+ All Categories
Home > Documents > X. STRATEGI MITIGASI METANA ENTERIK DALAM...

X. STRATEGI MITIGASI METANA ENTERIK DALAM...

Date post: 04-May-2018
Category:
Upload: truonghanh
View: 219 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
23
212 X. STRATEGI MITIGASI METANA ENTERIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK RUMINANSIA Mitigation Strategies of Enteric Methane in Improving Productivity of Ruminants Amlius Thalib Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Bogor 16002 [email protected] ABSTRACT Contribution of methane emitted by ruminants in the national greenhouse gases emissions is very low at around 1.2%. However, mitigation of enteric methane emissions in ruminants is very important due to methane production associated with loss of energy consumed by up to 12% in cattle fed high fibrous diet and 4% in cattle fed concentrate rations. Most farmers have not been able to provide concentrates for their cattle, which as a result, the productivity of their ruminants is very low. Estimation of lost energy from feed consumed by 9.7 million beef cattles in 2010 is equivalent to the energy needed for the maintenance of 760,000 beef cattles. Many mitigation technologies of enteric methane have been produced, and some of them have the weakness of both the technical and economic aspects, and there are even have negative effect on ruminants. A mixture of rumen modifier components with the multi- function (complete rumen modifier: CRM) reported are able to suppress methanogenesis, increase dry matter digestibility of feed and increase microbial protein. The benefits of CRM included in the diet of sheep were increased daily weight gain by 47%, improved feed efficiency by 18%, increased enteric methane production by 40%. The benefits of the inclusion of CRM in the diet of dairy goat were increased milk production by 67% and increased milk fat content by 25%. Technology of CRM feed additive provides excellent hope to develop in overcoming the loss of feed energy of cattle owned by small farmers. Key Words: Ruminant, Methane, Methanogenesis Inhibitor, Feed Additive
Transcript

212

X. STRATEGI MITIGASI METANA ENTERIK DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

TERNAK RUMINANSIA

Mitigation Strategies of Enteric Methane in Improving Productivity of Ruminants

Amlius Thalib

Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Bogor 16002 [email protected]

ABSTRACT

Contribution of methane emitted by ruminants in the national greenhouse gases emissions is very low at around 1.2%. However, mitigation of enteric methane emissions in ruminants is very important due to methane production associated with loss of energy consumed by up to 12% in cattle fed high fibrous diet and 4% in cattle fed concentrate rations. Most farmers have not been able to provide concentrates for their cattle, which as a result, the productivity of their ruminants is very low. Estimation of lost energy from feed consumed by 9.7 million beef cattles in 2010 is equivalent to the energy needed for the maintenance of 760,000 beef cattles. Many mitigation technologies of enteric methane have been produced, and some of them have the weakness of both the technical and economic aspects, and there are even have negative effect on ruminants. A mixture of rumen modifier components with the multi-function (complete rumen modifier: CRM) reported are able to suppress methanogenesis, increase dry matter digestibility of feed and increase microbial protein. The benefits of CRM included in the diet of sheep were increased daily weight gain by 47%, improved feed efficiency by 18%, increased enteric methane production by 40%. The benefits of the inclusion of CRM in the diet of dairy goat were increased milk production by 67% and increased milk fat content by 25%. Technology of CRM feed additive provides excellent hope to develop in overcoming the loss of feed energy of cattle owned by small farmers.

Key Words: Ruminant, Methane, Methanogenesis Inhibitor, Feed Additive

Strategi Mitigasi Metana Enterik

213

ABSTRAK

Kontribusi emisi metana ternak ruminansia di dalam emisi gas rumah kaca nasional sangat kecil yakni hanya sekitar 1,2%. Namun mitigasi emisi metana enterik pada ternak ruminansia sangat penting dikarenakan produksi metana enterik terkait dengan kehilangan energi yang dikonsumsi hingga 12% pada ternak sapi yang diberi ransum berserat tinggi dan 4% pada sapi yang diberi ransum konsentrat. Kebanyakan petani belum mampu memberikan suplemen konsentrat untuk ternak mereka, yang akibatnya, produktivitas ternak ruminansia nasional sangat rendah. Estimasi kehilangan energi pakan yang dikonsumsi oleh ekivalen 9,7 juta sapi potong dewasa dalam tahun 2010 setara dengan kebutuhan energi untuk memelihara 760.000 ekor sapi potong dewasa. Teknologi mitigasi emisi metana enterik telah banyak dihasilkan, dan sebagian diantaranya mempunyai kelemahan baik dari aspek teknis maupun ekonomi, dan bahkan ada yang memberikan efek negatif terhadap ternak. Teknologi pakan imbuhan yang dilaporkan merupakan campuran komponen dengan multi fungsi (complete rumen modifier: CRM), yaitu berfungsi menekan metanogenesis, meningkatkan kecernaan bahan kering pakan dan protein mikroba. Manfaat CRM pada domba meningkatkan pertambahan bobot badan harian hingga 47% dengan perbaikan efisiensi penggunaan pakan hingga 18% dan menurunkan produksi metana enterik hingga 40%. Pada kambing perah PE meningkatkan produksi susu hingga 67% dan kandungan lemak susu hingga 25%. Teknologi pakan imbuhan CRM memberikan harapan sangat baik untuk dikembangkan dalam mengatasi kehilangan energi pakan ditingkat petani secara nasional.

Kata Kunci: Ruminansia, Metana, Inhibitor Metanogenesis, Pakan Imbuhan

A. PENDAHULUAN

Emisi gas rumah kaca (GRK) dari hasil kegiatan pertanian terutama adalah CO2, CH4 dan N2O. Konsentrasi jenis GRK ini mengalami peningkatan secara sangat signifikan dalam periode 250 tahun terakhir. Konsentrasi CO2 mengalami peningkatan sebesar 34%, CH4 sebesar 152% dan N2O sebesar 18%. Memasuki era industri, muncul gas chlorofluorocarbons (CFC) yang berpotensi sebagai penyebab penipisan lapisan ozon (Pidwirny 2007). Penyebab terjadinya peningkatan konsentrasi

Potensi Bahan Pakan Lokal

214

GRK atmosfir dapat bersumber dari proses alami (natural sources), dan dari akibat aktivitas manusia (anthropogenic).

Kegiatan pertanian memberikan kontribusi emisi GRK sekitar 5-7% dari emisi GRK nasional dalam periode 5 tahun (2000-2005), yakni berkisar 75-80 juta ton CO2-eq dan merupakan jumlah emisi kedua terendah dari semua sektor emitter (MoE 2009). Gas CH4 merupakan tipikal emisi GRK pada komoditas ternak dan padi. Kontribusi emisi CH4 subsektor peternakan di dalam emisi GRK sektor pertanian adalah sekitar 24% (i.e. 18,9 juta ton CO2-eq) atau sekitar 1,4% dari emisi GRK nasional atau sekitar 0,06% dari emisi GRK global (Thalib et al. 2008). Estimasi emisi CH4 global dalam dekade terakhir sekitar 574 juta ton/tahun dengan kontribusi dari populasi global ternak ruminansia sebesar 15% (Van Amstel 2012). Kontribusi emisi CH4 ternak ruminansia nasional dalam emisi CH4 global adalah sekitar 0,14% (i.e. 0,79 juta ton CH4/tahun) (Thalib et al. 2008). Gas metana pada hewan ruminansia terutama terbentuk sebagai hasil reduksi karbondioksida dengan hidrogen melalui aktivitas bakteri metanogenik (“metanogenesis”) di dalam pencernaan rumen, selanjutnya diemisi melalui eruktasi (sekitar 83%), pernapasan (sekitar 16%) dan anus (sekitar 1%) (Vlaming 2008).

Metanogenesis menyebabkan kehilangan energi yang dikonsumsi hingga 12% pada ternak sapi yang diberi ransum berserat tinggi dan 4% pada sapi yang diberi ransum konsentrat (Johnson dan Johnson 1995). Energi ransum yang dikonsumsi ternak sapi dapat hilang dalam bentuk gas metana rata-rata 8% (Thalib et al. 2008). Seekor sapi potong dewasa dengan bobot badan 300 kg, konsumsi bahan kering 9 kg/hari, kandungan energi metabolisme ransum 10 MJ/kg BK, dan 1 g CH4 ekivalen 0,0552 MJ, maka sapi tersebut akan mengalami kehilangan energi ransum yang dikonsumsi sebesar 2.628 MJ/tahun, ekivalen 47,6 kg CH4/tahun. Populasi sapi potong pada tahun 2010 (13,6 juta ekor, ekivalen 9,7 juta sapi potong dewasa) telah mengalami kehilangan energi sebesar 2,5×1010 MJ, ekivalen dengan

Strategi Mitigasi Metana Enterik

215

kebutuhan energi untuk pemeliharaan 760.000 ekor sapi potong dewasa. Angka ini lebih besar dari jumlah sapi setara daging yang diimpor pada tahun 2010, yaitu impor 91.554 ton daging sapi (setara 509.000 ekor sapi dewasa).

Kehilangan energi pakan yang dikonsumsi ternak sebagai CH4 di Indonesia, diperkirakan lebih dari 8% dan bahkan mungkin mencapai 12%, karena kebanyakan petani kecil belum mampu memberikan pakan konsentrat untuk ternak mereka. Maka dari itu, upaya mitigasi CH4 enterik menjadi sangat penting, dan makalah ini bertujuan untuk melaporkan berbagai teknologi inhibisi metanogenesis untuk memperbaiki produktivitas dan efisiensi produksi ternak ruminansia.

B. FERMENTASI SUBSTRAT PAKAN DAN KESEIMBANGAN TRANSFER HIDROGEN DI DALAM RUMEN

Hidrolisis makromolekul pakan yang dikonsumsi dilakukan oleh enzim baik endogen maupun dari mikroba. Rumen sangat efisien mencerna dinding sel tanaman. Protein mikroba yang disintesis dalam rumen dicerna di usus kecil di mana protein mikroba ini menjadi sumber lebih dari 50% kebutuhan asam-asam amino yang memasuki aliran darah. Hidrogen (H2) adalah salah satu produk akhir utama dari fermentasi substrat oleh protozoa, jamur dan beberapa jenis bakteri. Kolaborasi antara spesies fermentatif dan bakteri pengguna H2 disebut transfer hidrogen antarspesies.

Keseimbangan transfer hidrogen pada fermentasi makro-molekul dari substrat dapat digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan pada proses fermentasi mikrobial. Produksi hidrogen (2Hp) terjadi pada biotransformasi glukosa manjadi asam piruvat dan lebih lanjut asam piruvat menjadi asam asetat (C2). Penggunaan hidrogen (2Hu) terjadi pada bio-transformasi asam piruvat menjadi asam propionat (C3), asam asetat menjadi asam butirat (C4), asam propionat menjadi asam

Potensi Bahan Pakan Lokal

216

valerat (C5) dan CO2 menjadi metana. Diasumsikan bahwa jumlah 2H yang diproduksi (2Hp) ekivalen dengan 2H yang digunakan (2Hu). Tingkat recovery hidrogen metabolik yang dihitung sebagai 2Hu/2Hp, bervariasi antara 78 dan 96% dalam rumen untuk ransum serat (Demeyer 1991). Thalib dan Widiawati (2008) mendapatkan nilai recovery H2 tersebut sebesar 93%. Hal ini mengindikasikan bahwa komposisi molar asam lemak volatil (VFA) mempengaruhi produksi metana dalam rumen. Perhitungan teoritis tersebut telah dikonfirmasi secara in vitro dimana produk akhir dapat dengan mudah diukur (Demeyer 1991). Metana tidak berhubungan dengan produksi C2 (r2 = 0,029) tapi ada korelasi negatif yang baik antara metana dan C3 (r2 = 0,774) (Demeyer 1991).

Pada ransum berbasis serat, korelasi metanogenesis dengan pembentukan propionat menurun. Sebaliknya, bakteri fermentatif pati dapat bersaing melawan metanogen dalam penggunaan hidrogen dengan menghasilkan sejumlah besar propionat (Moss et al. 2000). Bakteri selulolitik Fibrobacter succinogenes adalah produsen propionat utama melalui jalur suksinat dalam ransum berbasis serat, sedangkan laktat adalah perantara utama dalam konversi pati menjadi propionat.

Metana dihasilkan oleh kelompok anaerob golongan subgrup domain Archae. Telah ditemukan 5 spesies yang termasuk genera methanobrevibacter dan methanosarcina dari hasil isolasi digesta rumen, dan dari 5 spesies tersebut hanya dua spesies yang telah ditemukan pada tingkat populasi yang lebih besar dari 106 ml-1. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam produksi metana dalam rumen adalah satu-satunya mekanisme yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan metanogen (Moss et al. 2000).

Asetogen juga termasuk bakteri yang dapat terlibat dalam pemanfaatan H2 di dalam rumen. Meskipun konsentrasi bakteri asetogenik dalam rumen sapi kurang lebih sama dengan metanogen, namun Prins dan Lankhorst (1977) tidak melihat adanya pembentukan asetat dari hasil asetogenesis. Hal ini

Strategi Mitigasi Metana Enterik

217

diduga karena bakteri asetogenik dapat menggunakan sumber selain hidrogen untuk kebutuhan energinya. Menurut Thalib (2008) hal tersebut dapat juga disebabkan karena derajat eksergonik reduksi CO2 membentuk CH3COOH oleh asetogen lebih rendah daripada reduksi CO2 membentuk CH4 oleh metanogen (∆Go: -15,75 vs -32,75 kJ/mol H2) (Gambar 27). Oleh karena itu, intervensi bakteri asetogen untuk menurunkan produksi metana enterik di dalam rumen dapat efektif bila dikombinasikan dengan pengurangan populasi metanogen melalui proses defaunasi (Thalib 2008; Thalib dan Widiawati 2008).

Gambar 27. Nilai energi bebas antara metanogenesis dan asetogenesis

C. STRATEGI MITIGASI EMISI CH4 ENTERIK

Mitigasi emisi metana enterik pada ternak ruminansia dapat dilakukan mulai dari aspek penyiapan pakan melalui manajemen pemberian pakan, perlakuan pakan, formulasi ransum dan pakan imbuhan. Prinsip garis besar strategi menurunkan produksi metana enterik pada ternak ruminansia seperti diperlihatkan pada Gambar 28.

CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O

2CO2 + 4H2 → CH3COOH + H2

Potensi Bahan Pakan Lokal

218

Emisi metana Emisi metana enterik

Gambar 28. Diagram prinsip strategi mitigasi metana enterik

1. Simulasi manajemen pemberian pakan/ransum

Kualitas rumput yang diberikan pada sapi perah cukup baik di musim semi, di mana kehilangan GEI (gross energy intake) berkisar antara 4,5-5,3%. Sebaliknya pada musim kemarau, kualitas rumput menurun sehingga kehilangan GEI lebih tinggi yaitu mencapai 6-7% (Robertsone dan Waghorn 2002), sementara kehilangan GEI ransum berbasis konsentrat berkisar antara 2-3% (Monteny et al. 2006). Penggunaan rasio komposisi konsentrat/ rumput yang tinggi pada domba menurunkan rasio asetat/ propionat dan menekan produksi gas metana per satuan DMI (dry matter intake), diikuti oleh perbaikan nilai DMD (dry matter digestibility) dan OMD (organic matter digestibility) (Ulyatt et al. 2005).

Hijauan pakan berkualitas rendah yang disuplementasi dengan energi dan protein dapat meningkatkan efisiensi pertumbuhan mikroba dan kecernaan, yang berdampak terhadap penurunan produksi gas metana per satuan produk (Moss et al.

Pakan Kotoran

manajemen kotoran

Strategi penanganan kotoran

Strategi manajemen penyediaan pakan rendah emisi

Strategi menekan biometanogenesis metana enterik

Strategi Mitigasi Metana Enterik

219

2000). Produksi gas metana turun hingga 20% dengan penggunaan 25% karbohidrat non-struktural dalam ransum (Van Soest 1982). Peningkatan porsi legum dalam ransum rumput juga dapat menurunkan produksi gas metana sebesar 10-16% (McCaughey et al. 1999). Oleh karena itu, ransum ternak harus terdiri atas hijauan yang mengandung karbohidrat terlarut dan legum agar terjadi mitigasi yang lebih signifikan.

Pemberian ransum campuran Ryegrass dan C. clover dengan proporsi 70:30% pada sapi menurunkan produksi gas metana sebesar 17-24% dibandingkan dengan pemberian 100% Ryegrass (Beauchemin et al. 2008). Legum memberikan pola kinetika degradasi mikrobial yang berbeda dengan rumput gajah (Widiawati dan Thalib 2006). Fermentasi mikrobial substrat Leucaena dengan waktu inkubasi 12 jam menghasilkan gas metana 52% lebih rendah dibandingkan dengan substrat rumput gajah (0,097 vs 0,2 mol CH4/mg OM) (Widiawati dan Thalib 2006 2007). Glirisidia memproduksi gas metana dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan Leucaena dan Calliandra, masing-masing 0,07; 0,097; dan 0,126 mol CH4/mg OM (Widiawati et al. 2007). Leguminosa pohon yang mengandung senyawa sekunder tanin seperti Calliandra dan saponin seperti Sesbania dapat berfungsi menekan produksi gas metana. Ransum campuran rumput gajah dan kaliandra (2:1) dapat menurunkan produksi gas metana sebesar 41% (Sukmawati et al. 2011).

2. Inhibisi metanogenesis

Menurunkan produksi gas metana enterik pada ternak ruminansia dengan cara menghambat/menurunkan laju metanogenesis dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan: (a) Membunuh atau menekan populasi metanogen dengan kemikal antimetanogen, defaunasi, dan vaksin; (b) Menurunkan H2 dengan sink/pengguna H2.

Potensi Bahan Pakan Lokal

220

3. Anti-metanogen

Dengan menggunakan turunan senyawa-senyawa metana terhalogenasi dan senyawa terkait lainnya telah diteliti secara in vitro dan beberapa telah diuji secara in vivo (Moss et al. 2000). Kebanyakan senyawa-senyawa yang dimaksud efektif untuk membunuh ataupun mengurangi populasi metanogen dalam jumlah dan waktu tertentu. Transformasi kloralhidrat menjadi kloroform dalam rumen dapat menghambat produksi metana in vivo (Mathers dan Miller 1982), tetapi menyebabkan kerusakan hati dan kematian pada domba bila digunakan untuk jangka panjang. Amikloral (suatu hemiasetal kloral) dapat meningkatkan bobot badan pada domba (Trei et al. 1972), namun aktivitas antimetanogeniknya menurun untuk pemberian jangka panjang. Aktivitas anti-metanogen dari bromoklorometan dilaporkan juga bersifat sementara tapi menjadi lebih stabil bila dikombinasikan dengan siklodekstrin sehingga mampu menekan emisi metana (25 ml/menit vs 205 ml/menit), menurunkan rasio C2/C3 (14%), dan juga menurunkan DMI (8-10%) pada ternak domba (McCrabb et al. 1997). Bahan 2-bromoetana sulfonat (BES) adalah inhibitor spesifik metanogen dan tidak menghambat pertumbuhan bakteri lain, namun hasil uji in vivo menunjukkan bahwa inhibisi metanogenesis oleh senyawa ini hanya sementara (Van Nevel dan Demeyer 1995). Hal ini diduga karena metanogen akhirnya mampu beradaptasi dengan keberadaan senyawa BES.

4. Defaunasi

Keberadaan populasi bakteri metanogen yang hidup menempel pada dinding eksternal sel protozoa ciliata dan terbentuknya hidrogen oleh aktivitas protozoa diperkirakan terkait dengan kontribusi protozoa ciliata dalam metanogenesis pada rumen sebesar 25-37% (Newbold et al. 1995; Hegarty 1999). Oleh sebab itu, penghilangan protozoa dari rumen (defaunasi) dapat menurunkan produksi gas metana. Metabolit sekunder tanaman

Strategi Mitigasi Metana Enterik

221

sebagai agen defaunating, seperti saponin, mulai banyak dikembangkan untuk mengeliminasi protozoa dalam rumen tanpa menghambat aktivitas bakteri. Saponin adalah glikosida, dapat berinteraksi dengan kolesterol yang terdapat dalam membran eukariotik tetapi tidak demikian dengan sel prokariotik. Bahan aktif saponin dari buah lerak (Sapindus rarak) dengan dan tanpa ekstraksi dapat menurunkan produksi gas metana masing-masing sebesar 31% dan 21% (Thalib 2004). Ekstrak kasar saponin dari buah lerak mampu menurunkan populasi protozoa sebesar 69-80% secara in vitro (Thalib et al. 1998, 2004; Thalib 2004) dan 45-57% secara in vivo (Thalib et al. 1995, 1996, 2001), sementara populasi bakteri meningkat 49-68% dan rasio asetat/propionat menurun sebesar 38% (1,37 vs 2,2) (Thalib et al. 2004).

Domba yang diberi pakan imbuhan defaunator ekstrak saponin buah lerak menunjukkan kenaikan bobot badan harian (ADG: average daily gain) sebesar 40-44% dengan peningkatan efisiensi penggunaan pakan (FCR: feed conversion ratio) 20% dan meningkatkan nilai kecernaan substrat pakan 5% (Thalib et al. 2004). Disamping itu dapat menurunkan rasio asetat/propionat 13% (2,67 vs 3,07) (Thalib et al. 2001). Sapi yang diberi pakan imbuhan defaunator ekstrak saponin buah lerak menunjukkan kenaikan bobot badan harian (ADG) sapi sebesar 20% (Astuti et al. 2007).

5. Probiotik

Imbuhan pakan mikroba (berupa sel hidup dan medium pertumbuhan) yang paling banyak digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae (SC) dan Aspergillus oryzae (AO). Informasi mengenai efek SC dan AO terhadap produksi metana enterik sangat terbatas. AO telah terlihat dapat mengurangi metana enterik sebesar 50% (Moss et al. 2000), hal ini mungkin karena berhubungan langsung dengan akibat terjadinya penurunan populasi protozoa sebesar 45%. Di sisi lain, penambahan SC

Potensi Bahan Pakan Lokal

222

dalam sistem fermentasi in vitro menurunkan produksi metana sebesar 10% namun hanya pada saat awal saja (Vlaming 2008).

6. Vaksin

Ada indikasi dimungkinkan untuk mengimunisasi ruminan dari aktivitas metanogen dalam rumen terkait dengan penurunan emisi metana. Cara ini sangat menguntungkan bila berhasil mendapatkan vaksin yang efektif menstimulasi hewan ruminansia untuk menghasilkan antibodinya guna melawan metanogen (Moss et al. 2000).

7. Ionofor

Inhibisi produksi metana biasanya disertai dengan peningkatan produksi propionat, dan terdapatnya hubungan yang negatif antara metanogenesis dan produksi propionat telah ditunjukkan dengan jelas dalam aktivitas transfer hidrogen antarspesies. Antibiotik ionoforik seperti monensin dapat menekan produksi metana oleh campuran mikroba rumen secara in vitro (Van Nevel dan Demeyer 1995). Domba dengan pakan hijauan segar yang diberi monensin 15 mg/hari, dapat menurunkan produksi CH4 sebesar 33% (Vlaming 2008), dan ionofor juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas hewan ternak sekitar 8% (Moss et al. 2000). Penurunan metanogenesis bukanlah karena disebabkan oleh efek langsung dari ionofor terhadap bakteri metanogen melainkan sebagai hasil dari pergeseran populasi bakteri dari gram positif menjadi gram negatif yang bersamaan dengan pergeseran dalam fermentasi asetat menjadi propionat (Newbold et al. 1988).

8. Propionate enhancer

Kesadaran bahaya residu antibiotik pada produk hewani dan ancaman resistensi antibiotik bakterial di lingkungan yang lebih

Strategi Mitigasi Metana Enterik

223

luas telah mengarah pada meningkatnya minat mencari alternatif untuk pengganti antibiotik sebagai promotor pertumbuhan. Lopez et al. (1999) melaporkan bahwa ketika fumarat, prekursor propionat, dimasukkan ke dalam fermentor simulasi rumen, maka produksi propionat meningkat dengan diikuti oleh penurunan produksi metana secara stoikiometri. Ouda et al. (1999) menemukan bahwa akrilat, precursor alternatif propionat, juga menekan produksi metana dalam fermentor simulasi rumen, tetapi pada tingkat yang lebih rendah daripada penambahan equimolar fumarate.

9. Intervensi dengan pengguna H2

Semua yang memiliki afinitas terhadap H2 di dalam sistem pencernaan rumen baik senyawa kimia maupun mikro organisme adalah berperan sebagai sink atau pengguna H2 sehingga dapat digunakan untuk tujuan menurunkan produksi metana enterik (kecuali metanogen). Senyawa-senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai suplemen ataupun imbuhan pakan yang tergolong sebagai sink H2, antara lain asam-asam lemak berantai panjang tidak jenuh (Thalib 2004; Machemuller 2006); ion ferri dan ion sulfat (Thalib 2004; Obashi et al. 1995). Efektivitas senyawa-senyawa tersebut telah dilaporkan (Thalib 2004) dapat menurunkan produksi gas metana enterik secara signifikan yaitu dibandingkan dengan kontrol, ion ferri (Fe3+) mampu menurunkan produksi gas metana enterik 22%, ion SO42 sebesar 10% dan asam lemak berantai panjang tidak jenuh sebesar 11%.

Suatu strategi alternatif untuk mengurangi metanogenesis rumen dapat disimulasi oleh asetogen, karena aksi bakteri ini dalam proses degradasi substrat membentuk asam asetat sebagai hasil reduksi karbon dioksida dengan hidrogen, sehingga dalam hal ini asetogenesis reduktif juga merupakan salah satu yang memegang peran sebagai sink hidrogen. Bakteri yang dapat melaksanakan asetogenesis reduktif telah berhasil diisolasi dari rumen (Thalib 2004; 2008; Morvan et al. 1994). Thalib (2004)

Potensi Bahan Pakan Lokal

224

telah menemukan dua spesies bakteri asetogenik yang diisolasi dari sumber rumen rusa, yaitu Acetoanaerobium noterae dan Acetobacterium woodii.

Dalam kondisi rumen, asetogen reduktif tidak mampu bersaing dengan archaea metanogenik untuk dapat tumbuh dan berkembang. Namun Thalib (2008) dalam studi in vitro menunjukkan bahwa inokulum sediaan bakteri A. woodii menekan produksi gas metana enterik sebesar 9,4% dan kemampuannya meningkat menjadi 12,4% bila dikombinasikan dengan proses defaunasi, sementara A. noterae menekan produksi gas metana enterik sebesar 11,6% dan meningkat menjadi 19,1% bila dikombinasikan dengan defaunasi. Mikroorganisme lain secara alami dalam kondisi rumen yang juga menggunakan hidrogen untuk pertumbuhannya adalah Vibrio succinogen. Pemberian aditif sediaan Isolat bakteri asetogenik (A. noterae) dalam pakan domba telah dilaporkan (Thalib dan Widiawati 2008) dapat menurunkan produksi gas metana enterik sebesar 15% (58,8 vs 69,5 ml/g DOM) dan penurunan produksi gas metana enterik menjadi 19,1% bila pemberian aditif sediaan A. noterae tersebut dikombinasikan dengan defaunator, dan meningkatkan nilai DMD sebesar 4% (48,4 vs 46,5%), ADG sebesar 32% (59,5 vs 45,2 g) dengan perbaikan efisiensi sebesar 26%.

D. INOVASI TEKNOLOGI MITIGASI METANA ENTERIK

Sistem pencernaan rumen akan memperlihatkan kinerja yang optimal bila mampu secara maksimal mendegradasi serat dan mensintesa protein mikroba, sebaliknya mampu meminimalkan metanogenesis, degradasi protein dan pati. Terkait dengan metanogenesis, bahwa setiap peningkatan efisiensi sintesis protein mikroba dan kecernaan menurunkan produksi metana per satuan produk ternak (Moss et al. 2000) dan sejalan dengan pernyataan yang lainnya bahwa produksi metana per satuan produk ternak yang rendah menunjukkan terjadi perbaikan

Strategi Mitigasi Metana Enterik

225

performa pada ternak ruminansia (Monteny et al. 2006; Beauchemin et al. 2008).

1. Teknologi pemanfaatan inhibitor metanogenesis sebagai rumen modifier

Telah diperlihatkan dalam uraian di atas bahwa mitigasi produksi metana enterik berdampak positif terhadap beberapa parameter produktivitas antara lain terhadap degradasi substrat pakan yakni meningkatkan nilai DMD/OMD, meningkatkan protein mikroba bila menggunakan metode defaunasi dalam proses menekan metanogenesis, dan juga meningkatkan performa ternak ruminansia (ADG dan FCR). Untuk itu telah dikembangkan suatu sistem campuran imbuhan pakan yang terdiri dari bermacam komponen yang saling bersinergis, dengan komponen utamanya adalah inhibitor-inhibitor metanogenesis (saponin dari Sapindus rarak, albizia dan sesbania; A. noterae dan Fe3+) dan masing-masing telah menunjukkan efektivitasnya terhadap penurunan produksi gas metana enterik (Thalib 2004; 2008; Thalib dan Widiawati 2008). Komponen lain yang digunakan dalam sistem sediaan imbuhan pakan tersebut adalah faktor pertumbuhan bakteri serta pemacu degradasi substrat serat kasar dari hasil-hasil penelitian sebelumnya (Thalib 2002; Thalib et al. 2000; 2004; Thalib dan Widiawati 1995a; 1995b), sehingga menghasilkan suatu sistem sediaan imbuhan pakan multi fungsi dengan nama complete rumen modifier (CRM). Dalam studi in vitro telah diperlihatkan (Thalib et al. 1998) bahwa peningkatan populasi bakteri oleh pengaruh ekstrak kasar saponin buah lerak (Aksapon SR) ditingkatkan lagi lebih lanjut oleh adanya penambahan Cu, Zn dan molases yaitu berturut-turut sebesar 24, 12 dan 47%. Juga dalam studi in vitro telah dilaporkan (Thalib et al. 2000) bahwa Cu dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri fibrolitik cocci dan batang masing-masing sebesar 104% (15,1×109 vs 7,4×109 cfu/ml) dan 11% (8,9×109 vs 8,0×109 cfu/ml), dan juga

Potensi Bahan Pakan Lokal

226

meningkatkan daya mencerna bakteri fibrolitik cocci dan batang dalam mendegradasi substrat selulosa masing-masing sebesar 25 dan 13%. Pengaruh yang sama juga diperlihatkan oleh mineral Zn, bahwa Zn dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri fibrolitik cocci dan batang masing-masing sebesar 122% (16,4×109 vs 7,4×109 cfu/ml) dan 59% (12,7×109 vs 8,0×109 cfu/ml), dan juga meningkatkan daya mencerna bakteri fibrolitik cocci dan batang dalam mendegradasi substrat selulosa masing-masing sebesar 16% dan 28%.

2. Manfaat CRM untuk sistem produksi rendah emisi metana enterik

Peranan CRM sebagai inhibitor metanogenesis telah menunjukkan kemampuannya untuk meningkatkan kinerja sistem pencernaan rumen yang selanjutnya memperbaiki produktivitas dan performa ternak ruminansia (Tabel 41).

Tabel 41. Efek CRM terhadap produktivitas dan kinerja rumen pada domba

Pengukuran Perbaikan yang dicapai

Kinerja produktivitas

ADG 30-47% lebih tinggi

FCR 18% lebih baik

efisiensi konversi protein 38% lebih baik

Kinerja rumen

produksi CH4 21-40% lebih rendah

populasi protozoa 56-59% lebih rendah

pertumbuhan bakteri 33-50% lebih tinggi

aktivitas cerna 4,5-10% lebih tinggi

kandungan VFA 15-17% lebih tinggi

ADG: average daily gain; FCR: feed conversion ratio

Strategi Mitigasi Metana Enterik

227

Penggunaan CRM pada ransum domba, kambing perah dan sapi perah pada studi pemantapan peranan CRM sebagai komponen pakan imbuhan untuk menurunkan produksi metana enterik dan perbaikan performa ternak ruminansia memperlihatkan bahwa CRM dapat menurunkan produksi gas metana enterik pada domba sebesar 17-23%, meningkatkan ADG sebesar 30-47% dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan sebesar 18% (Sukmawati et al. 2011; Thalib et al. 2010; 2011a); meningkatkan kandungan lemak susu sebesar 12% (Thalib et al. 2011a); dan pada kambing perah CRM dapat meningkatkan produksi susu sebesar 67% dan kandungan lemak susu sebesar 25% (Sukmawati et al. 2011). Peningkatan kadar lemak susu baik pada sapi (Thalib et al. 2011a) maupun pada kambing perah PE (Sukmawati et al. 2011) oleh pengaruh pemberian CRM disebabkan karena kandungan komponen bakteri asetogenik (A. noterae). Hal ini menunjukkan bahwa komponen A. noterae sebagai bagian CRM dapat berperan sebagai pengguna hidrogen untuk mereduksi CO2 membentuk CH3COOH menurut jalur reaksi Wood-Ljungdahl (2CO2 + 4H2 → CH3COOH + 2H2O) dan bahwa asam asetat bersifat lipogenik dalam reaksi-reaksi sintesis makromolekul.

Kemampuan CRM menurunkan produksi gas metana enterik dan meningkatkan produktivitas/efisiensi produksi ternak ruminansia terlihat dari terjadinya perubahan kinerja dan ekosistem rumen yakni terutama terlihat adanya pengaruh CRM terhadap populasi protozoa dan bakteri, kandungan VFA, daya cerna substrat pakan, dan konversi protein yang terserap menjadi jaringan tubuh. Penambahan CRM sebanyak 2% dalam ransum domba, menyebabkan terjadinya penurunan populasi protozoa sebesar 56-59%, dan meningkatkan populasi bakteri sebesar 33-50% serta meningkatkan niai DMD sebesar 4,5-10% dan meningkatkan kandungan VFA rumen sebesar 15-17%. Efisiensi konversi protein yang terserap menjadi protein jaringan tubuh oleh CRM meningkat sebesar 37,5% (1,1 vs 0,8 g protein/g bobot

Potensi Bahan Pakan Lokal

228

hidup) (Thalib et al. 2010). Peningkatan kinerja sistem pencernaan rumen oleh pengaruh penambahan CRM telah pula menunjukkan manfaatnya untuk meningkatkan produktivitas/produksi ternak ruminansia (domba) yaitu terlihat dengan meningkatnya nilai ADG dari 50 menjadi 70 gram. Hal ini menunjukkan bahwa CRM dapat meningkatkan performa ternak domba pada tahap pembesaran walaupun pakan basal yang diberikan mengandung serat tinggi (jerami padi) (Thalib et al. 2010).

Hasil pengukuran produksi gas metana enterik dengan metode in vitro diverifikasi dengan metode pengukuran langsung dengan menggunakan alat respiration chamber (Thalib et al. 2011b) pada domba dan menggunakan alat masker (Yulistiani et al. 2012). Dalam percobaan in vivo pada domba, CRM dapat menurunkan produksi metana enterik sebesar 22% dalam satuan g CH4/ekor/ hari (14,6 vs 18,7) atau sebesar 40% dalam satuan gram CH4/g kenaikan bobot badan (0,18 vs 0,30) (Thalib et al. 2011b). Penurunan produksi metana enterik sebesar 22% yang diikuti oleh meningkatnya bobot badan harian hewan sebesar 30,4% mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan dalam pemanfaatan energi makanan oleh hewan ternak untuk pertumbuhan. Penurunan nilai rasio konversi pakan (FCR) oleh pemberian CRM dari 12,34 g DMI/g ADG pada kelompok kontrol menjadi 10,08 g DMI/g ADG mengindikasikan adanya peningkatan pemanfaatan energi makanan oleh hewan ketika CRM diaplikasikan pada hewan percobaan. Dengan menggunakan metode alat masker untuk pengukuran langsung emisi gas metana enterik pada domba (Yulistiani et al. 2012), juga menunjukkan hasil yang sama dengan menggunakan alat respiration chamber, bahwa pemberian CRM pada ransum domba menyebabkan terjadinya penurunan gas metana enterik sebesar 21% (26,3 vs 33,5 liter CH4/ekor/hari) atau turun sebesar 23% bila dihitung dalam satuan liter CH4/kg BK ransum yang dikonsumsi (39,3 vs 50,8) (Yulistiani et al. 2012).

Strategi Mitigasi Metana Enterik

229

E. KESIMPULAN

Mitigasi emisi metana enterik pada ternak ruminansia sangat penting untuk dilakukan dikarenakan produksi metana enterik terkait dengan kehilangan energi yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia. Kebanyakan petani belum mampu memberikan suplemen konsentrat untuk ternak mereka, mengakibatkan produktivitas ternak ruminansia relatif rendah. Teknologi mitigasi emisi metana enterik telah banyak dihasilkan, dan sebagian diantaranya mempunyai kelemahan baik dari aspek teknis maupun ekonomi, dan bahkan ada yang memberikan efek negatif terhadap ternak.

Teknologi pakan imbuhan CRM yang telah dikembangkan berfungsi menekan metanogenesis, meningkatkan kecernaan bahan kering pakan dan protein mikroba, sehingga dapat memberikan manfaat pada ternak ruminansia, yaitu pada domba meningkatkan pertambahan bobot badan harian hingga 47% dengan perbaikan efisiensi penggunaan pakan hingga 18% dan menurunkan produksi metana enterik hingga 40%, dan pada kambing perah meningkatkan produksi susu hingga 67% dan kandungan lemak susu hingga 25%. Teknologi pakan imbuhan CRM memberikan harapan sangat baik untuk dikembangkan dalam mengatasi kehilangan energi pakan ditingkat petani secara nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti DA, Wina E, Haryanto B, Suharti S. 2007. Peningkatan produksi dan respons kebal sapi potong melalui pakan aditif lerak (Sapindus rarak De Candole) pada pemberian ransum berbasis jerami padi. Laporan Penelitian KKP3T, Litbang Deptan-IPB.

Beauchemin KA, Kreuzer M, O’Mara F, McAllister TA. 2008. Nutritional management for enteric methane abatement: a review. Aust J Exp Agric. 48:21-27.

Potensi Bahan Pakan Lokal

230

Demeyer DI. 1991. Quantitative aspects of microbial metabolism in the rumen and hindgut. In: Jouany JP, editor. Rumen microbial metabolism and ruminant digestion, INRA Éditions. Paris (France): Science Update. p. 217-237.

Hegarty RS. 1999. Reducing rumen methane emissions through elimination of rumen protozoa. Aust J Agric Res. 50:1321-1327.

Johnson KA, Johnson DE.1995. Methane emissions from cattle, J Anim Sci. 73:2483-2492.

Lopez S, Valdes C, Newbold CJ, Wallace RJ. 1999. Influence of sodium fumarate on rumen fermentation in vitro. Brit J Nutr. 81:59-64.

Machemuller A. 2006. Medium-chain fatty acids and their potential to reduce methanogenesis in domestic ruminants. Agric Ecosyst Environ. 112:107-114.

Mathers JC, Miller EL. 1982. Some effects of chloral hydrate on rumen fermentation and digestion in sheep. J Agric Sci. (Camb.) 99:215-224.

McCrabb GJ, Berger KT, Magner T, May C, Hunter RA. 1997. Inhibiting methane production in Brahman cattle by dietary supplementation with a novel compound and the effects on growth. Aust J Agric Res. 48:323-329.

McCaughey WP, Wittenberg K, Corrigan D. 1999. Impact of pasture type on methane production by lactating beef cows. Can J Anim Sci. 79:221-226.

Mo E. 2009. Technical Report: National greenhouse gas inventory for the second national communication. Jakarta (Indonesia): Ministry of Environment and United Nation Development Program.

Monteny GJ, Bannink A, Chadwick D. 2006. Greenhouse gas abatement strategies for animal husbandry. Agric Ecosyst Environ. 112:163-170.

Morvan B, Doré J, Rieu-Lesme F, Foucat L, Fonty G, Gouet P. 1994. Establishment of hydrogen utilizing bacteria in the rumen of the newborn lamb. FEMS Microbiol Lett. 117:249-256.

Strategi Mitigasi Metana Enterik

231

Moss AR, Jouany JP, Newbold J. 2000. Methane production by ruminants: its contribution to global warming. Annales de Zootechnie. 49:231-253.

Newbold CJ, Wallace RJ, Watt ND, Richardson AJ. 1988. The effect of the novel ionophore tetronasin (ICI 139603) on ruminal microorganisms. Appl Environ Microbiol. 54:544-547.

Newbold CJ, Lassalas B, Jouany JP. 1995. The importance of methanogenesis associated with Cilliata Protozoa in ruminal methane production in vitro. Lett Appl Microbiol. 21:230-234.

Obashi Y, Ushida K, Miyasaki K, Kojima K. 1995. Effect of initial sulfate level on electron partition between methanogenesis and sulfate reduction in the rumen. Sattelite symposium of IVth International Symposium on the Nutrition of Herbivores. Montpellier, 11-16 September 1995. Clermont-Fd. (France). p. 42-47.

Ouda JO, Newbold CJ, Lopez S, Nelson N, Moss AR, Wallace RJ, Omed H. 1999. The effect of acrylate and fumarate on fermentation and Methane production in the rumen simulating fermentor (Rusitec). In: Proceedings of the Brit Soc Anim Sci. Penicuik, Midlothian (UK): British Social Animal Science. 36 p.

Pidwirny M. 2007. The Greenhouse Effect. Fundamentals of Physical Geography. [Internet]. [4 Desember 2007] available from: http://www.physicalgeography.net/fundamentals/7th. html.

Prins RA, Lankhorst A.1977. Synthesis of acetate from CO2 in the caecum of some rodents. FEMS Microbiol Lett. 1:255-258.

Robertson LJ, Waghorn GC. 2002. Dairy industry perspectives on methane emissions and production from cattle fed pasture or total mixed rations in New Zealand. Proc NZ Soc Anim Prod. 62:213-218.

Sukmawati NMS, Permana IG, Thalib A, Kompiang S. 2011. Pengaruh complete rumen modifier (CRM) dan Calliandra calothyrus terhadap produktivitas dan gas metan enterik pada kambing perah PE. JITV. 16:173-183.

Thalib A, Suryahadi, Unadi A, Amien I, Haryanto B, Noor E, Permana IG, Herawati T, Estiningtyas W. 2008. Verifikasi laju emisivitas GRK pada peternakan. Laporan, KP3I-sektor ternak. Bogor (Indonesia): BBSDLP.

Potensi Bahan Pakan Lokal

232

Thalib A, Widiawati Y. 2008. Efek pemberian bakteri Acetoanaerobium noterae terhadap performans dan produksi gas metana pada ternak domba. JITV. 13:273-278.

Thalib A. 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri asetogenik dari rumen rusa dan potensinya sebagai inhibitor metanogenesis. JITV. 13:197-206.

Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1995. The effect of saponins from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and host animal growth. Ann Zootech. 44:161.

Thalib A, Widiawati Y, Hamid H, Suherman D, Sabrani M. 1996. The effects of saponin from Sapindus rarak fruit on rumen microbes and performance of sheep. JITV 2:17-20.

Thalib A, Devi D, Widiawati Y, Mas’ud ZA.1998. Efek kombinasi defaunator dengan faktor pertumbuhan mikroba terhadap kecernaan ruminal jerami padi. JITV. 3:171-175.

Thalib A, Haryanto B, Hamid H, Suherman D, Mulyani. 2001. Pengaruh kombinasi defaunator dan probiotik terhadap ekosistem rumen dan performans ternak domba. JITV. 6:83-88.

Thalib A. 2004. Uji efektivitas saponin buah Sapindus rarak sebagai inhibitor metanogenesis secara in vitro pada sistem pencernaan rumen. JITV. 9:164-171.

Thalib A, Widiawati Y, Hamid H. 2004. Uji efektivitas isolat bakteri hasil isolasi mikroba rumen dengan media asetogen sebagai inhibitor metanogenesis. JITV. 9:233-238.

Thalib A, Widiawati Y. 1995. Manipulasi fermentasi rumen dengan faktor pertumbuhan mikroba. Dalam: Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II. Bogor, 6-7 September 1994. Bogor (Indonesia): Puslitbang Biotek LIPI. hlm. 307-312.

Thalib A, Widiawati Y. 1995. Pengaruh phenylpropionic acid terhadap populasi bakteri dan degradasi mikrobial substrat jerami padi. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Ciawi-Bogor, 25-26 Januari 1995. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak. hlm. 102-108.

Thalib A, Haryanto B, Kompiang S, Mathius IW, Aini A. 2000. Pengaruh mikromineral dan fenilpropionat terhadap performans bakteri selulolitik cocci dan batang dalam mencerna serat hijauan pakan. JITV. 5:92-99.

Strategi Mitigasi Metana Enterik

233

Thalib A. 2002. Pengaruh imbuhan faktor pertumbuhan mikroba dengan dan tanpa sediaan mikroba terhadap performans kambing peranakan Etawah (PE). JITV. 7:220-226.

Thalib A, Widiawati Y. 2008. Peningkatan produksi dan kualitas susu dengan emisi gas metan yang rendah melalui pemberian RMK sebagai imbuhan pada ransum sapi perah. Dalam: Diwyanto K, Wina E, Priyanti A, Natalia L, Herawati T, Purwandaya B, penyunting. Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta, 21 April 2008. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak dan STEKPI. hlm. 82-87.

Thalib A, Widiawati Y, Haryanto B. 2010. Penggunaan complete rumen modifier (CRM) pada ternak domba yang diberi hijauan pakan berserat tinggi. JITV. 15:97-104.

Thalib A, Situmorang P, Mathius IW, Widiawati Y, Puastuti W. 2011a. Utilization of the complete rumen modifier on dairy cows. JITAA. 36:137-142.

Thalib A, Widiawati Y, Puastuti W, Firsoni. 2011b. Use a chamber method to verify the effectiveness of a complete rumen modifier reducing the enteric methane on ruminants. Submitted. In: Proceedings of 6th International Symposium on Non-CO2 Greenhouse Gas (in press).

Trei JE, Parish RC, Singh YK, Scott GC. 1972. Effect of methane inhibitors on rumen metabolism and feedlot performance of sheep. J Dairy Sci.

GJ, Berger KT, Magner T, May C, Hunter RA. 1997. Inhibiting methane production in Brahman cattle by dietary supplementation with a novel compound and the effects on growth. Aust J Agric Res. 48:323-329.

Ulyatt MJ, Lassey KR, Shelton ID, Walker CF. 2005. Methane emission from sheep grazing four pastures in late summer in New Zealand. NZ J Agric Res. 48:385-390.

Van Amstel A. 2012. Methane. A Review. J Integ Environ Sci. 9 (Suppl.1):5-30.

Potensi Bahan Pakan Lokal

234

Van Nevel CJ, Demeyer DI. 1995. Feed additives and other interventions for decreasing methane emissions. In: Wallace RJ, Chesson A, editors. Biotechnology in animal feed and animal feeding. Weinheim (Federal Republic of Germany): VCH. p. 329-349.

Van Soest PJ. 1982. Nutritional ecology of the ruminant. Corvallis (USA): O and B Books Inc.

Vlaming JB. 2008. Quantifying variation in estimated methane emission from ruminants using the SF6 tracer technique. [A Thesis of Doctor of Phylosophy in Animal Science]. [Palmerston North (New Zealand)]: Massey University.

Widiawati Y, Thalib A. 2006. Comparison fermentation kinetics (in vitro) of grass and shrub legume leaves: The pattern of gas production, organic matter degradation, pH and NH3 production. JITV. 11:266-272.

Widiawati Y, Thalib A. 2007. Comparison fermentation kinetics (in vitro) of grass and shrub legume leaves: The pattern of VFA concentration, estimated CH4 and microbial biomass production. JITV. 12:96-104.

Widiawati Y, Winugroho M, Teleni E, Thalib A. 2007. Fermentation kinetics (in vitro) of Leucaena leucocephala, Gliricidia sepium and Calliandra callothyrsus leaves (3) the pattern of gas production, organic matter degradation, pH, NH3 and VFA concentration; Estimated CH4 and microbial biomass production. JITV. 12:202-211.

Yulistiani D, Puastuti W, Thalib A, Haryanto B, Purnomoadi A. 2012. Evaluasi pemanfaatan limbah tanaman jagung sebagai pakan ruminansia yang disuplementasi CRM untuk meningkatkan efisiensi produksi >15% dan mengurangi emisi metana. Laporan Penelitian APBN 2011 Balitnak.


Recommended