+ All Categories
Home > Documents > THE DESCRIPTION OF LEVEL VITAMIN D, CALCIUM SERUM...

THE DESCRIPTION OF LEVEL VITAMIN D, CALCIUM SERUM...

Date post: 02-Mar-2019
Category:
Upload: lythuy
View: 217 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
11
THE DESCRIPTION OF LEVEL VITAMIN D, CALCIUM SERUM AND MANDIBULAR BONE DENSITY IN HIV/AIDS CHILDRENS 1 Primarti R.S, 1 Riyanti E, 2 Sufiawati I, 3 Azhari Departement of Pediatric Dentistry ,Oral Medicine and Oral Radiology, Faculty of Dentistry, Universitas Padjadjaran, Bandung Indonesia Background: Human immunodeficiency virus (HIV) is a virus attacks the immune system of the body, ussualy was caused by HIV type 1. The proportion of women in new HIV infections in Indonesia has grown from 34 percent in 2008 to 44 percent in 2011 will lead a rise infections among children. There is an association between low vitamin D and HIV disease progression. Vitamin D is not only involve in calcium homeostasis which is have a negative impact on bone health, but also in regulation of immune system. Bone alteration have been observed in the course of HIV which reduced bone mineral density is the common bone lesion found in HIV patients. Bone mineral density is a parameter that predict fracture risk which in turn correlates with a shorter life expectancy. This research will study the relationship between level vitamin D and calcium serum with mandibular bone density in HIV/AIDS childrens. Method : The research method is cross sectional study, serum 1,25-dihydroxyvitamin D and calcium levels were assessed from blood for randomly selected subject of HIV infected children enrolled treatment at Klinik Teratai FKUP Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, West Java, Indonesia during March-June 2015. Panoramic radiograph were taken for measuring mandibular bone density. Result: All 40 subject HIV/AIDS children showed serum 1,25-dihydroxyvitamin D were classified as vitamin D deficient (20nm/ml). A few subject showed an insuficient serum calcium level and all patient have low mandibular bone density. Conclusion: Deficient vitamin D levels may lead lower mandibular bone density in HIV/AIDS children. Correspodency : Risti Saptarini Primarti Office: Department of Pedodontik Dentistry Faculty of Dentistry, Padjadjaran University Adress: Sekeloa Selatan I Bandung, West Java, Indonesia Post Code: 40132 Telephone/ Fax: +62-22-2532683 Email : [email protected]
Transcript

THE DESCRIPTION OF LEVEL VITAMIN D, CALCIUM SERUM AND MANDIBULAR BONE DENSITY IN HIV/AIDS CHILDRENS

1Primarti R.S, 1Riyanti E, 2Sufiawati I, 3Azhari Departement of Pediatric Dentistry ,Oral Medicine and Oral Radiology,

Faculty of Dentistry, Universitas Padjadjaran, Bandung Indonesia

Background: Human immunodeficiency virus (HIV) is a virus attacks the immune system of the body, ussualy was caused by HIV type 1. The proportion of women in new HIV infections in Indonesia has grown from 34 percent in 2008 to 44 percent in 2011 will lead a rise infections among children. There is an association between low vitamin D and HIV disease progression. Vitamin D is not only involve in calcium homeostasis which is have a negative impact on bone health, but also in regulation of immune system. Bone alteration have been observed in the course of HIV which reduced bone mineral density is the common bone lesion found in HIV patients. Bone mineral density is a parameter that predict fracture risk which in turn correlates with a shorter life expectancy. This research will study the relationship between level vitamin D and calcium serum with mandibular bone density in HIV/AIDS childrens. Method : The research method is cross sectional study, serum 1,25-dihydroxyvitamin D and calcium levels were assessed from blood for randomly selected subject of HIV infected children enrolled treatment at Klinik Teratai FKUP Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, West Java, Indonesia during March-June 2015. Panoramic radiograph were taken for measuring mandibular bone density. Result: All 40 subject HIV/AIDS children showed serum 1,25-dihydroxyvitamin D were classified as vitamin D deficient (≤ 20nm/ml). A few subject showed an insuficient serum calcium level and all patient have low mandibular bone density. Conclusion: Deficient vitamin D levels may lead lower mandibular bone density in HIV/AIDS children.

Correspodency : Risti Saptarini Primarti Office: Department of Pedodontik Dentistry Faculty of Dentistry, Padjadjaran University Adress: Sekeloa Selatan I Bandung, West Java, Indonesia Post Code: 40132 Telephone/ Fax: +62-22-2532683 Email : [email protected]  

 

 

 

Research Background

Human immunodeficiency virus (HIV) is a virus causing acquired immunodeficiency

syndrome (AIDS). Researches conducted in several countries showed a rapid increase in infected

women, which correspondingly increase the number of HIV infected children. HIV infection is

passed from infected mothers to their children through vertical transmission: through the

placenta during pregnancy (intrauterine), at birth (intrapartum), and afterbirth through

breastfeeding (Cowan et al., 1984). To date, it has been reported that as many as 3.3 million

children were infected with HIV (UNAIDS, 2013).The proportion of women in new HIV

infections in Indonesia has grown from 34 percent in 2008 to 44 percent in 2011 which lead to an

increase number of infections among children.

Ever since the introduction of highly active antiretroviral therapy (HAART) in mid 1990s,

the incidence and mortality rate related to opportunistic infections and malignancies that occured

due to the low immune system has been dramatically decreased. In the other hand, the use of

HAART caused various side effects, one of which is, according to several studies, the

relationship between antiretroviral therapy (ART) and vitamin D deficiency and low bone

density in infected patients. (Brown & Qaqish, 2006; Welz et al., 2010; Dao et al., 2011;

Adeyemi et al., 2011; Childs et al., 2012).

Numerous studies assessing bone mineralisation and metabolism in adult patients receiving

ART showed contradictory results (Paton et al., 1997; Nolan et al., 2001, Mondy et al., 2003).

Other studies involving HIV-positive children and teenagers receiving ART showed astonishing

bone metabolism rate, which was asessed by bone turnover biochemical (O’Brien et al., 2001;

Mora et al., 2001; Tan et al., 2001). A longitudinal study lso confirmed low bone mineral density

as well as bone metabolism abnormality in HIV- infected children treated with etabolismral

(Mora et al., 2014). Results of stidues above showed that HAART was suspected to contribute

to the decrease of bone mass and bone metabolism alteration in HIV- infected children.

Klinik Rawat Jalan Teratai FKUP - RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung merupakan pusat

pelayanan dan penelitian untuk penderita HIV yang ada di Provinsi Jawa Barat, Indonesi. Total

populasi pasien anak HIV yang tercatat di klinik Teratai sebanyak 170 anak. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kadar kalsium serum, vitamin D dan densitas tulang mandibula pada

anak HIV yang mendapat terapi HAART lebih dari tiga tahun

Research Method

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian cross sectional dan populasi penelitian anak

yang terinfeksi HIV-AIDS di Klinik Rawat Jalan Teratai FKUP - RS. Dr. Hasan Sadikin

Bandung berusia di bawah 15 tahun. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan

consecutive sample atau sampel seadanya, artinya seluruh sampel yang memenuhi persyaratan

inklusi diikutsertakan pada penelitian. Kriteria inklusi adalah 1) penderita HIV-AIDS yang

sedang melakukan rawat jalan di Klinik Teratai FKUP-RS Dr. Hasan Sadikin Bandung; 2) Laki-

laki atau perempuan berusia kurang dari 5-15 tahun. Kriteria eksklusi adalah 1) pasien HIV –

AIDS yang mendapatkan pengobatan HAART kurang dari tiga tahun; 2) pasien dengan kelainan

genetic; 3) pasien dengan kelainan tumbuh kembang lainnya.

Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan ijin dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

dan mendapatkan ijin orang tua setelah menandatangani informed consent, anak yang memenuhi

kriteria inklusi dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar kalsium serum dan

vitamin D. Kadar Kalsium dengan menggunakan metode O-Cresol Phtalein, darah yang

digunakan sebangak 200 µl sedangkan untuk kadar Vitamin D dengan menggunakan metode O-

Cresol Phtalein diperlukan darah sebanyak 300 µl.

Densitas tulang mandibula diukur dengan menggunakan radiograf panoramik,

pengukuran dilakukan dengan menggunakan 1 set komputer dan software untuk mengukur

kualitas tulang : 1) kepadatan tulang diukur dari kepadatan trabekula tulang kortikal mandibula

adalah sebagai luas area trabekula yang tergambar sebagai gambaran putih pada radiograf; 2)

area Region of Interest (ROI) adalah area yang berbentuk persegi, digunakan untuk mengukur

satuan pixel; Pixel adalah representasi sebuah titik terkecil dalam suatu gambar grafis dengan

ukuran Dot Per Inch; Dot Per Inch adalah kumpulan titik dalam bentuk linier dengan ukuran

inch (1 inch = 2,54 cm). Prosedur pengukuran kepadatan tulang mandibula : 1) Radiograf

panoramik dalam bentuk digital radiograf; 2) menentukan pusat ROI 30x30 pixels di posterior

kiri dan kanan rahang bawah tulang alveolar; 3) processing radiograf untuk analisis mikro

struktur pola trabekula tulang menggunakan program Adobe photoshop software. Digital

radiograf dibuka dengan ROI (30x30 pixel) yang diambil di daerah regio mentalis tulang

mandibula, kemudian image di crop dan disimpan dalam format Tiff; 4) hasil gambar yang

dicrop difilter dengan cara high pass filtering menggunakan Gaussian blur untuk melepas variasi

brighness oleh adanya perbedaan ketebalan objek dan superimpos dengan jaringan lunak; 5)

tahap selanjutnya melepas semua fine dan medium scale yang tertinggal dengan skala densitas

yang besar; 6) melakukan binerisasi pada gambar yang mempunyai kecerahan dengan

menampakkan daerah trabekula dan sumsum tulang; 7) gambaran binerasasi di erosi sebanyak

tiga kali dan dilatasi untuk menghilangkan noise; 8) dilakukan perhitungan luas trabekula tulang.

Result

Penelitian dilakukan di Klinik Teratai FKUP RSHS Bandung didapatkan subjek penelitian

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 40 anak penderita HIV/AIDS yang telah

diterapi HAART lebih dari dua tahun dengan rentang usia 6-15 tahun. Pengambilan data berupa

pengambilan darah untuk kadar kalsium dan Vitamin D. Selain itu juga dilakukan pengambilan

radiograf panoramik untuk dilakukan pemeriksaan densitas tulang mandibula.

Hasil pemeriksaan rerata kadar serum kalsium adalah pada anak HIV adalah 9.32±

0.09mg/dl. Rerata kadar vitamin D pada anak HIV adalah 18.84±1.2 mg/ml. Pemeriksaan

densitas tulang mandibula dilakukan pada daerah trabekula dan kortikal tulang mandibula.

Pemeriksaan pada derah trabekula tulang dinyatakan dalam fractal dimensi yang menunjukkan

hasil rerata pada anak HIV adalah 22.8±2.9. Pemeriksaan densitas tulang pada daerah kortikal

dinyatakan dengan mandibular cortical index, dan tulang kortikal dikategorikan menjadi c1 yang

menunjukkan gambaran tulang kortikal masih normal yaitu batas endosteal margin masih jelas

dan halus (gambar 5.1); c2 menunjukkan gambaran tolang kortikal yang mengalami osteopenia

yaitu endosteal margin sudah mengalami erosi (gambar 5.2); c3 menunjukkan tulang kortikal

sudah cenderung terjadi osteoporosis yaitu batas endosteal margin sudah mengalami erosi parah

dan batas tulang kortikal tidak jelas (gambar 5.3).

Gambar 5.1 Gambaran mandibular cortical index masih normal

Gambar 5.2 Mandibular cortical index menunjukkan osteopenia

Gambar 5.3 Mandibular cortical index kecenderungan osteoporosis

Hasil penelitian menunjukkan hasil mandibular cortical index pada anak HIV adalah C1

30% , C2 50% dan C3 sebanyak 20% (grafik 3).

Discussion

Virus HIV menginfeksi sel T manusia menyebabkan terganggunya fungsi imun,

sedangkan penderita AIDS menunjukkan adanya penurunan jumlah CD4 yang kurang dari 200

sel/mm3 atau pasien sudah mengalami infeksi oportunistik seperti kandidiasis atau pneumonia.

Harapan hidup penderita HIV/ AIDS meningkat sejalan dengan berkembangnya alat diagnosis

dan terapi penyakit, tetapi disisi lain hal tersebut menyebabkan potensi berkembangnya

komplikasi kronis. Hasil penelitian menunjukkan adanya gangguan metabolisme vitamin D pada

penderita HIV terutama yang mendapatkan terapi HAART.

Hasil pemeriksaan rerata kadar serum kalsium adalah pada anak HIV adalah 9.32±

0.09mg/dl, yang menunjukkan kadar kalsium serum penderita HIV masih di kisaran normal.

Kalsium diperlukan sebagai kation intraseluler dan ekstraseluler yang penting pada proses

fisiologis seperti konstraksi otot, vaskular dan sekresi hormone pada tubuh. Kadar kalsium dalam

tubuh selalu dipertahankan dalam keseimbangan antara absorpsi kalsium, remodeling tulang dan

ekskresi kalsium. Beberapa penelitian menunjukkan pada keadaan intake kalsium rendah maka

tubuh mempunyai mekanisme adaptasi yang selalu mempertahankan kadar kalsium darah yang

0  

10  

20  

C1   C2   C3  

Cor$cal  Mandibular  Bone  Density  

Cor)cal  Mandibular  Bone  Density  

disebut homeostasis kalsium. Teori terdahulu menyatakan apabila kadar kalsium dalam darah

berkurang maka kalsium akan dilepaskan oleh tulang dibawah kontrol vitamin D dan parathyroid

hormone (PTH) sehingga homeostasis kalsium tetap terjaga. Menurut Garg dkk tahun 2014

terdapat mekanisme adaptasi lokal pada intestinal saluran pencernaan, yang disebut dengan

intestinal calcistat yang mempertahankan homeostasis kalsium darah. Mekanisme intestinal

calcistat adalah kalsium yang terdapat pada saluran pencernaan dioptimalkan absorpsinya oleh

tubuh dan meregulasi bentuk aktif vitamin D yang mempengaruhi absorpsi kalsium. Homeostasis

kalsium juga tetap terjaga walaupun tubuh mengalami kondisi insufisiensi vitamin D (Garg dkk,

2014).

Rerata kadar vitamin D pada anak HIV adalah 18.84±1.2 ng/ml, Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pada anak HIV sudah terjadi defisiensi vitamin D. Defisiensi vitamin D

didefinisikan apabila kadar serum 1,25 hydroxy vitamin D (25OHD) dibawah 20 ng/ml.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan penurunan kadar vitamin D pada penderita

HIV/AIDS berkaitan dengan keparahan penyakit. Penelitian kohort yang dilakukan oleh Rustein

dkk menunjukkan anak yang terinfeksi HIV secara perinatal mengalami defisiensi vitamin D

dibandingkan dengan anak sehat sebagai kontrol, hal tersebut diduga sejalan dengan keparahan

penyakit. Wiboonchutikul dkk menyatakan prevalensi defisiensi vitamin D pada penderita HIV

sangat tinggi walaupun penderita tinggal di daerah tropis. Selain itu tidak ada perbedaan kadar

vitamin D pada pasien yang diterapi ART atau tidak, tetapi penelitian tersebut menunjukkan obat

efavirenz sangat signifikan dengan berkaitan dengan status defisiensi vitamin D pada pasien

HIV.

Mekanisme penurunan vitamin D pada penderita HIV/AIDS terjadi dengan cara infeksi

virus HIV mempengaruhi kadar sitokin TNFα yang akan meningkat dengan adanya inflamasi,

serta dapat mempengaruhi proses hidroksilasi pada ginjal. Adanya peningkatan konsumsi

25(OH)D oleh makrofag dan limfosit sejalan dengan perkembangan penyakit. Penurunan kadar

vitamin D juga tergantung pada obat antiretroviral yang digunakan seperti obat golongan

Protease inhibitor dapat menghambat hidroksilasi 25(OH)D, sedangkan obat non nucleoside

reverse transcriptase inhibitor dapat meningkatkan proses katabolisme 25(OH)D dan

1,25(OH)2D (Tereza C et al, 2010).

Campbell menunjukkan mekanisme defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi imunitas

alami melawan infeksi HIV melalui jalur stimulasi agonist TLR 8 yang meningkatkan regulasi

ekspresi CYP27B1 dan VDR sehingga dapat menginduksi CAMP dan proses autophagi. Hal

tersebut mendukung keuntungan dan peran penting vitamin D dalam mengontrol infeksi HIV

(Campbell dkk, 2012).

Hasil penelitian pengukuran densitas tulang mandibula melalui foto panoramik

menunjukkan hasil  mandibular cortical index pada anak HIV adalah C1 30% , C2 50% dan C3

sebanyak 20%. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan progresivitas keparahan penyakit

pada pasien terinfeksi HIV dan kecenderungan terjadinya penurunan densitas tulang dan

osteoporosis. Mekanisme vitamin D berpengaruh terhadap massa tulang melalui perubahan

remodeling tulang pada tubuh dapat mengakibatkan penurunan berat badan, dan gangguan

kapasitas fungsi yang berkaitan dengan sistem OPG/KANKL/RANK. Remodeling tulang

merupakan proses komplek yang melibatkan sejumlah besar hormom yang berperan juga

terhadap keseimbangan kalsium (seperti PTH and, calcitriol, calcitonin, estrogens androgens).

Hormon tersebut berinteraksi dengan beberapa faktor local seperti IL1, IL-6, TGF, TNF, CSF

yang kesemuanya terlibat dalam sistem OPG/RANKL/RANK sebagai proses akhir

osteoclastogenesis (Teichman dkk, 2003; Giusti dkk, 2011).

Penelitian lain menunjukkan pasien terinfeksi HIV dengan kadar 1,25(OH)2D3 yang

sangat rendah dapat menyebabkan berhentinya produksi PTH walaupun kadar kalsitonin dalam

darahnya normal. PTH dapat meningkatkan absorpsi kalsium yang memicu ekspresi RANKL

pada osteoblas sehingga dapat menstimulasi maturasi osteoklas. Teichman melakukan penelitian

terjadinya osteopenia pada pasien wanita HIV yang mendapat terapi HAART terutama obat yg

sifatnya protease inhibitor. Penelitian ini menunjukkan adanya kaitan antara rendahnya penanda

kecepatan pembentukan tulang dan reabsorpi tulang yang ditandai oleh peningkatan ekskresi

kalsium. Lebih lanjut penurunan kadar 1,25(OH)2D3 berkontribusi terhadap ketidak seimbangan

kadar kalsium dan penghambatan pembentukan tulang (Ross dkk, 2012).

Infeksi HIV juga dapat menurunkan jumlah monosit dan makrofag dan reseptor TNF,

sehingga akibatnya menuruhkan reseptor PTH dan respon cAMP yang berperan untuk stimulasi

produksi PTH (Teichman dkk, 2003). Mekanisme vitamin D menyebabkan osteopenia dan

osteoporosis belum diketahui dengan pasti, tetapi pada pasien HIV sejalan dengan lamanya

infeksi, viral load yang tinggi dan kadar laktat dan alkalin fosfatase yang tinggi. Oleh karena itu

kadar vitamin D yang adekuat dan kadar PTH herus selalu dievaluasi sedini mungkin pada

pasein yang terinfeksi HIV.

Beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan adanya keterkaitan

langsung antara infeksi HIV dengan defisiensi vitamin D. Efek 1,25(OH)2D3 diperantarai oleh

interaksinya dengan reseptor vitamin D (VDR) sehingga memudahkan untuk berikatan dengan

nukleus yang berikatan dengan elemen reseptor vitamin D (VDRE) yang ikut membatu regulasi

transkripsi gen (Beard dkk, 2011; Ross dkk, 2012). Ekspresi gen VDR tidak hanya pada jaringan

sistem skeletal tetapi juga pada monosit, makrofag, sel dendritik, sel natural killer, sel T dan B

yang membantu efek imunomodulasi (immunomodulatory) vitamin D (Ross dkk, 2012). Efek

imunomudulasi vitamin D berkaitan juga dengan polimorfisme gen VDR dan berbagai tingkat

keparahan penyakit HIV/AIDS.

Conclusion

Deficient vitamin D levels may lead lower mandibular bone density in HIV/AIDS children.

References

Adeyemi OM, Agniel D, French AL, Tien P, Weber K, Glesby MJ, et al. 2011. Vitamin D deficiency in HIV-infected and un-infected women in the US. J Acquir Immune Defic Syndr 57:197–204.

Beard JA, Bearden A, Striker R .2011. Vitamin D and the anti-viral state. J Clin Virol 50: 194-200.

Campbell GR, Spector SA.2012. Vitamin D inhibits human immunodeficiency virus type 1 and Mycobacterium tuberculosis infection in macrophages through the induction of autophagy. PLoS Pathog 8: e1002689.

Childs K, Welz T, Samarawickrama A, Frank AP. 2012. Effects of vitamin D deficiency and combination antiretroviral therapy on bone in HIV-positive patients. AIDS 26:253–262.

Dao CN, Patel P, Overton ET, Rhame F, Pals SL, Johnson C, et al. 2011. Low vitamin D among HIV-infected adults: prevalence of and risk factors for low vitaminDLevels in a cohort of HIV-infected adults and comparison to prevalence among adults in the US general population. Clin Infect Dis 52:396–405.

Garg MK, Mahalle N. 2014. Calcium homeostasis and clinical or subclinical vitamin D deficiency-can a hypothesis of intestinal calcistat explain it all?. Medical hypotheses : 1-6

Giusti A, Penco G, Pioli G (2011) Vitamin D deficiency in HIV-infected patients: a systematic review. Nutrition and Dietary Supplements 3: 101-111.

Kini U, Nandeesh BN. 2012. Physiology of bone formation remodeling and metabolism In radionuclide and hybrid bone imaging. Verlag Berlin Heidelberg: Springer: 29-57.

Ross AC, McComsey GA. 2012. The Role of Vitamin D Deficiency in the Pathogenesis of Osteoporosis and in the Modulation of the Immune System in HIV-Infected Patients. Clinical Reviews in Bone and Mineral Metabolism 10: 277-287.

UNAIDS. Global report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013. Available at: http://www.unaids.org/en/media/unaids. Aceessed on January 10, 2014.

Ungchusak K. Global and Regional Epidemiology of HIV and Its Imlications. 5th World Workshop on Oral Health and Disease in AIDS 2004. Aceessed on January 10, 2014.

Wiboonchutikul S, Sungkanuparph S, Kiertiburanakul S, Chailurkit LO, Charoenyingwattana A. 2012. Vitamin D insufficiency and deficiency among HIV-1-infected patients in a tropical setting. J Int Assoc Physicians AIDS Care (Chic) 11: 305-310.


Recommended