+ All Categories
Home > Documents > Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Date post: 20-Oct-2015
Category:
Upload: lusiyana-ika-priambudi
View: 33 times
Download: 7 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
45
TUGAS LOKASI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) STUDI KASUS Disusun Oleh : Riza Haida W., S.Farm. (UAD) Reyneldis Aprilia Adista B., S.Farm. (USD) Pembimbing : Ika Mayakurnia S.F., Apt. PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RSUP DR. SARDJITO PERIODE AGUSTUS - SEPTEMBER YOGYAKARTA 1
Transcript
Page 1: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

TUGAS LOKASI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

STUDI KASUS

Disusun Oleh :

Riza Haida W., S.Farm. (UAD)

Reyneldis Aprilia Adista B., S.Farm. (USD)

Pembimbing :

Ika Mayakurnia S.F., Apt.

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RSUP DR. SARDJITO

PERIODE AGUSTUS - SEPTEMBER

YOGYAKARTA

2013

1

Page 2: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

I. SH dd POST op CRANIOTOMY (Secondary Headache Decomparresive

Post Operation Craniotomy)

Kraniotomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuka

sebagian tulang tengkorak (kranium) untuk dapat mengakses struktur

intrakarnial. Tulang tengkorak yang akan diambil biasanya disebut tulang

flap. Kraniotomi paling sering digunakan untuk mengambil tumor otak .

Operasi ini dapat juga digunakan untuk menghilangkan hematoma,

mengontrol perdarahan dari pembuluh darah yang ruptur (aneurysma cerebri),

memperbaiki malformasi arteriovena, mengeluarkan abses cerbri,

menurunkan tekanan intrakranial, untuk melakukan biopsi atau untuk

menginspeksi otak. Kraniotomi ini juga merupakan salah satu cara yang

dilakukan dokter ahli bedah saraf untuk dapat mengakses tumor secara

langsung.

Post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan

tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK,

mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.

Penatalaksanaan Medis Post op Cranitomy

Mengurangi Edema Serebral

Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian

manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari

area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian

dieksresikan melalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan

melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ;  selanjutnya

dosisnya dikurangi secara bertahap.

Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang

Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan

untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah

kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan

2

Page 3: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

diiritasi selama pembedahan. Kodein,diberikan lewat parenteral, biasanya

cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi

antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah

menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah

prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk

mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.

Memantau Tekanan Intrakranial

Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada

pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter

disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter

diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan

menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan

tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan

diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua

sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk

menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan

kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat

ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu

kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan

sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial,

terutama pada pasien tumor fossa posterior.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial

atau kraniotomi adalah sebagai berikut :

Peningkatan tekanan intracranial

Perdarahan dan syok hipovolemik

Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit

Infeksi

Kejang

3

Page 4: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

II. VP SHUNT

VP-Shunt adalah pemasangan saluran yang mengaliri cairan dalam

otak menuju rongga perut dan tindakan memasang selang kecil yang

menghubungkan ventrikel  ( ruang di dalam otak ) dan peritoneal ( ruang di

dalam perut ). Shunting, juga disebut ventrikulo-peritoneal shunting,

diperlukan untuk dapat menyalurkan kelebihan cairan dan meringankan

tekanan pada otak.Kateter dimasukkan dalam otak untuk menyalurkan CSF

untuk sistem ventrikuler dalam rongga perut ketika pasien tertidur di bawah

bius total.Tujuan dilakukannya VP shunt yaitu untuk membuat saluran baru

antara aliran likuor dengan kavitas drainase dan untuk mengalirkan cairan

yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut untuk kemudian diserap

ke dalam pembuluh darah.

Operasi ini umumnya operasi yang aman degan resiko bedah rendah.

Beberapa resiko yang dihadapi sebagai berikut:

1. Ileus

2. Infeksi

3. Obstruksi

4. Salah Penempatan

5. Kerusakan luka dengan eksposisi tube shunt

Selain itu dapat juga berpotensi komplikasi yang lebih serius seperti

Hematoma subdural, Hematoma intrakranial dan terjadi cedera pada isi perut.

III. HIPERTENSI

Hipertensi adalah penyakit yang ditimbulkan karena adanya

peningkatan tekanan darah arteri yang persisten. Banyak hal yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi, antara lain adanya kelainan pada

mekanisme vasodepresor, mekanisme neuronal, autoregulasi periferal,

distribusi natrium dan kalsium, serta hormon diuretik yang semuanya

berimbas pada ketidaksetimbangan pada sistem Renin Angiostensin

4

Page 5: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Aldosteron. Kelainan juga bisa terjadi pada sistem Renin Angiostensin

Aldosteron itu sendiri (Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 2008).

Terapi yang dapat dilakukan untuk hipertensi ini :

1. Terapi non farmakologi

JNC VII dan BHS merekomendasikan perubahan gaya hidup pada

pasien sehingga dapat menurunkan tekanan darah sistolik.

a. Penurunan berat badan mempertahankan berat badan normal

(dengan BMI 18,5-24,9 kg/m2). Perkiraan penurunan tekanan

darah sistolik sebesar 5-20 mmHg tiap penurunan 10 kg.

b. Pengaturan pola makan (DASH) diet kaya dengan buah, sayur,

dan produk susu rendah lemak. Perkiraan penurunan tekanan darah

sistolik sebesar 8-14 mmHg.

c. Diet rendah sodium pengurangan makanan yang mengandung

sodium dan perkiraan penrunan tekanan darah sistolik yaitu

sebesar 2-8 mmHg.

d. Aktivitas fisik rutin melakukan beraktiviras fisik/olahraga

seperti jogging, berenang, jalan kaki 30 menit/hari. Aktivitas ini

diperkirakan mampu menurunkan tekanan darah sistolik 4-9

mmHg.

e. Konsumsi minuman beralkohol membatasi minuman

beralkohol tidak lebih dari 2 minuman/hari (untuk laki-laki : 30

mL etanol) dan 1 minuman/hari (untuk perempuan : 15 mL etanol.

Perkiraan penurunan tekanan darah sistolik yang terjadi sebesar 2-

4 mmHg.

f. Berhenti merokok salah satu faktor resiko sehingga perlu

dikurangi.

g. Terapi relaksasi Terapi relaksasi termasuk relaksasi pernafasan

dan otot termasuk pengaturan stress sehingga membantu

pengaturan tekanan darah.

5

Page 6: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

h. Mengurangi kopi Kafein yang terkandung dalam kopi

merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi

2. Terapi menurut JNC VII :

Terapi farmakologis

Terapi pada keadaan khusus

6

Page 7: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

IV. DM

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit yang dikarakterisasi

oleh tingginya level glukosa darah sebagai akibat dari penurunan kemampuan

tubuh untuk memproduksi dan atau menggunakan insulin (American Diabetes

Association, 2011).

Menurut WHO (2011), diabetes melitus adalah suatu penyakit kronis

yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi cukup insulin, atau ketika

tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Hal

tersebut menyebabkan kenaikan konsentrasi glukosa di dalam darah

(hiperglikemia).

7

Page 8: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Kriteria diagnosis diabetes mellitus adalah kadar glukosa puasa ≥126

mg/dL atau pada 2 jam setelah makan ≥200mg/dL atau HbA1c ≥ 8%. Jika

kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari

200mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah (Sukandar dkk, 2008).

Klasifikasi Diabetes mellitus:

1) DM tipe 1

Merupakan diabetes yang dependent-insulin (IDDM), ditandai oleh

destruksi sel β secara selektif dan defisiensi insulin yang absolute atau

berat. Pemberian insulin sangat penting bagi pasien penderita diabetes tipe

ini. Diabetes tipe 1 selanjutnya dibagi menjadi yang memiliki penyebab

imun dan idiopatik.

2) DM tipe 2

Merupakan diabetes yang nondependent-insulin (NIDDM),

disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek

metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali

disebut sebagai resistensi insulin (Guyton, 2006). Gangguan kerja insulin

akan mempengaruhi metabolism lemak sehingga meningkatkan kadar

asam lemak bebas dan trigliserida serta menurunkan kadar lipoprotein

berdensitas-tinggi (HDL). Individu dengan diabetes tipe 2 mungkin tidak

memerlukan insulin untuk bertahan hidup, namun 30% pasien atau lebih

akan memperoleh keuntungan dari terapi insulin untuk mengontrol

glukosa darah .

Diabetes tipe lainnya, contohnya : Kerusakan genetik fungsi sel β,

Kerusakan genetik kerja insulin, Penyakit eksokrin pankreas (misalnya

cystic fibrosis), dan karena obat/zat kimia (misalnya pengobatan pada

HIV/AIDS atau setelah transplasi organ), Diabetes Mellitus Gestational

(GDM), Diabetes pada masa kehamilan (America Diabetes Association,

2011).

V. TERTAPARESE

8

Page 9: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Tetraparese adalah kelemahan tonus otot melibatkan salah satu

segmen servikal medulla spinalis dengan disfungsi kedua lengan dan  kedua

kaki. Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu:

Tetraparesspastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor

neuron (UMN),sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni

dan tetraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower

motor neuron (LMN),sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau

hipotoni.Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan

neuromuskular, yaitu adanya lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan

inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan

sensorik secara total dari bagian di bawah lesi, sedangkan lesi inkomplit

mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin

kerusakan sensorik.

KASUS

1) DATA PASIEN

Nama : Ny. L

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tgl Lahir : Kotawinangun, 7 Mei 1960

Alamat : Samirono CT VI / 075 RT.02/RW.01 Yogyakarta

Dirawat di : ICU

Berat badan : 70 kg

9

Page 10: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Tgl masuk RS : 16 Agustus 2013

Status Pasien : Umum

Dokter yang merawat : dr. A.Y.Sufon, Sp.MSi.

2) ANAMNESIS

a. Keluhan utama :

Post op craniotomy.

b. Riwayat penyakit dahulu :

Post op vp shunt, Hipertensi, DM tipe II

c. Riwayat penyakit sekarang :

Post op vp shunt, Hipertensi, DM tipe II

d. Riwayat keluarga : -

e. Riwayat pengobatan : -

f. Diagnosis :

1) SH dd SOP Post Craniotomi evakuasi

2) Hematomi dan rensi vp shunt

3) DM tipe II

4) Hipertensi

5) Tertaparese

3) DIAGNOSIS

DiagnosisTanggal

17/8/’13 18/8/’13 19/8/’13

SH dd SOP Post Craniotomi evakuasi √ √ √

Hematomi dan rensi vp shunt √ √ √

DM Tipe II √ √ √

Hipertensi √ √ √

Tertaparese √ √ √

10

Page 11: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

4) DATA LABORATORIUM

Tanggal 17 Agustus 2013 (hari ke 1)

Tanda- tanda vital

No Kriteria NilaiSatuan Nilai

normalStatus

Indikasi

1 T 37,7 OC 36 - 37,5Tidak

Normal Infeksi

2 RR On Vent kali/menit 13-16

3 HR 126 kali/menit 60-100 Tinggi

4 BP 148/72 mmHg 120/80 Tinggi Hipertensi

Tanggal 18 Agustus 2013 (hari ke 2)

Tanda- tanda vital

No Kriteria Nilai Satuan Nilai normal Status Indikasi

1 T 37,4 OC 36 - 37,5 Normal -

2 RR 24 kali/menit 13-16 Tinggi

3 HR 94 kali/menit 60-100 Normal -

4 BP 134/62 mmHg 120/80 Tinggi

No Kriteria Nilai Satuan Nilai normal Status Indikasi

1 PH 7,547 7,35-7,45 Tinggi Alkalosis

2 PCO2 26,4 mmHg 35-45 Tinggi Asidosis

3 PO2 52,3 80-100 Rendah

4 SO2 94,6 75-99 Normal

5 BC 2 mg/ml

6 HCO3 23,5 mg/ml

7 AnDO2 242,4 <25

8 Natrium 136 meq/L 135-145 Normal

11

Page 12: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

9 Kalium 3,11 meq/L 3,5-5 Rendah

10 Cl 100 meq/L 98-106 Normal

11 GDS 124 mg/ml

12

Page 13: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Tanggal 19 Agustus 2013 (hari ke 3)

Tanda- tanda vital

No Kriteria Nilai Satuan Nilai normal Status Indikasi

1 T 37,6 OC 36 - 37,5Tidak

normal Infeksi

2 RR 13 kali/menit 13-16 Normal -

3 HR 92 kali/menit 60-100 Normal -

4 BP 149/77 mmHg 120/80 Tinggi hipertensi

No Kriteria Nilai Satuan Nilai normal Status Indikasi

1 PH 7,497 7,35-7,45 Tinggi Alkalosis

2 PCO2 34,3 mmHg 35-45 Tinggi Asidosis

3 PO2 177,2 80-100 Tinggi

4 SO2 98,3 75-99 Normal

5 BC 3,4 mg/ml

6 HCO3 26,8 mg/ml

7 AnDO2 134,7 <25

8 Natrium 138 meq/L 135-145 Normal

9 Kalium 2,98 meq/L 3,5-5 Rendah

10 Cl 161 meq/L 98-106 Tinggi

11 GDS 176 mg/ml

13

Page 14: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

V. TERAPI YANG DIBERIKAN

JALUR

PEMBERIAN

TERAPI HARI KE (tanggal)

17/8/’13 18/8/’13 19/8/’13

PARENTERAL Ceftazidin 1g/8 jam √ √ √

Omeperazol 40

mg/12 jam

√ √ √

Phenytoin 100 mg/

8 jam

√ √ √

Brain act 1 g/12

jam

√ √ √

Fentanyl √ √ √

Ketorolac 30 g/ 8

jam

- √ √

ENTERAL Head up 30 √ √ √

Lhetira √ √ √

14

Page 15: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

VI. DOSIS OBAT YANG DIBERIKAN

No Jalur Nama Obat Indikasi Dosis

1

EnteraL

Head up 30

2

Lhetira

(Levetiracetam)

Terapi adjuvan

kejang parsial pada

pasien epilepsi

3 x sehari,

3Parenteral Ceftazidin 1g/8

jam

Antibiotik untuk

bernagai infeksi3 x sehari, 1 gram

4

Omeperazol

40 mg/12 jam

pengobatan jangk

4:53 PMea pendek

tukak lambung,

tukak duodenum dan

refluks esofagitis;

pengobatan

sindroma Zollinger-

Ellison.

2 x sehari, 40 mg

5Phenytoin 100

mg/ 8 jamAnti kejang 3 x sehari, 100 mg

6 Brainact 1 g/12

jam

Kehilangan

kesadaran akibat

kerusakan otak,

trauma kepala atau

operasi otak dan

serebral infark.

Percepatan

rehabilitasi

ekstremitas atas

2 x sehari, 1 gram/

15

Page 16: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

pada pasien pasca

hemiplegia

apoplektik: pasien

dengan paralisis

ekstremitas bawah

yang relatif ringan

yang muncul dalam

satu tahun dan

sedang

direhabilitasi dan

sedang diberi terapi

obat oral biasa

(dengan obat yang

mengaktifkan

metabolisme

serebral atau yang

memperbaiki

sirkulasi).

7 Fentanyl analgetik narkotik,

nyeri sebelum

operasi,selama & pasca

operasi, penanganan

nyeri pada kanker,

sebagai suplemen

anestesi sebelum

operasi untuk

mencegah atau

menghilangkan

takipnea dan delirium

pasca operasi

emergensi

16

Page 17: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

8 Ketorolac 30 g/

8 jam

Ketorolac

diindikasikan untuk

penatalaksanaan

jangka pendek

terhadap nyeri akut

sedang sampai berat

setelah prosedur

bedah. Durasi total

Ketorolac tidak boleh

lebih dari lima hari.

Ketorolac secara

parenteral

dianjurkan diberikan

segera setelah

operasi. Harus

diganti ke analgesik

alternatif sesegera

mungkin, asalkan

terapi Ketorolac

tidak melebihi 5 hari.

Ketorolac tidak

dianjurkan untuk

digunakan sebagai

obat prabedah

obstetri atau untuk

analgesia obstetri

karena belum

diadakan penelitian

yang adekuat

mengenai hal ini dan

3 x sehari, 30 gram

17

Page 18: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

karena diketahui

mempunyai efek

menghambat

biosintesis

prostaglandin atau

kontraksi rahim dan

sirkulasi fetus.

18

Page 19: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

VII. TINJAUAN OBAT

No Nama Obat Dosis Indikasi Mekanisme Aksi

Obat

Farmakokinetika ESO Interaksi

1 Ceftazidin

1g/8 jam

Dewasa :

IM.IV

500mg-2

gram tiap

8-12 jam.

septicaemia;

bacteriaemia;

peritonitis;

meningitis;

penderita ICU

dengan problem

spesifik, misalnya

luka bakar yang

terinfeks

Menghambat

enzim yang

bertanggung jawab

terhadap sintesis

dinding sel.

infus intravena

tunggal dan

intravena

ceftazidime 1g

puncak

konsentrasi

plasma (Cmaks)

hingga 70 ~

72mg / L dan

120 sampai

146mg / L.

Penghapusan

darah paruh

(t1/2β) sekitar

1,5 menjadi 2,3

jam.

Lokal,

tromboflebitis

pada

pemberian IV,

rasa sakit atau

inflamasi

seteah injeksi

IM,

hipersensitifita

s, reaksi

anafilaktik.=,

dan nyeri.

1)Dengan

aminoglikosi

d dapat

mengakibatk

an inaktivasi.

2)Dengan

vancomysin

dapat terjadi

pengendapan.

2 Omeperazol

40 mg/12

Duodenum

: 20 mg per

pengobatan jangka

4:53 PM pendek

Ketorolac

tromethamine

Ketorolac

tromethamine

Efek samping

di bawah ini

Metotrexat,

NSAID dengan

19

Page 20: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

jam hari selama

4-8

minggu.

Gastric :

40mg per

hari selama

4 minggu.

tukak lambung,

tukak duodenum

dan refluks

esofagitis;

pengobatan

sindroma Zollinger-

Ellison

merupakan suatu

analgesik non-

narkotik. Obat ini

merupakan obat

anti-inflamasi

nonsteroid yang

menunjukkan

aktivitas antipiretik

yang lemah dan

anti-inflamasi.

Ketorolac

tromethamine

menghambat

sintesis

prostaglandin dan

dapat dianggap

sebagai analgesik

yang bekerja

perifer karena tidak

mempunyai efek

terhadap reseptor

diserap dengan

cepat dan

lengkap setelah

pemberian

intramuskular

dengan

konsentrasi

puncak rata-rata

dalam plasma

sebesar 2,2

mcg/ml setelah

50 menit

pemberian dosis

tunggal 30 mg.

Waktu paruh

terminal plasma

5,3 jam pada

dewasa muda

dan 7 jam pada

orang lanjut usia

(usia rata-rata 72

terjadi pada uji

klinis dengan

Ketorolac IM

20 dosis dalam

5 hari.

Insiden antara

1 hingga 9% :

Saluran cerna :

diare,

dispepsia,

nyeri

gastrointestinal

, nausea.

Susunan Saraf

Pusat : sakit

kepala, pusing,

mengantuk,

berkeringat.

warfarin,

ACEI,

20

Page 21: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

opiat. tahun).

3 Phenytoin

100 mg/ 8

jam

Neuro :

100-200

mg tiap 4

jam.

Anti kejang

: 15- 20 mg

per kgBB.

untuk mengontrol

keadaan kejang

tonik-klonik (grand

mal) dan serangan

psikomotor

“temporal lobe”.

Fenitoin

merupakan obat

golongan

antiepilepsi.

Mekanisme kerja

utamanya pada

korteks motoris

yaitu menghambat

penyebaran

aktivitas kejang.

Kemungkinan hal

ini disebabkan

peningkatan

pengeluaran

natrium dari

neuron dan fenitoin

cenderung

menstabilkan

ambang rangsang

terhadap

Waktu paruh

plasma setelah

pemberian oral

rata-rata adalah

22 jam (antara

7-42 jam).

Saluran cerna:

mual, muntah

dan konstipasi.

asupan alkohol

akut,

amiodaron,

kloramfenikol,

klordiazepoksid

, diazepam,

dikumarol,

disulfiram,

estrogen, H2-

antagonis,

halotan,

isoniazid,

metilfenidat,

fenotiazin,

fenilbutazon,

salisilat,

suksinimid,

sulfonamid,

tolbutamid,

trazodan.

21

Page 22: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

hipereksitabilitas

yang disebabkan

perangsangan

berlebihan atau

kemampuan

perubahan

lingkungan di

mana terjadi

penurunan

bertahap ion

natrium melalui

membran. Ini

termasuk

penurunan

potensiasi paska

tetanik pada sinaps.

Fenitoin

menurunkan

aktivitas maksimal

pusat batang otak

yang berhubungan

22

Page 23: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

dengan fase tonik

dari kejang tonik-

klonik (grand mal).

Waktu paruh

plasma setelah

pemberian oral

rata-rata adalah 22

jam (antara 7-42

jam).

4 Brainact 1

g/12 jam

100-500

mg, 1-2

kali sehari

secara drip

IV atau IV

biasa.

Kehilangan

kesadaran akibat

kerusakan otak,

trauma kepala atau

operasi otak dan

cereberal infark.

1. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan kesadaran

2. Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan

Reaksi hipersensitivitas: ruam.

Psikoneurologis: insomnia, sakit kepala, pusing, kejang.

Gastrointestinal: nausea, anoreksia.

Hati: nilai fungsi hati yang abnormal pada pemeriksaan

23

Page 24: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.

3. Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.

laboratorium.

Mata: diplopia.

Lain-lain: rasa hangat, perubahan tekanan darah sementara atau malaise.

5 Fentanyl Sebelum operasi : 50-100 mcg IM, 30-60 menit sebelum operasi. Sebagai tambahan anestesi umumDosis rendah

analgetik narkotik, nyeri sebelum operasi,selama & pasca operasi, penanganan nyeri pada kanker, sebagai suplemen anestesi sebelum operasi untuk mencegah atau menghilangkan takipnea dan delirium pasca

Menghambat jalur

perangsangan rasa

nyeri yang

menyebabkan

perubahan respon

nyeri,

menghasilkan

analgesia, depresi

pernafasan dan

efek sedasi.

Depresi pernapasan.Sistem saraf  : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang.Pencern

Hati-hati pada pasien yang mendapat MAOI atau antidepresan tryptiline karena dapat mengakibatkan hipotensi berat dan lama. Hindari hipertensi karena overdosis

24

Page 25: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

(operasi

minor) IV 2 mcg/kg ; Dosis sedang (operasi mayor) awal 2-20 mcg/kg, tambahan dosis IV/IM 25-100 mcg jika perlu, Dosis tinggi (operasi jantung terbuka, saraf atau prosedur ortopedi) awal 20-50 mcg/kg, tambahan dosis 25 mcg – 1½

operasi emergensi aan : mual, muntah, konstipasi.Kardiovaskular : aritmia, hipotensi  postural. Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria. Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau disorientasi, halusinasi. Lain-lain : Berkeringat, muka merah,

vascon

25

Page 26: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

dosis awal jika perlu

pruritus, urtikaria, ruam kulit.

6 Ketorolac

30 g/ 8 jam

Dosis awal

Ketorolac

yang

dianjurkan

adalah 10

mg diikuti

dengan 10–

30 mg tiap

4 sampai 6

jam bila

diperlukan.

Untuk

penatalaksanaan

nyeri akut yang

sedang sampai berat

dalam jangka

pendek (≤ 5 hari),

yang membutuhkan

analgesik setingkat

dengan opioid,

biasanya pada kasus

setelah operasi

Ketorolac

merupakan obat

anti inflamasi non

steroid (AINS)

yang menghambat

sintesis

prostaglandin dan

dapat

dipertimbangkan

aksi analgesik

perifernya.

edema,

kenaikan berat

badan, demam,

infeksi, mual,

dispepsia,

nyeri, sakit

kepala,

mengantuk,

pusing,

NSAID,

antikoagulan,

furosemid,

ACE inhibitor,

glikosid.

26

Page 27: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

VIII. PERBANDINGAN DOSIS OBAT YANG DIBERIKAN PASIEN DENGAN LITERATUR

NO NAMA OBAT DOSIS YANG DIBERI DOSIS LITERATUR

1 Ceftazidin 3 x sehari, 1 gram IM.IV 500mg-2 gram tiap 8-12 jam.

2 Omeperazol 2 x sehari , 40 mg 40mg per hari selama 4 minggu.

3 Phenytoin 3 x sehari 100 mg Neuro : 100-200 mg tiap 4 jam.

4 Brain act 2 x sehar , 1 gram 100-500 mg, 1-2 kali sehari.

5 Fentanyl awal 20-50 mcg/kg, tambahan dosis 25 mcg – 1½ dosis awal jika perlu

6 Ketorolac 3 x sehari, 30 gram

10 mg diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila

diperlukan

27

Page 28: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

IX. DRUG RELATED PROBLEMS

Drug Related Problem Keterangan

Indikasi tidak terobati 1. Hipertensi, seharusnya diberikan terapi anti

hipertensi yang sesuai dengan kondisi pasien

2. DM, seharusnya diberikan terapi anti hipertensi

yang sesuai dengan kondisi pasien

Terapi tanpa indikasi -

Pemilihan obat tidak tepat -

Dosis terlalu tinggi Omeprazol

Dosis terlalu rendah Phenytoin

Reaksi obat yang tidak diinginkan -

Interaksi obat Omeperazol + phenitoin

Fentanyl + phenytoin

X. PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus di atas, dinyatakan bahwa pasien menderita secondary

headache post op craniotomy (sakit kepala yang terjai setelah pasca operasi

kraniotomy). Pada kasus SH dd post op craniotomy penanganan yang utama yaitu

melakukan penegelolaan kesadaran pasien, manajemen nyeri, menghindari agar tidak

terjadi infeksi pada luka bekas operasi dan pemasangan shunt (VP shunt).

Pada tanggal 17 agustus dan 19 agustus pasienmengalami kenaikkan suhu, itu

menunjukan adanya infeksi. Oleh karena itu diberikan antibiotic ceftazidime.

Dari kasus diatas diterdapat DRP yang terlihat yaitu:

adanya indikasi tanpa obat

Pasien ini mengalami hipertensi dan DM, tetapi pasien belum mendapatkan terpi

untuk penyakit tersebut.

Dosis terlalu tinggi

Dosis dari literatur omeperazol seharusnya diberikan 1x sehari 40 mg. Tetapi

pada kasus ini pasien mendapatkan omeperazol 2 x sehari 40 mg.

28

Page 29: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

Dosis terlalu rendah

Dosis dari literature phenytoin seharusnya diberikan 100 – 200 mg tiap 4 jam.

Tetapi pada kasus ini pasien mendapatkan phenytoin 3 x sehari 100 mg.

Interaksi

Terjadi interaksi antar omeperazol dan phenytoin sehinga perlu dilakukan

monitoring dosis omeperazol, jika omeperazol diberikan > 20 mg per hari.

Terjadi fentanyl dan phenytoin dimana interaksi tersebut dapat meningkatkan

kadar fentanyl.

X. KESIMPULAN

Pengobatan yang diberikan pada pasien sudah sesuai dengan standar

pelayanan medik di RS DR. Sadrjito dan terdapat empat Drug Related Problem yang

muncul yaitu adanya indikasi yang tidak terobati, dosis yang diberikan berlebih,

dosis yang diberikan kurang dan adanya interaksi obat .

29

Page 30: Tugas Lokasi 8 - Studi Kasus ICU Fix

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, craniotomy , http://www.hopkinsmedicine.org, diakses tanggal 21 Agustus 2013

Anonim, 2013, definisi kraniotomi, http://bangeud.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-kraniotomy.html, diakses tanggal 22 Agustus 2013.

Anonym, 2013, Ventrikel Peritoneal (VP) Shunt, http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas-Referral/bh/Conditions/Pages/Ventricular-Peritoneal-Shunt.aspx, diakses tanggal 20 Agustus 2013.

Anonim, 2013, VP-Shunt, http://sely-biru.blogspot.com/2011/05/vp-shunt-ventriculoperitoneal-shunting.html, diakses tanggal 20 Agustus 2013.

Anonym, 2013, Ceftazidime, http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?id=83&idc=8, diakses tanggal 19 Agustus 2013

Anonym, 2013, http://id.kalbe.co.id/ProdukdanJasa/ObatResep/ProdukAZ/tabid/267/ID/2141/BRAINACT.aspx, diakses tanggal 22 Agustus 2013

Anonym, 2013, ceftazidime, http://id.365gbo.com/product_show.htm/?2012-06-25-111616, diakses tanggal 22 Agustus 2012

Anonim, 2013, saraf-tetraparese, http://dwiohorella.blogspot.com/2011/06/saraf-tetraparase.html diakses tanggal 22 agustus 2013

Anonim, 2013, tetraparese, http://gadjahmadanursing.blogspot.com/2012/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses tanggal 21 agustus 2012

American Diabetes Association, 2011, Standards of Medical Care in Diabetes, Diabetes Care, Volume 34(Supplement_1): S12.

Dipiro, J. T., et. al., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th

edition, McGrawHill, New York, pp. 140-143

Guyton AC, Hall JE., 2006, Text Book of Medical Physiology, Ed ke-11, Elsevier,inc : Philadelphia.

National Heart, Lung, and Blood Institute, The Executive Committee, 2003, JNC 7 Express, The Seventh Report of the Joint National Committee on : Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, U.S. Department of Health and Human Service, http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/express.pdf

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., dan Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

30


Recommended