Tugas Kelompok
Pendidikan Kewarganegaraan(Hukum Sebagai Sarana dalam Pencapaian
Keadilan di Indonesia)
Oleh:
Kelompok VIWynaldo Adithias Aries
Achmad Dalvin
Eka Widyastuti
Fitrah Ramadhana
[E41114311]
[E41114309]
[E41114310]
[E41114312]
1
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2014/2015KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul:
“Hukum sebagai Sarana dalam Pencapaian Keadilan di
Indonesia” ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini dapat
diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada segenap pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam upaya
penyelesaian Makalah ini.
Dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari
bahwa Makalah ini masih amat jauh dari kesempurnaan.
Seperti halnya kata pepatah “tak ada gading yang tak
retak”, maka tak ada pula manusia yang tak pernah2
melakukan kesalahan. Karena sesungguhnya kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa oleh karena itu,
pemberian kritik serta saran-saran yang membangun
sangat penulis harapkan guna pembaharuan dan perbaikan
lebih lanjut, terutama untuk penulisan kami
selanjutnya.
Makassar, 28
Maret 2015
Kelompok VI
3
DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar......................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah........................1
B.Rumusan Masalah...............................1
C.Tujuan .......................................2
BAB II: PEMBAHASAN
A...............................................
gertian Hukum.................................
B...............................................
arah dan Sumber Hukum serta Pembagian Bidang
Hukum di Indonesia............................
C...............................................
gsi Hukum.....................................
D...............................................
na Keadilan (Justice)...........................
E...............................................
nsip-Prinsip Keadilan Di Indonesia............
4
F...............................................
dilan Hukum...................................
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan....................................16
B. Saran.........................................17
Daftar Pustaka......................................................................................iv
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa
Negara Indonesia merupakan negara hukum, yang
tentunya memiliki peraturan-peraturan hukum, dengan
sifat yang memaksa seluruh masyarakat atau rakyat
Indonesia untuk patuh akan aturan atau kebijakan-
kebijakan tersebut. Badan penegak hukum pun telah
dibentuk guna mewujudkan Negara kita ini sebagai
Negara yang adil dan makmur. Tetapi, tidak dapat
dipungkiri bahwa di Negara kita masih banyak pula
kesalahan dalam penegakan hukumnya dan masih banyak
pula ketidak adilan dalam pelaksanaan hukum yang
berlaku. Namun, hal itu bukanlah kesalahan dari hukum
yang diterapkan, melainkan keteledoran dari badan
badan pelaksana hukum itu sendiri. Akibatnya, banyak
terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum, dan pelanggar-
pelanggar itu seharusnya diadili dan dikenai sanksi
sebagaimana mestinya. Namun pada kenyataannya banyak
yang dibiarkan begitu saja dan hal ini tentunya
membawa dampak yang buruk bagi masa depan Negara ini.
6
Agar terbentuk Negara yang memiliki hukum yang
tegas dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku,
Oleh karena itu kali ini kita akan membahas mengenai
hukum sebagai sarana dalam pencapaian keadilan di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum dan Keadilan?
2. Bagaimana sejarah dan sumber hukum serta
pembagian bidang hukum di Indonesia?
3. Bagaimana penegakan hukum dalam rangka
mewujudkan keadilan di Indonesia?
C. Tujuan
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat:
1. Mengetahui apa itu hukum dan keadilan.
2. Mengetahui sejarah hukum dan pembagian bidang-
bidang hukum yang terdapat di Indonesia.
3. Mengetahui proses penegakan hukum dalam rangka
mewujudkan keadilan bagi rakyat Indonesia.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Pengertian Hukum Menurut Para Ahli:
1. Plato, (dilukiskan dalam bukunya Republik). Hukum
adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan
tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat
tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu
yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena
kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim
dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum
orang-orang yang bersalah.
3. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-
syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang
satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari
orang lain memenuhi peraturan hukum tentang
Kemerdekaan.
4. Alm. Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H. (dalam
bukunya Menguak Tabir Hukum) bahwa Hukum adalah
seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam
suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan
9
tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga
dalam kehidupan bermasyarakatnya. Hukum tersebut
bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari
sumber lain yang diakui berlakunya, oleh otoritas
tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-
benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai
satu keseluruhan) dalam kehidupannya. Jika kaidah
tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi
otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang
sifatnya eksternal.
B. Sejarah dan Sumber Hukum serta Pembagian Bidang
Hukum di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem
hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian
besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana
berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda
karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang
merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-
Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam,
maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak
terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem
hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau10
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-
aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya
yang ada di wilayah nusantara.
Sumber hukum Indonesia adalah segala sesuatu yang
memiliki sifat normatif yang dapat dijadikan tempat
berpijak bagi dan atau tempat memperoleh informasi
tentang sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Sumber hukum di Indonesia adalah:
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Undang-Undang
4. Traktat atau Treaty
5. Doktrin atau Pendapat Para Ahli Hukum
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara
lain:
a. Hukum Pidana (Hukum Publik)
Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan
antar subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan
yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan
perundang-undangan dan berakibat diterapkannya
sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para
11
pelanggarnya. Hukum pidana terbagi menjadi dua
bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum
pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur
tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak
pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia,
pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab
undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana
formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana
materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana
formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981
tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan
yaitu kejahatan dan pelanggaran.
a) Kejahatan ialah perbuatan yang tidak
hanya bertentangan dengan peraturan perundang -
undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai
moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat.
Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan
sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri,
membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
b) Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan
yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan
namun tidak memberikan efek yang tidak
berpengaruh secara langsung kepada orang lain,12
seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan
sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan
sebagainya.
b. Hukum Perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan
hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut
pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan
dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-
hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan
umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-
hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang
bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada
hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata
Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku
13
di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal
dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan
Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum
perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata
yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat
KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
Buku I tentang Orang;
Buku II tentang Kebendaan;
Buku III tentang Perikatan;
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian;
c. Hukum Acara
Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum
acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum
acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana
cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum
materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan14
memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum
materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum
materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil
pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum
materiil perdata, maka ada hukum acara perdata.
Sedangkan, untuk hukum materiil tata usaha negara,
diperlukan hukum acara tata usaha negara.
Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung
pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang
dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat
menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan
kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim,
jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga
Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini
benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas,
maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi
terhadap para penegak hukum. Dengan semakin
tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu
untuk menaati hukum.
d. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur
tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian,
struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga15
negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar
lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum
tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan
diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata
dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan,
sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi
lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
e. Hukum Tata Usaha (Administrasi) Negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah
hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara.
Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Hukum
administarasi negara memiliki kemiripan dengan
hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal
kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan
hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi
konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu
negara dalam hal pengaturan kebijakan
pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana
negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata
usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti
sempit.
f. Hukum Agraria
16
Hukum Agraria yang dimiliki oleh dan berlaku bagi
masyarakat Indonesia tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria,
yang diundang-undangkan pada tanggal 24 September
1960. Diberlakukannya undang-undang tersebut dengan
penamaan Hukum Agraria merupakan perluasan konsep
agrarian yang jauh lebih luas dari hukum tanah.
g. Hukum Adat
Hukum Adat adalah sistem aturan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal
dari kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati
dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa
Indonesia.
h. Hukum Islam
Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang
banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan
Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No.
4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu :
Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangan peradilan umum.
17
C. Fungsi Hukum
Secara umum hukum mempunyai arti himpunan
peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan
tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat
yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta
mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi
hukuman bagi yang melanggarnya. Untuk mencapai
tujuannya, hukum harus difungsikan menurut fungsi-
fungsi tertentu.
Fungsi Hukum Menurut beberapa Tokoh Indonesia
Menurut pendapat Soedjono Dirjosisworo
1. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan
ketentraman masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan.
3. Sarana penggerak pembangunan.
4. Fungsi kritis dari hukum bahwa daya kerja
hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan
kepada aparatur pengawas, aparatur pemerintah dan
aparatur penegak hukumnya.
Menurut Sunaryati Hartono
1. Hukum sebagai pemeliihara ketertiban dan
keamanan.
2. Sebagai sarana pembangunan.
18
3. Sarana penegak keadilan.
4. Sarana pendidikan kepada masyarakat.
Seminar hukum Nasional IV (Badan Pembinaan Hukum
Nasional, 1980:61) menyatakan bahwa fungsi dan
peranan hukum dalam pembangunan ialah:
1. Sebagai pengatur, penertib dan pengawas
kehidupan masyarakat.
2. Penegak keadilan dan pengayom warga
masyarakat.
3. Penggerak dan pendorong pembangunan dan
perubahan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
4. Pengaruh masyarakat pada nilai-nilai yang
mendukung usaha pembangunan.
5. Penjamin keseimbangan dan keserasian yang
dinamis dalam masyarakat yang mengalami perubahan
cepat Faktor integrasi antara berbagai sub sistem
budaya bangsa.
Secara umum Hukum memiliki fungsi, yakni:
(1) Hukum sebagai sarana pemeliharaan ketertiban
dan keamanan.
Tujuan pokok dari hukum apabila hendak direduksi
pada satu hal saja, adalah ketertiban (order).
Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari
segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban adalah
19
syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat manusia yang teratur.
(2) Hukum sebagai sarana pembangunan.
Pembinaan bidang hukum harus mampu mengarahkan dan
menampung kebutuhan–kebutuhan hukum menurut
tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang
sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum
sebagai prasarana ke arah peningkatan pembinaan
kesatuan bangsa, sekaligus berfungsi sebagai
sarana pembangunan yang menyeluruh. Ini berarti
pembangunan hukum itu perlu dilakukan sedemikian
rupa, sehingga mampu menciptakan suatu sistem
hukum pembangunan nasional, yang tidak hanya mampu
mempertahankan keutuhan negara dan kesatuan
bangsa, akan tetapi bahkan mampu memakukan
kesejahteraan umum.
(3) Hukum sebagai sarana penegakan keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewahiban. Jadi, keadilan
pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau
keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan
kewajiban. Hukum sangat erat hubunganya dengan
keadilan. Bahkan ada orang yang berpandangan hukum
harus digabungkan dengan keadilan, supaya sungguh-
20
sungguh berarti sebagai hukum dalam menggunakan
kata ius untuk menandakan hukum yang sejati. Hukum
merupakan bagian usaha manusia menciptakan suatu
ko-eksistensi etis di dunia ini. Hanya melalui
suatu tata hukum yang adil orang-orang dapat hidup
dengan damai menuju kesejahteraan jasmani maupun
rohani. Begitu pula rule of law yang terutama
diterapkan pada sistem hukum anglo saxon mempunyai
latar belakang yang sama juga yakni cita-cita akan
keadilan.
(4) Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Untuk memenuhi fungsi hukum sebagai sarana
pendidikan masyarakat, maka norma-norma hukum yang
akan dibentuk harus dapat memperhatikan keadaan
yang beraneka warna di dalam kenyataan dan
pebentuk hukum harus menemukan norma-norma hukum
yang tepat bagi kebutuhan masyarakat masing-
masing.
D. Makna Keadilan (Justice)
Dengan menyatakan bahwa tujuan hukum itu untuk
mewujudkan keadilan semata-mata masih jauh lebih
mudah ketimbang menjawab pertanyaan, tentang apa yang
dimaksud keadilan. Adil itu bagaimana dan yang tidak
adil itu bagaimana?
21
Pertanyaan tersebut di atas menunjukkan bahwa
kita sendiri meragukan pandangan yang menyatakan
bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk keadilan.
Sebab, keadilan itu sendiri adalah sesuatu yang
abstrak, subjektif karena keadilan bagaimanapun
menyangkut nilai etis yang dianut masing-masing
individu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak definisi
tentang keadilan yang pernah dikemukakan oleh pakar,
akan tetapi definisi-definisi itu berbeda satu sama
lain. Di dalam berbagai literatur, bertebaran
definisi mmaupun ungkapan dan kalimat bijak tentang
makna atau wujud keadilan (justice).
Berikut merupakan beberapa definisi keadilan
menurut beberapa ahli:
⌘ Aristoteles
“Justice is a political virtue, by the rules of it, the state is regulated
and these rules the criterion of what is right”. Jadi Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan tindakan
manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara dua ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ekstrem melibatkan dua orang atau
benda. Ketika dua orang telah punya kesamaan dalam
ukuran yang telah ditetapkan, maka setiap orang
22
harus mendapatkan objek atau hasil yang sama, jika
tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima
bagian yang tidak sama, sedangkan proporsi
pelanggaran terjadap disebut tidak adil.
⌘ Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kata keadilan berasal dari kata “adil”, memiliki
arti kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan. Jadi
keadilan yang menyiratkan sebagai hal yang tidak
berat sebelah atau tidak memihak dan tidak
sewenang-wenang.
⌘ W.J.S. Poerwodarminto
Kata adil berarti tidak berat sebelah, harus tidak
ada kesewenang-wenangan dan tidak memihak. Jadi,
keadilan pada dasarnya memperlakukan seseorang atau
pihak lain sesuai dengan hak-hak mereka.
Dari berbagai definisi di atas, sangat tampak
beraneka ragamnya pemahaman tentang makna keadilan.
Ada yang memberikan pandangan bahwa keadilan
merupakan pembenaran bagi pelaksanaan hukum, yang
diperlawankan dengan kesewenag-wenangan. Sebagin
pula, meyakini bahwa yang dimaksud ‘keadilan’ adalah
kelayakan. Keadilan yang sempurna itu tidak pernah
ada, yang ada hanyalah sekadar pencapaian keadilan
dalam kadar tertentu.
23
Menurut Alm. Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H.
dalam bukunya Menguak Teori Hukum dan Teori
Peradilan, mengatakan bahwa: “saya sendiri jelas
tidak mendukung pendapat yang menyatakan bahwa hukum
hanyalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan karena
bagaimanapun, nilai keadilan selalu subjektif dan
abstrak”.
Sama halnya dengan konsep hukum yang abstrak,
maka demikian pula konsep tentang keadilan merupakan
konsep abstrak dan bersifat subjektif, sesuai nilai
yang dianut oleh masing-masing individu dan
masyarakat.
E. Prinsip Keadilan di Indonesia
Di Indonesia, prinsip-prinsip keadilan secara
formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yakni:
1. bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa,… karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan ‘peri keadilan’;
2. ,…kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, ‘adil’ dan makmur;
3. Untuk memajukan kesejahteraan umum,… dan
‘keadilan sosial’.
4. …. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
24
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan, penjabaran prinsip-prinsip keadilan
secara formal termuat dalam pasal-pasal UUD 1945,
yaitu:
1. Pasal 1 ayat 3: Negara Indonesi adalah Negara
hukum.
2. Pasal 24 ayat 1: Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan.
3. Pasal 27 ayat 1: Segala warga Negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
4. Pasal 28 D ayat 1: Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang adil di
muka hukum.
5. Pasal 28 D ayat 2: Setiap orang berhak untuk
bekerja dan mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
F. Keadilan Hukum
25
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara
moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda
atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan
memiliki tingkat kepentingan yang besar. Kebanyakan
orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan
dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di
seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.
Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan
memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang
dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan,
karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak
jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala
sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan hukum itu cukup sederhana, yaitu apa
yang sesuai dengan hukum dianggap adil sedang yang
melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika terjadi
pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan
untuk memulihkan keadilan. Dalam hal terjadinya
pelanggaran pidana atau yang dalam bahasa sehari-hari
disebut “kejahatan” maka harus dilakukan pengadilan
yang akan melakukan pemulihan keadilan dengan
menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan
pelanggaran pidana atau kejahatan tersebut. Hukum
Indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan26
kepada masyarakat yang tertindas. Justru sebaliknya,
hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk
bertindak semena-mena.
Equality before the law. Suatu kata yang selalu
diajarkan pada bangku kuliah fakultas hukum di
seluruh Indonesia atau bahkan seluruh dunia.
Persamaan di depan hukum setidaknya merupakan
gambaran betapa hukum menempatkan setiap orang siapa
pun dia, dari mana pun dia, dan berlatar belakang apa
pun dia, harus ditempatkan dalam kedudukan yang sama
di hadapan hukum.
ASAS persamaan di hadapan hukum itulah yang
menjadikan hukum sebagai sarana pencapaian keadilan.
Adanya persamaan itulah, maka hukum itu harus ditaati
oleh siapa pun karena hanya lewat hukum akan ada
ketertiban, ketenteraman, dan keadilan.
Namun, potret penegakan hukum Indonesia kini
telah berada pada titik yang tidak lagi berada pada
timbangan keseimbangan, bak pedang bermata satu yang
tumpul di atas namun amat tajam di bawah. Betapa
tidak, akhir-akhir ini kita banyak dapatkan fenomena
hukum di negeri Indonesia yang secara tegas
konstitusinya menyebutkan sebagai negara hukum dalam
27
artian segala bentuk tindakan manusianya harus
dilandaskan oleh hukum. Namun, ternyata fenomena-
fenomena yang ada menggabarkan betapa hukum hanya
berlaku sepihak di Indonesia.
Sebuah tayangan televisi akhir-akhir ini secara
gamblang memaparkan kepada masyarakat bagaimana hukum
itu berjalan di tangan-tangan para malaikat dunia
yang seenakanya saja memainkan dan menentukan nasib
seseorang. Jelas para penegak hukum bukan malaikat
apalagi Tuhan, sehingga kesalahan adalah suatu hal
yang wajar atau bahkan suatu takdir yang tak mungkin
dapat dihindari. Tapi, apakah kesalahan yang
berlangsung secara terus-menerus itu juga takdir?
Dalam tayangan televisi tersebut dipaparkan
betapa kasus seorang Jaksa Esther yang secara
terbukti bersalah menjual barang bukti berupa pil
ekstasi yang juga merupakan barang bukti sejumlah
lebih dari 300 butir hanya divonis oleh majelis hakim
satu tahun penjara. Sedangkan di sisi lain sebagai
bahan perbandingan ada seorang sopir yang kedapatan
membawa satu pil ekstasi divonis majelis hakim 4
tahun penjara. Inikah keadilan yang dijanjikan hukum
di negeri ini. Ini hanya satu kasus dari ratusan
28
kasus atau bahkan ribuan kasus yang tidak terekspos
media. Bagaimana para pelaku hukum bisa menjelaskan
keadilan jika posisi hukum diibaratkan sebagai pedang
yang bermata satu?
Betapa tidak, tiga ratus pil ekstasi dan satu pil
ekstasi bisa diberikan hukuman lebih berat untuk yang
satu pil ekstasi. Padahal, secara jelas penjual 300
pil ekstasi adalah seorang penegak hukum yang
seharusnya menyandang gelar terhormat dan integritas
yang harus menjadi panutan masyarakat. Sehingga layak
bagi hakim menjatuhkan hukuman seberat-beratnya
karena secara pribadi ia adalah orang yang tahu
hukum.
Dalam tayangan tersebut, salah seorang majelis
hakim menjelaskan pertimbangannya menjatuhkan vonis
satu tahun. Ia menyatakan bahwa jaksa Esther
terpeleset alias tidak sengaja menjual ekstasi.
Sungguh pertimbangan hukum yang menyedihkan.
Sedangkan untuk kasus sopir yang membawa satu pil
ekstasi tidak pernah ada pertimbangan terpeleset atau
tidak. Padahal, jaksa Esther jika ditelusuri mendalam
selain menjual ekstasi, dia juga mencuri barang
bukti. Artinya, ada dua tindak pidana yang ia
lakukan. Selain itu, dia juga menjual kepada oknum29
kepolisian. Sehingga dari rangkaian tersebut, efek
jera dari putusan pengadilan adalah suatu hal yang
mutlak agar institusi penegak hukum dapat dan mau
mengoreksi dan memperbaiki citranya yang sudah hancur
berantakan di mata masyarakat.
Seharusnya penegak hukum harus bersikap adil
kepada semua masyarakat tanpa membeda bedakan dia itu
“masyarakyat biasa” atau “orang penting” di negeri
ini. Dengan melihat apa kesalahannya yang dibuat dan
dihukum sesuai dengan peraturan yang ada dengan adil,
bukannya malah kasus yang lebih ringan dihukum lebih
berat daripada kasus berat dihukumnya ringan.
Integrated is not negotiable (integritas adalah suatu
hal yang tidak bisa dinegosiasikan) sebuah ungkapan
yang harus selalu dijunjung para penegak hukum kini
hanya tinggal kenangan dan berganti menjadi
integrated is must negotiable (integritas adalah hal
yang harus di negosiasikan). Ketika integritas tidak
lagi menjadi bagian dari penegakan hukum di
Indonesia, keadilan jelas bukan lagi monopoli hukum
di negeri ini.
30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alm. Prof. Dr. Achmad Ali, S.H., M.H. (Dalam
bukunya Menguak Tabir Hukum) bahwa hukum adalah
seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam
suatu sistem yang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam
kehidupan bermasyarakatnya. Hukum tersebut bersumber
baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain
yang diakui berlakunya, oleh otoritas tertinggi dalam
masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan
oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan)
dalam kehidupannya. Jika kaidah tersebut dilanggar
akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi
untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia: Kata Keadilan
Berasal Dari Kata “Adil”, Memiliki Arti Kejujuran,
Ketulusan, Dan Keikhlasan. Jadi Keadilan Yang
Menyiratkan Sebagai Hal Yang Tidak Berat Atau Tidak
Memihak Dan Tidak Sewenang-wenang.
Hukum di Indonesia terbagi atas beberapa bidangyakni:
31
• Hukum Pidana
• Hukum Perdata
• Hukum Kenegaraan
• Hukum Agraria
• Hukum Adat
• Hukum Islam
Fungsi hukum, yaitu:
1. Hukum sebagai Sarana Pemeliharaan Ketertiban
Dan Keamanan.
2. Hukum sebagai Sarana Pembangunan.
3. Hukum sebagai Sarana Penegakan Keadilan.
4. Hukum sebagai Sarana Pendidikan Masyarakat.
Keadilan hukum dapat diartikan, yaitu apa yang
sesuai dengan hukum dianggap adil sedangkan yang
melanggar hukum dianggap tidak adil. Jika terjadi
pelanggaran hukum, maka harus dilakukan pengadilan
untuk memulihkan keadilan.
B. Saran
Dalam Makalah ini, penulis meyadari masih banyak
kesalahan terutama dari segi penulisan. Oleh karena
itu, kami selaku penulis mengharapkan adanya
penyampaian kritik maupun saran yang membangun agar
penulis dapat melakukan perbaikan pada makalah ini
maupun pada penulisan-penulisan selanjutnya.
Diharapkan pula penegakan hukum dapat dilakukan
32
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. 2011. Menguak Tabir Hukum. Bogor: GhaliaIndonesia.
Ali, Achmad. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) danTeori Peradilan (Judicalprudence): Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Vol. 1. Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group.
Bisri, Ilhami. 2011. Sistem Hukum Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers.
http://irfansanjayabakti.blogspot.com/2014/06/hukum-sebagai-pencapaian-keadilan.html
http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html
34