+ All Categories
Home > Documents > HEAVY RAIL TRANSIT ( METRO )

HEAVY RAIL TRANSIT ( METRO )

Date post: 01-Dec-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
17
Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 1 | BimaIriantika HEAVY RAIL TRANSIT ( METRO ) Bima Iriantika 1206180664 Kawasan atau kota menjadi sangat mengerikan dan tidak terkendali apabila tidak terdapat sebuah rencana dan kebijakan yang mengaturnya. Kawasan akan menurun kualitasnya dalam beberapa dekade ketika infrastruktur di perkotaan semakin tidak teratur. Daerah kumuh, banjir dan kemacetan akan terjadi kemudian. Kota harus sedemikian mungkin direncanakan sebagai kota yang humanis agar tercipta sebuah sistem transportasi yang bekelanjutan. Perkembangan perkotaan adalah satu dari sekian banyak permasalah yang perlu diperhatikan. Karena di perkotaan terjadi alur interaksi antar penduduk di berbagai aktivitas kesehariannya. Kota memiliki permasalahan yang semakin kompleks dari hari ke hari karena terjadinya spesialisasi pekerjaan. Setiap penduduk perkotaan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri-sendiri, melainkan terjadi melalui pembagian pekerjaan, di mana kemampuan individu untuk saling memenuhi berbagai kebutuhan. Merunut pada spesialisasi pekerjaan, maka kondisi perkotaan akan berubah drastis dalam hal pergerakan. Muncullah kawasan terpisah dengan berbagai kemampuannya masing-masing. Ada sebuah pusat permukiman, tempat perbelanjaan, sebuah area perkantoran dan adanya kawasan rekreasi. Untuk mencapai tujuannya yang berbeda dalam waktu kurun waktu tertentu maka penduduk kota harus melakukan pergerakan dari satu titik ke tempat lainnya. Mobilisasi, menjadi hal utama yang harus dilakukan penduduk kota untuk melakukan aktivitasnya. Heavy Rail Transit (Metro) merupakan salah satu dari pilihan jenis moda di dalam perkotaan. Metro seringkali kita lihat dipilih karena faktor kapasitas angkutannya yang besar. Selain itu Metro adalah moda yang cukup cepat headaaway nya karena memiliki jalur sendiri yakni rel kereta api. Namun dibalik keunggulan Metro juga merupakan moda yang sangat rumit dan sulit untuk diterapkan. Selain ilmu pengetahuan dalam bidang rekayasa transportasi; juga diperlukan sebuah manajemen modern. Mengelola Metro tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan segelintir kalangan/kelas pekerja saja, tetapi harus mencangkupi kebutuhan seluruh penduduk dan pengguna kota. Oleh karenanya aspek perencanaan Metro dalam konteks sosial harus diperhatikan juga. Aspek sosiologis dan antropologis penduduk kota sebagai representatif prilaku masyarakat kota harus dipelajari lebih lanjut. Dengan melihat aspek sosial, kita dapat memahami bagaimana Metro akan dipilih sebagai moda yang dipakai. Latar Belakang dan Sejarah Heavy Railways Transit ( Metro ) Kompleksitas kota sebagai sebuah tempat beraktivitas penduduk, muncullah permasalahan dalam mobilitas penduduk. Pada abad 19, revolusi industri telah merubah paradigma kita dalam kehidupan perkotaan. Dikotomi rural-urban terlihat jelas, garis ketimpangan muncul di kota dan desa, urbanisasi, dan munculnya faktor produksi baru; menimbulkan sebuah fenomena abad 20. Ketika itu penduduk berbondong-bondong pindah ke kota untuk mendapat penghidupan yang lebih baik. Dengan apa yang dinamakan pabrik, berubah menjadi jalan pintas menuju kesejahteraan baru. Dan pada dekade inilah sudah berubah pada spesialisasi pekerjaan tersistem.
Transcript

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 1 | B i m a I r i a n t i k a

HEAVY RAIL TRANSIT ( METRO )

Bima Iriantika

1206180664

Kawasan atau kota menjadi sangat mengerikan dan tidak terkendali apabila tidak terdapat sebuah rencana dan kebijakan yang mengaturnya. Kawasan akan menurun kualitasnya dalam beberapa dekade ketika infrastruktur di perkotaan semakin tidak teratur. Daerah kumuh, banjir dan kemacetan akan terjadi kemudian. Kota harus sedemikian mungkin direncanakan sebagai kota yang humanis agar tercipta sebuah sistem transportasi yang bekelanjutan.

Perkembangan perkotaan adalah satu dari sekian banyak permasalah yang perlu diperhatikan. Karena di perkotaan terjadi alur interaksi antar penduduk di berbagai aktivitas kesehariannya. Kota memiliki permasalahan yang semakin kompleks dari hari ke hari karena terjadinya spesialisasi pekerjaan. Setiap penduduk perkotaan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri-sendiri, melainkan terjadi melalui pembagian pekerjaan, di mana kemampuan individu untuk saling memenuhi berbagai kebutuhan.

Merunut pada spesialisasi pekerjaan, maka kondisi perkotaan akan berubah drastis dalam hal pergerakan. Muncullah kawasan terpisah dengan berbagai kemampuannya masing-masing. Ada sebuah pusat permukiman, tempat perbelanjaan, sebuah area perkantoran dan adanya kawasan rekreasi. Untuk mencapai tujuannya yang berbeda dalam waktu kurun waktu tertentu maka penduduk kota harus melakukan pergerakan dari satu titik ke tempat lainnya. Mobilisasi, menjadi hal utama yang harus dilakukan penduduk kota untuk melakukan aktivitasnya.

Heavy Rail Transit (Metro) merupakan salah satu dari pilihan jenis moda di dalam perkotaan. Metro seringkali kita lihat dipilih karena faktor kapasitas angkutannya yang besar. Selain itu Metro adalah moda yang cukup cepat headaaway nya karena memiliki jalur sendiri yakni rel kereta api. Namun dibalik keunggulan Metro juga merupakan moda yang sangat rumit dan sulit untuk diterapkan. Selain ilmu pengetahuan dalam bidang rekayasa transportasi; juga diperlukan sebuah manajemen modern.

Mengelola Metro tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan segelintir kalangan/kelas pekerja saja, tetapi harus mencangkupi kebutuhan seluruh penduduk dan pengguna kota. Oleh karenanya aspek perencanaan Metro dalam konteks sosial harus diperhatikan juga. Aspek sosiologis dan antropologis penduduk kota sebagai representatif prilaku masyarakat kota harus dipelajari lebih lanjut. Dengan melihat aspek sosial, kita dapat memahami bagaimana Metro akan dipilih sebagai moda yang dipakai.

Latar Belakang dan Sejarah Heavy Railways Transit ( Metro )

Kompleksitas kota sebagai sebuah tempat beraktivitas penduduk, muncullah permasalahan dalam mobilitas penduduk. Pada abad 19, revolusi industri telah merubah paradigma kita dalam kehidupan perkotaan. Dikotomi rural-urban terlihat jelas, garis ketimpangan muncul di kota dan desa, urbanisasi, dan munculnya faktor produksi baru; menimbulkan sebuah fenomena abad 20. Ketika itu penduduk berbondong-bondong pindah ke kota untuk mendapat penghidupan yang lebih baik. Dengan apa yang dinamakan pabrik, berubah menjadi jalan pintas menuju kesejahteraan baru. Dan pada dekade inilah sudah berubah pada spesialisasi pekerjaan tersistem.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 2 | B i m a I r i a n t i k a

Fenomena ini kemudian mengatur sebuah kawasan dalam beberapa bagian. Dengan latar belakang peningkatan kualitas hidup, maka pemisahan terhadap ruang kerja dan ruang lainnya diatur dengan kebijakan yang ada. Struktur kota berubah menjadi lebih luas dan jarak semakin jauh antar setiap kawasan. Sehingga muncul bagaimana mengatur mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lainnya.

Dengan jumlah penduduk yang banyak dalam satu kota ditambah dengan penduduk kota hinterland lainnya, bagaimana moda pengangkut manusia bisa melakukan aktivitasnya dengan maksimal? Harus dibuat sebuah moda yang dapat diandalkan, tepat waktu dan memiliki kapasitas yang cukup besar. Maka dipakailah sebuah moda/alat transportasi dengan kapasitas penumpang yang banyak dan memiliki ketepatan waktu tempuh. Ketika abad 19 baru dipakai mesin uap untuk menggerakkan moda, adalah kereta api yang dapat diandalkan ketika itu. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana memasukkan kereta api ke dalam perkotaan. Pada tahun 1860, London – United Kingdom, mencoba langkah revolusi baru dengan membuat jalur rel masuk ke “dalam” kota. Kondisi kota London ketika itu yang telah berubah menjadi kota metropolitan yang pada bangunan tidak memungkinkan pembuatan rel secara konvensional di jalanan kota. London benar-benar membuat rel di dalam kota, yakni di dalam tanah. Mereka membuat jalur di bawah tanah melalui gorong-gorong pembuangan air (sewer) untuk membuat kereta api di bawah tanah. New York, United State, tahun 1867 mencoba membuat rel sebagai jalur kereta api mereka dengan cara yang inkonvensional juga, bedanya New York membuat jalur kereta api di atas jalan utama (elevated). Walau beberapa blok waktu itu, konsep Highway Rail Transit/Metro sudah mulai diapilkasikan. Selanjutnya diikuti oleh kota lain di Eropa seperti di Liverpool tahun 1886, Budapest 1896, Glaslow 1897, Paris 1900, Berlin 1902. Tak hanya di Eropa kemudian Asia juga membuat Metro yang dimulai oleh Jepang dan Rusia pada tahun 1935.

Namun dengan pembangunan Metro di beberapa negara pada dekade awal, kemudian sempat terkendala ketika munculnya perang dunia kedua. Beberapa negara mengalami resesi ekonomi dan sulit mengembangkan Metro di masing-masing negaranya. Dari sinilah kemudia muncul konsep pengelolaan Metro secara swasta dan pemerintah. Dengan menerapkan pengelolaan terbuka seluruh Metro dapat kemudian dioperasikan dengan normal. Metro mulai menemukan kemajuan dalam pengelolaannya di sektor swasta dengan pembagian deviden yang memadai.

Setelah berakhirnya perang dunia kedua, maka kemajuan teknologi semakin pesat. Metro berevolusi menjadi sebuah moda canggih dengan teknologi yang memadai. Listrik adalah pilihan untuk menggerakkan Metro. Sebelum dipakai listrik, polusi dari solar yang dikeluarkan Metro akan menggangu pengguna jalan di bawah atau di atas Metro berada. Bila Metro berada di atas, maka polusi yang dikeluarkan akan menggangu pengguna jalan di bawahnya, dan jika Metro di bawah tanah akan mengganggu pengguna jalan melalui lubang ventilasi. Dengan memakai listrik dan teknologi terbaru, Metro muncul sebagai sebuah terobosan moda yang sangat baik saat itu. Sehingga Metro menjadi salah satu moda yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi pemerintah, swasta maupun penggunanya.

Pada tahun 1765 paska-perang dunia, Amerika Serikat membuat kebijakan melalui kongresnya untuk menjadikan Metro sebagai moda paling visibel dan sangat mendukung untuk moda transportasi dalam kota secara nasional. Sehingga dekade 1960-1970an adalah jaman keemasan Metro di kota-kota Amerika Utara. Dengan kebijakan ini, maka Metro dikembangkan menjadi moda yang memiliki infrastruktur lengkap dan dapat diandalkan. Pemakaian teknologi elektronik mulai diperkenalkan pada tahun 1972 di San Francisco dengan membuat Bay Rarea Rapid Transit (BRAT). Teknologi yang dipakai adalah pengaturan kereta, sistem informasi, operasi mobil dan manajemen perawatan.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 3 | B i m a I r i a n t i k a

Namun justru dengan perkembangan manajemen Metro yang semakin baik bukan berarti operasional Metro dapat berjalan dengan baik. Faktor ekonomi dan sosial mempengaruhi pengelolaan Metro. Pada tahun 1970, justru para penduduk kota enggan menaiki Metro yang dilihat sebagai alat transportasi mewah. Dengan biaya konstruksi dan pembangunan sistem yang canggih, justru biaya operasional Metro menjadi sangat mahal. Ditambah dengan prilaku penduduk kota di Amerika Serikat yang berpatok pada American Dream, mereka enggan naik kendaraan umum dan senang menaiki mobil pribadi. Dengan anggapan bahwa dengan menaiki kendaraan pribadi akan memilik status sosial yang tinggi dibandingkan dengan kendaraan umum. Tak terkecuali Metro, banyak yang tidak ingin menaiki kendaraan umum.

Menanggapi berbagai permasalahan yang ada, ketika tahun 1970, Pemerintah Amerika Serikat menemukan satu fakta bahwa kondisi transportasi perkotaan menjadi tidak nyaman. Meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, kemacetan lalu lintas dan kenaikan jumlah kecelakaan dalam kota membuat Kongres Amerika Serikat serius memikirnya solusi untuk mengatasinya. Pada saat itu disarai bahwa Metro adalah moda yang ideal untuk mengatasi masalah transportasi dalam kota. Tetapi biaya operasional akibat kontruksi yang mahal membuat penduduk tidak mau memakai jasa Metro. Sehingga pada tahun yang sama dibuat kebijakan investasi pemerintah terhadap Metro dengan cara pengembanlian 80% biaya kontruksi yang dibebankan kepada pemerintah. Maka dengan skema pemngembalian 80% biaya konstruksi dapat menurunkan biaya operasional yang signifikan. Akibatnya muncul berbagai pembangunan Metro pada dekade itu di beberapa kota. Metro semakin menjamur di Amerika Utara.

HEAVY RAIL TRANSIT (METRO)

Menurut Grava dalam bukunya URBAN TRANSPORTATION SYSTEM, definisi dari Heavy rail transit (Metro) adalah moda yang memiliki kemampuan untuk membawa penumpang dalam volume besar, cepat dan efisien dalam skala kota melalui media jalan rel. Metro dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan kota dan jumlah penduduk. Dengan perkebangan teknologi, Metro dapat dibuat secara mendatar dengan jalan, di atas jalan atau bahkan di bawah tanah. Jika di Inggris kita memakai sebuah istilah Metropolitan Line tetapi di Amerika Serikat memakai istilah Subway. Namun dengan istilah yang berbeda, kedua hal tersebut sama-sama merepresentatifkan sebuah moda dalam kota dengan jalur rel.

Untuk merespon terhadap perkembangan kebutuhan penduduk dan wilayah pelayanan kota maka ada beberapa tipe operasi heavy trail operations (Metro), yakni:

Single Line Karakter dari single line adalah merupakan jalur yang pertama untuk melayani sebuah pusat kota, polanya adalah edge-centre –edge. Pada single line, Metro menghubungkan satu lokasi ujung kota ke pusat dan ke ujung lagi. Pada jalur ini, single line dituntut untuk selalu bisa operasi dengan baik. Karena single line adalah jalur utama yang dipakai dengan pola paling sederhana. Dapat dilihat contoh gambar single pine pada Baltimore, USA di samping.

Single Line -Baltimore

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 4 | B i m a I r i a n t i k a

Radial Network Adalah bentuk paling umum dari jalur Metro, di mana kota berkembang dalam beberapa tahapan. Kota semakin berkembang dan menjadi lebih luas dengan pusat kegiatan yang smakin banyak. Maka untuk melayani kawasan baru yang berkembang, maka dibuat jalur-jalur baru untuk menambah aksesibiltas Metro. Bertambahnya jalur ini akan dilakukan secara berlanjut. Namun stuktur yang dipakai bisa disesuaikan, yakni apakah dengan memakai jalur bawah tanah smua, jalur di atas jalan atau gabungan keduanya. Untuk radial network pusat kegiatan lama dengan baru digabungkan menjadi satu, dan kemudian disambungkan dengan pusat kegiatan baru. Kelemahannya adalah harus memikirkan ulang mengenai feeder kawasan tersebut.

Grid Pada grid, jalur rel Metro melayani seluruh wilayah di dalam kota. Keuntungannya adalah efisiensi aksesibilitas dari jalur yang ada. Akses terhadap tiap wilayah bisa ditempuh hanya dengan naik Metro. Jalur paralel dari Metro saling memotong satu sama lain di banyak poin tertentu. Kesulitannya terdapat dalam manajemen perpindahan kereta dalam Metro saja.

Circle Line Pada circle line jalur dibuat dengan membuat lingkaran pada jalur yang telah ada dengan tujuan agar tidak terjadi delay pada jalur utamanya. Sehingga dibuatlah sebuah jalur melingkar khusus dengan sebuah kepadatan jalur tertentu pada kawasan bisnis yang ada. Pada lingkaran yang dibuat adalah kawasan dengan aktivitas tinggi dan berkembang dalam satu kawasan khusus yang luas.

Peripherial loops

Struktur pada peripheral loops tidak umum dipakai. Dalam jenis Metro ini, jalur rel memotong pada pusat kegiatan untuk mempermudah mobilitas. Namun dengan adanya perpotongan ini terjadi pola lingkarang yang dipotong oleh garis atau sebaliknya garis dipotong dengan lingkaran. Tetapi perjalanan dalam tipe ini masih terpusat pada bagian tengah kota/pusat kota.

Parralel Lines

Radial Network - Atlanta

Grid –D.C

Circle Line -Beijing

Peripheral Loops

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 5 | B i m a I r i a n t i k a

Paralel lines adalah tipe Metro yang memiliki beberapa jalur dalam satu tujuan. Biasanya kapasitas satu jalur dengan tujuan pusat kota yang sama tidak lagi mampu menampung penumpang untuk lewat. Sehingga harus dibuat jalur lagi yang berdekatan dengan tujuan poin yang sama.

Untuk membuat suatu Metro yang baik, maka harus dibuat berdasarkan komponen penyusun yang dibuat dalam infrstruktur Metro dalam suatu kota. Untuk itu perlu diperhatikan bagaimana Metro akan dibuat dan direnacakan agar menjadi sebuah moda yang tangguh. Maka ada beberapa komponen dari Metro yang harus diperhatikan, yakni :

Right-of-Way dan trek Secara keseluruhan karena yang dipakai adalah rel, maka jalan khusus yang memisahkan trek rel dengan jalan atau lingkungan sekitarnya harus jelas. Rel bisa dipakai di bawah tanah atau dibuat ke atas (elevated) tergantung dari kebutuhan yang ada.

Stasiun

Sistem yang dipakai dalam Metro adalah hampir sama dengan kereta api konvensional. Di mana ada sebuah stsiun penumpang untuk naik turun Metro. Kualitas dari Metro juga

Paralel Lines - Caracas

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 6 | B i m a I r i a n t i k a

sangat ditentukan oleh kualitas stasiun yang ada. Penempatan, pengelolaan, kondisi dan waktu menunggu di stasiun harus dibuat sedemikan rupa agar penumpang merasa nyaman dan aman. Namun ada beberapa tipe stasiun yang dibuat berdasarkan kebutuhan dan kondisi sebuah kota, yakni: 1. Centre platform, di mana tempat naik dan turun ke dalam Metro menjadi satu dan tidak

dipisahkan. Tapi tipe stasiun ini tidak cocok dibuat pada tempat yang memiliki kapasitas besar. Karena pada peak hour akan terjadi penumpukan penumpang dalam satu platform.

2. Side platform, yakni tpe stasiun yang memisahkan penumpang jiak ingin naik dan ingin turun. Sehingga jalur naik dan turun dibedakan. Sangat cocok dibangun pada kawasan dengan volume penumpang yang sangat tinggi.

Passenger Amenities dan Lingkungan Adapun fasilitas yang harus dibuat untuk kenyamanan penumpang menaiki Metro. Sehingga lingkungan dalam Metro dan stasiun sedemikian rupa menjadi baik dan layak pakai. Maka dapat dijabarkan dalam beberapa fasilitas. 1. Ventilasi 2. Pemanas dan AC 3. Pencahayaan 4. Pengatur Suara 5. Tempat Duduk 6. Kamar Mandi 7. Kios Berjualan 8. Petunjuk dan Sistem Infromasi 9. Artwork

Alat Keselamatan Sesuai dengan prosedur moda transportasi maka harus dibuat sebuah sistem transportasi dengan alat keselamatan yang memadai. Keselamatan yang dimaksud adalah menghindari kejadian kecelakaan kereta api dan kebakaran. Bukan hanya dua hal itu, keselamatan yang dimaksud adalah keselamatan penumpang dari tindak kriminal yang bisa terjadi di dalam Metro. Keselamatan pada Metro bukan hanya pada penumpang pada saat di dalam Metro, tetapi juga apabila penumpang menunggu di stasiun memasuki platform sampai keluar dari stasiun. Di mana selain ada resiko kecelakaan oleh moda, baik kendaraannya maupun infrastruktur, harus diatur pengamanan dalam hal kriminal.

Control Systems Metro memiliki banyak stasiun untuknaik turun penumpang. Metro juga memiliki jadwal pergerakan kereta dari satu tempat ke tempat lainnya. Trek dan jalur Metro juga ada yang saling berpotongan satu sama lain. Dari pengaturan yang kompleks ini, Metro tidak bisa hanya berharap pada sinyal manual seperti dahulu kala. Apalagi trek Metro yang ke atas dan masuk ke dalam tanah menimbulkan resiko sinyal radio tidak dalapt diterima. Oleh karenanya seluruh operasional Metro perlu diatur dalam satu sistem pengendalian yang canggih dengan operator yang handal, Tujuan dari adanya pusat pengendalian sistem Metro adalah pengaturan secara baik dan otomatis mengurangi resiko kecelakaan, ketepatan waktu yang tinggi, memaksimalkan kinerja Metro. Selain itu fungsi pengawasan terhadap operasional Metro dapat dipertanggung jawabkan dan dievaluasi tiap tahunnya. Untuk sistem kontrol yang canggih bisa dipakai Automatic Train System (ATS) yang memungkinkan Metro beroperasi sendiri secara efektif.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 7 | B i m a I r i a n t i k a

Fare Collection Dengan pembelian tiket dan bukti pembayaran, metode ini memungkinkan penutupan terhadap operasional Metro. Dengan bantuan pemerintah biaya tiket dapat diminimalisir melalui pajak yang dibayarkan oleh penduduk kota. Namun dengan adanya pembayaran terhadap tiket masuk Metro, penumpang dapat meningkatkan kepeduliannya terhadap moda yang dinaiki.

Yards Metro sebagai moda yang dipakai setiap hari membutuhkan perawatan rutin yang baik. Perawatan ini harus dilakukan pada tempat khusus yang didesain untuk penyimpanan kereta Metro. Yard harus ditempatkan dengan luasan minimum dan dekat lokasi industri. Harapannya adalah setiap pemeliharaan dekat dengan lokasi pembuatan spare part kereta Metro. Biasanya tempat untuk Metro minimum dapat ditempati 5 kereta Metro.

Jenis Stasiun

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 8 | B i m a I r i a n t i k a

Power Supply Tentunya sebuah moda memerlukan energi untuk berpindah tempat. Metro yang kebanyakan memakai listrik sebagai sumber energinya harus didukung oleh persediaan tenaga yang memadai. Persediaan energi yang dibutuhkan bukan hanya untuk pergerakan moda, tetapi juga untuk operasional infrastruktur Metro, seperti AC, pemanas, lampu, sistem informasi dan lainnya.

Rolling Stock Sebagai moda, Metro dituntut untuk memiliki kendaraan, yang dalam hal ini kereta, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Kereta tergantung dari kondisi dan kebutuhan dari volume, kondisi geografis dan intensitas pergerakan Metro. Kondisi dalam kreta yang dipakai harus sesuai dengan permintaan pelayanan.

ALASAN MEMILIH HEAVY RAIL TRANSIT (METRO)

Ada beberapa alasan mengapa Metro dipilih menjadi salah satu moda yang dipakai di dalam kota. Melalui beberapa keunggulan yang dimiliki, Metro menjadi moda yang cukup efektif.

High Capasity and Low Space Utilization Bisa kita bayangkan ketika peak hours, di mana berjuta orang melakukan mobilitas pada waktu tertentu secara bersamaan. Keadaan di permukaan tanah pasti sangatlah padat. Jalan sulit untuk dilalui oleh kendaraan pribadi bahkan bus. Penduduk kota harus berjalan melalui bebereapa blok atau terjebak macet dengan kendaraan pribadi, dan parahnya lagi tidak arus lalu lintas tidak bergerak. Namun dengan adanya Metro, sebuah moda yang memiliki jalur sendiri, tentunya dengan trek bawah tanah atau di atas tanah; mengangkut ratusan orang sekali jalan dengan kecepatan tinggi tanpa hambatan. Dengan sebuah ruang minimu bisa masuk ratusan orang penumpang. Sehingga waktu tempuh menjadi sangat cepat dan praktis tanpa memakai ruang yang besar dan dimensi pengatur yang cukup luas untuk bergerak.

Efficiency of Urban Patterns Dengan adanya Metro, membuat sebuah jalur baru di dalam perkotaan. Trek yang dibuat kemudian dimunculkan dalam stasiun di beberapa poin dapat merangsang pertumbuhan kawasan. Sebagaimana perkembangan kota linier yang mengikuti jalur rel, maka kawasan kota tumbuh mengikuti poin stasiun. Dengan mengikuti jalur rel yang ada pada Metro, pembangunan sebuah kota dapat disesuaikan dengan rencana pengembangan kota. Sehingga sesuai dengan perencanaan sebuah kawasan. Sebagai contoh untuk membuat kawasan perumahan baru, maka di titik itu akan dibuat beberapa poin stasiun. Akhirnya tata guna lahan di sekitar stasiun itu berubah menjadi daerah permukiman. Pergerakan menjadi efesien karena untuk mencapai tujuan pulang sangat dengan stasiun yang telah dibuat.

Avoidance of Surface Congestion Denga memiliki trek dan jalur tersendiri, maka Metro akan tidak bersinggungan dengan kendaraan di jalan umum atau jalan permukaan. Resiko untuk terjadinya kemacetan dan halangan konvensional akan hilang. Akhirnya dengan jalur tersendiri ini, Metro bebas dari kemacetan secara konvensional. Metro memiliki alasan kuat untuk dibandingkan dalam hal jarak tempuh dengan moda lainnya.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 9 | B i m a I r i a n t i k a

Mechanical Efficiency and Energy Conservation Kembali pada sebuah isu energi, yaitu penghematan bahan bakar di negara. Dengan memakai Metro, maka akan terdapat penghematan untuk energi pada kendaraan pribadi. Perputaran roda besi membutuhkan lebih sedikit energy dibandingkan dengan perputaran roda karet. Sehingga energi menjadi lebuh teratur jalannya.

Speed and Quality of Ride Dengan jalur yang terpisah dan mesin yang besar, maka Metro merupakan moda yang dapat berjalan dengan kecepatan cukup tinggi. Untuk menempuh satu stasiun ke stasiun lainnya, Metro dapat memaksimalkan kecapatannya. Dengan kecepatan yang stabil maka kualitas menaiki moda ini sangat stabil dan tidak goyang. Sehingga kenyamanan dari penumpang ketika berdiri atau duduk dalam Metro relatif baik.

Environmental Quality Karena sebagian besar Metro sudah memakai teknologi listrik, maka polusi yang dihasilkan hampir tidak ada. Dengan energi listrik yang ada, maka minimal polusi udara dapat diminimalisir sehingga kualitas lingkungan menjadi baik. Debu dan partikel yang dikeluarkan oleh Metro relatif dapat dikendalikan. Selain itu lokasinya yang berada di bawah tanah juga dapat mengurangi polusi suara yang ditimbulkan dari perjalanan Metro.

Safety and Realibility Dengan jalur trek tersendiri dan berada di bawah tanah, moda Metro menjadi salah satu moda yang meminimalisir resiko kecelakaan. Hal ini disebabkan oleh strilinya jalur trek Metro. Karenanya Metro adalah moda yang dapat diandalkan dalam penggunaan dan keselamatan penumpang.

Durability Daya tahan dari Metro jika dikelola dengan baik maka bisa bertahan lebih dari 30 tahun. Metro adalah sebuah moda yang memiliki daya tahan yang baik. Den jalur yang dipakai menggunakan material besi yang relatif kuat dipakai bertahun-tahun. Terakhir adalah terowongan dalam tanah yang bisa bertahan selamanya kacuali ada kejadian luar biasa yang memaksa teroeongan hancur, seperti bencana alam dan perang.

Record of Experience Seperti kita ketahui, Metro telah ada lebih dari 100 tahun yang lalu. Dan dalam beberapa dekade perjalanan Metro, moda ini telah membuktikan bahwa banyak negara yang menggunakan moda ini dapat mengatasi masalah pergerakan dalam kota. Hanya saja permbedaannya adalah di permintaan jumlah penumpang yang harus disesuaikan.

Automation Moda Metro memiliki pusat kendali yang dapat menggerakkan moda dengan sendirinya. Perkembangan teknologi membuat moda ini dapat bergerak dengan cepat dan tanggap. Sehingga dengan otomasi sistem, moda berkeja dengan maksimal dengan sendirinya. Operator secara praktis dapat memakai jasa moda ini.

Civic Image

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 10 | B i m a I r i a n t i k a

Metro menunjukkan bahwa moda ini adalah sebuah angkutan bersama yang mewakili kebersamaan, kesetaraan dan transportasi umum. Dengan ada moda Metro, penduduk juga dapat saling berimteraksi satu sama lain dalam ruang publik Metro, baik di stasiun dan dalam Metro itu sendiri.

Dengan berabagai alasan memakai Metro sebagai salah satu moda dalam satu kota, kita tidak melupakan bagaimana transportasi menunjukkan sebuah identitas dalam status sosial penduduk. Ketika pertama kali dibuat di New York, pengguna Metro adalah orang yang memiliki status sosial sebagai pekerja yang cukup makmur. Namun dengan disahkannya undang-undang investasi Metro, maka status sosial dari pemakai Metro berubah. Pada dekade 1880-1970an di Amerika, pengguna Metro adalah orang yang tidak punya pilihan melakukan perjalanan karena tidak memiliki kendaraan. Pada dekade inilah kesuraman dan kesan negatif muncul bagi pengguna Metro.

Berkaca dari keadaan yang ada, kemudian Metro didesain sedemikian untuk menghilangkan kesan kotor, kumuh dan tidak terawat. Akhirnya pada dekade 1980an, Amerika Serikat membuat fasilitas Metro menjadi salah satu moda yang dapat diakses oleh semua orang dengan standar pelayanan yang tinggi. Akhirnya pemakai Metro adalah semua kalangan dengan status sosial bahwa Metro bukan pilihan terkahir tetapi alternatif moda yang dapat diandalkan. Penduduk kota merasa aman dan nyaman ketika menaiki Metro. Semua ini tidak lepas dari perhatian pemerintah untuk melayani penumpang.

STUDI KASUS – MASS RAPIT TRANSIT (MRT) JAKARTA

Data diambil dari Uraian PT MRT Jakarta (www. jakartamrt.com)

Latar Belakang Pembangunan Sistem Transportasi Massal Cepat Berbasis Rel

Perkiraan Jakarta macet total : saat ini pertumbuhan jalan di Jakarta kurang dari 1 persen per tahun dan setiap hari setidaknya ada 1000 lebih kendaraan bermotor baru turun ke jalan di Jakarta (Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta). Studi Japan International Corporation Agency (JICA) 2004 menyatakan bahwa bila tidak dilakukan perbaikan pada sistem transportasi, diperkirakan lalu lintas Jakarta akan macet total pada 2020 (Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP II).

Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta berdasarkan hasil penelitian Yayasan Pelangi pada 2005 ditaksir Rp 12,8 triliun/tahun yang meliputi nilai waktu, biaya bahan bakar dan biaya kesehatan. Sementara berdasarkan SITRAMP II tahun 2004 menunjukan bahwa bila sampai 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi maka perkiraan kerugian ekonomi mencapai Rp 65 triliun/tahun.

Polusi udara akibat kendaraan bermotor memberi kontribusi 80 persen dari polusi di Jakarta. MRT Jakarta digerakan oleh tenaga listrik sehingga tidak menimbulkan emisi CO2 diperkotaan. Berdasarkan studi tersebut, maka jelas DKI Jakarta sangat membutuhkan angkutan massal yang lebih andal seperti MRT yang dapat menjadi alternatif solusi transportasi bagi masyarakat yang juga ramah lingkungan.

Membangun sistem jaringan MRT bukanlah semata-mata urusan kelayakan ekonomi dan finansial saja, tetapi lebih dari itu membangun MRT mencerminkan visi sebuah kota. Kehidupan dan aktivitas ekonomi sebuah kota, antara lain tergantung dari seberapa mudah warga kota melakukan perjalanan/ mobilitas dan seberapa sering mereka dapat melakukannya ke berbagai tujuan dalam kota. Tujuan Utama dibangunnya sistem MRT adalah memberikan kesempatan kepada warga kota

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 11 | B i m a I r i a n t i k a

untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perjalanan/ mobilitasnya menjadi lebih andal, terpercaya, aman, nyaman, terjangkau dan lebih ekonomis

Gambaran Umum

mass Rapid Transit Jakarta (MRT Jakarta) yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih ±110.8 km, yang terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Koridor Lebak Bulus - Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ±23.8 km dan Koridor Timur – Barat sepanjang kurang lebih ±87 km.

Pembangunan koridor Selatan - Utara dari Lebak Bulus – Kampung Bandan dilakukan dalam 2 tahap:

1. Tahap I yang akan dibangun terlebih dahulu menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15.7 km dengan 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah) ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.

2. Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8.1 Km yang akan mulai dibangun sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2018 (dipercepat dari 2020). Studi kelayakan untuk tahap ini sudah selesai.

Koridor Timur - Barat saat ini sedang dalam tahap studi kelayakan. Koridor ini ditargetkan paling lambat beroperasi pada 2024 - 2027

Pendanaan Proyek

Total nilai proyek adalah sekitar 144 Milyar Yen* dengan besar pinjaman sekitar 120 Milyar Yen dan selebihnya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta (APBD) DKI Jakarta. Biaya proyek akan ditanggung bersama antara Pemerintah Pusat (42%) dan Pemerintah Daerah (58%). Dana kemudian akan disalurkan kepada PT MRT Jakarta melalui DKI Jakarta sebagai pelaksana dan operator proyek. Hingga saat ini sudah berhasil melakukan Loan Agreement I dan II, dimana 42% dari bagian pinjaman yang memenuhi syarat dari JICA, dihibahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada 2009, JICA juga sudah memberikan hibah untuk melakukan studi kelayakan perpanjangan koridor MRT dari Bundaran HI - Kampung Bandan (Kota) dan pra-sudi kelayakan untuk MRT koridor timur-barat.

*untuk Lebak Bulus – Dukuh Atas. Total nilai proyek Lebak Bulus – Bundaran HI masih dalam perhitungan.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 12 | B i m a I r i a n t i k a

Pembahasan

MRT di jakarta dapat dimasukkan dalam golongan Metro karena diseuaikan dengan volume dan kapasitas penumpang yang akan diangkut. Pengembangan Metro di Jakarta bukan barang baru lagi karena sudah pernah dilakukan studi kelayakan dari tahun 1995 oleh beberapa konsultan transportasi luar negeri. Ketika itu Jakarta memulai awal yang sama dengan Bangkok dan Filipina untuk mengembangkan Metro. Namun kenyataannya hari ini hanya Jakarta yang belum memiliki Metro. Terbukti kedua kota tersebut dengan moda ini yang didukung oleh berbagai kebijakan kendaraan pribadi dapat mengurai kemacetan di dalam kota.

Tipe Operasi Metro

Karen pembangunan MRT Jakrat sampai 5 tahun ke depan masih memilih jalut utama yang saling berhubungan belum membuat jalur yang melewati beberapa pusat kegiatan kota, maka yang dipakai adalah tipe Single Line. Karena dari Lebak Bulus ke Hotel Indonesia adalah sebuah jalur saja belum ada jalur selain jalur ini, maka penggunaan tipe operasi Metro Single Line sudah memadai.

Untuk tahap II yang melanjutkan jalur/trek MRT dari Hotel Indonesia

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 13 | B i m a I r i a n t i k a

ke Kampung Bandan, juga masih dibuat secara Single Line. Namun bila pada tahap III dan seterusnya mulai menuju kepada pusat kegiatan lainnya, yakni Central Bussines Distric (CBD) lainnya maka orientasi tipe Metro bisa beruba dari Single Line menjadi Radial Network atau ekstrem nya menjadi Grid yang melayani seluruh wilayah kota.

Komponen Metro

Pembangunan bertahap dari MRT di jakarta merupakan keputusan yang cukup baik. Di mana ada tahap I lebak bulus – Hotel Indonesia akan diselesaikan pertama kali dengan jumlah beberapa statiun yang dibuat secara elevated atau di bawah tanah.

Permasalahannya adalah bagaimana membuat trek yang sesuai dengan right-of-way. Jika di negara maju mereka membuat tipe trek secara cut cover atau deep tunnel bagaimana dengan pembangunan di Jakarta. Untuk meminimalisir resiko dan meningkatkan kinerja moda, maka lebih baik dibuat trek ke bawah tanah dari pada trek ke atas (elevated). Walau biaya di awal mahal tapi aspek durability nya jauh lebih tinggi ketimbang elevated.

Jakarta memiliki kepadatan penduduk dan lahan yang terbatas, tetapi tetap pembuatan trek harus mengikuti aspek keselamatan. Maka pembangunan trek bisa dibuat menggabungkan antara trek bawah tanah dan elevated track. Tinggal keduanya dilihat mana yang paling memungkinkan. Untuk daerah yang bisa dibuat stasiun di bawah tanah/true tunnel, maka dibuat terowongan. Tetapi pada daerah yang sangat pada lebih baik dipakai elevated track.

Untuk stasiun juga harus dikombinasikan dari jenis centre palform dan side platform. Bila pada kawasan yang memiliki volume penumpang tinggi, seperti Lebak Bulus – Fatmawati dan Hotel Indonesia harus dipakai Side palform. Sedangkan sisanya yang memiliki volume penumpang sedikit memakai centre palform untuk jenos stasuinnya.

Karena pembangunan MRT Jakarta bersifat bertahap, maka harus sedemikian mungkin dirancang agar perkembangan MRT tidak mengalami hambatan. Untuk meningkatkan kualitas MRT perlu dibuat suatu sistem pusat pemasok energi, yang dalam hal ini listrik yang memadai. Selain itu juga diperlukan perkiraan lokasi penyimpanan kereta Metro di Jakarta. Maka yards dan Power Supply harus diletakkan berdekatan dan kawasan tersebut mendekati kawasan industri. Dengan penempatan yang sesuai, maka polusi dari moda MRT ini bisa diminimalisir. Untuk Jakarta berarti harus dibuat Yards agak pinggiran kota yang dekat dengan industri atau daerah belum berkembang seperti skitar BSD atau Ciputat.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 14 | B i m a I r i a n t i k a

Karena Metro ini berdekatan dengan provinsi lain, maka pemerintah DKI jakarta juga harus menjalin kemitraan terhadap kota lain/provinsi sekitarnya yang menjadi hinterland.

Jakarta merupakan kota Metropolitan terbesar di Indonesia. Tak heran bila pertumbuhan penduduk di Jakarta sangat tinggi. Untuk itu pemerintah wajib memfasilitasi seluruh penduduk dalam menaiki moda MRT. Desain stasiun, trek, sampai tiket MRT harus diberikan aksibilitas yang baik. Fasilitas dalam moda maupun infrastrukturnya perlu dikendalikan dalam satu control system yang baik. Sehingga aspek keselamatan dan kenyamanan penumpang baik. Penyediaan informasi di stasiun dan penyediaan tiket perlu dibuas semekian rupa agar komunkatif dan memenuhi nilai estetika.

Perencanaan stasiun pada titik tertentu harus memiliki fasilitas menuju feeder atau bila tidak memiliki akses ke feeder haru diimbangi dengan fasilitas parkir berbayar terjangkau untuk kendaraan pribadi sampai di stasiun MRT. Park dan Drive menjadi salah satu konsen utama pada tiap stasiun pemberangkatan pertama atau akhir.

Status Sosial Metro

Pembangunan MRT Jakarta perlu memperhatikan bagaimana moda dipandang dalam konteks sosial. Sehingga kita dapat mengetahui siapa saja pengguna dari MRT Jakarta. Apa bila tidak memperhatikan aspek ini, maka bisa terjadi penurunan penumpang atau penurunan kualitas pelayanan pada Metro. Kondisi ekstrem nya adalah tidak ada orang yang mau naik moda MRT Jakarta kecuali orang yang benar-benar terpaksa.

Pemerintah juga harus memaksa semua orang dalam berbagai kalangan untuk naik MRT Jakarta. Di mana konteksnya bukan hanya kalangan menengah dan bawah yang memiliki keinginan untuk naik Metro, tetapi juga kalangan menengah ke atas. Sehingga paradigmanya diubah menjadi bagaimana orang kaya juga bisa naik kendaraan umum. Sehingga ketika berbicara mengenai public services, kita dapat meningkatkan standar pelayanan, dari yang minumum ke pelayanan premium.

Sehingga bila kalangan menengah ke bawah ingin naik moda Metro akan sangat terlayani; dan di sisi lain, kalangan menengah ke atas tidak malu dan meninggalkan mobilnya di stasiun MRT Jakarta untuk parkir (Park and Drive). Dengan kondisi ini beban jalan dapat dikurangi. Akhirnya akan terjadi pemerataan dalam pemakain angkutan publik di dalam kota.

Pembiayaan Metro

Pembiayaan untuk membangun Metro memang sangat besar. Untuk MRT Jakarta sendiri membutuhkan biaya 144 milyar Yen. Biaya yang cukup besar untuk sebuah proyek transportasi dalam kota. Namun pembiayaan Metro memang besar di awal seperti pada kota di negara lain. Memang Metro di Eropa dibangun dari hasil kolonialisasi jaman itu. Hal itu dilakukan karena saking mahalnya biaya Metro.

MRT Jakarta memang membuat pembiayaan melalui pinjaman di depan dengan JICA, salah satu kontraktor multinasional Jepang, untuk membangun Metro. Namun dengan biaya yang tinggi ini, maka pemerintah pusat selaku regulator harus tetap menjamin bahwa proyek ini berjalan. Untuk itu dibagilan pendanaannya dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Yakni Pemerintah Pusat 42% dan Pemerintah DKI Jakarta 58%.

Dengan menunjuk PT MRT Jakarta sebagai operator adalah tindakan tepat, karena dalam menajemen modern harus dipisahkan operator dan regulator. Sehingga sebagai operator tidak dapat memonopoli Metro nantinya.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 15 | B i m a I r i a n t i k a

Namun dengan mekanisme pinjaman JICA sebenarnya ada beberap kekurangan. Yakni pembiayaan asing ditakutkan membebani utang internasional yang semakin naik tiap tahunnya. Belum lagi kondisi perekonomian global yang semakin tidak menentu dengan resesi Eropa-Amerika. Seharusnya kita bisa membiayai sendiri dengan merubah APBN dan APBD. Terutama APBN harusnya subsisi ke BBM dikurangi dan berpindah ke sektor infrastruktur seperti transportasi umum, MRT Jakarta. Sehingga kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman asing yang sering kali diambil pemerintah.

Untuk pola pembangunan dan pengelolaan bisa dipakai skema Build Operate Transfer (BOT). Skema ini menyediakan lebih banyak variasi dalam pengelolaan dengan menguntungkan semua pihak. Kontraktor dan operator boleh mendapatkan hak untuk mengelola secara mandiri dengan pengawasan pemerintah selama beberapa tahun merunut pada Break Event Point (BEP) operator. Dan setelah BEP, aset yang dibangun; dalam hal ini MRT Jakarta, dikembalikan kepada pemerintah untuk dikelola.

KESIMPULAN

MRT Jakarta sebagai rencana representatif dari Metro/Heavy Rail Transit memiliki kompleksitas dalam pembangunannya. Masih banyak yang harus dipelajari dalam mengembangnkan moda Metro di Indonesia khususnya di Jakarta. Namun apabila MRT Jakarta sebagai salah satu pilot project yang berhasil, maka tidak mungkin poyek Metro akan kembali dikembangkan di kota-kota lain di Indonesia. Semisal ada beberapa kota yang memiliki potensi pembangunan Metro, seperti Surabaya, Semarang, Medan dan Denpasar. Namun sejauh apa keinginan dari pemerintah untuk mewujudkan sarana transportasi sebagai upaya peningkatan kualitas hidup penduduk kota.

Dari pembahasan sebelumnya, MRT Jakarta harus diwujudkan secara komprehensif dan tidak hanya memperhatikan aspek teknis tetapi juga aspek sosial-ekonomi. Maka dengan kombinasi peerencanaan dan pelaksanaan yang baik akan terwujud suatu sistem transportasi yang sangat memadai dan berkelanjutan di Indonesia.

Maka dari beberapa uraian dapat dibuat beberapa kesimpulan, yakni :

Melihat bagaimana perencanaan tipe operasi Metro di sebuah kota dapat dibuat, yeng tentunya disesuaikan dengan patterns city serta kondisi eksisting

Dibutuhkan perencanaan yang matang secara teknis dalam pembuatan Metro di Indonesia. Yaitu melihat komponen Metro sebagai aspek teknis, seperti stasiun, jalur rel, tiketing, sistem informasi, yards, power supply, fasilitas umum, estetika, dan infrastuktur pendukung komponen Metro lainnya.

Pemerintah haru ikut campur dalam mengatur Metro dalam kota, seperti peraturan jalan raya, Electronic Road Pricing (ERP), kenaikan tarif parkir, jalur 3 in 1 dan lainnya. Sehingga semua orang bisa naik dengan sukarela dan menciptakan Metro sebagai salah satu penyetara status sosial dalam perkotaan. Sehingga kultur perkotaan akan berubah dalam menanggapi Metro dan kendaraan umum lainnya.

Pembiayaan Metro sangatlah mahal, oleh karenanya diperlukan suntikan dana yang besar. Dana dan pembiayaan ini wajib didukung oleh pemerintah, baik pusat dan pemerintah daerah. Karena jika pembiayaan swasta ditakutkan akan menjadi beban operasional yang berdampak pada tingginya harga tiket Metro.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 16 | B i m a I r i a n t i k a

Perlu adanya perturan khusus yang melewati batas-batas adminitratif antar daerah provinsi di sekitar Jakarta, yakni Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten. Sehingga daerah hinterland sekitar Jakarta yang masuk wilayah administrtatif provinsi lain bisa tetap bersinergi dan mendukung sistem transportasi umum yang berkelanjutan.

Fakultas Teknik – Universitas Indonesia 17 | B i m a I r i a n t i k a

Daftar Pustaka

Grava, Sigurd (2002). Urban Transportation System, McGraw-Hill Professional; 1 edition

Hoch, Charles, Linda C. Dalton and Frank S. So, editors (2000). The Practice of Local

Government Planning, Intl City County Management Assn; 3rd edition

Munawar, Ahmad. Dasar-Dasar Teknik Transportasi (2011), Jogjakarta: BETA OFFSET

www.jakartamrt.com diakses tanggal 3 Nopember 2012, pukul 19.05


Recommended