+ All Categories
Home > Documents > ANALISIS GAYA GEMPA RENCANA PADA STRUKTUR BERTINGKAT BANYAK DENGAN METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA

ANALISIS GAYA GEMPA RENCANA PADA STRUKTUR BERTINGKAT BANYAK DENGAN METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA

Date post: 09-Jan-2023
Category:
Upload: fkikumy
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo), 24-25 Oktober 2013 1 ANALISIS GAYA GEMPA RENCANA PADA STRUKTUR BERTINGKAT BANYAK DENGAN METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA Restu Faizah 1 dan Widodo 2 1 Program Beasiswa Unggulan BPKLN, Magister Teknik Sipil UII. 2 Pengajar Magister Teknik Sipil FTSP UII. Email: [email protected] ABSTRAK SNI 03-1726-2012 menyebutkan bahwa pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung, yang ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. Pengaruh gempa rencana pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja pada dasar bangunan yang akan didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai gaya horizontal tingkat F i . Pengaruh gempa rencana pada struktur bertingkat banyak dengan ketinggian lebih dari 10 tingkat atau 40 meter harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik dan analisisnya harus didasarkan pada analisis respon dinamik. Dalam pelaksanaannya, analisis respon dinamik dirasa tidak praktis dan memerlukan banyak waktu, sehingga merepotkan para perancang bangunan. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis dinamik pada bangunan gedung tidak beraturan ini akan sangat membantu para perencana sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis gaya gempa rencana pada model struktur 2 dimensi, yaitu berupa rangka portal terbuka (open moment resisting frames) beton bertulang, dengan ketinggian 48 meter atau 12 tingkat. Model struktur ditinjau pada 23 kota besar di Indonesia, dengan menggunakan metode dinamik respon spektra. Sebagai perbandingan, respon spectra design pada tiap kota dibuat sesuai dengan ketentuan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa gaya gempa rencana pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2002 pada 7 kota, sedangkan yang lainnya relatif meningkat. Peningkatan yang sangat besar terjadi di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Gaya gempa rencana tertinggi juga mengalami pergeseran yaitu dari kota Bengkulu pada tahun 2002 beralih ke kota Banda Aceh pada tahun 2012. Hal itu dapat terjadi, dikarenakan terjadinya pergeseran status wilayah kegempaan dari tahun 2002 ke 2012. Kata kunci: struktur bertingkat banyak, gaya gempa rencana, analisis dinamik respon spektra. 1. PENDAHULUAN Gempa akan menimbulkan getaran/goyangan pada tanah ke segala arah dan menggetarkan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut. Gaya akibat gempa pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja pada dasar bangunan dan selanjutnya digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung. Pada bangunan bertingkat, gaya geser dasar tersebut akan didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai gaya horizontal tingkat F i . Pedoman perumusan gempa rencana pada SNI 1726-2012 mengacu pada ASCE 7-05 yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 2475 tahun (probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun), sedangkan SNI 1726-2002 memakai konsep wilayah gempa (seismic zone) yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 500 tahun (probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun). Beban geser dasar V akibat gempa rencana sesuai ASCE 7-05 menunjukkan kecenderungan lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan menurut SNI 1726-2002. (Purwono dan Takim A, 2010) Pengaruh gempa rencana pada bangunan gedung beraturan dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa ekivalen statik, sedangkan pada bangunan gedung tidak beraturan harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik. Beban gempa ekivalen statik merupakan penyederhanaan dari beban gempa dinamik, yaitu berupa gaya horizontal F yang bekerja pada pusat massa bangunan dan bersifat statik. Perhitungan dalam metode ini hanya memperhatikan kontribusi dari mode ke-1 saja, sehingga hanya cocok untuk bangunan yang cenderung kaku, yaitu bangunan yang memiliki ketinggian tidak lebih dari 40 m atau 10 tingkat. Sebagai konsekuensinya, semakin tinggi bangunan akan semakin fleksibel dan kontribusi higher mode menjadi lebih besar, sehingga perancangan bangunan harus didasarkan pada analisis dinamik. (Widodo, 2001)
Transcript

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo), 24-25 Oktober 2013

1

ANALISIS GAYA GEMPA RENCANA PADA STRUKTUR BERTINGKAT BANYAK

DENGAN METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA

Restu Faizah1 dan Widodo

2

1Program Beasiswa Unggulan BPKLN, Magister Teknik Sipil UII.

2Pengajar Magister Teknik Sipil FTSP UII.

Email: [email protected]

ABSTRAK

SNI 03-1726-2012 menyebutkan bahwa pengaruh gempa rencana harus ditinjau dalam perencanaan

dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non gedung, yang ditetapkan sebagai gempa dengan

kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%.

Pengaruh gempa rencana pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja

pada dasar bangunan yang akan didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai

gaya horizontal tingkat Fi. Pengaruh gempa rencana pada struktur bertingkat banyak dengan

ketinggian lebih dari 10 tingkat atau 40 meter harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik dan

analisisnya harus didasarkan pada analisis respon dinamik. Dalam pelaksanaannya, analisis respon

dinamik dirasa tidak praktis dan memerlukan banyak waktu, sehingga merepotkan para perancang

bangunan. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis dinamik pada bangunan gedung tidak

beraturan ini akan sangat membantu para perencana sebagai bahan pertimbangan dalam

perancangan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis gaya gempa rencana pada model struktur 2

dimensi, yaitu berupa rangka portal terbuka (open moment resisting frames) beton bertulang, dengan

ketinggian 48 meter atau 12 tingkat. Model struktur ditinjau pada 23 kota besar di Indonesia, dengan

menggunakan metode dinamik respon spektra. Sebagai perbandingan, respon spectra design pada

tiap kota dibuat sesuai dengan ketentuan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012. Hasil dari analisis

menunjukkan bahwa gaya gempa rencana pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2002

pada 7 kota, sedangkan yang lainnya relatif meningkat. Peningkatan yang sangat besar terjadi di

Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Gaya gempa rencana tertinggi juga

mengalami pergeseran yaitu dari kota Bengkulu pada tahun 2002 beralih ke kota Banda Aceh pada

tahun 2012. Hal itu dapat terjadi, dikarenakan terjadinya pergeseran status wilayah kegempaan dari

tahun 2002 ke 2012.

Kata kunci: struktur bertingkat banyak, gaya gempa rencana, analisis dinamik respon spektra.

1. PENDAHULUAN

Gempa akan menimbulkan getaran/goyangan pada tanah ke segala arah dan menggetarkan bangunan yang berdiri di

atas tanah tersebut. Gaya akibat gempa pada bangunan direpresentasikan sebagai gaya geser dasar V yang bekerja

pada dasar bangunan dan selanjutnya digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam

perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung. Pada bangunan bertingkat, gaya geser dasar tersebut akan

didistribusikan secara vertikal sepanjang ketinggian struktur sebagai gaya horizontal tingkat Fi. Pedoman perumusan

gempa rencana pada SNI 1726-2012 mengacu pada ASCE 7-05 yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa

2475 tahun (probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun), sedangkan SNI 1726-2002 memakai konsep wilayah

gempa (seismic zone) yang ditentukan berdasarkan perioda ulang gempa 500 tahun (probabilitas terlampaui 10%

dalam 50 tahun). Beban geser dasar V akibat gempa rencana sesuai ASCE 7-05 menunjukkan kecenderungan lebih

besar dibandingkan dengan hasil perhitungan menurut SNI 1726-2002. (Purwono dan Takim A, 2010)

Pengaruh gempa rencana pada bangunan gedung beraturan dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa ekivalen

statik, sedangkan pada bangunan gedung tidak beraturan harus ditinjau sebagai pengaruh beban dinamik. Beban

gempa ekivalen statik merupakan penyederhanaan dari beban gempa dinamik, yaitu berupa gaya horizontal F yang

bekerja pada pusat massa bangunan dan bersifat statik. Perhitungan dalam metode ini hanya memperhatikan

kontribusi dari mode ke-1 saja, sehingga hanya cocok untuk bangunan yang cenderung kaku, yaitu bangunan yang

memiliki ketinggian tidak lebih dari 40 m atau 10 tingkat. Sebagai konsekuensinya, semakin tinggi bangunan akan

semakin fleksibel dan kontribusi higher mode menjadi lebih besar, sehingga perancangan bangunan harus

didasarkan pada analisis dinamik. (Widodo, 2001)

2. GAYA GESER DASAR V, GAYA HORIZONTAL TINGKAT Fi, DAN GAYA GESER

TINGKAT Vi .

Gaya geser dasar V merupakan pengganti/penyederhanaan dari getaran gempabumi yang bekerja pada dasar

bangunan dan selanjutnya digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan dan

evaluasi struktur bangunan gedung. (Widodo, 2011). Menurut SNI 1726-2002, gaya geser dasar V pada struktur

gedung beraturan dapat ditentukan dengan metode ekivalen statik, sedangkan bagi struktur gedung tidak beraturan

harus ditinjau dengan metode dinamik. Struktur gedung beraturan di antaranya ditunjukkan dengan beberapa hal

berikut ini:

1. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10 tingkat atau 40 m.

2. Memiliki ketidakberaturan struktur horizontal maupun struktur vertikal.

3. Memiliki periode getar struktur kurang dari 3.5 Ts atau T<3.5Ts, dimana Ts = SDS/SD1. (SDS adalah

parameter respon spektral percepatan disain pada periode pendek, dan SD1 parameter respon spektral

percepatan disain pada periode 1 detik)

Gaya geser dasar V akan didistribusikan secara vertikal sepanjang tinggi struktur sebagai gaya horizontal tingkat Fi

yang bekerja pada masing-masing tingkat bangunan. Dengan menjumlahkan gaya horizontal Fi pada tingkat-tingkat

yang ditinjau dapat diketahui gaya geser tingkat Vi, yaitu gaya geser yang terjadi pada dasar tingkat yang ditinjau.

3. RESPON SPECTRA DESIGN

Dalam menentukan gaya geser dasar V dengan metode dinamik respon spektra, digunakan Respon spectra design

yang merupakan spektrum respon gempa rencana. Menurut SNI 1726-2002, Respon spectra design ditentukan

berdasarkan wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun,

yang terdiri dari wilayah gempa 1 hingga wilayah gempa 6. Respon spectra design tersebut dinyatakan dengan

grafik C-T, dengan C adalah faktor respon gempa dalam g dan T adalah waktu getar alami struktur gedung dalam

detik. Nilai koefisien gempa dasar C pada Respon spectra design ini harus dikalikan dengan faktor koreksi I/R,

dimana I adalah faktor keutamaan dan R adalah faktor reduksi gempa representatif.

Sedangkan menurut SNI 1726-2012, respon spectra design ditentukan dengan parameter respon ragam yang

disesuaikan dengan klasifikasi situs dimana bangunan tersebut akan dibangun kemudian dibagi dengan kuantitas

R/I. Kurva respon spectra design harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 1, dan mengikuti ketentuan sebagai

berikut:

Gambar 1. Respon spectra design (SNI 1726-2012)

4. METODE DINAMIK RESPON SPEKTRA

Menurut SNI 1726-2002, perhitungan respons dinamik struktur gedung tidak beraturan terhadap pembebanan gempa

nominal akibat pengaruh gempa rencana, dapat dilakukan dengan metode analisis dinamik respon spektra. Nilai

untuk masing-masing parameter yang ditinjau kemudian dihitung untuk berbagai ragam dan harus dikombinasikan

menggunakan metode Akar Kuadrat Jumlah Kuadrat (SRSS) atau metode Kombinasi Kuadrat Lengkap (CQC).

Tahapan analisis metode respon spektra meliputi analisis modal amplitudo Z, modal displacement Y, dan modal

seismic force Fij, menggunakan persamaan 1-3. Selanjutnya simpangan horisontal tingkat Yi dan gaya horisontal

tingkat Fi diperoleh dengan prinsip SRSS menggunakan persamaan 4 dan 5. Dengan menjumlahkan gaya horizontal

tingkat Fi akan diperoleh besarnya gaya geser dasar bangunan Vj akibat gempa rencana dengan menggunakan

persamaan 6.

1. Untuk perioda T < To, 𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 0.4 + 0.6𝑇

𝑇𝑜

2. Untuk perioda To ≥ T ≤ Ts, 𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆

3. Untuk perioda T > Ts, 𝑆𝑎=

𝑆𝐷1𝑇

Dengan Sa = percepatan respon spektra,

SDS = parameter respon spektra pada periode pendek,

dan SD1 = parameter respon spekktra pada periode 1

detik.

𝑍𝑗 = 𝑗𝐶𝑔

𝜔𝑗2 (1)

𝑌𝑖𝑗 = 𝜙𝑖𝑗 .𝑍𝑖𝑗 (2)

𝐹𝑖𝑗 = 𝑀.𝑌 𝑖𝑗 (3)

𝑌𝑖 = (𝑌𝑖𝑗)2𝑛

𝑗=𝑖 (4)

𝐹𝑖 = (𝐹𝑖𝑗 )2𝑛𝑗=𝑖 (5)

𝑉𝑗 = 𝐹𝑖𝑗𝑚𝑖=1 (6)

Zj=modal amplitude, C=koefisien gempa dasar, g=gaya grafitasi, ɷ=frekuensi sudut, Yij=modal

displacement, ϕij=mode shape, Fij=modal seismic force , M=matriks massa, Yi= simpangan horizontal

tingkat, Fi=gaya horizontal tingkat dan Vj=gaya geser dasar bangunan.

5. METODOLOGI PENELITIAN

5.1. Model struktur Analisis dilakukan pada model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat 4 bentang, yang diperoleh dengan

bantuan program SAP 2000, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Model struktur 2D portal beton bertulang 12 tingkat.

5.2. Lokasi dan klasifikasi situs Model struktur ditinjau pada 23 lokasi di Indonesia yang memiliki klasifikasi situs yang berbeda-beda dengan

kondisi tanah sedang, sebagaimana disebutkan dalam Tabel 1.

5.3. Pengolahan data Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi:

1. Menghitung massa dengan prinsip lumped mass.

2. Menghitung kekakuan struktur dengan metode shear building.

3. Membuat respon spectra design dengan mengikuti ketentuan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012.

4. Analisis dinamik respon spektra dengan bantuan program Matlab 7-10-0 (R2010a).

Pot. A-A

Dimensi (cm):

Kolom tepi : 70/70

Kolom tengah : 80/80

Balok : 35/70

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

4.00

8.00 8.00 8.00 8.00

8.00

8.00

8.00

8.00

Denah

A

A

6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00

Tabel 1. Lokasi model struktur beserta klasifikasi situs.

No. Kota

SNI 1726-2012 SNI 1726-2002

Ss S1 Wil Gempa

1 Banda Aceh 1.4 0.65 4

2 Medan 0.52 0.33 3

3 Padang 1.3 0.6 5

4 Bengkulu 1.1 0.55 6

5 Bandar Lampung 0.75 0.33 5

6 Palembang 0.275 0.175 2

7 Jakarta 0.69 0.26 4

8 Bandung 1.4 0.51 4

9 Yogyakarta 1.5 0.45 3

10 Semarang 1.1 0.39 2

11 Surabaya 0.65 0.24 2

12 Cilacap 0.98 0.39 4

13 Denpasar 0.95 0.35 4

14 Mataram 0.95 0.35 4

15 Kupang 1.1 0.29 5

16 Banjarmasin 0.06 0.04 1

17 Samarinda 0.125 0.09 2

18 Makassar 0.3 0.14 2

19 Kendari 0.95 0.35 2

20 Palu 2.15 0.55 4

21 Menado 1.2 0.48 5

22 Jayapura 1.5 0.6 5

23 Sorong 1.5 0.55 4

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Massa dan kekakuan struktur. Hasil perhitungan berat, massa dan kekakuan struktur ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Berat, Massa dan Kekakuan struktur 12 tingkat

Tingkat Berat (kg) Massa (kg dt2/cm) Kekakuan (kg/cm)

1-11 134144 136.8816 534062.5

12 (atap) 107264 109.4531 534062.5

6.2. Mode shape Dengan bantuan program Matlab, diperoleh mode shape struktur seperti ditunjukkan ada Gambar 3.

Gambar 3. Mode shape

6.3. Respon spectra design Setiap lokasi akan memiliki respon spectra design yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik situs,

sebagaimana disebutkan dalam Tabel 1. Sebagai contoh, akan ditunjukkan perbandingan respon spectra design

berdasarkan SNI 1726-2002 dan SNI 1726-2012 pada Kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung, yaitu pada

Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan respon spectra design pada Kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung.

Pada Gambar 4, ditunjukkan respon spektra Kota Banda Aceh dan Yogyakarta memiliki karakteristik yang hampir

sama, yaitu respon spektra SNI 1726-2012 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan respon spektra SNI 1726-

2002. Tetapi untuk Kota Lampung, respon spektra SNI 1726-2012 terlihat lebih rendah dari pada respon spektra

SNI 1726-2002. Hal ini menunjukkan bahwa status kegempaan Kota Banda Aceh dan Yogyakarta mengalami

kenaikan dari tahun 2002 ke 2012, sedangkan Kota Lampung justru mengalami penurunan dari tahun 2002 ke 2012.

Selain kondisi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4, ada beberapa kota memiliki respon spektra yang tidak

seragam pada semua periode T, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Respon spektra Kota Medan mengalami

penurunan dari tahun 2002 ke 2012 hanya pada T<0.7 detik, sedangkan respon spektra Kota Kupang mengalami

penurunan dari tahun 2002 ke 2012 pada T>0.4 detik. Kondisi respon spektra yang berbeda-beda ini akan

menghasilkan nilai koefisien gempa dasar C yang berbeda-beda pula pada setiap lokasi, sehingga besar gaya geser

dasar bangunan akibat gempa rencana juga akan berbeda-beda.

Gambar 5. Respon spectra design Kota Medan dan Kupang

6.4. Gaya horizontal tingkat, Fi.

Dalam analisis gaya horizontal tingkat Fi, ditinjau 3 lokasi yaitu kota Banda Aceh, Yogyakarta dan Lampung

sebagaimana ditampilkan Gambar 6, dengan pembanding hasil analisis metode ekivalen statik. Dari Gambar 6

tersebut nampak bahwa gaya horizontal tingkat yang dihitung dengan metode dinamik respon spektra relatif lebih

besar dari pada hitungan dengan metode ekivalen statik, terutama hitungan yang mengikuti code baru 2012.

Perbedaan yang besar terutama terjadi pada tingkat-tingkat bawah, diduga akan menimbulkan implikasi pada respon

struktur, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui risiko struktur dalam menahan beban

gempa rencana.

Gaya horizontal tingkat yang dihitung dengan metode ekivalen statik menunjukkan bahwa peningkatan gaya

horizontal tingkat pada tahun 2012 hanya terjadi pada tingkat-tingkat atas saja, sementara pada tingkat bawah justru

mengalami penurunan. Namun berbeda dengan hasil hitungan dengan metode dinamik, kenaikan terjadi pada semua

tingkat, sehingga terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil dua metode ini, terutama pada tingkat-tingkat

bawah.

Gambar 6. Gaya horizontal tingkat Fi.

6.5. Gaya geser tingkat Vi.

Diagram gaya geser tingkat untuk struktur yang berlokasi di Banda Aceh dan Bandar Lampung ditunjukkan pada

Gambar 7. Gaya geser tingkat yang timbul akibat gempa rencana tahun 2012 di Kota Banda Aceh mengalami

kenaikan yang signifikan terutama pada tingkat-tingkat bawah, sedangkan di Kota Bandar Lampung justru

mengalami penurunan. Diagram gaya geser tingkat ini juga menunjukkan bahwa analisis dinamik respon spektra

tahun 2012 di Kota Banda Aceh menghasilkan nilai yang sangat tinggi, dikarenakan percepatan respon spectral

design 2012 mengalami peningkatan yang sangat tinggi pula dibandingkan percepatan respon spectral design 2002.

Gambar 7. Diagram gaya geser tingkat (Vi)

6.6. Gaya geser dasar, V

Gaya geser pada dasar bangunan yang merupakan penjumlahan dari gaya horizontal tingkat pada portal 12 tingkat 4

bentang yang ditinjau pada 23 lokasi, ditunjukkan dengan Gambar 8 dan Tabel 3.

Gambar 8. Gaya geser dasar (V) ton.

Keterangan:

RS= Metode

Dinamik Respon

Spektra

ES= Metode

Ekivalen Statik

Tabel 3. Hasil perhitungan gaya geser dasar (V)

No. Kota

Gaya geser dasar (V) ton

Keterangan

SNI 1726-2002 SNI 1726-2012 % ∆

1 Banda Aceh 98.3483 178.3296* Meningkat 81 2 Medan 77.3258 96.7774 Meningkat 25 3 Padang 116.8994 165.0429 Meningkat 41 4 Bengkulu 126.4478* 146.8214 Meningkat 16 5 Bandar Lampung 116.8994 92.7311 Menurun -21 6 Palembang 53.7272 51.1452 Menurun -5 7 Jakarta 98.3483 78.4760 Menurun -20 8 Bandung 98.3483 156.1612 Meningkat 59 9 Yogyakarta 77.3258 153.1193 Meningkat 98

10 Semarang 53.7272 121.2193 Meningkat 126* 11 Surabaya 53.7272 73.1827 Meningkat 36 12 Cilacap 98.3483 108.4283 Meningkat 10 13 Denpasar 98.3483 106.1870 Meningkat 8 14 Mataram 98.3483 106.1870 Meningkat 8 15 Kupang 116.8994 107.2518 Menurun -8 16 Banjarmasin 18.6035 11.1361 Menurun -40 17 Samarinda 53.7272 23.1484 Menurun -57 18 Makassar 53.7272 38.4156 Menurun -28 19 Kendari 53.7272 101.2892 Meningkat 89 20 Palu 98.3483 173.3177 Meningkat 76 21 Menado 116.8994 140.5611 Meningkat 20 22 Jayapura 116.8994 175.3598 Meningkat 50 23 Sorong 98.3483 167.7218 Meningkat 71

*Nilai tertinggi

Dari Gambar 8 dan Tabel 3, dapat diketahui bahwa gaya geser dasar (V) rata-rata mengalami peningkatan dari tahun

2002 ke 2012, kecuali pada 7 kota yaitu Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda

dan Makasar. Dengan demikian, bangunan yang sudah terbangun sesuai SNI 1726-2002 pada 7 kota tersebut dapat

dipastikan akan memenuhi persyaratan dari SNI 1726-2012.

5 Kota yang mengalami peningkatan gaya gempa rencana dari tahun 2002 hingga 2012, dari yang tertinggi

peningkatannya adalah Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan status kegempan wilayah tersebut, sehingga beban gempa dalam perancangan bangunan sesuai SNI

1726-2012 menjadi lebih besar dibandingkan beban gempa dalam perancangan sesuai SNI 1726-2002. Adanya

peningkatan gaya gempa rencana yang sangat tinggi dapat mengakibatkan bangunan yang dibangun mengikuti

peraturan SNI 1726-2002 menjadi under designed. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

mengetahui batas peningkatan beban gempa yang dapat mengakibatkan bangunan tidak memenuhi persyaratan SNI

1726-2012, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat agar bangunan tetap memenuhi persyaratan code yang

baru.

Gaya gempa rencana tertinggi juga mengalami pergeseran, yaitu dari Kota Bengkulu pada tahun 2002 bergeser ke

Kota Banda Aceh pada tahun 2012. Pergeseran ini dikarenakan pada tahun 2002 Kota Bengkulu termasuk dalam

wilayah gempa 6 dan Kota Banda Aceh termasuk dalam wilayah gempa 4, namun pada tahun 2012, keadaan

bergeser dimana parameter percepatan spektral disain Kota Banda Aceh lebih tinggi dibandingkan Kota Bengkulu.

Sehingga pada Kota Banda Aceh mengalami kenaikan mencapai 81%, sedangkan Kota Bengkulu hanya 16%.

Hasil analisis ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, apakah bangunan yang sudah berdiri di Kota Semarang,

Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu, saat ini masih mampu menahan gaya gempa rencana sesuai SNI 1726-

2012? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama dan lebih lengkap seperti

cakupan semua jenis tanah, variasi model struktur, implikasi respon struktur dll. Apabila diketahui bangunan tidak

mampu menahan gaya gempa rencana SNI 1726-2012, maka dapat dilakukan perkuatan struktur yang sesuai agar

kekuatan bangunan memenuhi persyaratan SNI 1726-2012.

7. KESIMPULAN

Dari hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Gaya gempa rencana tahun 2012 tidak selalu lebih tinggi daripada gaya gempa rencana tahun 2002, tetapi

tergantung pada percepatan respon spektral dari lokasi bangunan tersebut.

2. Gaya gempa rencana di kota Bandar Lampung, Palembang, Jakarta, Kupang, Banjarmasin, Samarinda dan

Makasar mengalami penurunan dari tahun 2002 ke 2012.

3. Gaya gempa rencana di Kota Semarang, Yogyakarta, Kendari, Banda Aceh dan Palu, pada tahun 2012

mengalami peningkatan yang sangat besar, sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih seksama terkait

dengan kualitas bangunan yang sudah berdiri di kota tersebut.

4. Peningkatan gaya gempa rencana yang besar sangat berpengaruh pada bangunan, terutama pada tingkat-

tingkat bawah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri

(BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa Unggulan.

DAFTAR PUSTAKA

ASCE 7-02. American Society of Civil Engineers. (2002). Minimum Design Loads for Buildings and other

Structures, ASCE Standard, USA.

Budiono, B (2002). Perkembangan Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa di Indonesia. Departemen

Teknik Sipil ITB, Bandung.

Budiono, Bambang. (2011). “Konsep SNI Gempa 1726-201X”. Seminar HAKI 2011.

Budiono, B, dan Lucky S. (2011). Studi Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa dengan menggunakan SNI 3-

1726-2002 dan RSNI 03-1726-201X. Penerbit ITB, Bandung.

FEMA 451. (2006). NEHRP Recommended Provisions: Design Examples-August 2006. National Institute of

Building Sciences. Washington, DC

Ghosh. (1999). Impact of Seismic Design Provisions of 2000 IBC: Comaparison with 1997 UBC, SEAOC

Convention 1999.

Hanselman, Duane & Bruce Littlefield. (2002). Matlab Bahasa Komputasi Teknis. Andi Offset, Yogyakarta.

Indarwanto, M (tanpa tahun). Teknologi Bangunan 6, Modul 4: Pembebanan dan Dimensi Beton Bertulang. Pusat

Pengembangan Bahan Ajar UMB.

Irsyam, M, dkk (2010). Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010, eisi 2, Kementrian Pekerjaan

Umum, Bandung, Juli 2010.

Kusumastuti. (2010). Pengaruh Tinggi Struktur dan Jumlah Bentang Terhadap Kontribusi Mode pada Struktur

Beton Bertulang Bertingkat Banyak dengan Pendekatan Kekakuan Kolom Shear Building dan Cara Muto,

Tesis Magister Teknik Sipil UII.

Purwono dan Takim A. (2010). “Implikasi Konsep Seismic Design Category (SDC) – ASCE 7-05 Terhadap

Perencanaan Struktur Tahan Gempa Sesuai SNI 1726-02 Dan SNI 2847-02”, Seminar dan Pameran HAKI

2010 – Perkembangan dan Kemajuan Konstruksi Indonesia.

PPTGIUG (1981). Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung. Dit.Jen. Tjipta Karya, DPU,

Jakarta.

SNI 03-1726-2002 (2002). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, Departemen

Kimpraswil PU, Bandung.

SNI 03-1726-2012 (2012). Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non

Gedung. Badan Standardisasi Nasional BSN.

Widodo. (2001). Respon Dinamik Struktur Elastik. UII Press, Yogyakarta.

Widodo. (2011). Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Widiarsono, Teguh. (2005). Tutorial Praktis Belajar Matlab. Yogyakarta


Recommended