+ All Categories
Home > Documents > SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Date post: 05-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 2 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30 TEKNOLOGI SURIMI DAN PRODUK OLAHANNYA SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT Angcivioletta Moniharapon Peneliti Pada Balai Standardisasi Manado, Jl. Diponegoro No 21-23 Manado E-mail: [email protected] ABSTRACT Based on shape and the type of surimi divided become two types namely surimi frozen and surimi fresh. Surimi is frozen in the form of blocks and usually contain sugar and ingredients-additive such as pholyphosphates, while fresh surimi that is not using there materials. Frozen surimi is a semi-finished materials or processed intermediate minced fish that are used as raw material manufacturing various kinds of products or fish jelly product such as fish balls, fish sausage, siomai, fish noodles, fish burgers and the like whose specification requires ability and the gel formation. Generally rated the quality of frozen surimi gel strength and color of which depends on factors such as species of fish, fresh fish, processing methods and monitoring, water content, temperature control freezing and storage, as well as the conditions of handling and distribution. Key words: Surimi, frozen surimi, fresh surimi, processed intermediate minced fish, gel strength. ABSTRAK Berdasarkan bentuk dan tipenya surimi terbagi menjadi dua tipe yaitu surimi beku dan surimi segar. Surimi beku adalah surimi dalam bentuk blok dan biasanya mengandung gula dan bahan-bahan tambahan seperti polifosfat, sedangkan surimi segar adalah surimi yang tidak menggunakan bahan-bahan tersebut.Surimi beku adalah semi “processed intermediate minced fish” bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan mentah pembuatan berbagai macam fish jelly products di antaranya bakso ikan, sosis ikan, sio may, mie ikan, burger ikan / fish burgerdansejenisnya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel.Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gel dan warna dimana sangat tergantung dari faktor-faktor seperti : spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan, serta kondisi penanganan dan distribusi. Kata kunci: Surimi, surimi beku, surimi segar, bahan setengah jadi, kekuatan gel PENDAHULUAN Surimi merupakan istilah dalam bahasa jepang untuk daging lumat dan jaringan yang akan dicuci. Surimi juga dapat disebut sebagai olahan daging cincang yang telah mengalami beberapa kali proses pencucian yang dimaksudkan untuk menghilangkan komponen yang larut air seperti protein, sarkoplasma, darah dan enzim (Abdurachman, 1987; Uju, 2006, dan Mahawanich, 2008). Sejak tahun 1900-an, produk surimi mengalami peningkatan cukup tajam. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari presentase permintaan yang cukup tajam (2-3%) pada tahun 2002-2003 (Park, 2000). Produksi surimi secara komersial dibuat dengan menggunakan alat pemisah mekanik untuk memisahkan daging lumat ikan dari tulang dan kulit, diikuti dengan pencucian (sampai 3 kali pencucian) dengan air atau larutan garam. Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar komoenen larut dalam air, darah (pigmen), penyebab bau pada lemak. Setelah itu pencucian terakhir, daging lumat dipress 16
Transcript
Page 1: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

TEKNOLOGI SURIMI DAN PRODUK OLAHANNYA

SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Angcivioletta MoniharaponPeneliti Pada Balai Standardisasi Manado, Jl. Diponegoro No 21-23 Manado

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Based on shape and the type of surimi divided become two types namely surimi frozen and surimi fresh. Surimi is frozen in the form of blocks and usually contain sugar and ingredients-additive such as pholyphosphates, while fresh surimi that is not using there materials. Frozen surimi is a semi-finished materials or processed intermediate minced fish that are used as raw material manufacturing various kinds of products or fish jelly product such as fish balls, fish sausage, siomai, fish noodles, fish burgers and the like whose specification requires ability and the gel formation. Generally rated the quality of frozen surimi gel strength and color of which depends on factors such as species of fish, fresh fish, processing methods and monitoring, water content, temperature control freezing and storage, as well as the conditions of handling and distribution.

Key words: Surimi, frozen surimi, fresh surimi, processed intermediate minced fish, gel strength.

ABSTRAK

Berdasarkan bentuk dan tipenya surimi terbagi menjadi dua tipe yaitu surimi beku dan surimi segar. Surimi beku adalah surimi dalam bentuk blok dan biasanya mengandung gula dan bahan-bahan tambahan seperti polifosfat, sedangkan surimi segar adalah surimi yang tidak menggunakan bahan-bahan tersebut.Surimi beku adalah semi “processed intermediate minced fish” bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan mentah pembuatan berbagai macam fish jelly products di antaranya bakso ikan, sosis ikan, sio may, mie ikan, burger ikan / fish burgerdansejenisnya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel.Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gel dan warna dimana sangat tergantung dari faktor-faktor seperti : spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan, serta kondisi penanganan dan distribusi.

Kata kunci: Surimi, surimi beku, surimi segar, bahan setengah jadi, kekuatan gel

PENDAHULUAN Surimi merupakan istilah dalam bahasa jepang untuk daging lumat dan jaringan yang akan dicuci. Surimi juga dapat disebut sebagai olahan daging cincang yang telah mengalami beberapa kali proses pencucian yang dimaksudkan untuk menghilangkan komponen yang larut air seperti protein, sarkoplasma, darah dan enzim (Abdurachman, 1987; Uju, 2006, dan Mahawanich, 2008). Sejak tahun 1900-an, produk surimi mengalami peningkatan cukup

tajam. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari presentase permintaan yang cukup tajam (2-3%) pada tahun 2002-2003 (Park, 2000). Produksi surimi secara komersial dibuat dengan menggunakan alat pemisah mekanik untuk memisahkan daging lumat ikan dari tulang dan kulit, diikuti dengan pencucian (sampai 3 kali pencucian) dengan air atau larutan garam. Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar komoenen larut dalam air, darah (pigmen), penyebab bau pada lemak. Setelah itu pencucian terakhir, daging lumat dipress

16

Page 2: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

untuk menghilangkan air yang tersisa lalu dicampur dengan cryoprotectant yang tepat untuk mencegah denaturasi protein selama penyimpanan beku (Nakai dan Modler, 2000).

TEKNOLOGI SURIMI1. Deskripsi dan Karakteristik Surimi Pada dasarnya, hampir semua daging bisa dijadikan surimi. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat surimi adalah membuat daging lumat atau minced fish. Daging giling yang digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya memiliki diameter 3 mm hingga 5 mm. Sebelum daging dipress, daging harus dibersihkan dari tulang, kulit dan darah. Ukuran dan tekstur dari daging giling ikan juga akan memberikan pengaruh pada kualitas minced fish (Park, 2000). Surimi yang baik adalah surimi yang memiliki warna putih, rasa yang baik (khas ikan), dan kemampuan gel yang kuat. Surimi yang baik biasanya terbuat dari bahan baku yang segar. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan surimi biasanya merupakan bahan baku yang kurang memiliki nilai ekonomis tetapi tersedia dalam jumlah yang banyak (Lanier, 1992). Surimi adalah protein myofibril yang stabil yang terdapat dari daging ikan yang telah dipisahlan dari tulang dan kulitnya kemudian digiling, setelah itu mengalami pencucian serta pencampuran dengan cryoprotectant. Surimi juga merupakan produk antara yang dapat digunakan untuk variasi produk lainnya seperti kamaboko, chikuwa, dan beberapa produk tradisional lainnya. Sebelum tahun 1960, surimi disimpan dan digunakan dalam beberapa hari saja, hal ini dikarenakan surimi hanya dapat disimpan pada suhu dingin pada lemari es. Pada waktu itu proses pendinginan beku akan menyebabkan protein dalam daging ikan akan keluar dan akan mengalami denaturasi pada akhirnya (Park, 2000). Ada dua tipe surimi beku, yaitu Mu-en surimi, yang dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur

dengan gula fosfat tanpa penambhan garam dan telah mengalami proses pembekuan, sedangkan Ka-en surimi dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dengan gula dan garam serta yang telah mengalami proses pembekuan. Selain surimi beku, terdapat tipe lain yang disebut Nama surimi (raw surimi) yaitu surimi yang tidak mengalai proses pembekuan (Okada, 1992). Keuntungan surimi beku adalah: 1) suplainya stabil dan memudahkan perencanaan produk olahannya; 2) biaya penyimpanan dan transportasi lebih rendah, karena merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja; 3) harga stabil karena dapat disimpan lama; 4) masalah pembuangan limbah lebih kecil dan 5) menghemat tenaga kerja karena penanganannya lebih mudah (Miyake, et al., 1985).

2. Pengaruh Pencucian Terhadap Mutu Surimi Pencucian merupakan tahap paling penting dalam pembuatan surimi agar dapat dihasilkan surimi dengan kualitas yang baik. Proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan protein sarkoplasma, darah, lemak dan kandungan nitrogen lainnya dari daging ikan sehingga dihasilkan surimi tanpa bau, rasa dan warna serta memiliki kekutan gel yang baik (Mahawanich, 2008). Proses pencucian surimi dilakukan dengan cara mencampur air dan daging lumat kemudian digerakkan secara mekanis. Jumlah air yang digunakan dan banyaknya siklus pencucian ditentukan oleh jenis ikan dan mutu surimi yang diinginkan. Pada umumnya pencucian surimi dilakukan sebanyak 3-4 kali selama 10 menit dengan perbandingan air ikan yaitu 3 : 1 atau 4 : 1. Pada beberapa ikan, pada pencucian terakhir biasanya ditambahkan garam (0.2%) dalam air pencucian (Hall dan Ahmad, 1992).Proses pencucian yang dilakukan pada pembuatan surimi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan sifat elastik daging ikan, tetapi perlu juga diperhatikan pengaruhnya terhadap nilai gizi ikan secara keseluruhan

17

Page 3: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi (Fitrial, 2000). Penentuan mutunya dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik yaitu uji lipat dan uji gigit (Tan et al., 1987). Salah satu cara yang digunakan untuk mempertahankan mutu su-rimi adalah penanganan bahan baku yang segar. Menurut Somjit et al., 2005, apabila terpaksa harus menunggu, maka bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin (0-50C), kondisi saniter dan higienis. Karakter-istik kesegaran bahan baku yang digunakan untuk membuat surimi secara organoleptik, memenuhi syarat sebagai berikut: Rupa dan warna (bersih, warna daging spesifik daging ikan); Aroma (segar, spesifik jenis); Daging (elastis, padat dan kompak); Rasa (netral agak manis). Tabel 1 memuat syarat mutu su-rimi beku menurut SNI 01-2693-1992.Lee (1984) menganjurkan bahwa pencampu-ran dengan 4% gula, 4% sorbitol dan 0,2% polifosfat adalah untuk mencegah denaturasi protein pada saat penyimpanan beku (-20 oC), dan biasanya surimi dapat disimpan se-lama lebih dari satu tahun. Menurut Niwa (1985) mutu surimi dapat dihubungkan den-gan sifat-sifat fungsional dari protein larut garam dari surimi. Mutu dan sifat-sifat fung-sional dari protein mengacuh pada kemam-puan protein miofibrilar untuk membentuk gel yang diinginkan pada sifat-sifat tekstural. Tan et al, (1987) mengatakan bahwa mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gel dan warna dimana sangat tergantung dari faktor-faktor seperti: spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan, serta kondisi penanganan dan distribusi. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa penentuan mutu surimi beku dapat dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik (uji lipat / “Folding Test” dan uji dengan gigitan / “Teeth Cutting Test”). Lebih lanjut dijelaskan bahwa secara teknik konvensional untuk mereduksi denaturasi protein pada surimi beku ditambahkan 8% campuran gula

Tabel 1. Syarat Mutu Surimi Beku ( SNI 01-2693-1992)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

Organoleptik-Nilai Min

7

Cemaran mikroba

-ALT, maks Koloni/g 5 x105

-Escherichia coli AMP/g <3

-Coliform per 25 g 3

-Salmonella*) per 25 g negatif

-Vibrio cholera*) negatif

Cemaran Kimia

-Abu total, maks % b/b 1

-Lemak, maks % b/b 0,5

-Protein, min % b/b 15

Fisika

-Suhu pusat maks C -180C

-Uji lipat, min g/cm2 Grade A

-Elastisitas, min 300

*) jika diminta importerKet : ALT = Angka Lempeng Total; AMP= Angka yang Paling Memungkinkan sorbitol, mengakibatkan rasa yang terlalu manis pada produk akhir yang tidak terlalu disukai oleh konsumen di Asia Tenggara. Surimi beku dari spesies ikan tropis dengan 3 – 5% gula dan 0,2% polifosfat yang dibekukan pada suhu -30 oC dapat disimpan pada suhu -18 oC selama 3 – 6 bulan tanpa kehilangan mutu yang berarti. Hastings (1989) mengemukakan beberapa sifat gel dari surimi ikan cod yang diamati setelah penyimpanan beku pada suhu -30 oC selama 8minggu adalah: kadar air, daya ikat air (waterholding capacity), pH, dan uji lipat (“folding test”), sedangkan menurut Martinez (1989)

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

20

Page 4: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

myofibril, sehingga air sangat berkurang dan struktur alami protein tetap stabil (Mackie, 1992).

a. Alkali (Natrium bikarbonat) Natrium bikarbonat atau sodium bikarbonat (NaHCO3) adalah garam yang terdiri atas Ion Na+ dan anion bikarbonat HCO3-. Garam ini telah digunakan secara luas dan mempunyai beberapa nama lain, yaitu sodium hydrogen karbonat, sodium bikarbonat, baking soda, soda roti, soda masak, soda bikarbonat dan saleratus. Padatan putih ini berbentuk kristal tetapi sering ditemukan dalam bentuk serbuk, dan mempunyai rasa sedikit basa (Anonym 2008). Natrium bikarbonat dalam pencucian surimi berfungsi untuk meningkatkan nilai pH agar dapat mencegah terjadinya denaturasi protein. Jumlah natrium bikarbonat yang digunakan dalam pencucian surimi adalah 0.5% (BPPMHP, 2001).

b.Garam (NaCl) Garam terdiri dari 34,39% Na dan 60,69% Cl, garam biasa digunakan dalam pengolahan ikan sebagai pemberi rasa dan bahan pengawet. Pada pembuatan surimi, penambahan garam sebanyak 0,2-0,3% selama proses pencucian akan memudahkan penghilangan air dari daging ikan yang telah dilumatkan (Ditjen Perikanan, 1990). Garam dalam pembuatan produk fish jelly lebih berfungsi sebagai agen pelarut bagi protein myofibril dibandingkan sebagai penambah cita rasa (KIFTC, 1992). Penambahan garam pada konsentrasi dibawah 2% akan menyebabkan protein myofibril tidak dapat larut, namun penambahan garam pada konsentrasi diatas 12% akan menyebabkan daging terhidrasi dan menyebabkan efek salting out sari NaCl. Penambahan NaCl terbaik dalam pembentukan ashi adalah dengan menggunakan kadar garam tinggi (5-10%), akan tetapi selang kadar garam 2-3% biasa digunakan pada beberapa spesies dan produk. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa asin yang berlebihan pada produk hasil

c.Antidenaturan (Cryoprotectant) Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahakan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjdi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama (Pipatasatayanuwong et al., 1995). Penambahan cryoprotectant dalam pembuatan surimi dilakukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan pada suhu rendah. Pada surimi mentah penambahan cryoprotectant dibutuhkan untuk menstabilkan salah satu komponen yang penting yaitu protein miofibril (Sonjit et al., 2005). Penambahan cryoprotectant ini mampu meningkatkan N-aktomiosin dari 350 mg % menjadi 520 mg % dan meningkatkan kekuatan gel dari 400g cm menjadi 480 g cm yang artinya sama dengan meningkatkan nilai pelipatan (folding score) dari A menjadi AA (Peranginangin et al.,1999). Bahan umum yang digunakan sebagai cryoprotectant adalah jenis gula, misalnya sukrosa dan sorbitol. Namun pada saat ini, kompoenen yang digunakan sebagai cryoprotectant untuk melindungi protein yang labil selama proses pembekuan banyak macamnya yaitu: gula, asam amino, poliol, metal amina, polimer karbohidrat, polimer sintetik (polietilen glikon), protein lain seperti bovine serum albumin, BSA) dan garam anorganik (Park, 2000). Bahan tambahan lain yang sering digunakan sebagai cryoprotectant adalah fosfat. Fosfat biasa ditambahkan pada surimi sebesar 0,2-0,3 % dalam bentuk sodium tripolifosfat atau pirofosfat yang berfungsi untuk memperbaiki sifat ketahanan air (Lee et al., 1992). Fosfat dapat meningkatkan nilai pH dan kelarutan garam dari protein myofibril. Fosfat juga dapat meningkatkan kekenyalan dari surimi.

5. Syarat Mutu Surimi Beku Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gelnya dan warna yang sangat tergantung dari faktor-faktor bahan baku seperti jenis ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan,

19

Page 5: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi (Fitrial, 2000). Penentuan mutunya dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik yaitu uji lipat dan uji gigit (Tan et al., 1987). Salah satu cara yang digunakan untuk mempertahankan mutu su-rimi adalah penanganan bahan baku yang segar. Menurut Somjit et al., 2005, apabila terpaksa harus menunggu, maka bahan baku harus disimpan dengan es atau air dingin (0-50C), kondisi saniter dan higienis. Karakter-istik kesegaran bahan baku yang digunakan untuk membuat surimi secara organoleptik, memenuhi syarat sebagai berikut: Rupa dan warna (bersih, warna daging spesifik daging ikan); Aroma (segar, spesifik jenis); Daging (elastis, padat dan kompak); Rasa (netral agak manis). Tabel 1 memuat syarat mutu su-rimi beku menurut SNI 01-2693-1992.Lee (1984) menganjurkan bahwa pencampu-ran dengan 4% gula, 4% sorbitol dan 0,2% polifosfat adalah untuk mencegah denaturasi protein pada saat penyimpanan beku (-20 oC), dan biasanya surimi dapat disimpan se-lama lebih dari satu tahun. Menurut Niwa (1985) mutu surimi dapat dihubungkan den-gan sifat-sifat fungsional dari protein larut garam dari surimi. Mutu dan sifat-sifat fung-sional dari protein mengacuh pada kemam-puan protein miofibrilar untuk membentuk gel yang diinginkan pada sifat-sifat tekstural. Tan et al, (1987) mengatakan bahwa mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gel dan warna dimana sangat tergantung dari faktor-faktor seperti: spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan, serta kondisi penanganan dan distribusi. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa penentuan mutu surimi beku dapat dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik (uji lipat / “Folding Test” dan uji dengan gigitan / “Teeth Cutting Test”). Lebih lanjut dijelaskan bahwa secara teknik konvensional untuk mereduksi denaturasi protein pada surimi beku ditambahkan 8% campuran gula

Tabel 1. Syarat Mutu Surimi Beku ( SNI 01-2693-1992)

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

Organoleptik-Nilai Min

7

Cemaran mikroba

-ALT, maks Koloni/g 5 x105

-Escherichia coli AMP/g <3

-Coliform per 25 g 3

-Salmonella*) per 25 g negatif

-Vibrio cholera*) negatif

Cemaran Kimia

-Abu total, maks % b/b 1

-Lemak, maks % b/b 0,5

-Protein, min % b/b 15

Fisika

-Suhu pusat maks C -180C

-Uji lipat, min g/cm2 Grade A

-Elastisitas, min 300

*) jika diminta importerKet : ALT = Angka Lempeng Total; AMP= Angka yang Paling Memungkinkan sorbitol, mengakibatkan rasa yang terlalu manis pada produk akhir yang tidak terlalu disukai oleh konsumen di Asia Tenggara. Surimi beku dari spesies ikan tropis dengan 3 – 5% gula dan 0,2% polifosfat yang dibekukan pada suhu -30 oC dapat disimpan pada suhu -18 oC selama 3 – 6 bulan tanpa kehilangan mutu yang berarti. Hastings (1989) mengemukakan beberapa sifat gel dari surimi ikan cod yang diamati setelah penyimpanan beku pada suhu -30 oC selama 8minggu adalah: kadar air, daya ikat air (waterholding capacity), pH, dan uji lipat (“folding test”), sedangkan menurut Martinez (1989)

Buletin Penelitian BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

20

Page 6: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

diukur adalah: kadar protein, pH, protein miofibrilar terlarut, ‘water holding capacity” (WHC) dan kekuatan gel (“gel strength”). Standar dan kriteria hasil laut beku menurut UU Sanitasi Pangan di Jepang untuk produk yang dikonsumsi setelah pemanasan (tidak dipanaskan sebelum dibekukan) seperti halnya surimi adalah : bakteri sebesar 3,0 x 106/g atau lebih rendah dan Escherichia coli harus negatif/0,01 g (Yamagata, 1991).

6. Mekanisme Pembentukan Gel Mutu surimi yang baik ditentukan oleh kemampuan surimi tersebut membentuk gel. Kemampuan membentuk gel ini berpengaruh terhadap elastisitas dari produk lanjutan olahan surimi. Pembentukan gel dari protein myofibril adalah sifat dasar dari pengembangan produk menuntut kekuatan gel atau elastisitas sebagai atribut utamanya. Pembentukan gel pada surimi terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein dan tahap kedua adalah terjadi agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi. Terdapat empat tipe ikatan utama yang berkontribusi terhadap pembentukan struktur jaringan selama proses gelasi dari pasta surimi, yaitu ikatan garam, ikatan hydrogen, ikatan disulfide dan ikatan hidrofobik. Interaksi hidrofobik terjadi ketika suhu naik dan ikatan hidrogen menjadi tidak stabil (Niwa, 1992). Pembentukan interaksi hidrofobik diketahui sebagai akibat keberadaan beberap poliol dan asam amino seperti gliserin, sukrosa, sorbitol, asam glutamate dan lisin. Interaksi hidrofobik berfungsi melepaskan energi bebas yang dapat menstabilkan protein (Park, 2000). Proses gelasi juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yang diawali dengan proses denaturasi utuh dari bentuk terlipat menjadi tidak terlipat. Tahap pertama adalah pembentukkan turbiditas yang terjadi pada 3-10 menit pemanasan pertama. Pada tahap ini terjadi interaksi hidrofobik (Hudson, 1992). Ketika suhu naik, maka ikatan hydrogen menjdi tidak stabil dan interaksi hidrofobik akan berlangsung lebih kuat. Tahap kedua adalah oksidasi sulfihidril.akhir

Pada tahap ini, pasta surimi akan mengeras, dimana ikatan intermolekul disulfide (S-S) terbentuk melalui oksidasi dari dua residu sistein. Ikatan disulfide lebih intensif terjadi pada suhu pemanasan tinggi (>800 oC). Tahap ketiga adalah tahap peningkatan elastisitas gel yang terjadi selama pendinginan. Peningkatan elastisitas ini terjadi karena pembentukan ikatan hidrogen kembali, yang menyebabkan peningkatan terhadap kekerasan gel (Hudson, 1992). Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam (Santoso, 2007). Aktomiosin (myosin dan aktin) sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol (disperse partikel padat dlam medium cair) yang sangat lengket. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan (Santoso dkk., 2008). Shimizu dan Yukada (1985) mengatakan bahwa surimi selama pelumatan dan pengadukan dengan garam akan terbentuk “Sol” aktomiosin. Jika pasta ikan ini dibiarkan secara perlahan-lahan akan membentuk rantai silang gel, yang disebut “Suwari”. Gel “Suwari” ini akan terbentuk pada suhu 20 oC sampai dengan suhu sekitar 50oC. Masing-masing ikan mempunyai kecepatan yang berbeda dalam membentuk gel “Suwari” tergantung dari protein aktin dan myosin yang terkandung pada daging ikan tersebut. . Jika suhu terus dinaikkan mencapai batas 69oC maka sebagian gel yang sudah terbwentuk akan rusak dan akan terjadi pelunakan, kejadian ini disebut “Modori”. Bila dipanaskan pada suhu 70 – 90 oC gel yang sebenarnya akan terbentuk. Hal ini terjadi karena serat-serat pada protein miofibrilar membentuk struktur jala yang kuat. Hastings (1989) mengemukakan beberapa sifat gel dari surimi ikan cod yang diamati setelah penympanan beku pada suhu -30oC

21

Page 7: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

selama 8 minggu adalah: kadar air, daya ikat air (water holding capacity), pH, dan uji lipat (“folding test”), sedangkan menurut Martinez (1989) beberapa indicator surimi ikan cod yang diukur adalah: kadar protein, pH, protein miofibrilar terlarut, ‘water holding capacity” (WHC) dan kekuatan gel (“gel strength”). 7. Proses Pengolahan SurimiMiyake et al., (1985) mengemukakan bahwa surimi dapat dibuat dari berbagai jenis ikan, asalkan ikan tersebut mempunyai kemampuan untuk membentuk gel (elastisitas), rasa dan penampakan yang baik. Dalam proses pembuatan surimi beku ada 2 tahap yang sangat penting yaitu pencucian (bleaching/leaching) daging lumat ikan serta penggilingan dan pencampuran (grinding and mixing). Pencucian daging ikan lumat penting dalam produksi seperti kamaboko yang dapat melarutkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel. Secara umum dilakukan dengan air dingin, lebih baik dengan air yang dichlorinasi dan dikuti dengan pengepresan sntrifus atau berputar (Grantham, 1981).

Gambar 1. Diagram alur prosedur pengolahan surimi

Klorinasi adalah bahan-bahan yang mengandung klor seperti kalsium dan natrium hipoklorit sebagai pembasmi mikroorganisme (germicidal agent). Bahan-bahan ini digunakan untuk menjernihkan air minum atau air lainnya. Klorinasi air pendingin dapat membantu mencegah pembusukan yang disebabkan oleh kontaminasi. Dalam penanganan ikan segar dalam air pencuci biasanya ditambahkan klor dengan konsentrasi 1 – 10 ppm (Winarno, 1986).Untuk lebih jelasnya proses pengolahan surimi menurut Miyake et al., (1985) diperlihatkan dalam Gambar 1. Natrium hipoklorit sebagai bactericidal agent pada konsentrasi 0,6 ppm dengan pH 7,5 dalam waktu 0,5 menit dapat mereduksi bakteri Staphylococcus faecalis sebanyak 99,99% dan terhadap bakteri Escherichia coli waktu 2 menit (Odlaug, 1981). Proses pemucatan dengan hydrogen peroksida (H-2O2) telah luas dilakukan dan efektif untuk ikan berdaging putih dan ikan pelagis, pengaruhnya meningkat pada suasana asam atau basa pada ukuran partikel daging yang kecil dan warna menjadi putih. Jumlah bakteri juga dapat direduksi dan potreolisis melalui infestasi parasite dapat dihambat. Pemucatan lebih baik bila ditambahkan polifosfat (Grantham, 1981). Young et al., (1980) melakukan pemucatan dengan menggunakan hidrogen peroksida dalam larutan buffer asam sitrat –natrium ortofosfat, asam borat-kalium klorida dan natrium karbonat-natrium tripolifosfat berturut-turut pada pH 2-8,9 dan 10,5 selama 15 menit pada tiga jenis ikan (cod, saithe dan mackerel) baik pada filet dan daging ikan lumat. Perbandingan larutan bauffer dengan ikan sebesar 4:1. Hasil yang terbaik diperoleh dengan menggunakan larutan buffer natrium karbonat-natrium tripolifosfat (pH 10,5) dengan konsentrasi peroksida 0,75% (v/v). Pada proses penggilingan dan pencampuran menurut Suzuki (1981) yang ditambahkan pada pengolahan surimi yaitu sukrosa 4,0%, sorbitol 4,0%

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

22

Page 8: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

dan polifosfat 0,3%, sedangkan untuk jenis ka-en surimi sukrosa 5,0%, sorbitol 5,0% dan NaCl 2,5%. Lebih lanjut dijelaskan pada proses pengolahan surimi di darat dari jenis ikan yang sama dan ikan nagazuka ditambahkan sukrosa 4,0%, TP433 4,6% (sorbitol 4,0%, polifosfat 0,35% dan gula alkohol 0,3%), sedangkan untuk jenis mackerel ditambahkan sukrosa 4,0% dan TP423 4,5% (sorbitol 4,0%, polifosfat 0,35% dan gula alkohol 0,3%). Lee (1984) menganjurkan bahwa bahwa pencampuran dengan 4% gula , 4% sorbitol dan 0,2% polifosfat dilakukan untuk mencegah denaturasi protein pada saat penyimpanan beku. Hastings (1989) melaporkan pada pengolahan surimi dari jenis ikan cod ditambahkan 4% sukrosa, 45 sorbitol dan 0,15% TSPP serta 0,15% STPP. Sebelumnya Tan et al., (1987)telah mencobakan pembuatan surimi dari ikan tropis dengan menambahkan 3-5% gula dan 0,2% polifosfat (campuran STPP dan sodium pirofosfat). Kelleher et al., (1994) mengemukakan bahwa menhaden surimi diolah dengan menambahkan 4% sukrosa, 4% sorbitol dan 0,2% STPP, juga untuk jenis ikan Alaska mackerel.

OLAHAN HASIL SURIMI IKAN TUNA

1. Bakso Ikan Bakso merupakan jenis makanan yang sangat popular di Indonesia, yang umumnya terbuat dari daging sapi. Namun dewasa ini bakso yang dibuat dari daging ikan sudah mulai banyak dijumpai di pasaran. Jenis ikan yang sering digunakan sebagai bahan mentah umumnya ikan tenggiri dengan harga yang cukup mahal. Dalam rangka mengurangi biaya bahan mentah dan sekaligus memanfaatkan daging cucut yang selama ini masih sangat terbatas pengolahannya, maka telah diperkenalkan pengolahan bakso dengan menggunakan bahan dasar daging ikan cucut (Fawzya, 1993). Proses pembuatan bakso ikan meliputi: penggilingan hancuran daging ikan, penambahan garam dan bumbu-bumbu

serta tepung tapioka, pengadukan sampai homogen, pencetakan dan perebusan. Jumlah tepung yang ditambahkan 10 % dari berat hancuran daging ikan (Tazwir, 1993). Rendemen (kuantitas) bakso ikan dari daging merah ikan tuna adalah 142,7% dari berat surimi yang digunakan atau 6,3% dari berat bahan baku ikan atau untuk memproduksi bakso ikan dengan berat tertentu dibutuhkan bahan baku ikan tuna sebanyak 16 kali. Bakso ikan dari surimi ikan tuna yang dihasilkan kadar airnya berkisar antara 64,95–66,12%; protein 18,68–20,17%, lemak 2.06–3,08%, abu 1,95–2,32 % dan karbohidrat 9,5–11,68%. Nilai kalori berkisar antara 139,9 – 146,3 kkal. Kandungan TPC (log X) bakso ikan berkisar antara 4,02–4,17 atau 1,05 x 104 –1,48 x 104 koloni. Nilai parameter subyektif (uji organoleptik) antara 6,6–7,5 (Pattipeilohy dkk., 2012).2. Burger Ikan Burger ikan atau Fish burger adalah produk yang diolah dari hancuran daging ikan setelah melalui proses pencucian, pengepresan, penambahan bumbu-bumbu dan tepung tapioka, pencetakan dan pembekuan. Komposisi kimia fish burger yang dibuat dari ikan kakap, tenggiri dan cumi (1 : 5 : 2) dengan penambahan tepung tapioka 8 persen adalah: kadar air 58.2 %, protein 19.2 %, lemak 10.8 %, abu 2.9 % dan pati/hidrat arang 8,3 % (Arifudin, 1993). Pattipeilohy 2005) melaporkan rendemen daging ikan yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan fish burger dari ikan gulamah adalah 47,8 % (192 g/ekor), ikan senangin 33,9 % (105 g/ekor). ikan kurisi 34,4 % (110 g/ekor) dan bawal hitam 44,5 % (340 g/ekor). Komposisi kimia produk dari masing-masing jenis, gulamah : senangin (5 : 1), gulamah : senangin (5 : 3) dan perbandingan kurisi: bawal (1 : 1) dengan penambahan tepung tapioka 8 % adalah: kadar air 49.3 – 53.2 % dan kadar abu 0.8 – 3.6 %. Pattipeilohy (2007) melaporkan bahwa rendemen daging ikan kurisi 34,4 % (110 g/ekor), bawal hitam 44,5 % (340 g/ekor) dan tuna 63.5 % yang dapat diolah menjadi fish burger.

23

Page 9: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Rendemen fish burger yang dihasilkan dengan penambahan tepung tapioka 7, 8 dan 9 persen adalah untuk ikan kurisi 36.7 %, ikan bawal 47.5 % dan tuna 67.8 %. Komposisi kimia fish burger yang dibuat dari ikan kurisi dan tuna (1 : 1) dan ikan bawal hitam dan tuna (1 : 1) persen adalah: kadar air 46.35 – 55.24 %, protein 22.18 – 24.76 %, lemak 11.05 - 13.63 % dan abu 0.77 – 3.88 %. Hasil analisa proksimat burger ikan ini relatif tidak berbeda seperti dilaporkan Sormin, dkk., (2005) serta Gaspersz dan Pattipeilohy (2011). Sormin, dkk., (2005) melaporkan pengolahan burger ikan dari surimi 3 jenis ikan yaitu ikan bobara (Caranx sp.), kakap (Lutjanus sp.) dan garopa (Cephalopholis sp.) masing-masing 1, 3 dan 5 bagian ditambahkan 5 bagian ikan tuna (Thunnus obessus).Kualitas burger yang dihasilkan adalah : kadar air berkisar antara 59,07–79,09% danabu 1,01–6,33%, sedangkan Gaspersz dan Pattipeilohy (2011) melaporkan kualitas burger ikan dari surimi daging merah ikan tuna (limbah produksi loin) adalah: kadar air berkisar antara 64,56–65,63%; protein 16,52–18,12%, lemak 2.02–2,19%, abu 1,12–1,60% dan karbohidrat 13,53–14,69%. Rendemen lezat, gurih dapat dihidangkan dengan cepat karena hanya digoreng dan dapat langsung dimakan (Anonymous, 1990 dalam Rospiati, 2006). Pada umumnya nugget berbentuk persegi panjang ketika digoreng menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari nugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saat pelumuran dengan tepung roti diusahakan secara merata jangan sampai adonan kelihatan. Tekstur dari nugget tergantung dari asal bahan baku (Maghfiroh, 2000).Pada dasarnya produk fish nugget hampir sama dengan chicken nugget dan shrimp nugget. Perbedaanya terletak pada jenis dan karakteristik bahan baku yang digunakan (Anwar, 1995). Pembuatan fish nugget tidak jauh berbeda dengan pembuatan surimi seperti kamaboko, sosis, chikuwa dan ham ikan yang juga dibuat dari ikan giling (Suzuki, 1981).Hasil penelitian Anwar (1995) bahwa penggunaan bahan

pengikat maizena sebanyak 15 %, emulsifier lechitin 2 % dengan batter maizena menghasilkan nugget ikan nila merah yang lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan bahan pengikat tapioka 15 %, emulsifier dan batter yang sama karena produk yang dihasilkan teksturnya lebih lembut serta warnanya kuning keemasan. Warna ini muncul setelah produk digoreng akan menyerap minyak selama proses pemasakan sehingga rasanya lebih enak dan gurih.Menurut Maghfiroh (2000), bahwa nugget ikan dengan menggunakan tepung terigu 15 % sebagai bahan pengikat memiliki kemiripan dengan produk komersial. Kedua tersebut mempunyai warna kuning kemerahan, penampakan utuh dan rapi, tesktur kompak, aroma dan rasa ikan. Dari hasil uji fisik pada dua bahan dasar nugget yaitu daging lumat dan surimi, meliputi daya ikat air, nilai kekerasan dan susuk masak fish nugget menunjukkan bahwa sifat fisik tersebut tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan yang diamati. Bahan dasar yang terbaik surimi untuk penelitian lanjutan yaitu pemberian bahan pengisi dan bahan pengikat pada nugget. Hal ini dikarenakan pada daging lumat yang tidak mengalami pencucian pada perlakuan seperti surimi, sehingga daging merah banyak mengandung mioglobin yang mudah teroksidasi dan produk menjadi tengik dalam hal rasanya (Sianipar, 2003).Spesifikasi nugget ikan yang diolah dari ikan tuna dengan kadar air yang dihasilkan berkisar antara 61,60 – 66,07 %; protein 15,47 - 17,55 %, lemak 3,65 – 9,19 %, abu 1,59 – 1,92 % (Rieuwpassa, 2010).

PENUTUP

Surimi beku adalah semi “processed intermediate minced fish” bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan mentah pembuatan berbagai macam fish jelly products di antaranya bakso ikan, sosis ikan, sio may, mie ikan, burger ikan dan sejenisnya yang spesifikasinya menuntut kemampuan dalam pembentukan gel.

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

24

Page 10: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

Surimi dapat dibuat dari berbagai jenis ikan dan juga ikan tuna. Surimi ikan tuna dibuat dari daging merah, sehingga menghasilkan beberapa produk olahan seperti bakso ikan, burger ikan dan nugget ikan dengan kuantitas/rendemen dan kualitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKAAbdulrahman, 1987. Teknologi Pengolahan

Surimi. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta.

Anonim, 2008. Fungsi natrium bikarobant. http: www. Wacana mitra. Com. Diakses 23Januari 2010.

Anwar, E. 1997. Modifikasi Struktur Kimia Fraksi Polimer Maltodekstrin Sagu (Metroxylon sagus) Untuk Bahan Pengganti Lemak. Desertasi. Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Pangan, IPB.

Arifudin, R. 1993. Fish Stick dan Fish Burger. Di dalam kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. BadanPenelitian dan pengembangan Pertanian, Jakarta

Benjakul, S., Seymour, T.A., Morrissey, M.T., and Haejung, A.N. 1996. Proteinase in pacific whiting surimi wash water : identification and characterization. J. Food Sci. 61 (6): 1165-1170.

[BPPMHP] Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, 2001. Instruksi kerja Pengujian contoh Hasil Perikanan. Laboratorium Kriteria BPPMHP. Jakarta. Depertemen Kelautan dan Perikanan ; Tidak diterbitkan.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional, 1992. Standar Mutu Surimi Beku. SNI 01- 2693-1992. Jakarta.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008. Keunggulan nutrisi Ikan dsn fungsinya. http://wwwkp.go.id Diakses 18 September 2009.

Fitrial, Y. 2000. Pengaruh konsentrasi tepung tapioka, suh dan lama perebusan terhadap mutu gel daging ikan cucut ayam(Carcharinus limbatus) (tesis). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 143 pp.

Gaspersz, F.F., dan F. Pattipeilohy. 2011. Pengembangan Teknologi Surimi dan Diversifikasi Produk Olahan dengan Memanfaatkan Limbah Produksi Tuna Loin. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Pattimura, Ambon.

Grantham, G.J. 1981. Minced Fish Technology: A Review. FAO of the United Nations. Rome.

Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimiand mince product. Di dalam : Hall GM, ( editor ). Fish Processing Technology. New York : VCH publisher, Inc.

Hastings, R.J. 1989. Comparison of the Properties of Gels Derived from Cod Surimi Unwashed and Once Washed. Int. J. Food Sci. Tech. 24 : 93 – 102.

Hudson BJF, 1992. Biochemistry of Foods Proteins. London: Elsevier Applied Sci.

Jin, S.K., I.S. Kim, S.J. Kim, K.J. Jeong, Y.J. Choi and S.J. Hur . 2007. Efects of Muscle Type and Washing Times on Physico-Chemical Characteristiecs and Qualities of Surimi. J. Food Eng. 81:616-623.

Kano, I. 1992. Tropical Surimi. Info Fish Marketing Digest No. 1: 21 – 25.

25

Page 11: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 29 – 34.

Kelleher, S.D., H.O. Hultin, and K.A. Wilhelm. 1994. Stability of Mackerel Surimi Prepared under Lipid Stabilizing Processing Conditions. J. Food Sci. 59 (2) : 269 – 271.

[KIFTC] Kanada Internasional Fisheries Trainee Centre. 1992. Science of ProcessingMarine Food Products. Volume II. Japan. Dekker.

Lanier TC. 1992. Measurement of surimi composition and fuctional properties. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, (editor). Surimi Technology. New York : Marcel

Lee, C.M. 1984. Surimi Process Technology. Food Tech. 38 (11) : 69 – 80.

Lee, CM, WU MC, Okada M. 1992. Ingredient and Formulation technology for surimi-based product. Di dalam :Lanier TC, Lee CM (editor). Surimi Technology. New York : Marcell Dekker.

Mackie IM. 1992 . Surimi from fish. Di dalam :Johnston DE, Knight MK, Ledward DA, (editor). The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom : Royal Society of Chemistry.

Maghfiroh. I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius Hypothalamus). Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Intitut Teknologi Bogor, Bogor.

Martinez, I. 1989. Water Retention Prosperties and Solubility of the Myofibrillar Protein: Interreltionships and Possible

Data Analysis. Jurnal Sci. Food Agric. 46: 469 – 479.

Mitchell, C. 1986. Surimi the American Experience. Technology of Surimi Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 20 – 24.

Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanabe. 1985. Technology of Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 29 – 32.

Nakai S, Modler HW. 2000. Food Protein Processing Applications. New York : Wily-VCH.

Niwa, E. 1985. Functional Aspects of Surimi. In: Proceeding of the International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi. R.E. Marthim (ed.). Collete R.I and National Fisheries Institute. Seatle. Washington DC.: 141 – 147.

Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor). Di dalam: Lanier TC, Lee CM, (editor). Surimi Technologhy. New York: Marcell Dekker, inc.

Odlaug, T.E. 1981. Antimicrobial Activit of Halogens. J. Food Prot. 44: 608

Okada M. 1992.History of surimi technologhy in japan. Di dalam : Lanier TC, Lee CM, (editor). Surimi Technologhy. New York: Marcel Dekker. Inc. 81:616-623.

Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimiand mince product. Di dalam : Hall GM, ( editor ). Fish Processing Technology. New York : VCH publisher, Inc.

Hastings, R.J. 1989. Comparison of the Properties of Gels Derived from Cod Surimi

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

26

Page 12: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

Unwashed and Once Washed. Int. J. Food Sci. Tech. 24 : 93 – 102.

Hudson BJF, 1992. Biochemistry of Foods Proteins. London : Elsevier Applied Sci.

Jin, S.K., I.S. Kim, S.J. Kim, K.J. Jeong, Y.J. Choi and S.J. Hur . 2007. Efects of Muscle Type and Washing Times on Physico-Chemical Characteristiecs and Qualities of Surimi. J. Food Eng. 81: 616-623

Kano, I. 1992. Tropical Surimi. Info Fish Marketing Digest No. 1: 21 – 25.

Keay, J.N. 1986. Surimi the European Perspective. Technology of Surimi Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 29 – 34.

Kelleher, S.D., H.O. Hultin, and K.A. Wilhelm. 1994. Stability of Mackerel Surimi Prepared under Lipid Stabilizing Processing Conditions. J. Food Sci. 59 (2) : 269 – 271.

[KIFTC] Kanada Internasional Fisheries Trainee Centre. 1992. Science of Processing Marine Food Products. Volume II. Japan.

Lanier TC. 1992. Measurement of surimi composition and fuctional properties. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, (editor). Surimi Technology. New York: Marcel Dekker.

Lee, C.M. 1984. Surimi Process Technology. Food Tech. 38 (11) : 69 – 80.

Lee CM, WU MC, Okada M. 1992. Ingredent and Formulation technology for surimi-based product. Di dalam : Lanier TC, Lee CM (editor). Surimi Technolo gy. New York : Marcell Dekker.

Mackie IM. 1992 . Surimi from fish. Di dalam :Johnston DE, Knight MK, Ledward DA, (editor). The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom : Royal Society of Chemistry.

Maghfiroh. I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap Karakteristik Nugget dari Ikan Patin (Pangasius Hypothalamus). Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Intitut Teknologi Bogor, Bogor.

Martinez, I. 1989. Water Retention Prosperties and Solubility of the Myofibrillar Protein: Interreltionships and Possible Value as Indicators of the Gel Strength in Cod Surimi by a Multivariate Data Analysis. Jurnal Sci. Food Agric. 46: 469 – 479.

Mitchell, C. 1986. Surimi the American Experience. Technology of Surimi Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 20 – 24.

Miyake, Y., Y. Hirasawa and M. Miyanabe. 1985. Technology of Manufacturing. Info Fish Marketing Digest No. 5: 29 – 32.

Nakai S, Modler HW. 2000. Food Protein Processing Applications. New York: Wily-VCH.

Niwa, E. 1985. Functional Aspects of Surimi. In : Proceeding of the International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi. R.E. Marthim (ed.). Collete R.I and National Fisheries Institute. Seatle. Washington DC.: 141 – 147.

Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Ichthyos. Vol. 11 No. 1. Januari 2012. Hal. : 57-63.

27

Page 13: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Fish Science and Technology. J.J. Connell (Ed.). Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England.

MAJALAH BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

30

Page 14: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Teknologi Surimi Dan.... (Angeivioletta Moniharapon)

Santoso, J., Yasin, A.W.N., and Santoso. 2008. Perubahan karakteristik surimi ikan cucut dan pari akibat pengaruh pengkomposision dan penyimpanan dingin daging lumut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 19(1): 57-66.

Santoso, J. 2009. Perubahan karakter surimi selama penyimpanan beku. Food Review Indonesia. IV (8): 36-40.

Sormin, R.B.D., F. Pattipeilohy dan E.E.E. Nanlohy. 2005. The Influence of Minced ish Composed of Coral Reef and Tuna on the Quality of Fish Burger. In. Proceeding International Workshop on Eco-Friendly Coral Reef Fisheries, Ambon, 17 – 19 March 2005.

Somjit, K., Rutanapornwaresakul, Y., Hara, K., and Nazaki, Y. 2005. The cryprotectant effect of shrimp chitin and shrimp chitin hyrolysate on denaturation and unfrozen water of lizard surimi during frozen strotage. Food Res. Int. 28: 345-355.

Shimizu dan Yukada. 1985. Biological and Fungtional Properties of Material Fish. In. Proceeding of the International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi. R.E. Marthin (ED). Collette R.L. and National Fisheries Institute. Seatle, Washington DC.

Sribhibhadh, A. 1985. Prospect in Developing on Production. In. Proceeding of the International Symposium on Engineered Seafood Including Surimi. R.E. Marthin (ED). Collette R.L. and National Fisheries Institute. Seatle, Washington DC.

Suzuki, T. 1981. Fish Krill Protein Processing Technology. Aplied Science Publisher. Ltd. London. 263 hal.

Tan, S.M., Chung, N.M., Fujiwara, T., Kuang, H.K., Hasegawa H. 1987. Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in South-east Asia. Singapore: MFRD-SEAF-DEC.

Tan, S.M., Chung, N.M., Fujiwara, T., Chine, N.M. 1982. Processing of by Catch In To Frozem Minced Block (Surimi) and Jelly Products. In Fish by Eatch Bonus from the Sea. International Develop-ment Research Center, Canada.

Tan, S.M., Fujiwara, T., Kuang, H.K., Hasegawa, H. 1987. Handbook on the Pro-cessing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in Southeast Asia. Singapore: MFRD-SEAFDEC.

Tazwir. 1993. Pembuatan Sosis dan Bakso Ikan. Dalam. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pu-sat Penelitian dan Pengembangan Per-tanian, Jakarta.

Uju. 2006. Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi terhadap mutu bakso Ikan Jan-gilus (Isthioporus sp.). Staf Penga-jar pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK. IPB. Bogor.

Winarno, F.G.S., dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia.

Yamagata, M. 1991. The Problem of Quality and Food Hygiene of Seafood Export-ed from Southeast to Japan. In. Pro-cedding of the Seminar on Advances in Fishery Post-Harvest Technology in Southeast Asia. Hooi Kok Kuang (Ed.). MFRD/SAFDC. Singapore.

Young, K.W., Neumann, S.I., McGill A.S., Hardy, R. 1980. The Use of Delute Solutions of Hydrogen Peroxide to Withen Fish Flesh. In. Advances in

29

Page 15: SURIMI TECHNOLOGY AND IT’S PROCESSING PRODUCT

Fish Science and Technology. J.J. Connell (Ed.). Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England.

Buletin Penelitian BIAM Vol. 10, No. 1 Juli 2014, Hal. 16-30

30


Recommended