+ All Categories
Home > Documents > Laporan observasi lapangan pencemaran pesisir Oesapa

Laporan observasi lapangan pencemaran pesisir Oesapa

Date post: 27-Feb-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan ( vulnerable) terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan wilayah ini mudah berubah, baik dalam skala temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai kegiatan seperti industri, perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian, pariwisata dan berbagai aktivitas manusia lainnya. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan yang terletak di sebelah selatan wilayah Indonesia memiliki luas wilayah laut 200.000 km 2 (di luar ZEEI) di dalamnya memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat dengan mengoptimalisasikan pemanfaatan sumberdaya kelautan dengan tetap mempertahankan daya dukung lingkungan pesisir dan laut bagi kepentingan masyarakat serta menambah devisa bagi daerah NTT (Risamasu, 2014). Kota Kupang adalah ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dan merupakan kota yang terbesar di pesisir Teluk Kupang, di bagian barat laut pulau Timor. Luas wilayahnya adalah 180,27 km² dengan jumlah penduduk sekitar 450.000 jiwa (Anonim, 2012). Daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 50 kelurahan. Dalam RPJMD Kota Kupang sendiri pada tahun 2007 menyebutkan bahwa secara administrasi Kota Kupang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang. Ini menjadikan Kota Kupang sebagai pusat dari kegiatan perekonomian, pendidikan dan sektor jasa yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari daerah-daerah lain khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur. Salah satu wilayah kelurahan di Kota Kupang yang dianggap strategis dalam kegiatan sosial ekonomi penduduk kota Kupang adalah Kelurahan Oesapa. Wilayah pesisir Pantai Oesapa merupakan suatu kawasan yang termasuk dalam lingkup kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, dimana perairan pesisir dan lautnya terdapat berbagai ekosistem seperti mangrove, padang lamun (seagrass), algae (seaweed), pantai berpasir, pantai berbatu, estuari dan jenis ekosistem lainnya, beserta berbagai jenis ikan, udang, moluska dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kehidupan masyarakat setempat (Risamasu, 2010). Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir di Indonesia secara umum, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Kondisi sosial ekonomi masyarakatnya relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah ( Fahrudin, 2008). Berdasarkan letak demografi kelurahan Oesapa sebagian besarnya terdiri dari wilayah pesisir
Transcript

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting tetapi rentan (vulnerable) terhadap

gangguan. Karena rentan terhadap gangguan wilayah ini mudah berubah, baik dalam skala

temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai

kegiatan seperti industri, perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian,

pariwisata dan berbagai aktivitas manusia lainnya.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi kepulauan yang terletak di

sebelah selatan wilayah Indonesia memiliki luas wilayah laut 200.000 km2 (di luar ZEEI) di

dalamnya memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang dapat dikembangkan untuk

kepentingan masyarakat dengan mengoptimalisasikan pemanfaatan sumberdaya kelautan

dengan tetap mempertahankan daya dukung lingkungan pesisir dan laut bagi kepentingan

masyarakat serta menambah devisa bagi daerah NTT (Risamasu, 2014).

Kota Kupang adalah ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dan

merupakan kota yang terbesar di pesisir Teluk Kupang, di bagian barat laut pulau Timor.

Luas wilayahnya adalah 180,27 km² dengan jumlah penduduk sekitar 450.000 jiwa (Anonim,

2012). Daerah ini terbagi menjadi 6 kecamatan dan 50 kelurahan. Dalam RPJMD Kota

Kupang sendiri pada tahun 2007 menyebutkan bahwa secara administrasi Kota Kupang

berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang. Ini

menjadikan Kota Kupang sebagai pusat dari kegiatan perekonomian, pendidikan dan sektor

jasa yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari daerah-daerah lain khususnya di

wilayah Nusa Tenggara Timur. Salah satu wilayah kelurahan di Kota Kupang yang dianggap

strategis dalam kegiatan sosial ekonomi penduduk kota Kupang adalah Kelurahan Oesapa.

Wilayah pesisir Pantai Oesapa merupakan suatu kawasan yang termasuk dalam

lingkup kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, dimana perairan pesisir dan

lautnya terdapat berbagai ekosistem seperti mangrove, padang lamun (seagrass), algae

(seaweed), pantai berpasir, pantai berbatu, estuari dan jenis ekosistem lainnya, beserta

berbagai jenis ikan, udang, moluska dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi kehidupan masyarakat setempat (Risamasu, 2010).

Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir di Indonesia secara umum,

khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Kondisi sosial

ekonomi masyarakatnya relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah (Fahrudin, 2008).

Berdasarkan letak demografi kelurahan Oesapa sebagian besarnya terdiri dari wilayah pesisir

2

dimana masyarakat bertempat tinggal di pesisir bekerja sebagai nelayan dan menggantungkan

hidupnya pada hasil laut. Di Kelurahan Oesapa terdapat 542 KK dari 8 RT yang bermukim di

wilayah pesisir pantai (Anonim,2010).

Penelitian Baun (2008), menyatakan bahwa Sanitasi pemukiman pesisir di Kota

Kupang belum memadai, terjadinya pembuangan sampah organik dan anorganik ke pesisir

pantai yang dapat menyebabkan timbulnya polusi tanah, air dan udara. Masyarakat yang

berada di wilayah pesisir cenderung memanfaatkan pantai sebagai tempat pembuangan

kotoran atau sampah termasuk tinja. Pemukiman nelayan pantai di Kelurahan Oesapa

letaknya di kawasan daratan pantai, cenderung mengikuti tepian pantai sehingga terbentuk

pemukiman linear di sepanjang pantai. Kondisi permukiman pesisir Kelurahan Oesapa tidak

tertata dengan baik, konstruksi bangunannya semi permanent, serta ketersediaan

prasarananya tidak memadai dan kurangnya cakupan kepemilikan jamban. Selanjutnya Baun

menjelaskan bahwa, adanya pemukiman-pemukiman kumuh di kawasan pesisir Kota Kupang

termasuk di kelurahan Oesapa, yang tidak sesuai dengan syarat-syarat kesehatan merupakan

salah satu akibat dari pendapatan masyarakat pesisir yang rendah. Selain itu dipengaruhi juga

dengan rendahnya pendidikan, serta pengetahuan masyarakat di wilayah pesisir.

Pola pemanfaatan sumberdaya serta aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat

setempat khususnya masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir Pantai tidak lagi

memperhatikan azas kelestarian lingkungan karena terbentur dengan tekanan hidup yang

semakin hari semakin susah. Akibat dari banyaknya kegiatan yang dilakukan di wilayah

pesisir, maka kerusakan lingkungan pesisir dan lautpun semakin parah. Akibat dari pola

pemanfaatan yang kurang bijaksana ini maka diperkirakan akan memberikan dampak pada

terjadinya degradasi sumberdaya ikan dan ekosistem pesisir dan laut, kerusakan lingkungan

pesisir, penurunan produksi ikan dan banyak hal yang dirasakan saat ini (Risamasu, 2010).

Berdasarkan hal yang dipaparkan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan

analisis untuk mengetahui kondisi lingkungan kelurahan Oesapa sebagai salah satu wilayah

pesisir di kota Kupang agar pola pengembangan wilayah ini dapat dipikirkan dengan baik

untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dengan memperhatikan kelestarian

dan daya dukung lingkungannya.

1.2 Rumusan Masalah

Kelurahan Oesapa diketahui merupakan suatu kawasan yang termasuk dalam lingkup

kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, dimana perairan pesisir dan lautnya

terdapat berbagai kekayaan keanekaragaman hayati yang secara langsung memberikan

3

kontribusi besar dalam meningkatkan pertumbuhan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya

kini telah digunakan sebagai areal untuk perkembangan pembangunan seperti pemukiman,

areal pasar dan lainnya yang dengan sendirinya dapat memicu kerusakan berbagai ekosistem

pesisir di dalamnya karena pembuangan sampah maupun limbah ke laut. Selain itu, dengan

meningkatnya kegiatan sosial ekonomi di wilayah itu akan memicu bertambahnya

pemukiman di sekitarnya yang memicu juga meningkatnya interaksi masyarakat dengan

alam, sehingga selain peningkatan limbah (tinja) manusia yang terlalu ke berdekatan ataupun

langsung ke arah laut, juga memicu pengrusakan ekosistem mangrove untuk dijadikan

sebagai kayu api dan kebutuhan lainnya.

Oleh karena itu, penulis mencoba merumuskan beberapa pokok permasalahan yang

dijadikan acuan dalam kegiatan kajian ini, antara lain:

1. Aktivitas apa saja yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah pesisir Pantai Oesapa?

2. Dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dari aktivitas masyarakat Pesisir Oesapa?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui jenis kegiatan/aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Oesapa.

2. Untuk mengetahui dampak dari aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Oesapa.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penataan Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang

di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,

melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. (UU 26/2007 tentang penataan

Ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam Pasal 3 UU 26 tahun 2007 Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk

mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan

dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Dalam Pasal 6 (1) UU 26 tahun 2007 menyebutkan bahwwa penataan ruang

diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi

ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta

ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

2.2 Kawasan Pesisir

Sorenson dan Mc. Creary dalam Clark (1996: 1) ” The part of the land affected by it’s

proximity to the land…any area in which processes depending on the interaction between

land and sea are most intense”. Diartikan bahwa daerah pesisir atau zone pesisir adalah

daerah intervensi atau daerah transisi yang merupakan bagian daratan yang dipengaruhi oleh

kedekatannya dengan daratan, dimana prosesnya bergantung pada interaksi antara daratan

dan lautan.

Ketchum dalam Kay dan Alder (1999: 2) “ The band of dry land adjancent ocean

space (water dan submerged land) in wich terrestrial processes and land uses directly affect

oceanic processes and uses, and vice versa”. Diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah

5

yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses

kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi

kelautan.

Pengertian wilayah pesisir menurut kesepakatan terakhir internasional adalah

merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang

masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah

paparan benua (continental shelf) (Beatley et al, dalam Dahuri, dkk, 2001: 9).

Menurut Suprihayono(2007: 14) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara

daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun

terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang

masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan

dan pencemaran.

Menurut Soegiarto (Dahuri, dkk, 2001: 9) yang juga merupakan pengertian wilayah

pesisir yang dianut di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana

wilayah pesisir ke arah darat meliputi daratan, baik kering maupun terendam air yang masih

dipengaruhi sifatsifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan

ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan

oleh kegiatan manusia di darat seperti pengundulan hutan dan pencemaran.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah

pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan

dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang

berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat

mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan

wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas

wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi

setempat.

Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh

dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan

laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang,

batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah

6

perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau

kearah perairan kepulauan.

2.3 Penggunaan Lahan Kawasan Pesisir

Penggunaan lahan dalam arti ruang merupakan cerminan dari produk aktivitas ekonomi

masyarakat serta interaksinya secara ruang dan waktu. Dinamika perubahan penggunaan

lahan sangat dipengaruhi oleh faktor manusia seperti pertumbuhan penduduk (jumlah dan

distribusinya), pertumbuhan ekonomi dan juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti topografi,

jenis tanah, dan iklim (Skole dan Tucker dalam Rais, 2004: 157).

Key dan Alder (1998: 25) membagi penggunaan lahan pesisir menjadi beberapa

fungsi yaitu :

1. Eksploitasi Sumber daya (perikanan, hutan, gas dan minyak serta pertambangan).

2. Sumber daya pesisir yang dapat diperbaharui adalah eksploitasi primer dalam sektor

perikanan komersial, penghidupan, dan rekreasi perikanan serta industry budidaya air.

Sedangkan yang dapat diperbaharui adalah minyak dan pertambangan.

3. Infrastruktur (transportasi, pelabuhan sungai, pelabuhan laut, pertahanan, dan program

perlindungan garis pantai)

4. Pembangunan infrastruktur utama di pesisir meliputi : Pelabuhan sungai dan laut, fasilitas

yang mendukung untuk operasional dari sistem transportasi yang bermacam-macam, jalan

dan jembatan serta instalasi pertahanan.

5. Pariwisata dan Rekreasi. Berkembangnya pariwisata merupakan sumber potensial bagi

pendapatan negara karena potensi pariwisata banyak menarik turis untuk berkunjung

sehingga dalam pengembangannya memerlukan faktor-faktor pariwisata yang secara

langsung berdampak pada penggunaan lahan.

6. Konservasi alam dan Perlindungan Sumber Daya Alam. Hanya sedikit sumber daya alam

di pesisir yang dikembangkan untuk melindungi kawasan pesisir tersebut (Konservasi

area sedikit).

Kegiatan pembangunan yang banyak dilakukan di kawasan pesisir menurut Dahuri et

al (2001: 122) adalah

a. Pembangunan kawasan permukiman.

Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan fasilitas tempat tinggal.

Namun pengembangan kawasan permukiman dilakukan hanyamdengan

mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan kelestarian

lingkungan untuk masa mendatang. Dengan adanya pengembangan kawasan permukiman

7

ini, dampak lain yang mungkin timbul adalah pencemaran perairan oleh limbah rumah

tangga.

b. Kegiatan Industri

Pembangunan kawasan industri di kawasan pesisir pada dasarnya ditujukan untuk

meningkatkan atau memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi

pergeseran struktur ekonomi nasional dari dominan primary based industri

menuju secondary based industri dan tertiary based industri, menyediakan kawasan

industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi

dan pembuangan limbah dan transportasi untuk produksi maupun bahan baku.

c. Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari

Hal ini sekalian bertujuan untuk menciptakan kawasan lindung bagi biota yang hidup

pada ekosistem laut dalam cakupan pesisir.

d. Konversi hutan menjadi lahan pertambakan tanpa memperhatikan terganggunya fungsi

ekologis hutan mangrove terhadap lingkungan fisik biologis.

8

BAB III

METODOLOGI KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada hari sabtu Tanggal 29 November 2014 dari pukul 08.00 sampai

selesai, yang bertempat di wilayah pesisir pantai Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota

Kupang.

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan tulis menulis dan

kamera digital. Peralatan tulis menulis digunakan untuk mencatat data hasil observasi dan

kamera digital digunakan untuk dokumentasi objek observasi.

3.3 Objek Pengamatan

Objek pengamatan dalam kegiatan survey adalah meliputi :

1. Aktivitas Masyarakat setempat

2. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas masyarakat pesisir

3.4 Prosedur Kerja

1. Pengamatan aktivitas masyarakat yaitu:

Pengamtan dilakukan untuk melihat aktivitas masyarakat di pesisir Oesapa.

2. Pengamatan kondisi Lingkungan:

3. Pengamatan kondisi atau karakter wilayah pesisir setempat, ekosistem dan kondisi biota

yang ada, serta perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat yang tinggal dan

bermukim di sekitar areal ters.ebut dan dampak dari kegiatan sosial ekonomi di dalam

wilayah tersebut

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalsis dengan menggunakan analisis deskriptif dan studi pustaka.

9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Wilayah Pesisir Pantai Oesapa

Kondisi geomorfologi pantai Oesapa adalah berupa pantai datar dengan endapan lumpur

berpasir, sehingga banyak ditumbuhi berbagai macam vegetasi mangrove dan lamun di di

dalamnya. Jenis mangrove yang mendominasi wilayah ini adalah Jenis Rhizophora. Cerops

dan Avicenia. Sedangkan jenis lamun yang mendominasi wilayah ini adalah Enhalus acordies

dan Halodule uninervis. Selain jenis mangrove dan jenis lamun yang ada, banyak juga

terdapat berbagai jenis organisme yang hidup di dalamnya. Organisme-organisme tersebut

diantaranya berupa organisme makro dan organisme mikro. Organisme makro meliputi jenis-

jenis ikan, bivalvia, oyster (tiram) dan lain-lain. Sedangkan dari jenis mikro misalnya berupa

plankton dan bakteri.

4.2 Aktivitas Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai Oesapa

Hasil observasi memperlihatkan bahwa masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir

pantai Oesapa umumnya adalah masyarakat pendatang yang berasal dari etnis bugis.

Aktivitas yang dilakukan oleh masayarkat setempat adalah berdagang. Dan dari aktivitas

tersebut diketahui pula bahwa masyarakat setempat umumnya membuang sampah dan limbah

rumah tangga yang langsung menuju ke laut. Hasil wawancara dengan masyarakat setempat

bahwa kebiasaan membuang sampah dan limbah tersebut ke laut disebakan karena tidak

adanya penyediaan sarana penampung sampah dan limbah, sehingga alternatif yang mereka

lakukan adalah sampah dan limbah rumah tangga tersebut langsung di buang ke laut. Namun

juga penulis berpikir bahwa kegiatan membuang sampah tersebut juga diakibatkan oleh

ketidaksadaran masyarakat di wilayah tersebut untuk menjaga kebersihan lingkungannya.

Gambar 1. Sampah dan limbah yang dibuang oleh masyarakat di wilayah pesisir Pantai

Oesapa

10

Selain aktivitas membuang sampah dan limbah ke laut ada juga aktivitas-aktivitas lain

yang dilakukan oleh masyarakat setempat misalnya penebangan mangrove lalu kayunya

diambil untuk keperluan kayu bakar dan penebangan mangrove untuk membuka areal-areal

untuk tempat berlabunya kapal.

Gambar 2. Penebangan pohon mangrove untuk kayu bakar

dan pembukaan areal untuk berlabunya kapal Nelayan

Kegiatan yang cenderung merusak ini dilakukan masyarakat diakibatkan kurangnya

pemahaman masyarakat umum tentang pentingnya kebersihan dan juga masyarakat yang

berada di wilayah tersebut masih mememgang pada prinsip-prinsip atau pola tingkah laku

deterministik yang tidak menyadari akan pentingnya lingkungan pesisir dan laut yang

merupakan penopang kehidupan bagi mereka, sebab pesisir dan laut memilki potensi

sumberdaya yang tinggi. Hal ini apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyeababkan

terjadinya pencemaran perairan pesisir, pencemaran udara, gangguan kesehatan masyarakat

dan degradasi lingkungan pesisir.

4.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Aktivitas Masyarakat di Wilayah Pesisir Pantai

Oesapa

Dampak yang dtimbulkan dari aktivitas-aktivitas masyarakat di wilayah pesisir Pantai Oesapa

terhadap kondisi lingkungan pesisir adalah :

1. Terjdinya penumpukan sampah di Wilayah Pesisir Pantai Oesapa.

Gambar 3. Sampah yang berserakan di Pesisir Pantai Oesapa

11

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat sampah-sampah yang berserakan di areal pasar

Oesapa yang menyebabkan kekumuhan dan bau busuk di sekitar wilayah tersebut. Keadaan

ini apabila tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan terjadinya pencemaran

udara, gangguan pada kesehatan masyarakat, dan degradasi wilayah pantai.

2. Terjadinya abrasi pantai sebagai akibat dari penebangan mangrove untuk kayu bakar dan

pembukaan lahan untuk berlabunya kapal nelayan

Gambar 4. Tembok penyangga

Gambar ini menunjukkan bahwa pondasi penyangga ombak dan gelombak hancur akibat

aktivitas pasang surut. Hancurnya pondasi penyangga ombak dan gelombang ini disebabkan

karena tidak adanya tumbuhan penyangga daratan seperti mangrove yang dapat menahan

lajunya ombak dan gelombang menuju gelombang yang hancur ke daratan. Hilangnya

tumbuhan penyangga daratan seperti mangrove ini diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat

yang menebang mangrove untuk kayu bakar dan penebangan untuk membuka areal

berlabunya kapal nelayan, sehingga areal-areal tersebut terlihat kosong. Dengan adanya areal

yang kosong tersebut, maka ombak dan gelombang yang datang akan langsung ke daratan

dan kemudian menghancurkan tembok atau pondasi tersebut.

Alternatif dari pembuatan tembok ini memang diketahui adalah untuk menahan terpaan

ombak atau gelombang ke daratan. Namun perlu di ketahui pula bahwa tembok yang kokoh

sekalipun tanpa di dukung dengan pohon – pohon penyangga seperti mangrove di depannya

pasti suatu ketika akan hancur dan roboh pula. Sebab, ombak dan gelombang yang datang itu

bukan hanya satu kali melainkan setiap hari.

Hal di atas, apabila tidak ditanggulangi dari sekarang maka akan menyebakan abrasi

pada lingkungan pantai yang kemudian akan memberikan efek pada penurunan kualitas

lingkungan pesisir (degradasi)

12

3. Terjadi pencemaran dan kerusakan ekosistem akibat pembuangan sampah ke laut

Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir pantai Oesapa

seperti aktivitas pemukiman, pemasaran dan perdagangan yang dimana pembuangan sampah-

sampah plastik, bekas-bekas pukat yang tidak dipakai, kaleng-kaleng bekas, bekas-bekas

gardus dan limbah rumah tangga langsung ke laut mengakibatkan terjadinya penurunan

kualitas lingkungan yang akan berdampak pada perubahan atau terganggunya kondisi

ekosistem yang ada di wilayah pesisir.

Gambar 5. Sampah yang tersangkut

Gambar di samping ini menunjukkan bahwa terdapat sampah plastik dan potongan jaring

yang tersangkut pada anakan mangrove. Tersangkutnya sampah plastik dan potongan jaring

pada anakan mangrove ini dapat meneyababkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari

anakan mangrove terganggu. Tumbuhan mangrove yang masih tergolong anakan

membutuhkan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhannya, sehingga apabila

kondisi lingkungannya karena adanya sampah, maka dapat menghambat pertumbuhannya

bahkan mematikan anakan mangrove tersebut. Dengan adanya kondisi seperti ini, maka akan

menyebabkan terjadinya degradasi habitat.

Kondisi substart dalam hal ini untuk pertumbuhan mangrove di wilayah pesisir,

sangat bergantung juga pada sumbangan bahan masukan dari daratan. Di wilayah pesisir

Pantai Oesapa selain terdapat sampah-sampah dan limbah limbah yang berserakan ada juga

terdapat kegiatan labu kapal nelayan yang meberi efek pada tumpahan minyak di wilayah

pesisir tersebut. Minyak merupakan salah satu bahan cair yang mengandung racun, sehingga

ketika terbuang dan masuk ke dalam substart, akan menyebabkan terjadinya gangguan pada

sistem penguraian bahan organik. Memang, di ketahui bahwa bakteri merupakan

mikroorganisme pengurai yang hidup pada kondisi yang anaerobik atau pada kondisi yang

bau busuk, akan tetapi dalam proses penguraian, bakteri mempunyai titik jenuh, sehingga

apabila pembuangan samaph maupun limbah dari daratan berupa limbah deterjen, limbah

minyak dari aktivitas labuh kapal yang semakin hari terus berjalan, maka akan menyebabkan

13

proses penguraian bahan organik menjadi nutrient untuk pertumbuhan dan kelangsungan

hidup pohon mangrovepun akan mengalami gangguan yang kemudian berefek pada kematian

pohon mangrove tersebut. Dengan adanya kematian pohon mangrove tersebut maka akan

menyebabkan terjadinya perubahan pada ekosistem mangrove tersebut misalnya terjadinya

perubahan pola zonasi maupun degradasi habitat.

Minyak merupakan salah satu bahan cair yang mengandung racun, sehingga ketika

terbuang dan masuk ke dalam laut akan terakumulasi untuk masuk pula ke dalam substart,

yang kemudian menyebabkan terjadinya gangguan pada sistem penguraian bahan organic

oleh bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme pengurai yang hidup pada kondisi yang

anaerobik atau pada kondisi yang bau busuk, akan tetapi dalam proses penguraian. Bakteri

mempunyai titik jenuh, sehingga apabila pembuangan sampah maupun limbah dari daratan

berupa limbah deterjen, limbah minyak dari aktivitas labuh kapal yang semakin hari terus

berjalan, maka akan menghambat proses penguraian bahan organik menjadi nutrient untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup vegetasi lamunpun akan mengalami gangguan yang

kemudian berefek pada kematian vegetasi lamun tersebut. Dengan adanya kematian adanya

kematian vegetasi lamun tersebut, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan pada

ekosistem padang lamun yang merupakan habitat bagi biota-biota laut.

14

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kondisi geomorfologi pantai Oesapa yang merupakan dataran dengan endapan lumpur

berpasir memungkinkan untuk ditumbuhi berbagai macam vegetasi mangrove dan lamun di

di dalamnya. Namun apabila masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah pesisir pantai

Oesapa tetap membuang sampah dan limbah rumah tangga yang langsung menuju ke laut dan

juga tetap melakukan aktivitas penebangan mangrove untuk keperluan kayu bakar dan untuk

membuka areal-areal untuk tempat berlabunya kapal maka akan mengakibatkan terjadinya

kekumuhan dan bau busuk di wilayah pesisir pantai oesapa, terjadinya abrasi pantai,

terjadinya perubahan kondisi ekosistem baik ekosistem mangrove maupun padang lamun dan

kematian biota-biota peraiaran seperti tiram bakau, kerang bakau dan kerang bulu, dan akan

berujung pada terjadinya degradasi lingkungan, degradasi habitat dan degradasi sumberdaya

di wilayah pesisir Oesapa.

5.2 Saran

Sumberdaya alam pesisir dan laut merupakan salah satu aset yang bermanfaat untuk

pengembangan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh

karena itu, upaya pelestarian (konservasi) kawasan pesisir dan laut ini perlu dilakukan guna

menjaga kesinambungan kehidupan manusia serta menjaga kelestarian sumberdaya alam

pesisir dan laut beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Serta pemerintah harus mau

merubah pola ruang yang ada di wilayah pesisir Oesapa demi kelangsungan lingkungannya.

15

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Jhon R. 1996. Coastal Zone Management Handbook. New York : Lewis Publisher.

Dadi R. N. 2014. Analisis Kepadatan dan Keragaman Perifiton pada Media Penempelan

(Akar, Batang, dan Daun Mangrove) di Pesisir Pantai Oesapa, Kota Kupang.

(Skripsi). Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kelautan dan Perikanan.

Universitas Nusa Cendana. Kupang.

Dahuri. dkk., 2001. Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT Pradnya

Paramita.

Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta : Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Hantoro, wahyoe. 2004. Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan

Kawasan Kota Pantai. http://sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-

WAHYU.doc. Di akses tanggal 28 November 2014.

Hartshorn, Truman A. 1980. Interpreting The City, An Urban Geography. Jhon and Sons.

Kay, Robert and Jacqueline Alder. 1999. Coastal Planing and Management. London :

Penerbit E & FN Spon Press.

Rais, Jacub. 2004. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta : Penerbit PT Pradnya Paramita.

Risamasu L. J. Fonny., 2010. Peranan Konservasi Kawasan Dalam Pengelolaan Wilayah

Pesisir. Makalah Seminar. Jurusan Perikanan dan Kelauatan. Fakultas Pertanian.

Universitas Nusa Cendana. Kupang.

Risamasu L. J. Fonny., 2014. Kajian Kondisi Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan Di

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir

Tropis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan

Permukiman.

UU No. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya

Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.


Recommended