Date post: | 25-Apr-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
10
KARAKTERISTIK HABITAT Padina australis DI PERAIRAN PULAU KARAS
KECAMATAN GALANG KOTA BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Characteristics of Padina australis Habitat in Karas Island Waters, Galang District,
Batam City, Riau Islands Province
Destya Dwi Safitri*1
, Winny Retna Melani1, Ani Suryanti
1
1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haju, Kota Tanjungpinang (29111), Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia *Destya Dwi Safitri. No Hp: 0821037 8195. Surel: [email protected]
Abstrak
Penelitian mengenai karakteristik habitat Padina australis telah dilakukan di
Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Tujuan penelitian untuk
mengetahui parameter perairan, kepadatan, biomassa dan karakteristik habitat Padina
australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling sebanyak 3 stasiun. Hasil penelitian
didapatkan nilai kepadatan Padina australis dengan rata-rata nilai13,50 ind/m2 sampai
17,25 ind/m2. Biomassa Padina australis didapat dengan rata-rata nilai 5,27 g/m
2
sampai 10,06 g/m2. Karakteristik habitat yang cocok dengan Padina australis di
Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam yaitu substrat kerikil berpasir dan
parameter yang mendukung yaitu kecerahan dan TOM yang tinggi, serta kecepatan arus
yang relatif kecil.
Kata kunci: Padina australis, kepadatan, biomassa, karakteristik habitat, Batam
Abstract
Research on the characteristics of Padina australis habitat has been conducted in
the waters of Karas Island, Galang District, Batam City. The purpose of this study was
to determine the water parameters, density, biomass and habitat characteristics of
Padina australis in Karas Island, Galang District, Batam City. This study used a
purposive sampling method of 3 stations. The results showed that the density of Padina
australis with an average value of 13.50 ind / m2 to 17.25 ind/m2. Padina australis
biomass is obtained with an average value of 5.27 g/m2 to 10.06 g/m
2. Habitat
characteristics that are more suitable with Padina australis in Karas Island Waters
Galang District Batam City are sandy gravel substrate and supporting parameters
namely brightness, TOM, small watter current relatively.
Keywords: Padina australis, density, biomass, habitat characteristics, Batam.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
11
I. PENDAHULUAN
Makroalga atau “seaweed” mempunyai fungsi dan peranan penting baik dari
segi biologis, ekologis maupun ekonomis, (Ayhuan et al. 2017). Terdapat berbagai
makroalga yang tersebar di Perairan Pulau Karas dan jenis makroalga yang sering
dijumpai adalah alga coklat. Pulau Karas berada di Kecamatan Galang Kota Batam
yang termasuk dalam daerah intertidal dengan kondisi dasar perairan pasir bercampur
karang-karang kecil. Daerah intertidal adalah zona pasang surut yang merupakan tempat
tumbuhnya berbagai jenis makroalga.
Penelitian Safitri (2018) menunjukkan bahwa makroalga dari kelas alga coklat
(Phaeophyta) jenis Padina australis banyak dijumpai pada setiap perairan di Pulau
Karas. Kajian P. australis sudah banyak dikaji, namun sejauh ini hanya terfokus pada
pemanfaatan kandungan senyawa dan penggunaan ekstrak mengenai P.australis. Kajian
informasi mengenai ekologi perairan masih sedikit atau belum ada yang mengkaji
bagaimana karakteristik habitat P.australis diperairan. informasi mengenai karakteristik
habitat P. australis sangat penting, ketika melakukan pengambilan P. australis untuk
pemanfaatan sumberdaya namun tanpa mengetahui bagaimana karakteristik habitat P.
australis di alam dikhawatirkan akan terjadi penurunan populasi P. australis pada
habitat alami. Begitu juga dengan karakteristik habitat P. australis di perairan Pulau
Karas Kecamatan Galang Kota Batam juga belum pernah dilakukan. Karena masih
belum ada referensi yang terkait, untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap
karakteristik habitat P. australis.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2019. Pengambilan sampel
dilakukan di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam. Alat yang digunakan
selama penelitian adalah multitester, current drouge, hand refractometer, Secchi disk,
ayakan bertingkat, oven, global position system (GPS). Bahan yang digunakan adalah
alga coklat jenis Padina australis.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
12
Lokasi sampling ditentukan dengan metode purposive sampling Stasiun
pengamatan ditetapkan berdasarkan tipe habitat P.australis, yaitu : 1) stasiun I :
berdekatan vegetasi mangrove dengan tipe substrat pasir, 2) stasiun II : berada di
vegetasi lamun dengan tipe substrat pasir dan 3) stasiun III terdapat vegetasi karang
yang sudah mati dengan tipe substrat kerikil berpasir (Gambar 1).
Gambar 2. Rancangan plot transek garis untuk pengambilan sampel Padina australis
Metode pengambilan sampel menggunakan metode garis transek (line transect)
dengan teknik sampling kuadran. Pengambilan sampel di lakukan pada 3 stasiun yang
berbeda serta penempatan transek pada masing-masing lokasi untuk pengambilan
makroalga sebanyak 3 garis transek sepanjang 20 m yang ditarik tegak lurus terhadap
garis pantai dengan asumsi Jarak antar transek disesuaikan. Dengan jarak antar kuadran
yaitu 5 m terendah dengan ukuran transek kuadran yang dipakai untuk pengambilan
data yaitu 1 x 1 m, (Meriam et al. 2016). Sampel dihitung dan diambil pada surut.
Pengambilan sampel parameter kualitas fisika dan kimia perairan dilakukan
pada saat air pasang dengan metode 3 kali pengulangan di setiap stasiun. Parameter
kualitas fisika dan kimia yang diukur adalah suhu, kecerahan, kekeruhan, kecepatan
arus, bahan organik total (TOM), substrat, oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, nitrat
dan fosfat.
Kepadatan Jenis Padina australis
Kepadatan jenis makroalga yaitu jumlah individu makroalga (thallus) per satuan luas
dengan rumus Krebs (1989): Di = ni/A
Keterangan :
Di = Jumlah individu makroalga (thallus) ke – i per satuan luas
ni = Jumlah individu makroalga (thallus) ke –i dalam transek kuadrat
A = Luas transek kuadrat
Biomassa Produksi biomassa P. australis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
13
B = W.K
Keterangan :
B = biomassa (g/m2)
W = berat kering
K = kepadatan
Analisis Karaktersitik Habitat Untuk melihat karakteristik habitat antar stasiun penelitian digunakan metode
analisis komponen utama atau Principal Component Analysis (PCA). Analisis PCA
Biplot merupakan salah satu teknik statistika deskriptif berupa penyajian grafik secara
simultan antara obyek dan variabel dalam satu grafik dengan dua dimensi, (Bro dan
Smilde 2014).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Fisika Kimia Perairan
Pertumbuhan P. australis dipengaruhi oleh faktor – faktor lingkungan sekitarnya
baik faktor fisika maupun faktor kimianya. Parameter fisik yang di ukur di lokasi
penelitian adalah suhu, kecerahan, kecepatan arus, kekeruhan dan substrat sedangkan
parameter kimia meliputi: salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), Nitrat dan fosfat. Hasil
pengukuran parameter tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pulau Karas
Parameter Satuan Rataan ± SD
Baku mutu* Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Fisika
Suhu 0C 30,50 ± 0,30 30, 33 ± 0,06 30,83 ± 0,15 28-30
Kecerahan m 1,5 ± 0,50 1,6 ± 0,56 2,0 ± 0, 45
Kekeruhan NTU 0,37 ± 0,04 0,27 ± 0,08 0,19 ± 0,08 <5
Kecepatan arus m/s 0,027 ± 0,01 0,035 ± 0,02 0,026 ± 0,01
TOM % 1,57 ± 0,93 2,50 ± 1,05 2,54 ±0,91
Substrat Pasir Pasir Kerikil berpasir
Kimia
DO mg/L 6,60 ± 0,10 6,33 ± 0,06 6,27 ± 0,15 >5
Salinitas ppt 30,6 ± 0,30 32,00 ± 0,00 32,00 ± 0,00 33-34
pH - 7,72 ± 0,10 7,67 ± 0,04 7,77 ± 0,06 7-8,5
Nitrat mg/L 0,67 ± 0,1 0,63 ± 0,4 0,43 ± 0,1 0,008
Fosfat mg/L 0,027 ± 0,005 0,029 ±0,008 0,022 ± 0,001 0,015
*Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004
Sumber: Data primer 2019
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
14
Nilai suhu diperairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang
masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No 51 (2004) untuk
kehidupan biota laut dengan nilai standar 28-30 0C. Nilai suhu dapat dilihat pada Tabel
1. Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata suhu pada seluruh stasiun berkisar antara
30,33°C sampai dengan 30,83°C. Nilai tertinggi pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata
30,83°C dan suhu terendah pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 30,33°C.
Kecerahan diperairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dapat terlihat dari
permukaan perairan, sehingga kecerahannya tembus dasar 100% dengan kisaran
kedalaman rata-rata 1,5-2 m. Nilai kecerahan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada stasiun 1
pada substrat pasir berdekatan dengan mangrove nilai kecerahan 100% dengan rata-rata
kedalaman 1,5 m. Pada stasiun 2 substrat pasir daerah ekosistem lamun nilai kecerahan
100% dengan rata-rata kedalaman 1,6 m dan pada stasiun 3 pada daerah bebatuan nilai
kecerahan 100% dengan rata-rata kedalaman 2 m.
Nilai kecerahan dan kedalaman pada keseluruhan stasiun sangat mendukung
untuk pertumbuhan P. australis karena dapat membantu P. australis dalam proses
fotosintesis. Menurut Ira et al. (2018) Kecerahan dan kedalaman perairan dapat
memengaruhi kepadatan dan distribusi makroalga yang hidup didasar laut apabila
cahaya matahari dapat tembus.
Nilai kekeruhan pada lokasi penelitian berkisar antara 0,19 NTU sampai 0,37
NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terletak pada stasiun 1 dengan rata-rata 0,37 NTU. Pada
stasiun 2 rata-rata nilai kekeruhan 0,27 NTU dan nilai kekeruhan terendah pada stasiun
3 dengan nilai rata-rata 0,19 NTU. Hasil pengukuran Kekeruhan di perairan Pulau Karas
pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku
mutu KepMen-LH N0 51 (2004) untuk kehidupan biota laut dengan nilai standar <5
NTU.
Kecepatan arus di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun berkisar antara
0,026 m/s sampai dengan 0,035 m/s. Nilai kecepatan arus dapat dilihat pada Tabel 1.
Kecepatan arus tertinggi pada stasiun 2 dengan nilai rata-rata 0,035 m/s dan nilai
kecepatan arus terendah pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 0,026 m/s.
Kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun
menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No
51 (2004) untuk biota, karena nilai DO >5. Nilai DO dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai
DO pada seluruh stasiun rata-rata berkisar antara 6,27 mg/L - 6,60 mg/L. Nilai DO
tertinggi terletak pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 6,60 mg/L. Sedangkan niai DO
terendah berada pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 6,27 mg/L.
Nilai salinitas di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun berkisar antara 30,6
ᵒ/ₒₒ sampai dengan 32,0 ᵒ/ₒₒ. Nilai pengukuran salinitas dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai
salinitas tertinggi pada stasiun 2 dan 3 dengan nilai rata-rata 32, ᵒ/ₒₒ dan nilai salinitas
terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata 31 ᵒ/ₒₒ. Nilai rata-rata pengukuran salinitas
yang didapat pada setiap stasiun masih tergolong memenuhi standar baku mutu
KepMen-LH No 51 (2004) yang menyatakan 33-34ᵒ/ₒₒ merupakan salinitas yang normal
untuk kehidupan biota laut. Sedangkan Penelitian yang sudah dilakukan oleh Kadi
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
15
(2017), P. australis kebanyakan tumbuh subur dengan salinitas 30-33 ppt. Pada salinitas
<17,9 dan >32 ‰ spora tidak dapat berkembang dengan baik.
Nilai derajat keasaman (pH) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun rata-
rata berkisar antara 7,72 sampai dengan 7,77 (Tabel 1). Hasil pengukuran derajat
keasaman (pH) di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang
masih tergolong memenuhi standar baku mutu. Menurut KepMen-LH No 51 (2004),
baku mutu pH perairan laut untuk biota berkisar antara 7-8,5.
Tipe tekstur substrat dasar perairan di perairan Pulau Karas pada stasiun 1 dan
stasiun 2 memiliki tekstur pasir dan substrat pada stasiun 3 memiliki tipe tekstur kerikil
berpasir. Perbedaan jenis substrat pada setiap stasiun sangat berpengaruh bagi
kehidupan P. australis. Penelitian ini menunjukkan bahwa substrat kerikil berpasir
merupakan substrat yang cocok sebagai tempat melekat P. australis dibandingkan
substrat pasir. P. australis yang berada pada substrat kerikil berpasir tidak akan mudah
terlepas sedangkan P. australis yang berada pada substrat pasir akan udah terlepas oleh
adanya peningkatan nilai kecepatan arus. Hal ini juga didukung dari Geraldino et al.
(2005), menyatakan bahwa P. australis hidup menempel pada habitat pasir, batu,
ataupun berasosiasi dengan tumbuhan laut lainnya.
Kandungan nitrat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dengan rata-rata
berkisar antara 0,40 mg/L sampai dengan 0,67 mg/L. Nilai nitrat tertinggi berada pada
stasiun 1 dengan nilai rata-rata 0,67 mg/L dan nilai terendah berada pada stasiun 3
dengan nilai rata-rata 0,40 mg/L. Kandungan kadar nitrat yang tertinggi pada stasiun 1
berhadapan dengan mangrove hal ini disebabkan oleh ekosistem mangrove terdapat zat
hara yang cukup besar sehingga tingkat kesuburan semakin baik bagi biota laut. Hasil
pengukuran nitrat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun menunjukkan nilai yang
masih tergolong memenuhi standar baku mutu KepMen-LH No 51 (2004) untuk biota,
karena nilai nitrat sebesar 0,008 mg/L. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanti et
al. (2017) bahwa, perairan yang terdapat vegetasi mangrove menunjang kesuburan
perairan yang melimpah unsur haranya.
Kandungan fosfat di perairan Pulau Karas pada seluruh stasiun dengan rata-rata
berkisar antara 0,022 mg/L sampai dengan 0,029 mg/L. Nilai fosfat tertinggi berada
pada stasiun 2 yang berada dekat dengan ekosistem lamun dengan nilai rata-rata 0,029
mg/L dan nilai terendah berada pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata 0,029 mg/L berada
pada daerah batu-batuan. Hasil pengukuran fosfat di perairan Pulau Karas pada seluruh
stasiun menunjukkan nilai yang masih tergolong memenuhi standar baku mutu
KepMen-LH No 51 (2004) untuk biota, karena nilai fosfat sebesar 0,015 mg/L. Menurut
Arfah dan Patty (2014), fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di
laut, Tinggi rendahnya kadar fosfat di suatu perairan adalah salah satu indikator untuk
menentukan kesuburan suatu perairan.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
16
Kepadatan
Nilai kepadatan P. australis dihitung dengan melihat jumlah individu (thallus)
yang terdapat dalam transek kuadrat kemudian dibagi dengan luas petakan pengambilan
(m2). Hasil perhitungan kepadatan P. australis pada setiap stasiun di perairan Pulau
Karas dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kepadatan Padina australis di Perairan Pulau Karas
Berdasarkan hasil analisis kepadatan P. australis pada seluruh stasiun berkisar
antara 13,50 ind/m2 sampai dengan 17,25 ind/m
2 . Kepadatan tertinggi terdapat pada
stasiun 3 dengan rata-rata sebesar 17,25 ind/m2 dan kepadatan terendah terdapat pada
stasiun 1 dengan rata-rata sebesar 13,50 ind/m2. Tingginya kepadatan (jumlah individu)
P. australis pada stasiun 3 diduga disebabkan pada stasiun 3 daerah karang mati juga
dengan substrat kerikil berpasir merupakan substrat yang kuat sebagai tempat
melekatnya P. australis dengan perairan yang tingkat kecerahan tinggi dan kecepatan
arus yang rendah. Sedangkan pada stasiun 1 kepadatan rendah diduga karena berdekatan
dengan kawasan mangrove dan bersubstrat pasir sehingga membuat P. australis lebih
mudah terlepas dan tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga P. australis kurang dalam
melakukan fotosintesis dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan.
Pada stasiun 2 P. australis juga melekat pada substrat pasir bersamaan dengan
ekosistem lamun dan memiliki arus yang tinggi sehingga P. australis mudah terlepas.
Menurut Kadi (2017), P. australis kebanyakan tumbuh subur dengan salinitas
30-33 ppt. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan
pada proses fisiologis, yaitu pertumbuhan akan terhambat dan warna thallus menjadi
pucat, sedangkan salinitas yang relatif tinggi akan berpengaruh terhadap jumlah
kepadatan yang lebih tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salinitas air pada
lokasi penelitian yaitu 32 ppt menunjang bagi kepadatan P. australis. Yudasmara (2011)
mengemukakan bahwa perbedaan kepadatan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya salinitas dan TOM.
Hasil pengukuran biomassa P. australis di perairan Pulau Karas Kecamatan
Galang Kota Batam dapat dilihat bahwa biomassa P.australis pada setiap stasiun
menunjukkan perbedaan, dimana pada stasiun 1 rata-rata biomassanya adalah 5,27 g/m2,
pada stasiun 2 rata-rata dengan jumlah 7,26 g/m2
dan pada stasiun 3 nilai biomassanya
berjumlah 10,06 g/m2.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
17
Gambar 4. Produksi biomassa Padina australis di Perairan Pulau Karas
Berdasarkan Gambar 4, nilai produksi biomassa P.australis pada stasiun 3 lebih
tinggi (10,06 g/m2) dibandingkan dengan nilai produksi biomassa P.australis pada
stasiun 1 (5,27 g/m2). Tingginya biomassa P. australis diduga disebabkan pada stasiun 3
daerah karang mati dengan substrat kerikil berpasir merupakan substrat yang kuat
sebagai tempat melekatnya P.australis sehingga bisa tumbuh dengan baik meskipun
nitrat dan fosfat rendah namun didukung dengan nilai TOM yang tinggi, kecepatan arus
yang kecil dan kecerahan yang tinggi sehingga P.australis bisa berfotosintesis dengan
baik. Sedangkan pada stasiun 1 dan 2 biomassa cendrung lebih rendah tetapi nilai nitrat
dan fosfat lebih tinggi daripada stasiun 3, hal ini dikarenakan pada stasiun 1 dan 2
karena memiliki substrat pasir dan kecepatan arus yang tinggi sehingga membuat
P.australis lebih mudah terlepas dari substrat. Pada stasiun 2 P.australis juga
memanfaatkan lamun sebagai tempat untuk menempel sehingga terjadi persaingan
dalam pemanfaatan nutrien oleh P.australis dan lamun.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kautsari dan Yudi (2016), faktor yang
mempengaruhi P.australis adalah substrat dan arus, perbedaan substrat menyebabkan
perbedaan biomassa P.australis. Dari penelitiannya menunjukkan bahwa substrat kerikil
berpasir merupakan substrat yang lebih cocok oleh P. australis sebagai tempat melekat
dibandingkan substrat berpasir. P.australis yang melekat kuat pada substrat kerikil
berpasir tidak akan mudah terlepas dari substrat sehingga lebih mudah menyerap nutrien
dan tidak mudah terlepas oleh pengaruh arus. Berbeda dengan substrat kerikil berpasir,
P.australis yang melekat pada substrat berpasir akan mudah terlepas oleh adanya
peningkatan nilai kecepatan arus sehingga tingginya konsentrasi nutrien tidak
memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan biomassa P.australis.
Karakteristik Habitat Padina australis di Perairan Pulau Karas Kecamatan
Galang Kota Batam
Hasil analisis pengelompokan komponen utama secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 5. Untuk melihat karakteristik habitat P. australis dengan parameter fisika
kimia dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) atau dikenal
sebagai Principal Component Analysis (PCA) dengan menggunakan sofware XLSTAT.
Hasil analisis PCA yang telah dilakukan terhadap data pengamatan selama penelitian
dapat dilihat pada Gambar 5.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
18
Gambar 5. Biplot antara stasiun penelitian dengan parameter fisika kimia perairan
Hasil analisis karakteristik habitat P. australis antar stasiun penelitian diperoleh
keragaman sumbu pertama (F1) sebesar 70,11% dan keragaman sumbu kedua (F2)
sebesar 29,89%. Total keragaman dari kedua sumbu tersebut adalah 100,00%. Stasiun 1
parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan substrat pasir, yaitu
kekeruhan, DO dan nitrat. Hal ini dikarenakan pada stasiun 1 berada dekat dengan
mangrove dan nilai kekeruhan, DO, maupun nitrat tinggi.
Stasiun 2 parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan
substrat pasir yaitu fosfat dan kecepatan arus. Hal ini dikarenakan pada stasiun 2 berada
pada ekosistem lamun dan mendapat masukan limbah domestik dari masyarakat
sehingga nilai fosfat tinggi dan juga pada stasiun 2 terdapat pelabuhan yang
mengakibatkan kecepatan arus kuat.
Stasiun 3 parameter yang menjadi penciri utama karakteristik habitat dengan
substrat kerikil berpasir yaitu kecerahan, TOM dan salinitas. TOM sangat
mempengaruhi biomassa dan kepadatan karena memiliki sumbu yang berdekatan begitu
juga dengan kecerahan.
Kepadatan, biomassa, kecerahan, TOM dan salinitas terlihat berada pada sumbu
yang sama dan mempunyai korelasi yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan sudut yang
dibentuk oleh kecerahan, TOM, Kepadatan dan biomassa berupa sudut lancip (kurang
dari 90o). Menurut Kohler dan Luniak (2005), bahwa dua sumbu berkorelasi positif
tinggi jika dua buah garis dengan arah yang sama, atau membentuk sudut yang sempit
(kurang dari 90o). TOM dan kecerahan sangat berpengaruh untuk kepadatan dan
biomassa. Jika TOM dan kecerahan rendah maka kepadatan dan biomassa akan rendah,
begitu juga sebaliknya semakin tinggi TOM dan kecerahan maka nilai kepadatan dan
biomassa tinggi pula.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
19
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan Pulau Karas Kecamatan
Galang Kota Batam Privinsi Kepulauan Riau dapat disimpulkan bahwa:
1. Parameter fisika dan kimia perairan di Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam,
pada seluruh stasiun masih tergolong baik karena sesuai dengan baku mutu
Kepmen LH No 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota. 2. Kepadatan P.australis di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam
dengan nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu pada kawasan batu-batuan dengan nilai
rata-rata 17,25 ind/m2. Dan nilai kepadatan terendah pada stasiun 1 yaitu
berdekatan dengan kawasan mangrove dengan nilai rata-rata 13,50 ind/m2.
3. Biomassa P.australis di perairan Pulau Karas Kecamatan Galang Kota Batam
dengan nilai tertinggi pada stasiun 3 yaitu pada kawasan batu-batuan dengan nilai
rata-rata 0,274 g/m2
dan nilai biomassa terendah pada stasiun 1 yaitu berdekatan
dengan kawasan mangrove dengan nilai rata-rata 0,274 0,214 g/m2.
4. Karakteristik habitat yang cocok bagi pertumbuhan P.australis di Perairan Pulau
Karas Kecamatan Galang Kota Batam yaitu dengan substrat kerikil berpasir dan
parameter yang mendukung yaitu kecerahan dan TOM yang tinggi, kecepatan arus
yang relatif kecil.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Winny Retna Melani dan ibu Ani
Suryanti yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penelitian. Kepada Jupitar,
Leni Anggraini Lalala, dan Rouli Verawati Gurning yang telah membantu selama di
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Arfah, H., Patty, S.I. 2014. Keanekaragaman dan Biomassa Makro Algae di Perairan
Teluk Kotania, Seram Barat. Jurnal Ilmiah Platax. 2(2): 63-73.
Ayhuan, H.V., Neviaty, P.Z., Dedi, S. 2017. Analisis Struktur Komunitas Makroalga
Ekonomis Penting di Perairan Intertidal Manokwari, Papua Barat. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan. 8(1): 19-38.
Geraldino, P.J.L., Lawrence, M.L., Sung, M.B. 2005. Morphological Study of the
Marine Algal Genus Padina (Dictyotales, Phaeophyceae) from Southern
Philippines: 3 Species New to Philippines. Jurnal Algae. 20(2): 99-112.
E-ISSN: 2685-8827 Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi Universitas Karimun (JURNAL MARITIM)
Vol. 2 No. 1. Agustus 2020
20
Hutagalung, H.P. 1988. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kehidupan Organisme Laut.
Jurnal Oseana. 13(4): 153-164.
Ira, Ramadani, Irawati, N. 2018. Komposisi Jenis Makroalga di Perairan Pulau Hari
Sulawesi Tenggara. Jurnal Biologi Tropis. 18(2): 141-158.
Kadi, Achmad. 2017. Interaksi Komunitas Makroalga dengan Lingkungan Perairan
Teluk Carita Pandeglang. Jurnal Biosfera. 34(1) : 32-38.
Kautsari, N., Yudi, A. 2016. Kepadatan Biomassa dan Kandungan Alginat Padina
australis di Perairan Sumbawa. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(1): 13-20.
Keputuasan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH) No 50 th 2004 Tentang
Baku Mutu Air Laut.
Kohler, U., Luniak, M. 2005. Data Inspectio Using Biplot. Journal The Stata. 5(2): 208-
223.
Krebs, C.J. 1989. Ecology Methodology. Harper Collins Publishers. New York.
Luning, K. 1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography And Ecophysiology.
John Wiley and Sons. New York. 544 Pages.
Meriam, W.P., Kepel, R.C., Lumingas, L. J. 2016. Inventarisasi Makroalga Di Perairan
Pesisir Pulau Manteghe Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi
Sulawesi Utara. 4(2): 84–108.
Ode, I. Jahra, W. 2014. Jenis-Jenis Alga Coklat Potensial di Perairan Pantai Desa
Hutumuri Pulau Ambon. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 7(2): 39-45.
Profil Kelurahan Karas. 2018. Data Sekunder. Karas Kecamatan Galang Kota Batam.
Safitri, D.S. 2018. Inventarisasi Makroalga di Perairan Pulau Karas Kecamatan Galang
Kota Batam. Praktik Lapang. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Supriyanti, E., Soenardjo, N., Nurtania, S.A. 2017. Konsentrasi Bahan Organik pada
Perairan Mangrove di Pusat Informasi Mangrove (PIM), Kecamatan Pekalongan
Utara, Kota Pekalongan. Jurnal Buletin Oseanografi marina. 6(1): 1-8.
Yudasmara, A. 2011. Analisis Komunitas Makroalga di perairan Pulau Menjangan
Kawasan Taman Nasional Bali Barat. Jurnal Sains dan Teknologi. 11(1): 90-99.