+ All Categories
Home > Documents > STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv...

STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv...

Date post: 09-Sep-2018
Category:
Upload: dinhlien
View: 231 times
Download: 3 times
Share this document with a friend
76
STRATEGI IMPLEMENTASI NDC (NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION)
Transcript
Page 1: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

i

STRATEGI IMPLEMENTASI NDC( N AT I O N A L LY D E T E R M I N E D C O N T R I B U T I O N )

Page 2: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

ii

Page 3: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

iii

STRATEGI IMPLEMENTASI NDC(NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION)

Oktober 2017

Page 4: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

iv

Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution)

Penyusun :1. Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc2. Ir. Emma Rachmawaty, M.Sc3. Yulia Suryanti, S.Si., M.Sc4. Hany Setyawan, S.Hut., M.Si5. M. Farid, S.Hut., M.Si6. Nur Iskandar, SP

Editor :Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc

Design Sampul :Aida Novita

ISBN :

Hak Cipta dilindungi Undang-UndangDilarang menggunakan isi maupun memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, microfilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non komersil lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut :

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (2017). Buku Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Diterbitkan oleh :Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananJl. Jenderal Gatot Soebroto, Gedung Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 12Jakarta, 10270 IndonesiaTelp/Fax +62-21-572 0194

Page 5: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

v

I. PENGANTAR

Persetujuan Paris (Paris Agreement) yang diadopsi pada COP-21 tahun 2015 merupakan persetujuan internasional berdimensi sangat luas yang entry into force kurang dari satu tahun setelah diadopsinya persetujuan tersebut, jauh lebih cepat dari yang diperkirakan oleh banyak negara pihak (Parties) yang mengadopsi persetujuan dimaksud.

Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara pihak terhadap Persetujuan Paris. Indonesia telah menyampaikan NDC kepada Sekretariat UNFCCC menjelang COP-22 Marrakech pada tahun 2016, sebagai elaborasi dari NDC dan sekaligus menggantikan INDC yang disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC sebelum COP-21 Paris. Dokumen First NDC Indonesia sebagaimana terlampir akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Implementasi NDC.

Strategi implementasi NDC ini dimaksudkan sebagai pemandu langkah sinergi setiap komponen bangsa mulai dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Akademisi, Sektor Bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Umum untuk mencapai komitment nasional dalam menurunkan emisi GRK dan mencapai tujuan pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim seperti yang tertuang dalam dokumen NDC. Kementerian LHK sebagai National Focal Point Perubahan Iklim di Indonesia, akan melakukan segala upaya dalam upaya bersama meraih keberhasilan implementasi NDC ini.

Melalui Strategi Implementasi NDC ini diharapkan sinergi antar sektor dapat diperkuat guna memenuhi komitmen nasional kepada dunia internasional yang sejalan dengan tujuan dan cita-cita nasional.

Jakarta, Juli 2017Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Siti Nurbaya

Page 6: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

vi

Page 7: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

vii

Halaman

KATA PENGANTAR ……………………........……………………………………... v

DAFTAR ISI ………………………………........…………………………………….. vii

I. LATAR BELAKANG …………….........................................………………. 1

II. PARIS AGREEMENT DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE ….......................................................................…… 4

III. KOMITMEN DALAM NDC ……..............................................................… 8

IV. PROGRAM IMPLEMENTASI NDC ……...............................................… 11

V. PENDANAAN ............................................................................................ 20

VII. PENUTUP ................................................................................................... 23

DAFTAR ISI

Page 8: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

viii

Page 9: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

1

I. LATAR BELAKANG

Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menentukan 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita. Nawa Cita secara eksplisit juga memberi penekanan pada pentingnya pengendalian perubahan iklim, yaitu pada : (A) Berdaulat Dalam Bidang Politik, pada butir Nawa Cita 1 “Membangun wibawa politik luar negeri dan merespon peran Indonesia dalam isu-isu global” huruf b. 5) “Mengintensifkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia seperti.........perubahan iklim......, dan (B) Berdikari Dalam Bidang Ekonomi, pada butir Nawa Cita 3 “Membangun daulat energi berbasis kepentingan nasional” huruf 3. h) “Merancang isu perubahan iklim bukan hanya untuk isu lingkungan semata melainkan juga untuk perekonomian nasional”. Bila disimak butir-butir Nawa Cita lainnya, banyak diantaranya sangat relevan dengan elemn-elemen NDC.

Presiden Joko Widodo pada Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang ke 21 di Paris tahun 2015 menyatakan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) 29% di bawah Business As Usual (BAU) pada tahun 2030 dan sampai dengan 41 % dengan bantuan internasional.

Pertemuan COP21/CMP11 UNFCCC, atau disebut juga Paris Climate Change Conference tahun 2015 menjadi titik kulminasi dari pembahasan yang dimulai sejak COP-17 di Durban tahun 2011 untuk menegosiasikan regime baru dalam penanganan perubahan iklim pasca-2020 yang berlaku bagi Negara Pihak UNFCCC dengan prinsip common but dfferentiated responsibility and respective capability (CBDR-RC).

Proses negosiasi di Paris telah diarahkan untuk mencapai kesepakatan yang seimbang menuju peningkatan ambisi penurunan emisi dan penyusunan kesepakatan regime baru dalam penanganan perubahan iklim. Dalam catatan sejarah sebelumnya, penerapan regime pengendalian perubahan iklim global termasuk Kyoto Protokol yang manjalankan prinsip common but differential responsibility and recpective capabilities (CBDR-RC) menuju 2020 belum berhasil mencapai target-target yang telah disepakati oleh Negera Pihak. Selain itu, temuan baru dari IPCC melalui dokumen Assessment Report ke-5 (AR5) membuktikan aksi-aksi mitigasi tidak banyak mengalami kemajuan

Page 10: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

2

dan saat ini mendorong setiap Negara untuk serius dalam menajalankan program-program nasionalnya.

Indonesia bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional melalui Konferensi Para Pihak (COP) UNFCCC ke-21 di Paris, telah mengadopsi Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Persetujuan dimaksud pada tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat.

Paris Climate Change Conference menghasilkan kesepakatan baru disebut Paris Agreement, atau Persetujuan Paris, yang salah satunya menghasilkan kesepakatan mengenai NDC yang mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh para Negara Pihak dalam kerangka waktu pasca-2020.

Sebagai tindak lanjut pernyataan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP-21 adalah diratifikasinya Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016. Pada saat yang hampir bersamaan, Indonesia menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ke Sekretariat UNFCCC, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dan menggantikan dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang disampaikan Indonesia sebelum COP-21 Paris. Sebagai bagian dari komitmen pre-2020, Indonesia telah membuat upaya penurunan emisi GRK secara sukarela sejak tahun dengan menuangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% dari BaU di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional. Pembelajaran dari implementasi komitmen tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan target sampai dengan tahun 2030.

Dengan telah diratifikasinya Paris Agreement dan dengan rintisan yang telah cukup panjang dilakukan di Indonesia termasuk kesepakatan antar sektor tentang target kuantitatif masing-masing dalam NDC (yang merupakan gambaran garis besar transisi Indonesia menuju pembangunan masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim), maka untuk mengimplementasikannya diperlukan dukungan serta komitmen seluruh pihak. Dukungan dan komitmen tersebut secara konsisten dan kontinyu memerlukan tindak lanjut untuk menjaga sumber daya alam dan lingkungan Indonesia menjadi lebih baik dan berkontribusi dalam mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2oC dan menuju 1.5oC dibandingkan dengan era pra-industrialisasi.

Dokumen NDC merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen ratifikasi Perjanjian Paris, yang disusun berdasarkan prinsip common but differentiated responsibilities and respective capabilities. Penyampaian NDC kepada UNFCCC Secretariat merupakan salah satu implementasi Perjanjian Paris terutama merujuk pada Keputusan 1/CP.21 paragraf 22. Prinsip clarity-transparency-understanding (CTU) merupakan core principles dan isu strategis yang akan terus dirujuk dalam mengelaborasi First NDC Indonesia ke dalam rencana implementasinya di setiap kategori sektor.

Page 11: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

3

CTU sangat penting untuk mengukur penurunan emisi GRK oleh setiap negara sehingga dapat dilakukan perbandingan dan agregasi upaya global penurunan emisi GRK. Implementasi CTU dalam NDC akan didasarkan pada pengalaman dan kemampuan Indonesia di dalam penurunan emisi GRK di semua sektor yang dapat diverifikasi melalui proses MRV. Oleh karena itu, penjabaran NDC ke dalam aksi-aksi mitigasi oleh seluruh Kementerian/Lembaga serta non-party stakeholders, dapat merujuk kepada proses MRV yang sudah dikembangkan sejak tahun 2013.

Pelaksanaan Persetujuan Paris khususnya NDC akan menjadi momentum bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya-upaya yang lebih intensif misalnya dalam menjaga hutan, melindungi lingkungan, mengembangkan penerapan energi baru dan terbarukan, meningkatkan transportasi yang berkelanjutan, pertanian yang rendah emisi dan meningkatkan ketahanan pangan, industri yang ramah lingkungan, bangunan yang ramah lingkungan serta pengelolaan limbah yang terpadu. Hal ini dapat membuka peluang antara lain untuk membangun aksi koheren di tingkat nasional oleh seluruh komponen masyarakat, pengembangan riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan dan kerjasama internasional serta peluang lain berkaitan dengan pembangunan nasional.

Salah satu langkah awal dalam mengimplementasikan di tingkat nasional adalah mendorong penyelarasan NDC dalam program dan kegiatan kementerian terkait untuk Rencana Kegiatan Pemerintah Tahun 2018 yang diarahkan menuju pencapaian target 10 Prioritas Nasional Pembangunan, untuk kemudian dikaitkan dengan program dan kegiatan prioritas. Mengingat komitmen mandatori di bawah UNFCCC yang melibatkan seluruh negara pihak seperti dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) merupakan hal yang baru bagi Indonesia sebagai negara berkembang, maka diperlukan strategi untuk mengimplementasikannya yang terbagi ke dalam program-program dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan.

Page 12: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

4

II. PARIS AGREEMENT DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN

PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE

Persetujuan Paris merupakan perjanjian internasional tentang perubahan iklim yang bertujuan untuk menahan kenaikan suhu rata- rata global di bawah 2°C di atas tingkat di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu ke 1,5°C di atas tingkat pra–industrialisasi. Selain itu, Persetujuan Paris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim.

Persetujuan Paris yang bersifat mengikat secara hukum dan diterapkan semua negara (legally binding and applicable to all) dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan dan berdasarkan kemampuan masing-masing (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), memberikan tanggung jawab kepada negara-negara maju untuk menyediakan dana, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi kepada negara berkembang. Disamping itu, Persetujuan Paris mengamanatkan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral yang lebih efektif dan efisien untuk melaksanakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan dukungan pendanaan, alih teknologi, peningkatan kapasitas yang didukung dengan mekanime transparansi serta tata kelola yang berkelanjutan.

Persetujuan Paris memuat materi pokok substansi sebagai berikut:

a. Kewajiban masing-masing Negara untuk menyampaikan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contributions). Kontribusi penurunan tersebut harus meningkat setiap periode, dan negara berkembang perlu mendapatkan dukungan untuk meningkatkan ambisi tersebut (Pasal 3).

b. Komitmen Para Pihak untuk mencapai titik puncak emisi gas rumah kaca secepat mungkin dan melakukan upaya penurunan emisi secara cepat melalui aksi mitigasi (Pasal 4).

c. Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan cadangan karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil (Pasal 5).

Page 13: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

5

d. Pengembangan kerja sama sukarela antarnegara dalam rangka meningkatkan ambisi penurunan emisi termasuk melalui mekanisme pasar dan nonpasar (Pasal 6).

e. Penetapan tujuan global adaptasi untuk meningkatkan kapasitas adaptasi, memperkuat ketahanan, dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim sebagai pengakuan bahwa adaptasi merupakan tantangan global yang membutuhkan dukungan dan kerja sama internasional khususnya bagi negara berkembang (Pasal 7).

g. Pengakuan pentingnya meminimalkan dan mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage) akibat dampak buruk perubahan iklim (Pasal 8).

h. Kewajiban negara maju menyediakan sumber pendanaan untuk membantu negara berkembang dalam melaksanakan mitigasi dan adaptasi. Selain itu, pihak lain dapat pula memberikan dukungan secara sukarela (Pasal 9).

i. Peningkatan aksi kerja sama seluruh negara dalam hal pengembangan dan alih teknologi (Pasal 10).

j. Perlunya kerja sama Para Pihak untuk memperkuat kapasitas negara berkembang dalam implementasi Persetujuan Paris dan kewajiban negara maju untuk memperkuat dukungan bagi peningkatan kapasitas di negara berkembang (Pasal 11).

k. Kerja sama Para Pihak dalam upaya penguatan pendidikan, pelatihan, kesadaran publik, partisipasi publik, dan akses publik terhadap informasi mengenai perubahan iklim (Pasal 12).

l. Pembentukan dan pelaksanaan kerangka kerja transparansi dalam rangka membangun rasa saling percaya dan meningkatkan efektivitas implementasi, meliputi aksi maupun dukungan dengan fleksibilitas bagi negara berkembang. Kerangka ini merupakan pengembangan dari yang sudah ada di bawah Konvensi (Pasal 13).

m. Pelaksanaan secara berkala inventarisasi dari implementasi Persetujuan Paris untuk menilai kemajuan kolektif dalam mencapai tujuan Persetujuan Paris (Global stocktake) dimulai tahun 2023 dan selanjutnya dilakukan setiap lima tahun (Pasal 14).

n. Pembentukan mekanisme untuk memfasilitasi implementasi dan mendorong kepatuhan terhadap Persetujuan Paris (Pasal 15).

Dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris, kontribusi nasional terhadap upaya global yang dituangkan dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC), semua negara pihak melaksanakan dan mengkomunikasikan upaya ambisiusnya dan

Page 14: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

6

menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu, yang terkait dengan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (mitigasi, adaptasi), dan dukungan pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas bagi negara berkembang oleh negara maju.

Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Indonesia mencakup aspek mitigasi dan adaptasi. Sejalan dengan ketentuan Persetujuan Paris, NDC Indonesia perlu direview secara berkala dan dilakukan penyesuaian sesuai keperluan. Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030, yang akan dicapai antara lain melalui sektor kehutanan, energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, dan pertanian. Komitmen NDC Indonesia untuk periode selanjutnya ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari periode sebelumnya.

Paris Agreement telah memasuki masa efektif berlaku (entry into force) pada tanggal 4 November 2016, yaitu hari ke-30 setelah lebih dari 55 negara yang merepresentasikan 55% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global menyampaikan instrumen ratifikasi kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), dan telah diundangkan pada tanggal 25 Oktober 2016.

Pengesahan Persetujuan Paris ini didorong juga oleh amanat Pasal 28 A UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Artinya Pemerintah bersama-sama dengan negara-negara dunia lainnya untuk mempertahankan daya dukung global agar segenap manusia dapat hidup dalam level kehidupan yang layak. Dan dalam Pasal 28 H UUD 1945 butir (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Ratifikasi ini merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang berkualitas.

Perubahan iklim memiliki dimensi nasional dan global yang keduanya terakomodir dalam NAWACITA. Untuk dimensi global, salah satu butir NAWACITA tentang peningkatan peran global mengamanatkan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia termasuk perubahan iklim. Untuk konteks nasional sejumlah butir NAWACITA mengamanatkan aksi yang mengandung manfaat mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, misal tentang penguatn sektor kehutanan, serta membangun tata ruang dan lingkungan yang berkelanjutan.

Page 15: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

7

Dengan mengesahkan Persetujuan Paris dan menjalankan seluruh komitmen dan pengaturan yang terkait didalamnya, Indonesia akan mendapatkan manfaat antara lain:

1. Peningkatan perlindungan wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

2. Peningkatan pengakuan atas komitmen nasional dalam menurunkan emisi dari berbagai sektor, pelestarian hutan, peningkatan energi terbarukan dan peran serta masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam pengendalian perubahan iklim yang selama ini diperjuangkan oleh Indonesia.

3. Menjadi para pihak yang dapat berperan serta (memiliki hak suara) dalam pengambilan keputusan terkait Persetujuan Paris, termasuk dalam pengembangan modalitas, prosedur dan pedoman pelaksanaan Persetujuan Paris.

4. Memperoleh kemudahan untuk mengakses sumber pendanaan, teknologi transfer, peningkatan kapasitas bagi implementasi aksi mitigasi dan adaptasi.

Page 16: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

8

III. KOMITMEN DALAM NDC

Komitmen dalam Nawa Cita menjadi salah satu dasar bagi penyusunan dokumen the First NDC Indonesia, yang menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. Mengacu pada kesiapan Indonesia dalam menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan kemampuan sendiri, NDC disusun untuk meningkatkan aksi dan kondisi yang mendukung pencapaian tujuan yang lebih ambisius setelah tahun 2020 yang akan berkontribusi dalam upaya untuk mencegah kenaikan temperatur global di bawah 2oC dan mengejar upaya membatasi kenaikan temperatur global 1.5oC dibandingkan masa pra-industri.

Dalam upaya tersebut, sesuai dengan kewajiban/komitmen negara, dalam NDC telah direncanakan aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai aksi yang terintegrasi untuk membangun ketahanan dalam menjaga sumber daya pangan, air, dan energi. Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (mitigasi) pada tahun 2030 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan sampai dengan 41% bila dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan tanpa aksi mitigasi atau business as usual (BAU).

Dalam NDC dijelaskan tentang lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam upaya penurunan emisi GRK 29 % dari BAU 2030, yakni: kehutanan (17.2%), energi (11%), pertanian (0.32%), industri (0.10%), dan limbah (0.38%). Sedangkan untuk adaptasi, komitmen Indonesia meliputi peningkatan ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lansekap selain juga pengkondisian untuk ketahanan iklim. Untuk melihat target penurunan emisi per kategori sektor dapat dilihat pada Tabel 1 dan Bagan 1.

Page 17: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

9

Di samping itu, menghadapi pembangunan paska-2020, Indonesia memandang pencapaian ketahanan iklim kepulauan merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program adaptasi-mitigasi dan strategi penurunan risiko bencana yang komprehensif.

Table 1. Proyeksi BAU dan reduksi emisi GRK dari setiap kategori sektor

(penurunan emisi (ER) dalam juta ton CO2e; CM1 = 29%; CM2 = 38%)

No Sektor

TingkatEmisiGRK2010

Tingkat Emisi GRK 2030

(MTon CO2e)

Penurunan Emisi GRK RerataPertum-buhan

TahunanBAU

(2010-2030)

RerataPertum-buhan 2000-2012*

(MTon CO2e) % of Total BaU

MTonCO2e BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2

1 Energi* 453.2 1,669 1,355 1,271 314 398 11% 14% 6.7% 4.50%2 Limbah 88 296 285 270 11 26 0.38% 1% 6.3% 4.00%3 IPPU 36 69.6 66.85 66.35 2.75 3.25 0.10% 0.11% 3.4% 0.10%4 Pertanian 110.5 119.66 110.39 115.86 9 4 0.32% 0.13% 0.4% 1.30%5 Kehutanan** 647 714 217 64 497 650 17.2% 23% 0.5% 2.70%

TOTAL 1,334 2,869 2,034 1,787 834 1,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Termasuk fugitive **Termasuk kebakaran gambutNotes: CM1= Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional) CM2= Counter Measure 2 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-conditional)

Bagan 1. Proyeksi BAU dan Reduksi Emisi GRK dari Setiap Kategori Sektor

1800

1600

1400

1200

1000

800

600

400

200

0

1669

398296

69.6

2.753.25

714 497 650

4

Energy Waste

Emission BAU (2030) ER (CM1) ER (CM2)

IPPU Agriculture Foresty

314

11

19% dari BAU-energi11% dari BAU Total

70% dari BAU-kehutanan17.2% dari BAU Total

119.66 9

Page 18: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

10

Dukungan baik berupa intervensi soft technology maupun hard technology merupakan aspek yang harus dipenuhi dan dapat dilakukan melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, memperbaiki layanan dasar kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi rendah emisi, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan tata kelola yang baik.

Page 19: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

11

IV. PROGRAM IMPLEMENTASI NDC

Implementasi NDC memerlukan komitmen tidak hanya Pemerintah tetapi juga Pemerintah Daerah, Swasta, NGOs, dan stakeholders lainnya. Dan mengingat komitmen mengikat yang tertuang dalam NDC merupakan hal baru bagi negara berkembang termasuk Indonesia, maka untuk mengimplementasikannya diperlukan strategi yang sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing negara. Strategi implementasi NDC ini terbagi ke dalam 9 (sembilan) program mulai dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan. Kesembilan program tersebut dapat digambarkan seperti Bagan 2 dan Tabel 2:

Bagan 2. Sembilan Program Implementasi NDC

I. PENGEMBANGAN OWNERSHIP DAN KOMITMEN • Kementerian/Lembaga Pemda Swasta, Masyarakat Sipil, Lembaga Keuangan

• Penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM (elaborasi NDC_sektor dan wilayah, KRP, IGRK, MRV, SRN Implementasi NDC)

• Peraturan-perundangan dan kebijakan terkait (UU No. 16/2016 ttg Ratifikasi Paris Agreement, PP.46/2016 ttg KLHS, dll)

• Koordinasi dan sinergi antar sektor dan wilayah serta aktor/pelaku

• SIGN-SMART: data inventarisasi GRK nasional• SRN (termasuk MRV): aksi Mitigasi, Adaptasi, JMA dan Mol (pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas)

• Penyelarasan NDC dengan perencanaan pembangunan di 5 kategori sekor mitigasi dan adaptasi sektoral dan wilayah > untuk menjamin penganggaran (APBN-APBD) dan mobilisasi sumberdaya baik dari dalam negeri maupun internasional

• Pedoman untuk Pusat dan daerah (perencanaan, pelaksanaan, MRV dan review NDC);

• Didasarkan pada hasil penyusunan KRP serta rencana implementasi NDC• Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) dan BAPPENAS (terkait pembangunan nasional).

• Pemantauan progres implementasi NDC• Menjelang tahun 2020 akan dilakukan review dan adjustment NDC bila diperlukan (tidak ada backsliding)

II. PENGEMBANGAN KAPASITAS

III. ENABLING ENVIRONMENT

IV. PENYUSUNAN KERANGKAKERJA DAN JARINGANKOMUNIKASI

V. KEBIJAKAN SATU DATA GRK

VI. PENYUSUNAN KEBIJAKAN,RENCANA DAN PROGRAM (KRP)INTERVENSI

VII. PENYUSUNAN PEDOMANIMPLEMENTASI NDC

VIII. IMPLEMENTASI NDC

IX. PEMANTAUAN DAN REVIEWNDC

Page 20: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

12

Tabel 2. Detail Sembilan Program Implementasi NDC

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

1 PENGEMBANGAN OWNERSHIP DAN KOMITMEN

1. Sosialisasi a. Pusat Target Parlemen,

Kementerian/ Lembaga, Media, Akademisi

b. Regional dan Propinsi Regional Sumatera Regional Kalimantan Regional Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

Regional Sulawesi Regional Maluku dan Papua

2. Komunikasi stakeholder (2017 dan seterusnya) hasilnya berupa pembentukan forum komunikasi

Dua kegiatan dimaksud diarahkan untuk membangun kesepahaman peran dan tanggungjawab

• Kementerian/Lembaga

• Pemda, • Swasta, • Masyarakat Sipil • Lembaga Keuangan • Parlemen

Pusat : mulai April 2017

Daerah : mulai Mei 2017

Maret 2017 dan seterus-nya

1. Informasi dalam forum komunikasi disampaikan kepada publik.

2. Meningkatkan transparansi implementasi NDC.

2 PENGEMBANGAN KAPASITAS (Capacity Building)

Penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM (elaborasi NDC_ sektor dan wilayah, KRP, IGRK, MRV, SRN, implementasi NDC) :• Penyusunan Capacity

Building Needs Assessment (CBNA) :

Identifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas perubahan iklim untuk tingkat nasional, sub-nasional (provinsi) dan lokal

Identifikasi kelompok sasaran

Identifikasi jenis kegiatan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran, akses terhadap informasi, pelibatan masyarakat, kerjasama internasional)

Identifikasi substansi/ materi peningkatan kapasitas: perubahan iklim secara umum, mitigasi, adaptasi, teknologi, IMRV – GRK, akses terhadap pendanaan, pengusulan kegiatan/ proyek, negosiasi, dsb

• KLHK• ESDM• Kem. Pertanian• Kem. Perindustrian• Kem. Keuangan• BAPPENAS• K/L terkait:, ,

Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas, , Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan)

• Parlemen• Pakar/ perguruan

tinggi• Pemerintah daerah• Swasta• Asosiasi profesi• LSM• Kelompok

masyarakat

2017 dan seterusnya

Target:• CBNA selesai

Agustus 2017• Road Map

selesai Desember 2017.

• CB adl. evolving process; dimulai parallel dengan penyusunan Road Map.

• CB dilakukan untuk semua pihak di semua level semuai kebutuhan CB.

Page 21: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

13

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

• Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Peningkatan Kapasitas Perubahan Iklim:

Kegiatan yang harus dilaksanakan pada setiap tingkatan (nasional, sub-nasional/ provinsi dan lokal) dan pada setiap sektor utama penghasil emisi GRK

Siapa yang harus melakukan Peningkatan Kapasitas (pelaksana: instansi pemerintah, swasta, masyarakat)

Kelompok sasaran Bentuk/jenis peningkatan kapasitas yang diperlukan (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran, akses terhadap informasi, pelibatan masyarakat, kerjasama internasional)

Waktu pelaksanaan Lokasi pelaksanaan Sumber pendanaan

• Pelaksanaan peningkatan kapasitas secara sistematis (dalam dan luar negeri):

Pendidikan Training Seminar/workshop/conference

Internship/magang TOT Sekolah lapang

3 ENABLING ENVIRONMENT

1. Identifikasi peraturan-perundangan dan kebijakan perubahan iklim untuk melihat gaps dan overlaps dan potensi harmonisasi peraturan perundangan.

2. Peraturan-Perundangan yang telah teridentifikasi, antara lain: • UU No. 16/2016 tentang

Ratifikasi Paris Agreement• UU 21 Tahun 2014 tentang

Panas Bumi• UU 37 Tahun 2014 tentang

Konservasi Tanah dan Air• UU 18 Tahun 2013

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH

• Kementerian / Lembaga

April –Mei 2017

Identifikasi tentang bagaimana masing-masing regulasi memberikan landasan bagi implementasi NDC dan dukungan peraturan-perundangan baru yang diperlukan

Page 22: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

14

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

• UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengendalian Deforestasi

• UU 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

• UU 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika

• UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

• Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem

• UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

• UU 30 Tahun 2007 tentang Energi

• PP No 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS

• PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut jo. PP No. 57 Tahun 2016 regarding Amandemen PP No. No. 71/2014

• PP No. 64 Tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air dan Hutan di kawasan lindung, taman nasional, forest park dan Taman Wisata Alam

• PP No.45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

• PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional

• PP. 46 Tahun 2016 tentang KLHS

• Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK

• Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional

• Perpres No.1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut

• Inpres No.6/2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Izin Baru HUtan Alam Primer dan Gambut

Page 23: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

15

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

• Perpres No. 9/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Satu Peta

• Kebijakan Reforma Agraria dan perhutanan sosial.

3. Penyiapan penyusunan Peraturan-Perundangan tentang Perubahan Iklim.

4 PENYUSUNAN KERANGKA KERJA DAN JARINGAN KOMUNIKASI

Koordinasi dan sinergi antar sektor dan wilayah serta aktor/pelaku

• KLHK• ESDM• Kem. Pertanian• Kem. Perindustrian• Kem. Keuangan• BAPPENAS• K/L terkait:

(Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas, , Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan)

• Parlemen• Pakar/ perguruan

tinggi• Pemerintah daerah• Swasta• Asosiasi profesi• LSM• Kelompok

masyarakat

2017 dan seterus-nya

• Terkait dengan target penurunan emisi dan MRV, kebijakan dan program adaptasi dikoordinir oleh KLHK

• Terkait dengan perencanaan pembangunan dikoordinir Bappenas.

• Didalam melaksanakan tugasnya, diperlukan sinergi Bappenas dengan KLHK.

• Masing-masing kategori sektor dikoordinir oleh Kementerian yang memiliki mandat di bidang tsb, yaitu:

• Kehutanan dan Limbah: KLHK

• Energi: ESDM• Pertanian:

Kem. Pertanian

• IPPU: Kem. Perindustrian

5 KEBIJAKAN SATU DATA GRK*SIGN – SMART: data inventarisasi GRK nasionalSRN (termasuk MRV): Sistem Registri Nasional tentang aksi Mitigasi, Adaptasi, JMA dan MoI

a. Membangun kesepahaman dan kesepakatan tentang pentingnya satu data GRK

b. Institutional arrangements untuk memperkuat “Kebijakan Satu Data GRK”

c. Penguatan existing systems untuk “Kebijakan Satu Data GRK”

• Kemtan• Kementerian

Perindustrian• BIG• Lapan• BMKG• BPS• BNPB• Kemenkeu• Perhubungan • PUPERA

a. 2017

b. 2017

c. 2017

Identifikasi tentang bagaimana masing-masing regulasi memberikan landasan bagi implementasi NDC dan dukungan peraturan-

Page 24: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

16

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

(pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas)

d. Membangun Protocol data untuk SIGN –SMART dan SRN (sector, daerah dan nasional)

e. Memfasilitasi sektor untuk mengintegrasikan data GRK dalam pengelolaan data di lembaganya

f. Evaluasi Kesiapan Implementasi Kebijakan Satu Data GRK

g. Implementasi Kebijakan Satu Data GRK

d. 2017

e. 2018

f. 2018

g. mulai 2018

perundangan baru yang diperlukan

6 PENYUSUNAN KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM (KRP) INTERVENSI

Penyelarasan NDC dengan kebijakan pembangunan:1. Mitigasi di 5 kategori sektor:

• LULUCF: koordinasi internal KLHK,

• energi: koordinasi dg Kem. ESDM dan Kem. Perhubungan

• IPPU: koordinasi dg Kem. Perindustrian utk

• limbah: koordinasi internal KLHK

• pertanian: koordinasi dg Kem. Pertanian

2. Adaptasi sektoral dan wilayah:• Ketahanan pangan• Ketahanan energi• Ketahanan air• Kesehatan• Permukiman• Infrastruktur• Pesisir dan pulau-pulau

kecil• Ekosistem lainnya

(Tiga ketahanan dalam NDC: ekonomi, sosial dan livelihood, ekosistem dan lanskap)Catatan : penyelarasan termasuk dengan SDGs dan komitmen di bawah Persetujuan Internasional lainnya.

• KLHK• ESDM• Kemtan• Kementerian

Perindustrian• Kemenkeu• Bappenas• K/L terkait:

Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas, , Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan)

• Parlemen• Pakar/ perguruan

tinggi• Pemerintah daerah• Swasta• Asosiasi profesi• LSM• Kelompok

masyarakat

2017 • Koordinasi KLHK, K/L 5 kategori sektor, BAPPENAS, KemenKeu.

• Terkait dengan target penurunan emisi dan MRV, kebijakan dan program adaptasi dikoordinir oleh KLHK

• Terkait dengan perencanaan pembangunan dikoordinir Bappenas.

• Didalam melaksanakan tugasnya, diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem.Keu.

• Masing-masing kategori sektor dikoordinir oleh Kementerian yang memiliki mandat di bidang tsb, yaitu:

• Kehutanan dan Limbah: KLHK

• Energi: ESDM• Pertanian:

Kem. Pertanian

• IPPU: Kem. Perindustrian

Page 25: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

17

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

7 PENYUSUNAN GUIDANCE IMPLEMENTASI NDC

Pedoman untuk Pusat dan daerah: a. Implementasi, Monitoring,

Pelaporan, Evaluasi dalam konteks capaian target pembangunan (daerah–pusat)

b. IGRK melalui SIGN-SMART dan MRV–SRN

• KLHK• ESDM• Kemtan• Kementerian

Perindustrian• Kemenkeu• BAPPENAS

2017/2018

a. Dikoordinasikan BAPPENAS

b. Dikoordinasikan KLHK

8 IMPLEMENTASI NDC

Pengurangan emisi sesuai target masing-masing kategori sektor:• LULUCF, • energi, • IPPU, • limbah, • pertanianPeningkatan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim menuju:• Ketahanan ekonomi

Pertanian dan perkebunan berkelanjutan

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu

Penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan (mempertahankan fungsi ekosistem)

Konservasi lahan (Penanggulangan degradasi lahan melalui Konservasi tanah dan air)

Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan (tidak menggunakan lahan berhutan)

Perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi

• Ketahanan sosial dan sumber penghidupan

Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini (bencana terkait iklim), kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat

Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan lokal, untuk mengamankan akses kepada sumber daya alam utama (key natural resources)

• KLHK• ESDM• Kemtan• Kementerian

Perindustrian• Kemenkeu• Bappenas• Pemerintah Daerah• Swasta• Masyarakat

s/d 2030 • Didasarkan pada hasil penyusunan KRP serta rencana implementasi NDC

• Dikoordinasi-kan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI)

• Dikoordinasi-kan oleh BAPPENAS (terkait dengan target capaian pembangunan nasional)

• Diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem.Keu.

Page 26: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

18

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

Meningkatkan secara cepat program kesiap-siagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana

Identifikasi wilayah rentan perubahan iklim dalam perencanaan dan tata guna lahan

Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan Pembangunan prasarana tahan iklim

Pencegahan dan resolusi konflik

• Ketangguhan ekosistem dan lanskap

Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini (bencana terkait iklim), kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat

Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan lokal, untuk mengamankan akses kepada sumber daya alam utama (key natural resources)

Meningkatkan secara cepat program kesiap-siagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana

Identifikasi wilayah rentan perubahan iklim dalam perencanaan dan tata guna lahan

Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan Pembangunan prasarana tahan iklim

Pencegahan dan resolusi konflik

9 PEMANTAUAN DAN REVIEW NDC

a. Pemantauan progres implementasi NDC, termasuk penggunaan platform atau mekanisme untuk mengakses informasi kemajuan implementasi NDC dan hasil-hasilnya.

• KLHK• ESDM• Kemtan• Kementerian

Perindustrian• Kemenkeu• Bappenas

a. Pra 2020: mulai 2017

Paska 2020: 2020 - 2030

• Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI)

Page 27: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

19

No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan

b. Review dan adjusment b. setiap 5 tahun (review I: 2019)

• Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI)

• Dikoordinasikan oleh BAPPENAS (terkait dengan target capaian pembangunan nasional)

• Menjelang tahun 2020 akan dilakukan review dan adjustment NDC bila diperlukan (tidak ada backsliding)

• Diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem.Keu.

)* Semua data yang ada link ke SRN

Page 28: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

20

V. PENDANAAN

Target penurunan emisi gas rumah kaca yang telah ditetapkan melalui NDC, yaitu unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario bussines as usual (BAU) tahun 2030 memerlukan pendanaan yang memadai dan dapat diperkirakan jumlah serta opsi-opsi pendanaannya untuk dapat mencapai target penurunan emisi GRK dan dalam waktu yang sama mencapai target pembangunan. Isu pendanaan yang memadai, dapat diprediksi dan berkelanjutan (adequate, predictable, sustainable) sudah dibahas dan disepakati sejak COP ke-13 di Bali tahun 2007 melalui Decision 1/CP 13 para 1e(i) bahwa perlu “Improved access to adequate, predictable and sustainable financial resources and financial and technical support, and the provision of new and additional resources, including official and concessional funding for developing country Parties”. Selanjutnya Paris Agreement menyatakan “Recognizes the importance of adequate and predictable financial resources, including for results-based payments, as appropriate, for the implementation of policy approaches and positive incentives for reducing emissions from deforestation and forest degradation, and the role of conservation, sustainable management of forests and enhancement of forest carbon stocks”. Dalam hal ini, sudah cukup jelas tentang kebutuhan dukungan pendanaan dari negara maju untuk negara berkembang, selain sumber dana yang disiapkan sendiri oleh negara berkembang.

Untuk mengelola pendanaan NDC, instrument pendanaan perubahan iklim di tingkat nasional, termasuk kelembagaannya yang dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan dengan mekanisme pendanaan yang fleksible dan dapat menjamin transparansi serta akuntabilitas dalam memobilisasi dan mendistribusikan pendanaan perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, saat ini pemerintah sedang berproses dalam membentuk lembaga pendanaan lingkungan hidup, dimana perubahan iklim menjadi salah satu jendela pada lembaga pendanaan tersebut. Hal ini sejalan dengan mandat UU No. 32 tahun 2009, pasal 42 dan pasal 43, yang mengatur bahwa pemerintah harus membuat kebijakan mengenai pendanaan lingkungan hidup.

Melalui [Rancangan] Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, maka mandat pembentukan lembaga pendanaan yang menerapkan pola keuangan badan layanan umum tersebut diatur pada [Rancangan] PP tersebut.

Page 29: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

21

Sementara pembentukan kelembagaan pendanaan lingkungan hidup dibentuk melalui Peraturan Presiden tentang Pendanaan Lingkungan Hidup.

Lembaga pendanaan lingkungan hidup (BPDLH) dirancang untuk dapat mengelola pendanaan dari anggaran pemerintah dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan Pemerintah yang digunakan untuk kebutuhan belanja, investasi dan pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk untuk upaya pengendalian perubahan iklim. Untuk itu, lembaga pendanaan lingkungan hidup akan dikelola secara profesional dengan mematuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara dan menerapkan standar fidusiari dan praktik-praktik terbaik yang diterima secara internasional. Lembaga pendanaan lingkungan hidup tersebut akan berada dibawah pembinaan Kementerian Keuangan dan KLHK dalam hal ini berperan sebagai koordinator dalam memberikan arahan program-program lingkungan hidup, termasuk program-program pengendalian perubahan iklim.

Lembaga pendanaan lingkungan hidup tersebut mengelola dua jenis dana utama, yaitu:

1) Dana penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yaitu dana yang disiapkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tanggap darurat dan yang tidak jelas sumber dan pelakunya.

2) Dana amanah/bantuan konservasi, yaitu dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga pendanaan lingkungan hidup membentuk beberapa jendela pendanaan (funding window) sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Salah satu jendela tersebut dan yang akan dikembangkan sejak awal beroperasinya lembaga pendanaan tersebut adalah jendela pendanaan perubahan iklim, yang diawali dengan pendanaan untuk REDD+. Jendela Pendanaan REDD+ akan mencakup kegiatan yang termasuk dalam dana jaminan pemulihan lingkungan hidup dan dana amanah atau dana bantuan konservasi (Bagan 2).

Page 30: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

22

Mengingat untuk mencapai target pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana ditetapkan dalam NDC diperlukan peran dan kontribusi berbagai pihak dalam melaksanakan program dan kegiatanya, maka pendanaan NDC tidak hanya dapat menggunakan pendanaan dengan mekanisme APBN/APBD sebagaimana dijalankan oleh K/L dan Pemerintah Daerah. BPDLH yang mengelola dana dari berbagai sumber diharapkan dapat menjadi pendukung dalam pendanaan NDC yang dilakukan baik oleh Pemerintah (nasional dan sub-nasional) maupun non-Pemerintah (swasta dan civil societies).

Bagan 2. Pendanaan Lingkungan Hidup yang akan dikelola BLU

Badan Layanan Umum (BLU) sebagai Pengelola Dana Lingkungan

INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN

PERENCANAAN

Dana Jaminan Pemulihan LH Dana Kerusakan/PencemaranLingkungan

Dikelola oleh BLU

Dana Hibah Konservasi

Tujuan:• Perlindungan sumber daya alam• Perlindungan atmosfer

Tujuan:• Kerusakan lingkungan yang disebabkan degradasri/pencemaran• Pemulihan lingkungan yang diakibatkan kerusakan/ pencemaran

PENDANAAN INSENTIF/DISINSENTIF

Jendela Degradasi/Pencemaran Lingkungan

Jendela KonservasiSumber Daya Alam

JendelaPerubahan Iklim Jendela Lain

Page 31: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

23

VI. PENUTUP

Implementasi NDC dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) tahap. Tahap pertama adalah penyiapan prakondisi yang harus bisa diselesaikan sebelum tahun 2020. Tahap ini terdiri dari: pengembangan ownership dan komitmen; pengembangan kapasitas; enabling environment; penyusunan kerangka kerja dan jaringan komunikasi; kebijakan satu data GRK; penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) intervensi; dan penyusunan pedoman implementasi NDC, termasuk review kesiapan memasuki periode komitmen 2020 - 2030. Tahap kedua adalah implementasi pada periode komitmen pertama mulai tahun 2020 – 2030. Tahap ketiga adalah pemantauan dan review NDC selama periode komitmen, yang mencakup capaian target baik dari sisi pengurangan emisi dan peningkatan kapasitas adaptasi serta peningkatan resiliensi termasuk pelaporan internasional (yang dikoordinasikan KLHK) serta capaian target pembangunan (yang dikoordinasikan oleh BAPPENAS). Dengan demikian, ketiga tahap ini bukan berarti subsekuen antara satu tahap ke tahap berikutnya namun dilaksanakan secara simultan. Pemantauan dan evaluasi (MRV untuk pengurangan emisi) sudah mulai dilaksanakan pada tahap penyiapan prakondisi untuk memberbaiki dan penyesuaian dengan situasi serta sumberdaya yang ada.

Keberhasilan implementasi NDC memerlukan sinergi semua komponen bangsa, mulai dari Kementerian/Lembaga, Sektor Bisnis, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat umum. Implementasi NDC merupakan kegiatan yang membutuhkan komitment, peran, dan kontribusi semua komponen bangsa tersebut untuk berproses bersama-sama dengan merubah perilaku untuk berusaha mengurangi emisi GRK sebesar 29%-41% dari BAU. Oleh karenanya langkah yang penting diawali dari unsur pemerintah melalui upaya penyelarasan implementasi NDC dengan kebijakan pembangunan semua sektor. Setelah Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat inheren menjadikan kegiatan terkait perubahan iklim dalam kegiatan pembangunannya, dapat lebih diharapkan peran semua komponen bangsa dalam upaya implementasi NDC ini.

Penyusunan Strategi Implementasi NDC ini diarahkan sebagai pemandu arah gerak sinergi bagi segenap komponen bangsa untuk melaksanakan komitmet internasional yang sejalan dengan cita-cita dan tujuan nasional. Semoga langkah dan upaya segenap komponen bangsa ini mendapat bimbingan dan kemudahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Page 32: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

24

Page 33: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.
Page 34: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.
Page 35: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION

REPUBLIC OF INDONESIA

November 2016

Page 36: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

1

FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTIONREPUBLIC OF INDONESIA

1. KONTEKS NASIONAL

Indonesia merupakan negara yang sedang bertumbuh dengan demokrasi yang stabil dan populasi keempat terbanyak di dunia. Walaupun pertumbuhan ekonomi masih terus meningkat selama dekade terakhir, sekitar 11% populasi Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Untuk mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Indonesia memproyeksikan pembangunan ekonomi setidaknya mencapai 5% per tahun untuk menurunkan laju kemiskinan di bawah 4% di tahun 2025 sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang, antara lain “bahwa setiap orang berhak memperoleh hidup yang layak dan sehat”. Mengingat dampak perubahan iklim mulai dirasakan, Indonesia masih terus mencari keseimbangan pembangunan di masa kini dan masa datang serta prioritas pengentasan kemiskinan.

Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia mencanangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional, dibandingkan terhadap skenario business as usual di tahun 2020. Pemerintahan Indoesia saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah menentukan 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita. Nawa Cita melingkupi antara lain melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Misi Nawa Cita tersebut sejalan dengan komitmen nasional menuju arah pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai satu prioritas yang terintegrasi dan lintas-sektoral dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Mengingat posisi penting Indonesia secara geografis dalam global ocean conveyor belt (thermohaline circulation), negara kepulauan terbesar dan hutan hujan tropisnya yang kaya akan keanekaragaman hayati, tingginya cadangan nilai karbon dan sumber daya energi dan mineral, Indonesia dikenal akan perannya dalam upaya menghadapi perubahan iklim. Namun, Indonesia juga rentan terhadap bencana alam yang akan diperparah dengan terjadinya perubahan iklim, terutama di daerah dataran rendah di seluruh nusantara. Oleh karena itu Indonesia memandang bahwa upaya komprehensif

Page 37: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

1

FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTIONREPUBLIC OF INDONESIA

1. KONTEKS NASIONAL

Indonesia merupakan negara yang sedang bertumbuh dengan demokrasi yang stabil dan populasi keempat terbanyak di dunia. Walaupun pertumbuhan ekonomi masih terus meningkat selama dekade terakhir, sekitar 11% populasi Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Untuk mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Indonesia memproyeksikan pembangunan ekonomi setidaknya mencapai 5% per tahun untuk menurunkan laju kemiskinan di bawah 4% di tahun 2025 sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang, antara lain “bahwa setiap orang berhak memperoleh hidup yang layak dan sehat”. Mengingat dampak perubahan iklim mulai dirasakan, Indonesia masih terus mencari keseimbangan pembangunan di masa kini dan masa datang serta prioritas pengentasan kemiskinan.

Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia mencanangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional, dibandingkan terhadap skenario business as usual di tahun 2020. Pemerintahan Indoesia saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah menentukan 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita. Nawa Cita melingkupi antara lain melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Misi Nawa Cita tersebut sejalan dengan komitmen nasional menuju arah pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai satu prioritas yang terintegrasi dan lintas-sektoral dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Mengingat posisi penting Indonesia secara geografis dalam global ocean conveyor belt (thermohaline circulation), negara kepulauan terbesar dan hutan hujan tropisnya yang kaya akan keanekaragaman hayati, tingginya cadangan nilai karbon dan sumber daya energi dan mineral, Indonesia dikenal akan perannya dalam upaya menghadapi perubahan iklim. Namun, Indonesia juga rentan terhadap bencana alam yang akan diperparah dengan terjadinya perubahan iklim, terutama di daerah dataran rendah di seluruh nusantara. Oleh karena itu Indonesia memandang bahwa upaya komprehensif

Page 38: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

2

adaptasi dan mitigasi berbasis lahan dan laut merupakan sebuah pertimbangan strategis yang kritis dalam mencapai ketahanan iklim terkait pangan, air dan energi.

Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. NDC tersebut menggambarkan peningkatan aksi dan kondisi yang mendukung selama periode 2015-2019 yang akan menjadi landasan untuk menentukan tujuan lebih ambisius setelah tahun 2020, yang akan berkontribusi dalam upaya untuk mencegah kenaikan termperatur global sebesar 20C dan mengejar upaya membatasi kenaikan temperature global sebesar 1,50C dibandingkan masa pra-industri. Untuk periode 2020 dan seterusnya, Indonesia memandang pencapaian ketahanan iklim kepulauan merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program adaptasi-mitigasi dan strategi penurunan risiko bencana yang komprehensif. Indonesia telah menentukan tujuan ambisius mengenai konsumsi dan produksi keberlanjutan terkait pangan, air dan energi. Tujuan ini akan dapat dicapai melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, memperbaiki layanan dasar kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik.

2. MITIGASI

Menurut dokumen Second National Communication tahun 2010, emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia diperkirakan sebesar 1,8 GtCO2e di tahun 2005. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,4 GtCO2e dibandingkan tahun 2000. Sumber emisi paling besar (63%) berasal dari kegiatan alih guna lahan serta kebakaran hutan dan lahan gambut, sedangkan konsumsi bahan bakar minyak menyumbangkan emisi GRK sebesar 19% dari total emisi. Berdasarkan dokumen First Biennial Update Report (BUR) yang telah disampaikan kepada UNFCCC pada bulan Januari 2016, emisi GRK nasional adalah sebesar 1,453 GtCO2e di tahun 2012, yang menunjukkan peningkatan sebesar 0,452 GtCO2e dari tahun 2000. Sektor utama yang berkontribusi mengeluarkan emisi adalah sektor LUCF termasuk kebakaran gambut (47,8%) dan sektor energi (34,9%)

Sejak Indonesia mencanangkan penurunan emisi GRK secara sukarela sebesar 26% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% apabila ada dukungan internasional, dibandingkan dengan skenario business as usual 2020, Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam PERPRES No. 61/2011 dan inventarisasi GRK melalui PERPRES No. 71/2011.

Pasca-2020, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan target melebihi komitmen saat ini. Mengacu pada kajian terbaru mengenai tingkat emisi GRK, Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario business as usual di tahun 2030.

3

Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan dengan mengambil kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi dari hutan yang tersisa dengan kegiatan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, restorasi fungsi-fungsi ekosistem, serta pengelolaan hutan berkelanjutan yang termasuk perhutanan sosial melalui partisipasi aktif sektor swasta, usaha kecil dan menengah, organisasi masyarakat sipil, masyarakat lokal dan kelompok masyarakat yang paling rentan, terutama Masyarakat Hukum Adat, dan perempuan - baik dalam tahap perencanaan maupun implementasi. Pendekatan dengan skala lanseap dan pengelolaan berbasis ekosistem dengan peranan pemerintah daerah, merupakan hal penting dalam menjamin manfaat yang lebih besar dan berkelanjutan dari inisiatif-inisiatif tersebut.

REDD+ akan menjadi komponen penting dari target NDC Indonesia di sektor berbasis lahan. Forest Reference Emission Level (FREL) untuk REDD+ telah disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC pada bulan Desember 2015, yang mencakup deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi gambut. FREL ditetapkan sebesar 0,568 GtCO2e/tahun untuk pool karbon Above Ground Biomass, dengan menggunakan periode referensi 1990-2012 dan akan digunakan sebagai rujukan terhadap emisi aktual dari 2013 hingga 2020. Angka ini digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi kinerja REDD+ selama periode implementasi (hingga 2020). Indonesia akan melakukan adjustment (penyesuaian) manakala diperlukan.

Di sektor energi, Indonesia telah menentukan kebijakan bauran energi. Selain itu juga telah ditetapkan kebijakan nasional mengenai pengembangan sumber energi bersih. Secara kolektif, kebijakan ini akan menempatkan Indonesia ke arah jalur dekarbonisasi. Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan ambisi untuk melakukan transformasi, di tahun 2025 dan 2050, bauran penyediaan energi utama sebagai berikut:

a) energi baru terbarukan setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun 2050;

b) minyak harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2050;

c) batubara paling sedikit 30% di tahun 2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050; dan

d) gas setidaknya paling sedikit 22% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun 2050.

Di sektor pengelolaan limbah, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di tingkat lokal, meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan, mengurangi limbah yang dibuang ke landfill melalui pendekatan “Reduce, Reuse, Recycle”, dan pemanfaatan sampah dan limbah untuk energi. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk lebih jauh menurunkan emisi GRK dari sektor pengelolaan limbah di tahun 2030 dan seterusnya melalui pengembangan kebijakan

Page 39: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

2

adaptasi dan mitigasi berbasis lahan dan laut merupakan sebuah pertimbangan strategis yang kritis dalam mencapai ketahanan iklim terkait pangan, air dan energi.

Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. NDC tersebut menggambarkan peningkatan aksi dan kondisi yang mendukung selama periode 2015-2019 yang akan menjadi landasan untuk menentukan tujuan lebih ambisius setelah tahun 2020, yang akan berkontribusi dalam upaya untuk mencegah kenaikan termperatur global sebesar 20C dan mengejar upaya membatasi kenaikan temperature global sebesar 1,50C dibandingkan masa pra-industri. Untuk periode 2020 dan seterusnya, Indonesia memandang pencapaian ketahanan iklim kepulauan merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program adaptasi-mitigasi dan strategi penurunan risiko bencana yang komprehensif. Indonesia telah menentukan tujuan ambisius mengenai konsumsi dan produksi keberlanjutan terkait pangan, air dan energi. Tujuan ini akan dapat dicapai melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, memperbaiki layanan dasar kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik.

2. MITIGASI

Menurut dokumen Second National Communication tahun 2010, emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia diperkirakan sebesar 1,8 GtCO2e di tahun 2005. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,4 GtCO2e dibandingkan tahun 2000. Sumber emisi paling besar (63%) berasal dari kegiatan alih guna lahan serta kebakaran hutan dan lahan gambut, sedangkan konsumsi bahan bakar minyak menyumbangkan emisi GRK sebesar 19% dari total emisi. Berdasarkan dokumen First Biennial Update Report (BUR) yang telah disampaikan kepada UNFCCC pada bulan Januari 2016, emisi GRK nasional adalah sebesar 1,453 GtCO2e di tahun 2012, yang menunjukkan peningkatan sebesar 0,452 GtCO2e dari tahun 2000. Sektor utama yang berkontribusi mengeluarkan emisi adalah sektor LUCF termasuk kebakaran gambut (47,8%) dan sektor energi (34,9%)

Sejak Indonesia mencanangkan penurunan emisi GRK secara sukarela sebesar 26% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% apabila ada dukungan internasional, dibandingkan dengan skenario business as usual 2020, Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam PERPRES No. 61/2011 dan inventarisasi GRK melalui PERPRES No. 71/2011.

Pasca-2020, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan target melebihi komitmen saat ini. Mengacu pada kajian terbaru mengenai tingkat emisi GRK, Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario business as usual di tahun 2030.

3

Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan dengan mengambil kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi dari hutan yang tersisa dengan kegiatan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, restorasi fungsi-fungsi ekosistem, serta pengelolaan hutan berkelanjutan yang termasuk perhutanan sosial melalui partisipasi aktif sektor swasta, usaha kecil dan menengah, organisasi masyarakat sipil, masyarakat lokal dan kelompok masyarakat yang paling rentan, terutama Masyarakat Hukum Adat, dan perempuan - baik dalam tahap perencanaan maupun implementasi. Pendekatan dengan skala lanseap dan pengelolaan berbasis ekosistem dengan peranan pemerintah daerah, merupakan hal penting dalam menjamin manfaat yang lebih besar dan berkelanjutan dari inisiatif-inisiatif tersebut.

REDD+ akan menjadi komponen penting dari target NDC Indonesia di sektor berbasis lahan. Forest Reference Emission Level (FREL) untuk REDD+ telah disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC pada bulan Desember 2015, yang mencakup deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi gambut. FREL ditetapkan sebesar 0,568 GtCO2e/tahun untuk pool karbon Above Ground Biomass, dengan menggunakan periode referensi 1990-2012 dan akan digunakan sebagai rujukan terhadap emisi aktual dari 2013 hingga 2020. Angka ini digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi kinerja REDD+ selama periode implementasi (hingga 2020). Indonesia akan melakukan adjustment (penyesuaian) manakala diperlukan.

Di sektor energi, Indonesia telah menentukan kebijakan bauran energi. Selain itu juga telah ditetapkan kebijakan nasional mengenai pengembangan sumber energi bersih. Secara kolektif, kebijakan ini akan menempatkan Indonesia ke arah jalur dekarbonisasi. Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan ambisi untuk melakukan transformasi, di tahun 2025 dan 2050, bauran penyediaan energi utama sebagai berikut:

a) energi baru terbarukan setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun 2050;

b) minyak harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2050;

c) batubara paling sedikit 30% di tahun 2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050; dan

d) gas setidaknya paling sedikit 22% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun 2050.

Di sektor pengelolaan limbah, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di tingkat lokal, meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan, mengurangi limbah yang dibuang ke landfill melalui pendekatan “Reduce, Reuse, Recycle”, dan pemanfaatan sampah dan limbah untuk energi. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk lebih jauh menurunkan emisi GRK dari sektor pengelolaan limbah di tahun 2030 dan seterusnya melalui pengembangan kebijakan

Page 40: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

4

yang komprehensif dan koheren, penguatan institusi, peningkatan mekanisme keuangan dan pendanaan, inovasi teknologi, dan pendekatan sosial-budaya.

3. ADAPTASI

Perubahan iklim menimbulkan risiko signifikan terhadap sumber daya alam di Indonesia yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memandang upaya mitgasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep terintegrasi yang penting dalam membangun ketahanan sumber daya pangan, air dan energi. Pemerintah telah melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang menyediakan kerangka untuk berbagai inisiatif adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional.

Pemerintah Indonesia akan meningkatkan aksi untuk mengkaji dan memetakan kerentanan regional sebagai dasar dari sistem informasi adaptasi, serta memperkuat kapasitas institusi dan menetapkan kebijakan maupun peraturan terkait perubahan iklim di tahun 2020. Tujuan jangka menengah dari strategi adaptasi perubahan iklim di Indonesia adalah untuk menurunkan risiko pada semua sektor pembangunan (pertanian, sumber daya air, ketahanan energi, kehutanan, maritim dan perikanan, kesehatan, pelayanan publik, infrastruktur, dan sistem perkotaan) pada tahun 2030 melalui penguatan kapasitas lokal, pengelolaan pengetahuan yang meningkat, kebijakan yang konvergen tentang adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, dan penerapan teknologi yang adaptif.

Kebijakan dan aksi pra-2020 akan mendukung kelancaran transisi menuju pelaksanaan NDC di bawah kerangka Persetujuan Paris paska-2020. Kebijakan dan aksi dimaksud, yang akan menjadi landasan kuat bagi pelaksanaan aksi adaptasi sejak tahun 2020, adalah:

1) Pra-kondisi:• Pengembangan sistem informasi data kerentanan iklim nasional, yang akan

dibangun berbasis sistem yang telah ada yaitu SIDIK (Sistem Informasi Data dan Informasi Kerentanan), yang terbuka bagi publik melalui situs http://ditjenppi.menlhk. go.id.

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.33/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah dalam memformulasikan rencana aksi adaptasi daerah.

• Peningkatan pelaksanaan RAN-API yang telah ditetapkan pada tahun 2014.

2) Lingkungan hidup dan sosial ekonomi:• UU No. 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air akan mengarah pada

5

pertanian dan alih guna lahan yang berkelanjutan. Peraturan ini memandu para pemangku kepentingan dalam upaya konservasi lahan dan peningkatan produktivitas menuju pertanian berkelanjutan.

• Peraturan Pemerintah No. 37/2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air akan mengarah pada peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Peraturan tersebut menyediakan panduan untuk mengidentifikasi DAS yang harus dilindungi, direstorasi, dan direhabilitasi.

• Pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan meningkatkan pendapatan dan saat bersamaan akan menurunkan tekanan yang mengarah pada deforestasi dan degradasi hutan primer.

• Peningkatan peran ProKLim (upaya bersama adaptasi dan mitgasi perubahan iklim) sebagai suatu pendekatan bottom up dalam program ketahanan iklim di tingkat lokal. Melalui peningkatan peran ProKLim juga akan dimungkinkan untuk menghitung kontribusinya (terhadap pencapaian penurunan emisi GRK baik pada periode pra-2020 maupun pasca-2020.

4. PENDEKATAN STRATEGIS

Indonesia memerlukan perencanaan yang komprehensif dan seksama untuk menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan secara efektif, memanfaatkan keragaman kearifan tradisional dan lembaga adatnya. Pengembangan konstitusi secara lebih luas juga dinilai sebagai titik kritis yang dapat dilakukan melalui pelibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk jejaring kerja berbasis keagamaan dan gerakan lintaskeagamaan yang telah terbentuk.

Pendekatan strategis NDC Indonesia didasarkan pada prinsip berikut:• Menerapkan pendekatan lanskap: menyadari bahwa upaya adaptasi dan mitigasi

perubahan iklim merupakan issue multi-sektor, Indonesia menerapkan pendekatan lanskap yang terintegrasi meliputi ekosistem daratan, pesisir dan laut.

• Menyoroti best practices: memperhatikan upaya multi-sektor dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia bermaksud untuk meningkatkan skala kearifan tradisional dan inovasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

• Mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan: mengakui adanya kebutuhan untuk integrasi perubahan iklim

ke dalam perencanaan spasial dan proses penganggaran, Indonesia akan mencantumkan indikator kunci perubahan iklim dalam proses formulasi target program pembangunan.

• Memajukan ketahanan iklim yang berkaitan dengan pangan, air dan energi: mengakui pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan, air dan energi, Indonesia akan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan ketahanan iklim dengan melindungi dan merestorasi ekosistem daratan, pesisir dan laut.

Page 41: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

4

yang komprehensif dan koheren, penguatan institusi, peningkatan mekanisme keuangan dan pendanaan, inovasi teknologi, dan pendekatan sosial-budaya.

3. ADAPTASI

Perubahan iklim menimbulkan risiko signifikan terhadap sumber daya alam di Indonesia yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memandang upaya mitgasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep terintegrasi yang penting dalam membangun ketahanan sumber daya pangan, air dan energi. Pemerintah telah melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang menyediakan kerangka untuk berbagai inisiatif adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional.

Pemerintah Indonesia akan meningkatkan aksi untuk mengkaji dan memetakan kerentanan regional sebagai dasar dari sistem informasi adaptasi, serta memperkuat kapasitas institusi dan menetapkan kebijakan maupun peraturan terkait perubahan iklim di tahun 2020. Tujuan jangka menengah dari strategi adaptasi perubahan iklim di Indonesia adalah untuk menurunkan risiko pada semua sektor pembangunan (pertanian, sumber daya air, ketahanan energi, kehutanan, maritim dan perikanan, kesehatan, pelayanan publik, infrastruktur, dan sistem perkotaan) pada tahun 2030 melalui penguatan kapasitas lokal, pengelolaan pengetahuan yang meningkat, kebijakan yang konvergen tentang adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, dan penerapan teknologi yang adaptif.

Kebijakan dan aksi pra-2020 akan mendukung kelancaran transisi menuju pelaksanaan NDC di bawah kerangka Persetujuan Paris paska-2020. Kebijakan dan aksi dimaksud, yang akan menjadi landasan kuat bagi pelaksanaan aksi adaptasi sejak tahun 2020, adalah:

1) Pra-kondisi:• Pengembangan sistem informasi data kerentanan iklim nasional, yang akan

dibangun berbasis sistem yang telah ada yaitu SIDIK (Sistem Informasi Data dan Informasi Kerentanan), yang terbuka bagi publik melalui situs http://ditjenppi.menlhk. go.id.

• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.33/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah dalam memformulasikan rencana aksi adaptasi daerah.

• Peningkatan pelaksanaan RAN-API yang telah ditetapkan pada tahun 2014.

2) Lingkungan hidup dan sosial ekonomi:• UU No. 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air akan mengarah pada

5

pertanian dan alih guna lahan yang berkelanjutan. Peraturan ini memandu para pemangku kepentingan dalam upaya konservasi lahan dan peningkatan produktivitas menuju pertanian berkelanjutan.

• Peraturan Pemerintah No. 37/2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air akan mengarah pada peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Peraturan tersebut menyediakan panduan untuk mengidentifikasi DAS yang harus dilindungi, direstorasi, dan direhabilitasi.

• Pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan meningkatkan pendapatan dan saat bersamaan akan menurunkan tekanan yang mengarah pada deforestasi dan degradasi hutan primer.

• Peningkatan peran ProKLim (upaya bersama adaptasi dan mitgasi perubahan iklim) sebagai suatu pendekatan bottom up dalam program ketahanan iklim di tingkat lokal. Melalui peningkatan peran ProKLim juga akan dimungkinkan untuk menghitung kontribusinya (terhadap pencapaian penurunan emisi GRK baik pada periode pra-2020 maupun pasca-2020.

4. PENDEKATAN STRATEGIS

Indonesia memerlukan perencanaan yang komprehensif dan seksama untuk menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan secara efektif, memanfaatkan keragaman kearifan tradisional dan lembaga adatnya. Pengembangan konstitusi secara lebih luas juga dinilai sebagai titik kritis yang dapat dilakukan melalui pelibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk jejaring kerja berbasis keagamaan dan gerakan lintaskeagamaan yang telah terbentuk.

Pendekatan strategis NDC Indonesia didasarkan pada prinsip berikut:• Menerapkan pendekatan lanskap: menyadari bahwa upaya adaptasi dan mitigasi

perubahan iklim merupakan issue multi-sektor, Indonesia menerapkan pendekatan lanskap yang terintegrasi meliputi ekosistem daratan, pesisir dan laut.

• Menyoroti best practices: memperhatikan upaya multi-sektor dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia bermaksud untuk meningkatkan skala kearifan tradisional dan inovasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

• Mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan: mengakui adanya kebutuhan untuk integrasi perubahan iklim

ke dalam perencanaan spasial dan proses penganggaran, Indonesia akan mencantumkan indikator kunci perubahan iklim dalam proses formulasi target program pembangunan.

• Memajukan ketahanan iklim yang berkaitan dengan pangan, air dan energi: mengakui pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan, air dan energi, Indonesia akan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan ketahanan iklim dengan melindungi dan merestorasi ekosistem daratan, pesisir dan laut.

Page 42: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

6

Komitmen Indonesia terhadap masa depan yang rendah karbon memetakan kerangka peningkatan aksi dan dukungan yang diperlukan untuk periode 2015-2019 yang akan menjadi landasan untuk tujuan lebih ambisius setelah tahun 2020. Hal ini dapat membuka peluang untuk membangun aksi koheren di tingkat nasional, dengan menekankan pada pengembangan riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan, dan kerjasama internasional. Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 sebenarnya telah menyediakan kerangka hukum untuk mendukung strategi dan aksi periode 2015-2019, yang dapat dijadikan dasar sebagai kondisi yang memungkinkan untuk implementasi kebijakan jangka panjang tahun 2020 dan seterusnya. Walaupun demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan jangka panjang, harmonisasi aspek legal yang komprehensif terhadap semua hal terkait perubahan iklim dinilai sebagai titik kritis untuk menghadapi tantangan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melaporkan bahwa selama periode 2007-2014 Indonesia telah mengeluarkan pendanaan sebesar USD 17,48 milyar untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta kegiatan pendukung. Indonesia akan melanjutkan penyediaan dukungan pendanaan untuk pelaksanaan perencanaan dan aksi perubahan iklim, termasuk alokasi total sebesar USD 55,01 milyar untuk periode tahun 2015-2019. Indonesia juga akan melanjutkan untuk menetapkan pendanaan nasional untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi periode tahun 2020-2030.

Sejalan dengan Persetujuan Paris, Indonesia menjunjung, memajukan dan mempertimbangkan kewajibannya terkait dengan hak asasi manusia, hak untuk kesehatan, hak masyarakat hukum adat, komunitas lokal, migran, anak-anak, masyarakat dengan kemampuan berbeda, masyarakat rentan, dan hak untuk membangun, demikian juga dengan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kesamaan antar-generasi. Pelibatan non-party stakeholders, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat umum akan ditingkatkan secara terus menerus.

5. PROSES PERENCANAAN

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan institusi melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dalam struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2015, Direktorat Jenderal dimaksud berperan sebagai National Focal Point untuk Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim-Persatuan Bangsa-bangsa, atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang berfungsi untuk memfasilitasi program dan proses terkait perubahan iklim yang telah dijalankan oleh beragam sektor pemerintah dan para pemangku kepentingan. Mengingat perubahan iklim memiliki dimensi tingkat lokal hingga nasionall dan internasional, koordinasi dan sinergi akan terus diperkuat antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Badan Pembangunan Nasional

7

serta Kementerian Keuangan dalam konteks perubahan iklim, pembangunan nasional dan anggaran, dan dengan Kementerian Luar Negeri dalam konteks perubahan iklim dan negosiasi internasional.

Dalam proses penyiapan NDC, Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan konsultasi dengan beragam pemangku kepentingan yang mewakili kementerian dan institusi pemerintah lain, akademisi, pakar ilmiah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat; rangkaian konsultasi dimaksud termasuk melalui workshop dan konsultasi di tingkat nasional maupun tingkat propinsi, dan juga pertemuan bilateral dengan sektor-sektor kunci.

Penyusunan NDC telah mempertimbangkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 atau Post-2015 Sustainable Development Goals (SDGs), terutama mengenai pelaksanaan aksi segera untuk mengendalikan perubahan iklim dan dampaknya, memajukan ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, mencapai kesamaan jender, menjamin keberadaan sumber daya air dan keberlanjutannya, akses energi yang murah dan mudah untuk semua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, infrastruktur berketahanan iklim, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, pemanfaatn berkelanjutan dan konservasi sumber daya laut, dan perlindungan dan pemulihan ekosistem daratan yang berkelanjutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, penanganan penggurunan, penghentian dan pembalikan degradasi lahan dan kehilangan keanekaragaman hayati.

6. INFORMASI UNTUK MEMFASILITASI KEJELASAN, TRANSPARANSI DAN PEMAHAMAN (CLARITY, TRANSPARENCY AND UNDERSTANDING)

Tingkat Penurunan Emisi GRK

(a) Penurunan Unconditional Indonesia secara sukarela berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK dengan kemampuan sendiri sebesar 26% dibandingkan skenario BAU pada tahun 2020.

Komitmen tersebut merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk menuju komitmen yang lebih ambisius untuk penurunan emisi GRK pada tahun 2030 dengan merinci rencana penurunan emisi GRK berdasarkan pendekatan berbasis hasil dan bersifat inklusif. Komitmen tersebut akan dilaksanakan melalui perencanaan tata guna lahan dan tata ruang yang efektif, pengelolaan hutan berkelanjutan termasuk program perhutanan sosial, memulihkan fungsi ekosistem yang telah terdegradasi termasuk

Page 43: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

6

Komitmen Indonesia terhadap masa depan yang rendah karbon memetakan kerangka peningkatan aksi dan dukungan yang diperlukan untuk periode 2015-2019 yang akan menjadi landasan untuk tujuan lebih ambisius setelah tahun 2020. Hal ini dapat membuka peluang untuk membangun aksi koheren di tingkat nasional, dengan menekankan pada pengembangan riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan, dan kerjasama internasional. Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 sebenarnya telah menyediakan kerangka hukum untuk mendukung strategi dan aksi periode 2015-2019, yang dapat dijadikan dasar sebagai kondisi yang memungkinkan untuk implementasi kebijakan jangka panjang tahun 2020 dan seterusnya. Walaupun demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan jangka panjang, harmonisasi aspek legal yang komprehensif terhadap semua hal terkait perubahan iklim dinilai sebagai titik kritis untuk menghadapi tantangan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melaporkan bahwa selama periode 2007-2014 Indonesia telah mengeluarkan pendanaan sebesar USD 17,48 milyar untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta kegiatan pendukung. Indonesia akan melanjutkan penyediaan dukungan pendanaan untuk pelaksanaan perencanaan dan aksi perubahan iklim, termasuk alokasi total sebesar USD 55,01 milyar untuk periode tahun 2015-2019. Indonesia juga akan melanjutkan untuk menetapkan pendanaan nasional untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi periode tahun 2020-2030.

Sejalan dengan Persetujuan Paris, Indonesia menjunjung, memajukan dan mempertimbangkan kewajibannya terkait dengan hak asasi manusia, hak untuk kesehatan, hak masyarakat hukum adat, komunitas lokal, migran, anak-anak, masyarakat dengan kemampuan berbeda, masyarakat rentan, dan hak untuk membangun, demikian juga dengan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kesamaan antar-generasi. Pelibatan non-party stakeholders, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat umum akan ditingkatkan secara terus menerus.

5. PROSES PERENCANAAN

Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan institusi melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dalam struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2015, Direktorat Jenderal dimaksud berperan sebagai National Focal Point untuk Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim-Persatuan Bangsa-bangsa, atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang berfungsi untuk memfasilitasi program dan proses terkait perubahan iklim yang telah dijalankan oleh beragam sektor pemerintah dan para pemangku kepentingan. Mengingat perubahan iklim memiliki dimensi tingkat lokal hingga nasionall dan internasional, koordinasi dan sinergi akan terus diperkuat antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Badan Pembangunan Nasional

7

serta Kementerian Keuangan dalam konteks perubahan iklim, pembangunan nasional dan anggaran, dan dengan Kementerian Luar Negeri dalam konteks perubahan iklim dan negosiasi internasional.

Dalam proses penyiapan NDC, Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan konsultasi dengan beragam pemangku kepentingan yang mewakili kementerian dan institusi pemerintah lain, akademisi, pakar ilmiah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat; rangkaian konsultasi dimaksud termasuk melalui workshop dan konsultasi di tingkat nasional maupun tingkat propinsi, dan juga pertemuan bilateral dengan sektor-sektor kunci.

Penyusunan NDC telah mempertimbangkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 atau Post-2015 Sustainable Development Goals (SDGs), terutama mengenai pelaksanaan aksi segera untuk mengendalikan perubahan iklim dan dampaknya, memajukan ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, mencapai kesamaan jender, menjamin keberadaan sumber daya air dan keberlanjutannya, akses energi yang murah dan mudah untuk semua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, infrastruktur berketahanan iklim, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, pemanfaatn berkelanjutan dan konservasi sumber daya laut, dan perlindungan dan pemulihan ekosistem daratan yang berkelanjutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, penanganan penggurunan, penghentian dan pembalikan degradasi lahan dan kehilangan keanekaragaman hayati.

6. INFORMASI UNTUK MEMFASILITASI KEJELASAN, TRANSPARANSI DAN PEMAHAMAN (CLARITY, TRANSPARENCY AND UNDERSTANDING)

Tingkat Penurunan Emisi GRK

(a) Penurunan Unconditional Indonesia secara sukarela berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK dengan kemampuan sendiri sebesar 26% dibandingkan skenario BAU pada tahun 2020.

Komitmen tersebut merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk menuju komitmen yang lebih ambisius untuk penurunan emisi GRK pada tahun 2030 dengan merinci rencana penurunan emisi GRK berdasarkan pendekatan berbasis hasil dan bersifat inklusif. Komitmen tersebut akan dilaksanakan melalui perencanaan tata guna lahan dan tata ruang yang efektif, pengelolaan hutan berkelanjutan termasuk program perhutanan sosial, memulihkan fungsi ekosistem yang telah terdegradasi termasuk

Page 44: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

8

ekosistem lahan basah, meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan, konservasi energi dan mendorong sumber energi yang bersih dan terbarukan serta peningkatan kualitas pengelolaan limbah.

Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara unconditional sebesar 29% terhadap skenario BAU pada tahun 2030. Skenario BAU diproyeksikan sebesar 2,869 GtCO2e pada tahun 2030, yang merupakan pemutakhiran dari skenario BAU pada INDC karena kondisi terakhir dari pengembangan kebijakan energi khususnya pada pembangkit batu bara.

(b) Penurunan conditional Indonesia dapat meningkatkan kontribusinya dalam menurunkan emisi GRK sampai dengan 41% pada tahun 2030, tergantung kepada ketersediaan dukungan internasional dalam bentuk pendanaan, transfer dan pengembangan teknologi serta peningkatan kapasitas.

Tipe Penurunan emisi GRK relatif terhadap baseline Business As Usual (BAU).

Lingkup Skala nasional dengan pendekatan pengelolaan lanskap dan ekosistem melalui upaya adaptasi dan mitigasi dengan membangun dan memperkuat kapasitas di tingkat sub-nasional.

Cakupan Karbon Dioksida (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O)

Baseline Skenario BAU dari proyeksi emisi mulai tahun 2010.

Fair and Ambitious Pertumbuhan GDP Indonesia telah melambat pada tahun 2010-2015, dari 6,2-6,5% per tahun menjadi hanya 4,0% (triwulan I tahun 2015).

Jumlah penduduk telah meningkat dengan rata-rata 1,49% pada periode tahun 2000-2010, memberikan tantangan bagi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi, menjamin ketahanan pangan serta memenuhi kebutuhan lapangan kerja/sumber penghidupan untuk masyarakat. Pada saat yang sama, pengentasan kemiskinan masih merupakan tantangan, dengan

9

10,96% dari populasi hidup dalam kemiskinan pada tahun 2014, dan tingkat pengangguran sebesar 5,9%.

Meski menghadapi tantangan yang sama seperti negara berkembang lainnya, Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi dari arah pembangunan saat ini menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim secara bertahap. Langkah-langkah menuju dekarbonisasi ekonomi akan diintegrasikan secara penuh ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020-2024.

Indonesia juga mempertimbangkan untuk memperhitungkan/ menentukan waktu emisi GRK puncak nasional (the peaking time of national GHGs emissions) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan serta berkontribusi pada upaya global mengatasi dampak negatif perubahan iklim.

Asumsi Utama Mitigasi

Pengukuran yang digunakan Global Warming Potential (GWP) skala 100 tahun berdasarkan Assessment Report 4 IPCC

Metodologi untuk estimasi Model untuk estimasi emisi:emisi Dashboard AFOLU untuk sektor berbasis lahan;

ExSS (Extended Snap Shot) using GAMS (General Algebraic Modeling System) dan CGE (Dynamic CGE) untuk sektor energi; Peta Jalan Aksi Mitigasi untuk Industri Semen

(Kementerian Perindustrian) untuk sektor IPPU; First Order Decay-FOD (IPCC-2006) dan peraturan

yang berlaku untuk sektor limbah

Baseline dan asumsi yang BAU Baseline Scenario and Mitigation Scenariodigunakan untuk proyeksi Skenario BAU: skenario emisi ketikadan Skenario Kebijakan pembangunan tidak mempertimbangkantahun 2020-2030 kebijakan mitigasi perubahan iklim.

Page 45: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

8

ekosistem lahan basah, meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan, konservasi energi dan mendorong sumber energi yang bersih dan terbarukan serta peningkatan kualitas pengelolaan limbah.

Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara unconditional sebesar 29% terhadap skenario BAU pada tahun 2030. Skenario BAU diproyeksikan sebesar 2,869 GtCO2e pada tahun 2030, yang merupakan pemutakhiran dari skenario BAU pada INDC karena kondisi terakhir dari pengembangan kebijakan energi khususnya pada pembangkit batu bara.

(b) Penurunan conditional Indonesia dapat meningkatkan kontribusinya dalam menurunkan emisi GRK sampai dengan 41% pada tahun 2030, tergantung kepada ketersediaan dukungan internasional dalam bentuk pendanaan, transfer dan pengembangan teknologi serta peningkatan kapasitas.

Tipe Penurunan emisi GRK relatif terhadap baseline Business As Usual (BAU).

Lingkup Skala nasional dengan pendekatan pengelolaan lanskap dan ekosistem melalui upaya adaptasi dan mitigasi dengan membangun dan memperkuat kapasitas di tingkat sub-nasional.

Cakupan Karbon Dioksida (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O)

Baseline Skenario BAU dari proyeksi emisi mulai tahun 2010.

Fair and Ambitious Pertumbuhan GDP Indonesia telah melambat pada tahun 2010-2015, dari 6,2-6,5% per tahun menjadi hanya 4,0% (triwulan I tahun 2015).

Jumlah penduduk telah meningkat dengan rata-rata 1,49% pada periode tahun 2000-2010, memberikan tantangan bagi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi, menjamin ketahanan pangan serta memenuhi kebutuhan lapangan kerja/sumber penghidupan untuk masyarakat. Pada saat yang sama, pengentasan kemiskinan masih merupakan tantangan, dengan

9

10,96% dari populasi hidup dalam kemiskinan pada tahun 2014, dan tingkat pengangguran sebesar 5,9%.

Meski menghadapi tantangan yang sama seperti negara berkembang lainnya, Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi dari arah pembangunan saat ini menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim secara bertahap. Langkah-langkah menuju dekarbonisasi ekonomi akan diintegrasikan secara penuh ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020-2024.

Indonesia juga mempertimbangkan untuk memperhitungkan/ menentukan waktu emisi GRK puncak nasional (the peaking time of national GHGs emissions) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan serta berkontribusi pada upaya global mengatasi dampak negatif perubahan iklim.

Asumsi Utama Mitigasi

Pengukuran yang digunakan Global Warming Potential (GWP) skala 100 tahun berdasarkan Assessment Report 4 IPCC

Metodologi untuk estimasi Model untuk estimasi emisi:emisi Dashboard AFOLU untuk sektor berbasis lahan;

ExSS (Extended Snap Shot) using GAMS (General Algebraic Modeling System) dan CGE (Dynamic CGE) untuk sektor energi; Peta Jalan Aksi Mitigasi untuk Industri Semen

(Kementerian Perindustrian) untuk sektor IPPU; First Order Decay-FOD (IPCC-2006) dan peraturan

yang berlaku untuk sektor limbah

Baseline dan asumsi yang BAU Baseline Scenario and Mitigation Scenariodigunakan untuk proyeksi Skenario BAU: skenario emisi ketikadan Skenario Kebijakan pembangunan tidak mempertimbangkantahun 2020-2030 kebijakan mitigasi perubahan iklim.

Page 46: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

10

Counter Measure 1 Scenario (CM1): skenario emisi dengan skenario mitigasi dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral. Counter Measure 2 Scenario (CM2) atau skenario conditional: skenario emisi dengan skenario emisi yang lebih ambisius dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral, jika dukungan internasional tersedia.

Lingkup penurunan emisi Dengan baseline dan asumsi yang digunakan untuk proyeksi kebijakan tahun 2020-2030, BAU dan penurunan emisii yang diproyeksikan baik untuk penurunan emisi GRK secara unconditional (CM1) dan conditional (CM2) ditunjukkan pada Tabel 1 dengan elaborasi dari asumsi untuk setiap sektor seperti tercantum pada Annex.

Table 1. Proyeksi BAU dan reduksi emisi GRK dari setiap kategori sektor

7. KERANGKA TRANSPARANSI

Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 13 Persetujuan Paris, diberlakukan Kerangka Transparansi Nasional yang terintegrasi melalui: (a) Sistem Registri Nasional (SRN untuk mitigasi, adaptasi dan dukungan sumberdaya dari nasional maupun internasional; (b) Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN- SMART); (c) Sistem MRV untuk mitigasi termasuk REDD+; dan (d) Sistem Informasi Safeguards REDD+ (SIS-REDD+); serta (e) Sistem Informasi dan Data Indeks Kerentanan serta aksi gabungan adaptasi-mitigasi di tingkat desa melalui Program Kampung Iklim (PROKLIM).

No Sektor

Tingkat Emisi GRK 2010

Tingkat Emisi GRK 2030

(MTon CO2e)

Penurunan Emisi GRK Rerata Pertum-buhan

Tahunan BAU

(2010-2030)

RerataPertum-buhan 2000-2012*

(MTon CO2e) % of Total BaU

MTonCO2e BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2

1 Energi* 453.2 1,669 1,355 1,271 314 398 11% 14% 6.7% 4.50%2 Limbah 88 296 285 270 11 26 0.38% 1% 6.3% 4.00%3 IPPU 36 69.6 66.85 66.35 2.75 3.25 0.10% 0.11% 3.4% 0.10%4 Pertanian 110.5 119.66 110.39 115.86 9 4 0.32% 0.13% 0.4% 1.30%5 Kehutanan** 647 714 217 64 497 650 17.2% 23% 0.5% 2.70%

TOTAL 1,334 2,869 2,034 1,787 834 1,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Termasuk fugitive **Termasuk kebakaran gambutNotes: CM1= Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional) CM2= Counter Measure 2 (kondisi skenario dengan persyaratan mitigasi-conditional)

11

Indonesia berkomitmen untuk mengkomunikasikan secara periodik laporan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor, termasuk status dari aksi penurunan emisi GRK dan capaiannya kepada Sekretariat UNFCCC. Indonesia saat ini sedang menyusun Laporan Komunikasi Nasional Ketiga (Third National Communication atau TNC) untuk disampaikan pada tahun 2017. Indonesia juga tetap akan memenuhi kewajibannya dalam menyusun Biennial Update Report (BUR). BUR Pertama Indonesia disampaikan pada awal tahun 2016.

8. DUKUNGAN INTERNASIONAL

Untuk meningkatkan ambisi dalam penurunan Emisi gas rumah kaca, termasuk persiapan pelaksanaan NDC (pra-2020) pada semua kategori sektor dan pelaksanaan REDD+ pada Pasal 5 Persetujuan Paris diperlukan dukungan internasional dari negara maju dalam bentuk pendanaan, pengembangan dan transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas.

Pasal 5 dari Persetujuan Paris memberikan sinyal politis yang jelas mengenai pengakuan terhadap peranan hutan dan REDD+. Keputusan COP telah memberikan arahan yang cukup untuk mengimplementasikan dan mendukung pelaksanaan REDD+. Selain itu, mempertimbangkan kemajuan persiapan dan transisi REDD+ di tingkat national dan sub nasional, REDD+ Indonesia telah siap untuk pembayaran/insentif berbasis hasil (result-based payment). Sebagai pendekatan kebijakan dan insentif positif, REDD+ harus mampu untuk mendukung capaian target penurunan emisi gas rumah kaca untuk sektor kehutanan.

Indonesia menyambut kerjasama bilateral, regional dan internasional dalam pelaksanaan NDC sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Persetujuan Paris, yang memfasilitasi dan mempercepat proses pengembangan dan transfer teknologi, pembayaran berdasarkan kinerja, kerjasama teknis, dan akses kepada sumber-sumber pendanaan untuk mendukung upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menuju masa depan yang lebih berketahanan iklim.

9. STRATEGI RENDAH KARBON DAN BERKETAHANAN IKLIM

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia mempertimbangkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep yang terintegrasi yang penting untuk membangun ketahanan dalam menjaga sumberdaya pangan, air dan energi. Indonesia juga memandang bahwa pembangunan yang menuju rendah karbon dan berketahanan iklim adalah konsisten dengan komitmen untuk berkontribusi dalam upaya global untuk mencapai sasaran tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs, Sustainable Development Goals).

Page 47: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

10

Counter Measure 1 Scenario (CM1): skenario emisi dengan skenario mitigasi dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral. Counter Measure 2 Scenario (CM2) atau skenario conditional: skenario emisi dengan skenario emisi yang lebih ambisius dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral, jika dukungan internasional tersedia.

Lingkup penurunan emisi Dengan baseline dan asumsi yang digunakan untuk proyeksi kebijakan tahun 2020-2030, BAU dan penurunan emisii yang diproyeksikan baik untuk penurunan emisi GRK secara unconditional (CM1) dan conditional (CM2) ditunjukkan pada Tabel 1 dengan elaborasi dari asumsi untuk setiap sektor seperti tercantum pada Annex.

Table 1. Proyeksi BAU dan reduksi emisi GRK dari setiap kategori sektor

7. KERANGKA TRANSPARANSI

Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 13 Persetujuan Paris, diberlakukan Kerangka Transparansi Nasional yang terintegrasi melalui: (a) Sistem Registri Nasional (SRN untuk mitigasi, adaptasi dan dukungan sumberdaya dari nasional maupun internasional; (b) Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN- SMART); (c) Sistem MRV untuk mitigasi termasuk REDD+; dan (d) Sistem Informasi Safeguards REDD+ (SIS-REDD+); serta (e) Sistem Informasi dan Data Indeks Kerentanan serta aksi gabungan adaptasi-mitigasi di tingkat desa melalui Program Kampung Iklim (PROKLIM).

No Sektor

Tingkat Emisi GRK 2010

Tingkat Emisi GRK 2030

(MTon CO2e)

Penurunan Emisi GRK Rerata Pertum-buhan

Tahunan BAU

(2010-2030)

RerataPertum-buhan 2000-2012*

(MTon CO2e) % of Total BaU

MTonCO2e BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2

1 Energi* 453.2 1,669 1,355 1,271 314 398 11% 14% 6.7% 4.50%2 Limbah 88 296 285 270 11 26 0.38% 1% 6.3% 4.00%3 IPPU 36 69.6 66.85 66.35 2.75 3.25 0.10% 0.11% 3.4% 0.10%4 Pertanian 110.5 119.66 110.39 115.86 9 4 0.32% 0.13% 0.4% 1.30%5 Kehutanan** 647 714 217 64 497 650 17.2% 23% 0.5% 2.70%

TOTAL 1,334 2,869 2,034 1,787 834 1,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Termasuk fugitive **Termasuk kebakaran gambutNotes: CM1= Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional) CM2= Counter Measure 2 (kondisi skenario dengan persyaratan mitigasi-conditional)

11

Indonesia berkomitmen untuk mengkomunikasikan secara periodik laporan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor, termasuk status dari aksi penurunan emisi GRK dan capaiannya kepada Sekretariat UNFCCC. Indonesia saat ini sedang menyusun Laporan Komunikasi Nasional Ketiga (Third National Communication atau TNC) untuk disampaikan pada tahun 2017. Indonesia juga tetap akan memenuhi kewajibannya dalam menyusun Biennial Update Report (BUR). BUR Pertama Indonesia disampaikan pada awal tahun 2016.

8. DUKUNGAN INTERNASIONAL

Untuk meningkatkan ambisi dalam penurunan Emisi gas rumah kaca, termasuk persiapan pelaksanaan NDC (pra-2020) pada semua kategori sektor dan pelaksanaan REDD+ pada Pasal 5 Persetujuan Paris diperlukan dukungan internasional dari negara maju dalam bentuk pendanaan, pengembangan dan transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas.

Pasal 5 dari Persetujuan Paris memberikan sinyal politis yang jelas mengenai pengakuan terhadap peranan hutan dan REDD+. Keputusan COP telah memberikan arahan yang cukup untuk mengimplementasikan dan mendukung pelaksanaan REDD+. Selain itu, mempertimbangkan kemajuan persiapan dan transisi REDD+ di tingkat national dan sub nasional, REDD+ Indonesia telah siap untuk pembayaran/insentif berbasis hasil (result-based payment). Sebagai pendekatan kebijakan dan insentif positif, REDD+ harus mampu untuk mendukung capaian target penurunan emisi gas rumah kaca untuk sektor kehutanan.

Indonesia menyambut kerjasama bilateral, regional dan internasional dalam pelaksanaan NDC sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Persetujuan Paris, yang memfasilitasi dan mempercepat proses pengembangan dan transfer teknologi, pembayaran berdasarkan kinerja, kerjasama teknis, dan akses kepada sumber-sumber pendanaan untuk mendukung upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menuju masa depan yang lebih berketahanan iklim.

9. STRATEGI RENDAH KARBON DAN BERKETAHANAN IKLIM

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia mempertimbangkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep yang terintegrasi yang penting untuk membangun ketahanan dalam menjaga sumberdaya pangan, air dan energi. Indonesia juga memandang bahwa pembangunan yang menuju rendah karbon dan berketahanan iklim adalah konsisten dengan komitmen untuk berkontribusi dalam upaya global untuk mencapai sasaran tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs, Sustainable Development Goals).

Page 48: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

12

Agenda global tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan posisinya dalam bentang lautan global (sirkulasi thermohaline) dan hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman hayati dan nilai cadangan karbon yang tinggi. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun, dengan kehidupan demokrasi yang stabil dan dengan jumlah penduduk terpadat keempat sedunia dan dengan proporsi terbesar adalah generasi muda dan yang paling produktif.

Kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim

Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah pesisir dan kepulauan kecil yang ekstensif, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia telah mengalami kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan, serta dampak jangka panjang dari kenaikan muka air laut. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, bencana alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat dan aset yang dimiliki, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk keluar dari garis kemiskinan.

Perubahan iklim diyakini akan meningkatkan risiko bencana hidrogeometeorgi, menjadi 80% dari total bencana yang tradisi di Indonesia. Penduduk miskin dan populasi yang terpinggirkan cenderung untuk tinggal di daerah yang berisiko tinggi terhadap banjir, longsor, kenaikan muka air laut dan kelangkaan air sepanjang musim kering.

Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menghadapi risiko tinggi kejadian banjir di pesisir dan kenaikan muka air laut yang akan berdampak pada 42 juta penduduk yang tinggal di pesisir. Sebagian besar daerah tersebut merupakan daerah urbanisasi sangat pesat, yang mencapai 50% pada tahun 2010.

Kerentanan pada wilayah pesisir juga diakibatkan oleh tingkat deforestasi dan degradasi hutan. Hilangnya ekosistem hutan menimbulkan hilangnya jasa lingkungan yang utama, daerah tangkapan air, pencegahan erosi dan banjir.

Untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia harus memperkuat ketahanan iklim dengan mengintegrasikan upaya adaptasi dan mitigasi di dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Kondisi yang Mendukung Ketahanan Iklim

Arah pembangunan Indonesia menuju rendah karbon dan berketahanan iklim harus dikembangkan dengan membangun dasar yang kuat melalui dukungan kondisi sebagai berikut:• Kepastian dalam perencanaan dan tata guna lahan• Ketahanan tenurial

13

• Ketahanan pangan• Ketahanan air• Energi terbarukan

Ketahanan Ekonomi

Perubahan iklim menimbulkan risiko yang sangat signifikan bagi sumberdaya alam yang akan mengakibatkan gangguan terhadap produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya yang sudah terbatas. Untuk merespon hal ini, Indonesia merencanakan untuk bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon dan membangun ketahanan pangan, air dan energi melalui peningkatan aksi berikut:• Pertanian dan perkebunan berkelanjutan • Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi • Penurunan deforestasi dan degradasi hutan• Konservasi lahan• Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan • Perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi

Ketahanan Sosial dan Sumber Penghidupan

Perubahan iklim berdampak terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat khususnya yang sangat rentan. Bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan menghambat pengumpulan modal. Kenaikan harga pangan, air dan energi, yang biasanya terjadi setelah bencana kekeringan, banjir dan bencana lainnya, akan menyebabkan masyarakat miskin makin termiskinkan. Kesenjangan sosial-ekonomi akan secara potensial berkontribusi terhadap ketidak-stabilan politik di daerah yang sangat terdampak oleh perubahan iklim. Untuk mencegah kesenjangan lebih lanjut, Indonesia merencanakan untuk membangun ketahanan sosial melalui aksi-aksi sebagai berikut:• Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini,

kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat;• Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan

lokal, untuk mengamankan akses kepada sumberdaya alam utama;• Meningkatkan secara cepat program kesiap-siagaan menghadapi bencana dalam

rangka pengurangan risiko bencana;• Identifikasi wilayah sangat rentan di dalam perencanaan dan tata guna lahan;• Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan

pembangunan prasarana tahan iklim, • Pencegahan dan resolusi konflik

Page 49: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

12

Agenda global tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan posisinya dalam bentang lautan global (sirkulasi thermohaline) dan hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman hayati dan nilai cadangan karbon yang tinggi. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun, dengan kehidupan demokrasi yang stabil dan dengan jumlah penduduk terpadat keempat sedunia dan dengan proporsi terbesar adalah generasi muda dan yang paling produktif.

Kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim

Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah pesisir dan kepulauan kecil yang ekstensif, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia telah mengalami kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan, serta dampak jangka panjang dari kenaikan muka air laut. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, bencana alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat dan aset yang dimiliki, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk keluar dari garis kemiskinan.

Perubahan iklim diyakini akan meningkatkan risiko bencana hidrogeometeorgi, menjadi 80% dari total bencana yang tradisi di Indonesia. Penduduk miskin dan populasi yang terpinggirkan cenderung untuk tinggal di daerah yang berisiko tinggi terhadap banjir, longsor, kenaikan muka air laut dan kelangkaan air sepanjang musim kering.

Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menghadapi risiko tinggi kejadian banjir di pesisir dan kenaikan muka air laut yang akan berdampak pada 42 juta penduduk yang tinggal di pesisir. Sebagian besar daerah tersebut merupakan daerah urbanisasi sangat pesat, yang mencapai 50% pada tahun 2010.

Kerentanan pada wilayah pesisir juga diakibatkan oleh tingkat deforestasi dan degradasi hutan. Hilangnya ekosistem hutan menimbulkan hilangnya jasa lingkungan yang utama, daerah tangkapan air, pencegahan erosi dan banjir.

Untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia harus memperkuat ketahanan iklim dengan mengintegrasikan upaya adaptasi dan mitigasi di dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Kondisi yang Mendukung Ketahanan Iklim

Arah pembangunan Indonesia menuju rendah karbon dan berketahanan iklim harus dikembangkan dengan membangun dasar yang kuat melalui dukungan kondisi sebagai berikut:• Kepastian dalam perencanaan dan tata guna lahan• Ketahanan tenurial

13

• Ketahanan pangan• Ketahanan air• Energi terbarukan

Ketahanan Ekonomi

Perubahan iklim menimbulkan risiko yang sangat signifikan bagi sumberdaya alam yang akan mengakibatkan gangguan terhadap produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya yang sudah terbatas. Untuk merespon hal ini, Indonesia merencanakan untuk bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon dan membangun ketahanan pangan, air dan energi melalui peningkatan aksi berikut:• Pertanian dan perkebunan berkelanjutan • Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi • Penurunan deforestasi dan degradasi hutan• Konservasi lahan• Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan • Perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi

Ketahanan Sosial dan Sumber Penghidupan

Perubahan iklim berdampak terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat khususnya yang sangat rentan. Bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan menghambat pengumpulan modal. Kenaikan harga pangan, air dan energi, yang biasanya terjadi setelah bencana kekeringan, banjir dan bencana lainnya, akan menyebabkan masyarakat miskin makin termiskinkan. Kesenjangan sosial-ekonomi akan secara potensial berkontribusi terhadap ketidak-stabilan politik di daerah yang sangat terdampak oleh perubahan iklim. Untuk mencegah kesenjangan lebih lanjut, Indonesia merencanakan untuk membangun ketahanan sosial melalui aksi-aksi sebagai berikut:• Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini,

kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat;• Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan

lokal, untuk mengamankan akses kepada sumberdaya alam utama;• Meningkatkan secara cepat program kesiap-siagaan menghadapi bencana dalam

rangka pengurangan risiko bencana;• Identifikasi wilayah sangat rentan di dalam perencanaan dan tata guna lahan;• Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan

pembangunan prasarana tahan iklim, • Pencegahan dan resolusi konflik

Page 50: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

14

Ketahanan Ekosistem dan Lanskap

Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman yang tinggi, ekosistem dan lanskap Indonesia yang sangat beragam menyediakan berbagai jasa lingkungan seperti perlindungan daerah aliran sungai, sekuestrasi dan konservasi karbon dan pengurangan risiko bencana. Untuk membangun ketahanan iklim, Indonesia harus melindungi dan menjaga keberlanjutan jasa lingkungan dengan pendekatan integratif, berbasis lanskap di dalam pengelolaan ekosistem daratan, pesisir dan laut. Aksi-aksi di bawah ini adalah untuk memperkuat ketahanan ekosistem dan lanskap:• Konservasi dan restorasi ekosistem • Perhutanan sosial• Perlindungan kawasan pesisir • Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi• Kota berketahanan iklim

10. KAJI-ULANG DAN PENYESUAIAN

NDC mencerminkan kondisi terakhir dalam hal data dan informasi, analisis, dan skenario ke depan oleh Pemerintah Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia akan mengalami perubahan dinamis karena adanya perubahan perekonomian di tingkat nasional dan global. Dalam hal ini, NDC akan dikaji-ulang dan disesuaikan, sesuai kebutuhan, dengan mempertimbangkan kondisi, kapasitas dan kemampuan nasional serta ketentuan di dalam Persetujuan Paris.

LampiranNationally Determined Contribution (NDC) Pertama

Republik IndonesiaAsumsi yang Dipergunakan dalam Proyeksi BAU dan Reduksi Emisi GRK

(reduksi unconditional / CM1 dan conditional / CM2) untuk seluruh kategori Sektor (Energi, Limbah, IPPU, Pertanian dan Kehutanan)

S E K T O R : E N E R G IBAU Skenario Mitigasi 1

(CM 1)Skenario Mitigasi 2

(CM 2)1. Efisiensi konsumsi energi final Konsumsi energi final

tidak efisien75% 100%2. Penerapan teknologi CCT (clean

coal technology) di pembangkit listrik

0%

3. Penggunaan energi baru terbarukan pada pembangkit listrik

Pembangkit Listrik menggunakan batubara

19.6%(Committed 7,4 GW

berdasarkan RUPTL)*Produksi Listrik 132,74 TWh*

4. Penggunaan bahan bakar nabati-BBN (Mandatory B30) di sektor transportasi

0% 90% 100%

5. Penambahan jaringan gas (Jargas) 0% 100% 100%

6. Penambahan Stasiun pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) 0% 100% 100%

* 132,74 TWh adalah setara dengan 21,65 GW

15

B. Asumsi Produksi Kayu

1. Laju ekstraksi kayu dari hutan alam yang lestari dari beberapa literatur berkisar antara 20 - 35 m3/ha. Studi ini mengasumsikan ekstraksi masih 50 m3/ha pada tahun 2010 (kelebihan adalah dari penebangan ilegal), dan pada tahun 2050 sudah mencapai 30m3 (laju penebangan lestari, artinya penebangan liar sudah hampir tidak ada).

2. Target produksi kayu dari hutan alam untuk CM1 dan CM2 mengikuti RKTN (Dephut, 2011), sedangkan BAU lebih tinggi berdasarkan perkiraan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).

3. Laju pembangunan HTI untuk BAU mengikuti laju historis dan persentase lahan layak tanam sekitar 63% yang didasarkan pada asumsi yang digunakan APHI (2007)

4. Semua hutan yang dibuka untuk keperluan pembangunan, kayu yang dihasilkan diasumsikan semuanya dimanfaatkan (tidak dibuang)

5. Pemanfaatan kayu sawit dan karet saat akhir rotasi/peremajaan diasumsikan hanya sebagian saja. Untuk CM3 diasumsikan 50% (sebagian besar dari kebun negara dan swasta).

C. Asumsi Laju Pertumbuhan:

1. Laju pertumbuhan tanaman dalam satuan tC/ha/tahun hutan alam dihitung berdasarkan riap pohon dari satuan m3/ha/tahun sehingga digunakan faktor konversi berikut: a. Biomass Expansion Factor (BEF): 1,4 (Ruhiyat, 1990)b. Wood density untuk hutan alam: 0,7 t/m3

2. Laju pertumbuhan tanaman HTI dalam satuan tC/ha/tahun dihitung berdasarkan data potensi volume produksi kayu yaitu dalam satuan m3/ha, dimana BAU,

S E K T O R : F O L U

BAU CM1 CM2 NoteTotal (000 ha) 2013-’20: 920

2020-’30: 8202030-’50: hasil model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: hasil model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: hasil model

Setelah tahun 2030 deforetasi tidak terencana sudah tidak terjadi. Artinya laju deforestasi sepenuhnya dari model (deforestasi terencana saja, sesuai kebutuhan)

1. Deforestasi Tidak Terencana

2013-’20: 5002020-’30: 4092030-’50: 0

2013-’20: 1752020-’30: 922030-’50: 0

2013-’20: 1752021-’30: 662030-’50: 0

2. Deforestasi Terencana (Dari model)

2011-’50: hasil model

2011-’50: hasil model

2011-’50: hasil model

A. Laju deforestasi- Laju deforestasi untuk BAU 2013-2020 mengikuti baseline FREL-REDD yaitu 0,920 juta ha/

tahun, yang terdiri dari deforestasi tidak terencana dan deforestasi terencana. Laju deforestasi terencana dihitung terlebih dahulu oleh model sesuai dengan skenario pembangunan.

- Untuk skenario CM1 dan CM2, laju deforestasi tidak terencana diasumsikan lebih rendah seh-ingga total deforestasi (terencana dan tidak terencana) adalah sebesar 0,450 juta ha

- Laju deforestasi BAU 2021-2030 diasumsikan menurun menjadi 0,820 juta ha/tahun dan untuk CM1 dan CM2 menjadi 0,325 juta ha

Page 51: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

14

Ketahanan Ekosistem dan Lanskap

Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman yang tinggi, ekosistem dan lanskap Indonesia yang sangat beragam menyediakan berbagai jasa lingkungan seperti perlindungan daerah aliran sungai, sekuestrasi dan konservasi karbon dan pengurangan risiko bencana. Untuk membangun ketahanan iklim, Indonesia harus melindungi dan menjaga keberlanjutan jasa lingkungan dengan pendekatan integratif, berbasis lanskap di dalam pengelolaan ekosistem daratan, pesisir dan laut. Aksi-aksi di bawah ini adalah untuk memperkuat ketahanan ekosistem dan lanskap:• Konservasi dan restorasi ekosistem • Perhutanan sosial• Perlindungan kawasan pesisir • Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi• Kota berketahanan iklim

10. KAJI-ULANG DAN PENYESUAIAN

NDC mencerminkan kondisi terakhir dalam hal data dan informasi, analisis, dan skenario ke depan oleh Pemerintah Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia akan mengalami perubahan dinamis karena adanya perubahan perekonomian di tingkat nasional dan global. Dalam hal ini, NDC akan dikaji-ulang dan disesuaikan, sesuai kebutuhan, dengan mempertimbangkan kondisi, kapasitas dan kemampuan nasional serta ketentuan di dalam Persetujuan Paris.

LampiranNationally Determined Contribution (NDC) Pertama

Republik IndonesiaAsumsi yang Dipergunakan dalam Proyeksi BAU dan Reduksi Emisi GRK

(reduksi unconditional / CM1 dan conditional / CM2) untuk seluruh kategori Sektor (Energi, Limbah, IPPU, Pertanian dan Kehutanan)

S E K T O R : E N E R G IBAU Skenario Mitigasi 1

(CM 1)Skenario Mitigasi 2

(CM 2)1. Efisiensi konsumsi energi final Konsumsi energi final

tidak efisien75% 100%2. Penerapan teknologi CCT (clean

coal technology) di pembangkit listrik

0%

3. Penggunaan energi baru terbarukan pada pembangkit listrik

Pembangkit Listrik menggunakan batubara

19.6%(Committed 7,4 GW

berdasarkan RUPTL)*Produksi Listrik 132,74 TWh*

4. Penggunaan bahan bakar nabati-BBN (Mandatory B30) di sektor transportasi

0% 90% 100%

5. Penambahan jaringan gas (Jargas) 0% 100% 100%

6. Penambahan Stasiun pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) 0% 100% 100%

* 132,74 TWh adalah setara dengan 21,65 GW

15

B. Asumsi Produksi Kayu

1. Laju ekstraksi kayu dari hutan alam yang lestari dari beberapa literatur berkisar antara 20 - 35 m3/ha. Studi ini mengasumsikan ekstraksi masih 50 m3/ha pada tahun 2010 (kelebihan adalah dari penebangan ilegal), dan pada tahun 2050 sudah mencapai 30m3 (laju penebangan lestari, artinya penebangan liar sudah hampir tidak ada).

2. Target produksi kayu dari hutan alam untuk CM1 dan CM2 mengikuti RKTN (Dephut, 2011), sedangkan BAU lebih tinggi berdasarkan perkiraan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).

3. Laju pembangunan HTI untuk BAU mengikuti laju historis dan persentase lahan layak tanam sekitar 63% yang didasarkan pada asumsi yang digunakan APHI (2007)

4. Semua hutan yang dibuka untuk keperluan pembangunan, kayu yang dihasilkan diasumsikan semuanya dimanfaatkan (tidak dibuang)

5. Pemanfaatan kayu sawit dan karet saat akhir rotasi/peremajaan diasumsikan hanya sebagian saja. Untuk CM3 diasumsikan 50% (sebagian besar dari kebun negara dan swasta).

C. Asumsi Laju Pertumbuhan:

1. Laju pertumbuhan tanaman dalam satuan tC/ha/tahun hutan alam dihitung berdasarkan riap pohon dari satuan m3/ha/tahun sehingga digunakan faktor konversi berikut: a. Biomass Expansion Factor (BEF): 1,4 (Ruhiyat, 1990)b. Wood density untuk hutan alam: 0,7 t/m3

2. Laju pertumbuhan tanaman HTI dalam satuan tC/ha/tahun dihitung berdasarkan data potensi volume produksi kayu yaitu dalam satuan m3/ha, dimana BAU,

S E K T O R : F O L U

BAU CM1 CM2 NoteTotal (000 ha) 2013-’20: 920

2020-’30: 8202030-’50: hasil model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: hasil model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: hasil model

Setelah tahun 2030 deforetasi tidak terencana sudah tidak terjadi. Artinya laju deforestasi sepenuhnya dari model (deforestasi terencana saja, sesuai kebutuhan)

1. Deforestasi Tidak Terencana

2013-’20: 5002020-’30: 4092030-’50: 0

2013-’20: 1752020-’30: 922030-’50: 0

2013-’20: 1752021-’30: 662030-’50: 0

2. Deforestasi Terencana (Dari model)

2011-’50: hasil model

2011-’50: hasil model

2011-’50: hasil model

A. Laju deforestasi- Laju deforestasi untuk BAU 2013-2020 mengikuti baseline FREL-REDD yaitu 0,920 juta ha/

tahun, yang terdiri dari deforestasi tidak terencana dan deforestasi terencana. Laju deforestasi terencana dihitung terlebih dahulu oleh model sesuai dengan skenario pembangunan.

- Untuk skenario CM1 dan CM2, laju deforestasi tidak terencana diasumsikan lebih rendah seh-ingga total deforestasi (terencana dan tidak terencana) adalah sebesar 0,450 juta ha

- Laju deforestasi BAU 2021-2030 diasumsikan menurun menjadi 0,820 juta ha/tahun dan untuk CM1 dan CM2 menjadi 0,325 juta ha

Page 52: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

16

CM1 dan CM 2 masing-masing tahun 2010: 120 dan tahun 2050 sudah meningkat jadi 140, 160 dan 200 m3/ha dengan adanya intervensi teknologi. Kenaikan terjadi setiap interval 10 tahun. Untuk konversi diperlukan data: a. BEF: 1,4 (IPCC Default)b. Wood density untuk HTI: 0,4 t/m3

3. Rotasi: 6 tahun.

D. Hasil hitungan CM2 dibuat dengan target yang sangat ambisius (capaian 38%), dengan perubahan asumsi dari hitungan sebelumnya ialah:1. Restorasi gambut mencapai tingkat keberhasilan 90% dan luas yang direstorasi

sampai 2030 mencapai 2 juta Ha, 2. Rehabilitasi lahan juga mencapai tingkat keberhasilan 90% dan hampir semua

lahan tidak produktif direhabilitasi (hampir 12 juta ha), sehingga per tahun hingga 2030 laju penanaman sekitar 800 ribu ha/tahun (baseline hanya sekitar 270 ribu ha).

A. Indeks penanaman padi dinaikkan dari 2,11 menjadi 2,50 (lokasi Pulau Jawa) dan dari 1,70 menjadi 2,00 (luar Pulau Jawa). Berarti diasumsikan semua sawah di luar Jawa sudah memiliki jaringan irigasi seperti di Jawa, dan semua jaringan irigasi yang ada di Pulau Jawa berfungsi optimal (kondisi saat ini di Pulau Jawa: yang beroperasi baik hanya 60-70%).

B. Asumsi Index Penanaman: untuk tanaman semusim, Cropping Intensity atau Indek Penanaman merupakan rasio antara luas panen dengan luas lahan pertanaman. Sehingga jika IP=2 artinya penanaman pada lahan yang sama dilakukan 2 kali dalam setahun. Untuk tanaman tahunan, Indek Penanaman menunjukkan fraksi tanaman yang sudah menghasilkan (umur produktif).

S E K T O R : P E R T A N I A NBAU CM1 CM2

1. Penggunaan varietas rendah emisi di lahan sawah

Tidak ada aksi mitigasi.

Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai total 926 ribu ha di 2030*.

Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai 908 ribu ha di 2030*.

2. Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air.

Tidak ada aksi mitigasi.

Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 820 ribu ha di 2030*.

Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 803 ribu ha di 2030*.

3. Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas.

Tidak ada aksi mitigasi.

Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

4. Perbaikan suplemen pakan.

Tidak ada aksi mitigasi.

Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Catatan: * penggunaan teknologi terbaik yang telah tersedia akan meningkatkan produktivitas ternak dan menurunkan penggunaan lahan untuk tujuan peternakan. ** peningkatan populasi ternak dan operasionalisasi biogas (dengan asumsi subsidi pemerintah akan terus berlanjut dengan perimbangan tingginya biaya investasi).

17

C. Assumsi Populasi/GDP dan Ternak: Untuk semua skenario proyeksi untuk GDP, populasi ternak sama. Target yang ditetapkan untuk swasembada daging sulit dicapai, prakiraan ahli pemenuhan kebutuhan daging relatif sulit. Pertumbuhan populasi ternak mengikuti data historis, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan permintaan terhadap daging.

S U B - S E K T O R : L I M B A H C A I R D O M E S T I KBAU CM1 CM2

Pengelolaan limbah cair domestik.

Tidak ada aksi mitigasi.

- Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery.

- Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery.

- Penggunaan Aerobic Septic Tank.

Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan.

- Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery.

- Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery.

- Penggunaan Aerobic Septic Tank.

Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan.

Catatan: * merujuk pada target nasional dalam pengelolaan sampah 2015-2025. ** mempertimbangkan perencanaan pemerintah dalam pengembangan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di 7 kota dan tren saat ini dalam hal pemanfaatan sampah melalui RDF di industri. *** mempertimbangkan ukuran kota, potensi mitigasi dalam RDF dan laju pertumbuhan penduduk.

S U B - S E K T O R : L I M B A H C A I R I N D U S T R I BAU CM1 CM2

Pengelolaan limbah cair industri.

Tidak ada aksi mitigasi.

Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya.

Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya.

Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME).

Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME).

Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

S E K T O R : L I M B A H

S U B - S E K T O R : L I M B A H P A D A TBAU CM1 CM2

1. Peningkatan penerapan LFG recovery dari 2010 ke 2030 dalam pengelolaan TPA.

Tidak ada aksi mitigasi.

LFG recovery mereduksi CH4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di 2030.

LFG recovery mereduksi CH4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di 2030.

2. Peningkatan persentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R (kertas).

Tidak ada aksi mitigasi.

22% di tahun 2020, 30% di tahun 2030*.

22% di tahun 2020, 30% di tahun 2030*.

3. Peningkatan persentase PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel), dibandingkan dengan total timbulan sampah.

Catatan: PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Tidak ada aksi mitigasi.

- mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**.

- pengembangan PLTSa di 7 kota.

- mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**.

- pengembangan PLTSa di 12 kota (tambahan)***.

Page 53: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

16

CM1 dan CM 2 masing-masing tahun 2010: 120 dan tahun 2050 sudah meningkat jadi 140, 160 dan 200 m3/ha dengan adanya intervensi teknologi. Kenaikan terjadi setiap interval 10 tahun. Untuk konversi diperlukan data: a. BEF: 1,4 (IPCC Default)b. Wood density untuk HTI: 0,4 t/m3

3. Rotasi: 6 tahun.

D. Hasil hitungan CM2 dibuat dengan target yang sangat ambisius (capaian 38%), dengan perubahan asumsi dari hitungan sebelumnya ialah:1. Restorasi gambut mencapai tingkat keberhasilan 90% dan luas yang direstorasi

sampai 2030 mencapai 2 juta Ha, 2. Rehabilitasi lahan juga mencapai tingkat keberhasilan 90% dan hampir semua

lahan tidak produktif direhabilitasi (hampir 12 juta ha), sehingga per tahun hingga 2030 laju penanaman sekitar 800 ribu ha/tahun (baseline hanya sekitar 270 ribu ha).

A. Indeks penanaman padi dinaikkan dari 2,11 menjadi 2,50 (lokasi Pulau Jawa) dan dari 1,70 menjadi 2,00 (luar Pulau Jawa). Berarti diasumsikan semua sawah di luar Jawa sudah memiliki jaringan irigasi seperti di Jawa, dan semua jaringan irigasi yang ada di Pulau Jawa berfungsi optimal (kondisi saat ini di Pulau Jawa: yang beroperasi baik hanya 60-70%).

B. Asumsi Index Penanaman: untuk tanaman semusim, Cropping Intensity atau Indek Penanaman merupakan rasio antara luas panen dengan luas lahan pertanaman. Sehingga jika IP=2 artinya penanaman pada lahan yang sama dilakukan 2 kali dalam setahun. Untuk tanaman tahunan, Indek Penanaman menunjukkan fraksi tanaman yang sudah menghasilkan (umur produktif).

S E K T O R : P E R T A N I A NBAU CM1 CM2

1. Penggunaan varietas rendah emisi di lahan sawah

Tidak ada aksi mitigasi.

Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai total 926 ribu ha di 2030*.

Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai 908 ribu ha di 2030*.

2. Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air.

Tidak ada aksi mitigasi.

Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 820 ribu ha di 2030*.

Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 803 ribu ha di 2030*.

3. Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas.

Tidak ada aksi mitigasi.

Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

4. Perbaikan suplemen pakan.

Tidak ada aksi mitigasi.

Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**.

Catatan: * penggunaan teknologi terbaik yang telah tersedia akan meningkatkan produktivitas ternak dan menurunkan penggunaan lahan untuk tujuan peternakan. ** peningkatan populasi ternak dan operasionalisasi biogas (dengan asumsi subsidi pemerintah akan terus berlanjut dengan perimbangan tingginya biaya investasi).

17

C. Assumsi Populasi/GDP dan Ternak: Untuk semua skenario proyeksi untuk GDP, populasi ternak sama. Target yang ditetapkan untuk swasembada daging sulit dicapai, prakiraan ahli pemenuhan kebutuhan daging relatif sulit. Pertumbuhan populasi ternak mengikuti data historis, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan permintaan terhadap daging.

S U B - S E K T O R : L I M B A H C A I R D O M E S T I KBAU CM1 CM2

Pengelolaan limbah cair domestik.

Tidak ada aksi mitigasi.

- Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery.

- Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery.

- Penggunaan Aerobic Septic Tank.

Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan.

- Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery.

- Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery.

- Penggunaan Aerobic Septic Tank.

Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan.

Catatan: * merujuk pada target nasional dalam pengelolaan sampah 2015-2025. ** mempertimbangkan perencanaan pemerintah dalam pengembangan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di 7 kota dan tren saat ini dalam hal pemanfaatan sampah melalui RDF di industri. *** mempertimbangkan ukuran kota, potensi mitigasi dalam RDF dan laju pertumbuhan penduduk.

S U B - S E K T O R : L I M B A H C A I R I N D U S T R I BAU CM1 CM2

Pengelolaan limbah cair industri.

Tidak ada aksi mitigasi.

Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya.

Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya.

Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME).

Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME).

Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

S E K T O R : L I M B A H

S U B - S E K T O R : L I M B A H P A D A TBAU CM1 CM2

1. Peningkatan penerapan LFG recovery dari 2010 ke 2030 dalam pengelolaan TPA.

Tidak ada aksi mitigasi.

LFG recovery mereduksi CH4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di 2030.

LFG recovery mereduksi CH4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di 2030.

2. Peningkatan persentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R (kertas).

Tidak ada aksi mitigasi.

22% di tahun 2020, 30% di tahun 2030*.

22% di tahun 2020, 30% di tahun 2030*.

3. Peningkatan persentase PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel), dibandingkan dengan total timbulan sampah.

Catatan: PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Tidak ada aksi mitigasi.

- mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**.

- pengembangan PLTSa di 7 kota.

- mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**.

- pengembangan PLTSa di 12 kota (tambahan)***.

Page 54: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

18

R E F E R E N S I

SEKTOR ENERGI o Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014, o Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, o Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2016.

SEKTOR AFOLU o Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030 (RKTN), o Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI (GAPKI), o Peta Jalan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) 2050, o Rencana Strategis Perkebunan (termasuk skenario peternakan), o Studi Pendahuluan RPJMN 2015-2019 (BAPPENAS, 2013).

SEKTOR LIMBAHo Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, o Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

-- o 0 o --

S E K T O R : I P P UBAU CM1 CM2

Proses industri dan penggunaan produk di industri besar.

Tidak ada aksi mitigasi.

Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan “clinker to cement ratio” (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di 2030.

Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan “clinker to cement ratio” (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di 2030.

Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer.

Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer.

Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process

pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja.

- Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter.

Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process

pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja.

- Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter.

Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Page 55: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

18

R E F E R E N S I

SEKTOR ENERGI o Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014, o Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, o Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2016.

SEKTOR AFOLU o Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030 (RKTN), o Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI (GAPKI), o Peta Jalan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) 2050, o Rencana Strategis Perkebunan (termasuk skenario peternakan), o Studi Pendahuluan RPJMN 2015-2019 (BAPPENAS, 2013).

SEKTOR LIMBAHo Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, o Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

-- o 0 o --

S E K T O R : I P P UBAU CM1 CM2

Proses industri dan penggunaan produk di industri besar.

Tidak ada aksi mitigasi.

Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan “clinker to cement ratio” (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di 2030.

Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan “clinker to cement ratio” (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di 2030.

Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer.

Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer.

Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process

pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja.

- Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter.

Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process

pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja.

- Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter.

Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Page 56: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

1

FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTIONREPUBLIC OF INDONESIA

1. NATIONAL CONTEXT

Indonesia is a nascent yet stable democracy and the fourth most populous country in the world. Despite continuous, multi-decade economic growth, approximately 11% of Indonesia’s population is living below the poverty line. To lift people out of poverty, the Government of Indonesia (GOI) is promoting economic development projected to average at least 5% per year in order to reduce the poverty rate to below 4% by 2025, as mandated by the Indonesian Constitution, inter alia, that “every person shall have the right to enjoy a good and healthy environment.” As climate change becomes a reality, Indonesia continues to seek a balance between its current and future development and poverty reduction priorities.

In 2010 the Government of Indonesia pledged to reduce emissions by 26% (41% with international support) against the business as usual scenario by 2020. The current administration, under President Joko Widodo, has determined priority actions within the national Nawa Cita (Nine Priority Agendas) framework, which includes protecting Indonesia’s citizens, encouraging rural and regional development, improving the quality of life, and improving productivity and global competitiveness. These core missions are consistent with the national commitment towards a low carbon and climate change-resilient development path, in which climate change adaptation and mitigation constitute an integrated and cross-cutting priority of the National Medium-Term Development Plan. The following priorities for enhanced actions in 2015-2019 will be fully integrated into Indonesia’s National Medium-Term Development Plan in 2020.

Given its pivotal geographic position in the global ocean conveyor belt (thermohaline circulation), the largest archipelagic country and its extensive tropical rainforests with high biodiversity, high carbon stock values and energy and mineral resources, Indonesia is recognized its role to play in combatting global climate change. Nevertheless, Indonesia is vulnerable to natural disaster that will likely be exacerbated by climate change, especially in low-lying areas throughout the archipelago. Therefore Indonesia views comprehensive land and ocean-based climate change adaptation and mitigation efforts as a critical strategic consideration in achieving climate resilience in food, water and energy.

Page 57: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

1

FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTIONREPUBLIC OF INDONESIA

1. NATIONAL CONTEXT

Indonesia is a nascent yet stable democracy and the fourth most populous country in the world. Despite continuous, multi-decade economic growth, approximately 11% of Indonesia’s population is living below the poverty line. To lift people out of poverty, the Government of Indonesia (GOI) is promoting economic development projected to average at least 5% per year in order to reduce the poverty rate to below 4% by 2025, as mandated by the Indonesian Constitution, inter alia, that “every person shall have the right to enjoy a good and healthy environment.” As climate change becomes a reality, Indonesia continues to seek a balance between its current and future development and poverty reduction priorities.

In 2010 the Government of Indonesia pledged to reduce emissions by 26% (41% with international support) against the business as usual scenario by 2020. The current administration, under President Joko Widodo, has determined priority actions within the national Nawa Cita (Nine Priority Agendas) framework, which includes protecting Indonesia’s citizens, encouraging rural and regional development, improving the quality of life, and improving productivity and global competitiveness. These core missions are consistent with the national commitment towards a low carbon and climate change-resilient development path, in which climate change adaptation and mitigation constitute an integrated and cross-cutting priority of the National Medium-Term Development Plan. The following priorities for enhanced actions in 2015-2019 will be fully integrated into Indonesia’s National Medium-Term Development Plan in 2020.

Given its pivotal geographic position in the global ocean conveyor belt (thermohaline circulation), the largest archipelagic country and its extensive tropical rainforests with high biodiversity, high carbon stock values and energy and mineral resources, Indonesia is recognized its role to play in combatting global climate change. Nevertheless, Indonesia is vulnerable to natural disaster that will likely be exacerbated by climate change, especially in low-lying areas throughout the archipelago. Therefore Indonesia views comprehensive land and ocean-based climate change adaptation and mitigation efforts as a critical strategic consideration in achieving climate resilience in food, water and energy.

Page 58: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

2

Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDC) outlines the country’s transition to a low carbon and climate resilience future. The NDC describes the enhanced actions and the necessary enabling environment during the 2015-2019 period that will lay the foundation for more ambitious goals beyond 2020, contributing to the concerted effort to prevent 20C increase in global average temperature and to pursue efforts to limit the temperature increase to 1.5oC above pre-industrial levels. For 2020 and beyond, Indonesia envisions achieving archipelagic climate resilience as a result of comprehensive adaptation and mitigation programmes and disaster risk reduction strategies. Indonesia has set ambitious goals for sustainability related to production and consumption of food, water, and energy. These goals will be achieved by supporting empowerment and capacity building, improved provision of basic services in health and education, technological innovation, and sustainable natural resource management, in compliance with principles of good governance.

2. MITIGATION

According to Indonesia’s Second National Communication of 2010, national greenhouse gas (GHG) emissions were estimated to be 1.8 GtCO2e in 2005. This represents an increase of 0.4 GtCO2e compared to 2000. Most emissions (63%) are the result of land use change and peat and forest fires, with combustion of fossil fuels contributing approximately 19% of total emissions. Based on Indonesia’s First Biennial Update Report (BUR) submitted to UNFCCC in January 2016, national greenhouse gas (GHG) emissions was 1.453 GtCO2e in 2012 which represent an increase of 0.452 GtCO2e from year 2000. The main contributing sectors were LUCF including peat fires (47.8%) and energy (34.9%).

Since Indonesia voluntarily pledged to reduce emissions by 26% on its own efforts, and up to 41% with international support, against the business as usual scenario by 2020, Indonesia has promulgated relevant legal and policy instruments, including the national action plan on GHG emissions reduction as stipulated in Presidential Regulation (PERPRES) No. 61/2011 and GHG inventory through Presidential Regulation (PERPRES) No. 71/2011.

Post 2020, Indonesia envisions a progression beyond its existing commitment to emission reductions. Based on the country’s most recent emissions level assessment, Indonesia has set unconditional reduction target of 29% and conditional reduction target up to 41 % of the business as usual scenario by 2030.

Indonesia has taken significant steps to reduce emissions in land use sector by instituting a moratorium on the clearing of primary forests and by prohibiting conversion of its remaining forests by reducing deforestation and forest degradation, restoring ecosystem functions, as well as sustainable forest management which

3

include social forestry through active participation of the private sector, small and medium enterprises, civil society organizations, local communities and the most vulnerable groups, especially adat communities (Indonesia: Masyarakat Hukum Adat, internationally known as Indigenous People), and women – in both the planning and implementation stages. A landscape-scale and ecosystem management approach, emphasizing the role of sub-national jurisdictions, is seen as critical to ensure greater and more enduring benefits from these initiatives.

REDD+ will be an important component of the NDC target from land use sector. Forest Reference Emission Level (FREL) for REDD+ was submitted to the UNFCCC Secretariat in December 2015, covering deforestation and forest degradation and peat decomposition. The FREL was set at 0.568 GtCO2e yr-1 (AGB), using reference period of 1990 – 2012 and will be used as the benchmark against actual emission starting from 2013 to 2020. These figures should be used as benchmark for evaluating REDD+ performance during the implementation period (up to 2020). Indonesia will adjust the FREL for post-2020 or earlier when necessary.

In energy sector, Indonesia has embarked on a mixed energy use policy. Indonesia has also established the development of clean energy sources as a national policy directive. Collectively, these policies will eventually put Indonesia on the path to de-carbonization. Government Regulation No. 79/2014 on National Energy Policy, set out the ambition to transform, by 2025 and 2050, the primary energy supply mix with shares as follows:

a) new and renewable energy at least 23% in 2025 and at least 31% in 2050; b) oil should be less than 25% in 2025 and less than 20% in 2050; c) coal should be minimum 30% in 2025 and minimum 25% in 2050; and d) gas should be minimum 22% in 2025 and minimum 24% in 2050.

For the waste management sector, the GOI is committed to develop a comprehensive strategy to improve policy and institutional capacity at the local level, enhance management capacity of urban waste water, reduce landfill waste by promoting the “Reduce, Reuse, Recycle” approach, and the utilization of waste and garbage into energy production. The GOI is committed to further reduce emissions from the waste management sector by 2020 and beyond, through comprehensive and coherent policy development, institutional strengthening, improved financial and funding mechanisms, technology innovation, and social-cultural approaches.

3. ADAPTATION

Climate change presents significant risks for Indonesia’s natural resources that will, in turn, impact the production and distribution of food, water, and energy. Therefore, the

Page 59: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

2

Indonesia’s Nationally Determined Contribution (NDC) outlines the country’s transition to a low carbon and climate resilience future. The NDC describes the enhanced actions and the necessary enabling environment during the 2015-2019 period that will lay the foundation for more ambitious goals beyond 2020, contributing to the concerted effort to prevent 20C increase in global average temperature and to pursue efforts to limit the temperature increase to 1.5oC above pre-industrial levels. For 2020 and beyond, Indonesia envisions achieving archipelagic climate resilience as a result of comprehensive adaptation and mitigation programmes and disaster risk reduction strategies. Indonesia has set ambitious goals for sustainability related to production and consumption of food, water, and energy. These goals will be achieved by supporting empowerment and capacity building, improved provision of basic services in health and education, technological innovation, and sustainable natural resource management, in compliance with principles of good governance.

2. MITIGATION

According to Indonesia’s Second National Communication of 2010, national greenhouse gas (GHG) emissions were estimated to be 1.8 GtCO2e in 2005. This represents an increase of 0.4 GtCO2e compared to 2000. Most emissions (63%) are the result of land use change and peat and forest fires, with combustion of fossil fuels contributing approximately 19% of total emissions. Based on Indonesia’s First Biennial Update Report (BUR) submitted to UNFCCC in January 2016, national greenhouse gas (GHG) emissions was 1.453 GtCO2e in 2012 which represent an increase of 0.452 GtCO2e from year 2000. The main contributing sectors were LUCF including peat fires (47.8%) and energy (34.9%).

Since Indonesia voluntarily pledged to reduce emissions by 26% on its own efforts, and up to 41% with international support, against the business as usual scenario by 2020, Indonesia has promulgated relevant legal and policy instruments, including the national action plan on GHG emissions reduction as stipulated in Presidential Regulation (PERPRES) No. 61/2011 and GHG inventory through Presidential Regulation (PERPRES) No. 71/2011.

Post 2020, Indonesia envisions a progression beyond its existing commitment to emission reductions. Based on the country’s most recent emissions level assessment, Indonesia has set unconditional reduction target of 29% and conditional reduction target up to 41 % of the business as usual scenario by 2030.

Indonesia has taken significant steps to reduce emissions in land use sector by instituting a moratorium on the clearing of primary forests and by prohibiting conversion of its remaining forests by reducing deforestation and forest degradation, restoring ecosystem functions, as well as sustainable forest management which

3

include social forestry through active participation of the private sector, small and medium enterprises, civil society organizations, local communities and the most vulnerable groups, especially adat communities (Indonesia: Masyarakat Hukum Adat, internationally known as Indigenous People), and women – in both the planning and implementation stages. A landscape-scale and ecosystem management approach, emphasizing the role of sub-national jurisdictions, is seen as critical to ensure greater and more enduring benefits from these initiatives.

REDD+ will be an important component of the NDC target from land use sector. Forest Reference Emission Level (FREL) for REDD+ was submitted to the UNFCCC Secretariat in December 2015, covering deforestation and forest degradation and peat decomposition. The FREL was set at 0.568 GtCO2e yr-1 (AGB), using reference period of 1990 – 2012 and will be used as the benchmark against actual emission starting from 2013 to 2020. These figures should be used as benchmark for evaluating REDD+ performance during the implementation period (up to 2020). Indonesia will adjust the FREL for post-2020 or earlier when necessary.

In energy sector, Indonesia has embarked on a mixed energy use policy. Indonesia has also established the development of clean energy sources as a national policy directive. Collectively, these policies will eventually put Indonesia on the path to de-carbonization. Government Regulation No. 79/2014 on National Energy Policy, set out the ambition to transform, by 2025 and 2050, the primary energy supply mix with shares as follows:

a) new and renewable energy at least 23% in 2025 and at least 31% in 2050; b) oil should be less than 25% in 2025 and less than 20% in 2050; c) coal should be minimum 30% in 2025 and minimum 25% in 2050; and d) gas should be minimum 22% in 2025 and minimum 24% in 2050.

For the waste management sector, the GOI is committed to develop a comprehensive strategy to improve policy and institutional capacity at the local level, enhance management capacity of urban waste water, reduce landfill waste by promoting the “Reduce, Reuse, Recycle” approach, and the utilization of waste and garbage into energy production. The GOI is committed to further reduce emissions from the waste management sector by 2020 and beyond, through comprehensive and coherent policy development, institutional strengthening, improved financial and funding mechanisms, technology innovation, and social-cultural approaches.

3. ADAPTATION

Climate change presents significant risks for Indonesia’s natural resources that will, in turn, impact the production and distribution of food, water, and energy. Therefore, the

Page 60: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

4

GOI considers climate mitigation and adaptation efforts as an integrated concept that is essential for building resilience in safeguarding food, water and energy resources. The GOI has made significant efforts towards developing and implementing a National Action Plan on Climate Change Adaptation (RAN-API) which provides a framework for adaptation initiatives that has been mainstreamed into the National Development Plan.

The GOI will implement enhanced actions to study and map regional vulnerabilities as the basis of adaptation information system, and to strengthen institutional capacity and promulgation of climate change sensitive policies and regulations by 2020. The medium-term goal of Indonesia’s climate change adaptation strategy is to reduce risks on all development sectors (agriculture, water, energy security, forestry, maritime and fisheries, health, public service, infrastructure, and urban system) by 2030 through local capacity strengthening, improved knowledge management, convergent policy on climate change adaptation and disaster risks reduction, and application of adaptive technology.

Pre 2020 policies’ and actions will facilitate smooth transition towards implementation of nationally determined contribution under the Paris Agreement post 2020. The following pre 2020 policies and actions will lay a strong foundation for adaptation actions from 2020 onwards:

1) Pre-condition:• Development of nationwide climate vulnerability index data Information

System, built on the existing system known as SIDIK (Vulnerability Index Data Information System) which allows public access to the information in the system website (http://ditjenppi.menlhk. go.id)

• Ministerial Regulation No. P.33/2016 on Guideline for development of National Adaptation Plan (NAP). The regulation allows sub national government to formulate their own Sub National Adaptation Plan (Sub NAP)

• Enhance existing National Action Plan on Climate Change Adaptation that has been formulated in 2014.

2) Environment and social economic area:• Law No. 37/2014 on Soil and water conservation, which leads to Sustainable

agriculture and land use. The Law guided stakeholders in conserving lands and increasing productivity towards conservation agricultural approach.

• Government Regulation No. 37/2012 on Watershed Management, which leads to enhanced watershed carrying capacity. The regulation provides guideline to identify and address watersheds which need to be protected, restored, and rehabilitated.

• Community Based Forest Management will enhance community income and at the same time reduce pressure on primary forest which leads to deforestation and forest degradation.

5

• Enhance role of PROKLIM (joint adaptation and mitigation/JAM) as a bottom up approach in climate resilience programme at the village level. Furthermore, the enhanced PROKLIM will enable to account for its contribution to the achievement of emission reduction both pre and post 2020.

4. STRATEGIC APPROACH

Indonesia requires a comprehensive and thorough plan to effectively implement sustainable production and consumption patterns, benefiting from the diversity of traditional wisdom of her indigenous institutions. Broader constituency building is also deemed critical through effective engagement of all stakeholders including faith based networks as well as the existing interfaith movement.

The strategic approach of Indonesia’s NDC is predicated on the following foundational principles:

• Employing a landscape approach: Recognizing that climate change adaptation and mitigation efforts are inherently multi-sectoral in nature, Indonesia takes an integrated, landscape-scale approach covering terrestrial, coastal and marine ecosystems.

• Highlighting existing best practices: Recognizing significant strides in multi-stakeholder efforts in combating climate change, Indonesia intends to scale up the diversity of traditional wisdom as well as innovative climate change mitigation and adaptation efforts by the government, private sector, and communities.

• Mainstreaming climate agenda into development planning: Recognizing the needs to integrate climate change into development and spatial planning and the budgeting process, Indonesia will include key climate change indicators in formulating its development programme’s targets.

• Promoting climate resilience in food, water and energy: Recognizing the importance of fulfilling the needs of a growing young population for food, water and energy, Indonesia will improve its management of natural resources to enhance climate resilience by protecting and restoring key terrestrial, coastal and marine ecosystems.

Indonesia’s commitment to a low carbon future outlines enhanced actions and puts in place the necessary enabling environment for the 2015-2019 period that will lay the foundation for more ambitious goals beyond 2020. This would provide opportunities for building coherent actions at the national level, with particular emphasis on research, resource mobilization through partnerships, and international cooperation. The Indonesian Environmental Protection and Management Law of 2009 secures the legal framework to support 2015-2019 strategies and actions, which would serve as enabling conditions for long-term policy of 2020 and beyond. However, to achieve

Page 61: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

4

GOI considers climate mitigation and adaptation efforts as an integrated concept that is essential for building resilience in safeguarding food, water and energy resources. The GOI has made significant efforts towards developing and implementing a National Action Plan on Climate Change Adaptation (RAN-API) which provides a framework for adaptation initiatives that has been mainstreamed into the National Development Plan.

The GOI will implement enhanced actions to study and map regional vulnerabilities as the basis of adaptation information system, and to strengthen institutional capacity and promulgation of climate change sensitive policies and regulations by 2020. The medium-term goal of Indonesia’s climate change adaptation strategy is to reduce risks on all development sectors (agriculture, water, energy security, forestry, maritime and fisheries, health, public service, infrastructure, and urban system) by 2030 through local capacity strengthening, improved knowledge management, convergent policy on climate change adaptation and disaster risks reduction, and application of adaptive technology.

Pre 2020 policies’ and actions will facilitate smooth transition towards implementation of nationally determined contribution under the Paris Agreement post 2020. The following pre 2020 policies and actions will lay a strong foundation for adaptation actions from 2020 onwards:

1) Pre-condition:• Development of nationwide climate vulnerability index data Information

System, built on the existing system known as SIDIK (Vulnerability Index Data Information System) which allows public access to the information in the system website (http://ditjenppi.menlhk. go.id)

• Ministerial Regulation No. P.33/2016 on Guideline for development of National Adaptation Plan (NAP). The regulation allows sub national government to formulate their own Sub National Adaptation Plan (Sub NAP)

• Enhance existing National Action Plan on Climate Change Adaptation that has been formulated in 2014.

2) Environment and social economic area:• Law No. 37/2014 on Soil and water conservation, which leads to Sustainable

agriculture and land use. The Law guided stakeholders in conserving lands and increasing productivity towards conservation agricultural approach.

• Government Regulation No. 37/2012 on Watershed Management, which leads to enhanced watershed carrying capacity. The regulation provides guideline to identify and address watersheds which need to be protected, restored, and rehabilitated.

• Community Based Forest Management will enhance community income and at the same time reduce pressure on primary forest which leads to deforestation and forest degradation.

5

• Enhance role of PROKLIM (joint adaptation and mitigation/JAM) as a bottom up approach in climate resilience programme at the village level. Furthermore, the enhanced PROKLIM will enable to account for its contribution to the achievement of emission reduction both pre and post 2020.

4. STRATEGIC APPROACH

Indonesia requires a comprehensive and thorough plan to effectively implement sustainable production and consumption patterns, benefiting from the diversity of traditional wisdom of her indigenous institutions. Broader constituency building is also deemed critical through effective engagement of all stakeholders including faith based networks as well as the existing interfaith movement.

The strategic approach of Indonesia’s NDC is predicated on the following foundational principles:

• Employing a landscape approach: Recognizing that climate change adaptation and mitigation efforts are inherently multi-sectoral in nature, Indonesia takes an integrated, landscape-scale approach covering terrestrial, coastal and marine ecosystems.

• Highlighting existing best practices: Recognizing significant strides in multi-stakeholder efforts in combating climate change, Indonesia intends to scale up the diversity of traditional wisdom as well as innovative climate change mitigation and adaptation efforts by the government, private sector, and communities.

• Mainstreaming climate agenda into development planning: Recognizing the needs to integrate climate change into development and spatial planning and the budgeting process, Indonesia will include key climate change indicators in formulating its development programme’s targets.

• Promoting climate resilience in food, water and energy: Recognizing the importance of fulfilling the needs of a growing young population for food, water and energy, Indonesia will improve its management of natural resources to enhance climate resilience by protecting and restoring key terrestrial, coastal and marine ecosystems.

Indonesia’s commitment to a low carbon future outlines enhanced actions and puts in place the necessary enabling environment for the 2015-2019 period that will lay the foundation for more ambitious goals beyond 2020. This would provide opportunities for building coherent actions at the national level, with particular emphasis on research, resource mobilization through partnerships, and international cooperation. The Indonesian Environmental Protection and Management Law of 2009 secures the legal framework to support 2015-2019 strategies and actions, which would serve as enabling conditions for long-term policy of 2020 and beyond. However, to achieve

Page 62: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

6

long-term policy goals, a comprehensive legal harmonization of all relevant matters related to climate change is seen as critical to meet the daunting challenges of climate change mitigation and adaptation.

National Development Planning Agency reported that for the period of 2007 to 2014 Indonesia had spent a total of about USD 17.48 billion for climate change adaptation, mitigation and supporting activities. Indonesia will continue to provide funding for the implementation of climate change actions and plans, including allocating a total of USD 55.01 billion for the period of 2015 to 2019. Indonesia will continue to set aside significant national funding for the implementation of mitigation and adaptation actions for the period of 2020-2030.

In line with the Paris Agreement, Indonesia respects, promotes and considers its obligation on human rights, the right to health, the right of adat communities (Indonesia: Masyarakat Hukum Adat and internationally known as indigenous people), local communities, migrants, children, persons with different abilities, and people in vulnerable situations, and the right to development, as well as gender equality, empowerment of women and intergenerational equity. Engagement of non-party stakeholders, including local government, private sectors, civil societies will continuously be enhanced.

5. PLANNING PROCESS

The Government of Indonesia has demonstrated its strong commitment to institutional development by establishing the Directorate General of Climate Change, under the Ministry of Environment and Forestry. Established by Presidential Regulation No. 16 of 2015, the Directorate General serves as the National Focal Point for the United Nations Framework Convention on Climate Change to effectively facilitate ongoing relevant programmes and processes being implemented by variety of government sectors and stakeholders. Since climate change has local to national and international dimensions, coordination and synergy will continuously be enhanced between the Ministry of Environment and Forestry and National Development Planning Agency (BAPPENAS) and Ministry of Finance in the context of climate change, national development and finance, and with Ministry of Foreign Affairs in the context of climate change and international negotiation.

In the preparation of the NDC, the GOI has conducted consultations with various stakeholders representing Ministries and other government institutions, academia, scientists, private sector, and civil society organizations; these consultations have included workshops and consultations organized at both the national and provincial levels, as well as bilateral meetings with key sectors.

The preparation of the NDC has taken into account the Post-2015 Sustainable Development Goals (SDGs) particularly on taking urgent action to combat climate

7

change and its impacts, promoting food security and sustainable agriculture, achieving gender equality, ensuring the availability and sustainable management of water, access to affordable, reliable, and renewable energy for all, sustained, inclusive and sustainable economic growth, resilient infrastructure, sustainable consumption and production patterns, conservation and sustainable use of the oceans, seas and marine resources, and protecting, restoring and promoting sustainable use of terrestrial ecosystems, sustainably managing forests, combating desertification, and halting and reversing land degradation and biodiversity loss.

6. INFORMATION TO FACILITATE CLARITY, TRANSPARENCY AND UNDERSTANDING

Reduction Level

(a) Unconditional Reduction Indonesia has voluntarily committed to reduce unconditionally 26% of its greenhouse gases against the business as usual scenario by the year 2020.

The above commitment is a necessary prerequisite for embarking on a more ambitious commitment to further reductions by 2030 by outlining an emission reduction plan using an evidence-based and inclusive approach. The commitment will be implemented through effective land use and spatial planning, sustainable forest management which include social forestry programme, restoring functions of degraded ecosystems including wetland ecosystems, improved agriculture and fisheries’ productivity, energy conservation and the promotion of clean and renewable energy sources, and improved waste management.

Indonesia has committed to reduce unconditionally 29% of its greenhouse gasses emissions against the business as usual scenario by the year of 2030. The BAU scenario is projected approximately 2.869 GtCO2e in 2030 which is up-dated from the BAU scenario on the INDC due to current condition on energy policy development in particular in coal fired power plant.

Page 63: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

6

long-term policy goals, a comprehensive legal harmonization of all relevant matters related to climate change is seen as critical to meet the daunting challenges of climate change mitigation and adaptation.

National Development Planning Agency reported that for the period of 2007 to 2014 Indonesia had spent a total of about USD 17.48 billion for climate change adaptation, mitigation and supporting activities. Indonesia will continue to provide funding for the implementation of climate change actions and plans, including allocating a total of USD 55.01 billion for the period of 2015 to 2019. Indonesia will continue to set aside significant national funding for the implementation of mitigation and adaptation actions for the period of 2020-2030.

In line with the Paris Agreement, Indonesia respects, promotes and considers its obligation on human rights, the right to health, the right of adat communities (Indonesia: Masyarakat Hukum Adat and internationally known as indigenous people), local communities, migrants, children, persons with different abilities, and people in vulnerable situations, and the right to development, as well as gender equality, empowerment of women and intergenerational equity. Engagement of non-party stakeholders, including local government, private sectors, civil societies will continuously be enhanced.

5. PLANNING PROCESS

The Government of Indonesia has demonstrated its strong commitment to institutional development by establishing the Directorate General of Climate Change, under the Ministry of Environment and Forestry. Established by Presidential Regulation No. 16 of 2015, the Directorate General serves as the National Focal Point for the United Nations Framework Convention on Climate Change to effectively facilitate ongoing relevant programmes and processes being implemented by variety of government sectors and stakeholders. Since climate change has local to national and international dimensions, coordination and synergy will continuously be enhanced between the Ministry of Environment and Forestry and National Development Planning Agency (BAPPENAS) and Ministry of Finance in the context of climate change, national development and finance, and with Ministry of Foreign Affairs in the context of climate change and international negotiation.

In the preparation of the NDC, the GOI has conducted consultations with various stakeholders representing Ministries and other government institutions, academia, scientists, private sector, and civil society organizations; these consultations have included workshops and consultations organized at both the national and provincial levels, as well as bilateral meetings with key sectors.

The preparation of the NDC has taken into account the Post-2015 Sustainable Development Goals (SDGs) particularly on taking urgent action to combat climate

7

change and its impacts, promoting food security and sustainable agriculture, achieving gender equality, ensuring the availability and sustainable management of water, access to affordable, reliable, and renewable energy for all, sustained, inclusive and sustainable economic growth, resilient infrastructure, sustainable consumption and production patterns, conservation and sustainable use of the oceans, seas and marine resources, and protecting, restoring and promoting sustainable use of terrestrial ecosystems, sustainably managing forests, combating desertification, and halting and reversing land degradation and biodiversity loss.

6. INFORMATION TO FACILITATE CLARITY, TRANSPARENCY AND UNDERSTANDING

Reduction Level

(a) Unconditional Reduction Indonesia has voluntarily committed to reduce unconditionally 26% of its greenhouse gases against the business as usual scenario by the year 2020.

The above commitment is a necessary prerequisite for embarking on a more ambitious commitment to further reductions by 2030 by outlining an emission reduction plan using an evidence-based and inclusive approach. The commitment will be implemented through effective land use and spatial planning, sustainable forest management which include social forestry programme, restoring functions of degraded ecosystems including wetland ecosystems, improved agriculture and fisheries’ productivity, energy conservation and the promotion of clean and renewable energy sources, and improved waste management.

Indonesia has committed to reduce unconditionally 29% of its greenhouse gasses emissions against the business as usual scenario by the year of 2030. The BAU scenario is projected approximately 2.869 GtCO2e in 2030 which is up-dated from the BAU scenario on the INDC due to current condition on energy policy development in particular in coal fired power plant.

Page 64: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

8

(b) Conditional Reduction Indonesia could increase its contribution up to 41% reduction of emissions by 2030, subject to availability of international support for finance, technology transfer and development and capacity building.

Type Emission reduction relative to Business As Usual (BAU) baseline.

Coverage Nationwide with a landscape and ecosystem management approaches in both adaptation and mitigation efforts by building and strengthening sub-national jurisdictional capacity.

Scope Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O)

Baseline BAU scenarios of emission projection started in 2010.

Fair and Ambitious Indonesia GDP growth rate has slowed down between 2010-2015, from 6.2-6.5% per annum to only 4.0% (first quarter 2015). Indonesia’s population has increased at an average rate of 1.49% during the period of 2000-2010, posing challenges for Indonesia in fulfilling energy demand, ensuring food security, and fulfilling livelihood needs. At the same time, poverty alleviation remains a challenge for Indonesia, with 10.96% of the population living in poverty in 2014, and the unemployment rate at 5.9%.

Despite challenges which common to other developing countries, Indonesia is committed to transition its current development pathway towards low carbon and climate resilience in a phased-approach. The pathway towards de-carbonization of the economy will be fully integrated into Indonesia’s National Medium-Term Development Plan for the period 2020-2024.

Indonesia also considers to work on finding the peaking time of national GHGs emissions necessary to meet the national sustainable development objectives while contributing to the global efforts to fight against the dangerous impacts of climate change.

9

Key Assumption on Mitigation

Metric Applied Global Warming Potential (GWP) on a 100 year timescale in accordance with the IPCC’s 4th Assessment Report.

Methodology for Estimating Model for estimating emission:Emissions

Dashboard AFOLU for land-based sector; ExSS (Extended Snap Shot) using GAMS (General

Algebraic Modeling System) and CGE (Dynamic CGE) for energy sector;

Mitigation Action Road Map for Cement Industry (Ministry of Industry) for IPPU sector;

First Order Decay-FOD (IPCC-2006) and existing regulation for waste sector

Baseline, Assumption BAU Baseline Scenario and Mitigation ScenarioUsed for Projection and BAU Scenario: emission scenario when the Policy Scenario 2020-2030 development path does not consider the mitigation policies.

Counter Measure 1 Scenario (CM1): emission scenario with mitigation scenario and considers sectoral development target.

Counter Measure 2 Scenario (CM2) or conditional scenario: emission scenario with more ambitious mitigation scenario and considers sectoral development target when international support is available.

Coverage of Emission With the baseline and assumption used for projection Reduction and policy scenario 2020-2030, the projected BAU and emission reduction for both unconditional (CM1) and conditional (CM2) reduction are as in the Table 1 with more elaborated assumptions for each sector can be seen in the Annex.

Page 65: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

8

(b) Conditional Reduction Indonesia could increase its contribution up to 41% reduction of emissions by 2030, subject to availability of international support for finance, technology transfer and development and capacity building.

Type Emission reduction relative to Business As Usual (BAU) baseline.

Coverage Nationwide with a landscape and ecosystem management approaches in both adaptation and mitigation efforts by building and strengthening sub-national jurisdictional capacity.

Scope Carbon Dioxide (CO2), Methane (CH4), Nitrous Oxide (N2O)

Baseline BAU scenarios of emission projection started in 2010.

Fair and Ambitious Indonesia GDP growth rate has slowed down between 2010-2015, from 6.2-6.5% per annum to only 4.0% (first quarter 2015). Indonesia’s population has increased at an average rate of 1.49% during the period of 2000-2010, posing challenges for Indonesia in fulfilling energy demand, ensuring food security, and fulfilling livelihood needs. At the same time, poverty alleviation remains a challenge for Indonesia, with 10.96% of the population living in poverty in 2014, and the unemployment rate at 5.9%.

Despite challenges which common to other developing countries, Indonesia is committed to transition its current development pathway towards low carbon and climate resilience in a phased-approach. The pathway towards de-carbonization of the economy will be fully integrated into Indonesia’s National Medium-Term Development Plan for the period 2020-2024.

Indonesia also considers to work on finding the peaking time of national GHGs emissions necessary to meet the national sustainable development objectives while contributing to the global efforts to fight against the dangerous impacts of climate change.

9

Key Assumption on Mitigation

Metric Applied Global Warming Potential (GWP) on a 100 year timescale in accordance with the IPCC’s 4th Assessment Report.

Methodology for Estimating Model for estimating emission:Emissions

Dashboard AFOLU for land-based sector; ExSS (Extended Snap Shot) using GAMS (General

Algebraic Modeling System) and CGE (Dynamic CGE) for energy sector;

Mitigation Action Road Map for Cement Industry (Ministry of Industry) for IPPU sector;

First Order Decay-FOD (IPCC-2006) and existing regulation for waste sector

Baseline, Assumption BAU Baseline Scenario and Mitigation ScenarioUsed for Projection and BAU Scenario: emission scenario when the Policy Scenario 2020-2030 development path does not consider the mitigation policies.

Counter Measure 1 Scenario (CM1): emission scenario with mitigation scenario and considers sectoral development target.

Counter Measure 2 Scenario (CM2) or conditional scenario: emission scenario with more ambitious mitigation scenario and considers sectoral development target when international support is available.

Coverage of Emission With the baseline and assumption used for projection Reduction and policy scenario 2020-2030, the projected BAU and emission reduction for both unconditional (CM1) and conditional (CM2) reduction are as in the Table 1 with more elaborated assumptions for each sector can be seen in the Annex.

Page 66: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

10

Table 1. Projected BAU and emission reduction from each sector category

7. TRANSPARENCY FRAMEWORK

As part of the implementation of Article 13 of the Paris Agreement, Indonesia applies an Integrated National Transparency framework, through: (a) National Registry System (NRS) for mitigation, adaptation and means of implementation both from national and international sources; (b) National GHGs Inventory System (SIGN-SMART); (c) MRV system for mitigation including REDD+, and (d) Safeguards Information System for REDD+ (SIS-REDD+); and (e) Information Systems on vulnerability (SIDIK) and joint adaptation and mitigation at the Village level (PROKLIM).

Indonesia commits to periodically communicate its greenhouse gases emissions from various sectors, including the status of emission reduction efforts and results to the Secretariat of UNFCCC. Indonesia is currently preparing the Third National Communication Report (TNC), to be submitted by 2017. Indonesia will also meet its obligation to prepare the Biennial Update Report (BUR). The first BUR has been submitted in early 2016.

8. INTERNATIONAL SUPPORTS

International support from developed country parties on finance, technology development and transfer, and capacity building is required to increase ambition in reducing GHGs emission, including in the preparation of NDC implementation (pre 2020) in all sector categories and the implementation of REDD+ under Article 5 of the Paris Agreement.

Article 5 of the Paris Agreement sends clear political signal on the recognition of the roles of forest and REDD+. Existing COP decisions has provided sufficient guidance to implement and support REDD+ implementation. Furthermore, considering significant

No Sector

GHG Emission

Level 2010*

GHG Emission Level 2030

(MTon CO2e)

GHG Emission Reduction Annual Average Growth

BAU (2010-2030)

Average Growth 2000-2012*

(MTon CO2e) % of Total BaU

MTonCO2e BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2

1 Energy* 453.2 1,669 1,355 1,271 314 398 11% 14% 6.7% 4.50%2 Waste 88 296 285 270 11 26 0.38% 1% 6.3% 4.00%3 IPPU 36 69.6 66.85 66.35 2.75 3.25 0.10% 0.11% 3.4% 0.10%4 Agriculture 110.5 119.66 110.39 115.86 9 4 0.32% 0.13% 0.4% 1.30%5 Forestry** 647 714 217 64 497 650 17.2% 23% 0.5% 2.70%

TOTAL 1,334 2,869 2,034 1,787 834 1,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Including fugitive **Including peat fireNotes: CM1= Counter Measure 1 (unconditional mitigation scenario) CM2= Counter Measure 2 (conditional mitigation scenario)

11

progress of REDD+ readiness and transition at the national and sub national level in the country, Indonesia’s REDD+ should be ready for result-based payment. As policy approaches and positive incentives, REDD+ should be able to support the achievement of Indonesia’s emission reduction target in forestry sector.

Furthermore, Indonesia welcome bilateral, regional and international cooperation in the NDC implementation as recognized under Article 6 of the Paris Agreement, that facilitate and expedite technology development and transfer, payment for performance, technical cooperation, and access to financial resources to support Indonesia’s climate mitigation and adaptation efforts towards a climate resilient future

9. INDONESIA LOW CARBON AND CLIMATE RESILIENCE STRATEGY

Introduction

The Government of Indonesia considers climate mitigation and adaptation efforts as an integrated concept that is essential for building resilience in safeguarding food, water and energy resources. Indonesia also views its development pathway towards low carbon and climate resilience is consistent with its commitment to contribute to the global effort for achieving Sustainable Development Goals (SDGs). These global agendas will be contextualized given Indonesia’s unique archipelagic geography, and its position within the global ocean conveyor belt (thermohaline circulation) and its extensive tropical rainforests, with their high biodiversity and high carbon stock value. Indonesia is also a nascent yet stable democracy and the fourth most populous country in the world, with the largest generation of young people and the most working-age people in its history.

Indonesia’s Vulnerability to Climate Change

As an archipelagic country with extensive low-lying and small island areas, Indonesia is highly vulnerable to the adverse impacts of climate change. Indonesia has already experienced extreme climate events such as floods and drought, and is anticipating long-term impacts from sea level rise. As the Indonesian population grows, climate change-induced natural disasters will affect a greater number of people and their assets, making it difficult for them to escape poverty.

Climate change is believed to increase the risk for hydro-meteorological disasters, which make up to 80% of disaster occurrences in Indonesia. The poorest and most marginalized populations tend to live in high-risk areas that are prone to flooding, landslides, sea level rise, and water shortages during drought.

Page 67: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

10

Table 1. Projected BAU and emission reduction from each sector category

7. TRANSPARENCY FRAMEWORK

As part of the implementation of Article 13 of the Paris Agreement, Indonesia applies an Integrated National Transparency framework, through: (a) National Registry System (NRS) for mitigation, adaptation and means of implementation both from national and international sources; (b) National GHGs Inventory System (SIGN-SMART); (c) MRV system for mitigation including REDD+, and (d) Safeguards Information System for REDD+ (SIS-REDD+); and (e) Information Systems on vulnerability (SIDIK) and joint adaptation and mitigation at the Village level (PROKLIM).

Indonesia commits to periodically communicate its greenhouse gases emissions from various sectors, including the status of emission reduction efforts and results to the Secretariat of UNFCCC. Indonesia is currently preparing the Third National Communication Report (TNC), to be submitted by 2017. Indonesia will also meet its obligation to prepare the Biennial Update Report (BUR). The first BUR has been submitted in early 2016.

8. INTERNATIONAL SUPPORTS

International support from developed country parties on finance, technology development and transfer, and capacity building is required to increase ambition in reducing GHGs emission, including in the preparation of NDC implementation (pre 2020) in all sector categories and the implementation of REDD+ under Article 5 of the Paris Agreement.

Article 5 of the Paris Agreement sends clear political signal on the recognition of the roles of forest and REDD+. Existing COP decisions has provided sufficient guidance to implement and support REDD+ implementation. Furthermore, considering significant

No Sector

GHG Emission

Level 2010*

GHG Emission Level 2030

(MTon CO2e)

GHG Emission Reduction Annual Average Growth

BAU (2010-2030)

Average Growth 2000-2012*

(MTon CO2e) % of Total BaU

MTonCO2e BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2

1 Energy* 453.2 1,669 1,355 1,271 314 398 11% 14% 6.7% 4.50%2 Waste 88 296 285 270 11 26 0.38% 1% 6.3% 4.00%3 IPPU 36 69.6 66.85 66.35 2.75 3.25 0.10% 0.11% 3.4% 0.10%4 Agriculture 110.5 119.66 110.39 115.86 9 4 0.32% 0.13% 0.4% 1.30%5 Forestry** 647 714 217 64 497 650 17.2% 23% 0.5% 2.70%

TOTAL 1,334 2,869 2,034 1,787 834 1,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Including fugitive **Including peat fireNotes: CM1= Counter Measure 1 (unconditional mitigation scenario) CM2= Counter Measure 2 (conditional mitigation scenario)

11

progress of REDD+ readiness and transition at the national and sub national level in the country, Indonesia’s REDD+ should be ready for result-based payment. As policy approaches and positive incentives, REDD+ should be able to support the achievement of Indonesia’s emission reduction target in forestry sector.

Furthermore, Indonesia welcome bilateral, regional and international cooperation in the NDC implementation as recognized under Article 6 of the Paris Agreement, that facilitate and expedite technology development and transfer, payment for performance, technical cooperation, and access to financial resources to support Indonesia’s climate mitigation and adaptation efforts towards a climate resilient future

9. INDONESIA LOW CARBON AND CLIMATE RESILIENCE STRATEGY

Introduction

The Government of Indonesia considers climate mitigation and adaptation efforts as an integrated concept that is essential for building resilience in safeguarding food, water and energy resources. Indonesia also views its development pathway towards low carbon and climate resilience is consistent with its commitment to contribute to the global effort for achieving Sustainable Development Goals (SDGs). These global agendas will be contextualized given Indonesia’s unique archipelagic geography, and its position within the global ocean conveyor belt (thermohaline circulation) and its extensive tropical rainforests, with their high biodiversity and high carbon stock value. Indonesia is also a nascent yet stable democracy and the fourth most populous country in the world, with the largest generation of young people and the most working-age people in its history.

Indonesia’s Vulnerability to Climate Change

As an archipelagic country with extensive low-lying and small island areas, Indonesia is highly vulnerable to the adverse impacts of climate change. Indonesia has already experienced extreme climate events such as floods and drought, and is anticipating long-term impacts from sea level rise. As the Indonesian population grows, climate change-induced natural disasters will affect a greater number of people and their assets, making it difficult for them to escape poverty.

Climate change is believed to increase the risk for hydro-meteorological disasters, which make up to 80% of disaster occurrences in Indonesia. The poorest and most marginalized populations tend to live in high-risk areas that are prone to flooding, landslides, sea level rise, and water shortages during drought.

Page 68: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

12

As the country with the second longest coastline in the world, Indonesia faces a high risk of coastal inundation and sea level rise that may affect up to 42 million people living in low laying coastal zones. Most of these areas have experienced rapid urbanization, reaching 50% in 2010.

The vulnerability of Indonesia’s coastal zone is also affected by the rate of deforestation and forest degradation. The loss of forest ecosystems leads to the loss of critical environmental services, provision of water catchment areas, prevention of erosion and floods.

In order for Indonesia to reduce its vulnerability to climate change, it must strengthen its climate resilience by integrating its adaptation and mitigation efforts in development planning and implementation.

Enabling conditions for climate resilience

Indonesia’s pathway toward low carbon and climate resilience must be developed by building a strong foundation based on the following enabling conditions:

• Certainty in spatial planning and land use• Land tenure security• Food security• Water security• Renewable energy

Economic resilience

Climate change presents significant risks for Indonesia’s natural resources that will in turn affect the production and distribution of food, water and energy. As the population grows, there will be increasing pressures on Indonesia’s already limited resources. As a response, Indonesia plans to transform to low carbon economy and build resilience into its food, water and energy systems through the following enhanced actions:

• Sustainable agriculture and plantations• Integrated watershed management• Reduction of deforestation and forest degradation• Land conservation• Utilization of degraded land for renewable energy• Improved energy efficiency and consumption patterns

Social and Livelihood Resilience

Climate change impacts the day-to-day lives of all Indonesians, but most severely Indonesia’s most vulnerable populations. Climate change-induced natural disasters will impact a greater number of people living below the poverty line, preventing asset

13

accumulation. Rising food, water and energy prices, which often follow drought, floods, and other disasters, will drive the poor further into poverty. Socio-economic disparity will potentially contribute to political instability in regions most affected by climate change. To prevent further disparity, Indonesia plans to build social resilience through the following actions:

• Enhancement of adaptive capacity by developing early warning systems, broad-based public awareness campaigns, and public health programmes;

• Development of community capacity and participation in local planning processes, to secure access to key natural resources;

• Ramping up disaster preparedness programmes for natural disaster risk reduction;

• Identification of highly vulnerable areas in local spatial and land use planning efforts.

• Improvement of human settlements, provision of basic services, and climate resilient infrastructure development.

• Conflict prevention and resolution.

Ecosystem and Landscape Resilience

As an archipelagic country with high biodiversity, Indonesia’s highly diverse ecosystems and landscapes provide various environmental services such as watershed protection, carbon sequestration and conservation, and disaster risk reduction. In order to build climate resilience, Indonesia must protect and sustain these environmental services by taking an integrated, landscape-based approach in managing its terrestrial, coastal and marine ecosystems. The following are enhanced actions to support ecosystem and landscape resilience:

• Ecosystem conservation and restoration• Social forestry• Coastal zone protection• Integrated watershed management• Climate resilient cities.

10. REVIEW AND ADJUSTMENT

The NDC reflects the most recent data and information, analysis, and scenario for possible future, by the Government of Indonesia. As a developing country, Indonesia will likely experience dynamic changes due to national and global economic changes. In this regards, the NDC will be reviewed and adjusted, as necessary, taking into account national circumstances, capacity and capability, and the provision under the Paris Agreement.

Page 69: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

12

As the country with the second longest coastline in the world, Indonesia faces a high risk of coastal inundation and sea level rise that may affect up to 42 million people living in low laying coastal zones. Most of these areas have experienced rapid urbanization, reaching 50% in 2010.

The vulnerability of Indonesia’s coastal zone is also affected by the rate of deforestation and forest degradation. The loss of forest ecosystems leads to the loss of critical environmental services, provision of water catchment areas, prevention of erosion and floods.

In order for Indonesia to reduce its vulnerability to climate change, it must strengthen its climate resilience by integrating its adaptation and mitigation efforts in development planning and implementation.

Enabling conditions for climate resilience

Indonesia’s pathway toward low carbon and climate resilience must be developed by building a strong foundation based on the following enabling conditions:

• Certainty in spatial planning and land use• Land tenure security• Food security• Water security• Renewable energy

Economic resilience

Climate change presents significant risks for Indonesia’s natural resources that will in turn affect the production and distribution of food, water and energy. As the population grows, there will be increasing pressures on Indonesia’s already limited resources. As a response, Indonesia plans to transform to low carbon economy and build resilience into its food, water and energy systems through the following enhanced actions:

• Sustainable agriculture and plantations• Integrated watershed management• Reduction of deforestation and forest degradation• Land conservation• Utilization of degraded land for renewable energy• Improved energy efficiency and consumption patterns

Social and Livelihood Resilience

Climate change impacts the day-to-day lives of all Indonesians, but most severely Indonesia’s most vulnerable populations. Climate change-induced natural disasters will impact a greater number of people living below the poverty line, preventing asset

13

accumulation. Rising food, water and energy prices, which often follow drought, floods, and other disasters, will drive the poor further into poverty. Socio-economic disparity will potentially contribute to political instability in regions most affected by climate change. To prevent further disparity, Indonesia plans to build social resilience through the following actions:

• Enhancement of adaptive capacity by developing early warning systems, broad-based public awareness campaigns, and public health programmes;

• Development of community capacity and participation in local planning processes, to secure access to key natural resources;

• Ramping up disaster preparedness programmes for natural disaster risk reduction;

• Identification of highly vulnerable areas in local spatial and land use planning efforts.

• Improvement of human settlements, provision of basic services, and climate resilient infrastructure development.

• Conflict prevention and resolution.

Ecosystem and Landscape Resilience

As an archipelagic country with high biodiversity, Indonesia’s highly diverse ecosystems and landscapes provide various environmental services such as watershed protection, carbon sequestration and conservation, and disaster risk reduction. In order to build climate resilience, Indonesia must protect and sustain these environmental services by taking an integrated, landscape-based approach in managing its terrestrial, coastal and marine ecosystems. The following are enhanced actions to support ecosystem and landscape resilience:

• Ecosystem conservation and restoration• Social forestry• Coastal zone protection• Integrated watershed management• Climate resilient cities.

10. REVIEW AND ADJUSTMENT

The NDC reflects the most recent data and information, analysis, and scenario for possible future, by the Government of Indonesia. As a developing country, Indonesia will likely experience dynamic changes due to national and global economic changes. In this regards, the NDC will be reviewed and adjusted, as necessary, taking into account national circumstances, capacity and capability, and the provision under the Paris Agreement.

Page 70: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

14

AnnexFirst Nationally Determined Contribution (NDC)

Republic of IndonesiaAssumptions used for projected BAU and emission reduction

(unconditional/CM1 and conditional/ CM2 reduction) for all sector categories (Energy, Waste, IPPU, Agriculture, and Forestry)

B. Assumption for wood production:

1. Some literatures recorded that the rate of wood extraction from sustainable natural forest ranges from 20 to 35 m3ha. This work take an assumption of 50 m3/ha for wood extraction in 2010 (the difference between literature and assumption taken is from illegal logging. Illegal logging was assumed zero in 2050, and rate of wood extraction would reach 30m3 (rate of sustainable extraction).

S E C T O R : E N E R G YBAU Mitigation Scenario 1

(CM 1)Mitigation Scenario 2

(CM 2)1. Efficiency in final energy

consumption.In-efficiency in final

energy consumption.75% 100%2. Implementation of clean coal

technology in power plant. 0%

3. Renewable energy in electricity production. Coal power plant 19.6% (Committed 7.4 GW

based on RUPTL)Electricity production of

132.74 TWh*

4. Implementation of biofuel in transportation sector

(Mandatory B30).0% 90% 100%

5. Additional gas distribution lines. 0% 100% 100%6. Additional compressed-natural gas fuel station (SPBG). 0% 100% 100%

S E C T O R : F O L U

BAU CM1 CM2 NoteTotal (000 ha) 2013-’20: 920

2020-’30: 8202030-’50: result from model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: result from model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: result from model

It is assumed that unplanned deforestation would not occur post 2030. Meaning the rate of deforestation completely comes from planned deforestation (model)

1. Unplanned Deforestation

2013-’20: 5002020-’30: 4092030-’50: 0

2013-’20: 1752020-’30: 922030-’50: 0

2013-’20: 1752021-’30: 662030-’50: 0

2. Planned Deforestation (from the model)

2011-’50: result from model

2011-’50: result from model

2011-’50: result from model

A. Deforestation rate- Deforestation rate under BAU scenario for 2013-2020 is in line with the FREL for REDD+, which

is about 0.920 Mha/year, and consist of planned and unplanned deforestation. The rate for planned deforestation was calculated under existing development scenario.

- For both CM1 and CM2 scenarios, it is assumed that the rate of unplanned deforestation is low and the total of planned and unplanned deforestation would not exceed 0.450 Mha.

- Rate of deforestation for BAU 2021-2030 assumed to be 0.820 Mha/year, with scenario of CM1 and CM2 comes into 0.325 Mha, respectively.

* 132.74 TWh is equivalent with 21.65 GW

15

2. Target for wood production from natural forest under CM1 and CM2 scenarios follow National Forestry Planning (Rencana Kehutanan Tingkat Nasional/RKTN) (MoF, 2011), while the BAU is higher, using data from the Association for Indonesian Forest Concessionaire (APHI).

3. The rate for establishing forest estate (plantation) under BAU follows the historical data, with the percentage of feasible areas for planting is about 63% (Assumption from APHI, 2007)

4. It is assumed that all forests cleared would leave zero waste, and all woods from these areas would be useable.

5. Utilization of wood from oil palm and rubber trees at the end of its cycle is at medium rate or about a half of total.

C. Assumption for growth rate: 1. Growth rate of plants in ton C/ha/year for natural forest was calculated based

on the growth in m3/ha/year with conversion factor of: a. Biomass Expansion Factor (BEF): 1.4 (Ruhiyat, 1990)b. Wood density for natural forest: 0.7 t/m3

2. The rate of Industrial Plantation (HTI) in ton C/ha/year was calculated based on data of measurable wood production volume in m3/ha, with BAU, CM1 and CM 2 in 2010 about 120 and has been increased respectively to 140, 160 and 200 m3/ha in 2050 with the role of technology intervention. The escalation is in every 10 year and correction factors: a. BEF: 1.4 (IPCC Default)b. Wood density for HTI: 0.4 t/m3

3. 6 years rotation.

D. CM2 calculation used a very ambitious target (38%), and some adjustment to the above assumption (CM1) are as follows:1. Peat restoration achieves 90% survival rate and the area of peat restoration

reaches 2 Mha by 20302. Land rehabilitation achieves 90% survival rate and almost all unproductive

lands have to be rehabilitated (about 12 Mha in total), so that up to 2030 the rate of plantation would be 800 thousand ha/year (the baseline under historical data is about 270 thousand ha).

S E C T O R : A G R I C U L T U R EBAU CM1 CM2

1. The use of low-emission

crops.

No mitigation actions.

In total, the use of land for low emission crops is up to 926,000 hectares in 2030*.

In total, the use of land for low emission crops is up to 908,000 hectares in 2030*.

2. Implementation of water-efficient concept in water management.

No mitigation actions.

Implementation of water efficiency is up to 820,000 hectares in 2030*.

Implementation of water efficiency is up to 820,000 hectares in 2030*.

3. Manure management for biogas.

No mitigation actions.

Up to 0.06% of the total cattle in 2030**.

Up to 0.06% of the total cattle in 2030**.

4. Feed supplement for cattle.

No mitigation actions.

Up to 2.5% of the cattle population in 2030**.

Up to 2.5% of the cattle population in 2030**.

Note: * the use of best available technology will increase cattle productivity and lead to the decrease of land use change to agricultural purposes.

** increase of cattle population and current biogas operationalization (with the assumption that government’s subsidy will continue taking into consideration its high cost of investment).

Page 71: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

14

AnnexFirst Nationally Determined Contribution (NDC)

Republic of IndonesiaAssumptions used for projected BAU and emission reduction

(unconditional/CM1 and conditional/ CM2 reduction) for all sector categories (Energy, Waste, IPPU, Agriculture, and Forestry)

B. Assumption for wood production:

1. Some literatures recorded that the rate of wood extraction from sustainable natural forest ranges from 20 to 35 m3ha. This work take an assumption of 50 m3/ha for wood extraction in 2010 (the difference between literature and assumption taken is from illegal logging. Illegal logging was assumed zero in 2050, and rate of wood extraction would reach 30m3 (rate of sustainable extraction).

S E C T O R : E N E R G YBAU Mitigation Scenario 1

(CM 1)Mitigation Scenario 2

(CM 2)1. Efficiency in final energy

consumption.In-efficiency in final

energy consumption.75% 100%2. Implementation of clean coal

technology in power plant. 0%

3. Renewable energy in electricity production. Coal power plant 19.6% (Committed 7.4 GW

based on RUPTL)Electricity production of

132.74 TWh*

4. Implementation of biofuel in transportation sector

(Mandatory B30).0% 90% 100%

5. Additional gas distribution lines. 0% 100% 100%6. Additional compressed-natural gas fuel station (SPBG). 0% 100% 100%

S E C T O R : F O L U

BAU CM1 CM2 NoteTotal (000 ha) 2013-’20: 920

2020-’30: 8202030-’50: result from model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: result from model

2013-’20: 4502020-’30: 3252030-’50: result from model

It is assumed that unplanned deforestation would not occur post 2030. Meaning the rate of deforestation completely comes from planned deforestation (model)

1. Unplanned Deforestation

2013-’20: 5002020-’30: 4092030-’50: 0

2013-’20: 1752020-’30: 922030-’50: 0

2013-’20: 1752021-’30: 662030-’50: 0

2. Planned Deforestation (from the model)

2011-’50: result from model

2011-’50: result from model

2011-’50: result from model

A. Deforestation rate- Deforestation rate under BAU scenario for 2013-2020 is in line with the FREL for REDD+, which

is about 0.920 Mha/year, and consist of planned and unplanned deforestation. The rate for planned deforestation was calculated under existing development scenario.

- For both CM1 and CM2 scenarios, it is assumed that the rate of unplanned deforestation is low and the total of planned and unplanned deforestation would not exceed 0.450 Mha.

- Rate of deforestation for BAU 2021-2030 assumed to be 0.820 Mha/year, with scenario of CM1 and CM2 comes into 0.325 Mha, respectively.

* 132.74 TWh is equivalent with 21.65 GW

15

2. Target for wood production from natural forest under CM1 and CM2 scenarios follow National Forestry Planning (Rencana Kehutanan Tingkat Nasional/RKTN) (MoF, 2011), while the BAU is higher, using data from the Association for Indonesian Forest Concessionaire (APHI).

3. The rate for establishing forest estate (plantation) under BAU follows the historical data, with the percentage of feasible areas for planting is about 63% (Assumption from APHI, 2007)

4. It is assumed that all forests cleared would leave zero waste, and all woods from these areas would be useable.

5. Utilization of wood from oil palm and rubber trees at the end of its cycle is at medium rate or about a half of total.

C. Assumption for growth rate: 1. Growth rate of plants in ton C/ha/year for natural forest was calculated based

on the growth in m3/ha/year with conversion factor of: a. Biomass Expansion Factor (BEF): 1.4 (Ruhiyat, 1990)b. Wood density for natural forest: 0.7 t/m3

2. The rate of Industrial Plantation (HTI) in ton C/ha/year was calculated based on data of measurable wood production volume in m3/ha, with BAU, CM1 and CM 2 in 2010 about 120 and has been increased respectively to 140, 160 and 200 m3/ha in 2050 with the role of technology intervention. The escalation is in every 10 year and correction factors: a. BEF: 1.4 (IPCC Default)b. Wood density for HTI: 0.4 t/m3

3. 6 years rotation.

D. CM2 calculation used a very ambitious target (38%), and some adjustment to the above assumption (CM1) are as follows:1. Peat restoration achieves 90% survival rate and the area of peat restoration

reaches 2 Mha by 20302. Land rehabilitation achieves 90% survival rate and almost all unproductive

lands have to be rehabilitated (about 12 Mha in total), so that up to 2030 the rate of plantation would be 800 thousand ha/year (the baseline under historical data is about 270 thousand ha).

S E C T O R : A G R I C U L T U R EBAU CM1 CM2

1. The use of low-emission

crops.

No mitigation actions.

In total, the use of land for low emission crops is up to 926,000 hectares in 2030*.

In total, the use of land for low emission crops is up to 908,000 hectares in 2030*.

2. Implementation of water-efficient concept in water management.

No mitigation actions.

Implementation of water efficiency is up to 820,000 hectares in 2030*.

Implementation of water efficiency is up to 820,000 hectares in 2030*.

3. Manure management for biogas.

No mitigation actions.

Up to 0.06% of the total cattle in 2030**.

Up to 0.06% of the total cattle in 2030**.

4. Feed supplement for cattle.

No mitigation actions.

Up to 2.5% of the cattle population in 2030**.

Up to 2.5% of the cattle population in 2030**.

Note: * the use of best available technology will increase cattle productivity and lead to the decrease of land use change to agricultural purposes.

** increase of cattle population and current biogas operationalization (with the assumption that government’s subsidy will continue taking into consideration its high cost of investment).

Page 72: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

16

A. The index for paddy increases from 2.11 into 2.5 (for Java island) and from 1.7 up to 2.0 (for outside of Java island). It is assumed that all paddy fields out of Java island has already completed with irrigation system like in Java island, and all irrigation system in Java island is working optimally (existing condition: only 60-70% of irrigation system in Java are working optimally).

B. Assumption used for crop index: for seasonal crop, the cropping Intensity or crop index is a ratio between the area of harvesting and the area of crop planted. So that the IP is 2 when the areas were planted twice a year. For annual crop, the crop index refers to crop fraction that harvestable (under productive ages).

C. Assumption used for population/GDP and livestock: all projection scenarios for GDP employ the same livestock population. Target settled for self-supporting meat is difficult to reach, and even the needs for meat would not be easily attainable. The livestock population growth follows historical data, which is lower than the rate of the meat demands.

S U B - S E C T O R : D O M E S T I C L I Q U I D W A S T EBAU CM1 CM2

Management of domestic liquid waste.

No mitigation actions.

- sludge recovery in septic tank/latrine management.

- LFG recovery communal septic tank and biodigester management.

- Operationalization of aerobic septic tank.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Public Work and the Min. of Health.

- sludge recovery in septic tank/latrine management.

- LFG recovery communal septic tank and biodigester management.

- Operationalization of aerobic septic tank.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Public Work and the Min. of Health.

Notes: * refer to national target on solid waste management 2015-2025. ** considered government plan in developing PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) in 7 cities and current trend on waste utilization by RDF in industries. *** considered size of the cities, their mitigation potentials in RDF implementation, and population growth rate.

S E C T O R : W A S T E

S U B - S E C T O R : S O L I D W A S T EBAU CM1 CM2

1. Enhancement of LFG recovery from 2010 to 2030.

No mitigation actions.

LFG recovery reduces CH4 from 0.65% to 10%.

LFG recovery reduces CH4 from 0.65% to 10%.

2. Enhancement of the percentage of waste utilization by composting and 3R (paper).

No mitigation actions. 22% in 2020, 30% in 2030*. 22% in 2020, 30% in 2030*.

3. Enhancement of the percent-age of PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel) implementation, compare to total waste.

Note: PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

No mitigation actions.

- Up to 3% in 2020 and increase up to 5% in 2030**.

- PLTSa implementation in 7 cities.

- Up to 3% in 2020 and increase up to 5% in 2030**.

- PLTSa implementation in 12 cities (additional)***.

17

R E F F E R E N C E S

ENERGY SECTOR o National Energy Policy (KEN) 2014, o Electricity Supply Business Plan (RUPTL) 2016-2025, o National Energy Plan (RUEN) 2016.

AFOLU SECTORo RKTN (Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030/National Forestry

Plan 2011-2030), o Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI/Indonesian Oil Palm

Industry toward 100 year (GAPKI),

S U B - S E C T O R : I N D U S T R I A L L I Q U I D W A S T E BAU CM1 CM2

Management of industrial liquid waste.

No mitigation actions.

Pulp and paper industry implement the waste water treatment sludge management, and utilization of methane.

Pulp and paper industry implement the waste water treatment sludge management and utilization of methane.

Waste water treatment (palm oil mill effluent or POME) in palm oil industry: implement methane capture & utilization.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Industry and the Min. of Environment and Forestry.

Waste water treatment (palm oil mill effluent or POME) in palm oil industry: implement methane capture & utilization.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Industry and the Min. of Environment and Forestry.

S E C T O R : I P P UBAU CM1 CM2

Industrial processing and product use in major large scale industries.

No mitigation actions.

Cement industry implements “clinker to cement ratio” (blended cement) from 80% in 2010 to 75% in 2030.

Cement industry implements “clinker to cement ratio” (blended cement) from 80% in 2010 to 75% in 2030.

Enhancing efficiency by feedstock utilization and CO2 recovery in Primary Reformer in petrochemical industry (in particular ammonia production).

Enhancing efficiency by feedstock utilization and CO2 recovery in Primary Reformer in petrochemical industry (in particular ammonia production).

Other actions:- Steel industry implements: CO2

recovery, improvement process in smelter and scrap utilization.

- Remains of claim PFCs from CDM-activities (aluminum smelter).

Note:A quantitative target to be defined by the Min. of Industry.

Other actions:- Steel industry implements: CO2

recovery, improvement process in smelter and scrap utilization.

- Remains of claim PFCs from CDM-activities (aluminum smelter).

Note:A quantitative target to be defined by the Min. of Industry.

Page 73: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

16

A. The index for paddy increases from 2.11 into 2.5 (for Java island) and from 1.7 up to 2.0 (for outside of Java island). It is assumed that all paddy fields out of Java island has already completed with irrigation system like in Java island, and all irrigation system in Java island is working optimally (existing condition: only 60-70% of irrigation system in Java are working optimally).

B. Assumption used for crop index: for seasonal crop, the cropping Intensity or crop index is a ratio between the area of harvesting and the area of crop planted. So that the IP is 2 when the areas were planted twice a year. For annual crop, the crop index refers to crop fraction that harvestable (under productive ages).

C. Assumption used for population/GDP and livestock: all projection scenarios for GDP employ the same livestock population. Target settled for self-supporting meat is difficult to reach, and even the needs for meat would not be easily attainable. The livestock population growth follows historical data, which is lower than the rate of the meat demands.

S U B - S E C T O R : D O M E S T I C L I Q U I D W A S T EBAU CM1 CM2

Management of domestic liquid waste.

No mitigation actions.

- sludge recovery in septic tank/latrine management.

- LFG recovery communal septic tank and biodigester management.

- Operationalization of aerobic septic tank.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Public Work and the Min. of Health.

- sludge recovery in septic tank/latrine management.

- LFG recovery communal septic tank and biodigester management.

- Operationalization of aerobic septic tank.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Public Work and the Min. of Health.

Notes: * refer to national target on solid waste management 2015-2025. ** considered government plan in developing PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) in 7 cities and current trend on waste utilization by RDF in industries. *** considered size of the cities, their mitigation potentials in RDF implementation, and population growth rate.

S E C T O R : W A S T E

S U B - S E C T O R : S O L I D W A S T EBAU CM1 CM2

1. Enhancement of LFG recovery from 2010 to 2030.

No mitigation actions.

LFG recovery reduces CH4 from 0.65% to 10%.

LFG recovery reduces CH4 from 0.65% to 10%.

2. Enhancement of the percentage of waste utilization by composting and 3R (paper).

No mitigation actions. 22% in 2020, 30% in 2030*. 22% in 2020, 30% in 2030*.

3. Enhancement of the percent-age of PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel) implementation, compare to total waste.

Note: PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

No mitigation actions.

- Up to 3% in 2020 and increase up to 5% in 2030**.

- PLTSa implementation in 7 cities.

- Up to 3% in 2020 and increase up to 5% in 2030**.

- PLTSa implementation in 12 cities (additional)***.

17

R E F F E R E N C E S

ENERGY SECTOR o National Energy Policy (KEN) 2014, o Electricity Supply Business Plan (RUPTL) 2016-2025, o National Energy Plan (RUEN) 2016.

AFOLU SECTORo RKTN (Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030/National Forestry

Plan 2011-2030), o Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI/Indonesian Oil Palm

Industry toward 100 year (GAPKI),

S U B - S E C T O R : I N D U S T R I A L L I Q U I D W A S T E BAU CM1 CM2

Management of industrial liquid waste.

No mitigation actions.

Pulp and paper industry implement the waste water treatment sludge management, and utilization of methane.

Pulp and paper industry implement the waste water treatment sludge management and utilization of methane.

Waste water treatment (palm oil mill effluent or POME) in palm oil industry: implement methane capture & utilization.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Industry and the Min. of Environment and Forestry.

Waste water treatment (palm oil mill effluent or POME) in palm oil industry: implement methane capture & utilization.

Note: A quantitative target to be defined by the Min. of Industry and the Min. of Environment and Forestry.

S E C T O R : I P P UBAU CM1 CM2

Industrial processing and product use in major large scale industries.

No mitigation actions.

Cement industry implements “clinker to cement ratio” (blended cement) from 80% in 2010 to 75% in 2030.

Cement industry implements “clinker to cement ratio” (blended cement) from 80% in 2010 to 75% in 2030.

Enhancing efficiency by feedstock utilization and CO2 recovery in Primary Reformer in petrochemical industry (in particular ammonia production).

Enhancing efficiency by feedstock utilization and CO2 recovery in Primary Reformer in petrochemical industry (in particular ammonia production).

Other actions:- Steel industry implements: CO2

recovery, improvement process in smelter and scrap utilization.

- Remains of claim PFCs from CDM-activities (aluminum smelter).

Note:A quantitative target to be defined by the Min. of Industry.

Other actions:- Steel industry implements: CO2

recovery, improvement process in smelter and scrap utilization.

- Remains of claim PFCs from CDM-activities (aluminum smelter).

Note:A quantitative target to be defined by the Min. of Industry.

Page 74: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

18

o The Roadmap of Indonesia’s Forest Business Association (APHI) 2050, o Strategic Plan for Plantation/estate crops (including scenario for livestock), o Introduction Study on RPJMN 2015-2019 (BAPPENAS, 2013).

WASTE SECTORo Act No. 18 year 2008 regarding Solid Waste Management, o Government Regulation No. 81 year 2012 regarding Management of Domestic

Solid Waste.

-- o 0 o --

Page 75: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

18

o The Roadmap of Indonesia’s Forest Business Association (APHI) 2050, o Strategic Plan for Plantation/estate crops (including scenario for livestock), o Introduction Study on RPJMN 2015-2019 (BAPPENAS, 2013).

WASTE SECTORo Act No. 18 year 2008 regarding Solid Waste Management, o Government Regulation No. 81 year 2012 regarding Management of Domestic

Solid Waste.

-- o 0 o --

Page 76: STRATEGI IMPLEMENTASI NDCditjenppi.menlhk.go.id/.../dokumen/strategi_implementasi_ndc.pdf · iv Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir.

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANANDIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

GEDUNG MANGGALA WANABAKTI BLOK VII LT. 12JL. JEND. GATOT SUBROTO - JAKARTA PUSAT 10270

TELP. 021 - 5730144, FAX. 021 - 5720194WWW.DITJENPPI.MENLHK.GO.ID

Email: [email protected] [email protected]


Recommended