+ All Categories
Home > Documents > EFEKTIVITAS PENERAPAN REINFORCEMENT ... - repository iiq

EFEKTIVITAS PENERAPAN REINFORCEMENT ... - repository iiq

Date post: 04-May-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
152
EFEKTIVITAS PENERAPAN REINFORCEMENT DALAM PENCEGAHAN PERILAKU NEGATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN PAI (Studi Kasus kelas VI SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan) Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Unda Jiwaningsih NIM. 15311636 Pembimbing: Alfun Khusnia, S.Psi, Msi. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1440 H/2019 M
Transcript

EFEKTIVITAS PENERAPAN REINFORCEMENT DALAM

PENCEGAHAN PERILAKU NEGATIF SISWA PADA

PEMBELAJARAN PAI

(Studi Kasus kelas VI SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan)

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

Oleh:

Unda Jiwaningsih

NIM. 15311636

Pembimbing:

Alfun Khusnia, S.Psi, Msi.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

EFEKTIVITAS PENERAPAN REINFORCEMENT DALAM

PENCEGAHAN PERILAKU NEGATIF SISWA PADA

PEMBELAJARAN PAI

(Studi Kasus kelas VI SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan)

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(S.Pd)

Oleh:

Unda Jiwaningsih

NIM. 15311636

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

iv

Motto

“Jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah

bersama orang-orang yang sabar”.

(Q.S Al-Baqarah: 153)

v

مبسم هللا الرحمن الرحي

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi guna memenuhi persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dengan judul skripsi

“Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam Pencegahan Perilaku Negatif

Siswa pada Pembelajaran PAI kelas VI di SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang

Selatan.”

Sanjungan shalawat dan salam senantiasa tetap peneliti anugerahkan kepada

Nabi Muhammad Saw. yang telah memberikan jalan petunjuk, sehingga kita

terlepas dari jurang kesesatan. Karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik

berkat dukungan dari beberapa pihak, baik berupa saran, pikiran dan tenaga.

Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an

Jakarta beserta staf yang bertugas yang telah memberikan fasilitas

selama proses belajar mengajar.

2. Dr. Esi Hairani, M.Pd Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur`an

Jakarta beserta staf yang bertugas yang telah membantu peneliti selama

ini.

3. Reksiana, MA. Pd, ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Ilmu

Al-Qur‟an Jakarta.

4. Alfun Khusnia, S.Psi, Msi, dosen pembimbing yang tulus meluangkan

waktu dan selalu memberi bimbingan dan motivasi kepada peneliti

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

vi

5. Bapak dan Ibu dosen, khususnya Dosen Fakultas Tarbiyah yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama studi di

Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.

6. Kepala Sekolah, segenap Guru dan Staf di SDS Dua Mei Ciputat, yang

telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.

7. Kedua orang tuaku, bapak (Alm) Muhammad Sidik, dan ibu (Almh) Siti

Rahmah tercinta dan tersayang yang sampai detik ini masih selalu

kurindukan, semoga persembahan kecilku ini bisa membuat beliau

tersenyum di alam sana dan semoga suatu saat nanti kita bisa berkumpul

lagi di alam kerahmatan.

8. Saudara laki-lakiku, Abdul Haris dan saudara perempuanku, Endangsah

Kurniawati yang selalu memberi dukungan dan motivasi selama belajar

di Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta hingga selesai.

9. Keluarga besar yayasan Al-Arsy Petukangan Utara yang selalu

memberikan doa dan support nya dalam proses menyelasaikan skripsi

ini.

10. Sahabat-sahabatku penghuni Asrama Al-Husainy, alumni kamar N4

Dki, kamar C2 Asteng, dan seluruh teman Tarbiyah D yang telah

menjadi teman-teman yang baik dalam menyelesaikan studi di Institut

Ilmu Al-Qur`an Jakarta.

11. Seluruh teman-teman seperjuangan angakatan 2015, dan semua pihak

yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam proses penulisan

skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu semoga

pertemanan kita tetap terjalin sampai nanti.perjuangan kita tak berhenti

sampai disini.

Semoga bantuan yang telah diberikan kepada peneliti tercatat sebagai amal

shalih yang diterima oleh Allah Swt. dan semoga setiap langkah kaki kita

mendapat ridha-Nya.

vii

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

itu kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa peneliti harapkan

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, semoga Allah Swt. memberi manfaat bagi peneliti dan bagi

siapapun yang membacanya sebagai khazanah ilmu dan telaah diri dalam

dunia pendidikan Aamiin.

Jakarta, 15 Agustus 2019

Peneliti

Unda Jiwaningsih

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii

PERNYATAAN PENULIS ....................................................................... iii

MOTTO ..................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................... xiii

ABSTRAK ................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 9

C. Pembatasan Masalah ................................................................. 9

D. Perumusan Masalah .................................................................. 10

E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

F. Manfaat Penelitian .................................................................... 11

G. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 11

H. Sistematika Penulisan ............................................................... 16

BAB II KAJIAN TEORI

A. Perilaku Negatif

1. Pengertian Perilaku Negatif ................................................ 17

2. Bentuk Perilaku Negatif...................................................... 21

3. Jenis-Jenis Perilaku Negatif ............................................... 23

ix

4. Pembentukan Perilaku ........................................................ 26

5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Negatif .................... 27

6. Kondisi Psikologis Anak SD ............................................. 33

B. Reinforcement

1. Pengertian Reinforcement ................................................... 38

2. Munculnya Istilah Reinforcement ....................................... 39

3. Tujuan Pemberian Reinforcement ....................................... 50

4. Prinsip Penggunaan Reinforcement .................................... 52

5. Komponen-Komponen Pemberian Reinforcement ............. 53

6. Syarat Pemberian Reinforcement ........................................ 56

7. Cara Pemberian Reinforcement .......................................... 57

8. Pemberian Reinforcement dalam Pembelajaran ................. 59

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................ 63

B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 65

C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 65

D. Instrumen Penelitian .................................................................. 65

E. Sumber Data .............................................................................. 74

F. Teknik Analisis Data Penelitian................................................. 74

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SDS Dua Mei Ciputat

1. Sejarah Yayasan Dua Mei dan SDS Dua Mei Ciputat ........ 76

2. Visi dan Misi SDS Dua Mei Ciputat ................................... 78

3. Tujuan SDS Dua Mei Ciputat ............................................. 78

4. Struktur Keorganisasian Sekolah ........................................ 79

5. Lingkungan Sekolah ........................................................... 82

6. Sarana dan Prasarana .......................................................... 83

x

7. Kriteria Naik Kelas dan Kelulusan ..................................... 85

8. Kurikulum SDS Dua Mei Ciputat ....................................... 86

9. Kemitraan ............................................................................ 88

B. Analisis Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam Pencegahan

Perilaku Negatif Siswa Pada Pembelajaran PAI .......................... 88

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................108

B. Saran...........................................................................................109

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................110

LAMPIRAN

xi

Daftar Tabel

Tabel 3.1 Instrumen Observasi .................................................................... 66

Tabel 3.2 Instrumen Wawancara ................................................................. 71

Tabel 4.1 Data Pendidik ............................................................................... 80

Tabel 4.2 Data Peserta Didik ....................................................................... 81

Tabel 4.3 Daftar Sarana dan Prasarana ........................................................ 84

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Struktur organisasi Sekolah ..................................................... 80

Gambar 4.2 Proses Kegiatan Belajar Mengajar ........................................... 90

Gambar 4.3 Wawancara Guru PAI .............................................................. 93

Gambar 4.4 Wawancara Wali Kelas ............................................................ 94

Gambar 4.5 Pemberian Reinforcement ........................................................ 96

Gambar 4.6 Wawancara Kepala Sekolah ..................................................... 97

xii

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Surat permohonan Izin Wawancara dan Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Hasil Wawancara

Lampiran 5 Dokumentasi

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi merupakan penyalinan dengan penggantian huruf dari

abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi ini transliterasi

arab-latin, mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan Tunggal

Arab Latin Arab Latin

Dh ض A ا

Th ط B ة

Zh ظ T ث

a„ ع Ts ث

Gh غ J ج

F ف ẖ ح

Q ق Kh خ

K ك D د

L ل Dz ذ

M م R ر

N ن Z ز

W و S س

H ه Sy ش

Y ي Sh ص

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap

xiv

Fathah : a ا :a ي...: ai

Kasrah : i ي :i و...: au

Dhammah : u و :u

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) al-qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya.

Contoh انبقرة : al-Baqarah انمدينت al-Madînah

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) as-syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh: انرجم ar-Rajul انشمس asy-Syams

4. Syaddah (Tasydid)

Syaddah (Tasydid) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ),

sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

cara menggandakan huruf yang bertanda tasydid. Aturan ini berlaku

secara umum, baik tasydid yang berada di tengahkata, di akhir kata

ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf

syamsiyah.

Contoh: امنب ببهلل Âmanna billâhi امه انسفهبء–Âmana as-Sufahâ`u

5. Ta‟ Marbuthah (ة)

Apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na`at), maka

huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh: االفئدة al-Af`idah

Sedangkan ta` Marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-washal)

dengan kata benda (isim), maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”.

Contoh: االيت انكبرى–al-Âyat al-Kubrâ

6. Hamzah

xv

Hamzah ditrasliterasikan dengan apostrof. Namun, itu hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Bila terletak di awal

kata, hamzah tidak dilambangkan, karena dalam bahasa Arab berupa alif.

Contoh: شيء–Syai`un امرث Umirtu

7. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi

apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang

Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat,

huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Ketentuan

yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun

untuk nama diri dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital

adalah awal nama diri, bukan kata sandang. Contoh: `Ali Hasan al-Âridh,

al-Asqallânî, al-Farmawî, dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata

Al-Qur‟an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital.

Contoh: Al-Qur`an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah, dan seterusnya.

xvi

ABSTRAK Unda Jiwaningsih, Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 15311636, Judul

Skripsi: “Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam Pencegahan Perilaku

Negatif Siswa pada Pembelajaran PAI (Studi kasus kelas VI SDS Dua Mei

Ciputat, Tangerang Selatan)”, Program studi Pendidikan Agama Islam (PAI),

Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, 2019.

Latar belakang masalah dari penelitian ini adalah karena adanya

perilaku negatif pada siswa pada saat proses kegiatan belajar mengajar

seperti, berperilaku acuh tak acuh terhadap pelajaran, bermain-main,

mengangu teman, tidak percaya diri saat ditunjuk guru untuk tampil di

depan, mengobrol dengan teman, bernyanyi ketika proses pembelajaran,

serta tidak mengerjakan tugas dengan baik ketika proses pembelajaran

berlangsung, terutama pada kelas VI mata pelajaran PAI. Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektivitas penerapan reinforcement

dalam pencegahan perilaku negatif siswa pada pembelajara PAI di kelas VI

SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada

mata pelajaran PAI dengan penerapan reinforcement telah terlaksana dengan

baik, dan ditunjukkan dengan adanya pengurangan perilaku negatif siswa.

Hal ini menujukkan bahwa reinforcement efektif diterapkan pada proses

pembelajaran dalam mencegah perilaku negatif siswa.

Keyword: Perilaku Negatif, Reinforcement.

xvii

ABSTRACT

Unda Jiwaningsih, Student Registration Number (NIM) 15311636, Thesis

Title: "Effectiveness of Reinforcement Implementation in Prevention of

Student Negative Behavior in PAI Learning (Case Study VI Class SDS Dua

Mei Ciputat, South Tangerang)", Islamic Religious Education Study

Program (PAI), Tarbiyah Faculty of the Qur'an Institute of Sciences (IIQ)

Jakarta, 2019.

The background problem of this research is due to negative behavior in

students during the teaching and learning process such as, behaving

indifferently to lessons, playing games, disturbing friends, not confident

when appointed by the teacher to appear in front, chatting with friends,

singing when the learning process, and not doing the task well when the

learning process takes place, especially in class VI PAI subjects. This study

was conducted to find out how effective the application of reinforcement in

preventing negative behavior of students in PAI learning in class VI SDS

Dua Mei Ciputat, South Tangerang. This research uses descriptive

qualitative method, with data collection techniques through observation,

interviews, and documentation.

Based on the results of the study, showed that the learning process in the PAI

subjects with the application of reinforcement has been carried out well, and

indicated by a reduction in negative student behavior. This shows that

reinforcement is effectively applied to the learning process in preventing

negative student behavior.

Keyword: Negative Behavior, Reinforcement.

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan

mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan

mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan

dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

pandangan hidup mereka.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab I Tentang

Pendidikan Nasional meyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan,

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1

Melalui pendidikan, manusia juga bisa belajar dari pengalaman

dan latihan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk yang

semakin dewasa, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik,

sebagaimana dikemukakan oleh Chaplin dalam dictionary of

psichology, belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap

1Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 3

2

sebagai akibat latihan dan pengalaman, belajar juga merupakan proses

memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.2

Dalam Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan

nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya

pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU sisdiknas menyebutkan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membantu

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

E. Mulyasa mengatakan bahwa kualitas guru ditinjau dari dua

segi yaitu, proses dan hasil. Dari segi proses dikatakan berhasil apabila

mampu membuat sebagian peserta didik terlibat aktif dalam

pembelajaran, baik secaa fisik, mental, maupun sosial. Secara hasil

dapat dikatakan berhasil apabila mampu merubah perilaku sebagian

peserta didik ke arah kompetensi yang lebih baik.4

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasian siswa

dalam pendidikan. Salah satu faktor eksternal yang menentukan

keberhasilan kegiatan pembelajaran di sekolah adalah faktor guru dan

cara mengajarnya. Agar dapat mencapai tujuan dalam pembelajaran,

seorang guru harus memiliki kompetensi untuk menunjang pencapaian

2Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Suatu Pendekatan Baru), (Bandung: PT

Rosdakarya, 1995) hlm. 11 3Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal

3 4E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),

hlm. 13

3

tujuan tersebut. Usman menyebutkan salah satu kompetensi yang harus

dimiliki oleh guru adalah keterampilan memberi penguatan

(reinforcement). Guru dalam proses belajar mengajar hendaknya

memahami siswanya, salah satunya dengan memberikan penguatan

(reinforcement).5

Penguatan merupakan suatu respon timbal balik yang dilakukan

seseorang kepada orang lain dengan maksud agar dapat meningkatkan

kemungkinan terulangnya perilaku tersebut. Penguatan dapat dikatakan

sebagai respon sederhana, dapat dilakukan secara mudah, dilakukan

dimana saja, dan dilakukan oleh siapa saja. Penguatan (reinforcement)

yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku siswa yang

bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feed back)

bagi penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindakan

dorongan ataupun koreksi.6

Albert Bandura dalam Muhibbin Syah, seorang behavioris

moderat mengemukakan setiap proses belajar terjadi dalam urutan

tahapan peristiwa yang meliputi: 1). Tahap perhatian (attentional

phase); 2). Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase); 3).

Tahap reproduksi (reproduction phase); 4). Tahap motivasi (motivation

phase), dalam tahap motivasi proses terjadinya peristiwa atau perilaku

belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi

sebagai reinforcement (penguatan), yakni yang menentukan

bertahannya segala informasi dalam memori para peserta didik. Pada

5Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010), hlm. 74 6Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hlm. 80

4

tahap ini, guru dianjurkan untuk memberi pujian, hadiah atau nilai

tertentu kepada para peserta didik yang berkinerja memuaskan.7

Terdapat dua macam penguatan yaitu penguatan positif dan

penguatan negatif. Pujian oleh seorang guru kepada siswa yang telah

melakukan perbuatan positif akan membuat siswa merasa senang dan

berusaha melakukannya kembali bahkan akan berusaha untuk lebih

baik dari perilaku sebelumnya.8 Begitupun sebaliknya dengan

memberikan hukuman pada dasarnya akan memberikan pengaruh

terhadap siswa yang menerima hukuman tersebut. Pemberian hukuman

adalah respon negatif yang bertujuan agar tingkah laku yang kurang

baik itu, frekuensinya berkurang atau hilang. Pada pemberian hadiah

responnya adalah respon yang positif sedangkan pemberian hukuman

adalah respon yang negatif.

Respon positif (reward) bertujuan agar tingkah laku yang sudah

baik misalnya, bekerja, belajar, berprestasi, memberi dan menolong

frekuensinya akan berulang dan bertambah. Sedangkan respon yang

negatif (punishment) bertujuan agar tingkah laku yang kurang baik

frekuensinya berkurang atau hilang.

Reinforcement merupakan bentuk lanjutan dari Manejemen

Kesiswaan dan Manejemen Pelayanan yang dilakukan dan diterapkan

oleh pihak sekolah kepada siswa melalui guru. Reinforcement akan

memberikan pengaruh berupa sikap positif terhadap proses belajar

anak dan bertujuan untuk meningkatkan atau merangsang perhatian

7Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. (Jakarta:Raja Grafindo,2007), hlm. 111-113

8Sri Anitah, Strategi Pembelajaran di SD, (Jakarta: UT, 2009), hlm. 25

5

anak terhadap kegiatan belajar, meningkatkan motivasi, dan

merangsang belajar.9

Pemberian hadiah maupun pemberian hukuman merupakan

respon seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Hanya saja

pada pemberian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu ingin

mengubah tingkah laku seseorang penghargaan/ hadiah (reward)

adalah merupakan respon yang positif, sedangkan pada pemberian

hukuman (punishment) adalah respon yang negatif. Namun, kedua

respon tersebut memiliki dua tujuan yang sama yaitu mengubah

tingkah laku seseorang.

Dalam perspektif Islam, reward muncul dengan beberapa

istilah, antara lain ganjaran, balasan dan pahala, sebagaimana Firman

Allah Swt

٤٢جزاء بما كاوىا يعملىن

Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-

Waqiah56/: 24)

Dalam tafsir Al-Jalalain menjelaskan bahwa (sebagai balasan)

menjadi Maf‟ul Lah, atau Masdar, sedangkan „Amilnya diperkirakan

keberadaannya, yaitu kami jadikan hal-hal yang disebutkan itu buat

mereka sebagai pembalasan. Atau, kami memberikan balasan kepada

mereka (bagi apa yang mereka telah kerjakan).10

9Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), hlm. 73 10

Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2014), hlm. 1004

6

Sedangkan punishment, muncul dengan kata „uqubah atau

„iqaab, sebagaimana Firman Allah Swt.

لك بأوهم شاقىا ذ ومه يشاق ۥ ورسىله ٱلل فإن ٱلل ٢ ٱلعقاب شديد ٱلل

Yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya mereka

menentang Allah dan Rasul-Nya. barangsiapa menentang Allah dan

Rasul-Nya, Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Q.S. al-

Hasyr/59 : 4).11

Dalam terjemahan tafsir bahasa Indonesia disebutkan bahwa isi

kandungan ayat diatas adalah bahwa apa yang menimpa orang-orang

Yahudi di dunia dan azab yang menunggu mereka di akhirat, adalah

mereka yang menyelisihi perintah Allah dan RasulNya dengan

penyelisihan yang berat, mereka memerangi keduanya dan berusaha

mendurhakai keduanya. Barangsiapa menyelisihi Allah dan RasulNya,

maka sesungguhnya Allah memiliki hukuman yang keras.

Dalam tafsir Jalalain (yang demikian itu adalah karna

sesungguhnya mereka telah menentang) telah melawan (Allah dan

Rasul-Nya. Barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya Allah

sangat keras hukuman-Nya) terhadap dia.12

Dalam proses pembelajaran guru sering menghadapi tingkah

laku siswa yang tak dapat diterangkan dan sulit diatasi karena tingkah

laku tersebut telah diperkuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu.

Anak yang selalu berbicara di kelas, sering menggangu ketenangan

11

Departemen Agama RI, Mushaf Famy bi Syauqin (Al-Qur'an dan Terjemahnya),

(Banten: Forum Pelayanan Al-Qur‟an. 2015) hlm. 546 12

Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2014), hlm. 1054

7

kelas barangkali berusaha memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan

perhatian.13

Pada dasarnya setiap anak mengalami tahap-tahap

perkembangan dimana anak dituntut dapat bertindak atau

melaksanakan hal-hal yang menjadi tugas perkembangannya dengan

baik. Adapun perilaku menyimpang yang dilakukan di SD seperti

tidak patuh dan menggandu aktivitas belajar mengajar di sekolah.

Perilaku ini terjadi karena adanya penyesuaian yang harus dilakukan

anak terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang baru, perilaku ini

bisa terjadi karna adanya penyesuaian yang harus dilakukan oleh

anak.14

Berdasarkan perspektif psikologi perkembangan masa anak-

anak akhir merupakan masa yang kritis dan usia yang menyulitkan,

maksudnya, suatu masa dimana anak-anak tidak mau lagi menuruti

perintah dan dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman

sebaya dari pada oleh orang tua dan anggota keluarga lain. Label yang

digunakan oleh para ahli psikologi pada masa akhir kanak-kanak

adalah usia berkelompok, yaitu suatu masa dimana perhatian utama

anak tertuju pada diterima oleh taman sebaya sebagai anggota

kelompok, terutama kelompok yang bergengsi dalam pandangan

teman-temannya. Oleh karena itu anak ingin menyesuaikan dengan

standar yang disetujui kelompok dalam berpenampilan, berbicara dan

berperilaku.15

Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab banyak

13

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 208 14

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan

Kehidupan, (Jakara: Erlangga, 2004), hlm. 39 15

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan

Kehidupan, hlm. 147

8

perilaku anak yang mengikuti peraturan kelompok, sekalipun

bertentangan dengan peraturan dirinya, keluarga, dan peraturan

sekolah.

Meningkatnya pelanggaran di sekolah dapat diterangkan oleh

kenyataan bahwa anak yang lebih besar tidak lagi menyenangi sekolah

seperti ketika masih kecil, anak tidak lagi menyukai guru seperti ketika

masih duduk di kelas-kelas yang lebih rendah, anak menggangap

beberapa mata pelajaran membosankan sehingga ia “berhenti belajar”

dan tidak memusatkan perhatian pada mata pelajaran tersebut.16

Dari observasi dan pengamatan awal yang dilakukan oleh

peneliti di Yayasan Sekolah Dasar Dua Mei Ciputat pada awalnya

menunjukkan rendahnya dalam pembelajaran PAI. Seperti, berperilaku

acuh tak acuh terhadap pelajaran, bermain-main, mengangu teman,

tidak percaya diri saat ditunjuk guru untuk tampil di depan, mengobrol

dengan teman, bernyanyi ketika proses pembelajaran, serta tidak

mengerjakan tugas dengan baik. Oleh karena itu menarik perhatian

peneliti untuk meneliti penerapan reinforcement pada pembelajaan PAI

di kelas IV. Peneliti memberikan reward dan yang merupakan bentuk

reinforcement positif.

Berdasarkan kondisi ini peneliti ingin melakukan penelitian

tentang efektivitas penerapan reinforcement dalam pencegahan

perilaku siswa. Pembelajaran yang ingin peneliti terapkan adalah

dengan penerapan keterampilan reinforcement. Penerapan

reinforcement dalam pembelajaran akan membantu meningkatkan

mengurangi perilaku negatif siswa pada pembelajaran. Dengan kata

16

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 165

9

lain pengubahan tingkah laku siswa (behavior modification) dapat

dilakukan dengan memberikan penguatan.17

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah yang disajikan pada latar belakang di atas,

maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa kurang antusias terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama

Islam (PAI).

2. Siswa melakukan kegiatan lain ketika proses pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di kelas.

3. Siswa kurang fokus ketika proses belajar pada mata pelajaran

Pendidkan Agama Islam.

4. Kurangnya pemberian penguatan oleh guru PAI menyebabkan

siswa cenderung malas untuk memperhatikan pelajaran.

5. Faktor-faktor yang menghambat pemberian penguatan

(reinforcement) dalam pembelajaran PAI.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian yang dilakukan

lebih terarah dan mendalam berdasarkan identifikasi masalah di atas.

Maka untuk menfokuskan permasalahan, penulis membatasi masalah

tersebut pada:

1. Reinforcement yang diterapkan dalam penelitian ini berupa

pemberian reinforcement positif.

17

Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm.

117

10

2. Perilaku negatif yang diteliti dalam penelitian ini adalah ngobrol di

kelas, tidak mengerjakan tugas dengan baik, menyanyi,

mengganggu teman dan tidak memperhatikan guru pada saat proses

pembelajaran PAI di SDS Dua Mei Ciputat.

3. Proses pembelajaran dalam penelitian ini adalah pada mata

pelajaran PAI.

4. Siswa dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDS Dua Mei

Ciputat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penerapan

reinforcement dalam pencegahan perilaku negatif siswa pada

pembelajaran PAI di SDS Dua Mei Ciputat?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pembatasan dan perumusan masalah tersebut,

maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami

efektivitas penerapan reinforcement dalam pencegahan perilaku negatif

siswa pada pembelajaran PAI

1. Untuk mengetahui apa saja bentuk perilaku negatif siswa pada

pembelajaran PAI?.

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan reinforcement pada

pembelajaran PAI?.

3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas penerapan reinforcement

dalam pencegahan perilaku negatif siswa pada pembelajaran PAI?.

11

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini

adalah:

1. Secara teoritik,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

yang mendalam tentang efektivitas reinforcement dalam

pencegahan perilaku negatif siswa

2. Secara praktis,

a. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman langsung tentang

tindakan guru yang tepat dalam menerapkan reinforcement

dalam pembelajaran PAI.

b. Untuk mengetahui bagaimana langkah pemberian

reinforcement yang tepat dalam pencegahan perilaku negatif

siswa di kelas

G. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya

yang mempunyai bahasan senada yang tertulis pada skripsi terdahulu

antara lain:

1. Sasramawati, mahasiswa Universitas Islam Negeri Suska Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan tahun 2013. Dengan judul “penerapan

Keterampilan Reinforcement dalam Strategi Inquiri Training untuk

Meningkatkan Motivasi Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam kelas IV Sekolah Dasar Negeri 008 Rumbio

Kecamatan Kampar.”

12

Penelitian yang dilakukan oleh Sasramawati bertujuan untuk

mengetahui penerapan keterampilan reinforcement dalam strategi

inquiri training untuk meningkatkan motivasi belajar pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam penellitian ini digunakan

penelitian tindakan kelas. Instrumen penelitian ini terdiri dari

lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi aktivitas siswa,

dan lembar observasi motivasi belajar siswa selama proses

pembelajaran dengan penerapan keterampilan reinforcement dalam

strategi inquri training

Hasil peneliti menunjukkan bahwasanya apabila diterapkan

keterampilan reinforcement dalam strategi inquiri training dengan

benar sesuai langkah-langkah pelaksanaannya maka dapat

meningkatkan motivasi belajar Ilmu Pendidikan Alam.

Persamaannya adalah penulis sama-sama meneliti penerapan

reinforcement dalam proses belajar. Adapun perbedaanya adalah

Sasramawati meneliti pengaruh reinforcement terhadap motivasi

belajar siswa sedangkan peneliti pengaruh terhadap pencegahan

perilaku negatif siswa.

2. Yuslinda Putri Kusumanungrum, mahasiswa Universitas Negeri

Semarang fakultas Ilmu Pendidikan jurusan Pendidikan Guru

Sekolah Dasar pada tahun 2016 dengan judul skripsi “Penerapan

Reinforcement pada kegiatan pembelajaran di SD Negeri Grogol

Kabupaten Tegal”

Penelitian yang dilakukan oleh Yuslinda bertujuan untuk

mengetahui penerapan reinforcement pada kegiatan pembelajaran.

13

Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif. Teknik

pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan

dokumentasi.

Hasil analisis menujukkan bahwa guru sudah menerapkan

penguatan kepada siswanya namun kurang bervariasi dan terkesan

monoton. Penguatan yang sering dilakukan adalah penguatan

dalam bentuk verbal berupa pujian, sanjungan, bahkan ada

beberapa guru yang lebih mengutamakan menerapkan penguatan

negatif berupa teguran. Penguatan non verbal biasanya dilakukan

dengan cara gerak mendekati siswa dan memberikan sentuhan,

namun ada beberapa guru yang memberikan hadiah sebagai bentuk

penguatan, tetapi penguatan dalam bentuk hadiah ini sangat jarang

digunakan.

Persamaannya adalah penulis sama-sama meneliti penerapan

reinforcement dalam proses belajar. Adapun perbedaanya adalah

Yuslinda meneliti penerapan reinforcement pada mata pelajaran

secara umum sedangkan peneliti penerapan reinforcement hanya

pada mata pelajaran PAI

3. Nur Amliah, mahasiswa program Pascasarjana Universitas Negeri

Makasar tahun 2017 dengan judul tesis “Efektivitas Behavioral

dengan Teknik Reinforcement dalam Meningkatkan Motivasi

Belajar Siswa di MAN Pangkep”

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Amliah bertujuan untuk

mengetahui efektivitas behavioral dengan teknik reinforcement

dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Penelitian ini adalah

14

jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan quasy eksperimental

dengan non-equivalent control group design, dan sampel penelitian

diambil dengan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan; pertama, gambaran tingkatan

motivasi belajar siswa MAN Pangkep pada mata pelajaran

matematika sebelum diberikan perlakuan teknik reinforcement

dengan pada kelompok eksperiment dan kontrol berada pada

kategori rendah dan sangat rendah, dan setelah diberikan perlakuan

teknik reinforcement berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi.

Kedua, teknik reinforcement efektif untuk meningkatkan motivasi

belajar siswa.

Persamaannya adalah penulis sama-sama meneliti efektivitas

reinforcement dalam proses belajar. Adapun perbedaanya adalah

Nur Amliah meneliti pengaruh reinforcement terhadap motivasi

belajar siswa sedangkan peneliti pengaruh terhadap pencegahan

perilaku negatif siswa.

4. Yuli Setiowati, mahasiswa Universitas Bandar Lampung fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan jurusan Bimbingan Konseling pada

tahun 2017 dengan judul skripsi “Penggunaan Konseling Teknik

Reinforcement Positif dalam Meningkatkan Sikap dan Kebiasaan

Belajar pada Siswa Kelas VIII di MTS Pelita Gedong Tataan”

Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Setiowati bertujuan untuk

mengetahui penggunaan konseling teknik reinforcement positif

dalam meningkatkan sikap dan kebiasaan belajar pada Siswa.

Penelitian ini adalah jenis penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu

15

suatu pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diambil.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan konseling teknik

reinforcement positif dapat dikatakan berhasil. Hal ini dibuktikan

dengan adanya perubahan tiga subjek pada saat sebelum dan

sesudah konseling dilakukan. Perubahan yang dialami kedua

subjek, seperti yakni kemampuan yang dimiliki mampu merubah

kebiasaan yang kurang positif menjadi kebiasaan yang positif

dalam belajar. Adapun peningkatan sikap dan kebiasaan belajar

pada ketiga subjek sebesar 72% dengan diterapkannya konseling

teknik reinforcement tersebut.

Persamaannya adalah penulis sama-sama meneliti penerapan

reinforcement dalam proses belajar. Adapun perbedaanya adalah

Yuli Setiowati meneliti pengaruh reinforcement terhadap

meningkatnya sikap dan kebiasaan belajar pada siswa sedangkan

peneliti pengaruh terhadap pencegahan perilaku negatif siswa.

H. Sistematika Penulisan

Penulis mengacu pada buku yang disusun oleh Prof. Dr. Hj.

Huzaemah T. Yanggo. MA, et al. yang diterbitkan oleh Institut Ilmu

Al-Qur`an Jakarta (IIQ) Jakarta, cetakan kedua, tahun 2017.

Sistematika penulisannya sebagai berikut:18

Pada Bab pertama, mencakup pembahasan mengenai Latar

Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,

18

Huzaemah T. Yanggo, et al, Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan Skripsi,

(Tangerang: LPPI IIQ Jakarta, 2017), hlm. 7

16

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka

dan Sistematika Penulisan.

Pada Bab kedua, mencakup landasan teoritis atau konsep yang

mendukung penulisan yaitu meliputi perilaku negatif, pengertian

reinforcement, munculnya istilah reinforcement, tujuan reinforcement,

komponen reinforcement, dan langkah penerapan reinforcement.

Pada Bab ketiga, meliputi pembahasan mengenai pendekatan

dan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel

serta desain prosedur penelitian (metode penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data dan teknik analisis data).

Pada Bab keempat, meliputi pembahasan yang mencakup

gambaran umum objek penelitian, deskripsi data dan analisa data serta

interpretasi data.

Pada Bab kelima, membahas tentang penutup yang berisi

kesimpulan dan saran.

17

BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam bab ini akan dibahas teori tentang perilaku negatif, dan

Reinforcement.

A. Perilaku Negatif

1. Pengertian perilaku negatif

Dalam Bahasa Inggris kata “perilaku” disebut dengan

“behavior” yang artinya kelakuan, tindak-tanduk atau jalan.1

Perilaku juga terdiri dari dua kata yaitu peri dan laku, peri artinya

sekeliling, dekat, melingkupi, sedangkan laku artinya tingkah

laku, perbuatan dan tindak tanduk.2

Perilaku merupakan semua aktivitas yang baik berupa

reaksi, tanggapan, jawaban atau balasan yang dilakukan individu.

Perilaku tidak muncul seketika atau dibawa dari lahir, tetapi

dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh

langsung kepada respon seseorang.3

Menurut Skinner sebagaimana yang dikutip dalam buku

Natoatmodjo merumuskan bahwa perilaku merupakan respon

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

1John, M. Echols, et al., Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia, 1996),

Cet. Ke-13, hlm. 80 2Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan,(Bandung: CV.

Pustaka Setia, 1996), Cet. Ke-5, hlm. 91 3Djali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 114

18

Pengertian ini dikenal dengan teori „S-O‟R” atau “Stimulus-

Organisme-Respon”.4

Sedangkan menurut Leonard F. Polhauspessy

sebagaimana yang dikutip oleh Saifuddin Azwar menguraikan

bahwa perilaku adalah “sebuah gerakan yang dapat diamati dari

luar seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor

atau mobil.5

Perilaku manusia adalah semua kegiatan dan aktivitas

manusia baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar.Sedangkan dalam pengertian umum

perilaku adalah segala kegiatan atau perbuatan yang dilakukan

oleh makhluk hidup. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian

organisme ini merespons.6

Perilaku terjadi melalui proses adanya interaksi antara

individu dengan lingkunganya sebagai keadaan jiwa untuk

berpendapat, berpikir, dan bersikap yang merupakan gerakan dari

berbagai aspek baik fisik maupun non fisik. Perilaku yang ada

pada individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai

akibat dari adanya stimulus atau rangsangan yang mengenai

4S Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm

5Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurnya, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2000), Cet. Ke-4, hlm. 11 6S Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta,

2003).

19

individu, perilaku itu merupakan jawaban atau respon terhadap

stimulus yang mengenainya.7

Perilaku memiliki kaitan erat dengan sikap. Perilaku

biasanya diasumsikan timbul dari sikap, tetapi bagaimanakah

konsistensi kedua kedua hal tersebut satu sama lain. Untuk

mengetahui hal itu perlu diketahui pengertian sikap itu sendiri.

Dalam bukunya M. Alisuf Sabri mengemukakan bahwa

“sikap” (Attitude) diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk

bereaksi terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak

suka, dan acuh tak acuh.8 Sumber lain mengatakan bahwa sikap

adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan

untuk bertindak terhadap objek tertentu.9

Muhibbin Syah mengutip pendapat Bruno bahwa sikap

adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksidengan

cara bak atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.10

Sikap

merupakan kesediaan untuk bereaksi secara positif atau negatif

terhadap objek tertentu. Sementara La Pierre dalam Azwar

mendefenisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau

kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

situasi sosial. Singkatnya, sikap adalah respon terhadap stimuli

sosial yang telah terkondisikan. Jadi sikap dan perilaku memiliki

hubungan berbanding lurus, dimana sikap seseorang dalam

menanggapi sesuatu akan berpengaruh pada perilaku yang

7Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010),

hlm. 11 8M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Jaya, 1995), hlm. 83

9R. Soetarno, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Kasinius, 1993), hlm. 41

10Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Suatu Pendekatan Baru), (Bandung: PT

Rosdakarya, 1995), hlm. 118

20

dihasilkan. Perilaku positif atau negatif dari seorang siswa dapat

ditelusuri berdasarkan sikap yang mendasari perilaku tersebut.

Menurut Bandura perilaku dalam belajar terfokus pada

seberapa jauh siswa belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah

dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan.11

Perilaku

siswa dalam belajar juga tidak terlepas dari beberapa faktor

sebagai berikut. Pertama, bagaimana intensitas interaksi antara

guru ke siswa, dimana guru tersebut akan bertindak sebagai

model akan menjadi panutan baik secara ilmu pengetahuan yang

ia kuasai ataupun mengenai tingkah laku guru itu sendiri. Kedua,

bagaimana interaksi antara masing-masing siswa tersebut

mempengaruhi perilaku siswa-siswa lainnya, dan biasanya di

dalam kelas akan ditemui kelompok teman sebaya yang

berorietasi kepada beberapa hal yang salah satunya ialah

kemampuan secara akademis siswa yang masing-masing berbeda

satu sama lain, dimana tak jarang di kelas akan muncul kelompok

siswa yang memiliki kemampuan secara akademis dengan

tingkatan standar dan di atas rata-rata.

Sedangkan perilaku menyimpang merupakan tingkah laku

yang dinilai sebagai menyimpang dari aturan-aturan normatif,

atau dinilai sebagai menyimpang dari pengharapan-pengharapan

lingkungan sosial.12

Dalam pengertian lain mengatakan bahwa perilaku

menyimpang pada anak adalah perilaku anak yang tidak sesuai

11

Bandura, Albert, Social Fundation of Thought and Action. A Social Cognitive

Theory, (Engelwood Cliffe: Prentice Hall, 1986), hlm. 89 12

Saparinah Sadli, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, (Jakarta: UI,

1976), hlm. 23

21

dengan tingkat-tingkat perkembangannya, dan tidak sesuai

dengan nilai moral yang berlaku. Perilaku menyimpang,

menggangu atau menghambat anak-anak untuk mencapai

perkembangan berikutnya.13

Dengan demikian perilaku menyimpang pada umumnya

dikaitkan dengan hal-hal yang negatif, yang tidak baik, yang

merugikan diri sendiri, dan masyarakat yang ada disekitar indvidu

yang melakukan perilaku penyimpangan tersebut, dalam hal ini

siswa.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

perilaku merupakan aktivitas yang dilakukan individu sebagai

respons stimulus yang diterima oleh organism yang bersangkutan,

baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Sedangkan

perilaku negatif dalam belajar adalah tindakan yang menyimpang

dari norma-norma yang berlaku yang tidak baik, yang merugikan

diri sendiri, orang lain, dalam proses belajar.

2. Bentuk Perilaku Negatif

Bentuk perilaku pada manusia menurut Bimo walgito dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:14

a. Perilaku yang refleksif

Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi

antara reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai

organisme tersebut. Misalnya reaksi kedip mata bila kena

13

Abu Darwis, Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid Sekolah Dasar, (Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2006), hlm. 35 14

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset,

2010), hlm. 12-13

22

sinar, gerak lutat bila kena sentuhan palu, menarik jari bila

jari kena api dan sebagainya. Reaksi atau perilaku refleksif

adalah perilaku yang terjadi dengan sendirinya, secara

otomatis. Stimulus yang diterima oleh organisme atau

individu tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak,

sebagai pusat kesadaran, sebagai pusat pengendali dari

perilaku manusia.

b. Perilaku non refleksif

Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikembalikan dan

diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Dalam kaitan ini

stimulus setelah diterima oleh reseptor kemudian diteruskan

ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran, baru kemudian

terjadi respon melalui efektor. Proses yang terjadi dalam otak

atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis.

Perilaku atau aktifitas atas dasar proses psikologis inilah yang

disebut aktifitas psikologis atau prilaku psikologis.

Sedangkan jenis perilaku individu menurut Oktoviana (2011):

a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat

susunan saraf

b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan dan instingtif

c. Perilaku tampak dan tidak tampak

d. Perilaku sederhana dan kompleks

e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor

Sedangkan bentuk perilaku menurut Notoatmodjo dilihat

dari bentuk respons terhadap stimulus maka prilaku dapat

dibedakan menjadi dua:

a. Bentuk Pasif/Perilaku Tertutup (covert behavior)

23

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan, atau kesdaran dan sikap yang terjadi pada

seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secarajelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau

dilihat oleh orang lain.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jenis dari

perilaku terdiri dari perilaku reflektif, non-reflektik, sadar, tak

sadar, sederhana, kompleks, terbuka dan perilaku tertutup.

3. Jenis-jenis perilaku Negatif

Menurut Adler yang ditulis oleh Kartini Kartono jenis

perilaku negatif siswa adalah sebagai berikut:

a. Kebut-kebutan di jalanan yang menggangu keamanan, dan

membahayakan jiwa sendiri dan orang lain.

b. Perilaku ugal-ugalan berandalan yang mengacaukan

ketentraman masyarakat sekitar.

c. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau

bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan

perilaku tercela.

d. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar

suku, sehingga kadang-kadang membahayakan korban jiwa.

24

e. Kriminalitas anak siswa antara lain berupa perbuatan

mengancam, mengintimidasi, memeras, mencopet, merampas,

menyerang, membunuh, menyiksa dan pelanggaran-

pelanggaran yang lainnya.

f. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, dan melakukan

berbagai tindakkan yang menggangu ketentraman dan

ketenangan lingkungan.15

Sedangkan jenis-jenis perilaku menyimpang pada anak

SD menurut Darwis, adalah sebagai berikut:16

a. Rasionalisasi

Rasionalisasi dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut

memberi alasan. Memberikan alasan yang dimaksud adalah

memberikan penjelasan atas perilaku yang diberikan oleh

individu dan penjelasan tersebut biasanya cukup logis tapi

pada dasarnya apa yang dijelaskan itu bukan merupakan

penyebab nyata karena sebenarnya individu tersebut

bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya.

b. Sifat bermusuhan

Sifat bermusuhan adalah sifat individu yang menggangap

individu lain sebagai musuh.

c. Menghukum diri sendiri

Perilaku ini terjadi karena individu merasa cemas bahwa

orang lain tidak akan menyukai dia sekiranya dia mengkritik

orang lain.

15

Aat Syafaat, dkk, Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan

Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 79-80. 16

Abu Darwis, Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid Sekolah Dasar, (Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 2006), hlm. 43

25

d. Penekanan

Penekanan ditunjukkan dalam bentuk menyembunyikan dan

menekan penyebab yang sebenarnya keluar batas kesabaran.

Individu berupaya melakukan hal-hal yang menimbulkan

penderitaan hidupnya.

e. Konformitas

Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri

dari rasa tertekan atau bersalah terhadap pemenuhan harapan

orang lain. Tujuan anak melakukan ini agar ia terhindar dari

perasaan kecewa.

f. Sinis

Perilaku ini muncul dari ketidakberdayaan individu untuk

berbuat dan berbicara dalam kelompok. Ketidakberdayaan ini

membuatnya khawatir dan cenderung menghindar dari

penilaian orang lain.

Cicik Rahmawati juga memaparkan bahwa jenis-jenis

kenakalan yaitu: tidak mengikuti jama‟ah solat dhuhur,

membolos, mengobrol/ramai pada jam pelajaran berlangsung, lari

dari sekolah pada saat jam mata pelajaran berlangsung, cara

berpakaian/seragam tidak sesuai dengan yang ditentukan, tidak

mengerjakan PR, tidak memakai ikat pinggang dan kaos kaki, dan

lain-lain.17

Sedangkan menurut Jenny Gichara perilaku menyimpang

anak antara lain: berkelahi (memukul, mendorong, meggoda),

mengamuk atau marah-marah, membantah, menggigit, bermalas-

malasan, meludah, jorok dan berantakan, berbohong, mengeluh,

17

Cicik Rohmawati, “Usaha Guru Untuk Mengatasi Kenakalan Anak Kelas V SD

Negeri Kliwonan 2 Masaran Sragen”, dalam Jurnal, hlm.7-8

26

bersikap kasar, mengejek, mengadu, berbicara kasar atau

mengucapkan kata-kata kotor, dan mencuri.18

Dari uraian di atas terdapat banyak sekali perilaku negatif

siswa. Akan tetapi dari jenis perilaku negatif di atas, penulis

hanya menekankan penelitan pada perilaku seperti berisik di

dalam kelas, mengobrol dengan teman, berbicara kasar, bermalas-

malasan, menyayi pada proses pembelajaran, dan tidak

mengerjakan tugas.

4. Pembentukan perilaku

Perilaku manusia adalah sebagian besar ialah berupa perilaku

yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Adapun beberapa cara

pembentukan perilaku adalah:

a. Cara pembentukan perilaku dengan cara conditioning atau

kebiasaan

Salah satu cara pembentukan perilaku yang dapat ditempuh

dengan cara conditioning atau kebiasaan. Dengan cara

membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan,

akhinya akan terbentuklah perilaku tersebut. Biasanya anak

dibiasakan bangun pagi atau menggosok gigi sebelum tidur,

mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain,

membiasakan diri untuk tidak datang terlambat di sekolah,

dan sebagainya. Cara ini di dasarkan pada teori kondisioning

baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thondike

dan Skinner.19

18

Jenny Gichara, Mengatasi Perilaku Buruk Anak, (Jakarta: PT Kawan Pustaka,

2006), hlm. 19

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset,

2010), hlm. 14

27

b. Pembentukan perilaku dengan pengertian

Di samping pembentukan perilaku dengan kebiasaan,

pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian

insight. Misalnya datang sekolah jangan sampai terlambat,

karna hal tersebut dapat menggangu teman, bila naik motor

harus pakai helm, karnahelm itu untuk keamanan diri, dan

masih banyak contoh untuk menggambarkan hal tersebut.

Cara ini berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu belajar

dengan disertai dengan adanya pengertian. Bila dalam

eksperimen Thondike dalam belajar yang dipentingkan adalah

soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar

yang penting adalah pengertian (insight).20

c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model

Disamping cara di atas, pembentukan perilaku masih dapat

ditempung dengan menggunakan model atau contoh. Kalau

orang-orang berbicara bahwa orang tua sebagai contoh

anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinya, hal

tersebut menunjukkan pembentukan perilaku menggunakan

model. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social

learing theory) atau (observational learing theory) yang

dikemukan oleh Bandura.21

5. Faktor yang mempengaruhi perilaku negatif

faktor pribadi maupun lingkungan seperti pendapat Fhilip

Graham yang dikutip yang dikutip Endah, faktor penyebab

perilaku dibagi menjadi dua, meliputi:

20

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, hlm. 14 21

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, hlm. 15

28

a. faktor pribadi yaitu faktor yang terdapat dalam diri seseorang

yang merupakan bawaan lahir. Misalnya faktor bakat yang

mempengaruhi tempramen dan ketidkmampuan seseorang

dalam menyesuakan diri.

b. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan seperti

pergaulan dengan teman, kemiskinan, lingkungan sekolah,

dan pengasuhan dalam keluarga.22

Menurut Ahmadi lingkungan yang terdekat banyak

memiliki peranan dalam pembentukan perubahan perilaku dan

sikap, yaitu: Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi

dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan

suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan

antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat

kabar, buku, poster, radio, televisi, dan sebagainya.23

Faktor

personal sering kali dipengaruhi oleh motif sosiogenis, juga

sering kali disebut motif sekunder, sebagai lawan dari motif

primer (motif biologis).

Faktor-faktor penyebab perilaku negatif. Faktor-faktor

penyebabperilaku negatif dibedakan menjadi dua, yaitu faktor

dari dalam (intrinsik) dan faktor dari luar (ekstrinsik).

a. Faktor dari dalam (intrinsik)

1) Intelegensi.

Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-

beda.Perbedaan intelegensi ini berpengaruh dalam daya

serap terhadap normanorma dan nilai-nilai sosial. Orang

22

Endah Sri Astuti, “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Gejala Kenakalan

Anak/Remaja,” Skripsi Undip, Semarang, 2004 23

Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 172

29

yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak

kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di

masyarakat. Sebaliknya orang yang intelegensinya di

bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam

belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di

masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-

penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap

kasar, tidak bisa berpikir logis. Contohnya, ada

kecenderungan dalam kehidupan sehari, anak-anak yang

memiliki nilai jelek akan merasa dirinya bodoh. Ia akan

merasa minder dan putus asa. Dalam keputusasaannya

tersebut, tidak jarang anak yang mengambil penyelesaian

yang menyimpang. Ia akan melakukan segala cara agar

nilainya baik, seperti menyontek.

2) Jenis kelamin.

Perilaku negatif dapat juga diakibatkan karena

perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya

cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada

anak perempuan. Contohnya dalam keluarga yang

sebagian besar anaknya perempuan, jika terdapat satu

anak laki-laki biasanya minta diistimewakan, ingin

dimanja.

3) Umur.

Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola

tingkah laku seseorang. Makin bertambahnya umur

diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya,

makin mantap pengendalian emosinya, dan makin tepat

segala tindakannya. Namun demikian, kadang kita jumpai

30

penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh orang

yang sudah berusia lanjut, sikapnya seperti anak kecil,

manja, minta diistimewakan oleh anak-anaknya.

4) Kedudukan dalam keluarga

Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak,sering

kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa

dibandingkan dengananak kedua atau ketiga. Anak

bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-

kakaknya maupun orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan

kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku

dan peranan dari fungsinya dalam keluarga.

b. Faktor dari luar (ekstrinsik)

1) Peran keluarga.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial

sangat besar peranannya dalam membentuk pertahanan

seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak

dini.Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri

tanpa mempedulikan bagaimana perkembangan anak-

anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak

terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua

hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya

dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana

anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan

sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya.

Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun

kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja

tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang

diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara

31

langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus

sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya.

Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan

keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan

batin inilah yang menjadi penyebab awal munculnya

kenakalan remaja yang dilakukan anak dari dalam

keluarga yang akhirnya tumbuh dan berkembang hingga

meresahkan masyarakat. Misalnya, seorang anak yang

tumbuh dari keluarga yang tidak harmonis. Kasih sayang

dan perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh

orang tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari bentuk-

bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah

pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk dalam

anggota genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba,

dan lain-lain. Ia merasa jika masuk menjadi anggota genk,

ia akan diakui, dilindungi oleh kelompoknya. Dimana hal

yang demikian tidak ia dapatkan dari keluarganya.

2) Peran masyarakat.

Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari

lingkungan keluarga akhirnya berkembang kedalam

lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan

keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak

mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar

rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa

depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan

sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.

Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari

oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan

32

norma sosial yang berlaku di masyarakat umum. Itulah

yang disebut sebagai sub kebudayaan menyimpang.

Misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup

mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di

dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari

profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan

berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau

peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap

dan pola perilaku menyimpang. Pergaulan pola tingkah

laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah

laku anak-anak lain disekitarnya. Anak-anak lain yang

menjadi teman sepergaulannya sering kali memengaruhi

kepribadian seorang anak. Dari teman bergaul itu, anak

akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang

ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik,

dia akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat

positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang baik,

sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat

negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang

menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di kelas

ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya

sendiri, kemudian ada anak lain yang menirunya dengan

berbuat hal yang sama. Oleh karena itu, menjaga

pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik

itu sangat penting.

3) Media massa.

Berbagai tayangan di televisi tentang tindak

kekerasan, film film yang berbau pornografi, sinetron

33

yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi

perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang belum

mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan

nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima

mentah-mentah semua tayangan itu. Penerimaan

tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan

perilaku menyimpang.24

Fidelis Waruwu dalam buku Gunarsa juga

mengatakan pengaruh televisi terhadap perilaku anak-

anak sangat nyata. Televisi mampu menyentuh anak-anak

dan mempengaruhi cara berpikir serta perilaku mereka.

Tayangan televisi mempengaruhi pola pikir, pola rasa, dan

pola tingkah laku anak-anak.25

Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat

disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang/anak ialah intelegensi, umur, jenis kelamin dan

lingkungan. Jadi jelaslah bahwa perkembangan dan perilaku anak

itu dipengaruhi faktor yang berasal dari dalam dirinya sendiri

(internal) dan fator yang berasal dari luar dirinya (eksternal).

6. Kondisi psikologi anak usia SD

Ciri khas masa kanak-kanak, label yang digunakan oleh orang tua

antara lain usia yang menyulitkan, maksudnya suatu masa dimana

anak-anak tidak mau lagi menuruti perintah dan dimana ia lebih

banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya dari pada oleh

24

http://afand.abatasa.com/post/detail/2760/faktor-faktor-penyebab-perilaku-

menyimpang-sosial-dalam-keluarga-dan-masyarakat-dalam-hubungan-penyakit-sosial.html,

diakses tanggal 14 Mei 2019 25

Singgih D Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2006), hlm. 169

34

orang tua dan anggota keluarga lain. Juga dipandang sebagai usia

tidak rapih, yaitu suatu masa dimana anak cenderung tidak

memperdulikan dan coroboh dalam penampilan. Adapun ciri-ciri

dari masa akhir kanak-kanak adalah:

a. Masa usia berkelompok, masa ini adalah suatu masa dimana

perhatian utama anak tertuju pada diterima oleh taman sebaya

sebagai anggota kelompok, terutama kelompok yang

bergengsi dalam pandangan teman-temannya. Oleh karena itu

anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui

kelompok dalam berpenampilan, berbicara dan berperilaku.26

Masa usia kelompok ini ditandai dengan adanya minat

terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan

yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok,

dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.

Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan geng-geng

pada masa akhir kanak-kanak, pembentukan geng ini bisa

negatif dan bisa juga positif, positif jika digunakan dalam

rangka proses sosialisasi anak-anak, atau sebagai kelompok

bermain dan belajar. Akan tetapi akan berbahaya jika

dibentuk untuk melakukan hal-hal negatif.

b. Tahap mengobrol, tahap banyak berbicara ini merupakan ciri

dari masa kanak-kanak dan semakin berkurang sejalan dengan

bertambahnya usia anak, di akhir masa kanak-kanak anak

menjadi lebih sering mengkritik, kritik dapat disampaikan

26

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, (Jakara: Erlangga, 2004), hlm. 154

35

anak secara terbuka atau secara diam-diam, kritik biasanya

disampaikan dalam bentuk usulan atau keluhan.27

c. Ungkapan emosi, umumnya ungkapan emosi pada akhir masa

kanak-kanak merupakan ungkapan yang menyenangkan.

Anak tertawa genit atau tertawa terbahak-bahak, menggeliat-

geliat, mengejangkan tubuh atau berguling-guling, dan pada

umumnya menunjukkan pelepasan pada dorongan –dorongan

yang tertahan. Tetapi tidak semua emosi pada usia ini

menyenangkan. Banyak ledakan amarah yang terjadi pada dan

anak menderita kekhawatiran dan perasaan kecewa.28

Dengan bertambahnya usia anak pola emosi yang terjadi pada

masa akhir kanak-kanak, pola emosi disampaikan dalam dua

hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi, kedua,

bentuk ungkapannya. Hal ini ditunjukkan seperti anak mulai

mengungkapkan amarah dalam bentuk murung, menggerutu

dan berbagai ungkapan kasar.

d. Periode meningginya emosi

Pada masa akhir kanak-kanak ada waktu dimana anak sering

mengalami emosi yang hebat. Karena emosi cenderung

kurang menyenangkan, maka dalam periode ini meningginya

emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu saat dimana

anak menjadi sulit dihadapi. Meningginya emosi pada akhir

masa kanak-kanak dapat disebabkan karena keadaan fisik,

atau lingkungan.

e. Permulaan katartis emosional

27

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 153 28

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 147

36

Karena keadaan emosi yang tidak tersalurkan tidak

menyenangkan bagi anak, sering kali anak dengan cara coba-

coba meredakan keadaan ini dengan sibuk bermain, dengan

tertawa terbahak-bahak, atau bahkan dengan menangis. Sekali

cara meredakan emosi yang tidak tersalurkan ini tidak

ditemukan, yang disebut katarsis emosional, maka akan

timbul cara baru bagi anak-anak untuk mengatasi ungkapan

emosional agar sesuai dengan harapan sosial.29

f. Sikap dan perilaku moral

Kohlberg menamakan tingkat kedua dari perkembangan

moral akhir masa kanak-kanak sebagai tingkat moralitas

konvensional atau moralitas dari aturan-aturan dan

penyesuaian konvensional. Dalam tahap pertama dari tingkat

ini yang oleh Kohlberg disebutkan moralitas anak baik, anak

mengikuti peraturan untuk mengambil hati orang lain dan

untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik.

Dalam tahap kedua, Kohlberg mengatakan bahwa kalau

kelompok sosial menerima peraturan-peraturan yang sesuai

bagi semua anggota kelompok.

g. Pelanggaran hukum pada akhir masa kanak-kanak

Pelaggaran yang dilakukan anak pada akhir masa kanak-

kanak bergantung pada peraturan yang dilanggar. Namun

dengan bertambahnya usia anak, ia cenderung lebih banyak

melanggar peraturan di rumah maupun di sekolah ketimbang

perilakunya pada waktu ia lebih muda. Meningkatnya

pelanggaran di sekolah dapat diterangkan oleh kenyataan

29

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 155

37

bahwa anak yang lebih besar tidak lagi menyenangi sekolah

seperti ketika masih kecil, anak tidak lagi menyukai guru

seperti ketika masih duduk di kelas- kelas yang lebih rendah,

anak menggangap beberapa mata pelajaran membosankan

sehingga ia “berhenti belajar” dan tidak memusatkan

perhatian pada mata pelajaran tersebut, dan anak tidak lagi

didukung oleh teman-teman seperti ketika berada di kelas

rendah atau seperti yang diharapkan. Apapun penyebabnya,

pelanggaran seringkali merupakan akibat dari kebosanan.30

h. Bahaya psikologi pada akhir masa kanak-kanak

Bahaya emosi, seperti ekspresi emosi yang kurang

menyenangkan seperti amarah yang meledak-ledak, dan juga

emosi buruk seperti amarah dan cemburu yang masih sangat

kuat sehingga kurang disenangi oleh orang lain dan teman-

teman sebayanya.

Bahaya moral, adapun bahaya yang umumnya dikaitkan

dengan perkembangan sikap moral dan perilaku anak-anak,

seperti: perkembangan kode moral berdasarkan konsep

teman-teman atau berdasarkan konsep-konsep media massa

tentang benar dan salah yang tidak serupa dengan kode orang

dewasa, tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai

pengawas terhadap perilaku, disiplin yang tidak konsisten

membuat anak tidak yakin akan apa yang sebaiknya ia

lakukan, hukuman fisik merupakan contoh aresivitas anak,

menggangap dukungan teman-teman terhadap perilaku yang

salah begitu memuaskan sehingga perilaku itu menjadi

30

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 165

38

kebiasaan, dan tidak sabar terhadap tindakan orang lain yang

salah.31

B. Reinforcement (Penguatan)

1. Pengertian Reinforcement

Reinforcement menurut bahasa berasal dari bahasa

Inggris, dimana dalam kamu Inggris-Indonesia, reinforcement

berarti penguatan.32

Sedangkan menurut Mappiare, reinforcement

berarti menunjuk pada periistiwa yang menguatkan atau

menambah peluang terjadinya suatu respon tersedia atau

menunjuk pada penguatan terhadap suatu respons.33

Reinforcement adalah respon positif yang dilakukan guru

atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses belajar,

dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku

tersebut. Selain itu dijelaskan pula bahwa penguatan

(reinforcement) adalah sebagai respon terhadap sesuatu perilaku

yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali

perilaku tersebut.34

Menurut Hasibuan dan Moedjiono dalam bukunya

mengatakan “memberikan penguatan diartikan tingkah laku guru

dalam merespon secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa

yang menungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali”.35

31

Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, hlm. 176 32

John M Echols, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2011), hlm. 475 33

Mappiere, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT Raja Grasindo

Persada, 2006), hlm. 277 34

Wahid Murni, dkk, Keterampilan Dasar Mengajar, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media,

2010), hlm. 116 35

Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2012), hlm. 58

39

Sedangkan penguatan (reinforcement) menurut Suwarna

adalah “respon terhadap tingkah laku yang dapat meninggalkan

kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut”.36

Usman dalam bukunya, menjelaskan bahwa:

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respon,

apakah bersifat verbal maupun nonverbal, yang

merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru

terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk

memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi

si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu

tindak dorongan ataupun koreksi.37

Berdasarkan pendapat mengenai pengertian di atas maka

dapat disimpulkan bahwa reinforcement adalah bentuk modifikasi

perilaku yang diberikan oleh guru kepada siswa baik dengan

verbal maupun non verbal yang bertujuan untuk meningkatkan

atau mengurangi kemungkinan beruangnya kembali perilaku

tersebut.

2. Munculnya Istilah Reinforcement

a. Sejarah munculnya aliran behavoristik

Memasuki abad ke-19 beberapa ahli psikologi

mengadakan penelitian Eksperimental tentang teori belajar,

walaupun pada waktu itu para ahli menggunakan binatang

sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai

objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila

binatang yang kecerdasannya dianggap rendah dapat

36

Suwarna, Pengajaran Micro, Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidikan

Profesional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 77 37

Moh. Ozer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset, 2013), hlm. 80

40

melakukan eksperimen teori belajar maka sudah dapat

dipastikan bahwa eksperimen itu pun dapat berlaku bahkan

dapat lebih berhasil pada manusia, karena manusia lebih

cerdas daripada binatang.38

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi

yang didirikan oleh john B. Watson pada tahun 1913. Sama

halnya dengan psikoanalisa, behaviorisme juga merupakan

aliran yang revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta

memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Sejumlah filsuf dan

ilmuwan sebelum Watson dalam satu dan lain bentuk telah

mengajukan gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif

dalam mempelajari manusia berdasarkan pandangan yang

mekanistis dan materialistis, suatu pendekatan yang menjadi

ciri utama dari behaviorisme.39

Beberapa teori belajar behavioristik sering disebut

“contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R

psychologists.” Mereka berpendapat bahwa tingkah laku

manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau

penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian,

dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara

reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.40

Teori belajar behavioristik merupakan suatu bentuk

perubahan yang dialami siswa dalam bentuk perubahan

38

Hamzah B. Uno,Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2016), hlm. 6 39

Hamzah B. Uno,Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, hlm. 19 40

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm.

123

41

kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru

sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.41

Teori

belajar behavioristik memandang belajar yang terjadi pada

individu lebih kepada gejala-gejala atau fenomena jasmaniah

yang terlihat dan terukur serta mengabaikan aspek-aspek

mental atau psikologi lainnya seperti kecerdasan, bakat,

minat, dan perasaan atau emosi individu selama belajar.

Dengan demikian pokok perhatian teori behavioristik adalah

belajar akan terjadi akibat adanya interaksi stimulus/input dan

respon/outputyang dapat diamati dan diukur. 42

b. Tokoh-tokoh aliran behavioristik

1) Edwarn Lee Thorndike (1874-1949)

Thorndike adalah seorang pendidik dan psikolog

berkebangsaan Amerika, pandangan-pandangan Thorndike

banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan memberi

sumbangan dalam perkembangan dalam dunia

pendidikan.43

Teori belajar Thorndike disebut “connectionism”,

karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-

koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering pula

disebut “trial-and error learning” individu yang belajar

melakukan kegiatan melalui proses “trial-and-error”

41

Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Ar-

Ruzz Media: Jogjakarta, 2017), hlm. 147 42

Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, hlm. 148 43

Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, hlm. 148

42

dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus

tertentu.44

Menurut Thorndike sebagai salah seorang pendiri

aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara

stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau

gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran,

perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike,

perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang

konkret (dapat diamati), atau yang nonkonkret (tidak bisa

diamati).45

2) John B. Watson (1878-1958)

John B. Watson adalah orang pertama di Amerika

Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan

hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa

belajar melupakan proses terjadinya refleks-refleks atau

respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti.

Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa

refleks dan reakai-reaksi emosional berupa takut, cinta,

dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh

hubangan-hubungan stimulus-respon baru melalui

“conditioning”.46

Menurut pandangan Watson (behaviorist view),

psikologi tiu murni merupakan cabang dari ilmu alam

44

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm.

124 45

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2016), hlm. 7 46

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, hlm. 125

43

(natural science) eksperimental. Tujuannya secara teoritis

adalah memprediksi dan mengontrol perilaku.47

Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor

yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons

tersebut harus berbentuk tingkah laku yang “bisa diamati”

(Observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan

berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam

belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak

perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental

yang terjadi dalam benak siswa tidak penting.Semua itu

penting. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak bisa

menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau

belum.48

3) Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)

Skinner mengembangankan bahaviorisme dengan

menciptakan dan mengembangkan teori operant

conditioning. Kunci dari pemahaman operant

conditioning ini adalah reinforcement (penguatan). Teori

ini mengungkapkan bahwa tingkah laku yang dilihat

subjek tak semata-mata merupakan respon terhadap

stimulus tetapi juga tidakan yang disengaja. Skinner

mengatakan pendapatnya bahwa pribadi seseorang

merupakan hasil dari respon terhadap lingkungannya. Dua

macam respon tersebut adalah: (1) respondent response,

yaitu respon akibat rangsangan tertentu; (2) operant

47

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset,

2010), hlm. 83 48

Hamzah B. Uno,Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT

Bumi Aksara, 2016), hlm. 7

44

response, yaitu respon yang muncul dan semakin

berkembang oleh rangsangan tertentu. Contoh seorang

anak yang mendapatan reward ketika mendapatkan juara

kelas, maka ia akan semakin giat belajar untuk

mempertahankan bahkan menaikkan prestasinya dengan

harapan diberikan reward kembali (dengan nilai yang

sama atau lebih tinggi).

Menurut Skinner ada dua prinsip umum yang

berkaitan dengan konsioning operant, yaitu (1) setiap

respon yang diikuti reward bekerja sebagai reinforcement

stimuli yang akan cenderung diulangi. (2) reward atau

reinforcement stimuli akan meningkatkan kecepatan (rate)

terjadinya respon. Dengan kata lain dapat dikemukakan

bawa reward merupakan sesuatu ang dapat meningkatkan

probabilitas timbulnya respons.49

c. Teori belajar behavioristik

Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum

atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan

merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan

yang berkaitan dengan peristiwa belajar.50

Diantara sekian

banyak teori yang berdasarkan eksperiment terdapat tiga

macam yang sangat menonjol, yakni: connectionism, classical

conditioning, dan operant conditioning.51

1) Teori Connectionism (Koneksionisme)

49

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset,

2010), hlm. 81 50

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Suatu Pendekatan Baru), (Bandung: PT

Rosdakarya, 1995), hlm. 103 51

Bisri Mustofa, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), hlm. 140

45

Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori

yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.

Thorndike berdasarkan eksperinen yang ia lakukan pada

tahun 1890-an. Eksperimen Thondike ini menggunakan

hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui

fenomena belajar.52

Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari

rumpun Bahavioristik. Menurut teori ini tingkah laku

manusia tidak lain dari suatu hubungan antara

perangsang-jawaban atau stimulus respons. Belajar adalah

pembentukan hubungan stimulus-respons sebanyak-

banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan stimulus

raspons sebanyak-banyaknya ialah orang pandai atau yang

berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-

respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.53

Selain itu, teori ini juga disebut trial and error

learning. Hal ini karna hubungan yang terbentuk antara

stimulus dan respons tersebut timbul terutama melalui

trial dan error, yaitu suatu upaya mencoba berbagai

respons untuk mencapai stimulus meski berkali-kali

mengalami kegagalan. Proses ini kemudian oleh Thondike

juga disebut sebagai connectionisme, atau learning by

selecting and connecting.54

Dari penelitiannya itu, Thorndike menemukan hukum:

52

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 103 53

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2016), hlm. 168 54

Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 65

46

a) “Law of readiness” ; jika reaksi terhadap stimulus

didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi

itu, maka reaksi menjadi memuaskan.

b) “Law of exercise”; makin banyak dipraktekkan atau

digunakannya hubungan stimulus dan respon, makin

kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan

“reward”.

c) “Law of effect” ; bilamana terjadi hubungan antara

stimulus dan respon, dan dibarengi dengan “state of

affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu

menjadi lebihh kuat. Bilamana hubungan dibarengi

dengan “state of affairs” yang menggangu, maka

kekuatan hubungan menjadi berkurang.55

Jadi, dari teori ini menjelaskan bahwa Jika sebuah

respons menghasilkan efek yang menyenangkan

,hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat.

Sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yag

dihasilkan, semakin lemah pula hubungan stimulus dan

respons tersebut. Implikasinya dalam proses

pembelajaran, guru perlu memberikan hadiah bagi

perilaku positif yang ditunjukkan oleh siswa, sebaliknya

terhadap perilaku negatif perlu diberikan hukuman.56

2) Teori Classicial Conditioning (Pembiasaan Klasikal)

Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini

berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan

55

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm.

124 56

Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 67

47

oleh Ivan Pavlov (1849-1936), seorang ilmuwan besar

Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun

1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah

prosedur penciptaan refleks baru dengan cara

mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks

tersebut.57

Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-

mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang

dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya

pembiasaan) dan untuk membedakannya dari teori

“conditioning” lainnya (Gleitman, 1986). Selanjutnya,

mungkin karena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat

disebut respondent conditioning (pembiasaan yang

dituntut).58

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil eksperiment

Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu

disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi

(CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan

respons atau perubahan yang kita kehendaki dalam hal ini

(CR).59

3) Teori operant conditioning (Pembiasaan perilaku respon)

Operant conditioning (pembiasaan perilaku respon)

diciptakan Burrhus Frederic Skinner. Ia juga seorang

57

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 105 58

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Dengan Pendekatan Baru), hlm. 104 59

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Dengan Pendekatan Baru), hlm. 106

48

penganut behavorisme yang dianggap paling

kontroversial.60

Teori pembiasaan perilaku respons

(operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang

berusia paling muda dam masih sangat berpengaruh di

kalangan para ahli psikologi belajar masa kini.61

Menurut Skinner, perilaku operan dapat meningkatkan

perilaku dan mengulanginya kembali atau bahkan

menghilangkan perilaku sesuai dengan yang diinginkan.

Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar

adalah adanya penguatan (reinforcement), artinya adalah

pengetahuan yang terbentuk sebagai hasil adanya S-R

akan semakin kuat apabila individu diberi penguatan.62

Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang

membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang

dekat. Berbeda dengan respondent conditioning (yang

responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons

dalam operant conditioning terjadi tampa didahului oleh

stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan

Reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah

stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya

sejumlah respons tertentu, akan tetapi tidak disengaja

diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam

clasical respondent conditioning.63

60

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidkan, (Dengan Pendekatan Baru), hlm. 107 61

Bisri Mustofa, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), hlm.

145-146 62

Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Ar-

Ruzz Media: Jogjakarta, 2017), hlm. 156 63

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidkan Agama Islam, (Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 59-60

49

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin

respon-respon terhadap stimuli. Apabila murid tidak

menunjukkan reaksi teradap stimuli, guru tidak mungkin

dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan

bahavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk

mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah

tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.64

Selanjutnya, proses belajar dalam teori operan

conditioning juga tunduk pada dua hukum operant yang

berbeda, yakni: law of operant condotioning dan law of

operant extinction. Menurut law of operant condotioning,

jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan

stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut

akan meningkat. Sebaliknya, jika timbulnya tingkah laku

operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning

itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan

tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan

musnah.65

Adapun penerapan teori belajar behavioristik dalam

pembelajaran berdasarkan teorinya yaitu, menentukan tujuan dan

indikator pembelajaran, menganalisis lingkungan belajar dan

mengidentifikasi pengetahuan awal peserta didik, menentukan

materi pembelajaran, menguraikan materi pembelajaran menjadi

bagian-bagian, meliputi topik, pokok pembahasan, sub-pokok

bahasan dan seterusnya, menyajikan pembelajaran, memberi

64

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm.

12 65

Bisri Mustofa, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Parama Ilmu, 2015), hlm.

147-148

50

stimulus kepada peserta didik, mengamati dan mengkaji respons

yang diberikan peserta didik, memberikan penguatan baik yang

positif maupun negatif, memberi stimulasi ulang, mengamati dan

mengkaji respons dari peserta didik, memberikan penguatan, dan

mengevaluasi hasil belajar peserta didik.

Sedangkan dalam arti lain disebutkan bahwa penerapan teori

behavioristik dalam pembelajaran adalah: Menentukan tujuan

pendidikan dalam bentuk Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD) serta indikator pencapaian, menentukan

materi pembelajaran yang akan diberikan, merinci materi menjadi

bagian-bagian kecil dalam bentuk pokok bahasan, subpokok

bahasan, dan sebagainya, memberikan stimulus berupa

pertanyaan-pertanyaan, latihan-latihan, dan tugas-tugas dalam

proses pembelajaran, dan danya efektivitas memberikan hadiah

dan hukuman.66

3. Tujuan Pemberian Reinforcement

Menurut Suwarna dalam bukunya berpendapat bahwa,

reinforcement bertujuan untuk:67

a. Meningkatkan perhatian siswa pada pembelajaran

b. Meningkatkan motivasi belajar siswa

c. Memudahkan siswa untuk belajar

d. Meminimalisir tingkah laku siswa yang negatif dan membina

tingkah laku positif siswa

66

Muhamad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Bandung, Ar-

Ruzz Media: Jogjakarta, 2017), hlm. 163 67

Suwarna, Pengajaran Micro, Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidikan

Profesional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 77

51

Penguatan berperan penting untuk meningkatkan

efektivitas pembelajaran. Adapun tujuan memberi penguatan

menurut Anitah untuk (1) meningkatkan perhatian siswa ketika

pembelajaran; (2) membangkitkan dan memelihara motivasi

siswa; (3) memudahkan siswa belajar selama proses

pembelajaran; (4) mengontrol dan memodifikasi tingkah laku

siswa; (5) menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa; dan (6)

memelihara kelas sehingga menjadi kondusif.68

Sedangkan menurut Hasibuan dan Moedjiono

keterampilan memberi penguatan bertujuan untuk:69

a. Meningkatkan perhatian siswa

b. Melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran

c. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi

d. Mengontrol atau mengubah sikap yang menggangu ke arah

tingkah lagu belajar yang produktif

e. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar

f. Mengarahkan pada cara berpikir yang baik/divergen dan

inisiatif diri.70

Berdasarkan pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa tujuan

reinforcement adalah mengatur tingkah laku siswa, meningkatkan

motivasi dan perhatian siswa, melancarkan dan memudahkan proses

belajar, mengatur diri dalam belajar, dan mengarahkan pada cara

pikir yang baik.

68

Sri Anitah, dkk, Strategi Pembelajaran di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka,

2009), hlm. 69

Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2012), hlm. 58 70

Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, hlm. 58

52

4. Prinsip Penggunaan Reinforcement

Pemberian penguatan di dalam pembelajaran harus

memperhatikan beberapa prinsip pemberian penguatan sebagai

berikut:71

a. Kehangatan dan Antusias, sikap dan gaya guru, termasuk

suara, mimik, dan gerak badan, akan menunjukkan adanya

kehangatan dan keantusiasan dalam memberikan penguatan.

Dengan demikian tidak terjadi kesan bahwa guru tidak ikhlas

dalam memberikan penguatan karena tidak disertai

kehangatan dan keantusiasan.

b. Kebermaknaan, penguatan hendaknya diberikan sesuai

dengan tingkah laku dan penampilan peserta didik sehingga ia

mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan. Dengan

demikian penguatan itu bermakna bagi dirinya.

c. Menghindari respon negatif, walaupun teguran dan hukaman

masih bisa digunakan, respon negatif yang diberikan guru

berupa komentar, bercanda menghina, ejekan yang kasar

perlu dihindari karena akan mematahkan semangat peserta

didik untuk mengembangkan dirinya. Misalnya, jika seorang

peserta didik tidak dapat memberikan jawaban yang

71

Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2012), hlm. 82

53

diharapkan, guru jangan langsung menyalahkannya, tetapi

bisa melontarkan pertanyaan kepada peserta didik.

Sedangkan Sa‟ud mengatakan bahwa prinsip-prinsip

keterampilan memberikan penguatan yaitu:72

a. Kehangatan dan keantusiasan

b. Kebermaknaan

c. Hindari penguatan dengan respon negatif

d. Penguatan pada perorangan

e. Penguatan pada kelompok siswa

f. Penguatan yang diberikan dengan segera

g. Penguatan yang diberikan secara variatif

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ketika

menerapkan reinforcement hal yang perlu diperhatikan juga yaitu

prisip pemberian reinforcement itu sendiri, seperti kehangatan

dan antusias, kebermaknaan, dan menghindari respon negatif.

5. Kompenen-Komponen Pemberian Reinforcement

Keterampilan penguatan terdiri atas beberapa komponen

yangharus dipahami seorang guru sehingga dapat terampil

mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran. Penggunaan

komponen keterampilan dalam kelas harus bersifat selektif dan

hati-hati, disesuaikan dengan usia siswa, tingkat kemampuan,

72

Udin Syaefudin Sa‟ud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010),

hlm. 66

54

serta kebutuhan. Beberapa komponen pemberian penguatan

menurut Djamarah yaitu sebagai berikut:73

a. Penguatan verbal

Pujian dan dorongan yang diucapkan oleh guru untuk respon

dan tingkah laku siswa adalah penguatan verbal. Ucapan

tersebut dapat berupa kata-kata, contohnya bagus, baik, benar,

tepat, dan lain-lain. Selain itu juga dapat berupa kalimat,

misalnya hasl pekerjaanmu baik sekali, pikiranmu sangat

cerdas, dan sebagainnya.

b. Penguatan gestural

Pemberian penguatan gestural sangat erat dengan pemberian

penguatan verbal. Penguatan ini diberikan dalam bentuk

mimik, gerakan wajah, atau anggota badan yang dapat

memberikan kesan kepada siswa.74

Misalnya mengangkat alis,

senyuman, mengangguk, acungan jempol, tepuk tangan

danlain sebagainya.

c. Penguatan dengan cara mendekati

Penguatan ini dilakukan dengan cara guru mendekati siswa

untuk menyatakan perhatian guru, terhadap pekerjaan, tingkah

laku dan penampilan siswa. Penguatan mendekati siswa

secara fisik digunakan untuk memperkuat penguatan verbal,

tanda, dan sentuhan. Contohnya berdiri di samping siswa,

berjalan dekat siswa, duduk dekat kelompok diskusi, dan

sebagainya.

73

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 120 74

J.J.Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja

Rosdakarya. 1992), hlm. 59

55

d. Penguatan dengan sentuhan

Penguatan sentuhan merupakan penguatan yang terjadi bila

guru secara fisik menyentuh siswa, misalnya menepuk bahu,

berjabat tangan,mengangkat tangan siswa, dan lain-lain.

e. Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan

Penguatan ini dapat berupa meminta siswa membantu

temannya bila dia selesai mengerjakan pekerjaan terlebih

dahulu dengan tepat, siswa diminta memimpin kegiatan,

pulang lebih dulu, istrahat lebih lama, dan lain-lain.

f. Penguatan berupa tanda atau benda

Penguatan tanda merupakan berbagai macam simbol yang

diberikan guru, apakah itu benda atau tulisan yang

ditunjukkan kepada siswa sebagai bentuk penghargaan

terhadap suatu penampilan, tingkah laku, atau kerja siswa.

Penguatan tanda yang berbentuk tulisan misalnya komentar

tertulis terhadap pekerjaan siswa, ijazah, sertifikat, dan tanda

penghargaan lain yang berupa tulisan. Pengutan dengan

memberikan suatu benda misalnya bintang, medali, buku,

stiker, permen, dan lain-lain.

Dalam bukunya Usman membagi komponen pemberian

penguatan menjadi dua bagian yaitu penguatan verbal dan non

verbal. Penguatan verbal biasanya diungkapkan atau

diutarakan dengan menggunakan kata-kata pujian,

penghargaan persetujuan dan sebagainnya, misalnya bagus,

bagus sekali, pintar, betul, ya, seratus buat kamu, dan lain-

lain. Sedangkan penguatan non verbal meliputi: penguatan

gerak isyarat, penguatan pendekatan, penguatan dengan

sentuhan (contact), penguatan dengan kegiatan yang

56

menyenangkan, penguatan berupa simbol atau benda, dan

penguatan tak penuh (partial).75

Dari komponen-komponen keterampilan di atas dapat

dipahami bahwa pemberian penguatan oleh guru hendaknya

bervariasi dan harus disesuaikan dengan umur, jenis kelamin,

ketetapan jawaban, serta suasana dan keadaan.

6. Syarat Pemberian Reinforcement

Seorang guru harus memperhatikan syarat pemberian penguatan

agar implementasi pemberian penguatan dapat terlaksana dengan

baik dan benar-benar mendukung proses pembelajaran serta

menghindari sikap sewenang-wenangan guru. Dalam bukunya

Purwanto mengemukakan syarat-syarat yang harus diperhatikan

oleh pendidik dalam memberikan penguatan76

, antara lain:

a. Guru harus mengenal betul siswa dan tau cara menghargai

dengan tepat.

b. Hendaknya tidak menimbulkan rasa cemburu atau iri hati dari

anak yang lain.

c. Hemat, jangan terlalu sering memberikan penguatan.

d. Guru tidak menjanjikan ganjaran terlebihh dahulu sebelum

siswa menunjukkan prestasi kerjanya.

e. Harus berhati-hati dalam memberikan penghargaan agar

penghargaan yang diterima tidak dianggap sebagai upah atas

jerih payahnya.

75

Moh. Ozer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 81 76

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja

Roadakarya, 2014), hlm. 184

57

7. Cara Pemberian Reinforcement

Guru perlu mengetahui cara pemberian penguatan denan tepat

sesuai dengan kondisi siswa sehingga tujuan pembelajaran

tercapai. Ada beberapa cara memberikan penguatan, menurut

Usman yaitu:77

a. Penguatan kepada pribadi tertentu

Penguatan harus jelas kepada siapa ditunjukkan, sebab bila

tidak penguatan tersebut kurang efektif. Oleh karena itu,

sebelum memberikan penguatan, guru terlebih dahulu

menyebut nama siswa sambil menatap kepadanya.

b. Penguatan kepada kelompok

Penguatan dapat diberikan kepada kelompok. Misalnya jika

tugas telah diselesaikan dengan baik oleh satu kelas, guru

memperbolehkan siswa untuk berman voli yang menjadi

kegemaran mereka.

c. Pemberian penguatan dengan segera

Penguatan hendaknya diiberikan segera setelah muncul

tingkah laku atau respon siswa yang diharapkan. Pemberian

penguatan yang tertunda akan cenderung kurang efektif

d. Variasi dalam penggunaan

Jenis atau macam penguatan yang digunakan hendak

bervariasi, tidak terbatas pada satu jenis saja, karena jika

penguatan yang diberikan monoton, akan menimbulkan

kebosanan dan lama-lama akan kurang efektif.

77

Moh. Ozer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset, 2013), hlm. 83

58

Sedangkan Djamarah mengemukakan cara pemberian

penguatan sebagai berikut:78

a. Penguatan seluruh kelompok

Penguatan seluruh kelompok dalam kelas dapat dilakukan

secara terus menerus seperti pemberian penguatan untuk

individu.

b. Penguatan yang ditunda

Pemberian penguatan yang menggunakan komponen yang

manapun, sebaiknya sesegera mungkin diberikan kepada

siswa setelah melakukan respon. Penundaan penguatan pada

umunya kurang efektif bila dibandingkan dengan pemberian

secara langsung. Tetapi, penundaan tersebut dapat dilakukan

dengan memberikan penjelasan atau isyarat verbal, bahwa

penghargaan ditunda dan akan diberikan kemudian.

c. Penguatan partial

Penguatan partial sama dengan penguatan sebagian-sebagian

atau tidak berkesinambungan, diberikan kepada siswa untuk

sebagian dari responnya.

d. Penguatan perorangan

Penguatan perorangan merupakan pemberian penguatan

secara khusus, misalnya menyebut kemampuan, penampilan,

dan nama siswa yang bersangkutan.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penguatan

dapat diberikan kepada individu atau kelompok. Hendaknya

penguatan yang diberikan bervariasi, karna penguatan yang

monoton akan menimbulkan kebosanan dan lama kelamaan akan

78

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 122

59

menjadi kurang efektif. Penguatan harus diberikan segera setelah

anak menunjukkan tingkah lakunya sebab penguatan yang

ditunda cenderung kurang efektif.

8. Pemberian Reinforcement pada Pembelajaran

Pemberian reinforcement dalam pembelajaran merupakan salah

satu bentuk perhatian guru terhadap siswa. Seorang guru harus

mengetahui jenis-jenis penguatan yang akan diberikan kepada

siswa agar di dalam proses belajar mengajar siswa memiliki

motivasi yang tinggi dalam belajar, sehingga dapat

mempengaruhi hasil belajar yang nantinya diperoleh siswa.

Reinforcement dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal,

dengan prinsip kehangatan, keantusiasan, kebermaknaan dan

menghindari respon yang negatif. Penguatan dapat ditunjukkan

kepada pribadi tertentu, dan kepada kelas secara keseluruhan.

Dalam pelaksanaannya penguatan harus dilakukan dengan segera

dan juga bervariasi.79

Surdiman dalam bukunya mengemukakan beberapa bentuk dan

cara guru untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di

sekolah antara lain:80

a. Memberi angka sebagai simbol dan nilai dari hasil kerja

siswa.

b. Hadiah, merupakan sesuatu yang diberikan kepada orang lain

untuk suatu pekerjaan.

79

E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran kreatif dan

Menyenangkan, (Bandung: PT Rosdakarya, 2008), hlm. 77-78 80

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers,

2011), hlm. 92

60

c. Pujian, merupakan bentuk penguatan positif dan sekaligus

motivasi yang baik. Pujian yang tepat akan memupuk suasana

yang menyenagkan dan mempertinggi gairah belajar siswa.

d. Hukuman, sebagai penguatan negatif, tetapi jika diberikan

secara tepat dan bijak dapat menjadi alat motivasi. Oleh karna

itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian

hukuman. Hukuman dmaksudkan untuk memperlemah atau

meniadakan perilaku tertentu dengan cara menggunakan

kegiatan yang tidak diinginkan.

Menurut Skinner dalam buku Rifa‟i dan Anni mengemukakan

bahwa jenis-jenis penguatan ada dua macam, yaitu penguatan positif

dan penguatan negatif.81

a. Penguatan positif

Penguatan positif adalah sesuatu yang diperoleh akan

meningkatkan probabilitas respons atau perilaku. Menyampaikan

kata “bagus” setelah siswa merespons pernyataan tertentu,

merupakan reinforcement yang positif. Respons dengan

memperoleh reinforcement positif, respons tertentu ada

kecenderungan untuk diulangi.

Reinforcement positif dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu reinforcement positif primer, yakni reinforcement positif

yang alami, misalnya makanan; dan reinforcement positif

sekunder stimuli yang berhubungan dengan memperoleh

reinforcement positif primer , misalnya uang. Dalam hal ini uang

dapat digunakan untuk memperoleh makanan.

b. Penguatan negatif

81

Achmad Rifai dan Catharina Tri Anni, Psikologi Pendidikan, (Semarang:

UNNES Press, 2009), hlm. 121

61

Penguatan negatif adalah sesuatu yang apabila ditiadakan

akan meningkatkan probabilitas respons. Dengan katalain,

reinforcement negatif itu sebenarnya adalah merupakan hukuman

(punisment). Penguatan negatif dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu: reinforcement negatif primer, yakni penguatan

yang alami; dan reinforcement negatif sekunder, yakni stimuli

yang berkaitan dengan reinforcement negatif primer.

Menurut Slavin yang dikutip oleh Naufalin, mengemukakan

bahwa tindakan penguatan negatif adalah pembebasan dari situasi

yang tidak menyenangkan, yang diberikan untuk memperkuat

perilaku.

Sedangkan bentuk penguatan yang diberikan oleh guru

menurut Nugraheni ada dua yaitu:82

a. Penguatan positif yang menberikan penghargaan (rewarding)

atau pujian.

b. Penguatan negatif adalah membebaskan dari tugas atau situasi

yang kurang disukai dan hukuman efektif.

Berdasarkan uraian di atas maka indikator yang digunakan

dalam pemberian penguatan yaitu sebagai berikut:

a. Penguatan positif: Penguatan positif adalah sesuatu yang jika

diberikan akan meningkatkan perilaku. Berupa angka, hadiah,

verbal, gerak isyarat, mendekati siswa, sentuhan, kegiatan

yang menyenangkan dan simbol atau benda.

b. Penguatan negatif: Penguatan negatif adalah apabila

ditiadakan akan menigkatkan respon. Seperti membebaskan

82

Nugraheni, Pratiwi Wahyu, Pengaruh Pemberian Penguatan (reinforcement) dan

Fasilitas BelajarTerhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X

SMAN 1 Klego Boyolali Tahun 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

62

diri dari tugas atau situasi yang kurang disukai dan hukuman

yang efektif.

63

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang pendekatan dan jenis

penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian,

instrumen penelitian, sumber data, dan teknik analisis data.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan pencarian (inquiry),

menghimpun data, mengadakan pengukuran, analisis, sintensis,

membandingkan, mencari hubungan, dan menafsirkan hal-hal yang

berupa teka-teki. Sedangkan metode penelitian menurut Nana Syaodih

adalah rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari

oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis,

pertanyaan, dan isu-isu yang dihadapi.1

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif analisis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan, menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas

sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran, orang secara individu

atau kelompok. Beberapa deskripsinya digunakan untuk menemukan

prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada kesimpulan.2

Menurut Bodgan dan Taylor dalam buku Metodologi penelitian

menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan perilaku orang-orang yang diamati.3 Sedangkan penelitian deskriptif

1Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 52. 2Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, hlm. 60.

3Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press,

2014), hlm. 19

64

adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau saat yang

lampau.4

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif yang mana data yang dikumpulkan berupa kata-

kata, gambaran, dan bukan angka-angka. Laporan penelitian akan berisi

kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan

tersebut.5 Penelitian deskriptif ini memiliki tujuan untuk membuat

pecandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.6

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan

menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial. Penelitian

ini digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena dengan sedalam-

dalamnnya, dengan cara pengumpulan data sedalam-dalamnya pula,

yang menujukkan pentingnya kedalaman dan detail suatu data yang

diteliti.

Adapun jenis data yang diungkapkan pada penelitian ini adalah

bersifat skematik, narasi, dan uraian, juga penjelasan data atau informan

baik lisan maupun data dokumen yang tertulis. Penelitaian ini bertujuan

untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau persepektif

partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara,

4Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 54 5Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif¸ (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2017), hlm. 11 6Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT RajagrafindoPersada,

2011), hlm. 75

65

diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran,

persepsinya.7

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat dan waktu dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDS Dua Mei Ciputat Jl. H. Abdul

Gani, No 135/19, Kel. Cempaka Putih, Kec. Ciputat Timur,

Tangerang Selatan –Banten.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap observasi sampai

pengambilan data, yakni sejak bulan Februari 2019 sampai bulan Juli

2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SDS 2 Mei Ciputat

Timur. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah

siswa SDS Dua Mei yaitu kelas VI.

D. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan sifat penelitian, maka pengambilan data dalam

penelitian ini menggunakan:

1. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap

7Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2016), hlm. 94

66

kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi adalah pengamatan

yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial

dengan gejala-gejala psikis, untuk kemudian dilakukan pencatatan.8

Observasi yang dilakukan adalah observasi terhadap objek. Perilaku

subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dal hal-

hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data

tambahan terhadap hasil wawancara.

Adapun pedoman observasi dalam penelitian ini. Adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1

Instrumen Observasi

Variabel Aspek Indikator

Keterangan

Ya Tidak

Perilaku Negatif

Siswa

a. Ngobrol di kelas Siswa tidak

memperhatikan guru

ketika menjelaskan di

depan kelas

b. Menyayi di kelas Siswa berteriak dan

bernyayi saat proses

pembelajaran

c. Menggangu teman Siswa melempar kertas

ke arah temannya

d. Kurang semangat

belajar

Siswa kurang tanggap

terhadap penjelasan

yang diberikan guru

8JokoSubagjo, Metode Penelitian, (Jakarta: PT RinekaCipta, 1991), hlm. 63.

67

e. Tidak mengerjakan

tugas dengan baik

Siswa tidak

mengerjakan tugas

yang diberikan guru

dan mengerjakan tugas

tidak pada waktunya

Penerapan

Reinforcement

a. Penguatan dengan

Verbal/Ucapan

- Bagus

- Baik

- Benar

- Tepat

- Hebat sekali

b. Penguatan dengan

Gestural

- Menganguk

- Acungan jempol

- Senyuman

- Tepuk tangan

68

c. Penguatan dengan

Mendekati

- Berdiri di samping

siswa

- Berjalan dekat siswa

- Duduk dekat

kelompok diskusi

- Bendiri di antara

siswa

d. Penguatan dengan

Sentuhan

- Menepuk bahu

- Berjabat tangan

- Mengangkat tangan

siswa

- Sentuhan kepala

e. Penguatan dengan

Kegiatan yang

menyenangkan

- Mendengarkan musik

dan bernyayi

69

-Siswa diminta

memimpin kegiatan

- Pulang lebih dulu

- Istirahat lebih lama

- Permainan

f.Penguatan dengan

Tanda/benda

- Ijazah

- Sertifikat

- Buku

- Bintang

- Stiker

- Permen/makanan

70

2. Wawancara

Wawancara adalah mengumpulkan informasi dengan cara

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab

secara lisan pula.9 Pengumpulan data melalui wawancara

dilakukan guna mendapatkan data atau informasi dari sumber

yang terkait dalam penelitian.

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan

melakukan Tanya jawab secara lisan dan bertatap muka dengan

siapa saja yang dikehendaki. Wawancara juga merupakan

percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitupewawancara

yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan.10

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada guru

Pendidikan Agama Islam (PAI), wali kelas VI, dan kepala SDS

Dua Mei dengan menggunakan bentuk wawancara terstruktur

disertai dengan istrumen wawancara yang berisi daftar pertanyaan

serta dibantu dengan alat perekam suara berupa ponsel.

Instrumen wawancara ini, bertujuan agar wawancara yang

dilakukan dapat berjalan secara lancar dan teratur. Adapun

instrumen wawancara yang peneliti gunakan adalah sebagai

berikut:

9S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010),

hlm. 158. 10

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT

RemajaRosdakarya, 2010), hlm. 225.

71

Tabel 3.2

Instrumen Wawancara

No Subjek Pertanyaan

1. Guru Pendidikan

Agama Islam

(PAI)

1. Tantangan apa yang sering ibu jumpai

dalam kelas yang berkaitan dengan

kenakalan siswa?

2. Bagaimana cara ibu menghadapi

kenakalan siswa di kelas?

3. Apa yang ibu ketahui tentang

reinforcement?

4. Apakah ibu pernah menerapkan

reinforcement dalam proses

pembelajaran di kelas?

5. Bentuk tindakan reinforcement apa yang

sering ibu gunakan di kelas?

6. Seberapa sering ibu menerapkan

reinforcement dalam pembelajaran?

7. Seberapa jauh tindakan reinforcement

bisa berpengaruh pada proses belajar

mengajar?

8. Apakah ibu sepakat bahwa reinforcement

efektif untuk digunakan dalam proses

pembelajaran?

2. Guru Wali Kelas,

Kelas VI

1. Tantangan apa yang sering ibu jumpai

dalam kelas yang berkaitan dengan

kenakalan siswa?

2. Bagaimana cara ibu menghadapi

kenakalan siswa di kelas?

72

3. Apa yang ibu ketahui tentang

reinforcement?

4. Apakah ibu pernah menerapkan

reinforcement dalam proses

pembelajaran di kelas?

5. Bentuk tindakan reinforcement apa yang

sering ibu gunakan di kelas?

6. Seberapa sering ibu menerapkan

reinforcement dalam pembelajaran?

7. Menurut ibu Seberapa jauh tindakan

reinforcement bisa berpengaruh pada

proses belajar mengajar?

8. Apakah ibu sepakat bahwa reinforcement

efektif untuk digunakan dalam proses

pembelajaran?

3. Kepala Sekolah

SDS Dua Mei

Ciputat Timur

1. Biasanya bentuk kenakalan siswa yang

seperti apa yang sering ibu temukan di kelas

saat proses pembelajaran?

2. Tindakan apa yang ibu sarankan untuk

mengatasi kenakalan siswa tersebut?

3. Menurut ibu setuju atau tidak jika

reinforcement diterapkan dalam

pembelajaran?

4. Menurut tindakan reinforcement apa yang

paling tepat untuk diterapkan dalam

pembelajaran?

5. Menurut ibu harusnya seberapa sering

73

penerapan reinforcement diterapkan dalam

pembelajaran?

6. Apakah menurut ibu reinforcement efektif

jika diterapkan dalam pembelajaran?

7. Apakah ibu tau dalam pembelajaran

dibutuhkan ketempilan dasar mengajar

berupa reinforcement?

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data

melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga

buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan

lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.11

Menurut Hamidi, metode dokumentasi adalah informasi

yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi

maupun dari perorangan. Metode dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal atau variable yang merupakan catatan, buku, surat,

notulen rapat, agenda, dan lain-lain.12

Metode dokumentasi

digunakan untuk mencari data tentang keadaan siswa, lingkungan

sekitar siswa tinggal, dan data lain yang berhubungan dengan

penelitian.13

Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan dengan

mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan dokumen dan

arsip, seperti: sejarah SDS Dua Mei Ciputat Timur, profil, visi,

misi SDS Dua Mei Ciputat Timur, dan lain lain.

11

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010),

hlm. 181. 12

Surahismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:

Rineka Cipta 2002), hlm. 188 13

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 72

74

E. Sumber Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan setting, berbagai

sumber, dan berbagai cara. Jika dilihat dari sumber datanya, maka

pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber yang data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder

adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul

data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.14

F. Teknik Analisis Data Penelitian

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar observasi, pedoman wawancara, catatan dan dokumentasi.

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara kontinu

atau secara terus menerus, mulai dari memasuki lapangan, selama

berada di dalam lapangan dan setelah selesai di lapangan. Mengikuti

konsep yang diberikan Miles, Huberman dan Spradley. Aktivitas dalam

analisis data, yaitu:15

data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification.

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang, data yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga

kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Kegiatan ini

mengarah kepada proses menyeleksi, memfokuskan,

14

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2015), hlm. 193 15

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfa

Beta, 2009), hlm. 92

75

menyederhanakan dan mengabstrakkan serta mentransformasikan

data mentah yang ditulis pada catatan lapangan.16

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan padahal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang

telah direduksiakan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan yang bisa dilakukan dalam bentuk urain singkat, bagan

hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya.17

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data

dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan

semakin mudah difahami.

3. Penarikan kesimpulan Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kegiatan

verifikasi dilakukan dengan membandingkan teori dengan hasil yang

diperoleh dalam penelitian, sehingga peneliti dapat menganalisis

apakah teori tersebut sesuai dengan keadaan di lapangan atau tidak.

16

Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm.

167 17

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D, (Bandung: Alfa Beta,

2009), hlm. 249

76

76

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang gambaran umun SDS Dua

Mei yang meliputi: Sejarah sekolah, visi dan misi sekolah, tujuan

sekolah, struktur organisasi, lingkungan sekolah, sarana dan prasarana,

kriteria kelulusan siswa, kurikulum, kemitraan sekolah, dan analisis

tentang efektivitas penerapan reinforcement dalam pencegahan perilaku

negatif siswa pada pembelajaran PAI.

A. Gambaran Umum SDS Dua Mei Ciputat

1. Sejarah Yayasan Dua Mei dan SDS Dua Mei Ciputat

SDS Dua Mei Ciputat merupakan sekolah swasta yang

didirikan oleh Yayasan Dua Mei. Yayasan Dua Mei sebagai

lembaga pendidikan dalam kegiatan pendidikannya dihadapkan

kepada hal-hal yang perlu dikomunikasikan, yaitu kegiatan dan

usahanya seperti progam sekolah, siswa, tenaga pengajar,

fasilitas, dan hasil pembelajaran. Hal tersebut sangat diperlukan

bagi pihak-pihak terkait dengan Yayasan pendidikan Dua Mei.

Yayasan Dua Mei berdiri pada tanggal 7 Agustus 1985

dengan akta Notaris Ny. Sumardilah Oriana RooSDSilan, SH No.

26 . dan pada tanggal 7 Agustus 1999 yayasan pendidikan Dua

Mei melakukan penyempurnaan organisasi secara keseluruhan

didepan notaris Marthim Aliunir, SH. Cita-cita luhur pendirian

yayasan yaitu berperan serta pemerintah dalam meningkatkan

kecerdasan bangsa dengan membina dan mengembangkan

pendidikan dalam arti seluas-luasnya. Yayasan berupaya

membentuk masyarakat yang berilmu, dan bertaqwa kepada Allah

swt. Serta cinta bangsa dan Negara.

Tujuan yayasan pendidikan Dua Mei yaitu

menyelenggarakan pendidikan yang diarahkan pada terbentuknya

77

kualitas generasi muda yang berilmu pengetahuan, berwawasan

luas, memiliki kepribadian dan mental dspiritual yang tinggi,

bersama-sama pemerintah mencerdaskan bangsa dibidang

pendidikan sosial dan budaya. Pendiri yayasan Dua Mei diawali

dengan peresmian sekolah Taman Kanak-kanak sebagai cikal

bakal jenjang sekolah berikutnya, kemudian dilanjut mendirikan

jenjang Pendidikan Sekolah Dasar (SDS), Sekolah Menengah

Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) sebagai sekolah unggulan

yang handal dalam mencerdaskan anak bangsa yang akan menjadi

pemimpin masa datang dan siap menghadapi era globalisasi.

SDS Dua Mei didirikan tahun 1987 dan dipimpin oleh Ny.

Yayah Rokayah (1987-1993), dilanjutkan oleh Ny. Yoyoh (1993-

1996), Yeyen Khaerusin,S.Pd (1993-2007), Sri Mulyani,S.Pd

(2007-2015) dan kemudian sekarang dipimpin oleh Siti Badriyah

M.Pd.I (2015- sekarang). SDS Dua Mei Ciputat terakreditasi A

pada tanggal 22 November 2017. Kurikulum yang digunakan

adalah kurikulum 2013. SDS Dua Mei Ciputat menjadi sasaran

saat adanya peraturan pertama kali dicetuskannya model

kurikulum 2013. Dari kelas satu hingga kelas enam sudah

menyeluruh menggunakan kurikulum 2013.

SDS Dua Mei Ciputat juga menjalankan peraturan

pemerintah tentang adanya sekolah inklusi. Sekolah inklusi

adalah sekolah regular (biasa) yang menerima ABK dan

menyediakan sistem layanan pendidikan yang disesuaikan dengan

kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK) dan ABK

melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan sarana

prasarananya dimana Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ikut

78

belajar bersama anak-anak normal lainnya, dengan didampingi

guru shadow. Setiap satu kelas terdapat maksimal dua Anak

Berkebutuhan Khusu (ABK) yang ikut belajar dengan didampingi

satu orang guru shadow setiap kelas masing-masing.

2. Visi dan Misi SDS Dua Mei Ciputat

a. Visi SDS Dua Mei Ciputat

“ Terciptanya peserta didik yang berkualitas, kompetitif, dan

berakhlak mulia “

b. Misi SDS Dua Mei Ciputat

1) Mengembangkan kemampuan dan potensi peserta didik

2) Mengembangkan nilai-nilai agama dan budaya peserta

didik

3) Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan

4) Menjalin kerjasama yang harmonis antar warga sekolah

dan lingkungan

5) Meningkatkan mutu pendidikan tanpa membeda-bedakan

peserta didik.

3. Tujuan SDS Dua Mei Ciputat

a. Tujuan Pendidikan Dasar

Tujuan pendidikan Nasional adalah berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Adapun tujuan

pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan,

79

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan

untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

b. Tujuan sekolah

Mengacu kepada tujuan pendidikan nasional, tujuan

pendidikan dasar, visi dan misi sekolah, maka tujuan SDS

Dua Mei Ciputat adalah sebagai berikut:

1) Terwujudnya peserta didik yang berkualitas dan

kompetitif.

2) Terbinanya peserta didik yang berkepribadian, berakhlak

mulia, dan berbudaya.

3) Meraih prestasi akademikmaupun non akademik.

4) Menjadi sekolah yang dimininati masyarakat.

5) Terwujudnya pendidikan tanpa membeda-bedakan sesuai

dengan UUD yang menyatakan “Setiap Warga Negara

berhak mendapatkan pendidikan.”

4. Struktur keorganisasian sekolah

a. Struktur organisasi

80

Gambar 4.1 Struktur organisasi sekolah

b. Data Pendidik / Kependidikan

Tabel 4.1

Data Pendidik

NO

NAMA GURU

L/P

PENDIDIKAN

TMT

IJAZAH TAHUN TINGKAT JURUSAN PERTAMA

1 SitiBadriyah,M.pd.I P S.2 2015 Strata 2 MPI 18-07-2005

2 SitiKomariah,M.pd.I P S.2 2015 Strata.2 MPI 18-07-2005

3 Romlah,S.Pd.I P S.1 2005 Strata 1 MP 18-07-2005

81

4 Yuniah.SE P S.1 2009 Strata.1 Ekonomi 18-07-2005

5 RahmianaAgustini,S.Ps

i

P S.1 2015 Strata.1 Psikologi 18-07-2015

6 DiniAlfiYonita,S.Pd P S.1 2016 Strata.1 PGSD 18-07-2016

7 BimaArwunda,S.Pd L S.1 2015 Strata.1 PJKR 18-07-2015

8 Budi Suntoro L SMU 2008 18-07-2008

9 AgungAbdillah,S.Th.I L S.1 2013 Strata.1 TH -

10 Ettikawati,A.Md P D3 1992 D3 Keuangan 18-07-2015

11 MuhammadMuklis L SMU 2009 18-07-2016

12 Sri Nurlela, S.Pd P S.1 2016 Strata.1 PGSD 18-07-2017

13 Tita Nanda De Arfista P SMK 2015 18-08-2016

14 Kasmudi L SD 1978 18-07-1969

15 Moh.faozan L S.1 2018 Strata.1 IAT

c. Data Siawa-Siswi SDS Dua Mei

Peserta didik tahun 2018/2019

Tabel 4.2

Data Peserta Didik

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah rombel

I 4 3 7 1

II 13 12 25 1

III 12 14 26 1

IV 9 5 14 1

V 8 10 18 1

VI 4 4 8 1

Jumlah 50 48 98 6

82

5. Lingkungan Sekolah

Namasekolah : SDS Dua Mei Ciputat

NISS : 104020147107

NPSN : 20604472

Akreditasi : A (22 November 2017)

Nomor SK : 1169/T02.4/T.88

Tanggal : 03/11/1998

AlamatSekolah : jl. H. Abdul Ghani, No.135/19

Telp/Fax : (021) 7490034

Kelurahan : Cempaka Putih

Kota : Ciputat Timur

Provinsi : Tangerang Selatan

KelompokSekolah : -

Pelaksanaan KBM : Pagi (07:00-14:00)

Status Tanah : Milik Yayasan

Luas Tanah : 2607 M2

BangunanSekolah : Milik Sendiri

RuangKelas : 6 Ruang

RuangPerpustakaan : 1 Ruang

83

RuangKomputer : 1 Ruang

RuangKep. Sekolah : 1 Ruang

Ruang Guru : 1 Ruang

JumlahPesertaDidik : 98 Siswa

BanyakRombel : 6 Rombel

Jumlah Guru PNS : -

Guru Sukwan : 12

Penjaga Sekolah : 1

Tata Usaha : 1

Tahun Operasional : 1988

6. Sarana dan Prasarana

a. Keadaan sekolah

SDS Dua Mei Ciputat berada dalam satu lokasi dengan luas

tanah 2607 M2. Letak bangunan sekolah sangat strategis

mundah dijangkau dengan kendaraan umum. Namun sulit

untuk mengembangkan daya tampung yang sudah terbatas,

sehingga tidak dapat melayani minat masyarakat dengan

optimal, hendaknya bangunan yang ada harus dibangun

bertingkat.

84

b. Daftar bangunan, ruangan, sarana dan prasarana sekolah

Tabel 4.3

Daftar Sarana dan Prasarana

No Nama Keterangan Jumlah

Baik Sedang Rusak

1 Bangunan 6 6

2 Ruang kelas 6 6

3 Ruang

perpustakaan

1 1

4 Karpet 6 6

5 Rak buku 6 6

6 Meja guru 13 13

7 Kursi guru 13 13

8 Lemari 4

4

9 Lemari kaca 1 1

10 White board 6 6

11 Kabinet 1 1

12 Komputer 2 2

13 Laptop 7 7

14 Printer 2 2

15 Bupet 1 1

16 TV 1 1

17 CD Player 1 1

18 Ruang Kepala

Sekolah

1 1

85

19 Ruang wakil kepala

sekolah

1 1

20 Ruang dapur 1 1

21 Ruang Gudang 1 1

22 Meja siswa

23 Bangku siswa

24 Toilet guru 1 1

25 Toilet siswa 2 2

26 Infocus 5 5

27 Rak piala 1 1

28 Tape recorder 2 2

29 Piano 2 2

30 Rak sepatu 6 6

31 Ac 6 6

32 Kantin 6 6

33 Alat Marawis 1 set 6

34 Tempat parker 1 1

35 Musholla 1 1

36 Lapangan olahraga 1 1

37 Ruang guru 1 1

7. Kriteria Naik Kelas dan Kelulusan

a. Kenaikan Kelas

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun

pelajaran. Kriteria dan penentuan kenaikan kelas adalah

sebagai berikut:

1) Telah menyelesaikan semua program pembelajaran untuk

satu tahun pelajaran.

86

2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk

kelompok mata pelajaran IPTEK

3) Jumlah ketidakhadiran alpa kurang dari 24 izin dan sakit

kurang dari 48 hari pertahun.

4) Nilai raport diambil dari nilai ulangan harian, nilai

tugas/PR, Nilai pengamatan, nilai ulangan tengah smester

dan nilai ulangan umum semester, dengan pengolahan nilai

sebagaimana yang diatur dalam penentuan nilai dengan

standard ketuntasan standard minimal SDS Dua Mei

Ciputat.

5) Memiliki raport kelasnya masing masing

6) Penentuan siswa yang naik kelas dilakukan oleh sekolah

dalam satu rapat dewan guru dengan mempertimbangkan

SKM, sikap, penilaian budi pekerti, kehadiran siswa dan

penilaian lain yang terkait siswa yang bersangkutan

7) Siswa yang naik kelas, pada raportnya dituliskan naik kelas

8) Siswa yang tidak naik kelas harus mengulang di kelas yang

lama.

b. Siswa yang dinyatakan lulus diberi ijazah, dan buku raport

miliknya.

c. Siswa yang tidak lulus harus mengulang di kelas VI.

8. Kurikulum SDS Dua Mei Ciputat

Kurikulum yang digunakan di SDS Dua Mei Ciputat adalah

Kurikulum 2013. Sebelum menggunakan kurikulum 2013 di SDS

Dua Mei Ciputat menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan). Setelah adanya peraturan pemerintah

baru adanya kurikulum kurikulum 2013, SDS Dua Mei menjadi

87

salah satu sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah untuk

menerapkan 2013. Dengan menggunakan metode pengajaran

yang diarahkan pada metode learning by doing, peserta didik

didorong agar termotivasi untuk berdaya pikir kreatif dan inovatif

sehingga proses pembelajaran menjadi aktif, efektif dan

menyenangkan. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dari hari

senin-jumat mulai pukul 07:00 sampai dengan pukul 14:00 wib.

Program khusus SDS Dua Mei yaitu : Hafalan Al-Qur’an juz 30.

Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari setelah shalat dhuha

berjamaah dan tadarus Al Qur’an sebelum pembelajaran di mulai.

Kegiatan ekstrakulikuler meliputi:

a. English conversation

b. Marawis

c. Pramuka

d. TIK

e. Seni lukis

f. Seni tari

g. Renang

h. Futsal

Kegiatan Kukurikuler meliputi:

a. Field Trip

b. Cooking class

c. Shalat dhuhur

d. Market Day

e. Pengajian bulanan

f. Tadarus Al Qur’an

88

9. Kemitraan

a. Dinas pemberdayaan masyarakat pemberdayaan perempuan

perlindungan anak dalam kegiatan sosialisi perlindungan

kekerasan terhadap anak.

b. RS UIN Syarif Hidayatullah dalam kegiatan “my healty

school”.

c. Oishi roadshow dalam kegiatan lomba mewarnai tingkat TK

dan lomba ketangkasan tingkat SDS.

d. Tanah Liat Citra bentuk kegiatan membentuk kreasi dari tanah

liat.

e. Primcita Indonesia Education and Human Resource

Consultant dalam bentuk kegiatan short seminar parenting

yang bertema “Dampak Depresivitas (stress) pada anak usia

dini”.

f. Universitas islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Tarbiyah dan keguruan dalam kegiatan observasi

mahasiswa UIN terhadap manajemen sarana dan prasarana

yang ada di SDS Dua Mei Ciputat.

g. Institut ilmu Al Qur’an (IIQ) Jakarta Fakultas Tarbiyah dalam

bentuk kegiatan PPKT mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam dan Baca Tulis Al Qur’an.

B. Analisis Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam Pencegahan

Perilaku Negatif Siswa pada Pembelajaran PAI

Guru dituntut untuk hendaknya benar-benar memahami

kepribadian, potensi, dan kondisi siswanya dengan sebaik-baiknya.

Guru juga harus memanfaatkan fasilitas yang dapat menunjang

proses belajar mengajar, menggunakan alat bantu atau media

89

pengajaran dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang

diajarkan. Banyak perilaku dan sikap siswa yang akan ditemukan

pada proses pembelajaran, baik perilaku positif maupun negatif, dan

guru sebagai pengajar harus berusaha secara maksimal dengan

menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuannya agar siswa

dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu guru harus

dapat menciptakan situasi dimana siswa dapat belajar sebab

sebenarnya proses belajar mengajar itu belum dapat dikatakan

berakhir kalau belum mengalami perubahan.

Kita sering melihat siswa memiliki sikap dan kebiasaan

belajar yang negatif. Sangat penting sekali bagi seorang guru

berupaya untuk membantu siswa merubah sikap dan kebiasaan

belajar tersebut yaitu salah satunya dengan melakukan penerapan

reinforcement.

Seperti yang dijabarkan pada latar belakang masalah

penelitian ini di awal, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

efektivitas penerapan reinforcement dalam pencegahan perilaku

negatif siswa pada pembelajaran PAI. Berdasarkan hasil observasi

yang penulis lakukan pada saat proses belajar mengajar di kelas

pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ada beberapa karakter dan

perilaku negatif siswa yang ditemukan di kelas seperti mengobrol

dengan teman, tidak memperhatikan guru, menyanyi di kelas,

bermain-main, dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru

dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan

kepada guru Pendidikan Agama Islam mengatakan:

“Memang, ada beberapa kenakalan siswa yang dilakukan

pada proses pembelajaran kaya ngobrol dengan temannya,

kurang semangat dalam belajar, tidak memperhatikan

90

penjelasan saya di depan, dan yang sering dilakukan itu ya

tidak mengerjakan tugas yang saya berikan dengan baik”1

Pendapat ini juga didukung oleh hasil wawancara dengan wali

kelas VI yang mengatakan bahwa:

“Biasanya anak-anak itu malas, berisik, banyakan ngobrol,

jadi karena banyak ngobrol disuruh nulis atau dikasih tugas

biasanya lambat banget ngerjainnya, dan banyak waktu yang

kebuang sia-sia, seringnya sih begitu, kadang ya nyayi juga

tapi itu mah kadang-kadang”.2

Dan dari wawancara kepada kepala sekolah mengatakan bahwa:

“Memang ada anak-anak yang suka berisik di kelas, ada juga

yang suka ngomong kasar, sering nggak ngerjain tugas, trus

nggak ngikutin instruksi guru, ya begitu-begitu aja sih kak,

kenakalan siswa SD yang masih standar lah”3

Gambar 4.2 Proses Kegiatan Belajar Mengajar

1Wawancara dengan Guru PAI di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019

2Wawancara dengan Guru Wali Kelas di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019

3Wawancara dengan Guru Kepala Sekolah di SDS Dua Mei. Ciputat. 23Juli2019

91

Memang benar, bahwa anak usia SD merupakan fase rentan,

karena masa akhir kanak-kanak ini merupakan masa transisi atau

peralihan, secara psikologis sesuai dengan perkembangan usianya,

memang anak pada usia ini lebih susah didisiplinkan, sesuai dengan

yang dikemukakan Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan,

bahwa anak pada akhir masa kanak-kanak ada waktu dimana anak

sering mengalami emosi yang hebat. Karena emosi cenderung kurang

menyenangkan, maka dalam periode ini meningginya emosi menjadi

periode ketidakseimbangan, yaitu saat dimana anak menjadi sulit

dihadapi.4 Pada akhir masa kanak-kanak ia juga masih menunjukkan

pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan, seperti amarah

yang meledak-ledak.5 Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan

karena anak-anak keluar dari fokus, dalam arti dia mudah terbawa

ledakan-ledakan emosional sehingga sulit untuk dibimbing dan

diarahkan.

Karena fase ini merupakan masa ketidakseimbangan pada

masa akhir kanak-kanak, maka wajar jika ditemui beberapa

kenakalan siswa pada proses pembelajaran, hal ini bisa jadi

merupakan bagian dari pelampiasan emosi dan cara anak-anak dalam

menyalurkan emosinya sebagaimana yang di sebutkan Harlock dalam

bukunya bahwa:

Karena keadaan emosi yang tidak tersalurkan tidak

menyenangkan bagi anak, sering kali anak dengan cara coba-

coba meredakan keadaan ini dengan sibuk bermain, dengan

tertawa terbahak-bahak, atau bahkan dengan menangis. Sekali

cara meredakan emosi yang tidak tersalurkan ini tidak

ditemukan, yang disebut katarsis emosional, maka akan

4 Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 200), hlm. 155

5 Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, hlm. 176

92

timbul cara baru bagi anak-anak untuk mengatasi ungkapan

emosionalnya.6

Karena hal ini maka guru sebagai pengarah emosi dan tingkah

laku siswa tersebut, dituntut untuk bisa membimbing siswa agar

dapat mengatasi hal-hal tersebut. Sehingga dibutuhkan beberapa

keterampilan bagi guru untuk menghadapi anak-anak.

Dalam teori Skinner operant conditioning menjamin respons-

respons terhadap stimulus, apabila murid tidak menunjukkan reaksi

terhadap stimulus guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah

lakunya kearah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam

kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kearah

tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.7

Dari paparan di atas menujukkan bahwa guru mempunyai

peran penting dalam membentuk perilaku siswa. Guru mempunyai

kewajiban dalam mengarahkan siswa kepada perilaku yang lebih

baik, sehingga dibutuhkan beberapa supaya guru dapat mengarahkan

perilaku siswa.

Oleh karena itu, dari beberapa kenakalan siswa yang sering

ditemui pada proses pembelajaran tersebut ada beberapa cara yang

bisa dilakukan oleh guru-guru untuk menghadapi kenakalan-

kenakalnnya, hal ini dinyatakan oleh guru Pendidikan Agama Islam

dari hasil wawancara:

“Ya saya kadang awal-awal saya bilangin, nasehatin, supaya

jangan ngobrol, jangan berisik, terus juga jangan bercanda,

kadang saya suruh mereka ngerjain tugas jangan diskusi

6 Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentan Kehidupan, (Jakara: Erlangga, 2004) hlm 155 7 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2009), hlm. 33

93

kerjain sendiri-sendiri supaya nggak berisik, atau biasanya

kalo misalnya yang malas-malaskan suka lama tuh nulisnya,

nah biasanya yang lama-lama tuh kan biasanya pas mau

istirahat suka saya suruh maju kedepan, kaya suruh nyayi,

biasanya saya suruh nyayi lagu wajib, atau kadang saya suka

bilang “yang belum selesai nulis atau ngerjain tugas nggak

boleh istirahat, yang sudah selesai boleh keluar istirahat” gitu

ka.”8

Sedangkan wali kelasnya mengatakan bahwa:

“Biasanya dari awal saya sama anak-anak bikin kesepakan

dulu, seperti peraturan yang ada saat proses pembelajaran, nah

untuk pelanggaran-pelanggaran yang lainnya biasanya saya

kasih ngacak aja, kadang saya nasehatin, saya dekatin, kadang

saya kasih motivasi, kadang saya suruh ke depan.”9

Gambar 4.3 Wawancara Guru PAI

8Wawancara dengan Guru PAI di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli2019

9Wawancara dengan Guru Wali Kelas di SDS Dua Mei. Ciputat. 24Juli2019

94

Gambar 4.4 Wawancara Wali Kelas

Paparan dari wawancara di atas menunjukkan bahwa

beberapa guru sudah menerapkan reinforcement dalam menghadapi

perilaku-perilaku siswa tersebut, baik berupa pemberian

reinforement, yaitu secara verbal, dan non verbal seperti hal-hal yang

menyenangkan sampai pengunaan dengan sentuhan atau mendekati.

Hal ini bertujuan untuk mengahadapi segala macam kenakalan yang

dilakukan oleh siswa. Pemberian tindakan seperti ini bertujuan untuk

memberikan rangsangan kepada siswa supaya perilaku negatifnya

berkurang.

Penerapan ini sudah sesuai dengan komponen pemberian

penguatan menurut Djamarah yaitu penguatan memberikan kegiatan

yang menyenangkan, verbal, dan dengan cara mendekati. Seperti

yang diterapkan oleh guru wali kelasnya, yaitu memberikan

reinforcement dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan, verbal,

dan dengan cara mendekati.10

10

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 120

95

Pemberian penguatan ini dinilai mampu memberikan

rangsangan kepada siswa, karena dapat menghindari perilaku negatif

siswa. Hal ini sesuai dengan hasil obeservasi yang dilakukan,

memang saat proses observasi guru menerapkan komponen

reinforcement di atas, dan hal ini terlihat efektif, karena setelah

dilakukan tindakan tersebut selama beberapa kali pada murid,

terdapat perubahan pada pengurangan tingkah laku negatif tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa ketika anak mendapatkan

reinforcement yang tepat dari guru, biasanya dia akan mengulangi

perbuatan (positif) tersebut namun dalam tahap selanjutnya dengan

tujuan agar ia mendapatkan reinforcement yang sebelumnya telah

membuat ia merasa senang dan dihargai.

Seperti yang ditemukan saat observasi, pada pembelajaran

PAI ketika di pertemuan pertama anak mendapatkan reinforcement

baik dalam bentuk pujian karena ia telah bisa melakukan tugas

dengan baik, ataupun dorongan jika ia belum bisa mengerjakan tugas

dengan baik. Dan terlihat bahwa reinforcement yang diberikan tepat

sesuai dengan kondisi anak pada saat itu, (karena reinforcement yang

akan digunakan sesuai dengan kondisi anak, oleh karena itu bonding

(ikatan/hubungan) antara si pemberi reinforcement dengan penerima

haruslah terbangun dengan baik), maka anak memperhatikan

mengenai arahan dari guru tentang apa yang akan ia lakukan

keesokan harinya.

96

Gambar 4.5 Pemberian Reinforcement

Hal ini menujukkan bahwa apabila hari ini ia mendapat

pujian, sangat besar kemungkinan ia akan mengulangi atau bahkan

meningkatkan kemampuannya pada keesokan harinya agar

mendapatkan lagi pujian dari guru, namun apabila hari ini ia belum

bisa mendapatkan pujian, kemudian seorang guru bisa memberikan

dorongan yang tepat dan justru tidak membuat anak berkecil hati,

maka ia akan meningkatkan lagi kemampuannya pada keesokan

harinya agar mendapatkan positive reinforcement. Dari penerapan ini

menujukkan bahwa kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif,

dan perilaku anak mulai dapat dikendalikan.

Sedangkan dari kepala sekolah mengatakan bahwa:

“Memang beberapa saya mendengar beberapa kenakalan

anak-anak, maka dari itu saya lebih sering menekankan

kepada para guru untuk memberikan apresiasi seperti pujian

atau hadiah untuk anak-anak supaya kegiatan-kegiatan baik

97

yang dilakukan anak-anak meningkat dan banyak

memberikan nasehat.”11

Gambar 4.6 Wawancara Kepala Sekolah

Dari jawaban diatas menunjukkan bahwa para guru sudah

menerapkan reinforcement terutama berupa reinforcement positif.

Saat ditanya mengenai reinforcement guru-guru mengatakan bahwa

reinforement adalah bentuk reward dan punisment yang diberikan

kepada siswa didik untuk memotivasi siswa, mempertahankan atau

mengubah perilaku siswa, agar proses belajar mengajar menjadi lebih

kondusif.

Hal ini menunjukkan bahwa salah satu upaya yang dilakukan

oleh guru maupun Kepala Sekolah dalam menangani kenakalan siswa

yaitu dengan penerapan reinforcement. Hal ini di tunjukkan dengan

adanya penerapan reinforcement di kelas oleh guru-guru, dan hasil

wawancara Kepala Sekolah, mengatakan

11

Wawancara dengan Guru Kepala Sekolah di SDS Dua Mei. Ciputat. 23Juli2019

98

“Saya memang sering menghimbau kepada guru-guru baik

pada saat ngumpul biasa atau agenda rapat untuk selalu

memberikan penguatan kepada siswa sebagai bentuk

menghargai segala perilaku siswa, supaya mereka termotivasi

untuk meningkatkan sikap positif dan meninggalkan perilaku

negatifnya.”

Pelaksanaan penerapan reinforcement dengan implementasi

reward dan reinforcement positif dilaksanakan guru mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam dan guru wali kelas VI, dimana penerapan

reinforcement berupa reward dan reinforcement positif diberikan

oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam proses pembelajarannya

dan selama proses berlangsung penulis bertindak sebagai observer.

Hasil dari observasi proses belajar PAI yang yang penulis

lakukan bahwa penerapan reinforcement sudah dilakukan guru pada

observasi pertama. Dari hasil wawancara, guru pendidikan Agama

Islam dan guru wali kelas, lebih sering menerapkan reinforcement

dalam bentuk verbal seperti memuji berkata bagus, baik, benar, dan

lainnya, meskipun beberapa kali juga mengunakan reinforcement

dalam bentuk non verbal seperti memberikan sentuhan, mendekati

siswa, dan melakukan kegiatan yang menyenangkan, sampai

memberikan hadiah berupa pulpen sebagai bentuk stimulus yang

diberikan kepada siswa.

Jawaban ini sesuai dengan teori yang dikemukan pada bab 2

terdahulu, yang mengatakan bahwa reinforcement terbagi menjadi

reinforcement positif (reward) dan reinforcement negatif

(punisment). Akan tetapi di dalam penerapannya guru lebih

memaksimalkan mengunakan reinforcement positif.

Dalamnya teori Skinner mengatakan bahwa jenis stimuli

berupa positive reinforcement yaitu penyajian stimuli yang

99

meningkatkan probabilitas suatu respon, hal ini dilihat dari teori

operants conditioningnya Skinner.

Menurut Skinner ada dua prinsip umum yang berkaitan

dengan kondisioning operant, yaitu (1) setiap respon yang diikuti

reward bekerja sebagai reinforcement stimuli yang akan cenderung

diulangi. (2) reward atau reinforcement stimuli akan meningkatkan

kecepatan (rate) terjadinya respon. Dengan kata lain dapat

dikemukakan bawa reward merupakan sesuatu yang dapat

meningkatkan probabilitas timbulnya respons.12

Skinner menganggap

reward atau reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses

belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal

dan mengontrol tingkah laku.13

Dari teori di atas, jelas bahwa pemberian reinforcement

berupa reward/reinforcement positif dapat meningkatkan perilaku

positif siswa, dan juga dapat mengurangi perilaku negatif siswa, jika

dilakukan dengan tepat pada siswa tersebut. Pada proses

pembelajaran guru juga terlihat bersemangat dan antusias dalam

memberikan reinforcement baik lewat verbal maupun non-verbal. Hal

ini bisa dilihat dari sikap dan gaya guru termaksud suara dan mimik

muka, serta gerak badan yang diperlihatkan guru.

Hal ini sudah sesuai dan tepat dilakukan oleh guru

sebagaimana pemberian reinforcement mamang dalam prinsip-

prinsipnya dibutuhkan kehangatan dan keantusiasan serta

kebermaknaan dalam pemberian reinforcement agar tidak terkesan

12

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: C.V Andi Offset,

2010), hlm. 81 13

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006), hlm.

125

100

bahwa guru tidak ikhlas dalam memberikan penguatan karena tidak

disertai kehangatan dan keantusiasan.14

Selain prinsip kehangatan pemberian reinforcement juga

harus memperhatikan keadaan siswa, hal ini sesuai dengan hasil

wawancara yang dilakukan mengenai pada guru Wali Kelas yaitu:

“Sering banget sih ka, karena memang saya juga kadang lihat

kondisi anak-anak, kalo kelihatannya mereka sudah mulai

bosan atau mulai berisik, baru saya kasih penguatan, suruh

nyayi bentar, atau saya nasehatin supaya jangan berisik, ya

semacam itu.”

Kemudian dari Kepala Sekolah

Kalau menurut saya sih semuanya tepat diterapkan, baik

verbal, maupun non verbal, atau berupa reward maupun

punishment, cuma itu dia harus lihat kondisi murid dulu,

mereka cocok atau tidak gitu, kalau di kasih penguatan bentuk

ini, atau yang seperti ini.

Berdasarkan hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pemberian

reinforcement sebaiknya disesuaikan dengan keadaan anak dan

situasi kelas, hal ini dimaksudkan agar reinforcement yang diberikan

tepat mengenai sasaran (anak), dan tercapai tujuan dari reinforcemet

yang diberikan. Contohnya ketika proses pembelajaran PAI

berlangsung, terlihat bahwa anak-anak mulai mengantuk, maka

reinforcement yang tepat untuk diberikan kepada anak-anak tersebut

adalah menyanyi, atau berdiri di depan kelas, dan menggerakkan

badan, supaya kembali semangat.

Kemudian penulis menanyakan seberapa sering guru-guru

tersebut menerapkan reinforcement dalam proses pembelajaran:

14

Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2012), hlm. 82

101

Guru Pendidikan Agama Islam menjawab:

“Sering saya gunakan, kadang-kadang saya pake dengan

memberi hadiah, tapi yang paling sering ya bilang baik,bagus,

sudah benar, atau saya dekati anaknya kasih pengertian kalo

yang bandel-bandel, itu yang saya terapkan di kelas VI tapi

biasanya saya lebih sering menggunakan reinforcement

apalagi di kelas-kelas bawah seperti kelas I dan II, mereka

kan senang tuh kalo dikasih apresiasi berupa acungan jempol,

tepuk tangan, kadang bintang”15

Sedangkan guru wali kelas mengatakan bahwa:

“Lumayan sering, soalnya anak-anak kan ada aja kelakuannya

kalo lagi di kelas, ya seperti tadi kak maju ke depan kelas, trus

saya biasanya kalo rajin itu saya bilang kamu pinter, bagus,

pertahankan ya besok jangan malas lagi. Kadang tergantung

keadaan anak-anak juga sih kak, kalo mereka ngantuk atau

bosan biasanya kita nyayi juga sebentar biar semangat lagi”16

Hal ini diperkuat oleh pernyataan kepala sekolah yang

mengatakan bahwa:

“Saya memang sering menghimbau kepada guru-guru baik

pada saat ngumpul biasa atau agenda rapat untuk selalu

memberikan penguatan kepada siswa sebagai bentuk

menghargai segala perilaku siswa, supaya mereka termotivasi

untuk meningkatkan sikap positif dan meninggalkan perilaku

negatifnya.17

Dari hasil wawancara ini terlihat bahwa memang guru-guru

mengunakan reinforcement dalam proses pembelajaran. Terlebih

memang sudah ada himbauan dari kepala sekolah kepada kepada para

guru untuk menerapkan reinforcement dalam proses pembelajaran.

15

Wawancara dengan Guru PAI di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019 16

Wawancara dengan Guru Wali Kelas di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019 17

Wawancara dengan Guru Kepala Sekolah di SDS Dua Mei. Ciputat. 23Juli 2019

102

Dalam hal ini dari hasil observasi yang dilakukan guru

mengunakkan reinforcement bentuk verbal dan non verbal,

reinforcement bentuk verbal seperti berkata “bagus”, “baik”,

“pertahankan”, “besok tidak boleh malas lagi”, mendekati siswa

sebagai bentuk dari perhatian, dan memberika reward berupa

bintang, sesuai dengan komponen pemberian penguatan yang sudah

dibahas pada bab 2 terdahulu yaitu berupa pujian dan tanda/benda

Pujian dan dorongan yang diucapkan oleh guru untuk respon

dan tingkah laku siswa adalah penguatan verbal. Ucapan tersebut

dapat berupa kata-kata, contohnya bagus, baik, benar, tepat, dan lain-

lain. Selain itu juga dapat berupa kalimat, misalnya hasil

pekerjaanmu baik sekali, pikiranmu sangat cerdas, dan sebagainnya.18

Reinforcement ini terlihat diterapkan oleh guru ketika

observasi yaitu pada saat guru melakukan reinforcement, kemudian

setelah perilaku positif siswa terbentuk, guru memperkuat dengan

mengatakan “besok jangan diulangi lagi ya malasnya”, “pekerjaannya

sudah bagus, tapi kurang lengkap”, dan “wah, bagus sekali”, dan

sebagainya.

Bentuk penguatan yang dilakukan juga berupa dengan cara

guru mendekati siswa untuk menyatakan perhatian guru, terhadap

pekerjaan, tingkah laku dan penampilan siswa. Penguatan mendekati

siswa secara fisik digunakan untuk memperkuat penguatan verbal,

tanda, dan sentuhan. Contohnya berdiri di samping siswa, berjalan

dekat siswa, duduk dekat kelompok diskusi, dan sebagainya.19

18

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 120 19

Syaiful BahriDjamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, hlm. 120

103

Hal ini sesuai dengan observasi yang dilakukan oleh penulis

di saat proses belajar mengajar berlangsung, karena pada proses

belajar mengajar bentuk renforcement yang diberikan oleh guru

bermacam-macam, termaksud berdiri di samping siswa, menanyakan

sudah sejauh mana mengerjakan tugas yang diberikan, mendatangi

anak-anak yang sedang berdiskusi untuk menanyakan bagian mana

yang belum dimengerti, dan memberikan hadiah kepada

anak/kelompok yang lebih dulu mengerjakan dan mengerjakan tugas

dengan baik, hal ini menunjukkan berbagai jenis reinforcement yang

diterapkan guru dalam proses pembelajaran.

Dengan penerapan ini, membuat anak merasa dihargai

pekerjaannya, sehingga mereka akan berusaha melakukan apa yang

diharapkan gurunya, hal ini menyebabkan meningkatnya perilaku

positif anak, seperti mengerjakan tugas dengan baik, disiplin ketika di

dalam kelas dan berkurangnya perilaku negatif anak.

Penguatan dengan pemberian tanda atau benda juga

diterapkan dalam pembelajaran ini, hal penguatan ini dilihat dari

observasi dan hasil wawancara kepada guru, dan hal ini terlihat

efektif.

Kemudian penulis menanyakan tentang seberapa jauh

tindakan reinforcement ini bisa berpengaruh pada proses belajar

mengajar? Guru Pendididikan Agama Islam mengatakan:

“Menurut saya sih sangat berpengaruh ya, soalnya memang

anak-anak ketika diberikan reinforcement ini mereka terlihat

lebih semangat, termotivasi, kelasnya juga lebih

terkondisikan, maksudnya tu kaya anak-anak lebih mudah di

atur nggak banyak berisik, trus lebih tertib, yah semacam

itu.”20

20

Wawancara dengan Guru PAI di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli2019

104

Guru wali kelas mengatakan bahwa:

“Alhamdulillah sih berpengaruh. Cuma harus diberikan secara

terus menerus, soalnya kalo tidak begitu, kadang hari ini

dipatuh besok nggak, makanya reinforcement dan rewardnya

saya usahakan diterapkan terus-menerus.”21

Dari hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa pemberian

reinforcement terhadap siswa memberikan dampak pada perubahan

tingkah laku siswa tersebut. hal ini sesuai dengan tujuan pemberian

reinforcement menurut Suwarna yang mengatakan bahwa,

reinforcement bertujuan untuk meningkatkan perhatian siswa pada

pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar siswa, memudahkan

siswa untuk belajar, dan meminimalisir tingkah laku siswa yang

negatif serta membina tingkah laku positif siswa.22

Hal ini memang ditunjukkan dari suasana kelas saat dilakukan

observasi, karena ketika obsevasi berlangung terdapat perbedaan

perubahan pada siswa dan suasana kelas ketika sebelum dan sesudah

dilakukannya reinforcement.

Penguatan yang dilakukan oleh guru juga seperti yang

dijelaskan diatas bahwa, penguatan dilakukan dengan diberikan

kegiatan yang menyenangkan, hal ini memberikan pengaruh positif

kepada siswa, karena dengan memberikan penguatan yang

menyenangkan siswa akan lebih termotivasi untuk mengerjakan apa

yang diperintahkan oleh guru, hal ini sesuai dengan komponen

pemberian penguatan yang dikemukakan oleh Djamarah bahwa

21

Wawancara dengan Guru Wali Kelas di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019 22

Suwarna, Pengajaran Micro, Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidikan

Profesional, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), hlm. 77

105

Salah satu penguatan dengan memberikan penguatan yang

menyenangkan, penguatan ini dalam berupa meminta siswa

membantu temannya bila dia selelsai mengerjakan perkerjaan terlebih

dahulu dengan tepat, siswa diminta memimpin kegiatan, pulang lebih

dulu, istirahat lebih lama dan lain sebagainnya.23

Kemudian penulis mananyakan tentang seberapa jauh dan

efektif tindakan reinforcement berlaku pada siswa, guru Pendidikan

Agama Islam megatakan bahwa penerapan reinforcement ini cukup

efektif dalam pengubahan tingkah laku siswa, sedangkan wali kelas

mengatakan:

“Efektif, karena memang kalau siswanya sudah diberikan

penguatan akan terlihat ada perubahan-perubahan, nah hal

tersebut akan berimbas pada kondisi kelas yang lebih mudah

diatur”24

Sedangkan guru Wali Kelas mengatakan:

“Kalau dilihat dari yang saya lakukan dikelas sih efektif ka,

karena anak-anak lebih mudah di kontrol setelah diberi

penguatan.”25

Jawaban ini sejalan dengan jawaban dari Kepala Sekolah

yang mengatakan bahwa:

“Kalau dari hasil laporan dan pengamatan, memang

kelihatannya banyak perubahan positif yang terjadi di kelas

setelah intensif dilakukan penguatan dan pemberian reward

23

Syaiful BahriDjamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu

Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 120 24

Wawancara dengan Guru PAI di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli2019 25

Wawancara dengan Guru Wali Kelas di SDS Dua Mei. Ciputat. 24 Juli 2019

106

pada anak-anak, hal ini membuat saya lebih menghimbau

kepada guru untuk memperhatikan pemberian pengutan dan

menghargai setiap bentuk perkembangan baik siswa di

kelas.”26

Kemudian penulis menanyakan apakah ibu mengetahui bahwa

reinforcement ini merupakan salah satu dari keterampilan dasar

mengajar? Kepala sekolah menjawab

“Iya, memang reinforcement ini merupakan salah satu dari

poin penting keterampilan mengajar yang harus dimiliki guru

dalam mengajar, karena memang sangat dibutuhkan untuk

menangani perilaku siswa, momotivasinya juga supaya

memudahkan proses belajar mengajar.”27

Jawaban di atas menunjukkan bahwa, reinforcement sebagai

salah satu keterampilan dasar guru dalam mengajar memang sangat

penting untuk dimiliki dan diketahui oleh para guru, hal ini menjadi

salah satu patokan bagi terciptanya suasana kelas yang kondusif, dan

membantu guru membentuk perilaku positif siswa, sehingga setiap

guru harus menguasai pemberian penguatan (reinforcement).

Dari hasil observasi dan wawancara di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa guru PAI, Wali kelas, dan Kepala sekolah

menerapkan reinforcement dalam proses pembelajaran. Terdapat

banyak penerapan reinforcement yang diberikan pihak sekolah baik

guru PAI, Wali kelas, maupun Kepala SDS Dua Mei. Bentuk

reinforcement yang digunakan bervarisi ada dalam bentuk verbal,

seperti megucapkan kata “bagus”, “benar”, “sudah benar”, “bagus

sekali”, maupun non verbal, seperti mendekati siswa untuk

memberikan pengertian, berdiri di depan kelas menyayi lagu wajib,

26

Wawancara dengan Guru Kepala Sekolah di SDS Dua Mei. Ciputat. 23Juli 2019 27

Wawancara dengan Guru Kepala Sekolah di SDS Dua Mei. Ciputat. 23Juli 2019

107

memberi hadiah, berupa kegiatan yang menyenangkan, seperti yang

selesai duluan boleh istirahat, kalo selesai lebih awal bisa bermain,

dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa tentang hasil

observasi yang dilakukan, proses pembelajaran sudah berjalan

dengan baik, kenyataan yang terjadi pada proses pelaksanaan

pembelajaran dengan penerapan reinforcement telah terlaksana

dengan baik, sehingga semangat belajar siswa telah menunjukkan

peningkatan dan perilaku negatif siswa telah menunjukkan

penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa reinforcement efektif

diterapkan pada proses pembelajaran dalam mencegah perilaku

negatif siswa.

108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang

Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam Pencegahan Perilaku

Negatif Siswa pada Pembelajaran PAI, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa perilaku negatif siswa pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di kelas, seperti berperilaku acuh tak

acuh terhadap pelajaran, bermain-main, mengangu teman, tidak

percaya diri saat ditunjuk guru untuk tampil di depan, mengobrol

dengan teman, bernyanyi ketika proses pembelajaran, serta tidak

mengerjakan tugas dengan baik.

2. Bentuk reinforcement yang digunakan oleh guru PAI bervarisi,

ada dalam bentuk verbal, yaitu megucapkan kata “bagus”,

“benar”, “pintar”, “sudah benar”, “bagus sekali”, maupun non

verbal, yaitu mendekati siswa untuk memberikan pengertian,

memberi hadiah, berdiri di depan kelas menyayi lagu wajib, dan

melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti, yang selesai

duluan boleh istirahat, dan yang selesai lebih awal bisa bermain.

3. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mengenai proses

pembelajaran pada mata pelajaran PAI dengan penerapan

reinforcement telah terlaksana dengan baik, dan ditunjukkan

dengan adanya penurunan perilaku negatif siswa. Hal ini

menujukkan bahwa reinforcement efektif diterapkan pada proses

pembelajaran PAI dalam mencegah perilaku negatif siswa.

109

B. Saran

Setelah penulis mengemukakan kesimpulan di atas, maka penulis

akan mengemukakan beberapa saran sebagai harapan dan tujuan yang

akan dicapai sekaligus sebagai kelengkapan dalam menulis skripsi ini

sebagai berikut:

1. Bagi kepala sekolah

Sebaiknya pihak sekolah mempertahankan dan meningkatkan

pembinaan kualitas kerja guru dan pemberian penguatan kepada

siswa, agar guru tetap bisa menerapan reinforcement secara

maksimal pada proses pembelajaran.

2. Bagi guru

Guru sebaiknya meningkatkan keterampilan dalam pemberian

penguatan, menguasai keterampilan dasar mengajar seperti

(reinforcement) dan lebih memerhatikan dan memahami kondisi

siswa supaya dapat menerapkan reinforcement secara cepat dan

tepat sesuai dengan kondisi siswa, sebelum proses pembelajaran

dilaksanakan sebaiknya guru mempersiapkan segala sesuatu yang

dibutuhkan dalam proses pembelajaran sehingga tidak

menggangu proses pembelajaran.

110

110

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Albert, Bandura. Social Fundation of Thought and Action. A Social Cognitive Theory.

Engelwood Cliffe: Prentice Hall. 1986.

Anitah, Sri. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: UT. 2009.

Arikunto, Surahismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka

Cipta. 2002.

Astuti, Endah Sri. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Gejala Kenakalan

Anak/Remaja,” Skripsi Undip. Semarang. 2004.

Azwar, Saifuddin. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2000.

Darwis, Abu. Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat

Jendral Pendidikan Tinggi. 2006.

Departemen, Agama RI. Mushaf Famy bi Syauqin. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Banten:

Forum Pelayanan Al-Qur’an. 2015.

Djali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.

Djamarah. Guru dan Anak Didik. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.

Elizabeth, B Hurlock. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan

Kehidupan. Jakara: Erlangga. 2004.

Gichara, Jenny. Mengatasi Perilaku Buruk Anak. Jakarta: PT Kawan Pustaka. 2006.

Gunarsa, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2006.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2015.

Hasibuan dan Moedjiono. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2012.

http://afand.abatasa.com/post/detail/2760/faktor-faktor-penyebab-perilaku-menyimpang-

sosial-dalam-keluarga-dan-masyarakat-dalam-hubungan-penyakit-sosial.html, diakses

tanggal 14 Mei 2019

Hurlock Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan

Kehidupan. Jakara: Erlangga. 2004

Irham, Muhamad dan Novan Ardy Wiyani. Psikologi Pendidikan. Bandung. Ar-Ruzz Media:

Jogjakarta. 2017.

J.J Hasibuan. dan Moedjiono. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

1992.

John M, Echols. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia. 2011

111

Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2014

Lexy, J Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.

Mappiere. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada. 2006.

Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran kreatif dan

Menyenangkan. Bandung: PT Rosdakarya. 2008.

Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010.

Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.

Nugraheni, Pratiwi Wahyu. Pengaruh Pemberian Penguatan (reinforcement) dan Fasilitas

BelajarTerhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X SMAN 1

Klego Boyolali Tahun 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Bandung: CV. Pustaka

Setia. 1996.

Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Roadakarya.

2014.

Rifai, Achmad dan Catharina Tri Anni. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

2009.

Rohmawati,Cicik. “Usaha Guru Untuk Mengatasi Kenakalan Anak Kelas V SD Negeri

Kliwonan 2 Masaran Sragen”. dalam Jurnal.

Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Jaya. 1995.

Sadli, Saparinah. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: UI. 1976.

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT Rineka Cipta. 2006.

Soetarno, R. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Kasinius. 1993.

Subagjo, Joko. Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1991.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2016.

Suwarna. Pengajaran Micro. Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidikan

Profesional. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2006.

Syah Muhibbin. Psikologi Pendidkan. Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. 2014.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Rosdakarya.

1995.

112

112

Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidkan Agama Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

2005.

Usman, Moh Ozer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

2006.

Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2000.

Wahid, Murni dkk. Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2010.

Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offset. 2010.

Yanggo, Huzaemah T., et al. Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan Skripsi.Tangerang:

LPPI IIQ Jakarta. 2017.

Hasil Wawancara di SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan

Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam

Nama : Siti Komariah, M.Pd.I

Jabatan : Guru Pendidikan Agama Islam

sekaligus Wakil Kepala Sekolah

Tempat Wawancara : Kantor Guru

Hari/Tanggal Wawancara : 24 Juli 2019

Tanya: Tantangan apa yang sering ibu jumpai dalam kelas yang berkaitan

dengan kenakalan siswa?

Jawab: Memang, ada beberapa kenakalan siswa yang dilakukan pada

proses pembelajaran kaya ngobrol dengan temannya, kurang semangat

dalam belajar, tidak memperhatikan penjelasan saya di depan, dan yang

sering dilakuan itu ya tidak mengerjakan tugas yang saya berikan dengan

baik.

Tanya: Bagaimana cara ibu menghadapi kenakalan siswa di kelas?

Jawab: Ya saya kadang awal-awal saya bilangin, nasehatin, supaya

jangan ngobrol, jangan berisik, terus juga jangan bercanda, kadang saya

suruh mereka ngerjain tugas jangan diskusi kerjain sendiri-sendiri supaya

nggak berisik, atau biasanya kalo misalnya yang malas-malaskan suka

lama tuh nulisnya, nah biasanya yang lama-lama tuh kan biasanya pas

mau istirahat suka saya suruh maju kedepan, kaya suruh nyayi, biasanya

saya suruh nyayi lagu wajib, atau kadang saya suka bilang “yang belum

selesai nulis atau ngerjain tugas nggak boleh istirahat, yang sudah selesai

boleh keluar istirahat” gitu ka.

Tanya: Apa yang ibu ketahui tentang reinforcement?

Jawab: reinforcement itu ya kaya ngasih reward atau punisment gitu kan,

kaya ngasih pujian ke anak-anak kalo nurut, biar mereka semangat belajar

atau ngasih hadiah.

Tanya: Apakah ibu pernah menerapkan reinforcement dalam proses

pembelajaran di kelas?

Jawab: Pernah, ya kaya tadi, kalo anak-anak jawabnya benar saya bilang

bagus, pintar, sudah benar, kadang kasih hadiah gitu ka

Tanya: Bentuk tindakan reinforcement apa yang sering ibu gunakan di

kelas?

Jawab: Yang sering sih kaya lewat kata-kata, kaya yang tadi saya bilang

kak, nggak boleh berisik yah, atau jangan nakal, buat yang bandel-bandel,

tapi kalau mereka disiplin biasanya saya puji.

Tanya: Seberapa sering ibu menerapkan reinforcement dalam

pembelajaran?

Jawab: Sering saya gunakan, kadang-kadang saya pake dengan memberi

hadiah, tapi yang paling sering ya bilang baik,bagus, sudah benar, atau

saya dekati anaknya kasih pengertian kalo yang bandel-bandel, itu yang

saya terapkan di kelas VI stapi biasanya saya lebih sering menggunakan

reinforcement apalagi di kelas-kelas bawah seperti kelas I dan II, mereka

kan senang tuh kalo dikasih apresiasi berupa acungan jempol, tepuk

tangan, kadang bintang.

Tanya: Seberapa jauh tindakan reinforcement bisa berpengaruh pada

proses belajar mengajar?

Jawab: Menurut saya sih sangat berpengaruh ya, soalnya memang anak-

anak ketika diberikan reinforcement ini mereka terlihat lebih semangat,

termotivasi, kelasnya juga lebih terkondisikan ka, maksudnya tu kaya

anak-anak lebih mudah di atur nggak banyak berisik, trus lebih tertib,

semacam itu.

Tanya: Apakah ibu sepakat bahwa reinforcement efektif untuk digunakan

dalam proses pembelajaran?

Jawab: Kalau menurut saya memang efektif ka, makanya sering saya

gunakan di kelas.

Wawancara Wali Kelas VI

Nama : Yuniah.SE

Jabatan : Wali Kelas VI

Hari/Tangal Wawancara : 24 Juli 2019

Tempat Wawancara : Ruang kelas IV

Tanya: Tantangan apa yang sering ibu jumpai dalam kelas yang berkaitan

dengan kenakalan siswa?

Jawab: Biasanya anak-anak itu malas, berisik, banyakan ngobrol, jadi

karena banyak ngobrol disuruh nulis atau dikasih tugas biasanya lambat

banget ngerjainnya, dan banyak waktu yang kebuang sia-sia, seringnya

sih begitu, kadang ya nyayi juga tapi itu mah kadang-kadang.

Tanya: Bagaimana cara ibu menghadapi kenakalan siswa di kelas?

Jawab: Biasanya dari awal saya sama anak-anak bikin kesepakan dulu,

seperti peraturan yang ada saat proses pembelajaran, nah untuk

pelanggaran-pelanggaran yang lainnya biasanya saya kasih ngacak aja,

kadang saya nasehatin, saya dekatin, kadang saya kasih motivasi, kadang

saya suruh ke depan.

Tanya: Apa yang ibu ketahui tentang reinforcement?

Jawab: Reinforcement itu ngasih penguatan kan, kaya ngasih motivasi ke

siswa gitu, kasih hadiah biar semangat belajar, rajin, dan nggak nakal.

Tanya: Apakah ibu pernah menerapkan reinforcement dalam proses

pembelajaran di kelas?

Jawab: sering kak, memang dari sekolah beberapa kali dihimbau, supaya

diberikan penguatan ke anak-anak

Tanya: Bentuk tindakan reinforcement apa yang sering ibu gunakan di

kelas?

Jawab: Memang yang paling sering kaya billang baik, bagus, pinter, atau

kaya ngedekatin anaknya lalu saya tanya, sudah sampai mana? Kalau

mereka lagi ngerjain tugas, kadang saya suka kasih hadiah buat yang

nilainya paling tinggi, tapi yang paling sering memang lewat verbal.

Tanya: Seberapa sering ibu menerapkan reinforcement dalam

pembelajaran?

Jawab: Sering banget sih ka, karena memang saya juga kadang lihat

kondisi anak-anak, kalo kelihatannya mereka sudah mulai bosan atau

mulai berisik, baru saya kasih penguatan, suruh nyayi bentar, atau saya

nasehatin supaya jangan berisik, ya semacam itu.

Tanya: Menurut ibu Seberapa jauh tindakan reinforcement bisa

berpengaruh pada proses belajar mengajar?

Jawab: Alhamdulillah sih sejauh ini berpengaruh. Cuma harus diberikan

secara terus menerus, soalnya kalo tidak begitu, kadang hari ini dipatuh

besok nggak, makanya reinforcement dan rewardnya saya usahakan

diterapkan terus-menerus.

Tanya: Apakah ibu sepakat bahwa reinforcement efektif untuk digunakan

dalam proses pembelajaran?

Jawab: Kalau dilihat dari yang saya lakukan dikelas sih efektif ka, karena

anak-anak lebih mudah di kontrol setelah diberi penguatan.

Wawancara Kepala Sekolah

Nama : Siti Badriyah, M.Pd.I

Jabatan : Kepala Sekolah

Tempat Wawancara : Ruang Kepala Sekolah

Hari/Tanggal : 23 Juli 2019

Tanya: Biasanya bentuk kenakalan siswa yang seperti apa yang ibu ketahui

dan sering ibu temukan di kelas?

Jawab: Memang ada anak-anak yang suka berisik di kelas, ada juga yang

suka ngomong kasar, sering nggak ngerjain tugas, trus nggak ngikutin

instruksi guru, ya begitu-begitu aja sih kak, kenakalan siswa SD yang masih

standar lah.

Tanya: Tindakan apa yang ibu sarankan untuk mengatasi kenakalan siswa

tersebut?

Jawab: Saya selalu bilang sama guru-guru kalau memang dari awal itu harus

punya kedekatan sama murid, supaya kalo udah deket dinasehatin pun kalau

ada yang nakal-nakal InsyaAllah nurut kak, makanya sebaiknya di awal

“ambil dulu hati anak-anak”, agar mudah diikutin sama mereka, kaya kalau

ada perbuatan baik anak sedikit langsung dipuji biar mereka semangat buat

berbuat baik.

Tanya: Menurut ibu setuju atau tidak jika reinforcement diterapkan dalam

pembelajaran?

Jawab: Sangat setuju, soalnya memang saya juga sering menghimbau kepada

guru-guru supaya aktif menerapkan penguatan dan mengapresiasi perilaku

baik anak-anak.

Tanya: Kalau menurut saya sih semuanya tepat diterapkan, baik verbal,

maupun non verbal, atau berupa reward maupun punishment, cuma itu dia

harus lihat kondisi murid dulu, mereka cocok atau tidak gitu, kalau di kasih

penguatan bentuk ini, atau yang seperti ini.

Tanya: Menurut ibu harusnya seberapa sering penerapan reinforcement

diterapkan dalam pembelajaran?

Jawab: Saya memang sering menghimbau kepada guru-guru baik pada saat

ngumpul biasa atau agenda rapat untuk selalu memberikan penguatan kepada

siswa sebagai bentuk menghargai segala perilaku siswa, supaya mereka

termotivasi untuk meningkatkan sikap positif dan meninggalkan perilaku

negatifnya.

Tanya: Apakah menurut ibu reinforcement efektif jika diterapkan dalam

pembelajaran?

Jawab: Kalau dari hasil laporan dan pengamatan, memang kelihatannya

banyak perubahan positif yang terjadi di kelas setelah intensif dilakukan

penguatan dan pemberian reward pada anak-anak, hal ini membuat saya

lebih menghimbau kepada guru untuk memperhatikan pemberian pengutan

dan menghargai setiap bentuk perkembangan baik siswa di kelas

Tanya: Apakah ibu tau dalam pembelajaran dibutuhkan ketempilan dasar

mengajar berupa reinforcement?

Jawab: Iya, memang reinforcement ini merupakan salah satu dari poin

penting keterampilan mengajar yang harus dimiliki guru dalam mengajar,

karena memang sangat dibutuhkan untuk menangani perilaku siswa,

momotivasinya juga supaya memudahkan proses belajar mengajar.

DOKUMENTASI

Proses Kegiatan Belajar Mengajar

Pemberian Reinforcement

Wawancara guru PAI

Wawancara guru Wali kelas VI

Wawancara Kepala Sekolah

PLAGIARISM SCAN REPORT

Words 851 Date September 10,2019

Characters 6296 Exclude Url

0%Plagiarism

100%Unique

0PlagiarizedSentences

35Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

Guru dituntut untuk hendaknya benar-benar memahami kepribadian, potensi, dan kondisi siswanya dengan sebaik-baiknya.Guru juga harus memanfaatkan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar mengajar, menggunakan alat bantu ataumedia pengajaran dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Banyak perilaku dan sikap siswa yangakan ditemukan pada proses pembelajaran, baik perilaku positif maupun negatif, dan guru sebagai pengajar harus berusahasecara maksimal dengan menggunakan berbagai keterampilan dan kemampuannya agar siswa dapat mencapai tujuan yangdiharapkan. Oleh karena itu guru harus dapat menciptakan situasi dimana siswa dapat belajar sebab sebenarnya prosesbelajar mengajar itu belum dapat dikatakan berakhir kalau belum mengalami perubahan. Kita sering melihat siswa memilikisikap dan kebiasaan belajar yang negatif. Sangat penting sekali bagi seorang guru berupaya untuk membantu siswa merubahsikap dan kebiasaan belajar tersebut yaitu salah satunya dengan melakukan penerapan reinforcement. Seperti yangdijabarkan pada latar belakang masalah penelitian ini di awal, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapanreinforcement dalam pencegahan perilaku negatif siswa pada pembelajaran PAI. Berdasarkan hasil observasi yang penulislakukan pada saat proses belajar mengajar di kelas pembelajaran Pendidikan Agama Islam, ada beberapa karakter danperilaku negatif siswa yang ditemukan di kelas seperti mengobrol dengan teman, tidak memperhatikan guru, menyanyi dikelas, bermain-main, dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancarayang dilakukan kepada guru Pendidikan Agama Islam mengatakan: “Memang, ada beberapa kenakalan siswa yang dilakukanpada proses pembelajaran kaya ngobrol dengan temannya, kurang semangat dalam belajar, tidak memperhatikan penjelasansaya di depan, dan yang sering dilakukan itu ya tidak mengerjakan tugas yang saya berikan dengan baik” Pendapat ini jugadidukung oleh hasil wawancara dengan wali kelas VI yang mengatakan bahwa: “Biasanya anak-anak itu malas, berisik,banyakan ngobrol, jadi karena banyak ngobrol disuruh nulis atau dikasih tugas biasanya lambat banget ngerjainnya, danbanyak waktu yang kebuang sia-sia, seringnya sih begitu, kadang ya nyayi juga tapi itu mah kadang-kadang”. Dan dariwawancara kepada kepala sekolah mengatakan bahwa: “Memang ada anak-anak yang suka berisik di kelas, ada juga yang sukangomong kasar, sering nggak ngerjain tugas, trus nggak ngikutin instruksi guru, ya begitu-begitu aja sih kak, kenakalan siswaSD yang masih standar lah” Memang benar, bahwa anak usia SD merupakan fase rentan, karena masa akhir kanak-kanak inimerupakan masa transisi atau peralihan, secara psikologis sesuai dengan perkembangan usianya, memang anak pada usia inilebih susah didisiplinkan, sesuai dengan yang dikemukakan Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan, bahwa anakpada akhir masa kanak-kanak ada waktu dimana anak sering mengalami emosi yang hebat. Karena emosi cenderung kurangmenyenangkan, maka dalam periode ini meningginya emosi menjadi periode ketidakseimbangan, yaitu saat dimana anakmenjadi sulit dihadapi. Pada akhir masa kanak-kanak ia juga masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurangmenyenangkan, seperti amarah yang meledak-ledak. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak keluardari fokus, dalam arti dia mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit untuk dibimbing dan diarahkan. Karenafase ini merupakan masa ketidakseimbangan pada masa akhir kanak-kanak, maka wajar jika ditemui beberapa kenakalansiswa pada proses pembelajaran, hal ini bisa jadi merupakan bagian dari pelampiasan emosi dan cara anak-anak dalammenyalurkan emosinya sebagaimana yang di sebutkan Harlock dalam bukunya bahwa: Karena keadaan emosi yang tidaktersalurkan tidak menyenangkan bagi anak, sering kali anak dengan cara coba-coba meredakan keadaan ini dengan sibukbermain, dengan tertawa terbahak-bahak, atau bahkan dengan menangis. Sekali cara meredakan emosi yang tidaktersalurkan ini tidak ditemukan, yang disebut katarsis emosional, maka akan timbul cara baru bagi anak-anak untukmengatasi ungkapan emosionalnya. Karena hal ini maka guru sebagai pengarah emosi dan tingkah laku siswa tersebut,dituntut untuk bisa membimbing siswa agar dapat mengatasi hal-hal tersebut. Sehingga dibutuhkan beberapa keterampilanbagi guru untuk menghadapi anak-anak. Dalam teori Skinner operant conditioning menjamin respons-respons terhadapstimulus, apabila murid tidak menunjukkan reaksi terhadap stimulus guru tidak mungkin dapat membimbing tingkah lakunyakearah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kearah

tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. Dari paparan di atas menujukkan bahwa guru mempunyai peran penting dalammembentuk perilaku siswa. Guru mempunyai kewajiban dalam mengarahkan siswa kepada perilaku yang lebih baik, sehinggadibutuhkan beberapa supaya guru dapat mengarahkan perilaku siswa. Oleh karena itu, dari beberapa kenakalan siswa yangsering ditemui pada proses pembelajaran tersebut ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh guru-guru untuk menghadapikenakalan-kenakalnnya, hal ini dinyatakan oleh guru Pendidikan Agama Islam dari hasil wawancara: “Ya saya kadang awal-awalsaya bilangin, nasehatin, supaya jangan ngobrol, jangan berisik, terus juga jangan bercanda, kadang saya suruh mereka

saya bilangin, nasehatin, supaya jangan ngobrol, jangan berisik, terus juga jangan bercanda, kadang saya suruh merekangerjain tugas jangan diskusi kerjain sendiri-sendiri supaya nggak berisik, atau biasanya kalo misalnya yang malas-malaskansuka lama tuh nulisnya, nah biasanya yang lama-lama tuh kan biasanya pas mau istirahat suka saya suruh maju kedepan, kayasuruh nyayi, biasanya saya suruh nyayi lagu wajib, atau kadang saya suka bilang “yang belum selesai nulis atau ngerjain tugasnggak boleh istirahat, yang sudah selesai boleh keluar istirahat” gitu ka.” Sedangkan wali kelasnya mengatakan bahwa:“Biasanya dari awal saya sama anak-anak bikin kesepakan dulu, seperti peraturan yang ada saat proses pembelajaran, nahuntuk pelanggaran-pelanggaran yang lainnya biasanya saya kasih ngacak aja, kadang saya nasehatin, saya dekatin, kadangsaya kasih motivasi, kadang saya suruh ke depan.”

Sources Similarity

Daftar Riwayat Hidup

Unda Jiwaningsih, lahir di Tonggorisa,

Kabupaten Bima pada tanggal 16 Agustus 1998.

Anak ke-dua dari tiga bersaudara dari Ayahanda

Muhammad Sidik dan ibu Siti Rahmah.

Pengalaman pendidikan taman kanak-kanak di

TK Mekar desa Tonggorisa, Pendidikan Dasar di

SDN Inpres Tonggorisa lulus pada tahun 2009, Pendidikan

Menengah Pertama di MTSN 1 Kota Bima, lulus pada tahun 2012

dan Menengah Atas di MAN 2 Kota Bima, lulus tahun 2015.

Kemudian tahun 2015 melanjutkan studi di Institut Ilmu Al-Qur`an

(IIQ) Jakarta, Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur atas terselesaikannya

skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Reinforcement dalam

Pencegahan Perilaku Negatif Siswa pada Pembelajaran PAI

(study kasus kelas VI SDS Dua Mei Ciputat, Tangerang Selatan”.

Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk meraih S1 dalam

bentuk skripsi di IIQ Jakarta, pada tahun 2019.


Recommended