STRATEGI PENGEMBANGAN PEMASARAN CLUSTER BATIK SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Disusun oleh :
HERI WAHYU PRATAMA
NIM. B.111.14.0285
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEMARANG
2019
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Membaca dan Menulis
“Jika rindu tiada maka cinta akan musnah”
Kupersembahkan karya ku ini untuk :
Keluargaku yang ku sayangi (Bapak, Ibuk dan Adik),
Teman Heri’s
serta Almamater Universitas Semarang
viii
ABSTRACT
The formulation of the problem of this research is that the location of
research is no longer an advantage because consumers have many choices that are
so tempting in their grasp, this is what is called competitive competition. Where
the focus is looking for the beginning of a marketing strategy that can affect the
target market in a complex manner. The purpose of this study is to discuss and
analyze strategic management in the development of marketing of Semarang batik
cluster products.
This research is a qualitative descriptive study. This research was
conducted at the Semarang Batik Cluster. The research design used is a case
study. The subject of this research is the research of batik businesses that are
members of the Semarang Batik Cluster. The object of this research is the process
of developing the marketing strategy of Batik Semarangan. Data collection
techniques used were observation and interviews. The instrument of data
collection consists of a collection of observations and interview guidelines. Data
analysis was carried out descriptively using data analysis techniques modeled by
Miles and Huberman. The data analysis phase includes data reduction, data
display, and conclusion / verification.
Commercially available products are realized in Batik Semarangan,
achieving market maturity is a balanced value of marketing development.
Furthermore, Semarang Batik is a market trend with its cluster business market
mix. Convenience of the business environment, the flow of in and out marketing
strategies according to the wishes of the inside and outside the industry Batik
Semarang, the value will appear if there is a marketing media requested correctly.
Not only developing more sophisticated methods, such as online sales. More
about the system, but also management that continues to transform the flow into a
marketing development strategy that is cultured and in harmony with the wider
community. Regarding the development of marketing no longer takes the side of
the marketing strategy through the internet network, but rather in the process of
negotiation and utilization of the analysis of social needs of the community.
"Millennials are not allowed to negotiate with traditional markets", the argument
is a sign that the hedonism zone has developed into a renewal of consumers in
carrying out daily consumption.
Keywords: Batik Semarangan, Cluster of marketing development
ix
ABSTRAK
Rumusan masalah penelitian ini adalah Ketika lokasi tidak lagi menjadi
keunggulan kompetitif karena konsumen memiliki banyak pilihan yang begitu
menggiurkan dalam genggamannya, maka inilah yang disebut persaingan
kompetitif. Dimana pesaing mencari permulaan strategi pemasaran yang dapat
mempengaruhi target pasarnya secara kompleks. Tujuan dalam penelitian ini
adalah memahami dan menganalisis manajemen strategis dalam pengembangan
pemasaran produk cluster batik semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan di Cluster Batik Semarang. Desain penelitian yang digunakan adalah
studi kasus. Subjek penelitian ini adalah pelaku usaha batik yang tergabung di
Cluster Batik Semarang. Objek penelitian ini adalah proses strategi
pengembangan pemasaran Batik Semarangan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah pengamatan dan wawancara. Instrumen pengumpulan data
terdiri atas pedoman pengamatan dan pedoman wawancara. Analisis data
dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan teknik analisis data model Miles
and Huberman. Tahap analisis data tersebut mencakup data reduction, data
display, dan conclusion drawing/verification.
Produk yang dapat dikomersilkan telah tersedia terwujud dalam Batik
Semarangan, mencapai kematangan pasar adalah nilai keseimbangan
pengembangan pemasaran. Selanjutnya Batik Semarang menjadi trending market
dengan bauran pasar bisnis clusternya. Kenyamanan lingkungan bisnis, arus
masuk dan keluar strategi pengembangan pemasaran sesuai keinginan pihak
dalam dan luar industri. Batik Semarang, nilai itu akan muncul jika ada media
pemasaran yang membawanya dengan benar. Tidak hanya sekedar
mengembangkan pada metode yang lebih canggih, misalnya penjualan online.
Lebih dari sekedar sistem namun juga manajemen yang terus menerus mengubah
tekanan menjadi arus strategi pengembangan pemasaran yang membudaya dan
selaras dengan lingkungan masyarakat secara luas. Kesimpula mengenai
pengembangan pemasaran tidak lagi berpihak pada strategi pemasaran melalui
jaringan internet semata, namun lebih mengarahkan pada proses negosiasi dan
pemanfaatan analisa kebutuhan sosial masyarakat. “Generasi milenial tidak boleh
alergi dengan pasar tradisional”, ungkapan tersebut menjadi pertanda bahwa
hedonisme zone telah berkembang menjadi jangkauan pendapat konsumen dalam
melakukan konsumsi sehari – hari.
Kata kunci : Batik Semarangan, pengembangan pemasaran Cluster
x
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T
karena limpahan rahmat hidayah-Nya, serta nikmat kesehatan dan rizqi yang
cukup sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:
“STRATEGI PENGEMBANGAN PEMASARAN CLUSTER BATIK
SEMARANG”.Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Program Studi S1 Manajemen di
Universitas Semarang (USM).
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaika rasa terima kasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini,
yaitu :
1. Bapak Andy Kridasusila, SE.,M.M. selaku Rektor Universitas Semarang.
2. Yohanes Suhardjo, S.E., M.Si., Ak. CA Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Semarang.
3. Sugeng Rianto, S.E., M.M.Selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Semarang.
4. Teguh Ariefiantoro, S.E., M.M. Ketua Program Studi S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang.
5. Dr. Drs. Djoko Santoso, Msi Selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran dan pengarahan dari awal hingga akhir
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Bapak Totok Wibisono, SE, MM Selaku Dosen Wali.
7. Segenap staf pengajar dan karyawan Universitas Semarang yang telah
memberikan dukungan, dorongan dan semangatnya yang sangat
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga yang selalu mendoakan saya, mendukung dan memberikan
semangat yang tak pernah ada hentinya. Terima Kasih untuk kedua orang
tua ku Bapak Rusmanhaji dan Ibu Sri Wahyuni serta Adik Tercinta Ivan.
xi
Kehangatan keluarga kecil ini mampu memberikan kepercayaan kepada
penulis bahwa belajar adalah jalan terbaik dalam meraih harapan.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan baik moril
maupun materil. Semoga segala bantuan dan kebaikan tersebut
mendapatkan limpahan dan balasan dari Allah SWT. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat dalam memberikan tambahan pengetahuan
dan wawasan yang semakin luas bagi pembaca dan peneliti berikutnya.
Semarang, 23 Januari 2019
Heri Wahyu Pratama
xii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ............................................................................................................. i
Persetujuan Laporan Skripsi .......................................................................... ii
Pengesahan Laporan Skripsi ......................................................................... iii
Pernyataan Orisinalitas Skripsi ...................................................................... iv
Pengesahan Kelulusan Ujian ........................................................................ v
Pengesahan Revisi Kelulusan ....................................................................... vi
Moto dan Persembahan ................................................................................. vii
Abstract ........................................................................................................ viii
Abstraksi ...................................................................................................... xi
Kata Pengantar .................................................................................. x
Daftar Tabel ...................................................................................... xvii
Daftar Gambar ................................................................................... xviii
Daftar Lampiran ................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 13
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................. 13
1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................... 14
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1Landasan Teori .................................................................. 16
2.1.1 Konsep Industri ...................................................... 16
2.1.2 Klaster (Cluster) ..................................................... 23
xiii
2.2 Konsep Strategi Pemasaran ............................................. 27
2.2.1 Strategi Pemasaran ................................................. 27
2.2.2 Tujuan Strategi Pemasaran ...................................... 28
2.2.3 General Marketing Strategy .................................... 29
2.2.4 Bauran Pemasaran .................................................. 32
2.3 Pengembangan Industri Batik .......................................... 35
2.3.1 Segmentasi Pasar .................................................... 36
2.3.2 Penetapan Pasar Sasaran
(Target Marketing) ................................................. 43
2.4 Integrate Consuling Media .............................................. 51
2.4.1 Promosi .................................................................. 54
2.4.2 Produksi ................................................................. 59
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ............................................................ 64
3.2 Penelitian Kualitatif ......................................................... 64
3.3 Subjek dan Objek Penelitian ............................................ 65
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 66
3.5 Desain Penelitian ............................................................. 66
3.6 Jenis Dan Sumber Data Penelitian ................................... 68
3.6.1 Jenis Data Penelitian ............................................... 68
3.6.2 Sumber Data Penelitian........................................... 69
3.7 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian ...... 69
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ...................................... 69
3.7.2 Instrumen Penelitian ............................................... 83
xiv
3.8 Teknik Analisis Data ....................................................... 84
3.9 Kredibilitas Penelitian ..................................................... 89
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Strategi Pengembangan Pemasaran
di Cluster Batik Semarang ............................................... 92
4.1.1 Pengembangan Pemasaran Batik Semarangan ......... 93
4.1.2 Kualitas Pelayanan
Unit Usaha Cluster Batik Semarang........................ 101
4.2 Pengembangan Strategi Pemasaran Cluster Untuk Batik
Semarang ........................................................................ 114
4.2.1 Mengubah Langkah Strategi Pemasaran
Dari Getting Customer menjadi
Improve Competitive Situation ............................... 117
4.2.1.1 Unit Usaha Baru dari Proses Kolaborasi ..... 121
4.2.1.2 Kerjasama Instansi Terkait
Untuk Mencapai Nilai Branding
yang Positif ........................................................ 122
4.2.1.3 Mengikuti Gelar Karya ............................... 123
4.2.1.4 Workshop dan
Galeri Batik Semarang .................................. 124
4.2.2 Efektivitas Membangun Brand Image Batik Semarangan
dengan lingkaran Kerjasama Cluster Yang
Berkesinambungan ................................................... 125
4.3 Pembentukan Target Pasar Yang Sesuai Dengan
Strategi Pemasaran
Cluster Batik Semarang ............................................ 134
xv
4.3.1 Ketersediaan Produk Untuk Memenuhi Kebutuhan
Konsumen ................................................................ 135
4.3.2 Keserasian Antara Kebutuhan Perdagangan dari
Pemerintah dengan Strategi Cluster
Batik Semarang ........................................................ 143
4.3.3 Patronage Buying Motives (Motif pembelian terpola)
dari Sebuah Evidence Of Service (Orang, Proses, dan
Bukti fisik) ............................................................... 149
4.3.4 Melangkah Menuju Digital Marketing
untuk Kemudahan Akses Transaksi dalam
Meningkatkan Margin Pasar ..................................... 150
4.4 Upaya Menyeimbangkan Antara Kebutuhan Konsumen
dengan Upaya Pemenuhan Kebutuhan Produksi di
Cluster Batik Semarang ............................................ 152
4.5 Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi Jaringan
Pemasaran di Cluster Batik Semarang ....................... 174
4.6 Tindak Lanjut Pemasaran ......................................... 193
4.6.1 Pengukuran ............................................................. 194
4.6.2 Langkah – Langkah Tindakan
Public Relations ........................................................ 195
4.6.3 Market Exhibition (Peragaan Pasar) ........................ 196
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 199
5.2 Saran ............................................................................... 202
5.3 Keterbatasan Penelitian ................................................... 203
xvi
5.4 Agenda Penelitian Yang Akan Datang .............................. 204
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pengrajin dan Pelaku Usaha Batik di Semarang ............................ 4
Tabel 3.1 Informan Penelitian Cluster Batik Semarang .............................. 79
Tabel 4.1 Elemen Bauran Pemasaran ........................................................ 175
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Bagan Komponen dalam analisis data (Interactive model)........................ 84
Gambar 4.1 Kegiatan Membatik di Workshop Batik Semarang 16 .............................. 94
Gambar 4.2 Galeri Batik Ngesti Pandowo Bapak Tri Utomo ....................................... 96
Gambar 4.3 Pelatihan Membatik ............................................................................... 102
Gambar 4.4 Produk Workshop Cluster Batik Semarang ............................................ 103
Gambar 4.5 Kegiatan Komunikasi Pemasaran ........................................................... 109
Gamabr 4.6 Galeri Aneka Produk Batik .................................................................... 113
Gambar 4.7 Galeri Batik UMKM Center Semarang .................................................. 115
Gambar 4.8 Gelar Karya Batik Semarang 16 ............................................................. 122
Gambar 4.9 Produk Batik Siap di Pasarkan ............................................................... 154
Gambar 4.10 Motif Kain Batik Semarangan .............................................................. 155
Gambar 4.11Proses Produksi Batik Semarangan ....................................................... 157
Gambar 4.12 Produksi Batik oleh Batik Semarang 16 ............................................... 158
Gambar 4.13 Upaya Mengenalkan Batik Semarangan ............................................... 177
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Coding Hasil Wawancara
Lampiran 2 : Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Lampiran 3 : Second Paper Preference
Lampiran 4 : Surat Keterangan Riset
Lampiran 5 : Kartu Konsultasi
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Industri merupakan salah satu aktivitas ekonomi non pertanian yang
memiliki peluang besar dalam rangka perluasan lapangan pekerjaan.
Mengingat hampir sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di
wilayah perdesaan, industri khususnya Industri Kecil Menengah/Usaha Kecil
Menengah (IKM/UKM) memiliki andil yang cukup besar dalam membuka
lapangan kerja. Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, UKM
sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial, seperti
tingginya angka kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran dari golongan
pendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, pembangunan tidak
merata, dan urbanisasi dengan segala efek negatifnya.
UKM di Negara berkembang memiliki peran penting terutama dalam
hal penciptaan kesempatan kerja. Hal ini didasarkan pada kenyataaan bahwa
jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat melimpah mengikuti jumlah
penduduk yang besar, sehingga usaha besar (UB) tidak sanggup menyerap
semua pencari kerja, dan ketidak sanggupan usaha besar dalam menciptakan
kesempatan kerja dalam ruang lingkup yang besar disebabkan karena memang
pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM
relatif padat karya. Selain itu, pada umunya usaha besar membutuhkan pekerja
dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup,
BAB I
2
Sedangkan UKM khususnya usaha kecil, sebagian pekerjanya
berpendidikan rendah. (Tambunan, 2002: 21-22). Silalahi (dalam FIGUR,
2008: 18) dalam analisisnya, menjelaskan permasalahan utama yang dihadapi
industri kecil dan menengah (IKM) yaitu sulitnya mendapatkan akses
permodalan, tidak terjadi backward linkage yaitu keterkaitan yang erat antara
IKM dengan industri besar, dan permasalahan IKM biasanya dirumuskan
secara subjektif oleh pemerintah. Dengan adanya otonomi daerah,
sesungguhnya penanganan dari permasalahan industri kecil dan menengah
(IKM) dapat didesentralisasikan. Pemerintah bisa menciptakan kompetisi
antar daerah dalam pemberdayaan IKM atau UKM dan memberikan reward
bagi daerah yang berhasil.
UNESCO (United Nations Educational, Scientific And Cultural
Organization) 2009 menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Indonesia
yang layak untuk dimasukkan dalam Representative List of the Intangible
Cultural Heritage of Humanity, artinyabahwa batik telah memperoleh
pengakuan internasional sebagai salah satu mata budaya Indonesia, sehingga
diharapkan dapat memotivasi dan mengangkat harkat para perajin batik dan
mendukung usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat (Nurhidayat, 2010: 15).
Keberadaan batik di Indonesia dapat ditelusuri dari sejarah perkembangannya.
Menurut salah satu literatur, sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Adapun mulai
meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat Indonesia khususnya suku
Jawa adalah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Melalui
3
akulturasi budaya masyarakat pesisir dengan beberapa etnis yang
mempengaruhi pembatikan di Semarang hingga perkembangannya masih bisa
dirasakan sampai saat ini.
Salah satu yang memiliki sejarah pembatikan di Pulau Jawa adalah
Semarang. Meskipun belum bisa dibandingkan dengan daerah-daerah pusat
batik seperti Pekalongan, Cirebon, Yogyakarta, dan Solo, namun dari
observasi dan informasi awal diketahui bahwa kegiatan pembatikan di
Semarang sudah dilakukan sejak lama dan turun temurun. Robyn Maxwell,
seorang peneliti tekstil di Asia Tenggara, menjumpai sebuah sarung di
Tropenmuseum Amsterdam yang di buat di Semarang.
Dalam bukunya Textiles of Southeast Asia: Tradition, Trade and
Transformation (2003:386), Maxwell menyebut sebuah kain produksi
Semarang berukuran 106,5×110 cm yang terbuat dari bahan katun dengan
dekorasi dari warna alam memiliki motif yang sangat berbeda dengan motif
Surakarta atau Yogyakarta. Sentra batik di Semarang yang pernah mengalami
kejayaan pada Zaman Belanda yaitu Kampung Batik Semarang. Tak hanya
kampung batik yang merupakan tempat perajin batik semarang tetapi terdapat
di beberapa daerah seperti Bugangan, Rejosari, Kulitan, Dan Kampung
Melayu.
Motif naturalis (ikan, kupu – kupu, bunga, pohon, bukit, dan rumah)
menjadi ciri khas batik semarang tempo dulu. Ciri itu selanjutnya dimaknai
sebagai karakter masyarakat pesisir yang lebih terbuka dan ekspresionis.
Berdasarkan data dari Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang mencatat
4
jumlah pengrajin dan pelaku usaha batik dengan berbagai macam jenis produk
olahan batik, perajin dan pelaku usaha batik mengalami perkembangan yang
fluktuatif dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1
Pengrajin Dan Pelaku Usaha Batik Di Semarang
Tahun
Jumlah
Skala
2007
9 Unit
UMKM
2008
5 Unit
UMKM
2009
5 Unit
UMKM
2010
15 Unit
UMKM
2011
35 Unit
UMKM
2012
18 Unit
UMKM
2013
16 Unit
UMKM
2014
30 Unit
UMKM
2015
25 Unit
UMKM
2016
22 Unit
UMKM
2017
26 Unit
UMKM
Sumber : Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang
Penyebaran pengrajin dan pelaku usaha batik yang terdapat di seluruh
wilayah Semarang Jawa Tengah pada skala usaha mikro kecil dan menengah
dengan total asset 50 – 500 juta rupiah dan omset 300 juta rupiah sampai 5
miliar rupiah. Dalam sepuluh tahun terakhir jumlah pengrajin dan pelaku
5
usaha batik di Semarang menunjukkan gejolak perkembangan yang fluktuatif,
tak banyak yang mengetahui para pengrajin dan pelaku usaha batik beralih
bidang usaha karena dirasa pasar batik yang tak menentu. Bersamaan dengan
itu minat masyarakat terhadap batik kurang, Batik hanya dibeli untuk
memenuhi keperluan pekerjaan bukan untuk menikmati kebutuhan positif
yang ada dalam normatif satu produk batik. Ungkapan Ibu Ririn Prabandari
pemilik Praba Cempaka Batik bertempat di Kelurahan Tugurejo Kecamatan
Tugu Kota Semarang, “penjualan batik disini belum menggembirakan,
masyarakat lebih mengenal batik solo dan batik pekalongan yang ramai terjual
jenis batik yang banyak diketahui konsumen, untuk mengeluarkan kain batik
motif khas semarangan masih sulit dari pakaian jadi saja presentasinya masih
kecil kebanyakan yang terjadi penjualan batik dipadukan dengan produk lain
seperti sepatu, tas, dan olahan pangan untuk menangkat penjualan batik” (hasil
wawancara 10 juli 2018) .
Sementara Ibu Zazilah pemilik Zie Batik beralamatkan di Kampung
Malon Gunung Pati Semarang, menuturkan “Produksi batik sudah banyak
yang bisa kita jumpai di Semarang, mulai dari Batik 99 di Banyumanik, Batik
Semarangan Godhong Asem di kelurahan Bendungan, Batik Sikandi Pantura
hingga ke Kampung Batik Semarang, Tapi penyaluran produk ke konsumen
yang belum efektif dan pada akhirnya konsumen lebih mengenalnya batik
solo, batik jogja, batik pekalongan, batik cirebon dan batik – batik lain
ketimbang batik semarang” (hasil wawancara 12 juli 2018).
6
Mengingat kembali bahwa batik telah ditetapkan sebagai warisan
budaya Indonesia yang diakui dunia internasional tentunya batik memiliki
nilai lebih, seharusnya budaya batik yang normatif menjadi bagian dari
keseharian masyarakat. Menyikapi situasi sosial kurang baik yang sedang
berkembang di masyarakat, para pengusaha batik yang berada di Semarang
mengisyaratkan pembentukan konsentrasi penumbuhan daya tarik masyarakat
terhadap batik untuk menangani permasalahan ini. Akses yang luas pada IKM
ataupun UKM menjadi jendela edukatif bagi penggiat batik dan pemerintah
daerah untuk membentuk kontinuitas kecintaan masyarakat terhadap batik.
Mencermati pada usaha mikro di Jawa Tengah tak berkembang dan
bahkan mati, kekhawatiran ini muncul setelah pemerintah menerapkan
Undang Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Sesuai
aturan tersebut ada pembagian kewenangan pembinaan, usaha mikro dibina
kabupaten, usaha kecil di provinsi dan usaha menengah di pusat. Padahal 90%
usaha di Jawa Tengah adalah usaha mikro dan menyumbang PDB (Produk
Domestik Bruto) 38%. Kalau kemampuan kabupaten tak sama, usaha mikro di
kabupaten yang memiliki anggaran pendampingan kecil terancam tak
berkembang.
Pembentukan kelompok kerja mulai di asumsikan mampu memberikan
strategi yang logis dalam penumbuhan perekonomian satu kegiatan usaha.
Dengan konsep kerja gotong royong membangun produk yang mempunyai
nilai lebih untuk di lepas di pasar bebas dengan strategi market yang
dinamishingga pada akhirnya ditempatkan di berbagai perubahan zaman
7
masih dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, mengangkat
perekonomian dengan cepat. Yang ternyata isyarat ini disikapi dengan baik
oleh Pemerintah Kota Semarang, Didalam binaan Dinas Koperasi dan UMKM
Pemerintah Kota Semarang membentuk Cluster Batik Semarang.
Pembentukan Cluster juga di definisikan sebagai proses dari unit – unit
usaha dan faktor – faktor terkait untuk membangun usahanya pada lokasi yang
sama dalam area geografis tertentu, yang selanjutnya bekerja sama dalam
lingkungan fungsional tertentu, dengan mewujudkan keterkaitan dan
kerjasama yang erat untuk meningkatkan kemampuan kompetisi bersama
dalam suatu pertalian usaha.
Istilah Klaster (Cluster) mempunyai pengertian harfiah sebagai
kumpulan, kelompok, himpunan, atau gabungan objek tertentu yang memiliki
kesamaan atau atas dasar karakteristik tertentu. Dalam konteks ekonomi atau
bisnis, Industrial Cluster merupakan terminologi yang mempunyai pengertian
khusus tertentu, Dapat diartikan sebagai kelompok industri dengan focal atau
core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk
partnership pada daerah tertentu, baik itu dengan supporting industry, related
industry maupun landasan gagasan yang sama atas lembaga – lembaga
ekonomi yang terspesialisasi. Ditemukan alur yang sama dalam definisi Porter
(1990) menekankan pada konsep pertalian usaha yang bernilai (value chain)
dalam rangka menghasilkan suatu jenis produk. Kedekatan jarak antar
kelompok usaha selanjutnya dapat diterjemahkan menjadi ukuran
pengoptimalan nilai tambah karena adanya aglomerasi.
8
Cluster menjadi bagian dan tempat dimana proses produk mulai di
tumbuh kembangkan dengan kreativitas, inovasi, dan pemasaran Cluster Batik
Semarang demi memberikan perluasan konsumen. Geliat dan semangat
pengusaha batik dalamCluster Batik Semarang menumbuhkan pesan yang
positif untuk kemajuan produk lokal pada setting pengelompokan kerja ini.
Para Pengusaha yang tergabung dalam Cluster Batik Semarang adalah mereka
penggiat bisnis batik Indonesia khususnya Batik Semarangan Khas Semarang
Jawa Tengah yang memiliki porsi konkret dalam berkegiatan usaha dibidang
batik semarangan dengan memiliki keinginan untuk lebih mengembangkan
batik melalui konsep bisnis Clustering yang telah diterapkan di negara –
negara maju hingga mendapatkan intensitas produk dan strategi wirausaha
yang tepat untuk mengangkat batik di pasar dunia.
Memiliki visi dan misi yang sama, yaitu ingin memberikan dampak
yang potensial untuk konsumsi batik semarangan pada umumnya dan
mendapatkan strategi pemasaran batik yang dinamis pada khususnya. Target
dibentuk Cluster Batik Semarang untuk mencapai market yang telah
direncanakan, salah satu target tersebut adalah menghadirkan pemasaran
produk yang tepat melalui kreativitas dan inovasi jaringan pasar terkini. Di
dalam kegiatan pengusaha batik Cluster Batik Semarang memberikan
proyeksi diskusi dan workshop antar anggota, mencari ide – ide baru supaya
permintaan masyarakat terhadap batik terus meningkat, dengan visi sederhana
dan tersedianya pelaku usaha batik di Semarang yang melimpah akan menjadi
simply progres yang menguntungkan bagi Cluster Batik Semarang untuk terus
9
dapat memberikan manfaat untuk semua pihak di dalamnya. Hingga pada
akhirnya Cluster Batik Semarang menjadi wadah yang kondusif untuk mereka
pengusaha batik semarangan untuk mendapatkan percepatan ekonomi yang di
unduh bersama –sama dengan cara masing – masing yang pengalokasiannya
telah di backup dengan proyeksi pengerjaan dengan Konsep Cluster.
Berdasarkan data empiris Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Jawa
Tengah mengungkap adanya kelemahan dalam daya beli batik oleh
masyarakat, dinilai masyarakat jenuh dengan penyajian produk batik yang
belum sesuai dengan harapan masyarakat luas. Pada perkembangan era yang
sekarang ini kita hidup dalam lingkup teknologi yang berkembang, berbeda
dengan era 90 dan 80 an dimana teknologi masih pada tahap rintisan untuk
bisa disebut berkembang. Jauhnya pandangan pada satu nilai sekarang ini
sudah bisa kita mulai aplikasikan melalui berbagai kecanggihan teknologi.
Tentu terdapat perantara dalam situasi seperti ini, Media menjadi perantara
terbaik dalam menjembatani gagasan dan didukung dengan kecanggihan
teknologi untuk kemudahan akses bagi siapapun yang ingin menikmatinya.
Tersebar luas media untuk segala jenis kebutuhan manusia, mulai dari
media belajar, media berkreasi, hingga media berekspresi semua dikemas apik
dalam satu genggaman yang mudah di akses oleh masyarakat yang ingin
memperoleh nilai guna di dalamnya. Media dapat menjadi sangat bermanfaat
dan mempunyai pengaruh bagi mereka yang dapat memahami kegunaannya
dan dapat memberikan dampak yang monoton bagi mereka yang belum
dengan tepat memanfaatkannya. Bagi para pelaku usaha seharusnya kehadiran
10
bermacam – macam media memberikan peluang besar untuk perkembangan
kegiatan usaha.
Perkembangan media yang objektif, memudahkan masyarakat
mengakses informasi untuk memenuhi kebutuhan nya. Ini dapat dimanfaatkan
sebagai sarana pengembangan pemasaran yang kompetitif untuk meraih daya
tarik masyarakat. “Menurut Bapak Sumadi pengrajin batik era 80 an
memberikan satu dari sahasra cita yang dimilikinya untuk strategi pemasaran
kegiatan usahanya, melalui media yang mampu menggerakkan naluri
masyarakat luas untuk memenuhi kebutuhan, Media sebagai pancingannya
untuk meraih keaktifan konsumen mau bersinggungan dengan produk batik
kami” (Hasil wawancara 1 Juni 2018).
Menjadi bagian dalam pemanfaatan konektifitas media untuk batik
sehingga menjadi pengaruh yang positif dan signifikan pada penjualan produk
batik dalam ruang lingkup yang luas, meskipun sebelum ini sudah terlebih
dahulu memasarkan hasil dari kegiatan usaha masing – masing pengrajin batik
pada media yang di anggap secara aktif berpengaruh signifikan terhadap
penjualan. Pengolahan issue pada jejaring sosial akhir – akhir ini menjadi
perbincangan hangat dalam lingkungan masyarakat dunia. Kecenderungan
masyarakat mengakses segala sesuatu yang menjadi Tranding Topic, Konten
menarik dan Hot Issue memberi dampak yang luar biasa terhadap ketertarikan
masyarakat dalam mengartikan gambaran yang ada dalam nalarnya untuk
segera mungkin diwujudkan.
11
Proses yang menarik untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan pelaku –
pelaku usaha untuk menggiatkan usahanya demi kepentingan mengembangkan
progres kelompok usaha. Mempersiapkan konten – konten menarik untuk
dipakai pada Progres yang dinamis dalam memanfaatkan media untuk sarana
strategi dan pengembangan usaha.
Mengasumsikan bahwa media masa kini dengan perkembangan
kecanggihan teknologi dapat berpengaruh positif bagi produk asli negeri
sendiri yaitu batik. Sejalan dengan pendapat “Bapak Warsono pengamat
perekonomian Jawa Tengah, pihaknya menyambut baik sistem informasi di
era yang saat ini kehadiran sistem informasi dari berbagai macam media dapat
mendorong pertumbuhan perekonomian dari berbagai sektor tak terkecuali
batik, Pengusaha batik atau Klaster Batik harus mengikuti perkembangan,
saya setuju dengan media online yang beragam tinggal nanti bentuknya
bagaimana action praktisnya seperti apa, jelasnya” Kompas Jawa Tengah
diterbitkan 27 Juni 2018.
Sejarah dan filosofis batik dapat diangkat sebagai konten yang menarik
untuk dapat mempengaruhi minat beli masyarakat dunia dengan penempatan
konten batik pada media yang tepat. Hingga pada akhirnya produk masif ini
dapat berkembang aktif pada kemasan pemasaran produk yang aktual dan
secara berkelanjutan memberikan manfaat bagi Perekonomian Cluster Batik
tersebut.
Strategi pemasaran dalam kegiatan usaha berperan penting untuk
kemajuan usaha. Adanya Cluster akan memberikan ruang komunikasi pasar
12
yang konkret sesama pelaku usaha di bidang yang sama untuk mencapai final
yang diinginkan pada kelompok atau Cluster tersebut. Tentu ada kesenjangan
antara siklus hidup industri menuju pelepasan produk di masyarakat.
Dibutuhkan perantara untuk melengkapi perputaran kedua roda itu, Ditariklah
komposisi pembelian masyarakat dunia itu pada perantara sehingga strategi
pemasaran yang berkembang dan terus aktif didapatkan untuk pergerakan
perekonomian yang berkelanjutan. Sebagai salah satu daerah sentra batik,
Semarang memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan batik sebagai
produk normatif yang mendunia asli karya Indonesia. Artinya harus ada
penggalian kreatifitas dalam penyajian produk agar Cluster Batik Semarang
menjadi wadah yang signifikan dalam pertumbuhan perekonomian, dalam
rangka pengenalan produk batik melalui pengusaha batik yang mendapatkan
optimalisasi langkah pemasaran yang strategis. Maka dari itu peneliti
bermaksud mengadakan penelitian dengan judul ”Strategi Pengembangan
Pemasaran Cluster Batik Semarang”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena di dalam situasi sosial yang ada, maka yang
menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana sinergi media dalam
memberikan strategi yang tepat guna, untuk pengembangan strategi pemasaran
produk batik pada Pengusaha Cluster Batik Semarang. Berdasarkan situasi sosial
tersebut, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa strategi pengembangan pemasaran di Cluster Batik Semarang?
13
2. Bagaimana mengembangkan strategi pemasaran Cluster untuk
Batik Semarang ?
3. Bagaimana pembentukan target pasar yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik Semarang ?
4. Bagaimana upaya menyeimbangkan antara kebutuhan konsumen
akan batik dengan upaya pemenuhan kebutuhan produksi batik di
Cluster Batik Semarang ?
5. Bagaimana mengembangkan kreativitas dan inovasi jaringan pemasaran di
Cluster Batik Semarang ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
yaitu untuk mendeskripsikan :
1. Memahami kegiatan usaha para pengusaha batik Di Cluster Batik
Semarang untuk selanjutnya mendapatkan pengembangan strategi
pemasaran yang efektif dan efisien
2. Memahami pengembangan strategi pemasaran di Cluster Batik Semarang
3. Menganalisis pembentukan strategi pemasaran melalui target pasar yang
tepat di Cluster Batik Semarang
4. Menganalisis upaya penyeimbangan antara produksi batik dengan
kebutuhan masyarakat luas akan konsumsi batik
5. Menganalisis pengembangan kreativitas dan inovasi para pengusaha batik
di Cluster Batik Semarang
14
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan wawasan di bidang keilmuan Geografi,
khususnya Geografi Ekonomi dan Geografi Industri
b. Sebagai sumber informasi untuk pihak – pihak yang ingin
mengadakan penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Yayasan Alumni Universitas Diponegoro Universitas
Semarang penelitian ini dapat menambah pengayaan
disiplin ilmu ekonomi dalam bidang strategi pemasaran
produk masif sehingga dapat digunakan sebagai sasaran
acuan dalam meningkatkan dan menambah wawasan.
b. Bagi pengusaha batik Di Cluster Batik Semarang penelitian
ini dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan
permasalahan - permasalahan dalam industri batik, serta
upaya-upaya strategis pemasaran yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan sentra industri batik Semarangan.
c. Bagi lembaga terkait penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai industri beserta
permasalahannya dan dapat dijadikan sebagai masukan
dalam penyusunan kebijakan-kebijakan selanjutnya.
15
3. Manfaat Dalam Bidang Pendidikan
Berdasarkan kurikulum 2013 mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas
VII, dengan Standar Kompetensi: Memahami kegiatan ekonomi
masyarakat dan lebih mengacu pada Kompetensi Dasar:
Mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi penduduk, penggunaan
lahan dan pola permukiman berdasarkan kondisi fisik permukaan
bumi, maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pengayaan untuk mendukung pembelajaran.
16
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1Konsep Industri
A. Pengertian Industri
Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barangdengan
menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin. (KamusBesar Bahasa Indonesia,
2000: 430).Undang Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian pasal
satu“Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi dan atau barang jadi, menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri”.Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa industrimerupakan suatu
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan dan/ataubarang dengan menggunakan sarana
dan peralatan sehingga dapat menghasilkan suatu barang baru yang memiliki nilai
yang tinggi dari sebelumnya. Kesadaran masyarakat dunia terhadap teknologi
menjadikan industri dunia dalam berbagai sektor menunjukkan perkembangan yang
baik.
B. Klasifikasi Industri
Secara garis besar, industri dapat diklasifikasikan sebagaiberikut:
BAB II
17
1) Industri dasar atau hulu
Industri hulu mempunyai sifat sebagai berikut: padat modal, berskala
besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat
dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri dan umumnya lokasi
ini belum tersentuh pembangunan. Industri hulu membutuhkan perencanaan yang
matang beserta tahapan pembangunannya, mulai perencanaan sampai operasional.
Di sudut lain juga dibutuhkan pengaturan tata-ruang, rencana pemukiman,
pengembangan kehidupan perekonomian, pencegahan kerusakan lingkungan, dan
lain-lain. Pembangunan industri ini dapat mengakibatkan perubahan lingkungan,
baik dari aspek sosial-ekonomi dan budaya maupun pencemaran. Terjadi
perubahan tatanan sosial, pola konsumsi, tingkah laku, sumber air, kemunduran
kualitas udara, penyusunan sumber daya alam, dan sebagainya.
2) Industri hilir
Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya
industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu
diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya.
3) Industri kecil
Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki
peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir
yaitu mengolah dan perpanjangan proses industri, tetapi sistem pengolahannya
lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum
mendapat perhatian. Sifat industri ini padat karya, Sesuai dengan program
pemerintah, untuk lebih memudahkan pembinaannya, industri dasar dibagi lagi
18
menjadi industri kimia dasar dan industri mesin dan logam dasar, sedangkan
industri hilir sering juga disebut dengan aneka industri. (Philip Kristanto, 2004:
156-157). Adapun penggolongan industri berdasarkan SK Menteri Perindustrian
Nomor 19/M/I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan adalah sebagai berikut:
1) Industri Kimia Dasar (IKD)
Industri Kimia Dasar merupakan industri yang
memerlukan: modal yang besar, keahlian yang tinggi, dan
menerapkan teknologi maju. Adapun industri yang termasuk
kelompok IKD adalah sebagai berikut: Industri kimia organik,
Industri kimia anorganik, Industri agrokimia, Industri selulosa
dan karet
2) Industri Mesin Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE)
Industri ini merupakan industri yang mengolah bahan
mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin
dan perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah
sebagai berikut: Industri mesin dan perakitan alat-alat pertanian,
Industri alat-alat berat/konstruksi, Industri mesin perkakas,
Industri elektronika, Industri mesin listrik, Industri keretaapi,
Industri kendaraan bermotor (otomotif), Industri pesawat,
Industri logam dan produk dasar, Industri perkapalan, Industri
mesin dan peralatan pabrik.
3) Aneka Industri (AI)
19
Industri ini merupakan industri yang tujuannya
menghasilkan bermacam - macam barang kebutuhan hidup
sehari – hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai
berikut: Industri tekstil, Industri alat listrik dan logam, Industri
kimia, Industri pangan, Industri bahan bangunan dan umum,
4) Industri Kecil (IK)
Merupakan industri yang bergerak dengan jumlah
pekerja sedikit, dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan
industri rumah tangga, misalnya: industri kerajinan, industri
alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah (gerabah).
5) Industri pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan nilai
ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata
seni dan budaya, wisata pendidikan wisata alam dan wisata
kota.
Penggolongan industri berdasarkan tenaga kerja, dapat di bedakan menjadi
empat, yaitu sebagai berikut:
1) Industri rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang
2) Industri kecil dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang
3) Industri sedang dan menengah dengan jumlah tenaga kerja 20-99
orang
4) Industri Besar dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.
20
Irsan Azhary Saleh (1986: 51) menggolongkan industri berdasarkan
ekstensi dinamisnya menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Industri lokal adalah jenis industri yang menggantungkan
kelangsungan hidupnya pada pasar setempat yang terbatas serta relatif
tersebar dari segi lokasinya, skala usahanya kecil, pemasarannya terbatas
dan ditangani sendiri sehingga jumlah pedagang perantara kurang.
2) Industri sentra adalah jenis industri yang menghasilkan barang sejenis,
target pemasarannya lebih luas sehingga peran pedagang perantara cukup
menonjol.
3) Industri mandiri adalah jenis industri yang masih memiliki sifat-sifat
industri kecil tetapi telah mampu mengadaptasi teknologi industri yang
canggih, pemasaran hasil produksi sudah tidak tergantung pada pedagang
perantara. Berdasarkan kategori diatas, maka cluster industri batik dapat
dikategorikan sebagai industri sentra, dimana industri batik ini
merupakan kelompok industri yang membentuk suatu pengelompokkan
atau kawasan produksi yang menghasilkan barang sejenis, serta para
pekerja berasal dari penduduk yang ada di sekitar sentra industri.
C. Peranan Industri
Undang-undang No.5 Tahun 1984 BAB II pasal 3, menyebutkan bahwa
pembangunan industri bertujuan untuk:
(1) Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata
dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/ atau hasil budidaya serta
dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup; (2)
21
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur
perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai
upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan
ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi tumbuhnya industri
pada khususnya; (3) Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong
terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap
kemampuan dunia usaha nasional; (4) Meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk perajin agar berperan secara
aktif dalam pembangunan industri; (5) Memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan peranan koperasi
industri; (6) Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui
pengutamakan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi
ketergantungan kepada luar negeri; (7) Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka perwujudan
Wawasan Nusantara; (8) Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang
dinamis dalam rangkja memperkokoh ketahanan nasional.
(http://www.penataanruang.net/taru/hukum/UU_No5-1984.pdf) diakses 20 Juli
2018 pukul 17.14 WIB)
Sektor Industri bagi negara berkembang seperti Indonesia, merupakan
salah satu syarat mutlak keberhasilan pembangunan dan juga merupakan mesin
pertumbuhan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama dalam
kaitannya dengan penciptaan lapangan kerja baru untuk mengurangi tingkat
22
pengangguran yang masih cukup tinggi. Pembangunan sektor industri ini
diarahkan pada peningkatan kemajuan serta kemandirian perekonomian nasional
dan kesejahteraan rakyat, memperkokoh struktur ekonomi nasional juga
mendorong pengembangan wilayah dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Pembinaan pelaku industri untuk semua jenis pengetahuan baru menjadi penting
dilakukan sehingga unit usaha, kelompok usaha hingga industri dapat memperoleh
peluang untuk masuk pada pasar khusus persaingan pasar dunia dan menemukan
langkah strategis dalam memenuhi permintaan dan penawaran pasar bebas.
Industri batik di Semarang termasuk dalam kategori usaha mikro kecil dan
menengah berusaha menunjukkan identitas batik nya sebagai batik khas daerah
Semarang Jawa Tengah. Usaha mikro kecil dan menengah bagi masyarakat
memilikibeberapa keunggulan juga kelemahan. Hadi Prayitno (dalam Dian, 2011:
20), keunggulan usaha mikro kecil dan menengah antara lain, yaitu:
1) Mengurangi laju urbanisasi.
2) Sifatnya yang padat karya akan menyerap tenaga kerja yang
lebih besar per unit yang diinvestasikan.
3) Masih dimungkinkan lagi tenaga kerja yang terserap untuk
kembali ke sektor pertanian khususnya menjelang saat-saat sibuk
karena letaknya yang berdekatan.
4) Penggunaan teknologi yang sederhana mudah dipelajari dan
dilaksanakan.
Selain memiliki keunggulan, usaha mikro kecil dan menengah juga
memiliki beberapa kelemahan. Menurut Tawang (dalam Dian, 2011: 20-21),
23
industri kecil dan industri rumah tangga pada masyarakat indonesia memiliki
beberapa kelemahan, antara lain yaitu: (1) Tipe kepemilikan perseorangan; (2)
Jumlah anggota relatif kecil; (3) Menggunakan energi tradisional; (4) Teknologi
sederhana dan tradisional; (5) Output merupakan barang tradisional yang relatif
kecil; (6) Pemasaran pada pasar lokal yang terbatas; (7) Biasanya bersifat
informal; (8) Pola kegiatan tidak teratur baik dalam arti waktu atau pemasaran; (9)
Tidak mempunyai tempat usaha yang permanen, biasanya tidak terpisah dari
tempat tinggal. Apabila dapat mengoptimalkan beberapa keunggulan bukan tidak
mungkin dapat menutup sebagian besar kelemahan dari suatu bentuk industri yang
sedang dikerjakan.
2.1.2 Klaster (Cluster)
Klaster didefinisikan sebagai kumpulan elemen yang saling terhubung dan
berdekatan secara geografis dan terkait dalam suatu bidang khusus. Elemen –
elemen dalam klaster meliputi pemasok bahan baku dan pemasok lainnya yang
mendukung terciptanya sebuah produk dari klaster. Klaster termasuk lembaga
pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa atau penelitian, dan lembaga – lembaga
lainnya yang mendukung. Klaster (Cluster) tidak hanya menjadi model
pengembangan industri lokal saja, namun klaster telah menjadi model
pengembangan industri nasional jangka panjang. Hal ini disebabkan karena
klaster dapat meningkatkan daya saing industri, dimana dalam klaster terjadi
hubungan yang saling mendukung antara industri inti, industri penunjang, dan
industri terkait. (sumber: Jurnal penelitian oleh Jumie Sephy Rahayu, Bambang
24
Syairudin, dan Sri Gunani Pertiwi, dalam perancangan strategi untuk
meningkatkan kinerja inovasi pada klaster industri kreatif batik laweyan, 2015).
Dengan sebuah kawasan klaster diharapkan setiap stakeholder dapat lebih
aktif berpartisipasi sesuai dengan peran masing – masing. Manfaat klaster
diperkuat dengan pendapat Scorsone dalam (Bhinuki, 2011) klaster industri yang
berbasis pada komunitas publik memiliki manfaat baik bagi industri itu sendiri
maupun bagi perekonomian di wilayahnya. Bagi industri, klaster membawa
keuntungan sebagai berikut : (1) Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan
memanfaatkan kedekatan lokasi, industri yang menggunakan input (informasi,
teknologi atau layanan jasa) yang sama dapat menekan biaya perolehan dalam
penggunaan jasa tersebut; (2) Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik
tenaga kerja dengan berbagai keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga
memudahkan industri pelaku klaster untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya
dan mengurangi biaya pencarian tenaga kerja; (3) Akses pada pertukaran
informasi dan patokan kinerja. Industri yang tergabung dalam klaster dapat
dengan mudah memonitor dan bertukar informasi mengenai kinerja supplier dan
nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan teknologi akan berdampak pada
peningkatan produktivitas dan perbaikan produk; (4) Produk komplemen. Karena
kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster dapat memiliki dampak penting
bagi aktivitas usaha industri yang lain. Disamping itu kegiatan usaha yang saling
melengkapi ini dapat bergabung dalam pemasaran bersama.
Terdapat 7 (tujuh) kriteria yang dipilih untuk menentukan jenis komoditas
produk unggulan di Jawa Tengah yaitu terkait dengan jenis komoditas produk
25
yang diinterfensi oleh pemerintah berupa adanya kebijakan pemerintah,
infrastruktur yang baik, Lokasi yang strategis, Akses pasar mudah dan luas,
bernilai ekonomi tinggi dipasaran, produk yang memiliki daya saing tinggi
dipasaran, melibatkan SDM yang banyak, dan produk yang ketersediaannya
melimpah serta ramah lingkungan. Terkait dengan penentuan jenis klaster industri
yang dapat dikembangkan di Jawa Tengah yaitu : (1) Klaster Peternakan; (2)
Klaster Pertanian; (3) Klaster Perikanan; (4) Klaster Perkebunan; (5) Klaster
Pariwisata; (6) Klaster Industri Pengolahan dan (7) Klaster Perdagangan Besar
dan Eceran. Kota Semarang sebagai pengisi salah satu daerah klaster di jawa
tengah memiliki beberapa fokus klaster potensial dari segi ekonomi, sosial dan
budaya yang dapat dikembangkan di Semarang, Klaster industri pengolahan
dengan segala produk turunannya termasuk di dalamnya yaitu klaster batik
merupakan perkumpulan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) batik yang
memiliki permasalahan – permasalahan sejenis yang dibentuk oleh Pemerintah
Kota Semarang. Kemudian Pemerintah Kota Semarang memberikan wewenang
kepada Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Semarang untuk
melakukan program pemberdayaan UMKM sesuai dengan anggaran yang
diturunkan oleh anggaran pendapatan, dan belanja daerah Kota Semarang.
Lai et al (2013), menyatakan beberapa penelitian tentang klaster telah
banyak dilakukan, diantaranya hubungan antara manajemen pengetahuan pada
klaster industri dan inovasi (Arikan, 2009; Connel & Voola, 2013; Lissoni, 2001;
Tallman et al., 2004), hubungan dan pengaruh di antara sistem inovasi dan klaster
(Bell, 2005; Gnywali & Srivastava, 2013), dan pengaruh klaster industri terhadap
26
daya saing perusahaan (Bell et al., 2009). pengaruh manajemen pengetahuan
klaster industri pada kinerja inovasi diteliti oleh Lai et al (2013). Hasil penelitian
menunjukkan kinerja inovasi dipengaruhi oleh klaster industri dan manajemen
pengetahuan, dimana klaster industri terdiri dari aspek sumber daya dan hubungan
interaksi antar elemen, sedangkan manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan
dan penerimaan pengetahuan serta penyebaran dan penyimpanan pengetahuan.
Liao (2010) melakukan penelitian yang menguji keterkaitan dan peranan
sumber daya, pengetahuan, dan kepercayaan terhadap kinerja klaster. Hasil
penelitian menghasilkan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja klaster adalah
sumber daya, pengetahuan, kepercayaan, kreatifitas, serta adanya interaksi sumber
daya dalam klaster. Yesil et al (2013) menyatakan proses transfer pengetahuan
(knowledge shating processes) berpengaruh pada kemampuan melakukan inovasi.
Sedangkan kemampuan inovasi akan mempengaruhi kinerja inovasi. Kreativitas
yang menciptakan nilai tambah disebut inovasi, Dhewanto et al (2012) membuat
konseptual framework dimana kemampuan inovasi dipengaruhi oleh teknologi,
kemampuan pengelolaan organisasi, sumber daya manusia, dan klaster (rantai
nilai klaster, competition klaster, dan pembagian sumber daya klaster). Sedangkan
kinerja bisnis dipengaruhi oleh kemampuan inovasi dan klaster. Penciptaan
inovasi akan meningkatkkan produktivitas klaster sehingga produk klaster dapat
bersaing dipasaran lokal maupun pasar global. Chen dan Xiangzhen (2010)
menghasilkan suatu model sistem manajemen pengetahuan untuk memajukan
kompetensi inti pada klaster industri. Sugiarto et al (2012) menghasilkan model
27
pemilihan strategi pengembangan klaster dengan metode Fuzzy Analytical
Hierarchy Process (FAHP).
Beberapa penelitian dengan objek Batik Semarang dilakukan oleh Widodo
(2011) melakukan identifikasi bentuk penerapan eko-efisiensi, Permatasari (2011)
melakukan analisis rantai nilai untuk memberikan strategi pada produk batik.
Widyaningrum (2014) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran, dan
Cahyo Uji Pernanto, Margareta Suryaningsih, Kismartini (2016) tentang
implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster
batik kota Semarang yang mendapati masih ada faktor penghambat klaster batik
untuk mengembangkan diri seperti kontrol tidak rutin, sumber daya manusia,
sarana dan prasarana belum memadai. Selain itu terdapat faktor pendukung
implementasi pemberdayaan yaitu kontribusi, komitmen, kesiapan, kompetensi,
finansial instansi Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, hubungan sosial
dan derajat keterlibatan anggota klaster yang baik.
2.2 Konsep Strategi Pemasaran
2.2.1 Strategi Pemasaran
Menurut para ahli dalam peranan strategisnya, pemasaran mencakup setiap
usaha untuk mencapai kesesuaian antara industri dengan lingkungannya dalam
rangka mencari pemecahan atas masalah, dibagi menjadi dua penentuan pokok
yaitu pertama, fokus usaha apa yang digeluti pada saat ini dan jenis bisnis apa
yang dapat dimasuki pada masa yang akan datang. Kedua, bagaimana bisnis yang
telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang
28
kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran
pemasaran) untuk melayani pasar sasaran.
DefinisiStrategiPemasaranMenurut PhilipKotler(2004,81) Strategi
Pemasaran adalah pola pikir pemasaran yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan pemasarannya. Strategi pemasaran berisi strategi spesifik untuk pasar
sasaran, penetapan posisi, bauran pemasaran dan besarnya pengeluaran
pemasaran. Menurut tjiptono ( 2002, 6 ) Strategi pemasaran adalah alat
fundamental yang direncanakan untuk mencapai perusahaan dengan
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar
yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar
sasaran tersebut. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi
pemasaran dapat dinyatakan sebagai dasar tindakan yang mengarah pada kegiatan
atau usaha pemasaran, dari suatu perusahaan, dalam kondisi persaingan dan
lingkungan yang selalu berubah agar mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi
dalam penetapan strategi pemasaran yang akan dijalankan kelompok usaha,
industri ataupun perusahaan haruslah terlebih dahulu melihat situasi dan kondisi
pasar serta menilai posisinya dipasar. Dengan mengetahui keadaan dan situasi
serta posisinya di pasar dapat ditentukan kegiatan pemasaran yang harus
dilaksanakan.
2.2.2 Tujuan Strategi Pemasaran
Membuat penjualan bukan fokus perlakuan lagi adalah tujuan pemasaran.
Penjualan dan iklan hanyalah bagian dari bauran pemasaran yang lebih besar
seperangkat sarana pemasaran yang bekerja sama untuk memuaskan kebutuhan
29
pelanggan dan menciptakan hubungan dengan pelanggan. Satu industri yang
sudah mulai mengenal dan memahami bahwa pemasaran merupakan faktor
penting dalam mencapai kesuksesan perusahaan konsep pemasaran bertujuan
memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Pemasaran
adalah suatu orientasi terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan, didukung
oleh suatu pemasaran secara terpadu yang ditujukan untuk membangkitkan
kepuasan pelanggan sebagai kunci untuk memenuhi tujuan – tujuan organisasi.
Sebagai bagian dari konsep pemasaran berpandangan bahwa kunci untuk
mewujudkan tujuan organisasi terletak pada kemampuan organisasi dalam
menciptakan, memberikan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer
value) kepada pasar sasarannya secara lebih efektif dibandingkan pada pesaing.
Tujuan akhir pemasaran adalah membantu organisasi mencapai tujuannya, tujuan
utama dalam industri dan perusahaan adalah mencari laba sedangkan tujuan
lainnya adalah mendapatkan dana yang memadai untuk melakukan aktivitas-
aktivitas sosial dan pelayanan publik (Kotler, 2008:6).
2.2.3General Marketing Strategy
Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan,
namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di
perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan
ketika divisi – divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga,
organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari
sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya
secara bersamaan. Jenis – jenis strategi adalah sebagai berikut :
30
1. Strategi integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi
horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal.
Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat
mengendalikan para distributor, pemasok atau pesaing.
2. Strategi intensif penetrasi pasar dan pengembangan produk kadang
disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan
usaha – usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan
produk yang ada hendak ditingkatkan.
3. Strategi diversifikasi terdapat tiga jenis yaitu diversifikasi
konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau
jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi
konsentrik. Menambah produk atau jasa yang tidak terkait untuk
pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal.
Sedangkan Penambahan produk baru dan dipasarkan pada pasar
baru yang tak terkait dengan yang ada saat ini disebut diversifikasi
konglomerat.
4. Strategi defensif disamping strategi integrative, intensif, dan
diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi
rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi biaya,
terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui
penghematan biaya dana untuk meningkatkan kembali penjualan
dan laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi
berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya
31
dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar
organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya, perencana strategi
bekerja dengan sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari
pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi adalah menjual
suatu divisi atau bagian dari organisasi, divestasi sering digunakan
untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk
akuisisi atau investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat
menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk
melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang
memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas
lainnya dalam industri dan perusahaan. Likuidasi adalah menjual
semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata
aset tersebut. Merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa
merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun,
barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus menderita
kerugian dalam jumlah besar.
5. Strategi umum menurut Porter, ada 3 (tiga) landasan strategi yang
dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif,
yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan
ketiganya strategi umum, keunggulan biaya menekankan pada
pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah
untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi
adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan
32
jasa yang dianggap unik di seluruh industri selanjutnya ditujukan
kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap
perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan
jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen
(David, 2004 ; 231).
2.2.4 Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat strategi pemasaran yang disebut bauran
pemasaran (Marketing mix) yang memiliki peranan penting dalam mempengaruhi
konsumen agar dapat membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan. Elemen-elemen bauran pemasaran terdiri dari semua variabel yang
dapat dikontrol perusahaan untuk dapat memuaskan para konsumen. Pengertian
bauran pemasaran menurut Alma (2007:130) “Marketing mix merupakan strategi
mencampur kegiatan – kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal
sehingga mendapatkan hasil yang paling memuaskan”. Menurut Zeithaml dan
Bitner (2008:48) “Bauran pemasaran adlah elemen – elemen organisasi
perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi
dengan tamu dan untuk memuaskan tamu”. Menurut Kotler dan Amstrong
(2012;92) “Bauran pemasaran adalah alat pemasaran yang baik yaitu terdiri dari
produk, harga, promosi, distribusi, lalu dikombinasikan untuk menghasilkan
respon yang diinginkan dari target pasar”.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran
merupakan alat pemasaran yang benar yang berada dalam suaru industri,
perusahaan ataupun kelompok usaha dimana penggerak usaha mampu
33
mengendalikannya agar dapat mempengaruhi respon pasar sasaran. Dalam bauran
pemasaran terdapat seperangkat alat pemasaran yang dikenal dalam istilah 4P,
yaitu produk, harga, tempat atau saluran distribusi, dan promosi, sedangkan dalam
pemasaran jasa memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti orang,
fasilitas fisik, dan proses, sehingga dikenal dengan istilah 7P menurut Kotler dan
Amstrong (2012:62). Berikut adalah unsur – unsur bauran pemasaran :
1. Produk
Mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan
pengembangan produk atau jasa yang tepat untuk dipasarkan
dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan
menambah dan mengambil tindakan yang lain mempengaruhi
bermacam – macam produk atau jasa.
2. Harga
Suatu sistem manajemen bisnis yang akan menentukan harga
dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan
strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos
angkut dan berbagi variabel yang bersangkutan.
3. Distribusi
Memilih dan mengelola saluran perdagangan yang dipakai
untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga melayani pasar
sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk
mengirim dan perniagaan produk secara fisik.
4. Promosi
34
Suatu unsur yang digunakan untuk memberitahukan dan
merajuk pasar tentang produk atau jasa yang baru pada atau
produk lama yang telah dikembangkan oleh perusahaan,
industri dan kelompok ataupun unit usaha melalui iklan,
penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi.
5. Sarana Fisik
Sarana fisik merupakan hal nyata yang turut mempengaruhi
kepuasan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk
atau jasa yang ditawarkan. Unsur yang termasuk dalam sarana
fisik antara lain lingkungan atau bangunan fisik, peralatan,
perlengkapan, logo, warna dan barang-barang lainnya.
6. Orang
Diartikan sebagai semua pelaku yang memainkan peranan
penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi
persepsi pembeli, elemen dari orang adalah pegawai
perusahaan, konsumen, dan customer lain. Semua sikap dan
tindakan karyawan, cara berpakaian karyawan dan penampilan
karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan
penyampaian jasa.
7. Proses
Semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang
digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini
memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses dalam
35
jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa
seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem
penyerahan jasa itu sendiri.
Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai bauran pemasaran, maka dapat
ditarik kesimpulanbahwa bauran pemasaran yang memiliki elemen – elemen yang
sangat berpengaruh dari input hingga output penjualan karena elemen tersebut
dapat mempengaruhi minat konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.
2.3 Pengembangan Industri Batik
UNESCO 2009 telah mematenkan batik sebagai salah satu warisan budaya
milik Indonesia. Dampak positif dari hal tersebut adalah semakin terbuka lebar
peluang pemasaran batik secara global. Produsen batik harus banyak memperkaya
informasi, membaca peluang pasar dan tentunya mampu bersaing untuk
menciptakan karya-karya terbaik terutama dari motif batik dan warna-warna yang
sedang digemari pasar saat ini, baik lokal, nasional maupun internasional. Mencari
pengembangan strategi pemasaran melalui kreativitas dan inovasi produk dan
media menjadi hal utama bagi kemajuan industri di pasar modern. Freddy
Rangkuti (2005: 18), menyampaikan pengelompokan Analisis SWOT, dengan
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Tujuannya untuk memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), serta meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman
(Threats). Proses pengambilan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan,
misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan dan industri.Menurut Lutfi
Muta’ali (2003: 12.7-12.8), untuk membuat strategi yaitu dengan mengawinkan
36
elemen internal dengan eksternal, sehingga didapatkan empat alternatif strategi
sebagai berikut:
A. Strategi SO (Strengths Opportunities)
Jika ditinjau dari segi keuangan strategi ini yang paling
murah karena dengan bekal yang paling sedikit dapat didorong
kekuatan yang sudah ada untuk maju (mengandalkan
keunggulan komparatif).
B. Strategi ST (Strengths Threats)
Strategi ini lebih mahal dalam segi keuangan karena dengan
bekal yang paling sedikit dapat diatasi ancaman yang sudah ada
untuk maju sehingga harus dilakukan mobilisasi.
C. Strategi WO (Weakness Opportunities)
Adalah strategi investasi atau divestasi yang juga agak lebih
sulit karena orientasinya adalah memihak pada kondisi yang
paling lemah tetapi dimanfaatkan untuk mengangkat peluang.
D. Strategi WT (Weakness Threats)
Merupakan strategi yang lebih rumit karena orientasinya
adalah memihak pada kondisi yang paling lemah atau paling
terancam sehingga yang dilakukan adalah mengontrol
kerusakan.
2.3.1 Segmentasi Pasar
Pasar terdiri dari banyak pembeli, dan para pembeli berbeda dalam satu
atau beberapa hal. Misalnya berbeda dalam keinginan, lokasi, sikap pembelian,
37
dan praktek pembelian yang dilakukan. Tidak dapat dipunkiri bahwa setiap
individu adalah unik, setiap individu tetap memiliki kemauan, kebutuhan,
motivasi yang beraneka ragam atau unik. Selera konsumen selalu berubah
begitupun dengan struktur harga yang ditetapkan. Sementara pada saat yang sama
terobosan baru di bidang teknologi informasi bermunculan. Persaingan semakin
tajam, tidak hanya produk dari dalam negeri saja tetapi juga produk dari luar
negeri, bahkan yang lebih rumit lagi adalah semakin banyaknya konsumen yang
membeli produk semakin kompleks permintaan dan penawaran yang harus pelaku
usaha hadapi.
Jelaslah bahwa strategi menjadi faktor utama untuk menghadapi perilaku
konsumen yang beraneka ragam. Strategi pemasaran harus sesuai dengan
dinamika pasar, dengan visi dan realitas yang tengah berlangsung. Disamping itu,
strategi harus mudah dipahami sehingga memacu para personil untuk
melakukannya. Untuk memahami perilaku konsumen terlebih dahulu pemasar
harus dapat membuat strategi pemasaran pasar. Memilah milah konsumen ke
dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan kebutuhan. Kemudian
memilih salah satu pasar sasaran yang bisa diidentifikasikan dari berbagai sudut
pandang seperti demografi, perilaku dan psikografi. Segmentasi pasar merupakan
strategi yang sangat penting dalam pengembangan program pemasaran, dengan
adanya segmentasi pasar diharapkan usaha pemasaran yang dilakukan dapat
mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Strategi segmentasi yang tepat dapat
mengurangi tekanan persaingan ketika persaingan tidak dapat memenuhi produk
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan segmen yang khusus. Pesaing yang
38
hanya memiliki satu produk untuk memenuhi kebutuhan umum akan kalah
dengan perusahaan yang memiliki banyak produk dan dapat memenuhi kebutuhan
segmen khusus.
Pada hakikatnya perusahaan tidak dapat melayani seluruh pelanggan,
apalagi terdapat pesaing yang memiliki posisi lebih baik di pasar tertentu. Oleh
karena itu, perusahaan biasanya memilih bagian pasar yang paling efektif untuk
dimasuki. Ada perusahaan yang mempunyai pola pikir melalui 3 tahap, yaitu :
1. Pemasaran Massal
Pada tahap ini perusahaan memproduksi, mendistribusikan, dan
mempromosikan secara besar – besaran. Akan tetapi hanya satu
jenis produk untuk seluruh pembeli.
2. Pemasaran Aneka Produk
Pada tahap ini perusahaan memproduksi dua atau lebih jenis
produk yang masing – masing berlainan dalam mode, ukuran,
dan kualitas dari produk tersebut.
3. Pemasaran Sasaran
Pada tahap ini pasar mulai dipisahkan secara jelas ke dalam
banyak segmen pasar, kemudian memilih satu atau lebih
segmen, memproduksi dan mengembangkannya dengan bauran
pemasaran yang dirancang secara khusus untuk masing-masing
segmen.
A. Dasar – Dasar Segmentasi Pasar Konsumen
39
Variabel – variabel untuk segmen pasar konsumen dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1. Berdasarkan
karakteristik konsumen yang mencakup karakteristik
geografis, demografis, dan psikografis 2. Membentuk
segmen dengan melihat pada tanggapan-tanggapan
konsumen pada produk tertentu seperti manfaat yang
diinginkan konsumen, alasan penggunaan merk tertentu dan
loyalitas. Menurut (Kotler dan Amstrong, 2006;183)
menyatakan segmentasi pasar konsumen dibuat
berdasarkan:
1. Geografitasi Segmentation
Membagi pasar ke dalam unit geografis yang berbeda-
beda seperti Negara, Kota maupun Lingkungan.
2. Demographic Segmentation
Membagi pasar ke dalam kelompok berdasarkan
variabel seperti usia, jenis kelamin, siklus keluarga
hingga pendapatan.
3. Psychographic Segmentation
Membagi pembeli menjadi beberapa kelompok berbeda
berdasarkan pada kelas sosial, gaya hidup, atau
karakteristik kepribadian.
4. Behavioral Segmentation
40
Segmentasi perilaku yang memilih pembelian ke dalam
kelompok – kelompok didasarkan pada pengetahuan,
sikap, penggunaan, atau tanggapan terhadap merk suatu
produk.
A. Karakteristik Segmentasi Pasar
Menurut Buchari Alma (2006:58) dalam buku Dasar – Dasar Pemasaran
diantara segmen yang ada terdapat segmen yang menarik, yaitu segmen pasar
yang dilayani, segmen pasar yang belum dilayani, dan segmen pasar yang sudah
dilayani tetapi kurang baik disamping memperhatikan segmen pasar yang menarik
tersebut masih ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk menunjang
usaha segmentasi yang efektif, yaitu :
1. Measurable
Tingkat informasi yang ada mengenai sifat – sifat pembeli,
sejauh mana sifat tersebut dapat ditukar. Misalnya untuk mengukur
jumlah pembeli mobil yang pembelinya didorong oleh pertimbangan –
pertimbangan ekonomi, status, dan kualitas.
2. Substanstial
Suatu tingkatan dimana segmen itu adalah luas dan cukup
menguntungkan untuk melakukan kegiatan pemasaran tersendiri.
3. Accessible
Tingkat dimana perusahaan itu secara efektif memusatkan
usaha pemasarannya pada segmen yang telah dipilihnya, misalnya
41
kegiatan periklanannya belum tentu sama antara segmen yang lama
dengan segmen yang baru.
4. Differentiable
Segmen – segmen dapat dipisahkan secara konseptual dan
memberikan tanggapan yang berbeda terhadap unsur – unsur dan
program – program bauran pemasaran yang berlainan.
5. Actionable
Program – program yang efektif dapat dirumuskan untuk
menarik dan melayani segmen pasar yang bersangkutan.
B. Mengevaluasi Segmen Pasar
Menurut (Kotler, jurnal violita : suatu tinjauan tentang
segmenting, targeting, positioning ; 2010) dalam melakukan evaluasi
terhadap segmen pasar, perusahaan perlu memperhatikan 3 (tiga)
faktor yaitu :
1. Ukuran Dan Pertumbuhan Segmen
Perusahaan harus menentukan apakah suatu segmen
potensial memiliki karakteristik ukuran dan pertumbuhan yang
tepat. Hal ini memang bersifat relatif dan tergantung pada masing –
masing perusahaan. Pada dasarnya setiap perusahaan
menginginkan pertumbuhan penjualan dan laba yang pesat pada
suatu segmen. Akan tetapi, umumnya perusahaan lebih menyukai
segmen pasar yang memiliki volume penjualan yang besar dan
seringkali mengabaikan atau menghindari segmen kecil.
42
Sebaliknya perusahaan yang kecil, cenderung menghindari segmen
pasar yang besar, karena dibutuhkan sumber daya manusia yang
besar.
2. Daya tarik struktur segmen
Adakalanya suatu segmen memenuhi kriteria dan
pertumbuhan yang dikehendaki, tetapi tidak menarik bila
dipandang dalam aspek profitabilitas. Setiap perusahaan perlu
menilai dampak profitabilitas jangka panjang dari kekuatan yang
ada, yaitu perusahaan lain dalam industri yang sama, pemasok,
pembeli, pendatang baru potensial, dan produk substitusi.
3. Tujuan dan sumber daya perusahaan
Meskipun suatu segmen telah memenuhi kedua kriteria
diatas, tetapi bila tidak sesuai dengan tujuan perusahaan, atau
perusahaan tidak memiliki kapasitas dan sumber daya manusia
yang memadai, maka segmen pasar tersebut harus diabaikan.
C. Manfaat Segmentasi Pasar
3 (tiga) manfaat dalam segmentasi pasar, yaitu :
1. Para penjual atau produsen berbeda dalam posisi yang lebih
baik untuk memilih kesempatan-kesempatan pemasaran.
2. Penjual atau produsen dapat menggunakan pengetahuan
terhadap respon pemasaran yang berbeda-beda, sehingga dapat
mengalokasikan anggarannya secara lebih tetap pada berbagai
segmen.
43
3. Penjual atau produsen dapat mengatur produk lebih baik dan
daya tarik dari pemasarannya.
2.3.2 Penetapan Pasar Sasaran (Target Marketing)
Menetapkan target pasar merupakan tahap selanjutnya dari analisis
segmentasi pasar, dari segmentasi pasar akan memberikan peluang bagi
perusahaan, maka perusahaan tersebut harus dapat mengevaluasi dan memilih
segmen mana yang akan dipilih dan dilayani. Pemilih pasar sasaran akan
menentukan bagaimana caranya untuk mengalokasikan sumber daya perusahaan
yang disarankan untuk program pemasaran. Targeting adalah proses penyeleksian
produk atau pelayanan terbaik sehingga benar-benar berada pada posisi yang
terbaik guna mencapai keberhasilan perusahaan. Didalam mengevaluasi segmen
pasar yang berbeda, ada tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Pertumbuhan dan besarnya segmen
2. Daya tarik struktural segmen
3. Menyelesaikan segmen pasar
A. Pendekatan – Pendekatan Pasar Sasaran
Terdapat 3 (tiga) pendekatan dalam menentukan pasar sasaran (Target
Market), yaitu : (1) Pemasaran yang tidak diferensiasi (undifferentiated marketing
/ mass marketing), (2) Pemasaran diferensiasi (differentiated marketing), dan (3)
Pemasaran konsentrasi (concentrated marketing).
1. Mass marketing / undifferentiated marketing
Pendekatan pemasaran dalam menentukan pasar sasaran
bertujuan untuk menangkap seluruh pasar melalui pemasaran.
44
Dengan pendekatan ini, perusahaan percaya bahwa konsumen
mempunyai keinginan yang sama berkenaan dengan atribut-
atribut produk atau konsumen dan mengabaikan adanya
perbedaan-perbedaan diantara segmen. Tujuan utama dari
pemasaran ini adalah untuk mencapai skala ekonomis, sehingga
efisiensi produksi bisa tercapai yang pada akhirnya akan
berdampak pada penempatan harga
2. Differentiated Marketing
Dalam pemasaran differensiasi, perusahaan berusaha
mengidentifikasi kelompok-kelompok pembeli dengan
membagi pasar kedalam dua kelompok atau lebih. Disamping
itu perusahaan membuat produk dan program pemasaran yang
berbeda-beda untuk masing-masing segmen. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah penjualan serta
mendapatkan kedudukan yang kuat pada setiap segmennya.
3. Concentrated Marketing
Dengan pemasaran konsentrasi, perusahaan bertujuan untuk
memepersempit yang melayani kebutuhan segmen yang
ditentukan. Dengan pendekatan pemasaran konsentrasi,
perusahaan tidak perlu mempunyai saluran distribusi yang luas,
program pemasaran yang mahal. Pemasaran konsentrasi berarti
memfokuskan tujuan pemasaran pada kelompok konsumen
tertentu yang biasanya tidak tergarap oleh pemasar lain.
45
B. Penentuan Posisi Pasar
Penentuan passar berkenaan dengan upaya idenetifikasi pengembangan
dan komunikasi keunggulan yang bersifat khas dan unik dari demikian produk
dan jasa perusahaan dipersepsikan lebih khusus bila dibandingkan dengan produk
yang biasa dari para pesaing dan pasar sasaran, jadi penentuan posisi pasar sangat
ditentukan oleh kemampuan sebuah perusahaan untuk memposisikan dirinya
secara efektif jika dibandingkan dengan para pesaingnya, yaitu dengan jalan
menyampaikan atau memebrikan nilai superior kepada pelanggannya. Disini
perusahaan harus berusaha memilih pola konsentrasi pasar khusus yang dapat
memebrikan kesempatan maksimum untuk mencapai tujuan sebagai pelopor.
Perusahaan yang baru beroperasi setelah memeperoleh posisi tertentu dipasar,
oleh karena itu perusahaan harus menentukan pasar sasarannya.
Positioning merupakan hal yang penting dalam proses pemasaran untuk
mencapai strategi STP (Segmenting, Targeting, and Positioning), menjadi cara
pemasar menamakan citra, presepsi dan imajinasi atas produk yang ditawarkan
kepada konsumen melalui proses komunikasi. Disini positioning berhubungan
bagaimana memainkan komunikasi agar dalam mindset konsumen tertanam sitra
tertentu atas produk. Menurut (Kasali, jurnal violita : suatu tinjauan tentang
segmenting, targeting, positioning ; 2010) mendefinisikan positioning sebagai
strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak konsumen, agar
produk/merek/nama dapat mencerminkan keunggulan terhadap produk itu sendiri.
Dari definisi tersebut mengandung pengertian bahwa positioning bukan
menciptakan produk dengan menempatkan dengan segmen tertentu, tetapi
46
positioning berarti menempatkan produk dalam mindset konsumen pada segmen
tertentu melalui adanya proses komunikasi yang dibangun oleh pemasar sehingga
produk memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan produk lain.
C. Cara – Cara Penentuan Posisi Pasar
Menurut (Suyanto, jurnal violita: suatu tinjauan tentang segmenting,
targeting, positioning ; 2010) penentuan posisi pasar dilakukan agar konsumen
mampu meningkatkan merek/produk/nama tertentu dalam benaknya, sehingga
menjadikan produk tersebut mempunyai citra yang kuat dibenak konsumen. Ada 2
(dua) cara dalam melakukan penentuan posisi pasar, yaitu :
1. Spesifik Positioning
Meliput kemampuan dalam menciptakan hubungan yang kuat
antara produk dengan atribut kunci tertentu dan manfaat produk
tertentu dalam benak konsumen.
2. Comfetitive Positioning
Berhubungan dengan masalah bagaimana suatu merek diposisikan
relatif terhadap pesaing.
D. Strategi Penentuan Posisi Pasar
Menurut (Winardi, 2010) setiap perusahaan harus mampu memposisikan
pendekatan yang baik sehingga dapat memebrikan kesan yang baik kepada
konsumen pada penawaran mempunyai nilai yang lebih tinggi. Jika dilihat dari
segi persepsi, ada beberapa strategi dalam penentuan posisi pasar yaitu:
1. Penentuan posisi menurut atribut, yaitu perusahaan memposisikan
menurut atribut seperti ukuran.
47
2. Penentuan posisi menurut manfaat, yaitu produk diposisikan
sebagai pemimpin dalam suatu manfaat tertentu, misalnya produk
mempunyai berbagai macam manfaat.
3. Penentuan posisi menurut pengguna, yaitu memposisikan produk
yang terbaik untuk sejumlah pengguna supaya mendapatkan nilai
lebih dari konsumen.
4. Penentuan posisi menurut kategori produk, yaitu produk
diposisikan menjadi yang terbaik dalam kemasan kategori produk
tertentu.
5. Penentuan posisi menurut kualitas, yaitu produk diposisikan
sebagai yang terbaik dan termurah.
E. Kesalahan – Kesalahan Dalam Penentuan Posisi Pasar
Menurut (Saladin;2010) terdapat beberapa kesalahan – kesalahan yang
ahrus dihindari pelaku bisnis dalam penentuan posisi pasar, berikut kesalahan
utama tersebut :
1. Underpositioning
Pembeli mempunyai gambaran yang kurang jelas tentang merek tersebut.
Pembeli tidak mengetahui manfaat khusus yang dimiliki produk tersebut
2. Overpositioning
Pembeli mempunyai gambaran tertalu sempit terhadap merek tersebut
3. Conftused Positioning
Pembeli mempunyai gambaran yang samar terhadap produk dalam merek
tersebut, dikarenakan penjabaran produk yang kurang detail
48
4. Doubtful Positioning
Pembeli baru mempercayai merek tersebut setelah menghubungi melalui
feature, harga atau produksi perusahaan dari produk tersebut.
Muncul berbagai macam strategi pengembangan pemasaran untuk
mendapatkan nilai lebih bagi perusahaan, industri dan kelompok dari unit – unit
usaha. Penelitian dari Ginanjar Suendro (2010) mengenai analisis pengaruh
inovasi produk melalui kinerja pemasaran untuk mencapai keunggulan bersaing
berkelanjutan studi kasus pada IKM Batik Pekalongan, penelitian ini menganalisis
faktor – faktor yang mempengaruhi inovasi produk sebagai upaya mempengaruhi
kinerja pemasaran untuk peningkatan keunggulan bersaing berkelanjutan.
Permasalahan riset bersumber pada 2 (dua) hal yaitu research gap dari baker dan
sinkula (1999) dengan han et al (1998), baker dan sinkula (1999) dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa orientasi pasar secara signifikan berhubungan
dengan kinerja pemasaran. Han et al. (1998) menempatkan inovasi sebagai salah
satu variabel terpenting dalam kinerja, selain itu gronhaug dan kaufmann (1998,
dalam han et al 1998) menyatakan bahwa inovasi menjadi semakin penting
sebagai sarana bertahan, bukan hanya pertumbuhan dalam mengadapi
ketidakpastian lingkungan dan kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan han et al. (1998) orientasi pasar berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pemasaran. Permasalahan kedua
bersumber dari research problem yaitu kurangnya inovasi produk (dari pra survei).
Dari permasalahan tersebut yang mendasari dilakukan penelitian untuk
mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi inovasi produk yang nantinya
49
mempengaruhi kinerja pemasaran dan akhirnya terbentuk keunggulan bersaing
berkelanjutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inovasi produk dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan
koordinasi lintas fungsi, inovasi produk yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kinerja pemasaran dan selanjutnya meningkatkan keunggulan bersaing yang
berkelanjutan.
Dalam penelitian Analisis strategi pemasaran untuk meningkatkan daya
saing UMKM studi kasus pada Batik Cokro Semarang oleh dimas hendika
wibowo, zainul arifin, sunarti (2015) mengungkap strategi pemasaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha batik daerah. Strategi pemasaran dapat dipandang
sebagai salah satu dasar yang dipakai dalam menyusun perencanaan perusahaan
secara menyeluruh. Dipandang dari luasnya permasalahan yang ada dalam
perusahaan, maka diperlukan adanya perencanaan yang menyeluruh untuk
dijadikan pedoman bagi segmen perusahaan dalam menjalankan kegiatannya,
alasan lain yang menunjukkan pentingnya strategi pemasaran adalah semakin
kerasnya persaingan perusahaan pada umumnya. Penelitian yang memiliki tujuan
untuk mendapatkan gambaran mengenai strategi pemasaran untuk meningkatkan
daya saing, dan mengetahui seberapa efektif pelaksanaan strategi pemasaran yang
telah dilakukan dalam konsep memberikan ketertarikan kepada masyarakat
terhadap satu produk. Penelitian yang dilakukan di Batik Cokro Semarang dengan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, jenis penelitian deskriptif.
Hasil dari efektifitas strategi pemasaran menunjukkan adanya peningkatan
total penjualan dari tahun ke tahun dan dijadikan sebagai acuan efektifitas startegi
50
pemasaran dalam persaingan antar perusahaan batik. Konsep yang diterapkan
dalam strategi pemasaran Batik Cokro Semarang melalui penetrasi peningkatan
intensitas keluarnya produk yang berdampak pada ketertarikan masyarakat
melakukan pembelian selanjutnya dapat di artikan sebagai minat beli hingga
tercapainya peningkatan daya saing. Batik Cokro Semarang menggunakan strategi
pemsaran sebagai berikut :
1. Segmentasi, berarti memilah-milah konsumen ke dalam kelompok-
kelompok yang mempunyai kesamaan kebutuhan. Segmentasi
pasar merupakan strategi yang sangat penting dalam
pengembangan program pemasaran, dimana Batik Cokro Semarang
memiliki segmentasi secara khusus lebih memfokuskan kepada
konsumen usia muda (16-30 Tahun) yang bertujuan untuk
meningkatkan ketertarikan batik dikalangan kawula muda. Dengan
adanya segmentasi pasar diharapkan usaha pemasaran yang
dilakukan dapat mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan
efisien.
2. Target pasar, adalah konsumen batik seragam dan kombinasi bagi
perusahaan, event organizer, pabrik, hotel, instansi pemerintah
maupun sekolah.
3. Posisi pasar, Batik Cokro Semarang tetap memfokuskan menjadi
alternatif utama produk batik, terutama batik seragam dan
kombinasi dengan memberikan kualitas produk yang baik.
51
4. Bauran pemasaran, strategi pemasaran produk Batik Diajeng Solo
adalah membuat produk sesuai keinginan dan kebutuhan
konsumen, dalam melakukan strategi distribusi dengan melakukan
penjualan langsung ke konsumen, sedangkan strategi promosinya
melalui internet marketing, sponsor acara dan pameran fashion.
Pemberdayaan lingkungan masyarakat yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan dan menghasilkan nilai ekonomis menjadi perhatian masyarakat
dalam keikutsertaan membangun perekonomian daerah melalui ekonomi kreatif
yang sedang digiatkan pemerintah. Dengan kearifan budaya dari masyarakat lokal
dan hasil produk yang unik dinilai mampu menarik minat masyarakat luas untuk
berkunjung. Dalam Jurnal penelitian Analisis strategi pemasaran dalam
meningkatkan industri Batik Tulis Giriloyo untuk mendukung pembangunan
wilayah di Desa Wukirsari, Wonogiri Bantul Yogyakarta (2016), dengan tujuan
penelitian untuk menganalisis karakteristik industri batik tulis giriloyo dan
menganalisis strategi pemasaran yang diterapkan. Ditinjau dari lokasi, posisi
industri Batik Laweyan dan Kauman berada di Kuadran I, sedangkan Giriloyo
berada di Kuadran II yang menandakan bawa industri ini sudah kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Semua akses lebih mudah jika berada di daerah
kuadran I, jangkauan konsumen lebih mudah, akses bahan baku dan pasar lebih
dekat. Divesifikasi strategi dengan memperbanyak ragam strategi taktisnya.
2.4 Integrate Consuling Media
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan informasi atau pesan. Kata media berasal dari kata latin,
52
merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut
mempunyai arti “perantara” atau “pengantar”, yaitu perantara sumber pesan (a
source) dengan penerima pesan (a receiver). Menurut Syaiful bahri Djamarah
media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan
guna mencapai tujuan. Miarso mengartikan media adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.Jadi dalam pengertian yang
lain media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan
dari komunikator kepada khalayak.
Istilah kewirausahaan seringkali terkait dengan penciptaan usaha baru dan
manajemen usaha kecil (Gibb, 1996) tidak semua manajer / pemilik dapat
dianggap sebagai pengusaha, juga tidak semua usaha kecil adalah kewirausahaan.
Menurut Drucker istilah entrepreneur telah digunakan lebih dari 2000 tahun.
Entrepreneur berasal dari kata perancis “Entreprendre” yang artinya
melaksanakan, mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kewirausahaan adalah suatu
proses melalui bisnis baru, mengorganisasi sumber daya yang diperlukan dengan
mempertimbangkan risiko yang terkait dan balas jasa yang akan diterima. Banyak
definisi kewirausahaan yang telah dibahas oleh peneleiti diantaranya adalah
kewirausahaan merupakan mental dan sikap jiwa yang selalu aktif berusaha
meningkatkan hasil karyanya untuk meningkatkan penghasilan. Menurut Widjaja
(2009) entrepreneur merupakan sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi
dan produk yang baru. Membutuhkan biaya periklanan yang besar bagi satu
53
produk industri supaya dapat dikenal masyarakat luas dan mendapatkan
pendapatan yang besar pula, namun di era modern dengan masyarakat yang
semakin akrab dengan tehnologi menjadi sangat mungkin biaya iklan yang
minimalis dapat menghasilkan impact yang besar.
Line Apps dalam smartphone, tablet dan kompoter menjadi global basic
communication, setiap individu bercengkrama melalui obrolan dan menghabiskan
banyak waktu dengan berbagai macam ekspresi dan informasi yang ditawarkan
pada Line Application. Dikembangkan oleh perusahaan Jepang bernama NHN
Corporation Line dapat melakukan aktivitas seperti mengirim pesan teks,
mengirim gambar, video, pesan suara, dan lain-lain (wikipedia). Mengambil
bagian dari Line update menjadi strategi pemasaran yang menjanjikan ketertarikan
emosional masyarakat terhadap suatu produk.
Isian menarik untuk pengemasan pemasaran produk memberikan suasana
keingintahuan kepada siapa saja yang melihat timeline, keingintahuan akan
mengubah seseorang untuk tertarik mencari informasi obyek yang sedang dilihat.
Pada konten yang sering dikunjungi oleh warga net akan memberikan income bagi
pengunggah informasi tersebut, masyarakat akan terpenuhi kebutuhan akan
produk yang dilihatnya melalui wadah yang lengkap oleh pemasar hingga pada
akhirnya calon konsumen mengetahui macam produk yang di sediakan. Tentu ini
menjadi penghasilan tambahan untuk pelaku bisnis ketika dapat menghasilkan
form untuk konten produk di dalam Line Application.
Menyikapi apa yang disampaikan pada media digital akan tersimpan dan
kapanpun dapat dinikmati oleh masyarakat akan menjadi pendapatan yang
54
berkelanjutan bagi pemasar sekaligus mudah dalam mengubah format konten
untuk sekedar mengikuti perkembangan tehnologi.
2.4.1 Promosi
A. Pengertian Promosi
Pemasaran modern membutuhkan lebih daripada hanya mengembangkan
produk yang baik, memberikan harga yang menarik dan membuatnya terjangkau
oleh pasar sasaran. Perusahaan juga harus berkomunikasi dengan pelanggan yang
ada sekarang maupun komunikator dan promotor. Perusahaan modern mengelola
suatu sistem komunikasi pemasaran yang kompleks, perusahaan berkomunikasi
dari mulut ke mulut dengan konsumen lain dan publik, sementara suatu kelompok
memberikan timbal balik komunikasi kepada kelompok lainnya.
B. Fungsi Promosi
Menurut Shimp (2000:7) promosi memiliki lima fungsi yang sangat
penting bagi kemasan suatu perusahaan/lembaga, industri, kelompok dan unit –
unit usaha. Kelima fungsi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
1. Informing (Memberikan Informasi)
promosi membuat konsumen sadar akan produk – produk baru, mendidik
mereka tentang berbagai fitu dan manfaat merek, serta memfasilitasi
penciptaan citra sebuah perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa.
Promosi menampilkan peran informasi bernilai lainnya, baik untuk merek
yang diiklankan maupun konsumennya, dengan mengajarkan manfaat –
manfaat baru dari merek yang telah ada.
2. Persuading (Membujuk)
55
Media promosi atau iklan yang baik akan mampu mempersuasi pelanggan
untuk mencoba produk dan jasa yang ditawarkan. Terkadang persuasi
berbentuk mempengaruhi permintaan primer, yakni menciptakan
permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Lebih sering, promosi
berupaya untuk membangun permintaan sekunder, permintaan bagi merek
perusahaan yang spesifik.
3. Reminding (Mengingatkan)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Saat kebetulan muncul, yang berhubungan dengan produk dan
jasa yang diiklankan, dampak promosi di masa lalu memungkinkan merek
periklanan hadir di benak konsumen. Periklanan lebih jauh
didemonstrasikan untuk mempengaruhi pengalihan merek dengan
mengingatkan para konsumen yang akhir – akhir ini belum membeli
merek yang tersedia dan mengandung atribut – atribut yang
menguntungkan.
4. Adding Value (Menambah Nilai)
Terdapat tiga cara mendasar dimana perusahaan bisa memberi nilai
tambah bagi penawaran – penawaran mereka, inovasi, penyempurnaan
kualitas, atau mengubah persepsi konsumen. Ketiga komponen nilai
tambah tersebut benar – benar independen. Promosi yang efektif
menyebabkan merek dipandang lebih elegan, lebih bergaya, lebih
bergengsi, dan bisa lebih unggul dari tawaran pesaing.
5. Assisting (Mendampingi upaya-upaya Lain Dari Perusahaan)
56
Periklanan merupakan salah satu alat promosi membantu perwakilan
penjualan. Iklan mengawasi proses penjualan produk – produk perusahaan
dan memebrikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum
melakukan kontak persomal dengan para pelanggan yang prospektif.
Upaya, waktu, dan biaya periklanan dapat dihemat karena lebi sedikit
waktu yang diperlukan untuk memberi informasi kepada proses tentang
keistimewaan dan keunggulan produk jasa. Terlebih lagi, ilkan
melegitimasi atau membuat apa yang dinyatakan klaim oleh perwakilan
penjual lebih kredibel.
Jika fungsi diatas ditujukan kepada konsumen, maka sebenarnya fungsi
promosi juga memiliki tujuan untuk memenangkan persaingan dengan
kompetitor. Salah satu strategi memenangkan persaingan dalam dunia pemasaran
khususnya promosi adalah menggunakan Public Relations dengan tepat. Prof.
Pilip Kotler (dalam kartajaya, 1992:37) memberikan singkatan pada startegi
penggunaan Public Relations ini dengan istilah P-E-N-C-I-L-S.
1. Publications (Publikasi)
Perusahaan dapat mengusahakan penerbitan – penerbitan tertentu
untuk meningkatkan citra perusahaan
2. Event (Kegiatan)
Event yang dirancang secara tepat dapat mencapai suatu tujuan
public relations tertentu.
3. News (Pemberitaan)
57
Semua usaha dilakukan supaya aktivitas tertentu dari perusahaan
menjadi bahan berita di media massa.
4. Community Involvement (Kepedulian Pada Masyarakat)
Berusaha “Akrab” dan “Ramah” dengan masyarakat disekitarnya.
Hal ini terutama perlu pada saat sebuah cabang suatu perusahaan
didirikan disuatu daerah baru.
5. Identity Media (Penggunaan Media Sebagai Identitas)
Semua stationery yang dipakai mulai dari kartu nama, kertas,
maupun amplop, harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan citra suatu perusahaan. Selain itu identitas media
juga dapat diterapkan pada sarana dan sarana/prasarana lain, seperti
gedung, mobil pengangkut barang, dan lain sebagainya.
6. Lobbying (Mempengaruhi)
Kontak pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai
tujuan tertentu.
7. Social Investment (Investasi Sosial)
Perusahaan dapat merebut hati masyarakat yang ditujunya dengan
melakukan partisipasi sosial seperti pembangunan masjid,
jembatan, taman, dan fasilitas umum lainnya. (jurnal Maroebeni,
fungsi promosi;2008)
C. Tujuan Promosi
Tujuan promosi sebagai efek dari komunikasi sebagai berikut :
58
1. Menumbuhkan persepsi pelanggan terhadap suatu kebutuhan
(category need).
2. Memperkenalkan dan memebrikan pemahaman tentang suatu
produk kepada konsumen (brand awareness).
3. Mendorong pemilihan terhadap suatu produk (brand attitude).
4. Membujuk pelanggan untuk membeli suatu produk (brand
purchase intention).
5. Mengimbangi kelemahan unsur bauran pemasaran lain
(purchase facilitation).
6. Menanamkan citra produk dan perusahaan (positioning).
Dalam jurnal penelitian berjudul “Strategi promosi sebagai dasar
peningkatan respons” oleh Rusmini (2013) mendapatkan pengertian promosi
adalah upaya yang dilakukan dalam bidang informasi untuk membujuk orang
melakukan pembelian, masyarakat mendapatkan keuntungan karena informasi
yang diterima. Promosi campuran meliputi promosi penjualan, personal jual,
hubungan masyarakat dan publisitas, dan iklan. Melalui mix promotion
perusahaan, industri dan kelompok usaha dapat menginformasikan tentang produk
kepada dimaksudkan masyarakat. Komunikasi yang efektif dapat mengubah atau
memperkuat sikap masyarakat. Tanggapan khalayak dapat diukur melalui model
respon hirarki yang disebut AIDA – Attention, Interest, Desire, and Action.
Di era perdagangan bebas merupakan masa persaingan produsen dalam
memasarkan produknya. Produsen menginginkan pada era tersebut produknya
dapat diterima masyarakat luas. Agar produknya sampai ke konsumen dan dapat
59
di artikan sesuai dengan ekspektasi produsen maka perlu informasi yang jelas
melalui media periklanan. Kejelasan informasi pada segmen pasar terhadap
produk yang diiklankan akan menghasilkan tanggapan positif dari konsumen yang
tentunya akan mendatangkan keuntungan bagi produsen. Dikemas dalam
penelitian (Pujiyanto judul penelitian “Strategi pemasaran produk melalui media
periklanan”,2009). Mencari berbagai informasi yang datang dari media melalui
teknologi untuk mempermudah pembelajaran. Teknologi merupakan keseluruhan
sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan
kenyamanan hidup manusia. (sumber : www.wikipedia.com).
2.4.2 Produksi
Dalam proses produksi, faktor-faktor produksi akan sangat mempengaruhi
keberhasilan serta keberlangsungan suatu perusahaan. Faktor-faktor produksi
dalam industri, antara lain sebagai berikut:
1) Modal (capital)
Modal adalah semua biaya atau barang yang dimiliki seseorang atau
perajin yang disiapkan dan digunakan melalui proses produksi. Modal digunakan
untuk membangun aset, pembelian bahan baku, rekrutmen tenaga kerja, dan lain
sebagainya untuk menjalankan kegiatan industri. Modal sangat menentukan bagi
kelangsungan industri dan mempunyai peran yang penting dalam pengembangan
suatu industri. Perbedaan modal yang digunakan tiap pengusaha akan memberikan
pengaruh yang berbeda dalam tingkat pendapatan, kemampuan produksi, orientasi
pasar serta kelangsungan industri.
2) Tenaga Kerja
60
Tan Goang Tiang (dalam Ida Bagoes, 2004: 224), Tenaga Kerja (Man
Power) ialah besarnya bagian penduduk yang dapat diikutsertakan dalam proses
ekonomi. Bab 1 Pasal 1 UU RI No. 13 Tahun 2003, Tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Soekartawi
(2003: 7), menjelaskan bahwa faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor
produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam
jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga
kualitas dan macam tenaga kerja yang perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam faktor produksi tenaga kerja, yaitu antara lain
tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja
musiman, dan upah tenaga kerja.
3) Bahan Mentah/Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu unsur penting yang sangat mempengaruhi
kegiatan produksi suatu industri. Tanpa bahan baku yang cukup, proses produksi
dapat terhambat dan bahkan terhenti. Tersedianya bahan baku dalam jumlah yang
cukup berkesinambungan dan harga yang relatif murah akan memperlancar
produksi yang pada gilirannya akan meningkatkan jumlah produksi. Untuk itu
pasokan bahan mentah yang cukup baik dari dalam maupun luar negeri dapat
melancarkan dan mempercepat perkembangan suatu industri.
4) Transportasi
Sarana transportasi sangat vital dibutuhkan suatu industri baik untuk
mengangkut bahan mentah ke lokasi industri, mengangkut dan mengantarkan
61
tenaga kerja, pengangkutan barang jadi dan hasil output industri ke agen penyalur
atau distributor pada tahap produksi selanjutnya.
5) Sumber Energi atau Tenaga
Industri yang modern memerlukan sumber energi atau tenaga untuk dapat
menjalankan berbagai mesin-mesin produksi, menyalakan perangkat penunjang
kegiatan bekerja, menjalankan kendaraan-kendaraan industri dan lain sebagainya.
Sumber energi dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak
(bbm) batubara, gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain sebagainya.
6) Lokasi Industri
Pemilihan lokasi dalam industri mempunyai arti yang sangat penting, hal
ini karena lokasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan,
perkembangan, keberlangsungan suatu kegiatan industri. Adapun tujuan dari
adanya pemilihan lokasi industri tersebut adalah untuk memperbesar keuntungan
dengan menekan biaya produksi dan menjangkau pasar yang luas.
Adapun faktor-faktor untuk menentukan lokasi suatu industri dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Faktor pokok, meliputi lokasi bahan baku, sumber tenaga kerja, biaya
angkutan, daerah pemasaran dan sumber energi.
b) Faktor tambahan, meliputi iklim, kebijaksanaan pemerintah di bidang
industri dan ketersediaan air.
Teori kewirausahaan (Entrepreneurship theory) yang dikemukakan oleh
Schumpeter (1934), dikenal dengan teori pertumbuhan ekonomi karena pelaku
pertumbuhan ekonomi adalah para entrepreneur yang memperkenalkan produk
62
baru, metode produksi baru serta inovasi yang mendorong aktivitas ekonomi.
Fungsi seorang pengusaha adalah mereformasi pola produksi dengan
mengeksploitasi sebuah penemuan. Perubahan pola pemanfaatan sumberdaya
menjadi kombinasi yang baru menurut Scumpeter menyebabkan terjadinya
transformasi perusahaan menjadi sesuatu yang berbeda secara signifikan.
Transformasi perusahaan dari sesuatu yang lama menjadi baru mencerminkan
perilaku wirausaha/ pengusaha.
Pemasaran produk hasil keluaran produksi harus dikelola oleh sumber
daya manusiastrategi pemasaran yang tepat, agar hasil produksi dapat terjual
untuk mendapatkan keuntungan atau profit yang diharapkan sebagai pemasukan
untuk kegiatan kreativitas dan inovasi produksi berikutnya, strategi
pengembangan pemasaran menjadi topik utama untuk para pencari pasar terlebih
sekarang ini telah ditemukan berbagai macam strategi pemasaran yang digunakan
berbagai jenis perusahaan, mencoba mengembangkan teknologi dan media akan
menjadi serangan pasar yang tepat terhadap produk untuk memperluas pangsa
pasar, memberikan deviden kepada pemegang saham, membayar pegawai,
karyawan, buruh, hingga menjamin property right terpenuhi dengan baik.
Untuk menghadapi persaingan global, berbagai perusahaan seperti Sony
Corporation dari Jepang yang melakukan merger pada Paramount Pictures dan
CBS Records dalam rangka membentuk aliansi strategis atau perusahaan
relasional. Didalam strategi adalah pilihan antara mengubah harga,
mengembangkan produk baru, melakukan kampanye iklan, membangun kapasitas
63
baru, dan tindakan serupa lainnya yang mempengaruhi penjualan dan tingkat laba
perusahaan dan pesaingnya.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam
memandang suatu realitas/fenomena/gejala. Dalam paradigma ini realitas sosial
dipandang sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, dan penuh
makna. Permasalahan yang akan dikaji merupakan masalah yang bersifat sosial
dan dinamis. Oleh karena itu, menggunakan metode penelitian kualitatif menjadi
pilihan yang tepat untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan
menganalisis temuan dalam penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat
digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara
mendalam sehingga akan ditemukan pola – pola yang jelas mengenai
perekonomian dan Observasi untuk menentukan konsep permasalahan sosial.
3.2 Penelitian Kualitatif
David Williams (1995) mengemukakan bawa penelitian kualitatif adalah
pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode
alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.
Penelitian kualitatif menurut Moleong (2007:6) adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain – lain. Secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
65
Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam
memandang suatu realitas/fenomena/gejala. Dalam paradigma ini realitas sosial
dipandang sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, dan syarat akan
makna. Paradigma yang demikian disebut paradigma postpositivisme. Paradigma
sebelumnya disebut paradigma positivisme, dimana dalam memandang gejala,
lebih bersifat tunggal, statis, dan konkrit. Paradigma postpositivisme
mengembangkan metode penelitian kualitatif. Sering disebut metode penelitian
naturalistik karena metode penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting).
SelanjutnyaMetode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi. Bogdan dan Taylor (1975) mengemukakan bahwa metodologi
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat
diamati. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya
mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang menjadi objek penelitian
berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan manusia.
3.3 Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah pihak – pihak yang dijadikan sebagai sampel
dalam sebuah penelitian. Subjek penelitian dapat terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu :
66
1. Mikro, merupakan level terkecil dari subjek penelitian dan hanya berupa
individu.
2. Meso, merupakan level subjek penelitian dengan jumlah anggota lebih
banyak, misalnya keluarga dan kelompok.
3. Makro, merupakan level subjek penelitian dengan anggota yang sangat
banyak, seperti masyarakat atau komunitas luas.
Peran subjek penelitian adalah memebrikan tanggapan dan informasi
terkait data penelitian. Arikunto (1998:15) Objek penelitian adalah variabel / apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, sedangkan subjek penelitian
merupakan tempat dimana variabel melekat. Dalam penelitian ini yang menjadi
subjek penelitian adalah pelaku usaha batik dalam cluster batik semarang. Objek
penelitian yaitu strategi pengembangan pemasaran batik semarang.
3.4 Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2018
untuk intensif pendalaman materi penelitian dan untuk pengamatan mengenai
perkembangan objek penelitian dimulai pada awal tahun 2016, Tempat penelitian
yaitu UMKM Batik khususnya pada Cluster Batik Semarang dan ruang lingkup
konsumen batik.
3.5 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
tentang hal-hal yang akan dilakukan yang tersusun secara sistematis. Desain
penelitian bertujuan untuk memberi pertanggung jawaban terhadap semua langkah
yang diambil. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
67
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif (Faisal,2010:20)
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau
kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Permasalahan yang akan dikaji
merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Pemilihan metode penelitian
kualitatif menjadi tepat untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan,
mengolah dan menganalisis data hasil penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap fakta-fakta strategis
mengenai kondisi pemasaran cluster batik Semarang, Lai et al (2013),
menyatakan beberapa penelitian tentang klaster (Cluster) telah banyak dilakukan,
diantaranya hubungan antara manajemen pengetahuan pada klaster industri dan
inovasi (Arikan, 2009; Connel & Voola, 2013; Lissoni, 2001; Tallman et al.,
2004), hubungan dan pengaruh di antara sistem inovasi dan klaster (Bell, 2005;
Gnywali & Srivastava, 2013), dan pengaruh klaster industri terhadap daya saing
perusahaan (Bell et al., 2009). pengaruh manajemen pengetahuan klaster industri
pada kinerja inovasi diteliti oleh Lai et al (2013). Hasil penelitian menunjukkan
kinerja inovasi dipengaruhi oleh klaster industri dan manajemen pengetahuan,
dimana klaster industri terdiri dari aspek sumber daya dan hubungan interaksi
antar elemen, sedangkan manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan dan
penerimaan pengetahuan serta penyebaran dan penyimpanan pengetahuan.
Beberapa penelitian dengan objek Batik Semarang dilakukan oleh Widodo
(2011) melakukan identifikasi bentuk penerapan eko-efisiensi, Permatasari (2011)
melakukan analisis rantai nilai untuk memberikan strategi pada produk batik.
68
Widyaningrum (2014) melakukan penelitian tentang strategi pemasaran, dan
Cahyo Uji Pernanto, Margareta Suryaningsih, Kismartini (2016) tentang
implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster
batik kota Semarang yang mendapati masih ada faktor penghambat klaster batik
untuk mengembangkan diri seperti kontrol tidak rutin, sumber daya manusia,
faktor – faktor yang menyebabkan naik turunnya jumlah perajin batik dan
konsumen batik, hingga sarana dan prasarana yang masih perlu dikembangkan.
Selain itu terdapat faktor pendukung implementasi pemberdayaan yaitu
kontribusi, komitmen, kesiapan, kompetensi, finansial instansi Dinas Koperasi
dan UMKM Kota Semaran, hubungan sosial dan derajat keterlibatan anggota
klaster yang baik.
Berbagai hambatan yang dihadapi oleh para pelaku usaha batik dalam
mempublikasikan hasil karya nya serta bagaimana usaha dan langkah strategis
yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut supaya produk batik semarang
mendapatkan lingkup pasar yang lebih luas dan lebih digemari oleh konsumen
batik. Setelah mengetahui kondisi industri batik berdasarkan hasil observasi, data
temuan di lapangan, hasil wawancara dan opini masyarakat, kemudian
dirumuskan strategi atau upaya pengembangannya. Penelitian kualitatif ini dapat
digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara
mendalam sehingga akan ditemukan pola – pola yang jelas dan seimbang.
3.6 Jenis Dan Sumber Data Penelitian
3.6.1 Jenis Data Penelitian
A. Data Primer
69
Data dalam bentuk verbal atau kata – kata yang diucapkan lisan,
gerak – gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya, yakni subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan
variabel yang diteliti atau data yang diperoleh dari informan secara
langsung (Arikunto, 2010:22)
B. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang
menunjang data primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi
yang dilakukan serta dari studi pustaka. Data sekunder ini bisa berasal dari
dokumen – dokumen grafis seperti tabel, catatan, bukti fisik seperti foto
dan lain sebagainya (Arikunto, 2010:22).
3.6.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data diperoleh dari mini tour observasi, wawancara dan
dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Penentuan sumber data dilakukan
secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini dimaksudkan orang tersebut dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan, sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2010: 299-300).
Melakukan analisis konsumsi masyarakat terhadap produk dari objek
penelitian menjadi bahan pengayaan dalam data penelitian.
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
70
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif, maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan
spesifik. Sugiyono (2009:225) menerangkan bahwa pengumpulan data dapat
diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan atau
trianggulasi. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara observasi untuk mendapatkan revenue initial information, wawancara untuk
memperdalam data dan dokumentasi untuk referensi hasil temuan dilapangan
pada objek yang dituju.
1). Observasi
Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala
atau fenomena yang ada pada objek penelitian (Pabundu Tika, 2005: 44).
Kusuma (1987:25) Observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan
sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau objek lain yang
diselidiki. Adapun jenis – jenis observasi tersebut diantaranya yaitu
observasi terstruktur, observasi tak terstruktur, observasi partisipan, dan
observasi nonpartisipan.Metode ini digunakan untuk mencari data awal
dan gambaran umum tentang arah dan tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini, sesuai dengan objek penelitian membawa
observasi partisipan dalam menemukan informasi penting menjadi metode
yang sangat membantu untuk mendapatkan dasar dan mengembangkan
konsep ilmu pengetahuan. Observasi partisipan yaitu suatu teknik
71
pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan yang
dilakukan oleh objek yang diselidiki. Bersamaan dengan melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh
narasumber. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna
dari setiap perilaku yang nampak. Menganut pada partisipasi aktif (Active
Partisipation) yang memiliki pengertian means that the researcher
generally does what others in the setting do. mengamati dan mencatat
langsung terhadap objek penelitian, dalam observasi ini peneliti ikut
melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya
lengkap. yaitu dengan mengamati dan melakukan kegiatan – kegiatan
perajin batik, Mengambil arah observasi tak berstruktur pada mulanya
observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak berstruktur,
karena fokus penelitian belum jelas.
Fokus observasi berkembang selama kegiatan observasi
berlangsung. Dalam penelitian penggunaan instrumen yang telah baku
masih belum dilakukan, tetapi hanya menggunakan berupa rambu – rambu
pengamatan dan menuliskan hasil observasi pada matrik sederhana.
Sehingga dapat menentukan pokok – pokok pembahasan berupa strategi
pemasaran batik untuk pasar yang lebih luas seiring dengan perkembangan
zaman yang ditujukan pada wilayah produksi batik Semarang. Selanjutnya
memperjelas informan yang akan diteliti sehingga lebih jelas dalam
mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian.
72
Obyek observasi dalam penelitian kualitatif yang diobservasi
menurut Spradley dinamakan situasi sosial, yang terdiri atas tiga
komponen yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas)
1) Place, atau tempat dimana interaksi dalam situasi sosial sedang
berlangsung
2) Actor, pelaku atau orang – orang yang sedang memainkan peran
tertentu
3) Activity, atau kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam situasi
sosial yang sedang berkembang
Tiga elemen utama tersebut dapat diperluas sehingga apa yang dapat kita
amati adalah :
1) Space : the physical place : ruang dalam aspek fisiknya
2) Actor : the people involve : yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi sosial
3) Activity : a set of related acts people do : yaitu seperangkat kegiatan yang
dilakukan orang
4) Object : the physical things that are present : yaitu benda – benda yang
terdapat di tempat itu
5) Act : single actions that people do, yaitu perbuatan atau tindakan – tindakan
tertentu
6) Event : a set of related activities that people carry out, yaitu rangkaian aktivitas
yang dikerjakan orang – orang
7) Time : the sequencing that takes place over time, yaitu urutan kegiatan
73
8) Goal : the things people are trying to accomplish, yaitu tujuan yang ingin
dicapai orang – orang
9) Felling : the emotion felt and expressed, emosi yang dirasakan dan
diekspresikan oleh orang – orang.
Dalam melakukan pengamatan kita dapat menentukan pola sendiri,
berdasarkan pola diatas. Dengan melakukan pengamatan terhadap situasi sosial
bidang pemasaran cluster batik semarang, maka place nya adalah lingkungan
pemasaran batik secara global pada umumnya dan cluster batik semarang pada
khususnya, actor nya adalah konsumen batik, perajin dan pelaku usaha batik
semarang, activity – nya adalah kegiatan pemasaran batik semarang, pelaksanaan
produksi, komunikasi antara produsen dengan konsumen.
Ada tiga tahapan observasi yang digunakan yaitu 1) observasi deskriptif,
2) observasi terfokus 3) observasi terseleksi, Spradley (1980).
1) Observasi deskriptif
Dilakukan pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek
penelitian. Pada tahap ini belum membawa masalah yang akan diteliti,
melakukan penjelajahan umum, dan menyeluruh, mendeskripsikan semua
yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Simpulan yang dihasilkan masih
dalam keadaan yang belum tertata. Observasi tahap ini sering disebut
sebagai grand tour observation Dan kesimpulan pertama dihasilkan. Bila
dilihat dari segi analisis maka peneliti melakukan analisis domain
sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui.
2) Observasi terfokus
74
Pada tahap ini peneliti sudah melakukan mini tour observation, yaitu suatu
observasi yang telah dipersempit untuk difokuskan pada aspek tertentu.
Observasi ini juga dinamakan observasi terfokus, karena pada tahap ini
peneliti melakukan analisis taksonomi sehingga dapat menemukan fokus.
Mini tour observation berupa penjelajahan pengetahuan mengenai
konsumsi batik oleh masyarakat Jawa Tengah dalam konsep yang di
telusuri adalah pemasaran batik. Memfokuskan pada domain “huruf
besar”, “huruf kecil” dan “angka”, namun masih belum terstruktur. Bila
dilihat dari segi analisis data, maka pada tahap ini peneliti telah melakukan
analisis taksonomi yang selanjutnya menghasilkan kesimpulan tahap
kedua.
3) Observasi terseleksi
Menguraikan fokus yang ditemukan sehingga data lebih rinci. Dengan
melakukan analisis komponensial terhadap fokus, maka pada tahap ini
telah ditemukan karakteristik, kontras – kontras/perbedaan dan kesamaan
antar kategori, serta menemukan hubungan antara satu kategori dengan
kategori yang lain. Menurut Spradley (1980) observasi terseleksi ini masih
dinamakan mini tour obsevation.
Hasil dari observasi penelitian strategi pengembangan pemasaran daerah
yang memiliki sudut potensial atau produk potensial daerah yang berada pada
posisi central, Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah memiliki
keunggulan – keunggulan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pendapatan daerah. Mengusung tema sebagai Kota Atlas, dengan potensi alam
75
yang dimiliki dan pelabuhan laut alami yang dapat menarik pedagang dan
pengunjung ke kota tersebut. Pelayanan terbaik kepada pedagang dan pengunjung
tersebut, karena mereka akan membayar pajak serta membawa kemakmuran bagi
penduduk Semarang. Semakin banyak yang datang untuk berdagang dan
berkunjung, semakin tinggi pendapatan yang didapatkan. Letaknya yang strategis
ditengah kota - kota percontohan seperti Jakarta yang berada disebelah Barat,
Surabaya dibagian Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada bagian Selatan
yang dengan kemudahan akses mencapai masing - masing Kota percontohan
tersebut. Mengalunkan gerak percepatan perekonomian dengan langkah taktis
melalui manajemen perkotaan yang tepat dan strategi pengembangan ekonomi
yang komprehensif, Dinilai mampu menjadi langkah tengah yang dinamis untuk
setiap perubahan iklim bisnis global. Untuk analogi yang tidak merubah bentuk
lama dengan mengganti nilai baru, tetapi mempertahankan bentuk lama dan
memberikan bentuk baru yang memperkuat pengertian dari strategi yang ingin
disampaikan yang disebut challenge analogic product. Dimana akan terus ada
tantangan yang dihadapi untuk mencapai nilai tengah yang maksimal didalam
strategi pengembangannya.
2). Wawancara
Menurut Nasution, wawancara (interview) adalah bentuk komunikasi
verbal yang bertujuan memperoleh informasi dengan cara tanya jawab yang
dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Moh.
Pabundu Tika, 2005: 49). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
76
permasalahan yang harus diteliti, apabila peneliti ingin mengetahui hal – hal dari
responden yang lebih mendalam teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri
pada laporang tentang diri sendiri atau self report, atau setidak – tidaknya pada
pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Esterberg (2002) mengemukakan
beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan
tidak terstruktur.
A. Wawancara Terstruktur
Digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila pengumpul data
telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan – pertanyaan tertulis
yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
B. Wawancara Semi Terstruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in – dept
interview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan
wawancara, peneliti harus mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan.
C. Wawancara Tak Terstruktur (unstructured interview)
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
77
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis – garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum
mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga pencari
informasi banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden.
Berdasarkan analisis terhadap setiapjawaban dari responden tersebut,
maka peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang
lebih terarah pada suatu tujuan.
Menggunakan sistem wawancara semi terstruktur untuk mendapatkan
pendalaman informasi dan mendapatkan detail informasi melalui pengajuan
pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada suatu tujuan yang terdapat dalam
karakteristik wawancara tak terstruktur menjadi pilihan tepat dalam penelitian
strategi pengembangan pemasaran cluster batik semarang. Untuk menghindari
kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk
menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara, menjelaskan
atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas
mengenai topik penelitian menjadi poin penting yang harus dilakukan.
Langkah – langkah dalam penggunaan wawancara untuk mengumpulkan
data penelitian kualitatif (Lincoln and Guba dalam Sanapiah Faisal), yaitu :
1) Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan
2) Menyiapkan pokok – pokok masalah yang akan menjadi bahan
pembicaraan
3) Mengawali atau membuka alur wawancara
78
4) Melangsungkan alur wawancara
5) Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhrinya
6) Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
7) Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh
Menggali informasi dari berbagai macam narasumber dalam bidang batik
untuk mendapatkan detail information, hingga perlunya memahami opini
masyarakat luas terhadap batik yang berkembang dari tahun ke tahun, sehingga
penelitian dapat menghasilkan langkah strategis yang tepat dan diperlukan.
Dengan penentuan informan yang sudah jelas melalui observasi partisipatif yang
sebelumnya dilakukan, dalam konsep wawancara ini yaitu perajin dan pelaku
usaha cluster batik semarang mulai penulisan struktur dan tujuan wawancara
untuk mendapatkan informasi inti mengenai batik yaitu strategi pemasaran batik
semarang dari cluster batik semarang. Sebagai bahan pengayaan materi penelitian,
opini public dalam hal ini adalah masyarakat luas yang dikerucutkan menjadi
konsumen batik sebagai landasan untuk penyusunan strategi pengembangan
pemasaran batik semarang. Memberikan pertanyaan mengenai ketertarikan
terhadap produk batik oleh masyarakat dan hasilnya dipadukan dengan analisis
strategi pemasaran yang telah dilakukan oleh perajin dan pelaku usaha cluster
batik semarang. Mengetahui kelemahan, keunggulan dan hambatan dalam
pemasaran produk batik yang sedang berjalan di cluster batik semarang, serta
mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi minat dan daya beli masyarakat
terhadap produk batik, jika keduanya di masukkan dalam konsep analisis strategi
pengembangan pemasaran akan ditemukan langkah – langkah strategis dalam
79
meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk mencari, bertanya, dan membeli
produk batik.
Berikut ini daftar informan yang digunakan dalam mendapatkan informasi
tentang Batik Semarangan :
No
Nama Informan
Alamat
1.
Bapak Joko Sunarto
Perumahan Pondok Raden Patah
Blok C1 No 17 Desa Sriwulan,
Sayung Demak
2.
Bapak Tri Utomo
Kampoeng Batik Gedong No. 429,
Rejomulyo, Semarang Timur Kota
Semarang
3.
Umi S Adi Susilo
Desa Sumberejo RT 02 RW 05,
Meteseh, Tembalang, Meteseh,
Tembalang, Kota Semarang
4.
Ibu Dewi Handayani Untari
Ningsih
Karya Kriya Batik yang bertempat
di Jangli Krajan Kelurahan
Karanganyar Gunung Candisari,
Kota Semarang
5.
Bapak Eko Hariyanto
Kampung Batik gedong No.430
Rejomulyo Semarang Timur Kota
Semarang
80
6.
Ibu mustafiah
Toko Batik Mustafiah Pasar Yaik
Johar Semarang
7.
Ibu Zazilah
Zie Batik Kampung Malon Gunung
Pati Semarang
8.
Ibu Ririn Prabandari
Praba Cempaka Batik Kelurahan
Tugurejo Kecamatan Tugu Kota
Semarang
9.
Bapak Sumadi
Pengrajin Batik era 80 an,
Perum Gunungpati Permai Kepoh,
Nongkosawit Gunungpati
10.
H.MA.Warsono,SH.M.Hum
Dewan Koperasi Indonesia Wilayah
Jawa Tengah, Jalan Pamularsih
Raya No. 68 Semarang Barat
11.
Ibu Irma
Klub Merby: Pelatihan Ketrampilan,
Kesenian dan Toko Souvenir
Semarangan.
Jalan MT Haryono (Mataram) No
653 Semarang
Tabel 3.1 Informan Penelitian Cluster Batik Semarang
81
Untuk mendapatkan informasi dan data yang diinginkan, memperhatikan
cara – cara yang benar dalam melakukan wawancara adalah menjadi hal penting,
diantaranya sebagai berikut :
a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda,
taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.
b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak
pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi
beberapa pertanyaan baru.
c. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka
pengalaman konkrit responden.
d. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit dengan
acuan waktu dan tempat yang jelas serta menyebutkan semua alternatif
yang ada atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.
Supaya hasil wawancara dapat selalu diingat oleh pewawancara dengan
baik, dan kepemilikan bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau
sumber data, maka digunakan bantuan alat – alat oleh pewawancara segabai
berikut.
1. Buku catatan : berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan
sumber data.
2. Tape recorder : berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan.
82
3. Camera : untuk memotret ketika melakukan pembicaraan dengan
informan. Dengan adanya foto ini, maka dapat meningkatkan keabsahan
penelitian akan lebih terjamin.
Hasil wawancara segera harus dicatat setelah selesai melakukan wawancara agar
tidak lupa bahkan hilang. Karena wawancara dilakukan secara terbuka, maka
peneliti memerlukank pembuatan rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil
wawancara. Dari berbagai sumber data, dicatat mana data yang dianggap penting,
yang tidak peneting dan data yang sama dikelompokkan. Hubungan satu data
dengan data yang lain perlu dikonstruksikan, sehingga menghasilkan pola dan
makna tertentu. Data yang msih di ragukan perlu ditinjau dan ditanyakan kembali
kepada sumber data lama atau yang baru agar memperoleh ketuntasan dan
kepastian.
3). Studi Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku
– buku referensi, laporan – laporan, majalah – majalah, jurnal dan media lainnya
yang berkaitan dengan objek penelitian.
4). Dokumentasi
Dokumen menurut Sugiyono, (2009:240) merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan
harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode pbservasi dan
wawancaara. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto, sketsa
83
penelitan yang dimuat di media massa dan literatur serta data – data mengenai
Cluster Batik Semarang. Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan
semakin sah dan dapat dipercaya apabila didukung oleh bukti fisik.
5). Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Melakukan pengumpulan data
dengan triangulasi maka sebenarnya peneliti mengumpulkan daya yang sekaligus
menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Triangulasi teknik, berati peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda – beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.
Menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, studi pustaka dan
dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Dengan triangulasi
data yang telah dikumpulkan dalam observasi, wawancara, studi pustaka dan
dokumentasi dapat diketahui oleh peneliti apakah ini convergent (meluas), tidak
konsisten atau kontradiksi. Dan pada akhirnya didapatkan data yang lebih
konsisten, tuntas dan pasti. Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan
data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
3.7.2 Instrumen Penelitian
A. Panduan Dokumentasi
Panduan dokumentasi berisi hal-hal yang berkaitan dengan
informan, antara lain mengenai deskripsi lokasi penelitian, kisi-kisi
84
pedoman dokumentasi, peta administratif, data UMKM Batik Semarang,
data penjualan batik Disperindag Semarang dan arsip-arsip yang berkaitan
dengan masalah penelitian.
B. Wawancara Semiterstuktur (Semistructure Interview)
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-
depthinterview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas
biladibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara
jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka
(Sugiyono, 2010: 320). Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang
berkompeten dan berkaitan langsung dengan hal-hal yang terkait dalam
masalah penelitian pada Cluster Batik Semarang, antara lain yaitu pelaku
usaha, pemimpin paguyuban perajin batik, konsumen batik, Dinas Arsip
dan Perpustakaan Kota Semarang bagian Usaha mikro kecil dan
menengah, Dinas Koperasi dan Usaha mikro kecil dan menengah Kota
Semarang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah.
3.8 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Miles and Huberman (1984),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data selama dilapangan yaitu, data
reduction, datadisplay, dan conclusion drawing/verification (Sugiyono, 2010:
85
337). Aluranalisis data menurut Miles dan Huberman dapat digambarkan pada
skema berikut ini.
Gambar 3.1 Bagan Komponen dalam analisis data (Interactive model)
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti berada di lapangan,
maka jumlah data yang didapat akan semakin banyak, kompleks dan rumit.
Untuk itu segera melakukan analisis data dengan reduksi data sangat
diperlukan. Mereduksi data berarti merangkum , memilih hal – hal yang
pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya bila
masih dibutuhkan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik
seperti komputer mini, dengan memebrikan kode pada aspek – aspek tertentu.
Data Collection
Data Reduction
Data Display
Conclusions :
drawing/
verifying
86
Dalam reduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan
dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Reduksi
data merupakan proses berfikir sensitif, bagi peneliti yang masih baru dalam
melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang
dipandang ahli. Melalui diskusi itu wawasan akan berkembang sehingga dapat
mereduksi data – data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori
yang signifikan.
b. Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Melalui penyajian data maka data akan terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami. Memudahkan peneliti
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut, “looking at displays help us to
understand what is happening and to do some thing-further analysis or caution
on that understanding” Miles and Huberman (1984). Selain dengan teks
naraatif dalam melakukan display data juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jejaring kerja) dan chart. Bila pola – pola yang ditemukan telah
didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola
yang baku. Pola tersebut selanjutnya di display pada laporan akhir penelitian.
c. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti – bukti yang kuat
87
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang ditemukan pada tahap awal didukung oleh bukti – bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan tamuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih remang – remang atau gelap sehingga
setelah dilakukan penelitian menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, atau teori.
Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan
terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan
analisis yang saling terkait. Pendekatan yang digunakan adalah bersifat induktif
dimana lebih menekankan pada makna ataupun data sesungguhnya di lapangan.
Hasil akhir dari penelitian ini akan menghasilkan suatu temuan baru yang sifatnya
strategis.
McDrury ( Collaborative Group Analysis of Data, 1999 ) seperti yang
dikutip Moleong (2007:248) tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut
:
a. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan
yang ada dalam data,
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema
yang berasal dari data.
88
c. Menuliskan “model” yang ditemukan,
d. Koding yang telah dilakukan.
Analisis data dimulai dengan melakukan wawancara mendalam dengan
informan kunci, yaitu seseorang yang benar – benar memahami dan mengetahui
situasi obyek penelitian. Setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai
dengan membuat transkrip hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama,
kemudian menuliskan kata – kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada
direkaman tersebut.
Setelah melakukan penulisan hasil wawancara tersebut kedalam transkrip,
selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan
reduksi data. Pembuatan reduksi data dengan cara membuat abstraksi, yaitu
mengambil dan mencatat informasi – informasi yang bermanfaat sesuai dengan
konteks penelitian atau mengabaikan kata – kata yang tidak eprlu sehingga
didapatkan inti kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan.
Abstraksi yang sudah dibuat dalam bentuk satuan – satuan yang kemudian
dikelompokkan dengan berdasarkan taksonomi dari domain penelitian. Analisis
Domain menurut Sugiyono (2009:255), adalah memeproleh gambaran yang
umum dan menyeluruh dari obyek/penelitian atau situasi sosial. Untuk
memperoleh domain ini dilakukan dengan pertanyaan grand dan minitour.
Sementara itu, domain sangat penting bagi penliti, karena sebagai pijakan untuk
penelitian selanjutnya. Mengenai analisis taksonomi yaitu dengan memilih
domain kemudian dijabarkan menjadi lebih terinci, sehingga dapat diketahui
struktur internalnya.
89
Data yang terkumpul dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi
mengenai hambatan dan usaha untuk mengatasi hambatan dari para pelaku usaha,
proses pembuangan limbah cair warna industri dan upaya pengembangan
berdasarkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal, yang demikian banyak
akan direduksi untuk dipilih mana yang layak dan tepat untuk disajikan. Proses
pemilihan data akan difokuskan pada data yang mengarah untuk pemecahan
masalah, penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian.
3.9Kredibilitas Penelitian
Setiap penelitian harus memiliki kredibilitas sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Kredibilitas penelitian kualitatif adalah keberhasilan
mencapai maksud mengeksplorasi masalah yang majemuk atau keterpercayaan
terhadap hasil data penelitian.
Upaya untuk menjaga kredibilitas dalam pene;itian adalah melalui langkah
– langkah sebagai berikut (Sugiyono, 2009:270-276) :
a. Perpanjangan pengamatan
Peneliti kembali lagi ke lapangan melakukan pengamatan untuk
mengetahui kebenaran data yang telah diperoleh maupun untuk
menemukan data – data yang baru.
b. Meningkatkan ketekunan
Melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan,
denagn mengingkatkan ketekunan tersebut, maka peneliti akan melakukan
pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan salah atau tidak.
c. Triangulasi
90
Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan waktu.
d. Analisis kasus negative
Peneliti mencari data yang berbeda atau yang bertentangan dengan temuan
data sebelumnya, bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan
dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
e. Menggunakan bahan referensi
Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh,
data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.
f. Mengadakan member check
Member check merupakan proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para
pemberi data berarti data tersebut sudah valid, sehingga semakin kredibel
atau dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan
berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberid ata, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya
tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
91
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adanya perubahan yang cukup fundamental dalam kehidupan ekonomi
masyarakat ternyata telah melahirkan nilai – nilai baru, kebutuhan – kebutuhan
baru dan perilaku ekonomi baru yang harus mendapat perhatian dari private
sector. Oleh sebab itu, semua perusahaan baik besar, menengah maupun kecil
dihadapkan pada peluang dan tantangan yang semakin kompleks dan tidak
terbatas. Dalam konteks ini, tidak sedikit perusahaan yang berkembang dinamis
dan tidak sedikit pula perusahaan yang statis bahkan mengalami kegagalan
dengan mortalitas yang tinggi, yaitu 78 persen (Yuyun Wirasasmita, 1994).
Ambivalensi terhadap kemampuan usaha kecil dengan berbagai fenomena
bermunculan sejalan dengan dinamika perkembangan sektor lain di bidang
ekonomi. Di satu pihak eksistensi usaha kecil sangat penting, dilain pihak usaha
kecil itu sendiri secara struktural maupun kultural masih lemah. Kelemahan
dibidang manajemen, organisasi, pengendalian mutu, kemampuan mengadopsi
dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, dan terbatasnya akses
pasar, merupakan kelemahan struktural yang membentuk lingkaran
keterbelakangan tidak berujung pangkal. Akibatnya, usaha kecil masih kurang
efisien.
Penopang yang dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan kerja
sama dengan banyak kepentingan (Pihak dalam perusahaan dan diluar
perusahaan). Media sebagai jembatan komunikasi dua arah dari Cluster Batik
92
Semarang ke masyarakat untuk penyampaian produk Batik Semarang yang
edukatif dan ekonomis. Medianya sangat beragam, dari yang memanfaatkan
teknologi informasi hingga penarikan konsumsi masyarakat dan pelanggan
dengan pemberikan pelayanan yang berkesinambungan.
4.1. Strategi Pengembangan Pemasaran di Cluster Batik Semarang
Pemasaran merupakan aktivitas perdagangan untuk mengupayakan
pendapatan dari penjualan produk didalam aktivitas perekonomian, tindakan
strategi pengembangan pemasaran yang selanjutnya disebut sebagai cara
menghasilkan keuntungan dari pemasaran yaitu : Memastikan pertumbuhan
perusahaan serta respons terhadap perubahan pasar adalah mengembangkan
produk baru, meningkatkan produk baru, jasa baru, dan aliran pendapatan baru
serta masuk ke pasar yang baru; Perusahaan yang membuat kekayaan baru tidak
hanya mengeksekusi dengan lebih baik, mereka melakukan analisa untuk
mengubah aturan permainan.
Mereka juga menciptakan situasi, lingkungan, produk, jasa, pasar, dan
pengalaman yang menghasilkan peluang; Kemajuan dan peningkatan mengambil
bentuk dikemas kembali, disuling kembali, dikembangkan kembali, atau
mengubah sesuatu yang lama menjadi baru; Kemajuan dan peningkatan adalah
sumber kehidupan perusahaan berkembang; Menganalisa dan menunjukkan
jawaban dalam menciptakan kembali produk atau jasa yang unggul dan
mempengaruhi pelanggan serta prospek dalam cara yang baru dan berbeda;
Peluang atau ekspansi datang dalam bentuk mengembangkan aliran pendapatan
93
yang baru; Integrasi sistem, apakah pemasaran atau lainnya, akan menjadi
penekanan bagi usaha perusahaan untuk lebih efisien dan efektif; Ketika
pelanggan berhubungan dengan pemasar, pelanggan lebih tertarik kepada
pengalaman total mereka, bukan pada transaksinya.
4.1.1 Pengembangan Pemasaran Batik Semarangan
Keinginan untuk menunjukkan eksistensi produk lokal sebagai ciri khas
produk kebudayaan masyarakat Semarang Jawa Tengah, permasalahan utama
yang dibahas dalam kegiatan bisnis atau perdagangan skala kecil, menengah
hingga besar adalah analisis pasar mendalam; desain produk atau layanan;
pengembangan publikasi penjualan dan pemasaran; penilaian kebutuhan sumber
daya manusia dan membangun perkiraan keuangan yang realistis. Mengolah
berbagai kemungkinan dari peluang pasar pada era milenialis saat ini mengubah
peluang pasar dari kemungkinan negatif pada pemasaran menuju nilai operasional
yang positif, Pos nilai posititf ini yang nantinya akan di isi dengan strategi –
strategi pengembangan pemasaran yang dapat membangun perekonomian dan
budaya menuju lingkungan kebudayaan yang berkemajuan.
Batik untuk Warisan Kemanusiaan sebagai Budaya Lisan dan Nonbendawi
(Masterpieces Of The Oral And The Intangible Heritage Of Humanity)merupakan
satu dari kebudayaan bangsa Indonesia yang telah diakui keberadaannya oleh
Dunia Internasional melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO)pada 2 Oktober 2009. Mempunyai konsep baru yaitu
pengembangan pemasaran yang akan di terapkan pada Batik – Batik Daerah di
Nusantara, menjalin kerjasama dengan pelaku usaha yang terkait dengan Batik
94
dan menggali Batik khas yang ada di tiap – tiap provinsi di Indonesia salah
satunya adalah Batik Semarangan dari Provinsi Jawa Tengah yang akan
memberikan penguatan nilai Batik Nasional di mata masyarakat luas. Mengangkat
kembali keunikan Batik Daerah supaya tetap lestari dengan semakin pesatnya
teknologi di masa depan. Umi S Adi Susilo pengembang motif batik semarangan
dari Batik Semarang 16 mengungkap perkembangan Batik di Semarang awal
tahun 2000an.
“Karena waktu itu di Semarang belum ada batik yang bisa disebut sebagai
batik khas Semarang. Padahal di kota-kota lain seperti Solo, Yogyakarta atau
Pekalongan, batik sangat berkembang. Semarang yang kotanya tidak kalah besar
dengan kota-kota tersebut harusnya batiknya juga berkembang, ikut menunjukkan
eksistensi batik lokal nya”.Untuk ide pembuatan batik khas Semarang, ide
tersebut saya dapat ketika saya sedang diam merenung”.
95
Gambar 4.1 Kegiatan membatik di workshop Batik Semarang 16
Sumber : Dokumentasi pribadi (2018)
Kemudian saat itu para stafBatik Semarang 16 ini (Umi S Adi Susilo)
yang ada di sanggar batik juga memberi masukan,“kenapa kok tidak dibuat saja
sebuah batik khas Semarang”. Karena ide tersebut menarik dan berbeda dari
sebelumnya maka diputuskan sejak itu mulai produksi Batik Khas Semarang atau
Batik Semarangan.Sedangkan kondisi awal pemasaran menjadi tolak ukur untuk
pengembangan strategi pemasaran Cluster Batik Semarang, supaya langkah
pemasaran yang akan dikerjakan telah melalui proses selektif yang nantinya dapat
menghantarkan Batik Semarangan pada pilihan pasar yang tepat. Selanjutnya
bagaimana kondisi awal anda memasarkan Batik Semarangan?, Pertanyaan ini
ditujukan untuk Bapak Tri Utomo selain beliau sebagai perintis lahirnya Batik
Semarang di tahun 2000an, beliau adalah seorang sejarawan Batik Semarang yang
96
dinilai mampu memberikan situasi pemasaran Batik Semarangdengan langkah
prestisiusnya dalam mengenalkan Batik Semarang.
Berikut jawaban dari Bapak Tri Utomo, “Dulu masih minim orang yang
mengenal Batik Semarang. Orang tahunya kalau batik ya Pekalongan, Solo dan
Yogyakarta saja. Waktu itu saya mengawali dari tiga motif yaitu motif buah asem
arang , merak dan kawung semawis kemudian saya bawa ke mana-mana untuk
dijual. Dari itu, banyak masukan dari pelanggan untuk menambah warna dan
motifnya. Hingga akhirnya berkembang seiring permintaan pelanggan. Saya
sendiri saat itu juga belajar secara otodidak ke ibu-ibu di kampung batik ini. Awal
mencoba membuat motif merak, kemudian setelah jadi, meski produk gagal
hehehe (guyonan ringan oleh Pak Tri Utomo), bikin motif lainnya yakni warak
ngendog. Kemudian ambil beberapa motif khas Semarang seperti cinde laras dan
ikon Kota Semarang lainnya”.
97
Gambar 4.2 Galeri Batik Ngesti Pandowo Bapak Tri Utomo
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
Sumber : Dokumentasi pribadi (2018)
Semarang merupakan daerah dengan tata letak yang strategis, terletak di
bagian tengah pulau jawa dengan di kelilingi oleh kota – kota percontohan ditanah
air seperti Surabaya di bagian timur, Jakarta di bagian barat, dan Jogjakarta di
bagian selatan, menjadi posisi central yang menguntungkan untuk jalur
perdagangan. Memiliki bermacam ikon yang dikenal oleh masyarakat luas
merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari Semarang sebagai
Ibukota Provinsi Jawa Tengah, seperti Tugu Muda, Sam Po Kong atau Cheng Ho,
Lawang Sewu dan Burung Kuntul(Ardeidae).Selanjutnya Ibu Umi S Adi Susilo
mengatakan bahwa,“Tak heran jika ikon – ikon daerah menjadi bagian dari motif
98
batik semarang itu sendiri. Tujuannya tak lain adalah memberikan kesan yang
melekat dan mudah diingat banyak orang”.
Terlepas dari kegiatan bisnis dalam konsep untuk mendapatkan laba
financial, kegiatan usaha dapat di alokasikan untuk brand image satu daerah yang
memiliki nilai lebih dibandingkan dengan daerah – daerah lain sehingga mampu
menghasilkan nilai positif yang akan terus dapat dikembangkan untuk daerah
tersebut dan bagi para Business Society, memunculkan gagasan bisnis yang
menarik melalui pengembangan produk dan pemasaran strategis yang terpusat.
Di dalam Manajemen Strategis pada kompetisi Pasar Global menyatakan
beberapa hal penting atas peranan analisis lingkungan internal,
1. Bahwa analisis lingkungan internal merupakan bagian tidak
terpisahkan dari proses manajemen strategi.
2. Meskipun pendekatan manajemen strategi mengalami perubahan
dalam 40 tahun terakhir, tetapi analisis lingkungan internal tetap
memegang peranan utama.
3. Berbagai teori mulai dari traditional study, Ricardian Economic,
Penrosian Economic dan Review based view telah memeprngaruhi
bentuk pendekatan manajemen strategi. Bentuk yang terakhir
sebagai pengembangan dari RBV yaitu co-evolution, product
sequencing.
4. Penulis mengajukan pertanyaan mungkinkah strategi keunggulan
kompetisi seperti RBV cocok dengan kondisi perekonomian
99
Indonesia, kondisi perekonomian yang berbeda dengan negara
maju dan berbeda dengan negara yang tidak dilanda krisis.
Mungkin, pandangan dan pendekatan baru yang diperlukan adalah
pendekatan keunggulankompetisi yang sederhana tapi menyeluruh.
Pendekatan dengan mendorong 3K (Kontinuitas, Kapabilitas, dan
Komitmen), yaitu: mendorong sumberdaya yang dimiliki
dimobilisasikan secara kontinyu tidak ada penyumbatan atau
distorsi dalam value system, mendorong manajemen capable dalam
memobilisasikan sumberdaya dalam business system, mendorong
komitmen semua pihak yang terkait dalam business system, value
system dan system of value system. Dalam pendekatan 3K business
system, value system (system of business system) dan economic
system (system of valus system) merupakan kesatuan yang saling
mempengaruhi dan mengikat yang bisa menimbulkan dampak
pertumbuhan bola salju ataupun keruntuhan domino.
Satu kesatuan ide untuk mengembangkan produk yang sudah ada dapat
ditemukan dari sekitar tempat kita beraktifitas, kembali kepada konsumen sebagai
penikmat inovasi produk yang dibuat karena pada hakikatnya dalam menciptakan
terusan batik akan diperuntukkan untuk kebutuhan masyarakat. Menjangkau nilai
positif pemasaran adalah bagian dari strategi pengembangan pemasaran sebagai
wujud dari Society Business and Business Environment. Untuk total keseluruhan
kreatifitas produk yang dihasilkan yaitu Batik Semarang menuju pada
bertumbuhnya pasar – pasar baru yang dapat dikunjungi masyarakat sebagai
100
konsumen dalam belanja modern ataupun belanja tradisional, yang menawarkan
beragam produk Batik Semarang. Sehingga dapat dipastikan sirkulasi ekonomi
daerah dapat mengalir terus menerus melalui industri kecil dan menengah berbasis
menikmati produk Batik Nasional.
Dikutip dari pernyataan Bapak Warsono dari Dewan Koperasi Indonesia
menuturkan bahwa, Terdapat beberapa ciri khas usaha kecil kerajinan di Kota
Semarang, yaitu : (1) dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar (labour
intensive); (2) unsur seni, memegang peranan dominan; (3) berani memunculkan
ciri khas produk, sebagai contohnya Batik Semarangan;(4) tidak perlu
menggunakan teknologi tinggi yang menggunakan energi listrik yang besar.
Terutama dalam hal daya serap tenaga kerja, kontribusi usaha kecil kerajinan
sangat besar. Berkaitan dengan besarnya peranan UMKM (Usaha Mikro Kecil
dan Menengah) dalam perekonomian daerah, upaya mengarahkan tata ruang
Semarang sebagai daerah untuk kegiatan ekonomi. Kota Semarang merupakan
Pusat Kegiatan Lokal dengan prioritas pengembangan adalah sektor perdagangan
dan industri.
Tata ruang wilayah provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang termasuk salah
satu dari 6 Pusat Kegiatan Wilayah di Provinsi Jawa Tengah yang berfungsi
sebagai : (1) pusat jasa pelayanan keungangan / bank; (2) pusat pengolahan/
pengumpulan barang; (3) simpul transportasi untuk beberapa kabupaten; (4) pusat
pelayanan jasa lain untuk beberapa kabupaten. Akan tetapi, upaya ini belum
sepenuhnya dikaitkan dengan pengembangan UMKM (Usaha Micro Kecil dan
Menengah) di Kota Semarang. Dirasa sangat perlu Batik Semarangan sebagai
101
produk yang bernilai tinggi dariperwujudan kehidupan Bangsa Indonesia
mendapat tempat tersendiri dalam penyelenggaraan kehidupan Masyarakatnya.
Saatnya untuk menambah esensi sekunder dari produk primer Batik menjadi Batik
Semarangan.
Batik sebagai hal yang mempunyai kualitas,adanya pengantar produk yang
dinamis untuk disampaikan ke konsumen sekarang dan di masa industri 4.0 dinilai
sangat perlu dilakukan seorang pemasar. Dimana dalam mencapai hal tersebut
perlu dilakukan penekanan kualitas pelayanan dari tiap – tiap unit usaha Batik di
Cluster Batik Semarang. Menurut Richard D’Aveni (1994:253) dan Gary Gamal
(1994:232), perusahaan harus menekankan strategi yang memfokuskan pada
pengembangan kompetisi inti (Building core competicy), pengetahuan dan
keunikan intangibel aset untuk menciptakan keunggulan, dan hanya
wirausahawan lah yang mampu mencari peluang secara kreatif dalam
menciptakan keunggulan. Sehingga didapatkan analisa kualitas pelayanan unit
usaha Cluster Batik Semarang yang diurai dalam bahasan dibawah ini.
4.1.2 Kualitas Pelayanan Unit Usaha Cluster Batik Semarang
“Pada Mulanya Saya kenalkan ke instansi-instansi, mengikuti berbagai
pameran batik tapi tidak bisa langsung mendorong ke penjualan waktu itu”.
Begitu Pak Tri Utomo menerangkan mengenai permulaan pemasaran produk
Batik Semarangan.
“Butuh waktu untuk mengenalkan ke masyarakat, sambungnya dalam
mengutarakan betapa sulitnya membangun pemasaaran Batik Semarangan. Justru
102
penjualan itu meningkat dari adanya kunjungan yang dilakukan oleh istri pejabat
ke kampung batik yang membeli oleh-oleh. Istilahnya getok tular, Saya paham
barang kalau semakin lengkap, maka akan menjadi jujukan. Karena melihat
kualitas Batik Semarangan yang bagus, akhirnya setiap ada kunjungan dari mana-
mana selalu diajak ke kampung batik ini. Karena banyak permintaan hingga
akhirnya saya kewalahan. Dari situ pemilik Batik Ngesti Pandowo dan
koordinator paguyuban perajin batik di Kampung Batik Semarang ini mulai
menggandeng 10 penjahit untuk dibina dalam rangka memenuhi permintaan
pasar. Belakangan saya (Bapak Tri Utomo) mulai timpang antara kapasitas
produksi batik dan pemasaran, Akhirnya saya fokus ke pemasaran saja”.
Sedangkan Bapak Joko Sunarto Ketua Cluster Batik Semarang
memanfaatkan pemasaran melalui strategi Cluster adalah pilihan lain untuk dapat
dengan mudah mengarahkan konsumen pada pembelian yang lebih central. Pak
Joko Sunarto menuturkan pemahaman mengenai Cluster Batik Semarang,
banyaknya perajin batik semarang yang saling bekerja sama dalam pembuatan
kegiatan pemasaran dan mengikuti event – event nasional dan internasional
memberikan ruang tersendiri dalam Cluster Batik Semarang untuk dapat
mengembangkan Batik Semarangan.
“Relatif lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas untuk kemudahan
akses ke Batik Semarangan karena kegiatan Cluster menjadi bagian dari program
pendorong unsur kebudayaan daerah yang dikembangkan oleh pemerintah. Galeri
– galeri Batik seperti yang ada di Kampung Batik, Kota Lama Semarang, Pasar
103
Bulu dan Pusat Produk UMKM Srondol Semarang merupakan bagiaan dari
tempat dimana masyarakat dapat melakukan transaksi jual beli dan pengetahuan
Batik Semarang. Jika dilihat dari strategi pemasaran, keinginan untuk
mendapatkan pangsa pasar dengan metode konvensional telah diterapkan di
Cluster Batik Semarang dan menjadi kelebihan seorang pemasar dalam
memasarkan produk miliknya”.
Gambar 4.3 Pelatihan Membatik Warga Perumahan Pondok Raden Patah Desa
Sriwulan Sayung Demak yang diprakarsai oleh Ketua Cluster Batik Semarang
Bapak Joko Sunarto
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
104
Gambar 4.4 Produk Workshop Kelompok Batik Bapak Joko Sunarto
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
105
Seperti halnya Oxfordsebuah kota dan distrik nonmetropolitan di
Oxfordshire, United Kingdom dari Exhibition market di negara – negara maju.
Londonyang memiliki The Convered Market dengan kualitas pelayanan
terbaiknya dalam memberikan kenyamanan berbelanja kepada setiap orang yang
datang. Dipusatkan di tengah-tengah Kota dengan memanfaatkan letak dan
struktur bangunan tematik, yang dapat diakses baik dari High Street, Market
Street atau melalui Golden Cross di Cornmarket Street, The Covered Market
menyambut para pengunjungnya dengan berbagai warna dan aroma bisnis khas
penduduk setempat.Dengan lebih dari 40 pedagang yang menjual makanan,
hadiah, sepatu, pakaian, bunga, dan perhiasan. Beberapa yang unik yaitu “one
stop shop”dimana dalam satu pasar, pengunjung mendapat semua yang
kehendaki. Tidak seorang pun yang datang ke Oxford harus melewatkan
kunjungan ke pasar ini dan dengan dukungan berkelanjutan dari penduduk
setempat dan pelajar untuk bisnis yang akan terus berkembang (Exhibition The
Convered Market Oxford, 2018).
Aspek bisnis dan lingkungan sosial masyarakat Indonesia memunculkan
dasar konsumsi yang memerlukan ketertarikan dan keserasian antara strategi
pemasaran dengan budaya perdagangan “konsumen adalah raja” khas nilai bisnis
masyarakat Asia Tenggara. Bapak Tri Utomo mengungkapkan bahwa “Kita harus
melayani pelanggan sepenuh hati karena aset kita itu pelanggan bukan barang
atau modal. Kalau pelanggan habis, barang tidak akan laku terjual dan sulit
untuk perputaran uang nya. Kemudian mengerti keinginan pelanggan, jangan
sampai pelanggan kecewa. Kebaikan itu tidak akan tersampaikan 3 kali dalam
106
sebulan, Tapi kalau kekecewaan bisa 10 kali dalam sehari. Karena saya melayani
dengan baik dan ramah sehingga dampaknya juga baik dan ramah. Banyak yang
datang itu justru dari referensi yang pernah beli di saya”.
Menurut Kotler (2000:47) nilai terantar pada pelanggan adalah selisih
antara nilai pelanggan total (total customer value) dan biaya atau pengorbanan
pelanggan total (total customer cost). Nilai pelanggan total meliputi manfaat yang
diharapkan pelanggan dari barang dan jasa tertentu (seperti : product value,
service value, and image value). Sementara, total customer cost (seperti :
monetary cost, time cost, energy cost and psychic cost). Definisi pemasaran secara
Managerial menurut “The american marketing association” yang dikutip dari
Business Review memberikan bentuk proses perencanaan dan pemilihan konsep
(executing), harga, distribusi, promosi dari gagasan barnag dan jasa untuk
menciptakan transaksi (exchange) yang memuaskan individu dan organisasi.
Sementara definisi secara sosial memperlihatkan peran pemasaran dalam
masyarakat, seorang pemasar dapat menyatakan bahwa peranan pemasaran adalah
untuk memberikan standar hidup yang lebih tinggi (deliver a higher standard of
living).
Keterpaduan antara gagasan pemasaran secara managerial dan manajemen
kebutuhan sosial masyarakat di atas jelas mengindikasikan bahwa tujuan
pemasaran pada intinya adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan
konsumen (sosial individu dan kelompok), Dalam rangka mencapai standar hidup
yang lebih tinggi. Oleh karena itu pemasar harus mengerti kebutuhan pasar
107
masing – masing melalui proses interaksi ke sejumlah aktivitas pelayanan
konsumen dan skill dalam kualitas produk. Peter Drucker seorang penulis,
konsultan manajemen, dan ekolog sosial dari austria yang kemudian dikenal
sebagai bapak manajemen modern ini mengatakan “Tugas pemasaran adalah
untuk mengetahui dan mengerti pelanggan, dalam arti kecocokan produk dan
pelayanan bagi mereka (konsumen)” adalah wujud dari (knowledge worker).
Idealnya, pemasar dapat menghasilkan konsumen yang siap untuk
membeli. Mengutip dari apa yang disampaikan oleh Menteri Perdagangan
Indonesia Enggar Triastolukita dalam keterangan pers 25 Agustus 2018, “Dalam
mengelola pasar rakyat tak perlu ada eksklusivitas saat mengakomodasi
kebutuhan para pelaku usaha kecil dan menengah. Sebab keduanya dapat saling
mengisi, bersatu dan maju bersama, hal ini akan memudahkan masyarakat yang
hendak berbelanja”. Kebutuhan para pengusaha yang menempati pasar rakyat
mesti didukung secara setara, agar mereka sama – sama berkembang. Sebab
keduanya saling mengisi dan mendukung, menggerakkan perekonomian dipasar –
pasar. "Management is doing things right; leadership is doing the right things."
Konsep pemasaran memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pasar sasaran dan pengantar nilai yang lebih baik yang dikenal dengan
integrated marketing. Konsep pemasaran sosial adalah filosofi yang sesuai dengan
mengatasi kerusakan lingkungan hidup, keterbatasan sumberdaya, ledakan dan
pertumbuhan penduduk, sehingga pelayanan sosial sangat diperlukan. Organisasi
(Cluster) atau pemasar dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan baik, dan
108
melalui ketertarikan (interested) pelanggan dan masyarakat dalam jangka panjang
menjadi pekerjaan rumah yang belum tersampaikan dengan baik hingga saat ini.
Konsep ini adalah konsep pemasaran terbaru yang disebut dengan konsep
community marketing life.
Dalam Public Relation News, “Public Relations merupakan fungsi
manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengenali kebijakan dan prosedur
perorangan atau organisasi dengan minat publik, dan merencanakan serta
melaksanakan sebuah program aksi untuk mendapatkan pemahaman dan
penerimaan dari publik”. Bagian utama dari Public Relations adalah memahami
dimana terdapat keinginan mendapatkan publisitas. Secara definisi, PR (Public
Relations) berarti melakukan publisitas kepada “publik”, yang sesungguhnya
adalah melakukan publisitas kepada “pasar target”.
Pada tahap strategi pengembangan pemasaran Cluster Batik Semarang,
Public Relations menjadi sangat penting dengan adanya keinginan
masyarakatyang menginginkanatau sekedar mendengar berita bagus. PR yang
baik menyampaikan kisah yang baik, Semakin baik ceritanya makin baik
penerimaan publik dan makin baik hubungan pemasar dengan publik. Makin baik
hubungan, semakin baik kesempatan yang akan dimiliki untuk mendapatkan
pemahaman dan penerimaan dari konsumen, dan semakin mudah untuk
mendapatkan publisitas yang relevan dengan perkembangan zaman. Jika beritanya
secara khusus menarik mereka yang dapat menjadi klien, maka Cluster Batik
Semarang dapat mempunyaihomerun PR, yang akan membuka banyak pintu bagi
pemasaran dan penjualan strategis. Kualitas penyampaian produk dengan baik
109
akan layak mendapatkan pemberian nilai yang baik pula dari masyarakat sebagai
tujuan informasi pemasaran Batik Semarang.
Warisan kemanusiaan seperti produk batik dan turunannya dapat
bertumbuh baik seiring berjalannya waktu dan begitu juga dapat hilang termakan
oleh waktu jika pengelolaannya tidak tepat. The United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO) akan melakukan cross check
terhadap semua karya yang diakuinya sebagai warisan dunia yang berhubungan
dengan pendidikan, sains dan kebudayaan. Dalam proses sepuluh tahunan akan
dilakukan pemantauan jejak dan nilai oleh badan internasional ini sebagai wujud
Controlingterhadap Batik sebagai Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces
Of The Oral And The Intangible Heritage Of Humanity)merupakan satu dari
kebudayaan Bangsa Indonesia yang telah diakui keberadaannya oleh dunia
internasional.
Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan strategis yang terfokus untuk
publisitas batik dalam semua jenis produk turunannya untuk mendapatkan
pengembangan nilai manfaat dari Batik. Sebagai praktisi pemasaran Bapak Tri
Utomo pemilik omah batik dan tenun “Ngesti Pandowo” dan Koordinator
paguyuban perajin batik di Kampung Batik Semarang Jalan Batik No 698A
Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang, ikut serta
mengawal perjalanan Batik Semarangan supaya menjadi tuan rumah dari Produk
Kebudayaan Bangsa. Berawal pada tahun 2006 lalu dari keinginan istri Wali Kota
saat itu, yaitu Sinto Sukawi bersama Dekranasda (Dewan kerajinan nasional
daerah) Kota Semarang, yang ingin mengembangkan batik semarangan.
110
“Saat itu sudah ada beberapa perajin batik semarangan, tapi belum ada
kampung batik. Kemudian dikembangkan Kampung Batik untuk menghidupkan
lagi kerajinan batik yang dulu sudah pernah ada. Untuk itu dipanggil pelatih
batik dari beberapa daerah untuk melatih warga yang mau belajar membatik”.
Seiring berjalan waktu, warga sudah bisa menghasilkan produk batik.
Namun, mereka terkendala pemasaran. Jadi bisa membuat batik, tapi bingung
menjualnya. Dari situ, ketidak inginanproduk batik semarangan ini dikuasai orang
luar, menghasilkan komitmen dalam diri Bapak Tri Utomo untuk memasarkan
dan menunjukkan Batik Semarangan ke publik.Menyadari bahwa menjadi seorang
yang mengawali pemasaran produktidaklah mudah, upayanya untuk terus
memberikan kualitas pelayanan terbaik kepada pelanggan sangat diperhatikan.
Gambar 4.5 Kegiatan Komunikasi Pemasaran dan Menjelaskan Artian Motif
Batik Semarang
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
111
“Mengembangkan produk Batik Semarangan dan Kampung Batik
Semarang supaya jejak kebudayaan dapat dinikmati oleh semua generasi.
Dikarenakan proses belajar yang otodidak menjadikan permintaan pelanggan
sebagai prioritas utama adalah satu poin yang baik jika dapat dikelola dengan
benar untuk menarik minat pelanggan. Menurut Bapak Tri Utomo
mengembangkan pemasaran melalui pelanggan itu sendiri (pemasaran mulut ke
mulut) telah membuahkan hasil yang cukup baik di galeri batik Ngesti Pandowo
miliknya dan Kampung Batik Semarang”.
Dari pernyataan tersebut diatas terjadi situasi keterpaksaan akan keadaan
yang mengharuskan pengambilan inisiatif dari beberapa individu untuk memulai
ide baru dalam pemasaran yang pada akhirnya belum terlepas dari sebuah rantai
relasi atau link (hubungan individu), kolaborasi (tradisional) ditunjukkan pada
pendatangan batik dari perajin batik di Semarang dan sekitarnya untuk memenuhi
galeri batik yang akan mendapatkan kunjungan dari Eksekutif Negara.
Ketersudutan membawa gagasan permulaan dalam pembenahan pemasaran
produk warisan budaya Batik Semarang untuk mendapatkan pengakuan dan
manfaat ekonomis. Satu terobosan permulaan yang baik namun tidak untuk
strategi pengembangan sebuah pemasaran produk batik sebagi warisan budaya
negara berkembang. Arti dari pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan
managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan
nilai dengan orang lain. Philip and Duncan (2007), sebagai sebuah tekanan dalam
menghasilkan inovasi baru maka kelangsungan produk inovasi tersebut kurang
112
dapat bertahan dipasar, karena keputusan diambil ketika adanya suatu
keterpaksaan, situasi untuk fokus kedepannya masih belum muncul dari kondisi
pemasaran seperti ini.
Pemasar, perajin, dan pedagang harus mempunyai kemampuan menjadi
seorang fortune teller untuk keberlangsungan produk dagangnya. Batik
merupakan produk yang nilai manfaatnya dapat digunakan setiap waktu jika
dilihat dari perspektif pedagang, strategi pemasaran yang dilakukan haruslah
dinamis sehingga didapati brand image Batik Semarangan yang selalu
terbaharukan dari masa ke masa, dari sinilah konsumen akan terus tertarik
membeli Batik Semarang dan Batik – Batik daerah lainnya.
Menurut Keller (2000) brand image atau citra merek adalah persepsi
konsumen terhadap citra merek produk yang akan dikonsumsi atau dipakai.
Menurut Keller (2000) citra merek terdiri dari dua faktor utama yaitu:
(1). Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek yaitu: desain, kemasan,
logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan produk dari merek itu, dan
(2). Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan kepribadian
yang dianggap oleh konsumen dapat menggambarkan produk dari merek tersebut.
Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan
terhadap suatu merek tertentu. Sehingga citra merek faktor psikologis lebih
banyak berperan dibandingkan faktor fisik merek tertentu.
113
Permintaan pelangganharus terus diupayakan untuk dapat terpenuhinya
produk, proses belajar dapat berjalan melalui media permintaan pelanggan
tersebut. Kebutuhan yang semakin meningkat mengkhususkan pelanggan
meningkatkan permintaan produk yang akan dibelinya agar mempunyai nilai yang
dapat digunakan sekarang dan dimasa yang akan datang. Membuat perajin dan
pemasar mengeluarkan pokok - produk yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggannya.Cluster sebagai rumah dari proses kreatif produk Batik
Semarangan, mulai dari manajemen produksi, manajemen operasional dan
pemasaran. Sehingga apa yang disampaikan perajin Batik Semarangan akan
diolah dalam Cluster Batik Semarang dan menjadi cikal bakal strategi
pengembangan pemasaran Batik Semarangan. Wujud peragaan produk yaitu
galeri – galeri UMKM Se-Kota Semarang dan Kampung Batikyang menjadi
pemicu datangnya konsumen. Isian pemasaran dengan komunikasi dua arah
memberikan keyakinan dalam benak konsumen. Sehingga memicu ketertarikan
untuk mencari informasi seputar Batik Semarangan.
Memaksimalkan strategi yang dapat berkonfigurasi dengan masa yang
akan datang adalah bagian yang tepat untuk terus belajar mengembangkan Batik
Semarangan. Mencari nilai strategis dari sebuah teknologi untuk dapat menambah
dorongan positif pada pengembangan pemasaran di Cluster Batik Semarang.sains
manajemen dan ekonomi pembangunan diharapkan mampu berkontribusi
menghasilkan teori manajemen perekonomian berbasis kebutuhan lingkungan
masyarakat, budaya dan nilai teknologi untuk dapat diaplikasikan dengan tepat
pada strategi pengembangan pemasaran Cluster Batik Semarang.
114
4.2 Pengembangan Strategi Pemasaran Cluster Untuk Batik Semarang
Gamabr 4.6 Keanekaragaman Jenis Produk Dari Bahan Dasar Batik Yang Sedang
Ditawarkan Kepada Konsumen di UMKM Center Semarang
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
Dalam tahapan ini diperlukan penguasaan manajemen, yaitu dengan
mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as a business man) yang merekrut
tenaga yang diberi wewenang yang jelas. Di bidang pemasaran, harus ada strategi
perluasan nilai penjualan dengan melakukan improvisasi kondisi lingkungan
bisnis terhadap pengembangan langkah strategis pemasaran. Di bidang keuangan,
dari tahap “cash flow” berubah menjadi tahap “tighten financial control”,
“improve margin and control cost”. Di bidang pendanaan, dalam tahap take- off
usaha kecil harus sudah “venture capital”.
115
Perjalanan pengembanganBatik Semarangan mulai menemukan konsep
baru dalam berinovasi untuk menarik minat konsumen pada Batik Semarangan
yaitu permulaannya dari operasi pemasaran mulut ke mulut / pintu ke pintu
menjadi strategi pemasaran (http),adalah perburuan nilai tambah teknologi yang
dikemas dan terus dicari dalamupaya menyampaikan produk melalui keringanan
konsumsi masyarakat dalam imajinasi produk pra pembelian.Perubahan
lingkungan bisnis yang diakibatkan oleh pesatnya kemajuan teknologi infofrmasi
telah memaksa dunia bisnis untuk mengikuti perkembangan yang ada untuk dapat
bertahan. Suatu organisasi yang terlambat memanfaatkan teknologi informasi
akan terlambat pula dalam memperoleh informasi yang penting untuk dapat terus
mengikuti perubahan, karena satu – satunya yang tetap adalah perubahan.
Perubahan lingkungan bisnis terjadi pula karena akan dimulainya era
perdagangan bebas dengan pergerakan bisnis inovatif. Dengan dimulainya era
perdagangan bebas, maka persaingan akan semakin ketat. Selain dari
kuantitasnya, kualitas pesaing juga dapat meningkat karena mereka berangkat dari
pandangan target pasar yang beragam. Memenuhi harapan lingkungan merupakan
salah satu tujuan dari organisasi. Faktor sumber daya manusia merupakan faktor
penentu karena pada akhirnya manusia yang akan menggerakkan semua dinamika
kehidupan bisnis.
116
Gamabr 4.7 Galeri Batik UMKM Center Semarang
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
117
Dalam konsep persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang
ini, menurut D’Aveni (1997), Perusahaan harus menekankan pada strategi
pengembangan kompetensi inti (building core-competency) yaitu pengetahuan
dan keunikan untuk menciptakan keunggulan. Keunggulan tersebut diciptakan
melalui New 7-S’ Strategy (The New 7-S’s), yaitu “superior stakeholder
satisfaction, strategic sooth-saying, position for speed, position for surprise,
shifting the role of the game, signaling strategic intent, and “simultanous and
sequential strategic thrusts”. Inti dari konsep New 7S’s adalah vision for
disruption, general capabilities for executing disruption, product or
markettactiscs to deliver the disruption untuk merebut persaingan. Sedangkan inti
strategic intent, yaitu strategi yang lebih menekankan pada sense of direction,
sense of discovery and sense of destiny untuk meraih persaingan melalui
kapabilitas sumber daya yang ada. (Gary Hamel, 1994)
4.2.1 Mengubah Langkah Strategi Pemasaran Dari Getting Customer
menjadi Improve Competitive Situation
Menganalisa kebutuhan pasar dengan mengartikan kesesuaian pada
produk yang paling banyak terjual, yang mulai berseberangan dengan kebutuhan
nilai yang terkandung di dalam Batik itu sendiri. Yang sejatinya Batik Semarang
memiliki aksen moriltersendiri bagi pemiliknya, dengan penggambaran berbagai
motif Batik Semarangan yang banyak mengangkat nilai – nilai sejarah daerah
Semarang dan Jawa Tengah. Menunjukkan keinginan publisitas daerah dengan
keanekaragaman budaya dan masyarakatnya yang unik dan dapat digunakan
sebagai daerah percontohan. Batik membawa keuntungan moralitas bagi
118
pemiliknya, Dan kini teknologi menjadi langkahtepat guna menarik minat
masyarakat.
Mendapati sebagian besar masyarakat menaruh kepercayaan konsumsinya
pada dunia digital yang lebih memberikan gambaran hasil karya (Batik) tanpa
memperjelas desain produk sesungguhnya apalagi informasi yang terkandung
pada Batik merupakan bonus yang dapat dimanfaatkan oleh Cluster Batik
Semarang dalam mendorong brand image Batik Semarangan. Jadi arusnya
mengalir yang bertolak belakang antara Batik sebagaiFreedom opini masyarakat
dengan pengambilan manfaat atas pengembangan pemasaran berupa stimulan
hasil statistik. Harusnya dengan menawarkan Batik melalui startegi pemasaran
yang berkembang adalah paket lengkap dengan upaya penawaran edukasi Batik
didalamnya. Hingga pada akhirnya porsi pendapatan berjalan seimbang dengan
yang diharapkan pedagang dan tingkat konsumsi masyarakat. Sehingga menjadi
kekuatan Batik Daerah sebagai salah satu wujud pergerakan lingkungan ekonomi
berbasis Ethno Economics dan penularan nilai – nilai budaya pada generasi
berbasis media dan teknologi.
Kajian mengenai resiprositas mencuat pada masanya setelah Bronislaw
Malinowski, dalam bukunya Argonauts of the Western Pacific (1922)
mengungkapkan fenomena unik berkaitan dengan resiprositas yang ia temui pada
masyarakat di Kepulauan Trobriand. Kemudian ia mengamati proses dan lajur
pertukaran pernak-pernik yang berupa gelang dan kalung (yang menurutnya tidak
berharga) ini di seluruh pulau. Setelah itu Malinowski menyimpulkan bahwa
sistem pertukaran ini berkaitan langsung dengan aspek perpolitikan di kepulauan
119
tersebut.Malinowski menyebut proses ini sebagai pertukaran Kula.Pertukaran
Kula menurut Malinowski bukanlah barter; Barter merupakan proses pertukaran
langsung antara barang atau jasa yang secara kuantitas atau kualitas bernilai sama,
serta diawali persetujuan kedua belah pihak sebelum berlangsungnya
pertukaran.Sementara pertukaran Kula merupakan proses penghadiahan suatu
pernak-pernik, yang kemudian diikuti proses penghadiahan lainnya sehingga
terjadi pertukaran. Malinowski menekankan pendapatnya bahwa pertukaran ini
terjadi antar individu dan hadiah yang diberikan tidaklah "murni" sebagai hadiah,
karena individu yang berkaitan mengharapkan suatu hadiah kembali dengan nilai
yang sama atau lebih besar dari pemberiannya.
Resiprositas merupakan perpindahan barang atau jasa yang terjadi secara
timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris.
Hubungan simetris yang dimaksud yakni, hubungan dimana masing-masing pihak
menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses
pertukaran berlangsung.
Berkaitan dengan pemikiran dan bahasa, ide-ide, serta prinsip yang
mendasari tindakan ekonomi pada suatu masyarakatyakni Ethno Economics.
secara kualitatif, essensi dan eksistensi usaha kecil dalam perekonomian nasional
tidak diragukan, yaitu : (1) Sebagai alat untuk memperkokoh perekonomian
nasional melalui berbagai keterkaitan usaha, yaitu fungsi pemasok, fungsi
produksi, fungsi penyalur dan pemasar bagi produk – produk industri besar; (2)
Usaha kecil berfungsi sebagai transformator antar sektor yang mempunyai kaitan
ke depan dan ke belakang. (forward and backward linkages) (Drucker,
120
1979:54);(3) Usaha kecil dapat meningkatkan efisiensi ekonomi khususnya dalam
menyerap sumber daya yang ada. Usaha kecil sangat fleksibel karena dapat
menyerap tenaga kerja lokal, sumber daya lokal, dan meningkatkan sumber daya
manusia menjadi wirausaha; (4) Usaha kecil sebagai sarana pendistribusian
pendapatan nasional, dan alat pemerataan berusaha (wealth creation process),
karena jumlahnya tersebar di seluruh pelosok tanah air. Melihat perannya yang
strategis, maka usaha untuk mengatasi kelemahan usaha kecil perlu terus
dilakukan.
Sebagai salah satu pencetus motif Batik Semarangan, Batik Semarang 16
Ibu Umi S Adi Susilo menjelaskan,“Menerapkan pembebasan para pegawainya
untuk melakukan eksplorasiproduk batiknya dalam menghasilkan Batik
Semarangan yang dimaksudkan supaya motif Batik Semarang tetap dalam selera
konsumen dan terus meningkatkan penjualan sebagai wujud dari aktivitas
pemasaran”. Sumber daya perusahaan yang dapat dikembangkan secara khusus
menurut Pandian (1992) adalah tanah, teknologi, tenaga kerja (kapabilitas dan
pengetahuannya), modal dan kebiasaan rutin.
Pemerintah Kota Semarang adalah salah satu pihak yang mendukung
perkembangan Batik Semarangan terutama penggerak pengembangan UMKM
Jawa Tengah dan Disperindag kota Semarang. Pemerintah Jawa Tengah juga
memberikan fasilitas di Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional) Jawa Tengah
sebagai salah satu showroom Batik Semarang16. Selain itu klub Merby(Tempat
atau Wadah Pelatihan Ketrampilan, Kesenian dan Toko Souvenir
121
Semarangan)juga menjalin kerjasama pelatihan membatik dan memberi ruangan
untuk showroom dari Batik Semarang 16.
Ibu Umi menjelaskan, “Usaha Batik Semarang 16 untuk dapat dikenal
pada awalnya hanya menggunakan strategi pemasaran dari mulut ke mulut atau
hanya mengandalkan kepercayaan konsumen terhadap komentar posit if
masyarakat terhadap sanggar Batik Semarang 16”.
Namun karena menyadari bahwa pemasaran mulut ke mulut tidak selalu
efektif, maka Batik Semarang 16 mulai menggunakan strategi lain untuk lebih
memperkenalkan produknya dan motif batik Semarangan kepada masyarakat.
Untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan pemerintah, maka Batik
Semarang 16 melakukan strategi berikut ini :
4.2.1.1 Unit usaha baru dari proses kolaborasi
“Menjalin kerja sama dengan berbagai instansi seperti Universitas
Diponegoro dan Klub Merby Semarang untuk pelatihan batik kerja sama dengan
Disperindag Kota Semarang, Paguyuban Pecinta Batik dan Persatuan Istri
Insinyur Indonesia bertujuan untuk membentuk perajin Batik. Hasil dari
kerjasama ini adalah perajin batik Marabunta 1 dan perajin batik Marabunta 2.”
Diterapkan dalam pemberdayaan pelaku usaha kecil nasional, dewasa ini
perhatian utama harus ditekankan pada penciptaan nilai tambah untuk meraih
keunggulan daya saing (Competitive Advantages) melalui pengembangan
kapabilitas khusus (kewirausahaan), sehingga perusahaan kecil tidak lagi
mengandalkan strategi market power melaui monopoli dan fasilitas pemerintah.
122
Dalam strategi ini, perusahaan – perusahaan kecil harus mengarah pada skill
khusus secara internal yang dapat menciptakan core product yang unggul untuk
memperbesar manufacturing share (muncul berbagai produk yang memiliki
komponen penting yang sama). Strategi tersebut dinilai lebih murah dan ampuh
dalam memberdayakan usaha kecil, karena perusahaan kecil dapat memanfaatkan
sumber daya lokalnya (Albert Wijaya, 1993).
Menurut teori resorce based strategy, agar perusahaan itu meraih
keuntungan secara terus menerus yaitu meraih semua pesaing di industri yang
bersangkutan maka perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal yang
superior, yang tidak transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan
memberi daya saing jangka panjang (futuristik) yang kuat dan melebihi tuntutan
masa kini di pasar dan situasi eksternal yang bergejolak serta recession proof
(Mahoney dan Pandian, 1992).
4.2.1.2 Kerjasama instansi terkait untuk mencapai nilai branding yang
positif
“Mengadakan gelar karya di beberapa hotel berbintang untuk
mensosialisasikan dan membangun citra positif dari Batik Semarang 16. Salah
satu gelar karya Batik Semarang 16 dilakukan hingga ke Filipina atau undangan
KBRI Indonesia di Filipina.Meskipun tak banyak dilakukan kebanyakan pemilik
bisnis, langkah ini dapat menjadi jalan tengah (cluster) sebagai dampingan bisnis
dari pemerintah kepada pelaku usaha. Jangkauan yang luas dari lingkungan
Cluster Batik Semarang dapat dimanfaatkan tiap – tiap unit usaha dalam
123
pengembangan bisnisnya. Akses telah tersedia dan masuknya nilai akan lebih
mudah jika dikerjakan bersama pemerintah.
4.2.1.3 Mengikuti gelar karya
“Secara aktif mengikuti pameran batik dan tekstil di berbagai lokasi di
Indonesia. Beberapa pameran yang mengeksplorasi batik Semarangan yang
diikuti Batik Semarang 16 adalah pameran batik Gelar Batik Nusantara di Jakarta
pada tahun 2007. Gelar batik bertema “ikon-ikon Semarang” bersama produsen
batik Semarang untuk aktivitas Semarang Pesona Asia (2007) dan acara fashion
show batik di Lawang Sewu beserta desainer-desainer ternama di Indonesia yang
rutin diselenggarakan setiap tahun berdekatan dengan peringatan hari batik
nasional.”
Gambar 4.8 Gelar Karya Batik Semarang 16 di Pusat Perbelanjaan Jakarta
Sumber : Dokumentasi Batik Semarang 16
124
Secara spesifik, Burns (1990) bahkan menyarankan agar perusahaan kecil
yang berhasil take – off, maka harus ada usaha – usaha yang khusus diarahkan
untuk survival, consolidation, control, planning dan expectation. Menurut
Mashab the design school, perusahaan harus mendesain strategi perusahaan yang
fit antara peluang dan ancaman eksternal dengan kemampuan internal yang
memadai yang didukung dengan menumbuhkan kapabilitas inti (core competency)
yang merupakan kompetensi khusus (distinctive competency) dari pengolahan
sumber daya perusahaan. Kompetensi ini diciptakan melalui generic
strategiesPorter (1980), dan didukung dengan nilai dan budaya yang relevan.
4.2.1.4 Workshop dan Galeri Batik Semarang merupakan upaya
mendekatkan nilai produk kepada masyarakat
“Membuka workshop dan galeri di Jalan Raya Sumberejo RT 02 RW 05
Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang Semarang 50271,agar konsumen dapat
melihat langsung proses pembuatan batik dan batik-batik yang dihasilkan secara
langsung, sekaligus mengajarkan teknik-teknik membatik bagi konsumen yang
ingin mempelajari pembuatan batik. Melalui workshop ini, Batik Semarang 16
ingin mendapatkan pengakuan konsumen terhadap eksistensi Batik Semarang 16
dalam dunia batik di Semarang sekaligus mendekatkan diri pada konsumennya.”
Identitas bisnis ini merupakan realitas visual, yaitu akumulasi dari semua
elemen visual dari suatu komunikasi perusahaan kepada dunia luar. Program
identitas yang dipikirkan dengan matang dapat menjadi komponen yang berdaya
guna pada bauran pemasaran perusahaan. Tujuan membangun merek adalah
125
mengomunikasikan kepada pasar target tentang apa yang menonjol dari merek
Anda ketika mereka melihat, menggunakan, memikirkan, atau merujuknya.
Satu cara yang mungkin untuk mempunyai merek yang kuat, entah dengan
mulai membangun atau mengembangkan produk yang sudah ada seperti halnya
Batik, yaitu dengan memiliki produk atau jasa yang berkualitas. Merek yang kita
miliki sama kuat dengan respons emosional yang dibangkitkan. Orang membuat
keputusan membeli pertama – tama berdasarkan emosional dan kedua adalah
logika. Semakin menarik merek yang dimiliki secara emosi, makin kuatkeputusan
pembeli untuk membeli. Logika datang berikutnya karena para pembeli akan
merasionalisasi keputusan membeli mereka berdasarkan fitur dan manfaat. Sekali
pembeli secara emosi terikat pada merek Anda, mereka akan merujuknya dan
merekomendasikannya. (Jay Conrad Levinson and Al Lautenslager, 2005)
4.2.2 Efektivitas Membangun Brand Image Batik Semarangan dengan
Lingkaran Kerjasama Cluster yang Berkesinambungan
Menganalisisa bentuk strategi pemasaran clusteruntuk pengembangan
perekonomian usaha mikro kecil dan menengah melalui berbagai kerjasama, dari
sisi tradisional menuju modernitas pemasaran dapat dilihat dari keterbukaan
langkah salah satu pelaku bisnis Batik Semarangan.Bertindak sebagai produsen
yang mampu memenuhi permintaan pasar batik lokal. Cluster Batik Semarang
menjadi pendamping perajin batik mengenal kerjasama dengan pemerintah untuk
selanjutnya dapat memberikan dampak positif terhadap penjualan Batik
Semarangan dan geliat Cluster Batik Semarang. Karena terorganisir dengan baik
126
dalam Cluster Batik Semarang diharapkan perwujudannya (Pengenalan dan
penjualan Batik Semarangan) akan lebih cepat dengan keunggulan strategi yang
dimiliki yaitu kerjasama dan business relations. Menjalin kerjasama dengan
semua pihak tentunya harus disertai komunikasi yang berindikasi kepada
membangun merek untuk dapat memposisikan produk yaitu Batik Semarang di
benak masyarakat, sehingga akan didapatkan pengembangan strategi pemasaran
yang dinamis.
Dalam upaya komunikasi kerjasama berkesinambungan memiliki merek
sebagai identitas usaha yang dimiliki, komunikasi dua arah merupakan pokok
strategi tiap pemasar untuk mendapatkan spekulasi pasar.
Manfaat membangun merek :
Pelanggan loyal, bukan hanya pembeli satu kali
Merek yang kuat membantu menjual nilai
Berada diposisi paling atas pada benak pelanggan, punya andil di pangsa
pasar
Preferensi merek membuat pelanggan Anda membuat keputusan
pembelian yang “tanpa pikir panjang”.
Kerap kali merek yang kuat membuat adanya keputusan pembelian
dimana harga bukan masalah.
Aspek emosional tidak sensitif terhadap harga.
Penyampaian merek dengan komunikasi berkelanjutan yang memberikan
pelayanan pasca penjualan akan menghadirkan kesan pembelian yang baik dalam
127
diri konsumen. Terlebih produk yang akan dipasarkan adalah bagian terbaik dari
bangsa, pastinya masyarakat menginginkan adanya nilai lebih dari kegiatan
konsumsinya yang dapat membangun kepercayaan dalam dirinya setelah
melakukan pembelian Batik Semarang.
Sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Toko Karya Kriya Batik yang
bertempat di Jangli Krajan Kelurahan Karanganyar Gunung Candisari sebagai
pemilik dan pengelola Ibu Dewi Handayani Untari Ningsih. Produk batik warna
alam dan eksplorasi motif Batik Semarang yang menjadi unggulan dari toko yang
dirintis Ibu Dewi sejak tahun 2015, ditemui bersamaan dengan Ibu mustafiah
ketika pemilik Karya Kriya Batik ini sedang menanyakan ketersediaan produk
batik di Toko Batik Mustafiah Pasar Yaik Johar Semarang. Berlanjut dengan
adanya bahasan dengan Ibu Handayani mengenai komunikasi dan strategi
pemasaran batik miliknya. Ibu Handayani menjelaskan :
“Berkomunikasi yang baik dengan pembeli menjadi hal utama yang tidak
boleh di kesampingkan disini, begitu pula dengan sesama penjual karena itu akan
menunjukkan interaksi yang baik antara satu dengan yang lain tak pelak kami juga
saling bertukar barang dagangan ketika di toko tidak ada stok dan di toko lain
masih ada produknya itulah yang di tawarkan ke pembeli, ungkap Bu Yani begitu
panggilan akrab beliau dari percakapan singkat yang mulai sibuk dengan penataan
display barang dagangan yang baru untuk tokonya”.
Dalam Ogilvy on Advertising(Vintage Books)mengatakan : “Saya tidak
menganggap iklan sebagai entertainment atau bentuk seni, tetapi sebagai media
informasi. Ketika saya menulis sebuah iklan, saya tidak ingin Anda memberi tahu
128
saya bahwa Anda mendapati iklan itu kreatif. Saya ingin Anda menemukan iklan
itu begitu menarik sehingga Anda membeli produk”(Davis
Ogilvy,1983).Membahas mengenai keramahan dan kearifan penjual kepada
pembeli memberikan nilai positif sehingga pembeli mau datang kembali untuk
membeli di toko yang sama, menjadi kekuatan yang dimiliki pedagang Indonesia
dalam kelihaiannya menjaga hubungan ke konsumen dan menarik minat beli
konsumen. Budaya seperti ini perlu di rawat, sambil diberikan pengetahuan –
pengetahuan ilmu manajemen dan bisnis yang mendalam kepada pedagang
indonesia supaya dapat terintegerasi ke pasar dunia dengan tepat.Menjadi satu
kekuatan bersaing di pasar dunia adalah keseragaman pelayanan yang maksimal
berupa keramahan pedagang Cluster untuk mampu meyakinkan produk batik
lokal adalah hasil karya menarik yang wajib dimiliki masyarakat luas.
Kesesuaian komunikasi antara pedagang dan konsumen, tumbuh dan
berkembang produk batik dengan visualisasi yang menarik yaitu dengan
komunikasi pemasaran oleh pedagang (pelaku usaha batik Cluster Batik
Semarang). Mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat, mengganti aktifitas
pemasaran contohnya : menggunakan brand image dari public figure untuk
tampilan yang menarik kepada konsumen (masyarakat luas) diganti dengan
keluwesan perajin batik dalam menawarkan produk batiknya, tentu ini akan
memangkas biaya pemasaran. Cluster Batik Semarang Tekun menanggapi apa
yang menjadi keinginan konsumen seraya memberikan pengetahuan mengenai
batik semarang.
129
Nilai penting Public Relations adalah perubahan, demikian menurut The
Fall of Advertising and the Rise of Public Relations(Harper Business). Pakar
strategi pemasaran Amerika Serikat, Al Ries dan Laura Ries, berpendapat bahwa
PR (Public Relation)adalah cara paling efektif untuk membangun sebuah merek.
Banyak merek – merek terkenal seperti The Body Shop, PlayStation, dan Harry
Potter tidak banyak mengeluarkan dana iklan untuk nama merek, terutama jika
dibandingkan dengan pengiklan massal tradisional. Hal yang sama juga berlaku
bagi perusahaan kewirausahaan seperti Cluster Batik Semarang. Pemilik bisnis
menjadi terkenal di bidangnya melalui Public Relations dan eksposur media yang
ada hubungannya dengan keahlian mereka. Bagian terbaik dari strategi pemasaran
adalah tidak ada biaya – zero cost.
Negosiasi merupakan sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang
terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan (wikipedia). Negosiasi adalah sebuah cara yang dapat ditempuh
demi mendapatkan suatu keputusan atau kesepakatan kedua belah pihak melalui
sebuah cara komunikasi yang baik, dan diskusi yang terarah. Negosiasi tidak
hanya dilakukan untuk menemukan sebuah perjanjian, kesepakatan, maupun
kerjasama, tetapi juga dalam rangka untuk mempengaruhi keputusan orang lain.
Negosiasi atau yang biasa disebut sebagai proses tawar-menawar adalah hal yang
umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya terjadi pada lingkungan bisnis dan pekerjaan, negosiasi juga
kerap terjadi pada organisasi dan komunitas masyarakat pada umumnya.
Negosiasi tidak hanya dapat terjadi pada masyarakat umum yang berhubungan
130
dengan proses jual beli, negosiasi juga dapat terjadi di lingkungan bisnis.
Negosiasi bisnis biasanya terjadi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lainnya. Hal yang dapat dinegosiasikan dapat mencakup banyak hal, misalnya
tentang saham, kontrak sebuah proyek, perjanjian kerjasama bisnis, perluasan atau
ekspansi perusahaan, dan lain sebagainya. Tujuan negosiasi untuk meleburkan
dan menyatukan beberapa perbedaan pendapat agar diperoleh suatu negosiasi
yang berhasil.
Tersimpan cara dalam menyampaikan Public Relations dalam bisnis yang
tepat yaitu dengan negosiasi. Penyampaian tujuan dengan berbagai macam
rekanan bisnis menjadi pencapaian yang dilakukan tiap – tiap manajer perusahaan
dalam setiap kunjungan bisnisnya. Mengupayakan hasil terbaik antar kedua belah
pihak dan menjaga hubungan baik dalam proses bisnisnya merupakan cara
menjaga stabilitas penjualan produk di target pasarnya masing - masing.
Telah sampainya pada strategi pengembangan pemasaran membawa
pemasar yang telah memiliki produk yang teruji kapasitas dan kualitasnya,
mencari kerjasama dan membangun PR (Public Relation) untuk memberikan
visualyang tepat kepada masyarakat luas. Sekaligus merawat kreatifitas dan
hubungan baik kepada semua pihak, tentunya akan membawa produk pada
langkah pengembangan pemasaran strategis.
Afiliasi marketing yaitu pendapatan antara online pengiklan (dan
pedagang) dan penjualan online orang. Dan membayar kompensasi didasarkan
pada kinerja tindakan, biasanya dalam bentuk klik, penjualan, dan
didaftarkan.Internet terus menerus membuat perubahan yang radikal dalam
131
banyak segi usaha manusia, termasuk perdagangan. Para ahli mengatakan bahwa
ruang informasi, umumnya dikenal sebagai dunia informasi makin lama makin
tumbuh dengan lebih dari satu juta halaman sehari-hari dan semakin banyak orang
memanfaatkan internet untuk mencari informasi, pendidikan, hiburan, bisnis dan
lain - lain.Keadaan ini dapat digunakan bagi pelaku bisnis untuk mengenalkan
produknya kepada masyarakat, bagi yang sudah terlebih dulu mengenal bisnis
online dan untuk bisnis offline dapat merintis pemasaran afiliasi ini dengan lebih
terstruktur.
Macam – macam dari afiliasi marketingini adalah :
1. Pay Per click ( PPC )
Bayar per klik atau di sebut juga PPCadalah salah satu strategi dari
pemasaran online yang power full jika kita bandingkan dengan teknik pemasaran
yang lain kenapa demikian karena dimana pemasang iklan hanyamembayar jika
ada konsumen yang mengklik iklan tersebut.
2. Pay Per Sale ( PPS )
Pemasaran online model ini kita mendapatkan bayaran apa bila kita dapat
menjual suatu barang atau jasa yang di tawarkan oleh salah satu perusahaan. dan
sistem pembayarannya dengan sistem bagi hasil dan kita dapat persentase dari
barang dan jasa yang kita bantu menjualkannya. Dalam pemasaran online ini kita
sebagai resellernya sebagai contoh nya adalah perusahaan amazon.com.
3. Pay Per Lead ( PPL )
Merupakanprogram yang akan membayar kita jika kita dapat mengajak
orang lain untuk menjadi member dalam situs tersebut. Jadi semakin banyak
132
orang – orang yang akan kita ajak untuk bergabung menjadi member maka
semakin banyak juga pendapatan yang akan kita terima.
Dalam “The Tricky Business of Managing Web Advertising Affiliates” by
Kim Girard, a writer based in Brookline, Massachusetts Institute
TechnlologyJaringan afiliasi memangkas biaya pembelian iklan untuk penjual
melalui penggunaan pasar iklan. Intinya, penjual dapat menempatkan ratusan atau
ribuan iklan di berbagai situs web dalam jaringan, tetapi membayar hanya untuk
iklan yang menarik konsumen untuk melakukan pembelian. Pengaturan ini
berbeda dari iklan online lainnya seperti iklan banner, di mana penjual membayar
untuk penempatan ketika konsumen melihat iklan, terlepas dari apakah mereka
mengklik atau melakukan pembelian. Kontrak standar memungkinkan pengiklan
untuk menerima penempatan yang diusulkan dengan satu klik.
"Jika melihat program pemasaran afiliasi mereka semua sangat berbeda,"
kata Benjamin G Edelmanprofesor asosiasi Harvard Business School. Beberapa
orang berlari dengan ketat dan pilih-pilih tentang siapa yang mereka biarkan
masuk. Orang lain membiarkan siapa pun masuk. Beberapa memiliki aturan
tentang apa yang dapat dilakukan afiliasi, sementara yang lain adalah Wild West
(disambiguasi). Saya melihat keragaman pandangan dan bertanya-tanya, siapa
yang benar?". Affiliate networks offer many benefits, but any incentive system can
be gamed. "Merchants that think they've found the secret to zero-risk marketing
have not," Edelman says. Jaringan afiliasi menawarkan banyak manfaat, tetapi
sistem insentif apa pun itu dapat dijadikan permainan. "Pedagang yang berpikir
mereka telah menemukan rahasia pemasaran tanpa risiko adalah wujud dari
133
mempertahankan diri dari kejutan pasar yang terus menerus mencapai
kesempurnaan".
Menurut Sarwono(1989:14)pengertian Hedonisme adalah konsep diri,
dimana gaya hidup seseorang dijalani sesuai dengan gambaran yang ada
dipikirannya.Pengertian Hedonisme adalah pandangan hidup atau ideologi yang
diwujudkan dalam bentuk gaya hidup dimana kenikmatan atau kebahagiaan
pribadi menjadi tujuan utama dalam menjalani hidup seseorang. Secara etimologi,
hedonisme diambil dari bahasa Yunani, yaitu “hedone” yang artinya
kesenangan.“The belief that pleasure should be the main aim in life”Keyakinan
bahwa kesenangan harus menjadi tujuan utama dalam kehidupan.
Dampak hedonisme pada masyarakat adalah masyarakat menjadi pribadi
konsumtif dalam berbagai macam kebutuhan. Gelar karya memberikan ruang
konsumsi publik terbaik, Pengaruh strategi konvensional terhadap logika
konsumsi pelanggan Batik Semarang. Dengan kemewahan di dalam Batik
Semarangan yang dibantu olah komunikasi pedagang, sebagai bagian dari wujud
pengembangan pemasaran Cluster Batik Semarang memberikan pelayanan dan
hubungan yang baik dengan pelanggan. Kepemilikan sumber daya alam dan
manusia di nilai mampu mencukupi semua kebutuhan masyarakat yang heterogen.
Menunjukkan eksistensi Batik Semarangan dapat diupayakan dengan penguasaan
teknologi sebagai instrumen pemasaran yang strategis. Menambahkan sifat
ekonomis dari negosiasi menjadi wujud peranan sentral unit usaha mikro kecil
dan menengah dalam menghadapi persaingan dan mempertahankan keunggulan
bersaing.
134
Jangan sampai kemudahan kita dalam melakukan konsumsi produk hasil
inovasi menjadikan pasar global layaknya pasar monopoli yang terus menerus
dikuasai oleh satu produsen. Menjadikan segala upaya pesaing sebuah edukasi
dalam sifat ekonomis strategi pemasaran Batik Semarang adalah pelaksanaan
yang terbaik. Namun tidak menjadi demikian jika memposisikan diri sebagai
pelaku usaha kecil, menjadi market leader untuk target pasar yang telah
dibentuknya dari produk yang berhasil di publikasikan. Menanggulangi setiap
pergerakan pasar dengan menarik asumsi publik ke dalam kemudahan pembelian.
Mencapai pengembangan strategi pengembangan pemasaran Cluster dengan
upaya persuasif dan mengupayakan edukasi Batik Semarangan melalui teknologi
komunikasi yang tengah berkembang di masyarakat. Cluster Batik Semarang
harus mengeluarkan produk yang juga dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat
dunia.
Sharingproductmembentuk pola pemasaran strategis untuk dapat
mempertahankan konsumen agar tidak membeli produk (Batik) di produsen lain.
4.3 Pembentukan Target Pasar yang Sesuai dengan Strategi Pemasaran
Cluster Batik Semarang
Membentuk dan mengarahkan target pasar yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik Semarang adalah langkah mencari keuntungan dari
kegiatan bisnis dan menjadi proponen keseimbangan pasar produk pakaian secara
global. Mengingat lingkungan sosial Bangsa ini mengedepankan nilai – nilai luhur
dan penyelenggaraan asas keadilan sosial. Kreatifitas dan inovasi harus sejalan
dengan kearifan lokal yang juga memiliki pengaruh dalam kegiatan sehari – hari
135
di lingkungan internasional, untuk melakukan perubahan harus terlebih dahulu
melakukan penyesuaian dengan tatanan lokal dan selanjutnya dapat kita arahkan
pada apa yang dibawa dalam produk yang dipasarkan yaitu Batik Semarangan.
Perubahan teknologi merupakan faktor penyeimbang yang penting, yaitu hal yang
merongrong keunggulan bersaing perusahaan yang terlindung kuat sekalipun dan
sekaligus mendorong perusahaan lain maju kedepan.
Keterbatasan produk yang dihasilkan pedagang sering kali mempengaruhi
daya beli konsumen. Keinginan masyarakat dan kebutuhan yang serba cepat
menuntut UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) untuk mengupayakan
ketersediaan produknya supaya konsumen tidak pulang dengan tangan kosong.
Zeithaml, et. Al (1993:5) mengemukakan bahwa “umumnya faktor – faktor yang
menentukan harapan pelaggan meliputi kebutuhan pribadi, pengalaman masa
lampau, rekomendasi dari mulut ke mulut dan iklan”. Yang nantinya dapat
berpengaruh terhadap pandangan konsumen terhadap pemasar, karena
kemampuan mengolah kebutuhan pelanggan. Sehingga produk dengan ketahanan
dan keberlanjutan nilai tersebut dapat diurai dalam pokokbahasan ketersediaan
produk untuk pemenuhan kebutuhan konsumen.
4.3.1 Ketersediaan Produk Untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumen
Batik bukan suatu produk bisnis yang sulit diterima masyarakat Indonesia
bahkan masyarakat dunia sekalipun dengan tingkat masyarakat heterogen lebih
tinggi, dari sini akan ada keuntungan dimana produk yang dibawa Cluster Batik
Semarang sudah memiliki target pasar yang pasti. Tanpa harus menjatuhkan satu
dengan yang lain, namun disini semua dapat berdiri bersama – sama menunjuk
136
target pasar masing – masing, karena dunia semakin berkemajuan begitupun
dengan olah fikir manusianya untuk mencapai filosofi hidup masing – masing,
individu dengan keselarasannyapada kemajuan dunia.
Jika persaingan bisnis dalam pasar bebas saling menjatuhkan dinilai
sebagai wujudstrategi bisnis untuk menunjukkan kepiawaian pelaku usaha dalam
mengolah strategi pemasarannya, namun disini (Cluster) jika menginginkan
pendapatan dari suatu strategi pengembangan pemasaran yang dapat di kontrol
dengan baik, maka perlu adanya hubungan simbiosis mutualisme antar pelaku
usaha produk yang sama dengan berbagai elemen yang bergantung dalam bisnis
tersebut. Konsumen harus diberikan suguhan strategi pemasaran yang
berkembang dinamis untuk selalu ingin menikmati produk yang kerap di
inovasikan produsen. Memilah target pasar dan merawat elemen – elemen di
dalamnya sangat penting untuk dapat terus eksis dari apa yang diupayakan
perusahaan, Cluster maupun individu dalam sebuah produk, sehingga target pasar
yang dibentuk melalui strategi pengembangan pemasaran akan dapat melangkah
pada jalan dan koridor yang tepat.
Sebenarnya, sistem loyalitas adalah unik dalam arti bahwa penyalinan
sistem loyalitas oleh pesaing tertuju untuk memperkuat kekuatan dari loyalitas
yang menghasilkan kemampuan dari semua pengecer (perajin batik) yang
berpartisipasi. Dalam hal ini, setiap pengecer akan fokus pada pelanggannya yang
memiliki keunggulan informasi daripada mencoba menarik pembeli yang loyal
kepada pengecer lain. Peritel utama memiliki kelemahan informasi yang
membuatnya tidak ekonomis untuk mencoba menarik pembeli. Langkah
137
kompetitif semacam itu mungkin akan memicu pembalasan dari pengecer yang
diserang, yang kemudian akan mencoba mencuri pembeli loyal dari focal retailer.
Dapat dengan mudah dilihat bahwa strategi seperti itu akan menghukum semua
pemain (pengecer dan retailer), kecuali pembelanja.
Pembentukan target pasar melalui pendekatan emosional dengan
lingkungan masyarakat sekitar kegiatan usaha, Ibu Umi S Adi Susilo melihat
target pasar melalui sisi pelaku usaha dan pengembang Batik Semarang 16 yang
dimilikinya yang bertempat di Desa Sumberejo RT 02 RW 05, Meteseh,
Tembalang, Kota Semarang. Menemukan target pasar baru melalui cara atau
sudut pandang pemasaran yang berbeda seperti yang disampaikan berikut ini.
“Pada awalnya, ide saya ditentang oleh masyarakat sekitar tempat lokasi
produksi. Hal utama yang menjadi sorotan adalah masalah limbah pewarna batik
yang dirasa masyarakat mengganggu kebersihan air. Namun tidak semua
pewarna, hanya pewarna sintesis yang menjadi sorotan utama. Hal ini dikarenakan
pewarna sintesis mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, serta
limbah ini tidak dapat hilang kadarnya dari air. Lain halnya dengan pewarna
alami, yang mengandung sedikit bahan kimia. Pewarna ini tidak berbahaya jika
dikonsumsi, terlebih setelah air mengalami proses pemanasan. Selain limbah
pewarna, ada pula limbah malam. Limbah malam lain halnya dengan limbah
pewarna. Malam bisa didaur ulang dan dimanfaatkan kembali untuk kegiatan
produksi, sehingga limbah malam tidak meresahkan lingkungan. Ketika saya
lakukan hal tersebut, masyarakat yang dulunya menentang justru menjadi
138
mendukung kegiatan yang saya lakukan karena dapat menyerap tenaga kerja dari
masyarakat sekitar”.Selanjutnya Ibu Umi S Adi Susilo menyatakan :
“Yang mendukung itu banyak, dari para staf saya di sanggar misalnya,
para ibu-ibu yang menjadi siswa sanggar pelatihan batik saya, hingga para murid
pelatihan membatik di luar sanggar saya. Masyarakat yang dulunya menolak, juga
akhirnya mendukung saya untuk membuat batik”.
Membuat produk sedikit terlebih dahulu dan memasarkannya ke orang –
orang terdekatdan branding dimulai dari situ.Adanya indikasi bahwa pemasaran
dilakukan dengan proporsi kemampuan pemilik usaha dan sanggup merubah
pendapat negatif dari masyarakat sekitar menjadi nilai yang positif telah cukup
mengabstraksikan keinginan masyarakat untuk selanjutnya dikonversikan menjadi
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Mengembangkan produk
dengan mengikuti kebutuhan lingkungan sekitar menjadi tolok ukur tersendiri
oleh pemilik Batik Semarang 16 dalam upaya menyediakan Batik Semarang untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Tugas pemasar dilaksanakan oleh manajemen
pemasaran yang bertugas mempengaruhi tingkat, waktu, dan komposisi
permintaan sehingga akan membantu organisasi mencapai tujuannya. Kotler
(2000:8) mengatakan bahwa manajemen pemasaran adalah “proses perencanaan
dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan,
barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan – tujuan
individu dan organisasi”.
139
Kemudian ada media, “Apakah saat itu anda yakin Batik Semarangan akan
berhasil?Ya bisa dibilang tidak 100% yakin, tapi saya yakin bahwa Batik
Semarangan bisa berkembang karena sebelumnya memang pernah karena
terjadinya tragedi dimasa lampau dan Batik Semarangan ini akan menarik bila
dibuat lebih lanjut. Terlebih sekarang marketnya memang bermacam – macam,
kenapa tidak kita coba”.
“Sebelum saya buat dalam jumlah banyak, saya buat sedikit lebih dulu.
Hanya motif asem dan lawang sewu, kemudian saya coba menunjukkan motif
tersebut pada anak didik saya di luar sanggar, dan kebetulan para ibu-ibu yang
menjemput anaknya tertarik pada batik yang saya buat kemudian membelinya.
Dari situlah saya mendapatkan order batik Semarang pertama kalinya. Dan terjadi
penyebaran berita dari mulut ke mulut tentang Batik Semarangan yang saya buat,
selanjutnya menjadi pertimbangan saya bahwa motif khas Batik Semarangan akan
memperoleh hasil yang baik.”
Pemasaran lebih menuntut kreativitas daripada aktivitas bisnis lainnya,
tetapi pemasaran tidaklah kreatif jika ia tidak menjual. Hari ini telah
teridentifikasi manfaat dan keunggulan kompetitif, dimana telah mengetahui apa
yang menjadi kebutuhan masyarakat (konsumen). Sekarang manfaat dan
keunggulan harus dikomunikasikan kepada prospek dan pelanggan. Esensi
komunikasi, kejelasan merupakan salah satu pertimbangan utama ketika
mengembangkan materi pemasaran dan pembentukan target pasar. Pertimbangan
lainnya adalah : Fokus, pesan, desain dan kredibilitas. Kredibilitas adalah kunci
140
dalam tahap membangun hubungan dalam pemasaran (Jay Conrad Levinson and
Al Lautenslager, 2005).
Penolakan dari masyarakat berlanjut menuju penerimaan oleh masyarakat
akan produksi batik disekitar lingkungan tempat tinggalnya dan pada akhirnya
tumbuh optimisme dari para perajin batik semarang untuk terus memproduksi
Batik Semarangan karena target pasar sudah mulai terlihat. Dengan fokus, pesan,
desain dan kredibilitas yang tepat akan membawa Batik Semarang menemukan
cakupan konsumen yang luas dan tingkat kepercayaan terhadap produsen (Perajin
Batik Semarang) yang tinggi, sehingga seiring berjalannya waktu target pasar
akan menjadi beragam peruntukannya.
Sebagai langkah awal untuk memperkenalkan batik Semarangan pada
masyarakat Sanggar batik saya dari “Batik Semarang 16” adalah salah satu tempat
memperkenalkan batik semarangan yang saya buat sendiri (Ibu Umi S Adi
Susilo).
“Dari pelatihan membatik yang saya lakukan bersama dengan masyarakat
sekitar serta aktif mengikuti gelar karya daerah diberbagai kota diantaranya
Jogjakarta, Banyuwangi, dan Bandung, batik yang saya buat lama kelamaan
menjadi makin dikenal oleh masyarakat luas. Batik Semarang 16 juga mengikuti
lomba-lomba batik yang diselenggarakan pemkot Semarang dan biasanya selalu
meraih gelar juara”.
Beberapa tahun terakhir ini Batik Semarang 16 telah menyelenggarakan
beberapa pameran Batik Semarangan, baik di kota Semarang maupun luar kota
141
Semarang dan tanggapan masyarakat mengenai produk Batik Khas Semarang
berikut ini ulasan yang disampaikan Ibu Umi Pemilik Batik Semarang 16.
“Tanggapan pasar cukup baik, sehingga saya yang memulai usaha dalam
skala kecil bisa berkembang menjadi seperti sekarang ini.Siapa saja konsumen
dari Batik Semarang 16, Apakah membidik pasar tertentu ? Target konsumen
yang dituju adalah konsumen menengah ke atas, terutama untuk batik tulis yang
berbahan dari kain sutera yang ditenun. Yang ditarget menengah ke atas karena
memang harganya yang cukup mahal. Untuk batik sutera tulis, harganya bisa
mencapai 5-6 juta rupiah. Sedangkan batik cap difokuskan untuk ke masyarakat
yang berdaya beli rendah sampai menengah, karena bahan kain yang digunakan
tidak semahal Batik tulis, serta proses pembuatan tidak sesulit batik tulis dan
resiko kegagalannya pun tidak seriskan batik tulis.”
Dalam tahap ini ketersediaan produk Batik Semarang telah melimpah
berkat kerjasama yang dihasilkan melalui Cluster Batik Semarang. Mulai target
pasar terbentuk dengan sendirinya, dengan beragamnya pilihan produk yang telah
dihasilkan di Cluster Batik Semarang. Pemasar hanya perlu menawarkan kualitas
produk dalam tahap ini dan masyarakat mulaimenilai dan memilih produknya
sendiri. Perseorangan yang tidak memiliki begitu banyak modal memilih menjadi
dropshipper sekali lagi memanfaatkan koneksi jaringan pemasaran dan luasnya
kemajuan teknologi (internet). Satu dengan yang lain dapat tersambung
dimanapun dan kapanpun dibutuhkan. Menambah target pasar dan prospek
penjualan produk Batik Semarang .
142
Dropship merupakan sebuah metode jual beli online di mana penjual tidak
melakukan stok barang ataupun proses pengiriman. Dalam sistem ini, akan sangat
dibutuhkan seorang supplier sebagai pemasok barang. Penjual akan memajang
foto-foto barang dagangan supplier di website atau akun media sosial sebagai
tempat berjualan.
Sedangkan menaruh produk terhadap target pasar dari ketersediaan produk
Batik Semarang yang dikeloladalam Cluster Batik Semarang dan dikembangkan
bersama Pemerintah Kota Semarang, dari hasil uraian Bapak joko Sunarto Ketua
Cluster Batik Semarang yang mencoba mencari implementasi terbaik dari animo
masyarakat nasional maupuninternasional yang dalam perekonomian telah
mencapai sumbu pertumbuhan dalam konsep konsumsi yang menggiurkan bagi
para pelaku usaha Batik Semarangan. Saat globalisasi tengah merebak kuat,
perdagangan dunia kian terbuka dan bebas, yang tidak mungkin dapat dihentikan.
Produksi Batik harus terus dihidupkan terutama untuk mengisi pasar sendiri.
Selaras kebutuhan pemerintah sembari mengupayakan dan mendorong agar
peredarannya semakin mendunia dengan menghadirkan produk turunan Batik
yang kreatif.
Gejala yang terjadi ketika produk yang dihasilkan telah melimpah
ketersediaanya adalah mencari kesesuaian kebutuhan konsumen dengan produk
Batik yang ada. Pasar yang sistematis mengalami kemajuan sedikit demi sedikit,
lonjakan nilai positif perdagangannya belum signifikan. Dan timbul gejolak ketika
pembuat kebijakan mulai melakukan analisa pasar dalam rangka penyesuaian
tingkatan pengusaha nasional dengan pedagang internasional.
143
4.3.2 Keserasian Antara Kebutuhan Perdagangan dari Pemerintah dengan
Strategi Cluster Batik Semarang
Dari uraian diatas membahasnya dengan Pak Joko Sunarto Ketua Cluster
Batik Semarnag memberikan gambaran mengenai animo masyarakat terhadap
Batik (Yang digunakan sebagai proyeksi adalah masyarakat kita sendiri dan
internasional) seperti yang dituturkan berikut ini.
“Dari masyarakat kita sendiri (Indonesia) itu sudah mulai menunjukkan
geliat positif nya terhadap batik, sudah mulai ada pemakaian rutin baju
batik di tiap – tiap kantor bahkan juga sampai di lingkup sekolah. Jika di
taksir dalam prosentase itu masuk pada angka 50% minatnya terhadap
batik.Kalo turis itu sukanya batik yang ramah lingkungan, jadi kami juga
mencoba menyesuaikan terhadap itu. Pada akhirnya beberapa tertarik
dengan batik inovasi dari kami yang ramah lingkungan, bertemakan alam,
berwarna terang, nyentrik dan modis”.
Meskipun belum sampai pada angka yang memuaskan, tingkat konsumsi
Batik Semarang memberikan gambaran bentuk produk yang tepat sebagai bekal
untuk melakukan inovasi. Peran serta masyarakat Kota Semarang memegang
peranan penting dalam perkembangan Batik kebanggan warga Semarang ini.
“Peran generasi penerus yang harus nya ditingkatkan untuk tetap menjaga
warisan budaya ini mas, jika anak – anak muda sudah ditanamkan untuk
suka pada warisan budaya nya itu akan melekat dalam kepribadiannya
juga dan dapat mencerminkan gambaran yang baik juga di suatu negara.
144
Terlebih batik sudah di paten kan oleh UNESCO sebagai warisan budaya
Indonesia, yang dari sini lah kita masyarakat Indonesia itu harus menjaga
dan melestarikannya.lebih kreatif dan inovatif nya generasi muda ini yang
diharapkan mampu menjunjung tinggi batik sebagai trend center
kebudayaan yang mendunia”.
Bapak Joko Sunarto mengandalkan pemasaran konvensional dengan
menaruh berbagai praktisi untuk terlibat di dalam pemasaran, kesan lebih
menikmati pemasaran manual dari pelanggan sangat terlihat.Menghubungkan
perajin satu dengan yang lain, pelanggan satu ke pelanggan yang lain merupakan
strategi Cluster. Dengan banyaknya pelanggan tetap yang melakukan pembelian
dalam jumlah besar.“Ya pada akhirnya tetap berjalan hingga sampai saat ini”
imbuh Pak Joko Sunarto Ketua Cluster Batik Semarang. Yang dapat diambil nilai
adalah poin kesinambungan pendapatan UMKM Batik, sedikit – sedikit namun
berjalan terus menerus. Sedangkan sebelumnya dari Ibu Umi Batik Semarang 16
adalah menggunakan strategi yang terstruktur dari tahun ke tahun, merujuk pada
pengaruh pasar yang dinamis.
Pemasar mengidentifikasi dan membuat profil dari kelompok – kelompok
pembeli yang berbeda, yang mungkin lebih menyukai atau menginginkan bauran
produk dan jasa yang beragam, dengan meneliti perbedaan demografis,
psikografis dan perilaku di antara pembeli. Dikarenakan seorang pemasar jarang
dapat memuaskan semua orang dalam suatu pasar. Wal Mart menggunakan
segmentasi sebelum menuntaskan target pasarnya untuk mencapai pelanggan di
pasar geografis yang berbeda, dengan konsep toko komunitas. Wal Mart adalah
145
perusahaan publik yang mengoperasikan jaringan department store Wal-Mart
Store Inc didirikan oleh Sam Walton pada tahun 1962 Kini lebih dari dua lusin
toko Wal Mart telah didesain untuk mencerminkan komunitas tempatnya berdiri.
Sebagai contohnya, ada Wal Mart bergaya barat di Ft. Collins, Colorado, dan ada
toko dua lantai bergaya art deco untuk menarik orang – orang afrika amerika di
Baldwin Hills, California. Dalam upaya memenuhi kebutuhan komunitas
Amishterbesar keempat di AS, yaitu Middlefield, Ohlo, Wal Mart menawarkan
tiang untuk menambatkan kuda dan kereta kuda diluar toko, es balok untuk
kulkas, dan berbagai jenis kain denim untuk membuat celana kerja.(Kotler:2000).
Sedangkan uraian wawancara dengan Bapak Tri Utomo pemilik omah
batik dan tenun “Ngesti Pandowo” dan ketua paguyuban perajin batik di
Kampung Batik Semarang yang berhasil ditemui di toko batik miliknya atau
galeri omah batik dan tenun “Ngesti Pandowo” yang beralamatkan di Kampung
Batik Gedong No. 429, Rejomulyo, Semarang Timur Kota Semarang, Jawa
Tengah. Yang mengarah pada awal pemasaran Batik Semarangan.
Beliau menuturkan bahwa “Butuh waktu untuk mengenalkan ke pelangan-
pelanggan. Saya kenalkan ke instansi-instansi mulanya berlanjut mengikuti
berbagai pameran batik. Tapi tidak bisa langsung mendorong ke penjualan. Justru
penjualan itu meningkat dari adanya kunjungan-kunjungan istri pejabat ke
kampung batik yang membeli oleh-oleh. Istilahnya getok tular, Saya paham
barang kalau semakin lengkap, maka akan menjadi jujukan. Karena melihat
kualitas batik semarangan yang bagus, akhirnya setiap ada kunjungan dari mana-
146
mana selalu diajak ke kampung batik ini. Karena banyak permintaan hingga
akhirnya saya kewalahan. Dari situ, saya menggandeng 10 penjahit untuk dibina
untuk memenuhi permintaan pasar. Belakangan saya mulai timpang antara
kapasitas produksi batik dan pemasaran, Akhirnya saya fokus ke pemasaran saja.”
Upaya pemerintah memberikan pelayanan belanja terbaik bagi
masyarakatnya dan memberikan market yang kondusif bagi para pengusaha
supaya peluang yang hadir dari terbukanya sistem dagang internasional dapat
maksimal dimanfaatkan pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan
perekonomian, pengusaha / pedagang sebagai penghasil produk, dan masyarakat
sebagai konsumen. Sehingga dapat diasumsikan bahwa target pasar bisa
diupayakan, namun tidak dengan kesenangan orang belanja yang tidak pernah
dapat diukur tapi dapat diukir. Mengukir kesenangan belanja konsumen dengan
strategi pemasaran cluster dengan berbagai macam bentuk produk.
Strategi pemasaran dengan menghadirkan pasar kondusif di lingkungan
produk kebudayaan Batik Indonesia, kebudayaan adalah sektor penting yang
sudah terbukti bermanfaat besar bagi lingkungan, ekonomi masyarakat dan
kemajuan kota. Yang mana memajukan kebudayaan bangsa bukan hanya tugas
pemerintah sebagai pemangku kebijakan, tapi ini adalah tugas seluruh lini
masyarakat untuk pemajuan kebudayaan yang dapat dilakukan dengan mulai
membingkai target pasar yang beragam untuk mencoba strategi pengembangan
pemasaran berbasis keselarasan antara kemudahan akses antara teknologi dengan
peran sentimen pasar.
147
Berupaya mendapatkan informasi lebih lanjut, penggalian informasi
dengan Batik Mustafiah bertempat di Pasar Yaik Johar Semarang yang dimiliki
oleh Ibu Mustafiah ini menjual pakaian pria dan wanita berbahan batik dengan
omset Rp 252.000.000 per tahun.Perempuan ini memulai karirnya sebagai
pedagang toko serba ada sungguh-sungguh dimulai dari bawah. Awalnya bermula
ketika dia bekerja disebuah toko, lalu Bu Mustafiah ingin membuka toko sendiri
lantas ia menjual sebagian tanah miliknya untuk membeli sebuah toko di Pasar
Johar. Dari situlah Ibu Mustafiah pertama kalinya menyiapkan diri untuk menjadi
pengusaha yang sekalian turun berdagang di lapangan. Bertekad menjadi seorang
pengusaha dan mendirikan toko pakaian batik dari pengalaman berdagang yang
dimilikinya ketika menjadi pegawai toko pakaian memberikan perspektif baru
dalam contoh target pasar, berikut ulasannya.
“Saya tertarik kaleh konco-konco pedagang eceran di pasar seperti ini
(Pasar Johar), Sebab cara ngomonge niku sedoyo apik dan langsung tertuju nang
carane supaya pembeli iku tertarik untuk beli produk yang dijual”.Terjemahan :
Saya tertarik pada pedagang eceran seperti yang ada di Pasar Johar ini, Sebab cara
berkomunikasinya semua baik dan langsung tertuju pada bagaimana agar pembeli
tertarik untuk membeli dagangannya.
“Pemasaran disini biasanya orang pada berdatangan untuk membeli tanpa
harus menawarkan, tetapi terkadang juga mempromosikan barang dagangan saya,
semakin lengkap barang dagangan yang ada di toko maka pembeli itu akakn lebih
tertarik untuk berhenti dan bertanya – tanya di toko kita, nah dari situ saya
mencoba untuk meyakinkan pembeli untuk membeli batik di toko saya. Pertama
148
kalau di toko nggak ada barangnya saya coba tanyakan ke teman – teman
pedagang lain di pasar yang menjual produk yang sama seperti saya, kedua kalau
memang tidak ada di sesama pedagang pasar saya mengarahkan konsumen ke
galeri – galeri batik, misalnya galeri batik di Pasar Bulu. Jadi konsumen tetap
mendapatkan informasi terkait produk batik yang dicari, saya mengusahakan
konsumen itu pergi tidak dengan hati nelangsa atau kecewa karena apa yang dicari
tidak ada. Ya bagaimanapun juga konsumen itu raja, ketika pembeli senang
besoknya kita akan di cari lagi.”
Di dalam Manajemen Pemasaran (Kotler, Keller : 2000) mengemukakan
satu Pendekatan pada target pasar, yaitu pendekatan Megapemasaran
(megamarketing), merupakan koordinasi strategis dari keahlian ekonomi,
psikologi, politik, dan hubungan masyarakat, untuk mendapatkan kerjasama
sejumlah pihak untuk memasuki atau beroperasi di pasar tertentu. Sebagai contoh
adalah Pepsi yang menggunakan megapemasaran untuk memasuki pasar India.
Richard Munt dalam Building Collaboration mengemukakan pengertian
kolaborasi sebagai kerja bersama (Working together) untuk mencapai tujuan
sebagaimana yang diinginkan individu, kelompok, lembaga atau organisasi untuk
menghasilkan suatu keluaran yang bermakna dan berkelanjutan, dalam kolaborasi
terjadi suatu relasi antar organisasi dan dengan relasi tersebut akan tercipta
kerjasama. Oleh Nalebuff dan Brandenburger dengan konsep coo-petition, konsep
ini menekankan pada perubahan cara pikir (mindset) yang mengkombinasikan
persaingan dengan kerjasama dalam suatu market place yang sama dengan
menggunakan analisis teori game. Joel Blake dan David Ernst dalam Collaborate
149
To Complete In The Global Market, bahwa di masa datang akan terjadi
peningkatan strategi kolaborasi dibanding strategi kompetisi sebagai upaya untuk
menyongsong terjadinya hubungan ekonomi dan bisnis lintas batas. Kolaborasi
dianggap sebagai konsep terbaik dan alat negosiasi dan arbitrase sumber daya
perusahaan dalam bentuk keahlian, akses dan permodalan.
4.3.3 Patronage Buying Motives (Motif pembelian terpola) dari sebuah
Evidence Of Service (Orang, Proses, dan Bukti fisik)
Menonjol atau terdepandan harus diingat, Jeff Glaze dari atlantaevent.com
(www.justonebigidea.com) mencapai keduanya pada waktu yang sama ketika ia
membuat jaringan. Jeff menggunakan billboard saku (pocket billboard). Billboard
saku adalah kartu yang lebih besar daripada kartu bisnis, tetapi lebih kecil dari
flyer; berisi lebih banyak informasi ketimbang kartu bisnis pada umumnya.
Karena keunikannya, orang menggantungkan billboard saku itu. Biasanya ia ada
diatas meja sesorang dan mudah diingat ketika orang ingin melakukan tindak
lanjut. Karena tindak lanjut merupakan salah satu batu penjuru dari jaringan,
bersama dengan diferensiasi, maka Jeff satu langkah didepan dibandingkan
networker lainnya. Pocket Billboard berteriak kepada penerimanya agar mereka
mengambil tindakan, dan dalam banyak kasus mendorong mereka untuk
menghubungi Anda sebelum Anda menindak lanjuti mereka, sebuah skenario
jaringan yang sempurna.
Patronage buying motives (Sofyan Assauri, 1992:120) adalah motif yang
mendorong pembeli senang membeli produk pada perusahaan atau penyalur
150
tertentu. Pertimbangan yang penting dalam motif untuk pembelian tersebut adalah
: (1) Dapat dipercayainya perusahaan (realibility of supplier) (2) Ketepatan waktu
penyerahan produk yang dibeli (punctuality in delivery) (3) Dapat memenuhi
spesifikasi yang diminta dari produk yang dibutuhkan (exact fulfilment of
specification requested) (4) tersedianya beberapa pilihan atas produk yang
ditawarkan (variety of selection).
Contribution of traditional market and modern market, mendapatkan
target pasar yang tepat untuk pemasaran batik semarangan oleh Cluster Batik
Semarang. Dikemas dengan public relation yang tepat untuk mendapatkan
perhatian masyarakat dari produk batik yang telah mendunia ini, keinginan
masyarakat atau calon pelanggan yang beragam menjadikan permulaan sebuah
target pasar untuk dibentuk, dari beragamnya itu Cluster Batik Semarang
melakukan pemenuhan permintaan masyarakat dengan dibantu adanya pelaku
usaha batik semarang yang tergabung di dalamnya yang diharapkan mampu
meraih target pasar yang seragam. Dari pemesanan batik perorangan,dari
pembelian satuan hingga dalam jumlah besar menjadi target pasar yang harus
terus diupayakan pemenuhannya sembari mengembangkan produk batik dalam
bentuk lain, misalnya pernak – pernik rumah dan aksesoris pakaian sehingga
nantinya menambah luasnya target pasar.
4.3.4 Melangkah Menuju Digital Marketing Untuk Kemudahan Akses
Transaksi dalam Meningkatkan Margin Pasar
151
Pertumbuhan pesat ekonomi berbasis internet di Indonesia memberikan
peluang sekaligus tantangan bagi pelaku bisnis. Transaksi melalui intermet
mendorong gaya hidup baru di Tanah air yaitu kebiasaan menikmati layanan
pesan antar dan berbelanja tanpa uang tunai. Jumlah pengiriman di Asia Tenggara
per hari melonjak dari 800.000 pada tahun 2015 menjadi 3.000.000 pada 2018
(Sumber: Harian Bisnis Indonesia – Pertumbuhan Ekonomi Digital). Adapun
adopsi dompet digital masih berada di bawah 50%, tetapi dengan porsi transaksi
terhadap total transaksi berada dibawah 10%.Kegiatan ekonomi digital ini
memberikan lemahnya kegiatan pasar(Pertemuan secara langsung antara penjual
dan pembeli di suatu pasar atau market place). Mengurangipenggunaan pasar
tradisional sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, seperti ada proses
yang hilang dalam kenikmatan bertransaksi. Begitu juga dengan kesenangan
interaksi / berkomunikasi dalam mendapatkan produk yang dicari, terbiasa
mendapatkan harga nett tanpa mengadakan tawar menawar sebagai aksi negosiasi
yang dapat diupayakan untuk jual beli.
Queuring TheoryPenerapan teknik sains manajemen dalam dunia usaha
berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1980, teknik yang sering
diterapkan adalah program linear, simulasi, analisis jaringan, pengendalian
persediaan, analisis pengembalian keputusan dan teori antri. Pertukaran barang
dagang senantiasa terjadi setiap waktu, pameran offline dan online nya yang
bergerak seimbang akan mampu mencakup semua kebutuhan pasar. Kebutuhan
konsumen dan produksi Batik Semarang berjalan beriringan dalam membentuk
strategi pemasaran pada titik yang seimbang.
152
4.4 Upaya menyeimbangkan antara kebutuhan konsumen dengan upaya
pemenuhan kebutuhan produksi di Cluster Batik Semarang
Mengolah produk yang berkaitan dengan kebudayaan tentu memiliki
inovasi yang tidak terbatas dengan perkembangan peradaban manusia dengan
terus menerus menuai peminat dalam kalangan tertentu, Batik memiliki pokok
nilai dan garis paten dalam pembuatannya yang bersinggungan dengan keaslian
Batik, ciri khas dan makna yang akan disampaikan. Pada awalnya Batik dikenal
sebagai pakaian kerajaan yang tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk
dapat mengunakannya, mempunyai nilai – nilai luhur yang dijunjung tinggi pada
zaman itu. Namun untuk era sekarang ini zaman dimana telah banyak
pemanfaatan teknologi informasi,garis yang bersinggungan dengan kepentingan
kasta tersebut mulai terhapus dengan satu kenikmatan konsumsi masyarakat.
Batik menjadi bahan pakaian yang telah dapat digunakan semua tingkatan
masyarakat.
Untuk selanjutnya disebut dengan pemenuhan kebutuhan sandang
manusia, bukan melunturkan nilai – nilai luhur yang tertanam pada Batik itu
sendiri. Namun lebih dari sekedar ingin memasarkan produk asli bangsa sendiri
yaitu mengenalkan Batik ke masyarakat nasional maupun internasional. Terdapat
nilai – nilai ekonomis, sosial dan budaya yang ingin ditumbuh kembangkan
supaya Batik tetap menjadi bagian megah Bangsa Indonesia yang dapat dinikmati
secara ekonomis dan budaya oleh masyarakat Indonesia dan secara sosial oleh
masyarakat internasional.
153
Pasar sebagai suatu bentuk pelayanan umum tempat terjadinya transaksi
jual beli barang bagi masyarakat, merupakan salah satu cerminan perekonomian
dan sosial budaya setiap komunitas di dunia ini. Seiring dengan perkembangan
zaman, dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk, tempat dan cara
pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi modern. Perkembangan
tempat perbelanjaan di kota-kota di dunia, baik di negara-negara Barat maupun
Timur, semuanya melalui tahapan-tahapan, mulai dari pasar tradisional yang
kemudian mengalami proses modernisasi menjadi toserba (toko serba ada),
jaringan toko, shopping center, department store, hingga supermarket. Proses
modernisasi ini tidak terlepas dari perubahan pola demografi, spesialisasi dan
diversifikasi profesi, serta struktur sosial ekonomi dan perubahan budaya
masyarakat (West, 1994).
Terlebih kebutuhan konsumen dengan keinginan yang terus meningkat dan
beragam menjadikan pemenuhan keinginanpasar menjadi tantangan bagi pelaku
UMKM Batik tidak hanya di Semarang namun seluruh Indonesia. Berikut ini
paparan wawancara dengan anggota Cluster Batik Semarang “Batik Semarang
16”, Cluster yang memberikan dampak positif terhadap pengembangan Batik
sebagai upaya inovasi produksi produk Batik Semarangan,karena tidak adanya
pengkhususan dalam pembuatan motif Batik Semarangan menjadikan inovasi
produk semakin banyak untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
“Tidak ada persyaratan khusus, hanya saja ikon tersebut harus
mengandung unsur kebudayaan yang ada di Kota Semarang. Baik itu dalam
bentuk bangunan, legenda, hewan/tumbuhan dan makanan khas kota Semarang
154
semuanya bisa diangkat menjadi batik khas Semarang.Batik Semarangan sama
seperti batik pada umumnya, batik yang biasa dengan ukiran daun-daunan atau
tanaman, dikreasikan sedemikian rupa dan dipadukan dengan unsur bangunan,
makanan, cerita serta gambaran legenda-legenda yang ada di Semarang tanpa
terlepas dari unsur gambaran batik seperti pada umumnya, yaitu seperti gambar
daun - daun atau tanaman”.
Keyakinan dan keputusan tentang memunculkan motif khas Batik
Semarang membawa Ibu Umi S Adi Susilo memutuskan untuk mengembangkan
motif Batik Semarangan seperti yang sedang dikerjakan bersama pegawai di
sanggar atau rumah produksi Batik Semarang 16.
“Karena sebelumnya belum ada, dan ternyata respon terhadap batik yang
saya buat ternyata baik. Sehingga saya menjadi yakin untuk meneruskan
pembuatan batik Semarangan dan ternyata bisa berkembang hingga menjadi
seperti sekarang ini. Motif yang saya buat pada awalnya adalah motif asem dan
lawang sewu yang dikreasi dengan berbagai macam hal seperti sulur, dan lainnya.
Kemudian saya juga membuat tugu muda dan berbagai ikon-ikon kota Semarang
lainnya. Pemilihan saya waktu itu karena saya anggap tiga motif ikon tersebut
adalah ikon yang banyak dikenal luas oleh masyarakat. Kemudian dari motif-
motif tersebut saya mengembangkan motif-motif lain hingga saat ini berjumlah
sekitar 400an motif sudah dibuat oleh Batik Semarang 16”.
155
Gambar 4.9 Produk Batik Semarang 16 Berupa Pakaian Siap Pakai
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
Waktu yang diperlukan dalam proses pembuatan sebuah batik sangatlah
beragam. “Untuk batik tulis, proses produksinya kurang lebih 2 minggu. Dan
untuk batik cap, proses produksinya kurang lebih 3 hari. Batik tulis lebih lama
karena prosesnya lebih panjang dan memakan banyak waktu tidak seperti batik
cap yang pembuatannya cepat”, begitu Ibu Umi S Adi Susilo melengkapi
jawabannya saat ditanya mengenai proses pembuatan Batik yang diproduksi di
Batik Semarang 16 miliknya.
156
157
Gambar 4.10 Motif Batik Semarang dan Kain Batik Semarang Yang Telah Siap di
Pasarkan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
Sebagai salah satu pionir pengembalian Batik Semarangan, memberikan
pelajaran sejarah batik yang belum kami lakukan sampai saat ini. membagikan
pengetahuan dalam bentuk formal yang menarik masih sangat kami upayakan
untuk generasi penerus. Itu adalah bagian dari langkah strategis pengembangan
pemasaran yang kami tujukan untuk generasi penerus, tentu anak – anak muda
selalu mempunyai kreatifitas dalam melihat sebuah produk ekonomi disekitarnya.
Hingga pada akhirnya pemenuhan kebutuhan konsumsi batik oleh masyarakat
luas dapat terpenuhi dengan baik meskipun zaman dan era terus berubah. Saya
harap generasi muda inilah yang dapat meneruskan geliat perekonomian Cluster
Batik Semarang pada tingkatan yang lebih baik dari pada ini, tutur pemilik
sanggar dan galeri Batik Semarang 16 “Umi S Adi Susilo” yang tengah
158
memberikan arahan kepada pegawainya untuk menata koleksi kain – kain batik di
sanggar miliknya.
Melakukan produksi berkelanjutan menjadi salah satu cara menjaga
kelangsungan produk, jika berinovasi produk menjadi hal yang lazim maka ada
satu langkah dengan konsep edukasi untuk dapat menumbuhkan produksi
berkelanjutan dari benak manusia (SDM), eksplorasi pikiran manusia supaya
tergerak mengolah kebudayaan Batik nya. Agar tetap lestari dan dapat dinikmati
masyarakat luas sebagai nilai kebudayaan dan nilai ekonomis yang kuat. Sudah
banyak produk inovasi batik, yang belum dihadirkan adalah wisata edukasi batik.
bagaimana caranya publik mengenal secara luas Batik sebagai edukasi kepada
masyarakat. Dan komunikasi mempunyai peran dalam penyampaian pesan wisata
edukasi ini, dimana pendapat manusia diolah untuk menghasilkan nilai edukasi
dan ekonomi yang diharapkan.
Gambar 4.11 Proses Produksi Batik Semarang 16
159
Produksi Batik Semarang 16
Gambar 4.12 Produksi Batik Semarang 16
Sumber : Dokumentasi Batik Semarang 16 (2018)
160
Maraknya pembangunan pasar modern seperti hypermarket dan
supermarket telah menyudutkan pasar tradisional di kawasan perkotaan, karena
menggunakan konsep penjualan produk yang lebih lengkap dan dikelola lebih
profesional. Kemunculan pasar modern di Indonesia berawal dari pusat
perbelanjaan modern Sarinah di Jakarta pada tahun 1966 dan selanjutnya diikuti
pasar-pasar modern lain (1973 dimulai dari Sarinah Jaya, Gelael dan Hero; 1996
munculnya hypermarket Alfa, Super, Goro dan Makro; 1997 dimulai peritel asing
besar seperti Carrefour dan Continent; 1998 munculnya minimarket secara besar-
besaran oleh Alfamart dan Indomaret; 2000-an liberalisasi perdagangan besar
kepada pemodal asing), serta melibatkan pihak swasta lokal maupun asing.
Pesatnya perkembangan pasar yang bermodal kuat dan dikuasai oleh satu
manajemen tersebut pemicunya adalah kuatnya kebijakan penanaman modal
asing.
Dampak dari hal yang dikemukakan, menurut survei AC Nielsen pada
tahun 2004 didapatkan data bahwa pertumbuhan pasar modern 31,4% dan pasar
tradisional bahkan minus 8,1%. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang
dihadapi pasar tradisional sebagai wadah utama penjualan produk-produk
kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi skala menengah
kecil.
Pasar tradisional selama ini kebanyakan terkesan kumuh, kotor, semrawut
(tidak tertata dengan baik), bau dan seterusnya yang merupakan stigma buruk
yang dimilikinya. Namun demikian sampai saat ini di kebanyakan tempat masih
memiliki pengunjung atau pembeli yang masih setia berbelanja di pasar
161
tradisional. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak juga pasar tradisional
yang dalam perkembangannya menjadi sepi, ditinggalkan oleh pengunjung atau
pembelinya yang beralih ke pasar moderen.
Ciri negatif yang kemudian disebut dengan stigmayang melekat pada
pasar tradisional secara umum dilatarbelakangi oleh perilaku dari pedagang pasar,
pengunjung atau pembeli dan pengelola pasar. Perilaku pedagang pasar dan
pengunjung atau pembeli yang negatif secara perlahan dan bertahap dapat
diperbaiki, sekalipun memerlukan waktu lama. Keterlibatan pengelola pasar
dalam perbaikan perilaku ini adalah suatu keniscayaan.
Melekatnya stigma buruk pada pasar tradisional, seringkali mengakibatkan
sebagian dari para pengunjung mencari alternatif tempat belanja lain, di antaranya
mengalihkan tempat berbelanja ke pedagang kaki lima dan pedagang keliling
yang lebih relatif mudah dijangkau (tidak perlu masuk ke dalam pasar). Bahkan
kebanyakan para pengunjung yang tergolong di segmen berpendapatan menengah
ke bawah cenderung beralih ke pasar moderen, seperti pasar swalayan
(supermarket dan minimarket) yang biasanya lebih mementingkan kebersihan dan
kenyamanan sebagai dasar pertimbangan beralihnya tempat berbelanja.
Seringkali dikesankan bahwa perilaku pedagang yang menjadi penyebab
utama terjadinya kondisi di kebanyakan pasar tradisional memiliki stigma buruk.
Sebaliknya, di lapangan dijumpai peran pengelola pasar terutama dari kalangan
aparatur pemerintah dalam mengupayakan perbaikan perilaku pedagang pasar
tradisional masih sangat terbatas. Banyak penyebab yang melatarbelakangi
162
kondisi ini. Dimulai dari keterbatasn jumlah tenaga dan kemampuan (kompetensi)
individu tenaga pengelola serta keterbatasan kelembagaan (organisasi) pengelola
pasar untuk melakukan pengelolaan pasar dan pembinaan pedagang,
Mengetahui arah kedepan dari perjalanan bisnis menjadi penting untuk
mendapatkan pergerakan perekonomian UMKM daerah yang berkemajuan,
kelemahan usaha kecil harusnya lebih dapat di minimalisir. terlebih telah
dikondisikan menjadi pergerakan bisnis yang desentralisasi dengan
pengelompokan bidang usaha dan sistem pasar, seperti yang tercermin dalam
Cluster Batik Semarang.Joko Sunarto Pria berusia 55 tahun ini adalah mentor
pelatihan membatikUMKM Kerajinan Batik yang tergabung dalam Cluster Batik
Semarang dengan pusat pelatihan dan seminar membatik di UMKM Center Jawa
Tengah,Berikut adalah pernyataannya
“Ini nantinya klaster Batik Semarang ini tetap pada alur UMKM atau ada
arah menuju skala besar pak untuk perajin batik dan pelaku usahanya ?
Dari pertanyaan ini, narasumber Bapak Joko Sunarto memberikan
pandangannya sebagai ketua Cluster Batik Semarang. Alurnya UMKM
dengan pemasaran lewat galeri bentukan pemerintah kota tapi diharapkan
animo masyarakat itu lebih tinggi terhadap batik. Dan batik semarang
tetap menjadi kebanggaan masyarakat semarang yang berjaya dalam
penyelenggaraan masyarakatnya sendiri”.
Media UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) tetap digunakan
dalam Cluster Batik Semarang, dengan memanfaatkan lokasi jual beli yang
163
strategis dari Pemerintah Kota Semarang. Sedangkan proses produksi dari paparan
wawancara dengan Bapak Tri Utomopemilik omah batik dan tenun “Ngesti
Pandowo” dan ketua paguyuban perajin batik di Kampung Batik Semarang
melihat adanya pengaruh lingkungan tempat tinggal terhadap produk yang akan
dihasilkan.
“Apa kendala yang anda hadapi dalam memproduksi batik
semarangan?Pada awalnya kendala hanya lokasi produksi bagaimana yang
ramah lingkungan. Kalau produksi hanya di perumahan seperti ini, tidak
akan berkembang besar. Limbah air dan pewarna dalam membuat batik itu
banyak dan membuat pencemaran lingkungan. Karena itu saya bekerja
sama dengan penjahit yang di pinggir Kota Semarang untuk sedikit
mengatasi permasalahan lingkungan. Kalau kendala pemasaran,
bagaimana menangkap permintaan pelanggan sehingga prospek yang
mulai kencang dengan berbagai permintaan itu bisa dimanfaatkan untuk
mengembangkan pemasaran batik semarangan. Karena saat itu produksi
masih minim. Untuk menanggulanginya, saya menjalin kerjasama dengan
beberapa pengrajin batik. Saya kerjasama dengan pengusaha batik lain,
baik dalam hal bahan baku maupun produk untuk memenuhi permintaan”.
Searah dengan ungkapan Bapak Eko Hariyanto Pemilik Galeri Cinta Batik
Semarang yang berdiri sejak tahun 2006 dari sesi jaringan pemasaran dan
kerjasama antar pedagang Batik, bertempat di kampung batik gedong nomor 430
164
Rejomulyo Semarang Timur berikut ulasan wawancaranya terkait pemenuhan
produk yang diinginkan pelanggan.
“Disini yang biasa dilakukan sesama pedagang batik ya tukar menukar
barang dagangan, saling melengkapi barang dagangan sehingga ketika
konsumen menginginkan batik itu bisa terpenuhi langsung tanpa harus cari
– cari ke berbagai tempat. Kalau saya ini dekat dengan Kampung Batik
Semarang manakala stok batik ditempat saya kurang dan ada pembeli yang
menanyakan produk batik tertentu saya akan menghubungi galeri batik di
Kampung Batik Semarang untuk cek ketersediaan batik yang diinginkan
konsumen saya. Itu kemudahan yang ditawarkan bagi anggota Cluster
Batik Semarang koneksinya antar pedagang dan perajin batik itu ada”.
Fushion Marketing adalah menggabungkan usaha dari dua entitas untuk
“meledakkan” usaha joint marketing mereka. Lorraine Segal, penulis Intelligent
Business Alliances (Times Business), mengamati bahwa 30% (tiga puluh persen)
dari sebagian besar pendapatan perusahaan Amerika Serikat berasal dari aliansi
bisnis sejenis atau beda jenis. Ia juga mencatat satu trend yakni kolaborasi bisnis
kecil dengan bisnis besar. Dalam kasus ini, aliansi menjadi sama – sama
menguntungkan dan strategis.
Fushion marketing sangat bermanfaat ketika dua perusahaan punya pasar
target yang sama, prospek dan nilai yang sama pula. Ambillah contoh dunia
pemasaran online, satu tempat umum bagi fushion marketing. Disini perusahaan –
perusahaan bekerjasama bersama – sama untuk menampilkan informasi pihak
lain. Bisa berupa link ke situs lain atau link ke artikel, form pesanan, aplikasi,
165
studi kasus, dan sebagainya. Masing – masing pengunjung atau partisipan
mendapatkan lebih banyak keuntungan sementara saling menambahkan isi dan
kualitas dari pemasaran pihak lain.
Cluster dan Fusion Marketingmerupakan wujud dari pemasar gerilya,
untuk menggabungkan lebih dari dua pokok usaha (Batik) menjadi satu tempat
yang sama (Cluster Batik Semarang) untuk meraih konsep dan hasil penjualan
yang sama. Bukan membatasi gerak dari tiap – tiap pelaku usaha dan perajin
batik, namun lebih kepada menyatukan kelompok – kelompok usaha dalam satu
target pasar yaitu pemasaran Batik Semarang. Melalui berbagai langkah kreatif
seperti kunjungan bisnis ke berbagai negara dan pelatihan dari Cluster Batik
Semarang yang banyak bekerjasama dengan banyak relasi bisnis untuk
menunjang pengetahuan yang lebih kompleks bagi anggota Cluster Batik
Semarang.
Memberikan akses kepada mereka yang ingin berpartisipasi menumbuh
kembangkan produk budaya bangsa (Batik) khususnya Batik daerah, menjadi
sebuah elemen penting dalam ilmu perekonomian dan kebudayaan ketika
masyarakat daerah berkeinginan melestarikan produk budaya sebagai wujud
keberlangsungan warisan budaya bangsanya, menggali dan menghasilkan produk
dari potensi daerah adalah langkah yang tepat untuk saat ini dalam rangka
penyeimbangan antara kebutuhan konsumen dan produksi batik di Cluster Batik
Semarang. Dari sini akan bermunculan nilai – nilai ekonomis yang potensial
untuk membuat semarak pasar global yang semakin kompetitif. Dengan
166
mengangkat produk lokal, produk budaya sebagai produk sandang yang dapat di
konsumsi dan di jangkau oleh masyarakat dengan kemajuan teknologi informasi.
Daur ulang produk menjadi satu kebiasaan saat ini untuk menghasilkan
kreatifitas baru, namun semua itu menjadi tidak berarti jika jaringan pemasaran
tidak digiatkan oleh pemasar. Mengapa melakukan daur ulang untuk
menghasilkan kreatifitas baru?, pengembangan aktifitas produk yang seharusnya
dicari dan ditingkatkan untuk mencapat tujuan Cluster Batik Semarang.
Negosiasi bisnis dengan provider besar dan pengembang perlu dilakukan pemasar
untuk dapat berinovasi dan berkreativitas. Menghadapi perkembangan
perdagangan dalam skala produk yang sama berikut produk turunannya, tidak
cukup dengan terus melakukan produksi namun tidak memperhatikan upaya
memasuki sensitivitas pikiran belanja manusia.
Terdapat lingkaran keterbelakangan yang tidak berujung pangkal pada
perusahaan kecil yang secara struktural independensi, yaitu kecilnya permodalan
yang dimiliki usaha kecil mengakibatkan ketergantungan usaha kecil pada pemilik
bahan baku yang sekaligus sebagai pemilik modal. Ketergantungan pada pemilik
bahan baku mengakibatkan ketergantungan pada teknologi yang dimiliki pemilik
modal. Ketergantungan pada teknologi mengakibatkan ketergantungan pada
sistem pasar yang dimiliki oleh pemilik teknologi. Karena penguasa pasar yang
menentukan harga beli produk dari pengusaha kecil (monopsoni), dan
menentukan harga jual bahan baku kepada pengusaha kecil (monopoli), maka
keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil tetap kecil. Timbul pergeseran semu
fungsi pengusaha menjadi buruh lokal.
167
Dapat diambil contoh pembinaan pasar tradisional yang memerlukan
upaya terintegrasi, mulai di tingkat kebijakan hingga di tingkat operasional. Setiap
tingkat memerlukan bentuk-bentuk pembinaan yang saling terkait satu bidang
dengan bidang lain. Sebagai contoh, pembinaan pasar tradsional beserta pedagang
pasar dan pedagang kaki lima di tingkat operasional merupakan kelanjutan dari
kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah (PERDA)
beserta peraturan pelaksanaannya. Pembinaan di tingkat operasional diwujudkan
dalam bentuk pembinaan manajemen pasar tradisional dan pedagang pasar serta
pembinaan pedagang kali lima dan lingkungannya, ketertiban parkir, penataan
jalur angkutan kota, penataan tempat pejalan kaki (pedesterian), dan kawasan
wisata kuliner. Keterkaitan dengan bidang-bidang lain inilah yang seringkali
kurang diperhatikan, sehingga penanganan masalah bersifat parsial, hasilnya
kurang maksimal karena kurang dapat menyentuh akar permasalahan yang
sebenarnya.
Permasalahan ini sudah sangat banyak dibahas dalam penelitian yang
dilakukan oleh berbagai macam penelitidari latar belakang ekonomi, sosial dan
geografi yang telah menemukan berbagai gaya penyelesaiannya masing – masing
dengan pola bisnis yang digunakan pun beragam. Adanya penguatan pasar
modern yang menghendaki terjadinya pasar persaingan sempurna dan pasar
persaingan tidak sempurna. Dari bentuk pemasar dalam modal besar hingga
pemasar gerilya dengan modal kecil.Kekuatan nilai produk menjadi faktor
penentu masyarakat membuat transaksi dan menempatkan loyalitas jika konsumen
mendapatkan hubungan pelanggan yang baik. Sebagai fenomena ethno
168
economicssatu lingkup kreativitas dan inovasi jaringan pemasaran dapat
menjabarkan banyak permasalahan untuk solusi keberagaman point master
perekonomian agar lebih terpusat dalam mengawali jaringan pemasaran. (Dikutip
dari penelitian sistem nilai dan latar belakang profesional kewirausahaan sebagai
faktor utama pendorong daya hidup perusahaan kecil unggulan, studi pada
perusahaan kecil di Kabupaten Bandung).
Dikutip dari Henry kissinger’s lessons for business negosiators, “Henry
Kissinger's negotiations with world leaders helped shape the geography, public
policy, and laws that mark the 21st century world. A new book, Kissinger the
Negotiator: Lessons from Dealmaking at the Highest Level, not only explains his
negotiation craft, but also what we can apply from his experiences in our
everyday dealmaking”. (Pelajaran Henry kissinger untuk negosiator bisnis,
“Negosiasi Henry Kissinger dengan para pemimpin dunia membantu membentuk
geografi, kebijakan publik, dan hukum yang menandai dunia abad ke-21. Sebuah
buku baru, Kissinger the Negotiator: Pelajaran dari Dealmaking di Level
Tertinggi, tidak hanya menjelaskan keahlian negosiasinya, tetapi juga apa yang
bisa kita terapkan dari pengalamannya dalam pembuatan kesepakatan sehari-hari).
Today’s world of instant communications and social media presents a
much different negotiating environment than in Kissinger’s time. Do you think the
availability of all this “information” makes negotiations more difficult? How do
you think Kissinger would have performed in today’s world? “It is perhaps
remarkable that' the 95-year-old Henry Kissinger just authored a widely praised
Atlantic article on the implications of artificial intelligence for international
169
relations. I suspect Kissinger would have readily adapted to the new factors you
cite.I have found that reading through each of Kissinger’s major negotiations
offers key insights into common business dealings”.
In my advisory work on more ordinary business and financial
negotiations, I have found that reading through each of Kissinger’s major
negotiations offers key insights into common business dealings, clarifying such
challenges as:
• How to realistically assess whether an agreement potentially exists
• How a “wide-angle lens” and game-changing moves away from
the negotiating table can create space for a deal and enable favorable outcomes
at the table
• How careful sequencing, coalition building, and handling those
who would block a deal are keys to multiparty effectiveness
• The importance and means for truly understanding, reading, and
building rapport with your counterparts
• How assertiveness and empathy can be productively combined
• How to act opportunistically as circumstances shift while
maintaining a strategic perspective
• How dogged persistence rather than blinding insight is often the
essential ingredient for success; as well as
170
• Effective (and ineffective) ways to make proposals, frame
concessions, build credibility, utilize “constructive ambiguity,” embark on
separate dealings among the parties rather than deal with them together, and
when to opt for an open versus a secret process.
Beyond these specifics, readers who do not envision themselves in
diplomatic roles will find it valuable, as we described above, to consciously
cultivate a powerful element of Kissinger’s approach: of iterating between
zooming out to the strategic and zooming in to the interpersonal. (Kissingers,
2014).
Artinya :Pelajaran Henry kissinger untuk negosiator bisnis, “Negosiasi
Henry Kissinger dengan para pemimpin dunia membantu membentuk geografi,
kebijakan publik, dan hukum yang menandai dunia abad ke-21. Sebuah buku
baru, Kissinger the Negotiator: Pelajaran dari Deal making di Level Tertinggi,
tidak hanya menjelaskan keahlian negosiasinya, tetapi juga apa yang bisa kita
terapkan dari pengalamannya dalam pembuatan kesepakatan sehari-hari”.
penguasaan dunia komunikasi dan media sosial dengan cepat saat ini
menghadirkan lingkungan negosiasi yang jauh berbeda dari pada zaman Kissinger
(abad 21). Apakah Anda pikir ketersediaan semua "informasi" ini membuat
negosiasi lebih sulit? Menurut Anda bagaimana kinerja Kissingers di dunia saat
ini? “Mungkin luar biasa bahwa Henry Kissinger yang berusia 95 tahun baru saja
menulis artikel Atlantik yang dipuji tentang implikasi kecerdasan buatan untuk
hubungan internasional. Saya menduga Kissingers (negosiator) akan mudah
beradaptasi dengan faktor-faktor baru yang Anda kutip. Saya telah menemukan
171
bahwa membaca setiap negosiasi utama, negosiator menawarkan wawasan kunci
tentang transaksi bisnis bersama".
Dalam pekerjaan penasihat pada negosiasi bisnis, dan keuangan yang lebih
umum, menemukan bahwa membaca setiap negosiasi utama
Kissingersmenawarkan wawasan kunci ke dalam transaksi bisnis umum,
mengklarifikasi tantangan seperti:
• Bagaimana menilai secara realistis apakah suatu perjanjian berpotensi
ada
• Bagaimana "lensa sudut lebar" dan perubahan permainan bergerak
menjauh dari meja negosiasi dapat menciptakan ruang untuk kesepakatan dan
memungkinkan hasil yang menguntungkan di meja
• Seberapa hati-hati mengurutkan, membangun koalisi, dan menangani
orang-orang yang akan memblokir kesepakatan adalah kunci efektivitas
multipartai
• Sarana dan pentingnya untuk benar-benar memahami, membaca, dan
membangun hubungan dengan rekan bisnis atau pedagang
• Bagaimana ketegasan dan empati dapat dikombinasikan secara produktif
• Bagaimana bertindak secara oportunistik ketika keadaan bergeser sambil
mempertahankan perspektif strategis
172
• Betapa teguhnya kegigihan daripada wawasan yang menyilaukan sering
kali merupakan unsur penting untuk sukses
Di luar kekhususan ini, pembaca yang tidak membayangkan diri mereka
dalam peran diplomatik ekonomi (bisnis) akan merasa berharga, seperti yang
dijelaskan di atas, untuk secara sadar menumbuhkan elemen kuat dari pendekatan
negosiator: Tentang beralih antara memperbesar ke arah yang strategis dan
memperbesar nilai ke antarpribadi.
• Cara efektif dan tidak efektif untuk membuat proposal, membingkai
konsesi, membangun kredibilitas, memanfaatkan "ambiguitas konstruktif,"
memulai transaksi terpisah antar pihak daripada berurusan dengan mereka
bersama-sama, dan kapan harus memilih antara proses terbuka dan proses rahasia.
Bagaimana "lensa wide-angle" dan perubahan permainan bergerak
menjauh dari meja negosiasi dapat menciptakan ruang untuk kesepakatan dan
memungkinkan hasil yang menguntungkan di meja (Cluster dalam bidang usaha
sejenis) dengan mulai munculnya inovasi produk Batik. Secara sadar
mengembangkan elemen terkuatdalam kreativitas produk, mengulangi antara
meluaskan pemasaran Cluster Batik Semarang yang strategisdan memperbesar ke
antarpribadi yang kreatif dan inovatif. Melayani kebutuhan konsumen dengan
melakukan zoom in supaya terlihat target pasar manakah yang harus diutamakan,
supaya kreativitas dan inovasi produk dapat membidik sasaran yang tepat.
Memenuhi harapan lingkungan merupakan salah satu tujuan dari
organisasi. Setiap organisasi memiliki tanggung jawab terhadap lingkungannya
173
(stakeholder). Untuk dapat memenuhi harapan – harapan yang tepat agar misinya
tercapai. Supaya misinya tercapai, maka organisasi harus memiliki sumber daya
manusia yang handal. Apabila organisasi memiliki sumber daya yang handal,
maka sumber daya organisasi yang dimiliki akan didayagunakan sehingga
organisasi akan dapat menjalankan kegiatan – kegiatan yang mendukung
pencapaian misi maupun visinya walaupun dalam kondisi yang cepat dan tepat
berubah seperti dijelaskan. Departemen sumber daya manusia diciptakan untuk
membantu orang dan organisasi dalam mencapai tujuannya (Werther, 1996; p. 3).
Edwin B. Flippo (1996; p. 7) mengatakan bahwa “Integrasi merupakan
usaha untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi (kecocokan) yang layak atas
kepentingan – kepentingan perorangan (individu), masyarakat, dan organisasi”.
Kepuasan yang diperoleh satu pihak belum tentu merupakan kepuasan pula bagi
pihak lainnya. Di sinilah peran aktivitas integrasi untuk menyatukan kepentingan
–kepentingan yang berbeda sehingga didapat komposisi terbaik yang dapat
memuaskan semua pihak. Klat dan Merdick (1993;458) mengatahan bahwa
human relation atau hubungan antar manusia akan tercipta serta terpelihara
dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi
tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan saling pengertian, harga
menghargai, hormat menghormati, toleransi, menghargai pengorbanan dan
peranan yang diberikan oleh setiap individu anggota kelompok / karyawan.
Jadi strategi yang diterapkan adalah antara membaurkan tiga rangkaian
transaksi homogen. Yaitu keinginan konsumen, nilai tengah berupa continuitas
nilai Batik dan produk yang dihasilkan penggiat usaha batik di Cluster Batik
174
Semarang. Sehingga muncul produk beserta langkah strategis pemasaran untuk
produk baru tersebut. Batik Semarangan itu sebagai nilai pokok dan sebagai nilai
tambahnya dapat di peroleh dari produk turunan Batik Semarangan yang mampu
menunjang nilai pokoknya. Ditujukan kepada masyarakat, pemasaran diwajibkan
untuk mudah diingat konsumen dan produk dihasilkan untuk dengan tepat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkesinambungan.
4.5 Mengembangkan Kreativitas Dan Inovasi Jaringan Pemasaran di Cluster
Batik Semarang
Era revolusi mendesak kita untuk memperluas cakrawala. Inovasi konsep
bisnis akan menjadi keunggulan kompetitif yang menentukan di era revolusi.
Pengertian inovasi konsep bisnis disini adalah kapasitas untuk menyusun kembali
model – model bisnis dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat mencapai
value baru bagi konsumen, memberi kejutan yang mengguncang bagi pesaing, dan
mengalirkan kekayaan baru bagi investor.
Tingkat ketergantungan antar bangsa tak akan dapat terbendung. Dengan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi mendorong
terjadinya perdagangan bebas dimana dunia akan transparan dan seakan tanpa
batas. Hal ini akan menimbulkan sebuah paradigma borderless world, yaitu dunia
yang tidak mengenal batas – batas teritorial kedaulatan negara bangsa.Perajin
batik yang berani memulai menjelajah Batik daerah, mengunggah Batik Semarang
ke publik lebih tepatnya. Ketajaman dalam mengakses semua jaringan pemasaran
dan kerja sama yang menguntungkan dapat diolah menjadi satu manfaat bagi
175
strategi pemasaran Cluster Batik. memaksimalkan customer relationship
management dengan tujuan yang sama namun jalan yang dipakai dapat beragam,
tentu ini mampu menjaring konsumen lebih banyak. Pengembangan inilah yang
dilakukan oleh media sebagai penyambung nilai produk Batik dengan
pemasarannya. Beragam cara perolehan pemasaran untuk satu tujuan yang sama.
Sebagai contoh stereotipe dari seorang salesman dimana ia berusaha
menjual dagangannya tanpa memperhatikan kualitas dan tidak berusaha untuk
membuat pelanggan untuk kembali berbisnis dengannya. Dewasa ini, masih
banyak perusahaan mengabadikan penekanan terhadap penjualan ini dengan
memberikan penghargaan terhadap eksekutif senior berdasarkan berapa banyak
jumlah barang yang dijual, daripada berdasarkan seberapa sukses mereka
mengelola loyalitas pelanggan terhadap produk. Pendekatan media penjualan
tidak hanya dapat dilakukan dari media informatif, namun dapat di aplikasikan
pada pelayanan melalui kartu konsumen sebagai media pengantar nilai
perusahaan.
Pada pertengahan abad ke 20, semakin banyak perusahaan yang mulai
mendalami orientasi pelanggan dalam pemasaran. Mereka menyadari bahwa
mereka harus memproduksi apa yang pelanggan butuhkan dan inginkan. Orientasi
ini dikenal dengan konsep pemasaran, yang didasarkan pada tiga tujuan yaitu
orientasi pelanggan, koordinasi dan integrasi dari seluruh aktivitas pemasaran,
serta fokus kepada profitabilitas jangka panjang dari suatu organisasi. Konsep
pemasaran dihubungakn dengan 4P dari Mc Carthy yaitu produk, harga, promosi
dan distribusi. Implikasi di pandangan ini adalah jika perusahaan dapat
176
menjalankan ke-4 elemen dari bauran pemasaran ini secara benar, perusahaan
akan menikmati suksesnya pemasaran.
Tabel 4.1 Elemen Bauran Pemasaran
A B
Prosedural Kreatif
Reduksionis Ekspansif
Ekstrapolatif Berdaya Cipta
Elitis Inklusif
Mudah Menuntut
Perusahaan yang tidak benar – benar memiliki strategi yang luar biasa
dalam mengolah konsep bisnis baru maka lebih tepat jika perusahaan mengakui
bahwa deskriptor di kolom A lebih cocok daripada apa yang terdapat di kolom B.
Jika teknologi dapat menjadi lebih dari sekedar pengungkit yang berdampak
positif, maka para CIO (Chief Information Officer) harus berubah menjadi Chief
Imagination Officer.
Salah satu upaya pelaku bisnis dalam memenangkan persaingan adalah
dengan melakukan strategi merangkul pelanggan atau yang lebih dikenal dengan
Customer Relationship Management (CRM). CRM merupakan suatu strategi
perusahaan yang digunakan unutk memanjakan pelanggan agar tidak berpaling ke
pesaing sehingga akan tercipta hubungan abadi dengan pelanggan. Dalam hal ini
perusahaan harus mampu memberikan sentuhan pelayanan individual dimana
pelanggan diperlakukan sebagai raja. Mulai dari produk yang ditawarkan, proses
177
penawaran, sampai kepada cara melakukan transaksi harus disesuaikan dengan
keinginan tiap – tiap pelanggan. Oleh karena itu database pelanggan memegang
peranan penting dalam CRM.
Mendapatkan gagasan untuk berinovasi pada produk Batik Semarang
dengan ditambahkannya aksen motif sejarah dan ikon Kota Semarang sebagai
wujud kreativitas seorang pelaku usaha Batik Semarang 16 Ibu Umi S Adi Susilo
yang tergabung dalam Cluster Batik Semarang. Meneruskannya ke penjualan
dengan fokus pemasaran konvensional dan memanfaatkan teknologi informasi
sebagai jaringan pemasaran, berikut hasil wawancaranya.
“Upaya yang dilakukan oleh Batik Semarang 16 untuk lebih mendekatkan
diri dengan konsumen sekaligus mempromosikan produknya adalah dengan
membuat website dengan alamat web www.batiksemarang16.com sejak tahun
2008. Melalui website ini, konsumen dapat melihat profil dan produk dari Batik
Semarang 16 dengan lebih mudah, sekaligus dapat berkomunikasi dengan Batik
Semarang 16 dengan lebih cepat”. Batik di era ini dari sudut pandang anak – anak
muda adalah nyentrik dan eksentrik, mulai banyak yang berminat pada practice
batik karena nyentriknya itu untuk menarik simpatik manusia disekitarnya dari
apa yang digunakannya. Sehingga belum memahami lebih lanjut seperti dari
aspek ekonomi dan nilai pelestarian budaya.
178
Gambar 4.13 Upaya dari Kampung Batik Semarang Memberikan Wawasan
Mengenai Batik kepada Generasi Muda
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2018)
Materi cetak di zaman internet, Lauron Sonnier Mc Culloch dari Sonnier
Marketing Communication Ind., (www.sonniermarketing.com) menasihati
kliennya bahwa kapan saja mereka meluncurkan situs web, Mereka seharusnya
juga agresif menceritakan kepada prospek dan klien mereka tentang komunikasi
pemasaran offline. Penjualan dan pemasaran melaui telepon bagian dari merawat
pelanggan, (identitas atau kehadiran) adalah kombinasi dari semua senjata
pemasaran yang “telerelated” digudang senjata : FedEx, Voice mail, Telepon, E-
mail, Audio, dan Videotape. Internet dan saat ini komunikasi nirkabel.
179
Mengajarkan adanya nilai ekonomis dari batik yang dapat menjaga batik
tetap eksis di mata dunia sekaligus membantu perekonomian daerah dengan mini
usaha yang terbentuk. Serta perhatian pada networking dalam usaha pemasaran
untuk menjangkau pasar internasional. Belum ditemukannya tindakan yang
signifikan dalam pemasaran untuk pemanfaatan website milik Batik Semarang 16,
mengarahkan pada publikasi yang belum maksimal. Misalnya : memasukkan
strategi bisnis yang masuk akal untuk dihubungkan ke situs yang kita miliki,
menganalisis forum diskusi untuk dimasuki sebagai konsentrasi pemasaran
selanjutnya informasi apa yang dapat dikontribusikan kepada forum tersebut
untuk memposisikan diri sebagai sumber daya.
Alur kegiatan bisnis Cluster Batik Semarang sebagai UMKM dengan
pemasaran lewat galeri bentukan Pemerintah Kota Semarang. “Bapak Joko
Sunarto Ketua Cluster Batik Semarang yang mengharapkan animo masyarakat itu
lebih tinggi terhadap Batik”, Sehingga Batik daerah seperti Batik Semarang tetap
menjadi kebanggaan masyarakat yang berjaya dalam penyelenggaraan
masyarakatnya sendiri.
Teknologi merupakan hal yang merangkum seluruh rantai nilai perusahaan
dan menjangkau ke luar dari segala teknologi yang selama ini kita tahu memiliki
hubungan langsung dengan produk. Sesungguhnya, jika pandangan yang luas ini
kita pakai, tidak ada hal yangdisebut sebagai industri teknologi rendah sehingga
menciptakan kesenjangan teknologi dalam kehidupan masyarakat. Memandang
industri mana saja sebagai industri yang telah mencapai tahap kematangan
teknologi sering kali menyebabkan terjadinya malapetaka strategis. Terlebih,
180
banyak inovasi penting yang berhasil meningkatkan keunggulan bersaing
merupakan inovasi yang dapat memiliki sejumlah implikasi strategis, Situasi
seperti ini ada di Inggris di mana penjual bahan makanan Asda, yang dimiliki oleh
Walmart, mengikuti pendekatan EDLP(Every Day Low Price) dan bersaing
dengan beberapa pengecer yang merupakan pemain loyalitas Hi-Lo. Untuk
menarik pembeli dari pengecer lain (bermain loyalitas pelanggan), Asda telah
menawarkan jaminan keuntungan harga 10 persen untuk pembeli dan akan
mengganti biaya pembeli jika Asda tidak 10 persen lebih murah dari total
keranjang belanja pembeli yang sebanding.
Ketika lokasi tidak lagi cukup untuk menarik pelanggan, sebuah program
yang menghargai pelanggan mereka tentu dapat diunggulkan dalam menaruh
kreativitas produk yang ingin disampaikan kepada masyarakat. berbagai program
komunikasi dengan bantuan media dapat disesuaikan oleh pengecer untuk
menghasilkan diferensiasi dan peningkatan laba. Esensi dari strategi adalah
keberagaman. Namun, tidak ada keberagaman dalam strategi tanpa varitas dalam
bagaimana individu (pelaku usaha) memandang pemasaran produk unggulan ke
pasar dunia (lingkup pasar yang lebih luas).
Didalam Keunggulan Bersaing, Alat pokok untuk memahami peran
teknologi dalam keunggulan bersaing ialah rantai nilai. Kegiatan usaha sebagai
subyek dan perusahaan sebagai predikat serta sekumpulan aktivitas, juga
merupakan sekumpulan teknologi. Setiap aktivitas nilai yang dilakukan
perusahaan merupakan suatu perwujudan teknologi, dan perubahan teknologi
dapat mempengaruhi persaingan lewat dampaknya terhadap hampir setiap
181
aktivitas. (Michael E Porter, 2004). “Adakah pengalaman yang menyakitkan saat
memasarkan produk batik semarangan? Dan apakah pemasaran anda melalui toko
online juga?”.
Pertanyaan wawancara yang ditujukan kepada Bapak Tri Utomo pemilik
omah batik dan tenun “Ngesti Pandowo” sebagai pembuka pernyataan mengenai
aktivitas nilai pemakaian teknologi jenis tertentu untuk mengkombinasikan
masukan yang telah dibeli dan meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia
guna memproduksi keluaran tertentu.
“Saya menyadari sebagai pemula dalam berwirausaha dalam bidang batik,
Saat itu batik semarangan dianggap aneh, warnanya kumal dan saya diledek di
beberapa tempat. Tapi itu justru jadi motivasi untuk saya pribadi, kalau hidup di
wirausaha pelanggan itulah sandaran hidup, Bukan modal. Sehingga harus ada
inovasi produksi dan tempat harus nyaman. Kritik pedas dan masukan kemudian
menjadi inspirasi saya mengembangkan motif dan model”.
Sedangkan jawaban “Tidak” dari Pak Tri Utomo memberikan penegasan
bahwa belum memanfaatkan online shop untuk pemasaran batik miliknya. “Saya
hanya memasarkan di toko fisik di kampung batik ini. Saya pernah menerima
pelatihan online, Tapi saya tidak pernah memasarkan secara online. Justru
beberapa reseller yang menjual secara online. Justru cepat di toko fisik secara
langsung, ya itu tadi harus menunggu konsumen datang pelayanan pun harus di
perhatikan ketika ada konsumen, jika dilihat sampai sekarang reseller yang aktif
sampai sekarang sekitar 10 orang Mereka sampai luar Semarang”.
182
Teknologi merupakan suatu aktivitas nilai kombinasi tertentu dari sub
teknik pemasaran. Misalnya teknologi penanganan bahan seperti yang dipakai
dalam bidang logistik, dapat melibatkan sejumlah disiplin ilmu seperti rekayasa
industri (industrial engineering), elektronika, dan teknologi bahan (materials
technology)”.Kotler (2000:8) mendefinisikan pemasaran sebagai “suatu proses
sosial dan manajerial yang didalamnya individu dari kelompok mendapatkan apa
yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”. Definisi pemasaran
tersebut didasarkan pada kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Kebutuhan
manusia merupakan hakekat biologis yang tidak dapat diciptakan oleh pemasar
(penjual) atau masyarakat. Kebutuhan itu terdiri dari makanan, pakaian, tempat
berlindung, keamanan, hak milik dan harga diri. Sedangkan keinginan merupakan
hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik yang terus dibentuk dan diperbaharui
oleh pengaruh lingkungan. Pemasar tidak menciptakan kebutuhan, tapi pemasar
dapat memepengaruhi keinginan dengan mengajukan gagasan atau ide yang
menyebabkan adanya permintaan (demands).
Teknologi tidak saja terwujud dalam aktivitas primer melainkan juga
dalam aktivitas pendukung. Ibu Dewi Handayani Untari Ningsih merupakan
pemilik dan pengelola Karya Kriya Batik yang bertempat di Jangli Krajan,
Kelurahan Karanganyar Gunung Candisari dengan produk batik warna alam dan
explorasi motif batik semarang yang menjadi unggulan dari toko yang dirintis Ibu
Dewi sejak tahun 2015. Penentuan narasumber ini berdasarkan rujukan dari
183
Bapak Joko Sunarto Ketua Cluster Batik Semarang supaya informasi mengenai
langkah atau cara menjalin dan membentuk jaringan pemasaranterpenuhi.
Menurut Ibu Dewi Handayani Untari Ningsih, “Berkomunikasi yang baik
dengan pembeli menjadi hal utama yang tidak boleh di kesampingkan disini,
begitu pula dengan sesama penjual karena itu akan menunjukkan interaksi yang
baik satu sama lain tak pelak kami juga saling bertukar barang dagangan ketika di
toko tidak ada stok dan di toko lain masih ada produknya itulah yang di tawarkan
ke pembeli, ungkap Bu Yani dari percakapan singkat yang sibuk dengan penataan
display barang dagangan yang baru untuk tokonya”.
Pemasaran adalah suatu proses analisis, perencanaan, implementasi,
koordinasi dan pengendalian program pemasaran yang meliputi kebijakan produk,
harga, promosi, dan distribusi dari produk, jasa, dan ide yang ditawarkan untuk
menciptakan dan meningkatkan pertukaran manfaat dengan pasar sasaran dalam
upaya pencapaian tujuan organisasi Boyd, Walker, Larreche (1998). Kreatifitas
mengolah komunikasi itu sendiri, terlalu sering berinovasi produk membuat
konsumen jenuh juga pada akhirnya, memberikan visualisasi yang tepat untuk
konsumen agar tetap seimbang.eMarketer memperkirakan bahwa iklan video
online di Amerika Serikat akan meningkat dari $ 1,1 miliar pada 2009 menjadi $
4,1 miliar pada 2013 — kenaikan belanja keseluruhan dari 4,3 persen menjadi
11,0 persen dari semua pengeluaran iklan."Orang tidak lagi menginginkan banyak
informasi tentang produk atau merek dalam iklan yang mereka tonton," kata
Teixeira,Harvard Business School. Di masa lalu, ketika sebuah perusahaan
meluncurkan produk baru, iklan tersebut akan mencakup semua informasi tentang
184
produk sehingga masyarakat dapat mengetahui apakah ingin membelinya atau
tidak. Tetapi sekarang kami memiliki semua informasi tentang semua produk baru
yang tersedia untuk kami secara online. Sekarang, kami (konsumen) ingin iklan
menghibur kami.
Four Examples Of Advertising Symbiosis, (1) Konsep : Menjadikan
penonton sebagai pusat perhatian, Contoh : Kampanye Twitter Old Spice. Pada
2010, Procter & Gamble meluncurkan kampanye di mana pengguna Facebook
dan Twitter didorong untuk mengirim pesan ke Isaiah Mustafa, juru bicara tegap
Old Spice yang memasarkan gagasan bahwa jika pria tidak bisa terlihat seperti
dia, mereka setidaknya bisa mencium bau seperti dia . Agen periklanan Wieden
danKennedy kemudian membuat dan mengunggah 185 video pendek di mana
Mustafa merespons secara pribadi kepada masing-masing pengguna Twitter,
campuran public figure, politisi, dan penggemar (warganet).
Tidak dapat dihindari, mereka seharusnya berbagi tanggapan yang
dipersonalisasi dengan jejaring sosial mereka, dan banyak dari video tersebut
masing-masing menerima lebih dari satu juta tampilan; (2) Konsep : Menawarkan
akses istimewa kepada pemirsa (warganet) ke konten yang berharga, Contoh :
MempelajariVirgin Atlantic. Juga pada tahun 2010 anggota program frequent-
flyer Virgin Atlantic menerima pesan email dengan tautan ke iklan baru maskapai
di web. Iklan itu tidak akan tayang di TV untuk satu minggu lagi, pelanggan
belajar. Maskapai ini memberi mereka hak istimewa untuk mengintip iklan hingga
hak istimewa untuk menjadi yang pertama membagikannya; (3) Konsep : Berikan
penonton kesempatan untuk transaksi komunikasi nilai-nilainya kepada orang
185
lain, Contoh : Pesan Dove tentang citra diri. Dimana merek Unilever's Dove
mengunggah "Dove Real Beauty Sketches," sebuah mini-dokumenter eksklusif
web di mana seorang seniman forensik membuat sketsa masing-masing dari
beberapa wanita dua kali, pertama-tama hanya berdasarkan pada deskripsi mereka
tentang diri mereka sendiri dan kemudian berdasarkan pada deskripsi dari orang
asing. Para wanita duduk di belakang tirai, tersembunyi dari pandangan artis.
Perbandingan sketsa-sketsa yang tidak terelakkan mengungkapkan bahwa sketsa-
sketsa yang didasarkan pada deskripsi orang asing lebih menarik secara stereotip
daripada sketsa-sketsa yang didasarkan pada deskripsi perempuan tentang diri
mereka sendiri.
Taglineyang kuat, menyertai logo Dove: Anda lebih cantik dari yang Anda
pikirkan.(Kampanye "live young" Evian menyampaikan pesan positif yang sama -
belum lagi fakta bahwa anak - anak yang menari mengumpulkan campuran ajaib
antara kejutan dan kegembiraan.) "Saya menganggap jenis iklan ini sebagai stiker
bumper video," Mereka membiarkan orang menyiarkan nilai-nilai pribadi mereka
seperti halnya stiker di bagian belakang mobil; (4) Konsep : Biarkan pemirsa
memamerkan kemampuan mereka untuk menemukan permata tersembunyi yang
unik dari sebuah tayangan, Contoh : Video blender yang dikemas unik oleh
Blendtec, Pada tahun 2006, pendiri dan CEO Blendtec Tom Dickson meluncurkan
serangkaian info komersial di mana ia menempelkan objek dalam Total Blender
andalan perusahaan dan menjawab pertanyaan, "Apakah akan berbaur?" Barang-
barang yang telah ia gabungkan dalam seri ini termasuk iPhone, iPad,Easy
Cheese, dan vuvuzela. Tidak seperti banyak iklan viral, yang ini menampilkan
186
bagian depan dan tengah produk. Biasanya itu adalah turn offtetapi video ini
terlalu menyenangkan dan tidak konvensional untuk tidak dibagikan.
Merencanakan event networking (Guerrilia Marketing), tidak semua event
dimana orang – orang bertemu adalah event yang tepat untuk networking.
Networking atau jaringanmemerlukan rencana.Strategi yang dibuat berawal dari
rencana, dibuat untuk efisiensi dan untuk membangkitkan dengan mengelola
waktu. Hal itu diperkuat dengan strategi memilih event networking. Ada beberapa
cara untuk dapat bermitra dengan bisnis lain untuk mendapatkan lebih banyak
bisnis. Salah satunya adalah dengan membuat mereka menjadi pelanggan disebut
dengan kemitraan nonpelanggan.
Sasaran pelaku bisnis pada suatu pameran perdagangan adalah membuat
kontak dengan pelanggan saat ini, bertemu prospek baru dan mendapatkan
peminat untuk ditindak lanjuti. Sebagai tambahan, perlu adanya menilai industri,
pasar khusus, dan pesaing. Pertimbangan lain untuk ikut serta dalam pameran
perdagangan meliputi memperluas identitas perusahaan, kesadaran, kehadiran,
visibilitas dan memperkenalkan produk atau jasa baru sebagai prospek pemasaran
masa depan.
Pameran perdagangan bukanlah event sosial. Seperti halnya event
networking bukanlah menyebarkan sebanyak mungkin brosur dan kartu bisnis,
tujuan bukanlah pada menunjukkan kepada banyak pengunjung betapa
menariknya stand Anda. Pertimbangkan dengan matang agar pameran
perdagangan dapat bekerja dengan baik, adalah mengubah senjata tersebut
menjadi senjata dengan dentuman menggelegar. Pameran perdagangan adalah
187
suatu event dimana produk dan jasa pada suatu industri spesifik dipamerkan dan
dipertontonkan. Kata kunci disini adalah spesifik. Jika industri spesifik dari
pameran perdagangan terdiri dari anggota pasar target yang telah ditentukan,
event perdagangan adalah senjata pemasaran yang efektif.
Ada tiga cara untuk membedakan dalam ritel: lokasi, lokasi, dan lokasi.
Masalahnya adalah bahwa ketika pasar matang, lokasi menjadi kurang kuat
sebagai keunggulan kompetitif karena konsumen memiliki banyak pilihan yang
nyaman.melainkan voucher yang dibebankan turbo dan total nilai kupon yang
disesuaikan yang akan hilang oleh pembeli jika mereka pergi ke tempat lain.
Biaya peralihan toko yang dibuat dengan cara ini meningkatkan pengeluaran dan
loyalitas pembeli.
Untuk pengecer yang tidak memiliki kemampuan menggunakan informasi
tentang pelanggan pemegang kartu mereka dan mengubah data ini menjadi
proposisi khusus pembelanjaan individu yang dibuat khusus, sistem loyalitas tidak
lebih dari gadget mahal.Mari kita lihat lebih dekat hadiah yang sebenarnya.
Mereka datang dalam dua bentuk: (1) voucher isi turbo (dua kali lipat, tiga kali
lipat, atau bahkan empat kali lipat) nilai voucher di perusahaan mitra seperti hotel,
restoran, dan taman hiburan dan; (2) penawaran "pembelanjaan individual yang
ditargetkan", di mana masing-masing pembeli secara teratur menerima
serangkaian luas kupon yang dibuat khusus yang sebagian besar dibayar oleh
pemilik merek pemasok. Nilai kupon yang dibuat khusus dan manfaatnya untuk
setiap pembelanja individu dibangun dengan pemahaman yang semakin
188
meningkat dari pengecer tentang isi keranjang belanja konsumen, dan sangat
bergantung pada nilai tukarmata uang dollar ($) yang dihabiskan di toko.
Nilai faktual untuk pembelanjaan voucher yang dibebankan turbo dan
kupon yang dibuat khusus jauh lebih besar daripada diskon "terima kasih" 1%
(satu persen) yang ditawarkan pada total pembelian di Tesco. Semakin banyak
yang dihabiskan konsumen di toko, semakin banyak informasi yang dikumpulkan
toko tentang selera konsumen dan kebiasaan berbelanja, yang memungkinkannya
untuk mengarahkan hadiah (produk) yang lebih relevan kepada pelanggan.
Oleh karena itu bukan pengembalian 1-2% (persen) kepada konsumen
yang membuat program loyalitas bekerja untuk toko atau display pada galeri,
melainkan voucher yang dibebankan turbo dan total nilai kupon yang disesuaikan
yang akan hilang oleh pembeli jika mereka pergi ke tempat lain. Biaya peralihan
toko yang dibuat dengan cara ini meningkatkan pengeluaran dan loyalitas
pembeli.
Untuk UMKM yang tidak memiliki kemampuan menggunakan informasi
tentang pelanggan pemegang kartu mereka dan mengubah data ini menjadi
proposisi khusus pembelanjaan individu yang dibuat khusus, sistem loyalitas tidak
lebih dari gadget mahal. Produk Batik tidak hanya indah, namun juga sarat akan
makna. Begitu pula dengan ragam karya kerajinan turunan batik. Soal peminat,
warisan kebudayaan tinggi nusantara tersebut sangat disukai konsumen –
konsumen mancanegara. Produk Batik mulai memenuhi pasar – pasar luar negeri,
pada sejumlah perjanjian bilateral soal – soal pengembangan potensi UMKM
189
disertakan. Dapat diambil contoh dalam Indonesia – EFTA (Conpherensive
Economic Partnership Agreement) yang telah rampung pada akhir desember
2018, pembangunan kapasitas UMKM termasuk didalamnya mengupayakan daya
saing untuk kontribusinya pada perekonomian daerah. “Jika pergerakan
perekonomian di daerah – daerah kuat maka tandanya kebutuhan masyarakat
secara nasional mulai terpenuhi,” tutur Bapak Warsono Dewan Koperasi
Indonesia Wilayah Jawa Tengah, dikutip dari website Dinas Koperasi dan
UMKM Kota Semarang (http://diskopumkm.semarangkota.go.id/,2018).
Terbukanya lahan ekspor menjadi penunjang kreativitas dan inovasi
produk pelaku usaha Batik di Cluster Batik Semarang. Dengan keberagaman
selera masyarakat menjadikan nilai yang ingin disampaikan dari Batik
Semarangan dapat tersampaikan dengan lebih luas nantinya. Pendapatan diperoleh
tidak lagi dari satu sumber, dengan memanfaatkan aktivitas ekspor memberikan
kesempatan sumber pendapatan baru dalam memperoleh profit Cluster Batik
Semarang.
Kelebihan kapasitas yang berlebihan dan subsidi eksogen, Sustainable
Profitability.Secara keseluruhan, sistem loyalitas yang diprakarsai Cluster benar-
benar kegiatan pemasaran yang menguntungkan pelaku usaha didalamnya (lebih
banyak kesetiaan pelanggan, lebih banyak penjualan, profitabilitas yang lebih baik
mengingat biaya tetap yang tinggi); pemasok yang memiliki merek (kupon yang
lebih efektif, dan alat ofensif untuk penantang dan alat defensif untuk para
pemimpin pasar); dan pembeli dan konsumen (proporsi produk dan harga yang
190
lebih tepat). Dengan adanya keuntungan substansial ini bagi semua pihak yang
terlibat, program loyalitas pengecer dapat menguntungkan secara berkelanjutan di
seluruh rantai nilai.
Karena persentase penjualan ritel yang terkait dengan promosi meningkat
dari waktu ke waktu, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran promosi
akan terus menjadi yang paling penting. Bukannya sistem loyalitas meningkatkan
jumlah kegiatan promosi di industri produk jadi; itu mengarahkan promosi ini
(kupon, voucher, dll.) ke arah penggunaan yang lebih efektif dan efisien.
Adapun persuasi merupakan langkah terakhir dari viralitas yang sukses,
pemasar (dengan pengecualian Blendtec) yang sedang menghadapi tantangan
berat menghibur pemirsa tanpa kehilangan koneksi ke merek. Memperlihatkan
merek terlalu banyak dan pemirsa akan berhenti menonton, tidak cukup dan
mereka tidak akan tahu apa yang diiklankan video. Solusinya, berdasarkan
penelitian Teixeira, adalah teknik yang disebut "pulsing merek", di mana merek
atau produk ditampilkan berulang kali tetapi tidak terlalu mengganggu sepanjang
perjalanan video.
Dan jika itu menghasilkan respons emosional yang kuat, video dan merek
dapat melekat pada pemirsa untuk waktu yang lama."Ketika hiburan menciptakan
hubungan emosional, itu meninggalkan efek abadi pada pikiran kita. "Psikolog
telah menunjukkan bahwa emosi adalah penanda ingatan, dan jika telah merasa
sangat kuat tentang sesuatu di siang hari, otak akan lebih mungkin menyimpan
informasi yang terkait dengan emosi itu lebih lama."
191
Cara lain untuk mendukung program yang lebih menguntungkan adalah
dengan mencari mitra lain untuk membayar hadiah. Sekali lagi ini dimungkinkan
jika data yang tersedia melalui program loyalitas dapat digunakan secara
bermakna oleh mitra lain (pemerintah sangat membutuhkan data program
loyalitas tersebut untuk membaca tingkat konsumsi warganya di lingkup daerah,
nasional dan internasional).
Mengembangkan sistem baru dalam manajemen pasar tradisional,
menyatukan pembayaran penitipan kendaraan (parkir) dengan foodcourt, jika
pengunjung pasar berbelanja di foodcourt yang tersedia didalam pasar tradisional
maka pembayaran makanan atau pun minuman menjadi bagian dari pembayaran
penitipan kendaraan pengunjung tersebut. Dan apabila tidak melakukan
pembelanjaan di stand food court pasar tradisional, pengunjung akan dikenakan
biaya parkir kendaraan yang mahal seharga satu porsi makanan dan minuman di
foodcourt pasar tradisional tersebut. Namun memberikan pelayanan terbaik
merupakan hal mutlak yang harus diberikan kepada masyarakat, dengan pihak
pengelola pasar tradisional memberikan satu box kosong melalui pedagang
makanan dan minuman di food court untuk digunakan pembeli yang ingin
membawa pulang makanan nya apabila tidak dihabiskan ditempat.
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor yang tidak ramah
lingkungan dapat menyebabkan tidak teraturnya penataan transportasi dengan
banyaknya titik kemacetan, selain itu akan menimbulkan polusi udara yang tidak
baik pengaruhnya untuk lingkungan. Supaya masyarakat atau pengunjung yang
192
datang ke pasar tradisional beralih ke transportasi umum atau menggunakan
kendaraan yang lebih ramah lingkungan maka diberikan kebijakan manajemen
pasar tradisional yang kompatibel antara kebutuhan kemajuan sebuah daerah
dengan masyarakatnya sebagai konsumen.
Kemampuanpedagang dalam memasarkan produknya merupakan
pengetahuan yang penting dalam negosiasi produk ke konsumen. menolong
pedagang dengan sistem pasar yang membantu naiknya pendapatan
mereka.Sebagai trigger kecil, Memberikan resep aneka kulinersecara gratis di
bagian depan pasar tradisional untuk pengunjung pasar tradisional. Konsumen
akan mendapatkan referensi masakan baru untuk keluarganya dan dapat bahan
masakan baru untuk memasak dirumah. Terdapat informasi sambung yang
ditawarkan di pasar tradisional selain menemukan pedagang dengan aktivitas
transaksinya, manfaat event dan media yang seperti nilai sambung inilah yang
akan dibentuk untuk dapat mempertahankan keunggulan produk – produk lokal.
Menjaga kearifan lokal yang tetap berkemajuan dengan perkembangan teknologi
sebagai wujud peningkatan taraf konsumsi masyarakat.
Pengembangan kreativitas dan inovasi melalui studi pengembangan dan
penerapan pemasaran strategis yang sekaligus menempatkan masyarakat dan
konsumen sebagai penilai Batik Semarangan. Pusat studi dengan media sosial
seperti Twitter dan tradisional seperti Radio dimana kedua aspek tersebut dapat
mencakup bergam lapisan masyarakat secara lebih luas. Ragam kreasinya sangat
variatif, produknya mempunyai nilai budaya yang melekat dalam kehidupan
193
sehari – hari dan pemasaran dengan konsep ringan memudahkan konsumen
mencerna manfaat yang ditawarkan Cluster Batik Semarang dengan produk utama
Batik Semarangan.
4.6. Tindak Lanjut Pemasaran
William F. Schoell (1993) menyatakan “Business is the profit seeking
activities that are organized and directed to provide goods and service to
customers”. Definisi lain menyatakan bahwa “Business is an organization that
provides goods and service to earn profit” (Ebert and Griffin, 2000).
Pengertian bisnis diatas sangat menekankan pada unsur profit, adanya
organisasi dan produk berupa barang dan jasa yang saling berhubungan menuju
nilai bisnis. Namun disamping bisnis yang mengejar profit, ada pula bisnis lain
yang tidak mengejar laba. Kegiatan – kegiatan bisnis ini mencakup organisasi,
finansial, operasional, pemasaran serta bidang manajemen lain yang sangat
menunjang seperti manajemen transportasi, resiko, sumberdaya manusia,
sumberdaya alam, kompensasi dan sebagainya. Banyak hal yang perlu
dipersiapkan menuju industri 4.0, dapat memanfaatkan teknologi terbaru bukanlah
satu – satunya jalan yang dapat ditempuh. Dengan melakukan branding massal
produk yang telah matang merupakan kekuatan, mediasi dengan internet atau
jaringan upaya melaksanakan branding itu sendiri. Melatih diri, melatih UMKM
(Usaha Micro Kecil dan Menengah) untuk dapat melihat segmen dari pergantian
fungsi operasional yang ditujukan guna menciptakan segala kemudahan.
Menerapkan fungsi perluasan dari sisi teknologi informasi sebagai bekal
194
pengembangan umkm (pemasaran), agar branding Batik Semarangan ini terus
berkembang untuk mencapai titik maksimal.(Saladin, 2001: 1), “strategi adalah
sebuah rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi, yang menghubungkan
keunggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang
untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui
pelaksanaan yang tepat oleh organisasi”.
4.6.1 Pengukuran
Salah satu perbedaan besar antara pemasar gerilya dan pemasar biasa
adalah bagaimana kalender digunakan untuk mengukur pemasaran. Hasil dari
aktivitas dan event pemasaran sudah selesai dilakukan harus ditinjau kembali, itu
adalah hal sederhana. Rating penilaian efektivitas secara sederhana adalah dari
satu sampai sepuluh, dengan sepuluh adalah sangat efektif. Ulangi pemasaran
yang ratingnya lima sampai sepuluh dan singkirkan atau tinjau kembali pemasaran
yang ratingnya dibawah lima. Putuskanlah ukuran – ukuran mana yang bekerja
dengan paling baik untuk Anda. Inilah esensi metrik pemasaran dan kalender
pemasaran gerilya.
Lakukan dialog produktif dengan setiap prospek yang akan menjadi
paying customer, mulailah dengan, “Bagaimana Anda Mengamati Kami?” paling
tidak, itulah pengukuran pemasaran. Respons mereka Anda dokumentasikan dan
Anda buat tabelnya dalam kalender pemasaran Anda, itulah format pengukuran
pemasaran yang paling sederhana. Pemasaran gerilya suka kesederhanaan.
195
4.6.2 Langkah – Langkah Tindakan Public Relations
Cara – cara yang dapat dilakukan Cluster Batik Semarang dalam
mengolah hubungan abadi dengan konsumen.
1. Publikasi apa yang dibaca oleh pasar target Anda yang spesifik ?
2. Siaran radio dan TV mana yang berorientasi pada pasar target Anda ?
3. Event apa yang layak diberitakan dan mendapatkan perhatian media untuk
bisnis Anda ?
4. Pikirkan tentang ide Bill Stoller untuk merayakan Pictionary Celebrity Auction
untuk Multiple Sclerosis Society. Ketika tiba saatnya untuk mendapatkan
publisitas, ada dua hal yang otomatis tergambarkan yaitu public figure dan
charity.
5. Membuat kerangka dua atau tiga keterangan pers dengan menggunakan format
siapa, apa, di mana, kapan dan mengapa.
6. Membuat timing untuk setiap keterangan pers.
7. Meletakkan setiap keterangan pers di kalender pemasaran Anda.
8. Buatlah database untuk mereka yang mengirim berita secara elektronik, dengan
faksimili, dan via surat.
9. Memulai hubungan potensial dengan editor dan produser.
196
4.6.3Market Exhibition (Peragaan Pasar)
Strategi pengembangan : Merawat budaya yang telah ada, open mind dan
membuka diri dari kemajuan teknologi masa depan sebagai upaya memperluas
pengetahuan dan pasar. Dengan komunikasi pemasaran untuk menunjukkan
kualitas produk hingga kualitas manajemen pasar dalam rangka mencapai
keunggulan bersaingpada tingkat pasar yang lebih beragam. Telah dimilikinya
nilai dasar Batik Semarang yang mumpuni menjadi modal kuat sebagai
kekuatanproduk dari sumber daya manusia, untuk masuk ke dalam kerangka
manajemen pemasaran produk secara luas. Langkah media atau teknologi
berkembang abad ke-21 saat inidapat digunakan untuk melakukan distribusi nilai
produk kepada masyarakat.
Sebagai langkah strategis, Batik memiliki berbagai macam ciri khas dari
tiap – tiap daerah di Indonesia, Batik Semarang adalah bagian dari popularitas
Batik Indonesia secara keseluruhan, perlunya mengembangkan strategi pemasaran
untuk tiap – tiap Batik daerah supaya dapat memberikan kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Dengan didukung pengetahuan, teknologi dan interpretasi,
konsumen akan menemukan produk kebudayaan yang dapat digunakan untuk
banyak kegiatan bermasyarakat. Sangat memungkinkan produk lokal mencapai
nilai manfaat yang maksimal karena produknya sangat digemari.
Pengendalian manajemen teknologi adalah kisaran dari penumpukan
perajin batik skala kecil dan menengah yang membutuhkan lonjakan pendapatan
dari kemajuan teknologi. Melalui pasar – pasar homogen yang terintegrasi dengan
197
banyak kebutuhan masyarakat sebaiknya dimanfaatkan untuk kesejahteraan
ekonomi nasional dan sebagai sarana edukasi teoritis dan praktik bagi generasi
penerus beserta pengembangan pengetahuan di masa depan. Sistem pasar yang
tidak rumit dan efektif menjadi keinginan warga, menarik esensi keehidupan
masyarakat dari potensi publisitas Batik Semarang. Menyambung tingkat
kebutuhan pelaku usaha dan konsumen dengan manajemen yang tematik dalam
upaya strategi Clustermenghasilkan konsumsi bermutu dari semua lapisan
masyarakat dunia.
Dapat diambil sebagai contoh Pasar Wulandoni di Pulau Lembata yang
masuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Wulandoni Nusa Tengara
Timur. Perdagangan yang terjadi di Pasar Wulandoni awalnya hanya melibatkan
warga Desa Lamalera sebagai masyarakat pesisir dengan masyarakat pegunungan
Desa Luwukan. Dahulu Cuma diikuti oleh dua desa tersebut namun sekarang
diikuti 20 (dua puluh) desa. Meskipun uang sudah jamak digunakan sebagai alat
transaksi namun tukar menukar barang (barter) masih digunakan di pasar ini.
Pasar buka di hari sabtu dari pukul 08:00 dan pukul 09:00 transaksi mulai
dilakukan masyarakat ketika peluit dibunyikan sebagai penanda perdagangan.
Pengawas pasar dari desa setempat melakukan pemungutan retribusi terlebih
dahulu ke pedagang dengan cara pedagang membayar dari barang dagangnya.
Selesai pukul 12:00, sistemnya yaitu masyarakat nelayan aktif berkeliling ke
penduduk dengan penghasil bahan makanan dari perkebunan untuk menukar
garam dan ikannya (hasil laut) dengan sayur sayuran, buah buahan, ubi - ubian
(hasil perkebunan).
198
Disini tetap ada retribusi yang dikelola oleh desa, adanya peran serta
permerintah masih terasa meskipun dalam konteks transaksi paling sederhana.
Kembalinya sistem yang mudah dioperasikan sekaligus dekat dengan masyarakat
membuat pelayanan selalu ditunggu oleh penggiat transaksi di pasar tersebut.
Menyebabkan regulasi pasar tradisional tetap berjalan dengan latar belakang
manajemen kesederhanaan.
Inovasi pemasaran yang ditempatkan dalam kreatifitas media akan
berdampak signifikan positif terhadap Batik Semarangan jika strategi
pengembangan yang dimunculkan ke publik dapat menyederhanakan permintaan
konsumen, adanya nilai yang akan terus muncul seiring berjalannya waktu akan
dapat di konversikan menjadi pemenuhan dari permintaan konsumen. Membagi
konsekuensi konsumsi publik terhadap Batik Semarang menjadi beberapa
segmen, ini dimaksudkan supaya media pemasaran yang digunakan tepat
mencapai target pasarnya masing – masing dari Cluster, Pasar tradisional dan
Branding image mencapai pengembangan dinamis.
199
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada akhirnya peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang
analisis strategi pengembangan pemasaran Cluster Batik Semarang yakni;
1. Dibalik megahnya metode pasar yang sedang dalam pengalihan struktur
manajemen sistematis dari pusat perekonomian barat menuju ke timur.
Artinya ada keinginan menggeserkan diagnosis transaksi konvensional
menjadi transaksi pada ujung jari atau transaksi modern. Dimana seluruh
kegiatan manusia dapat terpenuhi semudah memutar pergelangan tangan,
yang mulanya memberikan peluang menjadi kekuatan meminta peluang.
Dengan cepatnya perputaran pendapatan dan pengeluaran pada nilai tukar
informasi yang dapat di transaksikan karena pemanfaatan perkembangan
dunia digital menjadi pengaruh terhadap gaya hidup. Kendati mempengaruhi
gaya hidup namun disini tidak mendapati dampak hubungan sosial yang baik
dalam kemudahan bertransaksi ekonomis. Secara manajemen, sistem akan
nampak terstruktur dan lebih realistis. Sama dengan upaya mengejar
hubungan otonomi internet, bukan jaringan bisnis yang saling berupaya
melengkapi tiap – tiap margin pendapatan dan pengeluaran dalam produk
dagang yang sama. Namun memenuhi sifat dari otonomi yaitu hak,
wewenang, dan kewajiban cluster untuk mengembangkan dan mengurus
200
sendiri market dan kepentingan masyarakat sebagai konsep produk dengan
intensitas pemasaran strategis.
2. Kompleksitas peluang pengembangan strategi pemasaran cluster
memberikan pandangan bahwa adanya kehendak memenuhi konektivitas
jaringan yang mulai tersendat oleh adanya otonomi internet. Dalam bahasa
Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan
namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan
guna mengurus rumah tangga sendiri.Dalam Ogilvy on Advertising(Vintage
Books)mengatakan : “Saya tidak menganggap iklan sebagai entertainment
atau bentuk seni, tetapi sebagai media informasi. Ketika saya menulis sebuah
iklan, saya tidak ingin Anda memberi tahu saya bahwa Anda mendapati iklan
itu kreatif. Saya ingin Anda menemukan iklan itu begitu menarik sehingga
Anda membeli produk” (Davis Ogilvy,1983). Gaya hidup masyarakat
memberikan pengaruh dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari, bahkan
kaum hedonisme rela menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk
melakukan konsumsi produk dengan brand kenamaan dunia. Menafsirkan
produk vintage yang kongruen layaknya Batik untuk diangkat kembali dalam
permintaan konsumen yang variatif.
3. Memaksimalkan produk Batik Semarangan dengan upaya persekutuan.
Mengelompokkan tiap – tiap bidang usaha yang sama menjadi kelompok –
kelompok kecil ditiap – tiap daerah di Indonesia yang memiliki potensi, ini
merupakan nilai dari jalan tengah produksi Batik. selanjutnya jalan pintasnya
201
adalah membuat manajemen yang tepat supaya seimbang antara strategi
nasional dengan strategi untuk zoom in Batik ke pasar nasional dan
internasional. Hingga pada akhirnya didapatkan strategi pengembangan yang
dapat dinikmati oleh pelaku usaha dari kemudahan sistem produksi Batik
Semarangan, serta target pasar dari mulainya akses perdagangan yang luas
untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
4. Memberdayakan aspek – aspek terkecil dari aktivitas Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM). Semua aspek dan komponen penunjang pemasaran
menjadi satu membangun produknya masing – masing yang dikembangkan
dalam cluster untuk ditampilkan sebagai daya saing produk yang unggul
berupa Batik Semarang. Pusat pemanfaatan produk lokal yang dapat
mengedukasi dan memberikan kesejahteraan masyarakatnya. Detail
programnya seimbang antara harga dengan permintaan konsumen,
memadukan lingkup sosial, budaya dan ekonomi. Permasalahan
keseimbangan harga dapat diatasi dengan cara – cara pemasaran berbasis
online. Disamping transaksinya praktis dan tidak memerlukan banyak waktu,
harga dapat di kontrol cukup dengan satu sistem untuk dapat memberikan
pemenuhan kebutuhan dalam bentuk informasi kepada konsumen. Serta
menghasilkan nilai lain dari yang dimaksud dengan manajemen sistem
internet. Manajemen pemasaran yang dinamis dapat diaktualisasikan dengan
memanfaatkan nilai media massa. Memelihara mutu produksi Batik
Semarangan dan kebutuhan konsumen dengan mengupayakan adanya pusat
studi pengembangan dan penerapan pemasaran strategis Batik Semarangan.
202
5. Produk yang baik untuk dapat ditunjukkan ke publik dapat dianalisa dari
tumbuhnya keluhan konsumen, dan sebagai pertanda produktif adalah pasar
yang terus tumbuh melawan strategi pemasarannya. Materi yang telah di
sampaikan memuat keunggulan batik sebagai produk dan unsur warisan
kebudayaan Bangsa Indonesia yang mengedukasi. Tantangan pemasaran
Batik Semarangan yang dihadapi dapat diselesaikan tidak hanya dengan satu
pintu, negosiasi adalah tumpuan yang dapat dijadikan poros untuk masuknya
Batik Semarang ke dalam kebiasaan masyarakat. Membentuk pusat studi
untuk menjangkau kreatifitas dan inovasi pengembangan dan penerapan
pemasaran strategis Batik Semarangan.
5.2 Saran
Untuk perajin (pelaku usaha) Batik Semarang :
a. Aktif, tanggap dan terbuka terhadap berbagai informasi terutama yang
berkaitan dengan pengembangan kerajinan batik
b. Menjaga serta meningkatkan kualitas produk agar dapat menjaga
eksistensi dan kepercayaan pasar.
c. Memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk mengembangkan
usahanya, seperti mengikuti berbagai pelatihan dan pameran produk batik.
Untuk Industri Batik (Cluster Batik Semarang) :
203
a. Pemerintah Kota diharapkan selalu aktif menyampaikan informasi
kepada perajin terkait dengan upaya pengembangan industri kerajinan
batik.
b. Sebagai pelaksana, Desa diharapkan mampu menjadi penampung serta
penyampai segala aspirasi terkait dengan permasalahan serta
pengembangan industri kerajinan batik.
c. Peran serta perajin batik, pemerintah desa, organisasi kelompok sentra
serta masyarakat umum terkait dengan pengembangan Batik Semarang
khususnya eksistensinya sebagai wilayah pengembang industri batik di
Jawa Tengah.
d. Pemerintah daerah diharapkan terus memfasilitasi wilayah-wilayah
sentra sebagai wilayah yang potensial dalam membantu membuka
lapangan pekerjaan.
e. Pembangunan pusat studi pengembangan dan penerapan pemasaran
strategis Batik Semarangan.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu :
1. Penelitian ini belum dapat menangkap adanya fenomena mimetic
isomorphismdi organisasi cluster.Isomorfisme mimetis dalam teori organisasi
mengacu pada kecenderungan organisasi untuk meniru struktur organisasi lain
karena keyakinan bahwa struktur organisasi yang terakhir bermanfaat. Perilaku ini
204
terjadi terutama ketika tujuan atau cara organisasi untuk mencapai tujuan ini tidak
jelas. Dalam hal ini, meniru organisasi lain yang dianggap sah menjadi cara yang
"aman" untuk dilanjutkan.
2. Penelitian ini masih terbatas dilakukan pada objek Batik dengan satuan kerja
Cluster Batik Semarang Kota Semarang Jawa Tengah sehingga kurang mampu
mengeneralisasi keefektifan pengimplementasian strategi pengembangan
pemasaran Batik di seluruh Indonesia.
5.4 Agenda Penelitian yang Akan Datang
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk intensive pada variabel penelitian
sistem pasar yang komprehensif, mendalami antara kebutuhan dan permintaan
masyarakat yang dapat dikonversikan menjadi penawaran dalam bentuk produk -
produk batik yang unggul.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat tetap menggunakan metoda kualitatif
karena metoda ini mempunyai hasil pemahaman yang lebih luas sehingga dapat
lebih jelas menangkap fenomena yang sedang berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes, James G; 2001: Screts of Customer Relationship Management: it’s All
About ow You Make Them Feel, McGraw-Hill, New York.
Broetzmann, Scott M. John Kemp, 1995, Customer Satisfaction, Lip Service or
Management Tool?, Managing Service Quality, Vol.5 No.2, Hal 12 – 18.
D’Aveni, A. Richard. 1994. Hypercompetition: Managing The Dynamics of
Strategic Manenuvering. New York: The Free ress lan C. MacMillan.
Drucker, P.F. (2000). Pemimpin masa depan, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Ferdinand, 2014,Metode Penelitian Manajemen Pedoman Penelitian Untuk
Penulisan Skripsi Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen, Undip-Press.
Semarang.
Hamel Gary. C.K., Prahalad. 1994. Competing for The Future: Breakthrough
Strategies for Seizing Control of Youe Industry and Creating The
Markets of Tomorrow. USA: Hbs Press.
Hawkins, Best & Coney, 1998, Consumer Behavior – Building Marketing
Strategy, McGraw Hill.
Hamzah YA’kub (1984) Kode Etik Dagang dalam Islam, CV Diponegoro,
Bandung.
Levinson, Jay C, Al Lautenslager, 2005, Guerrilla Marketing in Thirty Days,
McGraw-Hill Companies,Incorporated.
Kinnear C. Thomas, James R. Taylor, 1996, Marketing Research An Applied
Approach, McGraw-Hill Inc, UK.
Kotler, Philip, 2000, Marketing for Millenium, Prentice Hall International Inc,
New Jersey.
Lovelock, Christoper, 2002, Principles of Sevice Marketing and Management,
Prentice Hall International Inc, New Jersey.
Mahoney, J.T, JR Pandian, 1992, The Resources Based View Within Conversation
of Strategic Management, Strategic Management Journal.
McCarthy, E. Jerome, 1995, Intisari Pemasaran Sebuah Ancangan Manajerial
Global, Alih Bahasa Agus Maulana, Binarupa Aksara, Jakarta.
Malhotra, K. Naresh, 1996, Marketing Research An Applied Orientation, Second
Edition, Georgia Institute of Technology, Prentice-Hall International Inc.
Moh. Nazir, 1999, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Moleong. (2007). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda.
Payne Adrian, 1993, The Essence of Service Marketing, Prentice Hall, London.
Peter, J. Paul, Jerry C. Olson, 2000, Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran, Erlangga, Jakarta.
Priyo Budi Santoso, 1997, Birokrasi Pemerintah Orde Baru: Perspektif Kultural
dan Struktural, Rajawali Press, Jakarta.
Sekaran, Uma, 1992, Research Methods for Business, A Skill Building Approach,
John Willey & Sons, INC, New York.
Storbacka, Kaj; Jarmo R. Lethtien; 2001: Customer Relationship Management:
Creating Competitive Advantage Through Win-Win Relationship
Strategies: McGraw-Hill, Singapore.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Syafrudin Chan; 2003; Relationship Marketing: Inovasi Pemasaran Yang
Membuat Pelanggan Bertekuk Lutut, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Temporal, Paul; Martin Trott; 2002; Memaksimalkan Nilai Merek Melalui
Kekuatan Relationship Management, Salemba Empat, Jakarta.
Umar Sakaran, 1992, Research Methode for Business: A Skill – Building
Approach, Second Edition, John Willey & Sons, Inc. New York.
Zeithaml, Valerie A and Mary Jo Bitner, 2001, Services Marketing, Integrating
Customer Focus Across The Firm, Irwin McGraw-Hill.
(2015). Citra merek dan brand image. Dihttps://www.hestanto.web.id/citra-merek-
brand-image-menurut-para-ahli/(Diakses 7 September 2018).
(2015). Afiliasi Marketing. Dihttp://hennysmk15.blogspot.com/2015/04/afiliasi-
marketing_79.html(Diakses 9 September 2018).
(2018). Pengertian Negosiasi. Dihttps://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi(Diakses 9
September 2018).
(2018). Pemahaman Kehidupan Sosial Hedonisme dan Budaya nya.
Dihttps://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-hedonisme.html(Diakses 12
November 2018).
(2014). Dropsip Atau Reseller. Dihttps://kudo.co.id/blog/apa-itu-dropship-dan-
perbedaannya-dengan-reseller (Diakses 15 November 2018).
(2016). Relasi Bisnis Sebagai Kebutuhan Pemasaran.
Dihttp://www.iskandarst.com/relasi-bisnisjaringan-kebutuuhan/(Diakses
15 November 2018).
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Coding (Pengelompokan) Hasil Wawancara dengan Narasumber Batik Semarang:
DATA
TEMA
Pengembang motif batik semarangan dari Batik
Semarang 16 Umi S Adi Susilo, menceritakan
penemuan ide motif batik semarang dari
pegawainya.
1. Mengapa anda tertarik terhadap pembuatan
motif batik semarangan?
Karena waktu itu di Semarang belum ada batik
yang bisa disebut sebagai batik khas Semarang.
Padahal di kota - kota lain seperti Solo, Yogyakarta
atau Pekalongan, batik sangat berkembang.
Semarang yang kotanya tidak kalah besar dengan
kota-kota tersebut harusnya batiknya juga
berkembang, ikut menunjukkan eksistensi batik
lokal nya.
2. Dari mana anda mendapatkan ide tersebut?
Untuk ide pembuatan batik khas Semarang, ide
tersebut saya dapat ketika saya sedang diam
merenung. Kemudian saat itu para staf saya yang
ada di sanggar batik juga memberi masukan,
Strategi pengembangan
pemasaran di Cluster Batik
Semarang
kenapa kok tidak dibuat saja sebuah batik khas
Semarang. Karena ide tersebut menarik dan
berbeda dari sebelumnya.
3. Ikon-ikon kota Semarang apa yang dapat
diangkat sebagai motif batik?
Semua ikon yang berhubungan dengan kota
Semarang bisa diangkat sebagai motif batik,
tergantung cara pembuatan motifnya saja. Asem
yang merupakan nama asal Semarang, yaitu asem
yang arang-arang atau jarang saya angkat sebagai
motif batik, kemudian lawang sewu, tugu muda,
sam po kong atau cheng ho, burung kuntul, dll.
Bapak Joko Sunarto Ketua Cluster Batik Semarang
memberikan informasi baru mengenai strategi
pengembangan pemasaran batik dalam kelompok
kerja berikut ini.
1. Pemahaman mengenai klaster itu
bagaimana pak ?
Melaui BAPPEDA (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah) kemudian realisasi oleh
Dinas Koperasi dan UMKM Semarang, banyak
klaster juga di semarang mas dari berbagai usaha
rumahan atau rumah tangga yang kemudian
dikelompokkan. Ya salah satunya klaster batik ini.
Strategi pengembangan
pemasaran di Cluster Batik
Semarang
Jumlah perajin yang aktif di kalster batik semarang
berjumlah 25 perajin dari 60 an perajin batik.
kegiatan dan event yang semuanya didukung oleh
pemerintah kota semarang melalui dinas yang telah
ditunjuk untuk penyelenggaraan pemasaran.
2. Kelebihan dan kelemahan klaster batik ?
Kelebihan pemasaran nya itu kita dibantu
oleh pemerintah kota semarang yang sangat
mendukung terhadap salah satu warisan leluhur ini.
Nggak hanya batik saja yang di bina pemerintah
kota semarang, tapi juga dari klaster – klaster usaha
yang lain mendapatkan dukungan yang sama.
Penyediaan berbagai galeri batik yang telah
disiapkan menjadikan proses pemasaran lebih
mudah. Seperti di kampung batik, kota lama, pasar
bulu, dan pusat produk UMKM Srondol. Seperti
halnya jika ada pengunjung dari luar kota dan
mancanegara menanyakan produk kain dan baju
atau fashion khas semarang, pastinya langsung di
arahkan ke galeri – galeri tersebut sebagai referensi
pengunjung tersebut memenuhi kebutuhan
belanjanya. Dirasa tidak hanya bisa berburu produk
fashion saja tapi pengunjung juga dapat mencari
produk olahan berbentuk makanan seperti bandeng
presto dan lumpia di satu galeri tersebut, jadi
lengkap kan mas pengunjung itu bisa mendapatkan
bermacam oleh – oleh disitu.
Kelemahan nya kalo dari segi pemasaran itu
masih senangnya penggunaan cara manual untuk
pemasaran batik hasil dari pengrajin batik
semarang itu sendiri, jadi tiap ada orang yang tanya
mengenai oleh – oleh pakaian ya itulah baru di
arahkan untuk pembelian batik di galeri – galeri
batik yang sudah tersedia. Bukan berarti kita tidak
memanfaatkan media online untuk membantu
mempublikasikan produk mas, di tiap – tiap galeri
atau toko itu masing – masing sudah memiliki
website, facebook dan yang terbaru ini instagram
yang di gunakan untuk menyebarkan informasi
mengenai produk – produk dari tiap – tiap galeri
dan toko.
3. Kegiatan pemasaran apa saja yang sudah di
upayakan klaster batik semarang ini untuk
para pengrajin nya ?
Kegiatan pemasaran masih dalam offline ya
mas menyebutnya karena kami menggunakan
media galeri, pameran, event dan workshop untuk
pemasarannya.
Sebagai praktisi Pemasaran Bapak Tri
Utomo pemilik omah batik dan tenun ―Ngesti
Pandowo‖ dan Koordinator paguyuban perajin
batik di Kampung Batik Semarang memberikan
gambaran kondisi awal pemasaran batik
semarangan pada waktu itu dan program kerja
pemasaran Cluster Batik Semarang.
1. Bagaimana awal anda terjun ke dunia
kerajinan batik?
Berawal pada 2006 lalu dari keinginan istri
Wali Kota saat itu, yaitu Sinto Sukawi bersama
Dekranasda (Dewan kerajinan nasional daerah)
Kota Semarang, yang ingin mengembangkan batik
semarangan. Saat itu sudah ada beberapa perajin
batik semarangan, tapi belum ada kampung batik.
Kemudian dikembangkan Kampung Batik untuk
menghidupkan lagi kerajinan batik yang dulu sudah
pernah ada. Untuk itu dipanggil pelatih batik dari
beberapa daerah untuk melatih warga yang mau
belajar membatik. Seiring berjalan waktu, warga
sudah bisa menghasilkan produk batik. Namun,
Strategi pengembangan
pemasaran di Cluster Batik
Semarang
mereka terkendala pemasaran. Jadi bisa membuat
batik, tapi bingung menjualnya. Dari situ, saya
tidak ingin produk batik semarangan ini dikuasai
orang luar, sehingga saya berkomitmen untuk
memasarkannya.
2. Kapan anda mulai fokus ke bisnis
pemasaran batik semarangan?
Saya mulai fokus itu 2011, Ceritanya saat
itu akan ada kunjungan Menteri Koperasi. Saya
prihatin kalau Menteri datang ke kampung batik,
tapi tidak ada produk batiknya. Akhirnya saya
datangkan batik dari beberapa perajin batik di
Semarang ke Kampung Batik. Saat itu cukup
sukses menyulap kampung batik. Berawal dari itu,
setelah kunjungan Menteri saya memutuskan untuk
berwirausaha menjadi ujung tombak pemasaran
batik semarangan dan mengembangkan kampung
batik. Saya akhirnya membangun visi misi untuk
mengenalkan batik semarangan dan menjualnya.
3. Bagaimana kondisi awal anda memasarkan
batik semarangan?
Dulu masih minim orang yang mengenal
Batik Semarang. Orang tahunya kalau batik ya
Pekalongan, Solo dan Yogyakarta saja. Waktu itu
saya mengawali dari tiga motif yaitu motif buah
asem arang , merak dan kawung semawis kemudian
saya bawa ke mana-mana untuk dijual. Dari itu,
banyak masukan dari pelanggan untuk menambah
warna dan motifnya. Hingga akhirnya berkembang
seiring permintaan pelanggan. Saya sendiri saat itu
juga belajar secara otodidak ke ibu-ibu di kampung
batik ini. Awal mencoba membuat motif merak,
kemudian setelah jadi, meski produk gagal hehehe,
bikin motif lainnya yakni warak ngendog.
Kemudian ambil beberapa motif khas Semarang
seperti cinde laras dan ikon Semarang lainnya.
4. Apakah pemasaran batik semarangan
langsung ramai sejak awal?
Tidak (memperlihatkan jawaban yang tegas
disertai dengan kerutan dahi yang diperlihatkan
bapak Tri Utomo). Butuh waktu untuk
mengenalkan ke pelangan-pelanggan. Saya
kenalkan ke instansi-instansi mulanya berlanjut
mengikuti berbagai pameran batik. Tapi tidak bisa
langsung mendorong ke penjualan. Justru penjualan
itu meningkat dari adanya kunjungan-kunjungan
istri pejabat ke kampung batik yang membeli oleh-
oleh. Istilahnya getok tular, Saya paham barang
kalau semakin lengkap, maka akan menjadi
jujukan. Karena melihat kualitas batik semarangan
yang bagus, akhirnya setiap ada kunjungan dari
mana-mana selalu diajak ke kampung batik ini.
Karena banyak permintaan hingga akhirnya saya
kewalahan. Dari situ, saya menggandeng 10
penjahit untuk dibina untuk memenuhi permintaan
pasar. Belakangan saya mulai timpang antara
kapasitas produksi batik dan pemasaran, Akhirnya
saya fokus ke pemasaran saja.
5. Apa kiat agar sukses menjadi seorang
pemasar produk?
Kita harus melayani pelanggan sepenuh hati
karena aset kita itu pelanggan bukan barang atau
modal. Kalau pelanggan habis, barang tidak akan
laku terjual dan sulit untuk perputaran uang nya.
Kemudian mengerti keinginan pelanggan, jangan
sampai pelanggan kecewa. Kebaikan itu tidak akan
tersampaikan 3 kali dalam sebulan, Tapi kalau
kekecewaan bisa 10 kali dalam sehari. Karena saya
melayani dengan baik dan ramah sehingga
dampaknya juga baik dan ramah. Banyak yang
datang itu justru dari referensi yang pernah beli di
saya.
Umi S Adi Susilo pemilik Batik Semarang 16
1. Siapa pihak yang mendukung motif batik
semarangan dan Batik Semarang 16?
Pemkot Semarang adalah salah satu pihak yang
mendukung perkembangan batik Semarangan
terutama Disperindag kota Semarang. Pemerintah
Jawa Tengah juga memberi fasilitas di Dekranasda
Jawa Tengah sebagai salah satu showroom Batik
Semarang 16. Selain itu klub Merby juga menjalin
kerjasama pelatihan membatik dan memberi
ruangan untuk showroom dari Batik Semarang 16.
Usaha Batik Semarang 16 untuk dikenal pada
awalnya hanya menggunakan strategi pemasaran
dari mulut ke mulut atau hanya mengandalkan
kepercayaan konsumen terhadap komentar positif
masyarakat terhadap sanggar Batik Semarang 16.
Namun karena menyadari bahwa pemasaran mulut
ke mulut tidak selalu efektif, maka Batik Semarang
16 mulai menggunakan strategi lain untuk lebih
memperkenalkan produknya dan motif batik
Semarangan kepada masyarakat. Untuk
mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan
Pengembangan strategi
pemasaran cluster untuk
batik semarang
pemerintah, maka Batik Semarang 16 melakukan
strategi berikut ini :
(1). Menjalin kerja sama dengan berbagai instansi
seperti Undip dan Klub Merby untuk pelatihan
batik kerja sama dengan Disperindag Kota
Semarang, Paguyuban Pecinta Batik dan Persatuan
Istri Insinyur Indonesia bertujuan untuk
membentuk perajin Batik. Hasil dari kerjasama ini
adalah perajin batik Marabunta 1 dan perajin batik
Marabunta 2.
(2). Mengadakan gelar karya di beberapa hotel
berbintang untuk mensosialisasikan dan
membangun citra positif dari Batik Semarang 16.
Salah satu gelar karya Batik Semarang 16
dilakukan hingga ke Filipina atau undangan KBRI
Indonesia di Filipina.
(3). Secara aktif mengikuti pameran batik dan
tekstil di berbagai lokasi di Indonesia. Beberapa
pameran yang mengeksplorasi batik Semarangan
yang diikuti Batik Semarang 16 adalah paeran batik
Gelar Batik Nusantara di Jakarta pada tahun 2007.
Gelar batik bertema ―ikon-ikon Semarang‖ bersama
produsen batik Semarang untuk aktivitas Semarang
Pesona Asia (2007) dan acara fashion show batik di
Lawang Sewu beserta desainer-desainer ternama di
Indonesia.
(4). Membuka workshop dan galeri di Jalan Raya
Sumberejo RT 02 RW 05 Kelurahan Meteseh
Kecamatan Tembalang Semarang 50271, agar
konsumen dapat melihat langsung proses
pembuatan batik dan batik-batik yang dihasilkan
secara langsung, sekaligus mengajarkan teknik-
teknik membatik bagi konsumen yang ingin
mempelajari pembuatan batik. Melalui workshop
ini, Batik Semarang 16 ingin mendapatkan
pengakuan konsumen terhadap eksistensi Batik
Semarang 16 dalam dunia batik di Semarang
sekaligus mendekatkan diri pada konsumennya.
Dewi Handayani Untari Ningsih,13 Agustus 2018
Topik Wawancara : Komunikasi dan Strategi
Pemasaran Batik
Dewi Handayani Untari Ningsih adalah
nama pemilik dan pengelola Karya Kriya Batik
yang bertempat di Jangli Krajan, Kelurahan
Karanganyar Gunung Candisari dengan produk
batik warna alam dan explorasi motif batik
semarang yang menjadi unggulan dari toko yang
dirintis Ibu Dewi sejak tahun 2015, ditemui
bersamaan dengan wawancara Ibu mustafiah ketika
pemilik Karya Kriya Batik ini sedang menanyakan
ketersediaan produk batik di Toko Batik Mustafiah.
Berlanjut dengan adanya bahasan dengan Bu
Handayani mengenai komunikasi dan strategi
pemasaran batik miliknya. Menurutnya,
―Berkomunikasi yang baik dengan pembeli menjadi
hal utama yang tidak boleh di kesampingkan disini,
begitu pula dengan sesama penjual karena itu akan
menunjukkan interaksi yang baik satu sama lain tak
pelak kami juga saling bertukar barang dagangan
ketika di toko tidak ada stok dan di toko lain masih
ada produknya itulah yang di tawarkan ke pembeli,
ungkap Bu Yani dari percakapan singkat yang
sibuk dengan penataan display barang dagangan
yang baru untuk tokonya‖.
Umi S Adi Susilo, Batik Semarang 16 yang
dimilikinya menemukan target pasar baru melalui
cara atau sudut pandang pemasaran yang berbeda
seperti yang disampaikan berikut ini,
1. Apakah lingkungan sekitar anda
mendukung ide pembuatan motif batik
semarangan tersebut?
Pada awalnya, ide saya ditentang oleh
Pembentukan target pasar
yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik
Semarang
masyarakat sekitar tempat lokasi produksi. Hal
utama yang menjadi sorotan adalah masalah limbah
pewarna batik yang dirasa masyarakat mengganggu
kebersihan air. Namun tidak semua pewarna, hanya
pewarna sintesis yang menjadi sorotan utama. Hal
ini dikarenakan pewarna sintesis mengandung
bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, serta
limbah ini tidak dapat hilang kadarnya dari air.
Lain halnya dengan pewarna alami, yang
mengandung sedikit bahan kimia. Pewarna ini tidak
berbahaya jika dikonsumsi, terlebih setelah air
mengalami proses pemanasan. Selain limbah
pewarna, ada pula limbah malam. Limbah malam
lain halnya dengan limbah pewarna. Malam bisa
didaur ulang dan dimanfaatkan kembali untuk
kegiatan produksi, sehingga limbah malam tidak
meresahkan lingkungan. Ketika saya lakukan hal
tersebut, masyarakat yang dulunya menentang
justru menjadi mendukung kegiatan yang saya
lakukan karena dapat menyerap tenaga kerja dari
masyarakat sekitar.
2. Siapa saja yang mendukung ide anda dan
menolak ide anda tersebut?
Yang mendukung itu banyak, dari para staf
saya di sanggar, para ibu-ibu yang menjadi siswa
sanggar pelatihan batik saya, hingga para murid
pelatihan membatik di luar sanggar saya.
Masyarakat yang dulunya menolak, juga akhirnya
mendukung saya untuk membuat batik.
3. Apakah saat itu anda yakin batik
semarangan akan berhasil?
Ya bisa dibilang tidak 100% yakin, tapi saya
yakin bahwa batik Semarangan bisa berkembang
karena sebelumnya memang pernah karena
terjadinya tragedi dimasa lampau dan batik
semarangan ini akan menarik bila dibuat lebih
lanjut. Terlebih sekarang marketnya memang
bermacam – macam, kenapa tidak kita coba.
4. Pertimbangan apakah yang mendasari
keyakinan anda bahwa motif batik
semarangan akan berhasil?
Sebelum saya buat dalam jumlah banyak, saya
buat sedikit lebih dulu. Hanya motif asem dan
lawang sewu, kemudian saya coba menunjukkan
motif tersebut pada anak didik saya di luar sanggar,
dan kebetulan para ibu-ibu yang menjemput
anaknya tertarik pada batik yang saya buat
kemudian membelinya. Dari situlah saya
mendapatkan order batik Semarang pertama
kalinya. Dan terjadi penyebaran berita dari mulut
ke mulut tentang batik Semarangan yang saya buat.
5. Bagaimana langkah awal anda untuk
memperkenalkan batik Semarangan pada
masyarakat ?
Sanggar batik saya adalah salah satu tempat
memperkenalkan batik semarangan yang saya buat.
Dari pelatihan membatik yang saya lakukan, batik
yang saya buat lama kelamaan menjadi makin
dikenal oleh masyarakat. Batik Semarang 16 juga
mengikuti lomba-lomba batik yang
diselenggarakan pemkot Semarang dan biasanya
selalu meraih gelar juara. Beberapa tahun terakhir
ini Batik Semarang 16 juga menyelenggarakan
beberapa pameran batik semarangan, baik di kota
Semarang maupun luar kota Semarang.
6. Bagaimana tanggapan pasar atas produk
batik Semarangan yang anda buat?
Tanggapan pasar cukup baik, sehingga saya
yang memulai usaha dalam skala kecil bisa
berkembang menjadi seperti sekarang ini.
7. Siapa saja konsumen dari Batik Semarang
16?
Target konsumen yang dituju adalah konsumen
menengah ke atas, terutama untuk batik tulis yang
berbahan dari kain sutera yang ditenun. Yang
ditarget menengah ke atas karena memang
harganya yang cukup mahal. Untuk batik sutera
tulis, harganya bisa mencapai 5-6 juta rupiah.
Sedangkan batik cap difokuskan untuk ke
masyarakat yang berdaya beli rendah sampai
menengah, karena bahan kain yang digunakan tidak
semahal Batik tulis, serta proses pembuatan tidak
sesulit batik tulis dan resiko kegagalannya pun
tidak seriskan batik tulis.
Bapak Joko sunarto Ketua Cluster Batik Semarang
Menurut pak joko nih bagaimana animo
masyarakat terhadap batik ? ( masyarakat kita
sendiri dan internasional )
Dari masyarakat kita sendiri Indonesia itu sudah
mulai menunjukkan geliat positif nya terhadap
batik, sudah mulai ada pemakaian rutin baju batik
di tiap – tiap kantor bahkan juga sampai di lingkup
Pembentukan target pasar
yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik
Semarang
sekolah. Jika di taksir dalam prosentase itu masuk
pada angka 50% minatnya terhadap batik.
Kalo turis itu sukanya batik yang ramah
lingkungan, jadi kami juga mencoba menyesuaikan
terhadap itu. Pada akhirnya beberapa tertarik
dengan batik inovasi dari kami yang ramah
lingkungan, bertemakan alam, berwarna terang,
nyantrik dan modis.
Peran generasi penerus yang harus nya ditingkatkan
untuk tetap menjaga warisan budaya ini mas, jika
anak – anak muda sudah ditanamkan untuk suka
pada warisan budaya nya itu akan melekat dalam
kepribadiannya juga dan dapat mencerminkan
gambaran yang baik juga di suatu negara. Terlebih
batik sudah di paten kan oleh UNESCO sebagai
warisan budaya Indonesia, yang dari sini lah kita
masyarakat Indonesia itu harus menjaga dan
melestarikannya.lebih kreatif dan inovatif nya
generasi muda ini yang diharapkan mampu
menjunjung tinggi batik sebagai trend center
kebudayaan yang mendunia.
Bapak Tri Utomo pemilik omah batik dan
tenun ―Ngesti Pandowo‖ dan ketua paguyuban
perajin batik di Kampung Batik Semarang,
Pembentukan target pasar
yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik
Apakah pemasaran batik semarangan langsung
ramai sejak awal?
Tidak (memperlihatkan jawaban yang tegas
disertai dengan kerutan dahi yang diperlihatkan
bapak Tri Utomo). Butuh waktu untuk
mengenalkan ke pelangan-pelanggan. Saya
kenalkan ke instansi-instansi mulanya berlanjut
mengikuti berbagai pameran batik. Tapi tidak bisa
langsung mendorong ke penjualan. Justru penjualan
itu meningkat dari adanya kunjungan-kunjungan
istri pejabat ke kampung batik yang membeli oleh-
oleh. Istilahnya getok tular, Saya paham barang
kalau semakin lengkap, maka akan menjadi
jujukan. Karena melihat kualitas batik semarangan
yang bagus, akhirnya setiap ada kunjungan dari
mana-mana selalu diajak ke kampung batik ini.
Karena banyak permintaan hingga akhirnya saya
kewalahan. Dari situ, saya menggandeng 10
penjahit untuk dibina untuk memenuhi permintaan
pasar. Belakangan saya mulai timpang antara
kapasitas produksi batik dan pemasaran, Akhirnya
saya fokus ke pemasaran saja.
Semarang
Ibu Mustafiah pemilik Batik Mustafiah di Pasar Pembentukan target pasar
Johar Minggu 8 April 2018 berikut ulasannya.
Batik Mustafiah bertempat di pasar johar
yang dimiliki oleh Ibu Mustafiah ini menjual
pakaian pria dan wanita berbahan batik dengan
omset Rp 252.000.000 per tahun. Perempuan ini
memulai karirnya sebagai pedagang toko serba ada
sungguh-sungguh dimulai dari bawah. Awalnya
bermula ketika dia bekerja disebuah toko, lalu Bu
Mustafiah ingin membuka toko sendiri lantas ia
menjual sebagian tanah miliknya untuk membeli
sebuah toko di Pasar Johar. Dari situlah Ibu
Mustafiah pertama kalinya menyiapkan diri untuk
menjadi pengusaha yang sekalian turun berdagang
di lapangan. ―Saya tertarik kaleh konco-konco
pedagang eceran di pasar seperti ini (Pasar Johar),
Sebab cara ngomonge niku sedoyo apik dan
langsung tertuju nang carane supaya pembeli iku
tertarik untuk tumbas produk yang dijual‖.
Terjemahan : Saya tertarik pada pedagang eceran
seperti yang ada di Pasar Johar ini, Sebab cara
berkomunikasinya semua baik dan langsung tertuju
pada bagaimana agar pembeli tertarik untuk
membeli dagangannya. ―Pemasaran disini biasanya
orang pada berdatangan untuk membeli tanpa harus
yang sesuai dengan strategi
pemasaran Cluster Batik
Semarang
menawarkan, tetapi terkadang juga
mempromosikan barang dagangan saya‖, semakin
lengkap barang dagangan yang ada di toko maka
pembeli itu akakn lebih tertarik untuk berhenti dan
bertanya – tanya di toko kita, nah dari situ saya
mencoba untuk meyakinkan pembeli untuk
membeli batik di toko saya. Pertama kalau di toko
nggak ada barangnya saya coba tanyakan ke teman
– teman pedagang lain di pasar yang menjual
produk yang sama seperti saya, kedua kalau
memang tidak ada di sesama pedagang pasar saya
mengarahkan konsumen ke galeri – galeri batik,
misalnya galeri batik di Pasar Bulu. Jadi konsumen
tetap mendapatkan informasi terkait produk batik
yang dicari, saya mengusahakan konsumen itu
pergi tidak dengan hati nelangsa atau kecewa
karena apa yang dicari tidak ada. Ya bagaimanapun
juga konsumen itu raja, ketika pembeli senang
besoknya kita akan di cari lagi.
Pemilik Batik Semarang 16, Umi S Adi Susilo
1. Apakah ada persyaratan khusus sehingga
sebuah ikon bisa/tidak bisa dijadikan
sebagai motif batik?
Tidak ada persyaratan khusus, hanya saja ikon
tersebut harus mengandung unsur kebudayaan yang
Upaya menyeimbangkan
antara kebutuhan konsumen
akan batik dengan upaya
pemenuhan kebutuhan
produksi batik di cluster
ada di Kota Semarang. Baik itu dalam bentuk
bangunan, legenda, hewan/tumbuhan dan makanan
khas kota Semarang semuanya bisa diangkat
menjadi batik khas Semarang.
2. Pola apa saja yang dapat digunakan untuk
membuat motif batik semarangan?
Batik Semarangan sama seperti batik pada
umumnya, batik yang biasa dengan ukiran daun-
daunan atau tanaman, dikreasikan sedemikian rupa
dan dipadukan dengan unsur bangunan, makanan,
cerita serta gambaran legenda-legenda yang ada di
Semarang tanpa terlepas dari unsur gambaran batik
seperti pada umumnya, yaitu seperti gambar daun-
daun atau tanaman.
3. Mengapa anda yakin dengan keputusan
anda tentang motif batik Semarang sehingga
anda memutuskan untuk mengembangkan
motif batik Semarangan seperti yang anda
buat saat ini?
Karena sebelumnya belum ada, dan ternyata
respon terhadap batik yang saya buat ternyata baik.
Sehingga saya menjadi yakin untuk meneruskan
pembuatan batik Semarangan dan ternyata bisa
berkembang hingga menjadi seperti sekarang ini.
4. Berapa banyak motif batik Semarangan
anda produksi pada awalnya ?
Motif yang saya buat pada awalnya adalah
motif asem dan lawang sewu yang dikreasi dengan
berbagai macam hal seperti sulur, dll. Kemudian
saya juga membuat tugu muda dan berbagai ikon-
ikon kota Semarang lainnya. Pemilihan saya waktu
itu karena saya anggap tiga motif ikon tersebut
batik semarang
adalah ikon yang banyak dikenal luas oleh
masyarakat. Kemudian dari motif-motif tersebut
saya mengembangkan motif-motif lain hingga saat
ini berjumlah sekitar 400an motif sudah dibuat oleh
Batik Semarang 16.
5. Berapa lama waktu yang diperlukan dalam
proses pembuatan sebuah batik?
Untuk batik tulis, proses produksinya kurang
lebih 2 minggu. Dan untuk batik cap, proses
produksinya kurang lebih 3 hari. Batik tulis lebih
lama karena prosesnya lebih panjang dan memakan
banyak waktu tidak seperti batik cap yang
pembuatannya cepat.
Narasumber Bapak Joko Sunarto memberikan
pandangannya sebagai ketua Cluster Batik
Semarang.
Ini nantinya klaster batik semarang ini tetap pada
alur UMKM atau ada arah menuju skala besar pak
untuk perajin batik dan pelaku usahanya ?
Alurnya UMKM dengan pemasaran lewat galeri
bentukan pemerintah kota tapi diharapkan animo
masyarakat itu lebih tinggi terhadap batik. Dan
batik semarang tetap menjadi kebanggaan
masyarakat semarang yang berjaya dalam
penyelenggaraan masyarakatnya sendiri.
Upaya menyeimbangkan
antara kebutuhan konsumen
akan batik dengan upaya
pemenuhan kebutuhan
produksi batik di cluster
batik semarang
Bapak Tri Utomo pemilik omah batik dan
tenun ―Ngesti Pandowo‖ dan ketua paguyuban
Upaya menyeimbangkan
antara kebutuhan konsumen
perajin batik di Kampung Batik Semarang,
Apa kendala yang anda hadapi dalam memproduksi
batik semarangan?
Awalnya kendala hanya lokasi produksi
bagaimana yang ramah lingkungan. Kalau produksi
hanya di perumahan seperti ini, tidak akan
berkembang besar. Limbah air dan pewarna dalam
membuat batik itu banyak dan membuat
pencemaran lingkungan. Karena itu saya bekerja
sama dengan penjahit yang di pinggir Kota
Semarang untuk sedikit mengatasi permasalahan
lingkungan.
Kalau kendala pemasaran, bagaimana menangkap
permintaan pelanggan sehingga prospek yang mulai
kencang dengan berbagai permintaan itu bisa
dimanfaatkan untuk mengembangkan pemasaran
batik semarangan. Karena saat itu produksi masih
minim. Untuk menanggulanginya, saya menjalin
kerjasama dengan beberapa pengrajin batik. Saya
kerjasama dengan pengusaha batik lain, baik dalam
hal bahan baku maupun produk untuk memenuhi
permintaan.
akan batik dengan upaya
pemenuhan kebutuhan
produksi batik di cluster
batik semarang
Minggu (8 April 2018), Bapak Eko Hariyanto Ketersediaan Produk untuk
Pemilik Galeri Cinta Batik Semarang yang berdiri
sejak tahun 2006, bertempat di kampung batik
gedong nomor 430 Rejomulyo Semarang Timur
Disini yang biasa dilakukan sesama pedagang batik
ya tukar menukar barang dagangan, saling
melengkapi barang dagangan sehingga ketika
konsumen menginginkan batik itu bisa terpenuhi
langsung tanpa harus cari – cari ke berbagai tempat.
Kalau saya ini dekat dengan Kampung Batik
Semarang manakala stok batik ditempat saya
kurang dan ada pembeli yang menanyakan produk
batik tertentu saya akan menghubungi galeri batik
di Kampung Batik Semarang untuk cek
ketersediaan batik yang diinginkan konsumen saya.
Itu kemudahan yang ditawarkan bagi anggota
Cluster Batik Semarang koneksinya antar pedagang
dan perajin batik itu ada.
konsumen dan Upaya
menyeimbangkan antara
kebutuhan konsumen akan
batik dengan upaya
pemenuhan kebutuhan
produksi batik di cluster
batik semarang
(Tanggal) Di sanggar miliknya Batik Semarang 16
pemiliknya Umi S Adi Susilo mendapatkan
gagasan untuk berinovasi pada produk Batik
Semarang dengan ditambahkan aksen motif sejarah
dan ikon Kota Semarang sebagai wujud kreativitas
seorang pelaku usaha ini yang tergabung dalam
Cluster Batik Semarang. Meneruskannya ke
Mengembangkan
kreativitas dan inovasi
jaringan pemasaran di
Cluster Batik Semarang
penjualan dengan fokus pemasaran konvensional
dan online, Upaya yang dilakukan oleh Batik
Semarang 16 untuk lebih mendekatkan diri dengan
konsumen sekaligus mempromosikan produknya
adalah dengan membuat website dengan alamat
web www.batiksemarang16.com sejak tahun 2008.
Melalui website ini, konsumen dapat melihat profil
dan produk dari Batik Semarang 16 dengan lebih
mudah, sekaligus dapat berkomunikasi dengan
Batik Semarang 16 dengan lebih cepat.
Wawancara Joko Sunarto
Ini nantinya klaster batik semarang ini tetap pada
alur UMKM atau ada arah menuju skala besar pak
untuk perajin batik dan pelaku usahanya ?
Alurnya UMKM dengan pemasaran lewat galeri
bentukan pemerintah kota tapi diharapkan animo
masyarakat itu lebih tinggi terhadap batik. Dan
batik semarang tetap menjadi kebanggaan
masyarakat semarang yang berjaya dalam
penyelenggaraan masyarakatnya sendiri.
Mengembangkan
kreativitas dan inovasi
jaringan pemasaran di
Cluster Batik Semarang
Wawancara Tri Utomo
1. Adakah pengalaman yang menyakitkan saat
memasarkan produk batik semarangan?
Mengembangkan
kreativitas dan inovasi
jaringan pemasaran di
Cluster Batik Semarang
Saya menyadari sebagai pemula dalam
berwirausaha dalam bidang batik, Saat itu batik
semarangan dianggap aneh, warnanya kumal dan
saya diledek di beberapa tempat. Tapi itu justru jadi
motivasi untuk saya pribadi, kalau hidup di
wirausaha pelanggan itulah sandaran hidup, Bukan
modal. Sehingga harus ada inovasi produksi dan
tempat harus nyaman. Kritik pedas dan masukan
kemudian menjadi inspirasi saya mengembangkan
motif dan model.
2. Apakah pemasaran anda melalui toko online
juga?
Tidak. Saya hanya memasarkan di toko fisik
di kampung batik ini. Saya pernah menerima
pelatihan online, Tapi saya tidak pernah
memasarkan secara online. Justru beberapa reseller
yang menjual secara online. Justru cepat di toko
fisik secara langsung, ya itu tadi harus menunggu
konsumen datang pelayanan pun harus di
perhatikan ketika ada konsumen, jika dilihat sampai
sekarang reseller yang aktif sampai sekarang
sekitar 10 orang Mereka sampai luar Semarang.
Minggu 8 April 2018
Dewi Handayani Untari Ningsih,
Menurutnya, ―Berkomunikasi yang baik dengan
pembeli menjadi hal utama yang tidak boleh di
kesampingkan disini, begitu pula dengan sesama
penjual karena itu akan menunjukkan interaksi
yang baik satu sama lain tak pelak kami juga saling
bertukar barang dagangan ketika di toko tidak ada
stok dan di toko lain masih ada produknya itulah
yang di tawarkan ke pembeli, ungkap Bu Yani dari
percakapan singkat yang sibuk dengan penataan
display barang dagangan yang baru untuk
tokonya‖. Menjadi bagian dari pengembangan
kreativitas dan inovasi jaringan pemasaran di
Cluster Batik Semarang
Keterangan : Wawancara yang dilakukan dalam satu waktu pada narasumber
Batik Semarang 16 ( Umi S Adi Susilo) , Ketua Cluster Batik Semarang Bapak
Joko Sunarto dan pemilik omah batik dan tenun ―Ngesti Pandowo‖ Bapak Tri
Utomo yang juga Ketua Paguyuban Kampung Batik Semarang. wawancara
dengan Bapak Tri Utomo dilakukan pada tanggal 29 Juli 2018, Batik Semarang
16 dengan narasumber Umi S Adi Susilo sebagai pemilik sanggar dan galeri Batik
Semarang 16 dilakukan wawancara pada tanggal 2 Agustus 2018 , Wawancara
dengan Bapak Joko Sunarto dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2018
LAMPIRAN 2
Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Peta Penetapan Kawasan Strategis Kota Semarang
Peta Rencana Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam Dan Cagar Budaya Kota
Semarang
.
Tampilan Kios – Kios pedagang Batik Semarang di Pasar Tradisional Semarang
Sebagai Sarana Pemasaran Produk Batik Semarangan yang masih
Mempertahankan Metode Penjualan Tradisional
Produksi Batik dikerjakan Kaum Wanita yang dinilai lebih teliti dan sabar
sehingga Batik yang dihasilkan berkualitas baik
LAMPIRAN 3
Globalization 4.0
A New Architecture for the Fourth Industrial Revolution
By Klaus Schwab
The world today needs a new framework for global cooperation in order to
preserve peace and accelerate progress. After the cataclysm of World War II,
leaders designed a set of institutional structures to enable the postwar world to
trade, collaborate, and avoid war—first in the West and eventually around much
of the globe. Faced with a changing world, today’s leaders must undertake such a
project again.
This time around, however, the change is not just geopolitical or economic in
nature. The Fourth Industrial Revolution—the complete digitization of the social,
the political, and the economic—is tugging at the very fabric of society, changing
the way that individuals relate to one another and to the world at large. In this era,
economies, businesses, communities, and politics are being fundamentally
transformed.
Reforming existing processes and institutions will not be enough. Government
leaders, supported by civil society and businesses, have to collectively create a
new global architecture. If they wait, or simply apply a ―quick fix‖ to repair the
deficiencies of outdated systems, the forces of change will naturally develop their
own momentum and rules, and thus limit our ability to shape a positive outcome.
THE PARADOXES OF PROGRESS
In the decades after 1945, the world’s economies underwent an ambitious process
of integration. Western Europe led the charge, charting unprecedented growth
rates as it aimed for an ―ever closer union.‖ Japan and the ―Asian Tigers‖
followed, gaining access to global markets and supersizing their economies. By
the early 2000s, the BRICs economies—Brazil, Russia, India, China, and South
Africa—had spurred international trade to levels previously unseen; exports now
count for about one-fifth of global GDP—the highest level in history. Throughout,
the United States played a leading role, setting up the institutional structures that
underpinned the global system, securing trade routes, and pumping wealth into
foreign markets.
Today, this megaengine of globalization seems to be slowing down. As a
percentage of GDP, trade is no longer rising. Worse still, the free-market
consensus is unraveling. Around the world, protectionists are making inroads,
often elected by voters who feel the current system is stacked against them. Their
frustration is understandable: although globalization lifted millions out of poverty,
it also meant decades of eroding incomes and precarious working conditions for
many others. For American workers, the golden years of globalization ended
decades ago. Manufacturing employment in the United States peaked around 1980
and dropped precipitously starting around the time China entered the WTO in
2001. Despite a booming economy, manufacturing jobs are back at pre–World
War II levels.
In many other countries, growth rates are dismal and unemployment figures
stubbornly high. Across much of Latin America, including Argentina, Brazil, and
Venezuela, inflation and negative growth are the order of the day. Europe, still
reeling from the aftershocks of the financial crisis, is dealing with a powerful
backlash against immigration. Even China is struggling to meet its growth
expectations.
Populists and protectionists feed on these ills, and their solutions have about them
the rosy glow of nostalgia. Life may not have been materially better in a less
globalized world—although for some communities it was—but the society people
lived in may have felt more secure, familiar, and certain. Subscribe to this
narrative and tariffs, immigration barriers, and a return to national sovereignty
will seem like sensible ideas.
But this is wishful thinking. Granted, pushing back against the system of globally
integrated value chains may well help revitalize the local manufacturing of cars,
electronics, or agricultural produce in Western economies. The real issue, though,
is that the production and exchange of physical goods matters less and less each
year. From here on out, decisive competitive advantages in the global economy
will stem less from low-cost production and much more from the ability to
innovate, robotize, and digitalize.
THE NEXT WAVE
We are, put simply, living in the era of the Fourth Industrial Revolution, the most
recent wave of groundbreaking innovation. The first brought steam trains,
steamships, and the industrialization of weaving and mining. The second
electrified—literally—much of the world, introduced the modern assembly line,
and brought us the car and the airplane. The third, from the 1970s onward, was
centered around the computer and early digitization.
Like its predecessors, the Fourth Industrial Revolution is best described by its
leading technologies: artificial intelligence, autonomous vehicles, and the Internet
of Things. These are technologies that will affect many industries in the decades
to come and accord unprecedented importance to the digital world. What unites
them is that they transform the very structures of economic interaction: the twin
trends of digitization and virtualization are creating an economy of near-unlimited
mobility in which cyberspace is home to all data. As online platforms pursue
vertical integration, they cut out traditional intermediaries. And artificial
intelligence is creating ―smart‖ systems that are not just analytical but also
predictive and prescriptive.
The production and exchange of physical goods matters less and less each year.
In this world, globalization won’t disappear; it will deepen. If in the past global
integration grew as trade barriers came down, it will now rely on the connectivity
of national digital and virtual systems and the related flow of ideas and services.
This is the core of Globalization 4.0.
This new form of globalization is arriving at breakneck speed. Consider digital
flows: already in 2016, a study by McKinsey & Company calculated that ―digital
flows—which were practically nonexistent just 15 years ago—now exert a larger
impact on GDP growth than the centuries-old trade in goods.‖ It also found a 45-
fold increase in the amount of cross-border bandwidth from 2005 to 2016 and
predicted another fivefold increase by 2022.
All of this has sent a jolt through the global economy. The first sector to be
affected was manufacturing, where automation, localization, and individualization
have begun to replace traditional supply chains. Going forward, this means that
competition will be based less on cost-effectiveness and more on the ability to
innovate.
In this new environment, the world is a company’s oyster. Consider the U.S.-
based tech giants: in less than 25 years, Amazon grew from a startup e-commerce
store to the world’s second-largest traded company, revolutionizing retail, cloud
computing, and other Web services; Apple became the world’s first trillion-dollar
company in 2018, barely a decade after it released the first iPhone.
Titans of previous industrial revolutions, such as Cornelius Vanderbilt’s railroad
companies, ExxonMobil, and IBM, also benefited from such winner-takes-all
dynamics, but their economies of scale tended to taper off, bounded either by
natural limits or by man-made laws. In our era, however, limitless network effects
have replaced old economies of scale. For ―big tech‖ firms, the upper user limit is
nothing less than the entire global population, and they are expanding at a record
pace. Planes and cars took more than six decades each to reach 50 million users.
Computers and mobile phones managed the feat in 14 and 12 years, respectively.
In the age of ubiquitous smartphones, it took WeChat, the all-in-one app that has
become a dominant means of communication for China’s netizens, only a year to
reach this milestone. At latest count, four companies count a billion users or more:
Three American ones (Alphabet, Facebook, and Microsoft) and a Chinese one
(Tencent). The market power these companies have garnered along the way is
awesome.
It doesn’t end there. By moving into new industries—such as cloud computing,
healthcare, loans and payments—Amazon, China’s Alibaba, and other tech
companies are becoming digital conglomerates. Other platforms, such as Airbnb,
WeWork, and Uber, expand globally without ever owning the physical assets their
services rely on. Along the way, these firms have outgrown the boundaries of
traditional businesses and disrupted social patterns. Artificial intelligence, big
data, and the ability to build mass-use tech platforms are starting to determine
even national power.
For those with access to technology, this is great news. For labor, not so much. As
economies of scale evaporate, and robots and AI increasingly replace humans,
companies no longer require hundreds of thousands of employees to run their
operations. The industrial giants of yesteryear were among the world’s largest
employers. Today, those lucky enough to be employed are either highly skilled
and highly paid, or low skilled and low paid.
The United States is not even the country where workers will be hit the most. The
industrialized West outsourced most of its manufacturing jobs to lower-cost
developing countries during a previous wave of globalization. Look instead to
Bangladesh, the Philippines, or Vietnam, where advanced industrial robots are
replacing skilled human workers in sewing and other trades.
The industrial giants of yesteryear were the world’s largest employers. Today,
those lucky enough to be employed are either highly skilled and highly paid, or
low skilled and low paid.
The result is a widening gap between the winners and the losers of the Fourth
Industrial Revolution. At the top of the pyramid, a small crop of founders,
investors, and other shareholders form a fantastically wealthy elite. At the bottom,
low-skilled employees must count on minimum wages to live. The ranks of the
middle class, once the connecting tissue of society, are thinning, and social
cohesion is suffering as a result.
Making matters worse, digitization has opened the floodgates to information and
disinformation alike. Algorithms, not humans, now determine much of what we
see and read. Disinformation campaigns distorted recent elections in the West,
and similar things are happening around the world. Citizens’ trust in their
government leaders, their judiciaries, and the media is at or near an all-time low.
THE CORNERSTONES OF A NEW ORDER
It is hard to overstate what’s at stake for societies and their governments in the
face of these shifts: success or failure will help determine quality of life for
generations to come. Confronted with the Fourth Industrial Revolution,
governments and societies have three options. They can protect the ―losers‖ of
this transformative change, putting in place effective social safety nets, active
labor-market policies, and efficient healthcare systems. They can double down on
neoclassical laissez-faire economic policies, with the hope that the resulting
wealth will benefit all sectors of society. Or they can leverage the opportunities of
the Fourth Industrial Revolution, designing and governing inclusive platforms and
systems that are fit to deal with the complexity of the new wave of global
integration.
In the early stages of the Third Industrial Revolution, the New Frontier and Great
Society agendas under U.S. Presidents John F. Kennedy and Lyndon B. Johnson
strengthened the United States’ international leadership position as well as its
domestic cohesion. By the end of the 1960s, the country had managed to put a
man on the moon and halve its poverty rates while its companies were global
market leaders. Though the benefits were by no means shared evenly, per capita
GDP per capita rose to record levels.
The potential of the Fourth Industrial Revolution dwarfs even the progress made
during the three previous industrial revolutions combined. There is no reason
today’s leaders could not proactively manage negative externalities and ensure
that inclusive policies distribute opportunities fairly. Digital resources are
limitless, and so too can be the wealth they create.
Yet achieving this outcome requires more than patchwork actions that seek to
reinvigorate outdated systems. We need fresh thinking about what free and fair
economic relations in today’s world means. The global system that states built
after World War II was designed around the globalization of planes, cars, global
manufacturing value chains, and early computers. But that global system has run
its course, and no international organization in existence can cope with the
challenges of Globalization 4.0. There is very little discussion of, let alone
consensus on, how to regulate technologies or deal with the Fourth Industrial
Revolution’s winners and losers.
What, then, should the new global operating system look like? It should begin by
accepting the reality that the Fourth Industrial Revolution is even more borderless,
interconnected, and interdependent than the global economy of integrated supply
chains. Second, global cooperation should focus on the governance issues at the
heart of the current transformation: cybersecurity, the uses of AI and the gene-
editing technology CRISPR, and intellectual property and data protection
agreements. Security, above all, has always been a precondition for globalization.
That remains true in cyberspace: when the Internet is not safe, economies suffer.
We must ensure the safety of Globalization 4.0’s digital sea-lanes and havens.
Artificial intelligence, for its part, can do as much harm as good and requires
careful regulation. As the United States, China, and other states vie for leadership
in the field—and in other technologies, such as gene editing—they should agree
on what is and isn’t allowed. The same applies to financial systems.
Cryptocurrencies such as Bitcoin have already proven their advantages over
traditional money, but they are not immune to exploitation by speculators and
criminals. Going forward, central bankers and policymakers should agree on how
to optimize the system’s blockchain backbone so that it can benefit everyone.
Threats from the nondigital world won’t go away, either. Wildfires, droughts, and
tropical storms remind us that climate change threatens our habitats, biodiversity,
economies, and societies. Meanwhile, population growth is set to continue for
another few decades, although at a slower pace. This means that geopolitical hot
spots will multiply and that migration will accelerate. Faced with such extreme
conditions, sovereign nations have a right to design adequate national policies and
contingency plans. But multilateral coordination is key, as we share one planet
and are responsible for its commons. In doing so, leaders must accept that we now
live in a multipolar world in which several countries and regions will need to
share the burden and the bounty of global leadership.
Finally, we must come to terms with the sharing and platform economies. So far,
they have benefited the endusers and, above all, the platforms’ owners. Most
platforms are concentrated in a few global hubs, and their advantages have
accrued mostly to a small group of early, risk-seeking investors. Because these
platforms rely on fewer employees and cut out middleman companies, they hurt
national treasuries and many existing businesses. In response, international
agreements should lay out new methods of taxation. Rather than taxing labor,
which could handicap already precarious forms of employment, governments
could agree to tax platform activities ―at source‖—namely—where users are
based. That way, governments around the world could benefit, and fund the
education and reskilling of their people.
GUIDING PRINCIPLES
As we address the challenges of Globalization 4.0, we would do well to follow
three crucial principles. First, the dialogues that take place to shape Globalization
4.0 must involve all the relevant global players. Governments, of course, have a
key leadership role to play, but business is the driver of innovation and civil
society serves a critical role in making sure this innovation is applied with the
public’s interest in mind. Second, the preservation of social and national cohesion
should be placed front and center. Safeguarding and strengthening the pillars of
social justice and equity will be necessary to sustain national social contracts and
preserve an open world. This cannot happen without bottom-up decision-making,
which enables the substantive engagement of citizens around the world. Third,
coordination—achieving shared objectives—will yield more successes than
cooperation—acting out a common strategy. The Paris Agreement on climate
change and the United Nations Sustainable Development Goals are examples of a
coordinated approach that leaves room for actors to devise their own strategies. In
a world where shared values are a rare commodity, coordination based on shared
interests is the most manageable approach to global governance.
We’ve been here before. In the second half of the twentieth century, leaders from
all sectors of society laid the institutional foundations for sustained peace,
security, and prosperity. Since that time, however, the world has radically
changed. A new approach is now called for, one that shapes our global future
through a sustained commitment to improving the state of the world. Leaders can
debate whether they should work with the good of their country, or that of
humanity, in mind. But this much is clear: Globalization 4.0 will only accelerate
from here. We must do what we can to harness it for good—and for all.