+ All Categories
Home > Documents > Judul Asli

Judul Asli

Date post: 22-Apr-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
234
Judul Asli : Hard Sayings of Paul Pengarang : Manfred T. Brauch Penerbit : InterVarsity Press Downers Grove Illinois 60515 Alih Bahasa : Dra. Fenny Veronica Gambar Sampul : Yahya Gunawan Edisi Terjemahan telah mendapat izin dari penerbit buku asli DAFTAR ISI Prakata Prakata dari Penulis 1. Apakah Allah Murka? (Roma 1:18) 2. Dosa Satu Orang Berarti Kematian Saya? (Roma 5:12) 3. Dosa yang Bertambah (Roma 5:20) 4. Mati bagi Dosa (Roma 6:2,7) 5. Hamba Dosa (Roma 7:14,19) 6. Segala Sesuatu demi Kebaikan (Roma 8:28) 7. Apakah Allah Tidak Adil? (Roma 9:13-15) 8. Kegenapan Hukum Taurat (Roma 10:4) 9. Keselamatan Israel (Roma 11:26) 10. Allah Telah Mengurung Semua Orang dalam Ketidaktaatan (Roma 11:32)
Transcript

Judul Asli        : Hard Sayings of Paul

Pengarang        : Manfred T. Brauch

Penerbit          : InterVarsity Press Downers Grove

Illinois 60515

Alih Bahasa      : Dra. Fenny Veronica

Gambar Sampul : Yahya Gunawan

Edisi Terjemahan telah mendapat izin dari penerbit buku asli

 

DAFTAR ISI

Prakata                                            

Prakata dari Penulis                              

1. Apakah Allah Murka? (Roma 1:18)                            

2. Dosa Satu Orang Berarti Kematian Saya? (Roma 5:12)

3. Dosa yang Bertambah (Roma 5:20)                        

4. Mati bagi Dosa (Roma 6:2,7)                                            

5. Hamba Dosa (Roma 7:14,19)                                            

6. Segala Sesuatu demi Kebaikan (Roma 8:28)                      

7. Apakah Allah Tidak Adil? (Roma 9:13-15)                            

8. Kegenapan Hukum Taurat (Roma 10:4)                                    

9. Keselamatan Israel (Roma 11:26)                            

10. Allah Telah Mengurung Semua Orang dalam Ketidaktaatan (Roma 11:32)                                              

11. Menumpukkan Bara Api (Roma 12:20)                                      

12. Tunduk kepada Pemerintah (Roma 13:1)                            

13. Makanan yang Membinasakan (Roma 14:15)                                          

14. Membinasakan Bait Allah (I Korintus 3:17)

15. Serahkan kepada Iblis (I Korintus 5:5)                              

16. Siapa yang Mewarisi Kerajaan Allah? (I Korintus 6:9-10)

17. Apakah Baik untuk Menikah? (I Korintus 7:1)

18. Bukan Aku, Tetapi Tuhan (I Korintus 7:10,12)            

19. Tinggal dalam Keadaan yang Sama (I Korintus 7:20)                  

20. Berlaku Seolah-Olah Tidak Beristri (I Korintus 7:29)        

21. Banyak Tuhan dan Allah (I Korintus 8:5-6)                      

22. Menjadi Kepala? (I Korintus 11:3)  

23. Kemuliaan Laki-Laki (I Korintus 11:7)                

24. Karena Para Malaikat (I Korintus 11:10)      

25. Mengakui Tubuh Tuhan (I Korintus 11:29)                        

26. Apakah Kita Semua Harus Berkata-Kata dengan Bahasa Roh? (I Korintus 14:5)  

27. Berdiam Diri dalam Pertemuan-Pertemuan Jemaat (I Korintus 14:33-34)                      

28. Baptisan untuk Orang Mati (I Korintus 15:29)          

29. Selubung atas Pikiran Mereka             (II Korintus 3:14)                                                                                      

30. Yang Lama Sudah Berlalu? (II Korintus 5:17)                                                                                      

31. Pasangan yang Tidak Seimbang           (II Korintus 6:14)                                                                                      

32. Lawan yang Terkutuk                                       (Galatia 1:9)

33. Kristus yang Tidak Berguna                     (Galatia 5:2)

34. Israel Milik Allah (Galatia 6:16)

35. Naik dan Turun           (Efesus 4:9-10)

36. Istri, Tunduklah       (Efesus 5:22)

37. Kerjakanlah Keselamatanmu (Filipi 2:12-13)

38. Tidak Bercacat di Hadapan Hukum                                             (Filipi 3:4-6)                                

39. Yang Sulung di Antara Ciptaan                                     (Kolose 1:15)                              

40. Apa yang Kurang pada Penderitaan Kristus (Kolose 1:24)

41. Anti-Semit? (I Tesalonika 2:14-15)

42. Orang yang Durhaka   (II Tesalonika 2:3)

43. Orang yang Menahan Kedurhakaan   (II Tesalonika 2:7)

44. Perempuan Tidak Boleh Mengajar   (I Timotius 2:11-12)

45. Keselamatan karena Melahirkan Anak (I Timotius 2:13-15)

46. Lebih Buruk dari Orang yang Tidak Beriman (I Timotius 5:8)

47. Anggur untuk Pencernaan (I Timotius 5:23)

48. Orang Kreta Selalu Pembohong (Titus 1:12-13)

   

 

 

 

Rasul Paulus menjelaskan , kebenaran pokok dari Kekristenan.Tetapi kadang-kadang ia membiarkan kita bingung. Sepertidikatakan Rasul Petrus pada jaman dahulu kala, "surat-surat RasulPaulus "berisi hal-hal yang sukar dipahami."

    Apakah Hukum Taurat itu baik? Apakah lebih baik menikahatau tidak? Apakah Allah benar-benar adil? Apa yang akan terjadipada bangsa Yahudi? Apakah perempuan boleh mengajar? Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak menjadi lebih mudah seiring denganberjalannya waktu.

    Manfred Brauch, bersumber pada bertahun-tahun pengalamanpastoral dan studi Alkitab, membahas empat puluh delapan ucapanPaulus yang sulit dan memberikan pertolongan yang kita butuhkan.Dengan memberikan latar belakang dan menempatkan ucapan tersebutdalam konteks seluruh pengajaran Paulus, is menolong kita bukansaja untuk memahaminya melainkan juga melihat maknanya untukkehidupan Kristen sekarang ini.

    (Manfred T. Brauch adalah professor Teologi Alkitab diEastern Baptist Theological Seminary di Philadelphia.)

 

Prakata

Tema buku ini terdapat dalam II Petrus 3:15-16. Di sana dikatakan bahwa dalam tulisan-tulisan Rasul Paulus, yang selaluberbicara tentang karya Tuhan kita yang penuh kemurahan dankesabaran yang membawa keselamatan bagi kita, terdapat "hal-halyang sukar dipahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminyadan yang tidak teguh imannya, memutarbalikannya menjadikebinasaan mereka sendiri; sama seperti yang juga mereka buatdengan tulisan-tulisan yang lain." Beberapa pemahaman dasarmuncul dari teks ini, yang memberikan titik awal yang pentinguntuk buku ini.

   Pertama-tama, jelas bahwa tulisan Rasul Paulus yangkirakira berasal dari tahun 50-65 Sesudah Masehi, sudah mulaitersebar secara agak meluas. II Petrus 3:16 mengacu kepada "semuasurat-suratnya." Karena Paulus menulis kepada jemaat dan individudi seluruh kerajaan Yunani/Roma mulai Roma di sebelah Baratsampai Galatia di sebelah Timur pasti dibutuhkan waktu beberapatahun supaya surat-surat Paulus dikenal, tersebar dan dibaca di

semua jemaat. Barangkali beberapa abad telah berlalu sejak Paulusmenulis surat.

Kedua, surat-surat Paulus sedikit banyak telah memilikikuasa. Walaupun masih diragukan bahwa tulisan-tulisan Paulus padasaat itu sudah dipandang sejajar dengan Kitab Suci (yaituPerjanjian Lama kita, yang merupakan Alkitab orang Kristen dulu),ungkapan "Kitab Suci yang lain" jelas menunjukkan bahwa bagiorang-orang kafir tulisan Rasul-Rasul Kristus dipandang sebagaiperluasan dari Firman yang berkuasa, baik dari Tuhan yang bertemudengan manusia dalam Perjanjian Lama maupun Kristus, Tuhan darigereja.

   Ketiga, penyebutan Petrus mengenai "kata-kata yang sukardipahami" dalam surat-surat Paulus menunjukkan bahwa padapertengahan abad pertama, jemaat Kristen mengalami kesulitanmenerima, mengerti atau menerapkan perkataan-perkataan tertentudari Paulus dengan benar. Jika hal ini benar-benar terjadi padabeberapa abad pertama setelah penulisan surat-surat Paulus,lebih-lebih lagi bagi kita, yang terpisah dari jaman Rasul Paulusbukan hanya selama lebih kurang dua ribu tahun, melainkan jugaoleh aspek-aspek pengalaman manusia yang penting seperti sejarah,budaya, dan bahasa. Jika pada jaman itu saja orang bisa salahmengerti atau bahkan memutarbalikkan arti perkataan-perkataantertentu dari Paulus, maka kemungkinannya akan lebih besar bagikita.

   Seorang sarjana Eropa yang terkenal pada abad terakhir,Adolf von Harnack, pernah berkata bahwa satu-satunya orang yangbenar-benar pernah memahami Paulus adalah seorang ahli ajaransesat abad kedua bernama Marsion, tetapi bahkan ia pun salahmemahami Paulus. Menurut Harnack, Marsion jelas memahami sifatInjil Paulus yang radikal yaitu bahwa keselamatan didapatkankarena kasih karunia Allah, bukan ketaatan terhadap Hukum Taurattetapi penolakan Marsion terhadap Perjanjian Lama yang didasarkanpada Injil Paulus menggambarkan kesalahpahaman mengenai Paulus.

Dengan demikian, sejak tahun-tahun awal digunakannya surat-surat Paulus oleh orang Kristen, kemungkinan memahami atau tidakmemahami, menggunakan dengan benar atau tidak benar, telah

menjadi kenyataan yang selalu ada. Bagi kita orang Kristen abadkedua puluh, fakta ini seharusnya memberikan kerendahan hati danpengharapan. Ada saat-saat di mana setelah mempelajari sebuahteks dengan teliti dan mendalam, dengan rendah hati kita semuaharus mengakui bahwa kita tidak dapat memahami arti ataumengetahui secara pasti apa yang diharapkan oleh penulis untukkita pahami. Namun selalu ada harapan bahwa mempelajari denganteliti selalu di bawah bimbingan Roh Kudus akan membuat kitamendengar "ucapan-ucapan yang sulit" sedemikian rupa sehinggaFirman Allah dapat melakukan pekerjaannya dalam kehidupan kita.

   Pemilihan "ucapan Paulus yang sulit" yang terdapat dalam bukuini berasal dari pengalaman penulis sebagai seorang Kristen,siswa dan guru. Dalam studi pribadi, kerja sama dengan siswa-siswa perguruan tinggi dan seminari, dan banyak diskusi denganorang-orang Kristen di gereja dan orang-orang bukan Kristen diakademi, teks bacaan ini berkali-kali muncul sebagai "teks yangbermasalah." Beberapa teks benar-benar membingungkan pembaca ataumenciptakan ketegangan yang tidak terpecahkan antara pengertiansatu teks dan yang lainnya. Beberapa teks lain nampak samar-samaratau tidak jelas. Teks-teks lainnya lagi menimbulkan kesalahpahaman yang berbeda-beda. Dan beberapa teks nampaknya sangattidak sepadan dengan arti dan tujuan keseluruhan dari Injilsehingga teks-teks tersebut langsung ditentang atau ditolak,bahkan oleh beberapa orang yang memiliki komitmen yang mendalampada kekuasaan Alkitab terhadap iman dan hidup Kristen.

   Adalah harapan saya bahwa buku ini akan memberikansumbangan positif dalam usaha yang terus-menerus untuk memberikanpemahaman yang lebih jelas mengenai beberapa "ucapan yang sulit"dari tulisan-tulisan Para Rasul.

Para pembaca dianjurkan untuk menyiapkan sebuah Alkitab untukacuan, sehingga penyebutan yang sering dari bacaan Alkitab yangberkaitan dan seluruh konteks "ucapan yang sulit' dapat diikutidan dilihat dengan jelas. Dengan cara ini, studi tentang bab-babberikut  akan sangat bermanfaat. Versi Alkitab yang banyakdigunakan dalam buku ini adalah New International Version. Jikadigunakan versi-versi lain, hal tersebut ditunjukkan dalam teks.

 

 

PRAKATA

Memahami dan Menafsirkan Teks-Teks Alkitab

    Membaca dan mempelajari tulisan apapun juga, agar sesuaidengan tujuan penulisnya, harus mempertimbangkan sekurang-kurangnya tiga hal dengan serius: (1) sifat penulisan itusendiri, (2) tujuan penulisan, dan (3) situasi atau konteks dimana penulisan itu dibuat. Kegagalan untuk mengamati hai-hal diatas lebih sering daripada tidak menimbulkan kesalahpahaman atausalah tafsir.

    Dalam bab ini kita akan mendiskusikan sifat, tujuan, dansituasi, dengan secara khusus memperhatikan prinsip-prinsippenafsiran Alkitab yang akan membantu dalam penyelidikan teks-teks yang dipilih.

    Tetapi sebelum kita mulai kita juga harus mengetahuibahwa setiap penafsir Kitab Suci, termasuk saya, melihat sebuahteks dengan asumsi-asumsi tertentu mengenal materi yang akandipelajari. Sebelum kita mulai, saya ingin Anda mengetahui apaasumsi-asumsi saya.

    Dalam memahami ucapan-ucapan yang sulit dari Paulus,secara sadar saya menulis dari tradisi teologi penginjilan,keyakinan dan penyerahan pribadi. Saya menulis dari sebuahperspektif yang menghargai komitmen yang mendalam dan sentraldari warisan ini terhadap Alkitab sebagai kriteria puncak untukpemahaman kita dan penerapan wahyu Allah, yang pada puncaknyaterungkap pada Inkarnasi. Penegasan yang fundamental dari imanpenginjilan berkaitan dengan Alkitab adalah bahwa di dalampengungkapan Allah yang penuh kemurahan ini terdapat catatankebenaran dan tujuan Allah yang asli dan dapat diandalkan, yangjika dijawab dengan iman akan membimbing kepada hubungan yangdipulihkan dengan Allah dan sesama kita. Kitab Suci termasuk

"ucapan-ucapan yang sulit" adalah pembimbing iman dan hidup kitayang berkuasa dan sempurna.

    Setelah menyatakan hal-hal ini, yang pada intinya adalahpeneguhan iman, saya harus dengan segera mengakui bahwa komitmensemacam ini tidak semata-mata menentukan penafsiran teks KitabSuci mana pun juga. Yang dilakukannya adalah menentukan nada danmemberikan batas-batas. Ini berarti, jika Anda memiliki asumsiyang sama dengan saya, kita mendekati sebuah teks denganmenyadari bahwa teks-teks tersebut lebih daripada sekedar hasilpemikiran manusia dan refleksi teologis- teks-teks itu munculdari pelayanan dan pengajaran Rasul-Rasul Kristus yangditugaskan, dibimbing dan mendapatkan inspirasi dari Roh KudusKristus dalam pelayanan penulisan mereka.

    Asumsi tentang Alkitab ini juga berarti bahwa kita tidakdapat begitu saja terlewatkan, mengabaikan atau menolak teks-teksyang mungkin sulit untuk disesuaikan dengan aspek-aspek KitabSuci lainnya atau yang arti atau pengajarannya sulit kita terima.Titik awal penelitian kita mewajibkan kita untuk menanggapiperkataan-perkataan tersebut dengan sangat serius, berusahamemahami maksudnya, mengapa hal tersebut ditulis, dan apaimplikasinya untuk iman dan kehidupan kita.

    Kewajiban semacam ini membawa kita secara langsung kepadabidang tafsiran Alkitab, di mana orang-orang yang memilikikomitmen yang sama terhadap asumsi tentang inspirasi dan kuasaAlkitab yang dinyatakan di atas sering mencapai kesimpulan yangberbeda. Besarya perbedaan ini bisa sangat dikurangi jika kitamelakukan tugas penafsiran itu dengan komitmen yang sama untukmembahas secara serius ketiga hal yang disebutkan di atas: sifatpenulisan, situasi di mana teks tersebut ditulis, dan tujuanpenulisan. Sekarang kita akan membahas hal ini.

Sifat Dan Tujuan Kitab Suci

    Pada saat membahas sifat dan tujuan dari teks Kitab Suci,kita segera diperhadapkan pada masalah kuasa Kitab Suci, dankaraktemya sebagai Firman Allah. Bagaimana kita harus memahamikarakter yang penuh kuasa ini dengan melihat kenyataan bahwa

catatan Alkitab terdiri dari tulisan berbagal macam orang padaberbagai periode sejarah yang berbeda sebagai jawaban terhadapberbagai peristiwa, situasi dan pengalaman?

    Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus berpegang kepadatujuan Kitab Suci sendiri dan dengan sungguh-sungguh menerimafakta bahwa pengungkapan diri Allah secara final dan puncakadalah Inkarnasi.

    Dalam II Timotius 3:15-17 Paulus berbicara dengan jelastentang sifat Kitab Suci dan tujuannya, "Engkau sudah mengenalKitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkaukepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisanyang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untukmenyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untukmendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusiakepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik."

Wahyu ilahilah yang memberikan kepada Alkitab karakter penuhkuasa. Dan wahyu itu, yang dengan jelas dinyatakan dalam IITimotius, secara tidak langsung juga ditegaskan sepanjangPerjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan menggunakan kata-kataseperti "menurut Firman Allah" atau "disampaikan Roh Kudus" (IIKorintus 6:16; Kisah Para Rasul 1:16). Allah dan Kitab Sucisangat erat kaitannya sehingga "apa yang dikatakan Kitab Suci"dan "apa yang dikatakan Allah" dapat disamakan (Roma 9:17;Galatia 3:8). Digunakannya Perjanjian Lama oleh Yesus dan sikap-Nya terhadap Perjanjian Lama itu sangat mengokohkan asal usul danisi Kitab Suci yang ilahi (sebagai contoh lihat Matius 5:17-18;Yohanes 10:35). Dari Perjanjian Baru juga jelas bahwa kata-kataYesus dan kesaksian Rasul-Rasul Yesus menunjukkan wahyu dan kuasayang sama dari Perjanjian Lama (Lihatlah sebagai contohnyaYohanes 10:25; 12:49; I Korintus 2:13; I Tesalonika 2:13; Ibrani3:7).

    Dengan demikian jelas bahwa Alkitab itu menyatakan wahyu.Tetapi apa maksudnya? Apa tujuan Allah dalam hal ini? Untukmemberi hikmat dan menuntun kepada keselamatan, kata Paulus, danuntuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki

kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (II Timotius3:15-16).

    Bacaan-bacaan dalam Alkitab ditulis "untuk menjadipelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapanoleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci" (Roma 15:4).Tujuan penebusan dari Kitab Suci juga merupakan sebuah pokok yangditulis dalam Yohanes 20:31, 'Tetapi semua yang tercantum di sinitelah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, anakAllah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya."

 

    Cerita Kisah Para Rasul 8 tentang pertemuan Fitipusdengan sida-sida dari Etiopia juga bersifat mengajar. Pemahamandan penafsiran dari bacaan Yesaya memiliki satu tujuan, "Makamulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu iamemberitakan Injil Yesus kepadanya" (ayat 35). ltulah tujuannya.Yesus tidak menganjurkan Alkitab sebagai sebuah buku tentangfakta ilahi yang membahas pengetahuan umum (ilmu pengetahuan,sejarah, antropologi, kosmologi). Sebaliknya, la menunjuk padaPerjanjian Lama dan berkata, "Kitab-Kitab Suci itu memberikesaksian tentang Aku" (Yohanes 5:39). Jika penyelidikan kitatentang Kitab Suci terpisah dari tujuan yang jelas ini, makausaha kita untuk memahami "ucapan-ucapan yang sulit" mungkin akansia-sia.

    Kenyataan bahwa para penulis cerita Alkitab mendapatkanwahyu tidak berarti bahwa mereka terbebas dari keterbatasan dalamilmu pengetahuan, ingatan atau bahasa sebagai umat manusia yanghidup dalam periode sejarah tertentu. Adanya realitas manusiaseperti ini dalam Kitab Suci telah diketahui sepanjang sejarahgereja. Mulai dari Origen sampai kepada Agustin, pengikut gerakanReform dan lain-lainnya, realitas pertolongan Allah dalam KitabSuci terhadap kelemahan dan keterbatasan manusia telahdinyatakan. Sikap merendahkan diri dari seorang perawat ataukepala sekolah terhadap keterbatasan anak-anak telah digunakansebagai analogi. Allah membungkuk di hadapan kita dan berbicaradengan bahasa kita supaya kita dapat mendengar dan memahami-Nya.

    Dan kita harus mengakui bahwa beberapa pertolonganterhadap keterbatasan manusia inilah yang membuat sebagian dariucapan-ucapan Paulus dan para penulis Alkitab lainnya sulit untukkita mengerti, walaupun kita masih mengakui kekuasaan penuh dariucapan-ucapan itu. Sama seperti Yesus yang benar-benar manusiadan benar-benar Allah yang memiliki keterbatasan-keterbatasanmanusia tetapi tanpa dosa demikian juga Kitab Suci, yang walaupunmengungkapkan banyak keterbatasan karakter manusia, jugamerupakan Firman Allah yang benar-benar penuh kuasa bagi kita.

Walaupun misteri yang paradoks dari penjajaran manusia danilahi ini dalam Inkarnasi Firman hidup dan Firman yang tertulisbertentangan dengan keterangan akhir yang rinci, Injil Lukasmemberi kita kunci menuju pemahaman. Lukas menggambarkan Yesussebagai yang "dikandung oleh Roh Kudus" dan dikaruniai Roh Kuduspada pembaptisan-Nya; sebagai orang yang "penuh dengan RohKudus", "dibawa oleh Roh Kudus" ke padang gurun; sebagaiseseorang yang memulai pelayanan-Nya "dalam kekuatan Roh Kudus"(Lukas 1-4). Bagi Lukas, kehadiran dan kuasa Roh Kudusmengetengahkan realitas ilahi dari Yesus di dalam dan melaluiketerbatasan manusia. Roh Kuduslah yang membuat kata-kata dantindakan Yesus yang berinkarnasi menjadi manusia efektif. Dalamkata-kata dan tindakan Yesus, Allah berbicara dan bertindak.Pemahaman Inkarnasi semacam ini, jika diterapkan dalam KitabSuci, menggarisbawahi kemanusiaan-Nya yang sepenuhnya (dengansegala sesuatu yang tersirat mengenai adanya keterbatasan) dankeilahian-Nya yang sepenuhnya (dengan segala sesuatu yangtersirat mengenai kuasa-Nya). Mendengar dan meyakini kuasa ilahi,di dalam dan melalui manusia Yesus ini, dimungkinkan oleh RohKudus.

    Mengenali (1) tujuan dari para penulis yang mendapatkanwahyu dan (2) bentuk dan konteks manusia yang terbatas di manawahyu itu terjadi, sering kali merupakan kunci penting dalammemahami "ucapan-ucapan yang sulit" dari Paulus.

Konteks Dari Bacaan Alkitab

    Di luar pemahaman umum tentang sifat dan tujuan Alkitab,situasi-situasi khusus dari bacaan-bacaan Alkitab tertentu

memiliki kaitan yang penting dengan penafsiran dan pemahamankita. Walaupun penting untuk mengingat fakta ini tentang setiapkitab dalam Alkitab, "keadaan situasional" dari surat-surat paraRasul secara khusus perlu dicatat.

Surat-surat para Rasul adalah dokumen-dokumen yang tidaktetap, artinya surat-surat ini ditutis untuk peristiwa-peristiwakhusus dalam kehidupan jemaat atau individu Kristen. Surat- suratini merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang telahdiungkapkan kepada penulis (I dan II Tesalonika), membahasmasalah-masalah dalam gereja (I Korintus), melakukan perdebatanterhadap pemahaman Injil yang salah (Galatia), memeliharapengharapan pada saat penganiayaan (I Petrus) dan berusaha untukmemberikan bimbingan kepada seorang pendeta dalam situasi di manapengajaran-pengajaran yang palsu dan mitologi spekulatifmengancam keutuhan Injil dan stabilitas masyarakat Kristen (I danII Timotius).

    Disamping kebutuhan-kebutuhan unik yang menimbulkanpenulisan surat-surat para Rasul ini, konteks historis dan budayadari penerima surat juga harus dikenali sebagai faktor-faktoryang berkaitan dengan penafsiran kita: Jadi ketika Paulusmembahas tentang kedudukan perempuan dalam ibadah di jemaatKorintus dan memerintahkan pembatasan-pembatasan tertentu, kitaperlu bertanya, "Mengapa ia memberikan perintah semacam itu?" danmengetahui bahwa lingkungan budaya agama di Korintus mungkinmembuat pembatasan-pembatasan ini perlu dalam situasi khusustersebut, sedangkan dalam situasi lain pembatasan semacam initidak diperlukan. Atau ketika kita membaca dalam I Timotius 2:11-12 bahwa perempuan harus "berdiam diri" dan tidak diijinkan"untuk mengajar atau memerintah laki-laki," sangat penting untukmengetahui bahwa salah satu masalah utama dalam konteks pastoralTimotius adalah munculnya pangajaran-pengajaran sesat,danspekulasi mistik, yang kemungkinan besar diiakukan oleh parapemimpin perempuan dalam jemaat khusus tersebut. Karena - dalamsituasi jemaat lainnya pada jaman itu, perempuan jelas terlibatdalam kepemimpinan, dan juga dalam pengajaran dan khotbah.

Pertimbangan konteks barangkali merupakan masalah yang palingsulit dalam seluruh tugas penafsiran: Bagaimana kita dapat

membedakan sebuah hal yang mempunyai latar belakang budaya atausejarah dan hal yang melintasi budaya atau sejarah? Kapankahpengajaran Rasul itu merupakan kata-kata yang mengandung wahyudan penuh kuasa untuk konteks tertentu dalam suasana gereja padajaman dulu dan dapat diterapkan hanya untuk situasi tersebut, dankapankah pengajaran yang mengandung wahyu dan penuh kuasa itumerupakan norma yang mutlak untuk semua situasi dan konteksgereja pada jaman dulu sampai saat ini?

    Usaha untuk membedakan hal-hal yang secara budaya dansejarah bersifat relatif dan hal-hal yang melintasi budaya dansejarah dalam kenyataannya melibatkan semua orang Kristen, dalamsatu atau lain hal. Masalahnya hanyalah apakah pembedaan tersebutberasal dari rasa kesukaan atau ketidak sukaan kita, latarbelakang budaya dan prasangka kita sendiri, atau apakah pembedaantersebut merupakan penerapan dari prinsip yang jelas yang munculdari pemahaman yang benar tentang sifat dan tujuan Kitab Suci.

    Ambillah sebagai contohnya masalah tudung kepala.Sebagian besar orang Kristen telah menyimpulkan bahwa "tudungkepala" yang diperintahkan untuk dipakai oleh perempuan selamaibadah di gereja Korintus (I Korintus 11) bersifat relatif, dankuasanya hanya terbatas pada situasi historis tersebut. Pada saatyang bersamaan, banyak dari orang-orang Kristen yang sama initelah menyimpulkan bahwa pengajaran Paulus terhadap perempuanuntuk berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat (I Korintus14) tidak bersifat relatif dan merupakan firman yang penuh kuasauntuk semua perempuan Kristen dalam semua konteks ibadah, baikpada jaman itu maupun sekarang.

    Atas dasar apakah perbedaan ini dibuat? Keacakan dalambidang tafsiran Alkitab yang kritis dan panting ini sedikitbanyak dapat dihindari jika kita mengetahui bahwa ada bermacam-macam teks yang berbeda, dan perbedaan ini memberikan petunjukkepada kita untuk membedakan mana yang bersifat relatif terhadapsebuah situasi dan mana yang berlaku sepanjang waktu. Dalamsebuah artikel dalam kitab Essays on New Testament Christianity,S. Scott Bartchy mengumpulkan teks-teks yang secara langsung atautidak langsung mengelompokkan kedudukan dan peranan perempuandalam pelayanan Yesus dan gereja pada jaman itu ke dalam tiga

kategori utama: (1). teks-teks normatif (atau instruktif), (2)teks-teks diskriptif dan (3) teks-teks problematis (ataukorektif). Kategori-kategori ini sangat membantu untuk tujuandiskusi kita.

    Teks-teks instruktif adalah teks yang menyatakanbagaimana seharusnya menjadi pengikut Kristus. Teks-teks yangmenimbulkan masalah ini menyatakan visi atau tujuan Injil tanpamengacu kepada situasi tertentu. Dengan demikian teks-teks inimelintasi konteks dan bersifat normatif baik bagi individu maupunkelompok Kristen. Kutipan dari kitab Yoel 2:28-32 dalam pidatoPentakosta Petrus (Kisah Para Rasul'2:t7-21), yang menyatakanbahwa Roh Allah diberikan baik kepada laki-laki maupun perempuanuntuk mengabarkan berita Injil, adalah teks semacam ini.

    Teks-teks diskriptif menggambarkan praktek-praktek atautindakan-tindakan pada gereja-gereja jaman dulu tanpa uraianapapun. Pengertian yang terdapat dalam teks-teks semacam iniadalah bahwa apa yang digambarkan itu benar-benar dapat diterimaatau normal. Penulis tidak mempermasalahkan prakteknya tetapinampaknya menganggapnya  layak. Dengan demikian Lukas, dalamKisah Para Rasul 18:24-26, menceritakan kepada kita bahwa baikPriskila maupun Akwila mengajar Apolos yang terpelajar dalam imanKristen, dan dalam Kisah Para Rasul 21:9 disebutkan bahwapenginjil Filipus memiliki empat anak perempuan yang melibatkandiri dalam pelayanan nubuat dalam jemaat. Partisipasi perempuandalam pelayanan nampaknya bukan merupakan sesuatu yang luarbiasa.

Teks-teks korektif adalah teks-teks yang secara jelasmembahas situasi, masalah atau kesalahpahaman tertentu dalammasyarakat Kristen yang dimaksud. Dalam hal ini sangat pentinguntuk memahami sebanyak mungkin situasi yang membuat Firman yangkorektif, penuh kuasa, dan diucapkan Rasul itu perlu untuksituasi tersebut. Masalah pengajaran sesat, yang dibicarakandalam I Timotius, adalah situasi semacam ini. Perintah Paulusagar perempuan berdiam diri harus dilihat berdasarkan pandanganini. Yang harus kita jaga adalah godaan untuk menyamaratakanperintah-perintah yang fokus utama atau satu-satunya adalah padasituasi yang dimaksud tersebut.

    Sebuah dimensi yang panting dari klasifikasi tiga bagianini untuk penafsiran dan pemahaman sejumlah besar "ucapan-ucapanyang sulit" adalah keterkaitan antara ketiganya. Jika sebuahnasehat dalam teks korektif mengungkapkan visi dari Injil yangdijelaskan dalam teks instruktif dan kemudian ditegaskan dalamteks diskriptif, maka pengajaran khusus tersebut tidak diragukanlagi akan memiliki kuasa untuk seluruh gereja sepanjang jaman.Sebaliknya, jika kata-kata Rasul yang ditujukan kepada situasitertentu tidak sesuai dengan yang seharusnya (seperti diungkapkandalam teks-teks instruktif) dan tidak sesuai dengan kebiasaan(seperti diungkapkan dalam teks-teks diskriptif), maka kata yangmendapatkan wahyu tersebut mungkin dimaksudkan untuk semata-matamembahas masalah tertentu dan dengan demikian terbatas pada haltersebut dan masalah-masalah yang serupa.

    Pemikiran-pemikiran yang terdahulu mengenai sifat, tujuandan konteks dari bacaan-bacaan Alkitab memberikan parameterdengan mana kita akan meneliti "ucapan-ucapan Paulus yang sulit."Bagi para pembaca yang berminat untuk menyelidiki lebih lanjutdan lebih komprehensif masalah tafsiran Alkitab, saya sangatmenganjurkan buku How to Read the Bible for All Its Worth(Zondervan, 1982) oleh Gordon D. Fee dan Douglas Stuart.

 

 

BAB I

Apakah Allah Murka?

Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia,

yang menindas kebenaran dengan kelaliman. ROMA 1:18

  Murka Allah sulit untuk dimengerti dan dipercaya. Bagibeberapa orang, gagasan mengenai Allah yang murka telah menjadiperintang iman. Bagi orang-orang lain, yang telah mengalami kasihkarunia Allah  yang mengubah kehidupan mereka, gagasan mengenaikemurkaan Allah nampaknya bertentangan dengan pengalaman mereka

tentang Allah. Dapatkah dipercaya bahwa Allah yang kasih-Nya yangtanpa syarat terungkap dalam Firman, "Oleh karena Kristus telahmati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Roma 5:8) adalahjuga Allah yang murka?

    Sebelum kita menangani masalah yang pokok, kita perlumendiskusikan penggunaan istilah anthrophomorfisme dalam Alkitabyaitu penggunaan analogi :pengalaman manusia untuk menggambarkanAllah. Alkitab berbicara tentang hakikat, karya dan tujuan Allahsejalan dengan apa yang kita ketahui dan alami sebagai manusia.lni terpaksa dilakukan. Sebenamya hakikat Allah yang mutlak tidakdapat dimengerti manusia yang terbatas. Kita hanya dapatmemperkirakan seperti apakah Allah dengan membandingkannya kepadakita sendiri. Sesungguhnya lnkarnasi, yaitu datangnya Allah ketengah-tengah kita dalam Firman menjadi manusia (Yohanes 1:14),mensahkan dan memberikan kuasa terhadap pernyataananthrophormofis tentang Allah.

    Dalam bahasa teologi yang tradisional, penggunaananthrophomorfisme yang perlu dan sah ini telah dikenal, tetapijuga ada kekurangan-kekurangannya. Jadi, jika ilmu pengetahuandan kekuasaan adalah aspek-aspek pengalaman manusia, Allahdianggap memiliki hal-hal di atas secara mutlak dan tidakterbatas: la mahatahu dan mahakuasa. Pada umumnya, aspek-aspeksifat dan pengalaman manusia yang tertinggi dan terbaik dikaitkandengan Allah. Kita memandang Allah sebagai yang memilikikebenaran, kasih karunia, keindahan, cinta kasih, kesetiaansecara lengkap atau mutlak. Tetapi konsekuensi cara berfikirtentang Allah semacam ini adalah penolakan untuk mengaitkansifat-sifat atau perasaan manusia yang kita pandang negatifdengan Allah: Kebencian, kemarahan, ingin membalas dendam,keburukan, dan sebagainya. Murka jelas merupakan salah satu halini.

    Ada beberapa dasar Alkitabiah untuk penolakan ini.Misalnya, dalam Hosea 11, alasan penolakan Allah untukmenyerahkan Israel walaupun Israel jelas pantas dihancurkan atasdasar standar keadaan manusia adalah fakta bahwa "Aku ini Allahdan bukan manusia" (Hosea 11:9). Walaupun demikian, alasan utamadari kesulitan kita untuk mengaitkan sifat-sifat manusia yang

negatif semacam ini dengan Allah adalah pandangan yang idealisdan romantis tentang Allah, : yang lahir dari spekulasifilosofis. Alkitab tidak memiliki pandangan semacam ini tentangAllah, karena Alkitab memandang Allah dan dunia ini secara lebihserius daripada sekadar spekulasi filosofis yang abstrak.

    Tuhan dari Alkitab memiliki hubungan dengan ciptaanNya didalam Yesus dari Nazaret, di mana "seluruh kepenuhan Allahberkenan diam di dalam Dia" (Kolose 1:19). Yesus inilah, yangjuga, "dalam segala hal disamakan dengan saudara-saudaraNya"(Ibrani 2:17). Alkitab juga sangat serius dalam memandanghubungan antara Pencipta dan yang diciptakanNya. Karena ciptaanadalah milik Allah, ciptaan itu bertanggung jawab terhadap Allah.Dalam hubungan tanggung jawab semacam ini, konsep yang romantis,idealistis, dan sentimental tentang Allah tidak pada tempatnya.Dengan latar belakang yang lebih luas inilah konsep tentang murkaAllah harus dipahami.

    Paulus ingin mengajar kita ketika ia berbicara tentangmurka Allah dalam konteks teologi penciptaan. Cerita Alkitabtentang penciptaan dan pembuangan yang terdapat di dalam bab-babpembukaan kitab Kejadian jelas menjadi latar belakang dari Roma1:18-23. Khususnya ayat 21-22 merupakan peringatan yang tajamtentang penolakan umat manusia (Adam) untuk hidup sebagai seorangmahkluk yang memiliki hubungan dengan Allah, dan sebaliknya inginmenjadi seperti Allah (lihat Kejadian 3:1-7).

    Dalam cerita kitab Kejadian ini, timbul godaan untukmenyangkal kemanusiaan, keterbatasan, dan ketergantungan kitapada Pencipta, supaya kita menjadi "seperti Allah" (Kejadian3:5). Akibat dari penyangkalan ini adalah kita menjadi rendah,lebih rendah daripada manusia yang seharusnya. Menurut ceritadalam Kejadian 3-11, penyangkalan akan ketergantungan dantanggung jawab terhadap Allah mengakibatkan bermacam-macampenyimpangan di dalam berbagai lingkup masyarakat manusia.Paulus, dalam Roma 1:25, menyimpulkan situasi ini dengan kata-kata berikut; "Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengandusta dan memuja dan menyembah mahkluk dengan melupakanpenciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, Amin." Dalampenilaian terhadap tujuan Allah untuk penciptaan dan penolakan

untuk bertanggung jawab terhadap tujuan-tujuan tersebut itulahgagasan tentang murka Allah perlu didengarkan.

    Paulus berbicara tentang murka Allah dalam dua hal.Kebanyakan, ungkapannya mengacu pada peristiwa masa depan di manahukuman Allah dilaksanakan atas dosa dunia. (Roma 2:5,8; 5:9;Efesus 5:6, I Tesalonika 1:10; 5:9). Dalam konteks ini, murkaAllah (atau persamaan katanya, hukuman Allah) jelas dipandangsebagai aktivitas Allah, tindakanNya yang tegas terhadap dosa.Penting untuk dicatat di sini bahwa murka adalah reaksi pribadiAllah terhadap dosa, walaupun, berbeda dengan murka dalamberbagai ilah-ilah pada agama dan mitos Yunani-Romawi, murkaAllah tidak berubah-ubah, tidak bersifat membalas dendam ataujahat.

    Dalam teks kita, Paulus tidak mengatakan bahwa murkaAllah akan diungkapkan pada hari kiamat (yaitu hari penghakim-an) melainkan, "Murka Allah sedang dinyatakan dari surgasekarang." Murka Allah bukan hanya merupakan reaksi ilahiterhadap ketidaksetiaan ciptaan dalam penghakiman di masa depan;ini sudah merupakan kenyataan pada saat ini. Perwujudan murkaAllah pada saat ini ditegaskan dalam beberapa tulisan Pauluslainnya (Roma 3:5; 4:15; 9:22; I Tesalonika 2:16), dan juga dalambeberapa tulisan Perjanjian Baru lainnya (Ilhat Yohanes 3:36).

    Seperti ditunjukkan pada bacaan yang mengikuti Roma 1:18,perwujudan murka  Allah sekarang ini  bersifat tidak langsung danbukan langsung; murka Allah ini adalah ungkapan sesuatu yangdiijinkan Allah untuk terjadi, bukan kehendak Allah yang aktif.Di sini Allah tidak digambarkan melakukan sebagai reaksi terhadapdosa manusia. Dalam pengertian tertentu, murka Allah tertanam didalam struktur realitas yang diciptakan-Nya. Dengan menolakstruktur Allah dan menciptakan struktur kita sendiri, melanggartujuan Allah untuk penciptaan dan menggantikannya dengan tujuan-tujuan kita sendiri, kita menyebabkan kehancuran kita sendiri.

    Kondisi manusia, yang digambarkan Paulus dalam Roma 1:18-32, bukan sesuatu yang disebabkan oleh Allah. Ungkapan "nyatadari surga" (di mana "surga" adalah kata khas Ibrani untukmenggantikan kata "Allah"), tidak menggambarkan campur tangan

ilahi, melainkan tidak terhindarnya penurunan nilai manusia, yangterjadi jika kehendak Allah yang tertanam di dalam ciptaan-Nyadilanggar. Karena ciptaan itu berasal dari Allah, Paulus dapatmengatakan bahwa murka Allah sekarang (terus-menerus) nyata "darisurga." Hal ini terungkap dalam fakta bahwa penolakan terhadapkebenaran Allah'- (Roma 1:18-20), yaitu kebenaran tentang hakekatdan kehendak Allah, mengarah kepada pikiran yang sia-sia (1:21-22), pemujaan berhala (1:23), penyimpangan terhadap seksualitasyang dikehendaki Allah (1:24-27) dan rusaknya moral hubungan(1:28-32).

    Ungkapan "Allah menyerahkan mereka" yang muncul tiga kalidalam bacaan kita (Roma 1:24, 26, 28), mendukung gagasan bahwapenyimpangan manusia yang menimbulkan dosa, walaupun berasal darikeputusan manusia, harus dipahami sebagai hukuman Allah yangdiakibatkan pada diri kita sendiri karena pilihan bebas kita.

    Berdasarkan pemikiran-pemikiran ini tentang bacaan kita,gagasan yang umum bahwa Allah menghukum atau memberkati dalamkaitan langsung dengan perbuatan kita yang baik atau berdosatidak dapat dipertahankan. Hubungan Allah dengan kita bukanlahhubungan timbal balik. Kasih Allah yang radikal dan tidakbersyarat telah ditunjukkan, yaitu ketika Kristus mati untuk kitaketika kita masih berdosa. Allah mengasihi kita dengan kasih yangabadi. Tetapi penolakan terhadap kasih itu memisahkan kita darikekuatan-Nya yang memberi kehidupan. Akibatnya adalah kehancurandan kematian. Terhadap ciptaan yang menyimpang seperti inilahmurka Allah dinyatakan.

    

 

BAB 2

Dosa Satu Orang Berarti Kematian Saya?

Dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut. ROMA5:12.

    Mengapa dosa dari manusia pertama harus menjadi kejatuhanseluruh umat manusia?Mengapa semua manusia sesudahnya harusberada di bawah hukuman Allah karena dosa pertama yang tidakseorang pun dari kita, bertanggung jawab atas hal tersebut?Menghadapi pernyataan semacam ini, bagaimanakah kita dapatpercaya bahwa Allah itu adil?

    Dari teks di atas muncul masalah ini dan masalah-masalahlain yang telah menjadi dasar, dari doktrin-doktrin yang dipegangsecara umum mengenai hakikat kesulitan manusia. Tetapi banyakmasalah, semacam itu merupakan hasil dari tafsiran yang tidaktepat atau pemahaman yang salah tentang teks.

    Kata dosa (dan sinonimnya, pelanggaran) adalah kata kuncidalam Roma 5:12, dan juga dalam gambaran Paulus mengenai kondisimanusia dalam tiga bab pertama surat ini. Apa yang  dimaksudkanoleh Paulus dengan istilah tersebut? Bagaimana pemahamannyamengenal asal mula situasi manusia yang digambarkannya denganistilah ini?

    Pemahaman Paulus tentang dosa manusia diungkapkan dalamdua kalimat: (1) "mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah"(Roma 1:28) dan (2) "kamu bersandar kepada Hukum Taurat, bermegahdalam Allah" (Roma 2:17). Dosa dipandang sebagai penolakan untukmenerima keadaan kita sebagai manusia, menyatakan ketergantungankita kepada Pencipta kita, mengakui keterbatasan kita. "Kitaadalah manusia yang berdosa" pertama-tama tidak berarti bahwakita memiliki masalah moral, tetapi dalam pengertian yang palingdalam dan final kita putus hubungan dengan Allah karena penolakanatau karena kita bermegah atau sombong.

    Dosa bukan sebuah masalah. Dosa juga bukan kelemahangenetis. Gagasan bahwa dosa itu diturunkan, dan dengan demikianmenjadi milik setiap individu melalui keturunan, pada akhirnyamengarah kepada pandangan yang rendah tentang seks. Seksdipandang sebagai penyebab utama dosa manusia yang dapatditoleransi untuk tujuan menghasilkan keturunan, tetapi bukanbagian dari pengaturan Allah untuk keutuhan dan kebahagiaanmanusia.

    Dosa juga bukan hakikat batin yang menyimpang. Masalahnyadengan pemahaman dosa semacam ini adalah dosa itu membagiindividu menjadi sejumlah kotak yang terpisah. Ini berasal darigagasan bahwa kejatuhan manusia berakibat pada penyimpangan satubagian yang panting dari diri kita. Sejumlah kemungkinan telahdiusulkan. Menurut beberapa orang, bagian yang menyimpang ituadalah kehendak. Menurut orang-orang lain, bagian itu adalahemosi atau gairah. Menurut yang lainnya lagi, bagian itu adalahakal budi. Suasana anti intelektualisme yang meresap dalambeberapa kalangan Kristen dapat ditelusuri pada pemahaman semacamini. Karena pikiran manusia dipengaruhi oleh kejatuhan, makakapasitas pemikiran kita menjadi menyimpang dan rusak dan carakerja pikiran kita tidak dapat dipercaya.

    Tetapi pandangan semacam ini tidak sesuai dengan semuadata Alkitab. Kita jatuh sebagai manusia secara mutlak dan beradadi bawah hukuman Allah. Baik kepala maupun hati kita berada dibawah tanda kematian. Keduanya adalah debu.

    Dari sudut pandang Alkitab, istilah dosa menunjukkanhubungan khusus antara ciptaan dan Pencipta. Dan sebuah hubungantidak dapat diwariskan; hubungan hanya dapat dibangun ataudihancurkan, dikokohkan atau diingkari. Dengan demikian dosaadalah realitas hubungan.

    Kita adalah orang-orang berdosa selama kita tidakberhubungan dengan Allah. Pertanyaan yang timbul dari kalimat diatas adalah: Mengapa kita seperti itu? Mengapa seperti itukeadaan kita? Mengapa berada dalam dilema semacam ini? JawabanPaulus terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terdapat dalamRoma 5:12-13.

    Secara tradisional, teks di atas telah dipandang sebagaidasar Alkitabiah untuk doktrin Kristen tentang dosa asal, "Kitasemua berada di bawah kejatuhan manusia pertama; itulah sebabnyakita berada dalam keadaan kita sekarang ini!" Tetapi pandanganini tidak memadai. Karena Paulus tidak berkata bahwa kita berdosakarena Adam berdosa: ia tidak mengatakan bahwa kita mati karenaAdam berdosa. Yang dikatakannya adalah: Dosa (keterasingan dariAllah) memasuki sejarah pada pemberontakan manusia pertama ("dosa

telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang"). Akibat dariketerpisahan itu adalah kehancuran dan kematian. Tetapiperembesan secara universal dari kondisi tersebut disebabkansemua orang telah berdosa; semua orang telah memberontak terhadapAllah ("karena semua orang telah berbuat dosa").

    Ada perspektif yang mendua dalam surat Paulus ini yangharus dipelajari dengan serius jika kita ingin memahaminya denganbenar. Satu sisi dari dua perspektif ini adalah gagasan Ibranimengenai solidaritas manusia, pengakuan bahwa setiap individuikut mengambil bagian dalam sesuatu yang bersifat umum. Sisilainnya adalah pengakuan tentang tanggung jawab individu. Menurutyang pertama, kita berada dalam suatu ikatan; menurut yangterakhir, kita bertanggung jawab mengambil bagian dalam ikatantersebut. Mari kita melihat dualitas ini secara lebih terinci.

    Solidaritas manusia. Paulus adalah pewaris sebuah tradisimengenai kondisi manusia yang berakar dalam pada kepercayaanYahudi. Tradisi itu mengakui saling ketergantungan yang erat dariindividu dan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh solidaritassemacam itu, baik secara positif maupun negatif. KonsepPerjanjian Lama bahwa dosa orang tua akan mempengaruhi beberapagenerasi berikutnya mengungkapkan gagasan kitab Ibrani mengenaisolidaritas bersama ini. Latar belakang langsung dari pernyataanPaulus mengenai hubungan antara manusia pertama dan seluruh umatmanusia (Roma 5:12-21) secara jelas dapat dilihat dalam karyaseorang Yahudi pada abad pertama Sesudah Masehi.

    [Adam] melakukan pelanggaran... Engkau menetapkankematian untuknya dan untuk keturunannya...

    Karena Adam manusia pertama, yang memiliki hati yangjahat, melakukan pelanggaran dan ditaklukkan, demikian juga semuaorang yang merupakan keturunannya. Jadi kerusakan itu menjadipermanen. (II Esdras 3:7, 21-22)

    Oh Adam, apa yang telah kau lakukan? Karena walaupunengkau yang berdosa, kejatuhan itu bukan kejatuhanmu saja,melainkan juga kejatuhan kami yang merupakan keturunanmu (IIEsdras 7:118).

    Paulus dengan jelas menggambarkan pemahaman orang Yahudiini dalam Roma 5:12-13. Adam, manusia pertama yang khas danmewakili manusia lain menyerah kepada godaan untuk menentukanhidup dan tujuannya sendiri (yaitu, ia berdosa). Akibat darisikap menentukan nasib sendiri ini adalah kematian. Kematianadalah keterpisahan, karena mahkluk yang terpisah dari Penciptatidak memiliki kehidupan. Kematian jasmani jelas merupakan bagiandari gambaran ini dalam pemahaman Paulus sebagai orang Ibrani.Keterpisahan dari sumber kehidupan mengakibatkan pembusukan dankehancuran.

    Tetapi bagi Perjanjian Lama maupun Paulus, kematian jugamerupakan realitas, kondisi hidup yang nyata. Karena ituYehezkiel menerima visi tentang "tulang-tulang kering" yangmenggambarkan kegagalan Israel untuk tetap menjadi umat Allah(Yehezkiel 37). Hosea dapat berbicara mengenai kebangkitan Israeldari kubur kejatuhannya (Hosea 6:2). Dan Paulus dapat berbicaratentang orang Kristen sebagai orang-orang "yang dahulu mati,tetapi yang sekarang hidup" (Roma 6:13). Penegasan yang sama daritradisi Alkitabiah ini adalah adanya hubungan yang misteriusantara penentuan nasib manusia sendiri dan kematian, dan antarakeputusan manusia pertama dan kematian kita. Kita salingmemiliki, dan kondisi dari satu orang memiliki konsekuensi yangtidak terhindarkan untuk yang lainnya.

    Studi sosiologis dan psikologis telah mengokohkanpemahaman Kitab Suci tentang "solidaritas manusia”. Kita telahmengetahui bagaimana keturunan, latar belakang pendidikan, danlingkungan memainkan peranan yang penting dalam pembentukankepribadian kita. Dalam banyak hal saya merupakan produk daridunia saya. Diri saya sekarang ini adalah hasil dari segalasesuatu yang telah saya jalani secara sadar dan tidak sadar padamasa lalu saya. Dengan demikian seorang anak yang dibesarkandalam sebuah lingkungan yang memberi contoh kekerasan lebihmungkin untuk terlibat dalam tingkah laku yang penuh kekerasandibandingkan anak-anak yang tidak dibesarkan dengan cara semacamitu. Seorang anak yang memiliki orangtua yang terganggu,secarapsikologis lebih memiliki kemungkinan untuk menjadi neurotisdibandingkan anak yang memiliki orangtua yang sehat mentalnya.

Seorang anak yang tumbuh dalam keluarga yang berantakankemungkinan kecil menjadi manusia yang utuh dan sehatdibandingkan anak yang dibesarkan dalam sebuah keluarga dengancinta kasih dan perhatian yang tulus dari kedua orangtua dalamsebuah hubungan yang konsisten dan stabil.

    Kita semua dilahirkan dalam sebuah masyarakat yangdibayangi oleh beratnya dosa manusia, struktur yang menekan,prasangka, ketidakadilan. Kita semua sedikit banyak dipengaruhioleh bayangan-bayangan yang dilemparkan awan ini terhadap motifdan orientasi kita; sikap dan prioritas kita.

    Tanggung jawab individu. Dalam Roma 5:12-21, Paulus tidakhanya merefleksikan pemikiran agama orang Yahudi bahwa kitamerupakan bagian dari kelompok manusia dan dipengaruhi olehsaling ketergantungan tersebut, melainkan juga mengungkapkankeyakinan orang Yahudi bahwa sebagai individu kita bertanggungjawab dan akan diminta pertanggungjawaban atas hubungan kitadengan manusia lain.

    Pada jaman Yehezkiel, sudah dilakukan protes terhadapgagasan Ibrani kuno bahwa dosa orangtua akan diwariskan kepadaanak-anak dan anak-anak akan dianggap bertanggung jawab ataspelanggaran orangtua mereka. Dalam Yehezkiel 18, nabi tersebutberbicara tentang Firman Allah yang menentukan tentang tanggungjawab individu:

    Tetapi kamu berkata: "Mengapa anak tidak turut menanggungkesalahan ayahnya?" Karena anak itu melakukan keadilan dankebenaran, melakukan semua ketetapan-Ku dengan setia; ... iapasti hidup. Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati.

    Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya.(Yehezkiel 18:19-20)

    Konsep tentang tanggung jawab individu ini semakindirasakan dan dengan jelas dinyatakan dalam tulisan-tulisanYahudi sekitar jaman Paulus. Dalam Amsal Solaiman, mulai abadpertama Sebelum Masehi, penulis mendiskusikan adanya kejahatan didunia dalam hubungan yang jelas dengan Kejadian 2:

    Jangan mengundang kematian karena kesalahan dalamhidupmu, jangan menimbulkan kehancuran karena pekerjaan tanganmu;

    karena Allah tidak menciptakan kematian...

    Tetapi orang-orang yang tidak saleh melalui perkataan danperbuatan mereka menimbulkan kematian (Amsal 1:12-13, 16 Alkitabversi RSV).

    Kesejajaran antara pemahaman mengenai tanggung jawabindividu dan pernyataan Paulus dalam Roma 5:12 ini tidak mungkinsalah. Gagasan yang sama dituliskan dalam buku Yahudi pada abadpertama Sesudah Masehi, Kitab Wahyu dari Barukh:

    Karena itu Adam bukanlah penyebab, yang selamat karenajiwanya sendiri, tetapi kita masing-masing telah menjadi Adamdari jiwanya sendiri (II Barukh 54:19).

    Hal yang ditegaskan Paulus dalam Roma 5:12 dengan latarbelakang Yahudinya adalah bahwa masing-masing orang meneruskanpemberontakan dan kehendak pribadi dari Adam dalam kehidupannya.Dalam pengertian inilah kita masing-masing menjadi bagian darisejarah yang menentukan itu, yang berada di bawah tanda kematian.Masing-masing individu ikut mengambil bagian dalam kemanusiaanAdam dan bertanggung jawab atas partisipasinya itu. Kematianterus terjadi sepanjang sejarah manusia karena manusia secaraindividual telah berdosa. Mereka melakukan apa yang dilakukanAdam. Dan usaha untuk menentukan keberadaan kita sendiri,walaupun bisa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mengarah padaketerpisahan dari Allah.

    Dalam teks kita, Paulus menegaskan kedua bagian daripengajaran Ibrani tentang asal usul dan hakikat dosa : Kitaberdiri dalam solidaritas yang misterius dengan Adam (Adam danHawa) dalam dosa; dan kita juga bertanggung jawab secaraindividu. Dalam pengertian tertentu kita terikat, dalampengertian lain kita mutlak bebas. Tetapi karena kita beradadalam kedua posisi tersebut, maka kedua-duanya bukan merupakankata final.

    Pemahaman Paulus tentang dosa sebagai realitas hubunganyang dinamis secara langsung mengarah kepada apa kata finalnya;yaitu bahwa realitas yang bertentangan mengenai keterikatan dankebebasan kita dari dosa diatasi dalam hubungan yang baru yaitudengan Yesus Kristus. Melalui hubungan itu, kita diperdamaikandengan Allah dan dalam Kristus kita menjadi anggota manusia baru.

 

 

BAB 3

Dosa yang Bertambah Tetapi Hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaranmenjadi semakin banyak.

ROMA 15:20

    Pada pembacaan pertama, Roma 5:20 nampaknya mengatakanbahwa tujuan dari Hukum Taurat Allah, yang diberikan kepada Musauntuk umat Israel, adalah untuk menambah dosa manusia. Tetapiapakah mungkin Allah yang dinyatakan di dalam Tuhan kita YesusKristus sengaja bertindak demikian sehingga dosa bertambah?Tidakkah wahyu Allah, mulai awal sampai akhir sejarah penebusanseperti tercatat dalam Alkitab, menceritakan tentang Allah yangberusaha untuk membawa ciptaan-Nya yang hilang dan sesat kepadapemulihan hubungan dengan diri-Nya sendiri?

    Untuk memahami Paulus dengan tepat, kita perlumempertimbangkan konteks dari bacaan ini, dan juga beberapapernyataan lainnya tentang tujuan Hukum Taurat.

    Dalam Roma 5:12-21 Paulus menggambarkan pertentanganantara konsekuensi dosa manusia yang menghancurkan dan keagunganpemberian keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Dosa memasukihidup manusia melalui keputusan Adam untuk menolak tujuan Allah,dan dosa itu menjalar melalui ketidaktaatan manusia yang terus-menerus (Roma 5:12). Setelah menyatakan hal ini, Paulus segeramenyadari bahwa walaupun dosa telah ada sejak awal, Hukum Tauratbaru diberikan kemudian (Roma 5:13). Inilah persoalannya:

Walaupun individu tidak dapat dianggap bertanggung jawab atassesuatu yang belum ada, mereka adalah bagian dari kelompokmanusia yang terasing dari Allah dan tujuan-tujuan-Nya yang baik(Roma 5:13- 14).

    Dalam pemahaman tentang dosa manusia secara kelompok dantanggung jawab individu inilah ayat 20 harus dipahami. "TetapiHukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakinbanyak" tidak mungkin berarti Allah bermaksud menambah dosa.Paulus telah menunjukkan bahwa baik dosa maupun konsekuensinyayaitu kematian adalah realitas yang universal. Dan ini tidakmungkin bertambah lagi. Dosa apakah yang lebih besar daripadadosa yang memisahkan seluruh ciptaan dari Penciptanya?

    Dengan demikian arti dari bacaan itu pastilah HukumTaurat diberikan untuk "meningkatkan kesadaran akan dosa."Hakekat dosa yang merusak dan menghancurkan benar-benardiungkapkan ketika tujuan Allah yang baik, yang dinyatakan dalamHukum Taurat, dilanggar.

    Sepanjang Perjanjian Lama, dan dalam penafsiran guru-guruagama Yahudi tentang cerita pemberian Hukum Taurat kepada Israel,jelas bahwa Hukum Taurat itu sebenarnya dipahami sebagaipemberian Allah. Paulus juga memiliki pandangan semacam ini(lihat Roma 7:10). Tetapi dengan mengabaikan Hukum Taurat, umatmanusia mengungkapkan besarnya kehancuran itu.

    Pemahaman tentang ayat 20 ini dikokohkan lagi dalambeberapa pernyataan serupa yang dibuat oleh Paulus di tempat-tempat lain. Dalam Roma 3:20 ia mengatakan bahwa "Karena justruoleh Hukum Taurat orang mengenal dosa." Dalam Roma 7:7-8 Paulusdengan jelas membuktikan bahwa Hukum Taurat itu bukan dosa. BukanHukum Taurat yang membawa kita kepada dosa. Hukum Taurat hanyamenunjukkan seperti apakah dosa itu dan bagaimana dosa itumenyatakan dirinya, "Justru oleh Hukum Taurat aku telah mengenaldosa." Akhirnya, dalam Galatia 3:19, Paulus bertanya,: "Kalaudemikian, apakah maksudnya Hukum Taurat?" Dan kemudian iamemberikan jawabannya "la ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran."

    Jika semua pandangan ini disatukan, jelaslah bahwa "dosayang bertambah" tidak mengacu kepada penumpukan dosa atau dosayang lebih besar (lawan dari dosa yang lebih kecil). Sebaliknya,dalam terang Hukum Taurat dan kasih karunia Allah dalam Kristus(Roma 5:20-21), besarnya dosa manusia dinyatakan dan diungkapkankepada kesadaran kita.

    

   

   

BAB 4

Mati bagi Dosa

Kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Sebabsiapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. ROMA 6:2,7

    Dilema dasar yang diungkapkan dalam pertanyaan danjawaban di atas adalah hubungan antara kehidupan kita yang barudi dalam Kristus, hidup yang bebas dari dosa dengan kehidupankita yang nyata dari hari ke hari, di mana sering kali dosa itumasih ada. Untuk dapat memahami tulisan Paulus dalam hal ini,pertama-tama  kita harus berusaha untuk memahami bahasanyamengenai hakekat hubungan orang-orang beriman dengan Kristus.

    Tema dari Roma 6 adalah perbandingan antara hidup yangdikuasai oleh maut dan hidup yang dikuasai oleh Roh. Yang pertamaterjadi jika orang Kristen membiarkan kehidupan mereka yang barudalam Kristus dimasuki oleh kekuatan dosa, oleh kehidupan merekayang lama "di dalam Adam." Yang kedua terjadi jika orang Kristensemakin menyerahkan diri kepada perintah-perintah Kristus.

    Cara menjadi manusia baru di dalam Kristus diungkapkanoleh Paulus dengan bahasa yang penuh rahasia. la mengatakan orangberiman sebagai orang yang telah "disalibkan" dan "dikuburkan"bersama Kristus; sebagai orang yang telah "mati" dan"dibangkitkan" bersama Dia. Kata-kata ini menyatakan persatuan

yang sangat kuat antara orang beriman dan Kristus, yang sulitdipahami oleh kita yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran yangrasional, ilmiah, dan tehnologis. Barangkali mistik Timur danberbagai kultus dengan meditasi dan kebatinan mereka terbuktisangat menarik, karena bentuk Kekristenan kita yang berbudaya dandisesuaikan tidak mampu memberikan perasaan misterius dan "gaib"kepada banyak orang.

    Gagasan Paulus mengenai ada di dalam Kristus, ataubersatu dengan Kristus, sering kali dinyatakan sebagai "kebatinanPaulus," di mana kata kebatinan tersebut menunjukkan hubunganyang sangat dalam antara manusia dan ilahi. Bagaimana pemahamanPaulus mengenal hakekat hubungan kebatinan antara orang-orangberiman dan Tuhan?

    Dalam Roma 6:1-10, Paulus mengatakan kepada kita bahwacara untuk menjadi manusia baru adalah melalui persatuan yangmendalam dengan Kristus, yang diberikan-Nya dengan menggunakanbaptisan celup: memasuki air baptisan dan kemudian muncul dariair itu melambangkan kematian dan kebangkitan seseorang bersamaKristus. Selanjutnya, ada dua cara untuk menjadi manusia baru:

    1.         Melalui penyangkalan: kita mati bagi dosa(Roma 6:2), tidak lagi diperbudak oleh dosa (Roma 6:6),dibebaskan dari dosa (Roma 6:7) karena tubuh kita yang lama telahdisalibkan (Roma 6:6).

    2.        Melalui peneguhan: ada hidup yang baru (Roma6:4), bersatu dengan Kristus (Roma 6:5) dan hidup bersama Kristus(Roma 6:8) karena tubuh yang baru muncul setelah kitadibangkitkan bersama Dia (Roma 6:4).

    Hal yang sangat menarik dan juga membingungkan dalamgambaran di atas adalah Paulus menyajikannya sebagai fakta danjuga kemungkinan. Dalam bahasa Yunani bentuk kata kerja indikatifdigunakan untuk membuat pernyataan yang sesuai dengan fakta.Dalam konteks bacaan kita, Paulus menggunakan bentuk indikatifini untuk tanpa ragu-ragu menyatakan fakta bahwa orang berimanmati bagi dosa, dibebaskan dari dosa, disalibkan bersama Kristusdan seterusnya. Berdampingan dengan pernyataan-pernyataan ini,

Paulus menggunakan bentuk kata kerja pengandaian, yang dalambahasa Yunani digunakan untuk mengungkapkan kemungkinan, danharapan bahwa orang-orang beriman, karena telah disalibkan danbangkit bersama Kristus, tidak akan lagi diperbudak oleh dosa(Roma 6:6) dan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:4).

    Yang terjadi di sini adalah adanya pertentangan yangnyata antara penegasan bahwa kita mati bagi dosa dan karena itubebas dari ikatan dosa, dan bahwa kebebasan semacam ini selaludan hanya timbul sebagai sebuah kemungkinan yang harusdirealisasikan.

    Bagaimana kita harus memahami penyejajaran fakta dankemungkinan yang paradoks ini? Barangkali akan menolong jika kitasekali lagi melihat pada baptisan, karena Paulus jelas mengaitkanbaptisan dengan kematian dan kebangkitan Kristus dan dengankematian kita bagi dosa dan kebangkitan kita pada kehidupan yangbaru.

    Dalam berbagai tradisi Kristen, baptisan dipahami sebagaisesuatu yang sakramental, bersifat gaib rohani, atau simbolis.Dalam hal yang pertama, peristiwa ini dipandang menengahikualitas kematian dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan.Dalam hal yang kedua, peristiwa ini dipandang menandai kehadiranyang nyata dari Kristus yang disalibkan dan bangkit, danpersatuan batin antara Kristus dan orang yang dibaptiskan. Dalamhal yang ketiga, peristiwa ini dipandang sebagai simbol eksternalperpindahan dari kematian kepada hidup, yang diakibatkan olehkeputusan, komitmen, dan iman pribadi.

    Ini bukan saatnya kita memperdebatkan manfaat ataukekurangan dari masing-masing pandangan ini dan variasinya:Masing-masing pandangan ini telah didukung oleh argumentasiteologis yang berbobot. Tetapi barangkali kita dapatmenggabungkan kebenaran-kebenaran terdalam yang diungkapkan dalamberbagai pemahaman ini dengan cara yang juga memberikan pemahamanbaru pada paradoks antara fakta dan kemungkinan dalam hidup orangberiman.

    Dalam Kitab Roma, Paulus mengajarkan bahwa pekerjaanAllah, yang dilakukan dalam Kristus dan diterima dengan iman,mengakibatkan pembenaran kita atau pemulihan hubungan denganAllah. Karena tanda dari transaksi atau pemulihan itu adalahbaptisan, maka kita dapat memandang baptisan itu dalam segihubungan. Dalam baptisan kita menyatakan bahwa kehidupanseseorang yang dibaptis mulai saat ini ditentukan oleh kematiandan kebangkitkan Kristus, dan dalam hubungan dengan Dia sebagaiorang-orang yang dibenarkan, kita dibebaskan dari kuasa dosa.

    Dinamika dari pemahaman hubungan ini memungkinkan kitauntuk memahami hakikat yang paradoks dari kehidupan baru di dalamKristus, yang diungkapkan dengan sangat tegas dalam bentuk katakerja indikatif, "Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebasdari dosa" (Roma 6:7) dan bentuk imperatif, "Sebab itu hendaklahdosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana..." (Roma6:12).

    Kehidupan yang baru, kata Paulus, telah menjadi realitasdan juga kemungkinan. Bagaimana kita mengetahuinya? JawabanPaulus diberikan dalam Roma 6:9-10. Kristus hidup; dosa tidaklagi berkuasa atas Dia. Karena itu, dalam Roma 6:11, ditegaskanbahwa dalam hubungan dengan Dia kita mati bagi dosa dan hidupbagi Allah. Bacaan berikutnya (Roma 6:12-23) kemudian berbicaratentang penerapan praktis dari hubungan yang memberi kehidupanini.

     Mari kita ilustrasikan masalah ini dari pengalamanmanusia sehari-hari. Hubungan antara seorang pria dan wanitadalam janji nikah terjadi dalam dua aspek. Ada realitas yangdidasarkan pada komitmen bersama dalam cinta kasih dan salingketergantungan. Aspek yang kedua adalah perwujudan praktis darirealitas tersebut, komitmen dalam tindakan nyata dalam kehidupansehari-hari.

    Sekarang jelaslah bahwa realitas hubungan, yang terjadipada aspek komitmen; tidak secara otomatis atau langsung menjadirealitas perwujudan kehidupan sehari-hari. C.S. Lewis mengatakan,"Ada kemungkinan terjadi kekecewaan... pada awal setiap usahamanusia..: lni terjadi jika dua kekasih menikah dan memulai tugas

yang nyata untuk hidup bersama... Ada peralihan dari impian yangdicita-citakan kepada kerja keras."

    Dalam setiap hubungan, secara konstan pasti adapergeseran dari penegasan kepada perwujudan, jika tidak, hubunganitu berada dalam kesulitan. Ada segala macam ancaman dan godaanyang harus terus-menerus ditolak. Menikah berarti bahwa kehidupankita diatur oleh penegasan dan perwujudan yang terus-menerus darikomitmen dalam janji nikah. Berada "di dalam Kristus", bersatudengan Dia dalam kematian dan kebangkitan; berarti bahwa hidupkita ditentukan oleh penegasan dan perwujudan yang terus-menerusdari komitmen dalam hubungan itu. Dalam hubungan kita denganKristus, kita bebas dari perbudakan dosa; tetapi bahkan seorangKristen dapat "membiarkan dosa berkuasa" (Roma 6:12).

    Bagaimanakah kehidupan kita jika penegasan itu tidak'diterjemahkan' menjadi perwujudan? Jika hubungan kita denganKristus tidak terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, makahubungan-hubungan lain pasti akan mengisi kekosongan ini. Jikabukan pikiran Kristus Tuhan yang mempengaruhi hubungan kitadengan orang lain, maka pikiran ilah-ilah yang lain pasti akanmempengaruhi hubungan itu.

    Orangtua adalah teladan bagi anak-anak mereka, tidakpeduli mereka menyukainya atau tidak. Anak-anak kita melihatdengan sangat cepat siapa diri kita dan siapa dewa-dewa dan ilah-ilah pada altar yang kita sembah. Jadi pertanyaan untuk sayasebagai seorang ayah adalah: Apakah anak-anak saya merasakan,sementara mereka bertumbuh dewasa, bahwa kehidupan saya diaturoleh sebuah kuasa yang lebih tinggi daripada cek gaji besok,pengharapan-pengharapan tetangga saya, prioritas terhadap barangmelebihi manusia? Apakah mereka merasakan, sementara merekamengamati hubungan saya dengan ibu mereka, bahwa kami berbagikasih yang sejati, bahwa kami benar-benar saling membantu, bahwadalam hubungan itu kami mengikuti "pemukul genderang yangberbeda"? Jika mereka merasakan hal ini, maka kehidupan sayaadalah perwujudan hubungan saya dengan Kristus. Jika mereka tidakmengamati hal ini, maka kehidupan saya adalah perwujudanhubungan-hubungan lainnya.

    Kehidupan Kristen dijalani di antara bentuk indikatif("kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus") dan bentuk imperatif("janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepadadosa"). Hanya melalui kehadiran Roh Allah yang memberi kekuatan,perintah ini dapat direalisasikan dalam kehidupan kita.

    

 

 

BAB 5

Hamba Dosa

Sebab kita tahu, bahwa Hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging,terjual di bawah kuasa dosa... Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik,yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang

aku perbuat. ROMA 7:14, 19.

   

Sepintas, apa yang kita baca dalam teks   adalah pengakuanyang terus-terang mengenai perpecahan yang mendasar di dalam diripenulis, perpecahan batin yang menimbulkan kelemahan semata-mata.Kata-kata final Paulus mengenai kondisi ini terdapat dalam Roma7:24, "Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan akudari tubuh maut ini?"

    Jika bacaan ini dan ayat-ayat di sekitamya dalam babtujuh merupakan gambaran mengenai kehidupan Kristen, maka inisangat bertentangan dengan sukacita, kebebasan dan hidup baruyang digambarkan Paulus mengenai kehidupan Kristen dalam bab 5,6,dan 8. Sesungguhnya, akan nampak bahwa "berita Injil" yang baikyang diungkapkan dengan penuh kegembiraan dalam Roma 5:1 dan5:11, telah menjadi "berita buruk." Karena bagaimanakah Paulusdapat mengatakan dalam Roma 6:6, bahwa "manusia lama kita telahturut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agarjangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa," dan kemudian

dalam Roma 7:25 melanjutkan dengan perkataan "dengan tubuhinsaniku aku melayani hukum dosa"?

    Namun, di balik kesulitan ini, pemahaman yang paling umumdari teks ini adalah bahwa di sini Paulus sedang berbicaratentang ketegangan batin antara jiwa yang lebih tinggi dan lebihrendah dari orang Kristen. Beberapa orang bahkan telahmenggunakan teks ini sebagai latar belakang Alkitab untuktindakan yang tidak Kristen, sebagai penolakan tanggung jawabkeKristenan.

    Sama seperti sebelumnya, kita perlu memahami kontekslangsung dan konteks yang lebih luas jika kita ingin memahamikata-kata Paulus dengan benar. Jika kita melakukannya, kita akansulit mempertahankan pemahaman teks secara biasa.

    Pembahasan Paulus mengenai pembenaran atas dasarpekerjaan Allah di dalam Kristus (Roma 1-6) menunjukkan bahwamanusia secara utuh diperdamaikan dengan Allah tubuh, jiwa, danroh. Pembenaran tidak menciptakan inti moral atau rohani baru didalam diri kita yang kemudian harus bertempur habis-habisandengan yang lainnya, yaitu, "naluri kita yang lebih dasar","daging" kita dengan gairah dan keinginannya.

    Gagasan di atas didasarkan pada salah pemahaman tentangbeberapa kata yang digunakan Paulus dan didengarkannya tujuanPaulus secara tidak memadai, yang, terungkap dalam strukturargumentasi dalam bab 7.

    Kata yang menyulitkan dalam Roma 7:5-25 adalah katadaging, yang digunakan beberapa kali dalam kaitan dengankekuasaan dosa dan maut : (ayat 5, 18, 25). Kontras antara"daging" dan "aku" dengan kemauannya yang lebih tinggi itulahyang menjadi latar belakang dari pandangan bahwa Roma 7 berbicaratentang diri yang terpecah di mana terjadi peperangan yang terus-menerus.

     Ketika Paulus berbicara tentang "hidup di dalam daging"melalui tulisan-tulisannya, ia tidak berbicara tentang hakikatjasmani atau gairah dan keinginan jasmani kita, melainkan tentang

cara hidup, orientasi hidup, hidup yang dijalani terpisah daritujuan Allah bagi kita. Kepada orang Efesus dikatakan bahwamereka telah diberi hidup, dan dibebaskan dari "keinginan-keinginan daging," yang kemudian dilanjutkan denganmendefinisikan "keinginan-keinginan daging" sebagai "kehendakdaging dan pikiran" (Efesus 2:1-3). Ini kemudian mendefinisikanpenggunaan religius dari istilah daging, yang bagi Paulusmencakup sesuatu yang dalam pemikiran Yunani dipahami sebagaibagian manusia yang tertinggi, yaitu pikiran.

    Penggunaan serupa dari kata daging didapatkan dalam Roma8. Dalam menggambarkan kontras antara dua cara hidup, Paulusmenyatakan satu cara sebagai "hidup menurut daging," "memikirkanhal-hal yang dari daging," "hidup dalam daging" (Roma 8:5-8).Kemudian ia berkata, 'Tetapi kamu tidak hidup dalam daging."Jelas, kata daging di sini tidak digunakan dengan konotasi fisikatau biologis. Sebaliknya, penggunaan kata daging secara religiusmemungkinkan Paulus untuk mengatakan bahwa ada waktu "kita masihhidup di dalam daging" (Roma 7:5) dengan mengakui sepenuhnyabahwa orang Kristen tetap menjadi mahkluk jasmani.

    Karena itu, ketika Paulus membandingkan cara hidup"daging" dan "roh", ia tidak berbicara mengenai dua bagian yangberbeda dari tubuh secara utuh, melainkan dua orientasi hidupyang mungkin dari seluruh tubuh itu. Dalam kontras antara "aku"dan "daging" (Roma 7:18), "aku" menggambarkan seluruh tubuhselama hal tersebut mengokohkan kebaikan dan kehendak Allahseperti diungkapkan dalam Hukum Taurat; "daging" menggambarkanseluruh tubuh yang tidak berdaya, dikuasai oleh dosa, dan tidakberhubungan dengan Allah. Selain pertimbangan tentang terminologiPaulus ini, struktur argumentasi mendukung pendapat bahwa Roma7:7-25 bukanlah gambaran tentang "hidup di dalam Kristus." DalamRoma 7:5 dan 7:6, Paulus mengontraskan kehidupan yang lama("waktu kita masih hidup di dalam daging") dengan kehidupan yangbaru ("tetapi sekarang"). Ayat-ayat ini berfungsi sebagaikalimat- kalimat topik untuk ayat-ayat selanjutnya : Ayat 7-25memberikan penafsiran dari pasal 7:5, sedangkan pasal 8menafsirkan Roma 7:6. Yang pertama menggambarkan keadaan yang

lama/kematian; yang terakhir menggambarkan keadaan yang baru/kehidupan.

    Marilah kita secara singkat menelusuri argumentasi dalamRoma 7:7-25. Karena Hukum Taurat mengungkapkan keadaan kita yangberdosa (Roma 7:5), apakah itu berarti Hukum Taurat itu dosa(7:7)? Sekali-kali tidak! karena Hukum Taurat itu kudus danrohani, benar dan baik (7:7-14). Kita berada dalam perbudakandosa karena kita "bersifat daging" (7:14 ingat diskusi kita diatas tentang istilah ini). Sekarang Paulus melanjutkan dalam ayat15 sampal 24 apa artinya "bersifat daging, terjual di bawah kuasadosa." Ini berarti kita gagal melaksanakan kehendak Allah,walaupun kita mengakui kebaikan hukum Allah, dan ingin menjalanikehidupan kita sesuai dengannya (ayat 15-16). Diri kita sangatdiperbudak oleh dosa, sehingga kita sesungguhnya dapat berbicaratentang sebuah kehidupan di mana "aku", yang mengakui HukumAllah, tidak terkendali (ayat 17-23). Akibat dari perbudakansemacam ini adalah "celaka" (ayat 24). Tetapi sekarang ada jalanyang baru: Melalui Yesus Kristus Tuhan kita, kita dibebaskan darikondisi yang penuh keputusasaan ini, di mana walaupun kitamelayani Hukum Allah dengan pikiran kita, kehidupan kita yangnyata "bersifat daging" dan dikuasai oleh dosa (ayat 25). Padaayat berikutnya (8:1), Paulus mulai menggambarkan hidup yang baruini dalam Kristus, hidup yang baru dalam Roh.

    Yang telah diuraikan Paulus kepada kita dalam ayat-ayatpasal 7 ini adalah gambaran mengenai kesia-siaan hidup yangdijalani di luar hukum, walaupun hukum itu adalah Hukum Allah.Jelas, pertemuan Paulus dengan Kristus di jalan Damaskusmenyebabkan ia melihat kehidupannya yang dulu "di bawah HukumTaurat" sebagai ikatan dipandang dari sudut baru yangmenguntungkan ini. Sekarang, ia menginginkan para pembacanya diRoma, dan juga kita, untuk memahami bahwa agama yang legalistikakan membawa kepada kematian. Hanya kasih karunia Allah yangdinyatakan dan diwujudkan dalam Yesus membebaskan kita dariperbudakan dosa untuk mengalami "kemerdekaan kemuliaan anak-anakAllah" (Roma 8:21).

 

 

BAB 6

Segala Sesuatu demi Kebaikan

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untukmendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang

terpanggil sesuai dengan rencana Allah. ROMA 8:28

   

Kesenjangan yang jelas antara pengakuan iman yang dalam danpengalaman kita sebagai manusia membuat Roma 8:28 menjadi salahsatu ucapan Paulus yang sulit. Karena bagaimana mungkin kitadapat melihat tangan Allah bekerja melalui terbunuhnya seoranganak kecil oleh pengemudi yang mabuk? Bagaimana tujuan Allah yangpenuh cinta kasih diungkapkan dalam penderitaan seorang korbankanker pada minggu-minggu terakhirnya? Kebaikan apa yang dapatkita lihat dalam pembantaian jemaat Kristen oleh para gerilya?Segala macam pengalaman dan peristiwa ini tampaknya bertentangandengan penegasan Paulus. Karena itu penting sekali kita memahamiapa yang sebenarnya dikatakan Paulus dan bagaimana ia berdasarkanpengalamannya sendiri dapat mengatakan hal ini.

    

    Terlepas dari hal-hal lain yang mungkin dikatakanmengenai teks ini, jelas bahwa konteks pasal 8 mengungkapkan imandan keyakinan Paulus yang dalam terhadap tujuan Allah yang penuhkasih. Kita harus ingat bahwa pengakuan ini bukanlah hasil darirasionalisasi atau uraian teologi yang abstrak. Pengakuan inijuga bukan kata-kata yang muncul dari bibir seseorang yanghidupnya berjalan dalam ketenangan, tidak terganggu oleh tekanandan ketegangan, kepedihan dan kekacauan, pergolakan dan tragediyang sedikit banyak dialami oleh sebagian besar umat manusia.

    Tidak, kata-kata yang penuh keyakinan dan pengharapan iniditulis oleh seseorang yang berdasarkan kesaksiannya sendiridalam surat sebelumnya "menanggung beban yang sangat berat" dan

"putus asa" (II Korintus 1:8); ia "ditindas dalam segala hal" dan"habis akal", "dianiaya" dan "dihempaskan" (II Korintus 4:8-9);la mengalami "dera", "penjara", "kesukaran" dan "puasa/kelaparan" (II Korintus 6:4-5). Nampak jelas dari hidup danpengalaman Paulus bahwa dalam Roma 8:28 tidak tertulis "teoribelaka", melainkan pengakuan iman yang mendalam yang muncul daripengalaman yang sepintas lalu nampaknya tidak mendukung pengakuanitu.

    Jika demikian, "kebaikan" manakah yang dikerjakan olehAllah? Saya yakin kita hanya dapat mengungkapkan hal ini jikakita melihat seluruh konteks bacaan dengan serius. Dalam Romapasal 8:1-18, Paulus menunjukkan bahwa orang Kristen adalahmereka yang ada "di dalam Kristus" (Roma 8:1), yang hidupnyaditentukan dan diberi kuasa oleh Roh Kudus Kristus yang diam didalamnya (Roma 8:9-11). Atas dasar realitas ini, kita adalah"anak-anak Allah" dan "ahli waris Kristus" (Roma 8:16- 17).Karena itu kita tidak lagi terikat pada "hukum dosa dan hukummaut" (Roma 8:2).

    Tetapi bebas dari realitas dosa dan kematian yangmengikat kita tidak berarti bahwa kita dapat menjalani kehidupankita tanpa dipengaruhi oleh keberadaan dosa dan maut yang terus-menerus di dunia ini. Dan realitas yang mendua inilah, yaitu"kemerdekaan" dan "pengalaman dosa dan maut yang terus-menerus"yang dibicarakan Paulus dalam bagian kedua pasal 8.

    Paulus menyimpulkan uraiannya tentang "hidup di dalamKristus" atau "hidup di dalam Roh Kudus" dengan menegaskan dalamayat 17 bahwa kehidupan yang baru ini dijalani dalam keteganganantara penderitaan yang sekarang dan kemuliaan yang akan datang.Dengan kata lain, kemerdekaan dari ikatan dosa dan maut tidakberarti ketiadaan realitas dosa dan maut atau ketiadaanpengalaman realitas ini pada masa sekarang.

    Realitas "damai dengan Allah" dan "pembenaran" yang adasekarang (Roma 5:1) baru merupakan hal pertama dari tindakanpenebusan Allah yang penuh kemurahan di dalam Kristus. Masihbanyak lagi yang akan datang. Dimensi "belum terjadi" sudahdiantisipasi dalam Roma 5: di balik pengalaman sekarang ini yaitu

"damai dengan Allah," ada "pengharapan akan menerima kemuliaanAllah" (Roma 5:2) dan pengharapan untuk "diselamatkan oleh hidupanak-Nya" dalam penghakiman terakhir (Roma 5:9-10). Aspek "belumterjadi" dari tujuan penebusan Allah ini dibahas lagi dalam pasal8. Dalam Roma 8:11 Paulus menunjukkan kebangkitan "tubuh yangfana," yang dalam ayat 17 disebutnya sebagai "kemuliaan" kita.Kemudian dalam ayat 18 ia melanjutkan dengan menunjukkan bahwa"penderitaan jaman sekarang ini" perlu ditempatkan dalamprospektif yang benar sesuai dengan "kemuliaan yang akandinyatakan."

    Dalam ayat 18 sampai 25, pengalaman-pengalaman kita yangnampaknya "tidak baik" sama sekali, ditempatkan dalam kontekskeseluruhan penciptaan Allah, yang "dengan sangat rindumenantikan" (ayat 19) dan yang sekarang ini "ditaklukkan kepadakesia-siaan" (ayat 20) dan berada dalam "perbudakan kebinasaan"(ayat 21). Ini adalah ciptaan yang "mengeluh dan merasa sakitbersalin" (ayat 22). Dan sama seperti seluruh makhluk "akandimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalamkemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah" (ayat 21), demikian jugakita dapat menantikan "pembebasan tubuh kita" (ayat 23).

    Sikap yang benar dalam menjalani hidup antara penebusanpertama ini dan hari penghakiman adalah pengharapan dan ketekunan(ayat 24-25). Keadaan kita sekarang "lemah", kata Paulus (ayat26). Jika tidak, ketekunan dan pengharapan itu tidak akan perlu.Namun di tengah-tengah kelemahan inilah Roh Allah hadir danbekerja (ayat 26-27). Ayat 28, dan paragraf-paragraf berikutnya,harus dilihat dalam konteks tujuan penebusan Allah sepertidiuraikan di atas. Dalam segala hal dalam penderitaan, keluhan,pengharapan, dan penantian kita; dalam "penindasan, ataukesesakan, atau penganiayaan, atau kelaparan, atau ketelanjangan,atau bahaya, atau pedang" (Roma 8:35) dalam segala sesuatu Allahsedang bekerja "untuk mendatangkan kebaikan" (Roma 8:28)."Kebaikan" itu adalah realisasi final dan lengkap dari kasihAllah terhadap ciptaan-Nya, yang diwujudkan dalam Kristus, tidaksesuatu pun dapat memisahkan kita daripada-Nya (Roma 8:39).

    "Dalam semuanya itu," Paulus merasa yakin, kita "lebihdaripada orang-orang yang menang" (Roma 8:37). Bukan atas dasar

usaha kita, bukan atas dasar iman yang buta, juga bukan atasdasar kepasrahan, melainkan "oleh Dia yang telah mengasihi kita"(Roma 8:37) dan memanggil kita "sesuai dengan rencanaNya" (Roma8:28). Tujuan yang baik dan penuh kasih itu terpenuhi ketikaseluruh ciptaan, termasuk tubuh kita, dibebaskan dari ikatanmaut.

    Sebelum tindakan final dalam pekerjaan penebusan Allahini, kasih Allah di dalam Kristuslah yang menopang kita, memberikita kuasa bahkan di tengah-tengah pengalaman dosa dan maut

   "untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya" (Roma8:29). Allah bekerja dalam segala sesuatu ke arah tujuan yangbaik itu. Tetapi hanya "orang-orang yang mengasihi-Nya"mengetahuinya, karena mereka adalah partisipan "bersama-Nya" didalam pelaksanaan tujuan tersebut.                    

 

 

BAB 7

Apakah Allah Tidak Adil?

Seperti ada tertulis : 'Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau." Jika demikian,

apakah yang hendak kita katakan?

Apakah Allah tidak adil? Mustahil! sebab la berfirman kepada Musa, "Aku akanmenaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan

bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." ROMA 9:13-15

 

   Apakah Allah adil? Apakah la memperlakukan kita secaratidak adil? Pertanyaan-pertanyaan yang wajar ini bertambah besarketika kita membaca, "Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau"(Roma 9:13). Tetapi Paulus sendiri bergumul dengan pertanyaanyang sama ini ketika ia memikirkan penolakan agama Yahuditerhadap Kristus dalam bacaan Perjanjian Lama. Apa yang nampaknya

diungkapkan oleh bacaan-bacaan Perjanjian Lama yang diserukanoleh Paulus ini adalah kesewenang-wenangan penguasa dalamhubungan Allah dengan manusia. Pernyataan seperti, "Aku mengasihiYakub, tetapi membenci Esau" memancing pertanyaan dari kita:tetapi mengapa? Apa yang telah mereka lakukan sehingga Allahmengasihi atau membenci mereka? Rasa ketidakadilan ini bertambahketika kita membaca dalam Roma 9:11 bahwa keputusan tentang Yakubdan Esau dibuat "waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belummelakukan yang baik atau yang jahat." Tidak adil! Kita inginmenangis.

   Sebagian dari "kesulitan" teks ini setidaknya muncul dariasumsi yang cenderung kita miliki terhadapnya dan kelalaian kitadalam mengikuti alur dan isi teks di sekitarnya.

   Paulus mengantisipasi reaksi pembaca terhadapketidakadilan Allah yang jelas. Dengan kata-kata yangmengingatkan kepada Ayub (Ayub 9:12; 40:2), ia mulai denganmempertanyakan apakah kita pantas mengajukan pertanyaan semacamitu (Roma 9:20). Kemudian ia kembali lagi pada masalahnya denganmengutip kitab Yesaya (Yesaya 29:16; 45:9), "Dapatkah yangdibentuk berkata kepada yang membentuknya, 'Mengapakah engkaumembentuk aku demikian?"' (Roma 9:20-21).

   Maksud Paulus, tentu saja, adalah bahwa pertanyaan "ApakahAllah tidak adil?" muncul dari kecenderungan manusiawi kita untukmengukur dan mengkritik cara-cara Allah berdasarkan pandangankita. Bahkan mengajukan pertanyaan tentang ketidakadilanmengasumsikan bahwa kita mengetahui apa keadilan itu secara finaldan mutlak. Ini merupakan kesombongan. Karena kita tidakmengetahui pikiran Allah dan juga tidak menyelami jalan-jalan-Nya(Roma 11:33-34), kita tidak berada dalam posisi yang sangat tepatuntuk menghakimi tujuan Allah. Kita hanya melihat dan mengalamisepenggal-sepenggal; kita hanya melihat gambaran yang samar-samardalam cermin dan mengenal dengan tidak sempurna (I Korintus13:12); kita merasakan wahyu Allah dalam konteks bejana tanahliat kita (II Korintus 4:7). Hanya Allah yang melihat secarakeseluruhan; dan dari perspektif itu apa yang nampaknya "tidakadil" bagi kita pada akhimya akah diungkapkan sebagai kasihkarunia Allah yang menyelamatkan.

   

   Kita memiliki asumsi lain pada teks ini yang mencondongkanpemahaman kita mengenai teks ini ke arah tertentu. Karena tradisiteologis tertentu yang menjadi warisan kita, kita cenderungmendengar teks ini dalam kaitan dengan takdir dan nasib. Tradisiteologis ini mengatakan bahwa nasib kita telah ditentukan.Pertanyaan yang tidak terhindarkan terhadap pandangan semacam iniadalah pertanyaan yang diajukan oleh pembaca tulisan RasulPaulus, "Jika demikian, apalagi yang masih disalahkan-Nya? Sebabsiapa yang menentang kehendak-Nya?" (Roma 9:19).

   Pertanyaan kita ini hanya dapat dibenarkan jika Paulusdalam hal ini membicarakan masalah nasib individu. Tetapi, jikakita membaca bacaan ini dengan teliti, jelaslah bahwa Paulustidak sedang berbicara tentang keselamatan dan nasib, melainkanpanggilan Allah terhadap individu dan umat manusia untukmelayani, dan digunakannya peristiwa dan manusia oleh Allah dalampelaksanaan tujuan penebusan-Nya, yaitu keselamatan orang Yahudimaupun orang kafir.

   Mari kita coba dengarkan argumentasi Paulus dengan jelas.la memulai pemikiran tentang nasib umatnya sendiri denganmengingat segala hal yang telah dikerjakan dan diberikan olehAllah kepada mereka (Roma 9:1-5). Tujuan panggilan Israel adalahagar ia menjadi sarana untuk realisasi "janji-janji Allah" (Roma9:4, 8-9). Bagi Paulus dan seluruh adat istiadat Yahudi, hal inimengacu kepada janji yang dilakukan terhadap Abraham bahwamelalui keturunannya "semua kaum di muka bumi akan mendapatberkat" (Kejadian 12:1-3). Paulus melihat janji ini dipenuhidalam Kristus (lihat Galatia 3:15-18), dan melalui kematian-Nyabaik orang Yahudi maupun orang kafir akan dibawa ke dalamkeluarga Allah (Galatia 3:28-29).

   Namun kenyataan yang dihadapi oleh Paulus dan semua orangKristen Yahudi adalah penolakan Yesus oleh seluruh umat Israel.Apakah Firman Allah telah gaga!? (Roma 9:6). Dalam menjawabpertanyaan ini, Paulus menunjukkan dengan mengutip kejadian-kejadian dalam Perjanjian Lama bahwa Allah memilih cara-cara dansarana tertentu untuk melaksanakan tujuan penebusan-Nya. Dan

bahkan penolakan Mesias yang sekarang oleh Israel digunakan Allahuntuk mencapai tujuan tersebut. Tidak semua keturunan Abrahammerupakan bagian dari silsilah yang menuju kepada Kristus. Ishak,anak laki-laki yang dijanjikan kepada Sara, menjadi sarana (Roma9:6- 9). Yakub, bukan Esau, digunakan oleh Allah untuk menujukepada pemenuhan janji-janji-Nya (Roma 9:10-13). Pilihan Allahtidak ada hubungannya dengan kebaikan manusia, status, atauprestasinya (Roma 9:11- 12). Ishak tidak lebih baik daripadasaudaranya Ismael; Yakub tidak lebih baik daripada saudaranyaEsau. Dengan kata lain, mereka tidak "lebih pantas." Dalamkenyataannya, berdasarkan penilaian manusia semata-mata, tipudaya Yakub seharusnya membuat ia menjadi kurang pantas (Kejadian25, 27).

   Kemudian, Paulus mengutip kata-kata nubuat tentang anakkembar Ribka yang belum lahir, "Anak yang tua akan menjadi hambakepada anak yang muda" (Kejadian 25:23). Ini lebih merupakanpengetahuan nabi sebelumnya daripada pernyataan takdir. Catatansejarah mengungkapkan bahwa ketika kerajaan Israel sangat kuat,sering kali Edom dikuasai olehnya dan harus membayar upeti (IISamuel 8:13; I Raja-Raja 11:14-22). Bagi Paulus, penegasan nubuatmengenai masa depan Yakub dan Esau ini (dan keturunan mereka)didapatkan dalam Maleakhi 1:2- 3, yang dikutipnya dalam Roma9:13.

   Dalam penggunaan kata-kata dari Maleakhi mengenai kasihAllah untuk Yakub dan kebencianNya kepada Esau, ada dua hal yangperlu dicatat. Pertama, nabi harus menunjukkan kasih Allah kepadaIsrael (keturunan Yakub), untuk terus menunjukkan bahwaketidaksetiaannya pantas mendapatkan hukuman Allah. Orang-orangEdom (Maleakhi 1:4) adalah keturunan Esau, yang berada dalamhubungan permusuhan dengan Israel. Menurut Maleakhi 1:3-4, orang-orang Edom ini jelas telah menderita kekalahan militer, dan nabimelihat hal ini sebagai bukti penghakiman Allah (Maleakhi 1:4-5).Karena Allah menggunakan Israel untuk melaksanakan tujuan-Nyawalaupun ia terus-menerus memberontak, permusuhan Edom membuatnyabertentangan dengan tujuan Allah.

   Ungkapan "Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau" harusdimengerti dalam konteks historis ini. Bertentangan dengan kasih

Allah yang jelas untuk Israel, situasi Edom hanya dapatditafsirkan sebagai bukti perhatian Allah yang lebih kecilterhadapnya. Ungkapan yang tajam "Aku membenci Esau" harusdipandang sebagai sebuah contoh khas dari gaya bahasa hiperboladari Timur, yang mengungkapkan segala sesuatu secara ekstrim.Selain itu, dalam bahasa Ibrani "mengasihi" sering kali berarti"lebih menyukai"; dan "membenci" dapat berarti "kurangmengasihi." Lihatlah, misalnya, dalam Kejadian 29:31, 33 Alkitabversi RSV menerjemahkan kata Ibrani benci secara hurufiah,sedangkan Alkitab versi NIV menerjemahkan kata tersebut dengan"tidak dikasihi." Penerjemahan semacam ini mengakui, dalamKejadian 29:30, bahwa Yakub kurang mengasihi Lea dibandingkandengan Rahel; ia tidak "membenci"nya. Pengertian yang lebih umumyaitu "benci" tidak sesuai di sini (lihat juga Ulangan 21:15-17,di mana kata Ibrani benci diterjemahkan "tidak dikasihi" dalamAlkitab versi NIV dan "tidak disukai" dalam Alkitab versi RSV).

   Dengan demikian, baik dalam kitab Maleakhi maupun dalamperkataan Paulus, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Allahtelah mentakdirkan nasib Israel atau Edom. Situasi historismereka, "dipilih" atau "ditolak"nya mereka, hanyalah merupakanbukti sementara akan kebebasan kedaulatan Allah yang menggerakkansejarah menuju tujuan penebusan-Nya, "Karena begitu besar kasihAllah akan dunia ini ..:' (Yohanes 3:16), termasuk kepada Yakubdan Esau, Israel dan Edom, Yahudi dan kafir. Tujuan penebusan inidigarisbawahi dengan dikutipnya Keluaran 33:19 pada Roma 9:15oleh Paulus. Kemurahan hati dan belas kasihan Allah bersifatbebas dan ada dalam kekuasaan-Nya. Tidak seorangpun dapatmembelinya; tidak seorang pun pantas mendapatkannya. Bahkankekerasan hati Firaun, yang diungkapkan Paulus dalam Roma 9:17-18, harus digolongkan dalam aktivitas kemurahan hati dan belaskasihan Allah akan ciptaan-Nya yang bobrok. Karena tujuan-Nyaadalah agar nama Allah "dimasyhurkan di seluruh bumi" (Roma9:17). Dengan demikian, sesuatu yang dari sudut pandang kitasebagai manusia nampaknya "tidak adil" dalam kenyataannyahanyalah merupakan salah pengertian atas karya kemurahan Allahyang penuh misteri.

 

   

BAB 8

Kegenapan Hukum Taurat

Sebab Kristus adalah kegenapan Hukum Taurat, sehingga kebenaran

diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. ROMA 10:4

   Roma 10:4, walaupun bukan satu-satunya tempat di manaPaulus membahas Hukum Taurat, menimbulkan pertanyaan yang lebihtajam daripada bab-bab lainnya mengenai kedudukan Hukum Tauratdan keabsahannya yang terus-menerus bagi orang Kristen. Kata yangradikal mengenai Kristus sebagai kegenapan Hukum Taurat danungkapan yang serupa dalam surat-surat Paulus lainnya telahmenjadi pokok diskusi yang luar biasa selama sejarah gereja, yangdimulai sejak perjalanan penginjilan Paulus sendiri. Berdasarkanayat ini, kita dihadapkan pada penegasan bahwa Hukum Taurat tidaklagi menentukan hubungan kita dengan Allah. Dalam pemikiranbanyak orang, ini merupakan ucapan sulit yang terbuka terhadapantinomianisme, yaitu penolakan semua hukum dan peraturan,khususnya norma-norma yang mutlak untuk kehidupan moral.

   Sejak gereja menggunakan Kitab Suci bahasa Yahudi sebagaiAlkitab mereka dan menyertakannya dalam undang-undang gerejabersama-sama Injil dan tulisan-tulisan Rasul lainnya,    masalahhubungan antara hukum Allah dan iman Kristen menjadi sangatpenting.

   Dalam usaha untuk memahami teks ini dan implikasinya, kitaperlu mempertimbangkan tiga hal. Pertama, pemahaman Paulus danpengalamannya dalam Hukum Taurat. Kedua, pengalamannya di jalanDamaskus sebagai pertemuan dengan Mesias yang diharapkan orangYahudi. Ketiga, pemahamannya yang baru tentang Hukum Taurat atasdasar peristiwa tersebut. Sebelum kita mempertimbangkan ketigahal ini sebagai latar belakang penafsiran teks ini, kita lihatsecara singkat bagaimana Paulus menggunakan kata hukum.

   Paulus menggunakan istilah ini dalam pengertian kiasan danjuga hurufiah. Ketika ia berbicara tentang "hukum lain yangberjuang melawan hukum akal budiku" (Roma 7:23) atau "Roh yangmemberi hidup" (Roma 8:2) atau "hukum iman" (Roma 3:27), iamenggunakan istilah ini secara kiasan untuk menunjukkan realitasyang menentukan kehidupan berhala atau Kristen, seperti KitabTaurat menentukan kehidupan Israel. Terlepas dari penggunaansemacam ini, Paulus hanya memiliki hukum Musa dalam pandangannya,sistem agama dengan kewajiban-kewajiban kultus, ritual danmoralnya yang dijalani oleh umat Israel sejak jaman Musa. Dalamarti yang kedua/hurufiah inilah istilah hukum dalam Roma 10:4harus dipahami.

   1. Pemahaman dan pengalaman Paulus tentang Hukum Taurat.Bagi Paulus "orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap HukumTaurat orang Farisi, tentang kebenaran dalam mentaati HukumTaurat tidak bercacat" (Filipi 3:5-6) Hukum Taurat adalah hukumAllah; hukum itu mengungkapkan kehendak dan tujuan Allah untukumat-Nya. Mematuhi Hukum Taurat berarti mematuhi kehendak Allah."Hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus,benar dan baik' (Roma 7:12). Hukum itu "rohani" (Roma 7:14)karena ia berasal dari Allah (Roma 7:22), dan tujuannya adalahmembimbing umat manusia kepada kehidupan yang benar (Roma 7:10).

   Sebagai seorang rabi, Paulus sangat menyadari bahwa HukumTaurat sebagai pemberian kasih karunia Allah merupakan sesuatuyang istimewa (Roma 9:4; 3:1-2). Tetapi ia juga mengetahui bahwapemberian ini mengandung tanggung jawab. 'Tahu akan kehendaknya,dapat tahu mana yang baik dan mana yang tidak, diajar dalam HukumTaurat" (Roma 2:17-18) dan karena itu berfungsi sebagai "penuntunorang buta dan terang bagi mereka yang di dalam kegelapan" (Roma2:19) ini juga berarti bahwa seseorang wajib mentaati HukumTaurat (Roma 2:17-24).

   Menurut kesaksiannya sendiri, Paulus yakin bahwa kitadapat melaksanakan Hukum Taurat. Dalam kaitan dengan kewajibanterhadap Hukum Taurat, ia "tidak bercacat" (Filipi 3:6). Tetapikeyakinan itu dilenyapkan oleh pengalamannya tentang Kristus.

   2. Pertemuan Paulus dengan Kristus. Dimulai denganpengalaman di jalan di Damaskus yang digambarkan Paulus denganberbagai cara sebagai titik balik di mana Allah "berkenanmenyatakan anak-Nya di dalam Aku" (Galatia 1:16) atau peristiwadi mana "Aku telah ditangkap oleh Kristus Yesus" (Filipi 3:12)pemahaman Paulus mengenai tempat dan fungsi Hukum Tauratmengalami perubahan yang berarti. la telah memiliki komitmen yangpenuh semangat terhadap Hukum Taurat untuk menegakkan danmempertahankannya, yang membuatnya menganiaya pengikut-pengikutYesus. Tidak dapat diragukan bahwa ia sangat yakin ia sedangmelaksanakan kehendak Allah. Tetapi pertemuannya dengan Tuhanyang bangkit membuka mata Paulus untuk melihatnya sebagai Mesiasdari Allah. Dalam semangatnya demi Hukum Taurat sebenarnya iatelah menentang tujuan Allah. la telah menentang masuknya jamanMesias (I Korintus 10:11) semata-mata dalam tindakannya untukmencoba mentaati Hukum Taurat.

   Kesadaran ini memiliki dorongan khusus jika dilihat darilatar belakang pandangan sejarah rabi yang dikenal oleh Paulus.Dalam tradisi itu beberapa rabi mengatakan bahwa sejarah manusiadibagi dalam tiga jaman: (1) jaman "kekacauan", yang berlangsungmulai dari Adam sampai kepada Musa, di mana Hukum Taurat belumdiberikan; (2) jaman "Hukum Taurat," yang berlangsung mulai dariMusa sampai kepada Mesias, di mana hukum akan memerintah; (3)jaman Mesias. Mengenai jaman yang terakhir terjadi cukup banyakdiskusi di antara para rabi mengenai tempat Hukum Taurat. Menurutbeberapa orang, Hukum Taurat akan berakhir pada jaman Mesias;yang lainnya mengatakan bahwa Mesias akan menyempurnakan HukumTaurat dengan memberinya penafsiran baru, atau la akanmenyebarluaskan Hukum Taurat yang baru.

   Walaupun dorongan yang dominan dari tradisi rabi adalahagar Hukum Taurat tetap berlangsung selama jaman Mesias, agarHukum Taurat itu abadi, ada juga banyak orang yang berpikir bahwaakan terjadi modifikasi, bahwa beberapa pengajaran tidak akandapat diterapkan lagi, pengajaran-pengajaran baru akan lebihsesuai, dan sistem korban dan perayaan akan berhenti, bahwaperbedaan formal antara "najis" dan "tidak najis" tidak akan adalagi. Jadi, tradisi rabi yang mengukuhkan kelanjutan Hukum Taurat

dalam jaman Mesias dan juga mengakui beberapa bentuk yang hilangatau dimodifikasi menjadi dasar dari pengalaman dan pemahamanyang baru dari Paulus. Jaman Mesias telah mulai. Hukum Taurattidak dapat lagi dipandang seperti sebelumnya.

   Selain tradisi rabi ini, sikap Yesus sendiri terhadapHukum Taurat pasti memiliki pengaruh terhadap pemikiran Paulus.Walaupun kita tidak mengetahui sejauh mana Paulus tahu tentangisi pengajaran dan tindakan Yesus secara tepat, pendirian Yesussecara umum dalam kaitan dengan Hukum Taurat jelas merupakanbagian dari tradisi yang diterima Paulus dari para pendahulunyadalam iman. Dan pendirian itu mengandung unsur-unsur yangmenunjukkan kesinambungan/ketidaksinambungan dengan persepsiYahudi secara umum mengenai Hukum Taurat.

   Menurut Matius 5:17, Yesus datang bukan untuk meniadakanHukum Taurat. Melalui kalimat-kalimat berikut ini ("Kamu telahmendengar yang difirmankan .... tetapi Aku berkata kepadamu")jelaslah bahwa Yesus meneguhkan kebenaran yang abadi darikehendak Allah seperti diungkapkan dalam Hukum Taurat, tetapi lajuga mengarahkan para pendengar-Nya kepada pemahaman yang palingdalam dan menyeluruh dari kehendak tersebut dengan melampauitafsiran Hukum Taurat yang tradisional dan sering kali terbatas.Sebagai Mesias la memberikan penafsiran yang penuh kuasa.

   Selanjutnya, menurut Matius 5:17-18 dan kesaksian kitabInjil dan khotbah Kristiani yang paling awal, Yesus "menggenapiHukum Taurat" melalui kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya. ladinyatakan sebagai penggenapan Kitab Suci. Di dalam Dia tujuanAllah digenapi. Keyakinan umum ini diperkuat oleh cara Yesus yangpenuh kuasa dan wibawa dalam menghadapi dimensi-dimensi HukumTaurat yang khusus dan terbatas, dan la menempatkan misi-Nya diatas Hukum Taurat. Dengan demikian, hukum pemisahan antara yangkudus dan yang najis, pencemaran dalam upacara, ketaatan kepadahari Sabat, dikesampingkan dalam pelayanan-Nya terhadap orang-orang berdosa yang secara ritual adalah orang-orang "najis"."Sebab semua nabi dan Kitab Taurat bernubuat hingga tampilnyaYohanes," Dia berkata (Matius 11:13; Lukas 16:16), yangmenunjukkan bahwa realitas yang baru yaitu kerajaan Mesias telahmulai dan menggantikan tatanan yang lama (Markus 1:15).

   Dengan melihat latar belakang ini, barangkali lebih mudahuntuk memahami kesinambungan/ketidaksinambungan antara pemikiranPaulus dan teman-teman sejamannya mengenai Hukum Taurat.

   3. Pemahaman Paulus yang baru tentang Hukum Taurat. Pauluscukup mengetahui diskusi para rabi mengenai tiga periode sejarahmanusia. Tetapi atas dasar pengalamannya sendiri tentang Kristusdan pendirian Yesus terhadap Hukum Taurat, Paulus meningkatkandan menjelaskan secara rinci untaian tradisi yang menggambarkanhilangnya Hukum Taurat atau setidaknya perubahannya dalam jamanketiga atau jaman Mesias. la melihat bahwa Yesus "dengan mati-Nyasebagai manusia telah membatalkan Hukum Taurat dengan segalaperintah dan ketentuannya" (Efesus 2:15). Melalui Dia "kita telahdibebaskan dari Hukum Taurat" yang dulu "mengurung kita" (Roma7:6).

   Melayani "dalam keadaan lama menurut huruf Hukum Taurat"(Roma 7:6) dan berusaha untuk mendirikan kebenaran sendiri (Roma10:3) hanya membawa Paulus kepada pertentangan dengan tujuanAllah dan bukan damai dengan Allah. Dalam Roma 7 ia menunjukkanbahwa Hukum Taurat sebagai ungkapan kehendak Allah tetap ada;bahwa hukum itu mengungkapkan dosa dan pemberontakan manusiaterhadap Allah. Tetapi ia juga menunjukkan bahwa Hukum Taurat itutidak berdaya untuk menimbulkan kepatuhan. Hukum Taurat adalahnorma eksternal; hukum itu tidak memberi kekuatan untuk mentaatinorma tersebut. Karena itu usaha untuk mencapai "kebenaran karenaHukum Taurat" (Roma 10:5) selalu berakhir dengan kegagalan.Kesimpulan Paulus atas pengalaman ini tercakup dalam kata-kata,"Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku daritubuh maut ini?" (Roma 7:24).

   Jawabannya terhadap pertanyaan itu adalah "Yesus KristusTuhan kita" (Roma 7:25). Mengapa? Karena "Kristus adalahkegenapan Hukum Taurat." Kata kegenapan (teles) dapat menunjukkan"tujuan," "hasil," yang kita tuju, atau "akhir," "pemberhentian."Banyak penafsir merasa yakin bahwa kedua arti tersebut ada didalam teks kita. Bagi Paulus, Hukum Taurat adalah "penuntun bagikita sampai Kristus datang" (Galatia 3:24). Fungsinya yangsementara sekarang telah terpenuhi; dan karena itu Kristus jugamerupakan akhir kegenapan Hukum Taurat.

   Tetapi Paulus mengatakan lebih banyak hal di sini daripadasekadar mengulangi keyakinan satu segi tradisinya dan kesaksiandari gereja mula-mula bahwa Hukum Taurat sudah tidak ada padajaman Mesias. la menggambarkan keyakinan bahwa hukum Musa telahselesai dan dibatalkan di dalam Kristus dengan ungkapan "ke dalamkebenaran." Terjemahan bahasa Inggrisnya kurang baik di sini,karena terjemahan ini secara umum mengaburkan hubungan antarapernyataan "Kristus adalah kegenapan Hukum Taurat" dan kata-katayang menjelaskannya yaitu "ke dalam kebenaran."

   Kata depan "ke" dalam mengungkapkan tujuan. Kristusbukanlah kegenapan Hukum Taurat dalam pengertian yang mutlak. latidak menghapuskan kehendak Allah yang diungkapkan dalam HukumTaurat. Melainkan kedatangan-Nya menandakan akhir dari HukumTaurat sehubungan dengan dicapainya kebenaran (yaitu hubunganyang benar dengan Allah). la adalah perwujudan dari kebenaranAllah (Roma 1:17). Kehidupan-Nya adalah perwujudan dari tindakanAllah yang memulihkan hubungan, cara Allah untuk membuat kitamengenal kebenaran (Roma 10:3). Karena itulah, Hukum Tauratsebagai sarana pendekatan terhadap Allah, sebagai hukum yangmenentukan hubungan dengan Allah, sebagai hukum yang dalamtradisi Yahudi Paulus diyakini akan membimbing kepada hidup atasdasar ketaatan, telah dihapuskan.

   Kalimat yang ketiga dalam teks kita memberikan penjelasanlebih jauh terhadap pernyataan bahwa Kristus adalah kegenapanHukum Taurat. Yaitu, la adalah kegenapan Hukum Taurat "untuksetiap orang yang percaya." Karena hanya dalam iman kepadaKristus dan dengan tunduk kepada kebenaran Allah dengan rendahhati (Roma 10:3) ikatan Hukum Taurat termasuk pengungkapan dosadan ketidakmampuannya untuk menolong kita dapat berakhir.

   

 

BAB 9

Keselamatan Israel

Dengan jalan demikian seluruh Israel akan diselamatkan. ROMA 11:26.

  

Seluruh Israel akan diselamatkan?" Apakah ini berarti masing-masing orang Yahudi, atau Israel sebagai sebuah bangsa? Bukankahagama Yahudi secara keseluruhan menolak Kristus dan dengandemikian menolak tindakan keselamatan Allah? Jika demikianbagaimanakah "seluruh Israel" akan diselamatkan? Dan bukankahYesus mengatakan sebelum Paulus bahwa Kerajaan Allah akan diambildari orang Yahudi dan diberikan kepada bangsa lain (Matius21:43)?

   Roma 11:26 telah merupakan pusat pemikiran Kristenmengenai eskatologi atau doktrin tentang akhirat. Saya ingatdengan baik penafsiran yang diberikan terhadap teks ini olehsalah seorang guru universitas saya. Menurut perhitungan waktueskatologisnya, terbentuknya negara Israel adalah pada tahun1948, yang mengakhiri periode sebagai negara yang belum merdeka,selama hampir dua ribu tahun dan hari-hari terakhir "jaman orangkafir," yaitu periode di mana negara Israel didiami oleh orang-orang kafir (Bandingkan dengan Lukas 21:24, di mana Yesusmeramalkan kehancuran Yerusalem dan masa sesudahnya yang"diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,sampai genaplah jaman bangsa-bangsa itu.")

   Tetapi sejak tahun 1948, demikian kata guru kami, ada satuteka-teki eskatologis yang belum terjawab: Kota Yerusalem yanglama masih dikuasai oleh Arab. Negara Israel hanya menguasai kotayang baru. Pagar berkawat duri memisahkan bangsa Yahudi dari kotamereka yang kuno, termasuk gunung tempat Bait Suci. Jika pagaritu roboh dan Israel kembali mengendalikan Yerusalem lama,demikian diramalkan oleh guru kami dengan sangat yakin, makaYerusalem tidak lagi akan "diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yangtidak mengenal Allah." Dengan demikian, "genaplah jaman bangsa-bangsa (kafir) itu." dan pertobatan Israel kepada Mesias akandimulai. Banyak dari kita yang mempercayai hal ini dan beberapapandangan eskatologis yang sangat khusus lainnya menunggu denganpenuh harap ketika pada tahun 1967 selama perang Arab-Israel,pagar itu benar-benar roboh dan Israel kembali menguasai kota

Yerusalem lama. Dua puluh tahun lebih telah lewat, tetapi Israeltetap menjadi negara yang duniawi.

   Pengalaman historis yang agak baru ini menggambarkan sifatyang tidak menentu dari semua teori eskatologis yang mengaitkanteks Alkitab tertentu dengan peristiwa-peristiwa sejarah yangsangat khusus. Hal ini juga mengungkapkan kesulitan kita memahamiarti yang tepat dari kata-kata Paulus bahwa "seluruh Israel akandiselamatkan." Untuk mendapatkan perspektif yang lebih jelasmengenai hal ini, kita akan meneliti pembahasan Paulus yangpanjang lebar sehubungan dengan Israel dalam Roma 9-11 denganfokus khusus pada konteks Roma 11:11-27.

   Setelah menunjukkan bahwa tindakan penebusan Allah didalam dan melalui Kristus (Roma 1-4) membawa kemerdekaan daripenghukuman (Roma 5), dosa (Roma 6), Hukum Taurat (Roma 7) danmaut (Roma 8), Paulus membawa bagian surat ini pada klimaksnyadengan uraian yang luar biasa mengenai kasih

   Allah di dalam Kristus di mana tidak sesuatu pun dapatmemisahkan kita daripada-Nya. Puji-pujian yang agung ini dalamRoma 9:1-2 secara mendadak dibayangi oleh ungkapan dukacitaPaulus yang sangat dalam terhadap kenyataan bahwa Israel, umatAllah, telah menolak Mesias mereka.

   Masalah nasib Israel, sehubungan dengan penolakannyaterhadap pemberitaan Kristiani yang mula-mula bahwa Yesus dariNazaret adalah kegenapan nubuat nabi Israel, sangat disadari olehpengikut-pengikut Yahudi dari Kristus yang bangkit. Perasaanbingung dan keraguan berkaitan dengan ketidakyakinan orang Yahuditercermin dalam Perjanjian Baru dimulai dengan Injil. Tetapi bagiPaulus, hal ini pasti sangat terasa. Karena bukankah ia, pemimpinperlawanan terhadap iman Mesianis ini, telah diambil darikegelapan tanpa iman kepada terang dan kemerdekaan iman di dalamKristus? Tetapi di luar dimensi pribadi ini, bukankah umatnyaadalah sasaran aktivitas Allah yang penuh kemurahan melaluipanggilan Bapa Abraham, terbentuknya sebuah bangsa, pembebasandari perbudakan, pemberian Hukum Taurat dan perjanjian? Bukankahmereka telah menjadi sasaran kasih dan kesetiaan Allah, dan"tidak sesuatu pun dapat memisahkan kita dari-Nya," seperti yang

baru saja diakuinya dalam Roma 8:31? Jika Firman Allah tidakmungkin gagal (Roma 9:6), mengapakah Israel terjerat dalamketidak-taatan? Inilah pertanyaan yang penuh kepedihan yangdinyatakan Paulus dalam Roma 9:11.

   Setelah membuka dengan ratapan terhadap Israel (Roma 9:1-5), Paulus berusaha untuk menunjukkan dengan berbagai cara bahwatujuan penebusan Allah, yang dimulai dengan panggilan Abraham danmencapai klimaksnya dalam Kristus, sebenarnya tidak gagal, bahkandalam kaitan dengan umat Israel.

   la memulai dengan menunjukkan bahwa sejak awal menjadiumat Allah itu bukanlah masalah keturunan (ayat 7-8), juga bukanusaha manusia (ayat 11, 16). Sebaliknya, keanggotaan dalamkeluarga Allah semata-mata ditentukan oleh janji (ayat 8),panggilan (ayat 11) dan kemurahan hati (ayat 16) dari Allah.Dalam konteks ini, Paulus memperkenalkan penggunaan istilahIsrael yang berbeda, seperti yang telah ditunjukkannya lebih awaldalam surat ini (lihat Roma 2:28-29; lihat juga Galatia 3:7;6:16); yaitu, Israel "menurut daging" dan Israel "perjanjian."Keduanya ditentukan oleh tindakan kemurahan hati Allah, tetapiyang kedua melampaui yang pertama. Kenyataan bahwa "anak-anakAllah" (ayat 8) semata-mata hidup berdasarkan panggilan dankemurahan hati Allah ditegaskan melalui analogi tukang periuk dantanah liat dalam ayat 19-23. Tukang periuk itu berkuasa atastanah liat. Dan dalam kuasa-Nya, la telah memanggil ke dalamkeluarga-Nya sisa-sisa umat Yahudi dan orang kafir (ayat 24).Kutipan kata-kata nubuat dari Hosea dan Yesaya (ayat 25-26)menggarisbawahi fakta ini.

   Dalam bagian berikutnya (Roma 9:30-10:4), Paulusmelanjutkan dengan menyatakan mengapa tujuan penebusan Allahditerima dan direalisasikan di antara orang-orang kafir danmengapa Israel menolaknya. Israel menolak kebenaran Allahtindakannya yang memulihkan hubungan yang berpuncak dalampelayanan Yesus karena Israel berusaha untuk membangunkebenarannya sendiri melalui ketaatan yang eksternal terhadapHukum Taurat. la berusaha untuk mendapatkan nilai dan kedudukanyang sama dengan Allah yang, menurut pembahasan Paulus lebih awaldalam surat ini (Roma 2:17-29), selalu berakhir dengan memegahkan

diri dan membenarkan diri sendiri dan mengarah pada penolakanuntuk tunduk pada kebenaran Allah (Roma 10:3). Dan kebenaranAllah adalah sebagai manusia kita menjawab kasih dan kesetiaanPencipta dengan iman, percaya pada Firman-Nya, dan menjawabdengan penuh keyakinan (Roma 10:5-13).

    Kesempatan untuk menjawab Allah seperti ini telah adasepanjang sejarah Israel, seperti ditunjukkan oleh Paulus denganmengacu kepada teks-teks Perjanjian Lama (Roma 10:14-21). Dansepanjang sejarah itu, termasuk datangnya kebenaran Allah didalam Mesias, Israel selalu merupakan "bangsa yang tidak taat danyang membantah" (Roma 10:21).

   Apakah sejarah penolakan dan ketidaktaatan ini berartibahwa Allah pada akhirnya telah menyerahkan umat-Nya Israel?Itulah pertanyaan yang memenuhi pikiran Paulus dalam bagian suratberikutnya (Roma 11:1-10). Jawaban terhadap pertanyaan di atasadalah tidak. Karena sama seperti Allah telah memanggil sisa-sisaumat dari sebuah bangsa yang tidak taat di masa lalu (ayat 2-4),demikian juga ada sisa-sisa umat pada masa ini yang telahmenjawab kasih karunia Allah dengan iman (ayat 5). Paulus sendirimerupakan bukti dari adanya sisa-sisa semacam ini di dalam agamaYahudi (Roma 11:1).

   Tetapi kenyataannya tetaplah bahwa sebagian besar orangIsrael pada akhirnya telah menolak untuk takluk kepada jalankeselamatan Allah dengan menolak Mesias. Memang benar. TetapiAllah belum selesai berurusan dengan umat-Nya. Walaupun Paulusmenuliskan dengan sangat tegas di dalam surat-suratnya bahwa imandan menjadi milik Kristus merupakan satu-satunya kriteria untukmenjadi "keturunan Abraham" (Roma 2:20; 9:6-8), la juga secarategas menolak gagasan bahwa hal ini berarti bangsa Israel tidaktermasuk dalam tujuan penebusan Allah (analogi dari pohon zaitundalam Roma 11:17-24 menggarisbawahi hal ini). Baginya, kesimpulansemacam ini tidak konsisten dengan sejarah pemilihan Israel (Roma11:29).

   Dengan demikian Paulus menyatakan kegagalan dan penolakanIsrael (Roma 11:7), tetapi ia melanjutkan dengan berargumentasibahwa dalam tujuan Allah yang sangat luas realitas ini terbatas

secara sementara. Sebenarnya, Allah menggunakan penolakan yangsekarang ini demi tujuan-tujuanNya. Aktivitas Allah inidigarisbawahi oleh kutipan Kitab Suci dari Yesaya 29 dan Mazmur69 mengenai kekerasan hati bangsa Israel (Roma 11:8-10), dankarena ketidaktaatan Israel ditempatkan dalam pelayanan tujuanAllah, dapat dikatakan bahwa Allah "mengeraskan hati" Israel.Tetapi tujuan ketidaktaatan dan kekerasan hati ini bukanlahpenolakan dan kehancuran akhir dari mereka (Roma 11:11);sebaliknya ada tujuan ganda: (1) keselamatan orang-orang kafir(dunia) dan (2) keselamatan Israel pada akhirnya (Roma 11:11-15).

   Paulus yakin bahwa melalui pemberitaan Injil kepada orangkafir dan diterimanya Injil itu oleh mereka, janji terhadapAbraham bahwa semua umat manusia di bumi akan diberkati melaluidia sedang digenapi (lihat Roma 4). la juga merasa yakin, atasdasar Kitab Ulangan 32:21 yang dikutipnya dalam Roma 10:19, bahwakeselamatan orang kafir akan memancing kecemburuan Israel danmembuka mereka terhadap Injil (Roma 11:11, 14).

   Dalam konteks argumentasi inilah (Roma 11:11-16), Paulusmengantisipasi "misteri" tentang nasib akhir bangsa Israel yangkemudian dijelaskannya dalam ucapannya yang sulit dalam Roma11:25-26. Dalam Roma 11:12 ia berargumentasi, jika kegagalanbangsa Israel menimbulkan keselamatan bagi orang kafir, makaperwujudan kasih karunia Allah dan berkat-Nya akan jauh lebihbesar dengan "kesempurnaan mereka." Apa maksud ucapan ini?

   Istilah yang dlterjemahkan "kesempurnaan" dalam teksAlkitab versi RSV adalah kata Yunani pleroma. Alkitab versi ASVmenerjemahkan istilah ini dengan "penggenapan" atau "kegenapan."Dalam Roma 11:25 ungkapan yang sama digunakan lagi, tetapi kaliini dalam kaitan dengan orang kafir. Di sini Alkitab versi RSVmenerjemahkannya sebagai "jumlah orang kafir seluruhnya,"sedangkan Alkitab versi ASV menerjemahkan "kegenapan orangkafir." Saya yakin bahwa gagasan tentang sebuah jumlah yang telahditentukan sebelumnya, yang didapatkan dari orang kafir dan jugaorang Yahudi, tidak termasuk dalam jangkauan Paulus dalam halini. Jika literatur Yahudi yang tidak resmi berbicara tentang"seluruh jumlah" Israel berkaitan dengan peristiwa pada jamanakhir, kata yang digunakan bukanlah pleroma melainkan aritmos.

Dalam Kitab Wahyu, kita membaca tentang "jumlah yangdimeteraikan" dalam Wahyu 7:4. Kata yang digunakan, seperti jugadalam literatur Yahudi, bukan pleroma melainkan aritmos, danjumlah ini pada umumnya dianggap sebagai sesuatu yang simbolisdan bukan menunjukkan jumlah tertentu. Dengan demikian akan lebihbaik jika kita mencari pengertian kata pleroma seperti yangdigunakan Paulus dalam tulisan-tulisan lainnya.

   Penerjemahan yang paling umum dari kata pleroma yangdigunakan oleh Paulus adalah "genap" atau "penuh" (Roma 13:10,Roma 15:29; Galatia 4:4; Efesus 1:23; 3:19; 4:13; Kolose 1:19,2:9). Jika demikian apa arti ungkapan "kesempumaan Israel" (Roma11:12) dan "jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain" (Roma11:25)? Titik terang terhadap masalah ini mungkin adalahdigunakannya kata-kata kerja yang serupa dengan pleroma olehPaulus di dalam tiga teks di mana ia memusatkan perhatian padamisinya terhadap orang kafir. Dalam Roma 15:18-22 Paulusberbicara tentang "memberitakan sepenuhnya" Injil Kristus kepadaorang kafir dan sekarang ia ingin memperluas misi tersebut keSpanyol. Dalam Kolose 1:25-27 ia berbicara tentang membuat"Firman Allah diteruskan dengan sepenuhnya" kepada orang kafir.Dan dalam II Timotius 4:17 ia mengakui pemberian kekuasaan Allah"untuk memberitakan Injil dengan sepenuhnya, dan semua orangbukan Yahudi mendengarkan-nya.

   Berdasarkan penggunaan di atas, dalam bukunya Christ andIsrael, Johannes Munck berargumentasi secara meyakinkan bahwakomitmen Paulus terhadap penyebaran Injil sepenuhnya kepada orangkafir pasti merupakan kunci terhadap digunakannya kata pleromadalam Roma 11:12 dan 11:25. Ungkapan "jumlah yang penuh daribangsa-bangsa lain" dalam Roma 11:25 dengan demikian menunjukkanhasil akhir pemberitaan Injil Paulus kepada orang kafir. TujuanAllah melalui khotbah tersebut adalah keselamatan dan kepenuhanmereka (sebagai anak-anak Allah di dalam Kristus; lihat Kolose2:10).

   Pemenuhan misi kepada orang kafir ini akan mengakibatkanatau membawa pada "kesempurnaan" Israel (Roma 11:12), "penerimaanmereka." (Roma 11:15). Kata-kata ini mendahului penegasan dalamRoma 11:26 bahwa "seluruh Israel akan diselamatkan." Jalan dari

Roma 11:15 sampai kepada ungkapan klimaksnya dijembatani olehanalogi pohon zaitun (Roma 11:17- 24) dan pernyataannya yangmengejutkan bahwa Allah sungguh-sungguh akan mencangkokkankembali cabang-cabang yang patah dari umat Israel yang tidakpercaya pada pohon zaitun untuk menjadi satu dengan cabang-cabangdari "sisa-sisa orang Yahudi" dan orang kafir yang percaya yangsudah dicangkokkan pada pohon zaitun tersebut.

   Paulus menyatakan realisasi tujuan Allah di masa yang akandatang ini sebagai "sebuah rahasia" (Roma 11:25). Dalam hal iniia tidak mengacu kepada wahyu tertentu yang diterimanya, ataurahasia tertentu yang dikomunikasikan kepadanya secara langsungdalam sebuah visi atau mimpi. Sebaliknya, ia mengacu kepadatindakan dan tujuan penebusan Allah yang diungkapkan dalamkehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus yang diberitakannya(Roma 16:25; I Korintus 2:1-2; Efesus 6:16; Kolose 2:2, di mana"rahasia Allah" secara sederhana diidentifikasi sebagai"Kristus"). Kadang-kadang, seperti di dalam teks kita, istilahini digunakan secara lebih khusus untuk rencana keselamatanAllah. Teks serupa yang paling banyak memberikan petunjuk bagikita yang menggambarkan pencangkokan baik orang kafir maupunYahudi pada pohon ara yang sama adalah Efesus 3:3-6, di manaPaulus mengatakan bahwa isi dari "rahasia Kristus" adalahdisertakannya orang kafir sebagai para pewaris janji bersama-samadengan orang Yahudi dalam masyarakat tubuh Kristus yang baru.

   Dalam isi rahasia yang luas yang diberitakan Paulus initerdapat unsur yang lebih khusus. Yaitu, bahwa pernyataan"Sebagian dari Israel telah menjadi tegar" (Roma 11:25) terbatasbukan hanya dalam ukuran, melainkan juga dalam kaitan denganwaktu: penolakan itu hanya akan berlangsung "sampai jumlah yangpenuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk." Digenapinya tujuanAllah di antara orang kafir ini kemudian akan mengakibatkandigenapinya tujuan penebusan yang sama untuk Israel (Roma 11:12),supaya "seluruh Israel akan diselamatkan" (Roma 11:26). Parapenafsir sependapat bahwa "seluruh Israel" berarti "Israelsebagai satu kesatuan," sebagai umat dalam sejarah yang memilikiidentitas unik dan khusus, yang belum tentu mencakup setiapindividu Israel. Dukungan terhadap cara memahami kalimat "seluruh

Israel" ini berasal dari jalur rabi (Sanhedrin X,1) di manapernyataan "seluruh Israel memiliki bagian dalam dunia yang akandatang" dengan segera diikuti oleh sebuah daftar perkecualian,seperti orang Saduki, penganut ajaran sesat, ahli sihir dansebagainya. Keselamatan Israel bersifat menyeluruh, tetapi tidakmencakup semua. Dalam teks kita, "jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain" tidak berarti setiap orang kafir akan "percayadengan hatinya dan mengaku dengan mulutnya" (Roma 10:10),demikian pula "seluruh Israel" tidak mungkin berarti setiapindividu Yahudi.

   Jika dalam Roma 11:25-26 "bagian Israel" yang tegar hatipada masa sekarang ini dibandingkan dengan "seluruh Israel" yangakan diselamatkan pada masa yang akan datang, jelaslah bahwa"seluruh Israel" menunjukkan orang Israel yang sudah diselamatkanmaupun "sisa"nya yang akan diselamatkan (Roma 11:7). Hal yangjuga jelas dari seluruh arah pembahasan Roma 9-11 adalah bahwatujuan Allah untuk keselamatan Israel tidak akan diwujudkandengan cara dan sarana lain kecuali melalui Injil dan jawabaniman. Injil dan jawaban iman itulah yang akan menimbulkan "hidupdari antara orang mati" (Roma 11:15), yang jelas mengacu kepadaperistiwa eskatologis kebangkitan yang akan didahului oleh"keselamatan seluruh Israel" (Roma 11:26) sebagai tahap terakhirdari proses yang dimulai dengan kematian dan kebangkitan Yesus.

   Berdasarkan mulainya bab ini, kita memerlukan pengamatanakhir. Tidak ada petunjuk apa pun dalam seluruh kitab Roma bahwaPaulus memiliki pandangan tentang pertobatan Israel sebagaibangsa yang memiliki pemerintahan sendiri, yang bertempat disebuah daerah khusus. Sejak jaman Paulus, ada lebih banyak orangYahudi yang hidup di luar Palestina dibandingkan yang di dalamnegara tersebut. Hal yang benar-benar diimpikan oleh Paulusadalah suatu masa di mana Injil akan didengar dan diterima olehumatnya sebagai kesatuan, sebuah bangsa yang tersebar di seluruhdunia tetapi unik dan dikenal, yang identitasnya berakar padaperistiwa bersejarah penebusan yang besar, dan masa depannyadijamin oleh Allah yang telah menyelamatkan umat-Nya dan sekalilagi akan menyelamatkan mereka dengan "menyingkirkan segalakefasikan" dan menghapuskan dosa mereka" (Roma 11:26-27).

  

 

BAB 10

Allah Telah Mengurung Semua Orang Dalam Ketidaktaatan

Sebab Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya la dapatmenunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua.   ROMA 11:32

  

Jika Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan(atau, seperti diterjemahkan oleh Alkitab versi RSV, "menyerahkansemua orang pada ketidaktaatan"), di mana letak tanggung jawabmanusia? Bagaimana Allah dapat menuntut tanggung jawab atasketidaktaatan kita jika Allah sendiri yang menyebabkanketidaktaatan itu? Teks ini tampaknya menunjukkan dengan jelasbahwa ketidaktaatan orang Yahudi maupun orang kafir (Roma 11:30-31) dalam pengertian tertentu merupakan aktivitas Allah supayakemurahan hati-Nya dapat ditunjukkan. Sebuah analogi akanmenjelaskan "kesulitan" teks ini. Untuk menunjukkan sifatkepahlawanan saya, saya mendorong orang yang tidak dapat berenangke arus yang deras. Ketika ia hampir tenggelam, saya melompat kedalamnya dan menyelamatkannya. Apakah pendapat tentang cara Allahsemacam ini merupakan pemahaman yang benar terhadap kata-kataPaulus di atas?

   Jawaban terhadap masalah ini sangat tergantung padapengertian kata Yunani yang diterjemahkan "mengurung semua orangdalam ketidaktaatan," dan juga pemahaman kita mengenai pandanganPaulus secara umum terhadap kaitan Allah dengan dosa atauketidaktaatan manusia.

   Bahwa kata bahasa Yunani yang digunakan oleh Paulusmemiliki sederetan arti dan nuansa jelas dari daftar sampel yangrepresentatif berikut ini dalam versi bahasa lnggris:

   NIV     telah mengurung dalam ketidaktaatan

   ASV     telah menutup diri dalam ketidaktaatan

   KJV      telah menutup diri dalam ketidakpercayaan

   NEB     membuat semua orang tawanan dalam ketidaktaatan

   Berkeley         mengurung di bawah kuasa ketidaktaatan

   Jerusalem       memenjarakan dalam   ketidaktaatan merekasendiri

   TEV     membuat menjadi tawanan terhadap ketidaktaatan

   Kata bahasa Yunani yang tercermin dalam terjemahan-terjemahan ini adalah synkleio. Dalam kamus standar bahasaYunani-Inggris tulisan Bauer/Arndt/Gingrich, diberikan artihurufiah maupun kiasan. Arti hurufiah dari kata kerja ini adalah"menutup," "mengurung," "memagari." Pengertian tersebut jelasterdapat dalam Lukas 5:6, di mana sejumlah besar ikan "terjaring"dalam jala. Arti kiasannya adalah "membatasi, memenjarakan," dandigambarkan dalam Roma 11:32. Kemungkinan arti teks ini dengandemikian adalah sebagai berikut, "la telah memenjarakan merekasemua dalam ketidaktaatan, yaitu memaksa mereka agar tidak taatatau menyerahkan mereka kepada ketidaktaatan."

   Nada "memaksa" oleh Allah dengan kuat dicerminkan dalamterjemahan Alkitab versi TEV, ASV, NEB. Alternatif pengertiannyayaitu ,"menyerahkan mereka," tercermin dalam terjemahan AlkitabJerusalem.

   Dalam Perjanjian Baru, terlepas dari penggunaannya secarahurufiah dalam Lukas 5:6 dan teks kita, synkleio hanya digunakandalam satu teks Paulus lainnya, yaitu Galatia 3:22- 23. Di siniPaulus menegaskan bahwa Kitab Suci telah mengurung segala sesuatudi bawah kekuasaan dosa" (Galatia 3:22). Ikatan terhadap dosa inisejalan dengan pernyataan dalam ayat 23 bahwa "kita berada dibawah pengawalan Hukum Taurat."

   Arti kata synkleio dalam teks ini jelas adalah kurungan(atau pembatasan, Alkitab versi RSV). Tetapi Allah tidak dianggap

menentukan ikatan tersebut secara langsung. Arti dari ayat 22tampaknya adalah bahwa Kitab Suci menunjukkan berdasarkan sejarahketidaktaatan manusia sejak Kejatuhan Adam bahwa segala sesuatuberada di bawah cengkeraman dosa. Pernyataan 'berada di bawahpengawalan Hukum Taurat' dalam ayat 23 harus ditafsirkanberdasarkan ayat 24-25, di mana fungsi Hukum Taurat diungkapkandalam bentuk yang sangat positif: Hukum Taurat adalah penuntunbagi kita, yang memimpin kita kepada Kristus. Hal yang ditegaskandengan penggunaan kata synkleio dalam bacaan ini adalah realitasikatan terhadap dosa atau ketidaktaatan, seperti dinyatakan dalam12:32. Tetapi tidak ada kemungkinan Allah menjadi penentuketidaktaatan manusia.

   Pertolongan untuk memahami arti kata-kata Paulus ini bisadidapatkan dalam Perjanjian Lama dari juga dalam Roma 1. KitabSuci bahasa Ibrani telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunaniberabad-abad sebelum kedatangan Yesus, dan Paulus seringmenggunakan terjemahan ini jika ia mengutip atau mengacu kepadakitab-kitab bahasa Ibrani tersebut.

   Kata bahasa Ibrani sagar, yang berarti "melepaskan,""menyerah," "menyerahkan," dalam Perjanjian Lama bahasa Yunaniditerjemahkan menjadi dua kata yang berbeda. Dalam Mazmur 31:8dan 78:50 para penerjemah menggunakan kata synkleio. Dalam Mazmur78:48 dan Ulangan 32:30, kata bahasa Ibrani yang sama inidigambarkan dengan bahasa Yunani paradidomi.

   Jelas dari contoh ini dan banyak contoh lainnya yang bisadiberikan bahwa bagi para penerjemah Yunani, kedua kata Yunani diatas merupakan kata yang sama atau sinonim dengan bahasaIbraninya yaitu sagar. Theological Dictionary of the NewTestament (Kamus Teologi Perjanjian Baru) tulisan Kittelmenyatakan bahwa synkleio, terjemahan dari sagar, berarti"melepaskan," "menyerahkan", dan kata ini sepadan denganparadidomi.

   Kata kedua inilah yang digunakan oleh Paulus dalam Roma1:24,26,28. Dalam Roma 1:18-32, dan juga Roma 11:32, Paulusmenekankan betapa dalam dan meresapnya dosa manusia. Asal mulanyaadalah penolakan manusia untuk mengakui Allah sebagai Allah (Roma

1:18-23). Kemudian Paulus melanjutkan dengan menunjukkan bahwadalam konteks penolakan Allah ini, kehidupan manusia bertambahburuk dan bobrok (Roma 1:24- 32). Gambaran dosa manusia inidisertai tiga kali pengulangan "karena itu Allah menyerahkanmereka kepada" (Alkitab versi RSV "membuang mereka"). Jelasartinya adalah Allah mengijinkan ciptaan-Nya sendiri untuktenggelam dalam ketidaktaatannya. la tidak memaksakan ketaatanmereka, dan juga tidak menentukan ketidaktaatan mereka.

   Dengan pandangan ini, sekarang kita dapat kembali kepadateks kita yaitu Roma 11:23. Digunakannya kata synkleio olehPaulus paling tepat dipahami sesuai dengan penggunaan katatersebut dalam Perjanjian Lama bahasa Yunani, yang jikaditerjemahkan dari bahasa Ibraninya sagar berarti "melepaskan,menyerahkan." Seperti telah kita lihat, pengertian ini ditegaskanmelalui penggunaan kata yang paralel dalam Roma 1:24-28. Jadi art12:32 ini akan menjadi, "Allah telah menyerahkan semua    orangkepada ketidaktaatan mereka." Jadi apa yang kita lihat di siniadalah ungkapan kehendak Allah yang mengijinkan. Denganmengijinkan ciptaan-Nya untuk tenggelam di dalam dosanya, Allahtelah melakukan tindakan yang mengakibatkan keterikatan merekakepada ketidaktaatan. Ikatan itulah yang menjadi sasaran kasihkarunia Allah yang membebaskan.

   

 

BAB 11

Menumpukkan Bara Api

Tetapi jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Denganber-buat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya.   ROMA 12:20

  

Gambaran menumpukkan bara api di atas kepala orang lainwalaupun kita menyadari bahwa ini hanyalah sebuah kiasanmembangkitkan konotasi yang negatif. Kedengarannya seperti

pembalasan dendam atau tindakan ganti rugi. Jelas ini bukan hasildari kebaikan hati. Mungkinkah Paulus mengatakan bahwa melakukankebaikan terhadap musuh kita merupakan cara tidak langsung untukmenghukum mereka?

   Perkiraan-perkiraan yang negatif ini menghilang dengancepat jika kita melihat ayat ini dalam konteks yang lebih besar(baik dalam Roma 12 maupun Amsal 25:21-22, darimana ayat inidikutip) dan menangkap arti kiasannya dengan benar dalam situasiTimur Dekat jaman dulu.

   Seluruh konteks menentang kemungkinan menafsirkan ayat diatas dalam pengertian yang negatif. Secara keseluruhan, kitabRoma 12 memulai bagian terakhir dari surat-surat di mana Paulus,berdasarkan teologi pembenaran oleh iman dan pemberian kuasa RohKudus dalam kehidupan Kristen, membahas beberapa implikasipraktis dari teologi ini dalam kehidupan Kristen sehari-hari. lamemulai dengan berbicara tentang perubahan hidup yang sedemikiansehingga kehendak Allah yang baik dilaksanakan di dalam danmelalui orang Kristen (ayat 1-2). Kemudian ia melanjutkan denganmenunjukkan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak sendiriandalam tugas ini, tetapi merupakan satu tubuh, yang melalui kasihkarunia Allah diberi anugerah untuk saling menguatkan dalampelayanan kasih bersama (ayat 3-13). Kemudian ia memfokuskan padaeksistensi orang Kristen dalam lingkup yang lebih besar, yaitusebuah dunia yang bagi orang-orang beriman pada jaman itu seringkali bersikap bermusuhan terhadap para pengikut Kristus (ayat 14-21).

   Dalam dunia semacam itu, mudah dan wajar untuk memilikikebencian, menyerang, dan bahkan menggunakan cara-cara kekerasanuntuk melindungi diri sendiri terhadap permusuhan danpenganiayaan. Tetapi Paulus mengetahui, atas dasar ke- MesiasanYesus "hamba yang menderita," bahwa kesengitan, kebencian, dankekerasan tidak boleh menjadi jalan pengikut-pengikut Yesus didunia ini. Kasih Allah, yang ditunjukkan melalui kematian Yesusdi kayu salib dan dilimpahkan dalam hati orang beriman (Roma5:5), lebih kuat daripada kebencian. la telah mengalami sentuhankasih itu dalam kehidupannya ketika ia menjadi penganiaya orangKristen (lihat Filipi 3:4-12).

   Reaksi yang seharusnya terhadap orang-orang yangmenganiaya adalah memberkati, dan bukan mengutuk mereka (Roma12:14). Kejahatan yang dilakukan terhadap kita jangan dibalasdengan kejahatan (Roma 12:17). Dalam situasi konflik, orangKristen harus mencari perdamaian (Roma 12:18). Jika nilai-nilaidunia ini menghendaki ganti rugi dan pembalasan dendam ataskejahatan yang dilakukan kepada kita, sebaliknya kita harusmembalasnya dengan cinta kasih dan kebaikan, memberikan makanandan minuman kepada musuh yang lapar dan haus (Roma 12:19-20).Mengapa? Karena Allahlah yang menghakimi dan menuntut para pelakukejahatan pada penghakiman terakhir (Roma 12:19). Jika kitamembalas kejahatan dengan kebaikan yang benar-benar tidakterduga, sebenarnya kita menumpukkan "bara api" di atas kepalapelaku kejahatan itu (Roma 12:20). Paulus membahas reaksi Kristenyang radikal terhadap kejahatan ini, dan mendesak agar kita tidak"dikalahkan oleh kejahatan," sebaliknya kita harus "mengalahkankejahatan dengan kebaikan" (12:21).

   Ayat 21, dalam menegaskan seluruh konteks bacaan,menunjukkan bahwa kalimat "menumpukkan bara api" harus dipahamisebagai tindakan yang baik, sebagai tindakan yang mengalahkankejahatan dengan kebaikan." Arti dari kalimat ini dipertegas lagioleh konteks bacaan dalam Amsal 25:21-22, yang ditutup dengankalimat, "Dan Tuhan akan membalas itu kepadamu." Dan dalamPerjanjian Lama, ganjaran dari Allah selalu dipandang sebagaijawaban terhadap perbuatan manusia yang baik.

   Analisa konteks ini menunjukkan bahwa gambaran bara apipasti memiliki arti yang positif. Kalimat ini tidak menunjukkandengan tepat apa artinya, dan apa yang akan terjadi dengan"menumpukkan bara api" di atas kepala musuh. Sekarang kita akankembali pada masalah tersebut.

   Roma 12:2 secara tidak langsung menyatakan bahwa gambaran"bara api" mengacu kepada "mengalahkan" kejahatan. Bagaimanakejahatan musuh dapat kita kalahkan? Pertolongan untuk menjawabpertanyaan ini berasal dari sumber-sumber internal (Alkitab) dansumber-sumber eksternal (bukan Alkitab). Dalam cerita tentangpanggilan nabi Yesaya (Yesaya 6), kesadaran akan keadaannya yangberdosa mendapatkan jawaban pembersihan dan penyucian ilahi. Bara

api diambil dari altar dan disentuhkan kepada mulutnya, denganjaminan bahwa, "Kesalahanmu telah dihapus, dan dosamu telahdiampuni"

       (Yesaya 6:7). Kaitan antara bara api dengan pertobatandan penyucian ini juga ada (walaupun secara tidak langsung) dalamgambaran Maleakhi tentang Allah "seperti api tukang pemurnilogam" (Maleakhi 3:2). Seperti api menghaluskan emas dan perakuntuk memurnikannya, demikian juga Allah akan "mentahirkan orangLewi ... supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkankorban yang benar kepada TUHAN" (Maleakhi 3:3). Maksud bacaan iniadalah bahwa dosa dan ketidaktaatan Israel harus dipisahkanmelalui proses penyucian penghakiman Allah.

   Sebuah kemungkinan latar belakang budaya, di luar Alkitab,mengenai hubungan antara bara api dan penyucian dosa/ kejahatandapat dilihat dalam adat Mesir kuno di mana seseorang yangmenyesali kesalahannya menunjukkan penyesalan atas kesalahantersebut dengan membawa satu piring bara api di atas kepalanya.Beberapa komentator memandang hal ini sebagai latar belakangLangsung dari Amsal yang dikutip oleh Paulus (Amsal 25:21-22).

   Berdasarkan pembahasan di atas, tujuan "menumpukkan baraapi" tampaknya adalah: dengan membalas kejahatan dengan kebaikan,pelaku kejahatan itu mungkin akan menyesal. Hasil inilah yangdiharapkan. Jika seorang musuh diperlakukan dengan baik, jikakejahatan dibalas dengan kebaikan, maka kejahatan itu mungkinakan dikalahkan; lawan mungkin akan mengalami pembaruan pikiran,perubahan orientasi dari gelap kepada terang.

   

 

BAB 12

Tunduk kepada Pemerintah

Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerin- tah yang di atasnya, sebab tidak adapemerin- tah, yang tidak berasal dari Allah.   ROMA 13:1

 

   Bagaimana orang Kristen harus menghadapi ketegangan yangtimbul karena kehadiran mereka dalam sebuah masyarakat di manakebutuhan untuk mempertahankan integritas mereka sebagai individudan setia pada pemahaman mereka tentang keilahian Kristusbertentangan dengan tuntutan masyarakat itu?

   Dalam Roma 13 Paulus memfokuskan pembahasannya padaketegangan antara individu dan masyarakat secara umum dalamkaitan dengan masalah ketaatan atau ketidaktaatan. Masalah yangtimbul berkaitan dengan tanggung jawab individu terhadap tatanansosial, sepanjang tatanan sosial itu diatur oleh hukum yangditegakkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berwenang dalampemerintahan.

   Kita sering kali melakukan kompromi terhadap tanggungjawab individu Kristen atas dasar penerapan perintah Alkitabsecara satu pihak. Dengan demikian Roma 13 dan I Petrus 2:13- 14sering kali dikutip sebagai suatu bukti bahwa pemerintah selalumenuntut dan berhak mendapatkan ketaatan kita secara total dantanpa keraguan. Tetapi Wahyu 13 dan 18 diabaikan. Wahyu 13menggambarkan pemerintah sebagai binatang yang menentang tujuanAllah; sedangkan Wahyu 18 berbicara tentang kejatuhan bangsaBabel modern, yang dirusak oleh kekayaan, materialisme, danketidakadilannya.

   Beberapa orang Kristen cepat mengutuk siapa saja yangmengganggu atau mengancam untuk mengacaukan norma-norma danperaturan sosial. Tetapi orang Kristen yang sama itu cenderungmengabaikan Kisah Para Rasul 17:6-7 di mana para rasuldigambarkan sebagai "orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia"dan yang "bertindak melawan ketetapan-ketetapan Kaisar denganmengatakan bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus."

   Laporan Kitab Injil juga menjelaskan bahwa Yesus tidakmenganggap semua penguasa hukum dan pemerintah sebagai penyalurkehendak Allah yang terakhir. Kemana pun la pergi, la melawansistem, la mengacaukan keadaan, la menantang pernyataan parapenguasa tentang kebenaran. Dan dalam konteks kehidupan

kerasulan, banyak sekali martir telah kehilangan nyawa merekakarena mereka menentang keputusan para penguasa.

   Dengan demikian, penelitian yang mendalam pada bacaan-bacaan Kitab Suci akan mencegah kita memandang tuntutanmasyarakat dan para penguasanya secara tidak kritis danmemberikan persetujuan yang otomatis. Apakah ada kondisi di manatuntutan tatanan sosial harus dilawan dan nilai individu sebagaimanusia yang bertanggung jawab di hadapan Allah harus dikokohkandan dipertahankan?

   Jika kita tidak dapat memberikan kesetiaan yang tidakkritis dan tanpa tanya terhadap tuntutan masyarakat dan parapenguasa, kita juga harus berhati-hati untuk tidak jatuh kepadasisi ekstrim yang lain, yaitu menyimpulkan bahwa pemerintah pastimerupakan lembaga jahat yang harus dilawan, tidak ditaati, tidakdipercaya atau diabaikan. Karena kita diperintahkan untukmenghormati dan berdoa untuk para penguasa. Alkitab menjelaskanbahwa pemerintah memiliki peranan yang positif untuk menjalankanrencana Allah untuk manusia. Menurut Perjanjian Baru, semuakekuasaan pada akhirnya berada di bawah pemerintahan danpenghakiman Kristus.

   Dengan melihat kedua perspektif ini, bagaimana kita harusmemahami Roma 13, yang nampaknya berada pada satu sisi dariperspektif ganda ini? Pertama, kita perlu membaca Roma 13 secaralebih hati-hati dibandingkan dengan sebelumnya. Kedua, kita perlumembaca nasihat-nasihat ini berdasarkan konteks aktivitaspenginjilan Paulus, yang berlangsung di dalam sebuah dunia dimana hukum dan peraturan Romawi telah menciptakan kedamaian dantata tertib secara relatif, yang menyebabkan penyebaran Injilterjadi dengan cepat.

   Mari kita ikuti dengan teliti argumentasi Paulus secaragaris besar:

   Pernyataan: Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintahyang di atasnya" (Roma 13:1).

   Pernyataan Hipotetis: Mengapa?

   Jawab: Karena semua kekuasaan pada akhirnya ada karenarencana Allah, termasuk kekuasaan pemerintah (Roma 13:1).

   Kesimpulan: Karena itu, menentang pemerintah berartimenentang tujuan Allah (Roma 13:2).

   Pertanyaan Hipotetis: Tetapi apakah tujuan Allah itu?

   Jawab: Tujuan Allah adalah agar melalui "hamba-hambaNya"(para penguasa pemerintahan) tindakan-tindakan yang jahat dihukum(Roma 13:4); perbuatan jahat ditahan melalui ketakutan akanhukuman (Roma 13:3); dan kebaikan dikembangkan dan didorong (Roma13:3).

   Ringkasnya, inilah argumentasi Paulus: Tujuan Allah adalahagar kehidupan manusia dalam masyarakat merupakan kehidupan yangpenuh keharmonisan, kedamaian dan ketertiban (lihat Roma12:10,18). Karena kehidupan dalam masyarakat menjadi kacau dananarkis tanpa adanya hukum yang teratur yang dilaksanakan olehpara penguasa, maka kehadiran hukum merupakan bagian dari tujuanAllah yang menyeluruh untuk manusia. Karena itu, sepanjangpemerintah dan para penguasanya melaksanakan kekuasaan merekasejalan dengan tujuan Allah, mereka bertindak sebagai imam-imamAllah demi kebaikan masyarakat secara umum.

   Tetapi, jika para penguasa dalam pemerintahan melawantujuan ilahi ini, maka pemerintahan tersebut tidak dapatdipandang sebagai pemerintahan yang berasal dari Allah.Sebenarnya, dari Wahyu 13 dan 18 dan juga teks-teks lainnya dalamPerjanjian Baru, jelas bahwa pemerintah yang menganiaya orangKristen, menyebarkan ketidakadilan dan bukannya keadilan,mendukung kebejatan moral, dan menginjak-injak orang-orang yanglemah dan tidak berdaya, dikendalikan oleh kuasa dan kekuatanjahat yang sama sekali bertentangan dengan kehendak dan tujuanAllah.

   Bacaan sesudah pembahasan Paulus tentang hubungan antaraindividu dan tuntutan dari tatanan sosial (Roma 13:8-10) banyakmemberikan pelajaran untuk memahami hubungan itu dengan benar.Banyak komentator merasa bahwa Paulus telah selesai membicarakan

pemikiran tentang ketaatan pada pemerintah (13:1-7) dan sekarangberbicara tentang moral dan etika secara umum. Tetapi saya merasabahwa pemahaman semacam ini mengenai arah argumentasi mengabaikantujuan Paulus secara khusus dalam hal ini.

   Sebenarnya, nasihat-nasihat mengenai kasih terhadap oranglain (Roma 13:8-10) tidak meninggalkan topik sebelumnya,melainkan merupakan klimaks dari seluruh pembahasan. Ayat 8sangat berkaitan dengan ayat 7. Dalam ayat 8 itu argumentasitentang ketaatan kepada pemerintah dan tanggung jawab dalamtatanan sosial dibahas dalam kaitan dengan hal-hal tertentu yangmerupakan hutang kita: pajak, rasa takut, dan penghormatan.Tetapi di luar hal-hal yang khusus ini, Paulus melanjutkan denganargumentasi (ayat 8-9) bahwa yang sebenarnya merupakan hutangkita adalah mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi dirikita sendiri.

   Menurut warisan Yahudi dari Paulus, para penguasa dalampemerintahan dimaksudkan untuk menjadi penjaga perintah Allahyang membuat kehidupan masyarakat terus berjalan. Perintah"jangan membunuh," "jangan mencuri," "jangan berzinah," dansebagainya, jika dilanggar akan menimbulkan kehancuran danperpecahan masyarakat. Karena Hukum Taurat dapat diringkasmenjadi perintah, "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimusendiri" (ayat 9), maka kasih terhadap sesama, yaitu tidakberbuat jahat kepada mereka, "adalah kegenapan Hukum Taurat"(ayat 10). Tanggung jawab perlindungan dan pelaksanaan HukumTaurat inilah yang diberikan kepada para penguasa oleh rancanganAllah.

   Bagaimana jika dalam pengungkapan kasih kita terhadapsesama manusia, kita berbenturan dengan hukum masyarakat di manakita hidup? Bagaimana jika para penguasa melakukan tindakan yangbertentangan dengan tujuan yang dimaksudkan untuk mereka sepertidinyatakan dalam Roma 13:3? Bagaimana jika mereka menjadi "terorterhadap kebaikan?" Bagaimana jika tuntutan dari tatanan sosialmenghendaki kita untuk berbaur dalam gaya hidup yang bertentangandengan tuntutan langsung dan tak langsung dari Injil?

   Tidak ada jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Setiap orang yang menyarankan pemecahan yangmudah atau reaksi Kristiani tidak memahami kompleksitas dunia dimana kita hidup. Walaupun demikian, kita harus peka terhadapmasalah yang ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan di atas danharus memberikan jawaban sesuai dengan pemahaman kita tentangpanggilan Kristus. Dan panggilan itu jelas merupakan panggilanuntuk selalu siap bagi sesama dalam kasih. Jika kita gagal dalamhal ini, maka keyakinan ortodoks yang sangat teliti dan praktekhidup yang sangat saleh sekalipun pada akhirnya tidak akanberarti apa-apa.

   

 

BAB 13

Makanan yang Membinasakan

Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan,maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau

membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untukdia.   ROMA 14:15

  

Roma 14:15, bersama-sama dengan teks-teks yang berkaitan dalam I Korintus 8 dan 10, berisi suatu perkara yang seringdisebut sebagai prinsip "batu sandungan." Ini adalah prinsipkehidupan dan tingkah laku Kristen yang mengatakan bahwa apapunyang kita lakukan atau katakan tidak boleh menjadi penghalangiman dan kehidupan saudara kita seiman.

   Kesulitan yang telah ditimbulkan oleh prinsip ini terhadapbanyak orang Kristen tidak terlalu berkaitan dengan artikalimatnya, melainkan pelaksanaannya. Petunjuk apakah yangdiberikan oleh Rasul Paulus dalam hal ini? Bagaimana kitamengetahui bahwa apa yang kita makan (atau minum atau pakai atauikuti) menyakiti teman-teman Kristen kita dan ditolak sebagai

sesuatu yang tidak sesuai dengan mereka, atau menyebabkansaudara-saudara seiman kita tersandung dan jatuh dalam perjalananiman mereka dan bahkan mungkin menolak iman itu?

   lnilah masalah yang dibicarakan Paulus dalam Roma 14. Kitaakan menelusuri argumentasinya dengan teliti, dan melengkapipenyelidikan itu dengan pandangan-pandangan dari I Korintus, dimana Paulus bergumul dengan masalah yang serupa.

   Dalam bab yang lebih awal dalam surat ini (Roma 12-13),Paulus telah mengemukakan prinsip-prinsip utama untuk tingkahlaku Kristen, baik di dalam masyarakat gereja maupun hubunganmanusia yang lebih luas. Dalam persekutuan itu, kita harus lebihmementingkan orang lain daripada diri kita sendiri (Roma 12:3,10). Dalam masyarakat yang lebih luas, kita harus membalaskejahatan dengan kebaikan (Roma 12:14) dan dengan demikianmengalahkan kejahatan itu (Roma 12:21). Kedua "prinsip" tingkahlaku Kristen ini didasari oleh prinsip yang paling utama, "Kasihtidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasihadalah kegenapan Hukum Taurat" (Roma 13:10).

   Sekarang Paulus menghadapi sebuah masalah yang sangatgenting di beberapa gereja yang masih muda sehubungan denganprinsip ini. Bagi orang Kristen dari bangsa kafir, masalahnyaadalah apakah mereka boleh makan daging yang dijual di pasarterbuka, tetapi berasal dari binatang-binatang yang dikorbankandi kuil-kuil penyembah berhala. Ini merupakan masalah yang sangatkongkrit dalam konteks hubungan sosial mereka yang terusberlangsung dengan tetangga dan teman-teman mereka yang menyembahberhala. Bagi orang Kristen Yahudi, dalam konteks persekutuandengan orang Kristen dari bangsa kafir, ada ketegangan antarahukum upacara Yahudi mengenai makanan yang "najis" dan "tidaknajis" dan dibebaskannya orang-orang beriman bangsa kafir dariperaturan tersebut. Kita melihat bahwa orang Kristen Yahudi padajaman itu bergumul dengan masalah tersebut dalam cerita tentangpenglihatan  Petrus dalam Kisah Para Rasul (Kisah Para Rasul 10)dan tentang Sidang Yerusalem (Kisah Para Rasul 15).

   Kemungkinan besar Paulus menulis kepada orang-orang Romadari Korintus. Dengan demikian pandangannya tentang masalah yang

dihadapi oleh orang beriman di Roma pasti dipengaruhi olehcaranya menangani masalah ini di gereja di Korintus. Di sana (IKorintus 8,10) ia berbicara tentang "orang-orang yang lemah,"orang-orang yang kecil imannya, yang kesadarannya kurang, yangkarena latar belakang kafirnya masih cenderung untuk mengaitkanberhala dan makanan yang dipersembahkan kepada berhala. "Orang-orang yang kuat" adalah orang-orang yang tahu dan yakin bahwaberhala (dan dewa-dewa yang diwakilinya) tidak memilikieksistensi yang nyata. Karena itu bagi mereka daging yangdipersembahkan kepada dewa-dewa dalam pengorbanan bersifatnetral. Seseorang tidak akan dinajiskan olehnya. "Orang-orangyang kuat" ini jelas "benar" dalam teologi mereka; "orang-orangyang lemah" jelas "salah." Walaupun demikian, menurut Paulusorang-orang yang memiliki pengetahuan yang benar harus berhati-hati agar pengetahuan mereka itu tidak mengakibatkan kebinasaanbagi saudara seiman mereka (I Korintus 8:7-9). Karena kebebasandari "orang-orang yang kuat" dalam hal ini mungkin akanmengakibatkan "orang-orang yang lemah" kembali pada pemujaanberhala (I Korintus 8:10-13; 10:23-32).

   Kita harus menyadari bahwa dalam hal ini Paulus bukanhanya mempermasalahkan sikap menyakiti orang lain karenamelakukan sesuatu yang tidak mereka setujui, atau mereka anggaptidak sesuai atau tidak dapat diterima orang Kristen. Sebaliknya,ia mempedulikan kesejahteraan kekal dari orang-orang Kristen yang"lemah" ini, dan perbuatan yang menyebabkan mereka terjatuh dalamperjalanan rohani mereka, yang menghancurkan iman mereka yangkecil (I Korintus 8:9; 11:13; 10:32).

   Prinsip-prinsip yang dikemukakan Paulus identik denganyang diberikan dalam Roma 12-13: Jangan melakukan sesuatu yangmenyebabkan saudara seiman menjadi binasa (I Korintus 8:13;10:32); sebaliknya, bangunlah mereka dalam kasih (I Korin-tus8:1); berbuatlah demi kepentingan orang banyak (I Korintus10:24,33).

   Dengan latar belakang situasi Korintus ini, sekarang kitasiap mengikuti argumentasi Paulus yang serupa dalam Roma 14. Yangtampaknya "lemah" di sana adalah orang Kristen Yahudi, yang belummampu membebaskan diri dari hukum ritual dan upacara dalam hal

makanan yang najis atau tidak najis (Roma 10:1-6) ataupenghormatan terhadap hari-hari tertentu (barangkali yangdimaksudkan adalah penghormatan terhadap hari Sabat Roma 10:5).Sebagian besar umat yang berada dalam ketegangan dengan orang-orang yang lemah imannya kemungkinan besar adalah orang Kristenkafir, bagi mereka tidak ada "makanan yang najis" atau hari-harikhusus yang harus dihormati.

   Konflik mereka satu dengan yang lainnya jelas terwujuddalam sikap sombong atau tinggi rohani dari orang Kristen daribangsa kafir dan roh yang menghakimi dan menghukum dari orangKristen Yahudi terhadap mereka (Roma 14:3-4, 10, 13). Paulusmembicarakan kedua masalah ini dengan keras karena tiga alasan:(1) Allah telah menerima keduanya (Roma 14:3); (2) pada akhirnyakita bertanggung jawab atas perkara-perkara ini terhadap Allahdan tidak tunduk pada pandangan pihak lain yang terbatas (Roma14:4, 10- 12); dan (3) karena partisipasi di dalam Kerajaan Allahitu tidak ditentukan oleh apa yang kita makan atau minum, makamakan atau tidak bukanlah merupakan penyebab dari penghakiman(Roma 14:13, 17).

   Setelah menunjukkan bahwa baik yang kuat maupun yang lemahharus dipersalahkan karena sikap mereka satu terhadap yang lain(Roma 14:10), bagaimana pun Paulus menyatakan perhatian khususpada mereka yang lemah (Roma 14:15-16). Dalam hal ini jelas iasejalan dengan perhatian ilahi secara khusus kepada "mereka yanglemah" sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Iman yangkuat lebih sulit diserang daripada iman yang lemah. Dalamperlombaan iman menuju garis akhir (lihat Filipi 3:13-14), merekayang kuat lebih tidak mudah tersandung dibandingkan dengan yanglemah. Karena itu, makan makanan yang dipandang najis oleh merekayang lemah merupakan sebuah tindakan yang sangat berbahaya bagimereka yang imannya kecil (Roma 14:13-14). Orang yang kuatimannya akan melakukan tindakan yang tanpa kasih jika seorangsaudara seiman "sakit hatinya oleh karena sesuatu yang engkaumakan" (Roma 14:15). Berdasarkan sisa ayat ini ("Janganlah engkaumembinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristustelah mati untuk dia") terjemahan Alkitab versi NIV "menyakitihati" barangkali terlalu lunak. Kata bahasa Yunani lypeo, selain

berarti "berduka cita," "luka hati," "tekanan," dapat jugaberarti "melukai," "kerusakan" (seperti dalam Alkitab versi RSV).Merusak iman orang lain mungkin akan membawa pada kehancuranakhir.

   Seperti dalam I Korintus, di sini Paulus juga sangatmemperhatikan pertumbuhan Kristen menuju kedewasaan iman dankesejahteraan kekal. Perintah untuk mengasihi (ayat 15) berartibahwa orang Kristen harus bersikap saling membangun dan bukansaling membinasakan (ayat 19-20), saling mendukung dan bukanmenyebabkan orang lain “tersandung" dan "jatuh" (ayat 20-21).

   Dasar dari tingkah laku Kristen semacam ini adalahprinsip: "Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangansesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya," yang dinyatakanPaulus pada akhir pembahasan (Roma 15:2) dan berakar padakehidupan Yesus, "Karena Kristus juga tidak mencari kesenanganNyasendiri" (Roma 15:3). Dalam analisa terakhir, tingkah lakuKristen berakar pada kasih Kristus yang memberikan diri sendiridan penuh pengorbanan (15:8).

   Paulus tidak secara khusus mengatakan kepada kita kapantingkah laku kita akan menimbulkan kerugian pada kehidupan rohaniseorang saudara seiman dan barangkali menimbulkan kejatuhan kedalam dominasi dosa. Hal yang tampaknya diyakininya secaramendalam adalah jika kehidupan ini dijalani dalam persekutuandengan Kristus, dikendalikan oleh kasih-Nya, dan jika kitaberusaha untuk meneladani kehidupannya, kita akan memilikikepekaan satu terhadap yang lain yang akan mencegah kitamelakukan tindakan-tindakan yang merugikan.

 

   

BAB 14

Membinasakan Bait Allah

Jika ada orang yang membinasakan Bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia.Sebab Bait Allah adalah kudus dan Bait Allah itu ialah kamu.   I KORINTUS 3:17

  

Kesulitan dari teks ini berkaitan dengan arti dari istilah-istilah penting yang digunakan dan juga implikasinya untukkehidupan kita sebagai orang Kristen. Siapa, atau apa, Bait Allahitu? Dengan tindakan atau gaya hidup atau kata-kata yangbagaimanakah "Bait Allah" ini dapat dihancurkan? Apakah kata-kataatau perbuatan yang menghancurkan Bait Allah ini seperti dosayang tidak dapat diampuni (Matius 12:22-32), karena dosa tersebutmenimbulkan hukuman Allah? ("Allah akan menghancurkannya")?

   Studi yang teliti mengenai tata bahasa dan strukturkalimat ini dan juga kedudukannya dalam seluruh argumentasiPaulus pada bab pertama surat ini akan membantu kita menjawabpertanyaan-pertanyaan di atas.

   Pemahaman yang paling mendalam dan umum dari teks kitamenyatakan bahwa dalam hal ini Paulus berbicara tentang tubuhkita masing-masing sebagai Bait Allah atau tempat kediaman RohAllah (I Korintus 3:16). Jika kita menghancurkan "Bait Allah"inimelalui cara hidup kita (misalnya, melalui pencemaran seksual)atau sesuatu yang kita masukkan ke dalam tubuh kita (misalnyaalkohol, obat bius, tembakau, kerakusan) atau apa yang kitalakukan terhadap tubuh kita (misalnya, bunuh diri), maka kitaakan menjadi sasaran penghakiman Allah yang akhir danmenghancurkan. Karena tubuh kita diciptakan oleh Allah danmerupakan sasaran pekerjaan penebusan Allah, tubuh kita itu sucidan tidak seharusnya kita hancurkan dengan cara semacam ini.

   Semua ini merupakan pandangan Alkitab yang penting danbenar, dan Paulus secara khusus membicarakan masalah penggunaantubuh jasmani kita dalam kaitan dengan seksualitas setelah babini (bab 6). Tetapi Paulus tidak membicarakan masalah yangpenting tersebut dalam bab ini. Bukan tubuh jasmani kita yangdipermasalahkannya di sini. Karena alasan tata bahasa dan jugakontekstual, pemahaman yang populer ini harus dikesampingkan

untuk benar-benar dapat mendengar Firman Allah kepada orang-orangKorintus dan kepada kita dalam teks ini.

   Pertama-tama mari kita lihat masalah tata bahasa. IKorintus 3:16-17 membentuk satu kesatuan pemikiran dan harusdipahami seperti itu. Hal ini disadari oleh sebagian besarterjemahan bahasa Inggris, yang menuliskan ayat 16-17 padaparagraf tersendiri, dan juga jelas dari fakta bahwa kedua ayattersebut berbicara tentang Bait Allah.

   Pertanyaan. "Siapa atau apa Bait Allah itu?" terjawab jikakita memahami kata ganti "kamu" yang digunakan oleh Paulus dalamayat 16-17. Bagi para pembaca teks bahasa Inggris, kata kerja"kamu tahu " "kamu adalah" dan kata ganti "kamu" dapat berartitunggal (individu tertentu) atau jamak (sekelompok orang).Pembacaan teks dengan pengertian "kamu" yang tunggal dalampikiran membawa kita pada kebingungan yang dibicarakan di atas.Tetapi, dalam bahasa Yunani, terdapat kata yang berbeda untuk"kamu" tunggal dan "kamu" jamak (yaitu, "kamu semua"). Selainitu, kata kerja memiliki akhiran yang berbeda yang menunjukkanapakah subyek dari kata kerja itu tunggal atau jamak, kata gantiorang pertama ("saya," "kami"), orang kedua ("kamu," kalian )atau orang ketiga ( dia laki-laki," dia perempuan," dia[benda/binatang]" atau "mereka"). Jadi, teks bahasa Yunani dariayat 16-17 tidak membingungkan dalam hal jumlah "kamu" yangdibicarakan; akhiran kata kerja dan kata ganti semuanyamenggambarkan "kamu" jamak.

   Di antara terjemahan-terjemahan modern, hanya Alkitabversi MV dan TEV yang berusaha menerjemahkan bahasa Yunaninyasecara tepat. Terjemahan ayat 16 MV mengatakan, "Tidakkah kamutahu bahwa kamu sendiri adalah Bait Allah?" Ayat 17 TEVmengatakan, "Dan kamu sendirilah Bait Allah itu." Walaupundemikian, terjemahan ini tidak mengungkapkan artinya sejelasbahasa Yunaninya. Terjemahan beranotasi berikut ini merupakanusaha untuk menangkap arti bahasa Yunaninya secara tepat,'Tidakkah kamu (jamak) tahu bahwa kamu (jamak) adalah Bait Allahdan bahwa Roh Allah diam di dalam (di antara) kamu (jamak)?Setiap orang yang menghancurkan Bait Allah akan dihancurkan oleh

Allah; karena Bait Allah itu suci, dan kamu (jamak) adalah BaitAllah itu."

   Pengenalan terhadap nuansa bahasa Yunani dari Paulus inimenunjukkan bahwa di sini Paulus tidak memikirkan individu-individu Kristen sebagai Bait Allah yang didiami oleh Allah,melainkan gereja, persekutuan orang beriman di Korintus, di manaRoh Allah tinggal dan bekerja. Paulus mengungkapkan pengertianyang sama dalam II Korintus 6:16 ketika ia mengatakan, "Kitaadalah Bait dari Allah yang hidup." Jika ia bermaksudmembicarakan orang Kristen secara individual dalam tubuh jasmanimereka, maka dalam I Korintus 3:16 ia harus mengatakan, 'Tidaktahukah kamu sekalian bahwa kamu sekalian adalah Bait-Bait Allah?dan dalam I Korintus 3:17, "Kamu sekalian adalah Bait-Bait Allahitu" (Dan dalam II Korintus 6:16, "Kita adalah Bait-Bait Allahyang hidup").

   Dalam banyak hal, I Korintus 3:16-17 mengungkapkanpemahaman Paulus yang fundamental terhadap gereja dan merupakankunci terhadap arti seluruh surat. Yaitu bahwa gereja, umat Allahdi mana Roh Allah tinggal, merupakan pilihan dan alternatif Allahterhadap perpecahan dan kehancuran masyarakat manusia. JemaatKristen di Korintus dipanggil untuk menjadi teladan bagialternatif itu di tengah-tengah kehancuran masyarakat Korintus.Tetapi keterpecahan, imoralitas, dan kerohanian mereka yangantusias yang mengabaikan dimensi kehidupan yang konkret/jasmanisemua ini menghancurkan kelangsungan pilihan Allah, Bait Allah diKorintus. Dan kehancuran itulah yang berada di bawah penghakimanAllah.

   Pemahaman mengenai Bait Allah dalam ayat 16-17 inidikokohkan oleh konteks bacaan. Dalam empat bab pertama darisurat ini Paulus disibukkan dengan perpecahan yang mengancamkehidupan gereja (I Korintus 1:10-17; 3:3-4). Perpecahan inijelas berpusat seputar kesetiaan terhadap pengajaran-pengajarantertentu yang telah diterima orang Kristen Korintus dari pendirigereja mereka (Paulus) atau para pemimpin yang bekerja di antaramereka setelah keberangkatan Paulus (Apolos, surat Petrus 1:12).

   Dalam bagian ini (I Korintus 3:10-15), Paulus menunjukkanbahwa orang-orang yang dipanggil untuk menjadi pemimpin digereja, dan barangkali semua orang Kristen, bertanggung jawabterhadap Allah atas cara mereka berpartisipasi terhadappembangunan gereja Allah, melalui kehidupan dan pekerjaan mereka.Kita dapat membangun dengan bahan yang tahan lama (emas, perak)atau dengan bahan yang kualitasnya lebih rendah (rumput kering,jerami I Korintus 3:12). Penghakiman pada jaman akhir ("hariTuhan"I Korintus 3:13), yang di sini, seperti di tempat-tempatlain dalam Kitab Suci digambarkan sebagai siksaan api, akanmenyatakan dengan bahan apakah seorang individu telah membangun(I Korintus 3:13-15). Mungkin, seperti dikatakan beberapakomentator, yang dimaksudkan oleh Paulus adalah pengikut-pengikutPetrus dan Apolos. Pengikut-pengikut Petrus mungkin berusahauntuk membangun praktek hukum Yahudi mereka sendiri ke dalamstruktur gereja; sedangkan pengikut-pengikut Apolos mungkinmembangun dengan kebijaksanaan dan roh dunia. "Bahan-bahanbangunan" ini, yang ditunjukkan Paulus sepanjang tulisannya(khususnya Galatia dan I Korintus) sama sekali tidak berguna.Walaupun orang Kristen yang membangun dengan bahan-bahan inimasih mendapatkan keselamatan Allah, perjalanan mereka dalampenghakiman Allah menuju kekekalan akan diiringi denganpengalaman kegagalan dan kerugian (I Korintus 3:15).

   Tetapi di balik bahaya menggunakan bahan-bahan bangunanyang tidak berharga dalam pertumbuhan umat Allah, ada bahaya yanglebih besar yaitu memiliki sikap dan cara hidup yangmenghancurkan "bangunan Allah." Bahaya itulah yang dibicarakanPaulus dalam I Korintus 3:17.

   Jemaat gereja di Korintus berada dalam bahayamenghancurkan diri sendiri. Seperti diungkapkan oleh seluruhdaftar masalah yang dibicarakan Paulus dalam surat ini,kemungkinan hancurnya gereja ini sangat nyata: kesombongan merekasehubungan dengan imoralitas yang menyolok (bab 5); digunakannyaorang-orang yang tidak beriman oleh mereka untuk menyelesaikanperselisihan dalam gereja, dan partisipasi beberapa anggotatertentu secara terus-menerus dalam upacara percabulan parapenyembah berhala (bab 6); digunakannya kebebasan dan pengetahuan

Kristen sedemikian rupa sehingga orang-orang yang "lemah imannya"kembali jatuh ke dalam dosa dan binasa (bab 8, 10); penolakanpengajaran Paulus tentang kebangkitan tubuh dan pemberianpenekanan semata-mata pada pembebasan roh" (bab 15), yang membuatjemaat di Korintus sama sekali mengabaikan dimensi yang kongkritdan praktis dari kehidupan dalam persekutuan dan masyarakat yanglebih luas.

   Menghancurkan gereja atau Bait Allah ini berartimenghancurkan alternatif Allah terhadap hancurnya masyarakatmanusia; ini membuat karya penebusan Allah tidak dapat dilakukandalam masyarakat di Korintus melalui "Bait"-Nya di Korintus.Dengan demikian mereka yang menentang tujuan penebusan Allahdengan tingkah laku yang memecah-belah, suka bertengkar, sengit;dengan doktrin-doktrin palsu yang menolak pesan salib sebagaisesuatu yang memalukan dan bodoh; dengan memutarbalikkankebebasan Injil menjadi imoralitas yang tak terbatas; denganmenggantikan keselamatan oleh kasih karunia melalui iman denganketergantungan pada perbuatan mereka semua akan terkena kuasaAllah yang menghancurkan. Tetapi kehancuran mereka itu tidakdapat dipandang sebagai tindakan balas dendam, melainkan akibatyang tak terhindarkan yang menimpa siapa saja yang menolak jalankeselamatan Allah.

   Dalam pengertian inilah seseorang yang "membinasakan BaitAllah" termasuk dalam kelompok orang yang menurut Yesus dalamMatius 12:22-32 melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Yaitu,penolakan terhadap kehadiran Roh Allah yang menebus dalamkehidupan dan pelayanan Yesus. Menolak karya Allah berartimenolak pengampunan Allah. Bagi Paulus, penghancuran jalankeselamatan Allah melalui gereja di mana Roh Allah bekerja itulah(I Korintus 3:16) yang membawa pada kehancuran. Karenamenghancurkan pekerjaan Allah ini (lihat Roma 14:20) padaakhirnya berarti menolak Allah.

   

   

BAB 15

Serahkan Kepada Iblis

Orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasatubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hati Tuhan.   I KORINTUS 5:5

  

   Instruksi Paulus kepada orang Kristen di Korintus ini,yang merupakan bagian dari panggilannya untuk mengucilkan seoranganggota karena pelanggaran moral yang serius, membutuhkanpenafsiran yang hati-hati, jika tidak akan terjadi penyimpanganarti yang cukup besar.

   Pertanyaan-pertanyaan berikut ini sering ditanyakan: Apasebenarnya arti dari "diserahkan kepada Iblis"? Mengapa RasulPaulus ingin menyerahkan seseorang kepada Iblis? Walaupun orangini melakukan dosa yang menyedihkan, apakah tidak ada tempatuntuk teguran dan pengampunan dalam masyarakat Kristen? Apamaksud istilah "sehingga binasa tubuhnya" (secara hurufiah"dagingnya")? Dan bagaimana mungkin hal itu dapat menjadi saranamenuju "keselamatan rohnya"? Mari kita ikuti argumentasi Paulusdan berusaha untuk memahami istilah-istilah yang digunakannyadalam konteks pemikiran yang lebih luas.

    Dalam penafsiran kita terhadap I Korintus 3:17 (bab 14 diatas), kita beranggapan bahwa Paulus memahami gereja, baik secaralokal di Korintus maupun di tempat-tempat lain, sebagaiatternatif Allah terhadap perpecahan dan kehancuran masyarakatmanusia. Pelaksanaan alternatif tersebut melemah karena beberapamasalah di gereja di Korintus. Bab 5, di mana terdapat ucapanyang sulit itu, membahas secara keseluruhan salah satu masalahini.

   Masalah khusus yang timbul adalah kehidupan seks yangtidak bermoral yang dilakukan oleh salah seorang anggota jemaat.Masalah yang lebih besar adalah sikap orang Kristen di Korintusterhadap kehidupan jasmani, yang mengijinkan mereka bukan sajauntuk bertoleransi terhadap tingkah laku yang tidak bermoral dariseorang saudara seiman, tetapi juga menunjukkan kebanggaan atau

keangkuhan tertentu dalam hal tersebut. Kita akan membicarakanhal ini secara berurutan.

   Paulus mengungkapkan masalahnya dengan jelas di hadapanmereka dalam I Korintus 5:1. Kata-kata yang diterjemahkan"percabulan seksual (Alkitab versi NIV), atau "percabulan" saja(Alkitab versi RSV), adalah kata bahasa Yunani porneia (darimanakita mendapatkan kata "pornografi"). Secara hurufiah, kata iniberarti "pelacuran," tetapi seperti dalam sepanjang PerjanjianBaru, Paulus menggunakan kata tersebut dalam pengertian berbagaimacam kenajisan seksual yang lebih luas. Kalimat selanjutnya,"Ada orang yang hidup dengan istri ayahnya," menjelaskan contohkenajisan itu. Kalimat ini menyatakan bahwa peristiwa tersebuttidak hanya terjadi satu kali saja, melainkan hubungan percabulanyang terus-menerus. Hubungan ini tidak digambarkan sebagai incest(hubungan perzinahan dengan anggota keluarga), jadi perempuan itumungkin adalah ibu tirinya. Paulus juga tidak berbicara tentangperzinahan; jadi, mungkin suami perempuan itu meninggal atauperempuan itu bercerai dengannya.

   Dari sudut pandang orang Yahudi sendiri, hubungan semacamitu merupakan pelanggaran serius terhadap hukum ilahi. Imamat18:8 jelas melarang hal ini, dan menurut tradisi rabi, pelanggaritu dapat dikenai hukuman dilempar dengan batu. Yang membuatsituasinya semakin genting, seperti dinyatakan dalam I Korintus5:1, adalah hubungan seksual tersebut "tidak terdapat sekali pundi antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah." Denganpernyataannya ini barangkali Paulus tidak bermaksud untukmengatakan bahwa percabulan semacam ini tidak pernah terjadi diantara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; sebaliknya, iapasti menunjukkan fakta bahwa hukum Roma sekalipun (seperti yangdinyatakan dalam Lembaga Gaius) melarang praktek semacam ini(yaitu, "Di dunia bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allahsekalipun perbuatan ini tidak dapat diterima!"). Hal ini jelasmerusak struktur moral dari seluruh jemaat, dan juga kelangsungankesaksian mereka pada orang-orang yang tidak mengenal Allah.

   Kegentingan masalah ini, yang menimbulkan penilaian danpengarahan yang agak keras dari Paulus agar jemaat bertindak,diperkuat lagi oleh penilaiannya terhadap sikap jemaat, yang

jelas bukan saja mentoleransi hubungan gelap tersebut, melainkanjuga menyombongkan dirinya sendiri atas hal itu. Sesungguhnya, dibalik sikap mereka Paulus mungkin telah melihat kehidupan daniman Kristen yang mendorong dan memelihara percabulan seksualyang dibicarakan (baik yang ada dalam bab 5 ini maupun dalambentuk lainnya pada bab 6).

   "Laki-laki ini mengadakan hubungan seksual dengan istriayahnya yang tidak dapat diterima baik dalam agama Yahudi maupunhukum sipil Roma sekalipun demikian kamu sombong" (I Korintus5:2). Penilaian terhadap sikap mereka ini sudah dapat kita lihatpada bab 4. Di sana, Paulus melemparkan serangkaian sindiran yangtajam pada kesombongan mereka, "Kamu telah menjadi kaya, tanpakami kamu telah menjadi raja" (I Korintus 4:8); "kamu arif dalamKristus, kamu kuat!" (I Korintus 4:10). Kemudian ia menutupnyadengan kata-kata "Tetapi ada beberapa orang yang menjadi sombong"(I Korintus 4:18). Sesudah perintahnya untuk mengucilkanpelanggar itu, ia menuding sikap mereka sekali lagi, "Kemegahanmutidak baik" (I Korintus 5:6).

   Apa dasar dari sikap sombong ini? Telah lama diketahuibahwa banyak dari masalah yang dibicarakan Paulus di gerejaKorintus nampaknya berakar pada pola pikir agama yang merendahkankehidupan jasmani dan menekankan pembebasan roh. Pandangan iniberkembang dari sinkretisme/penyatuan aliran Hellenistik, dengansumbangan baik dari kultus filsafat maupun mistik yang tersebardari Timur di seluruh kerajaan Roma.

   Plato telah mengajarkan bahwa tubuh adalah makam darijiwa; bahwa kematian membebaskan kita dari cengkeraman jasmani;bahwa dalam hidup ini manusia dapat melampaui segi negatif darisuatu perkara dengan pengetahuan yang lebih tinggi mengenairealitas akhirat. Berbagai kultus Hellenistik menawarkanpercabulan melalui persatuan dengan dewa atau dewa-dewa, yangkadang-kadang dilambangkan atau dicapai melalui pelacuran. Dalamiklim filsafat agama semacam ini, pengajaran Paulus mengenaikebebasan "dalam Kristus" dan kehidupan "di dalam Roh," khususnyadi Korintus, seringkali diselewengkan menjadi imoralitas yangantusias yang menolak pembatasan moral, khususnya dalam haljasmani. Karena berdasarkan definisi perkara jasmani itu tidak

penting begitu nampaknya argumentasi mereka tidak menjadi masalahapa yang kita lakukan dengan tubuh kita. Sesungguhnya,kesombongan mereka dalam hal percabulan seksual di tengah-tengahmereka menunjukkan bahwa mereka mungkin memandang hal ini sebagaibukti kesempurnaan rohani mereka. Agama mereka adalah agamakemabukan yang antusias tanpa semangat moral!

   Reaksi yang benar, baik terhadap masalah percabulan sek-sual yang tidak dapat ditoleransi maupun kerohanian mereka yangmereka anggap hebat, seharusnya adalah dukacita, bukankesombongan (I Korintus 5:2). Dan sikap semacam ini tidakdiragukan lagi akan menjauhkan pelanggar itu dari persekutuan.

   Jelas bahwa Paulus menghendaki pengucilan, ini dapatdilihat bukan hanya dari I Korintus 5:2, melainkan juga analogiPaskah dalam I Korintus 5:6-8 ("Buanglah ragi yang lama itu" IKorintus 5:7) dan kutipan dari Ulangan 17:7 ("Demikianlah haruskauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu" I Korintus5:13). Hakikat dari pembuangan ini dinyatakan dalam kalimat yangmembingungkan, "Orang itu harus kita serahkan kepada Iblis." Adadua tujuan: (1) agar "tubuh"nya binasa dan (2) "roh"nya akandiselamatkan (I Korintus 5:5).

   Kalimat "kita serahkan kepada Iblis" harus dipahami dalampengertian kiasan, karena seseorang yang benar-benar diserahkankepada Ibtis akan binasa untuk selamanya. Tetapi di sini tidakdigambarkan akhir seperti itu.

   Beberapa orang melihat praktek pengucilan Yahudi di balikungkapan ini, yang secara khusus dilaksanakan karena pelanggaranterhadap hukum perkawinan. Dengan mengucilkan seorang pelanggar,diyakini bahwa pemisahan dari umat Allah, dan karenanya daripemeliharaan Allah secara khusus, akan menimbulkan kematiansebelum waktunya (Tetapi, dalam kebiasaan Yahudi, tangan Allahlahyang dianggap melaksanakan hukuman ini, bukan tangan Iblis).Dalam hal ini kematian sebelum waktunya dapat disebut sebagai"kehancuran tubuh." Tidak jelas bagaimana kematian sebelumwaktunya ini mempengaruhi keselamatan akhir.

   Tampaknya jalan terbaik adalah mencari penjelasanberdasarkan latar belakang pemikiran apokaliptik Yahudi yanglebih luas yang dimiliki Paulus. Menurut pemikiran tersebut,Iblis dianggap sebagai "penguasa dunia ini" (lihat Yohanes12:31), sebagai "penghulu kegelapan" yang memiliki kedaulatanatas "jaman yang jahat ini" dan dunia orang mati. Menurut Injil,pengajaran dan perbuatan Yesus adalah pemerintahan Allah yangmenembus daerah kekuasaan Iblis (lihat Lukas 11:14-22). BagiPaulus, kematian dan kebangkitan Yesus merupakan peristiwa yangmenentukan: penguasa-penguasa jahat telah dilucuti kekuasaannya(Kolose 2:15); "jaman akhir" telah memasuki jaman sekarang yangjahat ini (I Korintus 10:11); "ciptaan baru" sudah datang (IIKorintus 5:17); orang Kristen adalah mereka yang telah dibebaskan"dari kuasa kegelapan" dan dipindahkan ke dalam Kerajaan AnakAllah yang kekasih (Kolose 1:13).

   Kita harus menafsirkan ucapan "orang itu harus kitaserahkan kepada Iblis" berdasarkan pemahaman kita yang lebih luasmengenai pandangan Paulus ini. Ciptaan baru sudah dimulai, tetapibelum sempurna; kerajaan Iblis telah ditembus, tetapi belumberakhir; jaman baru telah datang ke atas jaman sekarang yangjahat ini, tetapi belum menggantikannya. Jadi gereja merupakantempat kehadiran Kristus dan pekerjaanNya yang terus berlangsung;gereja itu merupakan kumpulan dari Roh Allah. Karena itudikucilkan berarti dipindahkan dari Kerajaan Anak Allah ke dalamkuasa kegelapan (kebalikan dari Kolose 1:13). Transaksi semacamini dengan tepat digambarkan sebagai "penyerahan kepada Iblis,"yaitu, ke dalam dunia, lingkup kekuasaannya yang terusberlangsung.

   Jika itulah arti yang benar dari kalimat tersebut,bagaimanakah kita harus memahami tujuan yang dinyatakan dalamtransaksi ini?

   Pembacaan kalimat ini secara hurufiah, "sehingga binasatubuhnya," mempunyai beberapa kemungkinan arti: (1) musnahnyakeberadaan jasmani menuju kehancuran; (2) kematian sebelumwaktunya, sesuai dengan pemikiran Yahudi; (3) penderitaanjasmani. Timbul dua kesulitan: (1) Bagaimana masing-masing halini dapat menimbulkan tujuan pengucilan yang dinyatakan tadi,

yaitu keselamatan? (2) Berdasarkan pengajaran Paulus mengenaikebangkitan tubuh dan penolakannya terhadap imoralitas Korintus(dengan pemikirannya yang 'anti jasmani'), apakah ia akanmempromosikan dikotomi: penghancuran daging versus keselamatanroh?

   Kesulitan ini hilang jika kita memikirkan dengan seriuscara Paulus menggunakan istilah daging dan roh secara umum padasaat berbicara tentang kehidupan manusia. Paulus jelas menolakdikotomi antara keadaan jasmani dan rohani yang sangat umum dalampandangan Yunani. Ketika ia membandingkan "daging" dan "roh"dalam kehidupan manusia, hidup "di dalam daging" dan hidup "didalam roh," ia membandingkan dua macam eksistensi, dua orientasikehidupan. "Daging" menggambarkan manusia secara total (termasukroh manusia) yang menentang Allah; "roh" menggambarkan manusiasecara total (termasuk manusia jasmani) yang ditebus oleh Allah,dalam hubungan dengan Kristus (Untuk pembahasan lebih lengkap,lihat bab 5 tentang Roma 7:14, 19).

   Kalimat "sehingga binasa tubuhnya" dalam bahasa Yunaniyang diterjemahkan dalam Alkitab versi MV dengan, "sehingga sifatyang berdosa itu dihancurkan" dengan tepat mengungkapkanpenggunaan kata daging secara religius oleh Paulus. Dengandemikian tujuan pengucilan itu adalah penghancuran "cara hidup"pelanggar hukum itu. Tentu saja ia telah merasakan kasih karuniaAllah, mengalami kasih Kristus dalam persekutuan, menyaksikankekuatan Roh Kudus yang mengubahkan dalam kehidupan saudara-saudaranya seiman. Jika ia dikucilkan dari lingkungan tersebut,tidakah ia akan sadar? (seperti Anak yang hilang)? Apakah iatidak akan menyadari bahwa imoralitasnya hanya akan membawakepada kematian, tetapi penghapusan imoralitas itu akan membawakepada kehidupan?

   Hanya dalam pemahaman itulah konsep "kebinasaantubuh/daging" merupakan langkah pertama yang sesuai menuju"keselamatan rohnya." Dalam kalimat yang terakhir ini, kata "roh"menunjukkan manusia yang dilahirkan kembali oleh Roh Allah, yanghidup "di dalam Roh" atau "menurut Roh" (lihat Roma 8:5- 11).Dengan demikian, seseorang yang sekali lagi dipindahkan dari

kuasa kegelapan melalui pembinasaan "tubuh"nya, akan di-selamatkan "pada hari Tuhan."

 

 

BAB 16

Siapa yang Mewarisi Kerajaan Allah?

Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orangpemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat

bagian dalam Kerajaan Allah.

I Korintus 6:9-10

  

Setelah membaca I Korintus 6:9-10, beberapa orang menariknapas lega. Mereka merasa bahwa mereka tidak termasuk dalamdaftar kejahatan yang membatalkan seseorang dari keanggotaandalam Kerajaan Allah. Beberapa lainnya membaca daftar ini danwalaupun mereka tidak melakukan dosa seksual yang besar dantindakan kejahatan yang ada dalam daftar, mereka mengakui bahwamereka kadang-kadang tidak jujur, atau menginginkan lebih dariyang mereka butuhkan, atau mengatakan sesuatu yang menyakitiorang lain, atau memiliki masalah alkohol. Apakah mereka tidakakan masuk Kerajaan Allah? Beberapa lainnya lagi yang telahmenyalahgunakan karunia keintiman seks di luar janji pernikahan,atau merasa dikuasai oleh orientasi homoseksual danpengungkapannya, membaca daftar ini dan mendengar kata-katapenghakiman dan hukuman yang keras dalam teks ini.

   Pertanyaan "Siapa yang mewarisi Kerajaan Allah?" menjadisemakin genting jika kita mengetahui bahwa daftar dosa yangdisebutkan satu demi satu di sini hanya bersifat mewakili dantidak menyeluruh. Paulus mendaftar beberapa perbuatan jahatlainnya yang membuat seseorang tidak termasuk dalam keanggotaanKerajaan Allah. Dalam Galatia 5:19-21, di samping percabulan

seksual, penyembahan berhala, dan kemabukan (yang terdapat dalamteks I Korintus), Paulus mendaftar hal-hal berikut: kecemaran,hawa nafsu, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah,kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian,pesta pora. la menutup daftar tersebut dengan kata-kata,"Barangsiapa yang melakukan hal-hal demikian, ia tidak akanmendapat bagian dalam Kerajaan Allah."

   Daftar dalam Efesus 5:3-5 dan Kolose 3:5-9 menuliskanbeberapa hal yang sama dengan yang terdapat dalam kedua ayat diatas dan menambahkan beberapa lagi: percabulan, perkataan yangkotor atau sembrono, nafsu jahat, marah, geram, dusta. Daftardalam kitab Efesus ini juga berbicara tentang pembatalankeanggotaan Kerajaan Allah (Efesus 5:5). Dalam kitab Kolose,Paulus menamakan dosa-dosa ini "segala sesuatu yang duniawi"(Kolose 3:5), "manusia lama" (3:10), "ketika kamu hidup didalamnya" (3:7), dan mengatakan kepada mereka untuk membuangsemuanya (3:8), karena semua itu tidak memiliki tempat dalam"manusia baru" (3:10) yang "akan menyatakan diri bersama denganDia [Kristus] dalam kemuliaan" (3:4).

   Setelah kita membaca semua daftar Paulus, dengan perasaansakit kita menyadari bahwa beberapa orang di antara kita yangmenarik napas lega setelah membaca I Korintus 6:9-10 sekalipun,juga sudah ternoda, dan dengan demikian tidak dapat masuk kedalam Kerajaan Allah. Dan seperti murid-murid Yesus, kita tergodauntuk bertanya, "Jika demikian, siapakah yang dapatdiselamatkan?" (Lukas 18:26). Kita akan melihat bahwa jawabanPaulus terhadap pertanyaan ini sama dengan jawaban Yesus kepadamurid-murid-Nya, "Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkinbagi Allah" (Lukas 18:27).

   Dalam I Korintus 5, Paulus membicarakan adanya kasuspercabulan seksual yang sangat memalukan (lihat bab 15 di atas).Setelah menyatakan tindakan yang dapat menyelamatkan pelaku itu,Paulus berbicara tentang hakikat persekutuan Kristen melaluiunsur-unsur Paskah Yahudi (I Korintus 5:6-8). Gereja itu sepertiadonan yang digunakan untuk roti Paskah. Ragi yang dalamPerjanjian Lama melambangkan kejahatan, harus dibuang supayaadonan itu bisa menjadi roti yang tidak tercemar, roti yang tidak

beragi. Demikian juga di dalam gereja, sedikit ragi (misalnyapercabulan seksual, rohani yang sombong) mengkhamiri seluruhadonan (yaitu gereja, I Korintus 5:6). Gereja harus membuang ragiitu sehingga ia dapat menjadi sebuah adonan yang baru tanpa ragi,di mana gereja sebenarnya memang demikian (I Korintus 5:7).

   Di sini kita melihat sebuah contoh khas dari pemahamanPaulus tentang gereja dan juga orang beriman yang hidup dalamtarik-menarik antara "yang sudah" dan "yang belum." Gerejamerupakan perwujudan pemerintahan Allah pada jaman ini, KerajaanAllah di tengah-tengah dunia; tetapi gereja itu masih dalamperjalanan, belum identik dengan Kerajaan Allah pada akhirsejarah. Orang Kristen telah dibebaskan dari perbudakan dosa;tetapi mereka harus menerapkan kebebasan itu dalam keputusan-keputusan khusus mereka untuk melawan godaan Iblis secara terus-menerus (lihat Roma 6).

   Dalam I Korintus 6 (di mana terdapat ucapan yang sulit diatas), Paulus mengungkapkan bagian "ragi" lainnya yang perludibahas. Gambaran anggota-anggota gereja yang saling mengadiliyang lainnya menegaskan dimensi gereja yang "belum benar." Merekamenipu dan melakukan ketidakadilan terhadap yang lain! (6:8)

   Bukti-bukti sikap hidup yang tidak benar di antara jemaatKorintus ini membuat Paulus mencela semua bentuk kejahatansebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan Kerajaan Allah, "Atautidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akanmendapat bagian dalam Kerajaan Allah?" (6:9). Mengapa? Karenaberdasarkan definisi, Kerajaan Allah yang akan datang adalahkerajaan yang mutlak benar, karena kekuatan jahat telahdikalahkan (lihat I Korintus 15:24-28). Dalam kerajaan semacamitu, orang-orang yang tidak benar tidak akan mendapat bagian.

   Seperti kita lihat dalam pembahasan I Korintus 5:5 (bab15), Paulus bukan hanya merasa prihatin mengenai tindakan atauperbuatan percabulan tertentu yang tidak sesuai dengan statuskita sebagai masyarakat yang memiliki Roh Kudus. la juga merasagelisah akan pandangan agama yang mengabaikan moral dan dengandemikian mendorong, bahkan mungkin menyetujui tingkah laku yangtidak bermoral dan tidak etis. Menghadapi pendirian semacam itu,

Paulus bersikap tegas, "Janganlah sesat!" (I Korintus 6:9).Jemaat di Korintus menipu diri mereka sendiri dengan meyakinibahwa tuntutan moral dari Allah tidak perlu ditanggapi secaraserius. Tetapi menolak perintah Allah dalam hal moral berartimenolak keanggotaan dalam Kerajaan Allah (6:9-10).

   Setelah membuka masalahnya dengan jelas sehingga tidakmungkin timbul kesalahpahaman mengenai tujuan dan kehidupan imanKristen yang mulia (yaitu, Kerajaan Allah yang benar-benarsempurna), Paulus kemudian mengingatkan mereka akan campur tanganAllah yang mengubah kehidupan mereka yang dulu tidak benar. "Danbeberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu" (6:11). Paulustelah membangun gereja itu beberapa tahun sebelumnya (4:15), danwajah orang-orang yang bertobat itu, termasuk kehidupan yangmereka jalani dulu, mungkin terlintas dalam pikirannya sementaraia menuliskan daftar perbuatan-perbuatan jahat yang tidak sesuaidengan Kerajaan Allah. "Tetapi kamu telah memberi dirimudisucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalamnama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita" (6:11).

   Paulus mengingatkan mereka apa yang bisa terjadi jikakehidupan manusia yang hancur dan tercoreng oleh dosa diserahkandengan iman kepada Allah dan disentuh oleh kasih karuniaNya.Mereka adalah hasil dari sebuah keajaiban, orang-orang berdosayang ditebus dan dimenangkan dari jalan hidup yang hancur olehkuasa Allah. Gambaran mengenai "penyucian" ini pasti mengingatkanmereka kembali kepada baptisan dan apa yang dilambangkan olehupacara tersebut: penyucian rohani yang ditimbulkan oleh kasihAllah yang penuh pengampunan di dalam Kristus. Selanjutnya,mereka "dikuduskan." Dalam konteks ini istilah tersebut tidakmemiliki arti yang lebih teknis, yaitu, arti pertumbuhan moral-etika menuju kesempurnaan. Sebaliknya, hal ini mengingatkanmereka bahwa melalui baptisan mereka menjadi bagian dari umatAllah, yang disebut Paulus sebagai "orang-orang suci." Akhirnya,mereka diingatkan bahwa mereka dibenarkan, dipanggil kembalikepada hubungan yang benar dengan Allah atas dasar kasih Allahyang memulihkan hubungan melalui Kristus.

   Atas dasar tindakan Allah ini dan jawaban iman mereka dimasa lalu, Paulus dapat mengatakan bahwa mereka tidak beragi,

bebas dari kejahatan, dalam analogi terhadap adonan Paskah.Tetapi, atas dasar kenyataan sekarang, yang dinodai oleh tindakandan gaya hidup yang tidak benar, ia menasihati mereka untukmenjauhkan dari persekutuan dan kehidupan pribadi mereka, "ragikeburukan dan kejahatan" (5:8), untuk "menjauhkan diri daripercabulan" (6:18), dan untuk memuliakan Allah dengan tubuhmereka (6:20). Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Ini mungkinkarena tubuh mereka adalah bait Roh Kudus (6:19), yang secaraterus-menerus dapat mengubah mereka untuk lebih sesuai dengangambaran Pencipta mereka (lihat juga Kolose 3:10).

   Siapa yang mewarisi Kerajaan Allah? Semua orang yanghidupnya telah dicemari oleh satu atau lebih dosa dalam daftarPaulus pada permulaan bab ini, yang hidupnya yang tercemar itutelah disembuhkan dan disucikan oleh kasih karunia Allah, danyang menolak godaan dosa yang terus-menerus, dan berjalan dalamkekuatan Roh menuju Kerajaan Allah yang akan datang.

   Ucapan Paulus kepada orang Kristen di Efesus, dalamkonteks salah satu daftar perbuatan jahat yang ditulisnya,merupakan ringkasan yang tepat untuk bab ini, "Memang dahulu kamuadalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalamTuhan. Sebab itu, hiduplah sebagai anak-anak terang ... Janganlahturut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yangtidak berbuahkan apa-apa" (Efesus 5:8, 11).

 

   

BAB 17

Apakah Baik untuk Menikah?

Adalah baik bagi laki-laki, kalau is tidak kawin…   I Korintus 7:1

 

   Pernyataan Paulus bahwa "adalah baik bagi laki-laki, kalauia tidak kawin" pada permulaan bab di mana ia membicarakan

masalah hidup sendiri, selibat, dan pernikahan, dan juga tempatyang sesuai untuk pelepasan seksual, telah menimbulkan banyakpertanyaan, terutama bagi mereka yang benar-benar menganggapAlkitab sebagai kuasa tertinggi untuk kehidupan dan iman Kristen.

   Jika Paulus mengajarkan bahwa hidup sendiri dan selibatmerupakan ungkapan rohani Kristen yang lebih tinggi, apakah semuaorang Kristen yang sudah menikah dan memilih untuk menikahmempunyai gaya hidup yang lebih rendah? Bagaimanakah seharusnyareaksi para pemuda Kristen terhadap ucapan Paulus ini dalamproses membuat keputusan tentang pekerjaan dan hubungan untukmasa depan mereka? Apakah keputusan mereka bertentangan dengan"yang terbaik" yang dikehendaki Allah bagi mereka dan merekamelakukan sesuatu yang "kurang baik," yaitu, memenuhi kebutuhanfisik-psikologis mereka, atau keinginan daging mereka, jikamereka memutuskan untuk menikah?

   Berdasarkan teks ini dan teks-teks lainnya seperti dalam IKorintus 7:7 ("Alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku"),7:8 ("kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-jandaaku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan sepertiaku") dan 7:26 ("adalah baik bagi manusia untuk tetap dalamkeadaannya), 'ya' nampaknya merupakan jawaban yang jelas.

   Bahkan seandainya kita tidak menganggap pilihan Paulusyang jelas terhadap selibat tersebut sebagai pernyataan kehendakAllah yang maksimal, nilai dan pengungkapan keintiman fisik danseksual nampaknya dianggap agak negatif, berdasarkan pernyataanseperti pada I Korintus 7:2 ("tetapi mengingat bahaya percabulan,baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri"), 7:5("hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis janganmenggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak") dan 7:9("tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah merekakawin").

   Jika kita ingin membahas "ucapan yang sulit" ini denganadil dan cara Paulus meneliti implikasinya dalam sisa bab 7dengan benar, kita perlu melihat beberapa prinsip penafsiransurat-surat yang kita bahas dalam bagian pendahuluan buku inidengan serius. Salah satunya adalah pernyataan bahwa surat-surat

Paulus (dan barangkali lebih-lebih I Korintus dibanding yanglainnya) adalah dokumen yang bersifat sementara, yang ditulisuntuk situasi khusus dalam kehidupan jemaat Kristen. Jadi, dalamI Korintus, Paulus memberikan jawaban terhadap hal-hal danmasalah (dalam bab 1-4) yang telah disampaikan kepadanya secaralisan, nampaknya oleh seorang utusan gereja (1:11). Dalam bab 7ia memulai jawabannya terhadap masalah-masalah yang telahdikemukakan terhadapnya dalam sebuah surat, "Dan sekarang tentanghal-hal yang kamu tuliskan kepadaku" (7:1; lihat juga 8:1; 12:1,16:1). Walaupun Paulus tidak secara jelas mengungkapkan kepadakita apa yang ditulis oleh mereka, secara umum kita memilikigagasan yang bagus mengenai masalah yang mereka tanyakankepadanya.

   Prinsip kedua yang penting adalah pengenalan kontekshistoris, kultural atau gereja tertentu di mana muncul kebutuhanatau masalah yang dikemukakan oleh Rasul Paulus. Jadi percabulanyang sudah meluas dalam masyarakat Korintus, yang bahkan jugamempengaruhi jemaat (Paulus membahasnya dalam I Korintus 5-6;lihat bab 15 dan 16 di atas), perlu kita pikirkan pada saat kitamembaca I Korintus 7:1-24. Yang juga harus diingat adalahpandangan orang Kristen Korintus mengenai dikotomi antara hal-halrohani dan jasmani, yang menimbulkan berbagai reaksi tentangseksualitas manusia. Dalam bab 15 kita membicarakan hakikat dariperspektif ini dan bagaimana hal tersebut menimbulkan pandanganyang tidak bermoral tentang seks ("segala hal boleh dilakukan!").Dalam I Korintus 7, Paulus nampaknya memberikan jawaban terhadapimplikasi "asetik" dari pandangan mereka yang negatif berkaitandengan masalah jasmani.

   Prinsip ketiga yang penting untuk memahami kalimat dalam IKorintus 7:1 (dan juga banyak kalimat lainnya yang dibahas dalambab-bab berikutnya dari buku ini) adalah mengetahui bahwa kata-kata Rasul yang mengandung wahyu dan penuh kuasa mungkin bersifatnormatif untuk kehidupan dan iman Kristen secara umum, yaitumelampaui segala waktu dan situasi, atau korektif, yaitudimaksudkan untuk membicarakan masalah tertentu dalam kontekstertentu, tanpa harus selalu diterapkan secara universal.

   Dengan perspektif semacam ini dalam pikiran kita, masalahyang dikemukakan Paulus kepada kita dalam I Korintus 7:1 danbeberapa "ucapan sulit" lainnya dalam I Korintus 7: 10,12,20 dan29 (lihat bab 18-20) dapat dimengerti dengan lebih mudah.

   Kalimat bahasa Yunani yang diterjemahkan "adalah baik bagilaki-laki, kalau ia tidak kawin" dalam Alkitab versi MV dan TEV(I Korintus 7:1) secara lebih hurufiah diterjemahkan "Adalah baikbagi laki-laki untuk tidak menyentuh perempuan" dalam Alkitabversi NASB dan RSV. NIV memberikan alternatif berikut ini dalamcatatan kaki, "Adalah baik bagi laki-laki untuk tidak melakukanhubungan seksual dengan perempuan." Penerjemahan itu menyatakanbahwa istilah "menyentuh" adalah eupemisme Alkitab (kata-katayang diperhalus) untuk keintiman seksual (lihat Kejadian 20:6;Amsal 6:29). Karena bagi Paulus keintiman seksual dan perjanjiannikah jelas berjalan seiring, istilah "menyentuh perempuan"secara sah dapat mengacu kepada pernikahan. Ayat-ayat sesudah IKorintus 7:1 sangat mendukung pemahaman semacam ini.

   Atas dasar kalimat pendahuluan, "Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku," dan beberapa teks lain dalamsurat ini di mana Paulus nampaknya mengutip slogan-slogan yangdisampaikan jemaat Korintus kepadanya untuk mendukung kedudukanmereka (lihat I Korintus 6:12-13 dan 10:23), beberapa terjemahanmodern memberikan alternatif berikut untuk I Korintus 7:1, "Kamumengatakan bahwa seorang laki-laki melakukan yang baik dengantidak kawin" (Alkitab versi TEV; lihat juga terjemahan catatankaki dalam Alkitab versi NEB, "Kamu mengatakan, "Adalah baik bagilaki-laki untuk tidak berhubungan dengan perempuan.") Mengaitkanucapan yang sulit ini dengan situasi di Korintus mungkinmengurangi masalah yang mula-mula timbul, kecuali jika memang ituslogan mereka, di mana Paulus nampaknya mengutipnya denganpersetujuan yang terbatas dan jelas mengungkapkan perasaannyasecara pribadi dalam bab yang sama (I Korintus 7:7,8,26).

   Apa yang diungkapkan dengan jelas oleh slogan itu baikkutipan dari surat-surat jemaat Korintus kepada Paulus maupunkesimpulan Paulus tentang pandangan mereka adalah sikap danpengungkapan seksual dalam pernikahan yang mendorong pandangan'asketik' (yaitu menjauhkan diri dari kesenangan jasmani). Sikap

rohani yang sombong dari beberapa orang beriman di Korintus dalamkaitan dengan hal yang kongkrit dan bersifat jasmani terungkapdalam pernyataan, "Segala sesuatu halal" (I Korintus 6:12).Kerohanian semacam ini juga dapat terungkap dalam penolakansegala aspek jasmani dan sensual dari kehidupan ini. Jelas iniadalah pandangan yang ditentang oleh Paulus dalam sebagian besarbab 7. Beberapa orang bukan saja menolak pernikahan sebagaisesuatu yang tidak layak untuk "kerohanian yang benar," merekabahkan juga menolak pengungkapan gairah seksual dalam pernikahan.Dan bagi yang lainnya, perceraian nampaknya diharapkan sebagaisarana untuk mengembangkan kerohanian mereka terlepas darikeintiman pernikahan.

   Jadi dalam konteks yang lebih luas inilah pilihan pribadiPaulus untuk hidup selibat dan persetujuannya yang sama kuatnyatentang kebaikan pernikahan dan keintiman seksual di dalamnyaharus kita mengerti.

   Pernyataan, "Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidakkawin" tidak selalu atau secara logis membawa kita padakesimpulan "Tidak baik bagi laki-laki untuk kawin." Paulusmenyatakan kebaikan dari hidup tanpa menikah/selibat, tetapi iatidak merendahkan pernikahan dan seks dalam pernikahan itu. Halini terlihat dalam ayat-ayat berikutnya, di mana ia dengan tegasmenjelaskan pernyataan, "Adalah baik untuk tidak kawin" danmeninggikan tujuan pernikahan.

   Dalam I Korintus 7:2-7, ia menyatakan satu dari tujuanyang baik ini,"Tetapi mengingat bahaya percabulan," secara normalmanusia harus menikah. Keyakinan ini didasarkan pada pandanganPaulus tentang rancangan dan tatanan ciptaan, menurut Kejadian 1-2. Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan(Kejadian 1:26-27), satu untuk yang lainnya, untuk salingmelengkapi. Kesendirian itu "tidak baik"; Allah menciptakanperempuan "sepadan dengan dia" (Kejadian 2:18). Karena itulahlaki-laki dan perempuan dipersatukan dalam perjanjian nikah danmenjadi "satu daging" (Kejadian 2:24).

   Paulus mengenali konteks yang diciptakan dan ditahbiskansecara ilahi untuk keintiman manusia dan pengungkapan gairah

seksual ini. Dalam percabulan yang meluas (yaitu, seks di luarperjanjian nikah laki-laki-perempuan) dalam masyarakat Korintusdan bahkan dalam jemaat (I Korintus 5-6), Paulus menegaskan bahwasalah satu tujuan pernikahan adalah pengungkapan yang sah daridorongan yang diberikan Allah menuju persatuan fisik. Seks dalampernikahan tidak boleh ditolak. Saling menjauhi hanya dapatdilakukan dengan persetujuan bersama dan untuk sementara waktu (IKorintus 7:5), bukan karena seks itu tidak berharga ataumerugikan. Seksualitas yang diberikan Allah merupakan doronganyang kuat. Jika seksualitas ini tidak diberi kesempatan untukpelepasan yang sewajarnya, timbul bahaya terjadinya percabulan (IKorintus 7:5).

   Bagi Paulus, dijauhinya keintiman seksual dalam pernikahanuntuk sementara waktu merupakan "kelonggaran, bukan perintah" (IKorintus 7:6). Norma pernikahan adalah adanya hak suami/istriatas pasangannya dalam persatuan fisik. Kelonggaran ini (sedikitwaktu untuk tujuan berdoa Korintus 7:5) nampaknya adalah untukkepentingan jemaat Korintus, yang mungkin ingin menjauhkan diridari kesenangan jasmani secara total.

   Paulus menutup pembahasan yang sangat seimbang ini denganmenyatakan bahwa kehidupan selibatnya, yang memberikankebahagiaan baginya dan karena itu diharapkannya untuk oranglain, adalah karunia Allah (I Korintus 7:7). Karunia inimemberikan kesatuan tujuan dalam pelayanan terhadap Kristus (IKorintus 7:8-9, 32- 35). Seseorang yang tidak diberi karunia inimemiliki karunia-karunia lain yang harus mereka manfaatkan.

   Bagian berikutnya dari bab ini (I Korintus 7:25-35)menjelaskan bahwa pilihan Paulus terhadap hidup selibat danharapannya agar orang lain mengikuti teladannya didasarkan dengankokoh pada harapan jemaat yang mula-mula yaitu agar pemerintahanAllah yang telah memasuki jaman ini melalui kehidupan, kematian,dan kebangkitan Yesus akan segera terwujud, bahkan mungkin waktumereka masih hidup (I Korintus 7:26," mengingat waktu daruratsekarang"; 7:29, "waktu telah singkat"; 7:31, "Sebab duniaseperti yang kita kenal sekarang akan berlalu"). Karena waktuyang singkat ini, Paulus mengharapkan agar orang Kristen yangmemiliki kesempatan karena mereka tidak atau belum menikah

melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan, menyebarkan Injil (IKorintus 7:32,35). Kepentingan eskatologis ini membantumenjelaskan komitmen Paulus yang penuh semangat mengenai nilaiselibat, dan pada saat yang bersamaan menentang keras jemaatKorintus yang menghindari kesenangan jasmani atas nama pernikahandan pengungkapan keintiman seksual yang diinginkan Allah di dalampernikahan itu.

   

 

BAB 18

Bukan Aku, Tetapi Tuhan

Kepada orang-orang yang telah kawin aku (tidak, bukan aku, tetapi Tuhan)...  Kepadaorang-orang lain (aku, bukan Tuhan), katakan ...   I KORINTUS 7:10, 12

  

Perbedaan yang dikemukakan oleh Paulus di sini antaraperintah-perintah yang berasal dari Allah dan perintah yangdiberikannya kepada gereja telah menimbulkan pertanyaan bagibanyak pembaca. Jika dalam hal kekuasaan tidak ada perbedaan yangjelas antara kata-kata Tuhan dan pendapat Paulus, mengapasepertinya Paulus membedakan dengan jelas antara apa yangdikatakan Tuhan dan apa yang dikatakannya sendiri? Jika Paulusbermaksud membedakan tingkatan kekuasaan, apa implikasi perbedaanitu untuk kuasa Injil yang berkaitan dengan surat-surat Paulus?Apakah kita perlu meneliti semua tulisan Paulus atas dasarpengajaran Yesus dalam Injil dan lebih menghormati surat-suratnyayang jelas dibenarkan oleh pengajaran Yesus dibandingkan surat-surat yang jelas merupakan hasil pemikiran Paulus?

   Di luar masalah kuasa mengenai apa yang dituliskan Paulusterdapat masalah yang lebih mendasar yaitu kuasa kerasulanPaulus. Dalam beberapa dokumen tulisan tangannya (termasuk surat-menyurat jemaat di Korintus), kuasa kerasulannya merupakanmasalah utama. Kata-katanya yang kadang-kadang kasar kepada

orang-orang yang suka memecah-belah di Korintus, dan juga kepadapara penganut kekuatan gaib (I Korintus) dan lawan-lawannya (IIKorintus), nampaknya didasarkan pada rasa kuasa kerasulan yangjelas, yang dinyatakan dan dipertahankannya dengan keras. Jikademikian apakah yang ingin dikomunikasikannya dengan mengatakan,"Aku, bukan Tuhan, katakan ..."

   Pemahaman Paulus mengenai kuasa kerasulannya harusdipandang berdasarkan latar belakang warisan Yahudinya danpengalamannya tentang Tuhan yang bangkit dan perasaannya mengenaipekerjaannya yang ditahbiskan secara ilahi.

   Dalam adat Yahudi, kewenangan rabi didasarkan pada Tauratyang diberikan Allah. Orang-orang yang mempelajari hukummenerima, menafsirkan, dan meneruskan tradisi otoriter karenamereka duduk "di kursi Musa" (Matius 23:2). Kewenangan merekasebagai ahli-ahli Taurat adalah kewenangan yang mereka 'warisi,'walaupun demikian kewenangan tersebut mengikat karena dianggapberkesinambungan dengan kewenangan yang utama.

   Karena Paulus dulunya adalah murid para rabi dan "sangatrajin memelihara adat istiadat" nenek moyangnya (Galatia 1:14)yang mendapatkan wewenang mereka dari Musa, dan dengan demikiandari Allah yang memberikan hukum itu kepada Musa sekarang iadapat mengutuk siapa pun yang mengkhotbahkan Injil yang laindaripada yang diberitakannya dan yang diterima umat Galatia(Galatia 1:8-9). Mengapa? Karena Injil yang diberitakannya tidakberasal dari manusia; melainkan dari Tuhan (Galatia 1:11-12).Dengan demikian bukan hanya Injil Paulus,melainkan jugapengajaran yang berasal daripadanya, yang berakar pada kekuasaanKristus. Karena itu perintah Paulus kepada gereja dan individuharus diterima bukan sebagai perkataan manusia, melainkan FirmanAllah (I Tesalonika 2:13).

   Selain itu, Paulus berada dalam rangkaian "menerima" dan"meneruskan" tradisi Injil ini (lihat I Korintus 11:2, 23;15:1-3). la tahu bahwa ia telah ditangkap oleh Kristus (Filipi 3:12),bahwa ia adalah penerima kasih karunia Allah yang penuh kuasa (IKorintus 15:9-11) dan dipanggil menjadi rasul bukan melaluimanusia, melainkan melalui campur tangan ilahi secara langsung

(Galatia 1:1). Walaupun diragukan bahwa kata apostolos pada jamanitu telah memiliki pengertian "kantor" (yang ditempati olehDuabelas Rasul ditambah Paulus), pengertian utamanya, "orang yangdikirim," bagi Paulus jelas mencakup kuasa Pengirimnya (lihatRoma 1:1; I Korintus 1:1).

   Sebagai seseorang yang dilimpahi dengan kuasa Pengirim-nya, pesan dan khotbah-khotbah Paulus menunjukkan kuasa Roh Allah(I Korintus 2:4). Sebagai orang yang dikirim Allah (apostolos),perintahnya untuk mengucilkan orang yang berdosa diikuti oleh"kuasa Yesus, Tuhan kita" (I Korintus 5:4).

   Berdasarkan pemahamannya sendiri tentang kekuasaankerasulan, sangat mungkin kata-kata Paulus dalam I Korintus 7:10dan 12 menunjukkan pengurangan kekuasaan itu.

   Sepanjang bab 7, Paulus seringkali mengambil peranpastoral, memberikan nasihat dan bimbingan. la menyatakankeinginannya agar semua orang seperti dia (ayat 7). la memberikanpilihan di hadapan mereka dan memanggil mereka untuk membuatpilihan-pilihan yang bertanggung jawab (ayat 8-9, 28, 36- 38). lamemberikan perintah untuk melakukan serangkaian tindakan karenaperhatiannya kepada mereka (ayat 32-35). Pada saat Paulusberbicara dengan nada ini, jelas bahwa ia tidak menuntutketaatan; tetapi ia juga menjelaskan bahwa ia tidak sekedarmengungkapkan pendapat manusia yang netral. Pendapatnya itudilatarbelakangi oleh "Roh Allah" (ayat 40), dan ia benar-benarmenginginkan mereka untuk mengetahui bahwa ia dapat dipercayaisebagai seseorang yang dibimbing rahmat Allah (ayat 25).

   Tetapi, perintah yang mengikuti kalimat "Aku, bukan Tuhan,katakan" jelas merupakan sebuah penerapan (dalam situasi baru)dari perintah yang mengikuti kalimat "Aku tidak, bukan aku,tetapi Tuhan perintahkan." Pembedaan yang dilakukan Paulushanyalah: Dalam hal perceraian dan pernikahan kembali, Paulusmendapatkan perintah langsung dari Tuhan. Tidak dapat diragukanbahwa perintahnya dalam I Korintus 7:10-11 didasarkan padapengajaran Yesus bagi kita dalam Markus 10:2-12. Tetapi dalam halapa yang harus dilakukan jika seorang beriman menikah denganorang yang tidak beriman, Paulus tidak mendapatkan pengajaran

langsung dari Yesus. Yesus tidak membicarakan masalah tersebutselama pelayanan-Nya. Jadi, setelah menyebutkan pengajaran Yesussecara langsung mengenai kekudusan dan kekekalan pernikahanseperti yang dikehendaki sang Pencipta, Paulus melanjutkan denganmenerapkan implikasi tujuan ilahi tersebut pada situasipernikahan yang kompleks antara orang beriman dan orang yangtidak beriman (setelah ia menyatakan bahwa la tidak mendapatkanperintah langsung lainnya dari Allah). Arah dari bacaan inimenyulitkan, atau membuat kita tidak mungkin mengasumsikan bahwakata-kata Paulus itu dimaksudkan untuk menyampaikan kekuasaanyang lebih rendah.

 

 

BAB 19

Tinggal dalam Keadaan yang Sama

Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah.   IKORINTUS 7:20

  

Kesulitan yang ditimbulkan oleh I Korintus 7:20 terutamamuncul dari ayat-ayat sekitarnya dalam paragraf tersebut (ayat17-24). Dalam ayat 21 situasi yang dipilih sebagai ilustrasiadalah situasi perbudakan. Dalam ayat 17, keadaan manusia ketikamereka dipanggil untuk beriman kepada Kristus dianggap diberikanatau dibagikan secara adil oleh Tuhan, dan mereka diminta untuktetap berada dalam keadaan itu. Perintah itu diberi penekananyang lebih besar dalam kalimat, "Inilah ketetapan yang kuberikankepada semua jemaat" (ayat 17).

   Karena ucapan-ucapan di atas, Paulus telah seringdiserang, bukan hanya karena kegagalan untuk mengutuk sistemperbudakan yang jahat, tetapi sebenarnya mendorong keadaan sosialtersebut. Tuntutan-tuntutan ini dapat dibuktikan tidak benar jika

paragraf yang berisi teks kita itu dilihat dalam seluruh konteksbab 7 dan berdasarkan situasi historis yang dialami Paulus.

   Dalam bab 7 Paulus membahas masalah perkawinan, tempatyang sesuai untuk pelepasan gairah seksual, dan masalahperceraian dan perkawinan kembali sebagai reaksi atas pandanganyang menolak atau merendahkan dimensi fisik dari hubungan laki-laki perempuan yang sudah meresap dalam gereja (lihat bab 17 diatas). Pada paragraf-paragraf yang mendahuluinya (I Korintus7:12-16), Paulus memberikan dua nasihat kepada orang-orangberiman yang sudah kawin: (1) Jika pasangan yang tidak berimanitu bersedia untuk tetap mempertahankan perkawinan itu, makaorang yang beriman itu tidak boleh menceraikan (dan dengandemikian) menolak orang yang tidak beriman itu. Karenkesediaannya untuk tinggal bersama dengan orang yang beriman itumungkin akan mengungkapkan kepada-nya kekuatan kasih karuniaAllah yang menyucikan melalui pasangan yang beriman itu (IKorintus 7:12-14); (2) jika orang yang tidak beriman itu tidakmenginginkan untuk tetap dalam perkawinan itu, ia harusdibebaskan dari perkawinan itu. Walaupun orang yang tidak berimanitu mungkin dapat dikuduskan melalui kehidupan dan kesaksianorang yang beriman, tidak ada kepastian tentang hal ini,khususnya jika orang yang tidak beriman itu menghendakiperpisahan (I Korintus 7:15-16).

   Setelah menyatakan kemungkinan dan barangkali harapanorang yang tidak beriman ini terhadap nasihatnya secara umummengenai perceraian, Paulus menegaskan kembali apa yangdianggapnya sebagai norma ("ketetapan yang kuberikan kepada semuajemaat"): bahwa seseorang harus tetap hidup seperti yang telahditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu iadipanggil Allah (I Korintus 7:17). Berdasarkan perkecualianterhadap norma-norma umum sepanjang bab ini, barangkali tidakbijaksana untuk mengartikan kalimat "hidup seperti yang telahditentukan Tuhan baginya" secara sangat hurufiah dan berdasarkanHukum Taurat, seolah-olah status sosial, ekonomi atau perkawinanseseorang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah. Sebaliknya,pandangan Paulus nampaknya serupa dengan pandangan Yesus dalamcerita orang buta pada Yohanes 9. Murid-murid-Nya menanyakan

penyebabnya: Apakah orang itu buta karena dosanya atau dosa orangtuanya? (Yohanes 9:2). Pada pokoknya jawaban Yesus adalah bahwakebutaan orang tersebut berada dalam keseluruhan rencana Allah,karena pekerjaan Allah harus dinyatakan (Yohanes 9:3).

   Bagi Paulus, situasi kehidupan di mana manusia ditemukanoleh kasih karunia Allah dan menjadi percaya adalah situasi yangdapat diubah oleh pemeliharaan Allah, dan melaluinya Injil dapatmempengaruhi orang lain (misalnya pasangan yang belum percaya) .

   Prinsip "tinggal dalam keadaan semula" sekarang dapatditerapkan secara lebih luas pada realitas manusia dan situasi diluar perkawinan. Yang pertama dituju adalah orang Yahudi danorang kafir (7:18-19). Paulus mengatakan, apa yang nampak dariluar kecil atau tidak penting artinya ("bersunat atau tidakbersunat tidak penting"). Sunat atau tidak bersunat tidakmenambah atau mengurangi panggilan seseorang ke dalam hubungandengan Allah, karena itu status seseorang sebagai orang Yahudiatau Yunani tidak perlu diubah (Perlu dicatat di sini bahwa dibawah tekanan Hellenisasi, beberapa orang Yahudi di Yunaniberusaha untuk menghapuskan sunat mereka [1 Makabe 1:15]. Dankita tahu baik dari kitab Kisah Para Rasul maupun Galatia bahwaorang Kristen Yahudi menghendaki orang Kristen kafir bersunat.)

   Sekali lagi, jelas bahwa norma umum, "tinggal dalamkeadaan semula," bukan hukum yang mutlak. Kita baca dalam KisahPara Rasul 16:3 bahwa Paulus menyunatkan Timotius walaupunTimotius adalah orang beriman, demi kepentingan dan strategipenginjilan. Tindakan Paulus dalam hal ini akan merupakanpelanggaran langsung terhadap peraturan yang sudah ditetapkannyauntuk seluruh gereja (7:17-18), tetapi hanya jika peraturantersebut bersifat mutlak.

   Sekarang Paulus mengulangi peraturan itu, "Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggilAllah" (7:20), dan menerapkannya pada situasi yang lain, yaitu,tentang para budak. Paulus tidak begitu saja mengambil situasiyang hipotetis, karena gereja pada masa itu menggunakan banyakorang dari masyarakat kelas bawah (lihat I Korintus 1:26-27).Karena itu Paulus berbicara kepada individu dalam jemaat yang

sebagian besar adalah para budak jaman itu, "Apakah engkau hambaketika engkau dipanggil?" (yaitu, ketika kamu menjadi orangKristen). Kalimat selanjutnya, "Itu tidak apa-apa," mene-gaskanbahwa keaslian dari kehidupan dan status baru orang tersebutsebagai "orang-orang yang dibebaskan" Tuhan (7:21-22) tidak dapatdiremehkan dan direndahkan oleh keadaan lahir seperti statussosial.

   Sama seperti pada penerapan norma sebelumnya ("tinggallahdalam keadaan seperti waktu kamu dipanggil"), Paulus dengansegera mengijinkan untuk melanggar sebuah norma; sebenarnya,kelihatannya ia mendorong hal itu, "Tetapi jikalau engkaumendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah kesempatanitu" (ayat 21; perhatikan terjemahan Alkitab versi RSV,"manfaatkanlah kesempatan itu"). Seperti ditunjukkan oleh catatankaki dalam beberapa terjemahan kontemporer (Alkitab versi TEV,RSV), kita dapat menerjemahkan bahasa Yunani dari ayat 21 dengan,"Tetapi hiduplah dalam keadaanmu yang sekarang," yang berartibahwa budak itu tidak seharusnya memanfaatkan kesempatan itu,melainkan hidup sebagai orang yang diubahkan dalam perbudakanyang terus berlangsung. Beberapa sarjana mendukung penerjemahanini, karena terjemahan ini menggambarkan norma-norma yangditentukan dalam ayat sebelumnya dengan jelas. Tetapi, kita sudahmelihat bahwa Paulus menunjukkan kemungkinan lain terhadapsebagian besar perintahnya dalam bab 7, dan tidak ada alasanuntuk meragukan bahwa Paulus mendukung berbagai cara yang adadalam dunia Yunani-Roma bagi emansipasi masing-masing budak.

   Walaupun demikian, penekanan Paulus dalam seluruh bab,seperti juga dalam teks ini, adalah keyakinannya bahwa hal yangpaling penting dalam kehidupan, hubungan, dan lembaga manusiaadalah perubahan kehidupan manusia oleh panggilan Allah. Keadaanlahiriah tidak dapat mengambil, atau menambahkan sesuatu, padarealitas ini. Perintah untuk tetap tinggal dalam keadaan sepertiwaktu seseorang dipanggil menjadi orang beriman (yang diulangiPaulus beberapa kali lagi dalam I Korintus 7:24, 26, 40, di manaia juga memberikan kemungkinan lain dalam I Korintus 7:28, 36,38) dapat dimengerti sebagai prinsip penginjilan. Tetap tinggaldalam berbagai keadaan yang digambarkan Paulus dalam bab 7

memberikan kesempatan untuk pengabdian dan pelayanan sepenuhnyakepada Tuhan (7:32-35), atau memberikan kesaksian kepada pasanganyang tidak percaya (7:12-16), atau merupakan cara baru untuktetap hidup dalam perbudakan sebagai seseorang yang telahdibebaskan dalam Kristus (I Korintus 7:22-23).

   Kemungkinan yang menimbulkan perubahan pada situasiterakhir ini diisyaratkan pada tulisan-tulisan Paulus lainnya.Para majikan yang telah menjadi orang percaya dipanggil untukmenghadapi budak-budak mereka dengan lembut dan mengingat bahwaTuan yang ada di atas mereka berdua memandang mereka sebagaiorang yang sejajar kedudukannya (Efesus 6:9). Benih-benih Injilyang membebaskan ditaburkan dengan lembut ke dalam tanahperbudakan yang keras. Injil ini menghasilkan buah dalamkehidupan Onesimus, budak yang melarikan diri, dan Filemon,tuannya. Budak ini kembali kepada tuannya, bukan lagi sebagaibudak melainkan "saudara di dalam Tuhan" (Filemon 15-16).

   Perhatikan juga bahwa tiga lingkup hubungan yangdibicarakan Paulus dalam bab 7 yaitu laki-laki perempuan, Yahudikafir (Yunani), dan budak orang merdeka, disatukan dalampemahaman Paulus yang mendalam mengenai realitas hidup di dalamKristus yang mengubah manusia, "Dalam hal ini tidak ada orangYahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka,tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satudi dalam Kristus Yesus" (Galatia 3:28). Sebagai seorang rabi,Paulus mengucapkan syukur setiap hari, sebagai bagian daridelapan belas doa syukur kepada Tuhan, bahwa ia tidak dilahirkansebagai seorang kafir, budak, atau perempuan. Pengalamannya akanKristuslah yang membuatnya tahu bahwa perbedaan antara yang lebihtinggi dan lebih rendah ini dihapuskan dalam tatanan baru yangdimulai di dalam Kristus. Tentu saja dalam visi ini benih-benihInjil pada akhirnya ditabur untuk menghancurkan perbudakan dansemua bentuk ikatan lain.

   Akhirnya, pemahaman Paulus mengenai situasi historis dimana ia dan gerejanya berada memberikan petunjuk lain mengenaiperintahnya agar setiap orang "tinggal dalam keadaan semula."Bersama-sama dengan sebagian besar orang Kristen lainnya, Paulusmerasa yakin bahwa eskaton, yang merupakan puncak campur tangan

penebusan Allah, sudah sangat dekat. Pernyataan Paulus dalam IKorintus 7:26 ("mengingat waktu darurat sekarang") dan I Korintus7:29 (waktu telah singkat") menegaskan keyakinan itu. Keyakinanini menciptakan perlunya penginjilan secara besar-besaran. Injilharus diberitakan supaya banyak orang dapat diselamatkan (lihat IKorintus 10:33). Perkiraan akan jaman akhir yang sudah dekat inijelas merupakan faktor penting bagi timbulnya perintah Paulus,"baiklah tiap-tiap orang dalam keadaan semula." (Catatan:Penelitian yang lebih mendalam mengenai perspektif eskatologisPaulus diberikan dalam bab berikutnya.)

  

 

BAB 20

Berlaku Seolah-Olah Tidak Beristri

Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itudalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristri harus berlaku seolah-olah

mereka tidak beristri.

I KORINTUS 7:29

 

   Apa yang dimaksudkan oleh Paulus? Bagaimana seseorangdapat hidup dengan pasangannya "seolah-olah" ia tidakmemilikinya? Dan mengapa kita harus melakukan atau menginginkanhal itu? Bagaimana dan mengapa "waktu yang singkat" merupakanfaktor yang mendukung untuk hidup "seolah-olah?"

   Dengan kalimat "Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan,"Paulus menunjukkan bahwa ia sedang menjelaskan lebih lanjut apayang baru saja dikatakannya. Jadi mari kita mulai menjawabpertanyaan-pertanyaan di atas dari kalimat tersebut.

   Dalam paragraf sebelumnya (7:25-28), Paulus baru sajamenasihati orang-orang yang tidak menikah, mengingat "waktudarurat sekarang" untuk tetap sendiri (7:26). Tetapi, jika mereka

memutuskan untuk menikah, mereka tidak akan berdosa (yaitu,melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan Allah; lihatbab 17 di atas). Tetapi, jika mereka menikah, mereka akan"ditimpa kesusahan badani," dan ia ingin menghindarkan merekadari kesusahan itu (7:28).

   Penyebutan pengalaman yang sulit dalam ayat 28 kemungkinanbesar berkaitan dengan "waktu darurat sekarang" yang disebutkansebelumnya (7:26), dan juga dengan "waktu telah singkat" dalamayat 29. Kita perlu mengerti gambaran di balik kalimat-kalimatyang tidak jelas ini untuk dapat mengikuti pemikiran Paulus.

   Kekristenan yang mula-mula, sesuai dengan pengajaran Yesustentang datangnya Kerajaan Allah dan perwujudannya pada masa yangakan datang, mewarisi pemahaman Yahudi tentang masa sekarang danpengharapan terhadap masa yang akan datang. Pemahaman mereka itudikenal sebagai eskatologi apokaliptik. Kata eskatologi berasaldari bahasa Yunani yang artinya "terakhir" dan "kata," danmengandung pengertian "mengajarkan tentang jaman akhir." Kataapokaliptik berasal dari kata Yunani apokalipto, yang berarti"mengungkapkan." Bentuk kata bendanya adalah apokalipsis("wahyu").

   Eskatologi apokaliptik, sebagai cara khusus untuk memahamimasa sekarang dan memimpikan masa yang akan datang, muncul dalamagama Yahudi selama tiga abad terakhir Sebelum Masehi. Kitabresmi Daniel merupakan ungkapan literaturnya yang paling awal,yang diikuti oleh sejumlah besar apokalipsis, pekerjaan literaturyang diterbitkan atas nama tokoh-tokoh Israel yang terkenal padajaman dulu, yang berusaha untuk "mengungkapkan" arti perbudakan,pembuangan, dan kejahatan Israel pada jaman ini dipandang daritujuan Allah. Beberapa karya apokaliptik ini merupakan bagiandari Kitab Suci Ibrani berbahasa Yunani, yang dibaca oleh orangYahudi yang tersebar (yaitu, orang Yahudi yang tinggal di luarPalestina) dan kemudian orang kafir dan orang Kristen Yahudi.

   Ciri-ciri utama pandangan duniawi dari para pelihat didalam Israel ini adalah: (1) keyakinan bahwa masa sekarang inisangat dikuasai oleh kekuatan jahat; (2) keyakinan bahwapenderitaan orang-orang yang setia kepada Allah pada jaman yang

jahat sekarang ini merupakan bagian yang penting dari pelaksanaanrencana ilahi; (3) keyakinan bahwa sejarah bergerak cepat menujuklimaksnya dan masa menjelang kehancuran yang besar dari duniaini dan terciptanya dunia baru akan menjadi masa yang penuhpergolakan dan krisis; (4) partisipasi dari figur yang luar biasayang dipandang sebagai manusia, atau Anak Manusia, dalampelaksanaan rencana Allah; (5) keyakinan bahwa hari Tuhan, harikemenangan-Nya atas kekuatan jahat, akan diiringi olehkebangkitan orang mati (atau setidaknya orang mati yang benar).

   Jelas dari Injil bahwa Yesus mengajarkan dan melaksanakanpelayanan-Nya dalam pemahaman apokaliptik orang Yahudi ini.Pertempuran dengan kekuatan jahat ditandai dengan pengusiransetan dan ditafsirkan dalam perumpamaan, seperti perumpamaantentang orang kuat, yang rumahnya dimasuki oleh orang lain yanglebih kuat daripadanya (Lukas 11:17-22). Kekuasaan Iblis atasjaman ini sudah runtuh (Lukas 10:18); "penguasa dunia ini" akandilemparkan keluar (Yohanes 12:31). Yesus adalah Anak Manusia danmelalui Dia pemerintahan Allah telah masuk ke dalam jaman ini,dan la akan datang kembali untuk mengumpulkan orang benar (Lukas13:27), membangkitkan orang mati (Yohanes 5:28-29) danmelaksanakan penghakiman (Matius 25:31-32). Pengajaran Yesustentang krisis pada jaman ini dan penghakiman yang akan datang(Markus 13; Matius 24- 25; Lukas 21), yang disebut wacana Olivet,mengandung kesan mendesak dan segera terjadi. Dan catatan Matiustentang tanda- tanda yang menyertai penyaliban Yesus (kegelapan,gempa bumi, kebangkitan orang mati (Matius 27:45, 51-53) jelasmenyampaikan keyakinan bahwa peristiwa ini menandai datangnyahari-hari terakhir.

   Berdasarkan kehidupan dan pengajaran Yesus, kematian dankebangkitan-Nya, dan pengalaman pencurahan Roh Kudus pada hariPentakosta (yang dipandang sebagai bukti bahwa hari-hari terakhirtelah tiba (Kisah Para Rasul 2:14-21), jemaat yang mula-mulahidup dalam keyakinan yang sangat besar bahwa bab terakhir darigulungan kitab sejarah sedang dibuka.

   Paulus juga meyakini hal ini. Dalam surat-menyurat denganorang Kristen di Tesalonika, ia mengungkapkan harapannya tentangkedatangan Tuhan yang sudah dekat (I Tesalonika 4:13-14), tetapi

juga mengingatkan mereka bahwa kedatangan-Nya akan didahului olehmasa yang penuh pergolakan, bukti dari perjuangan akhir si jahatuntuk mengendalikan dunia ini (II Tesalonika 2). Di atas salib,para pemerintah dan penguasa telah dilucuti (Kolose 2:15).Penyaliban Yesus merupakan pelunasan, buah pertama, darikebangkitan yang akan datang (I Korintus 15:2-23). Dan karenamasa kebangkitan telah dimulai, orang beriman adalah mereka yangtelah dipindahkan dari kuasa kegelapan ke dalam kerajaan Anak-Nyayang kekasih (Kolose 1:13); mereka adalah orang-orang yang hiduppada waktu di mana jaman akhir telah tiba (I Korintus 10:11).Pada saat yang bersamaan, orang beriman merupakan peserta dalamperjuangan akhir melawan kekuatan jahat (Efesus 6:10-18).

   Berdasarkan latar belakang pandangan duniawi dan dalamkonteks keyakinan mengenai hidup di jaman akhir inilah kita harusmemahami gaya bahasa Paulus tentang "keadaan darurat sekarang"dan "waktu telah singkat." Nasihatnya kepada berbagai kelompokuntuk "tetap" dalam keadaan mereka yang sekarang (I Korintus 7),dan untuk "melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhantanpa gangguan" (I Korintus 7:35) sangat sesuai. Kehidupan tidakdapat lagi dijalani dengan cara yang normal dan biasa, "Sebabdunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu" (7:31).

   Keyakinan tentang hakikat masa sekarang yang penuhtransisi ini menentukan pemikiran Paulus tentang berbagai bidangkehidupan dalam I Korintus 7:29-31. Orang Kristen adalah "ciptaanbaru" (II Korintus 5:17), dan walaupun mereka masih hidup didunia, mereka bukan lagi milik dunia ini (lihat Yohanes 17:15-16), melainkan sudah menjadi bagian dari tatanan yang baru ("yanglama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang" IIKorintus 5:17). Karena itu, "mulai sekarang orang-orang yangberistri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristri."Pernyataan ini diikuti oleh empat "seolah-olah" lainnya, yangmewakili berbagai bidang kehidupan, kerja, dan hubungan. Pokokmasalah yang dibicarakan Paulus secara singkat hanyalah, semuakehidupan harus dijalani dengan cara yang baru, karena orangKristen merupakan ciptaan baru dan dengan demikian tatanan yanglama tidak lagi menentukan.

   Bertentangan dengan orang-orang yang tinggi rohani diKorintus yang ingin menolak pernikahan, Paulus menyetujuinya,tetapi nilai dan prioritas dari orang-orang yang hidup dalamlembaga ini dan lembaga-lembaga manusia lainnya haruslah nilaiKerajaan Allah. Ada kesetiaan yang lebih tinggi satu kepada yanglainnya dalam perjanjian nikah. Struktur dan pengharapan umumyang merupakan bagian dari tatanan yang sekarang sepertipenggunaan kekuasaan dan status untuk menundukkan orang lain,baik dalam pernikahan maupun tatanan sosial lainnya sepertiperbudakan tidak lagi benar dan menentukan. Orang Kristen adalahanggota tatanan yang baru walaupun mereka masih hidup pada hari-hari terakhir tatanan yang lama. Karena itu mereka harus hidup"seolah-olah" tatanan yang baru itu telah tiba. Dan dalam tatananyang baru itu, lembaga-lembaga yang ditahbiskan secara ilahiseperti pernikahan pun akan diubah secara radikal.

   

 

BAB 21

Banyak Tuhan dan Allah

Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "allah," baik di sorga maupun di bumi danmemang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian, namun bagi

kita hanya ada satu Allah saja.

I KORINTUS 8:5-6

 

  Paulus mengungkapkan sejumlah gagasan dalam I Korintus 8:5-6 yang sepintas lalu atau pada pembacaan pertama menimbulkanketegangan batin atau ketidaksesuaian. Walaupun dalam ayat 6 iadengan jelas menyatakan, "hanya ada satu Allah," sebuah kalimatyang menegaskan kembali apa yang dikatakannya dalam ayat 4 ("kitatahu ... tidak ada Allah lain daripada Allah yang esa"),keyakinan itu tampaknya dijelaskan oleh kata "bagi kita." ApakahPaulus mengakui keberadaan makhluk-makhluk ilahi "bagi orang

lain"? Masalah kedua yang berkaitan ditimbulkan oleh pernyataanPaulus yang memberikan persetujuan, "sebab sungguhpun ada apayang disebut allah" dan yang mengikutinya, "memang benar adabanyak allah dan banyak tuhan."

   Kesulitan-kesulitan ini dapat dipecahkan segera setelahkita mengerti masalah yang dibicarakan Paulus, situasi diKorintus dan pandangan Paulus yang berlatar belakang Yahudi-Kristen secara umum tentang dunia.

   Dalam bab 8-10 Paulus jelas membicarakan masalah keduayang telah diungkapkan gereja kepadanya dalam surat mereka (suratyang pertama dibicarakan dalam bab 7; lihat pembahasan bab 17-20di atas). Masalahnya adalah: Apakah orang Kristen diijinkan untukmakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala? (IKorintus 8:1, 4, 7, 10; 10:14-30)? Berkaitan dengan praktek yangterjadi dalam dunia berhala, pertanyaan tersebut setidaknyamuncul dalam tiga situasi. Binatang-binatang yang dikorbankankepada dewa-dewa berhala di berbagai kuil dan tempat-tempatkeramat tidak seluruhnya terbakar dalam api persembahan;seringkali, hanya organ-organ tertentu yang sebenarnyadipersembahkan. Daging yang tidak terbakar dijual oleh parapendeta kepada para pedagang, yang menjualnya lagi kepadamasyarakat di pasar daging (I Korintus 10:25). Orang kafirmenyebut daging itu "dipersembahkan untuk tujuan yang suci"(lihat I Korintus 10:28), sedangkan orang Yahudi dan Kristen,yang mengenal berhala sebagai hasil pekerjaan tangan manusia(Yesaya 40:18-20), menyebutnya "daging persembahan berhala" (IKorintus 8:1, 4; 10:19).

   Selain pengorbanan umum di kuil, juga ada upacarapengorbanan yang dilakukan di rumah-rumah. Makanan yang tersisadari peristiwa tersebut kemudian dimakan sehari-hari. Apakahorang Kristen yang diundang oleh teman-teman atau tetangga merekayang kafir akan tercemar oleh makanan semacam itu? (10:27-28)?Kadang-kadang diadakan perjamuan makan oleh individu atauperkumpulan di halaman-halaman kuil, dan beberapa orang Kristenmungkin diundang (8:10). Karena makanan semacam ini dikaitkandengan dewa atau dewa-dewa yang disembah di kuil-kuil tersebut,masalah pencemaran berhala ini menjadi sangat tajam, bukan hanya

bagi orang Kristen Yahudi, melainkan juga orang Kristen kafiryang "karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makandaging itu sebagai daging persembahan berhala" (I Korintus 8:7).

   Dalam konteks inilah kata-kata Paulus dalam I Korintus8:5-6 harus dipahami. Paulus menegaskan, bersama-sama denganorang beriman di Korintus yang tetah sampai pada pengetahuan yangbenar, keyakinan yang mendalam dan dipegang teguh dari warisanYahudi ini, "Hanya ada satu Allah"; dan karena ini adalahkebenaran yang paling tinggi (lihat Ulangan 6:4; Yesaya 44:8;45:5), maka 'tidak ada berhala di dunia" (I Korintus 8:4). Darisudut pandang keyakinan orang Yahudi maupun orang Kristen (Yesaya40:18-19; Ulangan 4:15-19; Roma 1:18-19; Kisah Para Rasul 17:29),berhala tidak menggambarkan dewa-dewa, berhala itu tidakmenggambarkan apa-apa sama sekali. Karena itu, setidaknya padatingkatan pengetahuan semata-mata, hal ini berarti bahwa makananyang dipersembahkan kepada berhala pada dasarnya bersifat netral.

   Tetapi Paulus juga mengakui bahwa tindakan, pemikiran, dankebiasaan manusia seringkali dibentuk dan ditentukan oleh"realitas yang dirasakan" daripada "realitas yang sebenarnya,"oleh takhayul yang diciptakan manusia dan bukannya wahyu ilahi.Pengakuan inilah yang ada di balik kata-kata "apa yang disebutallah" dan "allah-allah dan tuhan-tuhan.

   Kata-kata, "apa yang disebut allah" muncul satu kali lagidalam Perjanjian Baru (dalam II Tesalonika 2:4, walaupun "allah"di sini berbentuk tunggal), di mana Paulus berbicara tentang"manusia durhaka" yang "meninggikan diri di atas segala yangdisebut atau yang disembah sebagai Allah," sebelum kedatanganTuhan. Dalam kedua hal ini, Paulus hanya sekadar mengakui bahwadunia berhala berkaitan dengan kepercayaan dan penyembahan dewa-dewa. Berbagai kuil dewa Roma dan Yunani di Korintus memberikanbanyak kesaksian mengenai hal ini. Di Athena, menurut Kisah ParaRasul 17, Paulus mengatakan bahwa penduduk Athena "sangatberibadah," karena ia menemukan  banyak "barang-barangpujaan/patung-patung berhala," termasuk sebuah mezbah dengantulisan: "kepada Allah yang tidak dikenal."

   Tetapi, walaupun Paulus mengakui kenyataan yang tersebarluas dalam dunia berhala ini, ia dengan tegas menjelaskan denganmenyatakan bahwa dewa-dewa ini hanya "sebutan" saja. Dengan katalain, sebesar atau sekecil apapun realitas yang melekat pada"patung-patung berhala" ini, yang dimaksudkan oleh orang Kristenjika mereka berbicara tentang Allah Israel dan Bapa Tuhan kitaYesus Kristus tidak dapat digunakan untuk patung-patung berhalaini.

   Setelah menyatakan bahwa patung-patung berhala yangmenyangkut bumi dan sorga itu didiami oleh banyak dewa, danmenegaskannya sebagai "apa yang disebut allah" (I Korintus 8:5),Paulus melanjutkan dengan menyatakan bahwa walaupun pemujaankepada berhala tidak dapat disebut "Allah," ada realitas yangmengungkapkan kesetiaan kepada berhala dan mendominasi hidupmereka. Pernyataan, "memang benar ada banyak allah dan banyaktuhan," (I Korintus 8:5) dapat ditafsirkan sebagai pernyataanlebih lanjut mengenai ciri kepalsuan dari semua makhluk yang olehpara penyembah berhala didefinisikan sebagai "allah-allah," dan"tuhan-tuhan." Penafsiran tersebut nampaknya ditegaskan olehkalimat berikutnya (I Korintus 8:6), di mana pernyataan "namunbagi kita hanya ada satu Allah saja, ... dan satu Tuhan saja"menggambarkan pernyataan balasan dari orang Kristen.

   Tanpa mengesampingkan pandangan di atas, mungkin jugadalam kalimat, "memang benar ada banyak allah dan banyak tuhan,"kita melihat refleksi pandangan orang Yahudi dan orang Kristenjaman dulu yang menganggap bumi dipenuhi oleh kekuatan di luarbumi (bukan ilahi!), para malaikat dan iblis yang menentangtujuan Allah, memperbudak manusia dan membawa mereka kepadapenyembahan berhala. Dalam II Korintus 4:4 Paulus mengatakankepala dari sekelompok besar kekuatan ini sebagai "ilah jaman iniyang telah membutakan pikiran orang-orang yang tidak percaya."Dalam Kolose 1:16 dan Efesus 1:21 Kristus digambarkan berada diatas segala "penguasa," dan dalam Efesus 6:10-11 orang-orangKristen dipandang sebagai orang-orang yang terlibat dalampertempuran rohani melawan kekuatan yang jelas di luar ......Selain itu jelas bahwa Paulus mengakui adanya malaikat (I

Korintus 4:9; 6:3), tetapi ia juga mencela ibadah kepada malaikat(Kolose 2:18).

   Berdasarkan pandangan yang lebih luas ini tentangrealitas, kita dapat memahami mengapa dalam lanjutanpembahasannya mengenai "daging yang dipersembahkan kepadaberhala" dalam I Korintus 10, Paulus mengatakan bahwa walaupunberhala tidak nyata (I Korintus 10:19), apa yang dipersembahkanoleh para penyembah berhala kepada berhala itu sebenarnya secaratidak bijaksana dipersembahkan mereka kepada setan. Nampaknyamasalahnya adalah kekuatan jahat yang disebut setan menggunakanpraktek-praktek penyembahan berhala untuk memisahkan makhluk dariPenciptanya.

   Bagi Paulus, hanya ada satu Allah, Bapa, dan Tuhan, YesusKristus (I Korintus 8:6). Penggunaan kata "allah-allah" dan"tuhan-tuhan" untuk patung-patung berhala itu salah dan tidaksesuai. Tetapi, yang harus diperhatikan orang Kristen adalahdorongan dan kekuatan jahat yang untuk melawannya mereka harusberdiri "kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya"(Efesus 6:10).

 

   

 

BAB 22

Menjadi Kepala?

Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu kepala dari tiap-tiap laki-lakiialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan kepala dari Kristus ialah Allah.  

I KORINTUS 11:3

  

Kata-kata dalam I Korintus 11:3 ini, dan dua teks lainnyayang dibahas dalam bab-bab selanjutnya (23, 24), merupakan salahsatu bagian dari teks-teks yang paling sulit dan banyak

diperdebatkan dari seluruh surat Paulus. Apa yang sebenarnyadimaksudkannya ketika ia mengatakan bahwa "laki-laki adalahkepala dari perempuan?" Bagaimana kita harus memahami pernyataandalam I Korintus 11:7, lanjutan dari bacaan utamanya, bahwa laki-laki "menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah, tetapi perempuanmenyinarkan kemuliaan laki-laki" (topik pembahasan dalam bab 23)?Dan akhirnya, siapakah "para malaikat" dalam I Korintus 11:10,yang menyebabkan "perempuan harus memakai tanda wibawa dikepalanya" (topik bab 24)?

   Karena ucapan-ucapan ini muncul dalam konteks langsungyang sama (I Korintus 11:2-16), mereka mempunyai kaitan yangdekat satu sama lain; karena itu dalam penafsiran kita mungkinkadang-kadang kita perlu mengacu kepada masalah yang dibicarakandalam salah satu atau kedua ayat lainnya.

   Dalam I Korintus 11:3 seringkali perdebatan yang hangatberpusat pada arti kata kepala (yang merupakan terjemahanhurufiah dari kata bahasa Yunani kephale). Bagi sebagian besarpembaca teks bahasa Inggrisnya, arti kiasan yang umum dari"kepala" sebagai penguasa, pemimpin, atasan, direktur munculbegitu saja. Pemahaman kata "kepala" yang memberikan konotasi"kekuasaan" membuat teks ini (dan juga Efesus 5:22-23; lihat bab34) ditafsirkan sebagai pengajaran Paulus mengenai susunanhirarkis dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Beberapaorang yang memiliki penafsiran semacam ini lebih jauhmengemukakan "mata rantai kekuasaan," di mana kekuasaan ituditeruskan: dari Allah kepada Kristus kepada laki-laki kepadaperempuan.

   Sementara Alkitab versi NIV, RSV, NASB, dan NEB berhati-hati dalam terjemahan mereka, dan menerjemahkan kata bahasaYunani kephale menjadi persamaan katanya dalam bahasa Inggrisyaitu head ("kepala"), versi kontemporer lainnya memilih artikiasan. Jadi Alkitab versi TEV menerjemahkan kephale dengan"berkuasa atas." Uraian Alkitab versi the Living Bible bahkansecara khusus lebih mengarah dan menerjemahkan teks itu sebagaiberikut, "Seorang istri bertanggung jawab kepada suaminya,suaminya bertanggung jawab kepada Kristus, dan Kristusbertanggung jawab kepada Allah."

   Seandainya penafsiran yang jelas dari istilah kephaletidak digunakan sekalipun, arti "kepala" secara hurufiah sepertidalam Alkitab versi NIV secara tidak langsung memberikanpenafsiran yang hampir sama karena adanya pengertian yang umumdari kata "kepala" dalam bahasa Inggris jika diterapkan dalamhubungan seperti perkawinan atau lembaga-lembaga lainnya.Ungkapan-ungkapan yang umum seperti "ia adalah kepala bagian"atau "ia adalah kepala rumah tangga" menggambarkan arti kiasanyang umum dari "kepala" ini dalam bahasa kita.

   Terlepas dari masalah apakah arti yang umum dalam bahasaInggris ini juga merupakan arti yang umum dari kata "kepala"dalam bahasa Yunani jika digunakan secara kiasan, timbul masalahyang serius dengan penafsiran tersebut. Bagaimana seharusnya kitamemandang hubungan antara Kristus dengan Allah? Jika Allahmemiliki tingkat yang lebih tinggi dari Kristus, maka di siniterjadi kebangkitan ilmu heretik kuno tentang "sub-ordinasi" dantantangan terhadap doktrin klasikal Trinitas.

   Lebih lanjut, jika para suami (atau laki-laki; kata bahasaYunaninya sama) berada di bawah kekuasaan Kristus, dan para istri(perempuan; kata Yunani yang sama) berada di bawah kekuasaansuami, tidakkah kemudian kita berada dalam suatu situasi di manaperempuan memiliki hubungan tidak langsung dengan Kristus,melalui suami mereka? Kesimpulan semacam ini sebenarnya dicapaioleh beberapa orang yang memahami rangkaian (Allah-Kristus-laki-laki-perempuan) sebagai sesuatu yang menunjukkan "jarak yangsemakin jauh dari Allah," atau oleh orang-orang lain yangmemperpanjang "rantai kepemimpinan" itu kepada anak-anak (atasdasar Efesus 5:216:4) dan menyatakan bahwa kekuasaan perempuanterhadap anak-anaknya adalah kekuasaan yang "diwakilkan"; yaitu,ia menggunakan kekuasaan itu "atas nama" suaminya.

   Masalah pokok dalam usaha kita untuk memahami perintahPaulus ini adalah: Apa arti kata kephale dalam bahasa Yunani umumdalam jaman Perjanjian Baru? Bagaimana pemahaman orang Kristenyang berbahasa Yunani di Korintus terhadap penggunaan katakephale oleh Paulus? Dan bagaimana kata kephale dalam I Korintus11:3 membantu mereka memahami perintah Paulus mengenai sikap yangpantas dalam ibadah jemaat mereka (11:4-16)? Untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan ini, kita akan memperhatikan beberapa datalinguistik, penggunaan kata kephale di dalam surat-surat Paulusyang lain, dan arah argumentasinya dalam I Korintus 11:2-16.

   

   

   Bukti-bukti linguistik dengan kuat menunjukkan pengertian"kepala" yang jauh dari "pemimpin," "pemerintah," "penguasaatas," walaupun banyak sarjana konservatif menentang hal ini.Kamus bahasa Yunani-Inggris yang paling lengkap yang mencakupliteratur Yunani mulai tahun 900 Sebelum Masehi sampai 600Sesudah Masehi, dalam mendefinisikan banyak arti kiasan untukkephale, tidak memberikan satu definisi pun yang menunjukkanbahwa dalam penggunaan bahasa Yunani secara umum, kephalemencakup arti "tingkat yang lebih tinggi" atau "pemimpin" atau"penguasa."

   Yang secara khusus menarik dalam bukti dari kamus iniadalah bahwa pada tahun 1897, pada edisi revisi kedelapan, judulterakhir dalam kelompok arti "kiasan" adalah 'tentang manusia,pemimpin." Tetapi tidak ada satu kutipan pun dalam literatur yangdiberikan untuk mendukung atau menggambarkan definisi tersebut.Karena itu, berdasarkan kurangnya bukti, definisi tersebut tidakdisertakan lagi dalam edisi berikutnya. Walaupun begitu, diantara banyak arti yang dimiliki kata kephale dalam bahasa Yunaniumum terdapat arti "asal-usul" atau "sumber" atau "titik awal"dan "mahkota" atau "penyelesaian" atau "penyempurnaan." Sepertiakan kita lihat di bawah ini, beberapa arti kata kephale yangdisebutkan di atas jauh lebih sesuai dengan yang digunakan Paulusdibandingkan nuansa "kekuasaan" yang terdapat pada kata "head"dalam bahasa Inggris.

   Dukungan yang kuat untuk bukti linguistik ini (yaitu,bahwa jangkauan arti kiasan dari kata kephale secara umum tidakmencakup gagasan "kekuasaan" atau "tingkat yang lebih tinggi")berasal dari terjemahan bahasa Yunani dari Kitab Suci Ibrani(yang biasa disebut Septuaginta), yang ditulis kira-kira antaratahun 250 sampai 150 Sebelum Masehi oleh sekelompok besar sarjana

Yahudi untuk orang Yahudi yang tinggal di luar Palestina,  yangbahasa ibunya (dan mungkin bahasa satu-satunya) adalah Yunani.

   Sama seperti kata bahasa Inggrisnya "head," dan katabahasa Yunaninya kephale, kata bahasa Ibrani rosh pertama-tamamemiliki arti hurufiah "kepala manusia atau binatang." Tetapiseperti bahasa Inggris dan Yunani, kata ini juga memiliki banyakarti kiasan. Dalam sebuah studi yang mendalam mengenai bagaimanapara penerjemah Septuaginta menerjemahkan kata bahasa Yunanirosh, muncul data berikut ini. Selama lebih 200 kali kata roshini mengacu kepada kepala dalam pengertian jasmani, parapenerjemah hampir selalu menggunakan kata kephale. Kira-kira 180kali, rosh jelas memiliki arti kiasan "pemimpin" atau "kepala"atau "tokoh yang berkuasa" dalam kelompok. Jadi ada persamaanantara kata bahasa Inggris "head" dengan kata bahasa Yunani rosh;dalam arti kiasan, keduanya sering menunjukkan figur kekuasaan.

   Tetapi, ketika para penerjemah ini mencari kata Yunaniyang sesuai untuk menerjemahkan arti kiasan ini, mereka tidakmenggunakan kata kephale, melainkan archon (dan turunan katanya)dalam sebagian besar kasus (138 kali). Archon berarti"pemerintah," "komandan," "pemimpin." Turunan katanya mencakuppengertian "penguasa," "kepala," "kapten," "pangeran," "kepalasuku," "kepala keluarga." Kebanyakan kata rosh yang munculsesudahnya (jika ini menunjukkan tokoh yang berkuasa)diterjemahkan dengan beberapa kata bahasa Yunani khusus lainnya(seperti hegeomai yang berarti "berkuasa atas"). Hanya dalam 8dari antara 180 kasus kata kephale ini digunakan untukmenerjemahkan kata rosh dalam pengertian pemimpin atau penguasadari sebuah kelompok. Sangat mungkin salah satu arti kiasankephale ini (yaitu, "bagian puncak' atau "mahkota") memberikankeleluasaan kepada para penerjemah untuk menggunakannya untukmenggambarkan individu yang menonjol. Mungkin juga dalam sedikitkasus ini salah seorang penerjemah Septuaginta hanya menggunakanpersamaan kata rosh, yaitu kephale (karena keduanya berarti"kepala"). Inilah sebenarnya yang sangat sering terjadi dalamterjemahan hurufiah manapun. Persamaan katanya yang tepat mungkinsaja menyimpangkan arti yang terkandung dalam kata aslinya dalamkonteks yang mula-mula.

   Dari data ini jelas para penerjemah Yunani sangat sadarbahwa kata kephale secara umum tidak memiliki arti kiasan yangsepadan dengan rosh; jika mereka memilikinya mereka pasti sudahmenggunakannya untuk sebagian besar atau semua kata rosh yangmengandung arti "kepala" atau "pimpinan."

   Bukti linguistik ini, yang menunjukkan bahwa gagasan"kekuasaan" tidak umum untuk kata Yunani kephale, telah membuatbanyak sarjana melihat pengertian "sumber, asal" atau "puncak,mahkota, penyelesaian" dalam kata "kepala" yang digunakan Paulus.

   Sebuah faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan adalahbahwa di manapun dalam Perjanjian Baru kata kephale ini tidakdigunakan untuk menunjukkan tokoh yang berkuasa. Jika itulah artiutama dari kephale, kata ini seharusnya dapat digunakan dalambanyak bacaan Injil di mana terdapat kata kepala rumah tangga;tetapi kephale tidak pernah digunakan dalam pengertian  ini(sebagai contoh lihat Matius 10:25; 13:52; Lukas 13:25; 14:21).

   Jika para pembaca dari bacaan Paulus yang berbahasa Yunanitidak memahami konsep "menjadi kepala" dalam kata kephale,melainkan gagasan "sumber, asal," apa artinya itu bagi mereka,dan bagaimana pengertian dalam I Korintus 11:3 itu memberikanlandasan bagi nasihat-nasihat Paulus mengenai panjang rambut yangsesuai dan kesopanan dalam ibadah jemaat? Cyril dari Elexandria,seorang pemimpin gereja yang terkemuka dan berbahasa Yunani padaabad keempat, memberikan komentar pada teks ini sebagai berikut,"Jadi kita mengatakan bahwa kephale dari setiap orang adalahKristus, karena manusia itu diciptakan melalui Kristus itu. Dankephale dari setiap perempuan adalah laki-laki, karena perempuanitu diambil dari tulang rusuk laki-laki. Demikian pula, kephaledari Kristus adalah Allah, karena Kristus secara alamiah berasaldari Allah."

   Penafsiran ini memenuhi semua persyaratan bacaan dankonteksnya, dan pada saat yang bersamaan menjelaskan beberapapernyataan Paulus lainnya di mana baik Kristus maupun manusiaditunjuk sebagai "kepala" dari sesuatu atau seseorang (Efesus4:15; 5:23; Kolose 1:15-20; 2:19). Paulus, seperti para penulisPerjanjian Baru lainnya, menyatakan Kristus sebagai yang

menciptakan segala sesuatu (Kolose 1:16; I Korintus 8:6; Yohanes1:3). Jadi Paulus dapat mengatakan bahwa Kristus, sebagaiperantara Allah dalam penciptaan, memberikan kehidupan kepadamanusia pertama, dan dengan demikian kepada setiap manusia("Kristus adalah sumber kehidupan manusia"). Pengertian semacamini ditegaskan oleh fakta bahwa pada bacaan yang sama (ayat 7-9)ia jelas memikirkan cerita penciptaan dalam Kejadian 12. Walaupunpada akhirnya jelas bahwa Kristus/Allah juga merupakan sumberkehidupan perempuan (ayat 12), di sini Paulus mempertimbangkanurutan penciptaan manusia dalam Kejadian 2.

   Pemikiran yang sementara dan berurutan ini berlanjut dalamkalimat, "Dan kepala perempuan ialah laki-laki" (atau, "laki-lakiadalah sumber kehidupan perempuan"). Menurut Kejadian 2:21- 23Adam adalah asal-usul keberadaan Hawa. Dan teks Perjanjian Lamainilah yang dipikirkan oleh Paulus (I Korintus 8, 12). Kata"sumber" yang merupakan pengertian yang sesuai untuk kephaledalam Korintus 11:3 ditegaskan oleh bahasa "sumber" Paulus denganmengacu kepada Kejadian 2.

   Di balik urutan sementara ini terdapat Allah ("segalasesuatu berasal dari Allah") ayat 12 dengan kata lain, Allahadalah sumber segala sesuatu; lihat I Korintus 8:6). Karena itu,"kepala dari Kristus adalah Allah" (yaitu, sumber keberadaanKristus adalah Allah). Cyril dari Alexandria berkata, "Kephaledari Kristus adalah Allah karena secara alamiah Kristus berasaldari Allah". Walaupun bahasa Cyril kemudian mencerminkanpembahasan Tritunggal, pernyataannya didasarkan secara kokoh padaPerjanjian Baru. Menurut Yohanes 1:1-14, Firman Allah, yangadalah Allah dan bersama-sama dengan Allah, datang dan menjadimanusia melalui Inkarnasi. Dalam Yohanes 8:42, 13:3, dan 16:27Yesus dikatakan berasal dari Allah.

   Atas dasar data-data yang didiskusikan di atas, nampaknyaI Korintus 11:3 paling tepat diterjemahkan sebagai berikut, "Akuingin kamu mengerti bahwa Kristus adalah sumber keberadaan laki-laki; laki-laki adalah sumber keberadaan perempuan; dan Allahadalah sumber keberadaan Kristus." Jika dibaca seperti ini, ayattersebut memberikan landasan yang kokoh, dan memberikan

penjelasan terhadap bacaan selanjutnya (11:4-16), dimana terdapatdua "ucapan sulit" lainnya.

 

  

 

BAB 23

Kemuliaan Laki-Laki

Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan gambaran dankemuliaan Allah; tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki.   I KORINTUS 11:7

  

Sekali lagi, seperti pada I Korintus 11:3, Paulus nampaknyamenempatkan perempuan satu langkah lebih jauh dari Allahdibandingkan laki-laki. Mengapa laki-laki dikatakan menyinarkankemuliaan Allah, sedangkan perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki? Mengapa perempuan tidak dikatakan menyinarkan kemuliaanAllah juga? Dan apakah gambar Allah yang dinyatakan untuk laki-laki, tetapi tidak untuk perempuan berarti hanya laki-laki yangdibuat menurut gambar Allah? Dan apa hubungan antara menutupikepala seseorang (dengan tudung atau rambut) dengan kemuliaanatau memancarkan kemuliaan?

   Kita memulai usaha kita untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan melihat konteks yang lebih besar daribacaan kita, kemudian melanjutkan dengan penyelidikan yang telititentang rincian yang ada dalam arah pemikiran Paulus.

   Dalam bab 8-10 dari surat ini, Paulus telah membahasmasalah kebebasan Kristen berdasarkan pengetahuan yang benar("keyakinan yang benar"), kasih yang penuh perhatian terhadapsesama, dan kepedulian untuk hidup dan melakukan perbuatan yang"membangun" orang lain atau jemaat. Dengan kata lain, kebebasanKristen yang berkaitan dengan hal-hal jasmani peraturan, berbagaibentuk upacara dan perayaan bukanlah kebebasan yang mutlak.

Kebebasan Kristen, yang didasarkan atas kasih karunia Allah yangmembebaskan, adalah kebebasan untuk orang lain, demi kebaikanorang lain, untuk pertumbuhan persekutuan dalam iman,pengharapan, dan kasih.

   Paulus menyimpulkan pembahasan ini dalam I Korintus 10:31dengan kata-kata berikut: "Jika engkau melakukan sesuatu yanglain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah." Bagaimanakita melakukan perbuatan untuk kemuliaan Allah - dalam hidupkita? Dengan cara tidak "menimbulkan syak dalam hati orang, baikorang Yahudi atau orang Yunani, maupun jemaat Allah ... bukanuntuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak,supaya mereka beroleh selamat" (10:32-33). Dalam kaitan dengandunia luar maupun persekutuan, prinsip tingkah laku Kristen inimerupakan sumber perintah-perintah khusus Paulus berikutnya.

   Pertama-tama dibicarakan kesopanan sehubungan denganpenampilan dalam ibadah jemaat (I Korintus 11:2-16). Kemudian halini dilanjutkan dengan kritik yang keras terhadap kebiasaan-kebiasaan mereka yang salah tentang hakikat Perjamuan Kudus danakibatnya dalam tindakan mereka (I Korintus 11:17-34). Akhirnya,Paulus membicarakan penggunaan dan penyalahgunaan karunia-karuniaRoh (I Korintus 12:114:40). Dalam masing-masing situasi ini,prinsip tindakan Kristen yang dinyatakan dalam I Korintus 10:31-33 harus selalu diingat.

   Apa sebenarnya masalah yang menyangkut penampilan yangpantas untuk ibadah dalam I Korintus 11:2-16? Seperti yang seringterjadi pada kasus surat-surat Paulus yang "berkala", kita harusmengambil kesimpulan dari jawaban-jawaban Paulus. Dari  IKorintus 11:4-5 kita dapat mengasumsikan bahwa norma-normasosial, budaya atau upacara agama diabaikan atau sengajadikesampingkan dalam ibadah. Mungkin semangat percabulan mereka,yang telah membawa mereka pada penghinaan atau penolakanseksualitas dan perbedaan laki-laki perempuan sepenuhnya (lihat IKorintus 7), juga telah membuat mereka menolak norma-norma budayadan agama lainnya. Jadi, barangkali dalam usaha untuk dengansengaja menghapuskan perbedaan, beberapa laki-laki memakai tudungkepala dalam ibadah (I Korintus 11:4), sedangkan beberapaperempuan menolak untuk memakai tudung kepala yang ditentukan

untuk mereka berdasarkan ketentuan budaya atau agama (I Korintus11:5).

   Walaupun kata Yunani untuk "tudung" tidak muncul dalamteks ini (dan karena itu beberapa komentator mengajukanargumentasi bahwa di sini Paulus hanya berbicara tentang rambutsebagai penutup kepala), kata "kepala yang bertudung" (I Korin-tus 11:4) paling tepat diartikan sebagai tutup kepala yangmenyembunyikan rambut dan bahu. Ayat 6 nampaknya mendukungpengertian ini, karena 'tidak mau menudungi kepalanya" disamakandengan mencukur atau menggunting rambut hingga pendek. Nampaknyayang dimaksudkan adalah: "Jika kamu tidak mau menudungi kepalamu,lebih baik kamu menggunting rambutmu; karena keduanya sama saja!"

   Mengapa seorang laki-laki yang berdoa dan bernubuat dengankepala yang bertudung menghina kepalanya (I Korintus 11:4),sedangkan perempuan yang berdoa dan bernubuat dengan kepala yangtidak bertudung menghina kepalanya? (I Korintus 11:5-6)? Jawabanterhadap pertanyaan ini secara samar- samar diberikan dalam"ucapan yang sulit" pada I Korintus 11:7. Tetapi untuk dapatmemahami jawaban itu, masalah yang digambarkan pada I Korintus11:4-6 perlu dipecahkan.

   Apa arti kata "menghina kepalanya" dalam ayat 4 dan 5?Penggunaan pertama kata "kepala" dalam kalimat ini ("dengankepala yang bertudung" dan "dengan kepala yang tidak bertudung")jelas mengacu pada "kepala yang sebenarnya." Apakah "kepala"dalam kata "menghina kepalanya" juga mengacu pada kepala dalamarti sebenarnya atau "kepala kiasan" seperti pada I Korintus 11:3(Kristus, kepala laki-laki; laki-laki, kepala perempuan)? Parakomentator terbagi secara merata dalam hal ini, dan beberapamengatakan bahwa mungkin Paulus memaksudkan keduanya.

   Apapun kasusnya, hasilnya adalah penghinaan. Jika seoranglaki-laki memakai tudung kepala pada kepalanya, seolah-olah iamempunyai rambut panjang; dan rambut panjang pada laki-lakibertentangan dengan "alam" (11:4). Bagi Paulus, seperti dalamfilsafat Yunani yang popular, kebiasaan-kebiasaan dalam budayadipandang sebagai perluasan dari hukum alam (dan bagi Paulus,secara lebih khusus ini merupakan perluasan dari tatanan

penciptaan Allah). Karena itu, memakai tudung kepala bertentangandengan tujuan Allah. Ini merendahkan rancangan Allah dan dengandemikian menghina Allah dan juga manusia. Rambut perempuan yangpanjang, yang juga dirancang "secara alamiah" (yaitu, oleh Allah)merupakan kehormatan/kemuliaannya (I Korintus 11:15).Membiarkannya terbuka sama artinya dengan memotongnya. Hal inimemalukan perempuan, karena dirinya direndahkan. Dan ini jugadapat memalukan "kepala"nya (yaitu, suaminya), karena munculdalam ibadah tanpa memakai tudung kepala membuat suaminya dicelaoleh masyarakat (khususnya jika benar bahwa para pelacur danorang-orang tidak bermoral lainnya di Korintus sering lalu lalangdalam masyarakat tanpa memakai tudung kepala, seperti diungkapkanbeberapa komentator).

   Berdasarkan prinsip Paulus tentang kehidupan Kristen,yaitu melakukan perbuatan yang menimbulkan kebaikan dankeselamatan bagi sebanyak mungkin orang (I Korintus 10:32-33), iamempunyai keprihatinan agar orang Kristen mempertahankan ibadahjemaat yang tidak memalukan karena adanya praktek-praktek yangtidak dapat diterima. Gereja merupakan alternatif Allah untukmasyarakat Korintus yang rusak (lihat bab 14 di atas). Cemoohnyaterhadap pertemuan-pertemuan budaya kontemporer dapat menimbulkankritik sosial dan menghalangi Injil.

   Tetapi Paulus bukan sekadar seorang pragmatis. lamendasarkan pemikirannya pada pemahamannya terhadap maksud Allahyang dinyatakan. Maksud ini terfokus pada I Korintus 11:7,walaupun dasarnya sudah dikemukakan pada I Korintus 11:3. Jikaseperti yang kita bicarakan pada bab 22, penggunaan kata kephale("kepala") oleh Paulus dipahami bukan berdasarkan gagasan kitamengenai kata itu (yaitu, kekuasaan), melainkan dalam pengertian"sumber/asal," maka tema yang pokok dan menyatukan dalamargumentasinya akan muncul.

   Prinsip Paulus yang membimbing tingkah laku Kristen(10:32- 33) didasarkan pada prinsip yang lebih tinggi, "Jikaengkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untukkemuliaan Allah" (10:31). Karena kata kemuliaan muncul tiga kalilagi dalam bacaan selanjutnya (11:7,15), kita dapat mengasumsikan

bahwa perwujudan kemuliaan Allah dan partisipasi manusia dalamkemuliaan itu merupakan tujuan yang utama dalam ibadah jemaat.

   Dalam pemikiran Alkitab, sesuatu yang dibuat atau berasaldari hal lain, mewujudkan atau mencerminkan kemuliaan pembuatatau asal-usulnya. Jadi, "Langit menceritakan kemuliaan Allah,dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya" (Maz- mur 19:1).Pemuja itu terdorong untuk memberitakan kemuliaan Allah (Mazmur96:3-8) dan berada di bawah penghukuman jika kemuliaan Allah itudiputarbalikkan dalam ibadah yang salah dan kehidupan manusiayang menyimpang (Roma 1:22-32). Menurut Yohanes maupun Paulus,kehidupan Yesus mencerminkan kemuliaan Allah (Yohanes 1:14;13:31-32; 17:4; Kolose 1:27). Karena kepenuhan Allah terungkap didalam Kristus (Kolose 1:19), Paulus mengatakan bahwa, "terangdari pengetahuan tentang kemuliaan Allah nampak pada wajahKristus" (II Korintus 4:6). Bukan itu saja, Kristus jugamerupakan "gambaran Allah" (II Korintus 4:4).

   Gagasan yang kompleks inilah yang nampaknya mendasaribahasa dan gagasan yang dikemukakan dalam 11:7. Karena laki-lakiadalah hasil ciptaan Allah (Kejadian 1:26, 2:7) dan berasal dariKristus (I Korintus 11:3), yang merupakan gambar dan kemuliaanAllah, maka, "la menyinarkan gambaran dan kemuliaan Allah"(11:7). Dan karena perempuan berasal dari laki-laki (Kejadian2:21-23; I Korintus 11:3), maka ia "menyinarkan kemuliaan laki-laki" (11:7).

   Apa yang tidak dikatakan Paulus dalam konteks inimerupakan sesuatu yang penting. Paulus tidak mengatakan bahwaperempuan adalah gambaran laki-laki; perempuan hanya menyinarkankemuliaan laki-laki. Karena Paulus mengetahui bahwa menurutKejadian 1:26- 27, laki-laki dan perempuan diciptakan berdasarkangambar Allah. la juga mengetahui dengan jelas bahwa baik laki-laki maupun perempuan pada akhirnya berasal dari Allah sebagaiakibat tindakan penciptaan Allah (11:12). Jadi pernyataanperempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki sebenarnya hanyalahmerupakan pengakuan aktivitas penciptaan Allah menurut urutanwaktu, karena keberadaan perempuan berasal dari Adam. Tetapitanpa mengurangi nilainya dibandingkan laki-laki, perempuan juga

merupakan kemuliaan dan gambar Allah karena ia juga berasal "dariAllah" (11:12).

   Tujuan ibadah adalah untuk memuliakan Allah. Dalam konteksdi mana norma-norma dan kebiasaan budaya-agama untuk pakaian danrambut yang pantas sedikit banyak dianggap mencerminkan tatanan"alam" (I Korintus 11:14-15), penolakan kebiasaan-kebiasaantersebut dalam ibadah di gereja Korintus meremehkan tujuan ibadahitu. Seorang laki-laki yang "kepalanya bertudung" atau seorangperempuan yang "kepalanya tidak bertudung" akan menimbulkan maludan bukan kemuliaan. Inilah yang memotivasi pemikiran Paulusdalam bacaan yang sulit ini.

 

 

 

BAB 24

Karena Para Malaikat

Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena paramalaikat.

I Korintus 11:10

  

Siapakah "malaikat," yang membuat perempuan "harus memakaitanda wibawa" di kepalanya ketika mereka berdoa dan bernubuat?Mengapa mereka menaruh minat pada penampilan perempuan dalamibadah? Apakah "tanda wibawa" di kepala perempuan itu, dan wibawasiapakah yang ditunjukkannya?

   Dalam pembahasan I Korintus 11:3 dan 11:7 kita melihatPaulus memberikan argumentasi bahwa seorang perempuan patutmemakai tudung kepala ketika berdoa dan bernubuat dalam ibadahjemaat, baik karena alasan penginjilan praktis maupunpertimbangan Alkitabiah-teologis. Sekarang ia menambahkan dimensi

lain pada pembahasan tersebut. Kata-kata pembuka dalam kalimattersebut, "Sebab itu," secara wajar mengacu kepada pembahasansebelumnya dan alasan-alasan yang sudah diberikan tentangpantasnya pemakaian tudung kepala perempuan. Beberapa orangmelihat kalimat ini mengacu pada "karena para malaikat." Sebuahcontoh yang baik adalah Alkitab versi TEV, yaitu, "Jadi, karenapara malaikatlah seorang perempuan harus memakai tanda wibawa."Memahami masalahnya seperti itu akan membuat seluruh pembahasansebelumnya, dengan berbagai alasannya untuk pemakaian tudungkepala, menjadi tidak berarti.

   Mengapa kata-kata, "karena para malaikat" merupakangagasan lain untuk mentaati adat? Apa hubungan para malaikatdengan situasi ini? Karena ketidakjelasan pernyataan ini,berbagai penafsiran telah diberikan sepanjang sejarah gereja.

   Di antara bapak-bapak gereja yang mula-mula, penafsiranyang menonjol dari kata "malaikat" adalah pendeta atau uskup.Kata bahasa Yunani angelos secara hurufiah berarti "pembawapesan" dan dapat berarti seorang utusan, orang yang dikirim. Jadi"malaikat jemaat di Efesus" (dan juga "malaikat-malaikat jemaat"lainnya) yang dibicarakan dalam Wahyu 23) ditafsirkan sebagaipara pendeta dari jemaat tersebut. Dari sini ditarik kesimpulanbahwa "para malaikat" dalam I Korintus 11:10 berarti parapemimpin jemaat lain yang sedang berkunjung, yang akan merasatersinggung oleh penampilan perempuan yang tidak pantas dalamibadah.

   Penafsiran ini tidak memuaskan karena dimana pun jugadalam surat-surat Paulus, kata angelos ini tidak pernah digunakanuntuk menunjukkan seorang pemimpin jemaat. Dalam hampir semuateksnya, Paulus menggunakan kata tersebut hanya untuk makhlukgaib atau roh, hamba-hamba Allah. Satu perkecualian adalahGalatia 4:14, di mana perkataan ini menunjukkan dirinya sendiri,"Kamu telah menyambut aku, sama seperti menyambut seorangmalaikat Allah." Karena kata-kata ini digunakan sebagai analogi,maka penggunaan ini masih termasuk dalam kategori penggunaan yangnormal dari Paulus.

   Penafsiran kedua melihat "malaikat" ini sebagai ancamanterhadap perempuan, yang harus menggunakan tudung kepala untukmelindungi mereka dalam ibadah. Berdasarkan Kejadian 6:2-4, dimana dikatakan bahwa "anak-anak Allah" merasa tertarik akankecantikan anak-anak perempuan dan menghampiri mereka, timbultradisi Yahudi yang menafsirkan "anak-anak Allah" ini sebagaimalaikat yang jatuh ke dalam dosa dan bernafsu terhadapperempuan. Ada banyak bacaan dalam literatur Perjanjian yangtidak resmi yang didasarkan pada cerita kitab Kejadian ini danberspekulasi tentang bahaya malaikat yang jatuh ini terhadapmanusia. Kaitan I Korintus 11:10 dengan Kejadian 6 dan gagasanselanjutnya menimbulkan kesulitan. Tidak ada petunjuk apapundalam teks kita bahwa Paulus merisaukan perlindungan perempuandari malaikat yang jahat. Dan bagaimana selubung itu dapatmelindungi perempuan dari rayuan malaikat yang bernafsu,sementara mereka sedang berdoa atau bernubuat?

   Penafsiran ketiga, yang nampaknya lebih sesuai untukkiasan Paulus yang samar-samar, melihat di balik kata-kata"karena para malaikat" keyakinan Yahudi yang umum bahwa hamba-hamba Allah yaitu para malaikat biasanya hadir, khususnya dalamibadah umat Allah. Dalam Mazmur 138:1 pemazmur berseru, "Akuhendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan paraallah aku akan bermazmur bagimu." "Para allah" ini dipahamisebagai makhluk-makhluk sorga, para pelayan dalam kerajaan Allahdan para penjaga. Kitab Ibrani menggambarkan gagasan ini dalamibadah yang terakhir, yaitu Yerusalem yang sorgawi di mana Allahdan "beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah" hadir(Ibrani 12:22). Dalam surat-suratnya yang lain Paulus jugamenyatakan malaikat sebagai pengamat tingkah laku manusia (IKorintus 4:9).

   Sebuah latar belakang yang lebih khusus dari adat Yahudiuntuk teks kita bisa didapatkan dari tulisan-tulisan Qumran, yangsecara umum dikenal sebagai the Dead Sea Scrolls (Gulungan Kitabdari Laut Mati). J.A. Fitzmyer menunjukkan bahwa sekte orangYahudi ini percaya bahwa para malaikat hadir jika jemaatberkumpul untuk beribadah, dan mereka akan merasa tersinggungoleh tindakan apapun yang melanggar tatanan penciptaan. Paulus

menegaskan adanya kepercayaan semacam itu dalam ucapan yangditujukannya kepada Timotius, "Di hadapan Allah dan Kristus Yesusdan malaikat-malaikat pilihan-Nya kupesankan dengan sungguhkepadamu" (I Timotius 5:21). Seperti dalam I Korintus 11:3, disini kita melihat hubungan antara ibadah, norma-norma jemaat danmalaikat-malaikat yang hadir.

   Jika berdasarkan latar belakang ini para malaikat dalam IKorintus 11:10 dipahami sebagai para penjaga tatanan pencip-taanyang sesuai dengan "hakikat alam" (I Korintus 11:14), maka kepalaperempuan yang tidak memakal tudung akan merupakan pelanggaranterhadap tatanan itu. Jadi, "karena para malaikat, perempuanharus memakal tanda wibawa di kepalanya."

   Masih ada pertanyaan lagi: Apakah "tanda wibawa" itu?Mengapa digunakan kata "wibawa"? Dan wibawa siapa?

   Secara hurufiah bunyi teks ini adalah, "Perempuan harusmempunyai tanda wibawa di kepalanya." Karena konteks inimenekankan tudung kepala, kita menduga Paulus akan mengatakan,"Perempuan harus memiliki tudung kepala." Dalam kenyataannyapengharapan ini menyebabkan beberapa bapak gereja jaman itumenggantikan kata "wibawa" dengan kata "selubung." Nampak jelasbahwa kata tudung kepala dan "tanda wibawa di kepala" inidisamakan (perhatikan terjemahan Alkitab versi RSV, "Karenaitulah seorang perempuan harus memakai selubung di kepalanya,karena para malaikat"). Dengan menggunakan kata wibawa (bahasaYunaninya exousia "wewenang," "kekuasaan," "hak"), Paulus jelasbermaksud menafsirkan arti tudung kepala itu dalam partisipasiperempuan dalam kehidupan doa dan pelayanan nubuat dalam jemaat.

   Karena tudung kepala sendiri tidak mungkin memilikiwibawa, beberapa komentator dan terjemahan telah memilih "tandawibawa" (jadi, tudung adalah tanda untuk sesuatu yang lain);contohnya adalah Alkitab versi NIV dan NEB (NASB menerjemahkan"lambang wibawa"). Penerjemahan semacam ini menimbulkanpertanyaan, "wibawa untuk apa?" dan "wibawa siapa?" Dalampenilaian saya, baik uraian Alkitab versi TEV maupun the LivingBible berada di luar bukti teks maupun konteks. Alkitab versi TEVmenerjemahkan, "seorang perempuan harus memiliki tudung di atas

kepalanya untuk menunjukkan bahwa ia berada di bawah kekuasaansuaminya." Terjemahan itu menjawab pertanyaan yang diajukan diatas dengan memberi kepada suami kekuasaan atas istrinya.Terjemahan The Living Bible pada dasarnya sama, kecuali bahwatafsiran ini memperluas konsep kekuasaan; bukan saja seorangistri berada di bawah kekuasaan suaminya, "perempuan ... beradadi bawah kekuasaan laki-laki."

   Pembacaan teks-teks ini mengasumsikan dua hal: (1) Merekamengasumsikan bahwa hubungan antara laki-laki/suami danperempuan/stri seperti dikemukakan dalam I Korintus 11:3merupakan hubungan "berkuasa atas," dan bahwa "prinsipmengepalai" ini menentukan semua aspek dalam sisa bacaan (IKorintus 11:4-16). Saya telah berusaha untuk menunjukkan (lihatbab 22 di depan) bahwa pemahaman semacam ini kemungkinan besartidak benar. (2) Mereka mengasumsikan bahwa tudung kepala itusesungguhnya merupakan simbol kekuasaan suami atas istrinya.Tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan dari asumsi ini. Sebuahkata yang paralel telah dicari dalam bahasa Yunani yaitubasileia, yang biasanya berarti "kedudukan sebagai raja" atau"kerajaan," tetapi juga dapat berarti "mahkota kerajaan"; danmahkota merupakan "tanda kekuasaan kerajaan." Namun kata  yangparalel ini menjadi tidak berlaku karena dalam hal ini kekuasaandan wibawa pemakailah yang dimaksudkan, dan bukan wibawa oranglain.

   Mengingat masalah-masalah ini dan juga tafsiran yang agakumum yang dibahas di atas, teks ini perlu dibaca secara lebihhurufiah. Apa yang sebenamya dikatakan Paulus? Teks itu berbunyi,"Perempuan harus memiliki exousia ('kekuasaan," hak,"wibawa')pada kepalanya." Dengan memilih kata exousia dan bukan "tudungkepala," nampaknya Paulus ingin mengatakan bahwa dengan memakaitudung kepala dan dengan menyesuaikan penampilan luamya dengan"alam/adat" perempuan memiliki wibawa. Pemahaman teks semacam inisangat didukung oleh penelitian-penelitian baru.

   Wibawa untuk apa? merupakan pertanyaan terakhir. Kitatelah melihat bahwa tujuan akhir ibadah adalah untuk memberikankemuliaan kepada Allah. Kemuliaan kepada Allah ini antara laintercermin melalui doa jemaat dan pemberitaan Injil. Karena

perempuan berasal dari laki-laki dan dengan demikian memancarkankemuliaan laki-laki (lihat bab 23 di atas), ia harus memakaitudung kepala dalam ibadah untuk menyembunyikan "kemuliaan laki-laki" dan dengan demikian dapat mencerminkan kemuliaan Allahdalam doa dan nubuat. Dengan memakai tudung kepala, perempuantidak akan mengalihkan perhatian dari ibadah kepada Allah danmenghindari tuduhan tentang tingkah laku yang tidak pantas.

   Pada saat yang bersamaan, tudung kepala itu jugamenggambarkan hak yang diberikan Allah kepadanya untuk membawakemuliaan bagi Allah melalui doa dan nubuat, sebuah karunia Roh(lihat Kisah Para Rasul 2:17-18) yang melampaui batasan agama danbudaya yang sebelumnya harus dialami perempuan dalam ibadahjemaat. Seperti telah ditunjukkan oleh Walter Liefeld, Paulusmenggunakan kata exousia (wibawa) lima kali dalam konteks IKorintus 8-14 yang lebih luas, dan selalu dalam pengertiankebebasan Kristen dari hal-hal jasmani demi kepentingan oranglain dan kemajuan Injil. Dengan mengaitkan konsep yang sama inidengan tudung kepala perempuan, pada saat yang bersamaan iamenegaskan perlunya pembatasan dalam kaitan dengan hal-haljasmani dan hak (kekuasaannya) untuk berpartisipasi dalam hal-halyang penting; yaitu, ungkapan hubungannya secara langsung denganAllah dalam doa dan pelaksanaan karunia nubuat demi pembangunanjemaat dan kemuliaan Allah.

   Pemahaman teks ini secara alamiah membawa pada dua ayatberikutnya. Pernyataan bahwa "di dalam Tuhan" laki-laki danperempuan saling tergantung dan saling melengkapi (11:11-12)sering ditafsirkan sebagai kelonggaran yang setengah hati dariPaulus. Berdasarkan tafsiran yang sudah diberikan tentang ayat-ayat sebelumnya, ayat 11-12 merupakan penegasan bahwa pada jamanyang telah dibaptis "di dalam Tuhan" ini, walaupun perlu adabatasan yang bersifat sementara, laki-laki dan perempuan memilikikeberadaan mereka di dalam Allah ("segala sesuatu berasal dariAllah") dan dipanggil untuk melakukan segala sesuatu "demikemuliaan Allah" (10:31).

   

 

 

BAB 25

Mengakui Tubuh Tuhan

Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan,

ia mendatangkan hukuman atas dirinya.   I Korintus 11:29

  

Kata-kata yang tidak menyenangkan dalam I Korintus 11:29 ?Ditulis oleh Paulus tepat sesudah ia memperingatkan parapembacanya mengenai tradisi pelaksanaan Perjamuan Makan MalamTuhan (atau Ekaristi) dan kata-kata tafsiran yang diucapkan Yesussementara la memecahkan roti dan membagi-bagikan cawan pada malamsebelum penyaliban (11:23-26). Kata-kata ini biasanya diucapkansebelum perayaan Perjamuan Kudus di gereja-gereja tempat sayatumbuh menjadi remaja dan dewasa. Emosi yang ditimbulkannya padadiri saya bukan hanya perasaan serius dan khidmat, melainkan jugarasa takut yang sangat. Bagaimana jika saya tidak mengenal ataumengakui "tubuh Tuhan" dengan benar? Bagaimana saya dapatmemastikan bahwa ketika memakan roti dan meminum anggur sayatidak berdosa "terhadap tubuh dan darah Tuhan"? (11:27;peringatan ini datang sebelum ayat yang sulit ini dan diikutioleh nasihat, "hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinyasendiri ...").

   Rasa takut "berdosa terhadap tubuh Kristus" atau "tidakmengenal tubuh Kristus" kadang-kadang menyebabkan saya tidakberpartisipasi dalam Perjamuan Kudus atau menghindarkan diri dariibadah sama sekali pada hari-hari Minggu ketika perjamuan itudirayakan. Dalam beberapa tradisi Kristen, peringatan dan nasihatdi atas telah digunakan untuk tidak mengikut sertakan orang-orangyang dianggap melakukan dosa tertentu dan dengan demikian "tidaklayak" dalam Perjamuan Kudus.

   Kriteria "layak," ditentukan oleh diri sendiri atau punorang lain, benar-benar merupakan inti bacaan ini. Apa yang

membuat seseorang layak dan dengan demikian tidak mendapatkanpenghukuman? Dan jika kelayakan seseorang berkaitan dengankesempurnaan moral-etika atau kedewasaan rohani, adakah seorangpun yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam PerjamuanKudus? Pertanyaan-pertanyaan ini secara khusus menimbulkankesulitan karena muncul dari sebuah teks yang berkaitan denganperayaan perjamuan itu, di mana kasih Allah yang tidak bersyaratuntuk orang berdosa dinyatakan (lihat Roma 5:8, "Oleh karenaKristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa").

   Setelah memberikan perhatian yang lebih besar pada masalahyang dibicarakan Paulus kepada jemaat di Korintus dan istilah-istilah khusus yang digunakannya, saya merasa sangat lega ketikamendapatkan bahwa ketakutan itu tidak pertu; bahwa perayaan itusebenarnya merupakan peringatan yang kuat bahwa Kristusmemberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa sepertisaya; bahwa itu merupakan sebuah tan- tangan untuk terus-menerusmemahami arti kematian-Nya untuk hidup saya. Mari kita telitikonteks bacaan ini dan terminologi Paulus secara singkat agarkita benar- benar dapat mendengarkan Firman yang dimaksudkanuntuk jemaat Korintus dan untuk kita.

   Konteks yang lebih luas dari ucapan yang sulit ini dimulaipada I Korintus 11:17, dan jelas dari kata-kata pendahuluanPaulus ("Dalam peraturan-peraturan yang berikut ...") bahwa iamenghindari pembahasan tentang kebiasaan yang pantas bagiperempuan dalam ibadah (11:3-16) untuk membahas masalah yangkedua dalam kehidupan mereka sebagai jemaat yang bersatu. Masalahapakah itu? Paulus mengungkapkannya secara agak langsung,"Pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapimendatangkan keburukan" (11:17). Kemudian ia melanjutkan denganmenjelaskan keburukan yang ditimbulkan ketika mereka "berkumpulsebagai jemaat." la telah mendengar bahwa "ada perpecahan" diantara mereka dan perpecahan ini nampak pada saat mereka"berkumpul" (11:18, 20).

   Benar-benar sebuah paradoks! Bukankah sebagai sebuahpersekutuan, mereka adalah bait Allah (3:16)? Dan bukankah RohAllah itu yang menyatukan mereka dari berbagai kelompok "menjadisatu tubuh ... supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh,

tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu salingmemperhatikan" (I Korintus 12:13, 25)? Visi Paulus untukpersekutuan jemaat Allah di Korintus masih jauh dari kenyataan.Sesungguhnya, pada saat orang mengharapkan realisasi yang palingbesar dari visi itu, yaitu untuk saling menolong danmemperhatikan pada perjamuan makan, mereka bahkan menunjukkansikap yang sombong dan masing-masing mengabaikan yang lain.

   Dalam ayat-ayat yang mengikuti bagian pendahuluan (11:20-26), jelas bahwa peristiwa di mana perpecahan itu terjadi adalahjamuan makan biasa yang mencakup tindakan-tindakan simbolis danpengucapan kata-kata penting. Peristiwa perjamuan ini kemudiandikenal dengan nama agapa, atau perjamuan kasih (lihat Yudas 12;II Petrus 2:13). Hal yang seharusnya paling penting kasih yangsaling mempedulikan yang didasarkan pada kematian pengorbananKristus tidak ada, "Apabila kamu berkumpul, kamu bukanlahberkumpul untuk makan perjamuan Tuhan" (I Korintus 11:20).Sebaliknya, mereka makan dan minum dengan cara yangindividualistis dan mementingkan diri sendiri (11:21). Beberapaorang, yang jelas lebih kaya di antara mereka, telah membelimakanan lebih dulu dan tanpa menunggu yang lainnya makan makananitu. Bahkan ada yang minum anggur secara berlebihan. Semua initerjadi sementara anggota-anggota persekutuan yang lebih miskin,yang hanya dapat membawa sedikit makanan atau tidak dapat membawaapa-apa, menjadi malu (I Korintus 11:22). Bukannya membagikanmakanan dari kelimpahan mereka (seperti yang telah dilakukan olehorang Kristen di Yerusalem, Kisah Para Rasul 4:32), merekabersikap seolah-olah mereka berada di rumah mereka sendiri. Bukanmakanan Per jamuan Tuhan yang mereka makan, melainkan makananmereka sendiri!

   Setelah mengungkapkan secara jelas kebiasaan yang salahdalam perjamuan kasih mereka, yang digambarkannya "menghinakanJemaat Allah" (I Korintus 11:22), Paulus mengingatkan mereka akankata-kata yang diucapkan Yesus pada perjamuan makan-Nya yangterakhir dengan murid-murid-Nya (11:23-25). Dalam ucapan-Nyatersebut, yang secara simbolis digambarkan dengan roti yangdipecah-pecahkan dan anggur yang dituangkan, Yesus menjelaskanarti hidup dan kematian-Nya: yaitu untuk mereka (11:24); sebuah

perjanjian yang baru telah dimeteraikan melalui pengorbanandarah-Nya (11:25); mereka telah menjadi anggota dari masyarakatperjanjian yang baru, seperti yang sudah dikatakan Paulussebelumnya ("Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipunbanyak, adalah satu tubuh" I Korintus 10:17). Pada saat merekamakan dan minum, dan mendengar kata-kata Allah, mereka harus"mengingat"-Nya. Makanan dan minuman itu harus menjadi pernyataandan pemberitaan pengorbanan Tuhan (11:26).

   

   Beberapa komentator memahami penekanan pada ungkapan"mengingat Tuhan" dan "memberitakan" pelayanan-Nya yang penuhpenderitaan bagi kita sebagai panggilan khusus untuk menjadimurid dan meneladani Yesus. Berdasarkan pengajaran Paulus dalamsurat-suratnya yang lain (misalnya, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih, dan hiduplah didalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamudan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita" Efesus 5:1), jelasinilah yang diinginkan Paulus dari orang beriman di Korintus.Sebaliknya, mereka makan roti Tuhan dan minum cawan Tuhan "dengancara yang tidak layak" (I Korintus 11:27).

   Jadi masalahnya bagi Paulus bukanlah "kelayakan" individu.Jika itu masalahnya, tidak seorang pun akan 'tayak." Tetapi,mereka mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus dengan cara yangtidak layak, memalukan seluruh jemaat, dengan tindakan yang tidakdikendalikan oleh kasih untuk saudara-saudara seiman yangmembutuhkan. Dengan tindakan ini, mereka "berdosa terhadap tubuhdan darah Tuhan" (I Korintus 11:27).

   Kata-kata "berdosa terhadap" (Alkitab versi NIV) merupakanterjemahan dari kata Yunani enochos. Ungkapan ini terutamadigunakan sebagai istilah yang resmi, yang berarti "bertanggungjawab atas," atau "bersalah." Jadi tujuan Paulus adalahmengatakan bahwa orang-orang yang makan dan minum secara tidaklayak (dalam pengertian yang sama dengan di atas) bersalahterhadap kematian Kristus yang penuh pengorbanan. Dengan tingkahlaku mereka yang tanpa kasih, mereka menentang dan melawan tujuankematian Kristus, yaitu menciptakan masyarakat perjanjian baru

yang akan meneladani cara pelayanan yang baru demi kebaikan oranglain di tengah-tengah dunia yang terpecah dan rusak ini.

   Dalam konteks keprihatinan Paulus dan pemahaman arti agapamereka inilah nasihat untuk "menguji diri sendiri" (11:28)  dan"mengakui tubuh Tuhan" dengan benar (11:29) harus dipahami.Jemaat Korintus harus menguji dirinya sendiri sehubungan denganmotivasi mereka dalam mengambil bagian dalam perjamuan itu:Apakah mereka memikirkan orang lain atau mementingkan dirisendiri?

   Beberapa naskah Yunani yang paling kuno dan paling baiktidak menggunakan kata 'Tuhan" dalam ayat ini. Karen itu mungkinsaja surat Paulus yang asli berbunyi, "mengakui tubuh." Tetapiyang manapun yang benar, konteks bacaan menunjukkan bahwa Paulusberbicara tentang sebuah realitas yang dalam bacaan-bacaan laindisebutnya sebagai "tubuh" atau "satu tubuh" atau "tubuh Kristus"(lihat I Korintus 10:17; 12:12-13, 27; Efesus 2:16; 3:6; 4:4;Kolose 1:18). Tidak mengenal tubuh (atau tubuh Tuhan) berartisecara fundamental tidak memahami hakikat masyarakat Kristen danmelakukan tindakan-tindakan yang merusak semangat, kehidupan dankesaksiannya. Sikap inilah yang akan mendapat hukuman Allah,karena menyakiti tubuh Kristus berarti menentang tujuan Allah,yang man demi tujuan itu tubuh Tuhan hancur dan darah-Nyatercurah.

  

 

   

BAB 26

Apakah Kita Semua Harus Berkata-Kata dengan Bahasa Roh?

Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih daripadaitu,

supaya kamu bernubuat.   I KORINTUS 14:5

  

Ucapan Paulus dalam I Korintus 14:5 dan pembahasan sekitarnyamengenai kehadiran dan fungsi karunia-karunia rohani dalam diriorang-orang beriman telah menimbulkan banyak pertanyaan: Apakedudukan "bahasa roh" di dalam jemaat? Apakah orang-orang yangtelah mendapatkan karunia rohani ini menjadi orang Kristen yanglebih saleh, lebih terbuka terhadap pekerjaan Roh Kudus,dibandingkan mereka yang belum mendapatkannya? Apakah Paulusbermaksud mengatakan bahwa semua orang Kristen harus mendapatkankarunia ini? Atau sebaliknya semua orang harus berpartisipasidalam pekerjaan nubuat, dan memberikan tempat yang tidak pentinguntuk "berkata-kata dengan bahasa roh"?

   Beberapa orang Kristen, atas dasar teks ini dan teks-tekslainnya, merasa lebih tinggi, atau lebih lengkap, karena merekamemiliki karunia bahasa roh, dan bersama-sama Paulus berharapbahwa saudara-saudara seiman mereka dapat memiliki pengalamanyang sama ini. Orang-orang Kristen lainnya, atas dasar teks yangsama, menganggap glossolalia ini (dari bahasa Yunani glossai“lidah") perwujudan dari iman yang primitif dan tidak dewasa, danmenganggap ketiadaan karunia atau pengalaman ini sebagai tandakedewasaan yang lebih besar. Yang lainnya lagi, melihat iman yangbersemangat dan antusias, dan juga kesaksian dari beberapa orangyang memiliki karunia berkata-kata dengan bahasa roh, merasabahwa mereka tidak berjalan seiring dengan Roh Allah dan sungguh-sungguh merindukan atau mencari pengalaman Roh yang akanmenimbulkan semangat pada iman yang statis.

   Masalah di atas, yang sedikit banyak sudah ada di sebagiangereja sepanjang sejarah gereja telah muncul kembali akhir-akhirini dalam sebuah bentuk yang dikenal dengan nama gerakankharismatik (dari kata bahasa Yunani charisma "karunia"). Karenagerakan ini telah masuk ke dalam semua golongan gereja danmempengaruhi orang-orang beriman dalam hampir semua tradisiKristen, kita sangat perlu mengerti ucapan Paulus yang sulit ini.

   Sebuah definisi singkat tentang istilah-istilah yangdigunakan oleh Paulus akan bermanfaat. Dua aktivitas yangdipertentangkan dalam ucapan sulit ini adalah "berkata-kata

dengan bahasa roh" dan "bernubuat." Fenomena "bahasa roh" yangdinyatakan oleh Paulus sebagai karunia (bahasa Yunani, karisma)dari Roh Kudus ini (I Korintus 12-14) harus dibedakan secarajelas dari fenomena yang menyertai pencurahan Roh Kudus pada hariPentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-12).

   Dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus memampukan murid- muridYesus untuk "berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain" (glossalKisah Para Rasul 2:4, 11) sedemikian rupa sehingga parapendengarnya, yang terdiri dari orang-orang dari berbagaikelompok bahasa di seluruh daerah Yunani Roma, mendengar   mereka berbicara mengenai kabar baik tentang Yesus (Kisah ParaRasul 2:6, 8) dalam bahasanya masing-masing (bahasa Yunani,dialekton "dialek/bahasa"). Di sini jelas terjadi pernyataan danpendengaran yang penuh keajaiban di mana artinya yang jelasterungkap dan diterima pendengar. Penafsiran Paulus tentangfenomena ini juga menunjukkan bahwa hal tersebut harus dimengertisebagai pernyataan yang jelas tentang kebesaran Allah. lamengutip nubuat dalam Yoel 2:28-32, di mana pencurahan Roh Kudusitu menimbulkan nubuat (Kisah Para Rasul 2:17-18).

   Di Korintus, di pihak lain, fenomena bahasa roh yangdirisaukan Paulus diidentifikasi sebagai "bahasa yang tidakdimengerti": tidak seorang pun mengerti hal ini (I Korintus14:2); bahasa ini periu ditafsirkan jika ingin membangun jemaat(14:5); bahasa ini dikontraskan dengan "kata-kata yang jelas"(14:9, 19) dan "banyak macam bahasa ... tidak ada satu pun diantaranya yang mempunyai bunyi yang tidak berarti" (14:10);bahasa ini tidak mencakup akal budi (14:14); orang lain tidaktahu apa yang dikatakan (14:16).

   Paulus membandingkan karunia "bahasa roh" ini dengankarunia "nubuat." Kita harus berhati-hati sejak awal untuk tidakmemberikan gagasan yang terbatas pada kata nubuat. Kata ini tidakhanya berarti "meramalkan masa yang akan datang." Nubuat kadang-kadang mencakup unsur peramalan ini (baik di antara nabi-nabiPerjanjian Lama maupun nabi-nabi Kristen), tetapi aspek ini tidakeksklusif ataupun utama. Nabi-nabi Israel terutama menujukanFirman Allah pada kenyataan yang sekarang. Ini juga merupakan

aspek utama dari pemberitaan Injil dalam KeKristenan awal yangmula-mula.

   Dalam Kisah Para Rasul, nubuat Yoel (bahwa "anak-anakmulaki-laki dan perempuan akan bernubuat" Kisah Para Rasul 2:17-18) terpenuhi dalam pernyataan tentang apa yang telah dilakukanAllah dalam Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2:22-36).

   Dalam I Korintus 11, berdoa dan bernubuat dibicarakansebagai dua aspek khas dari orang Kristen dalam ibadah jemaat.Doa ditujukan kepada Tuhan, sedangkan nubuat berarti menujukanFirman Tuhan kepada jemaat yang beribadah. Dalam I Korintus14:19-33, aktivitas nabi-nabi Kristen diartikan menyampaikan isiwahyu ilahi kepada jemaat demi pengajaran dan dorongan. Tujuanperkataan nabi ini sangat penting dalam kontras antara nubuatdengan berkata-kata dalam bahasa roh, yaitu untuk membangun,menasihati, dan menghibur (I Korintus 14:3).

   Kita dapat meringkas perbedaan di atas sebagai berikut:Paulus memahami "bahasa roh" sebagai ucapan yang bersemangat danpenuh gairah, tetapi tidak jelas tanpa tafsiran. Tempatnya yangasli dan sesuai adalah dalam doa (I Korintus 14:2, 16). lamemahami "nubuat" sebagai pernyataan wahyu yang bersemangat(mungkin mencakup Injil, yaitu tindakan Allah di dalam Kristus,dan pengungkapan yang lebih jauh dari tujuan Allah berdasarkankejadian itu), yang disampaikan pada gereja dalam bentukperkataan yang jelas untuk pertumbuhannya yang terus-menerus.Dengan latar belakang dan definisi ini kita sekarang siap untukmengikuti argumentasi Paulus tentang ucapan yang sulit ini.

   Konteks yang lebih luas terdapat sebelum bab 12-14, dimana Paulus membicarakan masalah-masalah dalam kehidupanmasyarakat gereja, khususnya dalam konteks ibadah. Prinsip yangutama dan pokok untuk tindakan Kristen adalah prinsip kemajuanrohani. Semua kehidupan dan tindakan Kristen seharusnya diaturoleh pertanyaan: Apakah ini bermanfaat bagi orang lain? Apakahhal ini menimbulkan keselamatan dan/atau pertumbuhan iman mereka?Apakah ini baik untuk mereka? (I Korintus 8:1, 9, 13; 9:12, 19-22; 10:23-24, 31-33; 11:21, 33). Prinsip ini terus berlanjut

sebagai lintasan pedoman dalam pembahasan Paulus tentangkedudukan dan fungsi karunia rohani dalam I Korintus 12-14.

  Fokus dari pembahasan tersebut adalah manfaat relatif dari"bahasa roh" dan "nubuat" (bab 14). Tetapi Paulus menggunakan"nubuat" untuk membahas apa yang nampaknya merupakan masalah intidi Korintus: sikap meninggikan karunia berkata-kata dengan bahasaroh sedemikian rupa sehingga karunia-karunia lainnya dan jugaorang-orang yang memiliki karunia itu diremehkan. Orang-orangyang menggunakan bahasa roh jelas melihat karunia ini sebagaitanda kerohanian yang lebih tinggi. Pandangan semacam inibiasanya muncul secara alamiah di antara sekelompok orang berimandi Korintus yang merasa yakin bahwa mereka telah dibebaskan darisemua hubungan tanggung jawab dan masalah etika praktis (lihatpembahasan tentang "orang-orang yang tinggi rohani" di Korintusdalam bab 15-17 di atas).

   Dalam ibadah, orang-orang yang tinggi rohani ini merasabangga dalam fenomena wahyu sebagai pengesahan terakhir bahwamereka bebas dari eksistensi yang terikat pada bumi, termasukkata-kata yang rasional dan jelas. Pertanyaan Paulus kepadamereka dalam hal ini, seperti juga pertanyaan yang lebih awalsehubungan dengan masalah lain, adalah: Bagaimana peranan karuniaini untuk keselamatan atau untuk membangun orang lain, dan bukanhanya diri sendiri? (I Korintus 14:4).

   Dasar untuk mengatasi masalah ini dijelaskan dengan telitidalam bab 12-13. Singkatnya, pemikiran Paulus berkembang sebagaiberikut: Ada bermacam-macam karunia untuk orang beriman, tetapisemuanya itu berasal dari Roh Allah (I Korintus 12:4-6).Implikasinya adalah tidak seorang pun memiliki alasan untukmerasa bangga! Perwujudan dari Roh yang satu ini dalam bermacam-macam karunia itu adalah demi kepentingan bersama (I Korintus12:7). Jadi, dimilikinya karunia khusus itu bukanlah demikeuntungan pribadi seseorang. Rohlah yang menentukan bagaimanakarunia itu dibagikan (I Korintus 12:11). Karena itu, pemilikdari satu karunia tertentu tidak mempunyai alasan untuk merasalebih disukai secara khusus atau dalam pengertian tertentu lebihtinggi daripada seseorang yang tidak memiliki karunia yang sama.

   Rangkaian pemikiran ini kemudian ditunjang oleh gambaranjemaat sebagai tubuh Kristus, yang dibandingkan dengan anggotatubuh manusia yang hidup (I Korintus 12:12-27). Tujuannya yangutama adalah untuk menyatakan bahwa walaupun ada bermacam-macamorang dan karunia dalam gereja, tidak boleh ada perpecahan;masing-masing bagian harus memperhatikan bagian yang lainnya (IKorintus 12:25).

   Setelah menekankan penting dan absahnya semua anggotatubuh, dan juga karunianya yang bermacam-macam, Paulus kemudianmelanjutkan dengan menunjukkan bahwa sehubungan dengan prinsip-prinsip yang membimbing kehidupan dan tindakan Kristen yaitu agarorang-orang lain dapat diselamatkan dan dibangun beberapapanggilan dan karunia lebih utama, lebih mendasar dari yang lain,dan memberikan sumbangan yang lebih langsung dan besar terhadaptujuan itu.

   Walaupun Paulus memulai daftar panggilan dan karunia itudengan cara menyebutkan satu demi satu ("pertama rasul, keduanabi, ketiga guru" I Korintus 14:28), ia tidak melanjutkanpenyebutan itu pada daftar karunia yang tersisa. Pelayananrangkap tiga dari kata itu yaitu kesaksian Rasul yang mendasarbagi Injil, pemberitaan Injil nabi pada gereja, dan pengajarantentang arti dan implikasi praktis dari Injil jelas merupakanyang utama, sedangkan aktivitas-aktivitas lainnya yang ditandaioleh karunia-karunia itu (I Korintus 14:28) bersifat tergantungdan sekunder terhadap pelayanan tersebut. Penyebutan bahasa rohdi urutan terakhir tidak harus berarti bahwa karunia inilah yang"paling kecil" berdasarkan urutan hirarkisnya (karena kelimakarunia itu tidak diberi nomor). Lebih mungkin Paulusmenyebutkannya paling akhir karena bagi jemaat yang antusias diKorintus kata ini terletak paling atas. Tetapi, sudah jelas bahwa"bahasa roh" ini termasuk ke dalam sekelompok karunia yang satutingkat    lebih rendah daripada pelayanan nubuat. Hal iniditegaskan oleh kalimat penutup Paulus dalam Korintus 12:31,"Jadi berusahalah untuk memperoleh karunia-karunia yang utama."Dapat diduga dari lanjutannya dalam bab 14 bahwa pemberitaan nabi(khotbah) dan pengajaran adalah "karunia-karunia yang utama" itu.

   Desakan untuk memperoleh karunia-karunia yang utamadiikuti oleh panggilan menuju daya tarik yang lebih besar, "Danaku menunjukkan kepadamu jalan yang lebih utama lagi" (I Korintus12:31 "jalan yang lebih baik lagi," Alkitab versi RSV). Yanglebih baik lagi daripada berusaha memperoleh karunia- karuniayang lebih utama, menurut Paulus, adalah mengikuti jalan kasih (IKorintus 13:1). Karena, seperti ditunjukkannya dengan sangatmengesankan pada bab 13, karunia yang kecil maupun besar suatuhari akan lenyap. Tetapi kasih abadi. Paulus mungkinmengungkapkan panggilan yang luar biasa terhadap kasih ini karenaia mengetahui bahwa kasih itu secara murni ditujukan kepada oranglain dan akan menjadi kekuatan yang memberi semangat untukmencari karunia-karunia yang membangun orang lain. Karena itu"Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat" (I Korintus 14:1).

   Sekarang kita sudah siap untuk membahas secara khusushakikat, fungsi, dan manfaat relatif dari bahasa roh dan nubuat(di dalam ucapan yang sulit itu). "Bahasa roh" adalah bahasahati, yang ditujukan kepada Allah (I Korintus 14:2). "Nubuat"adalah kata-kata Allah yang ditujukan kepada manusia untukmenasihati dan menghibur (I Korintus 14:3). "Bahasa roh" padapokoknya merupakan masalah pribadi; bahasa roh ini membangun dirisendiri. "Nubuat" merupakan masalah umum, nubuat ini membangunjemaat (I Korintus 14:4).

   Paulus menegaskan perlunya dimensi pribadi dan jugadimensi umum dari karunia-karunia yang berlawanan tersebut ketikaia mengungkapkan harapannya agar mereka semua memiliki karuniabahasa roh, dan kemudian segera melanjutkan harapan itu denganharapan yang lebih besar, "tetapi lebih daripada itu, supaya kamubernubuat" (I Korintus 14:5). Pengalaman pribadi yangmenggairahkan, khususnya dalam keakraban hubungan doa seseorangdengan Allah, tidak seharusnya ditolak ("Janganlah melarang orangyang berkata-kata dengan bahasa roh" I Korintus 14:39). Paulusmengetahui nilainya dari pengalaman pribadi (I Korintus 14:18).Dalam konteks ibadah jemaat sekalipun, bahasa roh ini bisabermanfaat jika dijelaskan melalui penafsiran (I Korintus 14:5)sehingga orang-orang lain dapat "dibangun" (I Korintus 14:16-17).

   Karena "bahasa roh" itu dikenal sebagai karunia Roh dandiberikan oleh Roh Allah, Paulus dapat mengatakan, "Aku suka,supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh." Ini akanmerupakan bukti bahwa Roh bekerja di dalam diri mereka. Walaupundemikian, prinsip pelaksananya (yaitu demi kebaikan orang lain)membawanya tanpa syarat kepada pilihan terhadap pemberitaannubuat, 'Tetapi dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkanlima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga,daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh" (I Korintus 14:19).

   Analisa ini membawa kita pada ringkasan kesimpulan sebagaiberikut: Tidak satupun karunia roh bersifat mutlak; hanya kasihyang mutlak. Karena itu, memiliki atau menggunakan karunia yangmanapun bukan merupakan tanda kedewasaan rohani. Seorang yangberiman harus terbuka terhadap karunia roh dan jika merekamenerimanya, mereka harus menggunakannya dengan rasa syukur danrendah hati. Setiap pencarian karunia tertentu secara sungguh-sungguh harus dipimpin oleh keinginan untuk melibatkan diri dalammembangun jemaat sehingga seluruh umat Allah benar-benar dapatmenjadi alternatif ilahi bagi masyarakat manusia yang sudahrusak.

   

 

 

BAB 27

Berdiam Diri dalam Pertemuan-Pertemuan Jemaat

Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harusberdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat.   I Korintus 14:33-34

 

   I Korintus 14:33-34 menimbulkan beberapa masalah kritisbagi para pembaca Alkitab yang berusaha untuk menjadi pengikut

Kristus yang setia dan juga penafsir yang tepat dari seluruhperkataan Allah yang diungkapkan dalam Kitab Suci.

   Pertama, serangkaian pertanyaan ditimbulkan bagi kita olehteks itu sendiri dan kata-kata yang mengikutinya dalam ayat 34-35: Apakah Perjanjian Baru secara keseluruhan menunjukkan bahwaperempuan secara rutin tidak diperbolehkan untuk berpartisipasisecara lisan dalam ibadah Kristen? Mengapa mereka tidak diijinkanuntuk berbicara? "Hukum" manakah yang dimaksudkan dalam ayat 34?Apa hubungan antara kata "menundukkan diri" dan "berdiam diri"?

   Rangkaian pertanyaan yang kedua ditimbulkan oleh hubunganantara ucapan yang sulit ini dengan konteks Alkitab yang lebihluas. Bagaimana Paulus dapat mengatakan lebih awal dalam suratini bahwa para perempuan harus memakai tudung ketika berdoa danmemberitakan Injil (11:3-16), dan kemudian dalam surat yang samamelarang partisipasi perempuan secara lisan? Selanjutnya,bagaimana kita harus memahami kesenjangan yang jelas antaralarangan ini dengan begitu banyaknya contoh partisipasi perempuansecara aktif dalam kehidupan ibadah jemaat Kristen pada jamanitu?

   Sebuah tinjauan tentang materi ini dengan judul "KonteksBacaan-Bacaan dalam Alkitab" dalam bagian pendahuluan buku iniakan bermanfaat sementara kita mulai membahas masalah yang adadalam ucapan yang sulit ini.

   Teks yang sedang kita bicarakan ini terletak pada bagianpenutup sebuah bacaan yang panjang (bab 11-14) di mana Paulusmembahas situasi yang bermasalah dalam konteks ibadah. la telahmembahas kebiasaan yang pantas untuk laki-laki dan perempuanketika berdoa dan bernubuat (11:2-16); dan kebiasaan-kebiasaanyang salah dalam Perjamuan Malam (11:17-34); dan akhirnyahakikat, fungsi, penggunaan dan penyalahgunaan karunia-karuniaroh (12-14), dengan pemikiran khusus pada fenomena "berkata-katadengan bahasa roh" dan "nubuat" (14:1-25).

   Jelas dari konteks langsung (14:26-40) ucapan sulit diatas (14:33-34), bahwa sikap meninggikan dan memuja bahasa rohdari beberapa golongan dalam gereja (lihat bab 26 di atas)

menimbulkan ketidakteraturan dan kekacauan dalam ibadah. Karenaitu ketika membicarakan jemaat yang berkata-kata dengan bahasalidah (ayat 27-28), Paulus memerintahkan keteraturan: merekaharus berbicara "seorang demi seorang." Bahasa roh itu harusditafsirkan (ayat 27), karena tanpa penafsiran hal itu akanmengacaukan para pendengar dan membuat mereka bertanya-tanyaapakah orang-orang yang berbicara itu sudah gila (14:23). Tanpaseorang penafsir, "hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuanJemaat" (14:28). Ketika berbicara tentang jemaat yang memilikikarunia untuk bernubuat tentang Injil (14:29-33), keprihatinannyaterhadap keteraturan dalam ibadah juga nampak jelas. Mereka harusberbicara "secara bergiliran," tidak bersamaan. Tujuan darikomunikasi lisan adalah "membangun jemaat" (14:26) melaluipengajaran dan penguatan setiap orang (14:31). Tujuan tersebut,menurut Paulus, hanya dapat dilaksanakan jika ada keteraturandalam jemaat, "Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapidamai sejahtera" (14:33; lihat juga 14:40).

   Semua hal di atas menunjukkan bahwa Paulus berurusandengan kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam ibadah yangmenghalangi tujuan Allah dan karena itu perlu diperbaiki. Dalamkeadaan semacam ini, teks kita nampaknya tergolong ke dalamkategori "teks korektif" yang tujuannya terfokus pada keadaanlokal. Karena itu ucapan Paulus, "perempuan-perempuan harusberdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat" nampaknya memilikimakna kuasa ("Apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan"14:37) untuk situasi khusus di Korintus (dan juga situasi-situasiserupa; misalnya, teks yang dibicarakan pada I Timotius 2:11-12).Karen itu kita harus berhati-hati untuk tidak melompat padakesimpulan bahwa perintah Paulus ini memiliki implikasi untuksemua perempuan dalam semua jemaat.

   Dukungan untuk pembatasan di atas berasal dari tulisan-tulisan Paulus yang lain dan kebiasaan-kebiasaan di jemaat mula-mula yang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan secara lisandalam hal ibadah dan peran pengajaran atau kepemimpinan lainnyaditerima dan diakui. Paulus sendiri dalam suratnya yang samamenyatakan keabsahan dan kelayakan perempuan sebagai partisipanpenuh dalam doa jemaat dan pemberitaan Injil (11:5, 13). Yang

menurut Paulus tidak benar dan tidak dapat diterima adalah merekamelibatkan diri dalam aktivitas ini tanpa tudung kepala, karenapenolakan terhadap  norma budaya/agama ini bisa menciptakanpenghalang yang besar. Paulus bahkan menyatakan dalam konteks itubahwa "Jemaat-Jemaat Allah" tidak mempunyai kebiasaan yangdemikian (11:16), yaitu, kesesuaian tudung kepala bagi perempuan-perempuan yang berdoa dan bernubuat dalam jemaat.

   Jika Paulus yakin bahwa perempuan harus berdiam diri dalamjemaat dalam pengertian yang menyeluruh dan universal, ia tidakakan menghabiskan begitu banyak waktu (bab 11) untukmemberitahukan kepada perempuan apa yang harus mereka lakukandengan kepala mereka; ia hanya akan melarang mereka berdoa danbernubuat dalam pertemuan-pertemuan jemaat (Catatan: Teks-teksPerjanjian Baru lainnya yang berkaitan dengan peranan perempuandalam jemaat pada jaman itu akan dibahas sehubungan dengan ucapanyang sulit dalam I Timotius 2:11-12).

   Pandangan Paulus yang lebih luas yang mengakui danmembenarkan partisipasi perempuan yang besar dalam jemaat,didukung dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya. Jadipemberitaan "perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah"(yaitu, pekerjaan penebusan-Nya di dalam dan melalui Yesus dariNazareth Kisah Para Rasul 2:11, 22-36) dalam khotbah PentakostaPetrus ditafsirkan sebagai pemenuhan nubuat dalam Yoel 2:28-29,yaitu bahwa pada hari-hari terakhir, karena wahyu dari Roh Allahyang tercurah, "Anak-anakmu laki-laki dan perempuan akanbernubuat ... Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki danperempuan, akan kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu, dan merekaakan bernubuat" (Kisah Para Rasul 2:17-18). Sehubungan dengankata-kata nubuat ini dan dimulainya pemenuhan nubuat tersebutpada hari Pentakosta, Lukas menyebutkan dengan sebenarnya bahwapenginjil Filipus mempunyai empat anak perempuan yang melibatkandiri dalam pelayanan nubuat kabar baik (Kisah Para Rasul 21:8-9).

   Berdasarkan bukti bahwa perempuan-perempuan dalam jemaatyang mula-mula digerakkan oleh Roh Kudus untuk melibatkan diridalam pelayanan Firman berdampingan dengan laki-laki, kita tidakmungkin memahami perintah Paulus ini sebagai perintah yang tegasyang dimaksudkan untuk semua gereja di segala tempat sepanjang

waktu. Sebaliknya, perintah ini harus dimengerti dalam konteksnyasendiri (dan konteks-konteks serupa "dalam semua Jemaat orang-orang kudus" I Korintus 14:34), sebagai pembahasan sebuah masalahdi Korintus yang perlu dipecahkan.

   Kita telah melihat di atas bahwa masalahnya yang khususadalah kekacauan, kurangnya keteraturan, dan kebingungan dalamibadah jemaat. Situasi ini jelas disebabkan oleh pengungkapankarunia bernubuat dan berbahasa roh secara tidak benar (14:26-31). Jadi mungkin sekali nasihat untuk berdiam diri ini sedikitbanyak berkaitan dengan partisipasi perempuan dalam penggunaankarunia-karunia ini secara tidak benar. Mungkin perempuan-perempuan dalam jemaat Korintus, karena pengalaman Injil yangmembebaskan dari segala macam ikatan budaya dan agama, berdiri digaris terdepan dan berkata-kata dengan bahasa roh yang tidakditafsirkan (glossolalia) dan melakukan pemberitaan nubuat yangantusias, tanpa memberikan kesempatan kepada yang lain. Beberapaorang mungkin terus berbicara sementara yang lainnya bernubuat,menimbulkan kekacauan yang hiruk-pikuk di mana tidak seorang pundapat "diajar dan dikuatkan."

   Adanya kaitan antara para perempuan yang diminta untukberdiam diri dengan pengungkapan bahasa lidah dan nubuat yangtidak teratur ini didukung oleh dua rangkaian kalimat yangparalel dalam teks kita. Tentang jemaat yang berkata-kata denganbahasa roh tanpa penafsiran, Paulus mengatakan, "hendaklah merekaberdiam diri" (14:28). Kemudian, dalam I Korintus 14:34, iamenggunakan kata-kata yang tepat sama, "perempuan perempuan harusberdiam diri dalam pertemuan-pertemuan jemaat." Variasiterjemahan dalam versi MV tidak mencerminkan bahwa kata kerjabahasa Yunaninya (sigao) sama.

   Kedua, dalam membicarakan masalah bahasa nubuat yang tidakteratur (14:29-32), Paulus sekali lagi mendorong beberapa oranguntuk berdiam diri sehingga yang lainnya dapat berbicara.Terjemahan Alkitab versi NIV "yang pertama harus berdiam diri"(14:30) sekali lagi tidak mengungkapkan bahwa kata kerja sigao("tetap diam") digunakan di sini. Tetapi yang lebih penting,ketika memberitahukan kepada para nabi dalam jemaat untukmenyadari bahwa mereka saling tergantung, Paulus mengatakan,

"Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi" (14:32). Kata bahasaYunani yang diterjemahkan menjadi "takluk kepada" adalahhypotasso. Kata ini sama dengan yang digunakan Paulus dalam IKorintus 14:34, di mana ia melanjutkan nasihatnya agar berdiamdiri (berdasarkan Alkitab versi MV) dengan kata-kata, "merekaharus menundukkan diri." Dengan kata lain, para nabi harusmenundukkan diri kepada nabi-nabi lain (dan dengan demikianmereka menundukkan diri satu kepada yang lain) di dalam jemaat.

   Jika perempuan secara menyolok berada dalam kelompok nabiyang dikesampingkan sebagai nabi-nabi yang "tidak teratur," makadalam I Korintus 14:34 Paulus mungkin berbicara kepada merekasecara khusus sehubungan dengan masalah tunduk kepada nabi-nabilain ini demi timbulnya damai sejahtera (14:32- 33). Kesejajarandalam perintah untuk "berdiam diri" dan "tunduk" ini memberikankesan yang kuat bahwa masalah partisipasi yang tidak teraturdalam pemberitaan nubuat dan bahasa roh sangat menonjol di antaraperempuan-perempuan yang beriman di Korintus, dan dalam kaitandengan konteks inilah nasihat-nasihat Paulus harus dimengerti.

   Satu masalah lagi membutuhkan perhatian kita. Apa yangdimaksud dengan "Hukum Taurat" yang mendasari perintah untuktunduk itu (14:34)? Dengan mengasumsikan bahwa ketaatan yangdigambarkan ini adalah ketaatan kepada laki-laki atau suami didalam jemaat, beberapa orang meneliti Perjanjian Lama yangmungkin mendasari perintah itu. Teks paling umum yang dikutipdari "Hukum Taurat" adalah Kejadian 3:16. Dua faktor bertentangandengan anggapan ini. Dimana pun Paulus berbicara tentang hubunganantara laki-laki dan perempuan, ia tidak pernah menyebutkanbacaan ini. Selain itu, jelas dari konteks Kejadian 2-3 bahwa isiKejadian 3:16, "Engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akanberkuasa atasmu" tidak menyatakan rancangan Allah mengenai"kepemimpinan laki-laki" melainkan pernyataan keadaan yangterkutuk karena dosa. Tentu saja Paulus mengetahui bahwapekerjaan penebusan Kristus membebaskan umat manusia dari kutukanFirdaus.

   Beberapa orang melihat bahwa pernyataan Paulus ("sepertidikatakan oleh Hukum Taurat") mengacu kepada norma-norma Yahudidan kafir yang membatasi partisipasi perempuan dalam jemaat, dan

pembatasan ini terjadi dalam konteks budaya dimana laki-lakidominan. Tetapi Paulus menggunakan kata "tunduk" tanpa mengatakan"kepada siapa." Dengan demikian dugaan bahwa hal ini berartilaki-laki/suami mungkin tidak benar. Paulus lebih mungkin kembalikepada pernyataan bahwa "karunia nabi takluk kepada nabi-nabi."(14:32). Pertanyaan "tunduk kepada siapa atau apa?" kemudian akanterjawab dalam konteksnya: nabi lain, atau prinsip tatanan yangberasal dari Allah (14:33).

   Prinsip Paulus yang berlaku untuk kehidupan jemaat danibadah itu tetap. Apapun yang menghalangi gerakan Injilmenimbulkan kekacauan dan bukan pertumbuhan, mengganggu danbukannya mendorong atau menguatkan, menguntungkan diri sendiridan mengorbankan orang lain semua ini bertentangan dengan tujuanAllah. Dan selama perempuan-perempuan di Korintus dan di jemaatmanapun menggunakan karunia mereka  bertentangan dengan tujuanAllah, perintah untuk berdiam diri merupakan kata yang tepat danberkuasa. Prinsip yang mendasari perintah itu memiliki kuasa ataslaki-laki maupun perempuan di semua jemaat.

   

 

 

BAB 28

Baptisan untuk Orang Mati

Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagiorang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau

dibaptis

bagi orang-orang yang telah meninggal?   I KORINTUS 15:29

  

   Dari cara Paulus yang agak langsung dalam mendiskusikanbaptisan untuk orang mati, nampaknya bagi dia maupun parapembacanya tata cara atau kebiasaan "dibaptiskan untuk (atau

tepatnya, 'demi kepentingan') orang mati jelas tetapi jugamembingungkan bagi kita. Apa maksud Paulus membicarakan kebiasaansemacam ini? Apa arti dan tujuan dari kebiasaan ini? ApakahPaulus menyetujui atau tidak menyetujuinya?

   Pertama-tama kita bicarakan konteks di mana teks inimuncul. Dalam bab 15, Paulus memberikan pernyataan yang panjanglebar bagi kebangkitan Kristus maupun kebangkitan orang mati dimasa yang akan datang. Pernyataan ini menunjukkan bahwa di antarajemaat Kristen di Korintus, ada beberapa orang yang menyangkalkonsep kebangkitan. Penyangkalan semacam ini tampaknya munculdari pandangan tentang realitas yang menolak keindahan kehidupanjasmani dan menyatakan bahwa hanya roh atau jiwa manusia (aspekyang tidak bersifat jasmani) yang merupakan sasaran penebusan.Jadi di antara jemaat yang mementingkan perkara rohani diKorintus ada "orang-orang yang cabul", bagi mereka realitas yangkongkrit dan bersifat jasmani, termasuk hubungan seks, tidakmemiliki arti; bagi mereka, segala sesuatu diperbolehkan (Lihatpembahasan tentang akibat pandangan semacam itu dalam bab 15-17).Pembahasan Paulus tentang kebangkitan merupakan jawaban terhadappertanyaan- pertanyaan yang muncul dalam jemaat karena pandanganyang terlalu mementingkan masalah rohani ini.

   Ucapan Paulus yang bernada penyesalan diungkapkan dalamsatu rangkaian argumentasi "jika/maka": Kalau tidak adakebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan(15:13). Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialahpemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu (15:14, 17)dan orang-orang yang mati dalam Kristus menjadi binasa (15:18).Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka "marilah kita makan danminum, sebab besok kita mati" dan itulah akhir segalanya (15:32).

   Teks kita merupakan bagian dari rangkaian argumentasi ini.Walaupun bahasa Yunani dari bagian pertama ayat 29 tidak berisikata-kata "tidak ada kebangkitan" (seperti pada Alkitab versiNIV; bandingkan NASB, RSV), kata depan epei ("jika tidak") jelasmembawa pengertian ini dari rangkaian kata "jika tidak/maka"sebelumnya, dan juga dari bagian terakhir ayat 29, "Kalau orangmati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa ...?"

   Terlepas dari masalah hakikat dan arti kebiasaan tersebutdan sikap Paulus terhadapnya, kekuatan argumentasi ini jelas:Jika tidak ada kebangkitan, jika orang mati tidak dibangkitkan,apa artinya upacara di mana orang dibaptiskan bagi orang mati?Apakah mereka yang menjalani upacara ini tidak akan terlihatsebagai orang tolol jika sesungguhnya tidak ada kebangkitan?Tidak masalah khasiat apa yang diyakini timbul dari baptisansemacam ini, seluruh usaha ini benar-benar membuang-buang   tenaga dan waktu! Inti dari pernyataan Paulus ini tentu sajakontradiksi antara keyakinan dan kebiasaan mereka tersebut.Mereka yakin bahwa tidak ada kebangkitan; tetapi dalam prakteknyamereka mengingkari keyakinan itu.

   Apa praktek tersebut dan apa tujuannya? Pembahasanbaptisan bagi orang mati dalam I Korintus 15:29 merupakan sesuatuyang unik dalam Perjanjian Baru. Penyebutannya di sinimenunjukkan bahwa baptisan ini dipraktekkan oleh beberapa orangKristen di Korintus (atau secara umum oleh jemaat secarakeseluruhan). Tidak disebutkannya hal ini dalam teks-teksPerjanjian Baru lainnya, barangkali menunjukkan bahwa ini bukankebiasaan yang umum. Kebiasaan yang memiliki beberapa persamaandengannya muncul dalam kelompok-kelompok sesat abad kedua danketiga dan mungkin merupakan perkembangan dari kebiasaan yangdisebutkan oleh Paulus. Tetapi kebiasaan tersebut tidakbermanfaat untuk menentukan apa yang diingin-kan orang-orangberiman di Korintus dengan upacara ini.

   Sedikitnya bukti telah menimbulkan banyak penafsiran, yangbeberapa di antaranya aneh dan sangat spekulatif (misalnya,kebiasaan ini adalah pelaksanaan baptisan di kubur orang mati).Walaupun demikian, pembacaan teks secara jelas barangkali akanmemberi kita dua kemungkinan saja: (1) Beberapa orang Kristen diKorintus (barangkali orang-orang yang telah mengalami baptisan)menjalankan upacara itu bagi keluarga atau teman-teman yang sudahmeninggal; (2) upacara itu dilakukan untuk orang Kristen yangsudah meninggal sebelum baptisan itu dilaksanakan. Kemungkinanyang kedua ini tentunya sesuai dengan suatu masa dalam sejarahgereja di mana seseorang yang mengakui iman kepada Kristus

menjalani masa "percobaan" selama setahun sebelum merekadibaptiskan dan menjadi anggota penuh dari persekutuan Kristen.

   Baptisan bagi mereka akan merupakan demonstrasi yang nyatabahwa orang yang sudah meninggal telah mengambil bagian dalamkematian Kristus yang menebus, dan karena itu akan dibangkitkanoleh Allah. Hal yang bertentangan dengan kemungkinan kedua iniadalah bukti Perjanjian Baru bahwa pada abad-abad permulaanbaptisan pada umumnya langsung dilaksanakan sesudah seseorangberiman kepada Kristus (misalnya, Kisah Para Rasul 2:37-41; 8:34-38; 10:44-48; 16:29-33). Tetapi mungkin juga pada jaman itu,karena lingkungan atau penyakit atau wabah yang besar, banyakorang beriman mati sebelum baptisan dilaksanakan.

   Dalam hal pengertian dan tujuan dari kebiasaan ini,pemilihan kata-kata yang digunakan memberikan kesan penting yangkhusus. Orang-orang yang menjalani upacara "bagi" orang matipasti memegang keyakinan bahwa melalui tindakan ini kebangkitanmereka akan terjamin. Jika pandangan kedua yang disebutkan diatas kita gunakan, maka baptisan bagi orang mati (tetapi belumdibaptis) dapat dimengerti sebagai perayaan dan tanda yang nyatabahwa orang-orang yang sudah mati ini melalui iman mereka telahmengambil bagian dalam kematian Kristus yang menebus, dan karenaitu akan mengambil bagian juga dalam kebangkitan. Dalampengertian ini, kebiasaan tersebut pasti tidak melanggarpemahaman Paulus sendiri mengenai arti baptisan, dan ia mungkintidak akan menolak kebiasaan itu. Menurut Roma 6, bagi Paulusbaptisan merupakan pengungkapan kematian dan kebangkitan kembalisecara dramatis: pertama-tama, kematian atas dosa dan kebangkitankepada hidup yang baru, tetapi juga partisipasi di dalam kematiandan kebangkitan Kristus melalui iman; dan akhirnya, pernyataanyang penuh kuasa dari kemenangan atas maut dalam kebangkitanakhir.

   Tetapi, jika baptisan tersebut dilakukan bagi orang yangtidak beriman, maka jemaat Kristen yang melakukan baptisan inipasti mempunyai pandangan tentang hakikat dan keefektifanbaptisan yang lain dengan pandangan Paulus. Pandangan semacam ini(beberapa orang menyebutnya sakramental; yang lain menyebutnyamagis) menganggap upacara baptisan itu sebagai sesuatu yang

sangat efektif sehingga manfaatnya akan bertambah untuk orangyang dibaptis itu. Orang yang mati itu akan dianggap termasukdalam lingkup iman yang menyelamatkan dari orang-orang yangmelaksanakan upacara itu.

   Penegasan pandangan semacam itu, tidak diragukan merupakankeprihatinan yang mendalam di antara orang beriman sejak semula,tentang semua orang yang mati sebelum jaman Kristus dalamsejarah. Apakah orang-orang yang mati sebelum Inkarnasi, ataumereka yang mati sebelum Injil dikhotbahkan dalam masyarakatmereka, tidak memiliki kesempatan untuk ditebus dan bergabungdengan orang-orang yang sudah dibangkitkan? Praktek baptisan bagiorang mati mungkin merupakan jawaban awal terhadap keprihatinansemacam itu. Keprihatinan yang sama itu juga didasarkan padagagasan bahwa Kristus memasuki dunia orang mati sesudah kematian-Nya dan sebelum kebangkitan-Nya untuk memberikan keselamatan bagisemua orang yang mati sebelum Inkarnasi (I Petrus 3:18-20).

 

   

   

BAB 29

Selubung atas Pikiran Mereka

Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itumasih tetap menyelubungi mereka,

jika mereka membaca Perjanjian Lama itu tanpa disingkapkan.   II KORINTUS 3:14

  

Kata-kata ini ditulis oleh Paulus tentang Israel umatnyasendiri, yang dalam hal pengetahuan tentang Allah dan tujuan-Nya,terus-menerus berada dalam keadaan tidak jelas. Pertanyaan yangditimbulkan oleh ucapan ini adalah, Mengapa terjadi demikian?Bagaimana pikiran mereka menjadi tumpul? Siapa atau apa yang

menyebabkan hal ini? Apa selubung yang menyelubungi mereka ketikaHukum Taurat itu dibaca?

   Teks ini merupakan sebagian dari bacaan di mana Paulusmembandingkan perjanjian yang lama dan hasilnya dengan perjanjianyang baru dan hasilnya. Perjanjian yang lama membawa kepadakematian (3:6, 9) walaupun itu bukan tujuannya, seperti yangterlihat oleh Paulus melalui sejarah ketidaktaatan Israel danpenolakannya terhadap Mesias.

   Perjanjian yang baru, yang dibaptiskan dalam Kristus,membawa kepada kehidupan (3:6, 9), yang ditunjukkan dengan jelasoleh pengalaman Paulus dan pemahamannya tentang Inkarnasi. Dibalik pertentangan ini Paulus memiliki keyakinan yang mendalambahwa perjanjian yang lama, yang dipusatkan pada pemberian HukumTaurat, mengungkapkan hakikat dan tujuan Allah secara tidaklangsung (Galatia 3:19-20), sedangkan perjanjian yang baru, yangdipusatkan kepada Kristus, mengungkapkan Allah secara langsungdan utuh. Kristus adalah gambaran Allah sendiri (II Korintus4:4); la adalah penjelmaan dari segala "kepenuhan" Allah (Kolose1:19; 2:9).

   Dalam konteks seluruh pandangan ini, pembahasan Paulusyang akhirnya membawa kepada teks ini adalah sebagai berikut:Paulus melihat pelayanan pemberitaan Injilnya menimbulkanmasyarakat perjanjian yang baru, di mana wahyu Allah tidakdiungkapkan dalam loh-loh batu, melainkan diukir dalam hati olehRoh Allah (3:3-6). Dengan menggunakan perumpamaan ini, Paulusjelas merefleksikan nubuat nabi Yeremia dalam Yeremia 31:31-34mengenai perjanjian yang baru di mana kehendak Allah akandituliskan pada hati manusia. Paulus berpendapat gereja adalahpemenuhan visi nabi ini. Kontras antara hubungan "langsung" dan"tidak langsung" dengan Allah yang hidup diberikan di sini.

   Paulus melanjutkan kontras ini dengan menggambarkanpengalaman Musa dan Israel ketika Sepuluh Perintah Allahdiberikan. Manumit Keluaran 34:29-35, ketika Musa membawa loh-lohbatu dari Gunung Sinai, wajahnya bersinar-sinar karena la telahmelihat kemuliaan Allah (lihat Keluaran 33:18,22), dan umatIsrael takut mendekat. Kemudian Musa menyelubungi wajahnya, dan

dengan demikian menutup pancaran kemuliaan Allah di wajahnya.Paulus membandingkan penyampaian dan pancaran kemuliaan Allahyang tidak langsung dan tanpa kata pada saat pemberian perjanjianyang lama ini dengan kemuliaan perjanjian baru yang lebih besar,yang diberikan melalui kehadiran Roh Kudus (3:7-11). Roh ituadalah "Roh Tuhan" (3:17), dan pada wajah Tuhan itulah "terangdari pengetahuan tentang kemuliaan Allah" diungkapkan sepenuhnya(4:6).

   Setelah mengungkapkan perbandingan ini, Paulus sekarangmenggunakan selubung yang menutupi wajah Musa untukmenyembunyikan pancaran kemuliaan Allah (3:13) untuk melambangkankebutaan Israel pada masa lalu dan sekarang "jika mereka membacaperjanjian lama itu" (3:14).

   Berdasarkan sejarah umatnya dan pengalamannya sendiri,Paulus mengetahui bahwa Firman Kitab Suci tentang "ketumpulanpikiran" Israel (3:14) dan kebutaan mereka adalah benar. Apa yangmenyebabkan kurangnya pemahaman penuh dan pandangan yangterhalang ini?

   Menurut Ulangan 29, dalam perayaan pembaruan perjanjian,Musa mengatakan kepada umatnya bahwa walaupun mereka telahmelihat dan mengalami perbuatan-perbuatan Tuhan yang besar untukmereka, mereka belum benar-benar memahami artinya, karena "sampaisekarang ini Tuhan tidak memberi kamu akal budi untuk mengertiatau mata untuk melihat atau telinga untuk mendengar" (Ulangan29:4). Konteks ini menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran terhadapperjanjian Allah-Israel oleh umat Israel. Kata-kata "Tuhan tidakmemberi kamu ..." tidak berarti bahwa Tuhan menyebabkanketidaktaatan mereka, tetapi jika mata dan telinga dan pikiranmereka sesuai dengan Tuhan, pekerjaan Allah yang besar untukmereka akan dapat dimengerti sebagaimana seharusnya yaitu,sebagai bukti kasih dan kesetiaan Allah (Keluaran 34:6). Dengantidak "memberikan kepada mereka akal budi untuk mengerti," Allahmembiarkan pikiran mereka menjadi tumpul.

   Hubungan yang sama misteriusnya antara keputusan manusiadan tindakan ilahi ini diungkapkan dalam panggilan nabi Yesaya,di mana kepadanya dikatakan bahwa Firman Allah yang akan

disampaikannya kepada umat Israel akan membuat hati mereka keras,telinga mereka berat mendengar, dan mata mereka melekat tertutup(Yesaya 6:10). Ini merupakan pendahuluan nubuat dari apa yangbenar-benar terjadi sebagai akibat dari nubuat Yesaya: bangsa ituterus bersikap tidak taat dan menuju kejatuhan dan pembuanganbangsa. Karena ini merupakan akibat dari Firman Tuhan yangdiberitakan oleh Yesaya, dapat dikatakan bahwa Tuhan "menutupmata mereka." Apa yang dinyatakan di sini adalah tidak adanyapembedaan secara tepat antara penyebab utama dan penyebabsekunder dalam pemikiran Ibrani. Karena Allah berkuasa, makakehendak dan kebebasan manusia untuk mengambil keputusan yangsejalan atau bertentangan dengan Allah seringkali digolongkandalam kekuasaan ilahi.

   Rasa tanggung jawab individu dan bersama yang meningkat dihadapan Allah tercermin dalam terjemahan Kitab Suci Ibrani dalambahasa Yunani. Di situ bahasa Ibrani dari Yesaya 6:10, "Buatlahhati bangsa ini keras ..." diterjemahkan, "Hati bangsa ini telahmenjadi keras, mereka hampir tidak mendengarkan dengan telingamereka, dan mereka telah menutup mata mereka." Para penerjemahnyaberpendapat bahwa arti bacaan kitab Yesaya ini adalahketidaktaatan Israel menyebabkan kurangnya pengertian mereka.

   Latar belakang Perjanjian Lama inilah yang dicerminkandalam pernyataan Paulus "pikiran mereka telah menjadi tumpul."Dan penolakan terhadap Mesias ini menunjukkan bahwa sampai "padahari ini" pemberontakan mereka terhadap Allah terus berlangsung.ltulah selubung yang masih ada. Kapan saja "mereka membaca kitabMusa" (atau Hukum Taurat 3:15), selubung itu tetap ada. Karenaseperti dinyatakan oleh Paulus, Hukum Taurat hanya dapatmengungkapkan dosa manusia, tetapi tidak dapat menyelamatkan(Roma 3:20). Tetapi, jika seseorang berpaling kepada Allah, kataPaulus menyimpulkan, selubung itu akan diambil (3:15).

   Kesimpulan itu jelas timbul dari pengalaman Paulussendiri. Dalam usahanya untuk mentaati Hukum Taurat, lamendapatkan dirinya menentang tujuan Allah yang benar. DalamKristus tujuan yang benar itu telah diungkapkan; bukan secaratidak langsung, melainkan secara langsung. Karena itu, kita dapat

"mencerminkan kemuliaan Tuhan" (3:18). Selubung ketidaktaatan danketumpulan telah diangkat.

 

 

  

BAB 30

Yang Lama Sudah Berlalu?

Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,sesungguhnya yang baru sudah datang.   II Korintus 5:17

  

Pemberitaan Paulus yang penuh sukacita dalam II Korintus 5:17mengungkapkan sebuah keyakinan yang seringkali nampaknyabertentangan dengan pengalaman kita. Kita mengakui bahwakehidupan di dalam Kristus menghasilkan sikap yang baru danmerasa malu ketika kita melihat betapa kecilnya perbedaan antarakehidupan kita yang nyata dengan kehidupan orang lain yang tidakmembuat pernyataan semacam itu. Kita bersukacita atas pengampunanAllah terhadap dosa-dosa kita dan kemudian menyadari betapasering kita gagal menyampaikan realitas ini kepada orang lain.Kita menyembah Kristus yang memberikan nyawa-Nya bagi orang lain,tetapi menghabiskan begitu banyak waktu dan tenaga untukmenonjolkan diri kita sendiri. Kita menyatakan kesetiaan kepadaKristus sebagai Tuhan sementara kita hidup dengan prioritas dannilai-nilai yang menunjukkan bahwa memang ada "banyak allah dantuhan" dalam hidup kita.

   Seperti juga kita, jemaat Kristen pada jaman itu, yaitukepa-da siapa Paulus menujukan kata-katanya, mengakui bahwa dalambanyak hal "yang lama" tetap bersama mereka dan kehidupan imanyang "baru" di dalam Kristus perlu dilatih secara terus-menerus.Jemaat Kristen ini melihat bahwa Roma dan kekuasaannya yangmenindas terus berlangsung. Ketidakadilan dan kebejatan terjadi

dalam dunia mereka. Mereka mengalami ikatan yang terus-menerusdalam kehidupan pribadi mereka, perselisihan yang sengit dalamkehidupan masyarakat Kristen, kegagalan pribadi, kecemasan,frustasi, dan dosa yang terus-menerus. Mengapa harus ada yanglama ketika yang baru sudah datang? Mengapa yang lama ini masihada bersama kita, jika memang benar bahwa "yang lama sudahberlalu" dan "yang baru sudah datang"?

   Bagaimana kita harus memahami ketegangan antara pernyataandan pengalaman Kristen ini? Ada dua cara yang digunakan orangKristen dalam usahanya untuk menangani masalah ini. Keduanyatimbul dari pemahaman mengenai hakikat manusia yang memandangmanusia itu pada dasarnya terdiri atas dua bagian utama: jasmani(daging) dan rohani (jiwa), yang satu sama lain bertentangan.

   Salah satu cara ini terwujud pada tahun 50 dalammasyarakat Kristen di Korintus. Cara ini adalah "perohanian" imanKristen. Argumentasinya adalah sebagai berikut: "Karena tubuh,daging, aspek jasmani itu lemah, dan mungkin rusak, maka yangperlu kita lakukan adalah memusatkan perhatian pada sisi rohani,yaitu jiwa. Dan karena jiwa kita telah ditebus melalui Kristus,tidak menjadi masalah apa yang kita perbuat dengan tubuh kita."Tidak sulit untuk melihat akibat yang ditimbulkan oleh pemecahanpribadi manusia ini. Di Korintus, hal ini mengarah kepadalibertinisme (percabulan), yang terwujud dalam pelalaian mutlakterhadap kehidupan moral-etika, dan sikap menghina dan sombongterhadap saudara-saudara seiman yang belum mencapai "kerohanianyang bebas" seperti itu.

   Reaksi kedua terhadap pandangan tentang hakikat manusiayang bercabang semacam ini terwujud selama aktivitas penginjilanPaulus di Asia Kecil, yaitu pengesahan iman Kristen.Argumentasinya di sini adalah sebagai berikut, "Keinginan dagingbenar-benar mengganggu usaha roh manusia untuk berada dalamhubungan yang sempurna dengan Allah. Karena itulah, 'daging,'dengan semua gairah dan keinginannya, harus tunduk kepada roh.Melalui peraturan tingkah laku, kita harus mengontrol diri kitasedemikian rupa sehingga kemurnian roh di dalam batin tidakdicemarkan oleh keinginan daging." Bentuk yang ekstrim dari

reaksi ini adalah menjauhkan diri dari kesenangan jasmani danketerlibatan dengan dunia ini.

   Sebagian besar pemikiran Kristen kontemporer masih terusdipengaruhi oleh dualisme semacam ini. Kadang-kadang ini menjadilubang untuk meloloskan diri dari tuntutan sebagai orang Kristen.Pada saat yang lain hal ini menjadi dasar ketidakpedulianterhadap masalah yang bersifat jasmani dan kongkrit, sikapmeninggikan hal-hal rohani atau menekan hal-hal jasmani karmapandangan untuk menyucikan jiwa.

   Jika cara-cara untuk mengatasi ketegangan yang mendasardalam eksistensi Kristen di atas tidak memadai, bagaimana kitaharus memahami keberadaan ketegangan itu, bagaimana kita harusmenjelaskannya, dan bagaimana kita harus mengatasinya?

   Ada beberapa pemikir Yunani, sebelum dan pada masakelahiran KeKristenan, yang memandang tubuh manusia sebagai rumahpenjara atau makam dari jiwa. Mereka percaya bahwa keselamatanitu berarti pembebasan bagian diri manusia yang lebih tinggi,yaitu roh atau jiwa, dari keterikatannya dengan tubuh. Pemahamanmengenai hakikat manusia ini, yang banyak mempengaruhi pemikiranKristen, harus ditolak dengan tegas sebagai sesuatu yangbertentangan dengan pandangan Alkitab. Dalam kesaksian Alkitab,manusia secara utuh merupakan sasaran penebusan Allah. Sebagaimanusia jasmani-rohani, kita adalah sasaran tindakan pengampunanAllah di dalam Kristus. Dalam keutuhan kita berdiri di bawahkasih Allah yang lembut yang membuat kita menjadi ciptaan yangbaru. Dalam keberadaan kita yang nyata, kita dapat diubah menjadigambar Kristus. Manusia dalam hubungannya dengan orang lainmerupakan sasaran campur tangan Allah. Menyatakan sesuatu yanglain daripada itu berarti membatasi Allah!

   Jika pembagian kepribadian manusia menjadi unsur jasmanidan rohani yang bertentangan tidak dapat menjelaskan adanyaketegangan antara "yang lama" dan "yang baru," apa yang dapatmenjelaskannya? Kita bertanya, apa yang sedang diungkapkan Paulusdalam teks kita? Dalam pengertian yang bagaimanakah orang Kristenadalah "ciptaan baru"?

   Sebuah perspektif yang memberikan informasi terungkapketika ucapan Paulus ini dilihat dalam konteks latar belakangpengharapan Israel berdasarkan nubuat nabi. Salah satu ciri utamapengharapan itu adalah keyakinan bahwa akhir jaman akan sepertipenciptaan. Ketika para nabi berbicara tentang pengharapan akankedatangan Allah yang kedua kalinya untuk memerintah manusia,mereka sering menggambarkan masa itu dengan perumpamaan yangdalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan sorga dan ciptaan yangmula-mula. Sebuah ciptaan baru akan menggantikan ciptaan lamayang telah jatuh. Gambaran Yesaya mengenai kembalinya sorga inimerupakan contoh yang menyolok dari pengharapan ini, "Serigalaakan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring disamping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumputbersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya" (Yesaya11:6).

   Bagi Paulus, sekarang akhir jaman itu telah tiba atasdunia yang hancur. Akhir jaman itu telah menembus jaman yanglampau (lihat I Korintus 10:11). Dunia ini adalah dunia yang barusepanjang ia telah bertemu Pencipta di dalam Kristus. Manusia"dalam Kristus" merupakan sebagian dari manusia baru, yangdiciptakan di dalam Yesus Kristus untuk menjalani hidup yangbaru. Sebagaimana Adam dan Hawa yang mewakili umat manusiaberdiri di hadapan Pencipta dengan kebebasan sepenuhnya, demikianpula manusia baru di dalam Kristus berdiri di hadapan Penciptadengan kebebasan penuh. Dalam pengertian tertentu, situasisebelum kejatuhan manusia telah diciptakan kembali untuk orangKristen. Dalam pengertian itu, orang Kristen adalah "ciptaanbaru." Sebagaimana Adam dan Hawa dihadapkan pada keputusan untuksetia kepada Allah Pencipta atau menciptakan allah-allah merekasendiri dan setia kepadanya (lihat Roma 1:20- 23), demikian pulaciptaan baru ini telah dibebaskan dari ikatan kejatuhan manusiauntuk mengambil keputusan yang sama. Sebagaimana Adam dan Hawamempunyai kemungkinan untuk tergantung kepada Pencipta atau bebasdaripada-Nya, demikian pula ciptaan baru ini hidup dengankemungkinan yang sama. Dan sebagaimana Adam dan Hawa dapat hidupdalam persekutuan dengan Pencipta mereka atau bersembunyi dariAllah di antara pepohonan, demikian pula ciptaan baru dapat hidup

percaya kepada Allah atau membuat hutan untuk bersembunyi dariAllah.

   Kasih Allah yang menebus melalui Kristus telah memulihkanhubungan kita lagi dengan Pencipta kita. Dalam hubungan ini kitabebas dari ikatan dosa yang menguasai kita jika kita terpisahdari Allah. Tetapi hubungan ini tidak secara otomatis menjauhkankita dari pengaruh dosa yang mempengaruhi kita dalam semua bidangkehidupan.

   Bagi Paulus, "yang lama" yang sudah berlaiu adalah keadaanterpisah dari Allah dan ikatan dosa. "Yang baru" yang sudahdatang adalah hubungan kita dengan Allah di dalam Kristus, sebuahhubungan yang memberi kuasa kepada kita untuk menjalani kehidupandi mana kita dapat terus-menerus melawan dosa. Menjadi "ciptaanbaru" bukanlah menjadi sempurna atau tanpa cacat, atau bebas darikemarahan atau rasa sakit, atau menjalani kehidupan yangdijauhkan dari pengalaman hidup yang keras. Sebaliknya, men- jadi"ciptaan baru" berarti berpaling kepada Allah, yang kasihkarunia-Nya telah menebus kita kembali melalui Kristus.

   

   

 

BAB 31

Pasangan yang Tidak Seimbang

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang

dengan orang-orang yang tak percaya.   II Korintus 6:14

 

II Korintus 6:14 ini dapat dipandang sebagai ucapan yangsulit pada dua sudut. Ucapan ini mungkin sulit karena kita tidakmenyukai implikasinya yang nampak keras terhadap hubungan kitasehari-hari dengan orang-orang yang tak beriman. Jika ucapan

tersebut sulit karena alasan ini, tidak seharusnya ucapan inidipermudah karena hal tersebut akan mengaburkan artinya. Namun,ucapan ini bisa juga sulit karena (1) ucapan ini mengemukakanketidaksesuaian antara orang beriman dan orang yang tidak berimansecara lebih sempit dibandingkan teks-teks Perjanjian Barulainnya, dan (2) tidak jelas apa arti yang tepat dari "menjadipasangan yang tidak seimbang" dan bagaimana prakteknya. Pandanganyang lebih teliti terhadap teks ini dan konteksnya akan membantumemecahkan masalah di atas.

   Salah satu tema pokok dalam II Korintus adalahdipertahankannya keutuhan pelayanan kerasulan Paulus, keaslianInjil yang dikhotbahkannya dan implikasi Injil terhadap kehidupanorang Kristen. Jelas dari pernyataan-pernyataan dalam kedua suratresmi ini bahwa hubungan Paulus dengan jemaat Korintus adalahhubungan yang penuh kerusuhan, yang menyebabkan beberapakunjungan dan empat surat Paulus. Ada unsur-unsur dalam jemaatyang menentang Paulus dan pengajarannya, dan karena pertentanganitu (yang sering terjadi karena kesalahpahaman tentang apa yangtelah dikatakan atau ditulis Paulus sebelumnya), jemaat Korintusberulang kali berada dalam bahaya menghancurkan dirinya.

   Dalam diskusi kita tentang II Korintus 5:17 (bab 30 diatas) kita melihat Paulus memiliki keyakinan bahwa "di dalamKristus" orang beriman menjadi "ciptaan-ciptaan baru," kesetiaanmereka yang lama telah digantikan oleh hubungan yang baru denganAllah, "yang mendamaikan kita dengan diri-Nya sendiri" (5:17-18). Atas dasar kebenaran itu, Paulus mengetahui bahwa Allahtelah memanggilnya kepada "pelayanan pendamaian." Menyadari bahwapendamaian dalam hubungan manusia-ilahi itu memiliki implikasiyang jauh untuk hubungan manusia, Paulus berdukacita karenaorang-orang yang menentangnya dan Injil (II Korintus 2:1-4) danja prihatin akan keselamatan mereka. Karena itu ia meminta dengansungguh-sungguh kepada mereka, "dalam nama Kristus kami memintakepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah" (5:20) dan"Kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah" (6:1).

   Dari suratnya yang terdahulu (I Korintus) jelas bahwa adabeberapa segi dalam kehidupan mereka sebagai jemaat dan individu

di mana kasih Allah nampaknya sia-sia (misalnya, partisipasi yangterus-menerus pada upacara pemujaan berhala, I Korintus 6;10;mencari keadilan pada orang yang tidak beriman, I Korintus 6).Bagaimana kita dapat menghindarkan "menerima kasih karunia Allahdengan sia-sia?" Ayat kita ini merupakan jawaban terhadappertanyaan tersebut.

   Kata bahasa Yunani untuk "menjadi pasangan yang tidakseimbang" hanya didapatkan dalam Perjanjian Baru. DalamPerjanjian Lama bahasa Yunani, perkataan ini digunakan untukmelarang pengawinan ternak dengan jenis ternak yang berbeda(Imamat 19:19).   Berdasarkan fakta bahwa baik Imamat 19:19maupun Ulangan 22:9-10 melarang berbagai kombinasi yang tidakseimbang, seperti menabur benih yang berbeda pada tanah yangsama, pakaian yang dibuat dari bahan yang berbeda, jelas bahwakiasan "menjadi pasangan yang tidak seimbang" berbicara tentangketidaksesuaian, seperti ungkapan umum, "minyak dan air tidakmungkin bercampur."

Dari penggunaan kata bahasa Yunani ini timbullah arti "salahmenjodohkan," yang digunakan oleh beberapa terjemahan untuk tekskita (Alkitab versi RSV, NEB, "Jangan kamu berpasangan denganorang-orang yang tidak percaya; mereka bukan pasangan yang cocokbagimu"). Dari terjemahan kata ini muncullah penafsiran yangmungkin merupakan pengertian paling umum dari I Korintus 6:14;yaitu, Paulus memberikan peringatan yang menentang perkawinanantara orang-orang per- caya dan orang-orang yang tidak percaya.

   Walaupun pengertian ini mungkin merupakan penerapan yangbenar dari gagasan di atas, konteks bacaan menyatakan bahwa bukanpernikahan yang ada dalam pikiran Paulus dalam hal ini. lanampaknya menggunakan istilah "menjadi pasangan yang tidakseimbang," ini dalam pengertian yang lebih umum, sepertimenempatkan hewan-hewan dari spesies yang berbeda pada kekangyang sama. Paulus mungkin menggunakan larangan di atas dalamUlangan 22:10 sebagai sebuah kiasan: ada perbedaan yang jelasantara orang Kristen dan orang yang bukan Kristen. Adaketidaksesuaian mendasar yang harus diketahui dan memilikiimplikasi atas kehidupan dalam lingkungan ketidakpercayaan. Apahakikat dari ketidaksesuaian ini? Dan apa implikasinya?

   Pernyataan "Janganlah kamu menjadi pasangan yang tidakseimbang dengan orang-orang yang tidak percaya" diikuti olehrangkaian lima pertanyaan bertentangan yang mendefinisikanhakikat ketidaksesuaian antara orang-orang percaya dan orang-orang yang tidak percaya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifatretoris; jadi jawabannya sudah jelas. Apakah persamaan antarakebenaran dan kedurhakaan, terang dan gelap, Kristus dan Belial(Paulus menggunakan nama Belial sebagai lawan Kristus hanya dalamteks ini saja; istilah yang biasa digunakannya adalah Iblis.Belial (atau Beliar; ejaannya bervariasi) adalah nama yangdiberikan kepada kepala kekuatan jahat yang menentang Allah dalamliteratur Yahudi yang tidak resmi (misalnya, Jubilees 1:20;15:33; Kemartiran Yesaya 1:9; 2:4; 3:11), orang-orang percaya danorang-orang yang tak percaya, Bait Allah dan berhala? (ayat 14-16)? Tidak ada sama sekali! "Karena kita adalah bait dari Allahyang hidup" (ayat 16).

   Gagasan mengenai orang Kristen, yang adalah bait Allah,sudah dikemukakan kepada jemaat Korintus dalam surat Paulus yangsebelumnya (I Korintus 3:16). Dalam surat itu mereka jugadiingatkan bahwa Bait Allah itu keramat (kudus), dan merekaadalah bait Allah (I Korintus 3:17). Mereka harus "menjauhkandiri dari percabulan" (I Korintus 6:18) dan "dari penyembahanberhala" (I Korintus 10:14), karena semua bentuk kejahatan tidaksesuai dengan kerajaan Allah (I Korintus 6:9-10). Dalam IIKorintus 6:14-18, peringatan bahwa mereka adalah bait Allah(6:16), melalui serangkaian teks Perjanjian Lama diikuti olehpanggilan untuk benar-benar menjadi umat Allah yang kudus denganAllah di tengah-tengah mereka seperti di bait Allah. Kiasantentang bait Allah seperti yang diterapkan pada masyarakatKristen di dunia ini ditutup dengan sebuah nasihat, "Marilah kitamenyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani,dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takutakan Allah (7:1).

   Seluruh bacaan mulai dari II Korintus 6:14 dan seterusnyanampaknya menuju kepada klimaks ini. Inilah kunci menujupengertian "menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya." Ini berarti bahwa orang Kristen berada

dalam proses menuju kesucian. Konsep kesucian ini, yangditerapkan pada bait Allah maupun umat Allah, didasarkan padaPerjanjian Lama. Kata bahasa Yunaninya, yang berarti "terpisah,"selalu mempunyai arti ganda: terpisah dari yang jahat danmengabdi kepada pelayanan Allah. Keterpisahan dari yang jahatditunjukkan melalui cara hidup yang berbeda yang membuktikantingkah laku moral yang sangat mulia. Pengabdian kepada Allahditunjukkan melalui penolakan terhadap semua campur tanganberhala (I Korintus 10:14; II Korintus 6:16), dalam bentuknyayang kuno maupun modern (karena "berhala" berarti memberikankesetiaan yang terutama kepada manusia atau kekuasaan atau barangatau natal, dan bukan kepada Allah).

   Apa implikasinya untuk saat ini? Bukan keterpisahan daridunia. Dalam I Korintus 5:10 Paulus mengakui bahwa keter-pisahandari manusia yang tidak bermoral dan duniawi itu tidak mungkin,karena hal itu berarti bahwa kita "harus meninggalkan dunia ini"(lihat juga doa Yesus dalam Yohanes 17:15, "Aku tidak meminta,supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkaumelindungi mereka daripada yang jahat"). Dalam I Korintus 7:12-16, Paulus mengakui bahwa pernikahan antara orang percaya danorang yang tidak percaya mungkin akan menguduskan pasangan yangtidak percaya itu. Dan dalam I Korintus 10:27, ia mengakui adanyakemungkinan orang percaya makan malam bersama di rumah teman-teman atau tetangga yang tidak percaya.

   Dalam usahanya untuk setia kepada hakikat panggilan Paulusyang radikal terhadap kekudusan, gerakan-gerakan separatis dalamsejarah gereja sering menafsirkan panggilan itu sebagai kontakatau hubungan lahiriah. Fokus semacam ini sering mengabaikan apayang nampaknya menjadi inti keprihatinan Paulus; yaitu, ketikahidup di dunia dan dalam hubungan dengan orang yang tidakberiman, orang Kristen tidak memiliki  persamaan dengankegelapan, kejahatan, ketidakbenaran, dan kebejatan yang menuntutkesetiaan dari orang-orang yang belum diperdamaikan dengan Allah.

   Jadi "menjadi pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tidak percaya" berarti menjadi satu hati dan pikirandengan mereka, berkompromi dengan nilai-nilai mereka, terbujukoleh komitmen mereka terhadap berbagai "allah dan tuhan" (I

Korintus 8:5), dan menyesuaikan diri dengan pandangan yangmenolak kebenaran mutlak dan kebenaran moral. Menurut Paulus,Orang Kristen adalah ciptaan baru yang hidup di tengah-tengahtatanan yang lama. Sebagai orang Kristen, mereka harus "hidupsebagai anak-anak terang," dan menghasilkan "buah-buah terang"yaitu "kebaikan dan keadilan dan kebenaran" (Efesus 5:8-9).                   

 

 

 

BAB 32

Lawan yang Terkutuk

Jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu Injil, yang berbeda denganapa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.   GALATIA 1:9

  

   Kutukan Paulus dalam Galatia 1:9 merupakan ucapan yangsulit karena dua alasan: kutukan ini nampaknya tidak sesuaidengan beberapa pernyataan Paulus lainnya; dan sangatbertentangan dengan pengajaran Yesus tentang sikap dan tindakankita terhadap orang-orang yang menentang kita.

   Dalam Roma 2:1-4 Paulus menetapkan prinsip bahwapenghakiman yang kita jatuhkan kepada orang lain sedikit banyakbersifat "refleksif." Jika kita menghakimi orang lain, kitamengutuk diri kita sendiri pada saat yang bersamaan. Karena hanyaAllah yang mengenal diri kita, dan karena itu hanya lalah yangdapat menghakimi. Kita hanyalah makhluk ciptaan, yang terbatasdalam mengenal orang lain dan diri kita sendiri dengan benar.Kita, seperti semua orang lain, adalah orang berdosa (Roma 3:23);itulah alasan utama kita tidak boleti menghakimi.

   Perasaan yang sama ini diungkapkan lagi dalam sebuahkonteks di mana ada sikap saling menghakimi di dalam jemaat (Roma

14:1-13). Di sini nasihat untuk tidak menghakimi orang lain dalamkaitan dengan kebiasaan dan keyakinan tertentu yang dianggaptidak pantas atau salah didasarkan atas keyakinan bahwa padaakhirnya setiap orang bertanggung jawab kepada Allah (Roma 14:4),dan semua orang tanpa pandang bulu akan "menghadap takhtapengadilan Allah" (Roma 14:10). Perspektif yang lebih luas yangseharusnya membimbing sikap orang Kristen terhadap lawandidapatkan Paulus dari pengajaran Yesus. Dengan menggemakanMatius 5:44, Paulus mengatakan, "Berkatilah siapa yang menganiayakamu, berkatilah dan jangan mengutuk" (Roma 12:14). Tugas kitasebagai orang Kristen adalah "mengalahkan kejahatan dengankebaikan" (Roma 12:21).

   Seluruh pengajaran, sikap, dan kehidupan Yesus juga jelasbertentangan dengan ucapan kutukan Paulus. Perintah Yesus yangtegas dalam masalah ini adalah, "Jangan kamu menghakimi, supayakamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakaiuntuk menghakimi, kamu akan dihakimi" (Matius 7:1-2). Alasan dariperintah ini adalah pandangan kita sendiri mungkin sangatterhalang sehingga kita bersikap munafik jika kita berusaha untukmengeluarkan selumbar dari mata orang lain (Matius 7:3, 5).Reaksi yang benar terhadap orang yang menentang kita adalahmengasihi mereka dan ber-doa bagi mereka (Matius 5:44). Terlepasdari hal ini, seluruh kehidupan Yesus merupakan bukti kebenarankata-kata-Nya. la tidak datang ke dalam dunia yang menentangAllah ini untuk menghakimi melainkan menyelamatkannya (Yohanes3:17). Karena belas kasihan-Nya yang dalam, la menangisiYerusalem (Lukas 19:41), kota yang membunuh nabi-nabi dan orang-orang (misalnya Yesus) yang dikirim kepadanya (Lukas 13:34).Kepada perempuan yang berzinah la mengucapkan kata-katapengampunan dan bukan penghakiman (Yohanes 8:1041); kepadapenjahat yang tergantung di atas kayu salib di sebelah-Nya lamengucapkan kata-kata keselamatan (Lukas 23:39-43).

   Seperti ucapan Paulus yang menentang penghakiman nampaknyabertentangan dengan ucapannya yang keras dalam Galatia 1:9,demikian juga gambaran yang lebih luas tentang pengajaran dankehidupan Yesus, yang ditandai oleh cinta dan belas kasihan,kerendahan hati dan pengampunan, jelas berten- tangan dengan

dimensi lainnya. Dengan demikian ucapan dan tindakan Yesusmungkin kasar dan tanpa kompromi terhadap orang-orang yangmenentang Dia dan pelayanan-Nya, dan yang "kesalehannya"mengabaikan karya penebusan Allah. la menyebut para pemimpinagama dari umat-Nya sendiri "anak-anak Iblis" yang melakukankeinginan-keinginan bapa mereka (Yoha- nes 8:44). Orang-orangyang menentang pelayanan-Nya untuk membebaskan orang yangkerasukan setan dari ikatan disebut-Nya "angkatan yang jahat"(Lukas 11:29), yang akan dihakimi dan dihukum (Lukas 11:31-32).Orang-orang yang menentang pekerjaan Roh Allah di dalam danmelalui hidup Kristus (Matius 12:28) akan dihukum untukselamanya; bagi mereka tidak ada pengampunan (Matius 12:31-32).Kata-kata kutukan yang sengit diguna-kannya untuk menentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yang disebut-Nya "orangneraka" (Matius 23:15), "orang-orang bodoh dan orang-orang buta"(Matius 23:17), "kuburan yang dilabur putih (Matius 23:27),""keturunan ular beludak" yang tidak dapat "meluputkan diri darihukuman neraka" (Matius 23:33).

   Jika kita dengan teliti membandingkan nada yang sangatkasar pada pengajaran Yesus ini dengan rangkaian hidup-Nya yangmemancarkan belas kasihan dan pengampunan, kita menyadari di manaperbedaan yang utama. Yesus datang sebagai penjelmaan kasih Allahyang menebus, dan di mana ada keterbukaan terhadap kasih itu,pengampunan diberikan, kasih karunia dialami, dan dosadikalahkan. Tetapi jika terjadi peno- lakan mutlak terhadap kasihyang menebus itu, jika pekerjaan Allah dianggap sebagai sesuatuyang jahat, jika kebenaran diin- jak-injak, di sanalah terjadipenghukuman. Dalam konteks penolakan terhadap kasih Allah yangmenebus initah ucapan yang sulit ini harus dimengerti.

   Dalam surat Paulus kepada jemaat Galatia, masalah utamayang dibicarakan adalah: inti dari Injil yang telah dikhotbahkanPaulus dan dasar iman mereka adalah bahwa manusia dibenarkan dandibawa ke dalam hubungan yang benar dengan Allah semata-matakarena kasih karunia-Nya dan oleh iman, bukan dengan mendapatkankedudukan di hadapan Allah atas dasar ketaatan terhadap HukumTaurat (Galatia 2:15-21). Injil ditantang oleh kelompok yangdisebut kelompok Yahudi, yaitu orang Kristen Yahudi yang menuntut

agar orang Kristen kafir mentaati hukum Musa, termasuk ketaatanpada tatacara seperti hari-hari khusus, makanan yang halal dansunat (3:1-7, 4:8-11, 17, 21-22). Orang-orang yang menanggapipengajaran mereka itu, yang disesatkan dari kebenaran (Galatia5:7), yang sekarang berusaha "mengharapkan kebenaran oleh HukumTaurat, telah lepas dari Kristus" dan "hidup di luar kasihkarunia" (Galatia 5:4).

   Bagi Paulus, konflik antara Injil yang dikhotbahkannya danpengajaran Yahudi merupakan pergumulan antara hidup dan mati.Mengapa? Karena kepatuhan terhadap Hukum Taurat, dan kehidupan dihadapan Allah yang didasarkan pada prestasi rohani, tidak membawakepada hubungan yang benar dengan Allah (Galatia 2:16; 3:3);karena kehidupan semacam itu tidak membawa kepada hubungan yangmemberi kehidupan dengan Allah, melainkan keterpisahan daripada-Nya (5:4), penolakan kasih karunia Allah (2:21), kehidupan yangterikat oleh Hukum Taurat (4:9, 21; 5:1), kutukan kematian (3:10-13).

   Orang-orang yang mengajarkan hal ini adalah "saudara-saudara palsu" (2:4) yang menentang "kebenaran Injil" (2: 5,14),mengacaukan orang-orang beriman (1:7), "memutarbalikkan InjilKristus (1:7), mempesona orang-orang suci (3:1). Karena itu, bi-arlah setiap orang yang melakukan hal ini "terkutuk untukselamanya" (1:8-9). Bahasa yang tajam ini menunjukkan betapaseriusnya masalah ini bagi Paulus. George Duncan mengutarakannyadengan baik ketika ia menyebut ucapan ini "sebuah kutukan yangtidak mungkin digunakan oleh Paulus hanya untuk gengsipribadi ... atau apa pun, kecuali Injil Kristus yangdipertaruhkan."

   Jelaslah bahwa Paulus tidak mengharapkan penghakiman untuklawan-lawannya (yaitu, kelompok Yahudi) karena merekamenentangnya, tetapi karena mereka adalah musuh-musuh Injil.Injil itu berasal dari Allah, dan bukan ciptaan Paulus (1:11-12).Karena itu, orang-orang yang memutarbalikkan Injil menggagalkantujuan penebusan Allah. Dengan demikian kepada mereka yangmelakukan dan mengajarkan hal itu, penghakiman Allah dinyatakandengan adil. Jadi di sini tidak ada konflik yang nyata antarapanggilan Paulus untuk tidak bersifat menghakimi dengan ucapannya

yang tajam, seperti juga tidak ada konflik yang nyata antarapengajaran Yesus tentang kasih untuk musuh dan kata-katapenghakiman-Nya. Dalam kedua hal ini, di mana karya dan kebenaranAllah dipertaruhkan, orang-orang yang menolaknya berada di bawahpenghakiman.

 

 

 

BAB 33

Kristus yang Tidak Berguna

Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu,Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu.   GALATIA 5:2

  

   Galatia 5:2 nampaknya mengungkapkan keterbatasan dalampekerjaan Kristus. Apakah ayat ini tidak mengurangi nilai danmanfaat hidup dan kematian Kristus? Dapatkah penyerahan diriterhadap sesuatu yang lahiriah seperti tatacara sunat menumpulkankeefektifan kematian-Nya yang penuh pengorbanan?

   Tema utama dari Kitab Galatia adalah bahwa keselamatandidapatkan melalui iman dan bukan usaha; bahwa pembenaran (yaitu,hubungan yang benar dengan Allah) adalah hasil pemberian AnakAllah yang penuh rahmat, bukan hasil usaha manusia; bahwakebebasan dari ikatan dosa tidak didapatkan melalui ketaatan yangsecermat apapun terhadap Hukum Taurat, melainkan melalui kematianKristus yang menebus di kayu salib. Injil ini diremehkan dandiputarbalikkan apa yang disebut kelompok Yahudi.

   Orang Kristen Yahudi ini menentang Injil Paulus sebagaiantinomian ("melawan hukum"), jelas mereka percaya bahwa disamping pekerjaan Allah di dalam Kristus, baik orang KristenYahudi maupun kafir perlu mentaati Hukum Taurat, yang secarakhusus mencakup ketaatan pada tatacara dan pemujaan, seperti

hari-hari khusus, makanan yang halal, dan sunat (3:1-7; 4:8-11,17, 21-22). Paulus menyebut mereka "orang-orang yang bersunat"(2:12), karena tuntutan mereka terhadap pengikut Mesias agarmematuhi hukum Musa secara sangat khusus dan radikal terungkapdalam tuntutan agar orang-orang kafir disunat untuk dapat menjadianggota penuh dari masyarakat perjanjian yang baru (6:12).

   Tuntutan kelompok Yahudi ini ditolak oleh Paulus tanpakompromi (lihat bab 32 di atas), karena tuntutan ini menentukansebuah kriteria untuk keselamatan yaitu usaha manusia (3:3), yangberada di luar jalan keselamatan Allah. Mencari kebenaran (yangdalam konteks ini tidak mengacu kepada kebaikan moral-etika,melainkan menunjukkan pemahaman Paulus mengenai "hubungan yangbenar dengan Allah") melalui ketaatan terhadap hukum akan berarti"mengesampingkan kasih karunia Allah" (2:12).

   Mengapa Paulus sangat menentang setiap campur tanganmengenai ketaatan terhadap Hukum Taurat? Satu alasan dikemukakanpada tiga bab pertama kitab Roma. Walaupun sebagai seorang rabiPaulus jelas percaya bahwa ketaatan sepenuhnya terhadap hukumMusa dapat dilakukan (Filipi 3:4-6), ia juga sangat yakin bahwajalan untuk mencapai hubungan de- ngan Allah semacam ini secaratak terhindarkan akan mengarah kepada sikap membenarkan dirisendiri, membanggakan diri dalam perkara-perkara rohani, membualdi hadapan Allah dan sesama, dan karena itu secara tidak langsungakan menimbulkan penolakan terhadap sikap mental yang rendah hatidi hadapan Pencipta. Alasan yang kedua dan barangkali lebihmendasar untuk menolak ketaatan lahiriah berdasarkan Hukum Tauratini adalah keyakinan Paulus bahwa sejak permulaan sejarahpenebusan, cara yang sudah ditetapkan secara ilahi untuk memilikihubungan keselamatan dengan Allah adalah melalui iman, bukanberdasarkan usaha manusia (Lihat Galatia 3:6-25; lihat juga Roma3-4).

   Atas dasar keyakinan ini, Paulus berargumentasi bahwa jikasebuah sistem Hukum Taurat, atau hukum Musa sekalipun, dapatmemberi kehidupan, maka hubungan yang benar dengan Allah "memangberasal dari Hukum Taurat" (3:21); tetapi satu-satunya kekuatanyang dimiliki Hukum Taurat adalah menyatakan kedudukan kitasebagai orang berdosa di hadapan Allah yang kudus dan menunjukkan

bahwa pada akhirnya kita tergantung pada kasih karunia-Nya, danmenerimanya dalam iman (3:18, 22- 25).

   Pemahaman cara keselamatan Allah ini, bertentangan dengancara kelompok Yahudi, menimbulkan pernyataan Paulus bahwaketaatan terhadap sunat (sebagai sarana menuju pembenaran dihadapan Allah), berarti bahwa Kristus sama sekali "tidak berguna"bagi mereka (5:2). Kalimat di dalam tanda kurung ini menafsirkanmaksud Paulus sesuai dengan pernyataan yang paralel yangdiucapkannya dalam Galatia 2:21, yaitu, "Sebab sekiranya adakebenaran oleh Hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus."Pusat keprihatinan Paulus tentu saja adalah bahwa sunat yang bagiPaulus merupakan "jalan pintas" untuk kehidupan yang dijalanisesuai dengan hukum Musa yang dipahami dan dilakukan sebagaisarana untuk mendapatkan pembenaran, tidak termasuk dalam kasihkarunia Allah. Sebenarnya sunat merupakan pernyataan bahwaseseorang dapat mencapai pembenaran melalui usaha pribadi; dandengan demikian meniadakan perlunya penebusan.

   Bagi orang-orang yang memilih jalan itu, "Kristus tidakakan berguna," karena usaha untuk "dibenarkan oleh Hukum Taurat"akan menimbulkan keterasingan dari Kristus dan keterpisahan darikasih karunia. Jika kita hidup "menurut Hukum Taurat," Kristusdan karya penebusan-Nya tidak bernilai bagi kita. Tetapi jikakita "di dalam Kristus Yesus, hal bersunat atau tidak bersunattidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih"(5:6).

   

  

   

BAB 34

Israel Milik Allah

Dan semua orang yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranyadamai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.   GALATIA 6:16

  

Galatia 6:16 adalah sebagian dari doa Paulus yangdigunakannya untuk menutup suratnya. Siapakah yang termasuk"Israel milik Allah?" Apa yang dimaksud dengan "patokan ini"?Jawaban terhadap pertanyaan yang terakhir muncul secara alamiahdari konteks. Berdasarkan pemahaman yang berbeda tentang strukturkalimat dan juga terminologi Paulus, ada berbagai pendapattentang jawaban terhadap pertanyaan pertama.

   Mari kita mulai dengan konteks. Paulus berargumentasidalam surat Galatia ini bahwa jalan keselamatan Allah mencakupkasih karunia-Nya, yang diberikan melalui kematian Yesus Kristusyang menebus yang membebaskan manusia dari ikatan dosa dan HukumTaurat. Karya penebusan Allah di dalam Kristus ini disediakanbagi mereka yang menjawab dan hidup dengan iman. Pandangan inidiusahakan untuk tetap bertahan menghadapi apa yang disebutkelompok Yahudi di antara jemaat Kristen Galatia, yang percayadan mengajarkan bahwa hidup yang benar di hadapan Allah (yaitu,pembenaran) hanya dapat dicapai oleh orang Yahudi maupun kafirmelalui ketaatan terhadap tatacara sunat (dan pokok-pokok laindari tatacara perayaan atau adat).

   Pembahasan ini sampai pada kesimpulan dalam ayat-ayat yangtepat mendahului teks kita (6:12-15). Orang-orang yang bersikerasmenjalankan sunat (yang bagi Paulus merupakan jalan pintas untukagama berdasarkan Hukum Taurat) benar-benar berusaha untukmenciptakan alat ukur hasil usaha manusia di hadapan Allahsebagai dasar untuk membanggakan diri (ayat 12-13). Tetapi, kataPaulus, satu-satunya dasar untuk "membanggakan diri" terletak diluar diri kita, yaitu salib Kristus (ayat 14).

   Dalam hal ini, kebanggaan itu menjadi pujian terhadapAllah atas pemberian-Nya yang tak terkatakan! lni membawa Pauluskepada inti masalahnya, "Sebab bersunat atau tidak bersunat tidakada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang adaartinya" (ayat 15). Yaitu, dalam ciptaan baru yang dibaptiskandalam Kristus "tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani" (Galatia3:28; lihat juga II Korintus 5:17). Ada tidaknya tatacara atauperayaan lahiriah bukan merupakan dasar dari hubungan yang sudah

ditebus dengan Allah. Satu-satunya dasar adalah ciptaan baru,yang dibentuk oleh kasih karunia melalui iman. ltulah yangdimaksudkan dengan "patokan" oleh Paulus dalam ayat di atas.

   Pemahaman mengenai struktur kalimat, dan juga istilah yangunik "Israel milik Allah" merupakan masalah kita yang kedua.Pertama-tama perhatikan bahwa tanda baca kalimat dalam versibahasa Inggrisnya, dan juga dalam teks bahasa Yunani dibelakangnya, merupakan hasil tafsiran. Jadi sering kali adabeberapa cara memberi tanda baca pada teks. Dan cara seseorangmemberi tanda baca dapat menentukan arti atau nuansa dari sebuahteks. Dalam ayat 16 pada dasarnya ada dua pilihan, dan sedikitvariasi pada masing-masing.

   1.          Teks yang digunakan dalam buku ini (Alkitabversi NIV), dan juga sebagian besar versi bahasa Inggris modernlainnya, menempatkan koma utamanya pada dua bagian kalimat: yangsatu berisi kata "damai sejahtera" dan "rahmat," bagian lainnyaberisi istilah "Israel milik Allah." Bacaan ini, yang didasarkanatas tanda baca dari teks bahasa Yunani yang umum, (Edisi teksPerjanjian Baru bahasa Yunani standar ditulis oleh Eberhard Nestle dan teks UnitedBible Societies (diedit oleh Aland, Black, Metzger, Wikgren). Harus diingat bahwa tandabaca merupakan hasil keputusan editor.) dapat dimengerti setidaknyadengan dua cara: (a) Doa "damai sejahtera dan rahmat" diucapkandalam satu kelompok. "Semua orang yang memberi dirinya dipimpinoleh patokan ini," dalam bagian kalimat yang pertama,diidentifikasi sebagai "Israel milik Allah" pada bagian kalimatyang kedua. Pengertian semacam ini tersirat dalam pembacaanAlkitab versi MV "kepada Israel milik Allah," dan Alkitab versiRSV, "atas Israel milik Allah." (b) Doa ini diucapkan pada duakelompok, yaitu mereka "yang memberi dirinya dipimpin olehpatokan ini" dan Israel milik Allah. Tetapi, istilah "Israelmilik Allah" dipandang sebagai istilah yang komprehensif,mencakup jemaat di Galatia "yang memberi dirinya dipimpin olehpatokan ini." Di antara versi-versi modern, Alkitab versi TEV("semoga damai sejahtera dan kemurahan Allah beserta mereka dansemua umat Allah") dan Alkitab versi NEB ("atas seluruh Israelmilik Allah") mendukung pemahaman teks ini.

   2.         Beberapa komentator memberikan tanda baca padateks bahasa Yunani secara berbeda. Menurut tata bahasa kita dapatmenempatkan koma yang menentukan sehingga kata "damai sejahtera"dan "rahmat" terpisah dan termasuk ke dalam dua bagian kalimatyang berbeda. Dalam hal ini, kalimatnya akan menjadi, "Damaisejahtera kepada semua orang yang memberi dirinya dipimpin olehpatokan ini, dan rahmat atas Israel milik Allah." Pada pembacaandi atas, doa itu dibagi dan ditujukan pada dua kelompok yangsangat berbeda. "Damai sejahtera" diucapkan kepada orang-orangyang percaya kepada Kristus ("orang-orang yang memberi dirinyadipimpin oleh patokan ini"); "rahmat" diucapkan kepada umatIsrael yang belum, tetapi mungkin akan, termasuk dalam masyarakatumat Allah yang sudah ditebus.

   Pilihan yang pertama mengasumsikan bahwa istilah "Israelmilik Allah" digunakan oleh Paulus untuk semua orang yang ada "didalam Kristus", Yahudi maupun kafir. Karena Paulus hanyamenggunakan istilah ini di sini, dan istilah ini tidak didapatkanlagi di manapun dalam seluruh Perjanjian Baru, maka penggunaankata ini sebagai sinonim "orang Kristen" pasti berasal darikonteks Paulus yang lebih luas.

   Seperti dalam kitab Galatia, dalam kitab Roma Paulusberargumentasi bahwa kebenaran (hidup yang benar di hadapanAllah) didapatkan melalui iman, bukan Hukum Taurat. Dalam Roma 4ia menunjukkan jalan itu adalah jalan Allah sejak semula.Buktinya diberikan dalam peristiwa Abraham, yang beriman kepadaAllah dan dengan demikian memiliki hubungan yang benar dengan-Nyasebelum dilakukan sunat yang bersifat lahiriah (Roma 4:9-11).Dari sini Paulus menarik kesimpulan bahwa Abraham adalah "bapasemua orang beriman," baik orang yang tidak bersunat (yaitu,orang kafir Roma 4:11) maupun orang yang bersunat (yaitu, orangYahudiRoma 4:12). Karena Abraham (bapa Israel menurut sejarah)juga merupakan bapa semua orang beriman, maka penyebutan "Israelmilik Allah" ini pasti tepat (lihat juga Roma 9:6-8).

   Dukungan lebih jauh untuk hubungan semacam ini berasaldari jemaat Filipi, di mana Paulus dengan tajam menyebut orangyang beriman kepada Yesus Kristus sebagai "orang-orang bersunat"bertentangan dengan orang-orang "yang menaruh percaya pada hal-

hal lahiriah" (Filipi 3:3), yaitu yang bergantung pada sunat(Filipi 3:4-6). Dalam kitab Galatia juga, "mereka yang hidup dariiman" disebut sebagai "anak-anak Abraham" (3:7), termasuk orang-orang kafir yang menjawab dengan iman (3:8). Pemikiran Paulus inikemudian mencapai puncaknya pada Galatia 3:26-29. Ketikaberbicara kepada sekelompok orang beriman, yang terdiri dariorang beriman Yahudi dan kafir, Paulus mengatakan, "Kamu semuaadalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus"(3:26). Ucapan ini didasarkan pada Perjanjian Lama, di mana untukIsrael disebut sebagai "Anak-anak Allah yang hidup" (Hosea 1:10)atau secara kolektif, "Anak (Allah)" (Hosea 11:1). Di sini munculpersamaan: Israel = anak/anak-anak Allah = orang-orang berimandalam Kristus. Paulus menyimpulkan pemikiran itu denganmenegaskan bahwa orang-orang yang ada di dalam Kristus, baikorang Yahudi maupun Yunani, adalah keturunan Abraham (3:27-29).

   Sulit bagi kita untuk menyangkal bahwa dari perkembanganpemikiran Paulus yang diuraikan secara singkat di atas, munculpenunjukan persekutuan Kristen sebagai "Israel milik Allah."Dengan demikian kemungkinan besar garis penafsiran ini benar.Tetapi pilihan kedua yang memberikan jangkauan yang lebihterbatas pada istilah "Israel milik Allah" juga memiliki manfaatdan harus kita pertimbangkan secara serius.

   Di samping memandang Abraham sebagai "bapa semua orangpercaya (Roma 4:11), Paulus membedakan dua kelompok dalam sejarahIsrael. Dalam Roma 2:28-29, ia berargumentasi bahwa ada dua jenisorang Yahudi: mereka yang hanya memenuhi persyaratan lahiriah(sunat dan keturunan jasmani) dan selain itu, mereka yang benar-benar orang Yahudi secara batiniah, yang sunatnya bukan hanyabersifat lahir melainkan juga batin, yang dikerjakan "oleh RohKudus." Kepada gagasan Israel yang "sungguh-sungguh" dalam Israelyang bersifat historis dan fisik ini kita dapat melekatkan konsepPaulus tentang "sisa-sisa orang Israel," yang ditelitinya dalamRoma 11. Karena kasih karunia Allah, akan ada umat Israel yang,seperti Paulus, akan menjawab karya Allah dalam Kristus denganiman (Roma 11:1, 5). Berdasarkan perbedaan antara seluruh umatdan sisa-sisa orang Israel ini, mungkinkah Paulus menggunakanistilah "Israel milik Allah" untuk membedakan sisa-sisa ini dari

"orang Israel"? Jika demikian, teks kita akan mendapatkan artiyang unik. Doa Paulus tentang "damai sejahtera" akan ditujukankepada "mereka yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini,"yaitu orang-orang yang sudah menjadi milik Kristus. Doa "rahmat"akan ditujukan kepada sisa-sisa orang Israel yang setia, yaitusemua orang yang belum memahami wahyu Allah dalam Yesus Kristus,tetapi akan memiliki iman karena kemurahan Allah.

   Dukungan akhir untuk penafsiran semacam ini berasal darifakta bahwa urutan yang normal dari doa dan salam Paulus adalah"kasih karunia dan damai sejahtera" (atau "rahmat dan damaisejahtera"), sedangkan dalam Galatia 6:16 urutannya adalah "damaisejahtera dan rahmat." Menurut Paulus, karena rahmat Allahlahyang menimbulkan damai sejahtera (dengan Allah, diri sendiri, danorang lain), maka konsekwensi logisnya akan menetapkan "damaisejahtera" untuk orang-orang yang sudah berada di dalam Kristus,dan "rahmat" untuk mereka yang "belum." lni mungkin terjadi,dengan syarat bahwa salam dan doa tidak selalu merupakan rumusanyang logis.

   Tafsiran mana pun yang diterima, ada satu fakta yang jelasyaitu secara keseluruhan Paulus memandang gereja, persekutuanumat Allah, sebagai masyarakat perjanjian yang baru di mana orangYahudi dan Yunani, orang Israel dan kafir, menjadi satu bangsayang baru. Dan umat inilah yang menjadi pemenuhan janji Allahkepada Abraham pada awal sejarah penebusan, "Olehmu semua kaum dimuka bumi akan mendapat berkat" (Kejadian 12:3; Galatia 3:29).

 

 

   

BAB 35

Naik dan Turun

Bukankah "la telah naik" berarti bahwa la juga telah turun ke bagian bumi yang palingbawah? la yang telah turun, la juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua

langit,

untuk memenuhkan segala sesuatu.   EFESUS 4:9-10.

  

Bagian surat yang mencakup Efesus 4:9-10 ini menjelaskanbahwa pelaku tindakan yang dimaksudkan adalah Kristus. Tetapi apaarti istilah "naik" dan "turun"? Di manakah "bagian bumi yangpaling bawah?" Apakah ada bermacam-macam "langit"? Dengan apakahla akan "memenuhkan segala sesuatu?"

   Pertanyaan-pertanyaan ini begitu saja terluncur dari tekske hadapan kita. Hal ini luar biasa karena arah pemikiran Paulusdalam seluruh konteks bacaan kita sangat jelas. Ketidakjelasanucapan Paulus yang sulit setidaknya sedikit banyak disebabkanpertanyaan dalam Efesus 4:10 (Bukankah "la telah naik"berarti ...?") mengacu kepada sebuah teks Perjanjian Lama yangdikutip dalam Efesus 4:8. Karena berharap untuk mendapatkanpetunjuk tentang tujuan Paulus dalam mengutip teks Mazmur 68:18,kami membaca teks tersebut dalam latar belakangnya yang asli.Tetapi bukannya membantu, teks ini semakin membingungkan ketikakami menyadari bahwa Paulus mengutipnya dengan membuat perubahanyang berarti, jelas untuk membuatnya sesuai dengan tujuannyasendiri.

   Dalam usaha untuk meningkatkan pemahaman kita tentangucapan Paulus yang sulit ini dan mendapatkan kejelasan yang lebihbesar, pertama-tama kita harus melihat pada konteks yang lebihdekat dan lebih besar, kemudian menyelidiki digunakannya teksMazmur 68:18 (dalam Efesus 4:8) oleh Paulus, dan terakhirberusaha untuk memahami "tafsiran" Paulus mengenai teks tersebutdalam penerapannya terhadap Kristus (4:9-10).

   Tema teologis yang utama dalam empat bab pertama Efesusadalah bahwa jemaat Yesus Kristus adalah ciptaan Allah di manamanusia yang terpecah-belah dapat diperdamaikan menjadi satu(1:22- 23). Dinding pemisah antara orang Yahudi dan orang Yunani

telah diruntuhkan (2:14-16). Orang-orang yang dulunya "jauh"(yaitu, orang kafir) telah menjadi bagian dari "keluarga Allah"yang sedang dibentuk menjadi "bait Allah" di mana Allah hadirmelalui Roh-Nya (2:17-22).

   Kesatuan, kehidupan dan pelayanan "bait suci", atau tubuhKristus inilah yang menjadi pokok bahasan bab 4. Setelahmengungkapkan kesatuan jemaat dengan fasihnya, dan mendasarkankesatuan tersebut pada satu Roh, satu Tuhan, satu Allah dan Bapadari semua (4:1-6), Paulus melanjutkan dengan menyatakankeanekaragaman tubuh itu. Kristus telah memberikan kasih karuniakepada anggota-anggota tubuh ini (4:7) untuk satu tujuan: supayaada rasul-rasul, nabi, penginjil, para pendeta dan guru (4:11)yang akan mempersiapkan semua umat Allah untuk pelayanan,sehingga seluruh tubuh akan bertumbuh menuju kedewasaan, danmenyatakan, "kepenuhan Kristus" (4:12-13) dalam dunia ini.Diperlengkapinya jemaat untuk tugasnya itulah yang merupakankonteks untuk memahami referensi Paulus pada Mazmur 68:18 danpenerapannya terhadap Kristus.

   Paulus berpindah dari pemikiran tentang kesatuan jemaatmenuju keragamannya dengan menyebutkan "kepada kita masing-masingtelah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberianKristus" (Efesus 4:7). Paulus mengetahui bahwa Kristus yang naikke sorga dan dimuliakan telah melimpahkan pemberian Roh Kuduspada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:32-38) dan oleh Roh inijemaat telah dilimpahi berbagai karunia (I Korintus 12:4-11).

   Seperti yang sering terjadi dalam tulisan-tulisan Paulus,sebuah kata, frase, atau konsep yang digunakannya saat inimembuatnya teringat sebuah kata dalam Kitab Suci, yang kemudiandikutipnya, “tatkala la naik ke tempat tinggi, la membawatawanan-tawanan; la memberikan pemberian-pemberian kepadamanusia." Jelaslah bahwa titik temu antara hal yang baru sajaditulisnya dan teks Mazmur 68:18 adalah, teks ini berbicaratentang seseorang yang dimuliakan dan menang, yang memberikanpemberian kepada umat-Nya. Tetapi, jika kita membaca ayat Mazmurdalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa yang menang itu"menerima persembahan-persembahan di antara manusia." Yang mula-mula terasa mengganggu atau membingungkan adalah kesan bahwa

Paulus mengubah teks Perjanjian Lama agar sesuai dengantujuannya. Sebuah penjelasan yang singkat akan menghilangkankesulitan ini.

   Mazmur yang dikutip merayakan kemenangan Allah atas musuh-musuh Israel, dan menggambarkan kemenangan itu dalam bentukiring-iringan kemenangan ke tempat kudus di Gunung Sinai, di manapihak yang kalah membawa upeti mereka kepada raja yang menang,yang menerima persembahan-persembahan mereka (Mazmur 68:17-18).Gambaran kemenangan Allah ini mungkin dalam pandangan Paulusmengungkapkan kemenangan raja Mesias di salib, dalam kebangkitandan kemuliaan-Nya. Tetapi karena ia memikirkan pemberian Kristusyang mulia kepada jemaat, dan Mazmur berbicara tentang Tuhan yangdimuliakan yang menerima persembahan dari manusia, apakah Paulushanya mengubah teks saja? Satu jawaban adalah mungkin Paulustidak bermaksud untuk mengutip secara tepat maupun menafsirkan,"melainkan dengan gaya Yahudi yang sudah dikenal menyesuaikanbacaan tersebut dengan keinginannya, karena ia mengetahui bahwapara pembacanya ... akan mengetahui perubahan tersebut danmelihat tujuannya." Ini memang mungkin, tetapi ada penjelasanlain yang tampaknya lebih baik.

   Pada jaman Paulus sebagian besar orang Yahudi tidak lagimengerti bahasa Ibrani, bahasa mereka sehari-hari adalah bahasaAram. Di sinagoga, pada saat teks bahasa Ibrani dibacakan,seorang penerjemah akan secara bebas menguraikan teks tersebutdengan kata-katanya sendiri, seringkali menjelaskan kesulitan-kesulitannya dan melakukan penyesuaian. 'Terjemahan tafsiran" inidilakukan dalam bentuk lisan dan kemudian ditulis dalam bentukTargum. Teks Targum bahasa Aram dari Mazmur 68:18 berubah dari"menerima persembahan-persembahan" kepada "memberikan pemberian-pemberian" yang kita dapatkan dalam kutipan Paulus. Paulusmungkin semata-mata menggunakan tafsiran rabi dari bacaan Mazmurtersebut. Tafsiran ini mungkin timbul dari kesadaran bahwawalaupun Mazmur merayakan kemenangan Allah seperti iring-iringankemenangan raja-raja bumi yang menerima penghormatan dan upetidari bangsa-bangsa yang ditaklukkannya, Allah Israel yangdimuliakanlah yang melimpahkan keselamatan kepada umat-Nya.

   Setelah mengutip teks Mazmur sesuai dengan pernyataanTargumnya, dengan gaya rabi yang khas Paulus kemudian melanjutkandengan menyelidiki sebuah aspek dari teks Mazmur dalam kaitandengan tindakan Kristus, Mesias yang datang ke bumi dandimuliakan sebagai Tuhan (Efesus 1:20-21; lihat juga Filipi 2:5-11). Jadi kata-kata "naik ke tempat tinggi" (dari Mazmur), jikaditerapkan kepada Kristus, mempersyaratkan (atau menyatakansecara tidak langsung) "bahwa la juga telah turun ke bagian bumiyang paling bawah" (Efesus 4:9). Apa maksud "turun" di sini? Danapakah "bagian bumi yang paling bawah" (atau dalam Alkitab versiNIV disebut "kedalaman bumi")?

   Sebuah pendapat mengatakan bahwa yang dimaksudkan Paulusadalah Inkarnasi, turunnya Anak Manusia dari sorga ke bumi (lihatYohanes 3:13). Menurut pandangan ini, ada dua cara untukmemahami, "bagian bumi yang paling bawah": (1) ungkapan inimungkin mengacu kepada neraka, dunia orang mati. Dan inimenunjukkan bahwa turunnya Kristus berpuncak pada kematian danpenguburan-Nya. Atau hal ini mungkin menunjukkan gagasan yangdalam Perjanjian Baru hanya didapatkan dalam I Petrus 3:18-20,yaitu sebelum kebangkitan-Nya Kristus memasuki dunia orang matidan berkotbah kepada roh-roh orang yang sudah meninggal. (2)Frase "bagian bumi yang paling bawah" dapat dianggap berarti"bagian yang bawah, yaitu bumi," bertentangan dengan ketinggianlangit ke mana Kristus naik (Efesus 4:10).

   Sebuah pandangan yang lain mengatakan bahwa "naik"mendahului "turun." Berdasarkan segala sesuatu yang dikatakansebelumnya dalam surat ini, Paulus tidak perlu membuktikanInkarnasi; hal ini dapat diduga. Karena konteks langsungnya (ayat7,11) berbicara tentang pemberian oleh Tuhan yang menang dan naikke sorga, yang perlu ditunjukkan oleh Paulus adalah yangditinggikan itu perlu turun untuk memberikan pemberian-pemberianini. 'Turun' ini diidentifikasi sebagai kedatangan Kristus dalamRoh.

   Konsep Paulus tentang Kristus yang diam di dalam hati(3:17) dan pengajaran Yohanes mengenai kedatangan Kristus kepadaorang-orang yang percaya di dalam Roh, sesudah "kenaikan" Yesus

(Yohanes 14:23-24), akan mendukung kemungkinan pemahaman teksseperti itu.

   Tetapi, karena Paulus tidak pemah berbicara tentangpemberian Roh Kudus atau kehadiran Kristus di dalam hati kitasebagai hasil "turun"nya Kristus, konsep Paulus yang sudah jelastentang kerendahan dan kemuliaan Kristus ini (Filipi 2:5-11)nampaknya dalam hal ini lebih mungkin terjadi sesudah Efesus 4:9-10. Hal ini akan sangat sesuai dengan konteks pemberian Kristuskepada jemaat. Dia yang telah mengosongkan diri-Nya sendiri darikemuliaan ilahi dan merendahkan diri bahkan sampai mati telahsangat ditinggikan "untuk memenuhkan segala sesuatu. lalah yangmemberikan ..."

   Secara hurufiah, dengan apakah la "memenuhkan segalasesuatu?" Alkitab versi TEV menafsirkan teks tersebut sebagaiberikut, "memenuhi seluruh alam semesta dengan kehadirannya."Alkitab versi RSV menerjemahkan, "memenuhi segala hal." Beberapaorang memandang "pemenuhan ini berhubungan langsung denganpemberian, yaitu, la memenuhi segala sesuatu (atau semuanya)dengan pemberian-pemberian-Nya.

   Barangkali kita lebih baik menggunakan arti umum lainnyadari kata Yunani pleroo ("mengisi"), yang berarti "memenuhi" atau"menyelesaikan." Pengertian itu akan sesuai dengan pernyataanserupa yang dibuatnya lebih awal dalam suratnya (1:23), di manaPaulus berbicara tentang pemenuhan pekerjaan Kristus. Dalam halitu, Paulus mengatakan bahwa turun (Inkarnasi) dan naiknyaKristus (Kenaikan, Kemuliaan) memiliki satu tujuan: untukmenggenapi tujuan Allah yang misterius bagi manusia (Efesus 1:8-10), untuk "memenuhi" tujuan itu. Dan pemberian kepada jemaat itumerupakan sebagian dari "penggenapan segala sesuatu," karena halini membawa kepada penyempurnaan jemaat untuk mengungkapkan"kepenuhan Kristus" di dunia.

 

   

 

BAB 36

Istri, Tunduklah

Hai, isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.   EFESUS 5:22

  

Kesulitan dari Efesus 5:22 ini bukanlah memahami bahasanyayang sudah jelas, melainkan artinya. Apakah ayat ini mengandungarti seperti yang nampak dari luar, tanpa mempedulikan kaitannyadengan teks-teks di sekitarnya, dan juga teladan hubungan manusiayang diberikan melalui kehidupan Tuhan? Karena norma-normakeayahan pada jaman Yunani-Roma yang ditanamkan dalam peraturankehidupan dan hubungan sehari-hari jelas menuntut seorang istriuntuk tunduk kepada suaminya, apakah Paulus hanya menganjurkanditeruskannya norma-norma konvensional? Jika demikian, mengapahal ini perlu? Tidakkah kalimat yang menjelaskan, yaitu "sepertikepada Tuhan," memperkenalkan dimensi yang benar-benar baru kedalam hakikat dan bentuk ketaatan ini?

   Yang terpenting bagi kita untuk dapat memahami maksudPaulus dengan jelas adalah (1) peranan dari kalimat ini dalamkonteks yang lebih besar dan (2) arti khusus dari istilah dankata-kata dalam kalimat ini dan teks-teks di sekitarnya.

   Konteks yang lebih besar dari kalimat ini membahaskeprihatinan Paulus bahwa orang beriman, sebagai masyarakat danindividu, akan dikuatkan oleh Rob Kristus (3:16-17) sehinggamereka akan tumbuh menuju kedewasaan (4:11-16). Kedewasaan iniakan datang jika mereka "ramah dan penuh kasih mesra satuterhadap yang lain (4:32), menjalani kehidupan yang penuh kasihseperti Allah, yang diteladankan dalam pelayanan Kristus yangpenuh pengorbanan dan penyerahan diri (5:1-2).

   Bagaimana "peneladanan Kristus" ini terlaksana secarakonkrit dalam persekutuan dan hubungan manusia secara umum?

Inilah pokok bahasan Efesus 5-6, dan teks kita (5:22) merupakansebagian dari padanya.

   Sebuah pembahasan umum tentang tingkah laku Kristenberdasarkan nasihat, "Janganlah turut mengambil bagian dalamperbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa"(5:3-16) dilkuti oleh beberapa perintah yang lebih khususmengenai hubungan dalam persekutuan dan konteks lainnya, misalnyakeluarga. Bagian ini dimulai dengan nasihat, "usahakanlah supayakamu mengerti kehendak Tuhan ... hendaklah kamu penuh dengan Roh(5:17-18). Kemudian, melalui empat kalimat yang berkaitan erat(5:19-21), ia menunjukkan bagaimana kehidupan yang penuh denganRoh Kudus dan terbimbing sesuai dengan kehendak Allah ituterwujud (1) "berkata-kata seorang kepada yang lain ..."(2)"bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan ..." (3)"mengucapsyukur ..." (4) merendahkan diri seorang kepada yang lain ..."1Kalimat terakhir inilah yang penting bagi kita untuk memahamiEfesus 5:22.

   Sepanjang surat-suratnya Paulus dengan jelas telahmenunjukkan bahwa orang Kristen merupakan tatanan sosial baruyang diciptakan untuk menyatakan kepenuhan Kristus di tengah-tengah tatanan lama yang sudah rusak. Apa yang dikatakannya dalamEfesus 5:21 adalah Roh Kudus memberi kekuatan kepada orangKristen untuk saling berhubungan dengan cara yang baru dan samasekali berubah, yaitu saling menundukkan diri. Dasar pendekatanyang sama sekali baru dalam hubungan manusia ini adalah "demipenghormatan kepada Kristus." Alasan penghormatan tersebut (ataubarangkali lebih tepat, rasa khidmat) adalah hakikat kehidupanKristus yang radikal di bumi, penyerahan diriNya secara total danbebas sebagai hamba Allah yang menderita, yang mencapai puncaknyapada penyerahan diriNya di kayu salib (5:2, 25). Penghormatan dankekhidmatan terhadap kasih yang menyerahkan diri itulah yangseharusnya mendorong kita untuk saling menyerahkan diri kepadayang lain.

   Pengertian Efesus 5:21 ini ("Rendahkanlah dirimu seorangkepada yang lain") memberikan penjelasan yang penting pada 5:22(Hai, isteri, tunduklah ..."). Baik terjemahan bahasa Inggrismaupun para komentator seringkali menyesatkan kita di sini, yaitu

dengan mencetak bagian kalimat 5:21 sebagai paragraf yangterpisah, dan memisahkannya dari kalimat-kalimat yang mendahuluidan juga mengikutinya (misalnya, Alkitab versi NIV, NEB), ataumenempatkan 5:21 pada paragraf sebelumnya (Alkitab versi NASB,TEV) atau untuk memulai paragraf baru (Alkitab versi RSV, TEV).Tidak satu pun dari penulisan ini yang sesuai dengan strukturseluruh bacaan dan tata bahasanya.

   Kalimat dalam Efesus 5:21 ("merendahkan diri seorangkepada yang lain") merupakan yang terakhir dari rangkaian empatkalimat di atas, dan jelas termasuk dalam kalimat yangmendahuluinya. Ayat 21 dalam ucapan yang sulit ini juga mencakupkata kerja 'tunduk," tanpa kata tersebut Efesus 5:22 tidaklengkap menurut tatabahasa dan tidak memiliki arti. Dalam ayatbahasa Yunani, arti hurufiahnya adalah, "Hai, istri, kepadasuamimu seperti kepada Tuhan." Kata kerja "tunduk" tidak ada danhanya dapat dimasukkan ke dalam kalimat karena hubungan yangdekat antara kedua ayat. Karena itu ayat 21 merupakan kalimatperalihan, yang menjadi bagian dari apa yang mendahuluinya danikut menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadi sikapmerendahkan diri seorang kepada yang lain (5:21) yang membuktikankepenuhan Roh Kudus (5:18) sekarang diteliti sehubungan denganimplikasinya untuk suami istri (5:22-23). Dengan kata lain,bagaimana bentuk sikap merendahkan diri yang meneladan Yesus inidalam pernikahan?

   Istri harus tunduk kepada suami "seperti kepada Tuhan."Sikap tunduk ini bukan lagi seperti yang terdapat dalam norma-norma budaya dan dipaksakan pada perempuan yang dianggap lebihrendah daripada laki-laki dalam budaya Yahudi maupun kafir.Tidak, sikap tunduk ini dapat dipilihnya dengan bebas, slap untukpasangannya "seperti untuk Tuhan," yaitu, sebagai murid Tuhan,seseorang yang mengikuti jejak-Nya sebagai hamba, yang didorongoleh kasih yang menyerahkan diri sendiri. Sikap tunduk semacamini bukan merupakan penegasan dari norma-norma yang tradisional;sebaliknya ini merupakan tantangan yang mendasar untuk norma-norma tersebut.

   Dari banyak surat-surat Paulus kita melihat bahwakebebasan baru yang ditimbulkan Injil terhadap norma-norma budaya

yang membatasi dan seringkali mengikat kadang-kadang bertentangandengan hubungan yang diatur oleh norma-norma ini, misalnyapernikahan itu sendiri. Mungkin bahaya itulah yang dibicarakanPaulus dalam Efesus 5:23. Sambil menyebutkan cerita penciptaanpada Kejadian 2, di mana perempuan diciptakan dari laki-laki(Kejadian 2:21-23), Paulus mengatakan, "Karena suami (laki-laki)adalah kepala istri (perempuan)."

   Kita mendiskusikan penggunaan kata kepala oleh Paulusdalam bab 22. Di sana kita mendapatkan bahwa dalam bahasa Yunaniumum gagasan "kekuasaan atas" biasanya tidak terkandung dalamkata head (kephale). Selain arti yang nyata dan hurufiah ("kepalamanusia atau binatang"), kata ini memiliki banyak arti kiasan,termasuk "sumber." Pengertian kephale inilah yang nampaknyapaling sesuai dengan teks-teks yang membicarakan hubungan suamidan istri (atau laki-laki dan perempuan). (Dalam Efesus 4:15-16 kataYunani kephale ("kepala") juga digunakan dengan arti kiasan "sumber." Kristus adalah"kepala" (yaitu, sumber), daripadanya seluruh tubuh bertumbuh dan membangundirinya dalam kasih. Dalam fisiologi jaman itu, kepala diyakini memberikan kehidupankepada seluruh tubuh.) Lihat I Korintus 11:3 dan Efesus 5:23.

   Dalam kedua teks di atas, perhatian ditujukan padaKejadian 2, di mana perempuan diciptakan dari laki-laki. Karenaitulah Paulus, dalam argumentasinya melawan orang-orang yangmenentang perkawinan karena kebebasan yang baru di dalam Kristus(lihat Galatia 3:28), mengingatkan mereka bahwa menurut rancanganAllah, laki-laki merupakan sumber keberadaan perempuan; merekadiciptakan seorang untuk yang lainnya dan merupakan satukesatuan, seperti ditegaskan dalam Efesus 5:31 yang mengutipKejadian 2:24. Demikian pula (dan di sinilah mulainya analogisuami/istri dengan Kristus/jemaat), Kristus adalah kephale("sumber") jemaat (5:23). Hubungannya dengan jemaat tidakdiungkapkan dengan bahasa "kekuasaan," melainkan "bahasa sumber."Kristus adalah Juruselamat gereja karena la menyerahkan nyawa-Nyabaginya.

   Setelah itu diberikan argumentasi terakhir untukpenyerahan diri yang sama sekali baru dari seorang istri kepadasuaminya, "Sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikianjugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu" (5:24). Apa

hakikat dari penyerahan jemaat kepada Kristus? Penyerahan inisecara sukarela dilakukan sebagai jawaban yang rendah hatiterhadap pelayanan yang mengorbankan diri-Nya sendiri dankehadiran-Nya yang terus-menerus memberi kuasa dan memelihara.Penyerahan jemaat kepada Kristus tidak dikontrol atau dipaksadari luar. Selama hidup dan pelayanan-Nya, Yesus secara tanpakompromi menunjukkan penolakan-Nya terhadap "kekuasaan atas oranglain" dalam ciptaan-ciptaan barunya (Lukas 22:24- 27).3 HubunganKristus dengan jemaat, mempelai perempuan-Nya, bukanlah sebagaiseseorang yang menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan danmenuntut, melainkan mengundang dan melayani.

   Setelah secara radikal menentang hakikat penyerahan istrikepada suami seperti yang diharapkan dan dituntut oleh budaya,dalam Efesus 5:22-23 Paulus melanjutkan dengan menunjukkanbagaimana bentuk penyerahan diri seorang suami kepada istrinya.Penyerahan diri suami itu (5:21) harus terwujud dalam bentukkasih yang menyerahkan diri sepenuhnya, yang didemonstrasikanKristus ketika "la menyerahkan diri-Nya" untuk jemaat (5:25).Para suami tentu saja diharapkan untuk memiliki gairah seksualterhadap istrinya. Tetapi dalam sebuah budaya di mana perempuanseringkali tidak lebih dari alas kaki yang dapat diinjak olehkekuasaan laki-laki, dan dalam situasi agama di mana para laki-laki Yahudi setiap hari berterima kasih kepada Allah karena latidak menciptakan mereka sebagai orang kafir, budak atauperempuan dalam konteks semacam itu gairah seksual terhadap istrilebih sering menjadi sarana untuk memuaskan diri sendiri danmenguasai istri. Kedudukan suami yang lebih tinggi itu denganberani ditantang oleh Paulus dengan menyerukan kepada para suamiuntuk mengasihi (agapao) istri mereka, yaitu mendampingi merekadan bersama dengan mereka dalam kasih yang menyerahkan diri,memelihara, dan melayani. Demikianlah Kristus mengasihi jemaat,dan para suami, seperti juga istri-istri mereka, harus meneladaniKristus (Efesus 5:2).

 

 

 

BAB 37

Kerjakanlah Keselamatanmu

Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, karena Allahlah yangmengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-

Nya.   FILIPI 2:12-13

  

Filipi 2:12-13 ini menjadi sulit jika kita tidakmendengarkannya Fdalam konteks semua hal lainnya yang dikatakanPaulus mengenai pekerjaan penebusan Allah dan keterlibatan kitadalam pekerjaan tersebut. Memang sejak jaman Reformasi, ketikainti dari Injil Paulus adalah pemberitaan yang penuh sukacitasola gratia, sola fide ("karena kasih karunia saja, karena imansaja"), apa pun yang sedikit saja menyinggung "mengerjakankeselamatan" atau "keselamatan karena perbuatan" dicurigai. Danmasalah itulah yang sering muncul ketika orang-orang berimanmembaca Filipi 2:12-13.

   Masalah ini dapat kita kesampingkan, karena pandangan yanglebih teliti terhadap pengajaran Paulus tentang semua aspekpekerjaan penebusan Allah di dalam Kristus mengungkapkan bahwakeselamatan tidak didasarkan pada tumpukan kesalehan danperbuatan baik kita. Tidak, keselamatan adalah urusan Allah daripermulaan hingga akhir. Keselamatan ini dimulai, dilaksanakan,dan diselesaikan oleh-Nya. Walaupun demikian, kita manusia yangmerupakan obyek kegiatan ilahi tersebut bukanlah robot-robot yangdimanipulasi oleh 'penekan tombol ilahi.' Kita adalah makhlukyang diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 1:26-27), yangdipanggil untuk menjawab Pencipta dengan iman dan kasih, dan ikutberpartisipasi secara aktif dalam tujuan Allah. Perspektif gandatindakan ilahi dan reak-si dan partisipasi manusia inilah yangdibicarakan dalam teks ini.

   Intl pemberitaan Paulus, yang diulang dengan berbagai carasepanjang tulisan-tulisannya, secara singkat dan mengesankandiungkapkan dalam Efesus 2:8-9, "Sebab karena kasih karunia kamudiselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian

Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yangmemegahkan diri." Kalimat ini jelas; tidak ada persyaratan yangdiajukan (seperti "jika ... maka ..."). Kasih Allah yangmenjangkau kita tanpa syarat (Roma 5:8) sepenuhnya merupakankasih karunia. Kita tidak layak mendapatkannya dan tidak bisamemperolehnya melalui usaha, dan karena itu kita tidak bisamemperoleh penghargaan dari hal itu ("jangan ada orang yangmemegahkan diri"). Kata kerja "kamu (telah) diselamatkan"berbentuk pasif, yang berarti bahwa tindakan itu berasal dariluar diri kita dan merupakan sesuatu yang sudah selesai tetapimasih efektif pada masa sekarang ini dan masa yang akan datang.

   Pernyataan yang tegas ini dengan segera diikuti olehucapan Paulus dalam Efesus 2:10, "Karena kita ini buatan Allah,diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaanbaik ..." Di sini, seperti pada surat-suratnya yang lain, Paulusdengan sangat jelas menyatakan bahwa hubungan yang dipulihkandengan Allah merupakan suatu kondisi yang akan mengubah kehidupankita sedemikian rupa sehingga tujuan Allah dalam kehidupan kitaakan terlaksana. Beberapa contoh akan membuat hal ini sangatjelas.

   Dalam Roma 6 orang beriman didefinisikan sebagai merekayang telah dibaptis dalam Kristus, dikuburkan dan dibangkitkanbersama-sama dengan-Nya supaya kita "akan hidup dalam hidup yangbaru" (6:3-4). Di sini perjanjian keselamatan itu digambarkansebagai fakta yang sudah selesai; dan "hidup dalam hidup yangbaru" merupakan kemungkinan yang akan direalisasikan. KemudianPaulus melanjutkan dengan mengata-kan bahwa diri kita yangberdosa telah "disalibkan" bersama Yesus, bahwa kita bukan lagi"budak dosa" (6:5-11).

   Pengungkapan fakta yang sudah selesai ini kemudianlangsung diikuti oleh perintah, "Sebab itu hendaklah dosa janganberkuasa lagi ... janganlah kamu menyerahkan anggota-anggotatubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman ...tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah ... untuk menjadi senjata-senjata kebenaran" (6:12-13).

   Di Galatia, di mana keselamatan melalui iman kepadaKristus ditekankan khusus (misalnya, dalam Galatia 2:16, "tidakseorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan Hukum Taurat,tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus"), Paulus jugadapat menekankan bahwa "dalam Kristus," yaitu dalam hubungan kitadengan Allah melalui Kristus, yang penting adalah "iman yangbekerja oleh kasih" (5:6). Karena itu "layanilah seorang akanyang lain oleh kasih" (5:13).

   Kesenjangan yang nampaknya timbul antara pernyataankeselamatan yang sudah selesai dan sebuah kehidupan di manaseseorang harus mengerjakan keselamatannya antara lain disebabkanoleh cara Paulus yang fleksibel dalam menggunakan kata-kata atauungkapan tertentu. Dalam teks kita, keselamatan merupakan sebuahrealitas yang masih dalam proses dan akan dilaksanakan. DalamRoma 1:16 dan Efesus 1:13 istilah keselamatan itu digunakan dalampengertian yang umum dan menyeluruh, dan sebagai sinonim dariInjil (yaitu, kabar baik, dan kuasa keselamatan). Dalam IIKorintus 7:10, dikatakan bahwa pertobatan akan membawakeselamatan. Ada teks-teks lain di mana keselamatan digambarkansebagai tahap atau peristiwa terakhir dalam pekerjaan penebusanAllah. Kepada jemaat Tesalonika dikatakan bahwa mereka dipilih"untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan" (II Tesalonika2:13) dan bahwa salah satu perlengkapan orang Kristen melawankegelapan adalah "pengharapan keselamatan" (I Tesalonika 5:8).Contoh yang paling jelas mengenai penggunaan istilah ini untukwaktu yang akan datang terdapat dalam Roma 13:11, di mana kitabaca bahwa, "keselamatan sudah lebih dekat bagi kita daripadawaktu kita menjadi percaya."

   Jika kita mempertimbangkan semua aspek ini, kita lihatbahwa Paulus memandang keselamatan sebagai seluruh pekerjaanpenebusan Allah, tetapi ia juga menggunakan istilah tersebutsecara bebas untuk menunjukkan berbagai bagian dari keseluruhan.Ilustrasi terbaik tentang pemahaman Paulus akan keselamatansecara total, yang digambarkan berdasarkan berbagai tingkatannya,kita dapatkan dalam Roma 5. Kita telah "dibenarkan karena iman"(5:1). Dibenarkan berarti dibawa ke dalam hubungan yang benardengan Allah, kondisi yang digambarkannya sebagai "damai dengan

Allah" (5:1). ('Dibenarkan' merupakan istilah yang biasadigunakan Paulus untuk menyatakan apa yang terjadi kepada kitajika kita menjawab kasih Allah di dalam Kristus dengan iman).Dengan demikian titik puncak dari apa yang telah dimulai ituadalah ikut menerima "kemuliaan Allah (5:2). Antara kedua kutubini, kehidupan Kristen ditandai oleh sukacita dan pengharapan ditengah-tengah kesengsaraan (5:3-5), karena setelah dibenarkanoleh kematian Kristus (5:9), karya yang terus-menerus dari Tuhanyang dibangkitkan dalam kehidupan orang beriman akan membawakepada keselamatan (5:10).

   Konteks yang lebih luas dari ucapan yang sulit ini,seperti telah dibahas di atas, terdiri atas tiga unsur: (1)pengertian ganda dari kata "sudah" dan "belum' ; (2) kenyataanhubungan yang dipulihkan dengan Allah dan perlunya hidup dalamhidup yang baru; (3) pemahaman keselamatan sebagai pekerjaanAllah yang menyeluruh di mana kita berpartisipasi melalui iman,pengharapan, dan kasih. Dalam konteks inilah kita dapat memahamiFilipi 2:12-13 sebaik-baiknya.

   Paulus memanggil para pembacanya untuk bersatu dalam hidupmereka, yang dapat dicapai melalui sikap rendah hati danmementingkan orang lain (Filipi 2:1-4), didorong oleh teladankerendahan hati Kristus dan penyerahan diri sepenuhnya (2:5- 11).Pekerjaan Kristus inilah yang bagi Paulus merupakan dasar dariperintah "kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar" (2:12).Keselamatan yang kita dapatkan melalui "ketaatan Kristus sampaimati" (2:8) harus "diwujudkan", dilaksanakan, dan diusahakandalam hubungan kita dengan orang lain. Dorongan untukmelaksanakannya adalah "takut" dan "gentar," bukan dalampengertian takut yang sebenarnya, melainkan dalam arti "khidmat",yaitu perasaan "khidmat" yang kita rasakan jika kita merenungkankarya "kasih karunia Allah yang menakjubkan" di dalam Kristus.

   Tetapi "mengerjakan keselamatan" dalam konteks kita iniyaitu mengerjakan keselamatan menuju persatuan dalam jemaat diFilipi bukanlah "usaha manusia" yang dapat kita "banggakan."Tidak, karena dikerjakannya keselamatan ini dikuatkan oleh kasihkarunia Allah yang terus-menerus, karena Allah bekerja "di dalamkamu" (atau "di antara kamu").

   Keselamatan bukanlah sesuatu yang kita miliki, melainkansebuah hubungan yang mencakup kita di dalamnya. Dan dalamhubungan itu, kita ikut mengambil bagian dalam Roh Allah. Jadiperbuatan Kristen tidak pernah merupakan "hasil usaha" kita;melainkan selalu merupakan hasil pertumbuhan dari hubungan yangdinamis, yang dirancang dan diselesaikan oleh Allah.

   

   

 

BAB 38

Tidak Bercacat di Hadapan Hukum

Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, akulebih lagi ... tentang kebenaran dalam mentaati Hukum Taurat, aku tidak bercacat.  

FILIPI 3:6

  

Hal yang langsung menyolok bagi kita dalam Filipi 3:4-6adalah nada superior yang dikandungnya, dan juga ucapan Paulusyang sombong tentang kesempurnaan moral dan rohaninya. Bagaimanapun nada ucapannya ini nampak tak pantas bagi "Rasul orangkafir." Bukankah ia mengatakan sebelumnya pada surat yang samabahwa roh yang menyerupai Kristus membimbing seseorang untukmenganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri?(2:3). Dan bukankah ia juga Rasul yang bersusah payah untukmenunjukkan bahwa membanggakan keberhasilan manusia sekalipundalam praktek agama dan kebenaran moral menghalangi hubungandengan Allah? Tentang pernyataan tidak bercacat dalam Hukum Musa,bukankah ia juga bersusah payah untuk menunjukkan bahwakesempurnaan berdasarkan Hukum Taurat itu tidak mungkin, bahwa"semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaanAllah? (Roma 3:23).

   Situasi yang dibicarakan dalam teks ini, dan juga dalamdua surat lainnya di mana timbul nada yang serupa (II Korintus10-12; Galatia 1-3) menunjukkan bahwa Paulus terlibat dalamsebuah situasi perselisihan di mana ia berdebat dengan para lawanyang pengajaran atau reaksinya terhadap kuasa kerasulan Paulusmengancam kehidupan jemaat atau keutuhan Injilnya. Ciri bahasapolemik ini adalah ironis, atau hiperbol, atau keduanya.Argumentasi di satu pihak dilebih-lebihkan untuk mengungkapkankemustahilan atau kesalahan pihak lainnya. Atau mereka menghinalawan di depan umum sejelek-jeleknya untuk menghindari pokokargumentasi yang sebenarnya.

   Cara retorik ini menjelaskan nada superior yang terkandungdalam teks kita. Paulus mungkin berdebat dengan para pemegangadat Yahudi (lihat bab 32 di atas) yaitu kelompok orang KristenYahudi yang terus menuntut agar orang Kristen Yahudi maupun kafirmengikuti tatacara sunat dan hukum keagamaan atau dengan wakil-wakil sinagoga yang menentang pemberitaan Paulus di Makedoniasejak awal (lihat Kisah Para Rasul 16:1; 17:15). la menyebutlawan-lawannya di Filipi "anjing," sebuah julukan ejekan yangbiasanya digunakan oleh orang Yahudi terhadap orang kafir, dansekarang dibalikkannya untuk orang Yahudi sendiri. Dalam sebuahpermainan kata yang tajam sehubungan dengan tatacara sunat(peritome), ia menyebut mereka, "pemotong daging" (katatome,3:2). Bahwa ini merupakan bahasa polemik terlihat jelas darifakta bahwa Paulus menaruh belas kasihan kepada mereka dan iarela "terkutuk dan terpisah dari Kristus" demi keselamatan mereka(Roma 9:3).

   Dalam polemik inilah secara ironis Paulus memakai sudutpandang mereka dan mengajukan argumentasi dengan menggunakanistilah mereka untuk menunjukkan bahwa dalam keadaan yang terbaikpun, apa yang dicapai dalam Hukum Taurat tidak membawa kepadahubungan yang benar dengan Allah. Berusaha keras untuk melakukanbanyak kebaikan di hadapan Allah dengan cara mengikuti ajaran-ajaran yang sangat cermat dari hukum tatacara Yahudi berarti"menaruh percaya pada hal-hal lahiriah" (Filipi 3:3). Istilahhal-hal lahiriah di sini menunjukkan kemampuan manusia, terlepasdari Allah, untuk menjalani kehidupan dengan cara sedemikian

sehingga Allah senang. Jika itulah standar yang pada akhirnyadigunakan untuk mengukur seseorang, demikian kata Paulus, makaaku mempunyai alasan yang sama banyaknya dengan setiap orang,mungkin lebih banyak, untuk menaruh percaya (3:4).

   Daftar keyakinan syarat yang mengikuti hal ini, "disunatpada hari ke delapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin,orang lbrani asli, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat"(3:5,6) menekankan sifatnya yang alamiah, ketepatan tatacara yangdilakukan (pada hari yang ke delapan!" seperti dikehendaki olehHukum Lewi) dan prestasi pribadinya. Prestasi pribadi inipertama-tama diungkapkan dalam kalimat "tentang pendirianterhadap Hukum Taurat aku orang Farisi."

   Walaupun pada akhirnya kita menyamakan "orang Farisi"dengan "orang munafik" (terutama dengan menyamaratakan celaanYesus kepada orang Farisi yang menentang pelayanan-Nya sebagaiorang munafik Matius 23:13), menjadi anggota kelompok orangFarisi yang religius merupakan lambang kehormatan. Kita tahu darisumber-sumber Yahudi bahwa para pemimpin agama ini sangat cermatdalam hal ketaatan kepada Hukum Musa dan penafsirannya yang telahditurunkan selama berabad-abad. Orang Farisi percaya bahwa jikasemua orang Yahudi melaksanakan Hukum Taurat dengan sempurnaselama satu hari saja, kerajaan Allah akan datang. Karena itutujuan mereka yang tinggi adalah membawa Israel kepada ketaatanyang sempurna. Banyak orang menjadi sangat saleh dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan kehendak Allah pada saat merekamemahaminya. Bagi banyak orang lainnya hal tersebut menjadisumber kebanggaap dan sikap membenarkan diri sendiri (lihat Roma10:2-3). Aku adalah salah satu dari orang-orang Farisi ini, kataPaulus.

   Selain itu, semangatnya sebagai orang Farisi terhadapHukum Taurat terwujud dalam penganiayaan terhadap orang-orangyang mengatakan bahwa yang ditolak oleh orang Farisi adalahMesias yang ditunggu-tunggu (Filipi 3:6; lihat juga Galatia 1:13-14). Bagi Paulus, keyakinan yang baru ini mengancam tradisi yangdiwarisinya, dan ia memandang dirinya sendiri sebagai pembelatradisi itu.

   Kemudian dibuatlah pernyataan terakhir yang bisa mendasari"kepercayaan pada hal-hal lahiriah," yaitu kesempurnaan menurutHukum Taurat. Sebagai orang Farisi, Paulus yang dididik oleh pararabi menurut tradisi Hukum Taurat yakin bahwa dalam segala hal iatelah mematuhi Hukum Taurat; ia telah mentaati sangat banyakperaturan yang diciptakan untuk menghindarkan orang-orang yangsetia dari ketidaktaatan terhadap hukum Musa. Di sini Paulusmenggemakan ucapan seorang pemuda yang dalam reaksinya terhadappertanyaan Yesus mengenai perintah Allah, mengatakan dengan penuhkeyakinan, "Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku" (Lukas18:20- 21).

   Paulus juga memiliki keyakinan kawan-kawannya yaitu pararabi bahwa kita boleh mentaati Hukum Taurat, dan sebenarnya iatelah menguasai Hukum Taurat itu. Walaupun pernyataan ini secarasepintas mungkin tampak bertentangan dengan ucapan-ucapan Pauluslainnya (lihat Roma 2:17-24; 7:7-20), pernyataan ini cukupkonsisten dengan keyakinannya bahwa sekalipun seseorang dapatmentaati seluruh Hukum Taurat, ia tidak akan dibenarkan (yaitu,memiliki hubungan yang benar dengan Allah) atas dasar itu(Galatia 2:16-17; 3:21). Jelas bahwa pengalaman Paulus bertemudengan Kristus di jalan menuju Damaskus membawanya padapenafsiran itu. Dalam tindakan puncaknya yang penuh semangat demiHukum Taurat yaitu penganiayaan pengikut-pengikut Yesus iamendapatkan dirinya melawan tujuan Allah. la mendapatkan bahwakeyakinan pada kemampuan seseorang untuk membuktikan dirinyasendiri berharga dalam pandangan Allah mengakibatkan terpisahnyadia dari Allah. Mengapa? Karena hal ini secara tidak langsungmenolak ketergantungan yang rendah hati terhadap Allah. Hanyadalam iman dalam ketergantungan kepada Allah mata seseorang akanterbuka untuk mengerti tujuan Allah dan juga pemberian kuasaAllah untuk ikut mengambil bagian dalam tujuan tersebut.

 

 

 

BAB 39

Yang Sulung di antara Ciptaan

la adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung lebih utama dari segalayang diciptakan.      KOLOSE 1:15

  

   Kolose 1:15 dan ayat-ayat sesudahnya (Kolose 1:15-20),termasuk salah satu bacaan Perjanjian Baru yang paling pentingtentang hakikat dan kepribadian Kristus. Mulai dari saatpelayanan Yesus sampai kepada penulisan Perjanjian Baru dan abad-abad sesudahnya, di mana para pemikir Kristen menyusun pernyataankepercayaan yang mendasar, pemahaman tentang identitas Yesusmerupakan masalah utama.

   Terhadap pertanyaan Yesus, 'Tetapi apa katamu, siapakahAku ini?" Petrus menjawab, "Engkau adalah Mesias!" (Markus 8:29).Yesus membenarkan pengakuan ini (lihat juga Matius 16:16-17),tetapi ketika ternyata Petrus memahami identitas Yesus sebagaiMesias terutama dalam pengertian yang politis dan penuhkemenangan, ia ditegur oleh Tuhan, karena Mesias yang sejatiharus menanggung penderitaan dan kematian (Markus 8:30-38). Dansejak jaman Paulus, seperti dibuktikan dalam halaman-halamanPerjanjian Baru, identitas Yesus dinyatakan dengan lebih jelasdan diberitakan dengan pemahaman dan keyakinan yang meningkat.

   Bacaan kita ini adalah salah satu jawaban Paulus terhadappertanyaan yang diajukannya ketika ia pertama kali ditemukan olehKristus di jalan Damaskus, "Siapakah Engkau, Tuhan?" (Kisah ParaRasul 9:5). Jawaban ini sampai kepada kita dalam berbagai bentukdan terminologi, yang mengungkapkan berbagai aspek iman Kristenjaman itu tentang sebuah Pribadi, yang melalui hidup, kematian,dan kebangkitan-Nya telah memulai jaman baru. Baik bagi pengikutYesus yang mula-mula maupun orang-orang seperti Paulus yangmenjadi pengikut setelah kebangkitan Yesus, pemahaman tentangidentitas Yesus sepenuhnya tidak ada pada awalnya. Mereka tumbuhdalam iman dan pengetahuan sementara mereka "meneliti Kitab Suci"(Perjanjian Lama kita), dan yakin bahwa Kitab Suci itu memberikesaksian tentang identitas Yesus (lihat Yohanes 5:39). Jadi

bukanlah suatu kebetulan bahwa kesaksian tentang Yesus ituterwujud dalam gambaran dan istilah Perjanjian Lama.

   Surat kepada jemaat Kristen di Kolose yang ditulis daripenjara di Roma menjelang akhir hayat Paulus barangkalimemberikan jawaban yang paling matang dan lengkap terhadappertanyaan siapakah Yesus itu. Seluruh bacaan yang dimulai denganteks kita ini (Kolose 1:15-20) berisi lebih banyak pernyataanyang agung tentang Kristus dibandingkan teks lainnya dalamPerjanjian Baru. Usaha kita untuk memahami hal ini secara lebihjelas akan terpusat pada dua definisi utama yang diberikan, yaitu"gambar" Allah dan "yang sulung" dari segala yang diciptakan.

   Dalam Perjanjian Baru, hanya Paulus yang menggunakan katagambar (bahasa Yunani, eikon) untuk menunjukkan sebuah cerminan,"bayangan" dari realitas pribadi dalam diri orang lain. Dalamkaitan yang jelas dengan Kejadian 1:26-27, Paulus mengatakanbahwa manusia adalah "gambar Allah" (I Korintus 11:7), dan iamengatakan bahwa orang Kristen adalah seseorang yang diperbarui"menurut gambar Khaliknya" (Kolose 3:10). Keyakinan Alkitabiahyang mendasar bahwa manusia dalam pengertian yang misteriusmencerminkan realitas Allah, bagi Paulus menjadi dasardigunakannya kiasan "gambar" yang lain. Orang Kristen diharapkan"untuk menjadi serupa dengan gambaran anak-Nya" (Roma 8:29).Mereka harus "memakai rupa dari yang sorgawi" (I Korintus 15:49)dan "diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya (Kristus)" (IIKorintus 3:18).

   Keyakinan Paulus bahwa orang Kristen diubah menjadi serupadengan gambar Kristus didasarkan pada dua keyakinan yangberkaitan. Yang pertama adalah manusia ciptaan, sebagai "gambarAllah", telah rusak oleh dosa. Tidak seperti yang diharapkan,hidup manusia tidak mencerminkan kasih dan kesetiaan Allah yangkekal, inti dari hakikat Allah. Keyakinan yang kedua adalah,dalam Kristus "gambar Allah" benar-benar hadir dan dinyatakan:"Kemuliaan Allah" dicerminkan "pada wajah Kristus" (II Korintus4:6) karena la adalah "gambaran Allah" (II Korintus 4:4).Keyakinan itu bertambah dalam teks kita: Hakikat yang "tidaknampak" menjadi "nampak" dalam Inkarnasi, karena Kristus adalahgambar Allah (Kolose 1:15). Apa yang menjadi tujuan penciptaan

Adam, sebagai wakil dari semua umat manusia (tetapi yang gagalkarena dosa) yaitu "gambar Allah" (Kejadian 1:26-27), Kristuslahyang menggantikannya.

   Bagi Paulus, Adam dan Kristus mewakili dua generasi umatmanusia (lihat Roma 5:15-17; I Korintus 15:45-46): Adam mewakiliciptaan yang mula-mula, dan Kristus mewakili ciptaan baru; Adammewakili ciptaan yang rusak karena dosa, Kristus mewakili ciptaanbaru yang dibebaskan dari ikatan dosa. Karena itu, manusia "Adam"yang diciptakan serupa dengan gambar Allah gagal, tetapi manusiabaru "dalam Kristus" ditentukan menjadi gambar Allah.

   Konsep yang kedua dan lebih sulit dari teks Kolose iniadalah Kristus merupakan "yang sulung" dari segala yangdiciptakan. Masalah istilah yang diterapkan pada Kristus ininampaknya adalah pertanyaan yang timbul tentang hakikat Kristusyang kekal. Jika ia adalah "yang sulung," apakah ada suatu waktudi mana ia belum lahir?

   Istilah yang sulung didapatkan beberapa kali dalamPerjanjian Baru. Istilah ini digunakan dalam pengertian umum duakali, untuk mengacu kepada anak pertama yang dilahirkan olehseorang perempuan (Lukas 2:7; Ibrani 11:28). Dari pengertian yang"alamiah" ini didapatkan penggunaan kiasan, di mana "yang sulung"merupakan tanda "yang pertama" dari banyak lainnya yang akanmengikuti. Yesus, sebagai yang dibangkitkan, merupakan "yangsulung" dari antara orang mati, karena orang Kristen juga akandibangkitkan dari kematian (Kolose 1:18; Wahyu 1:5). la jugamerupakan "yang sulung di antara banyak saudara" dalam tatananAllah yang baru, karena orang Kristen ditentukan untuk menjadiserupa dengan gambar Anak Allah (Roma 8:29). Sebagai gambaranKristus, tanpa mengacu kepada sesuatu atau seseorang lain, "yangsulung" digunakan dalam Ibrani 1:6. Di sini, seperti dalam tekskita, istilah ini hampir digunakan sebagai gelar untuk Kristus.Arti apakah yang disampaikan oleh gambaran ini?

   Dalam Keluaran 4:22 dan Yeremia 31:9, Israel disebutsebagai "anak sulung" Allah, dan dalam Mazmur 89:27, Daud sangraja disebut sebagai "anak sulung Allah, yang mahatinggi diantara raja-raja bumi." Dalam kedua penggunaan istilah di atas

tidak terkandung pengertian "yang pertama dalam satu seri" atau"yang pertama dilahirkan." Dalam kaitan dengan Israel, peng-angkatan menunjukkan kepentingan dan keunikan. Allah memilihIsrael sebagai umat-Nya yang khusus untuk tujuan penebusan. lamengasihi Israel dengan kasih yang khusus seperti yang dialamiorang tua ketika anak pertamanya lahir (lihat Hosea 11:1). Dalamkaitan dengan Daud, istilah yang sulung didefinisikan untuk kitadalam baris Mazmur berikutnya: la adalah "yang mahatinggi diantara raja-raja bumi." Yang sulung di sini hanya merupakankiasan dari "yang mahatinggi."

   Karen dalam penafsiran guru agama Yahudi Mazmur 89 tidakhanya dibaca dalam kaitan dengan Raja Daud, melainkan juga Mesiasyang akan datang, maka penggunaan istilah yang sulung dalamMazmur dapat menjadi dasar untuk penerapan istilah tersebutkepada Kristus dalam surat kepada jemaat Ibrani dan Kolose.

   Mungkin juga pembacaan Mazmur 89 membawa konotasi "yangmahatinggi" kepada penggunaan istilah 'yang sulung" oleh Paulusdalam Kolose 1:15. Pengertian semacam ini jelas akan sesuaidengan keyakinan orang Kristen jaman itu mengenai ditinggikannyaTuhan yang bangkit pada kedudukan yang penuh kuasa (Kisah ParaRasul 2:33-36; Filipi 2:9-11). Alkitab versi NIV yangmenerjemahkan "yang sulung atas segala yang diciptakan" jelasmendukung arti pemuliaan, keunggulan, kekuasaan ini.

   Tetapi, kita dapat juga memahami bentuk genitif(kepunyaan) dalam Kolose 1:15 dalam pengertian yang paling umum.Dalam hal itu, kita akan membaca, "yang sulung dari segala yangdiciptakan" (Alkitab versi NASB dan RSV). Penekanannya di siniadalah prioritas waktu dan perbedaan yang unik dari susunanciptaan. Arti "yang sulung" semacam ini akan didukung olehpernyataan dalam Kolose 1:16 ("karena di dalam Dialah telahdiciptakan segala sesuatu") dan Kolose 1:17 ("la ada terlebihdahulu dari segala sesuatu"). Berdasarkan penegasan yang lebihlanjut ini tentang Kristus, tidak mungkin bagi kita untukmengatakan bahwa Kristus sebagai 'yang sulung" termasuk di dalam"segala yang diciptakan." Keunggulan Kristus dibandingkan dengansemua ciptaan ditegaskan tanpa keraguan sepanjang teks ini. Hanyatentang Kristuslah dikatakan bahwa seluruh kepenuhan Allah

berkenan diam di dalam Dia dan dinyatakan melalui Dia (1:19;2:9).

   Uraian Paulus tentang Kristus sebagai "gambar Allah yangtidak kelihatan" dan "yang sulung atas (atau 'dari') segala yangdiciptakan" ditujukan kepada guru-guru palsu yang antara lainmenganjurkan ibadah kepada malaikat (Kolose 2:8-23). Jika,seperti yang dinyatakan beberapa orang sepanjang sejarah gereja,"yang sulung" menggambarkan Kristus sebagai makhluk ciptaan dan"gambar Allah" menegaskan kemanusiaan Kristus yang sejati (sesuaidengan Kejadian 1:26-27), maka tidak mungkin Paulus mengkritikjemaat Kolose yang menganjurkan pemujaan kekuatan gaib danmalaikat. Tetapi keterlibatannya dalam polemik menentangpengajaran semacam itu menegaskan bahwa uraiannya tentangkeunikan dan status Kristus yang mulia bermaksud menolak setiappernyataan tentang nilai berhala-berhala lainnya.

   Kristus adalah "gambaran Allah" yang tidak sama denganAdam (dan semua umat manusia), karena dalam "gambar" itulahkepenuhan pribadi Allah dinyatakan. Kristus adalah "yang sulung,"bukan dalam pengertian seseorang yang dilahirkan atau diciptakansebagai yang pertama di antara lainnya, melainkan yang lebihdahulu dari semua susunan ciptaan dan ditinggikan atas mereka.Karena itu, teks ini menegaskan kekekalan Kristus dengan samabaiknya seperti Injil Yohanes tentang Kristus sebagai FirmanAllah yang kekal, yang "pada mulanya bersama-sama dengan Allah"(Yohanes 1:1-2).

 

 

 

BAB 40

Apa yang Kurang pada Penderitaan Kristus

Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, danmenggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk

tubuh-Nya, yaitu jemaat.   KOLOSE 1:24

  

Perkataan "apa yang kurang" dan "penderitaan Kristus" dalamKolose 1:24 menghadapkan kita pada beberapa kesulitan. Sepintaslalu nampaknya perkataan ini mengungkapkan secara tidak langsungbahwa ada kekurangan dalam penderitaan Kristus, bahwa keefektifanpenderitaan Tuhan kita itu terbatas dan tujuan penebusan harusdilengkapi atau diselesaikan melalui penderitaan Paulus. Disamping masalah yang utama ini, timbul masalah bagaimanapenderitaan Paulus dapat digunakan "demi" jemaat, khususnyakarena jemaat di Kolose tidak dibangun oleh Paulus dan ia jugabelum mengunjunginya (1:3-8).

   Berdasarkan segala hal lainnya yang ditegaskan Paulusmengenai arti penebusan dalam kehidupan, kematian, dankebangkitan Kristus, kita tidak mungkin mengatakan bahwapekerjaan penebusan ini tidak lengkap dari segi tertentu. Bahkandalam konteks langsung, Paulus secara jelas mengungkapkan puncakpenyelamatan Allah di dalam Kristus. Di atas salib, Kristusmendapatkan kemenangan atas semua kekuatan dosa dan perbudakandan kematian yang memisahkan kita dari Allah dan tujuan-Nya(2:13-15). Sebagai hasil pemberitaan Injil, orang Kristen menjadiorang-orang yang telah dibebaskan dari kekuasaan kegelapan dandipindahkan ke dalam kerajaan Anak Allah (1:13), dan melalui Diapenebusan dan pengampunan dosa telah dilimpahkan (1:14). Walaupundulu terasing dari Allah, mereka telah diperdamaikan dengan Allaholeh kematian Kristus (1:22).

   Kegenapan, penyelesaian mutlak dan kecukupan penderitaanKristus yang dihayatinya ini ditegaskan lagi oleh teks-tekspenting dari Paulus maupun istilah-istilah yang biasadigunakannya ketika ia berbicara tentang pekerjaan penebusanKristus. Di antara banyak bacaan, yang dapat dikutip adalah Roma5:1, 10, di mana pembenaran dan perdamaian, sebagai akibat darikematian Kristus, digambarkan sebagai fakta yang sudah digenapi(lihat juga Galatia 4:1-7; I Korintus 1:21-30; Efesus 1:7; 13-

14). Di samping bukti yang lebih besar dari surat-suratnya ini,cara Paulus yang umum dalam berbicara tentang pekerjaan penebusanKristus adalah tentang kematian, darah, atau salibNya ataugabungan dari hal-hal ini (lihat Roma 5:8-9; Kolose 1:20).Ungkapan "penderitaan Kristus" tidak lagi dikaitkan denganpekerjaan penyelamatan-Nya dalam teks-teks lainnya.

   Jika demikian, apa kemungkinan arti ungkapan yang penuhteka-teki ini? Dalam pengertian apakah "penderitaan Kristus" itutidak lengkap? Bagaimanakah penderitaan Paulus "melengkapi"ketidaklengkapan itu? Beberapa tafsiran telah diajukan. Ada yangmengatakan bahwa kata penderitaan mengacu kepada penderitaanPaulus dan kata ganti kepunyaan "dari Kristus" harus dipahamidalam pengertian yang obyektif, yang berarti "demi Kristus."Dengan demikian kalimat itu akan menjadi, "Aku bersukacita bahwaaku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingkuapa yang kurang dalam penderitaanku demi Kristus." Gagasan bahwaPaulus memandang penderitaannya sendiri sebagai sesuatu yangditanggungnya demi Kristus jelas terjadi dalam pengalamannya(lihat Kisah Para Rasul 9:16; II Korintus 4:10-11). Daya tarikder penafsiran ini menjadi terhalang karena ungkapan"penderitaan" paling sesuai dengan "Kristus" dalam susunan tatabahasa, dan dengan demikian berarti "penderitaan Kristus."Tafsiran yang diajukan juga tidak secara memadai menjelaskanbagaimana hal yang dilengkapi dalam penderitaan Paulus itu adalahdemi keuntungan jemaat.

   Sebuah alternatif terhadap cara penanganan masalahtersebut di atas adalah memahami kata ganti kepunyaan "(dari)Kristus" sebagai hakikat penderitaan Kristus. Penderitaan Paulusitu "seperti penderitaan Kristus." Tetapi bagaimana teladanpenderitaan Kristus, yang sekarang dialami oleh Paulus, kurangdan harus dilengkapi, tidak terjawab dengan penjelasan ini.

   Sebuah pemahaman yang lebih memuaskan tentang bacaan kitatelah diajukan oleh beberapa penelitian akhir-akhir ini yangberusaha untuk membahas secara serius latar belakang terminologiPaulus dalam Perjanjian Lama dan dalam literatur apokaliptik(Sejak kira-kira tahun 200 Sebelum Masehi sampai tahun 100 Sesudah Masehi munculberbagai literatur agama seperti kitab Daniel yang resmi, yang berusaha untuk

memberikan harapan kepada orang-orang yang tertindas, teraniaya, dan menderita.Sebagian besar konsep literatur ini, yang menyatakan (apokalypto) tujuan Allah,merupakan pemahaman Yesus tentang pribadi dan misiNya, dan juga tafsiran Paulustentang pekerjaan Kristus dan maknanya untuk kehidupan Kristen.) adat Yahudi.Dengan latar belakang sernacam itu, ada beberapa konsep berkaitanyang sejajar dengan yang ada dalam bacaan kita: (1) Pengalamanpenderitaan Israel sepanjang sejarahnya khususnya perbudakanMesir, pembuangan di Babel, dan penindasan selanjutnya di bawahpemerintahan Syria dan Roma dipahami sebagai bagian dari tujuanpenebusan Allah. Dalam konteks yang lebih besar ini, penderitaanumat Allah yang saleh, hamba-hamba Allah yang khusus (Mazmur34:19; 37:39; 50:15) sering dianggap bersifat mewakili (misalnya,Yesaya 53). (2) Dalam literatur apokaliptik, yang dimulai denganDaniel 12:1, masa sebelum titik puncak pekerjaan penebusan Allahdan permulaan pemerintahan Allah pada jaman Mesias, digambarkansebagai masa yang penuh penderitaan. Penderitaan ini dikenalsebagai "kesengsaraan Mesias", yang tidak mengacu kepadapenderitaan yang harus ditanggung oleh Mesias, melainkanpenderitaan yang akan menimbulkan jaman Mesias. (3) Akhirnyaahli-ahli peramal mengumumkan bahwa penderitaan pada jaman initerbatas, bahwa "jaman yang akan datang" segera tiba dan Allahtelah menentukan ukuran yang tepat untuk penderitaan yang harusdialami.

   Unsur-unsur latar belakang Yahudi dari Paulus ini membantukita untuk memahami ucapan-ucapan yang sulit. Paulus jelas merasayakin bahwa waktu telah singkat (I Korintus 7:29) dan waktusekarang ini adalah waktu darurat (I Korintus 7:26). Bagi orangKristen "Jaman akhir telah tiba" (I Korintus 10:11) dan karenaitu mereka adalah partisipan bersama Kristus (Mesias) dalampenderitaannya sebagai pendahuluan untuk ikut merasakan kemuliaanpemerintahan-Nya (Roma 8: 17-18). Dalam sudut pandang yang lebihluas ini, konsep yang sulit dari bacaan kita dapat dipahami.

   "Penderitaan Kristus" mungkin mengacu kepada "kesengsaraanMesias"; yaitu, penderitaan yang dialami oleh umat Allah padahari-hari terakhir. Penderitaan Paulus sendiri, yang dialaminyadalam pekerjaan penginjilannya (lihat II Korintus 1:3- 6), dengandemikian akan dilihat sebagai bagian dari penderitaan pengikut

Kristus ini. Ungkapan "melengkapi apa yang masih kurang" mungkinberkaitan langsung dengan gagasan apokaliptik bahwa bataspenderitaan yang pasti telah ditentukan oleh Allah. Paulusmungkin mengungkapkan keyakinan bahwa penderitaannya, bersama-sama dengan penderitaan umat Allah pada umumnya (lihat IIKorintus 1:6), ikut menambah seluruh jumlah penderitaan yangditentukan oleh Allah. Dengan demikian penderitaannya adalah"demi jemaat," karena penderitaan Paulus tersebut mempercepatdigantikannya penderitaan jemaat saat itu oleh kemuliaan.

   Walaupun pemahaman teks kita dalam pandangan apokaliptikyang lebih besar tentang "penderitaan Mesias" memecahkan berbagaikesulitan yang disebutkan pada permulaan bab ini, penjelasan yanglebih langsung mungkin muncul dari pemikiran Paulus sendiri.

   Seperti ditunjukkan di atas, tidak ada keraguan bahwapenderitaan Kristus, yang berpuncak di kayu salib, sudah genap.Damai sejahtera, pendamaian, dan hubungan yang benar dengan Allahadalah hasilnya. Pada saat yang bersamaan Paulus juga merasayakin bahwa Injil ini harus diberitakan, diterima dalam iman dandilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari agar tujuan penebusanAllah tercapai. Dengan demikian, dalam konteks langsung bacaankita, berita baik tentang kematian Kristus yang didengar olehjemaat Kristen di Kolose (1:22-23) dimaksudkan untuk berbuahdalam kehidupan mereka (1:6) dan mengarah kepada kehidupan yangberkenan kepada-Nya (1:10) yang ditandai dengan ketekunan dankesabaran (1:11), iman yang tetap teguh (1:23) dan satu dalamkasih (2:2). Tujuan utama dari kematian Kristus yang menebusadalah untuk mempersembahkan orang-orang yang telah menerimakeselamatan dengan kudus dan tak bercela (1:14,22). PekerjaanPaulus sebagai pelayan Injil Kristus merupakan bagian dari caraAllah untuk melaksanakan tujuan itu (1:23).

   Dalam teks-teks lainnya Paulus menegaskan bahwa kabar baiktentang kematian Kristus yang menyelamatkan hanya dapat didengardan dipercaya jika hal ini diberitakan (Roma 10:14-17), dan iamengetahui bahwa ia sendiri adalah orang yang memberitakan Injilitu (I Korintus 1: 17-23), dan juga seseorang yang hidupnyameneladani kasih Kristus yang menyerahkan diri-Nya sendiri oranglain (Efesus 5:1-2; I Korintus 10:33; 11:1). Semua ini tidak

berarti ada sesuatu yang kurang dalam pekerjaan penebusanKristus, melainkan pelayanan Paulus maupun hamba-hamba lainnya,termasuk penderitaan mereka, merupakan bagian yang integral untukmembawa penebusan bagi semua orang. Pemahaman terhadap Kolose1:24 ini didukung oleh teks yang sangat serupa, yaitu II Korintus1:5-6.

   Dalam II Korintus 1:5-6 Paulus menegaskan bahwapenderitaannya merupakan bagian dari kesengsaraan Kristus danpenderitaan ini adalah "demi" keselamatan orang beriman diKorintus. Penderitaan Paulus dalam melayani Allah dan Injilnyatidak menambahkan apa pun pada kesempurnaan penebusan Kristus.Walaupun demikian, penderitaan ini merupakan salah satu alatAllah untuk memperluas penebusan itu dalam kehidupan orang lain.Hanya dalam pengertian itulah dapat dikatakan bahwa penderitaanPaulus melengkapi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus.

   

 

 

BAB 41

Anti-Semit?

Apa yang berkenan kepada Allah tidak mereka (orang-orang Yahudi) pedulikan dansemua manusia mereka musuhi.   I TESALONIKA 2:14-15

  

Sepanjang sejarah hubungan orang Yahudi-orang Kristen, kitabI Tesalonika 2:14-15 dan beberapa bacaan lainnya dalam PerjanjianBaru seperti Yohanes 8:44, telah sering digunakan sebagai buktiatas sikap dan tindakan yang tidak pantas terhadap orang Yahudi.Tindakan dan sikap tersebut dinamakan anti-Semit. DefinisiAlkitab tentang sikap anti-Semit ini meliputi pernyataan-pernyataan seperti "sikap berprasangka terhadap orang Yahudi;diskriminasi atau penganiayaan terhadap orang Yahudi." Sikap

anti-Semit dari orang Kristen ini telah menimbulkan tuduhan bahwaPerjanjian Baru, atau setidaknya beberapa penulis tertentu dariInjil Perjanjian Baru atau Injil, mempunyai sikap anti-Semit.Dapatkah pendapat bahwa I Tesalonika 2:14-15 (dan teks-tekslainnya) bersikap anti-Semit, atau tuduhan bahwa teks-teks itusendiri anti-Semit, dibenarkan?

   Pertama-tama, harus diperhatikan bahwa apa yang disebutsebagai pernyataan anti-Semit ini berasal dari kaum Semit. Kata-kata tersebut tidak diucapkan oleh orang kafir yang bermusuhandengan orang Yahudi atau adat dan kepercayaan orang Yahudi.KeYahudian dan komitmen mereka terhadap tulisan-tulisan keramatyang memberikan keunikan dan identitas terhadap agama Yahuditidak ditolak. Yesus mengatakan bahwa Kitab-Kitab Suci agamaYahudi memberi kesaksian tentang Dia (Yohanes 5:39), dansepanjang Injil Yohanes, identitas Yesus sebagai Mesias AnakAllah cukup menonjol. Senada dengan pernyataan tersebut, Paulusberulang kali menegaskan ke-Yahudiannya, ia termasuk dalam bangsayang merupakan keturunan Abraham (Roma 11:1; Galatia 1:13-14;Filipi 3:4-6).

   Kita bukan saja melihat ditegaskannya identitas Yahudi,melainkan pengungkapannya dengan cara yang sangat positif. Dalamcatatan Injil, kasih dan kemurahan hati Yesus untuk umat-Nyasendiri cukup banyak ditunjukkan. Sebuah ungkapan yang sangatlembut dari kasih itu didapatkan dalam ratapan Yesus terhadapYerusalem, "Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, samaseperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya"(Lukas 13:34). Paulus menyejajarkan kerinduan yang dalam inidengan keutuhan dan keselamatan umatnya sendiri ketika iamengungkapkan dukacitanya yang dalam atas penolakan Israelterhadap Kristus dan kerelaannya untuk terkutuk demi mereka (Roma9:2-3). Selain itu, Paulus melihat penolakan Mesias oleh umatnyasebagai realitas yang hanya sementara. la mengetahui bahwa Allahtidak menolak umat-Nya sendiri (Roma 11:1) dan memimpikan sebuahwaktu di mana mereka akan dicangkokkan lagi ke dalam pohon zaitunAllah (Roma 11:17-24).

   Dalam konteks gambaran yang lebih besar dalam PerjanjianBaru ini, kita sekarang siap untuk melihat teks kita secara

khusus. Ucapan Paulus yang agak keras ini ditimbulkan olehsituasi di Tesalonika di mana jemaat Kristen (yang mungkinberasal dari orang kafir) sedang menderita di tangan orang-orangsebangsanya sendiri (I Tesalonika 2:14). 'man yang baru, yangdidasarkan atas Injil Yesus Kristus, ditentang di Tesalonika danjuga di jemaat Yudea oleh orang-orang sebangs mereka yaitu orangYahudi (2:14). Sampai di sini, Paulus belum mengkhususkankelompok bangsa mana pun. Injil ditentang oleh orang Yunanimaupun Yahudi, dan orang- orang yang mengikatkan diri padanyamungkin mengalami penganiayaan. Ayat selanjutnyalah (2:15), yangmengkhususkan "orang Yahudi" untuk dicela, "Apa yang berkenankepada Allah tidak mereka pedulikan dan semua manusia merekamusuhi."

   Pernyataan ini memiliki nada anti-Semit yang sarna dengankomentar yang agak memfitnah terhadap orang Yahudi jaman dulu.Tacitus mengatakan bahwa mereka menyimpan dendam terhadap semuaorang bukan Yahudi, yang biasanya hanya dianggap sebagai musuh;dan seorang ahli sejarah Yahudi Josephus mengutip perkataanApion, seorang Mesir, teman sejaman Paulus, bahwa orang Yahudibersumpah atas nama Pencipta mereka untuk tidak bersikap baikterhadap orang kafir.

   Walaupun sepintas lalu ucapan Paulus maupun orang kafirterhadap orang Yahudi nampaknya serupa, konteks khusus ucapantersebut seharusnya memperingatkan kita Ontuk tidak memandangnyasebagai polemik anti-Yahudi yang tidak pandang bulu danmenggunakannya sebagai dasar untuk prasangka dan diskriminasiyang kolektif. Sama seperti Injil Yohanes menggunakan istilah"Yahudi" untuk menunjukkan kepemimpinan Farisi-Saduki yangmenentang Yesus, dan bukan adat Yahudi secara keseluruhan,demikian juga yang ada dalam pikiran Paulus adalah orang-orangYahudi yang menentang misinya, (2:16). Jadi kita lihat bahwacelaan Paulus terhadap "orang  Yahudi" terjadi dalam kontekshistoris tertentu, dan dalam hal apa pun ini tidak dapatdisamaratakan. Jika pernyataan semacam ini digunakan secara tanpapandang bulu menjadi prasangka umum seperti yang sering terjadidi masa lalu barulah itu dapat disebut anti- Semit.

 

 

 

BAB 42

Orang yang Durhaka

Janganlah kamu memberikan dirimu disesatkan orang dengan cara yang bagaimanapun juga! Sebab sebelum Hari itu haruslah datang dahulu murtad dan haruslah

dinyatakan dahulu manusia durhaka, yang harus binasa.   II TESALONIKA 2:3

  

Siapakah "manusia durhaka"? Paulus tidak memberitahukankepada kita. Jadi masalah yang timbul untuk pembaca jamansekarang adalah masalah identifikasi. Siapakah figur yang jelasdiharapkan Paulus dikenal oleh para pembacanya di jemaatTesalonika?

   Kita harus ingat apa yang kita katakan dalam katapengantar bahwa surat-surat Paulus merupakan dokumen "berkala",yang kadang-kadang ditulis sebagai jawaban terhadap masalah ataupertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan terhadap Paulus olehjemaatnya. Jadi surat-surat tersebut merupakan "potongan-potongan" dari sebuah "percakapan." Dan karena kita tidakmengetahui seluk-beluk percakapan yang lebih luas itu, kita tidakmemiliki kumpulan persediaan informasi yang sama dengan yangmembantu jemaat Kristen Tesalonika "membaca sandi" dari istilah-istilah Paulus. Kepada mereka Paulus dapat menulis, "Hal itutelah kerapkali kukatakan kepadamu, ketika aku masih bersama-samadengan kamu" (II Tesalonika 2:5). Itu sudah cukup untukmengingatkan mereka. Bagi kita, arti dari istilah-istilah Paulusharus dipahami, jika mungkin, dengan memberikan perhatianterhadap (1) masalah yang dibicarakannya dan (2) keyakinan agamaYahudi dan KeKristenan pada jaman itu terhadap masalah yangdimaksud.

   Kedua surat Paulus kepada jemaat Tesalonika merupakanjawaban terhadap pertanyaan tentang kembalinya Kristus. Pada

beberapa abad pertama iman jemaat Kristen yang mula-mula inidikuatkan oleh semangat dan pengharapan yang hidup akankedatangan Tuhan yang sudah dekat. Jaman baru, yang diberitakanoleh nabi-nabi Israel dan para peramal yang mendapatkan wahyu,telah dimulai pada masa hidup dan pelayanan Yesus (I Korintus10:11). Kebangkitannya merupakan pertanda bahwa kuasa maut telahdikalahkan (Kisah Para Rasul 2:24), dan bahwa "hari-hariterakhir" ini (Kisah Para Rasul 2:17), yang dimulai dengankehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya, akan segera mencapaipuncaknya (I Korintus 7:29) dalam kedatangan Kristus kedua yangbesar dan mulia (Kisah Para Rasul 3:20). Paulus dan orang berimanlainnya sama-sama percaya bahwa titik puncak ini mungkin terjadidalam hidup mereka (I Tesalonika 4:15).

   Berdasarkan keyakinan ini, pengalaman dan peristiwa-peris-tiwa tertentu menimbulkan pertanyaan yang mengganggu bagi jemaatKristen di Tesalonika. Dari apa yang dikatakan Paulus dalam ITesalonika 4:13-14, kita dapat mengasumsikan bahwa beberapapersekutuan mereka telah meninggal. Apakah mereka tidak akanmengambil bagian dalam peristiwa kedatangan Kris- tus kedua yangbesar dan mulia? Jawaban Paulus terhadap masalah di atas adalahbahwa pada kedatangan Kristus, orang-orang yang menjadi milik-Nya, walaupun sudah mati ("mereka yang mati dalam Kristus") akandibangkitkan dari antara orang mati dan dikumpulkan bersama-samadengan mereka yang masih hidup dan akan bertemu dengan Tuhan yangkembali dan dimuliakan (I Tesalonika 4:16-17).

   Dalam surat yang kedua kita mendengar tentang ketakutanyang dibangkitkan oleh suara-suara tertentu di antara orangberiman dalam jemaat, yang menyatakan bahwa "hari Tuhan" telahtiba (2:2). Pernyataan semacam ini mengganggu ketenangan danmenggelisahkan, karena secara tidak langsung hal ini menyatakanbahwa mereka tidak dilibatkan dalam peristiwa kedatangan Kristusdan "dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya" (1:9). Paulus menyebut pernyataan itu "sesat" (2:3), danmengatakan bahwa peristiwa yang mendahului kedatangan Kristusbelum terjadi.

   Dalam menggambarkan kejadian ini (2:3-10), Paulus pertama-tama menyebutkan "manusia durhaka." Jelas ia merupakan figur yang

utama dalam pemberontakan (2:3) yang meninggikan diri di atassegala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah. Bahkan ia"duduk di bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah"(2:4). Kedatangannya "adalah pekerjaan Iblis, dan disertai dengan"rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizatpalsu" (2:9), dan juga "rupa-rupa tipu daya jahat" (2:10). la"harus binasa" (2:3) di tangan Tuhan Yesus (2:8).

   Gambaran "manusia yang durhaka" ini dalam kontekspemberontakan terhadap Allah memiliki persamaan dengan konsep-konsep yang berkaitan dalam agama Yahudi dan Kekristenan yangmula-mula. "Manusia yang durhaka" diantisipasi dalam visi padaDaniel 11, di mana seorang raja yang akan datang dikatakanmeninggikan dirinya terhadap setiap allah (Daniel 11: 36-37), danmenodai bait suci (Daniel 11:3). Orang Kristen Yahudi juga ingatbahwa pemberontakan kelompok Makabean yang terkenal terhadaptuan-tuan besar Syria pada tahun 167-164 S.M. dibangkitkan olehraja Syria Antiokhus IV, yang menyatakan bahwa ia adalah "titisanAllah" dan mencemarkan bait suci. Lawan-lawan lain dari Israeldan Allah telah digambarkan sebelumnya sebagai orang yangmeninggikan diri mereka sendiri dan mencari kedudukan ilahi(lihat Yehezkiel 28:2 dan Yesaya 14:13-14).

   Kira-kira sepuluh tahun sebelum Paulus menulis suratkepada jemaat Tesalonika, Raja Caligula telah berusaha membangunsebuah patung dirinya sendiri di bait Yerusalem. Tuntutannyauntuk mendapatkan kehormatan ilahi, yang terlihat melaluiusahanya ini, menunjukkan penolakan mutlak terhadap Allah.Penolakan ini berpusat pada satu individu dan memberikan pertandamengenai bagaimana manusia durhaka" itu di masa yang akan datang.

   Figur yang lebih serupa dalam pemikiran Kristen yang mula-mula adalah Antikristus dalam surat-surat Yohanes, sebuah figuryang dikaitkan dengan titik puncak sejarah ("waktu yangterakhir"), yang menyangkal Allah maupun Kristus (I Yohanes 2:18-22). Sama seperti manusia yang durhaka dalam surat Paulus,Antikristus adalah seorang penyesat (II Yohanes 7). Dan seperti"kedurhakaan" itu sudah ada sebelum pernyataan "manusia durhaka"secara historis, "semangat antikristus" juga sudah ada sebelumpenjelmaan roh tersebut dalam bentuk manusia (I Yohanes 4:3).

   Kata-kata Paulus bahwa kedatangan manusia yang durhaka itu"adalah pekerjaan Iblis" (II Tesalonika 2:9) paralel denganpernyataan dalam karya apokaliptik antar perjanjian dalamKemartiran Yesaya. Dalam karya ini, Beliar, "penguasa dunia ini"disebut "malaikat durhaka" (2:4).

   Atas dasar latar belakang agama dan sejarah ini, ucapanPaulus tentang munculnya "manusia durhaka" sebelum kedatanganKristus yang kedua mengungkapkan keyakinan bahwa perlawanan yangkejam terhadap Allah, yang sudah ada di dunia ini walaupun masihterbatas, pada akhirnya akan mencapai puncaknya dan menjelmadalam seorang manusia yang akan memimpin gerakan anti Kristusyang sangat besar.

   Bagi Paulus dan murid-muridnya di Tesalonika, munculnyafigur ini akan terjadi di masa yang akan datang. Bagi jemaatKristen pada dekade-dekade selanjutnya yang mengalamipenganiayaan di tangan Roma dan para kaisarnya, roh antikristusatau Antikristus itu sendiri menjelma dalam Caesar yangmenganiaya. Sepanjang sejarah gereja selanjutnya, seringkali parapemimpin duniawi maupun rohani dikenal sebagai "manusia durhaka"atau "antikristus" ini.

   Usaha untuk mengungkapkan manusia durhaka ini sepanjangjalannya sejarah jelas belum berhasil. Ini menyatakan bahwa usahasemacam itu merupakan kecongkakan dan sia-sia. Jika ia sudahdinyatakan, orang-orang beriman akan mengenali penjelmaan akhirdari si jahat ini. Untuk sementara, manusia durhaka ada di duniasehingga roh kedurhakaan itu dilawan dan kubu kekuasaan si jahatditentang.

 

 

 

BAB 43

Orang yang Menahan Kedurhakaan

Karena secara rahasia kedurhakaan telah mulai bekerja, tetapi sekarang masih adayang menahan. Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, pada waktu itulah si

pendurhaka baru akan menyatakan dirinya.   II TESALONIKA 2:7

  

   Figur "seseorang yang menahan kedurhakaan" muncul dalamsebuah teks di mana Paulus berbicara tentang kejadian danpengalaman yang mendahului dan menyertai kedatangan Kristus yangkedua (II Tesalonika 2:1-12). Salah satu kejadian adalahmunculnya "orang yang durhaka" (2:3), perwujudan akhir dari sijahat yang akan digulingkan "oleh nafas mulut" Tuhan Yesus padasaat kedatangan-Nya (2:8). Peristiwa ini belum terjadi, demikianpendapat Paulus. Namun, realitas dan kekuatan kedurhakaan itusudah ada, walaupun tidak sejelas klimaksnya yaitu dalam "orangyang durhaka."

   Konteks bacaan ini menunjukkan bahwa "kedurhakaan" harusdipahami sebagai sesuatu yang bertentangan dengan Allah, segalasesuatu yang melanggar tujuan Allah dalam penciptaan."Kedurhakaan" terjadi jika umat manusia "tidak menerima danmengasihi kebenaran" (2:10) dan "suka kejahatan" (2:12).

   Kedurhakaan ini merupakan realitas pada jaman sekarang,tetapi ditahan dan dikendalikan oleh sebuah figur yang secarasamar-samar dinyatakan Paulus sebagai "yang menahan." Siapakahini?

   Berkaitan dengan "orang yang durhaka" yang dijelaskandalam bab 42, maka dalam hal "penahan" yang mengandung teka-tekiini, Paulus mengasumsikan orang-orang beriman di Tesalonikamengetahui siapa yang dimaksudkannya. "Hal itu telah kerapkalikukatakan kepadamu, ketika aku masih bersama-sama dengan kamu,"ia mengingatkan mereka (2:5). Tetapi karena kita tidak berada disana pada waktu itu, maksud Paulus yang terselubung membuat kitameraba-raba identitas figur tersebut. Kita tidak sendirian dalamhal ini. Pada abad kelima, bapa gereja Agustinus mengakui bahwaia tidak memahami arti dari "ucapan-ucapan sulit" yang kitabicarakan, dan seorang penafsir yang sangat terkemuka sepertiF.F. Bruce pun sependapat dengan Agustinus bahwa kita hanya dapat

"meraba-raba artinya." Bagaimanapun, terkaan semacam ini tidaksepenuhnya bersifat subyektif, karena dari tulisan-tulisan Paulusyang luas kita mengetahui cukup banyak pandangan Paulus yangsekurang-kurangnya dapat memberikan beberapa petunjuk.

   Dalam sejarah penafsiran teks ini, ada dua tafsiran yangpaling tepat dari "penahan kedurhakaan". Satu tafsiran melihatfigur yang mengandung teka-teki ini mengacu pada kekuasaankerajaan Romawi, yang diwakili oleh kaisar. Paulus mengatakanbahwa pemerintah ada untuk menahan kejahatan (Roma 13:1-5). Dalampelaksanaan tujuan ini, pemerintah merupakan sebuah alat ditangan Allah. Jika pemerintah melanggar perintah itu, mendukungkejahatan dan menindas kebaikan, ia kejam dan menjadi alat Iblis(lihat Wahyu 13).

   Pada masa pekerjaan penginjilannya di Makedonia, tidaklama sebelum ia menulis surat-suratnya kepada jemaat Tesalonika,Paulus mengalami keuntungan perlindungan sebagai warganegara Roma(Kisah Para Rasul 16:35-39). Kemudian kemajuan Injil di Korintusdilindungi dari kekuasaan jahat oleh seorang hakim Roma (KisahPara Rasul 18:12-17), dan kehidupan Paulus diselamatkan darikematian di tangan gerom- bolan orang yang marah, dan selamabeberapa tahun pekerjaan penginjilan berikutnya ia diselamatkanoleh para penguasa Romawi di Palestina (Kisah Para Rasul 22-23).Pengalaman Rasul ini tidak diragukan lagi mengokohkan keyakinanbahwa, di dalam tujuan Allah yang berkuasa, pemerintah Romadengan hukum dan kekuasaannya yang luas menjadi penahan kekuatandurhaka dan jahat. Paulus mengetahui bahwa kekuasaan ini tidakakan abadi. Pada suatu hari Caesar akan "disingkirkan" (2:7).Tetapi hari itu belum tiba (2:3, 8).

   Tafsiran kedua dari "kekuatan yang menahan" (2:6) dan"yang menahan" (2:7) dapat kita telusuri dari dimensi pengajaranPaulus yang sangat penting lainnya. Dalam suratnya kepada jemaatKristen di Roma yang ditulis dari kota yang sama beberapa tahunsetelah surat-menyurat dengan jemaat Tesalonika Paulus membagikankeyakinannya bahwa pernyataan Injil kepada orang kafir adalahrencana Allah dan penolakan Injil oleh orang Yahudi bersifatsementara (Roma 11:13-32). Keyakinan ini sesuai dengan ucapanYesus bahwa Injil akan diberitakan kepada semua bangsa sebelum

kesudahan dunia ini (Matius 24:14; Markus 13:10). Dalampengertian ini, pernyataan kabar baik dan pelaksanaannya dalamhidup orang beriman akan menjadi penahan kejahatan di dunia ini.Paulus, sebagai rasul orang kafir, akan menjadi "yang menahankedurhakaan" melalui pelayanan penginjilannya.

   Kedua tafsiran ini mungkin ada dalam pemikiran Paulussecara keseluruhan. Ada dua hal yang membuat tafsiran kedua lebihkecil kemungkinannya. Pertama, karena Paulus berbicara tentangmisinya kepada orang kafir dan tujuannya dengan cukup jelas dalamteks-teks lainnya, maka ucapannya yang tidak Langsung kepadasesuatu atau seseorang yang menahan kedurhakaan sekarang inisulit dimengerti. Di pihak lain, sikap bungkamnya untukmenyatakan realitas ini secara jelas (jika Roma yang dimaksudkanPaulus), memang masuk akal. Karena mengatakan dengan terus-terangbahwa Roma akan "disingkirkan" dapat menimbulkan kesulitan yangtidak perlu terjadi. Kedua, jelas bahwa yang menyingkirkanrealitas yang menahan itu adalah Allah. Tetapi, apakah Paulusakan mengatakan pekerjaan misi dan pernyataan Injilnya yangdilihatnya sebagai perintah Allah disingkirkan oleh Allah? Dengandemikian lebih besar kemungkinannya bahwa "yang menahankedurhakaan" itu adalah pemerintah pertama-tama pemerintah Roma,tetapi dalam pengertian yang lebih luas semua kekuasaan rakyatyang jika melaksanakan tugas dengan benar, berfungsi sebagaipenahan kekacauan.

 

 

 

BAB 44

Perempuan Tidak Boleh Mengajar

Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidakmengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-

laki; hendaklah ia berdiam diri.

I Timotius 2:11-12.

 

   Ini benar-benar "ucapan yang sulit." Bahasa yang digunakannampaknya langsung dan jelas. Tetapi apakah maksud Paulus samadengan arah pemikiran kita? Dan jika memang demikian, apakah inisebuah perintah yang diinginkannya untuk diterapkan secarauniversal, tanpa memandang konteks sejarah dan situasi?

   Bacaan ini, dan bacaan yang dibahas dalam bab berikutnya,menjadi pusat diskusi yang terus-menerus mengenai kedudukan danperanan perempuan dalam gereja, keluarga, dan masyarakat. Jawabanterhadap pertanyaan-pertanyaan di atas penting untuk diskusitersebut.

   Bacaan ini juga merupakan bacaan yang sulit karena satualasan lagi, yaitu alasan emosi/pengalaman. Sebagai seorang laki-laki, saya yakin saya tidak dapat memahami sepenuhnya    pengaruhucapan Rasul ini terhadap perempuan. Tetapi walaupun secaraterbatas, saya sedikit banyak memahami rusaknya harga diri danrasa kemampuan seseorang karena ucapan ini. Kita hidup dalamsebuah jaman dalam sejarah di mana baik perempuan maupun laki-laki diakui sama-sama berbakat dalam kemampuan intelektual maupunketrampilan komunikasi. Dalam situasi semacam ini, larangan Rasulini nampaknya sangat sulit untuk dimengerti dan diterima. Karenaperbedaan apakah dalam jenis kelamin yang menghalangi perwujudansepenuhnya dari pemberian hati, pikiran, dan roh oleh Pencipta?

   Pertanyaan ini seringkali dijawab dengan pernyataan untuktegas bahwa peranan yang sudah didefinisikan secara jelas untuklaki-laki dan perempuan ditetapkan secara ilahi dan perintahPaulus yang membatasi merupakan bukti dari norma yang universalitu. Tetapi jawaban inipun menimbulkan masalah. Cerita mengenaipenciptaan laki-laki dan perempuan dalam Kejadian 1- 2 yang kitaanggap sebagai pernyataan teologi yang mendasar dari rancangandan tujuan Pencipta menegaskan bahwa laki-laki dan perempuansederajat dan saling melengkapi. Mereka sama-sama serupa dengangambar Allah (Kejadian 1:26-27). Keduanya diberi kekuasaan yangbertanggung jawab terhadap ciptaan lain (Kejadian 1:28).

Penciptaan perempuan dimaksudkan untuk membebaskan laki-laki darikesendirian dan melengkapinya (Kejadian 2:18).

   Terhadap pandangan kuno bahwa para dewa menipu laki-lakidengan menciptakan perempuan dari bahan yang 'kurang bermutu',cerita penciptaan dalam kitab Kejadian menegaskan bahwa perempuandiciptakan sama dengan laki-laki ("tulang dari tulangku dandaging dari dagingku" Kejadian 2:23). Dengan demikian pandanganbahwa Allah menciptakan perempuan untuk mendapatkan peranan yangterbatas dalam keluarga, gereja, dan masyarakat tidak dapatdibenarkan atas dasar penciptaan.

   Status perempuan yang terbatas secara tradisionaldidasarkan pada cerita kejatuhan manusia (Kejadian 3) dalampemikiran dan adat orang Yahudi maupun orang Kristen. Tetapi darikonteks kitab Kejadian 2-3 jelas bahwa kata-kata dalam Kejadian3:16, "Engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasaatasmu" tidak mengungkapkan rancangan Allah agar laki-lakiberkuasa. Sebaliknya kata-kata ini mengungkapkan suatu keadaanterkutuk karena hubungan yang terputus antara manusia yangdiciptakan dengan Penciptanya. Dengan demikian kedudukan yangterbatas untuk perempuan dan dominansi laki-laki atas perempuanbukanlah tujuan ilahi melainkan cerminan dosa manusia.

   Bagi Paulus, tujuan karya penebusan Allah adalahmembebaskan ciptaan Allah dari kutukan Firdaus. Siapa yang ada didalam Kristus adalah ciptaan baru (II Korintus 5:17), yangdibebaskan dari ikatan dosa dan perwujudan dosa itu dalamhubungan manusia (Roma 6:5-7). Dalam manusia baru yang diciptakandalam Kristus, pandangan budaya dan agama yang sudah mendarahdaging bahwa manusia yang satu lebih rendah dari yang lainnyaberdasarkan jenis kelamin atau bangsa atau status sosial, tidaklagi dapat dipertahankan (Galatia 3:26-28). Ini jelas menupakankeyakinan teologis Paulus yang mendasar.

   'Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan "penolong" (dalamKejadian 2:18 dan 2:20), yang menunjukkan perempuan itu, hanyadigunakan 16 kali lagi dalam Alkitab bahasa Ibrani. Dalam kasus-kasus di atas, perempuan selalu ditunjuk Allah sebagai yangmenyelamatkan, mendukung, dan menopang umatNya (seperti dalam

Mazmur 46:1). Kata perempuan ini sama sekali tidak mengandungarti kedudukan atau status yang lebih rendah. Kata yangditerjemahkan "sesuai untuk" secara hurufiah berarti "di depan,"dan menunjukkan seseorang yang berdiri "berhadapan muka" denganlainnya, yang kualitas dan sifat-sifat dasarnya sama, dan karenaitu merupakan "teman sekerja."

   Dalam mendiskusikan bacaan I Korintus 14:33-44, di manaPaulus memerintahkan perempuan dalam jemaat untuk "berdiam diri,"kita melihat bahwa pembatasan ini tidak diterapkan secarauniversal baik oleh Paulus maupun jemaat-jemaat lainnya pada masaitu. Banyak perempuan memiliki kedudukan kepemimpinan yangmenonjol (Febe, Lydia, Euodia, Sintikhe, Priskila, Yunias),ditunjuk sebagai pendeta atau diaken (Roma 16:1), teman sekerja(Roma 16:3), kawan sekerja dalam Injil (Filipi 4:2-9), Rasul(atau pembawa pesan Roma 16:7). Roh Allah memberi kuasa baikkepada laki-laki maupun perempuan untuk bernubuat tentang karyapenebusan Allah di dalam Kristus (Kisah Para Rasul 2:14-18).Partisipasi perempuan dalam penyebaran Injil secara lebih baikdan doa dalam jemaat merupakan bagian yang normal dari kehidupanjemaat pada jaman itu (I Korintus 11).

   Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, alasanpembatasan secara khusus terhadap perempuan-perempuan dalamjemaat Timotius pasti ada dalam teks dan situasi jemaat yangdimaksudkan Paulus. Seperti yang kita lihat, jika perananperempuan yang dibatasi bukan merupakan bagian dari tujuan ilahidalam penciptaan dan juga bukan aspek yang normatif daripenebusan, maka pembatasan mereka dalam berbicara, mengajar, danmemimpin (I Korintus 14 dan I Timotius 2) pasti merupakan reaksiterhadap situasi lokal yang kritis. I Korintus 14 (dalam bab 27di atas) mengungkapkan krisis semacam itu di Korintus. Situasiyang kritis dalam kehidupan dan iman jemaat Timotius nampaknyajuga menjadi alasan perintah Paulus dalam hal ini.

   Jika kita membaca I Timotius, kita dengan segera menyadaribahwa keutuhan iman Kristen berada dalam keadaan kritis. Adabeberapa orang dalam jemaat yang mengajarkan doktrin-doktrinpalsu dan dipenuhi dengan mitos-mitos dan gagasan spekulatifLainnya yang bertentangan dengan iman yang benar dan tulus (I

Timotius 1:3-4). Beberapa orang telah terjerat ke dalamperdebatan yang sia-sia, mau menjadi pengajar Hukum Taurat tanpamengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang merekakemukakan (1:6-7). Ada keprihatinan yang menyeluruh untukmempertahankan dan menjaga kebenaran iman (1:19; 2:4- 7; 3:14-16;4:1-3, 6-7, 16; 6:1-5, 12).

   Kita tidak mengetahui identitas guru-guru palsu ini atauisi pengajaran mereka sepenuhnya. Dari perintah yang diberikan,kita dapat menyimpulkan bahwa pengajaran palsu ini mengarahkepada diabaikannya kebiasaan dan tingkah laku yang pantas dalamjemaat (2:8-15) dan juga penolakan terhadap lembaga perkawinan(4:3). Berdasarkan aspek terakhir pengajaran sesat ini, perludicatat bahwa perhatian khusus diarahkan kepada para janda muda(5:9-15), yang dinasihatkan untuk menikah, mem- punyai anak, danmemimpin rumah tangga mereka (5:14). Jika peranan yang normal dansudah diatur secara sosial ini diabaikan atau ditolak, makaperempuan-perempuan ini cenderung "menyebarkan gosip" dan"mencampuri soal orang lain dan mengatakan hal-hal yang tidakpantas" (5:13).

   Atas dasar data ini, setidak-tidaknya ada dua kemungkinansituasi dalam jemaat Timotius di Efesus: (1) Mungkin perempuan-perempuan dalam jemaat di Efesus merupakan pendukung danpenganjur pengajaran heretik yang mengacaukan pola kehidupanjemaat dan kehidupan rumah tangga yang sudah diterima.Kemungkinan kedua adalah perempuan-perempuan dalam jemaat sangatterpengaruh oleh para guru yang sesat. Situasi semacam ini dalamjemaat Efesus diungkapkan dalam II Timotius 3:6-9 di manaperempuan, yang menjadi sasaran khusus dari orang-orang "yangmenentang kebenaran" (3:8) "tidak pernah dapat mengenalkebenaran" (3:7).

   Dalam keadaan yang mana pun, ucapan Paulus yang bersifatmembatasi dalam I Timotius 2:11-12 harus dimengerti dalam konteksdi mana pengajaran palsu sedang menjadi masalah. Larangan secaraumum untuk menentang semua orang yang "mengajarkan ajaran lain"(1:3) sekarang secara khusus difokuskan pada para perempuan yangtelah menjadi mangsa dari pengajaran palsu semacam itu atauterlibat dalam penyebarannya.

   Nasihat Paulus dalam I Timotius 2:11, "berdiam diri danmenerima ajaran dengan patuh" dengan demikian ditujukan kepadapara perempuan yang karena pengajaran sesat telah menjadi parapendukung yang sangat kuat dari gagasan-gagasan yang mengacaukansituasi kehidupan jemaat dan rumah tangga yang sudah tertata."Ketaatan" yang diperintahkan kepada mereka kemungkinan besaradalah ketaatan kepada para tua-tua dalam jemaat, yang merupakanpenjaga kebenaran dan ibadah yang teratur. Larangan terhadappengajaran mereka (2:12) disebabkan oleh keterlibatan merekadalam pengajaran palsu. Dan larangan "memerintah laki-laki"(2:12) harus dimengerti dalam konteks penolakan mereka terhadapkekua-saan orang lain, barangkali para pemimpin laki-laki diEfesus yang pengajarannya yang ortodoks dan otoriter dirusak olehpandangan sesat mereka. Kata bahasa Yunani yang tidak umum yangdigunakan terutama mengandung arti negatif "merebut" atau"merampas kekuasaan." Jadi, pembatasan kedudukan dan partisipasiperempuan dalam kehidupan dan pelayanan di jemaat Efesus sangatmungkin "ditujukan kepada para perempuan yang terlibat dalampengajaran palsu, yang telah menyalahgunakan pelaksanaankekuasaan yang benar dalam jemaat dengan merampas kekuasaan danmendominasi para pemimpin dan guru laki-laki di jemaat Efesus(hal ini tidak diperintahkan Paulus kepada perempuan-perempuanlain).

   Paulus melanjutkan dengan mendasarkan perintah ini padaperenungan beberapa bacaan pilihan dari Kitab Kejadian.Pemikiran-pemikiran tersebut merupakan pokok pembahasan kita padabab berikutnya.

 

  

 

BAB 45

Keselamatan Karena Kelahiran Anak

Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adamyang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.

Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asalkan asal iabertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan.   I

TIMOTIUS 2:13-15

   

   Ketika penulis II Petrus menyatakan bahwa ada beberapabacaan dalam surat-surat Paulus yang "sukar dipahami" (II Petrus3:16), mudah untuk dibayangkan bahwa ia sedang memikirkan ITimotius 2:13-15. Bacaan ini telah diperdebatkan dan dianalisalebih dalam daripada hampir semua teks lainnya dalam Alkitab.Kesulitannya telah menyebabkan banyak penafsir "melewatinya."Tujuan saya dalam bab ini bukanlah untuk mengarahkan pembacakepada diskusi yang rumit dan menyajikan berbagai pilihantafsiran. Sebaliknya saya lebih suka memusatkan perhatian padamasalah yang utama dan berusaha untuk memahami pokok bacaan yangutama dalam situasi yang dibicarakan Paulus.

   Karena I Timotius 2:13 dimulai dengan kata penghubung"karena ... ", jelaslah bahwa kalimat-kalimat berikutnyaberkaitan dengan kalimat yang mendahuluinya. Jadi teks inimengungkapkan pemikiran Alkitabiah Paulus, yang memberikan dasarpemikiran atas larangannya supaya perempuan tidak mengajar danmemerintah dalam jemaat (2:11-12). Kita membahas larangantersebut dalam bab sebelumnya (bab 44).

   Kesimpulan dari pembahasan tersebut adalah Paulus sedangmembicarakan masalah ajaran sesat di jemaat Efesus dan perempuandalam jemaat ini sangat tertarik pada doktrin-doktrin palsu ataumerupakan penganjur yang kuat. Pengajaran ini menimbulkankeraguan dan penolakan terhadap norma-norma dan peranan yangditerima oleh budaya, dan menimbulkan kesulitan bagi jemaat yangmasih muda ini dalam konteks sosialnya. Dengan demikian Paulusmerasa prihatin bahwa kesaksian mereka akan kebenaran menjadirusak. la prihatin dengan masalah "kesederhanaan/kesopanan" (ITimotius 2: 9,15), yaitu, tingkah laku sosial yang dapatditerima; tanpa kemungkinan untuk "dipermalukan" dalam pandangan

umum (3:7); dan tanpa memberi "alasan kepada lawan untukmemburuk-burukkan" (5:14, 6:1).

   Anjuran Paulus yang terbatas tentang perempuan harusdimengerti dalam konteks sejarah yang khusus ini, dan bukansebagai perintah ilahi yang dapat diterapkan secara universalkepada semua perempuan dalam semua konteks budaya dan sejarah.Sebaliknya, ini adalah nasihat Rasul yang penuh kuasa, yangdiberikan untuk memperbaiki pertakuan kejam dalam situasitertentu yang mengancam kebenaran Injil dan kelangsungan hidupdari sebuah jemaat yang masih muda dalam lingkungan yang penuhpertentangan. Prinsip yang amat penting di balik perintah Paulusyang khusus adalah perintah Injil (yang dapat diterapkan dalamsemua konteks budaya), yaitu, tujuan Allah agar "semua manusiadiselamatkan" (I Timotius 2:4; lihat juga I Korintus 10:33).

   Sejauh ungkapan kebebasan mereka yang baru di dalamKristus secara khusus mengakibatkan rusaknya ketentuan sosial(misalnya penolakan pernikahan dan tanggung jawab keluarga), danruntuhnya kebenaran (misalnya pengajaran doktrin-doktrin palsu)dan timbulnya dominasi (misalnya merebut kekuasaan dari parapemimpin jemaat yang ditunjuk), maka perempuan mengancamkredibilitas jemaat dan karena itu juga mengancam keefektifanpenginjilan. Itulah sebabnya Paulus memberikan batas-batas.

   Tetapi mengapa Paulus mendasarkan semua hal ini pada KitabSuci? Mengapa ia memperdebatkan prioritas untuk laki-laki atasdasar Kejadian 2? Mengapa keterlibatan perempuan dalam kejatuhanmanusia (Kejadian 3) dijadikannya sebagai alasan untuk membatasiperannya dalam jemaat? Dan akhirnya, apa yang dimaksudkannyadengan ucapannya bahwa perempuan akan diselamatkan karenamelahirkan anak?

   Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas mulaimuncut pada saat kita mengenali kebenaran pokok dalam kehidupanPaulus: ia adalah seorang guru yang telah diubahkan menjadiseorang pengikut Kristus. Sebagai seorang guru yang terlatih iamenjadi murid Yesus dan rasul bagi orang kafir. Pendidikannyamenjadi seorang rabi yang didapatkannya sebagai murid Gamaliel,salah seorang guru yang terkenal di Palestina pada abad pertama

(Kisah Para Rasul 22:3)ditempatkan dalam konteks penafsiran danpenjelasan Injil. Jadi tulisan Paulus benar-benar dipenuhi dengankutipan atau kiasan Kitab Suci.

   Salah satu fungsi utama tradisi rabi adalah memberikantanggapan terhadap berbagai masalah dalam masyarakat beriman,mulai dari aspek yang paling kecil dalam kehidupan sehari-harisampai kepada masalah teologis yang paling dalam. Dari beratus-ratus tahun pemikiran para rabi tentang Alkitab (Perjanjian Lamakita), timbullah sekumpulan besar tafsiran Alkitab. Sebagian darimateri ini tercermin dalam literatur Yahudi antar perjanjian,termasuk Apokrip, yaitu sekelompok tulisan yang merupakan bagiandari Perjanjian Lama Yunani yang dibaca oleh jemaat yang mula-mula. Paulus adalah pewaris tradisi tersebut.

   Pada saat yang genting, di mana inti dan keutuhan Injildipertaruhkan. Paulus tanpa kompromi meruntuhkan tradisi itu,seperti yang dilakukan Tuhannya ketika hidup di bumi (Beberapacontoh adalah (1) penolakan Yesus terhadap peraturan para rabi mengenai ketaatanpada hari Sabat yang didasarkan pada perintah keempat (Keluaran 20:8-11) denganmemusatkan perhatian pada belas kasihan Allah terhadap umat manusia yangmenderita (Yohanes 5:2-18; Markus 3:1-6) dan (2) penolakan Paulus terhadap usahaorang Kristen Yahudi untuk melaksanakan persyaratan keagamaan, seperti sunat,pada orang kafir yang bertobat, dengan menegaskan bahwa keselamatan semata-mata adalah karunia Allah dan merupakan jawaban iman (Galatia 2:11-16). Tetapidalam masalah-masalah yang tidak menyinggung inti Injil, atauketika memberikan perintah untuk situasi tertentu, ia kadang-kadang menggunakan tafsiran dari teks Perjanjian Lama yangdikenalnya dari tradisi itu.

   Jika kita membaca I Timotius 2:13-14, kita segeramenyadari dua hal. Pertama, Paulus tidak mengutip bacaan-bacaanAlkitab secara langsung. Sebaliknya, ia memberikan kepada kitapemahaman yang khusus dan tidak menyeluruh tentang arti bacaantersebut. Kedua, situasi yang dibicarakannya terbatas, situasilokal yang menuntut digunakannya materi Alkitab secara terbatasdan tidak menyeluruh. Mari kita meneliti masalah ini dengan lebihterinci.

   Alasan Paulus memerintahkan perempuan untuk berdiam diri,tidak mengajar dan tidak memerintah laki-laki (I Timotius 2:12)adalah karena Adam dijadikan sebelum Hawa (2:13). Tentu saja disini ditunjukkan cerita penciptaan dalam Kejadian 2. Dalamsinagoga, yang memberikan teladan untuk kehidupan jemaat yangmuia-mula dan strukturnya, dominansi laki-laki secara tradisionaldibenarkan oleh pembacaan tentang urutan kronologis Kejadian 2dalam hal prioritas laki-laki.

   Jelas Paulus tidak bermaksud agar penafsiran kitabKejadian 2 yang dalam hal ini digunakannya untuk memberi kuasapada perintahnya diterapkan secara universal. Karena dalam IKorintus 11, di mana Paulus berargumentasi tentang tudung kepalaperempuan, juga atas dasar urutan kronologis dalam Kejadian 2 (IKorintus 11:8-9), ia melanjutkan dengan memberi nasihat kepadapara pembacanya bahwa asal mula laki-laki maupun perempuan adalahAllah, dan sejak penciptaan setiap laki-laki dilahirkan olehperempuan, dan karena itu didahului oleh perempuan (I Korintus11:12). Dalam argumentasi ini, Paulus melampaui tafsirantradisional para guru agama Yahudi yang didasarkan atas prioritaskronologis, menuju inti cerita Kejadian 2. Fokusnya adalah bahwalaki-laki, dalam prioritas kronologisnya, dinyatakan "tidak baik"(Kejadian 2:18). Diciptakannya perempuan untuk menjadi "penolongbaginya" itulah yang menyelamatkan laki-laki dari kesendiriannya.

   Jadi tafsiran tradisional dari Kejadian 2 ditujukan padasituasi yang khusus dan terbatas. Dan tafsiran ini secara khususmengandung kuasa untuk situasi tersebut. Jika seperti yang sudahkita bicarakan perempuan menimbulkan malapetaka dalam jemaatdengan menolak peranan yang telah diterima secara sosial danberusaha merebut kekuasaan, khususnya mereka yang menyebarkanpengajaran ilmu sesat, wajarlah jika Paulus menekankan teks-teksAlkitab dan tafsiran yang menegaskan pandangan budaya dan agamadalam hal peranan perempuan.

   Argumentasi lebih lanjut untuk kedudukan perempuan yangterbatas, yang dituliskan dalam Kejadian 2:14, adalah Hawatertipu dan jatuh ke dalam dosa, sedangkan Adam tidak. Dalam halini, sama seperti dalam Kejadian 2 di atas, Paulus mengacu kepadakebenaran yang diungkapkan dalam Kejadian, kali ini dalam cerita

tentang kejatuhan dalam pasal 3. Dalam Kejadian 3:13, Hawamengatakan bahwa "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan."Dari ayat ini, tradisi rabi berargumentasi bahwa perempuan padahakikatnya lebih mudah terperdaya dibandingkan laki-laki.Pandangan semacam ini tentang perempuan tersebar luas dalam agamaYahudi. Philo, seorang ahii Yahudi Aleksandria terkemuka yangadalah teman sejaman Paulus, mengemukakan pendapat bahwa karenaperempuan "lebih mudah terperdaya daripada laki-laki" dan"memberi kesempatan dan tertipu oleh kepalsuan-kepalsuan logisyang menyerupai kebenaran," maka hubungan yang benar antaraseorang istri dengan suaminya dilambangkan dengan kata kerja"melayani sebagai budak." Dalam karya apokrip The Wisdom of BenSirach (25:24), penulis menyimpulkan bahwa "dari perempuanlahdosa berasal dan karena perempuan kita semuanya mati."

   Tetapi, berdampingan dengan penekanan pada tradisi Yahudiini terdapat pernyataan tanggung jawab Adam sepenuhnya. Dalam 2Esdras 7:118 terdapat ratapan, "Oh, Adam, apa yang telahkaulakukan. Walaupun kau yang berdosa, kejatuhan itu bukankejatuhanmu sendiri." Paulus juga mengetahui bagian tradisi ini,karena dalam Roma 5:12-14 dan I Korintus 15:21-22 la mengatakanbahwa Adam, dan bukan Hawa, bertanggung jawab atas dosa yangpertama. Dasar penekanan semacam ini dalam penafsiran tentu sajaadalah bacaan dari Kejadian 3, di mana Adam bersama-sama denganHawa pada saat yang menentukan itu (Kejadian 3:6), dan Allahmenganggapnya bertanggung jawab karena bertindak di luar batas(Kejadian 3:11), dan ia tergoda sama seperti Hawa untuk melanggarperintah Allah (Kejadian 3:17).

   Berdasarkan data di atas, baik dari Kejadian 3 maupunteks-teks Paulus lainnya, kalimat dalam I Timotius 2:14 "BukanAdam yang tergoda" menimbulkan masalah khusus. Karena jelas bahwaia tergoda sama seperti Hawa. Beberapa penafsir menyimpulkanbahwa dalam hal ini Paulus hanya kembali kepada penafsiran rabiyang dominan yang lebih memfokuskan pada tergodanya perempuan,dan melepaskan laki-laki dari jerat. Tetapi ini berarti mengaduPaulus sebagai rabi dan Paulus sebagai orang Kristen; saya pikirini tidak benar dan juga tidak perlu.

   Paulus adalah rabi yang sudah dibaptiskan dalam Kristus.Dan dalam persekutuannya dengan Kristus pengetahuan kerabiannyajuga dibaptiskan. Dengan demikian, pengetahuan itu ditempatkandalam pelayanan pekerjaan penginjilannya. Dan pekerjaan Injil inimenentukan caranya menggunakan tafsiran-tafsiran bahan PerjanjianLama.

   Metode penafsiran Paulus dan penerapannya dalam situasikhusus di Efesus tidak berarti ia memiliki pandangan bahwaperempuan pada hakikatnya lebih mudah terperdaya sepertipandangan tradisi rabi. Hal ini ditegaskan oleh fakta bahwaPaulus menggunakan cerita diperdayakannya Hawa dalam II Korintus11:3-4 sebagai sebuah ilustrasi atas kemungkinan bahwa semuaperempuan dapat diperdaya beriman di dan Korintus disesatkan,baik dari laki-laki terhadap maupun Kristus. Kita lihat bahwaPaulus menggunakan cerita tentang Hawa secara beragam, tergantungpada masalah yang sedang dibicarakan.

   Sekali lagi, jelas bahwa situasi di Efesus menentukandigunakannya berbagai aspek tradisi Kitab Suci oleh Paulus, yangsecara keseluruhan dinilai otoriter. Karena nampaknya perempuandalam jemaat Timotius menonjol di antara orang-orang yang "sesat"dari iman dan pengungkapan yang benar dari iman itu dalam hidup(1:3-7), atau yang "telah tersesat mengikut Iblis" (5:15), atau"yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu"(II Timotius 3:6). Penggunaan sebagian bahan kitab Kejadian danpenerapannya dalam situasi khusus ini oleh Paulus dapatdimengerti.

   Kesulitan yang terakhir dari teks ini adalah pernyataan"perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak" (I Timotius2;15). Alkitab versi NN menunjukkan dengan benar dalam catatankaki bahwa teks bahasa Yunaninya berbunyi, "ia akan diselamatkankarena melahirkan anak." Dalam ayat sebelumnya (ayat 14),subyeknya adalah Hawa, orang ketiga tunggal, yang mewakiliperempuan. Subyek tunggal tersebut menentukan kata ganti untukayat 15, "tetapi perempuan akan diselamatkan ..." Tetapi, kalimattersebut dilanjutkan dengan bentuk jamak, "asal ia bertekun dalamiman ..." Dengan demikian jelas bahwa Paulus menganggap Hawa

mewakili semua perempuan. Apa arti pernyataan ini, dan bagaimanafungsinya dalam konteks bacaan?

   Pertama, jika ada satu kebenaran yang banyak diungkapkanPaulus kepada para pendengar dan pembacanya, kebenaran itu adalahbahwa keselamatan tidak didapatkan melalui pelaksanaan perbuatandan tugas atau peranan tertentu, melainkan karena iman dalamYesus Kristus. Karena itu kita tidak dapat menyimpulkan bahwaPaulus berbicara tentang keselamatan pribadi. Yaitu, perempuantidak diselamatkan dengan cara yang lain dari laki-laki.

   Kedua, ayat 15 merupakan kesimpulan dari seluruh paragraf.Dalam I Timotius 2:9-14 perintah khusus terhadap perempuanbersifat terbatas dan negatif. Ayat 15 dimulai dengan kata"tetapi", dan apa yang dikatakan tersebut jelas dimaksudkansebagai pernyataan yang positif. Berbagai pembatasan yangdilakukan terhadap perempuan sekarang sudah jelas. Pembatasantersebut bukanlah norma-norma yang absolut, atau kondisi pentingyang ditentukan oleh jenis kelamin; melainkan penyesuaian yangperlu berdasarkan situasi historis, di mana keefektifan parapenginjil di jemaat-jemaat yang masih muda dipertaruhkan.

   Dalam situasi Timotius, pengajaran ilmu sesat merusakkesehatan perkawinan. Tidak dikatakan mengapa. Tetapi atas dasarI Korintus 7, di mana perkawinan nampaknya ditolak oleh orang-orang yang tinggi rohani dan merendahkan keadaan jasmani, kitadapat menyimpulkan bahwa pengajaran ilmu sesat memandangpernikahan dan perwujudannya yaitu melahirkan anak-anak, sebagaisesuatu yang negatif atau tidak layak bagi mereka yang benar-benar kudus dan merupakan anggota dari masyarakat baru yang"diselamatkan." Bertentangan dengan pengajaran tersebut, Paulusmungkin menegaskan bahwa melahirkan anak-anak, yang merupakanfungsi meneruskan kehidupan secara wajar, sesungguhnya tidakmenghalanginya untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakatyang diselamatkan.

   Jadi perempuan sudah dan akan diselamatkan, bahkan jikamereka melakukan peranan rumah tangga dan ibu yang diharapkandari perempuan dalam konteks sosial historis, tetapi ditolak olehpara guru ilmu sesat. Mungkin para guru ilmu sesat dan perempuan-

perempuan yang telah mereka perdaya memandang penolakan perananrumah tangga dan peranan ibu yang normal sebagai bukti bahwamereka benar-benar selamat dan kudus. Situasi semacam ini membuatperintah Paulus yang tegas dan membatasi perempuan-perempuanEfesus perlu dilakukan, karena pengajaran ilmu sesat dankonsekwensinya menggambarkan kesalahpahaman dan penyangkalanInjil secara menyeluruh.

   

 

 

BAB 46

Lebih Buruk dari Orang Yang Tidak Beriman

Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisirumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.   I

TIMOTIUS 5:8

  

Pokok bahasan I Timotius 5:8 ini cukup jelas. Tidak adanyaperhatian terhadap kebutuhan individu tertentu sama denganpenolakan iman seseorang. Dan seorang beriman yang bersikapdemikian, yaitu menyangkal iman itu dalam perbuatan, lebih burukdaripada mereka yang tidak pernah mengakui iman itu.

   Yang menimbulkan kesulitan bagi kita adalah nada yangkeras dari perintah ini dan konsekwensi yang melekat padakegagalan seseorang untuk memenuhi perintah ini. Kesulitan yangberkaitan berdasarkan ketegasan Paulus bahwa keselamatandidapatkan melalui iman dan bukan perbuatan adalah hubungan yangerat antara tindakan yang sangat khusus (atau "perbuatan") daniman seseorang, yang membawa keselamatan itu.

       Tinjauan yang teliti terhadap argumentasi Paulus dalamkon-teks yang lebih luas dan dalam pemikirannya tentang iman danbuah-buah iman akan menghapuskan kesulitan tersebut.

   Ayat kita merupakan bagian dari sebuah bacaan yang lebihpanjang (I Timotius 5:3-16) di mana Paulus merasa prihatinterhadap kedudukan dan pemeliharaan para janda dalam jemaat. Padajaman dulu, antara lain karena sistem perayahan dan struktursosial, janda seringkali merupakan anggota masyarakat yang palinglemah dan mudah diserang. Dari Perjanjian Lama jelas bahwa Allahmemiliki perhatian khusus terhadap yang paling tidak berarti,orang-orang kecil, tertekan, dan tidak berdaya, termasuk parajanda (Ulangan 10:18; 24:17; Mazmur 68:5; Yesaya 1:17). Daricatatan Lukas mengenai pelayanan Yesus dan gereja yang mula-mula(Lukas 7:11-15, 18:2-8; 21:1-4; Kisah Para Rasul 6:1; 9:39), kitamelihat bahwa perhatian terhadap para janda secara wajar terusberlanjut dalam "Israel yang baru," bahwa masyarakat Kristenmemandang pemeliharaan janda sebagai tanggung jawab khusus, danbahwa kelompok janda di dalam gereja secara khusus terlibat dalamperbuatan amal yang baik untuk orang lain yang membutuhkan.

   Bacaan yang lebih luas dari teks kita ini mengungkapkanperhatian yang terus-menerus untuk para janda. Bacaan ini jugamenunjukkan bahwa situasi tertentu menuntut kejelasan yang lebihbesar mengenai tanggung jawab gereja dalam hal ini. Paulusmembedakan antara "janda-janda yang benar-benar janda" (5:3) danjanda-janda yang mempunyai keluarga yang dapat memelihara mereka(5:4). Berdasarkan fakta bahwa jemaat-jemaat yang mula-mulasecara keseluruhan terdiri dari masyarakat yang keadaan sosialekonominya rendah (I Korintus 1:26-28), sumber penghasilan merekatidak mungkin banyak. Dengan demikian timbul kebutuhan untukmenyalurkan sumber-sumber yang terbatas untuk menghadapi situasikekurangan yang mendesak. Bahkan mungkin belas kasihan gerejaterhadap para janda diungkapkan secara sangat konsisten sehinggaarnal menjadi sesuatu yang selalu diharapkan, bahkan pada saattidak ada kebutuhan yang nyata.

   Bagaimanapun, perintah Paulus adalah bahwa tanggung jawabutama pemeliharaan para janda terletak pada anggota keluargadekat (anak-anak atau cucu 5:4). Baru pada saat bantuan tersebuttidak tersedia, jika janda tersebut "ditinggalkan seorang diri"(5:5), masyarakat yang lebih luas bertanggung jawab atasnya.

   Paulus mendasarkan perintah tersebut atas dua hal.Pertama, tindakan tersebut "berkenan kepada Allah" (5:4).Perintah untuk memelihara orang tua berasal dari ajaran Yahudiyaitu perintah kelima ("Hormatilah ayahmu dan ibumu ..."Keluaran20:12), dan ketaatan kepada perintah itu diyakini membawa berkatAllah. Kedua, Paulus mendasarkan perintahnya atas kebenaran yangberulangkali dinyatakan dalam Firman Allah; yaitu, iman dankeyakinan seseorang harus terwujud dalam perbuatan dan hubungansecara nyata. Jadi, setelah teguran yang keras mengenaikekosongan dan kedangkalan ibadah mereka (Yesaya 1: 10-16),Yesaya memanggil umat Israel untuk "Usahakanlah keadilan,kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim,perjuangkanlah perkara janda-janda" (Yesaya 1:17). Hubungan yangbenar dengan Allah terungkap dengan berlaku adil, mencintaikesetiaan (Mikha 6:6) dan pernyataan kasih setia (Hosea 6:6).Pengungkapan yang paling benar dari ibadah kepada Allah adalahumat Allah melibatkan diri untuk membuat "keadilan bergulung-gulung seperti air, dan kebenaran seperti sungai yang selalumengalir!" (Amos 5:24).

   Keyakinan Perjanjian Lama yang mendasar ini juga merupakaninti pemberitaan Yesus dan pengikut-pengikut-Nya. Kita akandikenal melalui buah yang kita hasilkan (Matius 7: 16,20) dandengan demikian membawa kemuliaan kepada Allah (Yohanes 15:8).Dunia akan mengetahui bahwa kita adalah    murid-murid Yesus jikakita saling mengasihi (Yohanes 13:35). Jika karya Allah yangmengampuni dan mendamaikan tidak terwujud dalam hubungan kita,maka ibadah kita terhadap Allah sia-sia (Matius 5:23-24). Paulusberkata bahwa buah Roh di dalam kita terwujud dalam bentukkelemahlembutan dan kebaikan (Galatia 5:22). Kehidupan baru didalam Kristus (Kolose 3:1-3) harus terwujud dalam kehidupan yangpenuh belas kasihan dan kelemahlembutan (Kolose 3:12). Iman yangtidak diwujudkan dalam perbuatan adalah iman yang mati dan tidakbenar (Yakobus 2:14-17). lbadah yang "murni dan tak bercacatialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahanmereka." (Yakobus 1:27).

   Dalam perspektif Perjanjian Baru yang lebih luas inilahpetunjuk Paulus mengenai pemeliharaan janda-janda oleh anak-anak

atau cucu mereka harus dipahami. Mereka harus "pertama-tamabelajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri" (I Timotius5:4). Realitas hubungan kita dengan Allah secara alamiah terwujuddalam hubungan kita dengan manusia. Dan anggota-anggota keluargadekat kitalah yang pertama kali merasakan pengaruh hubungan kitadengan Allah. Ungkapan "Kemurahan hati dimulai di rumah" berakarpada keyakinan bahwa jika kasih kepada sesama tidak terwujudsecara nyata dalam hubungan kita dengan orang-orang terdekat,maka pernyataan kasih kita terhadap Allah ("agama kita") adalahdusta (I Yohanes 4:19-21).

   Karena itulah Paulus menghakimi orang yang tidakmemelihara sanak saudaranya sebagai orang yang "murtad" dan"lebih buruk dari orang yang tidak beriman" (I Timotius 5:8).Walaupun penilaian ini nampak keras sehubungan dengan kegagalandalam tingkah laku Kristen, keprihatinan Paulus sepanjangsuratnya agar kehidupan Kristen tidak dicela orang luar (ITimotius 2:2; 3:1-7; 5:14; 6:1) membantu kita untuk memahamikata-katanya yang tajam. Kalimat "lebih buruk dari orang yangtidak beriman" secara tidak langsung menyatakan bahwa orang yangtidak beriman sekalipun pada umumnya memelihara keluarga merekasendiri. Dengan demikian orang beriman yang mengabaikan tanggungjawab ini bertindak "lebih buruk' dari orang yang tidak beriman.Jika hal itu terjadi (lihat juga I Korintus 5:1-2), gereja tidakakan menjadi masyarakat pilihan Allah dalam dunia yang rusak danterpecah-belah. Dan kehidupan duniawi semacam ini menggambarkanpenyangkalan iman.

 

 

   

BAB 47

Anggur untuk Pencernaan

Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubungpencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah.   I Timotius 5:23

  

Dalam situasi masyarakat di mana penyalahgunaan alkoholmerupakan masalah yang sangat serius, salah satu pokok dalamdaftar nasihat pribadi Paulus terhadap Timotius ini bagi banyakorang menimbulkan pertanyaan mengenai benar tidaknya penggunaanalkohol. Karena alkohol mudah sekali disalahgunakan, danpenyalahgunaan itu menimbulkan kecanduan bagi banyak orang,bukanlah orang Kristen seharusnya didorong untuk menjauhkan diridari penggunaan alkohol? Pandangan yang melarang penggunaanalkohol ini diungkapkan dalam anekdot yang agak lucu, hasilpembahasan masalah ini antara sekelompok diaken. Terhadappernyataan dari seorang diaken bahwa Yesus telah mengubah airmenjadi anggur pada perkawinan di Kana (Yohanes 2), seorangdiaken lain menjawab, "Ya, memang, tetapi seharusnya la tidakmelakukannya!" Jika dasar pemikiran kita adalah keyakinan bahwapenggunaan alkohol dengan cara bagaimanapun tetap salah, makatindakan Yesus dan nasihat Paulus menjadi masalah bagi kita.

   Ucapan-ucapan Paulus harus dipahami dalam konteks nasihatlain dalam surat-menyurat dengan Timotius dan Titus. Ucapan-ucapan ini juga harus dilihat sebagai sebuah nasihat yangbijaksana dalam konteks budayanya dan perwujudan prinsip Alkitabyang mendasar dalam kehidupan Kristen.

   Sebelumnya, dalam kitab I Timotius, di antara ciri-cirimereka yang akan menjadi para pemimpin jemaat Paulus telahmenuliskan, "bukan peminum" (3:3) atau "jangan penggemar anggur"(3:8). Dalam nasihatnya kepada Titus, para penilik jemaat harusmenjadi teladan yang "bukan peminum" (Titus 1:7), dan perempuan-perempuan yang tua dalam jemaat harus diajar untuk tidak "menjadihamba anggur" (Titus 2:3). Dalam semua perintah ini, penekanannyajelas pada sikap tidak berlebihlebihan; yaitu, penggunaan alkoholsecara bertanggung jawab yang tidak membuat alkohol itu menguasaikehidupan seseorang. Hal ini sesuai dengan prinsip pokokkehidupan Kristen yang dinyatakan Paulus dalam Efesus 5:18, "Danjanganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawanafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh." Satu-satunyapengontrol yang benar dalam kehidupan orang beriman adalah Roh

Allah. Semua pengontrol lainnya dalam kenyataannya adalahberhala.

   Dalam hal larangan terhadap penggunaan alkohol yangberlebihan ini, nasihat Paulus kepada Timotius "Janganlah lagiminum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit" menyatakansecara tidak langsung bahwa Timotius mungkin telah menyimpulkandiperlukannya sikap berpantang secara total, berdasarkanperingatan terhadap pemakaian yang berlebihan. Bahkan dalamlarangan mereka terhadap makanan makanan tertentu (4:3), paraguru palsu mungkin memberikan argumentasi untuk berpantang secaratotal.

   Bagaimanapun, penolakan Timotius secara total terhadapalkohol nampaknya telah menimbulkan akibat yang merugikankesehatannya. Karena itu Paulus, sejalan dengan peringatannyaterhadap penggunaan yang salah, memberikan nasihat untukmenggunakan "sedikit anggur" Dalam hal ini, ia hanya memikirkanpenggunaan anggur secara wajar di dunia kuno, khususnya untuktujuan pengobatan. Efeknya yang menguntungkan, "terhadap keluhan-keluhan pencernaan, sebagai tonik, dan untuk menetralkan pengaruhair yang tidak murni, dikenal secara meluas pada jaman kuno, danditegaskan oleh ilmu pengobatan modern. Pandangan Paulus dalamhal ini mungkin didukung oleh teman sekerjanya Lukas, dokter yangdikasihi.

J.N.D. Kelly, A Commentary on the Pastoral Epistles (NewYork: Harper, 1964), hal. 129, mengutip beberapa sumber Yahudidan Helenistik, termasuk Hippocrates, yang menganjurkan sejumlahanggur yang sedang untuk pasien yang pencemaannya akan mengalamibahaya jika minum air saja.

 

 

 

BAB 48

Orang Kreta Selalu Pembohong

Seorang dari kalangan mereka, nabi mereka sendiri, pernah mengatakan, "Dasarorang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas." Kesaksian itu benar.  

TITUS 1:12-13

 

   Kalimat ini terdengar ekstrim, atau tidak benar bagi kita.Orang-orang yang digambarkan di atas adalah penduduk pulau Kretadi bagian Timur Laut Tengah, di mana Titus adalah seorangpemimpin jemaat. Barangkali sebagian besar anggota jemaat,khususnya pengurus di jemaat mereka, yang diharapkan Paulus sukaakan yang baik, bijaksana, adil, saleh dan dapat menguasai diri(1:8) bukanlah "pembohong, binatang buas, pelahap yang malas."Bahkan di antara penduduk Kreta pada umumnya pasti banyak yangmenjalani kehidupan yang baik dan lurus. Dengan demikian definisibahwa orang Kreta "pembohong" sulit dibenarkan. Walaupun Paulussecara jelas mengutip dari "salah seorang nabi mereka," iamendukung penyamarataan itu dengan menyimpulkan bahwa "kesaksianini benar." Bagaimana kita harus memahami bahasa yang kasar ini?Pandangan lebih dekat kepada situasi di jemaat Kreta, dan jugaasal-usul dan sejarah kutipan tersebut, akan mengurangi ataumungkin menghapuskan kesulitan ini.

   Situasi yang diuraikan di sini adalah di mana para guruyang sesat sudah tersebar dalam jemaat, dan menentang"pengetahuan akan kebenaran" (1:1), janji Allah "yang tidakberdusta" (1:2), "perkataan yang benar" dan "ajaran yang sehat"(1:9). Mereka "tidak tertib" (1:10), "mengajarkan yang tidak-tidak" (1:11), menolak "kebenaran" (1:14).

   Pemusatan perhatian pada ketidakbenaran dari lawan-lawanInjil dan pengajaran mereka inilah yang membuat Paulus tidaksependapat dengan seorang Kreta yang dipuja-puja, yaituEpimenides, seorang guru agama dan pembuat mujizat dari tahun 600SM. Barangkali penyebutan "nabi" terhadap Epimenides oleh Paulusdidasarkan atas uraian yang diberikan Plato, Aristoteles, danpenulis kuno lain kepadanya sebagai seorang yang mendapatkanwahyu dan nubuat. Dasar penilaian Epimenides yang buruk mengenai

orang-orang Kreta sebangsanya jelas adalah pernyataan mereka yangterkenal yaitu bahwa makam Zeus, kepala kelompok dewa Yunani,terletak di pulau mereka. Pernyataan ini dianggap tidak benar,karena sebagai dewa, Zeus tidak mungkin mati. Pada jaman Paulus,ucapan Epimenides telah menjadi slogan yang populer, yangmengungkapkan reputasi orang Kreta sebagai bangsa yang tidakbenar. Kata "mengKretakan" meniadi ucapan populer untuk berbohongatau menipu, sama seperti reputasi jemaat Korintus dalam halpercabulan menimbulkan ucapan populer "mengKorintuskan."

   Seperti kita lihat, konteks di mana Paulus mengacu kepadaucapan Epimenides adalah suasana krisis. Dalam situasikonfrontasi polemik semacam ini, sikap melebih-lebihkan biasaterjadi. Paulus jelas marah terhadap musuh-musuh kebenaran dalamjemaat Kreta, dan ia menjawab tipuan mereka itu denganmenggunakan pernyataan berlebihan yang khas. Apa yang sangatingin disampaikan Paulus sudah jelas; yaitu, dalam hal para guruyang menyebarkan ajaran-ajaran palsu ini, pernyataan Epimenidesdalam kenyataannya memang benar.

   Bahwa ucapan Paulus ini tidak seharusnya kita mengertisecara mutlak (yaitu, setiap orang Kreta adalah pembohong!)ditegaskan oleh fakta bahwa penyebutan Epimenides akanmenimbulkan kontradiksi. Karena Epimenides adalah orang Kreta,pernyataan Paulus "Setiap orang Kreta adalah pembohong" akanmencakup dia juga. Dan ini akan membawa kepada kesimpulan bahwaia selalu berbohong dan dengan demikian pernyataannya palsu.Dengan demikian jelaslah bahwa baik Paulus maupun Epimenidestidak menghendaki pernyataan tersebut dimengerti secara mutlak.

  

 

 

 

 


Recommended