+ All Categories
Home > Documents > THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

Date post: 30-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 1 THE QUALITY OF GROWTH: PERAN TEKNOLOGI DAN INVESTASI HUMAN CAPITAL SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS P. Eko Prasetyo Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang e-mail:[email protected] ABSTRACT In the process of developing economy in a whole and continuously, the macro economy stability of a country is an essential prerequisite for producing a quality economic growth. For achieving the quality economic growth, there should be a continuous capital human investment and the use of continuous science and technology (IPTEK). The process of developing economy will be able to transform the society condition from vicious circle to virtuous circle condition if the growth of economy is qualified. Keywords: Quality of growth; hum an capital, technology and virtuous circle. PENDAHULUAN Menurut Presiden SBY visi Indonesia kedepan yang hendak diwujudkan pada tahun 2030 adalah menjadi negara maju yang unggul dalam penge- lolaan kekayaan alam secara berkelanjutan atau kualitas hidup modern yang merata, self growth. Salah satu sasaran utama untuk mewujudkan hal tersebut adalah bukan hanya pertumbuhan ekonomi semata, tetapi growth with equity (pertumbuhan disertai pemerataan). Karena itu, untuk mewujudkan visi tersebut menurut presiden SBY (2008) perlu dirumuskan; growth must be inclusive, growth must be broad based, growth must be just. Karena itu, tujuan pelaksanaan pembangunan ekonomi dalam rencana kerja pememerintah (RKP) tahun 2008 adalah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat secara utuh. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah menetapkan beberapa target; (1) percepatan pertumbuhan ekonomi (pro growth) yang berkualitas dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga; (2) megurangi pengangguran (pro-job); (3) mengurangi kemiskinan (pro-poor), (Indrawati, 2007). Menurut Mentri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (2007), pengelolaan ekonomi yang pro growth dimaksudkan untuk mendorong pecepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan disertai pemerataan distribusi pendapatan ( growth with equity). Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran pokok yang menjadi indikator perbaikan kondisi perekonomian. Pokok persoalannya adalah bahwa sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja belumlah cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masya- rakat akan meningkat secara merata. Oleh karena itu, laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya harus diiringi dengan pmerataan distribusi pendapatan sebagai dua sasaran yang sama pentingnya yang harus dicapai agar hasil-hasil pertumbuhan tersebut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, sasaran pembangunan tidak hanya berhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja seperti yang selama ini dilakukan, melainkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperhitungkan pemerataan pendapatan serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Pengelolaan ekonomi yang pro job lebih ditekankan pada percepatan perluasan lapangan pekerjaan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas mampu mencerminkan adanya peningkatan aktivitas dunia usaha dan ekonomi yang pada gilirannya akan memberikan peluang besar kepada angkatan kerja di pasar. Karena itu, pertum- buhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas baru dapat dicapai jika disertai dengan peningkatan ke- sempatan kerja dan penurunan tingkat pengang- guran di masyarakat. Peningkatan jumlah partisipasi angkatan kerja dan penurunan pengangguran merupakan diskripsi kemampuan masyarakat untuk
Transcript
Page 1: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 1

THE QUALITY OF GROWTH:PERAN TEKNOLOGI DAN INVESTASI HUMAN CAPITAL

SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS

P. Eko PrasetyoFakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

e-mail:[email protected]

ABSTRACT

In the process of developing economy in a whole and continuously, the macro economy stability of acountry is an essential prerequisite for producing a quality economic growth. For achieving the qualityeconomic growth, there should be a continuous capital human investment and the use of continuousscience and technology (IPTEK). The process of developing economy will be able to transform thesociety condition from vicious circle to virtuous circle condition if the growth of economy is qualified.Keywords: Quality of growth; human capital, technology and virtuous circle.

PENDAHULUAN

Menurut Presiden SBY visi Indonesia kedepanyang hendak diwujudkan pada tahun 2030 adalahmenjadi negara maju yang unggul dalam penge-lolaan kekayaan alam secara berkelanjutan ataukualitas hidup modern yang merata, self growth.Salah satu sasaran utama untuk mewujudkan haltersebut adalah bukan hanya pertumbuhan ekonomisemata, tetapi growth with equity (pertumbuhandisertai pemerataan). Karena itu, untuk mewujudkanvisi tersebut menurut presiden SBY (2008) perludirumuskan; growth must be inclusive, growth mustbe broad based, growth must be just.

Karena itu, tujuan pelaksanaan pembangunanekonomi dalam rencana kerja pememerintah (RKP)tahun 2008 adalah untuk peningkatan kesejahteraanmasyarakat secara utuh. Untuk mencapai tujuantersebut, pemerintah telah menetapkan beberapatarget; (1) percepatan pertumbuhan ekonomi (progrowth) yang berkualitas dengan dukungan stabilitasekonomi yang tetap terjaga; (2) megurangipengangguran (pro-job); (3) mengurangi kemiskinan(pro-poor), (Indrawati, 2007). Menurut MentriKeuangan Sri Mulyani Indrawati (2007), pengelolaanekonomi yang pro growth dimaksudkan untukmendorong pecepatan pertumbuhan ekonomi yangberkualitas dengan disertai pemerataan distribusipendapatan (growth with equity). Karena itu,pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah

satu sasaran pokok yang menjadi indikator perbaikankondisi perekonomian.

Pokok persoalannya adalah bahwa sasaranpertumbuhan ekonomi yang tinggi saja belumlahcukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masya-rakat akan meningkat secara merata. Oleh karenaitu, laju pertumbuhan ekonomi seyogyanya harusdiiringi dengan pmerataan distribusi pendapatansebagai dua sasaran yang sama pentingnya yangharus dicapai agar hasil-hasil pertumbuhan tersebutdinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengankata lain, sasaran pembangunan tidak hanyaberhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomiyang tinggi saja seperti yang selama ini dilakukan,melainkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitasdengan memperhitungkan pemerataan pendapatanserta pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

Pengelolaan ekonomi yang pro job lebihditekankan pada percepatan perluasan lapanganpekerjaan. Dengan pertumbuhan ekonomi yangtinggi dan berkualitas mampu mencerminkan adanyapeningkatan aktivitas dunia usaha dan ekonomi yangpada gilirannya akan memberikan peluang besarkepada angkatan kerja di pasar. Karena itu, pertum-buhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas barudapat dicapai jika disertai dengan peningkatan ke-sempatan kerja dan penurunan tingkat pengang-guran di masyarakat. Peningkatan jumlah partisipasiangkatan kerja dan penurunan pengangguranmerupakan diskripsi kemampuan masyarakat untuk

Page 2: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 20082

mengambil manfaat dari pertumbuhan ekonomi yangtinggi dan menikmati bagian dari peningkatanpendapatan. Dengan demikian, kondisi pengang-guran di negara ini harus terus ditekan seminimalmungkin. Karena itu, kebijakan pemerintah harusmampu mendorong sektor riil yang banyak menyeraptenaga kerja.

Selanjutnya, pengelolaan ekonomi yang propoor diarahkan untuk mengurangi kemiskinan.Menurunnya jumlah penduduk miskin merupakanindikator keharusan yang secara loangsung dapatmenunjukkan peningkatan kesejahteraan rakyat.Karena itu, berbagai kebijakan pemerintah danprogram pemerintah secara langsung maupun tidaklangsung harus mampu menyentuh masyarakat dilapisan bawah. Karena itu, sasaran pembangunanmenjadi tidak hanya untuk peningkatan pendapatan,melainkan juga harus mampu untuk memberikanakses yang lebih luas kepada masyarakat sepertidalam bidang pendidikan, kesehatan, air bersih dansebagainya. Upaya-upaya tersebut harus dilaksana-kan sejalan dengan komitmen pemerintah dalammenjalankan tujuan pembangunan millenium deve-lopment goals (MDGs). Berdasrkan target-targettersebut diharapkan dapat terciptanya distribusipendapatan yang lebih merata (growth with equality).

Untuk mewujudkan berbagai hal tersebut diatas, maka kita mesti harus sadar bahwa masihbanyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agarpertumbuhan ekonomi tidak hanya sekedar tinggisaja melainkan juga harus berkualitas. Persaoalanyaadalah kita harus mampu mendayagunakan semuapotensi yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia,baik itu modal alam atau fisik, modal manusia(human capital), dan juga modal sosial (socialcapital) serta kemampuan dan penguasaaan terha-dap penggunaan teknologi. Perlu digaris bawaibahwa, modal sosial mempunyai potensi dan peranyang sangat penting dalam pembangunan ekonomibangsa ini. Karena tanpa disinergikan dengan modalsosial, kita tidak akan pernah mampu memiliki equitysocial, maka tanpa peran modal sosial yang dasatpertumbuhan ekonomi yang merata (growth withequality) tidak pernah akan tercapai.

Dalam kaitannya dengan semua hal tersebut diatas, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas barudapat dicapai jika dipenuhi beberapa persyaratan, dimana stabilitas ekonomi makro adalah sebagai salah

satu prasyarat esensial yang umum harus dipenuhi.Karena itu, syarat perlu untuk memacu pertumbuhanekonomi yang tinggi dan berkualitas diperlukanbeberapa faktor pendorong utama seperti; investasihuman capital yang cukup dan berkelanjutan sertapenguasan penggunaan teknologi. Sedangkan,syarat cukupnya harus ada kesinergian antara perandan potensi modal sosial yang dimiliki. Tujuan artikelini baru ingin menjelaskan betapa pentingnya perandan potensi investasi human capital dan teknologidalam memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggidan berkualitas yang selama ini pernah dicapai olehbeberapa negara maju. Secara teoritis dan empiris,peran keduanya telah terbukti mampu memacupertumbuhan ekonomi yang tinggi.

PEMBAHASAN

The New Growth Theory: Beyond and Behind TheSolow Model

Sebuah teori Klasik sebelum Robert M Solow(Behind the Solow model), mengatakan bahwasebuah negara berkembang atau terbelakang hanyaperlu meningkatkan akumulasi capital fisik (C),tenaga kerja (L) dan sumber daya manusia (H) danefisiensi alokasi dalam penggunaannya. Dalam halini, peran teknologi belum dipandang sebagaipemacu dalam pertumbuhan ekonomi. Apabila adakegagalan dalam pasar dalam proses pembangunantesebut, maka hanya akan diselesaikan melaluimekanisme perencanaan efisiensi alokasi dan pena-rikan investasi penggunaan sumber daya tersebut.

Selanjutnya, pandangan pemikiran baru dariteori Neo-Klasik setelah model Solow (Beyond theSolow model ) mengatakan bahwa, pentingnyatransformasi dalam proses pembangunan yang baiktidak hanya terbatas pada peningkatan efisiensialokasi dan akumulasi faktor (C, L, dan H) saja.Dalam hal ini telah memandang bahwa pendidikandan ketrampilan adalah penting, karena pendidikantidak hanya mampu meningkatkan faktor H, tetapijuga mampu meningkatkan wawasan faktor H untukmenerima perubahan dan peningkatan pertumbuhanekonomi. Dalam hal ini, peran teknologi sudah mulainampak walaupun baru secara implisit melaluiparameter pendidikan dari faktor sumber dayamanusia (H). Dalam model Solow tersebut variabelteknologi ini masih dianggap sebagai variabel

Page 3: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 3

endogen. Selajutnya, setelah model Solow, variabelteknologi sudah mulai nampak sebagai variabeleksogen yang dapat menentukan kualitas pertum-buhan ekonomi.

Artikel ini secara teoritis bertujuan untuk men-jelaskan bagaimana peran variabel investasi humancapital dan teknologi secara eksplisit (eksogen)dapat sebagai pemacu utama dalam pertumbuhanekonomi yang berkualitas. Dengan pertumbuhanekonomi yang berkualitas diharapkan akan diperolehhasil pembangunan ekonomi yang bermanfaat bagikesejahteraaan seluruh masyarakat. Dengan pertum-buhan ekonomi yang berkulitas diharapkan adatransformasi dari masyarakat yang terbelenggudalam keterbelakangan (vicious circle) akan mampumenuju masyarakat yang “lebih maju” (virtuouscircle), (Stiglitz, 2000, 2001; Handoko, 2001;Prasetyo, 2008).

Model teoritis peran human capital dan tekno-logi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi yangtinggi dan berkualitas dapat ditelusuri mulai darimodel Solow, (Romer, 1996). Pemikiran Robert MSolow sejak 1956 telah memasukan unsur humancapital dan teknologi sebagai faktor penentupertumbuhan ekonomi. Sumbangan pemikiran Solowini kemudian dikembangkan oleh Romer dan telahmembawa revolusi besar dalam teori pertumbuhanekonomi yang kini sering dikenal dengan “The NewGrowth Theory. David Romer, (1996) telah membuatmodel stok human capital dan pengaruhnya terhadappertumbuhan ekonomi sebagai berikut. Asumsipertama model ini mengikuti Mankiw dan DavidRomer sendiri di mana output mengikuti fungsi:

,1)t(L)t(A)t(H)t(K)t(Y ,

α> 0,β> 0, dan α+ β< 1 (1)

Di mana H adalah stok human capital, L jumlahtenaga kerja. Persamaan (1) ini menunjukkan bahwaoutput (Y) ditentukan oleh capital, labour, dan humancapital per worker. Jadi K, H, dan L diasumsikanconstan return to scale.

Asumsi kedua, adalah dinamika dari K dan L sebagaiberikut.

),t(Y)t(K KS.

(2)

),t(nL)t(L.

(3)

KS adalah akumulasi kapital fisik, dan diasumsikantidak ada depresiasi. Selanjutnya, pertumbuhanteknologi adalah konstan dan eksogeneous.

),t(gA)t(A.

(4)

Dalam hal ini, akumulasi modal manusia dimo-delkan sama dengan akumulasi modal fisik sebagaiberikut.

Y(t),)t(H HS.

(5)

Selanjutnya, secara ekonomi dinamik dan paraleldengan model Solow, dan mengikuti model modalfisik, maka k = K/AL, h = H/AL, dan y = Y/AL,sehingga:

,)t(h)t(k)t(y (6)

Dengan melihat k lebih dahulu, definisi dari k danpersamaan yang melibatkan K, L, dan A mengan-dung makna sebagai berikut:

),t(k)gn(-)t(hk(t))t(k KS.

(7)

atau 1/-11/S h)gn/(k K

Dengan demikian, k adalah sama dengan nol ketika kgnhkSK seperti ditunjukkan dalam

Gambar-1 di bawah ini. Kenaikan k paralel dengankenaikan h. Jika β< 1- α(ke kiri dari k=0), maka kakan negatif, dan jika ke kanan dari k=0, maka kakan positip.

Kemudian, dengan memperhatikan persamaan(7), maka dinamika h dapat diketahui sebagaiberikut.

),t(hgn-)t(h)t(k)t(h KS.

(8)

di mana.h adalah akan sama dengan nol ketika

h)gn(hkSK atau dapat ditulis sebagai /11/

S h]/)gn[(k H . Hal ini dapat dilihat padaGambar-1 di bawah ini, jika 1 – β> α, maka h akanpositip di atas h=0, dan negatif jika di bawah h=0.Selanjutnya, dinamika dari k dan h yang menujukepada keseimbangan di titik E. Titik E secara globaladalah stabil, darimanapun memulainya perekono-mian, maka dia akan menuju ke titik E, dan sekali titikE dicapai, maka tidak akan berubah.

Page 4: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 20084

Gambar 1. Dinamika human capital per unit tenaga kerja efektif

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yangtinggi dan berkualitas diperlukan saving danteknologi. Sementara saving dan teknologi tersebutdapat dihasilkan oleh karena adanya investasihuman caital yang cukup berkualitas. Dengan ada-nya saving dan penguasaan terhadap penggunaanteknologi tersebut akan diperoleh jalan emas (goldenrule) dari berbagai alternatif pilihan teori yang terbaik(trunpike theorema).

Model Solow telah menunjukkan bahwapertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalampendapatan per pekerja harus berasal dari kemajuanteknologi. Model Solow yang ini telah menjelaskanvariabel teknologi sebagai variabel eksogeneous,namun determinan teknologi belum dijelaskan secaralebih detail. Kemudian, perkembangan pemikiranpertumbuhan ekonomi setelah model Solow telahberupaya menjadikan variabel teknologi sebagaivariabel endogeneous. Untuk lebih jelasnyaketerangan ini dapat dilihat pada Gambar-2 di bawahini.

Selanjutnya, para peneliti dan ahli ekonomipertumbuhan ekonomi yang baru seperti; RobertBarro, David Romer, Paul Romer, Gregory Mankiw,Xavier Sala-I-Martin adalah tokoh-tokoh baru teoripertumbuhan ekonomi yang lebih banyak meng-angkat isyu bahwa perspektif jangka panjang dalamekonomi makro tidak kalah pentingnya denganmodel-model stabilitas ekonomi, (Handoko, 2001).Studi-studi mereka hingga kini telah banyak dimuat

dalam berbagai literatur termasuk bank dunia, baikyang menyangkut ekonomi makro maupun pertum-buhan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil studimereka menemukenali berbagai faktor yangmenentukan perjalanan perekonomian suatu negarayang tadinya tertinggal cukup jauh dengan negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara, kini telahberhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yangsedemikian cepat dan berkualitas, sehingga Penda-patan Nasional per kapita mereka telah mampumelampaui negara-negara maju. Jepang, Singapuradan Swiss adalah contoh negara-negara kecil yangkini sangat maju.

Jepang dan Singapura adalah contoh negarakecil yang sangat sempurna dalam membangunekonomi makro melalui pertumbuhan ekonomiberkualitas yang dipacu oleh peran sumber dayamanusia yang berkualitas dalam mendorong kema-juan bangsanya. Jika dulu kiblat manajemen industridan bisnis hanya di negara barat, kini sudah adakiblat alternatif di Asia yakni Jepang dan Singapura.Selain itu, salah satu fenomena pertumbuhanekonomi yang pernah sangat menonjol di Asia padaawal tahun 1970 hingga pertengahan tahun 1990-anadalah apa yang dikenal dengan “East AsianMiracle”. Tujuh negara yang pada waktu itu olehBank Dunia dapat disebut sebagai “keajaiban AsiaTimur” adalah negara-negara; Korea Selatan,Thailand, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysiadan Indonesia.

k

0h.

)0k(. E 0k

.

)0k(.

)0h(. )0h(

.

0 h

Page 5: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 5

Persoalanya adalah mengapa tujuh negara“keajaiban Asia Timur” tersebut khususnya Indone-sia, kini justru makin terpuruk dan menuju ke negarayang dapat dikatakan “negara gagal”. Tesis PaulKrugman sebenarnya telah menyangkal bahwaprediksi negara-negara Asia Timur tersebut akanmengambil alih perkembangan ekonomi dari negara-negra industri maju karena kemampuan merekauntuk menerapkan teknologi maju menuju ke tingkatproduktivitas yang tinggi. Menurut hasil penelitianKrugman, negara-negara Asia Timur berhasilmencapai pertumbuhan tinggi karena berhasil dalammengakumulasi kapital dan tenaga kerja yang sangattinggi, dan bukan karena kemampuan dalampenggunaan teknologi yang maju, sehingga merekakemudian akan mengalami law of diminishing return.Artinya, mereka tidak akan pernah mampu melampuinegara-negara maju yang tingkat produktivitasnyatelah tinggi.

Selanjutnya, Alwyn Young dan Lawrence Laumelanjutkan penelitian seperti yang dilakukan olehKrugman dengan menghitung Total FactorProductivity (TFP) di negara-negara Asia Timur itu. Iamenjelaskan bahwa memang negara-negaratersebut mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata6 persen hingga 7 persen per tahun selama 25tahun, tetapi nilai TFP-nya hanya tumbuh 3-4 persensaja, dan tidak berbeda jauh dengan negara-negaraOECD. Artinya, bahwa pertumbuhan ekonominegara-negara Asia Timur ini memang tinggi tetapi,karena tidak ditompang oleh nilai produktivitas yangtinggi pula, maka pertumbuhan ekonomi tersebutmenjadi tidak berkualitas. Selanjutnya, adanyapertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitastersebut menyebabkan stabilitas ekonomi makro

negara yang bersangkutan menjadi lebih rentanterhadap ganguan krisis ekonomi. Ketika, pada tahun1997 terjadi krisis ekonomi di Asia dan krisis energidi dunia pada saat ini, adalah bukti nyata bahwakondisi pertumbuhan ekonomi negara-negara Asiatimur terutama Indonesia adalah belum kokoh karenamemang tidak berkualitas. Akibatnya stabilitasekonomi makro negara tersebut (Indonesia) menjadimudah terkena ganguan krisis tersebut.

Reformasi Investasi Human Capital danTeknologi: dari Vicious Circle ke Virtuous Circle

Stiglitz, (2000, 2001) telah mengamati beberapafaktor penyebab keterbelakangan, sehinggapertumbuhan ekonomi yang dihasilkan tidak berkua-litas yaitu; dimulai dari kurangnya kapital fisik (K),kemudian kurangnya kapital sumber daya manusia(H), dan kurang berfungsinya peran intervensipemerintah (ekonomi kelembagaan). Dengan modelfungsi produksi agregatif dapat dituliskan sebagaiQ = f (A, K, L, R, H). Di mana Q adalah outputproduksi, L adalah tenaga kerja, R adalah sumberdaya alam (natural capital), serta faktor A adalahterdiri dari; informasi, ilmu pengetahuan (knowledge)dan teknologi, termasuk proses produksi serta faktormodal sosial (social capital).

Selanjutnya, tanpa mengupas lebih mendalamvariabel A tersebut, ia menegaskan bahwa intensitasvariabel A akan menentukan apakah prosespembangunan merupakan vicious circle ataukahvirtuous circle. Jika sebuah proses pembangunandipandang sebagai sebuah transformasi dari sebuahtataran masyarakat yang satu ke tataran yang laintanpa pendidikan, maka sebuah masyarakat tersebut

Gambar 2. Peran Teknologi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Investasi yang dibutuhkan

Modal per orang

Outp

utpe

rora

ngJalur E ke F ataudari E ke F = golden rule

ko dan k* = turnpiketeorema

Tab ung an

Teknologi

Page 6: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

6

akan terjebak pada tataran keterbelakangan (viciouscircle) karena ketidakmampuannya untuk meramuvariabel (K, L, R, dan H) yang tersedia untuk menujuke sebuah dinamika tataran yang “lebih maju”(virtuous circle) yang juga memiliki daya saing tinggi(lihat Gambar-3 di bawah).

Pada umumnya negara-negara berkembangsering terjebak dalam keterbelakangan ini. Karena,negara-negara berkembang pada prinsipnya hanyaperlu meningkatkan akumulasi K, L, dan H sertaefisiensi alokasi penggunaannya, kurang memikirkankuantitas dan kualitas variabel A secara konsistendan berkesinambungan melalui pendidikan yanglebih tinggi dan berkualitas. Hal ini sejalan denganpemikiran Vinod Thomas (2000) dalam “The Qualityof Growth”, ia mengatakan bahwa pembangunanbertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masya-rakat dan memperluas peluang untuk menentukannasibnya sendiri secara merdeka.

Dalam era millineum ketiga ini dan ke depanyakni setelah ilmu ekonomi dianggap mati oleh PaulOmerod, maka paradigma dan arah pembangunanekonomi baru (new economy) pada saat ini danmendatang adalah pembangunan ekonomi yangpadat investasi sumber daya manusia (human capi-tal) yang berkualitas khususnya melalui pendidikandan latihan. Dengan kata lain perlu dikembangkanperpaduan antara faktor H dan faktor A untukmengelola faktor L, dan K, sehingga dapat dihasilkanproduksi (Q) yang berkualitas seperti yang diharap-kan. Karena dalam new economy faktor pendidikan,

informasi, dan teknologi merupakan pendorongutama dalam kegiatan ekonomi di suatu negara,(Prasetyo, 2008).

Dengan demikian, reformasi investasi humancapital dan teknologi melalui pendidikan yang lebihberkualitas di segala bidang di Indonesia sudahmutlak harus segera dilakukan secara besar-besaranagar terhindar dari keterbelakangan (vicious circle)tetapi, mampu menuju ke sebuah negara yang lebihmaju (virtuous cirlce). Pembangunan yang hanyamengandalkan sumber daya fisik dan kekayaan alamsaja, kini sudah dapat dikatakan telah gagal.Pengalaman menunjukkan bahwa sumber daya alamIndonesia kaya-raya tetapi, mengapa masih banyakrakyat Indonesia tetap miskin dan menganggur, sertamasih “terbelakang” hampir dalam segala bidang?

Kerangka kerja untuk mendorong pertumbuhanekonomi yang tinggi dan berkualitas serta memilikidaya saing yang baik di Indonesia masih kurangdidukung oleh peran teknologi dan human capital(melalui pendidikan yang berkualitas), makadampaknya tidak hanya pertumbuhan ekonomi yangtidak berkualitas tetapi daya saing ekonomiIndonesia juga tetap rendah. (lihat Gambar-3 dibawah ini). Rendahnya daya saing ekonomiIndonesia karena produktivitasnya yang rendah danrendahnya produktivitas karena rendahnya teknologidan faktor pendidikan, maka dampaknya kualitastenaga kerja juga tetap rendah dan menghasilkanproduk yang rendah kualitasnya.

Framework for improving competitiveness

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

Gambar 3. Kerangka Kerja Ekonomi Yang Berdaya Saing Tinggi

Page 7: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 7

Kebijakan pemerintah dan para universitasharus berorientasi jauh ke depan dan mengangkatsemangat kompetisi yang sehat sangat diperlukan.Orientasi kebijakan ke depan yang sehat akanmendorong pertumbuhan ekonomi dan produktivitasyang baik. Artinya, dengan tingkat investasi humancapital yang memadahi, akan mampu mereformasibangsa Indonesia dari keterbelakangan (viciouscircle) menuju ke masyarakat yang lebih maju secaraelegan (virtuous circle). Karena, perbedaan produk-tivitas pada suatu investasi dapat membuat perbeda-an satu hingga dua persen terhadap tingkat pertum-buhan GNP per kapita. Jika hal tersebut dilakukan,diyakini akan mampu membantu merubah stagnasiekonomi Indonesia ke dalam semangat untukmeningkatkan kemampuannya di segala bidangdengan sadar. Namun, jika mau bercerimin padanegara lain di Asia dalam human capital invesment,bercerminlah kepada negara-negara seperti; Jepang,Singapura, dan Korea Selatan. Negara-negara initelah melakukan pembangunan ekonominya denganberbasis pada human capital invesment dan berhasil.

Studi Empiris: Ekonomi Makro dan PertumbuhanEkonomi

Teknologi berbasis inovasi yang ditopang olehkualitas sumber daya manusia potensial merupakanmotor penggerak pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju dan berkembang. Studi empiris telahbanyak yang menjelaskan bahwa kebijakan publikekonomi makro dirancang untuk mendorong kema-juan teknologi. Perkembangan teknologi harusdisebarkan dalam pertumbuhan ekonomi sepertipada kasus pertengaan tahun 1990-an (Mankiw,2007). Menurut model Solow, kemajuan teknologimenyebabkan nilai berbagai variabel meningkatsecara bersamaan dengan mantap (balanced ofgrowth) dalam jangka panjang, maka perekonomiansuatu negara akan baik. Namun, model dasarpertumbuhan Solow masih menganggap teknologiberkembang pada tingkat eksogeneus konstan,maka pengalaman empiris pertumbuhan ekonomiyang spektakuler dari empat macan asia timurmenjadi sulit untuk dijelaskan. Akhirnya merekamemisahkan antara masalah ekonomi makro denganmasalah pertumbuhan ekonomi.

Studi tentang ekonomi makro dan pertumbuhanekonomi suatu negara dalam perspektif jangkapanjang sebaiknya tidak perlu dipisahkan secaratajam. Walaupun pada jaman Keynes, perhatian ten-tang pertumbuhan ekonomi pernah kurang menarikdi banding masalah ekonomi makro. Namun, padakenyataanya hingga saat ini kestabilan ekonomimakro yang baik tetap dibutuhkan dalam pertum-buhan ekonomi yang berkualitas dan tangguh.Artinya, masalah pertumbuhan ekonomi dan ekonomimakro adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkansecara tajam. Karena, salah satu indikator ekonomimakro yang baik adalah harus adanya pertumbuhanekonomi yang tinggi serta berkualitas. Karena, per-tumbuhan ekonomi berkualitas mampu menstabilkanperekonomian makro melalui pengurangan.

Formulasi model-model pertumbuhan ekonomibaru sebenarnya sudah muncul setelah akhir perangdunia ke II, terutama dengan meluasnya teoriHarrod-Domar, Solow, Ramsey, Kuznet, Samulsondan Leontief yang sampai sekarang masih terusdikembangkan (Romer, 1996; Handoko, 2001). Padamulanya para ahli ekonomi tersebut masih banyakyang menggunakan model-model standar, sepertimodel Solow yang sering dikenal dengan the newgrowth theory (Romer, 1996; Tapscott, 1997;Mankiw, 2007; Dornbusch, 2008). Pada saat iniperan variabel teknologi yang telah diperoleh daripengembangan ilmu pengetahuan melalui researchand development serta investasi human capitalsudah banyak dibahas walaupun masih banyak yangbaru secara implisit. Hasilnya dapat membedakantentang pendapatan nasional antar negara, di mananegara-negara industri maju terlebih dahulu mampumencapai tataran kemajauan yang lebih tinggi.

Teknologi yang sebenarnya merupakan bagiandari ilmu pengetahuan (knowledge) telah diyakinioleh Tapscott (1997) dalam Wahyoedi, (2000)sebagai salah satu bentuk dari ekonomi baru (TheNew Economy). Salah satu ciri ekonomi baru adalahekonomi dengan mengandalkan knowledge. MenurutTapscott orang akan lebih banyak bekerja denganmenggunakan otaknya daripada menggunakantangan. Di negara-negara maju saat ini seperti;Amerika Serikat, Jepang dan Singapura hampir lebih70 persen para pekerjanya berkecimpung dalampekerjaan yang menggunakan knowledge. Selanjut-nya, studi tahunan Bank Dunia hingga kini juga telah

Page 8: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

8

banyak mengangkat knowledgeDari kajian Bank Dunia tersebut, ternyata terdapatkorelasi yang kuat dan positip antara pertumbuhanknowledge dengan pertumbuhan ekonomi di suatunegara. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabeldan Gambar 4 serta Gambar 5 di bawah ini.

Peringkat kualitas pembangunan manusiaIndonesia 2007-2008 masih stagnan di bawahVietnam yakni dengan skor 0,728 dan pada posisi107 dari 177 negara yang di survai. Pada tkondisi pembangunan ekonomi dilihat darisumbangan nilai Human Development Index

2005

DuniaNegara Maju

ASEuroJepangSingapura

Negara BerkembangCinaIndia

ASEAN-4ThailandMalaysiaPhilipinaIndonesia

4,92,53,11,51,96,6

7,510,4

5,145,24,95,7

Sumber: World Economic Outlook April dan Oktober 2007, IMF

Sumber: Human Develo pment Report, 2006

Gambar 4. Indeks Pembangunan Manusia (

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

sebagai topik kajian.Dari kajian Bank Dunia tersebut, ternyata terdapat

t dan positip antara pertumbuhanbuhan ekonomi di suatu

negara. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel -1di bawah ini.

Peringkat kualitas pembangunan manusia2008 masih stagnan di bawah

etnam yakni dengan skor 0,728 dan pada posisi107 dari 177 negara yang di survai. Pada tahun 1975kondisi pembangunan ekonomi dilihat dari

Human Development Index (HDI)

Indonesia termasuk kategoritahun 1980- 2003 tergolong menengah.d ibandingkan dengan negara lain, pada tahun 2003,nilai HDI Indonesia lebih tinggi daripadaserta Kamboja (0.571). Namun, kondisingunan sumber daya manusia di Indonesia tergolongmasih rendah jika dibandingkan dnegara lain seperti; Malaysia, Korea Selatan danSingapura . Di mana kategori nilaidaripada 0.8 dikategorikan tinggi; nilai HDI antarahingga 0.8 dikategorikan sedang, dan nilai HDIkurang dari 0.5 dikategorikan rendah.

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia

2005 2006WEO-Apr’07

2007 20084,92,53,11,51,96,6

7,510,4

9

5,14,55,24,95,7

5,52,92,92,82,27,9

8,111,19,7

5,45,05,95,45,5

5,22,52,02,62,65,5

8,011,29,0

5,54,55,55,86,0

5,22,72,82,52,05,7

7,610,58,4

5,84,85,85,86,3

Sumber: World Economic Outlook April dan Oktober 2007, IMF

pment Report, 2006

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index

Indonesia termasuk kategori rendah, tetapi sejaklong menengah. Walaupun,

ibandingkan dengan negara lain, pada tahun 2003,ebih tinggi daripada Laos (0.545)

Kamboja (0.571). Namun, kondisi pemba-sumber daya manusia di Indonesia tergolong

dibandingkan dengan negara-seperti; Malaysia, Korea Selatan dani mana kategori nilai HDI lebih besar

daripada 0.8 dikategorikan tinggi; nilai HDI antara 0.5hingga 0.8 dikategorikan sedang, dan nilai HDI

dikategorikan rendah.

WEO-Okt’082007 20085,22,51,92,52,07,5

8,111,58,9

5,64,05,86,36,2

4,82,21,92,11,75,8

7,410,08,4

5,64,55,65,96,1

Human Development Index)

Page 9: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

Selain itu, daya serap teknologi di perusahaanperusahaan (industri) di Indonesiamencapai angka 4,5 yang berarti paling rendahdibandingkan dengan negara-neseperti; Malaysia yang mencapai 5,9 dan Thailandmencapai 5,3 termasuk Vietnam yang mencapai 5,2.Sedangkan, industri-industri di Singapura adalahyang paling besar menyerap teknologi, yaknimencapai nilai 6,0. Kondisi ini dapat sebagaisatu indikator bahwa tingkat inovasi dan penggunaanteknologi di Indonesia tergolong masih rendah.Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Indonesia sekalipun tinggi tetap belumdapat dikatakan berkualitas.

Fenomena ini lebih namgangguan krisis ekonomi dunia, Indonesia menjadisalah satu negara yang paling mudah terkenadampaknya dibandingkan negara tentangganya.Karena, pertumbuhan PDB (pertumdi Indonesia lebih banyak dipacu oleh lajupertumbuhan konsumsi, sedangkan pertumekonomi negara tetangga lebih banyak didorong olehlaju investasi human capital dan teknokondisi ekonomi makro Indonesia sekalipun dilihatdari indikator pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,tetapi masih tetap rentan terhadap gejolak krisis. Halini memperkuat argumentasi bahwa masalahstabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomiadalah dua hal yang saling berkaitan erat.

Sumber: World Bank, 2007

Gambar 5.

6.0

Singapura Korea Malaysia Thailand Filipina ChinaSelatan

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

daya serap teknologi di perusahaan-perusahaan (industri) di Indonesia dalam skala 1-7

yang berarti paling rendahnegara Asean lainnya,

seperti; Malaysia yang mencapai 5,9 dan ThailandVietnam yang mencapai 5,2.

industri di Singapura adalahyang paling besar menyerap teknologi, yaknimencapai nilai 6,0. Kondisi ini dapat sebagai salahsatu indikator bahwa tingkat inovasi dan penggunaanteknologi di Indonesia tergolong masih rendah.Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh Indonesia sekalipun tinggi tetap belum

Fenomena ini lebih nampak ketika adagangguan krisis ekonomi dunia, Indonesia menjadisalah satu negara yang paling mudah terkenadampaknya dibandingkan negara tentangganya.Karena, pertumbuhan PDB (pertumbuhan ekonomi)di Indonesia lebih banyak dipacu oleh laju

nsumsi, sedangkan pertumbuhanekonomi negara tetangga lebih banyak didorong oleh

dan teknologi. Akibatnya,kondisi ekonomi makro Indonesia sekalipun dilihatdari indikator pertumbuhan ekonomi cukup tinggi,

rentan terhadap gejolak krisis. Halini memperkuat argumentasi bahwa masalahstabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomiadalah dua hal yang saling berkaitan erat.

Ketika awal tahun 2000tahun 2008 sekarang ini produksi mioleh OPEC, maka produktivitas negaratidak berbasis pada human capitalterus menurun lebih cepat. Penurunan produktivitasini sebenarnya telah dimulai tahun 1973, (Mankiw,2003). Ketika, pertumbuhan produktivitas minmenurun hampir bersaman dengan naiknya hargaminyak yang kini terus naik dan pada Juli 2008 telahmencapai harga US$145 per barel. Sebagai ekonom,berpendapat bahwa penurunan produktivitas inimungkin saja disebabkan oleh perubahandalam angkatan kerja di Indonesia yang belum berkualitas. Sedangkan, masih rendahnya kualitasangkatan kerja di Indonesia karenament juga rendah, akibatnya penguasaan teknologidalam segala bidang di Indonesia juga masih rendah.Dengan masih tetap renteknologi dalam segala bidang ini menyebabkanpertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi tidakberkualitas. Selanjutnya, dengan masih rendahnyakualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka akansemakin sulit tujuan growth with equalitymensejahterakan rakyat akan tercapai

Argumentasi lain yangbahwa sasaran utama pembangunan ekonomidi Indonesia yang ingin dicapai pemerintah SBYmelalui growth with equalityadalah , karena rantai nilai (memberikan nilai tambah bagi kehidupan riil

Sumber: World Bank, 2007

. Daya Serap Teknologi di tingkat Perusahaan Tahun 2006

Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam IndonesiaSelatan

9

Ketika awal tahun 2000-an hingga pertengahantahun 2008 sekarang ini produksi minyak dibatasioleh OPEC, maka produktivitas negara-negara yang

human capital dan teknologiterus menurun lebih cepat. Penurunan produktivitasini sebenarnya telah dimulai tahun 1973, (Mankiw,2003). Ketika, pertumbuhan produktivitas minyakmenurun hampir bersaman dengan naiknya hargaminyak yang kini terus naik dan pada Juli 2008 telahmencapai harga US$145 per barel. Sebagai ekonom,berpendapat bahwa penurunan produktivitas inimungkin saja disebabkan oleh perubahan-perubahan

atan kerja di Indonesia yang belum ber-litas. Sedangkan, masih rendahnya kualitas

angkatan kerja di Indonesia karena human inves-juga rendah, akibatnya penguasaan teknologi

dalam segala bidang di Indonesia juga masih rendah.Dengan masih tetap rendahnya penguasaanteknologi dalam segala bidang ini menyebabkanpertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi tidakberkualitas. Selanjutnya, dengan masih rendahnyakualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka akan

growth with equality yang dapatmensejahterakan rakyat akan tercapai .

Argumentasi lain yang dapat untuk memperkuatbahwa sasaran utama pembangunan ekonomi makrodi Indonesia yang ingin dicapai pemerintah SBY-JK

growth with equality masih sulit di capaii nilai (value chain) yang dapat

memberikan nilai tambah bagi kehidupan riil

Teknologi di tingkat Perusahaan Tahun 2006

Viet Nam Indonesia

Page 10: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

10

masyarakat juga rendah. Pada Gambarbahwa rantai nilai makro pada industri di Indonesiasebesar (3,1) pada skala 1-7, adalah masih relatiflebih rendah dibandingkan dengAsean lainnya, kecuali Vietnam (2,9). Rantai nilaimakro ini sangat berhubungan dengan pendeknyarantai produksi dalam suatu perusahaan industriyang bersangkutan secara mikro. Selanjutnya,kondisi ini berpengaruh pada rendahnya nilai tambyang dihasilkan perusahaan industri tersebut bagikehidupan masyarakat.

Dampak selanjutnya, nilai ekspor barang danjasa juga akan tetap rendah, khususnya hasil ekspor

Sumber: World Bank, 2007

Gambar

Sumber: World Bank, 2006

Gambar

Singapura Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam IndonesiaSelatan

Malaysia Thailand Viet N

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

masyarakat juga rendah. Pada Gambar-6, nampakbahwa rantai nilai makro pada industri di Indonesia

7, adalah masih relatiflebih rendah dibandingkan dengan negara-negaraAsean lainnya, kecuali Vietnam (2,9). Rantai nilaimakro ini sangat berhubungan dengan pendeknyarantai produksi dalam suatu perusahaan industriyang bersangkutan secara mikro. Selanjutnya,kondisi ini berpengaruh pada rendahnya nilai tambahyang dihasilkan perusahaan industri tersebut bagi

nilai ekspor barang danjasa juga akan tetap rendah, khususnya hasil ekspor

barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaanindustri di Indonesia. Pada Gambarnampak bahwa nilai GDP dan nilai ekspor Indonesiamasih lebih rendah dibanding negara Asean lainnya.Data dari Bank Dunia pada Tabel

persentase nilai eksporberteknologi tinggi di Indonesia hanya mencapa16,30 persen dari total ekspor manufaktur. Angka inimasih lebih rendah dibandingkan dengan negaranegara tetangga, kecuali Vietnam

Sumber: World Bank, 2007

Gambar 6. Rantai Nilai (Value Chain) Perusahaan Industri, 2006

Sumber: World Bank, 2006

Gambar 7. Nilai Perdagangan Sebagai Persentase dari GDP, 2005

Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam IndonesiaSelatan

Malaysia Thailand Viet N am Indonesia Laos

barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaanindustri di Indonesia. Pada Gambar-7 dan Tabel-2,nampak bahwa nilai GDP dan nilai ekspor Indonesiamasih lebih rendah dibanding negara Asean lainnya.

pada Tabel-3, menunjukkanpersentase nilai ekspor industri manufaktur

Indonesia hanya mencapai16,30 persen dari total ekspor manufaktur. Angka ini

dibandingkan dengan negara-negara tetangga, kecuali Vietnam.

Nilai Perdagangan Sebagai Persentase dari GDP, 2005

Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam Indonesia

am Indonesia Laos

Page 11: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

Tabel 2. Ekspor Manufaktur Menurut KelompokTeknologi

Negara Persentase Total EksporManufaktur

IndonesiaThailandMalaysiaFilipinaVietnamSingapuraKorea Selatan

16,3026,6054,7071,005,60

56,6032,30

Sumber: World Bank, 2006

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dan MitosPenyerapan Tenaga Kerja

Secara teori ekonomi, setiap satu persen per-tumbuhan ekonomi akan mampu menyerap tenagakerja baru sebesar 250-400 ribu orang. Namun,pertumbuhan ekonomi tinggi di Indonesia barusekedar mitos dalam penyerapan tenaga kerja baru.Karena, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi diIndonesia hanya mampu menyerap tenaga kerjakurang dari 100 ribu orang per tahun. Tahun 2008merupakan tahun yang telah dijanjikan akan adapertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari sebe-lumnya. Namun, yang menjadi persoalanya adalah,apakah kualitas pertumbuhan ekonomi tersebutbertambah naik? Apakah pertumbuhan tersebutmampu “memihak kaum miskin dan yang mengang-gur” seperti yang diharapkan dalam RKP?

Di atas telah dijelaskan bahwa pertumbuhanekonomi Indonesia relatif tinggi, tetapi tidak

berkualitas. Pertumbuhan ekonomi yang tidakbanyak menyerap tenaga kerja, pada akhirnya akanmembuat jurang kemiskinan yang semakin melebar.Inilah kondisi paradok pertumbuhan ekonomi (para-dox of economics growth) yang kini terjadi diIndonbesia. Karena pertumbuhan ekonomi di Indo-nesia yang tinggi lebih banyak ditompang oleh lajupertumbuhan tingkat konsumsi daripada investasi.Dampak selajutnya, karena masih rendahnya tingkatinvestasi, khususnya investasi human capital danteknologi, maka nilai tambah dari produktivitasmenjadi tetap rendah dan pertumbuhan ekonomijuga menjadi tidak berkualitas. Di bawah ini adabeberapa fakta bahwa rendahnya investasi humancapital yang tercermin dalam rendahnya tingkatpendidikan berdampak pada kualitas pertumbuhanekonomi yang rendah. Persoalan berikutnya adalahmengapa dan bagaimana kondisi investasi humancapital di Indonesia masih tetap rendah?

Berdasarkan Tabel-3 di atas, siswa yangmelanjutkan ke tingkat pendidikan menengah dantinggi di Indonesia nampak terus meningkat. Namunsecara umum, peningkatan tersebut jika dibanding-kan dengan negara Asean yang lain terutama;Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina, masihlebih rendah. Jika Tabel-3 dan Tabel-1 di atasdianalisis lebih lanjut, maka dapat diperoleh nilaitambah dan azas manfaat yang berbeda antara yangditerima oleh rakyat Indonesia dengan rakyat negaraAsean tersebut. Karena, nilai belanja untuk pen-didikan dari negara Indonesia cenderung lebihrendah, maka tingkat pendidikan siswa di Indonesia

NamaNegaraSingapuraKorea SelatanBrunei DarussalamMalaysiaThailandFilipinaChinaVietnamIndonesiaMyanmarKambojaLaos

Sumber: World Bank, 2006

Tabel 3. Indek Tingkat Pendidikan Negara-Negara Asean

Pendidikan Menengah Pendidikan Tinggi1990 1995 2000 2005 1990 1995 2000 2005

68,1 73,4 - - 18,0 33,7 .. ..89,8 100,9 97,6 92,9 39,1 52,0 72,6 89,968,7 80,2 85,5 95,6 5,7 7,2 12,6 15,056,3 58,7 69,3 76,4 7,4 11,7 26,3 32,030,8 54,1 61,8 70,3 18,8 20,1 34,2 43,070,7 77,5 77,1 85,2 27,8 29,0 30,5 28,148,7 65,8 62,9 74,3 2,9 5,3 7,6 20,3106,9 114,1 106,6 94,5 2,0 4,1 9,5 16,045,5 51,5 54,9 63,1 9,5 11,3 14,4 17,122,4 32,6 37,6 40,3 - - - -28,9 26,5 17,0 29,4 - - - -24,4 26,8 35,6 46,7 - - - -

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 11

Page 12: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

12

juga tetap masih rendah, maka dampak selanjutnyaadalah tingkat produktivitas dan kualitas pertumbuhan ekonomi yang diperoleh oleh rakyat Indonesiajuga tetap rendah.

Pada Tabel-4 ini, tingkat belanja negaraIndonesia untuk pendidkan pada tahun 2005 nampakbelum mencapai 1 persen dari GDP, dan jika dilihatdari APBN pada tahun 2008 juga baru sebesar 11pesen, yang berarti masih belum terpenuhinyabatasan minim 20 persen dari APBN.pada RKP tahun 2009 rencanapersen anggaran pendidikan ini baru akan dipenuhi.Hal ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintterhadap pendidikan yang berkualitaswmasih rendah dan kini justru nampak ada kencenderungan yang makin menurun.kan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi semakinjauh dari harapan.

Nama Negara

IndonesiaThailandMalaysiaFilipinaVietnamSingapuraKorea SelatanSumber: World Ba

Sum

Sin

juga tetap masih rendah, maka dampak selanjutnyatas dan kualitas pertum-

buhan ekonomi yang diperoleh oleh rakyat Indonesia

ini, tingkat belanja negaraIndonesia untuk pendidkan pada tahun 2005 nampakbelum mencapai 1 persen dari GDP, dan jika dilihat

2008 juga baru sebesar 11pesen, yang berarti masih belum terpenuhinyabatasan minim 20 persen dari APBN. Rencananya

2009 rencana batas minimal 20ini baru akan dipenuhi.

Hal ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintahyang berkualitasw di Indonesia

masih rendah dan kini justru nampak ada kencen -derungan yang makin menurun. Hal ini mengindikasi -kan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi semakin

Rendahnya komitmen pemerintah yangditunjukan oleh rendahnya belanja negara terhadappendidikan ini diperparah lagi dengan adanya lajumigrasi intelektual ( brain drainmeningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggidrain dari negara tersebut, maka negara tersebutsebenarnya semakin dirugikan, kecuali merekamemperoleh return devisa yang lebih besar baginegaranya. Pada Gambar -drain di Indonesia cukup tinggi, dan lebih tinggidaripada di negara; Korea Selatan, Filipina, Vietnambahkan Cina. Fenomena semakin tingginyadrain tersebut artinya, orangdidikan semakin tinggi (intelektual) di Indonesia justrumenjadi tidak suka untuk bekerja di negara Indonesiasendiri. Hal ini dimungkinkan karena mereka hanyamemperoleh income yang lebih kecil jika merekabekerja di luar negeri. Inilah fakta bahwa pendidikandi Indonesia kurang diperhatikan, maka fenomena ini

Sum

Rendahnya komitmen pemerintah yangitunjukan oleh rendahnya belanja negara terhadap

pendidikan ini diperparah lagi dengan adanya lajubrain drain) yang cenderung terus

meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi braindari negara tersebut, maka negara tersebut

ebenarnya semakin dirugikan, kecuali merekamemperoleh return devisa yang lebih besar bagi

-8, nampak bahwa braindi Indonesia cukup tinggi, dan lebih tinggi

daripada di negara; Korea Selatan, Filipina, Vietnammena semakin tingginya brain

tersebut artinya, orang-orang yang berpen-didikan semakin tinggi (intelektual) di Indonesia justrumenjadi tidak suka untuk bekerja di negara Indonesiasendiri. Hal ini dimungkinkan karena mereka hanya

ang lebih kecil jika merekabekerja di luar negeri. Inilah fakta bahwa pendidikandi Indonesia kurang diperhatikan, maka fenomena ini

Tabel 4. Persentase Belanja Negara untuk Pendidikan dari GDP, tahun 2005

Persentase BelanjaPendidikan Terhadap GDP

0,904,208,003,20

-3,704,60

nk, 2006

ber: World Bank, 2007

gapura Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam IndonesiaSelatan

Persentase Belanja Negara untuk Pendidikan dari GDP, tahun 2005

Persentase BelanjaPendidikan Terhadap GDP

Persentase Tingkat PendidikanMenengah Wanita Pendidikan Tinggi Wanita

0,904,208,003,20

-3,704,60

63,8074,2080,9090,3074,80

-93,10

ber: World Bank, 2007

Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam IndonesiaSelatan

Persentase Belanja Negara untuk Pendidikan dari GDP, tahun 2005

Persentase TingkatPendidikan Tinggi Wanita

14,7045,4038,0032,4013,20

--

Korea Malaysia Thailand Filipina China Viet Nam Indonesia

Gambar

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008

Gambar 8. Migrasi Intelektual (Brain Drain) tahun 2006

Page 13: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 13

berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi semakintidak berkualitas. Struktur upah dan gaji di Indonesiayang kurang membedakan dari segi skill dan tingkatpendidikan, tetapi lebih melihat “kedekatan atautempat” dan lamanya ia bekerja, serta tidak adaperbedaan yang signifikan antara gaji seorangprofesor dengan seorang lulusan sekolah menengah,mungkin inilah sebagai salah satu fenomena braindrain di Indonesia yang tinggi dan meningkat.

Jika upah atau gaji di Indonesia mencerminkanproduktivitas, maka akan semakin banyak orangyang mempunyai kesadaran untuk memiliki pendi-dikan tinggi, dan jika dengan semakin tinggi tingkatproduktivitas serta hasil ekonominya, maka masalahbrain drain tidak akan terjadi. Permasalah brain drainmemang telah dialami oleh banyak negara lain,karena masalah ini merupakan dampak dariglobalisasi neoliberalisme yang sedang melandadunia ini. Namun, masalah brain drain di Indonesiajustru lebih diperparah karena kondisi strukturupah/gaji di Indonesian sangat tidak mencerminkantingkat produktivitas. Padahal, rendahnya tingkatproduktivitas berdampak pada rendahnya kualitaspertumbuhan ekonomi.

Masalah kemerosotan pertumbuhan ekonominasional dan brain drain yang terjadi di Indonesiasejak krisis ekonomi tahun 1997 sebenarnya bukansemata-mata karena faktor eksternal global,melainkan lebih karena faktor internal. Faktor internaldimaksud secara eksplisit dapat dirangkum dalamtiga faktor kunci yakni; lemahnya daya saing, inovasi,dan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dampakselanjutnya, ketika orang yang tidak mampumelakukan brain drain karena daya saingnya rendah,maka produktivitasnya juga akan menurun dan padaakhirnya pertumbuhan ekonomi tetap tidak akanberkualitas. Selain itu, sistem pendidikan di Indo-nesia dapat dikatakan “anti realitas”, serta kurangkreatif dan inovatif, pada gilirannya tidak mampumemacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.Salah satu penyebabnya adalah karena pengakuanpemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan diIndonesia lebih dikarenakan selembar ijazahnyaserta “keakuannya” dan bukan karena kehebatanintelektual serta perilakunya, sehingga seseorangyang tadinya produktivitasnya tinggipun menjadi “ikutmalas” dan apatis.

PENUTUP

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama inicukup tinggi, tetapi belum berkualitas, karena secarariil pertumbuhan ekonomi tersebut belum mampumengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang berkua-litas diharapkan mampu mengurangi penganggurandan kemiskinan seperti yang diharapkan. Harapanbesar pemerintah bagi terwujudnya pertumbuhanekonomi yang berkualitas dapat mensejahterakanrakyat melalui (growth with equality), seharusnyaberawal dari kesiapan pra-kondisi yang menuntutkemampuan atau kinerja stabilitas ekonomi makroyang kondusif sebagai prasyaratnya. Hasilnya harusdapat berimplikasi yang positip pada tumbuh danberkembangnya aktivitas riil di semua sektorekonomi terutama UMKM. Karena, aktivitas di sektorUMKM pada dasarnya lebih mampu menyeraptenaga kerja dalam jumlah besar sebagai salah satuindikator keberhasilan dari pertumbuhan ekonomiyang berkualitas tersebut.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yangberkualitas hendaknya lebih diletakkan pada kemam-puan dari pengeluaran sektor investasi yang sangatfundamental, khususnya investasi di bidang humancapital , capital social, infrastruktur dan teknologikhususnya teknologi informasi. Penguatan investasipada semua sektor melalui bidang tersebut sangatjelas lebih mampu menciptakan efek ganda (multi-plier effect) yang lebih tinggi dalam pertumbuhan danpembangunan ekonomi suatu bangsa (Indonesia).Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yangberkualitas secara berkelanjutan akan berdampakpositip pada semakin maju dan sejahteranya rakyatsuatu negara yang bersangkutan, atau dengan dayakreativitas dan inovatifnya akan lebih mampu meru-bah dirinya dari kondisi keterbelakangan (viciouscircle) menuju ke dalam kondisi masyarakat yanglebih maju dan mandiri (virtuous circle). Semogabangsa Indonesia ke depan dapat berbuat lebihbanyak, paling tidak “aksi mimal hasil maksimal”jangan “aksi maksimal hasil minimal”.

Karena itu, pertumbuhan ekonomi yang selamaini sebagian besar masih bertumpu pada kegiatankonsumtif harus segera di reformasi dengan polapertumbuhan ekonomi yang secara dominan digerak-kan oleh sektor riil produktif serta dikerjakan oleh dan

Page 14: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 200814

untuk kesejahteraan mayoritas rakyat. Penyalurankredit dikatakan berkualitas, jika memiliki multipliereffect baik bagi pelaku usaha, pekerja, dan terhadappemerintah kabupaten/kota, di mana pelaku usahatersebut tinggal, misal dengan meningkatnya lapang-an kerja. Dalam upaya ini, dibutuhkan instrumen-instrumen untuk mendorong penyaluran kredit yangberkualitas agar sektor riil mampu bergerak danmendominasi penyaluran kredit di sektor produktif.Tetapi, tetap dalam upaya untuk mendorong sektorriil tumbuh, karena perbankan tidak dapat bekerjasendiri, maka harus didukung oleh pemerintahansetempat. Dengan demikian, untuk mempercepat lajupertumbuhan yang berkualitas, kebijakan penurunanBI rate saat ini tidak akan kondusif jika tidak diba-rengi dengan perbaikan iklim bisnis dan investasi,seperti; investasi human capital, social capital,teknologi informasi, perbaikan infrastruktur sertapenegakan hukum dan debirokratisasi investasi(karena pada saat ini, meski telah ada paket inves-tasi, tapi dalam implementasi belum jalansebagaimana mestinya).

DAFTAR PUSTAKA

Boediono, 1999, “Teori Pertumbuhan Ekonomi”,Yogyakarta: BPFE

Dornbusch, Rudiger, at.al, 2008, “Macroeconomics”,9th, New York: McGraw-Hill Inc.

Foucault, Michel, 2002, “Power or Knowledge”,Yogyakarta: Bentang.

Handoko, Budiono Sri, 2001, “Pemikiran PendekatanPembangunan Di Awal Millenium: PenekananPada Kualitas Pertumbuhan”, Jurnal EkonomiPembangunan, Vol. 6. No. 2, Yogyakarta: FE UII

Indrawati, Sri Mulyani, 2007, “Prospek PembangunanEkonomi 2008”, Jurnal Negarawan, No. 06, Vol.2, November 2007.

Mankiw, N.G., 2007, “Macroeconomics”, 6th, NewYork: Worth Publishers

Meier, G.M., 1995, “Leading Issues in EconomicDevelopment”, 6th, Oxford University Press

Prasetyo, P. Eko, 2008, “Peran Investasi HumanCapital Melalui Pendidikan Dalam MemacuPertumbuhan Ekonomi”, Jurnal Dinamika Pendi-dikan Ekonomi, Vol. 3, No. 1, 2008, Semarang:FE UNNES

Romer, David, 1996, “Advanced Macroeconomics”,International Edition, Singapore: McGraw-Hill inc.

Sampurno, 2007, “Knowledge-Base Economy: Sum-ber Keunggulan Daya Saing Bangsa”,Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Stiglitz, J.E., 2000, “Development Thinking at theMillennium”, Annual World Bank Conference onDevelopment Economics, April, 2000, The WorldBank.

Stiglitz, J.E., and S. Yusuf, (2001), “Rethinking theEast Asian Miracle”, Oxford: World Bank-OxfordUniversity Press.

Thomas V., et.al, 2001, “The Quality of Growth”,Oxford University Press.

Wahyoedi, Soegeng, 2000, “The New GrowthTheory: Peran Ilmu Pengetahuan dan InvestasiModal Sumber Daya Manusia Sebagai PemacuPertumbuhan Ekonomi”, Jakarta: Ukrida Press.

World Development Report, 2006/2007

Page 15: THE QUALITY OF GROWTH - UNNES

JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 15


Recommended