Date post: | 17-Nov-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN ESCHERICHIA COLI DALAM MIE GOMAK YANG DIJUAL
DI PASAR SIDIKALANG TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh:
EKARISTI GAFIA L MANAO
NIM. 081000130
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
2
ABSTRAK
Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya. Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah Escherichia coli pada mie gomak.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 penjual mie gomak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun mie gomak yang mengandung Escherichia coli.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie gomak.
Kata kunci: higiene sanitasi, Escherichia coli, mie gomak
3
ABSTRACT
Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.
The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.
The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.
The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia coli.
The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing the mie gomak.
Key words: hygiene sanitation, Escherichia coli, mie gomak
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : EKARISTI GAFIA L MANAO
Tempat/ tanggal lahir : Sidikalang, 12 April 1990
Agama : Katolik
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah bersaudara : 3 orang
Alamat rumah : Jl. Sada Arih no. 139 Sidikalang
Riwayat Pendidikan
Tahun 1996-2002 : SD Swasta Santo Yosef Sidikalang
Tahun 2002-2005 : SLTP Swasta Santo Paulus Sidikalang
Tahun 2005-2008 : SMA N 1 Sidikalang
Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
5
KATA PENGANTAR
Syalom...!
Terpujilah Tuhan Allah yang sungguh baik karena atas berkat dan
anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Higiene Sanitasi
Pengelolaan dan Pemeriksaan Kandungan Escherichia Coli dalam Mie Gomak Uang
Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen pembimbing I dan Bapak dr. Taufik Ashar,
MKM selaku dosen pembimbing II yang dalam proses penulisan skripsi ini telah begitu
banyak meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk,
saran dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selama
penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari
berbagai pihak secara moril maupun material. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik, terima
kasih untuk bimbingan dan nasihatnya selama ini.
6
4. Seluruh dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan dan tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada Kak Dian yang begitu banyak membantu dalam
pengurusan administrasi.
5. Ibu Sri Meinita selaku pembimbing di Balai Labkes Dinkes Provinsi Sumatera
Utara yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada saya dalam
melakukan penelitian.
6. Kedua orang tua T. R. Luahambawo dan S. Pasaribu , yang selalu senantiasa
mendoakan dan mendukung sampai saat ini, terima kasih buat semuanya dan biarlah
Tuhan yang membalas semua kebaikan yang telah dan akan kalian berikan. Juga
kepada saudara-saudaraku tersayang yaitu David RL Manao dan Siprianus L
Manao terima kasih atas dukungan moril dan juga dukungan doanya
7. Teman-teman CMSI USU : Dina Nadapdap, Rika Paduri, dan kakak tersayang kak
Roita Panggabean beserta adik-adik kelompok Christ Soldier (Obal, Cika dan Mian)
dan GIG (Devi, Pesta, Friska, Ayu), juga untuk semua staff LPMI dan semua adik-
adik sepelayanan terima kasih untuk semua doa dan dukungannya selama ini.
8. Teman-teman satu kelompok Charis of Christ : Febryna, Stiphany, Rohani dan
kakanda terkasih kak Purnama Sidebang, terima kasih untuk doa dan
kebersamaannya.
9. Teman-teman satu angkatan FKM USU 2008 teristimewa kepada sahabat-sahabatku
Herdiani Siallagan, Ristari Malau, Sartika Purba, Fienny Octa, Ervina Damanik dan
Erzian Vesta terima kasih atas kebersamaan, motivasi dan doanya selama ini.
7
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
dan semoga Tuhan Yesus Kristus yang selalu melimpahkan kasih karunia dan berkat-Nya
kepada kita semua.
Medan, Agustus 2012
Penulis
Ekaristi Gafia L Manao
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAK ........................................................................................................................................ ii
8
ABSTRACT .................................................................................................................................. iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 6 1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 8
2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan .............................................................. 8 2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan ................................................ 9 2.1.2 Sanitasi Makanan Jajanan ............................................................... 10
2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan .............................................................. 15 2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan ............................................................. 15 2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan ....................................................... 17 2.2.3. Pengolahan Makanan ...................................................................... 18 2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak ....................................................... 21 2.2.5. Pengangkutan Makanan .................................................................. 22 2.2.6. Penyajian Makanan ......................................................................... 24
2.3. Mie Gomak ................................................................................................. 27 2.3.1. Mie Gomak ..................................................................................... 27
2.4. Escherichia coli .......................................................................................... 29 2.4.2. Sifat-sifat Escherichia coli ............................................................. 31 2.4.3. Klasifikasi Escherichia coli ............................................................ 32
2.5. Kerangka Konsep ....................................................................................... 39 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 40
3.1. Jenis Penelitian ........................................................................................... 40 3.2. Lokasi dan Waktu Pengambilan ....................................................................... 40 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................... 41
9
3.3.1 Populasi ........................................................................................... 41 3.3.2 Sampel ..................................................................................................... 41
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 41 3.4.1. Data Primer ..................................................................................... 41 3.4.2. Data Sekunder ................................................................................. 42
3.5. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 42 3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium ................ 42 3.5.2. Peralatan dan Bahan ....................................................................... 42
3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie .............................................................. 43 3.6.1. Tes Perkiraan .................................................................................. 44 3.6.2. Tes Penegasan ................................................................................. 44
3.7. Defenisi Operasional .................................................................................. 45 3.8. Aspek Pengukuran ...................................................................................... 46 3.9. Analisa Data ............................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................. 48 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ....................................................................... 48
4.1.1. Geografi ........................................................................................... 48 4.1.2. Demografi ........................................................................................ 49 4.2. Hasil Penelitian .......................................................................................... 49 4.2.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ................................................... 50 4.2.2. Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ........................................ 51 4.2.3. Sanitasi Pengelolaan Makanan ........................................................ 53 4.2.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan ........................................ 53 4.2.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan ................................... 54 4.2.3.3. Pengolahan Makanan ........................................................... 55 4.2.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/Masak .................................... 56 4.2.3.5. Pengangkutan Makanan ....................................................... 56 4.2.3.6. Penyajian Makanan Jadi ...................................................... 57 4.2.4. Teknis Higiene dan Sanitasi ............................................................ 58 4.2.4.1. Bangunan ............................................................................. 58 4.2.4.2 Fasilitas Sanitasi ................................................................... 59 4.2.5. Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak .......................... 60
BAB V PEMBAHASAN ......................................................................................... 62 5.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak ............................................................. 62 5.1.1. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak ..................... 62 5.1.2. Deskripsi Umum Umur Penjual Mie Gomak .................................. 62 5.1.3. Deskripsi Umum Pendidikan Penjual Mie Gomak ......................... 62 5.1.4. Deskripsi Umum Lama Bekerja Penjual Mie Gomak ..................... 63 5.2. Observasi Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak ................................. 63 5.3. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi ................................................. 65 5.3.1. Pemilihan Bahan Makanan .............................................................. 65 5.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan ........................................................ 66
10
5.3.3. Pengolahan Bahan Makanan ........................................................... 67 5.3.4. Penyimpanan Makanan Jadi/masak ................................................. 68 5.3.5. Pengangkutan Makanan ................................................................... 70 5.3.6. Penyajian Makanan.......................................................................... 71 5.4. Observasi Teknis Higiene dan Sanitasi ..................................................... 71 5.4.1. Bangunan ......................................................................................... 72 5.4.2. Fasilitas Sanitasi .............................................................................. 73 5.5. Gambaran Higiene Sanitasi pada Penjual Mie Gomak ............................. 75 5.6 Analisa Kandungan Escherichia Coli pada Mie Gomak ........................... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77 6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 77 6.2 Saran .......................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual
di Pasar Sidikalang Tahun 2012
Lampiran 2 Data Hasil Observasi Higiene Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak Yang Dijual
Di Pasar Sidikalang Tahun 2012
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari Balai
Laboratorium Kesehatan Daerah Medan
Lampiran 5 Hasil Analisa Kandungan Esherichia Coli pada Mie Gomak Yang Dijual di
Pasar Sidikalang Tahun 2012
Lampiran 6 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
Lampiran 7 Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tetang Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasboga
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian
12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Suhu Penyimpanan Bahan Makanan ....................................................... 17 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak ....................................................... 21 4.1 Distribusi Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 50 4.2 Distribusi Umur Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 50 4.3 Distribusi Tingkat Pendidikan Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 51 4.4 Distribusi lama Berjualan Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012 ....................... 51 4.5 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Higiene Perorangan Penjual di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ................................................. 52 4.6 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pemilihan Bahan Mie Gomak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .......................................... 53 4.7 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .......................... 54 4.8 Distribusi Penjual Mie Gomak Pengolahan Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 55 4.9 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan Makanan jadi/masak di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ............................ 56 4.10 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pengangkutan Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................. 56 4.11 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyajian Makanan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................. 57 4.12 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Bangunan di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 58 4.13 Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Fasilitas Sanitasi di Pasar Sidikalang Tahun 2012 .............................................................. 59 4.13 Hasil Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak Yang Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012 ................................................... 61
2
ABSTRAK
Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang banyak dijual dan banyak diminati masyarakat di kecamatan Sidikalang khususnya masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi pengolahan berada di dekat tempat sampah dan pinggir jalan raya. Pemeliharaan higiene penjamah dan penggeloaan yang baik sangat penting untuk mencegah Escherichia coli pada mie gomak.
Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan melihat gambaran higiene sanitasi pengelolaan mie gomak sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan dan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 penjual mie gomak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan mie gomak belum memenuhi syarat kesehatan. karena semua penjual belum melaksanakan seluruh prinsip hygiene sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku mie gomak, penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. Hasil uji sampel di laboratorium menunjukkan tidak ada satupun mie gomak yang mengandung Escherichia coli.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tidak ditemukan Escherishia coli dalam mie gomak tersebut dan higiene sanitasi pengelolaan mie gomak tidak memenuhi syarat. Disarankan kepada para penjual mie gomak dalam melaksanakan proses pengelolaan mie gomak supaya lebih memperhatikan lagi sanitasinya Perlu diadakan pengawasan, penyuluhan dan pelatihan pengolahan makanan dan minuman oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya penerapan hygiene sanitasi pengelolaan mie gomak.
Kata kunci: higiene sanitasi, Escherichia coli, mie gomak
3
ABSTRACT
Mie gomak is a kind of street food based from noodle, foods the typical town of Sidikalang. Mie gomak is one of the many food sold and many people were an interest in subdistric of Sidikalang specially selling in the traditional market of Sidikalang. Processing location near the trash can and the edge of the highway. The maintenance hygiene of producer and good processing is very important to prevent Escherichia coli on mie gomak.
The objective of the research is to find out of hygiene sanitation and knowing the content inspection of Escherichia coli in the mie gomak that are sold in traditional market Sidikalang.
The method of research used is descriptive method to see the picture of hygiene and sanitation processing appropriate KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 and Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 and laboratory test to find out content of Escherichia coli in mie gomak sold in traditional market Sidikalang.Sample or research used 10 sellers og mie gomak.
The results showed that processing of mie gomak do not fulfill the health qualification because all sellers have yet to implement the principles of hygiene sanitation selecting and storing the raw material, processing, storing, transporting and presenting the beverage. The sample in the laboratory test results showed there is neither sample of mie gomak contains Escherichia coli.
The conclusions of the results of this study is no found Escherichia coli on mie gomak. Suggested to the sellers in carrying out the processing of mie gomak so much attention anymore sanitation. Need the action of supervising, elucidating and training in processing of food and beverage need to be held by related instance (Health Department) regarding the importance of hygiene and sanitation application in processing the mie gomak.
Key words: hygiene sanitation, Escherichia coli, mie gomak
13
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah dengan mengkonsumsi
makanan/minuman yang memiliki gizi seimbang dan bebas dari cemaran mikroba.
Keamanan produk terutama pada makanan dan minuman merupakan suatu tuntutan yang
telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya
mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun
yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit (Pratiwi, 2008).
Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari peralatan, penjamah
makanan, sampah, mikroorganisme, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti udara
dan air. Dari seluruh sumber kontaminan tersebut penjamah makanan adalah paling besar
pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pengolahan makanan mempunyai
pengaruh besar pada mutu produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh (Purnawijayanti, 2005).
Pada tahun 1993, WHO melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di
negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar. Pencemaran ini
sebagian besar dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika
Serikat, 20% kasus terjadi di rumah makan dan 3% ditemukan di industri pangan.
Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru berasal dari rumah (46%),
restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%), fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing
6%) dan sekolah (5%) (Arisman, 2008).
14
Centers for Desease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga pengawasan
penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor yang dapat
menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah pendinginan yang tidak
adekuat (63%), makanan terlampau cepat disajikan (29%), kondisi tempat mempertahankan
panas yang tidak baik (27%), higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan atau telah
terinfeksi (26%), pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%), alat pembersih yang tidak
baik (9%), mengonsumsi makanan yang sudah basi (7%), kontaminasi silang (6%),
memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat (5%), wajan berlapis bahan
kimia berbahaya (4%), bahan mentah tercemar (2%), penggunaan zat adiktif secara
berlebihan (2%), tidak sengaja menggunakan zat adiktif kimia (1%) dan dari sumber bahan
makanan yang memang tidak aman (1%), (Arisman, 2008).
Salah satu wabah terbesar Escherichia coli , terjadi di Wishaw di Skotlandia pada
tahun 1996 yang disebabkan oleh daging yang terkontaminasi. Sekitar 200 orang jatuh
sakit, dua puluh di antaranya meninggal dunia. Wabah Escherichia coli utamanya terjadi di
Jerman meski telah menjangkiti warga di 10 negara Eropa. Di Jerman tercatat 1.064 kasus
diarea berdarah dan 470 kasus yang berpotensi menimbulkan komplikasi di darah dan
ginjal(WHO, 2011)
Statistik mengenai penyakit bawaan makanan di negara-negara industri maju
menunjukkan 60% dari kasus keracunan makanan disebabkan oleh penanganan makanan
yang tidak baik dan kontaminasi pada hidangan makanan di tempat penjamahan makanan.
Di negara berkembang data tidak cukup sahih, tetapi cukup alasan untuk percaya bahwa
15
keadaannya sama atau bahkan lebih parah(Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Kasus keracunan makanan selama tahun 2003−2005 yang diberitakan oleh berbagai
media massa, dapat memberikan gambaran tentang kondisi keamanan pangan di Indonesia.
Dari 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, 83,30% disebabkan oleh
bakteri patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan
72,20% dari 53 kasus. Diketahui pada tahun 2008 Badan POM telah mencatat 197 kasus
keracunan pangan di seluruh Indonesia dengan 9022 penderita, yang meliputi 8943 orang
sakit /dirawat dan 79 yang meninggal dunia. Ditinjau dari kejadian KLB keracunan pangan
disimpulkan bahwa 85 (43,15%) kasus belum diketahui penyebabnya, 54 (27,41%) kasus
karena mikrobiologi, 37 (18,78%) kasus karena bahan kimia dan 21 (10,66%) kasus tidak
ada sampel.
Kontaminasi Escherichia coli pada industri makanan 21,3% di kota Jakarta, yaitu
kontaminasi Escherichia coli pada pedagang kakilima 22,4%, rumah makan 26,3%, dan
jasaboga 11,8%, 2. Dari informasi tersebut ternyata kontaminasi makanan yang disajikan
kepada para konsumen masih cukup tinggi dan berbeda menurut jenis Tempat Pengolahan
Makanan (TPM). Masyarakat yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi dapat
mendatangkan risiko penyakit bawaan makanan yaitu penyakit gangguan pencernaan dan
kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dengan gejala mual/muntah, pusing, dan
diare. Dilaporkan KLB diare tahun 1995 sebanyak 116.075 kasus dan keracunan makanan
1997 sebanyak 31.919 kasus(Djaja, 2008).
16
Penjamah makanan yang menangani bahan makanan sering menyebabkan
kontaminasi mikrobiologis. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh
manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, terdapat pada
kulit, hidung, dan mulut atau dalam saluran pencernaan, rambut, kuku, dan tangan.
Untuk menghindari tercemarnya makanan dilakukan pengelolaan makanan yang
higiene dan sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku makanan sampai penyajian makanan.
Untuk itu diusahakan agar bakteri tidak mencemari dan berkembang biak pada makanan
dengan jalan meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan, alat-alat, bahan ataupun
sanitasi dalam proses pengolahan untuk mengahasilkan produk makanan yan
baik.(Nurwantoro, 1997).
Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan
makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan
berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalama 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang
menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, serta dalam 12 jam menjadi 1.000.000.000 (satu milyar)
sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit besar sekali. Makanan yang masih dijamin
aman untuk dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi
makanan sudah tercemar berat(Supardi, 2003).
Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam makanan menjadi indikasi terjadiny
kontaminasi tinja manusia. Adanya Escherichia coli menunjukkan suatu tanda adanya
sanitasi yang buruk terhadap makanan, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, diare dan berbagai penyakit saluran cerna
lainnya(Chandra, 2007).
17
Berdasarkan hasil pemeriksaan Escherichia coli pada produk es krim di Kecamatan
Medan Petisah terdapat 3 sampel dari 8 sampel mengandung bakteri Escherichia coli yang
berkisar antar 2-12 koli tinja per 100 ml sampel. Kontaminasi bakteri terjadi karena pada
saat pengolahan es krim pedagang tidak melakukan pemasakan bahan secara mendidih
melainkan hanya mencampur bahan dengan air hangat saja. Air yang digunakan untuk
mencampur bahan dimasakna pun tidak sampai mendidih lalu didinginkan dan kemudian
dicampurkan dengan bahan-bahan es krim(Ika Purnamasari, 2009).
Pada tahun 2009, diperiksa Escherichia coli pada susu keledai di kota Medan. Dari
10 sampel yang diperiksa, terdapat 6 sampel yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 0
bakteri Escherichia coli per 100 ml sampel dan 4 sampel mengandung bakteri. Tidak
memenuhi syarat kesehatan karena tidak memenuhi prinsip higiene sanitasi terutama pada
pengolahan minuman, dimana produk susu keledai dimasak tidak sampai mendidih dan
pada tahap penyajian tidak menggunakan wadah yang bersih serta peralatan dan tempat
pengolahan minuman tidak higiene(Efvi Sirait,2009).
Cemaran mikroba Escherichia coli tersebut dapat terjadi pada semua produk
makanan jajanan seperti mie gomak. Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan
dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang
banyak dijual dan banyak diminati masayarakat di kecamatan Sidikalang khususnya
masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi penjamahan berada di dekat tempat
sampah dan pinggir jalan raya.
Oleh karena itu penjual mie gomak seharusnya memelihara higiene perorangannya
sesuai dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene
18
Sanitasi Makanan Jajanan dan dalam pemilihan bahan sampai penyajian mie gomak
seharusnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. dan Surat
Keputusan Dirjen POM Nomor 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran
mikroba dalam makanan.
Berdasarkan hal diatas maka penulis ingin mengetahui higiene sanitasi dan
pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
1.2. Perumusan Masalah
Mie gomak banyak dikonsumsi dan mempunyai resiko terkontaminasi bakteri, maka
perlu dilakukan penelitian tentang higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia
coli yang dijual di pasar Sidikalang tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli
dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, lama
berjualan) penjual mie gomak
2. Untuk mengetahui higiene perorangan penjual mie gomak
3. Untuk mengetahui pemilihan bahan baku mie gomak
4. Untuk mengetahui penyimpanan bahan baku mie gomak
5. Untuk mengetahui pengolahan mie gomak
19
6. Untuk mengetahui pengangkutan makanan masak mie gomak
7. Untuk mengetahui penyimpanan makanan masak mie gomak
8. Untuk mengetahui penyajian makanan masak mie gomak
9. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang
dijual
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi mie gomak.
2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Sidikalang khususnya bagian
Kesehatan Lingkungan dalam hal program pengawasan dan pembinaan kepada
pedagang makanan jajanan.
3. Sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Higiene Sanitasi Makanan Jajanan
Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial
dalam kehidupan manusia karena merupakan satu-satunya sumber energi manusia Sehingga
apapun yang disajikan sebagai makanan dan minuman harus memenuhi syarat utama, yaitu
cita rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau
mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh (Moehyi, 2002).
Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran
fisik (pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples), kimia (Timah Hitam,
Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida) dan bakteri Eschericia coli. Cemaran
tersebut dilihat dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata atau melalui
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif menunjukkan angka kuman
Escherichia coli nol (Arisman, 2008).
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjamahan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan
makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan,
penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman(DepKes, 2003).
Telah diketahui bahwa makanan jajajnan sudah menjadi alternatif dalam
pemenuhan pokok gizi masayarakat dibidang pangan. Di samping itu makanan jajanan juga
21
memiliki potensi dan peranan yang tidak kalah penting yaitu dalam hal penyerapan tenaga
kerja, kontribusi terhadap perekonomian daerah, perbaikan gizi serta pengaman pangan
(Syarif, 1994).
2.1.1. Higiene Penjamah Makanan Jajanan
Higiene menurut Depkes RI tahun 2001 adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan
untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara
keseluruhan.
Dalam Permenkes No.329 tahun 1976 Higiene adalah kesehatan masyarakat yang
khusus meliputi segala usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan badan dan jiwa, baik untuk umum maupun untuk perorangan dengan tujuan
memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan dan
daya guna peri kehidupan manusia.
Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian makanan(Direktorat Penyehatan
Lingkungan, 2006).
Berdasarkan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan
dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi
persyaratan antara lain :
22
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit
perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian
lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa
menutup mulut atau hidung.
2.1.2. Sanitasi Makanan Jajanan
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala
bahaya yang dapat menganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama
dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan
dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan,
mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjamahan makanan yang akan merugikan
pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan(Adams, 2004).
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang
23
tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik,
temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan
makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan
konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat
kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat
penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan,
dan lain-lain. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi
makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dibagi 2 yaitu
keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Mulia, 2005).
Persyaratan Higiene Sanitasi makanan jajanan (KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003)
1. Peralatan
a. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus
sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
b. Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud adalah peralatan yang sudah dipakai
dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap
yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang
bebas pencemaran.
c. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
24
2. Air, bahan makanan, bahan tambahan dan penyajian
a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang memenuhi
standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air
minum.
b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai
mendidih.
c. Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik
mutunya, segar dan tidak busuk.
d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus
bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat
atau tidak rusak
e. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan
jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.
f. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah
terpisah.
g. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.
h. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan
bersih dan tidak mencemari makanan dan dilarang ditiup.
3. Sarana Penjaja
Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran dan harus
memenuhi persyaratan yaitu antara lain mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air
25
bersih, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan makanan jadi/siap
disajikan dan tempat penyimpanan peralatan, tempat sampah dan tempat cuci (alat,
tangan, bahan makanan)
4. Sentra pedagang
a. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus cukup jauh dari sumber
pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti
pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan
yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
b. Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi
air bersih, tempat penampungan sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan
peturasan, dan fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
Proses higiene dan sanitasi dilakukan pada mesin dan peralatan produksi sampai
gedung dan fasilitas pabrik. Prosedur untuk melaksanakannya harus sesuai dengan jenis dan
tipe mesin serta peralatan pengolahan yang digunakan. Ada 5 (lima) tahapan standar yang
biasanya digunakan untuk sanitasi. Kepentingan dari tahapan sanitasi ini sangat bergantung
pada apa yang akan kita sanitasi sehinggga tidak jarang beberapa tahapan sanitasi sangat
bergantung pada saat yang bersamaan(Mortimore, 2005).
Kelima tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut
1. Pre Rinse
Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan sebagai persiapan
untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan tanah dan sisa
makanan dengan cara mengerik, membilas dengan air, meyedot kotoran dan sebagainya.
26
Pre rinse bukanlah hal yang mutlak untuk dilakukan, kita dapat menghilangkan proses
ini apabila bagian yang akan dibersihkan tidak terlalu kotor, misalnya peralatan yang
terbuat dari perselen tidak memerlukan tahapan ini.
2. Pembersihan
Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sisa makanan dengan cara mekanis
atau mencuci dengan lebih eektif. Pada tahapan ini biasanya pembersihan dilakukan
dengan menggunakan air dan detergen, bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak
dapat dibersihkan dengan menggunakan air hangat dan sabun,
3. Pembilasan
Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang mungkin masih
tinggal setelah proses pembersihan, seperti tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang
paling efektif adalah dengan menggunakan air mengalir.
4. Desinfektan
Pembersihan akhir dilakukan dengan menggunakan desinfektan sangat disarankan untuk
menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses pembersihan.
Pembersihan dengan menggunakan desinfektan biasanya dipadukan dengan pemanasan
atau dengan menggunakan bahan kimia seperti pemutih, namun beberapa desinfektan
dapat juga mengontaminasi makanan sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan
kedua.
5. Drying atau Pengeringan
27
Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat menjadi tempat
pertumbuhan mikroba. Pengeringan biasanya menggunakan untuk evaporator atau
dengan menggunakan lap yang bersih.
2.2. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan
Pengertian prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap 4 (empat)
faktor higiene sanitasi makanan, yaitu faktor tempat/bangunan, peralatan, orang dan faktor
bahan makanan(Lukman, 2009).
2.2.1. Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum
dihidangkan, contoh daging , beras ubi, kentang, sayuran dan sebagainya.
1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar
dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari
tempat resmi yang diawasi.
2) jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak
bernoda dan tidak berjamur.
3) makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti
ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak
berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.
2. Makanan Terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi
digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, contoh tahu, tempe, kecap,
ikan kaleng, kornet dan sebagainya.
28
3. Makanan siap santap yaitu makanan yang langsung dimakan tanpa pengolahan seperti
nasi remes, soto mie, bakso, ayam goreng dan sebagainya.
1) Makanan dikemas harus mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai
nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa dan
kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau
berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya
Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber bahan
makan yang baik seringkali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan
yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan makanan(DepKes, 2006).
Sumber bahan makan yang baik adalah :
a. Rumah Potong Hewan (RPH) yang diawasi pemerintah dan sebagai tempat pemotongan
hewan yang resmi.
b. Tempat Potong lainnya yang diketahui dan diawasi oleh oleh petugas inspektur
kehewanan/peternakan.
c. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang diawasi oleh oleh instansi perikanan.
d. Pusat penjamahan bahan makanan dengan sistem pengaturan suhu yang dikendalikan
dengan baik.
e. Tempat-tempat penjamahan bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah daerah
dengan baik.
f. Industri pengawetan atau distributor bahan makanan yang telah berizin
29
g. Perusahaan yangmengkhususkan diri di bidang penjamahan bahan makanan mentah dan
dikelola sesuai dengan persyaratan kesehatan serta telah diawasi oleh pemerintah.
h. Lokasi tempat produksi sayuran, buah atau ternak seperti daerah pertanian, peternakan
atau perkebunan atau kolam ikan
2.2.2. Penyimpanan Bahan Makanan
Syarat untuk penyimpanan bahan makanan adalah :
1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi
baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.
2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired
first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang
mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.
3. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya
bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan
makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
4. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut
Tabel 2.1. Suhu penyimpanan bahan makanan
No Jenis Bahan Makanan Digunakan dalam waktu
3 hari atau kurang
1 minggu atau kurang
1 minggu atau lebih
1) Daging, ikan, udang dan olahannya
- 5o s/d 0oC -10o s/d –5oC > -10oC
2) Telor, susu dan Olahannya 5o s/d 7o C - 5o s/d 0oC > - 5oC
3) Sayur, buah dan Minuman 10oC 10oC 10oC
4) Tepung dan biji 25oC atau 25oC atau 25oC atau
30
suhu ruang suhu ruang suhu ruang Sumber: Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga
5. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm
6. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%
7. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik makanan dalam kemasan tertutup
disimpan pada suhu + 10oC.
8. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
2.2.3. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan jadi/masak atau siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Dalam istilah asing disebut Good
Manufacturing Practice (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB),
(Arisman, 2008).
Persyaratan selama pengolahan makanan adalah sebagai berikut :
1. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene
sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah
masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.
31
2. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan
untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran
makanan.
3. Peralatan
1) Peralatan yang kontak dengan makanan
a. Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara pangan (food
grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
b. Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam
yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan
logam berat beracun.
c. Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun.
d. Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus
bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan
tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).
2) Wadah penyimpanan makanan
a. Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan
dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah pengembunan
(kondensasi).
b. Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan
kering.
3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak
langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
32
4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli dan kuman lainnya.
5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah
dibersihkan.
4. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan
digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas.
5. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai
waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar kuman patogen
mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.
6. Prioritas dalam memasak
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prioritas memasak
1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-gorengan yang kering
2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir
3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada kulkas/lemari es
4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan
panas
5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan
menyebabkan kontaminasi ulang
6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat
seperti penjepit atau sendok
7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci
7. Higiene penanganan makanan
33
1) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene
sanitasi makanan.
2) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan
terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di
bawahnya.
2.2.4. Penyimpanan Makanan Masak
a. Wadah
1) Setiap makanan masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah
2) Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan
3) Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air
4) Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya
b. Suhu
Tabel 2.2. Suhu Penyimpanan Makanan Masak
No Jenis Makanan
Suhu Penyimpanan Disajikan
dalam waktu lama
Akan segera disajikan
Belum segera disajikan
1) Makanan kering 25o s/d 30oC
2) Makanan basah(berkuah) > 60oC - 100C
3) Makanan cepat basi (santan, telur, susu) > 65,5 oC -5o s/d -10C
4) Makanan disajikan dingin 5o s/d 100C < 100C
Sumber : Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga
c. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir,
berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.
34
d. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman Escherichia coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman Escherichia coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
e. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas
yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
f. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first
out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa
kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
g. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan
mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat
mengeluarkan uap air.
h. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.
2.2.5. Pengangkutan Makanan
Pengangkutan makanan yang sehatakan sangat berperan dalam mencegah
terjadinya pencemaran makanan. Dalam proses pengangkutan makanan banyak pihak yang
terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan
pengangkut(Purnamasari, 2009).
1. Pengangkutan Bahan Makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik,
mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya
mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran, dengan cara :
35
a. Mengangkut bahan makanan tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun
(B3)
b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.
c. Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain
seperti untuk mengangkut orang, hewan atau barang-barang.
d. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida
walaupun telah dicucimasih akan terjadi pencemaran.
e. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
f. Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut
dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti
daging, susu cair dan sebagainya
2. Pengangkutan Makanan Siap Santap
Makanan siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu perlakuan yang
lebih hati-hati. Oleh karena itu dalam prinsip pengangkutan makanan siap santap perlu
diperhatikan sebagai berikut :
a. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
b. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu
higienis.
c. Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup
d. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah
makanan yang akan ditempatkan.
36
e. Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair
(kondensasi). Uap makanan yang mencair merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat menjadi basi.
f. Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan
tetap panas pada suhu 600C atau tetap dingin pada suhu 40C.
2.2.6. Penyajian Makanan
Dalam penyajian makanan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu
a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji
biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan
1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan),
meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal
telur), menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan
dinyatakan laik santap.
2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila
dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan
tersebut dinyatakan aman.
3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik
kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan
yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya
dibandingkan dengan standar yang telah baku.
b. Tempat penyajian
37
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke
tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena
akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan diluar dugaan sangat
mempengaruhi keterlambatan penyajian.
c. Cara penyajian
Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari pesanan
konsumen yaitu :
1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama,
umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan jumlah
terbatas 10 sampai 20 orang.
2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan yang
dihidangkan dan makanan dapat dipilih sendiri untuk dibawa ke tempat masing-
masing.
3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan dan
setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan kesukaannya.
4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang sudah
berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang biasanya
untuk acara makan siang.
5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu campuran menu
(mix) yang dibungkus dan siap santap.
38
6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak makanan
(food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri makanan yang
dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut dimakan.
7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau meja
rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.
d. Prinsip penyajian
1) Setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar tidak
terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai
dengan tingkat kerawanan makanan.
2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah)
baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan
cepat rusak dan basi.
3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus
atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur
aduk.
4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam
keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan
dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada
suhu > 600C.
5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat
atau rusak.
39
6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak
langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat dimakan,
bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.
8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat sesuai
dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat
volume (sesuai jumlah).
2.3. Mie
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Sekitar empat
puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie (Hoseney, 1998). Produk mie umumnya
digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Mie
dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu mie basah dan mie
instan. Mie basah mentah merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan,
tanpa perlakuan pengolahan lanjutan. Mie basah mentah memiliki kadar air 35% dan
biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga agar mie tidak saling lengket. Mie matang
dihasilkan dari mie mentah yang dikukus atau direbus. Kadar air mie matang sekitar 52%,
dan biasanya setelah pengukusan dicampur dengan minyak sayur untuk mencegah
lengket(Elvira, 2008).
2.3.1. Mie Gomak
40
Salah satu contoh mie yang tergolong mie matang adalah mie lidi, yang
digunakan sebagai bahan dasar untuk mie gomak. Mie gomak banyak ditemukan di daerah
Sumatera Utara, khususnya di daerah Sidikalang. Mie gomak banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Sidikalang karena banyak dijual, praktis dan murah. Terkhusus bagi pedagang
yang ada disekitar pasar Sidikalang, kebanyakan dari pedagang tersebut tidak perlu
membawa bekal untuk makan siang, mereka cukup membeli dari penjual mie gomak yang
ada di pasar tersebut. Selain harga yang murah, banyaknya penjual mie gomak juga
membuat mie gomak mudah didapatkan. Banyaknya penjual juga dipengaruhi cara
mengolah mie gomak yang cukup mudah.
Langkah-langkah membuat mie gomak(C. Siregar, 2011)
Bahan :
1. 250 gram mie lidi
2. 500 gram dada ayam, di potong-potong
3. 250 gram labu siam, iris
4. 10 buah cabe rawit merah
5. 5 buah cabe merah
6. 5 siung bawang merah
7. 5 siung bawang putih
8. 3 batang daun bawang, iris halus
9. 6 lembar daun jeruk purut
10. 5 batang serai, memarkan
11. 3 buah tomat, belah enam memanjang
41
12. 1/2 butir kelapa setengah tua parut memanjang, buat serundeng. Giling halus
13. 1250 mil air
14. 4 sendok makan minyak goreng
Cara Membuat :
1. Cuci bersih dada ayam, lalu rebus dengan 1250 ml air.
2. Giling halus cabe merah besar, bawang putih dan bawang merah.
3. Rendam mie lidi dalam air matang hangat, hingga lunak.
4. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, masukkan serai, daun jeruk, masak
hingga harum.
5. Masukkan tumisan bumbu ke dalam rebusan, didihkan kembali.
6. Masukkan labu siam dan tomat. Masak hingga mendidih.
7. Sebelum diangkat masukkan cabe rawit utuh.
8. Siap sajikan mie gomak tersebut, ambil mie lidi dari rendaman, masukkan ke dalam
mangkok. Tuang kuah kaldu, taburi daun bawang, serundeng halus, dan air jeruk nipis.
2.4. Escherichia coli
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau
hewan tersebut dan racun yang ada dalam pangan tersebut akibat pengotoran dan
kontaminasi. Sedangkan penyakit bawaaan makanan adalah penyakit umum yang dapat
diderita seseorang akibat memakan sesuatu yang sudah terkontaminasi mikroba patogen,
kecuali keracunan(Chandra, 2007).
42
Secara umum istilah keracunan makanan yang sering digunakan untuk menyebut
gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme mencakup (Albiner, 2002)
1. Intoksikasi pangan adalah gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang
dihasilkan organisme-organisme tertentu atau gangguan-gangguan akibat terinfeksi
organisme penghasil toksin
2. Infeksi pangan adalah masuknya bakteri kedalam tubuh manusia melalui makanan
yang terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil
metabolismenya. Salah satu jenis organisme pangan tersebut adalah Escherichia
coli.
Pencemaran makanan yang terutama adalah bakteri, disamping pencemar lainnya yaitu
virus, parasit cacing, zat kimia dan bahan pencemar alami. Salah satu sumber pencemar
terbesar adalah Enterobacteriaceae, suatu famili kuman yang terdiri dari sejumlah besar
spesies bakteri yang sangat erat hubungannya satu dengan yang lain. Hidup di usus besar
manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada dekomposisi material.
Karena hidupnya yang pada keadaan normal di dalam usus besar manusia, kuman ini sering
disebut kuman enterik atau basil enterik. Sebagian besar kuman enterik tidak menimbulkan
penyakit pada host bila kuman tetap berada pada usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan
dimana terjadi perubahan pada host atau bila da kesempatan kuman enterik ini mampu
menimbulkan penyakit pada tiap jaringan di tubuh manusia. Sebanyak 80% dari kuman
batang negatif gram yang diisolasi di laboratorium Mikroboilogi Klinik adalah kuman
Enterobacteriaceae dan 50% dari jumlah tersebut adalah isolat yang berasal dari bahan
klinik. Organisme-organisme di dalam famili pada kenyataaannya mempunyai peranan
43
penting di dalam infeksi nosokomial, misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih,
infeksi pada luka, infeksi saluran nafas, peradangan selaputotak, dan septikemi(Hawley,
2003).
Spesies Enterobacteriaceae yang digunakan sebagai indikator polusi atau dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses atau kotoran manusia atau hewan adalah
Escherichia coli.
Pertama dijumpai pada tahun 1885, bakteri ini kemudian dikenali bersifat komensal
maupun berpotensi patogen. Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa
genetik. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang
diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya sangat
cepat dan mudah penanganannya(Jewetz, 2001).
2.4.1. Sifat Escherichia coli
Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh sekitar 7-100C sampai 500C,
dengan suhu optimum 370C; pada rentang pH 4,4 - 8,5 (Adam dan Moterjemi, 2003).
Bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang kering dan kena pembasmi
hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit. Escherichia coli dapat berkembang
biak pada makanan dengan nilai aktivitas air minimum 0,95. Berdasarkan kebutuhan
terhadap oksigen, Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif yang bersifat anaerob
fakultatif sehingga Escherichia coli yang muncul di daerah infeksi seperti abses abdomen
dengan cepat mengkonsumsi seluruh persediaan oksigen dan mengubah metabolisme
44
anaerob, menghasilkan lingkungan yang anaerob dan menyebabkan bakteri anaerob yang
muncul dapat tumbuh dan menimbulkan penyakit (WHO, 2005).
Klasifikasi ilmiah
1. Superdomain Phylogenetica
2. Filum Proteobacteria
3. Kelas Gamma Proteobacteria
4. Ordo Enterobacteriales
5. Famili Enterobacteriaceae
6. Genus Escherichia
7. Spesies Escherichia coli
Secara umum gejala klinis penyakit yang diakibatkan oleh Escherichia coli adalah
dengan masa inkubasi berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-48 jam
setelah menyantap makanan yang tercemar berupa nyeri dan diare, terkadang disertai oleh
demam serta muntah. Beberapa faktor berperan dalam pencegahan infeksi Escherichia coli
seperti keasaman lambung, keutuhan flora, dan motilitas usus. Bayi yang diberikan ASI
kemungkinan untuk mengalami diare akibat bakteri tersebut kecil sekali karena di dalam
ASi terkandung faktor pelindung(Pratiwi, 2008).
Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.
Mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim di
lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat
menyebabkan penyakit kemudian akan dikeluarkan melalui feses dan dapat ditransmisikan
ke inang lainnya melalui air, makanan atau jari-jari tangan yang telah terkontaminasi.
45
Ketika host dalam keadaan normal Escherichia coli dapat mencapai aliran darah dan
menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir rentan sekali terhadap sepsis E.coli karena
kekurangan antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi setelah infeksi sistem saluran kencing.
2.4.2. Klasifikasi Escherichia coli
Sejauh ini, ada 5 kelas Escherichia coli yang bersifat enterovirulen (karakteristik dan
virulensi). Kelima kelas tersebut adalah Escherichia coli Enterotoksigenik, Escherichia coli
Enteroinvasif, Escherichia coli Enteropatogenik, Escherichia coli Enterohemoragik. Dan
Escherichia coli Enteroagregative.
1. Enterophatogenic Escherichia coli (EPEC)
EPEC adalah penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang.
Escherichia coli dengan karakteristik seperti ini merupakan Escherichia coli yang
pertama dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di tempat
perawatan anak. Bakteri golongan ini melekat pada sel mukosa usus halus dan
menyebabkan infeksi dengan gejala diare cair yang biasanya sulit untuk diatasi namun
tidak kronis. Penempelan berhubungan dengan hilangnya mikrovili dan disebabkan oleh
pengaturan ulang dari sel penjamu. Jika keadaan seperti ini menjadi parah pada anak-
anak, akan terjadi dehidrasi yang mengarah pada gagal pertumbuhan (seandainya situasi
berubah kronik) (Jawetz et al, 2005).
2. Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)
ETEC biasanya menjangkiti musafir dan bakteri ini juga merupakan penyebab
penting diare pada bayi di negara-negara berkembang, ETEC ditularkan melalui
46
pemakaian feses manusia sebagai pupuk tanaman dan umumnya pada sanitasi yang
buruk.
Beberapa strain ETEC memproduksi sebuah eksotoksin yang sifatnya labil terhadap
panas. Memperhatikan pemilihan dan pengkonsumsian makanan yang potensial
terkontaminasi ETEC sangat dianjurkan untuk membantu mencegah diare pada musafir
(Jawetz et al, 2005). ETEC menghasilkan dua toksin yang bersifat stabil dan agak labil
terhadap panas, yaitu penyakit yang mirip dengan kolera dan diare petualang. ETEC
merupakan penyebab utama traveller’s diarrhea dan infantile diarrhea di negara
berkembang (miskin). Diare pada kasus ini berupa watery diarrhea, dengan gradasi
keparahan berkisar dari ringan sampai parah. Patogenesis diare jenis ini berkaitan
dengan enterotoksin yang dihasilkannnya. Toksin itu sendiri terbagi menjadi heat labil
toxins (struktur dan fungsinya mirip dengan toksin yang disekresikan oleh Vibrio
Cholera) dan heat stabile toxins. ETEC bekerja pada eritrosit untuk menstimulasi
sekresi cairan, meyebabkan terjadinya diare. ETEC Heat Labil Toxins memiliki 70%
homologi dengan toksin kolera, labil terhadap panas, dan meningkatkan adenosin
monofosfat sikliklokal pada sel anterik sedangkan ETEC Heat Stabil Toxins bersifat
stabil terhadap panas dan menstimulasi guanil monofosfat siklik(Staff Kedokteran,
1993).
Periode inkubasi ETEC berkisar 1-2 hari, kemudian berlanjut dengan timbulnya
diare berair tanpa disertai darah, lendir, atau leukosit. Muntah dapat timbul, tetapi
sebagian besar penderita tidak disertai demam. Penyakit ini bersifat self-limited,
47
biasanya gejala ini akan lenyap sendiri dalam kurun waktu kurang dari 5 hari(Arisman,
2008).
3. Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
EHEC merupakan bakteri biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika dan dapat
menghasilkan verotoksin. Strain EHEC yang paling banyak dijumpai adalah O157:H7
yang menghasilkan racun yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding
usus sehingga menimbulkan perdarahan. Toksin Escherichia coli 0157 juga memecah
sel darah merah, menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10%
kasus, keracunan Escherichia coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan
organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan
lansia(Gillespie, 2007).
Escherichia coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut
dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang biak di
sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama memengaruhi usus
besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. Escherichia coli 0157 jarang
menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare hebat
sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis keracunan
makanan lainnya, Escherichia coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu
seminggu atau lebih sebelum diare mereda(Stephen 2007).
Bakteri ini banyak dihubungkan dengan haemorrhagic colitis, sebuah bentuk diare
yang parah dan dihubungkan dengan uremic hemolytic syndrome, sebuah penyakit
akibat gagal ginjal akut, microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocytopenia.
48
EHEC mampu mengeluarkan Shigaliks toxins, yang menyebabkan dua macam sindrom,
yaitu hemorrhagic colitis dan HUS. Toksin ini pula yang bertanggung jawab terhadap
gejala sisa sistemik (systemic sequela) akibat penyakit ini(Jawetz et al, 2005).
Gejala yang ditimbulkan oleh EHEC berkisar dari diare berair ringan hingga kolitis
hemoragik yang parah. Setelah masa inkubasi 1-5 hari dilalui, diare berair terjadi dengan
kerap diikuti oleh kram perut serta muntah. Pada kebanyakan pasien, diare berdarah
biasanya muncul 1-2 hari setelah gejala pertama muncul, tetapi tidak terkait dengan
keberadaan leukosit dalam tinja. Demam sering kali menjangkiti sepertiga kasus,
sementara penyakit ini berlangsung selama 4-10 hari(Hewley, 2003).
EHEC tak mungkin diisolasi dari tubuh penderita ketika HUS telah terjadi.
Hemolytic-uremic syndrome terdiri atas trias mikroangiopati akibat anemia hemolitik,
trombositopenia, dan insufisiensi ginjal. Sindrom ini biasanya terjadi pada minggu
kedua (kisaran 2-14 hari) perjalanan penyakit, bahkan tidak jarang baru timbul setelah
diare sembuh. Ketika HUS terjadi, penderita tampak pucat, sangat lemah, gelisah, serta
oliguri atau anuri pada pemeriksaan. Gagal ginjal kronis(GGK) akan terjadi pada
sebanyak 10 % penderita HUS. Hemolytic-uremic syndrome adalah penyebab kematian
pada 3-5 % penderita GGK(Jewetz, 2001).
4. Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC)
EIEC merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit mirip dengan shigellosis.
Bakteri ini menyerang sel epitel mukosa usus dan biasanya menjangkiti anak di negara
berkembang dan musafir. EIEC menginvasi dan berpoliferasi di dalam sel epitel mukosa
sehingga tidak jarang menimbulkan colonic epitthelial cell death(Jawetz et al, 2005).
49
5. Enteroagregative Escherichia coli (EAEC)
EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu 14 hari) pada
orang di negara berkembang. Organisme ini juga menyebabkan penyakit karena
makanan di negara industri. Mereka digolongkan berdasarkan bentuk dan perlekatan
pada sel manusia. Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik,
meskipun dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mucosa intestinal dan menghasilkan
enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya dalah kerusakan mukosa, pengeluaran sejumlah
besar mukosa dan terjadinya diare(Pratiwi, 2008).
Identifikasi Laboratorium
Seluruh tinja penderita diare hendaknya dikultur(cukup diare, tanpa darah, jika
terjadi KLB), untuk menemukan kemungkinan keberadaan bakteri patogen Escherichia coli
serotipe 0157:H7. Tanpa kultur Escherichia coli patogen dapat ditemukan dengan
menggunakan Rapid enzyme immunoassays, tetapi pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat
dengan polymerase chain reaction (PCR), yang dapat mengidentifikasi jasad renik
langsung dari spesimen(Kathleen, 2007).
Infeksi Saluran Kencing (ISK) yang pertama kali terjadi dianggap sebagai
Escherichia coli dan diterapi secara empiris dengan triemtoprim-sulfemetoktazol
identifikasi laboratorium. Metode-metode diagnostik meliputi tes dipstick dan biakan
kuantitatif. Tes dipstick memperlihatkan leukosit esterase positif (tanda adanya pus di
urine, tidak selalu berkaitan dengan bakteriuria), nitrit positif dan adanya bakteri gram
negatif pada urine yang tidak dipusing. Biakan kuantitatif dengan menghitung > 1000/ml
urine sekarang dianggap positif pada individu yang simtofatik(Jewetz, 2001).
50
Bila dilihat dibawah mikroskop maka kumpulan Escherichia coli berwarna merah,
sedangkan secara makroskopik terlihat kilau metalik disekitar media Escherichia coli peka
terhadap panas, segera hancur dengan pasteurisasi dan pemanasan. Sedangkan pada proses
pembekuan tidak akan membinasakan bakteri, sehingga bakteri dapat hidup pada suhu yang
rendahuntuk jangka waktu yang relatif panjang(Depkes RI, 1991).
Penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh Escherichia coli adalah :
1. Infeksi saluran kemih
Escherichia coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) dan diperkirakan
sekitar 90% ISK pada wanita muda disebabkan oleh Escherichia coli. Wanita lebih
sering terkena ISK karena perbedaan struktur anatomisnya, kematangan seksual,
perubahan traktus urogenitalitasselama kehamilan dan melahirkan, serta karena adanya
tumor(Staff Pengajar FK UI, 1993).
2. Sepsis
Bila pertahanan hospes tidak adekuat, Escherichia coli bisa masuk peredaran darah dan
meyebabkan sepsis. Bayi-bayi yang baru lahirn sangat peka terhadap sepsisi
disebabkan Escherichia coli, karena mereka tidak memiliki anbodi IgM. Sepsis bisa
terjadi sebagai efek sekunder dari Infeksi Saluran Kemih(Tim Mikrobiologi FK
Universitas Brawijaya, 2003)
3. Meningitis
Escherichia coli merupakan penyebab utama meningitis pada bayi. Kurang lebih 75%
Escherichia coli dari kasus meningitis memiliki antigen K1, yaitu antigen yang bisa
bereaksi silang dengan polisakarida kapsuler grup B dari Neisseria meningitis.
51
2.5. Kerangka Konsep
KepMenK
es No
942/SK/VII/2003
Higiene perorangan penjual mie gomak
Tid
ak
Me
Pemeriksaa
n Escherichia coli
PerMenKes No. 1096/Per/VI/2011Higiene Sanitasi J B
Kondisi Sanitasi Pengelolaan Mie Gomak 1. Pemilihan bahan
baku 2. Penyimpanan
bahan baku 3. Pengolahan
makanan 4. Pengangkutan
makanan 5. Penyimpanan
makanan masak 6. Penyajian
makanan masak
Tid
ak
Me
52
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah survai yang bersifat deskriptif, dengan melihat gambaran
higiene dan sanitasi pengelolaan dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jumlah
bakteri Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di kecamatan Sidikalang.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel terhadap pedagang dilaksanakan di pasar Sidikalang dan observasi
terhadap pedagang yang menjual mie gomak menyebar di seluruh kecamatan Sidikalang
yaitu
1. Penjual A berlokasi di jl. Lot labana Sidikalang
2. Penjual B berlokasi di jl. Sada Arih Sidikalang
3. Penjual C berlokasi di jl. Parongil Sidikalang
4. Penjual D berlokasi di jl. Nusantara Sidikalang
5. Penjual E berlokasi di jl. Cipta Sidikalang
6. Penjual F berlokasi di jl. Cipta Sidikalang
7. Penjual G berlokasi di jl. Parongil Sidikalang
8. Penjual H berlokasi di jl. Parongil Sidikalang
9. Penjual I berlokasi di jl. Merga Silima Sidikalang
10. Penjual J berlokasi di jl. Trikora Sidikalang
53
.Adapun alasan memilih lokasi penelitian tersebut adalah :
1. Jumlah konsumen dan pedagang yang cukup banyak
2. Kebanyakan lokasi penjamahan mie gomak terletak di dekat tempat sampah, selokan
dan di pinggir jalan raya
3. Belum pernah dilakukan penelitian mie gomak di tempat tersebut
Lokasi pemeriksaan sampel dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan(BLK)
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Waktu penelitian direncanakan pada bulan Juni 2012 termasuk pengambilan data
pendukung lainnya.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah penjual mie gomak yang dipilih oleh peneliti yang
berjumlah 10 orang di kecamatan Sidikalang.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah total sampling dari seluruh populasi yang berjumlah 10
penjual mie gomak..
Objek penelitian adalah mie gomak siap saji yang dijual di pasar Sidikalang dengan
jumlah 10 mewakili seluruh penjual mie gomak di kecamatan Sidikalang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
54
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap mie gomak yang
dijual di kecamatan Sidikalang untuk mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli.
Observasi dan wawancara juga dilakukan terhadap penjamah mie gomak.
3.4.2. Data Sekunder
Data diperoleh dari literatur dan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung
penelitian ini.
3.5. Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Pengambilan Sampel dan Pengiriman ke Laboratorium
1. Mie dimasukkan ke dalam kantong plastik steril menggunakan sendok yang steril (harus
dibungkus steril sebelum dipakai, jika akan digunakan maka harus dipanaskan di atas
lampu spiritus beberapa saat dan ditunggu sampai kembali dingin dan tidak dipegang
dengan tangan).
2. Setelah mie dimasukkan ke dalam plastik, kemudian plastik dilipat bagian atasnya
beberapa kali lipatan kemudian di beri tanda atau kode.
3. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan keberadaan Escherichia
coli. Waktu yang digunakan menuju laboratorium sekitar 4 – 5 jam. Jangka waktu
pengambilan dengan pemeriksaan sampel tidak boleh lebih dari 1x24 jam.
3.5.2. Peralatan dan Bahan
1. Tabung reaksi pyrex; rak tabung reaksi.
2. Tabung Durham.
55
3. Inkubator dengan spesifikasi 0oC-70oC.
4. Timbangan
5. Pipet tetes ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml
6. Lactose Broth
7. Brillian Green Lactose Broth 2% (BGLB)
8. Buffered Pepton Water 0,1 %
9. Cawan petri
10. Botol media
11. Gunting
12. Pinset
13. Jarum inokulasi (ose)
14. Stomacher
15. Pembakar Bunsen
16. pH meter
17. magnetic stirrer
18. pengocok tabung (vortex)
19. penangas air
20. autoklaf
21. lemari steril (clean bench)
22. lemari pendingin (refrigerator)
23. freezer
56
3.6. Metode Pemeriksaan Sampel Mie
Pemeriksaan Most Probable Number (MPN) terhadap sampel mie yang diambil yang
menunjukkan keberadaan Escherichia coli dilakukan dengan dengan metode tabung ganda
menggunakan 3 tabung. Pemeriksaan tabung ganda terdiri dari tes perkiraan dan tes
penegasan.
3.6.1. Penyiapan contoh
a. Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 gram atau ukur contoh cair
sebanyak 25 ml secara aseptic kemudian masukkan dalam wadah steril.
b. Untuk contoh daging , telur, dan susu
Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % ke dalam kantong steril yang
berisi contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2
menit (kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan
pengenceran 10-1.
3.6.2. Cara Uji
Pengujian menggunakan seri 3 tabung, uji isolasi-identifikasi, dan uji
biokimia.
3.6.1.1. Uji Pendugaan
a. Pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10-2 . Dengan cara
yang sama seperti di atas buat pengenceran 10-3 .
57
b. Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung
LSTB yang berisi tabung Durham.
c. Inkubasi pada temperature 350 C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.
d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham, Hasil uji
dinyatakan positif terbentuk gas.
3.6.1.2. Uji Konfirmasi (peneguhan)
a. Pengujian harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.
b. Pindahkan biakan positif dengan menggunakan jarum inokulasi dari setiap
tabung LSTB ke dalam tabung ECB yang berisi tabung Durham.
c. Inkubasikan ECB pada temperature 45,50C selama 24 jam ± 2 jam, jika
hasilnyanegatif inkubasikan kembali selama 48 jam ± 2 jam.
d. Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif bila terbentuk gas.
e. Selanjutnya gunakan table Most Probable Number (MPN) untuk menentukan
nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif mengandung gas di
dalam tabung Durham sebagai jumlah E.coli per milliliter atau per gram.
Teknik pengukuran ini digunakan untuk memperoleh data mengenai keberadaan
Escherichia coli pada mie.
3.7. Defenisi Operasional
1. Higiene penjamah makan adalah perilaku dalam mengolah dan menyajikan mie gomak
bagi konsumen.
58
2. Pemilihan bahan makanan adalah pemilihan makanan (mie lidi, daging ayam, bumbu)
yang akan diolah sebelum dihidangkan
3. Penyimpanan bahan makanan adalah teknik penyimpanan bahan makanan yang akan
diolah untuk mencegah kontaminasi bakteri
4. Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi
makanan jadi/masak atau siap santap (proses memasak)
5. Penyimpanan makanan masak adalah teknik penyimpanan masakan yang sudah
siap/jadi dan siap untuk dijual
6. Pengangkutan makanan adalah proses pengangkutan masakan jadi dari tempat
mengolah ke tempat penyajian masakan jadi
7. Penyajian makanan jadi adalah pelaksanaan penyajian makanan yang siap dijual atau
dikonsumsi.
8. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaannya dilakukan mengidentifikasi
keberadaan bakteri Escherichia coli
9. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 mengatur tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Jasaboga. Dalam Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 memenuhi
syarat bakteriologis, jika Escherichia coli dalam mie gomak tersebut sesuai dengan
syarat yaitu 0/gr contoh makanan. Tidak memenuhi syarat bakteriologis, jika
Escherichia coli dalam mie gomak tersebut tidak sesuai dengan syarat.
10. KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Makanan Jajanan. Memenuhi syarat jika semua dari pertanyaan observasi sesuai
dengan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003. Tidak memenuhi syarat jika
59
salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003.
3.8. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah melihat gambaran higiene sanitasi pengolahan mie
gomak di Pasar Sidikalang.
1. Higiene perorangan penjual mie gomak diukur berdasarkan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.
Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 maka higiene perorangan penjual tersebut tidak
memenuhi syarat kesehatan.
2. Sanitasi pengolahan mie gomak yang meliputi pemilihan bahan baku mie gomak,
penyimpanan bahan baku mie gomak, pengolahan mie gomak, penyimpanan mie
gomak, pengangkutan mie gomak dan penyajian mie gomak. diukur melalui
Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga. Jika salah satu dari pertanyaan observasi tidak sesuai dengan Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 maka makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat
kesehatan.
Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa pertanyaan
yang menyajikan dua kategori jawaban yaitu “ya” dan “tidak”.
Dengan pengukuran bahwa :
1. Jika semua jawaban “Ya” sari setiap kriteria penilaian maka memenuhi syarat
kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang
60
Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
2. Jika semua jawaban “Tidak” sari setiap kriteria penilaian maka tidak memenuhi
syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011
tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga dan KepMenKes No.
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
3.9. Analisa Data
Analisa data ini merupakan analisa data secara deskriptif, disajikan dalam bentuk
tabel distribusi dan dinarasikan dengan kepustakaan yang relevan dengan mengacu pada
Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi
Jasaboga dan KepMenKes No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Makanan Jajanan. Data hasil pemeriksaan bakteri Escherichia coli diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel dengan mengacu pada Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga.
61
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografi Sidikalang merupakan ibukota Kabupaten Dairi secara geografis berada di barat laut
propinsi Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 191.625 Ha atau sekitar 2,67% dari
luas keseluruhan propinsi Sumatera Utara (71.680.000 Ha). Kabupaten Dairi secara
administratif terdiri dari 15 kecamatan, dengan 145 kelurahan. Jika ditinjau dari aspek
topografis Kecamatan Sidikalang yang berada di ketinggian 1.066 m di atas permukaan laut
tersebut terdiri dari gunung-gunung dan bukit-bukit dengan kemiringan yang bervariasi.
Secara ekologis, Kabupaten Dairi merupakan penyangga ekosistem Danau Toba dan
menyumbang sebagian besar input air ke Danau Toba melalui belasan sungai-sungainya.
Keadaan lingkungan yang masih cukup alami dan udara yang sejuk serta jumlah penduduk
yang masih seimbang dengan luas wilayahnya, menjadikan Sidikalang sebagai daerah yang
relatif nyaman untuk dihuni. Bagi penduduk di Kabupaten Dairi, Sidikalang merupakan
kota pusat perdagangan,pendidikan, kesehatan,dan pelayanan umum lainnya.
Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Dairi adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Aceh Tenggara
Provinsi Aceh
2. Sebelah selatan : Kabupaten Pakpak Bharat
3. Sebelah barat : Provinsi Aceh
4. Sebelah timur : Kabupaten Samosir
62
4.1.2. Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 sebesar 12.834.371
jiwa, tersebar di 28 (dua puluh delapan) kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk tersebut,
sebesar 268.780 jiwa atau sekitar 2.09%berada di Kabupaten Dairi. Kecamatan Sidikalang
mempunyai jumlah penduduk tertinggi, yaitu sebesar 44.202 jiwa atau sekitar 16,45% dari
penduduk Kabupaten Dairi.Kepadatan penduduk Kabupaten Dairi sekitar 1 Jiwa/Ha,
tertinggi berada di Kecamatan Sidikalang sedangkan kepadatan terendah berada di
Kecamatan Silahisabungan dan Kecamatan Tanah Pinem.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur secara garis besar dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu kelompok umur 0 – 14 tahun sebesar 107,406 jiwa atau sekitar 40%,
kelompok umur 15–64 tahun sebesar 150,387 jiwa atau sekitar 56%, kelompok umur 65
tahun keatas sebesar 10,987 jiwa atau sekitar 4%. Berdasarkan data-data tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan hidup usia non produktif terhadap usia
produktif di Kabupaten Dairi masih dalam kategori relatif rendah, dimana total persentase
usia produktif sekitar 56% sedangkan persentase usia non produktif sekitar 44%.
4.2. Hasil Penelitian
Peneliti melakukan observasi terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan
karakteristik penjual mie gomak untuk melihat gambaran higiene setiap penjual mie gomak
tersebut. Peneliti juga melakukan observasi terhadap sanitasi pengelolaan mie gomak
menggunakan kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu. Pemeriksaan Escherichia coli
juga dilakukan terhadap setiap sampel mie gomak.
63
4.2.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak
Penjual mie gomak adalah pengelola mie gomak di pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang, Kabupaten Dairi. Adapun karakteristik penjual meliputi jenis kelamin, umur,
pendidikan, dan lama bekerja. Karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Hasil wawancara peneliti terhadap semua penjual mie gomak diketahui bahwa jenis
kelamin penjual mie gomak seluruhnya (100%) berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4.1. Distribusi Umur Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No Umur (tahun) Jumlah (orang) 1. 29 1 2. 30 1 3. 31 1 4. 33 1 5. 34 1 6. 38 2 7. 42 1 8. 44 1 9. 59 1
Jumlah (N) Minimun Maximum
10 29 59
Berdasarkan tabel 4.1. diketahui bahwa umur penjual yang paling muda adalah 29
tahun dan umur yang paling tua adalah 59 tahun. Umur penjual terbanyak adalah penjual
yang berumur 38 tahun berjumlah 2 orang.
Tabel 4.2. Tingkat Pendidikan Penjual Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Tingkat Pendidikan Jumlah(orang) Persentase (%) 1. SD 2 20.0 2. SLTP 5 50.0 3. SLTA 3 30.0
64
Berdasarkan tabel 4.2. diketahui bahwa tingkat pendidikan penjual mie gomak yang
paling banyak adalah SLTP yaitu 50%. Pendidikan penjual mie gomak yang paling rendah
adalah SD berjumlah 2 orang dan pendidikan penjual mie gomak paling tinggi adalah
SLTA berjumlah 3 orang.
Tabel 4.3. Distribusi Lama Berjualan Mie Gomak yang Dijual di Pasar Sidikalang Tahun 2012
No Lama Berjualan (tahun) Jumlah(orang) 1. 3 1 2. 4 2 3. 5 1 4. 6 1 5. 7 1 6 7. 8. 9.
8 10 15 30
1 1 1 1
Jumlah (N) Minimun Maximum
10 3 30
Berdasarkan tabel 4.3. diketahui bahwa penjual paling lama bekerja selama 30
tahun dan paling muda lama bekerjanya selama tiga tahun.
4.2.2. Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak
Peneliti melakukan observasi terhadap higiene perorangan penjual mie gomak.
Higiene perorangan penjual diobservasi mulai dari pemilihan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan
jadi/masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan. Hasil observasi peneliti
terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan higiene perorangan penjual disajikan ke dalam
tabel 4.4. berikut.
65
Tabel 4.4. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Higiene Perorangan Penjual Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %
Jlh Jlh 1. Tidak menderita penyakit menular:
c. Batuk d. Pilek e. Influenza f. Diare g. Penyakit perut lainnya
9 9 10 10 10
90 90 100 100 100
1 1 0 0 0
10 10 0 0 0
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Menutup luka (luka terbuka/bisul) Menjaga kebersihan badan e. Tangan f. Rambut g. Kuku h. Pakaian a. Memakai celemek b. Memakai tutup kepala Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan Menjamah makanan memakai alat/perlengkapan (dengan alas tangan)
a. Tidak sambil merokok b. Menggaruk anggota badan a. Tidak batuk di hadapan
makanan jajanan b. Tidak bersin di hadapan
makanan jajanan
10
10 10 10 10 3 7 10
10
10 10 10
10
100
100 100 100 100 30 70 100
100
100 100 100
100
0 0 0 0 0 7 3 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 70 30 0 0 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 9 penjual (90%) tidak menderita penyakit
menular batuk dan pilek dan semua penjual tidak menderita penyakit menular influenza,
diare, dan penyakit perut lainnya. Semua penjual (100%) menutup luka dan menjaga
kebersihan badan, tangan, rambut, kuku, dan pakaian. 3 penjual (30%) memakai celemek
dan 7 penjual (70%) memakai tutup kepala. Semua penjual (100%) mencuci tangan setiap
66
kali hendak menangani makanan, menjamah makanan memakai alat/perlengkapan (dengan
alas tangan, tidak sambil merokok, tidak menggaruk anggota badan, tidak batuk di
hadapan makanan jajanan, dan tidak bersin di hadapan makanan jajanan).
4.2.3. Sanitasi Pengelolaan Makanan 4.2.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pemilihan
bahan baku makanan disajikan dalam tabel 4.5. berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Pemilihan Bahan Mie Gomak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya % Tidak %
Jlh Jlh 1. Makanan dikemas : mie lidi
a. tidak rusak b. belum kadaluarsa c. kemasan mie lidi hanya
digunakan untuk satu kali penggunaan
10 10 10
100 100 100
0 0 0
0 0 0
2. .
Makanan tidak dikemas a. cabe dalam keadaan baru dan
segar b. bawang dalam keadaan baru
dan segar c. tomat dalam keadaan baru dan
segar d. sayur dalam keadaan baru dan
segar
10
10
10
10
100
100
100
100
0 0 0 0
0 0 0 0
Berdasarkan tabel 4.5. diperoleh bahwa kriteria penilaian dalam pemilihan bahan
mie gomak yang memenuhi syarat kesehatan penjual mie gomak di pasar Sidikalang,
Kecamatan Sidikalang tahun 2012 adalah semua penjual (100%) menggunakan kemasan
mie lidi yang tidak rusak, belum kadaluarsa, kemasan mie lidi yang digunakan hanya untuk
67
satu kali penggunaan, dan menggunakan cabe, bawang dan tomat dalam keadaan baru dan
segar.
4.2.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyimpanan
bahan baku makanan disajikan dalam tabel 4.6. berikut.
Tabel 4.6. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku Makanan Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Tempat penyimpanan bahan makanan terhindar dari kemungkinan kontaminasi
10 100 0 0
2
3.
Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit
10 9
100
90
0 1
0
10
Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.6. dapat dilihat bahwa pada tahap
penyimpanan bahan makanan semua penjual (100 %) memiliki tempat penyimpanan
bahan makanan tidak terhindar dari kemungkinan kontaminasi dan memiliki wadah
penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan. Hasil obsevarsi menunjukkan bahwa
untuk penyimpanan bahan makanan terdapat 9 penjual (90%) yang menyimpan bahan
makanan tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit.
4.2.3.3. Pengolahan Makanan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pengolahan
makanan disajikan dalam tabel 4.7. berikut.
68
Tabel 4.7. Distribusi Penjual Mie Gomak berdasarkan Pengolahan Makanan Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Persiapan bumbu yang siap dimasak dicuci dengan air mengalir
0
0 10 100
2. Peralatan yang kontak dengan makanan a. lapisan permukaan peralatan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya b. talenan terbuat dari bahan selain kayu dan
kuat c. perlengkapan pengolahan berfungsi dengan
baik
10 3
10
100
30
100
0 7 0
0
70 0
3. Peralatan bersih yang siap pakai tidak dipegang di
bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel pada mulut
6 60 4 40
4. Keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, mangkok, wajan memasak) tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, mudah dibersihkan
10
100 0 0
5. Pemilihan bahan (membuang bagian bahan yang rusak)
10 100 0 0
6. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.
0 0 10 100
Berdasarkan hasil observasi pada tabel 4.7. dapat dilihat kriteria penilaian pada
prinsip pengolahan makanan dimana semua penjual (100%) memenuhi syarat memiliki
lapisan permukaan peralatan tidak mengeluarkan bahan berbahaya, perlengkapan
pengolahan berfungsi dengan baik, keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, mangkok,
wajan memasak) tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, mudah dibersihkan, dan membuang
bagian bahan yang rusak. Semua penjual (100%) yang tidak melakukan persiapan bumbu
yang siap dimasak dicuci dengan air mengalir, 3 penjual (30%) memiliki talenan terbuat
dari bahan selain kayu dan kuat, 6 penjual (60%) penjual peralatan bersih yang siap pakai
tidak dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel pada
69
mulut dan semua penjual (100%) mencicipi makanan tidak menggunakan sendok khusus
yang selalu dicuci.
4.2.3.4. Penyimpanan Makanan jadi/masak
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyimpanan
makanan jadi/masak disajikan dalam tabel 4.8. berikut.
Tabel 4.8. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyimpanan Makanan jadi/masak Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Makanan disimpan dalam keadaan tidak rusak, tidak busuk atau basi
10 100 0 0
2. Tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup sempurna tetapi berventilasi
7 70 3 30
3. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah
10 100 0 0
Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa semua penjual (100%) memenuhi
syarat untuk menyimpan makanan dalam keadaan tidak rusak, tidak basi atau basi dan tidak
mencampur makanan jadi dengan bahan makanan mentah. Hasil observasi 7 penjual (70%)
memenuhi syarat untuk tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup sempurna
tetapi berventilasi.
4.2.3.5. Pengangkutan Makanan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan pengangkutan
makanan disajikan dalam tabel 4.9. berikut.
70
Tabel 4.9. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Pengangkutan Makanan di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Pengangkutan bahan makanan a. Tidak bercampur dengan bahan
berbahaya b. Menggunakan kendaraan khusus
pengangkut bahan makanan c. Bahan makanan tidak diinjak,
dibanting dan diduduki
10
10
10
100
100
100
0 0 0
0 0 0
2. Pengangkutan makanan jadi a. Menggunakan kendaraan khusus
pengangkut mie gomak b. Wadah harus kuat dan memiliki
ukuran yang memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan
10
10
100
100
0 0
0 0
Berdasarkan tabel 4.9. diketahui bahwa semua penjual (100%) memiliki
pengangkutan bahan makanan yang tidak bercampur dengan bahan berbahaya,
menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan, dan bahan makanan tidak
diinjak, dibanting dan diduduki. Semua penjual (100%) memiliki pengangkutan makanan
jadi menggunakan kendaraan khusus pengangkut mie gomak dan memiliki wadah harus
kuat dan memiliki ukuran yang memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan.
4.2.3.6. Penyajian Makanan Makanan
Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan penyajian
makanan disajikan dalam tabel 4.10. berikut.
71
Tabel 4.10. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Penyajian Makanan Di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan higienis dan tidak rusak
10 100 0 0
2. Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak
10 100 0 0
Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa semua penjual (100%)
menggunakan semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan higienis dan tidak
rusak dan tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak.
4.2.4. Teknis Higiene dan Sanitasi 4.2.4.1 Bangunan Hasil observasi peneliti terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan bangunan
disajikan dalam tabel 4.11. berikut.
Tabel 4.11.Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Bangunan di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Lokasi tidak berdekatan dengan dengan sumber pencemaran
5 50 5 50
2.
3.
4.
5. 6.
7.
Lantai kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin Dinding sebelah dalam keadaan tidak lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang Intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan pengolahan makanan Tempat pengolahan dilengkapi ventilasi Ruang pengolahan tidak berhubungan langsung dengan sumber pencemaran Peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya
5 5
10 9 4
10
50
50
100
90 40
100
5 5 0 1 6 0
50
50 0
10 60 0
72
Berdasarkan tabel 4.11. dapat diketahui bahwa 5 lokasi pengolahan (50%) tidak
berdekatan dengan sumber pencemaran dan memiliki lantai kedap air, rata, tidak retak dan
tidak licin. Semua lokasi pengolahan (100%) memiliki intensitas cahaya cukup untuk dapat
melakukan pengolahan dan memiliki peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari
gangguan serangga. 9 lokasi pengolahan (90%) memiliki tempat pengolahan dilengkapi
dengan ventilasi dan 4 lokasi (40%) memiliki ruang pengolahan makanan tidak
berhubungan langsung dengan toilet, peturasan dan kamar mandi.
4.2.4.2 Fasilitas Sanitasi
Hasil observasi terhadap 10 penjual mie gomak berdasarkan fasilitas sanitasi
disajikan dalam tabel 4.12. berikut.
Tabel 4.12. Distribusi Penjual Mie Gomak Berdasarkan Fasilitas Sanitasi di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Tahun 2012
No. Kriteria Penilaian Ya
Jlh % Tidak
Jlh %
1. Tempat cuci tangan a. terpisah dari tempat cuci peralatan b. dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, c. dilengkapi dengan penampungan air dan
pengering
1 5 10
10 50 100
9 5 0
90 50 0
2. 3.
4. .
Air bersih tersedia cukup Tempat sampah a. tertutup b. tersedia dalam jumlah yang cukup Tempat pencucian peralatan a. terpisah dari tempat pencucian bahan b. pencucian peralatan menggunakan
pembersih c. peralatan yang telah dibersihkan disimpan
dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga
10 6 2 5 6
10
100
60 20
50 60
100
0 4 8 5 4 0
0
40 80
50 40 0
73
Berdasarkan tabel 4.12. dapat dilihat bahwa 1 penjual (1%) memiliki tempat cuci
tangan terpisah dari tempat cuci peralatan, terdapat 5 penjual (50%) yang memiliki tempat
cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup dan
semua penjual memiliki tempat cuci tangan dilengkapi dengan bak penampungan air dan
alat pengering. 6 penjual (60%) memiliki air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
pengolahan. 2 penjual (20%) memiliki tempat sampah yang tertutup dan 5 penjual (50%)
memiliki tempat sampah yang tersedia dalam jumlah yang cukup. 6 penjual (60%)
memiliki tempat pencucian peralatan yang terpisah dari tempat pencucian bahan. Semua
penjual (100%) memiliki tempat pencucian peralatan yang menggunakan bahan pembersih
dan memiliki peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan dan disimpan dalam
tempat yang terlindung dari pencemaran serangga.
4.2.4. Analisa MPN Escherichia coli Dalam Mie Gomak yang Dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang Pemeriksaan sampel mie gomak di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium
Kesehatan Medan selama 4 hari. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 09.00 WIB
sampai 10.00 WIB bertempat di pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten
Dairi. Sampel dibawa menggunakan bus menuju laboratorium. Sampel dimasukkan ke
dalam plastik putih dan dibawa menggunakan termos yang berisi es batu. Sampel tersebut
kemudian langsung dibawa ke laboratorium pada hari itu juga. Hasil analisa kandungan
Escherichia coli yang peneliti lakukan terhadap 10 sampel untuk masing-masing mie
gomak disajikan dalam tabel 4.13. berikut.
74
Tabel 4.13. Hasil Analisa MPN Escherichia coli dalam Mie Gomak yang dijual di Pasar Sidikalang tahun 2012
o
Kode Sampel MPN Escherichia coli Keterangan
A 0 Memenuhi syarat
B 0 Memenuhi syarat
C 0 Memenuhi syarat
D 0 Memenuhi syarat
E 0 Memenuhi syarat
F 0 Memenuhi syarat
G 0 Memenuhi syarat
H 0 Memenuhi syarat
I 0 Memenuhi syarat
0
J 0 Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 4.13. dapat dilihat bahwa semua sampel (100%) yang telah
diperiksa memenuhi syarat kesehatan (0/gr contoh makanan).
75
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Penjual Mie Gomak 5.1.1. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Penjual Mie Gomak Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 penjual mie gomak di
Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang diperoleh data bahwa semua penjual berjenis
kelamin perempuan. Penelitian sebelumnya (Sianipar, 2009), pembuat susu kedelai dengan
jenis kelamin perempuan lebih baik dalam melaksanaan higiene sanitasi daripada laki-laki.
Semua penjual mie gomak adalah ibu rumah tangga yang memang memiliki pekerjaan
utama sebagai penjual mie gomak. Beberapa penjual mie gomak dibantu oleh pria saat
mengolah makanan seperti menbersihkan bumbu dan mengangkut bahan makanan.
5.1.2. Deskripsi Umum Umur Penjual Mie Gomak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti pada 10 penjual mie gomak di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang, diperoleh bahwa umur paling muda adalah 29 tahun dan
umur yang paling tua adalah 49 tahun. Berdasarkan hasil observasi, penjual mie gomak
yang paling tua kurang menjaga kebersihan karena tidak memakai celemek dan penutup
76
kepala saat mengolah makanan, sedangkan penjual yang paling muda memenuhi syarat
kesehatan untuk higiene perorangan penjual.
5.1.3. Deskripsi Umum Pendidikan Penjual Mie Gomak
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 penjual mie gomak di
Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang diperoleh bahwa tingkat pendidikan penjual mie
gomak yang paling banyak adalah SLTP. Tingkat pendidikan yang berbeda ini tidak
memberikan perbedaan yang bermakna pada tiap pengelolaan mie gomak itu sendiri.
Penjual yang tingkat pendidikannya paling rendah adalah SD lebih menjaga kebersihan
daripada 2 penjual yang tingkat pendidikannya SLTP yaitu memakai penutup kepala.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap semua penjual, tingkat
pendidikan yang lebih tinggi tidak membuat penjualan mie gomak semakin meningkat.
Banyaknya penjualan mie gomak tergantung pada strategis atau tidaknya daerah tempat
menjual.
5.1.4. Deskripsi Umum Lama Bekerja Penjual Mie gomak
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti maka diketahui lama bekerja
penjual mie gomak yang paling lama adalah 30 tahun dan yang paling muda lama
bekerjanya adalah 3 (tiga) tahun. Sebagian besar penjual bekerja setelah mereka menikah.
2 penjual yang paling lama berjualan yaitu 15 tahun dan 30 tahun berjualan dengan tempat
berjualan yang sudah berpindah-pindah beberapa kali. Beberapa penjual mengaku
meneruskan pekerjaan orang tua mereka sebagai penjual mie gomak dan beberapa lainnya
menjual mie gomak karena banyak dicari oleh masyarakat.
5.2. Observasi Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak
77
Berdasarkan observasi peneliti tehadap 10 penjual hanya 1 penjual yang secara
keseluruhan memenuhi syarat untuk higiene perorangan penjual mie gomak. Satu penjual
yang menderita penyakit menular seperti batuk dan pilek pada saat mengolah mie gomak.
Penjual mengaku bahwa mau tidak mau harus mengolah mie gomak meskipun dalam
keadaan sakit. Mereka tetap mengolah mie gomak supaya penghasilan rumah tangga
mereka tetap jalan. Mereka akan sangat merasa rugi sekali jika tidak berjualan mie gomak.
Jika mereka masih mampu untuk mengolah mie gomak meskipun dalam keadaan sakit,
maka mereka akan tetap berjualan. 9 penjual lainnya mengolah mie gomak tanpa menderita
penyakit menular lainnya seperti influenza, diare dan penyakit lainnya. Semua penjual
menutup luka jika ada luka terbuka seperti bisul atau luka tersayat lainnya. Penjual segera
menutup dengan perban atau plester penutup luka jika ada luka, khususnya pada saat
mengolah makanan.
Hasil observasi peneliti menyatakan bahwa semua penjual menjaga kebersihan kuku,
rambut, tangan dan pakaian. Penjual selalu meggunakan pakaian yang bersih saat mengolah
makanan dan saat menyajikan makanan. Untuk kebersihan kuku, penjual selalu memotong
kuku jika sudah kelihatan panjang dan hitam. Penjual menjaga kebersihan rambut dengan
membersihkan rambut dua kali sehari. Semua penjual mencuci tangan menggunakan sabun
setiap hendak mengolah makanan, alasannya karena mereka merasa tidak bersih jika tidak
mencuci tangan sebelum menjamah makanan.
Tiga penjual menggunakan celemek pada saat mengolah makanan ataupun saat
menyajikan makanan. 7 penjual lainnya menganggap bahwa dengan menggunakan celemek
terlalu merepotkan dan harus mengeluarkan biaya tambahan. Namun, beberapa penjual
78
menggunakan pakaian khusus untuk mengolah makanan meskipun tidak menggunakan
celemek. Tujuh penjual menggunakan penutup kepala saat mengolah ataupun saat
menyajikan makanan. Satu penjual mengaku menggunakan penutup kepala untuk
menghindari panas matahari atau hujan karena penjual ini berjualan dengan menjajakan
mie gomaknya sepanjang pasar. 4 penjual lainnya memang menggunakan penutup kepala
untuk menghindari terjatuhnya rambut maupun kotoran rambut pada mie gomak.
Semua penjual mengggunakan alat/perlengkapan seperti alas tangan setiap menjamah
makanan meskipun bukan alas tangan khusus. Semua penjual hanya menggunakan plastik
putih biasa untuk menjamah makanan. Semua penjual tidak merokok pada saat mengolah
makanan, alasannya karena kebanyakan konsumen tidak tertarik jika melihat penjual
merokok pada saat menyajikan makanan. Semua penjual juga tidak menggaruk anggota
badan saat mengolah makanan seperti menggaruk telinga, hidung ataupun mulut. Semua
penjual tidak bersin atau batuk di hadapan makanan. Jika penjual merasa ingin batuk atau
bersin maka segera menjauh dari jangkauan makanan untuk menghindari makanan
terkontaminasi bakteri.
5.3. Observasi Enam Prinsip Higiene Sanitasi Pada Penjual Mie Gomak
Observasi terhadap enam prinsip higiene sanitasi pada penjual mie gomak dimulai
dari pemilihan bahan baku makanan, penyimpanan bahan baku, pengolahan mie gomak,
penyimpanan makanan jadi/masak, pengangkutan makanan dan penyajian makanan jadi.
5.3.1. Pemilihan Bahan Makanan
Peneliti mendapat bahwa semua penjual menggunakan bahan baku yang memenuhi
syarat yaitu menggunakan kemasan mie lidi yang tidak rusak, mempunyai label atau merek
79
dan belum kadaluarsa. Seluruh penjual selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa setiap
ingin mengolah mie lidi. Untuk pemilihan bahan makanan yang tidak dikemas semua
penjual juga menggunakan bahan makanan yang memenuhi syarat yaitu menggunakan
bumbu seperti bawang, cabe dan tomat yang masih baru dan segar. Makanan tidak dikemas
harus baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, serta tidak mengandung bahan
berbahaya (Depkes RI, 2006).
Untuk penggunaan mie lidi, penjual biasanya menghabiskan 3 (tiga) kilogram
sampai 4 (empat) kilogram untuk sekali memasak per hari Beberapa penjual menggunakan
bumbu paling lama setelah dua hari dibeli di pasar. Sebagian penjual juga menggunakan
bumbu yang dibeli dipasar langsung dihaluskan menggunakan mesin penggiling bumbu.
Sekali menghaluskan bumbu maka untuk sekali memasak dan langsung habis hari itu juga.
Sama halnya dengan penggunaan sayur, sayur yang dibeli dari pasar disimpan dalam lemari
es atau dipakai paling lama dua hari setelah dibeli jika tidak disimpan dalam lemari es.
Penjual membeli sayur dari lokasi tempat produksi sayuran karena harga yang lebih murah.
5.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarakan penyimpanan
bahan baku mie gomak, 9 penjual (90%) penjual tidak memenuhi syarat kesehatan. Semua
penjual menyimpan mie lidi, bumbu dan sayur terhindar dari bahaya kemungkinan
kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus, jauh dari tempat sampah, menggunakan
wadah khusus menyimpan bahan makanan. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap
penjual, penjual sangat memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired
first out (FEFO) yaitu mie lidi yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa
80
kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. Semua penjual menyimpan bahan
makanan pada wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan, Bahan makanan
yang cepat rusak seperti tomat disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering
yaitu bawang dan sayuran disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab. Tempat
menyimpan bahan makanan jarang dibersihkan sehingga memungkinkan bakteri
mencemari bahan makanan apalagi jika bahan makanan tidak dicuci bersih. Satu penjual
meletakkan sayuran langsung menempel pada lantai tanpa menggunakan alas. Hal ini tentu
tidak memenuhi syarat karena tidak menghindari terjadinya kontaminasi debu dari lantai.
Bahan makanan disimpan tanpa tutup memungkinkan serangga dan tikus dapat
menjangkaunya. Penyimpanan bahan baku jangan sampai terkena serangga dan tikus
(Soemirat, 2002).
5.3.3. Pengolahan Makanan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, semua penjual tidak
memenuhi syarat kesehatan dalam pengolahan mie gomak seperti tidak mencuci bumbu
dan sayur yang siap dimasak dengan air mengalir. Bumbu dan sayur hanya dicuci dalam air
yang yang sudah ditampung dalam baskom atau ember. Hal ini tidak memenuhi syarat
karena jika mencuci dalam air yang ditampung masih memungkinkan kotoran menempel
pada cabe, bawang, tomat atau sayur. Semua penjual menggunakan peralatan yang
memiliki lapisan permukaan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim
terdapat dalam makanan serta tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat
beracun. Semua peralatan selama mengolah makanan khususnya yang kontak dengan
makanan seperti kuali, sendok goreng, sendok makan, baskom terbuat dari bahan tara
81
pangan (food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Namun, talenan yang
digunakan untuk mengiris sayur atau tomat terbuat dari bahan kayu padahal kayu dapat
terikut tercampur dalam makanan. Hal ini tidak memenuhi syarat dan hanya 3 penjual yang
memiliki talenan yang terbuat bahan selain kayu. Perlengkapan pengolahan seperti kompor,
pisau, meja tempat mengolah kelihatan bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak
menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan).
Enam penjual yang tidak memegang peralatan di bagian yang kontak langsung
dengan makanan atau yang menempel di mulut seperti tidak memegang bagian kepala
sendok goreng atau sendok makan, tidak memegang bagian ujung pisau yang mengenai
makanan. Semua penjual (100%) memakai peralatan (sendok, kuali, baskom, mangkok,
wajan memasak) yang tidak cacat, tidak retak, tidak gompal, mudah dibersihkan. Wajan
memasak dan sendok untuk memasak terbuat dari bahan stainless steel dan tidak dalam
keadaan gompal sehingga tidak mengeluarkan bahan berbahaya. Semua penjual juga
membuang bagian bahan makanan yang rusak dan busuk. Namun tidak satu pun penjual
yang mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci. Hasil wawancara
peneliti menyatakan bahwa semua penjual mencicipi makanan langsung menggunakan
tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Saat mengolah mie lidi, penjual menggunakan wajan yang tahan panas. Setelah mie
matang, mie diangkat menggunakan saringan mie yang terbuat dari bahan plastik, lalu
disiram menggunakan air yang bersih untuk dicuci sampai mie bersih. Beberapa penjual
mengolah makanan di dapur rumah mereka dan menjual mie gomak di tempat yang sudah
disediakan di pasar.
82
5.3.4. Penyimpanan Makanan jadi/masak
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan penyimpanan makanan
masak/jadi, semua penjual tidak memenuhi syarat. Semua penjual menyimpan makanan
dalam keadaan tidak busuk, tidak rusak atau basi. Penjual akan segera memisahkan
makanan yang sudah rusak atau basi dengan makanan yang masih dapat digunakan. Penjual
mengaku jarang mendapatkan mie gomak yang mereka olah dalam keadaan rusak atau basi.
Penjual mengolah mie gomak sekali sehari dan langsung habis seharian itu juga, biasanya
tidak ada yang sisa. Untuk makanan yang basi dikenali dengan mencium bau makanannya
dan langsung dibuang.
Tujuh penjual yang mempunyai tutup tempat penyimpanan yang menutup sempurna
tetapi berventilasi terhadap lokasi pengolahan makanan Penjual menempatkan makanan
masak mempunyai wadah masing-masing yang terpisah. Sebelum disajikan, mie lidi
dipisahkan dengan bumbu. Namun beberapa penjual sudah menggoreng mie lidi dengan
sayur, sehingga mie lidi tercampur dengan sayur. Mie lidi ditempatkan di baskom yang
tidak memiliki tutup sehingga memungkinkan terkontaminasi lalat atau serangga lainnya.
Semua makanan jadi yang sudah dipisahkan disimpan dalam rak kaca. Tiga penjual tidak
menutup makanan saat ingin disajikan karena merasa merepotkan jika harus membuka-
tutup, apalagi jika konsumen banyak dan ingin cepat-cepat dilayani. Dua penjual yang
menyimpan makanan jadi siap dijual dalam bak dorong dengan menggunakan penutup.
Penjual ini menggunakan penutup untuk menghindari kontaminasi debu ketika menjajakan
jualannya.
83
Semua penjual tidak mencampur makanan jadi dengan bahan makanan mentah
karena sebagian besar penjual mengolah makanan di tempat yang berbeda dengan tempat
menyajikan makanan, tentu saja bahan mentah hanya ditemukan di tempat mengolah
makanan.
5.3.5. Pengangkutan Makanan
Berdasarkan hasil observasi peneliti berdasarkan pengangkutan makanan, semua
penjual memenuhi syarat. Semua penjual mengangkut bahan makanan tidak bercampur
dengan bahan berbahya. Bahan makanan seperti cabe, bawang, tomat dan sayur dibeli di
pasar dan diangkut ke tempat pengolahan menggunakan plastik ataupun keranjang khusus
tempat bahan makanan. Jika bahan makanan yang dibeli banyak maka penjual mengangkut
bahan makanan menggunakan bak dorong yang terbuat dari kayu. Bak dorong yang
digunakan kelihatan sangat kotor karena jarang dibersihkan dan diletakkkan di dekat
tempat sampah. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan
jumlah makanan yang akan ditempatkan (Depkes, 2006). Semua penjual tidak membanting
semua bahan makanan, semua bahan makanan baik yang dikemas maupun tidak dikemas
diletakkan dengan baik.
Hasil observasi menyatakan bahwa semua penjual mengangkut makanan jadi
menggunakan kendaraan khusus mengangkut makanan jadi. Selama pengangkutan,
makanan ditutup rapat untuk menghindari cemaran debu. Dua penjual menggunakan bak
dorong untuk mengangkut makanan jadi sekaligus sebagai tempat menyajikan mie gomak.
Bak dorong yang dipakai dibersihkan setiap sekali seminggu dan sudah digunakan selama
bertahun-tahun. Bak dorong memuat semua makanan jadi yang akan disajikan kepada
84
konsumen. Makanan yang siap santap lebih rawan terhadap pencemaran sehingga perlu
perlakuan yang ekstra hati-hati. Isi makanan tidak boleh terlalu penuh untuk mencegah
kondensasi yang dapat membentuk kondensat (uap makanan yang cair) yang menjadi
tempat pertumbuhan bakteri sehingga makanan cepat basi. Wadah selama perjalanan tidak
boleh dibuka hingga pada penyajian (Depkes RI, 2006).
5.3.6. Penyajian Makanan
Berdasarkan observasi terhadap penjual mie gomak berdasarkan penyajian
makanan, semua penjual memenuhi syarat. Semua penjual menyajikan mie gomak kepada
konsumen menggunakan peralatan yang higienis dan tidak rusak. Satu penjual
menggunakan peralatan yang hanya dibilas begitu saja, tanpa menggunakan sabun, setelah
beberapa kali pemakaian baru dicuci menggunakan sabun pembersih. Penjual tidak begitu
memerhatikan penanganan makanan maupun alat makan agar tidak kontak langsung
dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Beberapa penjual mengambil sendok
untuk konsumen pada bagian kepala sendok, bagian yang akan menyentuh bibir konsumen
saat makan. Setiap jenis makanan jadi di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar
tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai
dengan tingkat kerawanan makanan. Setiap makanan jadi yaitu mie gomak yang sudah siap
saji, disusun sedemikian rupa di rak kaca. Rak kaca dibersihkan setiap hendak berjualan,
ada yang membersihkan dua kali seminggu atau sekali seminggu. Ketika menyajikan
makanan jadi, semua penjual menggunakan plastik putih untuk mengambil mie gomak.
5.4. Observasi teknis higiene dan sanitasi
85
Berdasarkan hasil observasi berdasarkan teknis higiene dan sanitasi yaitu tediri dari
observasi terhadap bangunan dan fasilitas sanitasi.
5.4.1. Bangunan
Berdasarkan hasil observasi berdasarkan bangunan, semua penjual tidak memenuhi
syarat kesehatan. Lima penjual yang memiliki tempat penjualan mie gomak di daerah yang
dekat dengan sumber pencemaran, bahkan 1 penjual memiliki lokasi penjualan dekat
dengan kamar mandi umum pasar dan pembuangan sampah terbuka. Tentu saja ini dapat
menimbulkan pencemaran makanan. Sentra pedagang makanan jajanan lokasinya harus
cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan pencemaran makanan jajanan
seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan,
jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi(Depkes, 2006).
Hasil observasi menunjukkan bahwa 5 penjual memiliki lokasi penjualan yang
lantainya kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin. 5 penjual lainnya memiliki lokasi
penjualan yang lantainya masih tanah. Jika lantai masih tanah maka sangat susah untuk
dibersihkan dan ini memungkinkan mie gomak dapat terkontaminasi oleh debu tanah.
Lima penjual memiliki dinding sebelah dalam keadaan tidak lembab, mudah
dibersihkan dan berwarna terang. Tiga penjual menggunakan dinding papan, sehingga jika
hujan maka dinding tersebut akan terasa lembab dan papan yang digunakan sebagai dinding
tidak berwarna terang. 2 penjual lainnya tidak memiliki dinding pada lokasi penjualannya.
Mereka hanya menggunakan kain spanduk yang sudah tidak dipakai sebagai dinding lokasi
penjualan. Dinding yang terbuat dari kain sama sekali tidak pernah dibersihkan sehingga
86
tampak kehitaman. Selain dinding, penjual juga menggunakan sisa spanduk sebagai taplak
meja menyajikan mie gomak.
Semua penjual menggunakan intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Semua penjual
melakukan kegiatannya pada siang hari dan lokasi penjualan cukup menggunakan cahaya
matahari sebagai penerangan. Namun hanya 9 penjual yang memiliki lokasi pengolahan
yang dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara sedangkan 1
penjual lainnya tidak memiliki lokasi pengolahan yang berventilasi sehingga ruang
pengolahannya terasa pengap dan lembab. Kondisi ruangan yang tidak mendukung
pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang
panas dan lembab, dan sebagainya dapat menyebabkan sanitasi makanan yang buruk secara
fisik.
Empat penjual memiliki ruang pengolahan makanan tidak berhubungan langsung
dengan toilet, peturasan dan kamar mandi, tetapi 6 penjual lainnya memiliki ruang
memasak langsung bersebelahan dengan tempat mencuci peralatan.
5.4.2. Fasilitas Sanitasi
Hasil observasi berdasarkan fasilitas sanitasi, hanya 1 penjual yang memiliki tempat
cuci tangan terpisah dari tempat mencuci peralatan maupun bahan makanan dan hanya 5
penjual yang menyediakan air mengalir dan sabun pada tempat cuci tangan. Alasan 9
penjual tidak memisahkan tempat cuci tangan dan tempat cuci peralatan adalah untuk
menghemat tempat dan menghemat air. Penjual juga kadang-kadang mencuci tangan pada
87
saat mencuci peralatan. Semua penjual menyediakan bak atau ember untuk mencuci tangan
serta menyediakan alat pengering, namun alat pengering yang digunakan juga untuk
membersihkan meja ataupun mengeringkan peralatan. Tempat cuci tangan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja(Depkes, 2006).
Enam penjual memiliki air bersih yang memadai dan cukup untuk seluruh kegiatan
pengolahan. Air bersih yang digunakan adalah air bersih yang berasal dari PDAM. 4
penjual lainnya harus menampung dalam ember yang diambil dari tempat orang lain,
bahkan 1 penjual menggunakan air yang sama untuk membersihkan peralatan selama
beberapa kali. Air yang digunakan untuk merebus mie lidi adalah air bersih untuk minum
yang dimasak sampai mendidih.
Dua penjual memiliki tempat sampah tertutup sedangkan 8 penjual lainnya memiliki
tempat sampah berupa keranjang besar tanpa tutup. Alasan mereka tidak memilik tutup
tempat sampah adalah supaya memudahkan sampah diletakkan tanpa membuka tutupnya
terlebih dahulu. Tempat sampah yang terbuka dapat mengundang lalat dan serangga lainnya
sehingga dapat mencemari makanan. Satu penjual yang memisahkan sampah organik dan
anorganik, tempat sampahnya adalah tempat sampah yang telah disediakan oleh pemerintah
sedangkan penjual lainnya membuat tempat sampah sendiri. Hal inilah yang menyebabkan
hanya 5 penjual yang menyediakan tempat sampah dalam jumlah yang cukup. 5 penjual
lainnya ada yang membuat plastik yang tergantung sebagai tempat sampah. Tempat sampah
diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari
kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah(Depkes, 2011).
88
Enam penjual membuat tempat pencucian peralatan terpisah dengan pencucian
peralatan dan semua penjual menggunakan bahan pembersih/deterjen untuk mencuci
peralatan serta menyimpan peralatan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran
serangga. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;lalu
dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih kemudian peralatan yang sudah bersih
tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.
5.5. Gambaran Higiene Sanitasi Pada Penjual Mie Gomak di Pasar Sidikalang Kecamatan Sidikalang
Higiene sanitasi pengolahan mie gomak di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
secara umum tidak memenuhi syarat kesehatan karena semua penjual mie gomak belum
menerapkan prinsip higiene sanitasi pengolahan makanan secara keseluruhan, mulai dari
tahap pemilihan bahan baku hingga penyajian makanan yang sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 942 Tahun 2003 tentang persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
Jajanan. Berdasarkan hasil observasi dengan kriteria yang disesuaikan peneliti, terdapat
pada tahap pemilihan bahan baku, pengangkutan makanan dan penyajian makanan semua
(100%)produsen memenuhi syarat. Tahap penyimpanan bahan makanan 9 penjual (90%)
sudah memenuhi syarat. Seorang penjual menyimpan bahan baku makanan langsung
menempel pada lanatai sehingga memungkinkan tercemar oleh bakteri. Tahap pengolahan
makanan semua penjual mie gomak tidak memenuhi syarat. Tahap penyimpanan makanan
89
jadi/masak hanya 7 penjual (70%) yang memenuhi syarat, sedangkan 3 penjual lainnya
tidak memenuhi syarat karena tidak menggunakan penutup saat menyimpan makanan jadi.
Untuk mengolah makanan ada tahap demi tahap yang harus dilalui. Setiap tahap
yang dilakukan memiliki tujuan tertentu untuk menghasilkan makanan jadi yang bermutu.
Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai bakteri. bakteri dapat berasal dari bahan
makanan, cara pengolahan, penyimpanan, dan penyajian, maka pencegahan keracunan
harus pula dimulai dari bahan baku sampai pada penyajian makanan (Soemirat, 2002).
5.6. Analisa Kandungan Bakteri Escherichia Coli Pada Mie gomak
Berdasarkan Permenkes RI 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang jasa boga, pada
makanan memenuhi syarat kesehatan jika jumlah Escherichia coli adalah 0 per gram
makanan. Dalam hal ini kandungan bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang dijual di
pasar Sidikalang diharapkan memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan terhadap
Escherichia coli yang diperiksa berdasarkan pemeriksaan sampel pada 10 objek penelitian
mie gomak peneliti mengambil sampel yang menurut peneliti sangat beresiko terhadap
masuknya bakteri Escherichia coli.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Laboratorium Kesehatan Daerah
(Labkesda) Kota Medan, didapatkan hasil dari 10 objek penelitian mie gomak yang dijual
di pasar Sidikalang, semua sampel tidak mengandung Escherichia coli yang artinya
memenuhi syarat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa mie gomak bebas dari cemaran
bakteri Escherichia coli. Peneliti menduga tidak ditemukannya cemaran bakteri Escherichia
coli karena waktu pengambilan sampel yang singkat setelah mie gomak dimasak pada suhu
1000 C. Hal ini memungkinkan mie gomak tidak terkontaminasi cemaran bakteri
90
Escherichia coli, karena bakteri Escherichia coli tidak bisa bertahan pada tempat yang
kering dan kena pembasmi hama, dan akan mati pada suhu 600C selama 30 menit (Adam
dan Moterjemi, 2003).
Jumlah Escherichia coli yang melebihi standar yang telah ditetapkan dalam
Permenkes RI 1096/Menkes/Per/VI/2011 yaitu 0 per gram makanan akan beresiko terhadap
kesehatan konsumen. Escherichia coli penghasil toksin umumnya mengakibatkan diare
berdarah dan dapat menyebabkan uremia hemolitik (Djaafar, 2007).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi higiene sanitasi pengelolaan dan pemeriksaan
kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik penjual mie gomak antara lain seluruh penjual berjenis kelamin
perempuan (100%); umur produsen yang paling muda adalah 29 tahun dan yang
paling tua adalah 59 tahun; tingkat pendidikan tertinggi produsen adalah tamat
SLTA (30%); lama berjualan yang paling lama adalah 30 tahun.
2. Higiene perorangan penjual mie gomak di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
tidak memenuhi syarat kesehatan.
3. Pemilihan bahan baku mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang memenuhi syarat kesehatan.
91
4. Penyimpanan bahan baku mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan
Sidikalang tidak memenuhi syarat kesehatan.
5. Pengolahan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
tidak memenuhi syarat kesehatan.
6. Penyimpanan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
tidak memenuhi syarat kesehatan.
7. Pengangkutan mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
memenuhi syarat kesehatan.
8. Penyajian mie gomak yang dijual di Pasar Sidikalang, Kecamatan Sidikalang
memenuhi syarat kesehatan.
9. Kandungan bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang dijual di Pasar
Sidikalang, Kecamatan Sidikalang tidak terdapat mie gomak yang mengandung
Escherichia coli.
6.2. Saran
1. Bagi penjual mie gomak agar memelihara personal higienenya (kebersihan
perorangannya) untuk mengurangi terjadinya pencemaran/kontaminasi pada mie
gomak supaya dapat tetap menjaga kepercayaan konsumen.
2. Bagi penjual mie gomak agar memerhatikan penyimpanan bahan makanan,
pengolahan mie gomak dan penyimpanan mie gomak yang siap dijual.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi agar mengadakan pengawasan dan
pemantauan higiene sanitasi pada pengolahan makanan dan minuman jajanan.
92
4. Bagi perguruan tinggi agar dapat melakukan kerja sama dengan puskesmas untuk
dapat mengadakan penyuluhan higiene sanitasi makanan dan minuman.
5. Bagi peneliti lain untuk keperluan penelitian yang lebih lanjut untuk melihat
keberadaan Escherichia coli pada campuran yang digunakan dalam penyajian mie
gomak.
93
DAFTAR PUSTAKA
Chandra B, 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Erlangga, Jakarta Depkes RI, 2003. KepMenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. DepKes RI, Jakarta DepKes RI, 2011. Permenkes No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Jasaboga. Depkes RI, Jakarta Gillespie, Kathleen, 2007. Medical Microbiology and infection at a Glance. Third
Edition, Blackwell Publishing, London H Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Airlangga University,
Jakarta Hawley L, 2003. Intisari Mikrobiologi dan Penyakit Infeksi. Hipokrates, Jakarta Jewetz, Adelberg’s, 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba Medika,
Jakarta MB Arisman, 2008. Keracunan Makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Palembang Mulia R, 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta
Pratiwi S, 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga, Jakarta
Purnamasari Ika, 2009. Higiene Sanitasi dan Pemeriksaan Bakteri Escherichia coli pada Es Krim yang Dijajakan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan
Sembiring Lukman, 2010. Hubungan Kebersihan Penjamah Dan Sanitasi Dengan
Keberadaan Bakteri Escherichia coli Dalam Susu Kental Manis Yang Ditambahkan Pada Makanan Dan Minuman Yang Dijual Di Jalan Dr.mansyur Padang Bulan Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan
Siregar C, 2011. Langkah-langkah Membuat Mie Gomak. hhtp://c.siregar.blogspot.com.
Diakses tanggal 03 Pebruari 2012.
94
Sirait E, 2009. Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Escherichia coli dalam Susu Kedelai Pada Usaha Kecil di Kota Medan Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara, Medan
Staff Pengajar FK USU, 1993. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, Binarupa Aksara,
Jakarta Barat Soemirat J, 2007. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada Universitas Press, Jogyakarta Syamsir E, 2008. Mie. http://id.shvoong.com/exact-sciences/1792974-
mie/#ixzz1lJxHaxtL. Diakses tanggal 03 Pebruari 2012
95
Lembar Observasi
HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN DAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN Escherichia coli DALAM MIE GOMAK YANG DIJUAL DI PASAR
SIDIKALANG TAHUN 2012 Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pendidikan :
Lama berjualan :
Higiene Perorangan Penjual Mie Gomak
No Objek Pengamatan Kategori Ya Tidak
1 Tidak menderita penyakit menular: h. Batuk i. Pilek j. Influenza k. Diare l. Penyakit perut lainnya
2 Menutup luka (luka terbuka/bisul)
3 Menjaga kebersihan badan i. Tangan j. Rambut k. Kuku l. Pakaian
4 c. Memakai celemek d. Memakai tutup kepala
5 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan
6 Menjamah makanan memakai alat/perlengkapan (dengan alas tangan)
7 c. Tidak sambil merokok d. Tidak menggaruk anggota badan
8 c. Tidak batuk di hadapan makanan jajanan d. Tidak bersin di hadapan makanan jajanan
96
Sanitasi Pengelolaan Makanan
No Objek Pengamatan Kategori Ya Tidak
Pemilihan Bahan Mie gomak 1. Makanan dikemas : mie lidi
a. kemasan yang tidak rusak b. belum kadaluarsa c. kemasan digunakan hanya umtuk satu kali
penggunaan
2. Makanan tidak dikemas : a. cabe dalam keadaan baru dan segar b. bawang dalam keadaan baru dan segar c. tomat dalam keadaan baru dan segar d. sayur dalam keadaan baru dan segar
Penyimpanan Bahan Makanan 1. Tempat menyimpan bahan makanan terhindar dari
kemingkinan kontaminasi
2. Wadah penyimpanan sesuai dengan jenis bahan makanan 3. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit T Pengolahan Makanan 1. Persiapan bumbu yang siap dimasak dicuci dengan air
mengalir
2. Peralatan yang kontak dengan makanan a. Lapisan permukaan peralatan tidak mengeluarkan
bahan berbahaya b. Talenan terbuat dari bahan selain kayu dan kuat c. Perlengkapan pengolahan berfungsi dengan baik
3. Peralatan bersih yang siap pakai tidak dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel pada mulut
4. Keadaan peralatan(sendok, kuali, baskom, mangkok, wajan memasak) a. Tidak cacat b. Tidak retak c. Tidak gompal d. Mudah dibersihkan
5. Pemilihan bahan (membuang bagian bahan yang rusak) 6. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang
selalu dicuci
97
Penyimpanan Makanan jadi/masak 1. Makanan disimpan dalam keadaan tidak rusak, tidak
busuk atau basi
2. Tempat penyimpanan mempunyai tutup yang menutup sempurna tetapi berventilasi
3. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah
Pengangkutan Makanan 1. Pengangkutan bahan makanan
d. Tidak bercampur dengan bahan berbahaya e. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan f. Bahan makanan tidak diinjak, dibanting dan diduduki
2. Pengangkutan makanan jadi c. Menggunakan kendaraan khusus pengangkut mie gomak d. Wadah harus kuat dan memiliki ukuran yang memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan
Penyajian Makanan 1. Semua peralatan penyajian mie gomak yang digunakan
higienis dan tidak rusak
2. Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan mie gomak
Teknis Higiene dan Sanitasi
No Objek Pengamatan Kategori Ya Tidak
Bangunan 1 Lokasi tidak berdekatan dengan dengan sumber
pencemaran
2 Lantai kedap air, rata, tidak retak dan tidak licin
3 Dinding sebelah dalam keadaan lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang
4 Intensitas cahaya cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif
5 Tempat pengolahan dilengkapi dengan ventilasi
6 Ruang pengolahan makanan tidak berhubungan langsung dengan toilet, peturasan dan kamar mandi
98
7 Peralatan di ruang pengolahan terlindung dari dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya
Fasilitas Sanitasi
1 Tempat cuci tangan d. terpisah dari tempat cuci peralatan e. dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran
pembuangan tertutup f. dilengkapi dengan bak penampungan air dan alat
pengering
2 Air bersih tersedia cukup untuk seluruh kegiatan pengolahan
3 Tempat sampah c. tertutup d. tersedia dalam jumlah yang cukup
4 Tempat pencucian peralatan d. terpisah dari tempat pencucian bahan e. pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen f. peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan
disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga
DOKUMENTASI PENELITIAN