+ All Categories
Home > Documents > The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping ... · PDF fileThe Effect of Positif...

The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping ... · PDF fileThe Effect of Positif...

Date post: 18-Feb-2018
Category:
Upload: dothu
View: 217 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
22
The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping Environment, Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value on Impulse Buying: Case study of Carefour, Superindo and Mirota Kampus Hypermarket Santi Noermawati (Correspondnet Author) Yogyakarta State University Abstract Impulse buying could be described as unplanned and often uncontrolled urge to buy products. Various antecedents have been proposed to provide evidence people act this behavior. However few scholars investigate specific individual motives, and external endorsements within hypermarket buyer behavior. This study explores Positif Emotion, Response of Shopping Environment, Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value as antecedents of impulse buying. The results show that although Positif Emotion, Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping related to impulse buying, only hedonic shopping has a direct effect on impulse buying sighificantly. Implications and suggestions for future research are discussed. Keywords: Positif Emotion, Response of Shopping Environment, Interaction with Salesperson, Hedonic Shopping Value, Impulse Buying
Transcript

The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping Environment,

Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value on Impulse

Buying: Case study of Carefour, Superindo and Mirota Kampus

Hypermarket

Santi Noermawati (Correspondnet Author)

Yogyakarta State University

Abstract

Impulse buying could be described as unplanned and often uncontrolled

urge to buy products. Various antecedents have been proposed to provide

evidence people act this behavior. However few scholars investigate specific

individual motives, and external endorsements within hypermarket buyer

behavior. This study explores Positif Emotion, Response of Shopping

Environment, Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value as

antecedents of impulse buying. The results show that although Positif

Emotion, Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping related to

impulse buying, only hedonic shopping has a direct effect on impulse buying

sighificantly. Implications and suggestions for future research are discussed.

Keywords: Positif Emotion, Response of Shopping Environment,

Interaction with Salesperson, Hedonic Shopping Value, Impulse Buying

The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping Environment,

Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value on Impulse

Buying: Case study of Carefour, Superindo and Mirota Kampus

Hypermarket

Capturing actual impulsive behavior in controlled settings has proven

to be quite challenging for researchers (Luo, 2005; Wells, Parboteeah,

Valacich, 2011). Different of individual motives are predicted to have

different behavior to buy (Rook and Fisher, 1995; Hausman, 2000). However,

environment support and bias able to influence the action of buyers (Fisher,

1993). Hence impulse buying behavior was suggested to have diferrent

antecedent (Jones et al., 2003; Beatty and Ferrell, 1998; Koufaris, 2002).

Researcher found various antecedent of impulse buying behavior.

Different setting of shopping activities such as online and off line was found

on different reason of buy impulsively (Wells, et al, 2011). Accordingly major

of antecedent such as individual and environment characteristics and

generally accepted. However, problematic aspects of capturing actual

impulse buying behavior are discussed by researchers to assess various

factors to influence actual impulse buying behavior (Beatty and Ferrell, 1998;

Adelaar et al., 2003; Dutta et al., 2003; Parboteeah et al.; 2009, Phau and Lo,

2004).

Individual characteristics such as motives, want, and needs are

predicted to have an effect on impulse buying. Researchers show that

individuals can differ considerably in their general tendency to be impulsive

as well as individual characteristic (Rook and Fisher, 1995; Weun et al., 1997).

However impulse behavior can not be explained by individual reason alone

(Reisman, 2002). Various endorsement and situation of environment are

suggested to have different tendency on impulse buying (Wells, et al, 2011).

Hypermarket as convenience markets are predicted to have various

behaviors on buying impulsively. However previous study found that

individual characteristics such as positive emotion and hedonic shopping

value, dan external factors such as salesperson actions have different effect on

impulse buying. Accordingly this study suggests that simoultaneuous effect

of individual characteristics and external endorsement to have effect on

impulse buying.

Literature Review

Impulse Buying

Mayoritas pembelian dipasar swalayan dilakukan dengan cara impuls,

khusunya bila pemaparan sebelumnya terhadap iklan telah membangun

semacam pengenalan mereka (Engel,et al., 1995).Menurut Premananto (2007)

Pembelian impulsif adalah sebagian dari pembelian yang tidak terencana,

disebabkan oleh ekspose dari stimulus dan diputuskan langsung di lokasi

belanja. Thomson,et al. dalam Semuel (2007), mengemukakan bahwa ketika

terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih

daripada rasional, sehingga tidak sebagai suatu sugesti, menurut penelitian

Rook dalam Engel,et al. (1995), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki

satu atau lebih karakteristik ini:

1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi

konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap

stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering

disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan,”

“menggetarkan,” atau “liar.”

4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat

menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif

diabaikan.

Perspektif mengenai impulse buying yang paling dasar berfokus pada

faktor eksternal yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Menurut

Buedincho (2003) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian

impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek,

distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang

menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan

kesenangan untuk mengoleksi.

Dengan dasar penjelasan di atas maka impulse buying merupakan

kegiatan untuk berbelanja tanpa kontrol diri dengan sedikit atau tanpa

pertimbangan mendalam. Alasannya adalah pengalaman emosional yang

lebih daripada rasional, karenanya pembelian pun dilakukan. Sehingga

kebanyakan pembelian dilakukan pada barang-barang yang tidak

diperlukan.

Kategori pembelian impulsif dapat dibagi menjadi empat klasifikasi

sebagai berikut ini:

1. Pure impulse, pembelian dilakukan murni tanpa rencana atau terkesan

mendadak. Biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di toko

dan muncul keinginan untuk memilikinya saat itu juga.

2. Reminder impulse, pembelian dilakukan tanpa rencana setelah diingatkan

ketika melihat iklan atau brosur yang ada di pusat perbelanjaan.

3. Suggestion impulse, pembelian dilakukan tanpa terencana pada saat

berbelanja di pusat perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena

diyakinkan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat belanja.

4. Planned impulse, pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah

direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak

sesuai dengan apa yang diinginkan maka pembelian dilakukan dengan

membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang

berbeda

Emosi Positif

Pada dasarnya pendekatan psikologi mengajukan pandangannya

mengenai perilaku manusia bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh

lingkungannya. Hal tersebut diantaranya dapat dilihat dari formulasi yang

dilakukan Lewin (dalam Negara, 2002) dari hasil formulasi tersebut

ditemukan bahwa perilaku merupakan fungsi dari kepribadian dan

lingkungan. Dari hubungan ketiganya kemudian diamati lebih mendalam

oleh Mehrabian dan Russel dengan memasukkan variable mediasi yakni

faktor emosi individu. Hal ini sejalan dengan paradigma S-O-R yang

mendasarinya. Taman dalam Tirmizi,et al. (2009) menemukan hubungan

positif emosi positif, keterlibatan dan mode fashion yang berorientasiimpuls

membeli dengan dorongan keseluruhan perilaku pembelian dari konsumen.

Menurut Park,et al. (2006) emosi adalah sebuah efek dari mood yang

merupakan faktor penting konsemuen dalam kputusan pembelian. Faktor

perasaan/emosi merupakan konstruk yang bersifat temporer karena

berkaitan dengan situasi atau objek tertentu. Perasaan seperti jatuh cinta,

sempurna, gembira, ingin memiliki, bergairah, terpesona, dan antusias, dari

berbagai studi, disinyalir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan

kecenderungan melakukan impulse buying (Premananto, 2007). Emosi positif

didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan

yangmenentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan

Tellegen dalam Tirmizi,et al., 2009).

Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan

dengan keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli

yang ada dan emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh

Shiv dan Fedorikhin dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan

emosi menjadi task-induced affect yang dinyatakan sebagai ‘affective reaction

that arise directly from the decision task itself’ dan ambient affect yang dinyatakan

sebagai ‘affective states that arise from background condition such as fatigue and

mood.’

Emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong konsumen

untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan

yang mendahuluinya dan sebaliknya emosi yang negatif dapat mendorong

konsumen untuk tidak melakukan pembelian impuls (Premananto, 2007).

Respon Lingkungan Belanja

Dalam penelitian ini lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan

sosial yang ada di dalam toko ritel modern, termasuk objek fisik (produk dan

toko), hubungan ruang (lokasi toko, produk dalam toko) dan perilaku sosial

dari orang lain (siapa saja yang ada disekitar dan apa saja yang mereka

lakukan), karena hal tersebut merupakan bagian penting yang perlu

diciptakan pemasar untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Menurut Paul

Peter dan Jerry Olson (1999), lingkungan terdiri dari dua macam, yaitu:

Lingkungan makro dan lingkungan mikro. Faktor-faktor lingkungan makro

seperti iklim, kondisi ekonomi, sistem politik, dan kondisi alam mempunyai

pengaruh umum atas perilaku, seperti ketika keadaan ekonomi

mempengaruhi jumlah belanja rumah tangga, mobil, dan barang, sedangkan,

faktor-faktor lingkungan mikro yang berhubungan dengan aspek nyata fisik

dan sosial lingkungan seseorang berpengaruh langsung pada perilaku

spesifik konsumen, pendapat, dan perasaan. Peter dan Olson (1999) juga

membagi lingkungan menjadi dua aspek dan dimensi yaitu aspek

lingkungan sosial dan aspek lingkungan fisik. Aspek lingkungan fisik

termasuk semua yang bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi elemen

yang mempunyai ruang atau tidak mempunyai ruang.

Mehrabian dan Russel (1974) menyatakan bahwa respon afektif

lingkungan atas perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 variabel yaitu:

pleasure, arousal dan dominance.

Pleasure mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh

kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Pleasure diukur

dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih,

menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan

tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai

lawan bosan). Konseptualisasi terhadap pleasure dikenal dengan lebih suka,

kegemaran, perbuatan positif.

Arousal mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga,

digairahkan atau situasi aktif. Arousal secara lisan dianggap sebagai laporan

responden, seperti pada saat dirangsang, ditentang, dan diperlonggar dan

dalam pengukurannya digunakan metode semantic differential, dan

membatasi arousal sebagai sebuah keadaan perasaan yang secara langsung

ditaksir oleh laporan verbal. Beberapa ukuran nonverbal telah diidentifikasi

dapat dihubungkan den sesungguhnya membatasi sebuah ukuran dari

arousal dalam situasi sosial.

Dominance ditandai dengan laporan responden yang merasa

dikendalikan sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan

dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan

dikagumi, dominan sebagai lawan bersikap tunduk, dan otonomi sebagai

lawan dipandu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005)

disimpulkan bahwa variabel respon lingkungan belanja berpengaruh

terhadap pembelian tidak terencana.

Interaksi Antara Pelanggan Dengan Pelayan Toko

(Park dan Lennon, 2006) menemukan bahwa perilaku impulse buying

hampir secara exclusive dikendalikan oleh rangsangan. Pembelipembeli

impulsif kemungkinan besar terbuka dan fleksibel terhadap pikiran

pembelian tiba-tiba atau pembelian yang tidak diduga-duga. Karena bisa

jadi, saat dihadapkan pada keputusan membeli, konsumen seringkali

membutuhkan persetujuan dan opini orang-orang di sekitar mereka. Bisa

dari pasangan, keluarga, teman dekat, dan tak luput pula pendapat dari Sales

Person/SPG yang berada di toko, tempat mereka akan membeli produk.

Kepercayaan konsumen pada opini wiraniaga (pelayan toko) harus

dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi promosi (Engel,et al.,

1995). Di segmen usaha retail, pemilik merek perlu benar-benar membekali

SPG dengan skill khusus untuk merekomendasikan produk yang benar-

benar sesuai kondisi dan kebutuhan konsumen. Pelayan took hadir di toko

untuk mengatasi masalah konsumen ketika mereka menghadapi keputusan

pembelian sulit. Pelayan toko perlu ada di sana untuk membantu saran

pertimbangan dan membuat keputusan pembelian konsumen menjadi lebih

mudah. Hasil riset terakhir menunjukkan bahwa semakin banyak orang

cenderung meminta pendapat Pelayan toko yang berada di toko, untuk

membantu keputusan pembelian. Apalagi ketika pembelian produk bersifat

impulse buying-pembelanjaan yang tidak direncanakan- ketika konsumen

dalam kondisi 'terdesak' merasa harus membeli dan memiliki

barang/produk segera saat itu juga. Perilaku pelayan toko dapat

mempengaruhi segala kemungkinan yang terjadi di titik beli. Mereka dapat

mengubah keragu-raguan antara membeli atau tidak membeli (Peter dan

Olson, 1999). Bahkan menurut Engel, et al. (1995) Potensi untuk

mempengaruhi konsumen selama berbelanja dapat dipengaruhi secara kuat

oleh staf garis depan pengecer. Ini menunjukkan bahwa rangsangan merek

melalui interaksi antara pelanggan dan pelayan toko mampu mempengaruhi

keputusan konsumen dalam melakukan pembelian terutama yang bersifat

impulse buying.

Han,et al., 1991; Park dan Lennon, (2006) menemukan bahwa impulse

buying dipengaruhi oleh kuantitas dari interaksi dengan pelayan toko

didalam toko. (Hoch dan Lowenstein, 1991; dalam Park dan Lennon,

2006)Daya tarik emosional akan produk yang diinginkan sepanjang interaksi

dengan pelayan toko dapat menstimuli pembeli-pembeli untuk menerima

gagasan pembelian tiba-tiba dan pembelian yang tidak diduga –duga selama

berbelanja.

Hedonic Shopping Value

Hedonic shopping value merupakan bagian dari instrument pengalaman

belanja. Menurut Negara (2002) Pengalaman belanja adalah cerminan dari

instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman

dalam melakukan pembelanjaan (hedonic shopping value), nilai yang

mencerminkan instrumen manfaat belanja (utilitarian shopping value) dan

tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja

seseorang (resources expenditure).

Hedonic shopping value menurut Semuel (2005) mencerminkan instrumen

yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam

melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan dan hal - hal baru. Konsumsi

hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan dengan multi-

sensory, fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan oleh manfaat

seperti kesenangan dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis

(Hirschman dan Holbrook dalam Rachmawati, 2009).

Tawar dan menawar adalah dua pengalaman berbelanja yang

berhubungan dengan kenikmatan dalam berbelanja (Sherry dalam

Rachmawati, 2009), oleh karena itu disarankan bahwa pengalaman

pembelian mungkin adalah lebih penting dibanding memenuhi keinginan

hedonis berhubungan dengan konsumsi hedonis (Hausman,2000; Piron

(1991), Rook,1987 dalam Park,etal.,2005 dalam Rachmawati, 2009).

Menurut Rachmawati (2009) konsumen lebih mungkin terlibat dalam

impulse buying ketika mereka termotivasi oleh keadaan hedonis atau alasan

ekonomi, seperti kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasaan emosional.

Menurutnya pulasejak tujuan pengalaman belanja untuk mencukupi

kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih

tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwa impulse

buying.

Hypotheses

Emosi Positif

Pada dasarnya pendekatan psikologi mengajukan pandangannya mengenai

perilaku manusia bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya.

Hal tersebut diantaranya dapat dilihat dari formulasi yang dilakukan Lewin

(dalam Negara, 2002) dari hasil formulasi tersebut ditemukan bahwa

perilaku merupakan fungsi dari kepribadian dan lingkungan. Dari hubungan

ketiganya kemudian diamati lebih mendalam oleh Mehrabian dan Russel

dengan memasukkan variable mediasi yakni faktor emosi individu. Hal ini

sejalan dengan paradigma S-O-R yang mendasarinya. Taman dalam

Tirmizi,et al. (2009) menemukan hubungan positif emosi positif, keterlibatan

dan mode fashion yang berorientasiimpuls membeli dengan dorongan

keseluruhan perilaku pembelian dari konsumen.

Menurut Park,et al. (2006) emosi adalah sebuah efek dari mood yang

merupakan faktor penting konsemuen dalam kputusan pembelian. Faktor

perasaan/emosi merupakan konstruk yang bersifat temporer karena

berkaitan dengan situasi atau objek tertentu. Perasaan seperti jatuh cinta,

sempurna, gembira, ingin memiliki, bergairah, terpesona, dan antusias, dari

berbagai studi, disinyalir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan

kecenderungan melakukan impulse buying (Premananto, 2007). Emosi positif

didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan

yangmenentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan

Tellegen dalam Tirmizi,et al., 2009).

Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan dengan

keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli yang

ada dan emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh Shiv

dan Fedorikhin dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan emosi

menjadi task-induced affect yang dinyatakan sebagai ‘affective reaction that arise

directly from the decision task itself’ dan ambient affect yang dinyatakan sebagai

‘affective states that arise from background condition such as fatigue and mood.’

Emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong konsumen untuk

mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan yang

mendahuluinya dan sebaliknya emosi yang negatif dapat mendorong

konsumen untuk tidak melakukan pembelian impuls (Premananto, 2007).

Respon Lingkungan Belanja

Dalam penelitian ini lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial

yang ada di dalam toko ritel modern, termasuk objek fisik (produk dan toko),

hubungan ruang (lokasi toko, produk dalam toko) dan perilaku sosial dari

orang lain (siapa saja yang ada disekitar dan apa saja yang mereka lakukan),

karena hal tersebut merupakan bagian penting yang perlu diciptakan

pemasar untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Menurut Paul Peter dan

Jerry Olson (1999), lingkungan terdiri dari dua macam, yaitu: Lingkungan

makro dan lingkungan mikro. Faktor-faktor lingkungan makro seperti iklim,

kondisi ekonomi, sistem politik, dan kondisi alam mempunyai pengaruh

umum atas perilaku, seperti ketika keadaan ekonomi mempengaruhi jumlah

belanja rumah tangga, mobil, dan barang, sedangkan, faktor-faktor

lingkungan mikro yang berhubungan dengan aspek nyata fisik dan sosial

lingkungan seseorang berpengaruh langsung pada perilaku spesifik

konsumen, pendapat, dan perasaan. Peter dan Olson (1999) juga membagi

lingkungan menjadi dua aspek dan dimensi yaitu aspek lingkungan sosial

dan aspek lingkungan fisik. Aspek lingkungan fisik termasuk semua yang

bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi elemen yang mempunyai ruang

atau tidak mempunyai ruang.

Mehrabian dan Russel (1974) menyatakan bahwa respon afektif lingkungan

atas perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 variabel yaitu: pleasure,

arousal dan dominance.

Pleasuremengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh

kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut. Pleasure diukur

dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih,

menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan

tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai

lawan bosan). Konseptualisasi terhadap pleasure dikenal dengan lebih suka,

kegemaran, perbuatan positif.

Arousal mengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga,

digairahkan atau situasi aktif. Arousal secara lisan dianggap sebagai laporan

responden, seperti pada saat dirangsang, ditentang, dan diperlonggar dan

dalam pengukurannya digunakan metode semantic differential, dan

membatasi arousal sebagai sebuah keadaan perasaan yang secara langsung

ditaksir oleh laporan verbal. Beberapa ukuran nonverbal telah diidentifikasi

dapat dihubungkan den sesungguhnya membatasi sebuah ukuran dari

arousal dalam situasi sosial.

Dominance ditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan

sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan dipengaruhi,

terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan dikagumi, dominan

sebagai lawan bersikap tunduk, dan otonomi sebagai lawan dipandu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) disimpulkan

bahwa variabel respon lingkungan belanja berpengaruh terhadap pembelian

tidak terencana.\

Interaksi Antara Pelanggan Dengan Pelayan Toko

(Park dan Lennon, 2006) menemukan bahwa perilaku impulse buying hampir

secara exclusive dikendalikan oleh rangsangan. Pembelipembeli impulsif

kemungkinan besar terbuka dan fleksibel terhadap pikiran pembelian tiba-

tiba atau pembelian yang tidak diduga-duga. Karena bisa jadi, saat

dihadapkan pada keputusan membeli, konsumen seringkali membutuhkan

persetujuan dan opini orang-orang di sekitar mereka. Bisa dari pasangan,

keluarga, teman dekat, dan tak luput pula pendapat dari Sales Person/SPG

yang berada di toko, tempat mereka akan membeli produk.

Kepercayaan konsumen pada opini wiraniaga (pelayan toko) harus

dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi promosi (Engel,et al.,

1995). Di segmen usaha retail, pemilik merek perlu benar-benar membekali

SPG dengan skill khusus untuk merekomendasikan produk yang benar-

benar sesuai kondisi dan kebutuhan konsumen. Pelayan took hadir di toko

untuk mengatasi masalah konsumen ketika mereka menghadapi keputusan

pembelian sulit. Pelayan toko perlu ada di sana untuk membantu saran

pertimbangan dan membuat keputusan pembelian konsumen menjadi lebih

mudah. Hasil riset terakhir menunjukkan bahwa semakin banyak orang

cenderung meminta pendapat Pelayan toko yang berada di toko, untuk

membantu keputusan pembelian. Apalagi ketika pembelian produk bersifat

impulse buying-pembelanjaan yang tidak direncanakan- ketika konsumen

dalam kondisi 'terdesak' merasa harus membeli dan memiliki

barang/produk segera saat itu juga. Perilaku pelayan toko dapat

mempengaruhi segala kemungkinan yang terjadi di titik beli. Mereka dapat

mengubah keragu-raguan antara membeli atau tidak membeli (Peter dan

Olson, 1999). Bahkan menurut Engel, et al. (1995) Potensi untuk

mempengaruhi konsumen selama berbelanja dapat dipengaruhi secara kuat

oleh staf garis depan pengecer. Ini menunjukkan bahwa rangsangan merek

melalui interaksi antara pelanggan dan pelayan toko mampu mempengaruhi

keputusan konsumen dalam melakukan pembelian terutama yang bersifat

impulse buying.

Han,et al., 1991; Park dan Lennon, (2006) menemukan bahwa impulse buying

dipengaruhi oleh kuantitas dari interaksi dengan pelayan toko didalam toko.

(Hoch dan Lowenstein, 1991; dalam Park dan Lennon, 2006)Daya tarik

emosional akan produk yang diinginkan sepanjang interaksi dengan pelayan

toko dapat menstimuli pembeli-pembeli untuk menerima gagasan pembelian

tiba-tiba dan pembelian yang tidak diduga –duga selama berbelanja.

Hedonic Shopping Value

Hedonic shopping value merupakan bagian dari instrument pengalaman

belanja. Menurut Negara (2002) Pengalaman belanja adalah cerminan dari

instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman

dalam melakukan pembelanjaan (hedonic shopping value), nilai yang

mencerminkan instrumen manfaat belanja (utilitarian shopping value) dan

tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja

seseorang (resources expenditure).

Hedonic shopping value menurut Semuel (2005) mencerminkan instrumen yang

menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam

melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan dan hal - hal baru. Konsumsi

hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan dengan multi-

sensory, fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan oleh manfaat

seperti kesenangan dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis

(Hirschman dan Holbrook dalam Rachmawati, 2009).

Tawar dan menawar adalah dua pengalaman berbelanja yang berhubungan

dengan kenikmatan dalam berbelanja (Sherry dalam Rachmawati, 2009), oleh

karena itu disarankan bahwa pengalaman pembelian mungkin adalah lebih

penting dibanding memenuhi keinginan hedonis berhubungan dengan

konsumsi hedonis (Hausman,2000; Piron (1991), Rook,1987 dalam

Park,etal.,2005 dalam Rachmawati, 2009).

Menurut Rachmawati (2009) konsumen lebih mungkin terlibat dalam impulse

buying ketika mereka termotivasi oleh keadaan hedonis atau alasan ekonomi,

seperti kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasaan emosional.

Menurutnya pulasejak tujuan pengalaman belanja untuk mencukupi

kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih

tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwa impulse

buying.

H1 = Positive emotion has positive effect on impulse buying

H2 = Response of Shopping Environment has positive effect on impulse

buying

H3 = Interaction with Salesperson has positive effect on impulse buying

H4 =Hedonic shopping value has positive effect on impulse buying

Method

Samples

Convenient sampling was conducted by this study to collect data from

buyers at hypermarket in Yogyakarta Indonesia such as Carefour, Indomaret

and Mirota Kampus. One hundreds and eighty copies of questionnaire were

distributed. The majority of respondents were female (57.8%) and in the

range of 18 to 25 years old (48.3%). Average of respondent has high school

(53.89%) and undergraduate (28.3%). They are work to government (42.2%)

and in study (38.9%).

Measurements

Positive Emotion is measured using four items were adopted from the

questionnaire developed by Kacmar and Baron (1999). A sample item:

‘‘People in this organization attempt to build them up by tearing others

down.’’ A 5-point rating scale was used to evaluate respondents Positive

Emotion

Response of Shopping Environment is measured using three items were adopted

from the questionnaire developed by Kacmar and Baron (1999). A sample

item: ‘‘People in this organization attempt to build them up by tearing others

down.’’ A 5-point rating scale was used to evaluate respondents Response of

Shopping Environment

Interaction with Salesperson is measured using six items were adopted from the

questionnaire developed by Kacmar and Baron (1999). A sample item:

‘‘People in this organization attempt to build them up by tearing others

down.’’ A 5-point rating scale was used to evaluate respondents Interaction

with Salesperson

Hedonic Shopping Value is measured using three items were adopted from the

questionnaire developed by Chunling Yu and Mike Bastin (2010). A sample

item: ‘‘It seems that I explore a new world when I go shopping.’’ A 5-point

rating scale was used to evaluate respondents Hedonic Shopping Value

Impulse Buying is measured using six items adopted from the questionnaire

developed by Weun, Jones, and Beatty (1998). A sample item: ‘‘When I go

shopping, I buy thing that I had not intended to purchase.’’ A 5-point rating

scale was used to evaluate respondents Impulse Buying

Analysis

This study was conducted involving confirmatory factor analysis

(CFA) and structural equation modeling (Anderson and Gerbing, 1988). Data

with listwise deleting of missing values was used for the LISREL analysis,

resulting in a final sample size of 180. Overall measurement of model fit was

assessed with four indices: the χ2 statistics; the comparative fit index (CFI,

Bentler, 1990); the goodness-of-fit index (GFI, Jo¨reskog and So¨rbom, 1988);

and rootmean square error of approximation (RSMEA, Vandenberg and

Lance, 2000). Hierarchical regressionanalysis was used to examine the

mediating and moderating effect proposed in this study. Pertaining to the

measurement model, CFA result yielded support for the 5-factor model,

indicating the distinctiveness of the four constructs in this study. The chi-

square value was 2.83 significantly lower than 3 and fit for model (χ2= 266.31,

df =94, p <0.01; CFI = 0.93, RFI=0.87, NFI=0.90, GFI = 0.84, RMSEA = 0.086)

Figure 3 presents the model of CFA.

Figure 2 presents the model of CFA.

The model of fit showed that The chi-square value was 2.83

significantly lower than 3 and fit for model (χ2= 266.31, df =94, p <0.01; CFI =

0.93, RFI=0.87, NFI=0.90, GFI = 0.84, RMSEA = 0.086). It is found that Positive

Emotion has a significant positive effect on impulse behavior (β = 0.160),

Response of Shopping Environment has a significant positive effect on

impulse behavior (β = 0.13), Interaction with Salesperson has a significant

negative effect on impulse behavior (β = -0.14), and Hedonic Shopping Value

has a significant positive effect on impulse behavior (β = 0.43). However the

correlation matrix showed that Interaction with Salesperson does not

significant related to impulse buying.

EP10.34

EP20.33

EP30.36

RS50.78

RS70.79

Int80.30

Int130.12

H140.53

H150.30

H160.49

H170.45

H180.31

H190.54

EP

RS

Int

H

IB

IB20 0.49

IB21 0.43

IB22 0.49

0.59

0.77

0.79

0.56

0.59

0.56

0.44

0.42

0.53

0.63

0.55

0.88

0.74

0.76

0.83

0.62

0.16

0.13

-0.14

0.43

Figure 3 The Effect of Positif Emotion, Response of Shopping Environment,

Interaction with Salesperson, and Hedonic Shopping Value on Impulse

Buying

Table 1 Mean, Standard deviation, cronbach alpha, and correlation matrix

Mean SD 1 2 3 4 5

1. Positif Emotion 3.63 .661 .783

2. Response of Shopping Environment 3.54 .761 .356** .323

3. Interaction with Salesperson 3.74 .663 .339** .294

** .753

4. Hedonic Shopping Value 2.99 .778 .643** .319

** .234

** .875

5. Impulse Buying 3.23 .816 .419** .231

** .076 .500

** .756

N = 180 figures in parentheses are α reliability. **p <0.01; *p <0.05.

Table 2 Different Respond on various market

Construct Hypermarket Mean F Sign

Positive Emotion carefour 3.6278 .004 .996

superindo 3.6333

mirotakampus 3.6389

Response of Shopping Environment

carefour 3.5917 .317 .729

superindo 3.5583

mirotakampus 3.4833

Interaction with Salesperson

carefour 3.8083 1.469 .233

superindo 3.8000

mirotakampus 3.6250

Hedonic Shopping Value

carefour 2.9194 .411 .664

superindo 3.0167

mirotakampus 3.0417

Impulse Buying carefour 3.1222 3.311 .039

superindo 3.1111

mirotakampus 3.4444

Kesimpulan:

- Tidak ada perbedaan pengaruh IDV-DV pada ketiga hypermarket

- Ada perbedaan (nilai F) dari ketiga hypermarket pada variable IB

(p<.05)

Discussion

Reference:

Luo, X.:2005, "How Does Shopping with Others Influence Impulsive

Purchasing?," Journal of Consumer Psychology (15) 4, pp. 288-294

Wells, JD, Parboteeah, V., and Valacich, JS.: 2011, Online Impulse Buying:

Understanding the Interplay between Consumer Impulsiveness and

Website Quality, Journal of the Association for Information Systems 12,

Issue 1, pp.32-56

Reisman, DA.: 2002, The institutional economy: demand and supply, Edward

Elgar PublisingLimited, MPG Book Ltd, Cornwall

Chunling Yu and Mike Bastin, 2010, Hedonic shopping value and impulse

buying behavior in transitional economies: A symbiosis in the Mainland

China marketplace, Journal of Brand Management , 18, 105 – 114

Weun, Seugnoog, Michael A. Jones, and Sharon E. Beatty, 1998, The

Development and Validation of the Impulse Buying Tendency Scale,

psychological Reports, 81, 1123-1133


Recommended