MAKALAH KELUARGA BERENCANA
“CONTRACEPTIVE TECHNOLOGY UPDATES”
DOSEN MATA KULIAH :
Dr. Hj. Desmiwarti, SpOG (K)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I :
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
i
1. PENY ARIANI
2. BAIQ RICCA AFRIDA
3. RATIH ANISSA AULIA
4. DHINI ANGGRAINI DHILON
5. SUCI NANDA RESTI
TARIGAN
6. DIAN EKA NURSYAM
7. LIRA DIAN NOVITA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada
Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Keluarga Berencana dengan judul
“Contraceptive Technology Updates”. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keluarga Berencana yang
diampu oleh dr. Hj. Desmiwati, Sp.OG (K) pada program
pascasarjana ilmu kebidanan Universitas Andalas Padang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang
ini.
Padang, September 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................i
DAFTAR ISI................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................1
A. Latar Belakang.......................................1
B. Tujuan...............................................2
C. Manfaat Makalah......................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................3
A. Definisi Kontrasepsi.................................3
B. Program Baru BKKBN...................................3
C. Metode Kontrasepsi Terkini...........................4
1. Metode Sederhana 7
2. Metode Modern 14
3. Metode Operasi35
4. Vaksin Kontrasepsi 42
BAB III PENUTUP...........................................49
DAFTAR PUSTAKA...........................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, kontrasepsi sering kali dianggap sebagai
cara untuk menjarangkan kehamilan atau mengurangi jumlah
penduduk. Seiring dengan perkembangan, masalah kontrasepsi
tersebut, kini menjadi bagian dari masalah kesehatan
reproduksi. Keberadaan metode dan alat-alat kontrasepsi
terkini, memaksa para penyelenggara pelayanan Keluarga
Berencana untuk memperbaharui pengetahuannya. Masalah-
masalah kontrasepsi telah memasuki tahapan yang jauh lebih
rumit, yaitu menyangkut masalah kesetaraan gender dan hak
asasi manusia.
Teknologi kontrasepsi berkembang sangat pesat dalam
waktu tiga dasawarsa terakhir ini. Standarisasi pelayanan
kontrasepsi secara nasional dan oleh Badan Internasional
(misal: WHO) telah diterbitkan secara berkala.
Sayangnya,perkembangan tersebut tidak selalu diikuti dengan
cermat oleh para petugas kesehatan dan keluarga berencana di
Indonesia.
Berbagai kontroversi timbul dalam perkembangan
teknologi kontrasepsi selama ini, khususnya mengenai dampak
negatif penggunaan kontrasepsi bagi wanita dalam jangka
panjang. Banyak berbagai pertanyaan yang diajukan tentang
berbagai risiko negatif penggunaan kontrasepsi, tetapi
sangat sedikit penyampaian informasi tentang dampak positif
kontrasepsi kepada kesehatan reproduksi wanita. Padahal,
1
kontrasepsi tidak hanya memiliki dampak negatif, tetapi
memiliki dampak positif seperti mencagah jenis kanker
tertentu dan anemia yang seringkali dijumpai pada wanita di
Indonesia.
Oleh karena itu, secara berkala perlu dilakukan
sosialisasi “contraceptive technology update” bagi para
ilmuwan, petugas pelayanan kesehatan dan KB agar mereka
mampu mengikuti perkembangan alat, obat dan cara kontrasepsi
terkini. Dengan meningkatnya pengetahuan mereka, pelayanan
KB di Indonesia diharapkan dapat meningkat kualitasnya,
sehingga sasaran KB yang ditetapkan dalam Pembangunan
Nasional dapat dicapai.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive
Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk
pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan
istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan
penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah
ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk
institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas,
dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat
maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan
pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang
teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara
petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi
keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya
memerlukan penyegaran pengetahuan dan keterampilan yang
2
disesuaikan dengan kemajuan teknologi kontrasepsi maupun
perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan KB bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa
sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan.
Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya
bidan. Bidan merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal
senada tercantum dalam Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010
yang menyatakan bahwa bidan dalam menjalankan praktiknya
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan
kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan
pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Para anggota IBI
diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas
pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi
pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang
meliputi keahlian, kompetensi, peralatan, sarana, prasarana,
dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini
diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat
sesuai dengan standar sehingga dapat memuaskan
klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
jumlah akseptor KB.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi
terkini
2. Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi
terkini terhadap pelayanan kebidanan
3
C. Manfaat Makalah
1. Sebagai bahan pembantu materi yang akan dipelajari
pada mata kuliah keluarga berencana
2. Sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dalam memahami
implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap
pelayanan kebidanan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi asal kata dari ‘kontra’ yang berarti
mencegah/ menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti
pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi
kontrasepsi diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan
sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara,
baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui
prosedur operasi.
Menurut Kamus BKKBN (2011) Kontrasepsi adalah Obat atau
alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan). Jenis
kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang mengandung
hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi non-
hormonal (IUD, Kondom).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada.
Kontrasepsi ideal itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak menimbulkan efek yang
4
mengganggu kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur menurut
kebutuhan; 4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan
koitus; 5. Tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6. Mudah
pelaksanaanya; 7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima
penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan.
B. Program Baru BKKBN
Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah
diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan
“Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dalam paradigma baru Program Keluarga Berencana
ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati
hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam
meningkatkan kualitas keluarga (Sarwono, 2003).
Berdasarkan visi dan misi tersebut, program Keluarga
Berencana Nasional melalui pemilihan alat kontrasepsi yang
tepat mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan
kualitas penduduk.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) pada 2011 akan memprioritaskan tiga program
peningkatan partisipasi KB, yaitu program KB bagi generasi
muda memasuki usia nikah, program KB bagi penduduk miskin,
5
dan program KB bagi penduduk di daerah terpencil dan
perbatasan (Kompas, 2010).
Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengemukakan hal itu sebelum
memimpin rapat Penyerahan Daftar Isian Proyek Anggaran
(DIPA) 2011 kepada jajaran BKKBN di Jakarta. Penekanan tiga
prioritas program tersebut, karena sesuai hasil evaluasi
pelayanan Program KB pada 2010, kepesertaan KB bagi kalangan
penduduk miskin dinilai masih rendah, termasuk penduduk di
daerah terpencil dan perbatasan, serta sosialisasi program
bagi generasi muda menjelang usia nikah juga masih kurang.
Adanya anggaran untuk program KB Nasional termasuk BKKBN
pada 2011 yang mencapai Rp 2,4 triliun, maka tiga sasaran
kesertaan KB tersebut, termasuk di luar tiga sasaran juga
mampu meningkatkan kesertaan KB Nasional (Kompas, 2010).
Dengan anggaran Program KB yang cukup, maka BKKBN akan
mampu memenuhi target rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) periode 2009-2014 antara lain penurunan pertumbuhan
penduduk dari 1,4 persen per tahun saat ini menjadi 1,1
persen pada 2014, serta penurunan angka kesuburan wanita
(TFT- total fertility rate) dari 2,4 menjadi 2,1 pada 2014.
Kesertaan KB Pria yang baru mencapai 1,5 persen saat ini,
BKKBN bekerjasama Unair Surabaya dan Indofarma telah
mengembangkan alat kontrasepsi oral (pil) KB Pria berupa
fitofamarka dari buah gandarusa yang dijadwalkan diluncurkan
penggunaan pada akhir 2011 mendatang. Fitofarmaka (pil) jamu
tersebut telah diujicobakan pada fase I bagi 36 pria yang
terbukti tidak memiliki efek samping, selanjutnya pada fase
II akan diujicobakan bagi 200 pria, sehingga nantinya
6
diharapkan dapat disosialisasikan masyarakat luas untuk
peningkatan kesertaan KB pria (Kompas, 2010).
C. Metode Kontrasepsi Terkini
Saat ini, lebih dari 100 juta perempuan di Afrika
Tengah, Selatan, sub-Sahara dan Asia Tenggara memiliki
kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi karena
faktor yang terkait metode. Alasan utama adalah kekhawatiran
perempuan terhadap efek samping alat kontrasepsi saat ini.
Selain itu, mereka ingin tambahan pilihan metode yang dapat
digunakan sesuai kebutuhan. Perempuan lainnya memiliki suami
yang menentang penggunaan keluarga berencana dan mereka
ingin metode yang dapat digunakan secara terselubung.
Tantangan struktural juga menciptakan rintangan. Metode long-
acting (jangka panjang) membutuhkan infrastruktur klinis untuk
penyisipan dan penghapusan kontrasepsi, dan metode short-
acting memerlukan kunjungan berkelanjutan ke penyedia
layanan untuk pengambilan berkala. Bagaimana kita dapat
mengisi kesenjangan dan memperluas pilihan bagi para
perempuan itu?
Kontrasepsi suntik adalah salah satu metode yang paling
populer di seluruh dunia, namun tingkat penghentian dapat
setinggi 50 persen pada tahun pertama, seringkali karena
perempuan melewatkan tindak lanjut. Sebuah metode suntik
dengan interval yang lebih panjang antar injeksi ulang akan
lebih memudahkan wanita dan penyedia, dan kemungkinan lebih
berjangka panjang dibandingkan dengan pilihan injeksi saat
ini. Kemungkinan lain adalah implan biodegradable yang tidak
7
memerlukan tindakan pengambilan, yang mungkin sulit untuk
diakses dalam sumber daya yang terbatas, atau sistem implan
reservoir yang dapat dihentikan dan diteruskan oleh seorang
wanita tanpa pernah harus dihapus.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan
metode mudah yang memberikan perlindungan ganda terhadap
kehamilan dan infeksi/ penyakit menular seksual, termasuk
HIV. Pendekatan non-steroid akan mengatasi kebutuhan
perempuan yang ingin menghindari efek samping dari metode
hormonal umum, sementara pendekatan non operasi untuk
sterilisasi bisa lebih aman bagi perempuan yang tidak ingin
anak lagi.
Keterjangkauan adalah masalah penting. Teknologi yang
paling inovatif sering terlalu mahal bagi perempuan di
negara-negara termiskin. Hal ini terutama berlaku untuk
beberapa metode long-acting. Meskipun tersedia untuk lebih dari
25 tahun, penggunaan implan masih terbatas di negara
berkembang hingga saat ini, sebagian besar karena biaya.
Meningkatnya ketersediaan implan yang lebih terjangkau
berpotensi untuk meningkatkan akses dan membantu menurunkan
harga implan secara keseluruhan. Sistem hormone-releasing
intrauterine system (dikenal sebagai Mirena) yang telah sangat
populer di pasar Amerika dan Eropa hanya tersedia pada skala
yang sangat kecil di negara berkembang, karena harga tinggi.
Selama empat dasawarsa terakhir ini, teknologi
kontrasepsi telah berkembang dengan pesat. Perkembangan
tersebut diarahkan agar teknologi kontrasepsi dapat
mengatasi masalah pertumbuhan penduduk secara maksimal.
8
Dengan kata lain, aspek kegagalan penggunaan kontrasepsi
(terjadinya kehamilan) adalah satu-satunya pertimbangan
utama dalam pengembangan alat dan obat kontrasepsi (Coffee
dan Salak, 1998). Kedepan perkembangan teknologi kontrasepsi
perlu mempertimbangkan hak-hak reproduksi dan aspek
kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam
perkembangan teknologi kontrasepsi antara metode pria dan
wanita. Saat ini kontrasepsi perempuan telah berkembang
secara pesat dengan berbagai alternatif dan angka kegagalan
yang sangat rendah (Kammen, Oudshoorn, 2004). Sebaliknya,
kontrasepsi pria masih terbatas jenisnya, karena tidak
dikaitkan dengan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi
seseorang dan aspek kesetaraan gender. Masalah inilah yang
menjadi landasan mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi
perlu lebih mengarah pada teknologi kontrasepsi pria (Keder,
2002).
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut
pemahaman yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat
kontrasepsi yang diperlukan. Tuntutan ini, semakin hari
semakin nyata, sehingga sekarang disadari bahwa aspek
keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan terjadi
ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan. Sampai
hari ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih
didominasi bagi perempuan. Sementara itu, pemahaman perilaku
terhadap pengaturan kelahiran juga masih didominasi bagi
perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan perilaku pria.
Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang
kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi
9
perempuan dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004).
Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian
difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan
kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus
memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel
dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma
didalam semen). Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit
bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada
wanita. Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat
melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya
untuk menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya.
Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria
terutama dalam hal:
1. Menekan jumlah sperma yang dikeluarkan.
2. Variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan
azoospermia.
3. Meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan.
Selain metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai
penelitian kontrasepsi pria telah difokuskan pada metode
immunocontraception (Suri, 2005). Metode ini pada prinsipnya
juga didasarkan pada metode hormonal dan telah dikembangkan
sampai tahapan uji klinik pada manusia. Disamping itu
dilakukan pula penelitian dengan metode SMA (Styrene maleic
anhydride) yaitu metode non bedah yang menggunakan pendekatan
metode non hormonal untuk kontrasepsi pria. Cara kerjanya
melalui perusakan membran sperma, mengurangi fungsi sperma,
dan menghambat fertilisasi. Dari review berbagai penelitian
juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat kontrasepsi non-
10
hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al,
2005).
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan
sampai saat ini masih belum dapat diedarkan di pasaran
sebagai mana alat kontrasepsi pada perempuan. Masih
diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan
untuk kepentingan program keluarga berenacana. Untuk itu
perlu pemahaman lebih lanjut agar perkembangan metode
kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua pihak.
Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi
memang terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat
kontrasepsi. beberapa alat kontrasepsi diantaranya :
1. Metode Sederhana
a. Metode tanpa alat
1) KBA
2) Metode kalender
a) Mekanisme kerja
Metode kalender menggunakan prinsip berkala
yaitu tidak melakukan persetubuhan pada masa
subur istri. Untuk menentukan masa subur istri
digunakan tiga patokan, yaitu :
1. Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid yang
akan datang
2. Sperma dapat hidup dan membuahi selama
48 jam setelah ejakulasi
3. Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi
Nampaknya cara ini mudah dilaksanakan ,
tetapi dalam praktiknya sukar untuk menetukan
11
saat ovulasi dengan tepat, karena hanya sedikit
wanita yang mempunyai daur haid teratur, dan
juga dapat terjadi variasi terutama
pascapersalinan dan pada tahun-tahun menjelang
menopause.
b) Cara menentukan masa aman
Pertama dicatat lama siklus haid selama tiga
bulan terakhir, tentukan lama siklus haid
terpendek dan terpanjang. Kemudian sikus haid
terpendek dikurangi 18 hari, dan siklus haid
terpanjang dikurangi 11 hari. Dua angka yang
diperoleh merupakan rentang masa subur. Dalam
jangka waktu subur tersebut pasangan suami
istri harus pantang melakukan hubungan
seksual, sedangkan diluar waktu tersebut
merupakan masa aman.
3) Metode pantang berkala
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam metode
KB pantang berkala dapat diambil suatu rangkuman
sebagai berikut :
a) Prinsipnya adalah tidak melakukan hubungan
seksual pada masa subur. Patokan masa subur
adalah sebagai berikut :
1. Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid yang
akan datang
2. Sperma dapat hidup dan membuahi selama
48 jam setelah ejakulasi
12
3. Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah
ovulasi
b) Enam langkah menentukan masa aman dalam
pantang berkala
1. Tentukan siklus haid terpendek
2. Tentukan siklus haid terpanjang
3. Siklus haid terpendek dikurangi 18
4. Siklus haid terpanjang dikurangi 11
5. Tentukan masa ovulasi
6. Tentukan masa aman
Contoh : haid terakhir tanggal 9 maret 2011,
maka perhitungan pantang berkala berdasarkan enam
langkah tersebut adalah sebagai berikut :
Siklus terpendek = 29
Siklus terpanjang = 36
29-18 = 11
36-11 = 25
Masa ovulasi mulai dari hari ke 16 sampai dengan
hari ke 25 siklus haid, yaitu 19 maret sampai
dengan 2 april 2011. Masa aman mulai hari pertama
sampai ke-9 siklus haid dan hari ke 26 sampai 9
hari setelahnya yaitu mulai 9-17 maret dan 3-16
april 2011.
4) Metode Suhu Basal
Cara lain untuk menentukan masa aman ialah
dengan suhu basal tubuh. Menjelang ovulasi suhu
basal tubuh akan turun dan kurang lebih 24 jam
setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai
13
lebih tinggi dari pada suhu sebelum ovulasi.
Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan
waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti
setiap hari. Suhu basal diukur waktu pagi segera
setelah bangun tidur dan sebelum melakukan
aktivitas.
Penggunaan suhu basal dan penentuan masa aman
akan meningkatkan daya guna pantang berkala. Namun
suhu basal tubuh dapat pula meningkat pada beberapa
kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur
yang tidak teratur. Oleh karena itu dianjurkan
untuk tidak melakukan hubunganseksual sampai
terlihat suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu
pagi) berturut-turut. Panjang siklus haid yang
teratur adalah 28-30 hari. Dengan mengenal tanda-
tanda premenstruasi maka saat ovulasi dapat
diperkirakan.
a) Efek samping
Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan
frustasi. Hal ini dapat diatasi dengan pemakaian
kondom atau tablet vagina saat berhubungan.
b) Daya guna
Gana guna teoritis adalah 15 kehamilan per
100 wanita per tahun. Daya guna pemakaian ialah
20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya
guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola
cara rintangan, misalnya kondom atau spermisida
disamping pantang berkala.
14
5) Metode lendir serviks
Metode ovulasi dikembangkan pada tahun 1950-an
oleh dua orang dokter warga Negara Australia yaitu
DRS. Evelyn dan John Billing. Validasi metode ini
dilakukan dengan menghubungkan pengawasan
terhadapa perubahan lender servik wanita yang dapat
dideteksi di vulva dan peningkatan jumlah estrogen
pada fase folikuler siklus menstruasi.
Pola yang diidentifikasi menunjukkan bahwa
seorang wanita dapat memperkirakan masa ovulasi
dengan cukup akurat tanpa harus memperhatikan
perubahan basal tubuh. Perubahan lender serviks
selama siklus menstruasi merupakan pengaruh
estrogen. Pola yang tidak subur dapat dideteksi
baik pada fase pra ovulasi maupun pasca
ovulasisiklus menstruasi. Pada seorang wanita
merupakan sensasi pada vulva dan keberadaan lender
sepanjang hari ketika ia melakukan aktivitas
hariannya, catat hasil pengamatannya sebelum hari
berakhir. Selama pencatatan siklus yang pertama
tidak boleh melakukan hubungan seksual agar
familiar terhadap sensasi dan adanya lender.
Kemudian ia harus belajar membedakan lender servik
dengan cairan semen, pelumas seksual yang normal
dan rabas vagina. Wanita tidak boleh melakukan
penyemprotan untuk membersihkan vagina karena
tindakan ini dapat menghilangkan cairan vagina.
15
Perubahan lender serviks selama siklus menstruasi
adalah sebagai berikut :
a) Pada bagan terdapat beberapa hari setelah
menstruasi dimana wanita memiliki pola kering
pada vulva yang tidak berubah.
b) Selanjutnya fase praovulasi
c) Hari-hari tidak subur pasca ovulasi dimulai
pada hari keempat setelah masa puncak dan
berlanjut sampai menstruasi.
Pasangan yang ingin menghindari kehamilan harus
mengikuti beberapa aturan sebagai berikut :
a) Peraturan hari awal
1. Hubungan seksual harus dihindari selama
hari-hari perdarahan menstruasi yang
berat. Lender serviks dapat tidak
terdeteksi karena ada perdarahan
menstruasi
2. Hubungan seksual diperbolehkan setiap 2
malam selama hasil pengamatan menunjukkan
BIP. Sehari setelah melakukan hubungan
seksual dipertimbnagkan sebagai hari subur
karena ada cairan semen yang dapat
menghalangi pengamatan terhadap lendir.
3. Apabila terlihat perubahan dari BIP, maka
pasangan tidak boleh melakukan hubungan
pada hari tersebut dan hari-hari
berikutnya selama masih terjadi perubahan
dan tiga hari kemudian ketika BIP kembali
16
4. Biasanya perubahan dari BIP
mengidentifikasikan dimulainya fase subur,
semua perubahan ini berlanjut hingga hari
puncak.
b) Peraturan pada hari puncak yaitu hindari
hubungan seksual sampai hari keempat setelah
hari puncak diidentifikasi.
6) MAL
MLA merupakan metode kontrasepsi alamiah yang
mengandalkan pemberian ASI pada bayinya. Akan tetap
mempunyai efek kontrasepstif apabila menyusukan
secara penuh (eksklusif), belum haid dan usia bayi
kurang dari 6 bulan. Mal berfungsi efektif hingga 6
bulan, dan bila tetap belum ingin hamil,
kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain setelah
bayi berusia 6 bulan.
Konseling yang dilakukan kepada klien harus
jelas dan informatif, sehingga pencegahan kehamilan
dapat terjadi, seperti : memberikan ASI (secara
penuh) dari kedua payudara sesuai kebutuhan
(sekitar 6-10 kali per hari), memberikan ASI
paling sedikit satu kali pada malam hari (tidak
boleh lebih dari 4-6 jam diantara 2 pemberian),
tidak menggantikan jadwal pemberian ASI dengan
makanan/cairan lain, jika frekuensi menyusukan
kurang dari 6-10 kali @ 60 ml per hari atau atau
bayi tidur semalaman tanpa menyusu (mendapat ASI),
maka MLA kurang dapat diandalkan untuk metode
17
kontrasepsi, serta menggantikan jadwal pemberian
ASI dengan makanan atau suplemen lainnya maka daya
hisap bayi akan berkurang sehingga mengurangi
efektifitas mekanisme kerja kontraseptif MLA
Mekanisme kerja pada MAL adalah dengan adanya
sekresi GnRH yang tidak teratur akan menganggu
pelepasan hormon FSH (follicle stimulating hormone)
dan LH (leutinizing hormone) untuk menghasilkan sel
telur dan menyiapkan endometrium, penghisapan ASI
yang intensif secara berulangkali akan menekan
sekresi hormon GnRH (gonadotrophin releasing
hormone) yang mengatur kesuburan, sehingga
rendahnya kadar hormon FSH dan LH menekan
perkembangan folikel di ovarium dan menekan
ovulasi.
b. Perkembangan Metode dengan alat
1) Mekanis
a) Kondom 'spray-on'
Seorang penemu di Jerman telah membuat kondom
dengan sistem semprot. Dengan kondom ini,
dijamin tak akan ada lagi yang bingung mencari
kondom yang sesuai sebab kondom akan
menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut
sang penemu, Jan Vinzenz Krause, direktur
Institute for Condom Consultancy Jika pergi ke
toko obat untuk membeli kondom, yang kebanyakan
dijual adalah yang pas untuk pria dengan panjang
18
penis rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang
yang memiliki penis lebih kecil atau lebih besar
dari ukuran itu. Maka Krause menciptakan kondom
yang disebut kondom 'spray-on' dengan sistem
pompa yang menyemprotkan lateks cair ke alat
kelamin dalam hitungan detik. Krause telah
mengajukan hak paten untuk sistem penyemprotan
lateks yang ia ciptakan. Ia mengaku sudah
memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya
ini dalam percobaan dapat menyesuaikan ukuran
dengan ukuran yang paling besar sekalipun.
Untuk menggunakan kondom semprot ini, pria
memasukkan penisnya ke dalam tabung dan menekan
tombol untuk menyemprotkan lateks cair dari
cartridge yang bisa dilepas. Karet lateks akan
mengering dalam hitungan detik. Setelah selesai
digunakan, kondom ini bisa dilepas seperti
kondom biasa. Waktu yang dibutuhkan agar lateks
dapat mengering adalah sekitar 20 - 25 detik.
Tapi Krause sedang mengupayakan agar waktunya
bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik.
Dalam survei yang lakukan, ditemukan ada 2
tanggapan yang berbeda dari para pria. Beberapa
pria mengatakan itu ide yang hebat dan akan
sangat membantu karena sulit menemukan kondom
yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak
bisa membayangkan cara penggunaannya. Masalahnya
adalah karena memakai kondom dianggap mengganggu
19
hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan
harga yang lebih mahal daripada kondom
konvensional.
b) Kondom Spray
Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross
Bio-Medical menawarkan suatu spray kondom (foam
condom) yang dibuat dari silver “nanotech”
partikel. Alat kontrasepsi terbaru dengan spray
condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan
bagi laki-laki tetapi digunakan oleh pihak
wanita.
Penggunaannya busa spray tersebut
disemprotkan ke vagina, setelah itu busa spray
akan membentuk semacam selaput dan mencegah
konsepsi serta melindungi terhadap infeksi.
Semprotan spray menggunakan polyvinyl alcohol
resin sebagai bahan dasarnya, yang sudah
terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel,
sehingga memberikan spermicide dan antiseptik
pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit
menular seksual (PMS).
c) Pemanasan
Telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang
sebentar pada bagian testis dapat menekan
pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara
kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi
20
patologi testis dan terjadinya cryptorchidism,
varicocele serta ketidaksuburan sementara.
Penelitian klinis yang dilakukan untuk
mengevaluasi potensi dari alat pembungkus bagian
scrotal untuk digunakan sebagai metode
kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan
penurunan yang reversible terhadap jumlah sperma
tetapi masih kurang kuat untuk dijadkan metode
kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih
terdapat hal yang meragukan termasuk masalah
keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih
lanjut masih terus dilakukan.
1. Suspensory
Alat ini dirancang untuk menjaga testis
pada tempatnya, meningkatkan temperaturnya
yang berdampak pada berkurangnya produksi
sperma. Alat yang berbentuk seperti celana
dalam pria ini, harus digunakan setiap hari
agar efektif.
2. External Heat
Sumber panas dari luar ini mirip dengan
suspensory yaitu meningkatkan temperatur
disekitar alat vital untuk mengurangi
produksi sperma. Karena tergantung dengan
temperatur tubuh, waktu yang dibutuhkan lebih
cepat dibandingkan menggunakan suspensory.
Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan
21
bisa digunakan untuk membuat temperatur tubuh
meningkat dan produksi sperma berkurang.
2) Kimiawi
Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan
kondom dan lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak
diproduksi bersamaan langsung dengan alat
kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang
lebih baik untuk mencegah kehamilan.
2. Metode Modern
a. Kontrasepsi hormonal
1) Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan
dan tentunya akan menjadi alternative bagi pasangan
suami isteri untuk menentukan metode keluarga
berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan
ataupun pil Kb hanya monopoli kaum wanita. Namun
dengan penemuan yang terbaru ini, lelaki sudah bisa
menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi
hal ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena
bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun
dilain pihak juga khawatir penemuan ini akan makin
menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena
pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang
sah.
Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat
kontrasepsi di Indonesia memang masih rendah.
22
Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih
untuk menghambat transportasi sperma) merupakan
pilihan dari jenis kontrasepsi yang saat ini
tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif
kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti
kontrasepsi pria yang lebih efektif, yakni suntikan
testoteron. Berdasarkan uji coba terhadap 1.045
pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan
testoteron terbukti efektif sebagai alat
kontrasepsi pria.
Para responden yang memiliki pasangan usia subur
tersebut disuntik dengan 500 miligram formula
testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil
penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya
kehamilan) hanya 1,1 per 100 pria dalam kurun waktu
24 bulan. Para peneliti juga melaporkan tidak
ditemukannya efek samping dalam penggunaan suntikan
ini. Selain itu, setelah penghentian suntikan,
kemampuan memproduksi sperma pada laki-laki
tersebut kembali normal.
2) Desogestrel
Selain itu para peneliti di Manchester telah
mengkombinasikan pemberian desogestrel (digunakan
pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan koyo yang
mengandung testosterone untuk digunakan sebagai
kontrasepsi pada pria. Cara kerjanya adalah :
desogestrel akan menghentikan produksi testosterone
23
di testis sehingga produksi sperma juga terhenti,
sedangkan koyo testosterone akan menyediakan
kebutuhan testosterone yang diperlukan oleh bagian
tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka
pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan
payudara akan membesar). Akan tetapi kesuksesan
metode ini pada pria yang penggunakannya hanya
sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi
hormonal pada pria sampi saat ini masih dalam tahap
penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil
suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal
untuk pria yang se-efektif dan se-aman seperti
kontrasepsi hormonal untuk wanita.
3) Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi
testosteron ester (testosteron enanthate) pertama
kali diuji klinik di Eropa dan Amerika Serikat
tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat
tinggi (200 mg intramuskuler injeksi) sehingga
merupakan dosis supra-fisiologis. Pada relawan
laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil
memacu terjadinya azoospermia pada 40-50 persen
peserta, sedangkan oligozoospermia berat terjadi
pada 35- 45 persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO
mendanai dua penelitian multi-senter antar negara
tentang penggunaan adrogen tersebut. Hasilnya
24
apabila telah terjadi azoospermia dan atau
oligozoospermia berat karena rangsangan androgen
dari luar tersebut maka pengaruhnya sebagai
kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua,
dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi
testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan
kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama, sementara
menunggu proses terjadinya azoospermia atau
oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan
kontrasepsi jenis lain.
Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass),
kepadatan mineral tulang, dan menurunkan lemak
tubuh. Tergantung dasar penilaian yang dipakai,
bagi beberapa laki-laki dari negara sedang
berkembang hal tersebut dapat dilihat memberikan
benefit yang positif. Kadar testosteron darah yang
melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat
meningkatkan kejadian jerawat dan berat badan.
4) Androgen dan Kombinasi dengan Progestin
Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin,
misalnya progestin, akan dapat mengurangi kadar
androgen yang diperlukan untuk kontrasepsi pria
karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik.
Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah
diteliti sebelumnya. Penilitian beberapa waktu
membandingkan pengaruh injeksi testosteron
enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang
25
dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per
oral dengan dosis 250 µg per hari. Hasilnya
menunjukkan kombinasi antara androgen dengan
progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan
androgen tanpa progestin hanya 61 persen. Proses
menjadi azoospermia atau oligozoospermia dapat
dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu untuk
kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu
untuk androgen tanpa kombinasi. Penelitian
berikutnya dapat membuktikan bahwa dosis
levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per
hari tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi
menurunnya berat badan dan supresi serum HDL dengan
penambahan progestin per oral. Testosterom
enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi
depotmedroksi progesterone acetat (DMPA),
desogestrel oral, dan cyproterone acetate
(progestin dengan antiandrogenik). Pada semua
penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat
efek androgen. Testosteron undecanoate telah
diteliti bersama-sama pill levonogestrel (250
µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200
mg/6 bulan secara i.m.). Kombinasi antara
testosteron undecanoate dengan norethisterone
enanthate sangat efektif dalam menekan
spermatogenesis menjadi azoospermia, sedangkan
kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi
semakin lemah. Demikian juga kombinasi antara
26
testosteron pelet (800 mg) bersama-sama dengan DMPA
(300 mg injeksi) sangat efektif sehingga terjadi
azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi,
testosteron tempel (patch) kombinasi dengan
levenorgestrel secara oral atau implan memiliki
pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia,
hanya berkisar 25-30 persen. Penelitian lain sedang
atau baru saja diselesaikan antara lain: 1)
kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi
norethisterone, injeksi DMPA, atau etonogestrel
impan, 2) testosteron peelt dengan DMPA injeksi,
levonorgesterel, atau etonogestrel impan, 3) 7-α
metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan
levonorgestrel impant, dan 4) testosteron decanoate
injeksi dengan etnogestrel oral atau implan.
Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam
bentuk oral yang sangat kuat sekali. Apabila CPA
diberikan secara tersendiri, maka terjadi penurunan
kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA
dikombinasi dengan testosteron enanthate (100
mg/minggu atau 250 mg/ 2 atau 3 minggu sekali),
pengobatan menghasilkan azoospermia atau hampir
mendekati azoospermia disemua subjek pria yang
dikaji. Pada subyek tersebut tidak didapatkan
perubahan serum lipid. Dosis tinggi CPA (50 mg atau
lebih) menurunkan hematokrit darah, meskipun
testosteron diberikan pada dosis fisiologis.
Penurunan dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan
27
menghilangkan gejala tersebut. CPA sekarang tidak
dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria.
Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik
adalah dienogest. Penelitian mulai dilakukan pada
obat baru ini dan hasilnya belum dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin
Reseptor (SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas
merancang molekul yang bekerjanya dapat bersifat
agonistik pada steroid pada jaringan target
tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid
yang sama tetapi ditempat yang berbeda. Contoh
untuk ini ialah modulator estrogen reseptor
tertentu (selective oestrogen receptor modulators
atau disingkat SERMS), misalnya tamoxifen dan
raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang
tetapi antagonis di payudara. Tamoxifen bekerja
agonis di uterus, raloxifen tidak. MENT adalah
modulator selektif androgen reseptor yang bekerja
agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi
kurang poten untuk merangsang pertumbuhan prostat
dan testosteron. Pada penelitian klinis, MENT
terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-
laki yang mengalami defisiensi androgen. Atas dasar
beberapa penelitian ini pabrik farmasi mulai
mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari,
tetapi memiliki efek agonistik sebagai androgen ke
hipotalamus, otot, sumsum tulang dan efek antagonis
28
yang netral terhadap kelenjar prostat. Demikian
juga SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh
supresif terhadap gonadotropin yang mengendalikan
progesteron tetapi memiliki efek minimal pada
metabolisme lipid dan karbohidrat. Secara teoritis,
hybrid antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan
dipakai untuk kontrasepsi hormonal bagi pria.
5) Androgen dan GnRH Antagonis
GnRH agonis pada perempuan sangat kuat
potensinya untuk tidak menimbulan ovulasi. GnRH
agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk
memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH
agonis, jika diberikan dengan dosis yang tinggi,
atau infuse bersama-sama androgen pada laki-laki
maka akan terjadi supresi pengeluaran hormon LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum
berhasil menekan sampai kondisi azospermia dan
oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH antagonis
(diberikan secara injeksi subkutan secara harian)
dan dikombinasikan dengan androgen akan memiliki
pengaruh yang sangat kuat. Namun demikian obat ini
dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit, karena
reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar
tubuh.
6) Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen
29
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan
bahwa kombinasi estradiol implant dengan
testosteron implan menghasilkan supresi dari
spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap.
Estrogen kemungkinan memiliki potensi menimbulkan
efek samping dan merangsang terjadinya
gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga
memiliki efek menguntungkan pada tulang serta
menurunkan kadar HDL. Spermatogenesis terhambat
tetapi bukan karena efek estradiol dan testosteron
yang semula diduga memilki efek additif.
b. Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1) Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi
bagi pria dari ekstrak tanaman Gandarusa. salah
seorang peneliti dari universitas Airlangga
Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti
khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya
sebagai kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan
kimia tanaman gandarusa adalah Alkaloid, saponin,
Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina dan minyak
atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah
seluruh bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa memiliki sifat
antispermatozoa, dan saat ini proses penelitian
tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs.
30
Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini
mirip seperti metode hormonal KB. Yakni menurunkan
aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa,
sehingga sel sperma tidak mampu menembus sel telur.
Pada fase pertama penelitiannya, dilibatkan 36
subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek
penelitian dilipatgandakan menjadi 120 pasangan
usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik tersebut,
ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal. Tidak
terjadi kehamilan pada si wanita. Dalam uji coba
ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil
temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur.
Proses uji coba ini masih berjalan dan sebentar
lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul
dibutuhkan waktu yang sangat lama. Bukan hanya satu
atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu puluhan
tahun karena langsung bersentuhan dengan
masyarakat. Mulai mencari bahan, memproses secara
ilmiah yang benar-benar steril, hingga pengujian di
masyarakat. Dalam uji coba itu, pasangan muda harus
minum kapsul setiap hari sekali selama 30 hari.
Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-
tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak
daun gandarusa sudah terbukti efektif untuk
mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski
berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil
KB pria ini secara teratur kelahiran bisa dicegah.
31
Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB
tersebut mengaku makin jantan. Saat ini proses
pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012
diperkirakan pil KB pria pertama di dunia ini bisa
dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB
khusus pria ini tak akan mengakibatkan menurunnya
gairah seks. Bambang mengharapkan tidak ada
penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Pria yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa
melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan batinnya,
tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan. Jadi
tak perlu takut. Hanya saja yang perlu dicatat
adalah jika benar ini sudah diedarkan jangan
sampai disalah gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah
dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat sebagai
tanaman obat. Menurut situs Wikipedia, tanaman
gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa
juga memiliki efek analgetik, antidiuretik. Menurut
salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini Hartini,
Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti
nyeri ketika keseleo.
2) Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non hormonal mempunyai onset yang cepat
dan sedikit dipengaruhi oleh fungsi psikologi
lainya yang berkaitan dengan fungsi androgen.
32
Sumber potensial alami dari kontrasepsi non-
hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium.
Obat non hormonal lainnya yang potensial dan
reversibel antara lain adalah vaksin dan suntikan
styrene maleic anhydride (SMA) yang disuntikan kedalam
vas deferen.\
Obat yang berasal dari sumber natural yang telah
banyak diuji cobakan sebagai kontrasepsi pria
adalah gossypol. Gossypol berasal dari tanaman
kapas dan dapat menghambat pergerakan sperma dan
pematangan sperma (spermatogenesis). Studi yang
dilakukan di China menemukan bahwa gossypol menekan
spermatogenesis pada sebagian besar pria, tetapi
oligospermia tidak terjadi secara konsisten dan
reversible. Gossypol juga dapat menyebabkan
turunnya kalium dalam darah (hipokalemia). Neem dan
tripterygium juga berasal dari tumbuhan dan keduanya
digunakan sebagai kontrasepsi pria. Keduanya
menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang
dilakukan pada percobaan pada binatang. Neem adalah
tanaman asli dari India, dan sudah digunakan untuk
percobaan dalam pengobatan. Tripterigium wilfordii (TW)
dan tripterigium hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan yang
berasal dari genus yang sama, dan telah lama
digunakan sebagai pengobatan tradisional China.
Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji
cobakan untuk kontrasepsi pada manusia. Dari
beberapa penelitian yang ada, Lopez et al (2005)
33
menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi bahwa
obat-obat tersebut memiliki pengaruh terhadap
sperma, namun belum cukup bukti untuk menjadikan
obat-obat tersebut sebagai obat kontrasepsi dalam
program kesehatan masyarakat. Gossypol masih
memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi
yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau
tidak sempurna. Penelitian TW dan TH perlu
dilanjutkan karena masih sedikitnya bukti-bukti
yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap
sperma.
Metode nonhormonal mempunyai cara kerja yang
lebih cepat dan ketergantungan pada peran hormon
androgen relatif lebih rendah. Dari review berbagai
penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non-
hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al, 2005).
Namun demikian, kombinasi hormon progestin dan
testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat
non-hormonal. Pada umumnya, baik obat hormonal dan
non-hormonal efektifitas dan keamanan masih belum
diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan
uji klinik yang lebih besar. Pendekatan non
hormonal mempunyai beberapa keuntungan potensial
dibandingkan pendekatan hormonal.
3) Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel
blockers (CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa
34
menghambat saluran kalsium dalam membran sel
sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja
sperma tetapi tidak berpengaruh pada produksinya.
Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah
spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.
c. Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina,
AS, sedang menguji apakah gelombang ultrasound bisa
menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria. Penelitian
ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis
diketahui cukup aman menghentikan produksi sperma
selama enam bulan. Prinsip kerjanya adalah
menembakkan ultrasound ke testis supaya produksi
sperma turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan
angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau
kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk
mencari tahu cara mengembalikan kesuburan pria
setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada
kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena
sekali testis berhenti memproduksi sperma dan
cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak
subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat
kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan,
dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-
hormonal dengan satu kali perawatan. Dr Tsuruta juga
menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum
35
digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran
olahraga atau klinik terapi fisik. Maka itu,
diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini
adalah menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria,
tanpa membahayakan kesuburan.
d. Implant
1) Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi
bawah Kulit (Hanafi, 2004). Implant adalah suatu
alat kontrasepsi yang mengandung levonorgetrel yang
dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri
silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul
yang disusukkan dibawah kulit adalah sebanyak 2
kapsul masing masing kapsul panjangnya 44 mm masing
masing batang diisi dengan 70mg levonorgetrel,
dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui
dinding kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin
yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil
atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009)
2) Jenis
a) Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut
berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter
2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel dan
lama kerjanya 5 tahun.
b) Implanon dan Jadena
36
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan
panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm,
yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel
dan lama kerjanya 3 tahun.
c) Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
Levonorgestrel dengan lama kerjanya
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
a) Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga
tidak terjadi ovulasi
b) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi
migrasi spermatozoa
c) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi
migrasi spermatozoa
4) Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi,
perlindungan jangka panjang sampai 5 tahun,
pengembalian kesuburan yang cepat pasca pencabutan,
bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu
senggama, tidak mengganggu ASI
5) Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa
kerugian implant adalah:
37
a) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh
tenaga terlatih.
b) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek
untuk insersi dan pengangkatan implant.
c) Biaya Lebih mahal.
d) Sering timbul perubahan pola haid.
e) Akseptor tidak dapat menghentikan implant
sekehendaknya sendiri.
f) Beberapa wanita mungkin segan untuk
menggunakannya karena kurang mengenalnya.
g) Implant kadang-kadang dapat terlihat orang
lain.
6) Teknik Pemasangan
a) Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit
(intradermal) pada tempat insisi yang telah
ditentukan, sampai kulit sedikit
menggelembung
b) Teruskan penusukan jarum ke lapisan di
bawah kulit (subdermal) sepanjang 4 cm, dan
suntikkan masing-masing 1 cc pada jalur
pemasangan kapsul nomor 1 dan 2
c) Uji efek anestesinya sebelum melakukan
insisi pada kulit
d) Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan
skalpel atau ujung bisturi sehingga mencapai
lapisan subdermal
38
e) Masukkan trokar dan pendorongnya melalui
tempat insisi dengan sudut 45° hingga
mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan
trokar sejajar dengan permukaan kulit
f) Ungkit kulit dan dorong trokar dan
pendorongnya sampai batas tanda 1 (pada
pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi
g) Keluarkan pendorong
h) Masukkan kapsul yang pertama ke dalam
trokar dengan tangan atau dengan pinset,
tadahkan tangan yang lain di bawah kapsul
sehingga dapat menangkap kapsul bila jatuh
i) Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul
ke arah ujung dari trokar sampai terasa
adanya tahanan
j) Tahan pendorong di tempatnya dengan satu
tangan, dan tarik trocar ke luar sampai
mencapai pangkal pendorong
k) Sambil menahan ujung kapsul di bawah kulit,
tarik trokar dan pendorongnya secara bersama-
sama sampai batas tanda 2 (pada ujung trokar)
terlihat pada luka insisi
l) Kemudian belokkan arah trokar ke samping
dan arahkan ke sisi lain dari kaki segitiga
terbalik (imajiner), dorong trokar dan
pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka
insisi
39
m) Cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua,
kemudian dorong kapsul hingga terasa tahanan
pada ujung trocar
n) Tahan pendorong dan tarik trokar ke arah
pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul
pada tempatnya
o) Tahan ujung kapsul kedua yang sudah
terpasang di bawah kulit, tarik trokar dan
pendorong hingga keluar dari luka insisi
p) Raba kapsul di bawah kulit untuk memastikan
kedua kapsul Implan-2 telah terpasang baik
pada posisinya
q) Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh
kapsul berada jauh dari luka insisi
7) Pencabutan Kapsul dengan Teknik Presentasi dan
Jepit
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc)
intrakutan di tempat insisi dan 1 cc
subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang
kapsul)
b) Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi
pada kulit
c) Buat insisi kecil (2 mm) dengan ujung
bisturi/skalpel sekitar 3 mm di bawah ujung
d) Tentukan lokasi kapsul yang termudah untuk
dicabut dan dorong pelan-pelan ke arah tempat
insisi hingga ujung dapat dipresentasikan
melalui luka insisi
40
e) Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung
(mosquito) dan bawa ke arah insisi
f) Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang
mengelilinginya dengan menggunakan ujung
bisturi atau skalpel hingga ujung kapsul
terbebas dari jaringan yang melingkupinya
g) Pegang ujung kapsul dengan pinset anatomik
atau ujung klem, lepaskan klem penjepit
sambil menarik kapsul keluar
h) Taruh kapsul pada mangkok yang berisi
larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang
sama untuk kapsul kedua
8) Pencabutan kapsul dengan Teknik Finger Pop Out
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc)
intrakutan di tempat insisi dan 1 cc
subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang
kapsul)
b) Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi
pada kulit
c) Tentukan ujung kapsul yang paling mudah
dicabut
d) Gunakan jari untuk mendorong ujung kranial
kapsul ke arah tempat insisi
e) Pada saat ujung kaudal kapsul menonjol ke
luar, lakukan insisi (2-3 mm) di ujung kapsul
sehingga ujung kapsul terlihat
41
f) Pertahankan posisi tersebut dan bebaskan
jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
sehingga kapsul terbebas ke luar
g) Dorong ujung kranial kapsul tersebut
sehingga ujung kaudal muncul keluar (pop out)
dan dapat ditarik keluar melalui luka insisi
h) Taruh kapsul pada mangkok yang berisi
larutan klorin 0,5% dan lakukan langkah yang
sama untuk kapsul kedua
9) Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di
tempat insisi dan 1 cc subdermal di bawah ujung
kapsul (¼ panjang kapsul)Uji efek anestesi sebelum
membuat insisi pada kulitTentukan lokasi insisi pada
kulit di antara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3 mm
dari ujung kapsul dekat siku
b) Lakukan insisi vertikal di sekitar 3 mm dari ujung
kapsul (setelah ditampilkan dengan melakukan
infiltrasi Lidokain 1% pada bagian bawah ujung
kapsul)
c) Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah
diidentifikasi menggunakan klem ‘U’ (klem fiksasi)
dan pastikan jepitan ini mencakup sebagian besar
diameter kapsul
d) Angkat klem ‘U’ untuk mepresentasikan ujung kapsul
dengan baik, kemudian tusukkan ujung klem diseksi
pada jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
42
e) Sambil mempertahankan ujung kapsul dengan klem
fiksasi, lebarkan luka tusuk dan bersihkan jaringan
ikat yang melingkupi ujung kapsul sehingga bagian
tersebut dapat dibebaskan dan tampak dengan jelas
f) Dengan ujung tajam klem diseksi mengarah keatas,
dorong jaringan ikat yang membungkus kapsul dengan
tepi kedua sisi klem (lengkung atas) sehingga ujung
kapsul dapat dijepit dengan klem diseksi
g) Jepit ujung kapsul sambil melonggarkan jepitan klem
fiksasi pada batang kapsul
h) Tarik keluar ujung kapsul yang dijepit sehingga
seluruh batang kapsul dapat dikeluarkan. Letakkan
kapsul yang sudah dicabut pada mangkok
Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua
Susuk/implant disebut alat kontrasepsi bawah kulit,
karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat
kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas
sebelah dalam. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil
atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya
sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti
kipas dengan enam buah kapsul atau tergantung jenis
susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif
berupa hormon.Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon
sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya
menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi
migrasi sperma. Pemakaian susuk dapat diganti setiap
5 tahun, 3 tahun, dan ada juga yang diganti setiap
43
tahun. Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya
jika memang ingin hamil lagi.
Macam Implant
1) Non Biodegradable Implan
a) Norplant (6 kapsul), berisi hormon
levonorgestrel, daya kerja 5 tahun.
b) Norplant-2 (2 batang), berisi hormon
levonorgestrel, daya kerja 3 tahun.
c) Norplant 1 batang, berisi hormon ST – 1435, daya
kerja 2 tahun.
d) Norplant 1 batang,1 batang berisi hormon 3 keto
desogestrel, daya kerja 2,5 – 4 tahun.
Saat ini di Indonesia sedang di uji coba IMPLANON,
implant 1 batang dengan panjang 4 cm, diamater luar 2
mm, terdiri dari suatu EVA (Ethylene Vinyl Acetate)
berisi 60 mg 3 ketodesogestrel yang dikelilingi suatu
membran EVA, berdaya kerja 2 – 3 tahun.
2) Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
a) Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon
levronorgastel dengan daya kerja 18 bulan.
b) Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil
kolesterol,daya kerja 1 tahun
3) Yang Paling Sering Dipakai
44
a) Norplant
1. Dipakai sejak tahun 1987
2. Terdiri dari 6 kapsul silastik (karet
silicone) yang berisi dengan hormon
levonorgestrel dan uung – ujung kapsul
ditutup dengan silastik adhesive
3. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan 5
tahun
4. Saat ini norplan yang paling banyak dipakai
b) Implanon
1. Dipakai sejak tahun 1987
2. Terdiri dari 2 batang silatik yang padat
panjang tiap batang 40 mm, diameter 2,4 mm
3. Masing – masing batang diisi dengan 68 mg 3
ketodesogastrel di 2 matriks batang
4. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan
selama 3 tahun
c) Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
levonorgastrel dengan lama kerja 3 tahun
e. AKDR
1) Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan
perintang ke dalam organ intim wanita sesungguhnya
sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Namun
produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih
modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr
45
R. Richter. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh
Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat
kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga. Pada
tahun 1996, muncul IUD yang bisa menghasilkan
hormon juga. IUD cukup populer sebagai salah satu
alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya
jangka panjang. Efek samping seperti radang
pangggul dan penyebab perdarahan bercak pervagina
sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD. Tetapi,
sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahin) yang pertama dikenalkan
oleh Righter tahun 1909 terbuat dari logam, sempat
populer tahun 1929, karena efek samping berupa
infeksi dan mortalitas yang tinggi, penggunaannya
sempat terhenti. Penemuan IUD oleh Ishihama dari
Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun
1959. Pada saat ini AKDR merupakan salah satu
kontrasepsi yang paling popular dan diterima oleh
program Keluarga Berencana di setiap negara.
Sekitar 60 – 65 juta wanita di seluruh dunia
memakainya, dengan pemakai terbanyak di China. AKDR
termasuk salah satu kontrasepsi yang sangat
efektif. AKDR mempunyai kemampuan mencegah
kehamilan yang dinilai sangat efektif. Selain
kemudahan dalam pemasangan juga mudah untuk lepas
spontan (ekspulsi). Sebagian besar AKDR dilengkapi
46
dengan tali (ekor) agar mudah mendeteksi. Bahan
dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu AKDR polos
(inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper
bearing IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated
IUD)
2) Mekanisme Kerja
a) Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi
radang di endometrium, disertai peningkatan
produksi prostaglandin dan infiltrasi
leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh
tembaga, yang mempengaruhi enzim-enzim di
endometrium, metabolisme glikogen, dan
penyerapan estrogen serta menghambat
transportsi sperma. Pada pemakai AKDR yang
mengandung tembaga, jumlah spermatozoa yang
mencapai saliran genetalia atas berkurang.
Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu
viabilitas gamet, baik sperma atau ovum yang
diambil dari pemakai AKDR yang mengandung
tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
b) Pengawasan hormon secara dini
memperlihatkan bahwa tidak terjadi kehamilan
pada pemakai AKDR modern yang mengandung
tembaga. Dengan demikian, pencegahan
implantasi bukan merupakan mekanisme kerja
terpenting kecuali apabila AKDR yang
mengandung tembaga digunakan untuk
47
kontrasepsi pasca coitus. LNG-IUS menginduksi
atrofi dan produksi mukus serviks antagonis,
yang akan meningkatkan efektifitasnya .
3) Rincian mekanisme kerja AKDR adalah sebagai
berikut:
a) Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, ada yang berpendapat
bahwa AKDR sebagai benda asing yang
menimbulkan reaksi radang setempat, dengan
serbukan leukosit yang dapat melarutkan
blastokist atau sperma.
b) Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami
perubahan-perubahan pada pemakaian AKDR yang
menyebabkan blastokist tidak dapat hidup
dalam uterus.
c) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi,
yang menyebabkan sering adanya kontraksi
uterus pada pemakaian AKDR yang dapat
menghalangi nidasi.
d) Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam
tuba fallopii.
e) AKDR yang mengeluarkan hormon akan
mengentalkan lendir serviks sehingga
menghalangi pergerakan sperma untuk melewati
kavum uteri.
f) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum
hubungan seksual terjadi) AKDR mengubah
48
transportasi tuba dalam rahim dan
memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga
pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi
darurat (dipasang setelah hubungan seksual
terjadi) dalam beberapa kasus mungkin
memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah
dengan mencegah terjadinya implantasi atau
penyerangan sel telur yang telah dibuahi.
g) Dari penelitian-penelitian terakhir,
didangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa
membuahi sel telur (mencegah fertilitas). Ini
terbukti dari penelitian di Chili: a. Diambil
ovum dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita
tanpa menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita
telah melakukan senggama sekitar waktu
ovulasi.; b. Ternyata ovum dari wanita
akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan
tanda-tanda fertilitas maupun perkembangan
embrionik normal, sedangkan setengah jumlah
ovum pada wanita ynag tidak menggunakan
kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda
fertilisasi dan perkembangan embrionik
normal.; c. Penelitian ini menunjukkan bahwa
IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah
terjadinya fertilisasi.
h) Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme
kationic yang spesifik terhadap Zn yang
terdapat dalam enzim carboniyc anhydrase
49
yaitu salah satu enzim dalam traktus
genitalia wanita, dimana Cu menghambat reaksi
carboniyc anhydrase sehingga tidak
memungkinkan terjadinya implantasi dan juga
mugkin menghambat aktivasi alkali
phosphatase.; b. Mengganggu pengambilan
estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c.
Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.;
d. Mengganggu metabolisme glikogen.
i) Untuk IUD yang mengandung hormon
progesteron. a. Gangguan proses pematangan
proliferatif sekretoir sehingga timbul
penekenan terhadap endometrium dan
terganggunya proses implantasi endometrium
tetap berada dalam fase
decidual/progestational.; b. Lendir serviks
yang menjadi lebih kental/tebal karena
pengaruh progestin (Handayani:2010)
4) Efek Samping
a) Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus
menstruasi, spoting akan muncul jika capek
dan stress. Perempuan yang aktif sering
mengalami spotting jika menggunakan
kontrasepsi AKDR.
b) Perubahan siklus menstruasi.
50
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi
menjadi lebih pendek. Siklus menstruasi yang
muncul lebih cepat dari siklus normal rata-
rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari,
biasanya siklus haid berubah menjadi 21 hari.
c) Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau
lebih.
d) Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
e) Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa
haid atau haid yang lebih banyak.
f) Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi
vaginosis bacterial yaitu keadaan abnormal
pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri
anaerob menggantikan Lactobacillus yang
mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora
normal vagina.
g) Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena
posisi benang AKDR yang menggesek mulut rahim
atau dinding vagina sehingga menimbulkan
pendarahan.
5) Upaya Bidan Dalam Menanggulangi Efek Samping
51
a) Jika permasalahan ringan, dianjurkan agar
dilakukan konseling.
b) Jika terjadi terdapat infeksi maupun
gejalanya segera dibawa ke rumah sakit
terdekat.
c) Pada efek samping amenore, periksa apakah
sedang hamil atau tidak.
d) Apabila tidak, AKDR tidak dilepas. Memberi
konseling dan menyelidiki penyebab amenorea
apabila dikehendaki.
e) Apabila hamil, dijelaskan dan disarankan
untuk melepas AKDR apabila talinya terlihat
dan kehamilan kurang dari 13 minggu.
f) Apabila benang tidak terlihat, atau
kehamilan lebih dari 13 minggu, AKDR tidak
dilepas.
g) Apabila klien sedang hamil dan ingin
mempertahankan kehamilan tanpa melepas AKDR
maka dijelaskan adanya resiko kemungkinan
terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi
serta perkembangan kehamilan harus lebih
diamati dan diperhatikan.
h) Untuk penanganan dismenore yaitu memastikan
dan menegaskan adanya penyakit radang panggul
(PRP) dan penyebab lain dari kekejangan.
i) Menanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.
j) Apabila tidak ditemukan penyebabnya diberi
analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila
52
klien mengalami kejang yang berat, AKDR
dilepas dan membantu klien menentukan metode
kontrasepsi yang lain.
6) Pada perdarahan hebat yaitu :
a) Apabila tidak ada kelainan patologis,
perdarahan bekelanjutan serta perdarahan
hebat, melakukan konseling dan pemantauan.
b) Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama
1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan
memberikan tablet besi (1 tablet setiap hari
selama 1-3 bulan)
c) AKDR memungkinkan dilepas apabila klien
menghendaki. Apabila klien telah memakai AKDR
selama lebih dari 3 bulan dan diketahui
menderita anemi (Hb <7g%) dianjurkan untuk
melepas AKDR dan membantu memilih metode lain
yang sesuai.
7) Keuntungan
a) Kontrasepsi ini sangat efektif mencegah
kehamilan jangaka penjang yang ampuh, paling
tidak 10 tahun.
b) IUD dapat efektif segera setelah
pemasangan.
c) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
Hubungan intim jadi lebih nyaman karena rasa
aman terhadap risiko kehamilan
53
d) Metode jangka panjang.
e) Tidak adanya efek samping hormonal
f) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
Aman untuk ibu menyusui tidak mengganggu
kualitas dan kuantitas ASI
g) Dapat dipasang segera setelah melahirkan
atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
h) Dapat digunakan sampai menopause
i) Tidak ada interaksi dengan obat-obat
j) Membantu mencegah kehamilan ektopik
k) Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung
subur
8) Kerugian
Setelah pemasangan, biasanya ibu akan merasakan
nyeri dibagian perut dan mengalami pendarahan
sedikit. Ini biasanya berjalan selama 3 bulan
setelah pemasangan dilakukan. Tetapi jika sudah
lewat 3 bulan pendarahan masih terjadi harus segera
dilakukan pemeriksaan
9) Teknik Pemasangan AKDR
Teknik pemasangan AKDR pada saat ini memiliki
perbedaan dengan yang terdahulu yaitu pada
penggunaan tenaculum, dahulu tenaculum tidak
digunakan. Perbedaan lain yaitu pengusapan vagina
dan serviks menggunakan cairan antiseptic. Dengan
54
perkembangan teknik diharapkan angka kejadian
infeksi pasca pemasangan menjadi lebih sedikit.
10) AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran
yang lebih kecil dari AKDR mirena. Mengandung
levonorgestrel. Jenis Skyla ini dapat digunakan
dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat
digunakan dalam jangka waktu 5 tahun. Skyla dapat
digunakan oleh wanita yang belum memiliki anak dan
mirena digunakan pada wanita yg sudah memiliki
anak.
Jenis AKDR yang lain adalah AKDR progestin
dengan dua jenis yaitu prigestase yang mengandung
progesterone dan mirena yang mengandung
levonorgestrel. Cara kerjanya menutup jalan
pertemuan sperma dan sel telur, mengurangi jumlah
sperma yang bisa masuk tuba falopi (tempat sel
telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan
tidak siap ditempati sel telur, serta meng-
inaktifkan sperma.
Kontrasepsi ini sangat efektif dan bisa dipasang
selama satu tahun. Keuntungan lainnya adalah tidak
berpengaruh terhadap ASI, kesuburan cepat kembali,
dapat digunakan bersama dengan obat tuberculosis,
epilepsi, dan hormon estrogen untuk wanita
perimenopause. Keterbatasannya perlu dilakukan
pemeriksaan dalam, harga dan pemasangan relatif
55
mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus,
menyebabkan amenore pada penggunaan jangka panjang,
menurunkan kadar HDL kolesterol, memicu pertumbuhan
mioma dan kanker payudara, serta meningkatkan
resiko rangang panggul. Kontraindikasi pengguna
AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan
keguguran), perdarahan per vagina yang belum jelas
penyebabnya, keputihan, menderita salah satu
penyakit reproduksi, dan menderita kanker.
AKDR progestin bisa dipasang selama siklus haid,
48 jam setelah melahirkan, enam bulan pertama untuk
ibu yang menyusui secara eksklusif, serta pasca
keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian
Progestin adalah versi sintetis dari progesteron,
yaitu hormon seks wanita, yang memainkan peran
penting dalam kehamilan. Progestin adalah salah
satu hormon yang digunakan dalam terapi penggantian
hormon yang banyak digunakan untuk mengobati
gejala-gejala menopause. Akan tetapi, suntikan
progestin juga telah dikaitkan dengan kegagalan
perawatan kesuburan. Peneliti menemukan risiko baru
dalam penelitian terhadap ketiga kelompok wanita
tersebut. Semua alat kontrol kelahiran yang
digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan
tidak satupun dari peserta mengalami perubahan
berat badan dan peningkatan kadar kolesterol atau
tekanan darah.
56
11) IUD pascaplasenta
Segera pemasangan AKDR (dalam 10 menit dari
plasenta lahir) adalah aman bila dibandingkan
dengan periode waktu postpartum kemudian dan
selang pemasanagan. Segera setelah postpartum
pemasangan AKDR menunjukkan tingkat pengeluaran
lebih rendah bila dibandingkan dengan tertunda
pemasanagan selama postpartum dengan tingkat lebih
tinggi dari jarak pemasanagn. Pemasanagan Segera
setelah kelahiran sesar menunjukkan tingkat
pelepasa yang rendah daripada langsung pemasangan
setelah kelahiran normal. Dari hasil penelitian
menunjukkan tidak ada peningkatan risiko
komplikasi antara wanita yang memiliki IUD
dimasukkan selama periode postpartum, namun
beberapa kenaikan tarif pengusiran terjadi dengan
pemasangan tertunda postpartum bila dibandingkan
pemasanagan segera dan dengan pemasanagan langsung
bila dibandingkan dengan pemasanagan dengan jarak.
Penempatan Postplacental selama persalinan sesar
berkaitan dengan tingkat pengusiran rendah
daripada postplacental setelah kelahiran
pervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi
pasca operasi.
3. Metode Operasi
a. MOW (Metode Operasi Wanita)
57
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat
kontrasepsi bagi wanita untuk mencegah kehamilan atau
memutus kehamilan. Karena alasan tertentu misalnya
adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus
menggunakan alat kontrasepsi berupa sterilisasi.
Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita
merupakan suatu hal yang meresahkan, karena metode
ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan,
sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya
bahkan cenderung menimbulkan ketakutan.
1) Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara
lain :
a) Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam
pelaksanaannya harus dilakukan sayatan
selebar kurang lebih 10 cm di bagian perut.
b) Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam
pelaksanaannya harus dilakukan sayatan
58
Gambar 1 Histerekopi padapemasangan IUD
selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di
bagian perut.
Namun operasi bedah meskipun tidak menimbulkan
rasa sakit tetap saja banyak yang tidak menyukainya
dan takut jika harus menjalaninya. Perkembangan
teknik dan metode sterilisasi ini terus berkembang
dari waktu ke waktu, sehingga kini telah hadir Metode
dan Teknik Sterilisasi Wanita Tanpa Sayatan yaitu
Histeroskopi (Hysteroscopy). Dalam pelaksanaan
sterilisasi histeroskopi ini sama sekali tidak
dilakukan sayatan sama sekali pada perut, pasien juga
dapat memilih tanpa pembiusan maupun dengan pembiusan
lokal. Tidak seperti teknik lain, setelah pasien
menjalani operasi sterilisasi histeroskopi ini pasien
sudah bisa pulang dan juga beraktivitas seperti
semula tanpa melaui perawatan inap.
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi
ini diharapkan pasien yang menjalaninya dapat merasa
lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang
digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan
bentuk yang sangat kecil. Cara kerja alat ini sangat
simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli maka
akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi
adalah dengan memasukkan alat sebesar 0,3 cm yang
dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ
vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka
dengan tepat dokter dapat menentukan saluran telur.
59
Angka kejadian komplikasi akibat histeroskopi
berkisar antara satu sampai dua per 100 tindakan
histeroskopi operatif. Komplikasi tersering
histeroskopi antara lain perforasi dinding rahim,
namun biasanya dapat sembuh dengan sendirinya.
Komplikasi lain meliputi perdarahan, atau masuknya
cairan yang digunakan dalam histeroskopi ke dalam
aliran darah.
Kadangkala timbul rasa kram dan keluar cairan dari
vagina setelah tindakan histeroskopi. Hubungan
seksual sebaiknya dihindari selama beberapa hari
sampai tidak ada lagi perdarahan yang timbul.
Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan lagi dalam
satu atau dua hari. Bila dilakukan pemasangan kateter
dalam rongga rahim, biasanya kateter tersebut dapat
diangkat dalam beberapa hari. Kadangkala diberikan
pula obat-obat hormonal untuk beberapa minggu setelah
tindakan.
1) MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi
tanpa sayatan pada perut mulai dikembangkan. Teknik
tersebut menggunakan pendekatan histereskopi
streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik
operasi sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu
melalui sayatan ± 10 cm pada perut (minilaparatomi)
atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm
pada perut (laparoskopi).
60
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan
terus dimodifikasi sehingga lebih aman dan nyaman.
Sekarang, dengan teknologi terkini dan penemuan
peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta
menggunkan bahan dasar terpercaya, teknik tersebut
mulai diterima dunia kedokteran dan masyarakat
awam. Teknik ini menggunkan alat berupa
histereskopi yang dimasukkan ke dalam rahim melalui
vagina dan mulut rahim.
Histreskopi adalah alat kedokteran yang terdiri
atas kamera mikro resolusi tinggi (high definition)
dengan diameter 0,3 cm yang disertai dengan working
channel. Dengan histerekopi, dokter dapat melihat
keadaan di dalam rahim melalui monitor dan melihat
secara tepat muara kedua saluran telur. Setelah
dokter menentukan saluran telur, alat steril yang
sangat kecil dimasukkan melalui working channel
secara tepat ke dalam saluran telur dengan
bimbingan histereskopi secara tepat. Berbeda dari
banyak alat kontrasepsi lainnya, alat mikrosteril
ini tidak mengandung hormon sehingga tidak akan
mempengaruhi siklus haid alami setiap bulan.
Tindakan tanpa sayatan itu bisa dilakukan baik
dengan pembiusan lokal maupun tanpa pembius di
ruang praktik, khusus dan tidak memerlukan waktu
pemulihan lama. Sebab setelah operasi, pasien dapat
langsung pulang dan kembali ke aktivitas semula
tanpa harus rawat inap. Histereskopi sterilisasi
61
wanita ini dapat dilakukan secara tepat, cepat dan
mudah bila ditangani tenaga kesehatan terlatih di
sarana kesehatan lengkap.
b. MOP (Metode Operasi Pria)
1) RISUG (Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance) /
Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah
Bimbingan
Metode ini pertamakali ditemukan di India oleh
seorang profesor biomedis dari Indian Institute of
Technology bernama Sujoy K. Guha. RISUG terdiri
dari campuran bubuk stirena maleat anhidrida (SMA)
dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang
dihasilkan disuntikkan ke vas deferens untuk
melapisi dinding vas deferens dan memblokir
lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode kontrasepsi
yang bekerja di dalam saluran vas deferens atau
saluran yang berfungsi untuk mengalirkan sperma.
Salah satu keuntungan dari metode ini adalah karena
bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat
kembali apabila diinginkan. Suntikan ini sangat
efektif dan per dosis bisa bertahan hingga 10
tahun. Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya
bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
RISUG disuntikkan melalui metode yang mengekspos
vas deferens seperti pada metode vasektomi tanpa
pisau bedah. Setelah penerapan anestesi lokal,
62
dokter membuat lubang di kulit skrotum yang sangat
kecil sehingga tidak memerlukan jahitan tetapi
membuat vas deferens mudah terlihat. Proseurnya
dengan menyuntikan bahan sejenis polymer yang
berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens,
sehingga gel tersebut akan melapisi bagian dalam
dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur biasanya
membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.
Gel polymer tersebut nantinya akan membunuh
setiap sperma yang melewati saluran vas deferens
sehingga mencegah terjadinya kehamilan. Kemudian
apabila pria menginginkan kesuburannya kembali baik
dalam hitungan bulan ataupun tahun, maka bahan
polymer akan dibersihkan dari saluran vas deferens
melalui suntikan lain.
2) Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian
(0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat
jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi
testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang
masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan
sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong
saluran sperma laki-laki. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur,
yaitu untuk mencegah kehamilan. Vasektomi adalah
63
salah stu metode kontrasepsi mantap yang paling
aman dan efektif yang tersedia untuk kaum pria. Di
Amerika, vasktomi digunakan oleh sedikitnya 7 %
dari semua pasangan suami isteri. Bila dibandingkan
dengan jenis operasi urologi terbanyak dan
menduduki ranking tertinggi karena kurang lebih
500.000 ribu pria melakukan Vasektomi setiap
tahunnya.
Prevalensi penggunaan metode penutupan vasa
deferens (Vasektomi) bervariasi antar negara, dari
yang terpopuler di Amerika Serikat sampai dengan
yang terendah seperti Indonesia (0,5%). Semula,
metode penutupan vasa deferens ini bertujuan
permanen. Namun demikian, sifat permanen ini justru
tidak atraktif bagi beberapa pria, disamping
pertimbangan oleh agama tertentu yang tidak
memperbolehkan penggunaan teknologi kontrasepsi
bersifat permanen. Oleh karena itu, vasektomi perlu
dikembangkan lebih lanjut dalam hal efektifitasnya
(menurunkan angka kegagalannya) dan sifat
reversibilitasnya agar lebih baik.
Namun fakta menunjukan bahwa beberapa pria tidak
terrtarik untuk Vasektommi karena takut akan rasa
sakit dan kemungkinan timbulnya komplikasi setelah
divasektomi. Dalam praktek sehari-hari, salah satu
hal yang sering menjadi masalah adalah ketakutan
kaum pria terhadap jarum suntik yang digunkan untuk
bius local. Ketika prosedur Vasektomi dimulai,
64
pasien akan dibius local (anestesi local) yaitu
dilakukan penyuntikan obat (lidocain) kedalam
skrotum / zakar sehingga pada saat divasektomi
pasien tidak akan merasa sakit. Akan tetapi proses
penyuntikan obat ke dalam skrotum inilah yang
sering kali dilakukan oleh yang sering
dikhawatirkan sebagian kaum pria. Walaupun bagi
beberapa hal tersebut bukan merupakan masalah.
Namun penelitian penelitian di bidang ini terus
dilakukan. Hal tersebut terus dilakukan, sebab
teknik anastesi local tanpa jarum pada saat pasien
akan melakukan vsektomi terbukti merupakan
pendekatan sederhana dan aman yang dapat
meningkatkan kepuasan pasien. Upaya ini dilakukan
dengan harapan bahwa membatasi penggunaan jarum
akan menurunkan rasa ketakutan pria akan Vasektomi.
Sebenarnya upaya untuk meningkatkan popularitas
Vasektomi telah dilakukan oleh Cina. Pada tahun
1957, Li Shunqiang seorang dokter dari Cina telah
berhasil menemukan metode Vasektomi Tanpa Pisau
(VTP) yang mampu meminimalkan trauma, rasa nyeri
dan kemungkinan terjasinya komplikasi. Sejak saat
itu metode ini diadopsi ke Amerika dan sekitar 15
juta pria diamerika telah divasektomi dengan
mengguanakan metode Vasektomi Tanpa Pisau. Untuk
melihat efektivitas metode VTP telah dilakukan
penelitian yang hasilnya menunjukan bahwa metode
VTP 10 kali menurunkan kemungkinan terjadinya
65
komplikasi dibandingkan dengan Vasektomi cara
Konvensional. Pengenalan terhadap VTP telah sukses
mengurangi ketakutan para pria terhadap skapel /
pisau bedah. Kesuksesan China dalam mencapai
tujuannya ini dibuktikan dengan meningkatkan rasio
sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi pria
dibandingkan sterilisasi wanita diprovinsi Sichuan
China, yaitu 3 : 1.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian
menarik bagi pria bila dibandingkan teknik
Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para ahli
bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10
menit. Sedangkan untuk menyelesaikan teknik
Vasektomi konvensional para ahli bedah umumnya
membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30 menit.
Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun
konvensional pasien dapat segera kembali bekerja.
Namun pada Vasektomi yang konvensional, beberapa
pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah
divasektomi. Lebih dari itu penelitian menemukan
bahwa 1% dari metode Vasektomi yang konvensional
dapat menimbulkan komplikasi, antara lain
pendarahan, hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa
sakit dengan cara baru.
Saat di Amerika telah ditemukan teknik Vasektomi
terbaru yang merupakan penyempurnaan dari VTP yaitu
vasektomi tanpa Pisau dan tanpa jarum. Teknik
Vasektomi tanpa pisau dan jarum ini, selain tidak
66
menggunakan pisau bedah juga tidak menggunakan
jarum suntik. Perbedaan antara VTP dengan Vasektomi
Tanpa Pisau dan jarum terutama pada teknik
anestesinya (pembiusan). Vasektomi tanpa pisau dan
jarum menggunakan teknik anastesi yang unik, yaitu
dengan menggunakan alat khusus (jet injector)
sehingga mengurangi rasa sakit pada saat anastesi /
pembiusan dilakukan pada kulit skrotum dan vas
deferens.
Pada saat proses pembiusan dilakukan dengan alat
jet injector yang bertekanan tinggi, cairan
anastesi di semprotkan melalui kulit dan langsung
menyebar di vas deferens. Menurut penelitian Marc
Goldstein seorang dokter spesialis Urologi dari
Amerika, beberapa pasien menggambarkan bahwa pada
saat anastesi dengan jet injector dilakukan, mereka
hanya meraakan sensasi seperti ditekan penghapus
karet dikulit skrotum / zakarnya. Marc mengatakan
bahwa teknik anastesi local yang seperti ini dimana
rasa sakit berkurang lebih jauh, sangat penting
untuk Vasektomi. Karena tidak dapat dipungkiri
banyak pria yang takut pada tusukan jarum seperti
yang dilakukan pada vasektomi konvensional.
Anastesi tanpa jarum dengan jet injection pada
pasien vasektomi merupakan teknik baru local
anastesi yang onsetnya (mula kerjanya) lebih cepat.
Hal ini menurunkan risiko luka akibat jarum dan
membatasi penggunaan syringe (suntikan). Cara ini
67
aman, ekonomis dan secara nyata mengurangi rasa
nyeri akibat tindakan anastesi. Keuntungan utama
dari teknik ini adalah bahwa cara ini menangani
ketakutan pria akan rasa sakit akibat tusukan jarum
duntik, sehingga dapat meninggalakan popularitas
Vasektomi
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara
pembakaran (cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak
perlu membelek terlebih dulu (no scalpel
vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung
menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa
sel benih berada, dan setelah pipanya ketemu,
dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama bikin
buntu pipa penyalur sel benih.
Sekarang dikenal pula teknik dengan menggunakan
klip (Vasclip). Dengan klip khusus sebesar butir
beras, pipa sel benih dijepit. Ini sudah dipakai di
AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh FDA, tetapi
hanya berlaku di kalangan AS saja. Setelah
dilakukan vasektomi jangan merasa diri langsung
steril dan nubruk sana sini, setelah dilakukan
tindakan vasektomi tersebut dianjurkan kepada para
pria memakai pengaman terlebih dahulu seperti
kondom untuk membuang sel benih yang masih tersisa.
Mungkin perlu sampai 20-30 kali ejakulasi sebelum
air mani betul sudah bersih tidak berisi sel benih
lagi. Pelaksanaan tindakan /pembedahan itu sendiri
dilakukan melalui serangkaian proses yang terdiri
68
dari konseling pra tindakan, penyaringan medik,
pelaksanan tindakan, konseling pasca tindakan dan
kontrol pasca tindakan. Ada beberapa komplikasi
yang dapat timbul pasca vasektomi yaitu : haematom,
rekanalisasi dan sperma granuloma.
Penelitian terhadap pemotongan jaringan dengan
listrik/kauterisasi (cauterizing) pada bagian ujung
vas deferens sedang dilakukan, terutama kaitannya
dengan efektivitas metode kauterisasi ini pada
jangka panjang. Perlu dicatat bahwa dampak
pemotongan vas deferens pada spermatogenesis tidak
terjadi secara langsung. Untuk mengosongkan
spermatozoa dari sistim ejakulasi memerlukan waktu
beberapa minggu, atau ejakulasi berkali. Secara
praktis klien diberi pemahaman bahwa dibutuhkan
paling sedikit 20 kali ejakulasi sebelum benar-
benar status azoosperma (cairan mani yang tidak
mengandung sperma). Sebagai alternatif klien perlu
diperiksa paling sedikit dua (2) kali dan hasilnya
telah dinyatakan bebas dari sperma (azoosperma).
4. Vaksin Kontrasepsi
Upaya mengembangkan vaksin untuk mengendalikan
fertilitas telah dilakukan sejak tahun tigapuluhan
menggunakan sperma, ovum (telur), dan hormon sebagai
antigennya (Delves, Luna, Roitt, 2002). Namun demikian
baru pada sepuluh tahun terakhir ini mulai adaindikasi
keberhasilan dalam pengembangan vaksin untuk
69
kontrasepsi, yang telah dibuktikan efikasinya pada
manusia dan binatang (Jone, 1988). Vaksinasi terhadap
hormon pengendali reproduksi sangat menjajikan dimasa
depan. Kemungkinan yang paling menjajikan adalah
mengatur hormon yang mengendalikan produksi gametes atau
mempengaruhi kelangsungan hidup dari telur yang telah
dibuahi (fertilized egg). Namun demikian, vaksinasi
dapat pula ditujukan untuk menghalang-halangi terjadinya
pembuahan (fertilisasi), yaitu dengan jalan merangsang
timbulnya antibodi, yang titik tangkapnya terletak pada
protein didinding permukaan gametes sehingga sperma
tidak dapat menembus dinding telur (lihat Gambar 1).
Perlu dicatat bahwa implikasi programatis dan etikan
karena cara kerja vaksin yangmenghalang-halangi
terjadinya fertilisasi (pembuahan) akan berbeda dengan
vaksin yang kerjanya adalah mengganggu keberlangsungan
sel telur yang telah dibuahi (fertilizeg egg). Berikut
akan disampaikan secara singkat perbedaan kedua cara
kerja vaksin tersebut.
a. Pengendalian Hormon Reproduksi
Baik pada perempuan atau laki-laki, proses
gametogenesis dikendalikan oleh hormone “follicel
stimulating hormone” (FSH) dan “luteinizing hormone”
(LH) (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund,
dan Roitt, 2002b). Produksi kedua hormon ini oleh
glandula pituitaria (pituitary gland) diatur atau
diregulasi oleh hormon pelepas gonadotropin yang
berasal dari hipotalamus, yaitu “the hypothalamic
70
gonadotropin releasing hormon” (GnRH)atau disebut
hormon pelepas-LH atau LH-RH. FSH dan LH juga
mengatur proses pembentukan steroid pada gonade
(gonadal steroidegenesis) melalui interaksi dengan
reseptor FSH dan LH, yaitu FSH-R dan LH-R (Gambar 2).
Hormon yang berbeda telah ditemukan dengan target
yang berbeda pula antara pria dan perempuan (Gupta
dan Koothan, 1990; Thau, 1992).
b. Pria Sasaran Vaksinasi
Pendekatan pertama vaksinasi terhadap pria adalah
berbasis pada peran GnRH. Uji klinis tahap I
menunjukkan bahwa vaksin dapat dianggap aman, efektif
dan reversibel. Penurunan hormon gonadotropin tidak
diikuti adanya efek samping yang menyolok kecuali
adanya penurunan libido. Penurunan ini akibat vaksin-
pria menurunkan kadar testosteron, sehingga untuk
tetap mempertahankan libido tersebut perlu
suplementasi testosteron (Mettens dan Monteyne,
2002).
Berbagai macam bentuk vaksin GnRH dengan urutan
homologi tinggi telah diekstraksi dari otak beberapa
jenis kera. Antibodi yang dirangsang oleh vaksin GnRH
memerlukan spesifikasi khusus sesuai molekul GnRH
masing-masing, sehingga dicari persamaannya dari
berbagai jenis kera tersebut. Vaksin anti fertilitas
yang sekarang telah dikembangkan memiliki sasaran
GnRH sub-spesies yang spesifik, sehingga reaksi
71
silangnya rendah, termasuk reaksi silangnya dengan
molekul yang serupa GnRH atau GnRH isoforms (Ferro,et
al, 2001).
Vaksin pria yang memacu antibodi terhadap GnRH
kemungkinan besar dapat digunakan untuk terapi
hipertropi prostat dan penyakit kanker pria dan
perempuan yang tergantung pada hormon kelamin. Uji
klinis fase I sedang dilakukan pada penderita kanker
prostate tahap lanjut (dengan metastase) menggunakan
vaksin yang memacu GnRH tersebut (Talwar, et al,
1992; Talwar, 1997).
Pendekatan vaksinasi kedua adalah berbasis pada
immunisasi terhadap hormon gonadotropin FSH.
Pendekatan ini dilakukan karena FSH bersama-sama
androgen lainnya mengatur proses pembentukan sperma
(spermatogenesis) yang terjadi dalam sel Sertoli
sementara LH bekerja di sel Leydig yang mengatur
produksi testosteron. Vaksin yang memacu antobodi
terhadap FSH hendaknya tidak mengalami reaksi silang
dengan LH, karena turunnya kada LH akan diikuti
penurunan produksi testosteron. Penurunan kadar
testosteron akan diikuti dengan penurunan libido
pria. Vaksin yang sedang dikembangkan agar tidak
mengalami reaksi silang dengan LH baru tahap
percobaan pada kelinci (Mettens dan Monteyne, 2002).
Sejak lima tahun terakhir ini, pengembangan vaksin
menggunakan FSH yang berasal dari “ovine” telah
dicobakan pada pria, dan hasilnya cukup baik karena
72
menurunkan jumlah sperma tanpa terjadi reaksi silang
imunitas yang bermakna (Moudgal, Murthy, Kumar et
al., 1997).
Dengan penemuan ini imunisasi kontrasepsi terhadap
pria terbuka lebar peluangnya sehingga permintaan
untuk pengembangan kontrasepsi pria masih ada
harapan. Namun demikian, pada saat ini vaksin yang
sasarannya melalui auto-antigen pria dengan tanpa
efek samping masih jauh dari kenyataan (Delves, Lund,
dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b;
Mettens dan Monteyne, 2002).
c. Perempuan Sasaran Vaksinasi
Pada perempuan, FSH mengatur produksi sel telur
(ova) dan LH merangsang terjadinya ovulasi pada fase
folikulogenesis. Sekresi FSH dan LH dikendalikan oleh
hormone gonadoliberin dari hipotalamus GnRH/LH-RH.
Semua hormon-hormon ini adalah sasaran dari vaksin
kontrasepsi. Vaksin berbasis GnRH telah dicobakan
pada beberapa model binatang dan hasilnya reversibel
(Tast, Love, Clarke, Evans, 2000). Seperti dibahas
pada vaksin pria, immunisasi terhadap FSH mungkin
akan merangsang reaksi silang terhadap antibodi LH.
Disamping itu, besar kemungkinannya bahwa immunisasi
terhadap FSH tidak dapat merangsang antibodi dengan
kadar yang mencukupi, sehingga tidak dapat menghambat
konsepsi secara total. Ferro dan Stimson (1998)
73
meningkatkan spesifisitas vaksin dengan cara memilih
beberapa jenis peptida FSH yang dapat berikatan
dengan vaksin tetanus (Tetanus Toxoid). Untuk jenis-
jenis peptida tertentu dari binatang yang diberikan
vaksin tersebut menunjukkan terjadinya gangguan
siklus estros akibat terjadinya supresi kadar
estradiol. Hormon korionik-gonadotropin (hCG)
diproduksi oleh sel tropoblas pada telur yang telah
dibuahi dan kerjanya merangsang korpus luteum
sehingga melepaskan hormon progesteron. Hormon
progesteron ini berfungsi untuk memelihara atau
mempertahankan proses kehamilan. Di India,
dikembangkan vaksin terdiri dari β -subunit hCG yang
dapat mengikat α -subunit-ovine LH dan diikatkan
dengan vaksin tetanus toxoid (TT) atau diptheria toxoid (DT)
dan telah terbukti dapat mencegah kehamilan. Uji
klinik vaksin fase I dan fase II vaksin tersebut
sedang berlangsung dan hasilnya cukup menggembirakan
(Talwar, 1997). Kesuburan kembali setelah pemberian
vaksin ini ternyata dapat dijamin, sehingga bukan
vaksin yang menyebabkan infertilitas permanen
(Mettens dan Monteyne, 2002).
1) Menghambat (blocking) Fertilisasi
Pendekatan lain dalam vaksinasi kontrasepsi
adalah menghambat (memblokir) terjadinya
fertilisasi melalui merangsang timbulnya antibodi
yang menghalang-halangi menempelnya sperma pada
diding telur (Mettens dan Monteyne, 2002). Target
74
yang dipakai untuk menimbulkan respons immunitas
tersebut adalah protein permukaan sperma yang
berperan dalam fertilisasi atau ikatannya pada
telur (ligand on the ova).
a) Protein Permukaan Sperma
Secara teoritis, antigen sperma adalah target
yang sangat menarik karena sifat spesifik
jaringan tersebut dan peranannya dalam
fertilitas. Antibodi dengan kadar yang tinggi
dan diarahkan pada saluran reproduksi akan
menimbulkan infertilitas yang bersifat
reversibel. Beberapa antigen sperma sudah pernah
diteliti, antara lain: C4-laktat dehidrogenase,
PH-20, protein sperma (SP)-10, antigen
fertilisasi (FA)-1, FA-2, “cleavage signal”
(CS)-1, NZ-1 dan NZ-2, DE, dan 4LP-12. Lebih
dari itu, molekul yang terlibat dalam proses
pengikatan sperma pada zona pellucida (ZP)
mungkin dapat menjadi kandidat vaksin yang
menjanjikan, atau menjadi immuno-kontrasepsi
yang baik. Perlu pula disampaikan bahwa antigen
sperma dapat dijadikan kandidat vaksin bagi
perempuan karena terpacunya antibodi melawan
sperma didalam liang vagina akan menetralkan
kapasitas fertilisasi dari sel gamet pria.
b) Protein Permukaan Zona Pellucida dari Ova
75
Pada binatang, vaksin yang diformulasikan
(dibuat) dari antigen ZP dapat menekan
fertilitas secara efektif. Pada beberapa kasus,
dapat terjadi efek samping karena autoimuno-
reaksi pada ovarium. Dalam hal ini dapat
terlihat secara histologis terjadinya gangguan
(disruption) dari proses folikulogenesis dan
menurunnya jumlah bakalan folikel (primordial follicel
pool). Baik peptida vaksin dari ZP tunggal atau
kelipatan tiga (triple) ZP3 telah diteliti pada
telur kera secara invivo dan hasilnya tidak
didapatkan kelainan di ovarium secara
signifikan. Penelitian lebih lanjut masih
diperlukan untuk menyempurnakan pemilihan jenis-
jenis peptide ZP yang paling efektif.
2) Tantangan Pengembangan Vaksin Kontrasepsi
Pada bagian awal telah disampaikan bahwa
persoalan pandangan etika dan agama terhadap
pengembangan vaksin yang cara kerjanya menghambat
fertilisasi dan mengganggu telur yang telah dibuahi
sangat berbeda. Pada prinsipnya perbedaan pendapat
dalam penggunaan vaksin terletak pada penilaian
tentang kapan kehidupan itu dimulai, sehingga
persoalan pre-fertilisasi atau post-fertilisasi
menjadi bahan debat tersendiri pada kalangan agama
atau etnik tertentu. Secara teoritis, pengaturan
fertilitas melalui immunokontrasepsi akan mengalami
76
tantangan yang berat apabila dikemudian hari secara
selektif terjadi resistensi terhadap jenis
tertentu. Magiafoglou dkk (2003) menekankan
pentingnya untuk memantau terjadinya resistensi ini
dan tidak perlu dilakukan terlalu berdekatan waktu.
Hal ini karena menurut beberapa penemuan sampai
saat ini sifat menurun itu relatif jarang. Namun
karena keterbatasan penelitian tentang immuno-
kontrasepsi saat ini, maka perlu dilakukan beberapa
hal berikut:
(1) pemahaman tentang dasar genetika sifat retensi
fertilitas yang menetap atau tak mengalami variasi,
(2) pemetaan proporsi kelompok yang mengalami
resiten terhadap immuno-kontrasepsi, (3)
selektifitas individu yang bersifat menurun antar
generasi tentang resistensi individu terhadap
kontrasepsi, (4) pengaruh silang antar generasi
yangmenentukan selektifitas individu, dan (5)
efisiensi sistim pelayanan (delivery) kontrasepsi
di masyarakat. Pemahaman hal-hal tersebut mutlak
karena dikemudian hari kemungkinan terdapat
berbagai jenis vaksin yang dapat mengalami reaksi
silang, termasuk adanya kemungkinan individu
menurunkan sifat-sifat immunitas tersebut kepada
anak cucunya. Masalah lain dapat timbul apabila
mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi yang berbeda
antara negara sedang berkembang dan negara maju,
terutama berkaitan dengan standar penerimaan
77
teknologi kontrasepsi. Pada saat ini standar
penerimaan teknologi kontrasepsi bagi negara maju
dapat dikatakan mengacu standard yang sangat ideal
(perfect standard), sehingga kegagalan kecilpun tidak
dapat diterima (almost perfect efficacy). Sementara itu,
teknologi dari negara maju tersebut dipakai
dinegara sedang berkembang dengan hasil yang
berbeda menyolok dengan negara maju. Secara
kuantitatif terjadi perbedaan menyolok antara
“efficacy” dan “used-effectiveness” penggunaan
teknologi kontrasepsi di Negara sedang berkembang
dibanding negara maju. Hal ini karena faktor
“kepatuhan”(compliance) yang rendah dan terkait
dengan pendidikan serta kesadaran menggunakan
teknologi kontrasepsi berbeda secara bermakna.
Sementara itu, kontrasepsi dengan vaksinasi kurang
dipengaruhi aspek “kepatuhan” tersebut, misalnya
pengguna pill dibanding dengan vaksinasi akan lebih
tinggi ketergantungannya pada kepatuhan dibanding
dengan vaksinasi. Oleh karena itu, pertanyaannya
ialah, apakah dalam penerimaan vaksin sebagai alat
kontrasepsi akan dipakai standar efikasi yang telah
berlaku, atau standard “used effectiveness” yang
lebih penting untuk negara sedang berkembang?
Masalah lain terkait dengan investasi dan
perkembangan industri kontrasepsi yang belum ada
terlihat adanya pergeseran dari lingkup hormonal ke
vaksin.
78
BAB III
PENUTUP
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive
Technology Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk
pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi. Penggunaan
istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan
penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah
ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk
institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas,
dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan memberi manfaat
maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang membutuhkan
pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang
teknologi terkini, juga diharapkan dapat
mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara
petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi
keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula
bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah
satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi. (Prawirohardjo,
2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004 adalah cara
mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau
obat-obatan. Keluarga berencana adalah suatu usaha
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan
dengan memakai kontrasepsi. Sedangkan kontrasepsi menurut
BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan
80
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sel sperma.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus
mengantisipasi beberapa hambatan dalam penggunaan alat
kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi efek samping,
menambah kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi. Untuk itu
setiap tenaga kesehatan harus mengetahui teknologi-teknologi
kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah
mengadakan pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar
pelatihan ini berdistribusi merata disegala daerah.
81
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Kunsila.2012. Suntikan KB Untuk Pria. Diperolehtanggal 19 September 2013 melaluihttp://www.merdeka.com/sehat/vasalgel-suntikan-kb-untuk-pria.html
Anawalt BD, Herbst BD, Herbst KL et al. Desogestrel plustestosterona effectively suppresses spermatogenesis butalso causes modest weight gain and high density lipoprotein suppression. Fertility and Sterility 2000;14:704-714.
Baker HWG. Management of Male infertility. Ballière’s ClinicalEndocrinology and Metabolism 2000;14(3):409-422.
Bilian X. Intrauterine Devices. Best Practice & Research Clinical andGynaecology2002;16(2):155-168.
Bonanomi M, Lucente G, Silvestrini B. Male fertility: corechemical structure in pharmacological research.Contraception 2002;65:317-320.
Bray JD, Zhang Z,Winneker RC, Lyttle CR. Regulation of geneexpression by RA-910, a novel progesterone receptormodulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.
Ferro VA, Khan MA, Latimer VS, Brown D, Urbanski HF, StimsonWH. Immunoneutralisation of GnRH-I, without cross-reactivity to GnRH-II, in the development of a highlyspecific antifertility vaccine for clinical andveterinary use. J Reprod Immunol 2001;51:109–29.
Hartanto, hanafi. 2004. ”Keluarga Berencana dan Kontrasepsi”.Jakarta : Muliasari
iii
Park, Alice . 2012. Condoms and vasectomies are soyesterday. Researchers are working on a way to zapsperm to control male fertility. Diperoleh tanggal 19September 2013 melaluihttp://healthland.time.com/2012/01/31/sonic-sperm-could-ultrasound-be-the-next-male-contraceptive/#ixzz2fj5avJoY
Prawirihardjo,Sarwono. 2010. “Buku Panduan Praktis PelayananKontrasepsi”. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka PrawirohardjoSarwono
Rizal, Syaiful. 2013. Sonicated Sperm : Could Ultrasound BeThe Next Male Contraceptive. Diperoleh tanggal 19September 2013 melalui http://www.shnews.co/detile-23791-ketika-pil-kb-tak-lagi-harus-ditenggak-kaum-hawa.html
Unknown, 2007. Revolution in the Bedroom: German Invents'Spray-On' Condom to Fit All Sizes. Diperoleh tanggal19 September 2013 melaluihttp://www.spiegel.de/international/zeitgeist/revolution-in-the-bedroom-german-invents-spray-on-condom-to-fit-all-sizes-a-518492.html
Unknown. 2012. Mekanisme kerja AKDRhttp://worldhealth.blogspot.com/2012/05/mekanisme-kerja-akdr-alat-kontrasepsi.html
Unknown. 2013. Unair Kembangkan Pil KB Pria Dari TanamanGandarusa Papua. Diperoleh tanggal 19 September 2013melalui http://www.antaranews.com/berita/391071/unair-kembangkan-pil-kb-pria-dari-tanaman-gandarusa-papua
Unknown. 2013. Contraceptive Technology Update, FDA Approvessmaller levonorgestrel intrauterine system, a minimirena. AHC Media
iv
Unknown. 2013. Upaya bidan dalam menanggulangi efek sampinghttp://biimii0708.wordpress.com/2013/04/09/3/
Unknown. Keuntungan dan kerigian AKDRhttp://doktersehat.com/mekanisme-kerja-alat-kontrasepsi-dalam-rahim/
v