WARNA SEBAGAI PENGUAT SETTING FILM
ABRACADABRA
TUGAS AKHIR SKRIPSI
OLEH
MUHAMMAD RIZAL
NIM. 14148112
PROGRAM STUDI FILM DAN TELEVISI
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA
2021
i
WARNA SEBAGAI PENGUAT SETTING FILM
ABRACADABRA
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan
mencapai derajat Sarjana Strata 1 (S-1)
Program Studi Film dan Televisi
Jurusan Seni Media Rekam
OLEH
MUHAMMAD RIZAL
NIM. 14148112
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA
2021
ii
PENGESAHAN
TUGAS AKHIR SKRIPSI
WARNA SEBAGAI PENGUAT SETTING FILM
ABRACADABRA
Oleh
MUHAMMAD RIZAL
NIM 14148112
Telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Pada tanggal 10 Februari 2021
Tim Penguji
Ketua Penguji : Nur Rahmat Ardi Candra Dwi Atmaja, MSn. .…..............
Penguji Bidang : Ranang Agung Sugihartono, S.Pd., M.Sn. ...................
Pembimbing : I Putu Suhada Agung, S.T., M.Eng. ...................
Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Institut Seni
Indonesia Surakarta
Surakarta, 10 Februari 2021
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain
Joko Budiwiyanto, S.Sn., M.A.
NIP. 197207082003121001
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Rizal
NIM : 14148112
Prodi : Film dan Televisi
Menyatakan bahwa laporan Tugas Akhir Skripsi berjudul WARNA SEBAGAI
PENGUAT SETTING FILM ABRACADABRA adalah karya saya sendiri dan
bukan jiplakan atau plagiarism dari karya orang lain. Apabila di kemudian hari,
terbukti sebagai hasil jiplakan atau plagiarism, maka saya bersedia mendapatkan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, saya menyetujui laporan Tugas Akhir ini dipublikasikan secara online
dan cetak oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dengan tetap memperhatikan
etika penulisan karya ilmiah untuk keperluan akademis.
Demikian, surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta, 10 Februari 2021
Yang menyatakan
Muhammad Rizal
NIM.14148112
iv
MOTTO
MOTTO
Creativity Takes Courage
- Henri Matisse
v
PERSEMBAHAN
PERSEMBAHAN
Untuk calon keluargaku tersayang dan
semua yang akan membaca skripsi ini
vi
ABSTRAK
“WARNA SEBAGAI PENGUAT SETTING FILM ABRACADABRA”.
(Muhammad Rizal, 2021) Skripsi Program Studi Film dan Televisi, Jurusan
Seni Media Rekam, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia
Surakarta.
Film Abracadabra merupakan film yang dirilis pada tahun 2020. Film yang
disutradarai oleh Faozan Rizal ini bercerita tentang pesulap yang menghilangkan
seorang anak di dalam kotak. Film Abracadabra ini menggunakan warna yang
tidak konvensional. Hal tersebut yang menarik peneliti untuk mengkaji film
Abracadabra melalui aspek warna, khususnya pada setting. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan warna dalam setting pada film. Penelitian yang memiliki
objek kajian film Abracadabra ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Penelitian ini menggunakan kajian teori warna dan setting. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan observasi, wawancara, studi pustaka, dan dengan teknik
analisis data model interaktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna
merupakan proses kreatif dan teknis yang memiliki peran yang sama pentingnya
dengan narasi, adegan, dan shot. Warna pada setting film Abracadabra dapat
menunjukkan ruang dan waktu, status sosial, suasana (mood), dan mendukung
aksi. Warna dalam film Abracadabra disesuaikan dengan adegan dan berfungsi
memperkuat setting.
Kata kunci: warna, setting, Abracadabra, dan film.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya proses Tugas
Akhir Skripsi, berjudul Warna sebagai Penguat Setting Film Abracadabra.
Kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar
tanpa dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. I Putu Suhada Agung, S.T., M.Eng., selaku dosen Pembimbing Akademik
dan dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah memberikan
banyak arahan dan masukan hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Ranang Agung Sugihartono, S.Pd., M.Sn., selaku Penguji Bidang Tugas
Akhir Skripsi yang telah memberikan pengarahan, masukan, dan saran
pada ujian kelayakan maupun pendadaran.
3. Nur Rahmat Ardi Candra Dwi Atmaja, M.Sn., selaku Ketua Penguji Tugas
Akhir Skripsi yang telah memberikan, masukan, pengarahan dan motivasi
dalam pendadaran hingga memberikan hasil yang optimal.
4. Faozan Rizal, selaku sutradara sekaligus narasumber yang
memperbolehkan menggunakan filmnya sebagai objek penelitian,
sehingga dapat tersusun karya ilmiah ini.
5. Nurhayati dan Zaenal Arifin, ibu dan wali yang tak pernah berhenti
memberi dukungan dan motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Kinanti Wilujeng yang selalu memberikan dorongan serta motivasi hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
7. Teman-teman angkatan 2014 Program Studi Film dan Televisi.
8. Terima kasih kepada Mika Haryani, S.Pd, selaku Tenaga Administrasi
Akademik Jurusan Seni Media Rekam yang membantu dalam dokumen
tugas akhir hingga selesai.
9. Terima kasih kepada Pustakawan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI
Surakarta sehingga saya bisa melakukan penelitian dengan acuan dari
perpustakaan.
10. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Tugas akhir ini jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik diperlukan
untuk menjadikan laporan ini lebih baik. Mohon maaf jika ada salah kata dan
penulisan, semoga laporan ini bermanfaat bagi pembacanya.
Surakarta, 10 Februari 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ...................................................................................................... ii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................. iv
PERSEMBAHAN ................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................. 4
D. Manfaat............................................................................................................... 4
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 4
F. Kerangka Konseptual .......................................................................................... 7
1. Mise-En-scene ......................................................................................... 7
2. Setting .................................................................................................... 10
3. Warna .................................................................................................... 11
4. Pallet Warna.......................................................................................... 14
5. Color Grading ....................................................................................... 20
6. Cerita dan Plot ....................................................................................... 20
7. Struktur Tiga Babak .............................................................................. 20
G. Metode Penelitian ............................................................................................. 23
1. Jenis Penelitian ...................................................................................... 23
2. Objek Penelitian .................................................................................... 23
x
3. Data dan Sumber Data .......................................................................... 23
4. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 24
5. Analisis Data ......................................................................................... 26
H. Sistematika Penulisan Laporan ........................................................................ 28
BAB II FILM ABRACADABRA
A. Spesifikasi Film Abracadabra ......................................................................... 29
1. Deskripsi Film ....................................................................................... 29
2. Sinopsis Film ......................................................................................... 30
B. Kredit Film ....................................................................................................... 31
1. Pemeran ................................................................................................. 31
2. Kru ........................................................................................................ 32
C. Identifikasi Setting Film Abracadabra ............................................................. 33
1. Identifikasi Babak Film Abracadabra .................................................. 34
2. Setting Film Abracadabra ..................................................................... 37
BAB III WARNA PADA SETTING FILM ABRACADABRA .............................. 46
A. Warna Menunjukkan Waktu ............................................................................ 46
1. Kantor Polisi (Babak Pertama).............................................................. 47
2. Rumah Ashima (Babak Pertama) .......................................................... 50
B. Warna sebagai Penunjuk Status Sosial ............................................................. 53
1. Panggung Pertunjukan (Babak Pertama) .............................................. 54
2. Institute Magician (Babak Kedua) ........................................................ 55
C. Warna Membangun Mood ................................................................................ 56
1. Panggung Pertunjukan (Babak Pertama) .............................................. 57
2. Rumah Lukman (Babak Kedua)............................................................ 60
xi
D. Warna sebagai Simbol ...................................................................................... 63
1. Kantor Polisi (Babak Pertama).............................................................. 64
E. Warna sebagai Pendukung Aksi ....................................................................... 66
1. Setting Stonehenge dan Air Terjun (Babak Kedua) .............................. 67
2. Hutan (Babak Kedua) ............................................................................ 68
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 72
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 75
LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Film Intolerance (1916) ...................................................................... 12
Gambar 2. Film Haxan (1922) .............................................................................. 13
Gambar 3. Film Greed (1924) ............................................................................... 14
Gambar 4. HSV Image Color ............................................................................... 14
Gambar 5. Alur pikir ............................................................................................. 22
Gambar 6. Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman..................................... 26
Gambar 7. Poster film Abracadabra ..................................................................... 29
Gambar 8. Panggung pertunjukan ......................................................................... 37
Gambar 9. Kantor Polisi ........................................................................................ 38
Gambar 10. Rumah Ashima .................................................................................. 39
Gambar 11. Rumah Lukman ................................................................................. 40
Gambar 12. Bukit batu .......................................................................................... 41
Gambar 13. Hutan ................................................................................................. 41
Gambar 14. Air terjun ........................................................................................... 43
Gambar 15. Sungai ................................................................................................ 44
Gambar 16. Pantai ................................................................................................. 45
Gambar 17. Rangkaian shot cerita antara Barnas dan Komisioner Polisi............. 47
Gambar 18. Kantor Polisi tempat Barnas bercerita ............................................... 48
Gambar 19. Barnas dan Lukito (flashback) .......................................................... 49
Gambar 20. Rangkaian shot kejadian masa lalu ................................................... 50
Gambar 21. Rangkaian shot cerita Lukman dan Ashima ...................................... 50
Gambar 22. Setting rumah Ashima saat bercerita kepada Lukman ...................... 51
xiii
Gambar 23. Rangkaian shot cerita masa lalu Lukito ............................................ 52
Gambar 24. Panggung pertunjukan ....................................................................... 54
Gambar 25. Jamuan makan para pesulap .............................................................. 55
Gambar 26. Panggung sulap ................................................................................. 57
Gambar 27. Panggung sulap 2 .............................................................................. 58
Gambar 28. Panggung sulap 3 .............................................................................. 59
Gambar 29. Lukman membuka kotak ................................................................... 60
Gambar 30. Penari Sofnila muncul dari kotak ...................................................... 61
Gambar 31. Sofnila sedang duduk ........................................................................ 62
Gambar 32. Sofnila masuk keruangan .................................................................. 63
Gambar 33. Kantor Polisi ...................................................................................... 64
Gambar 34. Kantor Polisi 2 ................................................................................... 65
Gambar 35. Setting dalam film dan realita............................................................ 67
Gambar 36. Setting jingga hutan ........................................................................... 68
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nama-nama pemain film Abracadabra .................................................. 31
Tabel 2. Nama-nama kru film Abracadabra ......................................................... 32
Tabel 3. Rangkuman warna pada fungsi setting film Abracadabra ..................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Film fiksi merupakan media hiburan massa yang diberikan kepada
penonton dengan cerita dan teknik audio visualnya. Film pada masa kini hadir
dengan banyaknya ragam cerita dan efek di dalamnya, dari yang bermula hanya
film bisu dan hitam putih, seperti halnya karya Mèliès pada tahun 1902 yang
berjudul Trip to The Moon (Eboch, 2015, p. 17). Berkembang hingga kemudian
menjadi film berwarna. Warna dalam film saat ini merupakan proses kreatif dan
teknis yang memiliki peran sama pentingnya dengan narasi, adegan, dan shot.
Warna menjadi aspek yang sangat diperlukan, dan salah satunya yaitu dalam film
fantasi.
Warna dapat digunakan dalam membangun adegan, untuk menambahkan
nilai dramatisnya. Seperti penggunaan tint dan tone, warna ditentukan oleh
suasana hati atau emosi yang dominan dalam film. Penggunaan warna dalam film
merupakan tujuan estetis untuk memperkuat dramatisasi dalam sebuah cerita. Apa
yang dimaksud adalah saat membangun suasana romantic harus menyesuaikan
warna dalam ceritanya, di dalam adegan berciuman warna merah muda adalah
tone yang sesuai dalam menambahkan dramatis dalam adegannya.
Proses pembuatan film tentu selalu mengikuti perkembangan teknologi
pada eranya. Salah satunya adalah warna dalam film, dimana penggunaan warna
2
sebagai bentuk perayaan telah ditemukannya teknologi baru (Turner, 2002, p. 84).
Selain menunjukkan perkembangan teknologi dalam aspek teknis film, warna juga
memiliki tujuan estetis dan motivasi dalam penggunaanya. Salah satunya untuk
membangun narasi cerita dalam suatu adegan, sehingga pesan dalam film dapat
tersampaikan kepada penonton.
Warna merupakan salah satu elemen sinematik dari film Abracadabra,
warna sendiri merupakan salah satu elemen dari mise-en-scene, warna
berkesinambungan dengan hampir keseluruhan elemen yang ada dalam film,
seperti pencahyaan, kostum, set dekorasi, dan properti (Gibbs, 2002, p. 8).
Mise-en-scene merupakan segala hal yang berada di depan kamera untuk
diambil gambarnya yang telah ditentukan dalam sebuah produksi film (Pratista,
2017, p. 97). Mise en scene memiliki salah satu elemen aktif yang penting, yaitu
setting dan berfungsi memberi informasi tentang lokasi dan waktu dalam
film. Meskipun setting terlihat seperti pendukung cerita semata, namun fungsinya
dapat dieksplorasi secara artistik dengan berbagai aspek. Setting mampu memberi
makna pada naratif. Bagian dari setting, yaitu properti, berperan aktif dalam
akting si karakter (Studio Antelope, 2020). Setting dalam film juga menjadi media
pengaplikasian warna, terutama dalam film Abracadabra warna dalam setting
dihadirkan bervariatif. Warna akan menjadi fokus utama dalam penelitian film
Abracadabra (fourcoloursfilms, 2020).
Film Abracadabra bercerita tentang pementasan terakhir seorang pesulap
bernama Lukman. Nahasnya dalam pementasan terakhirnya Lukman
menghilangkan seorang anak kecil, yang dimasukkan ke dalam kotak. Ini yang
3
membuat sulapnya menjadi gagal. Lukman harus terlibat dengan kepolisian,
karena tuduhan penculikan. Dengan bantuan teman-teman pesulapnya Lukman
pergi mencari tahu tentang misteri kotak tersebut.
Film Abracadabra merupakan karya sutradara Faozan Rizal, dengan
durasi sekitar 96 menit, dan tayang di bioskop pada 9 Januari 2020. Film
Abracadabra sempat tayang perdana dan menjadi film pembuka pada Jogja
Netpac Asian Film Festival ke 14 tahun 2019. Selain itu film tersebut juga
mendapat 3 nominasi pada Film Pilihan Tempo. Film Abracadabra termasuk
dalam film dengan genre komedi dan drama, namun memiliki latar fantasi,
sehingga penyajian visualnya imajinatif yang dapat membuat kagum di setiap
scene. Penggunaan spesial efek hingga tone warna yang tak lazim serta setting
yang disajikan diambil sutradara dari lukisan seperti karya Leonardo Davinci yang
membuat setiap scene unik. Dari Salah satu contohnya adalah setting lokasi kantor
polisi yang didominasi dengan warna merah jambu yang menjadikan kesan unik
dan menonjol, tentu penerapan warna tersebut menegaskan dunia fantasi.
Film Abracadabra menitik beratkan teknis warna pada setting yang tidak
konvensional untuk memperkuat setting dalam setiap scene-nya, serta
menyampaikan pesan dalam film. Dari uraian di atas, maka warna dalam film
Abracadabra memiliki daya tarik untuk diteliti, sehingga dapat diketahui
bagaimana warna memperkuat setting dalam film tersebut.
4
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah
penelitian ini, yaitu bagaimana warna sebagai penguat setting film Abracadabra.
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan warna sebagai
penguat setting pada film abracadabra.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian mengenai warna sebagai penguat setting film
Abracadabra, yaitu:
1. Menjadi bahan rujukan tentang konsep penggunaan warna pada setting film,
bagi penelitian selanjutnya dengan pendekatan dan konsep-konsep yang masih
terkait.
2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai aplikasi warna dalam film,
sehingga pembaca atau penonton film dapat meningkatkan respon dan
perhatiannya terhadap pengaplikasian warna dalam film.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu tentang warna dalam film digunakan oleh penulis
sebagai acuan untuk mengetahui objek penelitian, teori, dan metode penelitian
yang digunakan agar objek dan teori yang digunakan berbeda. Hal ini bertujuan
5
untuk menghindari plagiarisme dan memastikan bahwa penelitian ini belum
pernah dilakukan sebelumnya. Adapun informasi penelitian terdahulu yang
dikutip ialah (1) info data peneliti. (2) tujuan, teori, metode dan hasil penelitian,
(3) persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis.
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang
dilakukan.
Penelitian Saga Tanjung Ilham dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta
dalam tugas akhirnya yang berjudul Implementasi Warna Tata Artistik sebagai
Pendukung Karakter Tokoh pada Film Fiksi ‘Dalam Bis’, pada tahun 2017. Tugas
akhir ini membahas tentang implementasi warna tata artistik film yang meliputi,
properti, kostum, setting, dan set dressing. Hal ini bertujuan untuk mendukung
karakter para tokoh pada film “Dalam Bis”, dan penonton dapat lebih mudah
menangkap atau memahami karakter tokoh yang disampaikan melalui warna
artistiknya. Persamaan penelitian Saga Tanjung Ilham dengan penilitian penulis
ialah menggunakan variable bebas penelitian, yaitu warna dalam sajian audio
visual. Sedangkan, perbedaan penilitian terletak pada variable terikat, dimana
dalam penelitian Saga menggunakan tata artistik yang berhubungan dengan
karakter tokoh, sedangkan penelitian penulis keseluruhan aspek yang muncul pada
layar atau mise-en-scene yang berhubungan dengan aspek penceritaan.
Penelitian Mandella Majid Praciharadari dari Institut Seni Indonesia
Yogyakarta dalam tesis yang berjudul Warna sebagai Look dan Mood pada
Videografi Film Televisi “Pancer”, tahun 2016. Penelitian ini membahas manfaat
warna dalam film mampu menciptakan look (nuansa) dan mood (suasana). Dalam
6
penelitian terapan ini hal yang dihasilkan merupakan film yang menjadi alternatif
baru sebagai tontonan dengan mengutamakan warna dan unsur visual sebagai
pembawa pesan pada setiap adegannya. Penelitian tersebut membahas penciptaan
warna melalui artistik, properti, pencahayaan, dan kostum (tata busana) dengan
teknik videografi. Persamaan dalam penelitian ini adalah, variabel bebas
penelitian, yaitu warna dalam sajian audio visual. Sedangkan, perbedaan
penelitian terletak pada variable terikat, dimana dalam penelitian Pracihara
menggunakan videografi, sedangkan penelitian penulis keseluruhan aspek yang
muncul pada layar atau mise-en-scene.
Penelitian Andi Patotori Anhas dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta
dalam tugas akhirnya yang berjudul Analisis Color Palette pada Elemen Artisitik
sebagai Penguat Karakter Tokoh Utama dalam Film“My Stupid Boss”, pada
tahun 2018. Tugas akhir ini membahas tentang implementasi warna pada tata
artistik film, yang bertujuan untuk memperkuat karakter tokoh. Persamaan
penelitian Andi dengan penelitian penulis ialah, menggunakan metode penelitian
yang sama yaitu deskriptif kualitatif dengan menggunakan data visual untuk
menganalisis objek penelitian tentang warna. Perbedaan penilitian Andi dengan
penelitian penulis ialah fokus penelitian, Andi lebih fokus pada tokoh, sedangkan
penulis pada mise-en-scene.
Selain dari penelitian terdahulu, buku-buku yang digunakan sebagai acuan
ialah The Designer’s of Color (Adams, S., & Helfand, J. 2017), Warna: Teori
dan Kreativitas Penggunaanya (Darmaprawira W. A & Sulasmi, 2002), A History
of Film (Eboch, M. M., 2015), Mise-en-scène: Film style and interpretation
7
(Gibbs, J., 2002), Color and Mastering for Digital Cinema (Kennel, G, 2007),
Colours Psychology Today (McLeod, J, 2016), Memahami Film (Edisi 2)
(Pratista, H., 2017), How to do Media & Culture Studies (Stokes, J. C., 2003).
F. Kerangka Konseptual
Penelitian ini fokus pada warna dan mise-en-scene, khususnya warna dari
latar dan properti, serta color grading. Dari keterkaitan antar dua unsur tersebut
dapat diketahui bagaimana warna memperkuat setting dalam film Abracadabra.
1. Mise-En-scene
Mise-en-scene digunakan dalam dunia film sebagai gaya visual, kata mise-
en-scene berasal dari bahasa Perancis, dan biasa digunakan dalam dunia teater.
John Gibbs (2002:5), menyebutkan elemen mise-en-scene terdiri dari: lighting,
costume, colour, props, decour, action & performance dan setting.
a. Lighting
Selain menerangi set dan aktor lighting memiliki peran lain. Lighting
dapat menentukan mood (suasana) suatu adegan. Untuk memberi arti lebih tentang
seorang karakter, pencahayaan pun dapat digunakan sebagai fungsi lain. Agar
mendapatkan pencahayaan yang baik juga perlu memanipulasi arah tembakan
cahayanya. Sutradara akan pencahayaan dengan kontras tinggi, sehingga dapat
menunjukkan dua ruang adegan yang berbeda. Pencahayaan ini dengan adegan
mood bisa dibuat intens dan dramatis.
8
b. Costume
Costume dan unsurnya, yakni gaya, karakter tokoh film bisa disampaikan
melalui gaya berpakaian. Penampilan karakter akan memberikan kesan terhadap
penonton, agar penonton mengetahui apa yang ingin disampaikan cerita dalam
film (Subagiyo & Sulistyo, 2013, p. 185). Untuk memperkuat penyampaian
naratif bisa menggunakan costume, misalnya posisi sosial seorang karakter.
Dalam film Rebel Without a Cause (Nicholas Ray,1955), adegan Jim dan Judy
mengenakan mantel baju merah menunjukkan sedang dimasukkan masyarakat
dewasa (Gibbs, 2002, p.7-8). Pada film Soekarno, orang Belanda memakai baju
warna putih, celana panjang, dan setelan jas lebih modern. Sedangkan orang Jawa
memakai kebaya dan jarik pakaian tradisional (Sugihartono & Sintowoko, 2014).
Perbedaan budaya dan kasta dalam film, bangsawan dan rakyat jelata
digambarkan dari identitas pakaian yang ditampilkan.
c. Colour
Colour adalah elemen ekspresif yang penting bagi para pembuat film, dan
sering dimobilisasi dengan kostum, yang memiliki keuntungan dari asosiasi
langsung dengan karakter tertentu. Selain itu juga bersamaan dengan fitur
pencahayaan, dekorasi set, dan alat peraga tertentu (Gibbs, 2002, p. 8). Warna
digunakan hampir disetiap elemen dalam pembuatan film, seperti halnya dalam
proses pengambilan gambar antara background dengan pemain akan dibedakan
secara kontras, sehingga tidak akan membaur dan menyebabkan pemain tidak
terlihat dalam frame.
9
d. Props
Props (properti) bisa diartikan sebagai peralatan rumah tangga yang
digunakan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan narasi atau cerita
dalam sebuah produksi film (Gibbs, 2002, p. 9). Dalam produksi film, props
digunakan sebagai pendukung cerita, seperti dalam film dengan tema perang
senjata api menjadi elemen yang hadir sehingga mendukung narasi tentang
perang, mobil perang, peta wilayah akan hadir sebagai pendukung cerita sesuai
dengan tema yang hadir.
e. Decour
Decour memiliki arti tata letak panggung dalam dunia teater sebelum
lahirnya film. Decour bisa memiliki fungsi dalam menata latar, ruang, dan waktu,
sehingga bisa memberikan kehidupan dalam memberikan visual yang lebih hidup
(Tri Budi Antono, 2013).
f. Action & Performance
Acting/Performance adalah sebuah seni. dengan rancangan dan latihan
dapat menghasilkan gerakan serta ekspresi yang matang (Gibbs, 2002, p. 10).
Akting bukan suatu kegiatan yang spontan. agar dapat menyampaikan pesan
utama film akting aktor harus diatur. Spontanitas tidak akan menghasilkan pesan
yang baik untuk disampaikan (Studio Antelope, 2020). Acting/performance
dilakukan oleh pelaku dalam film dipandu langsung sutradara sehingga
menghasilkan cerita yang sesuai dengan naskah, Acting/performance menentukan
naik turunnya emosi yang disampaikan sehingga sutradara akan mengulang jika
dirasa tidak sesuai dengan naskah yang ingin disampaikan.
10
2. Setting
Setting adalah seluruh yang ada pada latar bersama propertinya (Pratista,
2017, p. 98). Setting dan properti menjadi satu kesatuan, dalam film setting
semakin jelas jika properti hadir. Memilih setting sama pentingnya dengan
memilih karakter. Faktanya, setting adalah karakter. Setting dapat bertindak
sebagai perpanjangan dari karakter, membantu untuk mengkomunikasikan
keadaan emosi atau pemikiran batin, atau bahkan bisa menjadi karakter itu sendiri.
Setting dapat menetapkan nada dan suasana untuk seluruh film, seperti Pride Rock
di film The Lion King (Renée, 2021). Suasana yang dibangun dalam film tersebut
menghadirkan alam liar seperti hutan, sungai, tebing, dan air terjun. Setting dapat
berkomunikasi dengan penonton. Himawan Pratista (2017:101-104) menjelaskan,
bahwa setting memiliki fungsi, sebagai berikut.
a. Ruang dan Waktu
Sempurnya sebuah setting adalah antara setting dan konteks cerita saling
berkesinambungan. Penonton haruslah dapat diyakinkan dengan setting bahwa
lokasi cerita dan latar waktu benar-benar terjadi. Film Aach...Aku Jatuh Cinta,
waktu tahun 1970 ditampilkan menggunakan setting ruang tamu dengan televisi
tertera merk “Arjuna” TR 1700 SD, merk tersebut merupakan yang diproduksi
pada tahun 1970 (Sagita & Da, 2018).
b. Status Sosial
Status sosial para pelaku ceritanya dapat ditentukan oleh dekor setting
(bersama kostum). Kalangan atas memiliki kesan mewah, luas, megah, terang,
11
properti (perabot) lengkap, ornamen detil, dan rumit. Sedangkan setting kalangan
bawah gelap, kecil, sempit, serta properti sederhana, dan minim.
c. Mood Adegan
Mood dan suasananya dapat dibangun dengan setting dan berhubungan
dengan tata cahaya. Setting terang, bersifat formal, hangat, dan akrab. Sementara
setting gelap, bersifat bernuansa misteri, dingin, intim, dan mencekam.
d. Motif dan Simbol
Tuntutan cerita film, setting harus menampilkan motif atau simbol yang
dapat memiliki makna tertentu. Elemen natural oleh sineas dimanfaatkan untuk
menampilkan status fisik dan mental tokoh-tokohnya, misalnya api yang berkobar
digunakan sebagai simbol amarah.
e. Pendukung Aktif Aksi/Adegan
Film aksi serta komedi memiliki set dan properti dapat berfungsi aktif
untuk mendukung adegan aksinya. Setting terdiri dari dua jenis, yaitu: realistik,
dan non realistik. Masing-masing dari jenis tersebut memiliki ciri khas. Setting
realistik, dapat menyakinkan penonton bahwa film itu nyata. Sedangkan setting
non-realistik, memiliki warna yang tidak terduga, abstrak, aneh, mengungkapkan
karakter atau keadaan pikiran, dan juga pada film animasi.
3. Warna
Penggunaan warna dalam sebuah film akan membuat gambar menjadi
berwarna, dinamis, dan indah. Tetapi ada alasan lain juga yang membuatnya
hanya sebagai penceritaan visual. Penggunaan warna yang baik dalam film akan
12
menceritakan sebuah kisah yang menarik jika diolah sedemikian rupa. Seperti
dalam film Dick Tracy (1990) dengan menampilkan mise-en-scène yang dominan
dengan warna merah, menunjukkan karakter dengan pembunuhan Lips oleh anak
buah Big Boy (Berens, 2014).
Warna memegang posisi yang kuat di antara elemen-elemen struktur pada
film. Warna seperti bahasa universal, menarik bahkan bisa dinikmati bagi mereka
yang buta huruf, anak-anak dan orang dewasa. Fungsi warna di layar bersifat
utilitarian dan estetis. Warna tidak hanya dilihat tetapi dirasakan secara emosional
oleh setiap penonton.
Sebelum mengenal film bersuara, terlebih dahulu teknologi perfilman
mengenal film berwarna. Warna dalam film bukan sekadar teknis, namun lebih
kepada seni atau cara untuk menyampaikan sebuah pesan. Seperti pada generasi
sebelumnya, D.W. Griffith dalam filmnya yang berjudul Intolerance (1916)
menggunakan perbedaan warna dalam gambar untuk menunjukkan perbedaan
waktu.
Gambar 1. Film Intolerance (1916)
(Sumber: Youtube Colour In Storytelling.
https://www.youtube.com/watch?v=aXgFcNUWqX0
Time code 02:24-2:30 - 05:09-05:11)
13
Benjamin Christensen dalam karyanya Hexan (1922) menggunakan warna
sebagai reaksi psikologis, seperti dalam scene film yang membuat penonton
merasa jauh lebih gelisah ketika layar ditutupi dengan warna merah, kemudian
dihadirkan shot yang jauh lebih tenang dengan warna biru.
Gambar 2. Film Haxan (1922)
(Sumber: Youtube Colour In Storytelling.
https://www.youtube.com/watch?v=aXgFcNUWqX0.
Time code 25:52-25:58 - Time code 27:41-27:45)
Warna juga menjadi cara untuk melambangkan perasaan karakter dalam
film karya Erich von Stroheim, yang berjudul Greed (1924). Cerita tentang
seorang pria yang istrinya memenangkan lotre, dalam beberapa scene kita melihat
Money Hum berwarna kuning, dan pada akhir film sebagai layar memiliki tone
kuning, yang melambangkan kesepian, dan keputusasaan.
14
Gambar 3. Film Greed (1924)
(Sumber: Youtube Colour In Storytelling.
https://www.youtube.com/watch?v=aXgFcNUWqX0.
Time code 01:41:01-01:41:04)
Beberapa contoh potongan film Haxan dan Greed, membuktikan bahwa
dunia film memperoleh cara bercerita secara metaforis melalui warna. Warna
dalam film dapat membangun harmoni atau ketegangan dalam sebuah adegan.
4. Pallet Warna
Palet warna film yang dirancang dengan baik membangkitkan suasana hati
dan mengatur nada untuk film. Tiga komponen utama warna adalah rona atau hue,
saturasi, dan value atau gelap/terang warna.
15
Gambar 4. HSV Image Color
(Sumber: Sean Adams, The Disigner’s Dictionary of Color, 2017, pg. 12-15)
Gambar warna di atas terbagi dalam tiga pengertian, yaitu hue, saturation,
dan value. Masing-masing memiliki memiliki properti warna yang dapat
diidentifikasikan serta fungsinya.
“Properti warna merah, hijau, dan kuning yang dapat diidentifikasi, hue,
dll. Hue didasarkan pada panjang gelombang cahaya yang terlihat.
Saturasi warna didasarkan pada tingkat kemurnian, dari warna murni
100% menjadi abu-abu 0%. Gambar yang sangat jenuh sangat cerah dan
cerah. Gambar desaturasi akan tampak kusam, atau sepia. Value
ditentukan oleh jumlah pencahayaan pada suatu warna. Warna pada value
100% akan tampak murni. Pada value 50%, warnanya akan lebih gelap”
(Adams & Helfand, 2017, pp. 13–15).
Hue adalah jumlah warna dan saturasi adalah tingkat keredupan cahaya. Saturasi
akan terang dan jelas atau akan buram dan menghilang. Value adalah tingkat
kepekatan warna seperti biru muda dan biru tua.
16
a. Merah
Warna merah merupakan yang paling menarik perhatian di antara warna
lainnya. Warna ini bermakna darah, seks, marah, berani, kekuatan, bahaya, cinta,
kejantanan, dan kebahagiaan (Darmaprawira W. A & Sulasmi, 2002, p. 45). Di
Asia, merah diasosiasikan sebagai lambang dewa-dewa. Merah adalah warna yang
paling populer di China, tetapi ada perbedaan antara merah China dan merah
dalam budaya Asia lainnya (McLeod, 2016, pp. 45–46).
b. Merah Jambu atau Pink
Biru untuk anak laki-laki, pink untuk anak perempuan. Ini adalah warna
rayuan, romansa, dan feminitas. Pink juga terkait dengan kelembutan dan
kebahagiaan. Warna pink tercipta dari gabungan antara merah dan putih. Pink
merupakan representasi dari mawar, memiliki makna positif, yaitu: eminitas,
romansa, rayuan, kebahagiaan, kelembutan, dan masa muda. Sedangkan warna
pink sendiri juga sering dikaitkan untuk gadis atau anak perempuan (Pickolor,
2021).
c. Jingga
Warna jingga seperti pada awan jingga. Awan jingga bisa terlihat pada
pagi hari dan malam hari. Pada pagi hari warna jingga melambangkan
kemerdekaan dan anugerah. Sedangkan pada sore hari menjelang malam awan
jingga melambangkan bahaya. Warna jingga memiliki karakter anugerah,
dorongan, merdeka, semangat, dan anugerah, tapi jingga memiliki karakter bahaya
(Sanyoto, 2010, p. 46).
17
Warna jingga menciptakan kedekatan dan spontanitas. Jingga dapat
dianggap negatif sebagai keras/kegaduhan atau menjengkelkan (McLeod, 2016,
pp. 50–51). Dalam filsafat Timur, jingga mewakili pusat kreatif sebagai chakra
kedua, yang terletak di bawah pusar. Di Irlandia Utara, jingga mewakili Protestan.
Di Amerika Serikat dan Kanada, jingga dikombinasikan dengan hitam mewakili
Halloween (Pickolor, 2021).
d. Kuning
Warna kuning merupakan asosiasi warna dari matahari yang menunjukkan
terang dan hangat. Kuning merupakan warna cerah sehingga seringkali
dilambangkan sebagai kesenangan atau kelincahan (Sanyoto, 2010, p. 46). Kuning
pucat tidak seperti kuning cerah yang melambangkan penyakit, kesuraman, dan
kesedihan. Kuning juga dikaitkan dengan kekuatan, kekuasaan, dan ego (warna
Kaisar Cina). Pertama dan terpenting, kuning adalah warna yang melambangkan
keterbukaan dan kontak sosial: kuning dikaitkan dengan persahabatan dan
persaudaraan serta pengetahuan.
Makna positif warna kuning: pesta, kegembiraan, kehangatan, ego,
kekuatan, pengetahuan, dan persahabatan. Makna negatif: pengkhianatan,
kebohongan, dan penipuan. Representasi warna kuning: kotak surat, pasir,
matahari, telur, dan bunga (bunga aster).
e. Hijau
Warna hijau termasuk dalam warna sejuk dan memiliki karakter yang
hampir sama dengan warna biru namun cenderung lebih netral pengaruh
emosinya. Hijau memiliki watak segar, muda, hidup, tumbuh, dan beberapa watak
18
lain yang mendekati warna biru (Sanyoto, 2010, p. 49). Namun, berarti kegagalan
dan kemalangan. Hijau dikaitkan rumah sakit dan apotek dalam logo mereka.
Hijau warna dari kombinasi biru dan kuning. Makna positif warna hijau
adalah: harapan, keberuntungan, stabilitas, dan konsentrasi. Makna negatif:
kegagalan dan kemalangan. Representasi: tanaman dan sayuran (Paprika, kacang
hijau) (Pickolor, 2020).
f. Biru
Warna biru merupakan bagian yang termasuk warna dingin. Ada beberapa
asosiasi dari warna biru yaitu langit dan air laut. Biru membentuk makna,
kesendirian, membuat jarak, dingin, dan terpisah (Darmaprawira W. A & Sulasmi,
2002, p. 46). Seperti air yang padam, biru memiliki perasaan segar dan murni
yang memungkinkan untuk menemukan ketenangan batin tertentu yang terkait
dengan hal-hal yang dalam.
Biru adalah simbol kebenaran, seperti air jernih yang tidak bisa
menyembunyikan apapun (Pickolor, 2020). Warna ini umumnya menarik bagi
semua generasi, namun seharusnya tidak digunakan secara berlebihan. positif
warna biru melambangkan kesegaran, mimpi, kebijaksanaan, kesetiaan,
ketenangan, dan kebenaran. Makna negatif: melankolis, representasi dari warna
biru, adalah: lautan dan langit.
g. Ungu atau Lavender
Karena warna ungu banyak digunakan oleh oleh keluarga kerajaan,
agama-agama Timur, dan Katolik, Ungu membawa konotasi spiritualitas dan
aristokrasi. Ungu adalah kombinasi dua warna, merah, dan biru. Jika warnanya
19
lebih merah, warnanya akan lebih hangat, lebih cerah, dan lebih intens. Jika berisi
lebih banyak biru, itu akan memiliki efek lebih dingin dan lebih tenang.
Ungu, berhubungan dengan agama dan politik, bisa menjadi polarisasi
(National Geographic, 2021). Campuran yang sama merah dan biru, cenderung
terasa datar dan tidak menarik. Banyak desainer menggunakan versi dengan lebih
banyak merah atau lebih biru untuk memberikan kedalaman warna dan sudut
pandang. Dalam budaya Barat, ungu mewakili kekayaan dan kemewahan. Ungu
pucat dan menuju lavender terhubung ke Paskah. Di zaman Romawi, hanya kaisar
yang bisa mengenakan warna ungu (Adams & Helfand, 2017, p. 75).
Makna positif dari warna ungu adalah warna raja, kebesaran, kejayaan,
keningratan, kebangsawanan, dan kewibawaan. Sedangkan arti negatifnya adalah
kekejaman, arogansi, duka cita, dan keeksotisan (Sanyoto, 2010, p. 8).
h. Putih
Warna putih termasuk warna murni. Warna putih menampilkan karakter
positif, merangsang, cemerlang, ringan, dan sederhana. Putih juga melambangkan
arti kesucian, polos, jujur, dan murni (Darmaprawira W. A & Sulasmi, 2002, p.
47).
i. Hitam
Kegelapan dan ketidakadilan selalu melambangkan warna hitam, hitam
bisa bermakna misteri, warna pada malam selalu kebalikan dari warna putih atau
terang (Darmaprawira W. A & Sulasmi, 2002, p. 48).
20
5. Color Grading
Dalam pascaproduksi color grading digunakan untuk keperluan
pewarnaan dan penyeimbangan dalam editing.
“Color grading lebih dari sekedar menyesuaikan atau mengoreksi warna
dari adegan ke adegan untuk memberikan konsistensi dan kontinuitas. Hal
ini juga membantu menanamkan konteks emosional cerita, dan
melengkapi pencahayaan dan pencahayaan yang digunakan oleh
sinematografer untuk menangkap adegan. “(Kennel, 2007, p. 90).
Color grading mengacu pada pewarnaan skema warna video rekaman.
Pewarnaan ini bisa sangat artistik seperti pada film-film populer, atau bisa pula
terlihat natural. Sumber yang dikutip dari situs Studio Binder, color grading dapat
menyesuaikan warna skema rekaman, membangkitkan emosi spesifik dari
penonton, dan melakukan finishing rekaman video.
6. Cerita dan Plot
Rangkaian kejadian-kejadian yang tersusun secara kronologis disebut
plot. Adapun cerita rangkaian peristiwa tersaji dalam film maupun tidak (Pratista,
2017, p. 75).
7. Struktur Tiga Babak
Struktur naratif film memiliki tahapan perkembangan cerita dan dibagi tiga
tahapan disebut tiga babak, yaitu: babak pertama (Permulaan), babak kedua
(Pertengahan), serta babak ketiga (Penutupan) (Pratista, 2017, p. 76). Pada tahap
pembukaan film hanya memiliki panjang cerita seperempat durasi filmnya,
tahapan pertengahan tahapan digunakan untuk memasukan inti cerita atau konflik,
sehingga paling lama dan biasanya panjangnya lebih dari separuh film. Tahapan
21
penyelesaian adalah tahapan penyelesaian konflik, dalam penutupan biasanya
sekitar seperempat dari durasi film dan biasanya merupakan segmen yang
terpendek.
a. Babak pertama (Pemulaan).
Tahap permulaan adalah titik awal dalam sebuah jalan cerita film
dikarenakan dari sinilah segalanya bermula. Pada titik inilah cerita akan dimulai.
Pada tahap ini masing-masing tokoh dalam cerita seperti pelaku utama dan
pendukung, pihak protagonis dan antagonis, masalah, tujuan dari cerita maupun
tokoh, serta aspek ruang, dan waktu cerita.
b. Babak kedua (Pertengahan).
Tahap pertengahan berisi bagaimana tokoh utama atau protagonis mulai
untuk menyelesaikan masalah dengan mencari solusi dari setiap masalah yang
telah terjadi pada tahap permulaan. Alur cerita tahap ini berubah arah dan bahkan
bisa juga diluar perkiraan yang dilakukan karakter utama atau pendukung.
c. Babak ketiga (Penyelesaian).
Klimaks dari cerita adalah tahap penutupan. Titik inilah film mencapai
titik ketegangan tertinggi. Cerita akan klimaks hingga mendapatkan konklusi dari
semua permasalahan atau konflik yang ada pada tahap pertengahan sebelumnya.
22
Gambar 5. Bagan Alur Pikir Penelitian
Dalam proses penulisan alur pikir bagan atas diawali oleh subjek utama
penelitian yaitu film Abracadabra, turun ke bawah adalah setting dengan lima
fungsi setting yang dipengaruhi oleh warna, sehingga warna dalam masing-
masing fungsi setting memiliki peran masing-masing.
Warna sebagai penguat setting
23
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif, suatu proses penelitian yang mencoba untuk mendapatkan deskriptif
ucapan atau tulisan. Data yang dikumpulkan berupa gambar, kata-kata dan juga
bukan berupa angka-angka (Moleong, 1996, p. 4). Penelitian ini berupaya untuk
mendeskripsikan aplikasi warna dalam memperkuat cerita pada film
Abracadabra.
2. Objek Penelitian
Penelitian ini fokus pada film Abracadabra sebagai objek kajian dengan
menempatkan film sebagai teks. Dalam membangun cerita film Abracadabra
didukung oleh teknik pewarnaan atau color grading dalam proses
pascaproduksinya.
Analisis mengenai media dibagi menjadi tiga fase, yaitu produser
(industri), teks, dan khalayak (Stokes, 2003, p. 4). Oleh karena itu, fokus kajian
film sebagai teks ini terletak pada warna dalam film Abracadabra yang dapat
membangun memperkuat setting.
3. Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data terbagi menjadi dua jenis, yaitu: data primer dan data
sekunder. Data yang memberikan langsung data kepada pengumpul data adalah
24
data primer (Sugiyono, 2008, p. 137). Data primer yang diteliti berupa film
Abracadabra dalam video, dengan durasi 96 menit. Sumber film berupa softfile
yang didapat melalui email dengan link terkunci sehingga membuat file hanya bisa
akses atas izin pihak perusahaan.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah sumber data pendukung yang tidak langsung di
butuhkan kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen
(Sugiyono, 2008, p. 137). Adapun beberapa situs yang menjadi referensi, yaitu
situs fourcolors yang digunakan untuk mencari data pada penelitian utama, semua
informasi selain dari sutradara dari situs tersebut, sehingga menguatkan semua
sumber yang nanti akan digunakan. Selain itu, situs pickolor merupakan situs
yang membahas tentang warna, mereka manampilkan karakter warna serta sifat
dari warna itu sendiri, sehingga di dalamnya terdapat makna warna, walaupun
tidak semua digunakan tetapi ini juga menjadikanya referensi dalam isi penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data kualitatif yang dilakukan menggunakan tiga
cara, yaitu: Observasi, wawancara, dan studi pustaka. Langkah strategis dalam
penelitian adalah mendapatkan data yang akurat. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan metode.
a. Observasi
Pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang
tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian (Sugiyono,
25
2008, p. 31). Observasi dilakukan dengan cara mengamati objek kajian penelitian
yang telah ditentukan yaitu film Abracadabra. Pengamatan dilakukan pada warna
yang digunakan dalam setting, untuk kemudian dipilih berdasarkan setting utama.
Terdapat banyak setting dalam keseluruhan film, kemudian dikerucutkan lagi
menjadi setting disetiap babak. Setiap babak nantinya dipilih warna yang sesuai
dengan fungsi setting.
b. Wawancara
Wawancara bebas terpimpin dengan pertanyaan bebas tetapi pada
pedoman yang dibuat (Arikunto, 2013, p. 199). Pewawancara memberikan
pertanyaan secara bebas namun berkembang kepada terwawancara. Dari
wawancara tersebut mendapatkan data pendukung secara langsung. Narasumber
yang diberikan pertanyaan yaitu Faozan Rizal selaku sutradara film Abracadabra.
Proses wawancara dilakukan dengan media telepon dikarenakan narasumber
Faozan Rizal berada di Paris.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka ini dilakukan dengan menghimpun data yang berkaitan
dengan objek kajian yaitu film Abracadabra, literatur yang digunakan dalam
penelitian ini ialah berita dan artikel yang diakses melalui internet. Laman web
yang diakses adalah sebagai berikut: fourcolors, pickolor, seleb.tempo,
filmindonesia, studioantelope, kutu-film, nofilmschool, dan tirto.
26
5. Analisis Data
Setelah data penelitian terkumpul, maka dilakukan tahap selanjutnya yaitu
analisis data. Dalam prosesnya analisis data ini menggunakan Model Interaktif
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Analisis ini terdiri tiga komponen:
reduksi data (data reduction), model data (data display), dan penarikan serta
pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions) (Pawito, 2007, p. 104).
Gambar 6. Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman
(Sumber: Pawito, 2007)
a. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada dua tahap dan setiap tahapannya memiliki
prosesnya sendiri hal ini juga disampaikan oleh Pawito (2010:105) menyatakan
mengenai langkah reduksi data melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama,
melibatkan editing, pengelompokan, dan meringkas data. Pada tahap kedua,
menyusun catatan-catatan (memo), dan kode-kode mengenai berbagai hal. Pada
penelitian ini, reduksi data dilakukan dengan memilah scene yang mengandung
warna disetiap setting dalam film Abracadabra. Masing-masing scene diseleksi
27
yang terdapat penggunaan warna yang tidak konvensional kemudian
pengelompokan setting menjadikan acuan dalam meringkas data..
b. Model Data
Model data (data display) melibatkan langkah-langkah mengorganisasikan
data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain
(Pawito, 2007, pp. 105–106). Pada penelitian ini model data disusun berdasarkan
hasil dari reduksi data yang mengacu pada klasifikasi yang telah ditentukan.
Scene-scene yang telah dipilah, kemudian disajikan dalam bentuk still image dan
dilanjutkan dengan pembahasan berupa deskripsi adegan, warna yang digunakan,
dan analisis narasi dalam adegan tersebut.
c. Penarikan dan Pengujian Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, ditemukan hasil penelitian
yang kemudian dapat ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diambil pada
penelitian ini didasarkan pada hasil analisis pengaplikasian warna pada fungsi
setting film Abracadabra yang telah dibagi dalam beberapa scene, dan dijabarkan.
Kesimpulan yang ditarik dari tiap-tiap data kemudian, menghasilkan kesimpulan
sehingga mampu mewakili hasil penelitian secara keseluruhan.
28
H. Sistematika Penulisan Laporan
Penelitian disajikan dalam empat bab yang tersusun sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
BAB I merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
BAB II FILM ABRACADABRA
BAB II merupakan penjabaran mengenai objek kajian film Abracadabra
yang berisi spesifikasi film Abracadabra, kredit film, dan identifikasi setting film
Abracadabra.
BAB III WARNA PADA SETTING FILM ABRACADABRA DALAM
MENGUATKAN CERITA
BAB III merupakan bab pembahasan. Pada bab ini berisi uraian fungsi
setting warna menunjukan waktu, warna sebagai penunjuk status sosial, warna
membangun mood, warna sebagai simbol, dan warna sebagai pendukung aksi.
BAB IV PENUTUP
BAB IV ini merupakan bab penutup. Pada bab ini terbagi dua subbab,
yaitu: kesimpulan dan saran.
29
BAB II
FILM ABRACADABRA
A. Spesifikasi Film Abracadabra
1. Deskripsi Film
Film Abracadabra (2020) merupakan film dengan genre drama, yang
berdurasi 86 menit. Film ini usai diproduksi pada tahun 2019, namun perdana
tayang di bioskop pada Januari 2020. Film ini diproduseri oleh Ifa Isfanyah,
disutradarai dan ditulis oleh Faozan Rizal, serta diperankan oleh Reza Rahadian,
Butet Kartaredjasa, dan Salvita Decorte (FilmIndonesia, 2020).
Gambar 7. Poster film Abracadabra
(Sumber: https://fourcoloursfilms.com/abracadabra/)
30
2. Sinopsis Film
Film Abracadabra menceritakan petualangan dengan menghadirkan latar
dunia fantasi, mengisahkan seorang pesulap yang gagal melakukan triknya
sehingga diapun mulai menemukan fakta antara kotak peninggalannya dan
menghilangnya ayahnya. Semua terangkum dalam sinopsis dalam situs Film
Indonesia sebagai berikut.
“Keajaiban tidak lagi membuat percaya Lukman seorang grandmaster
sulap. Lukman berencana untuk gagal di pertunjukan sulap terakhirnya
dan sekaligus pamitan ke teman-temannya pensiun bermain sulap. Lukman
mempersiapkan kotak kayu milik ayahnya untuk melakukan trik.
memanggil salah satu penonton masuk ke dalamnya, memakunya, ucapkan
"Abracadabra!", dan orang tersebut masih ada dalam kotak. Tidak ada
kejaiban. Tapi Lukman tidak tahu bahwa kotak itu di masa lalu milik
banyak penyihir besar, hingga sampai ke ayah Lukman juga seorang
grandmaster.
Pertunjukan berlangsung, dan anak laki-laki menghilang setelah masuk ke
kotak. Lukman tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi. Lukman tidak
tahu cara mengembalikan anak itu. Seorang Kepala Polisi menginginkan
kotak itu mengejar Lukman dan menuduhnya dengan kasus penculikan
anak. Kisah berubah menjadi permainan kejar-kejaran antara Lukman dan
Kepala Polisi, mantan pesulap, yang ingin menangkap Lukman dan
memiliki kotak itu untuk dirinya sendiri. Kepercayaan Lukman pada
keajaiban dan kembali menjadi rumit ketika bertemu seorang perempuan,
Sofnila muncul dari kotaknya. Sofnila percaya pada dirinya sendiri adalah
salah satu asisten Lukito, ayah Lukman, yang pernah menghilang di kotak
itu. Selanjutnya membuat Lukman bertemu dengan beberapa penyihir
teman lama ayahnya, dan Lukman mulai mengerti bahwa tidak pernah
dilahirkan oleh siapapun kecuali ayahnya yang menemukannya di dalam
kotak itu.”(FilmIndonesia,2020)
31
B. Kredit Film
1. Pemeran
Keberhasilan film Abracadabra tidak luput dari pemain serta peran
kerabat produksi yang berkerja dalam setiap bidangnya masing-masing. Dari film
mulai dibuat hingga tayang di bioskop, hasil kerja keras semua pihak yang terlibat
di dalamnya. Berikut merupakan pemain produksi film Abracadabra.
Tabel 1. Nama-nama pemain film Abracadabra
(Sumber: https://www.imdb.com/title/tt11187956/fullcredits)
Nama Peran Nama Peran
Reza Rahadian Lukman Jajang C Noer Savitri
Butet Kartaredjasa Kepala Polisi Egi Fedly Barnas
Salvina Decorte Sofnila Lukman Sardi Lindu
Ence Bagus Polisi Poppy Sovia Winda
Imam Darto Polisi Paul Agusta Zakaria
Dewi Irawan Ashima Landung S. Lukito
Veronika K. Astrolog Kembar Asmara Abigail Laila
Valerie K. Astrolog Kembar M. Adiyat Iwan
Mbok Tun Rawit MN Qomarudin Sopir Taksi
Kill The DJ Marjuki Yati Pesek Sutini
Yan Widjaya Master Wong Alex Suhendra Penonton
Ismail Basbeth Pesulap Arab Seno Aji Pesulap Jawa
Zed Makarim Pesulap Samuel Briyan Pesulap
Denta Aditya Pesulap Bintang Timur Lukman Muda
Arifan Pesulap Vanda Mutiara Polwan
Rulyani I. Wanita Tua Anneke F. Asisten
Ibnu Gundul Orang desa Suroto Operator
Adi Marsono Orang Desa Hirozel R. Bayi
32
2. Kru
Prosesnya dalam produksi film kru merupakan elemen penting yang
menjadikan berhasilnya sebuah film, mereka bekerja sesuai dengan jabatan
masing-masing sehingga jalannya produksi tidak terganggu, bentuk apresiasi
diberikan kepada kru yang terlibat dengan mencantumkan nama serta jabatannya,
ini juga bisa menjadikan narasumber sebagai referensi dalam penelitian
selanjutnya berhubungan dengan departemen yang ditugaskan.
Tabel 2. Nama-nama kru film Abracadabra
(Sumber: https://www.imdb.com/title/tt11187956/fullcredits)
DEPARTEMEN PRODUKSI
Nama Jabatan Nama Jabatan
Faozan Rizal Sutradara & Script Shane Kelly Prod.Eksekutif
Ifa Isfansyah Produser Lim Ker Han Prod.Eksekutif
April Priscilla Line Produser Andi Boediman Prod.Eksekutif
Ahmad Aditya Associate Prod. Pandu Birantoro Prod.Eksekutif
Pinkan Veronique Associate Prod. Rahadian Agung Prod.Eksekutif
Robin Moran Associate Prod. Mandy Marahimin Prod.Eksekutif
Amrin Nugraha Associate Prod. Peter Bithos Prod.Eksekutif
Isabelle G. Co-Produser Jennifer Bathy Prod.Eksekutif
Justin Deimen Co-Produser Bryan Seah Prod.Eksekutif
Jeremy Sim Co-Produser Pritagita A. Ass. Sutradara
Terence Kong Co-Produser Indra Pame Ass. Sutradara 2
Allison Chew Co-Produser Ilana WP K. Manajer Unit
James Teo Prod.Eksekutif Panca Windu Koordinator Cast
DEPARTEMEN KAMERA
Nama Jabatan Nama Jabatan
33
Gandang W. Penata Kamera Wanda P.K Ass. Penata Kamera
Dimas Kribo Ass. Penata Kamera
DEPARTEMEN GRIP & LISTRIK
Nama Jabatan Nama Jabatan
Aziz Farikhun Gaffer Andi Faisal Penata Cahaya
Moh. Abas Penata Cahaya Moh Abdul R. Penata Cahaya
Deni Ardiana Penata Cahaya Sahirun Penata Cahaya
DEPARTEMEN ARTISTIK
Nama Jabatan Nama Jabatan
Hagai Pakan Perancang Busana Hikmah K. Ass. Penata Artistik
Eba Sheba Penata Rias Silviah Diah Ass. Penata Artistik
Vida Sylvia Penata Artistik Sucipto Dwiki Properti
DEPARTEMEN SUARA & MUSIK
Nama Jabatan Nama Jabatan
Krisna Purna Penata Suara Primas Setiawan Boomer
Krisna Purna Penata Musik Ivo Kurnia Artis Foley
Dicky Permana Perekam Suara Galih P. Editor Dialog
Hendra H. Boomer Kristiawan Bayu Editor Foley
DEPARTEMEN PENYUNTINGAN
Nama Jabatan Nama Jabatan
Akhmad Fesdi Penata Gambar Helmi Nur R. Ass. Penata Gambar
Keliek Wicaksono Efek Visual Susanto Priyo Colorist
C. Identifikasi Setting Film Abracadabra
Hal yang dibahas dalam penelitian ini adalah aspek warna pada fungsi
setting yang mampu memperkuat setting film Abracadabra. Penelitian ini dibatasi
pada segala hal yang dihadirkan pada setting film ini, baik dekorasi maupun
properti (perabot). Pemilahan data dilakukan berdasarkan setting utama pada tiap
34
babak cerita dalam film Abracadabra. Adapun pemilahan data yang dilakukan
adalah.
1. Identifikasi Babak Film Abracadabra
a. Babak Permulaan (Time code: 00:00:47 – 00:22:20)
Bagaimana Lukman terbangun dari mimpinya dan mendapati surat untuk
melakukan pertunjukan surat kembali, Lukman melihat kembali kenangan dan
peninggalan dari ayahnya termasuk kotak kayu milik Lukito, yaitu ayahnya.
Acara tersebut ternyata adalah rencana dari Barnas, pensiunan pesulap yang ingin
mendapatkan kotak kayu ajaib milik ayah Lukman, dengan berkerja sama dengan
polisi mereka membuat kesepakatan untuk mengambil kotak itu. Dalam acara
sulap yang Lukman lakukan sebelum melakukan pertunjukan utama Lukman
menyampaikan diri untuk mengundurkan diri, dalam triknya Lukman
menawarkan kepada penonton untuk dimasukkan ke dalam kotak dan
menghilangkannya, namun saat Lukman meneriakkan mantra berkali-kali Iwan
sesosok anak kecil yang masuk ke dalam kotak tidak kunjung keluar, sehingga
menimbulkan kegelihasan terhadap Lukman pada acara tersebut. Semua pesulap
datang untuk membantu, gagal namun gagal sehingga Lukman dicurigai serta
dimintai keterangan oleh polisi.
Barnas dan polisi mendiskusikan perihal hilangnya anak dalam
pertunjukan di dalam kantor polisi, namun insiden terjadi di dalam kantor
sehingga kotak tersebut dibawa lari oleh Barnas. Barnas buru-buru membawa
keluar karena melihat pin nama yang ada dalam kotak. Saat Lukman sedang di
35
hotel Lukman tiba-tiba mendapatkan telepon yang menyebut dirinya istri Barnas,
Ashima menyuruh Lukman datang karena Barnas menghilang juga dalam kotak.
b. Babak Pertengahan (Time code: 00:22:21 – 01:09:29)
Saat Lukman sedang berada di rumah Ashima Lukman mendapatkan
dirinya terkejut dengan adanya kotak Yggdrasil, Lukman diceritakan tentang
hilangnya Barnas karena apa, Lukman mendapatkan masukan dari Ashima untuk
mencari jawaban atas kotak tersebut. Lukman kembali ke hotel dan mencoba
mengucapkan mantra lagi namun gagal. Polisi datang ke rumah Ashima untuk
menanyakan perihal kotak tersebut, namun Ashima membantah sehingga polisi
menekannya. Lukman kaget ternyata saat anak yang sedang menanyakan kelinci
ternyata berasal dari kotak sehingga Lukman mengejarnya.
Saat sedang di bandara Lukman dikagetkan sesuatu dalam kotak, saat
petugas membuka ternyata isinya seekor kelinci. Dalam kantor polisi rapat
dilakukan membahas hilangnya salah satu petugasnya yang hilang, namun para
petugas dikagetkan dengan seekor singa yang berada dalam ruangan
komandannya. Polisi datang saat para pesulap sedang melakukan diskusi
membahas sulap Lukman, namun polisi menanyakan perihal keberadaan
Lukman, namun diputar-putar seolah dihindarkan. Polisi datang ke rumah istri
Barnas dan menanyakan perihal Barnas, sang istri membantahkan karena tujuan
polisi sebenarnya adalah mencari kotak Yggdrasil.
Lukman pergi menuju pantai rahasia rumah yang ditinggalinya, sampai di
rumah Lukman berusaha membuka dan memanggil Iwan dari dalam kotak, saat
Lukman membuka keluar seorang wanita misterius dari kotaknya langsung menari
36
seolah-olah ada parade, wanita itu menanyakan Lukman perihal kotaknya dan
menuduh mencurinya, wanita yang keluar dari kotak bertanya perihal dirinya
berada dimana, Lukman menjelaskan bahwa Sofnila baru saja keluar dari dalam
kotak, Lukman menyuruh menceritakan kejadian yang dirasakan saat berada
dalam kotak.
Lukman menanyakan ke sosok nenek menuju peramal kembar, polisi
akhirnya juga tahu arah Lukman yang sedang dituju. Lukman bertanya perihal
kotaknya dan ayahnya kepada peramal kembar dan mendapati fakta yang
sebenarnya. Lukman berhenti di hutan tempat yang ditunjukkan peramal tersebut
dan Lukman tertidur di samping kotaknya. Polisi akhirnya sampai juga di hutan
lokasi Lukman berada, saat Lukman bangun dan membuka kotaknya lagi berharap
sesuatu terjadi, Lukman kecewa dan membuat kota tersebut di sungai, namun saat
kotak hanyut Lukman mendengar suara dan mengejarnya. Saat Lukman
mengambil kotaknya ternyata perempuan yang sempat muncul di rumah muncul
kembali.
c. Babak Penyelesaian (Time code : 01:09:29– 00:22:58)
Lukman pergi meninggalkan hutan bersama wanita sebelumnya dan
memperkenalkan diri sebagai Sofnila. Polisi datang mengunjungi Ashima namun
ternyata Ashima sudah meninggal. Lukman berada di rumahnya kembali dan
mencoba mantranya bersama Sofnila, saat polisi sedang berhenti di jalan tiba-tiba
jenazah Ashima berada dalam bagasinya, dibantu Sofnila akhirnya Lukman
berhasil dalam membaca mantranya, semua yang menghilang dalam kotak
kembali bermunculan. Saat polisi sesampai di rumah Lukman, polisi tidak
37
mendapati keberadaan Lukman, ternyata Lukman kabur di tepi jurang kemudian
masuk ke dalam kotak dan menghilang. Polisi menghancurkan kotak kayu.
2. Setting Film Abracadabra
Film Abracadabra memiliki 279 setting secara keseluruhan, jumlah setting
keselurahan dipisahkan setiap babak. Pada setiap babak terdapat setting utama dan
setting pendukung, sehingga dijadikan acuan dalam memilih shot dan tersaji di
bawah ini.
a. Babak 1
Terdapat 64 setting pada babak 1 terdapat 3 setting utama didalamnya. 3
setting tersebut, yaitu: panggung pertunjukan, kantor polisi, dan rumah Ashima.
1) Panggung pertunjukan
Gambar 8. Panggung pertunjukan
(Time code: 00.06.12)
38
Setting panggung pertunjukan memiliki total 8 setting utama dengan
setting pendukung, yaitu: 4 setting labirin, dan 3 setting lorong. Tempat Lukman
melakukan pertunjukkan sulapnya, dan awal dari mulai menghilangnya anak
dalam kotak. Warna yang terdapat dalam setting adalah biru dan merah.
2) Kantor Polisi
Gambar 9. Kantor polisi
(Time code: 00.16.48)
Setting kantor polisi memiliki total 45 setting utama pada keseluruhan,
setting pada babak 1 terdapat 17 setting. Kantor polisi merupakan lokasi Barnas
dan polisi melakukan diskusi, membahas perihal kotak kayu yang menghilangkan
Iwan saat pertunjukan sulap. Warna yang terdapat dalam setting adalah pink.
39
b. Babak 2
Terdapat 188 setting pada babak 2 dengan 6 setting utama didalamnya. 6
setting tersebut, yaitu: Rumah Ashima, rumah Lukman, bukit batu, hutan, air
terjun, dan sungai.
1) Rumah Ashima
Gambar 10. Rumah Ashima
(Time code: 00.23.13)
Setting rumah Ashima memiliki total 21 setting dengan setting pendukung,
yaitu: 2 stasiun depan rumah Ashima dan 3 setting teras rumah Ashima. Setting
rumah Ashima adalah tempat Lukman mendapat cerita tentang kotak kayu
peninggalan ayahnya. Warna yang terdapat dalam setting adalah jingga dan putih.
40
2) Rumah Lukman
Gambar 11. Rumah Lukman
(Time code: 00.38.15)
Setting rumah Lukman memiliki total 68 setting pada babak 2, dengan
setting pendamping, yaitu: 2 setting depan rumah Lukman, 1 setting pantai rumah
Lukman, 3 setting menara pengawas. Setting rumah Lukman tempat munculnya
Sofnila dari kota kayu dan menarik gembira. Warna yang terdapat dalam setting
adalah hijau, jingga, orange, cokelat, dan merah.
41
3) Bukit Batu
Gambar 12. Bukit batu
(Time code: 00.57.41)
Setting bukit batu memiliki total 5 setting. Setting tempat Lukman bertemu
dengan penyihir kembar. Warna yang terdapat dalam setting adalah abu-abu,
cokelat, dan biru.
42
4) Hutan
Gambar 13. Hutan
(Time code: 01.03.04)
Setting hutan memiliki total 16 setting. Setting hutan tempat lukman
beristirahat atas saran penyihir kembar. Warna yang terdapat dalam setting adalah
cokelat dan biru.
43
5) Air Terjun
Gambar 14. Air Terjun
(Time code: 01.04.04)
Setting air terjun memiliki total 3 setting. Adegan yang terdapat pada
setting ini Lukman membuang kotak kayu karena frustasi. Warna yang terdapat
dalam setting adalah cokelat dan biru.
44
6) Sungai
Gambar 15. Sungai
(Time code: 01.04.04)
Setting sungai memiliki total 4 setting dengan setting pendukung yaitu: 1
setting tebing batu dan 1 setting jalan sepanjang sungai. Adegan Lukman dan
Sofnila bertemu setelah Sofnila keluar dari kayu yang dilempar Lukman berada
pada setting di sungai. Warna yang terdapat dalam setting sungai adalah cokelat
dan biru.
c. Babak 3
Terdapat 27 setting pada babak 3 dengan 1 setting utama didalamnya. 1
setting tersebut yaitu pantai.
45
1) Pantai
Gambar 16. Pantai
(Time code: 01.18.25)
Setting pantai memiliki total 4 setting pada babak 3 dengan setting
pendukung yaitu 1 setting laut. Adegan tempat Lukman masuk ke dalam kotak
kayu dan menghilang. Warna yang terdapat dalam setting adalah biru, putih, dan
coklat.
46
BAB III
WARNA PADA FUNGSI SETTING FILM ABRACADABRA
Upaya dalam membangun dramatisasi film dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya yaitu memperkuat cerita pada beberapa elemen
sebagai penunjang adegannya. Film memiliki keleluasaan melakukan proses mulai
dari praproduksi, produksi, hingga pascaproduksi. Film Abracadabra merupakan
film genre fantasi yang menampilkan warna yang tak umum pada setiap setting di
dalamnya. Warna yang ada dalam setting mendukung adegan menciptakan unsur
dramatik tertentu melalui fungsi setting cerita pada film. Hampir semua setting
dalam film Abacadabra lebih banyak ditemukan warna yang saling bertabrakan
atau tidak ada di dunia nyata. Sebagian kecil warna pada setting tersebut juga
ditemukan untuk membangun unsur dramatis. Warna di dalam film Abracadabra
digunakan untuk meningkatkan fungsi setting menunjukkan waktu, penunjuk
status sosial, pembangun mood, sebagai simbol, dan pendukung aksi pada adegan
tersebut.
A. Warna Menunjukkan Waktu
Film Abracadabra menceritakan tentang sebuah kotak peninggalan
seorang ayah yang berprofesi sebagai pesulap dan meninggalkanya kepada
anaknya. Kotak tersebut membawa kisah masa lalu misteri menghilangnya sang
ayah. Film ini memiliki beberapa adegan yang menggunakan latar waktu berbeda,
47
untuk memperjelas hubungan kausalitas dari munculnya kotak kayu tersebut,
yaitu masa kini dan masa lampau.
Setting yang menunjukkan waktu ada dua, yaitu: kantor polisi dan rumah
Ashima. Setting pada kantor polisi memiliki setting pendamping tempat
pertunjukan sulap di China dan panggung pertunjukan dengan warna putih, abu-
abu dan hitam. Sedang rumah Ashima memiliki setting pendamping rumah
Lukman dengan warna putih, abu-abu, dan hitam.
1. Kantor Polisi (Babak Pertama)
Gambar 17. Rangkaian shot cerita antara Barnas dan Komisioner Polisi
(Time code: 00.18.50 – 00.19.45)
Setelah tragedi hilangnya Iwan (anak kecil) di dalam kotak pada
pertunjukan terakhir Lukman, menjadikan kotak kayu tersebut sebagai barang
bukti kasus penculikan. Pada menit 00:18:50, Barnas datang ke kantor polisi,
hendak meminjam kotak kayu tersebut, namun sebelum meminjamnya, Barnas
bercerita pada polisi kotak tersebut terbuat dari pohon kehidupan. Pada zaman
Soekarno, Barnas dan Lukito diutus untuk belajar sulap, karena pada masa itu
istana presiden butuh hiburan. Saat Barnas belajar sulap di sirkus China, dia
48
bertemu seorang guru yang memperkenalkannya dengan sebuah kotak bernama
Yggdrasil tersebut. Guru tersebut kemudian menghilang setelah mengajarkan
sesuatu pada Lukito. Pada saat narasi (off-screen) Barnas menceritakan kisahnya,
frame berubah menjadi gambar hitam putih, dengan setting masa lampau.
Scene dalam gambar 17 menampilkan dua frame berbeda, frame pertama
memiliki tampilan warna dominasi merah muda dan frame kedua memiliki
tampilan warna hitam putih. Pada frame pertama kantor polisi memperlihatkan
tiga orang yang sedang berdiskusi dengan memperlihatkan warna dominan yang
ada pada frame, sedang pada frame kedua menunjukkan sebuah pertunjukan sulap
yang hampir semua setting berwarna hitam dan putih.
Gambar 18. Kantor polisi tempat Barnas bercerita
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.18.50)
Setting kantor polisi memiliki ruang dengan dinding berwarna merah
muda, jendela warna merah muda, kursi serta meja menjadi satu berwarna merah
muda, dan lampu atas berwarna merah muda dengan menampilkan cahaya lampu
49
dengan warna merah muda. Semua yang terdapat dalam ruangan tersebut
memberikan makna waktu masa kini.
Gambar 19. Barnas dan Lukito (flashback)
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.19.30)
Pada setting Lukito berada menampikan rumah dengan dinding rumah
berwarna putih dan atap hitam, serta properti berwana putih dan kotak yang
digunakan sulap berwarna hitam memberikan makna masa lampau. Pola hitam
putih ini juga muncul beberapa kali dalam adegan berbeda, pada saat Ashima (istri
Barnas) menceritakan kisah masa lalu Lukito pada Lukman. Selanjutnya pola
hitam putih ini juga terdapat pada menit 00:31:30, saat komisioner polisi
mengingat-ingat kembali kejadian menghilangnya Marjuki, yang merupakan
anggota kepolisian.
50
Gambar 20. Rangkaian shot kejadian lalu
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.31.20 – 00.31.28)
2. Rumah Ashima (Babak Pertama)
Gambar 21. Rangkaian shot cerita Lukman dan Ashima
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.23.13 – 00.25.13)
Setelah kotak Yggdrasil berhasil dibawa oleh Barnas dari kantor polisi,
kemudian Ashimaa menelepon Lukman, karena Barnas yang tiba-tiba
menghilang. Lukman datang ke rumah Ashima, kemudian Ashima menceritakan
kisah tentang masa lalu Lukito (ayah Lukman). Dalam adegan tersebut, Lukman
kemudian mengingat kembali masa kecilnya, saat sang ayah mengajarkannya
sulap. Representasi ingatan masa kecil Lukman dimunculkan melalui setting
rumah Lukman, namun menggunakan hitam putih juga. Warna pada shot yang
51
muncul saat Ashima memulai cerita berubah menjadi hitam putih dengan frame
hitam di sekelilingnya.
Scene yang terdapat pada gambar 21 menampilkan dua setting yang
berbeda, pada setting pertama berada dalam rumah Ashima, yang memiliki warna
jingga sebagai warna dominannya. Sedang setting pada frame kedua rumah Lukito
yang merupakan bayangan dari cerita Ashima memiliki warna setting hitam,
putih, dan abu abu.
Gambar 22. Setting rumah Ashima saat bercerita kepada Lukman
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.25.45)
Ruang tamu rumah Ashima memiliki dinding berwarna putih bagian atas
dan berwarna kuning bagian bawah, lantai dengan puzzle berwarna kuning dan
putih, kursi berwarna coklat, meja berwarna merah muda dan lampu gantung
dengan warna cahaya berwarna kuning menampilkan kesan makna hangat dalam
52
ruangan tersebut. Ruang tamu Ashima menjadi setting waktu masa kini didukung
oleh dekorasi yang ada.
Gambar 23. Rangkaian shot cerita Masa lalu Lukito
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code: 00.23.37 – 00.25.13)
Adegan-adegan yang dimulai dari pertunjukan sulap Lukman yang sudah
lewat, proses negosiasi Barnas, dan interogasi Ashima, tersaji dalam rangkaian
shot hitam putih seperti gambar di atas. Hal ini merupakan salah satu dari tiga
adegan yang menceritakan masa lampau. Efek hitam, abu-abu, dan putih dalam
adegan tersebut muncul dalam pola yang sama, sebagai pembeda kejadian di masa
kini dan masa lampau. Hitam putih mewakili gaya film di masa lalu. Masa kini
ditunjukkan dengan frame berwarna, sedangkan masa lampau ditunjukkan dengan
frame monokrom hitam putih. Dari uraian frame monokrom hitam putih dari tiga
scene berbeda, dengan pola narasi yang sama, dapat diketahui bahwa kemunculan
53
frame monokromatik hitam putih digunakan untuk menunjukkan waktu yang
berbeda.
B. Warna sebagai Penunjuk Status Sosial
Dalam setting (bersama kostum) sebuah film dapat menentukan status
sosial pelaku ceritanya. Setting bisa saja wujud megah mulai bangunan yang luas,
warna terang di setiap dinding atau area dalam ruangan seperti halnya singgasana
raja yang mewah, serta perabotan yang lengkap, ornamen yang rumit, dan detail di
sekitar tempat layaknya sebuah rumah penuh seni menjadikan identitas dalam
membangun status sosial. Sedangkan setting untuk kalangan bawah, umumnya
bangunan kecil yang sempit, area gelap kumuh, serta properti yang minim dan
sederhana menjadikan sekilas tahu bagaimana setting disampaikan. Film ini juga
menunjukkan status sosial dari warna di setiap setting, sehingga menguatkan
cerita.
Setting yang menunjukan status sosial ada dua, yaitu: panggung
pertunjukan dan Institute Magician. Setting pada panggung pertunjukan memiliki
setting pendamping labirin tangga dan lorong, warna dominan yang ditampilkan
pada panggung pertunjukan adalah ungu, biru, dan merah. Sedang Insitute
Magician tidak memiliki setting pendamping dengan satu ruangan perjamuan
dengan warna dominan biru dan kuning emas.
54
1. Panggung Pertunjukan (Babak Pertama)
Gambar 24. Panggung pertunjukan
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:06:21)
Penunjukan status sosial diperlihatkan pada setting megah panggung
pertunjukan bergaya Eropa, yang tak lain adalah panggung pertunjukan sulap
Lukman. Lukman dikenal sebagai pesulap hebat yang telah lima kali mendapat
gelar grand master. Tentu saja, di kalangan pesulap lainnya, Lukman termasuk
pesulap kalangan atas.
Hal itu terlihat dari warna ungu pada latar panggung, ornamen mata
berwarna merah dan gorden penutup panggung berwarna merah. Menjadi identitas
dari dunia magis atau sulap, warna ungu juga sering digunakan pada latar film
fantasi. Warna ungu sendiri selalu berkaitan pada dunia spiritual. Selain itu, di
zaman Romawi Kuno, ungu merupakan warna kerajaan, warna yang menunjukkan
status sosial seseorang, hanya kaisar yang bisa mengenakan warna ungu.
55
Penggunaan warna ungu juga didukung dengan warna lainnya pada frame,
yaitu warna merah. Merah yang merupakan lambang dari api, dapat berarti sebuah
semangat, kemenangan, dan passion. Selain pada setting, bukti bahwa Lukman
memang digambarkan pesulap kelas atas, terdapat adegan beberapa pesulap yang
menonton pertunjukan Lukman, membicarakan gelar grand master yang telah
diperolehnya selama lima kali berturut-turut. Hal itu menunjukkan bahwa warna
ungu melambangkan status Lukman sebagai kalangan atas dalam kelompok sulap.
2. Institute Magician (Babak Kedua)
Gambar 25. Jamuan makan para pesulap
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:35:09)
Scene semua orang yang melihat pertunjukan lukman berkumpul,
mendiskusikan kejadian menghilangnya anak kecil dalam kotak kayu serta, curiga
akan tingkah polisi yang terus menyelidiki seolah penasaran dengan kotak kayu
56
tersebut. Setting ruangan menampilkan warna dominan kuning keemasan dengan
paduan biru dan jingga.
Dinding yang berada pada belakang pesulap berkumpul memiliki dua
warna, yaitu biru pada bagian atas dan kuning emas pada bagian bawah. Dinding
bagian samping memiliki warna jingga, untuk jendela menggunakan warna
kuning sebagai bingkai serta ornamen kaca dengan paduan tiga warna, yaitu biru,
kuning emas, dan jingga. Pada meja persegi panjang dengan alas atas meja
bercorak kuning keemasan dengan paduan warna biru, pada bagian bawah
menggunakan warna kuning keemasan. Lantai pada ruangan berwarna jingga
dominan dengan paduan warna biru.
Warna yang digunakan pada setting dan properti memiliki makna
tersendiri, kuning emas sebagai warna dominan melambangkan kekuasaan dan
status tinggi. Biru juga memiliki kesamaan seperti warna kuning emas yaitu
keagungan layaknya bangsawan Eropa. Jingga pada setting memberikan makna
dan kesan kreatif kepada para pesulap.
C. Warna Membangun Mood
Suasana merupakan hal yang dibangun dalam setiap scene. Suasana dalam
film juga bisa nampak pada setting adegan. Cara membangun mood pada setting
terdapat unsur lain yang saling berhubungan erat, yaitu tata cahaya. Setting terang
bersuasana lebih cenderung bersifat formal, akrab, dan hangat. Setting gelap
suasana lebih cenderung bersifat dingin, intim, bernuansa misteri, dan mencekam.
57
Setting yang menunjukan membangun mood ada dua, yaitu: panggung
pertunjukan dan rumah Lukman. Setting pada panggung pertunjukan memiliki
warna dominan ungu, biru, dan merah namun saat Lukman berada di panggung
sendiri gelap ditampilkan. Sedang rumah Lukman memiliki setting pendamping
menara pengawas dan halaman rumah Lukman.
1. Panggung Pertunjukan (Babak Pertama)
Gambar 26. Panggung sulap
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:06:12)
Pada menit 00:06:12 Lukman memulai pertunjukan dengan penuh rasa
percaya diri, lampu dari setting panggung berwarna ungu serta gemerlap kuning di
sekitar panggung menggambarkan kemewahan dan fantasi, kesenangan, dan
perayaan. Kemudian konflik dimulai pada menit 00:09:35 saat Iwan, yang
menjadi sukarelawan sulap menghilang dalam kotak. Kejadian hilangnya Iwan
kemudian menjadikan Lukman sebagai tersangka penculikan. Lukman kecewa,
58
karena di pertunjukan terakhirnya gagal menunjukkan sulap tanpa trik. Adegan
tersebut kemudian ditutup dengan Lukman mengangkat topi sulapnya dan suasana
setting menjadi suram.
Gambar 27. Panggung sulap 2
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:09:49)
Dari warna panggung yang cerah ungu kebiruan, kemudian berubah
menjadi hitam dan gelap, bersama dengan ruangan yang kosong dan Lukman
yang berdiri seorang diri tertunduk di panggung
59
Gambar 28. Panggung sulap 3
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:06:12)
Tampilan setting panggung yang berubah menjadi hitam karena efek
cahaya, mengisyaratkan suasana pada adegan Lukman merasa kecewa, sedih,
karena telah gagal dan harus berurusan dengan hukum. Meskipun hitam bukan
digolongkan sebagai warna, di budaya Barat, hitam dikaitkan dengan duka,
kesedihan dan keputusasaan, ketakutan dan kematian. Selain itu pada scene ini
juga diterapkan teknik color discordance atau penerapan warna yang menonjol,
yaitu warna merah pada kostum Lukman. Ketidakcocokan yang disengaja ini
bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada karakter.
60
2. Rumah Lukman (Babak Kedua)
Gambar 29. Lukman membuka kotak
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:39:27)
Penerapan warna pada setting untuk menggambarkan suasana juga
terdapat pada menit 00:39:38, menunjukkan adegan yang memperlihatkan
Lukman membuka kotak kayu yang baru tiba di rumahnya. Sesaat sebelum
dibukanya kotak tersebut diketuk terlebih dahulu, Lukman kemudian
membukanya, dan ternyata muncul sesosok gadis dengan pakaian gemerlap dari
dalam kotak tersebut, yang membuatnya terkejut karena tiba-tiba menari riang.
Dalam scene pada Gambar 29 menggunakan warna monokromatik jingga.
Warna jingga yang mendominasi pada Gambar 29 termasuk dalam
dimensi warna monokromatik, karena menggunakan nuansa warna tunggal, yang
terdiri dari krem, jingga muda, jingga, dan jingga tua. Penggunaan warna yang
harmonis menciptakan perasaan yang lembut, dan menyejukkan. Warna jingga
dimunculkan melalui kostum yang dipakai Lukman (jingga) tersebut, properti
61
kotak (jingga tua hampir kecoklatan), ruas-ruas setting rumah (jingga muda), dan
pintu (krem hampir ke kuning). Penggunaan warna jingga dalam scene ini untuk
menciptakan rasa kedekatan dan spontanitas. Jingga juga menggambarkan
kebahagiaan, dan enerjik. Hal ini selaras dengan adegan yang dimunculkan, yaitu
kepemilikan Lukman dengan kotak tersebut merupakan suatu kedekatan.
Gambar 30. Penari Sofnila muncul dari kotak
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:39:43-00:40:09)
Suasana penuh tawa saat sang penari berpindah posisi dari kiri kekanan
sebagai bentuk kebahagiaan. Pada Gambar 30 dihadirkan spontanitas dan enerjik
yang hadir dari sang penari, penari muncul keluar dari dalam kotak. Makna positif
warna jingga adalah: kegembiraan, yang sesuai dengan adegan pada gambar di
atas. Namun pada menit 00:41:38, saat sang penari sedih lantaran tahu, bahwa
dirinya tidak akan bisa kembali lagi frame pada film dipersempit, sehingga warna
yang nampak dominan adalah warna kuning.
62
Gambar 31. Sofnila sedang duduk
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:41:38)
Selain menggambarkan kebahagiaan, warna kuning juga memiliki makna
negatif, terutama warna kuning pucat, tidak seperti kuning cerah yang
melambangkan penyakit, kesuraman, dan kesedihan. Warna kuning ini Nampak
diterapkan dominan pada pintu setting rumah yang menjadi background sang
penari. Warna kuning pada setting rumah Lukman juga menggambarkan
kesedihan sang penari yang rindu akan kehadiran Master Yan. Hal ini tergambar
pada suasana adegan menit 00:44:16.
63
Gambar 32. Sofnila masuk keruangan
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:44:16
Warna kuning pada Gambar 32 dimunculkan melalui pintu-pintu rumah
Lukman. Penggunaan warna kuning dalam scene ini untuk menciptakan rasa
kesedihan akan rindu. Warna kuning ikut membangun mood saat sang penari
sedih ketika kembali mengingat Master Yan.
D. Warna sebagai Simbol
Narasi film seringkali terdapat simbol atau motif yang muncul, yang
bersifat bertentangan dengan realita yang biasa diketahui. Setting dapat
memunculkan motif atau simbol tertentu sesuai tuntutan cerita film tanpa disadari
ataupun sengaja diperlihatkan. Namun elemen natural biasanya seringkali
dimanfaatkan para sineas dalam menggambarkan status fisik dan mental tokoh-
tokohnya, misalnya, api yang berkobar seringkali digunakan sebagai simbol
amarah, adapula warna biru gelap yang melambangkan kesunyian dan
64
kesendirian. Setting yang menunjukan simbol hanya satu saja , yaitu: kantor
polisi.
1. Kantor Polisi (Babak Pertama)
Gambar 33. Kantor polisi
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code : 00:16:50)
Setting kantor polisi pada film Abracadabra, di Indonesia biasanya kantor
polisi dikenal dengan warna kuning dan coklat, namun pada film ini setting kantor
polisi dihadirkan dengan nuansa merah muda (pink). Hampir keseluruhan dekorasi
dan properti yang ada di kantor polisi menggunakan warna pink, mulai dari meja,
kursi, telepon, rak, kusen jendela, lampu, dan ATK (alat tulis kantor).
65
Gambar 34. Kantor polisi 2
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:20:22)
Pink selalu dikaitkan dengan arti lembut, penuh kasih, dan baik hati.
Warna yang dikenal sebagai warna yang penuh kasih dan perhatian, pink juga
memiliki makna negatif. Pink dalam artian negatif secara personality adalah
jebakan spektrum. Pink dapat memunculkan sisi licik, orang yang manipulatif,
dan terutama dalam lingkungan serba merah muda. Warna merah muda dapat
mendukung kurangnya motivasi. Hal ini tentu selaras dengan narasi yang
dibangun dalam cerita.
Dalam film Abracadabra, komisioner polisi digambarkan sebagai tokoh
antagonis. Meskipun seharusnya penegak hukum menjadi tokoh yang berada pada
sisi kebenaran, namun dalam cerita digambarkan bahwa sang polisi tersebut
memiliki dendam pada pesulap. Komisioner polisi digambarkan materialistik,
66
memanfaatkan jabatan dalam mengancam orang, selalu melakukan sindiran kasar,
dan bertingkah konyol.
Menit 00:20:22 diperlihatkan komisioner polisi mengizinkan Barnas
membawa kotak Yggdrisil dengan sarat memberi uang (suap). Pink digambarkan
dengan kesan feminim, digunakan oleh anak perempuan dengan kesan lemah
lembut. Dalam film ini pink menjadi konotasi negatif pada setting kantor polisi
yang harusnya terlihat maskulin. Setting pink pada kantor polisi ingin
menunjukkan kelemahan, dan kebodohan atau kekonyolan.
E. Warna sebagai Pendukung Aksi
Pada pertengahan film hingga klimaks, hampir keseluruhan bercerita
tentang Lukman yang mencari tahu kebenaran tentang kotak Yggdrasil. Setting
yang digunakan pada babak konflik ini adalah hutan, air terjun, dan bukit batu. Di
hutan klimaks sendiri menampilkan setting outdoor, memungkinkan akhir dari
petualangan Lukman dalam mencari kebenaran dari kotak kayu tersebut. Setting
yang menunjukan warna sebagai pendukung aksi ada dua, yaitu: Stonehenge
bersama air terjun dan hutan.
67
1. Setting Stonehenge dan air terjun (Babak Kedua)
Gambar 35. Setting dalam film dan realitas
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:57:49- 00:58:28 dan 01:04:26-
01:07:47 )
Dari perbandingan gambar di atas, dapat diketahui bahwa setting dalam
film Abracadabra mengalami proses color grading, yang merupakan secondary
grading berupa perubahan warna pada bagian tertentu. Gambar yang
dibandingkan adanya perbedaan warna pada bagian rumput, dan pepohonan.
Gambar asli, warna rumput dan pepohonan berwarna hijau, terkesan sejuk, dan
alami. Setting dalam film cenderung berwarna jingga yang bertempratur hangat.
Warna pada setting ini sangat bertolak belakang atau bertentangan dengan kostum
berwarna biru yang digunakan oleh Lukman.
68
2. Hutan (Babak Kedua)
Gambar 36. Setting jingga hutan
(Sumber: Film Abracadabra, 2020. Time code 00:58:43-01:09:00)
Warna komplementer atau warna berlawanan sering terkait dengan
konflik, baik internal maupun eksternal. Warna jingga dan biru merupakan salah
satu warna yang berseberangan seperti terdapat dalam shot Lukman yang bertemu
dengan penyihir kembar bagaimana hutan diberikan warna coklat sedang lukman
mengenakan stelan baju berwarna biru, menegaskan dalam cerita bahwa teka-teki
kotak semakin membuatnya frustasi, hal inilah juga menggambarkan konflik batin
yang sedang dialami oleh Lukman. Selain itu, penggunaan warna yang
berseberangan pada setting hutan yang jingga dan kostum Lukman yang berwarna
biru, ditujukan agar penonton dapat fokus pada setiap aksi atau momen yang
dialami Lukman. Maka dari itu, warna pada setting hutan ini membantu
69
menonjolkan aksi dari Lukman, dan juga menggambarkan pertentangan emosi
batin dengan lingkungannya sehingga memperkuat penyampaian tokoh dalam
adegan tersebut.
Dari pembahasan warna pada fungsi setting di atas, pembahasan
dirangkum sehingga menghasilkan poin utama yang ringkas disetiap
penjabarannya. Dalam rangkuman tersaji fungsi setting, yaitu penunjuk waktu,
penunjuk status sosial, membangun mood, sebagai simbol, dan pendukung aksi.
Warna dari masing-masing fungsi setting dijabarkan berdasarkan setting utama
setiap fungsi setting.
Tabel 3. Rangkuman warna pada fungsi setting
Fungsi setting Setting Keterangan
Warna Menunjukkan
Waktu
Kantor Polisi
(Babak Pertama)
Perbedaan setting utama kantor polisi
dengan setting pendamping, menjadi
penunjuk waktu ada pada perubahan
warna setting. Kedua warna ditampilkan
secara kontras, kantor polisi dengan
warna merah muda sedangkan setting
pendamping berwarna hitam, putih, dan
abu-abu. Dengan demikian pergantian
waktu dengan jelas disampaikan saat
setting berubah diikuti dengan warnanya.
Waktu yang ditampilkan dalam setting
masa kini dan masa lampau.
Rumah Ashima
(Babak Kedua)
Warna setting utama rumah Ashima,
dengan setting pendamping rumah ayah
Lukman, menunjukan kilas balik waktu
masa lampau. Dengan dihadirkannya dua
setting warna berbeda saat pergantian
setting. Dari rumah Ashima menuju
rumah ayah Lukman diikuti warna hitam,
putih, dan abu-abu. Menyampaikan waktu
yang berbeda. Warna setting rumah
Ashima sebagai setting waktu masa kini,
sedangkan setting rumah ayah Lukman
70
sebagai setting waktu masa lampau.
Warna sebagai
Penunjuk Status Sosial
Panggung
Pertunjukan
(Babak Pertama)
Status sosisal dihadirkan setting pada
panggung, dengan latar panggung ungu
ditambah ornamen mata dan gorden
berwarna merah. Warna ungu hanya
kaisar yang boleh menggunakan pada
Romawi Kuno, menegaskan status sosial
Lukman sebagai grand master sulap.
Ornamen berwarna merah mendukung
setting panggung melambangkan jiwa
semangat, kemenangan, dan passion.
Sesuai dengan gelar Lukman sebagai
grand master lima kali berturut-turut.
Institute
Magician
(Babak Kedua)
Simbol status sosial dalam Institute
Magician terdapat pada setting warna
ornamen di dalam ruangan perjamuan.
Dinding berwarna biru dan emas, jendela
dengan kaca berornamen biru, kuning
emas dan jingga, meja berwarna biru dan
kuning emas, dan lantai berwarna jingga
dan biru. Warna yang ada pada ornamen
memiliki makna status sosial. Kuning
emas melambangkan kekuasaan dan
status tinggi, biru melambangkan
keagungan layaknya bangsawan Eropa,
dan jingga kreatifitas.
Warna Membangun
Mood
Panggung
Pertunjukan
(Babak Pertama)
Mood pada setting ditunjukan warna pada
perubahan panggung pertunjukan. Warna
ungu dan biru yang ada pada setting
panggung Lukman, berubah menjadi
hitam dan gelap. Yang berarti perubahan
suasana hati Lukman yang kecewa dan
sedih karena kegagalannya.
Rumah Lukman
(Babak Kedua)
Penerapan warna pada setting rumah
Lukman yang menggambarkan suasana
berada pada setiap property. Kotak
berwarna jingga tua kecoklatan, ruas-ruas
rumah berwarna jingga, pintu berwarna
krem hampir ke kuning dan dinding
berwarna kuning. Warna tersebut
memiliki warna kebahagian namun bisa
juga kesedihan untuk mendukung adegan.
71
Warna sebagai Simbol (Kantor Polisi
Babak Pertama)
Warna pada setting kantor polisi memiliki
makna negatif yang dihadirkan. Pink
setting kantor polisi yang terlihat seperti
kelembutan, penuh kasih, dan baik hati.
Sebenarnya dihadirkan dengan makna sisi
licik dan manipulaif secara personality
Warna sebagai
Pendukung Aksi
Stonehenge dan
Air Terjun
Stonehenge dan air terjun menjadi
pendukung aksi pada setting film
Abracadabra. Gambar asli pada bagian
rumput dan pepohonan berubah setelah
proses color grading untuk mendukung
setting genre dunia fantasi.
Hutan Warna setting hutan keseluruhannya
adalah jingga. Warna tersebut menjadi
bertolak belakang dengan warna biru.
Kostum yang Lukman gunakan dengan
setting hutan berwarna jingga
menonjolkan setiap aksi Lukman. Warna
yang saling bertolak belakang juga
memberikan makna konflik.
Dari tabel di atas, warna menjadi bagian tak terpisahkan dari film
Abracadabra yang menjadikannya sangat penting, sehingga cerita bisa
disampaikan dengan memperkuat setiap fungsi setting dalam adegannya. Warna
menjadi penunjuk waktu dengan perubahan warna setting. Memberikan mood
untuk menunjang adegan. Status sosial diperlihatkan melalui warna ornamen dan
propertinya. Simbol-simbol dihadirkan warna pada setiap setting. Warna
memperkuat setting genre dunia fantasi dengan merubah warna asli menjadi tidak
beraturan.
72
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Film Abracadabra merupakan film yang mengusung tema magic dalam
ceritanya, yang menerapkan color grading secara dominan di dalamnya. Pada
beberapa bagian, warna yang digunakan pada film ini, khususnya setting turut
berperan dalam menunjukkan ruang dan waktu, membangun mood, menunjukkan
status sosial, dan mendukung aksi. Jenis-jenis harmoni warna yang digunakan
beragam, dalam penempatannya juga mempertegas bahwa film tersebut berlatar
sebuah dunia fantasi.
Warna untuk membangun ruang dan waktu biasanya cenderung
menggunakan warna gelap dan terang, dimana antara scene yang memiliki
perbedaan waktu biasanya memiliki perbedaan warna, warna yang digunakan
biasanya hitam putih atau sefia. Warna untuk membangun suasana atau mood
cenderung sesuai dengan karakter filosofi warna, misalnya warna jingga untuk
menggambarkan kehangatan.
Warna sebagai penunjuk status sosial, mempertimbangkan sejarah
penggunaan warna, seperti halnya warna ungu dalam pertunjukkan Lukman untuk
menunjukkan kelas atas, warna ungu hanya boleh dipakai oleh bangsawan. Warna
pada setting juga dapat mendukung aksi tokoh, seperti penggunaan warna artistik
yang melekat pada tokoh cenderung berlawanan dengan warna setting, hal ini
73
bertujuan membuat penonton fokus pada gerak tokoh. Dari beberapa uraian
tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan warna dalam setting film
Abracadabra berperan untuk memperkuat setting dalam film.
B. Saran
Warna merupakan salah satu mise-en-scene dalam film. Penggunaa warna
pada setting film berperan penting untuk memperkuat setting dalam suatu adegan,
mulai dari menunjukkan ruang waktu, mood, status sosial, dan mendukung aksi.
Penggunaan warna dalam film dapat memiliki persepsi yang berbeda, bergantung
pada elemen-elemen lain, seperti garis besar cerita, adegan tokoh, ekspresi, dialog.
Pengkajian warna memerlukan detil yang teliti dari setiap aspek dalam film,
mengingat warna sendiri memiliki makna ganda. Seperti warna merah dapat
melambangkan amarah, dapat juga melambangkan gairah.
Penelitian warna dengan genre film yang berbeda tentu dalam penggunaan
warna pasti memiliki arti atau makna yang berbeda. Penelitian ini berfokus pada
kajian teks, dengan menganalisis warna pada setting yang didukung dengan teori-
teori warna. Selain melalui observasi, validitas data melalui wawancara dengan
pihak yang bersangkutan, penting untuk mendukung hasil observasi.
Film Abracadabra sendiri merupakan film drama komedi yang
memainkan warna pada setiap setting, dengan menyalahi warna asli atau warna
konvensional. Selain keberadaan warna sebagai penguat setting pada film
tersebut, masih banyak pula hal-hal menarik lain dari film Abracadabra yang
74
dapat dikaji baik dari segi konten maupun teknis, sehingga dapat dihasilkan
penelitian baru yang lebih informatif, dan inovatif.
75
DAFTAR ACUAN
Pustaka:
Adams, S., & Helfand, J. (2017). The Designer’s Dictionary of Color. Abrams.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Ed. Rev. VI,
Cet. 14). Rineka Cipta.
Darmaprawira W. A & Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan Kreativitas
Penggunaannya. Penerbit ITB.
Eboch, M. M. (2015). A History of Film. Abdo Publishing.
Gibbs, J. (2002). Mise-en-scène: Film Style and Interpretation. Wallflower Press.
Kennel, G. (2007). Color and Mastering for Digital Cinema. Focal Press.
Moleong, L. J. (1996). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKiS.
Pratista, H. (2017). Memahami Film (Edisi 2) (2nd ed.). Montase Press.
Sanyoto, S. E. (2010). Nirmana Elemen-Elemen Seni dan Desain.
Subagiyo, Sulistyo. (2013). Dasar Artistik 1. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Stokes, J. C. (2003). How to do Media & Cultural Studies. SAGE.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan: (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D). Alfabeta.
Turner, G. (Ed.). (2002). The Film Cultures Reader. Routledge.
Sumber Internet:
Alur (Plot) Adalah—Pengertian, Contoh, Unsur, Jenis, Tahap. (n.d.). Retrieved
February 23, 2021, from https://www.gurupendidikan.co.id/alur-plot/
Dari India Hingga Afrika, Ini Makna Warna di Beberapa Negara Dunia—Semua
Halaman—National Geographic. (n.d.). Retrieved February 23, 2021,
76
from https://nationalgeographic.grid.id/read/131665120/dari-india-hingga-
afrika-ini-makna-warna-di-beberapa-negara-dunia?page=all
FilmIndonesia. (2021, February 20). Abracadabra.
http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a011-19-
948197_abracadabra#.YDDPkNgzbDd
Fourcoloursfilms. (2021, February 20). Abracadabra.
https://fourcoloursfilms.com/abracadabra/
Studioantelope. (2021, February 20). Mise en Scene dan Fungsinya dalam Film.
https://studioantelope.com/apa-itu-mise-en-scene/
Pickolor. (2021, February 20). PINK - Pink Color.
http://www.pickolor.com/meaning/pink.html
Artikel:
Berens, D. J. (n.d.). The Role of Colour in Films: Influencing the Audience’s
Mood. 51. http://danberens.co.uk/
M. Deswal and N. Sharma, “A Simplified Review on Fast HSV Image Color and
Texture Detection and Image Conversion Algorithm,” Int. J. Comput. Sci.
Mob. Comput., vol. 3, no. 5, p. 7, 2014
McLeod, J. (2016). Colours Psychology Today. O Books.
https://www.overdrive.com/search?q=F57C1358-C12C-4B44-9825-
70FA11D9C411
Sagita, R. P., & Da, NRA. C. (2018). Visualisasi Setting sebagai Penunjuk Waktu
dalam Film Aach Aku Jatuh Cinta. Capture : Jurnal Seni Media Rekam,
9(2), 92. https://doi.org/10.33153/capture.v9i2.2090
Sugihartono, R. A., & Sintowoko, D. A. W. (2014). Kostum dalam Membangun
Karakter Tokoh pada Film Soekarno. Capture : Jurnal Seni Media Rekam,
6(1), 18. http://doi.org/10.33153/capture.v6i1.725
Tri Budi Antono, U. (2013). Dekorasi dan Dramatika Tata Panggung Teater.
Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 10(2), Article 2.
https://doi.org/10.24821/resital.v10i2.478
77
GLOSARIUM
Analogue : Penggunaan warna yang berdekatan satu sama
lain pada roda warna
Chakra : Dala Hinduisme dan dalam sebagian budaya
Asia, cakra dipahami sebagai pusat energi
metafisik dan/atau biofisis dalam tubuh
manusia.
Color Grading : Pewarnaan skema warna video rekaman
Complementer : Penggunaan warna yang berseberangan satu
sama lain pada roda warna
Frame : Tangkapan gambar
Genre : Klasifikasi film dengan pola yang sama
Mise en scene : Segala hal yang berada di depan kamera
Monochrome : Skema berdasarkan variasi nilai dan intensitas
satu warna.
Off screen : Suara yang dihasilkan oleh karakter/obyek
diluar frame.
Scene : Segmen pendek/sebagian adegan dari
keseluruhan cerita
Setting : Waktu dan tempatyangadasaat cerita
dimunculkan, termasuk faktor-faktor
pendukung(iklim/musim, pemandangan,
orang, struktur sosial,faktor ekonomi, adat,
dan moral).
78
Shot : Adegan yang direkam kamera
Tint : Campuran suatu warna dengan putih untuk
meningkatkan kecerahan
Tone : Campuran suatu warna dengan kelabu, untuk
meningkatkan shading atau bayangan.
Triadic : Penggunaan tiga warna yang berjarak sama
satu sama lain pada roda warna
Yggdrasil : Pohon kehidupan, dan pohon yang sangat
besar yang memiliki mistis serta
menghubungkan beberapa dunia dalam
mitologi Nordik
79
LAMPIRAN
80
Lampiran Transkip Wawancara Terhadap Faozan Rizal
Media: Telepon
Waktu: Rabu, 18 Maret 2020
Durasi: 14:52 Menit
Pewawancara Selamat malam mas
Faozan Rizal Iya malam
Pewawancara Sebelumnya perkenalkan, saya Muhammad Rizal dari Institut
Seni Indonesia Surakarta, saya menghubungi mas Fozan untuk
melakukan wawancara dan verifikasi data. Karena penelitian
saya meneliti film abracadabra, kalau begitu langsung saja mas
ya. Untuk genre sendiri film abracadabra itu apa mas ?
Faozan Rizal Kita itu membebaskan genre, tapi kalau kita melihat disitu
fantasi pasti yakan, nanti dimasukin ke genre fantasi. Karena
waktu abracadabra ini ditulis, sebenarnya kita nyari itu ke
horor dan fantasi festivalkan dananya. Naskahnya kan menang
pertama kali di (Pocha) Korea Selatan, disitu kita punya uang
sedikit untuk development naskah, nah kita mulai development
naskah di draft duakan itu diundang Sydney film festival.
Untuk fantasi film festival juga, disana kita dapat grand juga
untuk story development, jadi kita develop lagi trus kemudian
diudang di Italy di Udinesse. Nah di Italy Udinesse ini kita
ketemu orang-orang media dari Singapore, yang tertarik untuk
membiayainya. Kalau dilihat sejarah dari film ini kita founding
itu ya fantasi film.
Pewawancara Untuk konsep dibebaskan tapi diarahkannya berarti di fantasi
mas ya ?
Faozan Rizal Iya
Pewawancara Settingnya sendiri untuk abracadabra itu bagaimana mas
sebenarnya ? di dunia real kita atau dunia fantasi?
Faozan Rizal Abracadabra sebenarnya menggaris bawahi sewaktu kecil kita
menonton sulap. Kita kan gak tahu apa-apa kita bingungkan,
orang bisa dipotong, orang bisa terbang. Secara nalar kita
bingungkan, kita lebih menekankan kebingungan itu dengan
kita gak merasa yakin dengan kita lihat. Dengan kita
81
menggunakan trik-trik seperti CGI berbagai macam untuk
menanggulangi itu kan jadi kayak film fantasi banget,
banyaklah film yang kayak gitu Starwars juga begitukan. Kita
dibawa antara percaya dan tidak percaya. Tapi kita tetap dalam
koridor dalam film festival dengan film eksperimentalnya, ada
dieksperimentasi naratif itu sendiri. Menjadi bingung seperti
waktu kita menonton sulap itu sendiri. Saya ingin membawa
kesitu sebenarnya.
Pewawancara Jadi eksperimentalnya itu lebih dinaratifnya ?
Faozan Rizal Iya, iya tidak tiba ternyata ini ternyata itu, jadi ya gitu-gitu aja
kita potong-potong. Kita bolak balik logika seharian logika
film, dan logika tata Hollywood dan cara bercerita Hollywood.
Pewawancara Di film bagian warna kan yang paling menonjol, dari hasil
analisis saya sendiri menggunakan color pallet, dari mas
Faozan sendiri sebenarnya menggunakan apa ?
Faozan Rizal Color pallet pasti, jangan lupa kita mengkumpulkan temen-
temen kita kayak Vida di tata artistik dan (Ajai) kostum, adalah
temen-temen yang seleranya sama dilukisan. Kita sama-sama
suka lukisannya Friza sama-sama suka lukisan Bosch. Dari situ
itu saya lebih gampang mengplan penata artistik dan penata
kostum saya untuk “ ini scene ini dibikin lukisannya Friza deh
karena ini sama ini itu (colorbratif)”. Nah kayak gitu itu saya
dapat lihat pameran, baca buku, lihat lukisan. Dan semuanya
keluar saat kita bikin frame jadi frame by frame itu semua dari
lukisan. Kalau ada anak dari seni murni pasti keinget para
maestro-maestro seni lukis kita.
Pewawancara Itu hampir semua scene atau beberapa mas ?
Faozan Rizal Shot malah, pershot itu lukisan orang
Pewawancara Jadi pershot itu adalah menggunakan referensi lukisan orang ya
mas ?
Faozan Rizal Kayak shotnya si Sofnila yag lagi bangun dari box yang
pertama itukan sebenarnya menggunakan Salvador Dali,
Salvador Dali women in the sea itu jamannya dia belum
surealis, kita menambahkan surealis dengan gagangan pintu
dibanyakin aja deh. Biar orang kembali mengingat ini tu Dali,
ini komposisinya Dali judulnya women in the sea tapi waktu
Dali masih awal-awal melukis belum menjadi maestro surealis
sekarang ini.
82
Pewawancara Kalau untuk kostum dan makeup sendiri bagaimana mas?
Faozan Rizal Sama kita mensurealistikanya gini, kita masuk ke wilayah yang
banyak kritik sosial jugakan,. Maksudnya kita masuk ke kantor
polisi, banyak kantor polisi yang menggunakan abu-abu, coklat
sehingga biasa aja. Ketika aku bikin pink orang akan ingat satu
Wes Anderson, kita kasih kantor polisi pinkkis apasih yang
terjadi dengan polisi sekarang ini. Kalau membawanya kekritik
sosial kita juga melakukan dengan warna itu.
Pewawancara Jadi untuk setting banyak menggunakan kritik sosial mas ya
untuk warnanya ?
Faozan Rizal Kebanyakan warna kantor polisi, kebanyakan kita bawa kesitu
walaupun secara satir dan kita masukinnya ke black komedi.
Karena banyak festival menganggap itu black komedi.
Yasudahlah aku bukan orang yang mematok genre film.
inginnya menampilin sesuatu yang gak pernah dipikirkan oleh
penyutradaraan Indonesia. Karena sutrada Indonesia terpatok
jumlah penoton, dan takut penonton ngerti ceritanya gak, dan
sebagainya. Kita pengennya membebaskan karya ini sebagai
relaksasi visualnya
Pewawancara Untuk propertinya juga sama penggunaan referensinya?
Faozan Rizal Semuanya, kayak Reza tidur di badthup waktu di hotelnya,
setelah melenyapkan orang. Ngapain dia tidur di badthup ?.
Tapikan kita melihat hal seperti itu banyak di karya
temporerinya Le Corbusier fotografer Prancis yang yang lebih
mirip lukisan.
Pewawancara Mungkin itu dulu mas, saya jadi mendapatkan banyak sekali
data dan refereni untuk penelitian ini.
Faozan Rizal Karena referensi kita gila-gilaan semuanya dari pelukis, dari
perframe-perframe bisa tahu, ada Escher disitu dengan tangga-
tangga, itu desain grafis dari Italy. Sebenernya yang bikin saya
menangis itu kan disitu banyak pink masa itu
misunderstanding, kayak Budapest yang serba pink masa
misunderstand semua. Kita itu sebenarnya mau menyampaikan
yang lainkan. Kita hadirkan visual sulapanlah, kamu jangan
tertipu dengan visualnya. Kamu ingin ikut ceritanya, tapi
ceritanya kita bikin eksperimental naratif tapi gak bisa
mengiktinya. Jadi apa yang bisa kamu ikutin? Ya kamu ikutin
sans mu divisual arts. Apapun warna dan bentuk, adegan,
acting. Semuanya bisa mempicturekan kamu ke apa? Mungkin
83
ingatan masalalu tentang tong setankah, potong leherkah yang
ada di kampung-kampung kita ada carousel. Ambil aja bagian
satu shot kamu pulang kamu bisa senyum pernah teringat
sesuatu di masa kecil. Ada mimpi mu yang kayak gitu. Saya
membuat film kayak gitu bukan ngomongin cerita yang ada
direal atau cerita yang bikin fantasi.
Pewawancara Kalau untuk warna sendiri mas, secara psikologis secara mood
bagaimana ?
Faozan Rizal Waktu kita masuk ke rumah Reza kita menggunakan tosca dan
pink, dan Reza menggunakan biru dan kuning. Di teori
manapun itu warna yang saling menabrak. Tapikan kita lagi
nabrakin teori.
Pewawancara Seperti adegan Reza di hutan itukan bagaimana Reza dengan
lingkungan yang mencolok sehingga emosinya berbeda itu
bagaimana?
Faozan Rizal Kita selalu menabrakan teori sehingga pink gak bisa sama tosca
masukin aja gak papa ininya pink ininya tosca, kita melihat
color pallet, anti palletnya bisa nih kita mainin. Kalau misalnya
kita ngecat mobilnya jadi pink. Dan berjalan di hijau itu
harmonik bagi kita. Tapi saat daunnya kita rubah jadi kuning
kecoklatan walaupun itu seperti adobe photoshop. Tapikan lagi
ngomongin lain, kamu akan melihat mobil itu karena kamu gak
enak lihat daun dengan warna kuning itu. Karena secara
psikologi visual kamu secara alam bawah sadarmu gak akan
terima Indonesia daunnya kuning.
Pewawancara Mungkin untuk sementara itu dulu pak.
Faozan Rizal Baik, kamu whatsapp aja kalau butuh sesuatu karena pandemik
ini jadi susah segalanya.
Pewawancara Baik pak. Terima kasih atas waktunya.
84
Lampiran Surat Ijin Permohonan Penelitin Dari Kampus Kepada Rumah Produksi
Fourcolors
85
Lampiran Email Balasan Perijinan Penelitian Film Abracadabra Beserta Link
Film