+ All Categories
Home > Documents > Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Date post: 25-Jun-2015
Category:
Upload: fajarakatsuki86
View: 485 times
Download: 8 times
Share this document with a friend
Description:
studi terbaru tentang efek fisher indonesia
Popular Tags:
17
STUDI EMPIRIS EFEK FISHER DI INDONESIA (1986 2010) Oleh: Muhammad Fajar* 1. Pendahuluan Dalam perekonomian ada dua sektor, sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil muncul terlebih dahulu karena terjadi produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan sektor moneter terlahir saat uang diciptakan dan dipakai sebagai alat tukar dalam transaksi.. Suku bunga merupakan konektor kedua sektor perekonomian tersebut. Pada akhir triwulan kedua di 2010 dan puasa ramadhan ini, kecenderungan harga sejumlah barang kebutuhan pokok meningkat sehingga harga barang-barang lainnya pun ikut-ikutan naik. Akhirnya terjadilah inflasi, inflasi yang tidak biasa kendalikan mempunai dampak buruk terhadap perekonomian nasional. Cara untuk mengendalikan/menekan inflasi adalah dengan mengambil langkah kebijakan uang ketat. Mekanismenya berprinsip bahwa inflasi terjadi karena jumlah uang yang beredar di masyarakat relatif terlalu banyak daripada peredaran barang dan jasa di sektor riil sehingga dengan menaikan suku bunga dapat menarik jumlah uang beredar yang berlebihan di masyarakat. Tetapi dengan tingginya suku bunga akan menambah biaya bunga yang harus dipikul oleh para usahawan sehingga mengakibatkan makin besar biaya produksi, maka cara usahawan agar tidak mengurangi kerugian dengan menaikkan harga jual barang yang diproduksinya ke masyarakat. Dengan demikian, tingginya suku bunga akan dapat memicu terjadinya kenaikan harga, atau inflasi. Keduanya berhubungan sebagai sebab-akibat seperti lingkaran setan, saling berhubungan tapi tidak dapat dilihat mana ujung, mana pangkal. Hubungan antara tingkat suku bunga dengan inflasi disebut dengan efek fisher. Oleh karena itu, penulis ingin menyelidiki kausalitas antara suku bunga dengan inflasi dan menguji keberadaan efek fisher dalam perspektif jangka panjang dan jangka pendek serta melihat kestabilan parameter bila terdapat hubungan jangka panjang antara keduanya karena adanya shock krisis moneter Juli 1997 dan krisis global Juni 2008. 2. Kajian Literatur Studi mengenai efek fisher atau hubungan antara tingkat bunga dengan inflasi sebelumnya pernah dilakukan antara lain seperti Mishkin (1992), dalam penelitiannya di Australia mencoba untuk menjelaskan mengapa terdapat bukti kuat efek fisher untuk beberapa periode dan lainnya tidak. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa efek fisher hanya akan tampak pada sampel yang inflasi dan suku bunganya mempunyai stochastic trend. Alasannya dikarenakan ketika dua series menunjukan trend, maka keduanya akan mengandung akan mengandung trend secara simultan dan hasinya adalah korelasi yang kuat antara keduanya. Johansen dan juselius (dalam etty, 1990) bahwa dalam jangka panjang dan jangka pendek terdapat hubungan antara suku bunga dan inflasi. Suyanto (dalam etty, 2000) belum bisa
Transcript
Page 1: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

STUDI EMPIRIS EFEK FISHER DI INDONESIA (1986 – 2010)

Oleh: Muhammad Fajar*

1. Pendahuluan

Dalam perekonomian ada dua sektor, sektor riil dan sektor moneter. Sektor riil muncul

terlebih dahulu karena terjadi produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sedangkan sektor moneter terlahir saat uang diciptakan dan dipakai sebagai alat tukar dalam

transaksi.. Suku bunga merupakan konektor kedua sektor perekonomian tersebut. Pada akhir

triwulan kedua di 2010 dan puasa ramadhan ini, kecenderungan harga sejumlah barang

kebutuhan pokok meningkat sehingga harga barang-barang lainnya pun ikut-ikutan naik.

Akhirnya terjadilah inflasi, inflasi yang tidak biasa kendalikan mempunai dampak buruk

terhadap perekonomian nasional.

Cara untuk mengendalikan/menekan inflasi adalah dengan mengambil langkah kebijakan

uang ketat. Mekanismenya berprinsip bahwa inflasi terjadi karena jumlah uang yang beredar di

masyarakat relatif terlalu banyak daripada peredaran barang dan jasa di sektor riil sehingga

dengan menaikan suku bunga dapat menarik jumlah uang beredar yang berlebihan di

masyarakat. Tetapi dengan tingginya suku bunga akan menambah biaya bunga yang harus

dipikul oleh para usahawan sehingga mengakibatkan makin besar biaya produksi, maka cara

usahawan agar tidak mengurangi kerugian dengan menaikkan harga jual barang yang

diproduksinya ke masyarakat.

Dengan demikian, tingginya suku bunga akan dapat memicu terjadinya kenaikan harga, atau

inflasi. Keduanya berhubungan sebagai sebab-akibat seperti lingkaran setan, saling berhubungan

tapi tidak dapat dilihat mana ujung, mana pangkal. Hubungan antara tingkat suku bunga dengan

inflasi disebut dengan efek fisher. Oleh karena itu, penulis ingin menyelidiki kausalitas antara

suku bunga dengan inflasi dan menguji keberadaan efek fisher dalam perspektif jangka panjang

dan jangka pendek serta melihat kestabilan parameter bila terdapat hubungan jangka panjang

antara keduanya karena adanya shock krisis moneter Juli 1997 dan krisis global Juni 2008.

2. Kajian Literatur

Studi mengenai efek fisher atau hubungan antara tingkat bunga dengan inflasi sebelumnya

pernah dilakukan antara lain seperti Mishkin (1992), dalam penelitiannya di Australia mencoba

untuk menjelaskan mengapa terdapat bukti kuat efek fisher untuk beberapa periode dan lainnya

tidak. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa efek fisher hanya akan tampak pada sampel yang

inflasi dan suku bunganya mempunyai stochastic trend. Alasannya dikarenakan ketika dua series

menunjukan trend, maka keduanya akan mengandung akan mengandung trend secara simultan

dan hasinya adalah korelasi yang kuat antara keduanya.

Johansen dan juselius (dalam etty, 1990) bahwa dalam jangka panjang dan jangka pendek

terdapat hubungan antara suku bunga dan inflasi. Suyanto (dalam etty, 2000) belum bisa

Page 2: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

disimpulkan bahwa efek fisher terjadi Indonesia karena adanya masah endogeneity dalam model

yang digunakannya, sehingga estimasi OLS menjadi tidak konsisten lagi.

Hartojo Wignojowijoto (dalam etty, 1996) memperlihatkan bahwa pengaruh suku bunga

terhadap inflasi di Indonesia kecil sekali. Etty (2005) menunjukkan terdapat hubungan jangka

panjang dan jangka pendek antara tingkat suku bunga dengan inflasi.

3. Metodologi

3.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data tingkat suku bunga diwakili oleh BI Rate (SBI) yang direbitkan

oleh Bank Indonesia dan data Inflasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari Triwulan kesatu 1986

sampai dengan Triwulan kedua 2010. Alasan periode penelitian ini dipilih karena mengandung

periode krisis moneter 1997 dan krisis global pada juli 2008.

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Prasyarat advanced analysis

1. Normalitas Variabel

Sifat normalitas diperlukan agar menghasilkan parameter-parameter yang dihasilkan bisa

diujikan dan mengsinkronisasikan dengan alat uji statistik parametrik yang berakar pada asumsi

normalitas. Penulis merekomendasikan uji Kolmogorof Smirnov untuk menguji normalitas

tingkat suku bunga dan inflasi.

Untuk memeriksa kenormalan residual pada model regresi maka digunakan uji Kolmogorov-

Smirnov. Dalam uji Kolmogorov-Smirnov diasumsikan bahwa distribusi variabel yang sedang

diuji mempunyai sifat kontinyu.

Hipotesis yang digunakan:

Ho : distribusi variabel mengikuti distribusi normal

H1 : distribusi variabel tidak mengikuti distribusi normal

Statistik Uji : | ( ) ( ) | ( )

dimana: ( ) = fungsi distribusi frekuensi kumulatif relatif dari distribusi

teoretis dalam kondisi Ho.

( ) = distribusi frekuensi kumulatif dari amatan sebanyak n.

Dengan cara membandingkan nilai D terhadap nilai D pada tabel Kolmogorov-Smirnov

dengan level signifikansi (α) sebesar 0,05, maka aturan pengambilan keputusan dalam uji ini

adalah sebagai berikut:

Jika D ≤ Dtabel, maka Ho diterima

Jika D > Dtabel, maka Ho ditolak

Asumsi ini harus terpenuhi karena jika asumsi ini tidak terpenuhi maka analisis yang

dilakukan tidak sah dalam statistik parametrik.

Page 3: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

2. Stasioneritas Variabel

Stasioneritas sangat diperlukan dalam analisis time series agar tidak terjadi spurious pada

analisis. Karena pada periode penelitian terjadi dua shock krisis, maka penulis

merekomendasikan uji Philip-Perron untuk memeriksa stsioneritas dan alat uji ini mampu

merespon adanya shock yang terjadi.

Prosedur pengujian akar unit dengan menggunakan uji Philips-Perron adalah sebagai berikut:

1. Misal terdapat persamaan:

( ),

Dimana ρ adalah koefisien otoregresif, adalah white noise term1. Jika nilai ρ = 1, maka

memiliki sebuah akar unit. Dalam ekonometrika, suatu time series yang memiliki akar

unit disebut random walk time series. Apabila dinyatakan dalam bentuk hipotesis, menjadi:

Ho : = 1, berarti data mengandung akar unit (nonstasioner)

H1 : < 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)

Jika data asli dari suatu series sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi pada order 0

atau dilambangkan I(0) tetapi bila data asli nonstasioner maka harus di-difference2-kan

sehingga diperoleh data yang stasioner pada order d ( I(d) ).

2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first difference),

sebagai berikut:

( ) ( )

( ) ,

Sehingga hipotesis yang diuji mempunyai bentuk:

Ho : = 1, berarti data mengandung akar unit (non stasioner)

H1 : < 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner)

3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit, lakukan penghitungan nilai statistik uji

Philips-Perron berdasarkan uji t-statistik yang disesuaikan:

(

)

( ) ( )

( )

( ) ( )

(α) adalah standar eror dari persamaan

(4). nerupakan estimasi yang konsisten dari varians eror pada persamaan ( ) , dihitung

dengan rumus :

( )

( ) ∑

Dimana k adalah banyaknya variabel independen dan T adalah banyaknya observasi.

diestimasi dari persamaan:

1 Kondisi dimana mempunyai mean sama dengan nol, varians konstan, dan kovarians sama dengan nol.

2 Membuat deret angka baru yang terdiri dari perbedaan angka antara periode yang berturut-turut dengan rumus:

.

Page 4: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

∑ ( ) ( )

( )

( )

( ) adalah sampel otokovariansi ke-j dari residual yang dirumuskan sebagai berikut:

( ) ∑

( )

l adalah koefisien Newey-West bandwisth, K merupakan fungsi kernel yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

( ) | | ( ) , jika | |

= 0 , lainnya

Selanjutnya nilai statistik Philips-Perron, yaitu dibandingkan dengan nilai kritis tabel

Mc Kinnon. Jika nilai statistik Philips-Perron lebih negatif dari nilai kritis tabel Mc Kinnon

atau nilai probabilitas statistik Philips-Perron kurang dari level signifikansi (α) sebesar 0.05;

maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa data time series telah stasioner.

4. Lag Optimum

Penentuan lag optimum diperlukan karena alat analisis time series sangat sensitif

terhadap lag time yang digunakan pada model. Penulis merekomendasikan criteria selection lag

pada Schwarz Information Criterion hal ini didasarkan karena adanya shock dan sampel yang

digunakan sebanyak 223 observasi.

Schwarc Information Criterion:

( ⁄ ) ( )

( )

Dimana:

( )

| | ( )

| | (∑

) ( )

M adalah banyaknya persamaan pada Vector Autoregressive (VAR), SSR adalah Sum Square Of

Residual dari VAR pada pers. (13) dan (14).

3.2.2 Advanced Analysis

1. Uji Kausalitas Engel Granger

Uji kausalitas pertama kali dikemukakan oleh Engel dan Granger, sehingga uji ini

dinamakan Engel-Granger Causality Test. Hubungan kausalitas adalah hubungan jangka pendek

antara kelompok tetentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup

hubungan timbal balik (Granger dalam Juliyanto, 2004). Hubungan kausalitas dapat terjadi antar

dua variable, jika suatu variable y, yaitu BI rate dipengaruhi oleh variabel x, yaitu inflasi dengan

menggunakan lag. Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu

Page 5: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

varibel terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Dengan kata lain uji kausalitas

Granger dapat digunakan untuk melihat apakah peramalan y dapat lebih akurat dengan

memasukan lag variabel x.

Bentuk umum dari model kausalitas Granger, adalah sebagai berikut:

ptpttptpttt xxxyyyy ,1222,1211,12,1122,1111,11 ............... atau

t

p

i

iti

p

i

itit exyy 1

1

,12

1

,11

(14)

ptpttptpttt xxxyyyx ,22211,22,2122,2111,21 ...............2,22

atau

t

p

i

iti

p

i

itit exyx 2

1

,22

1

,21

(15)

Bentuk matriks persamaan di atas, adalah:

t

t

pt

pt

pp

pp

t

t

t

t

t

t

e

e

x

y

x

y

x

y

x

y

2

1

,22,21

,12,11

2

2

2,222,21

2,122,11

1

1

1,221,21

1,121,11......

(16)

itx dan ity adalah operasi kelambanan dari tx dan ty , sedangkan dan adalah variabel

pengganggu dan diasumsikan tidak berkorelasi. Statistik uji yang digunakan pada uji kausalitas

Granger, adalah statistik uji F, dengan rumus:

)/(

)(

knRSS

pRSSRSS

FR

URR

uji

(17)

dimana : RRSS restricted residual sum of square =

n

t

t

1

2

1

URRSS unrestricted residual sum of square =

n

t

t

1

2

2

p = panjang lag

n = jumlah observasi

k = jumlah parameter yang diestimasi dalam unrestricted

regression

t1 = residual dari model yang direstriksi

t2 = residual dari model yang tidak direstriksi

Restricted residual sum of square ( RRSS ), adalah jumlah kuadrat residual dari model

yang direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka model yang direstriksi

Page 6: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua nilai lag y tanpa memasukan lag x

sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang direstriksi, adalah sebagai berikut:

t

p

i

itit yy 1

1

(18)

Unrestricted residual sum of square ( URRSS ), adalah jumlah kuadrat residual dari model

yang tidak direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka model yang tidak

direstriksi diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua nilai lag y dan nilai lag x

sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang tidak direstriksi, adalah sebagai berikut:

t

p

i

iti

p

i

itit xyy 2

11

(19)

Dua hipotesis yang digunakan pada uji kausalitas Granger, adalah:

Ho: 0........... ,122,121,12 p (x tidak menyebabkan y)

H1: paling sedikit ada satu i,12 ≠0 (x menyebabkan y)

Ho: 0........... ,212,211,21 p (y tidak menyebabkan x)

H1: paling sedikit ada satu i,21 ≠0 (y menyebabkan x)

Jika nilai ujiF lebih besar dari nilai ))(,);1(( knptabelF maka Ho ditolak. Dari uji kausalitas

dapat diketahui variabel mana yang memiliki hubungan kausalitas dan variabel mana yang

terjadi sebelum variabel lainnya.

Asumsi pada uji Causality Engel-Granger, yakni sebagai berikut:

1. Bahwa variabel dalam persamaan Engel-Granger (14) dan (15) harus stasioner

2. Penentuan lag optimum harus tepat

3. Residual dari persamaan (14) dan (15) harus tidak saling berkorelasi.

Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi dari hasil uji kausalitas Granger, yaitu:

(Gujarati, 2003)

1. x mempengaruhi y atau undirectional causality from x to y ( yx ), dapat

diidentifikasikan jika Ho yang pertama ditolak dan Ho yang kedua tidak ditolak.

2. y mempengaruhi x atau undirectional causality from y to x ( xy ), dapat

diidentifikasikan jika Ho yang pertama tidak ditolak dan Ho yang kedua ditolak.

3. x dan y saling mempengaruhi atau feedback atau bilateral causality ( yx ), jika Ho

yang pertama dan kedua ditolak.

4. x dan y tidak saling mempengaruhi atau independent ( yx // ), jika Ho yang pertama dan

kedua tidak ditolak.

Page 7: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

2. Kointegrasi Engel Granger

Prosedur 2 langkah Engel-Granger cocok digunakan bila dalam penelitian hanya terdapat

dua variabel. Langkah- langkah metode Engel-Granger, yaitu:

a. uji stasioneritas dari kedua variabel yang digunakan dan ketahui kedua variabel tersebut

berintegrasi pada order yang sama.

b. uji stasioneritas residual dari hasil regresi linear kedua variabel yang digunakan, jika residual

dari kedua variabel tersebut stasioner pada level atau berintegrasi pada order 0, maka dapat

dikatakan bahwa kedua variabel tersebut memiliki keseimbangan jangka panjang atau

kointegrasi jangka panjang.

( )

Dimana: β adalah parameter kointegrasi jika BI rate dan inflasi terbukti mempunyai hubungan

jangka panjang.

3. Cusum of Squre Test

Dalam Recursive Least Square3, persamaan diestimasi secara berulang dengan

menggunakan subset sampel data. Jika ada sebanyak k koefisien hasil estimasi didalam vektor

estimator b, lalu sebanyak k pertama observasi digunakan untuk membentuk perkiraan pertama

b. Observasi berikutnya lalu ditambahkan ke himpunan data dan k + 1 observasi digunakan

untuk menghitung perkiraan kedua b. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sampai semua

T titik sampel telah digunakan hingga T – k + 1, untuk penaksiran vektor b. Pada setiap langkah

penaksiran yang terakhir untuk b, digunakan untuk memprediksi nilai berikutnya dari variabel

dependen. Residual hasil the one step ahead forecast digunakan untuk pengujian ini, disebut

residual rekursif (recursive residual).

Eviews menjelaskan prosedur untuk mendapatkan residual rekursif, yaitu misal

adalah matriks variabel independen berordo ( ) dari periode 1 sampai t – 1, dimana k

adalah jumlah variabel independen. adalah estimator untuk dari hasil OLS dengan

menggunakan titik sampel data ke-1 sampai t - 1. Vektor estimator tersebut lalu digunakan

untuk peramalan variabel dependen di periode t, yaitu , dimana

( ).

(

)

( (

)

) ( )

adalah residual rekursif yang bersifat independen dan berdistribusi normal dengan mean

sebesar nol dan varians konstan.

Statistik Uji Cusum of Square adalah:

( ∑

) ( ∑

)⁄ ( )

3 Metode OLS yang dimodifikasi dengan meminimalkan kuadrat residual regresi secara berulang.

Page 8: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Nilai Ekspektasi S dibawah Null Hipotesis Parameter Stabil didefinisikan:

( )

( )

Pada pengolahan program Eviews hanya ditampilkan dalam bentuk grafik, dimana terdapat

sepasang garis putus-putus berwarna merah, yaitu garis signifikansi lima persen.

ditampilkankan dalam plot garis berwarna biru. Jika garis biru bergerak melewati garis

signifikansi lima persen, maka dapat disimpulkan terjadi instabilitas parameter dalam model

kointegrasi selama periode penelitian. Dan sebaliknya, jika garis biru bergerak dan tidak

melewati garis signifikansi lima persen, maka dapat disimpulkan terjadi parameter dalam model

kointegrasi tetap stabil selama periode penelitian sehingga dengan kata lain model stabil.

4. Error Correction Mechanism (ECM)

Error Correction Mechanism (ECM) adalah salah satu alat analisis yang dikembangkan

oleh Engel dan Granger (1987) untuk melakukan rekonsiliasi perilaku variable ekonomi dalam

jangka pendek dengan variable ekonomi dalam jangka panjang. Dalam ECM, hubungan dinamis

jangka pendek antar variable dalamsistem dipengaruhi oleh deviasi dari keseimbangan jangka

panjang. ECM menggunakan variable-variabel yang telah terkointegrasi pada suatu order

integrasi yang sama. ECM dalam penelitian ini sebagai turunan dari persamaan kointegrasi (20)

adalah sebagai berikut:

( )

Dimana:

( )

3.3 Analisis dan Pembahasan

1. Normalitas Variabel

Dari hasil pengujian Kolmogorof-Smirnov yang terlampir pada lampiran 6.a ternyata

variable inflasi dan BI rate berdistribusi normal pada level signifikansi 5 persen sehingga shahih

dapat dianalisis lebih lanjut.

2. Stasioneritas

Berdasarkan pengujian Philip-Perron ternyata variable BI Rate dan inflasi memiliki unit root

artinya data tidak stasioner (lampiran 6.b). Tetapi kedua variable tersebut stasioner pada level

difference 1, artinya kedua variable tersebut terintegrasi pada I(1).

Page 9: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

3. Kausalitas Engel Granger

Pairwise Granger Causality Tests

Sample: 1992M01 2010M07

Lags: 4

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

D_INFLASI does not Granger Cause D_BI_RATE 218 14.4637 1.9E-10

D_BI_RATE does not Granger Cause D_INFLASI 17.1841 3.3E-12

Berdasarkan penentuan lag optimum berdasarkan SIC (lampiran 6.c) diperoleh lag optimum

untuk persamaan kedua variable tersebut adalah 4, sehingga hasil tersebut digunakan untuk

pengujian Engel-granger. Dari pengujian Engel-Granger dapat disimpulkan bahwa hubungan

antara inflasi dan BI rate bersifat saling mempengaruhi (bilateral causality) sesuai dengan teori

bahwa jika inflasi tinggi, maka cara menekannya dengan menaikkan tingkat suku bunga (BI rate)

tetapi dengan tingginya suku bunga menyebabkan biaya produksi menjadi mahal akibatnya para

produsen akan menaikan harga jual dari semula kepada masyarakat sehingga menyebabkan

kecenderungan harga-harga meingkat (inflasi), jadi kedua hubungan variable tersebut seperti

lingkaran setan karena saling mempengaruhi.

4. Kointegrasi

Variabel inflasi dan BI rate terintegrasi pada order 1 sehingga dikatakan memenuhi syarat

pengujian kointegrasi Engel-Granger. Selanjutnya kita regresikan sesuai dengan rumus efek

fisher yang tertulis pada pers.(20), yang memberikan hasil estimasi sebagai berikut (lampiran

6.d):

( )

Dari persamaan diatas kita uji stasioner residualnya, yang memberikan hasil pada lampiran 6.e,

ternyata pada level signifikansi sebesar 5 persen, residual telah stasioner. Artinya inflasi dan BI

rate memiliki hubungan jangka panjang, koefisien kointegrasi pada pers.(25) signifikan. Bila

terjadi kenaikan inflasi sebesar 1 persen, maka dalam jangka panjang BI rate juga ikut meningkat

sebesar 0.65.

5. ECM

Berdasarkan pers.(25) di atas kita dapat, membentuk ECM-nya hasil estimasi ECM

(lampiran 6.f), sebagai berikut:

( )

Interpretasi dari persamaan ECM di atas adalah bahwa pada level signifikansi 5 persen speed of

adjustment yang tercipta sebagai interaksi antara inflasi terhadap BI rate dalam jangka pendek

sebesar -0.08, artinya kecepatan error correction untuk mengoreksi perilaku inflasi dalam jangka

pendek untuk menuju keseimbangan baru sebesar 8 persen per bulan. Ketidakseimbangan

Page 10: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

hubungan antara inflasi dengan BI rate akan diperbaiki sebesar 44 persen oleh inflasi setiap

bulannya.

6. Stabilitas Parameter

Berdasarkan grafik pengujian Cusum of Square menunjukan garis biru melewazti dua garis

batas merah yang berarti telah terjadi ketidakstabilan parameter pada pers.(25) pada periode

penelitian yang disebabkan berbagai peristiwa di Indonesia yang mempengaruhi keadaan

perekonomian seperti krisis moneter, peristiwa 1998, dan Pemilu 1999 (hal ini didasarkan daerah

keluarnya garis biru yang jatuh pada sekitar 1996 – 2002). Tetapi pada periode terjadinya krisis

global, yakni 2008, tidak ada garis biru melewati dua batas garis merah. Hal tersebut berarti

bahwa Indonesia berhasil menghadapi krisis global dengan melakukan berbagai kebijakan yang

tepat, seperti sejak mei 2008 Bank Indonesia menaikkan BI rate dari 8 persen secara bertahap

menjadi 9.5 persen pada Oktober 2008. Dengan kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi

masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi.

7. Pemeriksaan Perubahan Struktural

Selama periode penelitian terjadi dua shock krisis, yakni krisis moneter terjadi sekitar juli

1997 dan krisis keuangan global pada juni 2008. Oleh karena itu, kita akan memeriksa apakah

shock tersebut mempengaruhi persamaan kointegrasi (25), dari pengujian Chow memberikan

hasil sebagai berikut:

-0.2

0.0

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

92 94 96 98 00 02 04 06 08 10

CUSUM of Squares

5% Significance

Page 11: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Chow Breakpoint Test: 1997M07 2008M06

F-statistic 5.994757 Prob. F(4,217) 0.000136

Log likelihood ratio 23.37321 Prob. Chi-Square(4) 0.000107

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pada level signifikansi 5 persen terjadinya

kedua shock krisis tersebut menyebabkan perubahan struktural kointegrasi yang terjadi. Ketika

shock terjadi, maka ECM bereaksi untuk meyesuaikan kembali menuju pada keadaan

ekulibrium.

4. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan dari

penelitian ini, yakni sebagai berikut:

a. Inflasi dan BI Rate saling mempengaruhi (Bilaterral Causality)

b. Efek Fisher terjadi di Indonesia, hal ini dibuktikan oleh adanya hubungan jangka panjang

antara inflasi dengan BI Rate, dimana pengaruh inflasi signifikan terhadap BI Rate.

c. Terdapat hubungan jangka pendek antara inflasi dengan BI Rate, dimana speed of

adjustment yang tercipta sebesar 8 persen.

d. Shock krisis moneter pada Juli 1997 dan krisis global pada Juni 2008, ternyata menyebabkan

perubahan struktural pada hubungan antara inflasi dengan BI Rate tetapi error correction

menstabilkan kondisi ketidakseimbangan antara inflasi dan BI Rate akibat pengaruh kedua

shock tersebeut sehingga hubungan jangka panjang antara inflasi dengan BI rate tetap

persisten.

*) Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Angkatan 46, sekarang bekerja sebagai Koordinator Statistik Distribusi BPS Kabupaten Waropen

. Karya ini dibuat tahun 2010

Page 12: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

5. Referensi

Enders, Walter. 2004. Applied Econometrics Time Series. Second Edition. New York:

John Wiley & Son, Inc.

Khim, venus dan Sen Liew. 2004. Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ.

Economics Bulletin 3: 1 – 9.

Nurty, Etty Meilia. 2006. Efek Fisher: Pendekatan Asymmtric Error Correction Model (Kasus

Indonesia, Periode 1990-2005) [skripsi]. Jakarta: STIS.

Green, William H. 2003. Econometric Analysis. Fifth Edition. New York: Prentice Hall.

Johnston, Jack and John Di Nardo. 2003. Econometric Method. Fourth Edition. New York:

Mc Graw-Hill.

Beyer, Andreas, Alfred A. Haug, and William G. Dewald. 2009. Structural Breaks,

Cointegration and The Fisher Effect. Frankfurt: European Central Bank.

Hatemi, Abdulnasser J. 2009. The International Fisher Effect: Theory and Application.

Investment Management and Financial Innovation, Vol.6.

Lungu, Laurian. 1998. Is There Evidence of The Fisher Effect? [Disertasi]. Liverpool:

University of Liverpool.

Mishkin, Frederic S. and John Simon. 1994. An Empirical Examination Of The Fisher Effect

In Australia. Canberra: Reserve Bank of Australia.

Peek, Joe and James A. Wilcox. 1982. The Postwar Stability of The Fisher Effect. Finance Series

Working Paper No.129.

Johnson, Paul A. 2005. Is It Really The Fisher Effect?. Vassar College Economics Working

Paper No.58.

Jensen, Mark J. 2006. The Long Run Fisher Effect: Can It Be Tested?. Federal Reserve Bank of

Atlanta Working Paper Series.

Page 13: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

6. Lampiran

6.a Normalitas

Kolmogorof Test

Variabel D Hitung D Tabel ( 5 % )

Inflasi 0.313 14.979

BI_Rate 0.262 14.979

Pengujian menggunakan taraf uji sebesar 5% ,

Kenormalan data diterima jika D Hitung lebih kecil

dari D Tabel

6.b Stasioneritas

Variabel

Philip Perron Test

Constant and Trend

adj t-stat P value

Inflasi -3.14837 0.0979

BI Rate -2.84545 0.1827

ΔInflasi -6.11401 0.0000

Δ BI Rate -9.09885 0.0000

Null Hypothesis: INFLASI has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Bandwidth: 10 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -3.148271 0.0979

Test critical values: 1% level -3.999930

5% level -3.430196

10% level -3.138663

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 7.824782

HAC corrected variance (Bartlett kernel) 36.60013

Page 14: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Null Hypothesis: BI_RATE has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Bandwidth: 7 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -2.845448 0.1827

Test critical values: 1% level -3.999930

5% level -3.430196

10% level -3.138663

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 5.735582

HAC corrected variance (Bartlett kernel) 14.13098

Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -6.114601 0.0000

Test critical values: 1% level -4.000122

5% level -3.430289

10% level -3.138717

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 3.790194

HAC corrected variance (Bartlett kernel) 4.148468

Page 15: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

Null Hypothesis: D(BI_RATE) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -9.098864 0.0000

Test critical values: 1% level -4.000122

5% level -3.430289

10% level -3.138717

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 4.625995

HAC corrected variance (Bartlett kernel) 4.818483

6.c Lag Optimum

VAR Lag Order Selection Criteria

Endogenous variables: D_BI_RATE D_INFLASI

Exogenous variables: C

Date: 08/15/10 Time: 13:20

Sample: 1992M01 2010M07

Included observations: 214

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -999.8016 NA 39.92002 9.362632 9.394090 9.375344

1 -899.9039 196.9945 16.29147 8.466392 8.560765 8.504527

2 -886.6330 25.92174 14.93953 8.379748 8.537036 8.443306

3 -870.3536 31.49380 13.32017 8.264987 8.485191 8.353969

4 -850.5519 37.93781 11.49202 8.117308 8.400427* 8.231713

5 -841.8280 16.55092 10.99660 8.073159 8.419194 8.212988

6 -836.5011 10.00666 10.86236 8.060758 8.469708 8.226011

7 -830.0111 12.07017 10.61421 8.037487 8.509353 8.228163

8 -815.1655 27.33262* 9.593087* 7.936126* 8.470907 8.152226*

* indicates lag order selected by the criterion

LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)

FPE: Final prediction error

AIC: Akaike information criterion

SC: Schwarz information criterion

HQ: Hannan-Quinn information criterion

Page 16: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

6.d Kointegrasi

Dependent Variable: BI_RATE

Method: Least Squares

Date: 08/17/10 Time: 15:26

Sample: 1992M01 2010M07

Included observations: 223

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 6.353292 0.379034 16.76180 0.0000

INFLASI 0.646681 0.020212 31.99504 0.0000

R-squared 0.822445 Mean dependent var 14.07137

Adjusted R-squared 0.821641 S.D. dependent var 10.33779

S.E. of regression 4.365912 Akaike info criterion 5.794460

Sum squared resid 4212.523 Schwarz criterion 5.825017

Log likelihood -644.0822 F-statistic 1023.682

Durbin-Watson stat 0.272505 Prob(F-statistic) 0.000000

6.e Stasioneritas residual persamaan kointegrasi

Null Hypothesis: RESIDU_KOINTG_1 has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Bandwidth: 10 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -4.283566 0.0040

Test critical values: 1% level -3.999930

5% level -3.430196

10% level -3.138663

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 4.735331

HAC corrected variance (Bartlett kernel) 4.253784

Page 17: Studi Empiris Efek Fisher Di Indonesia

6.f ECM

Dependent Variable: D_BI_RATE

Method: Least Squares

Date: 08/17/10 Time: 16:18

Sample (adjusted): 1992M02 2010M07

Included observations: 222 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.043704 0.144097 -0.303296 0.7620

D_INFLASI 0.442564 0.057702 7.669787 0.0000

RESIDU_KOINTG_1(-1) -0.077759 0.037314 -2.083914 0.0383

R-squared 0.219144 Mean dependent var -0.051802

Adjusted R-squared 0.212013 S.D. dependent var 2.418552

S.E. of regression 2.146915 Akaike info criterion 4.379362

Sum squared resid 1009.425 Schwarz criterion 4.425345

Log likelihood -483.1092 F-statistic 30.73081

Durbin-Watson stat 1.484665 Prob(F-statistic) 0.000000

6.g

Hubungan Inflasi Vs BI Rate

Inflasi

BI

Ra

te

-9.85 7.52 24.88 42.25 59.62 76.98 94.350.00

12.91

25.83

38.74

51.66

64.57

77.48


Recommended