Date post: | 27-Oct-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | siti-anisa-fatmawati |
View: | 69 times |
Download: | 17 times |
The Efficacy and Safety of Daptomycin vs. Vankomycin for the
Treatment of Cellulitis and Erysipelas (Manfaat dan Keamanan
Daptomycin vs Vankomycin untuk Terapi Sellulitis dan
Erisipelas)
P.E. Perte, B.I. Eisenstein, A.S. Link, B. Donfrid, E.J.A. Biermann, P. Bernardo,
W.J. Martone
Resume
Latar Belakang: Hasil dari penelitian/percobaan sebelumnya menunjukkan
bahwa daptomycin bisa menghasilkan pencapaian klinis yang lebih cepat daripada
penisilinase resisten penisilin atau vankomycin untuk pasien dengan complicated
skin and skin structure infections (cSSSI). Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian
ini adalah untuk menilai apakah penggunaan daptomycin pada terapi sellulitis atau
erisipelas akan menghasilkan resolusi yang lebih cepat dibandingkan dengan
vankomycin. Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian prospektif yang
menggunakan metode randomized control trial single blinded (evaluator blinded)
dengan multi centre trial. Pasien secara acak menerima daptomycin 4mg/kg sekali
sehari atau vankomycin sesuai dengan standar dalam waktu 7-14 hari. Peserta
Penelitian: Pasien dewasa yang didiagnosis selulitis atau erisipelas yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotik intravena yang
memenuhi syarat untuk mengikuti penelitian.
Hasil Penelitian: Nilai rata-rata keberhasilan klinis adalah 94.0% untuk
daptomycin dan 90.2% untuk vankomycin (CI 95% untuk perbedaan, -6.7%,
14.3%). Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam waktu untuk
resolusi atau perbaikan dalam salah satu standar titik akhir secara klinis antara
daptomycin dan vankomycin.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan untuk standar resolusi dari selulitis atau
erisipelas diantara pasien yang diterapi dengan menggunakan daptomycin maupun
vankomycin. Penggunaan daptomycin 4 mg/kg sekali sehari lebih efektif untuk
terapi selulitis atau erisipelas
Pendahuluan
Daptomycin adalah antibiotik siklik lipopeptida yang memiliki mekanisme
kerja menyerang bakteri gram positif, termasuk didalamnya strains
staphylococcus dan enterococcus yang sudah tidak rentan terhadap penggunaan
antibiotik yang umum digunakan seperti penicilinase-resisten penisilin,
vankomycin, linezolid, dan quinipristin-dalfopristin (1-7). Daptomycin adalah
bakterisidal cepat, lebih cepat dari agent antibakteri lain yang dibuktikan secara in
vitro dengan menghitung jumlah kuman yang mati dalam waktu tertentu dan
secara in vivo dengan model binatang (4,6,8,9).
Tidak seperti vankomycin atau agen beta laktam, aktivitas bakterisidal
pada daptomycin tidak menyebabkan lisis sel segera (10). Lisis sel bakteri akan
mengakibatkan terjadinya pelepasan komponen pro-inflamasi bakteri, kurangnya
bakteriolisis bisa jadi berhubungan denga lemahnya respon inflamasi host. Pada
penelitian in vitro, paparan staphyococcus aureus oleh daptomycin memicu
lemahnya respon inflamasi makrofag dibandingkan dengan vankomycin atau
oxasilin (11). Begitu juga pada binatang percobaan dari meningitis penumococcal,
daptomycin menyebabkan inflamasi cerebrospinal dan mengakibatkan kerusakan
korteks otak yang lebih sedikit dibandingkan dengan ceftriaxon (12).
Daptomycin aman dan efektif untuk terapi kulit yang berkomplikasi dan
infeksi struktur kulit (complicated skin and skin structure infections (cSSSI)) (13).
Data analisis post hoc dan subset dari 2 fase 3 percobaan menunjukkan bahwa
daptomycin dapat menyebabkan perbaikan klinis lebih cepat, dengan durasi yang
lebih pendek (lebih cepat) dibandingkan dengan terapi menggunakan penisilinase-
resisten penisilin atau vankomycin (13,14). Sebuah penelitian lanjutan pada
pasien dengan cSSSI juga ditemukan bahwa daptomycin menghasilkan perbaikan
klinis yang lebih cepat, dengan durasi yang lebih pendek pada terapi antibotik
intravena (iv), durasi pemberian antibiotik yang lebih pendek berkaitan dengan
lamanya rawat inap di rumah sakit dan penurunan total pembiayaan di rumah sakit
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan terapi vankomycin
(15). Berdasarkan penemuan tersebut dan mekanisme yang unik dari aksi
daptomycin, eksplorasi percobaan klinis (clinical trial) dikumpulkan untuk
mengevaluasi apakah terapi erisipelas atau selulitis dengan menggunakan
daptomycin akan menghasilkan resolusi yang lebih cepat pada tanda dan gejala
jika dibandingkan terapi dengan menggunakan vankomycin pada pasien rawat
inap di rumah sakit.
Metode
Desain Penelitian
Penelitian DAP-4CELL-05-02 adalah penelitian prospektif, acak
(random), evaluator-blinded, desain melti-centre trial digunakan untuk
mengeksplorasi perbedaan kecepatan dan derajat resolusi gejala dan tanda pada
pasien erisipelas dan selulitis antara pasien yang diterapi dengan menggunakan
daptomycin dan terapi dengan vankomycin. Penelitian ini dilakukan di 15 lokasi
di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Serbia, sesuai dengan Deklarasi Helsinki
dan pedoman untuk penelitian yang melibatkan subjek manusia. Komite etika
lokal atau dewan peninjau telah menyetujui protokol penelitian, dan telah
disediakan informed consent secara tertulis untuk semua subjek penelitian.
Persyaratan Pasien
Pasien yang berusia > 18 tahun yang didiagnosis primer selulitis atau
erisipelas yang memerlukan rawat inap di rumah sakit dan terapi antibiotik secara
intravena (iv) yang memenuhi syarat untuk pendaftaran. Onset dari tanda dan
gejala harus terjadi dalam 3 hari terhitung dari dosis pertama obat yang diberikan
saat penelitian, dan temperatur harus > 37.5oC oral atau > 38.0oC rektal dalam 48
jam sebelum pendaftaran. Infeksi harus secara anatomis berada di tempat yang
memungkinkan untuk penilaian batas eritema.
Pasien dieksklusikan dari penelitian ini jika memerlukan intervesi bedah
yang bersifat gawat darurat, jika terapi bedah merupakan terapi kuratif, atau jika
selulitis berhubungan dengan luka atau ulkus yang memerlukan insisi, drainase,
atau debridemen. Kriteria eksklusi yang lain adalah abses perirektal, hidradenitis
supurativ, infeksi/luka bakar derajat 3, selulitis bukal, fasial, periorbital, atau
perianal, osteomyelitis atau bakteremia baik sudah pasti maupun suspect, angka
neutrofil absolut > 500 sel/mm3, creatinin clearance < 30 mL/menit,
rhabdomyolisis, alergi atau intoleransi terhadap obat yang digunakan dalam
penelitian. Pasien juga dieksklusikan dari penelitian jika pasien memerlukan
kortikosteroid sistemik atau antibiotik selain yang digunakan dalam penelitian
atau jika pasien menerima terapi antimikroba sistemik lebih dari 24 jam selama 72
jam sebelum pemberian dosis pertama dari obat yang digunakan dalam penelitian
ini, kecuali pemberian antimikroba tersebut tidak memberikan perbaikan klinis.
Perempuan hamil atau menyusui juga dieksklusikan dari penelitian ini.
Terapi
Pasien diacak untuk menerima daptomycin atau vankomycin selama 7-14
hari. Randomisasi subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan ada atau tidaknya
4 faktor penyulit (complicating factor) yaitu diabetes mellitus, usia >65 tahun,
penyakit vaskular perifer (PVD), atau kondisi imunokompromais seperti HIV.
Daptomycin diberikan 4 mg/kg i.v. sekali sehari, dan vankomycin diberikan
secara i.v. sesuai dengan standar pelayanan. Sesuai dengan kebijaksanaan
investigator, aztreonam dan metronidazole diberikan dapat ditambahkan untuk
mengkonfirmasi kemungkinan terjadinya infeksi bakteri gram negatif masing-
masing untuk bakteri aerob dan an-aerob. Pemberian agen anti inflamasi atau
antipiretik kecuali kortikosteroid sistemik, diizinkan.
Penilaian Klinis
End-points dari manfaat obat dinilai sebagai berikut: (i) waktu untuk stabilisasi
selulitis (ketika batas eritema berhenti meluas, temperatur normal, dan pasien siap
untuk dilepas); (ii) waktu untuk berhentinya perluasan batas eritema; (iii) waktu
untuk mencapai suhu tubuh normal (temperatur < 37.2oC); (iv) waktu untuk
kesiapan untuk keluar dari rumah sakit (jika pasien berada di rumah sakit untuk
alasan yang tidak terkait dengan selulitis, pasien dianggap siap untuk keluar); (v)
investigator menilai tanda dan gejala (berdasarkan skor gabungan dari tiga gejala
(simptom) yaitu nyeri tekan, menggigil, dan rasa panas- dan ada tidaknya tanda
yang mengikuti-limfangitis, limfadenopati regional atau limfedema; skor
maksimal yang mungkin adalah 13 poin); (vi) pasien yang dilaporkan mengalami
selulitis terkait dengan nyeri yang dialami (dinilai dengan menggunakan skala
analog) dan (vii) pasien yang mengalami pembengkakan atau tightness (dinilai
dengan skala analog. Batas pinggir eritema, sama halnya seperti tanda dan gejala,
dinilai oleh evaluator yang blinded terhadap penilaian obat dalam penelitian.
Pasien juga dievalusi untuk terjadinya efek samping. Penilaian awal dilaksanakan
3 hari sebelum terapi dimulai. Evaluasi dilakukan 3 kali sehari saat pasien
menerima terapi (dalam penelitian) dan kemudian 7-14 hari setelah dosis terakhir
dari obat yang digunakan dalam penelitian tersebut digunakan. Keberhasilan
klinis didefinisikan sebagai pasien sembuh atau membaik.
Analisis Statistik
Semua pasien yang menerima minimal 1 dosis dari obat yang digunakan
dalam penelitian dimasukkan ke dalam analisis (dianalisis). Data dari pasien yang
tidak meneruskan penelitian disensor sebagai evaluasi terakhir yang tersedia.
Seorang dokter yang blinded terhadap obat yang diberikan saat penelitian
ditugaskan untuk mengulas pemberian obat dan prosedurnya secara bersamaan
pada setiap pasien; jika ini diyakini akan mempengaruhi clinical outcome,
outcome disensor dari tanggal prosedur dilaksanakan atau administrasi obat-
obatan yang diberikan.
Penelitian ini adalah studi eksplorasi non-powered. Kurva Kaplan-Meier
dihasilkan untuk menggambarkan distribusi waktu untuk masing-masing titik
akhir. Uji log-rank digunakan untuk membandingkan kurva-kurva yang ada.
Untuk standar keberhasilan, confidence interval (CI) 95% digunakan untuk
membedakan standar yang didapatkan antara daptomycin dan vankomycin,
menggunakan perkiraan normal ke distribusi binomial.
Data pendukung
Analisis post hoc juga dilakukan dengan menggunakan data gabungan dari dua
tahap 3 percobaan cSSSI (13). Penelitian ini dilakukan secara random dengan
evaluator blinded trials yang membandingkan manfaat dan keamanan antara
daptomycin dan terapi konvensional (penisilinase-resisten penisilin atau
vankomycin). Pada percobaan tersebut, infeksi diklasifikasikan ke dalam 5
kategori: infeksi dengan luka, abses mayor, infeksi ulkus diabetik, infeksi ulkus
non diabetik, dan infeksi lainnya. Dari kategori infeksi lain, kasus selulitis
diidentifikasi berdasarkan deskripsi yang disediakan oleh investigator penelitian.
Standar keberhasilan klinis dan mikrobiologi telah dikalkulasi, dengan
keberhasilan klinis didefinisikan sebagai kesembuhan klinis atau perbaikan, dan
keberhasilan mikrobiologi didefinisikan sebagai eradikasi patogen atau diduga
eradikasi berdasarkan hasil kultur dari spesimen yang diambil dari tempat infeksi
dan kultur darah.
Hasil Penelitian
Pasien
Total 103 pasien yang diacak pada penelitian erisipelas/selulitis. Satu
pasien di setiap kelompok tidak menerima obat yang digunakan dalam penelitian;
oleh karena itu, jumlah peserta penelitian adalah 101 orang, 50 diterapi dengan
daptomycin dan 51 orang diterapi dengan vankomycin. Tambahan 50 pasien
selulitis yang diidentifikasi dari percobaan cSSSI fase 3 sebelumnya, 28 pasien
diterapi dengan daptomycin dan 22 pasien diterapi dengan pembanding.
Tabel 1 meringkas demografi dan karakteristik baseline pasien. Pada
penelitian erisipelas/selulitis, 68.3% pasien memiliki paling tidak 1 dari 4 faktor
penyulit. Dalam 2 penelitian sebelumnya mengenai cSSSI, 56.0% pasien memiliki
setidaknya satu dari 4 faktor komplikasi. Bagaimanapun, semua pasien dalam
studi cSSSI yang memiliki infeksi penyulit, didefinisikan sebagai adanya hal
tersebut atau fackor komplikasi lainnya berdasarkan berat dan perluasan infeksi.
Sebaliknya, tidak semua pasien dalam studi selulitis memiliki infeksi komplikasi,
meskipun mereka dirawat di rumah sakit. Pasien yang diobati dengan daptomycin
baik pada selulitis ataupun studi cSSSI memiliki insiden diabetes dan PVD yang
lebih tinggi dan lebih banyak berusia≥65 tahun.
Tabel 1. Karakteristik Awal dan Demografi Pasien pada selulitis/erysipelas dan
Subset Selulitis dari Penelitian cSSSI
Pada penelitian mengenai selulitis/erysipelas, 32.0% pasien yang diobati
dengan daptomycin dan 35.3% pasien yang diobati dengan vankomycin memiliki
episode selulitis/erysipelas sebelumnya dalam 5 tahun terkahir. Rata-rata waktu
dari onset infeksi terhadap dosis pertama obat yang digunakan dalam penelitian
yang diberikan adalah 2 hari (range: 0-8 hari) pada kedua kelompok pengobatan.
Obat anti-inflamasi diberikan kepada 28.0% (14/50) dan 29.4% (15/51) dari
pasien yang diobati dengan daptomycin dan vankomycin secara respektif. 1 pasien
yang diterapi dengan daptomycin menerima paling tidak 1 hari steroid topikal
untuk infeksinya dan pasien yang diobati dengan vankomycin menerima paling
tidak 4 hari terapi steroid sistemik.
Deskripsi dari gejala dan tanda-tanda dasar dari studi selulitis/ erysipelas
digambarkan dalam Tabel 2. Gejala dan tanda-tanda secara umum sama antara
kedua kelompok, tetapi pasien yang diobati dengan daptomycin memiliki skor
nyeri yang lebih rendah. Proporsi yang sama dari pasien menerima obat-obat
secara bersamaan atau menjalani prosedur yang bisa mempengaruhi hasil.
Setidaknya 1 dosis antibiotik sistemik selain obat yang digunakan dalam studi
diterima oleh 44.0% pasien yang diobati dengan daptomycin dan 51.0% pasien
yang diobati dengan vankomycin. 1 pasien (2.0%) dalam kelompok daptomycin
dan 3 pasien dalam kelompok vankomycin menjalani prosedur insisi dan drainase.
Tabel 2. Gejala dan tanda pada Selulitis/Erisipelas
Efektivitas Klinis
Seperti yang terlihat di Tabel 3, tingkat keberhasilan secara klinis pada
penelitian pasien selulitis/ erysipelas hampir sama yaitu pasien yang diobati
dengan daptomycin (94.0%) dan pasien yang diobati dengan vankomycin
(90.2%). Dari 50 pasien dalam kelompok daptomycin, 36(7.0%) pasien dinilai
sembuh, 11(22.0%) memiliki kemajuan dan 3 (6.0%) tidak memiliki data untuk
follow-up. Dari 51 pasien dalam kelompok vankomycin, 28 (54.9%) dinilai
sembuh, 18 (35.3%) pasien mengalami kemajuan, 1 (2.0%) mengalami
perburukan dan 4 (7.8%) tidak memiliki data untuk follow-up. Diantara pasien
dengan selulitis dalam penelitian cSSSI, angka keberhasilan klinis juga mirip
untuk pengobatan daptomycin dan pengobatan dengan pembandingnya yaitu
78.6% dan 72.7%.
Tabel 3. Tingkat Keberhasilan Klinis pada Selulitis/Erisipelas dan Subset Selulitis
dari Studi cSSSI
Rata-rata waktu untuk pemberian obat studi adalah 6.1 hari untuk pasien
yang diobati dengan daptomycin dan 6.2 hari untuk vankomycin (p=0.847). Tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam waktu pengobatan untuk pencapaian standar
poin akhir untuk erysipelas/ selulitis. Waktu rata-rata untuk stabilisasi infeksi
mirip antara daptomycin dan vankomycin (log rank= 0.875; 86.5 vs 85.5h).
Demikian pula, tidak ada perbedaan dari observasi antara pasien yang diobati
dengan daptomycin dan vankomycin dalam waktu rata-rata penurunan suhu ke
normal (p=0.690; 12.4 vs 16.3h), perbaikan perluasan eritema (p=0.833; 21.0 vs
22.0h) atau kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari rumah sakit (p=0.993; 84.0vs
85.5 h). Selain itu, tidak ada perbedaan yang terlihat antara kelompok dalam
waktu rata-rata 50%perbaikan untuk skor gabungan yang dinilai oleh investigator
(p=0.755; 39.9 vs 41.2h) seperti nyeri yang dilaporkan pasien (p=0.632; 37.3vs
40.0h) atau skor tightness/bengkak (p=0,307; 31,0vs 31,5h). Hasil yang sama juga
tercatat untuk semua poin akhir pasien yang tidak menerima obat antiinflamasi.
Efektivitas mikrobiologi
Data kultur tersedia untuk pasien yang terdaftar dalam studi cSSSI (tabel
4). Organisme tersering yang terisolasi dalam kedua kelompok adalah
Staphylococcus aureus, termasuk kelompok strain rentan metisilin dan resisten
metisilin. Semua patogen rentan daptomycin dan vankomycin. Konsentrasi
inhibisi minimal (minimum inhibitory concentration/MIC) daptomycin yang
menghambat pertumbuhan 90% Staphylococcus aureus adalah 0.25µg/ml (range
0.12-0.5µg/ml). Untuk isolasi dasar Streptococcus pyogenes, MIC 90 daptomycin
adalah 0.06 µg/ml (range ≤0.03-0.06 µg/ml). Untuk vankomycin, MIC 90
adalah1.0µg/ml (range 0.5-1.0µg/ml) untuk Staphylococcus aureus dan 0.25µg/ml
(range 0.25-0.25µg/ml) untuk Streptococcus pyogenes.
Tabel 4. Standar Keberhasilan Mikrobiologi pada Subset selulitis dari Studi cSSSI
Untuk pasien dengan patogen dasar, keberhasilan mikrobiologi 72.7%
(16/22) dan 50% (7/14) masing-masing untuk daptomycin dan pasien dengan
pengobatan perbandingan. Dua pasien dengan daptomycin dan 2 pasien dengan
pengobatan perbandingan umumnya mempunyai hasil kultur darah positif. Satu
pasien dari masing-masing kelompok berhasil diobati. Tabel 4 menunjukkan
tingkat keberhasilan berdasarkan organism spesifik untuk pasien dengan
percobaan cSSSI.
Keamanan
Dalam studi erysipelas/ selulitis, 8 pasien dalam kelompok pengobatan (16.0%
pasien yang diobati dengan daptomycin dan 15.7% pasien yang diobati dengan
vankomycin) mengalami >1 kali pengobatan untuk kejadian emergensi akibat
efek samping obat. Kejadian efek samping yang dilaporkan ≥2 pasien : sakit
kepala (3 pasien yang diobati dengan daptomycin), mual (2 pasien yang diobati
dengan daptomycin), edema perifer (2 pasien yang diobati dengan vankomycin).
Efek samping yang mungkin berhubungan dengan obat studi dialami 3 pasien
dalam kelompok daptomycin (1 pasien flushing, ruam dan dizziness, 1 mual, 1
diare) dan 1 pasien dalam kelompok vankomycin (red man syndrome).Satu-
satunya pasien yang tidak melanjutkan obat studi karena efek samping obat adalah
pasien yang diobati dengan vankomycin yang mengalami red man syndrome.
Efek samping serius yang dialami oleh pasien dalam masing-masing kelompok: 1
pasien yang diobati dengan daptomycin mengalami mual, muntah, pneumonia,
sementara 1 pasien yang diobati dengan vankomycin mengalami hipokalemia.
Tidak ada efek samping yang dinilai berhubungan dengan obat studi. Tidak ada
pasien yang mengalami peningkatan creatine phospokinase (CPK) yang dinilai
sebagai efek samping. Tidak ada pasien yang meninggal.
Di antara pasien selulitis dalam studi cSSSI, frekuensi dan distribusi
kejadian tak terduga sama dengan yang dilaporkan pasien dalam percobaan. Efek
samping yang paling sering adalah: konstipasi (2 dengan daptomycin, 3 dengan
obat pembanding), sakit kepala (3 daptomycin, 1 obat pembanding), peningkatan
CPK (3 daptomycin, 1 obat pembanding), mual (2 daptomycin, 2 obat
pembanding), insomnia (2 daptomycin, 2 obat pembanding). Untuk pasien (2 dari
masing-masing kelompok) mendapatkan pengobatan emergensi untuk CPK≥2 kali
normal (upper limit of normal/ ULN). Peningkatan CPK baik yang disebutkan
diatas, maupun yang mengalami peningkatan ULN 1,8 kalo dinilai sebagai efek
samping. Nilai tertinggi CPK dalam kelompok daptomycin adalah 1420 U/L
(ULN= 270 U/L). Dua pasien dengan pengobatan pembanding memiliki CPK
lebih tinggi pada hari pertama pemberian obat studi yang kemudian sembuh dan
rekuren 12-21 hari setelah terapi selesai. Peningkatan CPK selanjutnya dinilai
sebagai efek samping, sementara yang lain tidak.
Diskusi
Staphylococcus aureus adalah penyebab paling umum dari infeksi kulit dan
struktur kulit (13-16). Kasus-kasus rawat inap di rumah sakit yang disebabkan
Staphylococcus aureus pada di USA termasuk selulitis semakin meningkat secara
dramatis karena adanya resistensi terhadap metisilin (17). Selain itu, studi lain
menemukan bahwa metisilin-resisten-Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan
penyebab paling banyak dari isolasi pasien dengan struktur kulit dan kulit
purulenta di departemen gawat darurat di Amerika Serikat (18). Peningkatan
tersebut disebabkan karena MRSA mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap pengobatan. Terapi yang tidak adekuat terhadap MRSA banyak
ditemukan di rumah sakit- rumah sakit umum dan berhubungan dengan angka
kematian yang tinggi (19).
Bagaimanapun, kerentanan MRSA terhadap vankomycin menurun (20-
22), dan infeksi yang disebabkan oleh MRSA yang sensitive vankomycin dengan
nilai MIC ≥1µg/ml lebih buruk merespon terapi vankomycin (23-27), bahkan
setelah variable-variabel lain dan komorbiditas pasien telah dikontrol (28). Selain
itu, kasus klinis resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik juga
dilaporkan pada obat obat baru seperti linezolid (29-32), dan sebuh studi
menyebutkan bahwa nilai MIC linezolid meningkat (22). Walaupun telah ada
laporan resistensi terhadap daptomycin, studi surveileins terbaru di Eropa dan
Amerika Utara menunjukkan bahwa ≥99,9% keefektifan diantara 20,047
Staphylococcus yang diisolasi tanpa peningkatan MIC (1,3-22).
Pada percobaan prospektif terhadap kasus selulitis/erisipelas, angka
keberhasilan klinis untuk daptomycin adalah 94.0% dan 90.2 % untuk
vankomycin. Diantara pasien-pasien dengan selulitis dalam 2 tahap 3 studi cSSSI,
hasilnya 78.6% dan 72.7% masing-masing untuk pasien yang diobati dengan
daptomycin dan pembandingnya. Walaupun angka kesuksesan lebih rendah pada
2 tahap 3 studi cSSSI, kemungkinan karena kriteria pemasukan pasien cSSSI studi
yang memilih pasien dengan infeksi yang berkomplikasi. Pada kedua studi
erysipelas/ selulitis dan studi cSSSI, efektivitas daptomycin mirip dan lebih baik
daripada pesaingnya walaupun perbedaannya tidak bermakna secara statistik.
Meskipun pasien yang diobati dengan daptomycin pada studi selulitis/erisipelas
memiliki penyakit dasar yang lebih rumit.
Pada pasien dengan selulitis di studi cSSSI, daptomycin memiliki angka
eradikasi yang baik terhadap Staphylococcus aureus maupun terhadap
Staphylococcus pyogenes. Angka kesuksesan secara mikrobiologis lebih tinggi
pada pasien yang diobati dengan daptomycin daripada pembandingnya, walaupun
perbedaannya tidak signifikan secara statistik. Hasil klinis dan efektivitas secara
mikrobiologis mendukung rekomendasi daptomycin sebagai pilihan pengobatan
yang tepat untuk infeksi kulit yang berat seperti selulitis, yang memerlukan
perawatan di rumah sakit/ tidak responsive terhadap pengobatan lainnya (33).
Karena aktivitas bakterisidal yang cepat dari daptomycin tidak
menghasilkan lisis sel segera dan karena data klinis terbaru menyatakan bahwa
daptomycin menghasilkan resolusi yang lebih cepat pada infeksi kulit berat
(10,13-15), diharapkan bahwa daptomycin menghasilkan resolusi yang lebih cepat
terhadap gejala dan tanda dibandingkan vankomycin. Bagaimanapun, studi ini
tidak dapat mendeteksi perbedaan waktu resolusi dari gejala dan tanda terkait
dengan selulitis/pasien siap untuk dikeluarkan dari rumah sakit. Mungkin
percobaan terhadap selulitis/erysipelas kurang adekuat untuk mendeteksi
kecepatan resolusi gejala. Sebagai alternative, metode yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil akhir mungkin tidak sensitif untuk mendeteksi perbedaan
antara kedua pengobatan.
Daptomycin ditoleransi dengan baik. Kejadian dan distribusi efek samping
hampir sama antara pasien yang diobati dengan daptomycin dan obat
pembandingnya. Sakit kepala dan mual adalah kejadian tak terduga yang paling
umum terjadi pada pasien yang diobati dengan daptomycin. Keamanan
daptomycin sejalan dengan yang telah disebutkan dalam studi sebelumnya.
Kesimpulannya, daptomycin 4mg/kg 1 kali sehari sefektif dan aman untuk
mengobati selulitis/erysipelas.