+ All Categories
Home > Documents > Keamanan Lingkungan Kost

Keamanan Lingkungan Kost

Date post: 28-Feb-2023
Category:
Upload: unpas
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
33
Bab I A. Latar Belakang Pencurian merupakan suatu tindak kejahatan yang sering terjadi dilingkungan masyarakat khususnya lingkungan kost. Marak terjadinya tindak kejahatan di lingkungan masyarakat ataupun kost menimbulkan keresahan dalam masyarakat atau penghuni kost. Kelancaran pembayaran kost adalah hal yang hanya dipentingkan pemilik kamar tanpa adanya keamanan yang kurang diperhatikan oleh pemilik kost karena kurangnya koordinasi dengan struktur lingkungan kost setempat. Keresahan yang timbul pada masyarakat ataupun penyewa kamar kost adalah bukan tanpa alasan. Banyaknya keluhan serta laporan penyewa kamar ataupun pengunjung penyewa kamar kost yang mengaku kehilangan barang-barang miliknya seperti ponsel, laptop, ataupun kendaraan pribadi. Kurang efektifnya sistem keamanan ataupun kinerja siskamling menjadi faktor utama atas terjadinya tindak kejahatan. Durkheim menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu hal yang normal di dalam masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat tidak akan mungkin dapat terlepas dari tindak kejahatan karena kejahatan itu sendiri terus berkembang sesuai dengan kedinamisan masyarakat (Wolfgang, Savizt dan Johnson, 1970) 1 . Hal ini dapat dipahami bahwa kecenderungan 1 Marvin E. Wolfgang, Leonard Savizt, Norman Johnson. The Sociology of Crime and Delinquency. Second Edition. New York/London/Sydney/Toronto: John Wiley & Sons In., 1962, 1970. 1
Transcript

Bab I

A. Latar Belakang

Pencurian merupakan suatu tindak kejahatan yang sering

terjadi dilingkungan masyarakat khususnya lingkungan kost.

Marak terjadinya tindak kejahatan di lingkungan masyarakat

ataupun kost menimbulkan keresahan dalam masyarakat atau

penghuni kost. Kelancaran pembayaran kost adalah hal yang

hanya dipentingkan pemilik kamar tanpa adanya keamanan yang

kurang diperhatikan oleh pemilik kost karena kurangnya

koordinasi dengan struktur lingkungan kost setempat.

Keresahan yang timbul pada masyarakat ataupun penyewa

kamar kost adalah bukan tanpa alasan. Banyaknya keluhan

serta laporan penyewa kamar ataupun pengunjung penyewa

kamar kost yang mengaku kehilangan barang-barang miliknya

seperti ponsel, laptop, ataupun kendaraan pribadi. Kurang

efektifnya sistem keamanan ataupun kinerja siskamling

menjadi faktor utama atas terjadinya tindak kejahatan.

Durkheim menyatakan bahwa kejahatan adalah suatu hal

yang normal di dalam masyarakat. Dengan kata lain,

masyarakat tidak akan mungkin dapat terlepas dari tindak

kejahatan karena kejahatan itu sendiri terus berkembang

sesuai dengan kedinamisan masyarakat (Wolfgang, Savizt dan

Johnson, 1970)1. Hal ini dapat dipahami bahwa kecenderungan

1 Marvin E. Wolfgang, Leonard Savizt, Norman Johnson. The Sociology of Crime and Delinquency. Second Edition. New York/London/Sydney/Toronto:John Wiley & Sons In., 1962, 1970.

1

yang dimiliki oleh manusia untuk terus mencari sesuatu yang

baru untuk memecahkan masalah yang terjadi sebelumnya, atau

untuk mencegah suatu masalah itu dapat terjadi. Dalam

menghadapi kejahatan, manusia meningkatkan suatu sistem

pengamanan. Namun demikian, pelaku kejahatan juga akan

terus belajar dan mengembangkan teknik dan berbagai modus

yang dapat melumpuhkan sistem pengamanan yang ada.

Karstedt dan Bussmann menjelaskan bahwa perubahan

sosial mempengaruhi sistem kontrol sosial, bahkan

memberikan dampak yang lebih mendalam daripada penyimpangan

dan kejahatan. Perubahan sosial mempengaruhi hubungan

sosial dan struktur kelembagaan yang menanamkan mekanisme

kontrol sosial, Perubahan struktural dan kultural

menempatkan tekanan pada efisiensi sistem lembaga kontrol

sosial formal dan sistem peradilan pidana. “Masyarakat

pasar-jamak” (yang dimaksud dengan istilah “pasar-jamak”

ini adalah pasar modern atau pusat perbelanjaan) dan

individualisme yang muncul kemudian tampaknya menghancurkan

mekanisme kontrol sosial informal, atau setidaknya

membatasi efisiensi jaringan vital kontrol informal,

seperti keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat2.

Berbagai cara atau strategi telah dirancang untuk

mencegah terjadinya tindakan kejahatan pencurian yang

2 Susanne Karstedt., Kai-D Bussmann. Social Dynamics of Crime and Control: New Theories for a World in Transition (Onati International Series in Law and Society).UK: Hart Publishing, 2000.

2

umumnya terjadi di lingkungan masyarakat. Strategi ini

merupakan suatu cara untuk mengondisikan waktu dan tempat

sedemikian rupa untuk mencegah atau menghilangkan

kesempatan bagi para pelaku untuk melakukan kejahatan. Dari

semua strategi itu, diantaranya adalah Neighbourhood Watch

Program, yang menekankan peran aktif masyarakat dalam upaya

pencegahan kejahatan; Community-Police Relation, yang

menekankan peran serta masyarakat dalam membantu tugas-

tugas kepolisian; Environmental Security, yang menekankan

rangan fisik lingkungan; dan Defensible Space, yang tidak

hanya menekankan rancangan atau setting lingukngan fisik,

tetapi juga rancangan dan setting sosial.

B. Rumusan Masalah

a. Apa itu kejahatan?

b. Apa sebab-sebab terjadinya tindak kejahatan?

c. Bagaimana cara melakukan pencegahan tindak

kejahatan?

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui mengenai kejahatan.

b. Memberikan sedikit pengetahuan mengenai sebab-

sebab terjadinya kejahatan.

c. Mengetahui cara melakukan pencegahan tindak

kejahatan.

3

D. Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari karya tulis ilmiah

ini adalah sebagai berikut:

a. Dapat mengenal dan mengetahui kejahatan.

b. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya tindak

kejahatan.

c. Mengetahui bagaimana melakukan pencegahan tindak

kejahatan berdasarkan teori dari para ahli.

4

Bab II

Tinjauan Pustaka

A. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori

tentang bermain yang dikemukakan oleh para ahli dari

berbagai disiplin ilmu. Cohen dan Felson, yaitu Routine

Activities Theory. Teori ini menjelaskan adanya tiga

faktor, yaitu pelanggar yang termotivasi, target yang

sesuai, dan kurangnya penjagaan yang memadai sebagai hal

yang menyebabkan terjadinya kejahatan yang dihubungkan

dengan pertemuan secara waktu dan tempat3. Teori aktivitas

rutin mengatakan bahwa kriminalitas adalah normal dan

tergantung pada kesempatan-kesempatan yang tersedia. Bila

sebuah target tidak cukup dilindungi, dan bila ganjarannya

3 Lawrence Cohen and Marcus Felson, Social Change and Crime Rate Trends : A Routine Activity Approach »,American Sociological Review, 44 (4), 1979, hal. 588-608.

5

cukup berharga, maka kejahatan akan terjadi. Kejahatan

tidak membutuhkan pelangar-pelanggar kelas berat, pemangsa-

pemangsa super, para residivis atau orang-orang jahat.

Kejahatan hanya membutuhkan kesempatan.

Premis dasar dari teori aktivitas rutin ialah bahwa

kebanyakan kejahatan adalah pencurian kecil dan tidak

dilaporkan kepada polisi. Kejahatan bukanlah sesuatu yang

spektakular ataupun dramatis. Semuanya itu kejadian yang

umum dan terjadi setiap saat. Premis lainnya ialah bahwa

kejahatan itu relatif tidak dipengaruhi oleh penyebab-

penyebab sosial, seperti kemiskinan, ketidaksejajaran,

pengangguran. Menurut Felson dan Cohen, ini disebabkan

karena kemakmuran dari masyarakat kontemporer menawarkan

begitu banyak kesempatan untuk kejahatan: ada lebih banyak

barang yang dapat dicuri.

B. Hipotesis

Dari teori yang penulis paparkan maka dapat

disimpulkan hipotesis yaitu “Kejahatan tidak hanya terjadi

karena telah direncanakan oleh sang pelaku kejahatan,

tetapi karena adanya kesempatan untuk melakukan suatu

tindak kejahatan. Kesenjangan sosial dan tuntutan ekonomi

pun juga menjadi faktor pendorong terjadinya suatu tindak

kejahatan.”

6

Bab III

Metode Penelitian

7

A. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan cara

sekunder yang berupa buku referensi.

B. Waktu

Dalam penelitian ini penulis menggunaka waktu selama 1

bulan (terhitung dari tanggal 1 Desember 2014)

No

.

KegiatanLama Penelitian

Mingg

u ke-

1

Mingg

u ke-

2

Mingg

u ke-

3

Mingg

u ke-

4

Mingg

u ke-

5

1 Persiapan

2 Pengumpulan Data

3 Pengolahan /

Analisis

4 Penyusunan Laporan

Akhir

8

a. Kajian Definisi Kejahatan Berdasarkan Para

Ahli

Kejahatan merupakan perbuatan anti-sosial yang secara

sadar mendapat reaksi dari negara berupa pemberian derita,

dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum

(legal definitions) mengenai kejahatan4.

Menurut Sue Titus Reid, bagi suatu perumusan hukum

tentang kejahatan, maka hal-hal yang perlu diperhatikan

yaitu:5

1. Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja. Dalam

pengertian ini seseorang

tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya,

melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan

dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat

juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu

kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus

tertentu. Disamping itu pula, harus ada niat jahat;

2. Merupakan pelanggaran hukum pidana;

3. Yang dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau

pembenaran yang diakui secara hukum;

4. Yang diberi sanksi oleh negara sebagai suatu

kejahatan atau pelanggaran.4 W.A. Bonger, Pengantar tentang Kriminologi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 25.5 Sue Titus Reid dalam Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia, 1981), hal. 22.

9

Secara sosiologis, maka kejahatan merupakan suatu

perikelakuan manusia yang diciptakan oleh sebagian warga-

warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang6.

Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di

dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-

bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk

melakukan perumusan tentang kejahatan denganpihak-pihak

mana yang memang melakukan kejahatan. Ciri pokok dari

kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena

merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap

perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya

pamungkas.

Pendapat tentang kejahatan di atas tertampung dalam

suatu ilmu pengetahuan yang disebut kriminologi.

Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang muncul

abad ke-19 yang pada intinya merupakan ilmu pengetahuan

yang mempelajari sebab musabab dari kejahatan.

Kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang

kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan

pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan

mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-

keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor

faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku

6 Ibid, hal. 27.

10

kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya7.

Sebab-sebab terjadinya kejahatan dalam kriminologi

dikarenakan faktor-faktor biologis (kejahatan karena bakat

yang diperoleh sejak lahir) dan faktor sosiologis

(kejahatan karena pengaruh lingkungan masyarakat).

b. Sebab-sebab Terjadinya Kejahatan

1. Teori yang Menjelaskan Kejahatan dari Perspektif

Biologis

Cesare Lambroso (1835-1909) dengan bukunya yang

berjudul L’huomo Delinquente (The Criminal Man) menyatakan

bahwa penjahat mewakili suatu tipe keanehan/keganjilan

fisik, yang berbeda dengan non-kriminal. Lambroso mengklaim

bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang

termanifestasi dalam karakter fisik yang merefleksikan

suatu bentuk awal dari evolusi. Teori Lambroso tentang born

criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk

yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek

moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan

watak dibanding mereka yang bukan penjahat8. Berdasarkan

7 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 10.8 Ibid., hal. 37.

11

penelitiannya, Lombrosso mengklasifikasikan penjahat dalam

4 (empat) golongan, yaitu:9

a. Born criminal yaitu orang yang memang sejak lahir

berbakat menjadi

penjahat;

b. Insane criminal yaitu orang-orang yang tergolong ke

dalam kelompok idiot

dan paranoid;

c. Occasional criminal atau criminaloid yaitu pelaku

kejahatan berdasarkan

pengalaman yang terus menerus sehingga mempengaruhi

pribadinya;

d. Criminals of passion yaitu pelaku kejahatan yang

melakukan tindakan karena

marah, cinta atau karena kehormatan.

Disamping teori biologi dari Lombrosso, terdapat

beberapa teori lain yang menitikberatkan pada kondisi

individu penjahat, antara lain:10

1. Teori Psikis, dimana sebab-sebab kejahatan

dihubungkan dengan kondisi

2. kejiwaan seseorang. Sarana yang digunakan

adalah tes-tes mental seperti tes IQ.

9 Ibid., hal. 24.10 Ibid., hal. 25.

12

3. Teori yang menyatakan bahwa penjahat memiliki

bakat yang diwariskan oleh orang tuanya. Pada

mulanya amat mudah mendapati anak yang memiliki

karakter seperti orang tuanya, namun ternyata

hasil yang sama pun tidak jarang ditemui pada

anak-anak yang diadopsi atau anak-anak angkat.

4. Teori Psikopati: berbeda dengan teori-teori

yang menekankan pada intelejensia ataupun

kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari

sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwanya yang

abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang

tidak memiliki kesadaran atas kejahatan yang

telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan

jiwanya.

5. Teori bahwa kejahatan sebagai gangguan

kepribadian sempat digunakan di Amerika untuk

menjelaskan beberapa perilaku yang

dikategorikan sebagai crime without victim

(kejahatan tanpa korban)

seperti pemabuk, gelandangan, perjudian,

prostitusi, penggunaan obat bius.

2. Teori yang Menjelaskan Kejahatan dari Perspektif

Sosiologis

13

Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku

manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Ada hubungan

timbal-balik antara faktor-faktor umum sosial politik-

ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan

dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun

besar. Teori-teori sosiologis mencari alasan-alasan

perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan

sosial. Teori-teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga

kategori umum yaitu: strain, cultural deviance

(penyimpangan budaya), social kontrol (kontrol sosial)11.

Teori strain dan penyimpangan budaya memusatkan

perhatian pada kekuatan kekuatan sosial (social forces)

yang menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal.

Sebaliknya, teori kontrol sosial mempunyai pendekatan

berbeda, teori ini berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi

melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia.

Teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok

dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya

efektif.

a. Teori Differential Association

Teori yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland ini pada

dasarnya melandaskan diri pada proses belajar, ini tidak

berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan

11 Ibid., hal. 57.

14

menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting

adalah isi dari proses komunikasi dari orang lain. Teori

Differential Association ini menekankan bahwa semua tingkah

laku itu dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan

pewarisan orang tua. Tegasnya, pola perilaku jahat tidak

diwariskan tapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang

akrab. Untuk itu, Edwin Sutherland kemudian menjelaskan

proses terjadinya perilaku kejahatan melalui 9 (sembilan)

proposisi sebagai berikut:12

1. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari

secara negatif berarti

perilaku itu tidak diwarisi.

2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi

dengan orang lain dalam suatu

proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat

bersifat lisan ataupun

menggunakan bahasa isyarat.

3. Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari

perilaku kejahatan ini

terjadi dalam kelompok yang intim/dekat. Secara

negatif ini berarti komunikasi yang bersifat tidak

12 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal.20.

15

personal, seperti melalui film dan surat kabar secara

relatif tidak mempunyai peranan penting dalam hal

terjadinya kejahatan.

4. Ketika tingkah laku kejahatan dipelajari, maka yang

dipelajari meliputi:

(a) Teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang

sangat sulit, kadang sangat mudah,

(b) Arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan,

rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap-sikap.

5. Arah dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui

definisi-definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu

masyarakat kadang seseorang dikelilingi oleh orang-

orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur

dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu

diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi

oleh orang-orang yang melihat aturan hukum sebagai

sesuatu yang memberi peluang dilakukannya kejahatan.

6. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola-

pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai

pemberi peluang dilakukannya kejahatan daripada yang

melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan

dan dipatuhi.

16

7. Differensial association bervariasi dalam hal

frekuensi, jangka waktu, prioritas serta

intensitasnya.

8. Proses mempelajari perilaku kejahatan yang

diperoleh melalui hubungan dengan pola-pola kejahatan

dan anti kejahatan yang menyangkut seluruh mekanisme

yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada

umumnya.

9. Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan

kebutuhan dan nilai umum, akan tetapi hal tersebut

tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai umum

itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga

merupakan pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dan

nilai-nilai yang sama.

Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin

menjadikan pandangannya sebagai teori yang dapat

menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan.

b. Teori Kontrol

Teori kontrol sosial merujuk pada pembahasan kejahatan

yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat

17

sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan

kelompok dominan. Pada dasarnya, teori kontrol berusaha

mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda

dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi mempertanyakan

mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi

kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum

atau mengapa orang taat kepada hukum.

Ditinjau dari akibatnya, pemunculan teori kontrol

disebabkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi.

Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan

konflik yang kembali menyelidiki tingkah laku kriminal.

Kriminologi konservatif (sebagaimana teori ini berpijak)

kurang menyukai “kriminologi baru” atau “new criminology”

dan hendak kembali kepada subyek semula, yaitu penjahat

(criminal). Kedua, munculnya studi tentang “criminal

justice” dimana sebagai suatu ilmu baru telah mempengaruhi

kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada

sistem. Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan

suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku

anak/remaja, yakni selfreport survey13.

Di samping itu, faktor internal dan eksternal kontrol

harus kuat, juga dengan ketaatan terhadap hukum (law-

abiding)14.

13 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hal. 41.14 Ibid., hal. 42.

18

Teori kontrol atau sering juga disebut dengan Teori

Kontrol Sosial berangkat dari suatu asumsi atau anggapan

bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang

sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik

jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada

masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau masyarakatnya

membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila

masyarakat membuatnya begitu. Pertanyaan dasar yang

dilontarkan paham ini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah

yang mampu menangkal timbulnya perilaku delinkuen di

kalangan anggota masyarakat15.

Penyimpangan tingkah laku diakibatkan oleh tidak

adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan moral pelaku

terhadap masyarakat. Menurut Travis Hirschi, terdapat empat

elemen ikatan sosial (social bond) dalam setiap masyarakat.

Pertama, Attachment adalah kemampuan manusia untuk

melibatkan dirinya terhadap orang lain. Attachment sering

diartikan secara bebas dengan keterikatan. Ikatan pertama

yaitu keterikatan dengan orang tua, keterikatan dengan

sekolah (guru) dan keterikatan dengan teman sebaya dapat

mencegah atau menghambat yang bersangkutan untuk melakukan

kejahatan.

15 Paulus Hadisuprapto, Op. Cit., hal. 31.

19

Kedua, Commitment adalah keterikatan seseorang pada

subsistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan,

organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek

rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan yang

dilakukan seseorang seperti sekolah, pekerjaan, kegiatan

dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang

tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda,

reputasi, masa depan, dan sebagainya.

Ketiga,Involvement merupakan aktivitas seseorang dalam

subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi

maka kecil kecenderungannya untuk melakukan penyimpangan.

Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat memberi

manfaat akan mencegah orang itu melakukan perbuatan yang

bertentangan dengan hukum.

Keempat, Belief merupakan aspek moral yang terdapat

dalam ikatan sosial dan tentunya berbeda dengan ketiga

aspek di atas. Belief merupakan kepercayaan seseorang pada

nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap

norma-norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma

tersebut. Kepatuhan terhadap norma tersebut tentunya akan

mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila orang tidak

mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan melakukan

pelanggaran. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi ikatan

sosial antara seorang individu dengan lingkungan

masyarakatnya.

20

c. Pencegahan Tindak Kejahatan

Untuk memahami konsep dari pencegahan kejahatan, kita

tidak boleh terjebak pada makna kejahatannya, melainkan

pada kata pencegahan. Freeman (1992) mencoba membongkar

konsep dari pencegahan (prevention) itu dengan memecah

katanya menjadi dua bagian unsur, yaitu prediksi

(prediction) dan intervensi (intervention). Hal ini dapat

dikatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sesuatu hal

(kejahatan), yang pertama sekali harus dilakukan adalah

memprediksi kemungkinan dari tempat dan waktu terjadinya,

dan kemudian menerapkan intervensi yang tepat pada titik

perkiraannya16.

Pada dasarnya, pencegahan kejahatan tidak memiliki

definisi baku antara pakar satu dengan yang lainnya. Namun,

inti dari pencegahan kejahatan adalah untuk menghilangkan

atau mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Seperti

Ekblom (2005:28) menyatakan bahwa pencegahan kejahatan

sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa pidana

dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadinya

dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu.

Definisi ini dialamatkan pada kejahatan dan dampaknya

terhadap baik individu maupun masyarakat. Sedangkan Steven16 Daniel Gilling. Crime Prevention: Theory, Policies and Politics. London & New York: Routledge (Taylor & Francis Group), 2005.

21

P. Lab memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu

pencegahan kejahatan sebagai suatu upaya yang memerlukan

tindakan apapun yang dirancang untuk mengurangi tingkat

sebenarnya dari kejahatan dan/atau hal-hal yang dapat

dianggap sebagai kejahatan17.

Menurut National Crime Prevention Institute (NCPI),

pencegahan kejahatan melalui pengurangan kesempatan

kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi,

pengakuan, dan penilaian terhadap resiko kejahatan, dan

penginisiasian beberapa tindakan untuk menghilangkan atau

mengurangi kejahatan itu, yang dilakukan dengan pendekatan

praktis dan biaya efektif untuk pengurangan dan penahanan

kegiatan kriminal.

Pencegahan kejahatan merupakan sebuah metode kontrol

yang langsung, berbeda dari metode-metode pengurangan

kejahatan yang lainnya, seperti pelatihan kerja, pendidikan

remedial, pengawasan polisi, penangkapan polisi, proses

pengadilan, penjara, masa percobaan dan pembebasan

bersyarat, yang masuk ke dalam metode kontrol kejahatan

secara tidak langsung (indirect control). Pencegahan kejahatan,

secara operasional, juga dapat dijelaskan sebagai sebuah

praktek manajemen risiko kejahatan. Manajemen risiko

kejahatan melibatkan pengembangan pendekatan sistematis

untuk pengurangan risiko kejahatan yang hemat biaya dan17 Steven P. Lab., Crime Prevention: Approaches, Practices and Evaluations. Seventh Edition. USA: Anderson Pub Co., 2010. Hal. 27.

22

yang mempromosikan baik keamanan dan kesejahteraan sosial

dan ekonomi bagi korban potensial (NCPI, 2001: 2).

Pengelolaan dari resiko kejahatan tersebut dapat

dilakukan dengan berbagai langkah, diantara meliputi:

1. Menghapus beberapa risiko kejahatan dengan

sepenuhnya;

2. Mengurangi beberapa resiko dengan menurunkan sejauh

mana cedera atau kerugian dapat terjadi;

3. Penyebaran (pemecahbelahan) beberapa resiko

kejahatan melalui langkah-langkah keamanan fisik,

elektronik, dan prosedural yang menolak, mencegah,

menunda, atau mendeteksi serangan pidana;

4. Memindahkan beberapa resiko melalui pembelian

asuransi atau keterlibatan korban potensial

lainnya; dan

5. Menerima beberapa risiko.

Sesuai dengan perkembangannya, terdapat tiga

pendekatan yang dikenal dalam strategi pencegahan

kejahatan. Tiga pendekatan itu ialah pendekatan secara

sosial (social crime prevention), pendekatan situasional

(situtational crime prevention), dan pencegahan kejahatan

berdasarkan komunitas/masyarakat (community based crime

prevention)18.18 National Crime Prevention Institute (NCPI). Understanding Crime Prevention. Second Edition.

23

Social crime prevention merupakan pendekatan yang berusaha

mencegah kejahatan dengan jalan mengubah pola kehidupan

sosial daripada bentuk fisik dari lingkungan. Pencegahan

kejahatan dengan pendekatan ini menuntut intervensi dari

pemerintah yang menyusun kebijakan dan penyedia fasilitas

(alat-alat) bagi masyarakat dalam upaya mengurangi perilaku

kriminal, dengan mengubah kondisi sosial masyarakat, pola

perilaku, serta nilai-nilai atau disiplin-disiplin yang ada

di masyarakat. Pendekatan ini lebih menekankan bagaimana

agar akar dari penyebab kejahatan dapat ditumpas. Sasaran

penyuluhan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah

masyarakat umum dan pelaku-pelaku yang berpotensi melakukan

kejahatan. Pendekatan ini memiliki hasil jangka panjang,

tetapi sulit untuk mendapatkan hasil secara instan karena

dibutuhkan pengubahan pola sosial masyarakat yang

menyeluruh19.

Pendekatan yang kedua adalah situational crime prevention.

Pencegahan secara situasional berusaha mengurangi

kesempatan untuk kategori kejahatan tertentu dengan

meningkatkan resiko (bagi pelaku) yang terkait,

meningkatkan kesulitan dan mengurangi penghargaan.

Pendekatan ini memiliki tiga indikasi untuk menentukan

definisinya, yaitu:

Boston/Oxford/Auckland/Johannesburg/Melbourne/New Delhi: Butterworth-Heinemann, 2001.19 http://www.agd.sa.gov.au/ diakses pada bulan Desember, 2014.

24

1. Diarahkan pada bentuk-bentuk kejahatan yang

spesifik.

2. Melibatkan manajemen, desain atau manipulasi

keadaan leingkungan sekitar dengan cara yang

sistematis.

3. Menjadikan kejahatan sebagai suatu hal yang sulit

untuk terjadi, mengkondisikan bahwa kejahatan yang

dilakukan akan kurang menguntungkan bagi pelaku20.

Situational crime prevention pada dasarnya lebih menekankan

bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk

melakukan kejahatan, terutama pada situasi, tempat, dan

waktu tertentu. Dengan demikian, seorang pencegah kejahatan

harus memahami pikiran rasional dari para pelaku. Hasil

dari pendekatan ini adalah untuk jangka pendek.

Pendekatan yang ketiga, community-based crime revention,

adalah pencegahan berupa operasi dalam masyarakan dengan

melibatkan masyarakat secara aktif bekerja sama dengan

lembaga loal pemerintah untuk menangani masalah-masalah

yang berkontribusi untuk terjadinya kejahatan, kenakalan,

dan gangguan kepada masyarakat. anggota masyarakat didorong

untuk memainkan peran kunci dalam mencari solusi kejahatan.

Hal ini dapat dicapai dengan memperbaiki kapasitas dari

20 Ronald V. Clarke. (ed.) Situational Crime Prevention: Successful Case Studies. Second Edition. New York: Harrow and Heston Publisher, 1997.

25

anggota masyarakat, melakukan pencegahan secara kolektif,

dan memberlakukan kontrol sosial informal21.

Pencegahan kejahatan berbasis masyarakat dapat

meliputi Community policing, yaitu pendekatan kebijakan yang

mempromosikan dan mendukung strategi untuk mengatasi

masalah kejahatan melalui kemitraan polisi dengan

masyarakat; dan Neighborhood Watch, yaitu sebuah strategi

pengrehan masyarakat, di mana kelompk-kelompok dalam

masyarakat mengatur, mencegah, dan melaporkan kejahatan

yang terjadi dilingkungan mereka. Selain itu dapat juga

dilakukan dengan pemberlakuan program-program

seperti Comperhensive Communities, yang menggabungkan beberapa

pendekatan untuk menanggapi masalah dalam masyarakat;  dan

dengan aktivitas penegakan hukum khusus yang berhubungan

dengan kejahatan22.

21 http://www.ojp.usdoj.gov/BJA/evaluation/program-crime-prevention/, diakses pada Bulan Desember 2014.22 http://www.ojp.usdoj.gov/ diakses Desember, 2014.

26

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindak kejahatan tidak hanya terjadi karena pelaku

dari tindak kejahatan itu sendiri telah merencanakan

aksinya sebelumnya namun, tindak kejahatan bisa juga

terjadi karena adanya kesempatan, kurangnya penjagaan, dan

juga adanya tuntutan ekonomi. Kejahatan adalah suatu tindak

pelanggaran hukum yang merupakan tindak pidana yang akan

27

mendapatkan akibat dari tindakannya itu berupa sebuah

hukuman.

Ilmu yang mempelajari tentang tindak kejahatan adalah

kriminologi. Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan

tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan

jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-

keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor

faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku

kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.

Ada dua perspektif teori yang menjelaskan tentang

sebab terjadinya tindak kejahatan yaitu, teori sebab

terjadinya tindak kejahatan dari perspektif biologis, dan

teori sebab terjadinya tindak kejahatan dari perspektif

sosiologis.

Teori sebab terjadinya tindak kejahatan dari

perspektif biologis dipelopori oleh Cesare Lambroso (1835-

1909) dengan bukunya yang berjudul L’huomo Delinquente (The

Criminal Man) menyatakan bahwa penjahat mewakili suatu tipe

keanehan/keganjilan fisik, yang berbeda dengan non-

kriminal. Lambroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili

suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam karakter

fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.

Teori Lambroso tentang born criminal menyatakan bahwa para

penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam

28

kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip

kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang

bukan penjahat.

Sedangkan teori sebab terjadinya suatu tindak

kejahatan dari perspektif sosiologis menjelaskan bahwa

secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku

manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Ada hubungan

timbal-balik antara faktor-faktor umum sosial politik-

ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan

dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun

besar. Teori-teori sosiologis mencari alasan-alasan

perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan

sosial.

Pencegahan kejahatan adalah upaya untuk menghilangkan

atau mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Pencegahan

kejahatan sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa

pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko

terjadinya dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi

kejahatan itu. Definisi ini dialamatkan pada kejahatan dan

dampaknya terhadap baik individu maupun masyarakat.

Dalam upaya melakukan pencegahan tindak kejahatan

dapat dilakukan dengan cara tiga pendekatan yang dikenal

dalam strategi pencegahan kejahatan. Tiga pendekatan itu

ialah pendekatan secara sosial (social crime prevention),

pendekatan situasional (situtational crime prevention), dan

29

pencegahan kejahatan berdasarkan komunitas/masyarakat

(community based crime prevention).

B. Saran

Penulis menerima saran berupa kritikan dan masukan

agar pembuatan penulisan selanjutnya dapat lebih baik dan

mampu memberikan manfaat bagi pembaca.

30

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Wolfgang, Marvin E., Leonard Savizt, Norman Johnson. The

Sociology of Crime and Delinquency. Second Edition. (New

York/London/Sydney/Toronto: John Wiley & Sons In. 1962,

1970)

Karstedt, Susanne., Kai-D Bussmann. Social Dynamics of

Crime and Control: New Theories for a World in Transition

(Onati International Series in Law and Society).(UK: Hart

Publishing. 2000)

Cohen, Lawrence., and Marcus Felson. Social Change and

Crime Rate Trends : A Routine Activity Approach. American

Sociological Review. (University Illionis: 1979)

Bonger., W.A.. Pengantar tentang Kriminologi. (Jakarta:

Ghalia Indonesia. 1982)

Soekanto, Soerjono. Kriminologi Suatu Pengantar. (Jakarta:

Ghalia Indonesia. 1981)

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. Kriminologi. (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada. 2007)

31

Hadisuprapto, Paulus. Juvenile Delinquency. (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti. 1997)

Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi.

(Bandung: PT. Refika Aditama. 2007)

Gilling. Daniel. Crime Prevention: Theory, Policies and

Politics. (London & New York; Routledge:Taylor & Francis

Group. 2005)

Lab, Steven P. Crime Prevention: Approaches, Practices and

Evaluations. Seventh Edition. (USA: Anderson Pub Co. 2010)

Clarke, Ronald V. (ed.) Situational Crime Prevention:

Successful Case Studies. Second Edition. (New York: Harrow

and Heston Publisher. 1997)

National Crime Prevention Institute (NCPI). Understanding

Crime Prevention. Second Edition.

(Boston/Oxford/Auckland/Johannesburg/Melbourne/New Delhi:

Butterworth-Heinemann, 2001)

Internet

32

Social Crime Prevention. Diakses dari

http://www.agd.sa.gov.au/services/crime_prevention/pdfs/

SocialCrimePreventionFactSheet.pdf, Desember 2014.

What Are Community-Based Crime Prevention Programs?. Bureau

of Justice Assistance. Center for Program Evaluation and

Performance Measurement. Diakses dari

http://www.ojp.usdoj.gov/BJA/evaluation/program-crime-

prevention/, Desember 2014.

Faktor-faktor Penyebab Tindak Pidana NARKOTIKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29326/3/

Chapter%20II.pdf

33


Recommended