+ All Categories
Home > Documents > Trigger Digits Principles Management and Complications

Trigger Digits Principles Management and Complications

Date post: 09-Jan-2016
Category:
Upload: aszharilramadhan
View: 26 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
Trigger Digits

of 27

Transcript

Trigger digits: Principles, Management, and ComplicationsMark Ryzewicz, MD, Jennifer Moriatis Wolf, MDAbstrakStenosing tenosynovitis, atau trigger finger, merupakan sebuah kasus yang sering ditangani oleh seorang dokter spesialis bedah tangan. Trigger finger seringkali disebabkan oleh ketidaksesuaian ukuran antara flexor tendon dan first annular (A-1) pulley. Penanganan konservatif dapat berupa splinting, injeksi kortikosteroid, dan modalitas tambahan lainnya. Tindakan bedah bertujuan untuk melepas A-1 pulley dengan teknik open atau percutaneous. Komplikasi jarang ditemukan, namun jika ada dapat berupa, bowstringing, digital nerve injury, dan trigger yang berkelanjutan. Sejumlah pasien membutuhkan prosedur yang lebih rumit dan lama untuk mengurangi ukuran dari flexor tendon. Kondisi komorbid tentu mempengaruhi proses penanganan dari trigger finger, pasien dengan rheumatoid arthritis lebih membutuhkan tenosynovectomy daripada A-1 pulley release. Pada anak-anak dengan trigger thumb dapat tertangani dengan baik melalui A-1 pulley release, akan tetapi jari-jari lainnya masih membutuhkan proses pembedahan berikutnya. Pada pasien diabetes dengan trigger finger seringkali kurang responsif dengan penanganan konservartif. Sebuah pemahaman dari pathomechanics, faktor risiko, dan bervariasinya penanganan trigger finger, menjadi dasar utama agar proses perawatan menjadi optimal. (J Hand Surg 2006;31A:135146. Copyright 2006 by the American Society for Surgery of the Hand.)

Stenosing tenosynovitis, atau trigger finger, didiagnosis ketika pasien datang dengan keluhan locking atau clicking jari-jemarinya atau ibu jarinya. Hal tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian antara volume lapisan pembungkus flexor tendon dan isinya. Manakala flexor tendon mencoba untuk meluncur/bergeser melalui lapisan yang relatif kaku, flexor tendon tersebut tersangkut, sehingga menyebabkan sebuah ketidakmampuan jari untuk fleksi atau ekstensi dengan lembut dan lancar. Pada kasus yang lebih rumit, jari mungkin dapat ter-locked pada saat fleksi, dan membutuhkan manipulasi pasif agar jari tersebut dapat ekstensi kembali. Pada mulanya pasien tidak merasakan rasa nyeri saat proses clicking, namun seringkali berkembang menjadi nyeri dengan lokasi yang bervariasi dari mulai telapak tangan atau metacarpophalangeal (MCP) atau proximal interphalangeal (PIP) joint. Rasa enggan pasien untuk menggerakkan jari dengan optimal oleh karena nyeri atau locking dapat menyebabkan kontraktur sekunder pada PIP joint. Wanita usia paruh-baya menjadi grup yang paling sering mengeluh sakit, dengan jari yang paling sering dikeluhkan adalah jari manis/jari cincin (jari ke-4) atau jempol dengan susunan indeks dan jari kelingking menjadi yang paling jarang dikeluhkan, disamping itu jarang ditemukan pada satu pasien dengan multipel trigger finger. Trigger finger pertamakali dideskripsikan oleh Notta1 tahun 1850. Diagnosis dan penanganan dari trigger finger primer non-komplikasi sering dijumpai oleh penyedia layanan primer, dokter bedah ortopedi, dan dokter bedah tangan. Pada populasi pasien tertentu membutuhkan pertimbangan spesial diantaranya, pada pasien anak-anak, pasien dengan diabetes, pasien dengan rheumatoid arthritis, distal triggering, kontraktur PIP joint, atau kondisi yang menyebabkan penumpukan protein secara sistemik. Komplikasi penanganan seperti bowstringing dari flexor tendon jarang sekali dijumpai, namun masih mungkin terjadi. Sejumlah teknik pembedahan disamping teknik tradisional open A-1 pulley release, telah dijelaskan sebelumnya dan dapat digunakan pada kasus yang lebih rumit.

Gambar 1. Digital pulley sistem dari jari.Trigger finger Primer.Sebagian besar trigger digit merupakan trigger finger/thumb idiopatik primer dengan lokasi obstruksi first annular (A-1) pulley (Gmbr.1). Cengkeraman yang kuat menyebabkan beban angular yang tinggi pada ujung distal dari A-1 pulley. Hueston dan Wilson2 berpendapat bahwa gesekan berulang kronis antara flexor tendon dan lapisan penutup (sheath), menyebabkan nodul reaktif intratendon. Mereka membandingkan proses tersebut dengan proses gesekan yang terjadi pada ujung benang yang telah melewati mata jarum berulangkali.Analisis histologis dari penyakit A-1 pulley dan tendon superfisial dari pasien dengan trigger digit telah menunjukkan adanya metaplasi fibrokartilagenus.3 Sel-sel yang dites menunjukkan positif terhadap S-100, sebuah protein yang ditemukan pada kartilage. Sebuah A-1 pulley dapat memiliki ketebalan hingga 3x lipat, sebagaimana diketahui dari perubahan struktur histologi permukaan bagian dalam dari A-1 pulley, dari sel-sel yang normalnya terlihat fibroblast berbentuk spindle dan sel-sel ovoid berubah menjadi sel-sel berkarakter kondrosit.Istilah tendovaginitis lebih akurat untuk mendeskripsikan kondisi tersebut daripada tenosynovitis, oleh karena perubahan-perubahan patologi inflamasi lebih banyak ditemukan pada lapisan retinakular dan jaringan peritendinosus daripada di tenosynovium. Hingga saat ini, dua istilah tersebut digunakan secara bergantian dalam literatur.

Penanganan KonservatifModifikasi aktifitas, obat-obatan NSAID, injeksi steroid, splinting, dan surgical release, kesemuanya telah digunakan dalam tatalaksana trigger finger. Jika riwayat pasien menunjukkan terdapat aktifitas spesifik terkait dengan trigger finger/menjadi pemicu, maka pencegahan aktifitas tersebut dapat menunjukkan resolusi spontan/perbaikan kondisi dari tendovaginitis. Untuk pasien yang tidak memiliki kontraindikasi misalkan penyakit ginjal atau peptic ulcer disease, NSAID dapat ditambahkan sebagai rejimen awal pengobatan.Splinting merupakan salah satu pilihan dalam penanganan konservatif. Sebuah splint yang dibuat secara khusus untuk menahan MCP joint pada jari yang sakit dengan sudut fleksi 100 hingga 150 dengan joint PIP dan distal interphalangeal (DIP) dapat bergerak bebas, dianggap mampu memberikan hasil yang baik, kemudian splint dipertahankan hingga kurang lebih 6 minggu. Pada pasien dengan triggering yang tampak jelas, disertai keluhan yang dirasakan lebih dari 6 bulan, dan melibatkan beberapa jari atau ibujari, penggunaan splinting saja tidak dapat menghilangkan triggering. Splinting menjadi pilihan pada pasien dengan keluhan triggering ringan, serta tidak ingin menggunakan terapi injeksi steroid sebagai terapi utama ataupun tambahan.

Injeksi KortikosteroidInjeksi kortikosteroid long-acting menjadi andalan pada penanganan awal dari keluhan trigger digit. Tiga injeksi kortikosteroid pada lapisan flexor tendon yang sakit mampu mengurangi keluhan mulai dari 60% hingga 90% dalam jangka waktu cukup lama.4 Betamethasone sodium phosphate merupakan steroid pilihan oleh karena sifat water soluble-nya, tidak meninggalkan sisa pada lapisan tendon, tidak menyebabkan tenosynovitis, dan hanya sedikit menimbulkan nekrosis lemak jika injeksi masuk kedalam jaringan sekitar lapisan tendon. Kortikosteroid lain seperti triamcinolone dan methylprednisolone juga dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan.Berkurangnya respon dari injeksi secara konsisten berkaitan dengan meningkatnya durasi dari gejala, biasanya lebih dari 4 hingga 6 bulan, dan jumlah injeksi yang bertambah.5 Kejadian tersebut kemungkinan respon dari ketidakmampuan kortikosteroid untuk mengembalikan metaplasi fibrokartilagenus dari A-1 pulley yang telah kaku. Benson dan Ptaszek6 melaporkan tingkat kesuksesan sejumlah 60% pada pasien dengan satu kali injeksi. Pada pasien dengan injeksi kedua, 36% diantaranya asimtomatik pada bulan ketiga. 6 pasien yang diinjeksi ketiga kalinya, tidak ada satupun yang memiliki perbaikan keluhan jangka lama.Berbagai teknik injeksi telah digunakan secara efektif, baik teknik palmar maupun lateral, keduanya dapat digunakan untuk menginfiltrasi lapisan flexor tendon dengan kortikosteroid dan anestesi lokal. Pasien sebaiknya diberi penjelasan mengenai komplikasi berupa nekrosis lemak atau depigmentasi kulit saat injeksi subkutan. Injeksi didalam lapisan pembungkus (sheath) sebenarnya tidak menimbulkan komplikasi, namun, adanya ruptur tendon telah dilaporkan dan seringkali terjadi secara tidak sengaja oleh karena injeksi intratendinosus sehingga menyebabkan nekrosis kolagen.

Pertimbangan PembedahanOpen release dari A-1 pulley telah digunakan untuk menangani trigger digit lebih dari 100 tahun. Sejumlah ahli bedah lebih memilih menggunakan teknik open A-1 pulley release

Gambar 2. Foto intraoperatif dari open trigger digit release. (A) injeksi lokal anestesi. (B) Setelah A-1 pulley tampak, sebuah pisau digunakan untuk meng-insisi pulley secara longitudinal. (C) Tampak release yang telah lengkap dari A-1 pulley (cek segala kekencangan dari palmar pulley Manske dan jika didapatkan, lakukan release). (D) Sebuah traksi tenolysis dari tendon FDP dan FDS dapat dilakukan untuk mengecek jika triggering telah hilang.

dengan lokal anestesi sehingga hilangnya triggering dapat diamati langsung saat operasi berlangsung dan sebelum menutup kembali luka. Ahli bedah lainnya percaya bahwa anestesi lokal memutarbalikkan/mengubah struktur anatomi pembedahan dan oleh karena itu, mereka lebih memilih menggunakan sebuah blok Bier. Insisi transversal, longitudinal, atau oblique pada aspek volar tangan diatas MCP joint dan A-1 pulley kesemuanya telah dapat dijelaskan. Blunt dissection diteruskan, menyusuri hingga level flexor tendon sehingga tampak A-1 pulley (Gmbr. 2A, 2B), dilakukan sangat hati-hati agar melindungi berkas neurovaskular yang terletak disisi ulnar dan radial dari lapisan pembungkus tendon. Berkas neurovaskular radial milik ibu jari memiliki risiko paling tinggi untuk terluka oleh karena berkas tersebut memiliki jalur oblique ulnar menuju radial, melintang di A-1 pulley. Berkas tersebut terletak di subkutan, dengan dalam 1.19 mm dari dermis di lipatan fleksi MCPibu jari dan mungkin ikut terpotong saat insisi kulit terlalu dalam. A-1 pulley sebaiknya di release secara keseluruhan agar keluhan dapat teratasi sepenuhnya.Secara keseluruhan hanya suportif dressing yang dibutuhkan setelah operasi. Beberapa pasien mengalami nyeri tekan pada daerah palmar atau jari terasa kaku setelah pembedahan. Nyeri tekan yang muncul setelah insisi, dapat sembuh seiring waktu, dan dengan dibantu pemijatan pada skar bekas operasi. Sejumlah kecil pasien membutuhkan terapi okupasi secara formal.Hasil yang diperoleh dari A-1 pulley release secara keseluruhan sangatlah memuaskan. Turowski et al,7 dalam sebuah grup yang terdiri dari 59 pasien yang dirawat oleh berbagai dokter bedah, melaporkan 97% sembuh secara total tanpa adanya komplikasi seperti infeksi, bowstringing, atau digital nerve injury. Dua pasien yang tidak sembuh secara total (masih triggering), tentunya mengalami kemajuan dari kondisi semula.

Annular Digital PulleyProses pemisahan A-1 pulley biasanya hanya sedikit menimbulkan morbiditas. Fungsi tangan masih dapat mendekati normal hanya dengan A-2 dan A-4 annular pulley yang tersisa dan utuh.8 Peningkatan fungsi 10% saat fleksi yang telah ditunjukkan secara biomekanik setelah insisi A-1 pulley, tidak tampak relevan secara klinis bagi sebagian besar pasien. Cedera A-2 pulley pada pendaki tebing dan pada pasien yang telah menjalani pembedahan transeksi A-2 pulley menunjukkan, betapa pentingnya menjaga keutuhan pulley tersebut untuk mencegah bowstringing pada flexor tendon. Penelitian biomekanikal dari eksisi pulley yang dilakukan oleh Peterson et al8 menunjukkan 44% peningkatan fungsi fleksi jari setelah eksisi A-2 pulley dan 62% meningkat setelah A-1 dan A-2 disingkirkan.Pemisahan yang tampak nyata antara annular pulley pertama dan kedua dianjurkan menggunakan prosedur dengan pengaturan seperti biasanya. Penelitian anatomi, sayangnya, telah menunjukkan hampir 50% insiden A-1 dan A-2 pulley menyambung.9 Pemisahan antara 2 pulley pada umumnya berjarak 0.4 hingga 4.1 mm, dan jika proses pemisahan tidak diperlukan, jaringan retinakular seringkali dijumpai dengan ketipisan berkisar beberapa milimeter di lokasi pemisahan.10 Diperlukan kehati-hatian agar tidak memperlebar release pembedahan supaya tidak mengenai A-2 pulley. Pada umumnya, sangat jarang ditemui A-2 pulley yang telibat dalam proses trigger digit. Strategi penanganan untuk kondisi tersebut akan didiskusikan pada bagian berikutnya.

Komplikasi dari Penanganan BedahBowstringingBowstringing setelah cedera A-2 pulley merupakan manifestasi dari protrusinya flexor tendon kedalam telapak tangan dengan posisi jari fleksi. Proses tersebut seringkali menimbulkan sensasi nyeri pada telapak tangan saat menggerakkan jari, dan diikuti oleh kegagalan jari untuk fleksi dan ekstensi maksimal. Untuk memahami dengan baik efek samping dari bowstringing, perlu diingat bahwa efek dari sebuah tendon dan joint bergantung pada tekanan (tension) pada tendon dan momentum pada lengan, oleh karena bowstringing meningkatkan jarak perpendikular tendon dari rotasi aksis joint MCP, momentum lengan menjadi meningkat.11 Dengan adanya peningkatan momentum lengan, flexor tendon yang telah bowstring mendapat keuntungan mekanikal yang tidak bisa dilawan secara aktif oleh otot ekstensor tanpa adanya koreksi manual dari flexor tendon.Untuk lebih jauh, excursion (sebuah ROM: range of movement yang diulang-ulang untuk melatih fungsi bagian tubuh tertentu) yang tersedia dari flexor tendon tidak meningkat seiring meningkatnya radius dari bagian tengah MCP joint yang menuju tendon. Sebuah tetapan geometri menyatakan jika radius dari lingkaran bergerak melewati 57.290 (1 radian), titik manapun di dalam lingkaran tersebut yang bergerak melewati jarak tertentu akan setara dengan radius. Jarak dan kebutuhan excursion tendon memerlukan gerakan MCP joint melewati peningkatan sebanyak 57.290 dengan peningkatan radius (Gmbr. 3). Disaat flexor tendon dalam kondisi bowstring dan radius dari momentum lengan sepanjang MCP joint meningkat, jarak excursion tendon yang diperbolehkan akan menggerakkan joint melalui arc of motion yang lebih kecil. Mekanisme tersebut meningkatkan kinerja fleksi jari. Oleh karena jumlah excursion yang tersedia pada dasarnya sama dengan excursion yang dibutuhkan untuk gerakan full range, excursion penuh dari flexor tendon dengan bowstring menggerakkan jari melalui sebuah mekanisme arc of motion yang lebih kecil dan kurang-sedikitlagi-penuh.

Cedera A-2 PulleyRelease yang tidak disengaja pada A-2 pulley yang berdampak klinis berupa bowstring ditangani dengan rekonstruksi A-2 pulley. Energi yang disalurkan melawan pulley pada saat fleksi dinilai cukup besar, oleh karena itu, pulley yang telah direkonstruksi haruslah kuat, dengan panjang ideal berkisar 10 mm, dan sebaiknya dites dengan seksama dengan pengamatan langsung pada saat masih di meja operasi.Bunnell12 menjelaskan rekonstruksi pulley dengan mengelilingi sebuah tendon yang bebas disekitar phalanx proksimal jauh dibawah mekanisme ekstensor, dimana kemudian ditumpuk dan dijahit kembali dengan tendon itu sendiri. Baik palmaris longus atau slip milik flexor digitorum superfisialis telah digunakan sebagai graft tendon. Modifikasi teknik ini dengan menggunakan ekstensor retinakulum atau mengaitkan graft tendon melalui volar plate. Teknik Weilby menjahit bahan graft pada sisa-sisa fibrocartilagines dari lingkar pulley yang terputus, dimana kondisi tersebut hampir selalu dijumpai.13

Digital Nerve InjuryDigital nerve injury termasuk jarang dijumpai namun menjadi komplikasi serius dari trigger finger release. Penanganan khusus untuk melindungi saraf jari radial yang menuju ibu jari dan jari telunjuk harus dilatih oleh karena masing-masing keistimewaan anatominya. Kewaspadaan saat menggunakan electrocauter jelas diperlukan untuk mencegah terjadinya thermal injury kepada saraf. Diagnosis yang akurat menjadi hal yang penting untuk pemberian terapi yang tepat, saraf jari yang telah terpotong atau yang telah dikauter sebaiknya dieksplorasi dan menjalani perbaikan bedah mikro. Jika hasil pembedahan telah cukup memuaskan melalui observasi langsung sebelum proses penutupan dan saraf tidak terpotong atau terkauter pada saat pembedahan, maka kemungkinan penyebab cedera yang paling wajar adalah neuropraxic dan mungkin dapat teratasi dengan observasi ketat. Jika sensasi tidak kembali pada sisi yang sakit dalam waktu 3 bulan, maka diperlukan eksplorasi saraf.

Gambar 3. (A) mekanik tendon normal dengan pulley sistem utuh dan intak. (B) Bowstringing. Flexor tendon bostring sepanjang MCP joint saat A-1 dan A-2 pulley telah disingkirkan. Hal tersebut meningkatkan radius dari bagian tengah rotasi MCP joint menuju tendon. Jumlah excursion tendon yang diperlukan untuk menggerakkan sendi melalui 1 radian (57.290) dari gerakan sebanding dengan jarak radius. Oleh karena itu lebih banyak excursion tendon yang dibutuhkan untuk menggerakkan sebuah sendi dengan tendon terkena bowstring melewati sebuah arc of motion.Prosedur AlternatifPercutaneous ReleasePercutaneous release dari A-1 pulley pertamakali dideskripsikan pada tahun 1958 oleh Lorthioir.14 Teknik tersebut mendapat popularitas baru-baru ini dan sejumlah penelitian telah mengevaluasi tingkat keamanan dan keefektifan dari percutaneous release. Beberapa instrumen juga telah dianjurkan untuk prosedur termasuk hypodermic needle, sebuah tenotome, atau pisau bedah yang dirancang khusus.Perhatian utama pada percutaneous release adalah digital nerve injury. Lorthioir menggunakan sebuah tenotome yang bagus dan tidak melaporkan adanya komplikasi pada 52 pasien. Eastwood et al15 menggunakan hypodermic needle 21-gauge pada 35 kasus trigger digit dan didapatkan perbaikan kondisi mencapai 94% tanpa adnya komplikasi, walaupun Eastwood et al15 me-release 3 ibu jari pada penelitian mereka, mereka mencatat bahwa bentuk oblique dan posisi volar dari berkas neurovascular ibu jari membutuhkan perhatian khusus. Pada penelitian menggunakan cadaver menunjukkan, persarafan dari jari telunjuk dan ibu jari terletak 2 hingga 3 mm dari titik penusukan jarum.16Pemisahan pulley yang tidak lengkap merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada teknik percutaneous. Pop dan Wolfe16 melakukan percutaneous release pada 13 pasien dengan trigger finger menggunakan jarum 19-gauge dan kemudian melanjutkan untuk membuka luka dengan segera dan menginspeksi hasilnya. Walaupun seluruh pasien menunjukkan perbaikan klinis, sebuah release yang lengkap hanya ditemukan pada 8 pasien saja; dengan pulley yang utuh sebanyak 10% hingga 15% pada pasien lainnya. Mereka berhipotesis bahwa triggering berkurang walapun ujung distal dari A-1 pulley tidak di-release.Rasa nyeri tenosynovitis tanpa triggering sering terjadi pada pasien setelah percutaneous release. Hal tersebut mungkin terjadi oleh karena tingginya scoring flexor tendon. Tingkat laserasi longitudinal pada tendon superfisialis di penelitian cadaver telah mencapai 100%.16 Penggunaan kortikosteroid bersamaan anestesi lokal dapat mencegah reaksi inflamasi setelah prosedur pembedahan, dan superfisial scoring tidak tampak memberikan konsekuensi klinis yang jelas/bermakna.Literatur telah menunjukkan baik pada metode open dan percutaneous dari A-1 pulley release, keduanya dinilai efektif dan aman sebagai penanganan trigger finger. Dalam sebuah penelitian prospektif randomized dari 100 pasien, membandingkan ke-2 teknik, Gilberts et al17 dengan sukses mengatasi keluhan hingga 100% pada pasien dengan teknik percutaneous dan 98% pada pasien dengan teknik open, keduanya tanpa komplikasi. Satu kesalahan penanganan disebabkan oleh terbentuknya skar yang berlebih, menyebabkan recurrent triggering sehingga memerlukan prosedur pembedahan lainnya. Para dokter bedah tersebut lebih memilih menggunakan teknik percutaneous dengan keuntungan waktu operasi yang lebih cepat (7 vs 11 menit), durasi nyeri post-op (3.1 vs 5.7 hari), waktu recovery hingga tangan berfungsi penuh yang lebih cepat (7 vs 18 hari setelah operasi), dan lebih cepat kembali bekerja (3.9 vs 7.5 hari).17

Teknik Percutaneous ReleasePercutaneous release dapat dilakukan pada setting klinik. Anestesi lokal dikombinasi dengan kortikosteroid dengan dasar palmar pasien dipersiapkan secara steril. Pasien diminta untuk mem-fleksikan jari yang sakit secara aktif, kemudian dokter bedah meng-hiperekstensikan jari pasien. Tindakan ini membawa lapisan flexor tendon berada tepat dibawah kulit dan menempatkan berkas neurovaskular bergeser ke sisi lainnya.Sebuah jarum 18-gauge atau alat lain dimasukkan pada aspek proksimal dari A-1 pulley, dengan sangat hati-hati agar jarum tetap di bagian tengah diatas lapisan flexor tendon untuk mencegah struktur neurovaskular dan kemudian masuk kedalam kulit tegak lurus, dengan bevel dari jarum parallel terhadap tendon. Alternatifnya, dokter bedah lebih memilih memasukkan jarum lebih ke arah distal di tengah pulley dan kemudian dilanjutkan me-release secara proksimal dan distal (Gmbr. 4).Ujung proksimal dari A-1 pulley berlokasi dekat horizontal distal lipatan palmar pada jari kelingking, jari manis/cincin, dan jari tengah. Pada jari telunjuk berlokasi di horizontal proksimal lipatan palmar. Release dari jari manis dan jari tengah dipercaya relatif lebih aman. Pendekatan oblique flexor tendon dan struktur neurovaskular dari jari telunjuk dan jari kelingking, dianggap yang paling sulit. Wilhelmi et al18 mendeskripsikan penanda yang dapat diandalkan untuk lapisan flexor tendon jari kelingking di area milik A-1 pulley, dimana dibawahnya terdapat garis yang menghubungkan batas ulnar dari proksimal tuberkel scaphoid menuju bagian tengah dari distal lipatan proksimal jari. Untuk jari telunjuk penanda-nya adalah batas radial dari proksimal pisiform dan midline dari distal lipatan proksimal jari. Dengan menggunakan penanda tersebut, dalam sebuah penelitian cadaver A-1 pulley dapat ditranseksi dengan baik. Jarak dari scoring tendon flexor menuju berkas neurovaskular berkisar 5.4 mm dari radial dan 6.7 mm dari ulnar di jari kelingking. Pada jari telunjuk 8.5 mm dari radial dan 6.2 mm dari ulnar. Tidak didapatkan saraf jari atau arteri yang terpotong.Pada ibu jari, persimpangan dari lipatan ibu jari proksimal dan sebuah garis tegak lurus aksis tengah dari aspek palmar milik ibu jari merupakan tempat insersi yang lebih banyak dipilih. Jarum mungkin diinsersikan kedalam tendon. Dikonfirmasi melalui pergerakan jarum saat pasien mem-fleksi dan ekstensi-kan phalanx distal. Jarum kemudian ditarik secara perlahan hingga pergerakan jarum berhenti. Ujung jarum sekarang berada di A-1 pulley. A-1 pulley dipotong dengan menggerakkan jarum ke depan dan belakang disaat mendorong masuk, lurus dengan aksis longitudinal dari lapisan flexor tendon. Grating sensation (serupa dengan krepitasi) mengindikasikan A-1 pulley sedang terpotong. Saat dokter bedah percaya pulley telah di-release dengan baik, jarum kemudian ditarik dan pasien diminta untuk mem-fleksi dan ekstensi-kan jari untuk menunjukkan hilangnya triggering.

Gambar 4. Penggunaan penanda (landmarks) permukaan untuk percutaneous A-1 pulley release. Index finger/jari telunjuk: di lipatan proksimal palmar di sebuah garis yang menghubungkan batas radial pisiform dan bagian tengah dari lipatan proksimal digital milik jari telunjuk. Jari tengah: di lipatan distal palmar, di dalam midaxis jari. Jari manis: di lipatan distal palmar di dalam midaxis jari. Jari kelingking: di lipatan distal palmar pada sebuah garis yang menghubungkan batas ulnar dari scaphoid tuberkel dengan pusat lipatan proksimal digital milik jari kelingking. Ibu jari: di lipatan proksimal digital dl dalam midaxis milik ibujari.

Kontraktur Fleksi Proksimal Interphalangeal Joint dan Distal TriggeringPasien dengan trigger finger jangka lama sangat jarang dijumpai dengan kontraktur fleksi pada PIP joint yang persisten setelah dilakukannya A-1 pulley release. Pada sejumlah pasien, hal tersebut disebabkan oleh patologi intra-artikular, sedangkan pada pasien lainnya yang juga mengalami kontraktur fleksi setelah operasi, dapat sembuh dengan pembedahan release sederhana dari A-1 pulley atau dengan terapi tambahan post-op.Pada kasus lain tendon flexor digitorum superfisialis (FDS) tampak dengan jelas degeneratif. Proses degeneratif tersebut dapat menyebabkan tendon untuk kehilangan permukaan halus, serat-seratnya tampak serabutan, membentuk nodul yang cukup besar, dan kehilangan kemampuan untuk bergeser dengan lembut dibawah A-2 pulley. Penanganan dari pasien-pasien tersebut tentu memberikan tantangan tersendiri oleh karena fungsinya tidak sepenuhnya dapat kembali normal setelah A-1 pulley kemudian dilanjutkan A-2 pulley release sebagaimana pada kasus bowstringing. Pada pasien-pasien tersebut secara umum memiliki kondisi tersebut dalam jangka waktu lama dan cenderung memiliki metaplasi fibrokartilagenus dari masing-masing pulley dan tendon FDS dan mungkin mengarah menjadi distal triggering, dijelaskan sebagai locking berkelanjutan dari tendon oleh karena excursion-nya di blok dari distal.

Reseksi Slip Superfisial UlnarLe viet et al19 mendeskripsikan 228 jari pada 172 pasien yang ditangani dengan reseksi ulnar slip dari tendon superfisial. Pasiennya memiliki rerata 48 bulan dari gejala pre-op dan 11 diantaranya memiliki riwayat A-1 pulley release yang tidak berhasil.Teknik dimulai dengan sebuah simple open A-1 pulley release. Pada pasien dengan kontraktur fixed joint flexion PIP sebelum operasi, dokter bedah akan mengupayakan ekstensi PIP joint secara pasif. Jika upaya tersebut berhasil, proses operasi diakhiri dan kulit ditutup. Jika PIP joint tidak dapat diekstensikan dengan penuh, proses pergeseran flexor tendon melalui A-2 pulley diinspeksi dengan cermat, jika dengan observasi langsung dapat dipastikan lokasi restriksi, maka ulnar slip dari tendon superfisial direseksi.19Le Viet et al19 menggunakan sebuah Bruner palmar-digital insisi untuk mengekspos lapisan tendon hingga phalanx tengah. Ulnar slip milik tendon FDS di release pada aspek distal dari carpal tunnel dan kemudian pada tepi distal dari A-3 pulley dengan hati-hati untuk menjaga pulley tersebut agar tetap utuh. Tendon slip kemudian dikirim dari lapisan melalui insisi lainnya, kemudian ditempatkan diantara A-2 dan A-3 pulley (Gmbr. 5).Pada kelanjutan penelitian dari Le Viet et al19 semua pasien dengan deformitas fixed flexion pre-op kurang dari 300 dapat mencapai ekstensi penuh setelah dilakukan ulnar superficialis slip resection (USSR). Pasien dengan deformitas lebih dari 300 mengalami kemajuan ekstensi PIP joint dengan kisaran 300, dengan sisa berkisar 120 dari fixed flexion deformitas. Dua pasien dengan ruptur A-2 pulley intraoperatif yang terjadi saat melewati tendon slip secara distal, rekonstruksi dengan segera dilakukan dan kedua pasien tersebut l Gambar 5. Reseksi ulnar superficialis slip. Bagian proksimal dari ulnar slip telah di-release pada level carpal tunnel. Ulnar slip distal telah ditranseksi distal .dari A-3 pulley. Slip tendon dikirim di interval antara A-2 dan A-3 pulleys.

memperoleh hasil yang baik walapun membutuhkan waktu rehabilitasi yang lama. Tiga pasien mengalami pergerakan jari terbatas dan bersifat permanen sebagai bentuk dystrofi refleks simpatetik. Kesimpulan dari penelitian Le Viet et al19 terbatas dengan kurangnya grup kontrol dengan pre-op kontraktur PIP joint yang ditangani secara tradisional. Hasil yang diperoleh untuk pasien yang sebelumnya dilakukan A-1 pulley release namun tidak berhasil, tidak dianalisis terpisah.

Reduction Flexor TenoplastyReduction flexor tenoplasty adalah proses membuang central core dari tendon yang membengkak/membesar. Saradge dan Kleinert20 menggunakan teknik untuk merawat pasien dengan nodular triggering distal dari A-1 pulley. Salah satu dari pasien yang tidak sukses di-release A-1 pulley nya didapatkan sisa berupa deformitas fleksi dari PIP joint, sedangkan pada pasien lain dengan A-1 pulley dan flexor tendon berpenampilan normal, yang diobservasi pada saat open A-1 pulley release pada beberapa jari. Pada saat dilakukan eksplorasi lebih lanjut, didapatkan pembesaran fusiform dari tendon flexor digitorum profundus (FDP) pada level A-2 pulley. Reduksi flexor tenoplasty mengatasi triggering pada pasien-pasien tersebut dan dinilai sukses pada sejumlah pasien lainnya dengan keluhan distal triggering.Pada prinsipnya, reduksi flexor tenoplasty dapat digunakan pada berbagai lokasi dimana bulbous hypertrophy yang berasal dari flexor tendon menjadi penghalang proses pergeseran yang lembut melalui lapisan retinakular. Secara umum, prosedur tersebut hanya dilakukan jika triggering disebabkan oleh nodul yang membengkak pada bagian proksimal atau ujung distal dari A-2 pulley yang memiliki peran penting.Pada awalnya nodul tendon diekspos. Pada ujung proksimal dari A-2 pulley dapat dilakukan melalui A-1 pulley release. Dari distal cruciform pulley kedua dapat direseksi pada level head dari phalanx proksimal. Sebuah insisi lateral, sedikit lebih panjang daripada bulbous swelling, dibuat melalui epitenon dan superfisial tendon fiber. Central core tendon kemudian dieksisi (Gmbr. 6) hingga tendon yang tersisa halus dan menunjukkan tidak ada nodul yang menghalangi. Tenotomy ditutup dengan mennggunakan jarum 7-0.

A-3 Pulley TriggeringTriggering pada A-3 pulley telah dijelaskan, jarang dijumpai pada pemain bowling sebagaimana terjadinya trauma berulang pada flexor apparatus jari, setara dengan intratendinous ganglia, atau sebagai konsekuensi dari laserasi parsial tendon flexor.21 Temuan fisik dari pasien dengan A-3 triggering hanya berbeda tipis dibandingkan nyeri tekan tipikal daerah palmar. Nyeri dan nyeri tekan palmar pada PIP joint dan pembengkakan dalam batas tendon flexor mendekati PIP joint dirasa sugestif. Pasien-pasien tersebut memiliki karakter triggering yang terjadi saat PIP joint sedang berada atau lebih dari 900 pada posisi fleksi. Berbeda dengan konvensional triggering yang mana tendon FDS terlibat, sedangkan patologi pada FDP justru yang memproduksi distal triggering; sehingga gejala-gejala dapat ditemukan pada DIP joint. Saat deformitas fleksi pada PIP joint dikoreksi secara pasif pada pasien-pasien tersebut, maka akan menyebabkan fleksi pada DIP joint. Rasa nyeri diproduksi berulang pada pasien yang menahan posisi fleksi di DIP joint.Eksisi A-3 pulley telah menunjukkan kesuksesannya pada pasien-pasien tersebut. Pada kasus intratendinous ganglia atau fusiform nodul, yang memberi efek/dampak pada A-2 pulley, debulking (surgical removal) dari tendon yang membesar dengan reduksi flexor tenoplasty dinilai efektif.

Trigger finger Berkaitan dengan Penyakit Lain.Carpal Tunnel SyndromeCarpal Tunnel Syndrome seringkali dijumpai dengan trigger finger. Pasien-pasien dengan penyakit endokrin dan metabolik diketahui menjadi predisposisi pada kedua penyakit tersebut. Meningkatnya latensi saraf medial pada carpal tunnel, meskipun sejauh ini hanya tampak pada pasien dengan idiopatik trigger finger itu sendiri. Terdapat hipotesis bahwa hubungan antara dua kondisi tersebut, mungkin disebabkan oleh suatu proses inflamasi di tendon, baik pada level A-1 pulley dan carpal tunnel. Untuk lebih jauh, saat pasien mencegah/menghindari pergerakan jari oleh karena nyeri triggering pada tangan yang edema, justru dapat memperburuk kompresi saraf median yang berada dibawah ligamen carpal transversal. Secara klinis 2 kondisi tersebut sering muncul bersamaan. Pasien dengan trigger finger sebaiknya dievaluasi semua keluhannya yang terkait dengan carpal tunnel syndrome dan juga sebaliknya.22

Penyakit SistemikAmyloidosisAmyloidosis seringkali disebabkan oleh ketidakmampuan membran dialisis untuk menyingkirkan protein -2 mikroglobulin dari plasma yang tersaring. Protein berakumulasi di tulang dan jaringan lunak, menyebabkan sejumlah komplikasi muskuloskeletal. Derajat keparahan dari suatu penyakit dianggap proporsional dengan waktu durasi pasien yang sedang hemodialisis. Manifestasi yang paling sering pada tangan adalah lesi kistik pada tulang carpal dan destruksi arthropathy; carpal tunnel syndrome merupakan kondisi paling umum yang membutuhkan pembedahan.Infiltratif amyloid tenosynovitis seringkali meluas secara distal menuju permukaan tangan dan jari-jemari, yang mana dapat menyebabkan trigger finger, kontraktur fleksi, atau bahkan ruptur tendon. Sejumlah besar pasien dengan kondisi tersebut akan mengalami disfungsi tangan yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari dan kebutuhannya sendiri.23Penanganan bedah sebaiknya mencakup A-1 pulley release dan tenosynovectomy komplit dengan tetap menjaga seluruh annular pulley. Sejumlah kecil pasien usia tua dengan idiopatik trigger digits, mengalami timbunan amyloid di masing-masing lapisan tendon yang telah dieksisi. Pada kasus tersebut, tampak jelas perbedaan tipe dan kuantitas dari amyloid dibandingkan dengan pasien dialisis yang ditemukan dengan -2 mikroglobulin berlimpah. Bagaimanapun, hal tersebut merupakan bagian dari mekanisme idiopatik stenosing tenosynovitis atau sebuah insiden yang merupakan bagian dari proses penuaan yang masih belum diketahui.

MucopolysaccharidosisMucopolysaccharidosis merupakan penyakit dari penyimpan (storage) lysosomal yang disebabkan oleh kekurangan enzim genetik. Beberapa perbedaan variasi klinis dari mucopolysaccharidosis yang telah dideskripsikan, masing-masing disebabkan oleh kekurangan 1 enzim spesifik. Manifestasi muskuloskeletal berasal dari akumulasi glycosaminoglycans termasuk dermatan, heparan, keratan, atau chondroitin sulfat di kartilage, tendon, dan kapsula joint. Tatalaksana dari kondisi-kondisi tersebut telah mengalami tahapan penting pada tahun 1980an saat transplantasi sumsum tulang memberi kemajuan pemahaman dan angka harapan hidup bagi pasien.Van Heest et al24 melaporkan pengalaman mereka dalam menangani gangguan pada tangan pada 22 anak-anak dengan berbagai gangguan mucopolysaccharidosis. Pada perkembangannya, 17 pasien dirawat dengan carpal tunnel syndrome bersama dengan 8 pasien anak-anak dengan 45 trigger digit. Dokter bedah menggunakan kombinasi dari A-1 dan A-3 pulley release dengan berbagai penggunaan dari USSR. Kesemua pasien mengalami kemajuan digital fleksi aktif serta kemajuan fungsi setelah dilakukannya release.

Diabetes MellitusPasien diabetes diketahui berada pada risiko terjadi disfungsi dari berbagai sistem organ, walaupun seringkali hanya terfokus pada mata, ginjal, kaki, dan sistem kardiovaskular.

Gambar 6. Reduction flexor anatomy. Sebuah central core dari area sekitar bulbous swelling pada flexor tendon disingkirkan. (A) Bulbous enlargement dengan tendon proksimal terhadap A-2 pulley. (B) Eksisi central core dari tendon FDP. (C) Permukaan yang halus dari tendon setelah insisi dari bulbous. (D) Tenotomy ditutup dengan menggunakan benang 7-0.

Tangan terkadang juga terkena dampak dari diabetes, bentuk yang sering dijumpai berupa deformitas dan disability. Carpal tunnel syndrome, neuropathy, Dupuytrens disease, dan trigger finger, kesemuanya dilaporkan dengan peningkatan insiden pada pasien diabetes, disamping itu pasien diabetes cenderung memiliki insiden stenosing tenosynovitis lebih tinggi, dan yang terpenting pasien diabetes kurang merespon terhadap pengobatan. Durasi dari diabetes telah sering dikaitkan dengan insiden komplikasi-komplikasi pada tangan.Griggs et al25 menangani 54 pasien diabetes dengan 121 trigger digit. Pasien diberikan injeksi kortikosteroid, dan kemudian dilakukan open A-1 pulley release pada pasien yang mengalami gagal terapi konservatif. Secara keseluruhan tingkat kesuksesan mencapai 50%, dengan injeksi kortikosteroid secara signifikan sedikit lebih rendah dari persentase tersebut pada sejumlah penelitian dengan pasien non-diabetes. Untuk lebih jauh lagi, pasien dengan insulin-dependen mengalami resolusi dari keluhan-keluhannya dengan jumlah mencapai 44% dari kasus-kasus yang menggunakan injeksi kortikosteroid. Pasien dengan penanganan bedah juga terkadang mengalami kegagalan post-op berupa, sisa kontraktur fleksi PIP joint dan nyeri tekan A-1 pulley yang berkepanjangan. Alasan dari bekurangnya hasil dari terapi pada pasien trigger digit dengan diabetes mungkin karena insiden yang lebih tinggi dari diffuse inflammatory stenosis dari lapisan tendon dibandingkan proses nodul fokal.Penelitian telah melaporkan sulitnya mengontrol glukosa pada pasien diabetes setelah beberapa hari semenjak dilakukan injeksi steroid dengan keluhan trigger finger, namun tidak satupun yang mendokumentasikan insiden, perluasan, atau tatalaksana dari fenomena tersebut. Pasien sebaiknya diberitahu mengenai adanya kemungkinan peningkatan level glukosa darah setelah terapi steroid, akan tetapi dengan adanya diabetes, sebaiknya tidak dipertimbangkan sebuah kontraindikasi untuk dilakukannya injeksi lapisan flexor tendon.Komplikasi-komplikasi diabetic hand dipercaya disebabkan oleh proses yang terkait dengan fibrosis, dengan mekanisme patogenik yang sama, yang juga menginduksi komplikasi-komplikasi diabetes lainnya. Hiperglikemia meningkatkan cross-linking kolagen dimana merubah sebuah pertahanan menjadi ter-degradasi, sehingga menyebabkan penumpukan kolagen. Hal tersebut menjelaskan predileksi terhadap trigger finger pada pasien diabetes.

Rheumatoid arthritis.Berbeda dengan idiopatik trigger finger, triggering pada pasien rheumatoid lebih tepat disebut sebagai tenosynovitis. Rheumatoid arthritis merupakan sebuah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan synovial. Lapisan flexor tendon jari dibatasi oleh synovium. Radang dari tenosynovium menyebabkan ketidakcocokkan antara ukuran dari isi didalam lapisan dan kanal penutup fibro-osseus, sehingga menghasilkan keluhan yang dapat menyerupai idiopatik trigger finger. Sebuah keluhan pada pasien dengan rheumatoid arhtritis, membutuhkan pendekatan diagnostik dan terapi yang seluruhnya berbeda dibandingkan dengan idiopatik tendovaginitis.Flexor tenosynovitis pada pasien rheumatoid dapat menyebabkan nyeri jari, pembengkakan, triggering, keterbatasan gerak, atau ruptur flexor tendon. Diagnosis pasti dengan adanya digital triggering atau kekakuan dengan pembengkakan yang teraba pada aspek volar jari. Jarak gerak secara pasif dari jari yang melebihi jarak gerak aktif dapat membantu menegakkan diagnosis adanya tenosynovitis flexor dari aspek patologi artikular. Fixed joint stiffness dapat terbentuk pada kasus-kasus kronis, namun, membuat diagnosis dari restricted flexor tendon excursion sebagai sebuah konsekuensi dari diffuse tenosynovitis menjadi lebih sulit.

Gambar 7. Tendensi terhadap ulnar drift dari flexor tendon setelah A-1 pulley milik jari tengah dan jari manis ditampilkan.

Penanganan bedah dari rheumatoid flexor tenosynovitis berupa tenosynovectomy dan menjaga/preservasi annular pulley, pada beberapa kasus membutuhkan USSR atau eksisi dari nodul rheumatoid yang berasal dari tendon. Walaupun kondisi tersebut hanya merespon injeksi kortikosteroid beberapa saat saja, pembedahan secepatnya dalam bentuk flexor tenosynovectomy dengan dekompresi carpal tunnel direkomendasikan oleh berbagai dokter bedah untuk mencegah ruptur flexor tendon dan kerusakan nervus medianus yang ireversibel.26 Sebuah A-1 pulley release pada pasien dengan rheumatoid flexor tenosynovitis tidak direkomendasikan, meskipun dengan dilakukan pulley relesase, pergerakan masih juga terbatas oleh adanya nodul rheumatoid atau diffuse flexor tenosynovium satu area atau lebih di distal pulley. Pemisahan A-1 pulley akan meningkatkan tendensi rheumatoid untuk terjadi pergeseran digital ulnar (Gmbr. 7), dengan resultan meningkat pada ulnar torque sepanjang MCP joint.

Teknik PembedahanInsisi standar Bruner digunakan untuk pendekatan lapisan digital flexor tendon. Aspek yang lebih proksimal dari lapisan pembungkus berada pada wilayah telapak tangan melewati insisi transversal di lipatan distal palmar. Sebuah pendekatan standar pada kasus carpal tunnel digunakan untuk mengekspos flexor tendon pada levelnya jika memungkinkan. Lapisan tendon dibuka kearah proksimal menuju A-1 pulley dan antara A-2 dan A-4 pulley. Pulley A-1, A-2, dan A-4 dijaga agar tetap utuh.Penyakit tenosynovium yang mengelilingi tendon disingkirkan. Nodul intratendinosus dieksisi dengan hati-hati. Eksisi yang tidak lengkap dari nodul dapat menunda/mencegah terjadinya ruptur flexor tendon. Excursion tendon kemudian dites secara pasif, jika fleksi jari yang pasif lebih besar daripada yang normalnya bisa dilakukan saat traksi dipasang pada aspek proksimal dari tendon, maka debulking berikutnya mungkin diperlukan. Ferlic dan Clayton26 merekomendasikan eksisi dari ulnar slip milik tendon superfisial pada pasien-pasien tersebut.

Trigger finger pada Anak-anakSembilan puluh persen pediatri trigger digit merupakan trigger thumb. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang sangat jarang, hanya terjadi sebesar kurang dari 0.05% pada anak-anak. Pada anak-anak dengan trigger thumbs, jari mereka tidak trigger melainkan terkunci pada posisi fleksi. Terpalpasinya nodus Notta pada tendon flexor pollicis longus di area dari A-1 pulley jempol merupakan tanda klinis penting yang membedakan antara trigger thumb dengan anomali-anomali yang lebih parah yakni, jempol posisi menggenggam dengan sangat kuat (severe clasped thumb anomaly). Kontroversi yang masih terjadi pada trigger thumbs dan resolusi spontan, yakni kondisi kongenital versus kondisi didapat (acquired) secara alami. Sebagian besar pasien dengan kondisi trigger thumbs berusia lebih dari 6 bulan.Laju resolusi spontan yang dilaporkan pada kasus trigger thumbs bervariasi antara 0% dan 49%. Terdapat beberapa konflik yang dilaporkan dimana beberapa penelitian mendokumentasikan resolusi spontan yang sangat jelas dan bermakna, sedangkan peneliti lainnya mencatat, hampir seluruh pasien trigger thumbs masih dengan keluhan yang sama. Pada beberapa penelitian lain, laju keberhasilan terapi konservatif dapat ditingkatkan dengan penggunaan splinting dari MCP joint. Trigger thumbs pada anak-anak memberi respon baik dengan simple A-1 pulley release. Sebuah ibu jari dengan normal ROM hasil operasinya sudah dapat diperkirakan sebelumnya. McAdams et al27 menginvestigasi hasil jangka panjang pasien anak-anak dengan A-1 pulley release dengan rerata usia 15 tahun setelah pembedahan, dan tidak didapatkan adanya triggering berulang. 5 dari 21 pasien memiliki rerata 150 penurunan gerakan interphalangeal joint dan 4 dari 21 pasien menunjukkan hiperekstensi MCP joint; namun tidak didapatkan pasien yang mengeluh mengenai keterbatasan fungsional. Perhatian yang paling utama adalah terbentuknya skar, yang seringkali terbentuk dari insisi longitudinal daripada tranversal di lipatan kulit.Penundaan intervensi bedah tidak memiliki konsekuensi tambahan. Beberapa penelitian telah mendokumentasikan hasil yang baik meskipun pembedahan pasien tertunda hingga 4 tahun setelah onset keluhan. Walaupun literatur yang ada saat ini masih jauh dari kesimpulan, sebuah ujicoba menggunakan terapi splint sebaiknya dilakukan sebelum A-1 pulley release pada pasien anak dengan trigger thumb.Trigger finger pada anak-anak berkisar 1/10 dari kasus trigger thumb.28 Beberapa pasien datang dengan fixed flexion deformity, serupa dengan trigger digit pada dewasa, namun pada dewasa seringkali keluhan berupa snapping dan triggering. Cardon et al28 melaporkan insiden yang cukup tinggi adanya abnormalitas dari tendon flexor pada anak-anak, dengan 33 trigger finger pada 18 pasien, 8 pasien dengan triggering berkelanjutan setelah A-1 pulley release. Abnormalitas yang berhasil didokumentasikan berupa; decussation FDS yang lebih proksimal, sebuah slip FDS yang masuk kedalam tendon FDP, nodul pada tendon, dan sebuah stenotik A-3 pulley. Pasien-pasien tersebut ditangani dengan USSR, dan 2 pasien dilakukan A-3 pulley release. Tidak didapatkan pasien dengan triggering berulang.

KesimpulanSymptomatic Trigger digit merupakan sebuah masalah mekanik yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara ukuran relatif dari flexor tendon dan lapisan pembungkusnya. Penanganan yang sesuai berdasarkan pemahaman dari lokasi dan sifat alami dari ketidaksesuaian itu sendiri. Tindakan yang dilakukan berupa release dari situs lapisan pembungkus yang dikeluhkan atau dengan mengurangi volume lokal dari flexor tendon akan mengurangi keluhan dari pasien. Modifikasi aktifitas, obat-obatan anti inflamasi, splinting, injeksi kortikosteroid, dan open dan percutaneous A-1 pulley release, kesemuanya memiliki peran tersendiri dalam masa perawatan. Pada kasus tertentu A-3 pulley release, USSR, reduction flexor tenoplasty, dan flexor tenosynovectomy merupakan teknik yang menjadi solusi untuk trigger finger dengan tipe yang tidak biasa dijumpai. Pemahaman yang lebih mendalam dari kondisi komorbid dan biomekanik dari finger flexor apparatus akan memfasilitasi perawatan yang lebih efektif dan mencegah adanya komplikasi.The Journal of Hand Surgery


Recommended