Date post: | 05-May-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
20
3. BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Deskriptif Penelitian
Metode penelitian merupakan gambaran dari langkah-langkah yang
dikerjakan dalam kajian penelitian. Penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan metode eksperimental dengan cara laminasi sebagai penggabungan
beton konvensional dengan beton geopolimer. Pada eksperimental ini dikerjakan
dengan pengujian kuat tekan beton serta model pengujian yang berbeda-beda
khusus pada beton laminasi. Tahapan yang akan dikerjakan sebelum pengujian
beton adalah persiapan penelitian seperti persiapan bahan dan alat, pengujian
karakteristik bahan material dan pengujian beton berupa pengujian kuat tekan.
Pada penelitian akan dibuat tiga jenis sampel benda uji yang terdiri dari beton
konvensional, beton geopolimer dan laminasi atau penggabungan dari keduanya
dengan cara pengujian kuat tekan beton. Hasil dari uji kuat tekan yang di dapat
akan dibandingkan dan dianalisis dari ketiga jenis sample tersebut. Selain itu,
khusus pada beton laminasi juga akan dianalisis bagaimana pola retak yang
dihasilkan dari beton laminasi tapi dengan cara penempatan pola sampel yang
berbeda-beda.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017 sampai dengan 12
Januari 2018. Tempat pembuatan penelitian akan dikerjakan di Laboratorium
Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Jepara (UNISNU). Pengujian beton akan dikerjakan di Laboratorium PT. Prima
Duta Kencana Pabrik Produksi Beton dan Batching Plant.
3.3. Beton Laminasi
Metode laminasi pada beton merupakan salah satu cara untuk menentukan
karakteristik beton laminasi sebagai penggabungan jenis beton yang berbeda
dengan cara memodifikasi pola penyusunan beton. Pada pembuatan beton
laminasi penyusunan lapisan dapat disusun dengan berbagai pemodelan sehingga
dapat meningkatkan kekuatan pada beton laminasi. Penyusunan lapisan
21
berdasarkan arah pembebanan yang ditekankan pada susunan lapisan arah
horizontal dan arah vertikal. Sedangkan tingkat susunan dibuat dua lapisan yang
terdiri dari lapisan beton konvensional dan lapisan beton geopolimer. Lapisan tiap
tingkat susunan memiliki panjang dan lebar yang sama yaitu 7,5 cm dan 15 cm.
Pola penyusunan beton laminasi dibuat menjadi tiga jenis pola susunan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Laminasi A
Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun
secara horisotal dengan menentukan tingkat lapisan setengah kubus berisi
beton konvensional pada lapisan bawah dan lapisan setengah selanjutnya
berisi beton geopolimer pada lapisan atasnya.
b. Laminasi B
Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun
secara vertikal dengan menentukan lapisan setengah kubus berisi beton
konvensional dan lapisan setengah selanjutnya berisi beton geopolimer.
c. Laminasi C
Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun
secara horisotal dengan menentukan tingkat lapisan setengah kubus berisi
beton geopolimer pada lapisan bawah dan lapisan setengah selanjutnya berisi
beton konvensional pada lapisan atasnya.
Laminasi A
Laminasi B
Laminasi C
Gambar 3.1 Pola Penyusunan Beton Laminasi Sumber: Analisis, 2018
Geopo
-limer
Konve
-
nsiona
l
Geopolimer
Konvensional
Konvensional
Geopolimer
22
3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian
3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)
Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan
(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan
lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang
berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.
Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.2. Pasir
Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.
muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada
penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta
lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa
pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang
boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.
22
3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian
3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)
Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan
(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan
lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang
berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.
Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.2. Pasir
Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.
muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada
penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta
lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa
pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang
boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.
22
3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian
3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)
Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan
(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan
lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang
berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.
Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.2. Pasir
Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.
muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada
penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta
lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa
pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang
boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.
23
Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.3. Fly Ash
Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe
F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara
unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200
(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly
ash berbentuk gumpalan.
Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly
Ash Sumber: Penelitian, 2018
23
Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.3. Fly Ash
Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe
F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara
unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200
(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly
ash berbentuk gumpalan.
Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly
Ash Sumber: Penelitian, 2018
23
Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.3. Fly Ash
Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe
F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara
unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200
(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly
ash berbentuk gumpalan.
Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly
Ash Sumber: Penelitian, 2018
24
3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )
Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan
alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua
sodium silikat (Na₂SiO ).
Gambar 3.6 NaOH Berbentuk
Kristal Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.7 Campuran NaOH
Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.9 Sodium Silikat
(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018
24
3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )
Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan
alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua
sodium silikat (Na₂SiO ).
Gambar 3.6 NaOH Berbentuk
Kristal Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.7 Campuran NaOH
Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.9 Sodium Silikat
(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018
24
3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )
Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan
alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua
sodium silikat (Na₂SiO ).
Gambar 3.6 NaOH Berbentuk
Kristal Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.7 Campuran NaOH
Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M
Sumber: Penelitian, 2018
Gambar 3.9 Sodium Silikat
(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018
25
3.4.5. Semen (Portland Composite Cement)
Semen ini digunakan sebagai binder pada beton konvensional. pada
penelitian ini menggunakan jenis PCC (portland composite cement)
dengan merk dagang semen tiga roda.
Gambar 3.10 Semen Merk Tiga Roda
Sumber: Penelitian, 2018
3.4.6. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari PDAM yang
bersih dari kotoran organis serta minyak dan garam.
Gambar 3.11 Air PDAM
Sumber: Penelitian, 2018
26
3.5. Pengujian Karakteristik Bahan Material
3.5.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan pengujian
ketahanan pada agregat kasar terhadap keausannya dengan tujuan
berdasarkan SNI 2417-2008 adalah untuk mengetahui angka keausan yang
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus terhadap berat
semula dalam persen. Pengujian keausan pada penelitian ini akan
dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik Sipil UNDIP
Semarang.
Berdasarkan SNI 2417-2008 persyaratan ketahanan keausan agregat
kasar harus memenuhi ketentuan yaitu hasil pengujian keausan antara 100
putaran dengan 500 putaran tidak boleh lebih besar dari 0,20 yang tertahan
di atas saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Sedangkan menurut
PBI 1971 persyaratan ketahanan keausan agregat kasar dari butiran-butiran
agregat kasar, setelah diperiksa dengan mesin Los Angeles Abrassion tidak
boleh kehilangan berat lebih dari 50 %.
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan dengan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, los angeles abrassion machine, bola
baja sebelas buah dengan berat masing-masing antara 390..gram..sampai
445 gram dan berdiameter..rata-rata..4,68 cm (1 27/32 inci), alat bantu
(pan dan kuas), saringan nomor 12” dan 9” dan oven.
Cara pengujian keausan pada agregat kasar antara lain:
1. Cuci agregat kasar dan keringkan dalam oven pada temperatur 110°C
± 5°C sampai berat tetep.
2. Pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki
dengan cara penyaringan dan lakukan penimbangan.
3. Gabungkan kembali fraksi-fraksi agregat sesuai grading yang
dikehendaki.
4. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan
dengan salah satu dari 7 (tujuh). Cara dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:
27
Tabel 3.1 Daftar Gradasi Dan Berat Benda Uji
Sumber: SNI 2417-2008
5. Menghidupkan power mesin, lalu memutar drum dengan menekan
tombol insking sehingga tutupnya mengarah keatas, membuka
tutupnya, memasukkan agregat yang telah dicampur.
6. Benda uji dan bola baja11 buah dimasukkan ke dalam mesin abrasi los
angeles.
7. Putaran mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm;
jumlah putaran gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah
500 putaran dan untuk gradasi E, gradasi F dan gradasi G adalah 1000
putaran.
8. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian
saring dengan saringan No.12 (1,70 mm); butiran yang tertahan di
atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
temperatur 110°C ± 5°C sampai berat tetap.
9. Jika material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan
100 putaran, dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan
No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Perbandingan hasil pengujian
antara 100 putaran dan 500 putaran agregat tertahan di atas saringan
No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian tidak boleh lebih besar dari 0,20.
10. Metode pada butir e) tidak berlaku untuk pengujian material dengan
metode ASTM C 535-96 yaitu Standard Test Method for Resistance to
Degradation of Large-Size Coarse aggregate by Abrasion and impact
in the Los Angeles Machine.
28
3.5.2. Pasir (Agregat Halus)
Pengujian untuk pasir sebagai agregat halus meliputi:
a. Analisa Saringan (SNI 03-1968-1990)
Berdasarkan SNI 03-1968-1990 pengujian pada pasir untuk
menentukan persentase butiran agregat yang lolos dari satu set
saringan kemudian angka-angka persentase digambarkan pada grafik
pembagian butiran pasir. Pasir akan diayak menggunakan susuan
ayakan dengan urutan saringan 9,52; 4,76; 2,36; 1,18; 0,6; 0,25; 0,15;
0,074; 0,00 mm. Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan
dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah suatu set
saringan untuk agregat halus, timbangan kapasitas 15 kg dengan
ketelitian 0.5, stopwatch, mesin pengguncang saringan, sendok, oven.
Cara pengujian analisa saringan pada agregat halus antara lain:
1. Menimbang pasir ex.muntilan sebanyak 1 s/d 1,5 kg.
2. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (I l0 ± 5)°C,
sampai berat tetap.
3. Menimbang masing-masing saringan dalam keadaan kosong dan
bersih.
4. Menyusun saringan secara urut.
5. Menuangkan pasir ke dalam ke dalam saringan paling atas,
penyaringan dilakukan dengan menggoyangkan saringan selama
30 menit bila manual, 15 menit dengan mesin pengguncang.
6. Diamkan kurang lebih selama 5..menit setelah proses
penggoyangan selesai, maksudnya membiarkan kesempatan pada
debu/pasir sangat halus untuk mengendap.
7. Sisa pasir masing-masing saringan di atas ditimbang dengan
timbangan dengan ketelitian 0,5.
8. Percobaan dilakukan 2 kali dengan kehilangan barat max. 1% dari
berat semula.
29
b. Pengujian Kadar Lumpur
Pengujian ini merupakan pengujian pada pasir untuk
menentukan banyaknya kandungan lumpur atau kadungan butirnya
lebih kecil dari 50 micron yang ada dalam pasir, sehingga dapat
menentukan perlu tidaknya pasir untuk dilakukan pencucian.
Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah gelas ukur
berkapasitas 250 ml, alat bantu pengaduk dari kayu, pasir kering
ex.muntilan, air, cawan, plastik.
Cara pengujian kadar lumpur pada agregat halus antara lain:
1. Masukkan pasir kering ex.muntilan ke dalam gelas ukur sebanyak
±130 ml.
2. Masukkan air ke dalam gelas ukur hingga menyerap setinggi ±200
ml.
3. Menutup ujung atas gelas ukur dengan plastik hingga rapat.
4. Kocok-kocok gelas ukur selama ± 30 menit.
5. Diamkan gelas ukur yang telah dikocok selama ± 5 jam. sehingga
dapat dilihat bahwa material yang berat mengendap di bawah, dan
lumpur akan mengendap diatasnya.
6. Mengamati dan mencatat seberapa besar tinggi endapan pasir dan
lumpur (dalam ml).
c. Pengujian Kadar Zat Organik (SNI 03-2816-1992)
Pengujian kadar zat organik bertujuan untuk menentukan
seberapa besar bahan organik yang terkandung dalam agregat halus
(pasir) sehingga dapat berpengaruh pada mutu beton. Ketentuan pasir
sebagai bahan agregat halus dalam pengujian kadar zat organik ini
harus lolos saringan No. 4 dengan berat minimum 500 gram.
Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.
30
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, gelas ukur berkapasitas 250 ml,
alat bantu pengaduk dari kayu, pasir kering, NaOH 3 %, air, cawan.
Cara pengujian kadar organik pada agregat halus antara lain:
1. Masukkan benda uji kedalam botol gelas ukuran 250 ml sampai
mencapai garis skala 130 ml.
2. Tambahkan larutan (3% NaOH+97% air) dan dikocok sampai
meresap kedalam pasir hingga volume mencapai 200 ml.
3. Tutup botol, kocok kuat-kuat, kemudian di diamkan selama 24
jam.
4. Warna standar dapat menggunakan larutan standar atau organik
place No. 3.
5. Jika warna larutan benda uji lebih gelap dari warna larutan standar
atau menunjukkan warna standar lebih besar dari No. 3, maka
kemungkinan mengandung bahan organik yang tidak di izinkan
untuk bahan campuran mortar atau beton.
3.5.3. Semen
Pengujian untuk semen yang digunakan sebagai binder pada beton
konvensional meliputi:
a. Pengujian Pengujian Pengujian Waktu Ikat
Pengujian ini digunakan untuk menentukan waktu pengikatan
awal dan waktu pengikatan akhir pada semen dengan prosentase air
sesuai dengan mix design yang direncanakan. Pengujian ini
menggunakan alat vicat.
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, termometer untuk mengecek
suhu ruangan, alat vicat lengkap dengan peralatan jarumnya, plat kaca
ukuran 15 x 15 x 0,5 cm, cincin ebonit, stop watch, mangkuk porselin
dan penumbuk, sendok pengaduk, semen dengan merk dagang tiga
roda, air (standart air pam), minyak / pelumas.
Cara pengujian setting time pada semen antara lain:
1. Pertama siapkan alat vicat.
31
2. Menimbang semen dengan timbangan sebanyak ± 300 gram.
3. Semen diletakkan ke dalam mangkuk porselen dan campur dengan
sejumlah air sebanyak 61,29% dari berat semen hingga
membentuk pasta semen. Prosentase berasal dari perhitungan mix
design didapatkan fas sebesar 61,29%.
4. Selanjutnya isi cincin ebonit..dengan pasta semen ratakan pada
permukaannya dan meletakkan cincin ebonit yang sudah terisi
pasta semen pada alat vicat.
5. Melepaskan jarum vicat yang berdiameter 1 mm pada 15 menit
pertama dan dicatat penurunannya.
6. Kemudian melepaskan jarum..vicat pada 15 menit kedua pada
titik yang lain dengan jarak antara tiap titik..5 mm dan 10 mm
dari tepi cincin ebonit dan dicatat penurunannya.
7. Waktu pengikatan awal dari semen diperoleh jika penurunannya
mencapai 25 mm.
3.5.4. Fly ash
Pengujian untuk fly ash yang digunakan sebagai binder pada beton
konvensional meliputi:
a. Pengujian XRF (X-Ray Fluorosence)
Pengujian untuk fly ash dengan XRF bertujuan untuk
menentukan prosentase komposisi yang terkandung pada fly ash. Cara
pengujian yaitu dengan melakukan penembakan sinar-x pada fly ash
dengan posisi tertentu untuk mengetahui komposisi kandungannya,
setelah penembakan dilakukan akan memperoleh hasil yang akan
muncul unsur-unsur yang terkandung pada fly ash tersebut sehinga
hasil dapat dianalisis.
b. Pengujian Pengujian Waktu Ikat
Pengujian ini digunakan untuk menentukan waktu pengikatan
awal dan waktu pengikatan akhir pada fly ash dengan prosentase air
sesuai dengan mix design yang direncanakan. Pengujian ini
menggunakan alat vicat.
32
Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, termometer untuk mengecek
suhu ruangan, alat vicat lengkap dengan peralatan jarumnya, plat kaca
ukuran 15 x 15 x 0,5 cm, cincin ebonit, stop watch, mangkuk porselin
dan penumbuk, sendok pengaduk, fly ash, air (standart air pam),
minyak/pelumas, cairan Alkali activator dengan perbandingan 1
NaOH : 2 Na₂SiO .
Cara pengujian setting time pada semen antara lain:
1. Pertama siapkan alat vicat dengan jarum kecil berdiameter 1 mm.
2. Menimbang fly ash dengan timbangan sebanyak ± 300 gram.
3. Fly ash diletakkan ke dalam mangkuk porselen dan campur
dengan sejumlah air sebanyak 61,29 % dari berat fly ash hingga
membentuk pasta fly ash. Prosentase berasal dari perhitungan mix
design didapatkan fas sebesar 61,29%.
4. Selanjutnya isi cincin ebonit dengan pasta fly ash ratakan pada
permukaannyan dan meletakkan cincin ebonit yang sudah terisi
pasta semen pada alat vicat.
5. Melepaskan jarum yang berdiameter 1 mm vicat pada 15 menit
pertama dan dicatat penurunannya.
6. Kemudian melepaskan jarum vicat pada 15 menit kedua pada titik
yang lain dengan jarak antara tiap titik 5 mm dan 10 mm dari
tepi cincin ebonit dan dicatat penurunannya.
7. Waktu pengikatan awal dari fly ash diperoleh jika penurunannya
mencapai 25 mm.
c. Pengujian Analisa Saringan Fly Ash
Pengujian analisa saringan fly ash ini dilakukan untuk
mengetahui massa butiran yang lolos dan tertahan dalam saringan
nomor 100 (0,149 mm), 200 (0,074 mm), 325 (0,044 mm). Pada
penelitian ini pengujian dilakukan secara manual dengan langkah
sekali penyaringan di setiap ayakan tanpa menggunakan metode
susunan ayakan selama proses pengujian. Jumlah material fly ash yang
33
digunakan sebagai sampel benda uji dalam pengujian ini adalah 3 kg
untuk setiap penyaringan.
3.6. Trial Mix Design
Setelah melakukan pengujian pada karakteristik bahan material, maka
rancangan beton atau mix design dapat dibuat. Metode yang digunakan dalam
menentukan mix design yaitu dengan cara percobaan beberapa kali hingga dapat
menemukan proporsi campuran yang tepat. Percobaan mix design atau trial mix
design ini dilakukan agar bisa mengestimasi jumlah kebutuhan material yang
dibutuhkan. Pada penelitian ini akan dibuat dua jenis mix design. Pertama, mix
untuk beton geopolimer dan kedua, untuk beton konvensional. Pada penelitian ini
dikerjakan trial mix design sebanyak 3 kali yaitu dengan prosentase perbandingan
sebagai berikut:
a. Agregat : (binder + activator) = 70% : 30%
Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%
Binder : activator = 65% : 35%
NaOH : Na SiO = 1 : 2
Pada trial mix yang pertama ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak
9000 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton geopolimer.
b. Agregat : (binder + air) = 65% : 35%
Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%
Binder : air = 63% : 37%
Pada trial mix yang kedua ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak
8500 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton konvensional.
c. Agregat : (binder + activator) = 65% : 35%
Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%
Binder : activator = 62% : 38%
NaOH : Na SiO = 1 : 2
Pada trial mix yang ketiga ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak
8500 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton geopolimer.
34
3.7. Mix Design Concrete
Menjelaskan tentang prosentase komposisi material dan jumlah material
yang dibutuhkan serta jumlah sampel benda uji antara beton konvensional, beton
geopolimer, dan beton laminasi.
3.7.1. Beton Konvensional
Hasil dari trial mix design beton konvensional didapatkan mix design
dengan berat beton 8500 gram per sampel kubus dan prosentase proporsi
campuran beton sebagai berikut:
Gambar 3.12 Mix Design Beton Konvensional Sumber: Analisis, 2018
3.7.2. Beton Geopolimer
Hasil dari trial mix design beton geopolimer didapatkan mix design
dengan berat beton 8500 gram per sampel kubus dan prosentase proporsi
campuran beton sebagai berikut:
Beton Konvensional
Agregat (65%) Binder + Activator (35%)
Agregat Kasar (60%)
Agregat Halus (40%)
Binder (62%)
Air (38%)
35
Gambar 3.13 Mix Design Beton Geopolimer Sumber: Analisis, 2018
3.7.3. Jumlah Sampel Uji
Benda uji dilakukan dengan proses curing menggunakan karung
basah sampai dengan umur beton mencapai umur 7 hari, 14 hari, 28 hari.
Jumlah sampel uji yang dibuat sesuai dengan jenis sampel dan umur beton,
dapat dilihat sesuai tabel berikut:
Tabel 3.2 Jumlah Pembuatan Benda Uji
Jenis Sampel Pengujian
Jumlah Pembuatan Benda Uji Jumlah Umur 7
Hari Umur 14
Hari Umur 28
Hari Beton Konvensional 3 3 3 9 Beton Geopolimer 3 3 3 9 Beton Laminasi A 3 3 3 9 Beton Laminasi B 3 3 3 9 Beton Laminasi C 3 3 3 9
Sumber: Analisis, 2018
Beton Geopolimer
Agregat (65%) Binder + Activator (35%)
Agregat Kasar (60%)
Agregat Halus (40%)
Binder (62%)
Activator (38%)
NaOH (1)
Na₂SiO (2)
36
3.7.4. Jumlah Bahan Material Benda Uji
Jumlah material dibuat sesuai dengan prosentase yang telah
ditentukan dalam mix design dan berat isi ditetapkan tiap 10 sampel
sebanyak 85000 gram per sampel kubus. Agar lebih jelas dapat dilihat
tabel berikut:
a. Beton Konvensional
Jumlah pembuatan dibuat per sepuluh sampel benda uji.
Tabel 3.3 Komposisi Material Beton Konvensional
Jenis Pengujian Konvensional (gram) Pasir Semen Air Krikil
Beton Konvensional 22100 18445 11305 33150 Laminasi A 11050 9222,5 5652,5 16575 Laminasi B 11050 9222,5 5652,5 16575 Laminasi C 11050 9222,5 5652,5 16575
Jumlah 55250 46112,5 28262,5 82875 Sumber: Analisis, 2018
b. Beton Geopolimer
Jumlah pembuatan dibuat per sepuluh sampel benda uji.
Tabel 3.4 Komposisi Material Beton Geopolimer
Jenis Pengujian Geopolimer (gram) Pasir Fly Ash NaOH Na₂SiO Krikil
Beton Geopolimer 22100 18445 3768,33 7536,67 33150 Laminasi A 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575 Laminasi B 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575 Laminasi C 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575
Jumlah 55250 46112,5 9420,83 18841,7 82875 Sumber: Analisis, 2018
3.8. Pembuatan Benda Uji Beton
3.8.1. Pembuatan Beton Konvensional
Pembuatan benda uji dikerjakan di Laboratorium Teknik Sipil
UNISNU Jepara dengan komposisi campuran sesuai dengan mix design.
Langkah-langkah pembutannya akan dijelaskan sebagai berikut:
37
a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang
direncanakan seperti pada Tabel 3.3 Jumlah Material Beton
Konvensional.
b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.
c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang
menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan
pencampuran agregat kasar dan agregat halus dicampurkan terlebih
dahulu setelah itu binder sampai semua material tercampur homogen
dan terakhir masukkan air secara bertahap.
d. Tunggu sekitar ±10 menit agar seluruh material benar-benar sudah
tercampur.
e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material
diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering
mudah dilepaskan dari cetakan.
f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.
g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini
dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilakan beton.
Peralatan uji slump test:
Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16
mm, penggaris, plat baja.
Langkah pengujian:
1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3
bagian.
2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25
kali tususkan.
3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga
2/3 bagian.
4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali
tususkan.
5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh
campuran beton.
38
6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari
slump.
7. Catat hasil uji slump test.
h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli.
i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat
besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.
j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.
k. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.
l. Mengamankan beton.
3.8.2. Pembuatan Beton Geopolimer
Pembuatan benda uji beton geopolimer hampir sama dengan
pembuatan beton konvensional. Langkah-langkah pembuatannya akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang
direncanakan seperti pada Tabel 3.4 Jumlah Material Beton
Geopolimer.
b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.
c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang
menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan
pencampuran binder dan activator dicampurkan terlebih dahulu setelah
itu agregat kasar sampai semua material tercampur homogen dan
terakhir masukkan pasir.
d. Tunggu sekitar ±15 menit agar seluruh material benar-benar sudah
tercampur.
e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material
diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering
mudah dilepaskan dari cetakan.
f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.
g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini
dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilkan beton.
39
Peralatan uji slump test:
Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16
mm, penggaris, plat baja.
Langkah pengujian:
1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3
bagian.
2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25
kali tusukan.
3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga
2/3 bagian.
4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali
tusukan.
5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh
campuran beton.
6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari
slump.
7. Catat hasil uji slump test.
h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli.
i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat
besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.
j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.
k. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.
l. Mengamankan beton.
3.8.3. Pembuatan Beton Laminasi
Langkah pembuatan beton laminasi sama dengan langkah pembuatan
beton konvensional dan beton geopolimer yang membedakan adalah
jumlah bahan material dan cara penuangan. Agar lebih jelas langkah-
langkah pembutannya akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang
direncanakan seperti pada Tabel 3.3 jumlah material beton
konvensional.
40
b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan
kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.
c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang
menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan
pencampuran agregat kasar dan agregat halus dicampurkan terlebih
dahulu setelah itu binder sampai semua material tercampur homogen
dan terakhir masukkan air secara bertahap.
d. Tunggu sekitar ±10 menit agar seluruh material benar-benar sudah
tercampur.
e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material
diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering
mudah dilepaskan dari cetakan.
f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.
g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini
dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilkan beton.
Peralatan uji slump test:
Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16
mm, penggaris, plat baja.
Langkah pengujian:
1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3
bagian.
2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25
kali tusukan.
3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga
2/3 bagian.
4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali
tusukan.
5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh
campuran beton.
6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari
slump.
7. Catat hasil uji slump test.
41
h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli
menggunakan penggaris sebagai pengontrol agar tinggi beton
mencapai setengah kubus atau setinggi 7,5 cm.
i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat
besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.
j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.
k. Waktu tunggu untuk penuangan setengah bekisting lagi sekitar dua
jam.
l. Menyiapkan jumlah material sesuai dengan Tabel 3.4 jumlah material
beton geopolimer.
m. Setelah dua jam lakukan pencampuran bahan material yang telah
ditimbang menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan
pencampuran binder dan activator dicampurkan terlebih dahulu setelah
itu agregat kasar sampai semua material tercampur homogen dan
terakhir masukkan pasir.
n. Tunggu sekitar ±15 menit agar seluruh material benar-benar sudah
tercampur.
o. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.
p. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini
dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilakan beton.
Peralatan uji slump test:
Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16
mm, penggaris, plat baja.
Langkah pengujian:
1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3
bagian.
2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25
kali tusukan.
3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga
2/3 bagian.
4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali
tusukan.
42
5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh
campuran beton.
6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari
slump.
7. Catat hasil uji slump test.
q. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah terisi setengah
beton konvensional.
r. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat
besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.
s. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.
t. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.
u. Mengamankan beton.
3.9. Curing Beton
Curing beton dilakukan dengan metode karung basah. Beton yang telah
dikeluarkan dari bekisting akan ditutup mengunakan karung yang telah dibasahi
air dengan jangka waktu sesuai dengan umur beton yaitu 7 hari, 14 hari dan 28
hari. Curing beton ini bertujuan agar terhindar dari pengaruh cuaca pada proses
pengerasan beton dan agar beton tidak menguap sehingga dapat mempengaruhi
kuat tekan beton.
3.10. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian pada beton dilakukan dengan pengujian kuat tekan beton
menggunkana alat Compression Testing Machine. Langkah dalam pengujian kuat
tekan beton anatara lain:
a. Menyiapkan peralatan dan benda uji dalam keadaan yang kering dan ratakan
permukaan beton bila belum rata.
b. Memberikan kode pada setiap sampel benda uji.
c. Menimbang berat per tiap sampel benda uji dengan timbangan.
d. Meletakan benda uji ke dalam compression testing machine.
e. Menyalakan compression testing machine.
f. Membaca dial pada compression testing machine.
g. Mencatat hasil beban maksimum yang diterima oleh sampel uji.
43
h. Melakukan dokumentasi pada sampel benda uji yang telah dilakukan
pengetesan.
i. Mengeluarkan benda uji dari compression testing machine.
3.11. Analisis Data Penelitian
a. Mengkaji hasil pengujian karakteristik yang dilakukan apakah sudah sesuai
dengan persyaratan yang ada.
b. Membandingkan hasil pengujian dari sampel uji.
c. Membuat grafik perbandingan hasil pengujian dengan umur yang telah
ditentukan
d. Mengkaji pola retak yang dihasilkan dari sampel uji.
3.12. Kesimpulan
Dari hasil analisis data penelitian akan ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Dapat mengetahui dan membandingkan waktu ikat baik waktu ikat awal
maupun waktu ikat akhir untuk pasta semen dengan pasta fly ash.
b. Dapat menyimpulkan bagaimana karakteristik beton.
c. Dapat mengkomparasikan hasil nilai kuat tekan dari kelima variasi sampel
benda uji.
44
3.13. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Rumusan Masalah, Studi Literatur
Persiapan Penelitian
Bahan Material Beton Konvensional: Agregat Kasar
(Batu Pecah) Agregat Halus
(Pasir) Binder (Semen) Air
Bahan Material Beton Geopolimer: Agregat Kasar
(Batu Pecah) Agregat Halus
(Pasir) Binder (Fly ash) Cairan Activator : NaOH Na₂SiO
Alat: Loyang Timbangan
kapasitas 15 kg. Cetakan kubus 15
cm x 15 cm x 15 cm.
Alat uji setting time (vicat)
Alat uji kuat tekan. dan sebagainya.
Pengujian Karakteristik Bahan Material
Agregat Kasar (batu pecah) : Ketahanan keausan
atau loss Angels
Binder (Semen & Fly Ash): Setting Time (Waktu
Ikat Awal dan akhir) XRF dan analiasa
saringan khusus pada fly ash
Agregat Halus (Pasir) : Kadar Lumpur Kadar Organis Analisa Saringan
A
45
Gambar 3.14 Diagram Alir Penelitian Sumber: Analisis, 2018
A
Mix Desain B.Geopolimer Agregat : binder+activator =
65% : 35% Agregat kasar : agregat halus =
60% : 40% Binder : activator =
62% : 38%
Pembuatan benda uji beton menggunakan
kubus ukuran 15cm x 15cm x 15cm
Curing beton dengan metode karung basah selama 7 hari, 14 hari,
28 hari
Pengujian pada benda uji beton dengan
pengujian kuat tekan beton
Analisis dan pembahasan
kesimpulan
Selesai
Mix Desain B.Konvensional Agregat : semen+air =
65% : 35% Agregat kasar : agregat halus =
60% : 40% Binder : air =
62% : 38%
46
3.14. Jadwal Kegiatan
Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini tentunya akan menemui suatu
kendala maupun masalah. Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan
waktu yang diharapkan maka perlu adanya jadwal kegiatan sebagai pengontrol
jalannya kegiatan penelitian tersebut. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4
bulan. Adapun jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.5 Time Schedule Pelaksanaan Penelitian
No. Kegiatan November Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi
Literatur
2 Penyusunan
Proposal
3 Pengumpulan
Data
4 Analisis
Hasi Data
5 Penulisan
Laporan
Sumber: Analisis, 2018