+ All Categories
Home > Documents > to · terhadap Undang Undang Dasar 1945 yang rnenyangkut pasal-pasal tentang hal itu. Tentu saja...

to · terhadap Undang Undang Dasar 1945 yang rnenyangkut pasal-pasal tentang hal itu. Tentu saja...

Date post: 24-Oct-2020
Category:
Upload: others
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
29
Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu politik ISSN 1,41.0-4946 Volume 4, Nomor 1., Juli 2000 PEMILIHAN PRBSIDBN DAN PBNCIPTAAN MEKANISME CHECKS AND BALANCES: MENUJU PENCIPTAAN SISTEM PRESIDENSIAL MURNI* Afan Gaffar** Abstract The attempt to question the legitimacy of president Abdurrahman wahid has led to reemergence of the idea of having a direct election for the filling the President pos{, instead of having an indirect election, namely through the people,s Consultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat or MPR)- This article rejects the idea of engaging in a constitutional reform on a reactive for a short terms interest. If we are committed to have a direct election for recruiting president, we have to do it thoroughly and comprehensively based on a well-chosen design. For that purpose, this arficje outlines some mechanisms for direct election for the president. We have to decide which mechanism fit to Indonesian political Iife. More whichever mechanism we choose it has to fit with the idea of establishing check and balances. Kata-kata kunci: pemilihan presiden, sistem presidensial murni, mekanisme checks and balances Makalah ini pada luJanyl disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Lemhannas, di Jakarta pada tanggal Zf Uiretl2000, kemudian dilakukan beberapa revisi. Penulis adalah Guru Besar Ilmu Pemerintahan pada Fakultas llmu Sosial dan IImu Politik, Universitas Gadjah Mada dan menjadi fulubat Pelaksana Deputi Bidang Pemberdayaan Legislasi Daerah pada Kantor irlenteri Negara Otomi Daerah, Republif Indonesia. 33
Transcript
  • Jurnal Ilmu Sosial & Ilmu politik ISSN 1,41.0-4946

    Volume 4, Nomor 1., Juli 2000

    PEMILIHAN PRBSIDBN DANPBNCIPTAAN MEKANISME CHECKS AND BALANCES:

    MENUJU PENCIPTAAN SISTEM PRESIDENSIAL MURNI*

    Afan Gaffar**

    Abstract

    The attempt to question the legitimacy of presidentAbdurrahman wahid has led to reemergence of the idea ofhaving a direct election for the filling the President pos{, insteadof having an indirect election, namely through the people,sConsultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat orMPR)- This article rejects the idea of engaging in aconstitutional reform on a reactive for a short terms interest. Ifwe are committed to have a direct election for recruitingpresident, we have to do it thoroughly and comprehensivelybased on a well-chosen design. For that purpose, this arficjeoutlines some mechanisms for direct election for the president.We have to decide which mechanism fit to Indonesian politicalIife. More whichever mechanism we choose it has to fit withthe idea of establishing check and balances.

    Kata-kata kunci: pemilihan presiden, sistem presidensialmurni, mekanisme checks and balances

    Makalah ini pada luJanyl disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakanoleh Ikatan Alumni Lemhannas, di Jakarta pada tanggal Zf Uiretl2000, kemudiandilakukan beberapa revisi.Penulis adalah Guru Besar Ilmu Pemerintahan pada Fakultas llmu Sosial dan IImuPolitik, Universitas Gadjah Mada dan menjadi fulubat Pelaksana Deputi BidangPemberdayaan Legislasi Daerah pada Kantor irlenteri Negara Otomi Daerah, RepublifIndonesia.

    33

  • Jumal llmu Sosial & IImu Politik Vol' 4I{o 1, /uli 2000

    Pengantar

    Setelah berakhimya kekuasaan Presiden Suharto pada tanggal21 Mei 1998, masyarakat Indonesia memasuki sebuah era baru, yaitutransisi menuju kehidupan demokrasi yang sudah lama sekalidiimpikan. Masa-masa tahun 1998 sampai dengan sekarang ini,menurut hemat saya, merupakan masa yang sangat menentukan didalam crafting of our democracyt masa untuk merenda demokrasiIndonesia. Oleh karena itu adalah menjadi tugas kita semua untukikut memikirkan bagimana kita membuat grand design demokrasiIndonesia masa depan. Sejalan dengan itu, Badan Pekerja MPRdengan Panitia Ad-Hoc-nya juga sedang melaksanakan tugas yangsangat berat untuk memikirkan referendum terhadap UUD 1945. Olehkarena itu pada kesempatan ini saya hendak mengajukan dua agendautama yang berkaitan dengan usaha membangun demokrasi masadepan di Indonesia. Pertama, agenda pemikiran tentang bagaimanakita menemukan cara atau mekanisme pemilihan Presiden yang dapatmenghasilkan sebuah pemerintahan negara yang memiliki tingkatlegitimasi yang ti.gg;t. Kedua, agenda membangun format demokrasidengan menciptakan mekanisme checks and balances sehinggaparameter yang umum bagi demokrasi dapat diwujudkan dalamkehidupan kita sehari-hari (Gaffar, 1999).

    Diskusi publik tentang mekanisme pemilihan Presidenternyata mencuat kembali ke permukaan, setelah mengenduPbeberapa lama. Sebelumnya mantan Presiden Habibie termasuk yangsangat menonjol membicarakan kemungkinan pemilihan Presidensecara langsung. Wacana publik ini kemudian berkembang ketikaKetua AIPI, Professor Nazaruddin Syamsuddin, menyampaikanidenya pada Panitia Ad Hoc I, Badan Pekerja MPR. Munculnyakehendak untuk mengubah mekanisme pemilihan presidentampaknya punya kaitan langsung ataupun tidak langsung dengankenyataan politik yang pernah dialami beberapa waktu yang lalu,yaitu seseorang yang berasal dari sebuah partai politik yang tidakmerupakan partai mayoritas ternyata karena proses negosiasi dankoalisi yang berkembang sebelum SU MPR mampu memenangkankursi kepresidenan. Itulah yang menghantarkan Abdurrahman

    34

  • Afan Gaffar, Pemilihan Presiden dan penciptaan Mekanisme..

    Wahid menemPati kursi kepresidenannya sekarang ini. Ia dari partaiIKB yal8 meruPakan partai minoritas, tetapi karena koalisi yangdibentuk oleh Ketua PAN Amien Rais, maki Abdurrahman wahidmenjadi presiden.

    Alasan 111" yalg banyak dikemukakan adalah yangmenyangkut legitimasi kekuasaan bagi yang memegang jabatan-.Karena pemerintahannya berasal dari partai minoritas makadianggap tingkat legitimasinya rendah. Pendapat seperti ini sangatsulit untuk dipertahankan, karena legitimasi tidak cukup hanya diuliurdari besaran dukungan yang diperoleh seseorang. Legitimasi dapatj,rgu dilihat dari dimensi prosedural. Seseorang yang sudah terpilihdengan mekanisme yang demokratik, seperti pemilihan presiden RIpada bulan Oktober 1999 yang menghasilkan pemerintahanAbdurrahman Wahid, mestinya tidak akan diragukan, apalagidipersoalkan legitimasinya. Dari segi prosedural dan representasipemerintahan sekarang ini sudah sangat legitimafe, karena syahmenurut prosedur demokrasi, dan j,rga mendapat dukunganmayoritas mutlak, yaitu lebih dari setengah anggota MPR.

    Mengubah mekanisme pemilihan presiden akan membawairnplikasi yang sangat luas b"gr kehidupan politik nasional Indonesia.Pertama, kita harus melakukan amendemen secara mendasarterhadap Undang Undang Dasar 1945 yang rnenyangkut pasal-pasaltentang hal itu. Tentu saja melakukan amendemen terhadupkonstitusi bukanlah pekerjaan mudah, semuanya harusdipertimbangkan: dimensi filosofis dan normati fnya, implikasiproseduralnya, dan lain sebagainya. Kedua, kita harus jrgumelakukan perubahan yang mendasar terhadap Undang Undangyang menyangkut pemilihan umum, kedudukan DPR/MPR, danseiumlah produk hukum lainnya. Tentu saja hal itu akan membawaimplikasi yang sangat kompleks dalam kehidupan politik nasional.

    Ketiga, kita harus memperhitungkan dengan jelas dan matangtentang sistem pemilihan Presiden yang paling cocok dengan kontekskehidupan sosial kita yang tidak akan membawa gejolak politik yangluas, dan yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Tentusaia perlu dilakukan diskusi yang terbuka tentang mana yang lebihtepat antara pemilihan langsung dengan pemilihan tidak langsung,apakah kita dapat mengadopsi pemilihan model Amerika dengan

    35

  • /urnal flmu Sosial & IImu politih Vol. 4 No l,Iuli 2000

    mengSunakan sistem memilih Dewan Pemilih (Electoral College)dengan menggunakan sistem distrik ataupun model lain yang le6ihtepat. Oleh karena itu kita sebaiknya jangan tergesa-gesa menentukanpilihan model dan mekanisme mana yang paling cocok sebelum kitamelakukan diskusi-diskusi yang intensif. Melalui tulisan ini savahendak mengajak semua pihak, apakah kalangan politisi ataupunakademisi untuk melakukan dialog mengenai mekanisme pemilihanPresiden di Indonesia di masa-masa yang akan datang. Menuruthemat saya sudah waktunya kita menentukan pilihan untukmenciptakan sebuah sistem yang jelas, apakah itu sistem pemerintahanpresidensial murni ataukah merupakan campuran dengan sistemyang lamnya.

    Mekanisme Pemilihan Presiden: Versi UUD'45 dan Implikasinya

    Undang UndangDasar 1,945 menentukanbahwa Presiden dipilih olehMajelis PermusyawaratanRakyat. Sementara itu MPRkeanggotaannya terdiri darianggota DPR, anggotawakil Utusan Daerah,Anggota Wakil UtusanGolongan. Kemudiandengan perkembanganpolitik yang terjadi dalammasa-masa tahun 1960an-L990an, ditambah satukelompok anggota MPR,yaitu Anggota MPR yang

    Tabel 1Kekuatan Fraksi di DPR dan MPR

    DPR

    MPR

    UtusanDaerah

    Total

    PDI.P 135 32 185

    GOLKAR 1,20 62 1,82

    PPP 58 1.2 70

    PAN 51 6 57

    PKB 34 8 3lPBB 13 13

    Partai Keadilan 7 7P.lslamLainnva 9 9P. Lainnya 17 2 1,9TNI 38 38Utusan Gol. 73 73

    Sumber: Dari berbagai media rnssa

    t Ad" yang berpendapat bahwa sistem yang dilaksanakan dengan UUD 1945 ini bukansistem presidensial murni karena Presiden harus bertanggung iawab kepada MPR.Alternatif sistem pemerintahan banyak dikaii oleh ahli ilmu politik, antara lain ArendLijphart, Parliamentary Vircus hesidential Govemmenf (Oxford University Press, Cambr,1ee8).

    36

  • Afan Gaffan pemirihan presiden dan penciptaan Mekanisme...

    berasal dari Fraksi TNI. Perbandingan antara kursi di MPR yang diisimelalui mekanisne pemilu dan yang bukan melalui pemilu,ai#ikandalam Tabel L.

    - PengalaTtan politik yang pernah terjadi di Indonesia, sepertiyang baru saja kita saksikan dalam pemilihan umum terakhir luni1999 menunjukkan, sekalipun pemilihan umum berjalan dengansangat demokratik, proses rekrutmen anggota MPR yang berasal dariUtusan Golongan dan Utusan Daerah tidak sepenuhnya berjalandengan norma-nonna demokrasi. Pengisian wakil Utusan Golongan,misalnya, ternyata telah menimbulkan kontroversi tentang artirepresentasi dari utusan golongan, berbagai macam kepentingan dankemungkinan rekayasa yang dilakukan dalam rangka pengisiananggota MPR dari Utusan Golongan. Banyak sekali protes yangdilakukan oleh kalangan masyarakat terhadap Tim 15 yangmelakukan seleksi Utusan Golongan.

    Akan tetapi tidak ada perdebatan yang lebih intensif selainmenyangkut siapa yang akan menjadi presiden setelah PemilihanUmum tahun 1999 diketahui hasilnya. Para pendukung MegawatiSukarnoputri dengan sangat partisan mengklaim bahwa Megawatiharus menjadi Presidenkarena dia adalahKetua Partai yangmemenangkanpemilihan umum, yaituPartai DemokrasiIndonesia-Perjuangan(PDIP). Mereka tidakmau tahu bahwa apayang diperoleh PDI-Pdalam pemilihan umumtidak memberikanpeluang untukmembentuk eksekutif,apalagi mayoritasperolehan suara daripartai tersebut bukan

    Tabel 2Komposisi Kursi di MPR

    HasilPerolehan

    Kursi di DPR

    TambahanKursi Untuk

    MPRPDI-P 153GOLKAR 120PPP 58PAN 34PKB 5lPBB l3Partai Keadilan 7Partai Islam Lainnva 9Lainnya t7Utusan Daerah r35Utusan Golonsan 65TNI 38Jumlah 500 200Sumber: Dari berbagai media massa

    37

  • Jumal llmu fusial & IImu Politih Vol. 4, No I, Juli 2000

    mayoritas mutlak. Tentu saja kita harus menyadari bahwa mekanismePemilihan Presiden merupakan mekanisme yang berbeda denganpemilhan umum itu sendiri, karena MPR masih harus dibentuk dandilengkapi dengan Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.

    Komposisi penguasaan kursi oleh fraksifraksi di MPR disajikandalam Tabel 2. Sejumlah kalangan mengklaim bahwa tidak otomatisPartai yang memenangkan pemilihan umum untuk memperoleh kursikepresidenan, apalagi kemenangan PDI-P bukanlah dengan mayoritasmutlak. Akibatnya di MPR tidak ada satu partai yang akan mampumemperoleh mayoritas mutlak untuk mengklaim kursi. Untukmemperoleh kursi Kepresidenan di MPR maka seseorang calon harusmampu memperoleh 35L kursi, kalau hanya dua orang calon yangmaju menjadi calon Presiden. Distribusi perolehan kursi padapemilihan umum 1999 memperlihatkan rumitnya implikasi pemilihanumum dan rekrutmen anggota MPR tambahan di luar hasil pemilihanumum.

    Hasil pemilihan umum seperti di atas memperlihatkan betapakompleksnya proses politik lanjutan setelah pemilihan umum, karenatidak ada satu kekuatan politik yang akan mendominasi secara mutlakdi lembaga legislatif. Akibatnya adalah proses nesosiasi harusdilakukan. Disitulah kemudian muncul "Poros Tengah"- yu.g menjadijembatan di antara kekuatan politik Islam dan melapangkan jalanbug Abdurrahman Wahid untuk menjadi Presiden. Perlu dijelaskanbahwa terpilihnya Abdurrahman Wahid untuk menjadi presidenbukan semata-mata hasil dari kerja kelompok Poros Tengah, tetapimerupakan sebuah Koalisi Besar atau Grand Coalition yang terdirikalangan partai Islam seperti PPP, PAN, Partai Keadilan, PBB,sebagian PKB, dan faksi Islam dalam Golongan Karya, serta TNI.Mengapa demikian? Hitungan sederhana secara matematis kekuatanpartai Islam saja, tanpa dukungan Golongan Karya, tidak akan

    t S"b"r,"rr,ya istilah "Poros Tengah", menurut hemat saya bersif al misleading. Dalamkonsep teori perilaku politik memang dikenal ada kelompok "Sayap Kanan", "SayapKiri", dan "Kelompok Tengah." Kalau kita mengamati kelompok yang termasuk dalam"Poros Tengah", terlihat dengan ielas bahwa mereka semuanya adalah merupakankekuatan politik Islam, yang dalam konteks kehidupan politik masuk dalam kategori*Kanan" yang dihadapkan dengan kategori "Kiri", yaitu kaum komunis dan sosialis.Oleh karena ifu Poros Tengah seharusnya termasuk dalam kategori "Kanan."

    38

  • Afan Gaffar, Pemilihan presiden dan penciptaan Mekanisme...

    mungkin menghadang Ivlegawati menjadi Presiden karena dukunganyang_sangat kuat dari kelompok "Sekular-Nasionalis" yang i"g"mgndapat dukungan dari kalangan Kristen/Katolik. Akitai"|uadalah Abdurrahman Wahid harus membentuk koalisi lebih lanjutdi dalam membentuk kabinetnya. Tentu saja implikasi lebih lanjutdari kenyataan seperti ini adalah proses pembentukan kabinet haiusdilakukan dengan saling mengakomodasi di antara berbagai kekuatanpolitik yang ada, yag akibatnya adalah presiden tidak dapat lagimenentukan dengan jelas agenda politik, sosial, dan ekonomi secaranasional karena masing-masing anggota kabinet dari partai politikmemiliki agenda sendiri-sendiri.

    Mekanisme rekrutmen Presiden sebagaimana diatur dalamUUD 'l'945 ing" membawa implikasi bagi mekanisme suksesikepemimpinan nasional. UUD 1945 menyatakan bahwa kalauPresiden meninggal dunia maka secara otomatis akan digantikan olehWakil Presiden. Memahami ketentuan ini tidak ada masalah samasekali, karena hal itu sudah sangat jelas, kecuali kalau kepentinganpolitik kemudian masuk dalam menginterpretasikannya. Ada duamasalah besar yang harus menjadi perhatian MPR di dalammenginterpretasikan hal ini. Pertama, bagaimana kalau Presiden tidakmeninggal dunia, akan tetapi mengundurkan diri, sebagaimana yangdilakukan oleh Suharto, karena menghadapi desakan masyarakatyang secara luas sama sekali tidak lagi percaya kepadakepemimpinannya. Apakah cukup dilaksanakan dengan melaluimekanisme peralihan kekuasaan dari Suharto kepada Habibie padatanggal 2L Mei, 1998? Pengalaman menunjukkan bahwa mekanismeyang seperti itu menimbulkan masalah, karena interpretasiberkembang sedemikian rupa sesuai dengan kepentingan politikmasing-masing. Kalangan yang menolak Presiden Habibie secarapartisan menyatakan bahwa kepresidenan Habibie tidak memilikilegitimasi dikarenakan proses pengalihan kekuasaan yang tidak wajar,yaitu tidak melalui SU MPR, serta persoalan pertanggung jawabanpolitik Suharto belum diselesaikan. Kalau yang terakhir ini dilakukanmengapa harus dilakukan peralihan kekuasaan. Logikanya memangseperti itu.

    Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah kalauPresiden yang sedang menjabat mengalami "proses inkapasitasi" baik

    39

  • Jumal llmu Sbsial & IImu Politik, Vol. 4 No I,Iuli 2000

    secara fisik, ataupun secara politik, tokh peralihan kekuasaan harusdilakukan, dan memang hal itu tidak dapat dilakukan secara "normal"dengan mengharuskan adanya SU MPR. Kalau hal ini sampai terjadimaka tentu saia UUD 1945 telah menetapkan dengan jelas dalamPasal 8, yaitu 'fika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapatmelakukan kewajibannya dalam masa jabatannla, ia digantioleh Wakil Presiden sampai habis waktunya."

    Mekanisme suksesi dan rotasi seperti ini sudah jelas sehinggatidak perlu ada interpretasi lain lagi. Tambahan pula bahwa hal inibukan merupalcan typical Indonesia, akan tetapi merupakan gejalayang bersifat universal dalam demokrasi. Ketika John F. Kennedymeninggal di Texas karena ditembak, maka pada hari itu juga dalampesawat yang sedang terbang dari Dallas, Texas, menuju WashingtonDC, Wakil Presiden Lyndon Johnson diambil sumpahnya oleh KetuaMahkamah Agung Amerika Serikat waktu itu, dengan disaksikan olehJacquiline Kennedy yang pakaiannya masih ada bekas darahsuaminya. Tidak ada yang mempertanyakan legitimasi dari suksesitersebut. Demikian juga ketika Richard M. Nixon mengundurkan diriuntuk menghindarkan diri dari impeachment yang dilakukan olehSenate Amerika Serikat, rnaka pada hari itu juga Gerald Ford yangmenjadi Wakil Presiden diambil sumpahnya untuk menggantikanNixon yang terpaksa meninggalkan kursi kekuasaannya karenaterlibat dalam skandal Watergate yang sangat kesohor itu. Tidak adayang mempersoalkan apakah kekuasaan kepresidenan Gerald Forditu legitimateatautidak. Hal itu terjadi karena telah merupakan tradisipolitik Amerika yang sudah sangat difahard oleh segenap kelompokmasyarakat, dan juga adanya sikap politik yang sangat rnenghargairules of the game dalam sebuah demokrasi. Di dalam demokrasi,bagaimanapun juga aturan-aturan permainan (rules of the game)harus ditaati, kalau tidak sulit sekali untuk menciptakan sebuahpemerintahan yang stabil. Artinya satu kali sebuah aturan danmekanisme disepakati, katakanlah yang menyangkut pemilihanPresiden dan Wakil Presiden sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar, maka tidak ada interpretasi lain tentang hal itu.

    Oleh karena itu kalau ada orang atau kelompok y*g hendakmelakukan amendemen terhadap pasal 8 ini menurut hemat sayasama sekali tidak tepat. Bahkan saya menghawatirkan adanya

    40

  • Afan Gaffar, Pemilihan presiden dan penciptaan Mekanisme...

    kehendak tersebut didasarkan kepada kepentingan yang mendesakdalam jangka pendek, bukan semata-mata kare-na keheidak untukmerancang sebuah demokrasi yang memberikan peluang bagikemaslahatan hidup warga negara.' Memang udu lem-pura."pendapat yang berkembang yang menyangkut bagaimana kalauPresiden dan Wakil Presiden kedua-duanya berhalangan? Di dalammenanggaPi masalah ini saya berharap supaya kita berpikir secararealistik. Apakah peluang untuk terjadinya peristiwa besar, yaituPresiden dan Wakil Presiden akan berhalangan secara bersamaansekaligus merupakan peluang yang konkrit ataukah hanya pikiranusil yang terlampau mengada-ada? Saya cenderung kepada yangterakhir, yaitu menurut saya terlampau mengada-ada kalau kitaberpikir bahwa kedua figur utama nasional akan lengser secarabersamaan, atau karena sesuatu dan lain hal akan tidak dapatmelanjutkan tugasnya secara bersamaan, atau karena semuanyakehendak Allah secara bersamaan dipanggil oleh Nyu. Tentu sajakalau Allah menghendaki demikian rasionalitas kita tidak perlu lagidigunakan. Di samping itu saya berharap supaya kita tidak terlampaujauh berandai-andai dengan berbagai kemungkinan yang tingkatkeberadaannya mendekati nol. Apakah mungkin Presiden danWakilnya akan berhenti secara bersamaan, atau tidak mampumenjalankan tugas secara bersarnaan? Mungkin saja hal itu terjadi,tetapi derajat kemungkinannya mendekati nol.

    Model Alternatif Pemilihan Presiden

    Menanggapi berbagai pendapat tentang perlunya mencarirlternatif model pemilihan Presiden, menurut hemat saya memangnerupakan sesuatu yang menjadi tugas kita semua sebagai wargategara, apalagi bagi mereka yang memiliki kapasitas intelektual yang:bih dari masyarakat kebanyakan. Dari perkembangan pembicaraan

    Ada geiala akhir-akhir ini yang berkembang untuk melakukan amendemen terhadapPasal I UUD 1945. Salah satu pihak yang telah menuniukkan sikap politiknya adalahMenteri Hukum dan Perundang-Undangan, Yusril lhza Mahendra seperti yangdisampaikan oleh harian KOMPAS tanggal 13 Maret 1999 halaman 8. Ternyata hal itusudah dikoreksi oleh yang bersangkutan pada KOMPAS hari berikutnya.

    4l

  • furnal IImu fusial & IImu politik VoI. 4, No I,IuIi 2000

    yang ada tampaknya yang sangat populer adalah melalui mekanismepemilihan presiden secara langsung.

    Akan tetapi yang harus didefinisikan dengan jelas adalahapakah yang dimaksudkan dengan mekanisme pemilihan secaralangsung? Apakah mekanisme ini akan menjamin untuk terciptanyasebuah Lembaga Kepresidenan yang legitimate ataukah tidak?Apakah legitimasi ditentukan oleh jumlah ataukah ditentukan olehproses? Implikasi apakah yang akan timbul kalau kita mengubahmekanisme pemilihan presiden? Kemudian yang tidak kalahpentingnya adalah apakah konfigurasi sosial kita akan mendukungkalau kita menggunakan mekanisme pemilihan langsung?Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang seharusnya diselesaikanterlebih dahulu sebelum menentukan alternatif model pemilihanpresiden.

    Barangkali yang harus segera diselesaikan adalah persoalanlegitimasi. Ada pandangan yang berkembang di dalam masyarakat,terutama di kalangan politisi bahwa seorang yang akan menjabat posisipolitik akan memiliki legitimasi yang kuat apabila dia dipilih olehorang yang banvak. Sebaliknya kalau dipilih oleh sejumlah kecil orangmaka legitimasinya akan rendah sekali. Hal ini terlihat ketika sayaberhadapan dengan sejumlah anggota Panitia Ad Hoc I, BadanPekerja MP& yang menghendaki agar pemilihan Presiden dilakukansecara langsung. Theo Sambuaga dan Andi Mattalata dari FraksiGolongan Karya, misalnya, menyampaikan hal itu ketika menanggapipendapat yang saya kemukakan dalam hearingyang dilakukan olehlembaga tersebut.

    Adalah keliru sama sekali kalau legitmasi dikaitkan denganjumlah. Legitimasi seharusnya bersangkutan kuat sekali denganproses. Apakah proses yag dilewati itu pada dasarnya demokratikataukan tidak, apakah mekanismenya bersifat terbuka ataukantertutup, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kesepakatan semuapihak tentang mekanisme apa yang harus dijalankan.

    Undang Undang Dasar '!,945 menempuh mekanismedemokrasi tidak langsung dalam rekrutmen politik, terutamapemilihan presiden. Presiden dipitih oleh Majelis PermusyawaratanRakyat yang keanggotaannya berasal dari Anggota DPR, UtusanDaerah, TNI, dan Utusan Golongan. Jumlah anggota MPR adalah

    42

  • Afan Gaffar, P.emirihan hesiden dan penciptaan Mekanisme,.,

    700orang, dan yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umumadalah 462 orang, sementara itu utusan Daerah yang berjumlah 135grang dipilih oleh DPRD Propinsi, utusan Golongar, aipifin anggotaKomisi Pemilihan Umum, dan Anggota TNI yang 6erjumlah 3g alfirinoleh Pimpinan TNI. Ini merupakan hasil kesepakan bersama melaluiapa yang disebut Undang Undang, yaitu Undang Undang pemilihanumum No. 3 tahun 1999, undang undang Kepartaian No. 2 Tahun1999, dan Undang Undang Susunan dan Kedudukan DPR/MpR No.4 tahun 1999.

    Apakah Presiden yang dipilih melalui mekanisme seperti inimemiliki legitimasi yang kuat? ]awabannya adalah positif. Presidenyang dipilih oleh MPR melalui sebuah proses yang demokratik adalahsangat legitimate sebagaimana presiden-presiden yang lainnya yangdipilih secara demokratik. Mengapa demikian? Karena pemilihanumum telah dijalankan secara demokratik, kompetitif, jujur dan adil.Di samping itu harus dicatat pula bahwa mekanisme yang telahditempuh adalah sebuah mekanisme yang sudah disepakati secarabersama.

    Bagaimana dengan jumlah? Kita dapat mencontoh perjalanansejarah rekrutmen politik masa pemerintahan Suharto. Mekanismenyasangat tertutup. Seorang bupati, atau walikota, atau bahkangubernur, yang dipilih oleh 43 orang pada masa itu, denganmekanisme yang tertutup, apakah memiliki legitmasi yang lebih kuatdibandingkan dengan seorang bupati yang hanya dipilih oleh 20 orangdengan suara mayoritas? Jawabannya sama sekali tidak. Bupati yangdipilih hanya oleh 20 orang tetapi dengan cara yang demokratik dankompetitif, jauh memiliki legitimasi yang kuat ketimbang bupati yangmemperoleh suara 43 dari 45 anggota DPRD Kabupaten melaluisebuah pemilihan yang diatur. Demikian juga halnya denganperolehan suara Golkar pada tahun 1997 yang mencapai sekitar 75%dari jumlah pemilih apakah memiliki legitmasi yang lebih baik denganyang diperoleh Golkar pada pemilihan umum tahun 1999 denganhanya 23%. Tentu saja tidak, karena hasil yang dicapai pada pemilihanumum tahun 1.999 merupakan produk dari sebuah demokrasi,sementara hasil yang dicapai tahun 1997 merupakan hasil pemilihanumum dalam sistem kepartaian hegemonik yang sama sekali tidakmemberikan peluang b"gr kompetisi yang seimbang.

    43

  • Jumal llmu fusial & IImu Politih Vol. 4 No 7, Juli 2000

    Pemilihan Presiden Secara Langsung

    Mengubah mekanisme pemilihan Presiden harus dilakukandengan perhitungan yang sangat matang. Berbagai faktor harusmasuk dalam pertimbangan, serta bagaimana konskwensinya sudahharus juga diperkirakan jauh sebelumnya, agu supaya kita siapmenghadapi berbagai macam kemungkinan yang akan terjadikemudian. Pengalaman kita menyelenggarakan pemilihan umumtahun '/.,999, sebuah pemilihan umum yang baru sama sekali,rnemperlihatkan bahwa untuk memutuskan hasil pemilihan umumditunda selama beberapa bulan, dan itupun harus dilakukan denganKeputusan Presiden karena Komisi Pemilihan Umum yangseharusnya melakukan hal itu tidak mampu mengambil keputusankarena kuatnya blackmailing capacity dari partai-partai politik kecilyang secara tidak siginifikan memperoleh suara dalam pemilihanumum. Mengubah sistem pemilihan akan menciptakan berbagaimacam konsekwensi yang harus diantisipasi secara baik olehpemerintah dan masyarakat, khususnya kalangan penyelenggarapemilihan umum dan partai politik, serta mereka yang bertarungmemperebutkan kursi kepresidenan.

    Bagaimana dengan pemilihan langsung, dalam artimasyarakat pemilih yang sudah terdaftar memilih secara langsungcalon presiden yang dikehendakinya? Konsekwensinya luas sekali.Beberapa kemungkinan permasalahan yang akan dihadapi hendaknyadipertimbangkan secara matang, seperti misalnya:

    Pertama, kita harus melakukan perubahan yang sangatmendasar terhadap UUD 1945. Pasal-pasal mengenai tugas MPR yangrnemilih Presiden harus diamendemen. Demikian juga amendementerhadap keseluruhan kedudukan MPR dalam struktur kekuasaankita harus dilakukan. Melakukan amendemen bukan persoalan yangrnudah, karena tidak hanya sekedar menggantt wordings dari pasal-pasal dalam konstitusi. Akan tetapi setiap pasal harus diperbincangkansecara intensif makna filosofisnya karena pasal tersebut merupakanpetunjuk y*g paling utama bagaimana kita mengelola kehidupanberbangsa dan bernegara (constituting our political life). Di dalammelakukan amendemen kita seharusnya memperbincangkan seperti

    44

  • Afan Gaffan -,Ftrnilihan presiden dan penciptaan Mekanisme...

    apakah negara yang akan kita bangun. Karau hal itu sudah kitasepakati maka seharusnya kita membahas secara intensif pula tentang"isi" atau "substansi" dari proses penyelenggaraan negara. Kalau kitlmemutuskan sebuah demokrasi, maka kitapun harus merinci modeldemokrasi seperti apa yang akan kita bangun dalam bingkai negarayang sudah kita sepakati tersebut. Oleh karena itu di dalam titamelakukan amandemen terhadap UUD 1945 kita harus menyepakatiprioritas apa yang harus kita dahulukan untuk dijadikan agendautama, dan setelah itu bagaimana kita harus melakukan amendemenitu sendiri. Oleh karena itu hendaknya kita berpikir secara jernihtentang amandemen, karena hal itu jangan sampai dilakukan hanyauntuk kepentingan amandemen semata-mata, atau karenakepentingan politik jangka pendek yang mendesak. Apalagimelakukan amandemen tanpa mempertimbangkan implikasinya.

    Kedua, kita harus melakukan perubahan terhadap sistempemilihan umum. Dengan mengacu kepada UU Pemilhan Umumtahun 1999 kita sekarang menggunakan Sistem Perwakilan Berimbang(Proportional Representastion, PR) yang menjadikan proporsiperolehan kursi di DPR dari sebuah partai politik berbanding secaraproporsional dengan proporsi perolehan suara yang diperoleh secarakeseluruhan (popular votes).' Dengan sistem pemilihan presidensecara langsung maka konsekwensinya adalah kita harus mengubahsistem pemilihan anggota DPR kita, demikian juga dengan anggotaMPR. Sementara itu mengubah sebuah undang-undang bukanlahsuatu pekerjaan yang gampang, karena akan membutuhkan waktuyang lama dan melibatkan kepentingan banyak pihak yang terkaitsecara langsung ataupun tidak langsung dengan sistem pemilihan.Sistem pemilihan dengan Sistem Perwakilan Berimbang (SPB) akansangat menguntungkan partai-partai kecil, karena peluang merekauntuk bertahan atau survive sangat besar ketimbang menggunakanSistem Distrik.

    n P"d" awalnya TIM 7 yang bertugas merancang Undang Undang Pemilihan Umummengajukan sistem Pluralitas, atau yang dikenal dengan Simple Majority Single Ballotatau di lndonesia dipopulerkan dengan Sistem Distrik. Akan tetapi usulan tersebutditolak oleh berbagai pihak, terutama dari kalangan politisi dan intelektual. Merekasama sekali tidak memikirkan konsekwensinya, karena di dalam kenyataannya sistemini sangat memperlambat penentuan hasil pemilihan umum karena berhimpitan dengansistem banyak partai yang kita anut sekarang ini.

    45

  • /urnal IImu Sosial & Ilmu politik Vol. 4 No I, fuli 2M0

    Ketiga, sistem pemilihan yang kita sepakati akan membawakonsekwensi yang sangat kompleks terhadap sejumlah permasalahanyang lainnya. Antara lain tentang pencalonan, siapakah yang akanmencalonkan seseorang untuk menjadi presiden? Apakah daripartainya ataukah secara individual seperti yang terjadi di AmerikaSerikat? Kalau misalnya secara individual, apakah akan dibukapeluang untuk dilakukan Pemilihan Umum Pendahuluan (PrimaryElection) guna menentukan calon dari partai atau tidak. Kemudianbagaimana mekanisme untuk mengakomodasi calon-calon yangbukan dari partai politik tetapi mendapat dukungan untuk menjadicalon Presiden? Masalah lain yang juga sangat kompleks adalah berapaorang calon, apakah dua, tiga, empat, ataukah lebih dari itu?Kemudian kalau memberikan peluang untuk munculnya calon yangbanyak sekali, katakanlah lebih dari lima, apakah mekanismepenentuannya dengan sistem "Pluralitas"? Artifrya, begitu seseorangmendapat suara terbanyak maka secara otomatis dinyatakan sebagaiPemenang, ataukah dengan mempersyaratkan bahwa seorang calonPresiden untuk dinyatakan sebagai pemenang maka harusmemperoleh "Simple Majority. " Kalau demikian halnya makaharuslah ada ketentuan yang mengatur pemilihan tahap kedua yangdikenal dengan "Run-off election'i di mana dua orang calon yangmendapatkan suara terbanyak akan maju sebagai finalis untukdicalonkan kembali guna dipilih menjadi Presiden. Sampai ke masalahseperti ini saja sudah sedemikian kompleks yang harus kita atasi,belum lagi dengan persoalan-persoalan sosial ekonomi yang jngumembawa muatan politik yang jrgu sangat kompleks.

    Keempat, membentuk Komisi Pemilihan Umum yangindependen dan tidak partisan. KPU yang sekarang (yu.g mengelolaPemilu 1999) ini jelas sama sekali tidak dapat dipertahankan lagi,karena bertentangan dengan amanah GBHN dalam TAP MPR No.lV / 1999. Kita semua sudah mengetahuinya betapa tingginya tingkatpartisan dari anggota KPU yang berasal dari partai politik. Sementaraitu partai-partai kecil yang memperoleh suara dengan jumlah yangsangat tidak siginificance mempunyai kemampuan "blackmailing"terhadap keseluruhan mekanisme pengambilan keputusan di KpUitu sendiri. Voting jelas merupakan mekanisme yang disepakati dilembaga itu, tetapi kalau hasil voting diperkirakan akan merugikan

    46

  • Afan Gaffar, Pemilihan Presiden dan Penciptaan Mekanisme...

    partai-partai kecil, maka dengan serta merta menolak untukmelakukan voting dengan melakukan walk out dari sidang KpU.Pengalaman sudah menujukkan hal ini. Menyelenggarakan pemilihanPresiden secara langsung memerlukan sebuah KPU yang benar-benarkredibel, dan memiliki komitmen terhadap kepentingan bangsa dannegara, serta tidak memiliki sikap keberpihakan yang berlebih-lebihankepada seseorang, partai, ataupun kelompok tertentu.'

    Kelima, sistem popular votes ataukah electoral college? Hallain yang harus diperhatikan adalah penentuan model atau sistempemilihan Presiden apakah dengan menggunakan sistem pemilihanlangsung dengan popular votes ataukah dengan menggunakan modelElectoral College seperti di Amerika Serikat. Masing-masing sistemakan membawa konsekwensi, yang tentu saja berbeda satu sama lain,dan model yang mana yang paling tepat untuk Indonesia masih harusdiperbincangkan secara mendalam.

    Dalam sistem Popular Votes masyarakat secara langsung ikutmenentukan siapa yang akan menjadi presiden menurut pilihanmereka. Harus disepakati terlebih dahulu bagaimana menentukansiapa yang akan keluar sebagai pemenang. Kalau menggunakansistem Simple Majority, maka calon dengan memPeroleh suarasetengah ditambah satu (1,/2+L) akan dinyatakan sebagai pemenang.Katakanlah kalau di Indonesia diadakan pemilihan presiden sekarangini, dan tidak kurang dari 130.000.000 pemilih terdaftar yangmemberikan suaranya. Kalau terdapat dua orang calon, maka calonyang akan memperoleh suara 65.000.001. atau lebih akan dinyatakansebagai pemenang. Kalau terdapat lebih dari dua orang calon,katakanlah tiga orang, dan perolehan suaranya terbagi secara merata,

    t Komisi Pemilihan Umum yang melaksanakan Pemilihan Umum tahun 1999 sudahdibubarkan oleh Pemerintah. Pada saat sekarang ini DPR telah selesai melakukan seleksisebelas (11) orang anggota KPU yang sebagian terbesar berasal dari kalangan akademisiseperti misalnya Nazaruddin Syamsuddin, Imam Prasojo, Khusnul Mar'iyah, ValinaSingka, Ramlan Surbakti, Rusadi Kantaprawira, dan seorang dosen dari UniversitasCendrawasih. Dari kalangan aktifis antara lain Anas Urbaningrum, Mudji Sutrisno, danAnas Urbaningrum. Sementara itu Hamid Awaluddin dan Mulyana W. Kusumah disamping sebagai akademisi iuga merupakan aktifis. Mereka akan ditetapkan oleh Presi-dent untuk menjadi anggota KPU. Apakah KPU yang baru akan meniadi KPU yangindependen? Masih perlu waktu untuk menilainya, terutama setelah pemilihan umumtahun 2004 diadakan.

    47

  • Jumal IImu Sosial & Ilmu Politik Vol. 4, No 1, luli 2000

    katakanlah 45.000.000 untuk calon A, 45.300.000 untuk calon B, dan29.700.000 untuk calon C. Karena tidak ada calon yang memperolehsuara mayoritas sederhana, yaitu setengah ditambah satu maka harusdiadakan pemilihan ulang, atau run-off election untuk dua orangcalon yang mendapat suara paling banyak sehingga salah satudiantara keduanya memperoleh setengah ditambah satu ataupunlebih.

    Model ini berbeda dengan menggunakan sistem pluralitas(Plunlity System). Di dalam sistem ini, siapapun yang mendapat suarapaling banyak di antara dua orang calon atau lebih, maka si calontesebut akan dinyatakan sebagai pemenang. Katakanlah dalamsebuah pemilihan terdapat lima orang calon yang memperebutkankursi kepresidenan, dan setelah diadakan perhitungan suara makahasilnya adalah sebagai berikut:

    CalonCalonCalonCalonCalonDalam sistemAdalah Calon

    PluralitasA6

    AB

    cDE

    375.000 Suara350.000 Suara173.000 Suara265.000 Suara

    50.000 Suaramaka yang dinyatakan sebagai pemenang

    Untuk konteks Indonesia, menggunakan sistem pemilihanpresiden secara langsung dengan menggunakan model Popular Votesmasih sulit untuk diterapkan karena begitu kompleks implikasinya.Pertama, sebaran penduduk yang tidak merata, dengan konsentrasipenduduk terbesar di ]awa, maka peluang bagi Calon dari Luar Jawa,atau yang bukan ethnis ]awa akan sangatlah terbatas. Kedua, dengansistem p op u I a r vo tes mel alui mekanis me si mpl e m ajori tyden gan calonyang lebih dari tiga orang, akan menimbulkan implikasi finansial yang

    t Tentu saja akan bergantung iuga kepada Aturan Pemilihan Umum. Kalau aturannyamengadopsi ketentuan bahwa setiap Calon untuk dinyatakan sebagai pemenang harusmemperoleh 50% +1 suara, maka harus dilakukan pemilihan ulang (Run Off Election)untuk dua calon yang memperoleh suara terbanyak guna menentukan siapa yang akanmemperoleh kursi di wilayah pemilihan tersebut. Dalam konteks di atas adalah Calondan Calon B.

    48

  • Afan Gaffan Pemilihan presiden dan penciptaan Mekanisme...

    berat sekali, yaitu biaya pemilihan umumnya akan menjadi sangatberlipat ganda. Dalam kondisi ekonomi yang masih jauh dari harapin,maka mekanisme seperti itu jelas akan sangat sulit untuk dilakukan.

    Ketiga, tingkat kedewasaan politik masyarakat masih belummendukung untuk menggunakan mekanisme pemilihan secaralangsun g. In d i vi d u a I a tta ch m en t y ang san gat kuat, menciptakan sikappartisanship yang sangat tinggi, sehingga akibatnya adalah sikaprasionalitas sangatlah rendah di dalam menentukan dukungankepada seseorang calon Presiden. Dalam konteks sosial seperti itumobilisasi massa akan bersifat massif yang tentu saja akan sangatsulit untuk dikelola dengan baik dan tidak membawa implikasiterhadap instabilitas politik.

    Keempa{, dalam suatu sistem sosial di Indonesia dimana socialcleavages nya cenderung bersifat consolidated atau accumulative (ras,ethnisitas, agama, kelas ekonomi), maka peluang untuk terjadinyainstabilitas politik sangatlah kuat, terutama sebagai akibatketidaksiapan di dalam menerima kekalahan. Ketika MegawatiSukarnoputri dikalahkan oleh Abdurrahman Wahid dalam pemilihanPresiden pada SU MPR bulan Otkober 1999, terjadi ledakan sosialyang sangat massif. Masyarakat Bali memprotes dengan melakukanpengrusakan dan pembakaran, demikian juga di Surakarta terjadihal yang sama, Kantor Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta ratadengan tanah, dan bahkan rumah Ketua MPR, Amien Rais, ikutdirusak.

    Kelima, di dalam memobilisasi dukungan, faktor kemampuanuntuk memperoleh dukungan dana yang besar merupakan sesuatuyang sangat menentukan. Oleh karena itu hanyalah individu-individuyang mendapat dukungan dana yang sangat besar y?ng akan mampudan mempunyai peluang untuk menjadi Presiden.' Dari uraian diatas maka sangatlah sulit untuk menggunakan sistem popular votesuntuk memilih presiden di Indonesia baik untuk masa pemilihan

    t Di dalam pemilihan Bupati/Walikota diperlukan paling tidak dana sejumlah 1 milyarrupiah untuk memperoleh dukungan dari sekitar 20-45 orang anggota DPRD Kabupaten/Kota. Demikian juga halnya untuk memperoleh jabatan Gubernur di sebuah propinsi.Berapa biaya yang dibutuhkan untuk seorang menjadi Presiden? Untuk biaya kampanyesecara nasional dengan mengunjungi paling tidak 20 propinsi, dengan konsentrasi dipropinsi-propinsi yang padat penduduknya, jelas membutuhkan biaya triliunan rupiah.

    49

  • Jurnal llmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 4, No 1, Juli 2000

    umum yang akan datang, atau di masa-masa pemilihan umumberikutnya.

    Sistem Electoral College atau "Dewan Pemilih" merupakanalternatif yang paling masuk akal dibandingkan dengan sistempopular votes yang dikemukakan di atas. Akan tetapi tentu sajaimplikasinya adalah kita juga harus melakukan amandemen terhadapUUD 1945 dengan mencabut wewenang MPR untuk memilih Presiden.Kemudian kita j,rga harus mengubah UU Pemilihan Umurn No. 3tahun 1999 di mana pemilihan umum dilakukan adalah dalam rangka:(1) Pemilihan Presiden dengan memperebutkan Dewan Pemilih yangakan memilih Presiden; (2) Pemilihan Anggota Badan Legislatif sepertiMPR, DPR, dan DPRD.

    Di dalam sistem ini sejumlah prosedur harus disepakati terlebihdahulu, yaitu antara lain:1. Wilayah hegara dibagi ke dalam sejumlah distrik pemilihan;

    Sebagai contoh, Satu Distrik Pemilihan adalah Jumlah Pendudukdibagi dengan |umlah Kursi yang diperebutkan;

    2. Dalam setiap distrik pemilihan seorang calon presidenmemperebutkan anggota Dewan Pemilih yang berasal dari distrikpemilihan tersebu|

    3. Jumlah anggota Dewan Pemilih di setiap distrik Propinsi/Kabupaten/Kota bergantung kepada jumlah penduduk; Kalausatu Kabupaten/Kota tidak memenuhi syarat sebagai DistrikPemilihan maka dapat digabungkan dengan Kabupaten dan Kotayang terdekaU kecuali ada ketentuan lain yang menjamin SatuKabupaten/Kota merupakan satu Distrik Pemilihan;

    4. Sistem pemilihdn vang digunakan adalah dengan "Simplemajority single ballot". Setiap calon presiden yang memperolehsuara mayoritas di sebuah wilayah pemilihan, dia akan secaraotomatis memperoleh suara Dewan Pemilih di wilayah pemilihantersebuU

    5. Untuk memenangkan kursi kepresidenan, seorang calon presidenharus memperoleh suara mayoritas sederhana dari seluruhDewan Pemilih. Kalau di Amerika Serikat, seorang calon presidenharus memenangkan minimal 270 electoral colleges. Begitudiketahui bahwa Calon X memenangkan di beberapa wilayah

    50

  • Afan Gaffar, Pemilihan Presiden dan Penciptaan Mekanisme...

    pemilihan (States) dengan Electoral CollegeL7l atau lebih, makadia dinyatakan sebagai Presiden terpilih;

    6. Anggota Dewan Pemilih kemudian mengadakan pemungutansuara untuk memilih presiden. Akan tetapi Pemungutan suarayang dilakukan tersebut hanyalah bersifat formal, dalam rangkamengesahkan hasil pemilihan umum yang sudah dilakukan;

    7. Presiden diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agunguntuk masa jabatan tertentu, misalnya Empat Tahun, LimaTahun, ataupun Delapan Tahun.

    Bagaimana kalau rnekanisme pemilihan melalui electoralcollege ini digunakan di Indonesia? Tentu saja kesepakatan tentangsejumlah hal yang dikemukakan di atas harus dilakukan terlebihdahulu, yaitu antara lain:1. Sistem pemilihan umum yang sekarang menggunakan sistem

    ptopotsional harus diganti dengan simple qaiority single ballotsystem, atau dikenal dengan Sistem Distrik." Dengan demikiankita harus membuat Undang Undang Pemilihan Umum yangbaru untuk menggantikan UU Pemilihan Umum No. 3 tahun1,999;

    2. Pemilihan Presiden sebaiknya tidak bersamaan dengan pemilihananggota MPR dan DPR;

    3. Setiip calon presiden yang memPeroleh suara terbanyak darikeseluruhan jumlah pemilih di sebuah Propinsi dinyatakansebagai pemenang di Propinsi tersebut dan berhak mendapatjaminan dukungan dari seluruh anggota Dewan Pemilih diPropinsi tersebut;

    4. Propinsi merupakan wilayah pemilihan yang utama. Besarnyajurnlah Dewan Pemilih di propinsi tertentu ditentukan oleh (a)jumlah kabup atenf kota di kabupaten tersebut, (b) Jumlahpenduduk ka6upaten/kota, (c) Setiap propinsi akal diwakili olehmasing-masing lima (5) orang anggota Dewan Pemilih dalamrangki menciptakan kesimbangan antara fawa dengan Luarlawi, atau antira propinsi yang padat penduduknya dan yang

    * Ur,trrk penjelasan secara lengkap tentang sistem pemilihan umum, harap periksa AfanGaffar, poititi* Indonesia: Transisi Meiuju Demokrasi (Yogyakarta, Pustaka Pelaiar,Teee).

    5l

  • Jumal IImu tusial & Ilmu Politih Vol. 4 No I, Juli 20ffi

    kurang penduduknya. Misalnya, Kabupaten Deli Serdangdengan penduduk sekitar 1.,8 juta jiwa akan diwakili oleh 5Dewan Pemilih, demikian juga dengan Kota Medan denganpenduduk sekitar '1,,95 juta jiwa. Akan tetapi Kota Tebingtinggidengan penduduk hanya 132 ribu jiwa akan tetap diwakili olehseoftrng anggota Dewan Pemilih. Untuk seluruh Sumatera Utaraanggota Dewan Pemilihnya berjumlah sekitar 43 orang;Sementara itu Aceh sekitar 22 orangDP, Sumatera Barat 21 orang,Iambi 1.1. orang, Sumatera Selatan 30 orang, Riau L8 orang,Bengkulu 9 orang, dan lain sebagainya;

    5. Seorang Calon Presiden yang ternyata mampu merebutkemenangan di sejumlah wilayah pemilihan dengan jumlahanggota Dewan Pemilih yang melebihi setengah ditambah satudari semua anggota Dewan Pemilih, maka calon tersebutdinyatakan sebagai presiden terpilih yang kemudian diambilsumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung;

    Tentu saja sistem ini tidak berarti tidak memilihi kelemahan.Sebagaimana dalam setiap sistem pemilihan yang menggunakansistem distrik, kelemahan yang paling utama adalah distorsi, karenapada dasarnya sistem ini menggunakan prinsip the winner takes all.Hanya dengan mayoritas sederhana maka seseorang dapatmemenangkan kursi di sebuah wilayah pemilihan, dan kalau calonnyaIebih dari dua orang, maka distrosinya akan menjadi jauh lebihmenonjol lagi.

    Katakanlah dengan dua calon dalam suatu wilayah pemilihan,Calon A memperoleh 451.000 suara, sedangkan calon B memperoleh500.000 suara, maka calon B yang akan memenangkan Distriktersebut. Kalau calonnya tiga orang, yaitu A, B, dan C, dengandistribusi perolehan suara seperti 350.000 untuk A, 320.000 untukcalon B, dan calon C dengan 281.000 suara, maka yang dinyatakansebagai pemen.mg adalah calon A.

    Di dalam sejarah pemilihan presiden di Amerika Serikatmasalah seperti ini bukanlah hal yang baru sama sekali. Ketika JohnF. Kennedy memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 1.961 diamemperoleh Electoral Colleges yang sangat signifikan, tetapi

    52

  • Afan Gaffan Pemilihan Presiden dan Penciptaan Mekanisme...

    perbedaan di dalam memperoleh PoPular votes antara Kennedydengan Richard M. Nixon sangatlah tipis. Demikian iuga ketika BillClinton mengalahkan George W. Bush pada tahun 1992, perbedaandi dalam popular votesnya sangatlah tipis, karena ada calon ketigayang independen, yaitu Ross Perrot.

    Oleh karena itu kalau kita mau menggunakan sistem ini didalam pemiliham Presiden yang akan datang, maka kita harusmelakukan pendidikan politik yang intensif sekali untuk memberikanpengertian iepada masyarakat tentang mekanisme yang baru ini, dan

    litul.tgu harus menanamkan kepada masyarakat untuk mengh-argaisemua aturan permain an (rules of the game) dalam sebuah demokrasi.

    Kalau kita tidik menyiapkan masyarakat kita dengan secara seksama,maka implikasinya akan menjadi kompleks, terutama Penanamannilai untuk *englrurgai aturan Permainan, dan bagaimana menerimakekalahan deng-ar, "I"gut,

    dan j.tgu bahwa siapapun yang terpilihjadi presiden *-"ku diiadalah presiden untuk seluruh warga bangsakitu i"*uanya, bukan hanya presiden untuk partai politik tertentusaja. Yang tidak kalah pentingnya adalah kalau memang kita sepakat

    dengan t-eUi;atsanaan seorang presiden, maka kita dapat menolaknya

    den[an mengalahkan atau tidak memberikan dukungan terhadapnyauntrik pemili-han berikutnya. Kecuali kalau seorang Pre=siden terlibatdalam suatu tindakan *eiu*an hukum yang memPerlihatkan gejalasebagai tindakan kriminal, atau terlibat dalam sebuah skandal moralyang"tidak diterima oleh publik. Sebagai catatan, Presiden Bill Clinton

    driipeactr oleh Senat Amerika Serikat karena skandal seksnya dengangadis pemagang di Gedung Putih yang i"g1 kemudian melibatkan

    i"rroui"n-pJrroulan lain yang menyangkut kehidupan pribadinya.

    Penciptaan Mekanisme Checks and Balances

    Seymour Martin Lipset (1995) merumuskan tiga inti dasar daridemokruii dulu* sebuah negaru. Pertama, "kompetisi" untuk mengisijabatan politik dengan pu*llihan umum yang fair yulg dilakukansecara teratur dalam kurun waktu yang ielas. Kedua,partisipasi warga

    masyarakat , dalam memilih pejabat negara dan -membentukkebijaksanaan publik. Ketiga, adinya kebebasan yang dirasakan oleh

    seluiuh warga *uryurukat untuk menjamin integritas kompetisi politik

    53

  • Jurnal llmu fusial & IImu Politik, Vol. 4 No I, Iuli 2000

    dan partisipasi. Tentu saja parameter demokrasi akan menjadipanjang kalau kita memasukkan elemen akuntabilitas publik bagi parapenyelenggara negara, terjadinya rotasi kekuasaan secara teratur dandamai, adanya sistem peradilan yang bebas (Gaffar, 1999), sertaterwujudnya sebuah mekanisme keseimbangan diantara "cabang-cabang" pemerintahan dalam suatu negara.

    Barangkali yang terakhir inilah yang perlu mendapatperhatian kita sebagai sebuah agenda yang sangat urgen dalamrangka membangun demokrasi Indonesia yang lebih baik dan stabildi masa-masa yang akan datang, yaitu bagaimana menciptakanmekanisme checks and balances di antara badan Legislatif (DPR/MPR), eksekutif (Presiden dan kabinetnya), dan judikatif (MahkamahAgung) yang merupakan pilar utama dalam penyelenggaraan negara.Di dalam mekanisme ini kekuasaan masing-masing bidang harus jelasbatas-batasnya, dan kemudian bagaimana antara satu cabangpemerintahan mengontrol cabang pemerintahan yang lainnya.Mekanisme seperti ini dapat diperlihatkan dalam diagram berikut ini:

    MAHKAMAH AGUNG

    DPR/MPR

    I. Mohkamah Agung

    Lembaga ini merupakan pemegang kekuasaan kehakimanyang paling utama yang membentuk yurisprudensi dalam sebuahnegara. Ketua dan anggotanya sebaiknya tidak perlu terlampaubanyak, antara 10 sampai dengan 15 orang saja. Ketua dananggotanya diangkat oleh presiden tetapi dikonfirmasi oleh DPRmelalui komisi yang menangani masalah hukum. DPR berhakmenolak calon anggota MA yang ternyata mempunyai kredibilitasyang dipertanyakan oleh masyarakat, atau mempunyai "cacat"tertentu sehingga sangat sulit dijadikan "teladan" dalam penegakan

    54

    PRESIDEN

  • Afan Gaffar, pemilihan lTesiden dan penciptaan Mekanisme...

    hukum negara, ataupun latar belakang keilmuan dan pengalamannyasama sekali tidak mendukung.

    Ivlasa jabatan ketua dan anggota MA paling tidak sepuluhtahun dan dapat dipilih kembali. Mengapa demikian? Karena dlnganmasa kerja yang lama seperti itu ketua dan anggota MA akan terbe[asdari ikatan emosional dan politik dari Presiden dan anggota DpR,sehingga keputusannya akan bersifat obyektif. Anggota MA yangternyata kemudian melakukan tindakan yang tidak diterima olehpublik, misalnya melakukan pelanggaran moral, korupsi, dan lain-lainnya, dapat diusulkan oleh DPR untuk diganti. Tentu saja setelahmelalui proses yang obyektif sesuai dengan ketentuan hukum yangberlaku.

    Fungsinya yang paling utama dalam bidang politik adalahresolving conflict yang bisa terjadi konflik antara Presiden denganDPR. Kalau DP& misalnya, mengeluarkan sebuah Undang-Undangyang ternyata ditentang oleh anggota masyarakat, maka wargamasyarakat dapat meminta MA untuk menyampaikan "fatwa"hukumn y a, y aE di kenal den gan proses 7'u di ci a I revi e w. Demi kian j u gahalnya kalau Presiden membuat kebijaksanaan yang bertentangandengan rasa keadilan dalam masyarakat, maka warga masyarakatbaik secara individual ataupun secara kelompok dapat mengajukanpermohonan kepada MA untuk mereview kebijaksanaan presidentersebut. Banyak kasus di Amerika Serikat yang memperlihatkanbagaimana Supreme Courtnya mampu membuat sejumlah keputusanyang sangat membantu publik di dalam menyelesaikan masalahmereka, terutama yang menyangkut konflik antara individu denganneSara.

    Di samping itu pada tingkat propinsi terdapat hakim tinggiyang jtgu mempunyai kedudukan, fungsi, dan tanggung jawab yangsama dengan MA, hanya saja pada tingkat wilayah propinsi saja.Rekruitmen mereka dilakukan dengan model rekrutmen anggota MA,yaitu diusulkan oleh Gubernur dengan mendapat konfirmasi dari DPRpropinsi melalui komisi yang membidangi masalah hukum danperadilan di DPRD tersebut. Peranan hakim ti.gtr pada tingkat lokalini jelas sangat strategis, karena akan mampu menyelesaikan konflikpada tingkat yang sama, sehingga tidak semua persoalan akan dibawa ke Mahkamah Agung. |umlah hakim ti^gg pada setiap propinsi

    55

  • tumal IImu Sosial & IImu Politik, VoI. 4 No 1, Juli 2M0

    sebaiknya tidak melebihi jumlah anggota Mahkamah Agung.Di samping itu ada juga alternatif lain dalam melakukan

    rekruitmen terhadap hakim tinggi, yaitu dengan melaluiPengangkatan. Yang melakukan pengangkatan hakim tinggisebaiknya Mahkamah Ag,rn& tetapi harus mendapat konfirmasi dariDewan Perwakilan Rakyat. Kalau DPR menolak memberikanpersetujuannya maka Mahkamah Agung harus mengajukan calonyang lainnya.

    Sementara itu hakim-hakim pada tingkat Kabupaten dan Kotadipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa jabatan dalam waktuyang jelas. Mekanisme pemilihannya sama dengan mekanismepemilihan anggota MPR /DPF./DPRD. Jumlah hakim di kabupatendan kota akan sangat bergantung kepada berbagai faktor, misalnyajumlah penduduk dan luas wilayah. Waktu pemilihan Para hakim'kabupaten dan kota ini sebaiknya tidak perlu bersamaan denganwaktu pemilihan umurn agar supaya masyarakat tidak terlampauterbebani untuk menentukan pilihannya.

    2. MPR DAN DPR.

    Barangkali sudah waktunya kita berpikir untuk melakukanperubahan yang mendasar terhadap lembaga legislasi kita denganmenjadikannya sistem "Dua Kamar" atau Bicameral. Dengan sistemini akan tercipta pula mekanisme "Checks and Balances" diantarakedua lembaga tersebut. Apu yang sudah diatur oleh sebuah lembagaIegislasi tidak perlu lagi diatur oleh lembaga legislasinya. Di antarakeduanya jangan sampai terjadi persaingan di dalam melakukanregulasi kehidupan masyarakat dengan mekanisme sePerti itu.

    Menurut hemat saya MPR sebaiknya diposisikan sebagaiLlpper House sementara itu DPR menjadi Lower House. jumlahanggota MPR sebaiknya hanyalah mewakili setiap propinsi, yangdipilih untuk masa bakti lima tahun dengan menggunakan sistemSimple Majority Single Ballot atau Sistem Distrik. Jumlahnya untuksetiap propinsi sebaiknya sama, yaitu seperti Utusan Daerah sepertisekarang ini, yaitu lima (5) orang untuk setiap propinsi. Mengapademikian? Untuk menciptakan keseimbangan antara kedua Housestersebut. Kalau DPR mewakili penduduk dari setiap kabupaten, dan

    56

  • Afan Gaffar, pemirihan lTesiden dan penciptaan Mekanisme...

    jumlah wakil untuk kabupaten tertentu bergantung kepada jumlahpenduduk, dan ini yang kita sebut sebagai Disirict- tutagnitude.Anggota kedua lembaga tersebut da-pat saja dipilih dalam *uf1, yangbersamaan, tetapi dengan masa jabatan yang berbeda. Kalau irapfrmasa jabatannya lima tahun, maka DpR sebaiknya tiga tahun saja.Konsekwensinya adalah pemitihan umum dilakukan dengan tingkatfrekwensi yang lebih tinggi.

    Fungsi kedua lembaga ini adalah sama yaitu membentuk UU,mengawasi implementasi dari UU tersebut, melakukan penyelidikanuntuk menyelesaikan kasus yang melibatkan kepentingan publik yangsangat luas, menyusun APBN, melakukan konfirmasi terhidap s"-.tirekrutmen politik pada tingkat nasional, mengesyahkan perjanjianinternasional, melakukan public hearing, dan lain sebagainya.

    DPR dan MPR, sebagaimana yang diatur sekarang denganuU No. 4 tahun 1999 disamping memiliki tugas dan kewajiban yangbersifat tradisional sebagaimana dikemukakan di atas, i"gimempunyai hak untuk melakukan Subpoena kepada seorang pejabatnegara dan pejabat pemerintah, ataupun warga masyarakat untukmenyelesaikan masalah tertentu. Kalau seseorang menolak hadir diDPR/MPR maka yang bersangkutan akan dikenakan Contempt ofParliamenf. Hanya saja harus diatur dengan UU bagaimana seseoranghadir di DPR, misalnya untuk tidak memberikan keterangan kalausampai membawa implikasi Self-incriminating. DPR juga dapatmengadili atau melakukan impeachment terhadap presiden apabilaternyata di dalam menjalankan tugasnya, atau presiden melakukanpelanggaran hukum dan moral. Bagaimana dengan anggota DpR/MPR yang ternyata melakukan pelanggaran hukum dan moral?Masyarakat dari mana dia berasal atau dipilih dapat melakukangerakan untuk me "recall" anggota DPR tersebut dengan melakukanpengumpulan tanda tangan dengan jumlah tertentu.

    3 Lembaga Kepresidenan

    Lembaga Kepresidenan dipimpin oleh seorang Presiden danseorang Wakil Presiden. Keduanya dipilih dalam satu paket untukmasa iabatan yang sama, yaitu antara empat atau lima tahun.

    57

  • Jumal IImu fusial & IImu Politik, Vol.4, No 1, luli 2000

    Kekuasaan presiden antara lain:a. Mengajukan Rancangan Undang-undang ke MPR dan DPR;b. Mengangkat Anggoti MA, Menteri, Panglima TNI, Duta Besar

    dan pejabat tinggilainnya, akan tetapi harus dengan PersetuiuanMPI{ melalui fomisi yang terkait. Untuk Panglima TNI misalnyaharus dikonfirmasi oleh Komisi I yang menan8ani masalahpertahanan;

    c. itresiden dapat melakukan veto terhadap RUU yang merupakanhasil inisiati? MPR dan DP& dan veto tersebut dapat ditolak olehMPR atau DPR dengan dua pertiga suara yang mendukungpenolakan tersebu!

    d. 'lrdengalukan RAPBN dengan mendapat pengesyahan dari MPRatau DPR;

    e. Mengadakan perjanjian luar negeri dengan mendapat ratifikasidari MPR dan DPR;

    t. Memberikan pengampunan(Pardon),Grasi, Amnesti, dan Abolisi;Dari usulan inl kita dapat melihat bahwa kekuasaan lembaga

    kepresidenan menjadi terbatas, tidak seperti yang-kila kenal sekarang

    ini terutama yang -berkaitan

    dengan rekrutmen politik. Dengan format

    UUD 11g4sPresidEn selalu dapat mengklaim bahwa semua rekruitmen

    anggota Kabinet atau yang setingkat dengan itu meruPakan "HakprEiogatif" Presiden. Akibatnya adalah Presiden dapat tui-u*"r,gu".tgkat seseorang yang tidak jelas kualifikasinya untuk menjadipejaSat lun p"trasihal presiden untuk hal-hal yang bersifat sangatstiategis. tUoaet rekrutmen anggota Kabinet yang dilakukan olehpresilen Abdurrahman Wahid memperlihatkan gejala untukmenyalahgunakan "hak Prerogatif" tersebut dengan mengangkltorang-orang dekat dengan Presiden untuk iabatan yanq sama sekali

    tidak tepat karena tidak didukung oleh latar belakang kemampuan/keilmuan, dan pengalaman yang bersangkutan'

    4. Pemerintah Daerah

    Checks and Balances tidak hanya menyangkut mekanismehubungan antara lembagaJembaga Pemerintahan yanS_ ada di pusatp"*"tit tahan atau di pemerintahan nasional, tetapi hal itu dapatmencakup mekanisme hubungan kekuasaan antara pemerintahan

    s8

  • Afan Gaffar, Pemilihan hesiden dan penciptaan Mekanisme...

    Nasional dengan Pemerintahan Daerah, dan antara PemerintahanDaerah yang satu dengan Pemerintahan Daerah yang lainnya.Pengalaman penyelenggaraan pemerintahan masa Orde Baru yangbersifat sentralistik sangat membekas di hati seluruh masyarakatkarena implikasinya yang sangat buruk terhadap masyarakat diDaerah. Hal itu menyangkut ketidakadilan dalam penguasaan sumberdaya alam, ketidakadilan dalam keseimbangan pertumbuhan antarDaerah, kesewenangan di dalam menghilangkan hak masyarakat lokalatas pemilikan tanah dengan alasan untuk kepentinganpembangunan, tidak dihargainya hak-hak politik masyarakat diDaerah yang menyangkut proses pemilihan pemimpin di Daerahseperti misalnya pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, dan lain-lainnya.

    Pemerintahan Presiden Habibie sudah mencanangkan untukmemberikan otonomi luas kepada Daerah melalui Undang UndangNo. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan AntaraPusat dan Daerah. Tampaknya komitmen tersebut dilanjutkan olehpemerintahan Abdurrahman Wahid sekarang ini. Hanya sajamengenai implementasi lebih lanjut dari kedua Undang-Undangmenimbulkan banyak persoalan di masyarakat.

    Penutup

    Apu yang dikemukakan dalam tulisan ini merupakanrangkaian pemikiran yang muncul dari penulis sebagai resPonsterhadap perkembangan keadaan dalam masa-masa transisi ini. Tentusaja penulis tidak akan mengklairn bahwa aPa yang dikemukakandalam tulisan ini merupakan alternatif yang terbaik. Akan tetapipenulis berharap dengan tulisan ini maka akan muncul berbagaipemikiran yang serius dalam rangka membangun demokrasiIndonesia.

    Hanya saja membangun sebuah demokrasi bukanlah sebuahpekerjaan yang mudah, karena akan rnelibatkan berbagai macamkepentingan dalam masyarakat. Dalam konteks sebuah masyarakatyang transisional, maka tidak tertutup akan muncul kelompokmasyarakat yang bersifat konservatif, yaitu mereka yang tidak

    59

  • lumal IImu fusial & IImu Politih VoI. 4 No 7, JuIi 2m0

    menghendaki adanya perubahan yang mendasar dan akan selalumeniaga atau melindungi kepentingan yang telah lama merekamenikmatinya. Hal itu dapat dipahami karena setiap bentukperubahan akan membawa implikasi sebagai ancaman ataskepentingan kelompok tersebut yang sudah terjaga selama puluhantahun. Di samping itu ada pula kelompok yang menghendakiperubahan secara radikal, yaitu dengan meninggalkan ataumembatalkan semua mekanisme lama yang sudah disepakati danmenggantinya sekaligus dengan hal-hal yang baru sama sekali. Tidakjarang kelompok seperti ini hanya mengambil sikap dan memandangperubahan hanya semata-mata demi perubahan dengan tanpamemperhatikan implikasinya. Tentu saja kita selalu berharap akansesuatu yang terbaik buat bangsa dan negara ini yang sedangterpuruk menghadapi krisis yang sangat kompleks.**"

    60

  • Afan Gaffar. pemililnn hreiden dan perciphan Melcanisme...

    Daftar Pustaka

    Gaffar, Afan, (1999), Politik Indonesia orde Baru: Transisi MenujuDemokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

    Lijphart, Arend (ed). (1998), Parliamentary Versus hesidential Gov-ernment Cambridge: Oxford University Press.

    Lipset, Seymour M. (1995), 'Introduction.'Dalam The Encyclopediaof Dem ocracy. W ashington, DC: Con gressional Quarterly Inc.

    Bacaan Anjuran:

    Dahl, Robert A., (L956), A Preface to Democratic Theory, Chicago:Chicago Univ. Press

    Dahl, Robert A., (1998), On Democracl, New Haven, Conn.: YaleUniv. Press.

    Dahl, Robert A., (1978), Democracy and lts Critics New Haven, Conn.:Yale Univ. Press

    Huntington, Samuel P., (7993), The Third Wave: Democratization inthe Late Twentieth Century, Norman, Oklahoma: OklahomaUniversity Press.

    Lijphart, Arend, Ed. (1994), Electoral Systems and Party Systems: AStudy of Twenty-Seven Demrcracies,New Haven, Conn.: YaleUniversity Press.

    Lijphart, Arend dan Carlos H- Weisman, Ed., (1996), Institutional De-sign in New Democracies, Eastem Europe and Latin America,Boulder, Colorado: West View Press.

    Sartori, Giovanni, (799n, Comparative Constitutional Engineering,Second Ed., New York New York University Press.

    6r


Recommended