Date post: | 17-Jul-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | tauifq-zain |
View: | 103 times |
Download: | 16 times |
1
PROPOSAL TUGAS AKHIR
ANALISA PERPINDAHAN PANAS STEAM TRACING
METODE BARE TRACING DAN CONDUCTION TRACING
PADA SISTEM JALUR PERPIPAAN AMMONIA LINE
NUMBER 6-NHL-21020-N1J1 DI PROJEK PUPUK
KALTIM 5
FAJAR TAUFIQ ISMAIL
NRP. 6811040060
Dosen Pembimbing I
MUHAMMAD SHAH, ST., MT.
NIP. 1959 0916 1988 0310 03
Dosen Pembimbing II
SUDIYONO, ST., MT
NIP. 1969 1004 1997 0210 01
PROGRAM STUDI TEKNIK PERPIPAAN
JURUSAN TEKNIK PEMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2015
ii
Mengetahui, Dosen Pembimbing 1
Muhammad Shah, ST., MT
NIP. 1959 0916 1988 0310 03
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
1. a. Judul Tugas Akhir :“Analisa perpindahan panas steam tracing metode bare tracing dan conduction tracing pada sistem jalur perpipaan ammonia line number 6-NHL-21020-N1J1 di projek PKT-5”
b. Bidang Ilmu : Teknik Perpipaan c. Katagori Tugas Akhir : Pengembangan IPTEK
2. Pelaksana Tugas Akhir a. Nama Lengkap : Fajar Taufiq Ismail b. NRP : 6811040060 c. Jurusan/Program Studi : Teknik Permesinan Kapal/Teknik Perpipaan d. Universitas/Institut/Politeknik : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya e. Alamat Rumah : Ds. Jogosatru RT.05 RW.06 Sukodono Sidoarjo f. No. Telepon : 083831207178 g. Alamat Email : [email protected]
3. Dosen Pembimbing a. Dosen pembimbing 1 : Muhammad Shah, ST., MT b. Dosen Pembimbing 2 : Sudiyono, ST., MT
4. Lokasi Penelitian : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya 5. Lama Penelitian : 5 Bulan 6. Biaya yang diperlukan : Rp. 460.000,00 7. Sumber Dana : Pribadi
Surabaya, 29 Desember 2014
Dosen Pembimbing 2
Sudiyono, ST., MT
NIP. 1969 1004 1997 0210 01
Menyetujui, Ketua Jurusan
Mardi Santoso, ST., M.Eng.Sc.
NIP. 1978 0402 2003 121 002
Pelaksana Tugas Akhir
Fajar Taufiq Ismail
NRP. 6811040060
Koordinator Tugas Akhir
Emie Santoso, ST., MT.
NIP.1966 1110 1994 0320 02
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan……………………………………………………………………… i
Daftar isi………………………………………………………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………… 2
1.4 Luaran yang diharapkan………………………………………… 3
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………… 3
1.6 Batasan Penelitian………………………………………………………….. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kriteria sistem perpipaan…………………………………………………… 5
2.2 Kriteria desain code ASME B31.3………………………………………… 5
2.3 Steam tracing system………………………………………………………………… 6
2.4 Penggunaan steam tracing……………………………………………………… 7.
2.5 Pemilihan tekanan steam………………………………………………………… 8
2.6 Metode tracing dan pertimbangan desain………………………………….. 8
2.7 Pertimbangan pemilihan tracer…………………………………………………. 9
2.8 Tracer material…………………………………………………………………… 10
2.9 Steam tracing type conducton tracing………………………………………… 13
2.10 Steam tracing type bare tracing………………………………………………… 13
2.11 Perpindahan panas konduksi……………………………………………… 14
2.11.1 mekanisme perpindahan panas konduksi………………………… 15
2.12 Kalor jenis…………………………………………………………………. 16
2.13 Kapasitas kalor……………………………………………………………… 17
2.14 Perpindahan panas konveksi………………………………………………… 18
2.15 Aliran laminar dan turbulen………………………………………………… 21
2.16 Angka nusselt……………………………………………………………… 21
2.17 Tahanan thermal…………………………………………………………… 21
2.18 Konduksi pada silinder berlapis banyak………………………………… 23
2.19 Perubahan wujud gas dan grafik perubahannya…………………………… 24.
2.20 Grafik perubahan wujud zat……………………………………………… 25
2.21 Line number……………………………………………………………… 26
2.22 Steam tracing calculation………………………………………………… 28
2.22.1 Tipe bare tracing…………………………………………………… 28
2.22.2 Tipe conduction tracing…………………………………………… 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Garis besar penelitian……………………………………………………… 35
3.1.1 Tahap identifikasi awal……………………………………………… 35
3.1.2 Tahap pengumpulan data…………………………………………… 36
3.1.3 Tahap pengolahan data……………………………………………… 37
3.1.4 Tahap analisis dan kesimpulan……………………………………… 37
3.2 Flow chart penelitian…………………………………………………………. 38
3.3 Jadwal penelitian…………………………………………………………….. 40
3.3.1 Waktu penelitian…………………………………………………… 40
3.3.2 Tempat penelitian…………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 41
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PUPUK KALTIM 5 (PKT-5) adalah suatu projek petrochemical plant yang
memproduksi bahan kimia berupa urea dan ammonia. pada plant PKT-5 terdapat
dua area yang berbeda yakni urea plant area dan ammonia plant area. plant PKT-5
tidak akan terlepas dari desain sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai
media penyalur fluida dari equipment ke equipment lain. proses penyaluran fluida
yang terjadi antar equipment di mungkinkan terjadinya perubahan pada fluida yang
mengalir akibat pengaruh dari lingkungan.
Salah satu perubahan yang sering terjadi akibat pengaruh lingkungan pada
fluida yang mengalir yakni perubahan temperature, yang dapat mengakibatkan
perubahan fase fluida, nilai viskositas fluida, dan terjadinya kondensasi pada fluida
gas yang dapat mengganggu sistem proses yang terjadi pada plant tersebut. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan metode heat tracing sebagai metode
untuk menjaga temperature pada pipa yang dianggap memerlukan penjagaan
temperature secara khusus. Metode heat tracing sendiri memiliki beberapa jenis
yakni steam tracing, electric tracing, dan thermal fluid tracing. Untuk
pengaplikasian di projek PKT-5 menggunakan metode steam tracing yang memiliki
kelebihan dari segi ekonomis dan teknis.
steam tracing merupakan salah satu metode heat tracing yang memanfaatkan
steam sebagai media penghantar panas. Metode ini selalu menjadi pilihan utama
dalam pengaplikasian metode heat tracing pada suatu petrochemical plan.
Dikarenakan pada sebuah petrochemical plan terdapat sistem pembangkit uap yang
dinamakan utilities system yang dapat dimanfaatkan sebagai suplai steam untuk
kebutuhan dari steam tracing. metode ini memiliki availabity sistem yang baik,
sehingga steam tracing memiliki kelebihan dari segi ekonomis maupun teknis
dibandingkan dengan metode heat tracing lainnya pada plan PKT-5.
2
Pada projek PKT-5 di urea area plant terdapat banyak pipa yang perlu untuk
dijaga temperature-nya menggunakan metode steam tracing, agar temperature
fluida memenuhi sistem proses yang di butuhkan pada plant tersebut. Line number
pipa yang dianalisa pada tugas akhir ini adalah line number 6-NHL-21020-N1J1.
Pada line number ini menghubungkan equipment 6 NHL 21020 dengan equipment
EE101. Dengan demikian dapat dilakukan desain steam tracing yang sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk menjaga temperature line pipa tersebut. Desain
analisa steam tracing yang dilakukan meliputi jumlah tracer yang diperlukan,
menghitung berapa heat loss yang terjadi pada jalur tracer dari supply manifold
menuju pipa yang akan di tracing, dan menghitung berapa jumlah kalor yang
berpindah dari tracer menuju pipa. tugas akhir ini menitik beratkan pada desain
analisa perpindahan kalor yang terjadi pada line pipa line number 6-NHL-21020-
N1J1.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam menganalisa perpindahan kalor pada sistem perpipaan yang dilakukan
perlakuan steam tracing, maka beberapa permasalahan yang harus diselesaikan
khususnya terkait dengan pemenuhan ASME B 31.3 2010 adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana desain routing pipa dari tracer supply manifold menuju pipa proses
yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?
2. Berapa heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold menuju
pipa proses yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?
3. Berapa nilai efisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode
steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing pada line number 6-
NHL-21020-N1J1?
4. Berapa nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode
steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing pada line
number 6-NHL-21020-N1J1?
5. Bandingkan mana yang lebih ekonomis instalasi steam tracing menggunakan
bare tracing atau conduction tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menentukan desain routing pipa dari tracer manifold menuju pipa yang akan di
tracing.
3
2. Menentukan nilai heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold
menuju pipa yang akan di tracing.
3. Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila
metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing
4. Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila
metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing
5. Menentukan jumlah dan posisi penyangga yang optimal pada critical line yang
dianalisa.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat dijadikan referensi bagi masyarakat umum maupun mahasiswa untuk
mempelajari perhitungan tentang steam tracing dengan metode bare tracing
dan conducting tracing.
2. Dapat dijadikan acuan untuk perhitungan pada sistem perpipaan yang memiliki
keidentikan.
3. Dari pengerjaan tugas akhir ini akan dihasilkan jurnal tugas akhir yang
berjudul analisa perpindahan panas pada pengaplikasian metode steam tracing.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Code yang digunakan adalah ASME B31.3 “process piping”edisi 2008
2. Sistem perpipaan yang akan dianalisa adalah sistem perpipaan unit urea pada
line number 6-NHL-21020-N1J1, Pada proyek pupuk Kalimantan timur 5
(PKT-5).
3. Instalasi steam tracing yang digunakan pada penelitian ini adalah bare tracing
dan conduction tracing.
4. Analisa perpindahan panas pada steam tracing ini, hanya menggunakan satu pipa
tracer.
5. Material pipa yang akan di tracing adalah jenis stainless steel 316L.
6. Material pipa tracer yang digunakan adalah jenis cooper.
7. tegangan yang terjadi akibat instalasi steam tracing diabaikan.
8. Analisa perhitungan biaya instalasi bare tracing dan conduction racing pada
penelitian di projek PKT-5 ini, tidak meperhitungkan segi constructability antara
lain:
4
a. Welding process
b. Alat berat
c. Traffic (transport)
d. Schedule construcbility
5
1 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kriteria sistem perpipaan
Pada suatu petrochemical plant seperti di project PT. PUPUK KALTIM 5
(PKT 5) terdapat suatu aliran pipa yang memiliki kriteria penjagaan temperature
secara khusus. Dimana pada aliran pipa tersebut di khawatirkan terjadi penurunan
suhu yang dapat berakibat pada terganggunya sistem proses pada plant tersebut.
Sehingga perlu dilakukan metode khusus untuk menjaga temperature fluida tersebut
agar sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dalam sistem proses.
Salah satu perubahan yang sering terjadi akibat pengaruh lingkungan pada
fluida yang mengalir yakni perubahan temperature, yang dapat mengakibatkan
perubahan fase fluida, nilai viskositas fluida, dan terjadinya kondensasi pada fluida
gas yang dapat mengganggu sistem proses yang terjadi pada plant tersebut. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan metode heat tracing sebagai metode
untuk menjaga temperature pada pipa yang dianggap memerlukan penjagaan
temperature secara khusus. Metode heat tracing sendiri memiliki beberapa jenis
yakni steam tracing, electric tracing, dan thermal fluid tracing. Untuk
pengaplikasian pada Petrochemical plant umumnya menggunakan menggunakan
metode steam tracing yang memiliki kelebihan dari segi ekonomis dan teknis.
2.2 Kriteria desain code ASME B31.3
Desain temperature pada setiap komponen sistem perpipaan seperti
temperature, tekanan, ketebalan terbesar, atau komponen dengan rating tertinggi
diperlukan sesuai dengan para. 301.2.
Dalam menentukan temperature desain, setidaknya harus
mempertimbangkan temperature fluida, temperature lingkungan, radiasi matahari,
pemanasan atau pendinginan pada temperature sedang, dan ketentuan yang berlaku
pada paragraph 301.3.2, 301.3.3, dan 301.3.4 (ASME B31.3 para 301.3)
Design minimum temperature adalah temperature terendah yang
diperkirakan dapat terjadi pada sistem. Temperature ini mungkin membutuhkan
6
desain khusus dan kualifikasi material yang dibutuhkan. (ASME B31.3 para
301.3.1)
2.3 steam tracing system
pada zaman sekarang banyak industry proses membutuhkan tempat
penyimpanan dan proses transfer fluida melalui pipa dan equipment. Namun
seringkali, proses pentransferan fluida seperti fluida cair, gas, uap, suspensi atau
slurries memiliki karakteristik temperature yang dapat mengakibatkan pembekuan,
perubahan nilai viskositas, atau terjadi kondensasi pada suhu lingkungan normal.
Untuk mengatasi masalah tersebut biaanya membutuhkan alat pemanas tambahan
yang memiliki fungsi seperti insulasi untuk ditambahkan pada pipa dan equipments.
Sehingga perlu ditambahkan tube atau pipa dengan diameter kecil pada pipa proses
dan membawa panas yang bertujuan untuk memberi panas tambahan pada pipa
proses, sistem ini bisaanya disebut dengan “heat tracing”, jika sistem heat tracing
tersebut menggunakan media steam sebagai media pembawa panas maka sistem
tersebut bisa disebut sebagai “steam tracing system”
gambar 2.1 konsep umum steam tracing
sumber : “Steam tracing new technologies for the 21th century”
steam tracing selalu menjadi pilihan yang paling mudah untuk diterapkan pada
sistem heat tracing, dikarenakan sistem pendistribusian steam dan sistem
pengembali saling terhubung dengan sistem energy dari plant tersebut. Sehingga
dapat memudahkan dalam hal instalasi dan sumber panas (steam) yang digunakan
dalam sistem steam tracing.
7
Gambar 2.2 steam tracing system
2.4 Penggunaan steam tracing
Steam tracing dapat digunakan ketika pada suatu sistem perpipaan dalam
suatu plant terjadi perubahan suhu akibat pengaruh dari lingkungan yang dapat
mengakibatkan terjadinya pembekuan, kondensasi, kristalisasi, pemisahan fluida
atau perubahan nilai viskositas fluida yang dapat berakibat terganggunya sistem
proses pada plant tersebut.
Beberapa pipa dan equipment yang perlu dilakukan pemanasan:
a. Secara umum, pipa aliran proses kontinu selama dalam kondisi operasi normal
sebenarnya tidak perlu dilakukan metode steam tracing.
b. Pipa aliran intermittent
c. Apabila Insulasi sendiri tidak mampu menjaga aliran di dalam pipa dari
pembekuan
d. Pada sisi suction pompa harus dilakukan metode tracing jika viskositas fluida
diperkirakan dapat berubah menjadi cukup tinggi sehingga dapat merusak
bagian dalam pompa.
e. Fluida dengan tipikal titik tuang diatas 32°F (0°C) dan membutuhkan “proses
perawatan”panas tanpa memperhatikan suhu lingkungan. Contoh fluida tipe ini
yakni: acrylic acid, asphalt, caustic soda, DMT, naphthalene, No. 6 fuel oil,
8
para-xylene, phthalic anhydride, maleic anhydride, viscous oils, styrene, sulfur,
tarphenol, paraffin, urea, polypropylene, neopentyl glycol, ammonium nitrate
dan masih banyak lagi.
f. Aliran Fluida yang dapat membeku akibat terjadinya musim dingin.
g. Fluida yang memiliki temperature-sensitive sehingga harus tetap dijaga pada
suhu hangat tetapi juga tidak boleh terjadi overheated. Contoh fluida tipe ini
yakni: acids, amines, caustics, phenolic water, glycerin dan lain-lain.
h. Instrument yang digunakan untuk mengontrol gas proses atau aliran fluida yang
memiliki titik tuang 32°F (0°C) dan dibawahnya. Aliran ini tidak hanya meliputi
air saja, namun juga meliputi gas, light hydrocarbons dan hasil distilasi.
i. Instrument yang digunakan untuk mengontrol gas proses atau aliran fluida yang
memiliki titik tuang 32°F (0°C) dan diatasnya. Aliran ini mungkin mengandung
heavy residual, pitch atau proses kimia seperti phenol yang dapat memadat pada
suhu lingkuangan lebih dari 32°F (0°C). isntalasi seperti ini harus dipanasi
j. diatas titik tuangnya untuk memastikan aliran berjalan dengan lancar.
k. Instrument memiliki batasan specific temperature yang ditentukan oleh
manufakur untuk menjamin keakuratan dari operasi. Instrument seperti ini tidak
mampu menahan dengan baik kondisi cuaca lingkungan musim dingin/panas
yang ekstrim.
2.5 Pemilhan tekanan steam
Media pemanas yang digunakan pada steam tracing harus berupa dry saturated
steam (uap jenuh kering). Tekanan uap umumnya bergantung pada heat input yang
dibutuhkan dalam sistem perpipaan, equipment dan tekanan yang tersedia pada
lokasi tracer. Biaya yang lebih rendah untuk uap bertekanan rendah harus
diseimbangkan dengan penambahan desain yang telah dipertimbangkan.
2.6 Metode tracing dan pertimbangan desain
a. Macam-macam metode tracing:
1. Convection tracing bisa disebut juga dengan “bare” tracing atau polymer
jacketed.
2. Conduction tracing bisa disebut juga dengan tracing with heat transfer
compound
3. Isolated tracing
9
b. Steam tracing digunakan terutama untuk menjaga temperature pada pipa dan
equipment dengan cara menentukan heat loss yang terjadi pada pipa dan
equipments lalu mengganti heat loss yang hilang tersebut dengan panas dari
steam tracer. Pada penentuan desain sistem dari steam tracing ada 6 faktor yang
dapat memperngaruhi:
1. Nominal pipe size
2. Temperature pipa yang diminta
3. low ambient temperature
4. Tracer type, size and number
5. Steam inlet temperature
6. Insulation type and thikckness
2.7 Pertimbangan pemilihan tracer
Sebagian besar plant akan membutuhkan berbagai macam kombinasi metode steam
tracing yang digunakan dalam tiap sistem yang berbeda dalam suatu plant.
Pemilihan pipa dan equipment yang akan di tracing akan sangat mempengaruhi
seberapa besar beban panas yang akan ditanggung oleh steam tracer untuk menjaga
agar temperature pipa dan equipments tersebut sesuai dengan yag diharapkan.
kemampuan tracer dan scenario pemakaian tracer pada masing-masing kondisi:
a. Isolated tracing dipilih dalam kondisi berikut:
1. Untuk mengurangi resiko akibat panas yang terjadi pada permukaan pipa
sehingga sangat membantu dalam penyesuaian dengan standard
keselamatan.
2. Ketika conduction tracer mengkonsumsi lebih banyak energy dari yang
diperlukan sehingga akan membuat suhu pipa yang akan di tracer terlalu
tinggi maka perlu untuk dirubah menjadi isolated tracing.
3. Ketika fluida yang bersifat sensitif seperti caustics, acids, amines, resins, air
dan fluida cair lainnya yang memebutuhkan panas rendah yang seragam
(konsisten) untuk mencegah permbekuan fluida.
10
Gambar 2.2 isolated tracer
b. Convection tracing (bare tracing) dipilih dalam kondisi berikut:
1. Apabila hanya ada satu buah pipa tracer yang dibutuhkan untuk menjaga
suhu fluida.
2. Apabila di aplikasikan pada daerah yang memiliki musim dingin dan
dibutuhkan untuk pipa penyalur material seperti udara, air, gas atau material
encer lain yang bersifat noncorrosive.
3. Apabila low heat density dan fleksibilitas dibutuhkan untuk high
maintenance valves, pompa dan equipment lain.
c. Conduction tracing dipilih dalam kondisi berikut:
1. Apabila dibutuhkan lebih dari satu convection tracer
2. Apabila dalam kasus penggunaan jacketed pipe atau equipment
3. Apabila dibutuhkan pemanasan secara cepat setelah terjadi shutdown.
4. Apabila dibutuhkan distribusi temperature secara merata.
5. Apabila dibutuhkan densitas panas yang tinggi dan fleksibilitas pada valves,
pompa, dan equipment lainnya.
2.8 Tracer material
Material tracer yang digunakan pada sistem steam tracing diharuskan memiliki
fleksibelitas yang tinggi sehingga dimungkinkan untuk digunakan dalam instalasi
yang memiliki sudut-sudut yang rumit seperti instalasi steam tracing pada valve,
pompa, elbow, strainer dan equipment lain. sehingga instalasi sistem steam tracing
dapat lebih optimal bila digunakan pada equipment yang memiliki geometri yang
rumit karena material tracer dapat mengikuti alur dari equipment yang akan di
tracing. Dan juga material tracer harus memiliki sifat tahan bocor ketika
menyalurkan media pemanas.
11
Gambar 2.3 instalasi tracer pada valve
Sumber: (http://solergon.gr/en/portfolio/erection-of-steam-tracing-elpe-refinery-upgrade-project-of-
hellenic-petrolleum-sa/)
Gambar 2.4 instalasi tracer pada sistem perpipaan
Sumber: (http://solergon.gr/en/portfolio/erection-of-steam-tracing-elpe-refinery-upgrade-project-of-
hellenic-petrolleum-sa/)
Direkomendasikan material tracing yang digunakan berupa tube dari pada berupa
pipa, dikarenakan thermal expansion yang terjadi pada tube lebih mudah terjadi dan
tracer dapat lebih dekat lebih dekat dengan permukaan pipa yang dipanasi atau
equipment sehingga dapat terjadi perpindahan panas yang lebih tinggi dari tracer
menuju pipa.
Pemilihan material tracer harus memenuhi kebutuhan panas dan instalasi yang
dibutuhkan. persyaratan pemilihan material tracer ditentukan oleh material pipa
proses, temperature pipa proses dan tracer, tekanan media pemanas dan lingkungan.
Dan material tracer harus terbuat dari bahan logam. Beberapa material yang
direkomendasikan sebagai material tracer:
a. Copper tubing ASTM Standards B68 and B75.
12
Dengan Minimum ketebalan tube:
3/8" O.D. x .032" wall (10 mm O.D. x 1 mm wall)
1/2" O.D. x .035" wall (12 mm O.D. x 1 mm wall)
3/4" O.D. x .049" wall (20 mm O.D. x 1.2 mm wall)
Material ini dapat digunakan apabila media pemanas berupa uap jenuh atau
fluida dengan suhu maksimal 400°F (204°C).
Gambar 2.5 copper tubing
Sumber:( www.plumbnation.co.uk/site/28mm-x-3m-copper-pipe)
b. Stainless steel ASTM standards A269
Dengan Minimum ketebalan tube:
3/8" O.D. x .032" wall (10 mm O.D. x 1 mm wall)
1/2" O.D. x .035" wall (12 mm O.D. x 1 mm wall)
3/4" O.D. x .049" wall (20 mm O.D. x 1.2 mm wall)
Material ini dapat digunakan apabila media pemanas berupa uap jenuh atau
fluida dengan suhu maksimal 400°F (204°C).
Gambar 2.6 stainless steel tubing ASTM A269
Sumber:(http://jyjinfengtai.en.made-in-china.com/product/pKCJnPubHUhN/China-ASTM-
A269-316L-Stainless-Steel-Pipe.html)
13
2.9 Steam tracing type conduction tracing
Yang dimaksud istilah konduksi pada sistem steam tracing tipe conduction
tracing adalah suatu sistem steam tracing yang memanfaatkan perpindahan panas
secara konduksi dari pipe tracer menuju suatu lapisan penyelubung pipe tracer yang
disebut heat transfer cement, kemudian lapisan tersebut sebagai media pemanas
pipa yang akan di tracing.
Gambar 2.6 conduction tracing
Keunggulan dari conduction tracing di antaranya:
1. Lapisan heat transfer cement pada conduction tracing dapat berfungsi
sebagai media insulasi tambahan, sehingga panas yang terbuang
kelingkungan dapat diminimalisir.
2. Lapisan heat transfer cement pada conduction tracing berfungsi sebagai
media penyalur panas yang baik, sehingga panas yang diberikan oleh pipa
tracer dapat terserap secara maksimal oleh pipa proses.
3. Dapat menjaga suhu pipa proses dengan suhu steam yang lebih rendah dari
pada bare tracing.
Kekurangan dari conduction tracing di antaranya:
1. Instalasi sistem lebih rumit dari pada bare tracing.
2. Biaya instalasi sistem lebih mahal dari pada bare tracing.
3. Dapat terjadi over heating pada pipa proses.
2.10 Steam tracing type bare tracing
Steam tracing jenis bare tracing adalah suatu sistem steam tracing yang
memanfaatkan perpindahan panas dari pipa tracer menuju pipa proses secara
14
konveksi. Berbeda dengan conduction tracing, bare tracing memiliki konstruksi
yang lebih sederhana dari pada conduction racing dikarenakan tidak adanya lapisan
heat transfer cement sebagai media perantara pipa tracer dengan pipa proses.
3
4
5
6
7
8 Gambar 2.7 bare tracing
Keunggulan dari bare tracing di antaranya:
1. Memiliki instalasi yang lebih sederhana dari pada conduction tracing.
2. Biaya instalasi lebih murah dari pada conduction tracing.
3. Kecil kemungkinan terjadinya over heating pada pipa proses
Kekurangan dari bare tracing di antaranya:
1. Panas yang keluar dari pipa tracer banyak yang terbuang kelingkungan.
2. Effisiensi perpindahan panas yang lebih rendah dari pada conduction
tracing.
3. Membutuhkan temperature steam yang lebih tinggi dari pada conduction
tracing, dengan nilai perpindahan panas yang sama.
2.11 Perpindahan panas konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor yang terjadi pada suatu medium padat.
Dalam proses perpidahan panas secara konduksi yang berpindah hanyalah panas
sementara mediumnya tidak ikut berpindah. Contohnya ketika kita memanaskan
sebatang besi maka pada bagian ujung yang tidak dipanaskan dalam jarak (x)
tertentu dari sumber panas (THot), seiring waktu (s) area yang bertemperatur lebih
rendah (TCold) akan menjadi lebih panas, hal ini menggambarkan bahwa panas yang
berasal dari perapian dengan temperatur lebih panas (THot) berpindah (q) dari ujung
15
besi yang dipanaskan ke ujung lain yang tidak dipanaskan (TCold). Itulah contoh
sederhana proses berlangsungnya perpindahan panas.
Nilai perpindahan panas ini dinamakan laju perpindahan panas dan dirumuskan
sebagai panas yang mengalir persatuan waktu. Laju perpidahan panas secara
koduksi dirumuskan sebagai perkalian antara konduktivitas panas (Thermal
Conductivity, k) dengan luas penampang (A) dan selisih suhu kedua titik (THot-
TCold) dibagi dengan jarak kedua titik (x).
2.11.1 Mekanisme perpindahan panas konduksi
Gambar 2.8 mekanisme perpindahan panas konduksi
Ketika salah satu bagian benda dengan temperature yang lebih tinggi bersentuhan
dengan benda dengan temperature yang rendah, maka energi akan berpindah dari
benda bertemperatur tinggi (THot) menuju bagian benda yang bertemperatur
rendah (TCold). Adanya tambahan energi menyebabkan atom dan molekul penyusun
benda bergerak semakin cepat. Ketika bergerak, maka molekul tersebut akan
memiliki energi kinetik (EK = ½ mv2). Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat
(energi kinetiknya lebih besar) menumbuk molekul yang berada di sebelahnya.
Molekul tadi menumbuk lagi molekul lain yang berada di sebelah. Demikian
seterusnya. Jadi molekul-molekul saling bertumbukan, sambil memindahkan energi.
Perpindahan panas yang terjadi melalui tumbukan antara molekul pernyusun benda
inilah yang dinamakan perpindahan panas secara konduksi.
Gambar 2.9 perpindahan panas konduksi pada pipa pejal
16
Dari ilustrasi yang digambarkan diatas, sebatang pipa pejal pada salah satu bagian
ujungnya dipanaskan oleh sebatang lilin yang menyala dinyatakan memiliki
temperatur yang lebih tinggi (THot) sedangkan ujung benda yang terletak di sebelah
kanan memiliki temperature yang lebih rendah (TCold). Karena adanya perbedaan
suhu (THot – TCold), maka panas berpindah dari bagian benda yang bertemperatur
tinggi menuju benda yang bertemperatur rendah (arah aliran panas ke kanan). Jika
benda yang dilewati panas memiliki luas penampang (A) dan panjang (x).
Dari ilustrasi diatas maka dapat dikalkulasi Jumlah panas yang berpindah dalam
selang waktu tertentu (Q/s) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (THot – TCold),
luas penampang (A), sifat konduktivita termal dari suatu benda (k = konduktivitas
termal) dan berbanding terbalik dengan panjang benda (x). Rumus laju perpindahan
panas (q) secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
����� ����� �������� = ᾳ (����)∗(�������� � )
����� (2.1)
� ���������� = �. �.�����
∆� (2.2)
Dimana :
Q = laju perpindahan kalor W
K = konduktivitas termal (J/m.s.oC) atau (W/moC)
A = luas penampang (m2)
THot = Temperatur ter-tinggi (oC)
TCold = Temperatur ter-rendah (oC)
q = Heat Flux (W/m2)
x = Jarak antara temperatur panas dan temperatur rendah (m)
2.12 Kalor jenis (c)
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat
sebesar 1oC atau 1 K, dimana persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
17
� =�
�.∆� (2.3)
2.13 Kapasitas kalor ( C )
Kapasitas kalor atau kapasitas panas (biasanya dilambangkan dengan kapital C,
sering dengan subskripsi) adalah besaran terukur yang menggambarkan banyaknya
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat (benda) sebesar jumlah
tertentu (misalnya 10C).
� =�
∆� (2.4)
C = kapasitas kalor (J/oC)
Kapasitas panas yang ada pada sebagian besar sistem tidaklah konstan, namun
bergantung pada variasi kondisi dari sistem termodinamika. Kapasitas panas
bergantung pada temperatur itu sendiri, dan juga tekanan dan volume dari sistem.
Berbagai cara untuk mengukur kapasitas panas dapat dilakukan, yang secara
umum dilakukan pada kondisi tekanan konstan atau volume konstan. Sehingga
simbol kapasitas jenisnya disesuaikan, menjadi Cp untuk kapasitas jenis pada
tekanan konstan, dan CV untuk kapasitas jenis pada volume konstan. Gas dan cairan
umumnya diukur pada volume konstan. Pengukuran pada tekanan konstan akan
menghasilkan nilai yang lebih besar karena nilai tekanan konstan juga mencakup
energi panas yang digunakan untuk melakukan kerja untuk mengembangkan
volume zat ketika temperatur ditingkatkan.
Panas jenis spesifik dari suatu zat merupakan molekul yang tidak pada kondisi
konstan melainkan bergantung pada temperaturnya. Temperatur pada lingkungan
pengukuran yang dibuat biasanya juga ditentukan. Conth dua cara untuk menuliskan
panas jenis dari suatu zat yaitu:
Air (cair): cp = 4.1855 [J/(g·K)] (15 °C, 101.325 kPa) atau 1 kalori/gram °C
Air (cair): CvH = 74.539 J/(mol·K) (25 °C)
Untuk cairan dan gas, penting untuk mengetahui tekanan yang digunakan
dalam menuliskan nilai kapasitas panas. Kebanyakan data yang dipublikasikan
dituliskan pada kondisi tekanan standard
18
Gambar 2.10 konduktivitas panas berbagai material pada temperature ruangan
Yunus A cengel, 1994, “heat and mass transfer”
Gambar 2.11 mekanisme perpindahan panas konduksi pada material dengan fase-fase yang berbeda
Sumber : Yunus A Cengel, 1994, “Heat and Mass Transfer”
2.14 Perpindahan panas konveksi
Perpindahan panas konveksi atau konveksi adalah perpindahan panas dari satu
tempat ke tempat lain karena adanya perpindahan fluida, proses perpindahan panas
melalui perpindahan massa. Gerak serempak fluida menambah perpindahan panas
pada banyak kondisi, seperti misalnya antara permukaan solid dan permukaan
fluida. Konveksi adalah perpindahan panas yang umum pada cairan dan gas.
19
Konveksi bebas muncul ketika gerak fluida disebabkan oleh gaya apung yang
berasal dari perbedaan massa jenis akibat perbedaan di dalam fluida. Konveksi tak
bebas adalah istilah yang digunakan ketika aliran di dalam fluida diinduksi oleh
benda eksternal, seperti kipas, pengaduk, dan pompa, sehingga menyebabkan
konveksi induksi buatan.
Pendinginan atau pemanasan konveksi di banyak kasus dapat dijelaskan oleh
Hukum Newton tentang pendinginan: “Kecepatan hilangnya panas pada benda
sebanding dengan perbedaan antara benda tersebut dengan lingkungannya.”
Meskipun begitu, dari definisinya, hukum Newton tentang pendinginan ini
membutuhkan kecepatan panas hilang yang membentuk garis linear pada grafik
fungsi (“sebanding dengan”). Padahal, secara umum, konveksi tidak pernah
membentuk garis lurus. Maka, hukum Newton tidak berlaku.
Gambar 2.12 perpindahan panas konveksi
http://www.geo.arizona.edu/xtal/nats101/s04-08.html
Jenis Perpindahan Panas Konveksi Menurut keadaan alirannya perpindahan panas
secara konveksi dikategorikan menjadi dua yaitu :
1. Konveksi bebas yang mana aliran fluida disebabkan oleh adanya variasi masa
jenis yang selalu diikuti dengan adanya perbedaan temperatur dalam fluida.
2. Konveksi paksa yang mana aliran disebabkan oleh beberapa cara yang berasal
dari luar. Misalnya dari fan, pompa, ataupun tiupan angin. Pengertian Konveksi
Paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut berasal dari
luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa dalam pipa
merupakan persolaan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang
20
disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah
fluida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.
Gambar 2.13 perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah,
(c) pendidihan, (d) kondensasi
� ���������� = ℎ. ��. . (�� − �∞) (2.5)
h = Convection heat transfer (W/m2.C)
As = luas permukaan perpindahan panas karena konveksi
Ts = temperature permukaan
T∞ = temperature fluida jauh dari permukaan
Perpindahan panas konveksi sangat tergantung pada property fluidanya antara lain:
viskositas dinamik (dynamic viscosity) (�), konduktivitas thermal (thermal
conductivity) (k), massa jenis (density) (�), dan panas spesifik (specific heat) (��),
dan juga kecepatan fluida (fluid velocity) (v).konveksi juga tergantung pada factor
bentuk (geometri) dan kekasaran (roughness) dari permukaan benda padat tersebut,
dan factor lain adalah tipe dari aliran fluida apakah laminar atau turbulen.
21
2.15 Aliran laminar dan tubulen.
Aliran laminar adalah aliran fluida yang bergerak secara teratur yang dapat
dikarakteristikan sebagai aliran streamline (berlapis). Sedangkan untuk aliran
turbulen adalah aliran fluida yang bergerak sangat tidak teratur yang terjadi pada
kecepatan tinggi sehingga dapat dikarakteristikan pada alirannya didominasi oleh
fluktuasi kecepatan.
�� =������� ������
�������=
���
�=
��� �
� (2.6)
Dimana Vm = kecepatan rata-rata fluida,
D = Diameter dari pipa,
� = viskosotas kinematic dari fluida.
Daerah transisi yaitu daerah perubahan aliran laminar menjadi turbulen juga akan
tergantung pada tingkat gangguan terhadapa aliran oleh kekasaran permukaan,
getaran pipa dan juga fluktuasi dari, untuk tujuan praktis maka angka reynold
daerah transisi terjadi pada :
Re < 2300 aliran laminar
2300 < Re < 10000 aliran transisi
Re > 10000 aliran turbulent
2.16 Angka nusselt
Angka nusselt adalah angka yang tidak memiliki satuan dan besar nilainya akan
menentukan nilai koefisien konveksi (h), didefinisikan dengan formula berikut:
�� =�.��
� (2.7)
Dimana LC = panjang dari obyek,
h = koefisien konveksi,
� = konduktivitas thermal dari fluida
2.17 Tahanan thermal
Dari ketiga perumusan tersebut terlihat bahwa laju aliran perpindahan panas
persatuan luas tergantung dari beda temperatur dan media yang dilaluinya. Hal
22
tersebut analog dengan arus listrik (laju aliran muatan listrik per satuan luas
penghantar) tergantung dengan beda potensial antara ujung penghantar dan bahan
hantaran
qkond=Qkond/A =k.(Ts1-Ts2)/t (2.8)
qkonv=Qkonv/A =h.(Ts-T) (2.9)
i=q/A=V/R (2.10)
Dari keanalogan tersebut dapat diturunkan persamaan tahanan termal suatu bahan
Rkond = t/k dan Rkonv = l/h. Dengan pendekatan tersebut, jika panas mengalir melalui
dinding yang berlapis dengan berbagai konfigurasi maka besarnya laju perpindahan
panasnya dapat ditentukan. Contoh : suatu dinding kapal dengan konfigurasi sebagai
berikut :
gambar 2.14 susunan dinding kapal
Dinding luar tercelup air laut dengan koefisien konveksi h1 sehingga R1= 1/h1,
dinding luar terbuat dari plat baja dengan tebal t2 dan konduktivitas termal k2
sehingga R2 = t2 /k2, lapisan kedua merupakan rongga udara dengan tebal t3 dan
konduktifitas termal k3 sehingga R3= t3/k3, lapisan ketiga isolasi glass wol dengan
tebal t4 dan konduktifitas termal k4 sehingga R4 = t4/k4, lapisan keempat hard flex
dengan tebal t5 dan konduktifitas termal k5 sehingga R5= t5/ k5, dinding dalam ruang
menghadap ke udara luar dengan koefisien konveksi h6
Tahana total dinding tersebut adalah
Rt= R1+R2+R3 +R4 + R5 + R6 = �
��+
��
��+
��
��+
��
��+
��
��+
�
�� (2.11)
Dari perumusan tersebut dapat digunakan untuk menghitung jumlah kalor yang
mengalir persatuan luas dinding jika temperatur air dan temperatur udara ruangan
diketahui
23
q = ( Ta- Tu)/ Rt (2.12)
dimana Ta adalah temperatur air dan Tu adalah temperatur udara ruangan.
Jika rumus tersebut dikembalikan ke rumus dasar q = h(T2- T1) maka didaptkan
koefisien perpindahan panas menyeluruh (baik konveksi maupun konduksi tiap lapis
dinding) : U sehingga U= l/Rt
U=l/(h1+t2/k2 + t3/k3 + t4/k4 + t5/k5 + l/h6) (2.13)
Q=U.A.(Ta-Tu) (2.14)
Nilai U sangat penting didalam menentukan berapa jumlah panas dari luar yang
masuk ke dalam ruangan
2.18 Konduksi pada silinder berlapis banyak
Berkaitan dengan teori perpindahan panas konduksi dan tahanan thermal yang
dibahas diatas, pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai aplikasi dari dua teori
tersebut dalam sistem perpipaan sehingga dapat yang diaplikasikan pada suatu pipa
yang memiliki lapisan banyak.
Gambar 2.15 Rangkaian tahanan thermal yang mengalir menembus 3 lapisan dan dimana bagian
dalam dan luar lapisan mengalami perpindahan panas konveksi
� =�������
������ (2.15)
������ = �����,�+ � ���,�+ � ���,�+ � ���,�+ � ����,�
=�
����+
������
�����+
������
�����+
������
�����+
�
���� (2.16)
24
2.19 Perubahan Wujud Zat dan Grafik Perubahannya
Seperti yang kita kethaui zat terbagi menjadi 3 (tiga) yakni padat, cair dan gas.
Adapun diagram perubahannya sebagai berikut:
Gambar 2.16 Diagram perubahan suatu zat
Gambar 2.17. Perubahan wujud zat yang melepaskan kalor
Gambar 2.18. Perubahan wujud zat yang memerlukan kalor
25
Berdasarkan grafik diatas terdapat proses perubahan wujud zat yang disebut
membeku dan melebur. Untuk membeku dan melebur terdapat kalor yang
dibutuhkan yang disebut kalor laten lebur atau beku sebesar:
�� = �. � (2.17)
Begitupula dengan proses perubahan wujud zat berupa menguap dan mengembun,
membutuhkan kalor untuk menguap sebesar:
�� = �. � (2.18)
Keterangan:
L = kalor laten lebur ( 80 kal/gr)
U = kalor laten uap
2.20 Grafik Perubahan Wujud Zat
Misalkan sebongkah es dengan suhu -10 derajat celcuis dipanaskan hingga berubah
menjadi gas, akan melalui tahapan-tahapan sesuai dengan grafik berikut:
Gambar 2.19. Perubahan wujud zat cair (Air) [1-3]
Masing-masing dari setiap proses perubahan suhu maka akan memiliki kalor yang
berbeda, seperti terlihat pada gambar. untuk menghitung total hanya perlu
menjumlahkan kalor setiap proses. Hukum Termodinamika Pertama berbunyi
"energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi dapat dikonversi dari suatu
bentuk ke bentuk yang lain." Hukum pertama adalah prinsip kekekalan energi yang
26
memasukan kalor sebagai model perpindahan energi. Menurut hukum pertama,
energi dalam suatu benda dapat ditingkatkan dengan menambahkan kalor ke benda
atau dengan melakukan usaha pada benda. Hukum pertama tidak membatasi tentang
arah perpindahan kalor yang dapat terjadi. Pada dasarnya terdapat tiga macam
proses perpindahan energi panas. Proses tersebut adalah perpindahan energi secara
konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan energi secara konduksi dan konveksi
terjadi pada material padat dan cair. Sedangkan proses perpindahan energi panas
secara radiasi terjadi pada ruang hampa.
2.21 Line number
Istilah line number suatu sistem perpipaan merupakan kode untuk
mengidentifikasi suatu jalur pipa dalam suatu projek. kode-kode dalam suatu line
number memiliki arti seperti ukuran pipa, jenis fluida yang mengalir, kode nomer
pipa. Pengkodean line number akan sangat berguna dalam mengidentifikasi suatu
jalur perpipaan dikarenakan terdapat kode-kode yang menginformasikan mengenai
jalur perpipaan tersebut. Dalam setiap projek biasanya memiliki ciri khusus dalam
pengkodean suatu line number, seperti halnya pengkodean line number di projek
PKT-5. berikut merupakan penulisan line number di projek PKT-5:
6 – SL – 10001 - ASA2 - (H)
6 = kode ukuran pipa
SL = line service (fluid service)
10001 = kode nomer pipa
ASA2 = kode material pipa
( H ) = kode insulasi pipa
mengenai pengkodean line number diatas, berikut merupakan penjelasan dari setiap
kode tersebut:
27
Table 2.1 class designation material PKT-5 Table 2.2 line service condition PKT-5
Class RATING Material Line
service Service condition
A1A2 150# C.S A Air (process use) A1A2V 150# C.S AC Ammonium carbonate solution A1K0 150# 304 S.S AD Additive agent A1K0J 150# 304 S.S AN Ammonium nitrate solution A1K1 150# 304 S.S BD Blow down
A1K1U 150# 304 S.S BF Boiler feed water (deaerated water) A1L1 150# 316 S.S BW Boiler water A1Z0 150# FRP CH Chemical feed
A1Z0U 150# HDPE CO Carbon dioxide A2K0 150# 304 S.S CWI Sweet cooling water intermediate
AAA21 150# C.S CWR Sweet cooling water return AAA2U1 150# C.S CWS Sweet cooling water supply
AAX2 150# C.S (GALV) DH Hydrocarbon drain ABA2 150# C.S DO Diesel oil ABK0 150# 304 S.S DR Drain AFZ0 150# FRP DV Dust vent
AFZ0U 150# HDPE DW Demineralized water ALK0 150# 304 S.S EV Vacuum exhaust ANA2 150# C.S FG Fuel gas and fuel natural gas ASA2 150# C.S FO Fuel oil ASA2J 150# C.S FW Fire water ASG2 150# 9Cr-1M0-V GO Governor oil
AUA2P 150# C.S HN High pressure nitrogen B1A2 300# C.S HW Hot water B1J1 300# 316 LS.S IA Instrument air B1K0 300# 304 S.S LO Lube oil B1K0J 300# 304 S.S MEA Amdea solution B1K1 300# 304 S.S N Nitrogen B1L1 300# 316 S.S NG Natural gas BNA2 300# C.S NHA Ammonia aqueous solution BSA2 300# C.S NHG Ammonia gas BSG2 300# 9Cr-1Mo-V NHL Ammonia liquid DSA2 600# C.S PA Plant air ESG2 900# 9Cr-1Mo-V PC Process condensate F1A2 1500# C.S PG Process gas F1K0 1500# 304 S.S PW Potable water & service water G1A2 2500# C.S RV Relief valve exhaust M1J1 200 K 316 LS.S UG RW Raw water N1J1 300 K 316 LS.S SG Synthesis gas NSA2 350 K C.S SHH High high pressure steam (123KG) TXK0 STD 304 S.S SHHC High high pressure condensate (123
KG) SL Low low pressure steam (3,5 KG) SLC Low low pressure condensate (3,5
KG) SM Medium pressure steam (46 KG) SMC Medium pressure condensate (46 KG) SO Seal oil TC Turbine condensate SWR Sea water return SWS Sea water supply V Vent WW Waste water/oily water
28
Steam tracing calculation
2.22 Steam tracing calculation
Dalam melakukan perhitungan perpindahan panas pada steam tracing, perlu untuk
diketahui bahwa perpindahan panas atau heat transfer yang terjadi pada pipa proses
bersifat parsial, artinya perlu untuk didefinisikan tiap-tiap area pipa yang mengalami
perpindahan panas. Dalama mendefinisikan area pipa pada steam tracing dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
2.22.1 Tipe bare tracing
Gambar 2.20. bare tracing heat transfer
pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masing-
masing area pada pipa tracer yakni diantaranya:
a. Qtl = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke insulasi
b. Qta = perpindahan panas konveksi dari pipa tracer ke annulus area
c. Qal = perpindahan panas konveksi dari annulus area ke insulasi
Table 2.3 tabel kode insulasi projek PKT-5
Kode Insulasi Description
(H) Insulasi panas
(C) Insulasi dingin
(P) Insulasi personal protection
29
d. Qpl = perpindahan panas konveksi dari pipa proses ke insulasi
Dari ke empat area tersebut nilai Qtl dapat diabaikan dikarenakan perpindahan
panas tersebut mengarah ke insulasi dan tidak berpengaruh besar pada pipa proses.
Secara ideal nilai Qta merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga untuk
dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qta minimal harus sama dengan
penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan untuk
steam tracing metode bare tracing:
1. Sudut antara pipa proses dengan pipa tracer
� = ����� (�����
��� ��) (2.19)
2. Panjang persinggungan antara pipa proses dengan pipa tracer
��� = (�� − ��) tan � (2.20)
Gambar 2.21. bare tracing detail area
3. Exposed area
� = 2 �� (� − �) (2.21)
30
4. Exposed area with pipe length
��� = � � � (2.22)
5. area of annulus in contact with insulation
��� = 2� � ��� (2.23)
6. area of process fluid pipe in contact with insulation
��� = (2� − (1,25 + 0,75�)�) ��������� �����
���������������
�� � (2.24)
7. coefficient convection heat transfer in annulus area
ℎ� = 1,18��������
� ���
�
� (2.25)
8. heat transfer from pipe tracer
��� = ℎ� ���(�� − ����) (2.26)
9. surface temperature for the process pipe side
�����.��� = �� − � ����� ���
������
�
� ���� (2.27)
10. surface temperature for the tracer pipe side
�����.��� = ��� − � �(�����������) ���
�������������
�
� ���� (2.28)
11. surface temperature average
�����.������� = 80% � ����.��� + 20% � ����.��� (2.29)
12. coefficient convection heat transfer in ambient
ℎ� =�
(������� ���) (2.30)
31
13. heat transfer from process pipe
��� =�(���� ���)(��� (�,����,���)�)
�
�� ���
��(�����)�
���
�������
���
�����
�
�������
(2.31)
14. heat transfer from process pipe in annulus side
��� =���(������ ����)
���������
�����
�
���
(2.32)
15. consumption of steam
������ =���
��.∆� (2.33)
16. efficiency of bare tracing
� = ���� � ���
���� � 100% (2.34)
2.22.2 Tipe conduction tracing
Gambar 2.23. conduction tracing heat transfer
pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masing-
masing area pada pipa tracer tipe conduction tracing yakni diantaranya:
a. Qca = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke insulasi
32
b. Qcp = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke pipa proses pada
cemented area
c. Qal = perpindahan panas konveksi dari annulus area ke insulasi
d. Qpl = perpindahan panas konveksi dari pipa proses ke insulasi
Secara ideal nilai Qca dan Qcp merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga
untuk dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qca dan Qcp minimal harus sama
dengan penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan
untuk steam tracing metode bare tracing:
1. Sudut antara cemented area dan insulasi
� = ����� � ���
��� (2.35)
2. Panjang persinggungan antara pipa proses dengan cemented area
���� = ���
��� � (2.36)
Gambar 2.24. bare tracing detail area
33
3. Heat transfer from tracer pipe to insulation
��� = (0,992257866� �)(0,4714�� − 2� (�� + � �)) �(�������)�,��
(�����)�,��� (2.37)
4. Surface temperature for the tracer pipe side
�����.��� = ������ − � �(��������������)���
�������������������
�
����� (2.38)
5. Surface temperature for the process pipe side
�����.��� = �� − � ��������
������
�
����� (2.39)
6. Coefficient convection heat transfer in ambient
ℎ� =�
(������� ���) (2.40)
7. heat transfer from process pipe in annulus side
��� =���(������ ���)����
���������
��
���
(2.41)
8. heat transfer from process pipe
��� =�(���� ���)(��� (�,����,���)�)
�
�� ���
��(�����)�
���
�������
���
�����
�
�������
(2.42)
9. heat transfer from tracer pipe in cemented area
��� = 4������(��+��) (2.43)
10. heat transfer in ideal condition
������ = ��� + � �� (2.44)
11. heat transfer in actual condition
������� = ��� + � �� (2.45)
34
12. consumption of steam
������ =���
��.∆� (2.46)
13. efficiency of conduction tracing
� = �������
�������� � 100% (2.47)
35
1 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Garis Besar Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini secara umum
digunakan untuk menganalisa perpindahan panas yang terjadi pada
sistem steam tracing yang diaplikasikan pada line number 6-NHL-
21020-NIJI di projek PKT-5, yang mengacu pada ASME B31.3 Code
“process piping”. Analisa dilakukan dengan menggunakan perhitungan
manual. Gambar 3.1 memperlihatkan rancangan penelitian berdasarkan
runtutan kegiatan secara sistematis.
3.1.1 Tahap Identifikasi Awal
Tahap identifikasi awal ditujukan untuk menetapkan tujuan dan
diadakan identifikasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun isi dari tahap ini antara lain sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah dan penetapan tujuan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
didapatkan pada saat melakukan pengamatan dan pemikiran
sehingga bisa dilakukan sebuah penelitian. Pada tahap ini juga
dilakukan penetapan tujuan tentang apa yang ingin dicapai dan
manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya.
Tahap-tahap ini merupakan dasar tentang apa yang dilakukan
selama penelitian. Pada penelitian ini, diangkat permasalahan
mengenai analisa perpindahan panas pada steam traing
menggunakan software ansys dan perhitungan secara manual.
Analisa dilakukan pada line number 6-NHL-21020-N1J1 dari
equipment 6 NHL 21020 menuju equipment EE101 pada proyek
pupuk Kalimantan timur V (PKT-5). pipa yang dianalisa
berdiameter 6” dan bertemperatur 170°C.
2. Studi lapangan
36
Pada tahap ini akan dilakukan pengamatan secara tidak langsung
terhadap kondisi aktual dilapangan. Pengamatan dilakukan di sub
departemen piping designer dengan melihat routing study dari jalur
perpipaan sehingga dapat diketahui posisi dan model line number
6-NHL-21020-N1J1 proyek PKT-5.
3. Studi literatur
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan teori-teori yang
berhubungan dengan penelitian ini yang nantinya akan digunakan
sebagai acuan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini teori-teori
yang diangkat adalah teori yang berhubungan dengan
thermodynamic.
3.1.2 Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data merupakan tahap untuk mengumpulkan
data yang berhubungan dengan permasalahan yang didapat. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data-data tersebut
dijabarkan dibawah ini,
1. Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan teori-teori yang
berhubungan dengan tugas akhir ini yang nantinya akan digunakan
sebagai acuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam
penelitian ini teori-teori yang diangkat adalah teori yang
berhubungan dengan analisa perpindahan panas pada steam
tracing.
2. Survey Lapangan
Pada tahap ini pengamatan dilakukan tidak secara langsung
terhadap kondisi aktual di lapangan, melainkan pengamatan
dilakukan di Departemen Piping dengan melihat langsung dari
pengerjaan 3D dengan menggunakan software PDMS versi 12.0.
Dari pengamatan ini didapatkan posisi dan model jalur perpipaan di
line number 6-NHL-21020-NIJI, pada Proyek Pupuk Kalimantan
Timur-V (PKT-5)
37
3.1.3 Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data merupakan tindak lanjut dari pengumpulan
data yang telah dilakukan, hal-hal tersebut antara lain :
1. Menentukan material pipa tracer yang akan digunakan.
2. Menentukan jumlah dan ukuran pipa tracer.
3. Menentukan steam tracing temperature.
4. Desain tracer pipe routing dari steam supply manifold menuju pipa
proses yang di tracing.
5. Menghitung heat loss akibat tracer pipe routing dari steam supply
manifold menuju pipa yang di tracing.
6. perhitungan area-area yang dimungkinkan terjadi perpindahan panas
dari tracer menuju pipa.
7. perhitungan koefisien perpindahan panas konveksi yang terjadi.
8. Perhitungan perpindahan panas yang terjadi pada masing-masing
area.
9. Perhitungan perpindahan panas actual dan ideal pada bare tracing
dan conduction tracing.
10. Perhitungan massa uap yang dibutuhkan pada bare tracing dan
conduction tracing.
11. Perhitungan effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada bare
tracing dan conduction tracing.
12. Perhitungan dari segi ekonomi untuk instalasi bare tracing dan
conduction tracing.
3.1.4 Tahap Analisis dan Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap pengambilan kesimpulan dari analisis
dan pengolahan data yang telah dilakukan. Saran dimaksudkan untuk
melakukan penelitian selanjutnya dengan obyek penelitian yang lebih
luas dan sebagai bahan pertimbangan serta referensi kepada perusahaan
untuk dapat diaplikasikan pada sistem perpipaan lain yang memiliki
keidentikan.
38
YA YA
TIDAK TIDAK
3.2 Flow chart penelitian Tahap identifikasi awal Tahap tinjauan pustaka Tahap pengumpulan data
Start
Identifikasi masalah
Penetapan tujuan
Survey lapangan
Studi literatur
Pengumpulan data
Desain routing pipa tracer dari supply manifold menuju pipa proses
Penentuan temperature steam tracing
Menghitung heat loss steam akibat routing pipa tracer
Menghitung luasan area yang dimungkinkan terjadi perpindahanpanas
pada conduction tracing
Menghitung koefisien perpindahan panas konveksi pada conduction tracing
Menghitung perpindahan panas yang terjadi tiap area pada conduction tracing
Menghitung Q actual dan Q ideal
Jika Q actual > Q ideal
B
Menghitung luasan area yang dimungkinkan terjadi
perpindahanpanas pada bare tracing
Menghitung koefisien perpindahan panas konveksi pada bare tracing
Menghitung perpindahan panas yang terjadi tiap area pada bare tracing
Menghitung Q actual dan Q ideal
Jika Q actual > Q ideal
A
Metode bare tracing Metode conduction tracing
39
B A
Menghitung dan membandingkan biaya instalasi
bare tracing dan conduction tracing
Kesimpulan dan saran
END
Menghitung massa uap yang dibutuhkan conduction tracing
Menghitung effisiensi perpindahan panas conduction
tracing
Menghitung massa uap yang dibutuhkan bare tracing
Menghitung effisiensi perpindahan panas bare tracing
Tahap pengolahan data dan analisa
Tahap pengolahan data dan analisa
Gambar 1.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
40
3.3 Jadwal penelitian
3.3.1 Waktu penelitian
Waktu pelaksanaan tugas akhir ini dimulai pada akhir semester 7
yaitu diawali dengan pengajuan proposal tugas akhir dan dilanjutkan pada
semester 8 dengan waktu pengerjaan efektif ± 5 bulan.
3.3.2 Tempat penelitian
Tempat pelaksanaan tugas akhir ini adalah di kampus Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS)
Tabel 3.1 tabel schedule penelitian tugas akhir
DAFTAR PUSTAKA
yunus a cengel, 2003 ,“Heat and Mass Transfer”
Roy A. Parisher and Robert A. Rhea, 2002,”Pipe Drafting And Design”
Adelange, 2012, ‘’http://www.cheresources.com/content/articles/heat-transfer/steam-tracing-excel?pg=1’’
Toyo Engineering Specification, 2010,”Steam Tracing Specification”
ASME B 31.3, 2008,”Process Piping”