+ All Categories
Home > Documents > Asbab Al-Nuzul

Asbab Al-Nuzul

Date post: 22-Apr-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
ASBAB AL- NUZUL (SEBAB-SEBAB TURUN AL-QUR’AN) A. Pendahuluan Al- Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril ke dalam kalbu Rasulullah saw.dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai rasul, dan agar dijadikan sebagai dustur (undang-undang) bagi seluruh umat manusia, disamping merupakan amal ibadah jika membacanya. AL-Qur’an itu ditadwinkan di antara dua ujung yang dimulai dari surat Al- Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas, dan sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian. 1 Kandungan Al-Qur’an meliputi berbagai macam hal yang berkaitan dengan hukum, ibadah, akhlak, akidah, muamalah, sains, sejarah dan kisah-kisah masa lalu dan cerita-cerita tentang masa depan. Al- Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah tidak diturunkan secara sekaligus namun secara berangsur-angsur. Ada hikmah yang terkandung dalam hal ini yaitu agar para sahabat dan umat Islam saat itu dapat menghapal, menghayati dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an dengan mudah. 1 Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilm Ushul Fiqh, (Kairo : Maktabah Al-Da’wah al- Islamiyyah, 1956), hal.23.
Transcript

ASBAB AL- NUZUL (SEBAB-SEBAB TURUN AL-QUR’AN)

A. Pendahuluan

Al- Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui

perantaraan malaikat jibril ke dalam kalbu Rasulullah

saw.dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan

kebenaran agar dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal

pengakuannya sebagai rasul, dan agar dijadikan sebagai dustur

(undang-undang) bagi seluruh umat manusia, disamping merupakan

amal ibadah jika membacanya. AL-Qur’an itu ditadwinkan di

antara dua ujung yang dimulai dari surat Al- Fatihah dan

ditutup dengan surat An-Nas, dan sampai kepada kita secara

tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh

atau terpelihara dari perubahan dan pergantian.1

Kandungan Al-Qur’an meliputi berbagai macam hal yang

berkaitan dengan hukum, ibadah, akhlak, akidah, muamalah,

sains, sejarah dan kisah-kisah masa lalu dan cerita-cerita

tentang masa depan. Al- Qur’an yang diturunkan kepada

Rasulullah tidak diturunkan secara sekaligus namun secara

berangsur-angsur. Ada hikmah yang terkandung dalam hal ini

yaitu agar para sahabat dan umat Islam saat itu dapat

menghapal, menghayati dan mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an

dengan mudah.

1 Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilm Ushul Fiqh, (Kairo : Maktabah Al-Da’wah al- Islamiyyah, 1956), hal.23.

Diturunkannya ayat Al-Qur’an tersebut ada yang

berdasarkan suatu peristiwa dan kondisi tertentu. Inilah yang

menjadi pembahasan dalam makalah ini, yaitu tentang sebab-

sebab turunnya Al- Qur’an yang sering disebut dengan Asbab Al-

Nuzul atau Asbabun Nuzul. Dalam makalah ini kita akan membahas

pengertian asbabun nuzul berdasarkan pendapat para ulama,

bagaimana kita mengetahui asbabun nuzul dan apa faedah

mengetahui asbabun nuzul tersebut. Selain itu kita akan

mengetahui ungkapan-ungkapan yang menunjukkan adanya sebab

turunnya ayat. Dan terakhir akan ada penjelasan dari ketentuan

lafaz yang umum dan sebab yang khusus dari suatu ayat yang

memiliki asbabun nuzul.

B. Pengertian Asbab Al -Nuzul

Ungkapan asbab an-nuzul terdiri dari dua kata yaitu asbab

dan an nuzul. Kata asbab merupakan jama dari sabab dan an

nuzul dari masdar nazala. Secara harfiah, sabab berarti sebab

atau latar belakang, maka asbab berarti sebab-sebab atau

beberapa sebab atau beberapa latar belakang, sedangkan an

nuzul berarti turun. Shubhi Al- Shalih mendefinisikannya

sebagai sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau

beberapa ayat atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab

turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelas yang

diturunkan pada waktu terjadi suatu peristiwa.2

Sedangkan Qathan mendefinisikan asbab al-nuzul sebagai

sesuatu hal yang karena Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan

status hukum, pada masa hal terjadi, baik berupa peristiwa

atau suatu pertanyaan. Jadi latar belakang yang melingkungi

dan menjadi penyebab Allah SWT menurunkan suatu wahyu kepada

Nabi Muhammad SAW.3 Secara isitilah asbab an nuzul dapat di

definisikan kepada “suatu ilmu yang mengkaji tentang sebab-

sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-

Qur’an. Menurut Az-Zarqani, asbab an nuzul adalah peristiwa

yang menjadi sebab turunnya suatu ayat atau beberapa ayat,

dimana ayat tersebut berceritaa atau menjelaskan hukum

mengenai peristiwa tersebut pada waktu terjadinya.

Apabila dilihat dari sisi asbabun nuzul, ayat Al-Qur’an

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu ayat-ayat yang memiliki

sebab atau latar belakang turunnya. Dan yang kedua adalah

tidak memiliki latar belakang peristiwa. Umumnya ayat-ayat

yang memiliki asbabun nuzul adalah ayat-ayat hukum, namun

dalam beberapa ayat yang tidak berkaitan dengan hukum juga

memiliki asbabun nuzul namun tidak terlalu banyak.

Dalam kitab lubabunnuqul fi asbaabin nuzuul yang ditulis oleh

ulama Imam Jalaluddin As-Syuyuti, terdapat pendapat-pendapat2 Shubhi al-Shalih, Mabahits fii Ulum Al- Qur’an (Beirut : Dar al-‘Ilm al-

Malayin, 1985), h.160.3Manna Khalil Qathtan, Mabahits fii Ulum Al- Qur’an (Riyadh : Mansyurat al- ‘Asr

al-Hadits 1973), hal.110.

ulama tentang pentingnya asbabun nuzul dalam memahami Al-

Qur’an, yaitu :4

1. Al- wahidi mengatakan tidak mungkin dapat mengetahui tafsir

sebuah ayat tanpa mengetahui kisah dan sebab turunnya. Serta

tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat-ayat Al-

Qur’an, kecuali dengan periwayatan yang dinukil dari mereka

yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab-sebab

turunnya, dan meneliti ilmunya.

2. Ibnu Daqiqil mengatakan penjelasan tentang sebab turunnya

ayat merupakan cara ampuh untuk memahami makna-makna Al-

Qur’an

3. Ibnu Taimiyah mengatakan pengetahuan tentang sebab turunnya

ayat membantu memahami kandungan ayat tersebut. Karena

dengan mengetahui sebab turunnya ayat, seseorang dapat

mengetahui akibat yang merupakan buah dari sebab tersebut.

Dengan memahami sebab turunnya ayat, hilanglah kesulitan

yang menghalangi pemahaman.

4. Al Hakim mengatakan jika seorang sahabat yang menyaksikan

saat turunnya ayat memberitahukan bahwa ayat Al-Qur’an

tersebut turun pada peristiwa tertentu, maka itu adalah

sebuah hadits yang musnad.

Menurut As-Suyuthi sebab turunnya ayat dalam kategori

musnad adalah berasal dari sahabat. Jika sebab turun ayat itu

berasal dari tabi’I, maka ia juga mempunyai criteria

4 Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an Terj.Tim Abdul Hayyie (Jakarta : Gema Insani 2013), hal.13.

marfu’,hanya saja statusnya mursal. Riwayat tentang asbabun

nuzul yang berasal dari tabi’I ini kadang diterima, jika sanad

hingga tabi’I tersebut shahih, dan tabi’I tersebut termasuk

imam tafsir yang mengambil dari para sahabat seperti mujahid,

ikrimah, dan sa’id ibnuz zubair atau riwayat itu bisa diterima

jika didukung oleh riwayat lainnya yang mursal dan

sebagainya.5

C. Cara Mengetahui Asbab Al- Nuzul

Bentuk asbabun nuzul ada dua macam, yang pertama adalah

dalam bentuk peristiwa atau kejadian, misalnya terjadi suatu

peristiwa dan ayat turun untuk merespon kejadian tersebut.

Yang kedua dalam bentuk pertanyaan, misalnya para sahabat atau

orang kafir yang bertanya kepada Rasulullah kemudian turun

ayat untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Para mufassir membagi peristiwa kepada tiga macam,

yaitu :6

1. Perdebatan (jadal) yaitu perdebatan antara sesame umat Islam

atau antara umat Islam dengan orang-orang kafir, seperti

perdebatan antara sahabat nabi dengan orang yahudi yang

menyebabkan turunnya surah Ali Imran (3) ayat 96.

Artinya : Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk(tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah

5 Ibid hal.14.6 Kadar M. Yusuf, Studi Al- Qur’an, (Jakarta : Sinar Grafika 2009), hal.91.

(Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semuamanusia.

Mujahid berkata suatu ketika umat Islam dan Yahudi

saling membanggakan kiblat mereka. Orang Yahudi berkata

Baitul Maqdis lebih utama dari Ka’bah karena disanalah

tempat berhijrahnya para nabi dan ia terletak pada tanah

suci. Umat Islam berkata pula, ka’bah lah yang paling mulia

dan utama. Maka kemudian turunlah ayat tersebut untuk

merespon perdebatan mereka.

2. Kesalahan, yaitu peristiwa yang merupakan perbuatan salah

yang dilakukan oleh sahabat kemudian turun ayat guna

meluruskan kesalahan tersebut agar tidak terulang lagi,

seperti kejadian yang menyebabkan turunnya surah An-Nisa (4)

ayat 43, yaitu

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamushalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamumengerti apa yang kamu ucapkan.

Pada suatu ketika Abdurrahman bin Auf melakukan

kenduri, dia mengundang para sahabat Nabi dan menjamu mereka

dengan makanan dan minum Khamr. Mereka pun berpesta sampai

mabuk dan waktu magrib pun tiba. Mereka shalat dengan

diimami oleh salah seorang mereka, sang imam membaca surah

al kafirun dengan tidak membaca huruf nafi. Kemudian

peristiwa ini disampaikan kepada Nabi, maka turunlah ayat

diatas.

3. Harapan dan keinginan, seperti turunnya QS. Al- Baqarah ayat

144

Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah kelangit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblatyang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya.

Al- Barra’ mengatakan setelah sampai di Kota Madinah,

Rasul shalat menghaap baitul maqdis selama 16 bulan padahal

dia lebih suka berkiblat ke Ka’bah. Maka setiap kali shalat,

nabi selalu menengadah ke langit mengharap turunnya wahyu

yang memerintahkan beliau menghadap ke Ka’bah. Maka turunlah

ayat diatas.

Asbabun nuzul dalam bentuk pertanyaan dikategorikan

kepada tiga macam yaitu pertanyaan tentang hal-hal berkaitan

dengan masa lalu, masa yang berlangsung, dan pertanyaan yang

berkaitan dengan kejadian masa datang. Asbabun nuzul

sangatlah sulit untuk diketahui dan dipahami, para ulama

terdahulu tidak mencatat semua permasalahan yang menjadi

pembahasan, kecuali hanya beberapa saja. Banyak sekali

riwayat tentang asbabun nuzul yang lemah dan tidak bisa

dipercaya. Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa ada tiga hal

yang tidak memiliki dasar yang benar. Pertama, riwayat-

riwayat yang berkaitan dengan peperangan pada awal Islam.

Kedua, riwayat-riwayat tentang fitnah akhir zaman. Ketiga,

riwayat-riwayat tentang tafsir dan takwil Al- Qur’an. Imam

badruddin Zarkasyi berpendapat bahwa kebanyakan riwayat

terkait dengan masalah asbabun nuzul tidak bisa dipercaya

namun bukan berarti semua riwayat tidak bisa dipercaya.7 Hal

ini mengharuskan untuk merujuk dan mempelajari kembali

sanad-sanad yang meriwayatkan asbabun nuzul, mempergunakan

metode jarh wal ta’dil padanya, atau kembali kepada imam-

imam hadits yang terpercaya dan kepada pendapat-pendapat

mereka yang kuat dalam hal itu. Dan tidak ada diagnosis yang

lebih kuat, selain diagnosis orang yang ahli.8

Berkaitan dengan hal tersebut periwayatan asbabun nuzul

dari para sahabat mempunyai ketetapan hukum marfu’, karena

di dalamnya dipandang tidak terdapat pendapat pribadi dan

sangat jauh dari ucapannya sendiri serta periwayatannya

berdasar atas pendengaran dan persaksian sendiri.9

D. Faedah Mengetahui Asbab Al Nuzul

Kalau kita pahami tentang klasifikasi nuzul-nya Al-Qur’an

mungkin kita bertanya, pada zaman sekarang ini, apa faedah

kita mempelajari tentang asbabun nuzul, sementara nuzulnya itu

7 M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Al- Qur’an terj.Thoha Musawa (Jakarta : Al Huda 2007) hal.97

8Yusuf Al- Qardhawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an melalui Pemahaman terj.Abdul Hayyie al- Kattani, (Jakarta : Gema Insani 1999) hal.1371

9Syubhah, Al- Madkhal, hal.124

sendiri telah lama berlangsung. Apa relevansinya dengan

kehidupan kaum muslimin zaman sekarang. Para ulama berbeda-

beda cara dalam mengemukakan faedah mempelajari ilmu Asbab Al

Nuzul ini.

Menurut As-Suyuthi dalam kitabnya Al- Itqan li’ Ulumil Qur’an

seperti yang dikutip oleh Muhammad Amin Suma, ada beberapa

kegunaan yang bisa dipetik dari mengetahui sabab nuzul ini,

diantaranya adalah :10

1. Mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas

pensyariatan hukum

2. Dalam mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan

kaidah “bahwasanya ungkapan (teks) Al-Qur’an itu didasarkan

atas kekhususan sebab, dan

3. Kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-

Qur’an itu bersifat umum, dan terkadang memerlukan

pengkhususan yang pengkhususannya itu sendiri justru

terletak pada pengetahuan tentang sabab turun ayat.

Lebih rinci dari al- Buthi, bahkan juga dari as-Suyuthi,

az-Zarkasyi dan az-Zarqani masing-masing menyebutkan enam

hingga tujuh macam faedah (akseologi) dari mempelajari ilmu

Asbabun Nuzul, yaitu :11

1. Mengenali hikmah bagaimana cara Allah swt.menerangkan hukum-

hukum yang disyariatkan-Nya dengan melibatkan sabab nuzul10 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,

2013), hal.212. 11 Ibid hal.213.

2. Sangat membantu memahami ayat dalam rangka menghidari dari

kemungkinan timbul kesulitan daripadanyam serta menolak

kemungkinan dengan pembatasan (al-hashr) dari redaksi ayat

yang secara literal mengisyaratkan pembatasan itu;

3. Membatasi hukum dengan sebab tertentu bagi mereka yang

menganut kaidah ungkapan (ibarat) itu didasarkan atas

kekhususan sabab, bukan pada keumuman teks

4. Mengetahui bahwa sabab nuzul itu tidak akan keluar dari

koridor hukum ayat tatkala ditemukan pengkhususan

(mukhashshishnya)

5. Mengetahui secara jelas kepada siapa turunnya ayat itu

ditujukan (dialamatkan)

6. Mempermudah pemahaman dan mengkokohkan lintasan wahyu Allah

ke dalam hati orang-orang yang mendengar ayat-ayat Al –

Qur’an

7. Meringankan hafalan, mempermudah pemahaman dan semakin-makin

menguatkan keberadaan wahyu Al-Qur’an di dalam hati setiap

orang yang mendengarkan ayat Al –Qur’an manakala dia

mengetahui sabab nuzulnya.

Beberapa contoh dari pentingnya mengetahui sabab nuzul

ayat Al- Qur’an adalah sebagai berikut : QS.2:115

Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapunkamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah MahaLuas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.

Pengertian langsung tekstual dari ayat ini menunjukkan

bahwa menghadapkan wajah ke arah mana pun di waktu salat itu

tetap sah hukumnya. Akan tetapi, jelas akan menjadi lain

pemahaman dan kesimpulannya ketika kita mengetahui sabab nuzul

ayat tersebut. Ayat ini sama sekali tidak mengesahkan ke mana

pun arah kiblat seorang yang sedang shalat dala keadaan dan di

seluruh tempat, akan tetapi terbatas ketika hanya mengakui

kesahan shalat seseorang jarena satu dan lain hal (‘Udzur

syar’i) tidak bisa mengenali arah kiblat yang tepat yakni

menghadap ke arah Ka’bah Baitullah di Masjid al-Haram

sebagaimana diperintahkan oleh sekian banyak ayat Al -Qur’an.

E. Bentuk-Bentuk Ungkapan Asbab Al Nuzul

Ada tiga ungkapan yang menunjukkan asbabun nuzul suatu

ayat. Dua diantaranya dapat dipastikan sebagai asbabun nuzul.

Dan satu lainnya tidak secara pasti menunjukkan kepada asbabun

nuzul mungkin asbabun nuzul dan mungkin juga tidak. Ungkapan

itu adalah:12

1. )sebab turunnya ayat ini adalah) apabila

suatu peristiwa didahului oleh ungkapan ini, maka tidak

diraykan lagi bahwa peristiwa itu merupakan asbabun nuzul

ayat yang disebutkan sebelumnya atau ungkapan lain seperti

2. Ungkapan yang tidak menggunakan kedua kalimat diatas tetapi

menggunakan ungkapan ini tidak secara

12Kadar M Yusuf, Studi Al- Qur’an, hal.94

tegas, tetapi ada dua kemungkinan, mungkin ada asbabun nuzul

dan mungkin juga tidak ada.

F. Ketentuan Lafaz Yang Umum Dan Sebab Yang Khusus

Jika terdapat ayat yang turun karena sebab yang khusus

sedangkan lafazh yang terdapat dalam ayat tersebut bersifat

umum, maka hukum yang diambil adalah mengacu pada keumuman

lafazh bukan pada kekhususan sebab. Atau dengan kata lain

adalah bahwa dalil al-qur’an yang menjadi acuan hukum adalah

bukan mengacu pada kekhususan sebab atau kejadian yang menjadi

penyebab diturunkannya ayat tersebut. Hal itu disebabkan

karena kejadian yang menjadi penyebab diturunkannya ayat itu

hanyalah sekedar isyarat (petunjuk) saja bukan sebuah

kekhususan.

Namun ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, apakah

yang dianggap keumuman lafadznya atau kekhususan sebabnya?

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya mencakup semua unsure

dari lafaz tersebut, baik unsure-unsur sebab maupun unsure-

unsur selain sebab

Contohnya ayat tentang saling mengutuk (li’an) yang

menjadi acuan hukum syar’I yang bersifat umum bagi setiap

suami yang menuduh istrinya telah berkhianat meskipun

sebenarnya ayat tersebut turun untuk menjelaskan kejadian yang

khusus yaitu kejadian yang terjadi pada Hilal bin Umayyah yang

menuduh istrinya berzina. Saat terjadi peristiwa itu turun

Surah An-nur ayat 6 :

Artinya : Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina),

Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka

sendiri.

Kita melihat bahwa sebabnya bersifat khusus akan tetapi

ayat yang turun bersifat umum yaitu kata “Alladzina” yang

merupakan isim mausul yang termasuk shighat umum. Ketentuan yang

berlaku dalam ayat ini berlaku umum dan tidak ditakshiskan.

Karena itu, keumumannya mencakup semua unsure, yakni siapa

saja yang menuduh istri berzina, baik Hilal maupun bagi selain

Hilal. Dan untuk memberikan ketentuan tersebut bagi selain

hilal, kita tidak memerlukan dalil lainnya, baik berupa qiyas

ataupun lainnya. Telah maklum, bahwa bila ada nash, maka tidak

ada qiyas dan ijtihad, inilah pendapat jumhur ulama.13

Atas dasar inilah maka para ulama bersepakat bahwa yang

menjadi acuan hukum adalah keumuman isi kandungan al-qur’an

dan keumuman lafazh teks tersebut. Sedangkan asbabun nuzul

ayat tersebut hanyalah sekedar penyebab turunnya ayat yang

menjadi acuan hukum secara umum bukan hanya diperuntukkan bagi

pelaku yang menjadi penyebab turunnya ayat itu saja.14

13Syekh Muhammad Abdul Adzim Al- Zarqani, Manahil Al-‘Urfan Fi’ulum Al-Qur’an terj.Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), hal.135.

14 M.Baqir Hakim, Ulumul Quran terj. Nashirul haq dkk, (Jakarta : Al Huda 2006) hal.45

Para ulama telah menetapkan dua kaidah dalam

mengistinbathkan hukum berkaitan dengan asbabun nuzul ini

yaitu,

dan Para ulama dalam mengistibathkan

hukum dari suatu ayat, tidak sepakat dalam menggunakan kedua

kaidah ini. Kebanyakan mereka menggunakan kaidah pertama,

dengan alasan :15

a. Realitasnya, hujah yang terdapat dalam lafal bukanlah

diambil dari pertanyaan atau sebab

b. Kaidah dasar menunjukkan, bahwa lafal-lafal itu

ditanggungkan atas makna yang segera dipahami darinya,

selama tidak ada dalil yang memalingkan.

c. Para sahabat dan mujtahid berhujah dengan umum lafal yangmuncul.

Sedangkan para ulama yang berpegang dengan kaidah keduaberhujah dengan :

a. Lafal umum itu terbatas pada person sebab, ia tidak mencakup

lainnya

b. Kisah atau pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat

menunjukkan khususnya berlaku pada sebab

c. Dalam ilmu balaghah dinyatakan bahwa antara pertanyaan dan

jawaban mesti berhubungan.

G. Beberapa Riwayat Mengenai Asbab Al- Nuzul

Kebanyakan ulama mengharuskan syarat perawi harus

menyaksikan sendiri peristiwa yang melatarbelakangi turunnya15Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, hal.100

ayat. Alasannya, sebab turunnya ayat, sanadnya tidak boleh

terputus dengan peristiwa yang melatarbelakangi. Wahidi

berpendapat bahwa tidak diperbolehkan berbicara asbabun nuzul

kecuali dengan menggunakan riwayat atau setelah mendengar

kesaksisan pelaku peristiwa tersebut. Namun beberapa ulama

berpendapat bahwa pengetahuan perawi tentang asbabun nuzul

sudah dianggap nuzul, sehingga dia tidak harus menyaksikan

sendiri peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat.

Untuk mengidentifikasi riwayat-riwayat shahih di antara

riwayat-riwayat yang tidak benar, bisa menggunakan cara

sebagai berikut :16

Hendaknya sanad riwayat, khususnya perawi terakhir adalah

orang yang bisa dipercaya, yakni harus orang maksum, atau

seorang sahabat yang bisa dipercaya, seperti Abdullah bin

Mas’ud, Ubay bin Ka’b dan Ibnu Abbas yang memang menguasai

Al- Qur’an dan diterima oleh umat atau dari kalangan tabi’in

yang mulia, seperti mujahid, Said bin Jubair dan Said bin

Musayyid yang tak pernag menulis hadis palsu dan tak pernah

memiliki motivasi untuk berbohong

Hendaknya kemutawatiran dan istifadhah (banyaknya) riwayat-

riwayat diteliti sejeli mungkin, meskipun teksnya berbeda-

beda namun satu kandungannya satu. Jika kandungannya

berbeda, masih memungkinkan untuk dipadukan sehingga

membuahkan keyakinan bahwa riwayat-riwayat yang berkaitan

16 M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Al- Qur’an,hal. 103-104

dengan pengalihan kiblat dan asbabun nuzul ayat-ayat Al-

Qur’an lainnya.

Riwayat-riwayat yang berhubungan dengan sababun nuzul ayat-

ayat Al-Qur’an, harus memiliki relasi yang kuat dan

menjelaskan. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa hadis itu

benar, meski dari segi sanad ilmu hadis,hadis itu tidak

shahih atau hasan. Dengan mengetahui relasi antara beberapa

peristiwa yang terekam oleh sejarah, kita bisa mengetahui

otentisitas kebenaran peristiwa itu. Jika tidak dengan cara

demikian, maka sulit untuk memastikan jalur kebenaran sanad.

Beginilah cara mengetahui peristiwa yang terkait ayat yang

diturunkan.

Berikut adalah beberapa contoh riwayat mengenai asbabun

nuzul, yaitu :

1. Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas,

misalnya “Ayat ini turun mengenai urusan ini”; sedang

riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang

berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan

adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas;

dan riwayat lain dipandang termasuk di dalam hukum ayat.

Contohnya ialah riwayat tentang sebab nuzul firman Allah:

Artinya : Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamubercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-

tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah(amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allahdan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. danberilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Riwayat yang menjelaskan hal ini adalah hadist yang

diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya dari Jabir

yang mengatakan : orang Yahudi berkata,”barang siapa

menggauli isterinya dari dubur akan mendapatkan anak yang

cacat.”kemudian turunlah ayat diatas. Sedangkan Imam Bukhari

meriwayatkan dari Ibn Umar yang mengatakan bahwa turunnya

ayat adalah dalam rangka menetapkan hukum haram terhadap

perbuatan menggauli Istri dari dubur. Dari dua riwayat

tersebut diatas, riwayat yang dianggap kuat adalah yang

datang dari Jabir, karena ia mengemukakan sebab yang tegas,

dan riwayat yang kedua dipandang sebagai penjelas terhadap

makna ayat.

2. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas,

seperti: “Ayat ini turun mengenai urusan ini”, atau “Aku

mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”. Maka dalam hal

ini tidak ada kontradiksi di antara riwayat-riwayat itu;

sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan

penjelasan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat dan

disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali

bila ada qarinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa

maksudnya adalah penjelasan sebab nuzul.

3. Apabila riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab

nuzul, sedang salah satu riwayat di antaranya shahih, maka

yang menjadi pegangan adalah riwayat yang shahih. Misalnya,

apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan ahli

hadits lainnya, dari Jundub al-Bajali: “Nabi menderita

sakit, hingga dua atau tiga malam tidak bangun malam.

Kemudian datanglah seorang perempuan kepadanya dan berkata:

‘Muhammad, kurasa setanmu sudah meninggalkanmu.’ Maka Allah

menurunkan firman ini

“Demi waktu dhuha; dan demi malam apabila telah sunyi; Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidaklah benci kepadamu.”

Sementara itu Tabarani dan Ibnu Abi Syaibah

meriwayatkan, dari Hafs bin Maisarah, dari ibunya, dari

budak perempuan pembantu Rasulullah: “Bahwa seekor anak

anjing telah masuk ke dalam rumah Nabi, lalu masuk ke kolong

tempat tidur dan mati. Karenanya selama empat hari tidak

turun wahyu kepadanya. Nabi berkata: ‘Khaulah, apa yang

telah terjadi di rumah Rasulullah ini? Sehingga Jibril tidak

datang kepadaku.’ Dalam hati aku berkata: ‘Alangkah baiknya

andai aku membenahi rumah ini dan menyapunya.’ Lalu aku

menyapu kolong tempat tidurnya, maka kukeluarkan seekor anak

anjing. Lalu datanglah Nabi sedang janggutnya tergetar.

Apabila turun wahyu kepadanya ia tergetar. Maka Allah

menurunkan (Demi waktu dluha) sampai dengan (lalu hatimu

menjadi puas).” Ibnu Hajar dalam Syarah Bukhari berkata:

“Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak anjing itu

cukup masyur. Tetapi bahwa kisah itu dijadikan sebab turun

ayat adalah suatu hal yang ganjil (gharib). Dalam isnad

hadits itu terdapat orang yang tidak dikenal. Maka yang

menjadi pegangan adalah riwayat dalam shahih Bukhari dan

Muslim.

4. Apabila riwayat itu sama-sama shahih namun terdapat segi

yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi

dalam kisah tersebut, atau salah satu dari riwayat-riwayat

itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang

didahulukan. Contohnya ialah hadits yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Aku berjalan

dengan Nabi di Madinah. Ia berpegang pada tongkat dari

pelepah pohon kurma. Dan ketika melewati serombongan orang-

orang Yahudi, seseorang di antara mereka berkata: ‘Coba kamu

tanyakan sesuatu padanya.’ Lalu mereka menanyakan:

‘Ceritakan kepada kami tentang ruh.’ Nabi berdiri sejenak

dan mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu tengah turun

kepadanya. Wahyu itu turun hingga selesai. Kemudian ia

berkata: (“Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku; dan

kamu tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit).” (al-

Isra’: 85).

Diriwayatkan dan dishahihkan oleh Tirmidzi, dari Ibnu

Abbas yang mengatakan: “Orang-orang Quraisy berkata kepada

orang Yahudi: ‘Berikan kami suatu persoalan untuk kami

tanyakan kepada orang ini (Muhammad).’ Mereka menjawab:

‘Tanyakan kepadanya tentang ruh.’ Lalu mereka tanyakan

kepada Nabi. Maka Allah menurunkan: (Dan mereka bertanya

kepadamu tentang ruh. Katakanlah ruh itu termasuk urusan

Tuhanku).” Riwayat pertama diketahui penanyanya adalah

seorang Yahudi dan turunnya di Madinah, sedang yang kedua

penanyanya seorang kafir dan turunnya ayat di Mekkah. Maka

yang dipandang kuat adalah yang pertama dengan alasan

perawinya adalah al-Bukhari, yang periwayatannya dipandang

lebih shahih daripada al- Tirmidzi. Kedua karena perawinya

yaitu Ibnu Mas’ud yang langsung hadir dalam peristiwa itu

dan menyaksikannya17

H. Penutup

Asbabun Nuzul adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang

sebab-sebab atau hal-hal yang melatarbelakangi turunnya ayat

Al-Qur’an. Mustahil bagi ahli tafsir dalam memahami ayat tanpa

melihat latar belakang ayat tersebut. Dengan mengetahui sebab

turunnya ayat dapat membantu memahaminya dengan baik dan

memahami apa maksudnya. Dalam mengistibathkan hukum juga tidak

akan ada kesalahan, karena memahmi asbabun nuzul merupakan

jalan kuat dalam memahami makna Al-Qur’an.

Para ulama bersepakat bahwa yang menjadi acuan hukum

adalah keumuman isi kandungan al-qur’an dan keumuman lafazh

17Syubhah, Al- Madkhal, hal.134-135

teks tersebut. Sedangkan asbabun nuzul ayat tersebut hanyalah

sekedar penyebab turunnya ayat. Untuk melihat keshahihan suatu

asbabun nuzul adalah dilihat siapakah perawi dari hadist

tersebut. Selain itu perawi tidak diperbolehkan berbicara

asbabun nuzul kecuali dengan menggunakan riwayat atau setelah

mendengar kesaksisan pelaku peristiwa tersebut. Syarat mutlak

adalah perawi harus menjadi saksi dan ada ditempat saat

terjadinya peristiwa atau kondisi tertentu kemudian turunlah

ayat.

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qardhawi, Yusuf, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an melalui Pemahaman

terj.Abdul Hayyie al- Kattani, Jakarta : Gema Insani 1999

Al- Zarqani, Syekh Muhammad Abdul Adzim, Manahil Al-‘Urfan Fi’ulum Al-

Qur’an terj.Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Jakarta : Gaya

Media Pratama, 2001

Al-Shalih, Shubhi ,Mahabits fii Ulum Al- Qur’an, Beirut : Dar al-‘Ilm

al- Malayin, 1985

As-Suyuthi, Jalaluddin, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an Terj.Tim Abdul

Hayyie, Jakarta : Gema Insani 2013

Hakim, M.Baqir, Ulumul Quran terj. Nashirul haq dkk, Jakarta : Al

Huda 2006

Khallaf,Abdul Wahab, ‘Ilm Ushul Fiqh, Kairo : Maktabah Al-Da’wah

al- Islamiyyah, 1956

Ma’rifat, M. Hadi, Sejarah Al- Qur’an terj.Thoha Musawa Jakarta : Al

Huda 2007

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an Kritik terhadap Ulumul Qur’an,

Terj. Khoiron Nahdliyin, Cet V Edisi Revisi,

Yogyakarta, : LKiS, 2005

Qathtan, Manna Khalil, Mahabits fii Ulum Al- Qur’an, Riyadh : Mansyurat

al- ‘Asr al-Hadits 1973

Shahab, Husein, Mengenal Asbabun Nuzul (Studi Khazanah Ilmu Al-Qur’an),

Jakarta : Lentera 2002

Suma, Muhammad Amin, Ulumul Qur’an, Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2013

Yusuf, Kadar M. Studi Al- Qur’an, Jakarta : Sinar Grafika 2009


Recommended