N dan "NH/-N pada rumput monokulturtidak nyata berbeda (P>0,05) dibandingkan pada ruinputdalam pertanaman campuran.

Namun data menunjukkan bahwa kandungan15 NO3-N dan '5NH4

+-N rumput pada pertanaman campurandengan leguminosa yang dimatikan lebih tinggi daripadadengan leguminosa yang dibiarkan hidup. Biomas ;5N padapertanaman monokultur nyata lebih rendah (P<0,05) daripadapada pertanaman campuran baik dengan leguminosa matimaupun hidup. Biomas N tanah pada pertanaman monokulturnyata lebih tinggi (P<0,01) daripada pada pertanamancampuran. Data secara rinci tersaji pada Tabel 2.

Pengamh Perlakuan terhadap N Total N danKandungan Atom% '• N Pada Tanaman. Kandungan N

total pada batang dan akar rumput pada monokultur sangatnyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan pertanamancampuran baik pada leguminosa hidup maupun mati. Disisilain atom% IS N pada batang dan akar rumput padamonokultur sangat nyata berpengaruh (P<0,01)dibandingkan pada pertanaman campuran leguminosa hidupdan mati. Secara rinci data terlihat pada Tabel 3.

Clover merah hidup berturut-turut mampumentransfer N sebesar 13,3% dan 30,2% pada batang danakar rumput. Nilai ini tidak berbeda nyata (P>0,05)dibandingkan dengan N yang ditransfer oleh Clover merahyang dimatikan. Sebesar 17,0% dan 27,3%Nberturut-turutditransfer oleh Clover merah hidup ke batang dan akarramput. Sejumlah384mgNpof' (0,3 kgNha ' )dan 1.496mg N pot' (1,2 kg N ha') masing-masing ditransfer olehleguminosa hidup ke batang dan akar rumput.

SedangkanClovermerahmati601 mgNpot'1 (0,5kg N ha1) dan 1.260 mg N pot1 (1,0 kg N ha1) ditransfer kebatang dan akar rumput. Data N yang dipindahkan olehClover merah ke rumput pada pertanaman campuran tersajipadaTabeU.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi BahanKering. Data yang terangkum pada Tabel 1 menunjukkanbahwa kompetisi antar species tanaman pada pertanamancampuran lebih dominan daripada kemungkinan N yangditransfer oleh tanaman leguminosa pada rumput. Padapertanaman monokultur, dalain mengabsorbsi N tanah akarrumput mempunyai keseinpatan yang lebih baikdibandingkan pada pertanaman campuran. Hal ini didukungoleh kenyataan bahwa pertumbuhan leguminosa padapertanainan campuran dengan rumput tidak selalumemperbaiki status N tanah, bahkan pada kondisi tertentuleguminosa menurunkan ketersediaan N tanah melaluikompetisi dengan tanaman partner. Hasil ini bersesuaipendapat dengan Pezo, et al, (1990) bahwa leguminosamampu meningkatkan status N tanah dan mentransfernyake tanaman partner, Namun demikian persyaratankebutuhan nutrisi juga meningkat seiring denganpeningkatan umur tanainan. Hal ini yang menyebabkankompetisi antara leguminosa dan rumput meningkat dantransfer N menurun.

Produksi bahan kering rumput pada pertanamancampuran dengan Clover merah hidup lebih rendahdibandingkan dengan produksi yang sama pada pertanamancampuran leguminosa yang dimatikan. Namun demikianangka tersebut secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).Hal ini menunjukkan bahwa N transfer pada leguminosayang dimatikan ke rumput lebih tinggi daripada yangditransfer oleli Ieguminosa hidup. Kemungkinan ini didugakarena bintil akar dan jaringan akar tanaman dari cloveryang dimatikan telah terdekomposisi dan termineralisasi,hal ini yang diduga mampu meningkatkan status N tanah.

Interprestasi ini tepat dengan data yang ditunjukkanoleh bahan anorganik dan N biomass. N anorganik tanahpada perlakuan pertanaman dengan leguminosa yangdimatikan lebih tinggi daripada leguminosa yang hidup,

189

Page 182: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

sedangkah N bioniass sebaliknya. Kesimpulan ini sesuaidehgan Simpson (1965), Ta, et al., (1987), Kiiti, et at.,(1993). Simpson (1965) ineiiemukaii bahwa leguminosayarig dimatikan mampu meningkatkah transfef N darilegiiminosa ke nbn-lfegiuhinosa. Selanjutnya dilaporkanbahwa transfer N yang dilakukan oleh Clover putih danLucerne yang dimatikan lebih tinggi daripada yang ditransferoleh kedua leguminosa tersebut dalam kondisi hidup. Halini dikarenakan pemotongan batang menyebabkan kematianbintil dan jaringan akar. Peristiwa ini yang menyebabkanpeningkatan N anorganik melalui mineralisasi (Simpson,1965, Ta, et al, 1987). Simpson (1965), sebaliknya,melaporkan bahwa N yang ditransfer oleh leguminosa matimenurun saat masa inkubasi ditingkatkan.

Disisi lain, terdapat kemungkinan bahwasuplai Cdari hasil fotosintesis pada perlakuan leguminosa yangdimatikan menurun. Pendapat ini sesuai dengan Kim, etai,(1993) yang menemukan bahwa suplai energi mempengaruhimetabolisme bintil akar dan laju fiksasi nitrogen. Ta, et al.,(1987) selanjutnya inenambahkan bahwa defoliasimenstimulasi perontokan bintil akar dan kematian jaringanakar tanaman, yang kemudian termineralisasi danmengakibatkanpeningkatanstatusNtanah.NamundemikianSimpson (1965) melaporkan bahwa transfer N oleh Cloversubterranean dan Lucerne menurun seiring denganpeningkatan frekuensi defoliasi.

Pengaruh Perlakuan terhadap N Total danKandungan Atom% " N Pada Tanaman. Kandungan Ntotal dan atom% " N (Tabel 3) mengindikasikan bahwakompetisi lebih dominan dari pengaruh transfer nitrogendari leguminosa ke rumput. Perbedaan N total rumput padamonokultur lebih besar daripada N total pada rumput padapertanaman campuran mengindikasikan bahwa kompetisiterjadi antara leguminosa dan rumput pada pertanamancainpuran. Naumun demikian transfer nitrogen juga terjadipada pertanaman campuran. Fenomena diperlihatkan bahwakandungan atom% / 5 N pada rumput monokultur lebihrendah dibandingkan pada pertanaman campuran.

Hal ini sangat kuat mendukung indikasi bahwa Nditransfer oleh leguminosa ke rumput. Jumlah N yangditransfer oleh leguminosa mati lebih rendah dari N yangditransfer oleh leguminosa hidup. Hal ini sesuai denganpendapat Simpson (1965) yang melaporkan bahwa N telahditransfer oleh beberapa leguminosa seperti Cloversubterranean, Clover putih, dan Lucerne ke rumput rye.Hasil ini juga sesuai dengan Ledgard, et al., (1985) danGiller, et ai, (1991) yang melaporkan bahwa leguminosamampu mentransfer N ke non-leguminosa. Disisi lain,Goodman (1988) meneinukan bahwa kandungan N rumputpada pertanaman monokultur lebih rendah daripadakandungan N ruinput pada pertanaman carapuran denganleguminosa.

Pengaruh Perlakuan terhadap Transfer N olehLeguminosa. Kandungan N dan atom% " N (Tabel 3)lnenunjukkan bahwa N telah ditransfer baik bleh leguminosahidup niaupun mati. N transfer yang dilakukan olehleguminosa hidup dan mati secara statistik tidak berbedanyata (Tabel 4).

Gambaran ini terjadi dikarenakan disamping Ntelah ditransfer oleh kedua leguminosa hidup dan mati,

namun kompetisi juga terjadi antara tanaman leguminosadan rumput. Pada kbndisi yang sarigat terbatas (diameter pot: 12,5 mm) mengakibatkan kompetisi N dan transfer Nterjadi secara simultan; Kemuiigkinan irii didukung olehdata= i dari; produksi bahan kering dan kandungan N.Kesimpulan ini sesuai dengan Ledgard, etal., (1985) yangmelaporkan bahwa pada penelitian pot, N telah ditransferoleh leguininosa ke non-leguminosa, sedang pada penelitianlapang tidak ada bukti adanya transfer N. Hasil ini didukungoleh Goodman (1988) yang melaporkan bahwa produksihijauan daii kandungan N rumput pada pertanaman campuranClover-rumput lebih tinggi daripada pada pertanainan rumputmonokultur. Didugabahwa N transferberasal dari turnoverbahan organik makro.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa N ditransferoleh leguminosa Clover merah ke rumput rye Italian selatnaperiode pertumbuhan. Leguininosa mati pada pertanamancampuran terbukti mampu mentransfer N, hal inimemungkinkan N tanah tersedia meningkat melaluimineralisasi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada SUDR(Six Universities Developinent and Rehabilitation) projectyang telah memberikan dana sehingga penelitian dapatberlangsung. Teriina kasih juga penulis ucapkan kepadaDr. K.A. Smith dan Dr. R.C. Hood yang telah banyakmemberikan masukkan selama penelitian dan sampaiselesainya penulisan.

TerimakasihjugadisampaikankepadaJohnParker,Leslie Swan, Rab dan Francis yang telah banyak membantupekerjaan di laboratorium. Disamping itu juga disampaikanterima kasih kepada rekan-rekan kelompok Dosen IlmuTanaman Makanan Ternak, Fakultas Peternakan UNDIPyang telah banyak tnemberikan dorongan moral.

DAFTAR PUSTAKA

CONSTANTINIDES, M. and FOWNES, J.H. (1994).Nitrogen Mineralisation from Leaves and Litter ofTropical Plants : Relationship to Nitrogen, LigninandSoluble Polyphenol Concentrations. Soil Biologyand Biochemistry 26 (1): 49-55

FRANZLUEBBERS, K., RICHARD, W.W., ANTHONY,S.R., JUO, and FRANZLUEBBERS, A.L. (1995).Mineralisation ofCarbon andNitrogenfrom CowpeaLeaves Decomposing in Soils with Different Level ofMicrobial Biomass. Biology and Fertility of Soil 19 :100-102

GILLER, K.E., ORMESHER, J., and AWAH, F.M. (1991).Nitrogen Transfer front Phaseolus Bean to

190

Page 183: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

intercroppedMaiseMeasured Using "' N-Enrichmentand " N-Isotope Dilution Methods. Soil Biology andBiocheinistry 23 (4) : 339-346

GOODMAN, P.J. (1988). Nitrogen Fhcation, TransferandTurnovcr in Upland and Nitrogen Uptake of DryLand Pearl Millet. Plant and Soil 56 : 459-464

HAYNES, R.J. (1986). The Decomposition Process:Mineralisation, Immobilisation, Humus Formationand Degradation : In Mineral Nitrogen in the Plant-SoilSystem (1986) editedbyKozIowski, T.T., AcademicPress Inc. Orlando, Florida, USA. pp : 52-109.

KIM, K.H., OURRY, A., BOUCAUD, J., andLEMAIRE, G.(1993). Partitioning of Nitrogen Derived from N2Fbcation and Reverses in Nodulated Medicago sativaL. During Regrowth. Journal of Experiinental Botany44 (260) : 555-562

LEDGARD, S.F., FRENEY, J.R., and SIMPSON, J.R.(1985). Assesing Nitrogen Transferfrom Legumes to

Associated Grasses. Soil Biology and Biocheinistry 17(4): 575-577

PAUL, E.A (1984). Dynamics ofOrganic Matter in Soils.Plant and Soil 76 : 275-285

PEZO, D., KASS, M, BENAVIDES, J., ROMERO, F., andCHAVES (1989). Potential ofLegume Tree Foddersas Animal Feed in Central America : In Shrubs andTree Fodders for Farm Animals. Proceedings ofWorkshop in Denpasar, Indonesia24-29 July 1989.International Development Research Centre. Ottawa,Ont., Canada.

SIMPSON, J.R. (1965). The Transference of Nitrogenfrom Pasture to an Associated Grass Under SeveralSystems of Management in Pot Culture. AustralianJournal of Agricultural research 16 : 915-926

TA, T.C., and FARIS, M.A. (1987). Effects of AlfalfaProportions and Clipping Frequencies on Timothy-Alfalfa Mhctures. II. Nitrogen Fhcation and Transfer.Agronomy Journal 79 : 820-824

Tabel 1. Penganih perlakuan terhadap produksi bahan kering dan rasio batang danakar rumput pada sistem monokultur dan campuran (21 hari setelahlabelling terakhir)

Perlakuan

Rumputmonokultur

Cainpuran Cloverhidup-rumput

n = 6

Campuran Clovermati-rumput

n = 6

Batangmg pof'

592.3"34.9

316.6"32.7

358.4"68.4

Akarmg pot'

1369.8"'121.5

534.8"108.0

544.5"74.0

Batang + akarmg pof'

1962.0""137.9

851.4"115.7

902.9"133.0

ratio batang:akar

0.3"'0.1

0.6"0.1

0.7"0.1

Angka tercetak miring adalah standard deviasi. Superskrip yang berbedamenunjiikkan perbedaan sangat nyata (PO.05), * (P<0,01)

191

Page 184: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aptikasi Jsotop dan Radiasi, 1998 -

Tabel 2. PengaruhPerlakuanterhadapKonsentrasiNO3-N, " NO3-N, NH/-N, sNH/-N, Nbiomass," N biomass (21 hari setelah labelling terakhir)

Perlakuan

Rumputmonokultur

n = 5

Campuran Cloverhidup-nimput

11 = 6

Campuran Cloverlnati-nmiput

n = 6

NO3--N(Hg g"1 soil)

X

X

X

15N

NO3-N

0.446"0.07

0.425"0.05

0.452"0.09

NH/-N(Hg g1 soil)

1.03"0.8

1.0"0.8

1.29"0.8

I5N

. NH4+-N

0.460"0.05

0.495"0.09

0.595"0.3

15N

biomass

0.374"0.001

0.432"0.03

0.40c

0.007

biomass N(Hg g'soil)

31.6"1.3

25.2"'2.3

19.0c"3.6

Angka tercetak miring adalah standard deviasi. Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaansangatnyata (P<0.05), *(P<0,01)

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N total dan atom% '5 N (21 hari setelahlabelling terakhir)

Perlakuan

Rumputmonokultur

n = 5

Campuran Cloverhidup-rumput

n = 6

Campuran Clovermati-rumput

n = 6

N batangmg pot'

5.5»0.5

2.9"'0.3

3.5C

0.4

Nakarmg pot"'

9.9""0.7

5.0"1.1

4.8"0.5

Ntotalmg pot'

15.7""1.2

7.9"1.1

8.3"0.8

Atom% " Nbatang

0.376""0.001

0.427"0.05

0.449"0.06

Atom%" Nakar

0.375a"0.002

0.572"0.03

0.543"0.05

Pengaruh Perlakuan terhadap Transfer N oleh Clover Merah Angka tercetak miring adalahstandard deviasi. Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.05), *(P<0,01)

192

Page 185: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penclilian dan Pengembangan Aplikasi laotop dan Radiasi, 1998

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap N yang ditransfer oleh clover pada pertanaman campuranClover merah hidup + rumput dan Clover merah mati + rumput (21 hari setelah labellingterakhir)

Perlakuan

Campuran Cloverhidup-rumput

n = 6

Campuran Clovermati-rumput

n = 6

•%totaINditransfer

batang

13.3»6.7

17.0"12.0

akar

30.2"9.8

27.3"12.5

Total(MJ

batang

384"270

601"422

N ditransfergNpor1)

akar

1496"587

1260"474

Total N i(kglN

batang

0.3"0.2

0.5"0.3

ditransferI ha')

akar

1.2"0.5

1.0"0.4

Angka tercetak miring adalah standard deviasi

DISKUSI

SUKARDJI P.

Apakah penelitian transfer N itu diamatisebelumnya tentang analisis N tanah dalam pot, danseandainya telah ada unsur (hara N) baik dari pupukkandang atau pupuk buatan, atau kandungan N dari tanahitu sendiri ?

DIDIK W. WIDJAYANTO

Analisis tanah awal telah dilakukan, karena ituadalah prosedur basal.

SUHARYONO

Apakah penelitian ini diharapkan untukmendapatkan kesuburan tanah atau mendapat efisiensipenmpukan N. Mohon penjelasan ?

DIDIK W. WIDJAYANTO

Ya, Penelitian diharapkan mampu meinberikaninformasi seberapa besar N dapat ditransfer oleh legume ketanaman partner dalam pertanaman campuran.

193

Page 186: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PEMANDULAN NGENGAT Helicoverpa armigera (HUBNER)(LEPIDOPTERA; NOCTUIDAE) DENGAN MENGGUNAKAN

RADIASI GAMMA

Subiyakto*, Wari Dyah Astati**, dan Dwi Adi Sunarto*

* Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang** Alumnus Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ID0000171

ABSTRAK

PEMANDULAN NGENGAT Helicoverpa armigera (HUBNER) (LEPIDOPTERA; NOCTUIDAE)DENGAN MENGGUNAKAN RADIASI GAMMA. Pemandulan ngengat Helicoverpa armigera denganmenggunakan radiasi sinar gamma dilaksanakan di Instalasi Fasilitas Iradiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakartadan Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang pada tahun 1991. Pemandulanngengat dilakukan dengan meradiasi serangga pada stadia pupa. Dosis radiasi 0 (tidak diradiasi), 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13,dan 15 krad. Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan. Masing-masing dosis radiasidibuat variasi perkawinan (1) dua betina diradiasi dengan satu janlan tidak diradiasi, (2) dua betina tidak diradiasidengan satu jantan diradiasi, dan (3) dua betina diradiasi dengan satu jantan diradiasi. Hasil penelitian menunjukanbahwa dosis submandul (LDJ0) untuk pupa jantan 0,94 krad dan pupa betina 7,02 krad. Dosis mandul (LD9J) pupajantan 10,85 krad dan pupa betina 14,35 krad. Penelitian lanjutan persaingan kawin antara serangga jantan diradiasidengan jantan tidak diradiasi perlu dilakukan.

ABSTRACT

STERILIZATION OF Helicoverpa armigera (HUBNER) MOTH (LEPIDOPTERA; NOCTUIDAE)BY USING GAMMA RAYS RADIATION. This experiment was conducted at the Radiation Facility, NationalAtomic Energy Agency, Jakarta and Entomology Laboratory of the Research Institute for Tobacco and Fibre CropsMalang in 1991. Sterilization of moth by radiating insect on pupae stage. The dosage were 0 (unradiated), 1, 3, 5, 7,9, 11, 13, and 15 krad. The treatments were arranged in complete randomized design with three replications. Eachtreatments were made variation of copulation (1) two females radiated with a male unradtated (2) two females unradiatedwith a male radiated, and (3) two females radiated with a male radiated. The results showed that sub sterile dosage(LDJ0) for male was 0.94 krad and 7.02 krad for female. The sterile dosage (LD9J) for male was 10.85 krad and 14.35krad for feinale. Research of the competition for copulation between the male radiated and unradiated is needed.

PENDAHULUAN

Helicoverpa annigera (Htibner) merupakan hamayang bersifat polifagus. Ulatnya menyerang pada beberapakomoditas pertanian penting antara lain kapas, tembakau,jagung, tomat, kedelai, dankacang liijau (Kalshoven, 1981).Pengendaliannya sampai saat ini masih mengandalkaninsektisida kimia sintetik (Wolfenbarger, 1987a; Kennedyet al., 1987; Todd et ai, 1987; Tapaan et al., 1987).Pengendalian dengan insektisida kimia telah menitnbulkanresistensi ulat buah kapas terhadap insektisida kimia(Wolfenbarger, 1987b), menimbulkan pencemaraii tehadapproduk pertanian dan lingkungan. Untuk itu perlu dicarialternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan,antara lain dengan teknik serangga mandul. Prinsip teknikserangga mandul pada dasarnya adalah melepas seranggamandul untuk mengawini serangga-serangga fertil di alam.Dari perkawinan tersebut diharapkan akan menghasilkantelur-telur mandul, sehingga populasi serangga berikutnyaakan turun. Dengan melepas serangga inandul selangtertentu di alam, maka lama kelamaan populasi seranggadi alam akan musnah. Teknik serangga mandul telah

berhasil digunakan untuk memusnahkan seranggaCalitroga hominivorax Cqrl. yang menimbulkan penyakitpada ternak di Florida dan Curacao, terhadap hama uretMelolonta spp., lalat buah (Dacus spp), lalat bawang{Hylemya antigua Meig.) (Hatmosuwarno, 1969). Selain itu,teknik serangga mandul telah berhasil digunakan untukinengendalikan lalat screw wonn (Cochliomya hominivorax)di Meksiko dan Libia, lalat buah meditterranean (Ceratitiscapitata) di Kalifornia dan Meksiko, lalat melon (Dacuscucurbitae) di Jepang dan Taiwan, ulat merah jambu(Pectinophora gossypiella) di Kalifornia, lalat tsetse(Glosina sp.) di Tasmania, Zimbabwe, dan Upper Volta,berbagai jenis nyamuk di Florida, Afrika Timur, danVenezuela, boll weevil (Anthonomus grandis) di AmerikaSerikat Bagian Tenggara, lalat buah mexican (Ariastrephaludens) di Texas dan Meksiko, ulat jagung (Helicoverpctzea) di Amerika Serikat, dan ulat tanduk tembakau(Manduca sexta).

Keberhasilan teknik serangga mandul tersebutperlu dikembangkan untuk hama H. armigera yang sampaisaat ini pengendaliannya sering mengalami kesulitan.Teknik tersebut sebelum digunakan dan mencapai hasil yang

195

Page 187: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998 -

baik, maka diperlukan berbagai. komponen penelitian.Menurut Knipling (1979) komponen penelitian tersebutadalah (1) pembiakan massal, (2) penentuan dosis steril,(3) daya saing kawin dengan serangga di alam, (4)ekonoinis, (5) evaluasi penurunan populasi serangga dialam, dan (6) reinfestasi. Penelitian pembiakan massal H.armigera telah dapat dilakukan, yaitu dengan pakan buatan(Singh, 1985), untuk itu perlu penelitian lanjutan berapapenentuan dosis mandul. Pemandulan ngengat sebaiknyadilakukan dengan meradiasi serangga pada stadia pupa(Soegiarto, 1970).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosissub mandul (LD50) dan mandul (LD95) ngengat H. annigeradengan menggunakan radiasi sinar gamma.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Instalasi FasilitasIradiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta danLaboratorium Entoinologi Balai Penelitian Tembakau danTanaman Serat Malang pada tahun 1991. Bahan ulat 50ekor diperoleh dari pertanaman kapas dan diperbanyak dilaboratoium kemudian dipelihara di dalam tabung-tabungplastik yang telah diisi pakan buatan (Singh, 1985). Ulatdibiarkan dalam tabung sampai menjadi pupa. Pupa yangdiperoleh dibedakan antara jantan dan betina. Setelah pupamenjadi ngengat kemudian dikawinkan dalam sangkarperkawinan yang terbuat dari kassa: Ukuran sangkar 15 x15 x 30 cm. Ngengat diberi pakan larutan madu dicampurair dengan perbandingan 1 : 10. Selanjutnya ngengatbertelur. Setelah telur menetas, ulat dipindahkan kedalamtabung pemeliharaan yang diisi pakan buatan, dan dibiarkansampai menjadi pupa. Setelah pupa berumur 4 hari,selanjutnya dipisahkan yang jantan dan betina.

Pupa hasil pemeliharaan yang akan diradiasidimasukkaii kedalam tabung plastik berukuran 100 ml yangdiberi alas kapas, 16 tabung untuk pupa betina, daii 8 tabunguntuk pupa jantan. Masing-masing tabung diisi 10 pupa.Tabung yang diisi pupa dibawa ke Unit Gamina Sel untukdiradiasi dengan sinar gamma cobalt 60 dengan variasi dosis1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 krad. Masing-masing dosisterdiri atas dua tabung pupa betina dan satu tabung pupajantan. Pupa yang diradiasi dimasukan kedalam sangkarpeineliharaan.

Masing-masing variasi dosis radiasi disusunpasangan perkawinan (1) dua betina diradiasi dengan satujantan tidak diradiasi, (2) dua betina tidak diradiasi dengansatu jantan diradiasi, dan (3) dua betina diradiasi dengansatu jantan diradiasi. Sebagai kontrol disusun perkawinanbetina tidak diradiasi dengan jantan tidak diradiasi.Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap, danmasing-masing pasangan perkawinan diulang tiga kali.Pupa yang tersisa hasil radiasi dibuang.

Parameter yang diainati adalah viabilitas pupa,lama hidup ngengat, fekunditas, dan fertilitas dari masingmasing perlakuan dan pasangan perkawinan. Data dianalisisdengan rancangan acak lengkap. Apabila terjadi perbedaannyata dilakukan uji banding Duncan Multiple Range .Test.Untuk mengetahui dosis mandul digunakan analisis probit,

yaitu hubungan dosis radiasi (log) dengan responnya (probit)(Hawlett dan Plackett, 1979). Selanjutnya dicari LD50 danLD95. LD^ adalahbesarnyadosis radiasi untuk mendapatkanngengatdapatbertelur, tetapi teluryang menetas mencapai50%, sedangkan LD95 telur yang menetas 5%.

HASIL

Viabilitas Radiasi sinar gamma cobalt 60 padastadia pupa terhadap viabilitas pupa betina dan jantanberpengaruh nyata (Tabel 1).

Pada pupa betina mulai dosis 1 krad sudah terjadiperbedaan viabilitas pupa apabila dibandingkan dengankontrol. Pada perlakuan kontrol (tidak diradiasi) viabilitaspupa mencapai 100%, sedang pada dosis radiasi 1 kradviabilitas pupa 95%. Tetapi pada dosis 5 krad terjadipeningkatan viabilitas pupa mencapai 100%, dan tidakberbeda nyata dengan kontrol. Dosis 5 krad ini disebutsebagai dosis stimulasi. Mulai dosis 7 krad terjadi penuruanviabilitas pupa dan berbeda nyata dengan dosis stimulasi.

Pengaruh radiasi terhadap pupa jantan terlihattnulai dosis 5 krad. Pada dosis 5 krad viabilitas pupa 80%dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan kontrol,dosis 1, dan 3 krad. Berdasarkan viabilitas pupa, ternyatapupa jantan lebih tahan terhadap radiasi, karena pada dosis5 krad baru terjadi penurunan viabilitas pupa.

Hasil analisis regresi sederhana antara viabilitaspupa dengan dosis radiasi menunjukkan hubungan liniernegatif. Semakin tinggi dosis radiasi maka viabilitas pupaakan menurun. Untuk pupa betina menghasilkan persamaany = 105,37 - 3,25x (r = -0,89) dan y = 99,17 - l,29x (r = -0,80) untuk pupa jantan.

Lama Hidup Ngengat. Radiasi sinar gammacobalt 60 pada stadia pupa terhadap lama hidup ngengatbetina dan jantan berpengaruli nyata (Tabel 2). Dosis radiasi13 dan 15 krad ngengat yang terbentuk tidak normal,sehingga lama hidupnya tidak dapat dianalisis.

Pada ngengat betina raulai dosis radiasi 9 kradteijadi perbedaan lama hidup ngengat apabila dibandingkandengan kontrol. Pada perlakuan dosis radiasi 9 krad lamahidup ngengat 10,7 hari, sedang pada kontrol 13,3 hari,sedang pada ngengat jantan pada dosis radiasi 5 krad sudahterlihat beibeda nyata apabila dibandingkan dengan kontrol.Hal ini berarti bahwa radiasi pada pupa jantan lebihberpengaruh apabila dibandingkan dengan pupa betina,karena pada dosis radiasi 5 krad lama hidup ngengat sudahberbeda nyata apabila dibandingkan dengan kontrol.

Hasil analisis regresi sederhana antara lama hidupngengatdengan dosis radiasi menunjukkan hubungan liniernegatif. Seinakin tinggi dosis radiasi maka akanmemperpendek lama hidup ngengat. Untuk ngengat betinamenghasilkan persamaan y = 11,63 - 0,2 lx (r = -0,88) dany = 12,77 - 0,25x (r = -0,88) untuk ngengat jantan.

Fekunditas. Radiasi sinar gamma cobalt 60 padastadia pupa terhadap fekunditas ngengat berpengaruh nyata(Tabel 3).

Pada pasangan perkawinan dua betina radiasi(2 $ R) dengan satu jantan tidak diradiasi (1 oTR) pada dosisradiasi 11 krad baru terjadi perbedaan apabila dibandingkan

196

Page 188: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

dengan kontrol. Pada dosis 11 krad rata-rata fekunditasngengat 276,7 butir telur, sedang pada kontrol 1548 butirtelur. Pada pasangan 29TR dengan ltfOR dosis radiasi 3krad sudah terjadi perbedaan fekunditas apabiladibandingkan dengan kontrol. Pada dosis 3 krad fekunditasngengat 632,7 butir telur, sedang pada kontrol 1548 butirtelur. Pada pasangan 2 ¥ R dengan 1 d"R perbedaan fekunditasterjadi pada dosis radiasi 9 krad. Dari ketiga variasiperkawinan tersebut pengaruh radiasi lebih nampak terlihatpada serangga jantan dari pada serangga betina.

Hasil analisis regresi sederhanaantara dosis radiasidengan fekunditas menunjukkan hubungan linier negatif.Semakin tinggi dosis akaii menuruiikan fekunditas ngengat.Untuk pasangan 29Rx ld"R nilai korelasinya (r) = -0,81,pasangan 29TR x lo*R nilai r = -0,78, sedang pasangan29R x lcfR nilai r = -0,96 (Gambar 1).

Fertilitas Telur. Radiasi sinar gamma cobalt 60pada stadia pupa terhadap fertilitas telur berpengaruh nyata(Tabel 4). Pada pasangan perkawinan dua betina radiasi(2 9 R) dengan satu jantan tidak diradiasi (1 oTR) pada dosisradiasi 7 krad terjadi perbedaan fertilitas telur apabiladibanding dengan kontrol. Pada dosis radiasi 7 krad telurmenetas 17,8%, sedang pada kontrol 42,2%. Padapasangan29TR dengan ld"R terjadi perbedaan fertilitas telur padadosis radiasi 7 krad, tetapi pada pasangan 2$R dengan1 c?R pada dosis 3 krad.

Hasil analisis regresi sederhana antara dosis radiasidengan fertilitas telur menunjukkan hubungan linier negatif.Semakin tinggi dosis radiasi akan menurankan fertilitastelur. Untuk pasangan perkawinan 29R x 1 dTR nilai r nya-0,79, dan pasangan 29R x ld"R r nya -0,75 (Gambar 2).

Dosis Mandul. Berdasarkan analisis probitdiperoleh LD50 dan LDg5 masing-masing pasanganperkawinan (Tabel 5).

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwaperlakuan dosis radiasi terhadap pupa jantan lebih efektifdibanding pupa betina. Pada pasangan perkawinan 2$TRx lc?R dengan meradiasi pupajantan dosis 0,94 krad sudahmengakibatkan telur menetas 50%, sedang untuk pasangan29R x ld"TR dosisnya 7,02 krad dan 29R x ld"R dosisnya1,88 krad. Halyang sama terjadi untukLD95. Pasangan 2$Rx 1 a"R LDg5 lebih rendah, yaitu 4,87 krad, tetapi tidak dapatdiaplikasikan karena di alam yang dijumpai adalah seranggayang tidak iradiasi.

PEMBAHASAN

Viabilitas. Terjadinya penurunan viabilitas pupadengan semakin meningkatnya dosis radiasi sinar gammacobalt 60, disebabkan oleh gangguan metabolisme (Syarief,1978). Gangguan metabolisme akan menyebabkan pupamati atau cacat. Cacat yang ditemukan adalah imago tidakmampu keluar dari selubung pupa. Hasil yang sama jugaterjadi pada lalat Dacus dorsalis (Farida, 1988). Terjadinyapeningkatan viabilitas pupa betina pada dosis radiasi 5 kraddiduga pada dosis tersebut merupakan dosis stimulasi. Padadosis tersebut radiasi meinbawa efek positif terhadap pupabetina. Dosis stimulasi iiii juga terjadi pada hama penggerekpadi Chilo suppressalis (Syarief, 1978).

Lama Hidup Ngengat. Terjadinya penguranganlama hidup ngengat dengan semakin meningkatnya dosisradiasi sinar ganuna cobalt 60, disebabkan oleh efek tidaklangsung dari radiasi. Efek tidak langsung tersebut adalahjuinlah pakan yang dimakan oleh serangga. Semakin tinggidosis radiasi, maka jumlah pakan yang dimakan seranggamenjadi sedikit. Berkurangnya jumlah makanan yang masukdalam tubuh serangga menyebabkan daya tahan tubuhserangga menurun dan lebih cepat mati, karena kebutuhanenerginya tidak tercukupi (O'Brien dan Wolfe dalam Farida,1988). Hasil yang sama juga terjadi pada ulat kubisCrocidolomia binotalis (Sutrisno, 1979).

Fekunditas. Fekunditas semakin menurun denganmeningkatnya dosis radiasi. Menurunnya fekunditas padapasangan 2tfR x lcfTR disebabkan radiasi sinar gammacobalt 60 pada dosis tertentu merusak organ reproduksiakibat terionisasi sinar gamma, sehingga menganggu prosesoogenesis (pembentukan telur). Syarief (1978) melaporkanbahwa ngengat betina yang pupanya diradiasi, terlihatadanya kerusakan sel trofosit yang selalu menyertai oosityang berada dalam susunan ovariol, sehingga tidak semuasel oosit matang menjadi ovum.

Penurunan fekunditas karena peningkatkan dosispada pasangan 29TR x lo*R disebabkan oleh gangguandalam perkawinan, sehingga menurunkan produksi telur.Gangguan tersebut berupa rusaknya sel eupirin sperma.Menurut Syarief (1978) ngengat jantan yang pupanyadiradiasi akan menyebabkan rusaknya sel eupirin spermayangberfungsi membuahi sel telur. Kalaupun ngengatjantanyang diradiasi mengawini ngengat betina tidak diradiasi,maka yang dimasukan ke alat kopulasi betina adalah sekretkelenjar asesori dan sel eupirin saja.

Penurunan fekunditas karena peningkatan dosispada pasangan 2 9R x ltfR disebabkan selain organreproduksi betina yang rusak juga organ reproduksi jantan.Organ reproduksi betina ditandai dengan rusaknya seltrofosit, sedang organ reproduksi jantan ditandai denganrusaknya sel eupirin sperma (Syarief, 1978).

Dilihat dari ketiga variasi perkawinan, terlihatbahwa pengaruh radiasi lebih banyak pada serangga jantandibanding betina. Hal ini disebabkan daya penyembuhansel germinal serangga betina lebih besar dibanding jantan(Syarief, 1978).

Fertilitas Telur. Terjadinya penurunan fertilitasdengan semakin meningkatnya dosis radiasi, disebabkankarena ovariol yang terbentuk tidak tumbuh sempurna,sehingga sebagian besar telur yang dihasilkan tidak dapatdibuahi. Hal saina terjadi pada Dacus cucumis (Sutrisno,1977) dan penggerek padi C. suppressalis (Syarief, 1978).

Dosis Mandul. Pada dosis sub mandul (LD50)radiasi sinargamina cobalt 60 pada pupa jantan lebihefektifdibanding pupa betina. Hal ini disebabkan kerusakan sel-sel germinal pada serangga jantan daya penyembuhannyalebih kecil dibanding betina (Syarief, 1978). Hasil yang samajuga pernah dilaporkan oleh Sutrisno (1979).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkanbahwa :

197

Page 189: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1V98-

1. Semakin tinggi dosis radiasi akan menyebabkanmenurunnya viabilitas pupa, mengurangi lama hidupngengat, menurunkan fekunditas, dan menurunkanfertilitas telur.

2. Dosis sub mandul (LDM) radiasi sinar gamma cobalt 60pada stadia pupa jantan adalah 0.94 krad, sedang pupabetina 7.02 krad. Dosis mandul (LD95) untuk pupa jantan10,85, sedang untuk pupa betina 14,35 krad.

Setelah diperoleh dosis sub mandul (LD50) dandosis mandul (LD9J), maka perlu dilakukan penelitianlanjutan, yaitu persaingan kawin jantan yang diradiasidengan jantan tidak diradiasi.

DAFTAR PUSTAKA

FARIDA, A., Pengaruh Radiasi Sinar Gamma TerhadapBeberapa Aspek Biologi Dacus dorsalis Hendel(Diptera:Tephritidae). Fakultas Pertanian, JurusanHama dan Penyakit Tumbuhan IPB. Bogor. (1998) 63.

HATMOSOEWARNO, S., Sterile Technique denganRadiasi Sinar Atom sebagai Usaha PemberantasanHama. Pertemuan Tri Wulan, BP3G. Pasuruan. (1969)45.

HEWLEETT, P.S., and R.L. PLACKETT, An Introductionto the Interpretation of Quantal Respon in Biology.Ed. Ward Arnold (Publishers) Limited. 41 BedfordSquare, London WC 183 DQ (1979).

KALSHOVEN, L.G.E., Pests of Crop in Indonesia. Revisedand translated by P. A. van der Laan. PT. Ichtiar Baru-Vanhoeve, Jakarta (1981).

KENNEDY, G.G., J.R. YOUNG, and R.B. CHALFANT,Efficacy of Chemical Insecticides against HeliothisSpecies on Corn. Lima Beans, Peanuts and Tomatoes.In Theory and Tactics oi Heliothis PopulationManagement: II - Insecticidae and Insect GrowthRegulatorControl. Soutern Cooperative Series BulletinNo. 329 September (1987).

KNIPLING, E.F., The Basic Pfinc*ples ofInsect PoprelationSuppresion and Managettiteiiit. U.S. Dept. ofAgriculture. Agriculture Handbook No. 512.Waashington, D.C. (1979).

SINGH, P.and R.F. MOORE, Handbook of Insect Rearing.Elsevier Science Publisher B. V. (1985).

SOEGIARTO, C. 1970. Beberapa Mekanisine Kerasakankarena Radiasi pada Serangga Tertentu. MajalahBATAN 3(4) (1970) 23-24.

SUTRISNO, S., Sterilisasi Radiasi Lalat Buah KetimunDacus cucumis French. (Diptera: Tephridae), denganSinar Gamma dalam Atmosfir Nitrogen. Makalah padaSeminar V Kongres Biologi III, Juni 1977 di Malang.(1977) 9.

, Aplikasi Teknik Jantan Mandul untukPemberan tasan Hama Kubis Crocidolomia binopalisZell. Naskah Introduksi Aplikasi Radiasi danRadioisotop dalam Pemberantasan Hama. MajalahBATAN. Jakarta. (1979)7.

SYARIEF, S.H., Sitologi dari Gonad Chilo suppressalisWlk. yang Diiradiasi Sinar Gamma CO-60 dalamHubungannya dengan Kemandulan. Majalah BATAN11(4). (1978)29-31.

TAPPAN, W.G., P.J. SEMTNER, G.A. HERZOQ, and A.W.JOHSON, Efficacy of Chemical Insecticides agains theTobacco Budwonn on Soybeans. In Theory and Tacticsof Heliothis Population Management: II - Insecticidaeand Insect Growth Regulator Control. SouternCooperative Series BulletinNo. 329 September(1987).

TOOD, J.W., J.R. BRADLEY, Jr., A. W. MUELLER; M.J.SULLIVAN, and S.G. TURNIPSEED, Efficacy ofChemical Insecticides agains the Bollworm onSoybeans. In Theory and Tactics of HeliothisPopulation Management: II - Insecticidae and InsectGrowthRegulatorControl. Soutern Cooperative SeriesBulletin No. 329 September (1987).

WOLFENBARGER, D.A., Efficacy of ChemicalInsecticides and Insect-and-Plant Growth Regulatorsagainst Heliothis Species on Corn. In Theory andTactics of Heliothis Population Management: II -Insecticidae and Insect Growth Regulator Control.Soutern Cooperative Series Bulletin No. 329 September(1987a).

, D.A., Resistance of Heliothis Species toChemical Insecticides. In Theory and Tactics ofHeliothis Population Management: II - Insecticidaeand Insect Growth Regulator Control. SouternCooperative Series Bulletin No. 329 September(1987b).

198

Page 190: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi hotop dan Radiasi, 1998

Tabel 1. Pengaruh radiasi sinar ganima pada stadia pupaterhadap viabilitas pupa H. armigera

Dosis radiasi

..Krad.

013579111315

Viabilitas Pupa

Bctina

100 a'>95 b90 b100 a95 b85 b65 c65 c45 d

Jantan

100 a"100 a100 a80 b90 b90 b90 b80 b80 b

" Angka yang didampingi oleh huriif yang sama tidak berbedanyata berdasarkan uji Dunoan 5%.

Tabel 3. Pengaruh radiasi sinar gamma pada stadia pupaterhadap fekunditas ngengal H. armigera

Dosisradiasi

013579111315

2?Rx loTR

1548,0 a"406,0 a1683,0 a1802,7 a896,7 ab889,7 ab276,7 b

0,0 c0,0 c

Fckundilas

2 ? TR x 1 o"R

1548,0 a"809,0 a632,7 b676,0 b695,0 b689,0 b678,7 b312,0 c277,7 c

29Rx ltfR

1548,0 a'> 11588,0 a820,0 ab798,0 ab732,7 ab354,0 b319,0 b184,7 b0,0 c

Catatan : R = DiradiasiTR = Tidak diradiasi" Angka yang didampingi oleh hurul'yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Tabel 2. Penganih radiasi sinar gamma pada stadia pupaterhadap lama hidup ngengat //. annigera

Tabel 4. Pengaruh radiasi sinar gamma pada stadia pupaterhadap fertilitas telur //. armigera

Krad

013579111315

Lama Hidup

Betina

13,3 a"12,3 ab11,3 abc11,3 abc11,7 abc10,7 bc9,7 c1,0 d1,0 d

Jantan

13,3 a"11,0 a11,0 a10,0 b10,0 b10,3 b9,3 b1,2 c1,0 c

Dosisradiasi

..Krad..

013579111315

2¥Rx lo-TR

42,2 a"34,4 ab38,1 ab51,4 a17,8 b17,9 b0,0 c0,0 c0,0 c

Fertilitas

2¥TRx lo"R

%

42,2 a"13,3 ab14,9 a

8,4 abc2,9 bc2,0 bc0,5 c0,6 c0,0 c

2?Rx lo"R

42,2 a»37,3 a2,7 b2,5 b1,3 b1,2 b0,6 b0,0 c0,0 c

'' Angka yang didampingi oleh huruf yang sama lidak berbedanyata berdasarkan uji Duncan 5%.

Catatan : R = DiradiasiTR = Tidak diradiasi" Angka yang didainpingi oleh huruf yang sama tidak

bcrbeda nyala berdasarkan uji Duncan 5%.

Tabel 5. LD50 dan LD9J dari masing-masing variasiperkawinan

Variasi Perkawinan

2?R x lo"TR2?TRx lcfR2¥R xltfR

L D 5 0

7,020,941,88

. Krad

LD,5

14,3510,854,87

Catatan : R = DiradiasiTR = Tidak diradiasi

199

Page 191: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengcmbangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

2000

1500

1000 -

500 -

Fekunditas

a

i i i i

a. 2QR x 1<ftfy • 1772,14r • -0,81

b. 2OTR x idhy - 1084.26r • -0,78

c. 2OR x K#lv . y • 1466.04\ \ . r • -0,84

1 1 1

1- 108,39x

- 5a.75x

- 112.68x

i

0 1 3 5 7 9 11

Dosis Radiasi (Krad)

Gambar 1. Hubungan antara fekunditas ngengat dan dosis radiasi

13 15

Fertilitas telur {%)

1 3 5 7 9 11Dosis Radiasi (Krad)

Gambar 2. Hubungan antara persentase telur menetas dan dosis radiasi

13 15

200

Page 192: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Pcnelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

10

8

6

Mortalltas

a. 2QR x 10TRy - 1,0764 • 4.6366

b. 2OTR x 1<$Ry • 6.0376 • 1.3644

c. 2QR x 1<JRy - 4.0418 x 3,4887

0-0.5 0 0.5

Log DosisGambar 3. Hubungan antara dosis (Log) dengan mortalitas (Probit)

1.5

DISKUSI

SUHARNI SADI

LD50 & LD95 untuk pupa jantan dibandingkandengan pupa batina 7,02 kred 0,97 krad LD 95 =10,85krad= dapat diterangkan ? LD95 =14,37 kad

SUBIYAKTO

Yang diinaksud LD50 adalah dosis yangdibutuhkan agar telur yang berhasil menetas hanya 50 %,sedang pada LD 95 adalah 5 % telur berhasil menetas. LDdihitung dari hubungan dosis yang persentase telur yangmenetas. Kerusakan sel-sel germinal pada serangga jantandaya penyembuhannya lebih kecil dibanding betina

T. TJITOSUMIRAT

Mohon penjelasan tentang cara pengukuranfekunditas pupa/larva nyengat ?

SUBIYAKTO

Fekunditas diamati dengan cara inenghitungjumlah telur yang dihasilkan dan mengenai pembahasanpenyebab lnenurunnya fekunditas didasarkan dari literatur.

ALI RAHAYU

Berbeda dengan serangga Diptera, untukkemandulan pada lepidoptera lebih ditekankan pada Fl(kemandulan yag diwariskan), untuk itu bagaimanakelanjutan penelitian ini ?

SUBIYAKTO

Untuk penelitian ini bukan ditekankan padakemandulan yang diwariskan (Fl), tetapi juga kemandulanlangsung, tetapi karena dengan segala keterbatasan justrukemandulan yang diwariskan tersebut terjadi atau belumdiketahui/belum diamati.

201

Page 193: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

PENGARUH TRANSFER ISI RUMEN TERHADAP LAJU PERTUMBUHANSEL BAKTERI DAN PROTOZOA

Suharyono*, Winugroho, M.**, Widiawati, Y.**, dan Marijati, S.**

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN** Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

ABSTRAKID0000172

PENGARUH TRANSFER ISI RUMEN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SEL BAKTERI DANPROTOZOA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran laju pertumbuhan sel mikroba dan melengkapi informasiisolat sebagai pakan suplemen ternak ruminansia. Metode penentuan laju pertumbuhan sel mikroba denganmenggunakan traser 32P. Hasil isi rumen kerbau NTT telah diseleksi sebagai donor untuk transfer rumen dan petnbuatanisolat. Transfer rutnen kerbau NTT dengan sapi peranakan ongole ternyata Iaju pertumbuhan sel bakteri lebih baikdari pada laju pertumbuhan sel protozoa pada inkubasi 48 jam bila dibanding dengan cairan rumen dari ternak lainnya.Hasil menunjukkan berturut-turut 30,99 mg/jam/100 ml dan 24,92 mg/jam/100 ml. Hasil seleksi isolat menunjukkanpada perlakuan dengan campuran cairan rumen sapi peranakan ongole + isolat protozoa + isolat bakteri + isolat fungipada inkubasi 48 jam adalah yang terbaik, karena laju pertumbuhan sel bakteri 26,96 mg/jam/ml, sedangkan lajupertumbuhan sel protozoa 2,53 mg/jam/100. Hasil penelitian in vitro menunjukkan bahwa pH dan konsentrasi amoniamendukung peningkatan laju pertumbuhan sel bakteri tanpa menimbulkan keracunan mikroba dan induk semang.Laju pertumbuhan sel bakteri pada perlakuan pakan D berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C. Hasil 21,44 mg/jam/100 ml untuk perlakuan D, sedang untuk A, B, dan C berturut-turut menunjukkan 7,99; 13,13; dan 13,38 mg/jam/100 ml. Pertumbuhan sel protozoa cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan sel bakteri.Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan sel bakteri bila dalam kondisi lingkungan yang baik,hasilnya lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan sel protozoa.

ABSTRACT

THE EFFECT OF RUMEN CONTENT TRANSFER ON RATE OF BACTERIA AND PROTOZOAGROWTH. The aims the experiment wants to know the benefite of rate of microbial protein in rumen content and tocomplete the information that isolates is useful for ruminant animals feed. The result indicated that buffaloes fromEast Nusa Tenggara is the best when they are used as donor rumen transfer for tnaking isolate. When rumen content ofongole cattle generation was mixed in rumen content of buffaloes from East Nusa Tenggara and incubated 48 h, therate of bacteria cell growth is better than rate of protozoa cell frowth comparing to the other animals. The values are30.99 mg/h/100 ml and 24.92 mg/h/100 ml respeetively. The results of isolate selection in 48 h incubation indicatedthat treatment F is the best. The results rates of bacteria cell growth and rate of protozoa's cell growth are 26.96mg/h/100 ml and 2.53 mg/h/100 ml respectively. The result of w vitro study indicated that pH and ammoniaconcentrations support the rate of bacteria cell growth and do not cause the toxicity of microbes and animals. The rateof bacteria cell growth on D treatment is a significant to A, B, and C treatments. The values are 21.44 mg/h/100 ml,7.99; 13.13; and 13.38 mg/h/100 ml respectively. The result rates of protozoa's cel! growth tends to be lower than ratesof bacteria cell. The overall conclusion is a lower or a higher rate of miroorganism cell growth depends on the envoirementcondition.

PENDAHULUAN

Rumen merupakan baiik pada ternak ruminansiasebagai sumber keliidupan, karenabila temak tersebut Iianyamendapatkan rumput saja masih mampu mempertahankankehidupannya. Hal ini berhubungan erat dengan adanyamikroorganisme yang tumbuh dalam rumen untukmembentuk protein mikroba. Mikroorganisme yang adaialah bakteri, protozoa dan fiingi.

Ketiga jenis mikroorganisme tersebut mempunyaiperan yang penting dalam mencerna pakan yang masukdalam rumen, baik protein dan sumber karbohidrat mudahdicerna dan berserat tinggi, selain mikroba tersebut mampumenyediakan protein yang bermanfaat bagi induk semang.

Peneliti sebelumnya telah melaporkan, bahwadalam mencerna pakan kerbau, mempunyai kemampuanyang lebih tinggi dalam tnencerna serat kasar biladibandingkan dengan sapi. Sebagai contoh misalnyaFibrobacter succinogenes pencerna serat kasar yang hanyaterdapat dalam rumen kerbau, dan bakteri tersebut jugadinamakan Bacteroides succinogenes (1).

Peneliti lain melaporkan adanya jenis bakteriSynergistikjonesii yang mampu menghilangkan pengaruhracun memosin yang terkandung dalam lamtoro (2).

Kawasan Indonesia Bagian Timur merupakankantong ternak nasional, namun kondisi curah hujan yangsangat terbatas, yang mengakibatkan ketersediaan pakanhijauan juga sangat rendah, hal ini berakibat terhadap

203

Page 194: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelilian dan Pengcmbangan Aplilcasi Isotop dan Radiasi, 1998 _

lambatnya pertumbuhan bobot badan, dan keterlambatanmasa reproduksi ternak betina sehingga mengakibatkanrendahnya populasi temak khususnya sapi.

Berdasarkan informasi tersebut Balai PenelitianTernak telah mencoba mengadakan penelitian dengantransfer rumen yang dikenal metode Balitnak (3) dan telahmenghasilkan suatu kombinasi yang bersifat synergistikterutama isi ruinen yangberasal dari kerbau NusaTenggaraTimur (NTT) dengan sapi Bali, dan sapi Peranakan Ongole(PO).

Hasil yang telah dilakukan tersebut baru padatingkat in vitro dengan pengukuran produksi gas, daya cernabahan kering dan bahan organik, sedangkan dengan in vivomenggunakan bioplus kerbau NTT untuk sapi PO diperolehhasil padapeningkatan bobotbadan 1 kg/hari/ekor (4). Hasilpeneliltianbioplus pada sapi PO yang berhubungan denganreproduksi yaitu dapat memperpendek jarak kelahiran dari15 bulan menjadi 13 bulan (5), dan meningkatkanpersentasekebuntingan dari 25% menjadi 90% (6).

Parameter yang diamati hanya performen, belummelakukan penelitian secara lengkap tentang fermentasirumen, khususnya laju pertuinbuhan sel mikroba yangmembantu sejauh mana peranan protein mikroba, dan untukmelengkapi infonnasi mengapa bioplus dalam kondisianaerobik masih mampu memberi respon yang baik terhadappertumbuhan dan penampilan reproduksi. Atas dasartersebut maka pengamatan ini akan dilakukan pengukuranterhadap laju pertumbuhan sel mikroba.

Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui sampaisejauh mana peran bakteri, protozoa dan fiingi. Pelaksanaanpenelitian hanya pada pengamatan terhadap lajupertumbuhan mikroba, dan penghitungan jumlah protozoa.

BAHAN DAN METODE

Untuk melengkapi informasi tentang pengaruhpositif bioplus telah dilakukan beberapa tahapanpengamatan antara lain pengamatan 6 cairan rumen yangberasal dari sapi PO Sumba, sapi Bali, kerbau Sulawesi,kerbau NTT, sapi Bali><kerbau Sulawesi, dan sapiPO><kerbau NTT, seleksi isolat dan pengaruh isolatterhadap sapi potong PO.

Tahap 1. Pengukuran laju pertumbuhan mikrobaterhadap ke 6 cairan rumen dilakukan 3 ulangan, sampeldiinkubasi selama 0, 24, dan 48 jam. Pelaksanaanpengukuran dilakukan beberapa tahap antara lainpenyaringan, fermentasi, sentrifugasi, destruksi,pengenceran dan deteksi isotop.

Penyaringan dilakukan agar cairan rumen tidaksulit dalam proses pemipetan, menghindari material pakanyang masuk dalam tabung sentrifius dan memperolehmikrobayang diperlukan. Proses ini harus dilakukan secepatmungkin, bila terlalu lama akan berpengaruh terhadapkehidupan mikroba. Untuk menghindari tersebut, tabungsentriflis ditempatkan dalam inkubator dengan temperatur39° C dan diberi gas CO2 selama 1 menit.

Fermentasi dilakukan selama 2 jam, dalam prosesini setiap sampel disediakan 3 tabung sentrifiis yang diberi10 mg tepung jerami. Tabung pertama diisi cairan rumen

saja, tabung ke 2 diisi cairan rumen + isotop 32P dan tabungke 3 diisi H2SO4 10 N sebanyak 0,625 ml + 25 ml cairanrumen + isotop "P. Setelah pemberian gas CO2, dilakukanpengocokan sampel dengan menekan tombol padainkubator. Aktivitas isotop yang diberikan sekitar 1.000.000ni/cpm, sehingga tidak membahayakan bagi peneliti danlingkungan.

Sentrifiigasi dilakukan pada 3000 rpm selama 10menit, kemudian dicuci sampai 3 kali dengan aquadessehingga diperoleh endapan dan supernatan. Supernatanyang dihasilkan disentrifiis kembali pada kecepatan 12000rpm selama 10 menit sampai 3 kali dan dicuci aquades,sehingga diperoleh endapan dan filtrat. Endapan didestruksi,dengan cara endapan diencerkan dengan aquades kemudiandituangkan ke labu Kjeldhal dan ditambah 5 ml HC1O4,ketnudian didestruksi sampai jernih dalam ruang asam danditunggu sampai dingin.

Sampel endapan dan filtrat ketnudian diencerkandalam labu ukur 25 ml dan 100 ml kemudian diambil 2atau 5 ml dimasukan ke dalam vial dan ditambah 8 atau 5ml aquades, sehingga siap untuk dideteksi aktivitasradioisotopnya, dengan alat pencacah sintilasi cair. Metodeuntuk pengukuran laju pertumbuhan mikroba sesuai denganmetode Demeyer (1976) yang telah dimodifikasi oleh (7).Untuk pengukuran ini, selain deteksi isotop phospor, jugadilaksanakan dengan pengukuran phosphor yang ada diintraseluler dan ekstraseluler dengan metodespektrofotometer. Selain penentuan laju pertumbuhan selmikroba juga dilakukan penghitungan jumlah protozoadengan metode Ogimoto dan Imai (8).

Tahan 2. Isolat protozoa, dan fungi diambil daricairan rumen kerbau NTT. Enam (6) perlakuan antara laincairan rumen segar PO (A), isolat protozoa (B), isblatcampuran A dan B (C), isolat A dan B + isolat bakteri (D),kombinasi A + B + isolat fiingi (E), dan F adalali kombinasiA + B + isolat bakteri + isolat fungi. Parameter yang diambiladalah jumlah protozoa dan laju pertumbuhan mikroba.Metode yang digunakan seperti pada tahap 1.

Tahap 3. Percobaan dilakukan di kandang BalitnakBogor dengan menggunakan 16 ekor sapi PO muda denganbobot badan sekitar 100-145 kg. Percobaan dibagi dalam 4kelompok perlakuan. Perlakuan A = kontrol (rumput + 0,5kg KPS), B = Campuran 3 isolat masing-masing 100 mlbakteri, protozoa dan fungi, C = 0,5 kg bioplus/ekor/hari,dan D = B + C. Parameter fermentasi ruinen yang diamatiialah pH, konsentrasi amonia, dan laju pertumbuhan selmikroba.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil sel percobaan tahap 1 menunjukkan bahwalaju pertumbuhan bakteri dan protozoa cairan rumen sapiPO, Bali, kerba Sulawesi, kerbau NTT dan kombinasi sapiBali dengan kerbau Sulawesi lebih rendah bila dibandingkankombinasi cairan rumen antara S-PO dengan kerbau NTT.Namun pada campuran yang sama laju pertumbuhan selbakteri lebih tinggi dari pada protozoa.

Pertumbuhan bakteri yang banyak akan lebihmenguntungkan induk semang (9, 10). Beberapa peneliti

204

Page 195: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penetitian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

telah mencoba untuk menghilangkan protozoa dalam ramen,karena selain protozoa mengkonsumsi bakteri juga lebihlama tinggal dalam rumen (11), hal ini cenderungmerugikan pertumbuhan induk semang. Salah satu spesiesprotozoa dengan nama Eudiplodinium maggii mampumencerna selulosa mikrokristal (12).

Hasil rerata yang diperoleh menunjukkan bahwajumlah protozoa dalam cairan rumen imtuk inkiibasi 24 jampada S-PO dan K-NTT berturut-turut 1,7 dan 3,5 x lOVinl,sedangkan inkubasi 48 jam menunjukkan 3,6 dan 3,2 x 107ml, namun setelah dikombinasi antara sapi PO dengan K-NTT, hasil rerata jumlah protozoa 4 x lOVml, sedangkaninkubasi 48 jain 2,8 x lOVml. Hasil tersebut cenderung lebihrendah dari jumlah protozoa cairan rumen hewan lainnya(Gambar 1). Hasil yang rendah tersebut cenderungmendukung laju pertumbuhan sel bakteri tinggi, danrendahnya laju pertumbuhan sel protozoa.

Hasil percobaan tahap 2 dari 6 perlakuan isolatpada laju pertumbuhan sel bakteri, sel protozoa dan jumlahprotozoa disajikan pada Gambar 2, 3 dan 4.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada isolat yangdiinkubasi 24 jam, laju pertumbuhan sel bakteri cenderungseperti distribusi normal, dan isolat yang dikombinasidengan isolat cairan rumen S-PO, isolat protozoa dan isolatbakteri K-NTT ialah yang Iebih tinggi dari pada campuranisolat lainnya. Nilai yang diperoleh ialah 21,58 mg/jam/100 ml (Gambar 1). Saat inkubasi 48 jam menunjukkanlaju pertumbuhan sel bakteri yang paling tinggi padacampuran isolat S-PO + isolat bakteri + isolat fungi + isolatprotozoa yaitu 22,64 mg/jam/100 ml (Gambar 2). Hal inicenderung menunjukkan perbedaan hasil yang sangatmenyolok, karena pada campuran ke 4 isolat pada inkubasi24 jam diperoleh hasil yang sangat rendah yaitu 8,57 mg/jam/100 ml.

Gambar 3 disajikan hasil laju pertumbuhan selprotozoa berbeda dengan laju pertuinbuhan sel bakteri,khususnya pada inkubasi 48 jam sangat rendah yaitu 2,53mg/jain/100 ml, sedangkan pada inkubasi 24 jam hasil lebihtinggi yaitu 19,68 mg/jam/100 ml.

Atas dasar campuran ke 4 isolat cairan rumentersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan sel bakteripaling tinggi pada inkubasi 48 jain, sedangkan pada inkubasi24 jam terlihat pada campuran ke 3 isolat, yaitu isolat S-PO+ isolat protozoa dan isolat bakteri. Pembuatan isolat yangterbaik adalah iiikubasi pada 48 jam, karena pada saattersebut adanya faktor sinergistik untuk pembentukanprotein mikroba.

Hasil laju pertumbuhan sel protozoa pada inkubasi48 jam yang sangat rendah mendapatkan dukungan penelitisebelumnya bahwa protozoa cenderung tidak berperanpenting untuk induk semang (10,11, dan 13). Di lain pihakpeneliti lain berpendapat bahwa protozoa jenis tertentuinampu mencerna serat kasar (12). Hal ini didukung oleh(14) yang menyatakan baliwa Polyplastron multivesiculatumdan Eudiplodinium maggi dapat mencerna serat kasarselulose dari lucerne dalam cairan rumen. Coleinan (15)juga melaporkan bahwa 70 % aktivitas celulotik berasal dariEudiplodinium bukan murni dari bakteri.

Pada Gambar 4 disajikan jumlah protozoa padainkubasi 24 jani diperoleh hasil tertinggi, yaitu 2,2 x 10V

ml pada campuran isolat S-PO + isolat protozoa + isolatbakteri, sedangkanpada inkubasi 48 jam yang tertinggi padacampuran S-PO + isolat bakteri + isolat protozoa + isolatfungi yaitu 1,7 x lOVml. Menurut beberapa penelitimelaporkan bahwa tinggi rendahnya jumlah protozoa yangberasal dari cairan rumen yang disaring bergantung daripola peinberian pakan pada ternak (16 dan 17). Orpin (18)melakukan penelitian secara in vitro melaporkan bahwajumlah protozoa dapat dipengaruhi oleh unsur kimia dananatomi pakan yang digunakan. Coleman (15) melaporkanbahwa bila jumlah protozoa tinggi dalam rumen, populasibakteri akan rendah (19), demikian pula dilaporkan bahwadengan menghilangkan protozoa dalam rumen, populasifiingi akan meningkat secara nyata (20).

Hasil pada percobaan tahap 3, yaitu pH,konsenstrasi amonia, dan laju pertumbuhan sel bakteri danprotozoa disajikan pada Tabel 2. Hasil yang diperolehmenunjukkan bahwa pH dari ke 4 perlakuan dalam kondisinormal tidak menunjukkan nyata dengan kisaran 6,93-6,96.

Konsentrasi amonia terendah pada perlakuan A(kontrol) yaitu 32,19/100 ml dan tertinggi pada perlakuanD, yaitu 40,80 mg/100 ml. Secara statistik menunjukkanperbedaan yang nyata, namun antara perlakuan A, B dan Ctidak berbeda nyata, demikian juga pada perlakuan B, Cdan D. Hasil konsentrasi amonia tersebut cenderung tidakmenimbulkan keracunan pada sapi tersebut. Ternakruminansia akan mengalami keracunan bila dalam rumenmengandung 1700-2200 mg/1 (9).

Satter dan Slyter (21) melaporkan bahwakebutuhan minimal ainonia untuk pertumbuhan proteinmikroba 50 mg N-NH/1 dalam rumen. Pengamatan dayacerna pakan konsentrat dengan teknik kantong nilon dapatmeningkat, karena konsentrasi amonia dalam rumen 230mg N-NHj/I (22).

Laju pertumbuhan sel bakteri pada perlakuan Dmenunjukkan perbedaan yaiig sangat nyata dan memperolehhasil tertinggi yaitu 21,44 mg/jam/100 ml bila dibandingdengan perlakuan A, B, dan C, yaitu 7,99; 13,13; dan 13,38ing/jam/100 ml (Tabel 2). Perlakuan D masih ditambahdengan bioplus berarti mungkin hasil tidak mutlakdipengaruhi oleh campuran ke tiga isolat tersebut.

Laju pertumbuhan sel protozoa pada percobaan invivo terlihat hasil yang rendah yang diperoleh dari ke 3campuran isolat yaitu 5,69 mg/jam/100 ml, namun lajupertumbuhan sel bakteri lebih tinggi, yaitu 13,13 mg/jain/100 ml. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (10) yangmelaporkan bahwa semakin rendah jumlah protozoa,aktivitas bakteri meningkat. Demikian pula hasil lajupertumbuhan sel protozoa untuk perlakuan pakan C dan D.

KESIMPULAN

Tahapan penelitian ini mampu membuktikanbahwa bioplus sebagai pakan tambahan hasil transfer rumen,dalam bentuk keritig dan kondisi aerobik ternyata mampumeningkatkan produksi ternak sapi, hal ini terlihat dari liasilseleksi donor ternak terjadi efek synergestik mikroba padaisi rumen sapi PO yang ditransfer ke isi ruinen kerbau NTT,laju pertumbuhan sel bakteri labih tinggi saat diinkubasipada48jam.

205

Page 196: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

Hasil tersebut dilanjutkan dengan seleksi isolatdengan berbagai campuran isolat, ternyata isolat yangberasal dari cairan rumen PO dengan isolat bakteri, fungidan protozoa dari kerbau NTT dapat meningkatkan lajupertumbuhan sel bakteri yang diikuti rendahnya lajupertuinbuhan sel protozoa, sehingga diperoleh isolatbekteri,fungi dan protozoa yang terpilih.

Hasil penelitian terhadap sapi potong PO terlihatbahwa campuran ke tiga isolat tersebut ditambah denganbioplus dapat meningkatkan laju pertumbuhan sel bakterikurang lebih 168% bila dibanding dengan kontrol, namunhal ini belum sepenuhnya dipengaruhi oleh isolat tersebut,karena perlakuan D masih ditambah dengan bioplus.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih ditujukan pada pimpinanDewan Riset Nasional, dan Pusat Aplikasi Isotop danRadiasi, BATAN yang telah memberi dana, dankesempatanmelaksanakan penelitian ini. Ucapan terimakasih kamitujukan pula pada Saudara Ir. Achmad Syamsi, Hj. TitinMaryati dan Nuniek Lelananingtyas yang telah membantudalam analisis data percobaan sehingga penelitian dapatselesai pada waktu yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. STEWART, C.S., AND BRYANT, M.P., The rumenbacteria. In The Rumen Microbial Ecosystem. Eds.P.N. Hobson. Elsevier Applied Science London andNewYork (1988) 21-77.

2. JONES, R.J., Does ruminal metabolism of memosineexplain the absence of Leucaena Toxicity in Hawai.Austral. Vet. J. 57 (1981) 55-56.

3. WINUGROHO, M, SABRANI, M, PUNARBOWO,P., WIDIAWATI, Y., AND THALIB, A., Nongenetic indentification in selecting specificmicroorganism rumen fluid (Balitnak Method).Ilmu dan Peternakan 6 (2) (1993) 5-9.

4. SANTOSO, SABRANI, ML, DAN WINUGROHO, M.,Penggemukan sapi potong di Lampung. Laporaninternal APBN 1994/1995, Balai Penelitian Ternak,Botor(1994).

5. WINUGROHO, M., SABRANI, M., SANTOSO,PANJAITAN, M., DAN ERWAN. Strategimanejemen pakan untuk Indonesia Bagian Timur:Implementasi strategi pakan musim kemarau.Laporan Internal Proyek ARMP 1994/1995, BalaiPenelitian Ternak, Bogor (1994a).

6. WINUGROHO, M , WIBISONO, Y., SABRANI, M ,Teknologi pemeliharaan sapi PO : Perbaikanmanejemen pakan untuk meningkatkan statusreproduksi sapi PO. Laporan Internal Proyek

ARMP 1994/1995, Balai Penelitian Ternak, Bogor(1994b).

7. HENDRATNO, C , Penggunaan 32P dan 35S sebagaipenanda pada pengukuran pembentukan masamikroba rumen kerbau. Risalah Pertemuan Iliniah,Aplikasi Teknik Nuklir di Bidang Pertanian danPeternakan (1985) 479-491).

8. OGIMOTO, K., AND SOICHIIMAI. Atlas of RumenMicrobiology. Japan Scientifi Societies Press, Tokyo(1981).

9. PRESTON, T.R., AND LENG, R.A., MatchingRuminant Production Systems with AvailableResources in the Tropics and sub-Tropics.Penambul Books, Armidale, New South Wales(1987).

10. LENG, R. A., Application of Bioteclinology to Nutritionof Animals in Developing Countries. FAO Anim.Prod. and Health 90 (1991) 59-77.

11. NOLAN, J.V., LENG, R.A., AND DEMEYER, D.I.The Roles of Protozoa and Fungi in RumenDigestion. Penambul Books, Annidale, Australia(1989).

12. ANONIMOUS. Rumen Microbiology. SateliteSymposium IV1 International Symposium on TheNutrition of Herbivores. France(1995) 16.

13. JOUANY, J.P. Rumen Microbial Metabolism andRuminant digestion. Intitute National DelaRecheche Agronomic, INRA (1991).

14. BOHATIER, J., SENAUD, J., AND BENYAHYA. Insitu degradation of sellulose fibres by theentodiniomorp rumen ciliate Polypastronmultivesiculatum. Protoplasma 154(1990) 122-131.

15. COLEMAN, G.S. The metabolism ofcellulose, glucoseand strach by the rumen ciliate protozoaEudiplodinium maggi. J. Gen. Microbiol. 107(1978) 359-366.

16. BAUCHOP, T. The ruinen ciliate Epidinium in primarydegradation of plant tissues. Appl. Environ.Bicrobiol. 37(1979) 1217-1223.

17. AKIN, D.E., AND AMOS, H.E. Mode of attack onorchardgrass leaf bladesby rumen protozoa. Appl.Environ. Microbiol. 37 (1979) 332-338.

18. ORPIN, C. G. Association of ramen ciliate populationswith plant particles in vitro. J. Gen. Microbiol. KLL(1985) 181-189.

19. COLEMAN, G. S. Protozoal-bacterial interaction in therumen. In The Roles of Protozoa and Fungi in

206

Page 197: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Pemlitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998

20.

Ruinen Digestion. Eds. J.V. Nolan, R.A. Leng, andD.I. Demeyer. Penambul Books, Armidale,Australia(1989) 13-26.

ORPIN, C.G. Studies on the defaunation of the ovinetlie rumen using dioctyl sodium sulphosuccinate.Journal of Applied Bacterial 43 (1977b) 309-318.

21. SATTER, L.G., AND SLYTER, L.L., Effect ofaminoniaconcentration on rumen microbial proteinproduction in vitro. British J. Nut. 32 (1974) 199-209.

20. MEHREZ, A.Z., AND ORSHOV, E.R. Rates of rumenfermentation in relation to ammonia concentration.Proceedings of the Nutrition Society 35 (1976) 45.

Tabel 1. Laju pertumbuhan sel bakteri dan protozoa cairan rumen beberapajenis hewan

Jesia hewan

S-POS-BaliK-SulK-NTTS-PO >< K-NTTS-Bali >< K-Sul

Laju pertumbuhan

Bakteri

Inkubasi (jam)

0

29,7729,8036,8039,9338,0232,14

24

15,5619,65

. 20,8310,4816,889,26

48

10,707,0514,969,27

30,9933,82

sel (mg/jam/100 ml)

Protozoa

Inkubasi (jam)

0

20,3716,2016,7516,1927,0920,59

24

11,2615,7830,1232,2329,8216,25

48

17,7018,2025,1118,7324,9221,25

Tabel 2. Pengaruli isolat bakteri, gungi dan protozoa yang terpilihterhadap hasil fermentasi rumen

Perlakuan

ABCD

pH

6,94=6,96=6,93=6,93=

NH3

(ing/100 ml)

32,19a

35,02ab

38,5 lab

40,80a

Laju pertumbuhan sel(mg/jam/100 ml)

Bakteri

7,99a

13,13"13,63"21,44C

Protozoa

14,79"5,69a

14,75"12,70b

Catatan :A = kontrol (ruinput + 0,5 kg KPS), B = Campuran 3 isolat bakteri,protozoa dan fungi dengan volume masing-masing 100 ml/ekor,C = 0,5 kg bioplus/ekor/hari dan D = B + C.

207

Page 198: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1998-

(...x 10 /ml)

8

PO Bali K.Sul K.NTT Bali><K.SuPO><K.NTT

Garabar 1. Jumlali protozoa dalam cairan temak ruminansia.

208

Page 199: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penehtian dan Pengembangan Aplikasi Jsotop dan Radiasi, 1998

(mg/jam/100 ml)

30

25 -

10

A : PO B : Protoro» C : PO • ProtozoaD : PO«Protozo«-»B«kt«riE : PO*Protoio«*FunQi

F i PO • PR • B • F

A B CGambar 2. Laju pertumbuhan bakteri isolat.

YZ7

209

Page 200: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian datt Pengembangcm Aplikasi Isotop dan Radiasi, i 998 _

(mg/jam/100 ml)

50 A : PO B : Protozoa C : PO • Protozoa

D : PO * Protoioa * Bdkteri

E •. PO • Protozo» •» Fungi

F : PO • PR •» B * F

Inkubati

A B CGambar 3. Laju pertumbuhan protozoa isolat.

210

Page 201: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

(..x 10/ ml)

2-t A : PO B : Protozoa C : PO • Protozoa

D : PO • Protozoa * Bakterl

E : PO • Protozoa « Fungi

F « PO * PR • B • F

Inkubasi

• i 24 jam1 3 48 jam

A B C D

Gambar 4. Jumlah protozoa dalam cairan rumen dan isolat.

211

Page 202: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan ['engembangan Aplikasi lsotop Jan Radiasi, 199S _

DISKUSl

MARIA LINA

Laju pertumbuhan bakteri ditentukan denganmenggunakan 32P, apakah alasannya ? Dapatkah digunakanradioisotop lain misalnya MC sehubungan denganmetabolisme bakteri ?

SUHARYONO

1. Didalam protein mikroba selain mengandung C,H,O,juga mengandung unsur N, P dan S, jadi dalampenggunaan 32P,a. Disesuaikan dengan unsur yang adab. Halflife berumur pendek (± 14).c. Lebih mudah didapat.d. Lebih mudah analisisnya.

2. 14C, dalam penelitian laju pertumbuhan inikroba yangsering digunakan adalah 32P, "S, I5N dan I4C glukose

umumya untuk menentukan ratio bakteri dan protozoa.14C halflife-nya. berumur panjang.

SUHARNI SADI

Untuk perlakuan D laju pertumbuhan sel bakteriberbeda nyata dibanding perlakuan lainnya ?

SUHARYONO

Dari hasil penelitian inemang beda nyata, hal inimungkin disebabkan karena penambahan ke-3 isolat danbioplus. Perlu diketahui, dalam 3 isolat tersebutmenunjukkan mikroba yang terpilih seperti halnya padaseleksi trasfer rumen, sedangkan bioplus merupakan produktransfer isi rumen yang sudah dikeringkan, tentu sajaperlakuan ini cenderung lebih baik kualitasnya.

212

Page 203: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

STUDI TENTANG PENGGUNAAN SERUM DOMBA PASCAVAKSINASILARVA TIGA (L3) CACING Haemonchus contortus IRADIASI

PADA KELINCI

Sukardji Partodihardjo*, Helmi Suryadi**,Endang Purwati**, Gatot Adiwinata***, dan Irtisam**** ""'"™jo0000173

* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN** Fakultas Peternakan, Unand. Padang*** Balai Penelitian Veteriner, Bogor

**** Pusat Veterinaria Farma, Surabaya

ABSTRAK

STUDI TETANG PENGGUNAAN SERUM DOMBA PASCA VAKSINASI LARVA TIGA (L3)CACING Haemonchus contortus IRADIASI PADA KELINCI. Suatu percobaan telah dilakukan untuk mengetahuipengaruh pemberian serum domba pasca vaksinasi cacing lambung radiasi pada kelinci ditantang dengan larvaH.contortus infektif. Sejumlah 48 ekor kelinci lokal dibagi menjadi 3 kelompok K, VI dan V2, masing-masing terdiridari 4 ekor, dengan menggunakan 4 ulangan. K = kelompok yang hanya diinokulasi 10.000 L3 H.contortus infektif.VI = Kelompok yang diinokulasi serum domba 2 kali dengan selang waktu 21 hari, dosis inokulasi 0,3 ml serum/ekordan ditantang 10.000 L3 H.contortus infektif. V2 = kelompok yang diinokulasi serum domba 3 kali selang waktu 21hari, dosis inokulasi 0,3 ml seruin/ekor dan ditantang 10.000 L3 H.contorlus infektif. Model Rancangan yang digunakanadalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan menggunakan cara DUNCAN untuk uji antar perlakuan. Peubahyang diamati meliputi total fraksi protein, kandungan larva L4 dalam lambung, pertambahaan bobot badan kumulattf,dan persentase kematian kelinci. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada peubah rataan total fraksi protein pada K= 2,0086 ± 0,2353 mg/dl, VI = 3,2781 ± 0,9227 mg/dl dan V2 = 5,5035 ± 1,6794 mg/dl. Peubah rataan L4 mati padaK = 10, Vl=8, dan V2 = 4, sedangkan L4 hidup pada K = 3, VH dan V2 =0. Peubah rataan komulatif nilai PCV padaK = 19,91 ± 1,24 %, VI = 27,31 ± 1,22 %, dan V2 = 35,71 ± 0,56 %. Peubah rataan pertambahaan bobot badanperminggu pada K = 24,46 ± 0,74 g, VI = 26,04 ± 2,23 g, dan V2 = 28,93 ± 1,67 g. Peubah rataan prosentase tingkatkematian pada K = 37,5 ± 14,46 %, VI = 18,75 ± 23,90 % dan V2 = 0 ± 0 %. Dari hasil percobaan tersebut dapatdisimpulkan bahwa inokulasi serum pada kelinci mempunyai kelebihan yaitu menurunkan tingkat anaemia,meningkatkan pertambahaan bobot badan, menurunkan persentase kematian, meningkatkan kematian L4 yang hidupdalam lambung, dan dapat meningkatkan kandungan tanggap kebal yaitu total fraksi protein pada hewan kelinci.

ABSTRACT

STUDY ON THE USE OF SHEEP SERUM POST VACCINATION OF THREE PHASE LARVA(L3) HAEMONCHUS CONTORTUS WORM IRRADIATED INOCULATED TO RABBIT. Study has been doneon rabbit to find out the effect of giving sheep serum post vaccination with irradiated gastric worm challenged withinfective H.contortus larva. Forty eight local rabbit divided into 3 groups: K, VI dan V2, each group consists of 4rabbits, by using 4 times repetition. K = group which only inoculated 10.000 L3 H.contortus infective. VI = groupwhich twice serum inoculated with 21 days interval, inoculation dose were 0,3 ml serum each, and challenged with10.000 L3 H.contortus infective. V2 = group which 3 times serum inoculation with 21 days interval, inoculation dose0,3 ml serum each and challenged with 10.000 L3 H.contortus infective. Design model used with Completely RandomDesign (RAL), Duncan was used as inter treatment test. Parameter observed are total protein fraction, larva L4content in gaster, cumulative weight gain, and death percentage rabbits. Result of study showed that on averageparameter total protein fraction on K = 2,0086 ± 0,2353 mg/dl, VI = 3,2781 ±0,9227 mg/dl dan V2 = 5,5035 ± 1,6794mg/dl. Average parameter L4 death showed on K = 10, VI = 8, dan V2 = 4, while L4 alive on K = 3, VI = 1 dan V2=0. Commutative Average parameter PCV value on K = 19,91 ± 1,24 %, VI = 27,31 ± 1,22 %, and V2 = 35,71 ± 0,56%. Average parameter weight gain per week on K = 24,46 ± 0,74 g, VI = 26,04 ± 2,23 g, and V2 = 28,93 ± 1,67 g.Percentage average parameter death rate on K = 37,5 ± 14,46 %, VI = 18,75 ± 23,90 % and V2 = 0 ± 0 %. Theconclusion of the study result was serum inoculation on rabbits have positive result on reducing anaemia rate, elevatingweight gain, reduce death percentage, reduced L4 alive content in gaster, and able to elevate immunity respondcontent that is total protein fraction on rabbits.

PENDAHULUAN yang ditimbulkan adalah kekurusan dan oedema di jaringansub kutis (SEDDON dan ALBISTON, 1). Bentuk gangguan

Cacinginidianggapsangatmerugikankarenapada yang khas akibat infeksi cacing Haemonchus contortuskeadaan iiifeksi akut dapat menyebabkan kehilangan darah adalah anaemia, dengan ditandai kadar haemoglobinyangbanyak, yaitu mencapai 0,049 ml/hari/ekordangejala menurun, nilai leukosit berkurang (ARIFIN, 2).

213

Page 204: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi lsotop dan Radiasi, 1998-

RONOHARDJO (3) inenyatakan bahwa anaemia padadomba dan kambing yang menderita haemonchosis terdapatdalam tiga tahap. Taliap pertama yang ditandai denganpenuruiian drastis dari nilai hematokrit dan zat besi dalamserum darah, tahap kedua terjadi pada periode postpatenyaitu periode penurunan eritrosit dari sel darali. Tahap ketigaterjadi penurunan lebih lanjut dari nilai hetnatokrit danrendahnyacadangan zatbesi dalamserum. MenurutSOOD(4) kehadiran cacing Iambung ini dalam abomasum akanmenganggu penceraaan dan abosorbsi protein, kalsiutn danpospor ; meningkatkan keasainan lambung dan plasmapepsinogen serta abomasitis. Kedaan tersebutmengakibatkan hewan menderita hipoproteinemia dankatabolisme protein yang cepat. Bila digunakan hewanpercobaan yang lebih miirah dan dapat menghasilkan responhasil penelitian juga cukup baik maka perlu digunakanhewan pengganti domba yaitu kelinci atau marnnit.CHARLESTON (5) menyatakan bahwa gangguan yangterjadi pada lambung kelinci yang terinfeksi Haemonchuscontortus adalah mirip dengan infeksi yang terjadi padaabomasum domba dan kambing,sehingga hewan kelinci inioleh WAGLAND dkk (6) dan HUTCHINSON danSLOCOMBE (7) merupakan hewan laboratorium yangdapat digunakan untuk penelitian infeksi buatan cacingH.contortus. Terjadinya perubahaan yang tinggi pada leveliosinophil apabila kelinci teriiifeksi Haemonchus contortusdalam juinlah yang banyak. Hal ini diperkuat olehCHRISTEE (8) bahwa peningkatan yang tinggi sekali terjadipada kandungan asam lambungjikakelinci terinfeksi cacingini dalam jumlah yang sangat banyak. Upayapenanggulangan penyakit ini biasanya denganmenggunakan obat cacing dan perbaikan tatalaksanabeternak. Pengalaman di luar negeri menunjukkanpemakaian obat terus menerus meniinbulkan masalahresistensi obat, sehingga timbul galur cacing yang tahanobat cacing tertentu. Salah satu usaha untuk pencegahaanpenyakit ini dapat dilakukan dengan cara imunisasi ataulebih dikenal dengan vaksinasi yang dapat merangsangthnbulnya respon kekebalan terhadap haetnonchosis.

Respon kekebalan yang dapat dilakukan yaitudengan pemindahaan antibodi dari hewan resisten atauhewan pasca vaksinasi kepada hewan yang rentan sehinggadiperoleh kekebalan yang bersifat temporer (TONAMEX,9). CULBERTSON (10) Menyatakan bahwa bila suatuindividu diberikan suatu vaksinasi dan kemudian ditantang,temyata juinlah parsit yang timbul kembali jumlahnya jauhkerkurang, maka individu tersebut telah mempunyaitendensi kekebalan. Usaha lain untuk penanggulangandengan vaksin iradiasi merupakan pilihan yang baik, tetapipilihan lain yangdianggap inemungkinkan adalah menjajagikemungkinan dapat ditemukannya kandidat antigen yangpotensial melalui penelitian ini.

Respon kekebalan didalam tubuh hewan percobaan.Setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh hewan harusditangkap dan dikenali sebagai benda asing. Informasi iniakan diberitahukan kepada sistim pembentukan antibodiatau kepada sitim kekebalan dengan perantara sel (CellMedieted lmmune = CMI). Sistim tersebut pada saatnyaharus berespon dengan menghasilkan antibodi tersebut,sistim kekebalan harus juga menyimpan memori dari

kejadian tersebut sehingga pada kejadian berikutnya denganantigen yang sama, respon kekebalan akan lebih efisien(TONAMEX, 9). Antibodi adalah imunoglobulin yangterbentuk pada tanggap terhadap pengenalan bahan/substansi asing yang tnasuk ke dalatn tubuh dan dikenaloleh tubuh sebagai antigen yang menyebabkan pembentukanantibodi itu sendiri. Imunoglobulin ini secara fisikokimiadapat dikelompokkan berdasar kelarutannya dalam larutangaram kuat, muatan elektrostatik, berat molekul, dan stukturantigenitasnya. Antibodi terdapat dalam berbagai cairantubuh, sedangkan dalam konsentrasi tinggi, jumlah yangbanyak dan mudah diperoleh untuk dinalisa yaitu terdapatdalain serum darah (TIZARD, 11). Kekebalan dapatberupakekebalan pasif dan kekebalan aktif dimana dapat diperolehsecara alamiah atau buatan. Kekebalan pasif diperolehdengan meinindahkan antibodi dari hewan resisten kepadahewan yang rentan sehingga diperoleh kekebalan yangbersifat temporer. Kekebalan aktif diperoleh denganmemberikan antigen kepada hewan yang rentan yaitudengan cara pemberian vaksinasi (TONAMEX, 9). Hewanakan bereaksi dengan meningkatan respon kekebalan,sehinggakekebalan yang terjadi tidak segera hilang. Tujuandari penelitian ini adalah untuk melihat manfaat pemberiansera domba pasca vaksinasi larva tiga Haemonchus contortttsiradiasi dalam menghambat pertumbuhan cacing lambungpada hewan kelinci. Respon penyembuhan diteliti berdasartotal fraksi protein, gambaraii larva 4 dalatn lambung pascaseksi, pertambahaan bobot badan, persentase kematian dantingkat anaemia. Untuk proses pembuatan vaksin denganiradiasi secara komersial, aman tanpa syarat, para pakarFAO, WHO dan Division of Atomic Energy in Food andAgriculture, pada IAEA, telah merekomendasikannya padatgl 11 Mei 1968 (IAEA, 12 ).

BAHAN DAN METODE

Larva infektif H. contortus dan Iradiasi. Cacingdewasa H. contortus diambil dari abomasum domba-dombayang dipotong di abatoar. Cacing ini dibiarkan untukbertelur dalam cawan petri selama satu malatn. Cacingdewasa yang masih mengandung telur kemudian digerus,agar telur-telurnya keluar. Telur-telur tersebut kemudiandipupuk dalatn media vermikulite. Satu minggu kemudian,larva yang tuinbuh dipanen dan disimpan dalam cairanfisiologis pada suhu 4 C. Sebelum digunakan, larva inidihitung jumlahnya berdasarkan konsentrasi tiap tnl larutan.Karena percobaan akan dilakukan pada kelinci perlu terlebihdahulu larva tersebut dilepas selubungnya atau disebut"exheated larva". Untuk itu perlu digunakan tnetoderaodifikasi dari SLOCOMBE dan WHITLOKE (12) dimanapada cairan larva dialirkan 40 % CO2, dan 60 % N2. Denganmetode ini didapatkan sekitar 90 % L3 yang terkelupasselubungnya.

Larvayang telah terkelupas selubungnya kemudiandibawa dari Balitvet Bogor ke PAIR-B AT AN Jakarta untukdiiradiasi dengan sumber iradiasi sinar Gamma kobalt-60dari Iradiator Irpasena, dengan dosis iradiasi 500 Gy. Larvayang sudah diiradiasi dianggap sebagai kandidat vaksindengan dosis inokulasi 50.000 L3/ekor domba.Domba yang

214

Page 205: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelitian dan Pengenibangan Aplikasi lsotop dart Radiasi, 1998

telah divaksinasi lalu diambil serum darahnya dengan carasebagai berikut. Darah diambil melalui vena jugolaris daridomba pasca vaksinasi L3 iradiasi 2 minggu pasca vaksinasidengan volume± 10 ml. Setelah darah diambil dalam tabungreaksi, kemudian ditaruh dalam posisi miring untukmendapatkan serum yang dikehendaki, kemudian serumtersebut disimpan dalam refrigerator. Penggunaan serunidomba untuk inokulasi pertama dilakukan 2 - 3 hari pascapengambilan darah, inokulasi ke-2 dan ke-3 dilakukandengan interval 21 hari.

Model rancangan. Percobaan ini menggunakanRancangan Acak Lengkap dengan 3 (K,V1 dan V2)perlakuan masing-masing 4 ulangan.K = Kelompok kelinci yang hanya mendapat tantangan

10.000 L3 H.contortus infektif.VI = Kelompok kelinci yang diinokulasi 2 kali dengan

selang waktu 21 hari, dosis inokulasi 0,3 ml serum/ekor dan ditantang 10.000 L3 H.contortus infektif.

V2 = Kelompok kelinci yang diinokulasi 3 kali denganselang waktu 21 hari, dosis inokulasi 0,3 ml seram/ekor dan ditantang 10.000 L3 H.contortus infektif.Uji antar perlakuan digunakan DUNCAN.

Hewan yang digunakan adalah kelinci lokalsebanyak 48 ekor yang ditempatkan pada kandang kawat.Hewan diamati kesehatannya, stabilitas bobot badan, dankelincahaannya selama 2 minggu sebelum percobaandimulai. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ekor kelinci yangdalam pemeliharaannya diperhatikan kebersihan kandang,pemberian air tninum, vitainin B dan pakan. Pakan yangdiberikan, yaitu daun kembang kol yang dapat memberikanpalatabilitas cukup tinggi. Sebelum percobaan kelinci perludibersihkan dari kontaminasi cacing dengan caramemberikan pengobatan dengan Thiabendazole dandiadaptasikan selama 15 hari, dengan demikian hewanpercobaan telah bebas dari infeksi cacing.

Peubah yang diamati meliputi; Total fraksi proteindengan menggunakan metode Mikroplate modifikasi ataumetode LOWERY (13). Peubah yang lain yaitu kandunganL4 didalam abomasum, persentase PCV, bobot badan danpersentase ketnatian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama masa percobaan di mana kelinci mulaidiinokulasi senim dari domba pasca vaksinasi ternyata hasilrataan kumulatif dari total fraksi protein yang tertinggi adapada perlakuan V2 = 5,5035 ± 1,6794 mg/dl, sedangkanpada perlakuan kontrol K= 2,0086 ± 0,2353 mg/dl. (Tabel1). Terlihat bahwa vaksinasi serum domba pasca vaksinasiL3 H. contortus iradiasi dapat mempengaruhi total fraksiprotein, setelah dianalisa sidik ragam, menunjukkan bahwainokulasi sera domba pasca vaksinasi tersebut berpengaruhnyata (P<0,05) terhadap peningkatan total fraksi protein.Berdasar pendapat NIELSEN dan ANDERSEN (DalamSCHALM, 14) menurunnya total fraksi proteinberhubungandengan tingkat penyerangan parasit cacing dan kerusakanyang terjadi pada saluran usus dan lambung, makin tinggitingkat penyerangannya, tingkat kenisakan meningkat dan

makin banyak kehilangan protein yang terjadi di dalamsaluran pencernaan. SCHALM juga menambahkan bahwahaemonchosis dapat menyebabkan terjadinyahypoproteinemia, yang dengan tingkat penyerangan beratakan berakibat buruk terhadap protein. Hal ini jugadisebabkan oleh banyaknya darah yang diisap cacing,sehingga jumlah protein yang diserap hewan menjadiberkurang. Tingginya total fraksi protein pada V2menunjukkan bahwa pemberian serum domba pascavaksinasi dapat menambah penyembuhan tubuh kelinciterhadap serangan cacmgH.contortus.

Peubah rataan L4 yang masih ada pada lambungmemperlihatkan bahwa pada perlakuan K yang mati 10,hidup 3, VI yang mati 8, hidup 1, dan V2 yang mati 4,hidup 0 (Tabel 2). Menurut TONAMEX, pengaruh inokulasiserum yang masuk kedalam tubuh, masih belum mampumenahan pertumbuhan L4 di dalam lambung (kecuali V2)akibat pengaruh pemberian inokulasi serum sampai 2 kaliinokulasi.

Persentase PCV dari tiga kelompok yang diukurtiap minggu pasca tantangan, dapat dilihat pada Tabel 3.Terlihat bahwa inokulasi serum domba akan dapatmempengaruhi persentase kadarPCV, dan setelah dianalisasidik ragam, menunjukkan bahwa inokulasi serum dombadapat menimbulkan pengaruh sangat nyata (P < 0,01) padapeningkatan kadar PCV. Usaha pemberian inokulasi serumdapat menekan pertumbuhan L4 cacing menjadi berkurangdan banyak yang mati. Hal ini disebabkan terbentuknya sel-sel darah merah serta cairannya secara sempuma, sebagaiakibat mobilisasi sitim hemapoitik organ berjalan secaranormal, kenyataan ini sesuai dengan pendapat TIZARD danSOULSBY (15) yang menyatakan bahwa adanya reaksiantibodi yang menyebabkan antigen cacing dapat melakukanreaksi hipersensitivitas sehingga tingkatpenyerangancacingdalam menghisap darah semakin berkurang. Ini berartitingkat anaemia menjadi rendah di mana pada perlakuanV2 dapat tercapai kadar hematokrit yang normal.

Berdasar hasil analisa sidik ragam menunjukkanbahwa serum domba pasca vaksinasi L3 H. contortus iradiasiberpengaruh nyata (P < 0,05). (Tabel 4) terhadappertambahaan bobot badan kelinci. Dengan terhambatnyapertuinbuhan cacing penantang, maka gangguan yangterjadi pada metabolisme tubuli menjadi berkurang, sehinggamenyebabkan ransum yang dikonsumsi menjadi lebihbanyak dan efek berantainya adalah zat makanan yangdikonsumsi lebih meningkat, akhirnya dapat merangsangpertumbuhaan bobot badan. Hal ini sesuai dengan pendapatdari MULLIGAN (16) yang menyatakan adanya hubunganantara jumlah konsumsi ransum dengan tingkatpenyerangan parasit cacing serta pertambahaan bobot badan.Pemberian inokulasi serum tampaknya memberikanpengaruh terhadap daya tahan tubuh terhadap seranganinfeksi ulang atau tantangan dari L3 cacing H.contortus.Hal ini dapat dibuktikan berdasar data pada Tabel 5, dimanapersentase kematian tertinggi terjadi pada perlakuan Kontrolyaitu 37,5 %, sedangkan terendah didapatkan padaperlakuan V2, yaitu 0 %. Setelah dianalisa sidik ragam,pengaruh inokulasi serum terhadap kematian hewanpercobaan sangat nyata (P < 0,01). (Tabel 5). Pemberianserum domba yang mengandung antibodi, ternyata anti

215

Page 206: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penclitian dan Pengembangan Aplikasi Isolop dan Radiasi, 199S -

bodinyajugaberftingsi pada kelinci sehingga menghambatpertumbuhan yang diinfeksikan.

KESIMPULAN

Pengaruh inokulasi seruni diambil dari darahdomba yang telah divaksinasi dengan L3 H. contortusiradiasi 500 Gy kepada hewan percobaan berdasar liasilpengamatan dari beberapa peubah seperti total fraksi protein,L4 didalam abomasum, persentase PCV, bobot badan danpersentase kematian temyata telah menyebabkan kondisikesehatan hewan percobaan menjadi lebih baik dari padaperlakuan kontrol bila ditantang dengan L3 H. contortusinfektif. Semakin sering hewan tersebut metnperoleh serumyang mengandung antibodi, semakin kuat dia menghadapiserangan penyakit. Dari percobaan diatas ternyata serumdari darah hewan yang divaksinasi dapat digunakan untukmeningkatkan kekebalan hewan lain terhadap penyakityangsaina.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada semuaBapak dari Piinpinan Institusi terkait, yang telah memberikesempatan untuk dapat menggunakan segala fasilitas yangberhungan dengan percobaan ini, sehingga dapatdiselesaikan percobaan dari awal hingga akhir denganlancar. Ucapan yang sama kami sampaikan kepada parateknisi dan laboran yang telah meinbantu pelaksanaanpercobaan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. SEDDON, H.R., and ALBISTON, H.E., "HelmintInfestation", Commonwealth of Australia,Departemen of Health, (1967).

2. ARIFIN, M.Z., "Pengaruh infestasi H. contortus(Rudolph, 1803 ). Pada Gambaran darah dombajantan Iokal.Tesis FPS - IPB, Bogor, (1982).

3. RONOHARDJO, P., "Laporan Penelitiam PenyakitCacing Pada Ternak Doinba di Pulau Bali", BPPH,Bogor, (1981).

4. SOOD, M.L., "Haemonchus in India", Trends andPerspectives in Parasitology, Cambridge University,(1981).

5. CHARLESTON, W.A.G., "Pathogenesia ofexperimenthal haemonchosis in sheep with specialreference to the development of resistance "Joumalof Comparative Pathology, 75: 55-67, (1965).

6. WAGLAND, B.M., ABEYDEERA, L.R.,ROTHWELL, T.L., and OUTWERKERK, D.,"Experimenthal Haemonchus contortus infectionsin Quinea Pig ", Int. J.for Parasitol 19, (1989), 301.

7. HUTCHINSON, B.M., and SLOCOMBE, J.O.D.,"Experimentally Induced Haemonchus contortusinfections in the rabbit" J. of Helminthol 50 9,(1976), 143.

8. CHRISTIE, M.G., "The fate of very large doses of H.contortus and their effect on conditions in ovineabomasum", Journal of Comparative Pathology,80,(1970), 89-100.

9. TONAMEX, J., "Subcutaneus immunization ofGuineapig with D. viviparus larvae attenuated by X-irradiated metacercariae of Fasciola gigantica",Isotopes and Radiation in Parasitology III (Proc.Panel. Kabete), IAEA, Vienna, 15 (1970).

10. CULBERTSON, J.T., 'iminunity Against AnimalParasites", Columbia University Press. New York(1961).

11. TIZARD, Ian., "Pengantar Imunology Veteriner",Airlangga University Press., Surabaya, (1987).

12. SLOCOMBE, J.O.D. and WHITLOCK, J.H., "Rapidecdysis of infective Haemonchus contortuscayugensis larvae", J.of Parasitol 55, (1969), 1102.

13. LOWERY, O.A., ROSEBRUGH, A.L., andRANDALL, R.J., "Protein Measurement with TheFolin Fhenol Reagent, J. Biol. Chem. 193 : (1951),265.

14. SCHALM, O.W., "Veterinary Hematology, Lea andFebigerPubliser, Philadelpia", (1975).

15. SOULSBY, E.J.L., "Helminths", Arthropods andPtozoaof Domesticated Animals. Baillere Tindal,London, (1982) 482-485.

16. MULLIGAN, W., URQUHART, G.M., JENNINGS,F.W., and NEILSON, J.T.M. "Immunologicalstudies on Nippostrogylus brasiliensis infection inthe rat: "The self Cure" phenomenon, Exp. Parasit,16, (1965 ), 341-347.

17. STEWART, D.F., "Studies on resistance of sheep toinfestation with H. contortus and Trichostrongylusspp. and on theimunological reactions of sheepexposed to infestation. VI. The influenceof ageandnutrition on resistance to Trycostrongyluscolumbriformis, Australia, J. Agric. res 4, (1953),340-348.

216

Page 207: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelilian dan Pengentbangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Tabel 1. RataanTotal Fraksi Protein Kelinci yang divaksin Tabel 4. Rataan Pertambahaan bobot badan kelinci yangsera domba pasca vaksinasi L3 H. contortus divaksin sera domba pasca vaksinasi L3 H.iradiasi dan Kontrol contortus iradiasi dan Kontrol

Perlakuan

KVIV2

Total Fraksi

Rataan

2,00863,27815,5035

Protein (mg/dl)

Simpangan baku

±0,2353± 0,9227± 1,6794

Perlakuan

KVIV2

Pertambahaan

Rataan

24,4626,0428,93

bobot badan (g/minggu)

Simpangan baku

±0,74±2,23±1,67

Perbedaanya sangat nyata P < 0,01 Perbedaannya nyata P < 0,05

Tabel 2. Rataan kandungan L4 yang mati dan hidup pascaseksi dari perlakuan K, VI dan V2

Tabel 5. Rataan persentase Tingkat Kematian kelinci yangdivaksin sera domba pasca vaksinasi L3 H.contortus iradiasi dan Kontrol

Perlakuan

KVIV2

mati

1084

hidup

310

Tabel 3. Rataan kadar hematokrit atau PCV kelinci yangdivaksin sera domba pasca vaksinasi L3 H.contortus iradiasi dan Kontrol

Perlakuan

KVIV2

Kadat

Rataan

19,9127,3135,71

• hematokrit (%)

Simpangan baku

±1,24±1,22± 0,56

Perlakuan

KVIV2

Perbedaannya

Tingkat kematian ( % )

Rataan

37,518,75

0

nyata P < 0,05

Simpangan baku

14,4623,90

0

Pengaruhnya sangat nyata P < 0,01

217

Page 208: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Fenelitian dan Pengembangan Aplikasi Isoiop dan Radiasi, 1998

REGENERASI MUTAN TANAMAN PISANG AMBON KUNINGDAN BARANGAN (Musa spp) BERASAL DARI EKSPLAN

ORGAN BETINA DAN PUCUK

Azri Kusuma Dewi dan Isliak

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN

ID0000174

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai regenerasi tanaman galur mutan pisang Barangan dan Ambon kuningdengan menggunakan pucuk dan organ betina sebagai sumber eksplan. Eksplan organ betina diambil dari jantung,sedangkan eksplan pucuk diambil dari anakan tanaman (sucker) yang ditanam di kebun penelitian di Ps.Jumat, Jakarta.Kedua sumber eksplan tersebut dikultur pada media MS yang mengandung 3 mg/l BAP, 0.5 mg/l IAA dan ditambahkan100 tng/l asam atnino tirosin dan 80 mg/l Adenin hemisulfat. Hasil pengamatan terhadap pembentukan tunas darieksplan organ betina adalah 180 dan 42 tunas berturut-turut untuk mutan JBR 01 dan JBR 02. Sedangkan pembentukantunas pada JAK 01 dan JAK 02 berturut-turut adalah 84 dan 79 tunas. Rata-rata pembentukan pucuk yang tertinggiadalah 1,013 pucuk diperoleh genotipe BRC dan yang terendah 0,573 diperoleh galur mutan JBR 01. Analisa statistikmenunjukkan bahwa pembentukan pucuk antara genotipe BRC dengan galur mutan lainnya berbeda nyata pada taraf0,05 dengan pengujian BNT. Pembentukan plantlet yang berasal dari eksplan organ betina maupun eksplan pucukmenunjukkan bahwa genotipe BRC menghasilkan jumlah rata-rata plantlet per botol paling tinggi dibandingkan dengangalur inutan lainnya.

ABSTRACT

Plant regeneration of bananas Ambon kuning and Barangan mutant lines were carried out by using femaleorgan and shoot-tip as explants source. Female organ was taken from heart of banana stem, while shoot-tip taken fromsucker in banana plantation at Pasar jumat, Jakarta. Those explants were cultured on MS medium containing 3 tng/lBAP, 0.5 mg/l IAA and supplemented by 100 tyrosin and 80 mg/l adenin hemisulphate. Observation showed that 180and 42 buds were obtained from JBR 01 and JBR 02 mutant lines respectively, while 84 and 79 buds for JAK 01 andJAK 02 respectively. The highest shoot fonnation was 1.013 shoots were obtained froni BRC variety and lowest onewas JBR 01 mutant line. Statistical data analysis indicated that shoot fonnation between BRC variety and anothertnutant lines were significant difference using LSD test at level 0.05. Plantlet formation derived from female organ aswell as shoot-tips showed that BRC variety produced nuinber of plantlets per bottle was higher than another one.

PENDAHULUAN

Tanaman pisang pada umumnya diperbanyakmelalui perbanyakan vegetatif dan sangat sulit melalui bijioleh karena tanaman pisang bersifat "parthenocarpy".Ketersediaan bibit dari anakan sangat terbatas juinlahnya,oleh karena itu untuk penyediaan bibit pisang secara besar-besaran dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Denganperbanyakan tanainan pisang melalui kulturjaringan, dapatdiperoleh bibit yang seragam bebas dari penyakit atau virus.

Pisang barangan dan ambon kuning merupakanvarietas tanaman pisang yang mempunyai nilai ekonomitinggi di Indonesia. Penyediaan bibit tanaman pisang untukke dua varietas tersebut akan membantu perluasan arealtanaman pisang , khususnya di luar pulau Jawa.

Penelitian mengenai kultur jaringan pisang sudahbanyak dilaporkan (1,2,3). Keberhasilan regenerasi tanamanpisang sangat tergantung pada sumber eksplan dan mediayang digunakan (4,5). Cronauer-Mitra dan Krikorian (6)melaporkan bahwa histologi perkembangan embrio somatikdari kalus yang di induksi dari eksplan shoot-tip tanamanpisang mirip dengan embrio zigotik.

Regenerasi tanaman pisang maupun tanamandikotiledon dapat melalui dua cara; pertama melaluiorganogenesis dan ke dua melalui embrio somatik (7,8,10,11). Regenerasi tanaman melalui jalur organogenesisberasal dari banyak sel "multi cellular", sedangkanregenerasi tanaman melalui embrio somatik berasal dari seltunggal saina halnya dengan embrio zigotik (8,10).Keuntungan lainnya pembentukan plantlet yang berasal dariembrio somatik adalah untuk mendapatkan tanamantransgenik setelah dilakukantransfergen. Vincent Escalantdkk (2) melaporkan bahwa pembentukan embrio somatikyang berasai dari bunga jantan juga telah dilakukan. Embriosomatikberasal dari "pollen grain" kemudianberdiferensiasimenjadi plantlet.

Regenerasi tanaman pisaiig melalui organogenesisdapat digunakan untuk persediaan bibit dalam jumlahbanyak tenitama untuk perkebunan besar. Teknik kulturjaringan yang dikombinasikan dengan penggunaan radioisotop seperti sinar gamma dapat memberikan kontribusiyang nyata terhadap pemuliaan tanaman, khususnya padatanaman pisang (12,13 ). Novak (7) mengatakan bahwakombinasi penggunaan teknik kultur jaringan dengan

219

Page 209: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penclitian dan Pengembangan Aphkasi Isotop danRadiasi, 1998-

induksi mutasi dapat membantu program pemuliaantaiiaman dalam memperbaiki sifat toleran terhadap penyakit.Kombinasi teknik kultur jaringan dengan mutasi dapatmempercepat program pemuliaan untuk perbaikan sifattanaman pisang. Perbaikan sifat tanaman pisang secarakonvesional seperti dengan persilangan tidak mungkindilaksanakan, karena tanaman pisang tidak mempunyai biji.

Penggunaan mutagen kimia atau fisika adalali yaiigpaling tepat untuk meningkatkan variasi genetik pada sel-sel somatik. Untuk tujuan ini harus digunakan teknik kulturjaringan guna membiakkan kembali sel-sel vegetatif yangsudah tennutasi menjadi tanaman pada suatu medium yangcocok.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajarikemainpuan regenerasi tanaman secara in-vitro berasal dariorgan betina dan pucuk pada var. Ambon Kuning danBarangan

BAHAN DAN METODE

Persiapan eksplan untuk kultur Tiga genotippisang Barangan dan dua genotip galur mutan pisangAmbon Kuning (V^R ) digunakan dalam penelitian ini. Daritiga genotip pisang Barangan tersebut, satu genotip berasaldari Cipanas dan dua genotip yang lain adalah hasil dariiradiasi sebelumnya (V^R,). Sedangkan galur mutanpisanganibon kuning diambil dari kebun Pasar Juinat, Jakarta.Kultur organ betina dilakukan dengan mengambil jantungpisang dari tanainan yaiig sedang berbuah kemudian dikupasdan diambil organ betina untuk dikultur, sedangkan untukkultur pucuk diperoleh dari titik tumbuh tanaman.Semua eksplan sebelum dikultur disterilkan dengan HgCl2(0,05%) selama 15 menit dan dibilas tiga kali dengan airsuling steril.

Mcdia pembentukan pucuk dan kultur. Eksplanyang sudah steril dikultur pada media MS untukmikropropagasi yang terdiri dari; nutrisi makro dan mikro.Media MS (MURASHIGE dan SKOOG) (9) ditambah 0,5mg/1 nicotinic acid, 0,5 mg/l pyridoxin.HCl, 0,5 nig/1thiamin.HCl, 100 mg/1 tyrosin 80 mg/1 adenin hemisulfat,30 gr/1 sukrosa, 3 ing/1 BAP dan 0,5 mg/ IAA dengan pH5,8 sebelum di sterilkan. Eksplan yang berasal dari organbetina sebelum dikultur dipotong kecil-kecil, kemudianditumbuhkan dalam petridish yang berisi mediapertumbuhan seperti di atas. Setiap petridish berisi 4-5eksplan. Untuk eksplan pucuk dipotong menjadi seperempatbagian setelah itu di tumbulikan pada media MS.

Media pertumbuhan akar. Enarn sainpai delapanminggu, setelah ditumbuhkan dalam media juinlah tanamanyang tumbuh per botol dihitung dan di analisis secarastatistik.Tanaman tersebut keinudian dipindahkan ke mediaakar untuk pembentukan akar tanaman. Komposisi mediaakar sama seperti pada media pembentukan pucuk, tetapitidak mengandung hormon pertumbuhan seperti mediapembentukan pucuk.

Analisis statistik dari plantlet yang dihasilkan.Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan AcakLengkap dengan 10 ulangan setiap genotipnya. Jumlah

tanaman dari masing-masing genotip yaitu BRC, JBR-01,JBR-02, JAK-01, dan JAK-02 yang dihasilkan dianalisissecara statistik untuk mengetahui efisiensi pembentukanplantlet selaina kultur in-vitro. Uji beda nyata di antaraperlakuan (genotip) digunakan Beda Nyata Terkecil (BNT)dengan F 0.05 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembcntukan tunas-pucuk tanaman. Galurmutan pisang JAK 01, JAK 02, JBR 01 dan JBR 02memperlihatkan gejala toleran terhadap penyakit layu dilapangan. Di samping itu, galur mutan tersebutmenghasilkan buah yang cukup baik bila dibandingkandengan kontrolnya (data tidak ditunjukkan). Oleh karenaitu perbanyakan tanaman secara in-vitro dari galur mutandi atas bertujuan untuk mendapatkan klon-klon tanamanpisang yang toleran terhadap penyakit terutama yangdisebabkan oleh Fusarium spp. Dalam mengembangkanstrategi pemuliaan tanaman pisang terutama toleranterhadap penyakit yang disebabkan oleh jamur, makapemuliaan mutasi yang dikombinasikan dengan teknikkultur jaringan akan memberikan alternatif dalammendapatkan galur inutan yang diinginkan.

Sebagai sumber eksplan untuk perbanyakantanaman pisang tersebutdiambil dari bagianjantung (organbetina) dan shoot-tip, Bagian atas dari jantung pisang yaituorgan jantan dibuang dan diperkirakan bagian bawah hanyatinggal organ betina. Organ betina ini kemudian dikulturpada media MS yang mengandung hormon pertumbuhan.Pembentukan tunas-tunas kecil dari eksplan tersebut diatasmembutuhkan waktu 60 hari setelah dikultur (Gambar 1dan 2). Hasil pengamatan pembentukan tunas yang palinglinggi diperoleh pada genotip JBR 01 yaitu 180 tunas dari100 total eksplan yang ditumbuhkan pada media MS (Tabel1). Persentase kematian eksplan diperoleh pada genotipJAK 01 dan JAK 02. Hal ini disebabkan eksplan genotipJAK tersebut lebih banyak mengeluarkan eksudatdibandingkan dengan genotip JBR. Juinlah eksudat yangdikeluarkan oleh eksplan akan lnempengaruhi pembelahansel-sel tanaman untuk pertumbuhan selanjutnya. Tunas-tunasyang sudab terbentuk pada media regenerasi pertama,setelah itu dipindahkan ke media regenerasi baru untukperkembangan tunas menjadi pucuk.

Tabel 1. Pembentukan tunas berasal dari beberapa eksplanjantung pisang

Genotip

JBR01JBR02JAK01JAK02

Total Eksplan

100785852

Tunas

180428479

Mati

2761820

Diferensiasi tunas menjadi pucuk pada mediaregenerasi baru ini membutuhkan waktu sekitar 2 minggu.

220

Page 210: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Penelitian dan Pengembcmgan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998

Hasil pengamatan niemperlihatkan bahwa secara berangsur-angsur daun pertama niulai muncul dari tunas, dua minggukemudian daun kedua dan ketiga niunc'ul (Gainbar 3).Perkembangan pucuk yang berasal dari shoot-tip tidakmelalui pembentukan tunas yang nyata tidak sepertipembentukan tunas yang berasal dari eksplan organ betina.Perkembangan tunas pada eksplan organ betina terlihat jelas,perubahan tunas menjadi pucuk tanaman dapat diikutidibawah mikroskop. Apabila selama proses pertumbuhanpucuk terlalu banyak mengeluarkan eksudat maka eksplansegera dipindahkan ke media pembentukan pucuk yang baruagar tidak menghainbat perkembangan pucuk selanjutnya.KRIKORIAN dkk (6) menyatakan bahwa disamping shoottip dan titik tumbuh dari jantung pisang, pembentukan pucukdan plantlet dapat melalui kalus kemudian berkembangmembentuk embrio somatik yang selanjutnya akanmembentuk plantlet.

Pembcntukan plantlet tanaman. Setelah 4-6minggu pucuk ditumbuhkan pada media pembentukanpucuk, kemudian dipindahkan ke media MS bebas hormonuntuk proses pembentukan plantlet. Pertumbuhan pucuksampai menjadi tanaman utuh membutuhkan waktu sekitar4-6 minggu (Ganibar 4). Plantlet dari media regenerasibelum membentuk akar secara maksimal, oleh karena ituharus segera dipindahkan ke media MS bebas honnon untukmerangsang pertumbuhan akar. Rata-rata pembentukanpucuk yang paling tinggi diperoleh pada genotipe BRCkeinudian diikuti oleh mutan JBR 02, dan yang palingrendah adalah galur mutan JBR 01. Hasil analisapenibentukan pucuk diantara liina genotipe pisangmenunjukkan bahwa antara BRC dan JBR 02 serta galurlainnya berbeda nyata pada uji BNT 005 (Tabel 2).

Tabel 2. Peinbentukan pucuk dan plantlet tanaman pisangdari berbagai suinber eksplan

Genotipe Pucuk (x) Planlet (X)

JBR01JBR02JAK01JAK02BRC

0.5730.8160.7800.7141.013

5.97.47.45.99.1

KK (%)BNT (5%)

3.140.122

17.210.129

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian mengenai regenerasi tanainanpisang ainbon kuning dan barangan (Musa spp) dari eksplanorgan betina dan pucuk dapat diainbil kesiinpulan sebagaiberikut:1. Hasil pengainatan terhadap pembentukan tunas yang

berasal dari eksplan organ betina pada pisang varietas

Ambon kuning dan Barangan lnenunjukkan baliwa galurmutan JBR01 menghasilkan 180 tunas, jumlah ini Iebihtinggi bila dibandingkan denga'n galur mutan lainnya.

2. Pembentukan pucuk yang paling tinggi pada genotipeBRC, hasil uji statistik diantara perlakuan ternyataberbeda nyata dengan galur mutan lainnya pada tarafnyata 0.05 dengan pengujian BNT.

3. Pembentukan plantlet dari eksplan organ betina danpucuk menunjukkan bahwa genotipe BRC menghasilkanrata-rata "plantlet" per botol paling tinggi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yulidaryang teiah membantu pelaksanaan penelitian ini sampaiselesai.

DAFTAR PUSTAKA

1. BAKRY, F., HORRY, J-P., and KERBELLEC, F."Androgenesis in the banana" in-vitro culture oftropical plants. (1991)57.

2. ESCALANT, J-V, CECILE, C-P., BABEAU, J.,GRAPIN, A., and TEISSON, C. "Somaticembryogenesis in banana from young male flowers"in-vitro culture of tropical plants. (1991)61.

3. CRONAOUER-MITRA, S.S., and KRIKORIAN, A.D."Plant regeneration via somatic embryogenesis inthe the seed diploid banana Musa ornata Roxb"Plant Cell Reports 7(1988) 23.

4. KO, W-H., Hwang,S.C, andKu, F-M. A newtechniquefor storage of meristem-tip cultures of "cavendish"banana, Plant Cell, Tissue and Organ Culture25(1991)179.

5. LARKIN,P.J., and SCOWCROFT,W.R., Somaclonalvariation-a novel source of variability from CellCultures for Plant improvement, Theor.Appl.Genet. 60(1981)197.

6. CRONAUER-MITRA,S.S., and KRIKORIAN, A.D.Adventitious shoot production from calloid culturesof bananas, Plant Cell Reports 6(1987)443.

7. NOVAK.F.J." Musa (Bananas and Plantains)", inBiotechnology of perenial fruit crops. F.A.Hammerschlag and R.E.LHZ (Eds) (1992).

8. NOVAK,F.J.,AFZA,M.,VANDUREN,A.M.,PERRA-DALLOS,M.,CONGER,B.V.,andXIAOLANG,T.,Somatic embryogenesis and plant regeneration insuspension cultures of desert (AAB and AAA) andCooking (ABB) bananas (musa spp),Biotechnology7(1989) 154.

221

Page 211: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aptikasi hotop dan Radiasi, 1998-

9. MURASHIGE,T,and SKOOG,F.,A revised mediumfor rapid growth and bioassay with tobacco tissuecultures, Physiol.plant 15 (1962) 473.

10. DENCHEV, P.D., KUKLIN, A.I., and SERAGG, A.H.,Soinatic embryo production in biovectors, Jurnalof Biotechnology 26 (1992): 99.

11. VASILJ.K., Developing cell and tissue culture systemsfor the improvement of cereal and grass crops.Department of Botany, Univ. of Florida,Gainesville, FL.32611 (USA) (1986).

12. JARRET,R.L.,RODRIGUEZ,W.,andFERNANDEZ,R.Evaluation, tissue culture propagation anddissemination of "Saba" and "Pelipita" plantainsin Costa Rica. Scientia Hortie 25 (1985): 137.

13. GUPTA,P. Eradication of mosaic disease and rapidclonal multiplication of banana and plantainsthrough meristem tip culture. Plant cell, tissue andorgan culture 6 (1986) : 33.

Ganibar 1. Pembentukan lunas dari eksplan orgaii betina galur mutanpisang

222

Page 212: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

^Penelitian dan Pengembcmgan Aplikasi Isotop dan Radiasi. 1998

Gambar 2. Diferensiasi tunas dari eksplan organ betina menjadipucuk pada media pembentukan pucuk

Gambar 3. Pucuk tanaman berkeinbang dari tunas setelah 6 - 8 minggupada media pucuk

223

Page 213: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. IWS-

Gambar4. Pertumbuhan plantlet pada media MSbebas horinon selama enam minggu

224

Page 214: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

-Penelilian dan Pengembangan Aplikasi Isotop danRadiasi, 1998

SUSUNAN PANITIA

Pengarah

II Penyelenggara

KetuaWakil Ketua IWakil Ketua IISekretarisWakil Sekretaris

Bendahara

Seksi-seksi

- Persidangan

- Dokumentasi dan Publikasi

- Perlengkapan/Akomodasi

- Transportasi

- Konsumsi

- Protokol

- Pengamanan

1. Prof. Dr. Azhar Djaloeis2. Dr. Mirzan Thabrani Razzak3. Ir. Munsiah Maha4. Dr F. Suhadi5. Dr. Ir. Moch. Ismachin6. Dra. Nazly Hilmy, Ph.D7. Ir. Elsje L. Sisworo, MS8. Ir. Wandowo9. Dr. Made Sumatra, MS

10. Dr. Ir. Mugiono

Dr. Yanti Sabarinah SoebiantoDrs. Muchjardrh. Sigit Witjaksono, M. BioinedM. Ilmi, SE, M.EcAchmad Djaelani, S.SosAgus Ninvono, SH

1. Drs. Suhari2. Drs. Sri Tumulyo3. Moch. Nasih Maman4. Herman Lukman, S.Sos5. Suparti, B.Sc

1. Saroji2. Madrois3. Darwono

1. Drs. Sumanto

2. Sunardi

Slamet Sutikno

1. Lestari Sumartono, Bc.An

2. Lilis Suryani

Linda Purnamarani, B.Sc

Aryono AR

225

Page 215: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, 1998-

KETUA SIDANG

Sidang Pleno ISidang Pleno IISidang Pleno III

Kelompok Pertanian

Sidang ISidang IISidang IIISidang IV

Keiompok Peternakan, Biologi

Sidang ISidang IISidang IIISidang IV

Kelompok Kimia, Lingkungan

Sidang ISidang IISidang III

Dr. WuryantoIr. WandowoDr. Mirzan T. Razzak

Dr. Ir. MugionoIr. Haryanto, M.ScDr. Ir. Soeranto HumanIr. M. Mitrosuhardjo

Dr. IshakIr. Suharyono, M.Rur.SciIr. A.N. Kuswadi, M.ScDrs. Totty Tjiptosumirat, M.Rur.Sci

Dra. Suwirma Syamsu, MSDra. EmlinartiDrs. Hendig Winarno, M.Sc

Kelompok Proses Radiasi, dan Industri

Sidang ISidang IISidang III

Dr. M. FathonyDrs. SutarmanIr. Sugiarto Danu

PSPKR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATAN

PAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATAN

PAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATAN

PAIR - BATANPSPKR - BATANPAIR - BATAN

PSPKR - BATANPSPKR - BATANPAIR - BATAN

226

Page 216: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

- Penelitian dan Pengembangon Aplikasi Isolop dan Radiasi, 1998

DAFTAR PESERTA

A. Peserta Pembawa Makalah

Ir. Iyos R. Subky, M.ScDr. RTM. SutamihardjaDr. Made Sumatra, M.SiIr. Munsiah MaliaDr. F. SuhadiDr. M. NatsirDra. A.M. Riyanti S.Drs. Rivaie RatmaHavid RasjidIr. Haryanto, M.ScIr. Johannis WemayIdawati, M.ScIr. Ita DwimahyaniIr. M. MitrosuhardjoDra. S. GandanegaraDr. Soeranto HumanIr. Oktavia S. PadminiIr. Etty Hendrarti, MSDra. Ismiyati Sutarto, MSIr. DarmawiIr. Bintoro HersasangkaDra. Suharni SadiDra. Adria P.M. HasibuanDra. Dameria HutabaratDra. M. Sulistiyatidrh. Muchson ArifinIr. Kumala DewiDrs. HarsojoDra. Rosmiarty A. WahidIr. Didik Wisnu WidjayantoSubiyaktoIr. Suharyono, M.Rur.SciIr. Sukardji PartodihardjoAzri Kusunia Dewi

Dra. Winarti AndayaniDra. Ermin K. WinarnoDrs. Zainal AbidinDra. Evarista Ristin P.I.Ir. Nita SuhartiniP. Sidaumk, MCE.PliDYumiarti, B.ScDra. NazarohJune Mellawati, S.SiDra. EmlinartiDra. Ulfa T. SyahrirIr. Sugiarto DanuDrs. ErizalMarsongkoMade Sumarti Kardha, B.ScIr. Rindy P. TanhindartoIsni Marliyanti, B.ScKadarijahDarsono, B.ScNurhidayati

Dirjen BATANAsmen Lingkungan Global, KLHPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANUPN YogyakartaUniv. BorobudurBalitbu, SolokPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPPTN - BATANUNDIPBalittas, MalangPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATAN

PAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPSPKR - BATANPAIR - BATANPSPKR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATANPAIR - BATAN

227

Page 217: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

Penatitian dan Fcn^t'mban^un Aplika.->i l.wlup dun Hadiasi.

Ir. Gatot SuhariyonoDrs. SutarnianDr. Muhainmad FathonyIr. Wibagyo

PSPKR - BATANPSPKR - BATANPSPKR - BATANPAIR - BATAN

B. Peserta Peninjau

Dr. Mirzan T. RazzakDrs. Endrawanto M.App.Sc.Dra. Rahayuningsih ChosduDr. Singgih SutrisnoDr. MasrizalKicky LTKIr. WandowoIr. Elsje L. Sisworo, MSDr. Yanti S. Soebiantodrh. Sigit Witjaksono, M.Biomed.Dra. Nazly Hihny, Ph.D.Drs. Sutjipto SudiroDrs. Hendig Winarno, M.Sc.Dra. Maria Lina R.Dadang Sudrajat, B.Sc.Drs. Erry AnwarAnik Sunarni, B.Sc.Dr. Ishak, M.Sc.Wiwiek Sofiarti, B.Sc.Agustin S., DipI.KADra. Rosalina SinagaSyafalni, Dipl.H.M.Sc.Drs. SatrioDrs. Sudrajat IskandarDrs. Edili SuwadjiA.N. Kuswadi, M.Sc.M. Soewarsono, B.Sc.Aryanti, B.Sc.Dr. Ir. MugionoDrs. Ali RahayuDra. Sofni M. ChaerulIr. Gatot T. ReksoDra. Jenny M. UmarIr. HerwinarniLilik Harsanti, Ssi.Dra. Krisna M.L., M.ScDra. Rosmina DLTDrs. IndrojonoIr. Zubaidah IravvatiIr. Basril AbbasDrs. Nada Marnada, M.ScDjionoTita Puspitasari, B.ScDrs. Puguh Martiyasa, M.EngAlipBungkus P.SatrioDrs. Totty T., M.Rur.SciDadang Sudrajat, B.ScIr. Surtipanti S.Drs. Barokah A., M.Eng.Drs. Yulizon Menry

PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-PAIR-

BATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATANBATAN

228

Page 218: SOTOP vm RADIISI - OSTI.GOV

_ Henelitian dan Pengembangan Aplikasi teotop dan Hadiasi, 1998

Drs. Ambyah SuliwarnoIr. Sri Harti Syaukat

Drs. Sugeng HarjosoIr. TrijonoDrs. Edison S.Lukinan Umar

Dr. ir. Umiyali AtmomarsonoDr. Ir. Sri Murni Ardiningsari, M.Sc.Ir. TarwitoDra. Entin Daningsih, M.Sc.YuniantaProf. Dr. Ir. Nurhajati HakimIr. Anni YuniartiIr. Oktavia S. PadininiDr. Ir. Nizar Nasrullah

Ir. Rini AndridaIr. Farida LiestijatiDra. Natalini Nova K.Dra. Deliah SeswitaIr. Luqman Erningpraja, MSDrs. Davidson A. MuisDrs. Husni Azhar, AptMBAJ. Verlie Letor, SSi.Apt.Irene PranataDrs. Dwi Adi SunartoDr. Ir. Novianti S.Ir. Widiati H. AdiJ, M.Sc.Ir. Sri Hutami, MS.Ir. Yati Supriati, MS.Ir. Ragapadmi PurnamaningsihSuci Rahayu, S.Si.Yadi Rusyadi, S.SiIka Roostika, T.SP.Dr. Ika MariskaDra. Endang Gati LestariDrs. Ali HusniDr. Ir. Maharani HasanahIr. Devi RusminIr. Isinail BPIr. Sunamiani, MSDra. Pudji Kusumaning Utami, MSDra. Frida Tri Hadiati

PAIR - BATANPAIR - BATAN

BPKST-BATANUPT-MPIN - BATANPRSG - BATANPPTN - BATAN

UNDIPUNDIPUNDIPUNDIPUNIBRAWUNANDUNPADUPN YogyakartaIPB, Bogor

PUSLiTBANG BULOGPUSLITBANG BULOGBALITTANBALITTANPUSLIT KELAPA SAWITPT. Perkasa SterilindoPT. PFIZER INDONESIAPT. PFIZERINDONESIAPT. PFIZER INDONESIABalittas, MalangBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBaiitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitbio, BogorBalitro, BogorBalitro, BogorBalipa, SukamandiBalithi, JakartaBalithi, JakartaDepartemen Kesehatan

229


Recommended