Date post: | 21-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Akuntansi Biaya
Akuntansi Biaya sering dipakai pada perusahaan manufaktur, dimana
perusahaan itu membeli barang mentah, memprosesnya dan
menjualnya. Tidak seperti perusahaan dagang yang hanya membeli
barang dan menjualnya lagi.
Tujuan Akuntansi Biaya
1. Penentuan Harga Pokok Produk
2. Perencanaan dan Pengendalian Biaya
3. Pengambilan Keputusan Bisnis
Penentuan Harga Pokok Produk
Harga pokok produk merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang
dibebankan pada produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dalam
penentuan harga pokok produk digunakan untuk perhitungan laba
atau rugi perusahaan yang dilaporkan kepada pihak eksternal
perusahaan.
Informasi mengenai harga pokok produk menjadi dasar bagi
manajemen dalam pengambilan keputusan harga jual produk yang
bersangkutan. Oleh karena itu, akuntansi biaya dalam hal ini
merupakan bagian dari akuntansi manajemen.
Perencanaan dan Pengendalian Biaya
Perencanaan biaya berkaitan dengan pengambilan keputusan
manajemen mengenai penggunaan sumber-sumber ekonomik pada masa
yang akan datang. Akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang
mencakup biaya masa lalu dan biaya yang akan datang. Informasi
yang dihasilkan akuntansi biaya menjadi dasar bagi manajemen
untuk menyusun perencanaan biaya.
Pengendalian biaya pada dasarnya merupakan serangkaian kegiatan
monitoring dan evaluasi secara terus menerus, serta komparasi
antara realisasi dengan anggaran biaya. Akuntansi biaya
menyajikan informasi mengenai rencana dan realisasi biaya dengan
penekanan pada selisih (penyimpangan) realisasi biaya dari
rencana yang telah ditentukan.
Pengambilan Keputusan Bisnis
Pengambilan keputusan berkaitan dengan pemilihan berbagai
alternative tindakan. Dalam hal ini manajemen memerlukan
informasi biaya yang relevan untuk dasar pengambilan keputusan
bisnis.
Dalam Akuntansi Biaya sering dipakai pada perusahaan manufaktur,
dimana perusahaan itu membeli barang mentah, memprosesnya dan
menjualnya. Tidak seperti perusahaan dagang yang hanya membeli
barang dan menjualnya lagi. Karena di perusahaan manufaktur kita
“memproses” berarti dapat disimpulkan bahwa kita mengolah barang
mentah menjadi barang jadi.
Untuk menentukan Harga Pokok Produksi maka diperlukan biaya-
biaya yang terlibat dalam memproses barang. Yaitu sebagai berikut
:
Biaya Bahan Baku
Biaya yang timbul karena adanya pemakaian bahan baku / bahan
mentah dalam proses saat memproduksi barang/ produk.
BTKL ( Biaya Tenaga Kerja Langsung )
Biaya yang timbul karena pemakaian tenaga kerja yang digunakan
untuk mengolah/ memproduksi barang. Jadi, gaji untuk membayar
tenaga kerja ini disebut Biaya Tenaga Kerja Langsung.
BOP (Biaya Overhead Pabrik )
Biaya yang timbul karena pemakaian fasilitas untuk mengolah
barang berupa mesin,alat,tempat kerja dan kemudahan lainnya.
Yang termasuk dalam BOP adalah :
1. Bahan Penolong
2. BTKTL ( Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung )
3. Beban Listrik pabrik
4. Biaya operasional pabrik
selain ketiga komponen diatas, terdapat biaya komersial. Biaya
komersial adalah biaya yang timbul diluar dari kegiatan produksi
seperti biaya pemasaran dan biaya admin dan umum.
Penentuan Harga Pokok Bahan Baku
Berbagai macam metode penentuan harga pokok bahan baku yang
dipakai dalam produksi (materials costing methods) diantaranya
adalah : Peramalan ekonomi (economic forecast)
1. Metode Identifikasi Khusus.
Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada digudang harus
di beri tanda harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut
dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga persatuanya
berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah ada di
gudang, dan harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada
harga berapa bahan baku tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-
tiap jenis bahan baku yang ada di gudang jelas identitas harga
pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui
harga pokok per satuanya secara tepat.
2. Metode Biaya Standar
Dalam metode ini, bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu
persediaan sebesar harga standar (standar prince) yaitu harga
taksiran yang mencerminkan harga yang diperkirakan untuk tahun
anggaran tertentu. Pada saat pakai, bahan baku diebankan kepada
produk pada harga standar tersebut.
Jurnal yang di buat saat pembelian bahan baku :
Persediaan Bahan
Baku
XXXX
Selisih Harga
XXXX
Untuk mencatat bahan baku yang dibeli sebesar harga standar :
Selisih
Harga
XXXX
Utang Dagang
XXXX
Untuk mencatat harga sesungguhnya bahan baku yang dibeli :
Barang Dalam Proses-
BBB
XXXX
Persediaan Bahan
Baku
XXXX
Jurnal pada saat pemakaian ahan baku :
BDP-BBB
XXXX
Persediaan Bahan
Baku
XXXX
3. Metode Rata-Rata Harga Pokok Bahan Baku Pada Akhir Bulan
Dalam metode ini, pada tiap akhir bulan dilakukan perhitungan
harga pokok rata-rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku
yang ada di gudang . Harga pokok rata-rata persatuan ini kemudian
digunakan untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai
dalam produksi dalam bulan berikutnya.
4. Metode Rata-Rata Rergerak / Rata-Rata Tertimbang
Dalam meode ini, persediaan bahan baku yang ada di gudang
dihitung harga pokok rata-ratanya, dengan cara membagi total
harga pokok dengan jumlah satuanya . Setiap kali terjadi
pembelian yang harga pokok persatuanya berbeda dengan harga rata-
rata pokok persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan
perhitungan harga pokok rata-rata per satuan yang baru.
Bahan baku yang dipakai dalam proses prouksi dihitung harga
pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahan baku yang dipakai
dengan harga pokok rata-rata per satuan bahan baku yang ada di
gudang.
Contoh :
Persediaan Bahan Baku A pada 1 Januari 20X1 terdiri dari :
600 kg @Rp2.400 = Rp1.440.000
400 kg @Rp2.500 = Rp1.000.000
Masalah-masalah Khusus yang Berhubungan Dengan Bahan Baku
1. SISA BAHAN ( SCRAP MATERIALS )
Sisa bahan merupakan bahan baku yang rusak dalam proses produksi,
sehingga tidak dapat menjadi bagian produk jadi. Jika sisa bahan
tidak mempunyai nilai jual, akibat yang ditimbulkan adalah harga
pokok persatuan produk jadi lebih tinggi.
TanggalKuantitas
Kransaksi
Harga
beli
Kg
Per kg Jumlah
6/1 Pemakaian 700
15/1 Pembelian 1.200Rp2.75
0
17/1 Pembelian 500Rp3.00
0
Rp
3.300.000
21/1 Pemakaian 1.100 1.500.000
Jumlah PemakaianRp
4.800.000
Jika bahan masih mempunyai nilai jual, masalah yang timbul adalah
bagaimana memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut.
Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakukan sebagai pengurang
biaya bahan baku pesanan yang menghasilkan sisa bahan tersebut,
sebagai pengurangan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi, atau sebagai penghasil di luar usaha.
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya
Bahan Baku yang Dipakai Dalam Pesanan Yang Menghasilkan Sisa
Bahan Tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan
pesanan tertentu, maka hasil penjualan sisa bahan dapat
diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.
Jurnal saat penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang dagang
XX
Barang Dlm Proses-Biaya Bahan Baku
XX
Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat dlm kartu hargapokok
pesanan yang bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai
pengurang biaya bahan baku pesanan tersebut
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurangan
Terhadap Biaya Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.
Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan
tertentu, dan sisa bahan merupakan hal yang biasa terjadi dalam
roses pengerjaan produk, maka hasil penjualannya dapat
diperlakukan sebagai pengurangan biaya Overhead pabrik
sesungguhnnya.
Jurnal pada saat penjualan sisa bahan baku adalah :
Kas/ Piutang Dagang
XX
Biaya Overhead pabrik sesungguhnnya
XX
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di
Luar Usaha .
Hasil penjualan sisa bahan dapat pula diperlakukan sebagai
penghasilan di luar usaha dan tidak sebagai pengurang biaya
produksi .
Jurnal saat penjualan sisa bahan adalah :
Kas / Piutang dagang
XX
Hasil Penjualan Sisa Bahan
XX
Contoh :
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa bahan baku ke Bagian
Gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir laku dijual Rp5000 per kg .
Sampai dg akhir periode akuntansi sisa bahan tersebut telah laku
dijual sebanyak 1.250 kg dgn harga jual Rp6000 per kg.
Jurnal penyerahan sisa bahan :
Persediaan Sisa Bahan (2000xRp5000) Rp 10.000.000
Hasil Penjualan
Rp 10.000.000
Jurnal penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang Dagang (1.250xRp6000 ) Rp 7.500.000
Persd. Sisa bahan
Rp 7.500.000
Jurnal Penyesuaian pada akhir periode:
Hasil Penjualan (750xRp5000) Rp 3.750.000
Penghasilan yg blm direalisasikan
Rp 3.750.000
Jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual : (Rp6000-
Rp5000=Rp1000)
Persd. Bahan baku (1.250xRp1000) Rp 1.250.000
Hasil penjualan
Rp 1.250.000
2. PRODUK RUSAK (SPOILED GOODS)
Produk rusak merupakan produk yang tidak memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan. Produk rusak merupakan produk
yang telah menyerap biaya produksi dan secara ekonomis tidak
dapat diperbaiki menjadi produk baik.
Perlakuan terhadap produk rusak sangat tergantung dari sifat dan
penyebab terjadinya produk rusak, yaitu:
1. Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang
bersifat luar biasa, misalnya sulitnya proses produksi,
maka harga pokok produk rusak akan dibebankan
sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam
pesanan yang bersangkutan. Apabila produk rusak laku
dijual, maka hasil penjualan produk rusak akan
diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan
yang bersangkutan.
Contoh :
PT Prakarsa Husada memproduksi atas dasar pesanan. Dalam bulan
Januari 20X7 perusahaan menerima pesanan pembuatan 1.000 satuan
produk A .
Untuk memenuhi pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.100
satuan produk A dengan biaya produksi sbb :
BBB 75.000 , BTKL 175.000 , BOP dibebankan atas dasar tarif
sebesar 150% dari BTKL .
Pada saat pesanan selesai dikerjakan 100 satuan produk rusak, yg
secara ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak tersebut
diperkirakan laku dijual 350 per satuan.
Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah 1.100 satuan
produk A :
Barang Dlm Proses-BBB Rp 75.000
Barang Dlm Proses-BTKL Rp 175.000
Barang Dlm Proses-BOP Rp 262.000
Persediaan Bahan Baku Rp 75.000
Gaji dan Upah Rp 175.000
Biaya Overhead yg dibebankan Rp 262.000
Apabila tidak terdapat produk rusak, maka harga pokok per
unit adalah :
Rp512.500/1.100 = Rp 466
Dengan adanya produk rusak 100 unit akan mengakibatkan harga
pokok perunitnya menjadi lebih besar karena harga pokok produk
rusak dibebankan pada produk yang baik.
Harga produk A yang baik :
Rp512.500/1000 = Rp 513
Jika produk rusak masih laku dijual, maka hasil penjualan produk
rusak dikurangkan dari biaya produksi yang seluruhnya telah
dibebankan kepada produk yang baik. Pembagian nilai Jual produk
sebagai pengurang terhadap tiap-tiap rekening Barang Daam Proses
tersebut, didasarkan pada perbandingan tiap-tiap elemen biaya
tersebut dalam harga pokok rusak disajikan sebagai berikut :
Pembagian nilai jual produk rusak adalah sbb :
Barang Dlm Proses-BBB 75% x 6.800 = 5.100
Barang Dlm Proses-BTKL 75% x 15.900 = 11.925
Barang Dlm Proses-BOP 75% x 23.900 = 17.925 +
Jumlah
34.950*
*Jumlah sesungguhnya 35.000, selisih 50 karena ada pembulatan dlm perhitungan.
Jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan
biaya produksi pesanan yang bersangkutan :
Persediaan Produk Rusak (100x350) Rp 35.000
Barang Dlm Proses-BBB Rp
5.100
Barang Dlm Proses-BTKL Rp 11.925
Barang Dlm Proses-BOP Rp
17.925
Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi adalah sbb :
Persediaan Produk jadi Rp 477.500
BDP-BBB Rp 69.900
BDP-BTKL Rp 163.075
BDP-BOP Rp 244.575
Karena produk rusak masih laku dijual seharga Rp 35.000 maka
biaya produksi berkurang menjadi : Rp 477.500 yaitu (Rp 512.500 -
Rp 35.000), sehingga harga pokok persatuan produk A yang baik
adalah Rp 477,5 atau Rp 478 dari (Rp 477.500 - 1000).
Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses
pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat
terjadinya produk rusak dibebankan kepada produk secara
keseluruhan, dengan cara memperhitugkan kerugian tersebut didalam
tarif biaya overhead pabrik. Oleh karena itu, anggaran biaya
overhead pabrik yang akan digunakan untuk menentukan tarif biaya
overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut :
Biaya bahan penolong XXXX
Biaya kerja tak
langsung XXXX
Biaya reparasi dan pemeliharaan
XXXX
Biaya
asuransi
XXXX
Biaya overhead pabrik
lain XXXX
Rugi produk rusak (hasil penjualan-harga pokk produk rusak) XXXX
Biaya Overhead Pabrik yang dianggarkan
= XXXX
Tarif BOP = BOP yang dianggarkan / Dasar pembebanan
Contoh :
PT Prakarsa Husada memproduksi produk atas dasar pesanan. Karena
produk rusak merupakan hal yang biasa terjadi dalam prses
pengolahan produk, maka kerugian adanya produk rusak sudah
diperhitungkan dalam penentuan tarif BOP pada awal tahun. Tarif
BOP adalah 160% dari BTKL.
Pada tahun 20X7, perusahaan menerima pesanan produk B seanyak
2.000 unit . Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengerjakan
pesanan tersebut adalah:
BBB Rp 100.000 , BTKL Rp 250.000 , BOP Rp 400.000 (160% x Rp
250.000).
Setelah pesanan ini selesai doproduksi, ternyata dari 2.300 unit
produk selesai yang dihasilkan terdapat 300 unit produk rusak,
yang diperkirakan masih laku dijual Rp 200 per unit .
Jurnal mencatat biaya produksi untuk mengolah pesanan B tersebut
adalah :
BDP-BBB Rp 100.000
BDP-BTKL Rp 250.000
BDP-BOP Rp 400.000
Persediaa Bahan Baku
Rp 100.000
Gaji dan Upah
Rp 250.000
BOP yg dibebankan
Rp 400.000
Karena dalam tarif BOP telah diperhitungkan kerugian produk
rusak, maka berarti seluruh produk yang diproduksi akan dibebani
dengan kerugian karena adanya produk rusak tersebut. Oleh karena
itu , kerugian yang sesungguhnya timbul dari produk rusak
didebitkan dalam rekening BOP sesungguhnya.
Kerugian karena adanya produk rusak :
Harga pokok produk rusak 300 x Rp 326* = Rp
97.800
Nilai jual produk rusak 300 x Rp 200 =
Rp 60.000 _
Jadi kerugian produk rusak
= Rp37.800
Jurnal pencatatan produk rusak dan kerugianya adalah :
Persediaan Produk Rusak Rp 60.000
BOP Sesungguhnya Rp 37.800
BDP-BBB (300x43) Rp 12.900
BDP-BTKL (300x109) Rp 32.700
BDP-BOP (300x174) Rp 52.200
Jurnal pencatatan produk jadi yang baik adalah sbb :
Persediaan produk jadi Rp 652.000
BDP-BBB Rp
86.000
BDP-BTKL Rp 218.000
BDP-BOP Rp
348.000
3. PRODUK CACAT (DEFECTIVE GOODS)
Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan
kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis
dapat disemurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik.
Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana
memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (rework
cost) produk cacat tersebut. Perlakuan terhadap biaya pengerjaan
kembali produk cacat adalah mirip dengan produk rusak (spoiled
goods).
Jika produk cacat bukan merupakan hal yang bisa terjadi dalam proses produksi,
tetapi karena karakteristik pesanan tetentu, maka biaya pengerjaan kembali produk
cacat dapat dibebankan sebagai tambahan biaya prouksi pesanan yang ersangkutan.
Jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalamproses pengerjaan produk,
maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi dengan
cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut kedalam tarif BOP. Biaya
pengerjaan kembali produk cacat yang sesungguhnya terjadi didebitkan dalam
rekening BOP Sesungguhnya.
Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya
Tersebut Dibeankan kepada Pesanan Tertentu .
Contoh :
PT Rimendi menerima pesanan 100 satuan produk X. Biaya produksi
yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah :
BBB Rp 40.000, BTKL Rp 25.000 , BOP 200% dari BTKL .
Setelah pengolahan 100 satuan produk X tersebut selesai, ternyata
terdapat 10 satuan produk cacat tersebut terdiri dari biaya BTKL
Rp 5.000 dan BOP pada tarif yang biasa dipakai .
Jurnal pencatatan produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan
kembali produk cacat tersebut adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 100 satuan produk X :
BDP-BBB Rp 40.000
BDP-BTKL Rp 25.000
BDP-BOP Rp 50.000
Persediaan Bahan Baku Rp 40.000
Gaji dan Upah Rp
25.000
BOP yg diebankan Rp 50.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika
biaya tersebut dibebankan sebagai tamahan biaya produksi pesanan
yang bersangkutan :
BDP-Biaya Tenaga Kerja Rp 5.000
BDP-Biaya Overhead pabrik Rp 10.000
Gaji dan Upah
Rp 5.000
BOP yang
Dibebankan Rp 10.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi Rp 130.000
BDP-BBB Rp 40.000
BDP-BTKL Rp 30.000
BDP-BOP Rp
60.000
Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya
Tersebut Dibeankan kepada Produksi Secara Keseluruhan.
Contoh :
Di dalam proses produksi PT Prakarsa selalu terjadi produk cacat,
yang secara ekonomis masih dapat diperbaiki dengan cara
mengeluarkan biaya pengerjaan kembali. Oleh karena itu, pada
waktu menentukan tarif BOP, di dalam anggaran BOP diperhitungkan
ditaksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan
dikeluarkan selama periode anggaran. Tarif BOP ditentukan sebesar
150% dari BTKL, PT Prakarsa dalam periode anggaran tersebut
menerima pesanan pembuatan 500 satuan produk Y. Biaya produksi
yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah:
BBB Rp 100.000 , BTKL Rp 124.000 . Setelah pengolahan 500 satuan
produk Y tersebut selesai, ternyata terdapat 50 satuan produk
cacat. Biaya pengerjaan kembali 50 satuan produk cacat tersebut
terdiri dari : BTKL Rp 10.000 , dan BOP pada tarif yang dipakai.
Jurnal pencatatan biaya produksi pesanan tersebut dan biaya
pengerjaan kembali produk cacat adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 500 satuan produk :
BDP-BBB Rp 100.000
BDP-BTKL Rp 125.000
BDP-BOP Rp 187.000
Persediaan Bahan Baku Rp
100.000
Gaji dan Upah
Rp 125.000
BOP yg diebankan
Rp 187.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika
biaya tersebut dibebankan kepada produk secara keseluruhan :
BOP Sesungguhnya Rp 25.000
Gaji dan Upah
Rp 10.000
BOP yang Dibebankan
Rp 15.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi Rp 412.000
Soal : Akuntansi biaya dibuat dengan tujuan untuk penentuan harga
pokok produk, selain tujuan tersebut sebutkan tujuan lainnya?
1. …..
a. Perencanaan dan Pengendalian Biaya
b. Penentuan Biaya Bahan Baku
c. Pengambilan Keputusan Bisnis
d. Perencanaan dan Pengendalian Bisnis
e. Penentuan Harga Produk Jadi
f. Penetapan Strategi Bisnis
2. Dalam menentukan Harga Pokok Produksi maka diperlukan
biaya- biaya yang terlibat dalam memproses membuat produk /
barang, sebutkan biaya – biaya yang terlibat
a. Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya
Tetap
b. Biaya Bahan Baku, Biaya Overhead, Biaya Tenaga Kerja
Langsung
c. Biaya Bahan Baku, Biaya Tenga Kerja Langsung, Biaya
Pemasaran
d. Biaya Bahan Baku, Biaya Listrik, Biaya Overhead
e. Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung, Biaya
Overhead
f. Biaya Tenaga Kerja, Biaya Tenga Kerja Langsung, Biaya
Pemasaran
3. Biaya Overhead pabrik adalah
a. Semua biaya yang berasal dari pembuatan barang di pabrik,
selain biaya bahan baku dan biaya TKL
b. Biaya yang timbul karena pemakaian fasilitas untuk
mengolah barang di pabrik, seperti pemakaian mesin, dll.
c. Semua biaya yang timbul untuk memproduksi barang / produk
d. Biaya yang dihasilkan dari pembuatan suatu produk
e. Jawaban a dan c benar
f. Jawaban a dan b salah
4. Yang termasuk biaya overhead adalah….
a. Biaya listrik kantor, biaya penggunaan mesin, biaya
operasional pabrik
b. Biaya operasional pabrik, biaya bahan penolong, biaya
tenaga kerja tidak langsung
c. Biaya administrasi, biaya operasional pabrik, biaya bahan
penolong
d. Biaya pemasaran, biaya administrasi, biaya operasional
pabrik
e. Biaya produksi, biaya pemasaran, biaya operasional pabrik
f. Biaya listrik pabrik, biaya operassional pabrik, biaya
tenaga kerja tidak langsung
5. Dalam penentuan harga pokok bahan baku, ada beberapa metode
yang digunakan. Sebutkan metode yang digunakan untuk
penentuan harga pokok bahan baku
a. Metode LIFO, Metode FIFO, dan Metode Average
b. Metode Biaya Standar, Metode Identifikasi Khusus
c. Metode rata-rata tertimbang, Metode rata-rata harga pokok
bahan baku pada akhir bulan
d. Metode rata-rata harga pokok bahan baku awal bulan,
metode biaya khusus
e. Jawaban a dan b benar
f. Jawaban b dan d benar
6. Masalah khusus yang biasanya terjadi dan berhubungan dengan
bahan baku adalah
a. Adanya produk tidak laku
b. Adanya sisa bahan
c. Adanya produk rusak dan produk cacat
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban b dan c salah
f. Jawaban a dan c benar
7. Jika biaya bahan baku adalah Rp. 300.000, biaya tenaga kerja
langsung 150% dari biaya bahan baku, dan biaya overhead
pabrik ¾ dari biaya tenaga kerja langsung maka berapa total
biaya yang dibutuhkan :
a. Rp 1.070.000
b. Rp 1.087.500
c. Rp 1.677.500
d. (Rp 300.000 + Rp 450.000 + Rp 337.500)
e. (Rp 300.000 + Rp 450.000 + Rp 320.000)
f. Jawaban a dan e benar
8. Dari soal no. 7 diatas diketahui barang yang di produksi
adalah 3000 unit, maka biaya yang dibebankan untuk 1 unit
adalah
a. Rp 362,50
b. Rp 356,67
c. Rp 559,17
d. Jawaban a benar
e. Jawaban b benar
f. Jawaban c salah
9. Jika Bagian Produksi menyerahkan 1.000 kg sisa bahan baku ke
Bagian Gudang. Sisa bahan tersebut ditaksir laku dijual Rp
5000 per kg . maka ayat jurnal untuk mencatat kegiatan
diatas adalah
a. Persediaan Bahan Rp 5.000.000 pada Hasil Penyerahan Rp
5.000.000
b. Persediaan Sisa Bahan Rp. 500.000 pada Hasil Penyerahan
Rp 500.000
c. Persediaan Sisa Bahan Rp. 5.000.000 pada Hasil Penjualan
Rp 5.000.000
d. Hasil Penjualan Rp 5.000.000 pada Persediaan Bahan Rp
5.000.000
e. Jawaban c benar
f. Jawaban a benar
10. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi
dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul
akan dibebankan pada…
a. Biaya bahan baku saja
b. Biaya overhead saja
c. Biaya bahan baku dan biaya overhead
d. Biaya produk secara keseluruhan
e. Jawaban c benar
f. Jawaban d benar
11. Jika perusahaan X menerima pesanan 10.000 unit produk,
dengan biaya satuan Rp 1.000, dengan rincian biaya yang
dibutuhkan adalah Rp 4.000.000 untuk bahan baku, 120% untuk
biaya overhead, maka berapa biaya tenaga kerja langsung yang
dibutuhkan ?
a. Rp. 3.000.000
b. Rp. 3.200.000
c. Rp. 3.400.000
d. Jawaban a benar dan b benar
e. Jawaban b benar dan c salah
f. Jawaban a salah dan b salah
12. Jika perusahaan XYZ menerima pesana 5.000 unit produk
dengan total biaya produksi Rp 10.000.000, dengan biaya
bahan baku Rp 4.000.000, biaya TKL Rp. 4.000.000, dan biaya
Overhead Rp. 2.000.000, sebutkan jurnal yang dibutuhkan
untuk mencatat biaya overhead ?
a. Biaya overhead Rp 2.000.000 pada biaya overhead Rp
2.000.000
b. Biaya overhead Rp 2.000.000 pada BOP yang dibebankan Rp
2.000.000
c. Biaya overhead Rp 2.000.000 pada total biaya Rp
10.000.000
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban a salah dan c benar
f. Jawaban b benar dan c salah
13. Jika hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai
penghasilan diluar usaha secara tunai maka jurnal saat
penjualan adalah
a. Piutang pada hasil penjualan sisa bahan
b. Kas pada penjualan sisa bahan
c. Kas pada penjualan produk
d. Kas pada sisa penjualan
e. Jawaban a dan b benar
f. Jawaban b benar dan c salah
14. Jika pada setelah penjualan sisa bahan terdapat selisih
harga jual, maka ayat jurnal penyesuaian yang dibutuhkan
adalah
a. Persediaan bahan baku pada penjualan
b. Persediaan barang pada penjualan
c. Kas pada persediaan bahan baku
d. Jawaban a benar dan b benar
e. Jawaban a benar dan c salah
f. Jawaban b benar dan c salah
15. Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal
yang bersigat luar biasa, maka harga pokok produksi akan
dibebankan sebagai
a. Biaya persediaan bahan baku untuk awal periode
selanjutnya
b. Tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang
bersangkutan
c. Tambahan biaya untuk biaya satuan yang baru
d. Jawaban a benar dan b salah
e. Jawaban b benar dan c salah
f. Jawaban c benar dan a benar
16. Ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat nilai jual
produk rusak dan pengurangan biaya produksi yang
bersangkutan adalah
a. Persediaan produk rusak pada (WIP – BBB, WIP – BTKL, WIP
– BOP)
b. Persediaan barang pada (WIP – BBB, WIP – BTKL, WIP – BOP)
c. Persediaan produk rusak pada (WIP – BBB, WIP – Biaya
pemrosesan, WIP – BOP)
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban b dan c salah
f. Jawaban a dan b salah
17. PT. ABC menerima pesanan sebanyak 5.000 unit produk,
dengan biaya bahan baku sebesar Rp 10.000.000, biaya tenaga
kerja langsung Rp 8.000.000, dan biaya overhead adalah 50%
dari biaya bahan baku dan 40% dari biaya tenaga kerja
langsung. Dari data diatas berapa biaya overhead yang
dibutuhkan untuk membuat produk tersebut
a. Rp 5.000.000
b. Rp 3.200.000
c. Rp 16.200.000
d. Rp 8.200.000
e. Jawaban a dan b salah
f. Jawaban c benar dan d salah
18. Dari soal no. 17, diketahui bahwa untuk memenuhi
pesanan perusahaan memproduksi sebanyak 5.125 unit, maka
berapa biaya satuan / harga pokok yang dibebankan untuk per
unitnya?
a. Rp 3.356
b. Rp 3.625
c. Rp 3.240
d. Jawaban a salah dan b salah
e. Jawaban b salah dan c salah
f. Jawaban b benar dan c salah
19. Dari soal no. 17 diketahui pada saat pesanan selesai
dikerjakan 125 satuan produk rusak, yang secara ekonomis
tidak dapat diperbaiki. Maka berapa harga pokok perunit yang
dibebankan
a. Rp 3.640
b. Rp 3.600
c. Rp 3.440
d. Harga pokok perunit menjadi lebih besar Rp 84 dibanding
bila tidak ada yang rusak
e. Harga pokok perunit bertambah 0.0025% dari biaya pokok
perunit sebelumnya
f. Jawaban d dan e salah