+ All Categories
Home > Documents > 20 3. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskriptif Penelitian ...

20 3. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskriptif Penelitian ...

Date post: 05-May-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
27
20 3. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskriptif Penelitian Metode penelitian merupakan gambaran dari langkah-langkah yang dikerjakan dalam kajian penelitian. Penelitian yang akan dilakukan ini menggunakan metode eksperimental dengan cara laminasi sebagai penggabungan beton konvensional dengan beton geopolimer. Pada eksperimental ini dikerjakan dengan pengujian kuat tekan beton serta model pengujian yang berbeda-beda khusus pada beton laminasi. Tahapan yang akan dikerjakan sebelum pengujian beton adalah persiapan penelitian seperti persiapan bahan dan alat, pengujian karakteristik bahan material dan pengujian beton berupa pengujian kuat tekan. Pada penelitian akan dibuat tiga jenis sampel benda uji yang terdiri dari beton konvensional, beton geopolimer dan laminasi atau penggabungan dari keduanya dengan cara pengujian kuat tekan beton. Hasil dari uji kuat tekan yang di dapat akan dibandingkan dan dianalisis dari ketiga jenis sample tersebut. Selain itu, khusus pada beton laminasi juga akan dianalisis bagaimana pola retak yang dihasilkan dari beton laminasi tapi dengan cara penempatan pola sampel yang berbeda-beda. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian akan dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017 sampai dengan 12 Januari 2018. Tempat pembuatan penelitian akan dikerjakan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU). Pengujian beton akan dikerjakan di Laboratorium PT. Prima Duta Kencana Pabrik Produksi Beton dan Batching Plant. 3.3. Beton Laminasi Metode laminasi pada beton merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik beton laminasi sebagai penggabungan jenis beton yang berbeda dengan cara memodifikasi pola penyusunan beton. Pada pembuatan beton laminasi penyusunan lapisan dapat disusun dengan berbagai pemodelan sehingga dapat meningkatkan kekuatan pada beton laminasi. Penyusunan lapisan
Transcript

20

3. BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Deskriptif Penelitian

Metode penelitian merupakan gambaran dari langkah-langkah yang

dikerjakan dalam kajian penelitian. Penelitian yang akan dilakukan ini

menggunakan metode eksperimental dengan cara laminasi sebagai penggabungan

beton konvensional dengan beton geopolimer. Pada eksperimental ini dikerjakan

dengan pengujian kuat tekan beton serta model pengujian yang berbeda-beda

khusus pada beton laminasi. Tahapan yang akan dikerjakan sebelum pengujian

beton adalah persiapan penelitian seperti persiapan bahan dan alat, pengujian

karakteristik bahan material dan pengujian beton berupa pengujian kuat tekan.

Pada penelitian akan dibuat tiga jenis sampel benda uji yang terdiri dari beton

konvensional, beton geopolimer dan laminasi atau penggabungan dari keduanya

dengan cara pengujian kuat tekan beton. Hasil dari uji kuat tekan yang di dapat

akan dibandingkan dan dianalisis dari ketiga jenis sample tersebut. Selain itu,

khusus pada beton laminasi juga akan dianalisis bagaimana pola retak yang

dihasilkan dari beton laminasi tapi dengan cara penempatan pola sampel yang

berbeda-beda.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2017 sampai dengan 12

Januari 2018. Tempat pembuatan penelitian akan dikerjakan di Laboratorium

Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul Ulama

Jepara (UNISNU). Pengujian beton akan dikerjakan di Laboratorium PT. Prima

Duta Kencana Pabrik Produksi Beton dan Batching Plant.

3.3. Beton Laminasi

Metode laminasi pada beton merupakan salah satu cara untuk menentukan

karakteristik beton laminasi sebagai penggabungan jenis beton yang berbeda

dengan cara memodifikasi pola penyusunan beton. Pada pembuatan beton

laminasi penyusunan lapisan dapat disusun dengan berbagai pemodelan sehingga

dapat meningkatkan kekuatan pada beton laminasi. Penyusunan lapisan

21

berdasarkan arah pembebanan yang ditekankan pada susunan lapisan arah

horizontal dan arah vertikal. Sedangkan tingkat susunan dibuat dua lapisan yang

terdiri dari lapisan beton konvensional dan lapisan beton geopolimer. Lapisan tiap

tingkat susunan memiliki panjang dan lebar yang sama yaitu 7,5 cm dan 15 cm.

Pola penyusunan beton laminasi dibuat menjadi tiga jenis pola susunan

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Laminasi A

Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun

secara horisotal dengan menentukan tingkat lapisan setengah kubus berisi

beton konvensional pada lapisan bawah dan lapisan setengah selanjutnya

berisi beton geopolimer pada lapisan atasnya.

b. Laminasi B

Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun

secara vertikal dengan menentukan lapisan setengah kubus berisi beton

konvensional dan lapisan setengah selanjutnya berisi beton geopolimer.

c. Laminasi C

Arah pembebanan dilakukan secara vertikal dan pola susunan disusun

secara horisotal dengan menentukan tingkat lapisan setengah kubus berisi

beton geopolimer pada lapisan bawah dan lapisan setengah selanjutnya berisi

beton konvensional pada lapisan atasnya.

Laminasi A

Laminasi B

Laminasi C

Gambar 3.1 Pola Penyusunan Beton Laminasi Sumber: Analisis, 2018

Geopo

-limer

Konve

-

nsiona

l

Geopolimer

Konvensional

Konvensional

Geopolimer

22

3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian

3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)

Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan

(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan

lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang

berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.

Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.2. Pasir

Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.

muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada

penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta

lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa

pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah

Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan

terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang

boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.

22

3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian

3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)

Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan

(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan

lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang

berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.

Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.2. Pasir

Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.

muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada

penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta

lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa

pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah

Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan

terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang

boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.

22

3.4. Persiapan Bahan Material Penelitian

3.4.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)

Batu pecah yang digunakan merupakan agregat kasar lolos ayakan

(No. 12,7 mm). Sebelum melakukan penelitian, batu pecah dibersihkan

lebih dahulu dari kotoran serta lumpur dengan mencuci dalam mixer yang

berisi air sampai 15-20 menit lalu dikeringkan.

Gambar 3.2 Proses Pengeringan Batu Pecah Setelah Pencucian

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.2. Pasir

Pasir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pasir ex.

muntilan yang sudah dalam keadaan SSD (kering permukaan). Pada

penelitian agar dapat memisahkan batu dan kotoran yang lain serta

lumpur, pasir diayak dengan lolos saringan no.25 (4,76 mm) dan tanpa

pencucian. Ketentuan pasir yang digunakan berdasarkan PBI 1971 adalah

Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan

terhadap berat kering) dan untuk kandungan organis pada pasir yang

boleh dipakai berwarna jernih sampai kuning tua.

23

Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.3. Fly Ash

Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe

F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara

unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200

(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly

ash berbentuk gumpalan.

Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly

Ash Sumber: Penelitian, 2018

23

Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.3. Fly Ash

Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe

F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara

unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200

(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly

ash berbentuk gumpalan.

Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly

Ash Sumber: Penelitian, 2018

23

Gambar 3.3 Agregat Halus Ex. Pasir Muntilan

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.3. Fly Ash

Fly Ash yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fly ash tipe

F, berasal dari pembakaran batu bara pada PLTU Tanjung Jati B Jepara

unit 3 dan 4 yang sebelumnya disaring dengan lolos saringan no.200

(0,074 mm) untuk memisahkan fly ash berbentuk butiran halus dengan fly

ash berbentuk gumpalan.

Gambar 3.4 Fly Ash Kelas F

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.5 Proses Penyaringan Fly

Ash Sumber: Penelitian, 2018

24

3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )

Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan

alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua

sodium silikat (Na₂SiO ).

Gambar 3.6 NaOH Berbentuk

Kristal Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.7 Campuran NaOH

Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.9 Sodium Silikat

(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018

24

3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )

Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan

alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua

sodium silikat (Na₂SiO ).

Gambar 3.6 NaOH Berbentuk

Kristal Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.7 Campuran NaOH

Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.9 Sodium Silikat

(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018

24

3.4.4. Cairan Alkali Aktivator (NaOH dan Na₂SiO )

Larutan activator dalam penelitian ini menggunakan perbandingan

alkali Activator 1:2 dari satu larutan NaOH dengan molaritas 8M dan dua

sodium silikat (Na₂SiO ).

Gambar 3.6 NaOH Berbentuk

Kristal Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.7 Campuran NaOH

Dengan Air (H₂O) Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.8 Larutan NaOH 8M

Sumber: Penelitian, 2018

Gambar 3.9 Sodium Silikat

(Na SiO ) Sumber: Penelitian, 2018

25

3.4.5. Semen (Portland Composite Cement)

Semen ini digunakan sebagai binder pada beton konvensional. pada

penelitian ini menggunakan jenis PCC (portland composite cement)

dengan merk dagang semen tiga roda.

Gambar 3.10 Semen Merk Tiga Roda

Sumber: Penelitian, 2018

3.4.6. Air

Air yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari PDAM yang

bersih dari kotoran organis serta minyak dan garam.

Gambar 3.11 Air PDAM

Sumber: Penelitian, 2018

26

3.5. Pengujian Karakteristik Bahan Material

3.5.1. Batu Pecah (Agregat Kasar)

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini merupakan pengujian

ketahanan pada agregat kasar terhadap keausannya dengan tujuan

berdasarkan SNI 2417-2008 adalah untuk mengetahui angka keausan yang

dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus terhadap berat

semula dalam persen. Pengujian keausan pada penelitian ini akan

dilakukan di Laboratorium Bahan Konstruksi Teknik Sipil UNDIP

Semarang.

Berdasarkan SNI 2417-2008 persyaratan ketahanan keausan agregat

kasar harus memenuhi ketentuan yaitu hasil pengujian keausan antara 100

putaran dengan 500 putaran tidak boleh lebih besar dari 0,20 yang tertahan

di atas saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Sedangkan menurut

PBI 1971 persyaratan ketahanan keausan agregat kasar dari butiran-butiran

agregat kasar, setelah diperiksa dengan mesin Los Angeles Abrassion tidak

boleh kehilangan berat lebih dari 50 %.

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan dengan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, los angeles abrassion machine, bola

baja sebelas buah dengan berat masing-masing antara 390..gram..sampai

445 gram dan berdiameter..rata-rata..4,68 cm (1 27/32 inci), alat bantu

(pan dan kuas), saringan nomor 12” dan 9” dan oven.

Cara pengujian keausan pada agregat kasar antara lain:

1. Cuci agregat kasar dan keringkan dalam oven pada temperatur 110°C

± 5°C sampai berat tetep.

2. Pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki

dengan cara penyaringan dan lakukan penimbangan.

3. Gabungkan kembali fraksi-fraksi agregat sesuai grading yang

dikehendaki.

4. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan

dengan salah satu dari 7 (tujuh). Cara dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:

27

Tabel 3.1 Daftar Gradasi Dan Berat Benda Uji

Sumber: SNI 2417-2008

5. Menghidupkan power mesin, lalu memutar drum dengan menekan

tombol insking sehingga tutupnya mengarah keatas, membuka

tutupnya, memasukkan agregat yang telah dicampur.

6. Benda uji dan bola baja11 buah dimasukkan ke dalam mesin abrasi los

angeles.

7. Putaran mesin dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm;

jumlah putaran gradasi A, gradasi B, gradasi C dan gradasi D adalah

500 putaran dan untuk gradasi E, gradasi F dan gradasi G adalah 1000

putaran.

8. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian

saring dengan saringan No.12 (1,70 mm); butiran yang tertahan di

atasnya dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada

temperatur 110°C ± 5°C sampai berat tetap.

9. Jika material contoh uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan

100 putaran, dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan

No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Perbandingan hasil pengujian

antara 100 putaran dan 500 putaran agregat tertahan di atas saringan

No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian tidak boleh lebih besar dari 0,20.

10. Metode pada butir e) tidak berlaku untuk pengujian material dengan

metode ASTM C 535-96 yaitu Standard Test Method for Resistance to

Degradation of Large-Size Coarse aggregate by Abrasion and impact

in the Los Angeles Machine.

28

3.5.2. Pasir (Agregat Halus)

Pengujian untuk pasir sebagai agregat halus meliputi:

a. Analisa Saringan (SNI 03-1968-1990)

Berdasarkan SNI 03-1968-1990 pengujian pada pasir untuk

menentukan persentase butiran agregat yang lolos dari satu set

saringan kemudian angka-angka persentase digambarkan pada grafik

pembagian butiran pasir. Pasir akan diayak menggunakan susuan

ayakan dengan urutan saringan 9,52; 4,76; 2,36; 1,18; 0,6; 0,25; 0,15;

0,074; 0,00 mm. Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan

dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah suatu set

saringan untuk agregat halus, timbangan kapasitas 15 kg dengan

ketelitian 0.5, stopwatch, mesin pengguncang saringan, sendok, oven.

Cara pengujian analisa saringan pada agregat halus antara lain:

1. Menimbang pasir ex.muntilan sebanyak 1 s/d 1,5 kg.

2. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (I l0 ± 5)°C,

sampai berat tetap.

3. Menimbang masing-masing saringan dalam keadaan kosong dan

bersih.

4. Menyusun saringan secara urut.

5. Menuangkan pasir ke dalam ke dalam saringan paling atas,

penyaringan dilakukan dengan menggoyangkan saringan selama

30 menit bila manual, 15 menit dengan mesin pengguncang.

6. Diamkan kurang lebih selama 5..menit setelah proses

penggoyangan selesai, maksudnya membiarkan kesempatan pada

debu/pasir sangat halus untuk mengendap.

7. Sisa pasir masing-masing saringan di atas ditimbang dengan

timbangan dengan ketelitian 0,5.

8. Percobaan dilakukan 2 kali dengan kehilangan barat max. 1% dari

berat semula.

29

b. Pengujian Kadar Lumpur

Pengujian ini merupakan pengujian pada pasir untuk

menentukan banyaknya kandungan lumpur atau kadungan butirnya

lebih kecil dari 50 micron yang ada dalam pasir, sehingga dapat

menentukan perlu tidaknya pasir untuk dilakukan pencucian.

Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan dilakukan di

Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah gelas ukur

berkapasitas 250 ml, alat bantu pengaduk dari kayu, pasir kering

ex.muntilan, air, cawan, plastik.

Cara pengujian kadar lumpur pada agregat halus antara lain:

1. Masukkan pasir kering ex.muntilan ke dalam gelas ukur sebanyak

±130 ml.

2. Masukkan air ke dalam gelas ukur hingga menyerap setinggi ±200

ml.

3. Menutup ujung atas gelas ukur dengan plastik hingga rapat.

4. Kocok-kocok gelas ukur selama ± 30 menit.

5. Diamkan gelas ukur yang telah dikocok selama ± 5 jam. sehingga

dapat dilihat bahwa material yang berat mengendap di bawah, dan

lumpur akan mengendap diatasnya.

6. Mengamati dan mencatat seberapa besar tinggi endapan pasir dan

lumpur (dalam ml).

c. Pengujian Kadar Zat Organik (SNI 03-2816-1992)

Pengujian kadar zat organik bertujuan untuk menentukan

seberapa besar bahan organik yang terkandung dalam agregat halus

(pasir) sehingga dapat berpengaruh pada mutu beton. Ketentuan pasir

sebagai bahan agregat halus dalam pengujian kadar zat organik ini

harus lolos saringan No. 4 dengan berat minimum 500 gram.

Pengujian analisa saringan pada penelitian ini akan dilakukan di

Laboratorium Teknik Sipil UNISNU Jepara.

30

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, gelas ukur berkapasitas 250 ml,

alat bantu pengaduk dari kayu, pasir kering, NaOH 3 %, air, cawan.

Cara pengujian kadar organik pada agregat halus antara lain:

1. Masukkan benda uji kedalam botol gelas ukuran 250 ml sampai

mencapai garis skala 130 ml.

2. Tambahkan larutan (3% NaOH+97% air) dan dikocok sampai

meresap kedalam pasir hingga volume mencapai 200 ml.

3. Tutup botol, kocok kuat-kuat, kemudian di diamkan selama 24

jam.

4. Warna standar dapat menggunakan larutan standar atau organik

place No. 3.

5. Jika warna larutan benda uji lebih gelap dari warna larutan standar

atau menunjukkan warna standar lebih besar dari No. 3, maka

kemungkinan mengandung bahan organik yang tidak di izinkan

untuk bahan campuran mortar atau beton.

3.5.3. Semen

Pengujian untuk semen yang digunakan sebagai binder pada beton

konvensional meliputi:

a. Pengujian Pengujian Pengujian Waktu Ikat

Pengujian ini digunakan untuk menentukan waktu pengikatan

awal dan waktu pengikatan akhir pada semen dengan prosentase air

sesuai dengan mix design yang direncanakan. Pengujian ini

menggunakan alat vicat.

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, termometer untuk mengecek

suhu ruangan, alat vicat lengkap dengan peralatan jarumnya, plat kaca

ukuran 15 x 15 x 0,5 cm, cincin ebonit, stop watch, mangkuk porselin

dan penumbuk, sendok pengaduk, semen dengan merk dagang tiga

roda, air (standart air pam), minyak / pelumas.

Cara pengujian setting time pada semen antara lain:

1. Pertama siapkan alat vicat.

31

2. Menimbang semen dengan timbangan sebanyak ± 300 gram.

3. Semen diletakkan ke dalam mangkuk porselen dan campur dengan

sejumlah air sebanyak 61,29% dari berat semen hingga

membentuk pasta semen. Prosentase berasal dari perhitungan mix

design didapatkan fas sebesar 61,29%.

4. Selanjutnya isi cincin ebonit..dengan pasta semen ratakan pada

permukaannya dan meletakkan cincin ebonit yang sudah terisi

pasta semen pada alat vicat.

5. Melepaskan jarum vicat yang berdiameter 1 mm pada 15 menit

pertama dan dicatat penurunannya.

6. Kemudian melepaskan jarum..vicat pada 15 menit kedua pada

titik yang lain dengan jarak antara tiap titik..5 mm dan 10 mm

dari tepi cincin ebonit dan dicatat penurunannya.

7. Waktu pengikatan awal dari semen diperoleh jika penurunannya

mencapai 25 mm.

3.5.4. Fly ash

Pengujian untuk fly ash yang digunakan sebagai binder pada beton

konvensional meliputi:

a. Pengujian XRF (X-Ray Fluorosence)

Pengujian untuk fly ash dengan XRF bertujuan untuk

menentukan prosentase komposisi yang terkandung pada fly ash. Cara

pengujian yaitu dengan melakukan penembakan sinar-x pada fly ash

dengan posisi tertentu untuk mengetahui komposisi kandungannya,

setelah penembakan dilakukan akan memperoleh hasil yang akan

muncul unsur-unsur yang terkandung pada fly ash tersebut sehinga

hasil dapat dianalisis.

b. Pengujian Pengujian Waktu Ikat

Pengujian ini digunakan untuk menentukan waktu pengikatan

awal dan waktu pengikatan akhir pada fly ash dengan prosentase air

sesuai dengan mix design yang direncanakan. Pengujian ini

menggunakan alat vicat.

32

Peralatan yang dipakai dalam pengujian adalah timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0.5, termometer untuk mengecek

suhu ruangan, alat vicat lengkap dengan peralatan jarumnya, plat kaca

ukuran 15 x 15 x 0,5 cm, cincin ebonit, stop watch, mangkuk porselin

dan penumbuk, sendok pengaduk, fly ash, air (standart air pam),

minyak/pelumas, cairan Alkali activator dengan perbandingan 1

NaOH : 2 Na₂SiO .

Cara pengujian setting time pada semen antara lain:

1. Pertama siapkan alat vicat dengan jarum kecil berdiameter 1 mm.

2. Menimbang fly ash dengan timbangan sebanyak ± 300 gram.

3. Fly ash diletakkan ke dalam mangkuk porselen dan campur

dengan sejumlah air sebanyak 61,29 % dari berat fly ash hingga

membentuk pasta fly ash. Prosentase berasal dari perhitungan mix

design didapatkan fas sebesar 61,29%.

4. Selanjutnya isi cincin ebonit dengan pasta fly ash ratakan pada

permukaannyan dan meletakkan cincin ebonit yang sudah terisi

pasta semen pada alat vicat.

5. Melepaskan jarum yang berdiameter 1 mm vicat pada 15 menit

pertama dan dicatat penurunannya.

6. Kemudian melepaskan jarum vicat pada 15 menit kedua pada titik

yang lain dengan jarak antara tiap titik 5 mm dan 10 mm dari

tepi cincin ebonit dan dicatat penurunannya.

7. Waktu pengikatan awal dari fly ash diperoleh jika penurunannya

mencapai 25 mm.

c. Pengujian Analisa Saringan Fly Ash

Pengujian analisa saringan fly ash ini dilakukan untuk

mengetahui massa butiran yang lolos dan tertahan dalam saringan

nomor 100 (0,149 mm), 200 (0,074 mm), 325 (0,044 mm). Pada

penelitian ini pengujian dilakukan secara manual dengan langkah

sekali penyaringan di setiap ayakan tanpa menggunakan metode

susunan ayakan selama proses pengujian. Jumlah material fly ash yang

33

digunakan sebagai sampel benda uji dalam pengujian ini adalah 3 kg

untuk setiap penyaringan.

3.6. Trial Mix Design

Setelah melakukan pengujian pada karakteristik bahan material, maka

rancangan beton atau mix design dapat dibuat. Metode yang digunakan dalam

menentukan mix design yaitu dengan cara percobaan beberapa kali hingga dapat

menemukan proporsi campuran yang tepat. Percobaan mix design atau trial mix

design ini dilakukan agar bisa mengestimasi jumlah kebutuhan material yang

dibutuhkan. Pada penelitian ini akan dibuat dua jenis mix design. Pertama, mix

untuk beton geopolimer dan kedua, untuk beton konvensional. Pada penelitian ini

dikerjakan trial mix design sebanyak 3 kali yaitu dengan prosentase perbandingan

sebagai berikut:

a. Agregat : (binder + activator) = 70% : 30%

Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%

Binder : activator = 65% : 35%

NaOH : Na SiO = 1 : 2

Pada trial mix yang pertama ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak

9000 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton geopolimer.

b. Agregat : (binder + air) = 65% : 35%

Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%

Binder : air = 63% : 37%

Pada trial mix yang kedua ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak

8500 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton konvensional.

c. Agregat : (binder + activator) = 65% : 35%

Agregat Kasar : agregat halus = 60% : 40%

Binder : activator = 62% : 38%

NaOH : Na SiO = 1 : 2

Pada trial mix yang ketiga ini menggunakan perkiraan berat isi sebanyak

8500 gram per sampel kubus. Dengan percobaan beton geopolimer.

34

3.7. Mix Design Concrete

Menjelaskan tentang prosentase komposisi material dan jumlah material

yang dibutuhkan serta jumlah sampel benda uji antara beton konvensional, beton

geopolimer, dan beton laminasi.

3.7.1. Beton Konvensional

Hasil dari trial mix design beton konvensional didapatkan mix design

dengan berat beton 8500 gram per sampel kubus dan prosentase proporsi

campuran beton sebagai berikut:

Gambar 3.12 Mix Design Beton Konvensional Sumber: Analisis, 2018

3.7.2. Beton Geopolimer

Hasil dari trial mix design beton geopolimer didapatkan mix design

dengan berat beton 8500 gram per sampel kubus dan prosentase proporsi

campuran beton sebagai berikut:

Beton Konvensional

Agregat (65%) Binder + Activator (35%)

Agregat Kasar (60%)

Agregat Halus (40%)

Binder (62%)

Air (38%)

35

Gambar 3.13 Mix Design Beton Geopolimer Sumber: Analisis, 2018

3.7.3. Jumlah Sampel Uji

Benda uji dilakukan dengan proses curing menggunakan karung

basah sampai dengan umur beton mencapai umur 7 hari, 14 hari, 28 hari.

Jumlah sampel uji yang dibuat sesuai dengan jenis sampel dan umur beton,

dapat dilihat sesuai tabel berikut:

Tabel 3.2 Jumlah Pembuatan Benda Uji

Jenis Sampel Pengujian

Jumlah Pembuatan Benda Uji Jumlah Umur 7

Hari Umur 14

Hari Umur 28

Hari Beton Konvensional 3 3 3 9 Beton Geopolimer 3 3 3 9 Beton Laminasi A 3 3 3 9 Beton Laminasi B 3 3 3 9 Beton Laminasi C 3 3 3 9

Sumber: Analisis, 2018

Beton Geopolimer

Agregat (65%) Binder + Activator (35%)

Agregat Kasar (60%)

Agregat Halus (40%)

Binder (62%)

Activator (38%)

NaOH (1)

Na₂SiO (2)

36

3.7.4. Jumlah Bahan Material Benda Uji

Jumlah material dibuat sesuai dengan prosentase yang telah

ditentukan dalam mix design dan berat isi ditetapkan tiap 10 sampel

sebanyak 85000 gram per sampel kubus. Agar lebih jelas dapat dilihat

tabel berikut:

a. Beton Konvensional

Jumlah pembuatan dibuat per sepuluh sampel benda uji.

Tabel 3.3 Komposisi Material Beton Konvensional

Jenis Pengujian Konvensional (gram) Pasir Semen Air Krikil

Beton Konvensional 22100 18445 11305 33150 Laminasi A 11050 9222,5 5652,5 16575 Laminasi B 11050 9222,5 5652,5 16575 Laminasi C 11050 9222,5 5652,5 16575

Jumlah 55250 46112,5 28262,5 82875 Sumber: Analisis, 2018

b. Beton Geopolimer

Jumlah pembuatan dibuat per sepuluh sampel benda uji.

Tabel 3.4 Komposisi Material Beton Geopolimer

Jenis Pengujian Geopolimer (gram) Pasir Fly Ash NaOH Na₂SiO Krikil

Beton Geopolimer 22100 18445 3768,33 7536,67 33150 Laminasi A 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575 Laminasi B 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575 Laminasi C 11050 9222,5 1884,17 3768,33 16575

Jumlah 55250 46112,5 9420,83 18841,7 82875 Sumber: Analisis, 2018

3.8. Pembuatan Benda Uji Beton

3.8.1. Pembuatan Beton Konvensional

Pembuatan benda uji dikerjakan di Laboratorium Teknik Sipil

UNISNU Jepara dengan komposisi campuran sesuai dengan mix design.

Langkah-langkah pembutannya akan dijelaskan sebagai berikut:

37

a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang

direncanakan seperti pada Tabel 3.3 Jumlah Material Beton

Konvensional.

b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.

c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang

menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan

pencampuran agregat kasar dan agregat halus dicampurkan terlebih

dahulu setelah itu binder sampai semua material tercampur homogen

dan terakhir masukkan air secara bertahap.

d. Tunggu sekitar ±10 menit agar seluruh material benar-benar sudah

tercampur.

e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material

diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering

mudah dilepaskan dari cetakan.

f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.

g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini

dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilakan beton.

Peralatan uji slump test:

Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16

mm, penggaris, plat baja.

Langkah pengujian:

1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3

bagian.

2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25

kali tususkan.

3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga

2/3 bagian.

4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali

tususkan.

5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh

campuran beton.

38

6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari

slump.

7. Catat hasil uji slump test.

h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli.

i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat

besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.

j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.

k. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.

l. Mengamankan beton.

3.8.2. Pembuatan Beton Geopolimer

Pembuatan benda uji beton geopolimer hampir sama dengan

pembuatan beton konvensional. Langkah-langkah pembuatannya akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang

direncanakan seperti pada Tabel 3.4 Jumlah Material Beton

Geopolimer.

b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.

c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang

menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan

pencampuran binder dan activator dicampurkan terlebih dahulu setelah

itu agregat kasar sampai semua material tercampur homogen dan

terakhir masukkan pasir.

d. Tunggu sekitar ±15 menit agar seluruh material benar-benar sudah

tercampur.

e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material

diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering

mudah dilepaskan dari cetakan.

f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.

g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini

dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilkan beton.

39

Peralatan uji slump test:

Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16

mm, penggaris, plat baja.

Langkah pengujian:

1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3

bagian.

2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25

kali tusukan.

3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga

2/3 bagian.

4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali

tusukan.

5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh

campuran beton.

6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari

slump.

7. Catat hasil uji slump test.

h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli.

i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat

besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.

j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.

k. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.

l. Mengamankan beton.

3.8.3. Pembuatan Beton Laminasi

Langkah pembuatan beton laminasi sama dengan langkah pembuatan

beton konvensional dan beton geopolimer yang membedakan adalah

jumlah bahan material dan cara penuangan. Agar lebih jelas langkah-

langkah pembutannya akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Merencanakan jumlah material yang sesuai dengan mix design yang

direncanakan seperti pada Tabel 3.3 jumlah material beton

konvensional.

40

b. Menimbang kebutuhan material yang ditentukan dengan timbangan

kapasitas 15 kg dengan ketelitian 0,5 gr.

c. Melakukan pencampuran bahan material yang telah ditimbang

menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan

pencampuran agregat kasar dan agregat halus dicampurkan terlebih

dahulu setelah itu binder sampai semua material tercampur homogen

dan terakhir masukkan air secara bertahap.

d. Tunggu sekitar ±10 menit agar seluruh material benar-benar sudah

tercampur.

e. Lumuri cetakan kubus dengan oli saat menunggu bahan material

diaduk dengan concrete mixer ini bertujuan agar saat beton kering

mudah dilepaskan dari cetakan.

f. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.

g. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini

dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilkan beton.

Peralatan uji slump test:

Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16

mm, penggaris, plat baja.

Langkah pengujian:

1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3

bagian.

2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25

kali tusukan.

3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga

2/3 bagian.

4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali

tusukan.

5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh

campuran beton.

6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari

slump.

7. Catat hasil uji slump test.

41

h. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah dilumuri oli

menggunakan penggaris sebagai pengontrol agar tinggi beton

mencapai setengah kubus atau setinggi 7,5 cm.

i. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat

besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.

j. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.

k. Waktu tunggu untuk penuangan setengah bekisting lagi sekitar dua

jam.

l. Menyiapkan jumlah material sesuai dengan Tabel 3.4 jumlah material

beton geopolimer.

m. Setelah dua jam lakukan pencampuran bahan material yang telah

ditimbang menggunakan bantuan alat concrete mixer, dengan urutan

pencampuran binder dan activator dicampurkan terlebih dahulu setelah

itu agregat kasar sampai semua material tercampur homogen dan

terakhir masukkan pasir.

n. Tunggu sekitar ±15 menit agar seluruh material benar-benar sudah

tercampur.

o. Tuangkan beton kedalam loyang dan ember sebagai alat bantu.

p. Melakukan pengetesan pada beton segar dengan slump test ini

dimaksudkan agar bisa mengetahui keketalan yang dihasilakan beton.

Peralatan uji slump test:

Kerucut abrams, tongkat baja dengan panjang 60 mm dan diameter 16

mm, penggaris, plat baja.

Langkah pengujian:

1. Masukkan campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga 1/3

bagian.

2. Tusuk-tusuk campuran tersebut dengan tongkat baja sebanyak 25

kali tusukan.

3. Masukkan lagi campuran beton ke dalam Kerucut abrams hingga

2/3 bagian.

4. Kemudian tusukan lagi dengan tongkat baja sebanyak 25 kali

tusukan.

42

5. Lakukan langkah tersebut sampai Kerucut abrams terisi penuh

campuran beton.

6. Angkat krucut abrams dan ukur nilai tertinggi dan terendah dari

slump.

7. Catat hasil uji slump test.

q. Tuangkan beton kedalam cetakan kubus yang telah terisi setengah

beton konvensional.

r. Melakukan perataan beton dengan memukul bekisting dengan tongkat

besi agar beton tidak berlubang ataupun berpori.

s. Letakkan beton pada posisi datar dan aman.

t. Membuka beton dari bekisting setelah satu hari dari pembuatan beton.

u. Mengamankan beton.

3.9. Curing Beton

Curing beton dilakukan dengan metode karung basah. Beton yang telah

dikeluarkan dari bekisting akan ditutup mengunakan karung yang telah dibasahi

air dengan jangka waktu sesuai dengan umur beton yaitu 7 hari, 14 hari dan 28

hari. Curing beton ini bertujuan agar terhindar dari pengaruh cuaca pada proses

pengerasan beton dan agar beton tidak menguap sehingga dapat mempengaruhi

kuat tekan beton.

3.10. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian pada beton dilakukan dengan pengujian kuat tekan beton

menggunkana alat Compression Testing Machine. Langkah dalam pengujian kuat

tekan beton anatara lain:

a. Menyiapkan peralatan dan benda uji dalam keadaan yang kering dan ratakan

permukaan beton bila belum rata.

b. Memberikan kode pada setiap sampel benda uji.

c. Menimbang berat per tiap sampel benda uji dengan timbangan.

d. Meletakan benda uji ke dalam compression testing machine.

e. Menyalakan compression testing machine.

f. Membaca dial pada compression testing machine.

g. Mencatat hasil beban maksimum yang diterima oleh sampel uji.

43

h. Melakukan dokumentasi pada sampel benda uji yang telah dilakukan

pengetesan.

i. Mengeluarkan benda uji dari compression testing machine.

3.11. Analisis Data Penelitian

a. Mengkaji hasil pengujian karakteristik yang dilakukan apakah sudah sesuai

dengan persyaratan yang ada.

b. Membandingkan hasil pengujian dari sampel uji.

c. Membuat grafik perbandingan hasil pengujian dengan umur yang telah

ditentukan

d. Mengkaji pola retak yang dihasilkan dari sampel uji.

3.12. Kesimpulan

Dari hasil analisis data penelitian akan ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Dapat mengetahui dan membandingkan waktu ikat baik waktu ikat awal

maupun waktu ikat akhir untuk pasta semen dengan pasta fly ash.

b. Dapat menyimpulkan bagaimana karakteristik beton.

c. Dapat mengkomparasikan hasil nilai kuat tekan dari kelima variasi sampel

benda uji.

44

3.13. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Rumusan Masalah, Studi Literatur

Persiapan Penelitian

Bahan Material Beton Konvensional: Agregat Kasar

(Batu Pecah) Agregat Halus

(Pasir) Binder (Semen) Air

Bahan Material Beton Geopolimer: Agregat Kasar

(Batu Pecah) Agregat Halus

(Pasir) Binder (Fly ash) Cairan Activator : NaOH Na₂SiO

Alat: Loyang Timbangan

kapasitas 15 kg. Cetakan kubus 15

cm x 15 cm x 15 cm.

Alat uji setting time (vicat)

Alat uji kuat tekan. dan sebagainya.

Pengujian Karakteristik Bahan Material

Agregat Kasar (batu pecah) : Ketahanan keausan

atau loss Angels

Binder (Semen & Fly Ash): Setting Time (Waktu

Ikat Awal dan akhir) XRF dan analiasa

saringan khusus pada fly ash

Agregat Halus (Pasir) : Kadar Lumpur Kadar Organis Analisa Saringan

A

45

Gambar 3.14 Diagram Alir Penelitian Sumber: Analisis, 2018

A

Mix Desain B.Geopolimer Agregat : binder+activator =

65% : 35% Agregat kasar : agregat halus =

60% : 40% Binder : activator =

62% : 38%

Pembuatan benda uji beton menggunakan

kubus ukuran 15cm x 15cm x 15cm

Curing beton dengan metode karung basah selama 7 hari, 14 hari,

28 hari

Pengujian pada benda uji beton dengan

pengujian kuat tekan beton

Analisis dan pembahasan

kesimpulan

Selesai

Mix Desain B.Konvensional Agregat : semen+air =

65% : 35% Agregat kasar : agregat halus =

60% : 40% Binder : air =

62% : 38%

46

3.14. Jadwal Kegiatan

Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini tentunya akan menemui suatu

kendala maupun masalah. Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan

waktu yang diharapkan maka perlu adanya jadwal kegiatan sebagai pengontrol

jalannya kegiatan penelitian tersebut. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4

bulan. Adapun jadwal kegiatan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.5 Time Schedule Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan November Desember Januari Februari

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi

Literatur

2 Penyusunan

Proposal

3 Pengumpulan

Data

4 Analisis

Hasi Data

5 Penulisan

Laporan

Sumber: Analisis, 2018


Recommended