+ All Categories
Home > Documents > WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan...

WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan...

Date post: 10-Jul-2019
Category:
Upload: vukhue
View: 218 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
46
WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TPPU DI SEKTOR PERPAJAKAN 2017 “He who is not courageous enough to take risks will accomplish nothing in life” – Muhammad Ali PPATK-DJP
Transcript
Page 1: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN RISIKO INDONESIA TERHADAP TPPU DI SEKTOR PERPAJAKAN 2017

“He who is not courageous enough to take risks will accomplish

nothing in life” – Muhammad Ali

PPATK-DJP

Page 2: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Table of Contents

Contents To Our Stakeholders _________________________________________________________ 1

CHAPTER 1: PENDAHULUAN _________________________________________________ 2

CHAPTER 2: PENGUATAN REZIM PERPAJAKAN DAN REZIM AML CFT PASCA NRA ___ 13

CHAPTER 3: ANALISIS PENGUATAN REZIM PERPAJAKAN DAN REZIM AML CFT TERHADAP PEMETAAN RISIKO TPPU YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DI INDONESIA ________________________________________________ 36

CONCLUSIONs ____________________________________________________________ 44

Page 3: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 01

To Our Stakeholders Pendahuluan Bagian ini memberikan gambaran umum dan latar belakang pemikiran atas penyusunan white paper. Pada dasarnya hasil nilai risiko TPPU di bidang perpajakan disusun atas variable penyusun risiko yang terdiri dari ancaman, kerentanan, serta dampak. Dari ketiga variable tersebut factor kerentanan merupakan factor yang dapat cukup dapat dikendalikan oleh pemilik risiko dengan melakukan treatmen yang yang tepat pada kerentanan dimaksud. Setelah dokumen NRA ditetapkan, sector perpajakan telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, diantaranya pengesahan kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerentanan baik kerentanan dari pihak apgakum maupun pihak pelapor.

Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA Bagian ini menyajikan metode penilaian risiko baik dari dokumen NRA maupun SRA terkait sector perpajakan. Setelahnya disajikan pula upaya-upaya penguatan rezim perpajakan dan rezim AML.

Analisis Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML/CFT Terhadap Pemetaan Risiko TPPU yang Berasal dari Tindak Pidana Perpajakan di Indonesia Analisis dilakukan dengan melakukan pemetaan ulang atas risiko TPPU di bidang perpajakan dengan mempertimbangkan factor kerentanan risiko berdasarkan upaya-upaya penguatan resim perpajakan dan rezim AML yang telah dilakukan di Indonesia.

Conclusions Dengan adanya penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim APU PPT pasca NRA dan Undang- Undang tentang Pengampunan Pajak melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan dan bidang rezim AML/CFT, telah berdampak pada perubahan peta risiko TPPU menurut tindak pidana asal yaitu dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan yang semula berisiko tinggi menjadi risiko sedang.

“There are risks and costs to action. But they are far less than the long risks of comfortable inaction.” – John F. Kennedy

Page 4: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 02

CHAPTER 1: PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Latar Belakang Tulisan ini disusun untuk memberikan gambaran atas perkembangan tindak

lanjut di sektor perpajakan atas risiko-risiko pencucian uang dengan mengatasi kerentanan melalui penguatan internal dan legislasi di rezim perpajakan maupun di rezim anti pencucian uang.

Indonesia merupakan Negara yang sekitar 80% pembiayaaan negaranya berasal dari perpajakan. Sebagai Negara berkembang, tax ratio Indonesia cukup rendah, yaitu berada pada kisaran 11% (sumber: Nota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara berpendapatan menengah yang berada pada kisaran 16 s.d. 18% atau Negara maju yang berada pada kisaran 24% (sumber: ddtc.co.id). Indikator tersebut menyiratkan kinerja penerimaan yang tidak optimal dan adanya potensi penghindaran atau penggelapan pajak, baik yang dilakukan melalui penyembunyian kekayaan keluar negeri maupun di dalam negeri. Penyebab rendahnya tax ratio diantaranya dapat disebabkan oleh kepatuhan perpajakan yang masih minim1 serta terbatasnya kapasitas otoritas perpajakan dalam mengawasi aktivitas perekonomian di sector informal (underground economy)2, lokasi geografis Indonesia yang berada di sekitar negara tax haven (OFCs). Enste dan Schneider, menyebutkan bahwa kegiatan ekonomi bawah tanah (underground/shadow economy) di negara berkembang dapat

1 Naskah Akademis, UU TA 2 Hal.7, idem

Sumber: Nota Keuangan & RAPBN 2018

Page 5: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 03

mencapai 35-44% atau menurut Sasmita Wibowo mencapai 25% dari penerimaan Domestik Bruto3.Shadow economy merupakan perekomian yang bersumber dari kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh dari kegiatan illegal tersebut berpeluang dilakukan pencucian uang.

Mengingat tingginya risiko penggelapan pajak di Indonesia, pada akhir tahun 2015, kejahatan perpajakan berada pada peringkat ketiga tindak pidana yang paling berisiko pencucian uang di dalam negeri (domestik) Indonesia berdasarkan dokumen National Risk Assessment tindak pidana pencucian uang di Indonesia (NRA on ML) dengan menggunakan data dari tahun 2011 sampai dengan 2014. Dokumen NRA on ML ini disusun sebagai tindak lanjut penerapan Rekomendasi No. 1 FATF, yang hasilnya dapat digunakan negara untuk menilai risiko dan melakukan aksi pencegahan berdasarkan risiko tersebut (risk-based approach).

Sejak NRA dikeluarkan di tahun 2015, rezim perpajakan Indonesia telah melakukan banyak pembenahan dalam rangka meningkatkan kepatuhan perpajakan masyarakat Indonesia serta meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Hal ini tentunya dapat memberi pengaruh positif pada pemetaan risiko TPPU di bidang perpajakan yang terkini. Pembenahan tersebut meliputi pembenahan internal pada otoritas perpajakan, serta pembenahan regulasi terkait perpajakan dan rezim AML CFT. Indonesia telah dan terus melaksanakan reformasi sistem perpajakan jilid III, yang bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB sebesar 4 percentage points dalam waktu 4 tahun (2017-2020). Reformasi sistem perpajakan ini meliputi lima pilar utama, yaitu Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi dan Basis Data, Proses Bisnis, dan Peraturan Perundang-undangan. Berbagai aspek reformasi tersebut pada hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kehandalan pengelolaan administrasi dan basis data perpajakan, meningkatkan integritas dan produktivitas aparat perpajakan, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara.

3 Wibowo, Sasmito H. Growth convergence in Southeast Asia and underground economy in Indonesia. Southern Illinois University at Carbondale, 2001.

Page 6: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 04

Berbagai aspek dalam reformasi perpajakan tersebut juga ditujukan untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam kerangka sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan, seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan, dan Automatic Exchange of Information (AEOI). Dengan pemenuhan berbagai komitmen tersebut, Indonesia menunjukkan partisipasi aktifnya dalam turut serta mendukung inisiatif internasional di bidang perpajakan. Sebagai anggota G20, Indonesia siap untuk berbagi pengalaman dalam mereformasi sistem perpajakan, dan juga mendorong negara-negara G20 yang lain untuk berbagi pengalamannya kepada negara-negara lainnya.

Pembenahan internal dilakukan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku otoritas perpajakan di Indonesia yaitu melalui program reformasi perpajakan pasca pengampunan pajak. Pembenahan regulasi terkait perpajakan yaitu dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakanyang dapat mempersempit celah dilakukannya penggelapan pajak. Pada rezim AML CFT, telahdisahkanPeraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada level kebijakan, presiden melalui Instruksi Presiden No 2 Tahun 2017 telah memberi arahan atas penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PPATK. Instruksi tersebut adalah agar aparat penegak hukum menindaklanjuti LHA dan LHP dan menyampaikan hasilnya kepada PPATK. Apabila tidak ditemukan bukti yang cukup untuk proses penegakan hukum maka LHA dan LHP disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dilakukan penggalian potensi dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak maupun penegakan hukum di bidang perpajakan, dalam hal ini penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang akan mendukung rezim APU/PPT.

Upaya-upaya lainnya pada rezim perpajakan dan rezim pencucian uang, DJP dan PPATK sejak tahun 2011 telah menandatangani Kesepakatan Bersama untuk kerja sama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana perpajakan. Kerja sama tersebut mendukung optimalisasi penerimaan Negara serta penegakan rezim AML di bidang perpajakan dan

Page 7: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 05

diwujudkan dalam pembentukan Satuan Tugas sejak tahun 2014. Di samping itu, DJP telah dan terus melaksanakan kerjasama dengan aparat penegak hukum lain seperti Polri dan Kejaksaan, sejak penanganan tindak pidana asal sampai dengan penyidikan TPPU. DJP dan PPATK juga terus melaksanakan pertukaran informasi dan pemanfaatan data/informasi intelijen transaksi keuangan. Upaya-upaya penguatan rezim perpajakan dan rezim anti pencucian uang tersebut tentunya telah memberikan pengaruh positif terhadap perilaku kepatuhan masyarakat Indonesia atas kewajiban perpajakannya. Hal ini pada akhirnya akan mengkoreksi kerentanan sebagai faktor risiko pada NRA on ML 2015 yang lalu.

Tulisan ini disusun untuk memberikan gambaran atas perkembangan tindak lanjut di sektor perpajakan atas risiko-risiko pencucian uang dengan mengatasi kerentanan melalui penguatan internal dan legislasi di rezim perpajakanmaupun di rezim anti pencucian uang.

1.2 Overview NRA dan SRA di Bidang Perpajakan

Penilaian risiko dan penerapan berbasis risiko (risk-based approach) atas

penanganan tindak pidana pencucian uang merupakan hal mendasar yang harus

dilakukan suatu negara pada rezim anti pencucian uang. Hal ini berdasarkan

Rekomendasi No. 1 FATF yang mengharuskan setiap negara untuk

mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian

uang dan tindak pidana pendanaan terorisme atas negara tersebut. Penilaian risiko

tersebut dituangkan dalam dokumen Indonesia Money Laundering National Risk

Assessment, 2015 (NRA on ML). Negara juga perlu merumuskan rekomendasi-

rekomendasi untuk mengambil tindakan, serta memutuskan otoritas yang akan

mengkoordinasikan kegiatan penilaian atas risiko dan pendayagunaan sumber daya

yang bertujuan untuk memastikan bahwa risiko yang ada telah dimitigasi dengan

efektif. Untuk lebih mendetil dan terarahnya penanganan rezim anti pencucian uang

pada masing-masing bidang, maka disusun pula Sectoral Risk Assessment

(SRA).Diantara SRA tersebut,terdapat SRA di bidang perpajakan yang selesai

disusun pada tahun 2017.

Page 8: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 06

Secara umum, NRA on ML menempatkan tindak pidana perpajakan sebagai tindak pidana paling berisiko ketiga di dalam negeri, setelah tindak pidana korupsi, dan narkotika. Identifikasi SRA di bidang perpajakan menunjukan bahwa tindak pidana yang paling berisiko dilakukan pencucian uang adalah tindak pidana pada jenis pajak PPN dengan modus Pasal 39A UU KUP- menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

NRA

Indonesia Money Laundering National Risk Assessment, 2015 (NRA on ML) merupakan evaluasi terstruktur dan komprehensif serta pencatatan yang berkelanjutan atas risiko suatu negara terhadap TPPU.Penilaian ini mencakup unsur-unsur ancaman, kerentanan, serta dampak yang akan ditimbulkan. Dalam NRA on ML berbagai kecenderungan dan dampak dari setiap unsur risiko dianalisis dan dievaluasi secara komprehensif dengan mengadopsi international best practicessehingga dapat dilakukan pemetaan risiko berdasarkan skala prioritas. Setelah risiko diidentifikasi, dianalisis dan dievaluasi, selanjutnya diformulasikan strategi-strategi upaya mitigasi risiko untuk meminimalisir dalam hal risiko terjadi. NRA on ML dimonitor, ditinjau, dan dievaluasi secara regular dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait.

Setelah dilakukan analisis terhadap ancaman, kerentanan, serta dampak TPPU secara nasional, tindak pidana perpajakan menempati peringkat ketiga sebagai tindak pidana asal paling berisiko TPPU. Hasil analisis disajikan pada table berikut:

Hasil Analisis Faktor Risiko TPPU menurut Tindak Pidana Asalnya

Jenis TPA Tingkat Ancaman TPPU

Tingkat Kerentanan TPPU

Tingkat Kecenderungan TPPU

Tingkat Dampak TPPU

Kategori Risiko TPPU

Ranking Risiko TPPU

Narkotika 7.3 8.2 8.1 8.7 Tinggi 1

Korupsi 9.0 8.2 9.0 7.3 Tinggi 2

Perpajakan 6.9 7.6 7.5 7.6 Tinggi 3

Kehutanan 6.6 9.0 8.1 7.0 Tinggi 4

TP Perbankan 7.5 6.5 7.3 7.8 Tinggi 5

TP Pasar Modal 5.5 9.0 7.5 6.8 Tinggi 6

Page 9: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 07

Faktor risiko, disusun berdasarkan akumulasi dari tingkat ancaman, tingkat kerentanan, dan tingkat dampak TPPU. Tindak pidana perapajakan ancaman potensial dan persepsi aparat penegak hukum mendapatkan nilai yang tinggi.

Faktor risiko yang teridentifikasi pada NRA meliputi:

1. Tingkat kemungkinan pencucian uang yang merupakan akumulasi dari: a. berbagai potensi dan ancaman nyata pencucian uang, yang ditentukan oleh

jenis tindak pidana UU AML, baik domestik maupun asing, dan jenis profil pencucian uang;

b. berbagai potensi dan kerentanan pencucian uang yang dirinci menurut: kerentanan sektoral (pihak pelapor, aparat penegak hukum); kerentanan geografis; kerentanan pencucian uang dalam skala makro (aspek politik, sosial, teknologi, lingkungan dan legislatif).

2. Dampak pencucian uang yang dapat timbulkan baik dari aspek ekonomi, fisik, sosial, lingkungan, dan politik / struktural, yang dipecah menurut: jenis tindak pidana pencucian uang, kawasan, dan jenis pelaporan.

Dari ketiga faktor penyusun risiko TPPU di bidang perpajakan, tingkat kerentanan TPPU mendapat nilai yang cukup tinggi. Kerentanan TPPU dibagi antara kerentanan yang berasal dari pihak pelapor dan kerentanan dari aparat penegak hukum. Untuk kerentanan yang terkait dengan aparat penegak hukum, antara lain:

1. Kerentanan internal

- Kebijakan strategis dalam penanganan perkara TPPU

- Dukungan manajemen tertinggi terkait rezim anti pencucian uang

- Kebijakan dan prosedur dalam penanganan perkara TPPU

- Kehandalan sistem informasi dalam penanganan perkara TPPU

- Kecukupan dan kapabilitas SDM dalam penanganan TPPU

- Pengawasan internal rezim anti pencucian uang

- Persepsi terhadap isu terkait penanganan TPPU

2. Kerentanan tindak lanjut penanganan TPPU

- Persentase tindak lanjut atas penyampaian laporan hasil analisis dan/atau laporan hasil pemeriksaan kepada penyidik TPPU.

Page 10: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 08

Sedangkan untuk kerentanan yang berasal dari pihak pelapor yaitu terkait pengindentifikasian transaksi keuangan mencurigakan oleh pihak pelapor.

Penilaian risiko nasional terhadap TPPU mengadopsi pendekatan metode internasional diantaranya model FATF dan model World Bank. Dalam menilai risiko diformulasikan sebagai berikut:

IMF dalam "The Fund of Staff Approach to Conducting National Money Laundering of Terrorism Risk Assessment" menjelaskan bahwa:

"risiko dapat direpresentasikan sebagai R = f [(T), (V)] x C] di mana T merupakan ancaman, V mewakili kerentanan, dan C merupakan konsekuensi".

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing variable risiko dapat mempengaruhi hasil penilaian risiko. Dalam hal terjadi perubahan pada masing-masing variabel risiko maka dapat terjadi pergeseran tingkat risiko.

Penilaian variable-variabel risiko TPPU di bidang perpajakan berdasarkan dokumen NRA dirangkum sebagai berikut:

Page 11: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 09

SRA Tindak Pidana Pencucian di Bidang Perpajakan

SRA TPPU di bidang perpajakan bertujuan untuk menilai risiko tindak pidana perpajakan terhadap TPPU agar penanganan TPPU di bidang perpajakan dapat dapat dilakukan secara efekti. SRA TPPU di bidang perpajakan disusun secara mixed method dengan memanfaatkan data-data kuantitatif serta kualitatif melalui in-depth interview dengan narasumber. Atas data/informasi yang diperoleh tersebut kemudian dilakukan kajian/analisis dengan tujuan untuk mengidentifikasi tindak pidana perpajakan mana yang paling berisiko dilakukannya pencucian uangHasil evaluasi key risk TPPU pada tindak pidana di bidang perpajakan, diketahui bahwa tindak pidana Pasal 39A dan PAsal 39 ayat (1) huruf i merupakan tindak pidana perpajakan yang paling berisiko TPPU.

Key risk pada SRA TPPU di bidang perpajakan dirangkum sebagai berikut:

No Risk Factors Weighting

1 THREAT a. Real threat 40% b. Potential threat 60% Total threat 100% Analysis:

DGT external factors have a potential risk of money laundering. Thus, it is necessary to do coordination and strong cooperation among law enforcement agencies to resolve money laundering cases related taxation.

2 VULNERABILITY a. Real vulnerability 50% b. Potential vulnerability 50% Total vulnerability 100% Analysis:

The internal conditions in the tax sector have a strong influence over the occurrence of potential money laundering on tax crime.

3 CONSEQUENCE a. Real consequence 40% b. Potential consequence 60% Total consequences 100% Analysis:

High public trust is important in preventing and combating money laundering. This can be achieved by increasing the role of government in enforcing the law on taxpayers who have a tendency to disobey in conveying tax obligations resulting in the possibility of money laundering for tax evasion that they do.

Page 12: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 10

Berdasarkan analisis key risks di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerantasan dan pencegahan rezim AML tidak dapat dipisahkan dari penguatan rezim perpajakan. Apabila rezim perpajakan kuat, maka tingkat kepatuhan pajak akan meningkat dan potensi penghindaran pajak akan menurun, sehingga secara implisit peningkatan kepatuhan Wajib Pajak mengurangi potensi pencucian uang di sektor perpajakan.

Untuk memperkuat rezim pajak sekaligus untuk mengurangi risiko ML, rekomendasi strategis pada SRA di bidang perpajakan tidak terlepas dari upaya penguatan rezim perpajakan. Secara umum rekomendasi-rekomendasi diformulasikan dengan tujuan untuk memperbaiki / memperkuat peraturan / kebijakan, mereformasi / memperkuat organisasi, dan mengembangkan / memperkuat sumber daya manusia. Hal ini untuk menangani kelemahan internal yang menjadi variabel kerentanan pada factor risiko. SRA di bidang perpajakan menemukan bahwa hal-hal yang paling rentan terhadap penegakan rezim TPPU di bidang perpajakan antara lain sebagai berikut:

a. Rata-rata lama pemenuhan penelusuran transaksi keuangan ke PPATK terkait indikasi perkara TPPU;

b. Rata-rata lama pemenuhan penelusuran transaksi keuangan ke PJK terkait indikasi perkara TPPU;

c. Rasio kecukupan dan kecakapan SDM penanganan TPPU;

d. Rata-rata lama penanganan perkara TPPU hingga P21;

e. Potensi kesulitan asset recovery TPPU pada TPA;

f. Kerjasama penegakan hukum;

g. Kompleksitas pembuktian TPPU di peradilan;

h. Efektifitas (kualitas) pertukaran informasi;

i. Kecukupan legislasi dan regulasi;

Atas hasil penilaian risiko, priority action yang diformulasikan adalah sebagai berikut:

1. Dalam upaya pencegahan, serta untuk meningkatkan kepatuhan di bidang perpajakan dilakukan penilaian risiko berupa Compliance Risk Management (CRM) untuk efektifitas pemanfataan sumber daya dalam upaya peningkatan kepatuhan dan pengambilan keputusan strategis berbasis risiko.

Page 13: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 11

2. Melaksanakan mitigasi teknis yang terkait langsung dengan tindak pidana perpajakan yang paling berisiko TPPU yaitu Pasal 39A dan Pasal 39 ayat (1) huruf I, diantaranya: a. Mitigasi yang terkait dengan karakteristik dominan TPPU di bidang

perpajakan sebagaimana disebutkan pada E.1; b. Mengevaluasi peraturan/kebijakan terkait PPN, salah satunya mengenai

penanganan terhadap Wajib Pajak, Penerbit, dan/atau Pengguna Faktur Pajak tidak sah;

c. Dalam hal ditemukan indikasi TPPU beserta asetnya pada penyidikan Pasal 39A maka wajib dilakukan penyidikan TPPU;

3. Meningkatkan kegiatan penegakan hukum di bidang perpajakan dan TPPU secara selektif, dengan: a. Menambah jumlah output target P21 berdasarkan Standar Biaya Keluaran; b. Mengembangkan dan memanfaatkan kegiatan forensic digital dalam

mendukung efektifitas penegakan hukum di bidang perpajakan dan TPPU; c. Memperluas dan mengembangkan input bahan bukti permulaan melalui

penyelenggaraan workshop, pengembangan kasus pemeriksaan bukti permulaan maupun penyidikan.

4. Mengefektifitaskan proses penegakan hukum di bidang perpajakan dan pencucian uang melalui penguatan unit-unit terkait penegakan hukum dalam rangka reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan, dengan priority action sebagai berikut: a. Melakukan kajian dan penelaahan atas petunjuk teknis/kebijakan/peraturan

terkait proses pelaksanaan penegakan hukum di bidang perpajakan/TPPU; b. Melakukan penataan struktur organisasi/kelembagaan di bidang penegakan

hukum berdasarkan kajian terhadap peraturan terkait; c. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi yang terkait penanganan

tindak pidana termasuk penyempurnaan database/basis data Wajib Pajak. Basis data tindak pidana diperlukan untuk mengawasi tidak diulanginya perbuatan pidana, termasuk aplikasi untuk efisiensi dan pengawasan permintaan informasi ke PPATK;

d. Penyusunan petunjuk teknis untuk mendukung kegiatan penegakan hukum, yaitu: juknis tentang pelaksanaan tindak pidana pencucian uang, petunjuk

Page 14: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 12

teknis pelaksanaan pengelolaan barang sitaan atas aset yang disita dari kegiatan penyidikan tindak pidana asal dan TPPU, serta petunjuk pelaksanaan kegiatan forensic digital dalam rangka kegiatan penegakan hukum;

e. Apresiasi terhadap penyidik yang melakukan penyidikan TPPU; f. Pengembangan dan pemanfaatan kegiatan forensic digital dalam mendukung

kegiatan penegakan hukum. 5. Penguatan kerja sama dan koordinasi dengan instansi dan lembaga untuk

mengatasi keterbatasan informasi maupun untuk mendukung percepatan penanganan Tindak Pidana Perpajakan dan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya terhadap jenis Tindak Pidana Perpajakan yang berisiko tinggi Tindak Pidana Pencucian Uang, misalnya dengan Kejaksaan, Bareskrim POLRI, PPATK, OJK, KPK, Penyedia Jasa Keuangan, Kemenkumham, dll, antara lain:

a. Penyusunan sistem informasi terpadu dalam pembukaan rahasia perbankan;

b. Merekomendasikan PPATK untuk memprioritaskan permintaan informasi terkait penanganan TPPU di bidang perpajakan serta untuk menyelenggarakan diklat terkait TPPU kepada seluruh stakeholder demi penyamaan persepsi dalam penegakan rezim TPPU;

c. Melakukan kajian tentang Beneficial Owner (BO) dan persiapan terkait penerapan Automatic Exchange of Information (AOEI);

d. Turut serta dalam penyusunan Mutual Legal Assistance dengan negara lain;

6. Pembangunan SDM untuk mendukung penyidikan TPPU dengan jumlah yang proposional berbasis penilaian risiko melalui training, diklat, struktur organisasi/remunerasi.

Page 15: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 13

CHAPTER 2: PENGUATAN REZIM PERPAJAKAN DAN REZIM AML CFT PASCA NRA

Setelah NRA on ML dan SRA TPPU pada masing-masing sektor diformulasikan, beragam tindak lanjut prioritas telah dilakukan. Tindak lanjut tersebut secara umum diaplikasikan pada tiga hal yaitu: organisasi internal, kebijakan/ regulasi, dan kegiatan yang mendukung penguatan rezim AML dan rezim perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pelaksana rezim AML di sektor perpajakan menyadari bahwa proses penguatan rezim perpajakan dapat memberikan dampak positif dalam mengurangi potensi risiko pencucian uang di sektor perpajakan. Setelah NRA dirumuskan, DJP secara umum telah melakukan upaya terobosan untuk memperkuat rezim perpajakan di Indonesia dan juga telah menindaklanjuti rekomendasi SRA. Upaya tersebut dimulai setelah berakhir periode pengampunan pajak(tax amnesty) pada tahun 2015 sampai 2016. Tax amnesty merupakan langkah pertama menuju reformasi perpajakan dalam rangka memperbaiki tata cara perpajakan guna meningkatkan penerimaan negara dan kepatuhan Wajib Pajak.

Penguatan regulasi/ kebijakan untuk mendukung rezim perpajakan dan rezim AML dilakukan diantaranya dengan pengesahan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Peraturan tersebut merupakan langkah besar dalam penegakan rezim perpajakan. Sebelumnya, otoritas pajak memiliki keterbatasan dalam mengakses data lembaga keuangan. Pemberlakuan undang-undang tersebut akan mengatasi kekurangan DJP dalam mengakses informasi dalam proses penegakan hukum di bidangperpajakan atau pencucian uang. Regulasi lainnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada rezim AML, kebijakan pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2017 telah memberikan arahan tentang penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil

Page 16: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 14

Pemeriksaan (LHP) PPATK, serta pemanfaatan laporan tersebut untuk tujuan penerimaan pajak.

Kegiatan-kegiatan dalam rangka penguatan rezim perpajakan dan rezim AML pun telah dilaksanakan melalui pembentukan Satuan Tugas dan pelaksanaan kegiatan lainnya sebagai perwujudan poin-poin dalam rangka kerja sama di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana perpajakan.

2.1. Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Indonesia memiliki berbagai agenda pembangunan dalam mencapai tujuan

bernegara. Agenda pembangunan tersebut diwujudkan dalam berbagai investasi publik baik dari sektor kesehatan pendidikan, hingga infrastruktur. Namun demikian pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi pada beberapa tahun terakhir mengalami tren perlambatan sejak tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mengalami penurunan pada tahun 2013-2015 (5,6% menjadi 4,9%), namun kembali meningkat pada tahun 2016 menjadi 5,0% karena didorong oleh perbaikan iklim investasi, konsumsi rumah tangga dan pembangunan infrastruktur. Untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan sumber pembiayaan baik dari sektor publik maupun sektor

Sumber: Nota Keuangan & RAPBN 2018

Sumber: Nota Keuangan & RAPBN 2018

Page 17: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 15

swasta. Dari berbagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan, peran penerimaan pajak semakin penting.

Penerimaan dari sektor pajak memiliki porsi target terbesar dalam penerimaan negara sebagaimana tertuang dalam APBN yaitu sekitar 80 persen dari total target penerimaan negara. Target penerimaan dari sektor pajak selalu meningkat setiap tahunnya. Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak sendiri masih memiliki kendala dalam rangka optimalisasi penerimaan negara diantaranya rendahnya kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan masih terdapat banyak potensi pajak yang belum tergali dari Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai kekayaan dari penghindaran atau penggelapan pajak yang menyembunyikan atau menyimpan kekayaannya baik di dalam maupun luar negeri. Direktorat Jenderal Pajak juga masih memiliki keterbatasan data-data terkait jumlah aset warga negara Indonesia yang disimpan di luar negeri. Untuk itu, perlu adanya suatu kebijakan yang ditempuh untuk merepatriasi harta warga negara Indonesia.

Di kancah internasional, Indonesia telah berkomitmen untuk ikut serta dalam mengimplementasikan Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi secara otomatis antar negara yang secara resiprokal berdasarkan Common Reporting Standard (CSR) yang diharapkan mampu mendorong transparansi keuangan global terutama penentuan hak pemajakan atas transaksi lintas negara (cross border transcations). Dengan keikutsertaan Indonesia dalam AEoI akan meningkatkan kemampuan akses pemerintah Indonesia atas informasi keuangan milik Wajib Pajak Indonesia di luar negeri.

Bahwa untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan dari masyarakat dan perkembangan global dengan rencana implementasi AEoI maka Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan terakhir (one shot opportunity) bagi Wajib Pajak yang melakukan onshore maupun offshore tax evasion dengan menerapkan kebijakan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, Tax Amnesty bertujuan untuk:

Page 18: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 16

Total uang tebusan

Sumber: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti

1. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;

2. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan

3. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Pelaksanaan Tax Amnesty

Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam UU Pengampunan Pajak. Wajib Pajak peserta Tax Amnesty menyampaikan Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Surat Keterangan Pengampunan Pajak selanjutnya diterbitkan oleh Menteri Keuangan sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak.

Tax Amnesty dilaksanakan sejak 1 Juli 2016 s.d 31 Maret 2017 dan terbagi dalam 3 periode masing-masing 1 Juli s.d 30 September 2016 (Periode I), 1 Oktober s.d 31 Desember 2016 (Periode II), dan 1 Januari s.d 31 Maret 2017 (Periode III).

Total deklarasi harta

Sumber: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti

Page 19: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 17

Dalam 3 periode tersebut tercatat 973.426 pesertaTax Amnesty yang mana terdapat 52.784 Wajb Pajak Baru mengikuti Tax Amnesty di Indonesia dengan total 1.030.014 Surat Pernyataan Harta (SPH) (Sumber: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti).

Indonesia merupakan salah satu negara yang sukses melaksanakan Tax Amnesty dengan jumlah uang tebusan yang terbesar di dunia. Pelaksanaan Tax Amnesty di Indonesia mencatat keberhasilan diantaranya dengan total uang tebusan sebesar Rp115 Triliun. Selain itu, Tax Amnesty mencatat total deklarasi harta sebesar Rp4.884 Triliun yang terdiri dari Repatriasi sebesar Rp147 Triliun, Deklarasi Luar Negeri sebesar Rp1.037 Triliun, dan Deklarasi Dalam Negeri sebesar Rp3.701 Triliun(Sumber: http://www.pajak.go.id/statistik-amnesti).

Indonesian Voluntary Tax Compliance Scheme (VTC) Atau Tax Amnesty Tidak Bertentangan Dengan 4 (Four) Basic Principles FATF In Relation To The AML/CFT Policy Implications Of Voluntary Tax Compliance Programmes

Bahwa terdapat sejumlah hal yang mengemuka terkait dengan pemberlakuan Tax Amnesty di Indonesia yang tertuang dalam UU Pengampunan Pajak dalam kaitannya dengan upaya mendukung rezim Anti Pencucian Uang/Pencegahan Pendanaan Terorisme. Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG-ML) telah melakukan review terhadap beberapa ketentuan dalam UU Pengampunan Pajak yang berpotensi melanggar 4 (Four) Basic PrinciplesFATFIN RELATION TO THE AML/CFT POLICY IMPLICATIONS OF VOLUNTARY TAX COMPLIANCE PROGRAMMES, yang meliputi:

1. Principle 1: Effective Application of AML/CFT Preventative Measures

The effective application of AML/CFT preventative measures is a prerequisite for addressing and mitigating the ML/FT risks associated with implementing any type of voluntary tax compliance programme.

2. Principle 2: Prohibition of Exemptions From AML/CFT Requirements

The FATF Recommendations do not allow for full or partial exemptions from AML/CFT requirements in the context of implementing a voluntary tax compliance programme. Therefore, when implementing a voluntary tax

Page 20: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 18

compliance programme, national authorities should ensure that its terms do not allow, in law or in practice, for full or partial exemptions from AML/CFT requirements as set out in the FATF Recommendations. Voluntary tax compliance programmes which do so are in breach of the FATF Recommendations.

3. Principle 3: Domestic Cooperation and Coordination

When implementing a voluntary tax compliance programme, it should be ensured that all relevant domestic competent authorities be able to co-ordinate and co-operate, and exchange information, as appropriate, with a view to detecting, investigating and prosecuting any ML/FT abuse of the programme.

4. Principle 4: International Cooperation

The widest possible range of mutual legal assistance and exchange of information in ML/FT investigations, prosecutions and related proceedings relating to the abuse of voluntary tax compliance programmes, including asset recovery investigations and proceedings, should be provided.

Serangkaian pertemuan telah dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan APG diantaranya pada bulan Juli 2016 di San Diego dan pada tanggal 23-24 November 2016 di Sekretariat Asia Pasific Group on Money Laundering, Sydney, Australia. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, Delegasi Republik Indonesia telah menyampaikan penjelasan bahwa skema Tax Amnesty sama sekali tidak bertentangan dan berdampak pada upaya APU/PPT di Indonesia.

Pada pertemuan di Sekretariat APG Sydney tersebut disepakati salah satu hasilnya adalah bahwa Sekretariat APG dalam pertemuan APG Steering Group berikutnya akan menginformasikan kepada anggota Steering Group terkait kunjungan delegasi RI ke Sekretariat APG yang telah berlangsung dan upaya APU/PPT Indonesia tetap berjalan sebagaimana mestinya sejak skema Tax Amnesty berlaku. Selanjutnya pada tanggal 15 - 21 Juli 2017, Delegasi Republik Indonesia telah berpartisipasi dalam The 20th Annual Meeting of Asia Pacific Group on Money Laundering yang dilaksanakan di Colombo, Sri Lanka.

Page 21: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 19

Sidang Plenary secara formal menyatakan menerima dan mensahkan laporan APG Steering Group mengenai Voluntary Tax Compliance Scheme Indonesia atau kebijakan Tax Amnesty. Dengan pengesahan laporan tersebut, maka permasalahan terkait kebijakan Tax Amnesty Indonesia secara resmi dinyatakan selesai.

Pasca Tax Amnesty

Dengan selesainya pelaksanaan Tax Amnesty, Direktorat Jenderal Pajak telah mempersiapkan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melaksanakan reformasi perpajakan sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-360/KMK.03/2017 tentang Refomasi Perpajakan. Tax Amnesty ditujukan untuk mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta merupakan momentum keterbukaan informasi yang memperluas basis data perpajakan secara lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi untuk optimalisasi penerimaan negara khususnya dari sektor pajak untuk pembiayaan pembangunan nasional. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan pembenahan administrasi perpajakan melalui reformasi perpajakan yang meliputi organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi informasi (IT), basis data, proses bisnis, dan regulasi peraturan perpajakan. Reformasi perpajakan dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan tax ratio dalam jangka panjang. Salah satu langkah dalam penyempurnaan administrasi perpajakan melalui teknologi IT diwujudkan dengan Core Tax Administration System yang merupakan kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Australia Indonesia Partnership for Economic Governance/AIPEG selaku lembaga donor dan Ernst & Young Indonesia selaku konsultan. Core tax administration system adalah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pajak termasuk otomasi proses bisnis mulai dari proses pendaftaran Wajib Pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting. Direktorat Jenderal Pajak melalui Core Tax Administration System akan memfasilitasi kepatuhan melalui pemberian dukungan pelayanan yang lebih memudahkan bagi Wajib Pajak

Page 22: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 20

untuk memenuhi kewajiban perpajakan, penyederhanaan proses, dan edukasi Wajib Pajak. Dengan demikian, Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum secara lebih efektif dan efisien.

2. Menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 pada tanggal Mei 2017 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tanggal 31 Mei 2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2017. Hal ini sebagai tindak lanjut hasil 1st round peer review assessment dari Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purpose (Global Forum) yang menyatakan Indonesia sebagai salah satu “Partially-Compliant Jurisdiction” karena tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan (power to obtain and provide financial information). Indonesia yang telah berkomitmen untuk mengimplementasikan AEoI harus memenuhi salah satu persyaratan pokok untuk mengimplementasikan AEoI yaitu tersedianya legislasi domestik dalam bentuk legislasi primer (setingkat Undang-Undang) dan legislasi sekunder (peraturan di bawah Undang-Undang) yang mewajibkan lembaga keuangan untuk mengumpulkan dan melaporkan informasi keuangan kepada otoritas perpajakan dari negara atau yurisdiksi dimana lembaga keuangan tersebut berada, dan memberikan kewenangan kepada otoritas perpajakan untuk mempertukarkannya dengan negara atau yurisdiksi mitra. Berdasarkan kesepakatan negara-negara anggota Global Forum, legislasi primer dan legislasi sekunder tersebut harus telah tersedia paling lambat 30 Juni 2017 sehingga negara tersebut akan terhindar dari negara atau yurisdiksi yang dianggap “failing to meet their commitments” serta pelaporan sebagai “Non-Cooperative Jurisdiction” oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) kepada G-20.

Page 23: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 21

3. Menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersi yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan (PP-36/2017). PP-36/2017 sebagai bentuk konsekuensi dari Pasal 13 dan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak baik bagi peserta Tax Amnesty dan bagi yang tidak mengikuti Tax Amnesty sebagai berikut:

a. Konsekuensi bagi Wajib Pajak peserta Tax Amnesty yang memenuhi kondisi sesuai yang dipersyaratkan UU Pengampunan Pajak yaitu tidak jadi melakukan repatriasi, tidak menginvestasikan Harta selama 3 tahun, mengalihkan Harta keluar Negara Indonesia sebelum jangka waktu 3 tahun, atau ditemukan harta lain yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta maka harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

b. Konsekuensi bagi yang tidak mengikuti Tax Amnesty, jika ditemukan Harta yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 s.d 31 Desember 2015 dan belum dilapokan dalam SPT PPh maka harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2.2. Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA

Pembenahan Organisasi Internal Pembenahan organisasi internal di bidang perpajakan dilakukan melalui

program reformasi perpajakan. Program ini dicanangkan pada tanggal 9 Desember 2016 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan. Reformasi perpajakan adalah perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan.Sasaran program ini adalah petugas pajak, pembayar pajak, instansi terkait, dan masyarakat. Perubahan ini harus dilaksanakan dikarenakan kondisi penerimaan dan kepatuhan perpajakan yang masih sangat rendah sehingga

Page 24: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 22

mengakibatkan rasio pajak Indonesia terendah di antara Negara-negara Asean dan G-20 dan cenderung terus menurun. Program ini diwujudkan melalui transformasi lima pilar perpajakan Indonesia:

1. Organisasi: Untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui penajaman dan peningkatan fungsi organisasi, pengorganisasian dan peningkatan organisasi.

2. Sumber daya manusia: Untuk membentuk sumber daya manusia yang kuat, akuntabel, dan berintegritas

3. Teknologi Informasi dan Basis Data: Memastikan sistem teknologi informasi dan database yang andal, mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan keluaran yang akurat dan dapat diandalkan;

4. Proses Bisnis: Sederhanakan proses bisnis menjadi lebih efektif, efisien, akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup semua tugas DJP.

5. Perundang-undangan: Menetapkan kebijakan perpajakan yang memperluas basis pajak, memberikan kepastian hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan meningkatkan penerimaan pajak.

Pencapaian Reformasi Pajak pada kuartal pertama 2017, dilaporkan sebagai berikut:

Pilar Achievement 1 Organisasi a. Peluncuran mobile tax unit (MTU), yaitu unit

organisasi non-struktural untuk pelayanan di luar kantor;

b. Piloting KPP Mikro pada KP2KP yang melakukan fungsi pelayanan dan pengawasan.

2 Sumber daya manusia

3 Teknologi Informasi dan Basis Data

a. E-billing support, yaitu integrasi sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui outbound call;

b. Fasilitas virtual assistant dan live chatting, yaitu fitur pelayanan tanya-jawab dalam website pajak.go.id yang terhubung dengan call center Kring Pajak;

c. E-Form 1770 dan 1770S, yaitu SPT elektronik untuk menyelesaikan masalahan e-filing;

d. Prepopulated SPT OP Karyawan, yaitu data bukti potong WP OP karyawan secara otomatis muncul dalam e-form atau e-filing;

e. E-Bukpot atau bukti potong pajak secara elektronik yang memudahkan administrasi data

Page 25: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 23

sekaligus menjadi input bagi prepopulated SPT; f. Peluncuran Platform Kartin1, yaitu platform yang

menggabungkan NPWP dengan kartu identitas lainnya;

g. Mendapatkan dukungan AIPEG untuk program pengembangan core tax system;

h. Persiapan implementasi penegakan hukum pasca-Amnesti Pajak, termasuk distribusi data perpajakan terkait dengan kepemilikan harta, joint audit dengan Ditjen Bea dan Cukai, implementasi AKRAB (OJK)-AKASIA (Ditjen Pajak), dan outbound call dalam rangka memperkuat tindakan penagihan aktif.

4 Perundang-undangan

a. Mendapatkan dukungan KADIN untuk proses konsultasi dan sosialisasi program Tim Reformasi Perpajakan;

b. Mendapatkan dukungan AIPEG untuk membantu proses harmonisasi antara rencana kerja dan kebijakan fiskal;

c. Mendapatkan dukungan World Bank untuk membantu penyusunan kebijakan fiskal yang lebih sederhana dan berkeadilan.

Pembenahan Regulasi/ Kebijakan 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan

untuk Kepentingan Perpajakan

Pembangunan Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran yang setara dan adil, sesuai dengan amanat yang diberikan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewenangan pemajakan diberikan dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa pajak dan pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur oleh undang-undang. Komponen terbesar penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak, yang mencakup sekitar 80% dari anggaran nasional yang didanai dari penerimaan pajak. Namun, kendala dari faktor internal dan faktor eksternal masih menghambat upaya Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Untuk mengatasi hambatan tersebut dari faktor internal, Pemerintah Indonesia saat ini melakukan reformasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak yang bertujuan untuk memperbaiki peraturan perpajakan, struktur organisasi, proses bisnis,

Page 26: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 24

pengelolaan data dan informasi, dan sumber daya manusia. Di sisi lain, dari faktor eksternal, selain menurunnya ekonomi dan perdagangan global, masih banyak wajib pajak Indonesia yang ditemukan melakukan penghindaran pajak dan/atau penghindaran pajak dengan menyembunyikan aset mereka di negara berpajak rendah. Masalah tax haven dan ketiadaan mekanisme dan undang-undang yang diperlukan untuk pertukaran informasi antara yurisdiksi mempersulit upaya pengumpulan pajak di Indonesia yang didasarkan pada sistem self-assessment.

Di sisi lain, pengawasan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakan secara self assessment sangat penting untuk meningkatkan

penerimaan pajak. Pengawasan tersebut dapat dilaksanakan secara optimal

apabila akses bagi otoritas pajak untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan tersedia untuk mengembangkan basis data perpajakan yang lebih

kuat dan lebih akurat. Peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,

perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, dan peraturan lainnya

membatasi akses otoritas pajak untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan, baik dari segi prosedur dan persyaratan. Keterbatasan akses ini

digunakan oleh Wajib Pajak agar tidak memenuhi kewajibannya untuk

melaporkan pendapatan aktual dan asetnya dalam SPTnya. Hal ini dapat

menjadi kendala bagi keberlanjutan efektivitas kebijakan amnesti pajak dan

melemahkan pengembangan database perpajakan yang lebih andal, juga

Indonesia berpotensi menjadi yurisdiksi untuk tujuan transfer dana ilegal.

Saat ini, Indonesia telah menandatangani perjanjian perpajakan internasional dengan banyak negara/yurisdiksi yang salah satu perjanjiannya meliputi pertukaran informasi, termasuk pertukaran otomatis informasi keuangan nasabah sesuai dengan standar internasional yang disepakati. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Indonesia agar dapat menerapkan pertukaran informasi keuangan secara otomatis adalah dengan memberlakukan peraturan perundang-undangan dalam negeri yang memungkinkan otoritas pajak untuk mengakses informasi keuangan, mewajibkan lembaga keuangan untuk melaporkan informasi keuangan kepada otoritas pajak secara otomatis,

Page 27: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 25

dan menentukan kewajiban lembaga keuangan untuk melakukan prosedur due diligence untuk tujuan pelaporan, dan menetapkan pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan.

The Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum), yang pada bulan September 2017 beranggotakan 142 negara/yurisdiksi termasuk di Indonesia, telah menilai transparansi dan efektivitas pertukaran informasi di setiap anggota dan telah memberi nilai terhadap 113 negara/yurisdiksi termasuk Indonesia. Pada tahap pertama peer review, Indonesia dinilai sebagai yurisdiksi yang "Partially-Compliant”, mengingat tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak di Indonesia untuk memperoleh dan memberikan informasi keuangan sesuai dengan standar transparansi dan pertukaran informasi. Hal Ini merupakan konsekuensi dari keterbatasan akses terhadap informasi keuangan untuk tujuan perpajakan oleh undang-undang yang berlaku di bidang hukum perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal. Peringkat “partially-compliant” tersebut berarti bahwa Indonesia dianggap sebagai yurisdiksi yang tidak transparan dan kurang efektif untuk pertukaran informasi keuangan dari sudut pandang semua negara/yurisdiksi mitra pertukaran informasi dan sejumlah organisasi internasional.

Pertukaran informasi keuangan untuk keperluan perpajakan, selain dilakukan berdasarkan permintaan, juga dapat dilakukan secara otomatis,salah satunya: Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI atau pertukaran informasi keuangan nasabah secara otomatis. Sampai dengan Agustus 2017, 102 negara (termasuk Indonesia) telah menyatakan komitmennya untuk menerapkan pertukaran otomatis informasi keuangan nasabah berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang dirancang oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan G20. Komitmen Indonesia diwujudkan dengan menandatangani the Multilateral Competent Authority Agreement on AEOI pada tanggal 3 Juni 2015. Indonesia setuju untuk memulai pertukaran informasi keuangan secara otomatis pada bulan September 2018. Apabila Indonesia gagal dalam memenuhi komitmennya untuk pelaksanaan AEOI sesuai dengan Standar, maka Indonesia akan masuk dalam

Page 28: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 26

daftar yurisdiksi yang non-kooperatif. Hal ini akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, termasuk menurunnya tingkat kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan potensi gangguan stabilitas ekonomi nasional. Selain itu, Indonesia akan menjadi yurisdiksi tujuan penempatan dana ilegal.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pada tanggal 8 Mei 2017, Indonesia telah

memberlakukan undang-undang mengenai kewenangan untuk mengakses

informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, yaitu Undang-undang Nomor

9 Tahun 2017 tentang Akses terhadap Informasi Keuangan untuk Tujuan Pajak

(UU 9/2017). Undang-undang ini memberikan akses yang luas bagi otoritas

pajak untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk tujuan

perpajakan, baik untuk kebutuhan dalam negeri, maupun memenuhi standar

persyaratan komitmen internasional Indonesia.

Ketentuan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017

1. Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk menerima informasi keuangan

secara otomatis, dan untuk mendapatkan informasi keuangan berdasarkan

permintaan kepada lembaga keuangan.

2. Lembaga Keuangan adalah institusi dengan kegiatan di bidang:

a. Perbankan;

b. Pasar modal;

c. Asuransi; dan/atau

d. Entitas lainnya.

3. Lembaga Keuangan wajib menyampaikan laporan informasi keuangan

berdasarkan Common Reporting Standards (CRS), dan harus menyerahkan

laporan informasi keuangan untuk kepentingan pajak dalam negeri.

Page 29: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 27

4. Lembaga Keuangan harus melakukan prosedur due diligence (customer due

diligence/CDD) kepada seluruh nasabahnya. CDD harus mencakup, namun

tidak terbatas pada:

a. Verifikasi atas tempat tinggal pemegang rekening;

b. Verifikasi nasabah yang dilaporkan;

c. Verifikasi rekening yang dilaporkan;

d. Verifikasi pengendali; dan

e. Dokumentasi CDD.

5. Lembaga Keuangan juga wajib memberikan informasi keuangan

berdasarkan permintaan Direktorat Jenderal Pajak.

6. Mekanisme pelaporan: melaporkan secara elektronik melalui aplikasi dan

secara manual; serta periode pelaporan.

7. Kewenangan Menteri Keuangan, sebagai salah satu Pejabat yang

Berwenang di Indonesia dalam pertukaran informasi, untuk bertukar

informasi keuangan dengan Pejabat yang Berwenang negara/yurisdiksi

lainnya.

8. Sanksi yang diterapkan untuk ketidakpatuhan: karena tidak menyampaikan

laporan; karena tidak melakukan CDD; tidak memberikan informasi yang

diminta; dan memberikan informasi palsu.

9. Penghapusan beberapa ketentuan yang menghambat kewenangan untuk

mengakses informasi keuangan.

10. Memberikan mandat untuk pelaksanaan teknis Undang-Undang kepada

Menteri Keuangan.

Implementasi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017

UU 9/2017 diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan

Nomor70/PMK.03/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

Page 30: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 28

Keuangan Nomor73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses

Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, meliputi:

1. Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk menerima informasi

keuangan secara otomatis, dan untuk mendapatkan informasi keuangan

berdasarkan permintaan kepada lembaga keuangan;

2. Kewajiban pelaporan;

3. Ketentuan lembaga keuangan;

4. Ketentuan laporan yang dapat dilaporkan: prosedur verifikasi; dan

mekanisme pelaporan;

5. Prosedur dan prosedur identifikasi rekening;

6. Penyedia layanan;

7. Anti penghindaran;

8. Memberikan informasi atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak;

9. Kerahasiaan;

10. Penerapan sanksi.

PMK 70/PMK.03/2017 mencakup kepentingan pajak dalam negeri dan juga

komitmen internasional Indonesia dalam transparansi dan pertukaran informasi

untuk tujuan perpajakan.

Manfaat dan Urgensi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017

UU 9/2017 merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk mendukung

transparansi dan pertukaran informasi dalam upaya memberantas dan

mencegah penghindaran pajak dan pengelakan pajak. Sejak 2009, dunia telah

mengumumkan berakhirnya era kerahasiaan perbankan. Indonesia secara aktif

berpartisipasi dalam komitmen global untuk mencegah dan memberantas

penghindaran pajak dan pengelakan pajak dengan bergabung dalam organisasi

internasional (Global Forum) dan mengikatkan diri pada beberapa kesepakatan

Page 31: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 29

internasional dalam masalah pajak secara bilateral dan multilateral, seperti:

Persetujuan Penghidaran PajakBerganda/P3B, Konvensi Multilateral tentang

Bantuan Administratif Timbal Balik dalam Masalah Pajak, Perjanjian Multilateral

Pejabat yang Berwenang, dan Perjanjian Pertukaran Informasi Pajak.

Komitmen Indonesia dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis

memudahkan Indonesia dan banyak negara dalam mendeteksi penghindaran

dan pengelakan pajak dengan menggunakan off-shore financial centre (OFC).

Mendapatkan informasi keuangan dari OFC menyebabkan database pajak lebih

kuat dan lebih dapat diandalkan di otoritas pajak. Keuntungan ini juga sejalan

dengan kebijakan amnesti pajak dalam hal analisis kesenjangan pajak dan aset

tersembunyi di luar negeri.

Dari perspektif domestik, UU 9/2017 akan mengintegrasikan informasi keuangan

dari Wajib Pajak (dari SPT mereka) dan dari lembaga keuangan. Informasi

terpadu ini meningkatkan akurasi dan keandalan database perpajakan di

Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karena itu, ini akan mendukung upaya

peningkatan rasio pajak Indonesia menjadi 16% pada tahun 2019 seperti yang

direncanakan dalam bentuk cetak biru pembangunan Indonesia 2015-2019

(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN).

Prinsip self assessment yang diterapkan di Indonesia membutuhkan

pengawasan dan penegakan hukum. Dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak,

otoritas pajak harus memiliki database yang akurat dan andal, yang mana salah

satunya diperoleh dari kuasa untuk memperoleh informasi keuangan dari

lembaga keuangan sebagaimana diatur dalam UU No. 9/2017.

Ada dua masalah mengenai akurasi dan database pajak yang dapat diandalkan:

a. Informasi harus menunjukkan kondisi nyata pembayar pajak, pendapatan,

dan aset pembayar pajak; dan

b. Informasi harus tersedia pada waktu yang tepat.

Page 32: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 30

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan amanat Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, dalam melaksanakan fungsinya, PPATK berwenang meminta dan mendapatkan data dan informasi dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan:

1. mengelola data dan informasi; dan/atau

2. menerima laporan dari profesi tertentu.

Adapun jenis data dan informasi dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta tersebut, terdiri atas:

1. daftar pencarian orang;

2. laporan harta kekayaan penyelenggara negara;

3. data dan informasi terkait profil pengguna jasa;

4. data dan informasi yang berkaitan dengan kliring dan/atau settlement di industri jasa keuangan;

5. data dan informasi yang berkaitan dengan politically exposed persons;

6. data dan informasi kependudukan;

7. data dan informasi di bidang administrasi badan hukum;

8. data dan informasi mengenai lalu lintas orang atau barang dari dan keluar wilayah Indonesia;

9. data dan informasi di bidang pertanahan;

Page 33: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 31

10. data dan informasi di bidang perpajakan; dan/atau

11. data dan informasi lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Selain mengatur mengenai jenis data dan informasi, Peraturan Pemerintah ini mengatur juga mengenai:

1. tata cara penyampaian data dan informasi oleh Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

2. kewajiban bagi Pimpinan Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk untuk bertanggung jawab atas data dan informasi yang disampaikan dan merahasiakan permintaan data dan informasi oleh PPATK.

3. kewajiban bagi PPATK untuk merahasiakan data dan informasi yang diterima dari Instansi Pemerintah dan/atau lembaga swasta, kecuali untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Pimpinan Instansi Pemerintah dari/ atau lembaga swasta serta pejabat atau pegawai yang ditunjuk tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata atas penyampaian data dan informasi.

3. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017)

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang serta meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017). INPRES-02/2017 pada intinya berisi instruksi

Page 34: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 32

kepada Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, dan Kepala Badan Narkotika Nasional selaku pimpinan dari penyidik yang berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing untuk memanfaatkan secara optimal Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Para aparat penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 diinstruksikan untuk menindaklanjuti LHA dan LHP yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain terkait dengan tindak pidana pencucian uang sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Selanjutnya aparat penegak hukum menyampaikan hasil tindak lanjut LHA dan LHP tersebut kepada PPATK.

Salah satu poin terpenting dalam INPRES-02/2017 adalah instruksi kepada Menteri Keuangan untuk mengkaji potensi penerimaan pajak atas informasi hasil penyelidikan atau penyidikan atas LHA dan LHP yang tidak ditemukan bukti yang cukup untuk proses penegakan hukum atau dihentikan penyelidikan atau penyidikan berdasarkan informasi dari PPATK serta memberikan laporan atas pelaksanaan Instr. Dalam kegiatan tersebut, Menteri Keuangan dapat meminta pejabat atau pegawai PPATK untuk ditunjuk sebagai tenaga ahli. Dengan demikian, peran Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak sangat signifikan untuk menindaklanjuti LHA dan LHP dari aparat penegak hukum lainnya baik dalam rangka penggalian potensi untuk optimalisasi penerimaan negara dari sektor pajak maupun penegakan hukum di bidang perpajakan dalam hal ini penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan yang akan mendukung rezim APU/PPT.

Pelaksanaan Kegiatan di Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Optimalisasi Kerja Sama PPATK dan DJP Kerjasama penegakan rezim AML di bidang perpajakan telah dimulai sejak tahun 2011, yaitu ditandai dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara PPATK dan DJP nomor NK-51/I.02/PPATK/10/11 atau Nomor KEP-268/PJ/2011 tanggal 19 Oktober 2011. Ruang lingkup kesepakatan meliputi: pertukaran data

Page 35: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 33

dan/atau informasi, perumusan peraturan perundang-undangan, penanganan perkara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana di bidang perpajakan, pengembangan system teknologi informasi, penugasan pegawai, pelaksanaan kajian, sosialisasi, penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.

Sejak tahun 2015, untuk mengoptimalkan pemanfaatan data transaksi keuangan, Kementerian Keuangan dan PPATK membentuk beberapa Satuan Tugas yaitu Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi Transaksi Keuangan dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum Perpajakan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 487/KM.1/2015 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1456/KM.1/2016; Tim Satuan Tugas Penanganan Data dan/atau Informasi dalam rangka Optimalisasi Penegakan Hukum di Bidang Penagihan Pajak melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KM.1/2016 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1456.1/KM.1/2016. Satuan tugas tersebut dibentuk untuk mengoordinasikan dan mengoptimalkan penanganan data dan/atau transaksi keuangan dalam rangka penegakan hukum maupun penagihan perpajakan. Pelaksanaan tugas Tim tersebut telah mendukung penerimaan Negara.

Tim Satuan Tugas tersebut telah menghasilkan tindak lanjut yang dicatat sebagai berikut:

1. Berdasarkan nilai ketetapan pajak (selain kegiatan penagihan), data dan/atau informasi dari PPATK yang telah ditindaklanjuti adalah sebagi berikut:

No Tahun Pajak Nilai Ketetapan

Posisi 31 Des 2016

Posisi 30 Juni 2017

Peningkatan

1 s.d. 2013 2.068.554.175.460 2.068.554.175.460 -

2 2014 84.400.440.161 84.400.440.161 -

3 2015 280.969.731.935 326.516.740.939 45.547.009.004

4 2016 1.012.869.187 19.573.347.464 18.560.478.277

Jumlah 2.434.937.216.743 2.499.044.704.024 64.107.487.281

Page 36: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 34

2. Berdasarkan pembayaran pajak atas tindak lanjut data dan/atau informasi dari PPATK dilaporkan sebagai berikut:

No Tahun Nilai Pelunasan

Posisi 31 Des 2016

Posisi 30 Juni 2017

Peningkatan

1 s.d. 2013 1.040.223.468.177 1.040.223.468.177 -

2 2014 420.134.698.585 420.134.698.585 -

3 2015 880.084.936.630 891.502.864.006 11.417.927.376

4 2016 5.449.633.000 134.366.968.332 128.917.335.332

Jumlah 2.345.892.736.392 2.486.227.999.100 140.335.262.708

Keterangan: Jumlah pembayaran berdasar pada: 1) ketetapan; 2) imbauan (pemanfaatan data); 3) pengungkapan ketidakbenaran oleh Wajib Pajak saat pemeriksaan bukti permulaan sesuai

Pasal 8 ayat (3) UU KUP; 4) penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP; 5) pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pelunasan pajak yang seharusnya

tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan yang mengikuti Tax Amnesty;

6) uang tebusan Tax Amnesty.

3. Data dan/atau informasi PPATK yang berhasil ditindaklanjuti dan telah diputus pengadilan:

No Surat PPATK Putusan

1 S-167/1.03.1/PPATK/03/14/SR

Pidana penjara selama 8 bulan dan denda Rp30.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.

2 S-05/1.03.1/PPATK/01/15/SR S-228/1.03.1/PPATK/04/15/SR

Ada 3 tersangka dengan vonis :

- Pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp147.498.298.935,00;

- Pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp49.247.684.652,00;

- Pidana penjara 2 tahun 10 bulan dan denda Rp3.300.000.000,00.

Page 37: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 35

3 S-284/1.03.01/PPATK/04/14/SR Ada 2 tersangka yang sudah selesai proses penyidikannya dengan putusan pidana penjara masing-masing 2 tahun dan denda masing-masing Rp336.000.000,00.

4 S-268/1.03.01/PPATK/05/15/SR Pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp12.619.743.600,00.

5 S-798/1.03.1/PPATK/10/14/SR Pidana penjara 3 tahun 4 bulan dan denda Rp6.000.000.000,00.

4. PPATK telah menyampaikan data dan/atau informasi dalam rangka kegiatan

penagihan dengan rincian sebagai berikut:

Keterangan Potensi (Rp) Pencairan 2015 (Rp)

Pencairan 2016 (Rp)

Pencairan 2017 (Rp)

Data Diteruskan ke KPP

26.206.980.804.562

Jumlah Respon KPP

24.396.076.474.910

Pemblokiran (CIF) - 863.218.291.2

79 1.352.545.670.

704 129.454.203.6

91

5. Rekapitulasi total penerimaan hasil dari tindak lanjut data dan/atau informasi PPATK sampai dengan bulan Juni 2017:

2013 2014 2015 2016 2017 Total

reaktif

970,508,494

14,062,041,790

134,567,967,681

148,630,009,471

pro aktif

1,040,223,468,177

133,396,459,838

877,440,822,216

285,566,730,904

1,163,007,553,120

penagihan

863,218,291,279

1,352,545,670,704

129,454,203,691

1,311,637,562,591

Total 1,040,223,468,177 134,366,968,332 1,754,721,155,285 1,772,680,369,289 129,454,203,691 4,831,446,164,774

Selain pengoptimalan data dan/atau informasi melalui Satuan Tugas, DJP juga mengoptimalkan kerjasama dengan PPATK melalui penyelenggaraan kegiatan pengembangan kapasitas dengan mengundang sebagai narasumber. Terakhir, DJP telah menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknis Tindak Pidana Pencucian Uang I dan II, di Surabaya.

Page 38: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 36

CHAPTER 3: ANALISIS PENGUATAN REZIM PERPAJAKAN DAN REZIM AML CFT TERHADAP PEMETAAN RISIKO TPPU YANG BERASAL DARI TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DI INDONESIA

Perpajakan mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

sehingga setiap usaha penyelewengan dan penggelapan yang dilakukan oleh wajib

pajak mesti dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya, termasuk melalui proses

pemidanaan. Pada awalnya Direktorat Jenderal Pajak, berfokus pada penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan

Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

memberikan kewenangan kepada PPNS DJP untuk melakukan penyidikan Tindak

Pidana Pencucian Uang yang berasal dari tindak pidana di bidang perpajakan,

Direktorat Jenderal Pajak berupaya mengembangan penyidikan TPPU di bidang

perpajakan.

Keterkaitan antara tindak pidana di bidang perpajakan dengan TPPU adalah pada

saat wajib pajak berupaya menyamarkan atau menyembunyikan hasil kejahatan dari

tindak pidana perpajakan tersebut dengan berbagai cara, termasuk dengan

menempatkan, mengalihkan, menghibahkan, menitipkan, dan sebagainya sehingga

seolah-olah didapatkan dari sumber yang sah.

Upaya penegakan rezim anti pencucian uang pada tindak pidana asal perpajakan

diharapkan dapat memperkuat kegiatan penegakan hukum di bidang perpajakan

pasca berakhirnya tax amnesty dan mendukung secara langsung maupun tidak

"you can't get anywhere in life without taking risks."- Esme Bianco

Page 39: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 37

langsung terhadap upaya optimalisasi penerimaan negara dan peningkatan

kepatuhan perpajakan Wajib Pajak.

National Risk Assessment terhadap TPPU Tahun 2015 mengidentifikasi ancaman

TPPU dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk ancaman

TPPU domestik, berdasarkan hasil analisis tingkat ancaman TPPU menurut tindak

pidana asal sebagaimana terlihat pada grafik dan tabel di bawah ini, ditemukan fakta

bahwa terdapat 3 (tiga) TPA TPPU yang memiliki tingkat ancaman TPPU pada level

“Tinggi”, yaitu: Korupsi dengan tingkat ancaman tertinggi sebesar 9,0, diikuti tindak

pidana perbankan sebesar 7,5, dan tindak pidana narkotika sebesar 7,3.

Page 40: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 38

Dalam melakukan pengkinian atas penilaian risiko Nasional TPPU, khususnya yang berasal dari Tindak Pidana Perpajakan yang disebabkan adanya penguatan rezim perpajakan sebagaimana dikemukakan pada Bab 2, tingkat ancaman TPPU yang berasal dari seluruh tindak pidana asal menggunakan data dan informasi yang sama dengan data dan informasi dalam penyusunan National Risk Assessment terhadap TPPU Tahun 2015. Hal ini dikarenakan, tidak ada faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat ancaman TPPU.

PEMETAAN RISIKO TINDAK PIDANA ASAL

Setelah dilakukan analisis terhadap tingkat ancaman, kerentanan, serta dampak TPPU secara nasional, dapat dihitung tingkat risiko TPPU menurut tindak pidana asal, khususnya yang berasal dari tindak pidana perpajakan. Sehubungan dengan adanya perkembangan penguatan Rezim Pajak dan Rezim APU PPT, maka terdapat pengkinian terhadap variabel pembentuk risiko, khususnya variabel kerentanan PPNS Pajak dalam penanganan TPPU yang berasal dari tindak pidana di bidang perpajakan. Adapun variabel kerentanan dimaksud meliputi:

Page 41: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 39

Kerentanan TPPU:

1) Kerentanan Pihak Pelapor:

• Kemampuan mengidentifikasi tindak pidana perpjakan dalam transaksi keuangan mencurigakan

2) Kerentanan Internal:

• Kebijakan Strategis terkait Rezim Anti Pencucian Uang

• Dukungan Manajemen Tertinggi terkait Rezim Anti Pencucian Uang

• Kebijakan dan Prosedur terkait Rezim Anti Pencucian Uang

• Kehandalan Sistem Informasi Rezim Anti Pencucian Uang

• Kecukupan dan Kapabilitas SDM Rezim Anti Pencucian Uang

• Pengawasan Internal Rezim Anti Pencucian Uang

• Persepsi terhadap Isu Program Anti Pencucian Uang

3) Kerentanan Tindak Lanjut Penanganan Perkara TPPU:

• Persentase tindak lanjut atas penyampaian Laporan Hasil Analisis dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Penyidik TPPU

Adapun perkembangan regulatory framework pada Rezim Perpajakan berdampak pada adanya perubahan tingkat kerentanan pada risiko TPPU yang berasal dari tindak pidana perpajakan. Berikut tabel kerentanan yang diperoleh berdasarkan data Tahun 2017:

Tindak Pidana Kerentanan Pihak Pelapor

Kerentanan Internal

Kerentanan Tindak Lanjut Penanganan

Perkara TPPU Total

Kerentanan

Perpajakan 1,62 3,86 3,06 2,9

Page 42: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 40

Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat adanya penurunan tingkat kerentanan TPPU yang berasal dari tindak pidana perpajakan, yang semula atau sebelum adanya penguatan Rezim Perpajakan, termasuk program tax amnesty adalah sebesar 7,6, menurun menjadi 2,9 pasca adanya penguatan Rezim Perpajakan, termasuk program tax amnesty. Penurunan tingkat kerentanan dimaksud juga ditunjukkan dengan keberhasilan program tax amnesty yang ditunjukan sebagai berikut:

Page 43: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 41

Selain itu, keberhasilan penguatan Rezim Perpajakan juga ditunjukan melalaui Penerimaan perpajakan dari aktivitas penegakan hukum (law enforcement) telah mencapai Rp2,1 triliun atau 40 persen lebih tinggi dari target internal Kementerian Keuangan yang sebesar Rp1,7 triliun (sumber: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20171102191319-78-253090/sri-mulyani-klaim-pajak-dari-penegakan-hukum-lampaui-target/)

Adapun hasil analisis Faktor Risiko TPPU menurut tindak pidana asalnya berdasarkan National Risk Assessment Tahun 2015 adalah sebagai berikut (tindak pidana asal berisiko tinggi):

Page 44: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 42

Dengan adanya penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim APU PPT melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan yang berdampak pada adanya potensi perubahan tingkat kerentanan TPPU khususnya yang berasal dari tindak pidana perpajakan, maka hasil anasis faktor risiko TPPU menurut tindak pidana asal adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis faktor-faktor risiko TPPU (ancaman, kerentanan, dan dampak TPPU) sebagaimana tabel di atas, dapat disusun peta risiko TPPU menurut tindak pidana asal sebagai berikut.

Page 45: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 43

Berdasarkan peta risiko tersebut, diketahui bahwa risiko terdapat perubahan risiko pada tindak pidana perpajakan, dimana yang semula berisiko tinggi bergeser ke risiko sedang.

Page 46: WHITE PAPERS: UPDATE VULNERABILITIES PEMETAAN … fileNota Keuangan & RAPBN 2018) dibandingkan dengan negara ... kegiatan-kegiatan illegal, dan terhadap hasil kekayaan yang diperoleh

Pg. 44

CONCLUSIONS Dengan adanya penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim APU PPT pasca NRA dan Undang- Undang tentang Pengampunan Pajak melalui perkembangan regulasi dan kebijakan di bidang perpajakan, yaitu:

1. Penguatan Rezim Perpajakan dan Rezim AML Pasca NRA: a. Pembenahan Organisasi Internal (Reformasi Perpajakan) b. Pembenahan Regulasi/Kebijakan, yaitu:

• Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan;

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Oleh Instansi Pemerintah dan/atau Lembaga Swasta Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

• Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada tanggal 10 Maret 2017 (INPRES-02/2017);

2. Pelaksanaan Kegiatan di Bidang Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Melalui Optimalisasi Kerja Sama PPATK dan DJP;

telah berdampak pada perubahan peta risiko TPPU menurut tindak pidana asal yaitu dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan yang semula berisiko tinggi menjadi risiko sedang.


Recommended