+ All Categories
Home > Documents > MAKALAH AGAMA ISLAM "PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

MAKALAH AGAMA ISLAM "PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

Date post: 25-Feb-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
MAKALAH AGAMA ISLAM “PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT” NAMA : HARPA PRIA GAWAKSA STAMBUK : A1C212037 FAKULTAS : FKIP PRODI : PEND BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2012
Transcript

MAKALAH AGAMA ISLAM“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN

KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”

NAMA : HARPA PRIA GAWAKSASTAMBUK : A1C212037

FAKULTAS : FKIPPRODI : PEND BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena

atas limpahan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelasaikan

penulisan makalah ini dengan baik.

Makalah ini berjudul“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

LINGKUNGANKELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”. Dengan tujuan

penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk

memperdalam pemahaman dari materi

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan

dan bantuan berbagai pihak, karenanya penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kepala SDN 1 Tegalgubug Lor

2. Pengawas Pendais Kecamatan Arjawinangun

3. Guru-guru SDN 1 Tegalgubug Lor

4. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini

Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.

Tegalgubug Lor 15 Oktober2012

UBAEDILLAH, S. Pd. I

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga

B.     Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah

C.     Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat

BAB III PENUTUP

A.     Kesimpulan

B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang MasalahSemakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya

peredaran zaman dan manusiapun beragam. kemewahan di bidang

harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang jika orang

tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang

yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-menerus.

Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya,

tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak

tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami

penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari

tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan

perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung,

dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu

sebabnya.

Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana

pendidikan anak sebelum lahir, masa bayi, masa kanak-kanak,

dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada usia dini

juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari

hal-hal yang tidak diinginkan. Karena pendidikan agama islam

sejak dini sengat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan

kepribadian peserta didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa

dilakukan pada jalur formal maupun informal.

B.     Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut.

1.      Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?

2.      Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?

3.      Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?

C.   Tujuan Penulisan1.      Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.

2.      Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.

3.      Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam KeluargaAgama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-

orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya

pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya.

Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan

keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan

pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu

tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk

mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang

demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan

keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang

terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang

bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.

Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan

di lingkungan keluarga interaksi yang teratur dan diarahkan untuk

membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang

berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka

proses pendidikan

Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni

pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar

pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat terus

berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.

Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi

kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral

ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai

Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping

didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan

keluarga.

Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa

lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-

pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan

bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama

sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan

kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga

itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari

pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di

sekitarnya.

Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan

anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga,

termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai

tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap

anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.

Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai

persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari

pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam

hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya

untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan

pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah disebutkan di

atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah

dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar

dorongan moral.

Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang

pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam

khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang

mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-

lebih pendidikan agama.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat

mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan

keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu;

mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun

mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah

yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang

tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar

atau akan menyimpang.

Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-

kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan

kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam

hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang

baik.

Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong

anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan

lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan

kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi

spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak

mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai

manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual

mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai

keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan

individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi

spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi

berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya

mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT.

Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa

agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan

manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta

bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi

pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan

produktif, baik personal maupun social.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan

pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong

oleh beberapa hal yaitu:

1.            Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan

2.            Karena dorongan atau tanggung jawab sosial

3.            Karena dorongan moral

4.            Karena dorongan kewajiban agamis

Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua

lebih besar tanggung jawabnya dalam pendidikan karena dorongan

kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.

Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh

seseorang di dalam lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem

pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur

hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas

waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya,

masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung

jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya

berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah

lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT

untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah

sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan

Hadits..

Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua

atau tokoh ibu dan bapak sangat memegang peranan yang sangat

penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah yang memegang

peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan

pendidikan informal. Peranan ibu dan bapak antara lain :

1.            Ibu bapak sebagai pengatur  kebersihan anak

2.            Ibu bapak sebagai teladan bagi anak

3.            Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak

4.            Ibu bapak sebagai teman bermain

5.            Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut

6.            Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai

teman bermainan kepribadian

Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya

pendidikan agama bagi anggota keluarga. Khususnya anak, karena

akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan

perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua

berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa

suri tauladan kepada anak agar mereka dapat hidup selamat dan

sejahtera.

Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai

dengan misi nabi Muhammad SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan

mulai kepada anak usia dini, remaja, dewasa dan lanjut usia dalam

istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan seumur

hidup).

Pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak

dilahirkan sampai berumur 6 tahun dengan tahapan sebagai

berikut :

1.            Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi

anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi

perempuan.

2.            Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi

disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah

yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua

ekor kambing bagi anak laki-laki.

3.            Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan

pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu

perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik

secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan

tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar

bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6  tahun tidak

disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun

disebut masa kanak-kanak.

B.   Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam SekolahPendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan

moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik

sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang

dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi

tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan

beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung

jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan

upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan

gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan

pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan

kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap

keberagamaan yang dianut (pola ibadah).

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi

ahli agama atau pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari,

seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan untuk

mendukung tujuan pendidikan yang ada.

Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan

agama di sekolah. Pertama sekolah negeri, kedua sekolah swasta

umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan agama dan

sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan

seminari. Varian karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan

sumber pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah,  serta misi

dan  intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika

sekolah juga turut mempengaruhi karakter sekolah. Tiga karakter

ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan multikulturalisme

dalam masyarakat.

Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan

keagamaan, pada jam pelajaran agama siswa dipisah menurut agama

yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek pendidikan agama

di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara

serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah

sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah

sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.

Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama

berlangsung lebih teratur dan siswa beragam agama hampir selalu

mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan keyakinan para

siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi

semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas

pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang

menjadi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.

Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi

ahli agama atau pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari,

seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan untuk

mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya keseriusan pada

satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi

pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi

pengalam dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan

keragaman perlu dikaji apakah ada kaitannya dengan sensitivitas

pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang berbeda hanya akan

berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan

menggerti adanya perspektif yang berbeda juga. 

Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional

secara umum ditanggung oleh yayasan dan wali murid, terdapat

kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan. Keunikan ini

tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun

kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan

keagamaan melalui pendidikan.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada

soal jaminan kualitas pendidikan, tetapi umumnya tidak menyentuh

pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan. Baru menjelang

penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional

tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa

otonominya diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang

mewajibkan semua sekolah memberikan pelajaran agama yang sesuai

dengan agama yang dianut oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini banyak

sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi tuntutan pasal

13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru

dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang

merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai

keunikan tertentu. 

Menurut teori pendidikan Islam, teori pendidikan anak

dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Dalam hubungan ini orang

tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama islam

setiap anggota keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama

yang ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak akan sangat

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi

pekerti dan kepribadian mereka.

Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan

bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-

anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam

kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup

selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai

berikut :

1.      Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan

2.      Pembentukan Keluarga

3.      Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya

terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut

anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka

perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga

sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .

4.      Pembinaan Keluarga

5.      Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau

penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih,

membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni,

mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk

mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan

mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.

Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan

mempunyai peluang yang lebih besar untuk membuat eksperimentasi

pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan atas

masyarakat yang multikultural.

C.         Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam MasyarakatDalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa

untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi

para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah

memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut.

Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang

dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa

generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama

yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran

agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu

syarat kenaikan kelas.

Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan

dan tidak menjadi mata pelajaran yang diujikan dalam ujian

nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.

Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang

memisahkan siswa karena berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat

antaranggita masyarakat pun makin terasa. Para orang tua yang

tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam

mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran

agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman

bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami

kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.

Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan

pelajaran komunikasi iman mendapat sambutan dari para orang tua

siswa karena telah menemani anak-anak mereka lebih masuk pada

lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski

model pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi

pengawas pendidikan, pemerintah tidak bisa menghentikan

ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana, terutama karena

dukungan masyarakat.  

Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur

adalah pendidikan agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan

yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun

keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya

berbasis pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang

tertutup dan tidak melihat realitas secara hitam putih. Di

sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam

pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak

berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama

yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling

percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini

merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama

yang adil dan beradab.

Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan

paradigma dalam melihat relasi guru-peserta didik maupun dalam

melihat sumber belajar serta proses pembelajaran. Pengalaman

hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid merasa

setara, masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan

untuk mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang. Dalam

menilai keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama

membutuhkan model evaluasi yang tidak menggunakan angka, tetapi

harus didasarkan pada praktek hidup yang partisipatif dan

bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan. Penilaian

bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk pada kualitas.

Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan

dengan saling berbagi pengalaman penghayatan keimanan, berbagi

informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya. Cara belajar

seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung

jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan

membiasakan sikap hormat dan simpati bagi penganut agma yang

berbeda.

Masyarakat merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-

beda yang menyatu dan mematuhi peraturan yang ditetapkan,

mempunyai hubungan kekerabatan yang baik, baik antar suku maupun

antar bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada masyarakat,

bisa dengan cara mendirikan majlis taklim atau pengajian-

pengajian di desa masing-masing. Pengajian ini dilaksanakan dari

satu tempat ke tempat lain dengan mendatangkan narasumber yang

diminta untuk memberikan suatu materi pendidikan sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Dalam pendidikan agama Islam ada 3 istilah umum yang

digunakan, yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat

mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang

kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat

dari pengertian ini maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses

bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh, dan akal)

secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi

kehidupan dan masa depan.

Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan

darikonsep ta’dib, yang mengacu kepada kata adab dan variatifnya.

Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi pendidik adalah

membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan

susunan masyarakat, bertingkah lakusecara proposional dan cocok

dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut Naguib al-

Attas selanjutnya, bahwa pendidikan islamlebih tepat berorientasi

pada ta’dib. Sedangkan tarbiyat dalam pandangannya mencakup obyek

yang lebih luas , bukan saja terbatas pada pendidikan manusia

tetepi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib

hanyamencakuppengertian pendidikan untuk manusia.

Alasan penyebab manusia (remaja) sebagai makhluk sosial

memerlukan pendidikan yaitu:

1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan

nilai kebudayaan antara generasi tua ke generasi muda, dengan

tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan

terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat

memberikan substansi dalam pembentukan akhlak remaja.

2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah

sekolah dalam penanaman nilai, norma serta harapan-harapan dari

masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak remaja.

3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam

keragaman terutama dari aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi

antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat dengan media PAI di

masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi

tersebut. Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan

adanya pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan

mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut

menyamakan dengan tradisi agama lain di antara teman sebayanya.

BAB III

PENUTUP

A.       KESIMPULAN

1.            Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang

secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan

anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam

pelaksanaan pendidikan agama Islam.

2.            Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang

mendidik lebih fokus,teratur dan terarah.

3.           Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga

setelah sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat

adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan  menciptakan

suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh

secara baik.

B.      SARANM

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

http://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/http://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/http://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/


Recommended