Date post: | 27-Mar-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | akademifarmasiputraindonesiamalang |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahan alam sebagai bahan dasar obat tradisional maupun
modern sekarang sudah mulai hit. Masyarakat juga sudah
mulai percaya akan khasiat-khasiat dari bahan alam yang
mereka konsumsi. Dengan semakin berkembangnya zaman, dan
juga semakin canggihnya peralatan atau fasilitas
kefarmasian akan semakin memudahkan para farmasis untuk
menciptakan suatu formula obat dari bahan alam yang aman
dan bermutu yang baik dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk memperoleh suatu produk yang berkualitas, harus
memperhatikan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam
tanaman atau bahan alam tersebut. Bioaktivitas tanaman
sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang
terdapat didalamnya. Perbedaan kandungan senyawa kimia
yang ada menunjukan perbedaan aktifitas farmakologis dari
tanaman yang bersangkutan (Cutler and Cutler. 2000;
Katzung et.al, 1995; Siswandono, 1998). Selain
dipengaruhi oleh jenis senyawa kimia, metoda yang
digunakan untuk melakukan uji bioaktivitas juga memegang
peranan penting dalam memberikan hasil yang ingin
diketahui dari aktifitas tanaman tersebut (Cassady et.
al. 1980; Colegate et, al. 1993).
1.2 TUJUAN
1) Mampu membuat sediaan dari bahan alam (Carica papaya)
menjadi sediaan obat cacing
1.3 MANFAAT
1) Mahasiswa dapat melakukan proses pembuatan sediaan
obat dari bahan alam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TANAMAN PEPAYA (Carica papaya)
2.1.1KLASIFIKASI ILMIAH
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /
dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L. (Plantamor.com)
2.1.2URAIAN TANAMAN
Pepaya merupakan tanaman buah menahun, asli dari
Amerika. Tumbuhnya pada ketinggian 1-1000 m dpl.
Semak berbentuk pohon ini bergetah dan tumbuh tegak
dengan tinggi 2,5-10 m. Bentuk batang bulat,
berongga, dibagian atas kadang bercabang. Kulit
batang terdapat tanda bekas tangkai daun yang telah
lepas. Daun berkumpul di ujung batang dan ujungnya
bercabang. Tangkai daun bulat silindris, berongga,
panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur,
diameter 25-75 cm, berbagi menjari, ujung runcing,
pangkal berbentuk jantung, warna permukaan atas
hijau tua, permukaan bawah hijau muda. Tulang daun
menonjol di permukaan bawah. Cuping-cuping daun
berlekuk sampai bergerigi tidak beraturan. Bunga
jantan berkumpul dalam tandan. Mahkota berbentuk
terompet berwarna putih kekuningan. Buah buni yang
biasanya bermacam-macam, baik warna, bentuk, dan
rasa dagingnya. Bijinya banyak, bulat dan berwarna
hitam setelah masak (Rahardjo, 2006)
Tanaman ini mulai berbuah pada umur 4-7 bulan.
Setelah 4 tahun produksi buahnya menurun. Buah,
bunga, dan daun dapat dimakan, sebagai buah dan
sayur. Buah muda disayur, buah mengkal dibuat rujak
dan manisan, sedangkan masak dimakan sebagai buah
meja. Perbanyakan tanaman dilakukan melalui biji.
Daun muda direbus dan dibuat lalapan, sedangkan daun
yang diremas-remas dapat digunakan sebagai pelunak
daging (Rahardjo, 2006).
2.1.3KANDUNGAN KIMIA
Daun, akar, dan kulit batang Carica
papaya mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid,
disamping itu daun dan akar juga mengandung
polifenol dan bijinya mengandung saponin (Hutapea,
1991). Buah mengandung beta karoten, pektin, delta-
galaktosa, lamda-arabinosa, papain, papayotimin
papain, alkaloid karpain, fitokinase, vitamin A,
vitamin C (Rahardjo, 2006). Buah pepaya (Carica
papaya L) juga mengandung senyawa yang berfungsi
sebagai antibakteri diantaranya alkaloid karpain,
glukotropaeolin, dan benzil isotio sianat (Jzou et
al.,2003).
2.1.4SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGI
Pepaya bersifat manis dan netral. Akar berguna
sebagai peluruh kencing (diuretik), obat cacing,
penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji dapat
dipakai untuk obat cacing dan peluruh haid. Buah
matang dapat memacu enzim pencernaan, peluruh empedu
(cholagogue), menguatkan lambung (stomatik) dan
antiscorbut. Buah mengkal bermanfaat sebagai
pencahar ringan, peluruh kencing, pelancar keluarnya
ASI, dan abortivum. Daun dapat menambah nafsu makan,
obat cacing, meluruhkan haid, dan menghilangkan rasa
sakit. (Dalimarta, 2009)
2.2 SKRINING FITOKIMIA DAUN PEPAYA (Carica papaya)
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam
bentuk basah meliputi pemeriksaan kandungan senyawa
alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid, tanin dan saponin
menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Harbone
(Harbone, 1987) dan Depkes (Depkes, 1995).
1) Pemeriksaan Alkaloid
Uji skrining fitokimia senyawa golongan alkaloid
dengan menggunakan metode Culvenol dan Fitzgerald.
Bahan tanaman segar sebanyak 5-10 gram diekstraksi
dengan kloroform beramonia lalu disaring. Selanjutnya
ke dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N
dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam
(atas) dipipet dan dimasukkan ke dalam tiga buah
tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi pertama
ditambahkan dua tetes pereaksi Mayer dan. Kedalam
tabung reaksi kedua ditambahkan dua tetes pereaksi
Dragendorf dan ke dalam tabung reaksi yang ketiga
dimasukkan dua tetes pereaksi Wagner. Adanya senyawa
alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih
pada tabung reaksi yang pertama dan timbulnya endapan
berwarna coklat kemerahan pada tabung reaksi kedua dan
ketiga.
2) Pemeriksaan Flavonoid
Uji skrining senyawa ini dilakukan dengan
menggunakan pereaksi Willstater/Sianiidin.
Bahan sampel tanaman (5 gram) diekstraksi dengan
pelarut n-heksana atau petroleum eter sebanyak 15 ml,
kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
diekstraksi lebih lanjut menggunakan metanol (CH3OH)
atau etanol (C2H5OH) sebanyak 30 ml. Dua ml ekstrak
metanol/etanol yang diperoleh kemudian dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 0,5 ml asam
klorida pekat (HCl pekat) dan 3-4 pita logam Mg.
Adanya flavonoid ditandai dengan warna merah, orange
dan hijau tergantung pada struktur flavonoid yang
terkandung dalam sampel tersebut.
3) Pemeriksaan Terpenoid/Steroid
Uji skrining senyawa-senyawa golongan terpenoid dan
steroid tak jenuh dilakukan dengan menggunakan
pereaksi Liebermann-Burchard.
Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi
dengan pelarut n-heksana atau petroleum eter (± 10
ml), kemudian disaring. Ekstrak yang diperoleh diambil
sedikit dan dikeringkan di atas papan spot test,
ditambahkan tiga tetes anhidrida asetat (Ac2O) dan
kemudian satu tetes asam sulfat pekat. Adanya senyawa
golongan terpenoid akan ditandai dengan timbulnya
warna merah sedangkan adanya senyawa golongan steroid
ditandaidengan munculnya warna biru.
4) Pemeriksaan Antrakuinon
Modifikasi uji Borntrager dapat digunakan untuk
menguji adanya senyawa golongan antrakuinon. Bahan
tanaman sebanyak 5 gram diuapkan di atas penangas
air sampai kering. Bahan kering yang sudah dingin
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam campuran
larutan 10 ml KOH 5 N dan 1 ml H2O2 3% dan
dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit,
kemudian disaring. Ke dalam filtrat yang diperoleh
setelah pentaringan ditambahkan asam asetat glasial
sampai larutan bersifat asam, kemudian diekstraksi
dengan benzena. Ekstrak benzena yang diperoleh
kemudian diambil sedikit (5 ml) dan ditambahkan
dengan 5 ml ammonia lalu dikocok. Jika terbentuk
warna merah pada lapisan ammonia maka bahan tanaman
tersebut mengandung senyawa golongan antarkuinon.
2.3 EKSTRAKSI
Yang dimaksud dengan ekstraksi adalah pemisahan beberapa
bahan dari suatu padatan atau beberapa bahan dari cairan
dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan
larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran
(Handoyo, 1995).
Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode pemisahan
komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut
yang sesuai. Solut (zat terlarut) akan dipisahkan
terdistribusi diantara kedua lapisan polar dan non polar
berdasarkan kelarutannya. Ekstraksi merupakan suatu pemisahan
senyawa yang terkandung dalam bahan cair/padat dengan
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur tertentu (Anwar,
1994).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari
campurannya yang biasanya menggunakan pelarut (Depdikbud,
1988). Kaidah sederhana yang berlaku dalam ekstraksi yaitu”like
dissolve like” yang artinya senyawa polar akan larut dengan baik
pada fase polar dan senyawa nonpolar akan larut dengan baik
pada fase nonpolar (Ketaren, 1988).
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari
suatu padatan atau caiaran dengan bantuan pelarut. Pemisahan
terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dalam
komponen-komponen dalam campuran (Bernaskoni, et.all.,
1995). Sementara menurut Moelyono (1996), ekstraksi adalah
metode ekstraksi kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam
suatu simplisia tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut
dalam suasana asam, basa, ataupun netral, dengan metode-metode
yang tertentu dan khas sesuai dengan sifat fisik dan kimia
dari kandungan kimianya. Pelarut-pelarut yang biasanya
dipergunakan untuk senyawa-senyawa organik diantaranya adalah
eter, etanol, karbon, tetra klorida, aseton, metanol, heksan,
petroleum eter dan lain sebagainya (Ketaren, 1985).
Moelyono (1996) menyatakan bahwa, ditinjau dari suhu
ekstraksinya, dikenal dua tipe ekstraksi, yaitu ekstraksi
panas dan ekstraksi dingin. Ekstraksi panas adalah ekstraksi
yang prosesnya disertai dengan pemanasan, sedangkan ekstraksi
dingin adalah proses ekstraksi tanpa pemanasan. Contoh
ekstraksi panas adalah soxhletasi, dan infindasi. Contoh
ekstraksi dingin adalah maserasi dan partisi (Anwar,et.all.,1994).
Secara umum teknik ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua
yaitu :
1. Ekstraksi jangka pendek, yaitu teknik ekstraksi yang
biasanya digunakan untuk memisahkan suatu zat (bentuk cair),
dengan dasar perbedaan kelarutan zat tersebut pada dua pelarut
yang tidak saling melarutkan. ( Underwood, 1986).
2. Ekstraksi jangka panjang, yaitu teknik ekstraksi yang
biasanya digunakan untuk memisahkan bahan alam (bentuk padat)
yang terdapat pada tumbuhan atau hewan. Prosedur klasik untuk
memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan
kering ialah dengan mengekstraksi bagian tumbuhan tersebut
melalui proses perendaman dengan pelarut dengan menggunakan
pelarut tertentu (pelarut polar dan nonpolar) (Harborne,
1987).
Ekstraksi alkaloid secara umum:
Sampel bahan tumbuhan di ekstraksi dengan petroleum eter untuk
menghilangkan senyawa-senyawa nonpolar. Setelah ekstrak
petroleum eter dipisahkan, maka residu yang diperoleh kemudian
diekstraksi menggunakan MeOH atau EtOH 95%. Ekstrak metanol
atau etanol ini dipekatkan kemudian diasamkan dengan larutan
asam tartrat dan selanjutnya dipartisi dengan pelarut etil
asetat hingga diperoleh dua fase. Fase etil asetat mengandung
alkaloid netral atau alkalooid dengan kebasaan rendah
sedangkan fase asam yang telah dipisahkan dibasakan kembali
menggunakan amonia atau Na2CO3. Ekstraksi dengan etil asetat
kembali menghasilkan dua fase, fase etil asetat mengandung
alkaloid basa sedangkan fase basa mengandung alkaloid
quarterner (garam alkaloid). Pengaturan pH asam dan basa
tergantung pada jenis alkaloid yang akan diisolasi.
Perkolasi adalah cara ekstraksi berulang yang dilakukan
dalam keadaan dingin. Caranya mirip dengan maserasi, tetapi
setelah perendaman dalam waktu tertentu, pelarut dikeluarkan
dan diganti dengan pelarut baru. Demikian dilakukan berulang
kali. Setelah penyaringan, diperoleh filtrat yang disebut
perkolat (Moelyono, 1996).
• Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia
dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampai keadaan jenuh.
Maserasi merupakan cara eksrtraksi yang sederhana.
Istilahmaseration berasal dari bahasa laitin macere, yang
artiya merendam jadi. Jadi masserasi dapat diartikan sebagai
proses dimana obat yang sudah halus dapat memungkinkan untuk
direndam dalam mesntrum sampai meresap dan melunakan susunan
sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (ansel,
1989).
• Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga
hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan
penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel.
Soxhletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ektraksi kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik.
• Prinsip Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah
dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari
dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif
di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai
permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu
alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
• Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara
sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari
terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat,
akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3
kali setiap 3-4 jam.
Alat/skema ekstraksi refluks:
Destilasi uap merupakan metode ekstraksi senyawa dengan
kandungan yang mudah menguap (seperti minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkakn
peristiwa tekanan parsial. Digunakan pada campuran senyawa-
senyaawa yang memiliki titik didih mencapai 200oC atau lebih.
Dan dapat menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati
100oC dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air
mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adlah
dapat mendistilasi campuran senyawa di bawah titik didih dari
masing-masing senyawa campurannya.
• Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air
ditempatkan dalam labu berbeda.
• Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan
pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat,
cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih
pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Menurut Moelyono (1996) ditinjau dari mekanisme
ekstraksinya, dikenal beberapa tipe ekstraksi, yaitu :
1. Ekstraksi satu kali
Ekstraski satu kali adalah metode ekstraksi bahan dengan
menggunakan satu jenis pelarut, dan ekstraksi hanya dilakukan
satu kali dengan sejumlah pelarut.
2. Ekstraksi berulang
Ekstraski berulang adalah metode ekstraksi suatu bahan dengan
menggunakan satu jenis pelarut, tetapi prosesnya dilakukan
berulang kali dengan sejumlah pelarut.
3. Ekstraksi bertingkat
Ekstraksi bertingkat adalah proses ekstraksi suatu bahan
dengan menggunakan beberapa jenis pelarut pengekstraksi, yaitu
setelah ekstraksi dengan pelarut pertama, dilanjutkan dengan
menggunakan pelarut lain, dan seterusnya.
2.4 ANTHELMENTIK
Anthelmintik atau obat cacing adalah obat yang
digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam
lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat
cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing,
sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. Diagnosis dilakukan dengan
menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam tinja,
urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita.
Sebagian besar obat cacing diberikan secara oral yaitu
pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat
cacing perlu diberikan bersama.
2.5 KAPSUL
a) Definisi
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat
dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut.
Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tapi dapat juga
terbuat dari pati atau bagian lain yang sesuai. Ukuran
cangkang kapsul keras bervariasi, dari nomor paling kecil
(5) sampai nomor paling besar (000) (Anonim, 1995).
Kapsul terbagi atas kapsul cangkang keras (capsulae
durae,hard capsule) dan kapsul cangkang lunak (capsulae
molles). Cangkang kapsul dibuat dari Gelatin dengan atau
tanpa zat tambahan lain. Cangkang dapat pula dibuat dari
Metilsselulosa atau bahan lain yang cocok. Capsulae
Gelatinosae operculatae atau kapsul keras. dibuat dari
campuran gelatin, gula, dan air dan merupakan cangkang
kapsul yang bening tak bewarna dan tak berasa. Kapsul
lunak merupakan satu kesatuan berbentuk bulat atau
silindris (pearl) atau bulat telur (globula) yang dibuat
dari gelatin (kadang disebut dengan gel lunak) atau bahan
lain yang sesuai. Biasanya lebih tebal dari pada cangkang
kapsul keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan
senyawa poliol, seperti sorbitol atau gliserin. (Anief,
2007).
b) Macam-macam Kapsul
1. Capsulae Gelatinosae opercultae (kapsul keras).
Kapsul keras terdiri dari wadah dan tutup. Cangkang
kapsul keras dibuat dari campuran Gelatin, gula dan air
dan merupakan cangkang kapsul yang bening tak berwarna
dan tak berasa. Ukuran kapsul keras menurut besarnya
dapat diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai
berikut : no. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan
pada tempat yang tidak lembab dan sebaiknya disimpan di
wadah yang diberi zat pengering. Kapsul dapat diberi
warna macam-macam agar menarik dan dapat dibedakan dengan
kapsul yang mengandung obat lain. Kapsul keras sering
digunakan di apotik dalam pelayanan campuran obat yang
ditulis dokter (Anief, 2007).
2. Soft capsule atau kapsul lunak
Merupakan kapsul tertutup dan berisi obat yang
pembuatan dan pengisian obatnya dilakukan dengan alat
khusus. Cangkang kapsul lunak dibuat dari Gelatin
ditambah Gliserin atau alkohol polihidris seperti
Sorbitol untuk melunakan gelatinnya. Kapsul ini biasanya
mengandung air 6 – 13%, diisi dengan bahan cairan bukan
air seperti polietilglikol (PEG) berbobot molekul rendah,
atau juga dapat diisi dengan bahan padat , serbuk atau
zat padat kering. Kapsul cangkang lunak memiliki
bermacam-macam bentuk dan biasanya dapat dipakai untuk
rute oral, vaginal, rektal atau topikal. Kapsul lunak
dapat pula diberi warna macam-macam (Anief, 2007).
2.6 EVALUASI SEDIAAN KAPSUL
Kapsul harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Keseragaman bobot
Kapsul yang berisi bahan padat:
Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, catat
bobotnya, keluarkan semua isi kapsul, timbang seluruh
bagian cangkang kapsul, hitung bobot isi tiap kapsul
dan hitung bobot rata-rata isi tiap kapsul
2. Waktu hancur
Ditentukan dengan satu alat yang disebut desintegrator
tester. Cara pengujian waktu hancur :
a. Masukkan 5 butir kapsul dalam keranjang
b. Naik turunkan keranjang secara teratur 30 kali
setiap menit
c. Kapsul dinyatakan hancur jika sudah tidak ada
lagi bagian kapsul yang tertinggal di atas kasa
d. Waktu yang terlama hancur diantara 5 kapsul itu
yang dinyatakan sebagai waktu hancur kapsul yang
bersangkutan
3. Keseragaman sediaan
Terdiri atas keeragaman bobot untuk kapsul keras dan
keseragaman kandungan untuk kapsul lunak
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 ALAT DAN BAHAN
ALAT: BAHAN:Gunting
Oven
Tabung reaksi
Bunsen
Kaki tiga
Batang pengaduk
Alat refluks
Chamber
Kertas saring
Silica atau alumunium
Pinset
Pensil
Cawan penguap
Kawat kasa
Kertas perkamen
Timbangan
Gelas ukur
Papan spot test
Pipa kapiler
Simplisia daun pepaya
Kloroform beramonia
H2SO4 2N
H2SO4 pekat
Pereaksi Mayer
Pereaksi Wagner
Pereaksi Dragendorrf
n-Heksana/peroleum
Petroleum eter
Pita Mg
HCl 2N
Metanol/etanol
Anhidrida asetat (Ac2O)
KOH
H2O2
Asam asetat glasial
Asam tartrat
Benzena
Ammonia
Aquades
Etil Asetat
Cangkang kapsul
Saccarum Lactis
3.2 PROSEDUR KERJA:
a) SKRINING FITOKIMIA
1) Pemeriksaan Alkaloid
a.Timbang serbuk simplisia sebanyak 5-10 gram
b.Diekstraksi dengan kloroform beramonia lalu disaring
c.Dalam filtrat ditambahkan 0,5-1 ml asam sulfat 2N
dan dikocok ad terbentuk dua lapisan.
d.Lapisan yang atas dipipet dan masukkan ke dalam 3
tabung reaksi
e.Di dalam tabung reaksi yang pertama + 2 tetes
pereaksi Meyer
f.Di dalam tabung reaksi yang kedua + 2 tetes pereaksi
Dragendorf
g.Di dalam tabung reaksi yang ketiga + 2 tetes
pereaksi Wagner
h.Lihat hasilnya, reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya endapan putih pada tabung reaksi yang
pertama dan endapan berwarna coklat kemerahan pada
tabung reaksi kedua dan ketiga
2) Pemeriksaan Flavonoid
a.Timbang serbuk simplisia sebanyak 5 gram
b.Diekstraksi dengan pelarut n-heksana/petroleum eter
sebanyak 15 ml, lalu saring
c.Ekstrak yang diperoleh diekstrak kembali menggunakan
metanol/etanol sebanyak 30 ml
d.2 ml ekstrak metanol/etanol dimasukkan ke dalam
tabung reaksi + 0,5 ml HCl pekat dan 3-4 pita Mg.
e.Amati hasilnya jika warnanya merah, orange dan hijau
menunjukkan adanya flavonoid.
3) Pemeriksaan Terpenoid/ Steroid
a.Timbang sampel sebanyak 5 gram
b.Diekstraksi dengan pelarut n-heksan/petroleum eter
(± 10 ml), kemudian disaring
c.Diambil sedikit ekstrak dan dikeringkan di atas
papan spot test + 3 tetes anhidrida asetat (Ac2O) + 1
tetes asam sulfat pekat
d.Amati hasilnya, jika timbul warna merah berarti
terdapat senyawa terpenoid dan jika muncul warna
biru berarti terdapat senyawa steroid
4) Pemeriksaan Antrakuinon
a. Timbang sampel sebanyak 5 gram
b. Diuapkan di atas penangas air ad kering, dinginkan
c. Buatlah campuran larutan 10 ml KOH 5 N dan 1 ml H2O2
3%
d. Masukkan bahan kering yang sudah dingin ke dalam
campuran KOH dan H2O2
e. Panaskan di atas penangas air selama 10 menit lalu
disaring
f. Filtrat + asam asetat glasial ad bersifat asam
g. Diekstraksi dengan benzena
h. Ekstrak benzena yang diperoleh diambil sedikit (5
ml) + 5 ml ammonia lalu dikocok
i. Amati hasilnya, jika terbentuk warna merah pada
lapisan ammonia berarti mengandung antrakinon.
b) KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
1. Uji Alkaloid
a. Sediakan 20 ml eluen etil asetat : metanol : aquades
(100:13,5:10), dan juga kertas saring
b. Ditimbang 1 g serbuk simplisia
c. Dibasahi dengan 1 ml amonia encer P
d. Bahan disari dengan 5 ml metanol P, dikocok pada
suhu 60o C selama 15 menit
e. Filtrat sebanyak 20 µl atau 100 µl digunakan untuk
pengujian KLT
f. Masukkan kertas saring ke dalam chamber dan
tempatkan di tepi chamber
g. Tuangkan pelarut ke dalam chamber, kemudian tutup
h. Sediakan kertas khusus untuk uji KLT
i. Beri garis pada kertas tersebut dan cara memegang
kertas tersebut dengan memegang hanya dibagian tepi
kertas
j. Beri tanda/spot (titik-titik) pada kertas KLT,
sebanyak tiga titik sekitar 1-2 mm
k. Ambil hasil ekstraksi dengan menggunakan pipa
kapiler
l. Tutulkan pada ketiga titik yang telah dibuat
m. Dibuka chamber dan masukkan kertas KLT menggunakan
pinset, tutup chamber
n. Diamkan beberapa saat sampai tutulan sampel
ekstraksi tadi naik sampai berhenti atau sampai batas
o. Ambil kertas saring dan lihat di bawah sinar uv
p. Tandai noda hitam yang timbul dengan pensil
q. Hitung nilai Rf
c) EKSTRAKSI
Ekstrasi alkaloid secara umum:
1. Ditimbang sebanyak serbuk sebanyak 2 gram.
2. Serbuk kemudian di ekstrasi dengan petroleum eter
bertujuan untuk memisahkan dan menghilangkan senyawa non
polar.
3. Setelah dipisahkan, kemudian diekstraksi menggunakan MeOH
atau EtOH 95 %.
4. Ekstrak methanol atau etanol diasamkan dengan larutan
asam tartrat.
5. Kemudian dipartisi dengan pelarut etil asetat yang
nantinya akan menghasilkan dua fase ( Fase etil asetat
mengandung alkaloid netral atau alkaloid dengan kebasaan
rendah).
6. Fase asam yang telah dipisahkan dibasahkan kembali
menggunakan ammonia Na2CO3.
Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah:
1. Sampel di masukkan dalam labu alas bulat
2. Pelarut (etanol) dididihkan beserta sampel selama di
dalam labu selama waktu tertentu
3. Jumlah pelarut yang dibutuhkan harus konstan
4. Pelarut akan mengekstrasi dengan panas dan akan menguap
dan akan menghasilkan senyawa murni
5. Kemudian dinginkan dalam kondesor lalu akan mengekstrasi
lagi
6. Kemudian campuran pelarut dan sampel menetes kembali ke
menstrum di dalam alat
7. Dilakukan penggantian pelarut sebanyak 3 kali setiap 3-4
jam hingga di dapat proses ekstraksi sempurna
3.3 FORMULASI
Ekstrak daun pepaya bobot 1 helai daun pepaya basah
Saccarum Lactis qs
3.4 CARA PEMBUATAN KAPSUL
1. Siapkan alat dan bahan
2. Cuci alat-alat yang akan digunakan
3. Siapkan ektrak daun pepaya
4. Timbang ekstrak daun pepaya sebanyak ±0,5-1 gram,
sisihkan
5. Tambahkan SL sedikit di dalam mortir, gerus untuk
melapisi mortir
6. Tuang serbuk ekstrak daun pepaya ke dalam mortir dan
gerus ad halus
7. Tambahkan SL secukupnya, aduk ad homogen
8. Pindahkan serbuk pada 4 kertas perkamen dengan sama
banyak
9. Bagi kembali tiap 1 perkamen ke dalam 10 lembar perkamen,
masing-masing sama banyak
10. Disiapkan cangkang kapsul kosong 40 biji
11. Masukkan serbuk tiap perkamen pada setiap cangkang
kapsul
12. Padatkan isi kapsul sampai penuh di cangkang dan
tutup cangkang kapsul
13. Masukkan kapsul ke dalam plastik (kemaslah)
3.5 EVALUASI SEDIAAN KAPSUL
a) Keseragaman Bobot
1. Timbang 20 kapsul
2. Catat hasilnya
3. Timbang 1 per 1 kapsul
4. Catat hasilnya
5. Keluarkan isi kapsul dari cangkangnya
6. Timbang cangkang kapsul
7. Timbang isi kapsul
b) Waktu Hancur
1. Panaskan aquades
2. Masukkan kapsul ke dalam masing-masing keranjang
disentegrator tester
3. Nyalakan alat, secara otomatis alat akan bekerja (naik-
turun)
4. Tunggu sampai kapsul hancur
5. Catat waktu hancurnya
Uji Skrining Alkaloid
Gambar: Tabung Reaksi 1
Gambar: Tabung reaksi 2
Gambar: Tabung reaksi 3
Hasilnya positif karena sesusi
dengan teori bahwa setelah
ditambahkan pereaksi Mayer
pada tabung reaksi 1 akan
membentuk endapan putih,
sedangkan pada tabung reaksi 2
Uji Skrining Flavonoid
Gambar: Uji Flavonoid
Hasilnya positif, karena dari
gambar menunjukkan bahwa
larutan berubah warnanya
menjadi kuning.
Uji Skrining Terpenoid/Steroid
Pada hasil praktikum yang
sudah kami lakukan, pada plat
tetes setelah sampel
ditambahkan dengan asam sulfat
pekat menghasilkan warna biru,
tapi lama-kelamaan akan
berubah warna menjadi warna
hijau. Jadi hasilnya adalah
positif mengandung steroid.
Uji Skrining Antrakuinon Gambar: Uji Antrakuinon
Dari gambar di atas sudah
terlihat bahwa tidak ada
endapan merah yang terbentuk.
Hal ini menyimpulkan bahwa
dari sampel kami tidak
mengandung antrakuinon.
4.1.2KLT (kromatografi Lapis Tipis)
Hasilnya seperti gambar di atas. Pada waktu di bawah sinar
UV, terdapat bercak-bercak warna ungu ke hitam-hitaman.
4.1.3Ekstraksi (metode Refluks)
Hasil ekstraksi yang kami peroleh adalah berupa larutan
simplisia daun pepaya dengan etanol. Masih berupa larutan
encer, sehingga kami evaporasi dengan evaporator supaya
menghasilkan ekstrak yang kental.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Srining Fitokimia
4.2.1.1 Uji Alkaloid
Dalam uji fitokimia ini pada pecobaan ini kita
menggunakan uji alkaloid pada daun pepaya. Uji
alkaloid adalah senyawa yang mempunyai struktur
heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya
dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam
asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya
mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia
ataupun hewan. Uji flavonoid adalah senyawa yang
terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya
tersebar di dunia tumbuhan.
Pada percobaan ini langkah awal yang dilakukan
adalah menumbuk atau menghaluskan daun pepaya.
Setelah halus ditimbang sebanyak 20 gram. Dimana uji
alkaloid, langkah awal yang dilakukan adalah
menambahkan residu dengan kloroform amoniak larutan
berubah menjadi warna hijau tua. Setelah itu kita
saring menggunakan kertas saring. Kemudian pada
residu kita tambahkan 1 ml asam sulfat 2N dan akan
menghasilkan dua lapisan. Dipipet lapisan yang di
atas dan dibagi pada 3 tabung reaksi. Pada tabung
reaksi pertama, kami menambahkan 2 tetes pereaksi
Meyer, pada tabung reaksi kedua kami tambahkan 2
tetes pereaksi Dragendorf dan pada tabung reaksi
ketiga kami tambahkan 2 tetes pereaksi Wagner. Dan
hasilnya, pada tabung reaksi pertama setelah
ditambahkan pereaksi Meyer menghasilkan endapan
putih, pada tabung reaksi kedua dan ketiga setelah
ditambahkan pereaksi Dragendorf dan Wagner membentuk
endapan merah bata. Maka kita dapat menyimpulkan
bahwa pada sampel tersebut itu positif (+)
mengandung alkaloid.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada sampel
(daun papaya) terdapat senyawa bernitrogen yang
bersifat basa dan heterosiklik serta banyak atom-
atom karbon yang kesemuanya itu dapat berguna pada
kehidupan sehari-hari manusia untuk pengobatan.
Karena memang daun papaya banyak kegunaannya dalam
aktivitas manusia. Namun kita juga tidak
mengesampingkan bahwa alkaloid juga banyak sekali
kegunaannya dan juga efektif sebagai anthelmentik.
4.2.1.2 Uji Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang populer
terdapat pada daun pepaya. Pada analisa flavonoid
yang kami lakukan juga menunjukkan adanya flavonoid
di dalam daun pepaya dengan ditunjukkannya hasil
dari uji skrining fitokimia yang berwarna kuning.
Pada percobaan ini langkah awal yang kami
lakukan adalah menimbang serbuk simplisia sebanyak 5
gram dan diekstraksi dengan pelarut
n-heksana/petroleum eter sebanyak 15 ml, lalu kami
saring menggunakan kertas saring. Kemudian ekstrak
yang diperoleh diekstrak kembali menggunakan
metanol/etanol sebanyak 30 ml, kemudian 2 ml ekstrak
metanol/etanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi +
0,5 ml HCl pekat dan 3-4 pita Mg. Dan hasilnya
larutan berwarna kuning.
Bahan aktif berupa flavonoid ini berfungsi
dalam hal mencegah kanker karena bersifat
antioksidan dan mempunyai bioaktivitas sebagai obat.
4.2.1.3 Uji Terpenoid/Steroid
Hasil dari praktikum uji terpenoid/steroid ini
adalah simplisia daun pepaya mengandung steroid,
ditunjukkan pada saat residu ditambahkan asam sulfat
pekat dia akan berubah warna menjadi biru.
Langkah awal yang kami lakukan untuk pengujian
ini adalah dengan menimbang sampel sebanyak 5 gram,
lalu diekstraksi dengan pelarut n-heksan/petroleum
eter (± 10 ml), kemudian disaring menggunakan kertas
saring. Kemudian diambil sedikit ekstrak dan
dikeringkan di atas papan spot test + 3 tetes
anhidrida asetat (Ac2O) + 1 tetes asam sulfat pekat.
Pada saat ditambahkan asam sulfat pekat, dia
akan langsung berubah warna menjadi biru, namun
lama-kelamaan dia akan berubah warna menjadi hijau.
Hal ini dimungkinkan dari penambahan asam sulfat
pekat yang sudah mulai berkurang/menguap atau
teroksidasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa simplisia daun
pepaya mengandung steroid.
4.2.1.4 Uji Antrakuinon
Dari hasil praktikum kami hasilnya adalah
simplisia kami negatif pada kandungan antrakuinon.
Langkah awal yang kami lakukan pada praktikum ini
adalah menimbang sampel sebanyak 5 gram, diuapkan di
atas penangas air ad kering, dan ditunggu sampai
dingin. Kemudian kami membuat campuran larutan 10 ml
KOH 5 N dan 1 ml H2O2 3% dan dimasukkan bahan kering
yang sudah dingin ke dalam campuran KOH dan H2O2.
Setelah tercampur, panaskan di atas penangas air
selama 10 menit lalu kami saring menggunakan kertas
saring. Setelah itu filtrat yang kami peroleh kami
addkan dengan asam asetat glasial untuk mengubah
sifat menjadi asam, kemudian kami tambahkan benzena.
Larutan benzena yang sudah terbentuk, kami ambil 5
ml dan diaddkan dengan ammonia. Hasilnya tidak
terdapat endapan merah pada lapisan atas yang
terbentuk.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa simplisia daun
pepaya tidak mengandung antrakuinon.