+ All Categories
Home > Documents > makalah kapsul ekstrak daun pepaya

makalah kapsul ekstrak daun pepaya

Date post: 27-Mar-2023
Category:
Upload: akademifarmasiputraindonesiamalang
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahan alam sebagai bahan dasar obat tradisional maupun modern sekarang sudah mulai hit. Masyarakat juga sudah mulai percaya akan khasiat-khasiat dari bahan alam yang mereka konsumsi. Dengan semakin berkembangnya zaman, dan juga semakin canggihnya peralatan atau fasilitas kefarmasian akan semakin memudahkan para farmasis untuk menciptakan suatu formula obat dari bahan alam yang aman dan bermutu yang baik dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk memperoleh suatu produk yang berkualitas, harus memperhatikan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam tanaman atau bahan alam tersebut. Bioaktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang terdapat didalamnya. Perbedaan kandungan senyawa kimia yang ada menunjukan perbedaan aktifitas farmakologis dari tanaman yang bersangkutan (Cutler and Cutler. 2000; Katzung et.al, 1995; Siswandono, 1998). Selain dipengaruhi oleh jenis senyawa kimia, metoda yang digunakan untuk melakukan uji bioaktivitas juga memegang peranan penting dalam memberikan hasil yang ingin diketahui dari aktifitas tanaman tersebut (Cassady et. al. 1980; Colegate et, al. 1993). 1.2 TUJUAN
Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahan alam sebagai bahan dasar obat tradisional maupun

modern sekarang sudah mulai hit. Masyarakat juga sudah

mulai percaya akan khasiat-khasiat dari bahan alam yang

mereka konsumsi. Dengan semakin berkembangnya zaman, dan

juga semakin canggihnya peralatan atau fasilitas

kefarmasian akan semakin memudahkan para farmasis untuk

menciptakan suatu formula obat dari bahan alam yang aman

dan bermutu yang baik dikonsumsi oleh masyarakat.

Untuk memperoleh suatu produk yang berkualitas, harus

memperhatikan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam

tanaman atau bahan alam tersebut. Bioaktivitas tanaman

sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang

terdapat didalamnya. Perbedaan kandungan senyawa kimia

yang ada menunjukan perbedaan aktifitas farmakologis dari

tanaman yang bersangkutan (Cutler and Cutler. 2000;

Katzung et.al, 1995; Siswandono, 1998). Selain

dipengaruhi oleh jenis senyawa kimia, metoda yang

digunakan untuk melakukan uji bioaktivitas juga memegang

peranan penting dalam memberikan hasil yang ingin

diketahui dari aktifitas tanaman tersebut (Cassady et.

al. 1980; Colegate et, al. 1993).

1.2 TUJUAN

1) Mampu membuat sediaan dari bahan alam (Carica papaya)

menjadi sediaan obat cacing

1.3 MANFAAT

1) Mahasiswa dapat melakukan proses pembuatan sediaan

obat dari bahan alam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAMAN PEPAYA (Carica papaya)

2.1.1KLASIFIKASI ILMIAH

Kingdom :   Plantae (Tumbuhan)

Sub kingdom :   Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh)

Super Divisi :   Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi :   Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas :   Magnoliopsida (berkeping dua /

dikotil)

Sub Kelas :   Dilleniidae

Ordo :   Violales

Famili :   Caricaceae

 Genus :   Carica

Spesies :   Carica papaya L. (Plantamor.com)

2.1.2URAIAN TANAMAN

Pepaya merupakan tanaman buah menahun, asli dari

Amerika. Tumbuhnya pada ketinggian 1-1000 m dpl.

Semak berbentuk pohon ini bergetah dan tumbuh tegak

dengan tinggi 2,5-10 m. Bentuk batang bulat,

berongga, dibagian atas kadang bercabang. Kulit

batang terdapat tanda bekas tangkai daun yang telah

lepas. Daun berkumpul di ujung batang dan ujungnya

bercabang. Tangkai daun bulat silindris, berongga,

panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur,

diameter 25-75 cm, berbagi menjari, ujung runcing,

pangkal berbentuk jantung, warna permukaan atas

hijau tua, permukaan bawah hijau muda. Tulang daun

menonjol di permukaan bawah. Cuping-cuping daun

berlekuk sampai bergerigi tidak beraturan. Bunga

jantan berkumpul dalam tandan. Mahkota berbentuk

terompet berwarna putih kekuningan. Buah buni yang

biasanya bermacam-macam, baik warna, bentuk, dan

rasa dagingnya. Bijinya banyak, bulat dan berwarna

hitam setelah masak (Rahardjo, 2006)

Tanaman ini mulai berbuah pada umur 4-7 bulan.

Setelah 4 tahun produksi buahnya menurun. Buah,

bunga, dan daun dapat dimakan, sebagai buah dan

sayur. Buah muda disayur, buah mengkal dibuat rujak

dan manisan, sedangkan masak dimakan sebagai buah

meja. Perbanyakan tanaman dilakukan melalui biji.

Daun muda direbus dan dibuat lalapan, sedangkan daun

yang diremas-remas dapat digunakan sebagai pelunak

daging (Rahardjo, 2006).

2.1.3KANDUNGAN KIMIA

Daun, akar, dan kulit batang Carica

papaya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid,

disamping itu daun dan akar juga mengandung

polifenol dan bijinya mengandung saponin (Hutapea,

1991). Buah mengandung beta karoten, pektin, delta-

galaktosa, lamda-arabinosa, papain, papayotimin

papain, alkaloid karpain, fitokinase, vitamin A,

vitamin C (Rahardjo, 2006). Buah pepaya (Carica

papaya L) juga mengandung senyawa yang berfungsi

sebagai antibakteri diantaranya alkaloid karpain,

glukotropaeolin, dan benzil isotio sianat (Jzou et

al.,2003).

2.1.4SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGI

Pepaya bersifat manis dan netral. Akar berguna

sebagai peluruh kencing (diuretik), obat cacing,

penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji dapat

dipakai untuk obat cacing dan peluruh haid. Buah

matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu

(cholagogue), menguatkan lambung (stomatik) dan

antiscorbut. Buah mengkal bermanfaat sebagai

pencahar ringan, peluruh kencing, pelancar keluarnya

ASI, dan abortivum. Daun dapat menambah nafsu makan,

obat cacing, meluruhkan haid, dan menghilangkan rasa

sakit. (Dalimarta, 2009)

2.2 SKRINING FITOKIMIA DAUN PEPAYA (Carica papaya)

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam

bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa

alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid, tanin dan saponin

menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone

(Harbone, 1987) dan Depkes (Depkes, 1995).

1) Pemeriksaan Alkaloid

Uji skrining fitokimia senyawa golongan alkaloid

dengan menggunakan metode Culvenol dan Fitzgerald.

Bahan tanaman segar sebanyak 5-10 gram diekstraksi

dengan kloroform beramonia lalu disaring. Selanjutnya

ke dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N

dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam

(atas) dipipet dan dimasukkan ke dalam tiga buah

tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi pertama

ditambahkan dua tetes pereaksi Mayer dan. Kedalam

tabung reaksi kedua ditambahkan dua tetes pereaksi

Dragendorf dan ke dalam tabung reaksi yang ketiga

dimasukkan dua tetes pereaksi Wagner. Adanya senyawa

alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih

pada tabung reaksi yang pertama dan timbulnya endapan

berwarna coklat kemerahan pada tabung reaksi kedua dan

ketiga.

2) Pemeriksaan Flavonoid

Uji skrining senyawa ini dilakukan dengan

menggunakan pereaksi Willstater/Sianiidin.

Bahan sampel tanaman (5 gram) diekstraksi dengan

pelarut n-heksana atau petroleum eter sebanyak 15 ml,

kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya

diekstraksi lebih lanjut menggunakan metanol (CH3OH)

atau etanol (C2H5OH) sebanyak 30 ml. Dua ml ekstrak

metanol/etanol yang diperoleh kemudian dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 0,5 ml asam

klorida pekat (HCl pekat) dan 3-4 pita logam Mg.

Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, orange

dan hijau tergantung pada struktur flavonoid yang

terkandung dalam sampel tersebut.

3) Pemeriksaan Terpenoid/Steroid

Uji skrining senyawa-senyawa golongan terpenoid dan

steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan

pereaksi Liebermann-Burchard.

Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi

dengan pelarut n-heksana atau petroleum eter (± 10

ml), kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh diambil

sedikit dan dikeringkan di atas papan spot test,

ditambahkan tiga tetes anhidrida asetat (Ac2O) dan

kemudian satu tetes asam sulfat pekat. Adanya senyawa

golongan terpenoid akan ditandai dengan timbulnya

warna merah sedangkan adanya senyawa golongan steroid

ditandaidengan munculnya warna biru.

4) Pemeriksaan Antrakuinon

Modifikasi uji Borntrager dapat digunakan untuk

menguji adanya senyawa golongan antrakuinon. Bahan

tanaman sebanyak 5 gram diuapkan di atas penangas

air sampai kering. Bahan kering yang sudah dingin

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam campuran

larutan 10 ml KOH 5 N dan 1 ml H2O2 3% dan

dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit,

kemudian disaring. Ke dalam filtrat yang diperoleh

setelah pentaringan ditambahkan asam asetat glasial

sampai larutan bersifat asam, kemudian diekstraksi

dengan benzena. Ekstrak benzena yang diperoleh

kemudian diambil sedikit (5 ml) dan ditambahkan

dengan 5 ml ammonia lalu dikocok. Jika terbentuk

warna merah pada lapisan ammonia maka bahan tanaman

tersebut mengandung senyawa golongan antarkuinon.

2.3 EKSTRAKSI

Yang dimaksud dengan ekstraksi adalah pemisahan beberapa

bahan dari suatu padatan atau beberapa bahan dari cairan

dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan

larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran

(Handoyo, 1995).

Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode pemisahan

komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut

yang sesuai. Solut (zat terlarut) akan dipisahkan

terdistribusi diantara kedua lapisan polar dan non polar

berdasarkan kelarutannya. Ekstraksi merupakan suatu pemisahan

senyawa yang terkandung dalam bahan cair/padat dengan

menggunakan pelarut tertentu pada temperatur tertentu (Anwar,

1994).

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari

campurannya yang biasanya menggunakan pelarut (Depdikbud,

1988). Kaidah sederhana yang berlaku dalam ekstraksi yaitu”like

dissolve like” yang artinya senyawa polar akan larut dengan baik

pada fase polar dan senyawa nonpolar akan larut dengan baik

pada fase nonpolar (Ketaren, 1988).

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari

suatu padatan atau caiaran dengan bantuan pelarut. Pemisahan

terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dalam

komponen-komponen dalam campuran (Bernaskoni, et.all.,

1995). Sementara menurut Moelyono (1996), ekstraksi adalah

metode ekstraksi kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam

suatu simplisia tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut

dalam suasana asam, basa, ataupun netral, dengan metode-metode

yang tertentu dan khas sesuai dengan sifat fisik dan kimia

dari kandungan kimianya. Pelarut-pelarut yang biasanya

dipergunakan untuk senyawa-senyawa organik diantaranya adalah

eter, etanol, karbon, tetra klorida, aseton, metanol, heksan,

petroleum eter dan lain sebagainya (Ketaren, 1985).

Moelyono (1996) menyatakan bahwa, ditinjau dari suhu

ekstraksinya, dikenal dua tipe ekstraksi, yaitu  ekstraksi

panas dan ekstraksi dingin. Ekstraksi panas adalah ekstraksi

yang prosesnya disertai dengan pemanasan, sedangkan ekstraksi

dingin adalah proses ekstraksi tanpa pemanasan. Contoh

ekstraksi panas adalah soxhletasi, dan infindasi. Contoh

ekstraksi dingin adalah maserasi dan partisi (Anwar,et.all.,1994).

 Secara umum teknik ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua

yaitu :

1.      Ekstraksi jangka pendek, yaitu teknik ekstraksi yang

biasanya digunakan untuk memisahkan suatu zat (bentuk cair),

dengan dasar perbedaan kelarutan zat tersebut pada dua pelarut

yang tidak saling melarutkan. ( Underwood, 1986).

2.      Ekstraksi jangka panjang, yaitu teknik ekstraksi yang

biasanya digunakan untuk memisahkan bahan alam (bentuk padat)

yang terdapat pada tumbuhan atau hewan. Prosedur klasik untuk

memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan

kering ialah dengan mengekstraksi bagian tumbuhan tersebut

melalui proses perendaman dengan pelarut dengan menggunakan

pelarut tertentu (pelarut polar dan nonpolar) (Harborne,

1987).

Ekstraksi alkaloid secara umum:

Sampel bahan tumbuhan di ekstraksi dengan petroleum eter untuk

menghilangkan senyawa-senyawa nonpolar. Setelah ekstrak

petroleum eter dipisahkan, maka residu yang diperoleh kemudian

diekstraksi menggunakan MeOH atau EtOH 95%. Ekstrak metanol

atau etanol ini dipekatkan kemudian diasamkan dengan larutan

asam tartrat dan selanjutnya dipartisi dengan pelarut etil

asetat hingga diperoleh dua fase. Fase etil asetat mengandung

alkaloid netral atau alkalooid dengan kebasaan rendah

sedangkan fase asam yang telah dipisahkan dibasakan kembali

menggunakan amonia atau Na2CO3. Ekstraksi dengan etil asetat

kembali menghasilkan dua fase, fase etil asetat mengandung

alkaloid basa sedangkan fase basa mengandung alkaloid

quarterner (garam alkaloid). Pengaturan pH asam dan basa

tergantung pada jenis alkaloid yang akan diisolasi.

Perkolasi adalah cara ekstraksi berulang yang dilakukan

dalam keadaan dingin. Caranya mirip dengan maserasi, tetapi

setelah perendaman dalam waktu tertentu, pelarut dikeluarkan

dan diganti dengan pelarut baru. Demikian dilakukan berulang

kali. Setelah penyaringan, diperoleh filtrat yang disebut

perkolat (Moelyono, 1996).

• Prinsip Perkolasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk

simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia

dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya

diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke

bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui

sampai keadaan jenuh.

Maserasi merupakan cara eksrtraksi yang sederhana.

Istilahmaseration berasal dari bahasa laitin macere, yang

artiya merendam jadi. Jadi masserasi dapat diartikan sebagai

proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk

direndam dalam mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan

sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (ansel,

1989).

• Prinsip Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam

serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga

hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan

penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel.

Soxhletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang

selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga

terjadi ektraksi kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik.

• Prinsip Soxhletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara

serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah

dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari

dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan

dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul

cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif

di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai

permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu

alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.

Refluks merupakan metode ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

• Prinsip Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara

sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan

cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari

terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul

cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,

akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,

demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai

penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3

kali setiap 3-4 jam.

Alat/skema ekstraksi refluks:

Destilasi uap merupakan metode ekstraksi senyawa dengan

kandungan yang mudah menguap (seperti minyak atsiri) dari

bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkakn

peristiwa tekanan parsial. Digunakan pada campuran senyawa-

senyaawa yang memiliki titik didih mencapai 200oC atau lebih.

Dan dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati

100oC dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air

mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adlah

dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari

masing-masing senyawa campurannya.

• Prinsip Destilasi Uap Air

Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air

ditempatkan dalam labu berbeda.

• Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan

pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat,

cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih

pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.

Menurut Moelyono (1996) ditinjau dari mekanisme

ekstraksinya, dikenal beberapa tipe ekstraksi, yaitu :

1.      Ekstraksi satu kali

Ekstraski satu kali adalah metode ekstraksi bahan dengan

menggunakan satu jenis pelarut, dan ekstraksi hanya dilakukan

satu kali dengan sejumlah pelarut.

2.      Ekstraksi berulang

Ekstraski berulang adalah metode ekstraksi suatu bahan dengan

menggunakan satu jenis pelarut, tetapi prosesnya dilakukan

berulang kali dengan sejumlah pelarut.

3.      Ekstraksi bertingkat

Ekstraksi bertingkat adalah proses ekstraksi suatu bahan

dengan menggunakan beberapa jenis pelarut pengekstraksi, yaitu

setelah ekstraksi dengan pelarut pertama, dilanjutkan dengan

menggunakan pelarut lain, dan seterusnya.

2.4 ANTHELMENTIK

Anthelmintik atau obat cacing adalah obat yang

digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam

lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat

cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing,

sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum

menggunakan obat tertentu. Diagnosis dilakukan dengan

menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam tinja,

urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita.

Sebagian besar obat cacing diberikan secara oral yaitu

pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat

cacing perlu diberikan bersama.

2.5 KAPSUL

a) Definisi

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat

dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.

Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tapi dapat juga

terbuat dari pati atau bagian lain yang sesuai. Ukuran

cangkang kapsul keras bervariasi, dari nomor paling kecil

(5) sampai nomor paling besar (000) (Anonim, 1995).

Kapsul terbagi atas kapsul cangkang keras (capsulae

durae,hard capsule) dan kapsul cangkang lunak (capsulae

molles). Cangkang kapsul dibuat dari Gelatin dengan atau

tanpa zat tambahan lain. Cangkang dapat pula dibuat dari

Metilsselulosa atau bahan lain yang cocok. Capsulae

Gelatinosae operculatae atau kapsul keras. dibuat dari

campuran gelatin, gula, dan air dan merupakan cangkang

kapsul yang bening tak bewarna dan tak berasa. Kapsul

lunak merupakan satu kesatuan berbentuk bulat atau

silindris (pearl) atau bulat telur (globula) yang dibuat

dari gelatin (kadang disebut dengan gel lunak) atau bahan

lain yang sesuai. Biasanya lebih tebal dari pada cangkang

kapsul keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan

senyawa poliol, seperti sorbitol atau gliserin.  (Anief,

2007).

b) Macam-macam Kapsul

1.      Capsulae Gelatinosae opercultae (kapsul keras).

Kapsul keras terdiri dari wadah dan tutup. Cangkang

kapsul keras   dibuat dari campuran Gelatin, gula dan air

dan merupakan cangkang kapsul yang bening tak berwarna

dan tak berasa. Ukuran kapsul keras menurut besarnya

dapat diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai

berikut : no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan

pada tempat yang tidak lembab dan sebaiknya disimpan di

wadah yang diberi zat pengering. Kapsul dapat diberi

warna macam-macam agar menarik dan dapat dibedakan dengan

kapsul yang mengandung obat lain. Kapsul keras sering

digunakan di apotik dalam pelayanan campuran obat yang

ditulis dokter (Anief, 2007).

2. Soft capsule atau kapsul lunak

Merupakan kapsul tertutup dan berisi obat yang

pembuatan dan pengisian obatnya dilakukan dengan alat

khusus. Cangkang kapsul lunak dibuat dari Gelatin

ditambah Gliserin atau alkohol polihidris seperti

Sorbitol untuk melunakan gelatinnya. Kapsul ini biasanya

mengandung air 6 – 13%, diisi dengan bahan cairan bukan

air seperti polietilglikol (PEG) berbobot molekul rendah,

atau juga dapat diisi dengan bahan padat , serbuk atau

zat padat kering. Kapsul cangkang lunak memiliki

bermacam-macam bentuk dan biasanya dapat dipakai untuk

rute oral, vaginal, rektal atau topikal. Kapsul lunak

dapat pula diberi warna macam-macam (Anief, 2007).

2.6 EVALUASI SEDIAAN KAPSUL

Kapsul harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1.      Keseragaman bobot

Kapsul yang berisi bahan padat:

Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, catat

bobotnya, keluarkan semua isi kapsul, timbang seluruh

bagian cangkang kapsul, hitung bobot isi tiap kapsul

dan hitung bobot rata-rata isi tiap kapsul

2.      Waktu hancur

Ditentukan dengan satu alat yang disebut desintegrator

tester. Cara pengujian waktu hancur :

a.       Masukkan 5 butir kapsul dalam keranjang

b.      Naik turunkan keranjang secara teratur 30 kali

setiap menit

c.     Kapsul dinyatakan hancur jika sudah tidak ada

lagi bagian kapsul yang tertinggal di atas kasa

d.      Waktu yang terlama hancur diantara 5 kapsul itu

yang dinyatakan sebagai waktu hancur kapsul yang

bersangkutan

3.      Keseragaman sediaan

Terdiri atas keeragaman bobot untuk kapsul keras dan

keseragaman kandungan untuk kapsul lunak

BAB III

METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 ALAT DAN BAHAN

ALAT: BAHAN:Gunting

Oven

Tabung reaksi

Bunsen

Kaki tiga

Batang pengaduk

Alat refluks

Chamber

Kertas saring

Silica atau alumunium

Pinset

Pensil

Cawan penguap

Kawat kasa

Kertas perkamen

Timbangan

Gelas ukur

Papan spot test

Pipa kapiler

Simplisia daun pepaya

Kloroform beramonia

H2SO4 2N

H2SO4 pekat

Pereaksi Mayer

Pereaksi Wagner

Pereaksi Dragendorrf

n-Heksana/peroleum

Petroleum eter

Pita Mg

HCl 2N

Metanol/etanol

Anhidrida asetat (Ac2O)

KOH

H2O2

Asam asetat glasial

Asam tartrat

Benzena

Ammonia

Aquades

Etil Asetat

Cangkang kapsul

Saccarum Lactis

3.2 PROSEDUR KERJA:

a) SKRINING FITOKIMIA

1) Pemeriksaan Alkaloid

a.Timbang serbuk simplisia sebanyak 5-10 gram

b.Diekstraksi dengan kloroform beramonia lalu disaring

c.Dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N

dan dikocok ad terbentuk dua lapisan.

d.Lapisan yang atas dipipet dan masukkan ke dalam 3

tabung reaksi

e.Di dalam tabung reaksi yang pertama + 2 tetes

pereaksi Meyer

f.Di dalam tabung reaksi yang kedua + 2 tetes pereaksi

Dragendorf

g.Di dalam tabung reaksi yang ketiga + 2 tetes

pereaksi Wagner

h.Lihat hasilnya, reaksi positif ditandai dengan

terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi yang

pertama dan endapan berwarna coklat kemerahan pada

tabung reaksi kedua dan ketiga

2) Pemeriksaan Flavonoid

a.Timbang serbuk simplisia sebanyak 5 gram

b.Diekstraksi dengan pelarut n-heksana/petroleum eter

sebanyak 15 ml, lalu saring

c.Ekstrak yang diperoleh diekstrak kembali menggunakan

metanol/etanol sebanyak 30 ml

d.2 ml ekstrak metanol/etanol dimasukkan ke dalam

tabung reaksi + 0,5 ml HCl pekat dan 3-4 pita Mg.

e.Amati hasilnya jika warnanya merah, orange dan hijau

menunjukkan adanya flavonoid.

3) Pemeriksaan Terpenoid/ Steroid

a.Timbang sampel sebanyak 5 gram

b.Diekstraksi dengan pelarut n-heksan/petroleum eter

(± 10 ml), kemudian disaring

c.Diambil sedikit ekstrak dan dikeringkan di atas

papan spot test + 3 tetes anhidrida asetat (Ac2O) + 1

tetes asam sulfat pekat

d.Amati hasilnya, jika timbul warna merah berarti

terdapat senyawa terpenoid dan jika muncul warna

biru berarti terdapat senyawa steroid

4) Pemeriksaan Antrakuinon

a. Timbang sampel sebanyak 5 gram

b. Diuapkan di atas penangas air ad kering, dinginkan

c. Buatlah campuran larutan 10 ml KOH 5 N dan 1 ml H2O2

3%

d. Masukkan bahan kering yang sudah dingin ke dalam

campuran KOH dan H2O2

e. Panaskan di atas penangas air selama 10 menit lalu

disaring

f. Filtrat + asam asetat glasial ad bersifat asam

g. Diekstraksi dengan benzena

h. Ekstrak benzena yang diperoleh diambil sedikit (5

ml) + 5 ml ammonia lalu dikocok

i. Amati hasilnya, jika terbentuk warna merah pada

lapisan ammonia berarti mengandung antrakinon.

b) KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

1. Uji Alkaloid

a. Sediakan 20 ml eluen etil asetat : metanol : aquades

(100:13,5:10), dan juga kertas saring

b. Ditimbang 1 g serbuk simplisia

c. Dibasahi dengan 1 ml amonia encer P

d. Bahan disari dengan 5 ml metanol P, dikocok pada

suhu 60o C selama 15 menit

e. Filtrat sebanyak 20 µl atau 100 µl digunakan untuk

pengujian KLT

f. Masukkan kertas saring ke dalam chamber dan

tempatkan di tepi chamber

g. Tuangkan pelarut ke dalam chamber, kemudian tutup

h. Sediakan kertas khusus untuk uji KLT

i. Beri garis pada kertas tersebut dan cara memegang

kertas tersebut dengan memegang hanya dibagian tepi

kertas

j. Beri tanda/spot (titik-titik) pada kertas KLT,

sebanyak tiga titik sekitar 1-2 mm

k. Ambil hasil ekstraksi dengan menggunakan pipa

kapiler

l. Tutulkan pada ketiga titik yang telah dibuat

m. Dibuka chamber dan masukkan kertas KLT menggunakan

pinset, tutup chamber

n. Diamkan beberapa saat sampai tutulan sampel

ekstraksi tadi naik sampai berhenti atau sampai batas

o. Ambil kertas saring dan lihat di bawah sinar uv

p. Tandai noda hitam yang timbul dengan pensil

q. Hitung nilai Rf

c) EKSTRAKSI

Ekstrasi alkaloid secara umum:

1. Ditimbang sebanyak serbuk sebanyak 2 gram.

2. Serbuk kemudian di ekstrasi dengan petroleum eter

bertujuan untuk memisahkan dan menghilangkan senyawa non

polar.

3. Setelah dipisahkan, kemudian diekstraksi menggunakan MeOH

atau EtOH 95 %.

4. Ekstrak methanol atau etanol diasamkan dengan larutan

asam tartrat.

5. Kemudian dipartisi dengan pelarut etil asetat yang

nantinya akan menghasilkan dua fase ( Fase etil asetat

mengandung alkaloid netral atau alkaloid dengan kebasaan

rendah).

6. Fase asam yang telah dipisahkan dibasahkan kembali

menggunakan ammonia Na2CO3.

Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah:

1. Sampel di masukkan dalam labu alas bulat

2. Pelarut (etanol) dididihkan beserta sampel selama di

dalam labu selama waktu tertentu

3. Jumlah pelarut yang dibutuhkan harus konstan

4. Pelarut akan mengekstrasi dengan panas dan akan menguap

dan akan menghasilkan senyawa murni

5. Kemudian dinginkan dalam kondesor lalu akan mengekstrasi

lagi

6. Kemudian campuran pelarut dan sampel menetes kembali ke

menstrum di dalam alat

7. Dilakukan penggantian pelarut sebanyak 3 kali setiap 3-4

jam hingga di dapat proses ekstraksi sempurna

3.3 FORMULASI

Ekstrak daun pepaya bobot 1 helai daun pepaya basah

Saccarum Lactis qs

3.4 CARA PEMBUATAN KAPSUL

1. Siapkan alat dan bahan

2. Cuci alat-alat yang akan digunakan

3. Siapkan ektrak daun pepaya

4. Timbang ekstrak daun pepaya sebanyak ±0,5-1 gram,

sisihkan

5. Tambahkan SL sedikit di dalam mortir, gerus untuk

melapisi mortir

6. Tuang serbuk ekstrak daun pepaya ke dalam mortir dan

gerus ad halus

7. Tambahkan SL secukupnya, aduk ad homogen

8. Pindahkan serbuk pada 4 kertas perkamen dengan sama

banyak

9. Bagi kembali tiap 1 perkamen ke dalam 10 lembar perkamen,

masing-masing sama banyak

10. Disiapkan cangkang kapsul kosong 40 biji

11. Masukkan serbuk tiap perkamen pada setiap cangkang

kapsul

12. Padatkan isi kapsul sampai penuh di cangkang dan

tutup cangkang kapsul

13. Masukkan kapsul ke dalam plastik (kemaslah)

3.5 EVALUASI SEDIAAN KAPSUL

a) Keseragaman Bobot

1. Timbang 20 kapsul

2. Catat hasilnya

3. Timbang 1 per 1 kapsul

4. Catat hasilnya

5. Keluarkan isi kapsul dari cangkangnya

6. Timbang cangkang kapsul

7. Timbang isi kapsul

b) Waktu Hancur

1. Panaskan aquades

2. Masukkan kapsul ke dalam masing-masing keranjang

disentegrator tester

3. Nyalakan alat, secara otomatis alat akan bekerja (naik-

turun)

4. Tunggu sampai kapsul hancur

5. Catat waktu hancurnya

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

4.1.1Skrining Fitokimia

Uji Hasil

Uji Skrining Alkaloid

Gambar: Tabung Reaksi 1

Gambar: Tabung reaksi 2

Gambar: Tabung reaksi 3

Hasilnya positif karena sesusi

dengan teori bahwa setelah

ditambahkan pereaksi Mayer

pada tabung reaksi 1 akan

membentuk endapan putih,

sedangkan pada tabung reaksi 2

Uji Skrining Flavonoid

Gambar: Uji Flavonoid

Hasilnya positif, karena dari

gambar menunjukkan bahwa

larutan berubah warnanya

menjadi kuning.

Uji Skrining Terpenoid/Steroid

Pada hasil praktikum yang

sudah kami lakukan, pada plat

tetes setelah sampel

ditambahkan dengan asam sulfat

pekat menghasilkan warna biru,

tapi lama-kelamaan akan

berubah warna menjadi warna

hijau. Jadi hasilnya adalah

positif mengandung steroid.

Uji Skrining Antrakuinon Gambar: Uji Antrakuinon

Dari gambar di atas sudah

terlihat bahwa tidak ada

endapan merah yang terbentuk.

Hal ini menyimpulkan bahwa

dari sampel kami tidak

mengandung antrakuinon.

4.1.2KLT (kromatografi Lapis Tipis)

Hasilnya seperti gambar di atas. Pada waktu di bawah sinar

UV, terdapat bercak-bercak warna ungu ke hitam-hitaman.

4.1.3Ekstraksi (metode Refluks)

Hasil ekstraksi yang kami peroleh adalah berupa larutan

simplisia daun pepaya dengan etanol. Masih berupa larutan

encer, sehingga kami evaporasi dengan evaporator supaya

menghasilkan ekstrak yang kental.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Srining Fitokimia

4.2.1.1 Uji Alkaloid

Dalam uji fitokimia ini pada pecobaan ini kita

menggunakan uji alkaloid pada daun pepaya. Uji

alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur

heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya

dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam

asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya

mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia

ataupun hewan. Uji flavonoid adalah senyawa yang

terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya

tersebar di dunia tumbuhan.

Pada percobaan ini langkah awal yang dilakukan

adalah menumbuk atau menghaluskan daun pepaya.

Setelah halus ditimbang sebanyak 20 gram.  Dimana uji

alkaloid, langkah awal yang dilakukan adalah

menambahkan residu dengan kloroform amoniak larutan

berubah menjadi warna hijau tua. Setelah itu kita

saring menggunakan kertas saring. Kemudian pada

residu kita tambahkan 1 ml asam sulfat 2N dan akan

menghasilkan dua lapisan. Dipipet lapisan yang di

atas dan dibagi pada 3 tabung reaksi. Pada tabung

reaksi pertama, kami menambahkan 2 tetes pereaksi

Meyer, pada tabung reaksi kedua kami tambahkan 2

tetes pereaksi Dragendorf dan pada tabung reaksi

ketiga kami tambahkan 2 tetes pereaksi Wagner. Dan

hasilnya, pada tabung reaksi pertama setelah

ditambahkan pereaksi Meyer menghasilkan endapan

putih, pada tabung reaksi kedua dan ketiga setelah

ditambahkan pereaksi Dragendorf dan Wagner membentuk

endapan merah bata. Maka kita dapat menyimpulkan

bahwa pada sampel tersebut itu positif (+)

mengandung alkaloid.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sampel

(daun papaya) terdapat senyawa bernitrogen yang

bersifat basa dan heterosiklik serta banyak atom-

atom karbon yang kesemuanya itu dapat berguna pada

kehidupan sehari-hari manusia untuk pengobatan.

Karena memang daun papaya banyak kegunaannya dalam

aktivitas manusia. Namun kita juga tidak

mengesampingkan bahwa alkaloid juga banyak sekali

kegunaannya dan juga efektif sebagai anthelmentik.

4.2.1.2 Uji Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang populer

terdapat pada daun pepaya. Pada analisa flavonoid

yang kami lakukan juga menunjukkan adanya flavonoid

di dalam daun pepaya dengan ditunjukkannya hasil

dari uji skrining fitokimia yang berwarna kuning.

Pada percobaan ini langkah awal yang kami

lakukan adalah menimbang serbuk simplisia sebanyak 5

gram dan diekstraksi dengan pelarut

n-heksana/petroleum eter sebanyak 15 ml, lalu kami

saring menggunakan kertas saring. Kemudian ekstrak

yang diperoleh diekstrak kembali menggunakan

metanol/etanol sebanyak 30 ml, kemudian 2 ml ekstrak

metanol/etanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi +

0,5 ml HCl pekat dan 3-4 pita Mg. Dan hasilnya

larutan berwarna kuning.

Bahan aktif berupa flavonoid ini berfungsi

dalam hal mencegah kanker karena bersifat

antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat.

4.2.1.3 Uji Terpenoid/Steroid

Hasil dari praktikum uji terpenoid/steroid ini

adalah simplisia daun pepaya mengandung steroid,

ditunjukkan pada saat residu ditambahkan asam sulfat

pekat dia akan berubah warna menjadi biru.

Langkah awal yang kami lakukan untuk pengujian

ini adalah dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram,

lalu diekstraksi dengan pelarut n-heksan/petroleum

eter (± 10 ml), kemudian disaring menggunakan kertas

saring. Kemudian diambil sedikit ekstrak dan

dikeringkan di atas papan spot test + 3 tetes

anhidrida asetat (Ac2O) + 1 tetes asam sulfat pekat.

Pada saat ditambahkan asam sulfat pekat, dia

akan langsung berubah warna menjadi biru, namun

lama-kelamaan dia akan berubah warna menjadi hijau.

Hal ini dimungkinkan dari penambahan asam sulfat

pekat yang sudah mulai berkurang/menguap atau

teroksidasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa simplisia daun

pepaya mengandung steroid.

4.2.1.4 Uji Antrakuinon

Dari hasil praktikum kami hasilnya adalah

simplisia kami negatif pada kandungan antrakuinon.

Langkah awal yang kami lakukan pada praktikum ini

adalah menimbang sampel sebanyak 5 gram, diuapkan di

atas penangas air ad kering, dan ditunggu sampai

dingin. Kemudian kami membuat campuran larutan 10 ml

KOH 5 N dan 1 ml H2O2 3% dan dimasukkan bahan kering

yang sudah dingin ke dalam campuran KOH dan H2O2.

Setelah tercampur, panaskan di atas penangas air

selama 10 menit lalu kami saring menggunakan kertas

saring. Setelah itu filtrat yang kami peroleh kami

addkan dengan asam asetat glasial untuk mengubah

sifat menjadi asam, kemudian kami tambahkan benzena.

Larutan benzena yang sudah terbentuk, kami ambil 5

ml dan diaddkan dengan ammonia. Hasilnya tidak

terdapat endapan merah pada lapisan atas yang

terbentuk.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa simplisia daun

pepaya tidak mengandung antrakuinon.


Recommended