+ All Categories
Home > Documents > TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
20
Panalungtik: Jurnal yang memuat kajian gagasan dan informasi tentang budaya dan kehidupan masa lalu e-ISSN: 2621-928X Vol. 1(1) , Juli 2018, pp 41-60 DOI : https://doi.org/10.24164/pnk.v1i1.5 41 TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD KE-19 20 Spatial City of Ciamis after the World Trade of the 19 th - 20 th Century Nanang Saptono Balai Arkeologi Jawa Barat, Jalan Raya Cinunuk km 17, Cileunyi, Bandung 40623 E-mail: [email protected] Naskah diterima 15 April 2018 Revisi 30 Juni 2018 Disetujui terbit 27 Juli 2018 Diterbitkan secara online 31 Juli 2018 Abstract The capital of Ciamis Regency has experienced several displacements. During the reign of Raden Adipati Aria Kusumadiningrat the development of the capital was encouraged to develop into a city. After the kulturstelsel era, many European capitalists invested in Ciamis. At the beginning of the 20th century economic infrastructure, especially the means of distribution of commodities is much needed. Building economic facilities have sprung up in several locations in Ciamis. Such conditions result in the development of the city. This study aims to get a picture of the spatial layout of Ciamis and the city development process. The research method applied descriptive research. Data collection is done through direct observation in the field and accompanied by the utilization of instrument in the form of ancient maps. In the area of Ciamis City there are still some old building objects that can be used as a spatial bookmark of the city. At a glance the city's development spontaneously, but visible on the basis of existing infrastructure, in the 20th century the city of Ciamis showed a planned city. The growth of Ciamis city is of course influenced by several factors including economic and geographical factors. Keywords: city, layout, planned, industrial area Abstrak Ibukota Kabupaten Ciamis telah mengalami beberapa kali perpindahan. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Aria Kusumadiningrat pembangunan ibukota digalakkan hingga berkembang menjadi kota. Sesudah masa kulturstelsel, kaum kapitalis Eropa banyak yang menanamkan modal di Ciamis. Pada awal abad ke-20 prasarana perekonomian khususnya sarana distribusi barang komoditi banyak diperlukan. Bangunan fasilitas perekonomian bermunculan di beberapa lokasi di Ciamis. Kondisi seperti itu berakibat pada perkembangan kota. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tata ruang kota Ciamis dan proses perkembangan kota. Metode penelitian menerapkan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung di lapangan dan disertai pemanfaatan instrument berupa peta-peta kuna. Di wilayah Kota Ciamis masih terdapat beberapa objek bangunan lama yang dapat dijadikan penunjuk tata ruang kota. Secara sepintas perkembangan kota berjalan secara spontan, tetapi yang terlihat berdasarkan tinggalan infrastruktur yang ada, pada abad ke-20 kota Ciamis menunjukkan kota yang terrencana. Pertumbuhan kota Ciamis tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ekonomis dan geografis. Kata kunci: kota, tata ruang, direncanakan, kawasan industri
Transcript
Page 1: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik: Jurnal yang memuat kajian gagasan dan informasi tentang budaya dan kehidupan masa lalu e-ISSN: 2621-928X

Vol. 1(1) , Juli 2018, pp 41-60 DOI : https://doi.org/10.24164/pnk.v1i1.5

41

TATA RUANG KOTA CIAMIS

PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD KE-19 – 20

Spatial City of Ciamis after the World Trade of the 19th - 20th Century

Nanang Saptono

Balai Arkeologi Jawa Barat, Jalan Raya Cinunuk km 17, Cileunyi, Bandung 40623

E-mail: [email protected]

Naskah diterima 15 April 2018 – Revisi 30 Juni 2018

Disetujui terbit 27 Juli 2018 – Diterbitkan secara online 31 Juli 2018

Abstract

The capital of Ciamis Regency has experienced several displacements. During the reign of Raden

Adipati Aria Kusumadiningrat the development of the capital was encouraged to develop into a

city. After the kulturstelsel era, many European capitalists invested in Ciamis. At the beginning of

the 20th century economic infrastructure, especially the means of distribution of commodities is

much needed. Building economic facilities have sprung up in several locations in Ciamis. Such

conditions result in the development of the city. This study aims to get a picture of the spatial

layout of Ciamis and the city development process. The research method applied descriptive

research. Data collection is done through direct observation in the field and accompanied by the

utilization of instrument in the form of ancient maps. In the area of Ciamis City there are still some

old building objects that can be used as a spatial bookmark of the city. At a glance the city's

development spontaneously, but visible on the basis of existing infrastructure, in the 20th century

the city of Ciamis showed a planned city. The growth of Ciamis city is of course influenced by

several factors including economic and geographical factors.

Keywords: city, layout, planned, industrial area

Abstrak

Ibukota Kabupaten Ciamis telah mengalami beberapa kali perpindahan. Pada masa pemerintahan

Raden Adipati Aria Kusumadiningrat pembangunan ibukota digalakkan hingga berkembang

menjadi kota. Sesudah masa kulturstelsel, kaum kapitalis Eropa banyak yang menanamkan modal

di Ciamis. Pada awal abad ke-20 prasarana perekonomian khususnya sarana distribusi barang

komoditi banyak diperlukan. Bangunan fasilitas perekonomian bermunculan di beberapa lokasi di

Ciamis. Kondisi seperti itu berakibat pada perkembangan kota. Kajian ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran tata ruang kota Ciamis dan proses perkembangan kota. Metode penelitian

menerapkan penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung di

lapangan dan disertai pemanfaatan instrument berupa peta-peta kuna. Di wilayah Kota Ciamis

masih terdapat beberapa objek bangunan lama yang dapat dijadikan penunjuk tata ruang kota.

Secara sepintas perkembangan kota berjalan secara spontan, tetapi yang terlihat berdasarkan

tinggalan infrastruktur yang ada, pada abad ke-20 kota Ciamis menunjukkan kota yang terrencana.

Pertumbuhan kota Ciamis tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ekonomis

dan geografis.

Kata kunci: kota, tata ruang, direncanakan, kawasan industri

Page 2: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

42

PENDAHULUAN

Permukiman merupakan

kebutuhan pokok bagi masyarakat yang

berada pada tingkat budaya menetap.

Kondisi geomorfologis suatu wilayah

merupakan salah satu syarat dalam

pertimbangan pembentukan permukiman.

Pada masyarakat Sunda terdapat

semacam pedoman untuk memilih suatu

lokasi yang cocok dijadikan permukiman.

Pemilihan lahan dengan memperhatikan

bagaimana letaknya, kemiringannya,

riwayat pemakaiannya, warna dan aroma

lahan, serta bentuk alamiah lahan. Salah

satu naskah kuna yang menjelaskan hal

tersebut adalah Teks Warugan Lemah.

Pada teks ini diterangkan kondisi

geomorfologis suatu daerah yang cocok

dan tidak cocok untuk dijadikan

permukiman. Sebagai contoh, lokasi

dengan geomorfologis berada pada lereng

timur bukit dengan kontur miring ke arah

utara merupakan lahan yang cocok untuk

permukiman. Lahan seperti itu disebut

talaga hangsa. Selain itu tanah yang

membentuk bukit dengan lahan datar di

atasnya (ngalingga manik), lahan

memotong bukit (singha purusa), dan

lahan yang datar (sumara dadaya) juga

merupakan lahan yang bagus untuk

permukiman (Gunawan, 2010). Salah

satu contoh kota di Jawa Barat yang

secara geomorfologis sesuai dengan

konsep Warugan Lemah adalah

Majalengka. Lahan kota Majalengka

condong ke arah utara yang merupakan

lahan talaga hangsa yang baik untuk

permukiman (Saptono, 2014, hal. 48).

Kondisi geografis dan

geomorfologis suatu wilayah memang

sering dijadikan dasar pertimbangan

untuk dijadikan permukiman. Kota-kota

kuna di seluruh dunia kebanyakan berada

di dekat aliran sungai. Sebagaimana

masyarakat Sunda, masyarakat Jawa juga

mempunyai dasar-dasar pertimbangan

untuk menjadikan suatu lahan menjadi

permukiman. Kota Yogyakarta yang

dibangun oleh Sultan Hamengku

Bhuwana I pada tahun 1755, dalam

pemilihan lokasinya juga

mempertimbangkan faktor

geomorfologis. Lokasi Kota Yogyakarta

berada di antara Gunung Merapi dan

Lautan Hindia, dan diapit enam sungai

(Sungai Progo, Bedog, Winongo di barat

serta Sungai Code, Gajah Wong dan

Opak di timur). Menurut kajian Revianto

dan Sri Suwito (2008) sebagaimana yang

dikutip Suryanto dan kawan-kawan,

lokasi Kota Yogyakarta dinilai sebagai

lokasi yang istimewa, karena memenuhi

syarat-syarat sebagai kedudukan ibu kota

kerajaan (Suryanto, Djunaedi, &

Sudaryono, 2015, hal. 237).

Selain lokasi, kota-kota

tradisional di Indonesia juga dibangun

mengikuti pola-pola tataruang tertentu.

Pada masa pertumbuhan kerajaan-

kerajaan Islam syarat-syarat pada

tataruang kota adalah adanya rumah

untuk raja (keraton), alun-alun, pasar, dan

masjid. Kota-kota tradisional yang

merupakan warisan dari tradisi India

merupakan cerminan kemauan jagad raya

(cosmic pretentions) sang raja

(Basundoro, 2016, hal. 41). Meskipun

pada masa prasejarah sudah terbentuk

adanya koloni-koloni masyarakat, namun

perkembangan kota di Indonesia secara

tegas dimulai sejak adanya pengaruh

budaya India. Secara umum berdasarkan

sejarah pertumbuhan aglomerasi di

Page 3: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

43

Indonesia dapat dibagi dalam empat

periode. Periode I (abad ke-3 – 9 M),

sudah ada bukti hubungan antara Asia

Tenggara dengan Cina dan sudah tumbuh

aglomerasi namun belum ditemukan

bukti. Tinggalan arkeologis yang

mengarah kepada adanya aglomerasi

adalah kompleks percandian Batujaya di

Karawang, percandian Dieng, Borobudur,

dan percandian di sekitar Prambanan.

Periode II (abad ke-9 – 14 M),

peninggalan tertulis menyebutkan adanya

pemerintahan Kadhiri, Singhasari, hingga

Majapahit. Pada periode ini kota pertama

yang ditemukan adalah bekas ibukota

Majapahit di Trowulan. Hingga abad ke-

14 banyak diberitakan pada prasasti

pusat-pusat pemerintahan tradisional di

pinggiran sungai yang dapat dilayari.

Periode III (abad ke-15 – 18 M), sejak

runtuhnya Kerajaan Majapahit berdiri

kerajaan baru di pesisir. Kota-kota seperti

Gresik, Demak, Cirebon, dan Banten

bermunculan. Kota-kota tersebut berada

pada semenanjung atau delta sungai yang

dapat dilayari. Masa ini merupakan masa

perdagangan dunia yang dipelopori oleh

bangsa-bangsa Eropa. Sejak sekitar 1780

beberapa kota di utara Jawa sudah

dikuasai bangsa Eropa. Kota-kota di

pedalaman seperti Yogyakarta, Kartasura,

dan Surakarta masih tetap berdiri sebagai

pusat pemerintahan pribumi. Periode IV

(abad ke-19 – 20 M), merupakan babak

baru bagi kota-kota di Indonesia

khususnya Jawa. Revolusi industri di

Eropa mengakibatkan meningkat

tajamnya kebutuhan bahan mentah seperti

produk perkebunan, rempah-rempah, dan

bahan mineral. Kebijakan kulturstelsel

masa pemerintahan Van den Bosch dan

kebijakan politik etis berpengaruh besar

pada perkembangan kota-kota (Pontoh &

Kustiwan, 2009, hal. 66-72).

Di kawasan Ciamis gejala

aglomerasi hingga membentuk suatu kota

sudah muncul sejak masa Kerajaan

Sunda. Prasasti Kawali I menyebutkan

nama Prabu Raja Wastu yang berkuasa di

kota Kawali. Raja ini yang memperindah

keraton Surawisesa. Di sekeliling Kota

Kawali terdapat parit yang dapat

memakmurkan desa (Nastiti & Djafar,

2016, hal. 108). Parit dimaksud mungkin

berupa saluran irigasi. Surutnya

kekuasaan Kerajaan Sunda dan mulai

berpengaruhnya pemerintahan

berlatarkan budaya Islam membawa

perubahan di Ciamis. Pada 1595

Panembahan Senopati dari Mataram

berhasil menanamkan kekuasaannya di

Ciamis, yang ketika itu disebut Galuh,

dengan cara mengangkat Wedana

Mataram di Galuh. Pada masa

pemerintahan Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat yang lebih dikenal

dengan sebutan Kangjeng Prabu,

pembangunan ibukota Galuh digalakkan

hingga Galuh berkembang menjadi kota

Ciamis sekarang. Pembangunan dimulai

pada 1853 yaitu dengan pendirian

Keraton Selagangga. Pada 1872 dibangun

Jambansari dan kompleks pemakaman

keluarga bupati. Antara 1859 – 1877

beberapa gedung dibangun antara lain

gedung kabupaten. Sesudah itu dibangun

gedung untuk Asisten Residen Galuh.

Selain itu juga dibangun tangsi militer,

penjara, masjid agung, gedung untuk

kontrolir, dan kantor telepon (Lubis,

2013).

Selain tekanan dari Mataram,

Galuh atau Ciamis juga mendapat

Page 4: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

44

tekanan dari pemerintah kolonial. Pada

1729 melalui Residen Cirebon para

bupati diperintahkan untuk

mengharuskan rakyatnya menanam kopi.

Di Kabupaten Galuh, rakyat selain

dipaksa menanam kopi juga diharuskan

menanam nila. Pada abad ke-19 – 20 di

kawasan Ciamis selatan terdapat

perkebunan milik kalangan swasta Eropa

(Breman, 2014).

Penelitian tentang Ciamis sudah

beberapa kali dilakukan. Oerip

Bramantyo Boedi melakukan penelitian

tentang perkembangan pusat-pusat

pemerintahan Kabupaten Ciamis.

Perkembangan dimaksud adalah berkisar

pemerintahan sebelum disatukan menjadi

Ciamis. Beberapa lokasi pusat

pemerintahan di Ciamis adalah Kawasen,

Imbanagara, Utama atau Ciancang, dan

Bojong Lopang (Boedi, 2016). Pusat-

pusat pemerintahan pada masa itu belum

dapat dikatakan sebagai kota.

Selanjutnya, Lia Nuralia

mengadakan penelitian tentang

permukiman emplasemen perkebunan.

Pada masa pemerintah kolonial Belanda

di Ciamis terdapat beberapa perkebunan

yaitu perkebunan Batulawang, Cisaga,

Mandalareh Warnasari, Pangandaran,

Putrapinggan, dan perkebunan

Cikencreng. Pada perkebunan tersebut

terdapat permukiman emplasemen yang

secara fisik ditandai dengan perumahan

dan fasilitas pabrik (Nuralia, 2016). Pada

awalnya di kawasan Ciamis terdapat

beberapa pusat pemerintahan berupa

permukiman kecil. Selanjutnya, pada

awal abad ke-19 hingga awal abad ke-20

di Ciamis terdapat pemodal yang

membuka beberapa perkebunan.

Di antara awal perkembangan dan

era revolusi industri, kota Ciamis

mengalami perkembangan hingga dapat

disebut sebagai kota. Dalam konteks ini,

Ciamis sebagai kota dipandang bahwa

pemukiman tersebut sebagai lingkungan

artifisial di mana elemen-elemen fisik,

sosial, dan ideologis saling berinteraksi

dengan cara-cara khas. Di samping itu,

Ciamis bila dilihat dalam kaitannya

dengan beberapa pemukiman di

sekitarnya merupakan bagian dari sistem

yang lebih luas, karena pada dasarnya

kehidupan kota tidak dapat dipisahkan

dari wilayah penyangganya. Penduduk,

energi, informasi, barang, dan jasa bebas

keluar masuk melalui perbatasan agar

kota dapat mempertahankan atau

mengembangkan dirinya. Keseimbangan

gerak antara masukan (input) dan

keluaran (output) terkendali melalui

transportasi (Rahardjo, 2007).

Berdasarkan latar belakang tersebut,

terdapat permasalahan yang perlu

diaungkap yaitu bagaimana tata ruang

kota Ciamis serta sumberdaya atau

komoditas apa yang ada pada waktu itu

sehingga kota Ciamis dapat berkembang.

METODE

Kehidupan sehari-hari manusia

seperti halnya makhluk hidup lainnya

dipengaruhi dan mempengaruhi

lingkungannya. Berbeda dengan makhluk

hidup lainnya, hubungan timbal balik

manusia dengan lingkungan sekitarnya

dipengaruhi oleh sistem budaya yang

dimilikinya. Dengan demikian faktor

budaya ini sangat penting bagi manusia

untuk melakukan proses adaptasi dengan

lingkungannya (Iskandar, 2001, hal. 7).

Antara kebudayaan dan lingkungan alam

Page 5: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

45

terdapat hubungan timbal balik.

Kontinyuitas perkembangan kebudayaan

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan

alam dan begitu pula sebaliknya. Menurut

Koentjaraningrat culture (kebudayaan)

berasal dari kata Latin colere yang berarti

“mengolah, mengerjakan,” terutama

mengolah tanah atau bertani. Berdasarkan

arti kata tersebut, kebudayaan dapat

dimaknai “segala daya upaya serta

tindakan manusia untuk mengolah tanah

dan mengubah alam.”

Dalam perkembangannya,

kebudayaan tidak hanya diartikan seputar

bercocok tanam. Kebudayaan merupakan

berbagai hal yang merupakan hasil cipta,

rasa, dan karsa manusia. Pada masyarakat

yang kehidupannya sangat kompleks,

wujud budayanya akan meliputi juga

sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni

bangunan, seni rupa, dan sistem

kenegaraan. Wujud kebudayaan seperti

itu disebut peradaban atau civilization

(Koentjaraningrat, 1990, hal. 182).

Tingginya tingkat peradaban manusia

tersebut dipengaruhi oleh faktor interaksi

dan strategi adaptasi dengan lingkungan.

Ketergantungan manusia terhadap air

terjadi sepanjang masa. Salah satu teori

menyebutkan bahwa perkembangan

peradaban manusia juga dipengaruhi oleh

adanya sistem tata kelola air. Teori

Oriental Despotism (Wittfogel, 1967),

berisi tentang hydraulic society yang

diambil dari studi tentang adanya

despotisme dalam masyarakat pengguna

air sungai - di sekitar sungai-sungai Nil,

Indus, dan Yang Tse Kiang. Di sana bisa

timbul raja yang berkuasa mutlak untuk

membagikan air. Secara tradisional,

masyarakat Bali mengenal sistem

organisasi subak untuk mengatur air.

Ciamis merupakan wilayah

penghasil padi yang banyak bergantung

dengan masalah air. Selain padi, Ciamis

juga menghasilkan produk hasil

perkebunan tanaman keras.

Perkembangan permukiman di Ciamis

berkaitan dengan proses distribusi hasil

produksi ke wilayah lain. Dalam hal ini

teori tentang berkembangnya suatu kota

didorong oleh perdagangan dapat

diujicobakan di Ciamis. Pada mulanya

kota hanya berupa tempat pertemuan

pedagang. Karena lokasi yang strategis

disertai perkembangan perdagangan jarak

jauh mendorong munculnya suatu kota.

Dapat dikatakan sebagai faktor utama

yang menyebabkan tumbuhnya

permukiman hingga munculnya kota

adalah adanya kerjasama dan persaingan

antar individu atau kelompok, sehingga

masyarakat berkembang dari homeostatis

menjadi masyarakat heterogen (Flannery,

1979, hal. 32).

Ciamis resmi menjadi daerah

otonom sejak berdiri sendiri sebagai

kabupaten pada 1642. Mulai pertengahan

abad ke-19 Ciamis yang masih disebut

Galuh merupakan sentra produksi

perkebunan khususnya kelapa (minyak)

yang terus berlangsung hingga sekarang.

Di antara sentra produksi juga terdapat

permukiman yang menjalankan proses

produksi hingga distribusi. Proses

produksi berkembang dengan pesat mulai

pemerintah Hindia Belanda menjalankan

politik preangerstelsel dengan

membangun jaringan irigasi dan

prasarana transportasi berupa jaringan

kereta api lokal. Oleh karena itu

pengetahuan seputar perkembangan

permukiman dalam kaitannya dengan

pembangunan prasarana fisik menjadi

Page 6: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

46

kebutuhan untuk dimengerti. Agar kajian

lebih terarah maka ruang lingkup dibatasi

pada pengetahuan tentang unsur fisik

pemukiman kota beserta penunjangnya.

Pengetahuan ini tidak terbatas pada objek

fisik tetapi menyangkut juga dengan latar

belakang sejarah. Oleh karena itu ruang

lingkup kajian adalah pengamatan

kondisi umum dan penggalian peristiwa

sejarah yang berkaitan dengan kota

Ciamis.

Data yang diperlukan dalam

mencakup data arkeologis yang terdapat

di wilayah Ciamis terutama yang

berhubungan dengan permukiman. Data

yang dimaksud adalah kondisi

lingkungan, fasilitas jaringan transportasi,

bangunan-bangunan, dan unsur

permukiman lain. Berdasarkan data

tersebut selanjutnya ditarik satu sintesa

mengenai pola kota Ciamis.

Penelitian ini menerapkan metode

deskriptif. Langkah penelitian melalui

observasi langsung di lapangan.

Pengumpulan data melalui observasi

permukaan sangat tepat digunakan untuk

jangkauan yang luas sehingga sesuai bagi

studi kawasan (Manamon, 1984, hal.

242). Dalam rangka mengumpulkan data

selain pengamatan terhadap objek juga

dilakukan wawancara dengan nara

sumber yang dinilai mengetahui berbagai

keterangan berkaitan dengan objek yang

ada. Berdasarkan objek yang ada di

lapangan kemudian dilakukan analisis

untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Data primer tidak hanya diharapkan dari

observasi lapangan tetapi juga melalui

arsip dan peta-peta lama. Selain data

primer, juga akan dikumpulkan data

sekunder melalui penelaahan hasil

penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Ciamis

Sejarah Ciamis dapat diawali

dengan Kerajaan Galuh (Lubis, Falah,

Nugraha, Saringendyanti, Darsa, &

Kartika, 2013). Sebelumnya di daerah

Ciamis memang sudah pernah bediri

kerajaan yang kemudian dikenal dengan

Kerajaan Sunda Galuh. Pada tahun 1579

Kerajaan Sunda runtuh. Sejak itulah

Maharaja Sanghyang Cipta Di Galuh

tampil sebagai penguasa Kerajaan Galuh

yang berdiri sendiri. Pada tahun 1595,

Mataram di bawah pimpinan

Panembahan Senopati berhasil

menancapkan pengaruh politiknya di

Kerajaan Galuh. Pada waktu itu Maharaja

Sanghyang Cipta Di Galuh memberikan

kekuasaan kepada kedua anaknya.

Rangga Permana berkuasa di Kertabumi

dan Sanghyang Permana di Kawasen.

Pada tahun 1601 Sultan Agung

menggantikan Panembahan Senopati di

Mataram (Graaf, 2002). Perubahan

kekuasaan ini berdampak pula pada

suasana di Galuh. Sultan Agung mulai

memperkuat kekuasaannya di Galuh

dengan mengangkat Adipati Panaekan

sebagai Wedana Mataram di Galuh. Pada

tahun 1625 Adipati Panaekan dibunuh

oleh Adipati Singaperbangsa. Sebagai

penggantinya kemudian Sultan Agung

mengangkat Mas Dipati Imbanagara.

Ketika Mataram berusaha merebut

Batavia dari tangan VOC, Mas Dipati

Imbanagara memberikan bantuan

pasukan di bawah pimpinan Bagus

Sutapura. Karena jasa-jasanya, pada

tahun 1634 Bagus Sutapura diangkat

menjadi Bupati Kawasen. Tahun 1653

Bagus Sutapura meninggal dunia dan

kedudukan bupati digantikan oleh

Page 7: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

47

Tumenggung Sutanangga. Bupati baru ini

memerintah hingga tahun 1676. Wilayah

Kawasen kemudian disatukan dengan

Kabupaten Galuh Imbanagara.

Pada tahun 1636 terjadi peristiwa

penting di Imbanagara. Mas Dipati

Imbanagara dituduh melakukan

pembangkangan terhadap Mataram. Pada

tahun itu Bupati Mas Dipati Imbanagara

dihukum mati. Mas Bongsar yang masih

berusia 13 tahun kemudian ditunjuk

menggantikan Mas Dipati Imbanagara

menjadi Bupati Galuh yang

berkedudukan di Gara Tengah. Karena

belum cukup dewasa maka pelaksanaan

pemerintahan dipegang secara perwalian

oleh Patih Wiranangga. Ketika pulang

dari Mataram untuk menerima piagam

pengangkatan, Patih Wiranangga

mengubah piagam sehingga dialah yang

diangkat sebagai Bupati Galuh Gara

Tengah. Pemalsuan piagam ini akhirnya

terbongkar dan Patih Wiranangga

kemudian dihukum mati. Pelaksanaan

hukuman mati tidak berlangsung karena

Mas Bongsar memohonkan ampun. Pada

5 Rabiul Awal tahun Je (6 Agustus 1636)

Mas Bongsar diangkat sebagai Bupati

Galuh Gara Tengah bergelar Raden Panji

Aria Jayanagara dan nama kabupatennya

dikembalikan menjadi Imbanagara.

Raden Panji Aria Jayanagara menilai

bahwa Gara Tengah merupakan ibukota

yang banyak menyimpan kenangan pahit.

Orang tua dan kakeknya terbunuh karena

konflik politik. Untuk menghilangkan

kenangan itu Raden Panji Aria

Jayanagara memindahkan pusat

pemerintahan ke Calingcing. Tidak lama

kemudian ibukota pindah lagi ke

Panyingkiran dan kemudian pada tanggal

14 Mulud tahun He (12 Juni 1642)

pindah lagi ke Barunay. Selama beberapa

tahun kemudian, kabupaten-kabupaten di

sekitar Imbanagara dihapuskan dan

bergabung dengan Imbanagara. Dengan

bergabungnya kabupaten-kabupaten

tersebut, wilayah Imbanagara meliputi

daerah dari Ci Jolang hingga pantai

selatan dan dari Ci Tanduy hingga

Sukapura. Beberpa tahun kemudian

wilayah di sebelah timur Ci Tanduy

seperti Dayeuh Luhur, Nusa Kambangan,

Cilacap, dan Banyumas masuk wilayah

Imbanagara.

Pada tanggal 19 – 20 Oktober

1677 Mataram melakukan perundingan

dengan VOC dan mencapai kesepakatan

bahwa Mataram akan menyerahkan

Priangan Timur. Penyerahan ini sebagai

balas jasa kepada VOC karena telah

membantu Mataram dalam mengatasi

intrik di istana. Pada tanggal 15

November 1684 Gubernur Jenderal

Johannes Camphuijs memerintahkan

Jacob Couper dan Joachum Michael

menangani Priangan. Pada tahun 1685

Jacob Couper meninggal. Gubernur

Jenderal Johannes Camphuijs

mengangkat Francois Tack sebagai

Komisaris Priangan. Pada November

1685 Francois Tack memerintahkan

Letnan Benyamin van der Meer

mempersiapkan rencana pengambilalihan

Priangan secara resmi dari Mataram.

Pada waktu pergantian kekuasaan

ini, bupati yang berkuasa di Imbanagara

adalah R. A. Angganaya. Pada 1693

VOC mengangkat R. Adipati Sutadinata

menggantikan R. A. Angganaya karena

meninggal dunia. VOC mewajibkan

Galuh (Imbanagara) untuk menanam

lada, kapas, dan indigo serta harus

menyerahkan hasilnya sebanyak yang

Page 8: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

48

telah ditentukan. Pada 1695 Bupati R.

Adipati Sutadinata menyerahkan lada

sebanyak 180 pikul. Penyerahan hasil

bumi ini berlangsung terus pada masa-

masa kemudian.

Kekuasaan VOC di Galuh

semakin dipertegas dengan adanya

perjanjian antara Mataram dengan VOC

pada 5 Oktober 1705. Mataram harus

menyerahkan Cirebon dan Priangan.

Melalui resolusi tanggal 9 Februari 1706,

VOC mengangkat Pangeran Aria Cirebon

sebagai opziener para bupati di wilayah

Galuh dan Priangan. Pada waktu itu

Kabupaten Imbanagara dipimpin oleh

Raden Adipati Kusumadinata I.

Pada 31 Desember 1799 VOC

dibubarkan dan kekuasaan di nusantara

diambil alih langsung oleh Kerajaan

Belanda. Gubernur Jenderal pertama

Hindia Belanda adalah Herman Wilhelm

Daendels (1808 – 1811). Pada awal masa

pemerintahan Daendels, Tatar Sunda

dibagi menjadi dua bagian. Kabupaten

Galuh dimasukkan ke dalam

Cheribonsche Preangerlanden. Pada Mei

1811 Daendels digantikan oleh Jan

Willem Jansens. Pada Agustus 1811

Belanda menyerah kepada Inggris

melalui Kapitulasi Tuntang 17 September

1811. Inggris menunjuk Thomas

Stamford Raffles sebagai Letnan

Gubernur Jenderal. Pada masa Raffles, di

Galuh terjadi tiga kali pergantian bupati.

Raden Adipati Surapraja digantikan

Raden Tumenggung Jayengpati

Kartanegara, dan selanjutnya digantikan

Raden Tumenggung Natanagara. Pada

tahun 1814 Raden Tumenggung

Natanagara digantikan oleh Pangeran

Sutajaya.

Pada 13 Agustus 1814

berdasarkan Traktat London, pemerintah

Inggris harus menyerahkan Jawa ke

pemerintah Belanda. Pada 5 Januari 1819

Komisaris Jenderal Hindia Belanda

menetapkan bahwa Galuh merupakan

bagian dari Karesidenan Cirebon. Pada

waktu itu Kabupaten Galuh dipimpin

oleh Raden Adipati Adikusuma. Pada

tahun 1839 – 1886 Kabupaten Galuh

dipimpin oleh Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat. Pada masa ini pusat

pemerintahan Kabupaten Galuh berada di

Ciamis sekarang ini. Pada tahun 1915,

Kabupaten Galuh dimasukkan ke

Keresidenan Priangan, dan secara resmi

namanya diganti menjadi Kabupaten

Ciamis.

Unsur Pembentuk Kota Ciamis

Kota Ciamis berpusat di alun-alun

kota. Di sekeliling alun-alun terdapat

beberapa unsur bangunan dan kawasan

pembentuk kota. Di sebelah barat alun-

alun terdapat Masjid Agung, di sebelah

utara Masjid Agung terdapat kompleks

pemerintahan yang terdiri kantor Bupati

Ciamis dan Gedung Negara. Di sebelah

utara alun-alun terdapat kompleks

Pecinan yang ditandai dengan beberapa

bangunan beraksitektur Cina dan

kelenteng. Selain objek-objek tersebut

terdapat beberapa objek bangunan lama

yang merupakan unsur pembentuk kota.

a. Situs Jamban Sari

Situs Jamban Sari berada di

sebelah baratdaya alun-alun Ciamis,

secara administratif berada di wilayah

lingkungan Rancapetir, Kelurahan

Linggasari. Secara geografis berada pada

Page 9: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

49

Gambar 1. Persebaran objek bangunan lama di Kota Ciamis (dibuat berdasarkan citra

Google Earth dan ploting lokasi)

posisi 07°19’50,5” LU dan 108°20’53,6”

BT. Geomorfologis kawasan situs berupa

pedataran. Situs berada pada lingkungan

permukiman yang tidak begitu padat.

Lahan situs Jamban Sari berdenah empat

persegi panjang, semula luasnya sekitar 5

ha. Karena sesuatu alasan sebagian lahan

dipindahtangankan oleh pewaris dan

lahan yang tersisa sekarang luasnya

sekitar 3,7 ha.

Situs Jamban Sari semula

merupakan taman untuk istirahat para

kerabat dan abdi dalem. Taman dibangun

pada tahun 1872 masa pemerintahan

Raden Adipati Aria Kusumadiningrat

(Kanjeng Prabu). Ketika Kanjeng Prabu

Wafat kemudian dijadikan kompleks

pemakaman. Kompleks situs dilengkapi

gerbang yang terdapat di sisi timur dan

selatan, sebagai gerbang utama berada di

sisi timur. Dari gerbang utama di sisi

timur terdapat jalan beraspal menuju

kompleks makam kemudian berbelok ke

selatan menuju gerbang samping di sisi

selatan. Lahan kompleks situs terdiri tiga

bagian. Lahan bagian timur terdapat

sawah yang merupakan sawah bengkok

bagi para juru kunci. Sebelum dijadikan

persawahan berupa empang ikan. Lahan

bagian baratdaya merupakan kolam yang

disebut “balong ageung”. Sebagian

kolam, yaitu yang terdapat di sebelah

barat sudah dipindahtangankan dan

sekarang berdiri bangunan pabrik. Lahan

bagian baratlaut merupakan kompleks

makam. Lahan bagian kompleks makam

lebih tinggi dari sekitar kira-kira 2,5 m.

Di bagian depan kompleks

makam, yaitu di sisi timur terdapat

gerbang paduraksa. Bagian bawah

gerbang terdapat tangga. Jalan keluar

masuk gerbang berada di tengah pada

bagian atas melengkung. Pada dinding

gerbang sebelah kiri (selatan) jalan

terdapat hiasan berbentuk oval

bertuliskan “RIDDERDER ORDE VAN

Page 10: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

50

DEN NEDERLAND SCHEN LEEUW

MEDALIMAS PAJOENG KOENING”.

Pada dinding gerbang di atas jalan

terdapat hiasan medalion bertuliskan

“RADEN ADIPATIARIA

KOESOEMADINGRAT”, dan pada

dinding gerbang sebelah kanan (utara)

jalan terdapat hiasan berbentuk oval

bertuliskan aksara Arab.

Makam utama, yaitu makam

Raden Adipati Aria Kusumadiningrat

berada di ujung barat bagian tengah. Jirat

makam berada pada cungkup berdenah

segi delapan. Lantai cungkup ditinggikan

sekitar 1,5 m. Jalan menuju cungkup

berada di sisi selatan dilengkapi dengan

tangga. Pada ujung tangga terdapat rana

dengan hiasan ukiran krawangan dengan

motif matahari, pohon kelapa, bendera

merah putih, dan harimau.

Jirat makam Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat berbentuk jirat

bertingkat. Kondisi jirat kelihatannya

sudah dipugar. Setiap sisi jirat dilapis

keramik putih. Nisan berbentuk pipih

dengan puncak berbentuk kurawal. Nisan

berhias motif flora. Pada bagian tengah

nisan terdapat bentuk medalion

bertuliskan nama tokoh degan aksara

Arab dan angka tahun.

Di sebelah utara cungkup makam

Raden Adipati Aria Kusumadiningrat

terdapat lahan melingkar yang ditumbuhi

kumpulan pohon waregu (Rhapis

excelsa). Pada lahan tersebut terdapat

beberapa benda arkeologis antara lain

berupa batu berdiri (menhir), batu bundar

dengan bagian dasar dan atas rata, dan

bejana terbuat dari tembikar. Di sebelah

timur agak ke selatan lahan melingkar

terdapat bangunan semacam museum

kecil. Di dalam bangunan ini dahulu

tersimpan 13 arca di antaranya berbentuk

arca megalitik, arca tipe pajajaran, nandi,

ganesa, dan lingga. Selain itu juga

terdapat lumpang batu dan lapik arca

(Widyastuti, 2006: 58 – 62). Arca-arca

yang terdapat di lokasi ini dikumpulkan

oleh Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat. Pengumpulan ini

dilakukan dalam rangka dakwah agama

Islam, sehingga bagi yang mempunyai

arca atau berhala diharuskan untuk

dikumpulkan di lokasi tersebut (Sukardja,

2004: 155). Arca-arca tersebut sekarang

sudah dipindahkan ke Museum Galuh

Pakuan, Yayasan Koesoemawinata Jalan

K.H. Ahmad Dahlan No. 40, Ciamis. Di

sebelah timur cungkup makam Raden

Adipati Kusumadiningrat terdapat

bangunan cungkup yang di dalamnya

terdapat makam isteri Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat dan beberapa

kerabatnya.

b. Kewadanaan Ciamis

Bangunan bekas Kewadanaan

Ciamis berada di sisi selatan ruas Jalan

Jenderal Sudirman No. 43, Ciamis.

Lokasi ini tepatnya berada pada posisi

geografis 7°19’35,48 LS dan

108°20’53,00” BT. Kompleks

kawadanaan dibatasi dengan ruas Jalan

Jenderal Sudirman di sebelah utara, jalan

kampung di sebelah barat, dan

permukiman di sebelah selatan dan timur.

Bangunan berada di tengah lahan. Pada

bagian depan merupakan pendapa dan

bagian belakang merupakan bangunan

untuk aktivitas wedana. Bangunan ini

sekarang dimanfaatkan untuk kantor

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Ciamis.

Bangunan pendapa di depan

berupa bangunan terbuka. Dinding

Page 11: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

51

sebagai pembatas berupa tembok bata

berplester setinggi 1 m. Jalan keluar

masuk terdapat di sisi utara, timur, dan

barat. Lantai terbuat dari bahan ubin abu-

abu. Lantai bagian tengah ruangan

pendapa lebih tinggi 10 cm. Konstruksi

atap ditopang tiang-tiang kayu dan

konstruksi kuda-kuda. Bagian atap

berbentuk piramida berpenutup genteng.

Bagian belakang berdinding

tembok berplester. Pintu dan jendela

berukuran tinggi. Jendela dengan daun

rangkap. Daun jendela bagian luar terbuat

dari bahan kayu berbentuk jalusi,

sedangkan jendela bagian dalam kaca

berbingkai kayu. Bagian atap berbentuk

limas berpenutup genteng.

c. Pecinan dan Kelenteng Hok Tek Bio

Kawasan di sebelah timur laut

alun-alun Ciamis, berdasarkan sisa-sisa

bangunan lama yang masih ada

menunjukkan kawasan pecinan. Beberapa

bangunan lama bergaya campuran Cina –

Eropa di antaranya dapat dijumpai di ruas

Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan

Ahmad Yani, Jalan Yos Sudarso, dan

jalan raya menuju Kawali. Arsitektur

Cina tampak pada bagian atap berupa

atap pelana dengan ujung melengkung

keatas yang disebut sebagai model Ngang

Shan. Pada ruas jalan menuju Kawali

terdapat deretan rumah toko berarsitektur

Cina. Beberapa bangunan di antaranya

ada juga yang menunjukkan perpaduan

antara arsitektur Cina dengan Eropa.

Di Jalan Akhmad Yani pernah ada

kelenteng dengan altar utamanya Kongco

Hok Tek Ceng Sien. Di lokasi ini

sebelumnya pernah digunakan Kantor

Chung Hoa Chung Hwee dan sekolah

Tionghoa (Chung Hoa Sie Siauw)

sekarang terdapat Gedung Puspita.

Seorang penguasa Jepang bernama

Fukuyama, seorang Tionghoa suku

Hokian yang sejak remaja dibawa ke

Negeri Jepang dan dilatih menjadi

serdadu Jepang serta sudah tidak tahu

tentang keadaan orang tua maupun

saudara-saudaranya di negeri asalnya,

memindahkan kelenteng di lingkungan

Pecinan (sekarang Jalan Ampera II No.

17 Ciamis). Di lokasi baru dibangunlah

sebuah kelenteng dengan empat altar,

yaitu Altar Nabi Khong Cu (sebelah

barat) sekarang dipakai tempat Joli yang

baru; Altar Khongco Hok Tek Ceng Sien

pada tempatnya yang sekarang; Altar

Kongco Kwan Kong, di tempat yang

sekarang ditempati Altar Wu Lu Cai Sen,

sedang Altar Maco Kuan Im, pada tempat

yang sekarang ditempati Altar Hian

Thian Siang Tee. Altar Khongco Hok

Tek Ceng Sien merupakan pindahan dari

Chung Hoa Chung Hwee.

Pada Januari 1981 atap bangunan

Kelenteng Hok Tek Bio runtuh menimpa

altar Kongco Hok Tek Ceng Sien. Setelah

dibersihkan, Kimsin Kongco Hok Tik

Ceng Sien tidak mengalami kerusakan

sedikit pun. Bangunan yang runtuh

langsung diperbaiki. Sampai akhir tahun

1990 Kelenteng Hok Tek Bio Ciamis

mengalami masa-masa yang cukup berat.

Sumber dana sangat minim, satu-satunya

sumber dana yang rutin adalah dari

pelelangan sumbangan sembahyang King

Hoo Ping (rebutan). Itu pun kalau

penyumbangnya cukup banyak dan

barangnya habis terlelang.

Menjelang akhir tahun 1990,

dibangun pagar keliling halaman.

Perubahan situasi politik di tahun 1990

membawa Kelenteng Hok Tek Bio

Page 12: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

52

Ciamis kembali mendapat perhatian dari

umat yang percaya dan mulai dihadiri

umat yang percaya dan simpatisan dari

Ciamis, Tasikmalaya, Bandung, Banjar

dan lain-lain, sehingga sedikit demi

sedikit kondisi Kelenteng Hok Tek Bio

Ciamis dapat dibenahi. Sembahyang

King Hoo Ping (rebutan) acara lelang

sumbangan persembahan sembahyang

ditiadakan diganti dengan kegiatan amal.

Mulai Oktober 2000 sampai

Pebruari 2001 dilakukan renovasi gapura

pintu gerbang dan tungku pembakaran

kertas sembahyang. Peresmian

dilaksanakan pada Jie Gwee Che Ji 2552

(24 Pebruari 2001). Pada April 2005

dimulai renovasi altar dan bangunan.

Ritual pemberkatan altar baru,

penempatan sekaligus peresmian

selesainya renovasi pada Pek Gwee Cap

Go 2556 (17 September 2005).

Bangunan Kelenteng Hok Tek

Bio Ciamis berada di sudut barat laut

simpang tiga. Di sebelah timur kelenteng

terdapat ruas Jalan Pemuda dan di

sebelah selatan (depan) merupakan ruas

Jalan Ampera II. Gerbang berada di sisi

selatan. Di kanan dan kiri jalan terdapat

arca kilin. Atap gerbang bersusun dua.

Pada puncak gerbang terdapat naga api.

Bangunan utama kelenteng terdapat di

bagian ujung utara. Di sisi barat terdapat

bangunan untuk pengurus kelenteng. Di

sudut tenggara halaman terdapat

bangunan tempat pembakaran kertas

sembahyang. Seluruh bangunan

didominasi warna merah.

d. Stasiun Kereta Api

Stasiun Kereta Api Ciamis berada

di sebelah tenggara alun-alun. Secara

geografis berada pada posisi 7°19'44.72"

LS dan 108°21'21.93" BT. Bangunan

utama stasiun berdenah empat persegi

panjang memanjang arah timur-barat.

Bangunan stasiun berarsitektur Eropa.

Unsur arsitektur Eropa terlihat pada

bentuk jendela dan pilaster yang terdapat

pada kanan kiri jalan masuk. Bangunan

utama terdiri tiga ruangan utama. Ruang

tengah merupakan ruang tunggu

penumpang. Ruang di bagian barat

berfungsi untuk operasional teknik,

sedangkan ruangan yang di bagian timur

berfungsi untuk ruang administrasi.

Di sebelah timur bangunan utama

terdapat bangunan gudang. Bangunan ini

berdenah empat persegi panjang

memanjang barat-timur. Pada sisi selatan

dilengkapi tiga pintu berdaun pintu kayu

dengan sistem buka-tutup dengan cara

digeser. Pada dinding sisi timur dan barat

dilengkapi jendela berukuran lebar dan

tinggi. Daun jendela terbuat dari kayu

berbentuk jalusi.

Di sebelah selatan bangunan

utama, pada seberang rel terdapat

bangunan tower air berdenah empat

persegi panjang. Bangunan terdiri dua

bagian, yaitu bagian bawah merupakan

tempat peralatan sumur artesis dan bagian

atas merupakan bak pengumpul air.

Bangunan bagian bawah berdinding

tembok berplester. Pintu terdapat di sisi

timur. Pada sisi utara dan selatan terdapat

jendela dengan daun jendela berbentuk

jalusi. Pada bagian atas jendela terdapat

lubang ventilasi yang pada bagian atas

berbentuk lengkung. Bak air yang

terdapat di bagian atas berbentuk persegi

terbuat dari bahan plat baja. Sambungan

antar plat dengan sistem paku keling.

e. Pabrik Bedak Sari Pohaci

Page 13: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

53

Pabrik Bedak Sari Pohaci berada

di sisi barat Jalan Ir. H. Juanda tepatnya

berada pada posisi geografis 7°19’37,9

LS dan 108°20’14,6” BT. Pabrik berdiri

pada tahun 1927, didirikan oleh S.

Marijah. Bangunan yang tampak

sekarang dibangun tahun 1950-an.

Bangunan pabrik menyatu dengan

bangunan rumah tinggal. Bangunan

rumah tinggal berarsitektur gaya post

modern. Bagian depan dilengkapi teras.

Tiang penyangga atap teras berbentuk

persegi, bagian bawah kecil dan pada

bagian atas lebih besar. Tiang berlapis

teraso.

Bagian pabrik berada di belakang.

Bagian ini juga berarsitektur gaya post

modern. Dinding bagian bawah dihias

dengan tempelan batu. Bagian atap

berupa beton datar yang dibuat tahun

1970. Bagian atap ini berfungsi untuk

tempat menjemur bedak. Pada teras

bagian barat terdapat lumpang batu

merupakan perkakas proses pembuatan

bedak dan hingga sekarang masih

difungsikan.

Di sebelah barat bangunan rumah

tinggal terdapat bangunan masjid.

Bangunan ini diresmikan penggunaannya

pada 20 Oktober 1969 bertepatan dengan

tanggal 22 Rajab 1389 H. Bangunan

masjid dilengkapi menara yang terdapat

di sudut timur laut masjid. Puncak masjid

dan menara berbentuk kubah bawang.

f. Pabrik Tembakau Cap Gajah

Di Desa Imbanegara, Kecamatan

Ciamis terdapat tiga kompleks bangunan

bekas pabrik tembakau. Pabrik tembakau

tersebut adalah Pabrik Tembakau Cap

Gajah, Pabrik Tembakau Cap Onta, dan

Pabrik Tembakau Cap Angur. Salah satu

bangunan bekas pabrik tembakau, yaitu

Pabrik Tembakau Cap Gajah berada di

sebelah utara jalan raya yang

menghubungkan Tasikmalaya – Ciamis.

Secara geografis berada pada posisi

07°18’58,1” LS dan 108°18’17,6” BT.

Menurut keterangan pabrik ini mengolah

tembakau yang bahannya berasal dari

Kuningan dan Garut.

Lahan pabrik berdenah empat

persegi panjang memanjang arah utara –

selatan. Pada bagian depan terdapat

bangunan memanjang arah barat-timur.

Arsitektur bangunan bergaya post

modern. Lantai dari bahan ubin abu-abu.

Pada bagian belakang unit bangunan

terdapat bagian bangunan dilengkapi

dengan teras. Tiang penyangga atap teras

berlapis teraso. Lantai dari bahan ubin

berhias motif flora.

Di sebelah utara unit bangunan ini

terdapat unit bangunan lainnya yang

berdenah empat persegi panjang.

Bangunan ini dahulu berfungsi untuk

tempat pengrajang. Antara unit bangunan

depan dan belakang terdapat runtuhan

bangunan. Dengan adanya runtuhan

bangunan ini menunjukkan bahwa dahulu

antara unit depan dan belakang

merupakan satu kesatuan. Di sebelah

utara bangunan ini terdapat sisa pondasi

bangunan.

Pada ujung utara lahan terdapat

kolam ikan (balong). Di sebelah selatan

kolam pada sisi timur terdapat kompleks

makam keluarga. Makam dengan tulisan

pada nisan yang paling tua adalah makam

Abah Saleh Sarkawi berangka tahun

1949. Di sebelah selatannya lagi terdapat

kebun.

Page 14: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

54

Gambar 2. Situasi bendungan Nagawiru

(dibuat berdasarkan citra Google Earth dan ploting lokasi)

g. Bendungan Nagawiru

Bendungan Nagawiru merupakan

dam lama yang membendung Ci Leueur.

Secara adminsitratif, dam ini berada di

perbatasan antara Desa Sukajadi di

sebelah utara sungai dengan Desa

Imbanegara di sebelah selatan sungai,

Kecamatan Imbanegara. Secara geografis

berada pada posisi 07°18’20,7” LS dan

108°19’06,7” BT. Struktur bendungan

berupa check dam yang membendung

sungai sehingga permukaan air naik. Di

bagian selatan sungai terdapat bangunan

spill way yang berfungsi untuk

mengarahkan dan mengatur aliran air.

Pada bagian spill way dilengkapi

pintu air (gates) untuk mengatur,

membuka dan menutup aliran air. Bagian

pintu air terdiri daun pintu (gate leaf),

rangka pengatur arah gerakan (guide

frame) yang terbuat dari baja atau besi.

Komponen ini dipasang masuk ke dalam

beton yang digunakan untuk menjaga

agar gerakan dari daun pintu sesuai

dengan yang direncanakan. Daun pintu

digerakkan melalui hoist (alat untuk

menggerakkan daun pintu air agar dapat

dibuka dan ditutup dengan mudah) yang

terpasang di bagian atas. Bagian

bendungan yang merupakan komponen

lama hanya bagian check dam yang

dibangun pada 1843. Struktur check dam

dari susunan batu kali berbentuk persegi.

Dahulu fungsi utama bendungan untuk

mengairi sawah. Pada saat ini selain

untuk mengairi sawah juga difungsikan

sebagai Bangunan Penyadap Air Bersih

untuk keperluan Perusahaan Daerah Air

Minum.

h. Rumah Tinggal di Desa Cimari

Rumah tinggal di Desa Cimari

berada pada lingkungan pemukiman yang

tidak begitu padat. Letak rumah pada sisi

barat jalan desa, tepatnya pada posisi

geografis 7°18’43,20 LS dan

108°17’00,68” BT. Menurut keterangan

masyarakat setempat, rumah ini dibangun

Page 15: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

55

sekitar tahun 1933 dan pernah dipakai

untuk markas tentara Belanda.

Berdasarkan papan nama yang

terdapat di atas pintu utama, rumah ini

merupakan milik H. Mh. Machdi.

Menurut keterangan masyarakat, rumah

ini dibangun tahun 1933. Denah rumah

empat persegi panjang memanjang barat-

timur menghadap ke arah timur. Pada sisi

depan bagian selatan dilengkapi rotunda.

Dinding terbuat dari tembok berplester.

Bagian bawah merupakan dinding batu.

Lantai ditinggikan, sehingga untuk

memasuki rumah harus melalui tangga.

Dinding rumah bagian depan hampir

dipenuhi bukaan berupa jendela dan

pintu. Daun jendela dan pintu berupa

kaca berbingkai kayu.

Secara umum, arsitektur

bangunan mengandung unsur arsitektur

Eropa. Pengaruh Eropa tampak pada

konstruksi besi penyangga kanopi. Selain

itu, kolom pada dinding berbentuk

persegi di bagian tengah terdapat lapisan

teraso. Pada bagian atas rotunda terdapat

bentuk segitiga (tympanon). Atap

berbentuk limas memanjang.

i. Pabrik Rukun Batik

Sejarah pabrik Rukun Batik

diawali pada awal tahun 1939, para

pengrajin batik di Ciamis mendirikan

Koperasi Rukun Batik yang berbadan

hukum Oprichtings Acte Batik

Cooperatie Rukun Batik. Koperasi ini

didirikan oleh H Abdul Majid, Sasmita,

Suganda, dan H. Tamim. Masa keemasan

batik Ciamis berlangsung pada era tahun

1960-an hingga awal 1980-an. Batik

Ciamis mampu bersaing di antara

dominasi tradisi batik Sala, Yogyakarta,

maupun Pekalongan. Namun, sejak tahun

80-an keberadaan batik Ciamis

mengalami kemunduran kerana berbagai

dampak perubahan ekonomi yang tidak

menguntungkan para pengrajin batik di

Ciamis. Puncaknya terjadi saat krisis

moneter pada tahun 1997 yang

menghentikan hampir seluruh kegiatan

membatik di Ciamis.

Bangunan bekas pabrik batik

“Rukun Batik” berada di sisi selatan ruas

Jalan Jenderal Sudirman, Ciamis. Secara

geografis berada pada posisi 7°19’31,80

LS dan 108°19’51,93” BT. Bangunan ini

sekarang sudah tidak difungsikan lagi.

Pada beberapa bagian sudah mengalami

kerusakan. Secara umum, bangunan

berdenah segi empat menghadap ke utara.

Dinding bangunan bagian bawah terbuat

dari bahan batu putih, sedang bagian atas

tembok berplester.

Pada sisi depan dilengkapi empat

pintu. Pintu utama berada di tengah

dilengkapi dengan kanopi. Di sebelah

timur pintu utama terdapat dua pintu lagi

berukuran lebih kecil. Di sebelah barat

pintu utama, pada ujung barat, terdapat

satu pintu. Kesemua daun pintu berupa

pintu geser terbuat dari plat baja. Antara

pintu utama dengan pintu barat terdapat

jendela. Di sebelah timur pintu utama

juga terdapat jendela. Bagian atap

berbentuk deretan atap miring ke arah

utara terdiri empat baris. Penutup atap

terbuat dari bahan seng.

j. Pabrik Minyak Gwan Hien

Pada sekitar tahun 1860-an Rd.

Adipati Aria Koesoemadiningrat

mewajibkan kepada setiap pengantin laki-

laki yang akan menikah untuk membawa

tunas kelapa (kitri) pada saat seserahan.

Tunas kelapa tersebut kemudian ditanam

Page 16: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

56

di halaman rumah mereka. Dalam waktu

yang tidak terlalu lama, Galuh-Ciamis

tersohor menjadi gudang kelapa paling

makmur di Priangan timur. Banyak

pabrik minyak kelapa didirikan oleh para

pengusaha terutama Cina. Di antara yang

paling tersohor adalah Gwan Hien di

Kertsari dan Haoe Yen di Pawarang.

Pabrik Minyak Gwan Hien berada

di sisi selatan ruas Jalan Ahmad Yani 142

Ciamis. Secara geografis berada pada

posisi 7°19’34,59 LS dan 108°21’49,16”

BT. Kompleks pabrik berada pada lahan

yang sangat luas. Sisa bangunan yang ada

sekarang tinggal di bagian depan serta

samping kanan dan kiri. Bangunan di

samping kanan (barat) merupakan bekas

pabrik pengolahan minyak. Bangunan

samping kiri berfungsi untuk

administrasi. Bangunan yang ditengah

merupakan kantor pusat.

Bentuk bangunan yang berada di

tengah berdenah segi empat. Lantai

ditinggikan sehingga untuk memasuki

harus melewati tangga. Pada setiap sisi

terdapat teras. Tiang penyangga atap teras

berbentuk persegi berlapis teraso. Bagian

atap berbentuk pelana berpenutup

genteng.

Perkembangan Kota Ciamis

Suatu negara dikatakan ideal bila

wilayahnya memiliki tiga sifat yaitu

memiliki potensi sumberdaya

lingkungan, merupakan satu kesatuan

wilayah yang kompak yang tidak dipisah-

pisahkan oleh batas alam yang sulit

ditembus, dan terdiri dari sejumlah

penduduk dengan ciri budaya yang relatif

homogen dengan persebaran penduduk

yang relatif merata. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa jantung dari

negara adalah penduduk dan sumber-

sumber ekonomi yang menghidupinya.

Negara dalam bentuk yang lebih kecil

adalah kota. Sebagaimana negara, kota

juga akan bertahan hidup bila didukung

oleh sumberdaya lingkungan. Dalam

hierarki kekuasaan, daerah-daerah inti

produktif memasok kebutuhan pusat

kekuasaan induk yang kurang produktif,

sedangkan inti daerah yang kurang

produktif menjadi konsumen dari daerah-

daerah yang produktif. Secara ideal

daerah-daerah inti ekonomi yang bersifat

produktif berdekatan dengan pusat

pemerintahan atau di bawah dominasi

pemerintah pusat. Beberapa kasus

menunjukkan adanya daerah-daerah inti

produktif yang terletak jauh di pinggiran.

Bila terjadi hal yang demikian maka

daerah ini cenderung berkembang ke arah

yang lebih otonom. Jarak jauh sebenarnya

mengandung makna biaya ekonomi dan

energi juga berarti hambatan dan resiko.

Untuk mengatasi masalah tersebut

diperlukan pembangunan sarana-sarana

komunikasi dan transportasi, serta

penyediaan kekuatan militer yang bersifat

reguler (Rahardjo, 2007, hal. 121).

Kawasan Ciamis yang

berkembang dari Kabupaten Galuh pada

masa awal pertumbuhan mempunyai

wilayah yang sangat luas. Sumber-

sumber potensi yang berasal dari alam

tersebar hingga seluruh pelosok wilayah.

Pada masa pemerintahan kolonial

Belanda, kawasan ini dijadikan area

produsen perkebunan melalui kebijakan

preanger stelsel. Untuk mengatasi

kelambanan arus barang dan jasa dari

wilayah produsen di luar maka dibuatlah

prasarana transportasi berupa jalur kereta

api. Dengan adanya jalur-jalur

transportasi ini berdampak pada

Page 17: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

57

perkembangan kota Ciamis dan

pemukiman-pemukiman kecil di daerah-

daerah produsen.

Kota Ciamis sebagai pusat

pemerintahan di Kabupaten Galuh yang

kemudian menjadi Kabupaten Ciamis

mengalami perkembangan berkaitan

dengan pola ekonomi. Diasumsikan

bahwa aglomerasi dan perkembangan

kota ditandai dengan adanya bangunan-

bangunan lama yang mempunyai nilai

arsitektur menonjol. Berdasarkan

keletakan bangunan-bangunan lama

berikut fungsinya di Kota Ciamis terdapat

semacam pola bahwa kawasan yang

berkembang terjadi di wilayah barat.

Beberapa bangunan lama yang berfungsi

untuk mendukung sektor ekonomi antara

lain terlihat pada bangunan pabrik

tembakau, pabrik batik, dan pabrik bedak.

Kesemua bangunan ini terdapat di

wilayah barat Ciamis. Hal ini terjadi

karena ada kaitan dengan keletakan yang

berada di antara dua kota yaitu Ciamis

dan Tasikmalaya. Selain sektor industri,

sektor pertanian/perkebunan juga ikut

andil terjadinya perkembangan kota.

Pembangunan bendungan Nagawiru di

kawasan barat akan mendukung produksi

padi yang kebanyakan diusahakan oleh

masyarakat. Beberapa rumah tinggal

dengan nilai arsitektur tinggi terlihat di

kawasan tersebut seperti misalnya rumah

tinggal di Cimari. Di kota, sektor

ekonomi juga berperan penting terhadap

pertumbuhan kota. Hal yang sudah umum

terjadi pelaku ekonomi kebanyakan oleh

masyarakat Tiong Hoa. Di bagian utara

kota terlihat kompleks pemukiman

masyarakat etnis Tiong Hoa. Lokasi ini

menjadi pilihan karena berada pada tepi

sungai yang pada waktu itu juga

berfungsi sebagai prasarana transportasi.

Pembangunan kota Ciamis

dilakukan pada masa pemerintahan

Raden Adipati Aria Kusumadiningrat

(1839 – 1886). Kota dibangun mengikuti

pola tata kota Islam di Jawa (Mataram)

yaitu berpusat di alun-alaun. Bangunan-

bangunan penting sebagai pusat

pemerintahan (kabupaten), pusat religi

(mesjid agung), dan pusat perekonomian

(pasar) berada di sekeliling alun-alun. Di

sini alun-alun mengandung arti dan

fungsi bermacam-macam yaitu pertama,

sebagai lambang ditegakkannya sistem

kekuasaan sekaligus menggambarkan

tujuan dari penegakan terhadap sistem

kekuasaan tersebut. Alun-alun berfungsi

sebagai harmonisasi antara dunia dan

universum. Kedua, alun-alun berfungsi

sebagai tempat semua perayaan ritual

atau upacara keagamaan dan kenegaraan.

Ketiga, sebagai tempat untuk

mempertunjukkan kekuasaan militer yang

bersifat profan dan merupakan instrumen

kekuasaan dalam mempraktekkan

kekuasaan sakral dari sang penguasa

(Santoso, 2008, hal. 176). Melalui pusat

pemerintahan inilah Raden Adipati

Kusumadingrat mengatur kehidupan

rakyat dalam bernegara dan

bermasyarakat.

Tindakan yang dilakukan Raden

Adipati Kusumadingrat dalam

membangun wilayahnya, terutama dalam

memajukan hasil bumi dengan

mengadakan sistem irigasi, secara politis

berusaha untuk menunjukkan

kekuasaannya baik kepada rakyat

maupun pihak pemerintah kolonial

Hindia. Dalam geomantik Jawa, seorang

penguasa yang membina suatu kota harus

Page 18: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

58

dapat menunjukkan kemampuannya di

bidang irigasi dan drainase. Hal ini

merupakan tantangan bagi penguasa

untuk menaklukkan alam bebas guna

menguji kemampuan sang penguasa yang

sangat menentukan bagi kesejahteraan

rakyatnya, di mana pertanian (dan

perkebunan) menjadi dasar penghidupan

(Santoso, 2008, hal. 167).

SIMPULAN

Runtuhnya Kerajaan Sunda pada

tahun 1579 di kawasan timur muncul

Kerajaan Galuh. Kerajaan ini kemudian

menjadi cikal bakal Ciamis. Pusat

pemerintahan Galuh telah mengalami

beberapa kali perpindahan. Ketika Sultan

Agung (Mataram) melakukan ekspansi ke

wilayah ini, Kerajaan Galuh berubah

kedudukan menjadi Kabupaten Galuh.

Pada masa kepemimpinan berada di

tangan Raden Adipati Aria

Kusumadiningrat (1839 – 1886), pusat

pemerintahan Galuh berkedudukan di

Ciamis sekarang. Pada masa itu kota

Ciamis dan beberapa pemukiman di

sekitarnya mengalami pembangunan dan

perkembangan dengan pesatnya. Kota

Ciamis dibangun mengikuti pola tata kota

Islam di Jawa yang berpusat di alun-alun.

Pembangunan prasarana transportasi dan

irigasi menjadikan perkembangan

pemukiman semakin pesat. Kawasan kota

Ciamis bagian barat berkembang menjadi

kawasan industri. Beberapa bangunan

lama sebagai penanda berkembangnya

pemukiman pada waktu itu masih ada

yang bertahan hingga sekarang. Beberapa

bangunan tersebut ada pula yang tinggal

reuntuhannya saja.

DAFTAR PUSTAKA

Basundoro, P. (2016). Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak.

Boedi, O. B. (2016). Perkembangan Pusat-pusat Pemerintahan Kabupaten Ciamis, Jawa

Barat. Laporan Penelitian Arkeologi. Bandung: Balai Arkeologi Jawa Barat.

Breman, J. (2014). Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam

Paksa Kopi di Jawa 1720-1870. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Flannery, K. V. (1979). The Cultural Evolution of Civilization. Dalam G. L. Possehl,

Ancient Cities of the Indus. Durhan: Carolina Academic Press.

Graaf, H. d. (2002). Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung. Jakarta:

PT Pustaka Utama Grafiti.

Gunawan, A. (2010). Warugan Lemah: Pola Permukiman Sunda Kuna. Seri Sundalana 9,

147-181.

Iskandar, J. (2001). Manusia Budaya dan Lingkungan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Lubis, N. H., Falah, M., Nugraha, A., Saringendyanti, E., Darsa, U. A., & Kartika, N.

(2013). Sejarah Kabupaten Ciamis. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Provinsi Jawa Barat.

Manamon, F. P. (1984). Discovering Sites Unseen. Dalam M. B. Schiffer, Advances in

Archaeological Method and Theory Volume 7. London: Academic Press Inc.

Nastiti, T. S., & Djafar, H. (2016). Prasasti-prasasti dari Masa Hindu Buddha (Abad ke-12

- 16 Masehi) di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Purbawidya 2 (5)

November, 101 - 116.

Page 19: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Tata Ruang Kota Ciamis…..( Nanang Saptono )

59

Nuralia, L. (2016). Permukiman Emplasemen Perkebunan Batulawang di Afdeling

Lemahneundeut di Ciamis, Jawa Barat. Purbawidya 5 (1), 29-48.

Pontoh, N. K., & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung:

Penerbit ITB.

Rahardjo, S. (2007). Kota-kota Prakolonial Indonesia: Pertumbuhan dan Keruntuhan.

Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Santoso, J. (2008). Arsitektur Kota-kota Jawa: Kosmos, Kultur, dan Kuasa. Jakarta:

Centropolis.

Saptono, N. (2014). Geografi Kota Majalengka Dalam Kaitannya Dengan Konsep Bentuk

Lahan dan Tata Kota. Purbawidya 1 (3), 27-40.

Suryanto, Djunaedi, A., & Sudaryono. (2015). Aspek Budaya Dalam Keistimewaan Tata

Ruang Kota Yogyakarta. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 3 (XXVI), 230-

252.

Wittfogel, K. A. (1967). Oriental Despotism: A Comparative Study of Total Power. New

Haven and London: Yale University Press.

Page 20: TATA RUANG KOTA CIAMIS PASCAPERDAGANGAN DUNIA ABAD …

Panalungtik Vol. 1, No. 1, Juli 2018: 41-60

60


Recommended