Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
71
Review Penelitian Kopi dan Kakao 2008, 24(1), 65—82
TEKNOLOGI FERMENTASI DAN DIVERSIFIKASI PULPAKAKAO MENJADI PRODUK YANG BERMUTU DAN
BERNILAI TAMBAH
Fermentation Technology and Cocoa Pulp Diversification Productto Increase Good Quality and Added Value
Sukrisno Widyotomo dan Sri-Mulato
Peneliti PascapanenPusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Jl. PB. Sudirman No. 90 Jember
Ringkasan
Fermentasi merupakan tahapan penting dalam proses pengolahan primerkakao untuk menghasilkan bahan baku makanan dan minuman cokelat sesuai denganstandar yang telah ditetapkan. Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasakhas cokelat dan mengurangi rasa pahit serta sepat yang ada di dalam biji kakao.Petani kakao Indonesia umumnya melakukan proses fermentasi dengan sarana danmetode yang beragam sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan rendah dantidak konsisten. Selain itu, tingginya kemasaman biji kakao rakyat dapat disebabkanoleh tebalnya kandungan pulpa yang menyelimuti biji kakao basah. Pemanfaatanlimbah pulpa kakao menjadi produk samping yang lebih bermanfaat dan bernilaiekonomis tinggi akan memberikan peningkatan pendapatan, dan peluang usaha disektor perkebunan kakao rakyat. Tulisan ini akan mengulas pentingnya prosesfermentasi dalam pembentukan citarasa kakao, beberapa metode fermentasi yangdapat dilakukan di lapangan dan sarana yang dapat digunakan oleh petani kakaountuk mendukung proses fermentasi sampai diperoleh mutu biji yang baik, sertapemanfaatan pulpa kakao menjadi produk bernilai ekonomi yang lebih tinggi. Tulisanini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk melakukan fermentasi biji kakaoyang tepat dan benar sehingga diperoleh keseragaman, dan konsistensi mutu yangbaik serta metode pemanfaatan pulpa kakao menjadi produk yang lebih bermanfaatbagi petani maupun semua pelaku usaha yang bergerak di bidang perkebunankakao.
Kata kunci : Teknologi, fermentasi, pulp, kakao, mutu.
Summary
Fermentation is one of important steps in cocoa primary process for obtain-ing good quality raw material in producing for chocolate. The aim of this processis to develop high quality chocolate flavor and reduce inferior flavor in cocoabeans, such as acidity and bitterness. Indonesian smallholders usually implement
72
Widyotomo dan Sri-Mulato
cocoa fermentation process with various equipment and methods which may havenegative effect on quality and in consistency in produtions. High amount of pulpthat covered on wet cocoa beans has negative effect on higher acidity taste. Utili-zation of cocoa pulp for economical and valuable diversification product will in-crease smallholders income, and job opportunity in farmer cocoa plantation sec-tor. The objective of this study is to review important points in fermentation processfor developing chocolate flavor, equipment and fermentation method that appli-cable for smallholder level, and utilization of cocoa pulp for valuable diversifica-tion products. It was hoped that this paper can be used as one of references forstandard operational procedure in cocoa fermentation, and pulp diversificationproduct.
Key words : Technology, fermentation, pulp, cocoa, quality.
P E ND A H U LU A N
Kakao merupakan produk perkebunanyang memiliki peranan nyata dalam me-wujudkan program pembangunan perke-bunan, khususnya dalam hal penyediaanlapangan kerja, pendorong pengembanganwilayah, peningkatan kesejahteraan petani,dan meningkatkan pendapatan/devisanegara. Pengembangan tanaman kakao diIndonesia sampai dengan tahun 2005 telahmencapai luasan 1.167.046 ha denganproduksi sebanyak 748.828 ton biji kakaokering, dan diperkirakan pada tahun 2006akan naik menjadi 1.191.742 ha denganproduksi 779.474 ton biji kakao kering.Jumlah petani yang terlibat dalam usahatani kakao mencakup 1,16 juta kepalakeluarga. Pada tahun 2005, eksporkomoditi kakao mencapai nilai US $664,338 juta dengan volume 463.632 ton(Ditjend Perkebunan, 2006). Perkem-bangan areal tanaman kakao rakyat yangcukup pesat perlu didukung dengankesiapan sarana dan metoda pengolahanyang cocok untuk petani agar merekamampu menghasilkan biji kakao denganmutu seperti yang dipersyaratkan olehStandar Nasional Indonesia. Adanya
jaminan mutu yang pasti, diikuti denganketersediaannya dalam kuantum yang cukupdan pasokan yang tepat waktu sertaberkelanjutan merupakan beberapaprasyarat yang dibutuhkan untuk me-masarkan biji kakao rakyat dengan tingkatharga yang layak.
Kakao termasuk dalam kelompokmakanan dan minuman penyegar sehinggaaspek citarasa merupakan penentu utamamutu kakao. Salah satu tahap proses pengo-lahan kakao primer yang akan menentukanmutu akhir adalah fermentasi. Fermentasibertujuan untuk membentuk cita rasa khascokelat dan mengurangi rasa pahit sertasepat yang ada di dalam biji kakao (Rohan,1963; Wahyudi, 1988; Clapperton, 1994).Chatt (1953) melaporkan bahwa pada awalsejarahnya fermentasi hanya digunakanuntuk membebaskan biji dari lapisan lendir,mencegah pertumbuhan atau perkecam-bahan biji, dan memperbaiki kenampakkan.
Petani kakao Indonesia umumnyamelakukan proses fermentasi dengan saranadan metode yang beragam. Amin (2005)melaporkan bahwa sebagian petani diKabupaten Luwu melakukan prosesfermentasi selama 1 sampai dengan 3 hari
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
73
di dalam karung plastik dan pembalikandilakukan setiap hari dengan cara meng-gulingkan karung. Lebih lanjut Benet andHasan (1993) melaporkan bahwa apa yangdilakukan petani bukan fermentasi dalamarti yang sesungguhnya. Petani menyimpanbiji hasil panen di dalam kantong plastik(bekas pupuk) selama 2 sampai dengan3 hari sebelum dijual ke pedagangpengumpul. Proses yang terjadi dari keduametode fermentasi tersebut adalah pseudo-fermentasi yang tidak memberikan andildalam perbaikan mutu. Kondisi tersebutmenunjukkan bahwa petani kakao Indo-nesia masih belum memahami dengan baikproses fermentasi yang benar.
Berat biji basah minimum (criticalmass) merupakan salah satu persyaratanyang harus dipenuhi agar diperoleh suhuyang ideal untuk berlangsungnya prosesfermentasi yang baik. Fermentasi ber-langsung secara alami oleh mikroba denganbantuan oksigen dari udara. Proses fermen-tasi akan berjalan dengan baik jika tersediacukup oksigen, dan akan muncul panasyang merupakan hasil oksidasi senyawagula di dalam pulpa (lendir). Mikroba me-manfaatkan senyawa gula yang ada didalam pulpa sebagai media tumbuhsehingga lapisan pulpa terurai menjadicairan yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi(Rohan, 1963). Pulpa atau lendir kakaomemiliki potensi yang cukup baik untukdiubah menjadi produk-produk panganmaupun non pangan yang bernilai tambahtinggi.
Tulisan ini akan mengulas pentingnyaproses fermentasi dalam pembentukan
citarasa kakao, beberapa metode fermentasiyang dapat dilakukan di lapangan dansarana yang dapat digunakan oleh petanikopi untuk mendukung proses fermentasisampai diperoleh mutu biji yang baik.Selain itu, pemanfaatan limbah pulpa kakaomenjadi produk samping yang lebihbermanfaat dan bernilai ekonomis tinggiakan memberikan peningkatan pendapatan,dan peluang usaha di sektor perkebunankakao rakyat. Tulisan ini dapat digunakansebagai pedoman untuk melakukan fermen-tasi biji kakao yang tepat dan benarsehingga diperoleh keseragaman, dankonsistensi mutu yang baik serta metodepemanfaatan pulpa kakao menjadi produkyang lebih bermanfaat bagi petani maupunsemua pelaku usaha yang bergerak dibidang perkebunan kakao.
PROSES DAN SARANAF E R M E N T A S I
Proses Fermentasi
Rohan (1963), Wahyudi (1988), danClapperton (1994) melaporkan bahwafermentasi bertujuan untuk membentuk citarasa khas cokelat dan mengurangi rasa pahitserta sepat yang ada di dalam biji kakao.Fermentasi adalah proses produksi energidalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpaoksigen) atau respirasi dalam lingkungananaerobik tanpa akseptor elektron eksternal(Kobayasi et al., 1992). Proses fermentasidibagi menjadi dua tipe yaitu fermentasiaerob dan anaerob. Fermentasi aerob akanmenghasilkan asam laktat dan pada prosesanaerob akan dihasilkan alkohol. Fermen-tasi anaerob merupakan suatu proses
74
Widyotomo dan Sri-Mulato
produksi energi di dalam sel dalam keadaantanpa oksigen atau merupakan salah satubentuk respirasi anaerobik. Beberapacontoh hasil fermentasi adalah etanol, asamlaktat, asam butirat, aseton dan hidrogen.Ragi dikenal sebagai bahan yang umumdigunakan dalam fermentasi untukmenghasilkan etanol dalam bir, anggur danminuman beralkohol lainnya (Wikipedia,2008).
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteuradalah seorang zymologist pertama ketikadi tahun 1857 mengkaitkan ragi denganfermentasi. Ia mendefinisikan fermentasisebagai “respirasi (pernafasan) tanpaudara”. Pasteur melakukan penelitiansecara hati-hati dan menyimpulkan, “Sayaberpendapat bahwa fermentasi alkoholtidak terjadi tanpa adanya organisasi,pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secarasimultan.... . Jika ditanya, bagaimanaproses kimia hingga mengakibatkandekomposisi dari gula tersebut... Sayabenar-benar tidak tahu”. Ahli kimiaJerman, Eduard Buchner, pemenang NobelKimia tahun 1907, berhasil menjelaskanbahwa fermentasi sebenarnya diakibatkanoleh sekresi dari ragi yang ia sebut sebagaizymase. Penelitian yang dilakukan ilmuanCarlsberg (sebuah perusahaan bir) diDenmark semakin meningkatkan penge-tahuan tentang ragi dan brewing (carapembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebutdianggap sebagai pendorong dari ber-kembangnya biologi molekular.
Reaksi dalam proses fermentasiberbeda-beda tergantung pada jenis gulayang digunakan dan produk yang
dihasilkan. Secara singkat, glukosa(C6H12O6) yang merupakan gula palingsederhana, melalui fermentasi akanmenghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksifermentasi ini dilakukan oleh ragi, dandigunakan pada produksi makanan.
Jalur biokimia yang terjadi bervariasitergantung dari jenis gula yang terlibat,tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisisyang merupakan bagian dari tahap awalrespirasi aerobik pada sebagian besarorganisme. Fermentasi menghasilkan duamolekul ATP per molekul glukosa,sedangkan respirasi aerobic menghasilkan36 ATP per molekul glukosa. Tahap akhirdari fermentasi adalah konversi piruvat keproduk fermentasi akhir. Tahap ini tidakmenghasilkan energi tetapi sangat pentingbagi sel anaerobik karena pada tahap initerjadi regenerasi nicotinamide adeninedinucleotide (NAD+) yang diperlukanuntuk glikolisis yang merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisianaerobik.
Penentuan mutu kakao dapat dilakukansecara fisik, kimia dan organoleptik. Secarafisis, tingkat kesempurnaan reaksi dapatdilihat dari hasil uji belah (cut test). Warnadan tesktur di dalam biji kakao yang semulaungu dan pejal (massive) berangsurberubah menjadi lebih coklat dan beronggasebagai fungsi waktu fermentasi (Gam-bar 1) (Wood & Lass, 1985; CAOBISCO,1998).
ATPCOOHHCOHC 222 2526126
)/118( molkJdilepaskanyangenergi
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
75
Biji kakao tanpa atau kurang fermen-tasi biasanya memiliki warna permukaanbiji yang bagus, tetapi citarasa cokelatnyasangat rendah disertasi cacat citarasa bitterdan astringent. Biji “slaty” (warna unguagak keabuan-abuan) umumnya dihasilkandari proses fermentasi yang terlalu singkat(kurang dari 3 hari), sedang biji rapuh danberbau kurang sedap atau kadang berjamuradalah produk dari proses fermentasi yangterlalu lama (lebih dari 5 hari). Biji kakaoberjamur atau hitam tidak memiliki citarasacokelat yang baik, dan disertai cacat cita-rasa musty, mouldy atau earthy (Yusiantodkk., 1995). Biji dengan waktu fermentasitepat 5 hari mempunyai warna belahancoklat agak tua dan tekstur berongga.Sebaliknya, biji “slaty” mempunyai teksturpejal.
Standar Prosedur Operasional pe-nanganan biji kakao di tingkat petani,pedagang pengumpul, dan eksportir
menyebutkan bahwa fermentasi harus di-laksanakan dengan benar, cukup waktu danjumlah biji yang difermentasikan sertadihindari kontaminasi kotoran danserangga. Jumlah biji minimum 40 kg bijikakao basah, lama fermentasi 5 hari(Wahyudi, 2003; Ditjen PPHP, 2006).Praktek fermentasi yang salah akanmengakibatkan kerusakan citarasa yangtidak dapat diperbaiki melalui modifikasipengolahan selanjutnya. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa biji kakao tanpafermentasi atau pseudo-fermentasi tidakmenghasilkan aroma khas cokelat danmemiliki rasa sepat dan pahit yang ber-lebihan (Widyotomo, 2001; Misnawi,2005).
Fermentasi sesungguhnya dapat dilaku-kan dengan mudah. Metode fermentasiyang dapat dilakukan oleh petani kakaoadalah fermentasi tumpukan (heap fermen-tation), dan fermentasi dalam kotak atau
Gambar 1. Tampilan bagian dalam biji pada berbagai tingkatan fermentasi Wood & Lass, 1985.Figure 1. View of cocoa nib textur from several level fermentation Wood & Lass, 1985
Slaty Ungu sebagian Ungu penuh Berjamur Fermentasi penuh
76
Widyotomo dan Sri-Mulato
peti kayu (box fermentation). Perbedaandari kedua metode tersebut hanya padawadah atau tempat yang digunakan.Sulistyowati (1999) melaporkan bahwamouldy, excessive acidity, hammy danexcessive butter serta astringent merupakancacat citarasa pada biji kakao yangdisebabkan oleh proses fermentasi yangkurang sempurna atau berlebihan.
Beberapa penelitian telah banyak di-lakukan yang membahas hubungan beratbiji basah yang optimal terhadap prosesfermentasi agar dapat berjalan dengan baik.Wood (1985) melaporkan bahwa beratminimal biji kakao basah sebaiknya 50 kg,sedangkan Duncan et al. (1989) menyebut-kan nilai 100 kg. Penelitian yang dilakukanoleh Yusianto & Wahyudi (1992) danYusianto (1994) melaporkan bahwa prosesfermentasi di dalam peti dengan rasio luaspermukaan dan volume fermentasi yangkecil akan menghasilkan suhu fermentasi45 OC walaupun jumlah biji basah hanya20 kg. Sri-Mulato dkk. (2005) melaporkanbahwa berat biji kakao basah jenis lindakuntuk proses fermentasi sebaiknya tidakkurang dari 40 kg dan ketebalanpemeraman 40 cm. Hal ini terkait dengankemampuan untuk menghasilkan panasyang cukup agar proses fermentasi berjalandengan baik. Jadi semakin banyak biji yangdifermentasi, maka potensi produksi panasjuga semakin besar. Lebih lanjutSulistyowati & Sunaryo (1988) melaporkanbahwa fermentasi dinilai berhasil apabilapernah mencapai suhu 44 OC paling tidakselama 6 jam. Forsyth & Rombouts (1951)melaporkan bahwa fermentasi yang baikterjadi jika suhu dalam peraman bijimencapai 50 OC pada hari ketiga. Lebih
lanjut Yusianto (1990) dan Yusianto &Wahyudi (1991) melaporkan bahwapengadukan berpengaruh nyata ter-hadap perubahan suhu fermentasi, dansuhu fermentasi akan meningkat men-jadi 46—49 OC beberapa jam setelahpengadukan.
Duncan et al. (1989) & Sri-Mulatodkk. (1997) melaporkan bahwa fermentasidengan peti dangkal (shallow box),ketebalan 40 cm, dapat meningkatkanaerasi. Proses fermentasi akan berjalandengan baik jika tersedia cukup oksigen,dan akan muncul panas yang merupakanhasil oksidasi senyawa gula di dalam pulpa.Ketersediaan oksigen yang cukup selamaproses fermentasi akan berdampak bijikakao pasca fermentasi yang dihasilkancenderung tidak asam. Selain itu, frekuensipembalikan biji yang terlalu sering, yaitusetiap hari pada metode fermentasimenggunakan peti dalam (deep box) dapatdiubah menjadi hanya satu kali setelah48 jam proses fermentasi untuk menekantingkat kelelahan kerja, dan kehilanganpanas. Waktu fermentasi untuk biji kakaolindak dengan kondisi lingkungan diIndonesia adalah 5 hari.
Fermentasi biji kakao terjadi dalamdua fase, yaitu fase hidrolitik dan faseoksidatif. Waktu yang cukup harusdiberikan untuk pembentukan calon citarasa selama fase hidrolitik. Apabila faseoksidatif segera terjadi setelah kematianbiji sebelum fase hidrolitik selesai, makabiji kakao akan memiliki citarasa yangtidak aromatis. Demikian pula apabila fase
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
77
oksidatif diperpanjang, maka akan terjadikehilangan calon citarasa sehingga citarasacokelat juga menjadi hambar. Sebaliknyaapabila fase oksidatif terlalu pendek, makaproses “taning” dan oksidasi polifenoltidak akan terjadi dengan baik dan cokelatakan bercita rasa pahit dan sepat sertawarna cokelat khas tidak dapat terbentuk(Misnawi, 2005). Secara fisik, akhir prosesfermentasi ditandai oleh perubahan warnakulit biji yang semula putih menjadicokelat, intensitas bau asam cuka yanglebih menonjol dibandingkan aromaalkohol, dan lapisan lendir di permukaanbiji mudah dibersihkan.
Yusianto et al. (1995a) dan Yusiantoet al. (1995b) melaporkan bahwa fermen-tasi biji kakao dalam peti fermentasiberkapasitas 40 kg biji basah dengandimensi panjang, lebar dan tinggi masing-masing 320 mm, 320 mm, dan 500 mmselama 3—4 hari menghasilkan biji kakaoyang memiliki citarasa chocolate dan sweettinggi, tetapi disertai dengan citarasa acid,citrus, dan brown fruit yang tinggi pula.Sedangkan fermentasi selama 5—6 haridengan menggunakan metode dan saranayang sama akan menghasilkan biji kakaoyang mempunyai citarasa chocolate dansweet disertai cacat citarasa hammy ,mouldy, musty dan earthy yang tinggi.Lama fermentasi untuk menghasilkan bijikakao dengan mutu baik adalah 3—5 hari.Selisih rendemen antara biji yang tidakdifermentasi dan yang difermentasi adalah1,27—3,83% atau setara dengan penurunanbobot biji kering 3,1—9,44%.
Lapisan lendir yang terlalu banyakatau tebal menyelimuti permukaan bijikakao diduga dapat menghambat penetrasioksigen ke dalam tumpukan biji kakao,fermentasi berlangsung lama dan biji kakaokering yang dihasilkan akan memilikitingkat keasaman yang tinggi. Beberapaupaya pengurangan lendir telah dilakukan,antara lain dengan metode penyimpananbuah sebelum fermentasi. Namundemikian cara tersebut belum sepenuhnyadapat dipraktekan pada skala luas karenaadanya beberapa hambatan, antara lainkehilangan panen yang cukup tinggi akibatbuah mengalami pembusukan, keharusaninvestasi fasilitas penyimpanan yangmemadai di sekitar kebun, dan beberapafaktor pembatas non teknis lainnya. Usahauntuk mengurangi jumlah lendir kemudiandiarahkan secara mekanis seperti yangtelah dilakukan di beberapa negarapenghasil kakao seperti Brasilia dan Ma-laysia (Yusianto dkk., 2001). Amin (1996)melaporkan bahwa selain waktu, aerasi,dan aktivitas mikroba, pengurangankandungan pulpa juga banyak berperandalam keberhasilan fermentasi.
Karakteristik biji kakao kering pascafermentasi pada berbagai tingkatpemerasan lendir telah dilakukan untukmemperoleh kondisi optimal fermentasiyang baik (Yusianto dkk., 2001;Atmawinata dkk., 1998). Biji kakaopascapemerasan di fermentasi dalam petifermentasi dengan ketebalan 40 cm, dandibalik satu kali pada hari ketiga awal atausetelah 48 jam proses fermentasi ber-langsung. Pada tingkat pemerasan 40%,kandungan lendir biji kakao segera dapat
78
Widyotomo dan Sri-Mulato
diturunkan dari 0,9—1,3 ml/biji menjadi0,35—0,45 ml/biji. Kondisi aerobik dansuhu fermentasi 45 OC lebih cepat tercapai.Keasaman biji kakao hasil fermentasi lebihrendah dengan nilai pH biji menjadi 4,7—4,85 dibandingkan pH biji tanpa pemerasanlendir sebesar 4,45—4,5. Aktivitas reaksidan suhu fermentasi terlihat mulai konstansetelah proses fermentasi berlangsung 72jam (3 hari) sehingga waktu fermentasidapat dipersingkat menjadi 4 hari. Bijikering memiliki kadar kulit 16,5%, lebihrendah jika dibandingkan dengan kadarkulit biji tanpa proses pemerasan, yaitusebesar 18,5%.
Sarana Fermentasi
Standar Prosedur Operasional pe-nanganan biji kakao di tingkat petani,pedagang pengumpul, dan eksportir menye-butkan bahwa fermentasi biji kakao dapatdilakukan dengan menggunakan kotakkayu, keranjang bambu atau biji kakaoditumpuk dengan pembungkus daun pisangdengan tinggi 40 cm, lebar 30 cm, dan
panjang 30 cm (Wahyudi, 2003; DitjenPPHP, 2006). Proses fermentasi tumpukan(heap fermentation) sebagaimana banyakdilakukan oleh petani kakao di benuaAfrika ternyata kurang populer di Indo-nesia (Gambar 2).
Widyotomo dkk. (2001) melaporkanbahwa fermentasi biji kakao di dalamkarung plastik dengan kapasitas sampai45 kg biji basah tidak memberikan karakterbiji kakao yang baik. Suhu maksimum yangdihasilkan selama proses fermentasi selama5 hari hanya berkisar 34—40 OC. Warnakeping biji terfermentasi hanya berkisar34—57%. Pengeringan biji kakao tidakterfermentasi sempurna lebih lambat jikadibandingkan dengan biji kakao ter-fermentasi sempurna karena biji tidakterfermentasi sempurna memiliki kadarkulit yang lebih tinggi 2,87—4,55% denganstruktur keping biji cenderung tebal dankeras.
Fermentasi dapat dilakukan di dalamkeranjang yang dibuat dari rotan ataubambu, dan kotak atau peti yang dibuat
Gambar 2. Fermentasi biji kakao dengan menggunakan daun pisang.Figure 2. Cocoa beans fermentation by banana leaves.
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
79
dari kayu (Gambar 3). Beberapa aspekpenting yang harus diperhatikan untukkesempurnaan proses fermentasi adalahberat biji yang akan difermentasi,pengadukan (pembalikan), lama fermentasidan rancangan kotak fermentasi. Untukpenetrasi oksigen yang maksimal, petifermentasi sebaiknya dibuat dari papankayu yang diberi lubang-lubang. Untukskala kecil (40 kg biji kakao basah) di-perlukan ukuran peti dengan lebar danpanjang masing-masing 40 cm dan tinggi50 cm. Sedang untuk skala menengah danbesar, peti fermentasi mempunyai kisarandimensi peti lebar 100—120 cm, panjang150—165 cm dan tinggi 50 cm. Biji kakaodimasukkan ke dalam peti pertama (tingkatatas) sampai ketinggian 40 cm kemudianpermukaannya ditutup dengan lembarankarung goni atau daun pisang. Prosesfermentasi dibiarkan selama 48 jam(2 hari), setelah itu biji kakao dibalik
dengan cara dipindahkan ke peti keduasambil diaduk.
Proses fermentasi berlangsung secaraalami oleh mikroba dengan bantuan oksigendari udara. Panas merupakan hasil oksidasisenyawa gula di dalam pulpa. Jadi semakinbanyak biji yang difermentasi, produksipanas juga semakin besar. Selain faktorberat biji, proses fermentasi akan berjalandengan baik jika tersedia cukup oksigen.Untuk penetrasi oksigen yang maksimal,peti fermentasi sebaiknya dibuat dari papankayu yang diberi lubang-lubang. Mikrobamemanfaatkan senyawa gula yang ada didalam pulpa sebagai media tumbuhsehingga lapisan pulpa terurai menjadicairan yang encer dan keluar lewat lubang-lubang di dasar dan dinding peti fermentasi(Rohan, 1963). Oksigen yang semulaterhalang lapisan pulpa dapat masuk kedalam tumpukan biji. Kondisi aerob (kaya
Keterangan (Notes) : (a). keranjang bambu, (b) peti fermentasi skala individu (kapasitas 40 kg/batch), dan (c) peti fermentasiskala kelompok (kapasitas 650 kg/batch).
Gambar 3. Sarana fermentasi yang baik.Figure 3. Cocoa fermentation units recomended.
(a) (b) (c)
80
Widyotomo dan Sri-Mulato
oksigen) ini dimanfaatkan oleh bakteriaseto-bakteri untuk mengubah alkoholmenjadi asam asetat dengan mengeluarkanbau khas yang menyengat. Proses oksidasijuga menghasilkan panas (eksotermis) yangmenyebabkan suhu tumpukan biji ber-angsur naik dan mencapai maksimummendekati 45—48 OC setelah hari ketiga.Pada hari berikutnya, suhu biji cenderungstabil dan bahkan sedikit menurun sampaihari ke lima.
Untuk menjamin proses fermentasiberlangsung optimal, kebersihan dindingbasket dan peti fermentasi perlu dijagauntuk menghindari kontaminasi mikrobaatau bahan-bahan kimia yang menyebabkankegagalan proses fermentasi, sepertiminyak, pestisida dan bahan kimia lainnya.Kontaminasi kotoran bahan organik alami,serpihan bangkai atau kotoran binatang kedalam tumpukan biji menyebabkan pem-biakan ulat atau belatung. Untuk itu,selama fermentasi, bagian atas kotak harusditutup dengan karung goni atau daunpisang untuk mencegah kontaminasi lalatdan kehilangan panas dari permukaantumpukan biji. Peti fermentasi sebaiknyadicuci secara berkala, selain untuk men-cegah kontaminasi tersebut, juga untukmenjaga agar lubang-lubang di dinding petitidak tersumbat.
Diversifikasi Produk Berbasis LendirKakao
Salah satu faktor yang menyebabkanrendahnya mutu biji kakao kering Indo-nesia yang dihasilkan oleh perkebunanrakyat adalah tingkat kemasaman biji.Sulistyowati (1988) melaporkan bahwa
tingkat kemasaman biji akan mengakibatkancitarasa cokelat yang lemah sehinggakurang disukai oleh konsumen. Biji dengantingkat kemasaman tinggi disebabkan olehmasuknya asam asetat yang berlebihanselama fermentasi. Walaupun asamdiperlukan dalam proses fermentasi kakaountuk beberapa proses enzimatik yangberkaitan dengan pembentukan caloncitarasa (Lopez, 1986), namun kondisilapisan pulpa yang berlebihan dapatmenghambat proses tersebut.
Lapisan pulpa yang menyelimuti bijikakao dari beberapa sentra penghasil kakaorakyat di Indonesia sangat beragam. Upayauntuk mengurangi kadar pulpa yangmenyelimuti biji kakao telah banyakdilakukan baik dengan prinsip peruraianpulpa biji kakao segar sebelum prosesfermentasi (Duncan et al., 1989), danpenerapan metode pengeringan biji kakaosegar di lantai jemur selama beberapa jamsebelum dimasukkan ke dalam petifermentasi (Biehl et al., 1990). Keduametode tersebut terbukti mampu menurun-kan kadar pulpa biji kakao segar dari1—1,2 ml/biji menjadi 0,6—0,8 ml/biji(Meyer et al., 1989; Duncan et al., 1989;Clapperton, 1994; Pas, 1996). Kelemahandari kedua metode tersebut di atasdiantaranya adalah kehilangan hasil selamaproses berlangsung (buah/biji rusak,terserang hama penyakit, dimakan hewan),diperlukan biaya operasional danpengawasan yang lebih intensif, serta pulpayang terurai tidak dapat ditampung untukdimanfaatkan menjadi produk samping.Usaha untuk mengurangi kadar pulpa dapatdilakukan secara mekanis, dan beberapakeuntungan yang dapat diperoleh antara
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
81
lain pengurangan pulpa dapat dilakukanlebih cepat, tingkat pengurangan pulpadapat ditentukan dengan lebih teliti, tidakmemerlukan lahan yang luas, dan pulpahasil pengurangan terkumpul dalam suatuwadah sehingga mudah diolah menjadiproduk lain yang memiliki nilai ekonomislebih tinggi (Atmawinata dkk., 1998;Sulistyowati dkk., 1998b; Opoke, 1984;Effendi, 1995). Lendir atau pulpa kakaomengandung senyawa gula antara 8—14%,dan air 80—90% (Wood & Lass, 1985).Beberapa bentuk diversifikasi produkbernilai ekonomi tinggi dengan bahanutama pulpa kakao adalah:
Nata de CocoaNata atau bio-selulosa merupakan
suatu jenis makanan yang dapat dibuatmelalui fermentasi cairan yang me-ngandung senyawa gula dengan bantuan
Acetobacter sp. Umumnya, nata dibuat olehpetani Indonesia dari cairan kelapa dandisebut dengan nata de coco. Efendi(1995b) melaporkan bahwa pemanfaatancairan pulpa yang keluar pada saatfermentasi akan memberikan keuntunganjika diolah menjadi nata. Potensi limbahfermentasi tersebut diperkirakan dapatmenghasilkan sekitar 60 kg nata per tonbiji kakao basah. Penelitian yang telahdilakukan oleh Sulistyowati (1998a) &Sulistyowati dkk. (1998b) menunjukkanbahwa pulpa yang diambil dari biji kakaosebelum fermentasi dapat dipergunakanuntuk pembuatan nata kakao. Penambahan(NH4)2SO4 dan lama fermentasi be-rpengaruh terhadap bobot kering dan tebalnata, serta kadar gula reduksi dan pH padasisa media. Penambahan (NH4)2SO4 yangoptimum adalah 0,06% dengan lamafermentasi 15 hari. Pengenceran buburpulpa antara 15—25 kali dan penambahan
Pulpa kakao
Padatan
Cair
Klasifikator Reaktor pemanas Reaktor pendingin
Cair
Acetobacter , nutrisi, dll
Fermentor Pengemasan
Gambar 4. Alur proses produksi nata de cocoa.Figure 4. Flowchart of nata de cocoa production.
82
Widyotomo dan Sri-Mulato
gula antara 1—5% tidak berpengaruhterhadap bobot, tebal dan konsistensi natayang diukur dengan penetrometer.
Lebih lanjut Sulistyowati (1998a) me-laporkan bahwa nata memberikan andilyang cukup berarti untuk kelangsunganfisiologi tubuh manusia secara normal.Nata merupakan alternatif makananberserat yang dapat berfungsi untukmencegah kanker usus, dan mencegahpenimbunan lemak dalam tubuh. Seratkasar adalah komponen pangan yang tidakdapat dicerna, dan dapat mengikatkomponen bahan makanan lain sepertilemak, protein, dan gula untuk membentuksenyawa kompleks sehingga senyawatersebut tidak dapat dicerna. Selain itu,serat makanan berperan untuk memper-pendek transit feses dalam usus besar.
Tahapan proses produksi nata de co-coa ditampilkan pada Gambar 4. Tahapawal, pulpa kakao dipisahkan darikomponen padatan, dan benda asing lainnyadi dalam tangki klasifikator. Pulpakemudian dipanaskan sampai mendidihdalam reaktor pemanas. Buih-buih yangmuncul mengapung dipisahkan darikomponen cair. Cairan pulpa didinginkandi dalam reaktor pendingin, dan selanjut-nya ditambahkan Acetobacter xylinum Sp.dengan nutrisi. Formula yang terbentukkemudian difermentasi sampai terbentuklapisan nata. Nata yang dihasilkankemudian distrelisasi dengan cara direbusdan dibilas dengan air bersih untukmenurunkan tingkat kemasaman. Tahapakhir adalah pengemasan nata yang telahdicampur dengan larutan gula dalam wadah
Pulpa kakao
Padatan
Klasifikator Reaktor pemanas Reaktor pendingin
Cair
Nutrisi, aroma, dll
Pengemasan
Serat
Cair
Filtrasi
Gambar 5. Alur proses produksi juice dan sirup pulpa kakao.Figure 5. Flowchart of juice and syrup productions from cocoa pulp
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
83
yang tertutup rapat. Bobot nata yang diper-oleh dari 1,5 l media dengan pengenceransebanyak 25 kali dan pemberian gulasampai dengan 5% adalah sebanyak68—847 kg (Sulistyowati et al., 1998).
Lebih lanjut Sulistyowati et al. (1998)melaporkan bahwa pengenceran danpenambahan gula tidak berpengaruhterhadap bobot nata yang dihasilkan selamadelapan hari fermentasi. Gula yangterdapat di dalam bubur pulpa kakao belumterfermentasi menjadi alkohol atau asamsehingga kadar gula dalam bubur pulpamenjadi lebih tinggi daripada pulpa yangtelah mengalami fermentasi. Kadar nutrisiyang relatif cukup untuk membentukjaringan selulosa dalam waktu yang relatifsingkat menyebabkan terjadinya perbedaanbobot nata yang dihasilkan.
Juice Pulpa Kakao
Potensi lain dari diversifikasi pulpakakao adalah jus (juice) pulpa kakao.Tahapan proses pembuatan jus pulpa kakaoditampilkan pada Gambar 5. Pulpa kakaoterlebih dahulu dipisahkan dari komponenpadatan di dalam klasifikator. Tahapselanjutnya adalah pemisahan serat-seratpulpa dari bagian cairnya dengan unitfiltrasi. Cairan pulpa yang telah bersih darikomponen padatan dan serat kasardipanaskan di dalam reaktor pemanassampai mendidih selama kurun waktutertentu. Cairan tersebut kemudiandimasukan ke dalam reaktor pendinginagar suhunya dapat turun secara bertahap,dan sekaligus ditambahkan nutrisi, aroma
dan komponen lain. Setelah suhu jus pulpakakao mendekati suhu kamar (30—34O)kemudian dikemas dalam wadah bersih dandisegel rapat agar tidak terjadi lanjutanproses fermentasi.
Alkohol
Industri kimia dengan prosesfermentasi bisa dikatakan mempunyaifleksibilitas tinggi terhadap bahan bakunya.Banyak variasi bahan baku yang dapatdigunakan dalam industri fermentasi, baiksecara langsung maupun tidak langsungmenggunakan hasil pertanian. Umumnyabahan baku yang digunakan berupa bahanyang mengandung pati (starch) seperti:tebu, jagung, kentang dan lain-lain. Pati(starch) merupakan sebuah karbohidratkompleks, dan karbohidrat yang lain jugabisa digunakan - misalnya, sukrosa (gula)biasanya digunakan untuk membuat etanol(Clark, 2007). Fermentasi alkohol dapatdilakukan secara anaerob oleh khamir yangterdapat secara alami di dalam bahan baku,tetapi lebih disukai oleh produsen karenaproses fermentasi dengan penambahankultur khamir (Saccharomyces cerevisiae)dapat memproduksi alkohol tinggi (Frazier& Westhoff, 1978). Sketsa reaktorfermentasi pulpa kakao ditampilkan padaGambar 6.
Pada prinsipnya reaksi dalam prosespembuatan alkohol dengan fermentasiadalah sebagai berikut :
dioksidakarbongasalkoholsakhrosaCOOHHCzimasaOHC 2526126
84
Widyotomo dan Sri-Mulato
Jika digunakan disakharida sepertisakharosa reaksinya adalah sebagaiberikut:
- Reaksi hidrolisa
Lendir atau pulpa kakao mengandungsenyawa gula antara 8—14%, dan air 80—90% (Wood & Lass, 1985). Asep (2008)melaporkan bahwa fermentasi pulpa kakaomenjadi etanol dengan sistem fed-batchdalam bioreaktor selama 144 jam denganvariasi konsentrasi gula antara 16—28%
(b/v) menghasilkan etanol antara 9,15—12,74% (v/v). Fermentasi pulpa kakaodengan sistem batch dalam bioreaktordengan penambahan gula sebanyak 28%(b/v) selama 120 jam menghasilkan etanolsebanyak 13,46% (v/v). Pada fase ekspo-nensial fermentasi pulp kakao oleh Sac-charomyces cerevisiae dihasilkan lajuspesifik pertumbuhan (µ) 0,0318/jam.
Herbisida
Di beberapa sentra kakao rakyat,petani kakao memanfaatkan pulpa sebagai
Motor pengaduk
Reaktor tangki
Mantel pemanas
Distributoroksigen
Rangka tangki
Cairan pulpa kakao
Oksigen
Hasil larutan di distilasi
Gambar 6. Sketsa reaktor fermentasi pulpa kakao.Figure 6. Design of fermentation reactor for cocoa pulp.
)(
2 61262112212
fruktosadanglukosaidamonosakharsakhrosa
OHCinvertasaOHOHC
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
85
bahan utama untuk menghasilkan herbisidacair. Herbisida cair dihasilkan dengan caramencampurkan pulpa dengan sejumlah air.Umumnya, perbandingan yang digunakanantara pulpa terhadap air antara 1:10sampai dengan 1:20. Campuran tersebutkemudian disaring untuk memisahkankotoran dan serat-serat kasar dari larutanpulpa. Larutan pulpa pasca penyaringankemudian di masukkan ke dalam wadahyang tertutup rapat, dan difermentasiselama 2—4 hari. Setelah proses fermentasilarutan pulpa telah selesai, maka larutanpulpa sudah dapat dipergunakan sebagaiherbisida cair. Metode yang umumdigunakan adalah memasukkan herbisidacair ke dalam alat semprot dan menyem-protkannya ke permukaan gulma yang akandibasmi. Perlu untuk mendapat perhatianadalah frekuensi aplikasi herbisida cairtersebut agar tidak berdampak negatifterhadap percepatan terbentuknyakemasaman tanah. Penelitian lebih men-dalam tentang efek negatif aplikasiherbisida cair tersebut terhadap tingkatkemasaman tanah masih dalam kajian yangintensif.
Aktivator proses pengomposan
Pada proses pengomposan bahanorganik, percepatan peruraian dan perom-bakan unsur biomass dapat dilakukandengan penambahan aktivator seperti urea,EM4 (effective microorganism), dan lain-lain. Proses produksi aktivator dari pulpakakao telah dilakukan oleh beberapakelompok tani di Kabupaten Luwu,Propinsi Sulawesi Selatan yang bermitra
dengan salah satu industri besar. Prosespengomposan alami serpihan kulit buahkakao yang berlangsung selama 4—6minggu dapat dipercepat menjadi lebihkurang 2 minggu dengan penambahanaktivator tersebut, sangat ditentukan dengankonsentrasi larutan pulpa dan frekuensiaplikasinya. Cairan pulpa kakao diperolehdengan cara memisahkan komponenpadatan dan serat kasar dari larutan pulpa.Larutan pulpa kemudian di siramkan kedalam tumpukan serpihan kulit buah kakaoyang akan atau sedang dikomposkan.Aplikasi larutan pulpa yang berlebihanakan berakibat pada tingkat kemasamankompos yang tinggi.
P E N U T U P
Fermentasi harus dilakukan agar bijikakao memiliki citarasa khas cokelat danmengurangi rasa pahit serta sepat.Fermentasi biji kakao mudah dilakukandengan menggunakan keranjang yangdibuat dari anyaman bambu, atau peti kayuberlubang pada setiap sisi dan alasnyadengan kapasitas olahan minimum 40 kgbiji kakao basah/batch. Lama fermentasiumumnya berlangsung antara 4—5 haritergantung kondisi cuaca. Pulpa kakaomemiliki potensi yang cukup besar untukdiolah menjadi produk samping dengannilai ekonomis yang lebih tinggi. Beberapaproduk diversifikasi yang telah berhasildiperoleh antara lain nata de cocoa, juspulpa kakao, alkohol, herbisida cair, danaktivator untuk proses pengomposan.Tulisan ini diharapkan dapat menjadipedoman untuk melakukan fermentasi biji
86
Widyotomo dan Sri-Mulato
kakao yang tepat dan benar sehinggadiperoleh keseragaman, dan konsistensimutu yang baik serta metode pemanfaatanpulpa kakao menjadi produk yang lebihbermanfaat bagi petani maupun semuapelaku usaha yang bergerak di bidangperkebunan kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. (1996). Pentingnya proses fermen-tasi biji kakao. Temu usaha kerja-sama kemitraan antara petani/KUDdengan industri pengolahan cokelatdi Kabupaten Wajo. SulawesiSelatan.
Amin, S. (2005). Permalasahan kakaoSulawesi di pasaran Amerika Serikat.In: Teknologi pascapanen kakao untukmasyarakat perkakaon Indonesia.BPPT Press. Jakarta.
Ardana, M.M. (1990). The microbiology andchemistry of cocoa fermentation.Master Thesis. University of NewSouth Wales, Department of FoodScience and Technology. KensingtonNSW. Australia.
ASKINDO (1999). Musyawarah Nasional KeIII Asosiasi Kakao Indonesia. DewanPengurus Pusat Asosiasi Kakao In-donesia. Jakarta. 5 April 1999.
Atmawinata, O.; Sri-Mulato; S. Widyotomo,& Yusianto (1998). Teknik Pra-pengolahan Biji Kakao Segar SecaraMekanis Untuk MempersingkatWaktu Fermentasi dan Me-nurunkanKeasaman Biji. Pelita Perkebunan,14, 48—62.
Badan Agribisnis (1998). Standard Operat-ing Procedure (SOP) for Cocoa Beanat Down Stream Activities.Departemen Pertanian. Jakarta.
Bennet, C & F. Hasan (1993). Export oflow quality from Sulawesi-Indonesia;market failure or market evolution.Workshop ICCE-Bali.
Biehl, B.; B. Meyer; M.B. Said & J. Sa-mara-koddy (1990). Beans spreading: A method for pulp preconditioningto impair strong nib acidification dur-ing cocoa fermentation in Malaysia.J. Sci. Food. Agric., 52, 35—45.
Biehl, B.; B. Meyer; B. Crone; L. Pollmann;M. B. Said (1989). Chemical andphysical changes in the pulp duringripening and post-harvest storage ofcocoa pods. J. Sci. Food. Agric., 48,189—203.
Bravo, A. & D. R. McGaw (1974). Funda-mental artificial drying characteris-tics of cocoa beans. Trop. Agric.(Trin.), 51, 395—406.
Clapperton, J. F. (1994). A review of re-search to identify the origins of co-coa flavour characteristics. CocoaGrower’s Bull., 48, 7—16.
Clark, J. (2007). Pembuatan alkohol dalamskala produksi. chemistry.org. Situskimia Indonesia.
COABISCO (1998). Cocoa Quality. 1.rue-Defacqz, B-1000, Brussels. 5p.
Ditjend PPHP (2006). Panduan Umum PascaPanen Perkebunan yang Baik danBenar (Good Handling Practices/GHP). Direktorat Penanganan PascaPanen, Ditjend. Pengolahan danPemasaran Hasil Pertanian, Depar-temen Pertanian.
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
87
Duncan, R. J.; E. G. Godfrey; T. N. Yap;G. L. Pettipher & T. Tharumarajah(1989). Improvement of Malaysiancocoa bean flavor by modification ofharvesting, fermentation and dryingmethods; The Sime-Cadbury process.The Planters, 65, 157—173.
Forsyth, W.G.C. & J.E.Rombouts (1951).Our approach to the study of cocoafermentation. Report of the CocoaConf. London, 73—78.
Frazier, W.C. & D.C. Westhoff. 1978. Foodmicrobiology. Tata McGraw-HillPubl. Co.Ltd., New Delhi.
Jones, J.B.O. (1987). Harvesting of cocoaas an inter-crops. Cocoa and Coco-nuts in Malaysia. The incorporationPlanters Society. Kuala Lumpur.p. 165—170.
Kobayasi, S. ; N. Okazaki & T. Koseki(1992). Purification and character-ization of an antibiotic substance pro-duced from Rhizophus oligosorus.IFO 8631.
Lopez, A.S. (1986). Chemical changesoccuring during the processing of ca-cao. Proc. of the cacao Biotechnol-ogy Symposium. Pennsylvania, 19—54.
Meyer, B.; B. Biehl; M.B. Said & R.J.Samarakoddy (1989). Post-harvest podstorage : A method for pulp precon-ditioning to impair strong nib acidi-fication during cocoa fermentation inMalaysia. J. Sci. Food Agric. , 48,285—304.
Minifie, B. W. (1978). Chocolate, Cocoaand Confectionery : Science andTecnology (2nd Edition.). Avi Publ.Co.: Westport, Conn.
Misnawi (2005). Peranan Pengolahan Ter-hadap Pembentukan Citarasa Cokelat.Warta Pusat Penelitian Kopi danKakao Indonesia, 21, 136—144.
Muhidong, J. & Mursalim (1999). Assess-ment of the post-harvest handling ofcocoa crops in South Sulawesi. Sur-vey Report. Agricultural Engineer-ing Department Hasanuddin Univer-sity and The assistance to the Agri-cultural Machinery Industry Project(ATIAMI). 16p.
Ong Kheng Oei (1977). Cocoa bean process-ing - a review. The Planter, 53, 509—530.
Opoke, L.K. (1984). Optimising economicreturns (profil) from cocoa cultiva-tion throughh economic efficient useof cocoa by products. Proceesing of9th International Cocoa Research Con-ference, Lome Togo, 489—493.
Oskari, A.; Sri-Mulato, S. Widyotomo &Yusianto (1998). Teknik pra-pengo-lahan biji kakao segar secara mekanisUntuk mempersingkat waktu fermen-tasi dan menurunkan kemasaman biji.Pelita Perkebunan, 14, 48—62.
Pass, T. (1996). Kakao fermentation undtrocknung in Indonesia. Dissertation.Institut Fur Agrartechnik in denTropen und Subtropen. UniversitatHohenheim.
Ritterbusch, S. & W. Muehlbauer (2000).Cocoa Quality requirement of Euro-pean Market. The importance of fer-mentation. Simposium Kakao.Surabaya. 26–27 September 2000.Pusat Penelitian Kakao dan Kakao.
88
Widyotomo dan Sri-Mulato
Rohan, T. A. (1963). Processing of raw co-coa for the market. FAO. Rome.163p.
Said, M. B.; M.P. Jayawarendane; G.S; R.J.Samarakoddy & W.T. Perera (1990).Preconditioning of fresh cocoa beansprior to fermentation to improve qua-lity: A commercial approach. ThePlanter, 66, 332–345.
Sri-Mulato & S. Widyotomo (2001). Peme-cahan buah kakao secara mekanis.Prosiding Kongres Perhimpunanteknik Pertanian. Jakarta. 11-13 Juli2001. 19 p. inprint.
Sri-Mulato, O. Atmawinata, Yusianto,Handaka & W. Muehlbauer (1997).Kinerja model unit sentralisasipengolahan kakao rakyat skalakelompok tani. Pelita P erkebunan,13, 100–114.
Sri-Mulato; T. Wahyudi; O. Atmawinata &S. Amin (1995). Beberapa alternatifsarana pengolahan kakao rakyat.Prosiding Seminar Pengeringan BijiKakao dengan Energi Surya. PusatPenelitian Kopi dan Kakao Indone-sia. Jember.
Sri-Mulato (2001). Development and evalu-ation of a solar cocoa processing cen-ter for cooperative use in Indonesia.Ph.D Dissertation. Institut fur Agrar-technik in den Tropen und Subtropen.The University of Hohen-heim. Ger-many.
Sulistyowati & Soenaryo (1988). Pengaruhlama fermentasi dan perendamanterhadap mutu lemak kakao. PelitaPerkebunan, 4, 73–80.
Sulistyowati; O. Atmawinata; Sri-Mulato &Yusianto (1998b). Pemanfaatan Lim-bah Bubur Pulpa Kakao Untuk Pem-
buatan Nata Kakao. Pelita Perkebun-an, 14, 63–75.
Sulistyowati (1998a). Pembuatan nata daripulpa kakao. Warta Pusat PenelitianKopi dan Kakao, 14, 263–270.
Sulistyowati (1999). Uji citarasa untukpengujian mutu biji kakao. WartaPusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15,324–332.
Wahyudi, T. (1988). Perisa kakao dan kom-ponen-komponennya. Pelita Per-kebunan, 4, 106–110.
Wahyudi, T. (2003). Standar ProsedurOperasional (SOP) Penanganan BijiKakao di Tingkat Petani, PedagangPengumpul dan Eksportir. WartaPusat Penelitian Kopi dan Kakao In-donesia, 19, 156–167.
Wardojo, S. (1980). The cocoa pod-borer.A major hindrance to cocoa devel-opment. Indonesian Agric. Res andDev. J., 2, 1, 1–4.
Widyotomo, S. ; Sri-Mulato & Yusianto(2001). Karakteristik biji kakao keringhasil pengolahan dengan metodefermentasi dalam karung plastik.Pelita Perkebunan, 17, 72–86.
Wikipedia (2008). Fermentasi. Wikipediabahasa Indonesia. http://id.wiki-pedia.org/wiki/fermentasi
Wood, G.A.R & R.A. Lass (1985). Cocoa.4th Ed. Longmans Scientific andTechnical. Logman Group Ltd, Lon-don. 444–505.
Wood, G.A.R. (1975). Cocoa. Trop. Agric.Series. London.
Yusianto & T. Wahyudi (1991). Pengolahankakao mulia dengan metode SimeCadbury, pengaruh lama penyimpananbuah, lama fermentasi, dan sifat
Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk yang bermutu dan bernilai tambah
89
fisiko kimia biji. Pelita Perkebunan,7, 48–56.
Yusianto & T. Wahyudi (1992). Evaluasi mutubiji kakao lindak hasil fermentasi padakotak kecil. Pelita Perkebunan, 8,68–73.
Yusianto; T. Wahyudi & B. Sumartono(1995a). Pola citarasa biji kakao daribeberapa perlakuan fermentasi. PelitaPerkebunan, 11, 117–131.
Yusianto (1990). Optimasi pola pengadukanpada fermentasi kakao lindak. PelitaPerkebunan, 6, 63–69.
Yusianto (1994). Beberapa Metode Fermen-tasi Biji Kakao Skala Kecil. WartaPusat Penelitian Kopi dan Kakao, 18,11–17.
Zaenuddin & T. Wahyudi (1996). Laporankunjungan tim ASKINDO ke AmerikaSerikat dalam upaya meniadakan au-tomatic detention terhadap kakaoIndonesia. Warta Pusat PenelitianKakao dan Kakao, 12.
* * * * * * * * * * *