+ All Categories
Home > Documents > Makalah PAD Kab. HSU

Makalah PAD Kab. HSU

Date post: 27-Feb-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
27
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Berkat limpahan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Di antara tujuan tim penyusun adalah agar pembaca dapat memperluas pengatahuan tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Dasar penulisan dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Administrasi Negara. Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Hj. Saidah Hasbiyah, S.Sos, M.AP selaku Dosen Pembimbing Etika Administrasi Negara 2. Semua pihak yang ikut terlibat
Transcript

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya. Berkat limpahan rahmat-Nya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat

serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW.

Di antara tujuan tim penyusun adalah agar pembaca dapat

memperluas pengatahuan tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD),

yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber

informasi, referensi, dan berita. Dasar penulisan dilakukan

untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Administrasi Negara.

Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan

terima kasih kepada:

1. Ibu Hj. Saidah Hasbiyah, S.Sos, M.AP selaku Dosen

Pembimbing Etika Administrasi Negara

2. Semua pihak yang ikut terlibat

Akhirnya, penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Amuntai, 20 Juni 2013

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma

pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999,

pemerintah pusat mencoba meletakkan kembali arti penting

otonomi daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa

otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah

tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali

kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta

kewenangan bidang lain.

Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa

konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk

menjalankan kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya

adalah bahwa daerah harus mampu membiayai semua kegiatan

pemerintahan dan pembangunan yang menjadi kewenangannya

Sejalan dengan hal tersebut, Koswara (2000 : 5) menyatakan

bahwa daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan

untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola

dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin,

sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar,

yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan

negara.

Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat

menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai.

Dalam arti bahwa proporsi yang dapat disumbangkan PAD

terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) masih relatif rendah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian pendapatan asli daerah?

2. Apa saja sumber pendapatan asli daerah?

3. Apakah faktor-faktor rendahnya pendapatan asli daerah

suatu daerah?

4. Bagaimana gambaran pendapatan asli daerah kabupaten Hulu

Sungai Utara?

C. TUJUAN PENULISAN

Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang ingin

dicapai, demikian juga yang dilakukan penulis dalam

pembuatan makalah ini. Adapun tujuan penulisan membuat

makalah ini adalah bertujuan untuk:

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pendapatan Asli

Daerah..

2. Agar dapat mengetahui apa saja sumber-sumber Pendapatan

Asli Daerah.

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

Pengertian pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan

asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah

“Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang

bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah.

Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah,

laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan

asli daerah lainnya yang sah”.

Sedangkan menurut Herlina Rahman(2005:38) Pendapatan

asli daerah Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari

hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan

asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam

pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan

pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan

daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam

rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah

sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan

dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas

(subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli

daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas

tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi

daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia.

Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai

alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat

digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang

ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin.

Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan

hal yang dikehendaki setiap daerah. (Mamesa, 1995:30).

Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa

pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah

adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah

pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi

pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah

menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber

pendapatan asli daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan

daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil

retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,

yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah

dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah

sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33

Tahun 2004).

2. SUMBER-SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Dalam upaya memperbesar peran pemerintah daerah dalam

pembangunan, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri

dalam membiayai kegiatan operasional rumah tangganya.

Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan

daerah tidak dapat dipisahkan dengan belanja daerah, karena

adanya saling terkait dan merupakan satu alokasi anggaran

yang disusun dan dibuat untuk melancarkan roda pemerintahan

daerah. (Rozali Abdullah, 2002).

Sebagaimana halnya dengan negara, maka daerah dimana

masing-rnasing pemerintah daerah mempunyai fungsi dan

tanggung jawab untuk meningkatkan kehidupan dan

kesejahteraan rakyat dengan jalan melaksanakan pembangunan

disegala bidang sebagaimana yang tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa

“Pemerintah daerah berhak dan berwenang menjalankan otonomi,

seluas-Iuasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan”.

(Pasal 10).

Adanya hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan

Kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri, merupakan satu upaya untuk meningkatkan peran

pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi daerahnya

dengan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah secara

efisien dan efektif khususnya Pendapatan asli daerah

sendiri.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah mengisyaratkan bahwa Pemerintah Daerah dalam

mengurus rumah tangganya sendiri diberikan sumber-sumber

pedapatan atau penerimaan keuangan Daerah untuk membiayai

seluruh aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas

pemerintah dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat

secara adil dan makmur.

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD)

sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Pasal 157, yaitu:

1) Hasil Pajak Daerah

Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah-

daerah disamping retribusi daerah. Pengertian pajak

secara umum telah diajukan oleh para ahli, misalnya

Rochmad Sumitro yang merumuskannya  “Pajak lokal atau

pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah

swatantra, seperti Provinsi, Kotapraja, Kabupaten, dan

sebagainya”.

Sedangkan Siagin merumuskannya sebagai, “pajak negara

yang diserahkan kepada daerah dan dinyatakan sebagai

pajak daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah

sebagai badan hukum publik”. Dengan demikian ciri-ciri

yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti

berikut:

a) Pajak daerah berasal dan pajak negara yang diserahkan

kepada daerah sebagai pajak daerah;

b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;

c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan

undang-undang dan/atau peraturan hukum Lainnya;

d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk

membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga

daerah atau untuk membiayai perigeluaran daerah

sebagai badan hukum public.

2) Hasil Retribusi Daerah

Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah

retribusi daerah. Pengertian retribusi daerah dapat

ditetusuri dan pendapat-pendapat para ahli, misalnya

Panitia Nasrun merumuskan retribusi daerah (Josef Kaho

Riwu, 2005:171) adalah pungutan daerah sebagal pembayaran

pemakalan atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha

atau mhlik daerah untuk kepentingan umum, atau karena

jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun

tidak Iangsung”.

Dari pendapat tersebut di atas dapat diikhtisarkan

ciri-ciri  pokok retribusi daerah, yakni:

a) Retribusi dipungut oleh daerah;

b) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang

diberikan daerah yang Iangsung dapat ditunjuk;

c) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang

memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan

daerah.

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan

daerah yang dilepaskan dan penguasaan umum yang

dipertanggung jawabkan melalui anggaran belanja daerah

dan dimaksudkan untuk dikuasai dan dipertanggungjawabkan

sendiri.

Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan

salah satu daripada pendapatan daerah yang modalnya untuk

seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah

yang dipisahkan. Maka sewajarnya daerah dapat pula

mendirikan perusahaan yang khusus dimaksudkan untuk

menambah penghasilan daerah disamping tujuan utama untuk

mempertinggi produksi, yang kesemua kegiatan usahanya

dititkberatkan kearah pembangunan daerah khususnya dan

pembangunan ekonomi nasional umumnya serta ketentraman

dan kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat

adil dan makmur. Oleh karena itu, dalam batas-batas

tertentu pengelolaan perusahaan haruslah bersifat

professional dan harus tetap berpegang pada prinsip

ekonomi secara umum, yakni efisiensi. (Penjelasan atas UU

No.5 Tahun 1962).

Berdasarkan ketentuan di atas maka walaupun

perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang

diharapkan dapat memberikan kontribusinya hagi pendapatan

daerah, tapi sifat utama dan perusahaan daerah bukanlah

berorientasi pada profit (keuntungan), akan tetapi justru

dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan

umum. Atau dengan perkataan lain, perusahaan daerah

menjalankan fungsi ganda yang harus tetap terjainin

keseimbangannya, yakni fungsi sosial dan fungsi ekonomi.

Walaupun demikian hal ini tidak berarti bahwa

perusahaan daerah tidak dapat memberikan kontribusi

maksimal bagi ketangguhan keuangan daerah. Pemenuhan

fungsi sosial oleh perusahaan daerah dan keharusan untuk

mendapat keuntungan yang memungkmnkan perusahaan daerah

dapat memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah,

bukanlah dua pilihan dikotomis yang saling bertolak

belakang. Artinya bahwa pemenuhan fungsi sosial

perusahaan daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan

fungsi ekonominya sebagal badan ekonomi yang bertujuan

untuk mendapatkan laba/keuntungan. Hal ini dapat berjalan

apabila profesionalisme dalam pengelolaannya dapat

diwujudkan. (Josef Kaho Riwu, 2005:188).

4)   Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b) Jasa giro;

c) Pendapatan bunga;

d) Keuntungan seIisih nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain

sebagai akibat dan penjualan dan/atau pengadaan barang

dan/atau jasa oleh daerah.

Sedangkan menurut Feni Rosalia (dalam Bintoro

Tjokroamidjojo 1984: 160) sumber-sumber Pendapatan Asli

Daerah antara lain:

a) Dari pendapatan melalui pajak yang sepenuhnya

diserahkan kepada  daerah atau yang bukan menjadi

kewenangan pemajakan pemerintah pusat dan masih ada

potensinya di daerah;

b) Penerimaan dari jasa-jasa pelayanan daerah, misalnya

retribusi, tarif perizinan tertentu, dan lain-lain;

c) Pendapatan-pendapatan daerah yang diperoleh dari

keuntungan-keuntungan perusahaan daerah, yaitu

perusahaan yang mendapat modal sebagian atau seluruh

dari kekayaan daerah;

d) Penerimaan daerah dari perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah, dengan ini dimaksudkan

sebagai bagian penerimaan pusat dan kemudian

diserahkan kepada daerah;

e) Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara

langsung atau yang penggunaannya ditentukan daerah

tersebut;

f) Seiring terdapat pemberian bantuan dari pemerintah

pusat yang bersifat khusus karena keadaan tertentu. Di

Indonesia hal ini disebut ganjaran;

g) Penerimaan-penerimaan daerah yang didapat dari

pinjaman-pinjaman yang dilakukan pemerintah daerah.

3. KEMAMPUAN PAD MEMBIAYAI PEMBANGUNAN DAERAH OTONOM

Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma

pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, serta Undang –

Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah

pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada

posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Kewenangan daerah

tersebut mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan

dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,

moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

Kewenangan yang begitu luas tentunya akan membawa

konsekuensi-konsekuensi tertentu bagi daerah untuk menjalankan

kewenangannnya itu. Salah satu konsekuensinya adalah bahwa daerah

harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan

yang menjadi kewenangannya Sejalan dengan hal tersebut, Koswara

(2000 : 5) menyatakan bahwa daerah otonom harus memiliki

kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya

sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup

memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin,

sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang

didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai

prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.

Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan

terbesar bagi pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD

merupakan tolok ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam

menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah. Di samping itu

PAD juga mencerminkan kemandirian suatu daerah. Sebagaimana

Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan sumber

penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama

bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai

total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total

penerimaan daerah tetap merupakan indikasi derajat kemandirian

keuangan suatu pemerintah daerah.

Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi

modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,

pada saat ini kondisinya masih kurang memadai. Dalam arti bahwa

proporsi yang dapat disumbangkan PAD terhadap Total Penerimaan

Daerah (TPD) masih relatif rendah.

Apabila diamati lebih jauh, maka dapat dilihat di mana

sebenarnya letak kecilnya nilai PAD suatu daerah. Untuk

mengetahui hal ini perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur

yang termasuk dalam kelompok PAD seperti tersebut diatas.

Menurut Widayat (1994 : 31) faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :

a. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi

digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak

kendaraan bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB);

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan

keuntungan kepada Pemerintah Daerah;

c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak,

retribusi, dan pungutan lainnya;

d. Adanya kebocoran-kebocoran;

e. Biaya pungut yang masih tinggi;

f. Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan

disempurnakan;

g. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

Menurut Jaya (1996 : 5) beberapa hal yang dianggap menjadi

penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya

ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut :

a. Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai sumber pendapatan

daerah;

b. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena

semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak

langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;

c. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit

yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;

d. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah

mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong

terjadinya disintegrasi dan separatisme;

e. Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Daerah yang hanya memberikan kewenangan yang lebih

kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di

daerahnya.

Secara umum dari kedua pendapat di atas diketahui bahwa

masalah rendahnya PAD disebabkan lebih banyak pada

unsur perpajakan. Lebih jauh mengenai perpajakan dan

permasalahannya perlu dikemukakan pendapat Reksohadiprodjo

(1996 : 74-78), yaitu bahwa beberapa masalah yang sering dihadapi

sistem pajak di daerah secara keseluruhan, di antaranya adalah

adanya kemampuan menghimpun dana yang berbeda antara daerah yang

satu dengan daerah lainnya, yang disebabkan karena perbedaan

dalam resources endowment, tingkat pembangunan, dan derajat

urbanisasi. Masalah lainnya adalah terlalu banyaknya jenis pajak

daerah dan sering tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Tidak

ada perbedaan yang jelas antara pajak dengan pungutan lainnya,

dan masalah biaya administrasi pajak yang tinggi.

Pada akhirnya keberhasilan otonomi daerah tidak hanya

ditentukan oleh besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki

oleh daerah tetapi ada beberapa faktor lain yang

dapat mempengaruhi keberhasilannya. Sebagaimana pendapat yang

dikemukakan oleh Kaho (1997 : 34-36) bahwa keberhasilan

pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu :

a. Faktor Manusia;

b. Faktor Keuangan;

c. Faktor Peralatan;

d. Faktor Organisasi dan Manajemen.

Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan

otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai PAD yang dapat

dicapai oleh daerah tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan

sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri,

tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat

dan Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah

dituntut untuk mampu membiayai dirinya sendiri.

Dari Hasil analisis beberapa SDA yang dimiliki oleh Daerah

rata – rata memiliki potensi peningkatan PAD baik disektor Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, Perusahaan BUMD dan Pendapatan –

pendapatan lain yang sah sepeti dari sektor Pariwisata, Jasa,

Ekonomi Kreatif, Perikanan, Pertanian. Sektor – sektor

pariwisata, Jasa, Ekonomi Kreatif ( UKM ) serta Perikanan dan

pertanian apabila dikelola dengan seksama oleh pemerintah yang

dalam pelaksanaannya dikelola oleh masyarakat niscaya PAD suatu

Daerah akan selalu naik tiap tahunnya. Dan apabila perekonomian

masyarakat meningkat niscaya Pajak dan Retribusi akan naik pula.

Nah faktor – faktor ini yang seharusnya di dorong dan di

kembangkan oleh suatu pemerintahan di daerah untuk menggenjot

tingginya PAD. Pemberdayaan masyarakat sekotar yang disesuaikan

dengan potensi daerah tersebut harus terus digalakan hingga

tujuan dari pembangunan daerah benar – benar terealisasi.

4. GAMBARAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara pada

tiga tahun terakhir :

1) Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun

Anggaran 2011 sebesar Rp. 26.282.153.250,- atau 3,43%

dari jumlah Pendapatan pada APBD Tahun Anggaran 2011

sebesar Rp. 605.593.515.489,- terdiri dari jenis

pendapatan :

a. Pajak Daerah sebesar Rp. 3.583.445.850,-

b. Retribusi Daerah sebesar Rp. 13.054.207.400,-

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

sebesar Rp. 5.020.000.000,-

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar

Rp. 4.624.500.000,-

2) Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun

Anggaran 2012 sebesar Rp. 30.715.689.100,- atau 4,47%

dari jumlah Pendapatan pada APBD Tahun Anggaran 2012

sebesar Rp. 686.897.710.445,- terdiri dari jenis

pendapatan :

a. Pajak Daerah sebesar Rp. 3.347.179.300,-

b. Retribusi Daerah sebesar Rp. 13.624.787.550,-

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

sebesar Rp. 6.100.000.000,-

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar

Rp. 7.643.722.250,-

3) Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun

Anggaran 2013 sebesar Rp. 31.362.363.750,- atau 4,43%

dari jumlah Pendapatan pada APBD Tahun Anggaran 2013

sebesar Rp. 708.308.563.527,- terdiri dari jenis

pendapatan :

a. Pajak Daerah sebesar Rp. 3.616.250.000,-

b. Retribusi Daerah sebesar Rp. 5.982.444.150,-

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

sebesar Rp. 5.900.000.000,-

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar

Rp. 15.863.669.600,-

Dilihat dari rincian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

kabupaten Hulu Sungai Utara pada tiga tahun terakhir diatas

tergambar dengan jelas bahwa PAD Kabupaten Hulu Sungai Utara

sangat rendah sehingga masih sangat tergantung pada dana

alokasi umum (DAU), dana alikasi khusus (DAK) dan bagi hasil

pajak/bukan pajak serta bagi hasil SDA pertambangan sehingga

Kabupaten Hulu Sungai Utara sampai saat ini masih termasuk

dalam Kabupaten Tertinggal.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan

daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil

retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,

yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah

dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah

sebagai mewujudan asas desentralisasi.

Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD)

sebagaimana datur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Pasal 157, yaitu:

1. Hasil pajak daerah;

2. Hasil retribusi daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

Keberhasilan otonomi daerah tidak hanya ditentukan oleh

besarnya PAD atau keuangan yang dimiliki oleh daerah tetapi ada

beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilannya,

yaitu :

a. Faktor Manusia;

b. Faktor Keuangan;

c. Faktor Peralatan;

d. Faktor Organisasi dan Manajemen.

Berdasarkan PAD kabupaten Hulu Sungai Utara

tergambar dengan jelas bahwa PAD Kabupaten Hulu Sungai

Utara sangat rendah dikarenakan tidak adanya kegiatan

eksplorasi sumber daya alam pertambangan di Kabupaten Hulu

Sungai Utara sehingga masih sangat tergantung pada dana

alokasi umum (DAU), dana alikasi khusus (DAK) dan bagi

hasil pajak / hasil bukan pajak serta bagi hasil SDA

pertambangan dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan

sehingga Kabupaten Hulu Sungai Utara sampai saat ini masih

termasuk dalam Kabupaten Tertinggal

B. SARAN

Dalam mengusahakan agar Kabupaten Hulu Sungai Utara

dapat keluar dari kategori Kabupaten Tertinggal, penulis

memberikan beberapa saran. Diantaranya :

1. Memaksimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam

memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah;

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak,

retribusi, dan pungutan lainnya;

3. meminimalisir kebocoran-kebocoran / KKN oleh aparatur

pemerintah;

4. Memperbanyak Peraturan Daerah yang dapat diandalkan dalam

pendapatan daerah misalnya retribusi daerah;

Daftar Pustaka:

1. http://www.negarahukum.com/hukum/pendapatan-asli-daerah.html

2. http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/11/14/pad-modal-

membangun-daerah-508948.html

3. Peraturan Bupati Hulu Sungai Utara Nomor : 2 Tahun 2013

tentang Penjabaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Hulu Sungai Utara Tahun Anggaran 2013.

4. Peraturan Bupati Hulu Sungai Utara Nomor : 49 Tahun 2011

tentang Penjabaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Hulu Sungai Utara Tahun Anggaran 2012.

5. Peraturan Bupati Hulu Sungai Utara Nomor : 13 Tahun 2011

tentang Penjabaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten

Hulu Sungai Utara Tahun Anggaran 2011.


Recommended