+ All Categories
Home > Documents > Unlock Bab2 2

Unlock Bab2 2

Date post: 07-Jul-2018
Category:
Upload: naufal-difa
View: 216 times
Download: 0 times
Share this document with a friend

of 44

Transcript
  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    1/44

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Pada bab ini akan menjelaskan tentang teori dan konsep terkait, yaitu tentang konsep

    lansia, konsep perilaku dan konsep Posyandu Lansia. Pada akhir bab ini akan disampaikan

     penelitian terkait yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

    A. Konsep lansia

    1. Definisi lansia.

    Menurut Contantinides (1994) menua adalah suatu proses menghilangnya secara

     perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi

    normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

    kerusakan yang diderita. Proses menua (aging ) merupakan suatu perubahan progresif

     pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel

    serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang

    disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling

     berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat

    digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan (impairment ), keterbatasan

    fungsional ( functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan

    (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

    Menurut Keliat (1999) usia lanjut dikatakan sebagai tahapan akhir perkembangan

     pada daur kehidupan manusia. Sedangkan UU no 4 tahun 1965 menyebutkan bahwa

    yang termasuk lansia tersebut adalah orang yang sudah 55 tahun ke atas dan usia 55

    tahun di jadikan batas pensiun bagi seorang pekerja, akan tetapi menurut pasal 1 ayat

    (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 (di dalam Maryam, 2008) tentang kesehatan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    2/44

    dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60

    tahun.

    Menurut Miller (2003) menua adalah suatu proses yang mengubah manusia

    dewasa dari keadaan sehat menjadi rapuh dengan berkurangnya cadangan

    kemampuan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan

    diikuti kematiaan.

    Sedangkan menurut Mickey (2006) proses menjadi tua disebabkan faktor biologik

    yang terdiri dari 3 fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase

    regresif mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komposisi

    terlecil tubuh manusia. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan

     berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,

    fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi

    dan kemampuan badan secara keseluruhan. Ini merupakan suatu fenomena yang

    kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan

     berkembang sampai pada keseluruhan sistem.

    2. Klasifikasi lansia.

    Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut Depkes RI

    2003 (di dalam Maryam, 2008).

    a. Pralansia ( prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.

     b. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih.

    c. Lansia resiko tinggi, yaitu orang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang

     berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

    d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan perkerjaan dan atau

    kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    3/44

    e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

    hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

    Batasan - batasan lansia menurut WHO (di dalam Nugroho 2000),

    mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yaitu meliputi :

    a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 – 59 tahun.

     b. Usia lanjut (erderly), ialah kelompok antara usia 60 – 70 tahun.

    c. Usia lanjut tua (old ), ialah kelompok antara usia 70 – 75 tahun.

    d. Usia sangat tua (very old ), ialah kelompok usia diatas 90 tahun.

    Menurut Masdani (di dalam Nugroho, 2000) lansia merupakan kelanjutan dari

    usia dewasa yang dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

    a. Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun.

     b. Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun.

    c. Fase prasenium, antara usia 55 – 56 tahun.

    d. Fase senium, usia lebih dari 65 tahun.

    Menurut Setyonegoro pengelompokan lanjut usia yaitu :

    a. Dewasa muda (ederly adulhood ), usia antara 18 atau 20 – 25 tahun.

     b. Dewasa penuh (middle years) atau maturasi, usia antara 25 – 60 atau 65 tahun.

    c. Lanjut usia ( geriatric age), usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun. Terbagi untuk

    usia 70 – 75 tahun (old) dan lebih dari 80 tahun (very old ).

    3. Tipe lansia

    Menurut Nugroho (2000) beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,

     pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya. Tipe

    tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    4/44

    a. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman, dalam menyesuaikan

    diri dengan perubahan zaman, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

    mempunyai kesibukan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

     b. Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

    dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.

    c. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga

    menjadi orang yang tidak sabar, gampang marah, mudah tersinggung, banyak

    menuntut, suka mengeritik dan tidak mau untuk dilayani.

    d. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama

    dan melakukan pekerjaan apa saja.

    e. Tipe bingung, yaitu kaget, kehilangan kepribadian, minder, menjauh dan

    mengasingkan diri, menyesal dan acuh tak acuh.

    Dari macam-macam tipe diatas masih ada tipe optimis, konstruktif, dependen

    (bergantungan), defisit (bertahan), militan dan serius, pemarah dan frustasi (kecewa

    akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), putus asa (benci pada diri sendiri).

    4. Pelayanan Keperawatan Pada Lansia

    Pelayanan keperawatan terhadap lansia menggunakan metode pendekatan, yaitu :

    a. Pendekatan Fisik.

    Pendekatan fisik dilakukan dengan cara memperhatikan kesehatan objektif,

    kebutuhan, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa

    dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan

     progresifnya. Pendekatan fisik pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu lanjut

    usia yang masih aktif 

    dan lanjut usia yang pasif. Dimana lansia mengalami keterbatasan fisik,

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    5/44

    kemunduran fisik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh

    terhadap gangguan atau infeksi dari luar. Tindakan tidak selalu menunggu adanya

    keluhan dari lansia, karena tidak jarang lansia menghindari kontak yang terlalu

    sering dengan tenaga kesehatan. Hal itu dapat diantisipasi dengan pengamatan

    yang cermat terhadap kondisi lansia dan pendekatan fisik ini lebih ditekankan

    untuk pemenuhan dasar lansia.

    b. Pendekatan Psikis

    Pada pendekatan psikis ini perawat memiliki peran penting untuk mengadakan

     pendekatan edukatif, perawat dapat juga berperan sebagai pendukung ( supporte),

    dapat juga sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab

    karena lansia sangat membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan.

    c. Pendekatan sosial

    Dalam melakukan pendekatan sosial perawat bisa mengajak lansia berdiskusi,

    tukar pikiran dan bercerita yang merupakan upaya untuk melakukan pendekatan

    sosial. Selain itu perawat juga bisa memberi kesempatan untuk berkumpul

     bersama sesama lansia yang berarti menciptakan sosialisasi mereka. Lansia juga

    harus diberi kesempatan mengadakan komunikasi dan sosialisasi dengan dunia

    luar seperti mendengar berita dan rekreasi.

    d. Pendekatan spiritual

    Tujuan pendekatan spiritual ini adalah untuk memberikan ketenangan dan

    kepuasan batin dalam berhubungan dengan Tuhan. pada pendekatan spiritual ini

    setiap lansia akan menunjukkan reaksi yang berbeda-beda dalam menghadapi

     peristiwa kematian dan perawat bisa memberikan support pada lansia dalam

    menghadapi kematian.

    5. Teori Proses Menua.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    6/44

    Beberapa teori pada proses menua :

    a. Teori biologis

    Menurut Potter (2005) menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan

    fungsi, struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.

    1) Teori generik ( genetik theory / Genetic Lock ).

    Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi

    dapat merusak sintesis DNA. Teori genetik terdiri dari teori asam

    deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi, somatik dan

    glikogen. Teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler

    menjadi tidak teratur karena adanya informasi tidak sesuai yang diberikan dari

    inti sel. Molekul DNA menjadi bersilangan (crosslink ) dengan unsur yang lain

    sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ

    tubuh.

    2) Teori imunologis.

    Teori imunitas menggambarkan penurunan atau kemunduran dalam

    keefektifan sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Mekanisme

    seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada jaringan tubuh

    melalui penurunan imun. Dengan bertambahnya usia, kemampuan pertahanan

    / imun untuk menghancurkan bakteri, virus dan jamur melemah sehingga

    mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan

    infeksi. Seiring berkurangnya imun terjadilah suatu peningkatan respon auto

    imun pada tubuh lansia.

    3) Teori Neuroendokrin

    Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal

    akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk dapat menerima,

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    7/44

    memproses dan bereaksi terhadap perintah. Hal ini dapat dikenal sebagai

     perlambatan tingkah laku, respon ini terkadang diaktualisasikan sebagai

    tindakan untuk melawan, ketulian atau kurang pengetahuan. Umumnya para

    usia lanjut merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif / tidak patuh.

    4) Teori lingkungan

    Menurut teori ini, faktor dari dalam lingkungan seperti karsinogen dari

    industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi dapat membawa perubahan

    dalam proses penuaan. Dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak

    sekunder dan bukan faktor utama dalam penuaan

    5) Teori Cross Link .

    Teori cross link dan jaringan ikat mengatakan bahwa molekul kolagen dan

    elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama

    meningkatkan rigiditas sel, cross link  diperkirakan berakibat menimbulkan

    senyawa antara molekul yang normalnya terpisah. Saat serat kolagen yang

    awalnya dideposit dalam jaringan otot polos menjadi renggang berikatan dan

     jaringan menjadi fleksibel. Contoh cross link  jaringan ikat terkait usia meliputi

     penurunan kekuatan daya rentang dinding arteri seperti tanggalnya gigi, kulit

    yang menua, tendon kering dan berserat

    6) Teori radikal bebas.

    Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian

    molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat

    yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya,

    molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel

    dan mempengaruhi permeabillitasnya atau dapat berikatan dengan organel sel.

    Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan karena terjadinya akumulasi

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    8/44

    kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidasi dimana radikal bebas dapat

    terbentuk di alam. Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi

     bahan organik seperti karbohidrat dan protein.

    b. Teori Psikososial

    Teori ini memusatkan pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai

     peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis,

    yang terdiri dari :

    1) Teori pemutusan hubungan (disengagement ).

    Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia maka seseorang

    akan berangsur-angsur akan melepaskan diriya dari kehidupan sosialnya

    (menarik diri) dari lingkungan sekitarnya dan ini menyebabkan kehilangan

    ganda seperti : kehilangan peran, hambatan kontak sosial, berkurangnya

    komitmen atau dengan kata lain orang yang menua menarik diri dari perannya

    dan digantikan oleh generasi yang lebih muda. Peran yang terkait pada

    aktivitas yang lebih introspektif dan berfokus pada diri sendiri. Disengagement 

    adalah intrinsik dan tidak dapat dielakkan baik secara biologis dan psikologis,

    dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan dan bermanfaat baik bagi lansia

    dan masyarakat.

    2) Teori aktivitas.

    Teori ini tidak menyetujui teori disengagement  dan lebih menegaskan

     bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan

     penuaan. Havighurst (1952) yang pertama menulis tentang pentingnya tetap

    aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    9/44

    Beberapa pendapat mengemukakan bahwa penuaan terlalu kompleks untuk di

    karateristikan kedalam cara sederhana tersebut. Gagasan pemenuhan

    kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan

    orang lain dalam mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain

    dan kesejahteraan fisik serta mental orang tersebut. Teori ini menyatakan pada

    lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan

    sosial. Ukuran optimum dilanjutkan pada cara hidup dari lansia,

    mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil

    dari usia pertengahan kelanjut usia. Selain itu dapat menunjukkan pentingnya

    aktivitas mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan

    dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.

    3) Teori tugas perkembangan (kontuinitas).

    Teori kontuinitas menyatakan bahwa kepribadian tetap sama dan perilaku

    menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Hasil penelitian Erickson

    tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh

    seseorang pada tahap spesifik dalam kehidupannya untuk mencapai penuaan

    yang sukses. Beberapa pendapat bahwa teori ini terlalu sederhana dan tidak

    mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi respon seseorang

    terhadap proses penuaan. Teori ini juga menyatakan bahwa perubahan yang

    terjadi pada lanjut usia dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki. Pada

    kondisi ini tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati hidup

    yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa

     penyesalan atau putus asa.

    4) Teori kepribadian.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    10/44

    Jun berteori bahwa keseimbangan antara dua hal tersebut adalah penting

     bagi kesehatan. Menurunnya tanggung jawab dan tuntunan dari keluarga dan

    ikatan sosial sering terjadi dikalangan lansia. Konsep interioritas dari Jun

    mengatakan bahwa separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan

    dengan memiliki tujuan sendiri yaitu mengembangkan kesadaran diri sendiri

    melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Lansia sering

     beranggapan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan yang

    sekali dipilih akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa

    diubah.

    c. Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia.

    1) Perubahan fisik : meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem

    tubuh, yaitu :

    a) Sel.

    Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan

    intraseluler menurun.

     b) Persyarafan.

    Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat

    dalam merespon dan waktu bereaksi, khususnya yang berhubungan

    dengan stress yang berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson

    sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek.

    c) Sistem pernapasan.

    Otot pernapasan kekuatannya akan menurun dan kaku, kemampuan

     batuk menurun akibat penurunan aktivitas silia sehingga pengeluaran

    sekret berkurang dan mengalami hambatan atau obstruksi, elastisitas

     paru menurun sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk ke paru

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    11/44

    mengalami penurunan, alveoli jumlahnya berkurang dan semakin

    melebar serta terjadi penyempitan bronkus.

    d) Sistem pendengaran.

    Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga bagian dalam, pada

    membran tympani atropi terjadi pengumpulan serumen yang dapat

    mengeras karena mengumpulnya keratin dan tulang-tulang pendengaran

    mengalami kekakuan.

    e) Sistem pengelihatan.

    Kornea lebih berbentuk skeris, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa),

    meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap gelap

    lambat dan kesulitan untuk melihat dalam kondisi gelap), akomodasi

    menurun, lapang pandang menurun serta berkurangnya luas pandang.

    Sulitnya lansia untuk membedakan warna biru dan hijau.

    f) Sistem kardiovakuler.

    Katup jantung mulai menebal dan kaku, kemampuan jantung memompa

    darah menurun 1 % (kontraksi dan volume), menurunnya elastisitas

     pembuluh darah, meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga

    tekanan darah meningkat.

    g) Sistem perkemihan.

    Ukuran ginjal akan mengecil (atropi), penyaringan di glomerulus

    menurun, otot-otot vesika urinaria melemah dimana terjadi penurunan

    kapasitas sampai 200 cc sehingga frekuensi untuk BAK meningkat.

    h) Sistem pencernaan.

    Kehilangan gigi, esofagus melebar, asam lambung menurun, peristaltik

    mulai melemah sehingga daya absorpsi menurun dan akan menyebabkan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    12/44

    konstipasi. Ukuran lambung mulai mengecil serta fungsi organ aksesori

    menurun akan mengakibatkan hormon dan enzim berkurang.

    i) Sistem integumen.

    Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan tidak

    elastis karena kurangnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, rambut

    dalam hidung dan telinga menebal, kelenjar keringat mulai tidak berkerja

    dengan baik, rambut memutih, vaskularisasi menurun, kulit pucat dan

    terdapat bintik-bintik kehitaman akibat menurunnya aliran darah dan sel

     penghasil pigmen, kuku kaki dan tangan rapuh dan tebal serta

     pertumbuhan rambut mengalami penipisan.

     j) Sistem endokrin.

    Hormon mulai menurun produksinya, menurunnya produksi aldosteron

    dan sekresi hormon gonad ( progesteron, estrogen dan testosteron) dan

     penurunan hormon dapat menyebabkan hipotirodisme depresi dari sum-

    sum tulang dan ketidak mampuan mengatasi tekanan jiwa.

    k) Sistem muskuloskeletal.

    Cairan tulang menurun sehingga tulang kehilangan kepadatan dan

    mengakibatkan kerapuhan tulang (osteoporosis), bungkuk (kifosis),

     persendian besar dan kaku (atropi otot), tremor, kram, tendon mengkerut

    dan sklerosis.

    2) Perubahan mental atau psikologis pada lansia.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu :

    a) Perubahan fisik.

     b) Kesehatan umum

    c) Tingkat pendidikan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    13/44

    d) Keturunan (hereditas)

    e) Lingkungan

    f) Gangguan memori : kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai

     berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan), kenangan jangka

     pendek atau seketika (0-10 menit) dan kenangan buruk.

    g) IQ (intelegense quotient ) : tidak berubah dengan informasi dan perkataan

    verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor

    : terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan

    dari faktor tertentu.

    3) Perubahan psikososial.

    a) Pensiunan.

     Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya dan identitas

    dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seeorang pensiun (purna

    tugas), dia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :

    kehilangan finansial (pemasukan berkurang), kehilangan status,

    kehilangan teman / relasi dan kehilangan perkerjaan atau kegiatan.

     b) Merasakan atau sadar akan kematian ( sense of awernwes of mortality)

    c) Perubahan dalam hidup yaitu memasuki rumah perawatan lebih sempit.

    d) Ekonomi melemah atau menurun akibat pemberhentian dari jabatan

    (economic deprivation).

    e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya

     biaya pengobatan.

    f) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.

    g) Gangguan saraf dan pencernaan.

    h) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik : perubahan terhadap

    gambaran diri dan konsep diri.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    14/44

    B. Konsep Perilaku Manusia

    1. Definisi Perilaku Manusia

    Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan

    dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau

    genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat

    diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku

    dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya

    merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.

    Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia

    itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan,

     berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

    Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

    semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang

    tidak dapat diamati oleh pihak luar.

    Menurut Skinner (di dalam Notoatmodjo, 2003) merumuskan bahwa perilaku

    merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

    Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme

    dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O – 

    R”atau Stimulus  –  Organisme  –  Respon. Skiner membedakan adanya dua proses,

    yaitu :

    a.  Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

    rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

    electing stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relative tetap,

    misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    15/44

    terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respon ini juga

    mencakup perilaku emosinal misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih

    atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta

    dan sebagainya.

     b. Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan

     berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang

    ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon.

    Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik

    (respon terhadap uraian tugasnya) kemudian memperoleh penghargaan dari

    atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

    dalam melaksanakan tugasnya.

    2. Teori Perilaku

    Beberapa teori yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu yang dapat

    mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,

    antara lain :

    a. Teori L. Green (1980)

    Berdasarkan analisis penyebab masalah kesehatan, Green (di dalam

    Soekidjo, 2005 hal 59) membedakan adanya dua determinan masalah kesehatan

    yakni faktor perilaku dan faktor non perilaku. Dimana selanjutnya Green

    menganalisis bahwa faktor perilaku tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu

    :

    1) Faktor predisposisi ( predisposing factor )

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    16/44

    Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah menyediakan atau

    memotivasi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, nilai

    kepercayaan dan tradisi. Faktor personal dapat juga menjadi faktor

     predisposisi yang berhubungan dengan perilaku kesehatan. Begitupun dengan

    sosio demografi seperti :

    (a) Jenis kelamin

    Menurut Suryanto (2009) jenis kelamin adalah pembagian dua jenis

    kelamin manusia yang ditentukan secara biologi yang melekat pada jenis

    kelamin tertentu, sedangkan menurut Sunarto (2004) jenis kelamin

    merupakan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki dimana

     perbedaan secara biologi ini dibawa sejak lahir dan tidak bisa dirubah.

    (b) Umur 

    Menurut Utama (2003) umur/usia adalah jumlah hari, bulan, tahun

    yang dilalui sejak lahir sampai dengan waktu tertentu. Umur juga bisa

    diartikan sebagai masa hidup responden yang dinyatakan dalam satuan

    tahun dan sesuai dengan pernyataan responden.

    (c) Pendidikan

    Menurut Ihsan (2003) dalam pengertian yang sederhana dan umum

    makna pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan

    mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani

    sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.

    Menurut Dimasputra (2008) pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    17/44

    terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

    agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

    memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

    kecerdasan serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat,

    sedangkan menurut Atmarita (2004) pendidikan secara umum merupakan

    salah satu upaya yang direncanakan untuk menciptakan perilaku seseorang

    menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu masalah. Tingkat pendidikan

     berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup seseorang, semakin

    tinggi tingkat pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pola berpikir

    secara rasional untuk memahami arti kesehatan dan pemanfaatan fasilitas

    kesehatan.

    (d) Pekerjaan

    Pekerjaan merupakan sesuatu hal yang dikerjakan untuk mendapatkan

    imbalan atau balas jasa. Jenis pekerjaan yang di tekuni setiap orang

     berbeda-beda dalam menghasilkan pendapatan diantaranya ada yang

     berdagang, menjadi pembantu rumah tangga, kuli cuci, wiraswasta, buruh,

    PNS, TNI, POLRI dan pensiunan. Menjelang lansia pada perubahan

     psikososial yang akan terjadi yaitu masa pensiun, akan tetapi bila lansia

    dalam klasifikasi lansia prasenium kemungkinan lansia belum banyak

    yang pensiun. Berdasarkan peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979

    tentang batas usia pensiun PNS adalah 56 (lima puluh enam) tahun akan

    tetapi terhitung pada tanggal 10 Nopember 2008, melalui Keputusan

    Presiden (Keppres) Nomor 127/M Tahun 2008 terjadi perubahan

     perpanjangan batas usia pensiun PNS sampai 65 tahun sehingga masih

     banyak para lansia prasenium yang masih aktif berkerja, sedangkan untuk

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    18/44

     pekerjaan selain PNS, TNI dan POLRI tidak mengenal arti pensiun dari

     pekerjaan.

    (e) Penghasilan

    Menurut Sumardi (1982:323) penghasilan adalah jumlah penghasilan

    riil seluruh anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi

    kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam keluarga. Penghasilan

    adalah semua penerimaan baik tunai maupun bukan tunai yang merupakan

    hasil dari penjualan barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu (Tim

    Penyusun Kamus Perbankan Indonesia, 1980:99). Dari beberapa

     pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah semua

     penghasilan yang diperoleh dari pihak lain sebagai balas jasa yang

    diberikan dimana penghasilannya tersebut digunakan untuk memenuhi

    kebutuhan keluarga atau perseorangan. Penghasilan adalah dasar dari

     penghidupan, besarnya penghasilan akan memenuhi jumlah kebutuhan

    yang hendak dipuaskan. Penghasilan menentukan tingkat hidup seseorang

    terutama dalam kesehatan. Apabila penghasilan yang didapat berlebih,

    maka seseorang lebih cendrung untuk menggunakan fasilitas kesehatan

    yang lebih baik, contohnya seperti rumah sakit dengan fasilitas yang

    lengkap, dibandingkan dengan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada di

    lingkungan tempat tinggalnya (Posyandu Lansia).

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    19/44

    Jadi semua sosio demografi diatas dapat juga dikategorikan sebagai faktor

     predisposisi walaupun tidak secara langsung mempengaruhi dalam program

    kesehatan seseorang.

    2) Faktor pemungkin ( Enabling factor ).

    Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan atau yang

    memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor

     pemungkin adalah yang terwujud dalam lingkungan fisik (jarak), tersedia atau

    tidak tersedianya fasilitas/ sarana-sarana kesehatan (puskesmas, obat-obatan,

    dan alat-alat kesehatan), biaya dan keterampilan kader-kader Posyandu Lansia.

    Faktor pemungkin terdiri dari sumber daya dan kemampuan baru yang

    dibutuhkan untuk terjadinya perilaku kesehatan. Kondisi lingkungan dapat

    mempengaruhi terjadinya perilaku kesehatan.

    3) Faktor penguat (reinforcing factor )

    Faktor penguat merupakan faktor pendorong terjadinya perilaku dan

    merupakan determinan dalam menerima feedback yang positif atau yang

    negatif dalam support sosial setelah terjadinya perubahan perilaku yang

    terwujud dalam sikap dan perilaku kader-kader Posyadu Lansia atau petugas

    lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Faktor

     penguat bisa berasal dari dukungan anggota keluarga seperti anak, kakak,

    adik, orang tua, mertua dan juga dukungan dari lingkungan sekitar seperti

    tetangga, tokoh masyarakat dan lain-lain.

    b. Menurut Andersen (1968)

    Dalam  Behavioral model of families use of health services, perilaku orang

    sakit berobat ke pelayanan kesehatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor

     predisposisi ( predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    20/44

    faktor kebutuhan (need factors). Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai

     berikut.

    1) Faktor predisposisi adalah ciri-ciri yang telah ada pada individu dan keluarga

    sebelum menderita sakit, yaitu pengetahuan, sikap, pengalaman masa lalu dan

    kepercayaan / pengharapan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan

    dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan,

    dan pekerjaan.

    2) Faktor pemungkin adalah kondisi yang memungkinkan orang sakit

    memanfaatkan pelayanan kesehatan, yang mencakup status ekonomi keluarga,

    akses terhadap sarana pelayanan kesehatan yang ada dan penanggung biaya

     berobat.

    3) Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit.

    c. Teori B. Kar (1983)

    Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku

    merupakan fungsi dari :

    1) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

    kesehatannya (behavior itention).

    2) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya ( social support ).

    3) Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

    (accesebility of information).

    4) Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau

    keputusan ( personal autonomy).

    5) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

    d. Teori WHO (1984)

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    21/44

    WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu

    adalah :

    1) Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling ), yaitu dalam bentuk

     pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap

    objek (objek kesehatan).

    2) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

    3) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

    Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya

     pembuktian terlebih dahulu.

    4) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap

    sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.

    Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain.

    Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud

    didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh

    tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak

    diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman

    seseorang.

    5) Tokoh penting sebagai panutan, apabila seseorang itu penting untuknya, maka

    apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

    6) Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan

    sebagainya.

    7) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber

    didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)

    yang pada umumnya disebut kebudayaan. Menurut Notoatmodjo (2003)

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    22/44

    kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik

    lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia.

    Jadi dari beberapa pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa perilaku

    kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

    lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang

    kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan sehingga

     promosi mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan perilaku

    hidup bersih dan sehat di masyarakat.

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia

    a. Genetika

     b. Sikap adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap perilaku tertentu.

    c. Norma sosial adalah pengaruh tekanan sosial

    d. Kontrol perilaku pribadi adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit tidaknya

    melakukan suatu perilaku.

    4. Jenis Perilaku

    a. Menurut Notoatmodjo (2003) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini,

    maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

    1) Perilaku tertutup (convert behavior )

    Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

     bentuk terselubung atau tertutup (convert ). Respon atau reaksi terhadap

    stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran,

    dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    23/44

    dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Dalam penelitian ini yang dimaksud

    dengan perilaku tertutup adalah tidak terjadi kunjungan ke Posyandu Lansia

    2) Perilaku terbuka (overt behavior )

    Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

    terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

    atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

    Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perilaku terbuka adalah terjadi

    kunjungan ke Posyandu Lansia.

     b. Menurut Skiner (1976) membedakan perilaku menjadi :

    1) Perilaku yang alami ( Innate behavior ).

    Perilaku yang alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme

    dilahirkan yaitu yang berupa perilaku refleks – refleks dan insting – insting.

    Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara

    spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme yang bersangkutan.

    Reaksi atau perilaku ini terjadi secara sendirinya, secara otomatis, tidak

    diperintah oleh pusat susunan saraf atau otak. Stimulus yang diterima oleh

    organisme atau individu itu tidak sampai ke otak sebagai pusat susunan saraf

    akan tetapi sebagai pusat pengendali perilaku. Dalam perilaku yang refleksi,

    respons langsung timbul begitu menerima stimulus dengan kata lain begitu

    stimulus diterima oleh reseptor langsung timbul respons melalui afektor tanpa

    melalui pusat kesadaran atau otak.

    2) Perilaku operan (Operant behavior ).

    Perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

    Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Dalam

    hal ini stimulus setelah diterima oleh resptor kemudian diteruskan ke pusat

    susunan saraf sebagai pusat kesadaran kemudian baru terjadi respons melalui

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    24/44

    afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut

     proses psikologis. Menurut Branca (1964) perilaku atau aktivitas atas dasar

     proses psikologis ini yang disebut perilaku atau aktivitas psikologis.

    5. Proses Tejadinya Perilaku

    Menurut penelitian Rogers (di dalam Notoatmodjo, 2003) mengungkapkan bahwa

    sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses

     berurutan yakni :

    1) Kesadaran (awareness).

    Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap

    stimulus (objek ).

    2) Tertarik (interest).

    Dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

    3) Evaluasi (evaluation)

    Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

    Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

    4) Mencoba (trial ).

    Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

    5) Menerima ( Adoption).

    Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

    sikapnya terhadap stimulus. Menurut Notoatmodjo (2003 hal 122) apabila

     penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari

    oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan

    menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting ).

    6. Domain Perilaku

    Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus

    (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    25/44

     bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor – faktor yang membedakan

    respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat

    dibedakan menjadi dua yaitu :

    a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat  given

    atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan

    sebagainya.

     b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan

    sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2007 hal 139) faktor lingkungan ini sering

    menjadi faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

    Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang

    sangat luas dan Bloom (di dalam Soekidjo, 2005) membagi perilaku itu kedalam 3

    domain (ranah / kawasan) yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah

    afektif (affective domain) dan ranah psikomotor ( psychomotor domain).

    a. Ranah Kognitif 

    Kognitif atau pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

    terbentuknya tindakan seseorang (overant behaviour ). Meskipun bukan

    merupakan faktor utama dalam terjadinya perubahan perilaku seseorang tetapi

     pengetahuan merupakan faktor yang dibutuhkan dalam terjadinya suatu perubahan

     perilaku. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka ia akan semakin menyadari

     bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk

    melakukan perubahan perilaku. Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh

     pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

    Selain pengetahuan ada aspek-aspek intelektual yang berkaitan diantaranya

     pemahaman, penerapan, penguraian, memadukan dan penilaian yang menjadi satu

    kesatuan dalam ranah kognitif ini. Dalam ranah kognitif penilaian merupakan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    26/44

    sesuatu yang mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah,

     baik-buruk, atau bermanfaat tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu

     baik kualitatif maupun kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang

    digunakan, yaitu :

    a) Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan

    memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur

    yang ada di dalam objek yang diamati.

     b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan

    kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati, misalnya :

    kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan

     pemakai.

    b. Ranah Afektif 

    Ranah afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti

     perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Dalam hal ini

    sikap memegang peranan yang cukup berarti, sikap merupakan reaksi seseorang

    yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek serta sikap itu dapat

    langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

    tertutup. Menurut Campbell (di dalam Notoatmodjo, 2003) sikap dikatakan

    sebagai respon dan respon hanya akan timbul jika individu dihadapkan pada suatu

    stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon yang dinyatakan

    sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberikan

    nilai dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, suka atau tidak suka,

    setuju atau tidak setuju yang nantinya sebagai potensi terhadap objek sikap.

    c. Ranah Psikomotor

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    27/44

    Ranah psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek

    keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular 

     system) dan fungsi psikis. Dalam ranah ini perilaku seseorang tidak hanya dalam

     bentuk tindakan yang dapat dilihat secara langsung tetapi bentuk-bentuk perilaku

    yang berupa pertanyaan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.

    Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

    wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari

    atau bulan yang lalu (recall ). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

    yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

    C. Konsep Posyandu Lansia.

    1. Definisi Posyandu Lansia

    Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di

    suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat

    dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu Lansia merupakan

     pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia

    yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta

     para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam

     penyelenggaraannya. Menurut Depkes RI (2008) Posyandu Lansia dengan berbagai

     programnya yang mulia tersebut sudah seharusnya banyak memberikan manfaat bagi

     para orang tua di wilayahnya namun data menunjukkan bahwa pemanfaatan posyandu

    lansia sangat rendah, hanya sekitar 22,6% saja.

    2. Tujuan Posyandu Lansia

    Tujuan pembentukan Posyandu Lansia secara garis besar antara lain :

    a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga

    terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    28/44

     b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta

    dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara

    masyarakat usia lanjut.

    3. Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia.

    Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada

    mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun

    kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan Posyandu Lansia sistem 5 meja

    seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja,

    dengan kegiatan sebagai berikut :

    a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau

    tinggi badan.

     b. Meja II : melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh

    (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga

    dilakukan di meja II ini.

    c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa

    dilakukan pelayanan pojok gizi.

    4. Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia

    Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik

    dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS)

    untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman

    masalah kesehatan yang dihadapi.

    Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia

    :

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    29/44

    a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam

    kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat

    tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

     b. Pemeriksaan status mental.

    c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

     badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).

    d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

     penghitungan denyut nadi selama satu menit.

    e. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan

    kelainan.

    f. Penyuluhan kesehatan.

    Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti

    Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan

    gizi lanjut usia serta kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai

    untuk meningkatkan kebugaran. Selain itu untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di

    Posyandu Lansia dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan

    (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan

    kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi

    meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS)

    lansia.

    5. Manfaat Pelaksanaan Posyandu Lansia

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    30/44

    a. Kepedulian pemerintah kepada para lansia terutama masalah kesehatannya. Disini

    lansia dapat berpikir bahwa walaupun usia mereka tidak produktif namun dengan

     peran aktif dalam pengembangan Posyandu Lansia para lansia secara psikologis

    merasa terhibur dan dipedulikan keberadaannya.

     b. Sebagai tempat nostalgia lansia saat diadakan Posyandu Lansia. Dengan adanya

    Posyandu Lansia, para lansia yang berkumpul merasa terhibur bersama teman-

    teman sebayanya dan berbagi cerita nostalgia masa lalu.

    c. Pelayanan bagi para lanjut usia yang tergolong miskin diupayakan untuk dapat

    diberikan secara gratis melalui prosedur yang berlaku.

    6. Kendala Pada Posyandu Lansia.

    a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.

    Pengetahuan lansia akan manfaat Posyandu ini dapat diperoleh dari

     pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan

    Posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup

    sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada

    mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang

    menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi

    mereka untuk selalu mengikuti kegiatan Posyandu Lansia.

    b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau.

    Jarak adalah jarak anatara rumah tempat tinggal dan tempat layanan kesehatan

    (dalam Km) dan biaya transport adalah biaya yang dikeluarkan dari rumah menuju

    ke fasilitas pelayanan kesehatan (dalam rupiah).

    Jarak Posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau

    Posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena

     penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    31/44

    lokasi Posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi

    lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi

    Posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius,

    maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti

    kegiatan Posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal

    dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri Posyandu Lansia.

    c. Dukungan keluarga yang kurang.

    Menurut Gottlieb (1983) dukungan sebagai informasi verbal atau non-verbal,

    saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang

    akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran

    dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada

    tingkahlaku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason

    (1983) yang mengatakan bahwa dukungan adalah keberadaan, kesediaan,

    kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi

    kita.

    Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan

    lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu Lansia. Keluarga bisa menjadi

    motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi

    atau mengantar lansia ke Posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal

    Posyandu dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.

    Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan

     pemberian informasi.

    d. Sikap kader Posyandu Lansia.

    Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku,

    tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    32/44

    situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimuli sosial

    yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994) sikap adalah

     pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap

    obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap

    tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan,

    lembaga, norma dan lain-lain.

    Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap kader merupakan dasar atas

    kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap

    yang baik tersebut lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan

    yang diadakan di Posyandu Lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang

    adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan

    merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu

    apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu

    respons.

    e. Pihak pemerintah / Institusi.

    Permasalahan yang ada biasanya adalah belum dijadikannya program ini

    sebagai program unggulan sehingga di dalam satu wilayah kecamatan hanya

    terbentuk 1 atau 2 Posyandu Lansia ” percobaan ” saja.

    f. Keterampilan kader Posyandu lansia

    Keterampilan merupakan rancang dari suatu proses komunikasi belajar untuk

    mengubah perilaku menjadi cekat, cepat dan tepat melalui pembelajaran. Perilaku

    terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di masyarakat. Melihat

    uraian tersebut, secara substansi bidang keterampilan berasal dari kecakapan

    dalam melaksanakan, mengolah dan menciptakan dengan dasar kinerja

     psychomotoric-skill .

    Sebagai kader Posyandu lansia harus mempunyai kemampuan yang baik.

    Dalam hal ini kemampuan dalam pengisian KMS dengan benar, menimbang berat

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    33/44

     badan dengan benar, mengukur tinggi badan dengan benar, mampu melakukan

    tensi darah dengan akurat dan mampu dalam menggunakan peralatan laboratorium

    sederhana. Bila kader Posyandu lansia tidak terampil dalam melakukan

    keterampilan pemeriksaan tersebut, maka dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu

    Lansia akan berdampak pada tingkat kepercayaan lansia terhadap keterampilan

    yang dimiliki kader Posyandu lansia, hal ini akan menjadi faktor penghambat

    keinginan/motivasi lansia untuk berkunjung ke Posyandu lansia, sehingga perlu

    ditingkatkan lagi keterampilan setiap kader dengan mengikuti pelatihan-pelatihan

    yang dikhususkan bagi kader Posyandu Lansia.

    g. Sarana dan prasarana

    Menurut Sujanto (1977) sarana prasarana dapat diartikan sebagai suatu

    aktifitas maupun materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau

    kelompok di dalam suatu lingkungan kehidupan. Sarana prasarana dapat dibagi

    menjadi dua kategori yaitu sarana prasarana sosial dan sarana prasarana fisik.

    Sarana prasarana sosial adalah aktifitas/materi yang dapat melayani kebutuhan

    masyarakat akan kebutuhan yang dapat memberi kepuasaan mental dan spiritual,

    contohnya : fasilitas kesehatan, pengajian, olahraga, rekreasi dan lain-lain. Sarana

     prasarana fisik ada aktifitas/materi yang dapat melayani kebutuhan masyarakat

    akan kebutuhan fisik, contohnya adalah sanitasi lingkungan, fasilitas jalanan,

    fasilitas tempat kesehatan dan lain-lain.

    Semua yang telah dibahas diatas berhubungan dengan sarana prasarana

    fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yaitu Posyandu Lansia. Sarana

     prasarana yang tidak mencukupi memungkinkan kegiatan tidak bisa berjalan

    secara optimal sebaliknya bila sarana prasarana yang di miliki Posyandu lansia

    mencukupi akan menjadi daya tarik untuk menarik minat lansia berkunjung ke

    Posyandu Lansia dan dengan sendirinya jumlah kunjungan lansia ke posyandu

    lansia menjadi meningkat.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    34/44

    Adanya kendala diatas akan berdampak pada lansia, masalah yang dapat timbul

    diantaranya : kesehatan lansia tidak terpantau dengan baik, menurunnya jumlah

    kunjungan lansia ke Posyandu Lansia dan angka kesakitan pada lansia meningkat. Hal

    ini bisa saja berpengaruh pada menurunnya angka usia harapan hidup sehingga untuk

    mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa

    depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

    menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, merata, serta memiliki derajat

    kesehatan yang setinggi tingginya tidak tercapai dengan maksimal.

    7. Bentuk Kegiatan dan Pelaksanaan Posyandu Lansia di RW 05 Pangkalan Jati

    Baru Depok .

    Posyandu lansia di RW 05 Kelurahan Pangkalan Jati Baru Depok ini berdiri pada

    awal Januari tahun 2008. Pada tahun 2009 jumlah sasaran lansia yang terdata

    sebanyak 285 orang lansia, yang terdiri dari 29 orang lansia berusia diatas 65 tahun,

    77 orang lansia berusia 55-65 tahun, 163 orang lansia berusia antara 45-55 tahun dan

    lansia yang meninggal sepanjang tahun 2009 sebanyak 16 orang lansia. Sejak pertama

     berdiri jumlah kunjungan lansia ke Posyandu Lansia cenderung mengalami

     penurunan. Data ini dapat dilihat dari 6 bulan pertama Posyandu Lansia ini berdiri

    dimana pada bulan Januari 2008 jumlah kunjungan sebanyak 53 orang, bulan Februari

    2008 sebanyak 54 orang, bulan Maret 2008 sebanyak 47 orang, bulan April 2008

    sebanyak 47 orang, bulan Mei 2008 sebanyak 35 orang dan pada bulan juni 2008

    sedikit meningkat sebanyak 46 orang. Adapun jarak Puskesmas dengan wilayah

    Pangkalan Jati Baru cukup jauh ± 5 kilometer. Posyandu lansia ini mempunyai 10

    orang kader yang berasal dari ibu-ibu PKK, dimana kegiatan Posyandu Lansia

    dilakukan sebulan sekali yang bertempat di salah satu rumah warga. Dalam

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    35/44

     pelaksanaannya Posyandu Lansia ini menggunakan sistem 3 meja, pada meja I

    (bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah pendaftaran, timbang badan, ukur

    tinggi badan dan tensi darah), meja II (bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan

    adalah pencatatan di buku kehadiran dan pengisian KMS) dan meja III (bentuk

    kegiatan pelayanan yang dilakukan adalah konseling dan pemeriksaan lab sederhana)

    di tambah dengan pemberian makanan tambahan (misalnya : bubur kacang hijau, dll).

    Pelaksanaan Posyandu Lansia dimulai pada pukul 9 pagi sampai selesai.

    Terkadang dalam penyelenggarannya kader-kader Posyandu Lansia di dampingi oleh

     petugas kesehatan dari Puskesmas. Lansia yang memeriksakan kesehatannya ke

    Posyandu Lansia hanya di kenakan administrasi sebesar Rp. 1000,- akan tetapi bila

    lansia yang tidak mampu tidak perlu membayar administrasi tersebut, sedangkan

    untuk pemeriksaaan laboratorium sederhana (gula darah, kolesterol dan asam urat)

    dikenakan biaya yang cukup terjangkau bagi lansia.

    Adapun sarana dan prasarana yang di punyai Posyandu Lansia di RW 05 ini

    adalah kartu KMS untuk setiap lansia yang memeriksakan kesehatannya, timbangan

    injak, tensi darah, stetoskop, alat laboratorium sederhana, pengukur tinggi badan,

     buku catatan kehadiran (registrasi), meja pemeriksaan, kursi untuk lansia menunggu

     pemeriksaan, papan informasi, peta wilayah, struktur organisasi, kamar mandi dan

    lain-lain.

    D. Penelitian Terkait

    a. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh

    Suwarsono (2003) tentang “Perilaku Lansia Dalam Kepesertaan Posyandu Lansia

    Didusun Klowok Lor Desa Kempoko Kecamatan Kranggan Kabupaten

    Temanggung“. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa Dusun Klowok Lor, secara

    demografis mempunyai penduduk yang terdiri atas 142 kepala keluarga, dengan

     jumlah penduduk 588 jiwa, dan dari jumlah tersebut 72 orang adalah penduduk lansia,

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    36/44

    dimana mereka sebagai anggota dan pengguna Posyandu lansia yang berada didusun

    tersebut. Adapun data demografinya sebagai berikut : sebagian besar responden

     berusia diatas 60 tahun (60.6%), responden dengan pendidikan rendah sebanyak 43

    responden (52.3%), jenis kelamin wanita sebanyak 48 responden (57.5%). Kondisi

    kesehatan lansia rata-rata kurang baik, yaitu 33 orang (45,83%) mengalami gangguan

    kesehatannya (penyakit Degeratif). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih

    dalam mengenai perilaku lansia dalam pelaksanaan Posyandu lansia di dusun Klowok

    Lor desa Kemploko Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung tahun 2003. Jenis

     penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan datanya menggunakan

    teknik : Observasi,  Indepth Interview dan  Focus Group Discussion (FGD) serta

    dianalisis dengan menggunakan "Contents Analisis" . Hasil penelitian menunjukkan

     perilaku manusia dalam pelaksanaan Posyandu Lansia didusun Klowok Lor belum

     berjalan sesuai "Sistim lima meja", kegiatan Posyandu Lansia lebih banyak sebagai

    "Pos Pengobatan" karena keterbatasan sarana dan prasarana terutama fasilitas untuk

    laboratorium sederhana dan belum adanya petugas laboratorium serta belum

    terampilnya kader yang ada. Hal ini disebabkan ketidaktahuan lansia sebagai

     pengguna tentang fungsi dan program Posyandu yang tidak hanya sekedar sebagai pos

     pengobatan. Posyandu dilaksanakan sebulan dua kali, yaitu setiap hari senin dan rabu

     pada minggu ke empat. Mengenai kehadiran, keaktifan, keikutsertaan dan motifasi

    lansia untuk datang ke Posyandu sudah dapat dikatakan baik hal ini diketahui setiap

    ada pelaksanaan Posyandu banyak lansia yang hadir yaitu rata-rata 66%. Namun

    masih ada beberapa lansia, yaitu 5-15 orang (34%) sebagai pengguna Posyandu yang

     belum secara teratur aktif datang ke Posyandu, dimana hal ini disebabkan karena

    sering lupa jadwal bila ada pelaksanaan Posyandu setiap bulannya dan adanya

    kesibukan bekerja diladang atau disawah. Lansia sebagai pengguna Posyandu merasa

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    37/44

    sangat membutuhkan keberadaan Posyandu karena pelayanan di Posyandu dirasa

    sangat murah dan menolong bagi golongan ekonomi menengah ke bawah, hal ini juga

    mendapat dukungan dari keluarga, kader kesehatan dan tokoh masyarakat setempat.

    Adapun dukungan dari tokoh masyarakat hanya sebatas menjalankan dukungan moril

    dan memberikan motivasi agar lansia tetap aktif untuk datang ke Posyandu Lansia.

    Tetapi mereka tetap menginginkan Posyandu untuk ditinggatkan lebih maju.

    Pembinaan Posyandu selama ini dari UPKM/CD RSK "Ngestiwaluyo" Parakan,

    sedangkan puskesmas hanya memantau dari laporan kegiatan Posyandu setiap tiga

     bulan sekali dari Ketua Badan Penyelenggara Pengembangan Masyarakat (BPPM)

    dusun Klowok Lor. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki permasalahan

    tersebut adalah dengan memberikan masukan pada dinas kesehatan dan pemerintah

    daerah serta pelaksana proyek UPKM/CD RSK "Ngestiwaluyo" Parakan untuk

    memberikan pelatihan dan pembinaan kader kesehatan lansia serta memberikan

     pembinaan kesehatan pada lansia melalui penyuluhan kesehatan lansia dengan tujuan

    mempunyai Stategic exist  dan Posyandu Lansia menjadi mandiri dengan program-

     program yang lebih kearah kontinuitas.

     b. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Putri

    (2008) tentang Aplikasi teori snehandu b. Karr (perilaku) terhadap keaktifan

    kunjungan lansia ke Posyandu Lansia Studi di 5 Posyandu Lansia Puskesmas Jagir

    Kota Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan

    sebanyak 49 responden (59.1%), dengan pendidikan rata-rata SMA sebanyak 35

    responden (40.6%) dan responden yang berkerja sebanyak 38 responden (40%). Saat

    ini permasalahan yang berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu

    harus diperhatikan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia maka semakin

     penting keberadaan Posyandu Lansia untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    38/44

     Niat, dukungan sosial serta kondisi dan situasi dianggap sebagai faktor penentu

     perilaku keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini dilakukan

    untuk mengetahui hubungan antara niat, dukungan sosial serta kondisi dan situasi

    dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini dilaksanakan

    dengan rancangan cross sectional  dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

    Wawancara dilaksanakan pada 80 responden. Subyek diambil dengan metode  simple

    random sampling . Variabel bebas penelitian adalah karakteristik responden, niat,

    dukungan sosial dari kader kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok sebaya, keluarga

    serta kondisi dan situasi. Hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik korelasi chi-

     square untuk mengetahui adanya hubungan antara niat, dukungan sosial dari kader

    kesehatan, tokoh masyarakat, kelompok sebaya, keluarga serta kondisi dan situasi

    dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia. Penelitian ini mendapatkan

    hasil bahwa niat berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia

    (p = 0,000 r = 0,470), dukungan kader kesehatan berhubungan dengan keaktifan

    kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,044 r = 0,244), dukungan tokoh

    masyarakat tidak berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu

    Lansia (p = 0,948), dukungan kelompok sebaya tidak berhubungan dengan keaktifan

    kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,194), dukungan keluarga tidak

     berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu Lansia (p = 0,071),

    serta kondisi dan situasi berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke Posyandu

    Lansia (p = 0,002 r = 0,371). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah niat, dukungan

    kader kesehatan serta kondisi dan situasi berhubungan dengan keaktifan kunjungan

    lansia ke Posyandu Lansia. Sedangkan dukungan dari tokoh masyarakat, kelompok

    sebaya dan keluarga tidak berhubungan dengan keaktifan kunjungan lansia ke

    Posyandu Lansia. Disarankan kepada masyarakat terutama keluarga yang memiliki

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    39/44

    lansia hendaknya memberikan perhatian dan dukungan terhadap aktivitas lansia di

    luar rumah khususnya kegiatan Posyandu Lansia.

    c. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Redjeki

    (2007) tentang “ Perilaku Masyarakat Desa Dalam Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan

    Di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Dalam Kajian Pertukaran Sosial dan

     Health Belief Model (HBM) “. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 85

    responden, data demografi lansia sebagai berikut : kelompok usia yang terbanyak 50 – 

    65 tahun (62.7%), jenis kelamin wanita sebanyak 58 responden (61.3%), laki-laki 27

    responden (38.7%) dengan penghasilan rata-rata perbulan dibawah Rp. 1 juta dan

     pekerjaan yang banyak dilakukan adalah sebagai petani. berdasarkan kesimpulan

     penelitian ini adalah perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan

    ditunjukkan dengan adanya variasi perilaku. Tidak ada pemanfaatan fasilitas

    kesehatan sendiri saja, medis saja atau non medis saja dalam upaya penyembuhan

     penderita. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan ditunjukkan

    dengan perilaku berganti atau meneruskan menggunakan lebih dari satu fasilitas.

    Fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan pertama kali pada umumnya dilakukan secara

    sendiri lebih dahulu. Ada total 85.6% masyarakat berperilaku memanfaatkan fasilitas

    kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku non medis. Ada 14.6% masyarakat

     berperilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku

    medis. Dimanfaatkannya fasilitas kesehatan dengan berbagai perilaku menunjukkan

     bahwa pranata sosial kesehatan tersebut masih memberikan fungsi dalam memenuhi

    kebutuhan sistem sosial dalam hal penyembuhan penyakit. Dimanfaatkannya fasilitas

    kesehatan dengan perilaku lebih dari satu menunjukkan terjadinya interaksi peran

    (konsep pertukaran sosial) untuk mencapai tujuan mendapatkan kesembuhan bagi

     penderita dengan berbagai macam sarana yang dipilih. Ada hubungan yang nyata

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    40/44

    antara kondisi ekonomi keluarga, sikap keluarga terhadap pemeliharaan kesehatan,

    kekhawatiran terhadap penyakit, dukungan lingkungan sosial dan umur penderita

    dengan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan. Tetapi tidak ada hubungan nyata

    antara pendidikan kepala keluarga, jenis kelamin penderita , jenis penyakit penderita

    dan kondisi daya tahan tubuh penderita dengan perilaku pemanfaatan fasilitas

    kesehatan. Dalam hal penentuan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan, sebagian

    dari aspek keluarga cenderung mendominasi jika dibandingkan dengan aspek

    karakteristik individu penderita. Hal ini menunjukkan peran keluarga terutama dalam

    “kondisi beresiko” memberikan perlindungan dan upaya penyembuhan bagi anggota

    keluarganya.

    d. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh

    Rusdiyanto (2007) tentang “Hubungan Antara Pengetahuan Lansia Tentang Posyandu

    Lansia Dengan Frekuensi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia Di Wilayah Kerja

    Puskesmas Kemusu Ii Kabupaten Boyolali Tahun 2007“. Hasil penelitian didapat data

     bahwa distribusi responden berdasarkan usia > 65 tahun 50%, jenis kelamin

     perempuan 75 %, pendidikan SD & SMP 53 %. Pengetahuan lansia tentang posyandu

    lansia yang rendah (skor 1–3) sebanyak 5 responden (6,8%), lansia yang

     berpengetahuan sedang (skor 4–7) sebanyak 33 responden (44,6%), dan lansia yang

     berpengetahuan tinggi (skor 8–10 kali) sebanyak 36 responden (48,6 %). Frekuensi

    kunjungan dari 74 responden sebanyak 52,7 % dikategorikan kadang–kadang (2–4

    kali), tidak pernah (0–1 kali) sebanyak 9 responden (12,2%) dan selalu (5–6 kali)

    sebanyak 26 responden (35,2 %). Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat

    hubungan antara pengetahuan lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi

    kunjungan lansia ke posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Kemusu II

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    41/44

    Kabupaten Boyolali yang ditunjukkan dengan hasil analisis korelasi Spearman Rank

    sebesar 0,393 dan p-value sebesar 0,001.

    e. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh

    Rochmadhona (2007) tentang “Gambaran Tingkat Perkembangan Posyandu Dan

    Faktor Yang Terkait Dengan Perkembangan Posyandu Di Kecamatan Geneng

    Kabupaten Ngawi ”. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa tingkat perkembangan

    Posyandu di bagi menjadi empat, yaitu Posyandu Pertama, Posyandu Madya,

    Posyandu Purnama dan Posyandu Madiri. Sedangkan faktor yang terkait dengan

     perkembangan posyandu tersebut meliputi dukungan pembina, keaktifan kader,

    fasilitas Posyandu dan peran serta pengguna. Diharapkan untuk akhir 2010 bisa

    mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk Posyandu Madiri sebanyak

    40 %. Hasil penilaian Posyandu di Kecamatan Geneng pada tahun 2006 diperoleh

    hasil bahwa sebagian besar merupakan Posyandu Madya dan belum ada Posyandu

    Lansia yang bisa mencapai tingkat mandiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

    gambaran tingkat perkembangan Posyandu dan faktor yang terkait dengan

     perkembangan Posyandu di Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Jenis penelitian

    adalah penelitian diskriptif, populasi Posyandu sebanyak 70 sebagai jenis total

     populasi, sedangkan populasi untuk kader Posyandu aktif sebanyak 158 diambil dari

    sampel dengan cara simple random sampling data yang diperoleh selanjutnya diolah

    dalam bentuk presentase. Hasil penelitian dari tingkat perkembangan Posyandu

    didapatkan Posyandu Pertama sebanyak 10 %, Posyandu Madya sebanyak 68,57%,

    Posyandu Purnama sebanyak 21,43%, dan Posyandu mandiri 0 %. Hasil penelitian

    faktor yang terkait dengan perkembangan Posyandu didapatkan dukungan pembina

    sebagian kader cukup, keaktifan kader sebagian besar baik, fasilitas Posyandu

    sebagian besar cukup dan peran serta pengguna sebagian besar cukup. Diharapkan

    untuk meningkatkan perkembangan Posyandu dilakukan perbaikan pada proses input 

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    42/44

    dan proses output . Pembina Posyandu dilakukan pembagian tugas, untuk kader perlu

    dipertahankan dan lebih ditingkatkan lagi keaktifannya. Posyandu diberikan biaya

    operasional untuk melengkapi sarana dan prasarana Posyandu, serta diadakan

     penggerakan peran serta masyarakat untuk ikut berperan serta dalam kegiatan

    Posyandu.

    f. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh

    Kuswardani (2009) tentang “Gambaran Peranan Keluarga Terhadap Perilaku Hidup

    Sehat Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan

    Petisah. ”. Dari hasil penelitian di dapat data bahwa populasi penelitian adalah seluruh

    keluarga yang mempunyai lansia berumur 60 tahun keatas dan sampel sebanyak 106

    yang diambil secara Simple Random Sampling . Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    dari 106 keluarga lansia, sebesar 95,3% keluarga berperan baik dalam pemenuhan

     perawatan diri lansia, sebesar 70,8% keluarga berperan baik dalam pemenuhan

    kebutuhan nutrisi lansia, sebesar 55,7% keluarga berperan baik dalam upaya

     pemeliharaan kesehatan lansia, sebesar 89,6% keluarga berperan baik dalam

     pencegahan potensi terjadinya kecelakaan dan sebesar 75,5% keluarga berperan baik

    dalam pencegahan menarik diri dari lingkungan oleh lansia. Pada variabel perilaku

    lansia diketahui 93,4% lansia berperilaku baik dalam upaya perawatan diri, 92,5%

    lansia berperilaku baik dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, 76,4% lansia berperilaku

     baik dalam pemeliharaan kesehatan, 65,1% lansia berperilaku kurang baik dalam

     pencegahan potensi terjadinya kecelakaan dan 67,9% lansia berperilaku baik dalam

     pencegahan menarik diri dari lingkungan. Dari hasil penelitian diharapkan adanya

     peningkatan penyuluhan kesehatan lansia dan keluarga lansia serta mengadakan

    kegiatan konselling yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi lansia.

    g. Penelitian terkait yang peneliti temukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Suwarti

    (2006) dengan judul penelitian “Model Posyandu Berdasarkan Analisis Penilaian,

    Kcbutuhan dan Harapan Masyarakat Sesuai dengan Kemampuan Provider di

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    43/44

    Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    masyarakat menilai aktivitas posyandu secara keseluruhan sudah cukup baik, bahkan

    44,8% responden setuju adanya tarif dalam pelayanan posyandu, yang wajar antara

    Rp500,- s.d. Rp2.500,. Namun penilaian terhadap kinerja petugas dan kader, sebanyak

    21,9% responden menyatakan kurang baik. Ternyata masyarakat masih membutuhkan

     posyandu dengan berbagai kegiatannya, bahkan 93,7% responden membutuhkan

    adanya obat-obatan sederhana untuk pertolongan emergency. Surat keterangan

     pengiriman kasus (29,2%) dan kunjungan rumah oleh kader (39,2%) kurang

    dibutuhkan. Keberadaan posyandu masih diharapkan oleh masyarakat. Masyarakat

     berharap yang memberikan pelayanan di posyandu adalah dokter (95,9%);

     penyuluhan di posyandu dilakukan dengan demonstrasi (90,6%); di posyandu tersedia

    obat-obatan sederhana untuk emergency (96,9%); buka sebulan I (satu) kali dengan

    lokasi yang tetap. Masyarakat tidak mengharapkan jadwal buka posyandu terlalu

    sering (91,7%). Pengetahuan petugas Puskesmas sebagai provider (40%) masih

    kurang dalam hal membuat perencanaan kegiatan, pencatatan pelaporan dan evaluasi

    kegiatan posyandu, keterampilan provider (20%) masih kurang dalam hal mengisi

    Kartu Menuju Sehat dan pencatatan pelaporan. Kader posyandu masih memerlukan

    tambahan pengetahuan dan keterampilan. Penelitian ini menghasilkan model

     posyandu yang ada pada saat ini, yang berfungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan

    masyarakat di bawah koordinasi puskesmas, dengan beberapa modifikasi , dan dapat

    dijalankan apabila : Puskesmas maupun masyarakat mempunyai respektifitas tinggi

    terhadap keberadaan posyandu. SDM untuk Posyandu tidak harus dokter, cukup kader

    yang profesional dengan diberikan bekal tambahan manajemen posyandu dan

     pengelolaan obat secara sederhana serta ada tenaga kesehatan. Dana operasional dari

    masyarakat dan obat dari puskesmas yang dikelola kader. Jenis pelayanan disesuaikan

    dengan kebutuhan dan harapan masyarakat yaitu tanpa KB, KIA dan rujukan kasus

    serta kunjungan kader dilakukan hanya untuk kasus tertentu. Perlu diadakan pelatihan

  • 8/18/2019 Unlock Bab2 2

    44/44

     berkala guna meningkatkan kemampuan kader dan petugas. Pemberian reward kepada

    kader diharapkan dapat memacu aktifitas kader.


Recommended