+ All Categories
Home > Documents > FILSAFAT PENDIDIKAN FRAGMATISME DAN FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL (PANCASILA)

FILSAFAT PENDIDIKAN FRAGMATISME DAN FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL (PANCASILA)

Date post: 28-Nov-2023
Category:
Upload: danimubarak
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
21
MAKALAH MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN “FILSAFAT PENDIDIKAN FRAGMATISME DAN FILSAFAT PENDIDIKAN NASIONAL (PANCASILA)” Dosen Pembimbing: M. Dani Wahyudi, S.Pd.I.,M.Pd Disusun oleh: Kelompok 6 Muhammad Aliansyah A1E315181 Novarina Fahrisa A1E315193 Ahmad Yudha A1E315312 Amira A1E315323 Devi Ami Nida A1E315350 PROGRAM STUDI PENDIDKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2015 i
Transcript

MAKALAH

MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN

“FILSAFAT PENDIDIKAN FRAGMATISME DAN FILSAFAT

PENDIDIKAN NASIONAL (PANCASILA)”

Dosen Pembimbing: M. Dani Wahyudi, S.Pd.I.,M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 6

Muhammad Aliansyah A1E315181

Novarina Fahrisa A1E315193

Ahmad Yudha A1E315312

Amira A1E315323

Devi Ami Nida A1E315350

PROGRAM STUDI PENDIDKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2015

i

KATA PENGANTARAssalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan

karuniaNya, kami mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Badan Hukum Koperasi dan

Yayasan”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kealaman Dasar.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak tertentu yang telah membantu kami

untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun makalah ini

masih memiliki kekurangan, baik dari penyusunan, penulisan ataupun bahasa, kami dari tim

penyusun sangat menghargai adanya saran dan kritik demi menyempurnakan makalah ini

khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk

lebih baik di masa yang akan datang.

Dengan adanya makalah ini, kami berharap makalah ini bisa berguna, dapat memberikan

wawasan yang luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Banjarmasin, November 2015

Tim Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................................1

D. Manfaat...........................................................................................................................1

BAB II: PEMBAHASAN.........................................................................................................2

A. Filsafat Pendidikan Fragmatisme...................................................................................2

B. Filsafat Pendidikan Nasional..........................................................................................10

BAB III: PENUTUP.................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................18

iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan spesial,

akan tetapi suatu cara hidup yang kongkret, suatu pandangan hidup yang total tentang

manusia dan tentang alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang. Selanjutnya,

dengan kehidupan atau perkembangan peradaban manusia dan problema yang di

hadapinya, pengertian yang bersifat teoritis seperti yang di lahirkan filsafat Yunani itu

kehilangan kemampuan untuk memberi jawaban yang layak tentang kebenaran peradaban

itu telah menyebabkan manusia melakukan loncatan besar dalam bidang sains, teknologi,

kedokteran dan pendidikan.

Perubahan itu mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang

kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban akan berpengaruh terhadap

sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan peradaban dengan cara berfikir

manusia terdapat hubungan timbal balik.

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta

didik. Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,

kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat

kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai

masalah-masalah pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Fragmatisme?

2. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan Nasional (Pancasila)?

C. Tujuan

1. Menjelaskan tentang Filsafat Pendidikan Fragmatisme

2. Menjelaskan tentang Filsafat Pendikan Nasional (Pancasila)

D. Manfaat

Menambah pengetahuan tentang Filsafat Pendidikan, khususnya Filsafat Pendidikan

Fragmatisme dan Nasional (Pancasila).

1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Filsafat Pendidikan Fragmatisme

1. Pengertian Fragmatisme

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa yunani) yang berarti

tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa

yang benar yang dibuktikan  dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-

akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala

sesuatu, asal saja membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi,

kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai benar  dan dasar tindakan asalkan

membawa akibat yang pragtis yang bermanfaat. Dengan demikian patokan

pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”

Kata pragmatisme sering sekali di ucapkan orang. Orang-orang menyebut

kata ini biasanya  dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, rencana ini kurang

pragmatis, maka maksudnya adalah rencana ini kurang praktis. Pengertian seperti

itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tapi belum

menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.[2]

Pragmatisme adalah aliran dari filsafat  yang berpandangan bahwa kriteria

kebenaran sesuatu adalah  apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan

nyata oleh sebab itu kebenaran  sifatnya menjadi relative  tidak mutlak. Mungkin

sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan  bagi

masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu

dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembanganya mengalami perbedaan kesimpulan

walaupun berangkat dari ggasan asal yang sama. Kendati demikian ada tiga

patokan yang disetujui  aliran pragmatism yaitu, (1) Menolak segala

intelektualisme dan (2) Absolutisme, serta (3) Meremehkan logika formal.

Pragmatisme berpegang teguh pada praktek.  Berusaha menemukan asal

mula serta hakekat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat

menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukan

2

sengketa antara masalah ini di bidang filsafat selalu menyebabkan adanya

sementara orang yang menoloknya sebagai suatu masalah yang menyebabkan

sementara orang yang lain memandangnya sebagai suatu yang tidak berfaedah.

Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktek. Mereka

memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang

berlangsung terus-menerus yang di dalamnya terpenting adalah  konsekuensi-

konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis

tersebut erat hubunganya dengan makna  dan kebenaran

2. Tokoh-tokoh Fragmatisme

a. William James (1842-1910)

Wiliam James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Hery James,Sr.

ayahnya adalah orang yang terkenal, berkedudukan yang tinggi, pemikir yang

kreatif, selain kaya keluarganya memang dibekali kemampuan intelektual

yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta

mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama.

Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi usaha

yang kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan

kehidupan karya-karyanya antara lain, The Principles of psychology

(1890),Thee Will to Belive (1897), the Varietes of Religious Exsperience

(1902), dan Pragmatism(1970).[3]

Di dalam bukunya the Maening Of Truth, Arti kebenaran, James

mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,

yang bersifat tetap yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang

mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus  dan segala yang kita anggap

benar dalam pengembangan  itu senantiasa berubah, kaena dalam prakteknya

apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh

karena itu tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran

(artinya dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-

pengalaman khusus  yang setiap kali dapat di ubah  oleh pengalaman

berikutnya.

3

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada

kerjanya artinya tergantung dari keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan

oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi

pelakunya  jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, the Varietes of Religious Exsperience atau keaneka

ragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa  gejala

keagamaan itu berasal  dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak

disadari, yang mengungkapkan diri didalam kesadaran  dengan cara yang

berlainan , barang kali didalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu

realistis cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja.

Sebab tiada sesuatu yang meneguhkan  hal itu secara mutlak. Bagi orang

perorang kepercayaan terhadap suatu realistis cosmis yang lebih tinggi 

merupakan nilai subyektif yang relative, sepanjang kepercayaan itu

memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup

perasaan damai keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey

yang mempraktekannya kedalam pendidikan. Pemdidikan menghasilkan

orang Amerika sekarang. Dengan kata lain orang yang paling

bertanggungjawab terhadap gernerasi Amerika sekarang adalah Wiliam James

dan John Dewey. Apa yang merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang

kita sebut : Pandanganbahwa tidak ada hokum moral umum, tidak ada

kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme,

individualisme, dan dua ini sudah cukup untuk mengguncangkan  kehidupan,

mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.

b. John Dewey (1859-1952)

John Dewey lahir di Baltimore, Sekalipun Dewey bekerja sendiri terlepas

dari Wiliam James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakan

persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis,

menurutnya pragmatisme bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia

serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya

untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

4

Sebagai pengikut pragmatism John Dewey menyatakan bahwa tugas

filsafat adalah memberikan pengaruh bagi kehidupan nyata. Filsafat tidak

boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisik yang kurang praktis tidak

ada faedahnya. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah

instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci  dalam filsafat

instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan

mengolahnya secara aktif kritis. Dengan demikian filsafat akan akan dapat

menyusun norma-norma  dan nilai-nilai.

Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun teori yang logis dan

tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-

penyimpulan dalan bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama

menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dalam penemuan-

penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-

konsekuensi di masa depan.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai

penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan

meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata

“temporalisme” yang berarti ada gerak dan kemajuan  nyata dalam waktu.

Kedua, kata “futurisme” mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak

pada hari kemaren. Ketiga, kata “milionarisme” berarti dunia dapat diubah 

lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh Wiliam James.

3. Kritik Terhadap Fragmatisme

Kekiliruan pragmatism dapat di buktikan dalam tigatataran pemikiran :

a. Kritik dari segi landasan pragmatism

Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan

agama dari kehidupan (sekularisme). Hal ini Nampak dari perkembangan

historis kemunculan pragmatisme yang merupakan perkembangan lebih lanjut

dari empirisme. Dengan demikian dalam konteks idiologis, pragmatisme

berarti menolak agama sebagai sumber  ilmu pengetahuan.

Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan  jalan tengah

diantara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah mungkin saja dapat

5

terwujud di antara dua pemikiran  yang berbeda (tapi masih mempunyai azas

yang sama). Namun penyelesaian seperti ini tidak akan terwujud  di antara

dua pemikiran yang kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua

kemungkinan. Yang pertama adalah mengakui keberadaan Al Khaliq yang

menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dan dari sinilah dinahas

apakah Al Khaliq telah menentukan suatu peraturan tertentu dan manusia

diwajibkan  untuk melaksanakanya dalam kehidupan dan apakah Al Khaliq

akan menghisab manusia setelah mati megenai kriterianya terhadap peraturan

Al Khaliq ini. Sedang yang kedua adalah mengingkari keberadaan Al Khaliq.

Dan dari sinilah dapat dicapai kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi

dipisahkan dari kehidupan,tapi bahkan terus dibuang dari kehidupan.

b. Kritik dari segi metode pemikiran

Pragmatisme yang tercabang dari Emperisme Nampak jelas menggunakan

metode Ilmiyah yang menjadikan sebagai asas berfikir untuk segala bidang

pemikiran  baik yang berkenaan dengan saint danteknologi maupun ilmu-ilmu

sosial kemasyarakatan  ini adalah satu kekeliruan.

c. Kritik terhadap pragmatisme itu sendiri

Pragmatisme adalah aliran yang mengukur  kebenaran suatu ide dengan

kegunaan  praktis yang dihasilkanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide

ini keliru dari tiga sisi.

Pertama, pragmatisme mencampur adukan kriteria kebenaran  ide dengan

kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal, sedangkan praktis

ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur dengan  kesesuaian ide

itu dengan realistas, atau dengan standar-standar yang dibangun  di atas ide

dasar  yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas. Sedang kegunaan

praktis suatu ide untuk memenuhi hajat hidup manusia tidak diukur dari

keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang

diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi

kebenaran ide, tetapi hanya menunjukan  fakta terpuaskanya kebutuhan

manusia.

6

Kedua, pragmatisme menafikan peran manusia. Menetapkan kebenaran

sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan standar-standar

tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan

kebutuhannya adalah sebuah  identivikasi instinktif. Memang  indentifikasi

instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya,

tapi tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme telah

menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi

instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukan keputusan

akal kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.

Ketiga, pragmatisme menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran

sesuai dengan kebenaran  subyek penilaian ide, baik individu, kelompok,

maupun masyarakat dan perubahan kontek waktu dan tempat. Dengan kata

lain kebenaran hakiki pragmatisme baru dapat dibuktikan menurut

pragmatisme itu sendiri setelah melalui pengujian kepada seluruh manusia 

dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan pernah terjadi.

Maka, pragmatisme telah menjelaskan  ikonsistensi internal yang

dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.

4. Daya Tarik Fragmatisme

Dengan sejumlah cara pragmatisme merupakan sebuah ajaran yang

menarik bagi sementara orang. misalnya, paham tersebut menitik beratkan pada

pengalaman dan bersifat naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang

nyata-nyata bersifat kraetif kepada orang yang memperoleh pengetahuan.

Pragmatisme bersangkutan dengan masalah-masalah  mengenai organisme di

dalam perjuangan  untuk kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian

masalah  sebagai pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci bagi

semua penafsiran kefilsafatan.

Bahkan perenungan kefilsafatan dipandang sebagai alat untuk

menyelesaikan masalah mengenai pentesuaian. Selanjutnya pragmatisme

memberi dorongan untuk bertindak. Disinilah letak kekuatan kreatif suatu

organisme; ia tidak puas hanya memandang sesuatu secara pasif. Diatas segala-

galanya pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan  ukuran bagi

7

makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari penyelesaian

masalah. Hal ini sangat menarik bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang

ingin mengubah dunia.

5. Filsafat Fragmatisme dalam Pendidikan

Sejak dahulu hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri

terhadap kemungkinan diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal untuk

menjawab permasalahan global. Banyak teori telah diadopsi untuk mencapai

tujuan tersebut. Termasuk teori pragmatis dari aliran Filsafat pragmatisme

mencoba mengisi ruang dan waktu untuk turut mencari solusi terbaik terhadap

model pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan dengan perkembangan

pola pikir manusia itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan

antara eksplorasi pikiran manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya

untuk mencapai puncak temuan. Tekanan utama pragmatisme dalam pendidikan

selalu dilandaskan bahwa subjek didik bukanlah objek, melainkan subjek yang

memiliki pengalaman. Setiap subjek didik tidak lain adalah individu yang

mengalami sehingga mereka berkembang, serta memiliki insiatif dalam mengatasi

problem-problem hidup yang mereka miliki.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar

subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah.

Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari

pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini

pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di

luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan

penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan

pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi

dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana

keberhasila.

Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas

dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama

8

terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab

terhadap beban dan kewajiban masing-masing. Sementara, guru hanya bertindak

sebagai fasilitator dan motivator. Model pembelajaran ini berupaya

membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak dilatih berpikir secara

logis. Sebagaimana yang diungkap oleh Power (Sadulloh, 2003:133) bahwa,

implikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme terhadap pelaksanaan pendidikan

mencakup tiga hal pokok. Ketiga hal pokok tersebut, yaitu:

1) Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan

pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi.

2) Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme

merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan

kompleks untuk tumbuh.

3) Kurikulum,  kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji

yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa

ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar

sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut.

4) Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah

metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja), serta metode

pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan

penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar),

metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan,

bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif,

sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh

agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa

yang dicita-citakan dapat tercapai.

5) Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi

dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan

kebutuhannya.

6) Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai

pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang

pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari

9

sosial, setiap orang dalam suatu masyarakat juga diberi  kesempatan untuk

terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada.

Keputusan-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasi berdasarkan

situasi-situasi sosial yang ada.

B. Filsafat Pendidikan Nasional

1. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Pasal 2 UU-RI 2 tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional

berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu

tercantum dalam penjelasan UU-RI no 2 tahun 1989, yang menegaskan bahwa

pembangunan nasional termasuk dibidang pendidikan, adalah pengamalan

pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain : “

pembentukan manusia pancasila sebagai pancasila pembangunan yang tinggi

kualitasnya dan mampu mandiri” (UUD, 199: 224). Sedangkan ketetapan MPR-RI

No. II/MPR/1978 tetang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4)

menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,

kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa, dan dasar negara

Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala Ggasan mengenai

wujud manusia dan masyarakan yang dianggap baik, sumber dari segala sumber

nilai yang menjadi panggkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam

pendidikan, dengan kata lain : pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam

pendidikan. P4 atau Ekaprasetya pancakarsa sebagai petunjuk operasional

pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang

pendidikan perlu ditegaskan bahwa pengamalan pancasila itu haruslah dalam arti

keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila itu, sebagai yang

dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yakni ketuhanan yang maha Esa,

kemanusiaan yang adl dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang

dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam permysyarawatan perwakilan, serta

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam buku I bahan penataran p4

dikekmukakan bajwa ketetapan MPR-RI no. II/MPR/1978 tersebut diatas

10

memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari

pancasila. Bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat

kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk

pengamalan Pancasila tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai

Pancasila sebagai berikut:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan

kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab.

2. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk-

pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

3. Saling menghormati kebebasan menjalankann ibadah sesuai dengan agama

dan kepercayaannya.

4. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

5. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara

sesame manusia.

6. Saling mencintai sesama manusia.

7. Mengembangkan sikap tenggang rasa

8. Tidak semena-mena terhadap orang lain.

9. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

10. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

11. Berani membela kebenaran dan keadilan.

12. Bangsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat

manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja

sama dengan bangsa lain.

3) Persatuan Indonesia

13. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan

negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

14. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

15. Cinta tanah air dan bangsa.

11

16. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.

17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-

Bhinneka Tunggal Ika.

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan

18. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

19. Tidak memaksakan kehendaknya kepada orang lain.

20. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

21. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

22. Dengan itikad baik dam rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan

hasil keputusan musyawarah.

23. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur.

24. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat serta

nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

25. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap

dan nuansa kekeluargaan dan bergotong royong.

26. Bersikap riil.

27. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

28. Menghormati hak-hak orang lain.

29. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

30. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.

31. Tidak bersifat boros.

32. Tidak bergaya hidup mewah.

33. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

34. Suka bekerja keras.

35. Menghargai hasil karya orang lain.

12

36. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan

sosial.

2. Implikasi Pancasila Terhadap Pendidikan

Pancasila sebagai sistem filsafat, yang diakui dan diterima oleh Bangsa

Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, pancasila harus dijadikan

pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari. Sebagaimana telah

dirumuskan oleh Presiden Soekarno, Pancasila pada hakikatnya telah hidup sejak

dahulu dalam moral, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia.

Cara kerja dan hasil filsafat Pancasila dapat dipergunakan untuk

memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, dimana pendidikan

merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah

yang dapat melaksanakan pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat

Pancasila. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat Pancasila? Karena

masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan,

yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-

masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks.

Pancasila yang ditetapkan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai

luhur dan mendalam, yang menjadi pandangan hidup dan dasar negara. Nilai-nilai

dalam pancasila dapat digunakan menjadi dasar dalam mengembangkan dan

melaksanakan pendidikan. Filsafat Pancasila diimplikasikan dalam pendidikan

dapat memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang

yang bekerja dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berdasarkan pada

Pancasila dapat mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan kepribadian

bangsa. Misalkan kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar Siswa Aktif”.

Dapat kita kaji konsep tersebut dengan cara menganalisis dari sudut pandang

falsafah Pancasila.

Implikasi filsafat Pancasila ini berpengaruh di kurikulum pendidikan di

Indonesia. Di pendidikan sekolah dasar, filsafat Pancasila disederhanakan dalam

mata pelajaran khususnya pendidikan kewarganegaraan. Namun dengan adanya

pendidikan karakter yang diusung oleh Pemerintah, maka mendukung Pancasila

sebagai dasar dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia.

13

a. Tujuan Pendidikan

Pandangan Panasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan

hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang

demokratis serta bertanggu jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional.

Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul,sehingga

pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan

salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja,

bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb, melainkan demi

berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan

dimensi kehidupannya secara integral.

b. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan, melaksanakan kurikulum yang komprehensif,

memadukan antara teori dan praktek. Wawasan kurikulum yang

dikembangkan adalah: (1) Wawasan budaya bangsa berdasar pada kondisi

sosio-budaya masyarakat dan negara Indonesia, (2) Wawasan ideologi dan

pandangan hidup Pancasila, (3) Wawasan kemajuan Ilmu dan Teknologi,

(4) Wawasan religius dan keimanan, (5) Wawasan Pembangunan Nasional,

(6) Wawasan ketahanan bangsa, (7) Proses belajar dan mengajar,

mengembangkan proses komunikasi diagonal (interaksi aktif).

Mengembangkan Cara Belajar Siswa Aktif.

c. Metode Pendidikan

Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan dengan

mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat

manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, fasilitas alat

Bantu pendidikan yang tersedia. Penggunaan metode pendidikan

diharapkan memperhatikan prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan

sebagainya

14

d. Peranan Pendidik dan Peserta Didik

Ada berbagai peranan dan peserta didik yang harus dilaksanakannya,

namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam

semboyan:”ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan

atau menjadi teladan bagi peserta didiknya;’ing madya mangun karso”,

artinya   pendidik harus mampu membangun karsa pda diri peserta

didiknya; dan “tut wuri handayani”artinya bahwa sepanjang tidak

berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada

peserta didik untuk belajar mandiri. Hakekat anak didik adalah

bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri selaras dengan wawasan

pendidikan sepanjang haya. Hakekat guru sebagai pendidik adalah agen

perubahan, berfungsi sebagai pemimpin dan pendukung serta pengembang

nilai-nilai hidup di masyarakat, sebagai fasilitator dan bertanggung jawab

atas tujuan belajar.

e. Orientasi Pendidikan

Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan

fungsi kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilai-

nilai,penetahuan,norma,kebiasaan, dsb. Yang dijingjung tinggi dan

dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Contoh:pengetahuan dan

nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus dipertahannkan,

demikian jugapengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang

benar dan baik juga perlu dikonsrvasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi

asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai

sebagaimana diajarkan oleh sains modern.Tetapi realitas “mewujud”

sebagaimana kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi

dalam mewujukan realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu

maupun kelompok adalah merajur realitas yang diinginkannya yang dapat

diterima oleh lingkunganya. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya

diletakkan pada upay-upaya untuk menggali dan mengembangkan potensi

para pelajar agar mereka tidak saja mampu memeahami perubahan tetapi

mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas ( A.

15

Mappadjantji Amien,2005).Perubahan merupakan suatu keharusan atau

kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga para peserta didik harus

dididik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka ,menjadi

dikuasai oleh perubahan.

f. Fungsi pendidikan nasional Indonesia

Fungsi pendidikan nasionalIndonesiaadalah untuk mengembangkan

warga negaraIndonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat,

mengembangkan bangsaIndonesiadan mengembangkan kebudayaan

Indonesia

g. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional

Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila,

pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa,

pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu

pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan

pendidikan kesadaran bersejarah.

h. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional

Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas

semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas

pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional

dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan,

keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.

16

BAB III

PENUTUP

Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.

Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan

dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.

Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.

Seperti dengan aliran-aliran filsafat pada umumnya, pragmatisme juga memiliki

kekeliruan sehingga menimbulkan kritik-kritik terhadap aliran filsafat ini. Kekeliruan

pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran pemikiran: (1) kritik dari segi landasan ideologi

pragmatisme, (2)kritik dari segi metode pemikiran, dan (3) kritik terhadap pragmatisme itu

sendiri.

Filsafat Pendidikan Pancasila adalah  tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan

dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran

memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan

pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina

melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila. Dengan

demikian jelas bahwa pancasila yang kemudian disahkan menjadi dasar Negara merupakan

filsafat bangsa Indonesia yang berakar dan berkembang pada kehidupan bangsa Indonesia sejak

zaman purba

17

DAFTAR PUSTAKATirtarahadja, Umar dan S. L. La Sulo. 2005.Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Ariansyah, Novia Sartika. 2011. Filsafat Pendidikan Nasional: Pancasila.

http://kristianawidi.blogspot.co.id/2012/02/makalah-pragmatisme.html. (Diakses 6

November 2015)

Burhanudin, Afid. 2013. Pragmatisme Dalam Pendidikan.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/pragmatisme-dalam-pendidikan/.

(Diakses 6 November 2015)

Wijaya, Intan. 2014. Filsafat Pragmatisme Sebagai Landasan Pendidikan.

https://www.academia.edu/9688299/ALIRAN_FILSAFAT_PRAGMATISME. (Diakses 6

November 2015)

Munandar, Rizqi. 2013. Filsafat Pendidikan Nasional Pancasila.

http://rizqinote.blogspot.co.id/2013/12/vi-pengantar-filsafat-pendidikan.html. (Diakses 4

November 2015)

18


Recommended