+ All Categories
Home > Documents > KARAKTERISTIK HABITAT Padina australis DI PERAIRAN ...

KARAKTERISTIK HABITAT Padina australis DI PERAIRAN ...

Date post: 25-Apr-2023
Category:
Upload: khangminh22
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
11
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM) Vol. 2 No. 1. Agustus 2020 10 KARAKTERISTIK HABITAT Padina australis DI PERAIRAN PULAU KARAS KECAMATAN GALANG KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU Characteristics of Padina australis Habitat in Karas Island Waters, Galang District, Batam City, Riau Islands Province Destya Dwi Safitri *1 , Winny Retna Melani 1 , Ani Suryanti 1 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haju, Kota Tanjungpinang (29111), Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia * Destya Dwi Safitri. No Hp: 0821037 8195. Surel: [email protected] Abstrak Penelitian mengenai karakteristik habitat Padina australis telah dilakukan di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Tujuan penelitian untuk mengetahui parameter perairan, kepadatan, biomassa dan karakteristik habitat Padina australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling sebanyak 3 stasiun. Hasil penelitian didapatkan nilai kepadatan Padina australis dengan rata-rata nilai13,50 ind/m 2 sampai 17,25 ind/m 2 . Biomassa Padina australis didapat dengan rata-rata nilai 5,27 g/m 2 sampai 10,06 g/m 2 . Karakteristik habitat yang cocok dengan Padina australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam yaitu substrat kerikil berpasir dan parameter yang mendukung yaitu kecerahan dan TOM yang tinggi, serta kecepatan arus yang relatif kecil. Kata kunci: Padina australis, kepadatan, biomassa, karakteristik habitat, Batam Abstract Research on the characteristics of Padina australis habitat has been conducted in the waters of Karas Island, Galang District, Batam City. The purpose of this study was to determine the water parameters, density, biomass and habitat characteristics of Padina australis in Karas Island, Galang District, Batam City. This study used a purposive sampling method of 3 stations. The results showed that the density of Padina australis with an average value of 13.50 ind / m2 to 17.25 ind/m 2 . Padina australis biomass is obtained with an average value of 5.27 g/m 2 to 10.06 g/m 2 . Habitat characteristics that are more suitable with Padina australis in Karas Island Waters Galang District Batam City are sandy gravel substrate and supporting parameters namely brightness, TOM, small watter current relatively. Keywords: Padina australis, density, biomass, habitat characteristics, Batam.
Transcript

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

10

KARAKTERISTIK HABITAT Padina australis DI PERAIRAN PULAU KARAS

KECAMATAN GALANG KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Characteristics of Padina australis Habitat in Karas Island Waters, Galang District,

Batam City, Riau Islands Province

Destya Dwi Safitri*1

, Winny Retna Melani1, Ani Suryanti

1

1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haju, Kota Tanjungpinang (29111), Provinsi

Kepulauan Riau, Indonesia *Destya Dwi Safitri. No Hp: 0821037 8195. Surel: [email protected]

Abstrak

Penelitian mengenai karakteristik habitat Padina australis telah dilakukan di

Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Tujuan penelitian untuk

mengetahui parameter perairan, kepadatan, biomassa dan karakteristik habitat Padina

australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Penelitian ini

menggunakan metode purposive sampling sebanyak 3 stasiun. Hasil penelitian

didapatkan nilai kepadatan Padina australis dengan rata-rata nilai13,50 ind/m2 sampai

17,25 ind/m2. Biomassa Padina australis didapat dengan rata-rata nilai 5,27 g/m

2

sampai 10,06 g/m2. Karakteristik habitat yang cocok dengan Padina australis di

Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam yaitu substrat kerikil berpasir dan

parameter yang mendukung yaitu kecerahan dan TOM yang tinggi, serta kecepatan arus

yang relatif kecil.

Kata kunci: Padina australis, kepadatan, biomassa, karakteristik habitat, Batam

Abstract

Research on the characteristics of Padina australis habitat has been conducted in

the waters of Karas Island, Galang District, Batam City. The purpose of this study was

to determine the water parameters, density, biomass and habitat characteristics of

Padina australis in Karas Island, Galang District, Batam City. This study used a

purposive sampling method of 3 stations. The results showed that the density of Padina

australis with an average value of 13.50 ind / m2 to 17.25 ind/m2. Padina australis

biomass is obtained with an average value of 5.27 g/m2 to 10.06 g/m

2. Habitat

characteristics that are more suitable with Padina australis in Karas Island Waters

Galang District Batam City are sandy gravel substrate and supporting parameters

namely brightness, TOM, small watter current relatively.

Keywords: Padina australis, density, biomass, habitat characteristics, Batam.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

11

I. PENDAHULUAN

Makroalga atau “seaweed” mempunyai fungsi dan peranan penting baik dari

segi biologis, ekologis maupun ekonomis, (Ayhuan et al. 2017). Terdapat berbagai

makroalga yang tersebar di Perairan Pulau Karas dan jenis makroalga yang sering

dijumpai adalah alga coklat. Pulau Karas berada di Kecamatan Galang Kota Batam

yang termasuk dalam daerah intertidal dengan kondisi dasar perairan pasir bercampur

karang-karang kecil. Daerah intertidal adalah zona pasang surut yang merupakan tempat

tumbuhnya berbagai jenis makroalga.

Penelitian Safitri (2018) menunjukkan bahwa makroalga dari kelas alga coklat

(Phaeophyta) jenis Padina australis banyak dijumpai pada setiap perairan di Pulau

Karas. Kajian P. australis sudah banyak dikaji, namun sejauh ini hanya terfokus pada

pemanfaatan kandungan senyawa dan penggunaan ekstrak mengenai P.australis. Kajian

informasi mengenai ekologi perairan masih sedikit atau belum ada yang mengkaji

bagaimana karakteristik habitat P.australis diperairan. informasi mengenai karakteristik

habitat P. australis sangat penting, ketika melakukan pengambilan P. australis untuk

pemanfaatan sumberdaya namun tanpa mengetahui bagaimana karakteristik habitat P.

australis di alam dikhawatirkan akan terjadi penurunan populasi P. australis pada

habitat alami. Begitu juga dengan karakteristik habitat P. australis di perairan Pulau

Karas Kecamatan Galang Kota Batam juga belum pernah dilakukan. Karena masih

belum ada referensi yang terkait, untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap

karakteristik habitat P. australis.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019. Pengambilan sampel

dilakukan di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Alat yang digunakan

selama penelitian adalah multitester, current drouge, hand refractometer, Secchi disk,

ayakan bertingkat, oven, global position system (GPS). Bahan yang digunakan adalah

alga coklat jenis Padina australis.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

12

Lokasi sampling ditentukan dengan metode purposive sampling Stasiun

pengamatan ditetapkan berdasarkan tipe habitat P.australis, yaitu : 1) stasiun I :

berdekatan vegetasi mangrove dengan tipe substrat pasir, 2) stasiun II : berada di

vegetasi lamun dengan tipe substrat pasir dan 3) stasiun III terdapat vegetasi karang

yang sudah mati dengan tipe substrat kerikil berpasir (Gambar 1).

Gambar 2. Rancangan plot transek garis untuk pengambilan sampel Padina australis

Metode pengambilan sampel menggunakan metode garis transek (line transect)

dengan teknik sampling kuadran. Pengambilan sampel di lakukan pada 3 stasiun yang

berbeda serta penempatan transek pada masing-masing lokasi untuk pengambilan

makroalga sebanyak 3 garis transek sepanjang 20 m yang ditarik tegak lurus terhadap

garis pantai dengan asumsi Jarak antar transek disesuaikan. Dengan jarak antar kuadran

yaitu 5 m terendah dengan ukuran transek kuadran yang dipakai untuk pengambilan

data yaitu 1 x 1 m, (Meriam et al. 2016). Sampel dihitung dan diambil pada surut.

Pengambilan sampel parameter kualitas fisika dan kimia perairan dilakukan

pada saat air pasang dengan metode 3 kali pengulangan di setiap stasiun. Parameter

kualitas fisika dan kimia yang diukur adalah suhu, kecerahan, kekeruhan, kecepatan

arus, bahan organik total (TOM), substrat, oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, nitrat

dan fosfat.

Kepadatan Jenis Padina australis

Kepadatan jenis makroalga yaitu jumlah individu makroalga (thallus) per satuan luas

dengan rumus Krebs (1989): Di = ni/A

Keterangan :

Di = Jumlah individu makroalga (thallus) ke – i per satuan luas

ni = Jumlah individu makroalga (thallus) ke –i dalam transek kuadrat

A = Luas transek kuadrat

Biomassa Produksi biomassa P. australis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

13

B = W.K

Keterangan :

B = biomassa (g/m2)

W = berat kering

K = kepadatan

Analisis Karaktersitik Habitat Untuk melihat karakteristik habitat antar stasiun penelitian digunakan metode

analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA). Analisis PCA

Biplot merupakan salah satu teknik statistika deskriptif berupa penyajian grafik secara

simultan antara obyek dan variabel dalam satu grafik dengan dua dimensi, (Bro dan

Smilde 2014).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Fisika Kimia Perairan

Pertumbuhan P. australis dipengaruhi oleh faktor – faktor lingkungan sekitarnya

baik faktor fisika maupun faktor kimianya. Parameter fisik yang di ukur di lokasi

penelitian adalah suhu, kecerahan, kecepatan arus, kekeruhan dan substrat sedangkan

parameter kimia meliputi: salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), Nitrat dan fosfat. Hasil

pengukuran parameter tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pulau Karas

Parameter Satuan Rataan ± SD

Baku mutu* Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Fisika

Suhu 0C 30,50 ± 0,30 30, 33 ± 0,06 30,83 ± 0,15 28-30

Kecerahan m 1,5 ± 0,50 1,6 ± 0,56 2,0 ± 0, 45

Kekeruhan NTU 0,37 ± 0,04 0,27 ± 0,08 0,19 ± 0,08 <5

Kecepatan arus m/s 0,027 ± 0,01 0,035 ± 0,02 0,026 ± 0,01

TOM % 1,57 ± 0,93 2,50 ± 1,05 2,54 ±0,91

Substrat Pasir Pasir Kerikil berpasir

Kimia

DO mg/L 6,60 ± 0,10 6,33 ± 0,06 6,27 ± 0,15 >5

Salinitas ppt 30,6 ± 0,30 32,00 ± 0,00 32,00 ± 0,00 33-34

pH - 7,72 ± 0,10 7,67 ± 0,04 7,77 ± 0,06 7-8,5

Nitrat mg/L 0,67 ± 0,1 0,63 ± 0,4 0,43 ± 0,1 0,008

Fosfat mg/L 0,027 ± 0,005 0,029 ±0,008 0,022 ± 0,001 0,015

*Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004

Sumber: Data primer 2019

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

14

Nilai suhu diperairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang

masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No 51 (2004) untuk

kehidupan biota laut dengan nilai standar 28-30 0C. Nilai suhu dapat dilihat pada Tabel

1. Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata suhu pada seluruh stasiun berkisar antara

30,33°C sampai dengan 30,83°C. Nilai tertinggi pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata

30,83°C dan suhu terendah pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 30,33°C.

Kecerahan diperairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dapat terlihat dari

permukaan perairan, sehingga kecerahannya tembus dasar 100% dengan kisaran

kedalaman rata-rata 1,5-2 m. Nilai kecerahan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada stasiun 1

pada substrat pasir berdekatan dengan mangrove nilai kecerahan 100% dengan rata-rata

kedalaman 1,5 m. Pada stasiun 2 substrat pasir daerah ekosistem lamun nilai kecerahan

100% dengan rata-rata kedalaman 1,6 m dan pada stasiun 3 pada daerah bebatuan nilai

kecerahan 100% dengan rata-rata kedalaman 2 m.

Nilai kecerahan dan kedalaman pada keseluruhan stasiun sangat mendukung

untuk pertumbuhan P. australis karena dapat membantu P. australis dalam proses

fotosintesis. Menurut Ira et al. (2018) Kecerahan dan kedalaman perairan dapat

memengaruhi kepadatan dan distribusi makroalga yang hidup didasar laut apabila

cahaya matahari dapat tembus.

Nilai kekeruhan pada lokasi penelitian berkisar antara 0,19 NTU sampai 0,37

NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terletak pada stasiun 1 dengan rata-rata 0,37 NTU. Pada

stasiun 2 rata-rata nilai kekeruhan 0,27 NTU dan nilai kekeruhan terendah pada stasiun

3 dengan nilai rata-rata 0,19 NTU. Hasil pengukuran Kekeruhan di perairan Pulau Karas

pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku

mutu KepMen-LH N0 51 (2004) untuk kehidupan biota laut dengan nilai standar <5

NTU.

Kecepatan arus di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun berkisar antara

0,026 m/s sampai dengan 0,035 m/s. Nilai kecepatan arus dapat dilihat pada Tabel 1.

Kecepatan arus tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 0,035 m/s dan nilai

kecepatan arus terendah pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 0,026 m/s.

Kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun

menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No

51 (2004) untuk biota, karena nilai DO >5. Nilai DO dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai

DO pada seluruh stasiun rata-rata berkisar antara 6,27 mg/L - 6,60 mg/L. Nilai DO

tertinggi terletak pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 6,60 mg/L. Sedangkan niai DO

terendah berada pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 6,27 mg/L.

Nilai salinitas di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun berkisar antara 30,6

ᵒ/ₒₒ sampai dengan 32,0 ᵒ/ₒₒ. Nilai pengukuran salinitas dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai

salinitas tertinggi pada stasiun 2 dan 3 dengan nilai rata-rata 32, ᵒ/ₒₒ dan nilai salinitas

terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 31 ᵒ/ₒₒ. Nilai rata-rata pengukuran salinitas

yang didapat pada setiap stasiun masih tergolong memenuhi standar baku mutu

KepMen-LH No 51 (2004) yang menyatakan 33-34ᵒ/ₒₒ merupakan salinitas yang normal

untuk kehidupan biota laut. Sedangkan Penelitian yang sudah dilakukan oleh Kadi

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

15

(2017), P. australis kebanyakan tumbuh subur dengan salinitas 30-33 ppt. Pada salinitas

<17,9 dan >32 ‰ spora tidak dapat berkembang dengan baik.

Nilai derajat keasaman (pH) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun rata-

rata berkisar antara 7,72 sampai dengan 7,77 (Tabel 1). Hasil pengukuran derajat

keasaman (pH) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang

masih tergolong memenuhi standar baku mutu. Menurut KepMen-LH No 51 (2004),

baku mutu pH perairan laut untuk biota berkisar antara 7-8,5.

Tipe tekstur substrat dasar perairan di perairan Pulau Karas pada stasiun 1 dan

stasiun 2 memiliki tekstur pasir dan substrat pada stasiun 3 memiliki tipe tekstur kerikil

berpasir. Perbedaan jenis substrat pada setiap stasiun sangat berpengaruh bagi

kehidupan P. australis. Penelitian ini menunjukkan bahwa substrat kerikil berpasir

merupakan substrat yang cocok sebagai tempat melekat P. australis dibandingkan

substrat pasir. P. australis yang berada pada substrat kerikil berpasir tidak akan mudah

terlepas sedangkan P. australis yang berada pada substrat pasir akan udah terlepas oleh

adanya peningkatan nilai kecepatan arus. Hal ini juga didukung dari Geraldino et al.

(2005), menyatakan bahwa P. australis hidup menempel pada habitat pasir, batu,

ataupun berasosiasi dengan tumbuhan laut lainnya.

Kandungan nitrat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dengan rata-rata

berkisar antara 0,40 mg/L sampai dengan 0,67 mg/L. Nilai nitrat tertinggi berada pada

stasiun 1 dengan nilai rata-rata 0,67 mg/L dan nilai terendah berada pada stasiun 3

dengan nilai rata-rata 0,40 mg/L. Kandungan kadar nitrat yang tertinggi pada stasiun 1

berhadapan dengan mangrove hal ini disebabkan oleh ekosistem mangrove terdapat zat

hara yang cukup besar sehingga tingkat kesuburan semakin baik bagi biota laut. Hasil

pengukuran nitrat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang

masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No 51 (2004) untuk biota,

karena nilai nitrat sebesar 0,008 mg/L. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanti et

al. (2017) bahwa, perairan yang terdapat vegetasi mangrove menunjang kesuburan

perairan yang melimpah unsur haranya.

Kandungan fosfat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dengan rata-rata

berkisar antara 0,022 mg/L sampai dengan 0,029 mg/L. Nilai fosfat tertinggi berada

pada stasiun 2 yang berada dekat dengan ekosistem lamun dengan nilai rata-rata 0,029

mg/L dan nilai terendah berada pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 0,029 mg/L berada

pada daerah batu-batuan. Hasil pengukuran fosfat di perairan Pulau Karas pada seluruh

stasiun menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku mutu

KepMen-LH No 51 (2004) untuk biota, karena nilai fosfat sebesar 0,015 mg/L. Menurut

Arfah dan Patty (2014), fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di

laut, Tinggi rendahnya kadar fosfat di suatu perairan adalah salah satu indikator untuk

menentukan kesuburan suatu perairan.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

16

Kepadatan

Nilai kepadatan P. australis dihitung dengan melihat jumlah individu (thallus)

yang terdapat dalam transek kuadrat kemudian dibagi dengan luas petakan pengambilan

(m2). Hasil perhitungan kepadatan P. australis pada setiap stasiun di perairan Pulau

Karas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kepadatan Padina australis di Perairan Pulau Karas

Berdasarkan hasil analisis kepadatan P. australis pada seluruh stasiun berkisar

antara 13,50 ind/m2 sampai dengan 17,25 ind/m

2 . Kepadatan tertinggi terdapat pada

stasiun 3 dengan rata-rata sebesar 17,25 ind/m2 dan kepadatan terendah terdapat pada

stasiun 1 dengan rata-rata sebesar 13,50 ind/m2. Tingginya kepadatan (jumlah individu)

P. australis pada stasiun 3 diduga disebabkan pada stasiun 3 daerah karang mati juga

dengan substrat kerikil berpasir merupakan substrat yang kuat sebagai tempat

melekatnya P. australis dengan perairan yang tingkat kecerahan tinggi dan kecepatan

arus yang rendah. Sedangkan pada stasiun 1 kepadatan rendah diduga karena berdekatan

dengan kawasan mangrove dan bersubstrat pasir sehingga membuat P. australis lebih

mudah terlepas dan tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga P. australis kurang dalam

melakukan fotosintesis dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan.

Pada stasiun 2 P. australis juga melekat pada substrat pasir bersamaan dengan

ekosistem lamun dan memiliki arus yang tinggi sehingga P. australis mudah terlepas.

Menurut Kadi (2017), P. australis kebanyakan tumbuh subur dengan salinitas

30-33 ppt. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan

pada proses fisiologis, yaitu pertumbuhan akan terhambat dan warna thallus menjadi

pucat, sedangkan salinitas yang relatif tinggi akan berpengaruh terhadap jumlah

kepadatan yang lebih tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salinitas air pada

lokasi penelitian yaitu 32 ppt menunjang bagi kepadatan P. australis. Yudasmara (2011)

mengemukakan bahwa perbedaan kepadatan dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya salinitas dan TOM.

Hasil pengukuran biomassa P. australis di perairan Pulau Karas Kecamatan

Galang Kota Batam dapat dilihat bahwa biomassa P.australis pada setiap stasiun

menunjukkan perbedaan, dimana pada stasiun 1 rata-rata biomassanya adalah 5,27 g/m2,

pada stasiun 2 rata-rata dengan jumlah 7,26 g/m2

dan pada stasiun 3 nilai biomassanya

berjumlah 10,06 g/m2.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

17

Gambar 4. Produksi biomassa Padina australis di Perairan Pulau Karas

Berdasarkan Gambar 4, nilai produksi biomassa P.australis pada stasiun 3 lebih

tinggi (10,06 g/m2) dibandingkan dengan nilai produksi biomassa P.australis pada

stasiun 1 (5,27 g/m2). Tingginya biomassa P. australis diduga disebabkan pada stasiun 3

daerah karang mati dengan substrat kerikil berpasir merupakan substrat yang kuat

sebagai tempat melekatnya P.australis sehingga bisa tumbuh dengan baik meskipun

nitrat dan fosfat rendah namun didukung dengan nilai TOM yang tinggi, kecepatan arus

yang kecil dan kecerahan yang tinggi sehingga P.australis bisa berfotosintesis dengan

baik. Sedangkan pada stasiun 1 dan 2 biomassa cendrung lebih rendah tetapi nilai nitrat

dan fosfat lebih tinggi daripada stasiun 3, hal ini dikarenakan pada stasiun 1 dan 2

karena memiliki substrat pasir dan kecepatan arus yang tinggi sehingga membuat

P.australis lebih mudah terlepas dari substrat. Pada stasiun 2 P.australis juga

memanfaatkan lamun sebagai tempat untuk menempel sehingga terjadi persaingan

dalam pemanfaatan nutrien oleh P.australis dan lamun.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Kautsari dan Yudi (2016), faktor yang

mempengaruhi P.australis adalah substrat dan arus, perbedaan substrat menyebabkan

perbedaan biomassa P.australis. Dari penelitiannya menunjukkan bahwa substrat kerikil

berpasir merupakan substrat yang lebih cocok oleh P. australis sebagai tempat melekat

dibandingkan substrat berpasir. P.australis yang melekat kuat pada substrat kerikil

berpasir tidak akan mudah terlepas dari substrat sehingga lebih mudah menyerap nutrien

dan tidak mudah terlepas oleh pengaruh arus. Berbeda dengan substrat kerikil berpasir,

P.australis yang melekat pada substrat berpasir akan mudah terlepas oleh adanya

peningkatan nilai kecepatan arus sehingga tingginya konsentrasi nutrien tidak

memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan biomassa P.australis.

Karakteristik Habitat Padina australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan

Galang Kota Batam

Hasil analisis pengelompokan komponen utama secara lengkap dapat dilihat pada

Gambar 5. Untuk melihat karakteristik habitat P. australis dengan parameter fisika

kimia dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) atau dikenal

sebagai Principal Component Analysis (PCA) dengan menggunakan sofware XLSTAT.

Hasil analisis PCA yang telah dilakukan terhadap data pengamatan selama penelitian

dapat dilihat pada Gambar 5.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

18

Gambar 5. Biplot antara stasiun penelitian dengan parameter fisika kimia perairan

Hasil analisis karakteristik habitat P. australis antar stasiun penelitian diperoleh

keragaman sumbu pertama (F1) sebesar 70,11% dan keragaman sumbu kedua (F2)

sebesar 29,89%. Total keragaman dari kedua sumbu tersebut adalah 100,00%. Stasiun 1

parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan substrat pasir, yaitu

kekeruhan, DO dan nitrat. Hal ini dikarenakan pada stasiun 1 berada dekat dengan

mangrove dan nilai kekeruhan, DO, maupun nitrat tinggi.

Stasiun 2 parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan

substrat pasir yaitu fosfat dan kecepatan arus. Hal ini dikarenakan pada stasiun 2 berada

pada ekosistem lamun dan mendapat masukan limbah domestik dari masyarakat

sehingga nilai fosfat tinggi dan juga pada stasiun 2 terdapat pelabuhan yang

mengakibatkan kecepatan arus kuat.

Stasiun 3 parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan

substrat kerikil berpasir yaitu kecerahan, TOM dan salinitas. TOM sangat

mempengaruhi biomassa dan kepadatan karena memiliki sumbu yang berdekatan begitu

juga dengan kecerahan.

Kepadatan, biomassa, kecerahan, TOM dan salinitas terlihat berada pada sumbu

yang sama dan mempunyai korelasi yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan sudut yang

dibentuk oleh kecerahan, TOM, Kepadatan dan biomassa berupa sudut lancip (kurang

dari 90o). Menurut Kohler dan Luniak (2005), bahwa dua sumbu berkorelasi positif

tinggi jika dua buah garis dengan arah yang sama, atau membentuk sudut yang sempit

(kurang dari 90o). TOM dan kecerahan sangat berpengaruh untuk kepadatan dan

biomassa. Jika TOM dan kecerahan rendah maka kepadatan dan biomassa akan rendah,

begitu juga sebaliknya semakin tinggi TOM dan kecerahan maka nilai kepadatan dan

biomassa tinggi pula.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

19

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan Pulau Karas Kecamatan

Galang Kota Batam Privinsi Kepulauan Riau dapat disimpulkan bahwa:

1. Parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam,

pada seluruh stasiun masih tergolong baik karena sesuai dengan baku mutu

Kepmen LH No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota. 2. Kepadatan P.australis di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam

dengan nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu pada kawasan batu-batuan dengan nilai

rata-rata 17,25 ind/m2. Dan nilai kepadatan terendah pada stasiun 1 yaitu

berdekatan dengan kawasan mangrove dengan nilai rata-rata 13,50 ind/m2.

3. Biomassa P.australis di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam

dengan nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu pada kawasan batu-batuan dengan nilai

rata-rata 0,274 g/m2

dan nilai biomassa terendah pada stasiun 1 yaitu berdekatan

dengan kawasan mangrove dengan nilai rata-rata 0,274 0,214 g/m2.

4. Karakteristik habitat yang cocok bagi pertumbuhan P.australis di Perairan Pulau

Karas Kecamatan Galang Kota Batam yaitu dengan substrat kerikil berpasir dan

parameter yang mendukung yaitu kecerahan dan TOM yang tinggi, kecepatan arus

yang relatif kecil.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Winny Retna Melani dan ibu Ani

Suryanti yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penelitian. Kepada Jupitar,

Leni Anggraini Lalala, dan Rouli Verawati Gurning yang telah membantu selama di

lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Arfah, H., Patty, S.I. 2014. Keanekaragaman dan Biomassa Makro Algae di Perairan

Teluk Kotania, Seram Barat. Jurnal Ilmiah Platax. 2(2): 63-73.

Ayhuan, H.V., Neviaty, P.Z., Dedi, S. 2017. Analisis Struktur Komunitas Makroalga

Ekonomis Penting di Perairan Intertidal Manokwari, Papua Barat. Jurnal

Teknologi Perikanan dan Kelautan. 8(1): 19-38.

Geraldino, P.J.L., Lawrence, M.L., Sung, M.B. 2005. Morphological Study of the

Marine Algal Genus Padina (Dictyotales, Phaeophyceae) from Southern

Philippines: 3 Species New to Philippines. Jurnal Algae. 20(2): 99-112.

E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)

Vol. 2 No. 1. Agustus 2020

20

Hutagalung, H.P. 1988. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kehidupan Organisme Laut.

Jurnal Oseana. 13(4): 153-164.

Ira, Ramadani, Irawati, N. 2018. Komposisi Jenis Makroalga di Perairan Pulau Hari

Sulawesi Tenggara. Jurnal Biologi Tropis. 18(2): 141-158.

Kadi, Achmad. 2017. Interaksi Komunitas Makroalga dengan Lingkungan Perairan

Teluk Carita Pandeglang. Jurnal Biosfera. 34(1) : 32-38.

Kautsari, N., Yudi, A. 2016. Kepadatan Biomassa dan Kandungan Alginat Padina

australis di Perairan Sumbawa. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(1): 13-20.

Keputuasan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH) No 50 th 2004 Tentang

Baku Mutu Air Laut.

Kohler, U., Luniak, M. 2005. Data Inspectio Using Biplot. Journal The Stata. 5(2): 208-

223.

Krebs, C.J. 1989. Ecology Methodology. Harper Collins Publishers. New York.

Luning, K. 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography And Ecophysiology.

John Wiley and Sons. New York. 544 Pages.

Meriam, W.P., Kepel, R.C., Lumingas, L. J. 2016. Inventarisasi Makroalga Di Perairan

Pesisir Pulau Manteghe Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi

Sulawesi Utara. 4(2): 84–108.

Ode, I. Jahra, W. 2014. Jenis-Jenis Alga Coklat Potensial di Perairan Pantai Desa

Hutumuri Pulau Ambon. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 7(2): 39-45.

Profil Kelurahan Karas. 2018. Data Sekunder. Karas Kecamatan Galang Kota Batam.

Safitri, D.S. 2018. Inventarisasi Makroalga di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang

Kota Batam. Praktik Lapang. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.

Supriyanti, E., Soenardjo, N., Nurtania, S.A. 2017. Konsentrasi Bahan Organik pada

Perairan Mangrove di Pusat Informasi Mangrove (PIM), Kecamatan Pekalongan

Utara, Kota Pekalongan. Jurnal Buletin Oseanografi marina. 6(1): 1-8.

Yudasmara, A. 2011. Analisis Komunitas Makroalga di perairan Pulau Menjangan

Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Jurnal Sains dan Teknologi. 11(1): 90-99.


Recommended