+ All Categories
Home > Documents > UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN...

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN...

Date post: 30-Mar-2019
Category:
Upload: dangdan
View: 218 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
75
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN METODE SUSPENSI CRUSHING SUSPENSION METHOD DAN SIMPLE SUSPENSION METHOD TERHADAP PENURUNAN KADAR SPIRONOLAKTON SKRIPSI Silvia Aryani 1111102000039 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
Transcript
Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN METODE SUSPENSI CRUSHING

SUSPENSION METHOD DAN SIMPLE SUSPENSION

METHOD TERHADAP PENURUNAN KADAR

SPIRONOLAKTON

SKRIPSI

Silvia Aryani

1111102000039

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN METODE SUSPENSI CRUSHING

SUSPENSION METHOD DAN SIMPLE SUSPENSION

METHOD TERHADAP PENURUNAN KADAR

SPIRONOLAKTON

SKRIPSI

Silvia Aryani

1111102000039

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang

dikutip saya maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Silvia Aryani

NIM : 1111102000039

Tanda Tangan :

Tanggal : 3 Juli 2015

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Silvia Aryani

NIM : 1111102000039

Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Metode Suspensi Crushing Suspension

Method dan Simple Suspension Methodterhadap

Penurunan Kadar Spironolakton

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Nelly Suryani , Ph.D., Apt. Yardi, Ph.D.,Apt

NIP. 196510242005012001 NIP.197411232008011014

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yardi, Ph.D.,Apt

NIP. 197411232008011014

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

v

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Silvia Aryani

NIM : 1111102000039

Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Metode Suspensi Crushing Suspension

Method dan Simple Suspension Methodterhadap

Penurunan Kadar Spironolakton

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan

diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran

danIlmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Nelly Suryani, Ph.D., Apt ( )

Pembimbing 2 : Yardi, Ph.D., Apt ( )

Penguji 1 : Supandi, M.Si., Apt ( )

Penguji 2 : Umar Mansur, M.Sc.,Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 3 Juli 2015

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

vi

ABSTRAK

Nama : Silvia Aryani

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Perbandingan Metode SuspensiCrushing Suspension

Method dan Simple Suspension Methodterhadap

Penurunan Kadar Spironolakton

Spironolakton adalah obat golongan antagonis aldosteron untuk terapi

hipertensi yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau terapi kombinasi

dengan obat antihipertensi lainnya. Salah satu kasus di rumah sakit, ditemukannya

kombinasi obat spironolakton dengan 10 obat, diantaranya obat Losartan, Aspirin,

Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan pasien geriatri dan

pasien dalam keadaan koma untuk menelan obat-obatan tersebut. Oleh karena itu,

obat harus diberikan dalam bentuk formulasi suspensi melalui enteral feeding

tubeyaitu dengan Crushing Suspension Method dan Simple Suspension

Method.Pengubahan bentuk sediaan pada kedua metode suspensi kemungkinan

dapat terjadinya interaksi farmasetik sehingga obat tidak stabil dan terdegradasi.

Terjadinya degradasi obat dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis. Hal ini dapat

terjadi karena terdapatnya gugus cincin lakton (ester siklik) dan gugus tioester

yang mudah diserang untuk terjadinya reaksi hidrolisis pada spironolakton. Pada

penelitian ini dilakukan penentuan kadar spironolakton pada kedua metode

suspensi dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada waktu 5,

15, 30, 45, dan 60 menit. Dari hasil pengujian, pada Simple Suspension Method

diperoleh persen kadar yaitu 97,2743% - 95,1559% sedangkan pada Crushing

Suspension Method 93,9505% - 89,2399%. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa

Simple Suspension MethodlebihbaikdaripadaCrushing Suspension Method karena

dapatmemberikankadar yang memenuhipersyaratandalammonografi kadar

Spironolakton yaitu 95% - 105%.

Kata Kunci : Spironolakton, crushing suspension method, simple suspension

method, persen kadar.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

vii

ABSTRACT

Nama : Silvia Aryani

Program Studi : Pharmacy

Judul Skripsi : Comparing Methods CrushingSuspension Method and

Simple Suspension Methodto Decreased contents of

Spironoctone

Spironolactone is an aldosterone antagonist class of drugs for the treatment

of hypertension that can be used as single or combination therapy with other

antihypertensive drugs. One of the cases in the hospital, the discovery of a

combination of drugs spironolactone with 10 drugs, including drug Losartan,

Aspirin, Paracetamol and others.This will certainly make it difficult for geriatric

patients and patients in coma for swallowing the drugs.Therefore, the drug should

be administered in the form of a suspension formulation via the enteral feeding

tube with Crushing Suspension Method and Simple Suspension Method.Changing

the dosage form of both suspensions method could potentially pharmaceutical

interaction so that the drug is unstable and degraded. Drug degradation can be

caused by a hydrolysis reaction. This can occur because of the presenceof ring

lactone (cyclic ester) group and a thioester group that isvulnerableto hydrolysis

reaction in spironolactone. In this research, determination ofspironolactone on

both suspensions method using High Performance Liquid Chromatography at

times 5, 15, 30, 45, and 60 minutes. Test results, the SimpleSuspension Method

obtained percent content is 97.2743%-95.1559% while the Crushing Suspension

Method 93.9505%-89.2399%.From this, it can be concluded that the Simple

Suspension Method isbetter than the Crushing SuspensionMethod becauseit can

provide content that meets the requirements of the monograph Spironolactone

content is 95% -105%.

Keywords: Spironolactone, crushing suspension method, simple suspension

method, percent content.

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, atas segala nikmat iman, islam,

kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata‟ala

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai tauladan umat

manusia, semoga kita dapat menjunjung nilai-nilai Islam yang beliau ajarkan dan

semoga kita mendapatkan syafaat beliau.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana

farmasi dari Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Judul skripsi ini adalah

“Perbandingan Metode Suspensi Crushing Suspension Method dan Simple

Suspension Method Terhadap Penurunan Kadar Spironolakton”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan tugas akhir ini adalah atas bimbingan

dan bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan

terimakasih kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, AyahandaDalisman Darsah, IbundaMisyelli

Rosba serta adik tercinta Syifa Fauziah atas kasih sayang, perhatian,

semangat, doa yang tiada henti serta dukungan baik moral maupun materil.

Semoga selalu dalam lindungan Allah swt.

2. Ibu Nelly Suryani P.hD., Apt. dan bapak Yardi P.hD., Apt. selaku

pembimbing yang senantiasa sabar dan ikhlas dalam memberikan ilmu,

waktu, nasehat, arahan serta semangat selama proses penyelesaian

penelitian dan skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Arif Soemantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

ix

5. Ibu Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai pembimbing akademik yang telah

membimbing dan memberikan dukungan dalam meghadapi permasalahan-

permasalahan akademik kampus.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program

Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kakak bimbingan penelitian Kak Adina dan Mba Rani atas ilmu, tenaga,

nasehat, serta kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

8. Para laboran yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini Kak

Liken, Kak Anis, Kak Eris, Kak Tiwi, Kak Rahmadi, serta Kak Lisna.

9. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian Tiara dan Ririn; teman-teman

terdekat Sumiati, Qadryna, Karimah, Ella, Evi, dan Athiyah serta teman-

teman Farmasi 2011 “effervescent” yang dengan sabar menemani,

mendukung, membantu serta sebagai tempat berbagi keluh kesah.

10. Teman-teman seperantauan Nanda dan Andam serta sahabat-sahabat

tersayang Faiza, Wiwi, Mimi, Ranti, Anis, dan Puput yang senantiasa

menjadi keluarga, berbagi keluh kesah, dan saling mendukung untuk

kesuksesan bersama.

11. Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu

per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan

khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada

umumnya.

Jakarta, Juli 2015

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Silvia Aryai

NIM : 1111102000039

Program studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya dengan judul :

PERBANDINGAN METODE SUSPENSI CRUSHING SUSPENSION

METHOD DAN SIMPLE SUSPENSION METHOD TERHADAP

PENURUNAN KADAR SPIRONOLAKTON

Untuk dapat diakses melalui Digital Library Perpustakaan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas

sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Dengan demikian persetujuan

publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 3 Juli 2015

Yang menyatakan,

(Silvia Aryani)

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................................. vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................... x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

1.4 Manfaat Hasil Penelitian .................................................................. 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

2.1 Antihipertensi Golongan Diuretik .................................................... 4

2.2 Spironolakton ................................................................................... 4

2.2.1 Monografi Obat ................................................................................ 4

2.2.2 Pengertian Umum............................................................................. 5

2.2.3 Stabilitas Spironolakton ................................................................... 6

2.3 Stabilitas Obat .................................................................................. 7

2.3.1 Dekomposisi Kimia dari Obat Akibat Hidrolisis ............................. 8

2.3.2 Permasalahan dalam sediaan suspensi tanpa persiapan

(Extemporaneous suspensions) ........................................................ 9

2.4 Crushing suspension method ......................................................... 11

2.5 Simple suspension method ............................................................. 15

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ................................... 19

2.7 Verifikasi Metode........................................................................... 23

2.8 Penentuan Kadar Spironolakton ..................................................... 25

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 26

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 26

3.2.1 Alat ................................................................................................. 26

3.2.2 Bahan.............................................................................................. 26

3.3 Prosedur Penelitian......................................................................... 26

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Bahan Baku Standar ............................ 26

3.3.2 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan Standar . 26

3.3.3 Penetapan Kondisi Optimum .......................................................... 27

3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem .................................................................... 27

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xii

3.3.5 Uji Linieritas ................................................................................... 27

3.3.6 Uji Akurasi ..................................................................................... 28

3.3.7 Uji Presisi ....................................................................................... 28

3.3.8 Penyiapan Sampel .......................................................................... 28

3.3.9 Analisa Kadar Sampel.................................................................... 29

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 30

4.1 Optimasi Metode Analisis Kadar Spironolakton ............................ 30

4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ................................... 30

4.1.2 Pemilihan Fase Gerak dan Kondisi Optimum ................................ 30

4.1.3 Uji Kesesuaian Sistem .................................................................... 31

4.2 Verifikasi Metode Analisis Kadar Spironolakton .......................... 32

4.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas .............................. 32

4.2.2 Pengukuran Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantifikasi (LOQ) . 34

4.2.3 Uji Akurasi ..................................................................................... 34

4.2.4 Uji Presisi ....................................................................................... 35

4.3 Pengukuran Kadar Spironolakton dalam Sampel ........................... 36

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 43

5.2 Saran ............................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44

LAMPIRAN .......................................................................................................... 48

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Keseluruhan Biotransformasi Spironolakton ........................................ 6

Gambar 2.2Contoh gugus kimia yang rentan terhadap hidrolisis ............................ 8

Gambar 2.3Metode simple suspension method dengan botol ................................ 16

Gambar 2.4Metode simple suspension method dengan jarum suntik .................... 16

Gambar 2.5Diagram Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ................................ 20

Gambar 4.1Kurva Kalibrasi Standar Spironolakton .............................................. 33

Gambar 4.2Grafik Penurunan Konsentrasi Spironolakton dengan Crushing

Suspension Method dan Simple Suspension Method ........................ 38

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Potensi risiko yang terkait dengan memodifikasi bentuk sediaan padat

oral ......................................................................................................... 11

Tabel 2.2 Tabel perbandingan Crushing suspension method dan Simple

suspension method ................................................................................. 17

Tabel 4.1 Parameter Uji Kesesuaian Sistem .......................................................... 32

Tabel 4.2 Konsentrasi standar spironolakton dan luas area ................................... 33

Tabel 4.3 Hasil Uji LOD dan LOQ ....................................................................... 34

Tabel 4.4 Hasil Uji Akurasi ................................................................................... 35

Tabel 4.5 Hasil Uji Presisi ..................................................................................... 36

Tabel 4.6 Persentase Kadar Spironolakton dengan Crushing Suspension Method

dan Simple Suspension Method ............................................................. 37

Tabel 4.7 Analisis Statistik Independent Sample Test Data Presentasi Kadar

Spironolakton pada Crushing Suspension Method dan Simple

Suspension Method ................................................................................ 40

Table 4.8 Persentase Tingkat Degradasi Kadar Spironolakton pada Crushing

Suspension Method dan Simple Suspension Method ............................. 41

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Bagan Alur Penelitian .................................................................... 48

Lampiran 2 Spektrum serapan Spironolakton pada spektrofotometer .............. 49

Lampiran 3 Kromatogram Standar Spironolakton ............................................ 49

Lampiran 4 Kromatogram sampel Spironolakton dengan Crushing Suspension

Method............................................................................................ 50

Lampiran 5 Kromatogram sampel Spironolakton dengan Simple Suspension

Method............................................................................................ 50

Lampiran 6 Hasil Uji Kesesuaian Sistem .......................................................... 51

Lampiran 7 Perhitungan Kurva Kalibrasi .......................................................... 52

Lampiran 8 Uji LOD dan LOQ ......................................................................... 53

Lampiran 9 Uji Akurasi ..................................................................................... 54

Lampiran 10 Uji Presisi ....................................................................................... 55

Lampiran 11 Perhitungan Preparasi Sampel........................................................ 56

Lampiran 12 Cara Perhitungan Konsentrasi Akhir Spironolakton ...................... 56

Lampiran 13 Hasil Perhitungan Konsentrasi Akhir Spironolakton ..................... 57

Lampiran 14 Hasil Uji Statistik Kadar Spironolakton pada masing-masing

suspensi .......................................................................................... 58

Lampiran 15 Sertifikat Analisis Spironolakton ................................................... 59

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

xvi

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spironolakton adalah obat golongan antagonis aldosteron untuk terapi

hipertensi eksresi aldosteron yang berlebihan, gagal jantung kongestif,

hiperaldosteronisme primer, hipokalemia, sirosis hati disertai dengan edema atau

asitesis (Drug Information Handbook ed. 17, 2008). Obat ini dapat digunakan

sebagai terapi tunggal atau terapi kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya.

Pada kasus di rumah sakit, ditemukannya kombinasi obat spironolakton dengan

10 obat, diantaranya obat Losartan, Aspirin, Paracetamol, dan obat lainnya.

Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh seorang pasien geriatri dalam

menelan obat seperti pada pasien dengan disfagia (rasa nyeri, tidak nyaman dan

atau kesulitan dalam memulai atau menyelesaikan prosespenelanan) dan pada

pasien hipertensi yang mengalami koma, adapun pemberian obat diberikan dalam

bentuk formulasi suspensi melalui enteral feeding tube dimana bentuk tablet atau

kapsul dapat dihancurkan atau dibuka dan dicampur dengan air untuk selanjutnya

dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam enteral feeding tube (Nutrisi Enteral).

Adapun jenis suspensi ini yang selanjutnya disebut dengan crushing suspension

method atau metode suspensi dengan penggerusan ( White et al., 2007).

Selain dengan metode suspensi yang telah dijelaskan sebelumnya, pada tahun

2006 terdapat penambahan suatu metode suspensi baru yaitu “ simple suspension

method” (metode suspensi sederhana)yang hingga saat ini telah diakui dan

dilaksanakan secara luas di beberapa fasilitas rumah sakit di Jepang.

Perbedaannya dengan metode suspensi sebelumnya adalah pada suspensi ini obat

tidak dilakukan penggerusan namun langsung disuspensikan dengan pembawa air

yang bersuhu 550

C(Kurataet al., 2006).

Kedua metode suspensi ini sama-sama memiliki keuntungan dalam penyiapan

sediaan dan biaya yang digunakan juga murah(White et al., 2007). Namun,

penggunaan crushing suspension method(metode suspensi dengan penggerusan)

memiliki kerugian yaitu terjadinya penurunan bobot obat yang diakibatkan oleh

proses penggerusan pada mortal dan alu, mesin penggerus, atau penggerusan yang

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan dalam kemasan. Dari hal ini tentu saja akan menyebabkan penurunan

kadar obat dalam tubuh. Berdasarkan penelitian dari Zamami (2014) dijelaskan

bahwa bobot obat dari 5 obat yang diuji yaitu Ace Call®

(Temocapril), warfarin®

,

Renivace®

(Enalapril Maleat), Folli Amina®

(Asam Folat), dan Lendormin®

(Brotizolam) mengalami penurunan sebesar 70 – 90 % dengan menggunakan

metode crushing suspension method(metode suspensi dengan penggerusan).

Selain itu, jika dilihat dari hasil % perolehan kembali, pada salah satu obat yaitu

warfarin®, mengalami ketidakstabilan dengan menggunakan metode crushing

suspension method(metode suspensi dengan penggerusan) dengan nilai hampir

50%, sedangkan jika dibandingkan dengan simple suspension method(metode

suspensi sederhana), didapatkan nilai % perolehan kembali yaitu hampir 100%

(Zamami et al., 2014).Dari hal ini, metode suspensi Simple Suspension Method

lebih baik dibandingkan dengan metode Crushing Suspension Method namun

dengan metode Simple Suspension Method (metode suspensi sederhana) tidak

semua obat yang dapat menggunakan metode ini dan diperlakukan penelitian

lebih lanjut dari setiap obat sebagai contoh pada obat antidepresan oral, hanya 59

dari 354 obat (16,7%) yang disetujui di Jepang pada April 2013 dan telah

diperiksa dengan metode ini (Hichiya et al., 2014).

Penggunaan kedua metode suspensi dapat merubah bentuk sediaan yang

kemungkinan dapat terjadinya interaksi farmasetik sehingga obat tidak stabil dan

terdegradasi. (Nissen et al., 2009).Terjadinya degradasi obat dapat disebabkan

oleh reaksi hidrolisis. Hal ini dapat terjadi karena terdapatnya gugus cincin lakton

(ester siklik) dan gugus tioester yang mudah diserang untuk terjadinya reaksi

hidrolisis pada spironolakton (Basusaskar, 2013).

Berdasarkan hal tersebut, dilakukannya penelitian untuk dapat

membandingkan antar kedua metode tersebut terhadap penurunan kadar

spironolakton dengan menggunakan alat instrumen Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT).

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kadar dari metode Crushing Suspension Method

(metode suspensi dengan penggerusan)dan Simple Suspension Method(metode

suspensi dengan sederhana).

1.3 Tujuan Penelitian

Membandingkan kedua metode suspensi yaitu Crushing Suspension

Method(metode suspensi dengan penggerusan)dan Simple Suspension

Method(metode suspensi dengan sederhana) manakah yang dapat memberikan

penurunan kadar lebih sedikit akibat adanya pengubahan bentuk sediaan obat

ataupun terjadinya degradasi obat akibat adanya reaksi hidrolisis.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai referensi kepada dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya

dalam memilih metode suspensi yang tidak banyak terjadinya penurunan kadar

obat akibat pengubahan bentuk sediaan obat.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antihipertensi Golongan Diuretik

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada

arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.

Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan diastolik, tekanan sistolik, atau

kedua-duanya secara terus menerus ( Hull, 1996).

Adapun lima golongan obat primer yang digunakan sebagai agen

antihipertensi yaitu diuretik, β-bloker, ACE inhibitor, reseptor bloker angiotensin

II, bloker kanal kalsium. Pada obat golongan diuretik, terdapat beberapa jenis

yang digunakan yaitu tiazid, diuretik hemat kalium, antagonis aldosteron, dan

diuretik kuat (Dipiro et al., 2006).

2.2 Spironolakton

2.2.1 Monografi Obat

Nama : Spironolactone

Nama Kimia :17-hydroxy-7α-mercapto-3-oxo17α-

pregn-4-ene-21-carboxylic acid-γ – lactone

acetate

Struktur Formula : C24H32O4S

Berat Molekul : 416,59

Struktur Formula :

Bentuk Fisik : Sintetik, kekuningan, kristal padat dan

termasuk senyawa kimia kelas steroid.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelarutan : Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

sebagian besar pelarut organik (Metanol,

Asetonitril)

pH : 4,5

Titik Leleh : 134,50C

Golongan Obat : Antagonis Aldosteron

Indikasi :Edema, Hipertensi, hirsutisme,

hipokalemia

Bentuk Sediaan : Tablet salut selaput 25 mg, 50 mg, dan

100 mg

Sediaan Beredar : Aldactone, Aldazide, Carpiaton, Letonal,

Spirola, Spirolactocton

(Drug Information Handbook ed. 17, 2008; The United State Pharmacopeial.

2007).

2.2.2 Pengertian Umum

Spironolakton merupakan antagonis farmakologis spesifik aldosteron,

yang bertindak terutama melalui pengikatan secara kompetitif pada reseptor

yang berkaitan dengan aldosteron, tempat pertukaran natrium-kalium di distal

tubulus ginjal. Spironolakton menyebabkan peningkatan jumlah natrium dan

air untuk disekresi, sedangkan kehilangan kalium diminimalkan (Drug

Information Handbook ed. 17, 2008).

Waktu paruh plasma pada obat ini lebih kurang 1,4 jam, meskipun pada

pasien gagal jantung koroner dengan kongesti hati, durasi ini dapat

meningkatkan 5 kali lipat. Sebuah respon obat maksimal terlihat 48 jam

setelah dosis pertama. Dosis spironolakton antara 25 dan 200 mg/hari untuk

gagal jantung koroner serta 50 dan 100 mg/hari untukhipertensi, dengan dosis

titrasi dianjurkan pada 4 sampai interval 6 minggu sampai efek klinis yang

diinginkan tercapai (Maron, 2010).

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3 Stabilitas Spironolakton

Spironolakton memiliki guguf fungsi yang dapat mudah terhodrilis,

yaitu gugus cinci lakton (ester siklik) dan gugus tioester (Basusaskar, 2013).

Lakton adalah ester siklik yang merupakan produk kondensasi dari

alkohol-OH dan asam karboksilat-COOH dalam senyawa yang sama. Ciri

khas dari lakton adalah sebuah cincin yang menutup yang terdiri dari 2 atau

lebih karbon yang memiliki carbonyl dan atom oksigen yang bersebelahan.

Lakton yang dibentuk oleh esterifikasi intramolekul asam hidroksikarboksilat

yang sesuai, akan berlangsung secara spontan ketika cincin yang terbentuk

adalah lima atau enam anggota (Francis A, Carey dan Robert M, Giuliano.

2011).

Gambar 2.1Keseluruhan biotransformasi spironolakton (Cashman, 1988).

Daftar Singkatan : 7α-tiometilspironolakton (7α-TMSL), 7α-tiospironolakton

(7α-ThSL), 7α tiometilspironolakton S-oksida (7α-TMSL S-oksida), 6β-

hidroksi-7α-tiometilspironolakton (6β-OH-7 TMSL) dan Karenon (C)

Pada Spironolakton, reaksi hidrolisis pada gugus tioester membentuk

7α-tiometilspironolakto dengan zat perantara 7α-tiospironolakton. Selanjutnya

dengan metilasi-S sehingga terbentuk 7α-tiometilspironolakton.Gugus

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cincinɣlakton pada 7α-tiometilspironolakton mengalami hidrolisis untuk

membentuk kanrenon (WHO, 2001).

Bedasarkan penelitian Alexander (1997), formulasi suspensi dari tablet

spironolakton yang digerus dapat stabil dalam jangka waktu 3 bulan dengan

suhu penyimpanan 50 C, 30

0 C, 50

0 C, dan 60

0 C dimana terjadi degradasi

kurang dari 10% ( Alexander K.Set al.,1997).

2.3 Stabilitas Obat

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.

Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama

penyimpanan ( Connors,1986).

Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering menyebabkan

kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-laktam hasil benzilpenisilin

dalam aktivitas antimikroba yang lebih rendah. dalam contoh beberapa produk

degradasi dari obat mungkin degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan

masalah stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi kimia

berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada dalam keadaan padat

sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam obat cair

(Walter,1994).

Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima

dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif.

farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk

yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker

komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang

tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika

pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada

pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot,

1978).

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah

labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-

masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang keduaadalah

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu

menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang

penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif,

keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara

miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala

perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.

Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu

penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight,1994).

2.3.1 Dekomposisi kimia dari obatakibat Hidrolisis

Berikut terdapat beberapa gugus kimia yang rentan terhadap hidrolisis.

Gambar 2.2Contoh gugus kimia yang rentan terhadap hidrolisis (T Florence et

al., 2006)

Obat yang yang mengandung ikatan ester diantaranya adalah asam

asetilsalisilat (aspirin), physostigmine, methyldopate, tetrakain dan prokain.

Hidrolisis ester biasanya reaksi biomolekuler yang melibatkan pemecahan

asil-oksigen.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk dapat mengontrol hidrolisis

obat dalam larutan(T Florence et al., 2006)

a. Optimalisasi Formulasi

Hidrolisis sering dikatalisis oleh ion hidrogen (katalis asam tertentu)

atau ion hidroksil (katalis basa tertentu) dan juga dengan jenis asam

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

atau basa lainnya yang biasa ditemui sebagai komponen buffer.

Beberapa metode tersedia untuk menstabilkan larutan obat yang rentan

terhadap hidrolisis katalis asam basa. Metode yang biasa digunakan

adalah menentukan pH stabilitas maksimum dari percobaan kinetik

pada rentang nilai pH dan memformulasikannya pada pH tersebut.

Perubahan konstanta dielektrik dengan penambahan pelarut bukan air

seperti alkohol, gliserin atau propilen glikol dalam banyak kasus dapat

mengurangi hidrolisis. Karena hanya bagian dari obat yang dalam

larutan akan dihidrolisis, untuk menekan degradasi dapat dilakukan

dengan membuat obat kurang larut. Stabilitas penisilin prokain dalam

suspensi penisilin meningkat secara signifikan dengan mengurangi

kelarutan dan menggunakan aditif seperti sitrat, dekstrosa, sorbitol dan

glukonat. Menambahkan senyawa yang membentuk kompleks dengan

obat dapat meningkatkan stabilitas. Penambahan kafein untuk larutan

air dari benzokain, prokain dan tetrakain telah terbukti menurunkan

hidrolisis yang dikatalisis oleh basa dari anestesi lokal dengan cara ini.

Dalam banyak kasus kelarutan obat dengan surfaktan dapat melindungi

dari hidrolisis.

b. Modifikasi struktur kimia obat

Kontrol stabilitas obat dengan memodifikasi struktur kimia

menggunakan substituen yang tepat telah disarankan untuk obat yang

dengan adanya modifikasi tersebut tidak mengurangi efikasi terapetik.

Konsep ini telah digunakan, misalnya, dalam produksi substituen

terbaik untuk asam alilbarbiturat untuk mendapatkan stabilitas yang

optimal.

2.3.2 Permasalahan dalam sediaan suspensi tanpa persiapan

(Extemporaneous suspensions)

Pembuatan yang dilakukan tanpa persiapan dari suspensi obat yang

tersedia secara komersial hanya dalam bentuk dosis lain, secara luas

dipraktekkan di farmasi rumah sakit, terutama untuk digunakan pada anak.

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Contohnya pada obat-obatan seperti asetazolamid, amiodaron dan

merkaptopurin (T Florence et al., 2006).

Metode yang paling sering digunakan adalah menggerus sejumlah

tablet yang diperlukan menjadi bubuk halus dalam mortar dan membentuk

bubur dengan menambahkan air dengan volume yang kecil. Eksipien seperti

pengawet antimikroba, agen pensuspensi dan agen perasa ditambahkan untuk

membuat produk akhir. (Martin et al., 1993).

Secara sederhana, formulasi tersebut tentunya dapat menjadi kompleks

yang terdiri dari campuran basis dan suspensi atau larutan (biasanya

kombinasi keduanya) eksipien dari tablet dan bahan aktif obat. Jika obat ini

larut dalam air, timbul suatu keharusan untuk menyaring eksipien tablet yang

tidak larut agar larutan menjadi jernih tetapi filtrasi dapat menghilangkan

sejumlah besar bahan aktif obat jika ekstraksi dari tablet tidak sempurna (G. H

Ahmed, 1987; D. J Woods, 1994).

Eksipien tablet yang tidak larut dalam suspensi dapat membahayakan

penampilan produk sedangkan eksipien yang larut dapat mengurangi stabilitas

obat, misalnya, dengan mengubah pH sediaan. Jadi mungkin ada beberapa

keuntungan dalam menggunakan bubuk obat murni, bukan tablet, tapi serbuk

tersebut mungkin tidak mudah didapat (Taketomo C.K, 1990).

Akhirnya, ketika memutuskan formulasi yang digunakan, penting untuk

mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi dari komponen yang

tidak aktif pada sediaan. Contohnya sukrosa (dalam sirup) dapat

meningkatkan pembentukan karies gigi, etanol dapat menyebabkan

hipoglikemia dan para-hidroksibenzoat dapat menyebabkan reaksi

hipersensitivitas dan memperburuk gejala asma (L.K Golightly, 1988).

Dari hal ini juga telah disarankan bahwa benzoat dan para-

hidroksibenzoat dapat memperburuk hiperbilirubinemia neonatal dengan

menggantikan bilirubin yang terikat pada protein plasma, tetapi efek ini belum

dibuktikan secara in vivo dan jumlah hadir dalam formulasi oral tidak

mungkin menimbulkan risiko apapun (L.K Golightly, 1988; D.J Woods,

1996). Batas untuk penyertaan etanol dalam formulasi pediatrik telah

diusulkan oleh American Academy of Pediatrics (Anon, 1984).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berikut terdapat tabel mengenai potensi risiko yang terkait dengan

memodifikasi bentuk sediaan padat oral.

Tabel 2.1Potensi risiko yang terkait dengan memodifikasi bentuk sediaan

padat oral (S.C Sweetman, 2007)

Bentuk sediaan yang tidak boleh

digerus Potensi resiko

Pelepasan diperpanjang atau

berkelanjutan Peningkatan toksisitas, efek samping

Lapisan enterik melindungi bahan

aktif asam yang labil

Khasiat menurun, penyerapan obat

diubah

Lapisan film melindungi bahan aktif

yang sensitif terhadap cahaya

Khasiat menurun, penyerapan obat

diubah

Lapisan untuk pelepasan yang

tertunda dirancang untuk melepaskan

bahan aktif di tempat yang

didefinisikan dalam saluran

pencernaan

Khasiat menurun, penyerapan obat

diubah

Lapisan enterik yang melindungi

saluran pencernaan bagian atas dari

bahan aktif

Peningkatan efek iritasi lokal

Gula atau lapisan film yang

menyamarkan rasa pahit pada bahan

aktif

Rasa tidak dapat diterima, kepatuhan

berkurang

Sitotoksik atau teratogenik Potensi bahaya pada pekerja

kesehatan

2.4 Crushing Suspension Method(Metode suspensi dengan penggerusan)

Metode suspensi ini biasa digunakan untuk sediaan padat(tablet) yang tidak

dapat terdisentigrasi jika ditempatkan dalam air. Berikut metode pemberian yang

dilakukan :

a. Menggunakan mortar dan alu

1. Hentikan enteralfeed.

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bersihkan enteralfeed dengan volume air yang disarankan sekitar

15-30 ml.

3. Periksa monografi obat yang diberikan relevan dengan enteralfeed,

atau berdasarkan interval waktu tertentu yang diperbolehkan

sebelum pemberian obat.

4. Pastikan bahwa pakaian pelindung yang sesuai telah dikenakan.

5. Tempatkan tablet dalam mortar.

6. Menghancurkan tablet sampai menjadi serbuk halus, pastikan bahwa

serbuk terkandung dalam mortir.

7. Tambahkan 5 mL air dan hancurkan lebih lanjut untuk membentuk

pasta.

8. Tambahkan lanjut 5 - 10 ml air dan terus menghancurkan dan

bercampur dengan pasta, iniharus membentuk suspensi yang baik.

Pastikan bahwa tidak ada potongan yang terlihat lapisan ataupartikel

tablet besar.

9. Menarik suspensi ini ke ukuran dan jenis jarum suntik yang sesuai

dan mengelolanya melalui enteral feeding tube.

10. Selanjutnya 10 - 20 mL air harus ditambahkan ke mortar dan diaduk

dengan alu untuk memastikan bahwa setiap obat yang tersisa di

mortar atau di alu tercampur dengan air.

11. Menarik air ini ke jarum suntik dan membilaskannya ke dalam

enteral feeding tube. Dapat diulang untuk memastikan bahwa semua

serbuk yang diberikan.

12. Tabung kemudian akhirnya harus dibilas dengan air untuk

memastikan bahwa seluruh dosis telah diberikan.

13. Memulai kembali eternal feeding tube, kecuali interval waktu

tertentu diperlukan setelah pemberian obat.

Catatan : Perawatan harus diambil ketika menggunakan metode ini pada

pasien yang penggunaan cairan dibatasi. Lumpang dan alu harus dibersihkan

dengan air sabun panas setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi silang.

(White et al., 2007).

b. Menggunakan jarum suntik penghancur

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Hentikan enteralfeed.

2. Bersihkan enteralfeed dengan volume air yang disarankan sekitar

15-30 ml.

3. Periksa monografi obat yang diberikan relevan dengan enteralfeed,

atau berdasarkan interval waktu tertentu yang diperbolehkan

sebelum pemberian obat.

4. Tempatkan tablet dalam tabung dari jarum suntik untuk

menghancurkan dan mendorong plunger ke dalam tabung.

5. Pasang tutup pada jarum suntik pada saat penghancuran dan

memutar tabung pada jarum suntik untuk menghancurkan tablet.

6. Lepaskan tutup dan menarik 10 - 15 mL air ke dalam jarum suntik

penghancur.

7. Pasang tutup dan kocok jarum suntik untuk memastikan bahwa

serbuk tercampur dengan baik.

8. Periksa isi jarum suntik untuk memastikan bahwa tidak ada partikel

besar yang mungkin memblokir tabung.

9. Memasukkan suspensi ini kedalam enteral feeding tube.

10. Selanjutnya menarik 10 - 30 mL air ke dalam jarum suntik

penghancur dan kocok sebelum dibilas kedalam enteral feeding tube

untuk memastikan bahwa seluruh dosis telah diberikan.

11. Akhirnya, bilas dengan volume air sekitar 15-30 ml.

12. Memulai kembali eternal feeding tube, kecuali interval waktu

tertentu diperlukan setelah pemberian obat.

(White et al., 2007).

Sistem yang tertutup ini lebih dipilih untuk sitotoksik atau hormon yang

tidak tersedia dalam formulasi cair, untuk menghindari kontaminasi lingkungan

dan paparan dari obat ke perawat. Pada tablet yang diberi lapisan enterik berfungsi

untuk melindungi obat dari degradasi oleh kondisi asam lambung atau untuk

mengurangi timbulnya efek samping lambung. Penghancuran tablet berlapis

enterik dan pemberiannya enteral feeding tube sangat mungkin menyebabkan

penyumbatan pada tabung (White et al., 2007).Pemberian tablet enterik berlapis

melalui makan tabung enteral dengan ujung yang ditempatkan di perut akan

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memerlukan penghancuran atau menghapus lapisan enterik sebelum pemberian;

Oleh karena itu, obat ini kemungkinan akan terdegradasi dalam lambung. Tingkat

degradasi obat tidak dapat diprediksi dan praktisi harus mencari terapi atau rute

alternatif sebelum memutuskan untuk mengelola enterik tabel dilapisi melalui

tabung makanan enteral ditempatkan di perut. Jika memutuskan untuk mengelola

obat dengan metode ini, teknik di atas berlaku tetapi akan menghasilkan jumlah

penurunan obat yang tersedia untuk penyerapan dan respon pasien terhadap terapi

harus dipantau secara hati-hati. Jika pasien memiliki tabung pengisi dengan akhir

dalam usus kecil (duodenum atau jejunum), kemudian penghancuran atau

menghapus lapisan enterik sebelum pemberian bawah tabung makanan enteral

tidak menjadi masalah (White et al., 2007).

Penghancuran (Crushing) tablet dalam wadah terbuka seperti mortir atau pot

obat-obatan, atau membuka kapsul untuk mendapatkan obat puyer yang

terkandung di dalamnya, akan meningkatkan risiko inhalasi oleh operator. Hal ini

tentunya berpotensi menyebabkan sensitisasi, alergi, absorbsi dan efek samping

yang mungkin. Ada juga bahaya pada tingkat lingkungan, paparan ke staf lain dan

pasien untuk obat puyer yang dihasilkan dari manipulasi tersebut. Jika metode ini

tetap harus dilakukan, metode ini harus dilakukan di sebuah ruangan dengan pintu

yang tertutup dan lalu lintas melalui ruangan harus dibatasi selama manipulasi.

Hal ini penting bahwa peralatan secara menyeluruh harus dibersihkan setelah

manipulasi tersebut untuk menghilangkan residu obat dan untuk menjamin

keamanan orang lain.Obat-obatan seperti kortikosteroid, hormon, antibiotik,

imunosupresan, sitotoksik dan fenotiazin yang iritasi atau sangat kuat dan

perlindungan ekstra harus diambil ketika menyerahkan obat ini. Paparan zat-zat

tersebut sangat berbahaya. Oleh karena itu, kontak dengan kulit dan menghirup

debu harus dihindari dan peralatan pelindung harus digunakan, misalnya jarum

suntik penghancur(White et al., 2007).

Penghancuran (Crushing) tablet yang diberikan melalui enteral feeding tube

tidak hanya meningkatkan kejadian penyumbatan tabung tetapi juga

meningkatkan risiko efek samping. Ada banyak formulasi dengan pelepasan yang

dimodifikasi dipasarkan untuk kenyamanan sehari-hari. Penghancuran (Crushing)

tablet dengan pemberian pelepasan segerapada feeding tube dapat berakibat fatal

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ketika seluruh dosis harian diberikan sebagai bolus dengan pelepasan segera.

Sebisa mungkin, profesional kesehatan harus mempertimbangkan formulasi

alternatif obat yang sama atau obat yang berbeda yang dapat diberikan melalui

enteral feeding tube yang memiliki efek terapi yang sama (White et al., 2007).

Pada suatu penelitian, didapatkan suatu hasil yang menunjukkan bahwa

terjadinya kehilangan kandungan bobot obat selama menggunakan metode ini.

Dalam penelitian tersebut dilakukan penghancuran lima jenis obat, dimana

masing–masing dari obat tersebut telah mengalami penurunan massa/ kandungan

obat sekitar 70 – 90%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penghancuran pada

mortir atau alat penghancur lainnya sehingga terjadi pengurangan jumlah obat

(Zamami et al., 2014).

2.5 Simple Suspension Method(Metode suspensi dengan sederhana)

Simple Suspension Method adalah metode suspensi yang digunakan untuk

pemberian obat melalui enteral feeding tube dimana membiarkan tablet atau

kapsul yang akan hancur dan tersuspensi dalam air hangat di 55 ℃ tanpa perlu

adanya penghancuran ( Suryani et al., 2013).

Sejak tahun 2001 dirilis "oral medicine through tube administration

Handbook" yang menerbitkan daftar obat yang berlaku bersama dengan

pengenalan metode formulasi, metode simple suspension method di sejumlah

fasilitas telah dilaksanakan. Selain "kedua belas revisi pedoman dispensing"

dimana adanya revisi pada bulan April 2006, telah ditambahkan metode ini

"metode suspensi sederhana" dan hingga sekarang telah diakui dan dilaksanakan

secara luas (Kurata et al., 2006).

Adapun prosedur pemberian dengan metode ini adalah sebagai berikut :

a. Metode dengan botol

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.3Metode simple suspension method dengan botol (Kurata et al., 2006)

b. Metode dengan jarum suntik

Gambar 2.4 Metode simple suspension method dengan jarum suntik (Kurata et

al., 2006)

Crushing suspension method dan Simple suspension method merupakan

metode suspensi yang sering digunakan untuk pemberian yang menggunakan

enteral feeding tube. Diantara keduanya tentu memiliki keuntungan dan kerugian

dalam penggunaanya. Berikut adalah tabel perbandingan dari kedua metode.

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.2Tabel perbandingan Crushing suspension method dan Simple suspension

method(Kurata et al., 2006)

No Permasalahan saat dispensing

Penghancuran

tablet

Pembukaan

Kapsul

Membiarkan

tablet

Membiarkan

Kapsul

Perusakan

lapisan

Pembukaan

kapsul

1.

Dampak

terhadap

stabilitas fisik

dan kimia

Pengaruh

cahaya X O Δ

Suhu dan

kelembapan X O Δ

Perubahan

Warna X O Δ

2.

Dampak

terhadap

Farmakokinetik,

efikasi, dan efek

samping

Enterik,

pelepasan

berkelanjutan

X X X

Perubahan

absorbsi dan

bioavaibilitas

X Δ X

3.

Dampak

terhadap

sensorik

Pengaruh rasa

dan bau O O O

iritasi, mati

rasa, zat keras O O O

4. Masalah

dispensing

Penggerusan,

kerugian

karena

adanya

pembagian ke

pembungkus

X X O

Pencampuran,

terjadinya

perubahan

X Δ Δ

Kontaminasi X O O

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terhadap obat

pasien

lainnya

5. Dampak Pada

dispensing

Kontak, dan

kerusakan

kesehatan

yang

disebabkan

oleh inhalasi

X O Δ

6. Usaha

Pemberian Obat

Rumit X O Δ

Peningkatan

waktu

dispensing

X O Δ

Penemuan

kesalahan

dalam

dispensing

X O Δ

Keterangan : X = bermasalah O = tidal bermasalah Δ =Sedikit bermasalah

Manfaat dari penggunaan metode simple suspension method adalah sebagai

berikut (Kurata et al., 2006).

a. Merupakan suatu solusi dalam permasalahan yang terjadi pada

dispensing

b. Menghindari sumbatan pada tabung pengisi.

c. Penurunan resiko terjadinya perubahan pada formulasi : setelah

pemberian dalam periode hari dari penggerusan dan pencampuran,

terdapat resiko perubahan formulasi.

d. Hanya diperlukan waktu 10 menit yang ditempatkan dalam air untuk

nantinya tersuspensi dengan sendirinya.

e. Penghindaran resiko dapat dilakukan pada saat pemberian.

f. Dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yang selalu menggunakan

enteral feeding tube.

g. Tidak memerlukan biaya yang mahal.

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah tidak semua obat yang dapat

menggunakan metode simple suspension method dan diperlakukan penelitian

lebih lanjut dari setiap obat sebagai contoh pada obat antidepresan oral, hanya 59

dari 354 obat (16,7%) yang disetujui di Jepang pada April 2013 dan telah

diperiksa dengan metode ini ( Hichiya et al., 2014).

Selain itu, penggunaan metode ini tidak dapat digunakan pada tablet yang

tidak dapat terdispersi dalam air dan pada tablet selaput enterik, dimana

diperlukan suatu penghancuran atau penggerusan agar dapat tersuspensi dalam air

(White et al., 2007).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun

1960 dan 1970. Saat ini, sudah sangat luas digunakan sebagai teknik pemisahan

baik untuk analisis sampel dan pemurnian dalam variasi sampel baik dalam

bidang farmasi, bioteknologi, lingkungan, polimer dan industri makanan (Settle.

1997). Hakekatnya kromatografi merupakan metode pemisahan dimana

komponen yang akan dipisahkan terdistribusi diantara dua fase yang tidak saling

bercampur yaitu fase diam dan fase gerak (Wellings, 2006).

Pada KCKT , fase diam berupa kolom modern dengan partikel yang sangat

kecil (ditempatkan dalam kolom tertutup), sedangkan fase gerak berupa cairan

yang dialirkan ke kolom menggunakan bantuan pompa dan terdapat detektor yang

sensitif (McMaster, 2007). Berdasarkan mekanisme pemisahannya,

diklasifikasikan berdasarkan adsorpsi, partisi, pertukaran ion dan berdasarkan

eksklusi ukuran. Pada Partisi dibedakan lagi menjadi kromatografi fase normal

dan fase terbalik (Moffat, 2005).

Kromatografi adsorpsi, terjadi interaksi antara solut pada permukaan fase

diam, dimana fase diam berupa adsorben polar padat (silika, alumina).

Kromatografi partisi berdasarkan partisi analit dalam fase gerak cair dan fase diam

cair yang tidak saling bercampur dan terikat pada penyangga kolom karena

adanya perbedaan kelarutan komponen sampel dalam kedua fase. Kromatografi

pertukaran ion, berdasarkan pertukaran anion atau kation pada fase diam dengan

solut. Sedangkan kromatografi eksklusi ukuran, solut dipisahkan berdasarkan

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ukuran molekul, molekul dengan ukuran besar akan terelusi pertama dari kolom

tersebut ( Moffat, 2005).

Pada kromatografi partisi, terdapat perbedaan berdasarkan polaritas dari fase

diam dan fase gerak yaitu (Harvey, 2000):

1. Fase normal

Pada Kromatografi fase normal, fase diam polar sedangkan fase geraknya

adalah non polar. Campuran senyawa polar akan tertahan lebih lama di dalam

kolom dibandingkan dengan senyawa non polar. Sehingga senyawa non polar

akan keluar dari kolom lebih cepat dibandingkan dengan senyawa polar. Fase

diam dapat mengandung gugus siano, diol atau amino.

2. Fase terbalik

Kromatografi fase terbalik, yang umumnya digunakan untuk analisi. Fase

diam pada fase terbalik bersifat non polar, sedangkan fase gerak bersifat

polar. Fase diam umumnya mengandung senyawa non polar yang mempunyai

rantai karbon yang panjang, umumnya gugus n-octyl (C8) or n-octyldecyl

(C18). Sehingga senyawa polar akan keluar lebih cepat dari kolom.

Pada dasarnya peralatan pokok yang selalu (harus) ada di dalam suatu sistem

KCKT adalah sebagai berikut, Reservoir untuk fase gerak, Pompa, Injektor,

Kolom, Detektor, Sistem pengolah data ( Recorder / Integrator / PC-Based

Software(Kantasubrata, 2004).

Sumber : www.intechopen.com

Gambar 2.5 Diagram alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Solvent Resevoir

Sesuai dengan namanya, fungsi solvent reservoir adalah untuk

menampung fase gerak yang akan dialirkan ke dalam kolom dengan bantuan

pompa. Solvent reservoir biasanya terbuat dari gelas dengan volume yang

bervariasi bergantung dari jumlah / volume fase gerak yang dibutuhkan

(Kantasubrata, 2004).

b. Pompa

Fungsi pompa di dalam sistem KCKT adalah untuk mendorong fase

gerak masuk ke dalam kolom. Tekanan pompa yang diperlukan harus cukup

tinggi karena kolom KCKT berisi partikel-partikel yang sangat kecil. Pada

dasarnya pompa KCKT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut

(Kantasubrata, 2004).

1. Dapat memompakan fase gerak secara konstan

2. Mempunyai batas tekanan maksimum yang cukup tinggi (400 psi)

3. Inert terhadap pelarut-pelarut organik (tahan terhadap fase gerak)

4. Mempunyai noise yang rendah

5. Cara kerja sederhana

6. Mempunyai fluktuasi tekanan yang minimal

c. Injektor

Fungsi injektor pada sistem KCKT adalah tempat untuk memasukkan

cuplikan dengan bantuan syringe. Jenis injektor yang sering digunakan adalah

injector dengan system loop, yaitu jenis injektor yang menggunakan katup

dan loop (Kantasubrata, 2004).

d. Kolom

Kolom pada sistem KCKT merupakan jantung dari sistem tersebut,

karena di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen cuplikan.

Jadi berhasil tidaknya suatu analisis atau pemisahan komponen-komponen

sangat bergantung pada kolom yang digunakan. Pemisahan dapat terjadi

karena fase diam yang terdapat di dalam kolom dapat mengadakan interaksi

dengan berbagai komponen dengan kekuatan yang berbeda satu sama lain,

sehingga masing - masing komponen akan keluar dari kolom dengan waktu

retensi ( tR ) yang juga berbeda (Kantasubrata, 2004).

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Detektor

Fungsi detektor dalam KCKT adalah untuk mendeteksi komponen-

komponen cuplikan hasil pemisahan kolom secara kualitatif dan kuantitatif

bergantung pada kebutuhan analisis. Detektor KCKT yang baik harus

mempunyai sensitifitas yang cukup tinggi atau mempunyai limit deteksi yang

sangat kecil, sehingga dapat memberikan perubahan sinyal yang besar pada

perubahan konsentrasi komponen cuplikan yang kecil. Detektor yang sensitif

akan sangat membantu analisis kualitatif maupun kuantitatif, terutama untuk

trace analysis (Kantasubrata, 2004).

Dua jenis detektor yang dikenal didalam KCKT adalah (Kantasubrata,

2004) :

1. Detektor universal

Yaitu detektor yang bisa langsung digabungkan ke dalam instrument

KCKT tanpa memerlukan tambahan sistem khusus. Contoh: detektor

UV-Vis, detektor indeks refraksi, detektor fluorescence, detektor diode

array dan detektor hantaran.

2. Detektor khusus

Yaitu detektor yang memerlukan sistem khusus agar bisa digunakan

sebagai detektor dalam KCKT, contoh : FTIR ( Fourier Transform

Infrared Spectroscopy), MS ( Mass Spectrometer), dan sebagainya.

f. Sistem Pengolah Data (Recorder / Integrator / Komputer)

Sistem KCKT memerlukan recorder (pencatat) sebagai sistem

pencatat yang berkualitas baik dan mampu menampilkan kromatogram

dengan jelas, tepat dan cukup peka.

Keuntungan KCKT antara lain (Harmita, 2006):

1. Waktu analisis cepat

Waktu yang diperlukan biasanya kurang dari satu jam, seringkali hanya 15

menit hingga 30 menit. Untuk analisis yang mudah waktu yang diperlukan

kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Peka

Kepekaannya sangat tergantung pada jenis detektor dan eluen yang

digunakan.

4. Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi

5. Kolom dapat dipakai kembali.

6. Dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil

7. Mudah untuk memperoleh kembali cuplikan

8. Tidak seperti kebanyakan detektor dalam kromatografi gas, detektor tidak

merusak komponen zat yang dianalisis, sehingga zat yang telah dielusi

dapat dikumpulkan dengan mudah setelah melewati detektor.

9. Dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah (bergantung

kepada detektor yang digunakan)

2.7 Verifikasi Metode

Verifikasi metode pada dasarnya berbeda dengan validasi metode. Verifikasi

metode dilakukan pada semua metode standar (metode baku) atau metode yang

telah divalidasi pada waktu mula-mula digunakan dan pada jarak waktu tertentu

secara berkala (Gandjar & Rohman, 2006).

Tujuan verifikasi metode antara lain (Gandjar & Rohman, 2006) :

a. Untuk memastikan bahwa analisis dapat menerapkan metode analisis

dengan baik.

b. Untuk menjamin mutu hasil uji.

Verifikasi dilakukan dengan menetapkan presisi, akurasi, dan batas deteksi

pada suatu metode analisis (Gandjar & Rohman, 2006).

1. Akurasi (Kecermatan)

Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

biasanya dinyatakan sebagai persen perolehan kembali atau recovery

(Harmita, 2006). Akurasi atau kecermatan dapat ditetapkan dengan metode

(Joseph, 1997):

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Recovery analit

Terhadap contoh produk dengan analit pada rentangkonsentrasi yang

sesuai, untuk contoh yang diketahui komposisinya (analisis formulasi

buatan/sintetis).

b. Metode standard adisi

Teknik penambahan senyawa baku pembanding (spiked sample) pada

rentang konsentrasi yang sesuai ke dalam produk sampel yang akan

dianalisis. Teknik ini digunakan untuk sampel yang tidak diketahui

komposisinya.

c. Pembandingan hasil pengujian

Membandingkan hasil pengujian metode analisis yang sedang

divalidasi dengan metode analisis yang telah valid (metode baku/metode

resmi). Cara yang umum digunakan untuk menentukan kecermatan

adalah berdasarkan persentase yang didapat dari kurva linier standar.

Persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil kadar

yang diperoleh dengan kadar yang sebenarnya. Kriteria cermat diberikan

jika hasil analisis memberikan rasio antara 80%-120% (Harmita, 2006).

2. Presisi atau Keseksamaan

Presisi didefinisikan sebagai derajat kesesuaian dari sekelompok hasil uji

secara individual dan independen jika suatu metode analisis digunakan secara

berulang terhadap beberapa sampel yang homogen, dibawah kondisi yang

ditetapkan (USP, 2009).

Ada 2 ukuran presisi (USP,2009):

a. Presisi Sistem (Replikabilitas) : Merupakan penilaian terhadap

keberulangan sistem untuk mengetahui kesalahan karena sistem,

yang tidak bergantung pada penyiapan sampel.

b. Presisi Metode (Repeatabilitas) : Merupakan ukuran dari

variabilitas intrinsik, termasuk kesalahan yang disebabkan oleh

penyiapan sampel.

Cara penetapan :

Presisi pada prosedur analisis ditetapkan dengan penetapan sejumlah

larutan dari sampel yang homogen, kemudian dihitung standar deviasi

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan koefisien variasi dari larutan tersebut. Pada prosedur menurut ICH

direkomendasikan pengulangan seharusnya dilakukan melalui sembilan

(9) kali pengulangan dengan 3 konsentrasi berbeda yang masing-masing

konsentrasi dibuat tiga (3) replikasi atau dilakukan enam (6) kali

penetapan terhadap larutan dengan konsentrasi sama.

3. Linieritas

Linieritas menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan

konsentrasi analit yang diketahui. Linieritas dapat diperoleh dengan

mengukur beberapa (minimal 5) konsentrasi standar yang berbeda antara 50-

150% dari kadar analit dalam sampel kemudian data diproses dengan

menggunakan regresi linier, sehingga dapat diperoleh nilai slope, intersept

dan koefisien korelasi. Koefisien korelasi di atas 0,999 sangat diharapkan

untuk suatu metode analisis yang baik (Harmita, 2006).

4. Batas deteksi dan batas kuantitasi (LOD dan LOQ)

Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang

masih memberikan respon yang cukup bermakna atau dapat diukur

dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan kuantitas

terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memberikan respon yang

memenuhi kriteria cermat dan saksama. Batas deteksi dan kuantitasi dapat

dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi

(Harmita, 2006).

2.8 Penentuan Kadar Spironolakton

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilengkapi dengan detektor 254

nm dan kolom 4mm x 15 cm berisi bahan pengisis Silika C18. Laju alir 1 mL per

menit. Fase gerak yang digunakan adalah Metanol : Akuades yaitu 60 : 40 dengan

volume penyuntikan sejumlah 20μl. Kromatografi terhadap larutan baku

dilakukan dan direkam respon puncak seperti yang tertera pada prosedur yaitu

faktor taliing tidak lebih dari 2,0; efisiensi kolom tidak kurang dari 5600 lempeng

teoritis; dan simpangan baku relatif tidak lebih dari 2,0%(The United States

Pharmacopeial Convention, 2007).

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Farmasi yaitu Labolatorium

Penelitian II dan Labolatorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

Penelitian akan dimulai bulan Maret hingga Mei.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

KCKT (Dionex Ultimate 3000) yang terdiri dari: pompa (Dionex Ultimate

3000 pump), kolom (AcclaimTM

1200 C18 5µm 120Å 4,6x250mm), autosampler,

detektor DAD (Diode Array Detector), program komputer PC (Chromeleon).

Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Hitachi U-2910), Ultrasonic Bath (Branson

5510), pH meter (Horiba), magnetic stirer (Wiggen Hauser), vorteks, sentrifugator

dan tabung sentrifugasi (Eppendorf Centrifuge 5417 R), timbangan analitik, alat-

alat gelas, mikropipet, lumpang dan alu dan lemari pendingin.

3.2.2 Bahan

Bahan baku Standar Analitik Spironolakton (Sigma-Aldrich), tablet

Spironolakton dengan merek dagang Letonal®

25 mg, Metanol Grade HPLC

(Merck), Aquabidest, Aquadest, KH2PO4.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Bahan Baku Standar Spironolakton.

Larutan induk yang dibuat adalah larutan standar denngan konsentrasi

1000 ppm, dimana 50 mg dari standar spironolakton dilarutkan dalam 50 ml

metanol.

3.3.2 Penetapan panjang gelombang maksimum dari bahan baku standar.

Pada larutan induk diambil 100 μL untuk diencerkan dengan metanol pada

labu ukur 10 ml sehingga didapatkan konsentrasi 10 ppm. Larutan ini kemudian

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dianalisis dengan sprektrofotometer UV-VIS dengan rentang spektrum serapan

200 nm-400 nm. Kemudian ditentukan panjang gelombang maksimumnya.

3.3.3 Penetapan Kondisi Optimum

Dilakukan verifikasi metode yang berdasarkan pada United States

Pharmacopeia 30 dengan menginjeksikan 20 µL larutan standar 100µg/mL

dengan fase gerak yaitu campuran metanol dan air dengan perbandingan 60 : 40.

Dideteksi pada panjang gelombang yang telah didapatkan sebelumnya dengan laju

alir 1ml/menit,dan temperatur kolom 250C. Kemudian dicatat waktu retensi, luas

puncak, tailing factor (tidak boleh lebih dari 2), %RSD (Relative Standard

Deviation) yang tidak boleh lebih dari 1,5%.

3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem

Larutan standar Spironolakton pada konsentrasi 100µg/mL diinjeksikan

sejumlah 20µL ke alat KCKT sesuai dengan kondisi optimum yang telah

ditetapkan, sebanyak lima kali. Kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak,

tailing factor (tidak boleh lebih dari 2), %RSD (Relative Standard Deviation)

yang tidak boleh lebih dari 1,5%(The United States Pharmacopeial Convention,

2007).

3.3.5 Uji Linieritas

Uji ini dilakukan untuk dapat membuat kurva kalibrasi dari masing-masing

larutan induk, persamaan garis linier, nilai koefisien korelasi (r), Limit deteksi

(LOD), dan Limit (LOQ).

Uji ini diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi yaitu dengan

menggunakan rentang konsentrasi larutan standar spironolakton 25, 50, 75, 100,

125, 150 ppm. Masing-masing konsentrasi diinjeksikan sebanyak 20 µL dengan

menggunakan panjang gelombang maksimum yang telah didapatkan sebelumnya.

Dari nilai luas area puncak kromatogram, dibuat kurva kalibrasi yang dilengkapi

dengan persamaan garis linier, nilai koefisien korelasi, LOD, dan LOQ.

LOD dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi

dengan rumus:

LOQ=10(

𝑆𝑦

𝑥)

𝑏

Sedangkan LOD didapatkan melalui rumus:

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LOD=3(𝑆𝑦

𝑥)

𝑏

Dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari

persamaan regresi.

3.3.6 Uji Akurasi

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 3 konsentrasi larutan

standar dari nilai presentasi berat sampel masing-masing obat yang digunakan

oleh pasien yaitu 80%, 100%, dan 120%.

Untuk larutan standar spironolakton, adapun konsentasi yang digunakan

adalah 80 ppm, 100 ppm, dan 120 ppm yang mewakili nilai persentrasi 80%,

100%, dan 120% dari konsentrasi obat yang digunakan dalam uji linieritas yaitu

100 ppm.

Uji dilakukan dengan menyuntikkan20,0 µL masing-masing konsentrasi

sebanyak 3 kali. Dari uji ini dihitung nilai % perolehan kembali (% recovery) dan

koefisien variasinya (KV).

3.3.7 Uji Presisi

Uji ini dilakukan dari perlakuan serta data yang sama dari uji akurasi.

Namun, pada uji ini dilkakukan penambahan perlakuan yaitu adanya perlakuan

berupa penyuntikan secara intra day dan penyuntikan secara inter day.

Penyuntikan secaraintra daydilakukakan pada jam ke 0, 8, dan 24. Sedangkan

penyuntikan secara inter day dilakukan pada hari ke-1 dan ke-2. Dari uji ini dapat

ditentukan standar deviasi relatif (SDR) dan SD (Standar Deviasi).

3.3.8 Penyiapan Sampel

a. Pembuatan Reagen Dapar Fosfat

Untuk Dapar Fosfat, pH yang digunakan adalah 4,5. Adapun

prosedurnya adalah dengan menimbang 0,36 gram Na2HPO4 yang

kemudian dilarutkan dengan 40 ml aquadest. Setelah terlarut sempurna,

adjust larutan dengan asam ortofosfat hingga pH 4,5. Kemudian larutan

akhir digenapkan dengan aquadest hingga 50 ml.

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Penyiapan Sampel dengan cara Crushing Suspension Method

Sampel obat tablet spironolakton dengan merek dagang Letonal® 25

mg dibuat dengan menggerus tablet pada lumpang alu. Hasil gerusan

diambil menggunakan sudip hingga tidak ada serbuk yang

tertinggalkemudian dimasukkan kedalam tube berukuran 50 ml kemudian

disuspensikan dengan aquadest hingga 50 ml.

c. Penyiapan Sampel dengan cara Simple Suspension Method

Sampel obat tablet spironolakton dengan merek dagang Letonal® 25

mg dibuat dengan mensuspensikannya dalam aquadest hangat (550 C)

sebanyak 50 ml pada tube berukuran 50 ml. Diamkan kira-kira 2-5 menit

agar obat terdispersi secara menyeluruh.

3.3.9 Analisa Kadar

Masing-masing sampel obat yang telah disuspensikan, dilakukan

rangkaian pengujian berdasarkan waktu yaitu pada menit ke 5, 15,30, 45, dan 60.

Pada waktu ke 5 menit, cuplikan dari masing – masing obat diambil sebanyak 300

µL yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang telah berisi 150

µL Dapar Fosfat dan 1050 µL Metanol Grade HPLC. Menuju ke menit 15,

masing-masing sampel obat dilakukan pengocokan sebanyak 20 kali dengan

tujuan untuk mendispersi obat yang kemudian 1 menit sebelum menuju waktu

pengambilan cuplikan, dilakukan sonikasi. Kemudian dilakukan pengambilan

cuplikan sama halnya dengan menit yang ke – 0. Begitu selanjutnya hingga menit

ke-60. Masing – masing sampel obat yang terdapat dalam larutan campuran di

tabung eppendorf, kemudian divortex selama 5 menit dan disentrifugasi selama 5

menit pada suhu kamar dan dengan kecepatan 5000 rpm. Selanjutnya masing –

masing cuplikan dalam tabung eppendorf dimasukkan ke dalam tabung injeksi

HPLC. Setelah dimasukkan ke dalam tabung HPLC, larutan siap untuk

diinjeksikan. Larutan disuntikkan sebanyak 20 µL ke dalam alat HPLC, yang

kemudian diamati terbentuknya puncak kromatogram dengan waktu retensi dan

nilai luas area tertentu (Area Under Curvel / AUC). Setiap sampel diinjeksikan

sebanyak tiga kali (triplo). AUC pada kromatogram dimasukkan ke dalam

persamaan kurva kalibrasi larutan bahan baku standar Spironolakton untuk

menentukan kadar zat aktifnya.

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi Metode Analisis Kadar Spironolakton

4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Pada penenlitian ini, penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan

dengan menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. Panjang gelombang optimum

yang terpilih untuk analisis spironolakton yaitu pada panjang gelombang 237,5

nm, karena pada panjang gelombang ini sampel dapat memberikan serapan yang

baik dan menghasilkan luas puncak yang besar. Berdasarkan literatur dari USP

30, adapun panjang gelombang maksimum spironolakton adalah 238 nm.

4.1.2 Pemilihan Fase Gerak dan Kondisi Optimum HPLC

Pemilihan fase gerak awalnya berdasarkan literatur USP 30 yaitu Metanol

: Air (60 : 40) dengan laju alir 1 ml/menit, volume injeksi 20 μL, dan pada

panjang gelombang 237,5 nm. Namun, dari hasil penggunaan kondisi ini, tidak

munculnya peak dari spironolakton. Hal ini dapat dikarenakan kondisi optimum

tersebut digunakan pada kolom C-18 dengan panjang 15 cm. Sedangakan kolom

yang tersedia adalah kolom dengan panjang 30 cm. Dengan volume injek yang

kecil sedangkan digunakan kolom yang panjang hal ini tentunya tidak dapat

memunculkan peak karena semakin panjang kolom akan membutuhkan volume

yang besar untuk dapat dideteksi dan munculnya peak. Oleh karena itu dilakukan

perubahan volume injek untuk dapat memunculkan peak dari spironolakton.

Selain itu, dilakukan perubahan fase gerak karena pada fase gerak Metanol : Air

(60 : 40) tidak memberikan bentuk peak yang baik pada standar dan sampel.Dari

hal ini, setelah dilakukan uji pendahuluan didapatkan bentuk peak yang baik

dengan fase gerak Metanol : Air (65 : 35).

Dari hasil optimasi ini, maka diperoleh suatu kondisi analisis

Spironolakton dengan ketentuan sebagai berikut :

Spesifikasi alat : HPLC merk Dionex, auto sampler, detektor

ultraviolet

Kolom : AcclaimTM

1200 C18 (4,6 x 250 mm, 5μm)

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fase Gerak : Metanol : Air dengan perbandingan (65 : 35)

Laju alir : 1 mL/menit

Teknik : Isokratik

Panjang Gelombang : 237,5 nm

Volume Injeksi : 50 μL

Suhu Kolom : Ambient

Waktu akuisisi : 15 menit

4.1.3 Uji Kesesuaian Sistem

Sebelum dilakukan validasi metode analisis, terlebih dahulu dilakukan uji

kesesuain sistem untuk memberikan jaminan bahwa sistem kromatografi yang

digunakan akan bekerja dengan baik selama analisis berlangsung (FDA, 1994).

Hal ini dilakukan karena adanya variasi dalam peralatan dan teknik analisis. Uji

kesesuaian sistem dilakukan sebanyak 5 kali penyuntikan pada konsentrasi 100

μg/mL.

Berdasarkan literatur dari Farmakope Indonesia edisi IV, suatu parameter

yang berguna dalam uji ini adalah keberulangan dari penyuntikan ulang larutan

baku yang paling dinyatakan dalam simpangan baku relatif. Penyuntikan ulang

larutan baku umumnya tertera dalam masing-masing monografi dan bila tidak

dinyatakan, untuk perhitungan digunakan data kromatogram lima kali hasil

penyuntikan ulang, jika dinyatakan batas simpangan baku relatif 2,0 % atau

kurang, dan digunakan data kromatogram penyuntikan ulang enam kali, jika

dinyatakan batas simpangan baku relatif lebih dari 2,0 %.

Berdasarkan USP 30, beberapa parameter yang digunakan dalam

menetapkan kesesuaian sistem yaitu bilangan lempeng teori (N), faktor tailing,

kapasitas (k‟ atau α) dan nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas

puncak dari serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang

biasanya dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode.

Berikut hasil uji keseuaian sistem pada tabel 4.1 dan hasil rinciannya

tercantum dalam lampiran 6.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1Parameter Uji Kesesuaian Sistem

Parameter Uji Persyaratan (USP 30) Hasil Uji

Efisiensi kolom >2000 theoritical plates 2630

Peak Asimetri <2 0,914

Simpangan Baku (RSD)

Peak Retention

Peak Areas

<1,5%

0,0704%

0,1978%

Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel, hasil uji kesesuaian sistem telah

memenuhi persyaratan yang menyatakan bahwa serangkaian metode kerja yang

dilakukan dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima.

4.2 Verifikasi Metode Analisis Kadar Spironolakton

4.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas

Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan

konsentrasi analit yang diketahui. Kurva kalibrasi didapat dengan menyuntikkan

seri konsentrasi standar kemudian dibuat persamaan regresi linier antara

konsentrasi dengan respon detektor. Adapun rentang konsentrasi yang digunakan

untuk uji linieritas adalah 0 – 200% dari target konsentrasi pada sampel dan

minimal menggunakan 5 titik konsentrasi dari rentan konsentrasi tersebut

(Harmita, 2006; ICH guidline, 2005). Pada penelitian ini, kurva kalibrasi dibuat

pada rentang konsentrasi 25 ppm – 150 ppm dengan dipilihnya 6 titik konsentrasi

yaitu 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, dan 150 ppm. Berikut hasil uji

rata-rata yang dapat dilihat pada tabel 4.2 dan hasil rinciannya tercantum dalam

lampiran 7.

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2Konsentrasi standar spironolakton dan luas area

x (μg/mL) Y (luas area mAU*min)

25 47,2483

50 91,3069

75 138,0929

100 179,1575

125 226,1239

150 270,6301

Gambar 4.1Kurva Kalibrasi Standar Spironolakton

Dari pembuatan kurva kalibrasi tersebut, diperoleh nilai r 0,9998 dengan

menggunakan persamaan linier y= 2,5175 + 1,7856x dengan nilai standar deviasi

yaitu 1,176023%. Nilai r merupakan nilai koefisien korelasi. Hubungan linier

yang ideal dicapai jika r = 1 atau r = -1 maka terjadi hubungan yang proporsional

antara konsentrasi dan luas area tergantung pada arah garis (Harmita, 2004). Ini

berarti bahwa nilai r mendekati ideal dan persamaan yang dihasilkan dapat

digunakan untuk analisis kadar spironolakton.

y = 1.7856x + 2.5175R² = 0.9998

0

50

100

150

200

250

300

0 50 100 150 200

Kurva Kalibrasi Standar Spironolakton

Konsentrasi (μg/mL)

Lu

as

Are

a (

mA

U*m

in)

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.2 Pengukuran Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantifikasi (LOQ)

Dengan menggunakan data kalibrasi diatas, dihitung nilai LOD dan LOQ.

LOD (Limit of Detection) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih

memberikan respon secara signifikan oleh instrumen analisisnya. LOQ (Limit of

Quantification) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih dapat

dianalisis secara akurat dan presisi (Harmita, 2004). Nilai LOD yang diperoleh

adalah 2,1743 μg/mL dan nilai LOQ yang diperoleh adalah 6,5862 μg/mL. Nilai

LOD dan LOQ yang diperoleh menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan

untuk analisis spironolakton untuk konsentrasi diatas 6,5862 μg/mL.Berikut hasil

uji rata-rata yang dapat dilihat pada tabel 4.3 dan hasil rinciannya tercantum

dalam lampiran 8.

Tabel 4.3Hasil Uji LOD dan LOQ

Parameter Nilai

Simpangan baku (Sb) 1,7856

Limit Deteksi (LOD) 2,1743 μg/mL

Limit Kuantitasi (LOQ) 6,5862 μg/mL

4.2.3. Uji Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menyatakan derajat kedekatan hasil analisis

dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai perolehan

kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sendiri

tergantung kepada sebaran kesalahan sistematis didalam keseluruhan tahapan

analisis. Untuk meningkatkan kecermatan maka harus diperhatikan dalam

menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pelarut yang baik,

dan pelaksanaan yang cermat sesuai prosedur (Harmita, 2004).Adapun rentang

konsentrasi yang digunakan pada uji akurasi adalah 80 – 120 % dari target

konsentrasi dengan 3 kali penyuntikan (ICH guidline, 2005). Pada penelitian ini,

dilakukan uji akurasi dengan menggunakan 3 titik konsentrasi yaitu 80 ppm, 100

ppm, dan 120 ppm dengan masing – masing konsentrasi dilakukan 3 kali

penyuntikan.

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari uji ini, secara berurutan diperoleh nilai % Recovery dari konsentrasi

80 ppm, 100 ppm, dan 120 ppm yaitu 95,4928%, 103,0484% dan 100,1112%.

Adapun rata – rata % Recovery dari 3 titik konsentrasi ini adalah 99,5508.

Berdasarkan literatur, adapun % Recovery untuk analisis sediaan farmasi yaitu 90

- 110% (McPolin, 2009). Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dibandingkan

dengan persyaratan yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

metode telah memenuhi persyaratan uji akurasi. Berikut hasil uji rata-rata yang

dapat dilihat pada tabel 4.4 dan hasil rinciannya tercantum dalam lampiran 9.

Tabel 4.4Hasil Uji Akurasi

Konsentrasi

(μg/mL) % Recovery

Syarat %

Recovery

80 95,4928

90 – 110%

(McPolin, 2009)

100 103,0484

120 100,1112

Mean Recovery 99,5508

4.2.4 Uji Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dan rata – rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel – sampel yang diambil dari

campuran yang homogen. Adapun presisi diukur sebagai simpangan baku atau

simpangan baku relatif (RSD). Pada pengujian dengan KCKT, persyaratan nilai

RSD adalah antara ≤ 2% yang biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa

aktif dalam jumlah yang banyak (ICH guidline, 2005).

Pada penelitian ini, dilakukan uji presisi sesuai dengan ICH yaitu

menggunakan 3 titik konsentrasi ( 80, 100, 120 ppm) dengan masing – masing

konsentrasi dilakukan 3 kali penyuntikan. Perlakuan ini dilakukan dengan uji

presisi antara (intermediate precision). Presisi antara yaitu keseksamaan pada

kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, perlatannya, tempatya, maupun

waktunya (Gandjar, 2012). Adapun presisi antara yang digunakan adalah presisi

intra hari yaitu dilakukan analisa masing-masing konsentrasi pada hari yang sama

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan rentang waktu 0, 8, dan 24 jam dan presisi antar hari yaitu dilakukan

analisa masing – masing konsentrasi pada hari ke-1 dan ke-2.

Dari penelitian ini, diperoleh nilai RSD untuk masing – masing presisi

yang telah dilakukan adalah < 2%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa metode

telah memenuhi persyaratan uji presisi. Hasil uji presisi dapat dilihat pada tabel

4.4 dan hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.

Tabel 4.5Hasil Uji Presisi

Konsentrasi

(µg/mL) SD (%) RSD (%) Syarat RSD

80 ppm Intrahari 0,4401 0,3184

≤ 2%

(ICH guidline,

2005).

Interhari 0,0905 0,0634

100

ppm

Intrahari 0,3868 0,2048

Interhari 1,0441 0,5502

120

ppm

Intrahari 0,8960 0,4122

Interhari 0,7411 0,3413

4.3 Pengukuran Kadar Spironolakton dalam Sampel

Pengukuran kadar spironolakton dilakukan pada 2 jenis sampel suspensi

yaitu sampel spironolakton dengan Crushing Suspension Method dan sampel

spironolakton dengan Simple Suspension Method. Kedua jenis sampel

spironolakton ini dilakukan pengujian dalam waktu jam ke - 5, 15, 30, 45, 60.

Berikut adalah hasil analisa kadar spironolakton dengan Crushing Suspension

Methoddan Simple Suspension Method. Untuk selengkapanya dapat dilihat pada

lampiran 13.

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.6Persentase Kadar Spironolakton dengan Crushing Suspension Method

dan Simple Suspension Method

Metode

Suspensi

Menit

ke -

SD (<

2%)

Konsentrasi

Awal

(μg/mL)

Konsentrasi

akhir

(μg/mL)

%

Kadar

Rata –

Rata

Crushing

Suspension

Method

5 0,615 100 93,7069 93,7069

93,9505 100 94,1941 94,1941

15 0,181 100 92,8006 92,8006

92,8724 100 92,9441 92,9441

30 0,761 100 91,0861 91,0861

90,7848 100 90,4835 90,4835

45 0,073 100 89,7841 89,7841

89,7550 100 89,7260 89,7260

60 0,141 100 89,2959 89,2959

89,2399 100 89,1840 89,1840

Simple

Suspension

Method

5 0,531 100 97,0641 97,0641

97,2743 100 97,4844 97,4844

15 1,631 100 97,5975 97,5975

96,9515 100 96,3056 96,3056

30 0,987 100 96,6989 96,6989

96,3080 100 95,9171 95,9171

45 0,670 100 95,5111 95,5111

95,2458 100 94,9805 94,9805

60 1,221 100 94,6725 94,6725

95,1559 100 95,6394 95,6394

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2Grafik Penurunan Konsentrasi Spironolakton dengan Crushing

Suspension Methoddan Simple Suspension Method

Konsentrasi awal Spironolakton dalam sampel 100 μg/mL dari standar

yang kemudian berdasarkan perhitungan yang telah disesuaikan dengan kurva

kalibrasi, didapatkan konsentrasi akhir spironolakton untuk mendapatkan

persentase kadar spironolakton dalam sampel. Berdasarkan data tabel 4.5, pada

sampel dengan Crushing Suspension Method didapatkan persen kadar rata – rata

spironolakton pada menit ke-5 yaitu 93,9505%. Sedangkan pada sampel dengan

Simple Suspension Method didapatkan persen kadar rata-rata pada menit ke-5

yaitu 97,2743%. Berdasarkan literatur dari USP 30, spironolakton tablet

mengandung kadar tidak kurang dari 95 % dan tidak lebih dari 105 % dari

sejumlah spironolakton yang tertera. Jika kedua sampel ini dibandingkan, sampel

spironolakton dengan Crushing Suspension Method memiliki kadardibawah

persyaratan. Berdasarkan penelitian Zamami 2014, penggunaan warfarin tablet

pada Crushing Suspension Method memberikan persen kadarhampir 50%, dan

kehilangan kandungan obat dapat dicegah dengan penggunaan kantong ataupun

dengan penggunaan laktosa sebagai lapisan pada mortar hanya dapat memberikan

persen kadar 80% sedangkan dengan Simple Suspension Method dapat

memberikan persen kadar hampir 100%.Banyaknya kandungan obat yang hilang

dengan Crushing Suspension Method dapat disebabkan oleh faktor penggerusan

pada mortar dan alu atau penggunaan mesin penghancur seperti blender yang

85.00

95.00

105.00

0 20 40 60 80

Crushing Suspension Method

Simple Suspension Method

Waktu (Menit)

Ko

nse

ntr

asi(

μg/

mL)

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

masih adanya tersisa kandungan obat pada alat sehingga terjadinya pengurangan

kandungan obat. Selain itu, faktor individu dalam menggerus dan mengambil hasil

gerusan dalam mortar juga mempengaruhi kadar obat. Hal ini berbeda dengan

Simple Suspension Method dimana pada metode ini obat hanya disintegrasikan

oleh air yang bersuhu 550 C dimana dengan sendirinya obat terdisintegrasi dan

tersuspensi secara merata tanpa adanya penggerusan atau penghancuran pada

tablet. Dari penggunaan ini dapat mengurangi kecenderungan adanya perbedaan

antar individu dalam mensuspensikan obat dengan metode ini. Karena obat hanya

dibiarkan terdisintegrasi oleh air hangat yang diberikan dan tanpa adanya

penggerusandan pemindahan sejumlah obat sehingga tidak terjadinya

pengurangan kadar obat akibat adanya serbuk yang tertinggal pada wadah mortar

dan alu atau alat penghancur lainnya. MenurutWhite et al. 2007, untuk dapat

meminimalisir terjadinya pengurangan kadar obat dengan Crushing Suspension

Method, sebaiknya dilakukan pembilasan kembali dengan sejumlah air kira-kira

10 ml-20 ml pada mortar dan alu ataupun alat penghancur lainnya dengan tujuan

agar obat yang tersisa pada alat dapat tersuspensi dengan air dan tidak melekat

pada alat sehingga dapat menekan terjadinya pengurangan kandungan obat.

Namun dalam prakteknya di rumah sakit ataupun di apotek, hal ini jarang

dilakukan.

Persen kadar rata-rata spironolakton dari menit ke menitnyapada kedua

sampel mengalami penurunan. Secara keseluruhan, adapun persen kadar rata pada

Crushing Suspension Method dari menit ke-5 hingga menit ke 60 tidak dapat

memenuhi persyaratan kandungan kadar yang berdasarkan USP 30, dimana

persen kadar rata-ratanya yaitu 93,9824% hingga 89,2702%. Sedangkan pada

Simple Suspension Method, adanya penurunan persen kadar rata-rata dari menit

ke-5 hingga menit ke-60 masih dapat memenuhi persyaratan USP 30 dengan

persen kadar rata-rata 97,3073% hingga 95,1182%.

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.7Analisis Statistik Independent Sample Test Data Presentasi Kadar

Spironolakton pada Crushing Suspension Method dan Simple Suspension Method

Hasil pengolahan data menggunakan statistik SPSS 16 dengan uji

Independent Sample T-Test menunjukkan bahwa hasil persentase kadar rata-rarta

spironolakton antara kedua metode suspensi dari menit ke-0 hingga menit ke-60

terdapat adanya perbedaan yang signifikan, hal ini terlihat dari nilai signifikasi

yang dihasilkan memiliki <0,05. Dimana pada Crushing Suspension

Methodmemiliki nilai signifikasi 0,001 dan Simple Suspension Method memiliki

nilai signifikansi 0,003. Selain itu, dari kedua metode memiliki nilai negatif pada

nilai t. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata persen kadar dari menit ke-0 hingga

menit ke-60 pada Crushing Suspension Method lebih rendah jika dibandingkan

dengan Simple Suspension Method. Dari hasil pengolahan data ini menunjukkan

bahwa antar kedua metode mengalami penurunan kadar secara signifikan dengan

rata-rata persen kadar yang tertinggi pada sampel Simple Suspension Method.

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.8Persentase Tingkat Degradasi Kadar Spironolakton pada Crushing

Suspension Method dan Simple Suspension Method

Crushing Suspension

Method

Menit Persen Degradasi

ke-5 6,0495%

ke-15 7,1276%

ke-30 9,2152%

ke-45 10,2450%

ke-60 10,7601%

Simple Suspension

Method

ke-5 2,7257%

ke-15 3,0485%

ke-30 3,6920%

ke-45 4,7542%

ke-60 4,8441%

Berdasarkan tabel 4.7, adapun hasil degradasi didapatkan dari perhitungan

selisih kadar awal yaitu 100 ppm dengan kadar pada masing-masing waktu. Pada

kedua metode suspensi terjadi peningkatan degradasi kadar dari awal penyiapan

suspensi hingga menit ke-60. Namun pola peningkatan degradasi dari kedua

metode adalah sama. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa dari kedua metode

dapat munurunkan kadar obat akibat adanya reaksi kimia namun tidak

memberikan penurunan kadar yang begitu besar. Penurunan kadar lebih

cenderung disebabkan oleh faktor perlakuan dari kedua metode suspensi.

Terjadinya degradasi obatdari masing-masing metode suspensi ini

disebabkan pengubahan bentuk sediaan pada obat Spironolakton yang sebelumnya

adalah tablet menjadi bentuk suspensi yang memberikan suatu perubahan

stabilitas pada obat terutama pada obat tablet salut selaput. Pengubahan bentuk

sediaan tablet dengan kedua metode dapat menyebabkan zat aktif dengan

mudahnya terpapar secara langsung dengan air sehingga terjadinya reaksi

hidrolisis yang menyebabkan berkurangnya kadar obat. Pada Crushing

Suspension Method, terjadi pengubahan bentuk sediaan tablet dengan cara

menggerus atau menghancurkan tablet pada lumpang dan alu atau alat penghancur

lainnya. Tablet yang telah menjadi serbuk, tidak dapat memberikan perlindungan

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kepada zat aktif sehingga zat akan langsung terpapar oleh air sehingga terjadilah

reaksi hidrolisis secara langsung. Sedangkan pada Simple Suspension Method,

penggunaan air yang bersuhu 550 mengakibatkan tablet secara perlahan

kehilangan lapisan salutnya. Suhu hangat pada air meningkatkan energi kinetik

dari air untuk dapat menghancurkan lapisan tablet sehingga dengan segera

terdegradasi. Terdegradasinya tablet, tentunya akan melepaskan zat aktif sehingga

zat aktif terpapar oleh air untuk terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat

mengurangi kadar obat.

Reaksi hidrolisis pada obat spironolakton terjadi karena pada gugus

spironolakton terdapat gugus-gugus kimia yang rentan terjadinya reaksi hidrolisis

diantaranya adalah gugus lakton (ester siklik) dan gugus tioester (Basusaskar,

2013). Adapun bentuk degradasi dari obat spironolakton adalah 7α

tiometilspironolakton dan kanrenon. Hasil degradasi ini dibentuk oleh hidrolisis

gugus tioasetat untuk membentuk 7α-tiospironolakton (sebagai zat perantara)

yang diikuti dengan metilasi-S sehingga terbentuk 7α-tiometilspironolakton.

Gugus cincin ɣ lakton pada 7α-tiometilspironolakton mengalami hidrolisis untuk

membentuk kanrenon (WHO, 2001).

Kedua teknik suspensi yang dilakukan untuk mengubah bentuk sediaan

tablet spironolakton sangat berpengaruh pada kadar obat spironolakton dimana

pada Simple Suspension Method masih dapat memberikan persen kadar yang

sesuai dengan ketentuan dari USP 30 jika dibandingkan dengan Crushing

Suspension Method. Sedangkan jika dilihat dari adanya faktor reaksi hidrolisis,

kedua metode sama-sama mengakibatkan terjadinya penurunan kadar obat namun

tidak begitu besar dan berpengaruh.

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengubahan bentuk sedian tablet salut selaput pada obat spironolakton

untuk direkonstruksi dalam bentuk suspensi baik dengan metode

Crushing Suspension Method maupun Simple Suspension

Methodmemberikan perbedaan kadar yang sangat berbeda. Pada

Crushing Suspension Method 93,9505% - 89,2399% Sedangkan pada

Simple Suspension Method yaitu 97,2743% - 95,1559%. Dari hal ini

metode suspensi pada Simple Suspension Method merupakan metode

suspensi yang ideal untuk digunakan karena dapat mempertahankan

kadar obat spironolakton sesuai dengan persyaratan monografi obat

spironolakton pada USP 30 yaitu 95% - 105%.

2. Antar kedua metode suspensi mengalami penurunan kadar obat akibat

adanya reaksi hidrolisis namun berlangsungnya reaksi ini tidak

memberikan perubahan yang begitu besar dan berpengaruh hingga

menit ke-60.

5.2 Saran

Perlunya pengujian obat spironolakton dalam campuran obat lainnya serta

obat-obatan lain dengan menggunakan metodeSimple Suspension Methoduntuk

dapat mengkaji stabilitas obat dengan metode ini.

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed G.H., Stewart P.J., Tucker I.G. 1987. Extraction of propranolol

hydrochloride from crushed tablets. Aust J Hosp Pharm;17(2):95-8.

Alexander K,S. et al. 1997. The Formulation Development and Stability of

Spironolactone Suspension.Int J Pharm Compd. 1(3); 195-9.

Anon. 1984. Ethanol in liquid preparations intended for children.American

Academy of Pediatrics Committee on Drugs. 73(3): 405-7.

Anonim. 2009. The United State Pharmacopoeia 32-The National Formulary 27.

United States Pharmacopoeia Convention, Inc. Electronic version.

Anonim. 2007. The United State Pharmacopoeia 30-The National Formulary 25.

United States Pharmacopoeia Convention, Inc. Electronic version.

BasuSaskar Arindam, et al. 2013. Chemical Stability of Compounded

Spironolactone Suspension in Proprietary Oral MixTM

Over a 90-day Period

at Two Controlled Temperatures in Different Storage

Containers.International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and

Research; 23(1): 67-70.

Cashman, John R & Sandra Pena. 1988. S-Oxygenation of 7α-

Thiomethylspironolactone by The Flavin-Containing Monooxygenase. Drug

Metabolism & Drug Interaction; 6: 3-4.

CharlesF., Lora L., et al. 2009. Information Handbook, 18th

edition. American:

Lexi-Comp.

Connors, Kenneth A., et al. 1986. Chemical Stability of Pharmaceuticals: A

Handbook for Pharmacist, 2nd

Edition. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Dipiro, et al. 2006. Pharmacotherapy: A Phatophysiologic Approach. New York:

McGraw-Hill

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

FDA. 1994. Reviewer Guidance : Validation of Chromatographic Methods. Food

Drug Administration : Center for Drug Evaluation and Research.

Gandjar, I.G & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Golightly L. K., Smolinske S. S., Bennett M. L., Sutherland E. W., Rumack B. H.

1988. Pharmaceutical excipients. Adverse effects associated with „inactive‟

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ingredients in drug products. Med Toxicol; 3: 128-65 (Part I) and 3: 209-

240 (Part II).

Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw Hill. 578-

586.

Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok

:Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 157-165

Hichiya Hiroyuki, Yusuke Mimura, et al. 2014. Evaluation of Oral Antidepressant

Drugs for Addaption to the Simple Suspension Method.Journal of Young

Pharmacist. Vol.6(4).

Hull, Alison. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, da Nutrisi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Joseph J.K., & Joseph L.G.1997. PracticalHPLC Method Development, 3rd ed.

New York : John Wiley and Sons, Inc. 40-51.

Kantasubrata, J. (2004). Kiat Memahami HPLC. Puslitkimia, LIPI. 12-24.

Kurata N, Fujishima I. 2010. Gavage Administration Handbook for Oral

Medication - A Summary of Drugs Adaptable for the Simple Suspension

Method. 2nd ed. Tokyo: Jiho, Inc.

Martin, aflred, James Swarbrick, dan Arthur Cammarata. 2008. Farmasi Fisik:

Dasar-Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika EdisiKetiga, Jilid 2.

Jakarta : UI-Press.

Martin T. P., Hayes P., Collins D. M. 1993. Tablet dispersion as an alternative to

formulation of oral liquid dose forms. Aust J Hosp Pharm; 23: 378-86.

Maron, Bradley A, et al. 2010. Aldosteron Receptor Antagonists, Effective but

Often Forgotten. Circulation; 121: 934-939.

McMaster, M.C. (2007 ). HPLC A Parctical User’s Guide 2th Ed. USA : John

Willey & Sons. 3-13.

McMurry,J. 2008. Organic Chemistry 7th

Edition. USA: Thomson.

McPolin, Oona. 2009. Validation of Analytical Methods for Pharmaceutical

Analysis. United Kingdom: Mourne Training Services

Moffat, A.C., M.D. Osselton, B. Widdop. 2005.Clarke’s Analysis of Drugs and

Poisons. London : Pharmaceutical Press.

Morris, H. 2005. Administering drugs to patients with swallowing difficulties.

Nurs Times, 101(39): 28-30.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nissen et al. 2009. Solid Medication Dossage Form Modification at The Beside

and in The Pharmacy of Queensland Hospital. Journal of Pharmacy

Practice and Research. 39(2).

Omena Futuro, Debora., Patricia Kaiser, Pedroso.,et al. 2011. Evaluation of the

Profile of Drug Therapy Admiistered Through Enteral Feeding Tube in a

General Hospital in Rio de Janeiro. Brazilian Journal of Pharmaceutical

Sciences. 47(2).

Parrot, Eugene L. 1968. Pharmaceutical Technology. Penerbit Burgess Publishing

Company : Iowa.

Settle. 1997. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry.

Prentice Hall Inc, New Jersey.

Suryani Nelly, Erika Sugiyama, et al. 2013. Stability of Ester Prodrugs with

Magnesium Oxide Using the Simple Suspension Method. Jpn. J. Pharm.

Health Care Sci. 39(6) 375 – 380.

Stieglitz, Edward J. 1945. A Future for Preventive Medicine. New York: The

Commomnwealth Fund.

Sweetman SC, editor. 2007. Martindale: the complete drug reference. 35th

ed.London: Pharmaceutical Press.

Taketomo C. K., Chu S. A., Cheng M. H., Corpuz R. P. 1990. Stability of

captopril in powder papers under three storage conditions. Am J Hosp

Pharm; 47: 1799-801.

T Florence, Alexander dan David Attwood. 2006. Physicochemical Principles of

Pharmacy Fourth Edition. London : Pharmaceutical Press.

The United States Pharmacopeia Convention. (2009). United StatesPharmacopeia

32- National Formulary 27. Rockville. 733.

Voight, R., 1984, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University

Press, Jogjakarta.

Walter L. 1994. The Pharmaceutical Codex- Principles and Practice of

Pharmaceutics. 12th

edition. London: Pharmaceutical Press.

Wellings, D.A. (2006). A Practical Handbook of Preparative HPLC. UK:

Elsevier Ltd. 1-5.

White Rebecca dan Vicky Bradnam. 2007. Handbook of Drug Administration via

Enteral Feeding Tube. London : Pharmaceutical Press.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Woods D.J. 1993. Formulation in Pharmacy Practice. Dunedin, New Zealand:

Healthcare Otago.

World Health Organization. 2001. IARC Monographs on the Evaluation of

Carcinogenic Risks to Humans Volume 79 Some Thyrotropic Agents. Lyon:

IARCPress.

Zamami Yoshito, Manabu Amano, et al. 2014. Utility of Simple Suspension

Method Compared to Loss of Drug using Crushing Method on Tube

Administration. Parenteral and Enteral Nutrition Journa.l29(4) 1027-33

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

Optimasi HPLC

Penentuan λ

max

Penyiapan

Sampel

Pemilihan Fase

Gerak

Uji Kesesuaian

Sistem

Vortex selama 5 menit, sentrifugasi 5000 rpm selama 5 menit 250C

Ambil dan saring supernatan dengan Syringe Filter 0,45 µL, masukkan ke masing-masing vial

Lakukan pengukuran dengan KCKT sesuai kondisi yang telah ditentukan

Verifikasi Metode

Penyiapan Suspensi

Uji Linieritas Uji LOD dan

LOQ

Uji Akurasi Uji Presisi

Crushing Suspension Method

Gerus tablet spironolakton pada

lumpang dan alu, masukkan ke

dalam tabung 50 ml.

Masukkan tablet spironolakton dalam

tabung 50 ml.

Campurkan dengan akuades,

genapkan hingga 50 ml.

Campurkan dengan akuades (550C),

genapkan hingga 50 ml.

Simple Suspension Method

Menit ke-15,

kocok 20x,

sonikasi 1

menit

Menit ke-30,

kocok 20x,

sonikasi 1

menit

Menit ke-45,

kocok 20x,

sonikasi 1

menit

Menit ke-60,

kocok 20x,

sonikasi 1

menit

Menit ke-5,

kocok 20x.

Ambil 300 µL,

masukkan ke

tabung berisi

metanol 1050

µL + dapar

fosfat 150

µL(pH akhir

4,5)

Ambil 300 µL,

masukkan ke

tabung berisi

metanol 1050

µL + dapar

fosfat 150

µL(pH akhir

4,5)

Ambil 300 µL,

masukkan ke

tabung berisi

metanol 1050

µL + dapar

fosfat 150

µL(pH akhir

4,5)

Ambil 300 µL,

masukkan ke

tabung berisi

metanol 1050

µL + dapar

fosfat 150

µL(pH akhir

4,5)

Ambil 300 µL,

masukkan ke

tabung berisi

metanol 1050

µL + dapar

fosfat 150

µL(pH akhir

4,5)

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Spektrum serapan Spironolakton pada spektrofotometer

Lampiran 3. Kromatogram Standar Spironolakton

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Kromatogram sampel Spironolakton dengan Crushing Suspension

Method

Lampiran 5. Kromatogram sampel Spironolakton dengan Simple Suspension

Method

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Uji Kesesuaian Sistem

Konsentrasi Waktu Luas Area Efisiensi

Kolom

Peak

Asimetri

100 µg/mL 9,963 166,3785 2456 0,948

100 µg/mL 9,970 166,9456 2785 0,915

100 µg/mL 9,967 166,8160 2724 0,952

100 µg/mL 9,980 166,8003 2455 0,913

100 µg/mL 9,963 167,2977 2729 0,841

Rata-rata 9,969 166,8476 2630 0,914

RSD (%) 0,0704 0,1978 - -

Syarat <1,5% 1,5% >2000 <2

Kesimpulan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Kondisi Analisis :

Spesifikasi alat : HPLC merk Dionex, auto sampler, detektor ultraviolet

Kolom : AcclaimTM

1200 C18 (4,6 x 250 mm, 5μm)

Fase Gerak : Metanol : Air (65 : 35)

Laju alir : 1 mL/menit

Teknik : Isokratik

Panjang Gelombang : 237,5 nm

Volume Injeksi : 50 μL

Suhu Kolom : Ambient

Waktu akuisis i : 15 menit

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Perhitungan Kurva Kalibrasi

Massa Spironolakton Standar = 50,00 mg

Dilarutkan dalam labu ukur genapkan dengan metanol 50 mL →50000 µ𝑔

50𝑚𝐿=

1000µg/mL ~ 1000ppm

Diencerkan pada labu ukur 5mL

Seri konsentrasi 25,50, 75, 100, 125, dan 150 ppm

Contoh perhitungan larutan konsentrasi 25 ppm

M1 . V1 = M2 . V\2

1000µg/mL . V1 = 25µg/mL . 5mL

V1 = 0,125 mL ~ 125µL

Hasil luas area seri konsentrasi Spironolakton :

Konsentrasi (ppm) Luas Area (MaU) Volume yang diambil

(µL)

25 47,2483 125

50 91,3069 250

75 138,0929 375

100 179,1575 500

125 226,1239 625

150 270,6301 750

Persamaan regresi linier : Y = 1,7856X + 2,5175

Nilai regersi = 0,9998

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Uji LOD dan LOQ

Konsentrasi

(µg/mL) [X]

Luas Area

(MaU) [Y]

Luas Area

berdasarkan

Persamaan

Regresi [Y’]

[Y-Y’] [(Y-Y’)2]

25 47,2483 47,1575 -0,0908 0,0082

50 91,3069 91,7975 0,4906 0,2407

75 138,0929 136,4375 -1,6554 2,7403

100 179,1575 181,0775 1,9200 3,6864

125 226,1239 225,7175 -0,4064 0,1652

150 270,6301 270,3575 -0,2726 0,0743

Jumlah 6,9152

Sb = 𝛴(𝑦−𝑦 ′ )2

𝑛−1 = 1,1760

LOD = 3,3 𝑆𝑏

𝑏 = 2,1734µg/mL

LOQ = 10 𝑆𝑏

𝑏 = 6,5862µg/Ml

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Uji Akurasi

Konsentrasi

(µg/mL)

Luas Area

(MaU)

Uji

Perolehan

Kembali

(%)

Rata-rata

Uji

Perolehan

Kembali

(%)

%diff Rata-rata

%diff

80 137,7063 94,7311 95,4928 -5,2689 -4,5072

137,0563 94,2839 -5,7161

141,6781 97,4634 -2,5366

100 188,6883 104,2031 103,0484 4,2031 3,0484

183,0111 101,0678 1,0678

188,0929 103,8743 3,8743

120 217,4890 100,3227 100,1112 0,3227 0,1112

217,9314 100,5267 0,5267

215,6712 99,4842 -0,5158

Cara Perhitungan :

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Uji Presisi

Konsentrasi (μg/mL) Area Terukur

(mAu) SD (%) RSD (%)

80

Intrahari

Jam ke-0

137,7063

0,4401

0,3184

137,0563

137,9539

Jam ke-9

137,9380

137,2320

139,4135

Interhari

Hari ke-1

142,7564

0,0905 0,0634

141,6631

143,8523

Hari ke-2

143,2192

141,2514

144,1854

100

Intrahari

Jam ke-0

188,6883

0,3868 0,2048

188,0929

188,8325

Jam ke-9

190,3298

188,5502

188,3746

Interhari

Hari ke-1

189,1421

1,0441 0,5502

188,8550

189,0180

Hari ke-2

190,0256

190,8484

190,5707

120

Intrahari

Jam ke-0

217,4890

0,8960 0,4122

218,6431

217,9314

Jam ke-9

216,7765

217,4779

216,0077

Interhari

Hari ke-1

217,5930

0,7411 0,3413

218,1100

217,2847

Hari ke-2

216,1244

216,9025

216,8165

Cara Perhitungan :

SD = 𝛴(𝑥−𝑥 ′ )2

𝑛−1 RSD =

𝑆𝐷

𝑥′ × 100%

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Perhitungan Preparasi Sampel

Tablet Spironolakton 25 mg pada masing-masing metode suspensi terdispersi

dalam 50 mL akuades → 500 ppm → ambil 300 µL Spironolakton + 150 µL

dapat fosfat dengan pH 4,5 → genapkan hingga 1,5 mL dengan metanol → 100

ppm yang diinjeksikan ke HPLC.

Lampiran 12. Cara Perhitungan Konsentrasi Akhir Spironolakton

Diketahui : y = 1,7856x + 2,5175

Luas area C0 = 169,8406 ; 170,7104

Ditanya : a. Nilai konsentrasi akhir C0

b. Persen Kadar

c. Rata-rata Kadar

d. Persen Degradasi

a. Mencari Nilai Konsentrasi Akhir C0

y = 1,7856x + 2,5175

169,8406 = 1,7856x + 2,5175

x = 93,7069

y = 1,7856x + 2,5175

170,7104 = 1,7856x + 2,5175

x = 94,1941

b. Mencari Persen Kadar

93,7069𝑝𝑝𝑚

100𝑝𝑝𝑚 × 100% = 93,7069%

94,1941𝑝𝑝𝑚

100𝑝𝑝𝑚 × 100% = 94,1941%

c. Mencari Persen Kadar Rata-rata

93,7069+94,1941

2 = 93,9505%

d. Persen Degradasi

Dihitung dari konsentrasi awal yaitu 100 ppm

100−100

100 × 100% = 0,0000%

*Misal :

Kadar spironolakton menit ke-5 93,9505%, maka persen degradasinya adalah

100−93,9505

100 × 100% = 6,0495%

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Hasil Perhitungan Konsentrasi Akhir Spironolakton

Crushing Suspension Method

Menit

ke - Area

RSD

(< 2%)

Konsentrasi

akhir

(μg/mL)

% Kadar Rata –

Rata

%

Degradasi

5 169,8406

0,615 93,7069 93,7069 93,9505

6,0495%

170,7104 94,1941 94,1941

15 168,2223

0,181 92,8006 92,8006 92,8724

7,1276%

168,4785 92,9441 92,9441

30 165,1609

0,761 91,0861 91,0861 90,7848

9,2152%

164,0849 90,4835 90,4835

45 162,8359

0,073 89,7841 89,7841 89,7550

10,2450%

162,7322 89,7260 89,7260

60 161,9643

0,141 89,2959 89,2959

89,2399 10,7601% 161,7644 89,1840 89,1840

Simple Suspension Method

5 175,8352

0,531 97,0641 97,0641

97,2743 2,7257% 176,5857 97,4844 97,4844

15 176,7876

1,631 97,5975 97,5975

96,9515 3,0485% 174,4807 96,3056 96,3056

30 175,1831

0,987 96,6989 96,6989

96,3080 3,6920% 173,7871 95,9171 95,9171

45 173,0621

0,670 95,5111 95,5111

95,2458 4,7542% 172,1146 94,9805 94,9805

60 171,5647

1,221 94,6725 94,6725

95,1559 4,8441% 173,2912 95,6394 95,6394

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Kadar Spironolakton pada masing-masing

suspensi

Uji Independent Sample T-Test

Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan nyata nilai rata-rata kadar

Spironolakton pada kedua metode suspensi yaitu Crushing

Susoension Method dan Simple Suspension Method.

Hipotesis :

Ho : data nilai rata-rata kadar Spironolakton pada kedua metode

suspensi tidak berbeda secara nyata

Ha : data nilai rata-rata kadar Spironolakton pada kedua metode

suspensi berbeda secara nyata

Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak

Keputusan : Data nilai rata-rata kadar Spironolakton berbeda secara nyata

Dari hasil uji analisa statistik dengan Independent Samples Test diperoleh

hasil bahwa terdapat perbedaan nilai rata- rata secara nyata dari kedua metode

suspensi. Dari nilai t yang diperoleh, nilai negatif menunjukkan bahwa nilai rata-

rata kadar Spironolakton pada Simple Suspension Method lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Crushing Suspension Method.

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37548/1/SILVIA... · Paracetamol dan lain-lain. Hal ini tentunya akan menyulitkan

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Spironolakton


Recommended