+ All Categories
Home > Documents > BAB 1 - UMY Repository

BAB 1 - UMY Repository

Date post: 08-Jan-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
35
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu unsur kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh individu atau sebagian besar masyarakat di Yogyakarta karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan masa depan generasi muda yang secara tidak langsung juga akan menentukan nasib kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia memiliki kaitan erat dengan kualitas pendidikan di Indonesia dimana kualitas pendidikan ditentukan oleh mutu para pelaku penerima pendidikan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta seharusnya memiliki andil yang besar dalam meningkatkan kualitas penerima pendidikan untuk kelangsungan kehidupan masyarakat Yogyakarta terutama dalam mengembangkan beberapa aspek dasar pendidikan dibidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mencanangkan pengembangan kualitas generasi muda dalam bidang pendidikan juga harus memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat Yogyakarta meliputi kondisi perekonomian perseorangan, kelompok masyarakat dan lembaga atau institusi yang terkait dengan pendanaan keuangan untuk menunjang kelangsungan pendidikan di Yogyakarta. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui perannya dalam mengevaluasi kondisi
Transcript

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu unsur kehidupan yang sangat

dibutuhkan oleh individu atau sebagian besar masyarakat di Yogyakarta karena

pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan masa

depan generasi muda yang secara tidak langsung juga akan menentukan nasib

kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Kehidupan berbangsa dan bernegara

masyarakat Indonesia memiliki kaitan erat dengan kualitas pendidikan di

Indonesia dimana kualitas pendidikan ditentukan oleh mutu para pelaku

penerima pendidikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Daerah Istimewa

Yogyakarta seharusnya memiliki andil yang besar dalam meningkatkan kualitas

penerima pendidikan untuk kelangsungan kehidupan masyarakat Yogyakarta

terutama dalam mengembangkan beberapa aspek dasar pendidikan dibidang

politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya, pemerintah Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam mencanangkan pengembangan kualitas generasi muda dalam

bidang pendidikan juga harus memperhatikan kondisi perekonomian masyarakat

Yogyakarta meliputi kondisi perekonomian perseorangan, kelompok masyarakat

dan lembaga atau institusi yang terkait dengan pendanaan keuangan untuk

menunjang kelangsungan pendidikan di Yogyakarta. Pemerintah Daerah

Istimewa Yogyakarta melalui perannya dalam mengevaluasi kondisi

2

perekonomian di Yogyakarta dapat direalisasikan dalam bentuk

penyelenggaraan program Kartu Menuju Sejahtera (KMS).

KMS merupakan sebuah identitas pelayanan sebagai bentuk pelaksanaan

dari program jaminan pendidikan daerah (JPD) dan kesehatan dari Pemerintah

Kota (Pemkot) Yogyakarta. KMS tersebut dapat dipergunakan sebagai sarana

jaminan layanan kesehatan (askeskin), program pemerintah dalam pembagian

beras miskin (raskin), serta penyaluran beasiswa bagi siswa tidak mampu

(Nurrochmah, 2015).

Sedangkan menurut Bayu Pradhana (2015), KMS adalah program

pemberian bantuan dari pemerintah kepada peserta didik dengan kriteria kurang

mampu secara ekonomi dengan pemberian kuota tertentu yang berada di

kawasan daerah Kota Yogyakarta dengan memberikan beasiswa. KMS memiliki

fungsi sebagai upaya pemerintah dalam memeratakan akses pendidikan yang

bermutu.

Berdasarkan pernyataan Nurrochman dan Bayu tersebut, KMS adalah

program Pemerintah Kota Yogyakarta yang sangat efektif dan efisien dalam

menunjang perkembangan mutu pendidikan di Yogyakarta. Sehubungan dengan

hal tersebut, Pemerintah Kota Istimewa Yogyakarta perlu mencanangkan

program dalam mengembangkan kualitas para generasi muda terutama pelajar

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Mengah Atas atau

yang sederajat dari segi pengawasan mutu pengajaran dan pembelajaran di tiap

sekolah, pemberian dana kesehatan kepada para pelajar serta pemberian dana

pendidikan kepada para pelajar tersebut.

3

Dalam penelitian ini dapat terlihat bahwa peran Pemerintah Kota

Yogyakarta dalam memberikan dana pendidikan lebih diperlukan oleh

masyarakat Yogyakarta terutama para orang tua atau wali murid karena dana

pendidikan yang dicanangkan oleh masing-masing sekolah baik sekolah formal

maupun non formal dirasa semakin mahal dari tiap periode. Hal ini membuat

para orang tua atau wali murid merasa resah mengingat beberapa faktor yang

mempengaruhi kemampuan mereka dalam pengeluaran biaya sekolah yang

kurang mendukung.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kemampuan para orang tua

atau wali murid untuk mengeluarkan biaya pendidikan kepada anak-anak

sekolah mereka adalah penghasilan yang belum mampu memenuhi besaran

biaya pendidikan untuk kebutuhan kegiatan belajar dan mengajar anak-anak

sekolah. Peran Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mendukung terciptanya

kelangsungan mutu atau kualitas pendidikan di Yogyakarta dapat dicapai

melalui program pemberian JPD kepada peserta didik terutama para pelajar

Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas atau

yang sederajat. JPD yang dimaksud sangat diharapkan oleh sebagian besar

masyarakat Yogyakarta dalam rangka mewujudkan kelancaran periode

pendidikan bagi para orang tua atau wali murid terutama orang tua murid yang

berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Menurut J. Satrio (2007), jaminan merupakan peraturan yang

berlandaskan hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara pemberi

dan penerima jaminan untuk tujuan yang positif dari kedua belah pihak.

4

Merujuk pada pernyataan Satrio tersebut, JPD sangat diperlukan oleh sebagian

besar pelajar di Yogyakarta karena JPD tersebut dapat diharapkan memacu

motivasi belajar para peserta didik dalam menjalani kegiatan belajar baik

pembelajaran di kelas maupun di luar kelas berupa kegiatan ekstrakulikuler

yang diadakan oleh masing-masing sekolah. Pemberian JPD oleh Pemerintah

Kota Yogyakarta dapat diwujudkan dalam bentuk KMS di bidang pendidikan

yang diberikan kepada para peserta didik yaitu pelajar sekolah.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah Yogyakarta melalui

Peraturan Walikota menunjang diadakannya program JPD yang tertuang pada

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pedoman

Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) khususnya di Kota Yogyakarta

yang menyatakan bahwa tujuan diberikannya JPD adalah agar tidak ada anak

usia sekolah dari keluarga pemegang KMS tidak bersekolah karena alasan biaya.

Selanjutnya, JPD diberikan kepada peserta didik yang bersekolah di Daerah dan

di Luar Daerah yang masih dalam kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dari

anggota keluarga pemegang KMS, dan peserta didik penghuni panti asuhan

swasta di Daerah.

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui program pemberian JPD kepada

peserta didik para pemegang KMS di bidang pendidikan menuai berbagai kritik

dari sebagian besar masyarakat Yogyakarta terkait dengan persebaran para

penerima KMS di bidang pendidikan yang kurang merata di beberapa area Kota

Yogyakarta. Peserta didik yang dimaksud adalah para siswa yang menempuh

pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan pada perguruan tinggi dimana

5

mereka diketahui masih memiliki hak dan kewajibannya dalam menyelesaikan

proses belajar serta mengikuti kegiatan atau aktivitas yang berhungan dengan

objek studi untuk mendukung kualitas pembelajaran.

Dalam penelitian ini menemukan beberapa permasalahan yang terkait

dengan persebaran jumlah penerima JPD pada peserta didik yang kurang merata

di Yogyakarta. Penelitian ini juga menemukan kasus terkait dari permasalahan

persebaran pemberian JPD kepada para peserta didik di Yogyakarta seperti yang

dinyatakan oleh Fauzan Nur Rokhim (2015) dalam penelitiannya yaitu angka

putus sekolah diketahui masih tinggi di Yogyakarta dan cenderung meningkat

tiap periode. Hal ini dikarenakan karena beberapa hal seperti terdapat

ketidaktepatan sasaran dalam menentukan keluarga KMS sehingga tidak semua

anak sekolah pemegang KMS menerima JPD, hal kedua adalah adanya

kesenjangan kompetensi yang cukup jauh di sekolah-sekolah negeri sehingga

mempengaruhi peningkatan mutu dan kualitas sekolah dimana hanya anak

sekolah negeri saja yang menerima JPD, dan yang ketiga adalah tidak

tercapainya tujuan dari JPD yaitu untuk mengurangi angka putus sekolah. Hal

ini dapat dilihat setelah program pemberian JPD dilaksanakan di Yogyakarta.

Kasus serupa yang terkait dengan persebaran JPD pada pemegang KMS

telah diteliti oleh Fajar Sidik (2014) dimana dalam penelitiannya dinyatakan

bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan

KMS di bidang pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota

Yogyakarta. Faktor-faktor tesebut diketahui menyebabkan belum efektifnya

kinerja para Petugas Sosial Masyarakat (PSM) dalam melakukan pendataan

6

KMS di bidang pendidikan terkait dengan pemberian JPD oleh Pemerintah Kota

terhadap masyarakat Yogyakarta. Salah satu faktor penyebabnya adalah

kurangnya pemahaman dan kejelasan mengenai pelatihan pendataan KMS. Hal

ini berpengaruh pada kualitas persebaran atau pemerataan penerima JPD.

Faktor berikutnya adalah tingginya subjektivitas Petugas Sosial

Masyarakat (PSM) dalam pendataan KMS, sehingga peran nepotisme sangat

tinggi dalam menentukan siapa yang menerima JPD. Faktor berikutnya adalah

unsur komunikasi dan koordinasi yang sulit dilakukan antara penyelenggara

JPD dengan pelaksananya sehingga besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman

antara keduanya yang berakibat pada tidak meratanya jumlah penerima JPD.

Sedangkan sebagai faktor pendukung terkait dengan kuantitas penerima JPD

adalah masih rendahnya kesadaran diri dari warga Yogyakarta yang masuk

dalam kategori ekonomi menengah ke atas dalam memahami fungsi JPD yang

ditujukan pada masyarakat miskin sehingga mereka menggunakan KMS untuk

motif memperoleh status pendidikan di sekolah negeri.

Kasus serupa sebagai dampak dari pelaksanaan program JPD yang

kurang efektif di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah angka putus sekolah yang

terus terjadi hingga saat ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2016,

disebutkan bahwa jumlah angka putus sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta

hingga tahun 2016 sebanyak 792 siswa lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Angka tersebut merupakan jumlah total dari semua kabupaten dan kotamadya

Yogyakarta. Jumlah angka anak putus sekolah meliput beberapa sekolah yang

didirikan oleh Dinas Pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan SMK serta sekolah

7

yang didirikan oleh Non Dinas Pendidikan seperti SD-MI, SLTP-MTS, dan

SLTA-MA. Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dilihat dalam tabel berikut

:

Tabel 1.1 Jumlah Murid Putus Sekolah menurut Jenjang Sekolah dari

Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta 2016

Tingkat

Sekolah

Kabupaten

Kulon

Progo

Bantul Gunung

Kidul

Sleman Yogyakarta D.I

Yogyakarta

Dibawah

Dinas

Pendidikan

1. SD 33 12 10 29 1 85

2. SM

P

152 37 52 23 14 278

3. SM

A

15 16 13 11 7 62

4. SM

K

28 46 53 31 162 320

Non Dinas

Pendidikan

1. SD-

MI

8 3 2 0 0 13

2. SLT

P-

MT

S

3 5 6 5 0 19

3. SLT

A-

MA

1 2 0 6 6 15

Jumlah/To

tal

240 121 136 105 190 792

Sumber website: www.bps.go.id

Pada tabel 1.1 diatas, menunjukan jumlah angka putus sekolah terbanyak

adalah siswa dari Kabupaten Kulon Progo sebanyak 240 siswa, Kota

Yogyakarta berada pada urutan kedua sebanyak 190 siswa, Kabupaten Gunung

Kidul pada urutan ketiga sebanyak 136 siswa, Kabupaten Bantul pada urutan

keempat sebanyak 121 siswa dan Kabupaten Sleman pada urutan terakhir

8

sebanyak 105 siswa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, semua jumlah

siswa putus sekolah tersebut sebagian besar adalah pemegang KMS, sehingga

dapat disimpulkan bahwa belum sepenuhnya para peserta didik pemegang KMS

menerima JPD dari pemerintah.

Merujuk pada Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016

Tentang Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) bahwa para pemegang KMS berhak

memperoleh JPD, namun pada kenyataannya bahwa angka putus sekolah di

Kota Yogyakarta justru menempati urutan kedua, maka pelaksanaan dari isi

Keputusan Walikota tersebut perlu dilakukan evaluasi sebagaimana semestinya.

Berdasarkan uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengevaluasi isi

Keputusan Walikota Nomor 271 Tahun 2016 terkait dengan persebaran

penerima JPD bagi peserta didik pemegang KMS yang kurang merata di setiap

Kabupaten dan Kota Yogyakarta.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penyusun merumuskan

masalah yaitu: “Bagaimana Evaluasi Penerapan Keputusan Walikota

Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pemberian Jaminan

Pendidikan Daerah Terhadap Persebaran Penerima Jaminan Pendidikan

Bagi Peserta Didik Pemegang KMS di Kota Yogyakarta 2016?”.

9

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

Mengevaluasi Penerapan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun

2016 Tentang Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) Terhadap

Persebaran Penerima Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) Bagi Peserta Didik

Pemegang KMS di Kota Yogyakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memperdalam kajian monitoring dan evaluasi dalam program

KMS.

b. Memberikan sumbangan pikiran dalam studi ilmu pada umumnya,

memberikan sumbangan ilmu yang berhubungan dengan program JPD

kepada masyarakat terutama keluarga penerima bantuan KMS.

c. Memberikan bahan referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya

dalam topik yang sama.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat dapat mengetahui apa tujuan dari program JPD dalam

program KMS.

b. Diharapkan dapat mengetahui mengenai pelaksanaan program JPD bagi

penerima KMS agar bisa memberikan pengetahuan bagi masyarakat.

c. Memberikan kontribusi pada pelaksanaan KMS dalam bidang

pendidikan khususnya di Kota Yogyakarta.

10

d. Dapat mengembangkan kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat

untuk pelaksanaan program JPD bagi pemegang KMS dengan

memberikan gambaran umum kepada masyarakat mengenai JPD.

e. Memberikan saran, masukan dan kritik kepada pemerintah mengenai

pelaksanaan program KMS bidang pendidikan terutama di Kota

Yogyakarta serta memberikan kontribusi pemikiran dan inovasi kepada

pemerintah untuk pengembangan program KMS.

1.5. Kerangka Teori

Sugiarto (2015) menjelaskan bahwa kerangka dasar teori merupakan

uraian atau penjelasan yang menjelaskan variabel-variabel dan hubungan antar

variabel yang di dasari konsep serta definisi tertentu. Menurutnya kerangka dasar

teori itu sangatlah penting dan mempunyai peranan dalam menjelaskan

permasalahan yang akan dipecahkan. Secara sederhana penelitian ini menjelaskan

bahwa kerangka dasar teori merupakan suatu landasan yang penting untuk

melakukan sebuah penelitian, seperti apa yang berkaitan dengan apa yang akan

diteliti.

Adapun kerangka dasar teori sebagai pendukung dalam melakukan

penelitian tersebut sebagai berikut:

1.5.1. Evaluasi Program

1. Pengertian Evaluasi

Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap

pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk

meramalkan, memperhitungkan dan mengendalikan pelaksanaan program

11

kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat

melihat kedepan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan

diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program.

Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai

secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya

dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk

perencanaan yang akan dilakukan di depan (Yusuf, 2000 : 3).

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing

menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan

program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran

(appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assesment) kata-kata yang

menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan

nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi

informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan

pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini kerena hasil tersebut memberi

sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan

atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa

masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000 : 11).

Anderson memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil

yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung

tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam, mengungkapkan bahwa evaluasi

merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang

bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan

12

(Arikunto, 2002 : 1). Patton dan Sawicki (1991) mengklasifikasikan metode

pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menjadi 6 yaitu :

a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek

penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi

sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan.

b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek

penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang

tidak mendapat dan yang mendapat kebijakan atau program, yang telah

di modifikasi dengan memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang

relevan di tempat kejadian peristiwa (TKP) dengan program terhadap

suatu TKP tanpa program.

c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji

suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual)

dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).

d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek

penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontrol atau

dikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti.

e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian

dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan atau

pengendalian terhadap kondisi yang diteliti.

f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang

hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana

(Arikunto, 2002 : 14).

13

Fungsi utama evaluasi, yang pertama memberi informasi yang valid dan

dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan,

nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua,

evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai

yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nugroho (2004) mengatakan

bahwa evaluasi akan memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya

mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan

kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan publik (Nugroho, 2004 :185).

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi

tentang bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi

tersebut digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang akan

ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan publik dilapangan yang hasilnya bisa

positif maupun negatif. Sebuah evaluasi yang dilakukan secara professional

akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya baik data,

analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan

memberikan manfaat kepada perumus kebaikan, pembuat kebijakan dan

masyarakat.

2. Jenis-jenis Evaluasi Program

Secara umum evaluasi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Evaluasi dalam Tahap Perencanaan

Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka

mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan

14

kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Suatu

hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode

yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan,

melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri.

b. Evaluasi dalam Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini evaluasi adalah suatu kegiatan dengan melakukan analisa

untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana.

Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan monitoring.

Mentoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa

rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat

sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut

sudah berubah, apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan

masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor

luar yang mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau

menghambat.

c. Evaluasi dalam Tahap Paksa Pelaksanaan

Dari sini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap

pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat

kemajuan pelasanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding

dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan

tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Nugroho, 2009 : 637).

15

3. Tujuan Evaluasi Program

Seperti yang disebutkan oleh Sudjana (2006 : 48) tujuan khusus evaluasi

program terdapat 6 hal, yaitu untuk :

a. Memberikan masukan bagi perencanaan program

b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan

tindak lanjut perluasan atau penghentian program.

c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau

perbaikan program.

d. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau

perbaikan program.

e. Memberikan masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan

(pengawasan, supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola

dan pelaksana program.

f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program

pendidikan luar sekolah.

Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk

melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat

menyajikan 5 jenis informasi dasar sebagai berikut :

a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah

pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan.

b. Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil

berdasarkan jumlah biaya yang digunakan.

16

c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar

unsur program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang

diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.

d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program

pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan

tentang individu, kelempok, lembaga atau komunitas mana yang

paling menerima pengaruh dari pelayanan setiap program.

e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program

(Sudjana, 2006 : 50).

1.5.2. Kebijakan Pendidikan

1. Pengertian Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan.

Ensiklopedia menyebutkan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan

kumpulan hukum atau aturan yang mengatur pelaksanaan sistem pendidikan, yang

tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan bagaimana mencapai tujuan tersebut

(Riant Nugroho, 2008). Sebagaimana di kemukakan oleh Mark Olsen & Anne-

Maie O’Neil kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan

eksistensi bagi negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan

perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi membawa nilai

demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung

oleh pendidikan (Riant Nugroho, 2008).

17

Marget E. Goertz mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan

dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan (Riant Nugroho, 2008).

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami dalam

penelitian ini sebagai bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan publik di

bidang pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan harus sebangun

dengan kebijakan publik. Di dalam konteks kebijakan publik secara umum, yaitu

kebijakan pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan

publik. Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan di bidang pendidikan,

untuk mencapai tujuan pembangunan negara di bidang pendidikan, sebagai salah

satu bagian dari tujuan pembangunan negara secara keseluruhan.

2. Aspek Kebijakan Pendidikan

Dalam kebijakan pendidikan juga terdapat aspek-aspek yang perlu

diperhatikan agar proses kebijakan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan

benar. Aspek-aspek yang tercangkup dalam kebijakan pendidikan menurut H.A.R

Tilaar & Riant Nugroho dalam Arif Rohman (2009) :

a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan mengenai

hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi manusia dalam

lingkungan kemanusiaan. Kebijakan pendidikan merupakan

penjabaran dari visi dan misi dari pendidikan dalam masyarakat

tertentu

b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu

praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Kebijakan

18

pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan,

pelaksanaan dan evaluasi.

c. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validasi dalam

perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan

itu. Bagi perkembangan individu, validasi kebijakan pendidikan

tampak dalam sumbangannya bagi proses pemerdekaan individu

dalam pengembangan pribadinya.

d. Keterbukaan (opennes). Proses pendidikan sebagai proses

pemanusiaan terjadi dalam interaksi sosial. Hal ini berarti bahwa

pendidikan itu merupakan milik masyarakat. Apabila pendidikan itu

merupakan milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai

tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan

perlu mendengar suara-suara atau saran dari masyarakat.

e. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu

kebijakan bukanlah suatu yang abstrak tetapi yang dapat

diimplementasikan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan

dari berbagai alternatif kebijakan sehingga perlu dilihat dari output

dari kebijakan tersebut dalam praktik.

f. Analisis kebijakan sebagaimana pula dengan berbagai jenis

kebijakan seperti kebijakan ekonomi, kebijakan pertahanan nasional

dan semua jenis kebijakan dalam kebijakan publik memerlukan

analisis kebijakan.

19

g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditunjukan kepada kebutuhan

peserta didik. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada

terbentuknya para intelektual organik yang menjadi agen-agen

pembaharuan dalam masyarakat bangsanya.

h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat

demokratis. Peserta didik akan berdiri sendiri dan mengembangkan

pribadinya sebagai pribadi yang kreatif pendukung dan pelaku dalam

perubahan masyarakatnya. Kebijakan pendidikan haruslah

memfasilitasi dialog dan interaksi dari peserta didik dan pendidik,

peserta didik dengan masyarakat, peserta didik dengan negaranya

dan pada akhirnya peserta didik dengan kemanusiaan global.

i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan

dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Apabila visi pendidikan

mencakup rumusan-rumusan yang abstrak, maka misi pendidikan

lebih terarah pada pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang

konkret. Kebijakan pendidikan merupakan hal yang dinamis yang

terus menerus berubah namun terarah dengan jelas.

j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan

pendidikan bukan semata-mata berupa rumusan verbal mengenai

tingkah laku dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan

pendidikan yang baik adalah kebijakan pendidikan yang

memperhitungkan kemampuan di lapangan, oleh sebab itu

pertimbangan-pertimbangan kemampuan tenaga, tersedianya dana,

20

pelaksanaan yang bertahap serta didukung oleh kemampuan riset dan

pengembangan merupakan syarat-syarat bagi kebijakan pendidikan

yang efisien.

k. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi

kepada kebutuhan peserta didik. Telah kita lihat bahwa pendidikan

sangat erat dengan kekuasaan. Menyadari hal itu, sebaiknya

kekuasaan itu diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik tetapi

kekuasaan untuk memfasilitasi dalam pengembangan kemerdekaan

peserta didik. Kekuasaan pendidikan dalam konteks masyarakat

demokratis bukannya untuk menguasai peserta didik, tetapi

kekuasaan untuk memfasilitasi tumbuh kembang peserta didik

sebagai anggota masyarakat yang kreatif dn produktif.

l. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuitif atau kebijakan

yang irasional. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan

rasional dari berbagai alternatif dengan mengambil keputusan yang

dianggap paling efisien dan efektif dengan memperhitungkan

berbagai jenis resiko serta jalan keluar bagi pemecahannya.

Kebijakan pendidikan yang intuitif akan tepat arah namun tidak

efisien dan tidak jelas arah sehingga melahirkan pemborosan-

pemborosan. Selain itu kebijakan intuitif tidak perlu ditopang oleh

riset dan pengembangannya. Verifikasi terhadap kebijakan

pendidikan intuitif akan sulit dilaksanakan dalam jangka waktu

21

tertentu sehingga bersifat sangat tidak efisien. Kebijakan intuitif

akan menjadikan peserta didik menjadi kelinci percobaan.

m. Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat.

Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan

mengorbankan kepentingan peserta didik. Seperti yang telah

dijelaskan, proses pendidikan adalah proses yang menghormati

kebebasan peserta didik. Peserta didik bukanlah objek dari suatu

projek pendidikan tetapi subjek dengan nilai-nilai moralnya.

3. Teori Persebaran Program JPD

Program JPD merupakan salah satu inovasi program di Bidang Pendidikan

yang telah diinisiasi oleh Pemkot Yogyakarta sejak tahun 2007/2008. Lahirnya

Program JPD ini merupakan wujud komitmen Pemkot Yogyakarta dalam

mendukung pelaksanaan wajib belajar tidak hanya 9 tahun, akan tetapi wajib

belajar 12 tahun. Adapun yang dimaksud dengan Program JPD adalah program

khusus di bidang pendidikan berupa pemberian bantuan dana sosial kepada warga

miskin yang terdaftar dalam KMS. Program JPD ini membuka kesempatan

kepada para siswa dari keluarga miskin untuk mendapatkan akses pendidikan

yang berkualitas dari jenjang pendidikan SD/SDLB/MI, SMP/SSMPLB/MTs,

hingga SMA/SMALB/MA/SMK baik bersekolah di Swasta maupun Negeri.

Tujuan diberikan JPD adalah agar tidak ada anak usia sekolah dari keluarga

pemegang KMS yang putus sekolah karena alasan ketiadaan biaya.

22

1.5.3 Kesejahteraan Masyarakat

1. Pengertian Kesejahteraan Masyarakat

Istilah kesejahteraan bukanlah hal yang baru, baik dalam wacana global

maupun nasional. Dalam membahas analisis tingkat kesejahteraan, tentu kita

harus mengetahui pengertian kesejahteraan terlebih dahulu. Kesejahteraan itu

meliputi keamanan, keselamatan, dan kemakmuran. Pengertian sejahtera menurut

W.J.S Poerwadarminta adalah suatu kedaan yang aman, santosa, dan makmur.

Dalam arti lain jika kebutuhan akan keamanan, keselamatan, dan kemakmuran ini

dapat terpenuhi, maka akan terciptalah kesejahteraan.

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materi,

spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dari

Undang-Undang di atas dapat kita cermati bahwa ukuran tingkat kesejahteraan

dapat dinilai dari kemampuan seorang individu atau kelompok dalam usahanya

memenuhi kebutuhan material dan spritualnya. Kebutuhan material dapat kita

hubungkan dengan pendapatan yang nanti akan mewujudkan kebutuhan akan

pangan, sandang, papan dan kesehatan. Kemudian kebutuhan spritual kita

hubungkan dengan pendidikan, kemudian keamanan dan ketentraman hidup.

Menurut konsep lain, kesejahteraan bisa di ukur melalui dimensi moneter

maupun non moneter, misalnya ketimpangan distribusi pendapatan, yang

didasarkan pada perbedaan tingkat pendapatan suatu daerah. Kemudian masalah

kerentanan (vulnerability), yang merupakan suatu kondisi dimana peluang atau

kondisi fisik suatu daerah yang membuat seseorang menjadi miskin atau akan

23

menjadi lebih miskin pada masa yang akan datang. Hal ini merupakan masalah

yang cukup serius karena bersifat struktural dan mendasar yang mengakibatkan

resiko-resiko sosial ekonomi dan akan sulit untuk memulihkan diri (recover).

Kerentanan merupakan suatu dimensi kunci dimana perilaku individu dalam

melakukan investasi, pola produksi, strategi penanggulangan dan persepsi mereka

akan berubah dalam mencapai kesejahteraan.

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup

yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat

melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah

daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi

sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial (Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2).

Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap

keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan dan cara

hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor

yang menentukan tingkat kesejahteraan (BKKBN 1992, diacu oleh Nuryani

2007).

Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi

dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga dapat dipenuhi

sesuai dengan tingkat hidup. Keluarga yang Sejahtera adalah keluarga yang

dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan

hidup spritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar

keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 52 Tahun 2009).

24

Kemenkokestra (Kementrian Koordinator Bidang Ekonomi, Kesejahteraan

Rakyat) menggambarkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan kondisi dan

realitas ke-Indonesia-an dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu dimensi

keadilan sosial, keadilan ekonomi, dan demokrasi. Di dalamnya terdapat dua

puluh dua indikator yaitu akses listrik, akses berobat, rekreasi, lama sekolah,

pemanfaatan jaminan sosial, usia harapan hidup, akses air bersih, akses sanitasi,

tingkat pengeluaran perkapita, tingkat pemerataan pendapatan, kepemilikan rumah

sendiri, bekerja, rasio pengeluaran terhadap garis kemiskinan, rasio PAD terhadap

APBD, akses terhadap sumber daya ekonomi, rasio biaya pendidikan terhadap

total pengeluaran, rasio biaya kesehatan terhadap total pengeluaran, akses

informasi, rasa aman, kebebasan sipil, hak politik dan lembaga demokrasi.

2. Indikator Kesejahteraan

Indikator kesejahteraan merupakan cara untuk mengukur tingkat

kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dapat digolongkan kedalam katagori

masyarakat yang sejahtera dimana masyarakat tersebut dapat mencakup beberapa

konsepsi.

Adapun kesejahteraan pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu :

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial.

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga

kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang

menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

25

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang

terorganisir untuk mencapai sejahtera.

Badan Pusat Statisik D.I.Yogyakarta (2016), menerangkan bahwa melihat

tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang

dapat diajadikan ukuran, antara lain :

1. Tingkat pendapatan kerja

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan

pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan

3. Tingkat pendidikan keluarga

4. Tingkat kesehatan keluarga terlihat dari kenaikan angka harapan

hidup dan tingkat keluhan kesehatan

5. Tingkat sosial ekonomi dapat diamati dari kondisi dan kualitas

rumah yang ditempati serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah

tangga. Dimana semakin baik kondisi dan kualitas rumah yang

ditempati, menggambarkan semakin baik keadaan sosial ekonomi

suatu rumah. Seperti penggunaan air bersih, rumah beralaskan

lantai atau tanah.

1.6. Definisi Konseptual

1.6.1. Evaluasi Keberhasilan JPD

JPD adalah salah satu program didalam sebuah kebijakan berupa

pemberian bantuan dana pendidikan bagi peserta didik pemegang KMS,

dimana dana yang diberikan bagi peserta didik tersebut dibagi menjadi dua

yaitu berupa dana personal dan dana operasional. Evaluasi keberhasilan

26

JPD adalah kegiatan yang sedang berlangsung yang akan dievaluasi guna

untuk mengetahui apakah kegiatan yang sudah berlangsung telah sesuai

dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati atau direncanakan.

1.6.2. Kebijakan Pendidikan

Pengertian Konsep Kebijakan Pendidikan adalah aturan-aturan tertulis

yang diputuskan oleh pemerintah yang berfungsi untuk mengatur dalam

bidang pendidikan atau yang berkaitan dengan pendidikan.

1.6.3. Persebaran Penerima JPD

Persebaran penerima JPD adalah persebaran peserta didik pemegang

KMS yang sedang menempuh pendidikan pada jenjang SD/MI/SDLB,

SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK yang mendapatkan

bantuan JPD secara merata.

1.6.4. Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat adalah dimana masyarakat sudah dirasa

mampu untuk memenuhi kebutuhan finansial atau kebutuhan pribadinya.

Seperti halnya dimana orang tua atau kepala keluarga mampu mencukupi

kebutuhan sehari-hari dan mampu membiayai anak dari segi pendidikan.

1.7. Definisi Operasional

1.7.1. Evaluasi Keberhasilan JPD

a. Persebaran JPD

b. Kesesuaian target atau sasaran dengan tujuan JPD

c. Output JPD

d. Manfaat Program JPD

27

1.7.2. Kesejahteraan Berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta

Nomor 271 Tahun 2016

a. Kesejahteraan untuk peserta didik penerima JPD

b. Kesejahteraan untuk sekolah dasar hingga menengah di Kota

Yogyakarta

c. Kesejahteraan untuk keluarga pemegang KMS

1.7.3. Indikator Kerja Utama Dalam Program JPD

28

Tabel 1.2 Teknik Pengumpulan Data

No. Teknik

Pengumpulan

Data

Data Yang

Dibutuhkan

Sumber Data

1. Wawancara -Nama narasumber

-Daftar pertanyaan

diajukan ke Dinas

Pendidikan:

1. Bagaimana

mekanisme

pelaksanaan JPD?

2. Persebaran JPD

a. Bagaimana

kesesuaian target

atau sasaran

dengan tujuan

JPD?

3. Apa indikator

keberhasilan JPD?

Apakah program

JPD sudah

berhasil?

4. Apakah IKU

(Indikator Kerja

Utama) dalam

program JPD ?

5. Evaluasi JPD

a. Apa output JPD?

b. Apa indikator

keberhasilan JPD?

Apakah program

JPD sudah

berhasil?

c. Apa manfaat

JPD bagi Kota

Yogyakarta?

6. Apakah dinas

pendidikan

memberikan

kebijakan

pemberian JPD

kepada peserta

didik yang putus

sekolah, sakit

menahun, napi,

bermasalah hukum

-Dinas

Pendidikan

-Orang tua siswa

penerima JPD

29

dan sosial serta

penghuni panti

asuhan negeri dan

swasta?

7. Kriteria

mahasiswa yang

seperti apa yang

menerima bantuan

JPD?

8. Berapa besaran

rupiah yang

diterima dinas

pendidikan dalam

pemberian JPD

oleh walikota

Yogyakarta

tahun2016?

- Daftar pertanyaan

diajukan kepada

orang tua siswa

penerima JPD

2. Dokumentasi -LKIP 2016

-RENSTRA 2016

-Data penerima

KMS per

Kecamatan 2016

-Dinas

Pendidikan Kota

Yogyakarta

-Dinas Sosial

Kota Yogyakarta

-DIKPORA DIY

1.8. Metode Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penerapan Keputusan Walikota

Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pemberian Jaminan Pendidikan

Daerah terhadap Persebaran Penerima Jaminan Pendidikan Bagi Peserta Didik

Pemegang KMS di Kota Yogyakarta akan menghasilkan suatu kesimpulan yang

mana dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian dalam rangka

memperoleh hasil kesimpulan tersebut.

30

Metode penelitian menurut Sugiyono (2010) merupakan cara yang

bersifat natural atau ilmiah dengan tujuan untuk memperoleh suatu data dalam

menunjang tujuan serta kegunaan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penerapan Keputusan Walikota

Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pemberian Jaminan Pendidikan

Daerah (JPD) di Kota Yogyakarta diharapkan dapat mengembangkan kinerja

pemerintah dalam melayani masyarakat untuk pelaksanaan program JPD bagi

pemegang KMS secara deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif.

Menurut Sugiyono (2008) penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu

metode penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mempelajari kondisi suatu

objek yang alamiah, dimana peran peneliti dalam hal ini adalah sebagai

instrumen pokok. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan pola triangulasi (gabungan), kemudian dilanjutkan

dengan proses analisis data yang bersifat induktif. Berdasarkan hal tersebut,

peneliti menggunakan data induktif untuk mendapatkan hasil penelitian yang

bersifat kualitatif yaitu peneliti akan lebih mengutamakan makna kejadian

secara keseluruhan. Jika dilihat dari teknik penyajian datanya, penelitian

tersebut merupakan penelitian yang menggunakan sistem deskriptif yaitu

menggambarkan suatu kejadian terkait dengan permasalan yang diangkat dalam

penelitian ini.

31

Pola penelitian deskriptif menurut Sugiono (2009) merupakan metode

penelitian yang mana peneliti akan menggambarkan serta menginterpretasikan

suatu objek sesuai dengan realita yang sebenarnya. Berdasarkan pernyataan

Sugiono tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif yang

dilakukan secara deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan suatu fakta dan

karakteristik dari objek dan atau subjek secara tepat dan akurat.

Hal ini berarti bahwa dalam melakukan penelitian ini akan

menggambarkan kejadian atau masalah di lapangan yaitu Evaluasi Penerapan

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pemberian

Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) di Kota Yogyakarta diharapkan dapat

mengembangkan kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat untuk

pelaksanaan program JPD bagi pemegang KMS terkait dengan kinerja

pemerintah dalam menetapkan. Selanjutnya dalam penelitian ini akan

mengumpulkan data-data mengenai persebaran penerima JPD menggunakan

instrumen tertentu kemudian dilanjutkan pada aktivitas analisa data dengan

menggunakan instrumen penelitian.

1.8.2. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini penyusun menggunakan beberapa metode untuk

memperoleh data dari lapangan, antara lain :

a) Wawancara

Sugiyono (2013) mengatakan dalam bukunya, wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam

32

suatu topik tertentu. Pada tahapan wawancara subjek sasaran

wawancara merupakan orang-orang di anggap mampu memberikan

informasi dan memiliki kedudukan di dalam struktur terkait

pengelolaan keuangan desa sehingga data yang di hasilkan akurat.

Pada penelitian ini wawancara dilakukan secara terperinci dengan

Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Sosial Kota Yogyakarta,

DIKPORA DIY sekaligus penerima JPD pemegang KMS di Kota

Yogyakarta. Pewawancara selalu menjadi pihak yang bertanya, dan

narasumber selalu menjadi pihak yang menjawab pertanyaan. Dalam

pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang merupakan

garis besar mengenai hal-hal yang akan ditanyakan.

b) Dokumentasi

Moleong (2009) dalam bukunya menjelaskan dokumentasi adalah

salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau

menganalisisi dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh

orang lain tentang subjek, dan mencari data mengenai hal-hal berupa

catatan, gambar, notulen rapat, dan lain-lain.

Pada penelitian ini penyusun akan melakukan dokumentasi berupa

data-data yang terkait guna memperkuat penelitian dan dokumentasi

berupa gambar guna melengkapi penelitian.

1.8.3. Lokasi Penelitian

Dalam pengembangan penelitian terkait Evaluasi Penerapan Keputusan

Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang Pemberian Jaminan

33

Pendidikan Daerah (JPD) Terhadap Persebaran Penerima Jaminan Pendidikan

Bagi Peserta Didik Pemegang KMS di Kota Yogyakarta, penulis mengambil

lokasi di Kota Yogyakarta.

1.8.4. Jenis dan Sumber data

Dalam melakukan penelitian suatu objek, memerlukan data sebanyak

mungkin. Karena data memberikan kekuatan dan kelancaran dalam penelitian

tersebut. Data yang terkait penelitian sangat banyak dan luas.

a) Data primer

Terkait data primer merupakan data yang dapat diperoleh langsung

dari lapangan atau tempat penelitian. Penulis menggunakan data ini

untuk mendapatkan informasi langsung terkait Evaluasi Penerapan

Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016. Berikut data

primer dalam penelitian:

Tabel 1.3. Data Primer Penelitian

Nama Data Sumber Data Teknik Pengumpulan

Data

Mekanisme pelaksanaan

JPD

Dinas Pendidikan Kota

Yogyakarta

Wawancara

Persebaran kebijakan JPD Dinas Pendidikan Kota

Yogyakarta

Wawancara

Indikator keberhasilan

program JPD

Dinas Pendidikan Kota

Yogyakarta

Wawancara

Indikator kerja utama

dalam program JPD

Dinas Pendidikan Kota

Yogyakarta

Wawancara

Evaluasi JPD Dinas Pendidikan Kota

Yogyakarta

Wawancara

34

b) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian atau

pelengkap dari data primer. Data sekunder merupakan data yang

diperoleh secara tidak langsung serta dapat dihasilkan oleh media,

dokumen atau informasi lainnya yang dapat membantu dalam

penelitian Evaluasi Penerapan Keputusan Walikota Yogyakarta

Nomor 271 Tahun 2016 terdiri dari :

Tabel 1.4 Data Sekunder Penelitian

Nama Data Sumber

Data penerima KMS per Kecamatan Dinas Sosial Kota Yogyakarta

LKIP 2016 Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

RENSTRA 2016 Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

Angka kelulusan per jenjang sekolah

dasar hingga menengah

Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dan

DIKPORA D.I.Y

1.8.5. Teknik Analisa Data

Menurut Sugiyono (2010) analisis data merupakan proses pencarian dan

penyusunan data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentasi. Peneliti akan mengelompokkan data-data tersebut

dalam bentuk katagori yang dilanjutkan dengan menguraikannya ke dalam suatu

unit-unit kemudian melakukan hipothesis yang disusun ke dalam pola. Peneliti

selanjutnya menyeleksi data yang penting dan yang akan dipelajari kemudian

membuat kesimpulan yang mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain

atau pembaca penelitian.

35

Berdasarkan pernyataan Sugiono di atas, penelitian mengenai Evaluasi

Penerapan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang

Pemberian Jaminan Pendidikan Daerah (JPD) di Kota Yogyakarta, peneliti akan

menganalisa data hasil wawancara dengan kepala Dinas Pendidikan terkait

pelaksanaan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016 Tentang

Pemberian Jaminan Pendidikan di Kota Yogyakarta dan persebarannya pada para

orang tua pemegang KMS dimana peneliti akan menganalisa isi hasil wawancara

dengan kebijakan pemerintah pusat berdasarkan isi Keputusan Walikota

Yogyakarta Nomor 271 Tahun 2016.


Recommended