+ All Categories
Home > Documents > Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau ...

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau ...

Date post: 22-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 2 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
16
31 JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804 Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail: [email protected] - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat Subdivision Of Segmentation In Kumering Segment Between Ranau Lake To Suoh Valley, West Lampung Sonny Aribowo 1,2 , Dicky Muslim 1 , Winantris 1 , Danny H. Natawidjaja 3 , Mudrik R. Daryono 3 1 Universitas Padjadjaran, Bandung 2 Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa, LIPI 3 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung Naskah diterima 08 November 2017, selesai direvisi 2017, dan disetujui 2017 e-mail: [email protected] ABSTRAK Sesar Sumatra merupakan sesar mendatar yang tersusun atas beberapa segmen. Evolusi sesar memainkan peranan penting terhadap retakan permukaan akibat gempabumi dan juga pencabangan sesar. Segmen Kumering merupakan sesar yang menjadi sumber gempabumi yang bersifat merusak pada tahun 1933 dan 1994. Kami melakukan delineasi pada Segmen Kumering berdasarkan interpretasi pada citra SRTM dengan resolusi 30 m untuk memberikan pandangan yang paling mutakhir mengenai sesar yang menjadi sumber gempa tersebut. Kami juga melakukan tinjauan untuk dimensi dari sub-segmen dalam hubungannya dengan offset sesar maksimum. Dari hasil interpretasi citra teridentifikasi 12 sub-segmen yang dibatasi oleh adanya step dan/atau tekukan serta hilangnya jejak morfologi pada kenampakan citra. Kompleksitas sesar mendatar tergambarkan dalam hubungan antara jumlah step dan atau tekukan dengan panjang maksimum offset sesar. Tren linear menunjukkan bahwa jarak offset maksimum yang semakin panjang pada segmen sesar yang lebih panjang dan memiliki jumlah step dan/atau tekukan yang semakin sedikit. Hasil penelitian memberikan gambaran yang lebih baik secara resolusi. Hasil ini juga membuktikan adanya pencabangan sesar yang berasosiasi dengan sesar utama pada lingkungan vulkanik. Kata kunci: sesar mendatar, segmen sesar, offset sesar, SRTM30, Kumering, Sesar Sumatra ABSTRACT Sumatran fault is well known as highly segmented strike-slip fault. The evolution of fault segmentation plays crucial role to the dimension of earthquake ruptures as well as fault splays. Kumering Segment of the Sumatran Fault Zone allegedly as the source of Liwa’s 1933 and 1994 earthquakes. To update the prediction of geometrical attribute of strike-slip system in the Sumatran Fault Zone,we delineate sub-segmentation in the Kumering Segment based on SRTM30 imagery. We studied the dimension of each subsegments and correlate them to the maximum fault offset. From imageries interpretation, we identify twelve subdivision of Kumering Segment bounded by step and the subdued of geomorphic trace. We show strike-slip complexity by relationship between number of steps with maximum fault offset length. Linear trend shows that our data fit with previous study, which concluded that faults have longer segments and fewer steps when their offsets increase. This article also intended to obtain better understanding in characterizing source of earthquake triggered by right lateral Sumatran Fault. Our results provide better resolution for fault segmentation. The results may also reveal the orientation of secondary fault formed by splaying associated with first order fault in the volcanic environment. Keywords: strike-slip fault, fault segment, fault offset, SRTM30, Kumering, Sumatran Fault.
Transcript

31

JLBG JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI Journal of Environment and Geological Hazards

ISSN: 2086-7794, e-ISSN: 2502-8804Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015

e-mail: [email protected] - http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

Subdivision Of Segmentation In Kumering Segment Between Ranau Lake To Suoh Valley, West Lampung

Sonny Aribowo1,2, Dicky Muslim1, Winantris1, Danny H. Natawidjaja3, Mudrik R. Daryono3

1Universitas Padjadjaran, Bandung 2Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa, LIPI

3Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, BandungNaskah diterima 08 November 2017, selesai direvisi 2017, dan disetujui 2017

e-mail: [email protected] Sumatra merupakan sesar mendatar yang tersusun atas beberapa segmen. Evolusi sesar memainkan peranan penting terhadap retakan permukaan akibat gempabumi dan juga pencabangan sesar. Segmen Kumering merupakan sesar yang menjadi sumber gempabumi yang bersifat merusak pada tahun 1933 dan 1994. Kami melakukan delineasi pada Segmen Kumering berdasarkan interpretasi pada citra SRTM dengan resolusi 30 m untuk memberikan pandangan yang paling mutakhir mengenai sesar yang menjadi sumber gempa tersebut. Kami juga melakukan tinjauan untuk dimensi dari sub-segmen dalam hubungannya dengan offset sesar maksimum. Dari hasil interpretasi citra teridentifikasi 12 sub-segmen yang dibatasi oleh adanya step dan/atau tekukan serta hilangnya jejak morfologi pada kenampakan citra. Kompleksitas sesar mendatar tergambarkan dalam hubungan antara jumlah step dan atau tekukan dengan panjang maksimum offset sesar. Tren linear menunjukkan bahwa jarak offset maksimum yang semakin panjang pada segmen sesar yang lebih panjang dan memiliki jumlah step dan/atau tekukan yang semakin sedikit. Hasil penelitian memberikan gambaran yang lebih baik secara resolusi. Hasil ini juga membuktikan adanya pencabangan sesar yang berasosiasi dengan sesar utama pada lingkungan vulkanik.

Kata kunci: sesar mendatar, segmen sesar, offset sesar, SRTM30, Kumering, Sesar Sumatra

ABSTRACTSumatran fault is well known as highly segmented strike-slip fault. The evolution of fault segmentation plays crucial role to the dimension of earthquake ruptures as well as fault splays. Kumering Segment of the Sumatran Fault Zone allegedly as the source of Liwa’s 1933 and 1994 earthquakes. To update the prediction of geometrical attribute of strike-slip system in the Sumatran Fault Zone,we delineate sub-segmentation in the Kumering Segment based on SRTM30 imagery. We studied the dimension of each subsegments and correlate them to the maximum fault offset. From imageries interpretation, we identify twelve subdivision of Kumering Segment bounded by step and the subdued of geomorphic trace. We show strike-slip complexity by relationship between number of steps with maximum fault offset length. Linear trend shows that our data fit with previous study, which concluded that faults have longer segments and fewer steps when their offsets increase. This article also intended to obtain better understanding in characterizing source of earthquake triggered by right lateral Sumatran Fault. Our results provide better resolution for fault segmentation. The results may also reveal the orientation of secondary fault formed by splaying associated with first order fault in the volcanic environment. Keywords: strike-slip fault, fault segment, fault offset, SRTM30, Kumering, Sumatran Fault.

32

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

PENDAHULUANSesar mendatar memiliki arsitektur yang kompleks dengan sejumlah segmen yang memiliki panjang bervariasi yang terpisahkan oleh adanya sesar yang paralel (steps) (de Joussineau dan Aydin, 2009). Segmentasi sesar dan evolusi segmen sesar memiliki hubungan yang relevan dengan dinamika dan ukuran dari besaran offset akibat pergeseran pada jalur sesar (de Joussineau dan Aydin, 2009). Dalam sebuah sistem sesar mendatar yang menjadi sumber gempabumi, sesar bukanlah merupakan sebuah struktur planar yang sederhana, tetapi terdapat juga tekukan (bends), daerah yang tertekan (jogs), percabangan (branches) dan step (Shaw, 2006). Daerah tekukan pada sistem sesar mendatar terdapat elemen seperti tekukan terlepas (releasing bends) dan tekukan tertahan (restraining bends), tekukan sesar terlepas dan tekukan sesar tertahan adalah lokasi dimana terjadi deformasi transtensional dan transpresional (Gambar 1) (Cunningham dan Mann, 2007). Umumnya fitur-fitur struktur yang terbentuk dalam konfigurasi sesar mendatar pada skala regional dapat terekam pada ekspresi geomorfik pada skala yang lebih kecil (Burbank dan Anderson, 2012).

Penelitian mengenai struktur geologi di daerah tektonik aktif penting dilakukan karena sesar

Sumatra merupakan salah satu sumber dari beberapa gempabumi yang merusak di Pulau Sumatra (Supartoyo dan Surono, 2008). Identifikasi dari tekukan yang terjadi pada sistem sesar mendatar juga sangat penting dalam memperkirakan kejadian gempabumi pada masa mendatang.

Segmen sesar memiliki peranan secara langsung terhadap dinamika dan ukuran dari retakan yang terjadi pada saat gempabumi (Barka dan Kadinsky-Cade, 1988; Shaw dan Dieterich, 2007; Wesnousky, 2006). Gempabumi yang bersifat merusak telah terjadi di daerah Liwa, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung pada tahun 1933 dan 1994 (Widiwijayanti drr., 1996; Soehaimi drr., 2002) Gempabumi yang terjadi bersumber dari pergerakan Segmen Kumering yang merupakan salah satu segmen dari 19 segmen Sesar Sumatra (Gambar 2) yang memiliki karakteristik sesar mendatar (strike-slip) menganan atau dekstral (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Sesar Sumatra, dalam hal ini merupakan sesar mendatar yang terjadi karena pengaruh subduksi miring (oblique) dimana tegangan antar lempeng dipartisi ke dalam sistem strike-slip yang paralel di dalam zona depan busur maupun busur belakang (Sieh dan Natawidjaja, 2000).

Nomenklatur Segmen Kumering merujuk

Gambar 1. Konfigurasi sesar mendatar dan struktur yang terbentuk di dalamnya (dimodifikasi dari Christie-Blick dan Biddle, 1986; Ye drr, 2015)

33

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

kepada Sieh dan Natawidjaja (2000). Pemilihan nomenklatur tersebut merupakan nomenklatur yang paling update dan berdasarkan pada hasil analisis yang cukup valid. Nomenklatur ini menggantikan beberapa nomenklatur seperti segmen Semangko (Katili dan Hehuwat, 1967), Sesar Sukabumi (Koswara dan Santoso, 1995; Suwijanto drr., 1996) dan segmen Ranau – Suoh (Bellier dan Sébrier, 1994; Pramumijoyo drr., 1994, Soehaimi drr., 2013). Segmen Ranau – Suoh terdiri dari 7 sub-segmen (Soehaimi drr., 2013; Soehaimi drr., 2014).

Maksud dari penelitian ini adalah mendapatkan pola struktur geologi detail pada daerah yang aktif secara tektonik. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sub-segmentasi sesar aktif pada Segmen Kumering. Selain itu juga menggambarkan kompleksitas sesar mendatar yang dilihat dari hubungan antara jumlah step dan atau tekukan dengan panjang maksimum offset sesar. Sub-segmentasi (subdivision of segmentation) terbagi berdasarkan kepada seksi sesar (fault section). Seksi sesar (fault section) adalah bagian dari segmentasi yang terbagi dikarenakan perubahan arah strike dan/atau perubahan kinematik gerak sesar (Daryono, 2016).

Tatanan GeologiDaerah penelitian merupakan bagian dari Lajur Barisan yang terletak sejajar dengan Pulau Sumatra (Gafoer drr., 1994). Daerah penelitian terletak di bagian selatan Lajur Barisan dengan Danau Ranau berperan sebagai daerah depresi yang terbentuk karena mekanisme transtensional Sesar Sumatra. Daerah penelitian termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Kotaagung (Amin drr., 1994) dan Peta Geologi Lembar Baturaja (Gafoer drr., 1994) (Gambar 2).

Daerah penelitian tersusun oleh 3 kelompok batuan yaitu Batuan Vulkanik Kuarter, Batuan Piroklastik Kuarter – Tersier dan Batuan Vulkanik Tersier (Gafoer drr., 1994; Amin drr., 1994, Natawidjaja dan Kesumadharma, 1993; Pramumijoyo drr., 1994; Suwijanto drr., 1996). Secara rinci masing-masing kelompok batuan ini dibagi lagi ke dalam beberapa satuan batuan (Koswara dan Santoso, 1995) antara lain :

Batuan gunungapi Kuarter (Qhv dan Qv) yang tersusun atas batuan gunungapi Seminung yang berupa lava andesit basaltis dan breksi lahar dengan sisipan tuf pasiran; batuan gunungapi Kukusan berupa lava andesit, batuan gunungapi Pesagi

Gambar 2. A. Tatanan tektonik Pulau Sumatra dan segmentasi Sesar Sumatra. B Segmentasi Sesar Sumatra di bagian selatan. Segmentasi Sesar Sumatra berdasarkan Sieh dan Natawidjaja (2000). Lingkaran merah pada gambar sebelah kiri dan garis merah

pada gambar sebelah kanan menunjukkan lokasi dari Segmen Kumering.

34

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

berupa lava andesit dan breksi lahar dan batuan gunungapi Sekincau berupa breksi lahar. Batuan gunungapi ini berumur Plistosen – Holosen.

Batuan piroklastik yang tersusun atas Tuf Ranau (QTr) (van Bemmelen, 1949; Marks, 1956; Bellier drr., 1999; Gasparon, 2005) atau Tuf Liwa berumur Plio-Plistosen. Tuf Ranau yang diambil dari daerah Way Robok menunjukkan umur 0,55+0,15 Ma, dimana sampel yang diambil merupakan sampel dari lokasi yang menunjukkan offset aliran sungai sebesar 2750+200 m (Bellier drr., 1999).

Batuan Vulkanik Tersier yang tersusun atas breksi gunungapi Formasi Bal yang berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir dan batuan gunungapi basaltis-andesitis Formasi Hulusimpang yang berumur Oligosen – Miosen Awal.

Secara stratigrafi (Gambar 3), batuan gunungapi Kuarter (Qv dan Qhvs) menindih selaras Tuf Ranau (QTr) yang tersebar luas di daerah penelitian. Pada beberapa lokasi di sepanjang daerah penelitian, Tuf Ranau menindih secara tidak selaras Formasi Bal (Tmba). Formasi Bal menindih secara tidak selaras Formasi Hulusimpang (Tomh). Batuan

berumur Kuarter dan Tersier di daerah penelitian tersebut terpotong oleh Sesar Sumatra. Sesar Sumatra merupakan sesar transform dipengaruhi oleh subduksi miring (oblique) dimana tegangan antar lempeng dipartisi ke dalam sistem strike-slip yang paralel di dalam zona depan busur maupun busur belakang (Sieh dan Natawidjaja, 2000) dan berhubungan dengan pemekaran di Laut Andaman dan juga konsekuensi dari rotasi Paparan Sunda, sehingga sesar ini diduga terinisiasi pada Miosen Tengah (McCarthy dan Elders, 1997).

Geometri sesar Sumatra dan hubungan antara sesar mendatar dan kaldera gunungapi ditafsirkan menggunakan citra satelit (Bellier drr., 1991; Bellier dan Sebrier, 1995; Bellier drr., 1997; Bellier drr., 1999; Bellier dan Sébrier, 1994). Berdasarkan interpretasi tersebut terungkap adanya lompatan sesar (stepover), cekungan pull-apart dan struktur volkanik di sepanjang Sesar Sumatra. Di bagian selatan Sesar Sumatra, Bellier dan Sebrier (1994) mengungkapkan bahwa bentuk Danau Ranau saat ini merupakan hasil dari sebuah releasing stepover yang sangat besar. Dalam publikasi ini dijelaskan bahwa batas dari dua sesar paralel berada di utara

Gambar 3. Peta geologi regional daerah penelitian (dimodifikasi dari Amin drr., 1994; Gafoer drr., 1994). Sesar Sumatra

Segmen Kumering berdasarkan Natawidjaja drr., (2016).

35

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

dan selatan Danau Ranau, yang pada prosesnya, sesar yang berada di selatan Danau Ranau sudah tidak aktif lagi pada saat ini.

Laju pergeseran (slip rate) di bagian selatan Sesar Sumatra adalah 6+4 mm/tahun dimana besar slip rate dengan pergerakan dekstral dari masing-masing segmen Sesar Sumatra yang semakin besar ke arah utara dipengaruhi oleh deformasi yang terjadi pada daerah cekungan busur depan (Bellier dan Sebrier, 1995), yang didukung oleh publikasi mengenai deformasi berdasarkan pengukuran geodetik (Duquesnoy drr., 1996) yang memperlihatkan pergeseran dekstral sebesar 70 cm.

Sesar Sumatra tersegmentasi ke dalam 19 segmen, salah satunya adalah Segmen Kumering. Sesar Sumatra segmen Kumering terdapat di bagian selatan Sesar Sumatra dengan panjang 150 km yang terbentang antara lembah Suoh sampai ke daerah contractional jog di Bengkulu (Gambar 2) (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Pada segmen Kumering, zona transtensional berupa tekukan dan stepovers berada di Danau Ranau dan lembah Suoh (Natawidjaja dan Kesumadharma, 1993; Sieh dan Natawidjaja, 2000; Bellier dan Sébrier, 1994). Daerah tekukan juga teridentifikasi di Sungay Way Rekuk yang dekat dengan Danau Ranau (Aribowo dan Yudhicara, 2015)

METODE PENELITIANData yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra model elevasi digital SRTM dengan resolusi 30 meter yang dapat diunduh dari portal USGS (earth explorer.usgs.gov). Selain itu data juga didapat dari observasi lapangan untuk melihat jejak sesar Segmen Kumering tersebut Metode pada penelitian ini adalah melakukan identifikasi struktur untuk menentukan delineasi dari sub-segmentasi Segmen Kumering. Dari data DEM ini akan diproses untuk menghasilkan visualisasi seperti hillshade, slope dan ekstraksi kontur yang memperlihatkan karakterisasi zona sesar dan identifikasi dari penanda geomorfik (Zielke drr., 2015; Daryono, 2016).

Untuk menentukan hubungan antara jumlah step dengan panjang maksimum offset, kani menggunakan data hasil interpretasi batas antar segmentasi dan panjang pegeseran sungai. Pergeseran dalam sistem sesar mendatar dapat diidentifikasi dengan melihat kepada bentuk

morfologinya (Sieh & Natawidjaja, 2000; Natawidjaja drr., 2017, dalam proses penelaahan). Salah satu metode yang sering digunakan adalah dengan melakukan analisis aliran sungai. Metode ini mencocokkan bentuk morfologi dan menggeserkannya ke posisi sebelum tergeser akibat gempabumi (Daryono, 2016). Dari jarak offset yang diukur tentunya memiliki jarak simpangan (uncertainties), yang didapatkan dari pengukuran lebar sungai yang mengalami pergeseran tersebut (Burbank dan Anderson, 2012). Dari hubungan antara jumlah step dan/atau tekukan dengan panjang maksimum offset, dilakukan plotting ke dalam grafik hasil analisis statistik dari publikasi mengenai segmentasi sesar mendatar (de Joussineau dan Aydin, 2009). Dalam analisis ini, digunakan istilah step sebagai step dan juga sebagai pengganti istilah tekukan, dikarenakan step dan tekukan tersebut memainkan peranan yang serupa dalam inisiasi dan batas retakan dalam sistem sesar (King, 1986).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANSesar Kumering merupakan salah satu segmen pada Sesar Sumatra yang membentang sepanjang 130 km. Segmen ini membentang dari daerah yang dipengaruhi elemen kontraksional di daerah Bukit Kampak, baratlaut Kota Bintuhan sampai ke Lembah Suoh (Gambar 4).

Ujung baratlaut dari Sesar Kumering mencerminkan daerah yang dipengaruhi komponen kontraksional pada bagian utara dari jalur sesar. Di bagian tengah sesar, terdapat Danau Ranau yang diyakini merupakan kaldera yang produknya terpotong oleh Sesar Kumering. Offset aliran sungai tampak jelas terlihat pada aliran sungai Way Rekuk, Way Heni dan Way Menjadi. Pada ujung tenggara dari Sesar Kumering, memperlihatkan batas akhir dari Sesar Kumering dan Sesar Semangko yang dipisahkan oleh lembah step-over Suoh. Pada ujung ini berkembang komponen-komponen normal yang menandakan adanya pola releasing dari sesar mendatar.

Di sisi selatan Sesar Kumering, teridentifikasi adanya sesar yang juga aktif, yaitu Sesar Liwa (Gambar 4). Identifikasi struktur tersebut

36

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

didasarkan pada ekspresi geomorfik berupa kelurusan yang tajam, offset minor, sungai yang terpancung (beheaded river) dan juga ekspresi pembelokan punggungan antara Sesar Kumering dan Sesar Liwa.

Pada artikel ini akan dijabarkan secara rinci Sesar Kumering pada bagian timur Danau Ranau. Daerah tersebut meliputi daerah Liwa hingga ke Suoh. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan Kota Liwa merupakan daerah yang terkena dampak langsung gempabumi yang bersumber dari Sesar Sumatra pada Segmen Kumering. Kilometer awal adalah kilometer 75 akan diukur pada ujung Sesar Kumering di utara Gunung Seminung, dan kilometer terakhir (km130) akan diukur pada bagian utara lembah Suoh (Gambar 5).

Sub-segmen Kotabaru ( Gambar 6 ) memiliki panjang ~3,6 km dengan arah U1450T . Ditandai dengan adanya bukit sesar (SR) yang memperlihatkan ekspresi tekukan pada km 75,5; km 76,5 dan km 77,5. Pada km 77, jejak geomorfik tampak memperlihatkan adanya komponen ekstensional yang memisahkan

gawir sesar di bagian timur dan bukit sesar di bagian baratnya. Di lapangan, jejak geomorfik tersebut terdeteksi oleh adanya endapan teras sungai pada ketinggian 620 m dan sungai pada saat sekarang berada pada ketinggian 580 m (Gambar 7). Jejak sesar tidak tampak di permukaan pada km ~78,6 dan terpisah dengan sub-segmen Bumiwaras dengan jarak ~200 m.

Sub-segmen Bumiwaras (Gambar 6) memiliki panjang ~2,1 km dengan arah U1390T. Sub-segmen ini ditandai oleh adanya garis lurus pada citra. Di ujung tenggara sub-segmen ini berbatasan terdapat fitur tekukan yang diinterpretasikan sebagai tekukan sesar terlepas (releasing bend) minor. Fitur tekukan sesar tersebut membentuk sebuah kolam sesar (sag pond) dan menjadi batas antara Sub-segmen Bumiwaras dengan Sub-segmen Gunungratu.

Sub-segmen Gunungratu (Gambar 6) memiliki panjang ~2,9 km dengan arah U1410T. Jejak geomorfik di permukaan tidak terlalu tampak dikarenakan tertutup endapan aluvium. Pentarikhan struktur ini berdasarkan pada adanya pola tekukan sesar di ujung baratlaut

Gambar 4. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan tidak aktif di daerah penelitian

37

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

yang berbatasan dengan Sub-segmen Bumiwaras dan jejaknya ditarik lurus dengan adanya kelurusan tebing menuju arah tenggara. Pada ujung baratlaut, batas Sub-segmen diinterpretasikan berhenti pada batas yang memperlihatkan jejak geomorfik Sub-Segmen Tanjungan yang tampak jelas pada citra.

Sub-segmen Kedamaian (Gambar 6) memiliki jarak ~7,5 km dengan arah U1230T. Jejak geomorfik sesar pada citra tidak terlalu tampak, tetapi interpretasi Pentarikhan dilakukan berdasarkan dengan adanya tekuk lereng pada km 76 dan km 78 (Gambar 5). Jejak Sub-segmen Kedamaian ini boleh jadi merupakan pencabangan (splay) dari Sesar Kumering. Garis Sub-segmen Kedamaian membentuk sudut ~100 dengan Sub-segmen Gunungratu.

Sub-segmen Tanjungan (Gambar 6 dan Gambar 8) memiliki panjang ~2,5 km dengan arah U1320T. Pada ujung baratlaut sub-segmen ini ditandai oleh adanya tekuk lereng. Kemenerusan sub-segmen sesar ini dapat teridentifikasi dengan baik pada model elevasi digital resolusi 30 m. Jejak geomorfik yang teridentifikasi antara lain adalah adanya offset aliran sungai (RO) pada kilometer 86 (Gambar 8), kilometer 87, kilometer 88 dan kilometer 89 sebesar ~ 300 m (Gambar 8). Selain

itu juga terdapat bukit sesar (SR) di sekitar aliran sungai yang tergeserkan (Gambar 8). Pada ujung baratlaut sub-segmen ini, tampak adanya tekukan perubahan azimuth jejak sesar. Perubahan azimuth sesar sebesar ~200 menyambungkan jejak geomorfik Sub-segmen Tanjungan dan Sub-segmen Seblat. Sub-segmen Seblat (Gambar 8) memiliki panjang ~3,9 km dengan azimuth U1340T. Jejak sesar terlihat sangat jelas pada model elevasi digital citra SRTM dengan resolusi 30 m. Pada sub-segmen ini adanya offset aliran sungai (RO) kilometer 87, kilometer 88 dan kilometer 89 sebesar ~300 m terlihat sangat baik dan representatif untuk dilakukan perhitungan pergeseran dan laju pergeseran sesar. Berdasarkan kenampakan pada citra, batas antara Sub-segmen Seblat dengan Sub-segmen Padangdalom, dibatasi oleh jejak geomorfik yang tidak terlihat sepanjang 7 m.

Sub-segmen Padangdalom (Gambar 9) memiliki panjang ~5 km dengan azimuth U1350T. Ujung baratlaut sub-segmen ini diinterpretasikan berupa kolam sesar (SP) sepanjang 300 m. Interpretasi tersebut juga didukung oleh informasi masyarakat sekitar, bahwa daerah ini merupakan rawa yang tertutupi oleh vegetasi berupa rerumputan yang sangat rapat dan tinggi. Ke arah tenggara dari kolam sesar tersebut, terdapat daerah

Gambar 5. Peta interpretasi struktur dan pembagian sub-segmentasi untuk Segmen Kumering di sebelah timur Danau Ranau

38

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

lembah lurus yang sempit (LV) (Gambar 9). Jejak sesar terlihat memotong aliran sungai Way Robok. Meskipun tidak terlihat adanya jejak pergeseran sungai pada aliran Way Robok. Pada lembah Way Robok terdapat bukit sesar yang menunjukkan adanya rona tekukan (Gambar 10). Rona tekukan ini terdapat di ujung tenggara lembah lurus (LV) pada sub-segmen Padangdalom. Lembah Way Robok mengalami longsor hebat pada saat gempabumi tahun 1994. Tebing lembah

yang berdekatan sebelum gempabumi menjadi melebar dikarenakan longsor tersebut. Jejak sesar terlihat sangat jelas hingga kilometer ~94,8, akan tetapi Pentarikhan sesar diinterpretasikan menerus hingga kilometer ~96 berdasarkan kepada adanya rona kelurusan yang tampak samar dan perbedaan ketinggian pada kedua sisi sesar (Gambar 8). Jarak antara Sub-segmen Padangdalom dan Sub-segmen Sukabumi adalah 12 m.

Sub-segmen Sukabumi (Gambar 10) memiliki

Gambar 6. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan sub-segmentasi pada km 75 – km 87

Gambar 7. Lokasi yang diinterpretasikan terdapat pergeseran vertikal dari endapan teras sungai

(Aribowo dan Yudhicara, 2015)

39

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

panjang ~ 10,2 km dengan azimuth U1300T. Pada ujung baratlaut, jejak sesar berupa tekukan transpresional yang membentuk bukit kecil di bawahnya pada km 96 hingga km 97. Azimuth tekukan tersebut membentuk sudut ~1200 dengan arah Sub-segmen Sukabumi. Pada kilometer 97 hingga kilometer 100 terpetakan fitur geomorfik berupa lembah lurus (LV), selain itu juga teridentifikasi adanya bukit sesar (SR) pada kilometer 104. Ujung tenggara sub-segmen Sukabumi terdapat sesar sinistral minor yang memotong dan menjadi batas Sub-segmen Sukabumi dengan Sub-Segmen Malbui. Sesar sinistral tersebut menggeser kedua Sub-segmen sesar tersebut sejauh ~300 m.

Sub-segmen Malbui (Gambar 11) memiliki

panjang ~7,8 km dengan arah U1350T. Ujung baratlaut sub-segmen ini terpotong oleh sesar minor dengan pergerakan sinistral. Pada ujung tenggara sesar, batasnya merupakan pencabangan menjadi dua sub-segmen yaitu Sub-segmen Pematangwaringin dan Sub-segmen Kejadian. Pada Gambar 11, terlihat di bagian selatan sesar ini terdapat dua sub-segmen sesar dari Segmen Liwa.

Sub-segmen Pematangwaringin (Gambar 12) merupakan komponen ekstensional dari Sesar Kumering. Bidang sesar normal memiliki arah U1430T dan U1340E, membentuk pencabangan ekorkuda (horsetail splay). Sub-segmen Pematangwaringin dan Sub-segmen Kejadian di bagian selatan, membentuk sebuah cekungan pull apart (PAB). Jejak geomorfik sesar sub-

Gambar 9. Peta interpretasi struktur aktif dan sub-segmentasi pada km 90 – km 96

Gambar 8. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan sub-segmentasi pada km 85 – km 91

40

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

Gambar 10. Lembah sungai Way Robok dan jejak Sesar Sumatra Segmen Kumering

Gambar 11. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan sub-segmentasi pada km 96 – km 108

segmen Pematangwaringin terhenti pada kilometer ~118. Sejauh 2,3 km arah tenggara dari ujung sub-segmen ini teridentifikasi jejak sesar yang juga membentuk cekungan pull apart (PAB) yang terhubung dengan Sesar Sumatra Segmen Semangko Timur (Gambar 12).

Sub-segmen Kejadian berada di sebelah selatan Sub-Segmen Pematangwaringin, memiliki arah U1350T. Ujung utara pada kilometer ~114,5 hingga kilometer ~118 membentuk komponen ekstensional yang membentuk cekungan pull apart (Gambar 12). Pada kilometer ~118 hingga kilometer

41

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

~122 merupakan sesar mendatar, kemudian pada kilometer ~122 sampai kilometer ~130 merupakan komponen normal yang memiliki hubungan step over dengan Sesar Sumatra Segmen Semangko Barat (Gambar 12).

Berdasarkan identifikasi dan interpretasi jejak struktur aktif pada citra dengan resolusi 30 m didapatkan data mengenai sub-segmentasi yang ditandai oleh adanya step, tekukan, hilangnya jejak sesar pada kenampakan morfologi dan perubahan kinematika sesar. Data yang

didapatkan dari indentifikasi sesar aktif selain hal yang disebutkan di atas adalah data jumlah offset sungai dan jarak offset sungai.

Dari data tersebut didapatkan hubungan antara jarak maksimum dari offset dengan jumlah step atau tekukan pada segmen sesar (Gambar 14). Hal tersebut mengindikasikan kompleksitas jejak sesar mendatar yang terbagi ke dalam beberapa segmen. Analisis tersebut dibandingkan dengan hasil analisis pada 50 sesar mendatar yang ada di dunia yang

Gambar 12. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan sub-segmentasi pada km 107 – km 119

Gambar 13. Peta interpretasi struktur sesar aktif dan sub-segmentasi pada km 115 – km 135

42

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

memiliki jarak segmen antara puluhan meter hingga ratusan kilometer. Data 49 segmen tersebut didapatkan dari artikel yang membahas tentang segmentasi sepanjang sistem sesar mendatar (de Joussineau dan Aydin, 2009). Sesar mendatar tersebut diantaranya adalah untuk skala global (Stirling drr., 1996), di Benua Amerika (Langenheim drr., 2001, Jachens drr., 2002; Pachell dan Evans, 2002; Cembrano drr., 2005; Rovida dan Tibaldi, 2005), di Benua Asia (Lawrence drr., 1992; Sieh dan Natawidjaja, 2000; Fu dan Awata, 2006; Maruyama dan Lin, 2002; Nemer dan Meghraoui, 2006; Rhodes drr., 2004; Walker dan Jackson, 2002; Walker drr., 2006), di Benua Eropa (Brankman dan Aydin, 2014) dan di daerah Turki yang merupakan daerah transkontinen Eurasia (Le Pichon, 2001; Tatar drr., 2004).

Analisis data pada penelitian ini ditunjukkan pada hasil plotting antara hubungan jarak offset maksimum untuk satu segmen Kumering adalah 320+80 m dan jumlah step dan/atau tekukan adalah 0,147 buah dalam satu

kilometer. Analisis juga dilakukan terhadap sub-segmen yang memiliki offset pergeseran sungai. Sebanyak tiga sub-segmen memiliki jarak offset maksimum. Masing-masing memiliki jarak 315+70 m, 335+127 m dan 330+87 m. Jarak rata-rata offset untuk sesar Kumering sebanding dengan hasil publikasi dari Natawidjaja drr. (2017, dalam proses penelaahan) yang melakukan perhitungan jarak offset dari 3 buah offset utama. Ke-3 buah pasangan offset utama tersebut terlihat sangat jelas pada citra SRTM dengan resolusi 30 m.

de Jousineau dan Aydin (2009) menunjukkan hubungan antara jumlah step per kilometer dengan panjang maksimum offset sesar adalah trend linear berupa hubungan pangkat negatif (negative power law relationship) dimana y = 0,26x-081 dengan koefisien korelasi, R2 = 0,74. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semakin panjang segmen sesar dan semakin besar jarak maksimum offset, maka akan memiliki jumlah step atau tekukan yang semakin sedikit. Hasil analisis menunjukkan plotting data terhadap trend linear menginterpretasikan bahwa

Gambar 14. Hubungan antara jarak offset sesar maksimum dengan jumlah step per km dari hasil penelitian dan publikasi data penelitian terdahulu. Publikasi mengenai penelitian terdahulu bersumber dari penelitian mengenai segmentasi sesar mendatar dan

referensi di dalamnya (de Joussineau dan Aydin, 2009)

43

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

Segmen Kumering dan sub-segmentasinya memperlihatkan hubungan yang masuk dalam hubungan pangkat negatif tersebut.

KESIMPULANIdentifikasi dan delineasi struktur sesar aktif akan semakin baik jika dilakukan pada citra dengan resolusi yang lebih tinggi. Hasil delineasi struktur di Segmen Kumering sampai ke Lembah Suoh memperlihatkan adanya sub-segmentasi yang dibatasi oleh adanya step dan/atau tekukan serta hilangnya jejak morfologi pada citra SRTM dengan resolusi 30 m.

Sub-segmentasi pada Segmen Kumering terbagi atas 11 sub-segmen yang memperlihatkan jejak geomorfik yang bervariasi pada setiap sub-segmennya. Jejak geomorfik yang memungkinkan untuk melakukan perhitungan jarak offset sesar adalah berupa offset aliran sungai yang terdeteksi pada Sub-segmen Bumiwaras, Tanjungan dan Seblat. Jejak offset aliran sungai tampak jelas pada citra SRTM resolusi 30 m di Sub-segmen Tanjungan dan Seblat, sedangkan jejak di Sub-segmen Bumiwaras tidak terlalu jelas. Akan tetapi hasil pengolahan citra digital menghasilkan delineasi aliran sungai yang memperlihatkan adanya offset aliran sungai tersebut.Hasil analisis menunjukkan plotting data terhadap trend linear menginterpretasikan bahwa Segmen Kumering dan sub-segmentasinya memperlihatkan hubungan yang masuk dalam hubungan pangkat negatif (negative power law relationship) yang mendukung hasil analisis peneliti terdahulu. Hubungan pangkat negatif tersebut mengindikasikan kompleksitas sesar mendatar bahwa semakin panjang segmen sesar dan semakin besar jarak maksimum offset, maka akan memiliki jumlah step atau tekukan yang semakin sedikit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Karyasiswa LIPI dan DIPA UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana, Liwa. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Asep Mulyono, MT. serta seluruh rekan-rekan di UPT yang membantu

terlaksananya penelitian ini. Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada Kyle E. Bradley Ph.D. atas diskusi yang sangat membantu penulis mengenai delineasi Sesar Sumatra dan Tuf Ranau. Terimakasih juga diucapkan kepada Ibu Yudhicara yang juga sedang mengerjakan disertasi di daerah Liwa atas diskusinya. Terimakasih juga dihaturkan kepada Bapak Ir. Benyamin Sapiie, Ph.D. sebagai penelaah dan Bapak Ir. Oki Oktariadi M. Si. sebagai editor atas masukan yang sangat berharga dalam karya tulis ini.

DAFTAR PUSTAKAAmin, T.C., Sidarto, S., Santoso, S., dan Gunawan, W.

1994. Geologi Lembar Kotaagung, Sumatera (The Geology of The Kotaagung Quadrangle, Sumatera), Lembar (Qudrangle) 1010, Sekala (Scale) 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi.

Aribowo, S., dan Yudhicara, Y. 2015. Development of River Terraces at the Releasing Bend of the Sumatran Fault Zone near Ranau Lake, Southern Sumatra. The 2nd International Conference and The 1st Joint Conference Faculty of Geology Universitas Padjadjaran with Faculty of Science and Natural Resources University Malaysia Sabah. 81 - 85. 29 September 2015. Bandung.

Barka, A. A., dan Kadinsky-Cade, K. 1988. Strike-slip fault geometry in Turkey and its influence on earthquake activity. Tectonics. doi:10.1029/TC007i003p00663

Bellier, O., Sebrier, M., Pramumijoyo, M. 1991. La Grande Faille de Sumatra : Geometrie, cinematique et quantite de displacement mises en evidence par l’imagerie sateliitaire. C.R. Acad. Sci. Paris, Ser. I, 312: 1219-1226.

Bellier, O., dan Sébrier, M. 1994. Relationship between tectonism and volcanism along the Great Sumatran Fault Zone deduced by spot image analyses. Tectonophysics, 233(3-4): 215–231. doi:10.1016/0040-1951(94)90242-9

Bellier, O., dan Sébrier, M. 1995. Is the slip rate variation in the Great Sumatran Fault accommodated by fore-arc stretching? Geophysical Research Letters, 22(15): 1969–1972. doi:10.1029/95GL01793

Bellier, O., Sébrier, M., Pramumijoyo, S., Beaudouin, T., Harjono, H., Bahar, I., dan Forni, O. 1997. Paleoseismicity and seismic hazard along the

44

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

Great Sumatran Fault (Indonesia). Journal of Geodynamics, 24(1-4): 169–183. doi:10.1016/S0264-3707(96)00051-8

Bellier, O., Bellon, H., Sébrier, M., Sutanto, dan Maury, R. C. 1999. K-Ar age of the Ranau Tuffs: Implications for the Ranau caldera emplacement and slip-partitioning in Sumatra (Indonesia). Tectonophysics, 312(2-4): 347–359. doi:10.1016/S0040-1951(99)00198-5

Brankman, C.M. dan Aydin, A. 2004. Uplift and contractional deformation along a segmented strike-slip fault system: The Gargano Promontory, southern Italy. Journal of Structural Geology, 26: 807–824.

Burbank, D. W & R. S. Anderson. 2012. Tectonic Geomorphology. Wiley-Blackwell. UK. 454 hal.

Cembrano, J., Gonzalez, G., Arancibia, G., Ahumada,

I., Olivares, V., dan Herrera, V. 2005. Fault zone development and strain partitioning in an extensional strike-slip duplex: A case study from the Mesozoic Atacama fault system, Northern Chile. Tectonophysics 400: 105–125.

Cunningham, W., dan Mann, P. 2007. Tectonics of strike-slip restraining and releasing bends. Geological Society, London, Special Publications, 1–12. doi:10.1144/SP290.1

Daryono, M. R., 2016. Paleoseismologi Tropis di Indonesia (Dengan Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang. Disertasi. Institut Teknologi Bandung. 189 hal. Tidak dipublikasikan

de Joussineau, G., dan Aydin, A. 2009. Segmentation along strike-slip faults revisited. Pure and Applied Geophysics, 166(10-11): 1575–1594. doi:10.1007/s00024-009-0511-4.

Duquesnoy, Th., Bellier, O., Kasser, M., Sebrier, M., Vigny C., Bahar, I., 1996. Deformation related to the 1994 Liwa earthquake derived from geodetic measurements. Geophysical Research Letter, 23: 3055-3058.

Fu, B., dan Awata, Y. 2006. Displacement and timing of left-lateral faulting in the Kunlun Fault Zone, northern Tibet, inferred from geologic and geomorphic features, Journal of Asian Earth Sciences. 29: 253–265

Gafoer, S., Amin, T. C. dan Pardede, R. 1994. Geologi Lembar Baturaja, Sumatera (The Geology of

The Baturaja Qudrangle, Sumatera), Lembar (Quadrangle) 1011, Sekala (Scale) 1: 250.000. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan Energi.

Gasparon, M. 2005. Chapter 9 : Quartenary volcanicity. Dalam Barber, A.J., Crow, M. J. and Milsom, J.S. (penyunting) “Sumatra : Geology, Resources and Tectonic Evolution”. 31: 120-130. Geological Society, London, Memoirs.

Katili, J.A. and Hehuwat, F. 1967. On the occurrence of large transcurrent fault in Sumatra, Indonesia. Journal of Geoscience, Osaka City University, 10: 5-17.

King, G. C. P. 1986. Speculations on the geometry of the initiation and termination processes of earthquake rupture and its relation to morphology and geological structure. Pure Applied Geophysics, 124: 567.

Koswara, A., dan Santoso. 1995. Geologi rinci daerah Liwa, Lampung Barat, Sumatera Selatan skala 1:50.000. Jurnal Geologi Dan Sumberdaya Mineral, VI: 23–32.

Jachens, R.C., Langenheim, V.E., dan Matti, J.C. 2002. Relationship of the 1999 Hector Mine and 1992 Landers fault ruptures to offsets on Neogene faults and distribution of late Cenozoic basins in the Eastern California Shear Zone. Bulletin Seismology Society of America 92: 1592–1605.

Langenheim, V.E., Grow, J.A., Jachens, R.C., Dixon, G.L., and Miller, J.J., 2001, Geophysical constraints on the location and geometry of the Las Vegas Valley Shear Zone, Nevada, Tectonics, 20: 189–209.

Lawrence, R.D., Hasan Khan, S., dan Nakata, T. 1992. Chaman Fault, Pakistan-Afghanistan. Annales Tectonicae, 6: 196–223.

Le Pichon, X., Sengor, A.M.C., Demirbag, E., Rangin, C., Imren, C., Armijo, R., Gorur, N., Cagatay, N., Mercier de Lepinay, B., Meyer, B., Saatcilar, R., dan Tok, B. 2001. The active Main Marmara Fault. Earth and Planetary Science Letter, 192: 595–616.

Marks, 1956. Stratigraphic lexican of Indonesia, Publikasi Keilmuan, No. 87 Seri Geologi. Direktorat Geologi, Bandung.

Maruyama, T. dan Lin, A. 2002. Active strike-slip faulting history inferred from offsets of

45

Sub-Segmentasi Sesar Pada Segmen Kumering Antara Danau Ranau Hingga Lembah Suoh, Lampung Barat

topographic features and basement rocks: A case study of the Arima-Takatsuki Tectonic line, southwest Japan, Tectonophysics, 344: 81–101.

McCarthy, A. J. dan Elders, C.F. 1997. Cenozoic deformation in Sumatra: oblique subduction and the development of the Sumatran Fault System. Dalam Fraser, A. J. dan Matthews, S. J. (penyunting) Petroleum Geology of Southeast Asia. Geological Society, London, Special Publications, 126: 355-363.

Natawidjaja, D. H., dan Kesumadharma, S. 1993. Karakterisasi Gerakan Tanah dan Sesar Aktif untuk Pengembangan Daerah Liwa, Kab. Lampung Barat. Proceedings Indonesian Association of Geologist. 519 – 535.

Natawidjaja, D. H., Bradley. K., Daryono, M. R., Aribowo, S. dan Herrin, J., 2017. Late Quaternary eruption of the Ranau Caldera and new geological slip rates of the Sumatran Fault Zone in Southern Sumatra, Indonesia (Dalam proses penelaahan untuk Geoscience Letter).

Nemer, T. dan Meghraoui, M. .2006. Evidence of coseismic ruptures along the Roum fault (Lebanon): A possible source for the AD 1837 earthquake, Journal of Structural Geology. 28: 1483–1495.

Pachell, M.A., dan Evans, J.P. 2002. Growth, linkage, and termination processes of a 10-km-long strike-slip fault in jointed granite: The Gemini fault zone, Sierra Nevada, California. Journal of Structural Geology, 24: 1903–1924.

Pramumijoyo, S., Natawidjaja, D. H., Kumoro, Y., dan Sudaryanto. 1994. Geologi parameter gempa Liwa. Proceedings Indonesian Association of Geologist, 784–788.

Rovida, A., dan Tibaldi, A. 2005. Propagation of strike-slip faults across Holocene volcano-sedimentary deposits, Pasto, Colombia. Journal of Structural Geology, 27 : 1838–1855.

Rhodes, B.P., Perez, R., Lamjuan, A., dan Kosuwan, S. 2004. Kinematics and tectonic implications of the MaeKuang Fault, northern Thailand. Journal of Asian Earth Sciences, 24: 79–89.

Shaw, B. E. 2006. Initiation propagation and termination of elastodynamic ruptures associated with segmentation of faults and shaking hazard. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 111(8): 1–14. doi:10.1029/2005JB004093.

Shaw, B. E., dan Dieterich, J. H. 2007. Probabilities for jumping fault segment stepovers, Geophysicsal Research Letters, 34, L01307: 1–5. http://doi.org/10.1029/2006GL027980

Sieh, K., dan Natawidjaja, D. 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. Journal of Geophysical Research, 105(B12): 28295. doi:10.1029/2000JB900120

Soehaimi, A., Widarto, D. S., Masturyono, M., dan Effendi, I. 2002. The Seismotectonic Database as Main Parameters for Prediction of The Tectonic Earthquake Hazard Level at Liwa, West Lampung District. Proceedings Indonesian Association of Geologist. 1: 265–276).

Soehaimi, A., Marjiyono, K., dan Muslim, D. 2013. The Sumatran Active Fault and Its Paleoseismicity. 4th International INQUA Meeting on Paleoseismology, Active Tectonics and Archeoseimology (PATA). Aachen.

Soehaimi, A., Muslim, D., Kamawan., I., dan Negara. R. S. 2014. Microzonation of The Liwa City on the Great Sumatera Active Fault and Giant Ranau Volcanic Complex in South Sumatera, Indonesia. Dalam Lollino, G., Manconi A., Guzetti, F., Culshaw, M., Bobrowsky, P., Luino, F. (penyunting) “Engineering Geology for Society and Territory_Vol. 5”. doi: 10.1007/978-3-319-09048-1_194.

Stirling, M.W., Wesnousky, S.G., dan Shimazaki, K. 1996. Fault trace complexity, cumulative slip, and the shape of the magnitude-frequency distribution for strike-slip faults: A global survey. Geophysical Journal International, 124: 833–868.

Supartoyo dan Surono. 2008. Katalog Gempabumi Merusak Indonesia Tahun 1629 - 2006. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi.

Suwijanto, Burhan, G., dan Bahar, I., 1996. Remote sensing application for the Liwa earthquake evaluation and preparation of hazard mitigation. Report on Remote Sensing Application for Natural Resources Management, Project TA. No. 1910-INO (ADB-BPPT).

Tatar, O., Piper, J.D.A., Gu¨rsoy, H., Heimann, A., and Kocbulut, F., 2004, Neotectonic deformation in the transition zone between the Dead Sea Transform and the East Anatolian fault Zone, Southern Turkey: A palaeomagnetic study of

46

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 8 No. 1, April 2017: 31 - 45

the Karasu Rift Volcanism, Tectonophysics, 385: 17–43.

van Bemmelen R., The Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago. The Hague : Government Printing Office.

Walker, R., dan Jackson, J. 2002, Offset and evolution of the Gowk fault, S.E. Iran: a major intra-continental strike-slip system, Journal of Structural Geology, 24: 1677–1698.

Walker, R.T., Bayasgalan, A., Carson, R., Hazlett, R., McCarthy, L., Mischler, J., Molor, E., Sarantsetseg, P., Smith, L., Tsogtbadrakh, B., dan Thompson, G. 2006. Geomorphology and structure of the Jid right-lateral strike-slip fault in the Mongolian Altay mountains, Journal of Structural Geology, 28: 1607–1622.

Wesnousky, S. G. 2006. Predicting the endpoints of earthquake ruptures. Nature, 444 (7117): 358–360. http://doi.org/10.1038/nature05275

Widiwijayanti, C., Deverchere, J., Louat, R., Sebrier, M., Harjono, H., Diament, M., dan Hidayat, D. 1996. Aftershock sequence of the 1994, Mw 6.8, Liwa earthquake (Indonesia): Seismic rupture process in a volcanic arc. Geophysical Research Letters, 23(21): 3051–3054.

Ye, J., Liu, M., dan Wang, H. 2015. A numerical study of strike-slip bend formation with application to the Salton Sea pull-apart basin. Geophysical Research Letter, 42. doi:10.1002/2015GL063180

Zielke, O., Klinger, Y., dan Arrowsmith, J. R. 2015. Fault slip and earthquake recurrence along strike-slip faults - Contributions of high-resolution geomorphic data. Tectonophysics, 638: 43–62. doi:10.1016/j.tecto.2014.11.004


Recommended