BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan mengenai agama merupakan hal yang tak
pernah kering untuk dibicarakan hingga saat ini.
Masalah-masalah mengenai agama sering kali membawa
seseorang cenderung semakin menjauhi kehidupan
kebersamaan, seolah-olah agama bukan sebagai pencegah
terjadinya masalah, namun justru agama adalah sebagai
akar timbulnya masalah. Betapa tidak. Dalam perjalanan
sejarah, beberapa abad setelah renaisans, revolusi
sains, diikuti revolusi industri dan revolusi
informasi, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan
alam lingkungan berubah secara tajam, sayangnya
sebagian besar orang menegasikan gambaran yang
diberikan oleh teologi agama-agama. Sehingga terdapat
dua kebenaran, kebenaran menurut sains dan kebenaran
menurut teologi agama. Celakanya, kebanyakan orang saat
ini lebih memilih kebenaran secara ilmiah karena bisa
dibuktikan dengan ukuran yang jelas.
Jika kita melihat lebih jeli, hal ini sebenarnya
hanya terjadi pada tataran permukaan saja. Padahal jika
Bukti Adanya Tuhan
kita melihat lebih jauh, sebenarnya teologi hanyalah
konstruksi intelektual manusia yang mencoba memahami
pesan-pesan religius dari para nabi terdahulu. Dengan
demikian, kita harus berani menghadapkan teologi dengan
sains dan membuat keduanya berkembang secara dialektis
dan komplementer untuk memecahkan permasalahan umat
manusia yang ditimbulkan oleh penerapan sains yang
semakin maju.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keyakinan
bahwa ada suatu zat yang maha kuasa yang disebut Tuhan.
Pada mulanya Tuhan adalah satu zat yang menciptakan
segala sesuatu dan penguasa langit dan bumi. Dia tidak
terwakili oleh gambaran apapun dan tidak memiliki kuil
atau pendeta yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur
untuk ibadah manusia yang tak memadai. Perlahan-lahan
dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia telah menjadi
begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka
tidak lagi menginginkannya. Pada akhirnya dia dikatakan
telah menghilang. Begitulah, setidaknya, menurut satu
teori, yang dipopulerkan oleh Wilhelm Schmidt dalam The
Origin of The Idea of God, yang pertama kali terbit pada
1912.
Hanya prespektif terhadap Tuhan yang berbeda
menjadikan setiap agama dan kepercayaan memiliki
gambaran Tuhan yang bermacam-macam. Dalam makalah ini
kami akan membahas bukti-bukti akan adanya Tuhan.
Bukti Adanya Tuhan
Beberapa teori pendekatan akan kami bahas secara
ringkas dan lugas. Bukti-bukti adanya Tuhan juga akan
kami sajikan dalam sains yang dikandung dalam beberapa
ayat suci.
Bukti Adanya Tuhan
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana teori tentang bukti adanya Tuhan?
2. Bagaimana perkembangan sejarah tentang adanya
Tuhan?
3. Bagaimana pendekatan adanya Tuhan melalui uraian
ilmiah?
4. Bagaimana contoh bukti adanya tuhan dalam kitab
suci?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui teori tentang bukti adanya Tuhan.
2. Untuk mengetahui sejarah tentang adanya Tuhan.
3. Untuk mengetahui pendekatan adanya Tuhan melalui
uraian ilmiah.
4. Untuk mengetahui contoh bukti adanya tuhan dalam
kitab suci.
Bukti Adanya Tuhan
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI PENDEKATAN TENTANG ADANYA TUHAN
Semantika Allah
Kemunculan semantik sebagai bagian dari linguistik
modern1 yang dipelopori oleh Braille2 di akhir abad 19
masih menjadi perdebatan. Tesisnya yang berjudul Essai de
Semantique merupakan suatu perkembangan terhadap
keperluan makna terhadap simbol-simbol teks yang
berlandaskan teks itu sendiri.
Dalam al-Qur’an, Allah merupakan kata fokus
tertinggi yang menguasai sistem dan kata yang
melingkari seluruh teks al-Qur’an. Pada proses ini
Allah dalam aspek linguistik menjadi rujukan terhadap
perkembangan makna al-Qur’an. Sebagian struktur konsep
1 Dalam perkkembangan selanjutnya, semantik juga bisa dikategorikan dalam bidang ilmu filsafat. Pendekatan ini lebih banyak dipengaruhi oleh beberapa sub kajian filsafat dan pemaknaanyang tidak dapat disentuh oleh kajian linguistik. Beberapa pengaruh tersebut nampak pada pemaknaan yang bersifat analisis, sintaksis, dan kontradiktif. Lihat E. Maryono. 1993. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm. 86.2 Teori ini kemudian dilanjutkan oleh John Perth Firth (1890-1960)yang mendirikan sekolah deskriptif di London pada tahun 1994, yangkemudian dikenal dengan sekolah Linguistik London. Firth memusatkan perhatian bahasa pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Lihat pada Mangantar Simanjuntak. Pengantar Psikolinguistik Modern. Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka. Hlm. 45.
Bukti Adanya Tuhan
Allah di transformasikan dalam sistem yang dinamakan
“Asmaul Husna”. Tentu saja konsep ini dapat
menggambarkan setiap pemahaman makna Allah dalam teks
al-Qur’an dari satu ayat kepada ayat yang lain, atau
dalam bahasa yang lebih umum adalah kesinambungan ayat
untuk memberikan kejelasan makna ayat al-Qur’an yang
secara tematik tidak sistematis. Kajian selanjutnya
adalah pada istilah nama-nama konsep ketuhanan Allah
dan sifat yang ada pada Allah.
Hubungan Allah dan manusia adalah permasalahan
teologi3 yang diperdebatkan ulama kalam. Ini terjadi
karena perbedaan pandangan tentang kehendak Allah dan
perbuatan manusia. Apakah perbuatan manusia adalah
hasil dari manusia itu sendiri atau merupakan kehendak
mutlak dari Allah sebagai zat yang mahakuasa. Pengakuan
ketuhanan adalah manifestasi dari perimbangan pikir dan
emosional untuk betul-betul berani mengatakan Allah
adalah Tuhan.
Dalam pembahasan semantik sebagai ilmu makna, akan
kami sajikan beberapa pendekatan makna secara
linguistik pada ayat suci dengan contoh yang mudah.
1. Semantik Sebagai Ilmu Makna4
Semantik adalah suatu ilmu yang membahas makna
3 Yang dimaksud “teologi” di sini adalah “ilmu tentang Allah dan hubungannya dengan manusia, berdasarkan al-Qur’an dan pendekatan akal. Tujuannya agar akidah Islam dapat dipahami dengan baik.4 Toriqul Haq. Rasionalisasi Tuhan, Membaca Allah dengan Semantik. 2013. Surabaya: IMTIYAZ. Hlm. 7.
Bukti Adanya Tuhan
yang juga berasal dari bahasa yunani: sema bermakna
tanda (sign) yang digunakan dengan ungkapan filsafat
semantik (semantic philosophy) ilmu ini juga sebagai
rujukan untuk mempelajari tentang makna. Pada awal
perkembangannya yang dibawahi oleh Bloomfield (1939)
yang berargumen tentang perkataan yang melibatkan
penutur dan pendengar berdasarkan rangsangan dan
responnya (stimulus-respon), tetapi ilmu ini tidak
mendapatkan tempat di hati para ahli linguistic, ilmu
filologi dan tata bahasa. Beberapa teori yang
berkembang, semantik menjadi bagian bidang linguistik
yang secara khusus mempelajari hal-hal yang berkaitan
dengan makna suatu bahasa yang terbentuk dalam kata,
kalimat, atau bunyi suatu bahasa. Dalam disiplin ilmu
makna semantik menjadi ilmu yang mengkaji secara
sistematik dan objektif, juga membantu dalam kajian
makna suatu teks atau bahasa bagaimana dapat
berinteraksi dan juga dapat dipahami dalam komunikasi
antara manusia dimanapun berada. Bidang lain juga
membahas makna atau pengertian simbol dan tanda adalah
semiotis. Semiotic memahami isyarat makna yang tidak
terdapat dalam bahasa, melainkan juga berhubungan
dengan isyarat non-bahasa, yaitu simbol-simbol yang
terdapat dalam sebuah benda dipahami sebagai
komunikasi.
Semantik sebagai ilmu analisis makna, memiliki berbagai
Bukti Adanya Tuhan
teori yang telah dikembangkan oleh para ahli filsafat
dan linguistik, pada dasarnya para filsuf berkonsep
makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (perkataan),
pikiran, dan realitas yang sedang berkembang, juga
melahirkan teori antara relasi ujaran, pikiran dan
realitas dunia kenyataan. Konsep ini membedakan secara
umum dalam teori makna, diantaranya : teori referensial
(rujukan), teori kontekstual, teori mentalisme atau
konseptual dan beberapa teori lain yang berkembang
dalam analisis semantik. Masing-masing teori memiliki
ciri analisis makna dari setiap bantuk teks yang
beragam berlatar belakangnya.
2. Teori Referensial
Teori referensial (rujukan) atau korenspondensi
yang berkonsep makna, adalah hubungan antara reference
(pikiran) dan referent (rujukan) yang dinyatakan melalui
simbol, yang juga dimaksudkan adalah unsur linguistik
yang dapat menjadi kata, frasa, kalimat atau bunyi
bahasa dan sebagainya “rujukannya” ialah benda atau
tanda yang dapat dijadikan sebagai objek dari gambaran
pemikiran. Dalam teori rujukan atau korespondensi
“pikiran” atau reference dalam terminologi berarti
makna yang berhubungan dengan causal (sebab), sedangkan
referent berhubungan tidak langsung.5
5 F.R Palmer. 1992. Semantik. (terjemah `semantics` Abdullah Hasan). Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan pustaka Kementrian
Bukti Adanya Tuhan
Segi tiga makna: Konsep / Pikiran
1. Hubungan antara perkataan dan konsep adalah
berasosiasi atau berkaitan.
2. Hubungan antara konsep dan objek adalah rujukan.
3. Hubungan antara perkataan dan objek adalah makna.
3. Semantik Mentalisme
Semantik mentalisme yang berdasarkan pemahaman
makna terhadap gambaran “pemikiran” dan “mental”
penutur bahasa, yang berhubungan erat dengan pemikiran
yang mengandung ciri kreativitas. Pendapat yang paling
mendasar tentang teori ini ialah bahasa yang
menghasilkan makna merupakan satu komponen yang menyatu
dengan pemikiran dan juga mempengaruhi untuk
mendapatkan keterangan lama maupun yang baru. Perbedaan
mental juga mempengaruhi makna dari penutur kepada
penerima bahasa (orang yang diajak bicara) dengan
demikian, akal adalah proses mental khusus yang berada
dalam bahasa dan makna satu bahasa. Dalam pengetahuan
tersebut terdapat konsep, pikiran, citra mental dari
penutur dan seluruh sistem bahasa. Sistem bahasa disini
dimaksudkan adalah hubungan bahasa dengan sistem
sosial, psikologi dan penerapan bahasa dalam
masyarakat, bagi de Saussure, language atau bahasa adalah
bentuk bukan isinya. Pengertian ini memberikan
Pendidikan Malaysia hlm. 27.
Bukti Adanya Tuhan
pemahaman bahwa makna satu bahasa ditentukan juga oleh
gambaran mental dari pengguna bahasa.
4. Teori Kontekstual
Teori ini bertujuan untuk memahami makna dari kata
yang terikat dengan lingkungan budaya dan pemakaian
bahasa tertentu, dan juga memberikan pemahaman bahwa
suatu kata atau simbol perkataan tidak mempunyai makna
apabila terlepas dari konteks. Walaupun demikian ada
pakar semantik yang primer yang terlepas dari konteks
situasi, dan kedua kata itu baru mendapatkan makna
sekunder sesuai dengan konteks dan situasi, juga dapat
dibedakan dengan makna primer (makna dasar) dan makna
sekunder (makna kontekstual). Teori ini menekankan
adanya peranan yang dimainkan oleh konteks dalam
memberikan makna ucapan ataupun tulisan, juga
menghilangkan kekaburan dan ketidakjelasan makna. Pada
hakikatnya makna adalah suatu ucapan yang ditentukan
oleh pemakaiannya dalam masyarakat bahasa. Adapun K.
Ammer telah membagi konteks menjadi empat bagian6:
1.Konteks bahasa, yaitu konteks makna yang berdasarkan
konteks pengguna seperti penggunaan kata “baik” atau
dalam bahasa arab,”hasan”. Konteks bahasa tersebut
ialah mengikuti situasi berbeda, bila digabungkan
6 J.D. Paerera. 1990. Teori Semantik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hlm. 17.
Bukti Adanya Tuhan
dengan perkataan, dokter (tabib) yang akan bermakna
baik yaitu dokter yang mahir, tabib hasan.
2.Konteks emosi, yaitu yang berfungsi menentukan
derajat kekuatan dan kelemahan suatu perkataan yang
digunakan, misalnya perkataan yakrahu dan yabghadu
mempunyai kata asal yang serupa tetapi berbeda
pengunaannya dari segi konteks emosi.
3.Konteks suasana. Berfungsi jika ada suasana luar
yang berkaitan dengan penggunaan suatu perkataan
seperti kata bahasa arab (yarhamu) apabila digunakan
dalam mendo’akan saat orang bersin, tetapi juga bisa
digunakan dalam mendo’akan orang meninggal dengan
ungkapan (yarhamuka Allah).
4.Konteks budaya. Penggunaan suatu perkataan selalu
bergantung kepada konteks sosial-budaya, seperti
ungkapan dalam perkatan Khalwat dalam bahasa arab
berarti menyendiri atau nyepi tetapi didalam budaya
melayu bermakna seorang pria dengan wanita berduaan
bukan muhrim ataupun sebaliknya.
5. Hubungan Makna
Dalam pembendaharaan kata telah mengandung sistem
leksikal stuktur semantiknya diuraikan dengan hubungan
makna antara kata atau makna dalam satu makna. Diantara
hubungan makna yang selalu digunakan dalam bahasa umum
ialah :
Bukti Adanya Tuhan
1.Polisemi
Polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata
yang mempunyai makna berbeda tetapi masih memiliki
hubungan dalam kaitan antara makna yang berlainan,
atau unsur yang ada misalnya kaki yang juga dapat
bermakna sebagai kaki bukit, kaki meja, kaki
tangan.
2.Meronim
Meronim adalah hubungan sebagian atau
keseluruhan dalam unsur terdapat dalam pasangan.
Pasangan dari meronim disebut holonim.
Seperti : Meronim Holonim
Jari ke tangan
Mulut ke gigi
Sampul ke buku
6. Semantik Gramatikal
Makna gramatikal (grammatical meaning) ialah makna
struktural, perubahan makna yang dipengaruhi fungsi
tata bahasa, makna yang berbentuk subjek, objek dan
beberapa unsur tata bahasa yang dipengaruhi perubahan
makna. Sementara itu sintaksis dibedakan dalam tiga
bentuk yaitu fungsi, peranan, dan katagori. Seperti
halnya dengan kata sebagai verba (kata kerja) atau
sebagai nomina (kata benda) yang agak umum dan abstrak.
Bukti Adanya Tuhan
yang jauh lebih jelas fungsi semantiknya didalam
sintaksis adalah “peranan” penting, karena peranan
benefaktif7 atau lokatif tidak bergantung dari makna leksikal
kata yang ditemukan ditempat peranan tersebut,
melainkan dari makna tata bahasa, seperti :
1. Umar membeli buku untuk kawannya .
2. Umar membelikan kawannya buku .
3. Ridwan duduk di atas kursi
4. Ridwan menduduki kursi .
Contoh yang dicetak tebal membawa makna benefaktif
dalam (1) dan (2) padahal hanya dalam (2) yang sesuai
makna benefaktif. Bahwa –kan dalam `membeli-kan` dalam
(2) adalah “akhiran fokus” yang benefaktif. Demekian
pula, dalam (3) dan (4) adalah “akhiran fokus” yang
lokatif. Makna benefaktif dalam (1) berdasarkan
semantik leksikal `untuk` dan makna lokatif dalam kata
`di atas`.
B. SEJARAH PENCIPTAAN WUJUD TUHAN8
Pada awalnya manusia menciptakan penyebutan tuhan
pencipta adalah bahwa untuk mengetahui penguasa langit
7 Benefaktif adalah peranan kata yang menghubungkan struktur
kalimat yang mengesankan terhadap persesuaian makna. Lokatif
adalah peranan kata yang memberi pemahaman lokasi untuk memberikan
pemahaman terhadap suatu kalimat. lihat J.W.M Verhaar. 1997.
Pengantar linguistik hlm. 388-396.8 Zainul Am. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan. Cet. VI. Hlm. 27.
Bukti Adanya Tuhan
dan bumi, menurut satu teori, yang dipopulerkan oleh
Wilhelm Schmidt dalam The Origin of the Idea of God9, yang
pertama kali terbit pada 1912. Schmidt menyatakan bahwa
telah ada suatu monoteisme primitif sebelum manusia
mulai menyembah banyak dewa. Pada awalnya mereka
mengakui hanya ada satu Tuhan Tertinggi, yang telah
menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari
kejauhan. Kepercayaan terhadap satu Tuhan Tertinggi
kadang-kadang disebut Tuhan Langit, karena Dia
diasosiasikan dengan ketinggian. Hal seperti ini masih
terlihat dalam agama suku-suku pribumi Afrika.
Mereka mengungkapkan kerinduan kepada Tuhan
melalui doa; Percaya bahwa Dia mengawasi mereka dan
akan menghukum setiap dosa. Namun demikian, Dia anehnya
tidak hadir dalam kehidupan keseharian mereka; tidak
ada kultus khusus untuknya dan Dia tidak pernah tampil
dalam penggambaran. Telah banyak teori tentang asal
usul agama. Namun, tampaknya menciptakan tuhan-tuhan
telah sejak lama dilakukan oleh umat manusia.
Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka
ia segera akan diganti. Ide-ide ini diam-diam sirna,
seperti ide tentang Tuhan Langit, tanpa menimbulkan
banyak kegaduhan. Dalam era kita sekarang ini, banyak
orang akan mengatakan bahwa Tuhan yang telah disembah
berabad-abad oleh umat Yahudi, Kristen, dan Islam telah
9 Ibid,.
Bukti Adanya Tuhan
menjadi sejauh Tuhan Langit. Sebagian lainnya bahkan
dengan terang-terangan mengklaim bahwa Tuhan telah
mati. Yang jelas dia tampak telah sirna dari kehidupan
semakin banyak orang, terutama di Eropa Barat. Mereka
berbicara tentang suatu "lubang yang pernah diisi oleh
Tuhan" dalam kesadaran mereka karena, meski tampak tak
relevan bagi sekelompok orang, dia telah memainkan
peran krusial dalam sejarah kita dan merupakan salah
satu gagasan terbesar umat manusia sepanjang masa.
Untuk memahami apa yang telah hilang dari kita itu
—jika memang dia telah hilang—kita perlu melihat apa
yang dilakukan manusia ketika mereka mulai menyembah
Tuhan ini, apa maknanya, dan bagaimana dia dipahami.
Untuk melakukan itu, kita perlu menelusuri kembali
dunia kuno Timur Tengah, tempat gagasan tentang Tuhan
kita secara perlahan tumbuh sekitar 14.000 tahun silam.
Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak
relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di
antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita
dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah
mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada
dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita.
Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman
yang menulis buku penting The Idea of the Holy pada 1917,
percaya bahwa rasa tentang gaib ini (numinous)10 adalah
10 Ibid,.
Bukti Adanya Tuhan
dasar dari agama. Perasaan itu mendahului setiap hasrat
untuk menjelaskan asal usul dunia atau menemukan
landasan bagi perilaku beretika. Kekuatan gaib
dirasakan oleh manusia dalam cara yang berbeda-beda—
terkadang ia menginspirasikan kegirangan liar dan
memabukkan; terkadang ketenteraman mendalam, terkadang
orang merasa kecut, kagum, dan hina di hadapan
kehadiran kekuatan misterius yang melekat dalam setiap
aspek kehidupan. Ketika manusia mulai membentuk mitos
dan menyembah dewa-dewa, mereka tidak sedang mencari
penafsiran harfiah atas fenomena alam. Kisah-kisah
simbolik, lukisan dan ukiran di gua adalah usaha untuk
mengungkapkan kekaguman mereka dan untuk menghubungkan
misteri yang luas ini dengan kehidupan mereka sendiri;
bahkan sebenarnya para sastrawan, seniman, dan pemusik
pada masa sekarang juga sering dipengaruhi oleh
perasaan yang sama.
Pada periode Paleolitik, misalnya, ketika
pertanian mulai berkembang, kultus Dewi Ibu
mengungkapkan perasaan bahwa kesuburan yang
mentransformasi kehidupan manusia sebenarnya.
Perbuatan-perbuatan simbolik memiliki nilai
sakramental; tindakan itu membuat orang Babilonia mampu
menenggelamkan diri ke dalam kekuatan suci atau mana
yang menjadi tempat bergantung peradaban besar mereka.
Kebudayaan dirasakan sebagai sebuah pencapaian yang
Bukti Adanya Tuhan
rentan, yang selalu bisa menjadi korban kekuatan yang
mengacaukan dan memecah belah.
Pada senja hari keempat Festival itu, para pendeta
dan penyanyi paduan suara memenuhi bait suci untuk
menyenandungkan Enuma Elish11, puisi epik yang merayakan
kemenangan para dewa atas kejahatan. Kisah ini bukanlah
peristiwa faktual tentang asal usul fisik kehidupan di
bumi, melainkan suatu upaya simbolik yang hati-hati
untuk mengungkap sebuah misteri besar dan membebaskan
kekuatan sucinya. Pengisahan harfiah tentang penciptaan
adalah mustahil, sebab tidak ada orang yang hadir pada
saat peristiwa-peristiwa yang tak terbayangkan itu
terjadi: mitos dan simbol dengan demikian merupakan
satu-satunya cara yang sesuai untuk menjelaskannya.
Pandangan sekilas atas Enuma Elish memberi kita
wawasan tentang spiritualitas yang melahirkan konsep
kita tentang Tuhan Pencipta berabad-abad kemudian.
Meskipun kisah biblikal dan Qurani tentang penciptaan
akan mengambil bentuk yang sama sekali berbeda, mitos-
mitos aneh ini tidak pernah benar-benar hilang, tetapi
akan kembali masuk ke dalam sejarah Tuhan di kemudian
hari, dikemas dalam sebuah idiom monoteistik.
11 Ibid, 32.
Bukti Adanya Tuhan
Bentuk kritisisme semacam ini telah mendapat
banyak perlakuan keras, namun tak ada seorang pun yang
mampu menciptakan teori yang lebih memuaskan untuk
menjelaskan mengapa terdapat kisah yang cukup berbeda
tentang peristiwa-peristiwa biblikal penting, seperti
Penciptaan dan Air Bah, dan mengapa kadangkala Alkitab
mengandung pertentangan dalamdirinya sendiri. Dua
penulis biblikal paling awal, yang karyanya dapat
ditemukan dalam kitab Kejadian dan Keluaran,
kemungkinan menulis pada abad kedelapan SM, walaupun
ada yang menyebut kemungkinan penulisan di masa yang
lebih awal. Salah
satunya dikenal sebagai
"J" karena dia menyebut
nama Tuhannya dengan
"Yahweh", yang lainnya
disebut "E" karena dia
lebih suka menggunakan
nama ketuhanan yang
lebih formal, "Elohim".
Pada abad
kedelapan, orang Israel
telah membagi Kanaan
menjadi wilayah dalam
dua kerajaan terpisah. J
menulis di Kerajaan Yehuda di sebelah selatan,
Bukti Adanya Tuhan
sementara E berasal dari Kerajaan Israel di sebelah
utara.
Kita akan mendiskusikan dua sumber lain. Lima
Kitab Kerajaan Israel dan Yehuda 722-586 SM Musa—
tradisi Deuteronomis (D) dan Para Imam (P) tentang
sejarah Israel kuno. Kita akan melihat bahwa dalam
banyak hal, baik J dan E mempunyai perspektif keagamaan
yang mirip dengan tetangga mereka di Timur Tengah,
tetapi kisah-kisah mereka memang memperlihatkan bahwa
pada abad kedelapan SM, orang Israel mulai
mengembangkan visi mereka sendiri yang khas. J,
misalnya, memulai sejarah Tuhannya dengan kisah tentang
penciptaan dunia, yang, jika dibandingkan dengan Enuma
Elish, sangat tidak antusias: Ketika TUHAN [Yahweh] Allah
menjadikan bumi dan langit—belum ada semak apa pun di
bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di padang,
sebab TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan
belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi,
ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh
permukaan bumi itu—ketika itulah TUHAN Allah membentuk
manusia (adam) itu dari debu tanah (adamah) dan
mengembuskan napas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
C. PENDEKATAN ADANYA TUHAN MELALUI URAIAN ILMIAH12
12 Ian. G. Barbour. Nature, Human Nature, and God (Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama). 2002. Copyright Augsburg
Bukti Adanya Tuhan
Sains dan Tuhan seolah sangat sulit sekali jika
harus di bahas bersamaan. Agama yang irasional dan
tidak terjangkau akal memang hal yang menakutkan jika
dibarengi dengan kajian ilmiah. Karena dalam banyak
hal, kebenaran agama adalah hal yang bertolak belakang
dengan kebenaran secara ilmiah.
Namun di sini kami akan menguji kebenaran tersebut
melalui beberapa teori yang semuanya notabene menolak
campur tangan Tuhan dalam hukum-hukum alam. Tidak
satupun dari teori tersebut memberikan celah untuk
diisi kebenaran agama didalamnya. Peranan Tuhan berbeda
dengan peranan penyebab-penyebab alamiah. Dalam masing-
masing kasus, ciri-ciri teori ilmiah masa kini diambil
sebagai model dari tindakan Tuhan dan alam. Kelompok
yang meyakini statemen ini mengusulkan versi baru
teologi natural (natural theology), yang memanfaatkan bukti
sains sebagai sebuah argumen untuk mendukung teisme,
walaupun versi ini tidak memberikan satu bukti tentang
keberadaan tuhan. Sedangkan kelompok yang lain
mengusulkan cara-cara yang memungkinkan diterimanya
Tuhan karena alasan-alasan yang lain seperti pengalaman
religius dalam suatu komunitas tertentu, yang bisa saja
dipahami kembali bahwa Tuhan bertindak terhadap alam,
pendekatan ini biasa disebut dengan teologi alam (theology
of nature).
Fortress: Fortress Press; 2005. Bandung: Mizan Pustaka. Hal. 77.
Bukti Adanya Tuhan
1. Tuhan sebagai Perancang Proses Pengaturan-Diri
Hingga abad ke- 19 M, organisasi yang rumit dan
fungsi yang efektif dari makhluk hidup dianggap sebagai
petunjuk adanya sosok perancang yang cerdas. Namun
setelah kemunculan teori Darwin, argumen tersebut mulai
dirumuskan kembali, bahwa Tuhan tidak menciptakan
sesuatu sebagai mana adanya saat ini, tapi merancang
suatu proses evolusioner. Melalui proses itu segala
bentuk kehidupan mulai berada. Dewasa ini, kita
mengetahui bahwa hidup hanya mungkin di bawah rentang
kondisi-kondisi fisika dan kimia yang sempit. Dalam
pengaturan-diri molekul-molekul kehidupan tampaknya
sudah diatur sedemikian kompleks. Dunia molekul seolah
sudah diatur seberapa lamanya akan menuju kompleksitas,
hidup, dan kesadaran.
Jika rancangan kehidupan ini dimengerti sebagai
suatu rencana yang “terencana” dalam benak Tuhan, maka
kebolehjadian merupakan antitesis dari desain tersebut.
Akan tetapi, jika rancangan tersebut disamakan dengan
arah umum pertumbuhan ke arah kompleksitas, hidup, dan
kesadaran, maka baik hukum maupun kebolehjadian dapat
menjadi bagian dari rancangan itu. Bahkan kadang
ketidakteraturan bisa jadi prasyarat bagi munculnya
bentuk-bentuk tatanan baru, seperti dalam mutasi-mutasi
dalam sejarah evolusi. Akan tidak masuk akal jika kita
Bukti Adanya Tuhan
membayangkan jika Tuhan dibayangkan seperti seorang
tukang arloji yang membuat setiap detail dalam jam
buatannya, namun lebih mudah dimengerti dan masuk akal
jika kita membayangkan Tuhan merancang dunia sebagai
proses kreatif multilevel dari hukum dan kebolehjadian. Paul Davies
adalah salah satu pendukung pendapat ini.
Tuhan adalah pemberi materi dari berbagai macam
kemungkinan dan membiarkan dunia menjadi dirinya
sendiri, tanpa ikut campur atasnya seperti Tuhan
menghormati kebebasan manusia menjadi dirinya sendiri.
Jadi dalam teori ini di berikan celah-celah peluang
untuk tataran yang lebih rendah dan pilihan pada
tataran manusia.
Beberapa teolog mengatakan bahwa dunia ini tidak
berdiri sendiri, tetapi membutuhkan dukungan terus-
menerus dari Tuhan agar tetap bertahan dan kuat. Proses
ini biasa disebut proses dinamik. Sedangkan pendapat
lainnya mempertahankan pendapat Thomas Aquinas bahwa
Tuhan sebagai penyebab pertama, bekerja melalui matriks
penyebab-penyebab sekunder di dunia alamiah. Menurut
kaum Neo-Thomis seperti William Stoeger, tidak ada
celah dalam uraian ilmiah untuk diisi “kekuasaan
Tuhan”; tindakan Tuhan berada pada tataran yang sama
sekali berbeda dengan dengan semua penyebab sekunder.
Kedaulatan ilahi dipertahankan ketika jika semua
peristiwa sudah dilihat terlebih dahulu dan
Bukti Adanya Tuhan
direncanakan secara mendetail oleh Tuhan. Beberapa
teolog mengatakan bahwa Tuhan melihat semua peristiwa
dalam keabadian tak terbatas tanpa menentukannya.
2. Tuhan sebagai Penentu Ketidaktentuan
Pada paparan sebelumnya dikatakan bahwa
ketidakpastian dalam prediksi yang dibuat oleh teori
mencerminkan ketidakmenentuan di alam itu sendiri,
alih-alih mencerminkan teori terkini yang dianggap
tidak begitu memadai. Menurut penafsiran itu, dalam
dunia ini ada suatu rentang kemungkinan.
Kedaulatan ilahi akan tetap utuh jika Tuhan
mengendalikan segala peristiwa yang dalam pandangan
kita tampak sebagai kebetulan. Tuhan tidak harus campur
tangan secara fisikal dan mengendalikan elektron, tapi
Dia mengaktualisasikan segala potensi yang sudah ada,
seperti kapan suatu atom tertentu harus bereaksi.
Kita telah melihat bahwa dalam dunia sains bahwa
suatu perubahan kondisi awal yang kecil dapat
memberikan perubahan skala besar pada tataran tertentu.
Penelitian ilmiah hanya menemukan hukum dan
kebolehjadian, tapi bisa jadi dalam benak Tuhan, semua
telah diketahui terlebih dahulu dan sudah ditentukan
sebelumnya melalui kombinasi hukum dan tindakan ilahi
yang khusus. Kalau kita mengandaikan bahwa Tuhan
mengendalikan segala ketidaktentuan, maka kita tetap
Bukti Adanya Tuhan
dapat mempertahankan ide tradisional tentang
predestinasi. Namun akan timbul masalah ketika
dihadapkan dengan masalah limbah, penderitaan, dan
kebebasan manusia.
Sebuah pendapat mengatakan bahwa sebagian besar
peristiwa terjadi secara kebetulan, tetapi Tuhan
mempengaruhi beberapa diantaranya tanpa melanggar
hukum-hukum statistik dari fisika. Pandangan ini
dipertahankan oleh Robert Russel, George Ellis, dan
Thomas Tracy; dan pandangan ini pun sesuai dengan bukti
ilmiah. Keberatan yang mungkin diajukan dari teori ini
adalah bahwa kemungkinan kausalitas menaik dapat
terjadi sehingga mempengaruhi perilaku semua entitas
yang berada di bawah naungan tataran skala besar yang
terkena hukum kausalitas menaik sehingga akhirnya
menyebabkan kausalitas menurun secara beruntun. Dengan
demikian model pendekatan ini dapat digabungkan dengan
model berikutnya.
3. Tuhan sebagai Penyebab Menurun
Arthur Peacocke mengatakan bahwa Tuhan menggunakan
kausalitas menurun atas dunia. Dalam contoh yang mudah
di dunia manusia, Tuhan dapat mempengaruhi tataran
evolusioner tertinggi yaitu aktivitas mental, yang
kiranya akan mempengaruhi jaringan-jaringan saraf dan
sel-sel saraf (neuron) dalam otak. Sehingga tampaknya
Bukti Adanya Tuhan
tak terjadi apapun di hadapan kita karena kekuatan
ilahi tidak menyalahi hukum fisika dan kimia yang ada.
Jadi ringkasnya, Tuhan mempengaruhi materi dari
satu bentuk peristiwa besar sehingga muncul hukum
kausalitas menurun sehingga semua partikel terkecil
ikut terpengaruh.
4. Tuhan sebagai Komunikator (Penyebar) Informasi
Dalam transmisi radio, komputer, dan sistem
biologis, komunikasi (penyampaian informasi) antara dua
poin menuntut suatu masukan (input) fisikal dan suatu
pemakaian energi. Namun jika Tuhan hadir dimana-mana
(termasuk pada tataran mikro), energi pun tidak
dibutuhkan untuk menyampaikan informasi.
John Polkinghorne mengusulkan bahwa tindakan Tuhan
merupakan suatu masukan dari “informasi murni”. Ia
mengatakan bahwa dalam membayangkan tindakan Tuhan,
kita bisa mengekstrapolasi teori chaos ke dalam kasus
energi nol (zero Energy). Tindakan Tuhan merupakan
suatu masukan informasi non energetikyang menggunakan
pola – pola menyeluruh.
Firman atau wahyu, sebenarnya dapat dipikirkan
sebagai penyampaian informasi dari Tuhan kepada dunia.
Sebagaimana halnya dalam informasi genetika dan bahasa
manusia, makna dari pesan itu harus dilihat dalam
konteks yang lebih luas.
Bukti Adanya Tuhan
D. BUKTI ADANYA TUHAN DALAM KITAB SUCI
Sejak awal kehidupan manusia di planet ini,
manusia selalu berusaha untuk memahami alam, rencana
penciptaan, dan tujuan dari hidup. Dalam mencari
kebenaran dengan memutar kembali berabad-abad dan
peradaban-peradaban yang berbeda, agama yang
diorganisir sudah membentuk hidup manusia dengan maksud
yang sangat luas dan besar, untuk sebuah kebenaran
sejarah. Sementara beberapa agama didasarkan pada buku,
yang diakui oleh para pengikut mereka untuk diilhami
secara sempurna, yang lain sudah mempercayakan semata-
mata karena pengalaman manusia.
Berikut ini kami sajikan beberapa ulasan ayat-ayat
suci dihubungkan dengan teori-teori ilmiah untuk
mendukung kebenaran adanya Tuhan.13
1. Oseanologi
Pahamilah dua ayat al-Qur’an berikut:
19. Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya
kemudian bertemu,
20. antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-
masing [1443].
13 Zakir Naik, Gary Miler. Keajaiban al-Qur’an dalam Telaah Sains Modern (diterjemah dari judul asli: Qur’an and Modern Science dan Amazing Qur’an). 2008. Yogyakarta: Media Ilmu. Hlm 93-96 dan 124-129.
Bukti Adanya Tuhan
[1443] Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa la
yabghiyan Maksudnya masing-masingnya tidak menghendaki. dengan
demikian maksud ayat 19-20 ialah bahwa ada dua laut yang keduanya
tercerai karena dibatasi oleh tanah genting, tetapi tanah genting
itu tidaklah dikehendaki (tidak diperlukan) Maka pada akhirnya,
tanah genting itu dibuang (digali untuk keperluan lalu lintas),
Maka bertemulah dua lautan itu. seperti terusan Suez dan terusan
Panama.
Dalam ayat tersebut, kata barzakh berarti sesuatu
perintang atau suatu sekat. Perintang ini bukanlah
suatu sekat yang secara fisik. Kata maraja secara
harfiah berarti “mereka kedua-duanya bertemu dan
bercampur antara satu sama lain”. Komentator pemula
tidak mampu memahami maksud yang bertentangan, yaitu
mereka bertemu dan bercampur pada waktu yang sama, ada
suatu perintang diantara keduanya. Ilmu pengetahuan
modern menemukan tempat dua laut yang berbeda bertemu,
ada suatu perintang diantara mereka. Perintang ini
membagi kedua laut sehingga masing-masing laut
mempunyai suhu, salinitas, dan densitas masing-masing.
Oseanologi sekarang ini menjadi yang lebih baik
untuk menjelaskan ayat-ayat berikut. Ada suatu air yang
tidak kelihatan merosot diantara kedua laut, air satu
melewati yang lain. Tetapi jika air laut satu masuk ke
laut yang lain akan kehilangan karakteristik densitas
air dan menjadi homogenik dengan air yang lain. Dengan
cara ini perintang bekerja sebagai homogenik
Bukti Adanya Tuhan
tradisional. Fenomena ilmu pengetahuan disebutkan dalam
al-Qur’an yang juga dikonfirmasi oleh Dr. William Hay
yang dikenal sebagai marinir dan Profesor Geologi di
Universita Colorado, USA. Al-Qur’an menyebutkan
fenomena tersebut dalam ayat berikut.
61. atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat
berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan
yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan
menjadikan suatu pemisah antara dua laut[1103]? Apakah disamping
Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari
mereka tidak mengetahui.
Gejala ini terjadi di beberapa tempat termasuk
pembagi antara Mediterania dan laut Atlantik di
Gibralter. Tetapi ketika al-Qur’an menyebutkan pembagi
antara laut air tawar dan air asin, keberadaan dari
“sekat yang berbahaya” dengan perintang itu disebutkan
dalam Asas-asas Oseanografi, Davis halaman 92-92.
53. dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi.
Bukti Adanya Tuhan
Ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa di dalam
muara-muara, air yang segar (manis) dan laut air asin
bertemu, situasi itu sedikit banyak yang berbeda tempat
dua laut bertemu. Itu sudah ditemukan bahwa apa yang
membedakan air tawar dan asin adalah “daerah pycnocline
dengan suatu densitas yang ditandai dengan pemisahan
ketakterusan kedua lapisan-lapisan”.
Sekat ini memiliki salinitas yang berbeda dari
kedua air tawar dan asin. Peristiwa ini terjadi di
beberapa tempat temasuk Mesir, dimana sungai Nil
mengalir ke Laut Tengah. Penemuan baru-baru ini adalah
Cenote Angetica di Meksiko yang di bagian bawah
mengalir air tawar, sedangkan di bagian atasnya air
asin.
2. Ilmu Janin
Manusia diciptakan dari Alaq
Beberapa tahun yang lalu sekelompok orang Arab
mengumpulkan semua informasi tentang ilmu janin dari
al-Qur’an dan mengikuti petunjuk-Nya.
Bukti Adanya Tuhan
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.
15. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar
akan mati.
16. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari
kuburmu) di hari kiamat.
Semua informasi dari al-Qur’an dikumpulkan, di
terjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diperkenalkan
kepada Prof. Dr. Keith Moore, seorang profesor Ilmu
Janin dan pimpinan Departemen Anatomi di Universitas
Toronto di Kanada. Sekarang ia ahli tertinggi dalam
bidang embriologi. Ia diminta untuk memberikan pendapat
tentang informasi dari ayat al-Qur’an tersebut. Setel
berhati-hati menguji terjemahan tersebut, Dr. Moore
berkata bahwa kebanyakan informasi tentang ilmu janin
tersebut sangat cocok dengan penemuan-penemuan modern
di bidang ilmu janin dan bagaimanapun juga mereka tidak
bertentangan. Ia menambahkan bahwa ada beberapa ayat
dengan ketelitian ilmiah, ia tidak bisa berkomentar,
Bukti Adanya Tuhan
karena ia sendiri tidak mengetahui informasi yang ada
disana.
Pada 1981, selama kongres kesehatan ketujuh di
Dammam, Saudi Arabia, Dr. Moore mengatakan, “adalah hal
yang menyenangkan bagi saya untuk membantu memperjelas
pernyataan-pernyataan dalam al-Qur’an tentang
pertumbuhan manusia. Hal itu jelas bagi saya bahwa
pernyataan-pernyataan itu datang kepada Muhammad dari
Allah, karena hampir semua pengetahuan ini tidak
ditemukan sampai berabad-abad kemudian. Ini membuktikan
kepada saya bahwa Muhammad mempunyai seorang pengantar
wahyu dari Allah”.
Bukti Adanya Tuhan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hubungan Allah dan manusia adalah permasalahan
teologi yang diperdebatkan ulama kalam. Ini terjadi
karena perbedaan pandangan tentang kehendak Allah dan
perbuatan manusia. Apakah hasil dari manusia itu
sendiri atau merupakan kehendak mutlak dari Allah
sebagai zat yang mahakuasa. Pengakuan ketuhanan adalah
manifestasi dari perimbangan pikir dan emosional untuk
betul-betul berani mengatakan Allah adalah Tuhan.
Ketika satu ide keagamaan tidak lagi efektif, maka
ia segera akan diganti, seperti ide tentang Tuhan
Langit, tanpa menimbulkan banyak kegaduhan. Dalam era
kita sekarang ini, banyak orang akan mengatakan bahwa
Tuhan yang telah disembah berabad-abad oleh umat
Yahudi, Kristen, dan Islam telah menjadi sejauh Tuhan
Langit. Sebagian lainnya bahkan dengan terang-terangan
mengklaim bahwa Tuhan telah mati. Yang jelas dia tampak
telah sirna dari kehidupan semakin banyak orang,
terutama di Eropa Barat.
Sains dan Tuhan seolah sangat sulit sekali jika
harus di bahas bersamaan. Agama yang irasional dan
Bukti Adanya Tuhan
tidak terjangkau akal memang hal yang menakutkan jika
dibarengi dengan kajian ilmiah. Karena dalam banyak
hal, kebenaran agama adalah hal yang bertolak belakang
dengan kebenaran secara ilmiah.
B. SARAN
Pembahasan mengenai Tuhan adalah hal yang
seharusnya dipisahkan dengan pembahasan kajian ilmiah
murni, karena kajian ketuhanan dan kajian ilmiah tidak
selamanya sejalan. Semoga makalah ini dapat menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan kita. Penulis berharap
dengan makalah ini kita sebagai kaum muslim agar lebih
giat lagi beribadah kepada Allah SWT.
Bukti Adanya Tuhan
DAFTAR PUSTAKA
Maryono, E. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat.
1993.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Simanjuntak, Mangantar. Pengantar Psikolinguistik Modern.
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka.
Haq, Toriqul. Rasionalisasi Tuhan, Membaca Allah dengan
Semantik. 2013. Surabaya: IMTIYAZ.
Palmer, F.R. 1992. Semantik. (terjemah `semantics`
Abdullah Hasan). Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan pustaka
Kementrian Pendidikan Malaysia.
Paerera, J.D.. 1990. Teori Semantik. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Am, Zainul. 2002. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan.
Cet. VI.
G. Barbour, Ian.. Nature, Human Nature, and God
(Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama).
2002. Copyright Augsburg Fortress: Fortress Press;
2005. Bandung: Mizan Pustaka.
Naik, Zakir dan Gary Miler. Keajaiban al-Qur’an
dalam Telaah Sains Modern (diterjemah dari judul asli:
Qur’an and Modern Science dan Amazing Qur’an). 2008.
Yogyakarta: Media Ilmu.
Bukti Adanya Tuhan