+ All Categories
Home > Documents > steam tracing

steam tracing

Date post: 17-Jul-2016
Category:
Upload: tauifq-zain
View: 103 times
Download: 16 times
Share this document with a friend
Description:
perpindahan panas
46
1 PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA PERPINDAHAN PANAS STEAM TRACING METODE BARE TRACING DAN CONDUCTION TRACING PADA SISTEM JALUR PERPIPAAN AMMONIA LINE NUMBER 6-NHL-21020-N1J1 DI PROJEK PUPUK KALTIM 5 FAJAR TAUFIQ ISMAIL NRP. 6811040060 Dosen Pembimbing I MUHAMMAD SHAH, ST., MT. NIP. 1959 0916 1988 0310 03 Dosen Pembimbing II SUDIYONO, ST., MT NIP. 1969 1004 1997 0210 01 PROGRAM STUDI TEKNIK PERPIPAAN JURUSAN TEKNIK PEMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2015
Transcript
Page 1: steam tracing

1

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISA PERPINDAHAN PANAS STEAM TRACING

METODE BARE TRACING DAN CONDUCTION TRACING

PADA SISTEM JALUR PERPIPAAN AMMONIA LINE

NUMBER 6-NHL-21020-N1J1 DI PROJEK PUPUK

KALTIM 5

FAJAR TAUFIQ ISMAIL

NRP. 6811040060

Dosen Pembimbing I

MUHAMMAD SHAH, ST., MT.

NIP. 1959 0916 1988 0310 03

Dosen Pembimbing II

SUDIYONO, ST., MT

NIP. 1969 1004 1997 0210 01

PROGRAM STUDI TEKNIK PERPIPAAN

JURUSAN TEKNIK PEMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2015

Page 2: steam tracing

ii

Mengetahui, Dosen Pembimbing 1

Muhammad Shah, ST., MT

NIP. 1959 0916 1988 0310 03

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

1. a. Judul Tugas Akhir :“Analisa perpindahan panas steam tracing metode bare tracing dan conduction tracing pada sistem jalur perpipaan ammonia line number 6-NHL-21020-N1J1 di projek PKT-5”

b. Bidang Ilmu : Teknik Perpipaan c. Katagori Tugas Akhir : Pengembangan IPTEK

2. Pelaksana Tugas Akhir a. Nama Lengkap : Fajar Taufiq Ismail b. NRP : 6811040060 c. Jurusan/Program Studi : Teknik Permesinan Kapal/Teknik Perpipaan d. Universitas/Institut/Politeknik : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya e. Alamat Rumah : Ds. Jogosatru RT.05 RW.06 Sukodono Sidoarjo f. No. Telepon : 083831207178 g. Alamat Email : [email protected]

3. Dosen Pembimbing a. Dosen pembimbing 1 : Muhammad Shah, ST., MT b. Dosen Pembimbing 2 : Sudiyono, ST., MT

4. Lokasi Penelitian : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya 5. Lama Penelitian : 5 Bulan 6. Biaya yang diperlukan : Rp. 460.000,00 7. Sumber Dana : Pribadi

Surabaya, 29 Desember 2014

Dosen Pembimbing 2

Sudiyono, ST., MT

NIP. 1969 1004 1997 0210 01

Menyetujui, Ketua Jurusan

Mardi Santoso, ST., M.Eng.Sc.

NIP. 1978 0402 2003 121 002

Pelaksana Tugas Akhir

Fajar Taufiq Ismail

NRP. 6811040060

Koordinator Tugas Akhir

Emie Santoso, ST., MT.

NIP.1966 1110 1994 0320 02

Page 3: steam tracing

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………… i

Daftar isi………………………………………………………………………………… ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………………… 2

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………… 2

1.4 Luaran yang diharapkan………………………………………… 3

1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………… 3

1.6 Batasan Penelitian………………………………………………………….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kriteria sistem perpipaan…………………………………………………… 5

2.2 Kriteria desain code ASME B31.3………………………………………… 5

2.3 Steam tracing system………………………………………………………………… 6

2.4 Penggunaan steam tracing……………………………………………………… 7.

2.5 Pemilihan tekanan steam………………………………………………………… 8

2.6 Metode tracing dan pertimbangan desain………………………………….. 8

2.7 Pertimbangan pemilihan tracer…………………………………………………. 9

2.8 Tracer material…………………………………………………………………… 10

2.9 Steam tracing type conducton tracing………………………………………… 13

2.10 Steam tracing type bare tracing………………………………………………… 13

2.11 Perpindahan panas konduksi……………………………………………… 14

2.11.1 mekanisme perpindahan panas konduksi………………………… 15

2.12 Kalor jenis…………………………………………………………………. 16

2.13 Kapasitas kalor……………………………………………………………… 17

2.14 Perpindahan panas konveksi………………………………………………… 18

2.15 Aliran laminar dan turbulen………………………………………………… 21

2.16 Angka nusselt……………………………………………………………… 21

2.17 Tahanan thermal…………………………………………………………… 21

Page 4: steam tracing

2.18 Konduksi pada silinder berlapis banyak………………………………… 23

2.19 Perubahan wujud gas dan grafik perubahannya…………………………… 24.

2.20 Grafik perubahan wujud zat……………………………………………… 25

2.21 Line number……………………………………………………………… 26

2.22 Steam tracing calculation………………………………………………… 28

2.22.1 Tipe bare tracing…………………………………………………… 28

2.22.2 Tipe conduction tracing…………………………………………… 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Garis besar penelitian……………………………………………………… 35

3.1.1 Tahap identifikasi awal……………………………………………… 35

3.1.2 Tahap pengumpulan data…………………………………………… 36

3.1.3 Tahap pengolahan data……………………………………………… 37

3.1.4 Tahap analisis dan kesimpulan……………………………………… 37

3.2 Flow chart penelitian…………………………………………………………. 38

3.3 Jadwal penelitian…………………………………………………………….. 40

3.3.1 Waktu penelitian…………………………………………………… 40

3.3.2 Tempat penelitian…………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 41

Page 5: steam tracing

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PUPUK KALTIM 5 (PKT-5) adalah suatu projek petrochemical plant yang

memproduksi bahan kimia berupa urea dan ammonia. pada plant PKT-5 terdapat

dua area yang berbeda yakni urea plant area dan ammonia plant area. plant PKT-5

tidak akan terlepas dari desain sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai

media penyalur fluida dari equipment ke equipment lain. proses penyaluran fluida

yang terjadi antar equipment di mungkinkan terjadinya perubahan pada fluida yang

mengalir akibat pengaruh dari lingkungan.

Salah satu perubahan yang sering terjadi akibat pengaruh lingkungan pada

fluida yang mengalir yakni perubahan temperature, yang dapat mengakibatkan

perubahan fase fluida, nilai viskositas fluida, dan terjadinya kondensasi pada fluida

gas yang dapat mengganggu sistem proses yang terjadi pada plant tersebut. Untuk

mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan metode heat tracing sebagai metode

untuk menjaga temperature pada pipa yang dianggap memerlukan penjagaan

temperature secara khusus. Metode heat tracing sendiri memiliki beberapa jenis

yakni steam tracing, electric tracing, dan thermal fluid tracing. Untuk

pengaplikasian di projek PKT-5 menggunakan metode steam tracing yang memiliki

kelebihan dari segi ekonomis dan teknis.

steam tracing merupakan salah satu metode heat tracing yang memanfaatkan

steam sebagai media penghantar panas. Metode ini selalu menjadi pilihan utama

dalam pengaplikasian metode heat tracing pada suatu petrochemical plan.

Dikarenakan pada sebuah petrochemical plan terdapat sistem pembangkit uap yang

dinamakan utilities system yang dapat dimanfaatkan sebagai suplai steam untuk

kebutuhan dari steam tracing. metode ini memiliki availabity sistem yang baik,

sehingga steam tracing memiliki kelebihan dari segi ekonomis maupun teknis

dibandingkan dengan metode heat tracing lainnya pada plan PKT-5.

Page 6: steam tracing

2

Pada projek PKT-5 di urea area plant terdapat banyak pipa yang perlu untuk

dijaga temperature-nya menggunakan metode steam tracing, agar temperature

fluida memenuhi sistem proses yang di butuhkan pada plant tersebut. Line number

pipa yang dianalisa pada tugas akhir ini adalah line number 6-NHL-21020-N1J1.

Pada line number ini menghubungkan equipment 6 NHL 21020 dengan equipment

EE101. Dengan demikian dapat dilakukan desain steam tracing yang sesuai dengan

kebutuhan yang diperlukan untuk menjaga temperature line pipa tersebut. Desain

analisa steam tracing yang dilakukan meliputi jumlah tracer yang diperlukan,

menghitung berapa heat loss yang terjadi pada jalur tracer dari supply manifold

menuju pipa yang akan di tracing, dan menghitung berapa jumlah kalor yang

berpindah dari tracer menuju pipa. tugas akhir ini menitik beratkan pada desain

analisa perpindahan kalor yang terjadi pada line pipa line number 6-NHL-21020-

N1J1.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam menganalisa perpindahan kalor pada sistem perpipaan yang dilakukan

perlakuan steam tracing, maka beberapa permasalahan yang harus diselesaikan

khususnya terkait dengan pemenuhan ASME B 31.3 2010 adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana desain routing pipa dari tracer supply manifold menuju pipa proses

yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?

2. Berapa heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold menuju

pipa proses yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?

3. Berapa nilai efisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode

steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing pada line number 6-

NHL-21020-N1J1?

4. Berapa nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode

steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing pada line

number 6-NHL-21020-N1J1?

5. Bandingkan mana yang lebih ekonomis instalasi steam tracing menggunakan

bare tracing atau conduction tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menentukan desain routing pipa dari tracer manifold menuju pipa yang akan di

tracing.

Page 7: steam tracing

3

2. Menentukan nilai heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold

menuju pipa yang akan di tracing.

3. Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila

metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing

4. Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila

metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing

5. Menentukan jumlah dan posisi penyangga yang optimal pada critical line yang

dianalisa.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat dijadikan referensi bagi masyarakat umum maupun mahasiswa untuk

mempelajari perhitungan tentang steam tracing dengan metode bare tracing

dan conducting tracing.

2. Dapat dijadikan acuan untuk perhitungan pada sistem perpipaan yang memiliki

keidentikan.

3. Dari pengerjaan tugas akhir ini akan dihasilkan jurnal tugas akhir yang

berjudul analisa perpindahan panas pada pengaplikasian metode steam tracing.

1.5 Batasan Penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Code yang digunakan adalah ASME B31.3 “process piping”edisi 2008

2. Sistem perpipaan yang akan dianalisa adalah sistem perpipaan unit urea pada

line number 6-NHL-21020-N1J1, Pada proyek pupuk Kalimantan timur 5

(PKT-5).

3. Instalasi steam tracing yang digunakan pada penelitian ini adalah bare tracing

dan conduction tracing.

4. Analisa perpindahan panas pada steam tracing ini, hanya menggunakan satu pipa

tracer.

5. Material pipa yang akan di tracing adalah jenis stainless steel 316L.

6. Material pipa tracer yang digunakan adalah jenis cooper.

7. tegangan yang terjadi akibat instalasi steam tracing diabaikan.

8. Analisa perhitungan biaya instalasi bare tracing dan conduction racing pada

penelitian di projek PKT-5 ini, tidak meperhitungkan segi constructability antara

lain:

Page 8: steam tracing

4

a. Welding process

b. Alat berat

c. Traffic (transport)

d. Schedule construcbility

Page 9: steam tracing

5

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kriteria sistem perpipaan

Pada suatu petrochemical plant seperti di project PT. PUPUK KALTIM 5

(PKT 5) terdapat suatu aliran pipa yang memiliki kriteria penjagaan temperature

secara khusus. Dimana pada aliran pipa tersebut di khawatirkan terjadi penurunan

suhu yang dapat berakibat pada terganggunya sistem proses pada plant tersebut.

Sehingga perlu dilakukan metode khusus untuk menjaga temperature fluida tersebut

agar sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan dalam sistem proses.

Salah satu perubahan yang sering terjadi akibat pengaruh lingkungan pada

fluida yang mengalir yakni perubahan temperature, yang dapat mengakibatkan

perubahan fase fluida, nilai viskositas fluida, dan terjadinya kondensasi pada fluida

gas yang dapat mengganggu sistem proses yang terjadi pada plant tersebut. Untuk

mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan metode heat tracing sebagai metode

untuk menjaga temperature pada pipa yang dianggap memerlukan penjagaan

temperature secara khusus. Metode heat tracing sendiri memiliki beberapa jenis

yakni steam tracing, electric tracing, dan thermal fluid tracing. Untuk

pengaplikasian pada Petrochemical plant umumnya menggunakan menggunakan

metode steam tracing yang memiliki kelebihan dari segi ekonomis dan teknis.

2.2 Kriteria desain code ASME B31.3

Desain temperature pada setiap komponen sistem perpipaan seperti

temperature, tekanan, ketebalan terbesar, atau komponen dengan rating tertinggi

diperlukan sesuai dengan para. 301.2.

Dalam menentukan temperature desain, setidaknya harus

mempertimbangkan temperature fluida, temperature lingkungan, radiasi matahari,

pemanasan atau pendinginan pada temperature sedang, dan ketentuan yang berlaku

pada paragraph 301.3.2, 301.3.3, dan 301.3.4 (ASME B31.3 para 301.3)

Design minimum temperature adalah temperature terendah yang

diperkirakan dapat terjadi pada sistem. Temperature ini mungkin membutuhkan

Page 10: steam tracing

6

desain khusus dan kualifikasi material yang dibutuhkan. (ASME B31.3 para

301.3.1)

2.3 steam tracing system

pada zaman sekarang banyak industry proses membutuhkan tempat

penyimpanan dan proses transfer fluida melalui pipa dan equipment. Namun

seringkali, proses pentransferan fluida seperti fluida cair, gas, uap, suspensi atau

slurries memiliki karakteristik temperature yang dapat mengakibatkan pembekuan,

perubahan nilai viskositas, atau terjadi kondensasi pada suhu lingkungan normal.

Untuk mengatasi masalah tersebut biaanya membutuhkan alat pemanas tambahan

yang memiliki fungsi seperti insulasi untuk ditambahkan pada pipa dan equipments.

Sehingga perlu ditambahkan tube atau pipa dengan diameter kecil pada pipa proses

dan membawa panas yang bertujuan untuk memberi panas tambahan pada pipa

proses, sistem ini bisaanya disebut dengan “heat tracing”, jika sistem heat tracing

tersebut menggunakan media steam sebagai media pembawa panas maka sistem

tersebut bisa disebut sebagai “steam tracing system”

gambar 2.1 konsep umum steam tracing

sumber : “Steam tracing new technologies for the 21th century”

steam tracing selalu menjadi pilihan yang paling mudah untuk diterapkan pada

sistem heat tracing, dikarenakan sistem pendistribusian steam dan sistem

pengembali saling terhubung dengan sistem energy dari plant tersebut. Sehingga

dapat memudahkan dalam hal instalasi dan sumber panas (steam) yang digunakan

dalam sistem steam tracing.

Page 11: steam tracing

7

Gambar 2.2 steam tracing system

2.4 Penggunaan steam tracing

Steam tracing dapat digunakan ketika pada suatu sistem perpipaan dalam

suatu plant terjadi perubahan suhu akibat pengaruh dari lingkungan yang dapat

mengakibatkan terjadinya pembekuan, kondensasi, kristalisasi, pemisahan fluida

atau perubahan nilai viskositas fluida yang dapat berakibat terganggunya sistem

proses pada plant tersebut.

Beberapa pipa dan equipment yang perlu dilakukan pemanasan:

a. Secara umum, pipa aliran proses kontinu selama dalam kondisi operasi normal

sebenarnya tidak perlu dilakukan metode steam tracing.

b. Pipa aliran intermittent

c. Apabila Insulasi sendiri tidak mampu menjaga aliran di dalam pipa dari

pembekuan

d. Pada sisi suction pompa harus dilakukan metode tracing jika viskositas fluida

diperkirakan dapat berubah menjadi cukup tinggi sehingga dapat merusak

bagian dalam pompa.

e. Fluida dengan tipikal titik tuang diatas 32°F (0°C) dan membutuhkan “proses

perawatan”panas tanpa memperhatikan suhu lingkungan. Contoh fluida tipe ini

yakni: acrylic acid, asphalt, caustic soda, DMT, naphthalene, No. 6 fuel oil,

Page 12: steam tracing

8

para-xylene, phthalic anhydride, maleic anhydride, viscous oils, styrene, sulfur,

tarphenol, paraffin, urea, polypropylene, neopentyl glycol, ammonium nitrate

dan masih banyak lagi.

f. Aliran Fluida yang dapat membeku akibat terjadinya musim dingin.

g. Fluida yang memiliki temperature-sensitive sehingga harus tetap dijaga pada

suhu hangat tetapi juga tidak boleh terjadi overheated. Contoh fluida tipe ini

yakni: acids, amines, caustics, phenolic water, glycerin dan lain-lain.

h. Instrument yang digunakan untuk mengontrol gas proses atau aliran fluida yang

memiliki titik tuang 32°F (0°C) dan dibawahnya. Aliran ini tidak hanya meliputi

air saja, namun juga meliputi gas, light hydrocarbons dan hasil distilasi.

i. Instrument yang digunakan untuk mengontrol gas proses atau aliran fluida yang

memiliki titik tuang 32°F (0°C) dan diatasnya. Aliran ini mungkin mengandung

heavy residual, pitch atau proses kimia seperti phenol yang dapat memadat pada

suhu lingkuangan lebih dari 32°F (0°C). isntalasi seperti ini harus dipanasi

j. diatas titik tuangnya untuk memastikan aliran berjalan dengan lancar.

k. Instrument memiliki batasan specific temperature yang ditentukan oleh

manufakur untuk menjamin keakuratan dari operasi. Instrument seperti ini tidak

mampu menahan dengan baik kondisi cuaca lingkungan musim dingin/panas

yang ekstrim.

2.5 Pemilhan tekanan steam

Media pemanas yang digunakan pada steam tracing harus berupa dry saturated

steam (uap jenuh kering). Tekanan uap umumnya bergantung pada heat input yang

dibutuhkan dalam sistem perpipaan, equipment dan tekanan yang tersedia pada

lokasi tracer. Biaya yang lebih rendah untuk uap bertekanan rendah harus

diseimbangkan dengan penambahan desain yang telah dipertimbangkan.

2.6 Metode tracing dan pertimbangan desain

a. Macam-macam metode tracing:

1. Convection tracing bisa disebut juga dengan “bare” tracing atau polymer

jacketed.

2. Conduction tracing bisa disebut juga dengan tracing with heat transfer

compound

3. Isolated tracing

Page 13: steam tracing

9

b. Steam tracing digunakan terutama untuk menjaga temperature pada pipa dan

equipment dengan cara menentukan heat loss yang terjadi pada pipa dan

equipments lalu mengganti heat loss yang hilang tersebut dengan panas dari

steam tracer. Pada penentuan desain sistem dari steam tracing ada 6 faktor yang

dapat memperngaruhi:

1. Nominal pipe size

2. Temperature pipa yang diminta

3. low ambient temperature

4. Tracer type, size and number

5. Steam inlet temperature

6. Insulation type and thikckness

2.7 Pertimbangan pemilihan tracer

Sebagian besar plant akan membutuhkan berbagai macam kombinasi metode steam

tracing yang digunakan dalam tiap sistem yang berbeda dalam suatu plant.

Pemilihan pipa dan equipment yang akan di tracing akan sangat mempengaruhi

seberapa besar beban panas yang akan ditanggung oleh steam tracer untuk menjaga

agar temperature pipa dan equipments tersebut sesuai dengan yag diharapkan.

kemampuan tracer dan scenario pemakaian tracer pada masing-masing kondisi:

a. Isolated tracing dipilih dalam kondisi berikut:

1. Untuk mengurangi resiko akibat panas yang terjadi pada permukaan pipa

sehingga sangat membantu dalam penyesuaian dengan standard

keselamatan.

2. Ketika conduction tracer mengkonsumsi lebih banyak energy dari yang

diperlukan sehingga akan membuat suhu pipa yang akan di tracer terlalu

tinggi maka perlu untuk dirubah menjadi isolated tracing.

3. Ketika fluida yang bersifat sensitif seperti caustics, acids, amines, resins, air

dan fluida cair lainnya yang memebutuhkan panas rendah yang seragam

(konsisten) untuk mencegah permbekuan fluida.

Page 14: steam tracing

10

Gambar 2.2 isolated tracer

b. Convection tracing (bare tracing) dipilih dalam kondisi berikut:

1. Apabila hanya ada satu buah pipa tracer yang dibutuhkan untuk menjaga

suhu fluida.

2. Apabila di aplikasikan pada daerah yang memiliki musim dingin dan

dibutuhkan untuk pipa penyalur material seperti udara, air, gas atau material

encer lain yang bersifat noncorrosive.

3. Apabila low heat density dan fleksibilitas dibutuhkan untuk high

maintenance valves, pompa dan equipment lain.

c. Conduction tracing dipilih dalam kondisi berikut:

1. Apabila dibutuhkan lebih dari satu convection tracer

2. Apabila dalam kasus penggunaan jacketed pipe atau equipment

3. Apabila dibutuhkan pemanasan secara cepat setelah terjadi shutdown.

4. Apabila dibutuhkan distribusi temperature secara merata.

5. Apabila dibutuhkan densitas panas yang tinggi dan fleksibilitas pada valves,

pompa, dan equipment lainnya.

2.8 Tracer material

Material tracer yang digunakan pada sistem steam tracing diharuskan memiliki

fleksibelitas yang tinggi sehingga dimungkinkan untuk digunakan dalam instalasi

yang memiliki sudut-sudut yang rumit seperti instalasi steam tracing pada valve,

pompa, elbow, strainer dan equipment lain. sehingga instalasi sistem steam tracing

dapat lebih optimal bila digunakan pada equipment yang memiliki geometri yang

rumit karena material tracer dapat mengikuti alur dari equipment yang akan di

tracing. Dan juga material tracer harus memiliki sifat tahan bocor ketika

menyalurkan media pemanas.

Page 15: steam tracing

11

Gambar 2.3 instalasi tracer pada valve

Sumber: (http://solergon.gr/en/portfolio/erection-of-steam-tracing-elpe-refinery-upgrade-project-of-

hellenic-petrolleum-sa/)

Gambar 2.4 instalasi tracer pada sistem perpipaan

Sumber: (http://solergon.gr/en/portfolio/erection-of-steam-tracing-elpe-refinery-upgrade-project-of-

hellenic-petrolleum-sa/)

Direkomendasikan material tracing yang digunakan berupa tube dari pada berupa

pipa, dikarenakan thermal expansion yang terjadi pada tube lebih mudah terjadi dan

tracer dapat lebih dekat lebih dekat dengan permukaan pipa yang dipanasi atau

equipment sehingga dapat terjadi perpindahan panas yang lebih tinggi dari tracer

menuju pipa.

Pemilihan material tracer harus memenuhi kebutuhan panas dan instalasi yang

dibutuhkan. persyaratan pemilihan material tracer ditentukan oleh material pipa

proses, temperature pipa proses dan tracer, tekanan media pemanas dan lingkungan.

Dan material tracer harus terbuat dari bahan logam. Beberapa material yang

direkomendasikan sebagai material tracer:

a. Copper tubing ASTM Standards B68 and B75.

Page 16: steam tracing

12

Dengan Minimum ketebalan tube:

3/8" O.D. x .032" wall (10 mm O.D. x 1 mm wall)

1/2" O.D. x .035" wall (12 mm O.D. x 1 mm wall)

3/4" O.D. x .049" wall (20 mm O.D. x 1.2 mm wall)

Material ini dapat digunakan apabila media pemanas berupa uap jenuh atau

fluida dengan suhu maksimal 400°F (204°C).

Gambar 2.5 copper tubing

Sumber:( www.plumbnation.co.uk/site/28mm-x-3m-copper-pipe)

b. Stainless steel ASTM standards A269

Dengan Minimum ketebalan tube:

3/8" O.D. x .032" wall (10 mm O.D. x 1 mm wall)

1/2" O.D. x .035" wall (12 mm O.D. x 1 mm wall)

3/4" O.D. x .049" wall (20 mm O.D. x 1.2 mm wall)

Material ini dapat digunakan apabila media pemanas berupa uap jenuh atau

fluida dengan suhu maksimal 400°F (204°C).

Gambar 2.6 stainless steel tubing ASTM A269

Sumber:(http://jyjinfengtai.en.made-in-china.com/product/pKCJnPubHUhN/China-ASTM-

A269-316L-Stainless-Steel-Pipe.html)

Page 17: steam tracing

13

2.9 Steam tracing type conduction tracing

Yang dimaksud istilah konduksi pada sistem steam tracing tipe conduction

tracing adalah suatu sistem steam tracing yang memanfaatkan perpindahan panas

secara konduksi dari pipe tracer menuju suatu lapisan penyelubung pipe tracer yang

disebut heat transfer cement, kemudian lapisan tersebut sebagai media pemanas

pipa yang akan di tracing.

Gambar 2.6 conduction tracing

Keunggulan dari conduction tracing di antaranya:

1. Lapisan heat transfer cement pada conduction tracing dapat berfungsi

sebagai media insulasi tambahan, sehingga panas yang terbuang

kelingkungan dapat diminimalisir.

2. Lapisan heat transfer cement pada conduction tracing berfungsi sebagai

media penyalur panas yang baik, sehingga panas yang diberikan oleh pipa

tracer dapat terserap secara maksimal oleh pipa proses.

3. Dapat menjaga suhu pipa proses dengan suhu steam yang lebih rendah dari

pada bare tracing.

Kekurangan dari conduction tracing di antaranya:

1. Instalasi sistem lebih rumit dari pada bare tracing.

2. Biaya instalasi sistem lebih mahal dari pada bare tracing.

3. Dapat terjadi over heating pada pipa proses.

2.10 Steam tracing type bare tracing

Steam tracing jenis bare tracing adalah suatu sistem steam tracing yang

memanfaatkan perpindahan panas dari pipa tracer menuju pipa proses secara

Page 18: steam tracing

14

konveksi. Berbeda dengan conduction tracing, bare tracing memiliki konstruksi

yang lebih sederhana dari pada conduction racing dikarenakan tidak adanya lapisan

heat transfer cement sebagai media perantara pipa tracer dengan pipa proses.

3

4

5

6

7

8 Gambar 2.7 bare tracing

Keunggulan dari bare tracing di antaranya:

1. Memiliki instalasi yang lebih sederhana dari pada conduction tracing.

2. Biaya instalasi lebih murah dari pada conduction tracing.

3. Kecil kemungkinan terjadinya over heating pada pipa proses

Kekurangan dari bare tracing di antaranya:

1. Panas yang keluar dari pipa tracer banyak yang terbuang kelingkungan.

2. Effisiensi perpindahan panas yang lebih rendah dari pada conduction

tracing.

3. Membutuhkan temperature steam yang lebih tinggi dari pada conduction

tracing, dengan nilai perpindahan panas yang sama.

2.11 Perpindahan panas konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor yang terjadi pada suatu medium padat.

Dalam proses perpidahan panas secara konduksi yang berpindah hanyalah panas

sementara mediumnya tidak ikut berpindah. Contohnya ketika kita memanaskan

sebatang besi maka pada bagian ujung yang tidak dipanaskan dalam jarak (x)

tertentu dari sumber panas (THot), seiring waktu (s) area yang bertemperatur lebih

rendah (TCold) akan menjadi lebih panas, hal ini menggambarkan bahwa panas yang

berasal dari perapian dengan temperatur lebih panas (THot) berpindah (q) dari ujung

Page 19: steam tracing

15

besi yang dipanaskan ke ujung lain yang tidak dipanaskan (TCold). Itulah contoh

sederhana proses berlangsungnya perpindahan panas.

Nilai perpindahan panas ini dinamakan laju perpindahan panas dan dirumuskan

sebagai panas yang mengalir persatuan waktu. Laju perpidahan panas secara

koduksi dirumuskan sebagai perkalian antara konduktivitas panas (Thermal

Conductivity, k) dengan luas penampang (A) dan selisih suhu kedua titik (THot-

TCold) dibagi dengan jarak kedua titik (x).

2.11.1 Mekanisme perpindahan panas konduksi

Gambar 2.8 mekanisme perpindahan panas konduksi

Ketika salah satu bagian benda dengan temperature yang lebih tinggi bersentuhan

dengan benda dengan temperature yang rendah, maka energi akan berpindah dari

benda bertemperatur tinggi (THot) menuju bagian benda yang bertemperatur

rendah (TCold). Adanya tambahan energi menyebabkan atom dan molekul penyusun

benda bergerak semakin cepat. Ketika bergerak, maka molekul tersebut akan

memiliki energi kinetik (EK = ½ mv2). Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat

(energi kinetiknya lebih besar) menumbuk molekul yang berada di sebelahnya.

Molekul tadi menumbuk lagi molekul lain yang berada di sebelah. Demikian

seterusnya. Jadi molekul-molekul saling bertumbukan, sambil memindahkan energi.

Perpindahan panas yang terjadi melalui tumbukan antara molekul pernyusun benda

inilah yang dinamakan perpindahan panas secara konduksi.

Gambar 2.9 perpindahan panas konduksi pada pipa pejal

Page 20: steam tracing

16

Dari ilustrasi yang digambarkan diatas, sebatang pipa pejal pada salah satu bagian

ujungnya dipanaskan oleh sebatang lilin yang menyala dinyatakan memiliki

temperatur yang lebih tinggi (THot) sedangkan ujung benda yang terletak di sebelah

kanan memiliki temperature yang lebih rendah (TCold). Karena adanya perbedaan

suhu (THot – TCold), maka panas berpindah dari bagian benda yang bertemperatur

tinggi menuju benda yang bertemperatur rendah (arah aliran panas ke kanan). Jika

benda yang dilewati panas memiliki luas penampang (A) dan panjang (x).

Dari ilustrasi diatas maka dapat dikalkulasi Jumlah panas yang berpindah dalam

selang waktu tertentu (Q/s) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (THot – TCold),

luas penampang (A), sifat konduktivita termal dari suatu benda (k = konduktivitas

termal) dan berbanding terbalik dengan panjang benda (x). Rumus laju perpindahan

panas (q) secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut :

����� ����� �������� = ᾳ (����)∗(�������� � )

����� (2.1)

� ���������� = �. �.�����

∆� (2.2)

Dimana :

Q = laju perpindahan kalor W

K = konduktivitas termal (J/m.s.oC) atau (W/moC)

A = luas penampang (m2)

THot = Temperatur ter-tinggi (oC)

TCold = Temperatur ter-rendah (oC)

q = Heat Flux (W/m2)

x = Jarak antara temperatur panas dan temperatur rendah (m)

2.12 Kalor jenis (c)

Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat

sebesar 1oC atau 1 K, dimana persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:

Page 21: steam tracing

17

� =�

�.∆� (2.3)

2.13 Kapasitas kalor ( C )

Kapasitas kalor atau kapasitas panas (biasanya dilambangkan dengan kapital C,

sering dengan subskripsi) adalah besaran terukur yang menggambarkan banyaknya

kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat (benda) sebesar jumlah

tertentu (misalnya 10C).

� =�

∆� (2.4)

C = kapasitas kalor (J/oC)

Kapasitas panas yang ada pada sebagian besar sistem tidaklah konstan, namun

bergantung pada variasi kondisi dari sistem termodinamika. Kapasitas panas

bergantung pada temperatur itu sendiri, dan juga tekanan dan volume dari sistem.

Berbagai cara untuk mengukur kapasitas panas dapat dilakukan, yang secara

umum dilakukan pada kondisi tekanan konstan atau volume konstan. Sehingga

simbol kapasitas jenisnya disesuaikan, menjadi Cp untuk kapasitas jenis pada

tekanan konstan, dan CV untuk kapasitas jenis pada volume konstan. Gas dan cairan

umumnya diukur pada volume konstan. Pengukuran pada tekanan konstan akan

menghasilkan nilai yang lebih besar karena nilai tekanan konstan juga mencakup

energi panas yang digunakan untuk melakukan kerja untuk mengembangkan

volume zat ketika temperatur ditingkatkan.

Panas jenis spesifik dari suatu zat merupakan molekul yang tidak pada kondisi

konstan melainkan bergantung pada temperaturnya. Temperatur pada lingkungan

pengukuran yang dibuat biasanya juga ditentukan. Conth dua cara untuk menuliskan

panas jenis dari suatu zat yaitu:

Air (cair): cp = 4.1855 [J/(g·K)] (15 °C, 101.325 kPa) atau 1 kalori/gram °C

Air (cair): CvH = 74.539 J/(mol·K) (25 °C)

Untuk cairan dan gas, penting untuk mengetahui tekanan yang digunakan

dalam menuliskan nilai kapasitas panas. Kebanyakan data yang dipublikasikan

dituliskan pada kondisi tekanan standard

Page 22: steam tracing

18

Gambar 2.10 konduktivitas panas berbagai material pada temperature ruangan

Yunus A cengel, 1994, “heat and mass transfer”

Gambar 2.11 mekanisme perpindahan panas konduksi pada material dengan fase-fase yang berbeda

Sumber : Yunus A Cengel, 1994, “Heat and Mass Transfer”

2.14 Perpindahan panas konveksi

Perpindahan panas konveksi atau konveksi adalah perpindahan panas dari satu

tempat ke tempat lain karena adanya perpindahan fluida, proses perpindahan panas

melalui perpindahan massa. Gerak serempak fluida menambah perpindahan panas

pada banyak kondisi, seperti misalnya antara permukaan solid dan permukaan

fluida. Konveksi adalah perpindahan panas yang umum pada cairan dan gas.

Page 23: steam tracing

19

Konveksi bebas muncul ketika gerak fluida disebabkan oleh gaya apung yang

berasal dari perbedaan massa jenis akibat perbedaan di dalam fluida. Konveksi tak

bebas adalah istilah yang digunakan ketika aliran di dalam fluida diinduksi oleh

benda eksternal, seperti kipas, pengaduk, dan pompa, sehingga menyebabkan

konveksi induksi buatan.

Pendinginan atau pemanasan konveksi di banyak kasus dapat dijelaskan oleh

Hukum Newton tentang pendinginan: “Kecepatan hilangnya panas pada benda

sebanding dengan perbedaan antara benda tersebut dengan lingkungannya.”

Meskipun begitu, dari definisinya, hukum Newton tentang pendinginan ini

membutuhkan kecepatan panas hilang yang membentuk garis linear pada grafik

fungsi (“sebanding dengan”). Padahal, secara umum, konveksi tidak pernah

membentuk garis lurus. Maka, hukum Newton tidak berlaku.

Gambar 2.12 perpindahan panas konveksi

http://www.geo.arizona.edu/xtal/nats101/s04-08.html

Jenis Perpindahan Panas Konveksi Menurut keadaan alirannya perpindahan panas

secara konveksi dikategorikan menjadi dua yaitu :

1. Konveksi bebas yang mana aliran fluida disebabkan oleh adanya variasi masa

jenis yang selalu diikuti dengan adanya perbedaan temperatur dalam fluida.

2. Konveksi paksa yang mana aliran disebabkan oleh beberapa cara yang berasal

dari luar. Misalnya dari fan, pompa, ataupun tiupan angin. Pengertian Konveksi

Paksa adalah perpindahan panas yang mana dialirannya tersebut berasal dari

luar, seperti dari blower atau kran dan pompa. Konveksi paksa dalam pipa

merupakan persolaan perpindahan konveksi untuk aliran dalam atau yang

Page 24: steam tracing

20

disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah

fluida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat

berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.

Gambar 2.13 perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah,

(c) pendidihan, (d) kondensasi

� ���������� = ℎ. ��. . (�� − �∞) (2.5)

h = Convection heat transfer (W/m2.C)

As = luas permukaan perpindahan panas karena konveksi

Ts = temperature permukaan

T∞ = temperature fluida jauh dari permukaan

Perpindahan panas konveksi sangat tergantung pada property fluidanya antara lain:

viskositas dinamik (dynamic viscosity) (�), konduktivitas thermal (thermal

conductivity) (k), massa jenis (density) (�), dan panas spesifik (specific heat) (��),

dan juga kecepatan fluida (fluid velocity) (v).konveksi juga tergantung pada factor

bentuk (geometri) dan kekasaran (roughness) dari permukaan benda padat tersebut,

dan factor lain adalah tipe dari aliran fluida apakah laminar atau turbulen.

Page 25: steam tracing

21

2.15 Aliran laminar dan tubulen.

Aliran laminar adalah aliran fluida yang bergerak secara teratur yang dapat

dikarakteristikan sebagai aliran streamline (berlapis). Sedangkan untuk aliran

turbulen adalah aliran fluida yang bergerak sangat tidak teratur yang terjadi pada

kecepatan tinggi sehingga dapat dikarakteristikan pada alirannya didominasi oleh

fluktuasi kecepatan.

�� =������� ������

�������=

���

�=

��� �

� (2.6)

Dimana Vm = kecepatan rata-rata fluida,

D = Diameter dari pipa,

� = viskosotas kinematic dari fluida.

Daerah transisi yaitu daerah perubahan aliran laminar menjadi turbulen juga akan

tergantung pada tingkat gangguan terhadapa aliran oleh kekasaran permukaan,

getaran pipa dan juga fluktuasi dari, untuk tujuan praktis maka angka reynold

daerah transisi terjadi pada :

Re < 2300 aliran laminar

2300 < Re < 10000 aliran transisi

Re > 10000 aliran turbulent

2.16 Angka nusselt

Angka nusselt adalah angka yang tidak memiliki satuan dan besar nilainya akan

menentukan nilai koefisien konveksi (h), didefinisikan dengan formula berikut:

�� =�.��

� (2.7)

Dimana LC = panjang dari obyek,

h = koefisien konveksi,

� = konduktivitas thermal dari fluida

2.17 Tahanan thermal

Dari ketiga perumusan tersebut terlihat bahwa laju aliran perpindahan panas

persatuan luas tergantung dari beda temperatur dan media yang dilaluinya. Hal

Page 26: steam tracing

22

tersebut analog dengan arus listrik (laju aliran muatan listrik per satuan luas

penghantar) tergantung dengan beda potensial antara ujung penghantar dan bahan

hantaran

qkond=Qkond/A =k.(Ts1-Ts2)/t (2.8)

qkonv=Qkonv/A =h.(Ts-T) (2.9)

i=q/A=V/R (2.10)

Dari keanalogan tersebut dapat diturunkan persamaan tahanan termal suatu bahan

Rkond = t/k dan Rkonv = l/h. Dengan pendekatan tersebut, jika panas mengalir melalui

dinding yang berlapis dengan berbagai konfigurasi maka besarnya laju perpindahan

panasnya dapat ditentukan. Contoh : suatu dinding kapal dengan konfigurasi sebagai

berikut :

gambar 2.14 susunan dinding kapal

Dinding luar tercelup air laut dengan koefisien konveksi h1 sehingga R1= 1/h1,

dinding luar terbuat dari plat baja dengan tebal t2 dan konduktivitas termal k2

sehingga R2 = t2 /k2, lapisan kedua merupakan rongga udara dengan tebal t3 dan

konduktifitas termal k3 sehingga R3= t3/k3, lapisan ketiga isolasi glass wol dengan

tebal t4 dan konduktifitas termal k4 sehingga R4 = t4/k4, lapisan keempat hard flex

dengan tebal t5 dan konduktifitas termal k5 sehingga R5= t5/ k5, dinding dalam ruang

menghadap ke udara luar dengan koefisien konveksi h6

Tahana total dinding tersebut adalah

Rt= R1+R2+R3 +R4 + R5 + R6 = �

��+

��

��+

��

��+

��

��+

��

��+

�� (2.11)

Dari perumusan tersebut dapat digunakan untuk menghitung jumlah kalor yang

mengalir persatuan luas dinding jika temperatur air dan temperatur udara ruangan

diketahui

Page 27: steam tracing

23

q = ( Ta- Tu)/ Rt (2.12)

dimana Ta adalah temperatur air dan Tu adalah temperatur udara ruangan.

Jika rumus tersebut dikembalikan ke rumus dasar q = h(T2- T1) maka didaptkan

koefisien perpindahan panas menyeluruh (baik konveksi maupun konduksi tiap lapis

dinding) : U sehingga U= l/Rt

U=l/(h1+t2/k2 + t3/k3 + t4/k4 + t5/k5 + l/h6) (2.13)

Q=U.A.(Ta-Tu) (2.14)

Nilai U sangat penting didalam menentukan berapa jumlah panas dari luar yang

masuk ke dalam ruangan

2.18 Konduksi pada silinder berlapis banyak

Berkaitan dengan teori perpindahan panas konduksi dan tahanan thermal yang

dibahas diatas, pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai aplikasi dari dua teori

tersebut dalam sistem perpipaan sehingga dapat yang diaplikasikan pada suatu pipa

yang memiliki lapisan banyak.

Gambar 2.15 Rangkaian tahanan thermal yang mengalir menembus 3 lapisan dan dimana bagian

dalam dan luar lapisan mengalami perpindahan panas konveksi

� =�������

������ (2.15)

������ = �����,�+ � ���,�+ � ���,�+ � ���,�+ � ����,�

=�

����+

������

�����+

������

�����+

������

�����+

���� (2.16)

Page 28: steam tracing

24

2.19 Perubahan Wujud Zat dan Grafik Perubahannya

Seperti yang kita kethaui zat terbagi menjadi 3 (tiga) yakni padat, cair dan gas.

Adapun diagram perubahannya sebagai berikut:

Gambar 2.16 Diagram perubahan suatu zat

Gambar 2.17. Perubahan wujud zat yang melepaskan kalor

Gambar 2.18. Perubahan wujud zat yang memerlukan kalor

Page 29: steam tracing

25

Berdasarkan grafik diatas terdapat proses perubahan wujud zat yang disebut

membeku dan melebur. Untuk membeku dan melebur terdapat kalor yang

dibutuhkan yang disebut kalor laten lebur atau beku sebesar:

�� = �. � (2.17)

Begitupula dengan proses perubahan wujud zat berupa menguap dan mengembun,

membutuhkan kalor untuk menguap sebesar:

�� = �. � (2.18)

Keterangan:

L = kalor laten lebur ( 80 kal/gr)

U = kalor laten uap

2.20 Grafik Perubahan Wujud Zat

Misalkan sebongkah es dengan suhu -10 derajat celcuis dipanaskan hingga berubah

menjadi gas, akan melalui tahapan-tahapan sesuai dengan grafik berikut:

Gambar 2.19. Perubahan wujud zat cair (Air) [1-3]

Masing-masing dari setiap proses perubahan suhu maka akan memiliki kalor yang

berbeda, seperti terlihat pada gambar. untuk menghitung total hanya perlu

menjumlahkan kalor setiap proses. Hukum Termodinamika Pertama berbunyi

"energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi dapat dikonversi dari suatu

bentuk ke bentuk yang lain." Hukum pertama adalah prinsip kekekalan energi yang

Page 30: steam tracing

26

memasukan kalor sebagai model perpindahan energi. Menurut hukum pertama,

energi dalam suatu benda dapat ditingkatkan dengan menambahkan kalor ke benda

atau dengan melakukan usaha pada benda. Hukum pertama tidak membatasi tentang

arah perpindahan kalor yang dapat terjadi. Pada dasarnya terdapat tiga macam

proses perpindahan energi panas. Proses tersebut adalah perpindahan energi secara

konduksi, konveksi, dan radiasi. Perpindahan energi secara konduksi dan konveksi

terjadi pada material padat dan cair. Sedangkan proses perpindahan energi panas

secara radiasi terjadi pada ruang hampa.

2.21 Line number

Istilah line number suatu sistem perpipaan merupakan kode untuk

mengidentifikasi suatu jalur pipa dalam suatu projek. kode-kode dalam suatu line

number memiliki arti seperti ukuran pipa, jenis fluida yang mengalir, kode nomer

pipa. Pengkodean line number akan sangat berguna dalam mengidentifikasi suatu

jalur perpipaan dikarenakan terdapat kode-kode yang menginformasikan mengenai

jalur perpipaan tersebut. Dalam setiap projek biasanya memiliki ciri khusus dalam

pengkodean suatu line number, seperti halnya pengkodean line number di projek

PKT-5. berikut merupakan penulisan line number di projek PKT-5:

6 – SL – 10001 - ASA2 - (H)

6 = kode ukuran pipa

SL = line service (fluid service)

10001 = kode nomer pipa

ASA2 = kode material pipa

( H ) = kode insulasi pipa

mengenai pengkodean line number diatas, berikut merupakan penjelasan dari setiap

kode tersebut:

Page 31: steam tracing

27

Table 2.1 class designation material PKT-5 Table 2.2 line service condition PKT-5

Class RATING Material Line

service Service condition

A1A2 150# C.S A Air (process use) A1A2V 150# C.S AC Ammonium carbonate solution A1K0 150# 304 S.S AD Additive agent A1K0J 150# 304 S.S AN Ammonium nitrate solution A1K1 150# 304 S.S BD Blow down

A1K1U 150# 304 S.S BF Boiler feed water (deaerated water) A1L1 150# 316 S.S BW Boiler water A1Z0 150# FRP CH Chemical feed

A1Z0U 150# HDPE CO Carbon dioxide A2K0 150# 304 S.S CWI Sweet cooling water intermediate

AAA21 150# C.S CWR Sweet cooling water return AAA2U1 150# C.S CWS Sweet cooling water supply

AAX2 150# C.S (GALV) DH Hydrocarbon drain ABA2 150# C.S DO Diesel oil ABK0 150# 304 S.S DR Drain AFZ0 150# FRP DV Dust vent

AFZ0U 150# HDPE DW Demineralized water ALK0 150# 304 S.S EV Vacuum exhaust ANA2 150# C.S FG Fuel gas and fuel natural gas ASA2 150# C.S FO Fuel oil ASA2J 150# C.S FW Fire water ASG2 150# 9Cr-1M0-V GO Governor oil

AUA2P 150# C.S HN High pressure nitrogen B1A2 300# C.S HW Hot water B1J1 300# 316 LS.S IA Instrument air B1K0 300# 304 S.S LO Lube oil B1K0J 300# 304 S.S MEA Amdea solution B1K1 300# 304 S.S N Nitrogen B1L1 300# 316 S.S NG Natural gas BNA2 300# C.S NHA Ammonia aqueous solution BSA2 300# C.S NHG Ammonia gas BSG2 300# 9Cr-1Mo-V NHL Ammonia liquid DSA2 600# C.S PA Plant air ESG2 900# 9Cr-1Mo-V PC Process condensate F1A2 1500# C.S PG Process gas F1K0 1500# 304 S.S PW Potable water & service water G1A2 2500# C.S RV Relief valve exhaust M1J1 200 K 316 LS.S UG RW Raw water N1J1 300 K 316 LS.S SG Synthesis gas NSA2 350 K C.S SHH High high pressure steam (123KG) TXK0 STD 304 S.S SHHC High high pressure condensate (123

KG) SL Low low pressure steam (3,5 KG) SLC Low low pressure condensate (3,5

KG) SM Medium pressure steam (46 KG) SMC Medium pressure condensate (46 KG) SO Seal oil TC Turbine condensate SWR Sea water return SWS Sea water supply V Vent WW Waste water/oily water

Page 32: steam tracing

28

Steam tracing calculation

2.22 Steam tracing calculation

Dalam melakukan perhitungan perpindahan panas pada steam tracing, perlu untuk

diketahui bahwa perpindahan panas atau heat transfer yang terjadi pada pipa proses

bersifat parsial, artinya perlu untuk didefinisikan tiap-tiap area pipa yang mengalami

perpindahan panas. Dalama mendefinisikan area pipa pada steam tracing dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

2.22.1 Tipe bare tracing

Gambar 2.20. bare tracing heat transfer

pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masing-

masing area pada pipa tracer yakni diantaranya:

a. Qtl = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke insulasi

b. Qta = perpindahan panas konveksi dari pipa tracer ke annulus area

c. Qal = perpindahan panas konveksi dari annulus area ke insulasi

Table 2.3 tabel kode insulasi projek PKT-5

Kode Insulasi Description

(H) Insulasi panas

(C) Insulasi dingin

(P) Insulasi personal protection

Page 33: steam tracing

29

d. Qpl = perpindahan panas konveksi dari pipa proses ke insulasi

Dari ke empat area tersebut nilai Qtl dapat diabaikan dikarenakan perpindahan

panas tersebut mengarah ke insulasi dan tidak berpengaruh besar pada pipa proses.

Secara ideal nilai Qta merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga untuk

dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qta minimal harus sama dengan

penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan untuk

steam tracing metode bare tracing:

1. Sudut antara pipa proses dengan pipa tracer

� = ����� (�����

��� ��) (2.19)

2. Panjang persinggungan antara pipa proses dengan pipa tracer

��� = (�� − ��) tan � (2.20)

Gambar 2.21. bare tracing detail area

3. Exposed area

� = 2 �� (� − �) (2.21)

Page 34: steam tracing

30

4. Exposed area with pipe length

��� = � � � (2.22)

5. area of annulus in contact with insulation

��� = 2� � ��� (2.23)

6. area of process fluid pipe in contact with insulation

��� = (2� − (1,25 + 0,75�)�) ��������� �����

���������������

�� � (2.24)

7. coefficient convection heat transfer in annulus area

ℎ� = 1,18��������

� ���

� (2.25)

8. heat transfer from pipe tracer

��� = ℎ� ���(�� − ����) (2.26)

9. surface temperature for the process pipe side

�����.��� = �� − � ����� ���

������

� ���� (2.27)

10. surface temperature for the tracer pipe side

�����.��� = ��� − � �(�����������) ���

�������������

� ���� (2.28)

11. surface temperature average

�����.������� = 80% � ����.��� + 20% � ����.��� (2.29)

12. coefficient convection heat transfer in ambient

ℎ� =�

(������� ���) (2.30)

Page 35: steam tracing

31

13. heat transfer from process pipe

��� =�(���� ���)(��� (�,����,���)�)

�� ���

��(�����)�

���

�������

���

�����

�������

(2.31)

14. heat transfer from process pipe in annulus side

��� =���(������ ����)

���������

�����

���

(2.32)

15. consumption of steam

������ =���

��.∆� (2.33)

16. efficiency of bare tracing

� = ���� � ���

���� � 100% (2.34)

2.22.2 Tipe conduction tracing

Gambar 2.23. conduction tracing heat transfer

pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masing-

masing area pada pipa tracer tipe conduction tracing yakni diantaranya:

a. Qca = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke insulasi

Page 36: steam tracing

32

b. Qcp = perpindahan panas konduksi dari pipa tracer ke pipa proses pada

cemented area

c. Qal = perpindahan panas konveksi dari annulus area ke insulasi

d. Qpl = perpindahan panas konveksi dari pipa proses ke insulasi

Secara ideal nilai Qca dan Qcp merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga

untuk dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qca dan Qcp minimal harus sama

dengan penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan

untuk steam tracing metode bare tracing:

1. Sudut antara cemented area dan insulasi

� = ����� � ���

��� (2.35)

2. Panjang persinggungan antara pipa proses dengan cemented area

���� = ���

��� � (2.36)

Gambar 2.24. bare tracing detail area

Page 37: steam tracing

33

3. Heat transfer from tracer pipe to insulation

��� = (0,992257866� �)(0,4714�� − 2� (�� + � �)) �(�������)�,��

(�����)�,��� (2.37)

4. Surface temperature for the tracer pipe side

�����.��� = ������ − � �(��������������)���

�������������������

����� (2.38)

5. Surface temperature for the process pipe side

�����.��� = �� − � ��������

������

����� (2.39)

6. Coefficient convection heat transfer in ambient

ℎ� =�

(������� ���) (2.40)

7. heat transfer from process pipe in annulus side

��� =���(������ ���)����

���������

��

���

(2.41)

8. heat transfer from process pipe

��� =�(���� ���)(��� (�,����,���)�)

�� ���

��(�����)�

���

�������

���

�����

�������

(2.42)

9. heat transfer from tracer pipe in cemented area

��� = 4������(��+��) (2.43)

10. heat transfer in ideal condition

������ = ��� + � �� (2.44)

11. heat transfer in actual condition

������� = ��� + � �� (2.45)

Page 38: steam tracing

34

12. consumption of steam

������ =���

��.∆� (2.46)

13. efficiency of conduction tracing

� = �������

�������� � 100% (2.47)

Page 39: steam tracing

35

1 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Garis Besar Penelitian

Penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini secara umum

digunakan untuk menganalisa perpindahan panas yang terjadi pada

sistem steam tracing yang diaplikasikan pada line number 6-NHL-

21020-NIJI di projek PKT-5, yang mengacu pada ASME B31.3 Code

“process piping”. Analisa dilakukan dengan menggunakan perhitungan

manual. Gambar 3.1 memperlihatkan rancangan penelitian berdasarkan

runtutan kegiatan secara sistematis.

3.1.1 Tahap Identifikasi Awal

Tahap identifikasi awal ditujukan untuk menetapkan tujuan dan

diadakan identifikasi mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

Adapun isi dari tahap ini antara lain sebagai berikut :

1. Identifikasi masalah dan penetapan tujuan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang

didapatkan pada saat melakukan pengamatan dan pemikiran

sehingga bisa dilakukan sebuah penelitian. Pada tahap ini juga

dilakukan penetapan tujuan tentang apa yang ingin dicapai dan

manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya.

Tahap-tahap ini merupakan dasar tentang apa yang dilakukan

selama penelitian. Pada penelitian ini, diangkat permasalahan

mengenai analisa perpindahan panas pada steam traing

menggunakan software ansys dan perhitungan secara manual.

Analisa dilakukan pada line number 6-NHL-21020-N1J1 dari

equipment 6 NHL 21020 menuju equipment EE101 pada proyek

pupuk Kalimantan timur V (PKT-5). pipa yang dianalisa

berdiameter 6” dan bertemperatur 170°C.

2. Studi lapangan

Page 40: steam tracing

36

Pada tahap ini akan dilakukan pengamatan secara tidak langsung

terhadap kondisi aktual dilapangan. Pengamatan dilakukan di sub

departemen piping designer dengan melihat routing study dari jalur

perpipaan sehingga dapat diketahui posisi dan model line number

6-NHL-21020-N1J1 proyek PKT-5.

3. Studi literatur

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan teori-teori yang

berhubungan dengan penelitian ini yang nantinya akan digunakan

sebagai acuan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini teori-teori

yang diangkat adalah teori yang berhubungan dengan

thermodynamic.

3.1.2 Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data merupakan tahap untuk mengumpulkan

data yang berhubungan dengan permasalahan yang didapat. Data yang

dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data-data tersebut

dijabarkan dibawah ini,

1. Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan teori-teori yang

berhubungan dengan tugas akhir ini yang nantinya akan digunakan

sebagai acuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam

penelitian ini teori-teori yang diangkat adalah teori yang

berhubungan dengan analisa perpindahan panas pada steam

tracing.

2. Survey Lapangan

Pada tahap ini pengamatan dilakukan tidak secara langsung

terhadap kondisi aktual di lapangan, melainkan pengamatan

dilakukan di Departemen Piping dengan melihat langsung dari

pengerjaan 3D dengan menggunakan software PDMS versi 12.0.

Dari pengamatan ini didapatkan posisi dan model jalur perpipaan di

line number 6-NHL-21020-NIJI, pada Proyek Pupuk Kalimantan

Timur-V (PKT-5)

Page 41: steam tracing

37

3.1.3 Tahap Pengolahan Data

Tahap pengolahan data merupakan tindak lanjut dari pengumpulan

data yang telah dilakukan, hal-hal tersebut antara lain :

1. Menentukan material pipa tracer yang akan digunakan.

2. Menentukan jumlah dan ukuran pipa tracer.

3. Menentukan steam tracing temperature.

4. Desain tracer pipe routing dari steam supply manifold menuju pipa

proses yang di tracing.

5. Menghitung heat loss akibat tracer pipe routing dari steam supply

manifold menuju pipa yang di tracing.

6. perhitungan area-area yang dimungkinkan terjadi perpindahan panas

dari tracer menuju pipa.

7. perhitungan koefisien perpindahan panas konveksi yang terjadi.

8. Perhitungan perpindahan panas yang terjadi pada masing-masing

area.

9. Perhitungan perpindahan panas actual dan ideal pada bare tracing

dan conduction tracing.

10. Perhitungan massa uap yang dibutuhkan pada bare tracing dan

conduction tracing.

11. Perhitungan effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada bare

tracing dan conduction tracing.

12. Perhitungan dari segi ekonomi untuk instalasi bare tracing dan

conduction tracing.

3.1.4 Tahap Analisis dan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap pengambilan kesimpulan dari analisis

dan pengolahan data yang telah dilakukan. Saran dimaksudkan untuk

melakukan penelitian selanjutnya dengan obyek penelitian yang lebih

luas dan sebagai bahan pertimbangan serta referensi kepada perusahaan

untuk dapat diaplikasikan pada sistem perpipaan lain yang memiliki

keidentikan.

Page 42: steam tracing

38

YA YA

TIDAK TIDAK

3.2 Flow chart penelitian Tahap identifikasi awal Tahap tinjauan pustaka Tahap pengumpulan data

Start

Identifikasi masalah

Penetapan tujuan

Survey lapangan

Studi literatur

Pengumpulan data

Desain routing pipa tracer dari supply manifold menuju pipa proses

Penentuan temperature steam tracing

Menghitung heat loss steam akibat routing pipa tracer

Menghitung luasan area yang dimungkinkan terjadi perpindahanpanas

pada conduction tracing

Menghitung koefisien perpindahan panas konveksi pada conduction tracing

Menghitung perpindahan panas yang terjadi tiap area pada conduction tracing

Menghitung Q actual dan Q ideal

Jika Q actual > Q ideal

B

Menghitung luasan area yang dimungkinkan terjadi

perpindahanpanas pada bare tracing

Menghitung koefisien perpindahan panas konveksi pada bare tracing

Menghitung perpindahan panas yang terjadi tiap area pada bare tracing

Menghitung Q actual dan Q ideal

Jika Q actual > Q ideal

A

Metode bare tracing Metode conduction tracing

Page 43: steam tracing

39

B A

Menghitung dan membandingkan biaya instalasi

bare tracing dan conduction tracing

Kesimpulan dan saran

END

Menghitung massa uap yang dibutuhkan conduction tracing

Menghitung effisiensi perpindahan panas conduction

tracing

Menghitung massa uap yang dibutuhkan bare tracing

Menghitung effisiensi perpindahan panas bare tracing

Tahap pengolahan data dan analisa

Tahap pengolahan data dan analisa

Gambar 1.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

Page 44: steam tracing

40

3.3 Jadwal penelitian

3.3.1 Waktu penelitian

Waktu pelaksanaan tugas akhir ini dimulai pada akhir semester 7

yaitu diawali dengan pengajuan proposal tugas akhir dan dilanjutkan pada

semester 8 dengan waktu pengerjaan efektif ± 5 bulan.

3.3.2 Tempat penelitian

Tempat pelaksanaan tugas akhir ini adalah di kampus Politeknik

Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS)

Page 45: steam tracing

Tabel 3.1 tabel schedule penelitian tugas akhir

Page 46: steam tracing

DAFTAR PUSTAKA

yunus a cengel, 2003 ,“Heat and Mass Transfer”

Roy A. Parisher and Robert A. Rhea, 2002,”Pipe Drafting And Design”

Adelange, 2012, ‘’http://www.cheresources.com/content/articles/heat-transfer/steam-tracing-excel?pg=1’’

Toyo Engineering Specification, 2010,”Steam Tracing Specification”

ASME B 31.3, 2008,”Process Piping”


Recommended