Date post: | 26-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
5
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Jurnal penelitian oleh Jouko Vankka pada tahun 2013 [1] yang berjudul
“Sun Outage Calculator For Satellite Communications” membahas tentang
aplikasi sun outage kalkulator atau prediksi waktu sun outage menggunakan
JAVA. Pada jurnal penelitian tersebut dijelaskan bahwa sun outage terjadi saat
posisi matahari berada di belakang satelit, jika dilihat dari posisi bumi. Energi dari
matahari ber-interferensi dengan satelit sehingga mempengaruhi hasil penerimaan
pada stasiun bumi. Hal tersebut disebabkan meningkatnya noise temperature pada
arah downlink transmisi. Akibat dari sun outage akan terjadi degradasi ,
semakin besar diameter antena, semakin besar pula degradasi . Pada
jurnal tersebut terdapat beberapa faktor yang dilihat dalam memprediksi waktu
sun outage, yaitu satelit yang digunakan, diameter antena, frekuensi downlink,
solar flux density, outage angle dll.
Jurnal ilmiah dari Sindi dan Rianto Nugroho pada tahun 2013 [2] yang
berjudul “Perancangan Sistem Transmisi Sinyal DVB-S dan Terestrial UHF”
membahas tentang penggunaan Digital Video Broadcasting (DVB) untuk
mentransmisikan siaran TV/Video digital hingga ke pelanggan. Penelitian ini
melakukan perancangan sistem DVB-S dengan menggunakan satelit C-band serta
menggunakan band UHF pada transmisi terrestrial. Hasilnya dengan
menggunakan sistem transmisi DVB-S didapatkan C/N sebesar 20,86 dB, sistem
transmisi DVB-S sangat baik digunakan di Indonesia sebab negara Indonesia
memiliki banyak pulau – pulau dengan area yang cukup luas sehingga dengan
menggunakan transmisi sinyal DVB-S menjadi lebih hemat bandwidth.
Penelitian Tinno Daya Prawira pada tahun 2010 [3] yang berjudul “Analisis
Cross Polarization Pada Layanan VSAT Satelit Telkom-1” membahas tentang
pengaruh perbedaan arah rambatan yang akan mengakibatkan adanya Cross
Polarization Interference (CPI) yang menyebabkan penurunan kualitas transmisi.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang
ditimbulkan oleh crosspol tersebut dengan melakukan perhitungan parameter link
6
budget. Crosspol dapat diartikan sebagai gangguan carrier yang diakibatkan
ketidaktepatan polarisasi antena terhadap polarisasi satelit. Dari hasil perhitungan
link budget akan diperolah nilai C/N, yang mana nilai C/N ini menunjukan
bagaimana kualitas transmisi. Berdasarkan hasil pengukuran crosspol dan
perhitungan C/N pada penelitian tersebut, didapati kondisi link yang pergerakan
satelitnya dibatasi sebesar 0,05 dalam keadaan baik, karena nilai C/N total yang
fluktuatif tidak terlalu besar perubahannya.
.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Sistem Komunikasi Satelit
Satelit merupakan suatu objek yang mengitari bumi. Beberapa objek yang
dapat dikatakan sebagai satelit antara lain bulan, meteor dan benda-benda angkasa
lainnya. Satelit dibagi menjadi dua, yaitu satelit alami dan satelit buatan. Salah
satu satelit alami adalah bulan yang telah ada dan mengitari bumi sejak
terciptanya alam semesta. Sedangkan satelit buatan yaitu satelit yang diciptakan
oleh manusia yang salah satu fungsinya untuk melakukan komunikasi antar pulau
maupun antar negara. Gagasan tentang komunikasi satelit pertama kali dicetuskan
oleh Arthur C Clarke pada Tahun 1945, beliau yang juga seorang pengarang fiksi
ilmiah berpendapat dengan menempatkan satelit pada orbit Geostationer pada
ketinggian 35.786 km di atas permukaan bumi akan mempunyai kecepatan sudut
yang sama dengan kecepatan putaran bumi. Dengan demikian posisi satelit akan
selalu tetap terhadap setiap titik di permukaan bumi. Satelit yang berada pada
orbit ini bergerak dari arah timur ke arah barat mengikuti arah rotasi bumi.
Sistem komunikasi satelit secara umum terdiri dari sebuah satelit yang
befungsi sebagai stasiun pengulang (repeater) yang berada di luar angkasa yang
berhubungan dengan stasiun bumi. Sinyal yang dikirimkan dari stasiun bumi akan
diterima dan dikuatkan kembali oleh satelit dan selanjutnya dikirimkan kembali
ke stasiun bumi tujuan. Sistem komunikasi satelit ini biasanya digunakan di
daerah yang sulit dijangkau oleh jaringan terrestrial. Hal inilah yang menjadi
kelebihan sistem komunikasi satelit dibandingkan dengan sistem komunikasi
lainnya, sistem komunikasi satelit mampu menjangkau daerah-daerah yang
terpencil dan jauh [4].
7
2.2.2 Arsitektur Sistem Komunikasi Satelit
Terdapat dua elemen dasar dalam sistem komunikasi satelit yaitu stasiun
bumi (ground segment) dan satelit (space segment). Stasiun bumi berfungsi
mengirimkan sinyal informasi kearah satelit dengan menggunakan frekuensi yang
dinamakan Frekuensi Uplink dan sebaliknya satelit sebagai repeater tunggal di
luar angkasa akan meneruskan sinyal informasi ke arah tujuan dengan
menggunakan Frekuensi Downlink ke stasiun bumi tujuan. Gambar 2.1
merupakan konfigurasi sistem komunikasi satelit [4].
Gambar 2.1 Arsitektur sistem komunikasi satelit [4].
Masing-masing besaran frekuensi uplink dan downlink mengikuti aturan
standarisasi ITU-T dengan mengkategorikan besarnya frekuensi sesuai dengan
band-nya seperti Tabel 2.1. Aturan band frekuensi ini berlaku secara seragam di
seluruh dunia.
Tabel 2.1 Kategori besaran frekuensi sesuai dengan band-nya [4]
Band Uplink (Ghz) Downlink (Ghz) Bandwidth (Mhz)
C 5.9 – 6.4 3.7 – 4.2 500
X 7.9 – 8.4 7.25 – 7.75 500
Ku 14 – 14.5 11.7 – 12.2 500
Ka 27 – 30 17 – 20 Not fixed
30 – 31 20 – 21 Not fixed
Indonesia menggunakan dua tipe alokasi frekuensi satelit yaitu C-band dan
Ku-band, Tabel 2.2 merupakan keunggulan dan kekurangan dari kedua
frekuensi tersebut
8
Tabel 2.2 Alokasi frekuensi satelit di Indonesia [4]
Frekuensi Keunggulan Kekurangan
C-Band World wide availability Antena berukuran lebih besar
Teknologi yang termurah Rentan terhadap interferensi dari satelit
tetangga dan terrestrial microwave Tahan dari redaman hujan
Ku-Band Kapasitas relative besar Rentan terhadap air hujan
Antena berukuran lebih kecil (0,6 –
1,8 m )
Availability terbatas (faktor regional)
2.2.3 Cara Kerja Satelit
Tahapan dalam cara kerja satelit dibagi menjadi tiga yaitu, pada tahap
pertama satelit menerima sebuah sinyal yang kemudian pada tahap kedua satelit
akan memperbesar sinyal tersebut. lalu pada tahap ketiga, sinyal tersebut
dikembalikan ke bumi dan diterima oleh beberapa stasiun yang ada di bumi.
Gambar 2.2 merupakan komponen link satelit [5].
Gambar 2.2 Komponen link satelit [5].
9
Berikut adalah komponen – komponen dalam blok cara kerja satelit.
a. Endocer merupakan alat yang berfungsi mengolah sinyal analog kedalam
bentuk sinyal digital dengan sistem Pulse Code Modulation (PCM).
b. Modulator adalah alat yang berfungsi untuk modulasi, dengan modulasi
berarti sinyal informasi ditumpangkan pada sinyal pembawa yang memiliki
frekuensi lebih tinggi sehingga dapat mencapat jarak yang lebih jauh.
Masukan pada modulator adalah sinyal pita dasar yang akan memodulasi
pembawa Intermediate Frequency (IF).
c. Up Converter merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengubah sinyal
Intermediate Frequency (IF) menjadi sinyal Radio Frequency (RF).
d. High Power Amplifier (HPA) merupakan sub-sistem penguat daya, HPA /
Penguat daya tinggi adalah suatu perangkat yang berfungsi sebagai penguat
sinyal frekuensi tinggi (RF) yang dipancarkan agar dapat diterima satelit.
Posisi satelit berada pada -+36000 KM dari permukaan bumi, tegak lurus,
stasiun bumi ke satelit lebih jauh lagi, sehingga sinyal yang dipancarkan
dari bumi akan tiba pada satelit dengan arah yang rendah. Oleh karena itu
sebelum ditransmisikan ke satelit diperlukan perangkat penguat sinyal.
e. Decoder adalah alat yang memiliki fungsi berlawanan dengan encoder,
yaitu mengubah sinyal digital menjadi analog dengan Pulse Code
Modulation (PCM) [5].
2.2.4 Tipe Orbit
Orbit adalah sebuah tempat untuk meletakan satelit yang berlokasi pada titik
tertentu. Terdapat tiga macam orbit yang terdapat di luar angkasa yaitu :
a. Orbit polar
Satelit yang berada pada orbit polar ini memiliki coverege area yang luas
serta satelit pada orbit ini akan melintasi daerah kutub utara dan kutub
selatan beberapa kali dalam satu hari, oleh sebab itu satelit orbit polar
memiliki kemiringan 90 derajat ke khatulistiwa (jenis orbit ini memiliki
inklinasi atau penyimpangan sebesar 90 derajat dari orbit geostationer).
Orbit polar ada dua macam yaitu orbit polar sun-synchronous dan orbit
polar circular. Orbit polar sun-synchronous biasanya digunakan untuk
tujuan observasi bumi seperti pengamatan cuaca, sumber alam, dan sebagai
10
satelit mata-mata. Sedangkan orbit polar circular banyak digunakan untuk
tujuan komunikasi. Satelit – satelit yang berorbit polar berada pada
ketinggian ± 200 km – 2000 km (berorbit rendah) [6].
Gambar 2.3 Orbit Polar [6]
b. Orbit stationer
Orbit stationer merupakan sebuah orbit yang menempatkan satelit untuk
tetap berada pada posisinya mengacu pada sebuah titik atau lokasi. Satelit
yang berorbit pada stasioner memiliki kecepatan yang sama dengan
kecepatan bumi berputar, satelit orbit ini berada pada ketinggian 36.000 km.
Satelit komunikasi milik Negara Indonesia yang berorbit pada stasioner
adalah satelit seri palapa. Terdapat tiga jenis satelit berdasarkan
ketinggiannya yang termasuk kedalam orbit stationer, yaitu :
1. Low Earth Orbit (LEO)
Satelit ini mengorbit pada ketinggian ± 500 – 1500 km, satelit ini
digunakan untuk remote Sensing dan peramalan cuaca karena jarak
mereka dengan permukaan bumi yang tidak terlalu jauh. Selain itu
satelit yang mengorbit di LEO digunakan untuk komunikasi suara
karena memiliki delay propagasi yang kecil.
2. Medium Earth Orbit (MEO)
Satelit ini mengorbit pada ketinggian ± 9000 – 20.000 km. Satelit ini
memiliki delay propagasi lebih besar dibanding LEO namun untuk
coverage area, satelit MEO mempunyai wilayah coverage area lebih
besar dari LEO.
11
3. Geostasionery Earth Orbit (GEO)
Orbit geostationary adalah orbit sinkron yang paling banyak digunakan,
periode rotasinya sama seperti bumi yaitu 23 jam dan 56 menit. Satelit
yang berada di orbit geostationary periode rotasi dan revolusinya akan
sama seperti bumi sehingga bagi seorang pengamat di bumi satelit
tersebut akan tampak diam. Satelit ini mengorbit pada ketinggian ±
36.000 km, delay propagasi pada orbit ini lebih besar dibandingkan LEO
dan MEO karena letaknya yang sangat jauh dari bumi. Untuk mengikuti
jejak sebuah satelit geostationery relatif mudah karena satelit terus
menerus tampak dari dalam daerah pelayanan di bumi [6].
Gambar 2.4 Tipe orbit berdasarkan ketinggiannya [6]
c. Orbit eliptical
Orbit eliptical adalah garis edar satelit yang berbentuk elips terhadap bumi.
Dengan bentuk orbit elips tersebut maka menghasilkan suatu jarak yang
tidak sama pada setiap posisi dengan permukaan bumi, pada satelit yang
berorbit eliptical maka akan terjadi satu posisi terjauh dari permukaan bumi
dan satu posisi terdekat dengan permukaan bumi. Posisi terjauh dari
permukaan bumi disebut posisi apogee sedangkan posisi yang terdekat
dengan permukaan bumi dinamakan posisi perigee. Satelit yang berorbit di
eliptical berada pada ketinggian 50.000 km, dan jenis satelit yang berorbit
ditujukan untuk keperluan komunikasi intelejen dan peringatan dini (early
warning system) yang dapat melaporkan percobaan – percobaan senjata
nuklir [6].
12
Gambar 2.5 Orbit Eliptical [6]
2.2.5 Sun Outage
Sun outage merupakan sebuah peristiwa saat satelit berada di tengah antara
bumi dan matahari. Dengan posisi ini, maka satelit menempati jarak terdekat
dengan matahari sehingga menyebabkan perangkat space segment mengalami
panas yang meningkat secara drastis dan menyebabkan berkurangnya kinerja dari
satelit itu sendiri [7].
Gambar 2.6 Ilustrasi gerhana satelit (sun outage) [7]
Sun Outage biasanya terjadi pada satelit buatan yang mengorbit bumi pada
orbit geostasionery yang tepat berada pada garis ekuator atau khatulistiwa
(ketinggian 36.000 kilometer). Peristiwa sun outage adalah saat bumi – satelit –
matahari berada dalam satu garis sejajar, dimana terpengaruh oleh outage angel.
Nilai outage angel dapat diketahui dengan persamaan berikut :
13
Outage angel =
+ 0,25° [7]
Sun outage adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Satelit geostasionary
secara tetap akan mengalami dua kali Sun Outage setiap tahunnya. Hal ini dapat
menggagu sistem komunikasi satelit karena energi thermal yang dipancarkan
matahari pada saat Sun Outage mengakibatkan interferensi sesaat pada semua
sinyal satelit, termasuk gelombang mikro frekuensi yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan satelit (C-band, Ku band, dan Ka band), sehingga
satelit mengalami kehilangan komunikasi dengan stasiun bumi [7].
2.2.6 Penerapan Sistem Komunikasi Satelit pada TV
Salah satu penerapan sistem komunikasi satelit adalah sebagai media
transmisi siaran TV di Indonesia. Hal ini terjadi karena siskomsat dianggap cocok
sebagai media transmisi TV dengan kelebihannya yaitu area cakupan yang luas.
Satelit dalam hal ini berfungsi mengirimkan sinyal dari stasiun uplink ke
downlink. stasiun uplink mengirimkan sinyal informasi ke satelit yang kemudian
diteruskan ke stasiun transmisi daerah untuk kemudian dipancarkan ke pelanggan
secara terrestrial [8].
Gambar 2.7 Ilustrasi Sistem Komunikasi Televisi (TV) [8]
Agar stasiun bumi yang berada di daerah dapat menerima sinyal informasi dari
satelit maka dibutuhkan IRD ( Integrated receiver decoder ). Untuk kebutuhan
14
broadcasting di daerah dibutuhkan receiver profesional agar informasi yang
diterima memiliki kualitas yang baik sehingga saat diteruskan ke pelanggan
kualitas dari informasi tetap dalam kondisi baik [8].
2.2.7 Parameter receiver ericsson RX8200
Pada stasiun transmisi NET TV Banyumas menggunakan receiver Sony
Ericsson RX 8200.
Gambar 2.8 Receiver Sony Ericsson RX 8200 [9]
Gambar 2.8 adalah receiver Ericsson RX8200 memiliki fungsi untuk
mengubah sinyal satelit yang diterima oleh LNB (Low Noise Block) sehingga
bisa ditampilkan menjadi audio dan video melalui media televisi. Teknologi
satelit ini memiliki keunggulan utamanya yaitu siaran televisi dapat diterima
oleh seluruh pelosok Negeri yang menjadi cakupan area satelit, baik desa
maupun perbatasan yang jauh dari jangkauan sinyal UHF atau VHF. Downlink
dari satelit menggunakan teknologi transmisi digital, sehingga apabila
mendapatkan suatu sinyal televisi akan jernih tidak bersemut berbeda dengan
siaran televisi analog yang bersemut jika sinyal yang didapatkan lemah.
Receiver RX8200 ini memiliki parameter utamanya yaitu pada indikator LED
lamp di bagian depan. Masing – masing warna mendefinisikan kondisi dari
suatu downlink.
Terdapat tiga warna yang menyala pada receiver ini, masing masing warna
mendefinisikan kondisi dari downlink satelit untuk lebih jelasnya lihat Tabel
2.3 berikut [9]. Ketiga warna di bawah sangat berpengaruh terhadap kualitas
siaran televisi, warna merah menandakan tidak ada koneksi atau lost, maka
siaran pada televisi akan hilang total. Warna orange adalah status receiver
pada kondisi major, yaitu masih berada pada channel yang dituju namun
masih terdapat error maka berpengaruh terhadap siaran telvisi yaitu tidak
adanya audio dan video yang ditampilkan. Warna hijau atau no error adalah
status receiver dalam kondisi yang normal dan siaran televisi dalam kondisi
15
yang stabil, audio dan video yang dikeluarakan dari receiver ini dalam kondisi
yang normal [9].
Table 2.3 Indikator warna pada receiver Sony Ericsson RX 8200 [9]
Indikator Warna Keterangan
Hijau (no error) Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa
receiver pada channel yang dituju dan
berfungsi sesuai pengaturan yang
dibuat.
Orange (major or minor error) Kondisi ini mengidentifikasi bahwa
receiver berada pada saluran channel
yang dituju namun terdapat kondisi
error yang terdeteksi pada settingan
receiver ini.
Merah (critical error) Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa
receiver hilang dari channel yang
dituju.
2.2.7.1 Tampilan setting parameter receiver Sony ericsson RX 8200
Gambar 2.9 Menu Input Receiver Sony Ericsson Rx8200 [9]
16
Gambar 2.5 merupakan tampilan utama untuk setting parameter siaran
televisi yang dituju. Untuk mendapatkan dari frekuensi, polaritas dan symbol rate
dari suatu channel televisi maka dapat mendapatkannya melalui situs
www.lyngsat.com. Berikut adalah keterangan – keterangan dari menu input
receiver Sony Ericsson RX 8200.
a. LNB LO Frequency adalah menu yang digunakan untuk memasukan
frekuensi kerja channel televisi
b. Satellite Frequency merupakan menu yang digunakan untuk memasukan
frequency satelit
c. Symbol Rate merupakan menu yang digunakan untuk memasukan informasi
symbol rate dari suatu channel televisi.
d. Search Mode merupakan menu Search Mode yang digunakan yaitu bisa
auto dan manual
e. LNB Power merupakan menu LNB Power untuk memilih tegangan yang
dikeluarkan oleh receiver menuju LNB yaitu 13V dan 18 V. Tegangan 13V
digunakan untuk polatiras Vertical dan 18 V digunakan untuk polaritas
Horisontal [9].
Gambar 2.10 Parameter receiver ericsson RX8200 [9].
Gambar 2.10 adalah parameter receiver ericsson RX8200 yang digunakan,
hasil parameter ini akan keluar jika sudah menekan menu apply changes.
Parameternya adalah :
a. RF Selection adalah Pilihan dari menu RF yang dipilih dan di dalamnya
terdapat settingan menu yang sudah kita atur sebelumnya.
17
b. Lock Status adalah menu yang menunjukan sedang berada pada channel
saluran televisi.
c. Sinyal Level Estimates adalah menu yang menunjukan estimasi level sinyal
yang diterima.
d. BER (Bit Error Ratio) merupakan sejumlah bit digital bernilai tinggi pada
jaringan transmisi yang ditafsirkan sebagai keadaan rendah atau sebaliknya,
kemudian dibagi dengan sejumlah bit yang diterima atau dikirim atau
diproses selama beberapa periode yang telah ditetapkan. Jumlah bit error
(kesalahan bit) adalah jumlah bit yang diterima dari suatu aliran data
melalui jalur komunikasi yang telah berubah karena gangguan (noise),
interferensi, distorsi, atau kesalahan sinkronisasi bit.
e. C/N (Carrier to noise ratio) adalah perbandingan antara level power sinyal
pemodulasi dengan sinyal noise yang diterima pada perangkat penerimaan.
Pengukuran C/N ini biasanya dilakukan pada tingkat IF (Intermediate
Frequency) sebelum sinyal masuk ke demodulator untuk menunjukkan
kualitas sinyal pemodulasi yang sampai pada penerima.
f. C/N margin yakni semakin tinggi nilai margin yang dihasilkan oleh receiver
maka akan semakin baik kualitas audio video yang diterima.
g. Modulation Format yang digunakan pada receiver yaitu QPSK [9].
Gambar 2.11 Tampilan utama receiver Sony Ericsson RX8200
Gambar 2.11 menunjukan level C/N dan margin yang dihasilkan dengan
downlink satelit Telkom-1 Nilai margin dan C/N ini akan naik turun sesuai
dengan kondisi cuaca pada saat itu dan power RF yang diterima LNB dari satelit
Telkom-1 [9].
2.2.8 Jenis – Jenis Modulasi Digital
Modulasi merupakan sebuah proses perubahan suatu gelombang periodik
sehingga menjadikan sebuah sinyal mampu membawa suatu informasi. Dengan
proses modulasi suatu informasi bisa dimasukan kedalam sebuah gelombang
pembawa, biasanya berupa gelombang sinus berfrekuensi tinggi. Terdapat tiga
18
parameter kunci pada suatu gelombang sinusoidal yaitu amplitude, fasa, dan
frekuensi.
a. Amplitude Shift Keying (ASK) yaitu metode pengiriman sinyal berdasarkan
pergeseran amplitude dengan cara mengubah-ubah amplitudenya. Keuntungan
yang diperoleh dari metode ini adalah bit rate (kecepatan digital) lebih besar,
sedangkan kekurangannya adalah sulit dalam menentukan level acuan yang
dimiliki yakni setiap sinyal yang diteruskan melalui saluran transmisi jarak
jauh selalu dipengaruhi oleh redaman dan distorsi lainnya. Oleh karena itu
metode ASK hanya digunakan untuk komunikasi jarak dekat saja [10].
b. Frequency Shift Keying (FSK) yaitu metode pengiriman sinyal melalui
pergeseran frekuensi, metode ini merupakan suatu bentuk modulasi yang
memungkinkan gelombang modulasi menggeser frekuensi output gelombang
pembawa. FSK merupakan metode modulasi yang sering digunakan, dalam
prosesnya gelombang pembawa digeser keatas dan kebawah untuk
memperoleh bit 1 dan bit 0. Kondisi ini masing-masing disebut space dan
mark. Tipe modulasi ini biasanya digunakan untuk komunikasi data dengan bit
rate yang rendah [10].
c. Phasa Shift Keying (PSK) yaitu metode pengiriman sinyal melalui pergeseran
fase. Dalam proses modulasi ini fase dari frekuensi gelombang pembawa
berubah-ubah sesuai dengan perubahan status sinyal informasi digital. Sudut
fase harus mempunyai acuan kepada pemancar dan penerima, untuk
memperoleh stabilitas frekuensi perlu suatu teknik yang kohern dengan PSK
yang berbeda-beda. Tipe modulasi ini biasanya digunakan untuk transmisi data
dengan kecepatan tinggi. Ada dua jenis modulasi PSK yaitu BPSK dan QPSK.
1. BPSK adalah bentuk sederhana dari PSK. BPSK menggunakan dua
tahap yang dipisahkan sebesar 180 derajat yang sering disebut 2-PSK.
Modulasi ini hanya mampu memodulasi 1bit/simbol dan dengan
demikian makan modulasi ini tidak cocok untuk aplikasi data-rate yang
tinggi bandwidthnya dibatasi.
2. QPSK atau biasa disebut quartennary atau quardriphase PSK atau 4-
PSK. QPSK menggunakan empat titik pada diagram konstilasi, terletak
pada sekitar suatu lingkaran. Dengan empat tahap QPSK dapat
mengdekode dua bit per simbol. Hal ini berarti dua kali dari BPSK.
Analisis menunjukan bahwa ini mungkin digunakan untuk
19
menggandakan data rate jika dibandingkan dengan sistem BPSK.
Walaupun QPSK dapat dipandang sebagai suatu modulasi quarternary,
lebih mudah untuk melihatnya sebagai dua quadrature carriers yang
termodulasi tersendiri [10].
2.2.9 Parameter Link Budget
Perhitungan link budget merupakan perhitungan level daya yang dilakukan
untuk memastikan bahwa level daya penerimaan lebih besar atau sama dengan
level daya yang dikirimkan. Tujuannya untuk menjaga keseimbangan gain dan
loss dari antena pemancar (Tx) ke antena penerima (Rx).
2.2.9.1 Link Intermediete Data Rate (IDR)
Link IDR ini merupakan perhitungan parameter-parameter data carrier (info rate).
Data rate ( R ) = info rate (IR) + over head…………………….(2.1)
Untuk mengetahui besarnya transmission rate dapat dihitung berdasarkan
persamaan 2.2
Transmission rate (Tr) =
……………………………..……(2.2)
Tr = laju transmisi (bps)
R = laju data (bps)
FEC = forward error correction dengan nilai = ½, 2/3, ¾, 5/6, 7/8
Untuk mengetahui besarnya symbol rate dapat dihitung dengan persamaan 2.3
berikut.
Symbol rate =
……………………………………………….(2.3)
Dengan :
n (indeks modulasi) = 1 (BPSK) ; 2 (QPSK); 3 (8PSK) ; 4 (16QAM)
Sedangkan untuk mengetahui besarnya bandwidth yang dipakai dapat dihitung
berdasarkan persamaan 2.4.
Bandwidth = (1+α)
…..……………………………………..(2.4)
B = bandwidth (Khz)
20
n = indeks modulasi
α = suatu ketetapan (roll faktor) dengan nilai α = 0,2 (BW occupied)
dan α = 0,4 (BW allocated)
2.2.9.2 Penguatan antena stasiun bumi (Gant)
Penguatan antena stasiun bumi dipengaruhi oleh 3 komponen utama yaitu besar
frekuensi uplink atau downlink (f), diameter antena (D), dan efisiensi antena (η).
Berdasarkan 3 komponen tersebut maka dapat dihitung nilai penguatan antena nya
(G) dengan menggunakan persamaan 2.5 berikut.
Gant = 20,4 + 20 log f (Ghz)+ 20 log D (m)+ 10 log η …………(2.5)
Gant = penguatan antena pemancar atau penerima (dB)
f = frekuensi uplink atau downlink (Ghz)
D = diameter antena pemancar atau penerima (m)
η = efisiensi antena pemancar atau penerima (%)
2.2.9.3 Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan besarnya daya suatu
carrier yang dipancarkan oleh suatu antena, satuannya dinyatakan dalam dB Watt.
Nilai EIRP merupakan total penguatan antena (G) dengan daya pancar (P). EIRP
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6 :
EIRPSB = P HPA (dBw) + Gant (dB) – feed Loss (dB)………(2.6)
EIRPSB = kekuatan daya pancar stasiun bumi (dBw)
P HPA = daya pancar HPA (dBw)
Gant = penguatan antena pemancar (dB)
Feed loss = rugi – rugi feeder (dB)
2.2.9.4 Redaman propagasi
Redaman propagasi terjadi akibat penggunaan media transmisi berupa udara
(atmosfer) dan melalui ruang hampa (diluar angkasa). Redaman ini menyebabkan
menurunnya kekuatan dan kualitas sinyal. Redaman propagasi terdiri atas:
a. Redaman ruang bebas (free space loss)
21
Redaman ruang bebas muncul akibat perambatan sinyal dari pemancar ke
penerima melalui ruang hampa pada komunikasi satelit. Free space loss
(FSL) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.7 berikut.
FSL = 32,5 + 20 log f(Mhz) + 20 log R(Km)………………….(2.7)
FSL = rugi –rugi ruang bebas (dB)
f = frekuensi uplink atau downlink (Ghz)
R = jarak antara stasiun bumi ke satelit (km)
Besar nilai FSL berkisar antara 196 sampai 200 dB.
b. Redaman hujan (rain attenuation)
Redaman hujan mengakibatkan menurunnya daya terima serta
meningkatnya noise dari sistem penerima. Perhitungan redaman hujan
dipengaruhi oleh frekuensi yang digunakan, curah hujan, dan jarak
lintasan propagasi yang dilalui hujan. Prosedur untuk menghitung redaman
hujan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ketinggian hujan efektif (hg) dapat diketahui berdasarkan
posisi derajat lintang selatan (LS), dan parameternya dibagi menjadi
dua bagian. Nilai hg dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.8 berikut.
4 0o < θ < 36
o
hg = θ ≥ 36o …..…………………….(2.8)
4 – 0,075 (θ-36o)
hs = posisi SB terhadap ketinggian permukaan laut (km)
hg = ketinggian hujan (km)
θ = posisi lintang SB (oLS)
2. Menghitung panjang slant path yang terpengaruh hujan (Ls) dapat
menggunakan persamaan 2.9 dan 2.10.
Ls =
[
]
untuk El ≤ 5o ……………….(2.9)
Ls =
untuk El ≥ 5
o ……………….(2.10)
Ls = panjang slant path (km)
Rb = jari – jari bumi = 42.164 km
El = elevasi SB
3. Menghitung proyeksi horizontal panjang slant path yang terpengaruh
hujan (LG) dengan menggunakan persamaan 2.11.
22
LG = Ls cos El …………………………………………………(2.11)
LG = panjang slant path yang terpengaruh hujan (km)
4. Menentukan intensitas laju curah hujan (rain intensity) untuk
presentase 0,01% (r0,01) sesuai lokasi stasiun bumi.
5. Menghitung faktor reduksi (r0,01) redaman hujan dengan persamaan
2.12.
r0,01 =
……………………………………………….(2.12)
r0,01 = faktor reduksi
6. Menghitung koefisien regresi redaman hujan spesifik A dan B
berdasarkan tabel 2.3 dengan menggunakan persamaan 2.13 dan 2.14.
A=
……………………………….(2.13)
B= ( )
……….……..(2.14)
A dan B = koefisien regresi redaman hujan spesifik
Ʈ untuk polarisasi vertical = 90o
Ʈ untuk polarisasi horizontal = 0o
Ʈ untuk polarisasi circular = 45o
Berikut adalah tabel 2.3 untuk koefisien rain rate
Tabel 2.4 Koefisien Rain rate
KOEFISIEN RAIN RATE
Frek
(Ghz)
Ah Av Bh Bv
2 0,000154 0,000138 0,963 0,923
4 0,00065 0,000591 1,121 1,075
6 0,00175 0,00155 1,308 1,265
7 0,00301 0,00265 1,332 1,312
8 0,00454 0,00395 1,327 1,31
9 0,0101 0,00887 1,276 1,264
12 0,0188 0,0168 1,217 1,2
15 0,0367 0,0355 1,154 1,128
20 0,0751 0,691 1,099 1,065
23
Setelah faktor – faktor yang mempengaaruhi nilai redaman hujan
diketahui maka nilai redaman hujan bisa diketahui dengan
menggunakan persamaan 2.15.
LRA = A x x Ls x f0,01 …………………………………(2.15)
Dengan :
LRA = redaman hujan (dB)
c. Redaman atmosfer (atmosfer attenuation)
Gelombang elektromagnetik akan mengalami redaman dan degradasi daya
pada saat melewati atmosfer bumi yang disebabkan oleh penyerapan dan
penghamburan oleh partikel-partikel atmosfer bumi. Redaman akan
semakin besar apabila frekuensi pembawa diperbesar hingga panjangnya
mendekati ukuran partikel. Besarnya atmosfer attenuation berkisar antara
0,02 dB.
d. Pointing loss
Pointing loss pada stasiun bumi merupakan sudut antara sumbu sorotan
utama (main beam) antena dengan arah satelit sebenarnya. Pointing loss
ini dapat menyebabkan adanya penurunan gain antena kearah satelit.
Semakin besar pointing loss maka gain antena semakin berkurang.
Pointing loss dipengaruhi oleh diameter antena dan besarnya frekuensi
yang digunakan. Untuk menghitung pointing loss dapat menggunakan
persamaan 2.16.
Lpointing = 12 [
………………………………………(2.16)
Lpointing = rugi – rugi pointing
D = diameter antena transmite atau receive (m)
F = frekuensi transmite atau receive (Ghz)
Setelah faktor – fakor yang mempengaruhi nilai redaman propagasi
diketahui, maka nilai redaman propaasi bisa diketahui dengan
menggunakan persamaan 2.17 berikut.
Lpropagasi = FSL + LRA + LATM + Lpointing
Dengan :
FSL = rugi – rugi ruang bebas (dB)
LRA = redaman hujan (dB)
24
LATM = redaman atmosfer (dB)
Lpointing = rugi-rugi pointing (dB)
2.2.9.5 PFD, SFD, dan PAD
Power flux density (PFD) adalah daya yang menunjukan seberapa besar
daya yang dipancarkan oleh suatu terminal dari bumi dapat diterima
oleh satelit. PDF dapat dihitung dengan persamaan 2.18.
PFD = EIRP – 162,12 +LRA +LATM …………………………(2.18)
PFD = rapat fluks daya (dBw/m2)
Saturnated flux density (SFD) merupakan rapat daya sinyal dalam
dBw/m2 yang diterima suatu satelit agar cukup untuk mensaturnasi
penguatan daya besar pada EIRP maksimum. Untuk mengatur nilai
SFD maka pada tiap transponder terdapat programmable attenuation
device (PAD) yang berfungsi sebagai komponen peredam sinyal.
2.2.9.6 Input back-off (IBO) dan output back-off (OBO)
Input back off (IBO) merupakan penurunan daya masukan dibawah
daya masukan jenuh yang diperlukan untuk membuat transponder
menjadi jenuh. Output back off (OBO) merupakan penurunan daya
keluaran dibawah daya keluaran jenuh. IBO dan OBO bisa dijadikan
acuan yang menunjukan penempatan titik kerja dibawah titik saturnasi,
yang masih berada pada kelinieran daerah kerja dari penguat
transponder satelit.
IBOcxr atau OBOcxr merupakan IBO atau OBO dari setiap carrier
pada saat amplifier dibebani dalam kondisi multi carrier. IBOcxr atau
OBOcxr dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.19 dan 2.20
berikut.
IBOcxr = SFD + PAD – PFD ……………………………….(2.19)
OBOcxr = IBOcxr – (IBOagg – OBO agg) …………………(2.20)
IBOcxr = input back off per carrier (dB)
OBOcxr = output back off per carrier (dB)
Setelah IBO dan OBO diketahui, maka nilai EIRP satelit dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan 2.21.
25
EIRPsat = EIRPsaturnasi - OBOcxr……………………………….(2.21)
2.2.9.7 Figure of merit (G/T)
G/T merupakan perbandingan antara penguatan penerimaan antena
dengan noise temperature. G/T dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.22.
G/T = GR – 10.log Ts…………………………………………(2.22)
G/T = gain to temperature (dB)
GR = penguatan antena penerima maksimum (dB)
Ts = temperature system (K)
Untuk mengetahui nilai GR dapat menggunakan persamaan 2.23.
GR = Gant – feed loss …………………………………………..(2.23)
Untuk mengetahui nilai Ts, maka terlebih dahulu mengetahui nilai
Tin oleh karena itu dapat menggunakan persamaan 2.24 berikut.
Tin =
…………………………………….(2.24)
2.2.9.8 Carrier To Noise Ratio (C/N)
Carrier to noise ratio (C/N) uplink merupakan nilai perbandingan antara
carrier yang diterima dengan sinyal noise yang dihasilkan dalam suatu link.
Terdapat 2 buah jenis C/N yaitu C/N uplink dan C/N downlink yang
dituliskan dalam persamaan 2.25 dan persamaan 2.26.
C/Nuplink = EIRPSB - LpropagasiTx + G/Tsatelit – k – B ……………(2.25)
C/Ndownlink = EIRPSB - LpropagasiRx + G/TsatelitSB – k – B ……….(2.26)
C/N = carrier to noise (dB)
K = konstanta Boltzman (1,38 x 1023 J/K = -228,6 dBw Hz/K)
B = badwidth occupied (Hz)
Setelah mengetahui nilai C/N uplink dan downlink maka untuk mengetahui
sinyal secara keseluruhan harus menghitung C/N total. Untuk mencari C/N
total dapat menggunakan persamaan 2.27 berikut.
= ((
up + (
down + (
…………………(2.27)
26
Agar komunikasi dapat berlangsung maka yang ditransmisikan harus berada
di atas ambang. Perbedaan dalam dB anatara ambang (minimum) dengan
yang diharapkan disebut link margin. Untuk mencari link margin dapat
menggunakan persamaan 2.28.
Link margin = C/N total – C/N required ………………………(2.28)
Untuk mengetahui nilai C/N required dapat menggunakan persamaan 2.29
berikut.
C/N required = Eb/Norequired + 10 log
……………………..(2.29)
Link margin = batasan carrier minimal (dB)
C/N required = carrier to noise required (dB)
Eb/No = energi per bit to noise density ratio (dB)
2.2.10 European Standart (Telecommunication Series)
Untuk standart nilai Eb/Norequired pada sistem DVBS MPEG-2 ada beberapa
standart yang harus dipatuhi, Tabel 2.5 berikut merupakan standart Eropa untuk
seri telekomunikasi EN 300 421 V1.1.2 dalam menentukan nilai Eb/Norequired [12].
Tabel 2.5 Standart Eb/Norequired [12]
Inner Code Rate Required Eb/No for BER = 2x10-4
After
Viterbi WEF after Reed-Solomon
1/2 4,5
2/3 5,0
3/4 5,5
5/6 6,0
7/8 6,4