+ All Categories
Home > Documents > TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Date post: 02-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 8 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL TWILIGHT KARYA STEPHENIE MEYER FEMINIST PERSPECTIVE CHARACTERS IN THE TWILIGHT NOVEL BY STEPHENIE MEYER Nursis Twilovita Balai Bahasa Sumatera Selatan Jalan Seniman Amri Yahya, SU 1, Jakabaring Komplek Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, Sumsel Telepon: 0711-7539500, Faksimile: 0711-7539555 Ponsel: 0813-73279909, pos-el: [email protected] Abstrac Men and women are created equal, and they are perfected by His creator by being given the rights inherent in him, the right to life, freedom, and the achievement of happiness. Therefore, the writer in this paper wants to look at figures who have a feminist perspective in the Twilight novel by Stephenie Meyer. Women with all the dynamics that oppose the material and source of inspiration that will never end. Woman is a figure that has two very opposite sides. On one side of a woman is a very charming beauty. However, on the other hand, women are often considered weak. In this connection, the problem that will be discussed in this paper is how to describe the perspective of the feminism of the characters in the novel by Stephenie Meyer. This paper is examined using descriptive-textual method and sociology literature approach. Keywords: Feminism perspective, Twilight novel Abstrak Laki-laki maupun perempuan diciptakan sederajat, dan mereka disempurnakan oleh pencipta-Nya dengan diberi hak-hak yang melekat dalam dirinya, hak untuk hidup, kebebasan, dan pencapaian kebahagiaan. Oleh karena itu, penulis dalam makalah kali ini ingin menilik tokoh-tokoh yang berperspektif feminisme dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer. Wanita dengan segala dinamika yang ada padanya seolah menjadi bahan dan sumber inspirasi yang tidak akan pernah ada habisnya. Wanita adalah sosok yang mempunyai dua sisi yang sangat berlawanan. Di satu sisi wanita adalah keindahan yang begitu sangat memesona,. Namun, di sisi yang lain, wanita sering dianggap lemah. Berdasarkan itulah, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah gambaran perspektif feminisme tokoh-tokoh dalam novel karya Stephenie Meyer. Makalah ini dikaji menggunakan metode deskriptif-tekstual dan pendekatan sosiologi sastra. Kata Kunci : Perspektif feminisme, Novel Twilight
Transcript
Page 1: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL TWILIGHT KARYA STEPHENIE MEYER

FEMINIST PERSPECTIVE CHARACTERS IN THE TWILIGHT

NOVEL BY STEPHENIE MEYER

Nursis Twilovita

Balai Bahasa Sumatera Selatan Jalan Seniman Amri Yahya, SU 1, Jakabaring

Komplek Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, Sumsel Telepon: 0711-7539500, Faksimile: 0711-7539555

Ponsel: 0813-73279909, pos-el: [email protected]

Abstrac

Men and women are created equal, and they are perfected by His creator by being given the rights inherent in him, the right to life, freedom, and the achievement of happiness. Therefore, the writer in this paper wants to look at figures who have a feminist perspective in the Twilight novel by Stephenie Meyer. Women with all the dynamics that oppose the material and source of inspiration that will never end. Woman is a figure that has two very opposite sides. On one side of a woman is a very charming beauty. However, on the other hand, women are often considered weak. In this connection, the problem that will be discussed in this paper is how to describe the perspective of the feminism of the characters in the novel by Stephenie Meyer. This paper is examined using descriptive-textual method and sociology literature approach.

Keywords: Feminism perspective, Twilight novel

Abstrak

Laki-laki maupun perempuan diciptakan sederajat, dan mereka disempurnakan oleh pencipta-Nya dengan diberi hak-hak yang melekat dalam dirinya, hak untuk hidup, kebebasan, dan pencapaian kebahagiaan. Oleh karena itu, penulis dalam makalah kali ini ingin menilik tokoh-tokoh yang berperspektif feminisme dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer. Wanita dengan segala dinamika yang ada padanya seolah menjadi bahan dan sumber inspirasi yang tidak akan pernah ada habisnya. Wanita adalah sosok yang mempunyai dua sisi yang sangat berlawanan. Di satu sisi wanita adalah keindahan yang begitu sangat memesona,. Namun, di sisi yang lain, wanita sering dianggap lemah. Berdasarkan itulah, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah gambaran perspektif feminisme tokoh-tokoh dalam novel karya Stephenie Meyer. Makalah ini dikaji menggunakan metode deskriptif-tekstual dan pendekatan sosiologi sastra.

Kata Kunci : Perspektif feminisme, Novel Twilight

Page 2: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

35

1. PENDAHULUAN Di mana pun berada, wanita menjadi sosok yang sangat menarik untuk dibicarakan, khususnya bagi kaum laki-laki. Wanita dengan segala dinamika ya ada padanya seolah menjadi bahan dan sumber inspirasi yang tidak akan pernah ada habisnya. Wanita adalah sosok yang mempunyai dua sisi yang sangat berlawanan. Di satu sisi wanita adalah keindahan yang begitu sangat memesona,. Namun, di sisi yang lain, wanita sering dianggap lemah. Kelemahan ini sering dijadikan alasan oleh sebagian laki-laki untuk dimanfaatkan dan diekspolotasi keindahanannya. Kebudayaan yang ada di ingkungan sekitar saat ini. Secara umum, masih memperlihatkan dan menempatkan wanita menjadi kaum yang terpinggirkan oleh kaum laki-laki. Hal ini tercermin dari ungkapan-ungkapan yang sangat memojokkan kaum wanita. Adanya sebutan wanita itu pekerjaannya hanya di dapur, di kasur, dan di sumur. Pekerjaannya dianggap pekerjaan yang hanya mengurus anak, suami, intinya pekerjaan sehari-hari di dalam rumah tangga. Wanita hanya dianggap orang yang lemah. Wanita (istri) yang baik dan ideal, dalam pandangan sebagian besar masyarakat, adalah wanita yang taat, tidak suka protes tanpa harus peduli dengan apa yang dilakukan oleh suami atau kaum laki-laki di luar rumah. Selain itu, masih banyak pula perlakuan masyarakat yang memperkerjakan kaum wanita wanita di kantor, pabrik, ladang, dan sawah dengan dinilai dan dihargai lebih rendah dari yang diperoleh kaum laki-laki. Perbedaan gender pada dasarnya adalah suatu perbedaan yang

sudah bersumber dari Tuhan saat manusia diciptakan. Perbedaan tersebut tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan gender intequalities (ketidakadilan gender). Namun, pada kenyataannya, saat ini masih banyak terjadi ketidakadilan gender, khusunya yang dialami kaum wanita. Dari berbagai kajian tentang perempuan itu maka sering diadakan seminar, tulisan- tulisan di media massa, diskusi-diskusi, berbagai penelitian dan sebagainya. Hampir semua tulisan dan diskusi-diskusi mempersoalkan tentang diskriminasi dan ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan. Munculnya pusat studi tentang perempuan di -karenakan dorongan kebutuhan akan konsep baru untuk memahami kondisi dan kedudukan perempuan dengan menggunakan perspektif baru. Dimasukkannya konsep gender ke dalam studi wanita tersebut, menurut Sita van Bemmelen paling tidak memiliki dua alasan. Pertama, ketidakpuasan dengan gagasan statis tentang jenis kelamin. Perbedaan antara pria dan wanita hanya menunjuk pada sosok biologisnya. Kedua, gender menyiratkan bahwa kategori pria dan wanita merupakan konstruksi sosial yan gmembentuk pria dan wanita (dalam Ibrahim dan Suranto, 1998:xxvi) Namun ironisnya, di tengah gegap gempitanya upaya kaum feminis memperjuangkan keadilan dan ke -setaraan gender, masih banyak pandangan sinis, cibiran dan perlawanan. yang datang tidak hanya dari kaum laki-laki, tetapi juga dari kaum perempuan sendiri. Masalah tersebut mungkin muncul dari ketakutan kaum laki-laki yang merasa

Page 3: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Tokoh-Tokoh Berperspektif....(Nursis Trilovita)

36

terancam oeh kebangkitan kaum perempuan. Bertolak dari fenomena tersebut, maka konsep penting yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum membicarakan masalah perempuan adalah perbedaan konsep seks (jenis kelamin) dengan konsep gender. Pemahaman yang mendalam atas kedua konsep tersebut sangatlah penting karena kesamaan pengertian (mutualunder standing) atas kedua kata kunci inilah akan menghindarkan kita dari kemungkinan pemahaman-pemahaman yang keliru dan tumpang tindih antara masalah-masalah perempuan yang muncul karena perbedaan akibat seks dan masalah perempuan yang muncul akibat hubungan gender.

Karya sastra merupakan cermin refleksikan kondisi masyarakat serta tempat karya sastra itu tercipta. Hal ini disebabkan oleh adanya permasalahan yang timbul yang menginginkan adanya perlakuan yang adil antara kaum laki-laki dan kaum wanita. Oleh karena itu,

Pembicaraan mengenai perempuan dengan segala aspek yang melingkupinya termasuk kemitrasejajarannya dengan laki-laki memang selalu menarik dan aktual, tidak saja bagi kaum pria tetapi juga bagi kaum wanita itu sendiri. Begitu juga dengan penokohan dan kedudukan pria-wanita dalam novel Twilight Karya Stephenie Meyer dirasakan cukup menarik untuk dikaji sebagai salah satu studi tentang wanita sebagai gerakan berpikiran dan berkebudayaan baru. Sebuah gerakan transformasi wanita untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia, antara pria dan wanita secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. 2. Kerangka Teori Pengertian Gender

Selama lebih dari sepuluh tahun istilah gender meramaikan berbagai diskusi tentang masalah-masalah perempuan, selama itu pulalah istilah tersebut telah mendatangkan ketidakjelas-an dan kesalahpahaman tentang apa yang dimaksud dengan konsep gender dan apa kaitan konsep tersebut dengan usaha emansipasi wanita yang harus diperjuangkan kaum perempuan tidak hanya di Indonesia yang dipelopori ibu Kartini tetapi juga di pelbagai penjuru dunia lainnya. Kekaburan makna atas istilah gender ini telah mengakibatkan perjuangan gender menghadapi banyak perlawanan yang tidak saja datang dari kaum laki-laki yang merasa terancam.

“Hegemoni kekuasaannya” tapi juga datang dari kaum perempuan sendiri yang tidak paham akan apa yang sesungguhnya dipermasalahkan oleh perjuangan gender itu. Konsep gender pertama kali harus dibedakan dari konsep seks atau jenis kelamin secara biologis. Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.

Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini maka dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama di semua tempat, di

Page 4: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

37

semua budaya dari waktu kewaktu dan

tidak dapat dipertukarkan satu sama lain.

Berbeda dengan seks atau jenis kelamin yang diberikan oleh Tuhan dan sudah dimiliki seseorang ketika ia dilahirkan sehingga menjadi kodrat manusia, istilah gender yang diserap dari bahasa Inggris dan sampai saat ini belum ditemukan padanan katanya dalam Bahasa Indonesia,---kecuali oleh sebagian orang yang untuk mudahnya telah mengubah gender menjadi jender--- merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (Kompas, 3 September 1995).

Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang lama, yang disosialisasikan secara turun temurun maka pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan berlandaskan hubungan gender dimaknai secara berbeda dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan dari waktu ke waktu. Meskipun demikian upaya untuk mendefinisikan konsep gender tetap dilakukan dan salah satu definisi gender telah dikemukakan oleh Joan Scoot, seorang sejarahwan, sebagai “a constitutive element of social relationships based on perceived di-fferences between the sexes, and…a primary way of signifying relationships of power.” (1986:1067).

Sebagai contoh dari perwujudan konsep gender sebagai sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan budaya, misalnya jika

dikatakan bahwa seorang laki-laki itu lebih kuat, gagah, keras, disiplin, lebih pintar, lebih cocok untuk bekerja di luar rumah dan bahwa seorang perempuan itu lemah lembut, keibuan, halus, cantik, lebih cocok untuk bekerja di dalam rumah (mengurus anak, memasak dan membersihkan rumah) maka itulah gender dan itu bukanlah kodrat karena itu dibentuk oleh manusia.

Di sisi lain, gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan wanita yang secara sosial dan kultural oleh manusia sendiri, bukan secara kodrati. Fakih (2007:12 menjelaskan bahwa perbedaan gender tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketiadailan gender. Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, terutama terhadap kaum wanita. Reaksi seperti itu bertolak dari kenyataan bahwa wanita tidak saja dirugikan karena faktor biologis, tetapi ketidakadilan itu direkonstruksi secara budaya. Kenyataan kedua ini memberikan kontribusi terbesar dalam membentuk ketimpangan sosial tersebut.

Gender bisa dipertukarkan satu sama lain, gender bisa berubah dan berbeda dari waktu ke waktu, di suatu daerah dan daerah yang lainnya. Oleh karena itulah, identifikasi seseorang dengan menggunakan perspektif gender tidaklah bersifat universal. Seseorang dengan jenis kelamin laki-laki mungkin saja bersifat keibuan dan lemah lembut sehingga dimungkinkan pula bagi dia untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan-pekerjaan lain yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya seseorang dengan jenis kelamin perempuan bisa saja bertubuh kuat, besar

Page 5: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Tokoh-Tokoh Berperspektif....(Nursis Trilovita)

38

pintar dan bisa mengerjakan perkerjaan-pekerjaan yang selama ini dianggap maskulin dan dianggap sebagai wilayah kekuasaan kaum laki-laki.

Di sinilah kesalahan pemahaman akan konsep gender seringkali muncul, di mana orang sering memahami konsep gender yang merupakan rekayasa sosial budaya sebagai “kodrat”, sebagai sesuatu hal yang sudah melekat pada diri seseorang, tidak bisa diubah dan ditawar lagi. Padahal kodrat itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, antara lain berarti “sifat asli; sifat bawaan”. Dengan demikian gender yang dibentuk dan terbentuk sepanjang hidup seseorang oleh pranata-pranata sosial budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi bukanlah bukanlah kodrat. Karya sastra adalah cerminan reflesi kondisi masyarakat serta tempat di mana karya sastra itu tercipta. Hal ini disebabkan oleh adanya permasalahan yang timbul yang menginginkan adanya perlakuan yang adil antara kaum laki-laki dan kaum wanita. Oleh karena itu, studi karya sastra dari segi feminisme, bagian terpenting dalam pembicaraan tentang wanita, adalah mengetahui bagaimana sosok wanita, adalah mengetahui bagaimana sosok wanita yang direpresentasikan dalam sebuah karya sastra Wujud repsentasikan tersebut sangat dipengaruhi oleh kepekaan pengarang dalam menangkap fenomena yang ada dalam masyarakat dan bagaimana pengarang mengekspresikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, dan diharapkan terkait budaya yang ada dalam masyarakat tersebut. Feminisme berkaitan erat dengan kritik sastra feminisme, yakni kajian sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang meng-

inginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi wanita.

Teori Feminisme

Teori feminis muncul seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia, perempuan juga selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. John Stuart Mill dan Harriet Taylor menyatakan bahawa untuk memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan/kenikmatan) adalah dengan membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Mill dan Taylor yakin bahwa jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan laki-laki (Tong, 1998: 23). Teori feminisme memfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama karena adanya konflik gender.

Feminis mencoba untuk men- dekonstruksi sistem yang me-nimbulkan kelompok yang men- dominasi dan didominasi. Feminisme mencoba untuk Menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidak-adilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2004: 186). Teori feminisme memperlihatkan dua perbedaan mendasar dalam

Page 6: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

39

melihat perempuan dan laki-laki. Ungkapan male-female yang memperlihatkan aspek perbedaan biologis sebagai hakikat alamiah, kodrati. Sedangkan ungkapan masculine-feminine merupakan aspek perbedaan psikologis dan kultural (Ratna, 2004: 184). Dengan kata lain, feminisme adalah paham gerakan yang berinti tujuan meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki (Soenarjati, 2000: 4).

Pembicaraan mengenai perempuan dengan segala aspek yang melingkupinya termasuk kemitrasejajarannya dengan laki-laki memang selalu menarik dan aktual, tidak saja bagi kaum pria tetapi juga bagi kaum wanita itu sendiri. Begitu juga dengan penokohan dan kedudukan pria-wanita dalam novel Twilight Karya Stephenie Meyer dirasakan cukup menarik untuk dikaji sebagai salah satu studi tentang wanita sebagai gerakan berpikiran dan berkebudayaan baru. Sebuah gerakan transformasi wanita untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia, antara pria dan wanita secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil.

Tokoh pria dan wanita yang ditampilkan oleh Stephenie Meyer dalam novel Twi light menggambarkan masalah-masalah kehidupan dan percintaan antara perempuan (manusia) dan laki-laki (vampire). Berdasarkan urain latar belakang di atas maka dapatlah disusun rumusan masalah bagaimanakah gambaran tokoh-tokoh berperspektif feminisme dalam novel karya Stephenie Meyer.

Dengan bertolak dari rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujan untuk mendeskripsikan gambaran tokoh-tokoh berperspektif feminisme. Melalui tokoh-tokoh dalam novel Twilight akan terungkapkan

seberapa jauh perspektif feminisme dalam novel karya Stephenie Meyer.. 3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode deskriptif-tekstual dan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Metode di atas bertujuan untuk memerikan objek penelitian secara apa adanya yang terfokus pada tokoh-tokoh di dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer. 4. Pembahasan Sinopsis Twilight

“Tentang tiga hal aku benar-benar yakin:

Pertama, Edward seorang vampire.

Kedua, ada sebagian dirinya—dan aku tak tahu seberapa dominan bagian itu—yang haus akan darahku.

Dan ketiga, aku mencintainya. Dan cintaku padanya teramat dalam dan tanpa syarat”.

Ketika Isabella Swan pindah ke

Forks yang muram, ia bertemu Edward Cullen, cowok misterius sangat mem- pesona yang membuat perasaannya jungkir-balik. Dengan kulit porselen, sepasang mata keemasan, dan suara merdu memikat, Edward sungguh sosok teramat menarik yang membuat Isabella terpikat. Selama ini Edward telah berhasil menyembunyikan identitasnya yang sesungguhnya, tapi Bella bertekad untuk menyingkap rahasia paling kelamnya. Hanya saja Bella sama sekali tidak menyadari bahaya yang menantinya, ketika hubungannya dengan Edward semakin akrab. Dan sanggupkah Bella berpaling dan meninggalkan Edward sebelum segalanya terlambat dan tak ada jalan kembali baginya? Ini adalah kisah cinta terlarang. Dan seperti cinta terlarang

Page 7: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Tokoh-Tokoh Berperspektif....(Nursis Trilovita)

40

lainnya, cinta ini tidak mengenal jalan kembali, selain menjadi hidup dan sekaligus mati pada saat yang sama Bella Swan baru saja pindah dari Phoenix, Arizona yang mayoritas bercuaca panas ke Forks, Washington yang mayoritas cuacanya hujan untuk tinggal bersama ayahnya, Charlie, setelah ibunya, Renée, menikah dan tinggal bersama suami barunya, Phil, seorang pemain bisbol. Setelah pindah ke Forks, Bella akhirnya tertarik pada seorang pemuda misterius yang tampan, yang merupakan teman sekelasnya di pelajaran Biologi, Edward Cullen, yang ternyata merupakan seorang vampir vegetarian (vampir yang meminum darah hewan, bukan manusia). Edward mempunyai kemampuan seperti halnya vampir yang lain (kuat, cepat, apabila terkena matahari langsung maka tubuhnya berkilauan dan pada saat tertentu matanya dapat berubah warna)selain itu edward juga mempunyai sebuah bakat untuk dapat membaca pikiran orang lain. tapi dia tak mampu membaca pikiran Bella. Pada awalnya, Edward berusaha menjauhi Bella karena Edward selalu merasa tergoda jika menghirup aroma darah Bella. Akan tetapi lama kelamaan akhirnya Edward dapat mengatasi masalah tersebut dan kemudian mereka pun jatuh cinta satu sama lain, yang membuat sekolah membicarakan mereka. Suatu ketika, Bella diajak untuk melihat keluarga Cullen bermain bisbol. Tanpa disangka, tiba-tiba datanglah sekelompok vampir nomaden yang terdiri dari James (vampir dengan bakat melacak), Victoria (vampir dengan insting melarikan diri yang luar biasa hebat dan merupakan pasangan dari James), serta Laurent. Begitu bertemu dengan Bella, James sudah mulai mengincar darah Bella. Semua anggota keluarga Cullen bersatu untuk

menyelamatkan Bella. Bella melarikan diri ke Phoenix, Arizona bersama Alice (vampir dengan bakat melihat masa depan) dan Jasper (vampir dengan bakat mengendalikan perasaan di sekitarnya dan merupakan pasangan dari Alice). Saat kabur ke Phoenix, Bella dijebak oleh James. Untungnya Edward dan keluarganya segera menyadari hilangnya Bella dan segera bergegas untuk pergi menyelamatkan Bella. Edward tiba tepat pada waktunya dan berhasil menyelamatkan Bella.

Tokoh—tokoh berperspektif feminisme dalam Novel Twilight Karya Stephenie Meyer Sebuah karya fiksi boleh jadi merupakan paduan cerita yang menampilkan sebuah dunian yang sengaja dikreasikan oleh pengarang, namun bisa jadi mencerminkan realitas kehidupan masyarakatnya. Pada dasarnya perwatakan manusia ditentukan oleh lingkungan sosial maupun budaya tempat ia berada dan berinteraksi. Begitu juga dengan kedudukan antara pria dan wanita di masyarakat tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, golongan, zaman, serta situasi dan kondisi masyarakatnya. Perwatakan dan penggambaran tokoh-tokoh dalam novel yang ditampilkan oleh pengarang merupakan sarana ampuh untuk menyentuh perasaan, mem-pengaruhi pemikiran dan menyodorkan keluasan pandangan terhadap masalah-masalah kehidupan bagi pembacanya. Tokoh-tokoh dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer merupakan tokoh hasil kreativitas imajinatif dan hasil penghayatan yang intens yang mungkin saja turut membangun pikiran pengarangnya. 4.1. Isabella Swan

Kisah yang berawal dari kehidupan seorang gadis biasa namun memiliki daya pikat tersendiri.

Page 8: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

41

Seorang gadis yang merasa hidupnya sepi setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah dan sang ibu telah menikah lagi dengan orang lain. Bella memutuskan untuk meninggalkan ibunya dan ingin tinggal bersama sang ayah. Dalam hal ini Bella memiliki perasaan sedih sama seperti halnya dengan gadis-gadis lain yang akan berpisah dengan orang yang dicintainya, terutama ibunya sendiri. Ibuku mirip aku, kecuali rambut pendek dan garis usia di sekeliling bibir dan matanya. Aku merasa sedikit panik saat menatap mata kekanak-kanakannya yang lebar. Bagaimana aku bisa meninggalkan ibuku yang penuh kasih, labil, dan konyol ini sendirian? Bella, sosok gadis yang lembut namun ingin terlihat tegar. Ia membohongi dirinya sendiri dan berusaha kuat mengabaikan perasaan sedihnya saat harus meninggalkan ibunya.

“Aku ingin pergi,” aku berbohong. Aku tak pernah pandai berbohong, tapi aku telah mengatakan kebohongan ini begitu sering hingga sekarang nyaris terdengar meyakinkan. “Sampaikan salamku buat Charlie.” “Akan kusampaikan, “Sampai ketemu lagi,” ibuku berkeras. “Kau bisa pulang kapan pun kau mau--aku akan segera datang begitu kau membutuhkanku.” Tapi di matanya bisa kulihat pengorbanan di balik janji itu. “Jangan khawatirkan aku,” pintaku. “Semua akan baik-baik saja. Aku sayang padamu, Mom.”

Hidup terpisah dalam waktu yang cukup lama dengan sang ayah membuat Bella merasa kaku saat berjumpa dengan ayahnya. Layaknya gadis-gadis lain akan bermanja-manja

bila bertemu ayah, namun tidak demikian halnya dengan Bella. Makan waktu empat jam untuk terbang dari Phoenix ke Seattle, satu jam lagi menumpang pesawat kecil menuju Port Angeles, lalu satu jam perjalanan darat menuju Forks. Perjalanan udara tdak mengusikku; tapi satu jam dalam mobil bersama Charlie-lah yang agak kukhawatirkan. Tapi tentu saja saat-saat bersama Charlie terasa canggung. Kami sama-sama bukan tipe yang suka bicara, dan aku juga tak tahu harus bilang apa. Seorang perempuan selalu ingin memiliki kesempurnaan secara fisik, disadari atau tanpa disadari ini merupakan keinginan hakiki dalam diri setiap perempuan. Barangkali takkan begitu

jadinya bila aku berpenampilan seperti layak anak perempuan dari Phoenix. Tapi secara fisik aku tak pernah cocok berada di mana pun. Aku harus berkulit cokelat, sporty, pirang—pemain voli, atau pemandu sorak…

Sebaliknya aku malah berkulit kekuningan, bahkan tanpa mata biru atau rambut merah, meskipun sering terpapar sinar matahari. Tubuhku selalu langsing, tapi lembek …..

Sebagai seorang perempuan belia, Bella juga merasakan kekaguman terhadap Edward Cullen, laki-laki keturunan vampire.

“Itu Edward dan Emmett Cullen, serta Rosalie dan Jasper Hale. Yang baru saja pergi namanya Alice Cullen; mereka tinggal bersama dr. Cullen dan istrinya.” Aku melirik cowok tampan itu, yang sekarang sedang memandangi, mecubit-cubit bagelnya dengan jari-jari

Page 9: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Tokoh-Tokoh Berperspektif....(Nursis Trilovita)

42

panjangnya yang pucat. Mulutnya bergerak sangat cepat, bibinya yang sempurna nyaris tidak terbuka. “Mereka … sangat tampan dan cantik”. Dengan susah payah aku menyatakan komentar yang men- colok itu… Perutku bergejolak begitu aku menyadari maksudnya. Ia pasti tahu betapa aku terpesona olehnya; ia pasti tidak ingin itu berlanjut … Tentu saja ia tidak tertari padaku, pikirku marah, mataku perih—jelas bukan karena irisan bawang. Aku tidak menarik. Sementara Edward benar-benar. Menarik… dan pintar.. dan misterius…. dan sempurna…dan tampan …

Terlihat dari kutipan di atas, betapa kagumnya Bella pada sekelompok laki-laki dan perempuan. Stephanie Meyer membangun imajinasinya secara lugas untuk memperoleh gambaran tentang laki-laki, Edward tidak hanya tampan fisik tetapi memiliki kelebihan intelektualitas. Dalam hal ini tokoh Bella merasa tidak sebanding dengan Edward, Bella merasa tidak terlalu menarik dan sesempurna Edward. Stepheniemenggambarkan sosok perempuan dalam novel ini sebagai sosok perempuan yang mengagumi laki-laki, bukan dikagumi. Saat akhir pekan, seorang perempuan terbiasa meng- habiskan waktunya tinggal di rumah, melakukan tugas rutin, membersihkan rumah, dsb. Berbeda dengan laki-laki yang biasanya menghabiskan akhir pekannya bersama teman-temannya di luar rumah dan tidak terlalu peduli pada tugas rutin di rumah. Hal ini juga dialami oleh Bella dalam menjalani hari-harinya di Forks. Terlihat pada kutipan berikut.

Sesampai di rumah aku menge- luarkan semua barang belanjaan, lalu menyumpalkannya di mana-mana. Kuharap Charlie tidak keberatan. Kubungkus kentang dengan alumunium dan kumasukan ke oven. Lalu memangganggnya, melapisi steik dengan saus marinade… Aku membersihkan rumah, mengerjakan PR, dan menulis e-mail yang lebih ceria untuk ibuku …

Seorang perempuan yang sedang jatuh cinta ternyata akan rela melakukan apa saja demi kekasih tercinta. Bella rela mengorbankan dirinya, ia ingin

berkorban demi kekasih tercintanya meskipun ia harus mendapatkan cidera. Bella tidak ingin kehilangan laki-laki yang begitu dicintainya.

Ia tidak mengatakan apa-apa; ia memperhatikan wajahku dengan seksama ketika rasa sakit yang tak ada hubungannya dengan tulang-tulang yang patah, rasa sakit yang jauh lebih parah, mengancam meng- hancurkan.

“Waktunya untuk obat penghilang sakit, Sayang?” tanyanya ramah, sambil menepuk-nepuk kantong infuse.

“Tidak, tidak,” gumamku, berusaha menghilangkan kepedihan dari suaraku. “Aku tidak membutuhkan apa-apa.” Aku tak bisa memejamkan mata sekarang.

“Tak perlu berpura-pura berani, Sayang. Sebaiknya kau tidak terlalu tegang; kau perlu beristirahat.” Ia menunggu, tapi aku hanya menggeleng.

“Jangan tinggalkan aku,” aku memohon, suaraku parau. “Aku takkan meninggalkanmu,” ia berjanji. “Sekarang tenanglah

Page 10: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

43

sebelum aku memanggil perawat untuk memberimu obat penenang.” Tapi jangtungku tak mau tenang. “Bella.” Ia membelai wajahku hati-hati. “Aku takkan kemana-mana. Aku akan ada di sini selama kau membutuh- kan ku.” “Kau bersumpah takkan me-ninggalkanku?” bisikku. Setidak-tidaknya aku mencoba mengendalikan napasku yang

tersengal-sengal. Rusukku nyeri.

Berpijak dari kutipan di atas, dapat terlihat bahwa seorang wanita pun tak segan-segan mengorbankan keselamatan dirinya sendiri. Digambarkan dalam kutipan di atas betapa Bella tidak ingin memejamkan matanya karena takut kehilangan kekasih tercintanya. Masyarakat selama ini memandang bahwa dalam urusan cinta wanita lebih banyak bersifat pasif, laki-lakilah yang harus pertama mengungkapkan cinta, laki-lakilah yang harus mengejar-ngejar wanita.

4.2 Edward Cullen Edward Cullen juga merupakan tokoh utama dalam novel Twilight karya Stephenie Meyerini. Edward digambarkan sebagai sosok misterius sangat memesona. Pertemuan Bella dengan Edward membuat perasaan Bella menjadi jungkir balik. Edward Cullen, sosok laki-laki tampan dengan kulit porselen, memiliki sepasang mata keemasan, dan suara merdu memikat. Edward adalah seorang vegetarian vampire yang tidak memangsa manusia, namun memangsa hewan. Mulanya Edward tidak merasa tertarik pada kehadiran Bella seperti halnya para pria lain yang terpesonan akan kehadiran Bella. Justru sebaliknya, Bella yang terpesona saat bertemu dengan Edward.

Ia sudah duduk ketika aku sampai dikelas Biologi, tanpa melirik kanan-kiri. Aku duduk, berharap ia akan berpaling ke arahku. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ian menyadari aku ada di sana.“Halo, Edward,” sapaku ramah, mencoba terlihat sopan.

Ia menoleh sedikit tanpa memandang mataku, menganggu sekali, lalu berpaling lagi. Dan itulah kontak terakhirku dengannya, meskipun ia ada di sana, sejengkal dariku, setiap hari. Kadang-kadang aku memperhati- kannya, tak sanggup menahan diriku--meskipun hanya dari jauh, di kafetaria. Semakin gelap. Tapi di kelas aku seolah tak memedulikannya, seperti ia juga tak mempedulikanku. Aku benar-benar merana. Dan mimpi-mimpiku berlanjut. Meskipun Edward terlihat tidak memedulikan Bella, namun Edward memiliki ketulusan hati dan peduli kepada orang lain. Hal ini tergambar saat kunci truk Bella terjatuh. Secara tiba-tiba Edward berada di samping Bella dan dengan gaya laki-lakinya ia mengambil kunci yang terjatuh dan memberikannya pada Bella. Keesokan paginya, ketika akan memarkir truk, aku sengaja parkir sejauh mungkin dari Volvo silver itu. Kalau berada di dekatnya, bisa-bisa aku tergoda untuk merusaknya. Ketika keluar dari truk, kunciku terjatuh dari genggaman dan mendarat di kaki. Ketika aku membungkuk untuk mengambilnya, sebuah tangan putih bergerak cepat dan mendahului aku. Aku langsung menegakkan tubuhku, Edward Cullen tampak tepat di sebelahku, bersandar santai di trukku. “Bagaimana kau me- lakukannya?” tanyaku kaget sekaligus sebal. “Melakukan apa?” tanyanya sambil mengulurkan kunci

Page 11: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Tokoh-Tokoh Berperspektif....(Nursis Trilovita)

44

trukku. Ketika aku meraihnya, ia menjatukannya di telapak tanganku. “Muncul tiba-tiba”. “Bella, bukan salahku kalau kau tak pernah memperhatikan disekelilingmu.” seperti biasa suaranya tenang—lembut, merdu. Edward, laki-laki yang tidak peduli pada kehadiran Bella, namun bukan berarti Edward tidak peduli saat melihat Bella, hampir jatuh pingsan setelahmelihat darah.“Bella?” suara yang berbeda me-

manggil dari jauh. Tidak! Tolong biarkan suara yang sangat kukenal itu hanya imajinasi “Apa yang terjadi—apakah dia sakit?” Suaranya lebih dekat sekarang, dan ia terdengar muram. Aku tidak sedang berkhayal. Aku terus me-mejamkan mata, berharap diriku mati. Atau setidaknya tidak muntah.“Aku sedang membawanya ke UKS,” Mike menjelaskan dengan nada defensive, “tapi dia tidak bisa berjalan lebih jauh lagi.” “Aku akan meng-antarnya,” kata Edward. Aku masih bisa mendengar senyuman dalam kata-katanya. “Kau bisa kembali ke kelas.” “Turunkan aku,” keluhku. Ayunan langkanya tidak membuatku lebih baik. Ia membopongku dengan lembut, menaruh seluruh berat tubuhku pada lengannya—dan ini sepertinya tidak mengganggunya.

Berpijak dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa pengarang melalui tokoh Edward ini ingin menunjukkan sikap feministik- nya. Edward yang dingin ternyata memiliki rasa kepedulian yang tinggi. Ia turut khawatir saat Bella hampir jatuh pingsan. Pada saat inilah Edward membopong Bella meskipun Bella bisa berjalan sendiri. Melalui tokoh Bella, pengarang ingin menyampaikan bahwa perempuan pun bisa mengatasi masalahnya sendiri.

4.3. Charlie Swan

Charlie adalah ayah Bella atau Isabella Swan. Charlie menikah dengan Renee, ibu Bella, namun mereka telah berpisah. Charlie adalah seorang Kepala Polisi Swan. Charlie digambarkan sebagai ayah yang menyayangi dan menghargai setiap keputusan anak perempuannya, Bella. Meskipun Charlie telah berpisah dengan Renee, Charlie tidak segera ingin menikah lagi, ia masih menikmati kesendiriannya. Kedatangan Bella untuk tinggal bersamanya membuat Charlie bahagia. Laki-laki yang telah ber -pisah atau bercerai dari istrinya akan segera mencari pendamping baru. Laki-laki dianggap mudah melupakan dan tidak bisa hidup tanpa wanita. Dalam novel ini sosok Charlie digambarkan sebagai laki-laki yang masih men- cintai istrinya, meskipun mereka telah berpisah dan sang istri telah menikah lagi dengan orang lain. Terlihat pada kutipan berikut. …Tidak ada yang berubah. Delapan belas tahun yang lalu ibuku mengecat rak-rak itu dengan harapan bisa membawa sedikit kecerahan di rumah. Di atas perapian bersebelahan dengan ruan keluarga yang mungil, tampak berderet foto-foto. Yang pertama foto pernikahan Charlie dan ibuku di Las Vegas, kemudian foto kami di rumah sakit setelah aku lahir yang diambil oleh seorang perawat, diikuti rangkaian fotoku semasa sekolah hingga tahun lalu. Aku malu melihatnya—aku harus mencari cara supaya Charlie mau memindahkan- nya ke tempat lain….Rasanya mustahil

berada di rumah ini, dan tidak menyadari

bahwa Charlie belum bisa melupakan

ibuku. Itu membuatku tidak

nyaman.Berpisah dengan istri mem- buat Charlie mandiri, ia tidak menganggap tugas rumah tangga semata-mata merupakan tugas

Page 12: TOKOH-TOKOH BERPERSPEKTIF FEMINISME DALAM NOVEL …

Kelasa, Vol. 15, No. 1, Juni 2020: 34—45

45

perempuan. Kami kembali terdiam ketika selesai makan. Charlie membersihkan meja sementara aku mencuci piring … 5 Penutup Berdasarkan refleksi feminisme dari tokoh Bella, Edward, Charlie bahwa seorang perempuan juga bisa menjadi subjek dalam mencintai seseorang, tidak hanya sebagai objek. Tokoh Bella juga merefleksikan bahwa perempuan juga harus bisa bertindak secara feminim. Bella adalah sosok perempuan muda yang berpendidikan, memiliki rasa keingin- tahuan yang tinggi, mempunyai jiwa sosial, dan tipe remaja yang menikmati dunianya. Dibalik kemandiriannya wanita juga tidak boleh melupakan kodratnya yang tetap menjadi seorang ibu dan istri bagi suami, walau dalam kehidupannya bisa berdiri sendiri. Tokoh Bella wanita yang mandiri dan mempunyai wawasan yang luas tentang kehidupan. Wanita dan pria mempunyai peranan yang sama dan saling melengkapi satu sama lainnya. Kesenjangan wanita dan pria harus disingkirkan sehingga tidak ada lagi perbedaan gender di semua bidang kehidupan. Daftar Acuan Badan Pengembangan Bahasa dan

Perbukuan. Kementeriaan

Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V. 2018. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Djajanegara. Soenarjati. Kritik Sastra Feminisme Sebuah Pengantar. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Fakih. Mansour. 2007. Analisis Gender dan Trasformasi Sosial. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Hendaningrum. Rohana.2009. Serimpi. Surabaya. Jaring Pena.

Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed). Wanita dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Noer. Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang. Fasindo. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004. Sgihastuti. 2012. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Soenarjati, 2004 dalam Suyitno. Kritik Sastra. Surakarta LPP UNS dan UNS Press. 2009.

Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought: Pengantar paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, terj. Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra,


Recommended