+ All Categories
Home > Documents > “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB...

“TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Date post: 17-Mar-2019
Category:
Upload: vuongque
View: 214 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
96
“TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN INDONESIA” (Skripsi) Oleh BELARDO PRASETYA MEGA JAYA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
Transcript
Page 1: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

“TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING

YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH

PENGELOLAAN PERIKANAN INDONESIA”

(Skripsi)

Oleh

BELARDO PRASETYA MEGA JAYA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

Page 2: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

ABSTRACT

THE LAW ENFORCEMENT TOWARDS FOREIGN VESSELS

WHICH DID ILLEGAL FISHING IN INDONESIA'S FISHERIES

MANAGEMENT AREAS

By

Belardo Prasetya Mega Jaya1

Many illegal fishing practices that occurred in Indonesia, make the government

taking firm action to enforce the law. However, it was a controversial act.

Therefore, the aims of the research are : (1) to examine and to analyze whether the

enforcement of foreign vessels which did illegal fishing in Indonesia's Fisheries

Management Areas is in appropriate with the international law and the national

law; (2) to explain how the procedure of law enforcement. This research used

normative legal research. The result shows that Indonesia has enforced the law by

burning and/or sinking every foreign vessel which did illegal fishing in

Indonesian sea. That action was according to Article 2 United Nations Convention

on the Law of The Sea 1982 which regulate that every coastal state has

sovereignty to enforce the law and determine the national regulation in its national

sea area. Therefore, Indonesia has a sovereignty to determine the national

regulation, that is The law Number 45 year 2009 concerning Fishery. According

to that regulation, Indonesia could do the special action by burning and/or sinking

the foreign vessels based on the preliminary evidence. However, it act was

contoversial and contradict act with criminal justice system. Then, on its

development, the actions of burning and/or sinking of foreign vessels was

according to litigation and verdict that has legal binding inline with criminal

justice system. Whereas the law enforcement in Indonesian Exclusive Economic

Zone was according to Article 73 UNCLOS 1982 which would be punished by

administrative sanctions and should pay a reasonable bond afterward the vessel

and its crew would be deported to their country.

Key Words : Law Enforcement, Illegal Fishing, Indonesian Sea, Indonesia's

Fisheries Management Areas

1 Student of International Law, University of Lampung.

Page 3: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

ABSTRAK

TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG

MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PENGELOLAAN

PERIKANAN INDONESIA

Oleh

Belardo Prasetya Mega Jaya1

Banyaknya Praktik illegal fishing yang terjadi di Indonesia, membuat Pemerintah

mengambil tindakan yang tegas dalam menegakkan hukumnya. Namun tindakan

yang diambil di Indonesia adalah tindakan kontroversial. Oleh karena itu

penelitian ini bertujuan: (1) Untuk menguji dan menganalisis apakah tindakan

penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Indonesia sesuai dengan hukum internasional dan hukum

nasional; (2) Untuk Menjelaskan bagaimana prosedur penegakan hukumnya.

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia menegakkan hukumnya dengan

membakar dan/atau menenggelamkan setiap kapal asing yang melakukan illegal

fishing di wilayah perairan Indonesia. Tindakan tersebut didasarkan pada Pasal 2

UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa setiap negara pantai mempunyai

kedaulatan di wilayah Perairan Indonesia. Maka berdasarkan ketentuan tersebut,

Indonesia mempunyai kedaulatan untuk menetapkan peraturan nasionalnya, yaitu

Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, yang menyatakan

bahwa Indonesia dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau

penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti

permulaan yang cukup. Namun tindakan tersebut adalah tindakan yang

kontroversial serta bertentangan dengan sistem peradilan pidana Indonesia. Maka

pada perkembangannya, tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman kapal

berbendara asing dilakukan sesuai dengan sistem peradilan pidana, yaitu

berdasarkan proses peradilan terlebih dahulu dan dilakukan berdasarkan putusan

hakim yang berkekuatan hukum tetap. Sedangkan penegakan hukum di Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia dilakukan berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982,

yaitu akan dikenakan sanksi administrasi dan harus membayar uang jaminan yang

layak untuk kemudian awak kapal beserta kapalnya akan dideportasi ke negara

asalnya.

Kata Kunci : Penegakan Hukum, Illegal Fishing, Perairan Indonesia, Wilayah

Pengelolaan Perikanan Indonesia

1 Mahasiswa Hukum Internasional, Universitas Lampung.

Page 4: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

“TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING YANG

MELAKUKAN ILLEGAL FISHING DI WILAYAH PENGELOLAAN

PERIKANAN INDONESIA”

Oleh

BELARDO PRASETYA MEGA JAYA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

Page 5: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya
Page 6: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya
Page 7: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30

September 1994, sebagai anak kedua dari empat bersaudara,

dari Bapak H. Arizon Mega Jaya, S.H., M.Ba. dan Ibu Hj. Dra.

Dermawati.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 01 Perumnas Way

Halim, Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di

SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2009 dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 5 Bandar Lampung, lulus pada tahun

2012. Selama di sekolah, Penulis aktif dalam kegiatan Ekstrakulikuler di English

Club, bahasa Jepang, dan beladiri karate. Di English Club, Penulis aktif di bidang

story telling dan Scrabble dan meraih prestasi di berbagai Kompetisi di Lampung.

Selain itu Penulis meraih prestasi di berbagai pertandingan Karate Se-Provinsi

Lampung maupun Nasional.

Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada

tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di organisasi internal

maupun eksternal kampus. Di internal kampus, Penulis aktif di UKM-F

PERSIKUSI (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Untuk Seni) dan menjabat sebagai

Sekretaris Bidang pengkaderan periode 2013-2014, dan Ketua Bidang

Page 8: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

pengkaderan periode 2014-2015. Penulis juga aktif di Association of International

Law Students (Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional) dan menjabat sebagai

Ketua Umum periode 2015-2016. Selain itu, Penulis aktif dalam pembuatan

Rancangan peraturan daerah dan Naskah Akademik. Di eksternal kampus, Penulis

aktif di UKM Karate, dan aktif sebagai kader di organisasi Himpunan Mahasiswa

Islam (HmI) Cabang Bandar Lampung, Komisariat Hukum Unila dan menjabat

sebagai Department Pelatihan Profesi KPP (Kewirausahaan dan Pengembangan

Profesi) untuk periode 2015-2016. Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di desa Cempaka Jaya Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang

Bawang pada tahun 2015.

Page 9: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Motto

“Par imparem non habet imperium ( suatu Negara

berdaulat tidak dapat Menjalankan

kedaulatanNYA terhadap Negara

berdaulat lain )”

(Asas Hukum Internasional)

“man jaddah Wajadah, selama kita bersungguh-

sungguh, maka kita akan memetik

buah yang manis”

(B.J Habibie)

“FA inna ma’al usri yusro ( KARENA Sesungguhnya

sesudah kesulitan itu ada kemudahan )”

(Q.S 94 : 5)

“IF YOU WANNA BE SUCCESS, JUST MANAGE

YOUR TIME EFFECTIVELY”

(Belardo P. Mega Jaya)

“KEBERHASILAN ADALAH KEMAMPUAN UNTUK MELEWATI

DAN MENGATASI KEGAGALAN dan cobaan dari

ALLAH SWT tanpa kehilangan semangat”

(Belardo P. Mega Jaya)

Page 10: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

PERSEMBAHAN

Bissmilahirrahmannirrahim

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis

mempersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku yang senantiasa memberikan limpahan cinta

kasih, nasihat, dukungan dan doa yang selalu menjadi kekuatan bagi

Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Kakak dan Adik-adikku

tersayang yang senantiasa memberikan limpahan kasih sayang,

dukungan, serta mendoakan Penulis.

dan Almamaterku tercinta… Universitas Lampung.

Page 11: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang

Melakukan Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia”

adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas

Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum Internasional

3. Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Utama atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Ahmad Syofyan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Pembahas Utama atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

Page 12: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

6. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembahas serta Penguji Kedua atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

7. Kedua orang tua, Bapak H. Arizon Mega Jaya S.H., M.Ba. dan Ibu Hj. Dra.

Dermawati yang Penulis cintai, dan kakak, Aristama Mega Jaya S.H serta

adik-adik, Cakra Rakasiwi Mega Jaya dan Dila Anggita yang tak pernah

berhenti untuk selalu memberikan do’a dan dukungan kepada Penulis;

8. Ibu DR. Nunung Rodliyah, DRA., M.A., selaku Pembimbing Akademik,

yang telah membimbing Penulis selama kuliah;

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum

Internasional (Ibu Rehulina Tarigan, S.H., M.H., Ibu Widya Krulinasari, S.H.,

M.H., Ibu Siti Azizah S.H., M.H., Maya S.H., M.H., dan lain-lain), atas

bimbingan dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini;

10. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

dan Alumni, Pak Rusmiyaldi, S.H. serta Mba Lusi atas bimbingan dan saran

kepada penulis selama berorganisasi di Fakultas Hukum.

11. Bapak Marjiyono, Bapak Sujarwo dan Bapak Supendi yang selalu

menyemangati dan membantu dalam segala urusan administrasi.

12. Jajaran Pengurus Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional Tahun 2014-

2015 dan 2015-2016 (Benny Prawira, S.H., Kurniawan Manullang, Very

Susan, Anisa, Tan Jessica, Shinta Wahyu P.S, El Renova Everyday S., Farid

Al Rianto) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan, dukungan dan pengalaman

yang luar biasa yang kalian berikan;

Page 13: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

13. Presidium Persikusi FH UNILA Periode 2014-2015 (Afif Ishar, Arief

Triwibowo, Bayu Nusantara, Subarkah Surya, Rizki, dan lain-lain) atas rasa

kekeluargaan, kebersamaan, dukungan dan pengalaman yang luar biasa yang

kalian berikan;

14. Ketua Umum HIMA Pidana, HIMA Perdata, HIMA HTN, HIMA HAN,

beserta jajarannya, atas kerjasamanya selama menjalankan Himpunan

Mahasiswa di FH UNILA;

15. Teman-teman FH angkatan tahun 2012 (Redo Noviansyah, Lovia, Shabrina,

Queen, Ajeng, Ari Kopong, Rama, Rachmad, Agus, Aria Canggih, Tia,

Arman dan lain-lain) untuk cinta kasih, tawa, dukungan dan kebersamaannya

selama ini;

16. Teman-teman KKN (Bram Saputra, Yuda Saputra, Rahma Febria Pramissella,

Grihda Lorensa, Hera Julia Garamina, Emilia Kusuma Anjani, Meta Fitriani,

Citra, Yoanita, Dita Rahmayanti, Renda) atas pengalaman yang luar biasa

yang kalian berikan. Akan selalu mengingat hari dimana kita bersama;

17. Presidium HmI Komisariat Hukum Unila periode 2015-2016 (Suma Indra,

Alghafiqi, Aditya, James, Bonifa, Danny, Dimas, Iqbal, Kujang, Nandha,

Risky Udin, Yudha Agung, Ragiel, Yudha Prawira, Ragiel, Rb Pratama, Ryo

Novri, Dedy Ernadi, Dedy Sitepu, P.Dharma, Putri Utami, Julia Silviana,

Silvia, Ratna Sari, Sari Tirta, Ika Nursanti, dan lain-lain); yang telah

memberikan pembelajaran dan pengalaman yang baik;

18. Keluarga besar HmI Komisariat Hukum Unila, “Samudera Byzantium”, “Anti

Stagnasi”, “Victoria Bonefide”, dan lain-lain untuk kebersamaan, pengalaman

dan kekeluargaan yang sangat luar biasa;

Page 14: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

19. Untuk sahabat-sahabat di Karate “Friends More Then Family” (Ferdi Pratama

S.Kom, Utari S.Kom, Yulinda Amd, Gitty Ayu Amd. Keb, Breri Harisandro

S.P, Suroyo S.Pd, Lyza S.Kom, Kabir S.Ked, Imel S.Kom, Praka Sunarto,

Denny S.Kom, Resty Anggarini Amd. Keb, Sarizka S.pd., Harun S.E, Resky

Amd, Angga S.H, Eko, Devi Indriani, Nisa Amd.G.z, Eko Anjelo, Sarah

Mega, Dea, Citra, Celi, dan lain-lain) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan,

dukungan dan pengalaman yang luar biasa yang kalian berikan;

20. Untuk sahabat-sahabat rumah “old friends” (Agi Utama, Hamid, Yan Ardi,

Andi Kupi, Aal, Wendi, dan lain-lain) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan,

dukungan dan pengalaman yang luar biasa yang kalian berikan;

21. Untuk teman-teman di SMA dan di LIA, atas rasa kekeluargaan,

kebersamaan, dan dukungan yang luar biasa yang kalian berikan;

22. Kepada semua pihak yang terlibat namun tidak dapat disebutkan satu persatu,

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 10 April 2016

Penulis

Belardo Prasetya Mega Jaya

Page 15: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

DAFTAR ISI

Abstrak .................................................................................................................. i

Halaman Judul ....................................................................................................... iii

Halaman Persetujuan ............................................................................................. iv

Halaman Pengesahan ............................................................................................ v

Riwayat Hidup ...................................................................................................... vi

Motto ................................................................................................................... viii

Persembahan ......................................................................................................... ix

Sanwacana ............................................................................................................. x

Daftar Isi..............................................................................................................xiv

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 8

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan .............................................................. 8

1.4. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 9

1.5. Sistematika Penulisan ...........................................................................10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Istilah ................................................................................13

2.1.1. Illegal Fishing ...........................................................................13

2.1.2. Penegakan Hukum ....................................................................15

2.1.3. Pengelolaan Perikanan .............................................................17

2.1.4. Wilayah Pengelolaan Perikanan ...............................................18

2.2. Hukum Laut Internasional .....................................................................20

2.2.1. Pengertian & Perkembangan Hukum Laut Internasional .........20

2.2.2. Sumber Hukum Laut Internasional ...........................................24

2.2.3. Subjek Hukum Laut Internasional ...........................................25

Page 16: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

2.3. Pembagian Wilayah Laut .....................................................................27

2.3.1. Wilayah Laut di Bawah Kedaulatan Negara .............................27

2.3.2. Wilayah Laut di Bawah Yurisdiksi (Kewenangan)

Negara ......................................................................................30

2.3.3. Wilayah Laut di Luar Yurisdiksi (Kewenangan)

Negara .......................................................................................34

2.4. Hubungan Teori Kedaulatan dengan Penegakan Hukum

Illegal Fishing .......................................................................................36

2.5. Pengaturan Internasional yang Berkaitan dengan Pemberantasan

Illegal Fishing .......................................................................................40

2.5.1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

(Konvensi Hukum Laut PBB 1982) .........................................40

2.5.2. Code of Conduct Responsible Fishiers (Tata Laksana

untuk Perikanan yang Bertanggungjawab) ..............................44

2.5.3. International Plan of Action to Prevent, Deter and

Eliminate Illegal, Unreported, Unregulated Fishing 2001

(IPOA-IUU Fishing) ................................................................48

2.6. Pengaturan Perundang-Undangan Nasional yang Relevan

dengan Pemberantasan Illegal Fishing ................................................50

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian .....................................................................................61

3.2. Pendekatan Masalah ..............................................................................62

3.3. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ......................63

3.3.1. Sumber Data ..............................................................................63

3.3.2. Metode Pengumpulan Data ........................................................65

3.3.3. Metode Pengolahan Data ..........................................................65

3.4. Analisis Data ........................................................................................65

IV. PEMBAHASAN

4.1. Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing Yang Melakukan

Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia Menurut

Hukum Internasional dan Hukum Nasional ..........................................67

4.2. Prosedur Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing Yang Melakukan

Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia .............74

4.2.1. Aparat Penegak Hukum dalam Kasus Illegal Fishing ................74

Page 17: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

4.2.2. Prosedur Penegakan Hukum di Wilayah Perairan

Indonesia.....................................................................................81

4.2.2. Prosedur Penegakan Hukum di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia (ZEEI) ........................................................................94

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ..........................................................................................98

5.2. Saran ....................................................................................................100

Page 18: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara terluas didunia dengan

total luas negara 5.193.250 km² (mencakup lautan dan daratan).1 Hal ini

menempatkan Indonesia sebagai negara terluas ke-7 didunia setelah Rusia,

Kanada, Amerika Serikat, China, Brazil dan Australia. Indonesia merupakan

negara terluas peringkat ke-2 di Asia dan merupakan negara terluas di Asia

Tenggara. Luas lautan Indonesia lebih besar dibandingkan dengan luas

daratannya, yaitu satu pertiga luas Indonesia adalah daratan dan dua pertiga luas

Indonesia adalah lautan.2

Perairan laut Indonesia memiliki panjang pantai sampai 95.181 km2, dengan luas

perairan 5,8 juta km2 yang terdiri ataslaut teritorial seluas 0,3 juta km, perairan

kepulauan3 dengan luas 2,8 juta km

2, dan perairan Zona Ekonomi Ekskulsif

4

(ZEE) dengan luas 2,7 juta km2.5Luasnya lautan Indonesia sebenarnya membawa

keuntungan dan manfaat yang baik bagi bangsa Indonesia, karena salah satu

fungsi dari laut adalah sebagai sumber kekayaan alam. Sumber kekayaan alam

1 Supriadi & Alimudin, Hukum Perikanan di Indonesia, Palu: Sinar Grafika, 2011, hlm. 2.

2 Marhaeni Siombo, Pengaruh Metode Penyuluhan dan Motivasi Nelayan Terhadap Pengetahuan

Tentang Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan (Eksperimen Pada Nelayan di Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) Muara Angke, Jakarta Utara 2008), Sinopsis Desertasi Program Pacasarjana, UNJ,

Jakarta, Tahun 2009, hlm. 2. 3Perairan Kepulauan adalah perairan yang ditarik oleh garis pangkal kepulauan.

4ZEE adalah laut yang berada di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang berada 200 mil

dari garis pangkal dan 188 mil dari garis batas luar laut teritorial. 5Supriadi & Alimudin, Loc.Cit.

Page 19: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

2

yang terkandung dilautan sangat berlimpah, sehingga bisa digunakan atau

dimanfaatkan untuk mensejahterakan bangsa Indonesia. Kekayaan alam yang

berada dilaut tersebut meliputi daerah perairan dan daerah dasar laut serta tanah

dibawahnya. Kekayaan alam yang berada didaerah dasar laut dan tanah

dibawahnya meliputi kekayaan non hayati6, yaitu: bahan tambang seperti minyak

bumi, gas, dan bahan polimetalik lain. Sedangkan kekayaan alam yang berada

didaerah perairan meliputi kekayaan hayati7, yaitu: berbagai macam jenis ikan,

dari ikan yang berukuran kecil sampai ikan yang berukuran besar. Ikan

merupakan komoditas pangan yang sangat diminati oleh semua orang, bahkan di

seluruh dunia.

Potensi yang dimiliki Indonesia tersebut merupakan suatu peluang dan potensi

ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan perekonomian Indonesia, serta

sebagai tulang punggung pembangunan nasional. Namun, di sisi lainpotensi atau

keadaan tersebut justru menyebabkan wilayah Indonesia sering terjadi illegal

fishing (penangkapan ikan secara illegal).8Ditambah lagi letak posisi silang

Indonesia yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra

(Pasifik dan Hindia) menjadi penyebab wilayah Indonesia menjadi rawan terjadi

praktikillegal fishing. Adapun daerah yang menjadi titik rawan tersebut terletak di

6Kekayaan non hayati: Kekayaan alam yang sifatnya tidak dapat diperbaharui, artinya apabila

dieksploitasi secara terus-menerus akan habis. 7Kekayaan hayati: Kekayaan alam yang sifatnya dapat diperbaharui, artinya apabila dieksploitasi

secara terus-menerus tidak akan habis. (dengan syarat dilakukan dengan cara yang benar, yang

tidak merusak lingkungan laut). 8Berita online, Illegal Fishing Kejahatan Transnasional yang Dilupakan, dapat diakses di http://

news.detik.com/read/2009/10/09/080806/1218292/471/illegal-fishing-kejahatan-transnasional-

yang-dilupakan.

Page 20: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

3

laut Arafuru, laut Natuna, sebelah Utara Sulawesi Utara (Samudra Pasifik), selat

Makasar, dan Barat Sumatera (Samudra Hindia).9

Sering terjadinya praktik illegal fishing sangat merugikan Indonesia, baik di

bidang ekonomi, ekologi, dan sosial. Data Badan Pangan Dunia atau FAO10

(Food

and Agriculture Organization) mencatat, kerugian Indonesia per tahun akibat

illegal fishingmencapai Rp. 30 triliun.11

Jumlah kerugian tersebut merupakan

jumlah yang tidak sedikit. Selain itu, praktik illegal fishing juga berdampak pada

menurunnya stok sumber daya ikan dan hilangnya kesempatan sosial dan ekonomi

para nelayan yang beroperasi secara legal, serta dapat mengakibatkan

menurunnya ketahanan pangan. Bahkan akibat praktik illegal fishing proporsi

konsumsi rakyat Indonesia terhadap protein hewani yang berasal dari ikan hanya

sebesar 54%.12

Ini merupakan masalah yang besar dan sangat merugikan

Indonesia, oleh karena itu dibutuhkan tindakan yang tepat dalam menangani

masalah tersebut.

Indonesia mulai mengambil tindakan tegas dalam penegakan terhadap kapal asing

yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia (WPP-RI), yaitu dengan melakukan tindakan pembakaran dan/atau

penenggelaman terhadap setiap kapal asing yang telah terbukti melakukan illegal

fishing di wilayah perairan Republik Indonesia (RI). Contohnya kapal asing milik

9Ibid.

10FAO adalah sebuah organisasi PBB yang bertugas meningkatkan standar pangan dan produksi di

dunia, memperbaiki hasil-hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan. 11

Berita online, Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal Fishing, dapat diakses di http://finance.

detik.com/read/2014/12/01/152125/2764211/4/menteri-susi-kerugian-akibat-illegal-fishing-rp-

240-triliun. 12

Berita online, Penenggelaman Kapal Asing,dapat diakses di http://nasional.kompas.com/read/

2014/12/12/14000081/Penenggelaman.Kapal.Asing.

Page 21: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

4

Thailand yang ditenggelamkan pada 9 Februari 2015.13

Kemudian, empat kapal

asing yang berbendera Vietnam ditenggelamkan di Kalimantan. Dari empat kapal

tersebut, dua kapal Vietnam ditangkap oleh Kapal Patroli Hiu Macan 001 pada 14

Maret 2015, di perairan Natuna yang penyidikannya dilakukan oleh Pengawasan

Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP)Pontianak. Dua kapal Vietnam

lainnya ditangkap oleh Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat pada

27 Juni 2015 di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sekitar

perairan Natuna, yang penyidikannya dilakukan juga oleh Pengawasan Sumber

Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pontianak.14

Pada 22 Oktober 2015, Indonesia juga menenggelamkan dua kapal asing

berbendera Vietnam di perairan Batam, Kepulauan Riau, serta 1 kapal berbendera

Thailand di perairan Langsa, Aceh. Ketiganya ditangkap oleh Kapal Patroli Hiu

Macan 005 pada 7 Maret 2015 dan 22 Maret 2015 di perairan sekitar

Batam.15

Sedangkan kapal asing yang melakukanillegal fishing di ZEEI akan

dikenakan sanksi administratif dan harus membayar uang jaminan yang layak

(reasonable bound). Tindakan-tindakan tersebut dilakukan agar penegakan hukum

di Indonesia tegas dan berjalan efektif, sehingga para nelayan asing akan jera

untuk menangkap ikan secara illegaldan tidak ada lagi kerugian besar yang

diderita negara Indonesia.

13

Berita online, Ditenggelamkan Susi: Cara Kapal Thailand Mencuri, 2015, dapat diakses di http:

//bisnis.tempo.co/read/news/2015/02/09/090640966/ditenggelamkan-susi-cara-kapal-thailand-

mencuri. 14

Berita online, Situs Berita dan Informasi Lingkungan, Penenggelaman Kapal Asing, Bukti

Indonesia Serius Perangi Illegal Fishing, Oktober 2015, dapat diakses di http://www.mongabay

.co.id/2015/10/20/penenggelaman-kapal-asing-bukti-indonesia-serius-perangi-illegal-fishing/. 15

Ibid.

Page 22: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

5

Pada praktiknya tindakanpembakaran dan/atau penenggelaman terhadap setiap

kapal asing yang melakukan illegal fishing menimbulkan reaksi dari negara-

negara tetangga.16

Contohnya, Thailand melalui Kementerian Luar Negeri

Thailand, Arrmanantha Nassir menganggap bahwa penenggelaman kapal asing

pencuri ikan oleh Indonesia sebagai langkah yang salah. Sebab, tindakan tersebut

bisa mengancam keamanan di ASEAN. ―Kami tekankan Indonesia memiliki

komitmen tinggi sekali terhadap ASEAN, dan juga terhadap adanya suatu

keadaan yang aman dan damai di kawasan‖.17

Selain itu seorang juru bicara

Kementerian Luar Negeri Vietnam mengatakan bahwa, Vietnam berharap

Indonesia menangani para nelayan asing yang melanggar wilayah perairannya

sesuai dengan hukum internasional dan atas pertimbangan kemanusiaan.18

Kementerian Luar Negeri Malaysia juga berharap bahwa pemerintah Indonesia

akan bertindak dengan itikad baik (good faith) yang menjamin kesejahteraan

nelayan dalam menangani insiden sejenis ini di masa depan.19

Kementerian Luar

Negeri Malaysia juga mempertanyakan kebijakan dan tindakan yang dilakukan

Indonesia terhadap penenggelaman kapal, hal ini mengingat kedua negara tersebut

telah menandatangani Memorandum of Understanding(MoU)20

pada tanggal 27

16

Berita online, RI Harus Antisipasi Reaksi Keras Soal Penenggelaman Kapal, dapat diakses

dihttp://wartaharian.net/berita/109-nasional/20189-ri-harus-antisipasi-reaksi-keras-soal-

penenggelam

an-kapal.html. 17

Berita online, InternationalNews, Media Thailand Protes Penenggelaman Kapal, Ini Reaksi RI,

dapat diakses di http://international.sindonews.com/read/947375/40/media-thailand-protes-peneng

gelaman-kapal-ini-reaksi-ri-1420625646. 18

Berita online, Soal Kapal Asing, Vietnam Minta Indonesia Patuhi Hukum Internasional, dapat

diakses di http://www.tribunnews.com/internasional/2014/12/12/soal-kapal-asing-vietnam-minta-

indonesia-patuhi-hukum-internasional. 19

Berita online, Kapal Pencuri Ikan Ditenggelamkan Indonesia, Ini Reaksi Malaysia, dapat diakses

di http://international.sindonews.com/read/948812/40/kapal-pencuri-ikan-ditenggelamkan-

indonesia-ini-reaksi-malaysia-1420884073. 20

MoU adalah suatu Nota Kesepakatan/Kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia mengenai

keamanan teritorial laut.

Page 23: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

6

Januari 2012. Berdasarkan MoU antara Indonesia dan Malaysia, Indonesia tidak

perlu menahan para nelayan, melainkan cukup mengusir kapal-kapal tersebut.21

Selain menimbulkan reaksi dari negara-negara tetangga, tindakan pembakaran

dan/atau penenggelaman kapal asing juga dinyatakan melanggar atau

bertentangan dengan ketentuan hukum internasional, yaitu ketentuan Konvensi

Hukum Laut Internasional 1982 atau United Nations Convention on The Law of

The Sea (UNCLOS). Pasal 73 ayat (1) UNCLOS menyatakan negara pantai dapat

mengambil tindakan menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan

proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan

perundang-undangan.

Tindakan tersebut juga dianggap bertentangan dengan Pasal 73 ayat (2)UNCLOS

yang menyatakan bahwa kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus

segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk

jaminan lainnya. Selanjutnya Pasal 73 ayat (3) UNCLOS mengatur hukuman yang

dijatuhkan negara pantai terhadap tindak pidana di wilayah ZEE yaitu: ―Indonesia

tidak boleh menghukum dengan hukuman yang mencakup hukuman badan,

hukuman badan hanya dapat berlaku kalau sudah menandatangani perjanjian

bilateral dengan negara lain. Kapal nelayan asing yang melakukan pencurian ikan

atau menangkap ikan secara illegal dapat didenda dan kemudian nelayan asing

kapal tersebut dapat dideportasi ke negara asalnya‖.22

21

Berita online, Kebijakan Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan, dapat diakses di http://luar-negeri

.kompasiana.com/2014/12/02/kebijakan-penenggelaman-kapal-perlu-disosialisasikan-agar-tidak-

ganggu-hubungan-dengan-negara-lain-689833.html. 22

Berita online, Konsekuensi Penenggelaman Kapal, dapat diakses di http://nasional.sindonews

.com/read/935809/18/konsekuensi-penenggelaman-kapal-1418270847/1.

Page 24: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

7

Dengan demikian tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman kapal asing

tersebut adalah tindakan yang kontroversial, disatu sisi Indonesia mengambil

kebijakan atau tindakan tegas demi menjaga kedaulatan wilayahnya, namun disisi

lain kebijakan atau tindakan tersebut mengundang reaksidari negara lain

khususnya negara yang kapalnya ditenggelamkan oleh Indonesia karena dianggap

bertentangan dengan ketentuan Internasional dan dianggap sebagai tindakan salah,

bukan tidak mungkin negara lain akan membalas tindakan tegas yang dilakukan

Indonesia terhadap kapal Indonesia maupun warga negara Indonesia (WNI) yang

berada di negaranya. Jika seperti itu maka akan mengakibatkan tegangnya

hubungan politis antara Indonesia dengan negara lain. Apabila ketegangan politis

terus berlanjut, tentunya lambat laun akan berpotensi menimbulkan konflik

antarnegara, bahkan dapat menimbulkan konflik bersenjata yang tentunya tidak

diinginkan. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia harus benar-benar

mempertimbangkan tindakan tersebut sehingga tidak terjadi masalah untuk

kedepannya.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis

apakah tindakan penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan illegal

fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia sesuai dengan hukum

internasional dan hukum nasional serta bagaimana prosedur penegakan hukum

terhadap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Indonesia. Kajian dan analisis tersebut berjudul: “Tindakan

Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan Illegal Fishing

di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia”

Page 25: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

8

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan illegal

fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia sesuai dengan

hukum internasional dan hukum nasional ?

2. Bagaimanakah prosedur penegakan hukum terhadap kapal asing yang

melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Peneitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan utama penelitian

ini adalah:

1. Untuk menguji dan menganalisis apakah tindakan penegakan hukum

terhadap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Indonesia sesuai dengan hukum internasional

dan hukum nasional.

2. Untuk menjelaskan bagaimana prosedur penegakan hukum terhadap

kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Indonesia.

1.3.2. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

Page 26: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

9

dan pengetahuan serta wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada

umumnya, khususnya mengenai apakah tindakan penegakan hukum terhadap

kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Indonesia sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum internasional dan hukum

nasional serta mengenai bagaimanaprosedur penegakan hukum terhadap

kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat pada

umumnya dan bagi para akademisi pada khususnya, dalam hal pengembangan

ilmu hukum khususnya hukum internasional untuk kemudian digunakan

sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan

legalitastindakan penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan

illegal fishingmenurut hukum internasional dan hukum nasional serta

mengenai bagaimanaprosedur penegakan hukum terhadap kapal asing yang

melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. Hasil

dari penelitian diharapkan juga dapat menjadi rujukan bagi setiap negara

untuk dapat saling menghormati kedaulatan negara masing-masing dalam hal

pemanfaatan laut.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian di bidang ilmu hukum internasional,

oleh karena itu penelitian ini akan meneliti ketentuan hukum internasional, yaitu

United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS), Code of Conduct

Page 27: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

10

For Responsible Fisheries (CCRF), dan International Plan of Action to Prevent,

Deter and Eliminate Illegal, Unreported, Unregulated Fishing 2001 (IPOA-IUU

Fishing)khususnya mengenai tindakan penegakan hukum terhadapkapal asing

yang melakukan illegal fishing.Selain itu penelitian ini juga akan meneliti

perundang-undangan nasionalyang dijadikan dasar hukum terkait dengan

penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah

Pengelolaan PerikananIndonesia.

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan, dan pengembangan terhadap isi skripsi ini

maka diperlukan kerangka penulisan yang sistematis. Sistematika penulisan

skripsi ini terdiri dari 5 bab yang diorganisirkan ke dalam bab demi bab sebagai

berikut:

I. Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, ruang

lingkup, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab ini

merupakan gambaran umum dari isi skripsi untuk memudahkan pembaca dalam

mempelajari dan memahami isi skripsi ini.

II. Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang pengertian umum mengenai pokok-pokok pembahasan

skripsi, yang meliputi tinjauan umum mengenai illegal fishing, hukum laut

internasional, pembagian wilayah laut, hubungan teori kedaulatan dengan

penegakan hukum illegal fishing, pengaturan internasional yang relevan dengan

penegakan hukum illegal fishing, yaitu: United Nations Convention on The Law

Page 28: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

11

ofThe Sea (UNCLOS), Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF),

International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported,

Unregulated Fishing 2001 (IPOA-IUU Fishing), dan pengaturan perundang-

undangan nasionalyang relevan dengan pemberantasan dan penegakan hukum

illegal fishing. Bab ini merupakan landasan teoritis untuk memberikan dasar–

dasar teori sehingga memudahkan dalam pembahasan yang akan dibahas dalam

bab IV.

III. Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini,

yang terdiri dari jenis penelitian, pendekatan masalah, data dan sumber data,

prosedur pengumpulan data, prosedur pengolahan data dan analisis data. Bab ini

dimaksudkan untuk membentuk gambaran secara jelas tentang bagaimana

penelitian ini akan dilakukan serta didukung dengan metode penelitian ilmiah.

IV. Hasil Penelitian dan Analisis Data

Bab ini dimulai dengan pemaparan hasil penelitian dan uraian dari

pembahasannya. Diawali dengan pemaparan pemecahan masalah yang menjadi

pokok permasalahan dalam skripsi ini yaituapakahpenegakan hukum terhadap

kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Indonesia sesuai dengan hukum nasional dan hukum internasionalserta mengenai

bagaimana prosedur penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan

illegal fishing di wilayah pengelolaan perikanan indonesia.

Page 29: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

12

V. Penutup

Bab ini menguraikan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-

saran. Dalam bagian ini dijelaskan bahwa kesimpulan merupakan inti dari

keseluruhan uraian yang dibuat setelah permasalahan selesai dibahas secara

menyeluruh. Terakhir, berdasarkan kesimpulan tersebut kemudian diberikan

saran-saran yang berguna sebagai masukan dari apa yang telah diteliti.

Page 30: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Istilah

2.1.1. Illegal Fishing

Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan negara yang memiliki kepulauan

terbesar dan terbanyak yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai

sepanjang 81.000 km dan luas sekitar 3.1 juta km2 (0,3 juta km

2 perairan teritorial

an 2,8 juta km2 perairan kepulauan) atau 62% dari luas teritorialnya.

23 Kondisi

geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, adalah dua pertiga wilayahnya

adalah perairan laut yang kaya akan sumber daya laut dan ikan.24

Namun

kekayaan yang sangat berlimpah tersebut justru menimbulkan banyaknya

praktikIllegal Fishing yang dilakukan oleh kapal dari negara lain (kapal asing).

Illegal fishing atau penangkapan ikan secara illegal menurut International Plan of

Action-Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUUFishing) adalah

kegiatan yang:25

23

Rokhimin, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Jakarta:

Pradnya Paramita, Cetakan Pertama, 1996, hlm.1. 24

Marhaeni Siombo, Pengaruh Metode Penyuluhan dan Motivasi Nelayan Terhadap Pengetahuan

Tentang Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan (Eksperimen Pada Nelayan di Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) Muara Angke, Jakarta Utara 2008), Sinopsis Desertasi Program Pacasarjana, UNJ,

Jakarta, Tahun 2009, hlm. 2. 25

FAO, Journal, Technical Guidelines For Responsible Fisheries, Implementation of The

Intenational Plan of Action To Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated

Fishing, Fiat Panis, 2012, hlm. 4-5.

Page 31: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

14

1. Dilaksanakan oleh kapal-kapal nasional dan asing dalam wilayah

yurisdiksi negara tanpa izin atau bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan negara tersebut;

2. Dilaksanakan oleh kapal yang mengibarkan bendera negara anggota

organisasi perikanan regional tetapi bertentangan dengan prinsip

konservasi dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi tersebut

dimana negara bendera itu terikat atau bertentangan dengan prinsip

yang dilakukan oleh suatu hukum internasional;

3. Bertentangan dengan hukum nasional dan kewajiban internasional

termasuk yang dilaksanakan oleh negara-negara yang bekerjasama

dengan organisasi regional.

Kegiatan penangkapan ikan yang melanggar hukum yang paling umum terjadi di

WPP-RI adalah pencurian ikan oleh kapal penangkap ikan berbendera asing,

khususnya dari beberapa negara tetangga, dengan wilayah operasi bukan hanya

perairan ZEE Indonesia, melainkan masuk sampai ke Perairan Indonesia.26

Bentuk-bentuk kegiatan illegal fishing yang umumnya terjadi di wilayah perairan

Indonesia diantaranya yaitu:27

(1) penangkapan ikan tanpa izin, (2) penangkapan

ikan dengan menggunakan izin palsu, (3) penangkapan ikan dengan menggunakan

alat tangkap terlarang, (4) penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan daerah

tangkapan yang tercantum dalam surat izin penangkapan ikan. Illegal fishing di

Perairan Indonesia mayoritas dilakukan oleh negara-negara tetangga dengan

26

Bab IV Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.50/Men/2012 tentang Rencana

Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal, Unreporte and Unregulated Fishing

(IUU Fishing) Tahun 2012-2016. 27

Akhmad Solihin, Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing Menurut

Hukum Internasional dan Implementasinya Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Nasional,tesis, Universitas Padjadjaran,Bandung, 2008, hlm. 163.

Page 32: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

15

menggunakan kapal berukuran besar dan alat tangkap yang canggih.28

Menurut

penulis, Illegal fishing adalah penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal asing

di wilayah yang bukan merupakan yurisdiksinya atau melakukan penangkapan

ikan tanpa izin dari negara yang memiliki yurisdiksi di wilayah tersebut, dan

penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan izinnya. Banyaknya praktikillegal

fishing tersebut tentunya menimbulkan banyak kerugian bagi Negara Indonesia.

Oleh karena itu dibutuhkan penegakan hukum yang efektif untuk mengatasi

masalah tersebut.

2.1.2. Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara

rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka

menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat

diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum

pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya.29

Penegakan hukum

dapat dibedakan menjadi dua, yakni dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam

arti sempit, penegakan hukum dapat diartikan sebagai upaya aparat penegak

hukum untuk menjamin dan memastikan aturan hukum berjalan sebagaimana

mestinya, dimana aparat penegak hukum tersebut, apabila diperlukan dapat

menggunakan daya paksa untuk menegakkannya. Sedangkan dalam arti luas,

28

M. Ghufran, Pengelolaan Perikanan Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2015, hlm. 23. 29

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.

109.

Page 33: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

16

penegakan hukum dapat diartikan sebagai keterlibatan seluruh subjek hukum

dalam setiap hubungan hukum untuk penegakan hukum.30

Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum,

ide-ide hukum menjadi kenyataan.31

Menurut Sadjipto Rahardjo penegakan

hukum adalah sebuah kegiatan yang mewujudkan keinginan hukum menjadi

nyata.32

Penegakan hukum adalah penerapan ketentuan hukum secara konkrit oleh

aparat penegak hukum atau dengan kata lain, penegakan hukum merupakan

pelaksana dari peraturan-peraturan. Dengan demikian, penegakan hukum

merupakan suatu sistem yang menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah

serta perilaku nyata manusia.33

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang

melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui

proses hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana

adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan

tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu sebagai

pertanggungjawabannya. Dalam hal ini ada hubungannya dengan asas legalitas,

dimana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur dalam

undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan

larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku

30

Berita online, Penegakan Hukum, dapat diakses di: http://statushukum.com/penegakan-hukum

.html. 31

Esmi Warasih, Lembaga Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru, Utama,

Semarang, 2005, hlm. 11. 32

Berita online, Penegakan Hukum Menurut Para Ahli, dapat diakses di: http://www.pengertianart

idefinisi.com/pengertian-penegakan-hukum-menurut-para-ahli/. 33

M. Faal. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Deskresi Kepolisian) Jakarta: PT Pradnya

Paramita, 1991. hlm. 42.

Page 34: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

17

dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan

kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.34

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa penegakan hukum dalam arti luas

mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan

tindakan hukum (memberikan sanksi) terhadap setiap pelanggaran atau

penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum. Oleh karena itu

Indonesia menerapkan dan melaksanakan hukum dengan memberikan sanksi

kepada setiap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Indonesia.35

2.1.3. Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan perikanan terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu pengelolaan dan perikanan.

Pengelolaan kata dasarnya adalah ―kelola‖ yang artinya adalah mengendalikan,

menyelenggarakan, mengurus, atau menjalankan. Berdasarkan arti kata tersebut,

pengelolaan dapat diartikan sebagai perbuatan yang mengendalikan,

menyelenggarakan, mengurus, ataupun menjalankan suatu kegiatan agar objeknya

memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan pengertian perikanan

adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan penangkapan, pemeliharaan, dan

pembudidayaan ikan. Maka pengertian pengelolaan perikanan adalah kegiatan

mengurus atau menjalankan sesuatu yang berhubungan dengan penangkapan,

pemeliharaan, dan pembudidayaan ikan.36

34

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 15. 35

Supriadi & Alimudin, Op.Cit., hlm. 428. 36

Gatot Supramano, Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan, Jakarta:

Rineka Cipta, 2011, hlm 15.

Page 35: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

18

Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, pengelolaan

perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam

pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan,

alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari

peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh

pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan

produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Pemberian rumusan tersebut sangat luas agar dapat menampung semua persoalan

perikanan baik yang sifatnya teknis maupun non teknis karena merupakan satu

kesatuan yang utuh dalam pengelolaan perikanan. Selain itu pemberian rumusan

tersebut bertujuan agar dalam melakukan pengelolaan perikanan dapat

dilaksanakan dengan lebih baik dan profesional serta dapat memperoleh hasil

dengan manfaat yang lebih besar.37

2.1.4. Wilayah Pengelolaan Perikanan

Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan dan

lingkungannya sesuai dengan yang diamanatkan pada Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, perlu menetapkan Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI).38

WPP-RI merupakan

wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan,

37

Ibid., hlm 16. 38

Point b Konsideran menimbang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Perizinan Usaha

Perikanan.

Page 36: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

19

konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan

pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan ZEEI.39

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia untuk penangkapan ikan

dan/atau pembudidayaan ikan meliputi:40

1. Perairan Indonesia;

2. ZEEI; dan

3. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat

diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah

Republik Indonesia

Sebagaimana diatur pada Undang-Undang Perikanan, bahwa usaha perikanan di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan oleh

warga negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia. Kecuali terhadap

orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEEI,

sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara Republik Indonesia

berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang

berlaku.41

Pemberian surat izin usaha perikanan kepada orang dan/atau badan

hukum asing yang beroperasi di ZEEI harus didahului dengan perjanjian

perikanan, pengaturan akses, atau pengaturan lainnya antara Pemerintah Republik

Indonesia dan pemerintah negara bendera kapal.42

39

Pasal 1 Angka (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.01/Men/2009 tentang

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Perizinan Usaha Perikanan. 40

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 41

Pasal 29 Undang-Undang Perikanan. 42

Pasal 30 Undang-Undang Perikanan.

Page 37: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

20

2.2. Hukum Laut Internasional

2.2.1. Pengertian & Perkembangan Hukum Laut Internasional

Pemakaian istilah hukum laut, baik nasional maupun internasional, tanpa

penjelasan akan menimbulkan keragu-raguan, karena dalam perpustakaan hukum

Belanda, istilah Zeerecht atau hukum laut biasa dipakai dalam arti yang lebih

sempit. W.L.P.A Moelengraaf, H.F.A Vollmar, dan F.G Scheltemadalam Het

Nieuwe Zeerehct, mempelajari hukum laut dalam bidang peraturan-peraturan

hukum yang berhubungan dengan pelayaran kapal di laut, khususnya tentang

pengangkutan barang atau orang dengan kapal laut. Pada intinya, kebanyakan para

ahli mempelajari hukum laut dalam lingkungan hukum perdata, tidak meliputi

hukum publik.43

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini

pengaturan laut tidak hanya ditinjau dari aspek hukum perdatanya saja, tetapi

justru lebih ditekankan pada aspek publik, mengingat aspek perdata hanya

sebagian kecil dari persoalan hukum laut saat ini.44

Hukum laut menjadi sangat luas pengaturannya, tidak hanya mempelajari

pengaturan dalam bidang peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan

pelayaran kapal di laut, khususnya tentang pengangkutan barang atau orang

dengan kapal laut saja, tetapi juga mengatur semua bidang yang berhubungan

dengan laut termasuk juga pengaturan negara-negara dalam hal pemanfaatan laut.

Menurut Victor Situmorang, yang dimaksud dengan hukum laut adalah:45

―Suatu kumpulan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang

mengatur lalu lintas laut. Maksud dan arti ini tentunya tidak tegas karena

―lalu lintas laut‖ bukan hanya mengenal hubungan antara warga negara

43

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Jakarta: Sumur Bandung, 1991, hlm. 7. 44

Ibid. 45

Victor Situmorang, Sketsa Asas Hukum Laut, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 44.

Page 38: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

21

dengan negara, melainkan juga hubungan berbagai negara yang satu dengan

negara yang lain‖.

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum laut internasional adalah:46

―asas-asas atau kaedah-kaedah yang mengatur hubungan atau persoalan yang

melintasi batas-batas negara-negara yang berkenaan dengan laut, baik yang

berada di dalam wilayah maupun di luar wilayah atau laut bebas, baik dalam

aktivitas pemanfaatannya maupun akibat negatif dari pemanfaatannya‖.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

hukum laut internasional adalah keseluruhan kaedah peraturan yang mengatur

tentang laut, bagian-bagian laut (zona-zona laut) dan pemanfaatannya. Sejarah

perkembangan hukum laut internasional mula-mula muncul di benua Eropa yaitu

sebelum Imperium Roma dalam puncak kejayaannya menguasai seluruh tepi

lautan tengah (Mediterania47

). Kerajaan-kerajaan Yunani, Phoechia, dan Rhodes

mengklaim kekuasaan atas laut dengan pemilik kerajaan atas laut. Peraturan

hukum laut Rhodes yang berasal dari abad ke-2 dan ke-3 sebelum Masehi,

berpengaruh pula terhadap orang-orang Yunani dan Romawi.48

Pada masa

kerajaan Imperium Roma seluruh laut tengah (Mediterania) berada di bawah

kekuasaannya.

Persoalan kelautan pada masa itu tidaklah memerlukan pengaturan karena tidak

ada pihak lain yang menentang dan menggugat kekuasaan mutlak Roma atas laut

tengah. Dasar pemikiran penguasaan Romawi atas laut pada waktu itu, karena laut

merupakan suatu res communis omnium, atau hak bersama umat manusia, hal ini

46

Ibid., hlm 4. 47

Laut Mediterania adalah laut antarbenua terletak antara Eropa di utara, Afrika di selatan dan Asia

di timur. 48

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Bandung: Binacipta 1983, hlm 2.

Page 39: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

22

menjadi asas yang digunakan dalam mengatasi persoalan kelautan dan merupakan

suatu konsepsi penggunaan laut bebas atau terbuka bagi setiap orang.49

Asas res communis omnium, mula-mula digunakan dalam arti hak bersama umat

manusia untuk menggunakan laut sebagai sarana pelayaran yang bebas dari

gangguan perompak (bajak laut), akan tetapi penggunaan laut semakin

berkembang seperti untuk menangkap ikan, asas ini juga dijadikan dasar

kebebasan dalam menangkap ikan. Disamping itu pada masa Romawi di kenal

pula pemikiran yang menganggap laut sebagai res nullius, yaitu menganggap laut

dapat dimiliki oleh siapapun, sehingga siapapun dapat menguasai, menduduki dan

memilikinya.50

Perkembangan hukum laut ini semakin pesat setelah runtuhnya Imperium Roma,

karena beberapa negara sekitar laut tengah menuntut pembagian laut yang

berbatasan dengan pantainya dengan alasan yang bermacam-macam. Seperti

Venetia mengklaim sebagian besar dari laut Adriatik, Genoa mengklaim

kekuasaan atas laut Liguria dan Pisa yang mengklaim laut Thyrenia.51

Oleh

karena itu pendapat bahwa laut merupakan hak bersama umat manusia tidak

disetujui atau didukung lagi oleh masyarakat internasional. Kemudian masyarakat

internasional sepakat untuk diadakan pembagian terhadap wilayah-wilayah laut

agar tidak terjadi masalah terhadap pemanfaatan laut.

Masyarakat Internasional menyadari bahwa untuk mengantisipasi berbagai

masalah yang berkenaan dengan laut, tidaklah cukup diatur dengan konsepsi

49

Ibid. 50

Ibid., hlm. 3. 51

Ibid., hlm. 5.

Page 40: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

23

konferensi Den Haag 1930 yang diprakarsasi oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB)

saja.52

Oleh karena itu diadakan konferensi yang melengkapi konferensi Den

Haag 1930, yaitu Konferensi Jenewa 1958 yang diadakan pada tanggal 24

Februari sampai tanggal 27 April 1988 dan dihadiri oleh 86 negara.53

Dalam

Konferensi ini menghasilkan empat konvensi, yaitu:54

1. Konvensi I tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan (Convention

on the Territorial Sea and Contiguous Zone);

2. Konvensi II tentang Laut bebas (Convention on the High Seas);

3. Konvensi III tentang Perikanan dan Perlindungan Hayati Laut bebas

(Convention on Fishing and Conservation Resources of the High

Seas);

4. Konvensi IV tentang Landas Kontinen (Convention on the Continental

Shelf).

Dalam konferensi ini berhasil merumuskan empat konvensi tersebut, tetapi tidak

menentukan bagaimana penetapan lebar wilayah laut teritorialnya sehingga

masing-masing negara menetapkan lebar laut teritorial dengan caranya masing-

masing. Untuk melengkapi pengaturan Konvensi Jenewa 1958, PBB kembali

menyelenggarakan Konferensi Internasional mengenai hukum laut pada tahun

1982. Konferensi Hukum Laut 1982 melengkapi pengaturan terhadap penentuan

batas-batas atau lebar wilayah laut teritorial masing-masing. Konferensi Hukum

Laut1982 diadakan di Chili pada tahun 1973 tetapi baru terlaksana tahun 1972 di

52

Heryandi, Hukum Laut Internasional, Fakultas Hukum: Universitas Lampung, 2013, hlm. 10. 53

Ibid. 54

Ibid., hlm. 11.

Page 41: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

24

Ibu Kota Venezuela, Caracas.55

Konferensi Hukum Laut merupakan konferensi

terbesar selama abad XX karena dihadiri oleh 160 negara peserta dan sekitar 5000

delegasi yang berlatar belakang disiplin ilmu, serta memakan waktu terlama yaitu

selama 9 tahun (dari tahun 1973 hingga tahun 1982). Konferensi Hukum Laut

1982 menghasilkan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982

(UNCLOS) yang dikenal dengan Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL 1982).

Konvensi tersebut merupakan konvensi dengan pengaturan yang paling lengkap

dan telah berhasil disepakati oleh negara-negara. Hal ini terbukti sejak tahun 1994

berlakunya konvensi, pada tahun 1999 telah diratifikasi oleh 130 negara yang

kemudian dijadikan sumber hukum laut internasional.56

2.2.2. Sumber Hukum Laut Internasional

Sumber hukum dapat diartikan sebagai asal muasal dan tempat mengalir

keluarnya hukum yang dapat digunakan sebagai tolak ukur, kriteria, dan sarana

untuk menentukan isi, substansi, materi, dan keabsahan.57

Sumber hukum laut

internasional tidak lepas dari hukum internasional umum. Karena hukum laut

internasional merupakan cabang dari hukum internasional umum. Sumber hukum

internasional (dalam arti formil58

) dapat ditemukan dalam Pasal 38 ayat (1)

Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:59

(1) Perjanjian-perjanjian internasional;

(2) Kebiasaan internasional; (3) Asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-

bangsa yang beradab; (4) Putusan-putusan pengadilan dan pendapat sarjana yang

55

M. Dimyati Hartono, Hukum Laut Internasional, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1977, hlm. 53. 56

Heryandi, Op.Cit., hlm. 12. 57

Wahyu Sasongko, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011,

hlm. 22. 58

Sumber hukum dalam arti formil adalah sumber yang menentukan bentuk, cara, proses dan

menyelidiki dimanakah hukum dapat ditemukan dalam bentuknya yang konkrit/formal yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang konkrit tertentu. 59

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, dapat diakses secara online di: https://unic

.un.org/aroundworld/unics/common/documents/publications/uncharter/jakarta_charter_bahasa.pdf.

Page 42: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

25

terkemuka (doktrin); (5) Putusan-putusan organisasi internasional (sumber di luar

Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional yang merupakan perkembangan

hukum internasional).

Hukum laut internasional sebagai cabang dari hukum internasional umum, maka

sumber hukum laut internasional sama seperti sumber hukum internasional umum,

hanya saja pada hukum laut internasional, kebiasaan internasional tidak lagi

menjadi sumber hukum, karena masalah-masalah yang tidak diatur dalam

konvensi ini tetap tunduk pada ketentuan dan asas hukum internasional umum.60

Maka apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Konvensi Hukum Laut

1982 akan berlaku asas-asas hukum internasional umum.

2.2.3. Subjek Hukum Laut Internasional

Pada umumnya subjek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban

menurut hukum dan setiap pemilik/pemegang kepentingan yang mempunyai

kapasitas untuk melakukan perbuatan hukum.61

Subjek hukum internasional

menurut J.G Starke diartikan sebagai: (1) Pemegang hak dan kewajiban menurut

hukum internasional; (2) Pemegang hak istimewa (privilege) untuk mengajukan

tuntutan di muka pengadilan internasional; dan (3) Pemilik kepentingan-

kepentingan yang telah ditetapkan oleh ketentuan hukum internasional.62

Berdasarkan pengertian tersebut dalam hukum nasional (perdata) yang menjadi

subjek hukum adalah manusia dan sesuatu yang berdasarkan aturan hukum

60

Mukadimah Konvensi Hukum Laut 1982, dapat diakses secara online di: http://www.un.

org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf. 61

Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung:

Alumni, 1979, hlm. 50. 62

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Sinar Grafika: Jakarta, 1992.

Page 43: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

26

dianggap mampu melakukan perbuatan hukum (seperti manusia) yaitu badan

hukum. Pengertian subjek hukum internasional berbeda dengan subjek hukum

nasional, karena hukum internasional digunakan untuk mengatur kehidupan

masyarakat internasional yang terdiri atas negara-negara yang merdeka, organisasi

internasional, juga kesatuan-kesatuan lain bukan negara, dimana diantara lain

selalu saling berinteraksi satu sama lainnya.63

Maka yang menjadi subjek hukum

internasional adalah:64

(1) Negara; (2) Tahta suci vatikan; (3) Palang Merah

Internasional; (4) Organisasi Internasional; (5) Organisasi Pembebasan; (6) Pihak

Berperang (belligerent); (7) Individu.

Hukum laut internasional merupakan bagian dari hukum internasional, maka

subjek hukum laut internasional adalah:65

1. Negara, baik berpantai maupun tak berpantai;

2. Organisasi Internasional, meliputi organisasi internasional universal

antara lain PBB dan badan-badan khususnya contohnya International

Maritime Organization (IMO), dan organisasi regional;

3. Pihak Berperang (belligerent), terutama pihak yang dapat menguasai

bagian wilayah yang berpantai;

4. Individu (dalam arti terbatas). Dalam hal ini pembajak kapal laut

dapat menjadi subjek hukum internasional karena melanggar

Konvensi Hukum Laut 1982, dan Konvensi Roma 1988.

63

Abdul Muthalib, 2013, Op.Cit., hlm. 9. 64

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003, hlm. 95. 65

Abdul Muthalib, 2011, Op.Cit., hlm. 12-13.

Page 44: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

27

2.3. Pembagian Wilayah Laut

Negara-negara yang sedang berkembang akan berusaha melakukan penguasaan

atas laut guna perluasan yurisdiksi untuk melindungi kepentingan-

kepentingannya, apalagi kemajuan teknologi yang semakin maju mendorong

adanya keinginan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang akan dapat

memberikan keuntungan bagi suatu negara. Oleh karena itu, untuk

mengimplementasikan keinginan-keinginan dan mengatur kepentingan-

kepentingan semua negara-negara internasional agar tidak terjadi tumpang tindih

antar kepentingan tersebut, maka diadakanlah konvensi-konvensi hukum laut

internasional, dimana terakhir telah berhasil dilaksanakannya Konvensi Hukum

Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 yang telah menghasilkan United

Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Salah satu ketentuan UNCLOS 1982 adalah mengatur terkait batas-batas maritim.

UNCLOS 1982 mengatur pembagian laut yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

wilayah laut di bawah kedaulatan negara, wilayah laut di bawah yurisdiksi negara,

dan wilayah laut di luar yurisdiksi negara.

2.3.1. Wilayah Laut di Bawah Kedaulatan Negara

Wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan negara adalah bagian laut dimana

suatu negara mempunyai hak penuh dalam wilayah tersebut dan mempunyai

wewenang tertinggi untuk menguasai wilayah tersebut. Daerah yang menjadi

kedaulatan negara terdiri dari laut teritorial (territorial sea), perairan pedalaman

(Internal waters), perairan kepulauan (Archipelagic sea).66

Wilayah tersebut

66

Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Page 45: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

28

disebut juga sebagai wilayah perairan Indonesia. Hal ini juga ditegaskan dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang

menyatakan bahwa Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta

perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.67

1. Laut teritorial Indonesia (Territorial sea)

Laut teritorial merupakan perairan nasional berupa jalur laut yang terletak

di sepanjang pantai dari garis pangkal68

dan dibatasi oleh garis batas luar

(outer limit) laut teritorial.69

Pengertian tersebut merupakan pengertian

secara umum karena pada saat itu belum ada penentuan lebar dari laut

teritorial. Setelah Konvensi Hukum Laut 1982 ditetapkan barulah dapat

dirumuskan secara pasti lebar laut teritorial, dimana setiap negara

mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya tidak melebihi

12 mil laut yang diukur dari garis pangkal dan dibatasi oleh garis yang

jarak setiap titiknya dari yang terdekat dari garis pangkal, sama dengan

lebar laut teritorial.70

Maka dapat disimpulkan bahwa laut teritorial

merupakan perairan nasional berupa jalur laut, dimana jalur tersebut tidak

melebihi 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal dan dibatasi oleh garis

batas luar (outer limit) laut teritorial. Sedangkan Indonesia merupakan

negara kepulauan oleh karena itu laut teritorial Indonesia diukur dari garis

pangkal kepulauan71

Indonesia.72

67

Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. 68

Garis pangkal adalah garis yang digunakan untuk menetapkan laut teritorial, zona tambahan,

zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen negara pantai. 69

Mochtar Kusumaatmadja,1983, Op.Cit., hlm. 317. 70

Pasal 3 dan 4 UNCLOS 1982, dapat diakses secara online di: http://www.un.org/depts/los/

convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf. 71

Garis pangkal kepulauan adalah garis yang menentukan perairan kepulauan yang menarik titik-

titik terluar pulau-pulau utama. 72

Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Page 46: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

29

2. Perairan pedalaman (Internal waters)

Perairan pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut

teritorial merupakan bagian perairan pedalaman negara tersebut.73

Sedangkan dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996

tentang Perairan Indonesia disebutkan bahwa, ―Perairan Pedalaman

Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air

rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamnya semua bagian

dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup.74

3. Perairan Kepulauan (Archipelagic sea)

Perairan Kepulauan adalah perairan yang ditarik oleh garis pangkal

kepulauan, yang ditarik dari titik-titik terluar pulau-pulau utama dan suatu

daerah dimana perbandingan daerah perairan dan daerah daratan adalah

satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu (1:1 dan 9:1). Panjang

garis pangkal tersebut tidak boleh melebihi 100 mil laut kecuali 3% dari

jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat

melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut. Penarikan garis

pangkal ini tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum,

dan juga tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut (low-tide elevations)

kecuali terdapat mercusuar atau instalasi permanen dan jaraknya tidak

melebihi lebar laut teritorial, yaitu 12 mil.

73

Pasal 8 UNCLOS 1982. 74

Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Page 47: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

30

Negara kepulauan tidak boleh menarik garis pangkal itu yang memotong

laut teritorial, atau zona ekonomi eksklusif negara lain.75

Setelah

menggunakan atau menarik garis pangkal kepulauan berdasarkan

ketentuan tersebut baru dapat ditentukan mana yang menjadi perairan

kepulauan negara yang bersangkutan. Dimana perairan kepulauan adalah

perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan, tanpa memperhatikan

kedalaman atau jaraknya dari pantai.76

2.3.2. Wilayah Laut di Bawah Yurisdiksi (Kewenangan) Negara

Wilayah laut yang menjadi yurisdiksi (kewenangan) negara adalah bagian laut

dimana suatu negara mempunyai kewenangan terhadap wilayah tersebut. Negara-

negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk menunjukkan

kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional, kedaulatan

tersebut terdapat hak, kekuasaan, atau kewenangan negara untuk mengatur

masalah internal dan eksternal. Dengan yurisdiksi tersebut, suatu negara mengatur

secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya sehingga terwujud

apa yang menjadi tujuan negara itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya

negara berdaulat yang dapat memiliki yurisdiksi menurut hukum internasional.77

Yurisdiksi dalam pengertian hukum adalah hak atau kekuasaan suatu negara untuk

mengatur dan menegakkan aturan terhadap orang, benda, dan peristiwa-peristiwa

yang terjadi di dalam batas-batas teritorialnya.78

75

Pasal 47 UNCLOS 1982. 76

Pasal 49 ayat (1) UNCLOS 1982. 77

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2002, hlm. 71. 78

Ibid.

Page 48: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

31

Piagam PBB sering menggunakan istilah domestic jurisdiction yang berarti

kewenangan domestik. Meskipun demikian, dalam praktik, kata yurisdiksi paling

sering digunakan terhadap orang, benda atau peristiwa. Kata yurisdiksi berarti

kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-

badan negara lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi

dikaitkan dengan negara maka akan berarti kekuasaan atau kewenangan negara

untuk menetapkan dan memaksakan (to declare and to enforce) hukum yang

dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.79

Wilayah laut yang menjadi yurisdiksi

(kewenangan) negara adalah zona tambahan (Contiguous zone), zona ekonomi

eksklusif (exclusive economic zone), dan landas kontinen (continental shelf).

1. Zona tambahan (Contiguous zone)

Zona tambahan (Contiguous zone) merupakan jalur laut dari laut bebas

yang berbatasan dengan laut teritorial suatu negara. Keberadaan zona ini

didasarkan pada kebutuhan khusus negara-negara untuk meluaskan

kekuasaannya melewati batas laut teritorial, disebabkan tidak cukup

luasnya laut teritorial untuk melakukan pencegahan penyelundupan dari

dan di laut di satu sisi, dan wewenang penuh atau kedaulatan negara pantai

di lain sisi. Kedua faktor inilah yang menimbulkan adanya jalur atau zona

tambahan.80

Dalam hal-hal tertentu suatu negara dirasakan masih

memerlukan wilayah untuk menerapkan kekuasaannya terhadap masalah-

masalah khusus, misalnya untuk mengatasi penyelundupan, bea cukai,

79

I Wayan Patriana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1990, hlm. 293-

294. 80

Heryandi, Op.Cit., hlm. 57.

Page 49: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

32

karantina dan sebagainya. Oleh karena itu diberikan rumusan tentang zona

tambahan.81

Pasal 33 Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan zona tambahan adalah

wilayah laut yang tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal di mana lebar

laut teritorial diukur atau sejauh 12 mil diukur dari laut teritorial suatu

negara pantai. Kesimpulannya dalam zona tambahan yang berbatasan

dengan laut teritorialnya negara pantai/negara kepulauan memiliki

kewenangan (terbatas) untuk mencegah terjadinya pelanggaran perundang-

undangan, bea cukai, fiskal, keimigrasian atau sanitasi di dalam laut

teritorialnya, dan menghukum para pelanggar peraturan perundang-

undangan tersebut yang terjadi di dalam wilayah teritorialnya.82

2. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah daerah yang berada di luar dan

berdampingan dengan laut teritorial yang tunduk pada rejim hukum khusus

di mana terdapat hak-hak dan yurisdiksi negara pantai, dan hak-hak serta

kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang

relevan Konvensi ini.83

Lebar zona ekonomi eksklusif bagi setiap negara

pantai tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar

laut teritorial diukur.84

Lebar ZEE 200 mil diukur mulai dari garis pangkal,

yaitu garis yang digunakan untuk mengukur laut teritorial, sehingga

81

Ibid. 82

Pasal 33 UNCLOS 1982. 83

Pasal 55 UNCLOS 1982. 84

Pasal 57 UNCLOS 1982.

Page 50: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

33

apabila di ukur dari garis batas luar (outer limit) laut teritorial maka lebar

ZEE adalah 188 mil.

Dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai mempunyai hak-hak

berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan

pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari

perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan

berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi

ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.85

Negara pantai dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajibannya

berdasarkan Konvensi ini dalam ZEE, harus memperhatikan sebagaimana

mestinya hak-hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan

suatu cara sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.86

Hak-hak yang

tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di

bawahnya harus dilaksanakan sesuai dengan Bab VI tentang Landas

Kontinen.87

3. Landas Kontinen (Continental Shelf)

Pengertian landas kontinen diartikan sebagai dasar laut dan kekayaan alam

yang terdapat di bawahnya dari area laut yang merupakan penambahan

dari laut teritorialnya, yang mencakup keseluruhan perpanjangan alami

dari wilayah teritorial daratnya ke bagian luar yang memagari garis

kontinental, atau jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut

85

Pasal 56 ayat (1) UNCLOS 1982. 86

Pasal 56 ayat (2) UNCLOS 1982. 87

Pasal 56 ayat (3) UNCLOS 1982.

Page 51: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

34

teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai

jarak tersebut.88

Tepian kontinen meliputi kelanjutan bagian daratan

negara pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri dari dasar

laut dan tanah di bawahnya dari dataran kontinen, lereng (slope) dan

tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup dasar samudra dalam

dengan bukti-bukti samudra atau tanah di bawahnya.89

Batas luar landas

kontinen dapat ditentukan berdasarkan pada dua aspek, yaitu:90

a. Geologis, yaitu sampai pinggiran tepi kontinen

b. Jarak (Ukuran), yaitu :

(1) Suatu jarak sejauh 200 mil laut dari garis pangkal yang

digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial, apabila

pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak

tersebut

(2)Menarik garis-garis lurus sejauh 200 mil laut dengan

menunjuk titik-titik dari kaki lereng kontinen, atau tidak

melebihi 350 mil laut dari garis pangkal yang digunakan

untuk menetapkan lebar laut teritorialnya; atau sejauh

jarak 100 mil laut dari kedalaman (isobath) 2500 meter.

2.3.3. Wilayah Laut di Luar Yurisdiksi (Kewenangan) Negara

Wilayah laut di luar yurisdiksi (Kewenangan) negara adalah wilayah laut yang

berada di luar yurisdiksi nasional (Indonesia), yaitu daerah perairan yang berada

88

Pasal 76 ayat (1) UNCLOS 1982. 89

Pasal 76 ayat (3) UNCLOS 1982. 90

Abdul Muthalib, Op.Cit., hlm. 48.

Page 52: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

35

di luar 200 mil laut ZEE.91

Bagian laut yang bukan menjadi yurisdiksi

(kewenangan) negara yaitu terdiri dari laut bebas (high seas) dan kawasan (The

Area).

1. Laut Bebas (High Seas)

Istilah laut bebas (High Seas) pada mulanya berarti seluruh bagian laut

yang tidak termasuk perairan pedalaman dan laut teritorial suatu negara.92

Laut bebas merupakan res nullius, yaitu dapat dimiliki oleh siapapun,

sehingga siapapun dapat menguasai, menduduki dan memanfaatkannya

atau dengan kata lain laut bebas tidak dimiliki oleh negara manapun.93

Konsep tersebut belum lengkap karena pada saat itu belum ada konsep

negara kepulauan. Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 konsep laut bebas

diperbaharui dengan memasukkan unsur ―perairan kepulauan‖ karena pada

Konvensi Hukum Laut 1982 telah diakui konsep negara kepulauan. Jadi

dalam Konvensi Hukum Laut 1982 laut bebas merupakan daerah yang

berada di luar laut teritorial, perairan pedalaman dan perairan kepulauan.94

Kebebasan di laut bebas berlaku untuk negara pantai, negara kepulauan

maupun negara tak berpantai. Semua negara tersebut sama-sama

mempunyai hak untuk menikmati daerah laut bebas dan tidak boleh

menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas

bagian manapun di daerah tersebut. Kebebasan-kebebasan yang dimaksud

adalah kebebasan dalam hal pelayaran, kebebasan memasang kabel dan

91

Heryandi, Op.Cit., hlm. 91. 92

Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Oxford: Oxford University Press, 1979,

hlm. 237-238. 93

Chairil Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional, Konvensi Hukum Laut 1982, Jakarta:

Djambatan, 1989, hlm. 62. 94

Pasal 86 UNCLOS 1982.

Page 53: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

36

pipa bawah laut, kebebasan Penerbangan, kebebasan riset ilmiah,

kebebasan membangun pulau buatan dan instalansi lainnya, termasuk

kebebasan menangkap ikan. Kebebasan-kebebasan tersebut akan

dilaksanakan oleh semua negara dengan memperhatikan kepentingan

negara-negara lain di dalam mereka melaksanakan kebebasan di laut

2. Kawasan (The Area)

Kawasan merupakan rezim baru dalam Hukum Laut 1982, yang

sebelumnya tidak diatur dalam Konvensi Hukum LautJenewa 1958.

Kawasan berarti dasar laut dan dasar samudra serta tanah di bawahnya di

luar batas-batas yurisdiksi nasional.95

Letak kawasan berada di luar landas

kontinen dan berada di bawah laut bebas. DalamKonvensi Hukum Laut

1982 kawasan diatur dalam Bab XI, bagian 1-5 dari Pasal 133- Pasal 191.

Sama seperti laut bebas, kawasan merupakan warisan bersama umat

manusia. Pada Pasal 136 disebutkan bahwa: ‖Kawasan dan kekayaan-

kekayaannya merupakan warisan bersama umat manusia‖.96

2.4. Hubungan Teori Kedaulatan dengan Penegakan Hukum Illegal

Fishing

Istilah kedaulatan dalam bahasa inggris adalah ―Sovereignty”, dalam bahasa arab

―Daulah”, dan dalam bahasa latin disebut dengan ―Supremus‖ yang berarti

kekuasaan tertinggi.97

Menurut kamus hukum, kedaulatan merupakan kekuasaan

tertinggi terhadap suatu pemerintahan negara, kekuasaan tertinggi untuk

95

Pasal 1 Angka (1) UNCLOS 1982. 96

Pasal 137 ayat (1) UNCLOS 1982. 97

Yulia Neta & M. Iwan Satriawan, Ilmu Negara, Bandar Lampung: PKKPU FH Universitas

Lampung, 2013, hlm. 37.

Page 54: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

37

menetapkan hukum dalam negara (hukum nasional).98

Definisi dari kedaulatan

adalah suatu hak atau wewenang tertinggi suatu negara untuk menguasai suatu

wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri, dan kedaulatan negara

untuk mengadakan hubungan dengan negara luar.

Kedaulatan merupakan unsur yang sangat penting bagi sebuah negara untuk

diakui keberadaannya dalam sistem internasional, dimana negara yang telah

diakui mempunyai kedaulatan disebut sebagai negara yang berdaulat. Dimana

kedaulatan negara merupakan salah satu prinsip dasar demi terciptanya hubungan

internasional yang damai.99

Dalam hukum konstitusi, negara yang berdaulat

mempresentasikan pemerintahan yang memiliki kendali sepenuhnya atas semua

hal urusan dalam negerinya sendiri di dalam wilayah atau batas teritorial

negaranya, atau dengan kata lain suatu negara dalam melaksanakan

kewenangannya hanya sebatas dalam wilayah–wilayah yang telah menjadi bagian

dari kekuasaannya, dimana berlaku yurisdiksi hukumnya.100

Negara memiliki

kewenangan dan kekuasaan tertinggi untuk mengatur dan menegakkan aturan

didalam wilayah kedaulatannya untuk mencapai tujuan negara dalam rangka

menjalankan kedaulatannya.

Pengertian tersebut sama seperti pengertian kedaulatan menurut Jean Bodin, yang

menyatakan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara

untuk menentukan hukum dalam negara tersebut.101

Jean Bodin mengatakan

98

Zulkifli, & Jimmy, Dictionary of Law, Surabaya: Grahamedia Press, 2012, hlm. 236. 99

Budiyono, Monograf, Pembatasan Kedaulatan Negara Kepulauan Atas Wilayah Laut, Bandar

Lampung: Justice Publisher, 2014, hlm 82. 100

Jawahir Thontowi & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung : PT

Refika Aditama, 2006, hlm. 169. 101

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1980, hlm 7.

Page 55: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

38

kekuasaan tertinggi dari suatu negara yang tidak dibatasi oleh hukum, ini tidak

berarti kedaulatan negara tidak ada batasnya. Kedaulatan negara ini hanya berlaku

terhadap, orang, benda, dan peristiwa di dalam batas–batas teritorial negara yang

bersangkutan.102

Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kekuasaan dan kewenangan penuh atas

wilayahnya masing-masing baik di wilayah darat, air, udara yang berada di

wilayah kedaulatannya masing-masing. Kedaulatan atas wilayah laut adalah

kewenangan yang dimiliki suatu negara di laut guna melaksanakan

kewenangannya di wilayah kedaulatannnya tersebut, dimana yang berlaku adalah

hukum nasional apabila terjadi pelanggaran.103

Oleh karena itu muncul konsep

―kedaulatan teritorial― dimana akan berlaku hukum negara yang memiliki wilayah

teritorial.104

Kapal asing yang memasuki perairan Indonesia secara illegal dan melakukan

penangkapan ikan merupakan salah satu bentuk pelanggaran kedaulatan negara.

Karena perairan Indonesia merupakan daerah perairan yang menjadi wilayah

kedaulatan teritorial Indonesia. Sehingga Indonesia mempunyai hak untuk dapat

melakukan penegakan hukum sesuai dengan hukum nasional. Laut Indonesia

sebagai wilayah kedaulatan teritorial, merupakan daerah yang menjadi

102

Khaidir Anwar, Hukum Internasional II, Bandar Lampung: Universitas lampung, 2011, hlm. 30. 103

Popi Tuhulele, Upaya Hukum Indonesia Mengajukan Landas Kontinen Ekstensi (Antara

Peluang dan Tantangan), Jurnal Perspektif, Volume 16 Nomor 3, 2011, ISSN : 1410-3648,

Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, 2011, hlm. 184. Dapat diakses secara online di

http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201207081310382587/15.pdf. 104

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika, 2010,

hlm. 210.

Page 56: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

39

tanggungjawab sepenuhnya Pemerintah RI dengan penerapan hukum nasional

Indonesia.105

Penegakan Hukum (law enforcement) menurut Jimly Asshiddiqie, adalah

mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan

tindakan hukum (memberikan sanksi) terhadap setiap pelanggaran atau

penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum. Oleh karena itu

Pemerintah Indonesia membuat peradilan perikanan untuk menerapkan hukum

dan melakukan tindakan hukum berupa ―sanksi‖ bagi para kapal asing yang

melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia.106

Berdasarkan Pasal 71

ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah

menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dibentuk

pengadilan perikanan. Pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili,

dan memutus tindak pidana di bidang perikanan.107

Pengadilan perikanan

sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 71 (1) merupakan pengadilan khusus yang

berada dalam lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di pengadilan

negeri. Untuk pertama kali pengadilan perikanan dibentuk di Pengadilan Negeri

Jakarta Utara; Pengadilan Negeri Medan; Pengadilan Negeri Pontianak;

Pengadilan Negeri Bitung (Sulawesi Utara); dan Pengadilan Negeri Tual

(Maluku).108

105

Joko Subagyo, Op.Cit., hlm. 21. 106

Supriadi & Alimudin, Loc.Cit. 107

Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaiamana telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. 108

Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Page 57: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

40

2.5. Pengaturan Internasional yang Relevan dengan Pemberantasan Illegal

Fishing

2.5.1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi

Hukum Laut PBB 1982)

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982)

merupakan hasil kerja keras masyarakat internasional dalam menyusun perangkat

hukum yang mengatur segala bentuk penggunaan laut dan pemanfaatan kekayaan

yang terkandung di dalamnya.109

Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum

masyarakat internasional yang terbesar di abad ke 20, karena konvensi ini diikuti

lebih oleh pihak yang bermacam-macam latar belakang disiplin keilmuan seperti

diplomat, ahli hukum, pertambangan, perikanan, perkapalan, aktivis lingkungan

hidup dan berbagai profesi lain.110

UNCLOS 1982 atau yang dikenal dengan Konvensi Hukum Laut 1982, berisi 17

Bab, 320 Pasal, dan 9 Lampiran yang mempresentasikan capaian monumental

masyarakat internasional serta merupakan kerangka pengaturan yang

komprehensif111

dalam mengatur hampir semua kegiatan di laut.112

UNCLOS 1982

tidak mengatur secara khusus terkait illegal fishing. Wacana tentang illegal

fishing muncul bersama-sama dalam kerangka Illegal, Unreported, Unregulated

109

Etty R Agoes, UNCLOS 1982: Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal Asing, Bandung:

Abardin, 1991, hlm. 1. 110

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Era Dinamika Global,

Bandung Alumni, 2000, hlm. 273. 111

Komprehensif adalah lingkup yang luas/menyeluruh. 112

T. May Rudy, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama, 2002, hlm.7.

Page 58: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

41

Fishing Practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR (Commision for

Conservation of Atlantic Marine Living Resources113

) pada tanggal 27 Oktober-7

November 1997.

Dari forum ini kemudian masalah illegal fishing ini dijadikan isu utama di tingkat

global oleh FAO dengan alasan kuat, bahwa saat ini cadangan ikan dunia

menunjukan tren menurun dan salah satu faktor penyebabnya adalah

praktik illegal fishing.114

Walaupun tidak mengatur khusus terkait illegal fishing,

tetapi UNCLOS 1982 mengatur secara umum Penegakan hukum di laut yang

berkaitan dengan pemanfaatan negara-negara di seluruh wilayah laut, termasuk

pemanfaatan dalam hal penangkapan ikan.

UNCLOS 1982 secara garis besar membedakan/membagi wilayah laut dan

menggambarkan keseimbangan hak dan kewajiban negara-negara dalam

pemanfaatan sumber daya laut. Seperti yang telah diuraikan, UNCLOS membagi

wilayah laut menjadi tiga bagian, yaitu: (1) wilayah yang menjadi kedaulatan

negara, yaitu wilayah laut dimana negara mempunyai kewenangan penuh dan

dapat menegakkan hukum nasionalnya; (2) wilayah laut yang menjadi yurisdiksi

negara, yaitu wilayah laut yang hanya menjadi kewenangan dalam hal tertentu; (3)

wilayah laut yang tidak menjadi yurisdiksi negara.

113

The Convention on the Conservation of Antartic Marine Living Resources, juga The

Commission for the Conservation of Antartic Marine Living Resources (CCAMLR) merupakan

bagian dari Sistem Traktat Antartika (Antartic Treaty System). Konvensi terbuka untuk

ditandatangani 1 Agustus 1980 dan mulai berlaku tanggal 7 April 1982. Tujuannya adalah untuk

melestarikan lingkungan dan keutuhan laut di dan dekat Antartika. 114

Rokhmin Dahuri, Selamatkan Indonesia dari Illegal Fishing, Majalah Samudra, Mei 2012,

dapat diakses di http://rokhmindahuri.info/2012/10/04/selamatkan-indonesia-dari-IUU-Fishing/.

Page 59: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

42

Wilayah yang menjadi kedaulatan negara berdasarkan Pasal 2 Konvensi ini terdiri

dari laut teritorial (territorial sea), perairan pedalaman (Internal waters), dan

perairan kepulauan (Archipelagic sea).115

Konvensi Hukum Laut Internasional

1982 sudah mengakui konsep negara kepulauan (archipelagic state) maka

perairan kepulauan Indonesia juga masuk kedalam perlindungan hukum laut

internasional sebagaimana halnya negara-negara kepulauan lainnya. Oleh karena

itu suatu negara kepulauan mempunyai kedaulatan di laut teritorial, perairan

pedalaman termasuk perairan kepulauan.116

Negara kepulauan mempunyai wewenang penuh atas wilayah kedaulatannya

tersebut sehingga dapat menetapkan hukum dalam wilayah kedaulatannya.117

Jika

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan negara pantai terjadi di laut

teritorial, perairan pedalaman atau perairan kepulauan suatu negara, maka sesuai

dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, negara pantai

dapat memberlakukan semua peraturan hukumnya bahkan hukum pidananya

terhadap kapal tersebut.118

Sedangkan wilayah laut yang menjadi yurisdiksi

(kewenangan) negara adalah zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone),

dan landas kontinen (continental shelf). Wilayah ZEE mempunyai status hukum

yang sui generis (unik/berbeda). Keunikan tersebut terletak pada eksistensi hak

dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas ZEE. Berbeda dengan di laut

teritorial, dimana negara pantai mempunyai kedaulatan, di ZEE negara pantai

115

Pasal 2 UNCLOS 1982. 116

Pasal 49 UNCLOS 1982. 117

Budiyono, Op.Cit., hlm. 84. 118

Usmawadi Amir, ―Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982 (Studi Kasus:

Volga Case)”, Jurnal Opinio Juris, Vol. 12, Januari—April 2013, hlm. 74. dapat diakses secara

online di:

http://pustakahpi.kemlu.go.id/app/Penegakan%20Hukum%20IUU%20Fishing%20menurut%20U

NCLOS%201982%20.pdf.

Page 60: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

43

hanya mempunyai hak berdaulat. Hak berdaulat tersebut terbatas pada eksplorasi

dan eksploitasi sumber daya kelautan baik sumber daya hayati maupun non-

hayati.119

Dalam hal penegakan hukum negara pantai di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

(ZEEI), berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, yang menyatakan bahwa jika kapal

asing tidak mematuhi peraturan perundang-undangan perikanan negara pantai di

ZEE, negara pantai dapat menaiki, memeriksa, menangkap dan melakukan proses

pengadilan atas kapal tersebut dan memberitahu negara bendera kapal. Akan

tetapi kapal dan awak kapal yang ditangkap tersebut harus segera dilepaskan

dengan reasonable bond (uang jaminan yang layak) yang diberikan kepada negara

pantai. Hukuman terhadap kapal asing tersebut juga tidak boleh dalam bentuk

hukuman badan yaitu penjara.120

Apabila kapal asing yang hendak diperiksa, namun kapal asing tersebut menolak

untuk diperiksa bahkan malah melarikan diri, penyidik perikanan dapat

melakukan pengejaran seketika (Right of hot pursuit) terhadap kapal asing

tersebut. Pengejaran seketika suatu kapal asing dilakukan apabila pihak penyidik

perikanan mempunyai alasan yang cukup untuk menduga bahwa kapal tersebut

adalah illegal atau telah melanggar peraturan perundang-undangan nasional.121

Pengejaran dapat dilakukan sampai ZEEI dan berhenti setelah kapal yang dikejar

memasuki laut teritorial negaranya sendiri atau ZEE negara ketiga.122

119

Ibid. hlm. 72. 120

Ibid., hlm. 76. 121

Pasal 111 Ayat (1) UNCLOS. 122

Pasal 111 Ayat (3) UNCLOS.

Page 61: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

44

2.5.2. Code of Conduct For Responsible Fisheries (Tata Laksana Untuk

Perikanan yang Bertanggung jawab)

Menurunnya produksi perikanan dunia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan

teknologi dalam kegiatan perikanan tangkap, seperti sistem posisi geografis

(GPS), radar, kapal-kapal ikan yang kapasitas tangkapnya lebih besar terus

meningkat sehingga kemampuan nelayan untuk mengusahakan lebih banyak

sumber daya hayati secara lebih intensif.123

Selain itu, status yang kini ada

mengenai sumber daya hayati akuatik dunia sebagian besar merupakan akibat dari

kegagalan proses sekarang dalam pengaturan perikanan untuk mencapai

pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan efektif di berbagai negara.124

Konsep perikanan bertanggung jawab (Responsible Fisheries) telah dibahas

secara resmi pada bulan maret 1991 pada sesi ke-19 Komite FAO tentang

perikanan (Comitte on Fisheries/COFI), yang merekomendasikan bahwa sudah

mendesak diperlukan pendekatan-pendekatan baru pada pengelolaan perikanan

yang meliputi konservasi dan lingkungan, demikian pula pertimbangan sosial dan

ekonomi. Lebih lanjut, Pemerintah Meksiko bekerjasama dengan FAO

menyelenggarakan suatu konferensi internasional mengenai penangkapan ikan

yang bertanggung jawab di Cancun pada bulan Mei 1992. Deklarasi Cancun yang

disahkan pada konferensi tersebut dibawa untuk memperoleh perhatian ke

pertemuan tingkat tinggi United Nations Conference on Environment and

123

FAO, Pengelolaan Perikanan (Fisheries Managment), Divisi Publikasi FAO PBB, Roma 1997,

hlm. 7. Dapat diakses secara online di http://www.fao.org/publications/en/. 124

Ibid., hlm. 155.

Page 62: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

45

Development (UNCED) di Rio de Jeneiro, Brazil pada bulan Juni 1992, yang

kemudian mendukung penyiapan CCRF.125

Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu

kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di

Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor:

4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible

Fisheries. Resolusi yang sama juga meminta pada FAO berkolaborasi dengan

anggota dan organisasi yang relevan untuk menyusun technical guidelines yang

mendukung pelaksanaan dari Code of Conduct for Responsible Fisheries tersebut.

Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku

bagi praktik yang bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumber daya perikanan

dengan maksud untuk menjamin terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan

pengembangan efektif sumber daya hayati akuatik berkenaan dengan pelestarian

ekosistem dan keanekaragaman hayati.

Tatalaksana ini bersifat sukarela. Akan tetapi, bagian tertentu dari Tatalaksana ini

didasarkan pada aturan hukum internasional yang relevan, yaitu Konvensi PBB

tentang Hukum Laut 10 Desember 1982 dan FAO Compliance Agreement

1993.126

Selain itu juga mempertimbangkan Deklarasi Cancun 1992, Deklarasi

Rio 1992 tentang Lingkungan dan Pembangunan, serta agenda 21 yang disetujui

oleh konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (UNCED), dan

deklarasi serta perangkat hukum internasional lain yang relevan.127

125

Ibid., hlm. 157. 126

Pasal 1.1 CCRF. 127

Pasal 3.2 (c) CCRF.

Page 63: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

46

CCRF diadopsi secara resmi oleh FAO pada sidang ke-28 COFI, pada tanggal 31

Oktober 1995 untuk diterapkan secara global, sebagai instrumen tidak mengikat

untuk perikanan bertanggung jawab. CCRF secara langsung diarahkan untuk para

anggota maupun bukan anggota FAO, badan usaha penangkapan ikan, organisasi

sub-regional, regional dan global, baik pemerintah maupun non-pemerintah, dan

semua pihak yang peduli dengan konservasi sumber daya ikan, pengelolaan dan

pembangunan perikanan, seperti para nelayan, mereka yang ikut terlibat dalam

pengelolaan, pemasaran ikan dan produk perikanan, serta para pengguna lainnya

berkaitan dengan perikanan.128

Pengadopsian CCRF 1995 menandakan dimulainya era baru untuk perikanan

dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, kegagalan

pengelolaan terdahulu yang telah menyebabkan over fishing dan kerusakan habitat

di beberapa bagian wilayah dunia memberikan kontribusi kepada pelaksanaan

pertemuan-pertemuan dan workshop di tingkat regional dan global untuk

melahirkan CCRF.129

Cakupan CCRF sangat luas meliputi standar-standar dan

prinsip-prinsip internasional untuk praktik-praktik pelaku perikanan yang

bertanggung jawab dengan menjamin efektifitas pembangunan, pengelolaan dan

konservasi sumber daya hayati, termasuk di dalamnya ekosistem dan

keanekaragaman hayati.130

Menurut CCRF, negara-negara dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan

perikanan, melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan yang tepat,

128

Pasal 1.2 CCRF. 129

Purwito Martosubroto, ―Implementation of the Code of Conduct for Responsible Fisheries in the

Marine Fisheries Sector,Indonesian Journal of International Law, Vol 2, Nomor 3, April 2005,

Jakarta, hlm. 8. Dapat diakses di http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/view/92. 130

Pasal 2 CCRF.

Page 64: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

47

harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumber

daya perikanan yang berkelanjutan. Langkah-langkah konservasi dan pengelolaan,

baik pada tingkat lokal, nasional, subregional atau regional, harus didasarkan pada

bukti ilmiah terbaik yang tersedia dan dirancang untuk menjamin kelestarian

jangka panjang sumber daya perikanan pada tingkat yang dapat mendukung

pencapaian tujuan dari pemanfaatan yang optimum, dan mempertahankan

ketersediaannya untuk generasi kini dan mendatang.131

Dalam pelaksanaan CCRF, negara-negara harus menjamin dibentuknya suatu

kerangka kerja hukum dan administratif yang efektif baik pada tingkat daerah

maupun tingkat nasional/pusat untuk konservasi sumber daya ikan dan

pengelolaan perikanan.132

Selain itu, negara-negara sesuai dengan peraturan

perundang-undangannya harus menerapkan langkah-langkah pemantauan

(monitoring), pengendalian (controling), dan pengawasan (surveilance) perikanan

serta penegakan hukum yang efektif atau menjamin peraturan perundang-

undangan yang memuat sanksi yang sepadan dengan beratnya pelanggaran, jika

perlu termasuk melaksanakan program pengamat (observer programmes), skema

pemeriksaan (inspection scheme) dan sistem pemantauan kapal (Vessel

monitoring system).133

131

Pasal 7.11 CCRF. 132

Pasal 7.7.1 CCRF. 133

Pasal 7.7.2 - 7.7.3 CCRF.

Page 65: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

48

2.5.3. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal,

Unreported, Unregulated Fishing2001 (IPOA-IUUFishing)

Masalah illegal fishingdi FAO meningkat pada sidang ke-23 COFI (Comitte on

Fishiers) bulan Februari 1999. Ditemukan berbagai alasan yang menyebabkan

terjadinya illegal fishing. Untuk perairan yang berada di bawah yurisdiksi

nasional, dilaporkan bahwa illegal fishing disebabkan oleh kekurangan dalam

peraturan perundang-undangan dan kesenjangan efektifitas penegakan

hukum.134

illegal fishingmendapatkan perhatian luas karena mengancam perikanan

dunia, dan hasil kegiatan illegal fishing tercatat sampai 30 persen dari total

tangkapan. Data inilah yang menunjukkan bahwa bila tidak dilakukan

pemberantasan terhadap kegiatan tersebut, dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan

sumber daya. Oleh karenanya FAO bekerjasama dengan negara-negara

anggotanya menyusun langkah-langkah untuk mengatasi masalah illegal fishing.

Negara-negara anggota FAO telah merumuskan dan menyepakati aksi

internasional untuk memerangi IUUFishing yang dituangkan dalam International

Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUUFishing(IPOA-IUUFishing)

pada tahun 2001. IPOA-IUUFishing merupakan rencana aksi global dalam rangka

mencegah kerusakan sumber daya perikanan dan membangun kembali sumber

daya perikanan yang telah atau hampir punah, sehingga kebutuhan pangan yang

bersumber dari perikanan bagi generasi saat ini dan yang akan datang tetap dapat

terjamin ketersediaannya.135

134

Akhmad Solihin, Op.Cit., hlm. 63. 135

Sekolah Tinggi Perikanan, KKP Terbitkan Kepmen Penanggulangan IUU Fishing, dapat

diakses secara online di: http://www.stp.kkp.go.id/index.php/arsip/c/860/KKP-Terbitkan-Kepmen-

Penanggulangan-IUU-Fishing/.

Page 66: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

49

IPOA-IUUFishing bersifat sukarela dan merupakan pelaksanaan dari CCRF.

Penyusunan pedoman ini bertujuan untuk mencegah, menghambat dan

menghilangkan kegiatan illegal fishing dengan menyiapkan langkah-langkah

pengelolaan sumber daya ikan yang komprehensif, terintegrasi, efektif dan

transparan dengan memperhatikan kelestariannya bagi semua negara-negara di

dunia.136

Dengan demikian IPOA-IUUFishing merupakan pedoman yang

berisikan program-program yang dapat digunakan oleh negara untuk memerangi

kegiatan IUUFishing.

Menurut IPOA-IUUFishing, negara-negara harus memperhatikan peraturan

perundang-undangan nasional masing-masing. Peraturan perundang-undangan

nasional berisi aturan yang efektif untuk semua aspek.137

Negara-negara harus

menjamin bahwa sanksi-sanksi yang keras terhadap kapal-kapal pelaku

IUUFishingdi wilayah yurisdiksinya, sehingga dapat secara efektif mencegah,

mengurangi, dan menghapuskan IUUFishing, dan mencegah para pelaku untuk

memperoleh keuntungan dari wilayah tersebut.138

IPOA-IUUFishing tersebut harus ditindaklanjuti oleh setiap negara dengan

mengembangkan dan mengimplementasikan ke dalam rencana aksi nasional

(National Plan of Action).139

TindaklanjutIPOA-IUUFishing ke rencana aksi

nasional telah dilakukan oleh beberapa negara, salah satunya negara Indonesia

melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/50/MEN/2012

136

Paragraf 4 IPOA-IUU. 137

Paragraf 16 IPOA-IUU. 138

Paragraf 21 IPOA-IUU. 139

Paragraf 24-27 IPOA-IUU.

Page 67: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

50

tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUUFishing

Tahun 2012-2016.

2.6. Pengaturan Perundang-Undangan Nasional yang Relevan dengan

Pemberantasan Illegal Fishing

Indonesia sebagai negara maritim atau negara kepulauan memiliki laut yang luas

bahkan lebih luas dari daratannya. Oleh karena itu Indonesia telah meratifikasi

Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Melalui Undang-Undang No. 17 Tahun 1985

tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea 1982

(UNCLOS), Indonesia mengesahkan/mengkodifikasi Konvensi Hukum Laut PBB

1982. Maka ketentuan-ketentuan yang ada dalam Konvensi Hukum Laut 1982

akan berlaku bagi Indonesia. Salah satunya ketentuan mengenai pembagian

wilayah laut yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 seperti yang telah

diuraikan sebelumnya. Selain itu, pengaturan mengenai wilayah laut Indonesia

juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan

Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,

wilayah perairan Indonesia meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan,

dan perairan pedalaman. Wilayah perairan tersebut menjadi wilayah yang berada

di bawah Kedaulatan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam

Pasal 4. Oleh karena itu Indonesia mempunyai wewenang penuh terhadap wilayah

tersebut dan dapat menetapkan hukum dalam wilayah kedaulatannya.140

140

Budiyono, Op.Cit., hlm. 84.

Page 68: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

51

Di daerah Zona ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) diatur dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEEI. Undang-Undang ini memuat

ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan di

ZEEI. Pada Pasal 4 dijelaskan dalam wilayah ZEEI, Indonesia mempunyai hak

berdaulat, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban atas sumber daya yang ada di

ZEEI.141

Dalam rangka melaksanakan hak berdaulat, hak-hak lain, yurisdiksi dan

kewajiban-kewajiban, aparatur penegak hukum Republik Indonesia yang

berwenang, dapat mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum sesuai dengan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Sektor pelayaran di perairan Indonesia semakin berkembang, oleh karena itu

Indonesia merevisi kembali Undang-Undang Pelayaran karena Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sudah tidak sesuai lagi dengan

kebutuhan penyelenggaraan pelayaran saat itu sehingga perlu diganti dengan

undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di

perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan

lingkungan maritim.142

Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Pelayaran berlaku juga bagi kapal

asing yang berlayar di perairan Indonesia.143

Kapal asing dilarang mengangkut

penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan

Indonesia.144

Hal yang berhubungan dengan kapal ikan dituangkan pada Bab IX

141

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEEI. 142

Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 143

Pasal 4 Huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 144

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Page 69: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

52

tentang Kelaiklautan Kapal. Kapal penangkap ikan sebelum melakukan operasi

juga harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal yang diberi setifikat

keselamatan oleh Menteri.145

Setiap kapal asing yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi

persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan

maritim sebagaimana dimaksud di atas dapat dikenakan pidana.146

Dalam hal

kapal asing yang tidak hanya berlayar di perairan Indonesia, tetapi juga

melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia diatur dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjadi Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-undang ini berlaku bagi setiap orang, baik

warga negara Indonesia maupun warga negara asing dan badan hukum Indonesia

maupun badan hukum asing, yang melakukan kegiatan perikanan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia; dan setiap kapal perikanan berbendera

Indonesia dan kapal perikanan berbendera asing, yang melakukan kegiatan

perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.147

Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Perikanan, usaha perikanan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan oleh warga

negara Republik Indonesia atau badan hukum Indonesia. Pengecualian terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau

badan hukum asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang

145

Pasal 126 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 146

Pasal 303 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 147

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Page 70: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

53

hal tersebut menyangkut kewajiban Negara Republik Indonesia berdasarkan

persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.148

Undang-Undang ini mengatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha

perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan,

dan pemasaran ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia dan di

ZEEI wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan

Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).149

Pada kenyataannya

kapal-kapal asing banyak yang tidak memenuhi syarat tersebut, dalam hal ini

tidak memiliki kelengkapan surat-surat tersebut. Bahkan ada juga yang memiliki

surat-surat yang ternyata merupakan surat palsu.150

Oleh karena itu Undang-

Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan mengatur tentang larangan

pemalsuan surat dan penggunaan SIUP, SIPI, dan SIKPI palsu.151

Selain itu setiap

kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki Surat

Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di pelabuhan perikanan

dan surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas perikanan dikeluarkan oleh

pengawas perikanan setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan

teknis.152

Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut, untuk

menegakkan hukum di Indonesia, berdasarkan undang-undang ini juga dibentuk

pengadilan perikanan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus

tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan

148

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 149

Pasal 26, 27, 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 150

Akhmad Solihin, Op.Cit., hlm. 163. 151

Pasal 28 A Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. 152

Pasal 42 dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Page 71: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

54

Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun

warga negara asing. Para pelaku illegal fishing tersebut akan diperiksa, diadili di

pengadilan lalu kemudian dijatuhkan putusan apabila terbukti bersalah. Para

pelaku yang bersalah, menurut undang-undang ini akan dijatuhkan berupa sanksi

administratif, pidana penjara, ataupun membayar denda.

Selain sanksi-sanksi tersebut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perikanan mengatur dengan tegas pemberian sanksi berupa pembakaran dan/atau

penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishingdi wilayah perairan

Indonesia. Hal ini tercantum dalam Pasal 69 ayat (4), bahwa dalam melaksanakan

fungsi sebagai penyidik dan/atau pengawas perikanan, penyidik dan/atau

pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran

dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan

bukti permulaan yang cukup.

Selain itu, dalam hal Penegakan hukum di Indonesia terkait kasus illegal fishing

di laut Indonesia,ditetapkan juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang

Kelautan. Sama seperti Undang-Undang Perairan, Undang-Undang Kelautan juga

menegaskan pembagian wilayah laut. Menurut Pasal 7, kedaulatan Indonesia

sebagai negara kepulauan meliputi wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan

kepulauan, dan laut teritorial, termasuk ruang udara di atasnya serta dasar laut dan

tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya.Kedaulatan Indonesia tunduk pada ketentuan peraturan perundang-

undangan, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun

Page 72: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

55

1982, dan hukum internasional yang terkait.153

Pada zona tambahan Indonesia

hanya mempunyai yurisdiksi tertentu. Sedangkan pada ZEE dan landas kontinen

mempunyai hak berdaulat seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

Menurut Pasal 56, dalam kaitannya dengan masalah illegal fishing, dibentuk

sistem pertahanan laut. Sistem pertahanan laut sebagaimana dimaksud pada Pasal

56 ayat (1) diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Pertahanan

laut tersebut di implementasikan dengan membentukBadan Keamanan Laut yang

mempunyai tugas melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah

perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.154

Dalam melaksanakan

tugasnya, Badan Keamanan Laut berwenang untuk:155

a. Melakukan pengejaran seketika;

b. Memberhentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan

menyerahkan kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk

pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan

c. Mengintegrasikan sistem informasi keamanan dan keselamatan di

wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia.

Selain diatur dalam undang-undang, penegakan hukum terkait dengan masalah

illegal fishing ditetapkan juga dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri,

dan Keputusan Menteri sebagai peraturan pelaksana undang-undang tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 mengatur tentang Perkapalan yang

merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008

153

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. 154

Pasal 61 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. 155

Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Page 73: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

56

tentang Pelayaran. Menurut PP ini, Setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal

asing yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan

keselamatan kapal.156

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 mengatur tentang

kegiatan usaha perikanan. Usaha perikanan yang dimaksud adalah usaha

penangkapan ikan dan/atau usaha pembudidayaan ikan di wilayah perikanan.157

Menurut Pasal 3 PP ini, Usaha perikanan di wilayah perikanan RI hanya boleh

dilakukan oleh perorangan warga negara RI atau badan hukum Indonesia

termasuk koperasi. Namun pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) hanya dapat diberikan di bidang penangkapan

ikan, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban Negara RI berdasarkan

ketentuan persetujuan internasional atau hukum internasional yang berlaku.158

Ketentuan tersebut berarti bahwa kapal perikanan berbendera asing tetap dapat

melakukan usaha perikanan dalam hal penangkapan ikan, namun hanya dapat

menangkap ikan di daerah ZEEI.159

Perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Surat Izin Usaha

Perikanan (SIUP).160

Begitu juga dengan Perusahaan perikanan asing yang akan

melakukan kegiatan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

wajib memiliki SIUP.161

Selain itu kapal perikanan berbendera asing yang

melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia wajib

156

Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. 157

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. 158

Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. 159

Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. 160

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. 161

Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan.

Page 74: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

57

dilengkapi dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal

Pengangkut Ikan (SIKPI) apabila kapal tersebut melakukan kegiatan

pengangkutan ikan.162

Surat izin dikeluarkan sesuai dengan GT (Gross Tonnage) kapal ikan.163

Mengenai penerbitan SIPI dan SIKPI diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan

dan Perikanan No. Per.16/Men/2010 tentang Pemberian Kewenangan SIPI dan

SIKPI Untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas 30 (Tiga Puluh) Gross Tonnage

Sampai Dengan 60 (Enam Puluh) Gross Tonnage Kepada Gubernur. Menurut

Permen tersebut, untuk kapal yang berukuran 10-30 GT (Gross Tonnage) menjadi

kewenangan bupati/wali kota, untuk kapal yang berukuran 30-60 GT menjadi

kewenangan gubernur.164

Sedangkan untuk kapal yang berukuran 60 GT keatas

menjadi kewenangan Dirjen Perikanan Tangkap.165

Surat izin yang dikeluarkan akan menentukan daerah atau lokasi penangkapan

ikan yang boleh dilakukan oleh pemegang surat tersebut. Penentuan daerah

penangkapan ikan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002

tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada

Departemen Kelautan dan Perikanan. Perusahaan perikanan Indonesia yang

menggunakan kapal penangkap ikan dengan bobot kurang dari 30 (tiga puluh)

Gross Tonnage beroperasi sampai 12 (dua belas) mil laut, kapal penangkap ikan

yang menggunakan kapal penangkap ikan dengan bobot lebih dari 30 (tiga puluh)

Gross Tonnage dan/atau yang mesinnya berkekuatan lebih besar dari 90 (sembilan

162

Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan. 163

Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. 164

Pasal 2 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.16/Men/2010. 165

Gatot Supramano, Op.Cit., hlm 38.

Page 75: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

58

puluh) Daya Kuda (DK) dan beroperasi di luar 12 (dua belas) mil laut. Sedangkan

Perusahaan perikanan asing yang menggunakan kapal penangkap ikan dan

mendapatkan izin beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).166

Penataan perizinan kapal asing diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor: Kep.60/Men/2001 tentang Penataan Penggunaan Kapal

Perikanan di ZEEI.

Selanjutnya, dalam penegakan hukum terkait masalah illegal fishing,Menteri

Kelautan dan Perikanan menetapkan peraturan Nomor Per.01/Men/2009 yang

mengatur tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Di

Wilayah Pengelolaan Perikanan RI perlu adanya pengawasan yang efektif untuk

menjamin terciptanya tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan

di bidang perikanan.167

Pengawasan perikanan di WPP-RI diatur dalam Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/Permen-Kp/2014 tentang Pelaksanaan

Tugas Pengawas Perikanan. Permen ini merupakan peraturan pelaksana dari

Undang–Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Pengawas perikanan merupakan

pegawai negeri sipil yang dapat berasal dari pegawai negeri sipil pada

Kementerian, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah

kabupaten/kota.168

166

Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan. 167

Pasal 1 Angka (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

17/Permen-KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan. 168

Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

17/Permen-KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan.

Page 76: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

59

Pengawas Perikanan melaksanakan tugas pengawasan terhadap penangkapan ikan

di WPP-RI.169

Pelaksanaan tugas Pengawas Perikanan tersebut dilakukan dengan

patroli pengawasan dan pemantauan pergerakan kapal perikanan.170

Jika dalam

pelaksanaan pengawasan perikanan ditemukan atau patut diduga adanya tindak

pidana perikanan dan adanya bukti permulaan yang cukup, pengawas perikanan

wajib menindaklanjuti dengan menyerahkan kepada penyidik di bidang perikanan

untuk diproses lebih lanjut. Penyerahan yang dimaksud termasuk diserahkannya

kapal dan/atau orang di pelabuhan tempat perkara tersebut untuk diproses lebih

lanjut.171

Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengeluarkan keputusan Nomor

Kep.50/Men/2012 yang mengatur tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan

dan Penanggulangan Illegal, Unreported, And Unregulated Fishing (IUU Fishing)

Tahun 2012-2016 yang merupakan bentuk penerapan dari the Code of Conduct

for Responsible Fisheries (CCRF). Untuk mengatasi masalah IUU Fishing yang

dituangkan dalam International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate

IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing) pada tahun 2001. IPOA-IUU Fishing tersebut

harus ditindaklanjuti oleh setiap negara, termasuk Indonesia dengan menyusun

rencana aksi pencegahan dan penanggulangan IUUFishing di tingkat nasional.

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan IUU Fishing

dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap unit organisasi di lingkungan Kementerian

Kelautan dan Perikanan dalam upaya mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU

169

Pasal 9 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/Permen-

KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan. 170

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor

17/Permen-KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan. 171

Pasal 17 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/Permen-

KP/2014 tentang Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan.

Page 77: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

60

Fishing sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, dan sebagai bahan

koordinasi untuk mencegah dan menanggulangi kegiatan IUU Fishing dengan

kementerian/instansi lain yang terkait. Adapun tujuannya adalah untuk

mendukung pengelolaan dan pembangunan perikanan yang tertib, bertanggung

jawab, dan berkelanjutan. Beberapa hal yang tertuang dalam Kepmen tersebut,

antara lain dirumuskan tentang upaya pencegahan IUUFishing di Indonesia

dilakukan dengan pengendalian, dan pengelolaan penangkapan ikan melalui

mekanisme perizinan, pengawasan perikanan, dan ditindaklanjuti dengan

Penegakan hukum. ―Kegiatan tersebut dilakukan melalui kerja sama dan

koordinasi antar instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan di laut, yaitu

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, TNI-AL, dan

Polisi Perairan.172

172

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, KKP Terbitkan Kepmen

Penanggulangan IUU Fishing, dapat diakses secara online di: http://kkp.go.id/index.php/ars

ip/c/9236/KKP-TERBITKAN-KEPMEN-PENANGGULANGAN-IUU-FISHING/?category_id=2.

Page 78: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

61

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penyusunan skripsi yang berjudul ―Tindakan Penegakan Hukum Terhadap Kapal

Asing yang Melakukan Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Indonesia‖ agar dapat terarah dan sistematis, maka skripsi ini dibuat berdasarkan

metode–metode tertentu. Hal ini disebabkan, suatu penelitian merupakan usaha

untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan.173

Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

(Normative Legal Research) yaitu penelitian hukum kepustakaan yang mengacu

pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan internasional dan peraturan

perundang-undangan.174

Kemudian juga mendasarkan pada karakteristik yang

berbeda dengan penelitian ilmu sosial pada umumnya.175

Sedangkan fokus

kajiannya adalah hukum positif, hukum positif yang dimaksud adalah hukum

yang berlaku suatu waktu dan tempat tertentu, yaitu suatu aturan atau norma

tertulis yang secara resmi dibentuk dan diundangkan oleh penguasa, di samping

173

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hlm.

2. 174

Soedjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet. 9,

Jakarta: Rajawali Press, 2006, hlm. 23. 175

Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Bandung: CV Lubuk

Agung, 2011, hlm. 43.

Page 79: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

62

hukum yang tertulis tersebut terdapat norma didalam masyarakat yang tidak

tertulis yang secara efektif mengatur perilaku anggota masyarakat.176

Normatif seringkali disebut dengan penelitian doctrinal yaitu objek penelitiannya

adalah dokumen perundang-undangan dan bahan pustaka.177

Hal yang paling

mendasar dalam penelitian ilmu hukum normatif, adalah bagaimana seorang

peneliti menyusun, merumuskan masalah penelitiannya secara tepat dan tajam,

dan bagaimana seorang peneliti memilih metode untuk menentukan langkah-

langkahnya serta bagaimana ia melakukan perumusan dalam membangun

teorinya.178

3.2. Pendekatan Masalah

Pendekatan diperlukan dalam sebuah karya tulis ilmiah untuk lebih menjelaskan

dan mencapai maksud serta tujuan penelitian. Pendekatan tersebut dimaksudkan

agar pembahasan dapat terfokus pada permasalahan yang dituju, sesuai dengan

ruang lingkup permasalahan yang dituju. Menurut the Liang Gie, pendekatan

adalah keseluruhan unsur yang dipahami untuk mendekati suatu bidang ilmu dan

memahami pengetahuan yang teratur, bulat, mencari, sasaran yang ditelaah oleh

ilmu tersebut.179

Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan ialah adanya

perkembangan ilmu hukum positif, sehingga terdapat pemisahan yang jelas antara

ilmu hukum positif dengan ilmu hukum yang teoritis.180

Karya tulis ilmiah ini menggunakan pendekatan hukum normatif, atau penelitian

176

Ibid. 177

Soedjono & Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 56. 178

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008, hlm. 80. 179

Liang gie, Ilmu Politik:Suatu Pembahasan tentang pengertian, kedudukan, Lingkup Metodologi,

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1982, hlm. 47. 180

Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hlm.80.

Page 80: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

63

hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder.181

Pendekatan ini dilakukan untuk mempelajari

dan mengkaji permasalahan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat

internasional, sehingga memudahkan penulis untuk menggambarkan dan

memaparkan mengenai tindakan penegakan hukum terhadap kapal asing yang

melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

3.3. Sumber Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

3.3.1. Sumber Data

Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian

hukum terletak pada sumber datanya.182

Sumber data adalah subjek dari mana

data dapat diperoleh.183

Sumber utama penelitian ilmu hukum normatif adalah

bahan hukum, karena dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan

hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif.184

Data yang diperoleh

dan diolah dalam penelitian hukum jenis data sekunder yang dalam penelitian ini

dijadikan sebagai bahan hukum primer.

Bahan diperoleh dari sumber kepustakaan, yakni data yang didapatkan melalui

kegiatan studi dokumen berupa buku-buku, makalah, peraturan Internasional dan

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tindakan penegakan

hukum terhadap kapal asing yang melakukan illegal fishing di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Indonesia.185

Bahan hukum yang hendak dikaji atau

181

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009, hlm. 13-14. 182

Bahder Johan Nasution, Op.Cit., hlm. 86. 183

Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hlm. 114. 184

Ibid. 185

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Op.Cit., 2006, hlm. 115.

Page 81: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

64

menjadi acuan berkaitan dengan permasalahannya dalam penelitian, yaitu:

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan–bahan hukum yang mempunyai

kekuatan hukum mengikat.186

Pada skripsi ini bahan hukum primernya

terdiri dari:

a. United Nations Convention on The Law of The

Sea1982(UNCLOS)

b. Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)

c. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate

Illegal, Unreported, Unregulated Fishing 2001 (IPOA-IUU

Fishing)

d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang tentang

Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea

1982 (UNCLOS 1982)

e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Ekslusif Indonesia

f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan

g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

h. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional

Indonesia

i. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

186

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press),

2007, hlm. 52.

Page 82: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

65

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu terdiri dari bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer,187

seperti buku-buku, skripsi-

skripsi, surat kabar, artikel internet, hasil-hasil penelitian, pendapat para

ahli atau sarjana hukum yang dapat mendukung pemecahan masalah yang

diteliti dalam penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder, yang lebih dikenal

dengan nama bahan acuan bidang hukum atau rujukan bidang hukum.188

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan diolah dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan berbagai

ketentuan perundang-undangan, dokumentasi, mengumpulkan literatur, serta

mengakses internet berkaitan dengan permasalahan dalam lingkup hukum

internasional.189

Studi kepustakaan dilakukan penulis dengan membaca dan

memahami buku-buku, jurnal-jurnal maupun artikel-artikel, serta bahan bacaan

yang berkaitan dengan pokok-pokok penelitian dalam skripsi ini.

3.3.3. Metode Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh telah terkumpul, maka berikutnya yang dilakukan

adalah data tersebut diolah agar dapat memberikan gambaran mengenai masalah

yang diajukan. Untuk mendapatkan suatu gambaran dari data yang diolah, perlu

187

Ibid. 188

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm. 41. 189

Ibid.

Page 83: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

66

adanya analisis sebagai akhir dari penyelidikan.190

Pengolahan data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Seleksi data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data

tersebut sudah lengkap sesuai dengan keperluan penelitian.

2. Klarifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang atau

pokok bahasan agar mempermudah dalam menganilisisnya.

3. Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang telah

ditetapkan dalam penelitian sehingga mempermudah dalam

menganalisisnya.

3.4. Analisis Data

Penulisan skripsi ini penulis menggunakan bahan-bahan yang diperoleh dari

tinjauan kepustakaan yang bersumber dari buku-buku dan literatur lain. Data yang

diperoleh penulis akan dianalisa secara normatif, yaitu membandingkan data yang

diperoleh dengan aturan hukum.Setelah keseluruhan data yang diperoleh sesuai

dengan bahasannya masing-masing. Selanjutnya, tindakan yang dilakukan adalah

menganalisis data. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah analisis

kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang

teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan

interpretasi data dan analisis.191

190

Umu Hilmy, Metodologi Penelitian dari Konsep Ke Metode: Sebuah Pedoman Praktis

Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian, Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,

2000. 191

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004,

hlm.127.

Page 84: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

98

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian fakta yang telah dijabarkan sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Indonesia mengambil tindakan tegas dalam penegakan hukum di wilayah

pengelolaan perikanannya. Di wilayah perairan Indonesia, berdasarkan

Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perikanan, Indonesia membakar dan/ataumenenggelamkan setiap kapal

asing yang melakukan illegal fishing dan awak kapalnya dapat ditahan

serta dikenakan sanksi pidana. Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan

hukum internasional yaitu Pasal 2 UNCLOS 1982, yang menyatakan

bahwa laut teritorial, perairan pedalaman, dan perairan kepulauan yang

selanjutnya disebut perairan Indonesia merupakan wilayah kedaulatan

Republik Indonesia, maka Indonesia berwenang menetapkan hukum

nasionalnya demi menjaga kedaulatannya.Sedangkan di ZEEI, Indonesia

hanya memberikan sanksi berupa denda administrasi dan meminta

reasonable bond (uang jaminan yang layak) kepada kapal asing tersebut

untuk kemudian kapal dan awak kapalnya harus segera dilepaskan sesuai

dengan ketentuan Pasal 73 UNCLOS 1982.

Page 85: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

99

2. Tindakan penegakan hukum di Indonesia dilakukan berdasarkan prosedur

yang diatur dalam KUHAP. Dengan diberlakukannya Undang-Undang

Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, Indonesia dapat membakar

dan/atau menenggelamkan kapal perikanan yang berbendera asing yang

melakukan illegal fishing di perairan Indonesia tanpa harus menunggu

proses peradilan ataupun putusan dari hakim. Kapal asing dapat dibakar

dan/atau ditenggelamkan hanya berdasarkan adanya bukti permulaan yang

cukup bahwa kapal tersebut telah melakukan tindak pidana dan setelah

mendapat persetujuan dari ketua pengadilan negeri. Namun tindakan

tersebut menimbulkan reaksi dari negara lain dan bertentangan dengan

sistem peradilan pidana (Crimnal Justice System), maka pada

perkembangannya Indonesia mulai menerapkan proses peradilan terhadap

setiap kasus illegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing agar sesuai

dengan sistem peradilan pidana tersebut. Sehingga eksekusi pembakaran

dan/atau penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing

adalah berdasarkan proses peradilan dan berdasarkan putusan hakim yang

mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht). Sementara kapal asing

beserta awak kapalnya yang melakukan illegal fishing di ZEEI akan

ditahan dan akan dilepaskan setelah membayar sanksi administrasi dan

membayaruang jaminan yang layak (reasonable bond). Penegakan hukum

terhadap illegal fishing dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan

Perikanan serta instansi terkait lainnya yang terkoordinasi dalam Forum

Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di bidang Perikanan.

Page 86: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

100

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat maka dapat diajukan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Praktik illegal fishing sangat merugikan Indonesia, sudah seharusnya

Indonesia harus mengatasi masalah tersebut. Tindakan tegas yang

dilakukan Indonesia dalam menegakkan hukum dan menjaga kedaulatan

dengan membakar dan/atau menenggelamkan kapal asing tidaklah cukup,

karena itu merupakan tindakan represif. Seharusnya Indonesia juga

melakukan tindakan pencegahan yang efektif, yaitu pengawasan yang

lebih ketat. Selain itu, dibutuhkan sarana dan prasarana dalam melakukan

pengawasan, antara lain kapal patroli yang lebih banyak, alat komunikasi

yang canggih, Vessel Monitoring System (VMS), pesawat patroli udara,

radar pantai, sistem pengawasan masyarakat (SISWASMAS),

kelembagaan, senjata api sebagai alat pengaman diri, dan personil

pengawas perikanan yang lebih banyak lagi.

2. Semua tindakan penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan

illegal fishing di wilayah perairan Indonesia, lebih baik dilakukan setelah

melalui proses peradilan terlebih dahulu, agar tidak mendapatkan protes

dari negara lain sehingga hubungan dengan negara lain tetap terjaga

dengan baik, serta agar proses penegakan hukum terhadap illegal fishing

tidak bertentangan dengan Sistem Peradilan Pidana Indonesia(The

Criminal Justice System). Jadi kita boleh melakukan tindakan tegas demi

kebaikan negara, namun sebaiknya dilakukan dengan cara atau prosedur

yang baik juga yang sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Sistem

Page 87: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

101

Peradilan Pidana Indonesia (The Criminal Justice System). Sedangkan

dalammenegakkan hukum di ZEEI, Indonesia harus memperhatikan

ketentuan UNCLOS 1982 dalam menetapkan uang jaminan yang

dikenakan ke kapal asing, yaitu penetapan jumlah uang jaminan harus

berdasarkan unsur ―kelayakan (reasonable)‖, tidak boleh menetapkan

jumlah yang terlalu tinggi. Selain itu juga harus memperhatikan ketentuan

pada International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS), yaitu

penetapan jumlah uang jaminan harus sesuai dengan ukuran kapal, nilai

kapal, bahan bakar, peralatan penangkap ikan dan jumlah ikan yang

ditangkap. Jika perlu dibuat peraturan yang dituangkan dalam suatu

peraturan nasional dalam kaitannya dengan besarnya uang jaminan

tersebut agar adanya suatu kepastian hukum.

Page 88: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala. 2002. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi

revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anwar, Chairil. 1989. Horizon Baru Hukum Laut Internasional, KHL 1982,

Jakarta: Djambatan.

Anwar, Khaidir. 2011. Hukum Internasional II, Bandar Lampung: Universitas

Lampung.

Arief, Barda Nawawi. 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem

Peradilan Pidana Terpadu, Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.

Arief, Barda Nawawi. 2002. Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta.

Brownlie, Ian. 1979. Principles of Public International Law, Oxford: Oxford

University Press.

Budiyono, 2014. Pembatasan Kedaulatan Negara Kepulauan Atas Wilayah Laut,

Bandar Lampung: Justice Publisher.

Danusaputro, Munadjat. 1984. Tata Lautan Nusantara Dalam Hukum dan

Sejarahnya, Bandung: Binacipta.

Gie, Liang. 1982. Ilmu Politik: Suatu Pembahasan tentang pengertian,

kedudukan, Lingkup Metodologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Hamzah, Andi. 2001 Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Hartono, M. Dimyati. 1977. Hukum Laut Internasional, Jakarta: Bhratara Karya

Aksara.

Page 89: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Heryandi, 2013. Hukum Laut Internasional, Fakultas Hukum: Universitas

Lampung.

Ilmy, Umu. 2000. Metodologi Penelitian dari Konsep Ke Metode: Sebuah

Pedoman Praktis Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian, Malang:

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1983. Hukum Laut Internasional, Bandung: Binacipta.

------------- . 1986. Hukum Laut Internasional, Bandung: Binacipta.

Lantoranda, Akbar Surya. 2013. Analisa Terhadap Putusan Hakim Dalam

Menjatuhkan Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Ikan Oleh

Warga Negara Asing Di Wilayah Perairan Indonesia, Malang: Universitas

Brawijaya.

Marpaung, Leden. 1992. Tindak Pidana Wilayah Perairan (Laut) Indonesia,

Jakarta: Sinar Grafika.

Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Era

Dinamika Global, Bandung: Alumni.

Muthalib, Abdul. 2011. Zona-Zona Maritim Berdasarkan Konvensi Hukum Laut

1982 dan Perkembangan Hukum Laut Indonesia, Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

------------- . 2013. Zona-Zona Maritim Berdasarkan KHL 1982 dan

Perkembangan Hukum Laut Indonesia, Lampung: Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra

Aditya Bakti.

M. Ghufran, 2015. Pengelolaan Perikanan Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Baru

Press.

M. Faal. 1991. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Deskresi Kepolisian),

Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Nasution, Bahder Johan, 2008. Metode Penelitian Hukum, Bandung: Mandar

Maju.

Neta, Yulia & M. Iwan Satriawan, 2013. Ilmu Negara, Bandar Lampung: PKKPU

FH Universitas Lampung.

Patriana, I Wayan. 1990. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar

Maju.

Page 90: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Prodjodikoro, R. Wirjono. 1991. Hukum Laut Bagi Indonesia, Jakarta: Sumur

Bandung.

Purbacaraka, Purnadi & Soerjono Soekanto, 1979. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan

Tata Hukum, Bandung: Alumni.

Reksodiputro, Mardjono. 1997. “Survei dan Riset Untuk Sistem Peradilan Pidana

Yang Lebih Rasional”, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana,

Kumpulan Karangan Kedua, Jakarta: Universitas Indonesia.

Renhoran, Maimuna. 2013. Strategi Penanganan IUU Fishing di Laut Arafura,

Jakarta: Universitas Indonesia.

Rokhimin, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu, Jakarta: Pradnya Paramita, Cetakan Pertama.

Rudy, T. May. 2002. Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama.

R. Agoes, Etty. 1991. Konvensi Hukum Laut 1982: Masalah Pengaturan Hak

Lintas Kapal Asing, Bandung: Abardin.

Sasongko, Wahyu. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Siombo, Marhaeni. 2009. Pengaruh Metode Penyuluhan dan Motivasi Nelayan

Terhadap Pengetahuan Tentang Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

(Eksperimen Pada Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke,

Jakarta Utara 2008), Sinopsis Desertasi Program Pacasarjana, UNJ, Jakarta.

Situmorang, Victor. 1987. Sketsa Asas Hukum Laut, Jakarta: Bina Aksara.

Soehino, 1980. Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty.

Soedjono, Wiwoho. 1983. Pengangkutan Laut Dalam Hubungannya dengan

Wawasan Nusantara, Jakarta: Bina Aksara.

Soedjono & Abdurahman. 2003. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka

Cipta.

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, cet. 9, Jakarta: Rajawali Press.

------------- . Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

------------- . 2007. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia

(UI-Press).

Page 91: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Solihin, Akhmad. 2008. Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated

(IUU) Fishing Menurut Hukum Internasional dan Implementasinya Dalam

Peraturan Perundang-Undangan Nasional, Tesis, Universitas Padjadjaran

Bandung.

Starke, J.G. 1992. Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Sinar Grafika:

Jakarta.

------------- . Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepluh, Jakarta: Sinar

Grafika.

Subagyo, R. Joko. 1993. Hukum Laut Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi & Alimudin, 2011. Hukum Perikanan di Indonesia, Palu: Sinar Grafika.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1982. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Thontowi, Jawahir & Pranoto Iskandar, 2006. Hukum Internasional Kontemporer,

Bandung: PT Refika Aditama.

Warasih, Esmi. 2005. Lembaga Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,

Suryandaru, Utama, Semarang.

Wijayanti, Asri & Lilik Sofyan Achmad, 2011. Strategi Penulisan Hukum,

Bandung: CV Lubuk Agung.

Zulkifli & Jimmy, 2012. Dictionary of Law, Surabaya: Grahamedia Press.

B. Jurnal, Artikel, Makalah, Majalah, Koran, Sumber Internet, dan

Sumber lainnya

Badan Keamanan Laut RI, Fungsi Bakamla, dapat diakses di http://bakamla

.go.id/home/tugas_fungsi. Lihat juga Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 178

Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut.

Berita online. Ditenggelamkan Susi: Cara Kapal Thailand Mencuri, 2015, dapat

diakses di http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/02/09/090640966/ditengg

elamkan-susi-cara-kapal-thailand-mencuri.

Berita online. Illegal Fishing Kejahatan Transnasional yang Dilupakan, dapat

diakses di http://news.detik.com/read/2009/10/09/080806/1218292/471/ill

egal-fishing-kejahatan-transnasional-yang-dilupakan.

Berita online. InternationalNews, Media Thailand Protes Penenggelaman Kapal,

Ini Reaksi RI, dapat diakses di http://international.sindonews.com/read/947

Page 92: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

375/40/media-thailand-protes-penenggelaman-kapal-ini-reaksi-ri-

1420625646.

Berita online. Kapal Pencuri Ikan Ditenggelamkan Indonesia, Ini Reaksi

Malaysia, dapat diakses di http://international.sindonews.com/read/948812

/40/kapal-pencuri-ikan-ditenggelamkan-indonesia-ini-reaksi-malaysia-

1420884073.

Berita online. Kebijakan Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan, dapat diakses di htt

p://luar-negeri.kompasiana.com/2014/12/02/kebijakan-penenggelaman-kapa

l-perlu-disosialisasikan-agar-tidak-ganggu-hubungan-dengan-negara-lain-

689833.html.

Berita online. Konsekuensi Penenggelaman Kapal, dapat diakses di http://nasional

.sindonews.com/read/935809/18/konsekuensi-penenggelaman-kapal-14

18270847/1.

Berita Online, Menteri Susi Gregetan Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan Tanpa

Pengadilan, 8 Oktober 2015, dapat diakses di http://news.detik.com/

berita/3039341/menteri-susi-gregetan-tenggelamkan-kapal-pencuri-ikan-

tanpa-pengadilan.

Berita online. Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal Fishing, dapat diakses di

http://finance.detik.com/read/2014/12/01/152125/2764211/4/menteri-susi-

kerugian-akibat-illegal-fishing-rp-240-triliun.

Berita online, Penegakan Hukum Menurut Para Ahli, dapat diakses di: http://ww

w.pengertianartidefinisi.com/pengertian-penegakan-hukum-men

urut-para-ahli/.

Berita online. Penenggelaman Kapal Asing, dapat diakses di http://nasional.komp

as.com/read/2014/12/12/14000081/Penenggelaman.Kapal.Asing.

Berita online. RI Harus Antisipasi Reaksi Keras Soal Penenggelaman Kapal,

dapat diakses di http://wartaharian.net/berita/109-nasional/20189-ri-harus-

antisipasi-reaksi-keras-soal-penenggelaman-kapal.html.

Berita online. Sekilas Tentang Alam Indonesia, dapat diakses di http://www.travel

indonesia.org/sekilas-tentang-alam-indonesia/.

Berita online, Situs Berita dan Informasi Lingkungan, Penenggelaman Kapal

Asing, Bukti Indonesia Serius Perangi Illegal Fishing, Oktober 2015, dapat

diakses di http://www.mongabay.co.id/2015/10/20/penenggelaman-kapal-as

ing-bukti-indonesia-serius-perangi-illegal-fishing/.

Page 93: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Berita online. Soal Kapal Asing, Vietnam Minta Indonesia Patuhi Hukum

Internasional, dapat diakses di http://www.tribunnews.com/internasional

/2014/12/12/soal-kapal-asing-vietnam-minta-indonesia-patuhi-hukum-

internasional.

Ejournal. 2011. Upaya Hukum Indonesia Mengajukan Landas Kontinen Ekstens,

dapat diakses secara online di http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/2012070

81310382587/15.pdf.

FAO, Technical Guidelines For Responsible Fisheries, Implementation of The

Intenational Plan of Action To Prevent, Deter and Eliminate Illegal,

Unreported and Unregulated Fishing, Fiat Panis, 2012. Dapat diakses

secara online di http://www.imcsnet.org/imcs/docs/implementation_

ipoa.pdf.

FAO, Pengelolaan Perikanan (Fisheries Managment), Divisi Publikasi FAO

PBB, Roma 1997, hlm. 7. Dapat diakses secara online di http://www.fao.org

/publications/en/.

Jimly Asshiddiqie, Makalah, Penegakan Hukum, dapat diakses di http://www

.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, KKP Terbitkan

Kepmen Penanggulangan IUU Fishing, dapat diakses secara onlie di: http://

kkp.go.id/index.php/ars.

------------- . KKP Terbitkan Kepmen Penanggulangan IUU Fishing, dapat diakses

secara onlie di http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/9236/KKP-TERBITKAN-

KEPMEN-PENANGGULANGAN-IUU-FISHING/?category_id=2.

Marudut Hutajulu, “Analisis Hukum Pidana Terhadap Pencurian Ikan Di Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik

Indonesia (Studi Putusan No:03/Pid.Sus.P/2012/Pn.Mdn)”, USU Law

Journal, Volume II Nomor I, Februari 2014, hlm.236. Dapat diakses secara

online di http://download.portalgaruda.org/article.php?article=147257&

val=4099&title=ANALISIS%20HUKUM%20PIDANA%20TERHADAP%

20PENCURIAN%20IKAN%20DI%20ZONA%20EKONOMI%20EKSKL

USIF%20INDONESIA%20WILAYAH%20PENGELOLAAN%20PERIKA

NAN%20REPUBLIK%20INDONESIA%20%28STUDI%20PUTUSAN%2

0NO:%2003/PID.SUS.P/2012/PN.MDN

Popi Tuhulele, Upaya Hukum Indonesia Mengajukan Landas Kontinen Ekstensi

(Antara Peluang dan Tantangan), Jurnal Perspektif, Volume 16 Nomor 3,

2011, ISSN : 1410-3648, Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon,

Page 94: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

2011, hlm. 184. Dapat diakses secara online di http://ejournal.uwks.ac.id/my

files/201207081310382587/15.pdf.

Purwito Martosubroto, “Implementation of the Code of Conduct for Responsible

Fishereis in the Marine Fisheries Sector, Indonesian Journal of

International Law, Vol 2, Nomor 3, April 2005, Jakarta, hlm. 8. Dapat

diakses di http://ijil.ui.ac.id/index.php/home/article/view/92.

Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen

Kelautan dan Perikanan, Penggunaan VMS Dalam Pengelolaan

Sumberdaya Perikanan, dapat diakses di https://www.google.com/url?sa=t

&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEw

iNoqy-kdXJAhVLkJQKHTqGAAIQFggyMAQ&url=http%3A%2F%2Fww

w.openpaper.its.ac.id%2Fdownload.php%2F%3Fidf%3D22&usg=AFQjCN

EdKnP_CuHjSOp5iSrQXhiaaFOOIA&sig2=gVPqtXQJV2cM6LrM6kLk9g

&bvm=bv.109910813,d.dGo).

Rokhmin Dahuri. Selamatkan Indonesia dari Illegal Fishing., Majalah Samudera,

Mei 2012, dapat diakses di http://rokhmindahuri.info/2012/10/04/selamat

kan-indonesia-dari-IUU-Fishing/.

Susanto Masita, Law Enforcement of Illegal Fishing In Arafura Sea, dapat diakses

di http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/3d820644ecf4698c467865141a42

bcdc.pdf.

Sekolah Tinggi Perikanan. KKP Terbitkan Kepmen Penanggulangan IUU

Fishing, dapat diakses secara online di http://www.stp.kkp.go.id/index.

php/arsip/c/860/KKP-Terbitkan-Kepmen-Penanggulangan-IUU-Fishing/.

Usmawadi Amir. “Penegakan Hukum IUU Fishing Menurut UNCLOS 1982

(Studi Kasus: Volga Case)”, Jurnal Opinio Juris, Vol. 12, Januari—April

2013, dapat diakses secara online di: http://pustakahpi.kemlu.go.id/app/Pene

gakan%20Hukum%20IUU%20Fishing%20menurut%20UNCLOS%201982

%20.pdf.

Universitas Pembangunan Nasional, Upaya Indonesia mengatasi Illegal Fishing

ditingkat nasional, dapat diakses secara online di: http://library.upnvj.ac.id

/pdf/s1hi09/204613018/bab3.pdf.

Page 95: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

C. Dokumen

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF).

International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported,

Unregulated Fishing 2001 (IPOA-IUU Fishing).

Statuta Mahkamah Internasional.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Tentang : Pengesahan United

Nations Convention On. The Law Of The Sea 1982 (UNCLOS 1982).

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tentara Nasional Indonesia

Undang-Undang 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Undang-Undang Nomorr 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan.

Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan

Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan

Perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per/18/Men/2011 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

Per.13/Men/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di

Bidang Perikanan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.01/Men/2009 tentang

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.16/Men/2010 tentang

Pemberian Kewenangan SIPI dan SIKPI Untuk Kapal Perikanan Berukuran

Page 96: “TINDAKAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAPAL ASING …digilib.unila.ac.id/21785/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata ... tenaga dan pikirannya

Di Atas 30 (Tiga Puluh) Gross Tonnage Sampai Dengan 60 (Enam Puluh)

Gross Tonnage Kepada Gubernur.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN-KP/2014 tentang

Pelaksanaan Tugas Pengawas Perikanan.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.50/Men/2012 tentang

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Illegal,

Unreported, And Unregulated Fishing (IUU Fishing) Tahun 2012-2016.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan

Koordinasi Keamanan Laut.

Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan Keamanan Laut.


Recommended