+ All Categories
Home > Documents > Makalah Filsafat Agama: Bukti Adanya Tuhan

Makalah Filsafat Agama: Bukti Adanya Tuhan

Date post: 22-Feb-2023
Category:
Upload: uinsby
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembahasan mengenai agama merupakan hal yang tak pernah kering untuk dibicarakan hingga saat ini. Masalah-masalah mengenai agama sering kali membawa seseorang cenderung semakin menjauhi kehidupan kebersamaan, seolah-olah agama bukan sebagai pencegah terjadinya masalah, namun justru agama adalah sebagai akar timbulnya masalah. Betapa tidak. Dalam perjalanan sejarah, beberapa abad setelah renaisans, revolusi sains, diikuti revolusi industri dan revolusi informasi, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan alam lingkungan berubah secara tajam, sayangnya sebagian besar orang menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi agama-agama. Sehingga terdapat dua kebenaran, kebenaran menurut sains dan kebenaran menurut teologi agama. Celakanya, kebanyakan orang saat ini lebih memilih kebenaran secara ilmiah karena bisa dibuktikan dengan ukuran yang jelas. Jika kita melihat lebih jeli, hal ini sebenarnya hanya terjadi pada tataran permukaan saja. Padahal jika Bukti Adanya Tuhan
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembahasan mengenai agama merupakan hal yang tak

pernah kering untuk dibicarakan hingga saat ini.

Masalah-masalah mengenai agama sering kali membawa

seseorang cenderung semakin menjauhi kehidupan

kebersamaan, seolah-olah agama bukan sebagai pencegah

terjadinya masalah, namun justru agama adalah sebagai

akar timbulnya masalah. Betapa tidak. Dalam perjalanan

sejarah, beberapa abad setelah renaisans, revolusi

sains, diikuti revolusi industri dan revolusi

informasi, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan

alam lingkungan berubah secara tajam, sayangnya

sebagian besar orang menegasikan gambaran yang

diberikan oleh teologi agama-agama. Sehingga terdapat

dua kebenaran, kebenaran menurut sains dan kebenaran

menurut teologi agama. Celakanya, kebanyakan orang saat

ini lebih memilih kebenaran secara ilmiah karena bisa

dibuktikan dengan ukuran yang jelas.

Jika kita melihat lebih jeli, hal ini sebenarnya

hanya terjadi pada tataran permukaan saja. Padahal jika

Bukti Adanya Tuhan

kita melihat lebih jauh, sebenarnya teologi hanyalah

konstruksi intelektual manusia yang mencoba memahami

pesan-pesan religius dari para nabi terdahulu. Dengan

demikian, kita harus berani menghadapkan teologi dengan

sains dan membuat keduanya berkembang secara dialektis

dan komplementer untuk memecahkan permasalahan umat

manusia yang ditimbulkan oleh penerapan sains yang

semakin maju.

Pada dasarnya setiap manusia memiliki keyakinan

bahwa ada suatu zat yang maha kuasa yang disebut Tuhan.

Pada mulanya Tuhan adalah satu zat yang menciptakan

segala sesuatu dan penguasa langit dan bumi. Dia tidak

terwakili oleh gambaran apapun dan tidak memiliki kuil

atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur

untuk ibadah manusia yang tak memadai. Perlahan-lahan

dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah menjadi

begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka

tidak lagi menginginkannya. Pada akhirnya dia dikatakan

telah menghilang. Begitulah, setidaknya, menurut satu

teori, yang dipopulerkan oleh Wilhelm Schmidt dalam The

Origin of The Idea of God, yang pertama kali terbit pada

1912.

Hanya prespektif terhadap Tuhan yang berbeda

menjadikan setiap agama dan kepercayaan memiliki

gambaran Tuhan yang bermacam-macam. Dalam makalah ini

kami akan membahas bukti-bukti akan adanya Tuhan.

Bukti Adanya Tuhan

Beberapa teori pendekatan akan kami bahas secara

ringkas dan lugas. Bukti-bukti adanya Tuhan juga akan

kami sajikan dalam sains yang dikandung dalam beberapa

ayat suci.

Bukti Adanya Tuhan

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana teori tentang bukti adanya Tuhan?

2. Bagaimana perkembangan sejarah tentang adanya

Tuhan?

3. Bagaimana pendekatan adanya Tuhan melalui uraian

ilmiah?

4. Bagaimana contoh bukti adanya tuhan dalam kitab

suci?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui teori tentang bukti adanya Tuhan.

2. Untuk mengetahui sejarah tentang adanya Tuhan.

3. Untuk mengetahui pendekatan adanya Tuhan melalui

uraian ilmiah.

4. Untuk mengetahui contoh bukti adanya tuhan dalam

kitab suci.

Bukti Adanya Tuhan

BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI PENDEKATAN TENTANG ADANYA TUHAN

Semantika Allah

Kemunculan semantik sebagai bagian dari linguistik

modern1 yang dipelopori oleh Braille2 di akhir abad 19

masih menjadi perdebatan. Tesisnya yang berjudul Essai de

Semantique merupakan suatu perkembangan terhadap

keperluan makna terhadap simbol-simbol teks yang

berlandaskan teks itu sendiri.

Dalam al-Qur’an, Allah merupakan kata fokus

tertinggi yang menguasai sistem dan kata yang

melingkari seluruh teks al-Qur’an. Pada proses ini

Allah dalam aspek linguistik menjadi rujukan terhadap

perkembangan makna al-Qur’an. Sebagian struktur konsep

1 Dalam perkkembangan selanjutnya, semantik juga bisa dikategorikan dalam bidang ilmu filsafat. Pendekatan ini lebih banyak dipengaruhi oleh beberapa sub kajian filsafat dan pemaknaanyang tidak dapat disentuh oleh kajian linguistik. Beberapa pengaruh tersebut nampak pada pemaknaan yang bersifat analisis, sintaksis, dan kontradiktif. Lihat E. Maryono. 1993. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm. 86.2 Teori ini kemudian dilanjutkan oleh John Perth Firth (1890-1960)yang mendirikan sekolah deskriptif di London pada tahun 1994, yangkemudian dikenal dengan sekolah Linguistik London. Firth memusatkan perhatian bahasa pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Lihat pada Mangantar Simanjuntak. Pengantar Psikolinguistik Modern. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka. Hlm. 45.

Bukti Adanya Tuhan

Allah di transformasikan dalam sistem yang dinamakan

“Asmaul Husna”. Tentu saja konsep ini dapat

menggambarkan setiap pemahaman makna Allah dalam teks

al-Qur’an dari satu ayat kepada ayat yang lain, atau

dalam bahasa yang lebih umum adalah kesinambungan ayat

untuk memberikan kejelasan makna ayat al-Qur’an yang

secara tematik tidak sistematis. Kajian selanjutnya

adalah pada istilah nama-nama konsep ketuhanan Allah

dan sifat yang ada pada Allah.

Hubungan Allah dan manusia adalah permasalahan

teologi3 yang diperdebatkan ulama kalam. Ini terjadi

karena perbedaan pandangan tentang kehendak Allah dan

perbuatan manusia. Apakah perbuatan manusia adalah

hasil dari manusia itu sendiri atau merupakan kehendak

mutlak dari Allah sebagai zat yang mahakuasa. Pengakuan

ketuhanan adalah manifestasi dari perimbangan pikir dan

emosional untuk betul-betul berani mengatakan Allah

adalah Tuhan.

Dalam pembahasan semantik sebagai ilmu makna, akan

kami sajikan beberapa pendekatan makna secara

linguistik pada ayat suci dengan contoh yang mudah.

1. Semantik Sebagai Ilmu Makna4

Semantik adalah suatu ilmu yang membahas makna

3 Yang dimaksud “teologi” di sini adalah “ilmu tentang Allah dan hubungannya dengan manusia, berdasarkan al-Qur’an dan pendekatan akal. Tujuannya agar akidah Islam dapat dipahami dengan baik.4 Toriqul Haq. Rasionalisasi Tuhan, Membaca Allah dengan Semantik. 2013. Surabaya: IMTIYAZ. Hlm. 7.

Bukti Adanya Tuhan

yang juga berasal dari bahasa yunani: sema bermakna

tanda (sign) yang digunakan dengan ungkapan filsafat

semantik (semantic philosophy) ilmu ini juga sebagai

rujukan untuk mempelajari tentang makna. Pada awal

perkembangannya yang dibawahi oleh Bloomfield (1939)

yang berargumen tentang perkataan yang melibatkan

penutur dan pendengar berdasarkan rangsangan dan

responnya (stimulus-respon), tetapi ilmu ini tidak

mendapatkan tempat di hati para ahli linguistic, ilmu

filologi dan tata bahasa. Beberapa teori yang

berkembang, semantik menjadi bagian bidang linguistik

yang secara khusus mempelajari hal-hal yang berkaitan

dengan makna suatu bahasa yang terbentuk dalam kata,

kalimat, atau bunyi suatu bahasa. Dalam disiplin ilmu

makna semantik menjadi ilmu yang mengkaji secara

sistematik dan objektif, juga membantu dalam kajian

makna suatu teks atau bahasa bagaimana dapat

berinteraksi dan juga dapat dipahami dalam komunikasi

antara manusia dimanapun berada. Bidang lain juga

membahas makna atau pengertian simbol dan tanda adalah

semiotis. Semiotic memahami isyarat makna yang tidak

terdapat dalam bahasa, melainkan juga berhubungan

dengan isyarat non-bahasa, yaitu simbol-simbol yang

terdapat dalam sebuah benda dipahami sebagai

komunikasi.

Semantik sebagai ilmu analisis makna, memiliki berbagai

Bukti Adanya Tuhan

teori yang telah dikembangkan oleh para ahli filsafat

dan linguistik, pada dasarnya para filsuf berkonsep

makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (perkataan),

pikiran, dan realitas yang sedang berkembang, juga

melahirkan teori antara relasi ujaran, pikiran dan

realitas dunia kenyataan. Konsep ini membedakan secara

umum dalam teori makna, diantaranya : teori referensial

(rujukan), teori kontekstual, teori mentalisme atau

konseptual dan beberapa teori lain yang berkembang

dalam analisis semantik. Masing-masing teori memiliki

ciri analisis makna dari setiap bantuk teks yang

beragam berlatar belakangnya.

2. Teori Referensial

Teori referensial (rujukan) atau korenspondensi

yang berkonsep makna, adalah hubungan antara reference

(pikiran) dan referent (rujukan) yang dinyatakan melalui

simbol, yang juga dimaksudkan adalah unsur linguistik

yang dapat menjadi kata, frasa, kalimat atau bunyi

bahasa dan sebagainya “rujukannya” ialah benda atau

tanda yang dapat dijadikan sebagai objek dari gambaran

pemikiran. Dalam teori rujukan atau korespondensi

“pikiran” atau reference dalam terminologi berarti

makna yang berhubungan dengan causal (sebab), sedangkan

referent berhubungan tidak langsung.5

5 F.R Palmer. 1992. Semantik. (terjemah `semantics` Abdullah Hasan). Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan pustaka Kementrian

Bukti Adanya Tuhan

Segi tiga makna: Konsep / Pikiran

1. Hubungan antara perkataan dan konsep adalah

berasosiasi atau berkaitan.

2. Hubungan antara konsep dan objek adalah rujukan.

3. Hubungan antara perkataan dan objek adalah makna.

3. Semantik Mentalisme

Semantik mentalisme yang berdasarkan pemahaman

makna terhadap gambaran “pemikiran” dan “mental”

penutur bahasa, yang berhubungan erat dengan pemikiran

yang mengandung ciri kreativitas. Pendapat yang paling

mendasar tentang teori ini ialah bahasa yang

menghasilkan makna merupakan satu komponen yang menyatu

dengan pemikiran dan juga mempengaruhi untuk

mendapatkan keterangan lama maupun yang baru. Perbedaan

mental juga mempengaruhi makna dari penutur kepada

penerima bahasa (orang yang diajak bicara) dengan

demikian, akal adalah proses mental khusus yang berada

dalam bahasa dan makna satu bahasa. Dalam pengetahuan

tersebut terdapat konsep, pikiran, citra mental dari

penutur dan seluruh sistem bahasa. Sistem bahasa disini

dimaksudkan adalah hubungan bahasa dengan sistem

sosial, psikologi dan penerapan bahasa dalam

masyarakat, bagi de Saussure, language atau bahasa adalah

bentuk bukan isinya. Pengertian ini memberikan

Pendidikan Malaysia hlm. 27.

Bukti Adanya Tuhan

pemahaman bahwa makna satu bahasa ditentukan juga oleh

gambaran mental dari pengguna bahasa.

4. Teori Kontekstual

Teori ini bertujuan untuk memahami makna dari kata

yang terikat dengan lingkungan budaya dan pemakaian

bahasa tertentu, dan juga memberikan pemahaman bahwa

suatu kata atau simbol perkataan tidak mempunyai makna

apabila terlepas dari konteks. Walaupun demikian ada

pakar semantik yang primer yang terlepas dari konteks

situasi, dan kedua kata itu baru mendapatkan makna

sekunder sesuai dengan konteks dan situasi, juga dapat

dibedakan dengan makna primer (makna dasar) dan makna

sekunder (makna kontekstual). Teori ini menekankan

adanya peranan yang dimainkan oleh konteks dalam

memberikan makna ucapan ataupun tulisan, juga

menghilangkan kekaburan dan ketidakjelasan makna. Pada

hakikatnya makna adalah suatu ucapan yang ditentukan

oleh pemakaiannya dalam masyarakat bahasa. Adapun K.

Ammer telah membagi konteks menjadi empat bagian6:

1.Konteks bahasa, yaitu konteks makna yang berdasarkan

konteks pengguna seperti penggunaan kata “baik” atau

dalam bahasa arab,”hasan”. Konteks bahasa tersebut

ialah mengikuti situasi berbeda, bila digabungkan

6 J.D. Paerera. 1990. Teori Semantik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm. 17.

Bukti Adanya Tuhan

dengan perkataan, dokter (tabib) yang akan bermakna

baik yaitu dokter yang mahir, tabib hasan.

2.Konteks emosi, yaitu yang berfungsi menentukan

derajat kekuatan dan kelemahan suatu perkataan yang

digunakan, misalnya perkataan yakrahu dan yabghadu

mempunyai kata asal yang serupa tetapi berbeda

pengunaannya dari segi konteks emosi.

3.Konteks suasana. Berfungsi jika ada suasana luar

yang berkaitan dengan penggunaan suatu perkataan

seperti kata bahasa arab (yarhamu) apabila digunakan

dalam mendo’akan saat orang bersin, tetapi juga bisa

digunakan dalam mendo’akan orang meninggal dengan

ungkapan (yarhamuka Allah).

4.Konteks budaya. Penggunaan suatu perkataan selalu

bergantung kepada konteks sosial-budaya, seperti

ungkapan dalam perkatan Khalwat dalam bahasa arab

berarti menyendiri atau nyepi tetapi didalam budaya

melayu bermakna seorang pria dengan wanita berduaan

bukan muhrim ataupun sebaliknya.

5. Hubungan Makna

Dalam pembendaharaan kata telah mengandung sistem

leksikal stuktur semantiknya diuraikan dengan hubungan

makna antara kata atau makna dalam satu makna. Diantara

hubungan makna yang selalu digunakan dalam bahasa umum

ialah :

Bukti Adanya Tuhan

1.Polisemi

Polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata

yang mempunyai makna berbeda tetapi masih memiliki

hubungan dalam kaitan antara makna yang berlainan,

atau unsur yang ada misalnya kaki yang juga dapat

bermakna sebagai kaki bukit, kaki meja, kaki

tangan.

2.Meronim

Meronim adalah hubungan sebagian atau

keseluruhan dalam unsur terdapat dalam pasangan.

Pasangan dari meronim disebut holonim.

Seperti : Meronim Holonim

Jari ke tangan

Mulut ke gigi

Sampul ke buku

6. Semantik Gramatikal

Makna gramatikal (grammatical meaning) ialah makna

struktural, perubahan makna yang dipengaruhi fungsi

tata bahasa, makna yang berbentuk subjek, objek dan

beberapa unsur tata bahasa yang dipengaruhi perubahan

makna. Sementara itu sintaksis dibedakan dalam tiga

bentuk yaitu fungsi, peranan, dan katagori. Seperti

halnya dengan kata sebagai verba (kata kerja) atau

sebagai nomina (kata benda) yang agak umum dan abstrak.

Bukti Adanya Tuhan

yang jauh lebih jelas fungsi semantiknya didalam

sintaksis adalah “peranan” penting, karena peranan

benefaktif7 atau lokatif tidak bergantung dari makna leksikal

kata yang ditemukan ditempat peranan tersebut,

melainkan dari makna tata bahasa, seperti :

1. Umar membeli buku untuk kawannya .

2. Umar membelikan kawannya buku .

3. Ridwan duduk di atas kursi

4. Ridwan menduduki kursi .

Contoh yang dicetak tebal membawa makna benefaktif

dalam (1) dan (2) padahal hanya dalam (2) yang sesuai

makna benefaktif. Bahwa –kan dalam `membeli-kan` dalam

(2) adalah “akhiran fokus” yang benefaktif. Demekian

pula, dalam (3) dan (4) adalah “akhiran fokus” yang

lokatif. Makna benefaktif dalam (1) berdasarkan

semantik leksikal `untuk` dan makna lokatif dalam kata

`di atas`.

B. SEJARAH PENCIPTAAN WUJUD TUHAN8

Pada awalnya manusia menciptakan penyebutan tuhan

pencipta adalah bahwa untuk mengetahui penguasa langit

7 Benefaktif adalah peranan kata yang menghubungkan struktur

kalimat yang mengesankan terhadap persesuaian makna. Lokatif

adalah peranan kata yang memberi pemahaman lokasi untuk memberikan

pemahaman terhadap suatu kalimat. lihat J.W.M Verhaar. 1997.

Pengantar linguistik hlm. 388-396.8 Zainul Am. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan. Cet. VI. Hlm. 27.

Bukti Adanya Tuhan

dan bumi, menurut satu teori, yang dipopulerkan oleh

Wilhelm Schmidt dalam The Origin of the Idea of God9, yang

pertama kali terbit pada 1912. Schmidt menyatakan bahwa

telah ada suatu monoteisme primitif sebelum manusia

mulai menyembah banyak dewa. Pada awalnya mereka

mengakui hanya ada satu Tuhan Tertinggi, yang telah

menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari

kejauhan. Kepercayaan terhadap satu Tuhan Tertinggi

kadang-kadang disebut Tuhan Langit, karena Dia

diasosiasikan dengan ketinggian. Hal seperti ini masih

terlihat dalam agama suku-suku pribumi Afrika.

Mereka mengungkapkan kerinduan kepada Tuhan

melalui doa; Percaya bahwa Dia mengawasi mereka dan

akan menghukum setiap dosa. Namun demikian, Dia anehnya

tidak hadir dalam kehidupan keseharian mereka; tidak

ada kultus khusus untuknya dan Dia tidak pernah tampil

dalam penggambaran. Telah banyak teori tentang asal

usul agama. Namun, tampaknya menciptakan tuhan-tuhan

telah sejak lama dilakukan oleh umat manusia.

Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka

ia segera akan diganti. Ide-ide ini diam-diam sirna,

seperti ide tentang Tuhan Langit, tanpa menimbulkan

banyak kegaduhan. Dalam era kita sekarang ini, banyak

orang akan mengatakan bahwa Tuhan yang telah disembah

berabad-abad oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam telah

9 Ibid,.

Bukti Adanya Tuhan

menjadi sejauh Tuhan Langit. Sebagian lainnya bahkan

dengan terang-terangan mengklaim bahwa Tuhan telah

mati. Yang jelas dia tampak telah sirna dari kehidupan

semakin banyak orang, terutama di Eropa Barat. Mereka

berbicara tentang suatu "lubang yang pernah diisi oleh

Tuhan" dalam kesadaran mereka karena, meski tampak tak

relevan bagi sekelompok orang, dia telah memainkan

peran krusial dalam sejarah kita dan merupakan salah

satu gagasan terbesar umat manusia sepanjang masa.

Untuk memahami apa yang telah hilang dari kita itu

—jika memang dia telah hilang—kita perlu melihat apa

yang dilakukan manusia ketika mereka mulai menyembah

Tuhan ini, apa maknanya, dan bagaimana dia dipahami.

Untuk melakukan itu, kita perlu menelusuri kembali

dunia kuno Timur Tengah, tempat gagasan tentang Tuhan

kita secara perlahan tumbuh sekitar 14.000 tahun silam.

Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak

relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di

antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita

dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah

mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada

dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita.

Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman

yang menulis buku penting The Idea of the Holy pada 1917,

percaya bahwa rasa tentang gaib ini (numinous)10 adalah

10 Ibid,.

Bukti Adanya Tuhan

dasar dari agama. Perasaan itu mendahului setiap hasrat

untuk menjelaskan asal usul dunia atau menemukan

landasan bagi perilaku beretika. Kekuatan gaib

dirasakan oleh manusia dalam cara yang berbeda-beda—

terkadang ia menginspirasikan kegirangan liar dan

memabukkan; terkadang ketenteraman mendalam, terkadang

orang merasa kecut, kagum, dan hina di hadapan

kehadiran kekuatan misterius yang melekat dalam setiap

aspek kehidupan. Ketika manusia mulai membentuk mitos

dan menyembah dewa-dewa, mereka tidak sedang mencari

penafsiran harfiah atas fenomena alam. Kisah-kisah

simbolik, lukisan dan ukiran di gua adalah usaha untuk

mengungkapkan kekaguman mereka dan untuk menghubungkan

misteri yang luas ini dengan kehidupan mereka sendiri;

bahkan sebenarnya para sastrawan, seniman, dan pemusik

pada masa sekarang juga sering dipengaruhi oleh

perasaan yang sama.

Pada periode Paleolitik, misalnya, ketika

pertanian mulai berkembang, kultus Dewi Ibu

mengungkapkan perasaan bahwa kesuburan yang

mentransformasi kehidupan manusia sebenarnya.

Perbuatan-perbuatan simbolik memiliki nilai

sakramental; tindakan itu membuat orang Babilonia mampu

menenggelamkan diri ke dalam kekuatan suci atau mana

yang menjadi tempat bergantung peradaban besar mereka.

Kebudayaan dirasakan sebagai sebuah pencapaian yang

Bukti Adanya Tuhan

rentan, yang selalu bisa menjadi korban kekuatan yang

mengacaukan dan memecah belah.

Pada senja hari keempat Festival itu, para pendeta

dan penyanyi paduan suara memenuhi bait suci untuk

menyenandungkan Enuma Elish11, puisi epik yang merayakan

kemenangan para dewa atas kejahatan. Kisah ini bukanlah

peristiwa faktual tentang asal usul fisik kehidupan di

bumi, melainkan suatu upaya simbolik yang hati-hati

untuk mengungkap sebuah misteri besar dan membebaskan

kekuatan sucinya. Pengisahan harfiah tentang penciptaan

adalah mustahil, sebab tidak ada orang yang hadir pada

saat peristiwa-peristiwa yang tak terbayangkan itu

terjadi: mitos dan simbol dengan demikian merupakan

satu-satunya cara yang sesuai untuk menjelaskannya.

Pandangan sekilas atas Enuma Elish memberi kita

wawasan tentang spiritualitas yang melahirkan konsep

kita tentang Tuhan Pencipta berabad-abad kemudian.

Meskipun kisah biblikal dan Qurani tentang penciptaan

akan mengambil bentuk yang sama sekali berbeda, mitos-

mitos aneh ini tidak pernah benar-benar hilang, tetapi

akan kembali masuk ke dalam sejarah Tuhan di kemudian

hari, dikemas dalam sebuah idiom monoteistik.

11 Ibid, 32.

Bukti Adanya Tuhan

Bentuk kritisisme semacam ini telah mendapat

banyak perlakuan keras, namun tak ada seorang pun yang

mampu menciptakan teori yang lebih memuaskan untuk

menjelaskan mengapa terdapat kisah yang cukup berbeda

tentang peristiwa-peristiwa biblikal penting, seperti

Penciptaan dan Air Bah, dan mengapa kadangkala Alkitab

mengandung pertentangan dalamdirinya sendiri. Dua

penulis biblikal paling awal, yang karyanya dapat

ditemukan dalam kitab Kejadian dan Keluaran,

kemungkinan menulis pada abad kedelapan SM, walaupun

ada yang menyebut kemungkinan penulisan di masa yang

lebih awal. Salah

satunya dikenal sebagai

"J" karena dia menyebut

nama Tuhannya dengan

"Yahweh", yang lainnya

disebut "E" karena dia

lebih suka menggunakan

nama ketuhanan yang

lebih formal, "Elohim".

Pada abad

kedelapan, orang Israel

telah membagi Kanaan

menjadi wilayah dalam

dua kerajaan terpisah. J

menulis di Kerajaan Yehuda di sebelah selatan,

Bukti Adanya Tuhan

sementara E berasal dari Kerajaan Israel di sebelah

utara.

Kita akan mendiskusikan dua sumber lain. Lima

Kitab Kerajaan Israel dan Yehuda 722-586 SM Musa—

tradisi Deuteronomis (D) dan Para Imam (P) tentang

sejarah Israel kuno. Kita akan melihat bahwa dalam

banyak hal, baik J dan E mempunyai perspektif keagamaan

yang mirip dengan tetangga mereka di Timur Tengah,

tetapi kisah-kisah mereka memang memperlihatkan bahwa

pada abad kedelapan SM, orang Israel mulai

mengembangkan visi mereka sendiri yang khas. J,

misalnya, memulai sejarah Tuhannya dengan kisah tentang

penciptaan dunia, yang, jika dibandingkan dengan Enuma

Elish, sangat tidak antusias: Ketika TUHAN [Yahweh] Allah

menjadikan bumi dan langit—belum ada semak apa pun di

bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang,

sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan

belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi,

ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh

permukaan bumi itu—ketika itulah TUHAN Allah membentuk

manusia (adam) itu dari debu tanah (adamah) dan

mengembuskan napas hidup ke dalam hidungnya;

demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.

C. PENDEKATAN ADANYA TUHAN MELALUI URAIAN ILMIAH12

12 Ian. G. Barbour. Nature, Human Nature, and God (Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama). 2002. Copyright Augsburg

Bukti Adanya Tuhan

Sains dan Tuhan seolah sangat sulit sekali jika

harus di bahas bersamaan. Agama yang irasional dan

tidak terjangkau akal memang hal yang menakutkan jika

dibarengi dengan kajian ilmiah. Karena dalam banyak

hal, kebenaran agama adalah hal yang bertolak belakang

dengan kebenaran secara ilmiah.

Namun di sini kami akan menguji kebenaran tersebut

melalui beberapa teori yang semuanya notabene menolak

campur tangan Tuhan dalam hukum-hukum alam. Tidak

satupun dari teori tersebut memberikan celah untuk

diisi kebenaran agama didalamnya. Peranan Tuhan berbeda

dengan peranan penyebab-penyebab alamiah. Dalam masing-

masing kasus, ciri-ciri teori ilmiah masa kini diambil

sebagai model dari tindakan Tuhan dan alam. Kelompok

yang meyakini statemen ini mengusulkan versi baru

teologi natural (natural theology), yang memanfaatkan bukti

sains sebagai sebuah argumen untuk mendukung teisme,

walaupun versi ini tidak memberikan satu bukti tentang

keberadaan tuhan. Sedangkan kelompok yang lain

mengusulkan cara-cara yang memungkinkan diterimanya

Tuhan karena alasan-alasan yang lain seperti pengalaman

religius dalam suatu komunitas tertentu, yang bisa saja

dipahami kembali bahwa Tuhan bertindak terhadap alam,

pendekatan ini biasa disebut dengan teologi alam (theology

of nature).

Fortress: Fortress Press; 2005. Bandung: Mizan Pustaka. Hal. 77.

Bukti Adanya Tuhan

1. Tuhan sebagai Perancang Proses Pengaturan-Diri

Hingga abad ke- 19 M, organisasi yang rumit dan

fungsi yang efektif dari makhluk hidup dianggap sebagai

petunjuk adanya sosok perancang yang cerdas. Namun

setelah kemunculan teori Darwin, argumen tersebut mulai

dirumuskan kembali, bahwa Tuhan tidak menciptakan

sesuatu sebagai mana adanya saat ini, tapi merancang

suatu proses evolusioner. Melalui proses itu segala

bentuk kehidupan mulai berada. Dewasa ini, kita

mengetahui bahwa hidup hanya mungkin di bawah rentang

kondisi-kondisi fisika dan kimia yang sempit. Dalam

pengaturan-diri molekul-molekul kehidupan tampaknya

sudah diatur sedemikian kompleks. Dunia molekul seolah

sudah diatur seberapa lamanya akan menuju kompleksitas,

hidup, dan kesadaran.

Jika rancangan kehidupan ini dimengerti sebagai

suatu rencana yang “terencana” dalam benak Tuhan, maka

kebolehjadian merupakan antitesis dari desain tersebut.

Akan tetapi, jika rancangan tersebut disamakan dengan

arah umum pertumbuhan ke arah kompleksitas, hidup, dan

kesadaran, maka baik hukum maupun kebolehjadian dapat

menjadi bagian dari rancangan itu. Bahkan kadang

ketidakteraturan bisa jadi prasyarat bagi munculnya

bentuk-bentuk tatanan baru, seperti dalam mutasi-mutasi

dalam sejarah evolusi. Akan tidak masuk akal jika kita

Bukti Adanya Tuhan

membayangkan jika Tuhan dibayangkan seperti seorang

tukang arloji yang membuat setiap detail dalam jam

buatannya, namun lebih mudah dimengerti dan masuk akal

jika kita membayangkan Tuhan merancang dunia sebagai

proses kreatif multilevel dari hukum dan kebolehjadian. Paul Davies

adalah salah satu pendukung pendapat ini.

Tuhan adalah pemberi materi dari berbagai macam

kemungkinan dan membiarkan dunia menjadi dirinya

sendiri, tanpa ikut campur atasnya seperti Tuhan

menghormati kebebasan manusia menjadi dirinya sendiri.

Jadi dalam teori ini di berikan celah-celah peluang

untuk tataran yang lebih rendah dan pilihan pada

tataran manusia.

Beberapa teolog mengatakan bahwa dunia ini tidak

berdiri sendiri, tetapi membutuhkan dukungan terus-

menerus dari Tuhan agar tetap bertahan dan kuat. Proses

ini biasa disebut proses dinamik. Sedangkan pendapat

lainnya mempertahankan pendapat Thomas Aquinas bahwa

Tuhan sebagai penyebab pertama, bekerja melalui matriks

penyebab-penyebab sekunder di dunia alamiah. Menurut

kaum Neo-Thomis seperti William Stoeger, tidak ada

celah dalam uraian ilmiah untuk diisi “kekuasaan

Tuhan”; tindakan Tuhan berada pada tataran yang sama

sekali berbeda dengan dengan semua penyebab sekunder.

Kedaulatan ilahi dipertahankan ketika jika semua

peristiwa sudah dilihat terlebih dahulu dan

Bukti Adanya Tuhan

direncanakan secara mendetail oleh Tuhan. Beberapa

teolog mengatakan bahwa Tuhan melihat semua peristiwa

dalam keabadian tak terbatas tanpa menentukannya.

2. Tuhan sebagai Penentu Ketidaktentuan

Pada paparan sebelumnya dikatakan bahwa

ketidakpastian dalam prediksi yang dibuat oleh teori

mencerminkan ketidakmenentuan di alam itu sendiri,

alih-alih mencerminkan teori terkini yang dianggap

tidak begitu memadai. Menurut penafsiran itu, dalam

dunia ini ada suatu rentang kemungkinan.

Kedaulatan ilahi akan tetap utuh jika Tuhan

mengendalikan segala peristiwa yang dalam pandangan

kita tampak sebagai kebetulan. Tuhan tidak harus campur

tangan secara fisikal dan mengendalikan elektron, tapi

Dia mengaktualisasikan segala potensi yang sudah ada,

seperti kapan suatu atom tertentu harus bereaksi.

Kita telah melihat bahwa dalam dunia sains bahwa

suatu perubahan kondisi awal yang kecil dapat

memberikan perubahan skala besar pada tataran tertentu.

Penelitian ilmiah hanya menemukan hukum dan

kebolehjadian, tapi bisa jadi dalam benak Tuhan, semua

telah diketahui terlebih dahulu dan sudah ditentukan

sebelumnya melalui kombinasi hukum dan tindakan ilahi

yang khusus. Kalau kita mengandaikan bahwa Tuhan

mengendalikan segala ketidaktentuan, maka kita tetap

Bukti Adanya Tuhan

dapat mempertahankan ide tradisional tentang

predestinasi. Namun akan timbul masalah ketika

dihadapkan dengan masalah limbah, penderitaan, dan

kebebasan manusia.

Sebuah pendapat mengatakan bahwa sebagian besar

peristiwa terjadi secara kebetulan, tetapi Tuhan

mempengaruhi beberapa diantaranya tanpa melanggar

hukum-hukum statistik dari fisika. Pandangan ini

dipertahankan oleh Robert Russel, George Ellis, dan

Thomas Tracy; dan pandangan ini pun sesuai dengan bukti

ilmiah. Keberatan yang mungkin diajukan dari teori ini

adalah bahwa kemungkinan kausalitas menaik dapat

terjadi sehingga mempengaruhi perilaku semua entitas

yang berada di bawah naungan tataran skala besar yang

terkena hukum kausalitas menaik sehingga akhirnya

menyebabkan kausalitas menurun secara beruntun. Dengan

demikian model pendekatan ini dapat digabungkan dengan

model berikutnya.

3. Tuhan sebagai Penyebab Menurun

Arthur Peacocke mengatakan bahwa Tuhan menggunakan

kausalitas menurun atas dunia. Dalam contoh yang mudah

di dunia manusia, Tuhan dapat mempengaruhi tataran

evolusioner tertinggi yaitu aktivitas mental, yang

kiranya akan mempengaruhi jaringan-jaringan saraf dan

sel-sel saraf (neuron) dalam otak. Sehingga tampaknya

Bukti Adanya Tuhan

tak terjadi apapun di hadapan kita karena kekuatan

ilahi tidak menyalahi hukum fisika dan kimia yang ada.

Jadi ringkasnya, Tuhan mempengaruhi materi dari

satu bentuk peristiwa besar sehingga muncul hukum

kausalitas menurun sehingga semua partikel terkecil

ikut terpengaruh.

4. Tuhan sebagai Komunikator (Penyebar) Informasi

Dalam transmisi radio, komputer, dan sistem

biologis, komunikasi (penyampaian informasi) antara dua

poin menuntut suatu masukan (input) fisikal dan suatu

pemakaian energi. Namun jika Tuhan hadir dimana-mana

(termasuk pada tataran mikro), energi pun tidak

dibutuhkan untuk menyampaikan informasi.

John Polkinghorne mengusulkan bahwa tindakan Tuhan

merupakan suatu masukan dari “informasi murni”. Ia

mengatakan bahwa dalam membayangkan tindakan Tuhan,

kita bisa mengekstrapolasi teori chaos ke dalam kasus

energi nol (zero Energy). Tindakan Tuhan merupakan

suatu masukan informasi non energetikyang menggunakan

pola – pola menyeluruh.

Firman atau wahyu, sebenarnya dapat dipikirkan

sebagai penyampaian informasi dari Tuhan kepada dunia.

Sebagaimana halnya dalam informasi genetika dan bahasa

manusia, makna dari pesan itu harus dilihat dalam

konteks yang lebih luas.

Bukti Adanya Tuhan

D. BUKTI ADANYA TUHAN DALAM KITAB SUCI

Sejak awal kehidupan manusia di planet ini,

manusia selalu berusaha untuk memahami alam, rencana

penciptaan, dan tujuan dari hidup. Dalam mencari

kebenaran dengan memutar kembali berabad-abad dan

peradaban-peradaban yang berbeda, agama yang

diorganisir sudah membentuk hidup manusia dengan maksud

yang sangat luas dan besar, untuk sebuah kebenaran

sejarah. Sementara beberapa agama didasarkan pada buku,

yang diakui oleh para pengikut mereka untuk diilhami

secara sempurna, yang lain sudah mempercayakan semata-

mata karena pengalaman manusia.

Berikut ini kami sajikan beberapa ulasan ayat-ayat

suci dihubungkan dengan teori-teori ilmiah untuk

mendukung kebenaran adanya Tuhan.13

1. Oseanologi

Pahamilah dua ayat al-Qur’an berikut:

19. Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya

kemudian bertemu,

20. antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-

masing [1443].

13 Zakir Naik, Gary Miler. Keajaiban al-Qur’an dalam Telaah Sains Modern (diterjemah dari judul asli: Qur’an and Modern Science dan Amazing Qur’an). 2008. Yogyakarta: Media Ilmu. Hlm 93-96 dan 124-129.

Bukti Adanya Tuhan

[1443] Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa la

yabghiyan Maksudnya masing-masingnya tidak menghendaki. dengan

demikian maksud ayat 19-20 ialah bahwa ada dua laut yang keduanya

tercerai karena dibatasi oleh tanah genting, tetapi tanah genting

itu tidaklah dikehendaki (tidak diperlukan) Maka pada akhirnya,

tanah genting itu dibuang (digali untuk keperluan lalu lintas),

Maka bertemulah dua lautan itu. seperti terusan Suez dan terusan

Panama.

Dalam ayat tersebut, kata barzakh berarti sesuatu

perintang atau suatu sekat. Perintang ini bukanlah

suatu sekat yang secara fisik. Kata maraja secara

harfiah berarti “mereka kedua-duanya bertemu dan

bercampur antara satu sama lain”. Komentator pemula

tidak mampu memahami maksud yang bertentangan, yaitu

mereka bertemu dan bercampur pada waktu yang sama, ada

suatu perintang diantara keduanya. Ilmu pengetahuan

modern menemukan tempat dua laut yang berbeda bertemu,

ada suatu perintang diantara mereka. Perintang ini

membagi kedua laut sehingga masing-masing laut

mempunyai suhu, salinitas, dan densitas masing-masing.

Oseanologi sekarang ini menjadi yang lebih baik

untuk menjelaskan ayat-ayat berikut. Ada suatu air yang

tidak kelihatan merosot diantara kedua laut, air satu

melewati yang lain. Tetapi jika air laut satu masuk ke

laut yang lain akan kehilangan karakteristik densitas

air dan menjadi homogenik dengan air yang lain. Dengan

cara ini perintang bekerja sebagai homogenik

Bukti Adanya Tuhan

tradisional. Fenomena ilmu pengetahuan disebutkan dalam

al-Qur’an yang juga dikonfirmasi oleh Dr. William Hay

yang dikenal sebagai marinir dan Profesor Geologi di

Universita Colorado, USA. Al-Qur’an menyebutkan

fenomena tersebut dalam ayat berikut.

61. atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat

berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan

yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan

menjadikan suatu pemisah antara dua laut[1103]? Apakah disamping

Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari

mereka tidak mengetahui.

Gejala ini terjadi di beberapa tempat termasuk

pembagi antara Mediterania dan laut Atlantik di

Gibralter. Tetapi ketika al-Qur’an menyebutkan pembagi

antara laut air tawar dan air asin, keberadaan dari

“sekat yang berbahaya” dengan perintang itu disebutkan

dalam Asas-asas Oseanografi, Davis halaman 92-92.

53. dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir

(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi

pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang

menghalangi.

Bukti Adanya Tuhan

Ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa di dalam

muara-muara, air yang segar (manis) dan laut air asin

bertemu, situasi itu sedikit banyak yang berbeda tempat

dua laut bertemu. Itu sudah ditemukan bahwa apa yang

membedakan air tawar dan asin adalah “daerah pycnocline

dengan suatu densitas yang ditandai dengan pemisahan

ketakterusan kedua lapisan-lapisan”.

Sekat ini memiliki salinitas yang berbeda dari

kedua air tawar dan asin. Peristiwa ini terjadi di

beberapa tempat temasuk Mesir, dimana sungai Nil

mengalir ke Laut Tengah. Penemuan baru-baru ini adalah

Cenote Angetica di Meksiko yang di bagian bawah

mengalir air tawar, sedangkan di bagian atasnya air

asin.

2. Ilmu Janin

Manusia diciptakan dari Alaq

Beberapa tahun yang lalu sekelompok orang Arab

mengumpulkan semua informasi tentang ilmu janin dari

al-Qur’an dan mengikuti petunjuk-Nya.

Bukti Adanya Tuhan

12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu

saripati (berasal) dari tanah.

13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)

dalam tempat yang kokoh (rahim).

14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu

segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal

daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu

Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang

(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling

baik.

15. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar

akan mati.

16. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari

kuburmu) di hari kiamat.

Semua informasi dari al-Qur’an dikumpulkan, di

terjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diperkenalkan

kepada Prof. Dr. Keith Moore, seorang profesor Ilmu

Janin dan pimpinan Departemen Anatomi di Universitas

Toronto di Kanada. Sekarang ia ahli tertinggi dalam

bidang embriologi. Ia diminta untuk memberikan pendapat

tentang informasi dari ayat al-Qur’an tersebut. Setel

berhati-hati menguji terjemahan tersebut, Dr. Moore

berkata bahwa kebanyakan informasi tentang ilmu janin

tersebut sangat cocok dengan penemuan-penemuan modern

di bidang ilmu janin dan bagaimanapun juga mereka tidak

bertentangan. Ia menambahkan bahwa ada beberapa ayat

dengan ketelitian ilmiah, ia tidak bisa berkomentar,

Bukti Adanya Tuhan

karena ia sendiri tidak mengetahui informasi yang ada

disana.

Pada 1981, selama kongres kesehatan ketujuh di

Dammam, Saudi Arabia, Dr. Moore mengatakan, “adalah hal

yang menyenangkan bagi saya untuk membantu memperjelas

pernyataan-pernyataan dalam al-Qur’an tentang

pertumbuhan manusia. Hal itu jelas bagi saya bahwa

pernyataan-pernyataan itu datang kepada Muhammad dari

Allah, karena hampir semua pengetahuan ini tidak

ditemukan sampai berabad-abad kemudian. Ini membuktikan

kepada saya bahwa Muhammad mempunyai seorang pengantar

wahyu dari Allah”.

Bukti Adanya Tuhan

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hubungan Allah dan manusia adalah permasalahan

teologi yang diperdebatkan ulama kalam. Ini terjadi

karena perbedaan pandangan tentang kehendak Allah dan

perbuatan manusia. Apakah hasil dari manusia itu

sendiri atau merupakan kehendak mutlak dari Allah

sebagai zat yang mahakuasa. Pengakuan ketuhanan adalah

manifestasi dari perimbangan pikir dan emosional untuk

betul-betul berani mengatakan Allah adalah Tuhan.

Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka

ia segera akan diganti, seperti ide tentang Tuhan

Langit, tanpa menimbulkan banyak kegaduhan. Dalam era

kita sekarang ini, banyak orang akan mengatakan bahwa

Tuhan yang telah disembah berabad-abad oleh umat

Yahudi, Kristen, dan Islam telah menjadi sejauh Tuhan

Langit. Sebagian lainnya bahkan dengan terang-terangan

mengklaim bahwa Tuhan telah mati. Yang jelas dia tampak

telah sirna dari kehidupan semakin banyak orang,

terutama di Eropa Barat.

Sains dan Tuhan seolah sangat sulit sekali jika

harus di bahas bersamaan. Agama yang irasional dan

Bukti Adanya Tuhan

tidak terjangkau akal memang hal yang menakutkan jika

dibarengi dengan kajian ilmiah. Karena dalam banyak

hal, kebenaran agama adalah hal yang bertolak belakang

dengan kebenaran secara ilmiah.

B. SARAN

Pembahasan mengenai Tuhan adalah hal yang

seharusnya dipisahkan dengan pembahasan kajian ilmiah

murni, karena kajian ketuhanan dan kajian ilmiah tidak

selamanya sejalan. Semoga makalah ini dapat menambah

ilmu pengetahuan dan wawasan kita. Penulis berharap

dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim agar lebih

giat lagi beribadah kepada Allah SWT.

Bukti Adanya Tuhan

DAFTAR PUSTAKA

Maryono, E. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat.

1993.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Simanjuntak, Mangantar. Pengantar Psikolinguistik Modern.

Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.

Haq, Toriqul. Rasionalisasi Tuhan, Membaca Allah dengan

Semantik. 2013. Surabaya: IMTIYAZ.

Palmer, F.R. 1992. Semantik. (terjemah `semantics`

Abdullah Hasan). Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan pustaka

Kementrian Pendidikan Malaysia.

Paerera, J.D.. 1990. Teori Semantik. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Am, Zainul. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.

Cet. VI.

G. Barbour, Ian.. Nature, Human Nature, and God

(Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama).

2002. Copyright Augsburg Fortress: Fortress Press;

2005. Bandung: Mizan Pustaka.

Naik, Zakir dan Gary Miler. Keajaiban al-Qur’an

dalam Telaah Sains Modern (diterjemah dari judul asli:

Qur’an and Modern Science dan Amazing Qur’an). 2008.

Yogyakarta: Media Ilmu.

Bukti Adanya Tuhan


Recommended